PENGERTIAN FILSAFAT MENURUT PARA TOKOH

Pengertian Filsafat Menurut Para Tokoh
a. Pudjo Sumedi Alaihi Salam., Drs.,M.ed. Dan Mustakim, S.pd.,MM,
Istilah berdasarkan filsafat dari bahasa Yunani : ”philosophia”. Seiring perkembangan jaman akhirnya dikenal jua dalam aneka macam bahasa, seperti : ”philosophic” pada kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” pada bahasa Latin; serta “falsafah” pada bahasa Arab.

b. Plato ( 428 -348 SM )
Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Filsafat nir lain dari pengetahuan mengenai segala yang terdapat.

c. Aristoteles (384 – 322 SM)
Filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yg mencakup kebenaran yg terkandung pada dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan keindahan. Dan kewajiban filsafat merupakan mengusut karena dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan mengenai sebab telah dibagi sekarang sang filsafat dengan ilmu.

d. Rene Descartes
Pelopor filsafat modern serta pelopor pembaruan dalam abad ke-17 yang terkenal dengan ucapannya: “Cogito ergo Sum” (lantaran berpikir, maka aku terdapat) sebagai landasan filsafatnya. Berfilsafat berarti berpangkal pada suatu kebenaran yg fundamental atau pengalaman yang asasi.

e. Al Farabi
Filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) tentang alam maujud bagaimana hakikat yg sebenarnya.

f. Cicero (106 – 43 SM )
Filsafat merupakan sebagai “mak menurut semua seni “( the mother of all the arts“ ia pula mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan )

g. Johann Gotlich Fickte (1762-1814 )
Filsafat menjadi Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu generik, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan semua bidang serta seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari semua fenomena.

h. Paul Nartorp (1854 – 1924)
Filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak memilih kesatuan pengetahuan insan dengan menandakan dasar akhir yg sama, yang memikul sekaliannya .

i. Imanuel Kant ( 1724 – 1804 )
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange menjadi pokok dan pangkal menurut segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.
1. Apakah yg bisa kita kerjakan? (jawabannya metafisika)
2. Apakah yg seharusnya kita kerjakan? (jawabannya Etika)
3. Sampai dimanakah asa kita? (jawabannya Agama)
4. Apakah yg dinamakan insan? (jawabannya Antropologi)
j. Notonegoro

Filsafat menyelidiki hal-hal yg dijadikan objeknya dari sudut intinya yg mutlak, yang tetap tidak berubah , yg diklaim hakekat.

k. Prof. Dr. N. Driyarkara S. J.
Filsafat adalah pikiran insan yg radikal, menggunakan mengenyampingkan pendapat-pendapat dan pendirian-pendirian yang diterima saja menggunakan mencoba menunjukkan pandangan yang adalah akar menurut lain-lain pandangan serta sikap praktis. Pandangan diarahkan kepada sebab-karena yg terakhir atau sebab pertama (filsafat causes), dan nir diarahkan pada karena yang terdekat (secundary causes), sepanjang kemungkinan yg ada pada budi nurani insan sesuai kemampuannya.

l. Harold H. Titus (1979 )
Filsafat merupakan sekumpulan sikap serta kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yg biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap agama serta perilaku yang dijunjung tinggi.

m. Prof. Mr.mumahamd Yamin
Filsafat adalah pemusatan pikiran , sehingga manusia menemui kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.

n. Prof.dr.ismaun, M.pd.
Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan insan menggunakan akal dan qalbunya secara sungguh-benar-benar , yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal, integral dan radikal buat mencapai dan menemukan kebenaran yg hakiki (pengetahuan, serta kearifan atau kebenaran yg sejati.

o. Bertrand Russel
Filsafat merupakan sesuatu yg berada pada tengah-tengah antara teologi serta sains. Sebagaimana teologi , filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai perkara-perkara yg pengetahuan definitif tentangnya, hingga sebegitu jauh, tidak mampu dipastikan;namun, misalnya sains, filsafat lebih menarik perhatian nalar manusia daripada otoritas tradisi maupun otoritas wahyu.

PENGERTIAN FILSAFAT MENURUT PARA TOKOH

Pengertian Filsafat Menurut Para Tokoh
a. Pudjo Sumedi Alaihi Salam., Drs.,M.ed. Dan Mustakim, S.pd.,MM,
Istilah berdasarkan filsafat asal bahasa Yunani : ”philosophia”. Seiring perkembangan jaman akhirnya dikenal pula dalam berbagai bahasa, seperti : ”philosophic” pada kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, serta Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah” pada bahasa Arab.

b. Plato ( 428 -348 SM )
Filsafat adalah pengetahuan yg berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang orisinil. Filsafat tidak lain dari pengetahuan mengenai segala yg terdapat.

c. Aristoteles (384 – 322 SM)
Filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang mencakup kebenaran yang terkandung pada dalamnya ilmu-ilmu metafisika, nalar, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Dan kewajiban filsafat adalah memeriksa sebab serta asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu generik sekali. Tugas penyelidikan tentang karena telah dibagi kini sang filsafat dengan ilmu.

d. Rene Descartes
Pelopor filsafat terkini serta pelopor pembaruan pada abad ke-17 yg terkenal dengan ucapannya: “Cogito ergo Sum” (lantaran berpikir, maka aku ada) sebagai landasan filsafatnya. Berfilsafat berarti berpangkal pada suatu kebenaran yg fundamental atau pengalaman yang asasi.

e. Al Farabi
Filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) mengenai alam maujud bagaimana hakikat yg sebenarnya.

f. Cicero (106 – 43 SM )
Filsafat adalah menjadi “mak menurut semua seni “( the mother of all the arts“ dia pula mendefinisikan filsafat menjadi ars vitae (seni kehidupan )

g. Johann Gotlich Fickte (1762-1814 )
Filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu menurut ilmu-ilmu , yakni ilmu generik, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang serta seluruh jenis ilmu mencari kebenaran berdasarkan seluruh kenyataan.

h. Paul Nartorp (1854 – 1924)
Filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak memilih kesatuan pengetahuan manusia menggunakan membuktikan dasar akhir yang sama, yg memikul sekaliannya .

i. Imanuel Kant ( 1724 – 1804 )
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange sebagai utama serta pangkal dari segala pengetahuan yg didalamnya tercakup empat problem.
1. Apakah yang bisa kita kerjakan? (jawabannya metafisika)
2. Apakah yg seharusnya kita kerjakan? (jawabannya Etika)
3. Sampai dimanakah harapan kita? (jawabannya Agama)
4. Apakah yang dinamakan insan? (jawabannya Antropologi)
j. Notonegoro

Filsafat mempelajari hal-hal yg dijadikan objeknya berdasarkan sudut pada dasarnya yang absolut, yang tetap tidak berubah , yang dianggap hakekat.

k. Prof. Dr. N. Driyarkara S. J.
Filsafat adalah pikiran manusia yang radikal, menggunakan mengenyampingkan pendapat-pendapat dan pendirian-pendirian yg diterima saja dengan mencoba menerangkan pandangan yg adalah akar berdasarkan lain-lain pandangan dan perilaku praktis. Pandangan diarahkan pada sebab-sebab yg terakhir atau karena pertama (filsafat causes), dan nir diarahkan pada sebab yg terdekat (secundary causes), sepanjang kemungkinan yg terdapat dalam budi nurani manusia sinkron kemampuannya.

l. Harold H. Titus (1979 )
Filsafat merupakan sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan serta alam yang umumnya diterima secara tidak kritis. Filsafat merupakan suatu proses kritik atau pemikiran terhadap agama serta sikap yg dijunjung tinggi.

m. Prof. Mr.mumahamd Yamin
Filsafat ialah pemusatan pikiran , sebagai akibatnya manusia menemui kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.

n. Prof.dr.ismaun, M.pd.
Filsafat merupakan bisnis pemikiran serta renungan manusia menggunakan nalar serta qalbunya secara benar-benar-sungguh , yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal, integral dan radikal buat mencapai dan menemukan kebenaran yg hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yg sejati.

o. Bertrand Russel
Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi serta sains. Sebagaimana teologi , filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai kasus-masalah yang pengetahuan definitif tentangnya, hingga sebegitu jauh, nir mampu dipastikan;namun, seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian logika manusia daripada otoritas tradisi juga otoritas wahyu.

PENGERTIAN ILMU MENURUT PARA TOKOH

Pengertian Ilmu Menurut Para Tokoh
a. Prof. DR. Mohammad Hatta
Tiap-tiap ilmu adalah pengetahuan yg teratur tentang pekerjaan hukum kausal pada suatu golongan kasus yang sama tabiatnya, juga menurut kedudukannya tampak menurut luar, juga menurut bangunannya berdasarkan dalam.

b. Prof. DR. A. Baiquni (Guru Besar Universitas Gadjah Mada)
Science adalah general consensus dari warga yg terdiri berdasarkan para scientist.

c. Prof. DR. M. J. Langerveld (Pengajar Besar dalam Rijk Universiteit pada Utrecht-Belanda)
Pengetahuan ialah kesatuan objek yang mengetahui serta objek yg diketahui. Suatu kesatuan pada mana objek itu dicermati oleh subjek sebagai diketahuinya.

d. Ralph Ross serta Ernest Van Den Haag
Ilmu merupakan yang empiris, rasional, umum serta sistematik, serta ke-empatnya serentak.

e. Karl Pearson
Ilmu merupakan lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten mengenai fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.

f. Ashley Montagu
Ilmu adalah pengetahuan yg disusun pada satu sistem yg dari dari pengamatan, studi serta percobaan untuk menentukan hakikat prinsip mengenai hal yg sedang dikaji.

g. Harsojo
Ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang disistemasikan serta suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap semua global empiris yaitu dunia yg terikat sang faktor ruang dan waktu, global yang dalam prinsipnya bisa diamati sang panca indera manusia. Lebih lanjut ilmu didefinisikan sebagai suatu cara menganalisis yg mengijinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan suatu proposisi dalam bentuk : “ jika …. Maka“.

h. Afanasyef
Ilmu adalah segala yang diketahui manusia tentang alam, masyarakat serta pikiran. Ia mencerminkan alam dan konsep-konsep, katagori serta aturan-hukum, yang ketetapannya serta kebenarannya diuji menggunakan pengalaman simpel.

i. Communality, The Liang Gie 1991
Ilmu adalah sekumpulan proposisi sistematis yg terkandung dalam pernyataan-pernyataan yg sahih dengan karakteristik utama yang bersifat general, rational, objektif, sanggup diuji kebenarannya (verifikasi objektif), dan mampu sebagai milik generik.

j. J. Haberer 1972
Ilmu merupakan suatu hasil kegiatan insan yang merupakan kumpulan teori, metode dan praktek serta menjadi pranata dalam warga .

k. J.D. Bernal 1977
Ilmu merupakan suatu pranata atau metode yang membentuk keyakinan tentang alam semesta serta manusia.

l. E. Cantote 1977
Ilmu merupakan suatu output aktivitas manusia yg memiliki makna dan metode.1977 -1992

PENGERTIAN ILMU MENURUT PARA TOKOH

Pengertian Ilmu Menurut Para Tokoh
a. Prof. DR. Mohammad Hatta
Tiap-tiap ilmu merupakan pengetahuan yg teratur mengenai pekerjaan aturan kausal pada suatu golongan perkara yg sama tabiatnya, juga berdasarkan kedudukannya tampak berdasarkan luar, maupun berdasarkan bangunannya dari pada.

b. Prof. DR. A. Baiquni (Guru Besar Universitas Gadjah Mada)
Science adalah general consensus menurut rakyat yg terdiri berdasarkan para scientist.

c. Prof. DR. M. J. Langerveld (Pengajar Besar dalam Rijk Universiteit di Utrecht-Belanda)
Pengetahuan ialah kesatuan objek yg mengetahui dan objek yang diketahui. Suatu kesatuan dalam mana objek itu ditinjau sang subjek sebagai diketahuinya.

d. Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag
Ilmu merupakan yang realitas, rasional, umum serta sistematik, dan ke-empatnya serentak.

e. Karl Pearson
Ilmu merupakan lukisan atau berita yang komprehensif serta konsisten mengenai keterangan pengalaman dengan kata yg sederhana.

f. Ashley Montagu
Ilmu adalah pengetahuan yg disusun dalam satu sistem yang asal berdasarkan pengamatan, studi serta percobaan buat memilih hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.

g. Harsojo
Ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yg disistemasikan serta suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia realitas yaitu dunia yg terikat oleh faktor ruang serta waktu, dunia yang dalam prinsipnya bisa diamati sang panca indera manusia. Lebih lanjut ilmu didefinisikan menjadi suatu cara menganalisis yg mengijinkan pada pakar-ahlinya buat menyatakan suatu proposisi dalam bentuk : “ bila …. Maka“.

h. Afanasyef
Ilmu adalah segala yg diketahui manusia tentang alam, rakyat serta pikiran. Ia mencerminkan alam serta konsep-konsep, katagori serta aturan-aturan, yg ketetapannya serta kebenarannya diuji dengan pengalaman simpel.

i. Communality, The Liang Gie 1991
Ilmu merupakan sekumpulan proposisi sistematis yg terkandung pada pernyataan-pernyataan yang sahih dengan karakteristik pokok yg bersifat general, rational, objektif, sanggup diuji kebenarannya (verifikasi objektif), serta sanggup sebagai milik umum.

j. J. Haberer 1972
Ilmu merupakan suatu output aktivitas manusia yang adalah kumpulan teori, metode serta praktek serta menjadi pranata dalam rakyat.

k. J.D. Bernal 1977
Ilmu adalah suatu pranata atau metode yg membentuk keyakinan mengenai alam semesta dan manusia.

l. E. Cantote 1977
Ilmu merupakan suatu hasil kegiatan manusia yg memiliki makna dan metode.1977 -1992

PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM FAZLUR RAHMAN

Pembaharuan Pendidikan Islam, Fazlur Rahman
Ketika memasuki abad ke-18 terjadilah friksi yg begitu hebat sang penetrasi Barat terhadap dunia Islam, yang membuat umat Islam membuka mata dan menyadari betapa mundurnya umat Islam itu bila dihadapkan menggunakan kemajuan Barat. Untuk mengobati kemunduran umat Islam tadi, maka dalam abad ke-20 mulailah diadakan usaha-usaha pembaharuan dalam segala bidang kehidupan insan termasuk pada bidang pendidikan.

