PENGERTIAN FILSAFAT MENURUT PARA TOKOH

Pengertian Filsafat Menurut Para Tokoh
a. Pudjo Sumedi Alaihi Salam., Drs.,M.ed. Dan Mustakim, S.pd.,MM,
Istilah berdasarkan filsafat asal bahasa Yunani : ”philosophia”. Seiring perkembangan jaman akhirnya dikenal pula dalam berbagai bahasa, seperti : ”philosophic” pada kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, serta Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah” pada bahasa Arab.

b. Plato ( 428 -348 SM )
Filsafat adalah pengetahuan yg berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang orisinil. Filsafat tidak lain dari pengetahuan mengenai segala yg terdapat.

c. Aristoteles (384 – 322 SM)
Filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang mencakup kebenaran yang terkandung pada dalamnya ilmu-ilmu metafisika, nalar, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Dan kewajiban filsafat adalah memeriksa sebab serta asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu generik sekali. Tugas penyelidikan tentang karena telah dibagi kini sang filsafat dengan ilmu.

d. Rene Descartes
Pelopor filsafat terkini serta pelopor pembaruan pada abad ke-17 yg terkenal dengan ucapannya: “Cogito ergo Sum” (lantaran berpikir, maka aku ada) sebagai landasan filsafatnya. Berfilsafat berarti berpangkal pada suatu kebenaran yg fundamental atau pengalaman yang asasi.

e. Al Farabi
Filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) mengenai alam maujud bagaimana hakikat yg sebenarnya.

f. Cicero (106 – 43 SM )
Filsafat adalah menjadi “mak menurut semua seni “( the mother of all the arts“ dia pula mendefinisikan filsafat menjadi ars vitae (seni kehidupan )

g. Johann Gotlich Fickte (1762-1814 )
Filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu menurut ilmu-ilmu , yakni ilmu generik, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang serta seluruh jenis ilmu mencari kebenaran berdasarkan seluruh kenyataan.

h. Paul Nartorp (1854 – 1924)
Filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak memilih kesatuan pengetahuan manusia menggunakan membuktikan dasar akhir yang sama, yg memikul sekaliannya .

i. Imanuel Kant ( 1724 – 1804 )
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange sebagai utama serta pangkal dari segala pengetahuan yg didalamnya tercakup empat problem.
1. Apakah yang bisa kita kerjakan? (jawabannya metafisika)
2. Apakah yg seharusnya kita kerjakan? (jawabannya Etika)
3. Sampai dimanakah harapan kita? (jawabannya Agama)
4. Apakah yang dinamakan insan? (jawabannya Antropologi)
j. Notonegoro

Filsafat mempelajari hal-hal yg dijadikan objeknya berdasarkan sudut pada dasarnya yang absolut, yang tetap tidak berubah , yang dianggap hakekat.

k. Prof. Dr. N. Driyarkara S. J.
Filsafat adalah pikiran manusia yang radikal, menggunakan mengenyampingkan pendapat-pendapat dan pendirian-pendirian yg diterima saja dengan mencoba menerangkan pandangan yg adalah akar berdasarkan lain-lain pandangan dan perilaku praktis. Pandangan diarahkan pada sebab-sebab yg terakhir atau karena pertama (filsafat causes), dan nir diarahkan pada sebab yg terdekat (secundary causes), sepanjang kemungkinan yg terdapat dalam budi nurani manusia sinkron kemampuannya.

l. Harold H. Titus (1979 )
Filsafat merupakan sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan serta alam yang umumnya diterima secara tidak kritis. Filsafat merupakan suatu proses kritik atau pemikiran terhadap agama serta sikap yg dijunjung tinggi.

m. Prof. Mr.mumahamd Yamin
Filsafat ialah pemusatan pikiran , sebagai akibatnya manusia menemui kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.

n. Prof.dr.ismaun, M.pd.
Filsafat merupakan bisnis pemikiran serta renungan manusia menggunakan nalar serta qalbunya secara benar-benar-sungguh , yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal, integral dan radikal buat mencapai dan menemukan kebenaran yg hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yg sejati.

o. Bertrand Russel
Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi serta sains. Sebagaimana teologi , filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai kasus-masalah yang pengetahuan definitif tentangnya, hingga sebegitu jauh, nir mampu dipastikan;namun, seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian logika manusia daripada otoritas tradisi juga otoritas wahyu.

PENGERTIAN FILSAFAT MENURUT PARA TOKOH

Pengertian Filsafat Menurut Para Tokoh
a. Pudjo Sumedi Alaihi Salam., Drs.,M.ed. Dan Mustakim, S.pd.,MM,
Istilah berdasarkan filsafat dari bahasa Yunani : ”philosophia”. Seiring perkembangan jaman akhirnya dikenal jua dalam aneka macam bahasa, seperti : ”philosophic” pada kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” pada bahasa Latin; serta “falsafah” pada bahasa Arab.

b. Plato ( 428 -348 SM )
Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Filsafat nir lain dari pengetahuan mengenai segala yang terdapat.

c. Aristoteles (384 – 322 SM)
Filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yg mencakup kebenaran yg terkandung pada dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan keindahan. Dan kewajiban filsafat merupakan mengusut karena dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan mengenai sebab telah dibagi sekarang sang filsafat dengan ilmu.

d. Rene Descartes
Pelopor filsafat modern serta pelopor pembaruan dalam abad ke-17 yang terkenal dengan ucapannya: “Cogito ergo Sum” (lantaran berpikir, maka aku terdapat) sebagai landasan filsafatnya. Berfilsafat berarti berpangkal pada suatu kebenaran yg fundamental atau pengalaman yang asasi.

e. Al Farabi
Filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) tentang alam maujud bagaimana hakikat yg sebenarnya.

f. Cicero (106 – 43 SM )
Filsafat merupakan sebagai “mak menurut semua seni “( the mother of all the arts“ ia pula mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan )

g. Johann Gotlich Fickte (1762-1814 )
Filsafat menjadi Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu generik, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan semua bidang serta seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari semua fenomena.

h. Paul Nartorp (1854 – 1924)
Filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak memilih kesatuan pengetahuan insan dengan menandakan dasar akhir yg sama, yang memikul sekaliannya .

i. Imanuel Kant ( 1724 – 1804 )
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange menjadi pokok dan pangkal menurut segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.
1. Apakah yg bisa kita kerjakan? (jawabannya metafisika)
2. Apakah yg seharusnya kita kerjakan? (jawabannya Etika)
3. Sampai dimanakah asa kita? (jawabannya Agama)
4. Apakah yg dinamakan insan? (jawabannya Antropologi)
j. Notonegoro

Filsafat menyelidiki hal-hal yg dijadikan objeknya dari sudut intinya yg mutlak, yang tetap tidak berubah , yg diklaim hakekat.

k. Prof. Dr. N. Driyarkara S. J.
Filsafat adalah pikiran insan yg radikal, menggunakan mengenyampingkan pendapat-pendapat dan pendirian-pendirian yang diterima saja menggunakan mencoba menunjukkan pandangan yang adalah akar menurut lain-lain pandangan serta sikap praktis. Pandangan diarahkan kepada sebab-karena yg terakhir atau sebab pertama (filsafat causes), dan nir diarahkan pada karena yang terdekat (secundary causes), sepanjang kemungkinan yg ada pada budi nurani insan sesuai kemampuannya.

l. Harold H. Titus (1979 )
Filsafat merupakan sekumpulan sikap serta kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yg biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap agama serta perilaku yang dijunjung tinggi.

m. Prof. Mr.mumahamd Yamin
Filsafat adalah pemusatan pikiran , sehingga manusia menemui kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.

n. Prof.dr.ismaun, M.pd.
Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan insan menggunakan akal dan qalbunya secara sungguh-benar-benar , yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal, integral dan radikal buat mencapai dan menemukan kebenaran yg hakiki (pengetahuan, serta kearifan atau kebenaran yg sejati.

o. Bertrand Russel
Filsafat merupakan sesuatu yg berada pada tengah-tengah antara teologi serta sains. Sebagaimana teologi , filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai perkara-perkara yg pengetahuan definitif tentangnya, hingga sebegitu jauh, tidak mampu dipastikan;namun, misalnya sains, filsafat lebih menarik perhatian nalar manusia daripada otoritas tradisi maupun otoritas wahyu.

PENGERTIAN ILMU MENURUT PARA TOKOH

Pengertian Ilmu Menurut Para Tokoh
a. Prof. DR. Mohammad Hatta
Tiap-tiap ilmu adalah pengetahuan yg teratur tentang pekerjaan hukum kausal pada suatu golongan kasus yang sama tabiatnya, juga menurut kedudukannya tampak menurut luar, juga menurut bangunannya berdasarkan dalam.

b. Prof. DR. A. Baiquni (Guru Besar Universitas Gadjah Mada)
Science adalah general consensus dari warga yg terdiri berdasarkan para scientist.

c. Prof. DR. M. J. Langerveld (Pengajar Besar dalam Rijk Universiteit pada Utrecht-Belanda)
Pengetahuan ialah kesatuan objek yang mengetahui serta objek yg diketahui. Suatu kesatuan pada mana objek itu dicermati oleh subjek sebagai diketahuinya.

d. Ralph Ross serta Ernest Van Den Haag
Ilmu merupakan yang empiris, rasional, umum serta sistematik, serta ke-empatnya serentak.

e. Karl Pearson
Ilmu merupakan lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten mengenai fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.

f. Ashley Montagu
Ilmu adalah pengetahuan yg disusun pada satu sistem yg dari dari pengamatan, studi serta percobaan untuk menentukan hakikat prinsip mengenai hal yg sedang dikaji.

g. Harsojo
Ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang disistemasikan serta suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap semua global empiris yaitu dunia yg terikat sang faktor ruang dan waktu, global yang dalam prinsipnya bisa diamati sang panca indera manusia. Lebih lanjut ilmu didefinisikan sebagai suatu cara menganalisis yg mengijinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan suatu proposisi dalam bentuk : “ jika …. Maka“.

h. Afanasyef
Ilmu adalah segala yang diketahui manusia tentang alam, masyarakat serta pikiran. Ia mencerminkan alam dan konsep-konsep, katagori serta aturan-hukum, yang ketetapannya serta kebenarannya diuji menggunakan pengalaman simpel.

i. Communality, The Liang Gie 1991
Ilmu adalah sekumpulan proposisi sistematis yg terkandung dalam pernyataan-pernyataan yg sahih dengan karakteristik utama yang bersifat general, rational, objektif, sanggup diuji kebenarannya (verifikasi objektif), dan mampu sebagai milik generik.

j. J. Haberer 1972
Ilmu merupakan suatu hasil kegiatan insan yang merupakan kumpulan teori, metode dan praktek serta menjadi pranata dalam warga .

k. J.D. Bernal 1977
Ilmu merupakan suatu pranata atau metode yang membentuk keyakinan tentang alam semesta serta manusia.

l. E. Cantote 1977
Ilmu merupakan suatu output aktivitas manusia yg memiliki makna dan metode.1977 -1992

PENGERTIAN ILMU MENURUT PARA TOKOH

Pengertian Ilmu Menurut Para Tokoh
a. Prof. DR. Mohammad Hatta
Tiap-tiap ilmu merupakan pengetahuan yg teratur mengenai pekerjaan aturan kausal pada suatu golongan perkara yg sama tabiatnya, juga berdasarkan kedudukannya tampak berdasarkan luar, maupun berdasarkan bangunannya dari pada.

b. Prof. DR. A. Baiquni (Guru Besar Universitas Gadjah Mada)
Science adalah general consensus menurut rakyat yg terdiri berdasarkan para scientist.

c. Prof. DR. M. J. Langerveld (Pengajar Besar dalam Rijk Universiteit di Utrecht-Belanda)
Pengetahuan ialah kesatuan objek yg mengetahui dan objek yang diketahui. Suatu kesatuan dalam mana objek itu ditinjau sang subjek sebagai diketahuinya.

d. Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag
Ilmu merupakan yang realitas, rasional, umum serta sistematik, dan ke-empatnya serentak.

e. Karl Pearson
Ilmu merupakan lukisan atau berita yang komprehensif serta konsisten mengenai keterangan pengalaman dengan kata yg sederhana.

f. Ashley Montagu
Ilmu adalah pengetahuan yg disusun dalam satu sistem yang asal berdasarkan pengamatan, studi serta percobaan buat memilih hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.

g. Harsojo
Ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yg disistemasikan serta suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia realitas yaitu dunia yg terikat oleh faktor ruang serta waktu, dunia yang dalam prinsipnya bisa diamati sang panca indera manusia. Lebih lanjut ilmu didefinisikan menjadi suatu cara menganalisis yg mengijinkan pada pakar-ahlinya buat menyatakan suatu proposisi dalam bentuk : “ bila …. Maka“.

h. Afanasyef
Ilmu adalah segala yg diketahui manusia tentang alam, rakyat serta pikiran. Ia mencerminkan alam serta konsep-konsep, katagori serta aturan-aturan, yg ketetapannya serta kebenarannya diuji dengan pengalaman simpel.

i. Communality, The Liang Gie 1991
Ilmu merupakan sekumpulan proposisi sistematis yg terkandung pada pernyataan-pernyataan yang sahih dengan karakteristik pokok yg bersifat general, rational, objektif, sanggup diuji kebenarannya (verifikasi objektif), serta sanggup sebagai milik umum.

j. J. Haberer 1972
Ilmu merupakan suatu output aktivitas manusia yang adalah kumpulan teori, metode serta praktek serta menjadi pranata dalam rakyat.

k. J.D. Bernal 1977
Ilmu adalah suatu pranata atau metode yg membentuk keyakinan mengenai alam semesta dan manusia.

l. E. Cantote 1977
Ilmu merupakan suatu hasil kegiatan manusia yg memiliki makna dan metode.1977 -1992

ILMU DAN TEORI PENGETAHUAN

Ilmu Dan Teori Pengetahuan
1. Tentang Ilmu
Pada prinsipnya ilmu adalah usaha buat mengorganisir serta mensitematisasikan sesuatu. Sesuatu tadi bisa diperoleh dari pengalaman serta pengamatan pada kehidupan sehari-hari. Tetapi sesuatu itu dilanjutkan dengan pemikiran secara cermat serta teliti menggunakan menggunakan aneka macam metode.

