KONSEP PEMBANGUNAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

 Konsep Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
 Pembangunan serta pertumbuhan ekonomi satu sama lain nir dapat dipisahkan. Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan menjadi suatu proses yang mengakibatkan pendapatan per kapita penduduk suatu negara meningkat dalam jangka panjang. Sedangkan kata pertumbuhan ekonomi memberitahuakn atau mengukur prestasi dari perkembangan ekonomi, atau diartikan menjadi kenaikan Gross Domestic Product/ Gross National Product tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih mini menurut tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Djojohadikusumo (1994) membedakan konserp pertumbuhan serta pembangunan ekonomi. Menurutnya pertumbuhan ekonomi serius pada peningkatan barang serta jasa pada aktivitas ekonomi warga , yang didasari sang paham Neo-Klasik serta Neo-Keynes. Sedangkan pembangunan ekonomi diartikan menjadi proses transformasi yg ditandai oleh perubahan struktural yaitu perubahan dalam landasan aktivitas ekonomi maupun pada kerangka susunan ekonomi warga yg bersangkutan. Namun demikian pada umumnya para ekonom memberikan pengertian sama untuk kedua kata tadi. Mereka mengartikan pertumbuhan atau pembangunan ekonomi menjadi kenaikan GDP/GNP saja. Dalam penggunaan yang lebih generik, istilah pertumbuhan ekonomi umumnya dipakai buat menyatakan perkembangan ekonomi di negara maju, sedangkan kata pembangunan ekonomi buat menyatakan perkembangan ekonomi di negara sedang berkembang (Arsyad, 1999).

Teori – teori tentang pertumbuhan yg telah dikenal luas salah satunya merupakan teori pertumbuhan neoklasik yg dikembangkan sang Solow. Teori ini dibentuk menjadi respon atas contoh Harord-Domar yg mengasumsikan rasio capital-output konstan. Model Solow mendefinisikan fungsi produksi yg mempunyai sifat bahwa faktor-faktornya saling bersubstitusi secara kontinyu, dan diasumsikan tiap faktor produksi mengalami diminishing return. Solow memulai menggunakan membangun fungsi produksi Y= F (K,L) 

Dimana Y adalah hasil yg merupakan fungsi berdasarkan jumlah kapital K dan tenaga kerja L. Solow mengasumsikan fungsi produksi ini adalah constant return to scale, yg berarti bahwa jika semua input dinaikkan menggunakan pengalian tertentu, hasil akan naik menggunakan pengalian yg sama. 

Teori Pertumbuhan Lewis (dalam Todaro, 2003) menyebutkan transformasi struktur perekonomian menurut pola perekonomian pertanian subsisten tradisional ke perekonomian yang lebih terbaru. Menurutnya, perekonomian terdiri menurut 2 sektor yaitu sektor tradisional pertanian yang tingkat produktivitasnya rendah dan sektor industri perkotaan modern yang tingkat produktivitasnya tinggi. Perhatian utama berdasarkan contoh ini diarahkan dalam terjadinya proses pengalihan tenaga kerja, dan pertumbuhan hasil serta peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor terbaru. 

Karena pada biasanya tolok ukur menurut pembangunan ekonomi adalah taraf pertambahan produk domestik bruto seperti sudah di jelaskan sebelumnya, maka hal ini membuat pembangunan di negara-negara berkembang berorientasi dalam mengejar pertumbuhan yang tingi dalam rangka peningkatan pendapatan warga dan nasional melalui pertumbuhan pendapatan nasional (PDB), walaupun harus melakukan eksploitasi terhadap sumber-asal yang ada. Akan namun pada pelaksanaannya taktik ini ternyata nir menjamin adanya pemerataan distribusi pendapatan nasional bahkan lebih banyak merugikan warga bawah lantaran output pembangunan lebih terkonsentrasi dalam sekelompok orang saja. Hal ini ditandai menggunakan meningkatnya jumlah pengangguran, urbanisasi desa-kota, marginalisasi kemiskinan serta kerusakan lingkungan. Paradigm pembangunan seperti di atas yg hanya mengejar pertumbuhan yang tinggi perlu dikaji ulang pulang lantaran terbukti hanya akan membentuk ketidakmerataan distribusi pendapatan serta makin memperparah terjadinya kerusakan lingkungan. 

Adalah Kuznets (1955) yg berupaya mengkritisi contoh pembangunan yang hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata. Menurutnya, pembangunan tanpa memperhatikan kelestarian alam dan lingkungan hanya akan menciptakan kerusakan lingkungan hidup itu sendiri. Pertumbuhan ekonomi yg dicapai dalam beberapa periode sebelumnya justru akan terkikis oleh ekses-ekses negatif berdasarkan pertumbuhan itu sendiri. Analisis Kuznets tentang impak kelestarian lingkungan hayati terhadap pertumbuhan ekonomi ini secara teoritis diungkapkan menggunakan muncunya teori Environmental Kuznets Curve (EKC). Teori Environmental Kuznets Curve (EKC) menyatakan bahwa buat kasus pada negara sedang berkembang seiring dengan perjalanan ketika, kegiatan industri bisa merusak kelestarian alam dan lingkungan. Sebaliknya buat negara maju, seiring menggunakan bepergian waktu dalam kegiatan industrinya, maka kelestarian lingkungan hayati semakin sanggup dijamin keberadaannya. Berdasarkan dalam penemuannya tadi, bentuk kurva EKC adalah alfabet U terbalik (Munasinghe, 1999). 

Konsep Perubahan Struktural 
Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah sudah menyebabkan perubahan struktur perekonomiansi wilayah tadi. Secara sederhana perubahan struktur perekonomian dapat ditinjau menurut besarnya sumbangan masing-masing sektor terhadap pendapatan nasional. Dari sumbangan masing-masing sektor tadi, perekonomian bisa dibagi sebagai 3 komponen, perekonomian dengan struktur primer atau agraris, perekonomian menggunakan struktur sekunder atau industry, serta perekonomian menggunakan struktur tersier atau jasa (Amir Hidayat, 2004). 

Pembangunan harus bisa menghasilkan perubahan struktural yg seimbang yang tidak menyebabkan ketimpangan antar sektor perekonomian serta membentuk perekonomian yang sehat yaitu perekonomian yang bisa menjaga kesinambungan dari satu generasi ke generasi berikutnya (Kwik Kian Gie, 2002). 

Perubahan structural terus terjadi dalam perekonomian Indonesia, akan tetapi perubahan yg terjadi justru membuat ketimpangan antar sektor yang lalu menumbuhkan struktur ekonomi yg ringkih, struktur ekonomi yang dapat dengan mudah ditentukan perubahan-perubahan yg terjadi disuatu sektor tanpa bisa digantikan oleh sektor lainnya. Sebagai contoh, pembangunan industri yg kurang memperhatikan dan memanfaatkan kekayaan asal daya alam dengan bijak justru dengan gampang bisa tergoyang sang perubahan-perubahan yang terjadi pada global luar. Secara generik struktur perekonomian suatu negara bisa dibagi pada tiga sektor yaitu sektor pertanian atau sektor primer, sektor industri atau sekunder serta sektor jasa atau tersier. Dari pengalaman sejarah pada negara-negara maju, terlihat bahwa tahap awal pembangunan ekonomi pada negara tadi donasi sektor pertanian sangat lebih banyak didominasi, namun akan terus menurun sampai pada tahap tertentu. Peran mayoritas sektor pertanian ini akan digantikan sang sektor industri atau jasa. Fenomena perubahan seperti ini diklaim sebagai proses transformasi struktural (Todaro, 2006). 

Perubahan struktural melibatkan pergeseran utama antara sektor yang membuat sisi hasil pada persamaan fungsi produksi. Salah satu pola yg kentara pada perubahan struktur perekonomian adalah sejalan menggunakan meningkatnya pendapatan perkapita, donasi (share) sektor industri terhadap pembentukan produk domestik bruto pula semakin tinggi (Malcom Gillis et al, 1987). 

Syrquin (1988) mengungkapkan struktur yang acapkali dipakai pada pembangunan dan sejarah ekonomi mengacu dalam pentingnya sektor-sektor perekonomian dalam hal produksi serta faktor-faktor yang dipakai. 

Industrialisasi dianggap sebagai pusat proses berdasarkan perubahan struktural. Dalam hal ini (struktur menjadi komposisi berdasarkan agregat) perubahan struktur juga diterapkan dalam agregat lainnya yang sudah membawa proses industrialisasi seperti permintaan (demand) dan perdagangan. Proses yang saling bekerjasama berdasarkan perubahan struktur yang menemani pembangunan ekonomi seringkali diklaim transformasi struktural (structural transformation). Chenery (1988) jua menjelaskan bahwa konsep transformasi struktural demand, perdagangan, produksi dan tenaga kerja merupakan karakteristik dari pembangunan. 

Teori pola pembangunan Chenery memfokuskan terhadap perubahan struktur pada tahapan proses perubahan ekonomi, industri dan struktur institusi dari perkonomian negara sedang berkembang, yang mengalami transformasi menurut pertanian tradisional beralih ke sektor industri sebagai roda penggerak ekonomi. Penelitian yg dilakukan Chenery mengenai transformasi struktur produksi memberitahuakn bahwa sejalan dengan peningkatan pendapatan perkapita, perekonomian suatu negara akan bergeser menurut yg semula mengandalkan sektor pertanian menuju ke sektor industri (Todaro dan Smith, 2000). 

KONSEP PEMBANGUNAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

 Konsep Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
 Pembangunan serta pertumbuhan ekonomi satu sama lain tidak bisa dipisahkan. Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu negara meningkat pada jangka panjang. Sedangkan kata pertumbuhan ekonomi memperlihatkan atau mengukur prestasi dari perkembangan ekonomi, atau diartikan sebagai kenaikan Gross Domestic Product/ Gross National Product tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih akbar atau lebih mini berdasarkan taraf pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau nir. Djojohadikusumo (1994) membedakan konserp pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Menurutnya pertumbuhan ekonomi serius pada peningkatan barang dan jasa dalam aktivitas ekonomi rakyat, yang didasari oleh paham Neo-Klasik serta Neo-Keynes. Sedangkan pembangunan ekonomi diartikan sebagai proses transformasi yg ditandai oleh perubahan struktural yaitu perubahan pada landasan aktivitas ekonomi juga dalam kerangka susunan ekonomi warga yang bersangkutan. Tetapi demikian dalam umumnya para ekonom menaruh pengertian sama buat kedua kata tadi. Mereka mengartikan pertumbuhan atau pembangunan ekonomi sebagai kenaikan GDP/GNP saja. Dalam penggunaan yg lebih generik, kata pertumbuhan ekonomi umumnya dipakai buat menyatakan perkembangan ekonomi pada negara maju, sedangkan kata pembangunan ekonomi buat menyatakan perkembangan ekonomi di negara sedang berkembang (Arsyad, 1999).

Teori – teori mengenai pertumbuhan yg telah dikenal luas salah satunya adalah teori pertumbuhan neoklasik yg dikembangkan sang Solow. Teori ini dibentuk menjadi respon atas contoh Harord-Domar yang mengasumsikan rasio capital-output konstan. Model Solow mendefinisikan fungsi produksi yang memiliki sifat bahwa faktor-faktornya saling bersubstitusi secara kontinyu, serta diasumsikan tiap faktor produksi mengalami diminishing return. Solow memulai menggunakan membentuk fungsi produksi Y= F (K,L) 

Dimana Y merupakan hasil yang merupakan fungsi menurut jumlah kapital K serta energi kerja L. Solow mengasumsikan fungsi produksi ini adalah constant return to scale, yang berarti bahwa jika seluruh input dinaikkan dengan pengalian tertentu, hasil akan naik menggunakan pengalian yang sama. 

Teori Pertumbuhan Lewis (dalam Todaro, 2003) mengungkapkan transformasi struktur perekonomian berdasarkan pola perekonomian pertanian subsisten tradisional ke perekonomian yang lebih terkini. Menurutnya, perekonomian terdiri menurut 2 sektor yaitu sektor tradisional pertanian yg tingkat produktivitasnya rendah serta sektor industri perkotaan terbaru yg taraf produktivitasnya tinggi. Perhatian utama dari model ini diarahkan dalam terjadinya proses pengalihan energi kerja, dan pertumbuhan output dan peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor terbaru. 

Karena dalam umumnya tolok ukur berdasarkan pembangunan ekonomi adalah tingkat pertambahan produk domestik bruto seperti sudah pada jelaskan sebelumnya, maka hal ini membuat pembangunan pada negara-negara berkembang berorientasi dalam mengejar pertumbuhan yg tingi dalam rangka peningkatan pendapatan rakyat dan nasional melalui pertumbuhan pendapatan nasional (PDB), walaupun wajib melakukan eksploitasi terhadap sumber-sumber yg ada. Akan namun pada pelaksanaannya taktik ini ternyata nir menjamin adanya pemerataan distribusi pendapatan nasional bahkan lebih poly merugikan rakyat bawah lantaran output pembangunan lebih terkonsentrasi pada sekelompok orang saja. Hal ini ditandai menggunakan meningkatnya jumlah pengangguran, urbanisasi desa-kota, marginalisasi kemiskinan dan kerusakan lingkungan. Paradigm pembangunan seperti pada atas yang hanya mengejar pertumbuhan yg tinggi perlu dikaji ulang balik lantaran terbukti hanya akan menghasilkan ketidakmerataan distribusi pendapatan serta makin memperparah terjadinya kerusakan lingkungan. 

