MEMBANGUN KOMITMEN ORGANISASI PENDIDIKAN

Membangun Komitmen Organisasi Pendidikan 
M Fakry Gaffar (1987:143) menyatakan bahwa produktivitas merupakan output total organisasi yang merupakan kontribusi dua faktor akbar : teknologi dan performance kerja. Kedua faktor tadi merupakan hasil bentukan dari sejumlah faktor lain yang saling berpengaruh dan kompleks. Faktor tekonogi terdiri dari sejumlah faktor misalnya bahan standar, metoda kerja, bangunan/ gedung, kualitas serta desain produk, alur kerja proses produksi serta manajemen. Sedangkan faktor insan merupakan bentukan antara motivasi dan kemampuan pelaku pada organisasi.

Demikian pula dalam penyelenggaraan pendidikan, produktivitasnya tidak hanya ditentukan oleh tekonogi ( sistem, kurikulum, sarana prasarana, porto dan manajemen) saja, tetapi pula oleh energi kependidikan. Lebih berdasarkan itu penyelenggaraan pendidikan serta peserta didik wajib memiliki motivasi dan kemampuan yang prima buat melaksanakan proses serta memperoleh hasil yang memuaskan. Kepuasan kerja atau kepuasan belajar mengajar adalah salah satu indikator menurut seperangkat kebutuhan manusia ( penyelenggara serta siswa) dalam organisasi lembaga pendidikan. Kepuasan wajib menjadi tujuan utama organisasi kedua selesainya produktivitas.

Kepuasan seorang baik sebagai langsung atau sebagai bagian menurut organisasi tidak akan terlalu sulit tercapai jika mempunyai visi, motivasi, misi dan komitmen yang bertenaga buat mencapai kepuasan tadi.

Kualitas pelayanan prima berdasarkan setiap organisai merupakan dambaan setiap pelanggan, bahkan seluruh yang berkepentingan dengan organisasi tadi. Untuk bisa memuaskan semuanya itu saran Bill Creech (1996 : 521) diantaranya bangun TQM anda serta prinsip-prinsipnya, pada lima buah pilar sistem : Produk-proses-organisasi-kepemimpinan-komitmen. Kelima pilar tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Selanjutnya Bill Creech (1996 : 6) menyatakan bahwa :

Produk merupakan titik pusat tujuan pencapaian organisasi. Mutu dalam produk nir mungkin ada tanpa mutu pada pada proses. Mutu pada proses tidak mungkin ada tanpa organisasi yg tepat. Komitmen yg bertenaga, menurut bawah ke atas merupakan pilar pendukung bagi seluruh yang lain. Setiap pilar tergantung dalam keempat pilar yang lain, serta kalau galat satu lemah menggunakan sendirinya yg lain pula lemah.

Dengan pendekatan TQM ( pendekatan mutu terpadu), komitmen merupakan unsur yg tidak bisa diabaikan pada mencapai tujuan organisasi yg berkualitas.

LIMA PILAR TQM

Sementara Jam’an Satori (2000) yg dikutip Tumpal Situmorang (2000 :2) mengatakan bahwa pengertian generik komitmen bisa diklaim sebagai : kepemilikan tanggung jawab, loyalitas atau pengorbanan seorang dalam bidang pekerjaannya.

Dengan demikian komitmen adalah kepemilikan tanggung jawab serta loyalitas atau kesetiaan serta pengorbanan yang ditentukan oleh persepsi, moral, motivasi, konsistensi, kepemimpinan, kepuasan kerja, proses serta budaya organisasi.

Sikap berani merogoh resiko adalah manifestasi berdasarkan tanggung jawab seseorang terhadap lingkungannya, organisasi atau pekerjaannya. Bentuk tindakan yg ada antara lain : partisipasi aktif, berusaha buat menguasai berbagai kemampuan bidang kerjanya serta lainnya. Sikap terbuka adalah perilaku individu buat mendapat masukan dan saran berkaitan menggunakan output pekerjaannya. Tindakannya antara lain siap ditanya, siap dikritik serta lainnya. Sikap kritis adalah perilaku individu untuk nir cepat percaya serta selalu berusaha untuk menemukan dan memperbaiki kesalahan sekecil apapun. Tindakannya antara lain mencari penyebab konflik, bebas buat mengeluarkan pendapat dan lainnya.

Komitmen organisasi pendidikan dibangun sang komitmen pemimpin, bawahan, siswa, sertaP orang tua serta masyarakat.


A. Komitmen Pemimpin
Yang dimaksud menggunakan pemimpin pendidikan merupakan pimpinan pendidikan mulai menurut taraf pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota, kecamatan, sampai pada unit pelaksana teknis, Kepala Sekolah baik yang dilaksanakan sang pemerintah juga swasta.

Memperoleh serta menjaga komitmen adalah hal yg krusial bagi seseorang pemimpin, lantaran komitmen terhadap perilaku seseorang memiliki bebagai akibat. Untuk meyakinkan orang lain mengenai asa masa depan, seseorang pemimpin wajib dapat memberi cara lain pilihan, menciptakan pilihan tersebut mudah buat dilaksanakan serta sulit buat diubah seketika.

Memberikan sebuah pilihan akan membantu menyingkirkan keraguan dan menghilangkan aneka macam hal yg tidak konsisten antara konduite dan perilaku. Pemimpin yang bijaksana tidak memaksakan perubahan terhadap orang lain, melainkan akan mengajak buat bergabung, menunjukkan aneka macam pilihan buat diambil konvensi bersama. Pemimpin yg demikian akan memelihara dorongan alamiah terhadap swatantra yang dimiliki seorang, sehingga akan memiliki rasa tanggung jawab secara langsung terhadap keputusan yang disepakati beserta tersebut. Nampaknya menciptakan komitmen gampang dilaksanakan sang seorang pemimpin sebagaimana dikemukakan James M Kouzes dan Barry Z Posner (1995:254) yang menyampaikan bahwa :

Commitment is also more likely if choice are made visible. By announcing oru choices to the public and by making the subsequent actions visible, we over tangible, undentile evidence of our commitment to the cause. We also become subject to other peoples review and observation.

Komitmen pula nisbi lebih gampang dibangun apabila pilihan yg terdapat bisa dibuat lebih mudah buat dipahami dan dilaksanakan. Dengan memberitahukan pada public mengenai pilihan yg akan kita ambil, kita jua menaruh bukti yg tidak terbantahkan menurut komitmen kita terhadap hasil yg ingin kita capai. Sebagai tambahan, pilihan yang kita ambil usahakan adalah pilihan yang tidak mudah buat diubah. Semakin sulit sebuah pilihan buat diubah, maka semakin akbar investasi orang yg terdapat didalamnya. Ketika kita merogoh tindakan yang tidak gampang untuk diulangi, kita diharuskan buat menemukan serta mendapat argument yang mendukung dan membenarkan tindakan kita, proses itu akan membuat alasan yg kuat bersifat internal yg bergantung dalam tanggung jawab personal dan berkaitan dengan kepercayaan kita akan kebenaran tindakan kita.

Sejalan dengan Komitmen Pemimpin, maka Walikota dan Wakil Walikota Bekasi periode tahun 2008 – 2013 memiliki visi mengakibatkan Kota Bekasi Cerdas, Sehat dan Ihsan.bekasi Cerdas bermakna bahwa pembangunan kota Bekasi pada kurun saat 2008 – 2013 diarahkan buat mewujudkan karakter warga yg cerdas melalui penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dan merintis wajib belajar 12 tahun dengan demikian warga kota Bekasi diharuskan mempunyai kwalifikasi ijasah SMA/sederajat, buat mendukung visi tadi maka aturan pendidikan tahun 2009 sekitar 37 % menurut APBD kota Bekasi yg salah satunya pada peruntukkan pembebesan iuran dan pungutan bagi siswa yg bersekolah pada SD/MI Negeri serta SMP/MTs Negeri dan anugerah donasi bagi murid yg bersekolah di SD/MI dan Sekolah Menengah pertama/MTs Swasta.dengan Anggaran Pendidikan yang sangat besar , khususnya pada kota Bekasi maka pelayanan serta kwalitas mutu pendidikan diharapakan meningkat secara signifikan. Sebagaimana yg pada katakan bapak Walikota Bekasi Pendidikan di Kota Bekasi untuk Indonesia.

B. Komitmen Bawahan
Yang dimaksud dengan bawahan merupakan energi kependidikan baik tenaga administrasi, energi edukatif, laboran, pustakawan, dan teknisi media yg nir sebagai pimpinan dalam unit pelaksana

Seorang pemimpin pendidikan usahakan menyadari bahwa energi kependidikan perlu dimotivasi serta diperlakukan secara khusus. Tenaga kependidikan yang baru masuk ke pada organisasi kependidikan nir dan merta mempunyai komitmen terhadap organisasi kependidikan. Tenaga kependidikan sebenarnya ingin memiliki komitmen terhadap organisasi tempat mereka bekerja, meskipun nilai tradisional misalnya penghasilan dan keamanan kerja sangat mewarnai impian berkomitmen tersebut

Untuk membentuk komitmen terhadap organisasi pada kalangan tenaga kependidikan, kita perlu menemukan terlebih dahulu nilai-nilai yang dianut dalam organisasi. Nilai-nilai yang dipercaya krusial serta berharga bagi pekerja. Nilai-nilai tadi dapat berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan energi kependidikan, baik yang sifatnya kebutuhan berprestasi, kebutuhan afiliasi, serta kebutuhan akan kekuasaan, juga dapat berkaitan menggunakan harga diri tenaga kependidikan, dan dukungan sosial yang didapatkan dalam lingkungan organisasi.

Proses menciptakan serta memelihara komitmen seiring menggunakan proses penguatan terhadap orang lain. Seseorang akan merasa bertenaga dan berkomitmen terhadap tugasnya saat mereka memainkan peranan dalam penentuan tujuan dan saat pekerjaan mereka memperlihatkan kejalasan serta determinasi sendiri. Seseorang akan lebih mempunyai komitmen ketika merasa mempunyai kontrol dalam pengambilan keputusan, serta semakin bertenaga ketika tidak dimonitor atau disupervisi secara ketat. Pilihan yg diambil akan menguatkan orang – orang pada dalam grup serta menguatkan ikatan pada kolompok

Stephen R Covey (1997 : 82) menyampaikan bahwa bagian paling inti dari bulat pengaruh kita merupakan kemampuan kita buat membuat serta memenuhi komitmen serta janji. Komitmen yang kita buat dalam diri sendiri serta orang lain, dan integritas kita pada komitmen itu adalah inti dan manifestasi paling kentara dari produktivitas kita.

Hubungan konstruktif antara tenaga kependidikan serta pemimpin pendidikan serta hubungan antara energi kependidikan merupakan hal yg penting buat membangun komitmen. Melalui hubungan interpersonal orang dapat merasakan dukungan sosial yg dimilikinya dan menerima konfirmasi diri yg dapat memperkuat diri. Orang bisa berafiliasi menjadi sebuah tim yang produktif, bekerjasama buat memuaskan kebutuhan, buat menghipnotis serta memiliki efek terhadasp orang lain. Tim produktif dapat menaruh umpan pulang dan dukungan yang dapat memperkuat harga diri dan kepercayaan diri.

C. Komitmen Peserta Didik
Komitmen siswa terhadap organisasi pendidikan jangan hingga ditinggalkan karena peserta didik merupakan objek yg sekaligus subjek menurut tujuan organisasi pendidikan. Membangun serta memelihara komitmen siswa buat mencari dan memperoleh pengetahuan keterampilan serta perilaku harus dimulai sejak peserta didik tersebut masuk hingga keluar dari organisasi /lembaga pendidikan

Ketika memasuki forum pendidikan setiap siswa mempunyai visi yang diinginkan sehingga menarik minat peseta didik buat mewujudkan visi tadi, serta buat mewujudkannya nir terdapat pilihan lain kecuali mereka memiliki komitmen

Bobby Deporter serta Mike Hernacki (2001:305) menyatakan bahwa 
Orang yg berkomitmen secara intrinsik termotivasi serta terdorong oleh mimpi-mimpi mereka, komitmen adalah proses 2 langkah (1) temukan cita-cita anda, (2) putuskan buat melaksanakannya, tanpa peduli apapun. Ketika anda memiliki visi yg kuat sepertinya mungkin seakan-akan anda tidak memiliki pilihan lain kecuali berpegang pada komitmen. Komitmen juga sanggup terkait dengan suatu prinsip, atau kepuasan dalam kebahagiaan orang lain

D. Komitmen Orang Tua serta Masyarakat
Orang tua dan warga adalah orang yg berkepentingan terhadap output pendidikan. Oleh karenanya komitmen orang tua dan warga buat membantu terhadap organisasi pendidikan sangat diharapkan melalui partisipasi aktif dalam pemikiran dan finansial

Organisasi pendidik yang mendapat dukugan partisipasi aktif orang tua, serta rakyat akan menumbuhkan komitmen mereka terhadap perkembangan serta kemajuan forum pendidikan tersebut.

Jam’an Satori dkk (2001:38-39) menyatakan bahwa :
Sekolah yg menerapkan manajemen berbasis sekolah ( MBS ) mempunyai ciri partispasi masyarakat sekolah dan masyarakat yg tinggi. Hal ini dilandasi sang keyakinan bahwa makin tinggi tingkat partispasi, makin besar rasa mempunyai makin akbar rasa tanggung jawab, makin akbar jua taraf dedikasinya.

E. Langkah-langkah Membangun Komitmen 
James M Kauzes & Barry Z Posner (1995:259-265) menyarankan 8 langkah buat membangun komitmen merupakan menjadi berikut :
1. Mulailah proses menggunakan memperlakukan seseorang secara personal, singgunglah beberapa berita kritis yang bisa saja berkaitan menggunakan pendidikan, perawatan kesehatan, penemuan, komunitas serta lainnya. Perubahan khusus yg terdapat dimulai secara personal
2. Buatlah perencanaan yg matang. Arah perencanaan yang disusun sebaiknya diwarnai sang visi serta nilai yang diantut. Libatkan sebesar mungkin pihak yang akan mengimplementasikan rencana. Susun rencana tadi dalam rentang tahapan yang mini -kecil atau jangka pendek. Gunakanlah proses penyusunan planning sebagai sesuatu yang bermakna secara mental bagi orang yg mengikuti perjalanan ini
3. Ciptakan sebuah model. Gunakan sebuah eksperimen yang bisa digunakan contoh apa yg sesungguhnya anda ingin lakukan pada program atau lokasi lain
4. Jangan ragu buat berlatih, karena semakin poly berlatih kita akan menjadi semakin terampil dan semakin pakar. Tetap jaga konsentrasi yang ada buat fokus terhadap makna dan signifikansi visi yang dianut dan buatlah satu waktu khusus buat mengingatnya
5. Pentingnya seseorang yg bersifat sukarela mau sebagai bagian dari rencana yang dijalankan. Komitmen akan mudah ada apabila seorang secara sukarela mau menjadi bagian menurut insiden yang sedang berlangsung
6. Gunakan sebuah papan buletin yang dapat mempermudah seorang buat melihat apa yang sedang berlangsung, menjaga semangat serta perhatian dalam tugas yg sedang dilakukan
7. Anda akan lebih mudah menerima penerimaan serta komitmen terhadap inovasi yg anda tawarkan jika anda dapat menerangkan pada orang lain apa laba yang akan mereka dapatkan berdasarkan inovasi tadi.
8. Bangkitkan rasa kebesamaan melalui kegiatan beserta dan informal misalnya program makan pagi beserta atau program makan malam beserta. Melalui acara-acara tersebut, proses sosialisasi dapat berjalan lebih natural serta lancar, dan merupakan semen yg bertenaga buat menjaga ikatan sosial yang ada

MEMBANGUN KOMITMEN ORGANISASI PENDIDIKAN

Membangun Komitmen Organisasi Pendidikan 
M Fakry Gaffar (1987:143) menyatakan bahwa produktivitas merupakan output total organisasi yg merupakan kontribusi 2 faktor akbar : teknologi dan performance kerja. Kedua faktor tersebut adalah output bentukan menurut sejumlah faktor lain yg saling berpengaruh dan kompleks. Faktor tekonogi terdiri menurut sejumlah faktor misalnya bahan baku, metoda kerja, bangunan/ gedung, kualitas serta desain produk, alur kerja proses produksi serta manajemen. Sedangkan faktor insan adalah bentukan antara motivasi dan kemampuan pelaku pada organisasi.