Manurut Fazlur Rahman, meskipun telah dilakukan bisnis-bisnis pembaharuan Pendidikan Islam, namun global pendidikan Islam masih saja dihadapkan pada beberapa problema. Tujuan pendidikan Islam yang ada sekarang ini tidaklah benar-sahih diarahkan pada tujuan yg positif. Tujuan pendidikan Islam hanya diorientasikan kepada kehidupan akherat semata dan cenderung bersifat defensif, yaitu buat menyelamatkan umat Islam serta pencemaran dan pengrusakan yang ditimbulkan sang efek gagasan Barat yg dating melalui aneka macam disiplin ilmu, terutama gagasan-gagasan yg mengancam baku-baku moralitas tradisional Islam. (Rahman, 1984 : 86)

Pada dasarnya terdapat tiga pendekatan pembaharuan pendidikan yang dilakukan pada waktu itu, yaitu pengislaman pendidikan sekuler modern, menyederhanakan silabus-silabus tradisional dan menggabungkan cabang-cabang ilmu pengetahuan lama menggunakan cabang-cabang ilmu pengetahuan terbaru.

Pertama, mengislamkan pendidikan sekuler terkini. Pendekatan ini dilakukan dengan cara mendapat pendidikan sekuler modern yang sudah berkembang pada umumnya pada Barat serta mencoba untuk “mengislamkan”nya, yaitu mengisinya dengan konsep-konsep kunci tertentu dari Islam. Ada dua tujuan menurut mengislamkan pendidikan sekuler modern ini, yaitu ; (1) membentuk tabiat pelajar-pelajar atau mahasiswa-mahasiswa menggunakan nilai-nilai Islam dalam kehidupan individu dan rakyat, (dua) memungkinkan para ahli yg berpendidikan terbaru menangani bidang kajian masing-masing dengan nilai-nilai Islam pada perangkat-perangkat yg lebih tinggi, memakai perspektif Islam buat membarui kandungan juga orientasi kajian-kajian mereka. (Rahman, 1984 : 131)

Kedua tujuan tersebut berkaitan erat antara yg satu dengan yang lainnya. Sehingga bila pembentukan tabiat menggunakan nilai-nilai Islam yang dilakukan dalam pendidikan taraf pertama ketika pelajar-pelajar masih dalam usia belia serta gampang menerima kesan, tanpa sesuatu pun yg dilakukan buat mewarnai pendidikan tinggi dengan orientasi Islam, maka pandangan pelajar-pelajar yang sudah mencapai taraf yg tinggi dalam pendidikannya akan tersekulerkan dan bahkan kemungkinan akbar mereka akan membuang orientasi Islam apapun yang pernah mereka miliki. Hal ini akan terjadi dalam skala yg luas (Rahman, 1984 : 131).

Kedua, menyederhanakan silabus-silabus tradisional. Pendekatan ini diarahkan dalam kerangka pendidikan tradisional itu sendiri. Pembaharuan ini cenderung menyederhanakan silabus-silabus pendidikan tradisional yang sarat dengan materi-materi tambahan yang nir perlu seprti : teologi zaman pertengahan cabang-cabang filsafat eksklusif (misalnya logika), serta segudang karya mengenai hukum Islam> penyederhanaan ini berupa pengesampingan sebagian besar karya-karya pada banyak sekali disiplin zaman pertengahan serta menekankan dalam bidang hadits, bahasa serta kesusastraan Arab dan prinsip-prinsip tafsir al-Qur’an (Rahman, 1984 : 138).

Ketiga, menggabungkan cabang-cabang ilmu pengetahuan baru. Dalam kasus seperti ini, usang ketika belajar diperpanjang dan diadaptasi dengan panjang lingkup kurikulum sekolah-sekolah serta akademi modern. Di Indonesia pada tingkat akademi sudah dimulai dilakukan upaya-upaya yg ditujukan buat menggabungkan ilmu-ilmu pengetahuan terbaru dengan ilmu-ilmu pengetahuan tradisional. (Rahman, 1984 : 138)

Akan namun menurut Fazlur Rahman, integrasi dan penggabungan yang misalnya diuraikan pada atas tidak ada, karena sifat pengajaran yang umumnya mekanis serta hanya menyandingkan ilmu pengetahuan yg lama dengan ilmu pengetahuan yg terbaru. Situasi ini diperburuk lagi menggunakan masih minimnya jumlah buku-buku yg tersedia di perpustakaan. Sehingga hal ini mengakibatkan, di satu pihak pedagogi akan tetap mandul sekalipun murid memiliki bakat dan kemauan, pada lain pihak pengajar-guru yang berkualitas serta professional dan memiliki pikiran-pikiran yg kreatif serta terpadu tidak akan dihasilkan pada skala yang mencukupi (Rahman, 1984 : 139). Melihat syarat yangh demikian ini, Rahman mencoba memperlihatkan penyelesaiannya.

Oleh karenanya, buat mengetahui bagaimana pemecahan problema pendidikan Islam tadi, maka studi gagasan Fazlur Rahman tentang solusi problema pendidikan Islam terbaru sebagai sangat krusial.

1. Perumusan Masalah
Penelitian ini menyelidiki pandangan seorang sarjana Muslim yg memiliki 2 tradisi lingkungan pendidikan lingkungan pendidikan Deoband, serta lingkungan pendidikan terkini Barat yakni Fazlur Rahman, penggagas metodologi noemodernisme. Salah satu pemikirannya yang sangat urgen dibahas di sini merupakan tentang sifat dari sistem pendidikan Islam.

Dari latar belakan kasus yg diuraikan pada atas bisa diketahui bahwa dalam masa terbaru ini, dunia pendidikan Islam masih dihadapkan kepada beberapa problerm pendidikan.

Oleh karenanya yg menjadi kasus pokok dalam tulisan ini adalah 
Bagaimana latar belakang munculnya gagasan pendidikan Islam Fazlur Rahman? 
Bagaimana gagasan Fazlur Rahman tentang solusi atas berbagai problematika pendidikan Islam modern itu ? 

2. Tinjauan Pustaka
Beberapa konsep kunci yg perlu dielaborasi atau dijelaskan supaya mampu lebih terfokus yang nir bias sang beragam pengertian serta interpretasi pada menelusuri gagasan genuine Fazlur Rahman tentang pembaharuan pendidikan Islam, adalah sebagai berikut :

1. Pendidikan Islam
Istilah education pada bahasa Inggris berasal menurut bahasa latin educere berarti memasukkan sesuatu atau memasukkan ilmu ke pada kepala seorang. Dari pengertian istilah ini terdapat tiga hal yg terlibat ; Yaitu imu, proses memasukkan serta kepala orang, kalaulah ilmu itu masuk pada ketua (Langgulung, 1992 : 4).

Dalam bahasa Arab terdapat beberapa istilah yang biasa dipergunakan pada pengertian pendidikan, yaitu ta’lim, tarbiyah dan ta’dib. Namun berdasarkan beberapa ahli pendidikan, terdapat disparitas antara ketiga kata itu. Ta’lim hanya berarti pedagogi, jadi lebih sempit berdasarkan pendidikan. Sedangkan kata tarbiyah yang lebih sering digunakan di negara-negara berbahasa Arab terlalu luas. Sebab kata tarbiyah juga digunakan untuk binatang, tumbuh-flora menggunakan pengertian memelihara atau membela atau menternak. Sementara pendidikan yang diambilm menurut kata education itu hanya buat insan saja (Langgulung, 1992 : 4-5).

Pemakaian ta’dib, menurut al-Atas, lebih tepat, karena tidak terlalu sempit sekedar mengajar saja, namun juga nir luas mencakup makhluk makhluk selain manusia. Ta’dib sudah mencakup ta’lim dan tarbiyah. Selain itu kata ta’dib erat hubunganya dengan syarat ilmu pada Islam yg termasuk pada isi pendidikan (al-Attas, 1992 : 5).

Dalam kamus pada masa ini Bahasa Indonesia, pendidikan diartikan menjadi proses pengubahan cara berfikir atau tingkah laris menggunakan cara pedagogi, penyuluhan, serta latihan proses mendidik (Peter dan Penny, 1991 : 353).

Kata Islam pada pendidikan Islam menunjukkan warna pendidikan eksklusif yaitu pendidikan yg berwarna Islam. Menurut Ahmad Tafsir pendidikan Islam merupakan bimbingan terhadap seorang agar beliau sebagai seorang Muslim yang semaksimal mungkin (Tafsir, 1992 : 32). Sementara itu, Syahminan Zaini, mendefinisikan pendidikan Islam menjadi upaya pengembangkan fitrah manusia menggunakan ajaran Islam agar terwujud kehidupan yang makmur dan senang (Zaini, 1986 : 12).

Pendidikan Islam yg dimaksud pada penelitian ini nir jauh tidak sinkron dengan rumusan yang telah dikemukakan sang para ahli pendidikan Islam pada atas. Yang dimaksud pendidikan Islam pada penelitian ini merupakan bimbingan yg diberikan kepada seorang atau grup orang pada orang lain atau rakyat agar orang lain atau warga itu berkembang secara aporisma sinkron dengan petunjuk ajaran Islam. 

2. Modern
Istilah terbaru asal berdasarkan bahasa Ingrris, “modern” yg berrti sejarah terkini (Echols dan Shadily, 1990 : 384). Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia kata terbaru diartikan menjadi yg terkini atau terkini (Poerwadarminta, 1985 : 653) . Sedangkan dari Harun Nasution, istilah terbaru berarti masa yang dimuali berdasarkan tahun 1800 M sampai seterusnya (Nasution, 1994 : 14). Dalam penelitian ini yang dimaksud menggunakan kata terkini merupakan misalnya yg dikemukakan sang Harun Nasution yaitu masa atau periode sejarah global yang dimuai dari tahun 1800 M semapai kini ini.

Meskipun pendidikan Islam sudah poly dibahas oleh para ahli pendidikan, tetapi masih sedikit yang menelaah pemikiran tokoh tentang pendidikan Islam.

Buku-buku yang membahas tentang pendidikan Islam antara lain : Asas-Asas Pendidikan Islam sang Hasan Langgulung, Konsep Pendidikan Islam oleh Naquib al-Attas, Sistem Pendidikan Islam oleh Muhammad Quthb, dan Horison Pendidikan Islam sang S. Ali Asyraf.

Khusus kajian terhadap Fazlur Rahman, kajian yang terdapat tekananya lebih poly dalam gagasannya tentang aturan serta politik. Kajian-kajian tersebut diantaranya The Islamic Concept of The State karya John L. Esposito, Islam serta Tantangan Modernitas: Studi Atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman oleh Taufiq Adnan Amal, dan Pandangan Kemasyarakatan Fazlur Rahman oleh Sudirman Tebba.

Namun sejauh pengamatan peneliti, meskipun gagasan Fazlur Rahman tentang pendidikan Islam merupakan salah satu proyek sentralnya, namun penelitian tentang gagasan tentang solusi atas problematika pendidikan Islam secara analitis, ilmiah, dan filosofis belum pernah dilakukan. Sehingga pemikiran tentang gagasan solusi atas problematika pendidikan Islamnya Fazlur Rahman secara memadai belum banyak dikenal sang kalangan pemerhati Islam kontempoter di Indonesia. Kebanyakan orang mengenal Fazlur Rahman dalam bidang filsafat dan aturan Islam. 

