PENGERTIAN ILMU MENURUT PARA TOKOH

Pengertian Ilmu Menurut Para Tokoh
a. Prof. DR. Mohammad Hatta
Tiap-tiap ilmu adalah pengetahuan yg teratur tentang pekerjaan hukum kausal pada suatu golongan kasus yang sama tabiatnya, juga menurut kedudukannya tampak menurut luar, juga menurut bangunannya berdasarkan dalam.

b. Prof. DR. A. Baiquni (Guru Besar Universitas Gadjah Mada)
Science adalah general consensus dari warga yg terdiri berdasarkan para scientist.

c. Prof. DR. M. J. Langerveld (Pengajar Besar dalam Rijk Universiteit pada Utrecht-Belanda)
Pengetahuan ialah kesatuan objek yang mengetahui serta objek yg diketahui. Suatu kesatuan pada mana objek itu dicermati oleh subjek sebagai diketahuinya.

d. Ralph Ross serta Ernest Van Den Haag
Ilmu merupakan yang empiris, rasional, umum serta sistematik, serta ke-empatnya serentak.

e. Karl Pearson
Ilmu merupakan lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten mengenai fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.

f. Ashley Montagu
Ilmu adalah pengetahuan yg disusun pada satu sistem yg dari dari pengamatan, studi serta percobaan untuk menentukan hakikat prinsip mengenai hal yg sedang dikaji.

g. Harsojo
Ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang disistemasikan serta suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap semua global empiris yaitu dunia yg terikat sang faktor ruang dan waktu, global yang dalam prinsipnya bisa diamati sang panca indera manusia. Lebih lanjut ilmu didefinisikan sebagai suatu cara menganalisis yg mengijinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan suatu proposisi dalam bentuk : “ jika …. Maka“.

h. Afanasyef
Ilmu adalah segala yang diketahui manusia tentang alam, masyarakat serta pikiran. Ia mencerminkan alam dan konsep-konsep, katagori serta aturan-hukum, yang ketetapannya serta kebenarannya diuji menggunakan pengalaman simpel.

i. Communality, The Liang Gie 1991
Ilmu adalah sekumpulan proposisi sistematis yg terkandung dalam pernyataan-pernyataan yg sahih dengan karakteristik utama yang bersifat general, rational, objektif, sanggup diuji kebenarannya (verifikasi objektif), dan mampu sebagai milik generik.

j. J. Haberer 1972
Ilmu merupakan suatu hasil kegiatan insan yang merupakan kumpulan teori, metode dan praktek serta menjadi pranata dalam warga .

k. J.D. Bernal 1977
Ilmu merupakan suatu pranata atau metode yang membentuk keyakinan tentang alam semesta serta manusia.

l. E. Cantote 1977
Ilmu merupakan suatu output aktivitas manusia yg memiliki makna dan metode.1977 -1992

PENGERTIAN ILMU MENURUT PARA TOKOH

Pengertian Ilmu Menurut Para Tokoh
a. Prof. DR. Mohammad Hatta
Tiap-tiap ilmu merupakan pengetahuan yg teratur mengenai pekerjaan aturan kausal pada suatu golongan perkara yg sama tabiatnya, juga berdasarkan kedudukannya tampak berdasarkan luar, maupun berdasarkan bangunannya dari pada.

b. Prof. DR. A. Baiquni (Guru Besar Universitas Gadjah Mada)
Science adalah general consensus menurut rakyat yg terdiri berdasarkan para scientist.

c. Prof. DR. M. J. Langerveld (Pengajar Besar dalam Rijk Universiteit di Utrecht-Belanda)
Pengetahuan ialah kesatuan objek yg mengetahui dan objek yang diketahui. Suatu kesatuan dalam mana objek itu ditinjau sang subjek sebagai diketahuinya.

d. Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag
Ilmu merupakan yang realitas, rasional, umum serta sistematik, dan ke-empatnya serentak.

e. Karl Pearson
Ilmu merupakan lukisan atau berita yang komprehensif serta konsisten mengenai keterangan pengalaman dengan kata yg sederhana.

f. Ashley Montagu
Ilmu adalah pengetahuan yg disusun dalam satu sistem yang asal berdasarkan pengamatan, studi serta percobaan buat memilih hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.

g. Harsojo
Ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yg disistemasikan serta suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia realitas yaitu dunia yg terikat oleh faktor ruang serta waktu, dunia yang dalam prinsipnya bisa diamati sang panca indera manusia. Lebih lanjut ilmu didefinisikan menjadi suatu cara menganalisis yg mengijinkan pada pakar-ahlinya buat menyatakan suatu proposisi dalam bentuk : “ bila …. Maka“.

h. Afanasyef
Ilmu adalah segala yg diketahui manusia tentang alam, rakyat serta pikiran. Ia mencerminkan alam serta konsep-konsep, katagori serta aturan-aturan, yg ketetapannya serta kebenarannya diuji dengan pengalaman simpel.

i. Communality, The Liang Gie 1991
Ilmu merupakan sekumpulan proposisi sistematis yg terkandung pada pernyataan-pernyataan yang sahih dengan karakteristik pokok yg bersifat general, rational, objektif, sanggup diuji kebenarannya (verifikasi objektif), serta sanggup sebagai milik umum.

j. J. Haberer 1972
Ilmu merupakan suatu output aktivitas manusia yang adalah kumpulan teori, metode serta praktek serta menjadi pranata dalam rakyat.

k. J.D. Bernal 1977
Ilmu adalah suatu pranata atau metode yg membentuk keyakinan mengenai alam semesta dan manusia.

l. E. Cantote 1977
Ilmu merupakan suatu hasil kegiatan manusia yg memiliki makna dan metode.1977 -1992

PENGERTIAN ILMU TAUHID NAMANAMANYA YANG LAIN MANFAAT TUJUAN DAN SUMBERNYA

Pengertian Ilmu Tauhid, Nama-namanya yg lain, Manfaat, Tujuan serta Sumbernya 
A. Pengertian ilmu tauhid
Perkataan Tauhid asal menurut Bahasa Arab, masdar menurut kata Wahhada-Yuwahhidu. Secara Etimologis, tauhid berarti Keesaan. Maksudnya, ittikad atau keyakinan bahwa Allah SWT adalah Esa, Tunggal; Satu. Pengertian ini sejalan menggunakan pengertian Tauhid yang dipakai pada Bahasa Indonesia, yakni “ Keesaan Allah “ ; Mentauhidkan berarti mengakui keesaan Allah ; Mengesakan Allah. 

Husain Affandi al-Jasr berkata : “ Ilmu Tauhid merupakan ilmu yg membahas hal-hal yang memutuskan Akidah kepercayaan dengan dalil-dalil yang meyakinkan “.

Dengan redaksi yg tidak sinkron dan sisi pandang yang lain, ibnu Khaldun menyampaikan bahawa Ilmu Tauhid adalah : “ Ilmu yang berisi alasan-alasan dari aqidah keimanan dengan dalildalil Aqliyah dan berisi jua alas an-alsan bantahan terhadap orangorang yg menyeleweng Aqidah Salaf dan Ahli Sunnah “. Disamping definisi-definisi di atas masih banyak definisi yang lain yang dikemukakan oleh para Ahli. Nampaknya, belum terdapat kesepakatan istilah dintara mereka tentang definisi ilmu tauhid ini.

Meskipun demikian, apabila disimak apa yg tersurat dan tersirat dari definisi-definisi yg diberikan mereka, masalah tauhid berkisarpada duduk perkara-problem yang berhubungan dengan Allah, Rasul, atau Nabi, serta hal-hal yg berkenaan dengan kehidupan insan yang sudah mati.

Para Ulama’ sependapat, memeriksa Tauhid hukumnya wajib bagi seorang Muslim, kewajiban itu bukan saja didasarkan pada alas an rasio bahwa Aqidah adalah dasar pertama dan utama pada islam, tetapi jua berdasarkan dalam dalil-dalil naqli, Al-Qur’an dan Hadist.

B. Nama-nama Ilmu Tauhid
Ilmu ini dinamakan ilmu tauhid lantaran utama bahasannya dititik beratkan pada keesaan Allah SWT. Ilmu ini dinamakn ilmu kalam lantaran pada pembahasannya mengenai keberadaan Tuhan serta hal-hal yg berhubungan dengan-Nya digunakan argumentasiargumentasi filosofis dengan menggunakan Logika atau Mantik.

Ilmu Tauhid dinamakan juga ilmu Ushuluddin karena objek bahasan utamanya merupakan dasar-dasar agama yang merupakan perkara esensial pada ajaran islam.

Meskipun nama yang diberikan berbeda-beda, namun inti utama pembahasan ilmu tauhid merupakan sama, yaitu wujud Allah SWT serta hal-hal yg berkaitan menggunakan-Nya.

C. Manfaat, Tujuan, serta Sumber ilmu Tauhid
Tauhid nir hanya sekedar diketahui serta dimiliki sang Seseorang, tetapi lebih dari itu, dia harus dihayati menggunakan baik serta sahih, pencerahan seseorang akan tugas dan kewajiban sebagai hamba Allah akan muncul dengan sendirinya. Hal ini nampak dalam halpelaksanaan ibadat, tingkah laku , perilaku, perbuatan, dan perkataannya sehari-hari.

Maksud serta tujuan tauhid bukanlah sekedar mengakui bertauhid saja tetapi lebih jauh dari itu, karena tauhid mengandung sifat-sifat :
1. Sebagai asal dan motifator perbuatan kebajikan serta keutamaan.
2. Membimbing insan ke jalan yang sahih, sekaligus mendorong mereka buat mengerjakan ibadah menggunakan penuh keikhlasan.
3. Mengeluarkan jiwa insan menurut kegelapan, kekacauan serta kegoncangan hayati yg dapat menyesatkan.
4. Mengantarkan insan pada kesempurnaan lahir dan batin.

Karena ilmu tauhid adalah output kajian para Ulama’ terhadap al-Qur’an dan Hadist, maka kentara, sumber ilmu tauhid adalah alQur’an serta Hadist. Tetapi pada pengembangannya, kedua sumber pada hidup suburkan sang rasio serta dalil-dalil aqli.

BAB II
Pertumbuhan dan Perkembangan ilmu Tauhid
A. Lahirnya ilmu tauhid
Apa yg melatarbelakangi eksistensi tauhid menjadi ilmu yg berdiri sendiri ? Sebenarnya banyak sekali factor yang mendorong kehadiran tauhid sebagai ilmu. Namunjika dikaji secara keseluruhan, beliau bisa dikelompokkan pada dua faktor yaitu intern serta ekstern. Berikut ini kompendium menurut uraian Ahmad Amin dalam bukunya Dhuha Al-Islam tentang ke 2 factor tadi.1. Faktor Intern Yang dimaksud menggunakan faktor intern merupakan factor yg asal berdasarkan islam sendiri. Faktor-faktor tersebut merupakan :

a. Al-Qur’an disamping berisi kasus ketauhidan, kenabian. Dan lain-lain berisi pula semacam apologi dan polemic, terutama terhadap kepercayaan -agama yg ada dalam waktu itu, contohnya :

1. Surat al-Maidah ayat 116 berisi penolakan terhadap ketuhanan Nabi Isa.

b. Pada periode pertama masalah keimanan tidak dipersoalkan secara mendalam. Setelah Nabi wafat serta Ummat islam bersentuhan dengan kebudayaan dan peradaban asing, mereka mulai mengenal Filsafat, merekapun menfilsafati al-Qur’an, terutama ayat-ayat yang secara lahir nampak satu sama lain nir sejalan, bahkan kelihatan bertentangan. Hal tersebut perlu dipecahkan sebaik mungkin, dan buat memecahkannya perlu sutu ilmu tersendiri.

c. Masalah politik, terutama yang berkenaan menggunakan khalifah, menjadi factor juga dalam kelahiran ilmu tauhid.

2. Faktor Ekstern
Yang dimaksud menggunakan faktor ekstern adalah factor yang tiba berdasarkan luar islam. Faktor tersebut antara lain merupakan pola piker ajaran agama lain yang dibawa sang orang tertentu, termasuk Umat Islam yang dahulunya menganut agama lain ke dalam ajaran islam.

B. Ketauhidan pada Zaman Nabi serta Khulafaur Rasyidin
Pada zaman khalifah Abu Bakar ( 632-634 M ) dan Umar bin Khattab ( 634-644 ) problema keagamaan pula masih relative keciltermasuk perkara aqidah. Tapi sehabis Umar wafat serta Ustman bin Affan naik tahta ( 644-656 ) fitnah pun timbul. Abdullah bin Saba’, seseorang Yahudi berasal Yaman yg mengaku Muslim, galat seorang penyulut pergolakan.

Hal ini berpengaruh pada perkembangan tauhid, terutama lahir dan tumbuhnya genre-genre Teologi pada islam sebagaimana dijelaskan nanti dalam Bab VII.

C. Ketauhidan di Zaman Bani Umayyah serta seterusnya
Pada zaman Bani Umayyah ( 661-750 M ) perkara aqidah menjadi perdebatan yang hangat pada kalangan umat islam. Di zaman inilah lahir banyak sekali aliran teologi seperti Murji’ah, Qadariah, Jabariah dan Mu’tazilah.

Pada zaman Bani Abbas ( 750-1258 M ) Filsafat Yunani dan Sains banyak dipelajari Umat Islam. Masalah Tauhid menerima tantangan relatif berat.kaum Muslimin nir bisa mematahkan argumentasi filosofis orang lain tanpa mereka menggunakan senjata filsafat dan rasional jua. Untuk itu bangkitlah Mu’tazilah mempertahankan ketauhidan dengan argumentasi-argumentasi filosofis tersebut.

Namun perilaku Mu’tazilah yg terlalu mengagungkan logika serta melahirkan berbagai pendapat controversial menyebabkan kaum tradisional tidak menyukainya.

Akhirnya lahir genre Ahlussunnah Waljama’ah dengan Tokoh besarnya Abu Hasan Al-Asy’ari serta Abu Mansur Al-Maturidi.

