MEMBANGUN KOMITMEN ORGANISASI PENDIDIKAN

Membangun Komitmen Organisasi Pendidikan 
M Fakry Gaffar (1987:143) menyatakan bahwa produktivitas merupakan output total organisasi yang merupakan kontribusi dua faktor akbar : teknologi dan performance kerja. Kedua faktor tadi merupakan hasil bentukan dari sejumlah faktor lain yang saling berpengaruh dan kompleks. Faktor tekonogi terdiri dari sejumlah faktor misalnya bahan standar, metoda kerja, bangunan/ gedung, kualitas serta desain produk, alur kerja proses produksi serta manajemen. Sedangkan faktor insan merupakan bentukan antara motivasi dan kemampuan pelaku pada organisasi.

Demikian pula dalam penyelenggaraan pendidikan, produktivitasnya tidak hanya ditentukan oleh tekonogi ( sistem, kurikulum, sarana prasarana, porto dan manajemen) saja, tetapi pula oleh energi kependidikan. Lebih berdasarkan itu penyelenggaraan pendidikan serta peserta didik wajib memiliki motivasi dan kemampuan yang prima buat melaksanakan proses serta memperoleh hasil yang memuaskan. Kepuasan kerja atau kepuasan belajar mengajar adalah salah satu indikator menurut seperangkat kebutuhan manusia ( penyelenggara serta siswa) dalam organisasi lembaga pendidikan. Kepuasan wajib menjadi tujuan utama organisasi kedua selesainya produktivitas.

Kepuasan seorang baik sebagai langsung atau sebagai bagian menurut organisasi tidak akan terlalu sulit tercapai jika mempunyai visi, motivasi, misi dan komitmen yang bertenaga buat mencapai kepuasan tadi.

Kualitas pelayanan prima berdasarkan setiap organisai merupakan dambaan setiap pelanggan, bahkan seluruh yang berkepentingan dengan organisasi tadi. Untuk bisa memuaskan semuanya itu saran Bill Creech (1996 : 521) diantaranya bangun TQM anda serta prinsip-prinsipnya, pada lima buah pilar sistem : Produk-proses-organisasi-kepemimpinan-komitmen. Kelima pilar tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Selanjutnya Bill Creech (1996 : 6) menyatakan bahwa :

Produk merupakan titik pusat tujuan pencapaian organisasi. Mutu dalam produk nir mungkin ada tanpa mutu pada pada proses. Mutu pada proses tidak mungkin ada tanpa organisasi yg tepat. Komitmen yg bertenaga, menurut bawah ke atas merupakan pilar pendukung bagi seluruh yang lain. Setiap pilar tergantung dalam keempat pilar yang lain, serta kalau galat satu lemah menggunakan sendirinya yg lain pula lemah.

Dengan pendekatan TQM ( pendekatan mutu terpadu), komitmen merupakan unsur yg tidak bisa diabaikan pada mencapai tujuan organisasi yg berkualitas.

LIMA PILAR TQM

Sementara Jam’an Satori (2000) yg dikutip Tumpal Situmorang (2000 :2) mengatakan bahwa pengertian generik komitmen bisa diklaim sebagai : kepemilikan tanggung jawab, loyalitas atau pengorbanan seorang dalam bidang pekerjaannya.

Dengan demikian komitmen adalah kepemilikan tanggung jawab serta loyalitas atau kesetiaan serta pengorbanan yang ditentukan oleh persepsi, moral, motivasi, konsistensi, kepemimpinan, kepuasan kerja, proses serta budaya organisasi.

Sikap berani merogoh resiko adalah manifestasi berdasarkan tanggung jawab seseorang terhadap lingkungannya, organisasi atau pekerjaannya. Bentuk tindakan yg ada antara lain : partisipasi aktif, berusaha buat menguasai berbagai kemampuan bidang kerjanya serta lainnya. Sikap terbuka adalah perilaku individu buat mendapat masukan dan saran berkaitan menggunakan output pekerjaannya. Tindakannya antara lain siap ditanya, siap dikritik serta lainnya. Sikap kritis adalah perilaku individu untuk nir cepat percaya serta selalu berusaha untuk menemukan dan memperbaiki kesalahan sekecil apapun. Tindakannya antara lain mencari penyebab konflik, bebas buat mengeluarkan pendapat dan lainnya.

Komitmen organisasi pendidikan dibangun sang komitmen pemimpin, bawahan, siswa, sertaP orang tua serta masyarakat.


A. Komitmen Pemimpin
Yang dimaksud menggunakan pemimpin pendidikan merupakan pimpinan pendidikan mulai menurut taraf pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota, kecamatan, sampai pada unit pelaksana teknis, Kepala Sekolah baik yang dilaksanakan sang pemerintah juga swasta.

Memperoleh serta menjaga komitmen adalah hal yg krusial bagi seseorang pemimpin, lantaran komitmen terhadap perilaku seseorang memiliki bebagai akibat. Untuk meyakinkan orang lain mengenai asa masa depan, seseorang pemimpin wajib dapat memberi cara lain pilihan, menciptakan pilihan tersebut mudah buat dilaksanakan serta sulit buat diubah seketika.

Memberikan sebuah pilihan akan membantu menyingkirkan keraguan dan menghilangkan aneka macam hal yg tidak konsisten antara konduite dan perilaku. Pemimpin yang bijaksana tidak memaksakan perubahan terhadap orang lain, melainkan akan mengajak buat bergabung, menunjukkan aneka macam pilihan buat diambil konvensi bersama. Pemimpin yg demikian akan memelihara dorongan alamiah terhadap swatantra yang dimiliki seorang, sehingga akan memiliki rasa tanggung jawab secara langsung terhadap keputusan yang disepakati beserta tersebut. Nampaknya menciptakan komitmen gampang dilaksanakan sang seorang pemimpin sebagaimana dikemukakan James M Kouzes dan Barry Z Posner (1995:254) yang menyampaikan bahwa :

Commitment is also more likely if choice are made visible. By announcing oru choices to the public and by making the subsequent actions visible, we over tangible, undentile evidence of our commitment to the cause. We also become subject to other peoples review and observation.

Komitmen pula nisbi lebih gampang dibangun apabila pilihan yg terdapat bisa dibuat lebih mudah buat dipahami dan dilaksanakan. Dengan memberitahukan pada public mengenai pilihan yg akan kita ambil, kita jua menaruh bukti yg tidak terbantahkan menurut komitmen kita terhadap hasil yg ingin kita capai. Sebagai tambahan, pilihan yang kita ambil usahakan adalah pilihan yang tidak mudah buat diubah. Semakin sulit sebuah pilihan buat diubah, maka semakin akbar investasi orang yg terdapat didalamnya. Ketika kita merogoh tindakan yang tidak gampang untuk diulangi, kita diharuskan buat menemukan serta mendapat argument yang mendukung dan membenarkan tindakan kita, proses itu akan membuat alasan yg kuat bersifat internal yg bergantung dalam tanggung jawab personal dan berkaitan dengan kepercayaan kita akan kebenaran tindakan kita.

Sejalan dengan Komitmen Pemimpin, maka Walikota dan Wakil Walikota Bekasi periode tahun 2008 – 2013 memiliki visi mengakibatkan Kota Bekasi Cerdas, Sehat dan Ihsan.bekasi Cerdas bermakna bahwa pembangunan kota Bekasi pada kurun saat 2008 – 2013 diarahkan buat mewujudkan karakter warga yg cerdas melalui penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dan merintis wajib belajar 12 tahun dengan demikian warga kota Bekasi diharuskan mempunyai kwalifikasi ijasah SMA/sederajat, buat mendukung visi tadi maka aturan pendidikan tahun 2009 sekitar 37 % menurut APBD kota Bekasi yg salah satunya pada peruntukkan pembebesan iuran dan pungutan bagi siswa yg bersekolah pada SD/MI Negeri serta SMP/MTs Negeri dan anugerah donasi bagi murid yg bersekolah di SD/MI dan Sekolah Menengah pertama/MTs Swasta.dengan Anggaran Pendidikan yang sangat besar , khususnya pada kota Bekasi maka pelayanan serta kwalitas mutu pendidikan diharapakan meningkat secara signifikan. Sebagaimana yg pada katakan bapak Walikota Bekasi Pendidikan di Kota Bekasi untuk Indonesia.

B. Komitmen Bawahan
Yang dimaksud dengan bawahan merupakan energi kependidikan baik tenaga administrasi, energi edukatif, laboran, pustakawan, dan teknisi media yg nir sebagai pimpinan dalam unit pelaksana

Seorang pemimpin pendidikan usahakan menyadari bahwa energi kependidikan perlu dimotivasi serta diperlakukan secara khusus. Tenaga kependidikan yang baru masuk ke pada organisasi kependidikan nir dan merta mempunyai komitmen terhadap organisasi kependidikan. Tenaga kependidikan sebenarnya ingin memiliki komitmen terhadap organisasi tempat mereka bekerja, meskipun nilai tradisional misalnya penghasilan dan keamanan kerja sangat mewarnai impian berkomitmen tersebut

Untuk membentuk komitmen terhadap organisasi pada kalangan tenaga kependidikan, kita perlu menemukan terlebih dahulu nilai-nilai yang dianut dalam organisasi. Nilai-nilai yang dipercaya krusial serta berharga bagi pekerja. Nilai-nilai tadi dapat berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan energi kependidikan, baik yang sifatnya kebutuhan berprestasi, kebutuhan afiliasi, serta kebutuhan akan kekuasaan, juga dapat berkaitan menggunakan harga diri tenaga kependidikan, dan dukungan sosial yang didapatkan dalam lingkungan organisasi.

Proses menciptakan serta memelihara komitmen seiring menggunakan proses penguatan terhadap orang lain. Seseorang akan merasa bertenaga dan berkomitmen terhadap tugasnya saat mereka memainkan peranan dalam penentuan tujuan dan saat pekerjaan mereka memperlihatkan kejalasan serta determinasi sendiri. Seseorang akan lebih mempunyai komitmen ketika merasa mempunyai kontrol dalam pengambilan keputusan, serta semakin bertenaga ketika tidak dimonitor atau disupervisi secara ketat. Pilihan yg diambil akan menguatkan orang – orang pada dalam grup serta menguatkan ikatan pada kolompok

Stephen R Covey (1997 : 82) menyampaikan bahwa bagian paling inti dari bulat pengaruh kita merupakan kemampuan kita buat membuat serta memenuhi komitmen serta janji. Komitmen yang kita buat dalam diri sendiri serta orang lain, dan integritas kita pada komitmen itu adalah inti dan manifestasi paling kentara dari produktivitas kita.

Hubungan konstruktif antara tenaga kependidikan serta pemimpin pendidikan serta hubungan antara energi kependidikan merupakan hal yg penting buat membangun komitmen. Melalui hubungan interpersonal orang dapat merasakan dukungan sosial yg dimilikinya dan menerima konfirmasi diri yg dapat memperkuat diri. Orang bisa berafiliasi menjadi sebuah tim yang produktif, bekerjasama buat memuaskan kebutuhan, buat menghipnotis serta memiliki efek terhadasp orang lain. Tim produktif dapat menaruh umpan pulang dan dukungan yang dapat memperkuat harga diri dan kepercayaan diri.

C. Komitmen Peserta Didik
Komitmen siswa terhadap organisasi pendidikan jangan hingga ditinggalkan karena peserta didik merupakan objek yg sekaligus subjek menurut tujuan organisasi pendidikan. Membangun serta memelihara komitmen siswa buat mencari dan memperoleh pengetahuan keterampilan serta perilaku harus dimulai sejak peserta didik tersebut masuk hingga keluar dari organisasi /lembaga pendidikan

Ketika memasuki forum pendidikan setiap siswa mempunyai visi yang diinginkan sehingga menarik minat peseta didik buat mewujudkan visi tadi, serta buat mewujudkannya nir terdapat pilihan lain kecuali mereka memiliki komitmen

Bobby Deporter serta Mike Hernacki (2001:305) menyatakan bahwa 
Orang yg berkomitmen secara intrinsik termotivasi serta terdorong oleh mimpi-mimpi mereka, komitmen adalah proses 2 langkah (1) temukan cita-cita anda, (2) putuskan buat melaksanakannya, tanpa peduli apapun. Ketika anda memiliki visi yg kuat sepertinya mungkin seakan-akan anda tidak memiliki pilihan lain kecuali berpegang pada komitmen. Komitmen juga sanggup terkait dengan suatu prinsip, atau kepuasan dalam kebahagiaan orang lain

D. Komitmen Orang Tua serta Masyarakat
Orang tua dan warga adalah orang yg berkepentingan terhadap output pendidikan. Oleh karenanya komitmen orang tua dan warga buat membantu terhadap organisasi pendidikan sangat diharapkan melalui partisipasi aktif dalam pemikiran dan finansial

Organisasi pendidik yang mendapat dukugan partisipasi aktif orang tua, serta rakyat akan menumbuhkan komitmen mereka terhadap perkembangan serta kemajuan forum pendidikan tersebut.

