HUKUM LINGKUNGAN INDONESIA

Hukum Lingkungan Indonesia
Merosotnya kualitas lingkungan yg dibarengi dengan semakin menipisnya persediaan sumber daya alam serta timbulnya banyak sekali konflik lingkungan sudah menyadarkan insan betapa pentingnya dukungan lingkungan dan peran sumber daya alam terhadap kehidupan di alam semesta. Lingkungan nir bisa mendukung jumlah kehidupan yang tanpa batas. Jika bumi ini telah nir mampu lagi menyangga ledakan jumlah insan bersama aktivitasnya, maka insan akan mengalami aneka macam kesulitan. Pertumbuhan jumlah penduduk bumi absolut harus dikendalikan serta kegiatan manusianya pun harus memperhatikan kelestarian lingkungan. 

Pelestarian lingkungan hayati mempunyai arti bahwa lingkungan hidup wajib dipertahankan sebagaimana keadaannya. Sedangkan lingkungan hayati itu justru dimanfaatkan pada kerangka pembangunan. Hal ini berarti bahwa lingkungan hayati mengalami proses perubahan. Dalam proses perubahan ini perlu dijaga agar lingkungan hidup itu tetap sanggup menunjang kehidupan yg normal. 

Jika syarat alam serta lingkungan sekarang dibandingkan dengan kondisi beberapa puluh tahun yg kemudian, maka segera terasa perbedaan yg sangat jauh. Pembangunan telah membawa kemajuan yg besar bagi kesejahteraan rakyat, di balik itu telah terjadi jua perubahan lingkungan. Sebagai negara yg sedang berkembang, Indonesia waktu ini sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pembangunan pada sini adalah upaya bangsa Indonesia buat menaikkan tingkat hidupnya menggunakan memanfaatkan segala sumber daya yang dimilikinya, pada mana peningkatan manfaat itu bisa dicapai menggunakan memakai lebih banyak sumberdaya. 

Hakikat pembangunan Indonesia merupakan pembangunan manusia seutuhnya serta pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini berarti bahwa pembangunan meliputi: (1) kemajuan lahiriah misalnya sandang, pangan, perumahan dan lain-lain.; (2) kemajuan batiniah misalnya pendidikan, rasa kondusif, rasa keadilan, rasa sehat serta lain-lain; serta (tiga) kemajuan yang meliputi seluruh rakyat sebagaimana tercermin pada perbaikan hayati berkeadilan sosial.

Pembangunan yg membawa perubahan pesat ini, tentu saja menimbulkan perubahan dalam lingkungan. Perubahan dalam lingkungan sudah melahirkan impak negatif. Sebagai contoh, pembangunan di sektor perumahan. Dengan menjamurnya perumahan-perumahan yang berdiri di atas lahan-lahan pertanian yang masih produktif menjadikan sempitnya areal-areal pertanian, sehingga petani tergerak buat membuka atau menggarap lahan marginal seperti tanah di tepi sungai, pada bukit dan pada gunung, dan pembukaan lahan baru di tempat hutan lindung yang dapat mengakibatkan terjadinya erosi tanah sampai pada taraf yg mengkhawatirkan. 

Pembangunan fisik yang nir didukung sang bisnis kelestarian lingkungan akan mempercepat proses kerusakan alam. Kerusakan alam tadi, sebagian akbar diakibatkan oleh aktivitas serta konduite insan itu sendiri yang tidak berwawasan lingkungan. Untuk itu perlu diupayakan suatu bentuk pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Pembangunan berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola asal daya secara bijaksana pada pembangunan yg berkesinambungan buat meningkatkan mutu hidup. Sedangkan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) didefinisikan sebagai pembangunan yg memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi-generasi mendatang buat memenuhi kebutuhannya sendiri. 

Lahirnya konsep pembangunan yg berwawasan lingkungan didorong oleh lahirnya pencerahan terhadap masalah-perkara lingkungan serta lahirnya hukum lingkungan menjadi konsep yang mandiri, terdorong sang kehendak buat menjaga, membina serta meningkatkan kemampuan lingkungan dan asal daya alam agar dapat mendukung terlanjutkannya pembangunan.

Lingkungan hidup seharusnya dikelola dengan baik supaya dapat memberikan kehidupan dan kesejahteraan bagi manusia. Adapun tujuan pengelolaan lingkungan hidup adalah sebagai berikut:
a) Tercapainya keselarasan interaksi antara manusia serta lingkungan hayati sebagai tujuan membentuk insan seutuhnya.
b) Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana.
c) Terwujudnya insan sebagai pembina lingkungan hayati.
d) Terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan buat generasi kini serta mendatang.
e) Terlindunginya Negara terhadap dampak aktivitas luar daerah negara yg menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan.

Unsur penting bagi tercapainya pembangunan yg berwawasan lingkungan adalah terwujudnya manusia sebagai pembina lingkungan hidup di mana pun berada. Manusia dengan lingkungannya senantiasa terjadi hubungan yg aktif dan kontinu. Dia menghipnotis sekaligus dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya, sehingga bisa dikatakan menciptakan serta terbentuk sang lingkungan hidupnya. Ketergantungan manusia terhadap alam nir hanya dikaitkan menggunakan kebutuhan pangan dan mineral saja, akan tetapi saling tergantung serta berinteraksi dalam bidang materi serta non-materi. Namun demikian, insan dimanapun pula selalu memperoleh predikat yang demikian getir yaitu selalu dianggap menjadi agen perusak (Agent of Destruction).

Setiap orang memiliki hak atas lingkungan hidup yg baik serta sehat. Sebaliknya setiap orang jua memiliki kewajiban buat memelihara lingkungan hidup, termasuk mencegah dan menanggulangi perusakan lingkungan hidup. Hak serta kewajiban ini dapat terlaksana dengan baik jikalau subjek pendukung hak dan kewajiban berperan serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hayati. Hal tadi berarti juga bahwa hak dan kewajiban itu dapat terealisasi menggunakan baik kalau subjek pendukung hak dan kewajiban itu memiliki hak akses terhadap data dan fakta tentang keadaan serta syarat lingkungan hayati. Subjek aturan yg berada pada pemerintahan memiliki peran yang sangat strategis yaitu mengeluarkan kebijakan dan mengawasinya. Subjek aturan yang berkiprah di sektor global bisnis berperan eksklusif buat mencemari atau nir mencemari lingkungan hayati. Subjek aturan yang bergerak pada sektor pendidikan memiliki kiprah krusial buat jangka panjang karena akan membangun insan yang seutuhnya agar mempunyai wawasan dan kepedulian terhadap lingkungan hidup. Untuk itu diharapkan suatu bentuk pengaturan serta aturan yg tegas. 

Hukum lingkungan dalam aplikasi pembangunan yg berwawasan lingkungan berfungsi buat mencegah terjadinya pencemaran serta atau perusakan lingkungan supaya lingkungan serta sumberdaya alam tidak terganggu transedental serta daya dukungnya. Di samping itu hukum lingkungan berfungsi menjadi sarana penindakan hukum bagi perbuatan-perbuatan yang menghambat atau mencemari lingkungan hidup dan asal daya alam. Selain itu, keberadaan aturan harus ditinjau berdasarkan dua dimensi. Di satu pihak hukum harus dicermati menjadi suatu bidang atau lapangan yg memerlukan pembangunan dan training, di sini hukum berfungsi sebagai objek pembangunan. Di pihak lain, dimensi aturan menjadi sarana penunjang terlanjutkannya pembangunan. Hukum wajib mampu berperan sebagai sarana pengaman aplikasi pembangunan bersama output-hasilnya. Tegasnya, hukum lingkungan wajib sanggup berperan sebagai wahana pengaman bagi terlanjutkannya pembangunan yg berwawasan lingkungan. 

Pembangunan berwawasan lingkungan telah sepatutnya dipikirkan lebih lanjut sang bangsa ini. Salah satu kunci pembangunan berwawasan lingkungan merupakan yg acapkali kita dengar meski belum jauh kita pahami, yaitu AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). AMDAL mengajak insan buat memperhitungkan resiko menurut aktifitasnya terhadap lingkungan. Penyusunan AMDAL didasarkan dalam pemahaman bagaimana alam ini tersusun, berhubungan dan berfungsi. Hal yg perlu diperhatikan jua merupakan hubungan antara kekuatan- kekuatan sosial, teknologi serta hemat dengan lingkungan serta asal daya alam. Pemahaman ini memungkinkan adanya prediksi tentang konsekuensi tentang pembangunan. Konsep AMDAL pertama kali tercetus pada Amerika Serikat pada tahun 1969 menggunakan kata Environmental Impact Assesment (EIA), akibat menurut bermunculannya gerakan-gerakan menurut aktivis lingkungan yg anti pembangunan dan anti teknologi tinggi. AMDAL adalah hasil studi tentang pengaruh suatu kegiatan yg sedang direncanakan terhadap lingkungan hayati, yang dibutuhkan bagi proses pengambilan keputusan. AMDAL mempunyai maksud menjadi alat buat merencanakan tindakan preventif terhadap kerusakan lingkungan yang mungkin akan ditimbulkan oleh suatu kegiatan pembangunan yg sedang direncanakan. Di Indonesia, AMDAL tertera pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999. Dengan demikian AMDAL merupakan sarana teknis yang dipergunakan buat memperkirakan dampak negatif serta positif yg akan disebabkan sang suatu aktivitas yg direncanakan terhadap lingkungan hidup. Dengan dilaksanakannya AMDAL, maka pengambilan keputusan terhadap rencana suatu kegiatan sudah didasarkan pada pertimbangan aspek ekologis. Dari uraian pada atas, maka konflik yg kita hadapi adalah bagaimana malaksanakan pembangunan yang nir merusak lingkungan serta asal-sumber daya alam, sebagai akibatnya pembangunan bisa menaikkan kemampuan lingkungan pada mendukung terlanjutkannya pembangunan. Dengan dukungan kemampuan lingkungan yg terjaga serta terbina keserasian serta keseimbangannya, aplikasi pembangunan, serta output-hasil pembangunan dapat dilaksanakan dan dinikmati secara berkesinambungan dari generasi ke generasi.

Kerangka Teoritis serta Konseptual 
a. Kerangka Teoritis
1. Pembangunan dan Lingkungan Hidup
Peningkatan usaha pembangunan sejalan menggunakan peningkatan penggunaan sumber daya buat menyokong pembangunan serta timbulnya perseteruan-konflik pada lingkungan hidup manusia. Pembangunan ini merupakan proses bergerak maju yg terjadi dalam salah satu bagian pada ekosistem yg akan mempengaruhi semua bagian. Kita tahu bahwa pada era pembangunan dewasa ini, asal daya bumi harus dikembangkan semaksimal mungkin secara bijaksana dengan cara-cara yang baik serta seefisien mungkin. 

Dalam pembangunan, asal alam adalah komponen yang penting lantaran sumber alam ini memberikan kebutuhan asasi bagi kehidupan. Dalam penggunaan sumber alam tersebut hendaknya keseimbangan ekosistem tetap terpelihara. Acapkali meningkatnya kebutuhan proyek pembangunan, ekuilibrium ini bisa terganggu, yg kadang-kadang sanggup membahayakan kehidupan umat.

Kerugian-kerugian dan perubahan-perubahan terhadap lingkungan perlu diperhitungkan, dengan laba yang diperkirakan akan diperoleh berdasarkan suatu proyek pembangunan. Itulah sebabnya dalam setiap usaha pembangunan, ongkos-ongkos sosial buat menjaga kelestarian lingkungan perlu diperhitungkan. Sedapat mungkin tidak memberatkan kepentingan generik warga menjadi konsumen output pembangunan tadi.

Beberapa hal yg bisa dipertimbangkan pada merogoh keputusan-keputusan demikian, diantaranya adalah kualitas dan kuantitas sumber daya alam yang diketahui serta diharapkan; akibat-dampak berdasarkan pengambilan sumber kekayaan alam termasuk kekayaan biologi serta habisnya deposito kekayaan alam tadi. Bagaimana cara pengelolaannya, apakah secara tradisional atau menggunakan teknologi terkini, termasuk pembiayaannya dan impak proyek dalam lingkungan, terhadap memburuknya lingkungan dan kemungkinan menghentikan pengrusakan lingkungan dan menghitung biaya -porto dan alternatif lainnya. 

Hal-hal tersebut pada atas hanya adalah sebagian berdasarkan daftar persoalan, atau pertanyaan yang wajib dipertimbangkan bertalian menggunakan setiap proyek pembangunan. Juga sekedar menggambarkan kasus lingkungan yang masih wajib dirumuskan kedalam pertanyaan-pertanyaan konkrit yang wajib dijawab. Setelah ditemukan jawaban-jawaban yg niscaya atas pertanyaan-pertanyaan tadi, maka disusun pedoman-pedoman kerja yang kentara bagi pelbagai aktivitas pembangunan baik berupa industri atau bidang lain yang memperhatikan faktor proteksi lingkungan hidup.

Maka pada rangka pembangunan serta pemanfaatan sumber-asal alam yang dapat diperbaharui, hendaknya selalu diingat serta diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
  • Generasi yg akan datang harus tetap mewarisi suatu alam yg masih penuh sumber kemakmuran untuk bisa memberi kehidupan pada mereka. 
  • Tetap adanya keseimbangan bergerak maju diantara unsur-unsur yang terdapat pada alam. 
  • Dalam penggalian sumber-sumber alam harus tetap dijamin adanya pelestarian alam, merupakan pengambilan hasil nir sampai menghambat terjadinya autoregenerasi dari sumber alam tersebut. 
  • Perencanaan kehidupan manusia hendaknya tetap menggunakan lingkungan serta terciptanya kepuasan baik fisik, ekonomi, sosial, maupun kebutuhan spiritual. 
Selain itu, dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek pembangunan serta penggalian sumber daya alam untuk kehidupan wajib disertai dengan:
  • Strategi pembangunan yang sadar akan konflik lingkungan hidup, dengan impak ekologi yg sekecil-kecilnya. 
  • Suatu politik lingkungan se-Indonesia yang bertujuan mewujudkan persyaratan kehidupan masyarakat Indonesia yg lebih baik buat puluhan tahun yg akan datang (jikalau mungkin buat selamanya). 
  • Eksploitasi sumber biologi didasarkan tujuan kelanggengan atau kelestarian lingkungan dengan prinsip memanen hasil tidak akan menghancurkan daya autoregenerasinya. 
  • Perencanaan pembangunan pada rangka memenuhi kebutuhan penghidupan, hendaknya menggunakan tujuan mencapai suatu ekuilibrium dinamis menggunakan lingkungan sampai menaruh laba secara fisik, ekonomi, dan sosial spiritual. 
  • Usahakan supaya sebagian output pembangunan dapat dipergunakan buat memperbaiki kerusakan lingkungan akibat proyek pembangunan tersebut, dalam rangka menjaga kelestraian lingkungan. 
  • Pemakaian sumber alam yang nir dapat diganti, wajib sehemat dan seefisien mungkin. 
2. Pembangunan Berwawasan Lingkungan
Lingkungan hayati Indonesia menjadi suatu ekosistem terdiri berdasarkan berbagai wilayah, masing-masing sebagai subsistem yg meliputi aspek sosial budaya, ekonomi dan fisik, menggunakan corak ragam yg berbeda antara subsistem yang satu menggunakan yang lain, serta menggunakan daya dukung lingkungan yang berlainan. Pembinaan serta pengembangan yg berdasarkan pada keadaan daya dukung lingkungan akan meningkatkan keselarasan dan ekuilibrium subsistem yg jua berarti mempertinggi ketahanan subsistem.

