MEREFLEKSIKAN PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT INDONESIA

Merefleksikan Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia 
William F. Ogburn pada Moore (2002), berusaha memberikan suatu pengertian tentang perubahan sosial. Ruang lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun immaterial. Penekannya merupakan dalam efek besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial. Perubahan sosial diartikan sebagai perubahan-perubahan yg terjadi dalam struktur dan fungsi rakyat. 

Definisi lain menurut perubahan sosial merupakan segala perubahan yg terjadi pada forum kemasyarakatan dalam suatu warga , yang mempengaruhi sistem sosialnya. Tekanan dalam definisi tadi merupakan pada forum warga sebagai himpunan kelompok manusia dimana perubahan mensugesti struktur warga lainnya (Soekanto, 1990). Perubahan sosial terjadi lantaran adanya perubahan dalam unsur-unsur yg mempertahankan ekuilibrium masyarakat seperti misalnya perubahan dalam unsur geografis, biologis, irit serta kebudayaan. Sorokin (1957), berpendapat bahwa segenap bisnis untuk mengemukakan suatu kecenderungan yg eksklusif serta permanen pada perubahan sosial tidak akan berhasil baik. 

Perubahan sosial adalah bagian menurut perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang mencakup kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya. Akan tetapi perubahan tadi nir menghipnotis organisasi sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Tetapi demikian pada prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut sangat sulit buat dipisahkan (Soekanto, 1990).

Perubahan kebudayaan bertitik tolak serta timbul dari organisasi sosial. Pendapat tadi dikembalikan pada pengertian warga dan kebudayaan. Masyarakat adalah sistem interaksi pada arti hubungan antar organisasi dan bukan hubungan antar sel. Kebudayaan mencakup segenap cara berfikir dan bertingkah laris, yang timbul lantaran hubungan yg bersifat komunikatif misalnya membicarakan butir pikiran secara simbolik serta bukan warisan karena keturunan (Davis, 1960). Apabila diambil definisi kebudayaan menurut Taylor dalam Soekanto (1990), kebudayaan merupakan kompleks yg mencakup pengetahuan, kepercayaan , kesenian, moral, hukum norma adat serta setiap kemampuan dan kebiasaan manusia sebagai masyarakat rakyat, maka perubahan kebudayaan dalah segala perubahan yang meliputi unsur-unsur tadi. Soemardjan (1982), mengemukakan bahwa perubahan sosial dan perubahan kebudayaan memiliki aspek yang sama yaitu keduanya bersangkut paut menggunakan suatu cara penerimaan cara-cara baru atau suatu pemugaran dalam cara suatu masyarakat memenuhi kebutuhannya.

Untuk mempelajari perubahan pada masyarakat, perlu diketahui sebab-sebab yg melatari terjadinya perubahan itu. Jika diteliti lebih mendalam karena terjadinya suatu perubahan rakyat, mungkin lantaran adanya sesuatu yang dipercaya sudah tidak lagi memuaskan. Menurut Soekanto (1990), penyebab perubahan sosial dalam suatu masyarakat dibedakan sebagai 2 macam yaitu faktor menurut pada dan luar. Faktor penyebab yg dari menurut pada masyarakat sendiri antara lain bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk, penemuan baru, kontradiksi pada warga , terjadinya pemberontakan atau revolusi. Sedangkan faktor penyebab menurut luar rakyat merupakan lingkungan fisik lebih kurang, peperangan, imbas kebudayaan 

Perubahan sosial bisa diartikan menjadi segala perubahan dalam forum-lembaga sosial pada suatu warga . Perubahan-perubahan dalam forum-lembaga sosial itu selanjutnya mempunyai pengaruhnya pada sistem-sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, pola-pola konduite ataupun sikap-sikap pada rakyat itu yang terdiri dari grup-gerombolan sosial.

Masih poly faktor-faktor penyebab perubahan sosial yang bisa disebutkan, ataupun mensugesti proses suatu perubahan sosial. Kontak-hubungan dengan kebudayaan lain yang lalu menaruh pengaruhnya, perubahan pendidikan, ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan eksklusif, penduduk yang heterogen, tolerasi terhadap perbuatan-perbuatan yang semula dipercaya menyimpang dan melanggar tetapi yang lambat laun menjadi kebiasaan-norma, bahkan peraturan-peraturan atau hukum-hukum yang bersifat formal.

Perubahan itu dapat tentang lingkungan hayati dalam arti lebih luas lagi, mengenai nilai-nilai sosial, kebiasaan-norma sosial, pola-pola keperilakuan, strukturstruktur, organisasi, forum-forum, lapisan-lapisan rakyat, rekanan-relasi sosial, sistem-sistem komunikasi itu sendiri. Juga tentang kekuasaan dan kewenangan, interaksi sosial, kemajuan teknologi serta seterusnya.

Ada pandangan yang menyatakan bahwa perubahan sosial itu adalah suatu respons ataupun jawaban dialami terhadap perubahan-perubahan 3 unsur utama :
1. Faktor alam
2. Faktor teknologi
3. Faktor kebudayaan

Kalau terdapat perubahan daripada salah satu faktor tersebut, ataupun kombinasi dua diantaranya, atau beserta-sama, maka terjadilah perubahan sosial. Faktor alam apabila yg dimaksudkan merupakan perubahan jasmaniah, kurang sekali menentukan perubahan sosial. Hubungan korelatif antara perubahan slam dan perubahan sosial atau rakyat tidak begitu kelihatan, karena jarang sekali alam mengalami perubahan yg menentukan, kalaupun terdapat maka prosesnya itu adalah lambat. Dengan demikian rakyat jauh lebih cepat berubahnya daripada perubahan alam. Mudah tak ada interaksi langsung antara ke 2 perubahan tadi. Namun jika faktor alam ini diartikan juga faktor biologis, hubungan itu bisa di lihat konkret. Misalnya saja pertambahan penduduk yg demikian pesat, yg mengganti serta memerlukan pola rekanan ataupun sistem komunikasi lain yang baru. Dalam masyarakat terbaru, faktor teknologi bisa membarui sistem komunikasi ataupun rekanan sosial. Apalagi teknologi komunikasi yang demikian pesat majunya sudah pasti sangat memilih pada perubahan sosial itu.

A. Proses Perubahan Sosial
Proses perubahan sosial terdiri dari 3 termin barurutan : (1) invensi yaitu proses di mana wangsit-pandangan baru baru diciptakan serta dikembangkan, (2) difusi, adalah proses di mans pandangan baru-ilham baru itu dikomunikasikan ke dalam Sistem sosial, dan (tiga) konsekwensi yakni perubahan-perubahan yg terjadi dalam sistem social sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi bila penggunaan atau penolakan inspirasi baru itu mempunysi dampak. Lantaran itu perubahan sosial merupakan akibat komunikasi sosial.

Beberapa pengamat terutama ahli anthropologi memerinci 2 termin tambahan dalam urutan proses pada atas. Salah satunya adalah pengembangan penemuan yg terjadi telah invensi sebelum terjadi difusi. Yang dimaksud ialah proses terbentuknya ilham baru berdasarkan suatu bentuk hingga sebagai suatu bentuk yang memenuhi kebutuhan audiens penerima yang menghendaki. Kami nir memaaukkan termin ini karena dia nir selalu ada. Misalnya, bila inovasi itu dalam bentuk yang siap pakai. Tahap terakhir yang terjadi selesainya konsekwensi, adalah menyusutnya inovasi, ini menjadi bagian berdasarkan konsekwensi.

Yang memicu terjadinya perubahan serta kebalikannya perubahan sosial bisa jua terhambat kejadiannya selagi ada faktor yang menghambat perkembangannya. Faktor pendorong perubahan sosial meliputi hubungan menggunakan kebudayaan lain, sistem rakyat yang terbuka, penduduk yang heterogen dan masyarakat yang berorientasi ke masa depan. Faktor penghambat antara lain sistem rakyat yg tertutup, vested interest, prasangka terhadap hal yang baru serta adat yang berlaku.

Perubahan sosial dalam masyarakat dapat dibedakan pada perubahan cepat serta lambat, perubahan kecil serta besar serta perubahan direncanakan serta tidak direncanakan. Tidak ada satu perubahan yg tidak meninggalkan impak dalam masyarakat yg sedang mengalami perubahan tersebut. Bahkan suatu inovasi teknologi baru bisa mensugesti unsur-unsur budaya lainnya. Dampak menurut perubahan sosial diantaranya meliputi disorganisasi dan reorganisasi sosial, teknologi serta cultural.

B. Penyebab Perubahan Sosial
1. Dari Dalam Masyarakat
Mobilitas Penduduk
Mobilitas penduduk ini meliputi bukan hanya perpindahan penduduk menurut desa ke kota atau sebaiiknya, namun juga bertambah serta berkurangnya penduduk

Penemuan-inovasi baru (inovasi)
Adanya inovasi teknologi baru, misalnya teknologi plastik. Jika dulu daun jati, daun pisang serta biting (lidi) dapat diperdagangkan secara besar -besaran maka kini tidak lagi.

Suatu proses sosial perubahan yg terjadi secara akbar-besaran dan dalam jangka waktu yg nir terlalu usang seringkali dianggap menggunakan penemuan atau innovation. Penemuan-penemuan baru sebagai sebab terjadinya perubahan-perubahan dapat dibedakan pada pengertian-pengertian Discovery dan Invention

Discovery adalah penemuan unsur kebudayaan baru baik berupa indera ataupun gagasan yang diciptakan sang seorang individu atau serangkaian kreasi para individu.

Discovery baru sebagai invention jika warga sudah mengakui serta menerapkan inovasi baru itu.

Pertentangan masyarakat
Pertentangan bisa terjadi antara individu menggunakan gerombolan atau antara gerombolan dengan kelompok.

Terjadinya Pemberontakan atau Revolusi
Pemberontakan dari para mahasiswa, menurunkan rezim Suharto dalam jaman orde baru. Munculah perubahan yang sangat akbar pada Negara dimana sistem pemerintahan yg militerisme berubah sebagai demokrasi dalam jaman refiormasi. Sistem komunikasi antara birokrat dan warga menjadi berubah (menunggu apa yg dikatakan pemimpin berubah menjadi abdi rakyat).

2. Dari Luar Masyarakat
Peperangan
Negara yang menang dalam peperangan pasti akan menanamkan nilai-nilai sosial serta kebudayaannya.

Lingkungan
Terjadinya banjir, gunung meletus, gempa bumi, dll yang menyebabkan penduduk pada wilayah tersebut wajib pindah ke daerah lain. Jika daerah baru keadaan alamnya tidak sama menggunakan daerah dari mereka, maka mereka harus menyesuaikan diri menggunakan keadaan pada daerah yg baru guna kelangsungan kehidupannya.

Kebudayaan Lain
Masuknya kebudayaan Barat dalam kehidupan rakyat pada Indonesia menyebabkan terjadinya perubahan.

C. Faktor-faktor Pendorong dan Penghambat Perubahan Sosial
1. Faktor-faktor Pendorong
  • Intensitas hubungan/kontak dengan kebudayaan lain
  • Tingkat Pendidikan yg maju
  • Sikap terbuka dari masyarakat
  • Sikap ingin berkembang dan maju menurut masyarakat
2. Faktor-faktor Penghambat 
  • Kurangnya interaksi menggunakan warga luar
  • Perkembangan pendidikan yang lambat
  • Sikap yang bertenaga berdasarkan masyarakat terhadap tradisi yg dimiliki
  • Rasa takut menurut rakyat bila terjadi kegoyahan (pro kemapanan)
  • Cenderung menolak terhadap hal-hal baru
D. Dampak Akibat Perubahan Sosial
Arah perubahan meliputi beberapa orientasi, antara lain (1) perubahan menggunakan orientasi pada upaya meninggalkan faktor-faktor atau unsur-unsur kehidupan sosial yg mesti ditinggalkan atau diubah, (dua) perubahan dengan orientasi pada suatu bentuk atau unsur yang memang bentuk atau unsur baru, (tiga) suatu perubahan yang berorientasi dalam bentuk, unsur, atau nilai yg telah eksis atau terdapat dalam masa lampau. Tidaklah jarang suatu masyarakat atau bangsa yang selain berupaya mengadakan proses modernisasi pada banyak sekali bidang kehidupan, apakah aspek irit, birokrasi, pertahanan keamanan, serta bidang iptek; namun demikian, tidaklah luput perhatian rakyat atau bangsa yang bersangkutan untuk berupaya menyelusuri, mengeksplorasi, serta menggali serta menemukan unsur-unsur atau nilai-nilai kepribadian atau jatidiri sebagai bangsa yang bermartabat.