Ilmu dapat adalah suatu metode berfikir secara objektif (objective thinking) yg bertujuan buat mendeskripsikan atau memberi makna terhadap global faktual. Hal ini diperoleh melalui proses observasi, eksperimen, dan penjabaran. Sementara analisisnya adalah hal yg objektif dengan menyampingkan unsur pribadi, mengedepankan pemikiran nalar, serta bersikap netral (nir dipengaruhi sang kedirian atau subjektif). 

Pada hakekatnya, ilmu merupakan milik insan secara komprehensif sebagai lukisan atau warta yang lengkap dan konsisten tentang hal-hal yang dipelajarinya dalam ruang dan ketika sejauh jangkauan nalar dan yg dapat diamati pribadi sang panca indera insan. 

Perlu dipahami bahwa ilmu adalah deretan pengetahuan, tetapi bukan kebalikannya, kumpulan ilmu merupakan pengetahuan. Kumpulan pengetahuan supaya bisa dikatakan ilmu harus memenuhi kondisi-kondisi tertentu. Syarat-kondisi yg dimaksudkan merupakan objek material serta objek formal. Setiap bidang ilmu, baik itu khusus maupun filsafat wajib memenuhi kedua objek itu.

Ilmu merupakan suatu bentuk aktiva yg dengan melakukannya umat manusia memperoleh sesuatu yg lebih lengkap serta lebih cermat tentang alam di masa lampau, kini dan kemudian, serta suatu kemampuan yang semakin tinggi buat menyesuaikan dirinya dengan kehidupan. 

Ø Pengertian Ilmu
Dalam upaya memperoleh pemahaman mengenai ilmu serta teori komunikasi, maka pada awal pembahasan yg perlu dipahami bersama merupakan pemahaman tentang apa itu ilmu secara umum. Pasalnya, banyak sekali pengertian yang mampu dikemukakan mengenai ilmu. 

Menurut Mulyadhi Kartanegara, ilmu adalah any organized knowledge atau sekumpulan pengetahuan. Ilmu dan sains menurutnya tidak berbeda, terutama sebelum abad ke-19. Namun, setelah itu sains lebih terbatas pada bidang-bidang fisik atau inderawi, sedangkan ilmu melampauinya pada bidang-bidang non fisik, seperti metafisika. 

Adapun arti atau definisi ilmu yg terdapat dalam kamus Bahasa Indonesia merupakan : “Suatu pengetahuan tentang suatu bidang yg disusun secara bersistem menurut metode tertentu yang dapat digunakan buat memperlihatkan gejala-tanda-tanda tertentu,” (Admojo, 1998).

Sementara itu, buat lebih jelasnya tentang pengertian dan definisi dari ilmu tersebut, berikut adalah sejumlah definisi ilmu dari para pakar pada antaranya :

”Ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yg dari dari pengamatan, studi serta percobaan buat menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji,” 

Ashley Montagu,
“Ilmu merupakan pengetahuan yg teratur tentang pekerjaan aturan kausal dalam suatu golongan masalah yg sama tabiatnya, maupun berdasarkan kedudukannya tampak menurut luar, juga menurut bangunannya berdasarkan dalam,”

Mohammad Hatta,
”Ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang disistemasikan serta suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap semua global empiris yaitu global yg terikat oleh faktor ruang dan saat, global yang dalam prinsipnya bisa diamati sang panca indera insan,

Harsojo, 
”Ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif serta konsisten tentang liputan pengalaman dengan kata yang sederhana,”

Karl Pearson,
”Ilmu adalah pengetahuan insan tentang alam, masyarakat dan pikiran. Ia mencerminkan alam dan konsep-konsep, katagori serta aturan-hukum, yang ketetapannya dan kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis,”

Afanasyef,
“Ilmu merupakan sesuatu yang empiris, rasional, generik dan sistematik, serta ke empatnya serentak,”

Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag,
Dari sejumlah pengertian pada atas bisa disimpulkan bahwa ilmu pada dasarnya, pengetahuan tentang sesuatu hal atau kenyataan, baik yg menyangkut alam atau sosial yg diperoleh insan melalui proses berfikir. 

Itu adalah bahwa setiap ilmu merupakan pengetahun mengenai sesuatu yang menjadi objek kajian menurut ilmu terkait. Selain itu, pengertian ilmu jua identik menggunakan global ilmiah, karena itu ilmu menandakan 3 karakteristik, di antaranya :
1. Ilmu harus merupakan suatu pengetahuan yg didasarkan pada akal.
2. Ilmu harus terorganisasikan secara sistematis.
3. Ilmu harus berlaku umum.

Ø Dasar Ilmu 
Rasa ingin tahu tentang insiden-insiden yg terjadi di alam sekitarnya dapat bersifat sederhana dan juga dapat bersifat kompleks. Rasa ingin memahami yg bersifat sederhana didasari dengan rasa ingin tahu mengenai apa (ontologi), sedangkan rasa ingin memahami yg bersifat kompleks mencakup bagaimana peristiwa tersebut bisa terjadi serta mengapa peristiwa itu terjadi (epistemologi), serta buat apa peristiwa tersebut dipelajari (aksiologi). 

Ke tiga landasan tadi yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi merupakan karakteristik khusus pada penyusunan suatu ilmu. Ketiga landasan ini saling terkait satu sama lain dan tidak sanggup dipisahkan antara satu menggunakan lainnya. Berbagai usaha untuk dapat mencapai atau memecahkan peristiwa yg terjadi di alam atau lingkungan sekitarnya.

Adapun dasar ontologi ilmu meliputi seluruh aspek kehidupan yg bisa diuji oleh panca indera manusia. Jadi, masih dalam jangkauan pengalaman insan atau bersifat realitas. Adapun objek empiris bisa berupa objek material misalnya wangsit-ide, nilai-nilai, tumbuhan, hewan, batu-batuan dan insan itu sendiri. 

Ontologi adalah salah satu objek lapangan penelitian kefilsafatan yang paling kuno. Untuk memberi arti tentang suatu objek ilmu, Supriyanto (2003) mengemukakan terdapat dua (2) perkiraan yang perlu diperhatikan, yakni :
  • Asumsi pertama, adalah suatu objek mampu dikelompokkan dari kesamaan bentuk, sifat (substansi), struktur atau komparasi dan kuantitatif perkiraan. 
  • Asumsi kedua, merupakan kelestarian nisbi ialah ilmu nir mengalami perubahan pada periode tertentu (dalam waktu singkat). Asumsi ketiga yaitu determinasi merupakan ilmu menganut pola eksklusif atau nir terjadi secara kebetulan. 
Sementara epistemologi atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan ruang lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas sejumlah besar pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki. 

Sebagian ciri yg patut menerima perhatian dalam epistemologi perkembangan ilmu pada masa terkini merupakan munculnya pandangan baru tentang ilmu pengetahuan. Pandangan itu adalah kritik terhadap pandangan Aristoteles, yaitu bahwa ilmu pengetahuan paripurna tidak boleh mencari laba , tetapi harus bersikap kontemplatif, diganti dengan pandangan bahwa ilmu pengetahuan justru harus mencari laba , adalah digunakan buat memperkuat kemampuan insan di bumi ini (Bakhtiar, 2005).

Sedangkan dasar aksiologi berarti sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yg diperoleh, seberapa akbar sumbangan ilmu bagi kebutuhan umat insan. Dasar aksiologi ini merupakan sesuatu yang paling krusial bagi insan karena dengan ilmu segala keperluan dan kebutuhan insan menjadi terpenuhi secara lebih cepat serta lebih gampang. 

Berdasarkan aksiologi, ilmu terlihat kentara bahwa pertarungan yg utama merupakan mengenai nilai. Nilai yg dimaksud merupakan sesuatu yang dimiliki insan buat melakukan aneka macam pertimbangan mengenai apa yang dievaluasi.

Teori tentang nilai ini dalam filsafat mengacu pada konflik etika dan estetika. Etika mengandung 2 arti yaitu formasi pengetahuan tentang evaluasi terhadap perbuatan insan dan adalah suatu predikat yg dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan atau manusia-manusia lainnya. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai mengenai pengalaman keindahan yang dimiliki sang insan terhadap lingkungan dan fenomena disekelilingnya.

Ø Prosedur Pencarian Ilmu
Salah satu ciri khas ilmu pengetahuan adalah sebagai suatu aktivitas, yaitu sebagai suatu kegiatan yg dilakukan secara sadar oleh insan. Ilmu menganut pola tertentu serta nir terjadi secara kebetulan. Ilmu nir saja melibatkan kegiatan tunggal, melainkan suatu rangkaian aktivitas, sehingga dengan demikian adalah suatu proses. 

Proses pada rangkaian aktivitas ini bersifat intelektual, serta mengarah dalam tujuan-tujuan eksklusif. Disamping ilmu menjadi kegiatan, pula menjadi suatu produk. Dalam hal ini ilmu dapat diartikan sebagai formasi pengetahuan yang merupakan hasil berpikir manusia. 

Kedua ciri dasar ilmu yaitu wujud aktivitas insan serta output aktivitas tadi, adalah sisi yang nir terpisahkan menurut karakteristik ketiga yang dimiliki ilmu yaitu menjadi suatu metode. Metode ilmiah merupakan suatu mekanisme yang mencakup banyak sekali tindakan pikiran, pola kerja, cara teknis, dan tata langkah buat memperoleh pengetahuan baru atau menyebarkan pengetahuan yg sudah terdapat. 

Perkembangan ilmu sekarang ini dilakukan pada wujud eksperimen. Menurut Tjahyadi (2005) eksperimentasi ilmu kealaman bisa menjangkau objek potensi-potensi alam yang semula sulit diamati. Pada umumnya metodologi yg digunakan pada ilmu kealaman dianggap daur-empirik. Hal ini menerangkan pada 2 hal yang utama, yaitu daur yang mengandaikan adanya suatu kegiatan yang dilaksanakan berulang-ulang, serta empirik memberitahuakn dalam sifat bahan yg diselidiki, yaitu hal-hal yg dalam tingkatan pertama dapat diregistrasi secara indrawi. 

Dikemukakan Soeprapto (2003) metode siklus-empirik mencakup 5 (lima) tahapan yg dianggap observasi, induksi, konklusi, eksperimen, dan evaluasi. Sifat ilmiahnya terletak pada kelangsungan proses yang runut menurut segenap tahapan mekanisme ilmiah tersebut, meskipun dalam prakteknya tahap-termin kerja tadi sering kali dilakukan secara bersamaan. 

Ø Dimensi Ilmu
Ilmu pada usahanya buat menyingkap rahasia-misteri alam haruslah mengetahui asumsi-anggapan kefilsafatan mengenai alam tadi. Penegasan ilmu diletakkan dalam tolok ukur berdasarkan sisi atau dimensi fenomenal dan dimensi struktural. 