Adalah Kuznets (1955) yg berupaya mengkritisi model pembangunan yang hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata. Menurutnya, pembangunan tanpa memperhatikan kelestarian alam serta lingkungan hanya akan membangun kerusakan lingkungan hidup itu sendiri. Pertumbuhan ekonomi yang dicapai dalam beberapa periode sebelumnya justru akan terkikis oleh ekses-ekses negatif dari pertumbuhan itu sendiri. Analisis Kuznets mengenai efek kelestarian lingkungan hayati terhadap pertumbuhan ekonomi ini secara teoritis diungkapkan menggunakan muncunya teori Environmental Kuznets Curve (EKC). Teori Environmental Kuznets Curve (EKC) menyatakan bahwa untuk perkara pada negara sedang berkembang seiring menggunakan perjalanan saat, aktivitas industri dapat Mengganggu kelestarian alam serta lingkungan. Sebaliknya buat negara maju, seiring menggunakan perjalanan waktu pada kegiatan industrinya, maka kelestarian lingkungan hidup semakin sanggup dijamin keberadaannya. Berdasarkan dalam penemuannya tersebut, bentuk kurva EKC adalah huruf U terbalik (Munasinghe, 1999). 

Konsep Perubahan Struktural 
Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah telah menyebabkan perubahan struktur perekonomiansi wilayah tadi. Secara sederhana perubahan struktur perekonomian dapat dipandang menurut besarnya sumbangan masing-masing sektor terhadap pendapatan nasional. Dari sumbangan masing-masing sektor tadi, perekonomian dapat dibagi menjadi 3 komponen, perekonomian menggunakan struktur primer atau agraris, perekonomian dengan struktur sekunder atau industry, serta perekonomian dengan struktur tersier atau jasa (Amir Hidayat, 2004). 

Pembangunan harus bisa membuat perubahan struktural yang seimbang yang nir menimbulkan ketimpangan antar sektor perekonomian serta membentuk perekonomian yg sehat yaitu perekonomian yang sanggup menjaga transedental menurut satu generasi ke generasi berikutnya (Kwik Kian Gie, 2002). 

Perubahan structural terus terjadi dalam perekonomian Indonesia, akan namun perubahan yang terjadi justru menghasilkan ketimpangan antar sektor yang kemudian menumbuhkan struktur ekonomi yg ringkih, struktur ekonomi yg dapat dengan gampang dipengaruhi perubahan-perubahan yang terjadi disuatu sektor tanpa bisa digantikan sang sektor lainnya. Sebagai model, pembangunan industri yg kurang memperhatikan dan memanfaatkan kekayaan asal daya alam dengan bijak justru dengan mudah bisa tergoyang sang perubahan-perubahan yang terjadi di dunia luar. Secara generik struktur perekonomian suatu negara dapat dibagi dalam 3 sektor yaitu sektor pertanian atau sektor utama, sektor industri atau sekunder serta sektor jasa atau tersier. Dari pengalaman sejarah pada negara-negara maju, terlihat bahwa tahap awal pembangunan ekonomi di negara tersebut donasi sektor pertanian sangat lebih banyak didominasi, tetapi akan terus menurun hingga dalam tahap tertentu. Peran secara umum dikuasai sektor pertanian ini akan digantikan sang sektor industri atau jasa. Fenomena perubahan misalnya ini disebut menjadi proses transformasi struktural (Todaro, 2006). 

Perubahan struktural melibatkan pergeseran utama antara sektor yang membuat sisi hasil dalam persamaan fungsi produksi. Salah satu pola yg jelas pada perubahan struktur perekonomian adalah sejalan menggunakan meningkatnya pendapatan perkapita, kontribusi (share) sektor industri terhadap pembentukan produk domestik bruto juga meningkat (Malcom Gillis et al, 1987). 

Syrquin (1988) menjelaskan struktur yg tak jarang dipakai pada pembangunan serta sejarah ekonomi mengacu dalam pentingnya sektor-sektor perekonomian dalam hal produksi serta faktor-faktor yang digunakan. 

Industrialisasi diklaim sebagai sentra proses menurut perubahan struktural. Dalam hal ini (struktur sebagai komposisi berdasarkan agregat) perubahan struktur jua diterapkan dalam agregat lainnya yg telah membawa proses industrialisasi seperti permintaan (demand) dan perdagangan. Proses yang saling berafiliasi berdasarkan perubahan struktur yang menemani pembangunan ekonomi seringkali dianggap transformasi struktural (structural transformation). Chenery (1988) juga mengungkapkan bahwa konsep transformasi struktural demand, perdagangan, produksi dan tenaga kerja merupakan ciri dari pembangunan. 

Teori pola pembangunan Chenery memfokuskan terhadap perubahan struktur pada tahapan proses perubahan ekonomi, industri serta struktur institusi dari perkonomian negara sedang berkembang, yg mengalami transformasi menurut pertanian tradisional beralih ke sektor industri sebagai roda penggerak ekonomi. Penelitian yang dilakukan Chenery mengenai transformasi struktur produksi menerangkan bahwa sejalan menggunakan peningkatan pendapatan perkapita, perekonomian suatu negara akan bergeser dari yg semula mengandalkan sektor pertanian menuju ke sektor industri (Todaro dan Smith, 2000). 

TIGA PILAR PENGEMBANGAN WILAYAH SUMBERDAYA ALAM SUMBERDAYA MANUSIA DAN TEKNOLOGI

Tiga Pilar Pengembangan Wilayah : Sumberdaya Alam, Sumberdaya Manusia Dan Teknologi
Tiga tahun sebelum menginjak abad XXI, terjadi peristiwa akbar pada Indonesia mengawali abad yg ditunggu sang semua rakyat global. Gerakan Reformasi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 demikian dasyat sebagai akibatnya sanggup menggulingkan pemerintahan Orde Baru, yang dianggap telah nir terkenal buat memjalankan pemerintahan Indoesia. Sejalan dengan terjadinya gerakan Reformasi marak jua informasi-informasi heroik yg berkaitan menggunakan penegakan demokrasi, upaya menghindari disintegrasi, upaya pembentukan pemerintahan yang baik dan bersih, kredibilitas pemimpin, pemberantasan KKN (korupsi, kongkalikong serta nepotisme), pemberdayaan warga , pembangunan berkelanjutan, pembentukan swatantra daerah , serta masih poly gosip-isu lainnya. 

Gerakan Reformasi yang gencar serta luas merupakan akumulasi dari carut-marut pemerintahan yang telah nir sesuai dengan harapan rakyat, ditambah dengan krisis ekonomi yg parah. Akar kekacauan tersebut di atas adalah pemerintah Orde Baru yang dipercaya melaksanakan pemerintahan sentralistik, otoriter serta korup. Dengan jatuhnya pemerintahan Orde Baru semakin gencar juga tuntutan rakyat, baik pada tingkat elite sentra juga daerah untuk memberlakukan otonomi daerah secara lebih luas .

Otonomi daerah menjadi suatu sistim pemerintahan di Indonesia yg desentralistis bukan merupakan hal yg baru. Penyelenggaraan otonomi wilayah sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Walaupun demikian pada perkembangannya selama ini aplikasi otonomi wilayah belum menampakkan hasil yang optimal. Setelah gerakan Reformasi berlangsung dan pemerintahan Suharto jatuh, ihwal buat mengoptimalkan aplikasi otonomi wilayah terdengar balik gaungnya, bahkan lebih keras dan mendesak buat segera dilaksanakan. Tuntutan rakyat buat mengoptimalkan pelaksanaan swatantra daerah disambut oleh presiden Habibie sehingga lalu ditetapkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 mengenai Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dengan disahkannya ke 2 undang-undang tadi, maka terjadi perubahan paradigma, yaitu menurut pemerintahan sentralistis ke pemerintahan desentralistis. Berdasarkan undang-undang otonomi wilayah tadi, pemberlakuan undang-undang tersebut efektif dilaksanakan sesudah 2 tahun semenjak ditetapkannya. Pada masa pemerintahan presiden Abdurachman Wachid Undang-undang Otonomi Daerah mulai diterapkan dalam tanggal 1 Januari 2001 (Riyadi serta Bratakusumah, 2003 : 343). 

I. Penerapan Otonomi Daerah Di Indonesia
Otonomi yg berasal berdasarkan istilah autonomos (bahasa Yunani) mempunyai pengertian mengatur diri sendiri. Pada hakekatnya swatantra wilayah adalah upaya buat mensejahterakan masayarakat melalui pemberdayaan potensi daerah secara optimal. Makna swatantra wilayah adalah daerah mempunyai hak , wewenang serta kewajiban untuk mengurus rumah tangganya sendiri sinkron menggunakan peraturan peundang-undangan yg berlaku (Pusat Bahasa , 2001 : 805). Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 pasal 14 menyebutkan bahwa kewenangan wilayah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dari prakarsa sendiri menurut aspirasi warga sesuai dengan peraturan perundang-undangan . Aspek “ prakarsa sendiri “ dalam swatantra daerah memberikan “roh” pada penyelenggaraan pembangunan wilayah yg lebih participatory. Tanpa upaya untuk menumbuh-kembangkan prakarsa setempat, swatantra wilayah yang dibutuhkan bisa menaruh perbedaan makna demokratisasi pembangunan wilayah, akan kehilangan makna terpentingnya. 

Otonomi yg luas sebenarnya adalah pembagian terstruktur mengenai menurut desentralisasi secara utuh. Idealnya aplikasi swatantra yang luas harus disertai pula dengan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, pemerataan, pemberdayaan serta partisipasi rakyat, penggalian potensi serta keanekaragaman wilayah yg difokuskan pada peningkatan ekonomi pada tingkat kabupaten serta kotamadia. 

Implementasi swatantra daerah dapat dilihat berdasarkan bebagai segi yaitu pertama, dipandang menurut segi daerah (teritorial) wajib berorientasi dalam pemberdayaan serta penggalian potensi daerah. Kedua, menurut segi struktur tata pemerintahan berorientasi dalam pemberdayaan pemerintah wilayah dalam mengelola sumber-asal daya yang dimilikinya secara bertanggung jawab serta memegang prinsip-prinsip kesatuan negara dan bangsa. Ketiga, menurut segi kemasyarakatan berorientasi dalam pemberdayaan dan pelibatan rakyat pada pembangunan di berbagai daerah sinkron menggunakan kemampuan masing-masing.

Undang-undang dan peraturan mengenai otonomi daerah telah disusun sejak Indonesia merdeka .hal ini menampakan bahwa para pemimpin negara berdasarkan jaman Orde Lama, Orde Baru hingga pemimpin negara ketika ini sudah memikirkan betapa krusial swatantra wilayah mengingat wilayah Indonesia yg demikian luas yg sebagai tanggung jawab pemerintah. Pemberian otonomi pada wilayah dalam dasarnya merupakan upaya pemberdayaan pada rangka mengelola pembangunan di wilayahnya. Daerah diharapkan sedikit demi sedikit mampu melepaskan ketergantungannya terhadap bantuan pemerintah pusat menggunakan cara menaikkan kreativitas, mempertinggi inovasi dan menaikkan kemandiriannya. Jika pelaksaan otonomi wilayah sesuai menggunakan peraturan dan perundang-undangan yg sudah disusun, maka harapan indah buat mewujudkan “daerah membentuk“ (bukan “membentuk wilayah”), bisa segera tercapai. Otonomi wilayah memberikan harapan cerah kepada wilayah untuk lebih menaikkan dayaguna dan hasilguna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka menaruh efektifitas pelayanan pada masyarakat .hal lain yg tidak kalah krusial adalah wilayah dapat melaksnakan fungsi-fungsi pembangunan serta menyebarkan prakarsa masyarakat secara demokratis , sebagai akibatnya sasaran pembangunan diarahkan dan disesuaikan dengan syarat serta permasalahan yg terdapat di daerah.

Pada kenyataannya sangat ironis apabila pelaksanaan dan penerapan otonomi daerah sejak Orde Lama, Orde Baru dan hingga ketika ini tidak pernah tuntas. Berbagai faktor penyebab pelaksanaan swatantra wilayah yg tidak mulus adalah karena penyimpangan kepentngan-kepentingan politik penguasa yg menyertai penerapan otonomi daerah sehingga penguasa cenderung permanen melaksanakan pemerintahan secara sentralistik dan otoriter. Selain itu kepentingan-kepentingan politik para pemimpin negara buat memerintah dan berkuasa secara absolut dengan mempolitisir swatantra wilayah menyebabkan otonomi wilayah semakin tidak jelas tujuannya. Suatu contoh yaitu dalam masa pemerintahan presiden Suharto telah ditetapkan proyek percontohan buat menerapkan swatantra wilayah pada 26 daerah taraf II menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, tetapi nir ada hasilnya.