Dalam memantapkan orientasi suatu proses perubahan, terdapat beberapa faktor yg menaruh kekuatan pada mobilitas perubahan tersebut, yang diantaranya adalah sebagai berikut, (1) suatu sikap, baik skala individu juga skala grup, yang mampu menghargai karya pihak lain, tanpa ditinjau berdasarkan skala akbar atau kecilnya produktivitas kerja itu sendiri, (dua) adanya kemampuan buat mentolerir adanya sejumlah penyimpangan menurut bentuk-bentuk atau unsur-unsur rutinitas, sebab dalam hakekatnya galat satu pendorong perubahan adanya individu-individu yg menyimpang dari hal-hal yang rutin. Memang keliru satu karakteristik yg hakiki menurut makhluk yg diklaim manusia itu adalah sebagai makhluk yg diklaim homo deviant, makhluk yg senang menyimpang dari unsur-unsur rutinitas, (3) mengokohkan suatu kebiasaan atau sikap mental yg bisa menaruh penghargaan (reward) pada pihak lain (individual, kelompok) yang berprestasi pada berinovasi, baik pada bidang sosial, ekonomi, dan iptek, (4) adanya atau tersedianya fasilitas dan pelayanan pendidikan serta training yg memiliki spesifikasi serta kualifikasi progresif, demokratis, dan terbuka bagi seluruh fihak yang membutuhkannya.

Modernisasi, memberitahuakn suatu proses menurut serangkaian upaya buat menuju atau membangun nilai-nilai (fisik, material dan sosial) yg bersifat atau berkualifikasi universal, rasional, dan fungsional. Lazimnya suka dipertentangkan menggunakan nilai-nilai tradisi. Modernisasi asal berdasarkan kata terbaru (maju), modernity (modernitas), yang diartikan menjadi nilai-nilai yang keberlakuan dalam aspek ruang, waktu, dan kelompok sosialnya lebih luas atau universal, itulah spesifikasi nilai atau values. Sedangkan yang lazim dipertentangkan dengan konsep modern adalah tradisi, yg berarti barang sesuatu yg diperoleh seseorang atau kelompok melalui proses pewarisan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Umumnya tradisi mencakup sejumlah kebiasaan (norms) yang keberlakuannya tergantung dalam (depend on) ruang (tempat), saat, dan gerombolan (warga ) tertentu. Artinya keberlakuannya terbatas, nir bersifat universal misalnya yg berlaku bagi nilai-nilai atau values. Sebagai contoh atau perkara, seyogianya insan mengenakkan pakaian, ini adalah atau termasuk kualifikasi nilai (value). Semua fihak cenderung mengakui serta menganut nilai atau value ini. Tetapi, pakaian contoh apa yg wajib dikenakan itu? Perkara model sandang yg disukai, yg disenangi, yang biasa dikenakan, itulah yg sebagai urusan norma-kebiasaan yang menurut tempat ke tempat, menurut ketika ke ketika, dan berdasarkan grup ke kelompok akan lebih cenderung beraneka ragam.

Spesifikasi norma-norma serta tradisi jika dicermati atas dasar proses modernisasi adalah menjadi berikut, (1) terdapat norma-norma yg bersumber berdasarkan tradisi itu, boleh dikatakan sebagai penghambat kemajuan atau proses modernisasi, (dua) terdapat pula sejumlah kebiasaan atau tradisi yang memiliki potensi buat dikembangkan, disempurnakan, dilakukan kesadaran, atau dimodifikasi sebagai akibatnya kondusif dalam menghadapi proses modernisasi, (3) ada pula yang betul-benar memiliki konsistensi dan relevansi menggunakan nilai-nilai baru. Dalam kaitannya dengan modernisasi rakyat dengan nilai-nilai tradisi ini, maka ditampilkan spesifikasi atau kualifikasi rakyat terkini, yaitu bahwa warga atau orang yang tergolong terkini (maju) merupakan mereka yg terbebas berdasarkan kepercayaan terhadap tahyul. Konsep modernisasi dipakai buat menamakan serangkaian perubahan yg terjadi dalam semua aspek kehidupan rakyat tradisional menjadi suatu upaya mewujudkan warga yang bersangkutan sebagai suatu rakyat industrial. Modernisasi menunjukkan suatu perkembangan menurut struktur sistem sosial, suatu bentuk perubahan yang berkelanjutan pada aspek-aspek kehidupan ekonomi, politik, pendidikan, tradisi dan kepercayaan berdasarkan suatu masyarakat, atau satuan sosial tertentu.

Modernisasi suatu kelompok satuan sosial atau masyarakat, menampilkan suatu pengertian yg berkenaan dengan bentuk upaya buat menciptakan kehidupan masyarakat yg sadar dan aman terhadap tuntutan dari tatanan kehidupan yg semakin meng-global pada saat sekarang serta mendatang. Diharapkan dari proses menduniakan seorang atau masyarakat yang bersangkutan, manakala dihadapkan dalam arus globalisasi tatanan kehidupan manusia, suatu masyarakat eksklusif (contohnya masyarakat Indonesia) tidaklah sekedar menunjukkan suatu fenomena kebengongan semata, namun dibutuhkan sanggup merespons, melibatkan diri dan memanfaatkannya secara signifikan bagi keberadaan bagi dirinya, sesamanya, dan lingkungan sekitarnya. Adapun spesifikasi perilaku mental seseorang atau kelompok yg kondusif buat mengadopsi dan mengadaptasi proses modernisasi merupakan, (1) nilai budaya atau perilaku mental yg senantiasa berorientasi ke masa depan serta dengan cermat mencoba merencanakan masa depannya, (2) nilai budaya atau perilaku mental yang senantiasa berhasrat mengeksplorasi dan mengeksploitasi potensi-potensi sumber daya alam, serta terbuka bagi pengembangan inovasi bidang iptek. Dalam hal ini, memang iptek mampu dibeli, dipinjam dan diambil alih dari iptek produk asing, namun pada penerapannya memerlukan proses adaptasi yg tak jarang lebih rumit daripada berbagi iptek baru, (3) nilai budaya atau perilaku mental yang siap menilai tinggi suatu prestasi serta tidak menilai tinggi status sosial, karena status ini sering dijadikan suatu predikat yg bernuansa gengsi pribadi yg sifat normatif, sedangkan penilai obyektif hanya mampu didasarkan pada konsep seperti apa yang dikemukakan oleh D.C. Mc Clelland (Koentjaraningrat, 1985), yaitu achievement-oriented, (4) nilai budaya atau perilaku mental yang bersedia menilai tinggi usaha fihak lain yg bisa meraih prestasi atas kerja kerasnya sendiri.

Tanpa wajib suatu rakyat berubah seperti orang Barat, serta tanpa wajib bergaya hidup seperti orang Barat, tetapi unsur-unsur iptek Barat nir ada salahnya buat ditiru, diambil alih, diadopsi, diubahsuaikan, dipinjam, bahkan dibeli. Manakala persyaratan ini sudah dipenuhi serta keempat nilai budaya atau perilaku mental yang sudah ditampilkan sudah dimiliki oleh suatu warga tadi. Khusus buat masyarakat di Indonesia, sejarah masa lampau mengajarkan bahwa sistem ekonomi, politik, dan kebudayaan menurut kerajaan-kerajaan akbar pada Asia seperti India dan Cina, yang diadopsi serta diadaptasi oleh kerajaan-kerajaan di Nusantara ini, misalnya Sriwijaya serta Majapahit, tetapi fakta sejarah nir membuktikan bahwa orang-orang Sriwijaya serta Majapahit, dalam pengadopsian serta pengadaptasian nilai-nilai kebudayaan tersebut sekaligus sebagai orang India atau Cina.

Proses modernisasi sampai ketika ini masih tampak dimonopoli sang warga perkotaan (urban community), terutama di kota-kota Negara Sedang Berkembang, misalnya halnya di Indonesia. Kota-kota di negara-negara sedang berkembang menjadi sentra-pusat modernisasi yang diaktualisasikan oleh aneka macam bentuk kegiatan pembangunan, baik aspek fisik-material, sosio-kultural, maupun aspek mental-spiritual. Kecenderungan-kecenderungan seperti ini, mengakibatkan daerah perkotaan sebagai daerah yg poly menjanjikan kehidupan yang lebih baik bagi penduduk pedesaan, terutama bagi generasi mudanya. Obsesi semacam ini menjadi pendorong bertenaga bagi penduduk pedesaan buat beramai-ramai membanjiri serta memadati setiap sudut wilayah perkotaan, pada suatu proses sosial yg diklaim urbanisasi. Fenomena demografis seperti ini, selanjutnya menjadi keliru satu asal pertarungan bagi kebijakan-kebijakan dalam upaya penataan ruang dan kehidupan rakyat perkotaan. Sampai menggunakan saat kini ini kasus perkotaan ini masih menampakan gelagat yang semakin ruwet dan kompleks.

MEREFLEKSIKAN PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT INDONESIA

Merefleksikan Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia 
William F. Ogburn pada Moore (2002), berusaha memberikan suatu pengertian mengenai perubahan sosial. Ruang lingkup perubahan sosial mencakup unsur-unsur kebudayaan baik yang material juga immaterial. Penekannya adalah pada imbas besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial. Perubahan sosial diartikan menjadi perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur serta fungsi rakyat. 

Definisi lain menurut perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan pada suatu masyarakat, yg mensugesti sistem sosialnya. Tekanan pada definisi tadi adalah pada forum warga sebagai himpunan gerombolan insan dimana perubahan menghipnotis struktur warga lainnya (Soekanto, 1990). Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat misalnya contohnya perubahan pada unsur geografis, biologis, ekonomis serta kebudayaan. Sorokin (1957), berpendapat bahwa segenap bisnis buat mengemukakan suatu kecenderungan yg tertentu serta tetap pada perubahan sosial nir akan berhasil baik. 

Perubahan sosial adalah bagian dari perubahan budaya. Perubahan pada kebudayaan meliputi semua bagian, yang mencakup kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat serta lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak menghipnotis organisasi sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Tetapi demikian pada prakteknya di lapangan ke 2 jenis perubahan perubahan tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990).

Perubahan kebudayaan bertitik tolak dan muncul dari organisasi sosial. Pendapat tadi dikembalikan dalam pengertian masyarakat serta kebudayaan. Masyarakat merupakan sistem hubungan pada arti hubungan antar organisasi dan bukan hubungan antar sel. Kebudayaan meliputi segenap cara berfikir serta bertingkah laku , yang muncul karena hubungan yg bersifat komunikatif seperti membicarakan buah pikiran secara simbolik dan bukan warisan karena keturunan (Davis, 1960). Jika diambil definisi kebudayaan berdasarkan Taylor dalam Soekanto (1990), kebudayaan merupakan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan , kesenian, moral, aturan tata cara tata cara serta setiap kemampuan dan kebiasaan manusia menjadi rakyat rakyat, maka perubahan kebudayaan dalah segala perubahan yg mencakup unsur-unsur tersebut. Soemardjan (1982), mengemukakan bahwa perubahan sosial dan perubahan kebudayaan mempunyai aspek yg sama yaitu keduanya bersangkut paut dengan suatu cara penerimaan cara-cara baru atau suatu pemugaran dalam cara suatu warga memenuhi kebutuhannya.

Untuk mengusut perubahan pada rakyat, perlu diketahui karena-sebab yang melatari terjadinya perubahan itu. Jika diteliti lebih mendalam karena terjadinya suatu perubahan warga , mungkin karena adanya sesuatu yang dianggap sudah nir lagi memuaskan. Menurut Soekanto (1990), penyebab perubahan sosial dalam suatu warga dibedakan menjadi dua macam yaitu faktor berdasarkan pada serta luar. Faktor penyebab yg asal menurut pada warga sendiri antara lain bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk, penemuan baru, kontradiksi pada warga , terjadinya pemberontakan atau revolusi. Sedangkan faktor penyebab berdasarkan luar rakyat merupakan lingkungan fisik sekitar, peperangan, efek kebudayaan 

Perubahan sosial bisa diartikan menjadi segala perubahan dalam lembaga-lembaga sosial pada suatu warga . Perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial itu selanjutnya mempunyai pengaruhnya pada sistem-sistem sosialnya, termasuk pada dalamnya nilai-nilai, pola-pola perilaku ataupun sikap-sikap dalam warga itu yang terdiri berdasarkan grup-grup sosial.

Masih poly faktor-faktor penyebab perubahan sosial yang dapat disebutkan, ataupun menghipnotis proses suatu perubahan sosial. Kontak-kontak menggunakan kebudayaan lain yg lalu menaruh pengaruhnya, perubahan pendidikan, ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu, penduduk yg heterogen, tolerasi terhadap perbuatan-perbuatan yang semula dianggap menyimpang serta melanggar namun yg lambat laun menjadi norma-norma, bahkan peraturan-peraturan atau aturan-aturan yang bersifat formal.

Perubahan itu bisa tentang lingkungan hidup pada arti lebih luas lagi, mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola keperilakuan, strukturstruktur, organisasi, forum-lembaga, lapisan-lapisan warga , relasi-rekanan sosial, sistem-sistem komunikasi itu sendiri. Juga tentang kekuasaan serta wewenang, hubungan sosial, kemajuan teknologi dan seterusnya.

