FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN PENGETAHUAN ALAM

Filsafat Ilmu sebagai Landasan Pengembangan Pengetahuan Alam
Frank (dalam Soeparmo, 1984), dengan merogoh sebuah rantai menjadi perbandingan, mengungkapkan bahwa fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam adalah menyebarkan pengertian tentang taktik serta taktik ilmu pengetahuan alam. Rantai tadi sebelum tahun 1600, menghubungkan filsafat disatu pangkal serta ilmu pengetahuan alam di ujung lain secara berkesinambungan. Sesudah tahun 1600, rantai itu putus. Ilmu pengetahuan alam memisahkan diri berdasarkan filsafat. Ilmu pengetahuan alam menempuh jalan simpel pada menurunkan hukum-hukumnya. Menurut Frank, fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam merupakan menjembatani putusnya rantai tersebut dan menampakan bagaimana seseorang bergerak dari pandangan common sense (pra-pengetahuan) ke prinsip-prinsip generik ilmu pengetahuan alam. Filsafat ilmu pengetahuan alam bertanggung jawab buat membangun kesatuan pandangan dunia yang pada dalamnya ilmu pengetahuan alam, filsafat dan kemanusian memiliki interaksi erat.

Sastrapratedja (1997), mengemukakan bahwa ilmu-ilmu alam secara fundamental dan struktural diarahkan dalam produksi pengetahuan teknis serta yg bisa digunakan. Ilmu pengetahuan alam merupakan bentuk refleksif (relefxion form) dari proses belajar yg ada pada struktur tindakan instrumentasi, yaitu tindakan yg ditujukan buat mengendalikan syarat eksternal manusia. Ilmu pengetahuan alam terkait menggunakan kepentingan dalam meramal (memprediksi) serta mengendalikan proses alam. Positivisme menyamakan rasionalitas dengan rasionalitas teknis serta ilmu pengetahuan dengan ilmu pengetahuan alam.

Menurut Van Melsen (1985), karakteristik spesial pertama yg menandai ilmu alam merupakan bahwa ilmu itu melukiskan fenomena menurut aspek-aspek yg mengizinkan pendaftaran inderawi yg eksklusif. Hal kedua yg penting mengenai registrasi ini adalah bahwa pada keadaan ilmu alam sekarang ini pendaftaran itu nir menyangkut pengamatan terhadap benda-benda serta tanda-tanda-tanda-tanda alamiah, sebagaimana impulsif tersaji kepada kita. Yang diregistrasi dalam eksperimen adalah cara benda-benda bereaksi atas “campur tangan” eksperimental kita. Eksperimentasi yang aktif itu memungkinkan suatu analisis jauh lebih teliti terhadap banyak faktor yang dalam pengamatan konkrit selalu masih ada bersama-sama. Tanpa pengamatan eksperimental kita tidak akan tahu menahu tentang elektron-elektron serta bagian-bagian elementer lainnya.

Ilmu pengetahuan alam mulai berdiri sendiri sejak abad ke 17. Kemudian pada tahun 1853, Auguste Comte mengadakan penggolongan ilmu pengetahuan. Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang dilakukan sang Auguste Comte (pada Koento Wibisono, 1996), sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang memberitahuakn bahwa gejala-tanda-tanda pada ilmu pengetahuan yg paling generik akan tampil terlebih dahulu. Dengan menilik tanda-tanda-tanda-tanda yang paling sederhana serta paling umum secara lebih tenang serta rasional, kita akan memperoleh landasan baru bagi ilmu-ilmu pengetahuan yg saling berkaitan buat bisa berkembang secara lebih cepat. Dalam penggolongan ilmu pengetahuan tersebut, dimulai menurut Matematika, Astronomi, Fisika, Ilmu Kimia, Biologi serta Sosilogi. Ilmu Kimia diurutkan dalam urutan keempat.

Penggolongan tersebut didasarkan pada urutan rapikan jenjang, asas ketergantungan dan ukuran kesederhanaan. Dalam urutan itu, setiap ilmu yang terdahulu adalah lebih tua sejarahnya, secara logis lebih sederhana dan lebih luas penerapannya daripada setiap ilmu yang dibelakangnya (The Liang Gie, 1999).

Pada pengelompokkan tadi, meskipun nir dijelaskan induk berdasarkan setiap ilmu tetapi pada kenyataannya kini bahwa ekamatra, kimia dan hayati merupakan bagian menurut kelompok ilmu pengetahuan alam.

Ilmu kimia adalah suatu ilmu yang menilik perubahan materi dan tenaga yg menyertai perubahan materi. Menurut ensiklopedi ilmu (pada The Liang Gie, 1999), ilmu kimia dapat digolongkan ke dalam beberapa sub-sub ilmu yakni: kimia an organik, kimia organik, kimia analitis, kimia fisik serta kimia nuklir.

Selanjutnya Auguste Comte (dalam Koento Wibisono, 1996) memberi efinisi tentang ilmu kimia menjadi “… that it relates to the law of the phenomena of composition and decomposition, which result from the molecular and specific mutual action of different subtances, natural or artificial” ( arti harafiahnya kira-kira merupakan ilmu yg herbi hukum gejala komposisi serta dekomposisi menurut zat-zat yang terjadi secara alami maupun sintetik). Untuk itu pendekatan yang digunakan dalam ilmu kimia nir saja melalui pengamatan (observasi) serta percobaan (eksperimen), melainkan juga dengan perbandingan (komparasi).

Jika melihat berdasarkan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan alam, dalam mulanya orang permanen mempertahankan penggunaan nama/istilah filsafat alam bagi ilmu pengetahuan alam. Hal ini dapat dipandang menurut judul karya utama dari pelopor ahli kimia yaitu John Dalton: New Princiles of Chemical Philosophy.

Berdasarkan hal tersebut maka sangatlah beralasan bahwa ilmu pengetahuan alam tidak terlepas menurut hubungan dengan ilmu induknya yaitu filsafat. Untuk itu diharapkan uraian ini dapat memberikan dasar bagi para ilmuan IPA dalam merenungkan kembali sejarah perkembangan ilmu alam dan dalam pengembangan ilmu IPA selanjutnya.

FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN PENGETAHUAN ALAM

Filsafat Ilmu menjadi Landasan Pengembangan Pengetahuan Alam
Frank (dalam Soeparmo, 1984), dengan mengambil sebuah rantai sebagai perbandingan, mengungkapkan bahwa fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam adalah membuatkan pengertian mengenai taktik serta taktik ilmu pengetahuan alam. Rantai tadi sebelum tahun 1600, menghubungkan filsafat disatu pangkal serta ilmu pengetahuan alam pada ujung lain secara berkesinambungan. Sesudah tahun 1600, rantai itu putus. Ilmu pengetahuan alam memisahkan diri berdasarkan filsafat. Ilmu pengetahuan alam menempuh jalan praktis dalam menurunkan aturan-hukumnya. Menurut Frank, fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam merupakan menjembatani putusnya rantai tadi dan menampakan bagaimana seseorang berkecimpung berdasarkan pandangan common sense (pra-pengetahuan) ke prinsip-prinsip umum ilmu pengetahuan alam. Filsafat ilmu pengetahuan alam bertanggung jawab untuk membangun kesatuan pandangan dunia yang di dalamnya ilmu pengetahuan alam, filsafat dan kemanusian mempunyai hubungan erat.

Sastrapratedja (1997), mengemukakan bahwa ilmu-ilmu alam secara mendasar dan struktural diarahkan pada produksi pengetahuan teknis dan yang bisa digunakan. Ilmu pengetahuan alam merupakan bentuk refleksif (relefxion form) menurut proses belajar yang terdapat dalam struktur tindakan instrumentasi, yaitu tindakan yang ditujukan buat mengendalikan kondisi eksternal insan. Ilmu pengetahuan alam terkait menggunakan kepentingan dalam meramal (memprediksi) dan mengendalikan proses alam. Positivisme menyamakan rasionalitas menggunakan rasionalitas teknis dan ilmu pengetahuan dengan ilmu pengetahuan alam.

Menurut Van Melsen (1985), karakteristik spesial pertama yg menandai ilmu alam adalah bahwa ilmu itu melukiskan fenomena menurut aspek-aspek yg mengizinkan registrasi inderawi yang eksklusif. Hal ke 2 yg penting mengenai pendaftaran ini adalah bahwa pada keadaan ilmu alam sekarang ini registrasi itu nir menyangkut pengamatan terhadap benda-benda serta tanda-tanda-gejala alamiah, sebagaimana spontan disajikan pada kita. Yang diregistrasi pada eksperimen adalah cara benda-benda bereaksi atas “campur tangan” eksperimental kita. Eksperimentasi yang aktif itu memungkinkan suatu analisis jauh lebih teliti terhadap banyak faktor yang dalam pengamatan konkrit selalu masih ada bersama-sama. Tanpa pengamatan eksperimental kita tidak akan memahami menahu mengenai elektron-elektron dan bagian-bagian elementer lainnya.