BAB III
Tauhid dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist
Pada dasarnya inti pokok ajaran al-Qur’an adalah Tauhid, Nabi Muhaammad SAW diutus Allah pada Umat manusia merupakan jua buat mengajarkan ketauhidan tersebut, Lantaran itu ajaran Tauhid yang masih ada pada dalam al-Qur’an dipertegas dan diperjelas sang Rasulullah SWA sebagaimana tercermin dalam Hadistnya.

Penegasan Allah SWT pada al-Qur’an yang berkata bahwa Allah SWT itu Maha Esa, antara lain :
1. Surat Al-nrimo ayat 1 sampai menggunakan 4
2. Surat Al-Zumar ayat 4
3. Surat Al-Baqarah ayat 163
4. Surat An-Nisa’ ayat 171 
5. Surat Al-Maidah ayat 73
6. Surat Al-Anbiya’ ayat 22Keesaan Allah SWT tidak hanya keesaan dalam zat-Nya, tapi pula esa dalam sifat dan af’al ( perbuatan )-Nya. Yang dimaksud Esa dalam zat merupakan Zat Allah itu tidak tersusun berdasarkan beberapa juzu’ ( bagian ). Esa pada sifat berarti sifat Allah nir sama dengan sifatsifat yg lain dan tidak seorangpun yg mempunyai sifat sebagaimana sifat Allah SWT.

BAB IV
Naluri Beragama
Pada dasarnya setiap manusia memiliki fitrah berupa kepercayaan terhadap adanya zat yang Maha Kuasa, yg dalam kata kepercayaan dianggap Tuhan. Para ahli Tafsir mengungkapkan, fitrah merupakan ciptaan atau insiden yang orisinil, kalau ada manusia lalu nir beragama tauhid berarti sudah terjadi penyimpangan dari fitrahnya. Hal ini disebabkan oleh dampak lingkungan loka beliau hayati, pemikiran yg menjauhkan berdasarkan kepercayaan tauhid dan sebagainya.

Karena insting beragama tauhid adalah fitrah maka ketauhidan dalam diri seseorang telah ada sejak dia dilahirkan, buat menyalurkan dan memantapkan insting itu, Allah SWT mengutus Nabi atau Rasul yg menaruh bimbingan serta petunjuk ke jalan yang sahih sehingga manusia terhindar berdasarkan kesesatan.

BAB V
Aplikasi Keimanan dalam aneka macam Aspek Kehidupan
A. Perbedaan antara Filsafat serta Ilmu Kalam.
Secara ringkas bisa dikemukakan bahwa perbedaan antara ilmu kalm dan filsafat adalah :
1. Dalam ilmu kalam, filsafat dijadikan sebagai indera untuk membenarkan ayat-ayat al-Qur’an, sedangkan dalam filsafat sebaliknya, ayat-ayat al-Qur’an dijadikan bukti buat membenarkan output-hasil filsafat.

2. Pembahasan pada ilmu kalam terbatas pada hal-hal yg tertentu saja.masalah yg dimustahilkan al-Qur’an mengetahui nir dibahas sang ilmu kalam tetap dibahas oleh filsafat.

B. Tauhid sebagai Aqidah dan Filsafat Hidup.
Akidah islam seringkali dianggap tauhid. Ajaran tauhid dianggap juga ajaran monoteisme, Akidah ini telah ada sejak zaman Nabi Adam a.S. Menjadi seoarang Nabi dan Rasul, Adam sudah membawa Akidah ketauhidan tadi, suatu akidah yang diberikan Allah pada dia.

Karena itu, Umat islam konfiden, Nabi Adam menganut paham monoteisme dan nir mungkin menganut paham politeisme/kemusyrikan. Nabi Adam tahu benar mengenai Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT.

Dengan keyakinan bahwa Akidah ketauhidan telah ada semenjak Nabi Adam a.S. Umat islam menolak teori ch. Darwin dan pengikutnya tentang evolusi mengenai asal-usul kepercayaan .alasan yg biasa dikemukkan pada penolakan teori tersebut merupakan menjadi berikut :
1. Kalau agama islam ada melalui proses evolusi sesuai dengan taraf dan kemajuan ilmu pengetahuan berarti agama islam merupakan produk insan. Sedangkan islam merupakan kepercayaan wahyu, dating dari Allah SWT. Ia bukan kebudayaan, sekalipun ia melahirkan kebudayaan serta peradaban.

2. Kalau Adam a.S merupakan seorang Nabi, tentu beliau diberi bekal sang Allah SWT menggunakan kepercayaan tauhid atau monoteisme.

Dalam kepercayaan Umat berima, Adam merupakan Nabi. Ilmu Tauhid secara garis besar merupakan ilmu yang menilik bagaimana bertauhid dengan baik dan benar sinkron dengan petunjuk al-Qur’an dan Hadist. Petunjuk al-Qur’an serta Hadist inilah yg dikaji secara mendalam sang para Ulama’. Namun lantaran pola piker, latar belakang, metode pendekatan, dan sudut pandang yg tidak selaras, hasil pemikiran merekapun selalu tidak sama. Jangankan antar Madzhab, pada pada satu Madzhab saja perbedaan itu terjadi, sehingga timbul sekte-sekte.

Jalan yg paling aman serta dekat buat mengenal Tuhan adalah menggunakan memperhatikan serta meneliti alam semesta. AlQur’an selalu mendorong insan agar mau memperhatikan dan memikirkan apa yg terdapat dan terjadi di dalam alam raya ini, bukan saja alam yg berada di luar dirinya, akan tetapi pula apa yg ada pada diri insan itu sendiri.C. Pendidikan dan Pengajaran Tauhid.

Pendidikan dan pengajaran merupakan hal yang krusial bagi kehidupan insan. Dengan pendidikan dan pedagogi itulah Umat manusia dapat maju serta berkembang biak, melahirkan kebudayaan dan peradaban positif yg membawa kepada kebahagiaan serta kesejahteraan hidup mereka. Yang dimaksud dengan pendidikan tauhid di sini artinya pemberian bimbingan pada murid supaya dia memiliki jiwa tauhid yg kuat serta mantap serta mempunyai tauhid yg baik dan sahih. 

Bimbingan itu dilakukan tidak hanya dengan lisan dan goresan pena, namun juga bahkan ini yang terpenting menggunakan sikap, tingkah laku perbuatan. Sedangkan yang dimaksud menggunakan pengajaran tauhid merupakan anugerah pengertian tentang ketauhidan, baik dalam kebahagiaan hayati dunia serta ukhrawi.

Pendidikan serta pengajran tauhid, baik yg herbi akidah juga pada kaitan dengan ibadah, akanmenanamkan keikhlasan dalam diri seorang pada setiap tindakan atau perbuatan pengabdiannya. Keikhlasan pada mengabdi kepada Allah inilah yang menciptakan tauhid bagaikan pisau bermata dua, satu segi buat kehidupan pada Akhirat, sisi lain buat kehidupan di global.

D. Tauhid dan Pembinaan Kepribadian.
Pembentukan kepribadian taqwa berkaitan sangat erat menggunakan tauhid. Penanaman tauhid yg baik serta benar kepada anak akan sangat memilih terwujudnya kepribadian takwa tersebut. Pertama, tauhid merupakan fondasi yang diatasnya berdiri bangunan-bangunan kehidupan manusia, termasuk jepribadiannya, menggunakan makin bertenaga dankokohnya tauhid, makin baik dan paripurna kepribadian takwa seseorang. Kedua, tauhid merupakan aspek batin yg menaruh motivasi serta arah bagi perkembangan kepribadian manusia.

E. Tauhid dan Kesehatan mental.
Jika akidah atau keyakinan sebagaimana diajarkan islam pada atas tertanam pada jiwa seseorang, mentalnya akan bertenaga, jiwa tidak tergoncang hanya sang lantaran orang lain nir memberikan penghargaan kepada-Nya.

F. Ilmu dan Akidah.
Dalam membina akidah dan ibadah, kepercayaan pula tidak mampu berjalan sendiri, Ia harus dibantu oleh ilmu pengetahuan. Ilmu dapat mengungkapkan dan menafsirkan arti dan makna akidah serta ibadah secara rsional sehingga dia tidak hanya diterima menggunakan rasa ( iman ) tapi juga diterima dengan rasio. Hal ini akan lebih memantapkan rasa keberagamaan serta keyakinan seorang serta menumbuhkan kesadarannya yang mendalam buat memperkuat iman serta melaksanakan ibadah menggunakan baik dan benar.

BAB VI
Manusia dan Lingkungan Hidup pada Akidah Islam
Sebenarnya jauh sebelum masalah lingkungan hayati ada ke bagian atas dan menjadi info internasioanl, al-Qur’an sudah memberikan isyarat pada manusia tentang perlunya perhatian serta pemeliharaan lingkungan hayati itu, al-Qur’an jua mengisyaratkanbahwa insan sangat berperan buat membentuk lingkungan hayati yang baik serta serasi.

Berdasarkan ayat dan hadist yg sudah dikemukakan di atas, dapat pada ambil konklusi bahwa ajaran islam yang berintikan akidah islamiyah dapat membangkitkan pencerahan ekologis pada manusia, bagaimana seharusnya ia bergaul menggunakan lingkungan hidupnya, baik lingkungan yang hayati biotis ataupun benda mangkat ( abiotis ).

Di samping factor manusia, gangguan lingkungan hidup mampu pula terjadi lantaran factor alam itu sendiri. Misalnya, gempa bumi, angin topan, gunung meletus dan banjir. Faktor alami ini terjadi pula terdapat yg berkaitan dengan factor manusia, seperti banjir yg terjadi akibat penebangan kayu atau penggundulan hutan.

BAB VII
Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Tauhid
A. Pembahasan pada ilmu tauhid.
Aspek pokok dalam ilmu tauhid adalah keyakinan akan eksistensi Allah yang maha sempurna, maha Kuasa dan memiliki sifat-sifat kesempurnaan lainnya. Karena itu juga, ruang lingkup pembahasan pada ilmu tauhid yg pokok merupakan :
1. Hal-hal yang berhubungan dengan Allah SWT atau yang seringkali diklaim dengan istilah Mabda. . Dalam bagian ini termasuk jua bagian takdir.
2. Hal yang herbi utusan Allah menjadi mediator antara insan serta Allah atau diklaim jua washilah mencakup : Malaikat, Nabi/ Rasul, dan Kitab-kitab Suci.
3. Hal-hal yg berhubungan dengan hari yang akan tiba, atau diklaim pula maad, meliputi : Surga, Neraka dan sebagainya.

B. Aspek-aspek dalam ilmu tauhid.
Bagian-bagian tauhid sebagai ilmu dapat dibagi dalam lima aspek : Tauhid Rububiyah, tauhid Uluhiyah/ubudiyah, tauhid sifat, tauhid qauli dan tauhid amali.

C. Masalah-masalah yg bertentangan menggunakan tauhid.
Secara garis akbar, masalah-perkara yg bertentangan dengan tauhid adalah kekafiran, kemusyrikan, kemurtadan, serta kemunafikan.

BAB VIII
Pertumbuhan serta Perkembangan aliran-aliran dalam Ilmu Tauhid/Kalam
A. Awal mula keluarnya perkara teologi pada islam.
Memang, kabar sejarah menerangkan, problem pertama yg muncul pada kalangan umat islam yg mengakibatkan kaum muslimin terpecahj ke pada beberapa firqah ( grup/golongan ) merupakan masalah politik. Dari kasus ini kemudian lahir berbagaikelompok serta genre teologi dengan pandangan dan pendapat yg berbeda.

1. Khawarij
Adapun yang dimaksud khawarij merupakan suatu sekte pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalakan barisan karena ketidak sepakatan tyerhadap keputusan ali yang mendapat arbitrase ( Tahkim ).

Secara generik ajaran-ajaran utama khawarij merupakan : 
1. Orang islam yg melakukan dosa besar merupakan kafir.
2. Orang-orang yang terlibat pada perang jamal ( antara Aisyah, Thalhah serta Zubair menggunakan Ali bin Abi Thalib ) dan para pelaku tahkim termasuk yg mendapat dan membenarkan dihukumkan kafir.
3. Khalifah wajib dipilih pribadi sang Rakyat.

2. Murji’ah
a. Sejarah timbulnya.
Satu hal yang sulit diketahui dengan pasti ialah siapa sebenarnya pendiri atau tokoh Ulama’ genre ini. Menurut Syahrastani, Husain bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib merupakan orang yg pertama yg menyebut irja’. Akan namun, hal ini belum memperlihatkan bahwa ia adalah pendiri Murji’ah.

Hal-hal yg melatar belakangi kehadiran Murji’ah antara lain :
1. Adanya disparitas pendapat antara orang Syi’ah serta khawarij.
2. Adanya pendapat yang menyalahkan Aisyah dan mitra-mitra yg mengakibatkan terjadinya perang jamal.
3. Adanya pendapat yg menyalahkan orang yg ingin merebut kekuasaan Ustman bin Affan .

b. Ajaran-ajaran Murji’ah
a) Iman hanya membenarkan di dalam hati.
b) Orang islam yg melakukan dosa besar nir dihukumi kafir, selama ia mengakui 2 kalimah syahadah.
c) Hukum terhadap perbuatan insan ditangguhkan hingga hari kiamat.

c. Tokoh-tokoh pada sekte Murji’ah.
Pemimpin Ulama madzhab murji’ah adalah Hasan bin Bilal AlMuzni, Abu Sallat al Samman dan Dirar bin Umar.

Tokoh Murji’ah yang moderat adalah Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib.

3. Qadariyah
Madzhab Qadariyah timbul sekitar tahun 70 H ( 689 M ).

Ajaran-ajaran ini banyak persamaannya dengan Mu’tazilah. Tokoh Ulama’ Qadariyah merupakan Ma’bad Al-Juhari serta Ghailan Al-Dimasqi.