Penerapan swatantra wilayah melalui Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 saat ini masih mencari bentuk, lantaran perilaku pemerintah yg masih “ mendua “. Di satu pihak pemerintah sadar bahwa otonomi daerah telah sangat mendesak buat segera dilaksanakan secara tuntas, tetapi pada lain pihak pemerintah jua berusaha permanen mengendalikan wilayah secara kuat pula. Hal ini terlihat dalam wewenang-kewenangan yang relatif luas yg masih ditangani pemerintah terutama yang sangat potensial sebagai sumber keuangan. Selain itu wewenang pemerintah yg lain , yg pula dapat mengancam aplikasi swatantra daerah merupakan otoritas pemerintah buat mencabut swatantra yg sudah diberikan kepada wilayah. Selama sekitar empat tahun semenjak dicanangkannya swatantra wilayah pada Indonesia, pemberdayaan daerah yg gencar diperjuangkan dalam kenyataannya belum dilaksanakan secara optimal. Pembangunan pada wilayah kurang memperhatikan kebutuhan serta kepentingan masyarakat. Keputusan-keputusan pemerintah dan program-program pembangunan tidak menyertakan rakyat, sebagai akibatnya acara-acara pembangunan di wilayah cenderung masih bersifat top down daripada bottom up planning . 

Ada beberapa hal yg perlu diperhatikan agar swatantra wilayah dapat terwujud. Pertama, harus disadari bahwa otonomi wilayah harus selalu diletakkan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi wilayah adalah suatu subsistem dalam satu sistem pemerintahan yang utuh. Kedua, perlu kemauan politik (political will) dari semua pihak misalnya pemerintah sentra, pemerintah daerah serta warga . Kemauan politik menurut semua pihak bisa memperkuat tujuan buat membentuk masyarakat Indonesia secara holistik melalui pembangunan-pembangunan daerah. Kemauan politik ini diharapkan dapat membendung pemikiran primordial, parsial, etnosentris serta sebagainya. Ketiga, komitmen yg tinggi dari berbagai pihak yang berkepentingan sangat diperlukan supaya aplikasi otonomi daerah bisa tercapai tujuannya .

II. Dampak Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Indonesia
Selama kurang lebih 60 tahun Indonesia medeka, otonomi wilayah turut mengiringi pula bepergian bangsa Indonesia. Pada masa Orde Lama swatantra wilayah belum sepenuhnya dilaksanakan, lantaran pimpinan negara yang menerapkan demokrasi terpimpin cenderung bersikap otoriter dan sentralistis dalam melaksanakan pemerintahannya. Demikian juga pada masa pemerintahan Orde Baru menggunakan demokrasi Pancasilanya, pelaksanaan pemerintahan masih cenderung bersifat sentralistis serta otoriter . Selain itu dalam kedua masa tersebut poly terjadi distorsi kebijakan yg terkait dengan otonomi wilayah. Tentu saja kita belum dapat melihat impak dan imbas dari pelaksanaan otonomi wilayah dalam kedua masa itu, karena dalam kenyataannya swatantra wilayah belum dilaksanakan sepenuhnya, walaupun telah poly Undang-undang serta peraturan yg dibuat untuk melaksanakan otonomi wilayah tadi.

Pada masa Reformasi tuntutan buat melaksanakan swatantra daerah sangat gencar sebagai akibatnya pemerintah secara serius juga menyusun kembali Undang-undang yang mengatur otonom daerah yaitu Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Setelah 2 tahun memalui masa transisi dan pengenalan buat melaksanakan kebijakan otonomi wilayah tersebut,maka swatantra wilayah secara resmi berlaku sejak tanggal 1 Januari 2001, dalam masa pemerintahan presiden Abdurachaman Wachid. Setelah kurang lebih 4 tahun swatantra daerah diberlakukan, efek yang terlihat adalah muncul dua kelompok rakyat yang tidak selaras pandangan tentang swatantra daerah. Di satu sisi terdapat masyarakat yg pasif dan pesimis terhadap keberhasilan kebijakan swatantra wilayah, mengingat pengalaman-pengalaman aplikasi otonomi daerah pada masa lalu. Kelompok masyarakat ini nir terlalu antusias menaruh dukungan ataupun menuntut program-acara yg telah ditetapkan pada otonomi daerah. Di sisi yg lain terdapat gerombolan rakyat yg sangat optimis terhadap keberhasilan kebijakan otonomi daerah karena kebijakan ini relatif aspiratif dan didukung sang hampir semua wilayah serta semua komponen.

Antusiasme serta tuntutan buat segera melaksanakan swatantra daerah pula berdatangan menurut gerombolan -grup yang secara ekonomis dan politis mempunyai kepentingan dengan pelaksanaan otonomi daerah. Selain itu masyarakat yg masih ditentukan sang euforia reformasi menduga swatantra wilayah merupakan kebebasan tanpa batas buat melaksanakan pemerintahan sinkron dengan asa serta dambaan mereka. Masyarakat dari daerah yang kaya sumberdaya alamnya, tetapi tidak menikmati hasil-output pembangunan selama ini, menganggap swatantra wilayah memberikan asa cerah buat menaikkan kehidupan mereka. Harapan yg besar pada melaksanakan otonomi daerah telah mengakibatkan wilayah-wilayah saling berlomba untuk menaikan pendapatan asli wilayah (PAD). Berbagai model upaya gencar wilayah-wilayah buat menaikkan PAD menggunakan cara yg paling mudah yaitu dengan penarikan pajak serta retrebusi secara intensif. Contoh lain, tidak sporadis terjadi konkurensi antar daerah yang memperebutkan batas daerah yg mempunyai potensi ekonomi yang tinggi. Perebutan sumber pendapatan daerah tak jarang jua terjadi antara pemerintah sentra dan pemerintah daerah. Pemikiran yang bersifat regional, parsial, etnosentris, primordial , sering mewarnai aplikasi otonomi wilayah sehingga dikhawatirkan dapat sebagai benih disintegrasi bangsa.

Selain imbas negatif berdasarkan aplikasi otonomi wilayah seperti tersebut pada atas, juga ada impak positif yg memberikaan asa keberhasilan otonomi wilayah. Suasana pada daerah-daerah dewasa ini cenderung saling berpacu buat menaikkan potensi wilayah menggunakan banyak sekali macam cara. Seluruh komponen masyarakat mulai dari pemerintah daerah serta anggota warga umumnya diperlukan bisa menyebarkan kreativitasnya serta dapat melakukan penemuan diberbagai bidang . Pengembangan serta inovsi bidang-bidang serta sumberdaya yg dahulu kurang menarik perhatian buat dikembangkan, kini dapat sebagai potensi andalan dari wilayah. Selain itu swatantra wilayah memacu menumbuhkan demokratisasi dalam kehidupan masyarakat, memacu kompetisi yang sehat, pendstribusian kekuasaan sinkron dengan kompetensi .

III. Perubahan Budaya Sebagai Akibat Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Indonesia
Pelaksanaan swatantra daerah pada berbagai wilayah di Indonesia telah menimbulkan efek, baik pengaruh positif maupun impak negatif misalnya beberapa contoh yang telah penulis sebutkan pada atas. Selain itu otonomi wilayah juga telah membawa perubahan-perubahan budaya dalam masyarakat Indonesia.

Pengertian budaya atau kebudayaan dalam arti luas menurut E.B.tylor adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, agama, moral, hukum, adat-tata cara serta kemampuan-kemampuan lain serta kebiasaan-kebiasaan yg didapatkan insan sebagai anggota rakyat melalui proses belajar (Tylor dalam Soekanto , 1969 : 55). Dalam pengertian sempit, kebudayaan diartikan sebagai hasil cipta, karya serta karsa insan buat membicarakan hasratnya akan keindahan . Jadi pengertian kebudayaan pada arti sempit merupakan berupa hasil-hasil kesenian.

Perubahan kebudayaan yg akan dibahas pada tulisan ini difokuskan dalam bahasan kebudayaan dalam arti luas, pada arti perubahan konduite pemerintah serta rakyat yang terkait dengan bidang politik, pemerintahan, ekonomi, sosial dan sebagainya, walaupun bahasannya secara generik dan tidak mengupas seluruh aspek menurut bidang-bidang tadi.

Sejalan menggunakan tekat pemerintah untuk melaksanakan otonomi wilayah, maka sudah terjadi perubahan-perubahan kerangka berpikir (Warseno pada Ambardi serta Prihawantoro, 2002 : 181), yaitu diantaranya :
  • Paradigma berdasarkan sentralisasi ke desentralisasi
  • Paradigma kebijakan tertutup ke kebijakan terbuka (transparan)
  • Paradigma yang membuahkan rakyat sebagai obyek pembangunan ke warga yang sebagai subyek pembangunan.
  • Paradigma berdasarkan swatantra yang nyata serta bertanggungjawab ke swatantra yg luas, konkret serta bertanggung jawab.
  • Paradikma berdasarkan organisasi yang nir efisien ke organisasi yang efisien .
  • Paradigma berdasarkan perencanaan serta pelaksanaan acara yg bersifat top down ke kerangka berpikir sistem perencanaan campuran top down serta bottom- up 
Perubahan kerangka berpikir ini pula merubah budaya masyarakat dalam melaksanakan kegiatannya dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Perubahan paradigma pemerintahan sentralisasi ke pemerintahan desentralisasi sudah mengakibatkan kebingungan pada aparat pemerintah daerah yang telah terbiasa mendapat acara-acara yang sudah didesain oleh pemerintah pusat. Sekarang mereka dituntut untuk melaksanakan pemerintahan yang efisien dan berorientasi dalam kualitas pelayanan dan melibatkan partisipasi masyarakat. Pemerintah Daerah dituntut buat secara mandiri melaksanakan kegiatan perencanaan, pelaksanaan sampai dalam supervisi program pembanguan yg dilaksanakan pada wilayahnya. Selain itu wilayah dituntut kemampuannya buat membiayai sebagian besar kegiatan pembangunannya sebagai akibatnya dibutuhkan sumberdaya insan yang berkualitas, kreatif, inovatif , yang dibutuhkan bisa menghasilkan pemikiran , konsep dan kebijakan pada rangka mencari asal pembiayaan pembangunan tadi. Perubahan paradigma dalam waktu yang nisbi singkat, tentu saja belum membuat para aparat pemerintah daerah dan warga memahami sepenuhnya hakekat serta aturan-anggaran aplikasi swatantra daerah. Walaupun demikian sedikit demi sedikit aparat pemerintah wilayah serta warga mulai belajar mengikuti keadaan menggunakan iklim swatantra wilayah. Aktivitas yg menunjuk pada efisiensi serta upaya peningkatan kualitas pelayanan, inovasi serta kreativitas pada ekskavasi potensi wilayah mulai digiatkan. Beberapa model bisa disebutkan yaitu bahwa instansi-instansi pemerintah pada daerah giat mendorong para pegawainya untuk menaikkan serta membuatkan ketrampilan serta keahliannya melalui peningkatan pendidikan, baik formal maupun non formal. Contoh yang lain merupakan pemangkasan mekanisme birokrasi yang bertele-tele, menggunakan tujuan buat efisiensi . 

Iklim keterbukaan yg mewarnai otonomi daerah telah membawa perubahan pada perilaku rakyat yg semula tidak diberi kesempatan buat mengetahui dan berperan dalam perencanaan, aplikasi serta supervisi pembangunan lalu diberi kesempatan buat terlibat pada acara-acara pembangunan. Keadaan ini lalu melahirkan sikap-perilaku yg kadang-kadang sangat berlebihan. Masyarakat yang masih awam menggunakan penerapan sistim demokrasi menganggap bahwa semua masalah pemerintahan jua harus dipertanggungjawabkan secara langsung kepada mereka. Pada awal masa reformasi kita bisa melihat maraknya demonstrasi masyarakat yg kadang-kadang sangat brutal serta kasar menuntut agar pejabat-pejabat pemerintahan yg dipercaya telah menyimpang pada melaksanakan tugas-tugas yang diamanatkan kepadanya diadili atau mengundurkan diri. Masyarakat seolah-olah sudah tidak memiliki agama pada lembaga yang dapat menyalurkan aspirasi mereka, sebagai akibatnya tindakan main hakim sendiiri menjadi pemandangan yg sangat umum. Sebagai contoh kita dapat melihat pada peristiwa yg menimpa Bupati Temanggung yang baru-baru ini diminta sang hampir seluruh rakyat Temanggung buat mengundurkan diri, karena dianggap telah melakukan korupsi. Bahkan para pegawai negeri pada Temanggung melakukan demonstrasi dan mogok kerja menjadi protes terhadap Bupati. Tentu saja jika kita melihat secara proporsional dalam tindakan rakyat terutama para pegawai negeri, tindakan mogok kerja tadi adalah tindakan yang menyalahi aturan serta bisa dikenakan hukuman lantaran para pegawai negeri tersebut mengemban tugas pelayanan pada warga .