§ Dimensi Fenomenal
Dalam dimensi fenomenal, ilmu menampakkan diri dalam hal-hal berikut :
1. Masyarakat yaitu suatu rakyat yang elit yg pada hidup kesehariannya sangat konsern dalam kaidah-kaidah universaI, komunalisme, disinterestedness, serta skeptisme yg terarah serta teratur.
2. Proses yaitu olah krida aktivitas masyarakat elit yang dilakukan melalui refleksi, kontemplasi, imajinasi, observasi, eksperimentasi, komparasi, dan sebagainya tidak pernah mengenal titik henti buat mencari dan menemukan kebenaran ilmiah.
3. Produk yaitu output berdasarkan aktivitas tadi berupa dalil-dalil, teori, dan kerangka berpikir-paradigma bersama output penerapannya, baik yang bersifat fisik, juga non fisik. 

§ Dimensi Struktural
Dalam dimensi struktural, ilmu tersusun atas komponen-komponen menjadi berikut :
1. Objek target yang ingin diketahui.
2. Objek target terus menerus dipertanyakan tanpa mengenal titik henti.
3. Ada alasan serta dengan sarana serta cara eksklusif objek target tadi terus menerus dipertanyakan.
4. Temuan-temuan yg diperoleh selangkah demi selangkah disusun pulang dalam satu kesatuan sistem.

Sementara itu, ilmu bisa dikelompokkan menjadi tiga yaitu Ilmu Pengetahuan Abstrak, Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Humanis. Secara rinci misalnya skema di bawah ini :

Berdasarkan skema pada atas terlihat bahwa ilmu melingkupi tiga bidang pokok yaitu ilmu pengetahuan tak berbentuk, ilmu pengetahuan alam serta ilmu pengetahuan humanis. 

Ilmu pengetahuan tak berbentuk meliputi metafisika, akal, dan matematika. Ilmu pengetahuan alam mencakup Fisika, kimia, biologi, kedokteran, geografi, dan lain sebagainya. Ilmu pengetahuan humanis mencakup psikologi, sosiologi, antropologi, hukum serta lain sebagainya.

2.  Tentang Pengetahuan
Secara etimologi pengetahuan dari dari istilah pada bahasa Inggris yaitu knowledge. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa difinisi pengetahuan merupakan kepercayaan yg sahih (knowledge is justified true belief). 

Sedangkan secara terminologi, pengetahuan terdiri atas sejumlah definisi, pada antaranya :
1. Pengetahuan merupakan apa yang diketahui atau output pekerjaan tahu. Pekerjaan memahami tersebut merupakan hasil berdasarkan kenal, sadar, insaf, mengerti dan pintar. Pengetahuan itu merupakan semua milik atau isi pikiran. Dengan demikian pengetahuan adalah output proses berdasarkan usaha manusia buat tahu. 

2. Pengetahuan merupakan proses kehidupan yg diketahui manusia secara eksklusif berdasarkan kesadarannya sendiri. Dalam hal ini yang mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui (objek) pada dalam dirinya sendiri sedemikian aktif sebagai akibatnya yang mengetahui itu menyusun yg diketahui pada dirinya sendiri pada kesatuan aktif.

3. Pengetahuan merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk didalamnya ilmu, seni dan kepercayaan . Pengetahuan ini adalah khasanah kekayaan mental yang secara pribadi dan tidak eksklusif memperkaya kehidupan manusia. 

Pada dasarnya pengetahuan adalah output tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia buat memahami suatu objek eksklusif. Pengetahuan bisa berwujud barang-barang, baik lewat alat maupun lewat logika, dapat juga objek yg dipahami berbentuk ideal, atau yang bersangkutan dengan kasus kejiwaan.

Pengetahuan merupakan holistik pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai metafisik juga fisik, juga merupakan berita berupa common sense, tanpa metode dan mekanisme tertentu, tetapi berakar dalam istiadat serta tradisi yg sebagai kebiasaan serta dilakukan secara pengulangan-pengulangan. 

Dengan demikian, maka landasan berdasarkan pengetahuan tersebut sebagai kurang bertenaga sebagai akibatnya cenderung kabur serta samar-samar. Menurut Supriyanto (2003) pengetahuan tidak teruji karena konklusi ditarik dari asumsi yg nir teruji lebih dahulu. Pencarian pengetahuan lebih cendrung trial and error dan dari pengalaman belaka. 

Adapun ruang Lingkup pengetahuan secara ontologi, epistomologi serta aksiologi tadi ada tiga (3) jenis, yaitu Ilmu, Agama serta Seni, misalnya yang tergambar pada skema di bawah ini :


Ø Jenis Pengetahuan
Menurut Crose (pada Paryati Sudarman, 2008) pengetahuan setidaknya dapat dibagi ke dalam 2 jenis utama, yaitu, 1) Pengetahuan logis; dan 2) Pengetahuan intuitif. 

1. Pengetahuan Logis
Merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan sesuatu hal yg secara logis dapat diulang (scientific object). Contohnya, secara logis bola itu bundar , maka dimana pun bola itu dibentuk, akan tetap diulang-ulang dalam bentuk bulat. Asumsinya, bila nir bulat, maka itu bukan bola.

2. Pengetahuan intuitif 
Merupakan pengetahuan yang berkaitan dengan sesuatu hal yang unik dan bersifat individual (aesthetic object). Pada bidang-bidang seni termasuk menulis, pengetahuan intuitif sangat berperan. Pengetahuan intuitif sulit buat dijelaskan secara akal, lantaran memang sifatnya yang personal. Sebagai akibat dari pengetahuan intuitif terutama dalam bidang seni, berkaitan erat menggunakan estetika (estetis) yang tidak bisa dikonseptualkan, melainkan bersifat segera dan pribadi dapat dirasakan. Pengetahuan yang berkaitan dengan intuitif, biasanya berkaitan menggunakan pengalaman dan refleksi diri. Sedangkan estetis umumnya berkaitan menggunakan pengalaman. Dengan demikian, masing-masing menurut individu memiliki pengetahuan intuitif yang bhineka, sebagai akibatnya akan menghasilkan karya yg bhineka pula.

3. Tentang Ilmu Pengetahuan
Pada awalnya yg pertama muncul merupakan filsafat serta ilmu-ilmu khusus merupakan bagian dari filsafat. Sehingga dikatakan bahwa filsafat merupakan induk atau ibu menurut seluruh ilmu (mater scientiarum). Lantaran objek material filsafat bersifat generik yaitu seluruh kenyataan, ad interim ilmu-ilmu membutuhkan objek spesifik, maka hal ini menyebabkan berpisahnya ilmu berdasarkan filsafat. 

Meskipun dalam perkembangannya masing-masing ilmu memisahkan diri menurut filsafat, ini tidak berarti hubungan filsafat dengan ilmu-ilmu spesifik sebagai terputus. Dengan karakteristik kekhususan yg dimiliki setiap ilmu, hal ini mengakibatkan batas-batas yang tegas di antara masing-masing ilmu. 

Dengan kata lain, tidak ada bidang pengetahuan yang menjadi penghubung ilmu-ilmu yang terpisah. Di sinilah filsafat berusaha buat menyatu padukan masing-masing ilmu. Dengan demikian, maka filsafat merupakan mengatasi spesialisasi serta merumuskan suatu pandangan hidup yang didasarkan atas pengalaman kemanusian yang luas. 

Lagipula, terdapat hubungan timbal pulang antara ilmu dengan filsafat. Banyak masalah filsafat yang memerlukan landasan pada pengetahuan ilmiah bila pembahasannya nir ingin dikatakan dangkal dan keliru. Ilmu dewasa ini dapat menyediakan bagi filsafat sejumlah besar bahan yang berupa liputan-fakta yg sangat krusial bagi perkembangan ilham-inspirasi filsafati yang tepat sehingga sejalan menggunakan pengetahuan ilmiah (Siswomihardjo, 2003).

Dalam perkembangan selanjutnya, filsafat nir saja dilihat sebagai induk atau asal menurut segala sumber ilmu, tetapi telah merupakan bagian dari ilmu itu sendiri, yang jua mengalami proses spesialisasi. 

Dalam taraf peralihan inilah maka filsafat nir meliputi keseluruhan, namun sudah menjadi sektoral. Contohnya filsafat agama, filsafat hukum, serta filsafat ilmu, merupakan bagian berdasarkan perkembangan filsafat yang telah menjadi sektoral dan terkotak pada satu bidang eksklusif. 

Dalam konteks inilah maka kemudian ilmu menjadi kajian filsafat sangat relevan buat dikaji serta didalami secara lebih komprehensif (Bakhtiar, 2005).

Ø Pengertian Ilmu Pengetahuan
Membicarakan masalah ilmu pengetahuan bersama definisinya ternyata nir semudah menggunakan yang diperkirakan. Adanya banyak sekali definisi mengenai ilmu pengetahuan ternyata belum bisa menolong buat tahu hakikat ilmu pengetahuan itu. Sekarang orang lebih berkepentingan menggunakan mengadakan penggolongan (klasifikasi) sehingga garis demarkasi antara (cabang) ilmu yang satu menggunakan yang lainnya menjadi lebih diperhatikan. 

Berdasarkan definisi pada atas terlihat jelas ada hal prinsip yg berbeda antara ilmu dengan pengetahuan. Seperti yg dikemukakan sebelumnya, pengetahuan merupakan holistik pengetahuan yg belum tersusun, baik mengenai matafisik juga fisik. Adapun pembuktian kebenarannya dari penalaran nalar atau rasional atau memakai akal deduktif. Premis dan proposisi sebelumnya sebagai acuan berpikir rasionalisme. Kelemahan logika deduktif ini seringkali pengetahuan yg diperoleh tidak sesuai dengan warta. 

Jika dianalogikan, ilmu misalnya sapu lidi, yakni sebagian lidi yg sudah diraut dan dipotong ujung dan pangkalnya kemudian diikat, sehingga sebagai sapu lidi. Sedangkan pengetahuan adalah lidi-lidi yg masih berserakan di pohon kelapa, pada pasar, dan tempat lainnya yg belum tersusun menggunakan baik. 

Ø Objek Ilmu Pengetahuan 
Kumpulan pengetahuan supaya bisa dikatakan ilmu wajib memenuhi kondisi-kondisi tertentu. Syarat-syarat yg dimaksudkan merupakan objek material dan formal. Setiap bidang ilmu, baik itu khusus atau filsafat wajib memenuhi kedua objek itu.

Objek material merupakan sesuatu hal yang dijadikan sasaran pemikiran (Gegenstand), sesuatu hal yang diselidiki atau sesuatu hal yang dipelajari. Objek material meliputi hal konkrit contohnya manusia, tanaman , bebatuan, tanah, ataupun hal-hal yg tak berbentuk seperti ide-wangsit, nilai-nilai, dan kerohanian. 

Objek formal merupakan cara memandang, meninjau yang dilakukan peneliti terhadap objek materialnya dan prinsip yang digunakannya. Objek formal dari suatu ilmu nir hanya memberi keutuhan suatu ilmu, tapi dalam saat yang sama membedakannya berdasarkan bidang lain. Satu objek material mampu ditinjau menurut berbagai sudut pandang sebagai akibatnya mengakibatkan ilmu yang tidak sama (Mudhofir, 2005). 

Ø Sumber Ilmu Pengetahuan
Dikemukakan Paryati Sudarman (2008) dalam bukunya ”Menulis di Media Massa”, pada ajaran Islam, ilmu pengetahuan bisa diperoleh dari berbagai asal, pada antaranya :

1. Lnsting (Gharizah)
Ilmu pengetahuan yg dimiliki insan sejak lahir. Ilmu pengetahuan ini adalah bekal kehidupan yang diberikan eksklusif menurut Allah. Menurut Prof. Haidar Putra, pengetahuan jenis ini nir perlu diajarkan, setiap orang secara instinktif sudah memilikinya (Haidar Putra, 2007:187). Seperti menyukai versus jenis/cinta kasih, rasa haus, serta lain-lain.

2. Indra
Ilmu pengetahuan yang kita peroleh menurut panca indra kita. Seperti berdasarkan penglihatan, penciuman, perabaan, dan indra lainnya, merupakan bagian berdasarkan asal pengetahuan. AI-Qur'an menyuruh insan buat mempergunakan indranya.

3. Akal
Bagian terpenting dalam proses berpikir. Para inovator menemukan berbagai ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kesejahteraan umat insan karena berpikir, memakai akalnya. Menurut Haidar Putra, para filosof memakai nalar dengan tinggi-tingginya, sehingga sampai ke taraf akal mustafad. Akal mustafad adalah tingkatan nalar tertinggi yang dimiliki oleh seorang setelah tingkatan akal potensial serta aktual.

4. Pengalaman
Setiap orang memiliki pengalaman yg bhineka, serta setiap orang mempunyai pengalaman yang unik dan menarik. Semua itu bisa diungkapkan serta ditulis buat memenuhi kebutuhan media massa.