Pokok aliran Qadariyah antara lain merupakan insan mempunyai kemampuan buat bertindak ( Qudrah ) serta menentukan atau berkehendak.

Kehadiran Qadariyah adalah isyarat penentangan terhadap politik pemerintahan Bani Umayyah, genre ini selalu mendapat tekanan menurut pemerintah, tetapi paham Qadariyah tetap berkembang. Dalam perkembangannya, paham ini tertampung pada madzhab mu’tazilah. 

4. JabariyahMadzhab ini ada bersamaan dengan kehadiran Qadariyah.
Paham Qadariyah dalam mulanya dipelopori sang Ja’d bin Dirham. Pokok-utama paham Jabariyah Menurut Jabariyah, manusia nir mempunyai kemampuan buat mewujudkan perbuatannya serta tidak memiliki kemampuan buat menentukan.

Menurut paham ini insan nir hanya bagaikan wayang yg digerakkan oleh dalang akan tetapi insan nir memiliki bagian sama sekali dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.

5. Mu’tazilah
Mu’tazilah lahir dalam abad ke dua H dengan Tokoh utamanya Washil bin Atha’. Pokok-utama ajaran Mu’tazilah Ada 5 prinsip ajaran Mu’tazilah yang dirumuskan oleh Tokoh akbar aliran ini, Abu Huzail Al-Hallaf :
1. Al-Tauhid (keesaan Tuhan )
2. Al-Adl ( keadilan-keadilan )
3. Al-Wa’du wal Wa’id ( janji dan ancaman )
4. Al-Manzilah bain al- Manzilatain
5. Amar Ma’ruf nahi Munkar. 

Tokoh-tokoh Mu’tazilah, Washil bin Atha’, Abu Hudzail Al-Hallaf, Al-Nazzam, Al-Jubb’ai.

6. Ahlussunnah wal jama’ah
Ahlussunnah berarti pengikut Sunnah Nabi Muhammad SAW, dan Jama’ah merupakan Sahabat Nabi, jadi Ahlussunnah mengandung arti “ Penganut sunnah ( I’tikad ) Nabi serta para Sahabat dia.tokoh utamanya : Abu Al-Hasan Al-Asy’ari serta Abu Mansur Al Maturidi.
* Kelebihan menurut Makalah ini adalah Penjelasan yang sangat rinci beserta menggunakan definisi berbahasa Arab, jadi semua itu mendukung kita dalam tahu ilmu kalam pada kitab ini.
* Kekurangannya : Peletakan antara definisi yang satu menggunakan definisi yg lain nir beraturan.

FILSAFAT DAN METODOLOGI ILMU DALAM ISLAM DAN PENERAPANNYA DI INDONESIA

Filsafat Dan Metodologi Ilmu Dalam Islam Dan Penerapannya Di Indonesia
Islam sudah menjadi kajian yang menarik minat banyak kalangan. Studi keislaman pun semakin berkembang. Islam nir lagi dipahami hanya pada pengertian historis serta doktriner, tetapi sudah sebagai fenomena yg kompleks. Islam nir hanya terdiri dari rangkaian petunjuk formal mengenai bagaimana seseorang individu harus memaknai kehidupannya. Islam sudah sebagai sebuah sistem budaya, peradaban, komunitas politik, ekonomi serta bagian sah dari perkembangan global. Mengkaji dan mendekati Islam, nir lagi mungkin hanya berdasarkan satu aspek, karenanya diperlukan metode dan pendekatan interdisipliner.

Kajian agama, termasuk Islam, misalnya disebutkan pada atas dilakukan sang sarjana Barat dengan menggunakan ilmu-ilmu sosial dan humanities, sebagai akibatnya muncul sejarah kepercayaan , psikologi agama, sosiologi agama, antropologi agama, dan lain-lain. Dalam perjalanan dan pengembangannya, sarjana Barat bukan hanya menjadikan rakyat Barat sebagai lapangan penelitiannya, namun jua warga di negara-negara berkembang, yang lalu memunculkan orientalisme.

Sarjana Barat sebenarnya sudah lebih dahulu serta lebih lama melakukan kajian terhadap kenyataan Islam menurut pelbagai aspek: sosiologis, kultural, konduite politik, doktrin, ekonomi, perkembangan tingkat pendidikan, jaminan keamanan, perawatan kesehatan, perkembangan minat serta kajian intelektual, serta seterusnya.

Sementara itu, agama atau keagamaan sebagai sistem kepercayaan pada kehidupan umat manusia dapat dikaji melalui banyak sekali sudut pandang. Islam khususnya, sebagai kepercayaan yang telah berkembang selama empatbelas abad lebih menyimpan poly banyak kasus yang perlu diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan pemikiran kegamaan juga empiris sosial, politik, ekonomi dan budaya. Salah satu sudut pandang yg dapat dikembangkankan bagi pengkajian Islam itu merupakan pendekatan sejarah. Berdasarkan sudut pandang tersebut, Islam dapat dipahami pada banyak sekali dimensinya. Betapa banyak dilema umat Islam sampai dalam perkembangannya kini , bisa dipelajari dengan berkaca pada insiden-insiden masa lampau, sebagai akibatnya segala kearifan masa lalu itu memungkinkan buat dijadikan cara lain rujukan di dalam menjawab problem-masalah masa sekarang. Di sinilah arti pentingnya sejarah bagi umat Islam dalam khususnya, apakah sejarah sebagai pengetahuan ataukah dia dijadikan pendekatan didalam mempelajari kepercayaan .

Bila sejarah dijadikan menjadi sesuatu pendekatan buat mempelajari agama, maka sudut pandangnya akan bisa membidik aneka-ragam peristiwa masa lampau. Sebab sejarah menjadi suatu metodologi menekankan perhatiannya pada pemahaman aneka macam gejala dalam dimensi waktu. Aspek kronologis sesuatu gejala, termasuk gejala agama atau keagamaan, merupakan ciri khas pada pada pendekatan sejarah. Lantaran itu penelitian terhadap tanda-tanda-gejala kepercayaan menurut pendekatan ini haruslah dipandang segi-segi prosesnya serta perubahan-perubahannya. Bahkan secara kritis, pendekatan sejarah itu bukanlah sebatas melihat segi pertumbuhan, perkembangan dan keruntuhan mengenai sesuatu peristiwa, melainkan jua mampu memahami tanda-tanda-gejala struktural yg menyertai insiden. Inilah pendekatan sejarah yg sesungguhnya perlu dikembangkan pada pada penelitian masalahmasalah kepercayaan .

Makalah ini berusaha membahas mengenai karakteristik pendekatan sejarah sebagai galat satu pendekatan pada pada Studi Islam menggunakan didahului pembahasan seputar aspek Studi Islam.

A. Studi Islam menjadi Disiplin Ilmu
Munculnya istilah Studi Islam, yang di global Barat dikenal menggunakan kata Islamic Studies, pada global Islam dikenal dengan Dirasah Islamiyah, sesungguhnya telah didahului sang adanya perhatian akbar terhadap disiplin ilmu agama yang terjadi pada abad ke sembilan belas di global Barat. Perhatian ini pada tandai dengan munculnya berbagai karya dalam bidang keagamaan, seperti: kitab Intruduction to The Science of Relegion karya F. Max Muller menurut Jerman (1873); Cernelis P. Tiele (1630-1902), P.D. Chantepie de la Saussay (1848-1920) yang berasal dari Belanda. Inggris melahirkan tokoh Ilmu Agama seperti E. B. Taylor (1838-1919). Perancis mempunyai Lucian Levy Bruhl (1857-1939), Louis Massignon (w. 1958) serta sebagainya. Amirika membuat tokoh misalnya William James (1842-1910) yang dikenal melalui karyanya The Varieties of Relegious Experience (1902). Eropa Timur menampilkan Bronislaw Malinowski (1884-1942) berdasarkan Polandia, Mircea Elaide menurut Rumania. Itulah sebagian nama yg dikenal dalam global ilmu agama, walaupun nir seluruhnya dapat penulis sebutkan di sini.

Tidak hanya pada Barat, pada Asia pun ada beberapa tokoh Ilmu Agama. Di Jepang muncul J. Takakusu yang berjasa memperkenalkan Budhisme pada penghujung abad kesembilan belas serta T. Suzuki dengan sederaetan karya ilmiahnya mengenai Zen Budhisme. India mempunyai S Radhakrishnan selaku pundit Ilmu Agama maupun filsafat India, Moses D. Granaprakasam, Religious Truth an relation between Religions (1950), serta P. D. Devanadan, penulis The Gospel and Renascent Hinduism, yang diterbitkan pada London pada 1959. Serta filsafat analitis.

Berbeda dengan global Barat, Ilmu Agama (baca: Studi Islam) di global Islam telah lama timbul. Dalam global Islam dikenal beberapa tokoh pada banyak sekali disiplin ilmu. Dalam bidang yurisprudensi (hukum) dikenal tokoh seperti Abu Hanifah, Al-Syafi’I, Malik, serta Ahmad bin Hanbal. Dalam bidang ilmu Tafsir dikenal tokoh misalnya Al-Thabary, Ibn Katsir, Al-Zamahsyari, serta sebagainya dalam lebih kurang abad kedua dan keempat hijriyah. Dan akhirnya timbul tokoh-tokoh abad kesembilan belas seperti: Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, serta Abad kedua puluh misalnya Musthafa al-Maraghy, penulis Tafsir al-Maraghy. Di bidang kalam pun timbul tokh-tokoh akbar berdasarkan banyak sekali aliran: Khawarij, Murji’ah, Syi’ah, Asy’ariyah, serta Mu’tazilah. Penulis bidang ini diantaranya; al-Qadhi Abdul Jabbar, penulis al-Mughny dan Syarah al-Ushul al-Khamsah (w. 415 H). Di bidang Tasawuf melahirkan tokoh-tokoh misalnya al-qusyairi yang populer dengan Kitabnya Al-Risalah al-Qusyairiyah (w. 456), Abu Nasr al-Sarraj al-Thusy (w. 378 H), penulis al-Luma’, Al-Kalabadzi, penulis al-ta’arruf li Madzhab Ahl al-Tashawwuf, Abdul Qadir al-Jailany, penulis kitan Sirr al-Asrar, al-Fath al-Rabbaniy, dan sebagainya.

Walaupun secara realitas studi ilmu kepercayaan (baca: studi Islam [agama]) keberadaannya tidak terbantahkan, namun dikalangan para ahli masih terdapat perdebatan di kurang lebih permasalahan apakah dia (Studi Islam) dapat dimasukkan ke pada bidang ilmu pengetahuan, mengingat sifat serta karakteristik antara ilmu pengetahuan dan kepercayaan tidak selaras. Pembahasan di lebih kurang perseteruan ini banyak dikemukakan oleh para pemikir Islam dewasa ini. Amin Abdullah contohnya menyampaikan apabila penyelenggaraan dan penyampaian Islamic Studies, Studi Islam, atau Dirasah Islamiyah hanya mendengarkan dakwah keagamaan di kelas, kemudian apa bedanya menggunakan kegiatan pengajian dan dakwah yg telah ramai diselenggarakan pada luar bangku sekolah? Merespon sinyalemen tadi menurut Amin Abdullah, pangkal tolak kesulitan pengembangan scope daerah kajian studi Islam atau Dirasah Islamiyah berakar dalam kesukaran seorang agamawan buat membedakan antara yang bersifat normative serta histories. Pada tataran normativ kelihatan Islam kurang pas bila dikatakan menjadi disiplin ilmu, sedangkan untiuk dataran histories nampaknya relevan.

Tidak hanya kesukaran yang dihadapi oleh seorang agamawan saja, melainkan dosen serta pengajar juga mengalami hal yang sama. Banyak dijumpai seorang pengajar atau dosen yang tidak mengerti fungsi dan substansi mata pelajaran atau mata kuliah yang diajarkan. Sehingga poly anak didik atau mahasiswa yang nir tahu apa yg mereka pelajari, benar-benar ironis.

Pada tataran normativitas studi Islam agaknya masih banyak terbebani sang misi keagamaan yang bersifat memihak, romantis, serta apologis, sebagai akibatnya kadar muatan analisis, kritis, metodologis, historis, realitas, terutama pada mempelajari teks-teks atau naskah-naskah produk sejarah terdahulu kurang begitu ditonjolkan, kecuali pada lingkungan para peneliti tertentu yang masih sangat terbatas.

Dengan demikian secara sederhana bisa ditemukan jawabannya bahwa ditinjau menurut segi normatif sebagaimana yg terdapat dalam al-Qur’an serta Hadits, maka Islam lebih merupakan agama yang nir bisa diberlakukan kepadanya paradigma ilmu ilmu pengetahuan yaitu kerangka berpikir analitis, kiritis, metodologis, historis, dan empiris. Sebagai agama, Islam lebih bersifat memihak, romantis, apologis, dan subyektif. Sedangkan jika dilihat menurut segi historis, yakni Islam pada arti yang dipraktekkan sang insan serta tumbuh serta berkembang dalam kehidupan manusia, maka Islam dapat dikatakan menjadi sebuah disiplin ilmu, yakni Ilmu Ke-Islaman, Islamic Studies, atau Dirasah Islamiyah. 

Perbedaan pada melihat Islam yg demikian itu dapat mengakibatkan perbedaan pada mengungkapkan Islam itu sendiri. Ketika Islam dilihat dari sudut normatif, maka Islam adalah kepercayaan yg di dalamnya berisi ajaran Tuhan yg berkaitan menggunakan urusan akidah dan mu’amalah. Sedangkan ketika Islam dicermati menurut sudut histories atau sebagaimana yang nampak pada rakyat, maka Islam tampil menjadi sebuah disiplin ilmu (Islamic Studies).

Selanjutnya studi Islam sebagaimana yang dikemukakan di atas, tidak sama jua menggunakan apa yang diklaim menjadi Sains Islam. Sains Islam sebagaimana yang dikemukakan sang Sayyed Husen Nasr merupakan sains yg dikembangkan sang kaum muslimin semenjak abad kedua hijriyah, seperti kedokteran, astronomi, serta lain sebagainya.