Demikian jua pada penyelenggaraan pendidikan, produktivitasnya nir hanya dipengaruhi oleh tekonogi ( sistem, kurikulum, sarana prasarana, biaya serta manajemen) saja, tetapi juga oleh tenaga kependidikan. Lebih berdasarkan itu penyelenggaraan pendidikan serta peserta didik wajib mempunyai motivasi serta kemampuan yg prima buat melaksanakan proses serta memperoleh output yg memuaskan. Kepuasan kerja atau kepuasan belajar mengajar adalah keliru satu indikator menurut seperangkat kebutuhan insan ( penyelenggara serta siswa) dalam organisasi lembaga pendidikan. Kepuasan wajib menjadi tujuan utama organisasi kedua setelah produktivitas.

Kepuasan seseorang baik sebagai pribadi atau sebagai bagian dari organisasi nir akan terlalu sulit tercapai jika memiliki visi, motivasi, misi serta komitmen yg bertenaga buat mencapai kepuasan tadi.

Kualitas pelayanan prima menurut setiap organisai merupakan dambaan setiap pelanggan, bahkan seluruh yang berkepentingan dengan organisasi tadi. Untuk bisa memuaskan semuanya itu saran Bill Creech (1996 : 521) antara lain bangun TQM anda dan prinsip-prinsipnya, dalam lima buah pilar sistem : Produk-proses-organisasi-kepemimpinan-komitmen. Kelima pilar tadi saling mensugesti satu sama lain. Selanjutnya Bill Creech (1996 : 6) menyatakan bahwa :

Produk adalah titik pusat tujuan pencapaian organisasi. Mutu pada produk tidak mungkin ada tanpa mutu di dalam proses. Mutu pada proses tak mungkin terdapat tanpa organisasi yg tepat. Komitmen yg bertenaga, berdasarkan bawah ke atas adalah pilar pendukung bagi semua yang lain. Setiap pilar tergantung pada keempat pilar yg lain, serta bila salah satu lemah menggunakan sendirinya yang lain pula lemah.

Dengan pendekatan TQM ( pendekatan mutu terpadu), komitmen adalah unsur yg nir dapat diabaikan dalam mencapai tujuan organisasi yang berkualitas.

LIMA PILAR TQM

Sementara Jam’an Satori (2000) yg dikutip Tumpal Situmorang (2000 :2) menyampaikan bahwa pengertian umum komitmen bisa dianggap sebagai : kepemilikan tanggung jawab, loyalitas atau pengorbanan seseorang pada bidang pekerjaannya.

Dengan demikian komitmen adalah kepemilikan tanggung jawab dan loyalitas atau kesetiaan serta pengorbanan yg ditentukan oleh persepsi, moral, motivasi, konsistensi, kepemimpinan, kepuasan kerja, proses serta budaya organisasi.

Sikap berani mengambil resiko adalah manifestasi dari tanggung jawab seseorang terhadap lingkungannya, organisasi atau pekerjaannya. Bentuk tindakan yang ada antara lain : partisipasi aktif, berusaha buat menguasai berbagai kemampuan bidang kerjanya serta lainnya. Sikap terbuka adalah perilaku individu buat mendapat masukan dan saran berkaitan dengan output pekerjaannya. Tindakannya antara lain siap ditanya, siap dikritik dan lainnya. Sikap kritis adalah perilaku individu buat tidak cepat percaya dan selalu berusaha buat menemukan dan memperbaiki kesalahan sekecil apapun. Tindakannya antara lain mencari penyebab konflik, bebas buat mengeluarkan pendapat dan lainnya.

Komitmen organisasi pendidikan dibangun oleh komitmen pemimpin, bawahan, peserta didik, sertaP orang tua dan rakyat.


A. Komitmen Pemimpin
Yang dimaksud dengan pemimpin pendidikan merupakan pimpinan pendidikan mulai menurut tingkat sentra, Propinsi, Kabupaten/Kota, kecamatan, sampai pada unit pelaksana teknis, Kepala Sekolah baik yg dilaksanakan sang pemerintah juga swasta.

Memperoleh serta menjaga komitmen merupakan hal yg krusial bagi seseorang pemimpin, lantaran komitmen terhadap perilaku seorang memiliki bebagai akibat. Untuk meyakinkan orang lain mengenai asa masa depan, seseorang pemimpin wajib bisa memberi alternatif pilihan, menciptakan pilihan tadi mudah buat dilaksanakan dan sulit buat diubah seketika.

Memberikan sebuah pilihan akan membantu menyingkirkan keraguan serta menghilangkan berbagai hal yg nir konsisten antara perilaku dan sikap. Pemimpin yg bijaksana nir memaksakan perubahan terhadap orang lain, melainkan akan mengajak buat bergabung, memperlihatkan banyak sekali pilihan buat diambil konvensi bersama. Pemimpin yg demikian akan memelihara dorongan alamiah terhadap swatantra yang dimiliki seorang, sehingga akan mempunyai rasa tanggung jawab secara pribadi terhadap keputusan yg disepakati beserta tersebut. Nampaknya membangun komitmen mudah dilaksanakan sang seorang pemimpin sebagaimana dikemukakan James M Kouzes dan Barry Z Posner (1995:254) yg berkata bahwa :

Commitment is also more likely if choice are made visible. By announcing oru choices to the public and by making the subsequent actions visible, we over tangible, undentile evidence of our commitment to the cause. We also become subject to other peoples review and observation.

Komitmen juga nisbi lebih mudah dibangun jika pilihan yang terdapat dapat dibuat lebih mudah buat dipahami dan dilaksanakan. Dengan memberitahukan kepada public tentang pilihan yg akan kita ambil, kita jua memberikan bukti yg tidak terbantahkan dari komitmen kita terhadap hasil yang ingin kita capai. Sebagai tambahan, pilihan yg kita ambil usahakan adalah pilihan yang nir mudah buat diubah. Semakin sulit sebuah pilihan buat diubah, maka semakin besar investasi orang yg ada didalamnya. Ketika kita merogoh tindakan yg tidak mudah untuk diulangi, kita diharuskan buat menemukan serta menerima argument yang mendukung dan membenarkan tindakan kita, proses itu akan membentuk alasan yang kuat bersifat internal yg bergantung dalam tanggung jawab personal dan berkaitan menggunakan agama kita akan kebenaran tindakan kita.

Sejalan menggunakan Komitmen Pemimpin, maka Walikota dan Wakil Walikota Bekasi periode tahun 2008 – 2013 mempunyai visi membuahkan Kota Bekasi Cerdas, Sehat serta Ihsan.bekasi Cerdas bermakna bahwa pembangunan kota Bekasi pada kurun waktu 2008 – 2013 diarahkan buat mewujudkan karakter rakyat yang cerdas melalui penuntasan harus belajar pendidikan dasar 9 tahun dan merintis wajib belajar 12 tahun menggunakan demikian rakyat kota Bekasi diharuskan memiliki kwalifikasi ijasah SMA/sederajat, buat mendukung visi tadi maka aturan pendidikan tahun 2009 lebih kurang 37 % dari APBD kota Bekasi yg keliru satunya pada peruntukkan pembebesan iuran dan pungutan bagi anak didik yg bersekolah pada Sekolah Dasar/MI Negeri serta Sekolah Menengah pertama/MTs Negeri dan hadiah bantuan bagi anak didik yg bersekolah pada SD/MI serta SMP/MTs Swasta.dengan Anggaran Pendidikan yg sangat besar , khususnya pada kota Bekasi maka pelayanan serta kwalitas mutu pendidikan diharapakan meningkat secara signifikan. Sebagaimana yg di katakan bapak Walikota Bekasi Pendidikan pada Kota Bekasi buat Indonesia.

B. Komitmen Bawahan
Yang dimaksud menggunakan bawahan merupakan energi kependidikan baik energi administrasi, tenaga edukatif, laboran, pustakawan, serta teknisi media yg nir menjadi pimpinan dalam unit pelaksana

Seorang pemimpin pendidikan usahakan menyadari bahwa tenaga kependidikan perlu dimotivasi serta diperlakukan secara spesifik. Tenaga kependidikan yang baru masuk ke pada organisasi kependidikan nir dan merta mempunyai komitmen terhadap organisasi kependidikan. Tenaga kependidikan sebenarnya ingin memiliki komitmen terhadap organisasi tempat mereka bekerja, meskipun nilai tradisional misalnya penghasilan serta keamanan kerja sangat mewarnai hasrat berkomitmen tersebut

Untuk menciptakan komitmen terhadap organisasi pada kalangan energi kependidikan, kita perlu menemukan terlebih dahulu nilai-nilai yg dianut dalam organisasi. Nilai-nilai yang dianggap penting dan berharga bagi pekerja. Nilai-nilai tersebut dapat berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan energi kependidikan, baik yg sifatnya kebutuhan berprestasi, kebutuhan afiliasi, serta kebutuhan akan kekuasaan, pula dapat berkaitan menggunakan harga diri tenaga kependidikan, serta dukungan sosial yg dihasilkan dalam lingkungan organisasi.

Proses membangun dan memelihara komitmen seiring menggunakan proses penguatan terhadap orang lain. Seseorang akan merasa bertenaga dan berkomitmen terhadap tugasnya saat mereka memainkan peranan dalam penentuan tujuan serta saat pekerjaan mereka menawarkan kejalasan serta determinasi sendiri. Seseorang akan lebih memiliki komitmen waktu merasa mempunyai kontrol dalam pengambilan keputusan, serta semakin kuat saat nir dimonitor atau disupervisi secara ketat. Pilihan yang diambil akan menguatkan orang – orang pada pada gerombolan serta menguatkan ikatan pada kolompok

Stephen R Covey (1997 : 82) berkata bahwa bagian paling inti dari lingkaran efek kita adalah kemampuan kita buat membuat serta memenuhi komitmen serta janji. Komitmen yang kita buat pada diri sendiri dan orang lain, dan integritas kita pada komitmen itu merupakan inti dan manifestasi paling kentara menurut produktivitas kita.

Hubungan konstruktif antara energi kependidikan dan pemimpin pendidikan serta interaksi antara tenaga kependidikan merupakan hal yg krusial buat menciptakan komitmen. Melalui interaksi interpersonal orang dapat merasakan dukungan sosial yang dimilikinya serta menerima konfirmasi diri yg bisa memperkuat diri. Orang dapat bekerjasama sebagai sebuah tim yg produktif, berhubungan buat memuaskan kebutuhan, buat mempengaruhi serta mempunyai efek terhadasp orang lain. Tim produktif bisa menaruh umpan kembali serta dukungan yg bisa memperkuat harga diri dan agama diri.

C. Komitmen Peserta Didik
Komitmen peserta didik terhadap organisasi pendidikan jangan hingga ditinggalkan lantaran peserta didik adalah objek yang sekaligus subjek menurut tujuan organisasi pendidikan. Membangun dan memelihara komitmen peserta didik buat mencari serta memperoleh pengetahuan keterampilan dan perilaku wajib dimulai sejak peserta didik tersebut masuk hingga keluar dari organisasi /forum pendidikan

Ketika memasuki forum pendidikan setiap anak didik memiliki visi yang diinginkan sebagai akibatnya menarik minat peseta didik untuk mewujudkan visi tersebut, dan buat mewujudkannya tidak ada pilihan lain kecuali mereka memiliki komitmen

Bobby Deporter dan Mike Hernacki (2001:305) menyatakan bahwa 
Orang yg berkomitmen secara intrinsik termotivasi serta terdorong oleh mimpi-mimpi mereka, komitmen merupakan proses 2 langkah (1) temukan keinginan anda, (2) putuskan untuk melaksanakannya, tanpa peduli apapun. Ketika anda memiliki visi yg kuat tampaknya mungkin seakan-akan anda tidak mempunyai pilihan lain kecuali berpegang pada komitmen. Komitmen juga sanggup terkait menggunakan suatu prinsip, atau kepuasan dalam kebahagiaan orang lain

D. Komitmen Orang Tua dan Masyarakat
Orang tua serta rakyat merupakan orang yg berkepentingan terhadap output pendidikan. Oleh karena itu komitmen orang tua dan masyarakat buat membantu terhadap organisasi pendidikan sangat dibutuhkan melalui partisipasi aktif dalam pemikiran dan finansial

Organisasi pendidik yg mendapat dukugan partisipasi aktif orang tua, serta masyarakat akan menumbuhkan komitmen mereka terhadap perkembangan dan kemajuan lembaga pendidikan tersebut.

Jam’an Satori dkk (2001:38-39) menyatakan bahwa :
Sekolah yang menerapkan manajemen berbasis sekolah ( MBS ) mempunyai ciri partispasi rakyat sekolah serta masyarakat yang tinggi. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa makin tinggi tingkat partispasi, makin akbar rasa mempunyai makin akbar rasa tanggung jawab, makin akbar pula tingkat dedikasinya.

E. Langkah-langkah Membangun Komitmen 
James M Kauzes & Barry Z Posner (1995:259-265) menyarankan 8 langkah buat menciptakan komitmen merupakan menjadi berikut :
1. Mulailah proses dengan memperlakukan seorang secara personal, singgunglah beberapa isu kritis yang sanggup saja berkaitan dengan pendidikan, perawatan kesehatan, inovasi, komunitas dan lainnya. Perubahan khusus yg terdapat dimulai secara personal
2. Buatlah perencanaan yg matang. Arah perencanaan yang disusun sebaiknya diwarnai sang visi dan nilai yg diantut. Libatkan sebesar mungkin pihak yg akan mengimplementasikan planning. Susun rencana tadi pada rentang tahapan yang mini -kecil atau jangka pendek. Gunakanlah proses penyusunan planning sebagai sesuatu yg bermakna secara mental bagi orang yang mengikuti bepergian ini
3. Ciptakan sebuah contoh. Gunakan sebuah eksperimen yang dapat dipakai model apa yg sesungguhnya anda ingin lakukan dalam program atau lokasi lain
4. Jangan ragu buat berlatih, karena semakin poly berlatih kita akan menjadi semakin terampil serta semakin ahli. Tetap jaga konsentrasi yang ada buat fokus terhadap makna dan signifikansi visi yang dianut dan buatlah satu waktu khusus buat mengingatnya
5. Pentingnya seseorang yang bersifat sukarela mau menjadi bagian dari rencana yg dijalankan. Komitmen akan gampang ada bila seorang secara sukarela mau sebagai bagian dari peristiwa yg sedang berlangsung
6. Gunakan sebuah papan buletin yg dapat mempermudah seseorang buat melihat apa yang sedang berlangsung, menjaga semangat dan perhatian dalam tugas yg sedang dilakukan
7. Anda akan lebih mudah menerima penerimaan serta komitmen terhadap penemuan yang anda tawarkan bila anda dapat memperlihatkan pada orang lain apa laba yg akan mereka dapatkan dari penemuan tersebut.
8. Bangkitkan rasa kebesamaan melalui kegiatan beserta dan informal misalnya program makan pagi bersama atau acara makan malam bersama. Melalui acara-program tadi, proses pengenalan dapat berjalan lebih natural dan lancar, dan adalah semen yang bertenaga buat menjaga ikatan sosial yg ada

FAKTORFAKTOR YANG MENYEBABKAN PERUBAHAN DAN TINGKATAN MANAJEMEN PERUBAHAN DALAM PERUASAHAN

Faktor-faktor Yang Menyebabkan Perubahan serta Tingkatan Manajemen Perubahan pada Peruasahan.
Dalam suatu perubahan dalam institusi bisnis (perusahaan) tentunya dipengruhi sang faktor internal maupun eksternal yg ada. Perusahaan jika ingin survive dan sanggup bersaing dalam global bisnis ketika ini tentunya senantiasa wajib melakukan perubaha-perubahan yg dapat mengadopsi kebutuhan perubahan itu. Sehingga akan bisa bersaing serta bertahan pada menghadapi persaingan yang semakin ketat dewasa ini.