Semenatara buat melihat pemikiran Fazlur Rahman tentang solusi problema pendidikan Islam secara kongkret dan menyeluruh, maka penyusun mengupayakan pengumpulan semua karya-karya Fazlur Rahman, baik pada bentuk buku, artikel juga makalah. Setelah itu dilakukan telaah dan penjabaran, mana yang membahas atau yang ada kaitannya menggunakan tema pendidikan Islam.

Dari survei kepustakaan mengenai karya-karya Fazlur Rahman yangberkaitan dengan kerangka berpikir pemikiran pendidikan Islam serta latar belakannya, asal uatama yg dipakai diantaranya : (1) Islam, (2) Islam and Modernity : Transformation of Intellectual Tradition, (tiga) The Qur’anic Solution of Pakistan’s Educational Problems, (4) Recommendation for Improvement of IAIN Curriculum and Instruction Submitted to The minister of Religious Affair, His Excellence, Munawil Sjadzali serta (5) Revival and Reform in Islam. 

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian ini dalam garis besarnya terdapat tiga, yaitu :
  • Mengungkap latar belakang munculnya gagasan pendidikan Islam Fazlur Rahman 
  • Menjelaskan gagasan Fazlur Rahman mengenai solusi atas aneka macam problematika pendidikan Islam terbaru itu 
Sedangkan manfaat penelitian diarahkan pada 2 hal berikut : Pertama mencari latar belakang sosial, politik dan perkembangan pemikiran bagi perkembangan pemikiran Fazalur Rahman. Kedua, Mengembangkan gagasan segar Fazlur Rahman berkaitan menggunakan teori-teori baru mengenai Pendidikan Islam. Diharapkan menurut sini bisa dimulai proyek akbar pembaharuan pendidikan pada Indonesia yg lebih mengklaim terjadinya kesadaran.

B. METODE PENELITIAN
1. Pengumpulan data
Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah penelitian termasuk pada jenis penelitian kepustakaan (library re­search), yaitu menganalisis muatan isi dari literatur-literatur yang terkait dengan penelitian.

Sedangkan penelitian ini bersifat diskriptif, yakni penyusun berusaha menggambarkan obyek penelitian, yaitu pemikiran Fazlur Rahman tentang pembaharuan pendidikan Islam.untuk memperoleh data tentang pemikiran Fazlur Rahman mengenai pembaharuan pendidikan Islam, penyusun menggunakan asal-asal utama berupa kitab -kitab serta makalah-makalah yg terdapat relevansinya dengan penyusunan penelitian ini, dan asal-sumber sekunder berupa buku-kitab , kitab -kitab , jurn­al-jurnal yg terkait. 

2. Pendekatan yang digunakan
Dalam menyusun penelitian ini, pendekatan yang digunakan merupakan pendekatan historis.

Pendekatan historis untuk menelusuri latar belakang pemikiran Fazlur Rahman mengenai pembaharuan pendidikan Islam menggunakan mengurai faktor-faktor yang menjadi pemicu lahirnya pemikiran tadi..
.
3. Metode analisis data
Dalam menganalisis data dipakai analisis isi (content analysis). Metode ini digunakan untuk menganalisis makna yg terkandung dalam pemikiran Fazlur Rahman. Berdasarkan isi yang terkandung pada pemikiran Fazlur Rahman tersebut kemudian dilakukan pengelompokan dengan tahapan identifikasi, pembagian terstruktur mengenai, kategorisasi, baru dilakukan interpretasi.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Latar Belakang Pembaharuan Pemikiran Fazlur Rahman

Penelitian sejarah Islam dalam umumnya menggarisbawahi bahwa gerakan modernisme Islam timbul menurut impak penetrasi Barat, semenjak abad 17 M/12 H. Keunggulan militer dan sains Barat menyadarkan keterbelakangan rakyat Islam kemudian menumbuhkan semangat kebangkitan Islam. 

Gambaran rakyat Islam pada saat itu ibarat sebuah warga yg semi-mati yg menerima pukulan-pukulan destruktif atau pengaruh-dampak Barat yang menekan. Sebetulnya krisis intelektual dan benturan kultural semacam ini pernah dihadapi oleh warga muslim dari abad 2 H./8 M. Mereka, dalam waktu itu, dihadapkan menggunakan tantangan intelektual “Hellenis” (Pringgodigdo, 1977 : 402). Tetapi mereka berhasil mengatasi benturan serta tantangan tadi menggunakan cara asimilasi-kreatif. Faktor keberhasilan tersebut merupakan adanya penguasaan politik Islam. Secara mudah Islam pada ketika itu merupakan penguasa politik terbesar dunia, faktor lainnya merupakan syarat serta situasi Islam waktu itu belum terbebani oleh tradisi agama yg semi-meninggal, hal ini sangat tidak selaras dengan syarat serta situasi Islam pada abad 17 M serta lebih spesifik pada akhir abad 18 M.

Akibat kekalahan serta penyerahan politik, menjadikan umat Islam secara psikoligis nir mampu merumuskan kembali warisannya secara konstruktif, sehingga upaya modernisasi yang berkembang terkesan sekedar meminjam serta mengimpor/mengoper kemajuan peradaban Barat. Bagaimanapun juga umat Islam yg baru bangun dan baru bangkit tadi belum siap mengadakan modernisasi yang lebih akbar dan mendasar. Untuk arah kesana diharapkan proses dan ketika yang panjang.

Kondisi obyektif masyarakat Islam yg mengalami stagnasi nir hanya di bidang lahiriyah namun jua pada bidang intelektual, maka dominasi politik dan teknologi penjajah Barat segera mendapat tanggapan dari tokoh-tokoh modernis, sehingga ilham yg berkembang merupakan modernisme intelektual dan modernisme politik. Untuk mengatasi kemacetan di bidang intelektual. Semua pembaharu klasik menekankan arti pentingnya rasio (pikiran) serta paham rasionalisme, sekalipun dalam tatanan yg bhineka. Dimulai oleh Jamaluddin al-Afghani (1255-1315 H/1839-1897 M) yg menyerukan peningkatan baku moral dan intelektual buat menanggulangi bahaya ekspansionisme Barat. Walaupun beliau sendiri tidak melakukan modernisasi intelektual, tetapi seruannya menggugah rakyat Muslim buat mengembangkan serta menyebarkan disiplin-disiplin filosofis, dan dia hanya mengadakan sedikit upaya pembaharuan pendidikan secara umum. Maka, selanjutnya sebagai tugas Muhammad ‘Abduh (1261-1323 H/1845-1905 M) pada Mesir serta Sayyid Ahmad Khan (1232-1316 H/1817-1898 M) di India buat membuktikan pernyataan al-Afghani bahwa nalar dan ilmu pengetahuan nir bertentangan dengan Islam. Keduanya, yakni Muhammad ‘Abduh dan Ahmad Khan, sama-sama lahir dari tradisi madrasah, sama-sama menekankan paham rasionalisme Islam dan free will, sama-sama mengadakan pengetahuan terkini ke dalam kurikulum al-Azhar, sedang Ahmad Khan dengan mendirikan perguruan tinggi Aligarh yang sekuler (Abduh, 1970 : 107-119). 

Upaya dan tokoh-tokoh pembaharu ini dalam akhirnya melahirkan sejumlah anak didik yg meneruskan proses modernisme. Jadi inilah yg dimaksudkan oleh kutipan Rahman pada atas,”bahwa pembaharuan modernisme klasik setidak-tidaknya sudah berupaya mengadakan reformasi internal, yakni menanamkan rasionalisme sebagai solusi awal terhadap kemacetan serta kemerosotan intelektual.

Ide-inspirasi kreatif yg dimunculkan sang kebanyakan modernis kontemporer dalam biasanya tidak jauh tidak sinkron dengan kebijakan modernisme klasik. Mereka mencarikan konsep-konsep baru dalam bidang-bidang tertentu secara lebih sistematis. Adalah Ziauddin Sardar, pakar fisika Pakistan, beserta menggunakan Ali Syari’ati (1933-1977), intelektual sosial Iran, menampilkan pandangan baru membangun peradaban yg Islami, atau Islamisasi peradaban. Keduanyta menolak alih teknologi Barat dapat “mendongkrak” global Islam buat maju. 

Karena teknologi yang dipinjam menurut Barat selalu tidak cocok menggunakan rakyat Muslim (Sardar, 1991 : 59). Alih teknologi nir hanya menyebabkan mapannya ketergantungan dunia Islam terhadap Barat, pula menghambat kebudayaan serta lingkungan Muslim. Solusi yg disampaikan sang Sardar merupakan menyebarkan teknologi yang mencerminkan kebiasaan-kebiasaan budaya Islam, dalam aspek sejarah, ekonomi, pendidikan serta pemerintahan. 

Bersama-sama dengan Hossein Nasr (Nasr, 1987 : 183), Sardar menilai bahwa peradaban Barat sudah menghancurkan dan melepaskan nilai-nilai sakral dan spiritual alam. Kemajuan teknologi yang nir terkendali telah menyebabkan kekhawatiran terhadap masa depan peradaban insan, lantaran kehidupan terbaru Barat telah kehilangan visi transendental (Ilahiyah). Dalam hal ini Nasr menentukan spiritualisme menjadi solusi cara lain upaya pembebasan insan modern. Nasr sangat optimis menggunakan solusi sufistik ini. Menurut sufisme akan memuaskan manusia terkini dalam mencari Tuhan (Nasr, 1976 : vi). Masyarakat Barat modern hampir-hampir bosan dengan tradisi ilmiah teknologis yang kemarau serta mereka nir menemukan pemuasnya pada ajaran Kristen serta Budha, maka upaya memperkenalkan sufisme Islam kian mendesak. 

Dalam konteks Islam, menurutnya, spiritualitas mengandung beberapa dimensi misalnya tercermin melalui kata ruh serta perilaku batin. Inilah yang membedakannya spiritual pada pengertian Barat, yg dipahami sekadar fenomena psikologis. Menurut krisis peradaban Barat terbaru bersumber menurut penolakan ruh serta pengingkaran ma’nawiah pada kehidupan. Manusia Barat membebaskan diri menurut Tuhan dan mereka sebagai tuan bagi kehidupan sehingga terputus menurut spiritualitasnya, maka terjadilah desakralisasi. Alam hanya difungsikan sebagai obyek dan sumber daya buat diekspolitasi semaksimal mungkin (Ulumul Qur’an, 1993 : 108). 

Fenomena inilah yang dianggap paling penting oleh Nasr buat dicarikan solusinya melalui spiritualisme Islam. Solusi lainnya yg dikembangkan sang sejumlah pemikir modernis, sebagai akibatnya gemanya lebih terdengar dibanding dua solusi pada atas, merupakan Islamisasi sains (ilmu pengetahuan). Adalah Isma’il Raji al-Faruqi dan Naquib al-attas, dua tokoh modernis yg paling awal yg menyuarakan Islamisasi ilmu pengetahuan. 

Dari dua konsep yg disampaikan dua tokoh tadi tergambar adanya impian memberi rona atau nilai agamis dalam pengetahuan. Gagasan Islamisasi pengetahuan hingga kini , walaupun telah menjadi tema sentral yang trendi di kalangan cendekiawan Muslim, masih merupakan gagasan dasar serta kontroversial yg memerlukan ketika usang buat mencapai apa yang dikehendaki dengan “sains yang Islami”.

Ketiga solusi cara lain di atas masing-masing mengandung karakter yg berbeda. Rekayasa peradaban Islam cenderung eksklusifme. Spiritualisme Nasr serta islamisasi ilmu pengetahuan cenderung moderat menggunakan memadukan antara ilmu pengetahuan menggunakan nilai-nilai Islam. Persamaan ketiga gagasan itu adalah posisinya yang membuahkan krisis peradaban terkini menjadi orientasi nilai-nilai Islam. Dalam tata ilmu, ketiga gagasan tadi berada dalam tataran aksiologis.

Kembali ke pokok pertarungan, pemikiran Rahman tokoh modernis yg menjadi sentral penelitian ini nir sebagaimana tokoh-tokoh pemikir kontemporer lainnya yg membuahkan warta empirik kehidupan modern sebagai sentral obyek gagasan, sebagaimana sudah disinggung pada muka. 

Rahman mengakibatkan al-Quran menjadi sentral penelitian (Yuyun, 1993) buat menciptakan konsep-konsep metodologis serta rumusan metodis interpretasi al-Quran. “Pemahaman al-Quran dengan konteks kemoderenan” adalah tujuan yg hendak disumbangkan oleh Rahman melalui bisnis keras pada membangun konsep serta merumuskan pemikirannya. Mengenai studi Rahman ini, Montgomery Watt berkomentar bahwa 2 tokoh pemikir Islam kontemporer yang paling populer adalah Rahman bersama dengan Arkoun (Mouleman, 1993 : 93). 