Otonomi daerah yang bertujuan buat pengelola daerah atas prakarsa sendiri pada beberpa bidang mulai menampakkan perubahan. Satu contoh pada beberapa daerah sudah disusun aturan serta peraturan yg diubahsuaikan menggunakan kultur (budaya) masyarakat dan bepergian sejarah wilayah tersebut. Ada beberapa contoh daerah yg telah menyusun peraturan serta aturan dari syariat atau hukum Islam. Baru-baru ini di Kabupaten Bireuen, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) sudah diberlakukan hukum cambuk kepada 15 orang terpidana yang melakukan judi. Hukum cambuk yg mengundang pro-kontra ini dilaksanakan dalam lepas 24 Juni 2005 . Pijakan hukum yg melandasi aturan cambuk adalah Undang-undang Nomor 14/1999 Tentang Pelaksanaan Keistimewaan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Undang-undang Nomor 18/2001 Tentang Otonomi Khusus, serta perda (Peraturan Daerah) Nomor lima/2000 Tentang aplikasi Syariat Islam. Petunjuk teknis pelaksanaan aturan cambuk bagi yg melanggar syariat Islam dituangkan dalam Peraturan Gubernur Aceh Nomor 10/2005 menjadi pengganti Peraturan Daerah (Qanun). Dalam Peraturan Gubernur ini setidaknya ditetapkan empat masalah yang pelakunya mampu dikenai hukum cambuk, yaitu judi, berpasangan pada loka gelap menggunakan orang yang bukan muhrimnya, minum minuman keras/mabuk dan berzina (Gatra, Nomor 33, dua Juli 2005). Hukum Cambuk yg dilaksanakan di Nangroe Aceh Darussalam ini sebenarnya bukan bertujuan buat mempertontonkan kesadisan serta kekejaman dari penegak aturan pada sana, melainkan untuk menciptakan jera para pelaku tindak kraiminal serta agar masyarakat lebih berhati-hati dan melaksanakan syariat Islam menggunakan baik dan sahih.

Daerah lain yang jua mulai menerapkan anggaran dari syariat Islam adalah Cianjur. Di sana telah disusun anggaran yang menghimbau perempuan muslim mengenakan jilbab serta himbauan kepada suluruh muslim meninggalkan pekerjaannya buat segera menunaikan sholat waktu adhan berkumandang. Pelangaran pada peraturan ini sementara berupa sanksi moral dan hukuman sosial.

Perilaku masyarakat yang terkait dengan ekskavasi serta pengembangan potensi ekonomi jua melahirkan sikap dan kultur berkreasi serta berinovasi untuk menciptakan hal-hal baru. Dalam upaya menaikkan daya saing ini beberapa wilayah wajib memperhatikan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, kultur serta pimpinan/pemegang kebijakan. Kalau nir, maka akan terjadi persaingan yang nir sehat antara gerombolan warga di daerah tadi, persaingan antar wilayah serta lain sebagainya. Bahkan tidak sporadis antar wilayah saling berebut lahan atau sumber daya alam yg sebagai asal ekonomi . Kadang-kadang ambisi buat mempertinggi PAD melahirkan perilaku “ rakus “ pada daerah-wilayah. Daerah-wilayah yg sangat minim sumberdaya alamnya dipacu buat melihat lebih jeli peluang-peluang pada sektor ekonomi berskala kecil atau yang seringkali dianggap menjadi ekonomi kerakyatan (usaha kecil dan menengah). Dari pengalaman krisis ekonomi yg dialami Indonesia pada tahun 1997, ekonomi warga dan sektor informal mampu bertahan dan bahkan sanggup sebagai penyangga (buffer) perekonomian wilayah , sebagai akibatnya bisa menyelamatkan kehidupan rakyat ( Mubyarto, 2001 : 196). Beberapa model wilayah yang bisa menyesuaikan diri dengan keadaan sesudah krisis ekonomi serta permanen bisa bertahan serta bisa mempertinggi pertumbuhan ekonominya merupakan Kabupaten Sukoharjo serta Desa Banyuraden, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman. Kabupaten Sukoharjo selama krisis ekonomi tidak terkena dampak yang berarti lantaran industri kecil dan sektor informal yg dikembangkan pada wilayah tadi nir tergantung pada bahan standar import serta melayani pasar lokal yg relatif luas. Berbeda dengan Kabupaten Sukoharjo, Desa Banyuraden Kabupaten Sleman berhasil memberdayakan ekonomi warga melalui pengelolaan dan pengolahan sampah, yg semula sebagai sumber kasus lingkungan di desa tersebut. Desa Banyuraden berhasil memanfaatkan sampah menjadi sumber ekonomi masyarakat dengan cara memasak sampah menjadi kompos atau pupuk organik serta dan barang kerajinan. Kita tidak bisa memungkiri bahwa nir seluruh daerah berhasil mengatasi krisis ekonomi melalui pemberdayaan ekonomi warga . Banyak wilayah terutama di luar Jawa yang nir memiliki sumberdaya ekonomi serta sumberdaya insan yang memadai patut mendapatkan perhatian yg lebih akbar menurut Pemerintah Pusat juga Pemda buat meningkatkan kesejahteraan mereka.

REVITALISASI AGRIBISNIS BERBASIS SAINS TEKNOLOGI DAN REKAYASA

REVITALISASI AGRIBISNIS BERBASIS SAINS, TEKNOLOGI DAN REKAYASA
Sebagai dampak berdasarkan pengaruh krisis ekonomi Amerika Serikat yang dimulai tahun 2008, banyak negara di aneka macam belahan global yg mengalami pertumbuhan ekonomi negatif. Hal yang menggembirakan adalah, pada pulang krisis pangan, enerji serta finansial, Indonesia ternyata termasuk ke pada sedikit negara yg masih memiliki pertumbuhan ekonomi positif selama tahun 2009 bersama India serta Cina. Secara sekilas syarat tadi seolah-olah menyiratkan baiknya syarat pembangunan ekonomi di Indonesia serta menggunakan struktur ekonomi yang relatif bertenaga. Walaupun demikian, tanggapan poly ahli yg menyatakan bahwa masih poly sekali permasalahan ekonomi yg diperlukan buat memperkuat struktur ekonomi serta kesejahteraan serta masih rentannya ekonomi Indonesia terhadap kemungkinan timbulnya balik krisis ekonomi di masa mendatang, juga dampak perluasan perekonomian dunia sesudah pulih menurut krisis, menunjukkan bahwa landasan pertumbuhan serta kualitas ekonomi Indonesia waktu ini masih lemah.

Kondisi lemah serta rapuhnya landasan pertumbuhan ekonomi Indonesia berdasarkan Basri (2009), bisa dilihat berdasarkan menurunnya porsi investasi sebagai asal pertumbuhan, besarnya potensi gelembung sektor keuangan serta penggunaan dana asing buat menutup defisit anggaran. Di lain pihak, kondisi rendahnya kualitas pertumbuhan ekonomi saat ini ditunjukkan oleh pertumbuhan sektor yg tidak diperdagangkan (untradable) (misalnya konstruksi; komunikasi; perdagangan dan keuangan) yg lebih mayoritas menurut sektor yg dapat diperdagangkan (tradable), misalnya produksi pertanian, dan pertambangan dan manufaktur. Jika kondisi tadi terus berlanjut, maka rendahnya kualitas pertumbuhan ekonomi akan berdampak dalam semakin sulitnya upaya pengentasan kemiskinan warga dan penurunan tingkat pengangguran, dan terjadinya pembengkakan sektor informal serta semakin lebarnya kesenjangan warga .

Walaupun demikian, dalam lima tahun mendatang, menggunakan struktur pemerintah dan kepemimpinan negara yang baru, pertumbuhan ekonomi ditargetkan mencapai tujuh %, pengangguran terbuka berkurang menurut 8,1 persen menjadi 5-6 persen serta penurunan jumlah penduduk miskin dari 14 % sebagai 8-10 % (Suhartono, 2009). Dengan kondisi pertumbuhan ekonomi ketika ini yang berkisar pada rentang 4,tiga persen, maka dibutuhkan upaya keras dari pemerintah untuk mewujudkan sasaran tersebut, terutama dalam peningkatan kinerja sektor riil yang keliru satunya masih ada dalam pembangunan agribisnis. 

Bagi Indonesia, peningkatan kinerja agribisnis, atau dalam kerangka berpikir usang kinerja sektor pertanian, tidak tanggal berdasarkan acara pembangunan ekonomi. Berbagai hasil penelitian, menyimpulkan bahwa sector yang paling akbar kontribusinya dalam penurunan jumlah penduduk miskin adalah pertumbuhan sektor pertanian. Kontribusi sektor pertanian dalam menurunkan jumlah penduduk miskin mencapai 66%, menggunakan rincian 74% pada perdesaan dan 55% pada perkotaan (Munif, 2009). Sektor pertanian masih permanen berperan akbar dalam pembangunan ekonomi Indonesia melalui sumbangan pribadi pada pembentukan PDB, penyerapan energi kerja, peningkatan pendapatan warga , penyediaan sumber pangan serta bahan standar industri atau biofuel, pemicu pertumbuhan ekonomi pada pedesaan, perolehan devisa, juga sumbangan nir pribadi melalui penciptaan kondisi aman bagi pelaksanaan pembangunan dan interaksi sinergis menggunakan sektor lain. Oleh karena itu, dalam revitalisasi pembangunan ekonomi nasional, pembangunan agribisnis (termasuk perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan) harus diintegrasikan dengan pembangunan industri hulu dan hilir serta sektor-sektor jasa yang terkait pada dalamnya (Saragih, 2001; Gumbira-Sa’id dan Intan, 2004).

KINERJA PEMBANGUNAN AGRIBISNIS PERIODE TAHUN 2004 – 2009
Kinerja pembangunan agribisnis periode tahun 2004 – 2009 bisa bisa dikaji dari produksi hasil pertanian dan kecukupan pasokannya, dan kondisi ekspor impor komoditas pertanian strategis dan primer Indonesia. 

No Komoditas Keterangan 1 Padi (Beras) Produksi Terdapat peningkatan produksi padi setiap tahunnya secara konsisten menggunakan persentase homogen-rata peningkatan pertahun mencapai 3.6%. Produksi gabah tahun 2009 mencapai 63.8 juta ton GKG (BPS, 2009). Kecukupan kebutuhan domestik Produksi padi nasional tahun 2009 dapat mencukupi kebutuhan konsumsi nasional sebagai akibatnya pada tahun 2009 impor beras tidak dilakukan. 2 Jagung Produksi Produksi jagung semakin tinggi 14.32% per tahun menurut 11.23 juta ton jagung pipilan kemarau tahun 2004 sebagai 17.65 juta ton dalam tahun 2009 (BPS, 2009). Kecukupan kebutuhan domestik Tingkat pertumbuhan konsumsi jagung dalam negeri yg tinggi menyebabkan swasembada jagung yang ditargetkan pada tahun 2007 belum tercapai, walaupun masih ada peningkatan jumlah produksi juga produktivitas. Tetapi demikian, membaiknya tingkat produksi jagung nasional bisa membantu mengurangi ketergantungan sektor peternakan terhadap pakan impor. 3 Kedelai Produksi Rata-rata peningkatan produksi kedelai pertahun selama periode 2004-2009 merupakan 6.72%. Pada tahun 2004 dihasilkan 723.8 juta ton biji kering dan pada tahun 2009 menghasilan sebanyak 966 juta ton biji kemarau (BPS, 2009). Walaupun masih ada peningkatan produksi kedelai nasional, namun jumlah produksi baru dapat mencukupi kurang lebih 35% kebutuhan konsumsi kedelai pada negeri. Kecukupan kebutuhan domestik Kebutuhan kedelai terus meningkat menurut dua,02 juta ton pada tahun 2003 menjadi dua,71 juta ton pada tahun 2015 dan 3,35 juta ton dalam tahun 2025. Kebutuhan kedelai buat industri memahami dan tempe mencapai 1,78 juta ton, atau 88% menurut total kebutuhan nasional. Industri lainnya membutuhkan kedelai sebanyak 12% berdasarkan total kebutuhan nasional. Kedelai pula diharapkan sebagai bahan standar industri tepung, pangan olahan, dan pati.

