PENGERTIAN ILMU MENURUT PARA TOKOH

Pengertian Ilmu Menurut Para Tokoh
a. Prof. DR. Mohammad Hatta
Tiap-tiap ilmu adalah pengetahuan yg teratur tentang pekerjaan hukum kausal pada suatu golongan kasus yang sama tabiatnya, juga menurut kedudukannya tampak menurut luar, juga menurut bangunannya berdasarkan dalam.

b. Prof. DR. A. Baiquni (Guru Besar Universitas Gadjah Mada)
Science adalah general consensus dari warga yg terdiri berdasarkan para scientist.

c. Prof. DR. M. J. Langerveld (Pengajar Besar dalam Rijk Universiteit pada Utrecht-Belanda)
Pengetahuan ialah kesatuan objek yang mengetahui serta objek yg diketahui. Suatu kesatuan pada mana objek itu dicermati oleh subjek sebagai diketahuinya.

d. Ralph Ross serta Ernest Van Den Haag
Ilmu merupakan yang empiris, rasional, umum serta sistematik, serta ke-empatnya serentak.

e. Karl Pearson
Ilmu merupakan lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten mengenai fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.

f. Ashley Montagu
Ilmu adalah pengetahuan yg disusun pada satu sistem yg dari dari pengamatan, studi serta percobaan untuk menentukan hakikat prinsip mengenai hal yg sedang dikaji.

g. Harsojo
Ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang disistemasikan serta suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap semua global empiris yaitu dunia yg terikat sang faktor ruang dan waktu, global yang dalam prinsipnya bisa diamati sang panca indera manusia. Lebih lanjut ilmu didefinisikan sebagai suatu cara menganalisis yg mengijinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan suatu proposisi dalam bentuk : “ jika …. Maka“.

h. Afanasyef
Ilmu adalah segala yang diketahui manusia tentang alam, masyarakat serta pikiran. Ia mencerminkan alam dan konsep-konsep, katagori serta aturan-hukum, yang ketetapannya serta kebenarannya diuji menggunakan pengalaman simpel.

i. Communality, The Liang Gie 1991
Ilmu adalah sekumpulan proposisi sistematis yg terkandung dalam pernyataan-pernyataan yg sahih dengan karakteristik utama yang bersifat general, rational, objektif, sanggup diuji kebenarannya (verifikasi objektif), dan mampu sebagai milik generik.

j. J. Haberer 1972
Ilmu merupakan suatu hasil kegiatan insan yang merupakan kumpulan teori, metode dan praktek serta menjadi pranata dalam warga .

k. J.D. Bernal 1977
Ilmu merupakan suatu pranata atau metode yang membentuk keyakinan tentang alam semesta serta manusia.

l. E. Cantote 1977
Ilmu merupakan suatu output aktivitas manusia yg memiliki makna dan metode.1977 -1992

PENGERTIAN ILMU MENURUT PARA TOKOH

Pengertian Ilmu Menurut Para Tokoh
a. Prof. DR. Mohammad Hatta
Tiap-tiap ilmu merupakan pengetahuan yg teratur mengenai pekerjaan aturan kausal pada suatu golongan perkara yg sama tabiatnya, juga berdasarkan kedudukannya tampak berdasarkan luar, maupun berdasarkan bangunannya dari pada.

b. Prof. DR. A. Baiquni (Guru Besar Universitas Gadjah Mada)
Science adalah general consensus menurut rakyat yg terdiri berdasarkan para scientist.

c. Prof. DR. M. J. Langerveld (Pengajar Besar dalam Rijk Universiteit di Utrecht-Belanda)
Pengetahuan ialah kesatuan objek yg mengetahui dan objek yang diketahui. Suatu kesatuan dalam mana objek itu ditinjau sang subjek sebagai diketahuinya.

d. Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag
Ilmu merupakan yang realitas, rasional, umum serta sistematik, dan ke-empatnya serentak.

e. Karl Pearson
Ilmu merupakan lukisan atau berita yang komprehensif serta konsisten mengenai keterangan pengalaman dengan kata yg sederhana.

f. Ashley Montagu
Ilmu adalah pengetahuan yg disusun dalam satu sistem yang asal berdasarkan pengamatan, studi serta percobaan buat memilih hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.

g. Harsojo
Ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yg disistemasikan serta suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia realitas yaitu dunia yg terikat oleh faktor ruang serta waktu, dunia yang dalam prinsipnya bisa diamati sang panca indera manusia. Lebih lanjut ilmu didefinisikan menjadi suatu cara menganalisis yg mengijinkan pada pakar-ahlinya buat menyatakan suatu proposisi dalam bentuk : “ bila …. Maka“.

h. Afanasyef
Ilmu adalah segala yg diketahui manusia tentang alam, rakyat serta pikiran. Ia mencerminkan alam serta konsep-konsep, katagori serta aturan-aturan, yg ketetapannya serta kebenarannya diuji dengan pengalaman simpel.

i. Communality, The Liang Gie 1991
Ilmu merupakan sekumpulan proposisi sistematis yg terkandung pada pernyataan-pernyataan yang sahih dengan karakteristik pokok yg bersifat general, rational, objektif, sanggup diuji kebenarannya (verifikasi objektif), serta sanggup sebagai milik umum.

j. J. Haberer 1972
Ilmu merupakan suatu output aktivitas manusia yang adalah kumpulan teori, metode serta praktek serta menjadi pranata dalam rakyat.

k. J.D. Bernal 1977
Ilmu adalah suatu pranata atau metode yg membentuk keyakinan mengenai alam semesta dan manusia.

l. E. Cantote 1977
Ilmu merupakan suatu hasil kegiatan manusia yg memiliki makna dan metode.1977 -1992

PENGERTIAN FILSAFAT MENURUT PARA TOKOH

Pengertian Filsafat Menurut Para Tokoh
a. Pudjo Sumedi Alaihi Salam., Drs.,M.ed. Dan Mustakim, S.pd.,MM,
Istilah berdasarkan filsafat asal bahasa Yunani : ”philosophia”. Seiring perkembangan jaman akhirnya dikenal pula dalam berbagai bahasa, seperti : ”philosophic” pada kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, serta Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah” pada bahasa Arab.

b. Plato ( 428 -348 SM )
Filsafat adalah pengetahuan yg berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang orisinil. Filsafat tidak lain dari pengetahuan mengenai segala yg terdapat.

c. Aristoteles (384 – 322 SM)
Filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang mencakup kebenaran yang terkandung pada dalamnya ilmu-ilmu metafisika, nalar, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Dan kewajiban filsafat adalah memeriksa sebab serta asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu generik sekali. Tugas penyelidikan tentang karena telah dibagi kini sang filsafat dengan ilmu.

d. Rene Descartes
Pelopor filsafat terkini serta pelopor pembaruan pada abad ke-17 yg terkenal dengan ucapannya: “Cogito ergo Sum” (lantaran berpikir, maka aku ada) sebagai landasan filsafatnya. Berfilsafat berarti berpangkal pada suatu kebenaran yg fundamental atau pengalaman yang asasi.

e. Al Farabi
Filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) mengenai alam maujud bagaimana hakikat yg sebenarnya.

f. Cicero (106 – 43 SM )
Filsafat adalah menjadi “mak menurut semua seni “( the mother of all the arts“ dia pula mendefinisikan filsafat menjadi ars vitae (seni kehidupan )

g. Johann Gotlich Fickte (1762-1814 )
Filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu menurut ilmu-ilmu , yakni ilmu generik, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang serta seluruh jenis ilmu mencari kebenaran berdasarkan seluruh kenyataan.

h. Paul Nartorp (1854 – 1924)
Filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak memilih kesatuan pengetahuan manusia menggunakan membuktikan dasar akhir yang sama, yg memikul sekaliannya .

i. Imanuel Kant ( 1724 – 1804 )
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange sebagai utama serta pangkal dari segala pengetahuan yg didalamnya tercakup empat problem.
1. Apakah yang bisa kita kerjakan? (jawabannya metafisika)
2. Apakah yg seharusnya kita kerjakan? (jawabannya Etika)
3. Sampai dimanakah harapan kita? (jawabannya Agama)
4. Apakah yang dinamakan insan? (jawabannya Antropologi)
j. Notonegoro

Filsafat mempelajari hal-hal yg dijadikan objeknya berdasarkan sudut pada dasarnya yang absolut, yang tetap tidak berubah , yang dianggap hakekat.

k. Prof. Dr. N. Driyarkara S. J.
Filsafat adalah pikiran manusia yang radikal, menggunakan mengenyampingkan pendapat-pendapat dan pendirian-pendirian yg diterima saja dengan mencoba menerangkan pandangan yg adalah akar berdasarkan lain-lain pandangan dan perilaku praktis. Pandangan diarahkan pada sebab-sebab yg terakhir atau karena pertama (filsafat causes), dan nir diarahkan pada sebab yg terdekat (secundary causes), sepanjang kemungkinan yg terdapat dalam budi nurani manusia sinkron kemampuannya.

l. Harold H. Titus (1979 )
Filsafat merupakan sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan serta alam yang umumnya diterima secara tidak kritis. Filsafat merupakan suatu proses kritik atau pemikiran terhadap agama serta sikap yg dijunjung tinggi.

m. Prof. Mr.mumahamd Yamin
Filsafat ialah pemusatan pikiran , sebagai akibatnya manusia menemui kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.

n. Prof.dr.ismaun, M.pd.
Filsafat merupakan bisnis pemikiran serta renungan manusia menggunakan nalar serta qalbunya secara benar-benar-sungguh , yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal, integral dan radikal buat mencapai dan menemukan kebenaran yg hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yg sejati.

o. Bertrand Russel
Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi serta sains. Sebagaimana teologi , filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai kasus-masalah yang pengetahuan definitif tentangnya, hingga sebegitu jauh, nir mampu dipastikan;namun, seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian logika manusia daripada otoritas tradisi juga otoritas wahyu.

PENGERTIAN FILSAFAT MENURUT PARA TOKOH

Pengertian Filsafat Menurut Para Tokoh
a. Pudjo Sumedi Alaihi Salam., Drs.,M.ed. Dan Mustakim, S.pd.,MM,
Istilah berdasarkan filsafat dari bahasa Yunani : ”philosophia”. Seiring perkembangan jaman akhirnya dikenal jua dalam aneka macam bahasa, seperti : ”philosophic” pada kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” pada bahasa Latin; serta “falsafah” pada bahasa Arab.

b. Plato ( 428 -348 SM )
Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Filsafat nir lain dari pengetahuan mengenai segala yang terdapat.

c. Aristoteles (384 – 322 SM)
Filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yg mencakup kebenaran yg terkandung pada dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan keindahan. Dan kewajiban filsafat merupakan mengusut karena dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan mengenai sebab telah dibagi sekarang sang filsafat dengan ilmu.

d. Rene Descartes
Pelopor filsafat modern serta pelopor pembaruan dalam abad ke-17 yang terkenal dengan ucapannya: “Cogito ergo Sum” (lantaran berpikir, maka aku terdapat) sebagai landasan filsafatnya. Berfilsafat berarti berpangkal pada suatu kebenaran yg fundamental atau pengalaman yang asasi.

e. Al Farabi
Filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) tentang alam maujud bagaimana hakikat yg sebenarnya.

f. Cicero (106 – 43 SM )
Filsafat merupakan sebagai “mak menurut semua seni “( the mother of all the arts“ ia pula mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan )

g. Johann Gotlich Fickte (1762-1814 )
Filsafat menjadi Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu generik, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan semua bidang serta seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari semua fenomena.

h. Paul Nartorp (1854 – 1924)
Filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak memilih kesatuan pengetahuan insan dengan menandakan dasar akhir yg sama, yang memikul sekaliannya .

i. Imanuel Kant ( 1724 – 1804 )
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange menjadi pokok dan pangkal menurut segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.
1. Apakah yg bisa kita kerjakan? (jawabannya metafisika)
2. Apakah yg seharusnya kita kerjakan? (jawabannya Etika)
3. Sampai dimanakah asa kita? (jawabannya Agama)
4. Apakah yg dinamakan insan? (jawabannya Antropologi)
j. Notonegoro

Filsafat menyelidiki hal-hal yg dijadikan objeknya dari sudut intinya yg mutlak, yang tetap tidak berubah , yg diklaim hakekat.

k. Prof. Dr. N. Driyarkara S. J.
Filsafat adalah pikiran insan yg radikal, menggunakan mengenyampingkan pendapat-pendapat dan pendirian-pendirian yang diterima saja menggunakan mencoba menunjukkan pandangan yang adalah akar menurut lain-lain pandangan serta sikap praktis. Pandangan diarahkan kepada sebab-karena yg terakhir atau sebab pertama (filsafat causes), dan nir diarahkan pada karena yang terdekat (secundary causes), sepanjang kemungkinan yg ada pada budi nurani insan sesuai kemampuannya.

l. Harold H. Titus (1979 )
Filsafat merupakan sekumpulan sikap serta kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yg biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap agama serta perilaku yang dijunjung tinggi.

m. Prof. Mr.mumahamd Yamin
Filsafat adalah pemusatan pikiran , sehingga manusia menemui kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.

n. Prof.dr.ismaun, M.pd.
Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan insan menggunakan akal dan qalbunya secara sungguh-benar-benar , yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal, integral dan radikal buat mencapai dan menemukan kebenaran yg hakiki (pengetahuan, serta kearifan atau kebenaran yg sejati.

o. Bertrand Russel
Filsafat merupakan sesuatu yg berada pada tengah-tengah antara teologi serta sains. Sebagaimana teologi , filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai perkara-perkara yg pengetahuan definitif tentangnya, hingga sebegitu jauh, tidak mampu dipastikan;namun, misalnya sains, filsafat lebih menarik perhatian nalar manusia daripada otoritas tradisi maupun otoritas wahyu.

FILSAFAT DAN METODOLOGI ILMU DALAM ISLAM DAN PENERAPANNYA DI INDONESIA

Filsafat Dan Metodologi Ilmu Dalam Islam Dan Penerapannya Di Indonesia
Islam sudah menjadi kajian yang menarik minat banyak kalangan. Studi keislaman pun semakin berkembang. Islam nir lagi dipahami hanya pada pengertian historis serta doktriner, tetapi sudah sebagai fenomena yg kompleks. Islam nir hanya terdiri dari rangkaian petunjuk formal mengenai bagaimana seseorang individu harus memaknai kehidupannya. Islam sudah sebagai sebuah sistem budaya, peradaban, komunitas politik, ekonomi serta bagian sah dari perkembangan global. Mengkaji dan mendekati Islam, nir lagi mungkin hanya berdasarkan satu aspek, karenanya diperlukan metode dan pendekatan interdisipliner.