Ada pandangan yang menyatakan bahwa perubahan sosial itu adalah suatu respons ataupun jawaban dialami terhadap perubahan-perubahan tiga unsur utama :
1. Faktor alam
2. Faktor teknologi
3. Faktor kebudayaan

Kalau terdapat perubahan daripada keliru satu faktor tadi, ataupun kombinasi dua antara lain, atau bersama-sama, maka terjadilah perubahan sosial. Faktor alam apabila yg dimaksudkan merupakan perubahan jasmaniah, kurang sekali menentukan perubahan sosial. Hubungan korelatif antara perubahan slam dan perubahan sosial atau rakyat nir begitu kelihatan, lantaran sporadis sekali alam mengalami perubahan yg memilih, kalaupun ada maka prosesnya itu adalah lambat. Dengan demikian warga jauh lebih cepat berubahnya daripada perubahan alam. Mudah tidak terdapat hubungan pribadi antara ke 2 perubahan tadi. Tetapi bila faktor alam ini diartikan jua faktor biologis, hubungan itu bisa pada lihat konkret. Misalnya saja pertambahan penduduk yang demikian pesat, yang mengubah dan memerlukan pola rekanan ataupun sistem komunikasi lain yg baru. Dalam warga modern, faktor teknologi dapat membarui sistem komunikasi ataupun rekanan sosial. Apalagi teknologi komunikasi yang demikian pesat majunya sudah pasti sangat menentukan pada perubahan sosial itu.

A. Proses Perubahan Sosial
Proses perubahan sosial terdiri berdasarkan tiga termin barurutan : (1) invensi yaitu proses di mana wangsit-ilham baru diciptakan serta dikembangkan, (dua) difusi, artinya proses pada mans inspirasi-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam Sistem sosial, dan (3) konsekwensi yakni perubahan-perubahan yg terjadi dalam sistem social menjadi akibat pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi jika penggunaan atau penolakan wangsit baru itu mempunysi akibat. Lantaran itu perubahan sosial adalah dampak komunikasi sosial.

Beberapa pengamat terutama ahli anthropologi memerinci 2 termin tambahan pada urutan proses pada atas. Salah satunya merupakan pengembangan inovasi yg terjadi telah invensi sebelum terjadi difusi. Yang dimaksud ialah proses terbentuknya ilham baru dari suatu bentuk hingga sebagai suatu bentuk yg memenuhi kebutuhan audiens penerima yang menghendaki. Kami tidak memaaukkan tahap ini lantaran beliau nir selalu terdapat. Misalnya, apabila inovasi itu pada bentuk yang siap pakai. Tahap terakhir yg terjadi selesainya konsekwensi, adalah menyusutnya inovasi, ini menjadi bagian menurut konsekwensi.

Yang memicu terjadinya perubahan serta sebaliknya perubahan sosial bisa pula terhambat kejadiannya selagi terdapat faktor yg Mengganggu perkembangannya. Faktor pendorong perubahan sosial meliputi kontak dengan kebudayaan lain, sistem warga yg terbuka, penduduk yg tidak sejenis dan masyarakat yang berorientasi ke masa depan. Faktor penghambat antara lain sistem rakyat yang tertutup, vested interest, berpretensi terhadap hal yang baru dan norma yang berlaku.

Perubahan sosial pada warga bisa dibedakan pada perubahan cepat serta lambat, perubahan mini dan besar serta perubahan direncanakan dan tidak direncanakan. Tidak ada satu perubahan yg nir meninggalkan imbas dalam masyarakat yang sedang mengalami perubahan tadi. Bahkan suatu penemuan teknologi baru dapat menghipnotis unsur-unsur budaya lainnya. Dampak dari perubahan sosial diantaranya meliputi disorganisasi dan reorganisasi sosial, teknologi dan cultural.

B. Penyebab Perubahan Sosial
1. Dari Dalam Masyarakat
Mobilitas Penduduk
Mobilitas penduduk ini mencakup bukan hanya perpindahan penduduk berdasarkan desa ke kota atau sebaiiknya, namun pula bertambah dan berkurangnya penduduk

Penemuan-inovasi baru (penemuan)
Adanya penemuan teknologi baru, contohnya teknologi plastik. Jika dulu daun jati, daun pisang serta biting (lidi) bisa diperdagangkan secara akbar-besaran maka sekarang tidak lagi.

Suatu proses sosial perubahan yg terjadi secara akbar-besaran dan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama seringkali dianggap dengan inovasi atau innovation. Penemuan-inovasi baru menjadi karena terjadinya perubahan-perubahan dapat dibedakan pada pengertian-pengertian Discovery serta Invention

Discovery adalah inovasi unsur kebudayaan baru baik berupa indera ataupun gagasan yang diciptakan oleh seorang individu atau serangkaian ciptaan para individu.

Discovery baru menjadi invention jika warga telah mengakui dan menerapkan penemuan baru itu.

Pertentangan masyarakat
Pertentangan bisa terjadi antara individu menggunakan kelompok atau antara kelompok menggunakan gerombolan .

Terjadinya Pemberontakan atau Revolusi
Pemberontakan dari para mahasiswa, menurunkan rezim Suharto pada jaman orde baru. Munculah perubahan yg sangat akbar pada Negara dimana sistem pemerintahan yg militerisme berubah menjadi demokrasi dalam jaman refiormasi. Sistem komunikasi antara birokrat serta masyarakat menjadi berubah (menunggu apa yang dikatakan pemimpin berubah menjadi abdi masyarakat).

2. Dari Luar Masyarakat
Peperangan
Negara yg menang dalam peperangan niscaya akan menanamkan nilai-nilai sosial dan kebudayaannya.

Lingkungan
Terjadinya banjir, gunung meletus, gempa bumi, dll yg menyebabkan penduduk di wilayah tadi wajib pindah ke wilayah lain. Apabila daerah baru keadaan alamnya tidak sama dengan wilayah berasal mereka, maka mereka wajib beradaptasi dengan keadaan di wilayah yg baru guna kelangsungan kehidupannya.

Kebudayaan Lain
Masuknya kebudayaan Barat dalam kehidupan masyarakat pada Indonesia menyebabkan terjadinya perubahan.

C. Faktor-faktor Pendorong serta Penghambat Perubahan Sosial
1. Faktor-faktor Pendorong
  • Intensitas hubungan/hubungan menggunakan kebudayaan lain
  • Tingkat Pendidikan yang maju
  • Sikap terbuka dari masyarakat
  • Sikap ingin berkembang serta maju dari masyarakat
2. Faktor-faktor Penghambat 
  • Kurangnya interaksi dengan masyarakat luar
  • Perkembangan pendidikan yang lambat
  • Sikap yg bertenaga dari masyarakat terhadap tradisi yang dimiliki
  • Rasa takut berdasarkan masyarakat bila terjadi kegoyahan (pro kemapanan)
  • Cenderung menolak terhadap hal-hal baru
D. Dampak Akibat Perubahan Sosial
Arah perubahan meliputi beberapa orientasi, antara lain (1) perubahan dengan orientasi dalam upaya meninggalkan faktor-faktor atau unsur-unsur kehidupan sosial yg mesti ditinggalkan atau diubah, (dua) perubahan dengan orientasi dalam suatu bentuk atau unsur yang memang bentuk atau unsur baru, (tiga) suatu perubahan yang berorientasi dalam bentuk, unsur, atau nilai yg telah eksis atau terdapat dalam masa lampau. Tidaklah sporadis suatu rakyat atau bangsa yg selain berupaya mengadakan proses modernisasi dalam berbagai bidang kehidupan, apakah aspek hemat, birokrasi, pertahanan keamanan, dan bidang iptek; namun demikian, tidaklah luput perhatian masyarakat atau bangsa yg bersangkutan buat berupaya menyelusuri, mengeksplorasi, serta menggali serta menemukan unsur-unsur atau nilai-nilai kepribadian atau jatidiri menjadi bangsa yang bermartabat.

Dalam memantapkan orientasi suatu proses perubahan, terdapat beberapa faktor yg memberikan kekuatan pada gerak perubahan tadi, yang antara lain merupakan sebagai berikut, (1) suatu perilaku, baik skala individu maupun skala kelompok, yang bisa menghargai karya pihak lain, tanpa dicermati berdasarkan skala akbar atau kecilnya produktivitas kerja itu sendiri, (dua) adanya kemampuan buat mentolerir adanya sejumlah defleksi dari bentuk-bentuk atau unsur-unsur rutinitas, karena dalam hakekatnya keliru satu pendorong perubahan adanya individu-individu yg menyimpang dari hal-hal yang rutin. Memang salah satu karakteristik yg hakiki berdasarkan makhluk yang diklaim insan itu adalah menjadi makhluk yg disebut homo deviant, makhluk yg suka menyimpang berdasarkan unsur-unsur rutinitas, (tiga) mengokohkan suatu kebiasaan atau sikap mental yg bisa memberikan penghargaan (reward) kepada pihak lain (individual, gerombolan ) yang berprestasi dalam berinovasi, baik dalam bidang sosial, ekonomi, serta iptek, (4) adanya atau tersedianya fasilitas dan pelayanan pendidikan serta pelatihan yg mempunyai spesifikasi dan kualifikasi progresif, demokratis, serta terbuka bagi seluruh fihak yang membutuhkannya.

Modernisasi, menerangkan suatu proses dari serangkaian upaya buat menuju atau membangun nilai-nilai (fisik, material serta sosial) yang bersifat atau berkualifikasi universal, rasional, dan fungsional. Lazimnya senang dipertentangkan menggunakan nilai-nilai tradisi. Modernisasi dari dari istilah terkini (maju), modernity (modernitas), yg diartikan sebagai nilai-nilai yg keberlakuan dalam aspek ruang, saat, dan grup sosialnya lebih luas atau universal, itulah spesifikasi nilai atau values. Sedangkan yang lazim dipertentangkan menggunakan konsep modern merupakan tradisi, yg berarti barang sesuatu yg diperoleh seseorang atau grup melalui proses pewarisan secara turun temurun menurut generasi ke generasi. Umumnya tradisi meliputi sejumlah kebiasaan (norms) yg keberlakuannya tergantung dalam (depend on) ruang (loka), ketika, serta kelompok (warga ) tertentu. Artinya keberlakuannya terbatas, tidak bersifat universal misalnya yang berlaku bagi nilai-nilai atau values. Sebagai contoh atau masalah, seyogianya insan mengenakkan sandang, ini adalah atau termasuk kualifikasi nilai (value). Semua fihak cenderung mengakui dan menganut nilai atau value ini. Namun, pakaian contoh apa yg harus dikenakan itu? Perkara contoh pakaian yg disukai, yg disenangi, yang biasa dikenakan, itulah yang menjadi urusan norma-kebiasaan yang menurut tempat ke loka, dari waktu ke saat, serta berdasarkan gerombolan ke grup akan lebih cenderung beraneka ragam.

Spesifikasi norma-norma dan tradisi apabila ditinjau atas dasar proses modernisasi merupakan menjadi berikut, (1) ada norma-kebiasaan yg bersumber dari tradisi itu, boleh dikatakan menjadi penghambat kemajuan atau proses modernisasi, (2) ada pula sejumlah norma atau tradisi yang memiliki potensi buat dikembangkan, disempurnakan, dilakukan pencerahan, atau dimodifikasi sebagai akibatnya aman dalam menghadapi proses modernisasi, (3) terdapat juga yg betul-benar mempunyai konsistensi serta relevansi dengan nilai-nilai baru. Dalam kaitannya dengan modernisasi masyarakat menggunakan nilai-nilai tradisi ini, maka ditampilkan spesifikasi atau kualifikasi masyarakat modern, yaitu bahwa rakyat atau orang yg tergolong modern (maju) adalah mereka yang terbebas berdasarkan agama terhadap tahyul. Konsep modernisasi digunakan buat menamakan serangkaian perubahan yang terjadi dalam semua aspek kehidupan rakyat tradisional menjadi suatu upaya mewujudkan warga yg bersangkutan sebagai suatu masyarakat industrial. Modernisasi menunjukkan suatu perkembangan menurut struktur sistem sosial, suatu bentuk perubahan yang berkelanjutan pada aspek-aspek kehidupan ekonomi, politik, pendidikan, tradisi serta kepercayaan dari suatu rakyat, atau satuan sosial eksklusif.