Menurut Emil Salim, secara generik lingkungan hidup diartikan menjadi segala benda, syarat, keadaan, dan pengaruh yang terdapat pada ruangan yang kita tempati, dan mensugesti hal yg hayati termasuk kehidupan manusia. Sedangkan Soedjono mengartikan lingkungan hidup menjadi lingkungan hayati fisik atau jasmani yang mencakup dan mencakup semua unsur serta faktor fisik jasmaniah yg terdapat dalam alam.

Pengertian pembangunan berwawasan lingkungan dari Pasal 1 buah 13 Undang-Undang No.23 Tahun 1997 adalah upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola asal daya secara bijaksana pada pembangunan yang berkesinambungan buat meningkatkan mutu hayati. 

Mengacu pada The World Commission on Environmental and Development menyatakan bahwa pembangunan berwawasan lingkungan merupakan proses pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi masa sekarang tanpa mengesampingkan atau mengorbankan kemampuan generasi mendatang pada memenuhi kebutuhannya. Selanjutnya Holdren dan Erlich pada Zul Endria(2003) menjelaskan tentang pembangunan berkelanjutan dengan terpeliharanya Total Natural Capital Stock dalam tingkat yang sama atau kalau mampu lebih tinggi dibandingkan menggunakan keadaan kini .

Pembangunan berkelanjutan yg dikonsep oleh Stren, While, serta Whitney menjadi suatu interaksi antara 3 sistem: sistem biologis dan sumberdaya, sistem ekonomi, serta sistem sosial, yg dikenal dengan konsep trilogi keberlanjutan: ekologi-ekonomi-sosial. Konsep keberlanjutan tadi sebagai semakin sulit dilaksanakan terutama di Negara berkembang.

Menurut Hariyadi sebagaimana dikutip sang Zul Endria (2003), pembangunan berwawasan lingkungan memerlukan tatanan supaya sumber daya alam dapat secara berlanjut menunjang pembangunan, dalam masa sekarang serta mendatang, generasi demi generasi dan khususnya pada meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Prinsip pembangunan berkelanjutan meliputi pemikiran aspek lingkungan hidup sedini mungkin dan dalam setiap tahapan pembangunan yg memperhitungkan daya dukung lingkungan dan pembangunan di bawah nilai ambang batas.

Sejak dilaksanakannya Konferensi Stockholm 1972, masalah-kasus lingkungan hayati mendapat perhatian secara luas menurut berbagai bangsa. Sebelumnya, lebih kurang tahun 1950-an masalah-kasus lingkungan hayati hanya mendapat perhatian dari kalangan ilmuwan. Sejak saat itu berbagai himbauan dilontarkan sang pakar menurut berbagai disiplin ilmu tentang adanya bahaya yg mengancam kehidupan, yang disebabkan oleh pencemaran serta perusakan lingkungan hidup.

Masalah lingkungan pada dasarnya muncul karena:
  • Dinamika penduduk 
  • Pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya yang kurang bijaksana. 
  • Kurang terkendalinya pemanfaatan akan ilmu pengetahuan serta teknologi maju. 
  • Dampak negatif yang tak jarang ada berdasarkan kemajuan ekonomi yg seharusnya positif. 
  • Benturan tata ruang. 
Dengan adanya Stockholm Declaration, perkembangan hukum lingkungan memperoleh dorongan yang bertenaga. Keuntungan yang nir sedikit adalah mulai tumbuhnya kesatuan pengertian dan bahasa diantara para ahli aturan menggunakan memakai Stockholm Declaration sebagai surat keterangan beserta. Perkembangan baru dalam pengembangan kebijaksanaan lingkungan hidup didorong sang hasil kerja World Commission on the Environment and Development (WCED).

WCED mendekati perkara lingkungan serta pembangunan menurut enam sudut pandang, yaitu:

1. Keterkaitan (interdependency)
Sifat perusakan yg kait mengkait (interdependent) diperlukan pendekatan lintas sektoral antar negara.

2. Berkelanjutan (sustainability)
Berbagai pengembangan sektoral memerlukan sumber daya alam yg wajib dilestarikan kemampuannya untuk menunjang proses pembangunan secara berkelanjutan. Untuk itu perlu dikembangkan pula kebijaksanaan pembangunan berkelanjutan menggunakan wawasan lingkungan. 

3. Pemerataan (equity)
Desakan kemiskinan sanggup mengakibatkan eksploitasi asal daya alam secara hiperbola, buat perlu diusahakan kesempatan merata buat memperoleh asal daya alam bagi pemenuhan kebutuhan utama.

4. Sekuriti dan risiko lingkungan (security and environmental risk)
Cara-cara pembangunan tanpa memperhitungkan impak negatif kepada lingkungan turut memperbesar risiko lingkungan. Hal ini perlu ditanggapi pada pembangunan berwawasan lingkungan.

5. Pendidikan serta komunikasi (education and communication)
Penduduk dan komunikasi berwawasan lingkungan diperlukan buat ditingkatkan di aneka macam tingkatan penduduk dan lapisan warga .

6. Kerjasama internasional (international cooperation)
Pola kerjasama internasional dipengaruhi sang pendekatan pengembangan sektoral, sedangkan pertimbangan lingkungan kurang diperhitungkan. Karena itu perlu dikembangkan pula kerjasama yg lebih sanggup menanggapi pembangunan yg berwawasan lingkungan.

Untuk menganalisis berbagai hambatan yang dihadapi pada pembangunan yg berwawasan lingkungan, maka dapat digunakan keenam segi penglihatan tersebut pada atas, masalah-perkara tersebut misalnya adalah sebagai berikut; (1) perspektif kependudukan, pembangunan ekonomi, teknologi serta lingkungan; (2) pengembangan tenaga berwawasan lingkungan, termasuk kasus CO2, polusi udara, hujan asam, kayu bakar, dan konversi sumber tenaga yg mampu diperbaharui serta lain-lain; (tiga) pengembangan industri berwawasan lingkungan, termasuk pada dalamnya perkara pencemaran kimia, pengelolaan limbah dan siklus ulang; (4) pengembangan pertanian berwawasan lingkungan, termasuk erosi huma, diversifikasi, hilangnya huma pertanian, terdesaknya “tempat asli wildlife”, (lima) kehutanan, pertanian serta lingkungan, termasuk hutan tropis serta diversitas biologi; (6) interaksi ekonomi internasional dan lingkungan, termasuk di sini bantuan ekonomi, kebijaksanaan moneter, kebijaksanaan perdagangan, dan internasional externalities; serta (7) kerjasama internasional.

Selanjutnya dalam World Summit on Sustainable Development (WSSD) yang diselenggarakan di Johannesburg, Afrika Selatan lepas 26 Agustus-4 September 2002 ditegaskan kembali kesepakatan buat mendukung pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) dengan memutuskan “The Johannesburg Declaration on Sustainable Development” yang terdiri atas:
a) From our Origins to the Future
b) From Stockholm to Rio de Janeiro to Johannesburg 
c) The Challenge we Face
d) Our Commitment to Sustainable Development 
e) Making it Happen! 

Sebagai tindak lanjut ditetapkan juga World Summit Sustainable Development, Plan of Implementation yang mengedepankan integrasi 3 komponen pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial serta perlindungan lingkungan menjadi 3 pilar kekuatan. Pada Konferensi Nasional Pembangunan Berkelanjutan yang dilaksanakan pada Yogjakarta tanggal 21 Januari 2004, Kesepakatan Nasional dan Rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan diterima oleh Presiden RI serta menjadi dasar seluruh pihak untuk melaksanakannya.

Dalam kaitannya menggunakan hal pada atas, dari Emil Salim masih ada lima pokok ikhtiar yang perlu dikembangkan dengan sungguh-benar-benar untuk melaksanakan pembangunan yg berwawasan lingkungan, yaitu:
  1. Menumbuhkan perilaku kerja menurut pencerahan saling membutuhkan antara satu dengan yg lain. Hakikat lingkungan hidup merupakan memuat hubungan saling kait mengkait dan hubungan saling membutuhkan antara satu sektor dengan sektor lainnya, antara satu negara dengan negara lain, bahkan antara generasi sekarang dengan generasi mendatang. Oleh karena itu dibutuhkan perilaku kerjasama menggunakan semangat solidaritas.
  2. Kemampuan menyerasikan kebutuhan dengan kemampuan sumber alam pada menghasilkan barang serta jasa. Kebutuhan insan yang terus menerus meningkat perlu dikendalikan buat diadaptasi dengan pola penggunaan sumber alam secara bijaksana. 
  3. Mengembangkan asal daya manusia supaya bisa menanggapi tantangan pembangunan tanpa merusak lingkungan.
  4. Mengembangkan pencerahan lingkungan pada kalangan masyarakat sehingga tumbuh menjadi pencerahan berbuat.
  5. Menumbuhkan lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang bisa mendayagunakan dirinya buat menggalakkan partisipasi masyarakat pada mencapai tujuan pengelolaan lingkungan hidup. 
3. Pengembangan Sistem Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan adalah suatu baku yang nir hanya melindungi lingkungan tetapi pula krusial bagi kebijakan lingkungan sebaik mungkin. Adapun ciri-karakteristik pembanguan yg berkelanjutan mencakup:
  1. Menjaga kelangsungan hidup manusia dengan cara melestarikan fungsi serta kemampuan ekosistem yg mendukungnya, secara eksklusif maupun nir langsung.
  2. Memanfaatkan sumber daya alam secara optimal pada arti memanfaatkan sumber daya alam sebanyak alam dan teknologi pengelolaan bisa menghasilkannya secara lestari. 
  3. Memberi kesempatan kepada sektor dan kegiatan lainnya di daerah buat berkembang beserta-sama baik dalam kurun ketika yang sama juga kurun saat yang tidak selaras secara berkelanjutan.
  4. Meningkatkan dan melestarikan kemampuan dan fungsi ekosistem untuk memasok asal daya alam, melindungi serta mendukung kehidupan secara terus menerus. 
  5. Menggunakan mekanisme serta rapikan cara yang memperhatikan kelestarian fngsi serta kemampuan ekosistem buat mendukung kehidupan baik kini maupun masa yang akan tiba. 
Dalam upaya mendukung tujuan pembangunan yg berkelanjutan telah dilakukan upaya-upaya memasukkan unsur lingkungan dalam memperhitungkan kelayakan suatu pembangunan. Unsur-unsur lingkungan yg menjadi satu paket dengan kegiatan pembangunan yg berkelanjutan akan lebih menjamin kelestarian lingkungan hidup serta mempertahankan serta/atau memperbaiki daya dukung lingkungannya.

Pengelolaan asal daya alam serta lingkungan hidup adalah bagian menurut setiap kegiatan yang berkaitan, baik secara sektoral juga regional. Kegiatan itu akan dilaksanakan melalui pembentukan suatu sistem rapikan laksana serta rapikan cara yang bisa memantapkan kerjasama antar banyak sekali lembaga. Salah satu forum yang dapat dikembangkan buat meningkatkan keterpaduan antar sektor pada pembangunan yang berkelanjutan ini merupakan mekanisme AMDAL yg adalah sistem terpadu antar sektor yang membimbing dan menilai serta menyerasikan tindak lanjut berdasarkan hasil AMDAL suatu kegiatan pada lokasi eksklusif.

Penyelamatan dan pengelolaan lingkungan hidup dan proses pembangunan berkelanjutan pada umumnya merupakan suatu proses pembaruan yg memerlukan wawasan, perilaku serta prilaku yang baru yang didukung sang nilai-nilai serta kaidah-kaidah. Wawasan ini dapat diperkaya lagi menggunakan kearifan tradisional mengenai lingkungan hidup dan keserasian lingkungan hayati menggunakan kependudukan. 

Peran dan warga dalam pembangunan amat penting pengaruhnya pada upaya menaikkan daya guna serta hasil guna pembangunan yg berkaitan menggunakan pengelolaan lingkungan hidup. Sumber daya alam menjadi milik bersama akan lebih terpelihara kelestariannya bila semua rakyat tahu dan memeliharanya. 

4. Prinsip -prinsip Pembangunan Berkelanjutan 
Pembangunan dilakukan sang setiap negara, baik negara maju juga negara berkembang dengan maksud buat menyejahterakan warganya. Namun yang sebagai keprihatinan kini merupakan adanya desakan semakin keras buat melanjutkan pola pembangunan konvensional., terutama pada negara berkembang disebabkan sang pertambahan penduduk yang semakin banyak serta keinginan mengatasi kemiskinan yang cukup parah. 

Untuk mempertahankan fungsi keberlanjutan pada menaikkan kualitas hayati insan, maka ada beberapa prinsip kehidupan yg berkelanjutan yang seharusnya diadopsi ke pada pembangunan. Imam Supardi merinci prinsip tadi menjadi berikut:

1. Menghormati dan memelihara komunitas kehidupan prinsip ini mencerminkan kewajiban buat peduli kepada orang lain serta kepada bentuk-bentuk kehidupan lain, kini dan di masa tiba.
2. Memperbaiki kualitas hidup insan tujuan pembangunan yang sesungguhnya adalah memperbanyak mutu hidup manusia. Ini sebuah proses yg memungkinkan insan menyadari potensi mereka, membangun rasa percaya diri mereka serta masuk kekehidupan yg bermanfaat serta berkecukupan.
3. Melestarikan daya hayati dan keanekaragaman bumi.

Prinsip ini menuntut kita buat:
  1. melestarikan sistem-sistem penunjang kehidupan
  2. melestarikan keanekaragaman hayati
  3. menjamin supaya penggunaan sumber daya yg bisa diperbaharui berkelanjutan.
4. Menghindari sumber daya yg tidak terbarukan.
Sumber daya yg tidak terbarukan adalah bahan-bahan yg tidak bisa dipakai secara berkelanjutan. Namun umur mereka dapat diperpanjang menggunakan cara siklus ulang, penghematan, atau dengan gaya pembuatan suatu produk pengganti bahan-bahan tersebut. 

5. Berusaha untuk tidak melampaui kapasitas daya dukung bumi.
Kapasitas daya dukung ekosistem bumi memiliki batas-batas tertentu. Sampai tingkat eksklusif ekosistem bumi dan biosfer masih tahan bertahan terhadap gangguan atau beban tanpa mengalami kerusakan yg membahayakan.