Kajian agama, termasuk Islam, misalnya disebutkan pada atas dilakukan sang sarjana Barat dengan menggunakan ilmu-ilmu sosial dan humanities, sebagai akibatnya muncul sejarah kepercayaan , psikologi agama, sosiologi agama, antropologi agama, dan lain-lain. Dalam perjalanan dan pengembangannya, sarjana Barat bukan hanya menjadikan rakyat Barat sebagai lapangan penelitiannya, namun jua warga di negara-negara berkembang, yang lalu memunculkan orientalisme.

Sarjana Barat sebenarnya sudah lebih dahulu serta lebih lama melakukan kajian terhadap kenyataan Islam menurut pelbagai aspek: sosiologis, kultural, konduite politik, doktrin, ekonomi, perkembangan tingkat pendidikan, jaminan keamanan, perawatan kesehatan, perkembangan minat serta kajian intelektual, serta seterusnya.

Sementara itu, agama atau keagamaan sebagai sistem kepercayaan pada kehidupan umat manusia dapat dikaji melalui banyak sekali sudut pandang. Islam khususnya, sebagai kepercayaan yang telah berkembang selama empatbelas abad lebih menyimpan poly banyak kasus yang perlu diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan pemikiran kegamaan juga empiris sosial, politik, ekonomi dan budaya. Salah satu sudut pandang yg dapat dikembangkankan bagi pengkajian Islam itu merupakan pendekatan sejarah. Berdasarkan sudut pandang tersebut, Islam dapat dipahami pada banyak sekali dimensinya. Betapa banyak dilema umat Islam sampai dalam perkembangannya kini , bisa dipelajari dengan berkaca pada insiden-insiden masa lampau, sebagai akibatnya segala kearifan masa lalu itu memungkinkan buat dijadikan cara lain rujukan di dalam menjawab problem-masalah masa sekarang. Di sinilah arti pentingnya sejarah bagi umat Islam dalam khususnya, apakah sejarah sebagai pengetahuan ataukah dia dijadikan pendekatan didalam mempelajari kepercayaan .

Bila sejarah dijadikan menjadi sesuatu pendekatan buat mempelajari agama, maka sudut pandangnya akan bisa membidik aneka-ragam peristiwa masa lampau. Sebab sejarah menjadi suatu metodologi menekankan perhatiannya pada pemahaman aneka macam gejala dalam dimensi waktu. Aspek kronologis sesuatu gejala, termasuk gejala agama atau keagamaan, merupakan ciri khas pada pada pendekatan sejarah. Lantaran itu penelitian terhadap tanda-tanda-gejala kepercayaan menurut pendekatan ini haruslah dipandang segi-segi prosesnya serta perubahan-perubahannya. Bahkan secara kritis, pendekatan sejarah itu bukanlah sebatas melihat segi pertumbuhan, perkembangan dan keruntuhan mengenai sesuatu peristiwa, melainkan jua mampu memahami tanda-tanda-gejala struktural yg menyertai insiden. Inilah pendekatan sejarah yg sesungguhnya perlu dikembangkan pada pada penelitian masalahmasalah kepercayaan .

Makalah ini berusaha membahas mengenai karakteristik pendekatan sejarah sebagai galat satu pendekatan pada pada Studi Islam menggunakan didahului pembahasan seputar aspek Studi Islam.

A. Studi Islam menjadi Disiplin Ilmu
Munculnya istilah Studi Islam, yang di global Barat dikenal menggunakan kata Islamic Studies, pada global Islam dikenal dengan Dirasah Islamiyah, sesungguhnya telah didahului sang adanya perhatian akbar terhadap disiplin ilmu agama yang terjadi pada abad ke sembilan belas di global Barat. Perhatian ini pada tandai dengan munculnya berbagai karya dalam bidang keagamaan, seperti: kitab Intruduction to The Science of Relegion karya F. Max Muller menurut Jerman (1873); Cernelis P. Tiele (1630-1902), P.D. Chantepie de la Saussay (1848-1920) yang berasal dari Belanda. Inggris melahirkan tokoh Ilmu Agama seperti E. B. Taylor (1838-1919). Perancis mempunyai Lucian Levy Bruhl (1857-1939), Louis Massignon (w. 1958) serta sebagainya. Amirika membuat tokoh misalnya William James (1842-1910) yang dikenal melalui karyanya The Varieties of Relegious Experience (1902). Eropa Timur menampilkan Bronislaw Malinowski (1884-1942) berdasarkan Polandia, Mircea Elaide menurut Rumania. Itulah sebagian nama yg dikenal dalam global ilmu agama, walaupun nir seluruhnya dapat penulis sebutkan di sini.

Tidak hanya pada Barat, pada Asia pun ada beberapa tokoh Ilmu Agama. Di Jepang muncul J. Takakusu yang berjasa memperkenalkan Budhisme pada penghujung abad kesembilan belas serta T. Suzuki dengan sederaetan karya ilmiahnya mengenai Zen Budhisme. India mempunyai S Radhakrishnan selaku pundit Ilmu Agama maupun filsafat India, Moses D. Granaprakasam, Religious Truth an relation between Religions (1950), serta P. D. Devanadan, penulis The Gospel and Renascent Hinduism, yang diterbitkan pada London pada 1959. Serta filsafat analitis.

Berbeda dengan global Barat, Ilmu Agama (baca: Studi Islam) di global Islam telah lama timbul. Dalam global Islam dikenal beberapa tokoh pada banyak sekali disiplin ilmu. Dalam bidang yurisprudensi (hukum) dikenal tokoh seperti Abu Hanifah, Al-Syafi’I, Malik, serta Ahmad bin Hanbal. Dalam bidang ilmu Tafsir dikenal tokoh misalnya Al-Thabary, Ibn Katsir, Al-Zamahsyari, serta sebagainya dalam lebih kurang abad kedua dan keempat hijriyah. Dan akhirnya timbul tokoh-tokoh abad kesembilan belas seperti: Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, serta Abad kedua puluh misalnya Musthafa al-Maraghy, penulis Tafsir al-Maraghy. Di bidang kalam pun timbul tokh-tokoh akbar berdasarkan banyak sekali aliran: Khawarij, Murji’ah, Syi’ah, Asy’ariyah, serta Mu’tazilah. Penulis bidang ini diantaranya; al-Qadhi Abdul Jabbar, penulis al-Mughny dan Syarah al-Ushul al-Khamsah (w. 415 H). Di bidang Tasawuf melahirkan tokoh-tokoh misalnya al-qusyairi yang populer dengan Kitabnya Al-Risalah al-Qusyairiyah (w. 456), Abu Nasr al-Sarraj al-Thusy (w. 378 H), penulis al-Luma’, Al-Kalabadzi, penulis al-ta’arruf li Madzhab Ahl al-Tashawwuf, Abdul Qadir al-Jailany, penulis kitan Sirr al-Asrar, al-Fath al-Rabbaniy, dan sebagainya.

Walaupun secara realitas studi ilmu kepercayaan (baca: studi Islam [agama]) keberadaannya tidak terbantahkan, namun dikalangan para ahli masih terdapat perdebatan di kurang lebih permasalahan apakah dia (Studi Islam) dapat dimasukkan ke pada bidang ilmu pengetahuan, mengingat sifat serta karakteristik antara ilmu pengetahuan dan kepercayaan tidak selaras. Pembahasan di lebih kurang perseteruan ini banyak dikemukakan oleh para pemikir Islam dewasa ini. Amin Abdullah contohnya menyampaikan apabila penyelenggaraan dan penyampaian Islamic Studies, Studi Islam, atau Dirasah Islamiyah hanya mendengarkan dakwah keagamaan di kelas, kemudian apa bedanya menggunakan kegiatan pengajian dan dakwah yg telah ramai diselenggarakan pada luar bangku sekolah? Merespon sinyalemen tadi menurut Amin Abdullah, pangkal tolak kesulitan pengembangan scope daerah kajian studi Islam atau Dirasah Islamiyah berakar dalam kesukaran seorang agamawan buat membedakan antara yang bersifat normative serta histories. Pada tataran normativ kelihatan Islam kurang pas bila dikatakan menjadi disiplin ilmu, sedangkan untiuk dataran histories nampaknya relevan.

Tidak hanya kesukaran yang dihadapi oleh seorang agamawan saja, melainkan dosen serta pengajar juga mengalami hal yang sama. Banyak dijumpai seorang pengajar atau dosen yang tidak mengerti fungsi dan substansi mata pelajaran atau mata kuliah yang diajarkan. Sehingga poly anak didik atau mahasiswa yang nir tahu apa yg mereka pelajari, benar-benar ironis.

Pada tataran normativitas studi Islam agaknya masih banyak terbebani sang misi keagamaan yang bersifat memihak, romantis, serta apologis, sebagai akibatnya kadar muatan analisis, kritis, metodologis, historis, realitas, terutama pada mempelajari teks-teks atau naskah-naskah produk sejarah terdahulu kurang begitu ditonjolkan, kecuali pada lingkungan para peneliti tertentu yang masih sangat terbatas.

Dengan demikian secara sederhana bisa ditemukan jawabannya bahwa ditinjau menurut segi normatif sebagaimana yg terdapat dalam al-Qur’an serta Hadits, maka Islam lebih merupakan agama yang nir bisa diberlakukan kepadanya paradigma ilmu ilmu pengetahuan yaitu kerangka berpikir analitis, kiritis, metodologis, historis, dan empiris. Sebagai agama, Islam lebih bersifat memihak, romantis, apologis, dan subyektif. Sedangkan jika dilihat menurut segi historis, yakni Islam pada arti yang dipraktekkan sang insan serta tumbuh serta berkembang dalam kehidupan manusia, maka Islam dapat dikatakan menjadi sebuah disiplin ilmu, yakni Ilmu Ke-Islaman, Islamic Studies, atau Dirasah Islamiyah. 

Perbedaan pada melihat Islam yg demikian itu dapat mengakibatkan perbedaan pada mengungkapkan Islam itu sendiri. Ketika Islam dilihat dari sudut normatif, maka Islam adalah kepercayaan yg di dalamnya berisi ajaran Tuhan yg berkaitan menggunakan urusan akidah dan mu’amalah. Sedangkan ketika Islam dicermati menurut sudut histories atau sebagaimana yang nampak pada rakyat, maka Islam tampil menjadi sebuah disiplin ilmu (Islamic Studies).

Selanjutnya studi Islam sebagaimana yang dikemukakan di atas, tidak sama jua menggunakan apa yang diklaim menjadi Sains Islam. Sains Islam sebagaimana yang dikemukakan sang Sayyed Husen Nasr merupakan sains yg dikembangkan sang kaum muslimin semenjak abad kedua hijriyah, seperti kedokteran, astronomi, serta lain sebagainya.

Dengan demikian sains Islam meliputi aneka macam pengetahuan terbaru yang dibangun atas arahan nilai-nilai Islami. Sementara studi Islam merupakan pengetahuan yg dirumuskan dari ajaran Islam yang dipraktekkan dalam sejarah dan kehidupan manusia. Sedangkan pengetahuan kepercayaan merupakan pengetahuan yg sepenuhnya diambil dari ajaran-ajaran Allah serta Rasulnya secara murni tanpa dipengaruhi sang sejarah, misalnya ajaran tentang akidah, ibadah, membaca al-Qur’an serta akhlak.

Berdasarkan uraian di atas, berkenaan menggunakan Studi Islam menjadi sebuah disiplin ilmu tersendiri sangat terkait erat dengan duduk perkara metode serta pendekatan yang akan dipakai dalam melakukan pengkajian terhadapnya. Inilah yg sebagai topik utama pada kajian makalah ini. 

Metode serta pendekatan pada Studi Islam mulai diperkenalkan oleh para pemikir Muslim Indonesia sekita tahun 1998 serta menjadi mejadi matakuliah baru menggunakan nama Metodologi Studi Islam (MSI) yang diajarkan di lingkup Perguruan Tinggi Agama Islam di Indonesia.

B. Pertumbuhan dan Obyek Studi Islam
Studi Islam, pada masa-masa awal, terutama masa Nabi dan sahabat, dilakukan di Masjid. Pusat-pusat studi Islam sebagaimana yang dikatakan oleh Ahmad Amin, Sejarawan Islam pada masa ini, berada di Hijaz berpusat Makkah serta Madinah; Irak berpusat di Basrah dan Kufah dan Damaskus. Masing-masing daerah diwakili sang sahabat ternama.

Pada masa keemasan Islam, dalam masa pemerintahan Abbasiyah, studi Islam di pusatkan pada Baghdad, Bait al-Hikmah. Sedangkan pada pemerintahan Islam pada Spanyol pada pusatkan pada Universitas Cordova dalam pemerintahan Abdurrahman III yang bergelar Al-Dahil. Di Mesir berpusat di Universitas al-Azhar yg didirikan oleh Dinasti Fathimiyah berdasarkan kalangan Syi’ah.

Studi Islam sekarang berkembang hampir pada seluruh negara di dunia, baik Islam maupun yg bukan Islam. Di Indonesia studi Islam dilaksanakan di UIN, IAIN, STAIN. Ada juga sejumlah PTS yg menyelengggarakan Studi Islam seperti Unissula (Semarang) dan Unisba (Bandung).

Studi Islam di negara-negara non Islam diselenggarakan pada beberapa negara, diantaranya di India, Chicago, Los Angeles, London, dan Kanada. Di Aligarch University India, Studi Islam pada bagi mnjadi 2: Islam sebagai doktrin di kaji di Fakultas Ushuluddin yang mempunyai dua jurusan, yaitu Jurusan Madzhab Ahli Sunnah serta Jurusan Madzhab Syi’ah. Sedangkan Islam menurut Aspek sejarah di kaji di Fakultas Humaniora dalam jurusan Islamic Studies. Di Jami’ah Millia Islamia, New Delhi, Islamic Studies Program pada kaji pada Fakultas Humaniora yang membawahi pula Arabic Studies, Persian Studies, serta Political Science.