Modernisasi suatu kelompok satuan sosial atau warga , menampilkan suatu pengertian yg berkenaan menggunakan bentuk upaya untuk membangun kehidupan rakyat yang sadar dan aman terhadap tuntutan dari tatanan kehidupan yg semakin meng-dunia pada waktu kini serta mendatang. Diharapkan dari proses menduniakan seorang atau masyarakat yg bersangkutan, manakala dihadapkan dalam arus globalisasi tatanan kehidupan manusia, suatu rakyat tertentu (contohnya masyarakat Indonesia) tidaklah sekedar menunjukkan suatu kenyataan kebengongan semata, tetapi diperlukan bisa merespons, melibatkan diri dan memanfaatkannya secara signifikan bagi keberadaan bagi dirinya, sesamanya, serta lingkungan sekitarnya. Adapun spesifikasi sikap mental seorang atau kelompok yg kondusif buat mengadopsi dan mengadaptasi proses modernisasi adalah, (1) nilai budaya atau sikap mental yang senantiasa berorientasi ke masa depan serta dengan cermat mencoba merencanakan masa depannya, (2) nilai budaya atau sikap mental yg senantiasa berhasrat mengeksplorasi serta mengeksploitasi potensi-potensi asal daya alam, serta terbuka bagi pengembangan inovasi bidang iptek. Dalam hal ini, memang iptek sanggup dibeli, dipinjam dan diambil alih dari iptek produk asing, namun pada penerapannya memerlukan proses adaptasi yg acapkali lebih rumit daripada membuatkan iptek baru, (tiga) nilai budaya atau sikap mental yg siap menilai tinggi suatu prestasi serta nir menilai tinggi status sosial, lantaran status ini acapkali dijadikan suatu predikat yang bernuansa gengsi pribadi yang sifat normatif, sedangkan penilai obyektif hanya bisa berdasarkan pada konsep misalnya apa yg dikemukakan oleh D.C. Mc Clelland (Koentjaraningrat, 1985), yaitu achievement-oriented, (4) nilai budaya atau perilaku mental yang bersedia menilai tinggi bisnis fihak lain yg sanggup meraih prestasi atas kerja kerasnya sendiri.

Tanpa wajib suatu rakyat berubah misalnya orang Barat, dan tanpa harus bergaya hayati misalnya orang Barat, tetapi unsur-unsur iptek Barat tidak ada salahnya buat ditiru, diambil alih, diadopsi, diadaptasi, dipinjam, bahkan dibeli. Manakala persyaratan ini telah dipenuhi serta keempat nilai budaya atau perilaku mental yg telah ditampilkan telah dimiliki oleh suatu rakyat tadi. Khusus buat warga di Indonesia, sejarah masa lampau mengajarkan bahwa sistem ekonomi, politik, serta kebudayaan dari kerajaan-kerajaan besar pada Asia misalnya India serta Cina, yg diadopsi serta diadaptasi oleh kerajaan-kerajaan di Nusantara ini, seperti Sriwijaya serta Majapahit, tetapi informasi sejarah nir menerangkan bahwa orang-orang Sriwijaya serta Majapahit, pada pengadopsian serta pengadaptasian nilai-nilai kebudayaan tersebut sekaligus menjadi orang India atau Cina.

Proses modernisasi hingga saat ini masih tampak dimonopoli sang warga perkotaan (urban community), terutama pada kota-kota Negara Sedang Berkembang, seperti halnya pada Indonesia. Kota-kota di negara-negara sedang berkembang menjadi sentra-sentra modernisasi yg diaktualisasikan oleh aneka macam bentuk kegiatan pembangunan, baik aspek fisik-material, sosio-kultural, maupun aspek mental-spiritual. Kecenderungan-kesamaan seperti ini, membuahkan daerah perkotaan menjadi wilayah yg banyak menjanjikan kehidupan yang lebih baik bagi penduduk pedesaan, terutama bagi generasi mudanya. Obsesi semacam ini sebagai pendorong kuat bagi penduduk pedesaan untuk beramai-ramai membanjiri dan memadati setiap sudut daerah perkotaan, dalam suatu proses sosial yang diklaim urbanisasi. Fenomena demografis misalnya ini, selanjutnya menjadi galat satu asal perseteruan bagi kebijakan-kebijakan dalam upaya penataan ruang serta kehidupan rakyat perkotaan. Sampai dengan waktu kini ini perkara perkotaan ini masih memberitahuakn gelagat yg semakin ruwet dan kompleks.

MATERI SOSIOLOGI PERUBAHAN SOSIAL

Warga belajar--sekalian--selamat pagi, hari ini kita akan melanjutkan pembahasan kita mengenai materi mata Pelajaran Sosiologi yaitu mengenai "Perubahan Sosial". Kita akan coba ringkas materi ini dalam sebuah konsep "Perubahan sosial serta Kesinambungan Masyarakat Indonesia". Ringkasannya menjadi berikut :
PENGERTIAN PERUBAHAN SOSIAL
Seperti sudah kita singgung minggu kemaren : Pengertian perubahan sosial merupakan ketidak sesuaian diantara unsur-unsur yang berbeda pada kehidupan sosial sebagai akibatnya menghasilkan suatu pola kehidupan sosial yg tidak serasi fungsinya bagi masyarakata yang bersangkutan.
Suatu warga pasti mengalami perubahan hanya saja iramanya yang tidak selaras, ada yg cepat serta ada yang lambat perubahannya. Untuk mengetahui perubahan sosial, dengan cara membandingkan syarat rakyat kini dengan keadaan masyarakat sebelumnya.
Misalnya : Dahulu ada asumsi bahwa wanita hanya menjadi bunda rumah tangga serta mengurus anak, namun sekarang banyak sebagai perempuan karier menggunakan jaman emansipasinya.
Perubahan-perubahan yang terdapat pada rakyat meliputi aneka macam aspek misalnya perubahan norma-norma sosial, nilai-nilai sosial, hubungan sosial, pola-pola konduite, organisasi sosial, forum kemasyarakatan, lapisan masyarakat, kekuasaan, kewenangan dan sebagainya.
Setiap perubahan terdapat unsur-unsur yang mengalami perubahan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi unsur-unsur baru pada terima atau ditolak sang warga , yaitu :
1. Struktur Sosial Masyarakat
Struktur sosial yg otoriter sulit mendapat perubahan, kecuali unsur baru tadi baik belangsung atau tidak berlangsung berguna bagi rezim yang berkuasa.
2. Tidak bertentanga dengan ajaran agama
Unsur baru bisa diterima apabila nir bertentangan menggunakan ajaran agama yang dianut oleh warga .
3. Unsur terdapat unsur-unsur kebudayaan yg sebagai landasan
Unsur baru gampang diterima rakyat apabila telah terdapat unsur-unsur kebudayaan yg menjadi landasan bagi diterimanya kebudayaan baru tadi.
4. Kebiasaan masyarakat berhubungan dengan masyarakat lain
Masyarakat yg terbuka cenderung lebih gampang menerima kebudayaan baru/asing. 
BENTUK-BENTUK PERUBAHAN SOSIAL
Perubahan sosial mempunyai aneka macam bentuk bila ditnjau berdasarkan aneka macam aspek yaitu :
1. Ditinjau dair Prosesnya
a. Perubahan Cepat (Revolusi)
Perubahan revolusi suatu masyarakat yg cepat dan menyangkut sendi-sendi pada kehidupan warga . Perubahan revolusi dapat direncanakan atau nir direncanakan. Misalnya revolusi 17 Agustus 1945 dengan tujuan proklamasi kemerdekaan.
Syarat-syarat Revolusi
1) Adanya cita-cita untuk mengadakan perubahan
2) Adanya pemimpin yang mampu memimpin harapan masyarakat
3) Pemimpin yg bisa menampung aspirasi masyarakat
4) Pemimpin sanggup menjelaskan tujuan revolusi baik konkrit juga abstrak
5) Ada waktu (momentum) yang sempurna buat melakukan revolusi.
b. Perubahan Lambat (Evolusi)
Perubahan evolusi merupakan suatu perubahan yg lambat dan memilih saat yg nisbi usang. Perubahan ini terjadi lantaran warga menyesuaikan dengna kebutuhan keadaan dan syarat baru seiring dengan pertumbuhan masyarakat, Misalnya: peranan wanita pada ketika relatif panjang serta perlahan menempati kedudukan yg lebih bertenaga menurut sebelumnya.
c. Perubahan Bergelombang
Perubahan bergelombang adalah terjadinya gangguan keseimbangan pada rakyat yang selalu muncul kembali dan akhirnya sebagai ekuilibrium kembali. Misalnya: perubahan konservatisme dalam sistem politik.
d. Perubahan Kumulatif
Perubahan kumulatif merupakan suatu gangguan keseimbangan yang berulang kali menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan baru baik yang bersifat kemajuan ataupun kemunduran pada masyarkat.
2. Ditinjau serta Pengaruh yg ditimbulkan
a. Perubahan berupa kemajuan (Progres)
Perubahan progres adalah perubahan yg membawa kemajuan bagi rakyat lantaran rakyat memperoleh kemudahan-kemudahan dari perubahan tadi. Misalnya: Listrik masuk Desa menyebabkan kemudahan-kemudahan bagi masyarakat pedesaan pada memenuhi kebutuhannya. Seperti penggunaan mesin cuci, TV, Rice Cooker, dan sebagainya. Perubahan prigres menimbulkan tuntutan hayati baru serta merubah kegiatan serta gaya hidup rakyat.
b. Perubahan berupa Kemunduran (Regress)
Perubahan regres merupakan perubaham yg mengakibatkan kemuduran bagi rakyat pada bidang-bidang eksklusif. Misalnya : penggunaan traktor buat memasak huma pertanian akan menggeser energi manusia serta dapat mengurangi suasana gotong-royong yang akhirnya warga cenderung individualis.
c. Perubahan yg Pengaruhnya besa
Perubahan yang pengaruhnya besar merupakan suatu perubahan yg sifanya mendasar (foundamental) menyangkut sendi-sendi kehidupan masyarakat. Misalnya perubahan sistem pemerintahan serta monarkhi (kerajaan ke bentuk demokrasi.
d. Perubahan yang pengaruhnya kecil
Perubahan yg pengaruhnya mini merupakan suatu perubahan yg tidak foundamental atua nir menyangkut sendi-sendi pokok kehidupan sosial. Perubahan ini tidak begitu berpengaruh terhadap rakyat secara holistik karena tidak menyebabkan perubahan dalam lembaga-lembaga sosial. Misalnya perubahan mode (mode pakaian, mode rambut, dsb).
e. Perubahan yang dikehendaki (Intended Change)
Perubahan yang dikehendaki adalah suatu perubahan yang memang dikehendaki rakyat atau justru perubahan yang sudah direncanakan oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan (agen of change). "Agent of Change" adalah seseorang atau sekelompok orang yg menerima kepercayaan berdasarkan warga buat melakukan perubahan. Contoh: Pembangunan nasional yang dilakukan sang pemerintah.
f. Perubahan yg tidak dikehendaki (United Change)
Perubahan yg tidak dikendaki adalah suatu perubahan yg terjadi pada luar jangkauan rakyat sebagai akibatnya menyebabkan akbiat yg tidak dikehendaki masyarakat. Misalnya: Upacara norma perkawinan bagi rakyat tradisional dengan rapikan cara tata cara yg rumit tidak dipenuhi seluruhnya. Ada beberapa tata cara yang ditinggalkan karena banyak sekali alasan seperti : alasan ekonomi, kurang efisien dan sebagainya. Yang sebenarnya masyarakat nir menghendaki buat meninggalkan norma atau rapikan cara tersebut.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN MASYARAKAT
1. Faktor yang mempengaruhi perubahan menurut pada masyarakat (intern), yang terdiri dari
a) Penemuan Baru (Inovation)
Penemuan baru (inovation) dibedakan menjadi
1) Discovery
2) Invention
b) Terjadinya perseteruan dalam masyarakat
c) Terjadinya pemberontakan pada masyarakat
2. Faktor yang mempengaruhi perubahan menurut luar rakyat (ekstern), terdiri dari :

1) Perubahan Lingkungan Fisik
2) Peperangan
3) Kontak dengan kebudayaan lain.
AKOMODASI BARU DAN KESINAMBUNGAN MASYARAKAT INDONESIA
Kita menyadari bahwa suatu perubahan yang mendasar akan mengakibatkan ketidakseimbangan pada sistem sosial serta menimbulkan disintegrasi. Disintergrasi yang terjadi selanjutnya dapat Mengganggu tercapainya tujuan nasional.
Bangsa Indonesia yang beragam bila nir dikelola dengna baik memiliki potensi permasalahan sangat akbar yg menunjuk terjadinya disitegrasi. Perbedaan pendapat serta disparitas kepentingan pada rakyat majemuk merupakan hal yang masuk akal, untuk itu perlu disikapi secara demokratis. Sikap demokratis adalah sikap yang menghargai disparitas-perbedaan, adalah karakteristik spesial menurut kemajemukan masyarakat Indonesia.
Kesinambungan masyarakat Indonesia perlu dipertahankan serta dipupuk terus menerus supaya tercipta persatuan serta kesatuan bangsa atau integrasi nasional, buat itu perlu sikap-perilaku sebagai berikut :
- Toleransi terhadap nilai-nilai budaya masyarkat lainnya;
- mengurangi sikap perimordial yg menjurus kesikap etnosentrisme dan ekstemisme
- Mementingkan kepentingan bangsa dan negara pada atas kepentingan langsung serta golongan
- Menyelesaikan kasus-perkara sosial dengan cara akomodatif,
- menegakan supremasi aturan secara, konsekuen;
- Melakukan asimilasi budaya seperti perkawinan adonan (Amalgamasi).
Sebagai masyarakat masyarakat sekaligus menjadi rakyat negara Indonesia wajib menyadari bahwa transedental bangsa serta negara Indonesia yg telah diperjuangkan sang pendiri-pendiri beserta seluruh masyarakat Indonesia menggunakan pengorbanan jiwa dan raganya wajib dipertahankan. Untuk itu diharapkan tanggung jawab segenap bangsa Indonesia supaya keinginan bangsa Indonesia dapat terwujud.
Demikianlah rakyat belajar sekalian ringkasan Materi Sosiologi kita Sosiologi yaitu mengenai "Perubahan Sosial", semoga berguna buat menambah pengetahuan serta wawasan masyarakat belajar semua, terimakasih. Wassalamualaikum wr.wb. 

