MEREFLEKSIKAN PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT INDONESIA
Merefleksikan Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia
William F. Ogburn pada Moore (2002), berusaha memberikan suatu pengertian tentang perubahan sosial. Ruang lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun immaterial. Penekannya merupakan dalam efek besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial. Perubahan sosial diartikan sebagai perubahan-perubahan yg terjadi dalam struktur dan fungsi rakyat.
Definisi lain menurut perubahan sosial merupakan segala perubahan yg terjadi pada forum kemasyarakatan dalam suatu warga , yang mempengaruhi sistem sosialnya. Tekanan dalam definisi tadi merupakan pada forum warga sebagai himpunan kelompok manusia dimana perubahan mensugesti struktur warga lainnya (Soekanto, 1990). Perubahan sosial terjadi lantaran adanya perubahan dalam unsur-unsur yg mempertahankan ekuilibrium masyarakat seperti misalnya perubahan dalam unsur geografis, biologis, irit serta kebudayaan. Sorokin (1957), berpendapat bahwa segenap bisnis untuk mengemukakan suatu kecenderungan yg eksklusif serta permanen pada perubahan sosial tidak akan berhasil baik.
Perubahan sosial adalah bagian menurut perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang mencakup kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya. Akan tetapi perubahan tadi nir menghipnotis organisasi sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Tetapi demikian pada prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut sangat sulit buat dipisahkan (Soekanto, 1990).
Perubahan kebudayaan bertitik tolak serta timbul dari organisasi sosial. Pendapat tadi dikembalikan pada pengertian warga dan kebudayaan. Masyarakat adalah sistem interaksi pada arti hubungan antar organisasi dan bukan hubungan antar sel. Kebudayaan mencakup segenap cara berfikir dan bertingkah laris, yang timbul lantaran hubungan yg bersifat komunikatif misalnya membicarakan butir pikiran secara simbolik serta bukan warisan karena keturunan (Davis, 1960). Apabila diambil definisi kebudayaan menurut Taylor dalam Soekanto (1990), kebudayaan merupakan kompleks yg mencakup pengetahuan, kepercayaan , kesenian, moral, hukum norma adat serta setiap kemampuan dan kebiasaan manusia sebagai masyarakat rakyat, maka perubahan kebudayaan dalah segala perubahan yang meliputi unsur-unsur tadi. Soemardjan (1982), mengemukakan bahwa perubahan sosial dan perubahan kebudayaan memiliki aspek yang sama yaitu keduanya bersangkut paut menggunakan suatu cara penerimaan cara-cara baru atau suatu pemugaran dalam cara suatu masyarakat memenuhi kebutuhannya.
Untuk mempelajari perubahan pada masyarakat, perlu diketahui sebab-sebab yg melatari terjadinya perubahan itu. Jika diteliti lebih mendalam karena terjadinya suatu perubahan rakyat, mungkin lantaran adanya sesuatu yang dipercaya sudah tidak lagi memuaskan. Menurut Soekanto (1990), penyebab perubahan sosial dalam suatu masyarakat dibedakan sebagai 2 macam yaitu faktor menurut pada dan luar. Faktor penyebab yg dari menurut pada masyarakat sendiri antara lain bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk, penemuan baru, kontradiksi pada warga , terjadinya pemberontakan atau revolusi. Sedangkan faktor penyebab menurut luar rakyat merupakan lingkungan fisik lebih kurang, peperangan, imbas kebudayaan
Perubahan sosial bisa diartikan menjadi segala perubahan dalam forum-lembaga sosial pada suatu warga . Perubahan-perubahan dalam forum-lembaga sosial itu selanjutnya mempunyai pengaruhnya pada sistem-sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, pola-pola konduite ataupun sikap-sikap pada rakyat itu yang terdiri dari grup-gerombolan sosial.
Masih poly faktor-faktor penyebab perubahan sosial yang bisa disebutkan, ataupun mensugesti proses suatu perubahan sosial. Kontak-hubungan dengan kebudayaan lain yang lalu menaruh pengaruhnya, perubahan pendidikan, ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan eksklusif, penduduk yang heterogen, tolerasi terhadap perbuatan-perbuatan yang semula dipercaya menyimpang dan melanggar tetapi yang lambat laun menjadi kebiasaan-norma, bahkan peraturan-peraturan atau hukum-hukum yang bersifat formal.