Jam’an Satori dkk (2001:38-39) menyatakan bahwa :
Sekolah yg menerapkan manajemen berbasis sekolah ( MBS ) mempunyai ciri partispasi masyarakat sekolah dan masyarakat yg tinggi. Hal ini dilandasi sang keyakinan bahwa makin tinggi tingkat partispasi, makin besar rasa mempunyai makin akbar rasa tanggung jawab, makin akbar jua taraf dedikasinya.

E. Langkah-langkah Membangun Komitmen 
James M Kauzes & Barry Z Posner (1995:259-265) menyarankan 8 langkah buat membangun komitmen merupakan menjadi berikut :
1. Mulailah proses menggunakan memperlakukan seseorang secara personal, singgunglah beberapa berita kritis yang bisa saja berkaitan menggunakan pendidikan, perawatan kesehatan, penemuan, komunitas serta lainnya. Perubahan khusus yg terdapat dimulai secara personal
2. Buatlah perencanaan yg matang. Arah perencanaan yang disusun sebaiknya diwarnai sang visi serta nilai yang diantut. Libatkan sebesar mungkin pihak yang akan mengimplementasikan rencana. Susun rencana tadi dalam rentang tahapan yang mini -kecil atau jangka pendek. Gunakanlah proses penyusunan planning sebagai sesuatu yang bermakna secara mental bagi orang yg mengikuti perjalanan ini
3. Ciptakan sebuah model. Gunakan sebuah eksperimen yang bisa digunakan contoh apa yg sesungguhnya anda ingin lakukan pada program atau lokasi lain
4. Jangan ragu buat berlatih, karena semakin poly berlatih kita akan menjadi semakin terampil dan semakin pakar. Tetap jaga konsentrasi yang ada buat fokus terhadap makna dan signifikansi visi yang dianut dan buatlah satu waktu khusus buat mengingatnya
5. Pentingnya seseorang yg bersifat sukarela mau sebagai bagian dari rencana yang dijalankan. Komitmen akan mudah ada apabila seorang secara sukarela mau menjadi bagian menurut insiden yang sedang berlangsung
6. Gunakan sebuah papan buletin yang dapat mempermudah seorang buat melihat apa yang sedang berlangsung, menjaga semangat serta perhatian dalam tugas yg sedang dilakukan
7. Anda akan lebih mudah menerima penerimaan serta komitmen terhadap inovasi yg anda tawarkan jika anda dapat menerangkan pada orang lain apa laba yang akan mereka dapatkan berdasarkan inovasi tadi.
8. Bangkitkan rasa kebesamaan melalui kegiatan beserta dan informal misalnya program makan pagi beserta atau program makan malam beserta. Melalui acara-acara tersebut, proses sosialisasi dapat berjalan lebih natural serta lancar, dan merupakan semen yg bertenaga buat menjaga ikatan sosial yang ada

MEMBANGUN KOMITMEN ORGANISASI PENDIDIKAN

Membangun Komitmen Organisasi Pendidikan 
M Fakry Gaffar (1987:143) menyatakan bahwa produktivitas merupakan output total organisasi yg merupakan kontribusi 2 faktor akbar : teknologi dan performance kerja. Kedua faktor tersebut adalah output bentukan menurut sejumlah faktor lain yg saling berpengaruh dan kompleks. Faktor tekonogi terdiri menurut sejumlah faktor misalnya bahan baku, metoda kerja, bangunan/ gedung, kualitas serta desain produk, alur kerja proses produksi serta manajemen. Sedangkan faktor insan adalah bentukan antara motivasi dan kemampuan pelaku pada organisasi.

Demikian jua pada penyelenggaraan pendidikan, produktivitasnya nir hanya dipengaruhi oleh tekonogi ( sistem, kurikulum, sarana prasarana, biaya serta manajemen) saja, tetapi juga oleh tenaga kependidikan. Lebih berdasarkan itu penyelenggaraan pendidikan serta peserta didik wajib mempunyai motivasi serta kemampuan yg prima buat melaksanakan proses serta memperoleh output yg memuaskan. Kepuasan kerja atau kepuasan belajar mengajar adalah keliru satu indikator menurut seperangkat kebutuhan insan ( penyelenggara serta siswa) dalam organisasi lembaga pendidikan. Kepuasan wajib menjadi tujuan utama organisasi kedua setelah produktivitas.

Kepuasan seseorang baik sebagai pribadi atau sebagai bagian dari organisasi nir akan terlalu sulit tercapai jika memiliki visi, motivasi, misi serta komitmen yg bertenaga buat mencapai kepuasan tadi.

Kualitas pelayanan prima menurut setiap organisai merupakan dambaan setiap pelanggan, bahkan seluruh yang berkepentingan dengan organisasi tadi. Untuk bisa memuaskan semuanya itu saran Bill Creech (1996 : 521) antara lain bangun TQM anda dan prinsip-prinsipnya, dalam lima buah pilar sistem : Produk-proses-organisasi-kepemimpinan-komitmen. Kelima pilar tadi saling mensugesti satu sama lain. Selanjutnya Bill Creech (1996 : 6) menyatakan bahwa :

Produk adalah titik pusat tujuan pencapaian organisasi. Mutu pada produk tidak mungkin ada tanpa mutu di dalam proses. Mutu pada proses tak mungkin terdapat tanpa organisasi yg tepat. Komitmen yg bertenaga, berdasarkan bawah ke atas adalah pilar pendukung bagi semua yang lain. Setiap pilar tergantung pada keempat pilar yg lain, serta bila salah satu lemah menggunakan sendirinya yang lain pula lemah.

Dengan pendekatan TQM ( pendekatan mutu terpadu), komitmen adalah unsur yg nir dapat diabaikan dalam mencapai tujuan organisasi yang berkualitas.

LIMA PILAR TQM

Sementara Jam’an Satori (2000) yg dikutip Tumpal Situmorang (2000 :2) menyampaikan bahwa pengertian umum komitmen bisa dianggap sebagai : kepemilikan tanggung jawab, loyalitas atau pengorbanan seseorang pada bidang pekerjaannya.

Dengan demikian komitmen adalah kepemilikan tanggung jawab dan loyalitas atau kesetiaan serta pengorbanan yg ditentukan oleh persepsi, moral, motivasi, konsistensi, kepemimpinan, kepuasan kerja, proses serta budaya organisasi.

Sikap berani mengambil resiko adalah manifestasi dari tanggung jawab seseorang terhadap lingkungannya, organisasi atau pekerjaannya. Bentuk tindakan yang ada antara lain : partisipasi aktif, berusaha buat menguasai berbagai kemampuan bidang kerjanya serta lainnya. Sikap terbuka adalah perilaku individu buat mendapat masukan dan saran berkaitan dengan output pekerjaannya. Tindakannya antara lain siap ditanya, siap dikritik dan lainnya. Sikap kritis adalah perilaku individu buat tidak cepat percaya dan selalu berusaha buat menemukan dan memperbaiki kesalahan sekecil apapun. Tindakannya antara lain mencari penyebab konflik, bebas buat mengeluarkan pendapat dan lainnya.

Komitmen organisasi pendidikan dibangun oleh komitmen pemimpin, bawahan, peserta didik, sertaP orang tua dan rakyat.


A. Komitmen Pemimpin
Yang dimaksud dengan pemimpin pendidikan merupakan pimpinan pendidikan mulai menurut tingkat sentra, Propinsi, Kabupaten/Kota, kecamatan, sampai pada unit pelaksana teknis, Kepala Sekolah baik yg dilaksanakan sang pemerintah juga swasta.

Memperoleh serta menjaga komitmen merupakan hal yg krusial bagi seseorang pemimpin, lantaran komitmen terhadap perilaku seorang memiliki bebagai akibat. Untuk meyakinkan orang lain mengenai asa masa depan, seseorang pemimpin wajib bisa memberi alternatif pilihan, menciptakan pilihan tadi mudah buat dilaksanakan dan sulit buat diubah seketika.

Memberikan sebuah pilihan akan membantu menyingkirkan keraguan serta menghilangkan berbagai hal yg nir konsisten antara perilaku dan sikap. Pemimpin yg bijaksana nir memaksakan perubahan terhadap orang lain, melainkan akan mengajak buat bergabung, memperlihatkan banyak sekali pilihan buat diambil konvensi bersama. Pemimpin yg demikian akan memelihara dorongan alamiah terhadap swatantra yang dimiliki seorang, sehingga akan mempunyai rasa tanggung jawab secara pribadi terhadap keputusan yg disepakati beserta tersebut. Nampaknya membangun komitmen mudah dilaksanakan sang seorang pemimpin sebagaimana dikemukakan James M Kouzes dan Barry Z Posner (1995:254) yg berkata bahwa :

Commitment is also more likely if choice are made visible. By announcing oru choices to the public and by making the subsequent actions visible, we over tangible, undentile evidence of our commitment to the cause. We also become subject to other peoples review and observation.

Komitmen juga nisbi lebih mudah dibangun jika pilihan yang terdapat dapat dibuat lebih mudah buat dipahami dan dilaksanakan. Dengan memberitahukan kepada public tentang pilihan yg akan kita ambil, kita jua memberikan bukti yg tidak terbantahkan dari komitmen kita terhadap hasil yang ingin kita capai. Sebagai tambahan, pilihan yg kita ambil usahakan adalah pilihan yang nir mudah buat diubah. Semakin sulit sebuah pilihan buat diubah, maka semakin besar investasi orang yg ada didalamnya. Ketika kita merogoh tindakan yg tidak mudah untuk diulangi, kita diharuskan buat menemukan serta menerima argument yang mendukung dan membenarkan tindakan kita, proses itu akan membentuk alasan yang kuat bersifat internal yg bergantung dalam tanggung jawab personal dan berkaitan menggunakan agama kita akan kebenaran tindakan kita.

Sejalan menggunakan Komitmen Pemimpin, maka Walikota dan Wakil Walikota Bekasi periode tahun 2008 – 2013 mempunyai visi membuahkan Kota Bekasi Cerdas, Sehat serta Ihsan.bekasi Cerdas bermakna bahwa pembangunan kota Bekasi pada kurun waktu 2008 – 2013 diarahkan buat mewujudkan karakter rakyat yang cerdas melalui penuntasan harus belajar pendidikan dasar 9 tahun dan merintis wajib belajar 12 tahun menggunakan demikian rakyat kota Bekasi diharuskan memiliki kwalifikasi ijasah SMA/sederajat, buat mendukung visi tadi maka aturan pendidikan tahun 2009 lebih kurang 37 % dari APBD kota Bekasi yg keliru satunya pada peruntukkan pembebesan iuran dan pungutan bagi anak didik yg bersekolah pada Sekolah Dasar/MI Negeri serta Sekolah Menengah pertama/MTs Negeri dan hadiah bantuan bagi anak didik yg bersekolah pada SD/MI serta SMP/MTs Swasta.dengan Anggaran Pendidikan yg sangat besar , khususnya pada kota Bekasi maka pelayanan serta kwalitas mutu pendidikan diharapakan meningkat secara signifikan. Sebagaimana yg di katakan bapak Walikota Bekasi Pendidikan pada Kota Bekasi buat Indonesia.

B. Komitmen Bawahan
Yang dimaksud menggunakan bawahan merupakan energi kependidikan baik energi administrasi, tenaga edukatif, laboran, pustakawan, serta teknisi media yg nir menjadi pimpinan dalam unit pelaksana

Seorang pemimpin pendidikan usahakan menyadari bahwa tenaga kependidikan perlu dimotivasi serta diperlakukan secara spesifik. Tenaga kependidikan yang baru masuk ke pada organisasi kependidikan nir dan merta mempunyai komitmen terhadap organisasi kependidikan. Tenaga kependidikan sebenarnya ingin memiliki komitmen terhadap organisasi tempat mereka bekerja, meskipun nilai tradisional misalnya penghasilan serta keamanan kerja sangat mewarnai hasrat berkomitmen tersebut

Untuk menciptakan komitmen terhadap organisasi pada kalangan energi kependidikan, kita perlu menemukan terlebih dahulu nilai-nilai yg dianut dalam organisasi. Nilai-nilai yang dianggap penting dan berharga bagi pekerja. Nilai-nilai tersebut dapat berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan energi kependidikan, baik yg sifatnya kebutuhan berprestasi, kebutuhan afiliasi, serta kebutuhan akan kekuasaan, pula dapat berkaitan menggunakan harga diri tenaga kependidikan, serta dukungan sosial yg dihasilkan dalam lingkungan organisasi.