Upaya peningkatan produksi kedelai sebanyak 15% melalui acara peningkatan produktivitas serta perluasan areal tanam hingga 2014 diproyeksikan masih belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan kedelai nasional. Jika proyeksi tersebut terwujud, pada tahun 2014, masih diperlukan impor kedelai lebih kurang 8.57% menurut kebutuhan nasional (Deptan, 2004). 4 Gula Produksi Terdapat pertumbuhan produksi gula rata-homogen 7.6% per tahun sejak 2004 hingga 2009. Tahun 2009 ditargetkan sebagai tahun swasembada gula konsumsi warga . Tetapi hingga akhir tahun 2009 diperkirakan jumlah produksi gula hanya mencapai 2.73-dua.75 juta ton, atau lebih rendah dari sasaran yang ditetapkan tiga juta ton (BPS pada Kompas, 2009). Kecukupan kebutuhan domestik Konsumsi gula nasional mencapai dua.76 juta ton per tahun dengan tingkat konsumsi gula per kapita mencapai 12 kg pertahun. Di lain pihak konsumsi gula industri diperkirakan sekitar 2,15 juta ton, terdiri menurut 1,1 juta ton buat industri akbar dan 1,05 juta ton buat industri kecil dan usaha kecil menengah (UKM). Total konsumsi gula pada Indonesia diperkirakan 4,85 juta ton atau lebih (Deptan, 2005). Jumlah produksi gula dalam negeri belum sanggup memenuhi seluruh kebutuhan gula pada negeri. Kondisi ekspor impor Dengan jumlah konsumsi yg lebih tinggi dari produksi pada tahun 2009. Impor gula buat konsumsi rakyat kurang lebih 220.000 ton akan diperlukan pada akhir tahun 2009 atau awal tahun 2000 (BPS dalam Kompas, 2009). 5 Kelapa Sawit Produksi Selama periode 2004-2008 produksi CPO Indonesia mengalami peningkatan homogen-homogen 12.lima% per tahun. Pada tahun 2008 produksi CPO Indonesia berjumlah 18 juta ton, lebih poly 1.3 juta ton berdasarkan Malaysia. Pangsa atau kontribusi produksi CPO Indonesia sekarang telah mencapai 44,3 % dari total produksi CPO global, lebih tinggi menurut 41,2 % yg merupakan pangsa pasar CPO Malaysia (GAPKI (2008) pada Dewan Ketahanan Pangan, (2009)). Kecukupan kebutuhan domestik Konsumsi minyak sawit domestik diperkirakan sekitar 50%-60% berdasarkan produksi serta penggunaannya sebagian besar buat pangan (80%-85%), sedangkan buat industri oleokimia nisbi masih mini (15%-20%). Menurut perkiraan, pertumbuhan konsumsi minyak sawit dalam negeri merupakan lebih kurang 11,lima %/tahun. Pertumbuhan konsumsi untuk oleopangan merupakan 12%, lebih besar dibandingkan pertumbuhan konsumsi buat oleokimia (10%) (Deptan, 2005). Kondisi ekspor impor Indonesia merupakan negara net-exporter minyak sawit, namun pada keadaan mendesak Indonesia juga mengimpor minyak sawit. Impor itersebut umumnya terjadi pada saat harga global tinggi dimana terjadi rush export berdasarkan Indonesia.

Malaysia merupakan pesaing primer Indonesia serta umumnya CPO berasal Malaysia lebih kompetitif karena antara lain, mutu yg lebih baik dan adanya kemudahan-kemudahan yg didapat Malaysia menurut negara pengimpor yang nir didapat sang Indonesia. 6 Karet Produksi Produksi karet alam nisbi stabil yaitu antara dua.3-2.lima juta ton per tahun. Faktor rendahnya produktivitas flora karet serta harga karet di pasar global sebagai faktor yg mempengaruhi fluktuasi jumlah produksi karet alam Indonesia (Deptan, 2005). Kecukupan kebutuhan domestik Sekitar 7-10% karet alam yg dihasilkan Indonesia digunakan buat kebutuhan industri pada negeri (Deptan, 2005).

Rendahnya taraf konsumsi karet alam domestik diakibatkan belum belum berkembangnya industri hilir berbasis karet alam. Hal tadi menyebabkan perolehan nilai tambah komoditi karet masih relatif rendah. Kondisi ekspor impor Volume impor karet alam ke Indonesia nisbi sangat kecil, serta terbatas pada bentuk lateks pekat yang dibutuhkan sang industri barang jadi lateks pada negeri. Sementara itu volume ekspor karet alam mencapai lebih menurut 90% berdasarkan total produksi karet nasional menggunakan negara tujuan primer USA, China, Singapura, Jepang dan Jerman. Kondisi ekspor karet alam Indonesia sangat ditentukan harga minyak bumi, kondisi pertumbuhan ekonomi global terutama negara maju. Ekspor karet alam Indonesia pada than 2010 diperkirakan mampu mencapai nilai Rp 5 milyar dollar AS (BPS pada Kompas, 2009). 7 Daging ternak sapi Produksi Selama periode 2003-2007 terdapat peningkatan populasi sapi pedaging 2% per tahun dan produksi daging sapi 3.9% per tahun (Ditjennak, 2008). Kecukupan kebutuhan domestik Walaupun konsumsi daging sapi per kapita di Indonesia masih sangat kecil, yaitu sekitar 1,15 kilogram per kapita per tahun, tetapi taraf penyediaan dalam negeri terhadap tingkat konsumsinya masih rendah. Konsumsi daging sapi mencapai 1.7 juta ekor per tahun. Kapasitas produksi hanya sanggup memenuhi dua pertiga menurut total kebutuhan. Kekurangan pasokan dipenuhi menurut impor sapi bakalan berkisar 500 ribu ekor dan daging sapi impor 70.000 ton per tahun (Ditjennak, 2008). 8 Hasil ternak unggas Produksi Perkembangan produksi daging ayam dalam periode 2003-2007 memperlihatkan adanya perkembangan sebesar 4.dua% per tahun buat ayam lokal, 8% per tahun buat ayam ras petelur, dan 4.7% per tahun buat ayam ras pedaging. Di lain pihak produksi telur juga mengalami pertumbuhan lebih kurang lima% per tahun buat telur ayam lokal serta 11% per tahun untuk telur ayam ras (Ditjennak, 2008). Kecukupan kebutuhan domestik Di Indonesia sebagian akbar produk ayam serta telur diperdagangkan dalam bentuk segar. Sebagian akbar daging ayam dipasarkan pada konsumen tempat tinggal tangga dan lebih kurang 20% daging ayam dipasarkan buat restoran franchise yg menyajikan ayam goreng. Konsumsi daging ayam perkapita merupakan kurang lebih 2,tiga kilogram per kapita buat daging ayam broiler, serta lebih kurang tiga,tiga kilogram per kapita buat telur. Dibandingkan dengan kecukupan pasokan daging unggas yang rendah, pasokan telur ayam domestik memperlihatkan surplus (Ditjennak, 2008). Kondisi Ekspor - Impor Berkebalikan dengan menurunnya nilai ekspor daging ayam dan telur, jumlah serta nilai impor daging unggas dan telur konsumsi memperlihatkan adanya peningkatan selama tahun 2002-2006. Di lain pihak, jumlah serta nilai impor bibit DOC dan unggas hayati mengalami penurunan (Ditjennak, 2008). Hortikultura

(buah serta sayur) Produksi Jenis flora sayur serta butir-buahan Indonesia yang diperdagangkan terdiri menurut 60 jenis sayura serta 80 jenis butir-buahan. Selama periode 2003-2008 masih ada peningkatan produksi homogen-rata per tahun buat komoditas sayur serta buah masing-masing dua dan 7 persen per tahun. Pada tahun 2008 jumlah produksi sayuran mencapai 9,56 juta ton sedangkan butir-buahan mencapai 18,24 juta ton (Ditjen Hortikultura, 2009). Kecukupan kebutuhan domestik Terdapat peningkatan taraf jumlah konsumsi sayur serta buah per kapita yaitu sebagai 39,39 kg/kapita/tahun serta 34,06 kg/kapita/tahun pada tahun 2007, masing-masing meningkat menurut 33.78 serta 34.56 kg/kapita/tahun dalam tahun 2006 (Ditjen Hortikultura, 2009). Kondisi ekspor - impor Ekspor maupun impor sayur serta butir Indonesia menerangkan adanya peningkatan setiap tahunnya. Sangat disayangkan jumlah impor sayur juga butir Indonesia lebih akbar dari jumlah ekspornya. Impor sayur dan buah pada tahun 2008 masing-masing berjumlah 917,19 ribu ton dan 501.96 ribu ton. Tingkat pertumbuhan ekspor sayur dan butir masing-masing mencapai 9% serta 14%, lebih rendah menurut taraf pertumbuhan impornya yang masing-masing merupakan 27% serta 24%. Komoditas butir impor primer merupakan jeruk, durian, dan nenas. Di lain pihak komoditas impor sayur utama merupakan bawang, kentang, wortel, serta cabe (Ditjen Hortikultura, 2009). 

Khusus buat bahasan pertumbuhan ekonomi sektor pertanian, Nilai tukar petani (NTP) sebagai salah satu indikator kesejahteraan petani secara konsisten mengalami peningkatan selama periode tahun 2006 - 2008 dengan pertumbuhan sebesar dua,52 % per tahun. Neraca perdagangan komoditas pertanian mengalami peningkatan secara konsisten selama periode 2005-2008 menggunakan rata-homogen pertumbuhan 29,29 % per tahun. Selain itu, pertumbuhan energi kerja sektor pertanian 1,56 % per tahun, lebih tinggi dari homogen-homogen pertumbuhan total angkatan kerja (1,24 persen per tahun) dan tenaga kerja non pertanian yang hanya lebih kurang 0,98 persen per tahun (Munif, 2009).

Rata-rata pertumbuhan nilai investasi sektor pertanian tahun 2005 – 2007 mencapai 172,8%/tahun. Nilai ekspor Indonesia dalam bulan September 2009 adalah 9.83 miliar dollar Alaihi Salam, menurun 6.75% dari bulan Agustus. Secara kumulatif nilai ekspor Januari-September 2009 merupakan 80.13 miliar atau menurun 25.57% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2008 (BPS, 2009). Di lain pihak, pertumbuhan industri pengolahan besar dan sedang dalam triwulan III-2009 hanya meningkat 0.02% dibandingkan tahun 2008. Hal tersebut mengindikasikan tidak ada peningkatan penyerapan pasar terhadap produk-produk industri. Dalam 10 tahun terakhir, kontribusi konsumsi pemerintah serta rumah tangga terhadap PDB semakin tinggi menurut 68% menjadi 72%, sedangkan donasi ekspor menurun dari 39% sebagai 30%.

TANTANGAN MASA DEPAN DAN PERLUNYA REVITALISASI AGRIBISNIS BERBASIS SAINS, TEKNOLOGI DAN REKAYASA
Sektor pertanian diproyeksikan dapat permanen tumbuh secara moderat, meskipun diperkirakan nir lagi setinggi tahun 2008 yang mencapai 4,8 persen. Belum berhasilnya revitalisasi sektor pertanian secara holistik dan adanya ketidakpasian cuaca merupakan 2 hal utama yg mempengaruhi nomor -angka proyeksi pertumbuhan sektor pertanian tersebut. Dalam periode tahun 2010-2014 sektor pertanian diperkirakan hanya bisa tumbuh rata-homogen sekitar 3,4 % (Kadin, 2009).

Tantangan serta permasalahan mendasar pembangunan sektor pertanian menurut Munif (2009) berkaitan dengan sarana prasarana, permodalan, pasar, teknologi, dan kelembagaan petani, yang masih memerlukan penanganan yang berkelanjutan disamping keluarnya problem-masalah baru. Selain itu, Kadin (2009) menyimpulkan bahwa perseteruan primer yang dihadapi perekonomian Indonesia merupakan ketersediaan tenaga yang mencukupi, infrastruktur jalan dan logistik yang buruk, pembiayaan yang mahal, permasalahan penyelundupan, perseteruan pajak, perburuhan dan kompetensi sumberdaya manusia pekerja yang relative rendah, serta anggaran yang tumpang tindih yg adalah berbagai pertarungan yang acapkali dikeluhkan sang investor.

Selain lantaran keterangan-warta yg ditunjukkan di atas, secara generik perkembangan agribisnis pada Indonesia masih menghadapi permasalahan inti, yaitu teknis produksi serta penanganan pasca panen yang belum optimal, manajemen transportasi dan distribusi yg masih lemah, prosedur pemanfaatan teknologi mutakhir serta kecepatan inovasi yg lambat. Dengan demikian, revitalisasi agribisnis secara inovatif seyogianya dilakukan melalui perencanaan teknologi buat mencapai tujuan agribisnis yg ditetapkan, pengorganisasian elemen-elemen teknologi pada organisasi agribisnis secara serasi, pengarahan penerapan teknologi buat mencapai hasil yg optimal, pengkoordinasian setiap unit kerja pada kondisi yg terbaik, dan pengawasan teknologi yang sinkron dengan perkembangan sains, teknologi dan rekayasa.