6. Mengubah perilaku dan gaya hayati orang perorang guna menerapkan etika baru buat hidup berkelanjutan, kita harus mempelajari ulang rapikan nilai rakyat serta mengubah perilaku mereka. Masyarakat harus memperkenalkan nilai-nilai yg mendukung etika baru ini serta meninggalkan nilai-nilai yg tidak sesuai menggunakan falsafah hidup berkelanjutan. 
7. Mendukung kreatifitas masyarakat buat memlihara lingkungan sendiri.
8. Menyediakan kerangka kerja nasional buat memadukan upaya pembangunan pelestarian.
Dalam hal ini diharapkan suatu acara nasional yang dimaksudkan buat membentuk kehidupan yg berkelanjutan. 

9. Menciptakan kerjasama global. 
Untuk mencapai keberlanjutan yang dunia, maka harus ada kerja sama yg bertenaga menurut semua negara. Tingkat pembangunan di setiap negara tidak sama. Negara-negara yg penghasilannya rendah wajib dibantu agar sanggup menciptakan secara berkelanjutan. 

Kesembilan prinsip diatas, sebetulnya bukan merupakan hal yang baru. Prinsip-prinsip tadi mencerminkan pernyataan-pernyataan yang sudah seringkali muncul pada berbagai pemberitaan mengenai perlunya persamaan hak, pembangunan yang berkelanjutan, dan pelestarian alam.

Selanjutnya Sudharto P. Hadi mengemukakan empat prinsip pembangunan berkelanjutan, yaitu:
1. Pemenuhan kebutuhan dasar baik materi juga non-materi.
Pemenuhan kebutuhan materi sangat penting karena kemiskinan dicermati baik menjadi penyebab maupun output menurut penurunan kualitas lingkungan. Kerusakan lingkungan menyebabkan timbulnya kemiskinan dan penurunan kualitas hayati, lantaran rakyat nir lagi memiliki sumber daya alam yang bisa dijadikan aset untuk menopang kehidupan. 

Kebutuhan non-materi yg dicerminkan dalam suasana keterbukaan, bebas dari rasa stress, demokratis yang merupakan syarat penting bagi rakyat buat bisa mengambil bagian pada pengambilan keputusan yang menghipnotis kehidupan mereka. Keikutsertaan masyarakat akan mampu mempertinggi kualitas keputusan, karena sesungguhnya rakyat merupakan para ahli lokal dalam arti lebih tahu kondisi dan karakter lingkungan di sekitar tempat tinggal mereka.adanya kesempatan mengungkapkan pendapat akan menumbuhkan perasaan menjadi part of process.

2. Pemeliharaan lingkungan.
Berkaitan dengan pemeliharaan lingkungan, terdapat 2 prinsip penting yaitu prinsip perlindungan serta mengurangi konsumsi. Pemeliharaan lingkungan hidup sebenarnya sangat terkait dengan prinsip pemenuhan kebutuhan manusia. Bahkan apabila kerusakan sudah sedemikian parah akan mengancam keberadaan insan itu sendiri. Tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa penyebab pencemaran dan kerusakan lingkungan merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Oleh karenanya perlindungan dimaksudkan untuk proteksi lingkungan. Sedangkan prinsip mengurangi konsumsi ambiguitas. Pertama, mengurangi konsumsi ditujukan dalam negara maju sehubungan menggunakan pola konsumsi energi yg akbar yang mengakibatkan terjadinya polusi dan penurunan kualitas lingkungan. Kedua, perubahan pola konsumsi merupakan seruan yang ditujukan kepada siapa saja (menjadi individu) baik di negara maju maupun pada negara berkembang supaya mengurangi beban bumi.

3. Keadilan sosial.
Berkaitan dengan keadilan, prinsip keadilan masa kini memberitahuakn perlunya pemerataan dalam prinsip pembangunan. Kadilan masa kini berdimensi luas termasuk di dalamnya pengalokasian asal dayaalam antara daerah dan pusat. Sedangkan keadilan masa depan berarti perlunya solidaritas antar generasi. Hal ini memperlihatkan perlunya pengakuan akan adanya keterbatasan (limitations) sumber daya alam yang wajib diatur penggunaannya supaya tidak mengorbankan kepentingan generasi yg akan tiba. 

4. Penentuan nasib sendiri.
Penentuan nasib sendiri meliputi prinsip terwujudnya masyarakat berdikari serta partisipatori demokrasi. Masyarakat berdikari (self relient community) adalah rakyat yg sanggup mengambil keputusan sendiri atas hal-hal yg berkaitan dengan nasib dan masa depannya. Hal ini termasuk penentuan alokasi sumber-asal daya alam. Sedangkan prinsip partisipatori demokrasi merupakan adanya keterbukaan dan transparansi. Dengan menaruh kesempatan bagi rakyat buat merogoh bagian dalam setiap proses pengambilan keputusan yang menyangkut nasib mereka maka rakyat akan merasa menjadi bagian dari proses sehingga tumbuh rasa memiliki dan pada gilirannya bisa memperoleh manfaat atas perubahan yg terjadi pada sekitar mereka.

Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan di atas, akan mampu terwujud apabila didukung sang pemerintahan yg baik (good governance). Dari uraian mengenai prinsip-prinsip pembangunan berklanjutan pada atas, nampak bahwa konsep ini menghendaki suatu transformasi dalam pola kehidupan serta kelembagaan. 

Jika interpretasi tentang pembangunan berkelanjutan termasuk mengurangi konsumsi dari negara-negara industri, maka agendanya akan meliputi perubahan konduite serta gaya hayati. Dalam hal ini berkaitan menggunakan bagaimana mendorong konsumsi barang-barang non material serta jasa daripada energi serta barang-barang konsumtif.

HUKUM LINGKUNGAN INDONESIA

Hukum Lingkungan Indonesia
Merosotnya kualitas lingkungan yg dibarengi menggunakan semakin menipisnya persediaan asal daya alam serta timbulnya banyak sekali perseteruan lingkungan sudah menyadarkan manusia betapa pentingnya dukungan lingkungan serta kiprah sumber daya alam terhadap kehidupan pada alam semesta. Lingkungan tidak dapat mendukung jumlah kehidupan yg tanpa batas. Jika bumi ini sudah nir mampu lagi menyangga ledakan jumlah insan bersama aktivitasnya, maka manusia akan mengalami aneka macam kesulitan. Pertumbuhan jumlah penduduk bumi mutlak wajib dikendalikan serta kegiatan manusianya pun wajib memperhatikan kelestarian lingkungan. 

Pelestarian lingkungan hayati mempunyai arti bahwa lingkungan hidup wajib dipertahankan sebagaimana keadaannya. Sedangkan lingkungan hidup itu justru dimanfaatkan pada kerangka pembangunan. Hal ini berarti bahwa lingkungan hidup mengalami proses perubahan. Dalam proses perubahan ini perlu dijaga agar lingkungan hayati itu permanen mampu menunjang kehidupan yg normal. 

Jika syarat alam dan lingkungan kini dibandingkan dengan syarat beberapa puluh tahun yang lalu, maka segera terasa perbedaan yg sangat jauh. Pembangunan telah membawa kemajuan yang besar bagi kesejahteraan rakyat, di kembali itu telah terjadi pula perubahan lingkungan. Sebagai negara yg sedang berkembang, Indonesia ketika ini sedang melaksanakan pembangunan pada segala bidang. Pembangunan pada sini merupakan upaya bangsa Indonesia buat menaikkan tingkat hidupnya menggunakan memanfaatkan segala sumber daya yg dimilikinya, di mana peningkatan manfaat itu bisa dicapai menggunakan memakai lebih banyak sumberdaya. 

Hakikat pembangunan Indonesia merupakan pembangunan insan seutuhnya dan pembangunan semua warga Indonesia. Hal ini berarti bahwa pembangunan meliputi: (1) kemajuan lahiriah seperti sandang, pangan, perumahan dan lain-lain.; (2) kemajuan batiniah seperti pendidikan, rasa aman, rasa keadilan, rasa sehat serta lain-lain; serta (tiga) kemajuan yang mencakup seluruh rakyat sebagaimana tercermin dalam perbaikan hayati berkeadilan sosial.

Pembangunan yang membawa perubahan pesat ini, tentu saja menimbulkan perubahan dalam lingkungan. Perubahan dalam lingkungan sudah melahirkan dampak negatif. Sebagai model, pembangunan di sektor perumahan. Dengan menjamurnya perumahan-perumahan yang berdiri di atas lahan-huma pertanian yang masih produktif membuahkan sempitnya areal-areal pertanian, sehingga petani tergerak buat membuka atau menggarap huma marginal misalnya tanah pada tepi sungai, di bukit serta di gunung, serta pembukaan lahan baru di kawasan hutan lindung yang bisa mengakibatkan terjadinya erosi tanah sampai dalam tingkat yg mengkhawatirkan. 

Pembangunan fisik yg tidak didukung sang bisnis kelestarian lingkungan akan meningkatkan kecepatan proses kerusakan alam. Kerusakan alam tadi, sebagian besar diakibatkan oleh kegiatan dan perilaku insan itu sendiri yg tidak berwawasan lingkungan. Untuk itu perlu diupayakan suatu bentuk pembangunan berkelanjutan serta berwawasan lingkungan.

Pembangunan berwawasan lingkungan adalah upaya sadar serta berencana memakai dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yg berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup. Sedangkan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) didefinisikan sebagai pembangunan yg memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi-generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. 

Lahirnya konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan didorong oleh lahirnya pencerahan terhadap kasus-kasus lingkungan dan lahirnya hukum lingkungan menjadi konsep yg berdikari, terdorong sang kehendak buat menjaga, membina dan menaikkan kemampuan lingkungan serta sumber daya alam supaya bisa mendukung terlanjutkannya pembangunan.

Lingkungan hidup seharusnya dikelola menggunakan baik agar dapat menaruh kehidupan serta kesejahteraan bagi insan. Adapun tujuan pengelolaan lingkungan hayati adalah sebagai berikut:
a) Tercapainya keselarasan interaksi antara manusia dan lingkungan hidup menjadi tujuan membangun manusia seutuhnya.
b) Terkendalinya pemanfaatan asal daya secara bijaksana.
c) Terwujudnya insan sebagai pembina lingkungan hayati.
d) Terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan buat generasi kini dan mendatang.
e) Terlindunginya Negara terhadap pengaruh kegiatan luar daerah negara yang mengakibatkan kerusakan dan pencemaran lingkungan.

Unsur krusial bagi tercapainya pembangunan yang berwawasan lingkungan merupakan terwujudnya manusia menjadi pembina lingkungan hayati di mana pun berada. Manusia menggunakan lingkungannya senantiasa terjadi hubungan yang aktif serta kontinu. Dia menghipnotis sekaligus ditentukan oleh lingkungan hidupnya, sebagai akibatnya sanggup dikatakan membangun dan terbentuk oleh lingkungan hidupnya. Ketergantungan insan terhadap alam nir hanya dikaitkan dengan kebutuhan pangan serta mineral saja, tapi saling tergantung serta berinteraksi dalam bidang materi dan non-materi. Tetapi demikian, insan dimanapun pula selalu memperoleh predikat yang demikian pahit yaitu selalu dianggap sebagai agen perusak (Agent of Destruction).

Setiap orang memiliki hak atas lingkungan hidup yg baik serta sehat. Sebaliknya setiap orang juga memiliki kewajiban buat memelihara lingkungan hidup, termasuk mencegah dan menanggulangi perusakan lingkungan hayati. Hak dan kewajiban ini dapat terlaksana menggunakan baik bila subjek pendukung hak serta kewajiban berperan serta pada rangka pengelolaan lingkungan hidup. Hal tadi berarti juga bahwa hak serta kewajiban itu bisa terlaksana menggunakan baik bila subjek pendukung hak serta kewajiban itu memiliki hak akses terhadap data dan berita tentang keadaan dan syarat lingkungan hidup. Subjek hukum yg berada pada pemerintahan memiliki kiprah yg sangat strategis yaitu mengeluarkan kebijakan serta mengawasinya. Subjek aturan yang beranjak pada sektor dunia bisnis berperan pribadi buat mencemari atau tidak mencemari lingkungan hayati. Subjek aturan yg berkecimpung di sektor pendidikan mempunyai kiprah krusial buat jangka panjang karena akan membentuk manusia yg seutuhnya supaya mempunyai wawasan dan kepedulian terhadap lingkungan hidup. Untuk itu dibutuhkan suatu bentuk pengaturan serta hukum yang tegas. 

Hukum lingkungan pada pelaksanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan berfungsi buat mencegah terjadinya pencemaran serta atau perusakan lingkungan agar lingkungan dan sumberdaya alam tidak terganggu transedental dan daya dukungnya. Di samping itu hukum lingkungan berfungsi sebagai wahana penindakan aturan bagi perbuatan-perbuatan yg merusak atau mencemari lingkungan hayati dan asal daya alam. Selain itu, eksistensi aturan wajib dipandang dari 2 dimensi. Di satu pihak aturan wajib dipandang sebagai suatu bidang atau lapangan yang memerlukan pembangunan serta training, pada sini hukum berfungsi sebagai objek pembangunan. Di pihak lain, dimensi hukum menjadi wahana penunjang terlanjutkannya pembangunan. Hukum harus sanggup berperan sebagai wahana pengaman aplikasi pembangunan bersama hasil-hasilnya. Tegasnya, aturan lingkungan harus bisa berperan menjadi sarana pengaman bagi terlanjutkannya pembangunan yang berwawasan lingkungan. 

Pembangunan berwawasan lingkungan sudah sepatutnya dipikirkan lebih lanjut sang bangsa ini. Salah satu kunci pembangunan berwawasan lingkungan adalah yg sering kita dengar meski belum jauh kita pahami, yaitu AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). AMDAL mengajak manusia buat memperhitungkan resiko berdasarkan aktifitasnya terhadap lingkungan. Penyusunan AMDAL berdasarkan pada pemahaman bagaimana alam ini tersusun, berafiliasi serta berfungsi. Hal yang perlu diperhatikan juga adalah interaksi antara kekuatan- kekuatan sosial, teknologi serta irit menggunakan lingkungan serta sumber daya alam. Pemahaman ini memungkinkan adanya prediksi mengenai konsekuensi tentang pembangunan. Konsep AMDAL pertama kali tercetus di Amerika Serikat pada tahun 1969 menggunakan istilah Environmental Impact Assesment (EIA), akibat dari bermunculannya gerakan-gerakan menurut aktivis lingkungan yang anti pembangunan dan anti teknologi tinggi. AMDAL merupakan hasil studi mengenai impak suatu aktivitas yang sedang direncanakan terhadap lingkungan hayati, yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan. AMDAL memiliki maksud sebagai indera buat merencanakan tindakan preventif terhadap kerusakan lingkungan yang mungkin akan disebabkan oleh suatu aktivitas pembangunan yang sedang direncanakan. Di Indonesia, AMDAL tertera pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999. Dengan demikian AMDAL merupakan wahana teknis yang dipergunakan buat memperkirakan imbas negatif serta positif yang akan ditimbulkan sang suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup. Dengan dilaksanakannya AMDAL, maka pengambilan keputusan terhadap planning suatu kegiatan telah berdasarkan kepada pertimbangan aspek ekologis. Dari uraian pada atas, maka perseteruan yang kita hadapi adalah bagaimana malaksanakan pembangunan yang nir merusak lingkungan serta sumber-sumber daya alam, sebagai akibatnya pembangunan bisa menaikkan kemampuan lingkungan pada mendukung terlanjutkannya pembangunan. Dengan dukungan kemampuan lingkungan yg terjaga dan terbina keserasian serta keseimbangannya, aplikasi pembangunan, serta output-output pembangunan dapat dilaksanakan serta dinikmati secara berkesinambungan menurut generasi ke generasi.