Ilmu pengetahuan alam mulai berdiri sendiri sejak abad ke 17. Kemudian dalam tahun 1853, Auguste Comte mengadakan penggolongan ilmu pengetahuan. Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yg dilakukan oleh Auguste Comte (pada Koento Wibisono, 1996), sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yg menerangkan bahwa tanda-tanda-tanda-tanda dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih dahulu. Dengan menilik gejala-tanda-tanda yg paling sederhana dan paling generik secara lebih tenang dan rasional, kita akan memperoleh landasan baru bagi ilmu-ilmu pengetahuan yang saling berkaitan buat dapat berkembang secara lebih cepat. Dalam penggolongan ilmu pengetahuan tadi, dimulai menurut Matematika, Astronomi, Fisika, Ilmu Kimia, Biologi serta Sosilogi. Ilmu Kimia diurutkan pada urutan keempat.

Penggolongan tersebut didasarkan dalam urutan tata jenjang, asas ketergantungan dan berukuran kesederhanaan. Dalam urutan itu, setiap ilmu yang terdahulu merupakan lebih tua sejarahnya, secara logis lebih sederhana serta lebih luas penerapannya daripada setiap ilmu yang dibelakangnya (The Liang Gie, 1999).

Pada pengelompokkan tersebut, meskipun nir dijelaskan induk berdasarkan setiap ilmu tetapi pada kenyataannya sekarang bahwa fisika, kimia dan biologi adalah bagian berdasarkan gerombolan ilmu pengetahuan alam.

Ilmu kimia merupakan suatu ilmu yang menyelidiki perubahan materi serta tenaga yg menyertai perubahan materi. Menurut ensiklopedi ilmu (pada The Liang Gie, 1999), ilmu kimia bisa digolongkan ke dalam beberapa sub-sub ilmu yakni: kimia an organik, kimia organik, kimia analitis, kimia fisik dan kimia nuklir.

Selanjutnya Auguste Comte (dalam Koento Wibisono, 1996) memberi efinisi tentang ilmu kimia sebagai “… that it relates to the law of the phenomena of composition and decomposition, which result from the molecular and specific mutual action of different subtances, natural or artificial” ( arti harafiahnya kira-kira adalah ilmu yg berhubungan dengan hukum gejala komposisi serta dekomposisi menurut zat-zat yang terjadi secara alami maupun sintetik). Untuk itu pendekatan yg dipergunakan dalam ilmu kimia tidak saja melalui pengamatan (observasi) dan percobaan (eksperimen), melainkan pula menggunakan perbandingan (komparasi).

Jika melihat dari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan alam, dalam mulanya orang tetap mempertahankan penggunaan nama/kata filsafat alam bagi ilmu pengetahuan alam. Hal ini bisa dicermati menurut judul karya utama dari pelopor ahli kimia yaitu John Dalton: New Princiles of Chemical Philosophy.

Berdasarkan hal tersebut maka sangatlah beralasan bahwa ilmu pengetahuan alam tidak terlepas dari interaksi menggunakan ilmu induknya yaitu filsafat. Untuk itu dibutuhkan uraian ini dapat menaruh dasar bagi para ilmuan IPA dalam merenungkan balik sejarah perkembangan ilmu alam serta pada pengembangan ilmu IPA selanjutnya.

CABANGCABANG FILSAFAT

Cabang-Cabang Filsafat
A. MENGAPA MANUSIA BERFILSAFAT?
Sikap iman penuh taqwa pada Tuhan Yang Maha Esa tidak menunda insan buat selalu menggunakan nalar budi dan fikirannya demi mencari tahu apa sebenarnya yang ada dibalik segala fenomena. Proses itu mencari memahami itu membuat sebuah kesadaran yang diklaim pengetahuan. Apabila proses itu mempunyai karakteristik-karakteristik metodis, sistematis serta koheren, serta cara mendapatkannya dapat dipertanggung-jawabkan, maka lahirlah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tadi bisa dipakai buat memberitahuakn gejala-gejala eksklusif di bidang pengetahuan tersebut. Makin ilmu pengetahuan menggali serta menekuni hal-hal yang spesifik dari kenyataan, maka makin nyatalah tuntutan buat mencari memahami tentang seluruh kenyataan tersebut. Dan filsafat adalah pengetahuan tentang seluruh fenomena yg direfleksikan buat mencapai hakikat (kebenaran) serta memperoleh hikmat (kebijaksanaan). Secara singkat, filsafat mencakup “segalanya”. Filsafat tiba sebelum dan selesainya ilmu pengetahuan; diklaim “sebelum” karena semua ilmu pengetahuan khusus mulai menjadi bagian berdasarkan filsafat dan diklaim “sesudah” lantaran ilmu pengetahuan khusus niscaya menghadapi pertanyaan tentang batas-batas menurut kekhususannya.

Ilmu filsafat mempunyai obyek material serta obyek formal. Obyek material merupakan apa yang dipelajari serta dikupas sebagai bahan (materi) pembicaraan, yaitu tanda-tanda "insan di global yg mengembara menuju akhirat". Dalam gejala ini kentara ada tiga hal menonjol, yaitu manusia, global, dan akhirat. Maka terdapat filsafat mengenai manusia (antropologi), filsafat mengenai alam (kosmologi), dan filsafat tentang akhirat. Antropologi, kosmologi serta teologi, sekalipun kelihatan terpisah, saling berkaitan jua, sebab pembicaraan tentang yang satu pastilah tidak bisa dilepaskan berdasarkan yg lain. Juga pembicaraan filsafat tentang akhirat atau Tuhan hanya sejauh yg dikenal manusia dalam dunianya. Maka ketiga ilmu tersebut dapat dianggap sebagai filsafat mengenai seluruh keseluruhan fenomena menggunakan obyek yg dikaji merupakan eksistensi (keberadaan) serta esensi (hakekat).

Obyek formal adalah cara pendekatan yang digunakan atas obyek material, yg sedemikian khas sehingga mencirikan atau mengkhususkan bidang aktivitas yg bersangkutan. Jika cara pendekatan itu logis, konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem filsafat. Maka dapat dikatakan bahwa filsafat berangkat dari pengalaman nyata insan yg sungguh kaya menggunakan segala sesuatu yg tersirat ingin dinyatakan secara tersurat. 

B. CABANG-CABANG FILSAFAT
Filsafat terdiri menurut 3 gerombolan akbar yaitu epistemologi/filsafat pengetahuan, logika, serta kritik ilmu. 

1. Epistemologi/Filsafat Pengetahuan.
Obyek material menurut filsafat pengetahuan adalah gejala "insan memahami". Tugas filsafat ini adalah menyoroti gejala itu menurut karena-musabab pertamanya. Filsafat menggali "kebenaran" (lawan "kepalsuan"), "kepastian" (versus "ketidakpastian"), "obyektivitas" (lawan "subyektivitas"), "abstraksi", "intuisi", dari mana dari pengetahuan serta kemana arah pengetahuan. Pada gilirannya gejala ilmu-ilmu pengetahuan menjadi obyek material juga, dan kegiatan berfikir itu (sejauh dilakukan berdasarkan sebab-musabab pertama) membentuk filsafat ilmu pengetahuan. Kekhususan gejala ilmu pengetahuan terhadap tanda-tanda pengetahuan dicermati menggunakan teliti. Kekhususan itu terletak dalam cara kerja atau metode yg masih ada pada ilmu-ilmu pengetahuan. Cabang filsafat ini lalu berkembang sebagai cabang-cabang filsafat yg mempunyai bidang kajian yg lebih spesifik, antara lain:

a. Etika (Filsafat Moral) 
Etika merupakan ilmu tentang apa yg biasa dilakukan atau ilmu tentang tata cara norma. Secara istilah etika memunyai tiga arti: pertama, nilai-nilai serta kebiasaan-kebiasaan moral yg sebagai pegangan bagi seorang atau suatu gerombolan dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini bisa diklaim sistem nilai. Misalnya etika Protestan, etika Islam, etika suku. Kedua, etika berarti deretan asas atau nilai moral (kode etik). Misalnya kode etik kedokteran, kode etik peneliti, dll. Ketiga, etika berati ilmu tentang yang baik atau tidak baik. Etika sebagai ilmu jika kemungkinan-kemungkinan etis sebagai bahan refleksi bagi suau penelitian sistematis serta metodis.