5. Intuitif
Pengetahuan yang kita peroleh tanpa penalaran. Jujun Suriasumantri mendeskripsikan seseorang yg sedang terpusat pemikirannya pada suatu perkara tiba-tiba saja menemukanjawaban atas perseteruan tadi tanpa melalui proses berpikir yg berliku-liku, datang-tiba saja dia hingga pada situ (Suriasumantri, 1982:53).

6. Qalbu
Pangkal dari segala rasa. Para pemikir Islam dan para Sufi, banyak mempergunakan qolbunya buat mendekatkan diri kepada Tuhan, sehingga menerima ilmu. Metodenya umumnya dengan membersihkan hati dari berbagai macam rasa yang tercela, sebagai akibatnya hati peka, dan mudah tahu serta memecahkan banyak sekali masalah.

7. Wahyu
Merupakan ajaran nabi yg bersumber berdasarkan Al-Qur'an dan Al-Hadits. Dalam Wahyu tadi, tersimpan banyak sekali liputan, baik berupa perintah, embargo/ tamsil, serta lain lain, yang berguna bagi kehidupan umat insan.

8. Mimpi 
Sebagian rasul mendapatkan wahyu menurut mimpi. Seperti Nabi Ibrahim waktu mendapat perintah buat mengorbankan anaknya. Para Rasul dan orang sadiqin, mempunyai mimpi yang sahih (Ar-Rii'ya Ash-Shadiqah), yang bisa dijadikan sebagai asal ilmu pengetahuan.

Ø Syarat Ilmu Pengetahuan
Pada umumnya ilmu pengetahuan mempunyai 4 (empat) syarat yang absolut, pada antaranya, 1) objektif; dua) sistematis; 3) universal; dan 4) metodologis. 

1. Objektif
Syarat yg pertama ini mengandung arti bahwa ilmu pengetahuan memiliki objek tertentu. Misalnya objek ilmu komunikasi, secara formal objek ilmu komunikasi merupakan pernyataan antarmanusia, sedangkan objek materialnya merupakan insan serta kehidupannya.

2. Sistematis
Artinya bahwa pengetahuan adalah sesuatu yg dapat kita sistemkan sehingga menjadi satu kesatuan yg tak terpisahkan. Misalnya pengetahuan tentang insan, insan terdiri atas jiwa dan raga. Raga insan terdiri atas tulang, daging, otot, darah serta organ-organ lainnya, yang mana masing-masing organ tersebut satu sama lain tak mampu terpisahkan. Jika keliru satu terpisahkan dari sistem yg dimaksud maka pengetahuan kita pun berubah. Misalnya jika seorang telah tidak bernyawa lagi atau mangkat , maka pengetahuan menyebutnya bukan lagi sebagai insan namun berubah sebagai mayat.

3. Universal
Artinya ilmu pengetahuan bersifat umum, diterima secara universal. Misalnya semua orang setuju bahwa garam cita rasanya asin, gula cita rasanya cantik, matahari terbit menurut arah timur dan karam di arah barat. Apabila garam cita rasanya cantik, gula cita rasanya asin, tentu secara umum hal ini ditolak dan ini bukanlah suatu pengetahuan yang sahih, melainkan kesalahan berpikir lantaran bertentangan dengan kesepakatan umum.

4. Metodologis
Artinya bahwa ilmu pengetahuan diperoleh menggunakan menggunakan metode atau cara-cara eksklusif. Misalnya untuk memperoleh pengetahuan mengenai komunikasi, secara bahasa, komunikasi asal menurut bahasa Inggris, communication, yang bersumber dari bahasa Latin "communis", yg artinya sama. Sama di sini adalah sama makna. Jadi, sesuatu dapat dikatakan komunikasi bila di antara pelaku komunikasi (baik penyampai pesan maupun penerima pesan) terjadi persamaan makna tentang sesuatu hal yg disampaikannya.

Ø Cara Memeroleh Ilmu Pengetahuan
Untuk memperoleh ilmu pengetahuan biasanya terdapat beberapa cara yg sanggup kita lakukan. Pada umumnya ilmu pengetahuan kita peroleh melalui pendidikan. Baik pendidikan formal, informal juga pendidikan nonformal. 

Pendidikan formal yaitu pendidikan yg diselenggarakan oleh forum pendidikan secara formal. Seperti pendidikan yg pernah kita lalui dari bangku taman kanak-kanak, sekolah dasar bahkan hingga perguruan tinggi. Pendidikan nonformal yaitu pendidikan yg kita peroleh di luar pendidikan formal. Seperti pendidikan yg diperoleh menurut lingkungan famili, menurut pergaulan di rakyat, dan yang krusial merupakan dari membaca atau iqra’. 

Kata Iqra' (bacalah) nir akan diletakkan pada awal kalimat perintah-Nya bila makna yg dikandungnya nir sedemikian krusial. Ada 2 jenis membaca pada hal ini, yakni membaca secara tekstual dan membaca secara kontekstual. 

Membaca tekstual merupakan membaca menurut buku-buku atau referensi-referensi lain yg sudah ditulis oleh orang lain. Leo Fay (1980), seseorang peneliti dan pakar pendidikan yang pula mantan Presiden Internasional Reading Association, berkata "read is prossess a power for transcending whatever physical power human can master". 

Sedangkan yg dimaksud dengan membaca kontekstual adalah membaca yg berkaitan dengan membaca situasi, syarat, keadaan atau kenyataan-fenomena apa saja yg terjadi pada lebih kurang lingkungan atau kehidupan. 

Ø Perbedaan Ilmu dan Pengetahuan
Perbedaan yang paling signifikan antara ilmu menggunakan pengetahuan adalah pengetahuan diartikan hanyalah sekadar “tahu”, yaitu hasil memahami berdasarkan bisnis insan buat menjawab pertanyaan “what”, contohnya apa tanah, apa bahari, apa air, dan sebagainya. Sedangkan ilmu bukan hanya sekadar dapat menjawab “apa” tetapi akan dapat menjawab “mengapa” dan “bagaimana” (why serta how). Misalnya mengapa laut lebih luas berdasarkan daratan, atau mengapa gunung bisa meletus, serta sebagainya.

Berdasarkan warta di atas terlihat kentara terdapat hal prinsip yg tidak selaras antara ilmu menggunakan pengetahuan. Pengetahuan adalah holistik pengetahuan yg belum tersusun, baik mengenai metafisik maupun fisik. Pengetahuan juga dapat dikatakan, kabar yang berupa common sense, tanpa memiliki metode, dan mekanisme eksklusif. Pengetahuan berakar dalam adat serta tradisi yg sebagai norma serta pengulangan-pengulangan. 

Hal ini menerangkan, landasan pengetahuan kurang bertenaga cenderung kabur dan samar-samar. Pengetahuan tidak teruji karena kesimpulan ditarik menurut perkiraan yang nir teruji lebih dahulu. Pencarian pengetahuan lebih cendrung trial and error serta berdasarkan pengalaman belaka (Supriyanto, 2003). 

Pembuktian kebenaran pengetahuan berdasarkan penalaran logika atau rasional atau menggunakan akal deduktif. Premis serta proposisi sebelumnya menjadi acuan berpikir rasionalisme. Kelemahan akal deduktif ini di antaranya, seringkali sekali pengetahuan yang diperoleh nir sinkron dengan fakta. 

Ø Komunikasi Sebagai Ilmu Pengetahuan
Dalam kaitannya menggunakan pemahaman ilmu pengetahuan pada atas, ilmu komunikasi sering menerima keraguan dalam eksistensi serta keeksistensiannya menjadi ilmu pada tengah kemajuan teknologi berita ketika ini. Hal ini mungkin salah satunya disebabkan perkembangan historis komunikasi menjadi sebuah ilmu melalui tahapan dimensi ketika yang terlalu jauh bila merujuk dalam pemahaman catatan sejarah perkembangan ilmu komunikasi pada daratan Amerika. 

Perkembangan komunikasi sebagai ilmu selalu dikaitkan dengan aktifitas retorika yg terjadi di zaman Yunani antik, sehingga menimbulkan pemahaman bagi pemikir-pemikir barat bahwa perkembangan komunikasi pada zaman itu mengalami masa kegelapan (dark ages) karena tidak berkembang di zaman Romawi antik. Dan baru mulai dicatat perkembangannya pada masa ditemukannya mesin cetak sang Guttenberg (1457). 

Sehingga masalah yg timbul adalah, rentang saat antara perkembangan ilmu komunikasi yg awalnya dikenal retorika dalam masa Yunani kuno, hingga dalam pencatatan sejarah komunikasi pada masa pemikiran tokoh-tokoh pada abad 19, sangat jauh. Sehingga mengakibatkan sejarah perkembangan ilmu komunikasi itu sendiri terputus kira-kira 1400 tahun. 

Padahal menurut catatan lain, sebenarnya aktifitas retorika yg dilakukan dalam jaman Yunani antik jua dilanjutkan perkembangan aktifitasnya dalam jaman pertengahan (masa persebaran kepercayaan ). Sehingga menyebabkan asumsi bahwa perkembangan komunikasi itu menjadi sebuah ilmu tidak pernah terputus, ialah tidak terdapat mata rantai sejarah yg hilang pada perkembangan komunikasi. 

Dengan demikian, jaman persebaran agama yg berlangsung antara rentang waktu tersebut (zaman pertengahan) menjadi bagian dari perkembangan ilmu komunikasi. Sehingga jaman pertengahan menjadi jembatan alur perkembangan komunikasi menurut zaman yunani kuno ke zaman renaissance, terbaru, serta kontemporer.

Pada awalnya, perkembangan komunikasi yg terjadi di jaman Romawi (sebagai perkembangan berdasarkan Yunani kuno sekitar tahun 500 SM-5 M) mengalami kendala, karena dalam masa itu Romawi mengalami masa kegelapan (dark ages). Padahal, masa kegelapan yg terjadi pada Eropa tadi merupakan sisi lain dari masa keemasan peradaban Islam, dimana pada masa itu perkembangan ilmu pengetahuan (termasuk aktifitas komunikasi) cukup signifikan. 

Selain itu, perkembangan komunikasi pula sangat maju pesat pada Cina yg sudah dimulai dalam tahun 550 SM. Memang, aktifitas komunkasi dalam bentuk retorika yg berlangsung pada Cina dan Islam ini lebih menekankan pada penyebaran ajaran dan keyakinan. Berbeda di Yunani dan Romawi yg lebih bersifat politis. 

Salah satu ajaran yg berkembang yaitu ajaran konfusiunisme di Cina. Kong hu Cu (bagian berdasarkan konfusianisme) lahir dalam sekitar 550 SM yg ajarannya telah berusia 2000 tahun. Konfusius mulai mengajarkan filsafat hidupnya waktu Cina masih terpecah-pecah. 

Dalam penyebarannya, komunikasi yang dilakukan sudah sangat maju sehabis ditemukannya kertas sang Ts’ai Lun (105 M). Namun, ketika dinasti Qin (215 SM-206 SM), kaisar Qin Shi Hung melarang ajaran Konfusianisme, sehingga banyak kitab -kitab yang dibakar. Tetapi, saat masa dinasti Han (206 SM-220 M), konfusianisme mulai mencapai masa emasnya kembali. 

Misalnya dengan didirikannya semacam Imperial University yg meninggalkan sejumlah buku ajaran konfusianisme, misalnya kitab Shi Ching (formasi lagu-lagu), Shu Ching (dokumen-dokumen), I Ching (kitab ahli ramalan), Ch’un Ch’iu (peristiwa krusial), dan Li Chi (upacara-upacara).

Konfusianisme ini berlangsung cukup lama sampai dalam masa jatuhnya dinasti Ching (1644-1911). Hal ini mengidentifikasikan bahwa adanya proses perkembangan komunikasi yg lebih condong pada penyebaran ajaran-ajaran konfusianisme pada Cina.

Aktifitas komunikasi dalam bentuk propaganda juga sudah ada pada jaman Isa Al-Masih. Isa yang dalam waktu itu ingin mengajarkan ajaran Allah Swt, menerima tantangan berdasarkan kaum Yahudi. Ia dipercaya figur yg sangat berbahaya serta membahayakan eksistensi bangsa Yahudi, sebagai akibatnya orang-orang Yahudi tersebut berusaha memancing kemarahan pihak penguasa Romawi yg waktu itu menguasai Palestina.

Akhirnya, usaha tersebut berhasil memengaruhi sikap politik penguasa Romawi yg dalam awalnya nir ikut campur pada keagamaan, sekarang berubah haluan menggunakan memerintahkan tentaranya untuk menangkap Isa As dan menghukumnya. 