Kerangka Teoritis dan Konseptual 
a. Kerangka Teoritis
1. Pembangunan dan Lingkungan Hidup
Peningkatan bisnis pembangunan sejalan dengan peningkatan penggunaan asal daya buat menyokong pembangunan dan timbulnya konflik-konflik pada lingkungan hayati insan. Pembangunan ini merupakan proses dinamis yg terjadi pada galat satu bagian pada ekosistem yg akan menghipnotis seluruh bagian. Kita memahami bahwa pada era pembangunan dewasa ini, sumber daya bumi wajib dikembangkan semaksimal mungkin secara bijaksana menggunakan cara-cara yg baik serta seefisien mungkin. 

Dalam pembangunan, asal alam adalah komponen yang krusial karena asal alam ini menaruh kebutuhan asasi bagi kehidupan. Dalam penggunaan asal alam tadi hendaknya keseimbangan ekosistem tetap terpelihara. Acapkali meningkatnya kebutuhan proyek pembangunan, ekuilibrium ini bisa terganggu, yg kadang-kadang mampu membahayakan kehidupan umat.

Kerugian-kerugian dan perubahan-perubahan terhadap lingkungan perlu diperhitungkan, menggunakan keuntungan yang diperkirakan akan diperoleh dari suatu proyek pembangunan. Itulah sebabnya dalam setiap bisnis pembangunan, ongkos-ongkos sosial buat menjaga kelestarian lingkungan perlu diperhitungkan. Sedapat mungkin nir memberatkan kepentingan umum masyarakat menjadi konsumen hasil pembangunan tersebut.

Beberapa hal yang dapat dipertimbangkan dalam mengambil keputusan-keputusan demikian, antara lain merupakan kualitas serta kuantitas sumber daya alam yg diketahui dan diperlukan; akibat-dampak berdasarkan pengambilan asal kekayaan alam termasuk kekayaan biologi serta habisnya deposito kekayaan alam tadi. Bagaimana cara pengelolaannya, apakah secara tradisional atau memakai teknologi modern, termasuk pembiayaannya dan efek proyek dalam lingkungan, terhadap memburuknya lingkungan dan kemungkinan menghentikan pengrusakan lingkungan dan menghitung porto-biaya dan alternatif lainnya. 

Hal-hal tadi di atas hanya merupakan sebagian dari daftar masalah, atau pertanyaan yang harus dipertimbangkan bertalian menggunakan setiap proyek pembangunan. Juga sekedar menggambarkan perkara lingkungan yang masih wajib dirumuskan kedalam pertanyaan-pertanyaan konkrit yang wajib dijawab. Setelah ditemukan jawaban-jawaban yang niscaya atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka disusun panduan-panduan kerja yang jelas bagi pelbagai kegiatan pembangunan baik berupa industri atau bidang lain yang memperhatikan faktor perlindungan lingkungan hayati.

Maka dalam rangka pembangunan serta pemanfaatan sumber-asal alam yg dapat diperbaharui, hendaknya selalu diingat dan diperhatikan hal-hal menjadi berikut:
  • Generasi yang akan datang wajib permanen mewarisi suatu alam yang masih penuh sumber kemakmuran buat dapat memberi kehidupan pada mereka. 
  • Tetap adanya ekuilibrium dinamis diantara unsur-unsur yang masih ada pada alam. 
  • Dalam penggalian sumber-asal alam harus permanen dijamin adanya pelestarian alam, artinya pengambilan hasil nir hingga Mengganggu terjadinya autoregenerasi dari sumber alam tadi. 
  • Perencanaan kehidupan manusia hendaknya tetap menggunakan lingkungan serta terciptanya kepuasan baik fisik, ekonomi, sosial, juga kebutuhan spiritual. 
Selain itu, pada perencanaan serta aplikasi proyek pembangunan dan ekskavasi asal daya alam buat kehidupan harus disertai menggunakan:
  • Strategi pembangunan yg sadar akan perseteruan lingkungan hayati, menggunakan dampak ekologi yg sekecil-kecilnya. 
  • Suatu politik lingkungan se-Indonesia yang bertujuan mewujudkan persyaratan kehidupan rakyat Indonesia yang lebih baik buat puluhan tahun yang akan tiba (kalau mungkin buat selamanya). 
  • Eksploitasi asal hayati didasarkan tujuan kelanggengan atau kelestarian lingkungan dengan prinsip memanen output nir akan menghancurkan daya autoregenerasinya. 
  • Perencanaan pembangunan dalam rangka memenuhi kebutuhan penghidupan, hendaknya menggunakan tujuan mencapai suatu keseimbangan dinamis menggunakan lingkungan hingga memberikan laba secara fisik, ekonomi, serta sosial spiritual. 
  • Usahakan agar sebagian hasil pembangunan dapat dipergunakan buat memperbaiki kerusakan lingkungan akibat proyek pembangunan tadi, pada rangka menjaga kelestraian lingkungan. 
  • Pemakaian asal alam yg nir bisa diganti, wajib sehemat serta seefisien mungkin. 
2. Pembangunan Berwawasan Lingkungan
Lingkungan hidup Indonesia sebagai suatu ekosistem terdiri dari berbagai wilayah, masing-masing menjadi subsistem yang meliputi aspek sosial budaya, ekonomi dan fisik, menggunakan corak ragam yg berbeda antara subsistem yang satu dengan yg lain, dan menggunakan daya dukung lingkungan yg berlainan. Pembinaan dan pengembangan yg didasarkan pada keadaan daya dukung lingkungan akan meningkatkan keselarasan serta keseimbangan subsistem yang pula berarti menaikkan ketahanan subsistem.

Menurut Emil Salim, secara umum lingkungan hidup diartikan sebagai segala benda, syarat, keadaan, dan efek yang terdapat pada ruangan yang kita tempati, dan mensugesti hal yang hayati termasuk kehidupan manusia. Sedangkan Soedjono mengartikan lingkungan hidup sebagai lingkungan hidup fisik atau jasmani yang meliputi dan mencakup seluruh unsur dan faktor fisik jasmaniah yang masih ada pada alam.

Pengertian pembangunan berwawasan lingkungan menurut Pasal 1 buah 13 Undang-Undang No.23 Tahun 1997 merupakan upaya sadar serta berencana memakai dan mengelola sumber daya secara bijaksana pada pembangunan yg berkesinambungan buat menaikkan mutu hidup. 

Mengacu pada The World Commission on Environmental and Development menyatakan bahwa pembangunan berwawasan lingkungan adalah proses pembangunan yg bisa memenuhi kebutuhan generasi masa kini tanpa mengesampingkan atau mengorbankan kemampuan generasi mendatang pada memenuhi kebutuhannya. Selanjutnya Holdren dan Erlich pada Zul Endria(2003) mengungkapkan tentang pembangunan berkelanjutan menggunakan terpeliharanya Total Natural Capital Stock pada taraf yg sama atau kalau bisa lebih tinggi dibandingkan dengan keadaan sekarang.

Pembangunan berkelanjutan yang dikonsep sang Stren, While, dan Whitney sebagai suatu hubungan antara tiga sistem: sistem biologis dan sumberdaya, sistem ekonomi, serta sistem sosial, yg dikenal dengan konsep trilogi keberlanjutan: ekologi-ekonomi-sosial. Konsep keberlanjutan tersebut sebagai semakin sulit dilaksanakan terutama pada Negara berkembang.

Menurut Hariyadi sebagaimana dikutip sang Zul Endria (2003), pembangunan berwawasan lingkungan memerlukan tatanan agar asal daya alam dapat secara berlanjut menunjang pembangunan, pada masa kini dan mendatang, generasi demi generasi serta khususnya dalam menaikkan kualitas hidup insan Indonesia. Prinsip pembangunan berkelanjutan meliputi pemikiran aspek lingkungan hayati sedini mungkin dan dalam setiap tahapan pembangunan yang memperhitungkan daya dukung lingkungan dan pembangunan pada bawah nilai ambang batas.

Sejak dilaksanakannya Konferensi Stockholm 1972, perkara-perkara lingkungan hidup menerima perhatian secara luas dari berbagai bangsa. Sebelumnya, kurang lebih tahun 1950-an kasus-perkara lingkungan hayati hanya mendapat perhatian berdasarkan kalangan ilmuwan. Sejak waktu itu banyak sekali himbauan dilontarkan oleh ahli dari berbagai disiplin ilmu mengenai adanya bahaya yang mengancam kehidupan, yang ditimbulkan oleh pencemaran serta perusakan lingkungan hidup.

Masalah lingkungan pada dasarnya timbul lantaran:
  • Dinamika penduduk 
  • Pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya yang kurang bijaksana. 
  • Kurang terkendalinya pemanfaatan akan ilmu pengetahuan dan teknologi maju. 
  • Dampak negatif yang sering timbul dari kemajuan ekonomi yang seharusnya positif. 
  • Benturan rapikan ruang. 
Dengan adanya Stockholm Declaration, perkembangan hukum lingkungan memperoleh dorongan yang bertenaga. Keuntungan yang tidak sedikit adalah mulai tumbuhnya kesatuan pengertian dan bahasa diantara para pakar hukum menggunakan memakai Stockholm Declaration menjadi surat keterangan bersama. Perkembangan baru dalam pengembangan kebijaksanaan lingkungan hayati didorong oleh hasil kerja World Commission on the Environment and Development (WCED).

WCED mendekati perkara lingkungan serta pembangunan dari enam sudut pandang, yaitu:

1. Keterkaitan (interdependency)
Sifat perusakan yg kait mengkait (interdependent) dibutuhkan pendekatan lintas sektoral antar negara.

2. Berkelanjutan (sustainability)
Berbagai pengembangan sektoral memerlukan asal daya alam yg wajib dilestarikan kemampuannya buat menunjang proses pembangunan secara berkelanjutan. Untuk itu perlu dikembangkan pula kebijaksanaan pembangunan berkelanjutan dengan wawasan lingkungan. 

3. Pemerataan (equity)
Desakan kemiskinan sanggup menyebabkan pendayagunaan sumber daya alam secara berlebihan, buat perlu diusahakan kesempatan merata untuk memperoleh sumber daya alam bagi pemenuhan kebutuhan pokok.

4. Sekuriti serta risiko lingkungan (security and environmental risk)
Cara-cara pembangunan tanpa memperhitungkan efek negatif pada lingkungan turut memperbesar risiko lingkungan. Hal ini perlu ditanggapi dalam pembangunan berwawasan lingkungan.

5. Pendidikan serta komunikasi (education and communication)
Penduduk dan komunikasi berwawasan lingkungan diperlukan buat ditingkatkan di banyak sekali tingkatan penduduk dan lapisan masyarakat.

6. Kerjasama internasional (international cooperation)
Pola kerjasama internasional dipengaruhi sang pendekatan pengembangan sektoral, sedangkan pertimbangan lingkungan kurang diperhitungkan. Lantaran itu perlu dikembangkan juga kerjasama yang lebih bisa menanggapi pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Untuk menganalisis berbagai hambatan yg dihadapi dalam pembangunan yang berwawasan lingkungan, maka dapat digunakan keenam segi penglihatan tersebut pada atas, perkara-kasus tadi misalnya merupakan sebagai berikut; (1) perspektif kependudukan, pembangunan ekonomi, teknologi serta lingkungan; (dua) pengembangan tenaga berwawasan lingkungan, termasuk masalah CO2, polusi udara, hujan asam, kayu bakar, serta konversi sumber energi yg sanggup diperbaharui serta lain-lain; (3) pengembangan industri berwawasan lingkungan, termasuk di dalamnya kasus pencemaran kimia, pengelolaan limbah serta daur ulang; (4) pengembangan pertanian berwawasan lingkungan, termasuk erosi huma, diversifikasi, hilangnya lahan pertanian, terdesaknya “habitat wildlife”, (lima) kehutanan, pertanian serta lingkungan, termasuk hutan tropis serta diversitas biologi; (6) interaksi ekonomi internasional serta lingkungan, termasuk di sini bantuan ekonomi, kebijaksanaan moneter, kebijaksanaan perdagangan, serta internasional externalities; dan (7) kerjasama internasional.

Selanjutnya pada World Summit on Sustainable Development (WSSD) yg diselenggarakan pada Johannesburg, Afrika Selatan lepas 26 Agustus-4 September 2002 ditegaskan kembali konvensi buat mendukung pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) menggunakan menetapkan “The Johannesburg Declaration on Sustainable Development” yg terdiri atas:
a) From our Origins to the Future
b) From Stockholm to Rio de Janeiro to Johannesburg 
c) The Challenge we Face
d) Our Commitment to Sustainable Development 
e) Making it Happen! 

Sebagai tindak lanjut ditetapkan pula World Summit Sustainable Development, Plan of Implementation yang mengedepankan integrasi tiga komponen pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial serta proteksi lingkungan sebagai 3 pilar kekuatan. Pada Konferensi Nasional Pembangunan Berkelanjutan yang dilaksanakan di Yogjakarta tanggal 21 Januari 2004, Kesepakatan Nasional serta Rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan diterima sang Presiden RI serta sebagai dasar semua pihak buat melaksanakannya.