Dalam tahu dan mencermati faktor-faktor yg menyebabkan peruabahan ini maka perlu diketahui juga konsep dari peruabahan dimaksud.
Konsep Perubahan Organisasi

Semua organisasi harus berubah lantaran adanya tekanan pada dalam lingkungan internal maupun eksternal. Walaupun perubahan yg terjadi lebih dalam lingkungan, namun pada umumnya menuntut perubahan lebih pada organisasional, serta organisasi-organisasi mampu melakukan lebih poly perubahan ataupun lebih sedikit. Organisasi-organisasi sanggup merubah tujuan dan strategi-taktik, teknologi, desain pekerjaan, struktur, proses-proses, serta orang. Perubahan-perubahan dalam orang senantiasa mendampingi perubahan-perubahan dalam faktor-faktor yg lain.
Proses perubahan pada umumnya meliputi perilaku dan perilaku waktu ini yang unfreezing, perubahan-perubahannya serta akhirnya kepemilikan sikap serta konduite yang baru yg refreezing. Sejumlah gosip-isu kunci serta dilema harus dihadapi selama pada proses perubahan generik. Pertama merupakan, diagnosis yg akurat mengenai situasi serta syarat saat ini. Kedua adalah, penolakan yg disebabkan sang adanya unfreezing dan perubahan. Pada akhirnya masalah aplikasi evaluasi yang memadai menurut usaha perubahan yg sukses, pada mana evaluasi-penilaian semacam itu kebanyakan lemah atau bahkan nir terdapat sama sekali

Akhir-akhir ini, poly sekali  praktisi dan pakar manajemen yg menekankan  pentingnya kiprah insan pada memilih keberhasilan sebuah institusi, baik  institusi pada sektor swasta maupun pada sektor publik. Kenichi Ohmae dalam The Borderless World menyatakan bahwa ‘sama halnya menggunakan perusahan-perusahan, kesejahteraan negara-negara bergantung kepada kemampuannya untuk membangun nilai dengan bertumpu pada orang-orangnya, bukan melalui pemanfaatan sumberdaya alam maupun teknologi . Ketika ditanya  pendapatnya mengenai lima faktor utama yang memilih suatu keberhasilan sebuah perusahaan pada proses perubahannya dari  perusahaan yang buruk sebagai perusahaan yg hebat, Walter Bruckart  menyatakan bahwa faktor pertama merupakan insan, faktor kedua adalah manusia, faktor ketiga adalah manusia, faktor keempat adalah insan serta faktor ke lima jua insan. Jeffrie Peiffer  menyatakan bahwa selama berpuluh-puluh tahun para eksekutif dan pakar manajemen mencari asal keberhasilan sebuah perusahaan pada loka  yg keliru. Dia menyatakan bahwa keberhasilan sangat ditentukan sang cara sebuah perusahaan memperlakukan orang-orangnya.

Dalam pernyataan-pernyataan yg kelihatannya sederhana itu ada beberapa hal yg perlu ditinjau lebih jauh. Pertama, manusia, baik menjadi individu maupun menjadi bagian berdasarkan sebuah grup merupakan mahluk yg kompleks atau multi dimensi. Perlu dipertanyakan, menurut sekian banyaknya dimensi yg ada pada seorang manusia dimensi manakah yang memang sangat akbar pengaruhnya dalam memilih keberhasilan? Kedua, manusia berada pada tengah-tengah lingkungan  yg pula kompleks, apakah itu lingkungan organisasional atau sosial. Di sini lalu muncul pertanyaan lain, dimensi mana yang berperan besar dalam jenis lingkungan tertentu.?

Akhir-akhir ini banyak pihak  menyatakan bahwa pentingnya kompetensi. Di perusahaan-perusahaan atau di beberapa organisasi pada sektor publik orang berbicara mengenai competence-based pay, competence-based performance appraisal, competence-based people development. Bahkan pada bidang pendidikanpun di Indonesia kini diperkenalkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Penonjolan seperti ini menimbulkan kesan bahwa dimensi kompetensi yang dimilikilah  yang sebagai faktor yang berkontribusi paling besar terhadap  keberhasilan sebuah institusi.

Pengalaman pada membantu beberapa perusahaan melancarkan acara peruabhan memberitahuakn bahwa masalahnya nir sesederhana itu. Ada institusi yang anggota-anggotanya secara individual kompeten  tetapi kinerja institusinya sangat tidak memuaskan selama bertahun-tahun. Namun demikian orang-orang yang sama di perusahaan yang sama dengan kompetensi yg nisbi sama lalu memperlihatkan kinerja jauh lebih baik dari sebelumnya setelah adanya perubahan di institusi tadi . Sebaliknya, ada institusi yg  yang selama bertahun-tahun kinerjanya mengagumkan, tetapi datang-datang kinerjanya menurun sangat menyolok padahal di institusi tersebut permanen bekerja orang-orang yg sama, dengan kompetensi individual yg sama. Dalam ‘The Knowing-Doing Gap”, Jeffrey Pfeffer menunjukkan bahwa  beberapa jenis situasi pada sebuah organisasi akan mengakibatkan orang-orang pada organisasi tadi nir mempempraktekkan pengetahuan atau keterampilan yang dimilikinya. Ini memberi pertanda bahwa ada hal-hal lain di luar kompetensi yg berpengaruh akbar terhadap kinerja sebuah institusi.

Suatu sejarah serta tahapan ini akan memusatkan uraiannya dalam peran idealisme, karakter serta komunitas pada transformasi institusi. Di sini yg dimaksud dengan oraganisasi usaha merupakan organisasi yang punya inspirasi buat mejalankan sebuah misi yang diharapkan membawa dampak  terhadap  warga . Perubahan perusahaaan adalah proses perubahan, baik yang direncanakan maupun nir direncanakan, dalam perjalanan institusi yg bersangkutan mewujudkan misinya.

Untuk menjaga agar uraian ini lebih fokus maka pembahasan  ini akan ditempatkan dalam bingkai  perkembangan cara pendekatan  dalam  manajemen.

Berbagai Pendekatan Perubahan Organisasi

Ada 3 pandangan tentang konsep perubahan organisasi pertama, pada hakikatnya sasaran perubahan organisasional merupakan birokrasi yg digunakan sebagi indera administrasi dan sebagai instrumen kekuasaan serta dampak. Kedua, perubahan organisasi harus melalui cara demokrasi serta liberalisasi. Ketiga, organisasi dan manajemen dapat mengenali gap antara situasi yg terdapat dengan yg dibutuhkan berdasarkan ukuran-berukuran tertentu yang biasa dipakai yaitu, efektivitas, efisiensi, dan kepuasan anggota organisasi.

Di samping tiga pandangan tadi ada sejumlah pendekatan yg bisa digunakan untuk memahami perubahan organisasi. Berbagai pendekatan tersebut adalah pertama, pendekatan yang menekankan dalam interaksi-hubungan antara struktur, teknologi serta orang. Dari ketiga unsur tersebut akan bisa dipengaruhi tentang apa yg akan diubah serta bagaimana cara mengubahnya. Kedua, menurut mana wangsit konsep pendekatan tersebut dari. Di sini ada dua konsep yaitu analisis Leavitt dan analisis Greiner. Leavitt cenderung menjawab dilema apa yg dapat diubah, sedangkan Greiner cenderung menjawab bagaimana perubahan itu dilakukan atau diimplementasikan.

Perkembangan dan  Cara Pendekatan  Dalam  Manajamen

Manajemen sebagai sebuah disiplin baru lahir pada  awal dekade kedua atau akhir dekade pertama abad ke dua puluh. Dalam perkembangannya sampai saat ini , poly  pendekatan serta konsep manajemen yang ditawarkan oleh ahli manajemen . Hal yg sangat menarik dalam perkembangan tersebut merupakan adanya perubahan cara pendekatan  yang menyolok dalam tahun 1970-an. Selama 60 tahun pertama ( 1910-1970) pemikiran dalam manajemen sangat didominasi sang pendekatan yg bersifat rasional-saintifik. Sejak 1970 hingga kini pemikiran pada bidang manajemen mulai memberi  tekanan pada pendekatan kualitatif-humanistik.

Pada zaman rasional-saintifik ini,  2 puluh 5  tahun pertama (1910-1935)  dipakai buat menentukan atau menemukan struktur organisasi atau struktur kerja yg efisien. Ini adalah eranya Frederick Taylor serta Henry Fayol. Dua puluh tahun berikutnya (1935-1955) para pemikir dan praktisi manajemen mencoba menerapkan contoh-model matematik atau cara-cara analisis kuantitatif untuk meningkatkan produktivitas di tempat kerja. Ini adalah masa tumbuhnya contoh-contoh optimasi pada bidang operation research. Lima belas tahun berikutnya (1955-1970) pemikir manajemen mencoba menerapkan cara  berfikir sistem pada bidang manajemen. Pada saat itu berpikir sistem atau pendekatan sistem  merupakan topik pembicaraan yang hangat diantara orang-orang manajemen.

Era kualitatif-humanistik  dimulai dengan diperkenalkannya pendekatan berpikir strategik pada manajemen. Strategi korporat, taktik usaha, perencanaan strategik, analisis SWOT adalah topik pembicaraan yg dipercaya terkini  antara tahun 1970-1980. Sesudah itu para pemikir manajemen masuk ke pada bidang yg lebih ‘lunak’ lagi yaitu budaya perusahaan (Corporate Culture). Pakar manajemen berbicara dan meneliti mengenai pentingnya rapikan-nilai yang menjadi inti budaya perusahaan dalam memilih kinerja perusahaan. Sesudah itu, pada tahun 1980-1985, para pakar serta pemikir manajemen memasukkan manajemen inovasi sebagai salah satu bagian menurut disiplin manajemen. Menjelang tahun 2000 para ahli manajemen berbicara mengenai organisasi belajar, manajemen pengetahuan, manajemen perubahan, serta kapital-maya (virtual-capital).

Perubahan pendekatan pada manajemen itu tidak terjadi menggunakan sendirinya. Ada faktor-faktor  eksternal atau  yg berada pada luar institusi serta faktor-faktor  internal atau yg berada dalam institusi yang mendorong para pakar dan praktisi manajemen buat menemukan pendekatan yg lebih sinkron menggunakan tantangan yg mereka hadapi.

Faktor-faktor eksternal yg mendorong perubahan sangat majemuk. Beberapa antara lain merupakan: perubahan kekuatan pelanggan, perubahan intensitas persaingan, keaneka-ragaman, perkembangan ilmu pengetahuan,  serta meningkatkannya laju perubahan. Faktor-faktor yang disebutkan pada atas saling berkaitan satu menggunakan yg lain.

Pada awal abad kedua-puluh, produsen memiliki kekuatan yang lebih akbar berdasarkan pelanggan. Penghasil yg memilih apa yang usahakan dibeli oleh pelanggan. Produsenlah yg mendikte pasar. Ini merupakan era di mana pembuat sanggup menjual apa saja yg mereka untuk serta  para pelanggan tidak memiliki banyak pilihan. Ketika itu,  sebuah pabrik kendaraan beroda empat bisa  mengatakan ‘boleh pilih mobil apa saja berasal Ford Model T warna hitam’. Namun dengan makin jenuhnya pasar, perimbangan kekuatan berubah. Posisi pelanggan makin bertenaga. Penghasil ‘dipaksa’ buat menciptakan produk atau jasa yang dinginkan atau diperlukan pelanggan. Sekarang pelangganlah mendikte pembuat. Pergeseran kekuatan pelanggan membawa pengaruh besar dalam cara pendekatan manajemen. Dalam   era saat produsen lebih bertenaga menurut  pelanggan, pendekatan yg bersifat melihat-ke-dalam (inward looking) serta melihat organisasi sebagai sistem tertutup dapat  menjamin keberhasilan perusahaan. Pendekatan inilah yg menjadi ciri berdasarkan era manajemen rasional saintifik. Tetapi ketika konsumen adalah raja, maka pendekatan yg beroriendasi-kedalam sudah nir mencukupi buat menjawab tantangan baru. Agar mampu tumbuh serta berkembang, sebuah institusi harus melihat keluar, memperhatikan kebutuhan pelanggannya. Maka muncullah kebutuhan akan pendekatan manajemen yg melihat-keluar (outward- looking). Sifat melihat-keluar ini diberi tempat yang luas  pada era pendekatan kualitatif-humanistik.

Meningkatnya kekuatan konsumen berjalan bersamaan dengan meningkatnya intensitas  persaingan. Keberhasilan penghasil sangat ditentukan sang kemampuannya buat menjadikan produk atau jasa yg dihasilkan menjadi pilihan pelanggan pada tengah-tengah poly produk atau jasa yang lain. Inilah keliru satu alasan primer masuknya konsep strategi dalam pemikiran manajemen. Isu strategik pada manajemen mencakup: identifikasi peluang, mengantisipasi ancaman, menilai kekuatan, menilai kelemahan, penentuan lingkup bidang bisnis, pemilihan serta pembentukan keunggulan bersaing, membentuk sinergi, memilih cara-cara tumbuh atau  berkembang, dan tanggung jawab sosial sebuah institusi.

Keaneka-ragaman jua meningkat dengan cepat. Keaneka-ragaman produk, jasa, wilayah operasi, keaneka-ragaman  latar belakang sosio-kultural orang-orang yang bekerja, keaneka-ragaman teknologi, keanekaragaman sosio-kultural wilayah operasi,  membawa tantangan baru dalam manajemen. Pakar serta praktisi manajemen mencari cara buat bisa melihat unsur-unsur yg beraneka ragam ini menjadi sebuah kesatuan yang utuh atau mencari cara untuk melihat hal-hal yang dapat menyatukan hal-hal yang beraneka-ragam ini tanpa terjebak dalam keseragaman. Inilah keliru satu alasan yg mengakibatkan para pakar manajemen memasukkan konsep atau cara berpikir  sistem . Pada awalnya konsep sistem yang digunakan adalah sistem yang sifatnya mekanistik yg menjadi basis dari pendekatan rasional-saintifik. Namun kemudian para pemikir dalam manajemen juga memasukkan sistem yg unsur-unsurnya ‘lunak’ yaitu sistem nilai. Sistem atau rapikan-nilai inilah yg sebagai inti menurut konsep budaya perusahaan dalam era kualitatif-humanistik. Keaneka-ragaman pula  memunculkan tuntutan baru, yaitu tuntutan buat menunjukkan keunikan. Agar mampu menjadi pilihan, produk atau jasa atau karakter sebuah institusi dituntut buat menunjukkan perbedaannya atau keunikannya yang bisa memberi nilai-lebih pada mata pelanggan atau  pihak-pihak yang berkepentingan.persaingan nir bisa lagi dimenangkan atas dasar melakukan sesuatu lebih baik (do better) namun atas dasar melakukan yg tidak sinkron (do differently). Dari sini timbulah tuntutan yang makin kuat untuk berinovasi.

Makin cepatnya laju perubahan membawa tantangan-tantangan baru pada bidang manajemen. Tiga dasa warsa yg kemudian Alvin Toffler   sudah menyatakan bahwa kita memasuki kehidupan yang diwarnai oleh kesementaraa. Semuanya sebagai makin sementara. Umur produk makin pendek, teknologi makin cepat lama , cara pendekatan, sistem dan cara berpikir makin cepat ketinggalan jaman. Akibatnya, sebuah perusahaan atau institusi  publik dituntut buat lebih tak jarang melakukan pembaruan. Pembaruan produk, pembaruan jasa, pembaruan sistem, pembaruan cara pendekatan,  pembaruan cara berpikir atau pembaruan kerangka berpikir. Ini berarti sebuah institusi mendapat  tekanan yg lebih besar untuk melakukan kreasi atau inovasi secara terus menerus jika institusi itu ingin tetap hayati serta berkembang. Inovasi yang di masa kemudian merupakan kegiatan yang sifatnya sporadik  atau periodik, sekarang menjadi kegitatan berkesinambungan. Ini menjadi salah satu pemicu tumbuhnya kebutuhan baru yaitu manajemen penemuan. Inovasi nir lagi dapat dibiarkan berlangsung secara acak. Sebuah institusi perlu mencari cara atau berbagi lingkungan yg dapat membuat setiap anggotanya menggunakan bahagia hati mengerahkan semua potensi kreatifnya secara terus menerus. Menurut  Peter F. Drucker,  kini ini inovasi harus menjadi sebuah disiplin , merupakan inovasi perlu dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip eksklusif. Di samping penemuan, perubahan juga sebagai keseharian. Sebab itu, para praktisi serta ahli manajemen  menekuni satu bidang baru  pada manajemen yaitu manajemen  perubahan.