Dengan demikian sains Islam meliputi aneka macam pengetahuan terbaru yang dibangun atas arahan nilai-nilai Islami. Sementara studi Islam merupakan pengetahuan yg dirumuskan dari ajaran Islam yang dipraktekkan dalam sejarah dan kehidupan manusia. Sedangkan pengetahuan kepercayaan merupakan pengetahuan yg sepenuhnya diambil dari ajaran-ajaran Allah serta Rasulnya secara murni tanpa dipengaruhi sang sejarah, misalnya ajaran tentang akidah, ibadah, membaca al-Qur’an serta akhlak.

Berdasarkan uraian di atas, berkenaan menggunakan Studi Islam menjadi sebuah disiplin ilmu tersendiri sangat terkait erat dengan duduk perkara metode serta pendekatan yang akan dipakai dalam melakukan pengkajian terhadapnya. Inilah yg sebagai topik utama pada kajian makalah ini. 

Metode serta pendekatan pada Studi Islam mulai diperkenalkan oleh para pemikir Muslim Indonesia sekita tahun 1998 serta menjadi mejadi matakuliah baru menggunakan nama Metodologi Studi Islam (MSI) yang diajarkan di lingkup Perguruan Tinggi Agama Islam di Indonesia.

B. Pertumbuhan dan Obyek Studi Islam
Studi Islam, pada masa-masa awal, terutama masa Nabi dan sahabat, dilakukan di Masjid. Pusat-pusat studi Islam sebagaimana yang dikatakan oleh Ahmad Amin, Sejarawan Islam pada masa ini, berada di Hijaz berpusat Makkah serta Madinah; Irak berpusat di Basrah dan Kufah dan Damaskus. Masing-masing daerah diwakili sang sahabat ternama.

Pada masa keemasan Islam, dalam masa pemerintahan Abbasiyah, studi Islam di pusatkan pada Baghdad, Bait al-Hikmah. Sedangkan pada pemerintahan Islam pada Spanyol pada pusatkan pada Universitas Cordova dalam pemerintahan Abdurrahman III yang bergelar Al-Dahil. Di Mesir berpusat di Universitas al-Azhar yg didirikan oleh Dinasti Fathimiyah berdasarkan kalangan Syi’ah.

Studi Islam sekarang berkembang hampir pada seluruh negara di dunia, baik Islam maupun yg bukan Islam. Di Indonesia studi Islam dilaksanakan di UIN, IAIN, STAIN. Ada juga sejumlah PTS yg menyelengggarakan Studi Islam seperti Unissula (Semarang) dan Unisba (Bandung).

Studi Islam di negara-negara non Islam diselenggarakan pada beberapa negara, diantaranya di India, Chicago, Los Angeles, London, dan Kanada. Di Aligarch University India, Studi Islam pada bagi mnjadi 2: Islam sebagai doktrin di kaji di Fakultas Ushuluddin yang mempunyai dua jurusan, yaitu Jurusan Madzhab Ahli Sunnah serta Jurusan Madzhab Syi’ah. Sedangkan Islam menurut Aspek sejarah di kaji di Fakultas Humaniora dalam jurusan Islamic Studies. Di Jami’ah Millia Islamia, New Delhi, Islamic Studies Program pada kaji pada Fakultas Humaniora yang membawahi pula Arabic Studies, Persian Studies, serta Political Science.

Di Chicago, Kajian Islam diselenggarakan pada Chicago University. Secara organisatoris, studi Islam berada pada bawah Pusat Studi Timur Tengah serta Jurusan Bahasa, dan Kebudayaan Timur Dekat. Dilembaga ini, kajian Islam lebih mengutamakan kajian mengenai pemikiran Islam, Bahasa Arab, naskah-naskah klasik, dan bahasa-bahasa non-Arab.

Di Amirika, studi Islam dalam umumnya mengutamakan studi sejarah Islam, bahasa-bahasa Islam selain bahasa Arab, sastra serta ilmu-ilmu social. Studi Islam di Amirika berada pada bawah naungan Pusat Studi Timur Tengah dan Timur Dekat.

Di UCLA, studi Islam dibagi menjadi empat komponen. Pertama, doktrin serta sejarah Islam; kedua, bahasa Arab; ketiga, ilmu-ilmu social, sejarah, serta sosiologi. Di London, studi Islam digabungkan dalam School of Oriental and African Studies (Fakultas Studi Ketimuran dan Afrika) yang mempunyai berbagai jurusan bahasa dan kebudayaan pada Asia serta Afrika.

Dengan demikian obyek studi Islam bisa dikelompokkan sebagai beberapa bagian, yaitu, asal-sumber Islam, doktrin Islam, ritual serta institusi Islam, Sejarah Islam, aliran serta pemikiran tokoh, studi daerah, dan bahasa.

C. Metode serta Pendekatan Sejarah dalam Studi Islam
Jika disepakati bahwa Studi Islam (Islamic Studies) sebagai disiplin ilmu tersendiri. Maka telebih dahulu wajib di bedakan antara fenomena, pengetahuan, serta ilmu. 

Setidaknya terdapat dua kenyataan yg dijumpai dalam hidup ini. Pertama, kenyataan yang disepakati (agreed reality), yaitu segala sesuatu yang dipercaya konkret karena kita bersepakat menetapkannya menjadi kenyataan; fenomena yg dialami orang lain dan kita akui menjadi fenomena. Kedua, kenyataan yang didasarkan atas pengalaman kita sendiri (experienced reality). Berdasarkan adanya dua jenis fenomena itu, pegetahuan pun terbagi menjadi 2 macam; pengetahuan yg diperoleh melalui persetujuan serta pengetahuan yg diperoleh melalui pengalaman langsung atau observasi. Pengetahuan pertama diperoleh menggunakan cara mempercayai apa yang dikatakan orang lain karena kita tidak belajar segala sesuatu melalui pengalaman kita sendiri.

Bagaimanapun beragamnya pengetahuan, namun terdapat satu hal yg mesti diingat, bahwa setiap tipe pengetahuan mengajukan tuntutan (claim) supaya orang membentuk apa yang diketahui menjadi sesuatu yg benar (valid) atau benar (true).

Kesahihan pengetahuan benyak bergantung pada sumbernya. Ada dua sumber pengetahuan yg kita peroleh melalui agreement: tradisi dan autoritas. Sumber tradisi merupakan pengetahuan yg diperoleh melalui warisan atau transmisi dari generasi ke generasi (al-tawatur). Sumber pengetahuan kedua merupakan autoritas (authority), yaitu pengetahuan yg didapatkan melalui inovasi-penemuan baru sang mereka yang memiliki kewenangan serta keahlian di bidangnya. Penerimaan autoritas menjadi pengetahuan bergantung dalam status orang yang menemukannya atau menyampaikannya.

Berbeda dengan pengetahuan, ilmu dalam arti science menunjukkan 2 bentuk pendekatan terhadap kenyataan (reality), baik agreed reality maupun experienced reality, melalui penalaran personal, yaitu pendekatan khusus buat menemukan kenyataan itu. Ilmu menunjukkan pendekatan khusus yg diklaim metodologi, yaitu ilmu buat mengetahui. 

Metode terbaik buat memperoleh pengetahuan adalah metode ilmiah (scientific method). Untuk tahu metode ini terlebih dahulu wajib dipahami pengertian ilmu. Ilmu pada arti science dapat dibedakan dengan ilmu dalam arti pengetahuan (knowledge). Ilmu merupakan pengetahuan yang sistematik. Ilmu mengawali penjelajahannya menurut pengalaman manusia dan berhenti pada batas penglaman itu. Ilmu dalam pengertian ini tidak menilik wacana surga maupun neraka karena keduanya berada diluar jangkauan pengalaman insan. Demikian juga tentang keadaan sebelum dan setelah mangkat , tidak sebagai obyek penjelajahan ilmu. Hal-hal misalnya ini menjadi kajian agama. Tetapi demikian, pengetahuan agama yg telah tersusun secara sistematik, terstruktur, dan berdisiplin, bisa juga dinyatakan sebagai ilmu kepercayaan .

Menurut Ibnu Taimiyyah ilmu apapun mempunyai dua macam sifat: tabi’ serta matbu’. Ilmu yang memiliki sifat yang pertama merupakan ilmu yang keberadaan obyeknya nir memerlukan pengetahuan si subyeknya tentang eksistensi obyek tadi. Sifat ilmu yg kedua, artinya ilmu yg keberadaan obyeknya bergantung dalam pengetahuan serta asa si subyek. 

Berdasarkan teori ilmu di atas, ilmu pada bagi pada dua cabang akbar. Pertama ilmu tentang Tuhan, dan kedua ilmu mengenai makhluk-makhluk kreasi Tuhan. Ilmu pertama melahirkan ilmu kalam atau teology, serta ilmu ke 2 melahirkan ilmu-ilmu tafsir, hadits, fiqh, serta metodologi dalam arti generik. Ilmu-ilmu kealaman dengan menggunakan metode ilmiah termasuk kedalam cabang ilmu kedua ilmu ini.

Ilmu pada kategori kedua, menurut Ibnu Taimiyyah dapat dipersamakan menggunakan ilmu berdasarkan pengertian para pakar ilmu modern, yakni ilmu yang didasarkan atas mekanisme metode ilmiah serta kaidah-kaidahnya. Yang dimaksud metode di sini merupakan cara mengetahui sesuatu menggunakan langkah-langkah yg sistematik. Sedangkan kajian mengenai kaidah-kaidah dalam metode tadi disebut metodologi. Dengan demikian metode ilmiah tak jarang dikenal sebagai proses logico-hipotetico-verifikasi yang merupakan adonan menurut metode deduktif serta induktif. Dalam kontek inilah ilmu kepercayaan dalam Studi Islam (Islamic Studies) yg menjadi disiplin ilmu tersendiri, harus dipelajari dengan memakai mekanisme ilmiah. Yakni harus menggunakan metode serta pendekatan yg sistematis, terukur berdasarkan kondisi-syarat ilmiah.

Dalam studi Islam dikenal adanya beberapa metode yang dipergunakan dalam tahu Islam. Penguasaan serta ketepatan pemilihan metode tidak dapat dipercaya sepele. Lantaran dominasi metode yang tepat bisa menyebabkan seorang dapat berbagi ilmu yg dimilikinya. Sebaliknya mereka yg tidak menguasai metode hanya akan sebagai konsumen ilmu, dan bukan menjadi pembuat. Oleh karena itu disadari bahwa kemampuan dalam menguasai materi keilmuan tertentu perlu diimbangi dengan kemampuan di bidang metodologi sehingga pengetahuan yang dimilikinya bisa dikembangkan.

Diantara metode studi Islam yg pernah terdapat pada sejarah, secara garis besar bisa dibagi sebagai dua. Pertama, metode komparasi, yaitu suatu cara tahu agama dengan membandingkan semua aspek yg ada dalam agama Islam tadi dengan kepercayaan lainnya. Dengan cara yg demikian akan dihasilkan pemahaman Islam yang obyektif dan utuh. Kedua metode buatan, yaitu suatu cara tahu Islam yang memadukan antara metode ilmiah dengan segala cirinya yang rasional, obyektif, kritis, dan seterusnya dengan metode teologis normative. Metode ilmiah digunakan buat memahami Islam yg nampak dalam kenyataan histories, realitas, dan sosiologis. Sedangkan metode teologis normative digunakan buat tahu Islam yang terkandung pada kitab kudus. Melalui metode teologis normative ini seseorang memulainya dari meyakini Islam menjadi kepercayaan kepercayaan yg mutlak sahih. Hal ini di dasarkan kerena agama berasal menurut Tuhan, serta apa yang asal dari Tuhan absolut benar, maka agamapun mutlak benar. Setelah itu dilanjutkan dengan melihat agama sebagaimana norma ajaran yang berkaitan dengan banyak sekali aspek kehidupan insan yang secara keseluruhan diyakini amat ideal.

Metode-metode yg digunakan buat tahu Islam itu suatu saat mungkin dpandang nir relatif lagi, sehingga dibutuhkan adanya pendekatan baru yg harus terus digali oleh para pembaharu. Dalam konteks penelitian, pendekatan-pendekatan (approaches) ini tentu saja mengandung arti satuan dari teori, metode, serta teknik penelitian. Terdapat poly pendekatan yg digunakan dalam memahami kepercayaan . Diantaranya merupakan pendekatan teologis normative, antropologis, sosiologis, psikologis, histories, kebudayaan, serta pendekatan filodofis. Adapun pendekatan yg dimaksud di sini (bukan pada konteks penelitian), merupakan cara pandang atau paradigma yang masih ada dalam satu bidang ilmu yg selanjutnya digunakan pada tahu kepercayaan . Dalam hubungan ini, Jalaluddin Rahmat, menandasakan bahwa agama dapat diteliti menggunakan memakai berbagai kerangka berpikir. Realitas keagamaan yg diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sinkron menggunakan kerangka paradigmanya. Lantaran itu tidak terdapat persoalan apakah penelitian kepercayaan itu penelitian ilmu social, penelitian filosofis, atau penelitian legalistic.

Mengenai banyaknya pendekatan ini, penulis nir akan menguraikan secara keseluruhan pendekatan yang terdapat, melaikan hanya pendekatan histories sinkron menggunakan judul pada atas, yakni pendekatan histories.

Sejarah atau histories adalah suatu ilmu yg pada dalamnya dibahas berbagai peristiwa menggunakan memperhatikan unsure loka, waktu, obyek, latar belakang, serta pelaku menurut peristiwa tadi. Menurut ilmu ini segala insiden dapat dilacak menggunakan melihat kapan insiden itu terjadi, pada mana, apa sebabnya, siapa yg terlibat pada insiden tersebut.

Melalui pendekatan sejarah seorang diajak menukik menurut alam idealis ke alam yang bersifat emiris serta mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yg masih ada dalam alam idealis menggunakan yang ada pada alam realitas serta histories.