Dalam mengimbangi kemajuan agribisnis yg didorong oleh penerapan bioteknologi, teknologi komunikasi dan berita, serta nano teknologi, maka revitalisasi agribisnis yg inovatif berbasis pengembangan ilmu pengetahuan serta teknolog dapat dilakukan melalui aneka macam strategi pada bawah ini:

Menerapkan teknologi unggulan untuk agibisnis/agroindustri yg tepat guna dan tepat terap menurut ketersediaan sumberdaya, melalui pemanfaatan aplikasi mikroelektronika (diantaranya sistem informasi agribisnis/agroindustri, teknik pertanian, serta teknologi e-commerce); bioteknologi (rekayasa genetika, kultur jaringan, bioproses, dll.); penemuan material-material baru yg non-konvesional (misalnya nano agro-materials, bioconcrete, biopolimer, biodiesel, plastik ramah lingkungan (biodegradable plastic), sabut kelapa (coco fibre), serta sebagainya; teknologi konversi enerji cara lain menurut enerji angin, matahari, air bahkan pemanfaatan arang briket, biodiesel, butanol, etanol, methanol dan bioetanol; dan teknik rekayasa alat-alat agroindustri.

Mencari, membuat, memanfaatkan serta mengelola the art of technology yg sinkron menggunakan termin pengembangan agribisnis ketika ini Negara-negara pesaing di wilayah Asia Pasifik. Dalam hal ini, penemuan dan teknologi yg diterapkan seyogianya bisa mendukung akselerasi pasar (peningkatan efisiensi dan produktivitas sistem pemasaran), distribusi, serta standarisasi produk secara bersamaan menggunakan perbaikan manajerial, teknologi, keuangan, sumberdaya manusia dan supervisi mutu dalam ruang lingkup agroindustri yg berorientasi dalam mutu produk yang tinggi.

Mengembangkan kerjasama dan jejaring riset, pengembangan dan bisnis diantara para pemangku agribisnis/agroindustri yg luas, adil, terbuka, kuat, serta saling mendukung yg digerakkan sang sumberdaya insan berkualitas unggulan.

Meningkatkan penggunaan teknologi komunikasi serta informasi mutakhir pada rangka menerima akses terhadap fakta pasar, sekaligus menaikkan promosi produk agribisnis/agroindustri, diantaranya melalui pemanfaatan system keterangan dan telekomunikasi, e-commerce, sistem warta geografi dan penginderaan jeda jauh. Dalam sektor on-farm penggunaan teknologi agribisnis presisi perlu dilakukan, sedangkan dalam sektor off-farm, pemanfaatan smart-cards berukuran nano dalam proses produksi agroindustri perlu dikedepankan.

Mengadaptasi konsep pembangunan agribisnis yg berkelanjutan dan memperhatikan ekologi industri. Dalam hal ini, agroindustri menggunakan pelaksanaan teknologi yg sempurna dibutuhkan memanfaatkan sumberdaya dan membentuk limbah seminimal mungkin, melalui efisiensi penggunaan sumberdaya, perpanjangan umur produk, pencegahan pencemaran, daur ulang dan penggunaan ulang produk, pembangunan taman-taman ekoindustri, serta sebagainya. 

HUKUM LINGKUNGAN INDONESIA

Hukum Lingkungan Indonesia
Merosotnya kualitas lingkungan yg dibarengi menggunakan semakin menipisnya persediaan asal daya alam serta timbulnya banyak sekali perseteruan lingkungan sudah menyadarkan manusia betapa pentingnya dukungan lingkungan serta kiprah sumber daya alam terhadap kehidupan pada alam semesta. Lingkungan tidak dapat mendukung jumlah kehidupan yg tanpa batas. Jika bumi ini sudah nir mampu lagi menyangga ledakan jumlah insan bersama aktivitasnya, maka manusia akan mengalami aneka macam kesulitan. Pertumbuhan jumlah penduduk bumi mutlak wajib dikendalikan serta kegiatan manusianya pun wajib memperhatikan kelestarian lingkungan. 

Pelestarian lingkungan hayati mempunyai arti bahwa lingkungan hidup wajib dipertahankan sebagaimana keadaannya. Sedangkan lingkungan hidup itu justru dimanfaatkan pada kerangka pembangunan. Hal ini berarti bahwa lingkungan hidup mengalami proses perubahan. Dalam proses perubahan ini perlu dijaga agar lingkungan hayati itu permanen mampu menunjang kehidupan yg normal. 

Jika syarat alam dan lingkungan kini dibandingkan dengan syarat beberapa puluh tahun yang lalu, maka segera terasa perbedaan yg sangat jauh. Pembangunan telah membawa kemajuan yang besar bagi kesejahteraan rakyat, di kembali itu telah terjadi pula perubahan lingkungan. Sebagai negara yg sedang berkembang, Indonesia ketika ini sedang melaksanakan pembangunan pada segala bidang. Pembangunan pada sini merupakan upaya bangsa Indonesia buat menaikkan tingkat hidupnya menggunakan memanfaatkan segala sumber daya yg dimilikinya, di mana peningkatan manfaat itu bisa dicapai menggunakan memakai lebih banyak sumberdaya. 

Hakikat pembangunan Indonesia merupakan pembangunan insan seutuhnya dan pembangunan semua warga Indonesia. Hal ini berarti bahwa pembangunan meliputi: (1) kemajuan lahiriah seperti sandang, pangan, perumahan dan lain-lain.; (2) kemajuan batiniah seperti pendidikan, rasa aman, rasa keadilan, rasa sehat serta lain-lain; serta (tiga) kemajuan yang mencakup seluruh rakyat sebagaimana tercermin dalam perbaikan hayati berkeadilan sosial.

Pembangunan yang membawa perubahan pesat ini, tentu saja menimbulkan perubahan dalam lingkungan. Perubahan dalam lingkungan sudah melahirkan dampak negatif. Sebagai model, pembangunan di sektor perumahan. Dengan menjamurnya perumahan-perumahan yang berdiri di atas lahan-huma pertanian yang masih produktif membuahkan sempitnya areal-areal pertanian, sehingga petani tergerak buat membuka atau menggarap huma marginal misalnya tanah pada tepi sungai, di bukit serta di gunung, serta pembukaan lahan baru di kawasan hutan lindung yang bisa mengakibatkan terjadinya erosi tanah sampai dalam tingkat yg mengkhawatirkan. 

Pembangunan fisik yg tidak didukung sang bisnis kelestarian lingkungan akan meningkatkan kecepatan proses kerusakan alam. Kerusakan alam tadi, sebagian besar diakibatkan oleh kegiatan dan perilaku insan itu sendiri yg tidak berwawasan lingkungan. Untuk itu perlu diupayakan suatu bentuk pembangunan berkelanjutan serta berwawasan lingkungan.

Pembangunan berwawasan lingkungan adalah upaya sadar serta berencana memakai dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yg berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup. Sedangkan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) didefinisikan sebagai pembangunan yg memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi-generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. 

Lahirnya konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan didorong oleh lahirnya pencerahan terhadap kasus-kasus lingkungan dan lahirnya hukum lingkungan menjadi konsep yg berdikari, terdorong sang kehendak buat menjaga, membina dan menaikkan kemampuan lingkungan serta sumber daya alam supaya bisa mendukung terlanjutkannya pembangunan.

Lingkungan hidup seharusnya dikelola menggunakan baik agar dapat menaruh kehidupan serta kesejahteraan bagi insan. Adapun tujuan pengelolaan lingkungan hayati adalah sebagai berikut:
a) Tercapainya keselarasan interaksi antara manusia dan lingkungan hidup menjadi tujuan membangun manusia seutuhnya.
b) Terkendalinya pemanfaatan asal daya secara bijaksana.
c) Terwujudnya insan sebagai pembina lingkungan hayati.
d) Terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan buat generasi kini dan mendatang.
e) Terlindunginya Negara terhadap pengaruh kegiatan luar daerah negara yang mengakibatkan kerusakan dan pencemaran lingkungan.

Unsur krusial bagi tercapainya pembangunan yang berwawasan lingkungan merupakan terwujudnya manusia menjadi pembina lingkungan hayati di mana pun berada. Manusia menggunakan lingkungannya senantiasa terjadi hubungan yang aktif serta kontinu. Dia menghipnotis sekaligus ditentukan oleh lingkungan hidupnya, sebagai akibatnya sanggup dikatakan membangun dan terbentuk oleh lingkungan hidupnya. Ketergantungan insan terhadap alam nir hanya dikaitkan dengan kebutuhan pangan serta mineral saja, tapi saling tergantung serta berinteraksi dalam bidang materi dan non-materi. Tetapi demikian, insan dimanapun pula selalu memperoleh predikat yang demikian pahit yaitu selalu dianggap sebagai agen perusak (Agent of Destruction).

Setiap orang memiliki hak atas lingkungan hidup yg baik serta sehat. Sebaliknya setiap orang juga memiliki kewajiban buat memelihara lingkungan hidup, termasuk mencegah dan menanggulangi perusakan lingkungan hayati. Hak dan kewajiban ini dapat terlaksana menggunakan baik bila subjek pendukung hak serta kewajiban berperan serta pada rangka pengelolaan lingkungan hidup. Hal tadi berarti juga bahwa hak serta kewajiban itu bisa terlaksana menggunakan baik bila subjek pendukung hak serta kewajiban itu memiliki hak akses terhadap data dan berita tentang keadaan dan syarat lingkungan hidup. Subjek hukum yg berada pada pemerintahan memiliki kiprah yg sangat strategis yaitu mengeluarkan kebijakan serta mengawasinya. Subjek aturan yang beranjak pada sektor dunia bisnis berperan pribadi buat mencemari atau tidak mencemari lingkungan hayati. Subjek aturan yg berkecimpung di sektor pendidikan mempunyai kiprah krusial buat jangka panjang karena akan membentuk manusia yg seutuhnya supaya mempunyai wawasan dan kepedulian terhadap lingkungan hidup. Untuk itu dibutuhkan suatu bentuk pengaturan serta hukum yang tegas. 

Hukum lingkungan pada pelaksanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan berfungsi buat mencegah terjadinya pencemaran serta atau perusakan lingkungan agar lingkungan dan sumberdaya alam tidak terganggu transedental dan daya dukungnya. Di samping itu hukum lingkungan berfungsi sebagai wahana penindakan aturan bagi perbuatan-perbuatan yg merusak atau mencemari lingkungan hayati dan asal daya alam. Selain itu, eksistensi aturan wajib dipandang dari 2 dimensi. Di satu pihak aturan wajib dipandang sebagai suatu bidang atau lapangan yang memerlukan pembangunan serta training, pada sini hukum berfungsi sebagai objek pembangunan. Di pihak lain, dimensi hukum menjadi wahana penunjang terlanjutkannya pembangunan. Hukum harus sanggup berperan sebagai wahana pengaman aplikasi pembangunan bersama hasil-hasilnya. Tegasnya, aturan lingkungan harus bisa berperan menjadi sarana pengaman bagi terlanjutkannya pembangunan yang berwawasan lingkungan. 

Pembangunan berwawasan lingkungan sudah sepatutnya dipikirkan lebih lanjut sang bangsa ini. Salah satu kunci pembangunan berwawasan lingkungan adalah yg sering kita dengar meski belum jauh kita pahami, yaitu AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). AMDAL mengajak manusia buat memperhitungkan resiko berdasarkan aktifitasnya terhadap lingkungan. Penyusunan AMDAL berdasarkan pada pemahaman bagaimana alam ini tersusun, berafiliasi serta berfungsi. Hal yang perlu diperhatikan juga adalah interaksi antara kekuatan- kekuatan sosial, teknologi serta irit menggunakan lingkungan serta sumber daya alam. Pemahaman ini memungkinkan adanya prediksi mengenai konsekuensi tentang pembangunan. Konsep AMDAL pertama kali tercetus di Amerika Serikat pada tahun 1969 menggunakan istilah Environmental Impact Assesment (EIA), akibat dari bermunculannya gerakan-gerakan menurut aktivis lingkungan yang anti pembangunan dan anti teknologi tinggi. AMDAL merupakan hasil studi mengenai impak suatu aktivitas yang sedang direncanakan terhadap lingkungan hayati, yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan. AMDAL memiliki maksud sebagai indera buat merencanakan tindakan preventif terhadap kerusakan lingkungan yang mungkin akan disebabkan oleh suatu aktivitas pembangunan yang sedang direncanakan. Di Indonesia, AMDAL tertera pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999. Dengan demikian AMDAL merupakan wahana teknis yang dipergunakan buat memperkirakan imbas negatif serta positif yang akan ditimbulkan sang suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup. Dengan dilaksanakannya AMDAL, maka pengambilan keputusan terhadap planning suatu kegiatan telah berdasarkan kepada pertimbangan aspek ekologis. Dari uraian pada atas, maka perseteruan yang kita hadapi adalah bagaimana malaksanakan pembangunan yang nir merusak lingkungan serta sumber-sumber daya alam, sebagai akibatnya pembangunan bisa menaikkan kemampuan lingkungan pada mendukung terlanjutkannya pembangunan. Dengan dukungan kemampuan lingkungan yg terjaga dan terbina keserasian serta keseimbangannya, aplikasi pembangunan, serta output-output pembangunan dapat dilaksanakan serta dinikmati secara berkesinambungan menurut generasi ke generasi.