Di Chicago, Kajian Islam diselenggarakan pada Chicago University. Secara organisatoris, studi Islam berada pada bawah Pusat Studi Timur Tengah serta Jurusan Bahasa, dan Kebudayaan Timur Dekat. Dilembaga ini, kajian Islam lebih mengutamakan kajian mengenai pemikiran Islam, Bahasa Arab, naskah-naskah klasik, dan bahasa-bahasa non-Arab.

Di Amirika, studi Islam dalam umumnya mengutamakan studi sejarah Islam, bahasa-bahasa Islam selain bahasa Arab, sastra serta ilmu-ilmu social. Studi Islam di Amirika berada pada bawah naungan Pusat Studi Timur Tengah dan Timur Dekat.

Di UCLA, studi Islam dibagi menjadi empat komponen. Pertama, doktrin serta sejarah Islam; kedua, bahasa Arab; ketiga, ilmu-ilmu social, sejarah, serta sosiologi. Di London, studi Islam digabungkan dalam School of Oriental and African Studies (Fakultas Studi Ketimuran dan Afrika) yang mempunyai berbagai jurusan bahasa dan kebudayaan pada Asia serta Afrika.

Dengan demikian obyek studi Islam bisa dikelompokkan sebagai beberapa bagian, yaitu, asal-sumber Islam, doktrin Islam, ritual serta institusi Islam, Sejarah Islam, aliran serta pemikiran tokoh, studi daerah, dan bahasa.

C. Metode serta Pendekatan Sejarah dalam Studi Islam
Jika disepakati bahwa Studi Islam (Islamic Studies) sebagai disiplin ilmu tersendiri. Maka telebih dahulu wajib di bedakan antara fenomena, pengetahuan, serta ilmu. 

Setidaknya terdapat dua kenyataan yg dijumpai dalam hidup ini. Pertama, kenyataan yang disepakati (agreed reality), yaitu segala sesuatu yang dipercaya konkret karena kita bersepakat menetapkannya menjadi kenyataan; fenomena yg dialami orang lain dan kita akui menjadi fenomena. Kedua, kenyataan yang didasarkan atas pengalaman kita sendiri (experienced reality). Berdasarkan adanya dua jenis fenomena itu, pegetahuan pun terbagi menjadi 2 macam; pengetahuan yg diperoleh melalui persetujuan serta pengetahuan yg diperoleh melalui pengalaman langsung atau observasi. Pengetahuan pertama diperoleh menggunakan cara mempercayai apa yang dikatakan orang lain karena kita tidak belajar segala sesuatu melalui pengalaman kita sendiri.

Bagaimanapun beragamnya pengetahuan, namun terdapat satu hal yg mesti diingat, bahwa setiap tipe pengetahuan mengajukan tuntutan (claim) supaya orang membentuk apa yang diketahui menjadi sesuatu yg benar (valid) atau benar (true).

Kesahihan pengetahuan benyak bergantung pada sumbernya. Ada dua sumber pengetahuan yg kita peroleh melalui agreement: tradisi dan autoritas. Sumber tradisi merupakan pengetahuan yg diperoleh melalui warisan atau transmisi dari generasi ke generasi (al-tawatur). Sumber pengetahuan kedua merupakan autoritas (authority), yaitu pengetahuan yg didapatkan melalui inovasi-penemuan baru sang mereka yang memiliki kewenangan serta keahlian di bidangnya. Penerimaan autoritas menjadi pengetahuan bergantung dalam status orang yang menemukannya atau menyampaikannya.

Berbeda dengan pengetahuan, ilmu dalam arti science menunjukkan 2 bentuk pendekatan terhadap kenyataan (reality), baik agreed reality maupun experienced reality, melalui penalaran personal, yaitu pendekatan khusus buat menemukan kenyataan itu. Ilmu menunjukkan pendekatan khusus yg diklaim metodologi, yaitu ilmu buat mengetahui. 

Metode terbaik buat memperoleh pengetahuan adalah metode ilmiah (scientific method). Untuk tahu metode ini terlebih dahulu wajib dipahami pengertian ilmu. Ilmu pada arti science dapat dibedakan dengan ilmu dalam arti pengetahuan (knowledge). Ilmu merupakan pengetahuan yang sistematik. Ilmu mengawali penjelajahannya menurut pengalaman manusia dan berhenti pada batas penglaman itu. Ilmu dalam pengertian ini tidak menilik wacana surga maupun neraka karena keduanya berada diluar jangkauan pengalaman insan. Demikian juga tentang keadaan sebelum dan setelah mangkat , tidak sebagai obyek penjelajahan ilmu. Hal-hal misalnya ini menjadi kajian agama. Tetapi demikian, pengetahuan agama yg telah tersusun secara sistematik, terstruktur, dan berdisiplin, bisa juga dinyatakan sebagai ilmu kepercayaan .

Menurut Ibnu Taimiyyah ilmu apapun mempunyai dua macam sifat: tabi’ serta matbu’. Ilmu yang memiliki sifat yang pertama merupakan ilmu yang keberadaan obyeknya nir memerlukan pengetahuan si subyeknya tentang eksistensi obyek tadi. Sifat ilmu yg kedua, artinya ilmu yg keberadaan obyeknya bergantung dalam pengetahuan serta asa si subyek. 

Berdasarkan teori ilmu di atas, ilmu pada bagi pada dua cabang akbar. Pertama ilmu tentang Tuhan, dan kedua ilmu mengenai makhluk-makhluk kreasi Tuhan. Ilmu pertama melahirkan ilmu kalam atau teology, serta ilmu ke 2 melahirkan ilmu-ilmu tafsir, hadits, fiqh, serta metodologi dalam arti generik. Ilmu-ilmu kealaman dengan menggunakan metode ilmiah termasuk kedalam cabang ilmu kedua ilmu ini.

Ilmu pada kategori kedua, menurut Ibnu Taimiyyah dapat dipersamakan menggunakan ilmu berdasarkan pengertian para pakar ilmu modern, yakni ilmu yang didasarkan atas mekanisme metode ilmiah serta kaidah-kaidahnya. Yang dimaksud metode di sini merupakan cara mengetahui sesuatu menggunakan langkah-langkah yg sistematik. Sedangkan kajian mengenai kaidah-kaidah dalam metode tadi disebut metodologi. Dengan demikian metode ilmiah tak jarang dikenal sebagai proses logico-hipotetico-verifikasi yang merupakan adonan menurut metode deduktif serta induktif. Dalam kontek inilah ilmu kepercayaan dalam Studi Islam (Islamic Studies) yg menjadi disiplin ilmu tersendiri, harus dipelajari dengan memakai mekanisme ilmiah. Yakni harus menggunakan metode serta pendekatan yg sistematis, terukur berdasarkan kondisi-syarat ilmiah.

Dalam studi Islam dikenal adanya beberapa metode yang dipergunakan dalam tahu Islam. Penguasaan serta ketepatan pemilihan metode tidak dapat dipercaya sepele. Lantaran dominasi metode yang tepat bisa menyebabkan seorang dapat berbagi ilmu yg dimilikinya. Sebaliknya mereka yg tidak menguasai metode hanya akan sebagai konsumen ilmu, dan bukan menjadi pembuat. Oleh karena itu disadari bahwa kemampuan dalam menguasai materi keilmuan tertentu perlu diimbangi dengan kemampuan di bidang metodologi sehingga pengetahuan yang dimilikinya bisa dikembangkan.

Diantara metode studi Islam yg pernah terdapat pada sejarah, secara garis besar bisa dibagi sebagai dua. Pertama, metode komparasi, yaitu suatu cara tahu agama dengan membandingkan semua aspek yg ada dalam agama Islam tadi dengan kepercayaan lainnya. Dengan cara yg demikian akan dihasilkan pemahaman Islam yang obyektif dan utuh. Kedua metode buatan, yaitu suatu cara tahu Islam yang memadukan antara metode ilmiah dengan segala cirinya yang rasional, obyektif, kritis, dan seterusnya dengan metode teologis normative. Metode ilmiah digunakan buat memahami Islam yg nampak dalam kenyataan histories, realitas, dan sosiologis. Sedangkan metode teologis normative digunakan buat tahu Islam yang terkandung pada kitab kudus. Melalui metode teologis normative ini seseorang memulainya dari meyakini Islam menjadi kepercayaan kepercayaan yg mutlak sahih. Hal ini di dasarkan kerena agama berasal menurut Tuhan, serta apa yang asal dari Tuhan absolut benar, maka agamapun mutlak benar. Setelah itu dilanjutkan dengan melihat agama sebagaimana norma ajaran yang berkaitan dengan banyak sekali aspek kehidupan insan yang secara keseluruhan diyakini amat ideal.

Metode-metode yg digunakan buat tahu Islam itu suatu saat mungkin dpandang nir relatif lagi, sehingga dibutuhkan adanya pendekatan baru yg harus terus digali oleh para pembaharu. Dalam konteks penelitian, pendekatan-pendekatan (approaches) ini tentu saja mengandung arti satuan dari teori, metode, serta teknik penelitian. Terdapat poly pendekatan yg digunakan dalam memahami kepercayaan . Diantaranya merupakan pendekatan teologis normative, antropologis, sosiologis, psikologis, histories, kebudayaan, serta pendekatan filodofis. Adapun pendekatan yg dimaksud di sini (bukan pada konteks penelitian), merupakan cara pandang atau paradigma yang masih ada dalam satu bidang ilmu yg selanjutnya digunakan pada tahu kepercayaan . Dalam hubungan ini, Jalaluddin Rahmat, menandasakan bahwa agama dapat diteliti menggunakan memakai berbagai kerangka berpikir. Realitas keagamaan yg diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sinkron menggunakan kerangka paradigmanya. Lantaran itu tidak terdapat persoalan apakah penelitian kepercayaan itu penelitian ilmu social, penelitian filosofis, atau penelitian legalistic.

Mengenai banyaknya pendekatan ini, penulis nir akan menguraikan secara keseluruhan pendekatan yang terdapat, melaikan hanya pendekatan histories sinkron menggunakan judul pada atas, yakni pendekatan histories.

Sejarah atau histories adalah suatu ilmu yg pada dalamnya dibahas berbagai peristiwa menggunakan memperhatikan unsure loka, waktu, obyek, latar belakang, serta pelaku menurut peristiwa tadi. Menurut ilmu ini segala insiden dapat dilacak menggunakan melihat kapan insiden itu terjadi, pada mana, apa sebabnya, siapa yg terlibat pada insiden tersebut.

Melalui pendekatan sejarah seorang diajak menukik menurut alam idealis ke alam yang bersifat emiris serta mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yg masih ada dalam alam idealis menggunakan yang ada pada alam realitas serta histories.

Pendekatan kesejarahan ini amat diperlukan dalam memahami agama, lantaran gama itu sendiri turun pada situasi yg konkret bahkan berkaitan menggunakan kondisi social kemasyarakatan. Dalam hubungan ini Kuntowijoyo telah melakukan studi yg mendalam terhadap agama yg pada hal ini Islam, menurut pendekatan sejarah. Ketika ia mengusut al-Qur’an dia sampai pada satu kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan al-Qur’an itu terbagi sebagai dua bagian. Bagian pertama, berisi konsep-konsep, dan bagian ke 2 berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.

Dalam bagian pertama yang berisi konsep ini kita mendapati poly sekali istilah al-Qur’an yang merujuk kepada pengertian-pengertian normative yg khusus, doktrin-doktrin etik, anggaran-anggaran legal, serta ajaran-ajaran keagamaan pada umumnya. Istilah-kata atau singkatnya pernyataan-pernyataan itu mungkin diangkat menurut konsep-konsep yang telah dikenal sang warga Arab dalam waktu al-Qur’an, atau bias jadi adalah kata-kata baru yang dibentuk buat mendukung adanya konsep-konsep relegius yang ingin diperkenalkannya. Yang jelas istilah itu kemudian dintegrasikan ke pada pandangan global al-Qur’an, dan dengan demikian, lalu sebagai onsep-konsep yg otentik.

Dalam bagian pertama ini, kita mengenal banyak sekali konsep baik yang bersifat tak berbentuk maupun konkret. Konsep tentang Allah, Malaikat, Akherat, ma’ruf, munkar, serta sebagainya merupakan termasuk yang abstrak. Sedangkan konsep mengenai fuqara’, masakin, termasuk yang konkret.

Selanjutnya, apabila dalam bagian yg berisi konsep, al-Qur’an bermaksud membangun pemahaman yang komprehensif tentang nilai-nilai Islam, maka pada bagian yg ke 2 yang berisi kisah dan perumpamaan, al-Qur’an ingin mengajak dilakukannya perenungan buat memperoleh nasihat. Melalui pendekatan sejarah ini seorang diajak untuk memasuki keadaan yg sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini maka seseorag tidak akan memahami agama keluar menurut konteks historisnya. Seseorang yang ingin tahu al-Qur’an secara sahih misalnya, yg bersangkutan harus memahami sejarah turunnya al-Qur’an atau peristiwa-insiden yg mengiringi turunnya al-Qur’an yang selanjutnya dianggap dengan ilmu asbab al-nuzul yg dalam intinya berisi sejarah turunnya ayat al-Qur’an. Dengan ilmu ini seseorang akan bisa mengetahui nasihat yg terkadung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan aturan tertentu, serta ditujukan buat memelihara syari’at dari kekeliruan memahaminya.

FILSAFAT DAN METODOLOGI ILMU DALAM ISLAM DAN PENERAPANNYA DI INDONESIA

Filsafat Dan Metodologi Ilmu Dalam Islam Dan Penerapannya Di Indonesia
Islam sudah menjadi kajian yg menarik minat banyak kalangan. Studi keislaman pun semakin berkembang. Islam tidak lagi dipahami hanya pada pengertian historis serta doktriner, namun sudah sebagai kenyataan yg kompleks. Islam nir hanya terdiri menurut rangkaian petunjuk formal mengenai bagaimana seseorang individu wajib memaknai kehidupannya. Islam sudah sebagai sebuah sistem budaya, peradaban, komunitas politik, ekonomi serta bagian sah menurut perkembangan dunia. Mengkaji serta mendekati Islam, tidak lagi mungkin hanya dari satu aspek, karenanya diharapkan metode serta pendekatan interdisipliner.