Dalam kaitannya menggunakan hal pada atas, dari Emil Salim masih ada lima pokok ikhtiar yg perlu dikembangkan dengan sungguh-sungguh buat melaksanakan pembangunan yg berwawasan lingkungan, yaitu:
  1. Menumbuhkan sikap kerja menurut kesadaran saling membutuhkan antara satu menggunakan yg lain. Hakikat lingkungan hidup merupakan memuat interaksi saling kait mengkait dan hubungan saling membutuhkan antara satu sektor menggunakan sektor lainnya, antara satu negara dengan negara lain, bahkan antara generasi kini dengan generasi mendatang. Oleh karenanya dibutuhkan perilaku kerjasama menggunakan semangat solidaritas.
  2. Kemampuan menyerasikan kebutuhan dengan kemampuan asal alam dalam membentuk barang serta jasa. Kebutuhan insan yg terus menerus meningkat perlu dikendalikan buat diadaptasi dengan pola penggunaan sumber alam secara bijaksana. 
  3. Mengembangkan sumber daya insan supaya bisa menanggapi tantangan pembangunan tanpa merusak lingkungan.
  4. Mengembangkan pencerahan lingkungan pada kalangan warga sebagai akibatnya tumbuh sebagai kesadaran berbuat.
  5. Menumbuhkan lembaga-lembaga swadaya rakyat yang bisa mendayagunakan dirinya buat menggalakkan partisipasi masyarakat pada mencapai tujuan pengelolaan lingkungan hayati. 
3. Pengembangan Sistem Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan adalah suatu baku yg tidak hanya melindungi lingkungan namun jua penting bagi kebijakan lingkungan sebaik mungkin. Adapun karakteristik-ciri pembanguan yg berkelanjutan meliputi:
  1. Menjaga kelangsungan hayati insan menggunakan cara melestarikan fungsi serta kemampuan ekosistem yg mendukungnya, secara langsung juga nir eksklusif.
  2. Memanfaatkan asal daya alam secara optimal dalam arti memanfaatkan sumber daya alam sebanyak alam serta teknologi pengelolaan bisa menghasilkannya secara lestari. 
  3. Memberi kesempatan kepada sektor serta aktivitas lainnya di daerah buat berkembang bersama-sama baik pada kurun saat yang sama maupun kurun ketika yg berbeda secara berkelanjutan.
  4. Meningkatkan serta melestarikan kemampuan serta fungsi ekosistem buat memasok asal daya alam, melindungi serta mendukung kehidupan secara terus menerus. 
  5. Menggunakan mekanisme dan tata cara yang memperhatikan kelestarian fngsi dan kemampuan ekosistem buat mendukung kehidupan baik sekarang maupun masa yang akan datang. 
Dalam upaya mendukung tujuan pembangunan yang berkelanjutan telah dilakukan upaya-upaya memasukkan unsur lingkungan dalam memperhitungkan kelayakan suatu pembangunan. Unsur-unsur lingkungan yang sebagai satu paket menggunakan aktivitas pembangunan yang berkelanjutan akan lebih menjamin kelestarian lingkungan hayati serta mempertahankan serta/atau memperbaiki daya dukung lingkungannya.

Pengelolaan sumber daya alam serta lingkungan hidup merupakan bagian berdasarkan setiap kegiatan yg berkaitan, baik secara sektoral juga regional. Kegiatan itu akan dilaksanakan melalui pembentukan suatu sistem tata laksana dan tata cara yang dapat memantapkan kerjasama antar banyak sekali lembaga. Salah satu forum yang bisa dikembangkan buat menaikkan keterpaduan antar sektor pada pembangunan yg berkelanjutan ini adalah prosedur AMDAL yg merupakan sistem terpadu antar sektor yg membimbing dan menilai dan menyerasikan tindak lanjut menurut output AMDAL suatu aktivitas pada lokasi eksklusif.

Penyelamatan serta pengelolaan lingkungan hayati serta proses pembangunan berkelanjutan dalam umumnya merupakan suatu proses pembaruan yang memerlukan wawasan, perilaku dan prilaku yang baru yang didukung sang nilai-nilai serta kaidah-kaidah. Wawasan ini dapat diperkaya lagi menggunakan kearifan tradisional tentang lingkungan hayati dan keserasian lingkungan hayati dengan kependudukan. 

Peran serta warga pada pembangunan amat krusial pengaruhnya pada upaya menaikkan daya guna dan output guna pembangunan yg berkaitan menggunakan pengelolaan lingkungan hayati. Sumber daya alam sebagai milik bersama akan lebih terpelihara kelestariannya apabila semua warga memahami dan memeliharanya. 

4. Prinsip -prinsip Pembangunan Berkelanjutan 
Pembangunan dilakukan oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang dengan maksud buat menyejahterakan warganya. Namun yang sebagai keprihatinan sekarang adalah adanya desakan semakin keras buat melanjutkan pola pembangunan konvensional., terutama di negara berkembang ditimbulkan sang pertambahan penduduk yang semakin banyak serta hasrat mengatasi kemiskinan yg cukup parah. 

Untuk mempertahankan fungsi keberlanjutan dalam menaikkan kualitas hayati manusia, maka ada beberapa prinsip kehidupan yg berkelanjutan yang seharusnya diadopsi ke pada pembangunan. Imam Supardi merinci prinsip tadi menjadi berikut:

1. Menghormati dan memelihara komunitas kehidupan prinsip ini mencerminkan kewajiban untuk peduli kepada orang lain serta kepada bentuk-bentuk kehidupan lain, kini dan di masa datang.
2. Memperbaiki kualitas hayati manusia tujuan pembangunan yg sesungguhnya merupakan memperbanyak mutu hidup insan. Ini sebuah proses yang memungkinkan manusia menyadari potensi mereka, membangun rasa percaya diri mereka serta masuk kekehidupan yang bermanfaat serta berkecukupan.
3. Melestarikan daya hidup dan keanekaragaman bumi.

Prinsip ini menuntut kita buat:
  1. melestarikan sistem-sistem penunjang kehidupan
  2. melestarikan keanekaragaman hayati
  3. menjamin agar penggunaan sumber daya yang dapat diperbaharui berkelanjutan.
4. Menghindari sumber daya yang tak terbarukan.
Sumber daya yg tak terbarukan adalah bahan-bahan yg tidak bisa dipakai secara berkelanjutan. Namun umur mereka bisa diperpanjang dengan cara daur ulang, penghematan, atau menggunakan gaya pembuatan suatu produk pengganti bahan-bahan tersebut. 

5. Berusaha buat nir melampaui kapasitas daya dukung bumi.
Kapasitas daya dukung ekosistem bumi mempunyai batas-batas eksklusif. Sampai taraf eksklusif ekosistem bumi dan biosfer masih tahan bertahan terhadap gangguan atau beban tanpa mengalami kerusakan yg membahayakan.

6. Mengubah perilaku dan gaya hidup orang perorang guna menerapkan etika baru untuk hidup berkelanjutan, kita harus menelaah ulang rapikan nilai masyarakat dan mengubah perilaku mereka. Masyarakat wajib memperkenalkan nilai-nilai yg mendukung etika baru ini dan meninggalkan nilai-nilai yg tidak sinkron menggunakan falsafah hayati berkelanjutan. 
7. Mendukung kreatifitas masyarakat buat memlihara lingkungan sendiri.
8. Menyediakan kerangka kerja nasional buat memadukan upaya pembangunan pelestarian.
Dalam hal ini dibutuhkan suatu program nasional yg dimaksudkan buat menciptakan kehidupan yang berkelanjutan. 

9. Menciptakan kerjasama global. 
Untuk mencapai keberlanjutan yg dunia, maka harus ada kerja sama yang kuat menurut seluruh negara. Tingkat pembangunan di setiap negara nir sama. Negara-negara yang penghasilannya rendah wajib dibantu supaya bisa menciptakan secara berkelanjutan. 

Kesembilan prinsip diatas, sebetulnya bukan merupakan hal yang baru. Prinsip-prinsip tadi mencerminkan pernyataan-pernyataan yang sudah tak jarang ada pada banyak sekali pemberitaan mengenai perlunya persamaan hak, pembangunan yang berkelanjutan, dan pelestarian alam.

Selanjutnya Sudharto P. Hadi mengemukakan empat prinsip pembangunan berkelanjutan, yaitu:
1. Pemenuhan kebutuhan dasar baik materi maupun non-materi.
Pemenuhan kebutuhan materi sangat krusial karena kemiskinan dipandang baik sebagai penyebab juga hasil dari penurunan kualitas lingkungan. Kerusakan lingkungan menyebabkan timbulnya kemiskinan serta penurunan kualitas hidup, karena masyarakat nir lagi memiliki asal daya alam yg mampu dijadikan aset buat menopang kehidupan. 

Kebutuhan non-materi yang dicerminkan pada suasana keterbukaan, bebas menurut rasa tertekan, demokratis yang merupakan syarat penting bagi rakyat untuk sanggup mengambil bagian pada pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Keikutsertaan warga akan mampu menaikkan kualitas keputusan, lantaran sesungguhnya masyarakat merupakan para pakar lokal pada arti lebih memahami syarat dan karakter lingkungan di kurang lebih loka tinggal mereka.adanya kesempatan menyampaikan pendapat akan menumbuhkan perasaan menjadi part of process.

2. Pemeliharaan lingkungan.
Berkaitan menggunakan pemeliharaan lingkungan, terdapat 2 prinsip penting yaitu prinsip konservasi serta mengurangi konsumsi. Pemeliharaan lingkungan hidup sebenarnya sangat terkait menggunakan prinsip pemenuhan kebutuhan manusia. Bahkan bila kerusakan sudah sedemikian parah akan mengancam eksistensi insan itu sendiri. Tidak hiperbola jika dikatakan bahwa penyebab pencemaran serta kerusakan lingkungan merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi insan (HAM). Oleh karena itu konservasi dimaksudkan buat proteksi lingkungan. Sedangkan prinsip mengurangi konsumsi ambiguitas. Pertama, mengurangi konsumsi ditujukan pada negara maju sehubungan menggunakan pola konsumsi energi yg besar yg menyebabkan terjadinya polusi dan penurunan kualitas lingkungan. Kedua, perubahan pola konsumsi adalah seruan yang ditujukan kepada siapa saja (sebagai individu) baik di negara maju maupun di negara berkembang agar mengurangi beban bumi.

3. Keadilan sosial.
Berkaitan menggunakan keadilan, prinsip keadilan masa kini menunjukkan perlunya pemerataan pada prinsip pembangunan. Kadilan masa kini berdimensi luas termasuk di dalamnya pengalokasian asal dayaalam antara wilayah dan sentra. Sedangkan keadilan masa depan berarti perlunya solidaritas antar generasi. Hal ini menerangkan perlunya pengakuan akan adanya keterbatasan (limitations) sumber daya alam yg harus diatur penggunaannya agar nir mengorbankan kepentingan generasi yg akan tiba. 

4. Penentuan nasib sendiri.
Penentuan nasib sendiri mencakup prinsip terwujudnya masyarakat berdikari dan partisipatori demokrasi. Masyarakat berdikari (self relient community) adalah rakyat yang bisa merogoh keputusan sendiri atas hal-hal yg berkaitan menggunakan nasib serta masa depannya. Hal ini termasuk penentuan alokasi sumber-asal daya alam. Sedangkan prinsip partisipatori demokrasi merupakan adanya keterbukaan dan transparansi. Dengan memberikan kesempatan bagi rakyat untuk merogoh bagian dalam setiap proses pengambilan keputusan yang menyangkut nasib mereka maka warga akan merasa sebagai bagian dari proses sebagai akibatnya tumbuh rasa mempunyai dan pada gilirannya sanggup memperoleh manfaat atas perubahan yang terjadi pada lebih kurang mereka.

Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan pada atas, akan bisa terwujud apabila didukung oleh pemerintahan yang baik (good governance). Dari uraian tentang prinsip-prinsip pembangunan berklanjutan di atas, nampak bahwa konsep ini menghendaki suatu transformasi pada pola kehidupan serta kelembagaan. 

Jika interpretasi tentang pembangunan berkelanjutan termasuk mengurangi konsumsi berdasarkan negara-negara industri, maka agendanya akan meliputi perubahan konduite serta gaya hayati. Dalam hal ini berkaitan menggunakan bagaimana mendorong konsumsi barang-barang non material serta jasa daripada energi dan barang-barang konsumtif.

POTRET AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

Potret Agribisnis Kelapa Sawit 
1. Perkebunan Kelapa Sawit
Siering dengan meningkatnya permintaan minyak sawit domestik serta global, perkebunan kelapa sawit dalam negeri berkembang pesat. Pada tahun 1968, luas huma hanya lebih kurang 120 ribu ha lalu menjadi 294 ribu ha dalam tahun 1980, sebagai lima,16 juta ha dalam tahun 2005 dan menjadi 7,32 juta ha pada tahun 2009. Selain pertumbuhan huma yg sangat luas, penyebaran perkebunan kelapa sawit yang semula hanya terdapat pada 3 propinsi saja pada Sumatera, sekarang telah beredar di 19 propinsi pada Indonesia. 

Areal terluas perkebunan kelapa sawit di Indonesia berada di Pulau Sumatera yg meliputi 74,87% kemudian diikuti Kalimantan serta Sulawesi, masing-masing 21,35% dan 2,4%. Riau merupakan pembuat kelapa sawit terbesar pada Indonesia. Pada tahun 2009 produksi kelapa sawit Riau telah mencapai 24% menurut produksi nasional kemudian diikuti Jambi dengan produksi mencapai 7,7 persen berdasarkan produksi nasional. 

Selain itu, ketika ini terjadi pergeseran kepemilikan perkebunan kelapa sawit. Semula huma kelapa sawit hanya dipegang sang perkebunan besar namun sekarang telah meliputi perkebunan masyarakat serta partikelir.

Data berdasarkan Direktorat Jenderal Perkebunan (2005) memberitahuakn luas areal perkebunan masyarakat (PR) mencapai dua.202 ribu ha (40,44%), perkebunan akbar negara (PBN) 630 ribu ha (11,56%), serta perkebunan akbar swasta (PBS) 2.613 ribu ha (47,98%). Pada tahun 2009 komposisi kepemilikan perkebunan kelapa sawit tadi sedikit mengalami perubahan dimana PBS mencapai 47,81 %, PR 43,76 %, serta PBN 8,43 persen. Sejalan dengan perkembangan lahan kelapa sawit Indonesia, produksi pun mengalami peningkatan. Jika pada tahun 1968 produksi minyak sawit hanya 181 ribu ton, maka dalam tahun 2005 produksi nasional sudah mencapai 12,45 juta ton. Meskipun nomor produksi yg meningkat tajam, produktivitas huma kelapa sawit masih rendah jika dibandingkan Malaysia. Kesesuaian lahan sebagai keliru satu faktor. Pulau Sumatera adalah daerah menggunakan produktivitas huma kelapa sawit tertinggi apabila dibandingkan Kalimantan serta Sulawesi. Secara pengusahaan, taraf produktivitas PR sekitar dua,86 ton CPO/ha atau setara 13,61 ton tandan buah segar (TBS)/ha, PBN 3,57 ton CPO/ha atau setara 16,98 ton TBS/ha, serta PBS 3,51 ton CPO/ha atau kurang lebih 16,69 ton TBS/ha. Pada tahun 2009, Indonesia sanggup berada di urutan pertama global menjadi negara produsen minyak sawit menggunakan jumlah produksi diperkirakan mencapai 20,6 juta ton, lalu diikuti sang Malaysia berada pada urutan ke 2 menggunakan produksi mencapai 17,57 juta ton. 