Pendekatan kesejarahan ini amat diperlukan dalam memahami agama, lantaran gama itu sendiri turun pada situasi yg konkret bahkan berkaitan menggunakan kondisi social kemasyarakatan. Dalam hubungan ini Kuntowijoyo telah melakukan studi yg mendalam terhadap agama yg pada hal ini Islam, menurut pendekatan sejarah. Ketika ia mengusut al-Qur’an dia sampai pada satu kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan al-Qur’an itu terbagi sebagai dua bagian. Bagian pertama, berisi konsep-konsep, dan bagian ke 2 berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.

Dalam bagian pertama yang berisi konsep ini kita mendapati poly sekali istilah al-Qur’an yang merujuk kepada pengertian-pengertian normative yg khusus, doktrin-doktrin etik, anggaran-anggaran legal, serta ajaran-ajaran keagamaan pada umumnya. Istilah-kata atau singkatnya pernyataan-pernyataan itu mungkin diangkat menurut konsep-konsep yang telah dikenal sang warga Arab dalam waktu al-Qur’an, atau bias jadi adalah kata-kata baru yang dibentuk buat mendukung adanya konsep-konsep relegius yang ingin diperkenalkannya. Yang jelas istilah itu kemudian dintegrasikan ke pada pandangan global al-Qur’an, dan dengan demikian, lalu sebagai onsep-konsep yg otentik.

Dalam bagian pertama ini, kita mengenal banyak sekali konsep baik yang bersifat tak berbentuk maupun konkret. Konsep tentang Allah, Malaikat, Akherat, ma’ruf, munkar, serta sebagainya merupakan termasuk yang abstrak. Sedangkan konsep mengenai fuqara’, masakin, termasuk yang konkret.

Selanjutnya, apabila dalam bagian yg berisi konsep, al-Qur’an bermaksud membangun pemahaman yang komprehensif tentang nilai-nilai Islam, maka pada bagian yg ke 2 yang berisi kisah dan perumpamaan, al-Qur’an ingin mengajak dilakukannya perenungan buat memperoleh nasihat. Melalui pendekatan sejarah ini seorang diajak untuk memasuki keadaan yg sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini maka seseorag tidak akan memahami agama keluar menurut konteks historisnya. Seseorang yang ingin tahu al-Qur’an secara sahih misalnya, yg bersangkutan harus memahami sejarah turunnya al-Qur’an atau peristiwa-insiden yg mengiringi turunnya al-Qur’an yang selanjutnya dianggap dengan ilmu asbab al-nuzul yg dalam intinya berisi sejarah turunnya ayat al-Qur’an. Dengan ilmu ini seseorang akan bisa mengetahui nasihat yg terkadung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan aturan tertentu, serta ditujukan buat memelihara syari’at dari kekeliruan memahaminya.

PENGERTIAN ILMU TAUHID NAMANAMANYA YANG LAIN MANFAAT TUJUAN DAN SUMBERNYA

Pengertian Ilmu Tauhid, Nama-namanya yg lain, Manfaat, Tujuan dan Sumbernya 
A. Pengertian ilmu tauhid
Perkataan Tauhid dari berdasarkan Bahasa Arab, masdar menurut istilah Wahhada-Yuwahhidu. Secara Etimologis, tauhid berarti Keesaan. Maksudnya, ittikad atau keyakinan bahwa Allah SWT merupakan Esa, Tunggal; Satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian Tauhid yang digunakan dalam Bahasa Indonesia, yakni “ Keesaan Allah “ ; Mentauhidkan berarti mengakui keesaan Allah ; Mengesakan Allah. 

Husain Affandi al-Jasr mengungkapkan : “ Ilmu Tauhid merupakan ilmu yg membahas hal-hal yg tetapkan Akidah kepercayaan dengan dalil-dalil yg meyakinkan “.

Dengan redaksi yang berbeda dan sisi pandang yang lain, ibnu Khaldun menyampaikan bahawa Ilmu Tauhid adalah : “ Ilmu yang berisi alasan-alasan menurut aqidah keimanan menggunakan dalildalil Aqliyah serta berisi jua alas an-alsan bantahan terhadap orangorang yg menyeleweng Aqidah Salaf serta Ahli Sunnah “. Disamping definisi-definisi di atas masih banyak definisi yg lain yg dikemukakan oleh para Ahli. Nampaknya, belum terdapat konvensi istilah dintara mereka mengenai definisi ilmu tauhid ini.

Meskipun demikian, jika disimak apa yg tersurat serta tersirat berdasarkan definisi-definisi yang diberikan mereka, masalah tauhid berkisarpada duduk perkara-persoalan yg herbi Allah, Rasul, atau Nabi, serta hal-hal yang berkenaan dengan kehidupan manusia yang sudah meninggal.

Para Ulama’ sependapat, mengusut Tauhid hukumnya wajib bagi seseorang Muslim, kewajiban itu bukan saja didasarkan pada alas an rasio bahwa Aqidah merupakan dasar pertama serta utama dalam islam, namun jua berdasarkan dalam dalil-dalil naqli, Al-Qur’an dan Hadist.

B. Nama-nama Ilmu Tauhid
Ilmu ini dinamakan ilmu tauhid lantaran utama bahasannya dititik beratkan kepada keesaan Allah SWT. Ilmu ini dinamakn ilmu kalam karena pada pembahasannya tentang eksistensi Tuhan dan hal-hal yg berhubungan dengan-Nya digunakan argumentasiargumentasi filosofis menggunakan memakai Logika atau Mantik.

Ilmu Tauhid dinamakan pula ilmu Ushuluddin lantaran objek bahasan utamanya adalah dasar-dasar kepercayaan yg adalah kasus esensial dalam ajaran islam.

Meskipun nama yang diberikan berbeda-beda, namun inti utama pembahasan ilmu tauhid merupakan sama, yaitu wujud Allah SWT dan hal-hal yg berkaitan dengan-Nya.

C. Manfaat, Tujuan, serta Sumber ilmu Tauhid
Tauhid nir hanya sekedar diketahui dan dimiliki oleh Seseorang, tetapi lebih dari itu, beliau wajib dihayati dengan baik serta sahih, pencerahan seseorang akan tugas serta kewajiban menjadi hamba Allah akan ada dengan sendirinya. Hal ini nampak dalam halpelaksanaan ibadat, tingkah laku , perilaku, perbuatan, dan perkataannya sehari-hari.

Maksud serta tujuan tauhid bukanlah sekedar mengakui bertauhid saja namun lebih jauh dari itu, karena tauhid mengandung sifat-sifat :
1. Sebagai sumber dan motifator perbuatan kebajikan serta keutamaan.
2. Membimbing manusia ke jalan yg benar, sekaligus mendorong mereka buat mengerjakan ibadah dengan penuh keikhlasan.
3. Mengeluarkan jiwa insan berdasarkan kegelapan, kekacauan serta kegoncangan hayati yang dapat menyesatkan.
4. Mengantarkan manusia kepada kesempurnaan lahir serta batin.

Karena ilmu tauhid adalah output kajian para Ulama’ terhadap al-Qur’an serta Hadist, maka kentara, asal ilmu tauhid adalah alQur’an dan Hadist. Namun pada pengembangannya, ke 2 asal di hayati suburkan oleh rasio dan dalil-dalil aqli.

BAB II
Pertumbuhan dan Perkembangan ilmu Tauhid
A. Lahirnya ilmu tauhid
Apa yang melatarbelakangi keberadaan tauhid menjadi ilmu yang berdiri sendiri ? Sebenarnya banyak sekali factor yang mendorong kehadiran tauhid sebagai ilmu. Namunjika dikaji secara holistik, ia bisa dikelompokkan pada 2 faktor yaitu intern serta ekstern. Berikut ini ringkasan berdasarkan uraian Ahmad Amin pada bukunya Dhuha Al-Islam tentang ke 2 factor tadi.1. Faktor Intern Yang dimaksud dengan faktor intern adalah factor yg asal dari islam sendiri. Faktor-faktor tersebut merupakan :

a. Al-Qur’an disamping berisi perkara ketauhidan, kenabian. Dan lain-lain berisi jua semacam apologi serta polemic, terutama terhadap agama-agama yang terdapat dalam saat itu, contohnya :

1. Surat al-Maidah ayat 116 berisi penolakan terhadap ketuhanan Nabi Isa.

b. Pada periode pertama masalah keimanan nir dipersoalkan secara mendalam. Setelah Nabi wafat serta Ummat islam bersentuhan dengan kebudayaan serta peradaban asing, mereka mulai mengenal Filsafat, merekapun menfilsafati al-Qur’an, terutama ayat-ayat yang secara lahir nampak satu sama lain nir sejalan, bahkan kelihatan bertentangan. Hal tersebut perlu dipecahkan sebaik mungkin, serta buat memecahkannya perlu sutu ilmu tersendiri.

c. Masalah politik, terutama yang berkenaan menggunakan khalifah, menjadi factor juga pada kelahiran ilmu tauhid.

2. Faktor Ekstern
Yang dimaksud dengan faktor ekstern merupakan factor yg tiba menurut luar islam. Faktor tersebut diantaranya artinya pola piker ajaran kepercayaan lain yang dibawa sang orang eksklusif, termasuk Umat Islam yg dahulunya menganut kepercayaan lain ke dalam ajaran islam.

B. Ketauhidan di Zaman Nabi dan Khulafaur Rasyidin
Pada zaman khalifah Abu Bakar ( 632-634 M ) serta Umar bin Khattab ( 634-644 ) problema keagamaan jua masih relative keciltermasuk kasus aqidah. Tapi sehabis Umar wafat serta Ustman bin Affan naik tahta ( 644-656 ) fitnah pun ada. Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi dari Yaman yang mengaku Muslim, galat seseorang penyulut pergolakan.

Hal ini berpengaruh pada perkembangan tauhid, terutama lahir serta tumbuhnya genre-aliran Teologi pada islam sebagaimana dijelaskan nanti dalam Bab VII.

C. Ketauhidan pada Zaman Bani Umayyah serta seterusnya
Pada zaman Bani Umayyah ( 661-750 M ) kasus aqidah menjadi perdebatan yg hangat pada kalangan umat islam. Di zaman inilah lahir aneka macam aliran teologi seperti Murji’ah, Qadariah, Jabariah serta Mu’tazilah.

Pada zaman Bani Abbas ( 750-1258 M ) Filsafat Yunani serta Sains poly dipelajari Umat Islam. Masalah Tauhid menerima tantangan cukup berat.kaum Muslimin nir mampu mematahkan argumentasi filosofis orang lain tanpa mereka memakai senjata filsafat serta rasional pula. Untuk itu bangkitlah Mu’tazilah mempertahankan ketauhidan dengan argumentasi-argumentasi filosofis tersebut.

Namun perilaku Mu’tazilah yg terlalu mengagungkan nalar serta melahirkan banyak sekali pendapat controversial menyebabkan kaum tradisional tidak menyukainya.

Akhirnya lahir genre Ahlussunnah Waljama’ah dengan Tokoh besarnya Abu Hasan Al-Asy’ari serta Abu Mansur Al-Maturidi.

BAB III
Tauhid pada Al-Qur’an dan Al-Hadist
Pada dasarnya inti pokok ajaran al-Qur’an adalah Tauhid, Nabi Muhaammad SAW diutus Allah kepada Umat insan adalah jua untuk mengajarkan ketauhidan tersebut, Lantaran itu ajaran Tauhid yg masih ada pada dalam al-Qur’an dipertegas serta diperjelas oleh Rasulullah SWA sebagaimana tercermin dalam Hadistnya.

Penegasan Allah SWT dalam al-Qur’an yg mengatakan bahwa Allah SWT itu Maha Esa, antara lain :
1. Surat Al-ikhlas ayat 1 sampai dengan 4
2. Surat Al-Zumar ayat 4
3. Surat Al-Baqarah ayat 163
4. Surat An-Nisa’ ayat 171 
5. Surat Al-Maidah ayat 73
6. Surat Al-Anbiya’ ayat 22Keesaan Allah SWT tidak hanya keesaan dalam zat-Nya, akan tetapi jua esa dalam sifat dan af’al ( perbuatan )-Nya. Yang dimaksud Esa dalam zat adalah Zat Allah itu nir tersusun dari beberapa juzu’ ( bagian ). Esa dalam sifat berarti sifat Allah tidak sama dengan sifatsifat yang lain serta tidak seorangpun yang memiliki sifat sebagaimana sifat Allah SWT.

BAB IV
Naluri Beragama
Pada dasarnya setiap manusia mempunyai fitrah berupa kepercayaan terhadap adanya zat yang Maha Kuasa, yang dalam kata kepercayaan dianggap Tuhan. Para pakar Tafsir mengatakan, fitrah merupakan kreasi atau kejadian yg orisinil, jikalau ada manusia kemudian nir beragama tauhid berarti sudah terjadi penyimpangan dari fitrahnya. Hal ini disebabkan oleh imbas lingkungan loka dia hayati, pemikiran yang menjauhkan menurut kepercayaan tauhid serta sebagainya.

Karena insting beragama tauhid adalah fitrah maka ketauhidan pada diri seseorang telah terdapat semenjak ia dilahirkan, untuk menyalurkan dan memantapkan naluri itu, Allah SWT mengutus Nabi atau Rasul yg menaruh bimbingan serta petunjuk ke jalan yang benar sehingga insan terhindar dari kesesatan.

BAB V
Aplikasi Keimanan dalam banyak sekali Aspek Kehidupan
A. Perbedaan antara Filsafat dan Ilmu Kalam.
Secara ringkas dapat dikemukakan bahwa perbedaan antara ilmu kalm serta filsafat adalah :
1. Dalam ilmu kalam, filsafat dijadikan sebagai indera untuk membenarkan ayat-ayat al-Qur’an, sedangkan pada filsafat kebalikannya, ayat-ayat al-Qur’an dijadikan bukti buat membenarkan hasil-output filsafat.