Perubahan itu dapat tentang lingkungan hayati dalam arti lebih luas lagi, mengenai nilai-nilai sosial, kebiasaan-norma sosial, pola-pola keperilakuan, strukturstruktur, organisasi, forum-forum, lapisan-lapisan rakyat, rekanan-relasi sosial, sistem-sistem komunikasi itu sendiri. Juga tentang kekuasaan dan kewenangan, interaksi sosial, kemajuan teknologi serta seterusnya.
Ada pandangan yang menyatakan bahwa perubahan sosial itu adalah suatu respons ataupun jawaban dialami terhadap perubahan-perubahan 3 unsur utama :
1. Faktor alam
2. Faktor teknologi
3. Faktor kebudayaan
Kalau terdapat perubahan daripada salah satu faktor tersebut, ataupun kombinasi dua diantaranya, atau beserta-sama, maka terjadilah perubahan sosial. Faktor alam apabila yg dimaksudkan merupakan perubahan jasmaniah, kurang sekali menentukan perubahan sosial. Hubungan korelatif antara perubahan slam dan perubahan sosial atau rakyat tidak begitu kelihatan, karena jarang sekali alam mengalami perubahan yg menentukan, kalaupun terdapat maka prosesnya itu adalah lambat. Dengan demikian rakyat jauh lebih cepat berubahnya daripada perubahan alam. Mudah tak ada interaksi langsung antara ke 2 perubahan tadi. Namun jika faktor alam ini diartikan juga faktor biologis, hubungan itu bisa di lihat konkret. Misalnya saja pertambahan penduduk yg demikian pesat, yg mengganti serta memerlukan pola rekanan ataupun sistem komunikasi lain yang baru. Dalam masyarakat terbaru, faktor teknologi bisa membarui sistem komunikasi ataupun rekanan sosial. Apalagi teknologi komunikasi yang demikian pesat majunya sudah pasti sangat memilih pada perubahan sosial itu.
A. Proses Perubahan Sosial
Proses perubahan sosial terdiri dari 3 termin barurutan : (1) invensi yaitu proses di mana wangsit-pandangan baru baru diciptakan serta dikembangkan, (2) difusi, adalah proses di mans pandangan baru-ilham baru itu dikomunikasikan ke dalam Sistem sosial, dan (tiga) konsekwensi yakni perubahan-perubahan yg terjadi dalam sistem social sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi bila penggunaan atau penolakan inspirasi baru itu mempunysi dampak. Lantaran itu perubahan sosial merupakan akibat komunikasi sosial.
Beberapa pengamat terutama ahli anthropologi memerinci 2 termin tambahan dalam urutan proses pada atas. Salah satunya adalah pengembangan penemuan yg terjadi telah invensi sebelum terjadi difusi. Yang dimaksud ialah proses terbentuknya ilham baru berdasarkan suatu bentuk hingga sebagai suatu bentuk yang memenuhi kebutuhan audiens penerima yang menghendaki. Kami nir memaaukkan termin ini karena dia nir selalu ada. Misalnya, bila inovasi itu dalam bentuk yang siap pakai. Tahap terakhir yang terjadi selesainya konsekwensi, adalah menyusutnya inovasi, ini menjadi bagian berdasarkan konsekwensi.
Yang memicu terjadinya perubahan serta kebalikannya perubahan sosial bisa jua terhambat kejadiannya selagi ada faktor yang menghambat perkembangannya. Faktor pendorong perubahan sosial meliputi hubungan menggunakan kebudayaan lain, sistem rakyat yang terbuka, penduduk yang heterogen dan masyarakat yang berorientasi ke masa depan. Faktor penghambat antara lain sistem rakyat yg tertutup, vested interest, prasangka terhadap hal yang baru serta adat yang berlaku.
Perubahan sosial dalam masyarakat dapat dibedakan pada perubahan cepat serta lambat, perubahan kecil serta besar serta perubahan direncanakan serta tidak direncanakan. Tidak ada satu perubahan yg tidak meninggalkan impak dalam masyarakat yg sedang mengalami perubahan tersebut. Bahkan suatu inovasi teknologi baru bisa mensugesti unsur-unsur budaya lainnya. Dampak menurut perubahan sosial diantaranya meliputi disorganisasi dan reorganisasi sosial, teknologi serta cultural.