Kajian kepercayaan , termasuk Islam, seperti disebutkan pada atas dilakukan sang sarjana Barat dengan memakai ilmu-ilmu sosial serta humanities, sebagai akibatnya ada sejarah agama, psikologi agama, sosiologi agama, antropologi agama, dan lain-lain. Dalam perjalanan dan pengembangannya, sarjana Barat bukan hanya menjadikan warga Barat sebagai lapangan penelitiannya, namun jua masyarakat di negara-negara berkembang, yang kemudian memunculkan orientalisme.

Sarjana Barat sebenarnya telah lebih dahulu dan lebih lama melakukan kajian terhadap kenyataan Islam dari pelbagai aspek: sosiologis, kultural, perilaku politik, doktrin, ekonomi, perkembangan tingkat pendidikan, agunan keamanan, perawatan kesehatan, perkembangan minat dan kajian intelektual, serta seterusnya.

Sementara itu, kepercayaan atau keagamaan sebagai sistem agama dalam kehidupan umat manusia dapat dikaji melalui banyak sekali sudut pandang. Islam khususnya, sebagai kepercayaan yang telah berkembang selama empatbelas abad lebih menyimpan poly banyak masalah yg perlu diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan pemikiran kegamaan maupun realitas sosial, politik, ekonomi dan budaya. Salah satu sudut pandang yg bisa dikembangkankan bagi pengkajian Islam itu merupakan pendekatan sejarah. Berdasarkan sudut pandang tadi, Islam bisa dipahami pada aneka macam dimensinya. Betapa banyak dilema umat Islam hingga pada perkembangannya kini , bisa dipelajari menggunakan berkaca kepada insiden-peristiwa masa lampau, sebagai akibatnya segala kearifan masa lalu itu memungkinkan buat dijadikan alternatif rujukan di dalam menjawab problem-problem masa kini . Di sinilah arti pentingnya sejarah bagi umat Islam pada khususnya, apakah sejarah menjadi pengetahuan ataukah beliau dijadikan pendekatan didalam menyelidiki agama.

Bila sejarah dijadikan menjadi sesuatu pendekatan buat mempelajari agama, maka sudut pandangnya akan bisa membidik aneka-ragam peristiwa masa lampau. Sebab sejarah menjadi suatu metodologi menekankan perhatiannya pada pemahaman banyak sekali tanda-tanda dalam dimensi ketika. Aspek kronologis sesuatu gejala, termasuk tanda-tanda kepercayaan atau keagamaan, adalah karakteristik khas pada dalam pendekatan sejarah. Karena itu penelitian terhadap gejala-gejala kepercayaan dari pendekatan ini haruslah ditinjau segi-segi prosesnya serta perubahan-perubahannya. Bahkan secara kritis, pendekatan sejarah itu bukanlah sebatas melihat segi pertumbuhan, perkembangan serta keruntuhan mengenai sesuatu insiden, melainkan pula sanggup tahu tanda-tanda-gejala struktural yg menyertai peristiwa. Inilah pendekatan sejarah yg sesungguhnya perlu dikembangkan di pada penelitian masalahmasalah agama.

Makalah ini berusaha membahas tentang ciri pendekatan sejarah menjadi salah satu pendekatan pada dalam Studi Islam menggunakan didahului pembahasan seputar aspek Studi Islam.

A. Studi Islam menjadi Disiplin Ilmu
Munculnya istilah Studi Islam, yang pada dunia Barat dikenal menggunakan istilah Islamic Studies, pada global Islam dikenal dengan Dirasah Islamiyah, sesungguhnya sudah didahului sang adanya perhatian akbar terhadap disiplin ilmu agama yg terjadi pada abad ke sembilan belas di dunia Barat. Perhatian ini pada tandai dengan munculnya berbagai karya dalam bidang keagamaan, seperti: buku Intruduction to The Science of Relegion karya F. Max Muller dari Jerman (1873); Cernelis P. Tiele (1630-1902), P.D. Chantepie de la Saussay (1848-1920) yang asal menurut Belanda. Inggris melahirkan tokoh Ilmu Agama seperti E. B. Taylor (1838-1919). Perancis memiliki Lucian Levy Bruhl (1857-1939), Louis Massignon (w. 1958) serta sebagainya. Amirika menghasilkan tokoh misalnya William James (1842-1910) yg dikenal melalui karyanya The Varieties of Relegious Experience (1902). Eropa Timur menampilkan Bronislaw Malinowski (1884-1942) berdasarkan Polandia, Mircea Elaide menurut Rumania. Itulah sebagian nama yang dikenal dalam global ilmu kepercayaan , walaupun nir seluruhnya bisa penulis sebutkan pada sini.

Tidak hanya di Barat, di Asia pun timbul beberapa tokoh Ilmu Agama. Di Jepang ada J. Takakusu yg berjasa memperkenalkan Budhisme pada penghujung abad kesembilan belas dan T. Suzuki menggunakan sederaetan karya ilmiahnya tentang Zen Budhisme. India memiliki S Radhakrishnan selaku pundit Ilmu Agama maupun filsafat India, Moses D. Granaprakasam, Religious Truth an relation between Religions (1950), serta P. D. Devanadan, penulis The Gospel and Renascent Hinduism, yg diterbitkan di London dalam 1959. Dan filsafat analitis.

Berbeda dengan dunia Barat, Ilmu Agama (baca: Studi Islam) di global Islam telah lama ada. Dalam dunia Islam dikenal beberapa tokoh pada aneka macam disiplin ilmu. Dalam bidang yurisprudensi (hukum) dikenal tokoh seperti Abu Hanifah, Al-Syafi’I, Malik, serta Ahmad bin Hanbal. Dalam bidang ilmu Tafsir dikenal tokoh seperti Al-Thabary, Ibn Katsir, Al-Zamahsyari, dan sebagainya pada sekitar abad ke 2 dan keempat hijriyah. Dan akhirnya ada tokoh-tokoh abad kesembilan belas misalnya: Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, serta Abad ke 2 puluh seperti Musthafa al-Maraghy, penulis Tafsir al-Maraghy. Di bidang kalam pun muncul tokh-tokoh akbar dari berbagai aliran: Khawarij, Murji’ah, Syi’ah, Asy’ariyah, serta Mu’tazilah. Penulis bidang ini antara lain; al-Qadhi Abdul Jabbar, penulis al-Mughny dan Syarah al-Ushul al-Khamsah (w. 415 H). Di bidang Tasawuf melahirkan tokoh-tokoh misalnya al-qusyairi yang terkenal dengan Kitabnya Al-Risalah al-Qusyairiyah (w. 456), Abu Nasr al-Sarraj al-Thusy (w. 378 H), penulis al-Luma’, Al-Kalabadzi, penulis al-ta’arruf li Madzhab Ahl al-Tashawwuf, Abdul Qadir al-Jailany, penulis kitan Sirr al-Asrar, al-Fath al-Rabbaniy, serta sebagainya.

Walaupun secara realitas studi ilmu kepercayaan (baca: studi Islam [agama]) keberadaannya nir terbantahkan, namun dikalangan para pakar masih masih ada perdebatan di lebih kurang perseteruan apakah beliau (Studi Islam) bisa dimasukkan ke dalam bidang ilmu pengetahuan, mengingat sifat serta karakteristik antara ilmu pengetahuan dan agama tidak selaras. Pembahasan pada kurang lebih permasalahan ini poly dikemukakan oleh para pemikir Islam dewasa ini. Amin Abdullah misalnya mengatakan jika penyelenggaraan dan penyampaian Islamic Studies, Studi Islam, atau Dirasah Islamiyah hanya mendengarkan dakwah keagamaan pada kelas, kemudian apa bedanya dengan kegiatan pengajian serta dakwah yg sudah ramai diselenggarakan pada luar bangku sekolah? Merespon sinyalemen tadi menurut Amin Abdullah, pangkal tolak kesulitan pengembangan scope daerah kajian studi Islam atau Dirasah Islamiyah berakar dalam kesukaran seorang agamawan untuk membedakan antara yang bersifat normative serta histories. Pada tataran normativ kelihatan Islam kurang pas bila dikatakan sebagai disiplin ilmu, sedangkan untiuk dataran histories nampaknya relevan.

Tidak hanya kesukaran yang dihadapi oleh seorang agamawan saja, melainkan dosen serta pengajar jua mengalami hal yang sama. Banyak dijumpai seorang guru atau dosen yang nir mengerti fungsi dan substansi mata pelajaran atau mata kuliah yang diajarkan. Sehingga poly siswa atau mahasiswa yang tidak memahami apa yg mereka pelajari, sungguh ironis.

Pada tataran normativitas studi Islam agaknya masih poly terbebani sang misi keagamaan yang bersifat memihak, romantis, dan apologis, sebagai akibatnya kadar muatan analisis, kritis, metodologis, historis, empiris, terutama pada mempelajari teks-teks atau naskah-naskah produk sejarah terdahulu kurang begitu ditonjolkan, kecuali dalam lingkungan para peneliti eksklusif yg masih sangat terbatas.

Dengan demikian secara sederhana bisa ditemukan jawabannya bahwa dipandang dari segi normatif sebagaimana yg masih ada dalam al-Qur’an dan Hadits, maka Islam lebih merupakan kepercayaan yang tidak dapat diberlakukan kepadanya kerangka berpikir ilmu ilmu pengetahuan yaitu kerangka berpikir analitis, kiritis, metodologis, historis, dan empiris. Sebagai kepercayaan , Islam lebih bersifat memihak, romantis, apologis, serta subyektif. Sedangkan apabila dilihat menurut segi historis, yakni Islam pada arti yg dipraktekkan sang insan dan tumbuh serta berkembang dalam kehidupan insan, maka Islam bisa dikatakan sebagai sebuah disiplin ilmu, yakni Ilmu Ke-Islaman, Islamic Studies, atau Dirasah Islamiyah. 

Perbedaan pada melihat Islam yang demikian itu bisa menimbulkan disparitas dalam menjelaskan Islam itu sendiri. Ketika Islam dipandang berdasarkan sudut normatif, maka Islam adalah agama yang di dalamnya berisi ajaran Tuhan yg berkaitan dengan urusan akidah serta mu’amalah. Sedangkan saat Islam dilihat menurut sudut histories atau sebagaimana yg nampak dalam masyarakat, maka Islam tampil menjadi sebuah disiplin ilmu (Islamic Studies).

Selanjutnya studi Islam sebagaimana yg dikemukakan pada atas, tidak sinkron pula dengan apa yang dianggap sebagai Sains Islam. Sains Islam sebagaimana yang dikemukakan oleh Sayyed Husen Nasr merupakan sains yang dikembangkan oleh kaum muslimin sejak abad kedua hijriyah, seperti kedokteran, astronomi, serta lain sebagainya.

Dengan demikian sains Islam mencakup banyak sekali pengetahuan terkini yg dibangun atas arahan nilai-nilai Islami. Sementara studi Islam adalah pengetahuan yg dirumuskan dari ajaran Islam yang dipraktekkan dalam sejarah serta kehidupan manusia. Sedangkan pengetahuan agama merupakan pengetahuan yang sepenuhnya diambil menurut ajaran-ajaran Allah dan Rasulnya secara murni tanpa dipengaruhi oleh sejarah, seperti ajaran tentang akidah, ibadah, membaca al-Qur’an serta akhlak.

Berdasarkan uraian di atas, berkenaan menggunakan Studi Islam sebagai sebuah disiplin ilmu tersendiri sangat terkait erat dengan persoalan metode dan pendekatan yg akan digunakan pada melakukan pengkajian terhadapnya. Inilah yg menjadi topik utama dalam kajian makalah ini. 

Metode serta pendekatan dalam Studi Islam mulai diperkenalkan sang para pemikir Muslim Indonesia sekita tahun 1998 serta menjadi mejadi matakuliah baru menggunakan nama Metodologi Studi Islam (MSI) yang diajarkan di lingkup Perguruan Tinggi Agama Islam di Indonesia.

B. Pertumbuhan serta Obyek Studi Islam
Studi Islam, pada masa-masa awal, terutama masa Nabi serta teman, dilakukan pada Masjid. Pusat-sentra studi Islam sebagaimana yg dikatakan oleh Ahmad Amin, Sejarawan Islam pada masa ini, berada di Hijaz berpusat Makkah dan Madinah; Irak berpusat pada Basrah serta Kufah serta Damaskus. Masing-masing wilayah diwakili oleh teman ternama.

Pada masa keemasan Islam, dalam masa pemerintahan Abbasiyah, studi Islam di pusatkan pada Baghdad, Bait al-Hikmah. Sedangkan dalam pemerintahan Islam pada Spanyol pada pusatkan pada Universitas Cordova pada pemerintahan Abdurrahman III yang bergelar Al-Dahil. Di Mesir berpusat di Universitas al-Azhar yang didirikan oleh Dinasti Fathimiyah berdasarkan kalangan Syi’ah.

Studi Islam sekarang berkembang hampir di seluruh negara pada global, baik Islam juga yang bukan Islam. Di Indonesia studi Islam dilaksanakan di UIN, IAIN, STAIN. Ada jua sejumlah Perguruan Tinggi Swasta yg menyelengggarakan Studi Islam seperti Unissula (Semarang) serta Unisba (Bandung).

Studi Islam di negara-negara non Islam diselenggarakan pada beberapa negara, diantaranya di India, Chicago, Los Angeles, London, dan Kanada. Di Aligarch University India, Studi Islam pada bagi mnjadi 2: Islam menjadi doktrin pada kaji di Fakultas Ushuluddin yang memiliki dua jurusan, yaitu Jurusan Madzhab Ahli Sunnah dan Jurusan Madzhab Syi’ah. Sedangkan Islam berdasarkan Aspek sejarah pada kaji di Fakultas Humaniora pada jurusan Islamic Studies. Di Jami’ah Millia Islamia, New Delhi, Islamic Studies Program di kaji pada Fakultas Humaniora yang membawahi jua Arabic Studies, Persian Studies, serta Political Science.

Di Chicago, Kajian Islam diselenggarakan pada Chicago University. Secara organisatoris, studi Islam berada pada bawah Pusat Studi Timur Tengah serta Jurusan Bahasa, serta Kebudayaan Timur Dekat. Dilembaga ini, kajian Islam lebih mengutamakan kajian tentang pemikiran Islam, Bahasa Arab, naskah-naskah klasik, dan bahasa-bahasa non-Arab.