2. Pembahasan pada ilmu kalam terbatas pada hal-hal yg eksklusif saja.masalah yg dimustahilkan al-Qur’an mengetahui nir dibahas oleh ilmu kalam permanen dibahas sang filsafat.

B. Tauhid sebagai Aqidah serta Filsafat Hidup.
Akidah islam seringkali diklaim tauhid. Ajaran tauhid diklaim pula ajaran monoteisme, Akidah ini telah terdapat semenjak zaman Nabi Adam a.S. Sebagai seoarang Nabi dan Rasul, Adam telah membawa Akidah ketauhidan tadi, suatu akidah yg diberikan Allah kepada dia.

Karena itu, Umat islam konfiden, Nabi Adam menganut paham monoteisme dan tidak mungkin menganut paham politeisme/kemusyrikan. Nabi Adam memahami benar mengenai Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT.

Dengan keyakinan bahwa Akidah ketauhidan telah terdapat sejak Nabi Adam a.S. Umat islam menolak teori ch. Darwin serta pengikutnya mengenai evolusi mengenai asal-usul agama.alasan yg biasa dikemukkan dalam penolakan teori tadi adalah sebagai berikut :
1. Kalau kepercayaan islam muncul melalui proses evolusi sinkron menggunakan tingkat serta kemajuan ilmu pengetahuan berarti kepercayaan islam merupakan produk insan. Sedangkan islam adalah agama wahyu, dating dari Allah SWT. Ia bukan kebudayaan, sekalipun ia melahirkan kebudayaan dan peradaban.

2. Kalau Adam a.S adalah seseorang Nabi, tentu ia diberi bekal sang Allah SWT menggunakan kepercayaan tauhid atau monoteisme.

Dalam kepercayaan Umat berima, Adam merupakan Nabi. Ilmu Tauhid secara garis besar merupakan ilmu yg menilik bagaimana bertauhid dengan baik serta sahih sesuai menggunakan petunjuk al-Qur’an dan Hadist. Petunjuk al-Qur’an serta Hadist inilah yang dikaji secara mendalam oleh para Ulama’. Namun lantaran pola piker, latar belakang, metode pendekatan, serta sudut pandang yang tidak selaras, output pemikiran merekapun selalu tidak sama. Jangankan antar Madzhab, di dalam satu Madzhab saja disparitas itu terjadi, sebagai akibatnya timbul sekte-sekte.

Jalan yg paling kondusif serta dekat buat mengenal Tuhan merupakan menggunakan memperhatikan dan meneliti alam semesta. AlQur’an selalu mendorong manusia supaya mau memperhatikan dan memikirkan apa yang ada serta terjadi pada pada alam raya ini, bukan saja alam yang berada di luar dirinya, tapi pula apa yang terdapat pada diri manusia itu sendiri.C. Pendidikan serta Pengajaran Tauhid.

Pendidikan serta pengajaran adalah hal yang penting bagi kehidupan insan. Dengan pendidikan dan pengajaran itulah Umat manusia bisa maju serta berkembang biak, melahirkan kebudayaan dan peradaban positif yg membawa pada kebahagiaan serta kesejahteraan hidup mereka. Yang dimaksud menggunakan pendidikan tauhid pada sini merupakan pemberian bimbingan pada siswa agar beliau memiliki jiwa tauhid yang kuat serta mantap serta memiliki tauhid yang baik serta benar. 

Bimbingan itu dilakukan tidak hanya dengan lisan dan goresan pena, namun jua bahkan ini yang terpenting dengan perilaku, tingkah laris perbuatan. Sedangkan yang dimaksud menggunakan pengajaran tauhid adalah pemberian pengertian tentang ketauhidan, baik pada kebahagiaan hayati global serta ukhrawi.

Pendidikan serta pengajran tauhid, baik yang berhubungan dengan akidah juga dalam kaitan dengan ibadah, akanmenanamkan keikhlasan dalam diri seorang pada setiap tindakan atau perbuatan pengabdiannya. Keikhlasan pada mengabdi kepada Allah inilah yg membuat tauhid bagaikan pisau bermata dua, satu segi buat kehidupan di Akhirat, sisi lain untuk kehidupan pada global.

D. Tauhid dan Pembinaan Kepribadian.
Pembentukan kepribadian taqwa berkaitan sangat erat dengan tauhid. Penanaman tauhid yg baik dan benar pada anak akan sangat menentukan terwujudnya kepribadian takwa tadi. Pertama, tauhid merupakan fondasi yg diatasnya berdiri bangunan-bangunan kehidupan manusia, termasuk jepribadiannya, menggunakan makin bertenaga dankokohnya tauhid, makin baik dan paripurna kepribadian takwa seorang. Kedua, tauhid adalah aspek batin yang menaruh motivasi serta arah bagi perkembangan kepribadian manusia.

E. Tauhid serta Kesehatan mental.
Jika akidah atau keyakinan sebagaimana diajarkan islam pada atas tertanam pada jiwa seseorang, mentalnya akan kuat, jiwa tidak tergoncang hanya sang lantaran orang lain tidak memberikan penghargaan kepada-Nya.

F. Ilmu serta Akidah.
Dalam membina akidah dan ibadah, kepercayaan pula nir mampu berjalan sendiri, Ia harus dibantu sang ilmu pengetahuan. Ilmu bisa mengungkapkan dan menafsirkan arti dan makna akidah dan ibadah secara rsional sehingga beliau tidak hanya diterima dengan rasa ( iman ) akan tetapi jua diterima dengan rasio. Hal ini akan lebih memantapkan rasa keberagamaan dan keyakinan seseorang dan menumbuhkan kesadarannya yang mendalam buat memperkuat iman serta melaksanakan ibadah dengan baik serta benar.

BAB VI
Manusia serta Lingkungan Hidup dalam Akidah Islam
Sebenarnya jauh sebelum kasus lingkungan hidup timbul ke permukaan dan menjadi gosip internasioanl, al-Qur’an telah memberikan isyarat kepada manusia tentang perlunya perhatian dan pemeliharaan lingkungan hayati itu, al-Qur’an jua mengisyaratkanbahwa manusia sangat berperan buat membangun lingkungan hidup yg baik serta harmonis.

Berdasarkan ayat dan hadist yang sudah dikemukakan di atas, bisa di ambil kesimpulan bahwa ajaran islam yang berintikan akidah islamiyah dapat membangkitkan pencerahan ekologis kepada manusia, bagaimana seharusnya beliau berteman dengan lingkungan hidupnya, baik lingkungan yang hidup biotis ataupun benda tewas ( abiotis ).

Di samping factor insan, gangguan lingkungan hidup bisa jua terjadi lantaran factor alam itu sendiri. Misalnya, gempa bumi, angin topan, gunung meletus dan banjir. Faktor alami ini terjadi pula terdapat yang berkaitan menggunakan factor insan, misalnya banjir yg terjadi dampak penebangan kayu atau penggundulan hutan.

BAB VII
Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Tauhid
A. Pembahasan pada ilmu tauhid.
Aspek pokok pada ilmu tauhid adalah keyakinan akan keberadaan Allah yg maha sempurna, maha Kuasa dan memiliki sifat-sifat kesempurnaan lainnya. Lantaran itu pula, ruang lingkup pembahasan dalam ilmu tauhid yang pokok adalah :
1. Hal-hal yang berhubungan dengan Allah SWT atau yg seringkali dianggap menggunakan kata Mabda. . Dalam bagian ini termasuk jua bagian takdir.
2. Hal yg herbi utusan Allah menjadi mediator antara insan dan Allah atau dianggap jua washilah mencakup : Malaikat, Nabi/ Rasul, dan Kitab-buku Suci.
3. Hal-hal yg berhubungan dengan hari yg akan tiba, atau disebut juga maad, meliputi : Surga, Neraka dan sebagainya.

B. Aspek-aspek pada ilmu tauhid.
Bagian-bagian tauhid menjadi ilmu bisa dibagi dalam 5 aspek : Tauhid Rububiyah, tauhid Uluhiyah/ubudiyah, tauhid sifat, tauhid qauli serta tauhid amali.

C. Masalah-kasus yang bertentangan menggunakan tauhid.
Secara garis akbar, kasus-perkara yg bertentangan menggunakan tauhid adalah kekafiran, kemusyrikan, kemurtadan, dan kemunafikan.

BAB VIII
Pertumbuhan dan Perkembangan aliran-genre dalam Ilmu Tauhid/Kalam
A. Awal mula keluarnya masalah teologi pada islam.
Memang, fakta sejarah memperlihatkan, duduk perkara pertama yang timbul di kalangan umat islam yang menyebabkan kaum muslimin terpecahj ke pada beberapa firqah ( kelompok/golongan ) adalah masalah politik. Dari masalah ini lalu lahir berbagaikelompok dan genre teologi menggunakan pandangan dan pendapat yg tidak sama.

1. Khawarij
Adapun yang dimaksud khawarij merupakan suatu sekte pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalakan barisan lantaran ketidak sepakatan tyerhadap keputusan ali yg mendapat arbitrase ( Tahkim ).

Secara generik ajaran-ajaran utama khawarij merupakan : 
1. Orang islam yang melakukan dosa besar merupakan kafir.
2. Orang-orang yang terlibat pada perang jamal ( antara Aisyah, Thalhah dan Zubair menggunakan Ali bin Abi Thalib ) dan para pelaku tahkim termasuk yang mendapat serta membenarkan dihukumkan kafir.
3. Khalifah harus dipilih langsung oleh Rakyat.

2. Murji’ah
a. Sejarah timbulnya.
Satu hal yg sulit diketahui menggunakan niscaya ialah siapa sebenarnya pendiri atau tokoh Ulama’ genre ini. Menurut Syahrastani, Husain bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib adalah orang yang pertama yang menyebut irja’. Akan tetapi, hal ini belum menunjukkan bahwa dia adalah pendiri Murji’ah.

Hal-hal yang melatar belakangi kehadiran Murji’ah diantaranya :
1. Adanya disparitas pendapat antara orang Syi’ah dan khawarij.
2. Adanya pendapat yg menyalahkan Aisyah serta kawan-kawan yang mengakibatkan terjadinya perang jamal.
3. Adanya pendapat yg menyalahkan orang yg ingin merebut kekuasaan Ustman bin Affan .

b. Ajaran-ajaran Murji’ah
a) Iman hanya membenarkan di dalam hati.
b) Orang islam yang melakukan dosa akbar tidak dihukumi kafir, selama beliau mengakui 2 kalimah syahadah.
c) Hukum terhadap perbuatan manusia ditangguhkan hingga hari kiamat.

c. Tokoh-tokoh pada sekte Murji’ah.
Pemimpin Ulama madzhab murji’ah artinya Hasan bin Bilal AlMuzni, Abu Sallat al Samman dan Dirar bin Umar.

Tokoh Murji’ah yang moderat adalah Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib.

3. Qadariyah
Madzhab Qadariyah ada lebih kurang tahun 70 H ( 689 M ).

Ajaran-ajaran ini banyak persamaannya dengan Mu’tazilah. Tokoh Ulama’ Qadariyah merupakan Ma’bad Al-Juhari dan Ghailan Al-Dimasqi.

Pokok genre Qadariyah diantaranya merupakan insan mempunyai kemampuan untuk bertindak ( Qudrah ) dan memilih atau berkehendak.

Kehadiran Qadariyah merupakan isyarat penentangan terhadap politik pemerintahan Bani Umayyah, aliran ini selalu mendapat tekanan berdasarkan pemerintah, namun paham Qadariyah tetap berkembang. Dalam perkembangannya, paham ini tertampung dalam madzhab mu’tazilah. 

4. JabariyahMadzhab ini timbul bersamaan menggunakan kehadiran Qadariyah.
Paham Qadariyah dalam mulanya dipelopori sang Ja’d bin Dirham. Pokok-utama paham Jabariyah Menurut Jabariyah, insan tidak memiliki kemampuan buat mewujudkan perbuatannya dan nir memiliki kemampuan buat memilih.

Menurut paham ini manusia nir hanya bagaikan wayang yang digerakkan sang dalang tapi manusia tidak memiliki bagian sama sekali dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.

5. Mu’tazilah
Mu’tazilah lahir pada abad ke 2 H menggunakan Tokoh utamanya Washil bin Atha’. Pokok-utama ajaran Mu’tazilah Ada 5 prinsip ajaran Mu’tazilah yang dirumuskan sang Tokoh akbar genre ini, Abu Huzail Al-Hallaf :
1. Al-Tauhid (keesaan Tuhan )
2. Al-Adl ( keadilan-keadilan )
3. Al-Wa’du wal Wa’id ( janji dan ancaman )
4. Al-Manzilah bain al- Manzilatain
5. Amar Ma’ruf nahi Munkar. 

Tokoh-tokoh Mu’tazilah, Washil bin Atha’, Abu Hudzail Al-Hallaf, Al-Nazzam, Al-Jubb’ai.

6. Ahlussunnah wal jama’ah
Ahlussunnah berarti pengikut Sunnah Nabi Muhammad SAW, serta Jama’ah adalah Sahabat Nabi, jadi Ahlussunnah mengandung arti “ Penganut sunnah ( I’tikad ) Nabi serta para Sahabat dia.tokoh utamanya : Abu Al-Hasan Al-Asy’ari serta Abu Mansur Al Maturidi.
* Kelebihan dari Makalah ini merupakan Penjelasan yg sangat rinci bersama menggunakan definisi berbahasa Arab, jadi seluruh itu mendukung kita dalam memahami ilmu kalam pada kitab ini.
* Kekurangannya : Peletakan antara definisi yg satu dengan definisi yg lain tidak beraturan.