B. Penyebab Perubahan Sosial
1. Dari Dalam Masyarakat
Mobilitas Penduduk
Mobilitas penduduk ini meliputi bukan hanya perpindahan penduduk menurut desa ke kota atau sebaiiknya, namun juga bertambah serta berkurangnya penduduk
Penemuan-inovasi baru (inovasi)
Adanya inovasi teknologi baru, misalnya teknologi plastik. Jika dulu daun jati, daun pisang serta biting (lidi) dapat diperdagangkan secara besar -besaran maka kini tidak lagi.
Suatu proses sosial perubahan yg terjadi secara akbar-besaran dan dalam jangka waktu yg nir terlalu usang seringkali dianggap menggunakan penemuan atau innovation. Penemuan-penemuan baru sebagai sebab terjadinya perubahan-perubahan dapat dibedakan pada pengertian-pengertian Discovery dan Invention
Discovery adalah penemuan unsur kebudayaan baru baik berupa indera ataupun gagasan yang diciptakan sang seorang individu atau serangkaian kreasi para individu.
Discovery baru sebagai invention jika warga sudah mengakui serta menerapkan inovasi baru itu.
Pertentangan masyarakat
Pertentangan bisa terjadi antara individu menggunakan gerombolan atau antara gerombolan dengan kelompok.
Terjadinya Pemberontakan atau Revolusi
Pemberontakan dari para mahasiswa, menurunkan rezim Suharto dalam jaman orde baru. Munculah perubahan yang sangat akbar pada Negara dimana sistem pemerintahan yg militerisme berubah sebagai demokrasi dalam jaman refiormasi. Sistem komunikasi antara birokrat dan warga menjadi berubah (menunggu apa yg dikatakan pemimpin berubah menjadi abdi rakyat).
2. Dari Luar Masyarakat
Peperangan
Negara yang menang dalam peperangan pasti akan menanamkan nilai-nilai sosial serta kebudayaannya.
Lingkungan
Terjadinya banjir, gunung meletus, gempa bumi, dll yang menyebabkan penduduk pada wilayah tersebut wajib pindah ke daerah lain. Jika daerah baru keadaan alamnya tidak sama menggunakan daerah dari mereka, maka mereka harus menyesuaikan diri menggunakan keadaan pada daerah yg baru guna kelangsungan kehidupannya.
Kebudayaan Lain
Masuknya kebudayaan Barat dalam kehidupan rakyat pada Indonesia menyebabkan terjadinya perubahan.
C. Faktor-faktor Pendorong dan Penghambat Perubahan Sosial
1. Faktor-faktor Pendorong
- Intensitas hubungan/kontak dengan kebudayaan lain
- Tingkat Pendidikan yg maju
- Sikap terbuka dari masyarakat
- Sikap ingin berkembang dan maju menurut masyarakat
2. Faktor-faktor Penghambat
- Kurangnya interaksi menggunakan warga luar
- Perkembangan pendidikan yang lambat
- Sikap yang bertenaga berdasarkan masyarakat terhadap tradisi yg dimiliki
- Rasa takut menurut rakyat bila terjadi kegoyahan (pro kemapanan)
- Cenderung menolak terhadap hal-hal baru
D. Dampak Akibat Perubahan Sosial
Arah perubahan meliputi beberapa orientasi, antara lain (1) perubahan menggunakan orientasi pada upaya meninggalkan faktor-faktor atau unsur-unsur kehidupan sosial yg mesti ditinggalkan atau diubah, (dua) perubahan dengan orientasi pada suatu bentuk atau unsur yang memang bentuk atau unsur baru, (tiga) suatu perubahan yang berorientasi dalam bentuk, unsur, atau nilai yg telah eksis atau terdapat dalam masa lampau. Tidaklah jarang suatu masyarakat atau bangsa yang selain berupaya mengadakan proses modernisasi pada banyak sekali bidang kehidupan, apakah aspek irit, birokrasi, pertahanan keamanan, serta bidang iptek; namun demikian, tidaklah luput perhatian rakyat atau bangsa yang bersangkutan untuk berupaya menyelusuri, mengeksplorasi, serta menggali serta menemukan unsur-unsur atau nilai-nilai kepribadian atau jatidiri sebagai bangsa yang bermartabat.