b. Estetika (Filsafat Seni)
Estetika merupakan ilmu yang membahas keindahan, bagaimana dia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang mampu merasakannya. Pembahasan lebih lanjut tentang estetika adalah sebuah filosofi yg mengusut nilai-nilai sensoris, yg kadang dianggap sebagai evaluasi terhadap sentimen dan rasa. 

c. Metafisika (Mengkaji mengenai “ada” serta “nir ada”)
Metafisika merupakan bagian Falsafah mengenai hakikat yg ada pada sebalik ekamatra. Hakikat yg bersifat tak berbentuk serta di luar jangkauan pengalaman manusia. Tegasnya tentang empiris kehidupan pada alam ini: dengan mempertanyakan yg Ada (being), Alam ini wujud atau tidak? Siapakah kita? Apakah peranan kita pada kehidupan ini?. Metafisika secara prinsip mengandung konsep kajian mengenai sesuatu yg bersifat rohani dan yg tidak dapat diterangkan menggunakan kaedah penerangan yg ditemukan dalam ilmu yang lain.

d. Politik (Mengkaji mengenai organisasi sosial yg ideal)
Filasafat politik merupakan studi tentang evaluasi serta kritik moral terhadap proses yg melandasi kehidupan sosial, politik serta ekonomi yg diarahkan dalam penciptaan susunan organisasi masyarakat yg baik dan sempurna.

e. Filsafat Agama
Filsafat kepercayaan adalah cara pandang yg menyeluruh, radikal serta objektif mengenai yang terdapat buat mengetahui hakikat agama serta ber-bagai masalah yang masih ada pada kepercayaan itu. Dengan istilah lain, objek yg dikaji merupakan pembahasan yg mendalam dan fundamental dari setiap hal yg sebagai ajaran berdasarkan semua agama pada dunia ini. Seperti diungkapkan di atas bahwa pemabahasan terpenting pada setiap agama adalah ajaran mengenai Tuhan. Pembahasan ini nir hanya melihat argumentasi yg memperkuat keyakinan tentang Tuhan, tetapi pula argumen yg membantah, melemahkan bahkan menolak wujud Tuhan itu. Hal inilah yg dibahas dalam filsafat kepercayaan .

Filsafat kepercayaan jua dapat dikatakan menjadi pemikiran filsafati (kritis, analitis, rasional) mengenai tanda-tanda agama: hakekat agama sebagai wujud dari pengalaman religius manusia, hakikat hubungan manusia dengan Yang Kudus: adanya kenyataan trans-empiris, yg begitu mempengaruhi dan memilih, tetapi sekaligus membentuk serta sebagai dasar tingkah-laris manusia. Kepada Yang Kudus itulah insan hanya beriman, yang dapat diamati pada konduite hidup yg penuh dengan perilaku "takut-dan-taqwa".

f. Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu adalah jajak kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu secara spesifik yg berlandaskan pada teori ontologis, epistemologis serta aksiologis. Obyek material filsafat ilmu adalah ilmu itu sendiri, sedangkan obyek formal filsafat ilmu merupakan hakekat serta esensi ilmu.

Dengan istilah lain, filsafat ilmu merupakan jajak kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan tentang hakikat ilmu, yg dipandang berdasarkan segi ontologis, epistemelogis juga aksiologisnya. Filsafat ilmu adalah bagian menurut epistemologi (filsafat pengetahuan) yg secara khusus mengakaji hakikat ilmu, misalnya:
  • Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana wujud yg hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi menggunakan daya tangkap manusia yg mengakibatkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
  • Bagaimana proses yg memungkinkan ditimbanya pengetahuan yg berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang wajib diperhatikan supaya mendakan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yg diklaim kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita pada menerima pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
  • Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yg merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-kebiasaan moral/profesional? (Landasan aksiologis)
g. Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan merupakan ilmu pendidikan yang bersendikan filsafat atau filsafat yg diterapkan dalam bisnis pemikiran dan pemecahan perkara pendidikan. Filsafat pendidikan dapat didekati dari problema-problema pendidikan yang yang bersifat filosofis yang memerlukan jawaban yg filosofis jua.

h. Filsafat Hukum
Filsafat hukum merupakan cabang filsafat, yakni filsafat tingkah laku atau etika, yg menyelidiki hakikat hukum. Dengan perkataan lain filsafat hukum merupakan ilmu yang memeriksa hukum secara filosofis, jadi objek filsafat hukum adalah aturan, serta objek tadi dikaji secara mendalam hingga pada inti atau dasarnya, yang diklaim dengan hakikat. Ada jua yang menyampaikan bahwa filsafat hukum adalah cabang filsafat yg memeriksa hukum yang benar atau adalah sebuah pembahasan secara filosofis tentang aturan. Filsafat hukum jua tak jarang dikonotasikan sebagai penelitian fundamental serta pengertian hukum secara tak berbentuk.

Filsafat aturan mempelajari hukum secara spekulatif serta kritis. Artinya filsafat aturan berusaha buat mempelajari nilai menurut pernyataan-pernyataan yang dapat dikatagorikan sebagai aturan ; 
  • Secara spekulatif, filsafat hukum terjadi dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan tentang hakekat aturan.
  • Secara kritis, filsafat aturan berusaha buat menyelidiki gagasan-gagasan tentang hukum yang sudah ada, melihat koherensi, korespondensi serta manfaatnya.
i. Filsafat Matematika
Berdasarkan perspektif epistemologi, kebenaran matematika terbagi dalam dua kategori, yaitu pandangan mutlak dan pandangan fallibilis. Absolutis memandang kebenaran matematika secara mutlak, bahwa „mathematics is the one and perhaps the only realm of certain, unquestionable and objective knowledge‟, sedangkan menurut fallibilis mathematic truth is corrigible, and can never regarded as being above revision and correction‟

Pengetahuan terbagi dalam 2 kategori, yaitu pengetahuan a priori serta pengetahuan a posteriori (empirical). Pengetahuan a priori memuat proposisi yang berdasarkan atas serta tanpa dibantu dengan observasi terhadap dunia. Penalaran di sini memuat penggunaan akal deduktif dan makna berdasarkan istilah-kata, secara tipikal bisa ditemukan pada definisi. Secara paradoksal pengetahuan a posteriori memuat proposi yang berdasarkan atas pengalaman, yaitu berdasarkan observasi dunia.

Absolutis memandang pengetahuan matematika berdasarkan atas 2 jenis asumsi; matematika ini berkaitan dengan perkiraan berdasarkan aksioma dan definisi, serta akal yg berkaitan dengan perkiraan aksioma, anggaran menarik konklusi serta bahasa formal serta sintak. Ada lokal (micro) serta ada dunia (macro) perkiraan, seperti deduksi nalar relatif buat tetapkan kebenaran matematika.

j. Filsafat Sejarah
Filsafat sejarah merupakan cabang menurut filsafat yang menyelidiki mengenai prinsip-prinsip fundamental (hakekat) sejarah sejauh bisa ditangkap sang akal serta bisa dipertanggung-jawabkan secara ilmiah, artinya bersifat rasional-ilmiah. Filsafat sejarah menyelidiki prinsip-prinsip dasar keilmuan sejarah. Filsafat sejarah mengungkapkan “ada” sebagai sejarah. Pertanyaan yg bisa dikemukakan pada filsafat sejarah adalah struktur mendasar atau esensi dasar apa yg mengakibatkan sejarah (masa lampau) itu menjadi terdapat atau hal-hal mendasar apa yang menyebabkan sesuatu itu terjadi atau berubah. Filsafat sejarah menyampaikan hakekat sejarah atau esensi dasar sejarah.

Manfaat primer mempelajari filsafat sejarah adalah akan mempertajam kepekaan kritis seorang peneliti sejarah. Artinya, bahwa bagi seorang peneliti atau pengkaji sejarah (sejarawan) yg dibekali menggunakan pengetahuan filsafat sejarah akan membuahkan dirinya sebagai seorang “kritikus” yg handal.