Porsi produksi minyak sawit Indonesia dan Malaysia tersebut mencapai 85% menurut produksi total dunia yg sebesar 45,1 juta ton. Sebagian akbar produksi minyak Sawit Indonesia merupakan komoditas ekspor dengan porsi mencapai 80 % total produksi domestik pada tahun 2008. Negara utama tujuan ekspor minyak sawit Indonesia adalah India (33 %) kemudian diikuti Cina (13 %) dan Belanda (9%) (Oil World 2010). Disamping CPO, minyak inti sawit adalah hasil bernilai tinggi dari perkebunan kelapa sawit. 

Pada tahun 2005 produksi minyak inti sawit mencapai 2,lima juta ton. Untuk menerima kelapa sawit dengan produktivitas tinggi, PR, PBN, serta PBS harus menggunakan benih kelapa sawit yang berkualitas. Saat ini galat satu sumber benih kelapa sawit tergabung dalam Forum Komunikasi penghasil Benih Kelapa Sawit yang anggota-anggotanya merupakan PPKS, PT. Socfin, PT Lonsum, PT. Dami Mas, PT Tunggal Yunus, PT Bina Sawit Makmur, dan PT Tania Selatan. Masing-masing produsen benih tersebut secara berurutan bisa menghasilkan 35 juta, 35 juta, 15 juta, 12 juta, 12 juta, 25 juta, dan dua juta kecambah kelapa sawit sehingga totalnya mencapai 136 juta per tahun. 

Dari sisi ketenagakerjaan, perkebunan kelapa sawit bisa menyerap energi kerja relatif akbar. Pada tahun 2008 masih ada tiga,25 juta orang bekerja pada perkebunan kelapa sawit, kemudian meningkat menjadi tipis sebagai tiga,28 juta orang dalam 2009 serta 3,38 juta orang dalam 2010. Pada tahun 2011 serta 2012 diperkirakan jumlah orang yg bekerja pada perkebunan kelapa sawit meningkat menjadi masing-masing tiga,42 juta orang dan 3,7 juta orang (Ditjen Perkebunan, 2012).

Tabel Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kelapa Sawit pada Indonesia


Industri Pengolahan dan Perdagangan Crude Palm Oil (CPO)
Peningkatan luas lahan serta produksi kelapa sawit telah mendorong berkembangnya industri pengolahan CPO. Sebagian akbar industri hilir yang mengolah kelapa sawit di Indonesia berkategori pangan misalnya minyak goreng, sedangkan untuk produk bukan pangan nisbi masih sedikit. Industri hilir kelapa sawit berada pada kota-kota besar siering dengan fasilitas pelabuhannya yang relatif baik. Daerah-daerah yang adalah pusat produksi minyak goreng seperti DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Kamiur, Riau, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara. 

Sedangkan berdasarkan sisi perdagangan, ekspor produk kelapa sawit Indonesia mengalami pertumbuhan yg sangat pesat. Jika pada tahun 1981 nomor ekspor mencapai 201 ribu ton, maka angka ini melonjak tajam dalam tahun 1990 mencapai 1,dua juta ton (tumbuh 497 % pada 10 tahun). Dalam sepuluh tahun berikutnya pada tahun 2000 ekspor telah mencapai 4,7 juta ton (tumbuh 292 persen dibanding tahun 2000) serta di tahun 2009 ekspor sudah mencapai 21,2 juta ton atau tumbuh 351 persen.

Tabel Volume dan Nilai Ekspor-Impor Kelapa Sawit Indonesia


Kelembagaan dan Kebijakan Pemerintah Mengenai Kelapa Sawit
Ada beberapa organisasi independen yg berhubungan dengan agribisnis kelapa sawit diantaranya Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Federasi Asosiasi Minyak Nabati Indonesia (Famni), serta Asosiasi Pengusaha Oleokimia Indonesia (Apolin). Sedangkan di lingkungan petani terdapat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) serta Gabungan Asosiasi Petani Perkebungan Indonesia (Gaperindo). Selain asosiasi tersebut, juga terdapat Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) yang berfungsi agar minyak sawit dan turunannya bisa sebagai market leader serta menambah kesejahteraan masyarakat.

Sedangkan menurut sisi kebijakan pemerintah, terdapat beberapa kebijakan pemerintah yang terkait erat menggunakan agribisnis kelapa sawit misalnya:
1. Kebijakan perpajakan dan retribusi melalui instrumen pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penghasilan (PPh), serta retribusi dalam rangka menaikkan penerimaan negara;
2. Kebijakan perdagangan dengan maksud buat menghambat ekspor misalnya melalui instrumen Bea Keluar;
3. Kebijakan bonus perpajakan dengan maksud buat mendorong hilirisasi/penciptaan nilai tambah produk kelapa sawit antara lain melalui tax allowance serta tax holiday;
4. Kebijakan yang mendorong investasi melalui kemudahan perijinan;
5. Penerapan pola integrasi vertikal antara kebun kelapa sawit dengan pengolahan dan integrasi antara kebun kelapa sawit menggunakan bisnis lain, misal ternak dan penerapan lima pola pengembangan perkebunan, yaitu: (i) pola koperasi bisnis perkebunan, (ii) pola patungan koperasi sebagai secara umum dikuasai pemegang saham dan investor sebagai minoritas pemegang saham, (iii) pola patungan investor sebagai mayoritas pemegang saham serta koperasi sebagai minoritas pemegang saham, (iv) pola built, operated, and transferred (BOT), serta (v) pola tabungan negara (BTN).
6. Selain itu terdapat UU No. 18 tahun 2004 menjadi payung hukum bisnis di agribisnis kelapa sawit sebagai bagian integral dari subsektor perkebunan.

Hasil Survei Lapangan Kelapa Sawit serta Produk Karet pada Beberapa Daerah
Hasil Survei Lapangan Produk Kelapa Sawit pada Wilayah Sumatra Utara
Perekonomian Sumatera sangat didominasi sang Provinsi Sumatra Utara, Sumatera Selatan, dan Riau. Peran industri serta perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara sangat secara umum dikuasai demikian juga di beberapa propinsi pada Sumatera lainnya. Di Jambi, contohnya, peran industri kelapa sawit diperkirakan lebih kurang 28% dari perekonomian pada provinsi tersebut. Di Provinsi Riau dan Bengkulu, kiprah kelapa sawit dalam perekonomian jua sangat dominan. Kenaikan permintaan terhadap komoditi kelapa sawit serta komoditi output perkebunan lainnya, misalnya karet, akan sangat mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah ini (Kadin, 2009). 

Sampai tahun 2009, perkembangan perkebunan kelapa sawit Sumatera Utara terus semakin tinggi dengan luas perkebunan sawit mencapai 1,9 juta hektar dengan rincian satu juta ha adalah perkebunan inti rakyat (PIR) serta 400.000ha dikelola oleh PTPN serta perusahaan perkebunan nasional 500.000 Ha. Bahkan buat mengakibatkan Sumut sebagai barometer perkelapasawitan nasional, pihak PTPN II telah menyiapkan sedikitnya 8.171,54 ha lahan buat menambah pengembangan perkebunan kelapa sawit (PTPN IV, 2009). Sebagai galat satu wilayah yg mempunyai huma perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia, Sumut juga membuahkan produkproduk berbasis kelapa sawit sebagai keliru satu komoditas andalan ekspor. Pangsa ekspor CPO terus mengalami peningkatan menurut tahun ke tahun. Jika dalam tahun 2006, pangsanya mencapai 34,75%, maka dalam triwulan I-2009 ekspor CPO pulang mendominasi, menggunakan pangsa sebanyak 47,36% (BI, 2009).

Terkait kebijakan pengembangan direkomendasikan agar pemerintah daerah (Pemerintah Daerah) memberikan kemudahan-kemudahan menggunakan memperhatikan minat investor agribisnis yg berkehendak menggalakkan investasi pada bidang down stream menurut kelapa sawit di Sumatera Utara dengan mengajak investor lokal maupun asing buat membangun pabrik-pabrik produk turunan dari CPO pada Sumatera Utara dengan tidak mempersulit dalam hal perizinan. Sehingga penanganan investasi dalam bidang pengolahan produk turunan CPO ditinjau perlu buat segera dimulai. Dengan banyaknya pabrik produk turunan CPO pada Sumatera Utara akan berdampak pada penyerapan energi kerja, PAD, GDP Sumatera Utara serta kesejahteraan warga .

Terkait menggunakan lokasi penyebaran produksi CPO ini, galat satu lokus klaster yang perlu menerima dukungan semua pihak dalam pengembangan hilirisasi CPO adalah Kawasan Industri Sie Mangkei, Sumatera Utara. Dengan mengaglomerasikan industri berbasis kelapa sawit pada satu lokus klaster, maka akan tercipta efisiensi industri yg akan meningkatkan daya saing industri menuju industri kelas global. Beberapa produk hilir yg potensial dikembangkan secara terpadu dan terintegrasi menurut hulu hilir di Kawasan Industri Sie Mangkei diantaranya Minyak goreng sawit (curah serta kemasan), Margarine, Shortening, Biodiesel, Betacarotene, Tocopherol, Fatty Acids, Fatty Alcohol, Surfactan, dan sebagainya (Kementerian Perindustrian, 2011).

Temuan output survei lapangan tentang nilai tambah produk kelapa sawit yg dilakukan pada Sumatra Utara terhadap beberapa responden diantaranya regulator (Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Perkebunan propinsi Sumatra Utara), pelaku usaha (PTPN III Sumatra Utara) serta Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Sumatra Utara, bisa diuraikan sebagai berikut :
a. Kepala Sub Dirjen Industri Hasil Perkebunan Pangan Kementrian Perindustrian menyampaikan, bahwa satu wilayah penghasil kelapa sawit yg potensial buat dikembangkan klaster industri hilir kelapa sawit adalah wilayah Sumatra Utara. 

Proyeksi produk CPO pada provinsi ini relatif akbar yaitu sebesar lima,07 juta ton per tahun atau sebesar 28,04 persen dari produksi nasional atau sepertiga produksi nasional.

b. CPO output produksi wilayah Sumatra Utara sebagian akbar diekspor ke Malaysia,Eropa dan beberapa negara Asia lainnya seperti RRC dan India termasuk Negara-negara Asia tengah misalnya Ukraina. Yang menarik lagi bahwa tahun 2012, negara tujuan ekspor CPO Sumatra Utara yg relatif potensial merupakan Israel. Mulai Januari 2012 ekspor CPO ke negara Israel dilakukan secara langsung pengapalan dari Belawan ke Israel yg sebelumnya wajib melewati Yordania atau pelabuhan Ashdod. Hal ini sinkron dengan berita berdasarkan Harian Medan Bisnis hari Kamis lepas 24 Mei 2012. Hal ini pula sinkron menggunakan output wawancara dengan Bapak Fitra Kurnia kepala seksi Hasil Pertanian dan Pertambangan Disperindag Sumut. Produk ekspor yang dikirim ke Israel didominasi sang CPO, lantaran di sana telah ada pabrik buat memasak produk turunan atau hilirisasi CPO. Selain CPO produk yg dikirim ke Israel per Maret 2012 merupakan produk olaine (minyak goreng) sebesar 630 ton menggunakan nilai US $ 75,915 juta, CPKO sebesar 21 ton atau US$ 29,820 juta, shortening sebesar 752,6 ton atau benilai US$ 856.600.

c. Sebagian akbar ekspor CPO Sumatra Utara belum diproses lebih lanjut. Padahal produk turunan kelapa sawit yg dapat dikembangkan masih cukup bervariatif, Menurut (Kemenperin, 2009) produk turunan kelapa sawit dapat diolah sebagai beberapa produk lain misalnya, sebagai berikut:

1) Produk kuliner (Food)
Produk kuliner ini seperti baking shortening, friying shortening, milk fat replacer, cocoa butter substitutes, cocoa butter equivalent, cocoa butter replacer, confectionary fats, ice cream fats, creamer, specialty bakery fats, icing and filling fat, spread fats.

2) Oleochemicals
Fatty acids (stearic acid, aleic acid, palmitic acid, myristic acid, lauric acid), fatty alcohol, glycerine, lilin (candle) fatty alcoholmethyl esther sulphate (FAMES), fatty alcohol ethoxylate (FAE), methyl esther sulphonate (MES), gycerol mono oleate (GMO), diethyl oleate (DEO), tocopherol.

3) Energi
Fatty Acid Methyl Esther (FAME), Fame Euro 2 serta Eiro 4 Sesification.

Kendala-kendala yang dihadapi pada pengembangan nilai tambah kelapa sawit di Sumatra Utara
Hilirisasi pada umumnya telah dilakukan sang beberapa industri pengolahan kelapa sawit. Tetapi masih terbatas dalam beberapa produk-produk berbahan minyak sawit seperti minyak goreng atau buat produk-produk makanan (food), produk oleochemicals dan produk-produk pharmaceutical atau cosmetics. Seperti halnya yg sudah dilakukan sang PTPN III Sumatera Utara menggunakan luas huma perkebunan 105.385,81 hektar serta memiliki 28.668 orang karyawan. Ke depan perushaan ini sedang menkonsolidasi buat pengembangan hilirisasi kelapa sawit serta menyebarkan usahanya melalui ekspansi di tempat industri terpadu Sie Mangke. Disamping PTPN III ada beberapa industri kelapa sawit dibawah Gabungan Pengusaha Sawit Indonesia Sumatra Utara yg terus melakukan pengembangan hilirisasi misalnya PT. Socfindo, PTPN II, PT. Lonsum serta lain-lain. 

Mereka berharap hilirisasi akan cepat terlaksana jika Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sie Mangkei, Kabupaten Simalungun Sumatera Utara segera terealisir sebagai tempat industri hilirisasi sawit dan karet. Diperkirakan investasi yang diharapkan sebanyak Rp lima,7 triliun khususnya Penanaman Modal Asing (PMA). Sampai saat ini belum berjalan. 

Para pengusaha mengharapkan industri terpadu ini akan menerima perhatian penuh dari pemerintah sentra serta pemerintah daerah, dan akan mendapatkan berbagai fasilitas kemudahan buat menaikkan nilai tambah. Beberapa responden menyampaikan bahwa rencana pemerintah sentra telah cukup mengagumkan terkait proyek Sie Mangke, tetapi implementasi Pemerintah wilayah banyak terkendala baik masalah prasarana maupun sarananya.