Usaha untuk mencari pendekatan atau pengembangan konsep baru dalam manajemen jua sangat dipengaruhi sang cepatnya perkembangan pengetahuan insan.  Dewasa ini pengetahuan sebagai sumberdaya institusi yang primer buat membentuk nilai. Sampai dengan tahun 1950, modal berarti uang tunai. Sekarang para praktisi serta pakar manajemen menyaksikan kiprah yg sangat akbar dari kapital yg bersifat maya (virtual) dalam membentuk kesejahteraan. Modal maya ini meliputi kapital intelektual, modal sosial, serta kredibilitas atau modal lunak. Dalam lingkungan yg sangat cepat berubah, kapital maya inipun mengalami keusangan, sebab itu perlu  terus menerus diperbarui. Proses pembaruan ini dilakukan melalui proses belajar. Namun belajar pada era ledakan pengetahuan seperti kini ini sangatlah tidak sinkron menggunakan belajar 1/2  abad yang lalu. Anggota-anggota atau rakyat sebuah institusi dituntut buat mampu belajar beserta-sama menggunakan cepat, menggunakan gampang, dengan gembira, kapan dan dimana saja. Hal ini yang sebagai keliru satu pendorong dari berkembangnya konsep  organisasi belajar. Demikian pula pengetahuan yg inheren dalam anggota suatu institusi perlu diperbarui, diuji, dimutahirkan, dialihkan, diakumulasikan, agar permanen punya nilai. Hal ini mengakibatkan para praktisi serta pakar manajemen mencari pendekatan untuk mengelola pengetahuan yang sekarang  dikenal dengan manajemen-pengetahuan.

Di samping perubahan-perubahan yg terjadi pada luar organisasi yang sudah diuraikan pada atas, perkembangan cara pendekatan  pada bidang manajemen pula dipicu oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada organisai. Di sini akan digaris bawahi   perubahan yg berkaitan menggunakan karakteristik pekerjaan serta orang-orang yang bekerja dalam organisasi yaitu  timbulnya kelompok besar pekerja-berpengetahuan (knowledge worker), orang-orang yang bekerja menginginkan self-control daripada dikendalikan orang lain, dan bekerja nir hanya buat mencari nafkah tetapi buat melakukan sesuatu yg bermakna.

Dewasa ini, orang-orang yang bekerja pada sebuah institusi baik di sektor swasta maupun di sektor publik memiliki tingkat pendidikan yg lebih tinggi  menurut dalam mereka yang bekerja 5 dekade yg kemudian. Mereka berharga bagi institusi loka mereka bekerja karena pengetahuan atau kecerdasan yang mereka miliki, bukan lantaran kekuatan fisiknya. Di samping itu, kemajuan teknologi sudah memungkinkan  sebagian akbar pekerjaan-pekerjaan rutin  diganti menggunakan teknologi. Dengan demikian sebagian terbesar pekerjaan yang dilakukan adalah pekerjaan yang sifatnya non-rutin yg memerlukan taraf pengetahuan yang lebih tinggi buat dapat melaksanakannya. Lebih jauh lagi, perubahan lingkungan yang sangat cepat menuntut penyesuaian yg lebih acapkali pada cara kerja, jenis pekerjaan serta kompetensi yang diperlukan. Hal ini sudah menyebabkan orang-orang yang bekerja harus  siap menghadapi pekerjaan-pekerjaan baru yang sama sekali tidak selaras menggunakan pekerjaan sebelumnya. Orang-orang yg bekerja dituntut buat makin tak jarang belajar hal-hal baru serta mempunyai semangat dan kapasitas belajar yg lebih tinggi. Dalam perjalananya, sekarang ini tempat bekerja sekaligus telah sebagai loka belajar yg sangat intensif, bekerja sama menggunakan belajar.tempat belajar nir lagi terbatas hanya pada sekolah-sekolah formal dan universitas.

Berbeda dengan pekerja terdahulu yang taraf pendidikannya nisbi lebih rendah yg mendapat begitu saja dirinya dikendalikan orang lain, pekerja-berpengetahuan menginginkan kendali yang lebih besar ditangannya sendiri. Mereka lebih menyukai lingkungan kerja serta pekerjaan yg memberikan mereka kebebasan yg lebih akbar pada mengendalikan atau mengarahkan apa yang mereka lakukan. Di  masa lalu pengendalian dilakukan dengan memperbanyak hirakhi dan peraturan. Sekarang, buat memberi ruang yg lebih luas buat pengendalian-diri serta pengarahan-diri, institusi perlu memperjelas serta membentuk visi serta nilai-nilai beserta. Dengan mengacu pada visi dan nilai-nilai beserta ini pengendalian-diri serta pengararahan-diri sebagai ekspresi kebebasan yg bertanggung jawab.

Pekerja-berpengetahuan punya kesamaan yang lebih akbar buat memandang pekerjaan yg mereka lakukan tidak hanya sekedar menjadi kegiatan buat mencari makan namun menjadi kesempatan buat melakukan sesuatu yang mulia, yang penting pada hidup ini, yang bermakna. Mereka mencoba mencari atau menemukan tujuan-tujuan yg lebih akbar serta lebih luhur dalam melakukan tugasnya dan ingin melihat serta merasakan output kerja  mereka  memberi donasi  bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat luas atau kemanusiaan, nir hanya bagi kemajuan dirinya  serta organisasi loka beliau bekerja. Bagi mereka sebuah institusi nir boleh sekedar menjadi loka dan gugusan aktivitas transaksi jual beli antara orang-orang  yg bekerja pada dalamnya dengan pemilik atau orang-orang yg mengelolanya, tidak peduli  apakah yg drperjual belikan itu energi, barang atau pengetahuan. Sebuah survai terhadap para lulusan perguruan tinggi di Amerika memperlihatkan  bahwa uang bukanlah faktor utama dalam tingkat komitmen terhadap pekerjaan. Faktor-faktor yg lebih penting adalah pendidikan untuk kerja pada masa depan, tugas-tugas yang menaruh tantangan serta sahabat kerja yang baik.

Diagnosis Organisasi

Untuk menyusun suatu perencanaan perubahan perlu dilakukan suatu diagnosis organisasi. Diagnosis organisasi dapat dilakukan oleh organisasi yg bersangkutan juga dengan donasi pihak luar.

Mendiagnosis organisasi dengan memandang organisasi menjadi suatu sistem terbuka dapat dipandang melalui tiga strata, yaitu:
  1. Organisasi secara holistik adalah cara memandang organisasi secara holistik, termasuk bentuk perusahaan, struktur, prosedur, asal-sumber yang digunakan organisasi.
  2. Kelompok kerja (unit, bagian) merupakan gerombolan -grup kerja yang ada pada organisasi, berikut struktur hubungan yg terjadi antaranggota kelompok.
  3. Individu adalah langsung-pribadi pada organisasi, termasuk pada sini adalah kewajiban individu pada organisasi.

Jenis Tingkatan Manajemen Perubahan

Pada proses analisis organisasi yg perlu dilakukan pada perubahan manajemen adalah memperhatikan hal-hal yang terjadi dalam tiap strata manajemen yaitu :
  1. Tingkat organisasi (secara keseluruhan) - pada tingkat ini bisa dipandang bentuk perusahaan serta bentuk-bentuk hubungan dalam pengalokasian asal-sumber yang dimiliki.
  2. Tingkat kelompok kerja (departemen) - dalam tingkat ini dapat diperhatikan bentuk-bentuk grup kerja dan hubungan yg terjadi antar anggota grup.
  3. Tingkat individu - dalam tingkat ini yg diperhatikan merupakan bagaimana pelukisan suatu jabatan kerja disusun sehingga individu dapat berkarya secara maksimal .
  4. Tingkatan manajemen pada perubahan dalam Manajemen pada Perusahaan
Peralihan cara pendekatan menurut rasional-saintifik ke kualitatif-humanistik menandai jua peralihan pada cara pandang mengenai organisasi. Pendekatan rasional-saintifik cenderung memandang organisasi sebagai mesin, dan pendekatan kualitatif-humanistik cederung mamandang organisasi sebagai mahluk hayati  atau sebuah komunitas. Dengan masuknya konsep budaya organisasi, manajemen inovasi, dan organisasi belajar maka organisasi dipandang sebagai mahluk hidup atau komunitas.

Organisasi menjadi mesin melaksanakan tujuan yang sudah ditetapkan sang perancangnya, sedangkan organisasi menjadi mahluk hidup atau komunitas tetapkan dan mimiliki tujuan sendiri. Agar supaya efektif sebuah mesin wajib dikendalikan sang operatornya, sedangkan  mahluk hayati atau komunitas ditentukan  melaui proses interaksi  yang mungkin saja mengganti orang yg mensugesti atau dipengaruhi. Memandang organisasi sebagi mesin  berarti organisasi tidak bisa memperbaharui dirinya sendiri, sedangkan cara pandang organisasi sebagai mahluk hayati atau komunitas melihat organisasi mampu memperbarui dirinya sendiri. Memandang organisasi sebagai mesin  berarti melihat bahwa bukti diri organisasi dibentuk sang penciptanya, sedangkan memandang organisasi menjadi mahluk hidup berarti bahwa organisasi punya identitasnya sendiri. Dalam cara pandang organisasi sebagai mesin, tata-nilai, harapan,  pekerjaan bermakna, adalah  berita yg nir relevan, sedangkan pada  cara pandang organisasi menjadi mahluk hidup atau komunitas  hasrat, nilai-nilai, pekerjaan  bermakna, merupakan informasi besar . 

Cara pandang organisasi menjadi komunitas membawa perubahan akbar pada cara pandang mengenai  peran serta posisi insan dalam organisasi. Dalam cara pandang organisasi sebagai mesin, insan ditinjau hanya menjadi keliru satu faktor input yg harus diproses untuk menghasilkan hasil. Manusia disetarakan dengan faktor input  yg lain misalnya mesin, material, uang, serta metoda . Manusia diperlakukan hanya sebagai keliru satu faktor produksi diantara faktor produksi yang lain. Secara implisit pada sini insan diperlakukan menjadi benda, hanya sebagai sumberdaya yang sekarang sering disebut sebagai sumberdaya manusia. Sebagai sumberdaya,  manusia dikelola dan dibentuk supaya sinkron menggunakan  sistem. Dipihak lain,  cara pandang organisasi menjadi komunitas memandang manusia menjadi anggota komunitas yg tumbuh dan berkembang beserta komunitasnya. Mereka bukanlah input, namun pelaku yang bertanggung jawab bersama atas kemajuan komunitasnya. Sebagai manusia, mereka dipimpin serta sistem-sistem dibuat buat manusia. Di sini manusia diperlakukan menjadi manusia yang utuh, dihormati seluruh dimensi kemanusiannya, termasuk didalamnya cita-citanya, nilai-nilainya, hati-nuraninya,  agama dirinya, semangat belajarnya.

Dalam cara pandang manusia menjadi sumberdaya,   faktor yg terpenting adalah kompetensinya, sedangkan dimensi-dimensi lain dari manusia dipercaya nir perlu diperhatikan. Dalam cara pandang organisasi menjadi komunitas, dimensi yang di luar kompetensi tidak kalah pentingnya bahkan acapkali kali lebih penting dalam memilih keberhasilan seorang serta komunitasnya. Jadi, pada cara pandang organisasi menjadi komunitas, maka potensi manusia lebih menurut  kompetensi ( beyond competence)

Cara pandang mengenai  organisasi ini  sangat akbar pengaruhnya terhadap  tingkah-laku   orang-orang pada organisasi yg bersangkutan serta cara-cara yang ditempuh pada mengembangkan atau mentransformasikan organisasinya. Cara pandang ini akan menghipnotis sikap dan perilaku seseorang dalam memimpin orang lain. Orang yang memandang organisasi menjadi mesin cenderung akan lebih senang mengendalikan menggunakan anggaran serta hirarkhi serta kurang tertarik untuk membuatkan proses interaksi yg memudahkan para anggota buat saling mensugesti. Rentang-kendali (Span of Control) dan cara mengendalikan adalah informasi besar .  Di pihak lain, orang yg memandang organisasi sebagai komunitas punya kecenderunagn untuk menyebarkan lingkungan psiko-sosial yang mendorong tumbuh dan berkembangnya proses interaksi diantara anggota komunitas  serta percaya bahwa melalui proses interaksi ini anggota komunitas akan dapat menemukan arah dan cara yg sesuai buat pengembangan komunitasnya. Di sini orang berbicara mengenai rentang-komunikasi. Cara pandang ini pula akan menghipnotis kebijakan pada struktur organisasi. Cara pandang organisasi sebagai mesin cenderung akan menambah jenjang organisasi, sedangkan cara pandang organisasi sebagi komunitas cenderung akan mengurangi jenjang serta memilih struktur yg lebih rata. Dalam hal  komunikasi, cara pandang organisasi menjadi mesin akan lebih menyukai cara-cara komunikasi yang bersifat formal, sedangkan cara pandang organisasi menjadi komunitas akan menyebarkan serta memanfaatkan secara maksimal lembaga-lembaga komunikasi yang bersifat informal.

Pada tatataran yg lebih tinggi, cara pandang ini pula menghipnotis kebijakan-kebijakan pemerintah. Di bidang pendidikan misalnya, konsep link and match di masa lalu sangat bernuansa  cara-pandang manusia hanya sebagai sumberdaya, manusia dikembangkan buat melayani sistem. Demikian juga Kurikulum Berbasis Kompetensi yang banyak dibicarakan sekarang ini secara implisit  cenderung memandang   manusia  hanya sebagai sumberdaya. Di masa lalu, bahkan hingga waktu ini, waktu para praktisi dan penghasil kebijakan berbicara mengenai pengembangan industri, umumnya secara tersirat yang dimaksud merupakan pembangunan  pabrik-pabrik bukan menciptakan warga yang punya  etos kerja baru.

Peranan Idealisme, Karakter ,Komunitas Dalam Perubahan

Perubahan  lingkungan telah menjadi keliru satu pendorong dari berkembangnya cara pendekatan baru pada manajemen. Secara generik  bisa dikatakan bahwa  lingkungan di mana sebuah perusahaan berada atau beroperasi makin bergejolak, makin kompleks, makin sulit diramalkan. Ini sangat tidak sama menggunakan keadaan lingkungan empat atau 5 dekade yg lalu yg relatif masih hening. Lingkungan pada ketika ini lebih adalah ‘arena perlombaan arung jeram, bukan danau yang hening’. Masa berdayung-dayung pada danau yg hening sudah lewat. Agar supaya  bisa tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang bergejolak dibutuhkan mentalitas yang berbeda dengan mentalitas buat tumbuh serta berkembang pada  lingkungan yg damai.

Ketika lingkungan masih damai, pekerjaan  bersifat sederhana, repetitif, orang tetap bekerja dengan rekan kerja berdasarkan  latar belakang kultural yg relatif sama pada waktu yg relatif lama ,  umur produk atau jasa yang dihasilkan nisbi sangat panjang, gerak nir begitu tinggi. Dalam keadaan misalnya itu, maka kompetensi yang berkaitan menggunakan pekerjaan sebagai hal yang paling penting dalam kualitas seorang. Tetapi ketika lingkungan  bergejolak, orang lebih acapkali melakukan pekerjaan yang bhineka, bekerja menggunakan menggunakan orang-orang dengan latar kultural yg tidak sinkron, ditarik ke sana ke yuk oleh kepentingan dan nilai-nilai yg tidak selaras, keterampilan serta pengetahuan  yg dimiliki menjadi usang atau kurang relevan. Dalam keadaan yang sangat dinamaik dan penuh ketidak pastian,dimensi kualitas manusia di luar kompetensi sebagai lebih diperlukan. Tiga menurut kualitas yg berada pada luar kompetensi ini merupakan idealisme, karakter dan perasaan-sebagai-bagian-menurut sebuah  komunitas (selanjutnya
disebut komunitas).