Sumber: Disarikan dari banyak sekali sumber !!

FAKTORFAKTOR YANG MENYEBABKAN PERUBAHAN DAN TINGKATAN MANAJEMEN PERUBAHAN DALAM PERUASAHAN

Faktor-faktor Yang Menyebabkan Perubahan serta Tingkatan Manajemen Perubahan dalam Peruasahan.
Dalam suatu perubahan dalam institusi usaha (perusahaan) tentunya dipengruhi sang faktor internal juga eksternal yg terdapat. Perusahaan apabila ingin survive dan sanggup bersaing dalam global bisnis ketika ini tentunya senantiasa wajib melakukan perubaha-perubahan yg dapat mengadopsi kebutuhan perubahan itu. Sehingga akan bisa bersaing dan bertahan pada menghadapi persaingan yg semakin ketat dewasa ini.

Dalam memahami serta mencermati faktor-faktor yang mengakibatkan peruabahan ini maka perlu diketahui jua konsep berdasarkan peruabahan dimaksud.
Konsep Perubahan Organisasi

Semua organisasi wajib berubah lantaran adanya tekanan pada pada lingkungan internal juga eksternal. Walaupun perubahan yg terjadi lebih pada lingkungan, tetapi pada umumnya menuntut perubahan lebih pada organisasional, serta organisasi-organisasi sanggup melakukan lebih banyak perubahan ataupun lebih sedikit. Organisasi-organisasi sanggup merubah tujuan dan taktik-strategi, teknologi, desain pekerjaan, struktur, proses-proses, serta orang. Perubahan-perubahan pada orang senantiasa mendampingi perubahan-perubahan pada faktor-faktor yang lain.
Proses perubahan pada umumnya meliputi perilaku serta perilaku ketika ini yang unfreezing, perubahan-perubahannya dan akhirnya kepemilikan perilaku serta konduite yg baru yg refreezing. Sejumlah isu-berita kunci dan duduk perkara wajib dihadapi selama pada proses perubahan generik. Pertama merupakan, penaksiran yang akurat mengenai situasi dan syarat waktu ini. Kedua merupakan, penolakan yg disebabkan sang adanya unfreezing serta perubahan. Pada akhirnya masalah aplikasi penilaian yang memadai berdasarkan bisnis perubahan yg sukses, di mana evaluasi-evaluasi semacam itu kebanyakan lemah atau bahkan tidak terdapat sama sekali

Akhir-akhir ini, poly sekali  praktisi serta ahli manajemen yang menekankan  pentingnya kiprah manusia pada memilih keberhasilan sebuah institusi, baik  institusi di sektor partikelir maupun pada sektor publik. Kenichi Ohmae dalam The Borderless World menyatakan bahwa ‘sama halnya menggunakan perusahan-perusahan, kesejahteraan negara-negara bergantung kepada kemampuannya buat membentuk nilai menggunakan bertumpu dalam orang-orangnya, bukan melalui pemanfaatan sumberdaya alam juga teknologi . Ketika ditanya  pendapatnya mengenai 5 faktor utama yg memilih suatu keberhasilan sebuah perusahaan dalam proses perubahannya berdasarkan  perusahaan yg tidak baik sebagai perusahaan yang hebat, Walter Bruckart  menyatakan bahwa faktor pertama merupakan insan, faktor ke 2 merupakan insan, faktor ketiga merupakan manusia, faktor keempat adalah insan serta faktor ke 5 juga manusia. Jeffrie Peiffer  menyatakan bahwa selama berpuluh-puluh tahun para eksekutif dan ahli manajemen mencari asal keberhasilan sebuah perusahaan di tempat  yg keliru. Dia menyatakan bahwa keberhasilan sangat ditentukan sang cara sebuah perusahaan memperlakukan orang-orangnya.

Dalam pernyataan-pernyataan yang kelihatannya sederhana itu terdapat beberapa hal yang perlu dipandang lebih jauh. Pertama, manusia, baik menjadi individu juga sebagai bagian berdasarkan sebuah gerombolan merupakan mahluk yang kompleks atau multi dimensi. Perlu dipertanyakan, dari sekian banyaknya dimensi yg ada pada seorang insan dimensi manakah yang memang sangat akbar pengaruhnya pada memilih keberhasilan? Kedua, manusia berada di tengah-tengah lingkungan  yang jua kompleks, apakah itu lingkungan organisasional atau sosial. Di sini lalu ada pertanyaan lain, dimensi mana yg berperan besar dalam jenis lingkungan tertentu.?

Akhir-akhir ini poly pihak  menyatakan bahwa pentingnya kompetensi. Di perusahaan-perusahaan atau di beberapa organisasi di sektor publik orang berbicara tentang competence-based pay, competence-based performance appraisal, competence-based people development. Bahkan pada bidang pendidikanpun pada Indonesia kini diperkenalkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Penonjolan misalnya ini mengakibatkan kesan bahwa dimensi kompetensi yg dimilikilah  yg sebagai faktor yang berkontribusi paling besar terhadap  keberhasilan sebuah institusi.

Pengalaman pada membantu beberapa perusahaan melancarkan acara peruabhan menampakan bahwa masalahnya nir sesederhana itu. Ada institusi yg anggota-anggotanya secara individual kompeten  tetapi kinerja institusinya sangat tidak memuaskan selama bertahun-tahun. Tetapi demikian orang-orang yg sama pada perusahaan yang sama menggunakan kompetensi yang relatif sama kemudian memperlihatkan kinerja jauh lebih baik berdasarkan sebelumnya setelah adanya perubahan pada institusi tadi . Sebaliknya, terdapat institusi yang  yang selama bertahun-tahun kinerjanya mengagumkan, tetapi datang-tiba kinerjanya menurun sangat menyolok padahal pada institusi tadi permanen bekerja orang-orang yg sama, menggunakan kompetensi individual yg sama. Dalam ‘The Knowing-Doing Gap”, Jeffrey Pfeffer memberitahuakn bahwa  beberapa jenis situasi pada sebuah organisasi akan mengakibatkan orang-orang dalam organisasi tersebut nir mempempraktekkan pengetahuan atau keterampilan yang dimilikinya. Ini memberi indikasi bahwa terdapat hal-hal lain di luar kompetensi yg berpengaruh akbar terhadap kinerja sebuah institusi.

Suatu sejarah serta tahapan ini akan memusatkan uraiannya dalam peran idealisme, karakter dan komunitas pada transformasi institusi. Di sini yg dimaksud dengan oraganisasi bisnis merupakan organisasi yg punya wangsit buat mejalankan sebuah misi yang diharapkan membawa imbas  terhadap  masyarakat. Perubahan perusahaaan adalah proses perubahan, baik yang direncanakan juga tidak direncanakan, pada perjalanan institusi yg bersangkutan mewujudkan misinya.

Untuk menjaga agar uraian ini lebih penekanan maka pembahasan  ini akan ditempatkan pada bingkai  perkembangan cara pendekatan  dalam  manajemen.

Berbagai Pendekatan Perubahan Organisasi

Ada 3 pandangan tentang konsep perubahan organisasi pertama, pada hakikatnya target perubahan organisasional merupakan birokrasi yang digunakan sebagi indera administrasi dan sebagai instrumen kekuasaan serta efek. Kedua, perubahan organisasi harus melalui cara demokrasi dan liberalisasi. Ketiga, organisasi serta manajemen bisa mengenali gap antara situasi yang ada dengan yg diharapkan menurut berukuran-ukuran eksklusif yg biasa digunakan yaitu, efektivitas, efisiensi, dan kepuasan anggota organisasi.

Di samping tiga pandangan tadi terdapat sejumlah pendekatan yg bisa digunakan buat memahami perubahan organisasi. Berbagai pendekatan tersebut merupakan pertama, pendekatan yg menekankan dalam interaksi-interaksi antara struktur, teknologi serta orang. Dari ketiga unsur tadi akan bisa dipengaruhi mengenai apa yg akan diubah dan bagaimana cara mengubahnya. Kedua, menurut mana inspirasi konsep pendekatan tadi berasal. Di sini ada 2 konsep yaitu analisis Leavitt dan analisis Greiner. Leavitt cenderung menjawab masalah apa yg bisa diubah, sedangkan Greiner cenderung menjawab bagaimana perubahan itu dilakukan atau diimplementasikan.

Perkembangan dan  Cara Pendekatan  Dalam  Manajamen

Manajemen sebagai sebuah disiplin baru lahir dalam  awal dasa warsa kedua atau akhir dasa warsa pertama abad ke 2 puluh. Dalam perkembangannya hingga saat ini , poly  pendekatan serta konsep manajemen yang ditawarkan oleh pakar manajemen . Hal yang sangat menarik pada perkembangan tersebut merupakan adanya perubahan cara pendekatan  yang menyolok pada tahun 1970-an. Selama 60 tahun pertama ( 1910-1970) pemikiran dalam manajemen sangat didominasi oleh pendekatan yang bersifat rasional-saintifik. Sejak 1970 sampai kini pemikiran dalam bidang manajemen mulai memberi  tekanan dalam pendekatan kualitatif-humanistik.

Pada zaman rasional-saintifik ini,  2 puluh 5  tahun pertama (1910-1935)  dipakai untuk menentukan atau menemukan struktur organisasi atau struktur kerja yang efisien. Ini merupakan eranya Frederick Taylor dan Henry Fayol. Dua puluh tahun berikutnya (1935-1955) para pemikir dan praktisi manajemen mencoba menerapkan contoh-model matematik atau cara-cara analisis kuantitatif buat menaikkan produktivitas di tempat kerja. Ini merupakan masa tumbuhnya contoh-contoh meningkatkan secara optimal dalam bidang operation research. Lima belas tahun berikutnya (1955-1970) pemikir manajemen mencoba menerapkan cara  berfikir sistem dalam bidang manajemen. Pada saat itu berpikir sistem atau pendekatan sistem  adalah topik pembicaraan yang hangat diantara orang-orang manajemen.

Era kualitatif-humanistik  dimulai dengan diperkenalkannya pendekatan berpikir strategik dalam manajemen. Strategi korporat, taktik usaha, perencanaan strategik, analisis SWOT adalah topik pembicaraan yg dipercaya terkini  antara tahun 1970-1980. Sesudah itu para pemikir manajemen masuk ke pada bidang yang lebih ‘lunak’ lagi yaitu budaya perusahaan (Corporate Culture). Pakar manajemen berbicara serta meneliti mengenai pentingnya tata-nilai yang sebagai inti budaya perusahaan dalam memilih kinerja perusahaan. Sesudah itu, pada tahun 1980-1985, para ahli dan pemikir manajemen memasukkan manajemen inovasi sebagai galat satu bagian dari disiplin manajemen. Menjelang tahun 2000 para pakar manajemen berbicara mengenai organisasi belajar, manajemen pengetahuan, manajemen perubahan, serta kapital-maya (impian-capital).

Perubahan pendekatan pada manajemen itu nir terjadi dengan sendirinya. Ada faktor-faktor  eksternal atau  yg berada pada luar institusi serta faktor-faktor  internal atau yang berada pada institusi yg mendorong para pakar serta praktisi manajemen buat menemukan pendekatan yang lebih sesuai dengan tantangan yg mereka hadapi.

Faktor-faktor eksternal yang mendorong perubahan sangat majemuk. Beberapa antara lain adalah: perubahan kekuatan pelanggan, perubahan intensitas persaingan, keaneka-ragaman, perkembangan ilmu pengetahuan,  serta meningkatkannya laju perubahan. Faktor-faktor yg disebutkan di atas saling berkaitan satu dengan yang lain.