Kerangka Teoritis dan Konseptual 
a. Kerangka Teoritis
1. Pembangunan dan Lingkungan Hidup
Peningkatan bisnis pembangunan sejalan dengan peningkatan penggunaan asal daya buat menyokong pembangunan dan timbulnya konflik-konflik pada lingkungan hayati insan. Pembangunan ini merupakan proses dinamis yg terjadi pada galat satu bagian pada ekosistem yg akan menghipnotis seluruh bagian. Kita memahami bahwa pada era pembangunan dewasa ini, sumber daya bumi wajib dikembangkan semaksimal mungkin secara bijaksana menggunakan cara-cara yg baik serta seefisien mungkin. 

Dalam pembangunan, asal alam adalah komponen yang krusial karena asal alam ini menaruh kebutuhan asasi bagi kehidupan. Dalam penggunaan asal alam tadi hendaknya keseimbangan ekosistem tetap terpelihara. Acapkali meningkatnya kebutuhan proyek pembangunan, ekuilibrium ini bisa terganggu, yg kadang-kadang mampu membahayakan kehidupan umat.

Kerugian-kerugian dan perubahan-perubahan terhadap lingkungan perlu diperhitungkan, menggunakan keuntungan yang diperkirakan akan diperoleh dari suatu proyek pembangunan. Itulah sebabnya dalam setiap bisnis pembangunan, ongkos-ongkos sosial buat menjaga kelestarian lingkungan perlu diperhitungkan. Sedapat mungkin nir memberatkan kepentingan umum masyarakat menjadi konsumen hasil pembangunan tersebut.

Beberapa hal yang dapat dipertimbangkan dalam mengambil keputusan-keputusan demikian, antara lain merupakan kualitas serta kuantitas sumber daya alam yg diketahui dan diperlukan; akibat-dampak berdasarkan pengambilan asal kekayaan alam termasuk kekayaan biologi serta habisnya deposito kekayaan alam tadi. Bagaimana cara pengelolaannya, apakah secara tradisional atau memakai teknologi modern, termasuk pembiayaannya dan efek proyek dalam lingkungan, terhadap memburuknya lingkungan dan kemungkinan menghentikan pengrusakan lingkungan dan menghitung porto-biaya dan alternatif lainnya. 

Hal-hal tadi di atas hanya merupakan sebagian dari daftar masalah, atau pertanyaan yang harus dipertimbangkan bertalian menggunakan setiap proyek pembangunan. Juga sekedar menggambarkan perkara lingkungan yang masih wajib dirumuskan kedalam pertanyaan-pertanyaan konkrit yang wajib dijawab. Setelah ditemukan jawaban-jawaban yang niscaya atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka disusun panduan-panduan kerja yang jelas bagi pelbagai kegiatan pembangunan baik berupa industri atau bidang lain yang memperhatikan faktor perlindungan lingkungan hayati.

Maka dalam rangka pembangunan serta pemanfaatan sumber-asal alam yg dapat diperbaharui, hendaknya selalu diingat dan diperhatikan hal-hal menjadi berikut:
  • Generasi yang akan datang wajib permanen mewarisi suatu alam yang masih penuh sumber kemakmuran buat dapat memberi kehidupan pada mereka. 
  • Tetap adanya ekuilibrium dinamis diantara unsur-unsur yang masih ada pada alam. 
  • Dalam penggalian sumber-asal alam harus permanen dijamin adanya pelestarian alam, artinya pengambilan hasil nir hingga Mengganggu terjadinya autoregenerasi dari sumber alam tadi. 
  • Perencanaan kehidupan manusia hendaknya tetap menggunakan lingkungan serta terciptanya kepuasan baik fisik, ekonomi, sosial, juga kebutuhan spiritual. 
Selain itu, pada perencanaan serta aplikasi proyek pembangunan dan ekskavasi asal daya alam buat kehidupan harus disertai menggunakan:
  • Strategi pembangunan yg sadar akan perseteruan lingkungan hayati, menggunakan dampak ekologi yg sekecil-kecilnya. 
  • Suatu politik lingkungan se-Indonesia yang bertujuan mewujudkan persyaratan kehidupan rakyat Indonesia yang lebih baik buat puluhan tahun yang akan tiba (kalau mungkin buat selamanya). 
  • Eksploitasi asal hayati didasarkan tujuan kelanggengan atau kelestarian lingkungan dengan prinsip memanen output nir akan menghancurkan daya autoregenerasinya. 
  • Perencanaan pembangunan dalam rangka memenuhi kebutuhan penghidupan, hendaknya menggunakan tujuan mencapai suatu keseimbangan dinamis menggunakan lingkungan hingga memberikan laba secara fisik, ekonomi, serta sosial spiritual. 
  • Usahakan agar sebagian hasil pembangunan dapat dipergunakan buat memperbaiki kerusakan lingkungan akibat proyek pembangunan tadi, pada rangka menjaga kelestraian lingkungan. 
  • Pemakaian asal alam yg nir bisa diganti, wajib sehemat serta seefisien mungkin. 
2. Pembangunan Berwawasan Lingkungan
Lingkungan hidup Indonesia sebagai suatu ekosistem terdiri dari berbagai wilayah, masing-masing menjadi subsistem yang meliputi aspek sosial budaya, ekonomi dan fisik, menggunakan corak ragam yg berbeda antara subsistem yang satu dengan yg lain, dan menggunakan daya dukung lingkungan yg berlainan. Pembinaan dan pengembangan yg didasarkan pada keadaan daya dukung lingkungan akan meningkatkan keselarasan serta keseimbangan subsistem yang pula berarti menaikkan ketahanan subsistem.

Menurut Emil Salim, secara umum lingkungan hidup diartikan sebagai segala benda, syarat, keadaan, dan efek yang terdapat pada ruangan yang kita tempati, dan mensugesti hal yang hayati termasuk kehidupan manusia. Sedangkan Soedjono mengartikan lingkungan hidup sebagai lingkungan hidup fisik atau jasmani yang meliputi dan mencakup seluruh unsur dan faktor fisik jasmaniah yang masih ada pada alam.

Pengertian pembangunan berwawasan lingkungan menurut Pasal 1 buah 13 Undang-Undang No.23 Tahun 1997 merupakan upaya sadar serta berencana memakai dan mengelola sumber daya secara bijaksana pada pembangunan yg berkesinambungan buat menaikkan mutu hidup. 

Mengacu pada The World Commission on Environmental and Development menyatakan bahwa pembangunan berwawasan lingkungan adalah proses pembangunan yg bisa memenuhi kebutuhan generasi masa kini tanpa mengesampingkan atau mengorbankan kemampuan generasi mendatang pada memenuhi kebutuhannya. Selanjutnya Holdren dan Erlich pada Zul Endria(2003) mengungkapkan tentang pembangunan berkelanjutan menggunakan terpeliharanya Total Natural Capital Stock pada taraf yg sama atau kalau bisa lebih tinggi dibandingkan dengan keadaan sekarang.

Pembangunan berkelanjutan yang dikonsep sang Stren, While, dan Whitney sebagai suatu hubungan antara tiga sistem: sistem biologis dan sumberdaya, sistem ekonomi, serta sistem sosial, yg dikenal dengan konsep trilogi keberlanjutan: ekologi-ekonomi-sosial. Konsep keberlanjutan tersebut sebagai semakin sulit dilaksanakan terutama pada Negara berkembang.

Menurut Hariyadi sebagaimana dikutip sang Zul Endria (2003), pembangunan berwawasan lingkungan memerlukan tatanan agar asal daya alam dapat secara berlanjut menunjang pembangunan, pada masa kini dan mendatang, generasi demi generasi serta khususnya dalam menaikkan kualitas hidup insan Indonesia. Prinsip pembangunan berkelanjutan meliputi pemikiran aspek lingkungan hayati sedini mungkin dan dalam setiap tahapan pembangunan yang memperhitungkan daya dukung lingkungan dan pembangunan pada bawah nilai ambang batas.

Sejak dilaksanakannya Konferensi Stockholm 1972, perkara-perkara lingkungan hidup menerima perhatian secara luas dari berbagai bangsa. Sebelumnya, kurang lebih tahun 1950-an kasus-perkara lingkungan hayati hanya mendapat perhatian berdasarkan kalangan ilmuwan. Sejak waktu itu banyak sekali himbauan dilontarkan oleh ahli dari berbagai disiplin ilmu mengenai adanya bahaya yang mengancam kehidupan, yang ditimbulkan oleh pencemaran serta perusakan lingkungan hidup.

Masalah lingkungan pada dasarnya timbul lantaran:
  • Dinamika penduduk 
  • Pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya yang kurang bijaksana. 
  • Kurang terkendalinya pemanfaatan akan ilmu pengetahuan dan teknologi maju. 
  • Dampak negatif yang sering timbul dari kemajuan ekonomi yang seharusnya positif. 
  • Benturan rapikan ruang. 
Dengan adanya Stockholm Declaration, perkembangan hukum lingkungan memperoleh dorongan yang bertenaga. Keuntungan yang tidak sedikit adalah mulai tumbuhnya kesatuan pengertian dan bahasa diantara para pakar hukum menggunakan memakai Stockholm Declaration menjadi surat keterangan bersama. Perkembangan baru dalam pengembangan kebijaksanaan lingkungan hayati didorong oleh hasil kerja World Commission on the Environment and Development (WCED).

WCED mendekati perkara lingkungan serta pembangunan dari enam sudut pandang, yaitu:

1. Keterkaitan (interdependency)
Sifat perusakan yg kait mengkait (interdependent) dibutuhkan pendekatan lintas sektoral antar negara.

2. Berkelanjutan (sustainability)
Berbagai pengembangan sektoral memerlukan asal daya alam yg wajib dilestarikan kemampuannya buat menunjang proses pembangunan secara berkelanjutan. Untuk itu perlu dikembangkan pula kebijaksanaan pembangunan berkelanjutan dengan wawasan lingkungan. 

3. Pemerataan (equity)
Desakan kemiskinan sanggup menyebabkan pendayagunaan sumber daya alam secara berlebihan, buat perlu diusahakan kesempatan merata untuk memperoleh sumber daya alam bagi pemenuhan kebutuhan pokok.

4. Sekuriti serta risiko lingkungan (security and environmental risk)
Cara-cara pembangunan tanpa memperhitungkan efek negatif pada lingkungan turut memperbesar risiko lingkungan. Hal ini perlu ditanggapi dalam pembangunan berwawasan lingkungan.

5. Pendidikan serta komunikasi (education and communication)
Penduduk dan komunikasi berwawasan lingkungan diperlukan buat ditingkatkan di banyak sekali tingkatan penduduk dan lapisan masyarakat.

6. Kerjasama internasional (international cooperation)
Pola kerjasama internasional dipengaruhi sang pendekatan pengembangan sektoral, sedangkan pertimbangan lingkungan kurang diperhitungkan. Lantaran itu perlu dikembangkan juga kerjasama yang lebih bisa menanggapi pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Untuk menganalisis berbagai hambatan yg dihadapi dalam pembangunan yang berwawasan lingkungan, maka dapat digunakan keenam segi penglihatan tersebut pada atas, perkara-kasus tadi misalnya merupakan sebagai berikut; (1) perspektif kependudukan, pembangunan ekonomi, teknologi serta lingkungan; (dua) pengembangan tenaga berwawasan lingkungan, termasuk masalah CO2, polusi udara, hujan asam, kayu bakar, serta konversi sumber energi yg sanggup diperbaharui serta lain-lain; (3) pengembangan industri berwawasan lingkungan, termasuk di dalamnya kasus pencemaran kimia, pengelolaan limbah serta daur ulang; (4) pengembangan pertanian berwawasan lingkungan, termasuk erosi huma, diversifikasi, hilangnya lahan pertanian, terdesaknya “habitat wildlife”, (lima) kehutanan, pertanian serta lingkungan, termasuk hutan tropis serta diversitas biologi; (6) interaksi ekonomi internasional serta lingkungan, termasuk di sini bantuan ekonomi, kebijaksanaan moneter, kebijaksanaan perdagangan, serta internasional externalities; dan (7) kerjasama internasional.

Selanjutnya pada World Summit on Sustainable Development (WSSD) yg diselenggarakan pada Johannesburg, Afrika Selatan lepas 26 Agustus-4 September 2002 ditegaskan kembali konvensi buat mendukung pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) menggunakan menetapkan “The Johannesburg Declaration on Sustainable Development” yg terdiri atas:
a) From our Origins to the Future
b) From Stockholm to Rio de Janeiro to Johannesburg 
c) The Challenge we Face
d) Our Commitment to Sustainable Development 
e) Making it Happen! 