Proses membangun dan memelihara komitmen seiring menggunakan proses penguatan terhadap orang lain. Seseorang akan merasa bertenaga dan berkomitmen terhadap tugasnya saat mereka memainkan peranan dalam penentuan tujuan serta saat pekerjaan mereka menawarkan kejalasan serta determinasi sendiri. Seseorang akan lebih memiliki komitmen waktu merasa mempunyai kontrol dalam pengambilan keputusan, serta semakin kuat saat nir dimonitor atau disupervisi secara ketat. Pilihan yang diambil akan menguatkan orang – orang pada pada gerombolan serta menguatkan ikatan pada kolompok

Stephen R Covey (1997 : 82) berkata bahwa bagian paling inti dari lingkaran efek kita adalah kemampuan kita buat membuat serta memenuhi komitmen serta janji. Komitmen yang kita buat pada diri sendiri dan orang lain, dan integritas kita pada komitmen itu merupakan inti dan manifestasi paling kentara menurut produktivitas kita.

Hubungan konstruktif antara energi kependidikan dan pemimpin pendidikan serta interaksi antara tenaga kependidikan merupakan hal yg krusial buat menciptakan komitmen. Melalui interaksi interpersonal orang dapat merasakan dukungan sosial yang dimilikinya serta menerima konfirmasi diri yg bisa memperkuat diri. Orang dapat bekerjasama sebagai sebuah tim yg produktif, berhubungan buat memuaskan kebutuhan, buat mempengaruhi serta mempunyai efek terhadasp orang lain. Tim produktif bisa menaruh umpan kembali serta dukungan yg bisa memperkuat harga diri dan agama diri.

C. Komitmen Peserta Didik
Komitmen peserta didik terhadap organisasi pendidikan jangan hingga ditinggalkan lantaran peserta didik adalah objek yang sekaligus subjek menurut tujuan organisasi pendidikan. Membangun dan memelihara komitmen peserta didik buat mencari serta memperoleh pengetahuan keterampilan dan perilaku wajib dimulai sejak peserta didik tersebut masuk hingga keluar dari organisasi /forum pendidikan

Ketika memasuki forum pendidikan setiap anak didik memiliki visi yang diinginkan sebagai akibatnya menarik minat peseta didik untuk mewujudkan visi tersebut, dan buat mewujudkannya tidak ada pilihan lain kecuali mereka memiliki komitmen

Bobby Deporter dan Mike Hernacki (2001:305) menyatakan bahwa 
Orang yg berkomitmen secara intrinsik termotivasi serta terdorong oleh mimpi-mimpi mereka, komitmen merupakan proses 2 langkah (1) temukan keinginan anda, (2) putuskan untuk melaksanakannya, tanpa peduli apapun. Ketika anda memiliki visi yg kuat tampaknya mungkin seakan-akan anda tidak mempunyai pilihan lain kecuali berpegang pada komitmen. Komitmen juga sanggup terkait menggunakan suatu prinsip, atau kepuasan dalam kebahagiaan orang lain

D. Komitmen Orang Tua dan Masyarakat
Orang tua serta rakyat merupakan orang yg berkepentingan terhadap output pendidikan. Oleh karena itu komitmen orang tua dan masyarakat buat membantu terhadap organisasi pendidikan sangat dibutuhkan melalui partisipasi aktif dalam pemikiran dan finansial

Organisasi pendidik yg mendapat dukugan partisipasi aktif orang tua, serta masyarakat akan menumbuhkan komitmen mereka terhadap perkembangan dan kemajuan lembaga pendidikan tersebut.

Jam’an Satori dkk (2001:38-39) menyatakan bahwa :
Sekolah yang menerapkan manajemen berbasis sekolah ( MBS ) mempunyai ciri partispasi rakyat sekolah serta masyarakat yang tinggi. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa makin tinggi tingkat partispasi, makin akbar rasa mempunyai makin akbar rasa tanggung jawab, makin akbar pula tingkat dedikasinya.

E. Langkah-langkah Membangun Komitmen 
James M Kauzes & Barry Z Posner (1995:259-265) menyarankan 8 langkah buat menciptakan komitmen merupakan menjadi berikut :
1. Mulailah proses dengan memperlakukan seorang secara personal, singgunglah beberapa isu kritis yang sanggup saja berkaitan dengan pendidikan, perawatan kesehatan, inovasi, komunitas dan lainnya. Perubahan khusus yg terdapat dimulai secara personal
2. Buatlah perencanaan yg matang. Arah perencanaan yang disusun sebaiknya diwarnai sang visi dan nilai yg diantut. Libatkan sebesar mungkin pihak yg akan mengimplementasikan planning. Susun rencana tadi pada rentang tahapan yang mini -kecil atau jangka pendek. Gunakanlah proses penyusunan planning sebagai sesuatu yg bermakna secara mental bagi orang yang mengikuti bepergian ini
3. Ciptakan sebuah contoh. Gunakan sebuah eksperimen yang dapat dipakai model apa yg sesungguhnya anda ingin lakukan dalam program atau lokasi lain
4. Jangan ragu buat berlatih, karena semakin poly berlatih kita akan menjadi semakin terampil serta semakin ahli. Tetap jaga konsentrasi yang ada buat fokus terhadap makna dan signifikansi visi yang dianut dan buatlah satu waktu khusus buat mengingatnya
5. Pentingnya seseorang yang bersifat sukarela mau menjadi bagian dari rencana yg dijalankan. Komitmen akan gampang ada bila seorang secara sukarela mau sebagai bagian dari peristiwa yg sedang berlangsung
6. Gunakan sebuah papan buletin yg dapat mempermudah seseorang buat melihat apa yang sedang berlangsung, menjaga semangat dan perhatian dalam tugas yg sedang dilakukan
7. Anda akan lebih mudah menerima penerimaan serta komitmen terhadap penemuan yang anda tawarkan bila anda dapat memperlihatkan pada orang lain apa laba yg akan mereka dapatkan dari penemuan tersebut.
8. Bangkitkan rasa kebesamaan melalui kegiatan beserta dan informal misalnya program makan pagi bersama atau acara makan malam bersama. Melalui acara-program tadi, proses pengenalan dapat berjalan lebih natural dan lancar, dan adalah semen yang bertenaga buat menjaga ikatan sosial yg ada

ASOSIASI PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI APIO

Asosiasi Psikologi Industri & Organisasi (APIO)
Relationship Marketing (RM) adalah pendekatan manajemen khususnya pada bidang pemasaran, utamanya pemasaran jasa (Berry 1995). RM yang juga acapkali diklaim relationship building merupakan kerangka berpikir baru menyusul mulai bergesernya paradigma manajemen bauran pemasaran (Gronroos 1994). Berry (1995) mengidentifikasi, terdapat empat hal yang mendorong berkembangnya konsep ini, yakni : adanya maturasi dalam pemasaran jasa, manfaat yang diterima sang perusahaan, manfaat yg diterima oleh pelanggan, dan adanya kemajuan tehnologi khususnya teknologi keterangan. 

Secara khusus, masih ada 2 tujuan utama RM yaitu merancang interaksi jangka panjang dengan pelanggan buat menaikkan nilai bagi kedua belah pihak dan perluasan ilham hubungan jangka panjang yg dibangun menjadi kerjasama horisontal serta vertikal secara partnership (Juttner and Wehrli 1995 dalam Navin 19995. Jadi fokus interaksi pada RM tidak hanya dengan pengguna akhir saja, tetapi mampu dikembangkan menjadi interaksi jangka panjang antara organisasi, pemasok, pelanggan, karyawan serta bahkan dalam taraf tertentu dapat melakukan aliansi menggunakan pesaing sekalipun.

Sebagai keliru satu pendekatan manajemen, meskipun pada awal lahirnya lebih banyak diimplementasikan dalam organisasi yang berorientasi laba, pendekatan RM sebenarnya bisa pula diterapkan dalam organisasi tidak laba buat menaikkan keunggulan bersaing. Ini terbukti menurut mulai meningkatnya jumlah organisasi nirlaba di Amerika yang menerapkan RM untuk menarik serta mempertahankan anggotanya.

Kajian mengenai perspektif RM berdasarkan sudut pandang konduite organisasi masih nisbi terbatas. Sebagian besar kajian mengenai RM lebih banyak berdasarkan perpektif manajemen pemasaran. Padahal ini sangat penting agar terjadi kolaborasi multi disiplin yg akhirnya dapat menaruh pemahaman yg lebih menyeluruh mengenai suatu kajian. Dari sudut pandang manfaat pengembangan keilmuan, kajian mengenai peran RM bagi peningkatan keunggulan bersaing akan sangat berarti di tengah kompetisi organisasi dan lingkungan yg sangat turbulen. Banyak aspek perilaku yang menunjuk pada peningkatan kinerja individu serta organisasi dapat distimulasi menggunakan pendekatan ini. Suatu organisasi yang menerapkan RM akan mempunyai iklim yang khas dan kondusif bagi tumbuh serta berkembangnya komitmen, suatu syarat perilaku yg absolut wajib dikembangkan oleh organisasi agar berkembang dan mempunyai daya saing yang unggul. Bagi organisasi apapun, komitmen yang bertenaga dari para anggota absolut dibutuhkan. Adanya komitmen akan menaikkan kinerja serta mendorong individu aktif terlibat dalam aneka macam masalah penting pada organisasi. Keinginan buat berbagi kompetensi eksklusif yg bisa memberikan konstribusi berarti bagi organisasi akan ada jika individu punya komitmen yg bertenaga.

Makalah ini akan menyelidiki RM dari sudut pandang psikologi dan manajemen sumber daya insan dalam membangun komitmen organisasional. Pembahasan akan dibagi dalam empat bagian penting, yaitu: tinjauan teoritis mengenai RM serta ruang lingkupnya, komitmen organisasi, bagaimana membangun dan menaikkan komitmen individu pada organisasi melalui RM, dan implikasi manajemen. 

Ruang Lingkup RM 
Terminologi RM, sebagai konsep dalam praktek pemasaran, pertama kali diperkenalkan sang Berry dalam tahun 1983 (Berry 1995; Bitner 1995). Dinyatakan bahwa RM merupakan pendekatan manajemen, utamanya pemasaran jasa yg tujuannya adalah buat menarik, memelihara, dan meningkatkan interaksi dengan pelanggan (Berry 1995; Morgan dan Hunt 1994). Konsep ini berkembang lantaran pendekatan-pendekatan yang ada sebelumnya hanya berorientasi pada kepentingan jangka pendek yg kurang menguntungkan bagi kelangsungan organisasi dalam jangka panjang. Merujuk pada aksioma mendasar dalam RM, tujuan utama RM adalah bagaimana anggota organisasi sebagai loyal pada jangka panjang pada suatu organisasi serta tidak berpaling pada organisasi lain sejenis (Sheth and Parvatiyar 1995).

Lebih lanjut Berry (1995) mengajukan lima elemen strategi buat mengimplementasikan RM pada suatu organisasi. Kelima elemen strategi tadi, meliputi : 
  1. mengembangkan layanan inti buat membentuk interaksi baik dengan pelanggan; 
  2. melakukan perlakuan khusus pada pelanggan individual; 
  3. menambahkan manfaat tambahan dalam produk atau jasa inti organisasi; 
  4. melakukan kebijakan harga buat mendorong loyalitas pelanggan; serta 
  5. aktivitas pemasaran yg dilakukan kepada karyawan sehingga mereka akan bisa memperlakukan konsumen secara baik.
Sebagai pendekatan baru, RM akan bersifat jangka panjang, dimana transaction marketing adalah lebih berorientasi jangka pendek (Gronroos 1995). Tujuan menurut transaction marketing merupakan buat menerima pelanggan, sedangkan tujuan berdasarkan RM merupakan untuk menerima serta mempertahankan pelanggan. RM umumnya aplikatip untuk bisnis jasa, sedang transaction marketing akan lebih aplikatip buat perusahaan yg membuat produk konsumsi. Tetapi sebenarnya pendekatan pemasaran yg terdapat dapat ditinjau menjadi satu kontinum yaitu RM pada satu sisi serta transaction marketing disisi yg lain. Secara lebih detail disparitas keduanya dapat dicermati dalam Tabel.

Model aktivitas atau instrumen yang dapat dilakukan dalam rangka tujuan RM ini telah poly dikaji. Dimana kegiatan RM merupakan mengarah dalam kegiatan yg dilakukan sang pemasar guna menaruh manfaat kepada pelanggan atau konsumennya dengan mengharap akan terjadi hubungan jangka panjang yg saling menguntungkan. Hal itu berlaku baik bagi pelanggan eksternal maupun pelanggan internal. Pelanggan eksternal merupakan pembeli produk, pemasok, regulator serta sebagainya. Sedangkan pelanggan internal merupakan karyawan atau anggota organisasi.