Dengan dilatarbelakangi pengetahuan sejarah, maka seorang peneliti sejarah akan lebih sanggup melakukan suatu kritik atau evaluasi serta koreksi mengenai hasil pengkajian sejarah. Oleh karena itu filsafat sejarah mutlak diharapkan supaya dapat mengapresiasi pengkajian sejarah masa sekarang dengan lebih bermakna dan memuaskan. Kajian mengenai sejarah akan lebih tuntas, menarik, dan bermakna bagi kehidupan insan pada hari ini dan esok apabila unsur-unsur dasarnya bias ditemukan. Seorang peneliti sejarah yang mengetahui dan tahu filsafat sejarah akan sanggup menemukan struktur dasar (hakekat) pada pada penjelasan (eksplanasi) sejarah. Lantaran itu setiap pakar sejarah yang menggunakan benar-benar-sungguh menemkuni profesinya menjadi seorang sejarawan professional, bukan sejarawan amatiran, mau tidak mau menganut beberapa pendapat yang mengakar pada filsafat sejarah

2. Logika (Mengkaji mengenai sahih atau galat)
Logika herbi pengetahuan, dan herbi bahasa. Disini bahasa dimengerti sebagai cara bagaimana pengetahuan itu dikomunikasikan dan dinyatakan. Maka logika merupakan cabang filsafat yang menilik kesehatan cara berfikir dan aturan-aturan yang harus dihormati supaya pernyataan-pernyataan sah adanya. 

Kritik ilmu
Kritik ilmu-ilmu mempertanyakan teori-teori dalam membagi ilmu-ilmu ketika ilmu yang satu berkait menggunakan ilmu lain, metode-metode dalam ilmu-ilmu, dasar kepastian serta jenis informasi yang diberikan. 

Dari seluruh penerangan tersebut bisa disimpulkan bahwa kekaguman atau keheranan, keraguan atau kesangsian, dan kesadaran akan keterbatasan adalah 3 hal yang mendorong insan utuk berfilsafat. Rasa heran dan mencurigai ini mendorong manusia buat berpikir lebih mendalam, menyeluruh serta kritis buat memperoleh kepastian serta kebenaran yg hakiki. Berpikir secara mendalam, menyeluruh serta kritis seperti ini dianggap menggunakan berfilsafat. Berfilsafat bisa jua bermula berdasarkan adanya suatu kesadaran akan keterbatasan dalam dirinya. Jika seseorang merasa bahwa ia sangat terbatas dan terikat terutama dalam waktu mengalami penderitaan atau kegagalan, maka menggunakan adanya kesadaran akan keterbatasannya itu manusia berfilsafat. Ia akan memikirkan bahwa diluar manusia yg terbatas, pastilah terdapat sesuatu yg tidak terbatas yang dijadikan bahan kemajuan untuk menemukan kebenaran yg hakiki.

CABANGCABANG FILSAFAT

Cabang-Cabang Filsafat
A. MENGAPA MANUSIA BERFILSAFAT?
Sikap iman penuh taqwa pada Tuhan Yang Maha Esa nir menunda insan buat selalu memakai akal budi serta fikirannya demi mencari tahu apa sebenarnya yg ada dibalik segala fenomena. Proses itu mencari tahu itu membuat sebuah kesadaran yg dianggap pengetahuan. Apabila proses itu memiliki karakteristik-ciri metodis, sistematis dan koheren, dan cara mendapatkannya dapat dipertanggung-jawabkan, maka lahirlah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tadi dapat digunakan buat menunjukkan tanda-tanda-gejala eksklusif pada bidang pengetahuan tersebut. Makin ilmu pengetahuan menggali dan menekuni hal-hal yang spesifik menurut kenyataan, maka makin nyatalah tuntutan buat mencari tahu tentang seluruh kenyataan tersebut. Dan filsafat adalah pengetahuan tentang seluruh fenomena yg direfleksikan buat mencapai hakikat (kebenaran) dan memperoleh hikmat (kebijaksanaan). Secara singkat, filsafat meliputi “segalanya”. Filsafat datang sebelum serta sesudah ilmu pengetahuan; diklaim “sebelum” karena semua ilmu pengetahuan khusus mulai sebagai bagian berdasarkan filsafat dan diklaim “sesudah” karena ilmu pengetahuan khusus pasti menghadapi pertanyaan mengenai batas-batas menurut kekhususannya.

Ilmu filsafat memiliki obyek material dan obyek formal. Obyek material merupakan apa yg dipelajari serta dikupas sebagai bahan (materi) pembicaraan, yaitu tanda-tanda "manusia di dunia yg mengembara menuju akhirat". Dalam tanda-tanda ini kentara terdapat tiga hal menonjol, yaitu insan, dunia, serta akhirat. Maka ada filsafat mengenai insan (antropologi), filsafat tentang alam (kosmologi), dan filsafat tentang akhirat. Antropologi, kosmologi dan teologi, sekalipun kelihatan terpisah, saling berkaitan jua, sebab pembicaraan mengenai yang satu pastilah nir bisa dilepaskan dari yang lain. Juga pembicaraan filsafat mengenai akhirat atau Tuhan hanya sejauh yang dikenal insan pada dunianya. Maka ketiga ilmu tersebut dapat disebut sebagai filsafat mengenai semua holistik kenyataan menggunakan obyek yang dikaji adalah keberadaan (eksistensi) dan esensi (hakekat).

Obyek formal adalah cara pendekatan yang dipakai atas obyek material, yg sedemikian khas sehingga mencirikan atau mengkhususkan bidang aktivitas yg bersangkutan. Apabila cara pendekatan itu logis, konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem filsafat. Maka bisa dikatakan bahwa filsafat berangkat berdasarkan pengalaman nyata manusia yang benar-benar kaya menggunakan segala sesuatu yg implisit ingin dinyatakan secara tersurat. 

B. CABANG-CABANG FILSAFAT
Filsafat terdiri menurut tiga kelompok akbar yaitu epistemologi/filsafat pengetahuan, logika, serta kritik ilmu. 

1. Epistemologi/Filsafat Pengetahuan.
Obyek material berdasarkan filsafat pengetahuan adalah tanda-tanda "manusia memahami". Tugas filsafat ini adalah menyoroti gejala itu dari karena-musabab pertamanya. Filsafat menggali "kebenaran" (versus "kepalsuan"), "kepastian" (lawan "ketidakpastian"), "obyektivitas" (versus "subyektivitas"), "abstraksi", "bisikan hati", menurut mana asal pengetahuan dan kemana arah pengetahuan. Pada gilirannya gejala ilmu-ilmu pengetahuan menjadi obyek material jua, serta kegiatan berfikir itu (sejauh dilakukan menurut sebab-musabab pertama) membuat filsafat ilmu pengetahuan. Kekhususan gejala ilmu pengetahuan terhadap tanda-tanda pengetahuan dipandang menggunakan teliti. Kekhususan itu terletak pada cara kerja atau metode yg masih ada pada ilmu-ilmu pengetahuan. Cabang filsafat ini kemudian berkembang menjadi cabang-cabang filsafat yang mempunyai bidang kajian yang lebih khusus, antara lain:

a. Etika (Filsafat Moral) 
Etika merupakan ilmu mengenai apa yg biasa dilakukan atau ilmu tentang norma norma. Secara istilah etika memunyai tiga arti: pertama, nilai-nilai serta norma-kebiasaan moral yg sebagai pegangan bagi seorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini sanggup diklaim sistem nilai. Misalnya etika Protestan, etika Islam, etika suku. Kedua, etika berarti deretan asas atau nilai moral (kode etik). Misalnya kode etik kedokteran, kode etik peneliti, dll. Ketiga, etika berati ilmu mengenai yg baik atau tidak baik. Etika sebagai ilmu apabila kemungkinan-kemungkinan etis menjadi bahan refleksi bagi suau penelitian sistematis dan metodis.

b. Estetika (Filsafat Seni)
Estetika merupakan ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia mampu terbentuk, serta bagaimana seorang sanggup merasakannya. Pembahasan lebih lanjut tentang keindahan merupakan sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dipercaya menjadi evaluasi terhadap sentimen dan rasa. 

c. Metafisika (Mengkaji tentang “ada” dan “tidak ada”)
Metafisika merupakan bagian Falsafah mengenai hakikat yg ada di sebalik fisika. Hakikat yg bersifat abstrak dan pada luar jangkauan pengalaman manusia. Tegasnya tentang realitas kehidupan pada alam ini: menggunakan mempertanyakan yg Ada (being), Alam ini wujud atau nir? Siapakah kita? Apakah peranan kita pada kehidupan ini?. Metafisika secara prinsip mengandung konsep kajian tentang sesuatu yang bersifat rohani dan yg tidak bisa diterangkan dengan kaedah penjelasan yg ditemukan pada ilmu yg lain.

d. Politik (Mengkaji mengenai organisasi sosial yang ideal)
Filasafat politik adalah studi mengenai evaluasi serta kritik moral terhadap proses yang melandasi kehidupan sosial, politik dan ekonomi yang diarahkan dalam penciptaan susunan organisasi masyarakat yg baik serta sempurna.

e. Filsafat Agama
Filsafat agama adalah cara pandang yang menyeluruh, radikal serta objektif mengenai yang ada buat mengetahui hakikat kepercayaan dan ber-bagai duduk perkara yang masih ada pada agama itu. Dengan istilah lain, objek yang dikaji merupakan pembahasan yg mendalam dan mendasar menurut setiap hal yang menjadi ajaran menurut seluruh kepercayaan di global ini. Seperti diungkapkan di atas bahwa pemabahasan terpenting dalam setiap agama merupakan ajaran tentang Tuhan. Pembahasan ini nir hanya melihat argumentasi yg memperkuat keyakinan tentang Tuhan, namun jua argumen yg membantah, melemahkan bahkan menolak wujud Tuhan itu. Hal inilah yang dibahas pada filsafat agama.