Program Rahman yg terbesar adalah keberhasilannya merancang metode baru pada penafsiran Al-Qur’an. Jadi tataran pemikiran Rahman berada dalam tingkat ontologi serta epistemologi, tidak dalam tataran aksiologi. Agaknya Rahman menyadari bahwa perkara internal yang wajib diselesaikan sang modernisme pada masa ini. Masalah tersebut, dari Rahman nir relatif diselesaikan melalui gerakan reformasi tetapi wajib diselesaikan melalui upaya-upaya rekonstruksi pemikiran Islam.

2. Pemikiran Pembaharuan pendidikan Islam
a. Tujuan Pendidikan
Dewasa ini pendidikan Islam sedang dohadapkan dengan tantangan yang jauh lebih berat menurut masa permulaan penyebaran islam. Tantangan tersebut berupa timbulnya aspirasi dan idealisme umat insan yang serba multi interest serta berdimensi nilai ganda dengan tuntutan hidup yang multi komplek jua .ditanbah lagi dengan beban psikologis umat islam pada menghadapi barat bekas saingan bila bukanya musus sepanjang sejarah . Kesulitan ini semakin menjadi akut karena faktor psikologis yang lain , yg ada sebagai komplek pihak yg kalah , tidak sama menggunakan kedudakan umat islam klasik dalam ketika itu umat islam merupakan pihak yang menang serta berkuas).

Fenomena tadi, dari Syed Sajjad Husain serta Syed Ali Ashraf, sudah menyuburkan tumbuhnya golongan -golongan penekan .golongan-golongan ini dengan cepat meraih kekuasaan menurut orang -orang yang pikiranya lebih cenderung pada kepercayaan .akibatnya munculah suatu ketergantungan serta kontradiksi antara golongan sekular menggunakan golongan agama.pertentangan ini sudah memperlihatkan diri secara terang-terangan dibeberapa negara misalnya Turki,Mesir,Pakistan serta Indonesia (Arifin, 1993 : 5).

Fenomina pada gilirannya mengakibatkan pendidikan islam nir diarahkan kepada tujuan yg positip.tujuan pendidikan islam cenderung berorientasi kepada kehidupan akhirat semata dan bersifat desentif. Hal ini sebagai mana yg dikemukakan oleh Rahman bahwa :

Strategi pendidikan islam yg terdapat kini ini tidaklah benar-sahih diarahkan pada tujuan yg positif,namun lebih cenderung bersifat defensif yaitu untuk menyelamatkan pikiran kaum Muslimin dari pencemaran atau kerusakan yg ditimbulkan oleh efek gagasan-gagasan Barat yg datang melalui banyak sekali disiplin ilmu,terutama gagasan-gagasan yang akan meledakkan baku moralitas Islam (Nurcholish, 1992 : 455).

Dalam kondisi kepanikan spiritual itu,strategi pendidikan Islam yang dikembangkan diseluruh dunia Islam secara universal bersifat mekanis.akibatnya munculah golongan yg menolak segala apa yg berbau Barat,bahkan adapula yg mengharamkan pengambil alihan ilmu serta teknologinya.sehingga apabila syarat ini terus berlanjut akan dapat mengakibatkan kemunduran umat Islam.

Menurut Rahman, ada beberapa hal yang haruh dilakukan Pertama, tujuan pendidikanIslam yg bersifat desentif dan cenderung berorientasi hanya pada kehidupan akhirat tadi wajib segera diubah.tujuan pendidikan islam wajib berorientasi kepada klehidupan global serta akhirat sekaligus serta bersumber dalam AL-Qur’an.menurutnya bahwa :

Tujuan pendidikan pada pandangan AL-Qur’an adalah buat membuatkan kemampuan inti insan dengan cara yg sedemikian rupa sebagai akibatnya ilmu pengetahuan yg diperolehnya akan menyatu menggunakan kepribadian kreatifnya (Ibid).

Kedua, beban psikologis umat Islam pada menghadapi Barat wajib segera dihilangkan.untuk menghilangkan beban psikologis umat Islam tersebut,Rahman menganjurkan agar dilakukan kajian Islam yg menyeluruh secara historis serta sistimatis mengenai perkembangan disiplin-disiplin ilmu Islam misalnya teologi,aturan,etika,hadis ilmu-ilmu sosial,serta filsafat,dengan berpegang kepada AL-Qur’an menjadi penilai.sebab disiplin ilmu-ilmu Islam yang sudah berkembang pada sejarah itulah yg memberikan kontiunitas pada wujud intelektual serta spiritual rakyat Muslim.sehingga melalui upaya ini diperlukan dapat menghilangkan beban psikologis umat Islam pada menghadapi Barat. 

Ketiga, sikap negatif umat Islam terhadap ilmu pengetahuan juga harus dirubah. Sebab menurut Rahmah, ilmu pengetahuan nir terdapat yg galat, yg salah merupakan penggunanya. Ilmu tentang atom misalnya, sudah ditemukan saintis Barat, tetapi sebelum mereka memanfaatkan energi listrik menurut penemuan itu (yg dimaksud memanfaatkan tenaga hasil reaksi inti yang bisa ditransformasikan menjadi tenaga listrik) atau menggunakannya buat hal-hal yg berbguna, mereka membentuk bom atom. Kini pembuatan bom atom masih terus dilakukan bahkan dijadikan menjadi ajang perlombaan. Para saintis lalu menggunakan cemas mencari jalan buat menghentikan pembuatan senjata dahsyat itu. 

Rahman juga menyatakan bahwa di pada Al-Qur’an kata al-ilm (ilmu pengetahuan) digunakan buat semua jenis ilmu pengetahuan. Contohnya, saat Allah mengajarkan bagaimana Daud menciptakan baju perang, itu juga al-’ilm. Bahkan sihir (sihr), sebagaimana yg pernah diajarkan sang Harut serta Marut pada manusia, itu pula merupakan galat satu jenis al-’ilm meskipun buruk pada arti praktek dan pemakaiannya. Sebab banyak yg menyalahgunakan sihir itu buat memisahkan suami menurut istrinya. Begitu juga hal-hal yang memberi wawasan baru pada logika termasul al-’ilm (Rahman, 1992 : 69) .

b. Sistem Pendidikan
Persoalan dualisme dikotomi sistem pendidikan itu sudah melanda semua negara Muslim atau negara yang dominan penduduknya beragama Islam. Bahkan menurut Syed Sajjad Husain dan Syed Ali Ashraf, dibagi dua sistem pendidikan itu bukan hanya menyangkut disparitas dalam struktur luarnya saja akan tetapi jua disparitas yang lahir dari pendekatan mereka terhadap tujuan-tujuan pendidikan.

Sistem tradisional kuno dalam Islam didasarkan atas seperangkat nilai-nilai yang asal menurut Al-Qur’an. Di pada Al-Qur’an dinyatakan bahwa tujuan-tujuan pendidikan yg sesungguhnya adalah membentuk insan yang taat kepada Tuhan serta akan selalu berusaha buat patuh pada perintah-perintah-Nya sebagaimana yang dituliskan dalam kitab suci. Orang semacam ini akan berusaha untuk memahami seluruh kenyataan di dalam serta pada luar khazanah kekuasaan Tuhan. Di lain pihak sistem terbaru, yg tidak secara spesifik mengesampingkan Tuhan, berusaha buat tidak melibatkan-Nya dalam penjelasannya tentang dari-usul alam raya atau kenyataan dengan mana insan selalu berafiliasi setiap harinya.

Di tengah maraknya duduk perkara dikotomi sistem pendidikan Islam tadi, Rahman berupaya buat menawarkan solusinya. Menurutnya buat menghilangkan dikotomi sistem pendidikan Islam tadi adalah menggunakan cara mengintegrasikan antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum secara organis dan menyeluruh (Ibid). Sebab pada dasarnya ilmu pengetahuan itu terintegrasi serta nir bisa dipisah-sisihkan (Nafis, 1995 : 251)

Dengan demikian di pada kurikulum maupun silabus pendidikan Islam harus tercakup baik ilmu-ilmu umum misalnya ilmu sosial, ilmu-ilmu alam dan sejarah dunia maupun ilmu-ilmu kepercayaan seperti fiqih, kalam, tafsir, Hadis. 

Menurut irit penyusun, metode integrasi misalnya yang ditawarkan oleh Rahman itulah yg pernah diterapkan dalam masa keemasan Islam. Pada masa itu ilmu dipelajari secara utuh serta seimbang antara ilmu-ilmu yg diperlukan buat mencapai kesejahteraan di dunia (ilmu-ilmu generik) maupun ilmu-ilmu buat mencapai kebahagiaan pada akhirat (ilmu-ilmu agama).

Pendekatan integralistik seperti itu, yang melihat adanya interaksi fungsional antara ilmu-ilmu generik serta ilmu-ilmu kepercayaan , sudah berhasil melahirkan ulama-ulama yang mempunyai pikiran-pikiran yg kreatif serta terpadu serta memiliki pengetahuan luas serta mendalam dalam masa klasik. Ibn Sina contohnya, selain ahli agama, pula seorang psikolog, pakar pada ilmu kedokteran dan sebagainya. Demikian jua dengan Ibn Rusyd, dia di samping menjadi pakar aturan Islam, jua pakar pada bidang matematika, ekamatra, astronomi, akal, filsafat serta ilmu pengobatan (Nata, 1993 : 31)

Adanya ekuilibrium antara ilmu-ilmu generik (dunia) dengan ilmu-ilmu kepercayaan pada suatu kurikulum pendidikan Islam, dari Hasan Langgulung, oada gilirannya akan melahirkan spesialisasi dalam bagian ilmu sesuai dengan periode perkembangan, sesuai menggunakan tingkat pendidikan, sesuai menggunakan spesilalisasi sempit pada tingkat pendidikan tinggi, pada masjid-masjid dan rumah-tempat tinggal hikmah (universitas-universitas) lalu hari sampai kini (Hutagalung, 1992 : 117-118)

Menurut Rahman bahwa ilmu pengetahuan itu pada prinsipnya merupakan satu yaitu dari berdasarkan Allah SWT.31 Hal ini sesuai degan apa yang dijelaskan pada pada Al-Qur’an. Menurut Al-Qur’an semua pengetahuan datangnya dari Allah. Sebagian diwahyukan kepada orang yg dipilih-Nya melalui ayat-ayat Qur’aniyah serta sebagian lagi melalui ayat-ayat kauniyah yg diperoleh manusia menggunakan memakai indera, akal serta hatinya. Pengetahuan yg diwahyukan memiliki kebenaran yang absolut sedangkan pengetahuan yg diperoleh, kebenarannya tidak mutlak (Rahman, 1984: 72)

Dari uraian di atas bisa dikatakan bahwa ilmu Allah dapat diketahui dan dipelajari melalui 2 jalur yaitu jalur ayat-ayat Qur’aniyah dan jalur ayat-ayat kauniyah.33 Untuk lebih jelasnya lihat skema di bawah ini :


c. Anak Didik (Peserta Didik) 
Anak didik yang dihadapi sang global pendidikan Islam di negara-negara Islam berkaitan erat dengan belum berhasilnya dibagi dua antara ilmu-ilmu kepercayaan menggunakan ilmu-ilmu generik ditumbangkan di forum-lembaga pendidikan Islam. Belum berhasilnya penghapusan dikotomi antara ilmu-ilmu agama menggunakan ilmu-ilmu generik menyebabkan rendahnya kualitas intelektual murid serta keluarnya pribadi-langsung yang pecah (split personality) menurut kaum Muslim. Misalnya seseorang muslim yang saleh dan taat menjalankan ibadah, pada waktu yg sama dia dapat sebagai pemeras, penindas, koruptor, atau melakukan perbuatan tercela lainnya (Mujib, 1992 : 234). Bahkan yang lebih ironis lagi dibagi dua sistem pendidikan tadi mengakibatkna tidak lahirnya anak didik yang memiliki komitmen spiritual dan intelektual yg mendalam terhadap Islam dari lembaga-lembaga pendidikan Islam. (Ma’arif, 1991 : 20) Sebagian menurut mereka lebih berperan menjadi pemain-pemain teknis pada perkara-kasus kepercayaan . Sementara ruh kepercayaan itu sendiri jarang sahih digumulinya secara intens dan akrab.