Pada awal abad ke 2-puluh, penghasil memiliki kekuatan yang lebih besar berdasarkan pelanggan. Produsen yang menentukan apa yg sebaiknya dibeli sang pelanggan. Produsenlah yg mendikte pasar. Ini merupakan era di mana pembuat bisa menjual apa saja yg mereka buat dan  para pelanggan tidak mempunyai banyak pilihan. Ketika itu,  sebuah pabrik mobil bisa  menyampaikan ‘boleh pilih kendaraan beroda empat apa saja dari Ford Model T warna hitam’. Tetapi dengan makin jenuhnya pasar, perimbangan kekuatan berubah. Posisi pelanggan makin bertenaga. Pembuat ‘dipaksa’ untuk membuat produk atau jasa yang dinginkan atau diharapkan pelanggan. Sekarang pelangganlah mendikte pembuat. Pergeseran kekuatan pelanggan membawa imbas besar pada cara pendekatan manajemen. Dalam   era saat penghasil lebih bertenaga menurut  pelanggan, pendekatan yang bersifat melihat-ke-dalam (inward looking) dan melihat organisasi sebagai sistem tertutup bisa  mengklaim keberhasilan perusahaan. Pendekatan inilah yg menjadi karakteristik berdasarkan era manajemen rasional saintifik. Tetapi ketika konsumen merupakan raja, maka pendekatan yang beroriendasi-kedalam sudah tidak mencukupi buat menjawab tantangan baru. Agar mampu tumbuh serta berkembang, sebuah institusi harus melihat keluar, memperhatikan kebutuhan pelanggannya. Maka muncullah kebutuhan akan pendekatan manajemen yg melihat-keluar (outward- looking). Sifat melihat-keluar ini diberi loka yang luas  dalam era pendekatan kualitatif-humanistik.

Meningkatnya kekuatan konsumen berjalan bersamaan dengan meningkatnya intensitas  persaingan. Keberhasilan pembuat sangat ditentukan oleh kemampuannya buat membuahkan produk atau jasa yang didapatkan sebagai pilihan pelanggan pada tengah-tengah banyak produk atau jasa yg lain. Inilah salah satu alasan primer masuknya konsep strategi dalam pemikiran manajemen. Isu strategik dalam manajemen mencakup: identifikasi peluang, mengantisipasi ancaman, menilai kekuatan, menilai kelemahan, penentuan lingkup bidang bisnis, pemilihan serta pembentukan keunggulan bersaing, menciptakan sinergi, memilih cara-cara tumbuh atau  berkembang, serta tanggung jawab sosial sebuah institusi.

Keaneka-ragaman pula meningkat dengan cepat. Keaneka-ragaman produk, jasa, daerah operasi, keaneka-ragaman  latar belakang sosio-kultural orang-orang yg bekerja, keaneka-ragaman teknologi, keanekaragaman sosio-kultural daerah operasi,  membawa tantangan baru pada manajemen. Pakar serta praktisi manajemen mencari cara buat bisa melihat unsur-unsur yg beraneka ragam ini sebagai sebuah kesatuan yang utuh atau mencari cara buat melihat hal-hal yang dapat menyatukan hal-hal yg beraneka-ragam ini tanpa terjebak pada keseragaman. Inilah galat satu alasan yang menyebabkan para pakar manajemen memasukkan konsep atau cara berpikir  sistem . Pada awalnya konsep sistem yang digunakan merupakan sistem yang sifatnya mekanistik yg menjadi basis dari pendekatan rasional-saintifik. Tetapi kemudian para pemikir dalam manajemen jua memasukkan sistem yg unsur-unsurnya ‘lunak’ yaitu sistem nilai. Sistem atau tata-nilai inilah yg sebagai inti dari konsep budaya perusahaan dalam era kualitatif-humanistik. Keaneka-ragaman pula  memunculkan tuntutan baru, yaitu tuntutan buat menunjukkan keunikan. Agar mampu menjadi pilihan, produk atau jasa atau karakter sebuah institusi dituntut buat menerangkan perbedaannya atau keunikannya yg bisa memberi nilai-lebih pada mata pelanggan atau  pihak-pihak yang berkepentingan.persaingan tidak sanggup lagi dimenangkan atas dasar melakukan sesuatu lebih baik (do better) namun atas dasar melakukan yg tidak selaras (do differently). Dari sini timbulah tuntutan yang makin kuat untuk berinovasi.

Makin cepatnya laju perubahan membawa tantangan-tantangan baru pada bidang manajemen. Tiga dekade yang lalu Alvin Toffler   telah menyatakan bahwa kita memasuki kehidupan yang diwarnai oleh kesementaraa. Semuanya sebagai makin sementara. Umur produk makin pendek, teknologi makin cepat lama , cara pendekatan, sistem serta cara berpikir makin cepat ketinggalan jaman. Akibatnya, sebuah perusahaan atau institusi  publik dituntut buat lebih sering melakukan pembaruan. Pembaruan produk, pembaruan jasa, pembaruan sistem, pembaruan cara pendekatan,  pembaruan cara berpikir atau pembaruan kerangka berpikir. Ini berarti sebuah institusi mendapat  tekanan yang lebih akbar buat melakukan kreasi atau penemuan secara terus menerus bila institusi itu ingin permanen hidup dan berkembang. Inovasi yang di masa kemudian adalah aktivitas yg sifatnya sporadik  atau periodik, kini sebagai kegitatan berkesinambungan. Ini sebagai salah satu pemicu tumbuhnya kebutuhan baru yaitu manajemen inovasi. Inovasi tidak lagi dapat dibiarkan berlangsung secara acak. Sebuah institusi perlu mencari cara atau berbagi lingkungan yang dapat membuat setiap anggotanya menggunakan bahagia hati mengerahkan seluruh potensi kreatifnya secara terus menerus. Menurut  Peter F. Drucker,  sekarang ini penemuan harus sebagai sebuah disiplin , ialah inovasi perlu dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip eksklusif. Di samping penemuan, perubahan pula menjadi keseharian. Sebab itu, para praktisi dan pakar manajemen  menekuni satu bidang baru  dalam manajemen yaitu manajemen  perubahan.

Usaha buat mencari pendekatan atau pengembangan konsep baru pada manajemen juga sangat ditentukan oleh cepatnya perkembangan pengetahuan manusia.  Dewasa ini pengetahuan menjadi sumberdaya institusi yg utama buat membentuk nilai. Sampai menggunakan tahun 1950, modal berarti uang tunai. Sekarang para praktisi dan pakar manajemen menyaksikan kiprah yg sangat besar menurut kapital yg bersifat maya (virtual) pada menciptakan kesejahteraan. Modal maya ini meliputi kapital intelektual, kapital sosial, serta kredibilitas atau kapital lunak. Dalam lingkungan yg sangat cepat berubah, kapital maya inipun mengalami keusangan, karena itu perlu  terus menerus diperbarui. Proses pembaruan ini dilakukan melalui proses belajar. Tetapi belajar pada era ledakan pengetahuan seperti sekarang ini sangatlah berbeda menggunakan belajar setengah  abad yg kemudian. Anggota-anggota atau masyarakat sebuah institusi dituntut untuk bisa belajar beserta-sama menggunakan cepat, menggunakan gampang, menggunakan gembira, kapan dan dimana saja. Hal ini yg menjadi salah satu pendorong menurut berkembangnya konsep  organisasi belajar. Demikian jua pengetahuan yg inheren dalam anggota suatu institusi perlu diperbarui, diuji, dimutahirkan, dialihkan, diakumulasikan, supaya permanen punya nilai. Hal ini mengakibatkan para praktisi dan ahli manajemen mencari pendekatan buat mengelola pengetahuan yg kini   dikenal menggunakan manajemen-pengetahuan.

Di samping perubahan-perubahan yg terjadi di luar organisasi yang sudah diuraikan pada atas, perkembangan cara pendekatan  pada bidang manajemen juga dipicu sang perubahan-perubahan yg terjadi dalam organisai. Di sini akan digaris bawahi   perubahan yg berkaitan menggunakan karakteristik pekerjaan dan orang-orang yg bekerja pada organisasi yaitu  timbulnya kelompok akbar pekerja-berpengetahuan (knowledge worker), orang-orang yang bekerja menginginkan self-control daripada dikendalikan orang lain, dan bekerja tidak hanya buat mencari nafkah tetapi buat melakukan sesuatu yg bermakna.

Dewasa ini, orang-orang yang bekerja pada sebuah institusi baik di sektor partikelir maupun di sektor publik mempunyai taraf pendidikan yg lebih tinggi  dari pada mereka yang bekerja lima dekade yang lalu. Mereka berharga bagi institusi loka mereka bekerja lantaran pengetahuan atau kecerdasan yang mereka miliki, bukan lantaran kekuatan fisiknya. Di samping itu, kemajuan teknologi telah memungkinkan  sebagian besar pekerjaan-pekerjaan rutin  diganti dengan teknologi. Dengan demikian sebagian terbesar pekerjaan yg dilakukan adalah pekerjaan yg sifatnya non-rutin yang memerlukan taraf pengetahuan yang lebih tinggi buat dapat melaksanakannya. Lebih jauh lagi, perubahan lingkungan yang sangat cepat menuntut penyesuaian yang lebih acapkali dalam cara kerja, jenis pekerjaan dan kompetensi yang diharapkan. Hal ini sudah menyebabkan orang-orang yg bekerja harus  siap menghadapi pekerjaan-pekerjaan baru yang sama sekali berbeda menggunakan pekerjaan sebelumnya. Orang-orang yang bekerja dituntut buat makin sering belajar hal-hal baru serta memiliki semangat dan kapasitas belajar yang lebih tinggi. Dalam perjalananya, sekarang ini tempat bekerja sekaligus telah sebagai tempat belajar yg sangat intensif, bekerja sama menggunakan belajar.tempat belajar tidak lagi terbatas hanya dalam sekolah-sekolah formal dan universitas.

Berbeda menggunakan pekerja terdahulu yang taraf pendidikannya relatif lebih rendah yang mendapat begitu saja dirinya dikendalikan orang lain, pekerja-berpengetahuan menginginkan kendali yg lebih akbar ditangannya sendiri. Mereka lebih menyukai lingkungan kerja serta pekerjaan yang memberikan mereka kebebasan yang lebih akbar pada mengendalikan atau mengarahkan apa yg mereka lakukan. Di  masa kemudian pengendalian dilakukan dengan memperbanyak hirakhi dan peraturan. Sekarang, untuk memberi ruang yang lebih luas buat pengendalian-diri dan pengarahan-diri, institusi perlu memperjelas serta membentuk visi dan nilai-nilai beserta. Dengan mengacu pada visi dan nilai-nilai beserta ini pengendalian-diri dan pengararahan-diri menjadi ekspresi kebebasan yg bertanggung jawab.

Pekerja-berpengetahuan punya kesamaan yg lebih akbar buat memandang pekerjaan yg mereka lakukan tidak hanya sekedar menjadi aktivitas buat mencari makan namun sebagai kesempatan buat melakukan sesuatu yg mulia, yg krusial pada hayati ini, yg bermakna. Mereka mencoba mencari atau menemukan tujuan-tujuan yang lebih akbar serta lebih luhur dalam melakukan tugasnya dan ingin melihat dan mencicipi output kerja  mereka  memberi donasi  bagi kemajuan serta kesejahteraan rakyat luas atau humanisme, nir hanya bagi kemajuan dirinya  dan organisasi loka beliau bekerja. Bagi mereka sebuah institusi nir boleh sekedar menjadi loka serta formasi kegiatan transaksi jual beli antara orang-orang  yang bekerja pada dalamnya dengan pemilik atau orang-orang yang mengelolanya, tidak peduli  apakah yg drperjual belikan itu energi, barang atau pengetahuan. Sebuah survai terhadap para lulusan perguruan tinggi di Amerika memperlihatkan  bahwa uang bukanlah faktor utama pada tingkat komitmen terhadap pekerjaan. Faktor-faktor yang lebih penting merupakan pendidikan buat kerja pada masa depan, tugas-tugas yg menaruh tantangan dan sahabat kerja yg baik.

Diagnosis Organisasi

Untuk menyusun suatu perencanaan perubahan perlu dilakukan suatu penaksiran organisasi. Diagnosis organisasi dapat dilakukan sang organisasi yang bersangkutan maupun menggunakan donasi pihak luar.

Mendiagnosis organisasi dengan memandang organisasi sebagai suatu sistem terbuka dapat dipandang melalui tiga tingkatan, yaitu:
  1. Organisasi secara holistik adalah cara memandang organisasi secara keseluruhan, termasuk bentuk perusahaan, struktur, mekanisme, sumber-sumber yang dipakai organisasi.
  2. Kelompok kerja (unit, bagian) merupakan gerombolan -kelompok kerja yang terdapat pada organisasi, berikut struktur hubungan yang terjadi antaranggota gerombolan .
  3. Individu merupakan langsung-langsung pada organisasi, termasuk di sini merupakan kewajiban individu pada organisasi.