Filsafat kepercayaan jua bisa dikatakan sebagai pemikiran filsafati (kritis, analitis, rasional) tentang gejala kepercayaan : hakekat agama sebagai wujud dari pengalaman religius manusia, hakikat interaksi manusia dengan Yang Kudus: adanya kenyataan trans-empiris, yg begitu mempengaruhi dan memilih, namun sekaligus menciptakan serta sebagai dasar tingkah-laris insan. Kepada Yang Kudus itulah manusia hanya beriman, yg dapat diamati pada konduite hayati yg penuh dengan sikap "takut-dan-taqwa".

f. Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan jajak kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu secara spesifik yang berlandaskan dalam teori ontologis, epistemologis dan aksiologis. Obyek material filsafat ilmu adalah ilmu itu sendiri, sedangkan obyek formal filsafat ilmu merupakan hakekat serta esensi ilmu.

Dengan kata lain, filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yg ingin menjawab pertanyaan tentang hakikat ilmu, yang ditinjau berdasarkan segi ontologis, epistemelogis juga aksiologisnya. Filsafat ilmu merupakan bagian berdasarkan epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara khusus mengakaji hakikat ilmu, misalnya:
  • Obyek apa yg ditelaah ilmu ? Bagaimana wujud yang hakiki menurut obyek tadi? Bagaimana hubungan antara obyek tersebut menggunakan daya tangkap manusia yg membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
  • Bagaimana proses yg memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yg harus diperhatikan agar mendakan pengetahuan yg sahih? Apakah kriterianya? Apa yang dianggap kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yg membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yg berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
  • Untuk apa pengetahuan yg berupa ilmu itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yg ditelaah dari pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan kebiasaan-norma moral/profesional? (Landasan aksiologis)
g. Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan merupakan ilmu pendidikan yg bersendikan filsafat atau filsafat yang diterapkan dalam bisnis pemikiran dan pemecahan perkara pendidikan. Filsafat pendidikan bisa didekati berdasarkan problema-problema pendidikan yg yg bersifat filosofis yang memerlukan jawaban yg filosofis jua.

h. Filsafat Hukum
Filsafat hukum merupakan cabang filsafat, yakni filsafat tingkah laku atau etika, yg menilik hakikat aturan. Dengan perkataan lain filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis, jadi objek filsafat aturan adalah hukum, dan objek tersebut dikaji secara mendalam hingga dalam inti atau dasarnya, yang dianggap menggunakan hakikat. Ada jua yang mengatakan bahwa filsafat hukum merupakan cabang filsafat yg mengusut hukum yg benar atau adalah sebuah pembahasan secara filosofis tentang aturan. Filsafat aturan jua sering dikonotasikan sebagai penelitian mendasar serta pengertian hukum secara tak berbentuk.

Filsafat hukum menilik hukum secara spekulatif dan kritis. Artinya filsafat aturan berusaha untuk mengusut nilai berdasarkan pernyataan-pernyataan yang dapat dikatagorikan sebagai hukum ; 
  • Secara spekulatif, filsafat aturan terjadi dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan mengenai hakekat aturan.
  • Secara kritis, filsafat aturan berusaha buat mempelajari gagasan-gagasan mengenai hukum yg sudah ada, melihat koherensi, korespondensi serta manfaatnya.
i. Filsafat Matematika
Berdasarkan perspektif epistemologi, kebenaran matematika terbagi pada 2 kategori, yaitu pandangan absolut dan pandangan fallibilis. Absolutis memandang kebenaran matematika secara absolut, bahwa „mathematics is the one and perhaps the only realm of certain, unquestionable and objective knowledge‟, sedangkan berdasarkan fallibilis mathematic truth is corrigible, and can never regarded as being above revision and correction‟

Pengetahuan terbagi dalam dua kategori, yaitu pengetahuan a priori dan pengetahuan a posteriori (empirical). Pengetahuan a priori memuat proposisi yang didasarkan atas dan tanpa dibantu menggunakan observasi terhadap global. Penalaran pada sini memuat penggunaan akal deduktif dan makna berdasarkan istilah-istilah, secara tipikal bisa ditemukan dalam definisi. Secara paradoksal pengetahuan a posteriori memuat proposi yang berdasarkan atas pengalaman, yaitu berdasarkan observasi dunia.

Absolutis memandang pengetahuan matematika didasarkan atas 2 jenis perkiraan; matematika ini berkaitan menggunakan perkiraan berdasarkan aksioma serta definisi, dan akal yg berkaitan menggunakan asumsi aksioma, anggaran menarik kesimpulan serta bahasa formal serta sintak. Ada lokal (micro) dan terdapat dunia (macro) perkiraan, seperti konklusi nalar cukup untuk tetapkan kebenaran matematika.

j. Filsafat Sejarah
Filsafat sejarah adalah cabang dari filsafat yang memeriksa mengenai prinsip-prinsip mendasar (hakekat) sejarah sejauh dapat ditangkap sang nalar dan bisa dipertanggung-jawabkan secara ilmiah, merupakan bersifat rasional-ilmiah. Filsafat sejarah menyelidiki prinsip-prinsip dasar keilmuan sejarah. Filsafat sejarah membicarakan “terdapat” menjadi sejarah. Pertanyaan yg bisa dikemukakan dalam filsafat sejarah adalah struktur mendasar atau esensi dasar apa yang mengakibatkan sejarah (masa lampau) itu sebagai terdapat atau hal-hal fundamental apa yg mengakibatkan sesuatu itu terjadi atau berubah. Filsafat sejarah menyampaikan hakekat sejarah atau esensi dasar sejarah.

Manfaat primer memeriksa filsafat sejarah merupakan akan mempertajam kepekaan kritis seorang peneliti sejarah. Artinya, bahwa bagi seorang peneliti atau pengkaji sejarah (sejarawan) yg dibekali menggunakan pengetahuan filsafat sejarah akan mengakibatkan dirinya menjadi seseorang “kritikus” yg handal.

Dengan dilatarbelakangi pengetahuan sejarah, maka seorang peneliti sejarah akan lebih bisa melakukan suatu kritik atau penilaian serta koreksi mengenai hasil pengkajian sejarah. Oleh karena itu filsafat sejarah mutlak diharapkan agar bisa mengapresiasi pengkajian sejarah masa sekarang dengan lebih bermakna serta memuaskan. Kajian tentang sejarah akan lebih tuntas, menarik, serta bermakna bagi kehidupan manusia pada hari ini serta esok bila unsur-unsur dasarnya bias ditemukan. Seorang peneliti sejarah yang mengetahui serta memahami filsafat sejarah akan bisa menemukan struktur dasar (hakekat) pada dalam penjelasan (eksplanasi) sejarah. Karena itu setiap pakar sejarah yang menggunakan sungguh-sungguh menemkuni profesinya menjadi seseorang sejarawan professional, bukan sejarawan amatiran, mau nir mau menganut beberapa pendapat yg mengakar pada filsafat sejarah

2. Logika (Mengkaji tentang sahih atau keliru)
Logika berhubungan dengan pengetahuan, serta berhubungan dengan bahasa. Disini bahasa dimengerti menjadi cara bagaimana pengetahuan itu dikomunikasikan serta dinyatakan. Maka logika adalah cabang filsafat yg mengusut kesehatan cara berfikir serta anggaran-anggaran yg harus dihormati supaya pernyataan-pernyataan absah adanya. 

Kritik ilmu
Kritik ilmu-ilmu mempertanyakan teori-teori pada membagi ilmu-ilmu saat ilmu yg satu berkait dengan ilmu lain, metode-metode pada ilmu-ilmu, dasar kepastian dan jenis kabar yang diberikan. 