Kegiatan yang terkait menggunakan RM terdiri menurut 5 kegiatan. Kelima kegiatan tadi merupakan : 
  1. core service performance, yaitu perencanaan serta penyampaian atas jasa pokok organisasi, 
  2. recognition for contributions, yaitu pengakuan organisasi dalam anggota yang berkontribusi atas donasi mereka; 
  3. member interdependence enhancement, yaitu sejauh mana organisasi memberikan motivasi, peluang serta kemampuan dalam anggota buat bertukar nilai dengan anggota lainnya; 
  4. dissemination of organizational knowledge, yaitu pendistribusian fakta kepada anggota tentang beberapa hal yaitu tujuan organisasi, budaya; serta politik, proses serta personal; 
  5. relience on external membership requirements, yaitu aktivitas organisasi buat mencoba mempersuasi mediator supaya memakai kewenangannya mendorong individu dibawah kewenangannya agar bergabung dan memelihara keberadaannya pada organisasi (Gruen, Summers serta Acito 2000).
Tabel Kontinum Strategi Pemasaran
Kontinum Strategi

Transaksional Marketing

Relationship Marketing

Perpektip waktu
Fokus jangka pendek
Fokus jangka panjang
Fokus aktivitas
Penjualan
Memelihara pelanggan
Orientasi
Karakteristik Produk
Nilai-nilai pelanggan
Komitmen dengan pelanggan
Dibatasi
Relatip nir membatasi
Dominasi fungsi pemasaran
Bauran Pemasaran
Pemasaran Interaktip (didukung oleh aktivitas bauran pemasaran)
Elastisitas harga
Pelenggan cenderung lebih sensitip terhadap harga
Pelanggan kurang sensitip terhadap harga
Dominasi dimensi kualitas
Kualitas output (dimensi kualitas tehnis) mendominasi
Kualitas menyeluruh dimana kualitas interaksi (dimensi kualitas fungsi) sebagai krusial serta bahkan sebagai mendominasi.
Pengukuran kepuasan pelanggan
Memonitor market share (pendekatan nir eksklusif)
Mengelola data pelanggan (pendekatan pribadi)
Sistem liputan pelanggan
Survei kepuasan pelanggan secara ad-hoc
Real-time customer feedback system

Ketergantungan antara pemasaran, operasional, dan personalia.
Terbatas
Substantif
Peran pemasaran internal
Tidak ada atau terbatas
Substantif
Kontinum produk
Consumer packaged goods

Consumer durable

Industrial goods

Services





Sumber : Gronroos (1993), Payne (1995).

Organisasi yang menerapkan RM menggunakan baik dibutuhkan akan mempunyai anggota yg berperilaku positif. Terdapat 3 indikator penting menurut konduite positif yg dibutuhkan muncul menurut sudut pandang RM, yaitu retention, participation, and coproduction. Definisi masing-masing merupakan, menjadi berikut :

Retention. Organisasi yang menerapkan RM diharapkan akan memiliki anggota yang betah bertahan. Indikator untuk hal ini bisa diukur dari retention rate, yang dapat dicermati dari persentase keanggotaan yg memperbaharui keanggotaannya dalam tahun keanggotaan hingga tahun keanggotaan berikutnya (Gruen, Summers dan Acito 2000). Terminologi ini sebenarnya serupa dengan beberapa terminologi pada beberapa studi dalam tema RM. Battacharya (1998) dalam studi pada organisasi tidak laba menyebut terminologi ini menggunakan kata lapsing behavior atau hazard of lapsing membership, yang diukur menurut tingkat resiko yang diterima apabila anggota akan meninggalkan keanggotaan suatu organisasi. Lebih lanjut studi tadi mengungkapkan bahwa lapsing behavior ditentukan oleh joining characteristics, affiliation characteristics, serta helping behaviors. Kumar, Scheer, and Steenkamp (1995a) dalam studi tentang dealer attitude memberikan kata yang serupa dengan retention rate dengan terminologi expectation of continuity. Terminologi ini menampakan persepsi atas cita-cita ke 2 partner untuk mempertahankan interaksi relasional. Terminologi lain merupakan customer defections (Reichheld serta Sasser 1990), duration with continuous service providers (Bolton 1998 dalam Gruen, Summers serta Acito 2000), serta customer retention (Rust serta Zahorik 1993). Meskipun memiliki beberapa disparitas dalam hal seting serta beberapa atribut lain, namun holistik terminologi tersebut mempunyai konotasi pada sejauh mana anggota secara sukarela mempertahankan keanggotaanya dalam suatu organisasi. 

Participation. Organisasi yg menerapkan RM dibutuhkan memiliki anggota yg aktif memanfaatkan jasa maupun layanan yg ditawarkan. Participation diukur dari tingkat sejauh mana anggota mengkonsumsi layanan atau jasa yang dihasilkan oleh suatu organisasi (Gruen, Summers serta Acito 2000). 

Coproduction. Organisasi yang menerapkan RM diharapkan memiliki anggota yang aktif terlibat pada membuat jasa juga pelayanan dan pemasaran organisasi. Indikator buat mengukur coproduction dapat dilihat berdasarkan seberapa tinggi anggota dilibatkan pada menghasilkan produk, jasa atau dalam pemasaran organisasi (Gruen, Summers dan Acito 2000). Konsep ini serupa dengan terminologi consumer involvement (Sheth dan Parvatiyar 1995). Nicholson (1978 dalam Kelloway dan Barling 1993) menganalogikan esensi coproduction menggunakan istilah partisipasi, yg pada tingkatannya bervariasi secara kontinum, yaitu berdasarkan kiprah eksklusif pada kepemimpinan organisasi secara aktif hingga partisipasi pasip dalam bentuk membaca berita organisasi serta membayar iuran anggota. 

Komitmen Individu Pada Organisasi
Komitmen bisa didefinisikan sebagai jaminan dan janji baik secara eksplisit maupun implisit berdasarkan keberlangsungan interaksi antara patner dalam pertukaran (dwyer, schurr, dan oh 1987 dalam gunlach 1995). Komitmen jua berarti hasrat yang abadi buat memelihara interaksi yang bernilai (moorman, zaltman, serta dashpande 1992). Selanjutnya komitmen keanggotaan secara generik bisa didefinisikan sebagai taraf keterlibatan psikologis anggota dalam organisasi tertentu (gruen, summers dan acito 2000). Keterlibatan psikologis ini akan tercermin dalam tingkat aktivitas seseorang tersebut pada suatu organisasi dan buat kepentingan organisasi. 

Dalam kaitan dengan komitmen organisasional Mayer serta Allen (1990) mengidentifikasi 3 tema tidak selaras pada mendefinisikan komitmen. Ketiga tema tersebut merupakan komitmen menjadi keterikatan afektif pada organisasi (affective commitment), komitmen sebagai biaya yg wajib ditanggung bila meninggalkan atau keluar organisasi (continuance commitment), dan komitmen menjadi kewajiban buat permanen pada organisasi (normative commitment). 

Continuance commitment. Continuance commitment bisa didefinisikan sebagai keterikatan anggota secara psikologis dalam organisasi karena biaya yang beliau tanggung menjadi konsekuensi keluar organisasi (Gruen, Summers serta Acito 2000). Dalam kaitan dengan ini anggota akan mengkalkulasi manfaat dan pengorbanan atas keterlibatan dalam atau sebagai anggota suatu organisasi. Anggota akan cenderung mempunyai daya tahan atau komitmen yang tinggi dalam keanggotaan bila penggorbanan dampak keluar organisasi semakin tinggi.

Normative commitment. Normative commitment adalah keterikatan anggota secara psikologis menggunakan organisasi lantaran kewajiban moral buat memelihara interaksi menggunakan organisasi (Gruen, Summers dan Acito 2000). Dalam kaitan ini sesuatu yang mendorong anggota buat permanen berada dan menaruh sumbangan pada eksistensi suatu organisasi ,baik materi maupun non materi, adalah adanya kewajiban moral, yg mana seseorang akan merasa tidak nyaman serta bersalah apabila nir melakukan sesuatu.

Affective Commitment merupakan taraf keterikatan secara psikologis dengan organisasi berdasar seberapa baik perasaan mengenai organisasi (Gruen, Summers serta Acito 2000). Komitmen dalam jenis ini ada serta berkembang sang dorongan adanya ketenangan, keamanan dan manfaat lain yang dirasakan pada suatu organisasi yang tidak diperolehnya berdasarkan loka atau organisasi yang lain. Semakin nyaman dan tinggi manfaat yg dirasakan oleh anggota, semakin tinggi komitmen seseorang pada organisasi yang dipilihnya.

Membangun komitmen melalui RM
Organisasi yang menerapkan RM serta berakibat pendekatan ini sebagai budaya organisasi akan memiliki ciri khas dalam pengelolaannya. Organisasi yang menerapkan RM akan memandang bahwa anggota merupakan patner dan merupakan internal customer yg betul-benar wajib dilayani kebutuhan dan keinginannya.

Sebagai organisasi yg memiliki visi memuaskan anggotanya, aktivitas pada organisasi nir terlepas pada upaya-upaya yang menunjuk pada hal tadi. Organisasi akan senantiasa mencari keterangan mengenai apa yg diperlukan dan diinginkan anggotanya, aktif melakukan intelijensi mengenai apa yang dilakukan organisasi pesaing, serta unsur-unsur lain yg terkait menggunakan lingkungan organisasinya supaya bisa memberikan yg terbaik bagi anggotanya (Jaworski serta Kohli, 1996).

Menurut Gruen, Summers dan Acito (2000), organisasi yang menerapkan RM akan banyak diwarnai dengan aktivitas yg mengarah dalam usaha mempertinggi kualitas dan kuantitas perencanaan serta penyampaian jasa yg ditawarkan organisasi (core services performance) kepada anggotanya. Agar kegiatan ini berlangsung baik, maka kunci utamanya merupakan mengetahui kualitas jasa yang diperlukan oleh anggotanya. Sebagai contoh, suatu organisasi profesi akan dapat menaruh apa yang diperlukan serta diinginkan anggotanya secara tepat apabila memahami secara pasti apa yang diperlukan anggotanya, kapan mereka membutuhkan serta apa harapannya atas kegiatan, suasana serta lain-lain yg diberikan organisasi kepadanya.

Unsur core services performance ini krusial kiprahnya dalam membangun komitmen afektif serta partisipasi anggota (Wilson serta Mummalaneni 1986; Ferguson serta Brown 1991). Sesuai dengan Echange Theory, anggota akan mengembangkan perasaan positif serta memberikan partisipasinya jika dirinya merasa menerima sesuatu yg dianggapnya bernilai dan jika hal ini berlangsung secara terus menerus, maka akan menaikkan komitmen afektif yg sangat berarti bagi organisasi. Seperti yang dinyatakan George serta Jones (2002: 97), komitmen afektif ini akan lebih bisa bertahan serta merupakan pendorong bagi anggota buat loyal pada organisasi.

Selain kegiatan yg mengarah pada core services performance, kegiatan lain yang poly dilakukan pada organisasi yg menerapkan RM merupakan aktivitas yang menunjuk dalam pengakuan atas konstribusi anggota dalam organisasi (recognition for contribution). Pengakuan atas sesuatu yang dipercaya bernilai sang anggota serta disumbangkan kepada organisasi merupakan krusial lantaran ini adalah kebutuhan dasar sebagaimana yang dinyatakan dalam teori hierarchy of needs dari Maslow. Menurut Gruen, Summers serta Acito (2000) pengakuan ini merupakan extrinsic reward yang nantinya akan berpengaruh dalam pembentukan komitmen afektif dan continuance commitment serta usaha anggota dalam membangun jasa-jasa yg ditawarkan organisasi kepada anggota. Bagi organisasi, ini sangat berarti karena berdasarkan sinilah akan muncul banyak sekali kreasi aneka jasa yang bisa menciptakan anggota lebih puas.

Aktivitas ketiga, yang banyak berlangsung dalam organisasi yang menerapkan RM merupakan kegiatan yang menunjuk dalam peningkatan interdepensi antar anggota (Gruen, Summers serta Acito 2000). Jika anggota merasa saling membutuhkan, maka akan rugi baginya buat meninggalkan organisasi tersebut. Oleh karena itu dalam organisasi yg menerapkan RM akan diciptakan banyak sekali aktivitas yg bisa mendorong anggota buat saling membuatkan atas apa yg dianggapnya bernilai bagi dirinya serta bagi rekan-rekan anggota lainnya. Situasi semacam ini bisa mempertinggi komitmen normatif karena anggota merasa bahwa sine qua non sesuatu yg dapat diberikan kepada rekannya serta kelompoknya sebagai akibatnya hal ini akan mengukuhkan keyakinannya bahwa mereka wajib permanen berada sebagai anggota organisasi tadi (Ashforth dan Mael, 1989).