Menurut Rahman, beberapa usaha yang harus dilakukan buat mengatasi perkara tadi pada atas. Pertama, murid harus diberikan pelajaran Al-Qur’an melalui metode-metode yang memungkinkan buku suci bukan hanya dijadikan menjadi sumber pandangan baru moral akan tetapi juga bisa dijadikan menjadi acum tertinggi buat memecahkan perkara-perkara pada kehidupan sehari-hari yang semakin kompleks dan menantang (Rahman, Loc.cit). Dalam kaitan itu Rahman menunjukkan metode sistematisnya dalam memahami serta menafsirkan Al Qur’an. Metode itu terdiri dari dua gerakan ganda yaitu dari situasi sekarang ke masa Al Qur’an diturunkan dan kembali lagi ke masa sekarang. Gerakan pertama memiliki 2 langkah.
  1. Orang harus memahami arti atau makna menurut suatu pernyataan menggunakan mengkaji situasi serta persoalan historis di mana pernyataan AL Qur’an tersebut merupakan jawaban. Sebelum mempelajari ayat-ayat spesifiknya, sutau kajian mengenai mengenai situasi makro pada batasan-batasan rakyat, kepercayaan , norma-istiadat, forum-lembaga serta tentang kehidupan secara menyeluruh di Arabia pada waktu kehadiran Islam, khususnya di lebih kurang Mekkah harus dilakukan (Rahman, 1979 : 219-224).
  2. Menggenerasikan jawaban-jawaban khusus tadi dan menyatakannya menjadi pernyataan-pernyataan yang memiliki tujuan moral serta sosial generik yg bisa disaring berdasarkan ayat-ayat spesifik pada sinaran latar belakang sosio-historis yang tak jarang dinyatakan. Selama proses ini, perhatian wajib diberikan kepada arah ajaran Al-Qur’an sebagai suatu holistik sehingga setiap arti eksklusif yang difahami, setiap hukum yang dinyatakan serta setiap tujuan yg dirumuskan akan koheren dengan yg lainnya. Al Qur’an menjadi suatu holistik memang menanamkan sikap yg pasti terhadap hidup dan memenuhi suatu pandangan global yg kongkrit (Rahman, 1984 : 6).
Jika dua momen gerakan ganda ini dapat dicapai, menurut Rahman, perintah-perintah Al-Qur’an akan hayati dan efektif kembali (Ibid) Metode penafsiran yg ditawarkan Rahman itulah yang disebutnya sebagai mekanisme ijtihad. Dalam metode tersebut Rahman telah mengasimilasi dan mengkolaborasi secara sistematis pandangan yuridis Maliki serta Syathibi mengenai betapa mendesaknya tahu Al-Qur’an menjadi suatu ajaran yang padu serta kohesif ke pada gerakan pertama berdasarkan metodenya (Taufiq, 1990 : 103) Kedua, menaruh materi disiplin ilmu-ilmu Islam secara historis, kritis dan keseluruhan. Disiplin ilmu-ilmu Islam itu meliputi: Teologi, hukum etika, ilmu-ilmu sosial serta filsafat (Rahman, op.cit : 20)

d. Pendidik (Mu’allim)
Untuk menerima kualitas pendidik misalnya itu di forum-lembaga pendidikan Islam dewasa ini sangat sulit sekali. Hal ini dibuktikan Rahman, melalui pengamatannya terhadap perkembangan pendidikan Islam pada beberapa negara Islam. Ia melihat bahwa pendidik yang berkualitas dan profesional serta memiliki pikiran-pikiran yg kreatif serta terpadu yang sanggup menafsirkan hal-hal yang usang dalam bahasa yang baru sejauh menyangkut substansi dan menjadikan hal-hal yg baru sebagai alat yang bermanfaat buat idealita masih sulit ditemukan dalam masa modern (Rahman, Op.cit. : 139). Masalah kelangkaan energi pendidik seperti ini telah melanda hampir seluruh negara Islam.

Dalam mengatasi kelangkaan tenaga pendidik misalnya itu, Rahman menawarkan beberapa gagasan: Pertama, merekrut serta mempersiapkan murid yang mempunyai bakat-bakat terbaik dan memiliki komitmen yg tinggi terhadap lapangan kepercayaan (Islam). Anak didik misalnya ini wajib dibina serta diberikan bonus yg memadai buat membantu memnuhi keperluannya pada peningkatan karir intelektual mereka (Ibid). Jika hal ini nir segera dilakukan maka upaya buat menciptakan pendidik yang berkualitas nir akan terwujud. Sebab hampir sebagian akbar pelajar yang memasuki lapangan pendidikan agama adalah mereka yg gagal memasuki karir-karir yg lebih basah.

Kedua, mengangkat lulusan mdrasah yang nisbi cerdas atau memilih sarjana-sarjana terkini yang telah memperoleh gelar doktor pada universitas-universitas Barat serta sudah berada di forum-forum keilmuan tinggi sebagai guru besar -pengajar besar bidang studi bahasa Arab, bahasa Persi, dan sejarah Islam. Ketiga, para pendidik wajib dilatih pada sentra-puast studi keislaman di luar negeri khususnya ke Barat (Rahman, Op.cit. : 522). Hal ini pernah direalisasikan Rahman, sewaktu beliau menjabat direktur Institut Pusat Penelitian Islam (Rahman, Op.cit : 123). Atas gagasan Rahman ini, Institut yg dipimpinnya berhasil menerbitkan jurnal terencana ilmiah yang berbobot yaitu Islamic Studies. Melalui jurnal inilah para anggota institut mulai menyumbangkan karya riset nereka yang bermutu, di samping beberapa buku dan suntingan-suntingan menurut naskah-naskah klasik (Rahman, Loc.cit). Kasus institut ini melukiskan sudah lahirnya kesarjanaan yg kreatif dan bertujuan.

Gagasan Rahman itu juga pernah diterapkan di Indonesia melalui pengiriman pendidik atau tenaga pengajar IAIN yg potensial buat melanjutkan studinya ke universitas pada negeri Barat yang memiliki pusat-pusat studi Islam. Awal menurut imbas positif pengiriman pengiriman pendidik ke luar negeri itu memang mulai terasa diantaranya seperti terlaksananya pembaruan sistem, metode dan teknik di bidang pengajaran serta penyempurnaan struktur kelembagaan serta susunan kurikulum.

Keempat, mengangkat beberapa lulusan madrasah yang memiliki pengetahuan bahasa Inggris dan mencoba melatih mereka dalam teknik riset terkini serta kebalikannya menarik para lulusan universitas bidang filsafat serta ilmu-ilmu sosial serta memberi meeka pelajaran bahasa Arab dan disiplin-disiplin Islam klasik misalnya Hadis, serta yiurisprudensi Islam (Ibid.). Di sini tampak Rahman ingin menaruh bekal ilmu pengetahuan secara terpadu baik kepada para lulusan madrasah maupun kepada mereka yg lulusan universitas. Sehingga melalui upayanya ini akan lahir pendidik-pendidik yang kreatif dan memiliki komitmen yang kuat terhadap Islam.

Kelima, menggiatkan para pendidik buat melahirkan karya-karya keislaman secara kreatif dan mempunyai tujuan. Di samping menlulis karya-karya mengenai sejarah, filsafat, seni, juga wajib mengkonsentrasikannya kembali pada pemikiran Islam (Ibid),. Di samping itu para pendidik juga harus bersunggguh-sungguh dalam mengadakan penelitian serta berusaha untu menerbitkan karyanya tersebut. Bagi mereka yang mempunyai karya yang cantik wajib diberi penghargaan antara lain menggunakan meningkatkan gajinya (Rahman, Loc.cit. : 522)

PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM FAZLUR RAHMAN

Pembaharuan Pendidikan Islam, Fazlur Rahman
Ketika memasuki abad ke-18 terjadilah desakan yang begitu hebat oleh penetrasi Barat terhadap global Islam, yg menciptakan umat Islam membuka mata serta menyadari betapa mundurnya umat Islam itu jika dihadapkan menggunakan kemajuan Barat. Untuk mengobati kemunduran umat Islam tadi, maka pada abad ke-20 mulailah diadakan bisnis-usaha pembaharuan dalam segala bidang kehidupan insan termasuk pada bidang pendidikan.

Manurut Fazlur Rahman, meskipun sudah dilakukan usaha-bisnis pembaharuan Pendidikan Islam, namun global pendidikan Islam masih saja dihadapkan dalam beberapa problema. Tujuan pendidikan Islam yang terdapat kini ini tidaklah sahih-benar diarahkan dalam tujuan yg positif. Tujuan pendidikan Islam hanya diorientasikan kepada kehidupan akherat semata dan cenderung bersifat defensif, yaitu buat menyelamatkan umat Islam serta pencemaran serta pengrusakan yg disebabkan sang dampak gagasan Barat yg dating melalui berbagai disiplin ilmu, terutama gagasan-gagasan yang mengancam standar-baku moralitas tradisional Islam. (Rahman, 1984 : 86)

Pada dasarnya terdapat 3 pendekatan pembaharuan pendidikan yg dilakukan pada waktu itu, yaitu pengislaman pendidikan sekuler modern, menyederhanakan silabus-silabus tradisional serta menggabungkan cabang-cabang ilmu pengetahuan lama dengan cabang-cabang ilmu pengetahuan modern.

Pertama, mengislamkan pendidikan sekuler terkini. Pendekatan ini dilakukan menggunakan cara mendapat pendidikan sekuler terkini yang sudah berkembang dalam umumnya di Barat serta mencoba buat “mengislamkan”nya, yaitu mengisinya menggunakan konsep-konsep kunci tertentu dari Islam. Ada dua tujuan dari mengislamkan pendidikan sekuler terbaru ini, yaitu ; (1) membentuk watak pelajar-pelajar atau mahasiswa-mahasiswa dengan nilai-nilai Islam dalam kehidupan individu dan masyarakat, (2) memungkinkan para pakar yg berpendidikan terbaru menangani bidang kajian masing-masing menggunakan nilai-nilai Islam dalam perangkat-perangkat yg lebih tinggi, menggunakan perspektif Islam buat membarui kandungan maupun orientasi kajian-kajian mereka. (Rahman, 1984 : 131)

Kedua tujuan tadi berkaitan erat antara yang satu dengan yang lainnya. Sehingga apabila pembentukan tabiat dengan nilai-nilai Islam yg dilakukan pada pendidikan taraf pertama waktu pelajar-pelajar masih pada usia belia serta gampang mendapat kesan, tanpa sesuatu pun yg dilakukan buat mewarnai pendidikan tinggi menggunakan orientasi Islam, maka pandangan pelajar-pelajar yang telah mencapai taraf yang tinggi dalam pendidikannya akan tersekulerkan dan bahkan kemungkinan besar mereka akan membuang orientasi Islam apapun yg pernah mereka miliki. Hal ini akan terjadi dalam skala yg luas (Rahman, 1984 : 131).

Kedua, menyederhanakan silabus-silabus tradisional. Pendekatan ini diarahkan dalam kerangka pendidikan tradisional itu sendiri. Pembaharuan ini cenderung menyederhanakan silabus-silabus pendidikan tradisional yang sarat menggunakan materi-materi tambahan yg nir perlu seprti : teologi zaman pertengahan cabang-cabang filsafat tertentu (misalnya nalar), dan segudang karya tentang hukum Islam> penyederhanaan ini berupa pengesampingan sebagian besar karya-karya dalam banyak sekali disiplin zaman pertengahan dan menekankan dalam bidang hadits, bahasa dan kesusastraan Arab serta prinsip-prinsip tafsir al-Qur’an (Rahman, 1984 : 138).

Ketiga, menggabungkan cabang-cabang ilmu pengetahuan baru. Dalam perkara misalnya ini, usang ketika belajar diperpanjang serta disesuaikan menggunakan panjang lingkup kurikulum sekolah-sekolah dan akademi terkini. Di Indonesia pada taraf akademi sudah dimulai dilakukan upaya-upaya yg ditujukan buat menggabungkan ilmu-ilmu pengetahuan terbaru menggunakan ilmu-ilmu pengetahuan tradisional. (Rahman, 1984 : 138)

Akan namun menurut Fazlur Rahman, integrasi dan penggabungan yg seperti diuraikan pada atas nir terdapat, lantaran sifat pedagogi yg umumnya mekanis serta hanya menyandingkan ilmu pengetahuan yg usang dengan ilmu pengetahuan yg terbaru. Situasi ini diperburuk lagi menggunakan masih minimnya jumlah kitab -buku yang tersedia di perpustakaan. Sehingga hal ini menyebabkan, pada satu pihak pedagogi akan tetap mandul sekalipun siswa memiliki bakat serta kemauan, pada lain pihak pengajar-pengajar yg berkualitas serta professional dan mempunyai pikiran-pikiran yang kreatif serta terpadu tidak akan dihasilkan pada skala yg mencukupi (Rahman, 1984 : 139). Melihat kondisi yangh demikian ini, Rahman mencoba menunjukkan solusinya.

Oleh karena itu, buat mengetahui bagaimana pemecahan problema pendidikan Islam tadi, maka studi gagasan Fazlur Rahman tentang solusi problema pendidikan Islam terkini sebagai sangat krusial.

1. Perumusan Masalah
Penelitian ini mempelajari pandangan seorang sarjana Muslim yang mempunyai 2 tradisi lingkungan pendidikan lingkungan pendidikan Deoband, serta lingkungan pendidikan modern Barat yakni Fazlur Rahman, penggagas metodologi noemodernisme. Salah satu pemikirannya yg sangat urgen dibahas pada sini adalah mengenai sifat dari sistem pendidikan Islam.