Idealisme, dalam arti harapan yang tinggi dan luhur serta asa buat mecapai output atau mewujudkan keadaan  istimewa yg  sangat dicita-citakan, memegang peran  sangat akbar dalam proses perubahan sebuah institusi. Idealisme merupakan sebuah dimensi yg unik dalam insan yang tidak dimiliki mahluk lain. Pada dasarnya setiap orang punya semacam idealisme pada hidupnya, semacam ‘mimpi’. Orang-orang  bekerja pada sebuah institusi atau sebagai anggota institusi  mebawa ‘mimpi-mimpi’ atau impian  ini, apapun pekerjaan atau kedudukan dia pada institusi tadi. Cita-cta ini sangat bersifat pribadi. Setiap orang menduga cita-citanya sangat penting. Bagi seseorang operator telepon impian beliau sama pentingnya dengan keinginan seseorang direktur utama perusahaan atau rektor sebuah universitas . Di samping idealisme yg majemuk berdasarkan anggota-anggota, institusi pun punya harapan.cita-cita ini tak jarang tercermin pada visi  atau ideologi-inti (core ideology) intitusi yg bersangkutan.  Merck, sebuah perusahaan dalam bidang obat-obatan  menyatakan hadir buat  ‘menjaga dan memperbaiki kehidupan manusia’, ad interim  Walt Disney menyatakan hadir  ‘buat membawa kebahagian bagi berjuta-juta orang. Dari sudut pandang  idealisme, sebuah institusi lebih menurut sekedar tempat buat bertransaksi untuk mendapat laba. Idealisme ini yg mendasari pernyatataan Paul Hawken, seorang pengusaha yang berhasil,  yg mengatakan bahwa ‘being in business is not about making money, it is a way to become who you are’

Hal yang sulit pada perubahan manajemen sebuah organisasi adalah menemukan cara buat mesinergikan idealisme pribadi menggunakan idealisme organisasi. Apabila hal ini bisa dilakukan maka para anggota akan merasakan bahwa harapan institusi adalah juga hasrat mereka, mereka akan merasa bahwa mereka akan bisa mewujudkan mimpi-mimpi mereka menggunakan memberikan yang terbaik dalam mewujudkan idealisme institusi, mereka merasa tumbuh dan berkembang beserta institusi. Dalam banyak perkara, pimpinan sebuah organisasi serta anggota-anggotanya tidak berhasil menemukan sinergi ini atau tidak berhasil menciptakan idealisme beserta sehingga  orang-orang atau grup-kelompok  berjalan menggunakan cita-citanya  masing-masing. Dalam hal ini, visi atau impian institusi  baru menjadi sebuah perihal, belum sebagai keyakinan bersama yang bersemayam pada hati para anggota dan belum diwujudkan  dalam tindakan nyata.

Dalam proses perubahan, idealisme punya bermacam-macam fungsi. Idealisme bisa menjadi pendorong perubahan.  Idealisme bisa menumbuhkan komitmen yang bertenaga serta kesediaan berkorban menurut para anggota  . Komitmen dan kesediaan berkorban ini sangat dibutuhkan kerena proses perubahan tak jarang kali penuh menggunakan ketidak pastian, berjalan relatif lama   serta hasilnya seringkali tidak cepat bisa ditinjau. Jika  tidak ada komitmen  serta kesediaan berkorban, peruabhan akan berhenti sebelum waktunya. Idealisme memberitahuakn arah transformasi. Arah ini sangat penting supaya agar komunitas pada institusi dan anggotanya nir tersesat dalam Polemik perubahan dan permasalahan aneka macam kepentingan. Persaingan global dewasa ini pada satu sisi bisa ditinjau menjadi persaingan dalam mengendalikan masa depan. Idealisme merupakan unsur utama dalam upaya mengendalikan masa depan. Kalau sebuah perusahaan tidak berusaha mengendalikan masa depannya, maka pihak lain yg akan mengendalikannya. Idealisme merupakan pula sumber motivasi bagi anggota. Idealisme membantu satu grup atau seorang bangkit pulang menurut kegagalannya. Akhirnya idealisme akan menumbuhkan perasaan bahwa orang yg bersangkutan melakukan sesuatu yg berarti, yg krusial dan bermakna.

Sebenarnya  kenyataan tentang besarnya peran idealisme pada transformasi institusi bukanlah hal baru. Perjalanan sejarah bangsa Indonesia memberitahuakn bahwa  perjuangan mencapai kemerdekaan yang adalah proses perubahan luar biasa  pada bumi Indonesia ini digerakkan oleh idealisme yg sangat bertenaga . Para pendiri republik ini, misalnya Bung Karno, Bung Hattta serta rekan-rekan seperjuangannya merupakan tokoh-tokoh yg mendorong proses transformasi bangsa ini menggunakan menyalakan barah idealisme pada batin seluruh lapisan warga Indonesia.

Di samping idealisme, karakter mempunyai peran besar pada proses transformasi institusi. Di sini yang dimaksud menggunakan karakter merupakan ‘distinctive trait, disticntive quality, moral strength, the pattern of behavior found in an individual or  group’. Dalam transformasi institusi ada beberapa  dimensi karakter yang sangat penting, yaitu integritas, agama-diri, kedewasaan, mentalitas-berkelimpahan (abundance mentality), kegigihan, serta semangat memperbarui diri. 

Prinsip dasar dari integritas merupakan kejujuran, ketulusan serta memegang teguh standard moral yang tinggi. Integritas ditujukkan oleh  kesesuaian antara nilai-nilai yang dipegang dengan norma, kesesuian antara perkataan dengan  perbuatan dan kesesuaian antara ungkapan menggunakan perasaan. Idealisme perlu disertai dengan integritas agar seseorang atau proses perubahan ‘nir terperangkap pada tujuan menghalalkan cara’. Integritas yang tinggi merupakan prasyarat  bagi pemberian ruang yg lebih luas buat pengendalian-diri. Integritas dibutuhkan buat mengklaim supaya  kebebasan yang diberikan  digunakan secara bertanggung jawab. Integritas sangat diharapkan buat membentuk rasa saling percaya pada sebuah komunitas.

Proses transformasi tak jarang disertai dengan ketidak pastian dan memerlukan keberanian buat menempuh alur-alur baru yang belum pernah dilewati. Dalam keadaan seperti ini, agama-diri sangat diharapkan. . Kepercayaan-diri membuat seorang berani mengambil risiko serta mencapai hasil jauh lebih akbar daripada yang pernah dibayangkannya. Mengenai hal ini, Jack Welch menyatakan bahwa kepercayaan diri merupakan kualitas yang selalu dicarinya serta dibangunnya pada setiap eksekutif yang pernah bekerja dengannya. Membangun rasa percaya-diri dalam orang-orang  lain  adalah unsur yang  sangat krusial pada kepemimpinan .

Dimensi lain pada karakter merupakan kedewasaan. Kedewasaan (maturity) ditujukkan oleh ekuilibrium antara keberanian  dan pertimbangan. Orang yg dewasa secara emosional punya keberanian buat mengungkapkan pendapat serta keyakinannya dan pada saat yang sama mempertimbangkan pendapat dan perasaan orang lain. Kedewasaan akan mencegah rasa percaya-diri berubah  menjadi arogansi. Kedewasaan akan melengkapi rasa percaya- diri dengan memahami-diri. Kedewasaan akan membuahkan idealisme lebih membumi, menjadi idealisme yg realistik.

Proses perubahan organisasi memerlukan keterlibatan para anggota. Mereka perlu berhubungan secara kreatif atau membentuk sinergi diantara mereka. Untuk itu para anggota perlu memiliki mentalitas-berkelimpahan. Orang-orang menggunakan mentalitas- berkelimpahan  nir takut mengembangkan, bahkan bahagia mengembangkan. Mereka senang menyebarkan pengetahuan, penghargaan, keberhasilan atau kegembiraan. Mereka merupakan orang-orang yang senang melihat orang lain senang . Mereka meyakini bahwa buat sebagai besar orang  tidak perlu  mengecilkan orang lain. Orang-orang menggunakan mentalitas-berkelimpahan  sadar akan adanya paradok menyebarkan: makin seseorang membuatkan, makin beliau berkelimpahan. Mereka melihat banyak peluang buat membentuk positive-sum game dan hayati  dengan semangat tumbuh serta berkembang bersama. Mentalitas-berkelimpahan  akan mempermudah tumbuhnya rasa saling percaya dan rasa saling menghormati pada sebuah komunitas. Kebalikan menurut mentalitas-berkelimpahan  adalah mentalintas-kekurangan (scarcity mentality). Orang-orang dengan mentalitas- kekurangan selalu merasa apa yang dimilikinya  akan berkurang jikalau dia menyebarkan. Mereka enggan mengembangkan, serta hanya melihat negative-sum game. Mereka merasa bahwa buat menjadi akbar beliau perlu ‘mengecilkan’orang lain. Mereka senang melihat orang lain susah.

Perubahan atau proses perubahan dalam sebuah institusi seringkali kali berjalan usang dan nir mudah. Seseorang tidak dapat mengganti sebuah institusi dalam satu malam, atau dalam satu minggu. Apalagi bila perubahan tadi meliputi perubahan budaya. Di samping itu,  sama sekali tidak ada jaminan bahwa hal-hal baru yang dikembangkan atau diterapkan  dalam rangka transformasi akan membawa  output seperti yg dibutuhkan. Hal lain yang selalu timbul dalam transformasi merupakan adanya perlawanan atau resistensi terhadap perubahan. Penyebab menurut resistensi ini bermacam-macam, misalnya: nir merasakan perlunya adanya perubahan, tidak melihat risiko menurut keadaan status-quo, terbelenggu sang norma lama , terlena di zona kenikmatan (comfort zone), merasa tidak siap, takut mengahadapi ketidak-pastian, merasa terancam kepentingannya. Untuk mengatasi hal-hal yg Mengganggu  proses transformasi dibutuhkan kegigihan..

Semangat memperbarui-diri meliputi  kemauan keras buat  belajar hal-hal baru serta semangat buat memperbarui semangat itu sendiri. Semangat disini meliputi antusiasme, kegembiraan, kegairahaan,  dalam melakukan sesuatu dan optimisme menghadapai masa depan. Optimisme tiba berdasarkan keyakinan bahwa masa depan itu cerah, berasal seorang mau bekerja keras dan cerdas buat mencapainya, bahwa orang sanggup membarui masa depannya, bahwa masih banyak peluang yang bisa diraih  untuk membangun masa depan yg lebih baik. Semangat jua ada lantaran seorang merasa  apa yang beliau lakukan berarti atau krusial. Semangat yang tinggi mudah menular.  Perubahan organisasi pada skala luas memerlukan antusiasme yg menyebar ke seluruh anggota. Dalam hal ini mentalitas-berkelimpahan  dapat berperan besar . Orang-orang dengan mentalitas-berkelimpahan  tidak hanya menyemangati dirinya sendiri namun juga menyemangati orang lain denga cara saling mendukung, saling membesarkan hati dan saling menghargai.

Hal-hal yang telah dijelaskan di atas berkaitan menggunakan dimensi karakter pada tataran individu. Di samping anggota institusi yg mempunyai karakter, sebuah institusipun dapat memiliki karakter yang membedakannya menurut institusi yang lain. Arie de Geus yang memeriksa ciri-ciri utama perusahaan yg sukses serta hebat  secara terus menerus menemukan bahwa perusahaan-perusahaan seperti itu berhasil membentuk identitas atau semacam keperibadian atau jati diri.. Perusahaan-perusahaan tadi   pula punya kemampuan besar   membangun komunitas.

Sejumlah orang yang bekerja pada sebuah organisasi tidak menggunakan sendirinya sebagai sebuah komunitas. Ada beberapa sifst-sifat   interaksi yg  perlu dipenuhi agar suatu grup bisa disebut menjadi komunitas.

Memberi tanpa pamrih adalah karakteristik khusus menurut hubungan pada sebuah komunitas. Hubungan yg sifatnya timbal kembali atau transaksional serta hubungan kekuasaan antara yang memerintah serta diperintah bukanlah karakteristik menurut sebuah komunitas. Dalam sebuah komunitas hubungan berdasarkan atas dasar saling-percaya dan saling menghormati. Kepedulian terhadap sesama anggota dan kesediaan menyebarkan pula menjadi karakteristik yg menonjol. Anggota komunitas punya cita-cita beserta serta punya nilai-nilai bersama.

Dalam kaitannya dengan perubahan institusi, berkembangnya perasaan menjadi bagian dari komunitas membawa beberapa keuntungan. Dalam sebuah komunitas, anggota-anggotanya secara sukalrela mengendalikan diri sendiri. Rasa saling percaya yang ada dalam sebuah komunitas mendorong anggota buat mengerahkan yang terbaik yang ada pada dirinya buat kemajuan bersama. Rasa saling percaya ini juga memudahkan anggota-anggota bekerja sama secara kreatif sebagai akibatnya institusi memperoleh sinergi aporisma berdasarkan potensi para anggota. Hubungan yg hangat diantara anggota dalam sebuah komunitas dapat sebagai sumber kegembiraan serta kebahagiaan bagi anggota. Sebuah komunitas berfungsi memelihara atau merawat hasil-output positif yg sudah dicapai pada proses transformasi serta jua menjaga hal-hal positif yang selama ini sudah dimiliki sang institusi . Dikaitkan denga pentingnya modal maya kini ini, maka sebuah komunitas adalah basis menurut modal sosial.

Terjebak dalam semangat transaksional: Hubungan yg berdasarkan semangat transaksional bersifat ad interim serta  tidak mendalam, sedangkan hubungan pada komunitas adalah interaksi dalam jangka panjang serta bersifat lebih  mendalam.
Diskriminasi: Memberikan perlakuan khusus dalam satu gerombolan eksklusif serta  mengabaikan  grup lain akan menipiskan rasa saling percaya.

Kinerja sebuah institusi sangat ditentukan oleh tiga hal: bagaimana para anggotanya berpikir, bagaimana mereka merasa,  bagaimana mereka berinteraksi. Sebuah komunitas sekurang-kurangnya akan mempermudah atau  memperbaiki bagaimna para anggota merasa serta berinteraksi.

Gifford Pinchot menekankan betapa  pentingnya menciptakan komunitas di tempat kerja serta menyatakan bahwa persyaratan supaya sebuah organisasi dapat mencapai produktivitas abad ke dua puluh satu merupakan berhasil membentuk komunitas. Membangun  komunitas merupakan sebuah kemampuan sangat krusial dalam kepemimpinan.

Dari Uraian maupun penjelasan pada atas mengungkapkan latar belakang mengapa idealisme, karakter serta komunitas perlu menerima  perhatian yg lebih akbar dalam proses perubahan institusi, terutama transformasi pada tengah lingkungan yang bergejolak. Di depan telah  disamapaikan jua peran menurut 3 hal tersebut dalam  perubahan, khususnya mengenai pengaruhnya terhadap proses perubahan. Secara singkat dijelaskan bagaimana idealisme, karakter serta komunitas  dapat membuat proses transformasi lebih terarah dan terjaga,  serta  hasilnya diharapkan lebih bermakna. 

Dalam kesempatan yang terbatas ini belum  dibahas  cara-cara  supaya peran atau dampak itu dapat terjadi atau diwujudkan. Dalam hal ini terdapat beberapa pertanyaan mudah misalnya: bagaimana membentuk atau membangun idealisme beserta, hal-hal apa yg perlu dilakukan supaya orang-orang mau dan bisa menampilkan aspek-aspek yg sangat positif berdasarkan karakternya, apa yang perlu dilakukan dalam membangun komunitas?

Terlepas dari belum tersentuhnya  pertanyaan pada atas, selebaran ini diperlukan bisa menumbuhkan pencerahan dan pengertian baru tentang posisi insan dalam sebuah organisasi atau institusi dan  menumbuhkan  kesadaran tentang banyaknya dimensi di luar kompetensi yang pengaruhnya besar dalam proses perubahan. Di samping itu, gambaran ini jua diharapkan bisa memberi citra mengenai hal-hal apa yang perlu diperhatikan apabila idealisme, karakter serta komunitas menjadi tumpuan menurut proses perubahan, sebagai akibatnya proses juga hal-hal yang dicapai sebagai lebih bermakna bagi mereka yg terlibat.

Dewasa ini poly institusi baik pada sektor swasta maupun publik yang melakukan perubahan. Tetapi kelihatannya poly yang nir mencapai apa yang dibutuhkan. Hal itu terjadi bukan karena kurangnya bisnis, atau kurangnya asal daya.

FAKTORFAKTOR YANG MENYEBABKAN PERUBAHAN DAN TINGKATAN MANAJEMEN PERUBAHAN DALAM PERUASAHAN

Faktor-faktor Yang Menyebabkan Perubahan serta Tingkatan Manajemen Perubahan dalam Peruasahan.
Dalam suatu perubahan dalam institusi usaha (perusahaan) tentunya dipengruhi sang faktor internal juga eksternal yg terdapat. Perusahaan apabila ingin survive dan sanggup bersaing dalam global bisnis ketika ini tentunya senantiasa wajib melakukan perubaha-perubahan yg dapat mengadopsi kebutuhan perubahan itu. Sehingga akan bisa bersaing dan bertahan pada menghadapi persaingan yg semakin ketat dewasa ini.