Dari seluruh penerangan tadi bisa disimpulkan bahwa kekaguman atau keheranan, keraguan atau kesangsian, dan pencerahan akan keterbatasan merupakan 3 hal yang mendorong manusia utuk berfilsafat. Rasa heran dan menyangsikan ini mendorong insan buat berpikir lebih mendalam, menyeluruh serta kritis buat memperoleh kepastian serta kebenaran yang hakiki. Berpikir secara mendalam, menyeluruh serta kritis misalnya ini disebut menggunakan berfilsafat. Berfilsafat bisa pula bermula menurut adanya suatu pencerahan akan keterbatasan dalam dirinya. Jika seseorang merasa bahwa beliau sangat terbatas serta terikat terutama dalam saat mengalami penderitaan atau kegagalan, maka dengan adanya kesadaran akan keterbatasannya itu manusia berfilsafat. Ia akan memikirkan bahwa diluar manusia yang terbatas, pastilah ada sesuatu yang tidak terbatas yg dijadikan bahan kemajuan buat menemukan kebenaran yg hakiki.

HUBUNGAN DAN PERBEDAAN FILSAFAT DENGAN ILMU

Hubungan serta Perbedaan Filsafat menggunakan Ilmu
1. Hubungan Filsafat dengan Ilmu
Pada awalnya yang pertama timbul merupakan filsafat serta ilmu-ilmu spesifik adalah bagian menurut filsafat. Sehingga dikatakan bahwa filsafat adalah induk atau ibu menurut seluruh ilmu (mater scientiarum). Karena objek material filsafat bersifat umum yaitu seluruh kenyataan, dalam hal ilmu-ilmu membutuhkan objek khusus. Hal ini menyebabkan berpisahnya ilmu dari filsafat.

Meskipun pada perkembangannya masing-masing ilmu memisahkan diri menurut filsafat, ini nir berarti interaksi filsafat dengan ilmu-ilmu khusus menjadi terputus. Dengan ciri kekhususan yang dimiliki setiap ilmu, hal ini menimbulkan batas-batas yg tegas di antara masing-masing ilmu. Dengan kata lain nir terdapat bidang pengetahuan yg menjadi penghubung ilmu-ilmu yg terpisah. Di sinilah filsafat berusaha buat menyatu padukan masing-masing ilmu. Tugas filsafat merupakan mengatasi spesialisasi dan merumuskan suatu etos yg didasarkan atas pengalaman kemanusian yg luas.

Ada interaksi timbal balik antara ilmu dengan filsafat. Banyak kasus filsafat yang memerlukan landasan dalam pengetahuan ilmiah jika pembahasannya tidak ingin dikatakan dangkal serta galat. Ilmu dewasa ini bisa menyediakan bagi filsafat sejumlah besar bahan yg berupa berita-fakta yg sangat krusial bagi perkembangan wangsit-wangsit filsafati yang sempurna sehingga sejalan dengan pengetahuan ilmiah (Siswomihardjo, 2003).

Dalam perkembangan berikutnya, filsafat nir saja dipandang sebagai induk serta asal ilmu, tetapi telah adalah bagian dari ilmu itu sendiri, yg jua mengalami spesialisasi. Dalam taraf peralihan ini filsafat nir mencakup holistik, tetapi sudah menjadi sektoral. Contohnya filsafat agama, filsafat hukum, dan filsafat ilmu adalah bagian berdasarkan perkembangan filsafat yg telah sebagai sektoral dan terkotak dalam satu bidang eksklusif. Dalam konteks inilah lalu ilmu sebagai kajian filsafat sangat relevan buat dikaji serta didalami (Bakhtiar, 2005).

Hubungan filsafat menggunakan ilmu bisa dirumuskan menjadi berikut:
1. Filsafat mempunyai objek yang lebih luas, sifatnya universal, sedangkan ilmu objeknya terbatas, khusus lapangannya saja.
2. Filsafat hendak memberikan pengetahuan, insight/pemahaman lebih pada menggunakan memberitahuakn karena-sebab yg terakhir. Sedangkan ilmu pula menunjukkan sebab-sebab, namun yg tak begitu mendalam. Dengan satu kalimat dapat dikatakan:
- Ilmu mengungkapkan “bagaimana” barang-barang itu (to know ..., technical know how, managerial know how ..., secundary causes, and proximate explanation)
- Filsafat mengatakan “apa” barang-barang itu (to know `what` and `why` ..., first causes, highest principles, and ultimate explanation)
3. Filsafat menaruh sintesis kepada ilmu-ilmu yg khusus, mempersatukan, dan mengkoordinasikannya.
4. Lapangan filsafat mungkin sama dengan lapangan ilmu, namun sudut pandangnya berlainan. Jadi, adalah dua pengetahuan yang tersendiri.

Keduanya (filsafat dan ilmu) krusial, dan saling melengkapi, pula saling menghormati dan mengakui batas-batas serta sifatnya masing-masing. Inilah yg sering dilupakan sehingga ada ilmuan yg ingin menjadi tuan tanah atas kavling pengetahuan lain. Misalnya, jika terdapat seseorang dokter mengatakan, “Setiap aku mengoperasi seseorang pasien belum pernah aku melihat jiwanya. Jadi manusia itu tidak mempunyai jiwa.” Maka dokter itu menginjak ke lapangan lain dari lapangan ilmu ke lapangan filsafat, sehingga kesimpulannya nir sahih lagi.

Untuk melihat interaksi antara filsafat serta ilmu, terdapat baiknya kita lihat pada perbandingan antara ilmu dengan filsafat pada bagan di bawah ini, (disarikan dari Drs. Agraha Suhandi, 1992)
Ilmu
Filsafat
Segi-segi yg dipelajari dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yg niscaya




Obyek penelitian yg terbatas

Tidak menilai obyek dari suatu sistem nilai eksklusif.

Bertugas memberikan jawaban
Mencoba merumuskan pertanyaan atas jawaban. Mencari prinsip-prinsip umum, tidak membatasi segi pandangannya bahkan cenderung memandang segala sesuatu secara umum dan keseluruhan

Keseluruhan yang ada



Menilai obyek renungan menggunakan suatu makna, misalkan , religi, kesusilaan, keadilan dsb.

Bertugas mengintegrasikan ilmu-ilmu

Kita telah mengadakan perenungan mengenai pengertian yg sedalam-dalamnya berdasarkan asal atau wadah kebenaran (obyektivitas) yaitu ilmu dan filsafat. Berikutnya kita akan melihat bagaimana interaksi keduanya dengan agama, menjadi berikut :
1. Ketiganya baik ilmu, filsafat juga agama merupakan asal atau wadah kebenaran (obyektivitas) atau bentuk pengetahuan.
2. Dalam pencarian kebenaran (obyektivitas) ketiga bentuk pengetahuan itu masing-masing mempunyai metode, sistem dan memasak obyeknya selengkapnya sampai habis-habisan.
3. Ilmu bertujuan mencari kebenaran mikrokosmos (insan), makro-kosmos (alam) dan keberadaan Tuhan/Allah.

Agama bertujuan untuk kebahagiaan umat manusia dunia akhirat dengan menunjukkan kebenaran asasi serta absolut itu, baik tentang mikro-kosmos (insan), makro-kosmos (alam) juga Tuhan/Allah itu sendiri.

2. Perbedaan Filsafat dengan Ilmu
Selain mempunyai hubungan, filsafat dan ilmu juga mempunyai disparitas. Perbedaan tadi bisa pada lihat menurut banyak sekali objek, yakni:

v Obyek material 
Filsafat itu bersifat universal [umum], yaitu segala sesuatu yg terdapat [realita] sedangkan obyek material ilmu [pengetahuan ilmiah] itu bersifat spesifik dan realitas. Artinya, ilmu hanya terfokus dalam disiplin bidang masing-masing secra kaku dan terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat nir terkotak-kotak pada disiplin eksklusif.

v Obyek formal 
  • Filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari pengertian berdasarkan segala sesuatu yg terdapat itu secara luas, mendalam dan mendasar. Sedangkan ilmu bersifat fragmentaris, khusus, dan intensif. Di samping itu, obyek formal itu bersifatv teknik, yg berarti bahwa cara inspirasi-wangsit insan itu mengadakan penyatuan diri dengan realita.
  • Filsafat dilaksanakan pada suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi, kritis, serta pengawasan, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial and error. Oleh karena itu, nilai ilmu terletak dalam kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat ada dari nilainnya.
  • Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh serta lebih mendalam dari pada pengalaman empiris sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif, yaitu menguraikan secara logis, yang dimulai dari tidak memahami sebagai tahu.
  • Filsafat menaruh penerangan yg terakhri, yg mutlak, serta mendalam hingga mendasar [primary cause] sedangkan ilmu menunjukkan sebab-sebab yg nir begitu mendalam, yang lebih dekat, yang sekunder [secondary cause]
  • Filsafat = berpikir kritis atau selalu mempertanyakan segala hal tanpa ada eksperimen. Sedangkan ilmu selalu dengan eksperiman buat menemukan jawaban dari pertanyaannya.