Dari latar belakan perkara yg diuraikan di atas bisa diketahui bahwa dalam masa modern ini, dunia pendidikan Islam masih dihadapkan pada beberapa problerm pendidikan.

Oleh karenanya yang menjadi perkara utama pada goresan pena ini merupakan 
Bagaimana latar belakang munculnya gagasan pendidikan Islam Fazlur Rahman? 
Bagaimana gagasan Fazlur Rahman tentang solusi atas berbagai problematika pendidikan Islam terkini itu ? 

2. Tinjauan Pustaka
Beberapa konsep kunci yang perlu dielaborasi atau dijelaskan agar mampu lebih terfokus yg tidak bias sang majemuk pengertian serta interpretasi pada menelusuri gagasan genuine Fazlur Rahman tentang pembaharuan pendidikan Islam, adalah sebagai berikut :

1. Pendidikan Islam
Istilah education pada bahasa Inggris asal berdasarkan bahasa latin educere berarti memasukkan sesuatu atau memasukkan ilmu ke pada kepala seorang. Dari pengertian kata ini terdapat tiga hal yg terlibat ; Yaitu imu, proses memasukkan serta kepala orang, kalaulah ilmu itu masuk di ketua (Langgulung, 1992 : 4).

Dalam bahasa Arab ada beberapa kata yang biasa dipergunakan pada pengertian pendidikan, yaitu ta’lim, tarbiyah dan ta’dib. Tetapi dari beberapa ahli pendidikan, masih ada disparitas antara ketiga kata itu. Ta’lim hanya berarti pedagogi, jadi lebih sempit dari pendidikan. Sedangkan kata tarbiyah yang lebih acapkali digunakan pada negara-negara berbahasa Arab terlalu luas. Sebab kata tarbiyah juga dipakai buat hewan, tumbuh-flora menggunakan pengertian memelihara atau membela atau menternak. Sementara pendidikan yang diambilm menurut istilah education itu hanya buat insan saja (Langgulung, 1992 : 4-lima).

Pemakaian ta’dib, dari al-Atas, lebih sempurna, karena nir terlalu sempit sekedar mengajar saja, namun pula nir luas meliputi makhluk makhluk selain insan. Ta’dib sudah mencakup ta’lim serta tarbiyah. Selain itu istilah ta’dib erat hubunganya menggunakan syarat ilmu pada Islam yang termasuk pada isi pendidikan (al-Attas, 1992 : 5).

Dalam kamus kontemporer Bahasa Indonesia, pendidikan diartikan sebagai proses pengubahan cara berfikir atau tingkah laku menggunakan cara pengajaran, penyuluhan, serta latihan proses mendidik (Peter serta Penny, 1991 : 353).

Kata Islam dalam pendidikan Islam memperlihatkan warna pendidikan eksklusif yaitu pendidikan yg berwarna Islam. Menurut Ahmad Tafsir pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap seorang supaya beliau menjadi seseorang Muslim yang semaksimal mungkin (Tafsir, 1992 : 32). Sementara itu, Syahminan Zaini, mendefinisikan pendidikan Islam menjadi upaya pengembangkan fitrah manusia menggunakan ajaran Islam supaya terwujud kehidupan yang makmur serta senang (Zaini, 1986 : 12).

Pendidikan Islam yg dimaksud pada penelitian ini nir jauh tidak sinkron menggunakan rumusan yg sudah dikemukakan oleh para pakar pendidikan Islam pada atas. Yang dimaksud pendidikan Islam pada penelitian ini adalah bimbingan yg diberikan pada seorang atau kelompok orang pada orang lain atau masyarakat agar orang lain atau warga itu berkembang secara maksimal sesuai menggunakan petunjuk ajaran Islam. 

2. Modern
Istilah terbaru asal berdasarkan bahasa Ingrris, “modern” yang berrti sejarah modern (Echols dan Shadily, 1990 : 384). Di pada Kamus Umum Bahasa Indonesia kata terkini diartikan sebagai yg terbaru atau terkini (Poerwadarminta, 1985 : 653) . Sedangkan menurut Harun Nasution, kata modern berarti masa yang dimuali dari tahun 1800 M hingga seterusnya (Nasution, 1994 : 14). Dalam penelitian ini yg dimaksud menggunakan istilah modern adalah seperti yg dikemukakan oleh Harun Nasution yaitu masa atau periode sejarah global yang dimuai dari tahun 1800 M semapai sekarang ini.

Meskipun pendidikan Islam sudah poly dibahas oleh para pakar pendidikan, tetapi masih sedikit yang mengkaji pemikiran tokoh tentang pendidikan Islam.

Buku-kitab yang membahas tentang pendidikan Islam antara lain : Asas-Asas Pendidikan Islam oleh Hasan Langgulung, Konsep Pendidikan Islam sang Naquib al-Attas, Sistem Pendidikan Islam sang Muhammad Quthb, serta Horison Pendidikan Islam sang S. Ali Asyraf.

Khusus kajian terhadap Fazlur Rahman, kajian yg ada tekananya lebih banyak dalam gagasannya mengenai aturan dan politik. Kajian-kajian tadi diantaranya The Islamic Concept of The State karya John L. Esposito, Islam serta Tantangan Modernitas: Studi Atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman oleh Taufiq Adnan Amal, serta Pandangan Kemasyarakatan Fazlur Rahman oleh Sudirman Tebba.

Namun sejauh pengamatan peneliti, meskipun gagasan Fazlur Rahman tentang pendidikan Islam adalah galat satu proyek sentralnya, tetapi penelitian tentang gagasan tentang solusi atas problematika pendidikan Islam secara analitis, ilmiah, dan filosofis belum pernah dilakukan. Sehingga pemikiran mengenai gagasan solusi atas problematika pendidikan Islamnya Fazlur Rahman secara memadai belum poly dikenal oleh kalangan pemerhati Islam kontempoter pada Indonesia. Kebanyakan orang mengenal Fazlur Rahman dalam bidang filsafat dan aturan Islam. 

Semenatara buat melihat pemikiran Fazlur Rahman mengenai solusi problema pendidikan Islam secara kongkret dan menyeluruh, maka penyusun mengupayakan pengumpulan semua karya-karya Fazlur Rahman, baik pada bentuk kitab , artikel juga makalah. Setelah itu dilakukan telaah dan pembagian terstruktur mengenai, mana yg membahas atau yg terdapat kaitannya dengan tema pendidikan Islam.

Dari survei kepustakaan mengenai karya-karya Fazlur Rahman yangberkaitan menggunakan paradigma pemikiran pendidikan Islam serta latar belakannya, sumber uatama yang digunakan diantaranya : (1) Islam, (2) Islam and Modernity : Transformation of Intellectual Tradition, (tiga) The Qur’anic Solution of Pakistan’s Educational Problems, (4) Recommendation for Improvement of IAIN Curriculum and Instruction Submitted to The minister of Religious Affair, His Excellence, Munawil Sjadzali dan (lima) Revival and Reform in Islam. 

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian ini dalam garis besarnya terdapat tiga, yaitu :
  • Mengungkap latar belakang munculnya gagasan pendidikan Islam Fazlur Rahman 
  • Menjelaskan gagasan Fazlur Rahman tentang solusi atas berbagai problematika pendidikan Islam terbaru itu 
Sedangkan manfaat penelitian diarahkan pada dua hal berikut : Pertama mencari latar belakang sosial, politik serta perkembangan pemikiran bagi perkembangan pemikiran Fazalur Rahman. Kedua, Mengembangkan gagasan segar Fazlur Rahman berkaitan dengan teori-teori baru mengenai Pendidikan Islam. Diharapkan menurut sini bisa dimulai proyek besar pembaharuan pendidikan di Indonesia yg lebih menjamin terjadinya pencerahan.

B. METODE PENELITIAN
1. Pengumpulan data
Jenis penelitian yg dipergunakan dalam penyusunan penelitian ini merupakan penelitian termasuk pada jenis penelitian kepustakaan (library re­search), yaitu menganalisis muatan isi dari literatur-literatur yang terkait dengan penelitian.

Sedangkan penelitian ini bersifat diskriptif, yakni penyusun berusaha mendeskripsikan obyek penelitian, yaitu pemikiran Fazlur Rahman mengenai pembaharuan pendidikan Islam.untuk memperoleh data mengenai pemikiran Fazlur Rahman tentang pembaharuan pendidikan Islam, penyusun menggunakan sumber-asal utama berupa buku-kitab serta makalah-makalah yg terdapat relevansinya menggunakan penyusunan penelitian ini, dan asal-sumber sekunder berupa kitab -buku, kitab -kitab , jurn­al-jurnal yang terkait. 

2. Pendekatan yang digunakan
Dalam menyusun penelitian ini, pendekatan yg dipergunakan adalah pendekatan historis.

Pendekatan historis buat menelusuri latar belakang pemikiran Fazlur Rahman mengenai pembaharuan pendidikan Islam dengan mengurai faktor-faktor yg sebagai pemicu lahirnya pemikiran tersebut..
.
3. Metode analisis data
Dalam menganalisis data dipakai analisis isi (content analysis). Metode ini digunakan buat menganalisis makna yg terkandung pada pemikiran Fazlur Rahman. Berdasarkan isi yang terkandung pada pemikiran Fazlur Rahman tadi lalu dilakukan pengelompokan dengan tahapan identifikasi, penjabaran, kategorisasi, baru dilakukan interpretasi.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Latar Belakang Pembaharuan Pemikiran Fazlur Rahman

Penelitian sejarah Islam pada umumnya menggarisbawahi bahwa gerakan modernisme Islam muncul dari dampak penetrasi Barat, semenjak abad 17 M/12 H. Keunggulan militer dan sains Barat menyadarkan keterbelakangan warga Islam kemudian menumbuhkan semangat kebangkitan Islam. 

Gambaran masyarakat Islam dalam waktu itu ibarat sebuah warga yg semi-meninggal yg mendapat pukulan-pukulan destruktif atau impak-impak Barat yg menekan. Sebetulnya krisis intelektual serta benturan kultural semacam ini pernah dihadapi sang masyarakat muslim menurut abad 2 H./8 M. Mereka, dalam saat itu, dihadapkan menggunakan tantangan intelektual “Hellenis” (Pringgodigdo, 1977 : 402). Namun mereka berhasil mengatasi benturan dan tantangan tersebut menggunakan cara asimilasi-kreatif. Faktor keberhasilan tadi merupakan adanya dominasi politik Islam. Secara mudah Islam pada ketika itu merupakan penguasa politik terbesar dunia, faktor lainnya adalah kondisi serta situasi Islam ketika itu belum terbebani oleh tradisi kepercayaan yang semi-mati, hal ini sangat tidak sinkron dengan syarat dan situasi Islam pada abad 17 M serta lebih spesifik pada akhir abad 18 M.

Akibat kekalahan dan penyerahan politik, membuahkan umat Islam secara psikoligis tidak mampu merumuskan pulang warisannya secara konstruktif, sehingga upaya modernisasi yang berkembang terkesan sekedar meminjam serta mengimpor/mengoper kemajuan peradaban Barat. Bagaimanapun juga umat Islam yang baru bangun dan baru bangkit tadi belum siap mengadakan modernisasi yang lebih besar serta mendasar. Untuk arah kesana diharapkan proses dan saat yang panjang.

Kondisi obyektif masyarakat Islam yg mengalami kemacetan tidak hanya pada bidang lahiriyah namun pula di bidang intelektual, maka penguasaan politik serta teknologi penjajah Barat segera menerima tanggapan dari tokoh-tokoh modernis, sehingga ilham yg berkembang merupakan modernisme intelektual dan modernisme politik. Untuk mengatasi kemacetan di bidang intelektual. Semua pembaharu klasik menekankan arti pentingnya rasio (pikiran) serta paham rasionalisme, sekalipun pada tatanan yang berbeda-beda. Dimulai oleh Jamaluddin al-Afghani (1255-1315 H/1839-1897 M) yg menyerukan peningkatan baku moral serta intelektual buat menanggulangi bahaya ekspansionisme Barat. Walaupun beliau sendiri nir melakukan modernisasi intelektual, namun seruannya menggugah warga Muslim buat membuatkan serta berbagi disiplin-disiplin filosofis, serta dia hanya mengadakan sedikit upaya pembaharuan pendidikan secara generik. Maka, selanjutnya sebagai tugas Muhammad ‘Abduh (1261-1323 H/1845-1905 M) di Mesir serta Sayyid Ahmad Khan (1232-1316 H/1817-1898 M) di India buat membuktikan pernyataan al-Afghani bahwa logika dan ilmu pengetahuan nir bertentangan menggunakan Islam. Keduanya, yakni Muhammad ‘Abduh dan Ahmad Khan, sama-sama lahir dari tradisi madrasah, sama-sama menekankan paham rasionalisme Islam dan free will, sama-sama mengadakan pengetahuan modern ke pada kurikulum al-Azhar, sedang Ahmad Khan dengan mendirikan perguruan tinggi Aligarh yg sekuler (Abduh, 1970 : 107-119). 