Di Amirika, studi Islam dalam biasanya mengutamakan studi sejarah Islam, bahasa-bahasa Islam selain bahasa Arab, sastra serta ilmu-ilmu social. Studi Islam pada Amirika berada di bawah naungan Pusat Studi Timur Tengah dan Timur Dekat.

Di UCLA, studi Islam dibagi menjadi empat komponen. Pertama, doktrin serta sejarah Islam; kedua, bahasa Arab; ketiga, ilmu-ilmu social, sejarah, serta sosiologi. Di London, studi Islam digabungkan pada School of Oriental and African Studies (Fakultas Studi Ketimuran serta Afrika) yg mempunyai banyak sekali jurusan bahasa dan kebudayaan di Asia dan Afrika.

Dengan demikian obyek studi Islam dapat dikelompokkan sebagai beberapa bagian, yaitu, sumber-sumber Islam, doktrin Islam, ritual dan institusi Islam, Sejarah Islam, genre serta pemikiran tokoh, studi tempat, serta bahasa.

C. Metode serta Pendekatan Sejarah pada Studi Islam
Jika disepakati bahwa Studi Islam (Islamic Studies) sebagai disiplin ilmu tersendiri. Maka telebih dahulu harus di bedakan antara fenomena, pengetahuan, dan ilmu. 

Setidaknya ada 2 kenyataan yang dijumpai dalam hidup ini. Pertama, fenomena yg disepakati (agreed reality), yaitu segala sesuatu yang dipercaya nyata karena kita bersepakat menetapkannya menjadi kenyataan; fenomena yg dialami orang lain serta kita akui menjadi fenomena. Kedua, fenomena yang didasarkan atas pengalaman kita sendiri (experienced reality). Berdasarkan adanya 2 jenis kenyataan itu, pegetahuan pun terbagi sebagai dua macam; pengetahuan yang diperoleh melalui persetujuan dan pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman eksklusif atau observasi. Pengetahuan pertama diperoleh dengan cara mempercayai apa yang dikatakan orang lain karena kita nir belajar segala sesuatu melalui pengalaman kita sendiri.

Bagaimanapun beragamnya pengetahuan, namun ada satu hal yg mesti diingat, bahwa setiap tipe pengetahuan mengajukan tuntutan (claim) agar orang membangun apa yang diketahui menjadi sesuatu yg benar (valid) atau sahih (true).

Kesahihan pengetahuan benyak bergantung dalam sumbernya. Ada 2 asal pengetahuan yang kita peroleh melalui agreement: tradisi serta autoritas. Sumber tradisi adalah pengetahuan yang diperoleh melalui warisan atau transmisi menurut generasi ke generasi (al-tawatur). Sumber pengetahuan ke 2 adalah autoritas (authority), yaitu pengetahuan yang didapatkan melalui penemuan-penemuan baru sang mereka yg mempunyai wewenang serta keahlian pada bidangnya. Penerimaan autoritas menjadi pengetahuan bergantung pada status orang yg menemukannya atau menyampaikannya.

Berbeda dengan pengetahuan, ilmu pada arti science menunjukkan 2 bentuk pendekatan terhadap kenyataan (reality), baik agreed reality juga experienced reality, melalui penalaran personal, yaitu pendekatan spesifik buat menemukan kenyataan itu. Ilmu memberikan pendekatan khusus yg diklaim metodologi, yaitu ilmu buat mengetahui. 

Metode terbaik buat memperoleh pengetahuan merupakan metode ilmiah (scientific method). Untuk memahami metode ini terlebih dahulu harus dipahami pengertian ilmu. Ilmu pada arti science dapat dibedakan menggunakan ilmu dalam arti pengetahuan (knowledge). Ilmu adalah pengetahuan yg sistematik. Ilmu mengawali penjelajahannya dari pengalaman manusia dan berhenti pada batas penglaman itu. Ilmu dalam pengertian ini tidak menilik ihwal surga maupun neraka karena keduanya berada diluar jangkauan pengalaman insan. Demikian pula tentang keadaan sebelum serta sesudah tewas, tidak menjadi obyek penjelajahan ilmu. Hal-hal misalnya ini sebagai kajian kepercayaan . Tetapi demikian, pengetahuan kepercayaan yg telah tersusun secara sistematik, terstruktur, serta berdisiplin, bisa jua dinyatakan menjadi ilmu kepercayaan .

Menurut Ibnu Taimiyyah ilmu apapun memiliki 2 macam sifat: tabi’ serta matbu’. Ilmu yang mempunyai sifat yg pertama merupakan ilmu yang eksistensi obyeknya tidak memerlukan pengetahuan si subyeknya tentang keberadaan obyek tadi. Sifat ilmu yg kedua, merupakan ilmu yang keberadaan obyeknya bergantung dalam pengetahuan dan asa si subyek. 

Berdasarkan teori ilmu di atas, ilmu di bagi kepada dua cabang akbar. Pertama ilmu mengenai Tuhan, serta kedua ilmu tentang makhluk-makhluk kreasi Tuhan. Ilmu pertama melahirkan ilmu kalam atau teology, dan ilmu kedua melahirkan ilmu-ilmu tafsir, hadits, fiqh, dan metodologi pada arti generik. Ilmu-ilmu kealaman menggunakan memakai metode ilmiah termasuk kedalam cabang ilmu ke 2 ilmu ini.

Ilmu dalam kategori kedua, berdasarkan Ibnu Taimiyyah dapat dipersamakan dengan ilmu dari pengertian para pakar ilmu modern, yakni ilmu yang didasarkan atas mekanisme metode ilmiah dan kaidah-kaidahnya. Yang dimaksud metode pada sini merupakan cara mengetahui sesuatu menggunakan langkah-langkah yang sistematik. Sedangkan kajian mengenai kaidah-kaidah dalam metode tersebut disebut metodologi. Dengan demikian metode ilmiah sering dikenal sebagai proses logico-hipotetico-pembuktian yang merupakan adonan menurut metode deduktif serta induktif. Dalam kontek inilah ilmu agama dalam Studi Islam (Islamic Studies) yang menjadi disiplin ilmu tersendiri, harus dipelajari menggunakan memakai mekanisme ilmiah. Yakni harus menggunakan metode dan pendekatan yang sistematis, terukur menurut kondisi-kondisi ilmiah.

Dalam studi Islam dikenal adanya beberapa metode yg dipergunakan pada memahami Islam. Penguasaan serta ketepatan pemilihan metode tidak dapat dipercaya sepele. Lantaran dominasi metode yg sempurna dapat mengakibatkan seseorang dapat menyebarkan ilmu yg dimilikinya. Sebaliknya mereka yang nir menguasai metode hanya akan menjadi konsumen ilmu, serta bukan menjadi penghasil. Oleh karenanya disadari bahwa kemampuan pada menguasai materi keilmuan tertentu perlu diimbangi dengan kemampuan di bidang metodologi sehingga pengetahuan yang dimilikinya dapat dikembangkan.

Diantara metode studi Islam yg pernah terdapat pada sejarah, secara garis besar dapat dibagi sebagai 2. Pertama, metode komparasi, yaitu suatu cara tahu kepercayaan menggunakan membandingkan seluruh aspek yg ada pada agama Islam tadi dengan kepercayaan lainnya. Dengan cara yg demikian akan didapatkan pemahaman Islam yang obyektif dan utuh. Kedua metode buatan, yaitu suatu cara memahami Islam yg memadukan antara metode ilmiah menggunakan segala cirinya yg rasional, obyektif, kritis, serta seterusnya dengan metode teologis normative. Metode ilmiah dipakai buat tahu Islam yang nampak pada fenomena histories, realitas, serta sosiologis. Sedangkan metode teologis normative digunakan buat tahu Islam yang terkandung pada kitab kudus. Melalui metode teologis normative ini seorang memulainya dari meyakini Islam sebagai agama kepercayaan yg absolut sahih. Hal ini di dasarkan kerena agama asal berdasarkan Tuhan, dan apa yg asal menurut Tuhan absolut sahih, maka agamapun absolut sahih. Setelah itu dilanjutkan dengan melihat agama sebagaimana norma ajaran yang berkaitan dengan banyak sekali aspek kehidupan insan yang secara keseluruhan diyakini amat ideal.

Metode-metode yang dipakai untuk memahami Islam itu suatu saat mungkin dpandang nir relatif lagi, sehingga diharapkan adanya pendekatan baru yang wajib terus digali oleh para pembaharu. Dalam konteks penelitian, pendekatan-pendekatan (approaches) ini tentu saja mengandung arti satuan dari teori, metode, dan teknik penelitian. Terdapat banyak pendekatan yg dipakai dalam memahami kepercayaan . Diantaranya merupakan pendekatan teologis normative, antropologis, sosiologis, psikologis, histories, kebudayaan, dan pendekatan filodofis. Adapun pendekatan yang dimaksud di sini (bukan pada konteks penelitian), merupakan cara pandang atau paradigma yang masih ada pada satu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan pada memahami kepercayaan . Dalam hubungan ini, Jalaluddin Rahmat, menandasakan bahwa kepercayaan bisa diteliti menggunakan menggunakan berbagai kerangka berpikir. Realitas keagamaan yg diungkapkan memiliki nilai kebenaran sinkron menggunakan kerangka paradigmanya. Karena itu tidak ada masalah apakah penelitian agama itu penelitian ilmu social, penelitian filosofis, atau penelitian legalistic.

Mengenai banyaknya pendekatan ini, penulis nir akan menguraikan secara holistik pendekatan yang ada, melaikan hanya pendekatan histories sesuai menggunakan judul pada atas, yakni pendekatan histories.

Sejarah atau histories adalah suatu ilmu yg pada dalamnya dibahas banyak sekali insiden menggunakan memperhatikan unsure loka, saat, obyek, latar belakang, serta pelaku dari insiden tadi. Menurut ilmu ini segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan insiden itu terjadi, pada mana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam insiden tersebut.

Melalui pendekatan sejarah seseorang diajak menukik berdasarkan alam idealis ke alam yang bersifat emiris serta terkenal diseluruh dunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yg terdapat dalam alam idealis dengan yg ada pada alam realitas dan histories.

Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami kepercayaan , karena gama itu sendiri turun dalam situasi yg konkret bahkan berkaitan dengan syarat social kemasyarakatan. Dalam hubungan ini Kuntowijoyo sudah melakukan studi yang mendalam terhadap agama yang pada hal ini Islam, dari pendekatan sejarah. Ketika beliau mempelajari al-Qur’an dia sampai dalam satu konklusi bahwa pada dasarnya kandungan al-Qur’an itu terbagi sebagai 2 bagian. Bagian pertama, berisi konsep-konsep, serta bagian ke 2 berisi kisah-kisah sejarah serta perumpamaan.

Dalam bagian pertama yg berisi konsep ini kita mendapati banyak sekali istilah al-Qur’an yg merujuk pada pengertian-pengertian normative yang khusus, doktrin-doktrin etik, anggaran-anggaran legal, dan ajaran-ajaran keagamaan pada biasanya. Istilah-kata atau singkatnya pernyataan-pernyataan itu mungkin diangkat berdasarkan konsep-konsep yg sudah dikenal sang masyarakat Arab dalam waktu al-Qur’an, atau bias jadi adalah istilah-istilah baru yang dibentuk buat mendukung adanya konsep-konsep relegius yang ingin diperkenalkannya. Yang jelas kata itu kemudian dintegrasikan ke pada pandangan dunia al-Qur’an, serta dengan demikian, lalu menjadi onsep-konsep yang otentik.

Dalam bagian pertama ini, kita mengenal banyak sekali konsep baik yg bersifat abstrak juga nyata. Konsep tentang Allah, Malaikat, Akherat, ma’ruf, munkar, dan sebagainya merupakan termasuk yg tak berbentuk. Sedangkan konsep mengenai fuqara’, masakin, termasuk yang nyata.

Selanjutnya, apabila pada bagian yang berisi konsep, al-Qur’an bermaksud menciptakan pemahaman yg komprehensif tentang nilai-nilai Islam, maka pada bagian yg ke 2 yg berisi kisah serta perumpamaan, al-Qur’an ingin mengajak dilakukannya perenungan buat memperoleh hikmah. Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak buat memasuki keadaan yg sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu insiden. Dari sini maka seseorag tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya. Seseorang yg ingin memahami al-Qur’an secara sahih misalnya, yang bersangkutan harus tahu sejarah turunnya al-Qur’an atau insiden-kejadian yang mengiringi turunnya al-Qur’an yang selanjutnya diklaim menggunakan ilmu asbab al-nuzul yg pada pada dasarnya berisi sejarah turunnya ayat al-Qur’an. Dengan ilmu ini seseorang akan bisa mengetahui nasihat yg terkadung pada suatu ayat yang berkenaan menggunakan aturan eksklusif, serta ditujukan buat memelihara syari’at menurut kekeliruan memahaminya.

PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM FAZLUR RAHMAN

Pembaharuan Pendidikan Islam, Fazlur Rahman
Ketika memasuki abad ke-18 terjadilah friksi yg begitu hebat sang penetrasi Barat terhadap dunia Islam, yang membuat umat Islam membuka mata dan menyadari betapa mundurnya umat Islam itu bila dihadapkan menggunakan kemajuan Barat. Untuk mengobati kemunduran umat Islam tadi, maka dalam abad ke-20 mulailah diadakan usaha-usaha pembaharuan dalam segala bidang kehidupan insan termasuk pada bidang pendidikan.

Manurut Fazlur Rahman, meskipun telah dilakukan bisnis-bisnis pembaharuan Pendidikan Islam, namun global pendidikan Islam masih saja dihadapkan pada beberapa problema. Tujuan pendidikan Islam yang ada sekarang ini tidaklah benar-sahih diarahkan pada tujuan yg positif. Tujuan pendidikan Islam hanya diorientasikan kepada kehidupan akherat semata dan cenderung bersifat defensif, yaitu buat menyelamatkan umat Islam serta pencemaran dan pengrusakan yang ditimbulkan sang efek gagasan Barat yg dating melalui aneka macam disiplin ilmu, terutama gagasan-gagasan yg mengancam baku-baku moralitas tradisional Islam. (Rahman, 1984 : 86)

Pada dasarnya terdapat tiga pendekatan pembaharuan pendidikan yang dilakukan pada waktu itu, yaitu pengislaman pendidikan sekuler modern, menyederhanakan silabus-silabus tradisional dan menggabungkan cabang-cabang ilmu pengetahuan lama menggunakan cabang-cabang ilmu pengetahuan terbaru.