Dalam memahami serta mencermati faktor-faktor yang mengakibatkan peruabahan ini maka perlu diketahui jua konsep berdasarkan peruabahan dimaksud.
Konsep Perubahan Organisasi

Semua organisasi wajib berubah lantaran adanya tekanan pada pada lingkungan internal juga eksternal. Walaupun perubahan yg terjadi lebih pada lingkungan, tetapi pada umumnya menuntut perubahan lebih pada organisasional, serta organisasi-organisasi sanggup melakukan lebih banyak perubahan ataupun lebih sedikit. Organisasi-organisasi sanggup merubah tujuan dan taktik-strategi, teknologi, desain pekerjaan, struktur, proses-proses, serta orang. Perubahan-perubahan pada orang senantiasa mendampingi perubahan-perubahan pada faktor-faktor yang lain.
Proses perubahan pada umumnya meliputi perilaku serta perilaku ketika ini yang unfreezing, perubahan-perubahannya dan akhirnya kepemilikan perilaku serta konduite yg baru yg refreezing. Sejumlah isu-berita kunci dan duduk perkara wajib dihadapi selama pada proses perubahan generik. Pertama merupakan, penaksiran yang akurat mengenai situasi dan syarat waktu ini. Kedua merupakan, penolakan yg disebabkan sang adanya unfreezing serta perubahan. Pada akhirnya masalah aplikasi penilaian yang memadai berdasarkan bisnis perubahan yg sukses, di mana evaluasi-evaluasi semacam itu kebanyakan lemah atau bahkan tidak terdapat sama sekali

Akhir-akhir ini, poly sekali  praktisi serta ahli manajemen yang menekankan  pentingnya kiprah manusia pada memilih keberhasilan sebuah institusi, baik  institusi di sektor partikelir maupun pada sektor publik. Kenichi Ohmae dalam The Borderless World menyatakan bahwa ‘sama halnya menggunakan perusahan-perusahan, kesejahteraan negara-negara bergantung kepada kemampuannya buat membentuk nilai menggunakan bertumpu dalam orang-orangnya, bukan melalui pemanfaatan sumberdaya alam juga teknologi . Ketika ditanya  pendapatnya mengenai 5 faktor utama yg memilih suatu keberhasilan sebuah perusahaan dalam proses perubahannya berdasarkan  perusahaan yg tidak baik sebagai perusahaan yang hebat, Walter Bruckart  menyatakan bahwa faktor pertama merupakan insan, faktor ke 2 merupakan insan, faktor ketiga merupakan manusia, faktor keempat adalah insan serta faktor ke 5 juga manusia. Jeffrie Peiffer  menyatakan bahwa selama berpuluh-puluh tahun para eksekutif dan ahli manajemen mencari asal keberhasilan sebuah perusahaan di tempat  yg keliru. Dia menyatakan bahwa keberhasilan sangat ditentukan sang cara sebuah perusahaan memperlakukan orang-orangnya.

Dalam pernyataan-pernyataan yang kelihatannya sederhana itu terdapat beberapa hal yang perlu dipandang lebih jauh. Pertama, manusia, baik menjadi individu juga sebagai bagian berdasarkan sebuah gerombolan merupakan mahluk yang kompleks atau multi dimensi. Perlu dipertanyakan, dari sekian banyaknya dimensi yg ada pada seorang insan dimensi manakah yang memang sangat akbar pengaruhnya pada memilih keberhasilan? Kedua, manusia berada di tengah-tengah lingkungan  yang jua kompleks, apakah itu lingkungan organisasional atau sosial. Di sini lalu ada pertanyaan lain, dimensi mana yg berperan besar dalam jenis lingkungan tertentu.?

Akhir-akhir ini poly pihak  menyatakan bahwa pentingnya kompetensi. Di perusahaan-perusahaan atau di beberapa organisasi di sektor publik orang berbicara tentang competence-based pay, competence-based performance appraisal, competence-based people development. Bahkan pada bidang pendidikanpun pada Indonesia kini diperkenalkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Penonjolan misalnya ini mengakibatkan kesan bahwa dimensi kompetensi yg dimilikilah  yg sebagai faktor yang berkontribusi paling besar terhadap  keberhasilan sebuah institusi.

Pengalaman pada membantu beberapa perusahaan melancarkan acara peruabhan menampakan bahwa masalahnya nir sesederhana itu. Ada institusi yg anggota-anggotanya secara individual kompeten  tetapi kinerja institusinya sangat tidak memuaskan selama bertahun-tahun. Tetapi demikian orang-orang yg sama pada perusahaan yang sama menggunakan kompetensi yang relatif sama kemudian memperlihatkan kinerja jauh lebih baik berdasarkan sebelumnya setelah adanya perubahan pada institusi tadi . Sebaliknya, terdapat institusi yang  yang selama bertahun-tahun kinerjanya mengagumkan, tetapi datang-tiba kinerjanya menurun sangat menyolok padahal pada institusi tadi permanen bekerja orang-orang yg sama, menggunakan kompetensi individual yg sama. Dalam ‘The Knowing-Doing Gap”, Jeffrey Pfeffer memberitahuakn bahwa  beberapa jenis situasi pada sebuah organisasi akan mengakibatkan orang-orang dalam organisasi tersebut nir mempempraktekkan pengetahuan atau keterampilan yang dimilikinya. Ini memberi indikasi bahwa terdapat hal-hal lain di luar kompetensi yg berpengaruh akbar terhadap kinerja sebuah institusi.

Suatu sejarah serta tahapan ini akan memusatkan uraiannya dalam peran idealisme, karakter dan komunitas pada transformasi institusi. Di sini yg dimaksud dengan oraganisasi bisnis merupakan organisasi yg punya wangsit buat mejalankan sebuah misi yang diharapkan membawa imbas  terhadap  masyarakat. Perubahan perusahaaan adalah proses perubahan, baik yang direncanakan juga tidak direncanakan, pada perjalanan institusi yg bersangkutan mewujudkan misinya.

Untuk menjaga agar uraian ini lebih penekanan maka pembahasan  ini akan ditempatkan pada bingkai  perkembangan cara pendekatan  dalam  manajemen.

Berbagai Pendekatan Perubahan Organisasi

Ada 3 pandangan tentang konsep perubahan organisasi pertama, pada hakikatnya target perubahan organisasional merupakan birokrasi yang digunakan sebagi indera administrasi dan sebagai instrumen kekuasaan serta efek. Kedua, perubahan organisasi harus melalui cara demokrasi dan liberalisasi. Ketiga, organisasi serta manajemen bisa mengenali gap antara situasi yang ada dengan yg diharapkan menurut berukuran-ukuran eksklusif yg biasa digunakan yaitu, efektivitas, efisiensi, dan kepuasan anggota organisasi.

Di samping tiga pandangan tadi terdapat sejumlah pendekatan yg bisa digunakan buat memahami perubahan organisasi. Berbagai pendekatan tersebut merupakan pertama, pendekatan yg menekankan dalam interaksi-interaksi antara struktur, teknologi serta orang. Dari ketiga unsur tadi akan bisa dipengaruhi mengenai apa yg akan diubah dan bagaimana cara mengubahnya. Kedua, menurut mana inspirasi konsep pendekatan tadi berasal. Di sini ada 2 konsep yaitu analisis Leavitt dan analisis Greiner. Leavitt cenderung menjawab masalah apa yg bisa diubah, sedangkan Greiner cenderung menjawab bagaimana perubahan itu dilakukan atau diimplementasikan.

Perkembangan dan  Cara Pendekatan  Dalam  Manajamen

Manajemen sebagai sebuah disiplin baru lahir dalam  awal dasa warsa kedua atau akhir dasa warsa pertama abad ke 2 puluh. Dalam perkembangannya hingga saat ini , poly  pendekatan serta konsep manajemen yang ditawarkan oleh pakar manajemen . Hal yang sangat menarik pada perkembangan tersebut merupakan adanya perubahan cara pendekatan  yang menyolok pada tahun 1970-an. Selama 60 tahun pertama ( 1910-1970) pemikiran dalam manajemen sangat didominasi oleh pendekatan yang bersifat rasional-saintifik. Sejak 1970 sampai kini pemikiran dalam bidang manajemen mulai memberi  tekanan dalam pendekatan kualitatif-humanistik.

Pada zaman rasional-saintifik ini,  2 puluh 5  tahun pertama (1910-1935)  dipakai untuk menentukan atau menemukan struktur organisasi atau struktur kerja yang efisien. Ini merupakan eranya Frederick Taylor dan Henry Fayol. Dua puluh tahun berikutnya (1935-1955) para pemikir dan praktisi manajemen mencoba menerapkan contoh-model matematik atau cara-cara analisis kuantitatif buat menaikkan produktivitas di tempat kerja. Ini merupakan masa tumbuhnya contoh-contoh meningkatkan secara optimal dalam bidang operation research. Lima belas tahun berikutnya (1955-1970) pemikir manajemen mencoba menerapkan cara  berfikir sistem dalam bidang manajemen. Pada saat itu berpikir sistem atau pendekatan sistem  adalah topik pembicaraan yang hangat diantara orang-orang manajemen.

Era kualitatif-humanistik  dimulai dengan diperkenalkannya pendekatan berpikir strategik dalam manajemen. Strategi korporat, taktik usaha, perencanaan strategik, analisis SWOT adalah topik pembicaraan yg dipercaya terkini  antara tahun 1970-1980. Sesudah itu para pemikir manajemen masuk ke pada bidang yang lebih ‘lunak’ lagi yaitu budaya perusahaan (Corporate Culture). Pakar manajemen berbicara serta meneliti mengenai pentingnya tata-nilai yang sebagai inti budaya perusahaan dalam memilih kinerja perusahaan. Sesudah itu, pada tahun 1980-1985, para ahli dan pemikir manajemen memasukkan manajemen inovasi sebagai galat satu bagian dari disiplin manajemen. Menjelang tahun 2000 para pakar manajemen berbicara mengenai organisasi belajar, manajemen pengetahuan, manajemen perubahan, serta kapital-maya (impian-capital).

Perubahan pendekatan pada manajemen itu nir terjadi dengan sendirinya. Ada faktor-faktor  eksternal atau  yg berada pada luar institusi serta faktor-faktor  internal atau yang berada pada institusi yg mendorong para pakar serta praktisi manajemen buat menemukan pendekatan yang lebih sesuai dengan tantangan yg mereka hadapi.

Faktor-faktor eksternal yang mendorong perubahan sangat majemuk. Beberapa antara lain adalah: perubahan kekuatan pelanggan, perubahan intensitas persaingan, keaneka-ragaman, perkembangan ilmu pengetahuan,  serta meningkatkannya laju perubahan. Faktor-faktor yg disebutkan di atas saling berkaitan satu dengan yang lain.

Pada awal abad ke 2-puluh, penghasil memiliki kekuatan yang lebih besar berdasarkan pelanggan. Produsen yang menentukan apa yg sebaiknya dibeli sang pelanggan. Produsenlah yg mendikte pasar. Ini merupakan era di mana pembuat bisa menjual apa saja yg mereka buat dan  para pelanggan tidak mempunyai banyak pilihan. Ketika itu,  sebuah pabrik mobil bisa  menyampaikan ‘boleh pilih kendaraan beroda empat apa saja dari Ford Model T warna hitam’. Tetapi dengan makin jenuhnya pasar, perimbangan kekuatan berubah. Posisi pelanggan makin bertenaga. Pembuat ‘dipaksa’ untuk membuat produk atau jasa yang dinginkan atau diharapkan pelanggan. Sekarang pelangganlah mendikte pembuat. Pergeseran kekuatan pelanggan membawa imbas besar pada cara pendekatan manajemen. Dalam   era saat penghasil lebih bertenaga menurut  pelanggan, pendekatan yang bersifat melihat-ke-dalam (inward looking) dan melihat organisasi sebagai sistem tertutup bisa  mengklaim keberhasilan perusahaan. Pendekatan inilah yg menjadi karakteristik berdasarkan era manajemen rasional saintifik. Tetapi ketika konsumen merupakan raja, maka pendekatan yang beroriendasi-kedalam sudah tidak mencukupi buat menjawab tantangan baru. Agar mampu tumbuh serta berkembang, sebuah institusi harus melihat keluar, memperhatikan kebutuhan pelanggannya. Maka muncullah kebutuhan akan pendekatan manajemen yg melihat-keluar (outward- looking). Sifat melihat-keluar ini diberi loka yang luas  dalam era pendekatan kualitatif-humanistik.

Meningkatnya kekuatan konsumen berjalan bersamaan dengan meningkatnya intensitas  persaingan. Keberhasilan pembuat sangat ditentukan oleh kemampuannya buat membuahkan produk atau jasa yang didapatkan sebagai pilihan pelanggan pada tengah-tengah banyak produk atau jasa yg lain. Inilah salah satu alasan primer masuknya konsep strategi dalam pemikiran manajemen. Isu strategik dalam manajemen mencakup: identifikasi peluang, mengantisipasi ancaman, menilai kekuatan, menilai kelemahan, penentuan lingkup bidang bisnis, pemilihan serta pembentukan keunggulan bersaing, menciptakan sinergi, memilih cara-cara tumbuh atau  berkembang, serta tanggung jawab sosial sebuah institusi.

Keaneka-ragaman pula meningkat dengan cepat. Keaneka-ragaman produk, jasa, daerah operasi, keaneka-ragaman  latar belakang sosio-kultural orang-orang yg bekerja, keaneka-ragaman teknologi, keanekaragaman sosio-kultural daerah operasi,  membawa tantangan baru pada manajemen. Pakar serta praktisi manajemen mencari cara buat bisa melihat unsur-unsur yg beraneka ragam ini sebagai sebuah kesatuan yang utuh atau mencari cara buat melihat hal-hal yang dapat menyatukan hal-hal yg beraneka-ragam ini tanpa terjebak pada keseragaman. Inilah galat satu alasan yang menyebabkan para pakar manajemen memasukkan konsep atau cara berpikir  sistem . Pada awalnya konsep sistem yang digunakan merupakan sistem yang sifatnya mekanistik yg menjadi basis dari pendekatan rasional-saintifik. Tetapi kemudian para pemikir dalam manajemen jua memasukkan sistem yg unsur-unsurnya ‘lunak’ yaitu sistem nilai. Sistem atau tata-nilai inilah yg sebagai inti dari konsep budaya perusahaan dalam era kualitatif-humanistik. Keaneka-ragaman pula  memunculkan tuntutan baru, yaitu tuntutan buat menunjukkan keunikan. Agar mampu menjadi pilihan, produk atau jasa atau karakter sebuah institusi dituntut buat menerangkan perbedaannya atau keunikannya yg bisa memberi nilai-lebih pada mata pelanggan atau  pihak-pihak yang berkepentingan.persaingan tidak sanggup lagi dimenangkan atas dasar melakukan sesuatu lebih baik (do better) namun atas dasar melakukan yg tidak selaras (do differently). Dari sini timbulah tuntutan yang makin kuat untuk berinovasi.

Makin cepatnya laju perubahan membawa tantangan-tantangan baru pada bidang manajemen. Tiga dekade yang lalu Alvin Toffler   telah menyatakan bahwa kita memasuki kehidupan yang diwarnai oleh kesementaraa. Semuanya sebagai makin sementara. Umur produk makin pendek, teknologi makin cepat lama , cara pendekatan, sistem serta cara berpikir makin cepat ketinggalan jaman. Akibatnya, sebuah perusahaan atau institusi  publik dituntut buat lebih sering melakukan pembaruan. Pembaruan produk, pembaruan jasa, pembaruan sistem, pembaruan cara pendekatan,  pembaruan cara berpikir atau pembaruan kerangka berpikir. Ini berarti sebuah institusi mendapat  tekanan yang lebih akbar buat melakukan kreasi atau penemuan secara terus menerus bila institusi itu ingin permanen hidup dan berkembang. Inovasi yang di masa kemudian adalah aktivitas yg sifatnya sporadik  atau periodik, kini sebagai kegitatan berkesinambungan. Ini sebagai salah satu pemicu tumbuhnya kebutuhan baru yaitu manajemen inovasi. Inovasi tidak lagi dapat dibiarkan berlangsung secara acak. Sebuah institusi perlu mencari cara atau berbagi lingkungan yang dapat membuat setiap anggotanya menggunakan bahagia hati mengerahkan seluruh potensi kreatifnya secara terus menerus. Menurut  Peter F. Drucker,  sekarang ini penemuan harus sebagai sebuah disiplin , ialah inovasi perlu dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip eksklusif. Di samping penemuan, perubahan pula menjadi keseharian. Sebab itu, para praktisi dan pakar manajemen  menekuni satu bidang baru  dalam manajemen yaitu manajemen  perubahan.