Jenis Tingkatan Manajemen Perubahan

Pada proses analisis organisasi yg perlu dilakukan dalam perubahan manajemen adalah memperhatikan hal-hal yg terjadi pada tiap tingkatan manajemen yaitu :
  1. Tingkat organisasi (secara keseluruhan) - dalam tingkat ini dapat ditinjau bentuk perusahaan serta bentuk-bentuk interaksi pada pengalokasian asal-sumber yg dimiliki.
  2. Tingkat gerombolan kerja (departemen) - pada tingkat ini bisa diperhatikan bentuk-bentuk gerombolan kerja serta hubungan yang terjadi antar anggota grup.
  3. Tingkat individu - dalam tingkat ini yang diperhatikan adalah bagaimana pelukisan suatu jabatan kerja disusun sehingga individu bisa berkarya secara aporisma.
  4. Tingkatan manajemen dalam perubahan dalam Manajemen di Perusahaan
Peralihan cara pendekatan berdasarkan rasional-saintifik ke kualitatif-humanistik menandai juga peralihan pada cara pandang tentang organisasi. Pendekatan rasional-saintifik cenderung memandang organisasi menjadi mesin, serta pendekatan kualitatif-humanistik cederung mamandang organisasi sebagai mahluk hidup  atau sebuah komunitas. Dengan masuknya konsep budaya organisasi, manajemen penemuan, serta organisasi belajar maka organisasi dicermati menjadi mahluk hidup atau komunitas.

Organisasi menjadi mesin melaksanakan tujuan yang telah ditetapkan sang perancangnya, sedangkan organisasi menjadi mahluk hayati atau komunitas memutuskan dan mimiliki tujuan sendiri. Agar supaya efektif sebuah mesin wajib dikendalikan oleh operatornya, sedangkan  mahluk hayati atau komunitas dipengaruhi  melaui proses interaksi  yg mungkin saja mengganti orang yg mempengaruhi atau dipengaruhi. Memandang organisasi sebagi mesin  berarti organisasi tidak bisa memperbaharui dirinya sendiri, sedangkan cara pandang organisasi sebagai mahluk hayati atau komunitas melihat organisasi bisa memperbarui dirinya sendiri. Memandang organisasi sebagai mesin  berarti melihat bahwa bukti diri organisasi dibuat oleh penciptanya, sedangkan memandang organisasi sebagai mahluk hayati berarti bahwa organisasi punya identitasnya sendiri. Dalam cara pandang organisasi menjadi mesin, rapikan-nilai, hasrat,  pekerjaan bermakna, adalah  gosip yang tidak relevan, sedangkan pada  cara pandang organisasi sebagai mahluk hidup atau komunitas  cita-cita, nilai-nilai, pekerjaan  bermakna, merupakan info besar . 

Cara pandang organisasi menjadi komunitas membawa perubahan akbar pada cara pandang mengenai  kiprah dan posisi manusia pada organisasi. Dalam cara pandang organisasi sebagai mesin, manusia dicermati hanya menjadi galat satu faktor input yg wajib diproses buat membentuk output. Manusia disetarakan menggunakan faktor input  yg lain seperti mesin, material, uang, serta metoda . Manusia diperlakukan hanya sebagai keliru satu faktor produksi diantara faktor produksi yg lain. Secara implisit di sini manusia diperlakukan sebagai benda, hanya sebagai sumberdaya yg kini sering dianggap sebagai sumberdaya insan. Sebagai sumberdaya,  insan dikelola serta dibuat agar sinkron dengan  sistem. Dipihak lain,  cara pandang organisasi menjadi komunitas memandang insan menjadi anggota komunitas yg tumbuh dan berkembang beserta komunitasnya. Mereka bukanlah input, namun pelaku yang bertanggung jawab bersama atas kemajuan komunitasnya. Sebagai insan, mereka dipimpin serta sistem-sistem dirancang buat manusia. Di sini insan diperlakukan sebagai manusia yg utuh, dihormati semua dimensi kemanusiannya, termasuk didalamnya cita-citanya, nilai-nilainya, hati-nuraninya,  kepercayaan dirinya, semangat belajarnya.

Dalam cara pandang insan menjadi sumberdaya,   faktor yg terpenting merupakan kompetensinya, sedangkan dimensi-dimensi lain berdasarkan insan dipercaya nir perlu diperhatikan. Dalam cara pandang organisasi menjadi komunitas, dimensi yg pada luar kompetensi tidak kalah pentingnya bahkan tak jarang kali lebih penting dalam menentukan keberhasilan seseorang dan komunitasnya. Jadi, pada cara pandang organisasi menjadi komunitas, maka potensi insan lebih menurut  kompetensi ( beyond competence)

Cara pandang tentang  organisasi ini  sangat besar pengaruhnya terhadap  tingkah-laris  orang-orang pada organisasi yang bersangkutan serta cara-cara yg ditempuh pada menyebarkan atau mentransformasikan organisasinya. Cara pandang ini akan menghipnotis sikap dan perilaku seseorang pada memimpin orang lain. Orang yang memandang organisasi menjadi mesin cenderung akan lebih senang mengendalikan dengan anggaran serta hirarkhi serta kurang tertarik untuk mengembangkan proses interaksi yg memudahkan para anggota untuk saling menghipnotis. Rentang-kendali (Span of Control) serta cara mengendalikan merupakan isu akbar.  Di pihak lain, orang yang memandang organisasi sebagai komunitas punya kecenderunagn buat mengembangkan lingkungan psiko-sosial yg mendorong tumbuh dan berkembangnya proses interaksi diantara anggota komunitas  dan percaya bahwa melalui proses interaksi ini anggota komunitas akan bisa menemukan arah serta cara yang sesuai buat pengembangan komunitasnya. Di sini orang berbicara mengenai rentang-komunikasi. Cara pandang ini pula akan mensugesti kebijakan pada struktur organisasi. Cara pandang organisasi menjadi mesin cenderung akan menambah jenjang organisasi, sedangkan cara pandang organisasi sebagi komunitas cenderung akan mengurangi jenjang dan memilih struktur yang lebih rata. Dalam hal  komunikasi, cara pandang organisasi menjadi mesin akan lebih menyukai cara-cara komunikasi yang bersifat formal, sedangkan cara pandang organisasi sebagai komunitas akan berbagi serta memanfaatkan secara aporisma lembaga-forum komunikasi yg bersifat informal.

Pada tatataran yang lebih tinggi, cara pandang ini jua menghipnotis kebijakan-kebijakan pemerintah. Di bidang pendidikan contohnya, konsep link and match pada masa lalu sangat bernuansa  cara-pandang manusia hanya sebagai sumberdaya, manusia dikembangkan buat melayani sistem. Demikian pula Kurikulum Berbasis Kompetensi yang poly dibicarakan kini ini secara tersirat  cenderung memandang   insan  hanya menjadi sumberdaya. Di masa kemudian, bahkan sampai waktu ini, ketika para praktisi dan pembuat kebijakan berbicara tentang pengembangan industri, umumnya secara implisit yg dimaksud adalah pembangunan  pabrik-pabrik bukan membangun masyarakat yg punya  pandangan hidup kerja baru.

Peranan Idealisme, Karakter ,Komunitas Dalam Perubahan

Perubahan  lingkungan telah sebagai galat satu pendorong dari berkembangnya cara pendekatan baru dalam manajemen. Secara umum  dapat dikatakan bahwa  lingkungan pada mana sebuah perusahaan berada atau beroperasi makin bergejolak, makin kompleks, makin sulit diramalkan. Ini sangat tidak sinkron menggunakan keadaan lingkungan empat atau 5 dasa warsa yang lalu yang relatif masih hening. Lingkungan dalam waktu ini lebih merupakan ‘arena perlombaan arung jeram, bukan danau yang tenang’. Masa berdayung-dayung pada danau yang tenang telah lewat. Agar agar  mampu tumbuh serta berkembang dalam lingkungan yang bergejolak diharapkan mentalitas yg tidak selaras menggunakan mentalitas buat tumbuh serta berkembang di  lingkungan yg tenang.

Ketika lingkungan masih tenang, pekerjaan  bersifat sederhana, repetitif, orang tetap bekerja menggunakan rekan kerja berdasarkan  latar belakang kultural yg nisbi sama pada waktu yang cukup usang,  umur produk atau jasa yang dihasilkan relatif sangat panjang, mobilitas nir begitu tinggi. Dalam keadaan seperti itu, maka kompetensi yang berkaitan dengan pekerjaan sebagai hal yang paling krusial dalam kualitas seseorang. Namun waktu lingkungan  bergejolak, orang lebih seringkali melakukan pekerjaan yg bhineka, bekerja dengan dengan orang-orang menggunakan latar kultural yang tidak sama, ditarik ke sana ke ayo sang kepentingan serta nilai-nilai yg tidak sinkron, keterampilan dan pengetahuan  yg dimiliki menjadi lama atau kurang relevan. Dalam keadaan yang sangat dinamaik dan penuh ketidak pastian,dimensi kualitas manusia di luar kompetensi menjadi lebih dibutuhkan. Tiga dari kualitas yang berada di luar kompetensi ini merupakan idealisme, karakter serta perasaan-sebagai-bagian-dari sebuah  komunitas (selanjutnya
disebut komunitas).

Idealisme, dalam arti keinginan yg tinggi serta luhur dan cita-cita buat mecapai hasil atau mewujudkan keadaan  istimewa yang  sangat dicita-citakan, memegang kiprah  sangat besar pada proses perubahan sebuah institusi. Idealisme merupakan sebuah dimensi yg unik pada manusia yang nir dimiliki mahluk lain. Pada dasarnya setiap orang punya semacam idealisme pada hidupnya, semacam ‘mimpi’. Orang-orang  bekerja pada sebuah institusi atau sebagai anggota institusi  mebawa ‘mimpi-mimpi’ atau asa  ini, apapun pekerjaan atau kedudukan dia pada institusi tadi. Cita-cta ini sangat bersifat eksklusif. Setiap orang menduga cita-citanya sangat krusial. Bagi seseorang operator telepon asa beliau sama pentingnya menggunakan impian seseorang direktur primer perusahaan atau rektor sebuah universitas . Di samping idealisme yang majemuk menurut anggota-anggota, institusi pun punya asa.cita-cita ini sering tercermin pada visi  atau ideologi-inti (core ideology) intitusi yg bersangkutan.  Merck, sebuah perusahaan dalam bidang obat-obatan  menyatakan hadir buat  ‘menjaga serta memperbaiki kehidupan manusia’, sementara  Walt Disney menyatakan hadir  ‘buat membawa kebahagian bagi berjuta-juta orang. Dari sudut pandang  idealisme, sebuah institusi lebih berdasarkan sekedar loka buat bertransaksi buat menerima laba. Idealisme ini yg mendasari pernyatataan Paul Hawken, seseorang pengusaha yg berhasil,  yang berkata bahwa ‘being in business is not about making money, it is a way to become who you are’

Hal yg sulit pada perubahan manajemen sebuah organisasi adalah menemukan cara buat mesinergikan idealisme pribadi dengan idealisme organisasi. Apabila hal ini bisa dilakukan maka para anggota akan merasakan bahwa hasrat institusi merupakan pula impian mereka, mereka akan merasa bahwa mereka akan dapat mewujudkan mimpi-mimpi mereka dengan memberikan yg terbaik dalam mewujudkan idealisme institusi, mereka merasa tumbuh serta berkembang bersama institusi. Dalam poly kasus, pimpinan sebuah organisasi serta anggota-anggotanya nir berhasil menemukan sinergi ini atau nir berhasil menciptakan idealisme beserta sehingga  orang-orang atau kelompok-gerombolan   berjalan menggunakan cita-citanya  masing-masing. Dalam hal ini, visi atau impian institusi  baru sebagai sebuah wacana, belum menjadi keyakinan beserta yg bersemayam pada hati para anggota dan belum diwujudkan  dalam tindakan konkret.

Dalam proses perubahan, idealisme punya bermacam-macam fungsi. Idealisme bisa sebagai pendorong perubahan.  Idealisme bisa menumbuhkan komitmen yang kuat dan kesediaan berkorban dari para anggota  . Komitmen dan kesediaan berkorban ini sangat diperlukan kerena proses perubahan seringkali kali penuh menggunakan ketidak pastian, berjalan nisbi usang  serta hasilnya acapkali tidak cepat dapat dilihat. Apabila  tidak terdapat komitmen  serta kesediaan berkorban, peruabhan akan berhenti sebelum waktunya. Idealisme memperlihatkan arah transformasi. Arah ini sangat krusial agar agar komunitas dalam institusi dan anggotanya nir tersesat dalam Polemik perubahan serta pertarungan berbagai kepentingan. Persaingan global dewasa ini pada satu sisi dapat dilihat sebagai persaingan dalam mengendalikan masa depan. Idealisme adalah unsur utama dalam upaya mengendalikan masa depan. Kalau sebuah perusahaan tidak berusaha mengendalikan masa depannya, maka pihak lain yang akan mengendalikannya. Idealisme merupakan pula asal motivasi bagi anggota. Idealisme membantu satu gerombolan atau seorang bangkit pulang berdasarkan kegagalannya. Akhirnya idealisme akan menumbuhkan perasaan bahwa orang yg bersangkutan melakukan sesuatu yang berarti, yg krusial serta bermakna.