Pertama, mengislamkan pendidikan sekuler terkini. Pendekatan ini dilakukan dengan cara mendapat pendidikan sekuler modern yang sudah berkembang pada umumnya pada Barat serta mencoba untuk “mengislamkan”nya, yaitu mengisinya dengan konsep-konsep kunci tertentu dari Islam. Ada dua tujuan menurut mengislamkan pendidikan sekuler modern ini, yaitu ; (1) membentuk tabiat pelajar-pelajar atau mahasiswa-mahasiswa menggunakan nilai-nilai Islam dalam kehidupan individu dan rakyat, (dua) memungkinkan para ahli yg berpendidikan terbaru menangani bidang kajian masing-masing dengan nilai-nilai Islam pada perangkat-perangkat yg lebih tinggi, memakai perspektif Islam buat membarui kandungan juga orientasi kajian-kajian mereka. (Rahman, 1984 : 131)

Kedua tujuan tersebut berkaitan erat antara yg satu dengan yang lainnya. Sehingga bila pembentukan tabiat menggunakan nilai-nilai Islam yang dilakukan dalam pendidikan taraf pertama ketika pelajar-pelajar masih dalam usia belia serta gampang menerima kesan, tanpa sesuatu pun yg dilakukan buat mewarnai pendidikan tinggi dengan orientasi Islam, maka pandangan pelajar-pelajar yang sudah mencapai taraf yg tinggi dalam pendidikannya akan tersekulerkan dan bahkan kemungkinan akbar mereka akan membuang orientasi Islam apapun yang pernah mereka miliki. Hal ini akan terjadi dalam skala yg luas (Rahman, 1984 : 131).

Kedua, menyederhanakan silabus-silabus tradisional. Pendekatan ini diarahkan dalam kerangka pendidikan tradisional itu sendiri. Pembaharuan ini cenderung menyederhanakan silabus-silabus pendidikan tradisional yang sarat dengan materi-materi tambahan yang nir perlu seprti : teologi zaman pertengahan cabang-cabang filsafat eksklusif (misalnya logika), serta segudang karya mengenai hukum Islam> penyederhanaan ini berupa pengesampingan sebagian besar karya-karya pada banyak sekali disiplin zaman pertengahan serta menekankan dalam bidang hadits, bahasa serta kesusastraan Arab dan prinsip-prinsip tafsir al-Qur’an (Rahman, 1984 : 138).

Ketiga, menggabungkan cabang-cabang ilmu pengetahuan baru. Dalam kasus seperti ini, usang ketika belajar diperpanjang dan diadaptasi dengan panjang lingkup kurikulum sekolah-sekolah serta akademi modern. Di Indonesia pada tingkat akademi sudah dimulai dilakukan upaya-upaya yg ditujukan buat menggabungkan ilmu-ilmu pengetahuan terbaru dengan ilmu-ilmu pengetahuan tradisional. (Rahman, 1984 : 138)

Akan namun menurut Fazlur Rahman, integrasi dan penggabungan yang misalnya diuraikan pada atas tidak ada, karena sifat pengajaran yang umumnya mekanis serta hanya menyandingkan ilmu pengetahuan yg lama dengan ilmu pengetahuan yg terbaru. Situasi ini diperburuk lagi menggunakan masih minimnya jumlah buku-buku yg tersedia di perpustakaan. Sehingga hal ini mengakibatkan, di satu pihak pedagogi akan tetap mandul sekalipun murid memiliki bakat dan kemauan, pada lain pihak pengajar-guru yang berkualitas serta professional dan memiliki pikiran-pikiran yg kreatif serta terpadu tidak akan dihasilkan pada skala yang mencukupi (Rahman, 1984 : 139). Melihat syarat yangh demikian ini, Rahman mencoba memperlihatkan penyelesaiannya.

Oleh karenanya, buat mengetahui bagaimana pemecahan problema pendidikan Islam tadi, maka studi gagasan Fazlur Rahman tentang solusi problema pendidikan Islam terbaru sebagai sangat krusial.

1. Perumusan Masalah
Penelitian ini menyelidiki pandangan seorang sarjana Muslim yg memiliki 2 tradisi lingkungan pendidikan lingkungan pendidikan Deoband, serta lingkungan pendidikan terkini Barat yakni Fazlur Rahman, penggagas metodologi noemodernisme. Salah satu pemikirannya yang sangat urgen dibahas di sini merupakan tentang sifat dari sistem pendidikan Islam.

Dari latar belakan kasus yg diuraikan pada atas bisa diketahui bahwa dalam masa terbaru ini, dunia pendidikan Islam masih dihadapkan kepada beberapa problerm pendidikan.

Oleh karenanya yg menjadi kasus pokok dalam tulisan ini adalah 
Bagaimana latar belakang munculnya gagasan pendidikan Islam Fazlur Rahman? 
Bagaimana gagasan Fazlur Rahman tentang solusi atas berbagai problematika pendidikan Islam modern itu ? 

2. Tinjauan Pustaka
Beberapa konsep kunci yg perlu dielaborasi atau dijelaskan supaya mampu lebih terfokus yang nir bias sang beragam pengertian serta interpretasi pada menelusuri gagasan genuine Fazlur Rahman tentang pembaharuan pendidikan Islam, adalah sebagai berikut :

1. Pendidikan Islam
Istilah education pada bahasa Inggris berasal menurut bahasa latin educere berarti memasukkan sesuatu atau memasukkan ilmu ke pada kepala seorang. Dari pengertian istilah ini terdapat tiga hal yg terlibat ; Yaitu imu, proses memasukkan serta kepala orang, kalaulah ilmu itu masuk pada ketua (Langgulung, 1992 : 4).

Dalam bahasa Arab terdapat beberapa istilah yang biasa dipergunakan pada pengertian pendidikan, yaitu ta’lim, tarbiyah dan ta’dib. Namun berdasarkan beberapa ahli pendidikan, terdapat disparitas antara ketiga kata itu. Ta’lim hanya berarti pedagogi, jadi lebih sempit berdasarkan pendidikan. Sedangkan kata tarbiyah yang lebih sering digunakan di negara-negara berbahasa Arab terlalu luas. Sebab kata tarbiyah juga digunakan untuk binatang, tumbuh-flora menggunakan pengertian memelihara atau membela atau menternak. Sementara pendidikan yang diambilm menurut kata education itu hanya buat insan saja (Langgulung, 1992 : 4-5).

Pemakaian ta’dib, menurut al-Atas, lebih tepat, karena tidak terlalu sempit sekedar mengajar saja, namun juga nir luas mencakup makhluk makhluk selain manusia. Ta’dib sudah mencakup ta’lim dan tarbiyah. Selain itu kata ta’dib erat hubunganya dengan syarat ilmu pada Islam yg termasuk pada isi pendidikan (al-Attas, 1992 : 5).

Dalam kamus pada masa ini Bahasa Indonesia, pendidikan diartikan menjadi proses pengubahan cara berfikir atau tingkah laris menggunakan cara pedagogi, penyuluhan, serta latihan proses mendidik (Peter dan Penny, 1991 : 353).

Kata Islam pada pendidikan Islam menunjukkan warna pendidikan eksklusif yaitu pendidikan yg berwarna Islam. Menurut Ahmad Tafsir pendidikan Islam merupakan bimbingan terhadap seorang agar beliau sebagai seorang Muslim yang semaksimal mungkin (Tafsir, 1992 : 32). Sementara itu, Syahminan Zaini, mendefinisikan pendidikan Islam menjadi upaya pengembangkan fitrah manusia menggunakan ajaran Islam agar terwujud kehidupan yang makmur dan senang (Zaini, 1986 : 12).

Pendidikan Islam yg dimaksud pada penelitian ini nir jauh tidak sinkron dengan rumusan yang telah dikemukakan sang para ahli pendidikan Islam pada atas. Yang dimaksud pendidikan Islam pada penelitian ini merupakan bimbingan yg diberikan kepada seorang atau grup orang pada orang lain atau rakyat agar orang lain atau warga itu berkembang secara aporisma sinkron dengan petunjuk ajaran Islam. 

2. Modern
Istilah terbaru asal berdasarkan bahasa Ingrris, “modern” yg berrti sejarah terkini (Echols dan Shadily, 1990 : 384). Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia kata terbaru diartikan menjadi yg terkini atau terkini (Poerwadarminta, 1985 : 653) . Sedangkan dari Harun Nasution, istilah terbaru berarti masa yang dimuali berdasarkan tahun 1800 M sampai seterusnya (Nasution, 1994 : 14). Dalam penelitian ini yang dimaksud menggunakan kata terkini merupakan misalnya yg dikemukakan sang Harun Nasution yaitu masa atau periode sejarah global yang dimuai dari tahun 1800 M semapai kini ini.

Meskipun pendidikan Islam sudah poly dibahas oleh para ahli pendidikan, tetapi masih sedikit yang menelaah pemikiran tokoh tentang pendidikan Islam.

Buku-buku yang membahas tentang pendidikan Islam antara lain : Asas-Asas Pendidikan Islam sang Hasan Langgulung, Konsep Pendidikan Islam oleh Naquib al-Attas, Sistem Pendidikan Islam oleh Muhammad Quthb, dan Horison Pendidikan Islam sang S. Ali Asyraf.

Khusus kajian terhadap Fazlur Rahman, kajian yang terdapat tekananya lebih poly dalam gagasannya tentang aturan serta politik. Kajian-kajian tersebut diantaranya The Islamic Concept of The State karya John L. Esposito, Islam serta Tantangan Modernitas: Studi Atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman oleh Taufiq Adnan Amal, dan Pandangan Kemasyarakatan Fazlur Rahman oleh Sudirman Tebba.

Namun sejauh pengamatan peneliti, meskipun gagasan Fazlur Rahman tentang pendidikan Islam merupakan salah satu proyek sentralnya, namun penelitian tentang gagasan tentang solusi atas problematika pendidikan Islam secara analitis, ilmiah, dan filosofis belum pernah dilakukan. Sehingga pemikiran tentang gagasan solusi atas problematika pendidikan Islamnya Fazlur Rahman secara memadai belum banyak dikenal sang kalangan pemerhati Islam kontempoter di Indonesia. Kebanyakan orang mengenal Fazlur Rahman dalam bidang filsafat dan aturan Islam. 

Semenatara buat melihat pemikiran Fazlur Rahman tentang solusi problema pendidikan Islam secara kongkret dan menyeluruh, maka penyusun mengupayakan pengumpulan semua karya-karya Fazlur Rahman, baik pada bentuk buku, artikel juga makalah. Setelah itu dilakukan telaah dan penjabaran, mana yang membahas atau yang ada kaitannya menggunakan tema pendidikan Islam.

Dari survei kepustakaan mengenai karya-karya Fazlur Rahman yangberkaitan dengan kerangka berpikir pemikiran pendidikan Islam serta latar belakannya, asal uatama yg dipakai diantaranya : (1) Islam, (2) Islam and Modernity : Transformation of Intellectual Tradition, (tiga) The Qur’anic Solution of Pakistan’s Educational Problems, (4) Recommendation for Improvement of IAIN Curriculum and Instruction Submitted to The minister of Religious Affair, His Excellence, Munawil Sjadzali serta (5) Revival and Reform in Islam. 

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian ini dalam garis besarnya terdapat tiga, yaitu :
  • Mengungkap latar belakang munculnya gagasan pendidikan Islam Fazlur Rahman 
  • Menjelaskan gagasan Fazlur Rahman mengenai solusi atas aneka macam problematika pendidikan Islam terbaru itu 
Sedangkan manfaat penelitian diarahkan pada 2 hal berikut : Pertama mencari latar belakang sosial, politik dan perkembangan pemikiran bagi perkembangan pemikiran Fazalur Rahman. Kedua, Mengembangkan gagasan segar Fazlur Rahman berkaitan menggunakan teori-teori baru mengenai Pendidikan Islam. Diharapkan menurut sini bisa dimulai proyek akbar pembaharuan pendidikan pada Indonesia yg lebih mengklaim terjadinya kesadaran.

B. METODE PENELITIAN
1. Pengumpulan data
Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah penelitian termasuk pada jenis penelitian kepustakaan (library re­search), yaitu menganalisis muatan isi dari literatur-literatur yang terkait dengan penelitian.

Sedangkan penelitian ini bersifat diskriptif, yakni penyusun berusaha menggambarkan obyek penelitian, yaitu pemikiran Fazlur Rahman tentang pembaharuan pendidikan Islam.untuk memperoleh data tentang pemikiran Fazlur Rahman mengenai pembaharuan pendidikan Islam, penyusun menggunakan asal-asal utama berupa kitab -kitab serta makalah-makalah yg terdapat relevansinya dengan penyusunan penelitian ini, dan asal-sumber sekunder berupa buku-kitab , kitab -kitab , jurn­al-jurnal yg terkait. 

2. Pendekatan yang digunakan
Dalam menyusun penelitian ini, pendekatan yang digunakan merupakan pendekatan historis.

Pendekatan historis untuk menelusuri latar belakang pemikiran Fazlur Rahman mengenai pembaharuan pendidikan Islam menggunakan mengurai faktor-faktor yang menjadi pemicu lahirnya pemikiran tadi..
.
3. Metode analisis data
Dalam menganalisis data dipakai analisis isi (content analysis). Metode ini digunakan untuk menganalisis makna yg terkandung dalam pemikiran Fazlur Rahman. Berdasarkan isi yang terkandung pada pemikiran Fazlur Rahman tersebut kemudian dilakukan pengelompokan dengan tahapan identifikasi, pembagian terstruktur mengenai, kategorisasi, baru dilakukan interpretasi.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Latar Belakang Pembaharuan Pemikiran Fazlur Rahman

Penelitian sejarah Islam dalam umumnya menggarisbawahi bahwa gerakan modernisme Islam timbul menurut impak penetrasi Barat, semenjak abad 17 M/12 H. Keunggulan militer dan sains Barat menyadarkan keterbelakangan rakyat Islam kemudian menumbuhkan semangat kebangkitan Islam. 