Dalam memantapkan orientasi suatu proses perubahan, terdapat beberapa faktor yg menaruh kekuatan pada mobilitas perubahan tersebut, yang diantaranya adalah sebagai berikut, (1) suatu sikap, baik skala individu juga skala grup, yang mampu menghargai karya pihak lain, tanpa ditinjau berdasarkan skala akbar atau kecilnya produktivitas kerja itu sendiri, (dua) adanya kemampuan buat mentolerir adanya sejumlah penyimpangan menurut bentuk-bentuk atau unsur-unsur rutinitas, sebab dalam hakekatnya galat satu pendorong perubahan adanya individu-individu yg menyimpang dari hal-hal yang rutin. Memang keliru satu karakteristik yg hakiki menurut makhluk yg diklaim manusia itu adalah sebagai makhluk yg diklaim homo deviant, makhluk yg senang menyimpang dari unsur-unsur rutinitas, (3) mengokohkan suatu kebiasaan atau sikap mental yg bisa menaruh penghargaan (reward) pada pihak lain (individual, kelompok) yang berprestasi pada berinovasi, baik pada bidang sosial, ekonomi, dan iptek, (4) adanya atau tersedianya fasilitas dan pelayanan pendidikan serta training yg memiliki spesifikasi serta kualifikasi progresif, demokratis, dan terbuka bagi seluruh fihak yang membutuhkannya.
Modernisasi, memberitahuakn suatu proses menurut serangkaian upaya buat menuju atau membangun nilai-nilai (fisik, material dan sosial) yg bersifat atau berkualifikasi universal, rasional, dan fungsional. Lazimnya suka dipertentangkan menggunakan nilai-nilai tradisi. Modernisasi asal berdasarkan kata terbaru (maju), modernity (modernitas), yang diartikan menjadi nilai-nilai yang keberlakuan dalam aspek ruang, waktu, dan kelompok sosialnya lebih luas atau universal, itulah spesifikasi nilai atau values. Sedangkan yang lazim dipertentangkan dengan konsep modern adalah tradisi, yg berarti barang sesuatu yg diperoleh seseorang atau kelompok melalui proses pewarisan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Umumnya tradisi mencakup sejumlah kebiasaan (norms) yang keberlakuannya tergantung dalam (depend on) ruang (tempat), saat, dan gerombolan (warga ) tertentu. Artinya keberlakuannya terbatas, nir bersifat universal misalnya yg berlaku bagi nilai-nilai atau values. Sebagai contoh atau perkara, seyogianya insan mengenakkan pakaian, ini adalah atau termasuk kualifikasi nilai (value). Semua fihak cenderung mengakui serta menganut nilai atau value ini. Tetapi, pakaian contoh apa yg wajib dikenakan itu? Perkara model sandang yg disukai, yg disenangi, yang biasa dikenakan, itulah yg sebagai urusan norma-kebiasaan yang menurut tempat ke tempat, menurut ketika ke ketika, dan berdasarkan grup ke kelompok akan lebih cenderung beraneka ragam.
Spesifikasi norma-norma serta tradisi jika dicermati atas dasar proses modernisasi adalah menjadi berikut, (1) terdapat norma-norma yg bersumber berdasarkan tradisi itu, boleh dikatakan sebagai penghambat kemajuan atau proses modernisasi, (dua) terdapat pula sejumlah kebiasaan atau tradisi yang memiliki potensi buat dikembangkan, disempurnakan, dilakukan kesadaran, atau dimodifikasi sebagai akibatnya kondusif dalam menghadapi proses modernisasi, (3) ada pula yang betul-benar memiliki konsistensi dan relevansi menggunakan nilai-nilai baru. Dalam kaitannya dengan modernisasi rakyat dengan nilai-nilai tradisi ini, maka ditampilkan spesifikasi atau kualifikasi rakyat terkini, yaitu bahwa warga atau orang yang tergolong terkini (maju) merupakan mereka yg terbebas berdasarkan kepercayaan terhadap tahyul. Konsep modernisasi dipakai buat menamakan serangkaian perubahan yg terjadi dalam semua aspek kehidupan rakyat tradisional menjadi suatu upaya mewujudkan warga yang bersangkutan sebagai suatu rakyat industrial. Modernisasi menunjukkan suatu perkembangan menurut struktur sistem sosial, suatu bentuk perubahan yang berkelanjutan pada aspek-aspek kehidupan ekonomi, politik, pendidikan, tradisi dan kepercayaan berdasarkan suatu masyarakat, atau satuan sosial tertentu.