Sebenarnya  kenyataan tentang besarnya kiprah idealisme pada transformasi institusi bukanlah hal baru. Perjalanan sejarah bangsa Indonesia memberitahuakn bahwa  perjuangan mencapai kemerdekaan yg merupakan proses perubahan luar biasa  di bumi Indonesia ini digerakkan sang idealisme yang sangat bertenaga . Para pendiri republik ini, seperti Bung Karno, Bung Hattta dan rekan-rekan seperjuangannya merupakan tokoh-tokoh yang mendorong proses transformasi bangsa ini menggunakan menyalakan api idealisme di batin semua lapisan rakyat Indonesia.

Di samping idealisme, karakter memiliki kiprah besar pada proses transformasi institusi. Di sini yang dimaksud dengan karakter adalah ‘distinctive trait, disticntive quality, moral strength, the pattern of behavior found in an individual or  group’. Dalam transformasi institusi ada beberapa  dimensi karakter yang sangat penting, yaitu integritas, kepercayaan -diri, kedewasaan, mentalitas-berkelimpahan (abundance mentality), kegigihan, serta semangat memperbarui diri. 

Prinsip dasar berdasarkan integritas adalah kejujuran, ketulusan dan memegang teguh standard moral yg tinggi. Integritas ditujukkan sang  kesesuaian antara nilai-nilai yg dipegang dengan kebiasaan, kesesuian antara perkataan menggunakan  perbuatan serta kesesuaian antara ungkapan dengan perasaan. Idealisme perlu disertai menggunakan integritas supaya seseorang atau proses perubahan ‘tidak terperangkap dalam tujuan menghalalkan cara’. Integritas yg tinggi merupakan prasyarat  bagi pemberian ruang yang lebih luas untuk pengendalian-diri. Integritas dibutuhkan buat mengklaim agar  kebebasan yg diberikan  digunakan secara bertanggung jawab. Integritas sangat diharapkan buat membentuk rasa saling percaya dalam sebuah komunitas.

Proses transformasi seringkali disertai dengan ketidak pastian serta memerlukan keberanian buat menempuh alur-alur baru yang belum pernah dilewati. Dalam keadaan seperti ini, agama-diri sangat dibutuhkan. . Kepercayaan-diri menciptakan seorang berani merogoh risiko dan mencapai hasil jauh lebih akbar daripada yg pernah dibayangkannya. Mengenai hal ini, Jack Welch menyatakan bahwa agama diri merupakan kualitas yg selalu dicarinya serta dibangunnya pada setiap eksekutif yg pernah bekerja dengannya. Membangun rasa percaya-diri pada orang-orang  lain  adalah unsur yang  sangat penting pada kepemimpinan .

Dimensi lain dalam karakter adalah kedewasaan. Kedewasaan (maturity) ditujukkan oleh ekuilibrium antara keberanian  dan pertimbangan. Orang yg dewasa secara emosional punya keberanian buat menyampaikan pendapat serta keyakinannya serta dalam saat yang sama mempertimbangkan pendapat serta perasaan orang lain. Kedewasaan akan mencegah rasa percaya-diri berubah  sebagai arogansi. Kedewasaan akan melengkapi rasa percaya- diri dengan tahu-diri. Kedewasaan akan berakibat idealisme lebih membumi, sebagai idealisme yang realistik.

Proses perubahan organisasi memerlukan keterlibatan para anggota. Mereka perlu berhubungan secara kreatif atau membangun sinergi diantara mereka. Untuk itu para anggota perlu memiliki mentalitas-berkelimpahan. Orang-orang menggunakan mentalitas- berkelimpahan  nir takut berbagi, bahkan senang membuatkan. Mereka bahagia berbagi pengetahuan, penghargaan, keberhasilan atau kegembiraan. Mereka adalah orang-orang yang senang melihat orang lain bahagia. Mereka meyakini bahwa buat menjadi akbar orang  nir perlu  mengecilkan orang lain. Orang-orang menggunakan mentalitas-berkelimpahan  sadar akan adanya paradok berbagi: makin seorang berbagi, makin dia berkelimpahan. Mereka melihat banyak peluang untuk membangun positive-sum game serta hayati  dengan semangat tumbuh serta berkembang beserta. Mentalitas-berkelimpahan  akan mempermudah tumbuhnya rasa saling percaya serta rasa saling menghormati pada sebuah komunitas. Kebalikan menurut mentalitas-berkelimpahan  adalah mentalintas-kekurangan (scarcity mentality). Orang-orang menggunakan mentalitas- kekurangan selalu merasa apa yg dimilikinya  akan berkurang jikalau beliau membuatkan. Mereka enggan mengembangkan, serta hanya melihat negative-sum game. Mereka merasa bahwa buat sebagai besar beliau perlu ‘mengecilkan’orang lain. Mereka bahagia melihat orang lain susah.

Perubahan atau proses perubahan dalam sebuah institusi acapkali kali berjalan usang dan nir mudah. Seseorang nir dapat mengganti sebuah institusi dalam satu malam, atau pada satu minggu. Apalagi jika perubahan tadi mencakup perubahan budaya. Di samping itu,  sama sekali nir ada jaminan bahwa hal-hal baru yang dikembangkan atau diterapkan  pada rangka transformasi akan membawa  output seperti yang dibutuhkan. Hal lain yang selalu ada pada transformasi adalah adanya perlawanan atau resistensi terhadap perubahan. Penyebab menurut resistensi ini beragam, misalnya: nir mencicipi perlunya adanya perubahan, tidak melihat risiko dari keadaan status-quo, terbelenggu oleh norma usang, terlena di zona kenikmatan (comfort zone), merasa nir siap, takut mengahadapi ketidak-pastian, merasa terancam kepentingannya. Untuk mengatasi hal-hal yang menghambat  proses transformasi diharapkan kegigihan..

Semangat memperbarui-diri meliputi  kemauan keras buat  belajar hal-hal baru serta semangat untuk memperbarui semangat itu sendiri. Semangat disini meliputi antusiasme, kegembiraan, kegairahaan,  pada melakukan sesuatu serta optimisme menghadapai masa depan. Optimisme datang berdasarkan keyakinan bahwa masa depan itu cerah, dari seorang mau bekerja keras dan cerdas buat mencapainya, bahwa orang bisa membarui masa depannya, bahwa masih banyak peluang yang bisa diraih  buat membentuk masa depan yang lebih baik. Semangat pula muncul karena seseorang merasa  apa yg dia lakukan berarti atau penting. Semangat yg tinggi mudah menular.  Perubahan organisasi pada skala luas memerlukan antusiasme yang menyebar ke semua anggota. Dalam hal ini mentalitas-berkelimpahan  dapat berperan akbar. Orang-orang dengan mentalitas-berkelimpahan  nir hanya menyemangati dirinya sendiri tetapi pula menyemangati orang lain denga cara saling mendukung, saling membesarkan hati serta saling menghargai.

Hal-hal yang sudah dijelaskan di atas berkaitan menggunakan dimensi karakter dalam tataran individu. Di samping anggota institusi yang mempunyai karakter, sebuah institusipun dapat mempunyai karakter yg membedakannya menurut institusi yg lain. Arie de Geus yang memeriksa karakteristik-karakteristik primer perusahaan yang sukses serta hebat  secara terus menerus menemukan bahwa perusahaan-perusahaan seperti itu berhasil membentuk identitas atau semacam keperibadian atau jati diri.. Perusahaan-perusahaan tersebut   pula punya kemampuan besar   membangun komunitas.

Sejumlah orang yg bekerja pada sebuah organisasi nir menggunakan sendirinya sebagai sebuah komunitas. Ada beberapa sifst-sifat   interaksi yg  perlu dipenuhi supaya suatu grup bisa diklaim menjadi komunitas.

Memberi tanpa pamrih adalah karakteristik khusus menurut hubungan pada sebuah komunitas. Hubungan yg sifatnya timbal balik atau transaksional serta hubungan kekuasaan antara yg memerintah dan diperintah bukanlah karakteristik berdasarkan sebuah komunitas. Dalam sebuah komunitas interaksi didasarkan atas dasar saling-percaya serta saling menghormati. Kepedulian terhadap sesama anggota serta kesediaan mengembangkan jua sebagai karakteristik yg menonjol. Anggota komunitas punya cita-cita beserta dan punya nilai-nilai beserta.

Dalam kaitannya dengan perubahan institusi, berkembangnya perasaan sebagai bagian dari komunitas membawa beberapa keuntungan. Dalam sebuah komunitas, anggota-anggotanya secara sukalrela mengendalikan diri sendiri. Rasa saling percaya yg ada pada sebuah komunitas mendorong anggota buat mengerahkan yang terbaik yang terdapat dalam dirinya buat kemajuan beserta. Rasa saling percaya ini pula memudahkan anggota-anggota bekerja sama secara kreatif sebagai akibatnya institusi memperoleh sinergi aporisma berdasarkan potensi para anggota. Hubungan yang hangat diantara anggota dalam sebuah komunitas dapat sebagai sumber kegembiraan dan kebahagiaan bagi anggota. Sebuah komunitas berfungsi memelihara atau merawat hasil-output positif yang telah dicapai dalam proses transformasi serta juga menjaga hal-hal positif yang selama ini sudah dimiliki sang institusi . Dikaitkan denga pentingnya kapital maya kini ini, maka sebuah komunitas adalah basis dari kapital sosial.

Terjebak dalam semangat transaksional: Hubungan yang berdasarkan semangat transaksional bersifat ad interim serta  tidak mendalam, sedangkan interaksi dalam komunitas adalah hubungan pada jangka panjang dan bersifat lebih  mendalam.
Diskriminasi: Memberikan perlakuan spesifik dalam satu gerombolan tertentu dan  mengabaikan  kelompok lain akan menipiskan rasa saling percaya.

Kinerja sebuah institusi sangat ditentukan sang tiga hal: bagaimana para anggotanya berpikir, bagaimana mereka merasa,  bagaimana mereka berinteraksi. Sebuah komunitas sekurang-kurangnya akan mempermudah atau  memperbaiki bagaimna para anggota merasa dan berinteraksi.

Gifford Pinchot menekankan betapa  pentingnya membentuk komunitas di tempat kerja serta menyatakan bahwa persyaratan supaya sebuah organisasi bisa mencapai produktivitas abad ke dua puluh satu merupakan berhasil membentuk komunitas. Membangun  komunitas adalah sebuah kemampuan sangat penting dalam kepemimpinan.

Dari Uraian maupun penerangan pada atas menyampaikan latar belakang mengapa idealisme, karakter dan komunitas perlu menerima  perhatian yg lebih akbar dalam proses perubahan institusi, terutama transformasi pada tengah lingkungan yang bergejolak. Di depan sudah  disamapaikan juga kiprah dari 3 hal tadi dalam  perubahan, khususnya tentang pengaruhnya terhadap proses perubahan. Secara singkat dijelaskan bagaimana idealisme, karakter serta komunitas  dapat membuat proses transformasi lebih terarah serta terjaga,  dan  hasilnya dibutuhkan lebih bermakna. 

Dalam kesempatan yg terbatas ini belum  dibahas  cara-cara  agar kiprah atau pengaruh itu bisa terjadi atau diwujudkan. Dalam hal ini terdapat beberapa pertanyaan praktis seperti: bagaimana membangun atau menciptakan idealisme beserta, hal-hal apa yang perlu dilakukan agar orang-orang mau serta dapat menampilkan aspek-aspek yang sangat positif dari karakternya, apa yang perlu dilakukan pada menciptakan komunitas?

Terlepas dari belum tersentuhnya  pertanyaan di atas, selebaran ini diharapkan bisa menumbuhkan pencerahan serta pengertian baru mengenai posisi insan dalam sebuah organisasi atau institusi serta  menumbuhkan  pencerahan tentang banyaknya dimensi pada luar kompetensi yg pengaruhnya besar dalam proses perubahan. Di samping itu, paparan ini jua diperlukan bisa memberi gambaran tentang hal-hal apa yg perlu diperhatikan bila idealisme, karakter serta komunitas menjadi tumpuan berdasarkan proses perubahan, sebagai akibatnya proses juga hal-hal yg dicapai sebagai lebih bermakna bagi mereka yang terlibat.

Dewasa ini poly institusi baik pada sektor swasta juga publik yg melakukan perubahan. Tetapi kelihatannya poly yg nir mencapai apa yang diharapkan. Hal itu terjadi bukan lantaran kurangnya usaha, atau kurangnya sumber daya.