Namun, catatan sejarah menampakan bahwa sebenarnya Isa As tidak mati terkutuk pada tiang salib, dia berhasil diselamatkan oleh Pilatus yang sudah berafiliasi dengan yusuf Aritmatea (Injil Yahya, 19:38). Setelah menerangkan bukti-bukti kepada muridnya bahwa beliau nir meninggal pada kayu salib (Injil Markus, 16:19-20), maka Al Masih tetapkan atas perintah Allah buat meninggalkan Palestina dan menjelajahi aneka macam negeri dimana berdiam suku-suku Israil yg hilang buat melanjutkan menyampaikan risalah-Nya (berdakwah) (buku Ester 3:6, 1:1, dua:6, dan II Raja-raja 15:29). 

Negeri terakhir dimana loka peristirahatan dia adalah Srinagar, India. Komunikasi pada bentuk ajaran dakwah yang dilakukan di jaman Isa ini terbukti menggunakan adanya penjelasan Dalai Lama (rahib Budhah Tibet) bahwa Isa merupakan salah satu orang kudus yg dihormati dalam ajaran Budha. Hal ini berkaitan erat dengan kepercayaan Budha yang mengungkapkan bahwa Baghawa Metteya (pengembara kulit bening; Isa Al Masih) pernah datang mengajarkan ajarannya di India. 

Selain itu, jua dengan diketemukannya scroll (gulungan yg jumlahnya 84.000 gulungan) yg isinya menceritakan aktifitas penyebaran ajaran Isa pada India. Bukti lain jua dengan ditemukannya kuburan Yus Asaf di Srinagar, Kashmir sang tim Jerman Barat yg merupakan kuburan nabi Isa yg mangkat dalam usia 120 tahun (Thre Tribune, Chandigarh, 11 Mei 1984).

Komunikasi pada dunia Islam pun sebenarnya sudah mengalami perkembangan yg cukup signifikan. Sama seperti fenomena komunikasi yang terjadi di jaman Isa Al Masih, komunikasi Islam pun lebih berorientasi dalam sistem dakwah yang berusaha membarui atau mempengaruhi alam pikiran seorang buat mengikuti syariat Islam.

Peradaban umat Islam dalam kaitannya menggunakan perkembangan komunikasi sudah mencatatkan sejarah yang cukup menakjubkan. Pada masa bani Umayah contohnya, sudah ditemukan suatu cara pengamatan astronomi pada abad 7 M, tepatnya 8 abad sebelum Galileo Galilei dan Copernicus menekuni ilmu mengenai perbintangan tersebut. 

Korelasi antara Timur dan Barat selama perang Salib (1100-1300 M) sangat penting bagi perkembangan komunikasi ilmu pengetahuan di daratan eropa, lantaran dalam saat ekspansi, jazirah Arab pada bawah kendali Islam sudah mengambil alih kebudayaan Byzantium, Persia, dan Spanyol, sehingga taraf kebudayaan Islam jauh lebih tinggi daripada kebudayaan Eropa (Brower, 1982). 

Universitas Bagdad, Damsyik, Beirut, serta Kairo misalnya menyimpan serta memberikan warisan ilmiah dari India, Persia, Yunani, serta Byzantium, sehingga eropa mendapat warisan filsafat Yunani melalui orang Arab yg terlebih dahulu mempelajarinya, lantaran bangsa Arab sudah menterjemahkan karya-karya fisuf termasyur misalnya Plato, Hipokrates dan Aristoteles. 

Bahkan sekitar abad ke-14 dalam zaman kekuasaan dinasti Yuan (1260-1368), efek Islam ditandai menggunakan lahirnya seorang peneliti pada bidang astronomi pertama yg mendirikan observatorium, yaitu Jamal Al-Din.

Perkembangan komunikasi dalam Islam yg lebih bersifat dakwah tersebut tidak tanggal dari kaitannya menjadi bagian menurut bentuk komunikasi, lantaran pada bahasa arab, dakwah berarti seruan, panggilan, dan atau ajakan. Dikemukakan Salahuddin Sanusi, yang didefinisikan oleh Al Ustadz Bahiyul Khuli pada bukunya yang berjudul “Tadzkiratud Du’at” dakwah ialah suatu komunikasi yg ditimbulkan menurut hubungan antar individu maupun grup manusia yg bertujuan memindahkan umat menurut suatu situasi yg negatif (zaman jahiliyah) ke situasi yg positif. 

Pada jaman Nabi Muhammad Saw (570 M-632 M), penyebaran Islam berlangsung pada saat yg relatif singkat (8-9 M). Muhammad melakukan dakwahnya ke Mekah dalam tahun 610 M. Hanya pada tempo 25 tahun, Nabi Muhammad Saw bersama pengikutnya dapat mengambil alih kekuasaan di daerah Arab menurut tangan kaum Quraisy, serta Islam pun kemudian berkembang dengan sangat pesatnya. 

Sekitar tahun 650 M, jazirah Arab, seluruh wilayah timur tengah, dan Mesir dikendalikan oleh orang-orang Islam, sebagai akibatnya pada tahun 700 M, Islam pun akhirnya mendominasi area akbar mulai dari daratan China dan India di timur sampai Afrika Utara dan Spanyol di barat. 

Cepatnya perkembangan Islam mampu jadi merupakan dampak berdasarkan penggunaan dakwah-dakwah yang berisi tentang ajaran-ajaran Islam, seperti dakwah yg berisi mengenai jihad fisabilillah, yaitu jaminan untuk masuk surga bagi mereka yg mangkat dalam usahanya buat memperjuangkan Islam. 

Dalam berdakwah, Rasulullah selalu melakukan komunikasi menjadi dakwah menggunakan metode yang sempurna dan bila dicermati akan sangat relevan dengan metode diskusi saat ini. Dalam dakwahnya, diskusi yang dilakukan pasti didasari hal-hal berikut, yakni karena bertenaga (hujjah), celoteh kata yang arif serta bijak (uslub), dan adab sopan santun yg baik. 

Artinya, masih ada bentuk komunikasi yang efektif sebagai akibatnya dapat menghipnotis keyakinan jutaan umat pada saat yang sangat singkat. Komunikasi diawali menggunakan adanya perintah dari Allah pada Nabi Muhammad Saw buat memberikan peringatan pada ummat insan buat percaya pada Allah. 

Awalnya komunikasi itu dilakukan secara diam-diam lalu dilanjutkan secara terbuka seiring dari wahyu berikutnya yg memerintahkan Nabi buat berdakwah secara jelas-terangan (Q.S Al-Hijr;94-95).

Begitupun halnya komunikasi pada media tulisan, sebenarnya telah dirintis oleh Rasulullah, yaitu ketika dia mengirimkan surat yang isinya ajakan buat memeluk Islam kepada para raja di Eropa. Sebagai contoh, nabi pernah mengirimkan surat dakwah pada raja Hiraqla (raja di Roma Timur) yg bernama, raja Habsyi yang bernama Najsyi, serta lain-lain. Dalam setiap suratnya, nabi selalu membubuhi stempel yang terbuat menurut perak yg berukirkan goresan pena “muhammadurrasulullah”. 

Kembali hubungannya menggunakan pers menjadi bagian berdasarkan komunikasi, Islam telah merintis perkembangan komunikasi itu sendiri, sekali lagi dalam bentuk dakwah. Misalnya turun temurunnya hadits-hadits nabi dan sunnah Rasul. Sejarah telah menyampaikan bahwa perkembangan dan kecemerlangan ajaran Islam telah menerobos cakrawala abad dan jaman dan melewati negara-negara dan benua.

Hal ini tentu saja berkat para jurnalis-jurnalis Islam seperti Syafi’i, Malik Ahmad Hambali, Hanafi, Abu Dawud, serta sebagainya yang tulisannya pada bidang hukum fiqih. Sementara pada bidang filsafat ada Al Kindi, Al Farabi, Ibnu Sina, Imam Ghazali, Jamaludin Al afgani, Muhammad Abduh, Muhammad Rasyid Ridla, dan lain-lain. Di bidang kedokteran, Ibnu Sina sudah menulis buku yg berisi anggaran-aturan pada ilmu kedokteran yg banyak disesuaikan oleh ilmuwan-ilmuwan pada bidang kedokteran dewasa ini. 

Dari uraian tersebut, dapatlah dikatakan bahwa sebenarnya peradaban Islam (pada kaitannya sebagai jembatan penghubung sejarah komunikasi) telah melanjutkan atau mewariskan komunikasi berdasarkan ajaran-ajaran Yunani yg sudah disinggung pada atas, buat kemudian baru disesuaikan sang bangsa Eropa dan seterusnya Amerika (menjadi imbas menurut intellectual migration dari daratan Eropa ke utara benua Amerika dalam masa kekuasaan Adolf Hitler di daratan eropa).

Melihat uraian sejarah perkembangan komunikasi di jaman pertengahan di atas, timbullah satu pertanyaan, mengapa aktifitas retorika dalam kaitannya dakwah yang terjadi pada jaman pertengahan nir dijadikan bagian dari mata rantai sejarah perkembangan komunikasi oleh para pemikir-pemikir barat? 

Untuk menjawab pertanyaan ini, bisa melihat fase-fase perkembangan ilmu itu sendiri menurut jaman ke jaman. Ilmu berkembang pertama kali pada masa Yunani antik. Lalu dilanjutkan pada jaman pertengahan (yang sebenarnya adalah masa-masa persebaran agama). Telah disinggung di atas, model persebaran kepercayaan yg diambil adalah Islam yang memang berlangsung dalam zaman pertengahan. 

Setelah itu, ilmu berkembang lagi dalam jaman renaissance (14-17 M), dimana kebanyakan pemikiran tokoh-tokoh dalam abad ini telah bebas dan nir terikat lagi sang dogma-dogma agama, sebut saja seperti Isaac Newton serta Charles Darwin. 

Jaman tadi merupakan jaman peralihan berdasarkan jaman pertengahan menuju jaman modernitas. Ketika pada jaman terkini, ilmu-ilmu yg berkembang itu lebih didasari sang pemikiran-pemikiran yang ilmiah dan empiris. Seperti Darwin yang sangat fanatik dengan teori evolusinya. Inilah mungkin yg menyebabkan poly teori-teori komunikasi yang tidak pernah mencantumkan nama-nama besar menurut cendikiawan-cendikiawan Islam (misalnya Al Kindi, Al Farabi, dll) menjadi tokoh yang berjasa dalam menyebarkan komunikasi itu sendiri dalam jaman pertengahan. 

Hal ini mungkin ini terdapat korelasinya menggunakan masa kegelapan (dark ages) yang terjadi di Eropa yang kala itu merupakan jaman keemasan peradaban Islam. Contoh peristiwa penting yaitu perang Salib yang terulang sebesar enam kali. 

Hal ini nir hanya menjadi ajang peperangan fisik, namun pula menyadarkan serdadu-serdadu eropa akan kemajuan negara-negara Islam yg sedemikian pesatnya. Sehingga mereka membuatkan pengalaman-pengalaman mereka itu sekembalinya pada negara masing-masing. 

Pada tahun 1453 M, Istambul jatuh ke tangan Turki, sehingga para pendeta atau sarjana mengungsi ke Italia atau negara-negara lain. Mereka inilah yang sebagai pionir-pionir perkembangan ilmu di Eropa. Padahal sebenarnya mereka ini menerima pengetahuannya menurut peradaban Islam yg sudah maju lebih dulu. 

Mengenai perkembangan komunikasi yang lebih cenderung dianggap menjadi bagian menurut perkembangan ilmu pengetahuan di Amerika serta Eropa, sebenarnya kembali dalam pola pemikiran dari manfaat ilmu pengetahuan yg ditemukan. 

Pada dasarnya, orang Amerika dan Eropa cenderung buat mematenkan suatu kreasi, sedangkan pemikir-pemikir pada Asia serta peradaban Timur tengah lebih cenderung pada manfaat berdasarkan hasil temuannya itu. Padahal kentara, sejarah menceritakan secara gamblang bahwa peradaban yang sangat maju telah berlangsung lebih dulu di Cina serta Timur Tengah.

Penjelasan sejarah pada atas sudah cukup pertanda bahwa sebenarnya sejarah perkembangan komunikasi sebenarnya nir pernah terputus. Lantaran dalam dasarnya hubungan antara komunikasi sebagai bagian dari perkembangan peradaban manusia begitu erat. Hal ini semata dikarenakan aktifitas retorika sudah ada pada jaman pertengahan, tetapi memang belum berbentuk ilmu. 

Fenomena yang lebih banyak bersifat dakwah (persebaran agama) ini baru berupa tanda-tanda-gejala sosial, dan dalam masa itu belum ada suatu ilmu yg mengkhususkan penekanan serta lokus kajiannya mengenai komunikasi. 