Gambaran rakyat Islam pada saat itu ibarat sebuah warga yg semi-mati yg menerima pukulan-pukulan destruktif atau pengaruh-dampak Barat yang menekan. Sebetulnya krisis intelektual dan benturan kultural semacam ini pernah dihadapi oleh warga muslim dari abad 2 H./8 M. Mereka, dalam waktu itu, dihadapkan menggunakan tantangan intelektual “Hellenis” (Pringgodigdo, 1977 : 402). Tetapi mereka berhasil mengatasi benturan serta tantangan tadi menggunakan cara asimilasi-kreatif. Faktor keberhasilan tersebut merupakan adanya penguasaan politik Islam. Secara mudah Islam pada ketika itu merupakan penguasa politik terbesar dunia, faktor lainnya merupakan syarat serta situasi Islam waktu itu belum terbebani oleh tradisi agama yg semi-meninggal, hal ini sangat tidak selaras dengan syarat serta situasi Islam pada abad 17 M serta lebih spesifik pada akhir abad 18 M.

Akibat kekalahan serta penyerahan politik, menjadikan umat Islam secara psikoligis nir mampu merumuskan kembali warisannya secara konstruktif, sehingga upaya modernisasi yang berkembang terkesan sekedar meminjam serta mengimpor/mengoper kemajuan peradaban Barat. Bagaimanapun juga umat Islam yg baru bangun dan baru bangkit tadi belum siap mengadakan modernisasi yang lebih akbar dan mendasar. Untuk arah kesana diharapkan proses dan ketika yang panjang.

Kondisi obyektif masyarakat Islam yg mengalami stagnasi nir hanya di bidang lahiriyah namun jua pada bidang intelektual, maka dominasi politik dan teknologi penjajah Barat segera mendapat tanggapan dari tokoh-tokoh modernis, sehingga ilham yg berkembang merupakan modernisme intelektual dan modernisme politik. Untuk mengatasi kemacetan di bidang intelektual. Semua pembaharu klasik menekankan arti pentingnya rasio (pikiran) serta paham rasionalisme, sekalipun dalam tatanan yg bhineka. Dimulai oleh Jamaluddin al-Afghani (1255-1315 H/1839-1897 M) yg menyerukan peningkatan baku moral dan intelektual buat menanggulangi bahaya ekspansionisme Barat. Walaupun beliau sendiri tidak melakukan modernisasi intelektual, tetapi seruannya menggugah rakyat Muslim buat mengembangkan serta menyebarkan disiplin-disiplin filosofis, dan dia hanya mengadakan sedikit upaya pembaharuan pendidikan secara umum. Maka, selanjutnya sebagai tugas Muhammad ‘Abduh (1261-1323 H/1845-1905 M) pada Mesir serta Sayyid Ahmad Khan (1232-1316 H/1817-1898 M) di India buat membuktikan pernyataan al-Afghani bahwa nalar dan ilmu pengetahuan nir bertentangan dengan Islam. Keduanya, yakni Muhammad ‘Abduh dan Ahmad Khan, sama-sama lahir dari tradisi madrasah, sama-sama menekankan paham rasionalisme Islam dan free will, sama-sama mengadakan pengetahuan terkini ke dalam kurikulum al-Azhar, sedang Ahmad Khan dengan mendirikan perguruan tinggi Aligarh yang sekuler (Abduh, 1970 : 107-119). 

Upaya dan tokoh-tokoh pembaharu ini dalam akhirnya melahirkan sejumlah anak didik yg meneruskan proses modernisme. Jadi inilah yg dimaksudkan oleh kutipan Rahman pada atas,”bahwa pembaharuan modernisme klasik setidak-tidaknya sudah berupaya mengadakan reformasi internal, yakni menanamkan rasionalisme sebagai solusi awal terhadap kemacetan serta kemerosotan intelektual.

Ide-inspirasi kreatif yg dimunculkan sang kebanyakan modernis kontemporer dalam biasanya tidak jauh tidak sinkron dengan kebijakan modernisme klasik. Mereka mencarikan konsep-konsep baru dalam bidang-bidang tertentu secara lebih sistematis. Adalah Ziauddin Sardar, pakar fisika Pakistan, beserta menggunakan Ali Syari’ati (1933-1977), intelektual sosial Iran, menampilkan pandangan baru membangun peradaban yg Islami, atau Islamisasi peradaban. Keduanyta menolak alih teknologi Barat dapat “mendongkrak” global Islam buat maju. 

Karena teknologi yang dipinjam menurut Barat selalu tidak cocok menggunakan rakyat Muslim (Sardar, 1991 : 59). Alih teknologi nir hanya menyebabkan mapannya ketergantungan dunia Islam terhadap Barat, pula menghambat kebudayaan serta lingkungan Muslim. Solusi yg disampaikan sang Sardar merupakan menyebarkan teknologi yang mencerminkan kebiasaan-kebiasaan budaya Islam, dalam aspek sejarah, ekonomi, pendidikan serta pemerintahan. 

Bersama-sama dengan Hossein Nasr (Nasr, 1987 : 183), Sardar menilai bahwa peradaban Barat sudah menghancurkan dan melepaskan nilai-nilai sakral dan spiritual alam. Kemajuan teknologi yang nir terkendali telah menyebabkan kekhawatiran terhadap masa depan peradaban insan, lantaran kehidupan terbaru Barat telah kehilangan visi transendental (Ilahiyah). Dalam hal ini Nasr menentukan spiritualisme menjadi solusi cara lain upaya pembebasan insan modern. Nasr sangat optimis menggunakan solusi sufistik ini. Menurut sufisme akan memuaskan manusia terkini dalam mencari Tuhan (Nasr, 1976 : vi). Masyarakat Barat modern hampir-hampir bosan dengan tradisi ilmiah teknologis yang kemarau serta mereka nir menemukan pemuasnya pada ajaran Kristen serta Budha, maka upaya memperkenalkan sufisme Islam kian mendesak. 

Dalam konteks Islam, menurutnya, spiritualitas mengandung beberapa dimensi misalnya tercermin melalui kata ruh serta perilaku batin. Inilah yang membedakannya spiritual pada pengertian Barat, yg dipahami sekadar fenomena psikologis. Menurut krisis peradaban Barat terbaru bersumber menurut penolakan ruh serta pengingkaran ma’nawiah pada kehidupan. Manusia Barat membebaskan diri menurut Tuhan dan mereka sebagai tuan bagi kehidupan sehingga terputus menurut spiritualitasnya, maka terjadilah desakralisasi. Alam hanya difungsikan sebagai obyek dan sumber daya buat diekspolitasi semaksimal mungkin (Ulumul Qur’an, 1993 : 108). 

Fenomena inilah yang dianggap paling penting oleh Nasr buat dicarikan solusinya melalui spiritualisme Islam. Solusi lainnya yg dikembangkan sang sejumlah pemikir modernis, sebagai akibatnya gemanya lebih terdengar dibanding dua solusi pada atas, merupakan Islamisasi sains (ilmu pengetahuan). Adalah Isma’il Raji al-Faruqi dan Naquib al-attas, dua tokoh modernis yg paling awal yg menyuarakan Islamisasi ilmu pengetahuan. 

Dari dua konsep yg disampaikan dua tokoh tadi tergambar adanya impian memberi rona atau nilai agamis dalam pengetahuan. Gagasan Islamisasi pengetahuan hingga kini , walaupun telah menjadi tema sentral yang trendi di kalangan cendekiawan Muslim, masih merupakan gagasan dasar serta kontroversial yg memerlukan ketika usang buat mencapai apa yang dikehendaki dengan “sains yang Islami”.

Ketiga solusi cara lain di atas masing-masing mengandung karakter yg berbeda. Rekayasa peradaban Islam cenderung eksklusifme. Spiritualisme Nasr serta islamisasi ilmu pengetahuan cenderung moderat menggunakan memadukan antara ilmu pengetahuan menggunakan nilai-nilai Islam. Persamaan ketiga gagasan itu adalah posisinya yang membuahkan krisis peradaban terkini menjadi orientasi nilai-nilai Islam. Dalam tata ilmu, ketiga gagasan tadi berada dalam tataran aksiologis.

Kembali ke pokok pertarungan, pemikiran Rahman tokoh modernis yg menjadi sentral penelitian ini nir sebagaimana tokoh-tokoh pemikir kontemporer lainnya yg membuahkan warta empirik kehidupan modern sebagai sentral obyek gagasan, sebagaimana sudah disinggung pada muka. 

Rahman mengakibatkan al-Quran menjadi sentral penelitian (Yuyun, 1993) buat menciptakan konsep-konsep metodologis serta rumusan metodis interpretasi al-Quran. “Pemahaman al-Quran dengan konteks kemoderenan” adalah tujuan yg hendak disumbangkan oleh Rahman melalui bisnis keras pada membangun konsep serta merumuskan pemikirannya. Mengenai studi Rahman ini, Montgomery Watt berkomentar bahwa 2 tokoh pemikir Islam kontemporer yang paling populer adalah Rahman bersama dengan Arkoun (Mouleman, 1993 : 93). 

Program Rahman yg terbesar adalah keberhasilannya merancang metode baru pada penafsiran Al-Qur’an. Jadi tataran pemikiran Rahman berada dalam tingkat ontologi serta epistemologi, tidak dalam tataran aksiologi. Agaknya Rahman menyadari bahwa perkara internal yang wajib diselesaikan sang modernisme pada masa ini. Masalah tersebut, dari Rahman nir relatif diselesaikan melalui gerakan reformasi tetapi wajib diselesaikan melalui upaya-upaya rekonstruksi pemikiran Islam.

2. Pemikiran Pembaharuan pendidikan Islam
a. Tujuan Pendidikan
Dewasa ini pendidikan Islam sedang dohadapkan dengan tantangan yang jauh lebih berat menurut masa permulaan penyebaran islam. Tantangan tersebut berupa timbulnya aspirasi dan idealisme umat insan yang serba multi interest serta berdimensi nilai ganda dengan tuntutan hidup yang multi komplek jua .ditanbah lagi dengan beban psikologis umat islam pada menghadapi barat bekas saingan bila bukanya musus sepanjang sejarah . Kesulitan ini semakin menjadi akut karena faktor psikologis yang lain , yg ada sebagai komplek pihak yg kalah , tidak sama menggunakan kedudakan umat islam klasik dalam ketika itu umat islam merupakan pihak yang menang serta berkuas).

Fenomena tadi, dari Syed Sajjad Husain serta Syed Ali Ashraf, sudah menyuburkan tumbuhnya golongan -golongan penekan .golongan-golongan ini dengan cepat meraih kekuasaan menurut orang -orang yang pikiranya lebih cenderung pada kepercayaan .akibatnya munculah suatu ketergantungan serta kontradiksi antara golongan sekular menggunakan golongan agama.pertentangan ini sudah memperlihatkan diri secara terang-terangan dibeberapa negara misalnya Turki,Mesir,Pakistan serta Indonesia (Arifin, 1993 : 5).

Fenomina pada gilirannya mengakibatkan pendidikan islam nir diarahkan kepada tujuan yg positip.tujuan pendidikan islam cenderung berorientasi kepada kehidupan akhirat semata dan bersifat desentif. Hal ini sebagai mana yg dikemukakan oleh Rahman bahwa :

Strategi pendidikan islam yg terdapat kini ini tidaklah benar-sahih diarahkan pada tujuan yg positif,namun lebih cenderung bersifat defensif yaitu untuk menyelamatkan pikiran kaum Muslimin dari pencemaran atau kerusakan yg ditimbulkan oleh efek gagasan-gagasan Barat yg datang melalui banyak sekali disiplin ilmu,terutama gagasan-gagasan yang akan meledakkan baku moralitas Islam (Nurcholish, 1992 : 455).

Dalam kondisi kepanikan spiritual itu,strategi pendidikan Islam yang dikembangkan diseluruh dunia Islam secara universal bersifat mekanis.akibatnya munculah golongan yg menolak segala apa yg berbau Barat,bahkan adapula yg mengharamkan pengambil alihan ilmu serta teknologinya.sehingga apabila syarat ini terus berlanjut akan dapat mengakibatkan kemunduran umat Islam.

Menurut Rahman, ada beberapa hal yang haruh dilakukan Pertama, tujuan pendidikanIslam yg bersifat desentif dan cenderung berorientasi hanya pada kehidupan akhirat tadi wajib segera diubah.tujuan pendidikan islam wajib berorientasi kepada klehidupan global serta akhirat sekaligus serta bersumber dalam AL-Qur’an.menurutnya bahwa :

Tujuan pendidikan pada pandangan AL-Qur’an adalah buat membuatkan kemampuan inti insan dengan cara yg sedemikian rupa sebagai akibatnya ilmu pengetahuan yg diperolehnya akan menyatu menggunakan kepribadian kreatifnya (Ibid).

Kedua, beban psikologis umat Islam pada menghadapi Barat wajib segera dihilangkan.untuk menghilangkan beban psikologis umat Islam tersebut,Rahman menganjurkan agar dilakukan kajian Islam yg menyeluruh secara historis serta sistimatis mengenai perkembangan disiplin-disiplin ilmu Islam misalnya teologi,aturan,etika,hadis ilmu-ilmu sosial,serta filsafat,dengan berpegang kepada AL-Qur’an menjadi penilai.sebab disiplin ilmu-ilmu Islam yang sudah berkembang pada sejarah itulah yg memberikan kontiunitas pada wujud intelektual serta spiritual rakyat Muslim.sehingga melalui upaya ini diperlukan dapat menghilangkan beban psikologis umat Islam pada menghadapi Barat. 

Ketiga, sikap negatif umat Islam terhadap ilmu pengetahuan juga harus dirubah. Sebab menurut Rahmah, ilmu pengetahuan nir terdapat yg galat, yg salah merupakan penggunanya. Ilmu tentang atom misalnya, sudah ditemukan saintis Barat, tetapi sebelum mereka memanfaatkan energi listrik menurut penemuan itu (yg dimaksud memanfaatkan tenaga hasil reaksi inti yang bisa ditransformasikan menjadi tenaga listrik) atau menggunakannya buat hal-hal yg berbguna, mereka membentuk bom atom. Kini pembuatan bom atom masih terus dilakukan bahkan dijadikan menjadi ajang perlombaan. Para saintis lalu menggunakan cemas mencari jalan buat menghentikan pembuatan senjata dahsyat itu. 