Sebagai tindak lanjut ditetapkan pula World Summit Sustainable Development, Plan of Implementation yang mengedepankan integrasi tiga komponen pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial serta proteksi lingkungan sebagai 3 pilar kekuatan. Pada Konferensi Nasional Pembangunan Berkelanjutan yang dilaksanakan di Yogjakarta tanggal 21 Januari 2004, Kesepakatan Nasional serta Rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan diterima sang Presiden RI serta sebagai dasar semua pihak buat melaksanakannya.

Dalam kaitannya menggunakan hal pada atas, dari Emil Salim masih ada lima pokok ikhtiar yg perlu dikembangkan dengan sungguh-sungguh buat melaksanakan pembangunan yg berwawasan lingkungan, yaitu:
  1. Menumbuhkan sikap kerja menurut kesadaran saling membutuhkan antara satu menggunakan yg lain. Hakikat lingkungan hidup merupakan memuat interaksi saling kait mengkait dan hubungan saling membutuhkan antara satu sektor menggunakan sektor lainnya, antara satu negara dengan negara lain, bahkan antara generasi kini dengan generasi mendatang. Oleh karenanya dibutuhkan perilaku kerjasama menggunakan semangat solidaritas.
  2. Kemampuan menyerasikan kebutuhan dengan kemampuan asal alam dalam membentuk barang serta jasa. Kebutuhan insan yg terus menerus meningkat perlu dikendalikan buat diadaptasi dengan pola penggunaan sumber alam secara bijaksana. 
  3. Mengembangkan sumber daya insan supaya bisa menanggapi tantangan pembangunan tanpa merusak lingkungan.
  4. Mengembangkan pencerahan lingkungan pada kalangan warga sebagai akibatnya tumbuh sebagai kesadaran berbuat.
  5. Menumbuhkan lembaga-lembaga swadaya rakyat yang bisa mendayagunakan dirinya buat menggalakkan partisipasi masyarakat pada mencapai tujuan pengelolaan lingkungan hayati. 
3. Pengembangan Sistem Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan adalah suatu baku yg tidak hanya melindungi lingkungan namun jua penting bagi kebijakan lingkungan sebaik mungkin. Adapun karakteristik-ciri pembanguan yg berkelanjutan meliputi:
  1. Menjaga kelangsungan hayati insan menggunakan cara melestarikan fungsi serta kemampuan ekosistem yg mendukungnya, secara langsung juga nir eksklusif.
  2. Memanfaatkan asal daya alam secara optimal dalam arti memanfaatkan sumber daya alam sebanyak alam serta teknologi pengelolaan bisa menghasilkannya secara lestari. 
  3. Memberi kesempatan kepada sektor serta aktivitas lainnya di daerah buat berkembang bersama-sama baik pada kurun saat yang sama maupun kurun ketika yg berbeda secara berkelanjutan.
  4. Meningkatkan serta melestarikan kemampuan serta fungsi ekosistem buat memasok asal daya alam, melindungi serta mendukung kehidupan secara terus menerus. 
  5. Menggunakan mekanisme dan tata cara yang memperhatikan kelestarian fngsi dan kemampuan ekosistem buat mendukung kehidupan baik sekarang maupun masa yang akan datang. 
Dalam upaya mendukung tujuan pembangunan yang berkelanjutan telah dilakukan upaya-upaya memasukkan unsur lingkungan dalam memperhitungkan kelayakan suatu pembangunan. Unsur-unsur lingkungan yang sebagai satu paket menggunakan aktivitas pembangunan yang berkelanjutan akan lebih menjamin kelestarian lingkungan hayati serta mempertahankan serta/atau memperbaiki daya dukung lingkungannya.

Pengelolaan sumber daya alam serta lingkungan hidup merupakan bagian berdasarkan setiap kegiatan yg berkaitan, baik secara sektoral juga regional. Kegiatan itu akan dilaksanakan melalui pembentukan suatu sistem tata laksana dan tata cara yang dapat memantapkan kerjasama antar banyak sekali lembaga. Salah satu forum yang bisa dikembangkan buat menaikkan keterpaduan antar sektor pada pembangunan yg berkelanjutan ini adalah prosedur AMDAL yg merupakan sistem terpadu antar sektor yg membimbing dan menilai dan menyerasikan tindak lanjut menurut output AMDAL suatu aktivitas pada lokasi eksklusif.

Penyelamatan serta pengelolaan lingkungan hayati serta proses pembangunan berkelanjutan dalam umumnya merupakan suatu proses pembaruan yang memerlukan wawasan, perilaku dan prilaku yang baru yang didukung sang nilai-nilai serta kaidah-kaidah. Wawasan ini dapat diperkaya lagi menggunakan kearifan tradisional tentang lingkungan hayati dan keserasian lingkungan hayati dengan kependudukan. 

Peran serta warga pada pembangunan amat krusial pengaruhnya pada upaya menaikkan daya guna dan output guna pembangunan yg berkaitan menggunakan pengelolaan lingkungan hayati. Sumber daya alam sebagai milik bersama akan lebih terpelihara kelestariannya apabila semua warga memahami dan memeliharanya. 

4. Prinsip -prinsip Pembangunan Berkelanjutan 
Pembangunan dilakukan oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang dengan maksud buat menyejahterakan warganya. Namun yang sebagai keprihatinan sekarang adalah adanya desakan semakin keras buat melanjutkan pola pembangunan konvensional., terutama di negara berkembang ditimbulkan sang pertambahan penduduk yang semakin banyak serta hasrat mengatasi kemiskinan yg cukup parah. 

Untuk mempertahankan fungsi keberlanjutan dalam menaikkan kualitas hayati manusia, maka ada beberapa prinsip kehidupan yg berkelanjutan yang seharusnya diadopsi ke pada pembangunan. Imam Supardi merinci prinsip tadi menjadi berikut:

1. Menghormati dan memelihara komunitas kehidupan prinsip ini mencerminkan kewajiban untuk peduli kepada orang lain serta kepada bentuk-bentuk kehidupan lain, kini dan di masa datang.
2. Memperbaiki kualitas hayati manusia tujuan pembangunan yg sesungguhnya merupakan memperbanyak mutu hidup insan. Ini sebuah proses yang memungkinkan manusia menyadari potensi mereka, membangun rasa percaya diri mereka serta masuk kekehidupan yang bermanfaat serta berkecukupan.
3. Melestarikan daya hidup dan keanekaragaman bumi.

Prinsip ini menuntut kita buat:
  1. melestarikan sistem-sistem penunjang kehidupan
  2. melestarikan keanekaragaman hayati
  3. menjamin agar penggunaan sumber daya yang dapat diperbaharui berkelanjutan.
4. Menghindari sumber daya yang tak terbarukan.
Sumber daya yg tak terbarukan adalah bahan-bahan yg tidak bisa dipakai secara berkelanjutan. Namun umur mereka bisa diperpanjang dengan cara daur ulang, penghematan, atau menggunakan gaya pembuatan suatu produk pengganti bahan-bahan tersebut. 

5. Berusaha buat nir melampaui kapasitas daya dukung bumi.
Kapasitas daya dukung ekosistem bumi mempunyai batas-batas eksklusif. Sampai taraf eksklusif ekosistem bumi dan biosfer masih tahan bertahan terhadap gangguan atau beban tanpa mengalami kerusakan yg membahayakan.

6. Mengubah perilaku dan gaya hidup orang perorang guna menerapkan etika baru untuk hidup berkelanjutan, kita harus menelaah ulang rapikan nilai masyarakat dan mengubah perilaku mereka. Masyarakat wajib memperkenalkan nilai-nilai yg mendukung etika baru ini dan meninggalkan nilai-nilai yg tidak sinkron menggunakan falsafah hayati berkelanjutan. 
7. Mendukung kreatifitas masyarakat buat memlihara lingkungan sendiri.
8. Menyediakan kerangka kerja nasional buat memadukan upaya pembangunan pelestarian.
Dalam hal ini dibutuhkan suatu program nasional yg dimaksudkan buat menciptakan kehidupan yang berkelanjutan. 

9. Menciptakan kerjasama global. 
Untuk mencapai keberlanjutan yg dunia, maka harus ada kerja sama yang kuat menurut seluruh negara. Tingkat pembangunan di setiap negara nir sama. Negara-negara yang penghasilannya rendah wajib dibantu supaya bisa menciptakan secara berkelanjutan. 

Kesembilan prinsip diatas, sebetulnya bukan merupakan hal yang baru. Prinsip-prinsip tadi mencerminkan pernyataan-pernyataan yang sudah tak jarang ada pada banyak sekali pemberitaan mengenai perlunya persamaan hak, pembangunan yang berkelanjutan, dan pelestarian alam.

Selanjutnya Sudharto P. Hadi mengemukakan empat prinsip pembangunan berkelanjutan, yaitu:
1. Pemenuhan kebutuhan dasar baik materi maupun non-materi.
Pemenuhan kebutuhan materi sangat krusial karena kemiskinan dipandang baik sebagai penyebab juga hasil dari penurunan kualitas lingkungan. Kerusakan lingkungan menyebabkan timbulnya kemiskinan serta penurunan kualitas hidup, karena masyarakat nir lagi memiliki asal daya alam yg mampu dijadikan aset buat menopang kehidupan. 

Kebutuhan non-materi yang dicerminkan pada suasana keterbukaan, bebas menurut rasa tertekan, demokratis yang merupakan syarat penting bagi rakyat untuk sanggup mengambil bagian pada pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Keikutsertaan warga akan mampu menaikkan kualitas keputusan, lantaran sesungguhnya masyarakat merupakan para pakar lokal pada arti lebih memahami syarat dan karakter lingkungan di kurang lebih loka tinggal mereka.adanya kesempatan menyampaikan pendapat akan menumbuhkan perasaan menjadi part of process.

2. Pemeliharaan lingkungan.
Berkaitan menggunakan pemeliharaan lingkungan, terdapat 2 prinsip penting yaitu prinsip konservasi serta mengurangi konsumsi. Pemeliharaan lingkungan hidup sebenarnya sangat terkait menggunakan prinsip pemenuhan kebutuhan manusia. Bahkan bila kerusakan sudah sedemikian parah akan mengancam eksistensi insan itu sendiri. Tidak hiperbola jika dikatakan bahwa penyebab pencemaran serta kerusakan lingkungan merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi insan (HAM). Oleh karena itu konservasi dimaksudkan buat proteksi lingkungan. Sedangkan prinsip mengurangi konsumsi ambiguitas. Pertama, mengurangi konsumsi ditujukan pada negara maju sehubungan menggunakan pola konsumsi energi yg besar yg menyebabkan terjadinya polusi dan penurunan kualitas lingkungan. Kedua, perubahan pola konsumsi adalah seruan yang ditujukan kepada siapa saja (sebagai individu) baik di negara maju maupun di negara berkembang agar mengurangi beban bumi.

3. Keadilan sosial.
Berkaitan menggunakan keadilan, prinsip keadilan masa kini menunjukkan perlunya pemerataan pada prinsip pembangunan. Kadilan masa kini berdimensi luas termasuk di dalamnya pengalokasian asal dayaalam antara wilayah dan sentra. Sedangkan keadilan masa depan berarti perlunya solidaritas antar generasi. Hal ini menerangkan perlunya pengakuan akan adanya keterbatasan (limitations) sumber daya alam yg harus diatur penggunaannya agar nir mengorbankan kepentingan generasi yg akan tiba. 

4. Penentuan nasib sendiri.
Penentuan nasib sendiri mencakup prinsip terwujudnya masyarakat berdikari dan partisipatori demokrasi. Masyarakat berdikari (self relient community) adalah rakyat yang bisa merogoh keputusan sendiri atas hal-hal yg berkaitan menggunakan nasib serta masa depannya. Hal ini termasuk penentuan alokasi sumber-asal daya alam. Sedangkan prinsip partisipatori demokrasi merupakan adanya keterbukaan dan transparansi. Dengan memberikan kesempatan bagi rakyat untuk merogoh bagian dalam setiap proses pengambilan keputusan yang menyangkut nasib mereka maka warga akan merasa sebagai bagian dari proses sebagai akibatnya tumbuh rasa mempunyai dan pada gilirannya sanggup memperoleh manfaat atas perubahan yang terjadi pada lebih kurang mereka.

Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan pada atas, akan bisa terwujud apabila didukung oleh pemerintahan yang baik (good governance). Dari uraian tentang prinsip-prinsip pembangunan berklanjutan di atas, nampak bahwa konsep ini menghendaki suatu transformasi pada pola kehidupan serta kelembagaan. 

Jika interpretasi tentang pembangunan berkelanjutan termasuk mengurangi konsumsi berdasarkan negara-negara industri, maka agendanya akan meliputi perubahan konduite serta gaya hayati. Dalam hal ini berkaitan menggunakan bagaimana mendorong konsumsi barang-barang non material serta jasa daripada energi dan barang-barang konsumtif.