Dari output diskusi serta questioner dengan responden, ternyata poly sekali hambatan yg terjadi dilapangan dalam umumnya guna peningkatan nilai tambah produk sawit, diantaranya merupakan sebagai berikut:
a. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus atau tempat terpadu Sie Mangkei Simalungun Sumut sangat lambat.
b. Lambatnya Pemda-Pemerintah Daerah setempat merespon dalam anugerah/pengurusan ijin-ijin.
c. Banyaknya konkurensi lahan.
d. Banyaknya konflik huma, terutama akibat pemekaran daerah. Pertarunga ini diantaranya permintaan kepada perusahaan atas penyediaan lahan untuk fasilitas Pemda baru juga adanya Rencana Tata ruang dan Rencana Wilayah (RTRW) sehingga mensugesti status lahan baik HGL, HGU juga HGP.
e. Bank mempersyaratkan jaminan (sertifikat lahan) kepada petani buat mendapatkan kredit guna peremajaan tanamaman kelapa sawit, tetapi Pemerintah Daerah atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) sulit mengabulkan status lahan tadi.
f. Wilayah-wilayah baru banyak menerapkan retribusi baru kenyataanya seringkali tumpang tindih dengan retribusi menurut wilayah sebelumnya.
g. Ketidakjelasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) masukan dalam perusahaan perkebunan yg terintegrasi dengan perushaan kelapa sawit.
h. Ketidakharmonisan anggaran antara Pemerintah pusat dan peraturan wilayah, atau Peraturan Daerah satu menggunakan lainnya sebagai contoh Kementerian kehutanan dengan Pemda.
i. Jalan, jembatan, jaringan kereta api serta pelabuhan yg masih minim.
j. Masalah pasokan tenaga listrik jua masih terkendala.
k. Masalah teknologi untuk pengembangan nilai tambah produk sawit yang memerlukan dana besar .
l. Keluhan tentang PMK 67/PMK.011/2010 tentang penetapan barang ekspor yang dikenakan Bea keluar (BK), besaran BK antar produk hulu serta hilir hampir sama. Hal ini menyebabkan hilirisasi industri kelapa sawit nir berkembang.

Beberapa Harapan para Pelaku Industri Kelapa Sawit
Beberapa asa menurut responden terutama pelaku usaha kelapa sawit dalam rangka menaikkan nilai tambah produk kelapa sawit, yaitu antara lain sebagai berikut :
a. Perlu adanya research and development mengenai produk kelapa sawit.
b. Agar diturunkan tarif Bea Keluar, dengan harapan para petani bisa menikmati keuntungan kelapa sawit, yg selanjutnya bisa dipakai untuk pengembangan produk turunannya.
c. Kalaupun Bea Keluar dikenakan tetapi dana tersebut semestinya dikembalikan lagi ke petani dalam bentuk infrastruktur baik jalan, pelabuhan, termasuk penelitian (research) guna menaikkan nilai tambah pulang.
d. Bea keluar hendaknya jangan dijadikan instrumen penerimaan negara tetapi hanya menjadi kebijakan temporer, serta penerimaan BK tersebut bisa disalurkan kembali ke 30 daerah bisa melalui mekanisme perimbangan keuangan atau seperti halnya Pajak Bumi serta Bangunan yang pada-share ke wilayah propinsi juga daerah tingkat 2.
e. Birokrasi perijinan perlu diperbaiki termasuk buat menghindari sengketa lahan.
f. Petani masyarakat dapat diberikan subsidi harga benih unggul maupun subsidi pupuk.
g. Proyek pengembangan Kawasan industri terpadu Sie Mangke Simalungun supaya dipercepat pembangunannya sebagai akibatnya segera dioperasionalkan.

Beberapa Alternatif Peningkatan Nilai Tambah produk CPO 
a. Penerimaan Bea Keluar yg sudah masuk ke penerimaan negara dibutuhkan dikembalikan pulang, yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan research, subsidi ke petani kelapa sawit atau dalam bentuk benih unggul kelapa sawit sebagai akibatnya meringankan beban petani guna peremajaan perkebunan kelapa sawit. Mengingat jumlah perkebunan kelapa sawit milik petani diperkirakan sebesar 42 %.

b. Khusus Bea keluar sifatnya adalah kebijakan yang temporar, tetapi ketika ini dijadikan penerimaan negara. Oleh karenanya bea keluar dari sektor kelapa sawit ini cukup akbar sehingga bisa dimanfaatkan atau disalurkan balik guna pengembangan hilirisasi misalnya pengembangan research juga anugerah subsidi benih juga permesinan kepada petani atau pengusaha. Adapun prosedur sharing ke wilayah, dapat dilakukan seperti halnya pembagian distribusi hasil penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

c. Regulasi diperbaiki terkait pemanfaatan lahan, perijinan, dan harmonisasi kebijakan dan anggaran.

d. Untuk PTPN atau perusahaan milik negara yg akan mengembangkan hilirisasi tentu membutuhkan dana investasi sangat akbar. Oleh karenanya dapat dilakukan melalui pengurangan pembagian keuntungan buat pemerintah buat memberi kesempatan melakukan investasi guna pengembangan industrinya.

e. Sebagai perbandingan bahwa produksi kelapa sawit Indonesia dan Malaysia. 
Indonesia rata-rata produksi 14-15 ton per hektar sedangkan Malaysia mencapai 20-25 ton per hektar. Beberapa hal yang perlu dilihat adalah Malaysia waktu ini lantaran lahan terbatas banyak melakukan perluasan usahanya ke Indonesia dan giat menyebarkan peningkatan nilai tambah (hilirisasi) produk kelapa sawit. Dan terus menaikkan research and development tentang produk sawit, sehingga didapat penemuan serta pengembangan produk hulu dan produk hilir yg lebih unggul. Dari sisi hulu, Malaysia telah mengembangkan benih yang unggul yang akan menaikkan produksi. Walaupun Indonesia sendiri pengembangan produk hulu pula terus digalakkan. Oleh karena itu dinas perindustrian dapat terus membuatkan penemuan produk kelapa sawit.

f. Menurut Dinas Perkebunan Sumut yg memang tupoksinya adalah pengembangan perkebunan disektor hulu, mengatakan bahwa beberapa perusahaan swasta sudah memiliki lembaga riset yang telah menyebarkan benih kelapa sawit yg unggul. Tiga perusahaan tersebut antara lain PT Socfin Indonesia, PT London Sumatra Indonesia serta Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan. Dari penelitian ini dihasilkan hibrida kelapa sawit yg ketika ini jua diekspor antara lain ke Nigeria serta Gabon Afrika. Pengembangan ini semestinya lebih luas lagi bukan hanya daerah Sumatra Utara namun ke wilayah lainnya.

g. Keunggulan Kawasan Industri Sie Mangkei sebagai lokus klaster merupakan: agunan pasokan bahan standar minyak sawit; fasilitas air bersih, listrik, serta pengolahan limbah relatif memadai; kemudahan teknis buat integrasi industri hulu hingga hilir; terintegrasi dengan fasilitas logistik pelabuhan Kuala Tanjung, jalan rel trans Sumatera Utara; serta reputasi PTPN III menjadi pemasok bahan standar yg tersertifikasi RSPO (Roundtable Sustainable of Palm Oil). 

Hasil Survei Lapangan Produk Kelapa Sawit di Wilayah Kalimantan Barat
Temuan output survei lapangan mengenai acara hilirisasi atau nilai tambah produk kelapa sawit yang dilakukan pada Kalimantan Barat yang ditujukan pada beberapa responden , antara lain dari regulator yaitu Dinas Perindustrian serta Perdagangan serta Dinas Perkebunan propinsi Kalimantan Barat, pelaku Industri Kelapa Sawit (PTPN XIII Kalimantan Barat) dan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Kalimantan Barat. Hasil wawancara dengan mereka dapat diuraikan menjadi berikut:

Kepala Dinas Perkebunan Propinsi Kalimantan Barat.
Kalimantan Barat telah berhasil merealisasikan produk kelapa sawit dalam tahun 2011 sebanyak 9.000 ton pertahun. Areal lahan yg dapat dikembangkan sebanyak 1,lima juta ha, namun hanya bisa direalisasikan sebanyak 880 ha. Lahan tersebut poly dimiliki sang perusahaan perkebunan swasta, perkebunan milik petani dan PT Perkebunan Negara 13. Perusahaan partikelir tersebut seperti Wilmar group, Jarum Group dan lain-lain. 

Menurut Kepala Dinas Perkebunan Kalimantan Barat terkait peningkatan nilai tambah adalah bahwa tugas dan fungsi menurut Dinas Perkebunan selama ini adalah mempertinggi nilai tambah khususnya disisi hulu, sebagai akibatnya banyak berhubungan dengan kegiatan dalam pembenihan dan pelatihan para petani kelapa sawit. Menurutnya petani, mereka sangat mengharapkan kiprah pemerintah pada mensejahterakan mereka melalui pemberian subsidi bibit unggul kelapa sawit, subsidi pupuk, serta perbaikan infrastruktur jalan dan jembatan. Adapun secara rinci kebijakan yg bisa dilakukan pemerintah antara lain:
a. Peningkatan luas areal plasma bagi para petani.
b. Perbaikan infrastruktur.
c. Peningkatan produktivitas hasil, melalui peningkatan plasma dan inti, peningkatan rendemen kelapa sawit sebagai 26 % menurut 18 % waktu ini.
d. Peremajaan kebun kelapa sawit, termasuk meminimalisasi beredarnya benih-benih kelapa sawit palsu.
e. Peningkatan lahan perkebunan.
f. Peningkatan peran penelitian serta pengembangan (litbang) yg bisa bekerja sama menggunakan universitas atau forum-forum penelitian lainnya guna mempertinggi produktivitas kelapa sawit dan peningkatan nilai tambah.

Terkait dengan bea keluar (BK), Kepala Dinas Perkebunan Kalbar mengharapkan adanya bagi output atau sharing kembali ke daerah pendapatan pemerintah atas bea keluar CPO selama ini. Bagi hasil atas BK ini yang total penerimaan berjumlah Rp 6,1 triliun (per Maret 2011) diharapkan segera direalisasikan menggunakan memperkamibangkan dasar perhitungan yang adil dan peruntukan yg lebih efektif contohnya buat pembangunan infrastruktur jalan atau pelabuhan di wilayah, peningkatan penelitian serta pengembangan kelapa sawit dan peningkatan kesejahteraan petani melalui beberapa subsidi kepada petani misalnya subsidi benih. Saat ini Bea keluar Kelapa Sawit adalah BK progresif atas dasar harga yang berlaku pada pasaran yang mengacu harga Roterdam (pertanyaannya, kenapa harga bukan mengacu pada harga patokan pada Indonesia, karena Indonesia adalah pemasok terbesar dunia).

Adapun tarif progresif Bea Keluar sebagaimana diatur PMK nomor 011 tahun 2012 waktu yang masih berlaku merupakan menjadi berikut :

Tabel Tarif Bea Keluar CPO

Akhir-akhir ini harga CPO dunia terus menurun mencapai Rp6.500 perkilogram di pasar internasional. Hal ini dikarenakan permintaan dunia akan CPO terus menurun. 

Penyebab utamanya merupakan permintaan CPO China menurun siering penurunan permintaan negara-negara Eropa akibat krisis yang dialaminya. Ditambah lagi kebijakan Pemerintah Malaysia yg memotong pajak ekspor menurut 23 persen flat sebagai antara 4,lima persen–8,5 % progresif. Dengan demikian makin membanjirnya pasokan CPO dunia. 

Walaupun terdapat harapan harga akan bangkit menurut negara India yang akan mengadakan festival keagamaan bulan Oktober 2012. Biasanya menggunakan festival keagamaan ini permintaan CPO akan melonjak.

Dengan demikian, waktu inilah pemerintah Indonesia dibutuhkan terus menggalakan program hilirisasi produk CPO lantaran disamping nilai tambah output ekspornya lebih aporisma pula ketergantungan dalam produk ekspor CPO bisa berkurang, demikian himbauan menurut Kepala Dinas Perkebunan Kalimantan Barat.

PTPN XIII Kalimantan
Hilirisasi pada umumnya sudah dilakukan oleh beberapa industri pengolahan kelapa sawit. Tetapi masih terbatas pada beberapa produk-produk berbahan minyak sawit seperti minyak goreng atau untuk produk-produk makanan (food), produk oleochemicals serta produk-produk pharmaceutical atau cosmetics. Seperti halnya yg sudah dilakukan sang PTPN 13 Kalimantan. Perusahaan negara ini memiliki areal Kebun Kelapa Sawit seluas 113.348 Ha yg terdiri berdasarkan kebun milik sendiri sebesar 55.440 Ha serta kebun plasma sebanyak 57.908 Ha. Pabrik Pengolah Minyak Sawit yang dipunyai oleh PTPN XIII sebanyak 9 (sembilan) unit dengan total kapasitas olah tersedia sebesar 396 Ton TBS/jam. Total Karyawan yg bekerja 13.702 orang, menggunakan produktivitas karyawan 41,52% (keuntungan sebelum Pph per orang). PTPN XIII pula membuat produk minyak sawit/CPO homogen - rata 1000 - 1100 Ton/hari menggunakan norma kualitas menjadi berikut:

Tabel Norma Kualitas Produk Minyak Sawit

Dari data diatas menunjukan bahwa minyak sawit/CPO selain dipakai buat industri kuliner seperti minyak goreng, margarine,dan lain-lain, pula buat industri oleokimia seperti sabun, gliserin, asam laurat, asam palmitat, asam lemak lain, fatty, dan sebagainya. Minyak sawit/CPO tidak mengandung unsur logam seperti tembaga serta besi. Secara ilmiah, tanpa adanya unsur logam didalamnya, berarti minyak sawit/CPO tidak memiliki senyawa pro-oksidasi. Hal ini mengambarkan bahwa tidak terjadi akselerasi oksidasi dari minyak esensil yang terdapat dalam minyak sawit/CPO.

Dari hasil diskusi dan questioner menggunakan beberapa responden, ternyata masih poly hambatan untukl menaikkan nilai tambah produk sawit, diantaranya merupakan sebagai berikut :
a. Harga CPO jua seringkali mengalami fluktuasi yg seringkali ditimbulkan juga sang naik turunnya harga minyak dunia.
b. Banyaknya sengketa lahan perkebunan.
c. Banyaknya pertarungan lahan, terutama dampak pemekaran wilayah. 

Permasalahan ini antara lain permintaan kepada perusahaan atas penyediaan lahan buat fasilitas Pemerintah Daerah baru maupun adanya Rencana Tata ruang serta Rencana Wilayah (RTRW) sebagai akibatnya mensugesti status huma baik HGL, HGU juga HGP.

d. Bank mempersyaratkan agunan (sertifikat huma) pada petani buat mendapatkan kredit guna peremajaan tanamaman kelapa sawit, tetapi Pemerintah Daerah atau Badan 

Pertanahan Nasional (BPN) sulit mengabulkan status lahan tadi.
e. Wilayah-wilayah baru banyak menerapkan retribusi baru yg tak jarang tumpang tindih menggunakan retribusi dari daerah sebelumnya.
f. Ketidakjelasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) masukan dalam perusahaan perkebunan yang terintegrasi dengan perushaan kelapa sawit.
g. Ketidakharmonisan anggaran antara Pemerintah pusat serta peraturan daerah, atau Peraturan Daerah satu menggunakan lainnya sebagai contoh Kementerian kehutanan dengan Pemerintah Daerah.
h. Jalan, jembatan, jaringan kereta barah dan pelabuhan yg masih minim.
i. Masalah pasokan energi listrik jua masih terkendala.
j. Masalah teknologi untuk pengembangan nilai tambah produk sawit yang memerlukan dana akbar.