Upaya serta tokoh-tokoh pembaharu ini dalam akhirnya melahirkan sejumlah anak didik yg meneruskan proses modernisme. Jadi inilah yang dimaksudkan sang kutipan Rahman di atas,”bahwa pembaharuan modernisme klasik setidak-tidaknya sudah berupaya mengadakan reformasi internal, yakni menanamkan rasionalisme menjadi solusi awal terhadap kemacetan dan kemerosotan intelektual.

Ide-inspirasi kreatif yang dimunculkan sang kebanyakan modernis pada masa ini pada umumnya nir jauh berbeda menggunakan kebijakan modernisme klasik. Mereka mencarikan konsep-konsep baru dalam bidang-bidang eksklusif secara lebih sistematis. Adalah Ziauddin Sardar, ahli fisika Pakistan, bersama dengan Ali Syari’ati (1933-1977), intelektual sosial Iran, menampilkan inspirasi menciptakan peradaban yg Islami, atau Islamisasi peradaban. Keduanyta menolak alih teknologi Barat bisa “mendongkrak” dunia Islam untuk maju. 

Karena teknologi yang dipinjam berdasarkan Barat selalu nir cocok dengan rakyat Muslim (Sardar, 1991 : 59). Alih teknologi nir hanya menyebabkan mapannya ketergantungan dunia Islam terhadap Barat, pula Mengganggu kebudayaan dan lingkungan Muslim. Solusi yang disampaikan sang Sardar merupakan mengembangkan teknologi yg mencerminkan norma-kebiasaan budaya Islam, pada aspek sejarah, ekonomi, pendidikan serta pemerintahan. 

Bersama-sama dengan Hossein Nasr (Nasr, 1987 : 183), Sardar menilai bahwa peradaban Barat sudah menghancurkan dan melepaskan nilai-nilai sakral serta spiritual alam. Kemajuan teknologi yang tidak terkendali sudah menyebabkan kekhawatiran terhadap masa depan peradaban insan, lantaran kehidupan modern Barat sudah kehilangan visi transendental (Ilahiyah). Dalam hal ini Nasr memilih spiritualisme menjadi solusi alternatif upaya pembebasan manusia modern. Nasr sangat optimis menggunakan solusi sufistik ini. Menurut sufisme akan memuaskan manusia terkini pada mencari Tuhan (Nasr, 1976 : vi). Masyarakat Barat terkini hampir-hampir bosan menggunakan tradisi ilmiah teknologis yg kering dan mereka nir menemukan pemuasnya dalam ajaran Kristen serta Budha, maka upaya memperkenalkan sufisme Islam kian mendesak. 

Dalam konteks Islam, menurutnya, spiritualitas mengandung beberapa dimensi seperti tercermin melalui istilah ruh serta perilaku batin. Inilah yang membedakannya spiritual pada pengertian Barat, yg dipahami sekadar fenomena psikologis. Menurut krisis peradaban Barat terkini bersumber berdasarkan penolakan ruh serta pengingkaran ma’nawiah dalam kehidupan. Manusia Barat membebaskan diri dari Tuhan dan mereka sebagai tuan bagi kehidupan sebagai akibatnya terputus menurut spiritualitasnya, maka terjadilah desakralisasi. Alam hanya difungsikan menjadi obyek serta sumber daya buat diekspolitasi semaksimal mungkin (Ulumul Qur’an, 1993 : 108). 

Fenomena inilah yg dipercaya paling krusial oleh Nasr buat dicarikan penyelesaiannya melalui spiritualisme Islam. Solusi lainnya yang dikembangkan sang sejumlah pemikir modernis, sebagai akibatnya gemanya lebih terdengar dibanding dua solusi di atas, adalah Islamisasi sains (ilmu pengetahuan). Adalah Isma’il Raji al-Faruqi dan Naquib al-attas, 2 tokoh modernis yg paling awal yg menyuarakan Islamisasi ilmu pengetahuan. 

Dari 2 konsep yg disampaikan 2 tokoh tersebut tergambar adanya cita-cita memberi rona atau nilai agamis pada pengetahuan. Gagasan Islamisasi pengetahuan sampai kini , walaupun telah sebagai tema sentral yg trendi pada kalangan cendekiawan Muslim, masih adalah gagasan dasar dan kontroversial yang memerlukan saat lama buat mencapai apa yg dikehendaki dengan “sains yang Islami”.

Ketiga solusi cara lain di atas masing-masing mengandung karakter yg tidak selaras. Rekayasa peradaban Islam cenderung eksklusifme. Spiritualisme Nasr serta islamisasi ilmu pengetahuan cenderung moderat menggunakan memadukan antara ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai Islam. Persamaan ketiga gagasan itu merupakan posisinya yang berakibat krisis peradaban terkini sebagai orientasi nilai-nilai Islam. Dalam rapikan ilmu, ketiga gagasan tersebut berada dalam tataran aksiologis.

Kembali ke utama permasalahan, pemikiran Rahman tokoh modernis yg menjadi sentral penelitian ini tidak sebagaimana tokoh-tokoh pemikir pada masa ini lainnya yg membuahkan informasi empirik kehidupan terkini menjadi sentral obyek gagasan, sebagaimana telah disinggung pada muka. 

Rahman mengakibatkan al-Quran menjadi sentral penelitian (Yuyun, 1993) buat menciptakan konsep-konsep metodologis serta rumusan metodis interpretasi al-Quran. “Pemahaman al-Quran dengan konteks kemoderenan” merupakan tujuan yang hendak disumbangkan oleh Rahman melalui usaha keras dalam menciptakan konsep dan merumuskan pemikirannya. Mengenai studi Rahman ini, Montgomery Watt berkomentar bahwa dua tokoh pemikir Islam kontemporer yang paling terkenal adalah Rahman bersama menggunakan Arkoun (Mouleman, 1993 : 93). 

Program Rahman yg terbesar adalah keberhasilannya merancang metode baru pada penafsiran Al-Qur’an. Jadi tataran pemikiran Rahman berada dalam taraf ontologi serta epistemologi, tidak dalam tataran aksiologi. Agaknya Rahman menyadari bahwa perkara internal yang harus diselesaikan sang modernisme kontemporer. Masalah tersebut, dari Rahman tidak cukup diselesaikan melalui gerakan reformasi tetapi wajib diselesaikan melalui upaya-upaya rekonstruksi pemikiran Islam.

2. Pemikiran Pembaharuan pendidikan Islam
a. Tujuan Pendidikan
Dewasa ini pendidikan Islam sedang dohadapkan menggunakan tantangan yang jauh lebih berat menurut masa permulaan penyebaran islam. Tantangan tersebut berupa timbulnya aspirasi serta idealisme umat manusia yg serba multi interest serta berdimensi nilai ganda dengan tuntutan hayati yang multi komplek jua .ditanbah lagi menggunakan beban psikologis umat islam dalam menghadapi barat bekas saingan jika bukanya musus sepanjang sejarah . Kesulitan ini semakin menjadi akut karena faktor psikologis yang lain , yang timbul sebagai komplek pihak yg kalah , berbeda menggunakan kedudakan umat islam klasik pada waktu itu umat islam adalah pihak yg menang serta berkuas).

Fenomena tadi, dari Syed Sajjad Husain dan Syed Ali Ashraf, sudah menyuburkan tumbuhnya golongan -golongan penekan .golongan-golongan ini menggunakan cepat meraih kekuasaan berdasarkan orang -orang yg pikiranya lebih cenderung kepada kepercayaan .akibatnya munculah suatu ketergantungan dan kontradiksi antara golongan sekular dengan golongan kepercayaan .pertentangan ini sudah memberitahuakn diri secara terang-terangan dibeberapa negara seperti Turki,Mesir,Pakistan serta Indonesia (Arifin, 1993 : lima).

Fenomina pada gilirannya mengakibatkan pendidikan islam nir diarahkan kepada tujuan yang positip.tujuan pendidikan islam cenderung berorientasi kepada kehidupan akhirat semata serta bersifat desentif. Hal ini sebagai mana yang dikemukakan sang Rahman bahwa :

Strategi pendidikan islam yg terdapat sekarang ini tidaklah sahih-sahih diarahkan kepada tujuan yang positif,tetapi lebih cenderung bersifat defensif yaitu buat menyelamatkan pikiran kaum Muslimin menurut pencemaran atau kerusakan yg disebabkan oleh efek gagasan-gagasan Barat yg tiba melalui berbagai disiplin ilmu,terutama gagasan-gagasan yang akan meledakkan baku moralitas Islam (Nurcholish, 1992 : 455).

Dalam kondisi kepanikan spiritual itu,strategi pendidikan Islam yg dikembangkan diseluruh global Islam secara universal bersifat mekanis.akibatnya munculah golongan yg menolak segala apa yang berbau Barat,bahkan adapula yang mengharamkan pengambil alihan ilmu dan teknologinya.sehingga apabila kondisi ini terus berlanjut akan bisa mengakibatkan kemunduran umat Islam.

Menurut Rahman, ada beberapa hal yg haruh dilakukan Pertama, tujuan pendidikanIslam yang bersifat desentif serta cenderung berorientasi hanya kepada kehidupan akhirat tadi harus segera diubah.tujuan pendidikan islam harus berorientasi kepada klehidupan global serta akhirat sekaligus dan bersumber dalam AL-Qur’an.menurutnya bahwa :

Tujuan pendidikan pada pandangan AL-Qur’an merupakan buat berbagi kemampuan inti manusia dengan cara yang sedemikian rupa sebagai akibatnya ilmu pengetahuan yang diperolehnya akan menyatu dengan kepribadian kreatifnya (Ibid).

Kedua, beban psikologis umat Islam dalam menghadapi Barat wajib segera dihilangkan.untuk menghilangkan beban psikologis umat Islam tadi,Rahman menganjurkan supaya dilakukan kajian Islam yg menyeluruh secara historis serta sistimatis mengenai perkembangan disiplin-disiplin ilmu Islam seperti teologi,aturan,etika,hadis ilmu-ilmu sosial,dan filsafat,menggunakan berpegang pada AL-Qur’an menjadi penilai.sebab disiplin ilmu-ilmu Islam yang telah berkembang pada sejarah itulah yg memberikan kontiunitas kepada wujud intelektual dan spiritual rakyat Muslim.sehingga melalui upaya ini dibutuhkan dapat menghilangkan beban psikologis umat Islam dalam menghadapi Barat. 

Ketiga, perilaku negatif umat Islam terhadap ilmu pengetahuan jua harus dirubah. Sebab dari Rahmah, ilmu pengetahuan nir ada yang keliru, yang galat adalah penggunanya. Ilmu tentang atom misalnya, telah ditemukan saintis Barat, namun sebelum mereka memanfaatkan tenaga listrik dari inovasi itu (yg dimaksud memanfaatkan tenaga hasil reaksi inti yang dapat ditransformasikan sebagai tenaga listrik) atau menggunakannya buat hal-hal yang berbguna, mereka membentuk bom atom. Kini pembuatan bom atom masih terus dilakukan bahkan dijadikan sebagai ajang perlombaan. Para saintis lalu dengan cemas mencari jalan buat menghentikan pembuatan senjata dahsyat itu. 

Rahman pula menyatakan bahwa di pada Al-Qur’an istilah al-ilm (ilmu pengetahuan) digunakan untuk seluruh jenis ilmu pengetahuan. Contohnya, ketika Allah mengajarkan bagaimana Daud membuat baju perang, itu juga al-’ilm. Bahkan sihir (sihr), sebagaimana yg pernah diajarkan sang Harut serta Marut kepada insan, itu jua merupakan salah satu jenis al-’ilm meskipun buruk pada arti praktek serta pemakaiannya. Sebab poly yang menyalahgunakan sihir itu buat memisahkan suami berdasarkan istrinya. Begitu juga hal-hal yg memberi wawasan baru dalam logika termasul al-’ilm (Rahman, 1992 : 69) .

b. Sistem Pendidikan
Persoalan dualisme dikotomi sistem pendidikan itu sudah melanda seluruh negara Muslim atau negara yang lebih banyak didominasi penduduknya beragama Islam. Bahkan menurut Syed Sajjad Husain dan Syed Ali Ashraf, dibagi dua sistem pendidikan itu bukan hanya menyangkut perbedaan dalam struktur luarnya saja akan tetapi pula disparitas yg lahir menurut pendekatan mereka terhadap tujuan-tujuan pendidikan.