Aktivitas keempat yang sebagai ciri spesial dalam organisasi yg menerapkan RM merupakan upaya memberikan berita tentang organisasi pada anggota. Aspek-aspek yg berkenaan menggunakan proses organisasional, utamnya mengenai jasa yg ditawarkan pada anggota dan bagaimana mendapatkannya krusial disosialisasikan kepada anggota. Caho, et al. (1994) menyatakan bahwa organisasi yg mendasarkan dalam RM perlu mengkomunikasikan nilai, tujuan, proses, politik serta perkara-kasus yang berkenaan dengan personel kepada anggota. Pengetahuan tadi akan memberikan imbas positif bagi komitmen normatif (Hacket, Bycio dan Hausdorf, 1994).

Aktivitas kelima yg banyak dilakukan dalam organisasi yg menerapkan RM adalah melakukan persuasi kepada para perantara organisasi buat menggunakan kewenangannya dalam mendorong anggota tetap bertahan serta bergabung dalam organisasi. Keberhasilan kegiatan ini sangat tergantung dalam sejauhmana organisasi mampu membangun situasi yang dapat mendorong para perantara secara sukarela mau aktif ikut mempromosikan, bahkan mempersuasi agar para anggota loyal. Tentunya, upaya ini tidak mudah karena memerlukan bukti konkrit yg menunjukkan bahwa memang organisasi sanggup memenuhi kebutuhan dan asa anggota.

Apabila kelima kegiatan tersebut sudah berlangsung baik dan bahkan sudah mengakar sebagai budaya dalam organisasi, maka diperlukan komitmen anggota terhadap organisasi akan semakin tinggi. Selain itu, anggota jua akan merasa puas dan konsekuensinya anggota akan loyal, senang buat permanen menjadi anggota organisasi, terlibat dalam aktivitas produksi (coproduction) serta berpartisipasi pada setiap aktivitas organisasi. Perilaku serta perilaku yg positif ini akan sebagai asal keunggulan bersaing yang menciptakan organisasi bisa bersaing dengan organisasi lain misalnya yang ditunjukkan dalam Gambar 1. 

Gambar Pengaruh RM terhadap Komitmen Individu dalam Organisasi serta Perannya dalam Meningkatkan Daya Saing Organisasi

Sumber Teori serta Penelitian sebelumnya :
Gruen, Summers serta Acito (2000). 
Galbarino dan Johnson (1999) 
Day dan Wensley (1988)

Implikasi Manajemen
Menerapkan RM memang tidak gampang lantaran menyangkut sistem organisasional secara menyeluruh. Namun, bila dilihat menurut manfaat yang bisa dipetik dalam upaya membentuk komitmen anggota, hal tadi sangatlah besar keuntungannya. Oleh karenanya, langkah awal penting yg perlu ditempuh organisasi dalam menerapkan RM merupakan kesadaran semua pengelola organisasi, utamanya pimpinan buat terlibat secara penuh pada berbagi kegiatan tersebut baik dari aspek kuantitas maupun kualitas.

Fourner, Dobscha serta Mick (1998) menyatakan bahwa paradigma pada memandang anggota organisasi wajib sudah saatnya diubah. Anggota jangan dicermati sebagai konsumen semata, yg memanfaatkan jasa organisasi namun harus ditinjau sebagai patner. Hubungan antara pengelola organisasi menggunakan anggota organisasi merupakan seperti hubungan persahabatan (partnership). Liking and closed with member (customer kata Day, 1994) barangkali merupakan prinsip yang wajib menjadi dasar hubungan antara pengelola organisasi dengan anggota. Hubungan persahabatan ini akan bisa berlangsung secara berkesinambungan bila dibangun atas dasar nilai-nilai beserta, adanya tujuan yg jelas pada interaksi tadi dan adanya dukungan penuh menurut pengelola organisasi buat melakukan aktivitas dalam RM (Maning serta Barry, 1998).

Jadi langkah awal pada menerapkan RM seperti yang digambarkan pada Gambar 1, di atas dan tetap melakukannya secara terencana dalam proses penerapan RM merupakan kunci krusial bagi keberhasilan RM. Selain itu, aspek lain yang menyangkut 5 kegiatan dalam RM perlu selalu dikembangkan dan diperbaharui sinkron dengan perkembangan perubahan kesukaan kebutuhan dan harapan anggota agar anggota memiliki komitmen yang bertenaga dalam organisasi.

ASOSIASI PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI APIO

Asosiasi Psikologi Industri & Organisasi (APIO)
Relationship Marketing (RM) adalah pendekatan manajemen khususnya pada bidang pemasaran, utamanya pemasaran jasa (Berry 1995). RM yang juga acapkali diklaim relationship building merupakan paradigma baru menyusul mulai bergesernya kerangka berpikir manajemen bauran pemasaran (Gronroos 1994). Berry (1995) mengidentifikasi, masih ada empat hal yang mendorong berkembangnya konsep ini, yakni : adanya maturasi dalam pemasaran jasa, manfaat yg diterima oleh perusahaan, manfaat yang diterima sang pelanggan, serta adanya kemajuan tehnologi khususnya teknologi fakta. 

Secara spesifik, masih ada 2 tujuan primer RM yaitu merancang hubungan jangka panjang menggunakan pelanggan buat menaikkan nilai bagi kedua belah pihak serta perluasan wangsit hubungan jangka panjang yang dibangun menjadi kerjasama horisontal dan vertikal secara partnership (Juttner and Wehrli 1995 pada Navin 19995. Jadi fokus interaksi pada RM tidak hanya dengan pengguna akhir saja, namun sanggup dikembangkan menjadi hubungan jangka panjang antara organisasi, pemasok, pelanggan, karyawan serta bahkan dalam tingkat eksklusif bisa melakukan aliansi menggunakan pesaing sekalipun.

Sebagai galat satu pendekatan manajemen, meskipun dalam awal lahirnya lebih poly diimplementasikan pada organisasi yg berorientasi laba, pendekatan RM sebenarnya dapat jua diterapkan pada organisasi tidak laba untuk mempertinggi keunggulan bersaing. Ini terbukti menurut mulai meningkatnya jumlah organisasi nirlaba di Amerika yang menerapkan RM untuk menarik serta mempertahankan anggotanya.

Kajian mengenai perspektif RM menurut sudut pandang konduite organisasi masih nisbi terbatas. Sebagian besar kajian tentang RM lebih poly menurut perpektif manajemen pemasaran. Padahal ini sangat krusial supaya terjadi kerja sama multi disiplin yg akhirnya bisa menaruh pemahaman yang lebih menyeluruh tentang suatu kajian. Dari sudut pandang manfaat pengembangan keilmuan, kajian tentang kiprah RM bagi peningkatan keunggulan bersaing akan sangat berarti pada tengah kompetisi organisasi dan lingkungan yang sangat turbulen. Banyak aspek perilaku yang mengarah dalam peningkatan kinerja individu serta organisasi dapat distimulasi menggunakan pendekatan ini. Suatu organisasi yang menerapkan RM akan mempunyai iklim yang khas serta kondusif bagi tumbuh serta berkembangnya komitmen, suatu syarat sikap yg mutlak wajib dikembangkan oleh organisasi supaya berkembang serta memiliki daya saing yg unggul. Bagi organisasi apapun, komitmen yang bertenaga berdasarkan para anggota mutlak diperlukan. Adanya komitmen akan menaikkan kinerja serta mendorong individu aktif terlibat pada banyak sekali kasus penting pada organisasi. Keinginan buat menyebarkan kompetensi pribadi yg bisa menaruh konstribusi berarti bagi organisasi akan muncul apabila individu punya komitmen yg kuat.

Makalah ini akan menelaah RM menurut sudut pandang psikologi serta manajemen sumber daya manusia dalam membentuk komitmen organisasional. Pembahasan akan dibagi pada empat bagian krusial, yaitu: tinjauan teoritis mengenai RM serta ruang lingkupnya, komitmen organisasi, bagaimana membangun serta meningkatkan komitmen individu pada organisasi melalui RM, serta implikasi manajemen. 

Ruang Lingkup RM 
Terminologi RM, menjadi konsep dalam praktek pemasaran, pertama kali diperkenalkan oleh Berry dalam tahun 1983 (Berry 1995; Bitner 1995). Dinyatakan bahwa RM adalah pendekatan manajemen, utamanya pemasaran jasa yang tujuannya adalah buat menarik, memelihara, serta meningkatkan interaksi menggunakan pelanggan (Berry 1995; Morgan dan Hunt 1994). Konsep ini berkembang lantaran pendekatan-pendekatan yang ada sebelumnya hanya berorientasi pada kepentingan jangka pendek yg kurang menguntungkan bagi kelangsungan organisasi dalam jangka panjang. Merujuk dalam aksioma mendasar pada RM, tujuan utama RM merupakan bagaimana anggota organisasi menjadi loyal dalam jangka panjang pada suatu organisasi dan tidak berpaling dalam organisasi lain homogen (Sheth and Parvatiyar 1995).

Lebih lanjut Berry (1995) mengajukan 5 elemen strategi buat mengimplementasikan RM pada suatu organisasi. Kelima elemen strategi tersebut, meliputi : 
  1. mengembangkan layanan inti buat membangun interaksi baik menggunakan pelanggan; 
  2. melakukan perlakuan khusus pada pelanggan individual; 
  3. menambahkan manfaat tambahan pada produk atau jasa inti organisasi; 
  4. melakukan kebijakan harga buat mendorong loyalitas pelanggan; serta 
  5. aktivitas pemasaran yg dilakukan kepada karyawan sehingga mereka akan bisa memperlakukan konsumen secara baik.
Sebagai pendekatan baru, RM akan bersifat jangka panjang, dimana transaction marketing adalah lebih berorientasi jangka pendek (Gronroos 1995). Tujuan menurut transaction marketing merupakan untuk menerima pelanggan, sedangkan tujuan dari RM merupakan buat mendapatkan dan mempertahankan pelanggan. RM umumnya aplikatip buat usaha jasa, sedang transaction marketing akan lebih aplikatip buat perusahaan yang membentuk produk konsumsi. Tetapi sebenarnya pendekatan pemasaran yang ada dapat dicermati sebagai satu kontinum yaitu RM pada satu sisi dan transaction marketing disisi yang lain. Secara lebih detail perbedaan keduanya bisa dicermati dalam Tabel.

Model aktivitas atau instrumen yg bisa dilakukan dalam rangka tujuan RM ini telah poly dikaji. Dimana aktivitas RM adalah menunjuk pada aktivitas yg dilakukan oleh pemasar guna menaruh manfaat pada pelanggan atau konsumennya dengan mengharap akan terjadi hubungan jangka panjang yg saling menguntungkan. Hal itu berlaku baik bagi pelanggan eksternal juga pelanggan internal. Pelanggan eksternal merupakan pembeli produk, pemasok, regulator serta sebagainya. Sedangkan pelanggan internal adalah karyawan atau anggota organisasi.

Kegiatan yang terkait dengan RM terdiri berdasarkan lima aktivitas. Kelima kegiatan tadi adalah : 
  1. core service performance, yaitu perencanaan dan penyampaian atas jasa utama organisasi, 
  2. recognition for contributions, yaitu pengakuan organisasi pada anggota yang berkontribusi atas donasi mereka; 
  3. member interdependence enhancement, yaitu sejauh mana organisasi memberikan motivasi, peluang dan kemampuan pada anggota buat bertukar nilai dengan anggota lainnya; 
  4. dissemination of organizational knowledge, yaitu pendistribusian berita pada anggota mengenai beberapa hal yaitu tujuan organisasi, budaya; dan politik, proses serta personal; 
  5. relience on external membership requirements, yaitu kegiatan organisasi buat mencoba mempersuasi mediator supaya memakai kewenangannya mendorong individu dibawah kewenangannya agar bergabung serta memelihara keberadaannya pada organisasi (Gruen, Summers serta Acito 2000).
Tabel Kontinum Strategi Pemasaran
Kontinum Strategi

Transaksional Marketing

Relationship Marketing

Perpektip waktu
Fokus jangka pendek
Fokus jangka panjang
Fokus aktivitas
Penjualan
Memelihara pelanggan
Orientasi
Karakteristik Produk
Nilai-nilai pelanggan
Komitmen dengan pelanggan
Dibatasi
Relatip nir membatasi
Dominasi fungsi pemasaran
Bauran Pemasaran
Pemasaran Interaktip (didukung oleh aktivitas bauran pemasaran)
Elastisitas harga
Pelenggan cenderung lebih sensitip terhadap harga
Pelanggan kurang sensitip terhadap harga
Dominasi dimensi kualitas
Kualitas hasil (dimensi kualitas tehnis) mendominasi
Kualitas menyeluruh dimana kualitas interaksi (dimensi kualitas fungsi) sebagai penting serta bahkan sebagai mendominasi.
Pengukuran kepuasan pelanggan
Memonitor market share (pendekatan nir pribadi)
Mengelola data pelanggan (pendekatan eksklusif)
Sistem fakta pelanggan
Survei kepuasan pelanggan secara ad-hoc
Real-time customer feedback system

Ketergantungan antara pemasaran, operasional, serta personalia.
Terbatas
Substantif
Peran pemasaran internal
Tidak ada atau terbatas
Substantif
Kontinum produk
Consumer packaged goods

Consumer durable

Industrial goods

Services





Sumber : Gronroos (1993), Payne (1995).