Tetapi setidaknya hal di atas cukup menaruh argumen bahwa komunikasi merupakan fenomena yg sudah sangat usang terjadi serta baru dikaji secara utuh menjadi suatu ilmu dalam abad ke-19 di daratan Amerika melalui gerombolan Chicago dan terutama nanti dengan kemunculan apa yg dianggap menjadi administrative research. 

Melalui kelompok yg berpusat di Universitas Colombia ini masih ada beberapa figur atau tokoh krusial yang memiliki kontrobusi besar dalam pengembangan ilmu komunikasi, terutama dengan figur sentral, Paul F. Lazarfeld. 

Sekalipun krusial juga buat dipahami bahwa kemunculan kajian ilmu komunikasi pada periode ini tidak dapat dilepaskan pada era dominannya era propaganda, sebagai akibatnya figur Wilbur Schramm sebagai krusial dalam proses pelembagaan ilmu komunikasi. 

Komunikasi selain menjadi ketrampilan atau seni jua adalah fenomena ilmu pengetahuan. Karena ilmu komunikasi memiliki metode seperti content analysis, uses & gratification, rencana setting, cultivation analysist, experiments, serta sebagainya.

Pendekatan eksperimen telah dilakukan sang Carl Hovland yg meneliti tentang komunikasi persuasif. Penelitian content analysist sudah dilakukan Harold D. Lasswell dan Bernard Berelson buat menyelidiki propaganda pada dasa warsa 40-an pada Amerika.

Sementara penelitian survey oleh Paul F. Lazarfeld, Elihu Katz, sudah berakibat temuan two steps flow of communication. Bahkan pada perkembangan lain, jika merujuk dalam mashab interpretatif, maka akan banyak dijumpai ragam penelitian yg memakai pendekatan semiotic, ethnografi, serta sebagainya menurut kerangka berpikir interpretatif. 

Dalam tradisi Amerika, retorika atau yg dikenal menjadi speech, telah sebagai kajian yang krusial sebelum dikenal tradisi kajian komunikasi massa atau ilmu komunikasi sebagaimana dewasa ini. Dengan karyanya yg populer “Watching Dallas". Sedangkan James Lull menggunakan pendekatan etnografi komunikasi dikalangan penonton televisi. Robert E. Park, menurut generasi Chicago School juga menggunakan penelitian lapangan.

Berdasarkan gambaran di atas dapatlah dikenali ciri-ciri komunikasi menjadi ilmu pengetahuan, terutama yang berkaitan menggunakan metode penelitiannya. Dari situ tampak bahwa komunikasi sebagai fenomena ilmu pengetahuan dapat diterima sebagaimana bisa dibuktikan menggunakan keluarnya jurnal komunikasi, hasil penelitian komunikasi, serta buku-buku komunikasi 

ANTARA SAINS DAN ORTODOKSI ISLAM

Antara Sains Dan Ortodoksi Islam
Seyyed Hossein Nasr adalah seseorang tokoh pemikir yang unik di dunia Islam. Keunikan langsung serta pemikiran Seyyed Hossein Nasr lantaran lahir menurut tradisi Sufi-Syi'ah yang dipadu menggunakan pemikiran Barat modern. Nasr lahir menurut keluarga berlatar belakang Sufi terkenal pada Persia yang mempunyai afiliasi-afiliasi menggunakan tarekat-tarkat sufi pada Persia. Persia, selama ini memang dikenal sebagai gudangnya ilmu, terutama khazanah ilmu-ilmu Islam klasik, semisal filsafat Islam klasik.

Dengan latar belakang misalnya itu, Nasr bisa mengapresiasi menggunakan baik khazanah keilmuan tradisional Islam misalnya karya Suhrawardi, ibn Arabi dan Mulla Sadra. Tokoh-tokoh tersebut bahkan kemudian menjadi model serta poly menghipnotis pemikirannya. Disamping itu, latar belakang pendidikan Baratnya yang relatif bertenaga membuatnya mampu mengapresiasi khazanah intelektual Barat.

Kombinasi latar belakang kultural dan intelektual Seyyed Hossein Nasr membuatnya menempati posisi spesifik pada berbicara serta berkarya, mempunyai otoritas pada berbicara tentang poly topik, terutama tentang perjumpaan Timur serta Barat, tradisi dan modernisasi. Ditambah lagi pergaulannya yang luas, baik menggunakan muslim maupun non-muslim, mengakibatkan Nasr menjadi figur yg langka dan jarang ada bandingannya.

Tulisan sederhana ini berusaha mendeskripsikan pemikiran Seyyed Hossein Nasr kaitannya dengan sains terkini. Tokoh ini dipilih karena diskusi-diskusi program doktor UIN Sunan Kalijaga angkatan tahun 2005 selama ini, dalam pengamatan saya belum terdapat yang mengangkat tokoh pemikir menurut kalangan ortodoksi Islam, misalnya Nasr. Tulisan ini diawali dengan menguraikan latar belakang sosiokultural serta karir inelektual Nasr, diikuti menggunakan uraian mengenai pokok-pokok pikiran Nasr yg dapat ditangkap dari 2 butir karyanya misalnya tertera pada sub judul di atas, baru kemudian dianalisis dengan dua "senter", yaitu contoh-contoh inegrasi sains dan kepercayaan dan trilogi rastorasionis, rekonstruksionis serta pragmatis. Kedua "senter' ini dimaksudkan buat mendapatkan peta pemikirann Nasr dalam kaitan dengan agama dan sains.

A. SETTING SOSIO-KULTURAL DAN KARIR INTELEKTUAL NASR
Seyyed Hossein Nasr terlahir pada tanggal 7 April 1933 dan dididik menjadi seorang Syi'ah Iran. Ia asal berdasarkan famili cendekiawan populer. Ayah dan kakeknya adalah fisikawan di kerajaan Iran, disamping keduanya juga populer di kalangan muslim Syi'ah menjadi tokoh sufi.

Seyyed Hossein Nasr saat kecil tidak banyak perbedaannya dengan anak-anak seusianya, ia belajar dalam sekolah menggunakan baku bangsa Persia. Ayahnyalah yg membuat Nasr kecil lebih banyak menaruh ide dan semangat. Virus semangat yg disuntikkan ayahnya membuat Nasr begitu antusias pulang ke Amerika ketika usianya masih 12 tahun. Ia masuk sekolah Peddie pada Haghtown, New Jersey, serta ketika tahun 1950 ia lulus berhasil memenagkan piala Wyclifte yg merupakan penghargaan tertinggi bagi murid berprestasi. Pada sekolah inilah Nasr bersemangat menghimpunpengetahuan mengenai sains, searah Amerika, peradaban Barat serta Kristologi.

Berbeda dengan saat beliau belajar dalam Sekolah Menengah di Peddie, dalam tahun kedua kuliah strata satu-nya pada jurusan ekamatra, beliau merasa tertekan serta bosan karena menurutnya terlalu hiperbola dalam mengagungkan sisi ilmiah serta cenderung positivisme. Ia menganggap poly pertanyaan mengenai masalah-perkara metafisik yang sebagai minatnya, nir mendapat loka pada jurusan ekamatra tadi. Oleh karena itu beliau mulai mencurigai apakah fisika dapat menghantarkan manusia pada hakekat ralitas fisik Satu-satunya orang yang sanggup sedikit memberikan jawaban terhadap kegelisahan Nasr adalah Bertnard Russell, filosof Inggris yg suka mengadakan diskusi menggunakan para mahasiswa pada loka Nasr menuntut ilmu.

Pengalaman getir Seyyed Hossein Nasr ketika studi S-1 membuatnya wajib merogoh keputusan merogoh bidang lain unuk studi lanjutnya. Ia mulai menekuni dan membaca secara intensif buku-kitab pada rumpun ilmu humaniora. Lebih-lebih ketika dia bertemu dengan professor Giorgio de Santillana, filosof sains serta sejarawan menurut Italia, Nasr poly memeriksa filsafat yunani, filsafat Eropa, Hinduisme serta pemikiran Barat Modern. Nasr lalu menekuni konsentrasi geologi serta geofisik dalam Program Pascasarjana pada Universitas Harvard. Setelah menerima gelar magister geologi dan geofisik tahun 1956, meneruskan studi guna memperoleh Ph.D pada bidang sejarah ilmu serta filsafat di Universitas Harvard. Selama studi di Harvard yang terakhir ini Nasr poly berhubungan dengan para penulis serta tokoh philosophia perennis misalnya Fritjof Schuon dan Titus Burckhardt, yg banyak memberikan sumbangan dan dampak bagi perkembangan intelektual serta spiritualnya. 

Ketika lulus serta menerima gelar Ph.D Nasr baru berusia 25 tahun. Disertasinya berjudul Conception of Nature in Islamic Thought, diterbitkan oleh Universitas Harvard menggunakan judul Introduction to Islamic Cosmological Doctrines. Masa-masa penulisan disertasi dipakai pula oleh Nasr buat menulis sebuah buku yang lalu diterbitkan menggunakan judul Science and Civilization in Islam, yang nanti akan kita lihat pada bab berikutnya. 

Seyyed Hossein Nasr sehabis purna studi kemudian pulang ke Iran, diangkat sebagai guru besar madya dalam bidang filsafat dan sejarah sains, hampir berbarengan waktunya menggunakan berlangsungnya pernikahannya menggunakan seseorang perempuan menurut keluarga terhormat. Pada usianya ke-30 Nasr sebagai orang termuda yg menyandang gelar profesor penuh dalam Universitas Teheran. Sesuatu yang baru ditawarkan sang Nasr pada lembaga ini, yakni bahwa dia menganggap pentingnya pentingnya pedagogi filsafat Islam yg berbasis sejarah serta perspektif Islam. Nasr berpendapat bahwa orang seyogyanya tidak mengharapkan dapat memahami dan mengapresiasi tradisi intelektualnya sendiri menurut sudut pandang orang lain, seperti pula tidak mungkinnya seseorang bisa melihat sesuau menggunakan mata orang lain. Nasr jua menumbuhkan pencerahan serta minat buat memeriksa filsafat Timur pada acara studi filsafat. Nasr pula terlibat pada acara doktor bidang bahasa serta sastera Persia bagi yg bahasa ibunya bukan Persia, banyak asuhan Nasr pada bidang ini yang sebagai cendekiawan penting diantaranya dari Amerika William Chittick, serta cendekiawati dari Jepang Sachiko Murata. 

Seyyed Hossein Nasr menjabat menjadi rektor Universitas Aryamehr, universitas sains serta teknik terkenal pada Iran, tahun 1972-1975. Shah Reza Pahlevi, penguasa Iran waktu itu, menginginkan supaya Nasr menyebarkan Universitas Aryamehr dengan model perguruan tinggi terkenal di Amerika tetapi memiliki dasar yang bertenaga dalam kebudayaan Iran. Nasr membawa perguruan tinggi ini membuka acara pascasarjana dengan bidang filsafat ilmu menggunakan landasan filsafat ilmu Islam, buat pertama kalinya pada global Islam, bahkan di global dalam umumnya. 

Seyyed Hossein Nasr di sela-sela kesibukannya masih sempat menimba ilmu hikmah, di bawah master-master otoritatif di Iran. Diantara pengajar-pengajar terhormat itu adalah Sayyid Muhammad Kazim Assar, seseorang alim yg mempunyai otoritas dalam bidang hokum Islam serta filsafat, yg adalah teman ayah Nasr, Allamah Sayyid Muhammad Husain Tabatabai dan Sayyid Abu Hasan Qazwin, ahli aturan Islam yg menguasai pula matematika, astronomi dan filsafat dengan baik. Terlihat bahwa Nasr telah menerima pendidikan Barat Modern serta dikombinasikan dengan pendidikan Timur Tradisional. Kombinasi langka ini mmbuat dirinya berada dalam posisi langka waktu berbicara serta menulis, yg menguasai poly berita yang terkait menggunakan perjumpaan Barat-Timur, tradisi dan modernitas.

Nasr juga menulis secara aktif saat berada pada Iran pada bahasa Inggris, Perancis serta Arab. Disertasinya ditulis pulang pada bahasa Persia yg lalu menerima penghargaan raja Iran. Nasr juga menulis kitab -kitab Suhrawardi dan Mulla Sadra pada bahasa Persia serta karya Ibnu Sina serta al-Biruni dalam bahasa Arab. 