Modernisasi suatu kelompok satuan sosial atau masyarakat, menampilkan suatu pengertian yg berkenaan dengan bentuk upaya buat menciptakan kehidupan masyarakat yg sadar dan aman terhadap tuntutan dari tatanan kehidupan yg semakin meng-global pada saat sekarang serta mendatang. Diharapkan dari proses menduniakan seorang atau masyarakat yang bersangkutan, manakala dihadapkan dalam arus globalisasi tatanan kehidupan manusia, suatu masyarakat eksklusif (contohnya masyarakat Indonesia) tidaklah sekedar menunjukkan suatu fenomena kebengongan semata, namun dibutuhkan sanggup merespons, melibatkan diri dan memanfaatkannya secara signifikan bagi keberadaan bagi dirinya, sesamanya, dan lingkungan sekitarnya. Adapun spesifikasi perilaku mental seseorang atau kelompok yg kondusif buat mengadopsi dan mengadaptasi proses modernisasi merupakan, (1) nilai budaya atau perilaku mental yg senantiasa berorientasi ke masa depan serta dengan cermat mencoba merencanakan masa depannya, (2) nilai budaya atau perilaku mental yang senantiasa berhasrat mengeksplorasi dan mengeksploitasi potensi-potensi sumber daya alam, serta terbuka bagi pengembangan inovasi bidang iptek. Dalam hal ini, memang iptek mampu dibeli, dipinjam dan diambil alih dari iptek produk asing, namun pada penerapannya memerlukan proses adaptasi yg tak jarang lebih rumit daripada berbagi iptek baru, (3) nilai budaya atau perilaku mental yang siap menilai tinggi suatu prestasi serta tidak menilai tinggi status sosial, karena status ini sering dijadikan suatu predikat yg bernuansa gengsi pribadi yg sifat normatif, sedangkan penilai obyektif hanya mampu didasarkan pada konsep seperti apa yang dikemukakan oleh D.C. Mc Clelland (Koentjaraningrat, 1985), yaitu achievement-oriented, (4) nilai budaya atau perilaku mental yang bersedia menilai tinggi usaha fihak lain yg bisa meraih prestasi atas kerja kerasnya sendiri.
Tanpa wajib suatu rakyat berubah seperti orang Barat, serta tanpa wajib bergaya hidup seperti orang Barat, tetapi unsur-unsur iptek Barat nir ada salahnya buat ditiru, diambil alih, diadopsi, diubahsuaikan, dipinjam, bahkan dibeli. Manakala persyaratan ini sudah dipenuhi serta keempat nilai budaya atau perilaku mental yang sudah ditampilkan sudah dimiliki oleh suatu warga tadi. Khusus buat masyarakat di Indonesia, sejarah masa lampau mengajarkan bahwa sistem ekonomi, politik, dan kebudayaan menurut kerajaan-kerajaan akbar pada Asia seperti India dan Cina, yang diadopsi serta diadaptasi oleh kerajaan-kerajaan di Nusantara ini, misalnya Sriwijaya serta Majapahit, tetapi fakta sejarah nir membuktikan bahwa orang-orang Sriwijaya serta Majapahit, dalam pengadopsian serta pengadaptasian nilai-nilai kebudayaan tersebut sekaligus sebagai orang India atau Cina.
Proses modernisasi sampai ketika ini masih tampak dimonopoli sang warga perkotaan (urban community), terutama di kota-kota Negara Sedang Berkembang, misalnya halnya di Indonesia. Kota-kota di negara-negara sedang berkembang menjadi sentra-pusat modernisasi yang diaktualisasikan oleh aneka macam bentuk kegiatan pembangunan, baik aspek fisik-material, sosio-kultural, maupun aspek mental-spiritual. Kecenderungan-kecenderungan seperti ini, mengakibatkan daerah perkotaan sebagai daerah yg poly menjanjikan kehidupan yang lebih baik bagi penduduk pedesaan, terutama bagi generasi mudanya. Obsesi semacam ini menjadi pendorong bertenaga bagi penduduk pedesaan buat beramai-ramai membanjiri serta memadati setiap sudut wilayah perkotaan, pada suatu proses sosial yg diklaim urbanisasi. Fenomena demografis seperti ini, selanjutnya menjadi keliru satu asal pertarungan bagi kebijakan-kebijakan dalam upaya penataan ruang dan kehidupan rakyat perkotaan. Sampai menggunakan saat kini ini kasus perkotaan ini masih menampakan gelagat yang semakin ruwet dan kompleks.
Comments
Post a Comment