Organisasi yg menerapkan RM menggunakan baik diharapkan akan memiliki anggota yg berperilaku positif. Terdapat tiga indikator krusial berdasarkan perilaku positif yang diharapkan timbul berdasarkan sudut pandang RM, yaitu retention, participation, and coproduction. Definisi masing-masing adalah, sebagai berikut :

Retention. Organisasi yg menerapkan RM dibutuhkan akan memiliki anggota yg betah bertahan. Indikator buat hal ini dapat diukur dari retention rate, yang bisa ditinjau menurut persentase keanggotaan yang memperbaharui keanggotaannya pada tahun keanggotaan sampai tahun keanggotaan berikutnya (Gruen, Summers serta Acito 2000). Terminologi ini sebenarnya serupa dengan beberapa terminologi dalam beberapa studi dalam tema RM. Battacharya (1998) pada studi dalam organisasi nir keuntungan menyebut terminologi ini dengan kata lapsing behavior atau hazard of lapsing membership, yg diukur berdasarkan taraf resiko yang diterima bila anggota akan meninggalkan keanggotaan suatu organisasi. Lebih lanjut studi tersebut menjelaskan bahwa lapsing behavior ditentukan oleh joining characteristics, affiliation characteristics, dan helping behaviors. Kumar, Scheer, and Steenkamp (1995a) dalam studi tentang dealer attitude menaruh istilah yg serupa menggunakan retention rate dengan terminologi expectation of continuity. Terminologi ini menampakan persepsi atas cita-cita kedua partner buat mempertahankan hubungan relasional. Terminologi lain merupakan customer defections (Reichheld dan Sasser 1990), duration with continuous service providers (Bolton 1998 dalam Gruen, Summers serta Acito 2000), dan customer retention (Rust serta Zahorik 1993). Meskipun memiliki beberapa disparitas dalam hal seting dan beberapa atribut lain, tetapi holistik terminologi tersebut mempunyai konotasi pada sejauh mana anggota secara sukarela mempertahankan keanggotaanya pada suatu organisasi. 

Participation. Organisasi yg menerapkan RM diharapkan memiliki anggota yang aktif memanfaatkan jasa juga layanan yg ditawarkan. Participation diukur menurut taraf sejauh mana anggota mengkonsumsi layanan atau jasa yang dihasilkan sang suatu organisasi (Gruen, Summers serta Acito 2000). 

Coproduction. Organisasi yg menerapkan RM diharapkan mempunyai anggota yang aktif terlibat dalam membuat jasa juga pelayanan dan pemasaran organisasi. Indikator buat mengukur coproduction dapat dilihat dari seberapa tinggi anggota dilibatkan pada menghasilkan produk, jasa atau dalam pemasaran organisasi (Gruen, Summers dan Acito 2000). Konsep ini serupa menggunakan terminologi consumer involvement (Sheth dan Parvatiyar 1995). Nicholson (1978 pada Kelloway serta Barling 1993) menganalogikan esensi coproduction dengan kata partisipasi, yg pada tingkatannya bervariasi secara kontinum, yaitu menurut kiprah langsung dalam kepemimpinan organisasi secara aktif sampai partisipasi pasip pada bentuk membaca keterangan organisasi serta membayar iuran anggota. 

Komitmen Individu Pada Organisasi
Komitmen dapat didefinisikan sebagai agunan serta janji baik secara eksplisit maupun implisit dari keberlangsungan hubungan antara patner dalam pertukaran (dwyer, schurr, serta oh 1987 pada gunlach 1995). Komitmen jua berarti hasrat yg abadi buat memelihara hubungan yang bernilai (moorman, zaltman, serta dashpande 1992). Selanjutnya komitmen keanggotaan secara generik dapat didefinisikan sebagai tingkat keterlibatan psikologis anggota dalam organisasi tertentu (gruen, summers dan acito 2000). Keterlibatan psikologis ini akan tercermin dalam tingkat kegiatan seorang tersebut dalam suatu organisasi serta buat kepentingan organisasi. 

Dalam kaitan menggunakan komitmen organisasional Mayer serta Allen (1990) mengidentifikasi 3 tema tidak selaras pada mendefinisikan komitmen. Ketiga tema tadi adalah komitmen menjadi keterikatan afektif dalam organisasi (affective commitment), komitmen menjadi porto yang harus ditanggung jika meninggalkan atau keluar organisasi (continuance commitment), dan komitmen sebagai kewajiban buat permanen pada organisasi (normative commitment). 

Continuance commitment. Continuance commitment dapat didefinisikan menjadi keterikatan anggota secara psikologis dalam organisasi lantaran biaya yang dia tanggung sebagai konsekuensi keluar organisasi (Gruen, Summers serta Acito 2000). Dalam kaitan menggunakan ini anggota akan mengkalkulasi manfaat serta pengorbanan atas keterlibatan dalam atau sebagai anggota suatu organisasi. Anggota akan cenderung mempunyai daya tahan atau komitmen yang tinggi pada keanggotaan bila penggorbanan dampak keluar organisasi meningkat.

Normative commitment. Normative commitment adalah keterikatan anggota secara psikologis dengan organisasi lantaran kewajiban moral buat memelihara interaksi menggunakan organisasi (Gruen, Summers dan Acito 2000). Dalam kaitan ini sesuatu yang mendorong anggota buat tetap berada serta memberikan sumbangan pada keberadaan suatu organisasi ,baik materi juga non materi, adalah adanya kewajiban moral, yang mana seorang akan merasa tidak nyaman serta bersalah jika tidak melakukan sesuatu.

Affective Commitment merupakan tingkat keterikatan secara psikologis menggunakan organisasi berdasar seberapa baik perasaan mengenai organisasi (Gruen, Summers dan Acito 2000). Komitmen dalam jenis ini ada dan berkembang oleh dorongan adanya ketenangan, keamanan serta manfaat lain yang dirasakan dalam suatu organisasi yg nir diperolehnya menurut loka atau organisasi yang lain. Semakin nyaman serta tinggi manfaat yg dirasakan oleh anggota, meningkat komitmen seseorang pada organisasi yang dipilihnya.

Membangun komitmen melalui RM
Organisasi yg menerapkan RM dan membuahkan pendekatan ini menjadi budaya organisasi akan memiliki ciri khas pada pengelolaannya. Organisasi yg menerapkan RM akan memandang bahwa anggota merupakan patner serta merupakan internal customer yang benar -betul wajib dilayani kebutuhan serta keinginannya.

Sebagai organisasi yg memiliki visi memuaskan anggotanya, kegiatan pada organisasi tidak terlepas pada upaya-upaya yg menunjuk dalam hal tadi. Organisasi akan senantiasa mencari liputan tentang apa yang dibutuhkan serta diinginkan anggotanya, aktif melakukan intelijensi mengenai apa yang dilakukan organisasi pesaing, serta unsur-unsur lain yg terkait menggunakan lingkungan organisasinya agar bisa menaruh yang terbaik bagi anggotanya (Jaworski dan Kohli, 1996).

Menurut Gruen, Summers dan Acito (2000), organisasi yang menerapkan RM akan banyak diwarnai dengan kegiatan yang mengarah dalam bisnis menaikkan kualitas serta kuantitas perencanaan serta penyampaian jasa yg ditawarkan organisasi (core services performance) pada anggotanya. Agar kegiatan ini berlangsung baik, maka kunci utamanya adalah mengetahui kualitas jasa yg diharapkan sang anggotanya. Sebagai contoh, suatu organisasi profesi akan bisa menaruh apa yg dibutuhkan serta diinginkan anggotanya secara tepat bila tahu secara niscaya apa yang diperlukan anggotanya, kapan mereka membutuhkan serta apa harapannya atas aktivitas, suasana dan lain-lain yg diberikan organisasi kepadanya.

Unsur core services performance ini penting kiprahnya dalam menciptakan komitmen afektif dan partisipasi anggota (Wilson serta Mummalaneni 1986; Ferguson dan Brown 1991). Sesuai menggunakan Echange Theory, anggota akan menyebarkan perasaan positif dan menaruh partisipasinya apabila dirinya merasa menerima sesuatu yang dianggapnya bernilai serta jika hal ini berlangsung secara terus menerus, maka akan meningkatkan komitmen afektif yg sangat berarti bagi organisasi. Seperti yang dinyatakan George dan Jones (2002: 97), komitmen afektif ini akan lebih bisa bertahan dan adalah pendorong bagi anggota buat loyal dalam organisasi.

Selain aktivitas yg mengarah pada core services performance, aktivitas lain yang poly dilakukan dalam organisasi yg menerapkan RM adalah kegiatan yg mengarah pada pengakuan atas konstribusi anggota pada organisasi (recognition for contribution). Pengakuan atas sesuatu yang dianggap bernilai sang anggota serta disumbangkan pada organisasi adalah krusial lantaran ini merupakan kebutuhan dasar sebagaimana yg dinyatakan pada teori hierarchy of needs menurut Maslow. Menurut Gruen, Summers dan Acito (2000) pengakuan ini adalah extrinsic reward yang nantinya akan berpengaruh dalam pembentukan komitmen afektif serta continuance commitment dan bisnis anggota pada menciptakan jasa-jasa yang ditawarkan organisasi pada anggota. Bagi organisasi, ini sangat berarti lantaran berdasarkan sinilah akan timbul banyak sekali ciptaan aneka jasa yang dapat menciptakan anggota lebih puas.

Aktivitas ketiga, yg banyak berlangsung dalam organisasi yg menerapkan RM adalah aktivitas yg mengarah dalam peningkatan interdepensi antar anggota (Gruen, Summers dan Acito 2000). Jika anggota merasa saling membutuhkan, maka akan rugi baginya buat meninggalkan organisasi tadi. Oleh karena itu dalam organisasi yang menerapkan RM akan diciptakan aneka macam aktivitas yang dapat mendorong anggota buat saling menyebarkan atas apa yg dianggapnya bernilai bagi dirinya dan bagi rekan-rekan anggota lainnya. Situasi semacam ini bisa menaikkan komitmen normatif karena anggota merasa bahwa harus ada sesuatu yg bisa diberikan kepada rekannya serta kelompoknya sehingga hal ini akan mengukuhkan keyakinannya bahwa mereka wajib tetap berada sebagai anggota organisasi tersebut (Ashforth dan Mael, 1989).

Aktivitas keempat yg sebagai ciri khas dalam organisasi yang menerapkan RM merupakan upaya memberikan keterangan tentang organisasi pada anggota. Aspek-aspek yang berkenaan menggunakan proses organisasional, utamnya tentang jasa yang ditawarkan pada anggota dan bagaimana mendapatkannya penting disosialisasikan pada anggota. Caho, et al. (1994) menyatakan bahwa organisasi yang mendasarkan dalam RM perlu mengkomunikasikan nilai, tujuan, proses, politik serta perkara-masalah yg berkenaan menggunakan personel pada anggota. Pengetahuan tersebut akan menaruh impak positif bagi komitmen normatif (Hacket, Bycio serta Hausdorf, 1994).

Aktivitas kelima yg poly dilakukan dalam organisasi yg menerapkan RM adalah melakukan persuasi pada para perantara organisasi buat menggunakan kewenangannya dalam mendorong anggota tetap bertahan serta bergabung dalam organisasi. Keberhasilan aktivitas ini sangat tergantung pada sejauhmana organisasi mampu membentuk situasi yg dapat mendorong para perantara secara sukarela mau aktif ikut mempromosikan, bahkan mempersuasi supaya para anggota loyal. Tentunya, upaya ini nir mudah karena memerlukan bukti konkrit yang menerangkan bahwa memang organisasi bisa memenuhi kebutuhan dan asa anggota.