Rahman juga menyatakan bahwa di pada Al-Qur’an kata al-ilm (ilmu pengetahuan) digunakan buat semua jenis ilmu pengetahuan. Contohnya, saat Allah mengajarkan bagaimana Daud menciptakan baju perang, itu juga al-’ilm. Bahkan sihir (sihr), sebagaimana yg pernah diajarkan sang Harut serta Marut pada manusia, itu pula merupakan galat satu jenis al-’ilm meskipun buruk pada arti praktek dan pemakaiannya. Sebab banyak yg menyalahgunakan sihir itu buat memisahkan suami menurut istrinya. Begitu juga hal-hal yang memberi wawasan baru pada logika termasul al-’ilm (Rahman, 1992 : 69) .

b. Sistem Pendidikan
Persoalan dualisme dikotomi sistem pendidikan itu sudah melanda semua negara Muslim atau negara yang dominan penduduknya beragama Islam. Bahkan menurut Syed Sajjad Husain dan Syed Ali Ashraf, dibagi dua sistem pendidikan itu bukan hanya menyangkut disparitas dalam struktur luarnya saja akan tetapi jua disparitas yang lahir dari pendekatan mereka terhadap tujuan-tujuan pendidikan.

Sistem tradisional kuno dalam Islam didasarkan atas seperangkat nilai-nilai yang asal menurut Al-Qur’an. Di pada Al-Qur’an dinyatakan bahwa tujuan-tujuan pendidikan yg sesungguhnya adalah membentuk insan yang taat kepada Tuhan serta akan selalu berusaha buat patuh pada perintah-perintah-Nya sebagaimana yang dituliskan dalam kitab suci. Orang semacam ini akan berusaha untuk memahami seluruh kenyataan di dalam serta pada luar khazanah kekuasaan Tuhan. Di lain pihak sistem terbaru, yg tidak secara spesifik mengesampingkan Tuhan, berusaha buat tidak melibatkan-Nya dalam penjelasannya tentang dari-usul alam raya atau kenyataan dengan mana insan selalu berafiliasi setiap harinya.

Di tengah maraknya duduk perkara dikotomi sistem pendidikan Islam tadi, Rahman berupaya buat menawarkan solusinya. Menurutnya buat menghilangkan dikotomi sistem pendidikan Islam tadi adalah menggunakan cara mengintegrasikan antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum secara organis dan menyeluruh (Ibid). Sebab pada dasarnya ilmu pengetahuan itu terintegrasi serta nir bisa dipisah-sisihkan (Nafis, 1995 : 251)

Dengan demikian di pada kurikulum maupun silabus pendidikan Islam harus tercakup baik ilmu-ilmu umum misalnya ilmu sosial, ilmu-ilmu alam dan sejarah dunia maupun ilmu-ilmu kepercayaan seperti fiqih, kalam, tafsir, Hadis. 

Menurut irit penyusun, metode integrasi misalnya yang ditawarkan oleh Rahman itulah yg pernah diterapkan dalam masa keemasan Islam. Pada masa itu ilmu dipelajari secara utuh serta seimbang antara ilmu-ilmu yg diperlukan buat mencapai kesejahteraan di dunia (ilmu-ilmu generik) maupun ilmu-ilmu buat mencapai kebahagiaan pada akhirat (ilmu-ilmu agama).

Pendekatan integralistik seperti itu, yang melihat adanya interaksi fungsional antara ilmu-ilmu generik serta ilmu-ilmu kepercayaan , sudah berhasil melahirkan ulama-ulama yang mempunyai pikiran-pikiran yg kreatif serta terpadu serta memiliki pengetahuan luas serta mendalam dalam masa klasik. Ibn Sina contohnya, selain ahli agama, pula seorang psikolog, pakar pada ilmu kedokteran dan sebagainya. Demikian jua dengan Ibn Rusyd, dia di samping menjadi pakar aturan Islam, jua pakar pada bidang matematika, ekamatra, astronomi, akal, filsafat serta ilmu pengobatan (Nata, 1993 : 31)

Adanya ekuilibrium antara ilmu-ilmu generik (dunia) dengan ilmu-ilmu kepercayaan pada suatu kurikulum pendidikan Islam, dari Hasan Langgulung, oada gilirannya akan melahirkan spesialisasi dalam bagian ilmu sesuai dengan periode perkembangan, sesuai menggunakan tingkat pendidikan, sesuai menggunakan spesilalisasi sempit pada tingkat pendidikan tinggi, pada masjid-masjid dan rumah-tempat tinggal hikmah (universitas-universitas) lalu hari sampai kini (Hutagalung, 1992 : 117-118)

Menurut Rahman bahwa ilmu pengetahuan itu pada prinsipnya merupakan satu yaitu dari berdasarkan Allah SWT.31 Hal ini sesuai degan apa yang dijelaskan pada pada Al-Qur’an. Menurut Al-Qur’an semua pengetahuan datangnya dari Allah. Sebagian diwahyukan kepada orang yg dipilih-Nya melalui ayat-ayat Qur’aniyah serta sebagian lagi melalui ayat-ayat kauniyah yg diperoleh manusia menggunakan memakai indera, akal serta hatinya. Pengetahuan yg diwahyukan memiliki kebenaran yang absolut sedangkan pengetahuan yg diperoleh, kebenarannya tidak mutlak (Rahman, 1984: 72)

Dari uraian di atas bisa dikatakan bahwa ilmu Allah dapat diketahui dan dipelajari melalui 2 jalur yaitu jalur ayat-ayat Qur’aniyah dan jalur ayat-ayat kauniyah.33 Untuk lebih jelasnya lihat skema di bawah ini :


c. Anak Didik (Peserta Didik) 
Anak didik yang dihadapi sang global pendidikan Islam di negara-negara Islam berkaitan erat dengan belum berhasilnya dibagi dua antara ilmu-ilmu kepercayaan menggunakan ilmu-ilmu generik ditumbangkan di forum-lembaga pendidikan Islam. Belum berhasilnya penghapusan dikotomi antara ilmu-ilmu agama menggunakan ilmu-ilmu generik menyebabkan rendahnya kualitas intelektual murid serta keluarnya pribadi-langsung yang pecah (split personality) menurut kaum Muslim. Misalnya seseorang muslim yang saleh dan taat menjalankan ibadah, pada waktu yg sama dia dapat sebagai pemeras, penindas, koruptor, atau melakukan perbuatan tercela lainnya (Mujib, 1992 : 234). Bahkan yang lebih ironis lagi dibagi dua sistem pendidikan tadi mengakibatkna tidak lahirnya anak didik yang memiliki komitmen spiritual dan intelektual yg mendalam terhadap Islam dari lembaga-lembaga pendidikan Islam. (Ma’arif, 1991 : 20) Sebagian menurut mereka lebih berperan menjadi pemain-pemain teknis pada perkara-kasus kepercayaan . Sementara ruh kepercayaan itu sendiri jarang sahih digumulinya secara intens dan akrab.

Menurut Rahman, beberapa usaha yang harus dilakukan buat mengatasi perkara tadi pada atas. Pertama, murid harus diberikan pelajaran Al-Qur’an melalui metode-metode yang memungkinkan buku suci bukan hanya dijadikan menjadi sumber pandangan baru moral akan tetapi juga bisa dijadikan menjadi acum tertinggi buat memecahkan perkara-perkara pada kehidupan sehari-hari yang semakin kompleks dan menantang (Rahman, Loc.cit). Dalam kaitan itu Rahman menunjukkan metode sistematisnya dalam memahami serta menafsirkan Al Qur’an. Metode itu terdiri dari dua gerakan ganda yaitu dari situasi sekarang ke masa Al Qur’an diturunkan dan kembali lagi ke masa sekarang. Gerakan pertama memiliki 2 langkah.
  1. Orang harus memahami arti atau makna menurut suatu pernyataan menggunakan mengkaji situasi serta persoalan historis di mana pernyataan AL Qur’an tersebut merupakan jawaban. Sebelum mempelajari ayat-ayat spesifiknya, sutau kajian mengenai mengenai situasi makro pada batasan-batasan rakyat, kepercayaan , norma-istiadat, forum-lembaga serta tentang kehidupan secara menyeluruh di Arabia pada waktu kehadiran Islam, khususnya di lebih kurang Mekkah harus dilakukan (Rahman, 1979 : 219-224).
  2. Menggenerasikan jawaban-jawaban khusus tadi dan menyatakannya menjadi pernyataan-pernyataan yang memiliki tujuan moral serta sosial generik yg bisa disaring berdasarkan ayat-ayat spesifik pada sinaran latar belakang sosio-historis yang tak jarang dinyatakan. Selama proses ini, perhatian wajib diberikan kepada arah ajaran Al-Qur’an sebagai suatu holistik sehingga setiap arti eksklusif yang difahami, setiap hukum yang dinyatakan serta setiap tujuan yg dirumuskan akan koheren dengan yg lainnya. Al Qur’an menjadi suatu holistik memang menanamkan sikap yg pasti terhadap hidup dan memenuhi suatu pandangan global yg kongkrit (Rahman, 1984 : 6).
Jika dua momen gerakan ganda ini dapat dicapai, menurut Rahman, perintah-perintah Al-Qur’an akan hayati dan efektif kembali (Ibid) Metode penafsiran yg ditawarkan Rahman itulah yang disebutnya sebagai mekanisme ijtihad. Dalam metode tersebut Rahman telah mengasimilasi dan mengkolaborasi secara sistematis pandangan yuridis Maliki serta Syathibi mengenai betapa mendesaknya tahu Al-Qur’an menjadi suatu ajaran yang padu serta kohesif ke pada gerakan pertama berdasarkan metodenya (Taufiq, 1990 : 103) Kedua, menaruh materi disiplin ilmu-ilmu Islam secara historis, kritis dan keseluruhan. Disiplin ilmu-ilmu Islam itu meliputi: Teologi, hukum etika, ilmu-ilmu sosial serta filsafat (Rahman, op.cit : 20)

d. Pendidik (Mu’allim)
Untuk menerima kualitas pendidik misalnya itu di forum-lembaga pendidikan Islam dewasa ini sangat sulit sekali. Hal ini dibuktikan Rahman, melalui pengamatannya terhadap perkembangan pendidikan Islam pada beberapa negara Islam. Ia melihat bahwa pendidik yang berkualitas dan profesional serta memiliki pikiran-pikiran yg kreatif serta terpadu yang sanggup menafsirkan hal-hal yang usang dalam bahasa yang baru sejauh menyangkut substansi dan menjadikan hal-hal yg baru sebagai alat yang bermanfaat buat idealita masih sulit ditemukan dalam masa modern (Rahman, Op.cit. : 139). Masalah kelangkaan energi pendidik seperti ini telah melanda hampir seluruh negara Islam.

Dalam mengatasi kelangkaan tenaga pendidik misalnya itu, Rahman menawarkan beberapa gagasan: Pertama, merekrut serta mempersiapkan murid yang mempunyai bakat-bakat terbaik dan memiliki komitmen yg tinggi terhadap lapangan kepercayaan (Islam). Anak didik misalnya ini wajib dibina serta diberikan bonus yg memadai buat membantu memnuhi keperluannya pada peningkatan karir intelektual mereka (Ibid). Jika hal ini nir segera dilakukan maka upaya buat menciptakan pendidik yang berkualitas nir akan terwujud. Sebab hampir sebagian akbar pelajar yang memasuki lapangan pendidikan agama adalah mereka yg gagal memasuki karir-karir yg lebih basah.

Kedua, mengangkat lulusan mdrasah yang nisbi cerdas atau memilih sarjana-sarjana terkini yang telah memperoleh gelar doktor pada universitas-universitas Barat serta sudah berada di forum-forum keilmuan tinggi sebagai guru besar -pengajar besar bidang studi bahasa Arab, bahasa Persi, dan sejarah Islam. Ketiga, para pendidik wajib dilatih pada sentra-puast studi keislaman di luar negeri khususnya ke Barat (Rahman, Op.cit. : 522). Hal ini pernah direalisasikan Rahman, sewaktu beliau menjabat direktur Institut Pusat Penelitian Islam (Rahman, Op.cit : 123). Atas gagasan Rahman ini, Institut yg dipimpinnya berhasil menerbitkan jurnal terencana ilmiah yang berbobot yaitu Islamic Studies. Melalui jurnal inilah para anggota institut mulai menyumbangkan karya riset nereka yang bermutu, di samping beberapa buku dan suntingan-suntingan menurut naskah-naskah klasik (Rahman, Loc.cit). Kasus institut ini melukiskan sudah lahirnya kesarjanaan yg kreatif dan bertujuan.

Gagasan Rahman itu juga pernah diterapkan di Indonesia melalui pengiriman pendidik atau tenaga pengajar IAIN yg potensial buat melanjutkan studinya ke universitas pada negeri Barat yang memiliki pusat-pusat studi Islam. Awal menurut imbas positif pengiriman pengiriman pendidik ke luar negeri itu memang mulai terasa diantaranya seperti terlaksananya pembaruan sistem, metode dan teknik di bidang pengajaran serta penyempurnaan struktur kelembagaan serta susunan kurikulum.

Keempat, mengangkat beberapa lulusan madrasah yang memiliki pengetahuan bahasa Inggris dan mencoba melatih mereka dalam teknik riset terkini serta kebalikannya menarik para lulusan universitas bidang filsafat serta ilmu-ilmu sosial serta memberi meeka pelajaran bahasa Arab dan disiplin-disiplin Islam klasik misalnya Hadis, serta yiurisprudensi Islam (Ibid.). Di sini tampak Rahman ingin menaruh bekal ilmu pengetahuan secara terpadu baik kepada para lulusan madrasah maupun kepada mereka yg lulusan universitas. Sehingga melalui upayanya ini akan lahir pendidik-pendidik yang kreatif dan memiliki komitmen yang kuat terhadap Islam.

Kelima, menggiatkan para pendidik buat melahirkan karya-karya keislaman secara kreatif dan mempunyai tujuan. Di samping menlulis karya-karya mengenai sejarah, filsafat, seni, juga wajib mengkonsentrasikannya kembali pada pemikiran Islam (Ibid),. Di samping itu para pendidik juga harus bersunggguh-sungguh dalam mengadakan penelitian serta berusaha untu menerbitkan karyanya tersebut. Bagi mereka yang mempunyai karya yang cantik wajib diberi penghargaan antara lain menggunakan meningkatkan gajinya (Rahman, Loc.cit. : 522)