Kiprah Seyyed Hossein Nasr tidak terbatas pada Iran saja tetapi merambah global "luar" baik tempat muslim juga bukan. Ia pernah sebagai direkrut Caultural Institute, dimana Iran, Pakistan dan Turki menjadi anggotanya. Di Beirut iamendirikan Aga Khan Chair of Islamic Studies pada Universitas Amerika di Beirut (1964-1965). Mskipun tinggal di Amerika, Nasr acapkali keluar serta herbi negara lain. Tahun 1977 dia membicarakan Kevorkian Lectures pada seni Islam di New York, ia berbicara tentang seni dan Islam. Pada tahun 1979, saat meletus Revolusi Iran, Nasr pindah ke Amerika, serta mulai aktif lagi menulis di sana. 

Tahun 1980 dia aktif menulis dan berdiskusi pada lembaga prestisius yg disebut Gifford Lectures, lantaran diikuti oleh para ilmuwan terkemuka, serta Nasr merupakan orang Timur dan orang Islam pertama yg menerima kesempatan berharga tadi. Karyanya Knowledge and The Sacred merupakan judul yang telah dipresentasikannya pada lembaga Gifford Lectures tersebut. Nasr mengungkapkan bahwa Knowledge and The Sacred adalah hadiah menurut langit karena penulisannya dapa diselesaikan pada ketika kurang menurut 3 bulan.

Sebenarnya poly sekali karya Seyyed Hossein Nasr selain yg disebutkan pada atas, tetapi karena mengingat berbagai keterbatasan, tidak mungkin diampilkan serta diulas semua di sini. Oleh karenanya dicukupkan disini agar sanggup lebih poly mengulas pemikiran Nasr di pada buku yang sebagai sentra perhatian artikel ini.

B. SAINS DAN ISLAM PERSPEKTIF SEYYED HOSSEIN NASR
Kaum modernis Islam umumnya memiliki kecenderungan ingin menunjukkan kesesuaian antara Islam dengan sains terkini. Dianara bukti yang mendukungya merupakan fenomena bahwa sains pernah berkembang di bumi Islam serta dapat mempertahankan kecemerlangannya selama hampir lima abad. Maka sering dijumpai konklusi kaum modernis bahwa Islam niscaya mendukung sains terbaru. Argumen kaum Islam modernis ini ditanggapi sang para pemikir Islam ortodoks, diantaranya merupakan Seyyed Hossein Nasr, seorang tokoh yang paling berpengaruh di kalangan ini.

Seyyed Hossein Nasr tidak putusan bulat menggunakan argumen umum kaum modernis tentang kesesuaian Islam menggunakan sains tadi. Menurutnya mereka secara sewenang-wenang membarui kepercayaan Islam supaya sinkron dengan tujuan akhir mereka sendiri. Dia dengan keras mencela:

tulisan-goresan pena apologetik kaum modernis Islam yang ingin berdamai menggunakan modernisme serta mau melakukan apa saja buat menunjukkan bahwa Islam bagaimanapun juga merupakan kepercayaan 'terkini' serta, berbda dengan Kristen, sama sekali nir bertentanagan menggunakan sains.

Menurut Nasr goresan pena-tulisan kaum Islam modernis yang menjamin Islam sesuai dengan sains terkini, yaitu sains yang dianggap dipelopori sang Galileo serta Newton, jelas-jelas mengandung stigma. Kesalahan mereka, menurut Nasr, merupakan bahwa ilm pada bahasa Arab yang berarti menuntut ilmu sinkron menggunakan kewajiban kepercayaan , sengaja diubah supaya sebagai sains dan pengetahuan sekuler. Nasr menduga keliru lantaran term ilm, tidak hanya menyangkut masalah duniawi teapi jua menyangkut pengetahuan mengenai Tuhan, dan lain-lain hal mistik lainnya. Jika mengikuti pandangan kaum Islam modernis, menurut Nasr, berarti menggerogoti tauhid.

Menurut Nasr seorang ilmuwan yg secara konsisten memakai peralaan serta eknik-teknik sains terbaru, jika tidak hati-hati akan menghancurkan struktur kepercayaan Islam. Masalahnya, sains terbaru hanya mengandalkan akal serta pengamatan sebagai wasit penentu kebenaran. Bagi ortodoksi Islam, sejenis Nasr, ini sama sekali tidak bisa diterima. Hal ini sangat tidak selaras menggunakan sains zaman dulu. Mengenai sains zaman dulu Nasr mempunayi pendapat yang baik:

tidak pernah sebagai tanangan bagi Islam seperti halnya sains terkini. Para pelajar Islam di madrasah-madrasah tradisional tidak berhenti melaksanakan shalat waktu mereka menyelidiki aljabar Khayyam atau risalat al-kimia dari Jabir ibn Hayyan. Tidak seperti pelajar-pelajar zaman kini yang begitu banyak kehilangan semangat beragama mereka setelah mempelajari matematika dan kimia terkini.

Jika kita ingat disparitas mendasar kerangka konseptual sains abad pertengahan dan abad terbaru, sesungguhnya pemikiran Syyed Hossein Nasr tadi tidaklah sulit dipahami. Ilmuwan abad pertengahan, baik yg Islam juga Kristen, bekerja dalam batas-batas, paradigma teologis. Sains harus menemukan perintah ketuhanan menurut alam semesta yg ciri-cirinya telah ditetapkan oleh apa yg diyakini sebagai wahyu. Secara umum., sains secara prinsip dicermati sebagai cara untuk mendeskripsikan kebenaran teologis. Maka sains, menjadi kaki tangan teologi, wajib mengambarkan bahwa iman didukung sang alasan serta faka-berita fisik. 

Sains terbaru dalam pandangan Nasr, terutama yg berkembang pada Barat, semenjak Renaissance sudah membangun bentuk dan kerangka berpikir baru yg adalah manifesasi corak pemikiran rasionalistis serta antroposentris serta sekularisasi kosmos. Ilmu pada konsepsi Barat seperti inilah yg disebut oleh Nasr sudah menempati mode spesifik, yaitu sama sekali nir herbi Kesucian.

Sekularisasi ilmu yg terjadi di Barat, antara lain dilatarbelakangi oleh pecahnya kesatuan gereja Kristen bersamaan menggunakan gelombang Renaissance. Gelombang sekularisasi tersebut menggempur peradaban Barat dalam saat itu sebagai akibatnya mistisisme Kristen, yg dimotori antara lain sang Lutherian, nir bisa mencegah dahsyatnya gelombang sekularisasi tersebut. Pemikiran yang bercorak rasional dan realitas jua ikut menymbangkan kiprah bagi proses sekularisasi ilmu pada Barat. Empirisme yang berkembang di Barat, terutama pada Inggris, membuat fungsi kudus intelek nir lagi berguna. Isaac Newton, bapak fisika klasik yg menulis Principia, ketika mempropagandakan rasionalisme ilmu pula turut berperan dalam proses desakralisasi ilmu. 

Menurut analisis Seyyed Hossein Nasr Descartes merupakan orang yg sangat banyak memberikan andil terhadap desakralisasi ilmu pada Barat. Ketika Descartes membuat basis baru bagi ilmu, menggunakan memunculkan pencerahan individu sebagai subjek berpikir, cogito ergo sum, dimaknai secara profan dan sama sekali nir meruuk kepada "Aku" tuhan. Menurut Nasr habitus baru yg dimunculkan Descartes ini berbeda jauh menggunakan tradisi para Sufi Islam yg menafikan poly hal profan serta muncullah "Aku" yang kuasa. Mengacu pada diri insan, yg mempunyai makna semu dalam pandangan orang arif. Descartes pada syarat ini, demikian Nasr, sudah menempatkan pengalaman serta pencerahan berpikir menjadi landasan onto

Kata "aku " dalam ucapan Descartes logi, epistemologi dan asal kepastian. Akibat menurut efek pikiran Descartes ini banyak orang yg membuahkan pikiran individu sebagai standar dan mengganti arah filsafat menjadi bentuk rasionalisme murni. Implikasi menurut bentuk pemikiran seperti ini sering obyek diketahui lain sama sekali menggunakan yg dikehendaki obyek tiu sendiri, dan sering jua poly masalah yang direduksi sekedar menjadi "it" atau "thing" dalam dunia yg mekanistik, padahal mungkin saja jika melihanya dari sudut pandang lain "it" atau "thing" trsebut sangat sarat menggunakan nilai-nilai sakral. 

Proses desakralisasi sesungguhnya telah terjadi jauh sebelum masa Renaissance dan masa Descartes, yakni semenjak masa Yunani antik. Pentingnya jiwa simbolis yang diserukan Plato, pengosongan kosmos dari unsur kudus pada agama Olympia yang membawa pada filsafat naturalistik, keluarnya rasionalisme serta transformasi lain, adalah beberapa bukti proses desakralisasi ilmu pada Barat ini.

Lebih mencolok lagi proses sekularisasi di Barat waktu kita melihat kasus ibnu Sina dan ibn Rusyd. Filsafat ibn Sina di global Islam menjadi basis penting bagi fokus balik sakralitas pengetahuan dan intelek misalnya versi Suhrawardi, namun ketika karya-karya ibn Sina hingga di Barat dia berupah hanya sekedar menjadi rabat-potongan pengetahuan yg bercorak rasionalistik. Begitu pula pada masalah ibn Rusyd, ia kelihatan lebih rasional dan sekuler di Barat ketimbang ibn Rusyd asli yang dibaca pada global Arab. 

Seyyed Hossein Nasr memandang proses desakralisasi ilmu pada Barat antara lain diandai dengan pereduksian intelek sebagai nalar (reason) serta intelligence dibatasi menggunakan sekedar cunning serta cleverness, yang seluruh itu menghambat teologi, termasuk teologi natural, baik pada kalangan Islam juga Kristen. Pencabutan pengathuan dari karakter sucinya dan menumbuhkan ilmu profan, menciptakan orang lupa akan keunggulan spiritual pada berbagai tradisi, maka ilmu pengetahuan Barat yang profan sebagai sentral sementara intuisi dan unsur-unsur yg bercorak tuhan sebagai periferal.

Pemikiran sekuler yg terjadi pada desakralisasi ilmu tadi merambah uga dalam bidang-bidang lain. Bahkan hingga kepada bahasa pun terkena impak desakralisasi ini. Bahasa-bahasa yg berkembang pada Barat kehilangan ragam makna mendalam karena dampak desakralisasi ini.

Pandangan Nasr yg kritis terhadap perkembangan ilmu pada Barat, membawanya dalam evaluasi bahwa ilmu di Barat mengalami kritis yg, pada pandangannya, membawa ancaman berfokus sebagai dampak skularisasi. Nasr melihat sisi lemah sains di Barat menggunakan kacamata perennisnya, lalu buat penyelesaiannya ia memperlihatkan konstruksi ilmu Islam sebagai cara lain , yg dianggapnya mampu mengatasi krisis kemanusiaan yg diderita manusia modern.

Ilmu Islam dari Nasr bukanlah sesuatu yang lahir begitu saja. Munculnya ilmu Islam merupakan persinggungan serta hubungan mendalam menggunakan pradaban lain seperti Yunani, Persia, India, Kalde, dan Cina. Ketika berjumpa dengan berbagai peradaban tadi umat Islam terbuka terhadap aneka macam perkembangan ilmu dan peradaban tetapi pula menyeleksinya dengan akurat sebagai akibatnya adonan berdasarkan keterbukaan dan daya selektif yg ketat itu melahirkan corpus baru yg unik. 

Secara ontologism ilmu Islam berdasarkan dalam metafisika simbolis. Alam yg terbentang luas ini, dalam pandangan Nasr, harus dipahami secara simbolis,sebagai akibatnya interaksi menggunakan empiris yg lebih tinggi tidak hilang. Alam semesta nir bisa direduksi menjadi sekedar berita empiris, tetapi lebih menurut itu wajib membantu intelektual manusia buat hingga kepada berbagai keberadaan, bukan hanya sebagai warta mati tetapi dia juga sebagai simbol, sebagai cermin yang memantulkan paras agung sang pencipta.

Dalam tataran epistemologi ilmu Islam berlandaskan pada iluminasi logika dan intelek. Intelek adalah alat, akal adalah aspek pasifnya serta refleksinya dalam diri manusia. Intelek adalah dasar nalar, logika perlu dilatih secara sehat buat dapat hingga kepada intelek. Itulah sebabnya ahli fisika muslim menyatakan bahwa ilmu rasional secara alamiah akan mmbimbing manusia sampai kepada yang dewa.

Intelek, dalam pandangan Nasr, merupakan kapasitas batin,namun acapkali dikaitkan dengan fungsi analitis pikiran sebagai akibatnya dipercaya nir terdapat sangkut pautnya dengan sifat kontemplatif. Pereduksian makna ini acapkali mengakibatkan semangat manusia untuk menaklukkan alam semesta. Padahal seharusnya, demikian Nasr, interaksi antara ilmuwan menggunakan alam bersifat intelektif, nir tak berbentuk, nir analitis serta tidak sentimental.