Apabila kelima aktivitas tadi sudah berlangsung baik serta bahkan telah mengakar menjadi budaya dalam organisasi, maka dibutuhkan komitmen anggota terhadap organisasi akan meningkat. Selain itu, anggota pula akan merasa puas serta konsekuensinya anggota akan loyal, bahagia buat permanen sebagai anggota organisasi, terlibat dalam aktivitas produksi (coproduction) dan berpartisipasi pada setiap kegiatan organisasi. Perilaku serta sikap yg positif ini akan sebagai sumber keunggulan bersaing yg menciptakan organisasi bisa bersaing dengan organisasi lain seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1. 

Gambar Pengaruh RM terhadap Komitmen Individu pada Organisasi serta Perannya pada Meningkatkan Daya Saing Organisasi

Sumber Teori serta Penelitian sebelumnya :
Gruen, Summers dan Acito (2000). 
Galbarino serta Johnson (1999) 
Day serta Wensley (1988)

Implikasi Manajemen
Menerapkan RM memang tidak mudah karena menyangkut sistem organisasional secara menyeluruh. Tetapi, bila ditinjau dari manfaat yang bisa dipetik pada upaya menciptakan komitmen anggota, hal tersebut sangatlah akbar keuntungannya. Oleh karenanya, langkah awal penting yang perlu ditempuh organisasi pada menerapkan RM adalah kesadaran semua pengelola organisasi, utamanya pimpinan untuk terlibat secara penuh dalam membuatkan kegiatan tersebut baik dari aspek kuantitas maupun kualitas.

Fourner, Dobscha serta Mick (1998) menyatakan bahwa kerangka berpikir pada memandang anggota organisasi wajib sudah saatnya diubah. Anggota jangan dicermati sebagai konsumen semata, yg memanfaatkan jasa organisasi namun harus dicermati sebagai patner. Hubungan antara pengelola organisasi dengan anggota organisasi adalah misalnya hubungan persahabatan (partnership). Liking and closed with member (customer istilah Day, 1994) barangkali adalah prinsip yang wajib menjadi dasar interaksi antara pengelola organisasi dengan anggota. Hubungan persahabatan ini akan dapat berlangsung secara berkesinambungan apabila dibangun atas dasar nilai-nilai beserta, adanya tujuan yg kentara dalam interaksi tersebut serta adanya dukungan penuh dari pengelola organisasi buat melakukan kegiatan pada RM (Maning serta Barry, 1998).

Jadi langkah awal dalam menerapkan RM seperti yang digambarkan dalam Gambar 1, di atas dan tetap melakukannya secara terencana dalam proses penerapan RM adalah kunci penting bagi keberhasilan RM. Selain itu, aspek lain yg menyangkut 5 kegiatan pada RM perlu selalu dikembangkan dan diperbaharui sinkron dengan perkembangan perubahan kesukaan kebutuhan dan impian anggota agar anggota memiliki komitmen yg bertenaga dalam organisasi.

PENGERTIAN BUDAYA ORGANISASI MENURUT PARA AHLI

Pengertian Budaya Organisasi Menurut Para Ahli
Menurut Nawawi (2003, p.283) yang dikutip dari Cushway B serta Lodge D, interaksi budaya menggunakan budaya organisasi, bahwa “budaya organisasi merupakan suatu agama serta nilai-nilai yang menjadi falsafah utama yang dipegang teguh sang anggota organisasi pada menjalankan atau mengoperasionalkan kegiatan organisasi”. Sedangkan Nawawi (2003, p.283) yang dikutip berdasarkan Schemerhom, Hurn dan Osborn, berkata “budaya organisasi merupakan suatu sistem penyebaran keyakinan serta nilai- nilai yang dikembangkan pada dalam suatu organisasi menjadi panduan perilaku anggotanya”.

Menurut Moorheda dan Griffin (1999, p. 513), menaruh definisi budaya organisasi menjadi, “The set of values that helps the organization’s employees understand which actions are considered acceptable and which unacceptable”. Budaya organisasi merupakan formasi nilai-nilai yg membantu anggota organisasi memahami tindakan yang dapat diterima dan mana yang tidak dapat diterima dalam organisasi. Nilai-nilai tadi umumnya dikomunikasikan melalui cerita-cerita atau simbol-simbol lain yg mempunyai arti eksklusif bagi organisasi.

Menurut Schein (1992, p.12) mendefinisikan budaya organisasi sebagai “A pattern of shared basic assumptions that class learned as it solved its problems of external adaption and internal integration, that has worked well enough to be considered valid and, therefore to be taught to new members as the correct way to perceive, think, and feel in relation to those problems. Definisi tersebut menyatakan bahwa organisasi merupaka suatu pola menurut seperangkat perkiraan-asumsi dasar yang dipakai sang anggotanya dalam merampungkan masalah-kasus adaptasi internal maupun eksternal yang berhasil menggunakan baik serta dianggap absah, dan lalu diajarkan pada anggota baru sebagai suatu cara yang sempurna dalam mencicipi, memandang serta menganalisa kasus.

Menurut Stephen P Robbins (2002, p.305), budaya perusahaan mengacu ke suatu sistem makna beserta yang dianut oleh anggota-anggota yg membedakan orang-orang itu menurut orang lain. Setiap organisasi merupakan system yang spesial , sehingga organisasi memiliki kepribadian dan jati diri sendiri. Oleh karenanya setiap organisasi niscaya mempunyai budaya yg khas jua.

Menurut Stoner, dkk (1996, p.186), budaya organisasi merupakan sejumlah pemahaman penting misalnya norma, nilai, sikap dan keyakinan yg dimiliki bersama sang anggota organisasi. Diman budaya organisasi yg bertenaga merupakan alasan suksesnya organisasi. Sebaliknya budaya kuat yang sama sekali sukar berubah disebutkan sebagai penyebab masalah organisasi. Menurut Ndara (1997, p.123) mengemukakan “semakin kuat budaya, semakin bertenaga impak atau pengaruhnya terhadap lingkungan dan konduite manusia”. Sebab berdasarkan Stephen P Robbins (1996, p.288) bahwa “seluruh organisasi pasti mempunyai budaya serta sangat bergantung pada kekuatannya, selain budaya dapat mempunyai pengaruh yang bermakna dalam perilaku serta perilaku anggota-anggota organisasi”.

Menurut Kast dan James (1990, p.663), mengemukakan sebuah pandangan lain yg menekankan bagaimana cara kebudayaan mensugesti perilaku: “Organization culture is a system of shared values (what is important) and beliefs (how thing work) that interact with a company’s people, organization structures, and control system to produce behavioral norms (the way we do thing around here)”. Defini ini memberitahuakn bahwa semua yg kita ketahui menurut pengalaman eksklusif, oragnisasi-organisasi itu memiliki kebudayaan yang bhineka, sasaran dan nilai, gaya manajemen, kebiasaan-norma buat melaksanakan kegiatan-aktivitas mereka.

Menurut Siagian (1995, p.27), menyebutkan bahwa “budaya organisasi adalah kesepakatan bersama pada kehidupan organisasi serta mengikat seluruh orang dalam orgnisasi yg bersangkutan, serta kemauan, kemampuan serta kesediaan meningkatkan produktivitas kerjanya.

Menurut Triguno (2000, p.184), bahwa “budaya organisasi merupakan campuran nilai-nilai kepercayaan dan norma-norma yg ditetapkan menjadi pola konduite pada suatu organisasi atas, bisa ditarik konklusi bahwa budaya perusahaan adalah sistem nilai- nilai yg diyakini oleh semua anggota perusahaan dan yg dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, serta bisa dijadikan acuan berperilaku pada perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.

Hakikat Budaya Organisasi
Menurut Schein (1992, p.211) pada dasarnya budaya organisasi muncul dari tiga (tiga) asal, yaitu:
1. Keyakinan, nilai-nilai, dan perkiraan-asumsi berdasarkan para pendiri organisasi (the beliefs, values, and assumptions of founders of organizationas).
2. Pengalaman pembelajaran menurut anggota kelompok pada saat organisasi berkembang (the learnig experiences of class members as their organization envolves).
3. Keyakinan, nilai-nilai, dan perkiraan-asumsi baru yang dibawa masuk sang anggota maupun pimpinan baru (new beliefs, values, and assumptions brought by new members ang leaders). 

spesifik ke dalam 4 (empat) aspek:
Ritualized Pattern of Belief, Values and
Behaviour Shared by Organization Members


Management Environment Created by
Management Styles Philosophies


Management Environment Created by
Management System or procedurs in Place


Written and Unwritten Norms or Procedures

Gambar Aspek Budaya Organisasi

Sumber: Sherriton, J., & James, L.S, 1997, p.26

Ritualized Patterns
Budaya terdiri dari pola-pola ritual menurut keyakinan, nilai-nilai dan perilaku bersama anggota organisasi. Dalam hal ini, keduanya bisa dimungkinkan adanya saling keterkaitan dengan politik, ekonomi atau istiadat adat sosial yang mungkin dibangun dalam hal-hal tersebut antara lain interaksi menggunakan pelanggan, rekan sekerja, status, etika kerja, keterbukaan dan bagaimana aplikasi pekerjaan.

1. Management Styles and Philosophies
Budaya bisa jua tercipta menurut gaya manajemen, filosofi dan pula perilaku yang herbi komunikasi, pengambilan keputusan, motivasi, bimbingan, perencanaan, pemecahan masalah, pertanggung jawaban serta aspek-aspek lain menurut kepemimpinan.

2. Management System and Procedures
Budaya organisasi bisa ditinjau menurut aspek krusial lainnya yaitu lingkungan manajemen yg diciptakan oleh sistem, mekanisme dan kebijakan yang ditetapkan pada dalam organisasi, yang dinyatakan secara kentara dan tertulis maupun berdasarkan insiden sehari-hari. Hal ini pula dapat dicermati, bagaiamana struktur organisasi, sistem promosi, reward, tipe orang-orang yang dipekerjakan dan bagaimana mereka belajar tentang organisasi, prioritas organisasi dan apa yang diperlukan organisasi berdasarkan mereka sebagai karyawan baru.

3. Written ang Unwritten Norms and Procedures
Budaya dapat jua diciptakan menurut norma-kebiasaan dan mekanisme yg nir tertulis juga yg tertulis. Terkadang terdapat konduite yg diperlukan berdasarkan anggota organisasi namun tidak ada pernyataan tertulis yg menegaskan hal tadi. Misalnya pada poly organisasi, pegawai dibutuhkan bekerja sampai larut malam serta tidak pergi sebelum pimpinan pergi.

Menurut Saffold (pada jurnal asing, 1988, p.546), terdapat 7 (tujuh) proses penting yg terkait antara budaya dengan kinerja, yaitu:

1. Pembentukkan iklim
Budaya menetukkan sifat-sifat setting organisasi yang dianggap relevan oleh para anggota organisasi.

2. Kontrol perilaku
Budaya mengatur konduite secara tersirat dan sangat efektif. Hal ini bisa mengontrol proses presepsi serta proses emosi yang ada pada luar jangkauan sistem kontrol baku, serta buat membantu mensosialisasikan pada anggota baru.

3. Perumusan strategi
Budaya menghipnotis adaptasi organisasi terhadap lingkungan eksternal menggunakan menciptkan lingkungan organisasi melalui proses terbentuknya kepekaan serta aplikasi dan dengan mengkondisikan proses pengambilan keputusan internal organisasi.

4. Efisiensi sosial
Budaya secara hakiki mengurangi ongkos transaksi yg dipakai dalam aplikasi struktur, pemantauan, serta perilaku pemberian penghargaan.

5. Upaya belajar organisasional
Kapasitas budaya buat menyimpan respon-respon emosional.

6. Integritas dan differensiasi
Unsur-unsur budaya yang umum seperti bahasa, pikiran, perasaan, dan aktivitas, memadukan anggota-anggota menciptkan rasa solidaritas serta tujuan yg diyakini.

7. Kepemimpinan
Terciptanya serta digunakannya budaya adalah suatu fungsi kepemimpinan. Meskipun budaya barangkali nir bisa dikelola, tetapi para pimpinan bisa memainkan peranan penting pada membesarkan, menyebarkan, dan membangun evolusi budaya organisasional mereka.

Budaya suatu perusahaan umumnya asal menurut para pendiri perusahaan. Pendiri mempunyai peran yg sangat akbar bagi awal terbentuknya budaya organisasi, karena bagaimana visi dan misi organisasi yg bersangkutan tidak terlepas dalam bagaimana nilai-nilai pendiri tesebut. Pendiri organisasi tidak dikendalai sang norma atau ideologi sebelumnya. Ukuran mini yang lazimnya mencirikan organisasi baru mempermudah pemaksaan pendiri akan visinya pada seluruh anggota perusahaan.

Berdasarkan liputan di atas dari beberapa literatur, maka bisa ditarik konklusi bahwa hakikat budaya organisasi terbentuk menurut keyakinan, nilai- nilai dan asumsi-perkiraan yang dibentuk menurut para pendiri perusahaan, kemudian pada seleksi oleh para pimpinan karena pimpinan memainkan peranan krusial pada membesarkan, menyebarkan, serta membangun evolusi budaya organisasional kemudian disosialisasikan kepada anggota organisasi dan disesuaikan menggunakan visi serta tujuan organisasi.