Beberapa Harapan para Pelaku Industri Kelapa Sawit pada Kalimantan Barat
Beberapa harapan berdasarkan responden terutama pelaku bisnis kelapa sawit pada rangka menaikkan nilai tambah produk kelapa sawit, yaitu diantaranya menjadi berikut:
a. Perlu adanya research and development mengenai produk kelapa sawit.
b. Agar diturunkan tarif Bea Keluar agar para petani dapat menikmati laba kelapa sawit, yang selanjutnya dapat digunakan buat pengembangan produk turunannya.
c. Kalaupun Bea Keluar dikenakan namun dana tersebut semestinya dikembalikan lagi ke petani pada bentuk infrastruktur baik jalan, pelabuhan, termasuk penelitian (research) guna menaikkan nilai tambah.
d. Bea keluar hendaknya jangan dijadikan instrumen penerimaan negara namun hanya sebagai kebijakan temporer, dan penerimaan BK tersebut dapat disalurkan kembali ke wilayah mampu melalui mekanisme perimbangan keuangan atau seperti halnya Pajak Bumi serta Bangunan yang dishare ke daerah propinsi maupun daerah tingkat 2.
e. Birokrasi perijinan perlu diperbaiki termasuk buat menghindari sengketa lahan.
f. Petani masyarakat dapat diberikan subsidi harga benih unggul maupun subsidi pupuk.

Beberapa Alternatif Peningkatan Nilai Tambah produk CPO 
a. Penerimaan Bea Keluar yg telah masuk ke penerimaan negara diharapkan disalurkan kembali, dan dimanfaatkan buat pengembangan research, subsidi ke petani kelapa sawit atau dalam bentuk benih unggul kelapa sawit sebagai akibatnya meringankan beban petani guna peremajaan perkebunan kelapa sawit. Mengingat jumlah perkebunan kelapa sawit milik petani diperkirakan sebesar 42 %. Bea keluar merupakan kebijakan yg temporari, namun waktu ini dijadikan penerimaan negara. Oleh karena itu bea keluar dari sektor kelapa sawit ini relatif akbar sehingga bisa dimanfaatkan atau disalurkan pulang guna pengembangan hilirisasi seperti pengembangan research maupun hadiah subsidi benih maupun permesinan pada petani atau pengusaha. Adapun mekanisme sharing ke daerah, dapat dilakukan seperti halnya pembagian distribusi hasil penerimaan Pajak Bumi serta Bangunan (PBB) yaitu memperkamibangkan pusat-pusat wilayah produsen kelapa sawit.
b. Melakukan perbaikan regulasi berkaitan menggunakan pemanfaatan lahan, perijinan, serta harmonisasi kebijakan dan anggaran.
c. Bagi PTPN atau perusahaan milik negara yg akan membuatkan hilirisasi tentu membutuhkan dana investasi sangat akbar. 

Oleh karena itu bisa dilakukan melalui pengurangan pembagian keuntungan buat pemerintah buat memberi kesempatan melakukan investasi guna pengembangan industrinya. Atau menaruh suntikan dana atau modal buat pengembangan hilirisasi produk turunan CPO.

Hasil Survei Lapangan Produk Karet pada Sumatera Selatan
Untuk melengkapi hasil kajian nilai tambah produk-produk pertania terutama produk karet dilakukan peninjauan lapangan (survei) sekaligus mencari kabar serta data. Survei nilai tambah produk karet dilakukan dalam beberapa Regulator produk karet seperti Dinas Perkebunan Sumatera Selatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Selatan. Sedangkan pelaku usaha yang disurvei merupakan PT Hok Tong menjadi perusahaan yg telah lama beranjak dalam usaha pengolahan karet. Perushaaan iniberdiri di Palembang beberapa puluh tahun yang lalu. Untuk melengkapi survei ini dilakukan juga dalam Asosiasi Pengusaha Karet Indonesia (Apkindo) propinsi Sumatera Selatan. Adapun hasil survei dimaksud adalah menjadi berikut:

Dinas Perkebunan Sumatera Selatan 
Hasil survei yg dilakukan dalam Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan pada dapat beberapa keterangan menjadi berikut. Indonesia memiliki areal karet terluas pada global (3,4 juta ha), diikuti Thailand (2,1 juta ha), dan Malaysia (1,tiga juta ha) dengan produksi Indonesia 2,6 juta ton, Thailand 2,9 juta ton, serta Malaysia lebih kurang 1,1 juta ton. Saat ini areal karet nasional terluas berada di Provinsi Sumatera Selatan menggunakan luas 1,29 juta ha yang terdiri menurut 1,dua juta ha perkebunan warga (92,9%), 42,1 ribu ha perkebunan campuran nasional serta asing, 39,8 ribu ha perkebunan akbar swasta nasional (3,1%), 6,8 ribu ha perkebunan akbar negara (0,5%), dan 2,tiga ribu ha perkebunan partikelir asing (0,2%). Sementara itu pada Sumsel ketika ini masih ada 29 perusahaan yang berkecimpung pada pengolahan produk karet Dari data, ternyata areal karet dan produksi karet alam sangat luas. Tetapi sangat disayangkan produk turunan yang didapatkan di Provinsi Sumatera Selatan hanya pada level crumb rubber serta ribbed smoked sheets (RSS). Saat ini, crumb rubber SIR 20 menjadi produk andalan Sumatera Selatan dengan tujuan ekspor ke China, AS, Jerman, Italia, serta India. Crumb rubber serta RSS tersebut masih dikategorikan sebagai barang setengah jadi (industri primer). Hal ini sangat disayangkan, padahal produk karet alam bisa diolah lebih lanjut sebagai akibatnya nilai tambahnya menjadi lebih tinggi serta bisa 

Tabel Kepemilikan Perkebunan Karet pada Sumatera Selatan (tahun 2010)

Dari data, ternyata areal karet dan produksi karet alam sangat luas. Namun sangat disayangkan produk turunan yang dihasilkan pada Provinsi Sumatera Selatan hanya dalam level crumb rubber dan ribbed smoked sheets (RSS). Saat ini, crumb rubber SIR 20 menjadi produk andalan Sumatera Selatan menggunakan tujuan ekspor ke China, Alaihi Salam, Jerman, Italia, dan India. Crumb rubber dan RSS tersebut masih mengkategorikan sebagai barang setengah jadi (industri utama). Hal ini sangat disayangkan, padahal produk karet alam dapat diolah lebih lanjut sebagai akibatnya nilai tambahnya menjadi lebih tinggi dan sanggup menyerap energi kerja lebih banyak. Saat ini jumlah tenaga kerja Sumsel yang bisa diserap sang perkebunan karet belum opkamial yakni mencapai 647.049 orang dan pada industri pengolahan karet mencapai 35.796 orang. Oleh karenanya, industri pengolahan karet alam lanjutan apabila terus dikembangkan bisa menaruh pengaruh multiplier dalam menyerap energi kerja (mengurangi pengangguran) yg jauh lebih akbar lagi. Dibawah ini merupakan rantai industri karet yg bisa dikembangkan. 

Gambar Rantai Industri Karet

Untuk mendukung hilirisasi produk karet, Dinas Perkebunan Sumatera Selatan mengambil kiprah dalam menaikkan produktivitas dan mutu bahan olah karet yang dihasilkan petani sehingga nilai tambah berdasarkan bokar yang dihasilkan dapat terus ditingkatkan. Sebagai pembuat karet alam yg cukup besar , saat ini Sumsel berpotensi akbar buat berbagi industri berbasis karet melalui pengembangan industri pengolahan sarung tangan, ban, vulkanisir, serta belt conveyor. 

Berdasarkan kabar yg disampaikan sang Dinas Perkebunan, jika hilirisasi ingin dikembangkan pada Sumsel maka infrastruktur misalnya jalan serta pelabuhan wajib diperbaiki, selain itu perlu pula harmonisasi regulasi yg mendukung hilirisasi. 

Menurut mereka berdasarkan sisi fiskal, apabila terdapat penerapan bea keluar bisa menekan harga pada tingkat petani, sebagai akibatnya perlu kajian insentif yang komprehensif guna meminimalisir impak negatif terutama bagi para petani karet. 

Akhirnya setiap pembangunan akan terdapat hambatan dan asa berdasarkan para pemangku kepentingan. Misalnya saja kendala yg dihadapi para petani adalah produktivitas yg masih rendah dan industri pengolahan produk karet yang saat ini dipercaya masih kurang. Selain hambatan, masih ada asa yg ingin dicapai sang Dinas Perkebunan diantaranya lahirnya regulasi yang memudahkan investor buat lebih mengutamakan investasi pada produk hilir dan dalam hal pemasaran produk hilirnya, sebagai akibatnya produk karet memiliki nilai tambah yg lebih baik.

Dinas Perindustrian serta Perdagangan Sumatera Selatan 
Sektor industri yg memiliki potensi buat menopang perekonomian daerah Sumatera Selatan adalah industri yang berbasis pertanian serta perkebunan. Hal ini lantaran daerah Sumatera Selatan secara generik merupakan wilayah penghasil produkproduk pertanian dan perkebunan. 

Industri yg memiliki potensi pengembangan serta bernilai strategis dimasa tiba adalah industri pengolahan yg berbasis karet, kelapa sawit, kopi dan industri agro lain, sang karenanya secara sedikit demi sedikit serta terjadwal pengembangan perekonomian Sumatera Selatan akan diarahkan pada komoditas-komoditas tadi. Sebagai langkah awal dilakukan penyusunan perencanana program pengembangan klaster industri karet dan dilanjutkan menggunakan komoditas unggulan lain seperti kelapa sawit serta kopi. 

Target pengembangan industri berbasis karet pada Sumatera Selatan akan ditetapkan pada jangka menengah dan jangka panjang. Untuk sasaran pengembangan jangka menengah (2015) merupakan menjadi berikut : 
a. Meningkatkan produksi karet menggunakan revitalisasi perkebunan rakyat
b. Menguatkan struktur industri dan sistem tataniaga.
c. Meningkatkan investasi
d. Meningkatkan kulitas Sumber Daya Manusia buat industri
e. Mewujudkan tempat industri berbasis karet yang terpadu dengan pendekatan klaster.

Target pengembangan industri berbasis karet di Sumatera Selatan dalam jangka panjang (2030) merupakan berkembangnya industri kompon/masterbath, serta industri barang jadi karet berbahan standar karet padat atau berbahan standar lateks dan terbentuknya sistem perekonomian baru yang ditopang oleh pengembangan industri berbasis karet melalui pengembangan klaster industri.

Pengembangan industri berbasis karet pada Sumatera Selatan dimaksudkan untuk menerima nilai tambah dengan melibatkan seluruh stake-holders. Pengembangan industri berbasis karet di Sumatera Selatan dilakukan dengan strategi pengembangan yang terpadu, menyatu, efektif dan efisien, yang dilakukan dengan pendekatan klaster dengan pendekatan rekayasa kelembagaan, peningkatan mutu karet serta pengembangan industri pengolahan. Model klaster yang akan dikembangkan seperti pada Gambar. 

Strategi pengembangan melalui rekayasa kelembagaan berupa :
a. Inventarisasi serta pembentukan kelompok Industri Kompon Masterbatch (IKM) berbasis karet.
b. Pemberdayaan IKM dalam rangka penyerapan tenaga kerja.
c. Pengembangan jaringan pemasaran.
d. Pengembangan sistem informasi industri karet.
e. Pembentukan lembaga komunikasi serta koordinasi.
f. Peningkatan kemampuan teknologi pengolahan karet.

Strategi pengembangan melalui peningkatan mutu karet berupa :
a. Bimbingan teknis kepada petani karet menjadi upaya peningkatan kualitas dan produksi.
b. Penerapan Standar Nasionall Indonesia.
c. Workshop penerapan baku mutu produk industri karet.

Strategi pengembangan melalui pengembangan industri pengolahan karet berupa :
a. Penyusunan kajian pengembangan industri pengolahan karet.
b. Pendirian pilot project industri pengolahan karet kompon.
c. Promosi investasi melalui temu usaha, kemitraan serta publikasi.

Gambar Model pengembangan industri berbasis karet di Sumatera Selatan.

Untuk mewujudkan target pengembangan industri karet pada Sumatera Selatan, maka disusunlah banyak sekali taktik yaitu:
a. Menyusun peraturan daerah terkait kepentingan sektor industri, antara lain usulan rekomendasi peraturan pemberian bonus impor bahan baku, peraturan tentang penggunaan bahan kimia, perpajakan, penanaman kapital, bonus (fiskal serta/atau non fiskal) rangka menaikkan daya saing, serta melakukan evaluasi serta efektivitas anugerah insentif

b. Melakukan evaluasi mengenai program harmonisasi tarif dan penetapan tingkat tarif bea masuk bahan pembantu buat proses pengolahan industri barang jadi karet.

c. Menyusun kebijakan daerah sektor industri pada rangka aplikasi aneka macam free trade arrangement, terutama ditinjau dari sisi kebijakan tarif dan non tarif, perpajakan (PPN serta PPnBM), fasilitasi perdagangan (penerapan Asean Single Window).

d. Melakukan kajian–kajian strategis dalam rangka menciptakan iklim usaha yg kondusif, seperti kajian pengaruh penetapan TDL/BBM/Gas, kajian impak penurunan/peningkatan tarif bea masuk serta lain-lain.

e. Melakukan diseminasi banyak sekali kebijakan serta teknologi yang terkait menggunakan sektor industri karet dan stakeholder lain.

f. Melakukan kaji ulang peraturan daerah yg menimbulkan ekonomi porto tinggi.
g. Mendorong dan mengkoordinasikan pembangunan tempat industri terpadu.
h. Melakukan banyak sekali kajian impak perubahan variabel–variabel ekonomi terhadap industri.

Selain banyak sekali hal tersebut diatas, untuk mewujudkan pengembangan industri berbasis karet pada Sumatera Selatan diharapkan pula banyak sekali unsur pendukung misalnya kemampuan SDM, infrastruktur serta pasar. Unsur pendukung lain misalnya tersedianya tenaga yg cukup, tersedianya pelabuhan ekspor, adanya perguruan tinggi serta lembaga litbang (Baristand Industri, Puslitbun Sembawa). SDM yg terdidik serta terlatih yg handal yang terdiri menurut energi teknis serta peneliti. Infrastruktur seperti tersedianya jaringan listrik interkoneksi, tersedianya akses jalan penghubung kebun serta industri dan tersedianya jalur kereta api stasiun petikemas. Tabel di bawah ini bisa menunjukkan kerangka pengembangan industri berbasis karet pada Sumsel.

Tabel Kerangka pengembangan industri berbasis karet di Sumatera Selatan