Usaha buat mencari pendekatan atau pengembangan konsep baru pada manajemen juga sangat ditentukan oleh cepatnya perkembangan pengetahuan manusia.  Dewasa ini pengetahuan menjadi sumberdaya institusi yg utama buat membentuk nilai. Sampai menggunakan tahun 1950, modal berarti uang tunai. Sekarang para praktisi dan pakar manajemen menyaksikan kiprah yg sangat besar menurut kapital yg bersifat maya (virtual) pada menciptakan kesejahteraan. Modal maya ini meliputi kapital intelektual, kapital sosial, serta kredibilitas atau kapital lunak. Dalam lingkungan yg sangat cepat berubah, kapital maya inipun mengalami keusangan, karena itu perlu  terus menerus diperbarui. Proses pembaruan ini dilakukan melalui proses belajar. Tetapi belajar pada era ledakan pengetahuan seperti sekarang ini sangatlah berbeda menggunakan belajar setengah  abad yg kemudian. Anggota-anggota atau masyarakat sebuah institusi dituntut untuk bisa belajar beserta-sama menggunakan cepat, menggunakan gampang, menggunakan gembira, kapan dan dimana saja. Hal ini yg menjadi salah satu pendorong menurut berkembangnya konsep  organisasi belajar. Demikian jua pengetahuan yg inheren dalam anggota suatu institusi perlu diperbarui, diuji, dimutahirkan, dialihkan, diakumulasikan, supaya permanen punya nilai. Hal ini mengakibatkan para praktisi dan ahli manajemen mencari pendekatan buat mengelola pengetahuan yg kini   dikenal menggunakan manajemen-pengetahuan.

Di samping perubahan-perubahan yg terjadi di luar organisasi yang sudah diuraikan pada atas, perkembangan cara pendekatan  pada bidang manajemen juga dipicu sang perubahan-perubahan yg terjadi dalam organisai. Di sini akan digaris bawahi   perubahan yg berkaitan menggunakan karakteristik pekerjaan dan orang-orang yg bekerja pada organisasi yaitu  timbulnya kelompok akbar pekerja-berpengetahuan (knowledge worker), orang-orang yang bekerja menginginkan self-control daripada dikendalikan orang lain, dan bekerja tidak hanya buat mencari nafkah tetapi buat melakukan sesuatu yg bermakna.

Dewasa ini, orang-orang yang bekerja pada sebuah institusi baik di sektor partikelir maupun di sektor publik mempunyai taraf pendidikan yg lebih tinggi  dari pada mereka yang bekerja lima dekade yang lalu. Mereka berharga bagi institusi loka mereka bekerja lantaran pengetahuan atau kecerdasan yang mereka miliki, bukan lantaran kekuatan fisiknya. Di samping itu, kemajuan teknologi telah memungkinkan  sebagian besar pekerjaan-pekerjaan rutin  diganti dengan teknologi. Dengan demikian sebagian terbesar pekerjaan yg dilakukan adalah pekerjaan yg sifatnya non-rutin yang memerlukan taraf pengetahuan yang lebih tinggi buat dapat melaksanakannya. Lebih jauh lagi, perubahan lingkungan yang sangat cepat menuntut penyesuaian yang lebih acapkali dalam cara kerja, jenis pekerjaan dan kompetensi yang diharapkan. Hal ini sudah menyebabkan orang-orang yg bekerja harus  siap menghadapi pekerjaan-pekerjaan baru yang sama sekali berbeda menggunakan pekerjaan sebelumnya. Orang-orang yang bekerja dituntut buat makin sering belajar hal-hal baru serta memiliki semangat dan kapasitas belajar yang lebih tinggi. Dalam perjalananya, sekarang ini tempat bekerja sekaligus telah sebagai tempat belajar yg sangat intensif, bekerja sama menggunakan belajar.tempat belajar tidak lagi terbatas hanya dalam sekolah-sekolah formal dan universitas.

Berbeda menggunakan pekerja terdahulu yang taraf pendidikannya relatif lebih rendah yang mendapat begitu saja dirinya dikendalikan orang lain, pekerja-berpengetahuan menginginkan kendali yg lebih akbar ditangannya sendiri. Mereka lebih menyukai lingkungan kerja serta pekerjaan yang memberikan mereka kebebasan yang lebih akbar pada mengendalikan atau mengarahkan apa yg mereka lakukan. Di  masa kemudian pengendalian dilakukan dengan memperbanyak hirakhi dan peraturan. Sekarang, untuk memberi ruang yang lebih luas buat pengendalian-diri dan pengarahan-diri, institusi perlu memperjelas serta membentuk visi dan nilai-nilai beserta. Dengan mengacu pada visi dan nilai-nilai beserta ini pengendalian-diri dan pengararahan-diri menjadi ekspresi kebebasan yg bertanggung jawab.

Pekerja-berpengetahuan punya kesamaan yg lebih akbar buat memandang pekerjaan yg mereka lakukan tidak hanya sekedar menjadi aktivitas buat mencari makan namun sebagai kesempatan buat melakukan sesuatu yg mulia, yg krusial pada hayati ini, yg bermakna. Mereka mencoba mencari atau menemukan tujuan-tujuan yang lebih akbar serta lebih luhur dalam melakukan tugasnya dan ingin melihat dan mencicipi output kerja  mereka  memberi donasi  bagi kemajuan serta kesejahteraan rakyat luas atau humanisme, nir hanya bagi kemajuan dirinya  dan organisasi loka beliau bekerja. Bagi mereka sebuah institusi nir boleh sekedar menjadi loka serta formasi kegiatan transaksi jual beli antara orang-orang  yang bekerja pada dalamnya dengan pemilik atau orang-orang yang mengelolanya, tidak peduli  apakah yg drperjual belikan itu energi, barang atau pengetahuan. Sebuah survai terhadap para lulusan perguruan tinggi di Amerika memperlihatkan  bahwa uang bukanlah faktor utama pada tingkat komitmen terhadap pekerjaan. Faktor-faktor yang lebih penting merupakan pendidikan buat kerja pada masa depan, tugas-tugas yg menaruh tantangan dan sahabat kerja yg baik.

Diagnosis Organisasi

Untuk menyusun suatu perencanaan perubahan perlu dilakukan suatu penaksiran organisasi. Diagnosis organisasi dapat dilakukan sang organisasi yang bersangkutan maupun menggunakan donasi pihak luar.

Mendiagnosis organisasi dengan memandang organisasi sebagai suatu sistem terbuka dapat dipandang melalui tiga tingkatan, yaitu:
  1. Organisasi secara holistik adalah cara memandang organisasi secara keseluruhan, termasuk bentuk perusahaan, struktur, mekanisme, sumber-sumber yang dipakai organisasi.
  2. Kelompok kerja (unit, bagian) merupakan gerombolan -kelompok kerja yang terdapat pada organisasi, berikut struktur hubungan yang terjadi antaranggota gerombolan .
  3. Individu merupakan langsung-langsung pada organisasi, termasuk di sini merupakan kewajiban individu pada organisasi.

Jenis Tingkatan Manajemen Perubahan

Pada proses analisis organisasi yg perlu dilakukan dalam perubahan manajemen adalah memperhatikan hal-hal yg terjadi pada tiap tingkatan manajemen yaitu :
  1. Tingkat organisasi (secara keseluruhan) - dalam tingkat ini dapat ditinjau bentuk perusahaan serta bentuk-bentuk interaksi pada pengalokasian asal-sumber yg dimiliki.
  2. Tingkat gerombolan kerja (departemen) - pada tingkat ini bisa diperhatikan bentuk-bentuk gerombolan kerja serta hubungan yang terjadi antar anggota grup.
  3. Tingkat individu - dalam tingkat ini yang diperhatikan adalah bagaimana pelukisan suatu jabatan kerja disusun sehingga individu bisa berkarya secara aporisma.
  4. Tingkatan manajemen dalam perubahan dalam Manajemen di Perusahaan
Peralihan cara pendekatan berdasarkan rasional-saintifik ke kualitatif-humanistik menandai juga peralihan pada cara pandang tentang organisasi. Pendekatan rasional-saintifik cenderung memandang organisasi menjadi mesin, serta pendekatan kualitatif-humanistik cederung mamandang organisasi sebagai mahluk hidup  atau sebuah komunitas. Dengan masuknya konsep budaya organisasi, manajemen penemuan, serta organisasi belajar maka organisasi dicermati menjadi mahluk hidup atau komunitas.

Organisasi menjadi mesin melaksanakan tujuan yang telah ditetapkan sang perancangnya, sedangkan organisasi menjadi mahluk hayati atau komunitas memutuskan dan mimiliki tujuan sendiri. Agar supaya efektif sebuah mesin wajib dikendalikan oleh operatornya, sedangkan  mahluk hayati atau komunitas dipengaruhi  melaui proses interaksi  yg mungkin saja mengganti orang yg mempengaruhi atau dipengaruhi. Memandang organisasi sebagi mesin  berarti organisasi tidak bisa memperbaharui dirinya sendiri, sedangkan cara pandang organisasi sebagai mahluk hayati atau komunitas melihat organisasi bisa memperbarui dirinya sendiri. Memandang organisasi sebagai mesin  berarti melihat bahwa bukti diri organisasi dibuat oleh penciptanya, sedangkan memandang organisasi sebagai mahluk hayati berarti bahwa organisasi punya identitasnya sendiri. Dalam cara pandang organisasi menjadi mesin, rapikan-nilai, hasrat,  pekerjaan bermakna, adalah  gosip yang tidak relevan, sedangkan pada  cara pandang organisasi sebagai mahluk hidup atau komunitas  cita-cita, nilai-nilai, pekerjaan  bermakna, merupakan info besar . 

Cara pandang organisasi menjadi komunitas membawa perubahan akbar pada cara pandang mengenai  kiprah dan posisi manusia pada organisasi. Dalam cara pandang organisasi sebagai mesin, manusia dicermati hanya menjadi galat satu faktor input yg wajib diproses buat membentuk output. Manusia disetarakan menggunakan faktor input  yg lain seperti mesin, material, uang, serta metoda . Manusia diperlakukan hanya sebagai keliru satu faktor produksi diantara faktor produksi yg lain. Secara implisit di sini manusia diperlakukan sebagai benda, hanya sebagai sumberdaya yg kini sering dianggap sebagai sumberdaya insan. Sebagai sumberdaya,  insan dikelola serta dibuat agar sinkron dengan  sistem. Dipihak lain,  cara pandang organisasi menjadi komunitas memandang insan menjadi anggota komunitas yg tumbuh dan berkembang beserta komunitasnya. Mereka bukanlah input, namun pelaku yang bertanggung jawab bersama atas kemajuan komunitasnya. Sebagai insan, mereka dipimpin serta sistem-sistem dirancang buat manusia. Di sini insan diperlakukan sebagai manusia yg utuh, dihormati semua dimensi kemanusiannya, termasuk didalamnya cita-citanya, nilai-nilainya, hati-nuraninya,  kepercayaan dirinya, semangat belajarnya.

Dalam cara pandang insan menjadi sumberdaya,   faktor yg terpenting merupakan kompetensinya, sedangkan dimensi-dimensi lain berdasarkan insan dipercaya nir perlu diperhatikan. Dalam cara pandang organisasi menjadi komunitas, dimensi yg pada luar kompetensi tidak kalah pentingnya bahkan tak jarang kali lebih penting dalam menentukan keberhasilan seseorang dan komunitasnya. Jadi, pada cara pandang organisasi menjadi komunitas, maka potensi insan lebih menurut  kompetensi ( beyond competence)

Cara pandang tentang  organisasi ini  sangat besar pengaruhnya terhadap  tingkah-laris  orang-orang pada organisasi yang bersangkutan serta cara-cara yg ditempuh pada menyebarkan atau mentransformasikan organisasinya. Cara pandang ini akan menghipnotis sikap dan perilaku seseorang pada memimpin orang lain. Orang yang memandang organisasi menjadi mesin cenderung akan lebih senang mengendalikan dengan anggaran serta hirarkhi serta kurang tertarik untuk mengembangkan proses interaksi yg memudahkan para anggota untuk saling menghipnotis. Rentang-kendali (Span of Control) serta cara mengendalikan merupakan isu akbar.  Di pihak lain, orang yang memandang organisasi sebagai komunitas punya kecenderunagn buat mengembangkan lingkungan psiko-sosial yg mendorong tumbuh dan berkembangnya proses interaksi diantara anggota komunitas  dan percaya bahwa melalui proses interaksi ini anggota komunitas akan bisa menemukan arah serta cara yang sesuai buat pengembangan komunitasnya. Di sini orang berbicara mengenai rentang-komunikasi. Cara pandang ini pula akan mensugesti kebijakan pada struktur organisasi. Cara pandang organisasi menjadi mesin cenderung akan menambah jenjang organisasi, sedangkan cara pandang organisasi sebagi komunitas cenderung akan mengurangi jenjang dan memilih struktur yang lebih rata. Dalam hal  komunikasi, cara pandang organisasi menjadi mesin akan lebih menyukai cara-cara komunikasi yang bersifat formal, sedangkan cara pandang organisasi sebagai komunitas akan berbagi serta memanfaatkan secara aporisma lembaga-forum komunikasi yg bersifat informal.

Pada tatataran yang lebih tinggi, cara pandang ini jua menghipnotis kebijakan-kebijakan pemerintah. Di bidang pendidikan contohnya, konsep link and match pada masa lalu sangat bernuansa  cara-pandang manusia hanya sebagai sumberdaya, manusia dikembangkan buat melayani sistem. Demikian pula Kurikulum Berbasis Kompetensi yang poly dibicarakan kini ini secara tersirat  cenderung memandang   insan  hanya menjadi sumberdaya. Di masa kemudian, bahkan sampai waktu ini, ketika para praktisi dan pembuat kebijakan berbicara tentang pengembangan industri, umumnya secara implisit yg dimaksud adalah pembangunan  pabrik-pabrik bukan membangun masyarakat yg punya  pandangan hidup kerja baru.

Peranan Idealisme, Karakter ,Komunitas Dalam Perubahan

Perubahan  lingkungan telah sebagai galat satu pendorong dari berkembangnya cara pendekatan baru dalam manajemen. Secara umum  dapat dikatakan bahwa  lingkungan pada mana sebuah perusahaan berada atau beroperasi makin bergejolak, makin kompleks, makin sulit diramalkan. Ini sangat tidak sinkron menggunakan keadaan lingkungan empat atau 5 dasa warsa yang lalu yang relatif masih hening. Lingkungan dalam waktu ini lebih merupakan ‘arena perlombaan arung jeram, bukan danau yang tenang’. Masa berdayung-dayung pada danau yang tenang telah lewat. Agar agar  mampu tumbuh serta berkembang dalam lingkungan yang bergejolak diharapkan mentalitas yg tidak selaras menggunakan mentalitas buat tumbuh serta berkembang di  lingkungan yg tenang.

Ketika lingkungan masih tenang, pekerjaan  bersifat sederhana, repetitif, orang tetap bekerja menggunakan rekan kerja berdasarkan  latar belakang kultural yg nisbi sama pada waktu yang cukup usang,  umur produk atau jasa yang dihasilkan relatif sangat panjang, mobilitas nir begitu tinggi. Dalam keadaan seperti itu, maka kompetensi yang berkaitan dengan pekerjaan sebagai hal yang paling krusial dalam kualitas seseorang. Namun waktu lingkungan  bergejolak, orang lebih seringkali melakukan pekerjaan yg bhineka, bekerja dengan dengan orang-orang menggunakan latar kultural yang tidak sama, ditarik ke sana ke ayo sang kepentingan serta nilai-nilai yg tidak sinkron, keterampilan dan pengetahuan  yg dimiliki menjadi lama atau kurang relevan. Dalam keadaan yang sangat dinamaik dan penuh ketidak pastian,dimensi kualitas manusia di luar kompetensi menjadi lebih dibutuhkan. Tiga dari kualitas yang berada di luar kompetensi ini merupakan idealisme, karakter serta perasaan-sebagai-bagian-dari sebuah  komunitas (selanjutnya
disebut komunitas).