Sistem tradisional antik dalam Islam berdasarkan atas seperangkat nilai-nilai yg berasal menurut Al-Qur’an. Di dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa tujuan-tujuan pendidikan yg sesungguhnya merupakan membentuk insan yang taat kepada Tuhan dan akan selalu berusaha buat patuh pada perintah-perintah-Nya sebagaimana yg dituliskan pada kitab kudus. Orang semacam ini akan berusaha buat tahu semua kenyataan pada pada dan di luar khazanah kekuasaan Tuhan. Di lain pihak sistem modern, yang nir secara spesifik mengesampingkan Tuhan, berusaha buat nir melibatkan-Nya pada penjelasannya tentang asal-usul alam raya atau fenomena menggunakan mana insan selalu berhubungan setiap harinya.

Di tengah maraknya dilema dikotomi sistem pendidikan Islam tersebut, Rahman berupaya untuk menawarkan solusinya. Menurutnya buat menghilangkan dikotomi sistem pendidikan Islam tersebut adalah menggunakan cara mengintegrasikan antara ilmu-ilmu agama menggunakan ilmu-ilmu umum secara organis dan menyeluruh (Ibid). Sebab pada dasarnya ilmu pengetahuan itu terintegrasi serta nir bisa dipisah-pisahkan (Nafis, 1995 : 251)

Dengan demikian di dalam kurikulum juga silabus pendidikan Islam wajib tercakup baik ilmu-ilmu generik misalnya ilmu sosial, ilmu-ilmu alam serta sejarah global maupun ilmu-ilmu agama misalnya fiqih, kalam, tafsir, Hadis. 

Menurut ekonomis penyusun, metode integrasi misalnya yang ditawarkan oleh Rahman itulah yang pernah diterapkan dalam masa keemasan Islam. Pada masa itu ilmu dipelajari secara utuh serta seimbang antara ilmu-ilmu yg diperlukan buat mencapai kesejahteraan di global (ilmu-ilmu umum) juga ilmu-ilmu buat mencapai kebahagiaan pada akhirat (ilmu-ilmu kepercayaan ).

Pendekatan integralistik misalnya itu, yg melihat adanya interaksi fungsional antara ilmu-ilmu generik serta ilmu-ilmu agama, telah berhasil melahirkan ulama-ulama yang memiliki pikiran-pikiran yang kreatif serta terpadu dan memiliki pengetahuan luas dan mendalam dalam masa klasik. Ibn Sina misalnya, selain pakar kepercayaan , jua seseorang psikolog, pakar dalam ilmu kedokteran serta sebagainya. Demikian pula dengan Ibn Rusyd, ia pada samping menjadi pakar hukum Islam, juga pakar pada bidang matematika, fisika, astronomi, nalar, filsafat serta ilmu pengobatan (Nata, 1993 : 31)

Adanya keseimbangan antara ilmu-ilmu generik (dunia) dengan ilmu-ilmu kepercayaan pada suatu kurikulum pendidikan Islam, menurut Hasan Langgulung, oada gilirannya akan melahirkan spesialisasi pada bagian ilmu sesuai dengan periode perkembangan, sinkron dengan taraf pendidikan, sesuai menggunakan spesilalisasi sempit pada tingkat pendidikan tinggi, di masjid-masjid dan tempat tinggal -tempat tinggal nasihat (universitas-universitas) lalu hari hingga sekarang (Hutagalung, 1992 : 117-118)

Menurut Rahman bahwa ilmu pengetahuan itu dalam prinsipnya merupakan satu yaitu berasal berdasarkan Allah SWT.31 Hal ini sesuai degan apa yang dijelaskan di dalam Al-Qur’an. Menurut Al-Qur’an semua pengetahuan datangnya menurut Allah. Sebagian diwahyukan kepada orang yang dipilih-Nya melalui ayat-ayat Qur’aniyah dan sebagian lagi melalui ayat-ayat kauniyah yang diperoleh manusia dengan memakai indera, logika serta hatinya. Pengetahuan yang diwahyukan mempunyai kebenaran yang mutlak sedangkan pengetahuan yang diperoleh, kebenarannya nir mutlak (Rahman, 1984: 72)

Dari uraian pada atas dapat dikatakan bahwa ilmu Allah bisa diketahui serta dipelajari melalui 2 jalur yaitu jalur ayat-ayat Qur’aniyah serta jalur ayat-ayat kauniyah.33 Untuk lebih jelasnya lihat skema di bawah ini :


c. Anak Didik (Peserta Didik) 
Anak didik yg dihadapi oleh dunia pendidikan Islam di negara-negara Islam berkaitan erat menggunakan belum berhasilnya dikotomi antara ilmu-ilmu kepercayaan dengan ilmu-ilmu generik ditumbangkan pada forum-forum pendidikan Islam. Belum berhasilnya penghapusan dikotomi antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu generik mengakibatkan rendahnya kualitas intelektual murid dan keluarnya eksklusif-langsung yang pecah (split personality) dari kaum Muslim. Misalnya seseorang muslim yang saleh serta taat menjalankan ibadah, pada ketika yg sama dia dapat sebagai pemeras, penindas, koruptor, atau melakukan perbuatan tercela lainnya (Mujib, 1992 : 234). Bahkan yang lebih ironis lagi dikotomi sistem pendidikan tersebut mengakibatkna tidak lahirnya anak didik yg memiliki komitmen spiritual serta intelektual yang mendalam terhadap Islam dari forum-lembaga pendidikan Islam. (Ma’arif, 1991 : 20) Sebagian berdasarkan mereka lebih berperan sebagai pemain-pemain teknis dalam kasus-masalah kepercayaan . Sementara ruh agama itu sendiri sporadis benar digumulinya secara intens dan akrab.

Menurut Rahman, beberapa usaha yang wajib dilakukan buat mengatasi kasus tadi pada atas. Pertama, siswa harus diberikan pelajaran Al-Qur’an melalui metode-metode yang memungkinkan buku suci bukan hanya dijadikan sebagai sumber ilham moral akan tetapi jua dapat dijadikan menjadi rujukan tertinggi buat memecahkan kasus-masalah pada kehidupan sehari-hari yg semakin kompleks serta menantang (Rahman, Loc.cit). Dalam kaitan itu Rahman memberikan metode sistematisnya pada memahami dan menafsirkan Al Qur’an. Metode itu terdiri berdasarkan dua gerakan ganda yaitu berdasarkan situasi sekarang ke masa Al Qur’an diturunkan dan balik lagi ke masa sekarang. Gerakan pertama memiliki dua langkah.
  1. Orang harus memahami arti atau makna berdasarkan suatu pernyataan menggunakan mempelajari situasi serta masalah historis pada mana pernyataan AL Qur’an tadi adalah jawaban. Sebelum mengkaji ayat-ayat spesifiknya, sutau kajian mengenai tentang situasi makro dalam batasan-batasan warga , kepercayaan , adat-norma, forum-lembaga serta tentang kehidupan secara menyeluruh di Arabia dalam waktu kehadiran Islam, khususnya di kurang lebih Mekkah wajib dilakukan (Rahman, 1979 : 219-224).
  2. Menggenerasikan jawaban-jawaban khusus tersebut serta menyatakannya sebagai pernyataan-pernyataan yang memiliki tujuan moral dan sosial generik yang bisa disaring menurut ayat-ayat spesifik pada sinaran latar belakang sosio-historis yang tak jarang dinyatakan. Selama proses ini, perhatian harus diberikan kepada arah ajaran Al-Qur’an menjadi suatu holistik sebagai akibatnya setiap arti eksklusif yg difahami, setiap hukum yg dinyatakan dan setiap tujuan yang dirumuskan akan koheren menggunakan yg lainnya. Al Qur’an menjadi suatu holistik memang menanamkan sikap yang pasti terhadap hayati serta memenuhi suatu pandangan dunia yg kongkrit (Rahman, 1984 : 6).
Jika 2 momen gerakan ganda ini dapat dicapai, dari Rahman, perintah-perintah Al-Qur’an akan hayati serta efektif pulang (Ibid) Metode penafsiran yg ditawarkan Rahman itulah yg disebutnya sebagai mekanisme ijtihad. Dalam metode tadi Rahman telah mengasimilasi dan mengkolaborasi secara sistematis pandangan yuridis Maliki serta Syathibi tentang betapa mendesaknya tahu Al-Qur’an menjadi suatu ajaran yg padu dan kohesif ke dalam gerakan pertama menurut metodenya (Taufiq, 1990 : 103) Kedua, menaruh materi disiplin ilmu-ilmu Islam secara historis, kritis serta keseluruhan. Disiplin ilmu-ilmu Islam itu mencakup: Teologi, hukum etika, ilmu-ilmu sosial dan filsafat (Rahman, op.cit : 20)

d. Pendidik (Mu’allim)
Untuk menerima kualitas pendidik misalnya itu pada lembaga-forum pendidikan Islam dewasa ini sangat sulit sekali. Hal ini dibuktikan Rahman, melalui pengamatannya terhadap perkembangan pendidikan Islam di beberapa negara Islam. Ia melihat bahwa pendidik yg berkualitas serta profesional dan mempunyai pikiran-pikiran yg kreatif dan terpadu yang mampu menafsirkan hal-hal yg usang pada bahasa yang baru sejauh menyangkut substansi serta berakibat hal-hal yang baru menjadi alat yg berguna buat idealita masih sulit ditemukan dalam masa terbaru (Rahman, Op.cit. : 139). Masalah kelangkaan energi pendidik misalnya ini telah melanda hampir seluruh negara Islam.

Dalam mengatasi kelangkaan tenaga pendidik misalnya itu, Rahman menawarkan beberapa gagasan: Pertama, merekrut serta mempersiapkan siswa yg mempunyai talenta-talenta terbaik serta mempunyai komitmen yang tinggi terhadap lapangan kepercayaan (Islam). Anak didik seperti ini harus dibina dan diberikan bonus yang memadai buat membantu memnuhi keperluannya dalam peningkatan karir intelektual mereka (Ibid). Apabila hal ini nir segera dilakukan maka upaya buat membangun pendidik yg berkualitas tidak akan terwujud. Sebab hampir sebagian akbar pelajar yang memasuki lapangan pendidikan agama merupakan mereka yg gagal memasuki karir-karir yang lebih basah.

Kedua, mengangkat lulusan mdrasah yg nisbi cerdas atau memilih sarjana-sarjana terkini yang telah memperoleh gelar doktor pada universitas-universitas Barat serta sudah berada pada lembaga-forum keilmuan tinggi menjadi pengajar akbar-pengajar besar bidang studi bahasa Arab, bahasa Persi, serta sejarah Islam. Ketiga, para pendidik harus dilatih di pusat-puast studi keislaman di luar negeri khususnya ke Barat (Rahman, Op.cit. : 522). Hal ini pernah direalisasikan Rahman, sewaktu beliau menjabat direktur Institut Pusat Penelitian Islam (Rahman, Op.cit : 123). Atas gagasan Rahman ini, Institut yang dipimpinnya berhasil menerbitkan jurnal terencana ilmiah yang berbobot yaitu Islamic Studies. Melalui jurnal inilah para anggota institut mulai menyumbangkan karya riset nereka yang bermutu, di samping beberapa buku serta suntingan-suntingan menurut naskah-naskah klasik (Rahman, Loc.cit). Kasus institut ini melukiskan telah lahirnya kesarjanaan yang kreatif dan bertujuan.

Gagasan Rahman itu pula pernah diterapkan pada Indonesia melalui pengiriman pendidik atau tenaga guru IAIN yg potensial untuk melanjutkan studinya ke universitas pada negeri Barat yang memiliki pusat-pusat studi Islam. Awal dari impak positif pengiriman pengiriman pendidik ke luar negeri itu memang mulai terasa diantaranya seperti terlaksananya pembaruan sistem, metode serta teknik di bidang pengajaran dan penyempurnaan struktur kelembagaan serta susunan kurikulum.

Keempat, mengangkat beberapa lulusan madrasah yang mempunyai pengetahuan bahasa Inggris serta mencoba melatih mereka dalam teknik riset terbaru dan sebaliknya menarik para lulusan universitas bidang filsafat dan ilmu-ilmu sosial serta memberi meeka pelajaran bahasa Arab dan disiplin-disiplin Islam klasik seperti Hadis, serta yiurisprudensi Islam (Ibid.). Di sini tampak Rahman ingin memberikan bekal ilmu pengetahuan secara terpadu baik kepada para lulusan madrasah juga kepada mereka yang lulusan universitas. Sehingga melalui upayanya ini akan lahir pendidik-pendidik yang kreatif serta memiliki komitmen yang bertenaga terhadap Islam.

Kelima, menggiatkan para pendidik buat melahirkan karya-karya keislaman secara kreatif dan memiliki tujuan. Di samping menlulis karya-karya tentang sejarah, filsafat, seni, juga harus mengkonsentrasikannya pulang pada pemikiran Islam (Ibid),. Di samping itu para pendidik pula harus bersunggguh-benar-benar pada mengadakan penelitian serta berusaha untu menerbitkan karyanya tersebut. Bagi mereka yg mempunyai karya yg indah wajib diberi penghargaan diantaranya menggunakan menaikkan gajinya (Rahman, Loc.cit. : 522)