Karakteristik Budaya Organisasi
Menurut Stephen P Robbins (1998, p.248), masih ada 7 (tujuh) karakteristik utama yg merupakan esensi menurut suatu organisasi, yaitu:

1. Innovation and Risk Taking
Tingkat dimana pegawai didorong untuk inovatif dan berani merogoh resiko.

2. Attention to detail
Disini pegawai diperlukan pada menganalisis serta memberikan perhatian secara lebih jelasnya terhadap suatu tugas yg sebagai tanggung jawabnya dilakukan menggunakan suatu ketelitian.

3.outcome Orientation
Fokus manajemen adalah pada hasil (result) atau keluaran (outcomes) dan bukan dalam teknik atau proses yang digunakan buat mencapai keluaran tersebut.

4. People Orientation
Suatu tingkat dimana keputusan diambil manajemen dibuat dari atas pertimbangan atas dampak yg akan disebabkan terhadap orang-orang pada organisasi.

5. Team Orientation
Tingkat pada sebuah aktifitas kerja organisasi pada pada sebuah team, bukan pada sesuatu individu.

6. Aggressiveness
Dalam hal ini, pegawai didorong buat bertindak militan serta bersaing, serta meninggalkan sifat santai (easy going) dalam melaksanakan pekerjaan.

7. Stability
Kegiatan organisasi ditekankan dalam rangka mempertahankan status quo buat membandingkan suatu pertumbuhan organisasi.

Menurut Stephen P Robbins yag dikutip sang Arasy (dalam jurnal Indonesia, 2002, p.139), suatu budaya organisasi akan berdampak dalam kinerja diawali berdasarkan input-input organisasi yang mencakup; penemuan serta pengembangan resiko, perhatian ke rincian, orientasi output, orientasi orang, orientasi tim, keagresifan serta kemantapan yang kemudian dipersepsikan sebagai budaya organisasi yg akan menjadi sebuah kekuatan yg tinggi atau rendah yang berdampak dalam taraf kinerja serta kepuasan karyawan. Kepuasan kerja berupaya mengukur respons efektif terhadap lingkungan kerja. Kepuasan kerja herbi bagaimana perasaan pegawai seperti praktek imbalan yg diberikan sang organisasi.

Menurut Stephen Robbins (2002a, p.139), Kepuasan Kerja merujuk pada sikap umum seseorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang menggunakan taraf kepuasan kerja tingg menerangkan perilaku positif terhadap kerja itu, seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menerangkan perilaku negatif terhadap pekerjaan itu. Keterlibatan kerja merupakan sampai tingkat mana seorang memihak pada pekerjaannya, berpartisipasi aktif dalamnya, serta menganggap kinerjanya penting bagi harga diri. Sedangkan komitmen pada organisasi didefinisikan menjadi suatu keadaan pada mana seorang karyawan memihak dalam suatu organisasi eksklusif dan tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan pada organisasi itu.

Hal-hal yang menentukkan kepuasan kerja:
○ Kerja yang secara mental menantang
○ Ganjaran yg pantas
○ Kondisi kerja yang mendukung
○ Rekan sekerja yang mendukung
○ Jangan lupakan kesesuaian antara kepribadian-pekerjaan.

Fungsi Budaya Organisasi
Menurut Stephen Robbins (2000b, p.253) menuliskan bahwa budaya menjalankan empat fungsi di pada organisasi, yaitu:
1. Budaya memiliki suatu kiprah memutuskan tapal batas,
2. Budaya membawa suatu rasa indentitas bagi anggota-anggota organisasi,
3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen dalam sesuatu yg lebih luas daripada kepentingan langsung seseorang,
4. Budaya menaikkan kemantapan sistem sosial,
5. Budaya adalah perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat buat apa yang wajib dikatakan serta dilakukan sang karyawan dan
6. Budaya sebagai meknisme penghasil makna dan kendali yang memandu dan membentuk perilaku dan perilaku para karyawan.

Menurut Robert dan Angelo (1998, p.62), Fungsi budaya orgnisasi ada 4 (empat), yaitu:
1. Memberikan anggotanya suatu identitas organisasional,
Misalnya menggunakan memberikan penghargaan pada karyawan yang inovatif,

2. Komitmen bersama
Dimana karyawan merasa bangga menjadi bagian berdasarkan perusahaan, yg menggunakan demikian akan membuat taraf turnover (perputaran pegawai) yang rendah,

3. Stabilitas sistem sosial
Stabilitas sistem sosial mencerminkan lingkungan kerja diterima sebagai sesuatu yg positif, dimana pertarungan serta perubahan organisasi dikelola secara efektif, dan

4. Membentuk perilaku menggunakan membantu karyawan memahami keadaan sekelilingnya
Memahami mengapa perusahaan melakukan apa yang harus dilakukan dan bagaimana hal tersebut dimaksudkan buat mencapai tujuan jangka panjang.

Pentingnya Budaya Organisasi
Menurut Chris Lowney (2005, p.341), menyatakan: menurut hasil riset yang diselenggarakan oleh para konsultan manajemen McKinsey & Co, untuk melancarkan strategi membantu perusahaan menarik serta mempertahankan para karyawan berbakat yang langka, McKinsey bertanya pada para eksekutif zenit, apa yg sudah memotivasi para karyawan mereka yg paling berbakat. Berikut ini adalah ringkasan pada antara 200 eksekutif puncak tentang peringkat faktor yg mutlak essensial buat memotivasi karyawan berbakat:
Nilai-nilaiBudaya
58%
KebebasanOtonomi
56%
TugasMengandungTantangan
51persen
Pengelolaanyangbaik
50%
Kompensasiyangtinggi
23persen
Misiyangmengilhami
16persen
Tabel Peringkat Faktor Untuk Memotivasi Karyawan
Sumber: Chris Lowney, 2005, p.341

Hasil riset diatas menunjukkan bahwa nilai-nilai pada budaya organisasi sangat mensugesti motivasi para anggota dalam bekerja. Supaya seseorang dapat menjalankan manfaatnya secara efektif pada suatu organisasi, seseorang perlu memahami bagaimana mengerjakan atau wajib mengerjakan sesuatu, termasuk bagaimana berperilaku menjadi anggota organisasi, khususnya pada lingkungan organisasinya. Dengan adanya budaya organisasi yg kentara, maka seseorang bisa mengerti anggaran main yg harus dijalankan, baik dalam mengerjakan tugas-tugasnya, juga pada berinteraksi dengan sesama anggota dalam organisasi. Ketidakraguan pada menjalani hal ini akan membawa peneguhan bagi seorang, yg membuatnya mengerti apa yg harus serta nir boleh dilakukan. Budaya akan menaikkan komitmen organisasi serta meningkatkan konsistensi berdasarkan perilaku karyawan. Dari sudut pandang karyawan, budaya memberitahu mereka bagaimana segala sesuatu dilakukan serta apa yang penting (Antonius Atosokhi Gea, 2005, p.326).

Menurut Chris Lowney (2005, p.295), terdapat 3 karakteristik khas budaya organisasi yang bisa memberikan hasil optimal:
1. Kuatnya budaya bukan hanya diatas kertas, melainkan secara konkret memandu konduite sehari-hari karyawan,
2. Budaya itu secara strategis sudah sinkron dengan kondisi perusahaan, dan
3. Budaya itu tidak menghalangi perubahan tetapi mendukung perubahan.

Cara Karyawan Mempelajari Budaya
Menurut Arasy (pada jurnal indonesia, 2002, p.138), pada praktek sosialisasi organisasi akan membantu karyawan baru buat menyesuaikan diri dengan budaya organisasi. Sosialisasi terdiri berdasarkan tiga tahapan yaitu:

1. Tahap Prakedatangan
Tahap pertama adalah tahap prakedatangan merupakan tahap dimana terjadi proses sosialisasi serta pembelajaran karyawan terhadap nilai-nilai yg dimiliki organisasi,

2. Tahap Perjumpaan
Tahap ke 2 adalah tahap perjumpaan, karyawan akan mulai menyadari akan adanya kemungkinan antara asa dan kenyataan akan sanggup berbeda,

3. Tahap Penyesuaian
Dimana karyawan akan mulai beradaptasi dengan nilai-nilai dan norma-kebiasaan yg dianut oleh grup kerjanya.

dilakukan menggunakan beberapa cara yg dievaluasi berhasil, yaitu melalui:

1. Cerita
Cerita-cerita ini khususnya berisi dongeng suatu insiden mengenai pendiri organisasi, pelanggaran peraturan, sukses darimiskin ke kaya, pengurangan angkatan kerja, lokasi karyawan, reaksi terhadap keselamatan masa lalu, serta mengatasi organisasi.

2. Ritual
Merupakan deretan berulang kegiatan yg menyampaikan serta memperkuat nilai- nilai utama organisasi itu, tujuan apakah yg paling penting, orang- orang manakah yang penting dan mana yg bisa dikorbankan.

3. Lambang
Lambang mengantarkan pada para karyawan siapa yang krusial, sejauh mana egalitarianisme yg diinginkan sang eksekutif zenit, serta jenis konduite yang dimunculkan yang tepat.

4. Bahasa
Banyak organisasi serta unit di dalam organisasi yg menggunakan bahasa sebagai suatu cara buat mengadakan identifikasi anggota suatu budaya atau anak budaya. Dengan menilik bahasa ini, anggota membuktikkan penerimaan mereka akan budaya itu, dan menggunakan berbuat seperti itu, hal ini membantu melestarikannya.

Menurut Moeljono (2003, p.25), pada proses pengembangannya, budaya organisasi ditentukan oleh factor-faktor kebijakan perusahaan (Corporate (Corporate identity).

Cara Mempertahankan Budaya
Menurut Stephen P Robbins (2003b, pp. 315-350), Ada empat kekuatan yg memainkan bagian sangat penting pada mempertahankan suatu budaya, yaitu:

1. Praktek seleksi
Proses seleksi memberikan fakta kepada para pelamar mengenai perusahaan itu. Para calon belajar tentang perusahaan itu, serta bila mereka merasakan suatu pertarungan antara nilai mereka dan nilai perusahaan, mereka bisa menyeleksi diri keluar dari formasi pelamar. Oleh karena itu, seleksi menjadi jalan 2 arah, dengan memungkinkan pemberi kerja atau pelamar buat memutuskan perkawinan bila sepertinya ada ketidakcocokan. Dengan cara ini, proses seleksi mendukung budaya suatu perusahaan menggunakan menyeleksi keluar individu-individu yg mungkin menyerang atau menghancurkan nilai-nilai intinya,

2. Tindakan manajemen puncak
Tindakan manajemen zenit memiliki dampak akbar pada budaya organisasi. Melalui apa yg mereka dan bagaimana mereka berperilaku, eksekutif senior menegakkan kebiasaan-kebiasaan yang merembes ke bawah sepanjang organisasi, contohnya apakah pengambilan resiko diiginkan, berapa banyak kebebasan seharusnya diberikan sang para manajer kepada bawahan mereka; pakaian apakah yg pantas; serta tindakan apakah akan dihargai dalam kenaikan upah, kenaikan pangkat serta ganjaran lain,

3. Sosialisasi
Sosialisasi merupakan proses yg mengadaptasikan para karyawan pada budaya organisasi itu. Sosialisasi bisa dikosepkan menjadi suatu proses yg terdiri atas tiga termin: prakedatangan, perjumpaan, dan metamorfosis. Tahap prakedatangan merupakan kurun ketika pembelajaran dalam proses sosialisasi yg terjadi sebelum seorang karyawan baru bergabung dengan organisasi itu. Tahap perjumpaan adalah termin pada proses sosialisasi pada mana seseorang karyawan baru menyaksikan misalnya apa sebenarnya organisasi itu dan menghadapi kemungkinan bahwa harapan serta fenomena bisa tidak sama. Tahap metamorfosis yaitu termin dalam proses pengenalan yg melaluinya seorang karyawan baru beradaptasi pada nilai serta norma kelompok kerjanya, dan

4. Internalisasi budaya adalah proses menanamkan dan menumbuh- kembangkan suatu nilai atau budaya menjadi bagian diri orang yang bersangkutan. Apabila sosialisasi lebih ke samping serta lebih kuantitatif, maka internalisasi lebih bersifat vertikal dan kualitatif. Penanaman serta penumbuh-kembangan nilai tersebut dilakukan melalui berbagai didaktik- metodik pendidikan dan pedagogi, seperti: pendidikan, pengarahan, indoktrinasi, brain-washing, dan lain sebagainya.