Idealisme, dalam arti keinginan yg tinggi serta luhur dan cita-cita buat mecapai hasil atau mewujudkan keadaan  istimewa yang  sangat dicita-citakan, memegang kiprah  sangat besar pada proses perubahan sebuah institusi. Idealisme merupakan sebuah dimensi yg unik pada manusia yang nir dimiliki mahluk lain. Pada dasarnya setiap orang punya semacam idealisme pada hidupnya, semacam ‘mimpi’. Orang-orang  bekerja pada sebuah institusi atau sebagai anggota institusi  mebawa ‘mimpi-mimpi’ atau asa  ini, apapun pekerjaan atau kedudukan dia pada institusi tadi. Cita-cta ini sangat bersifat eksklusif. Setiap orang menduga cita-citanya sangat krusial. Bagi seseorang operator telepon asa beliau sama pentingnya menggunakan impian seseorang direktur primer perusahaan atau rektor sebuah universitas . Di samping idealisme yang majemuk menurut anggota-anggota, institusi pun punya asa.cita-cita ini sering tercermin pada visi  atau ideologi-inti (core ideology) intitusi yg bersangkutan.  Merck, sebuah perusahaan dalam bidang obat-obatan  menyatakan hadir buat  ‘menjaga serta memperbaiki kehidupan manusia’, sementara  Walt Disney menyatakan hadir  ‘buat membawa kebahagian bagi berjuta-juta orang. Dari sudut pandang  idealisme, sebuah institusi lebih berdasarkan sekedar loka buat bertransaksi buat menerima laba. Idealisme ini yg mendasari pernyatataan Paul Hawken, seseorang pengusaha yg berhasil,  yang berkata bahwa ‘being in business is not about making money, it is a way to become who you are’

Hal yg sulit pada perubahan manajemen sebuah organisasi adalah menemukan cara buat mesinergikan idealisme pribadi dengan idealisme organisasi. Apabila hal ini bisa dilakukan maka para anggota akan merasakan bahwa hasrat institusi merupakan pula impian mereka, mereka akan merasa bahwa mereka akan dapat mewujudkan mimpi-mimpi mereka dengan memberikan yg terbaik dalam mewujudkan idealisme institusi, mereka merasa tumbuh serta berkembang bersama institusi. Dalam poly kasus, pimpinan sebuah organisasi serta anggota-anggotanya nir berhasil menemukan sinergi ini atau nir berhasil menciptakan idealisme beserta sehingga  orang-orang atau kelompok-gerombolan   berjalan menggunakan cita-citanya  masing-masing. Dalam hal ini, visi atau impian institusi  baru sebagai sebuah wacana, belum menjadi keyakinan beserta yg bersemayam pada hati para anggota dan belum diwujudkan  dalam tindakan konkret.

Dalam proses perubahan, idealisme punya bermacam-macam fungsi. Idealisme bisa sebagai pendorong perubahan.  Idealisme bisa menumbuhkan komitmen yang kuat dan kesediaan berkorban dari para anggota  . Komitmen dan kesediaan berkorban ini sangat diperlukan kerena proses perubahan seringkali kali penuh menggunakan ketidak pastian, berjalan nisbi usang  serta hasilnya acapkali tidak cepat dapat dilihat. Apabila  tidak terdapat komitmen  serta kesediaan berkorban, peruabhan akan berhenti sebelum waktunya. Idealisme memperlihatkan arah transformasi. Arah ini sangat krusial agar agar komunitas dalam institusi dan anggotanya nir tersesat dalam Polemik perubahan serta pertarungan berbagai kepentingan. Persaingan global dewasa ini pada satu sisi dapat dilihat sebagai persaingan dalam mengendalikan masa depan. Idealisme adalah unsur utama dalam upaya mengendalikan masa depan. Kalau sebuah perusahaan tidak berusaha mengendalikan masa depannya, maka pihak lain yang akan mengendalikannya. Idealisme merupakan pula asal motivasi bagi anggota. Idealisme membantu satu gerombolan atau seorang bangkit pulang berdasarkan kegagalannya. Akhirnya idealisme akan menumbuhkan perasaan bahwa orang yg bersangkutan melakukan sesuatu yang berarti, yg krusial serta bermakna.

Sebenarnya  kenyataan tentang besarnya kiprah idealisme pada transformasi institusi bukanlah hal baru. Perjalanan sejarah bangsa Indonesia memberitahuakn bahwa  perjuangan mencapai kemerdekaan yg merupakan proses perubahan luar biasa  di bumi Indonesia ini digerakkan sang idealisme yang sangat bertenaga . Para pendiri republik ini, seperti Bung Karno, Bung Hattta dan rekan-rekan seperjuangannya merupakan tokoh-tokoh yang mendorong proses transformasi bangsa ini menggunakan menyalakan api idealisme di batin semua lapisan rakyat Indonesia.

Di samping idealisme, karakter memiliki kiprah besar pada proses transformasi institusi. Di sini yang dimaksud dengan karakter adalah ‘distinctive trait, disticntive quality, moral strength, the pattern of behavior found in an individual or  group’. Dalam transformasi institusi ada beberapa  dimensi karakter yang sangat penting, yaitu integritas, kepercayaan -diri, kedewasaan, mentalitas-berkelimpahan (abundance mentality), kegigihan, serta semangat memperbarui diri. 

Prinsip dasar berdasarkan integritas adalah kejujuran, ketulusan dan memegang teguh standard moral yg tinggi. Integritas ditujukkan sang  kesesuaian antara nilai-nilai yg dipegang dengan kebiasaan, kesesuian antara perkataan menggunakan  perbuatan serta kesesuaian antara ungkapan dengan perasaan. Idealisme perlu disertai menggunakan integritas supaya seseorang atau proses perubahan ‘tidak terperangkap dalam tujuan menghalalkan cara’. Integritas yg tinggi merupakan prasyarat  bagi pemberian ruang yang lebih luas untuk pengendalian-diri. Integritas dibutuhkan buat mengklaim agar  kebebasan yg diberikan  digunakan secara bertanggung jawab. Integritas sangat diharapkan buat membentuk rasa saling percaya dalam sebuah komunitas.

Proses transformasi seringkali disertai dengan ketidak pastian serta memerlukan keberanian buat menempuh alur-alur baru yang belum pernah dilewati. Dalam keadaan seperti ini, agama-diri sangat dibutuhkan. . Kepercayaan-diri menciptakan seorang berani merogoh risiko dan mencapai hasil jauh lebih akbar daripada yg pernah dibayangkannya. Mengenai hal ini, Jack Welch menyatakan bahwa agama diri merupakan kualitas yg selalu dicarinya serta dibangunnya pada setiap eksekutif yg pernah bekerja dengannya. Membangun rasa percaya-diri pada orang-orang  lain  adalah unsur yang  sangat penting pada kepemimpinan .

Dimensi lain dalam karakter adalah kedewasaan. Kedewasaan (maturity) ditujukkan oleh ekuilibrium antara keberanian  dan pertimbangan. Orang yg dewasa secara emosional punya keberanian buat menyampaikan pendapat serta keyakinannya serta dalam saat yang sama mempertimbangkan pendapat serta perasaan orang lain. Kedewasaan akan mencegah rasa percaya-diri berubah  sebagai arogansi. Kedewasaan akan melengkapi rasa percaya- diri dengan tahu-diri. Kedewasaan akan berakibat idealisme lebih membumi, sebagai idealisme yang realistik.

Proses perubahan organisasi memerlukan keterlibatan para anggota. Mereka perlu berhubungan secara kreatif atau membangun sinergi diantara mereka. Untuk itu para anggota perlu memiliki mentalitas-berkelimpahan. Orang-orang menggunakan mentalitas- berkelimpahan  nir takut berbagi, bahkan senang membuatkan. Mereka bahagia berbagi pengetahuan, penghargaan, keberhasilan atau kegembiraan. Mereka adalah orang-orang yang senang melihat orang lain bahagia. Mereka meyakini bahwa buat menjadi akbar orang  nir perlu  mengecilkan orang lain. Orang-orang menggunakan mentalitas-berkelimpahan  sadar akan adanya paradok berbagi: makin seorang berbagi, makin dia berkelimpahan. Mereka melihat banyak peluang untuk membangun positive-sum game serta hayati  dengan semangat tumbuh serta berkembang beserta. Mentalitas-berkelimpahan  akan mempermudah tumbuhnya rasa saling percaya serta rasa saling menghormati pada sebuah komunitas. Kebalikan menurut mentalitas-berkelimpahan  adalah mentalintas-kekurangan (scarcity mentality). Orang-orang menggunakan mentalitas- kekurangan selalu merasa apa yg dimilikinya  akan berkurang jikalau beliau membuatkan. Mereka enggan mengembangkan, serta hanya melihat negative-sum game. Mereka merasa bahwa buat sebagai besar beliau perlu ‘mengecilkan’orang lain. Mereka bahagia melihat orang lain susah.

Perubahan atau proses perubahan dalam sebuah institusi acapkali kali berjalan usang dan nir mudah. Seseorang nir dapat mengganti sebuah institusi dalam satu malam, atau pada satu minggu. Apalagi jika perubahan tadi mencakup perubahan budaya. Di samping itu,  sama sekali nir ada jaminan bahwa hal-hal baru yang dikembangkan atau diterapkan  pada rangka transformasi akan membawa  output seperti yang dibutuhkan. Hal lain yang selalu ada pada transformasi adalah adanya perlawanan atau resistensi terhadap perubahan. Penyebab menurut resistensi ini beragam, misalnya: nir mencicipi perlunya adanya perubahan, tidak melihat risiko dari keadaan status-quo, terbelenggu oleh norma usang, terlena di zona kenikmatan (comfort zone), merasa nir siap, takut mengahadapi ketidak-pastian, merasa terancam kepentingannya. Untuk mengatasi hal-hal yang menghambat  proses transformasi diharapkan kegigihan..

Semangat memperbarui-diri meliputi  kemauan keras buat  belajar hal-hal baru serta semangat untuk memperbarui semangat itu sendiri. Semangat disini meliputi antusiasme, kegembiraan, kegairahaan,  pada melakukan sesuatu serta optimisme menghadapai masa depan. Optimisme datang berdasarkan keyakinan bahwa masa depan itu cerah, dari seorang mau bekerja keras dan cerdas buat mencapainya, bahwa orang bisa membarui masa depannya, bahwa masih banyak peluang yang bisa diraih  buat membentuk masa depan yang lebih baik. Semangat pula muncul karena seseorang merasa  apa yg dia lakukan berarti atau penting. Semangat yg tinggi mudah menular.  Perubahan organisasi pada skala luas memerlukan antusiasme yang menyebar ke semua anggota. Dalam hal ini mentalitas-berkelimpahan  dapat berperan akbar. Orang-orang dengan mentalitas-berkelimpahan  nir hanya menyemangati dirinya sendiri tetapi pula menyemangati orang lain denga cara saling mendukung, saling membesarkan hati serta saling menghargai.

Hal-hal yang sudah dijelaskan di atas berkaitan menggunakan dimensi karakter dalam tataran individu. Di samping anggota institusi yang mempunyai karakter, sebuah institusipun dapat mempunyai karakter yg membedakannya menurut institusi yg lain. Arie de Geus yang memeriksa karakteristik-karakteristik primer perusahaan yang sukses serta hebat  secara terus menerus menemukan bahwa perusahaan-perusahaan seperti itu berhasil membentuk identitas atau semacam keperibadian atau jati diri.. Perusahaan-perusahaan tersebut   pula punya kemampuan besar   membangun komunitas.

Sejumlah orang yg bekerja pada sebuah organisasi nir menggunakan sendirinya sebagai sebuah komunitas. Ada beberapa sifst-sifat   interaksi yg  perlu dipenuhi supaya suatu grup bisa diklaim menjadi komunitas.

Memberi tanpa pamrih adalah karakteristik khusus menurut hubungan pada sebuah komunitas. Hubungan yg sifatnya timbal balik atau transaksional serta hubungan kekuasaan antara yg memerintah dan diperintah bukanlah karakteristik berdasarkan sebuah komunitas. Dalam sebuah komunitas interaksi didasarkan atas dasar saling-percaya serta saling menghormati. Kepedulian terhadap sesama anggota serta kesediaan mengembangkan jua sebagai karakteristik yg menonjol. Anggota komunitas punya cita-cita beserta dan punya nilai-nilai beserta.

Dalam kaitannya dengan perubahan institusi, berkembangnya perasaan sebagai bagian dari komunitas membawa beberapa keuntungan. Dalam sebuah komunitas, anggota-anggotanya secara sukalrela mengendalikan diri sendiri. Rasa saling percaya yg ada pada sebuah komunitas mendorong anggota buat mengerahkan yang terbaik yang terdapat dalam dirinya buat kemajuan beserta. Rasa saling percaya ini pula memudahkan anggota-anggota bekerja sama secara kreatif sebagai akibatnya institusi memperoleh sinergi aporisma berdasarkan potensi para anggota. Hubungan yang hangat diantara anggota dalam sebuah komunitas dapat sebagai sumber kegembiraan dan kebahagiaan bagi anggota. Sebuah komunitas berfungsi memelihara atau merawat hasil-output positif yang telah dicapai dalam proses transformasi serta juga menjaga hal-hal positif yang selama ini sudah dimiliki sang institusi . Dikaitkan denga pentingnya kapital maya kini ini, maka sebuah komunitas adalah basis dari kapital sosial.

Terjebak dalam semangat transaksional: Hubungan yang berdasarkan semangat transaksional bersifat ad interim serta  tidak mendalam, sedangkan interaksi dalam komunitas adalah hubungan pada jangka panjang dan bersifat lebih  mendalam.
Diskriminasi: Memberikan perlakuan spesifik dalam satu gerombolan tertentu dan  mengabaikan  kelompok lain akan menipiskan rasa saling percaya.

Kinerja sebuah institusi sangat ditentukan sang tiga hal: bagaimana para anggotanya berpikir, bagaimana mereka merasa,  bagaimana mereka berinteraksi. Sebuah komunitas sekurang-kurangnya akan mempermudah atau  memperbaiki bagaimna para anggota merasa dan berinteraksi.

Gifford Pinchot menekankan betapa  pentingnya membentuk komunitas di tempat kerja serta menyatakan bahwa persyaratan supaya sebuah organisasi bisa mencapai produktivitas abad ke dua puluh satu merupakan berhasil membentuk komunitas. Membangun  komunitas adalah sebuah kemampuan sangat penting dalam kepemimpinan.

Dari Uraian maupun penerangan pada atas menyampaikan latar belakang mengapa idealisme, karakter dan komunitas perlu menerima  perhatian yg lebih akbar dalam proses perubahan institusi, terutama transformasi pada tengah lingkungan yang bergejolak. Di depan sudah  disamapaikan juga kiprah dari 3 hal tadi dalam  perubahan, khususnya tentang pengaruhnya terhadap proses perubahan. Secara singkat dijelaskan bagaimana idealisme, karakter serta komunitas  dapat membuat proses transformasi lebih terarah serta terjaga,  dan  hasilnya dibutuhkan lebih bermakna. 

Dalam kesempatan yg terbatas ini belum  dibahas  cara-cara  agar kiprah atau pengaruh itu bisa terjadi atau diwujudkan. Dalam hal ini terdapat beberapa pertanyaan praktis seperti: bagaimana membangun atau menciptakan idealisme beserta, hal-hal apa yang perlu dilakukan agar orang-orang mau serta dapat menampilkan aspek-aspek yang sangat positif dari karakternya, apa yang perlu dilakukan pada menciptakan komunitas?

Terlepas dari belum tersentuhnya  pertanyaan di atas, selebaran ini diharapkan bisa menumbuhkan pencerahan serta pengertian baru mengenai posisi insan dalam sebuah organisasi atau institusi serta  menumbuhkan  pencerahan tentang banyaknya dimensi pada luar kompetensi yg pengaruhnya besar dalam proses perubahan. Di samping itu, paparan ini jua diperlukan bisa memberi gambaran tentang hal-hal apa yg perlu diperhatikan bila idealisme, karakter serta komunitas menjadi tumpuan berdasarkan proses perubahan, sebagai akibatnya proses juga hal-hal yg dicapai sebagai lebih bermakna bagi mereka yang terlibat.

Dewasa ini poly institusi baik pada sektor swasta juga publik yg melakukan perubahan. Tetapi kelihatannya poly yg nir mencapai apa yang diharapkan. Hal itu terjadi bukan lantaran kurangnya usaha, atau kurangnya sumber daya.