1. Pengaruh Filsafat Terhadap Perkembangan Ilmu
Bagaimana filsafat dapat mensugesti perkembangan ilmu? Ada beberapa alasan yang mengacu pada pertanyaan ini, yakni buat menerima ilmu, seseorang hendaknya berada atau ikut andil dalam proses mengenyam ilmu dalam dunia pendidikan. Dalam proses belajar mengajar dalam global pendidikan ini sangat paradoksal menggunakan “proses berfikir”.

Ketika seorang murid bertanya pada gurunya tentang bagaimana proses terjadinya tetesan-tetesan air yg jatuh dari langit yg sudah dikenal oleh semua orang dengan sebutan hujan? Kenapa ikan hanya mampu berenang di dalam air dengan sirip-sirip kecil mereka, sementara burung dengan kedua sayapnya sanggup terbang tinggi pada angkasa? Kedua pertanyaan ini sangat paradoksal menggunakan cara serta proses berfikir mereka. Lalu seseorang guru tadi akan mulai berfikir buat menemukan jawaban berdasarkan pertanyaan-pertanyaan siswanya.

Dari sini, guru tadi akan mencoba menjelaskan teori yg berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan itu serta menghubungkannya menggunakan kekuasaan Yang Maha Esa, kemudian mengajak para siswanya untuk berfikir mengenai hal itu secara nalar. Nah, secara nir eksklusif mereka sudah berfilsafat. Sesuai menggunakan pengertian dasar filsafat yakni “berfikir buat mencari kebenaran”. Jadi, walaupun mereka nir menyadari bahwa mereka sudah terjun pada berfikir secara filsafat, tetapi sesungguhnya mereka sudah berfilsafat.

Begitu jua dengan sistem pengajaran pada dunia pendidikan yang kini tidak sama menggunakan sistem pengajaran di masa yg kemudian. Inilah bukti bahwa ilmu telah mengalami perkembangan yg signifikan. Apabila di masa yang kemudian pengajar dituntut buat lebih aktif pada mengajari para siswanya, sebagai akibatnya setiap pertanyaan yang diajukan sang para anak didik terfokus pada jawaban guru tersebut. Dapat dikatakan bahwa setiap pertanyaan tersebut absolut akan dijawab sang pengajar. 

Tetapi sistem pengajaran pada zaman kini sudah sangat tidak sama dan mengalami perkembangan. Pihak-pihak yg berperan krusial dalam global pendidikan sudah berfikir kefilsafatan sehingga muncullah ide-pandangan baru baru yang lebih efektif pada proses belajar mengajar pada dunia pendidikan yang kini . Apabila di masa yang lalu guru mutlak menjawab segala pertanyaan siswa, di zaman kini anak didik dituntut buat lebih aktif. Jika terdapat siswa yang mengajukan pertanyaan, maka guru akan mengembalikan pertanyaan tersebut pada murid yang lain lagi buat menjawabnya. Apabila nir ada satupun berdasarkan semua murid yg dapat menjawab, maka barulah guru tersebut merogoh alih pertanyaan tersebut kemudian menjawabnya, tetapi tetap dituntut buat memancing pendapat para siswanya buat lebih menyebarkan kemampuan berfikir mereka. Di sinilah proses berfikir secara filsafat bisa kita temukan lagi. Jadi, dari pemaparan pada atas dapat disimpulkan bahwa filsafat telah memberikan efek yang cukup akbar terhadap perkembangan ilmu pada dunia pendidikan.

HUBUNGAN DAN PERBEDAAN FILSAFAT DENGAN ILMU

Hubungan serta Perbedaan Filsafat dengan Ilmu
1. Hubungan Filsafat dengan Ilmu
Pada awalnya yg pertama muncul merupakan filsafat serta ilmu-ilmu spesifik merupakan bagian berdasarkan filsafat. Sehingga dikatakan bahwa filsafat adalah induk atau mak dari semua ilmu (mater scientiarum). Lantaran objek material filsafat bersifat generik yaitu seluruh fenomena, pada hal ilmu-ilmu membutuhkan objek khusus. Hal ini menyebabkan berpisahnya ilmu menurut filsafat.

Meskipun pada perkembangannya masing-masing ilmu memisahkan diri berdasarkan filsafat, ini nir berarti interaksi filsafat dengan ilmu-ilmu spesifik menjadi terputus. Dengan karakteristik kekhususan yg dimiliki setiap ilmu, hal ini mengakibatkan batas-batas yg tegas di antara masing-masing ilmu. Dengan kata lain nir ada bidang pengetahuan yg menjadi penghubung ilmu-ilmu yang terpisah. Di sinilah filsafat berusaha buat menyatu padukan masing-masing ilmu. Tugas filsafat adalah mengatasi spesialisasi serta merumuskan suatu pandangan hidup yg berdasarkan atas pengalaman kemanusian yang luas.

Ada hubungan timbal pulang antara ilmu dengan filsafat. Banyak kasus filsafat yang memerlukan landasan dalam pengetahuan ilmiah jika pembahasannya nir ingin dikatakan dangkal dan galat. Ilmu dewasa ini bisa menyediakan bagi filsafat sejumlah akbar bahan yg berupa keterangan-kabar yang sangat penting bagi perkembangan ide-inspirasi filsafati yg sempurna sebagai akibatnya sejalan menggunakan pengetahuan ilmiah (Siswomihardjo, 2003).

Dalam perkembangan berikutnya, filsafat tidak saja dilihat menjadi induk dan sumber ilmu, tetapi sudah adalah bagian berdasarkan ilmu itu sendiri, yg juga mengalami spesialisasi. Dalam tingkat peralihan ini filsafat nir mencakup keseluruhan, tetapi telah sebagai sektoral. Contohnya filsafat kepercayaan , filsafat aturan, serta filsafat ilmu merupakan bagian berdasarkan perkembangan filsafat yg sudah sebagai sektoral serta terkotak dalam satu bidang eksklusif. Dalam konteks inilah lalu ilmu menjadi kajian filsafat sangat relevan buat dikaji serta didalami (Bakhtiar, 2005).

Hubungan filsafat menggunakan ilmu bisa dirumuskan menjadi berikut:
1. Filsafat mempunyai objek yg lebih luas, sifatnya universal, sedangkan ilmu objeknya terbatas, spesifik lapangannya saja.
2. Filsafat hendak menaruh pengetahuan, insight/pemahaman lebih dalam dengan memberitahuakn sebab-karena yang terakhir. Sedangkan ilmu juga memberitahuakn karena-karena, tetapi yang tidak begitu mendalam. Dengan satu kalimat bisa dikatakan:
- Ilmu berkata “bagaimana” barang-barang itu (to know ..., technical know how, managerial know how ..., secundary causes, and proximate explanation)
- Filsafat mengatakan “apa” barang-barang itu (to know `what` and `why` ..., first causes, highest principles, and ultimate explanation)
3. Filsafat menaruh sintesis kepada ilmu-ilmu yg khusus, mempersatukan, serta mengkoordinasikannya.
4. Lapangan filsafat mungkin sama dengan lapangan ilmu, namun sudut pandangnya berlainan. Jadi, adalah dua pengetahuan yang tersendiri.

Keduanya (filsafat serta ilmu) penting, dan saling melengkapi, pula saling menghormati dan mengakui batas-batas dan sifatnya masing-masing. Inilah yg seringkali dilupakan sehingga terdapat ilmuan yang ingin sebagai tuan tanah atas kavling pengetahuan lain. Misalnya, bila ada seseorang dokter mengungkapkan, “Setiap aku mengoperasi seseorang pasien belum pernah saya melihat jiwanya. Jadi manusia itu nir mempunyai jiwa.” Maka dokter itu menginjak ke lapangan lain menurut lapangan ilmu ke lapangan filsafat, sehingga kesimpulannya nir benar lagi.

Untuk melihat interaksi antara filsafat serta ilmu, terdapat baiknya kita lihat pada perbandingan antara ilmu dengan filsafat dalam bagan pada bawah ini, (disarikan dari Drs. Agraha Suhandi, 1992)
Ilmu
Filsafat
Segi-segi yang dipelajari dibatasi supaya dihasilkan rumusan-rumusan yg pasti




Obyek penelitian yg terbatas

Tidak menilai obyek dari suatu sistem nilai eksklusif.

Bertugas memberikan jawaban
Mencoba merumuskan pertanyaan atas jawaban. Mencari prinsip-prinsip umum, nir membatasi segi pandangannya bahkan cenderung memandang segala sesuatu secara generik dan keseluruhan

Keseluruhan yg ada



Menilai obyek renungan menggunakan suatu makna, misalkan , religi, kesusilaan, keadilan dsb.