FILSAFAT DAN METODOLOGI ILMU DALAM ISLAM DAN PENERAPANNYA DI INDONESIA

Filsafat Dan Metodologi Ilmu Dalam Islam Dan Penerapannya Di Indonesia
Islam sudah menjadi kajian yg menarik minat banyak kalangan. Studi keislaman pun semakin berkembang. Islam tidak lagi dipahami hanya pada pengertian historis serta doktriner, namun sudah sebagai kenyataan yg kompleks. Islam nir hanya terdiri menurut rangkaian petunjuk formal mengenai bagaimana seseorang individu wajib memaknai kehidupannya. Islam sudah sebagai sebuah sistem budaya, peradaban, komunitas politik, ekonomi serta bagian sah menurut perkembangan dunia. Mengkaji serta mendekati Islam, tidak lagi mungkin hanya dari satu aspek, karenanya diharapkan metode serta pendekatan interdisipliner.

Kajian kepercayaan , termasuk Islam, seperti disebutkan pada atas dilakukan sang sarjana Barat dengan memakai ilmu-ilmu sosial serta humanities, sebagai akibatnya ada sejarah agama, psikologi agama, sosiologi agama, antropologi agama, dan lain-lain. Dalam perjalanan dan pengembangannya, sarjana Barat bukan hanya menjadikan warga Barat sebagai lapangan penelitiannya, namun jua masyarakat di negara-negara berkembang, yang kemudian memunculkan orientalisme.

Sarjana Barat sebenarnya telah lebih dahulu dan lebih lama melakukan kajian terhadap kenyataan Islam dari pelbagai aspek: sosiologis, kultural, perilaku politik, doktrin, ekonomi, perkembangan tingkat pendidikan, agunan keamanan, perawatan kesehatan, perkembangan minat dan kajian intelektual, serta seterusnya.

Sementara itu, kepercayaan atau keagamaan sebagai sistem agama dalam kehidupan umat manusia dapat dikaji melalui banyak sekali sudut pandang. Islam khususnya, sebagai kepercayaan yang telah berkembang selama empatbelas abad lebih menyimpan poly banyak masalah yg perlu diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan pemikiran kegamaan maupun realitas sosial, politik, ekonomi dan budaya. Salah satu sudut pandang yg bisa dikembangkankan bagi pengkajian Islam itu merupakan pendekatan sejarah. Berdasarkan sudut pandang tadi, Islam bisa dipahami pada aneka macam dimensinya. Betapa banyak dilema umat Islam hingga pada perkembangannya kini , bisa dipelajari menggunakan berkaca kepada insiden-peristiwa masa lampau, sebagai akibatnya segala kearifan masa lalu itu memungkinkan buat dijadikan alternatif rujukan di dalam menjawab problem-problem masa kini . Di sinilah arti pentingnya sejarah bagi umat Islam pada khususnya, apakah sejarah menjadi pengetahuan ataukah beliau dijadikan pendekatan didalam menyelidiki agama.

Bila sejarah dijadikan menjadi sesuatu pendekatan buat mempelajari agama, maka sudut pandangnya akan bisa membidik aneka-ragam peristiwa masa lampau. Sebab sejarah menjadi suatu metodologi menekankan perhatiannya pada pemahaman banyak sekali tanda-tanda dalam dimensi ketika. Aspek kronologis sesuatu gejala, termasuk tanda-tanda kepercayaan atau keagamaan, adalah karakteristik khas pada dalam pendekatan sejarah. Karena itu penelitian terhadap gejala-gejala kepercayaan dari pendekatan ini haruslah ditinjau segi-segi prosesnya serta perubahan-perubahannya. Bahkan secara kritis, pendekatan sejarah itu bukanlah sebatas melihat segi pertumbuhan, perkembangan serta keruntuhan mengenai sesuatu insiden, melainkan pula sanggup tahu tanda-tanda-gejala struktural yg menyertai peristiwa. Inilah pendekatan sejarah yg sesungguhnya perlu dikembangkan di pada penelitian masalahmasalah agama.

Makalah ini berusaha membahas tentang ciri pendekatan sejarah menjadi salah satu pendekatan pada dalam Studi Islam menggunakan didahului pembahasan seputar aspek Studi Islam.

A. Studi Islam menjadi Disiplin Ilmu
Munculnya istilah Studi Islam, yang pada dunia Barat dikenal menggunakan istilah Islamic Studies, pada global Islam dikenal dengan Dirasah Islamiyah, sesungguhnya sudah didahului sang adanya perhatian akbar terhadap disiplin ilmu agama yg terjadi pada abad ke sembilan belas di dunia Barat. Perhatian ini pada tandai dengan munculnya berbagai karya dalam bidang keagamaan, seperti: buku Intruduction to The Science of Relegion karya F. Max Muller dari Jerman (1873); Cernelis P. Tiele (1630-1902), P.D. Chantepie de la Saussay (1848-1920) yang asal menurut Belanda. Inggris melahirkan tokoh Ilmu Agama seperti E. B. Taylor (1838-1919). Perancis memiliki Lucian Levy Bruhl (1857-1939), Louis Massignon (w. 1958) serta sebagainya. Amirika menghasilkan tokoh misalnya William James (1842-1910) yg dikenal melalui karyanya The Varieties of Relegious Experience (1902). Eropa Timur menampilkan Bronislaw Malinowski (1884-1942) berdasarkan Polandia, Mircea Elaide menurut Rumania. Itulah sebagian nama yang dikenal dalam global ilmu kepercayaan , walaupun nir seluruhnya bisa penulis sebutkan pada sini.

Tidak hanya di Barat, di Asia pun timbul beberapa tokoh Ilmu Agama. Di Jepang ada J. Takakusu yg berjasa memperkenalkan Budhisme pada penghujung abad kesembilan belas dan T. Suzuki menggunakan sederaetan karya ilmiahnya tentang Zen Budhisme. India memiliki S Radhakrishnan selaku pundit Ilmu Agama maupun filsafat India, Moses D. Granaprakasam, Religious Truth an relation between Religions (1950), serta P. D. Devanadan, penulis The Gospel and Renascent Hinduism, yg diterbitkan di London dalam 1959. Dan filsafat analitis.

Berbeda dengan dunia Barat, Ilmu Agama (baca: Studi Islam) di global Islam telah lama ada. Dalam dunia Islam dikenal beberapa tokoh pada aneka macam disiplin ilmu. Dalam bidang yurisprudensi (hukum) dikenal tokoh seperti Abu Hanifah, Al-Syafi’I, Malik, serta Ahmad bin Hanbal. Dalam bidang ilmu Tafsir dikenal tokoh seperti Al-Thabary, Ibn Katsir, Al-Zamahsyari, dan sebagainya pada sekitar abad ke 2 dan keempat hijriyah. Dan akhirnya ada tokoh-tokoh abad kesembilan belas misalnya: Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, serta Abad ke 2 puluh seperti Musthafa al-Maraghy, penulis Tafsir al-Maraghy. Di bidang kalam pun muncul tokh-tokoh akbar dari berbagai aliran: Khawarij, Murji’ah, Syi’ah, Asy’ariyah, serta Mu’tazilah. Penulis bidang ini antara lain; al-Qadhi Abdul Jabbar, penulis al-Mughny dan Syarah al-Ushul al-Khamsah (w. 415 H). Di bidang Tasawuf melahirkan tokoh-tokoh misalnya al-qusyairi yang terkenal dengan Kitabnya Al-Risalah al-Qusyairiyah (w. 456), Abu Nasr al-Sarraj al-Thusy (w. 378 H), penulis al-Luma’, Al-Kalabadzi, penulis al-ta’arruf li Madzhab Ahl al-Tashawwuf, Abdul Qadir al-Jailany, penulis kitan Sirr al-Asrar, al-Fath al-Rabbaniy, serta sebagainya.

Walaupun secara realitas studi ilmu kepercayaan (baca: studi Islam [agama]) keberadaannya nir terbantahkan, namun dikalangan para pakar masih masih ada perdebatan di lebih kurang perseteruan apakah beliau (Studi Islam) bisa dimasukkan ke dalam bidang ilmu pengetahuan, mengingat sifat serta karakteristik antara ilmu pengetahuan dan agama tidak selaras. Pembahasan pada kurang lebih permasalahan ini poly dikemukakan oleh para pemikir Islam dewasa ini. Amin Abdullah misalnya mengatakan jika penyelenggaraan dan penyampaian Islamic Studies, Studi Islam, atau Dirasah Islamiyah hanya mendengarkan dakwah keagamaan pada kelas, kemudian apa bedanya dengan kegiatan pengajian serta dakwah yg sudah ramai diselenggarakan pada luar bangku sekolah? Merespon sinyalemen tadi menurut Amin Abdullah, pangkal tolak kesulitan pengembangan scope daerah kajian studi Islam atau Dirasah Islamiyah berakar dalam kesukaran seorang agamawan untuk membedakan antara yang bersifat normative serta histories. Pada tataran normativ kelihatan Islam kurang pas bila dikatakan sebagai disiplin ilmu, sedangkan untiuk dataran histories nampaknya relevan.

Tidak hanya kesukaran yang dihadapi oleh seorang agamawan saja, melainkan dosen serta pengajar jua mengalami hal yang sama. Banyak dijumpai seorang guru atau dosen yang nir mengerti fungsi dan substansi mata pelajaran atau mata kuliah yang diajarkan. Sehingga poly siswa atau mahasiswa yang tidak memahami apa yg mereka pelajari, sungguh ironis.

Pada tataran normativitas studi Islam agaknya masih poly terbebani sang misi keagamaan yang bersifat memihak, romantis, dan apologis, sebagai akibatnya kadar muatan analisis, kritis, metodologis, historis, empiris, terutama pada mempelajari teks-teks atau naskah-naskah produk sejarah terdahulu kurang begitu ditonjolkan, kecuali dalam lingkungan para peneliti eksklusif yg masih sangat terbatas.

Dengan demikian secara sederhana bisa ditemukan jawabannya bahwa dipandang dari segi normatif sebagaimana yg masih ada dalam al-Qur’an dan Hadits, maka Islam lebih merupakan kepercayaan yang tidak dapat diberlakukan kepadanya kerangka berpikir ilmu ilmu pengetahuan yaitu kerangka berpikir analitis, kiritis, metodologis, historis, dan empiris. Sebagai kepercayaan , Islam lebih bersifat memihak, romantis, apologis, serta subyektif. Sedangkan apabila dilihat menurut segi historis, yakni Islam pada arti yg dipraktekkan sang insan dan tumbuh serta berkembang dalam kehidupan insan, maka Islam bisa dikatakan sebagai sebuah disiplin ilmu, yakni Ilmu Ke-Islaman, Islamic Studies, atau Dirasah Islamiyah. 

Perbedaan pada melihat Islam yang demikian itu bisa menimbulkan disparitas dalam menjelaskan Islam itu sendiri. Ketika Islam dipandang berdasarkan sudut normatif, maka Islam adalah agama yang di dalamnya berisi ajaran Tuhan yg berkaitan dengan urusan akidah serta mu’amalah. Sedangkan saat Islam dilihat menurut sudut histories atau sebagaimana yg nampak dalam masyarakat, maka Islam tampil menjadi sebuah disiplin ilmu (Islamic Studies).

Selanjutnya studi Islam sebagaimana yg dikemukakan pada atas, tidak sinkron pula dengan apa yang dianggap sebagai Sains Islam. Sains Islam sebagaimana yang dikemukakan oleh Sayyed Husen Nasr merupakan sains yang dikembangkan oleh kaum muslimin sejak abad kedua hijriyah, seperti kedokteran, astronomi, serta lain sebagainya.

Dengan demikian sains Islam mencakup banyak sekali pengetahuan terkini yg dibangun atas arahan nilai-nilai Islami. Sementara studi Islam adalah pengetahuan yg dirumuskan dari ajaran Islam yang dipraktekkan dalam sejarah serta kehidupan manusia. Sedangkan pengetahuan agama merupakan pengetahuan yang sepenuhnya diambil menurut ajaran-ajaran Allah dan Rasulnya secara murni tanpa dipengaruhi oleh sejarah, seperti ajaran tentang akidah, ibadah, membaca al-Qur’an serta akhlak.

Berdasarkan uraian di atas, berkenaan menggunakan Studi Islam sebagai sebuah disiplin ilmu tersendiri sangat terkait erat dengan persoalan metode dan pendekatan yg akan digunakan pada melakukan pengkajian terhadapnya. Inilah yg menjadi topik utama dalam kajian makalah ini. 

Metode serta pendekatan dalam Studi Islam mulai diperkenalkan sang para pemikir Muslim Indonesia sekita tahun 1998 serta menjadi mejadi matakuliah baru menggunakan nama Metodologi Studi Islam (MSI) yang diajarkan di lingkup Perguruan Tinggi Agama Islam di Indonesia.

B. Pertumbuhan serta Obyek Studi Islam
Studi Islam, pada masa-masa awal, terutama masa Nabi serta teman, dilakukan pada Masjid. Pusat-sentra studi Islam sebagaimana yg dikatakan oleh Ahmad Amin, Sejarawan Islam pada masa ini, berada di Hijaz berpusat Makkah dan Madinah; Irak berpusat pada Basrah serta Kufah serta Damaskus. Masing-masing wilayah diwakili oleh teman ternama.

Pada masa keemasan Islam, dalam masa pemerintahan Abbasiyah, studi Islam di pusatkan pada Baghdad, Bait al-Hikmah. Sedangkan dalam pemerintahan Islam pada Spanyol pada pusatkan pada Universitas Cordova pada pemerintahan Abdurrahman III yang bergelar Al-Dahil. Di Mesir berpusat di Universitas al-Azhar yang didirikan oleh Dinasti Fathimiyah berdasarkan kalangan Syi’ah.

Studi Islam sekarang berkembang hampir di seluruh negara pada global, baik Islam juga yang bukan Islam. Di Indonesia studi Islam dilaksanakan di UIN, IAIN, STAIN. Ada jua sejumlah Perguruan Tinggi Swasta yg menyelengggarakan Studi Islam seperti Unissula (Semarang) serta Unisba (Bandung).