Terma intelek dalam pemahaman Nasr berkaitan dengan terma lain seperti qalb, fu'ad, dan bashirah. Qalb, sebagaimana fu'ad, mempunyai muatan makna yang identik dengan sesuatu indera untul tahu realitas dan nilai-nilai. Sehingga konsep intelek pada terminology Islam tidak selaras menggunakan reason, lantaran intelek dalam pengertian Islam tidak semata-mata berkaitan dengan rasionalisme tetapi juga bekerjasama erat menggunakan persoalan wahyu, sebagai akibatnya bagi seorang muslim kegiatan ilmiah tidaklah harus menjauhkan dirinya menurut ibadah dan Tuhan.

Struktur keilmuan seperti tadi di atas adalah pondasi yg paling kuat dan telah terbukti keampuhannya waktu berhadapan dengan peradaban-peradaban lain. Sesungguhnya konstruksi model ini juga tidak bertentangan dengan konstruksi peradaban lain yang berlandaskan wahyu, lantaran konstruksi keilmuan itu nerupakan "heart of all revelations".

Perbedaan mendasar konstruksi ilmu di Barat dengan Islam, apabila pada Barat sains identik menggunakan teknologi dan aplikasinya, kebalikannya sains dalam pandangan Islam, disamping bermakna seperti pengertian sains pada perspektif Barat jua bermakna pengetahuan yg berkaitan menggunakan apiritualitas. 

C. PETA PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR
Ada poly contoh yg diajukan orang buat integrasi sains dan agama. Model-contoh itu dapat diklasifikasikan menggunakan menghitung jumlah konsep dasar yg menjadi komponen utama contoh itu. Apabila hanya ada satu, contoh itu diklaim model monadic.apabila ada dua, 3, empat atau lima kompoonen, contoh itu masing-masingnya bisa dianggap menjadi contoh-model diadik, triadik, tetradik dan pentadik. Berikut ini akan dibahas secara singkat masing-masing model tersbut.

Model pertama yg popular pada kalangan fundamentalis, religius maupun sekuler. Fundamentalis religius memandang bahwa agama merupakan keseluruhan yang mengandung seluruh cabang ilmu dan kebudayaan. Sedangkan yg sekuler memandang bahwa kepercayaan menjadi keliru satu cabang kebudayaan. Dalam fundamentalisme religius, agama dipercaya menjadi satu-satunya kebenaran, sains hanyalah keliru satu cabang kebudayaan, sementara bagi fundamentalisme sekuler kebudayaanlah yang adalah ekspresi manusia pada mewujudkan kehidupan yg menurut sains menjadi satu-satunya kebenaran.

Dengan contoh monadik totalistik semacam ini tidak mungkin terjadi koeksistensi antara sains serta agama, lantaran keduanya menegasikan eksistensi atau kebenaran lainnya. Maka interaksi antara ke 2 sudut pandang ini, nir mampu tidak berupa pertarungan, seperti yg dikonsepsikan Barbour atau Haught mengenai hubungan sains serta kepercayaan .

Gambar Model Monadik Totalistik

Mengingat kelemahan model monadik tadi, diajukanlah contoh ke 2, yaitu contoh diadik. Ada beberapa varian model kedua ini. Varian pertama mengatakan bahwa sains serta agama merupakan 2 kebenaran yg setara. Sains mengungkapkan warta alamiah, sedangkan agama menyampaikan nilai-nilai ilahiah. Secara geometris dapat didiagramkan model ini menjadi dua buah lingkaran yang nir berpotongan. Model ini bisa disebut menjadi contoh diadik kompartementer.

Gambar Model Diadik Independen/kompartementer

Varian kedua model diadik ini mungkin bisa dinyatakan sang gambar sebuah lingkaran yang terbagi oleh sebuah garis lengkung menjadi dua bagian yg bentuk serta luasnya sama, misalnya dalam simbol Tao pada tradisi Cina. Berbeda dengan contoh interpendensi, pada varian ke 2 antara sains dan kepercayaan merupakan bagian yg tidak terpisahkan. Seorang tokoh yg patut dipertimbangkan dalam kaitan ini adalah Fritjof Capra saat ia mengeluarkan sebuah ungkapan: "sains tidak membutuhkan mistisisme serta mistisisme takmembutuhkan sains. Akan namun,insan membutuhkan keduanya". Varian ke 2 ini merupakan model diadik komplementer.

Gambar Model Diadik Komplementer

Varian ketiga dapat dilukiskan secara diagram dengan 2 buah bundar sama besar yang saling berpotongan. Apabila ke 2 lingkaran itu mendeskripsikan sains dan kepercayaan , akan terdapat sebuah kesamaan. Kesamaan itulah yang merupakan bahan obrolan antara sains serta agama. Misalnya Maurice Buccaille mnemukan sejumlah data ilmiah pada dalam kitab suci Al-Qur'an. Atau para ilmuawan yang menemukan sebuah bagian pada otak yang dianggap menjadi "The God Spot" yg dipandang sebagai pusat pencerahan religius manusia. Model ini dapat disebut menjadi contoh diadik dialogis.

Gambar Model Diadik Dialogis

Model ketiga adalah contoh triadik sebagai koreksi terhadap contoh diadik independent. Dalam contoh triadik ada unsur ketiga yang menjembatani sains serta agama. Jembatan itu merupakan filsafat. Model ini diajukan oleh para kaum teosofis yang bersemboyan "There is no religion higher than Truth". Kebenaran atau "Truth" merupakan kecenderungan antara sains, filsafat dan agama.

Model ketiga ini adalah perluasan saja dari model diadik komplementer menggunakan memasukkan filsafat menjadi komponen ketiga yang letaknya diantara sains serta kepercayaan .

Sebagai koreksi terhadap contoh diadik serta triadik komplementer, telah dikembangkan sebuah contoh tetradik. Salah satu interpretasi dari model diadik komplementer merupakan identifikasi komplementasi "sains/agama" menggunakan komplementasi "luar/pada". Pemilahan "luar/pada" identik menggunakan pemilahan "objek/subjek" pada perspektif epistemology. Menurut Wilber, pemilahan ini tidak mencukupi lagi buat memahami fenomena budaya.

Wilber lalu memasukkan komplementasi baru buat melengkapi komplementasi-komplementasi modernis terdahulu. Komplementasi itu merupakan komplementasi "satu/poly", yang sang Wilber diklaim "individual/sosial". Dengan adanya 2 komplementasi, yang usang serta yg baru, maka realitas budaya dibagi sebagai empat kuadran dimana satu bundar dipecah sang 2 butir sumbe komplementasi yg saling tegal lurus satu sama lainnya: horizontal serta vertikal. Pada diagram empat kuadran Wilber ini sumbu individual/sosial diletakkan secara horizontal, dengan individualitas pada sebelah kiri dan sosialitas di sebelah kanan, dan sumbu interior/eksterior dalam arah vertical menggunakan interioritas pada sedelah kiri dan eksterioritas pada sebelah kanan.

Menurut Wilber kuadran kiri atas bwerkaitan dengan subjektivitas, yg sebagai topic bagi psikologi Barat serta mistisisme Timur, serta kuadran kanan atas berkaitan menggunakan objektivitas yang menjadi topic bagi ilmu-ilmu kealaman atau sains. Sedangkan kiri bawah berkaitan dengan intersubjektivitas yg menjadi topic bahasan humaniora atau kebudayaan. Sementara itu, kuadtran kanan bawah menmyangkut interobjektivitas yang menilik gabungan objek-objek yang diklaim Wilber sebagai warga atau teknologi. Dengan demikian, ada empat kuadran keilmuan, yaitu ilmu-ilmu kealaman (kanan atas), ilmu-ilmu keagamaan (kiri atas), ilmu-ilmu kebudayaan (kiri bawah) serta ilmu-ilmu keteknikan (kanan bawah). 

Jika dipandang dengan ketiga contoh pada atas pemikiran Seyyed Hossein Nasr kelihatannya cenderung masuk dalam kategori contoh perama. Bagi Nasr kepercayaan , yang diwakili oleh eologi, adalah segala-galanya. Sains serta ilmu-ilmu lain nir boleh keluar dari kerangka serta pada rangka membela teologi. 

"Senter" kedua damai trilogi Restorasionis, Rekonstruktionis serta Pragmatis perlu dikemukakan di sini buat melihat formulasi pemikiran Nasr. Konstruksi trilogi yang digunakan merupakan apa yang sudah dibangun oleh Pervev Hoodbhoy.

Pertumbuhan pesat sains terkini mengundang anggapan dari banyak pihak, termasuk umat Islam. Beberapa diantara tanggapan itu ada yang masuk pada kategori restorasionis, rekonstruktionis serta pragmatis. Ketiga kategori grup tanggapan terhadap sains tersebut dilihat secara sepintas pada tulisan ini buat "menyorot" pemikiran Seyyed Hossein Nasr, sebagai akibatnya peta pemikirannya dalam hal sains terbaru mudah dipahami.

Pertama, Kaum Restorasionis. Kaum restorasionis adalah kelompok yg paling bersemangat mengembalikan kejayaan Islam pada masa lampau. Kelompok ini jua berargumen bahwa kemunduran umat Islam ketika ini lantaran mereka tidak sanggup memegang fikrah serta thariqah Islam secara istiqamah. Menjamurnya gerakan fundamenalis pada sekita tahun 1970-1980-an merupakan manifestasi yang paling nyata berdasarkan gerakan kaum restorasionis ini. 

Salah satu contoh gerakan kaum restorasionis adalah gerakan Jemaat-e Islami pada Pakistan, suatu grup politik-agama yang menerima dukungan menurut warga urban kelas menengah dan para mahasiswa. Walaupun belum pernah menerima kemenangan dalam pemilu pada Pakistan namun impak gerombolan ini sangat bertenaga pada Pakistan. Maryam Jameelah, seorang Yahudi Amerika yg masuk Islam, adalah juru bicara Jemaat-e Islami yang paling cakap tentang masalah-kasus sains dan modernias. Jameelah berpandangan bahwa seluruh ideology modernis dicirikan menggunakan pemujaan manusia. Pemujaan insan paling tak jarang ada di bawah kedok sains. Kepada modernis ditayangkan bahwa kemajuan dalam sains pada akhirnya akan menganugerahkan dalam mereka kekuatan tuhan. Bagi Maryam Jameelah umat Islam seyogyanya nir perlu "mengejar Barat" karena sifat sains Barat dursila serta nir bertuhan. Masa lampau Islam jauh lebih baik, ad interim modernitas nir membuat apapun kecuali kerusakan.

Kedua, Kaum Rekonstruksionis. Posisi kaum rekonstruksionis sangat sangat bertentangan dengan posisi ortodoks yg sangat anti-sains serta anti modernisme. Rekonstruksionis secara esensial menafsirkan kembali keimanan buat mendamaikan tuntuan peradaban terbaru menggunakan ajaran serta tradisi Islam. Kelompok ini berpandangan bahwa Islam di masa Nabi serta masa khulafa' al-Rasyidin adalah Islam yg progersif, revolusioner, liberal dan rasional. Maka kelompok yg dogmatis reaksioner dianggap taqlid serta menolak inovasi (ijtihad).

Diantara tokoh kaum rekonstruksionis adalah Syed Ahmad Khan (1817-1898) serta Syed Ameer Ali (1849-1924). Ahmad Khan beropini bahwa Al-Qur'an harus ditafsirkan ulang berkaitan dengan empiris yang berubah. Sementara Ameer Ali berpendapat bahwa Islam adalah agama revolusioner, rasional dan berorientasi maju. 

Ketiga, Kaum Pragmatis. Kaum pragmatis sesungguhnya merupakan juml;ah terbesar menurut umat Islam, namun grup ini lebih poly memilih bungkam terhadap masalah modernitas serta sains. Merekalebih suka memperlakukan persyaratan-persayaratan agama dan keimanan sebagai sesuatu yg secara esensial nir langsung berkaitan menggunakan perkara kehidupan politik ekonomi, atau dengan sains dan pengetahuan secular lainnya. Kaum pragmatis merasa puas menggunakan keyakinan samara bahwa Islam dan modernitas tidak bertentangan, tetapi mereka enggan menguji masalah-perkara tersebut menggunakan lebih mendalam. Salah satu model tokoh pro modernis serta pro sains adalah Jamaluddin al-Afghani (1838-1897).

Jika dilihat menggunakan snter trilogi ersebut pada atas tampak bahwa pemikiran Seyyed Hossein Nasr berada pada kategori perama, yaitu grup restorianis. Hal ini lumrah saja mengingat Nasr adalah tokoh terkemuka ortodoksi Islam, sehingga sangat mudah dipahami apabila pola berpikirnya berada pada frame restorianis.