Studi Islam di negara-negara non Islam diselenggarakan pada beberapa negara, diantaranya di India, Chicago, Los Angeles, London, dan Kanada. Di Aligarch University India, Studi Islam pada bagi mnjadi 2: Islam menjadi doktrin pada kaji di Fakultas Ushuluddin yang memiliki dua jurusan, yaitu Jurusan Madzhab Ahli Sunnah dan Jurusan Madzhab Syi’ah. Sedangkan Islam berdasarkan Aspek sejarah pada kaji di Fakultas Humaniora pada jurusan Islamic Studies. Di Jami’ah Millia Islamia, New Delhi, Islamic Studies Program di kaji pada Fakultas Humaniora yang membawahi jua Arabic Studies, Persian Studies, serta Political Science.

Di Chicago, Kajian Islam diselenggarakan pada Chicago University. Secara organisatoris, studi Islam berada pada bawah Pusat Studi Timur Tengah serta Jurusan Bahasa, serta Kebudayaan Timur Dekat. Dilembaga ini, kajian Islam lebih mengutamakan kajian tentang pemikiran Islam, Bahasa Arab, naskah-naskah klasik, dan bahasa-bahasa non-Arab.

Di Amirika, studi Islam dalam biasanya mengutamakan studi sejarah Islam, bahasa-bahasa Islam selain bahasa Arab, sastra serta ilmu-ilmu social. Studi Islam pada Amirika berada di bawah naungan Pusat Studi Timur Tengah dan Timur Dekat.

Di UCLA, studi Islam dibagi menjadi empat komponen. Pertama, doktrin serta sejarah Islam; kedua, bahasa Arab; ketiga, ilmu-ilmu social, sejarah, serta sosiologi. Di London, studi Islam digabungkan pada School of Oriental and African Studies (Fakultas Studi Ketimuran serta Afrika) yg mempunyai banyak sekali jurusan bahasa dan kebudayaan di Asia dan Afrika.

Dengan demikian obyek studi Islam dapat dikelompokkan sebagai beberapa bagian, yaitu, sumber-sumber Islam, doktrin Islam, ritual dan institusi Islam, Sejarah Islam, genre serta pemikiran tokoh, studi tempat, serta bahasa.

C. Metode serta Pendekatan Sejarah pada Studi Islam
Jika disepakati bahwa Studi Islam (Islamic Studies) sebagai disiplin ilmu tersendiri. Maka telebih dahulu harus di bedakan antara fenomena, pengetahuan, dan ilmu. 

Setidaknya ada 2 kenyataan yang dijumpai dalam hidup ini. Pertama, fenomena yg disepakati (agreed reality), yaitu segala sesuatu yang dipercaya nyata karena kita bersepakat menetapkannya menjadi kenyataan; fenomena yg dialami orang lain serta kita akui menjadi fenomena. Kedua, fenomena yang didasarkan atas pengalaman kita sendiri (experienced reality). Berdasarkan adanya 2 jenis kenyataan itu, pegetahuan pun terbagi sebagai dua macam; pengetahuan yang diperoleh melalui persetujuan dan pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman eksklusif atau observasi. Pengetahuan pertama diperoleh dengan cara mempercayai apa yang dikatakan orang lain karena kita nir belajar segala sesuatu melalui pengalaman kita sendiri.

Bagaimanapun beragamnya pengetahuan, namun ada satu hal yg mesti diingat, bahwa setiap tipe pengetahuan mengajukan tuntutan (claim) agar orang membangun apa yang diketahui menjadi sesuatu yg benar (valid) atau sahih (true).

Kesahihan pengetahuan benyak bergantung dalam sumbernya. Ada 2 asal pengetahuan yang kita peroleh melalui agreement: tradisi serta autoritas. Sumber tradisi adalah pengetahuan yang diperoleh melalui warisan atau transmisi menurut generasi ke generasi (al-tawatur). Sumber pengetahuan ke 2 adalah autoritas (authority), yaitu pengetahuan yang didapatkan melalui penemuan-penemuan baru sang mereka yg mempunyai wewenang serta keahlian pada bidangnya. Penerimaan autoritas menjadi pengetahuan bergantung pada status orang yg menemukannya atau menyampaikannya.

Berbeda dengan pengetahuan, ilmu pada arti science menunjukkan 2 bentuk pendekatan terhadap kenyataan (reality), baik agreed reality juga experienced reality, melalui penalaran personal, yaitu pendekatan spesifik buat menemukan kenyataan itu. Ilmu memberikan pendekatan khusus yg diklaim metodologi, yaitu ilmu buat mengetahui. 

Metode terbaik buat memperoleh pengetahuan merupakan metode ilmiah (scientific method). Untuk memahami metode ini terlebih dahulu harus dipahami pengertian ilmu. Ilmu pada arti science dapat dibedakan menggunakan ilmu dalam arti pengetahuan (knowledge). Ilmu adalah pengetahuan yg sistematik. Ilmu mengawali penjelajahannya dari pengalaman manusia dan berhenti pada batas penglaman itu. Ilmu dalam pengertian ini tidak menilik ihwal surga maupun neraka karena keduanya berada diluar jangkauan pengalaman insan. Demikian pula tentang keadaan sebelum serta sesudah tewas, tidak menjadi obyek penjelajahan ilmu. Hal-hal misalnya ini sebagai kajian kepercayaan . Tetapi demikian, pengetahuan kepercayaan yg telah tersusun secara sistematik, terstruktur, serta berdisiplin, bisa jua dinyatakan menjadi ilmu kepercayaan .

Menurut Ibnu Taimiyyah ilmu apapun memiliki 2 macam sifat: tabi’ serta matbu’. Ilmu yang mempunyai sifat yg pertama merupakan ilmu yang eksistensi obyeknya tidak memerlukan pengetahuan si subyeknya tentang keberadaan obyek tadi. Sifat ilmu yg kedua, merupakan ilmu yang keberadaan obyeknya bergantung dalam pengetahuan dan asa si subyek. 

Berdasarkan teori ilmu di atas, ilmu di bagi kepada dua cabang akbar. Pertama ilmu mengenai Tuhan, serta kedua ilmu tentang makhluk-makhluk kreasi Tuhan. Ilmu pertama melahirkan ilmu kalam atau teology, dan ilmu kedua melahirkan ilmu-ilmu tafsir, hadits, fiqh, dan metodologi pada arti generik. Ilmu-ilmu kealaman menggunakan memakai metode ilmiah termasuk kedalam cabang ilmu ke 2 ilmu ini.

Ilmu dalam kategori kedua, berdasarkan Ibnu Taimiyyah dapat dipersamakan dengan ilmu dari pengertian para pakar ilmu modern, yakni ilmu yang didasarkan atas mekanisme metode ilmiah dan kaidah-kaidahnya. Yang dimaksud metode pada sini merupakan cara mengetahui sesuatu menggunakan langkah-langkah yang sistematik. Sedangkan kajian mengenai kaidah-kaidah dalam metode tersebut disebut metodologi. Dengan demikian metode ilmiah sering dikenal sebagai proses logico-hipotetico-pembuktian yang merupakan adonan menurut metode deduktif serta induktif. Dalam kontek inilah ilmu agama dalam Studi Islam (Islamic Studies) yang menjadi disiplin ilmu tersendiri, harus dipelajari menggunakan memakai mekanisme ilmiah. Yakni harus menggunakan metode dan pendekatan yang sistematis, terukur menurut kondisi-kondisi ilmiah.

Dalam studi Islam dikenal adanya beberapa metode yg dipergunakan pada memahami Islam. Penguasaan serta ketepatan pemilihan metode tidak dapat dipercaya sepele. Lantaran dominasi metode yg sempurna dapat mengakibatkan seseorang dapat menyebarkan ilmu yg dimilikinya. Sebaliknya mereka yang nir menguasai metode hanya akan menjadi konsumen ilmu, serta bukan menjadi penghasil. Oleh karenanya disadari bahwa kemampuan pada menguasai materi keilmuan tertentu perlu diimbangi dengan kemampuan di bidang metodologi sehingga pengetahuan yang dimilikinya dapat dikembangkan.

Diantara metode studi Islam yg pernah terdapat pada sejarah, secara garis besar dapat dibagi sebagai 2. Pertama, metode komparasi, yaitu suatu cara tahu kepercayaan menggunakan membandingkan seluruh aspek yg ada pada agama Islam tadi dengan kepercayaan lainnya. Dengan cara yg demikian akan didapatkan pemahaman Islam yang obyektif dan utuh. Kedua metode buatan, yaitu suatu cara memahami Islam yg memadukan antara metode ilmiah menggunakan segala cirinya yg rasional, obyektif, kritis, serta seterusnya dengan metode teologis normative. Metode ilmiah dipakai buat tahu Islam yang nampak pada fenomena histories, realitas, serta sosiologis. Sedangkan metode teologis normative digunakan buat tahu Islam yang terkandung pada kitab kudus. Melalui metode teologis normative ini seorang memulainya dari meyakini Islam sebagai agama kepercayaan yg absolut sahih. Hal ini di dasarkan kerena agama asal berdasarkan Tuhan, dan apa yg asal menurut Tuhan absolut sahih, maka agamapun absolut sahih. Setelah itu dilanjutkan dengan melihat agama sebagaimana norma ajaran yang berkaitan dengan banyak sekali aspek kehidupan insan yang secara keseluruhan diyakini amat ideal.

Metode-metode yang dipakai untuk memahami Islam itu suatu saat mungkin dpandang nir relatif lagi, sehingga diharapkan adanya pendekatan baru yang wajib terus digali oleh para pembaharu. Dalam konteks penelitian, pendekatan-pendekatan (approaches) ini tentu saja mengandung arti satuan dari teori, metode, dan teknik penelitian. Terdapat banyak pendekatan yg dipakai dalam memahami kepercayaan . Diantaranya merupakan pendekatan teologis normative, antropologis, sosiologis, psikologis, histories, kebudayaan, dan pendekatan filodofis. Adapun pendekatan yang dimaksud di sini (bukan pada konteks penelitian), merupakan cara pandang atau paradigma yang masih ada pada satu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan pada memahami kepercayaan . Dalam hubungan ini, Jalaluddin Rahmat, menandasakan bahwa kepercayaan bisa diteliti menggunakan menggunakan berbagai kerangka berpikir. Realitas keagamaan yg diungkapkan memiliki nilai kebenaran sinkron menggunakan kerangka paradigmanya. Karena itu tidak ada masalah apakah penelitian agama itu penelitian ilmu social, penelitian filosofis, atau penelitian legalistic.

Mengenai banyaknya pendekatan ini, penulis nir akan menguraikan secara holistik pendekatan yang ada, melaikan hanya pendekatan histories sesuai menggunakan judul pada atas, yakni pendekatan histories.

Sejarah atau histories adalah suatu ilmu yg pada dalamnya dibahas banyak sekali insiden menggunakan memperhatikan unsure loka, saat, obyek, latar belakang, serta pelaku dari insiden tadi. Menurut ilmu ini segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan insiden itu terjadi, pada mana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam insiden tersebut.

Melalui pendekatan sejarah seseorang diajak menukik berdasarkan alam idealis ke alam yang bersifat emiris serta terkenal diseluruh dunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yg terdapat dalam alam idealis dengan yg ada pada alam realitas dan histories.

Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami kepercayaan , karena gama itu sendiri turun dalam situasi yg konkret bahkan berkaitan dengan syarat social kemasyarakatan. Dalam hubungan ini Kuntowijoyo sudah melakukan studi yang mendalam terhadap agama yang pada hal ini Islam, dari pendekatan sejarah. Ketika beliau mempelajari al-Qur’an dia sampai dalam satu konklusi bahwa pada dasarnya kandungan al-Qur’an itu terbagi sebagai 2 bagian. Bagian pertama, berisi konsep-konsep, serta bagian ke 2 berisi kisah-kisah sejarah serta perumpamaan.

Dalam bagian pertama yg berisi konsep ini kita mendapati banyak sekali istilah al-Qur’an yg merujuk pada pengertian-pengertian normative yang khusus, doktrin-doktrin etik, anggaran-anggaran legal, dan ajaran-ajaran keagamaan pada biasanya. Istilah-kata atau singkatnya pernyataan-pernyataan itu mungkin diangkat berdasarkan konsep-konsep yg sudah dikenal sang masyarakat Arab dalam waktu al-Qur’an, atau bias jadi adalah istilah-istilah baru yang dibentuk buat mendukung adanya konsep-konsep relegius yang ingin diperkenalkannya. Yang jelas kata itu kemudian dintegrasikan ke pada pandangan dunia al-Qur’an, serta dengan demikian, lalu menjadi onsep-konsep yang otentik.

Dalam bagian pertama ini, kita mengenal banyak sekali konsep baik yg bersifat abstrak juga nyata. Konsep tentang Allah, Malaikat, Akherat, ma’ruf, munkar, dan sebagainya merupakan termasuk yg tak berbentuk. Sedangkan konsep mengenai fuqara’, masakin, termasuk yang nyata.

Selanjutnya, apabila pada bagian yang berisi konsep, al-Qur’an bermaksud menciptakan pemahaman yg komprehensif tentang nilai-nilai Islam, maka pada bagian yg ke 2 yg berisi kisah serta perumpamaan, al-Qur’an ingin mengajak dilakukannya perenungan buat memperoleh hikmah. Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak buat memasuki keadaan yg sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu insiden. Dari sini maka seseorag tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya. Seseorang yg ingin memahami al-Qur’an secara sahih misalnya, yang bersangkutan harus tahu sejarah turunnya al-Qur’an atau insiden-kejadian yang mengiringi turunnya al-Qur’an yang selanjutnya diklaim menggunakan ilmu asbab al-nuzul yg pada pada dasarnya berisi sejarah turunnya ayat al-Qur’an. Dengan ilmu ini seseorang akan bisa mengetahui nasihat yg terkadung pada suatu ayat yang berkenaan menggunakan aturan eksklusif, serta ditujukan buat memelihara syari’at menurut kekeliruan memahaminya.