Bertugas mengintegrasikan ilmu-ilmu

Kita telah mengadakan perenungan mengenai pengertian yg sedalam-dalamnya berdasarkan asal atau wadah kebenaran (obyektivitas) yaitu ilmu serta filsafat. Berikutnya kita akan melihat bagaimana hubungan keduanya menggunakan kepercayaan , menjadi berikut :
1. Ketiganya baik ilmu, filsafat maupun kepercayaan merupakan asal atau wadah kebenaran (obyektivitas) atau bentuk pengetahuan.
2. Dalam pencarian kebenaran (obyektivitas) ketiga bentuk pengetahuan itu masing-masing mempunyai metode, sistem dan mengolah obyeknya selengkapnya hingga habis-habisan.
3. Ilmu bertujuan mencari kebenaran mikrokosmos (manusia), makro-kosmos (alam) serta eksistensi Tuhan/Allah.

Agama bertujuan buat kebahagiaan umat insan dunia akhirat dengan menampakan kebenaran asasi dan absolut itu, baik mengenai mikro-kosmos (insan), makro-kosmos (alam) juga Tuhan/Allah itu sendiri.

2. Perbedaan Filsafat dengan Ilmu
Selain memiliki hubungan, filsafat dan ilmu jua mempunyai disparitas. Perbedaan tersebut bisa pada lihat menurut berbagai objek, yakni:

v Obyek material 
Filsafat itu bersifat universal [umum], yaitu segala sesuatu yg terdapat [realita] sedangkan obyek material ilmu [pengetahuan ilmiah] itu bersifat khusus dan empiris. Artinya, ilmu hanya terfokus dalam disiplin bidang masing-masing secra kaku dan terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat nir terkotak-kotak pada disiplin tertentu.

v Obyek formal 
  • Filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari pengertian menurut segala sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam dan mendasar. Sedangkan ilmu bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif. Di samping itu, obyek formal itu bersifatv teknik, yang berarti bahwa cara pandangan baru-inspirasi insan itu mengadakan penyatuan diri dengan realita.
  • Filsafat dilaksanakan pada suasana pengetahuan yg menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan supervisi, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial and error. Oleh karena itu, nilai ilmu terletak dalam kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat timbul berdasarkan nilainnya.
  • Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman empiris sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif, yaitu menguraikan secara logis, yang dimulai menurut tidak tahu menjadi tahu.
  • Filsafat memberikan penerangan yg terakhri, yg absolut, dan mendalam sampai fundamental [primary cause] sedangkan ilmu menerangkan karena-sebab yg nir begitu mendalam, yg lebih dekat, yg sekunder [secondary cause]
  • Filsafat = berpikir kritis atau selalu mempertanyakan segala hal tanpa ada eksperimen. Sedangkan ilmu selalu menggunakan eksperiman buat menemukan jawaban menurut pertanyaannya.

1. Pengaruh Filsafat Terhadap Perkembangan Ilmu
Bagaimana filsafat dapat mempengaruhi perkembangan ilmu? Ada beberapa alasan yg mengacu pada pertanyaan ini, yakni untuk mendapatkan ilmu, seorang hendaknya berada atau ikut andil pada proses mengenyam ilmu pada global pendidikan. Dalam proses belajar mengajar dalam dunia pendidikan ini sangat kontras dengan “proses berfikir”.

Ketika seseorang siswa bertanya pada gurunya mengenai bagaimana proses terjadinya tetesan-tetesan air yang jatuh berdasarkan langit yg telah dikenal sang semua orang dengan sebutan hujan? Kenapa ikan hanya sanggup berenang di pada air dengan sirip-sirip mini mereka, sementara burung dengan kedua sayapnya bisa terbang tinggi pada angkasa? Kedua pertanyaan ini sangat kontras menggunakan cara dan proses berfikir mereka. Lalu seseorang pengajar tersebut akan mulai berfikir buat menemukan jawaban menurut pertanyaan-pertanyaan siswanya.

Dari sini, guru tadi akan mencoba mengungkapkan teori yg berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan itu dan menghubungkannya dengan kekuasaan Yang Maha Esa, kemudian mengajak para siswanya buat berfikir mengenai hal itu secara nalar. Nah, secara tidak langsung mereka telah berfilsafat. Sesuai menggunakan pengertian dasar filsafat yakni “berfikir buat mencari kebenaran”. Jadi, walaupun mereka nir menyadari bahwa mereka sudah terjun pada berfikir secara filsafat, namun sesungguhnya mereka telah berfilsafat.

Begitu pula menggunakan sistem pedagogi pada global pendidikan yg kini tidak sama menggunakan sistem pedagogi di masa yg kemudian. Inilah bukti bahwa ilmu telah mengalami perkembangan yang signifikan. Apabila di masa yg lalu pengajar dituntut buat lebih aktif pada mengajari para siswanya, sehingga setiap pertanyaan yg diajukan sang para siswa terfokus dalam jawaban pengajar tadi. Dapat dikatakan bahwa setiap pertanyaan tadi mutlak akan dijawab sang pengajar. 

Tetapi sistem pedagogi di zaman sekarang telah sangat tidak selaras dan mengalami perkembangan. Pihak-pihak yang berperan krusial dalam dunia pendidikan telah berfikir kefilsafatan sebagai akibatnya muncullah pandangan baru-pandangan baru baru yang lebih efektif pada proses belajar mengajar di dunia pendidikan yang kini . Jika di masa yg kemudian pengajar absolut menjawab segala pertanyaan murid, di zaman kini siswa dituntut buat lebih aktif. Jika ada siswa yang mengajukan pertanyaan, maka guru akan mengembalikan pertanyaan tadi pada anak didik yang lain lagi buat menjawabnya. Apabila nir ada satupun berdasarkan semua anak didik yang bisa menjawab, maka barulah pengajar tadi mengambil alih pertanyaan tadi kemudian menjawabnya, namun permanen dituntut untuk memancing pendapat para siswanya buat lebih mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Di sinilah proses berfikir secara filsafat dapat kita temukan lagi. Jadi, dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat telah menaruh imbas yg cukup besar terhadap perkembangan ilmu pada dunia pendidikan.

PENGERTIAN FILSAFAT MENURUT PARA TOKOH

Pengertian Filsafat Menurut Para Tokoh
a. Pudjo Sumedi Alaihi Salam., Drs.,M.ed. Dan Mustakim, S.pd.,MM,
Istilah berdasarkan filsafat asal bahasa Yunani : ”philosophia”. Seiring perkembangan jaman akhirnya dikenal pula dalam berbagai bahasa, seperti : ”philosophic” pada kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, serta Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah” pada bahasa Arab.

b. Plato ( 428 -348 SM )
Filsafat adalah pengetahuan yg berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang orisinil. Filsafat tidak lain dari pengetahuan mengenai segala yg terdapat.

c. Aristoteles (384 – 322 SM)
Filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang mencakup kebenaran yang terkandung pada dalamnya ilmu-ilmu metafisika, nalar, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Dan kewajiban filsafat adalah memeriksa sebab serta asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu generik sekali. Tugas penyelidikan tentang karena telah dibagi kini sang filsafat dengan ilmu.

d. Rene Descartes
Pelopor filsafat terkini serta pelopor pembaruan pada abad ke-17 yg terkenal dengan ucapannya: “Cogito ergo Sum” (lantaran berpikir, maka aku ada) sebagai landasan filsafatnya. Berfilsafat berarti berpangkal pada suatu kebenaran yg fundamental atau pengalaman yang asasi.

e. Al Farabi
Filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) mengenai alam maujud bagaimana hakikat yg sebenarnya.

f. Cicero (106 – 43 SM )
Filsafat adalah menjadi “mak menurut semua seni “( the mother of all the arts“ dia pula mendefinisikan filsafat menjadi ars vitae (seni kehidupan )

g. Johann Gotlich Fickte (1762-1814 )
Filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu menurut ilmu-ilmu , yakni ilmu generik, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang serta seluruh jenis ilmu mencari kebenaran berdasarkan seluruh kenyataan.

h. Paul Nartorp (1854 – 1924)
Filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak memilih kesatuan pengetahuan manusia menggunakan membuktikan dasar akhir yang sama, yg memikul sekaliannya .

i. Imanuel Kant ( 1724 – 1804 )
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange sebagai utama serta pangkal dari segala pengetahuan yg didalamnya tercakup empat problem.
1. Apakah yang bisa kita kerjakan? (jawabannya metafisika)
2. Apakah yg seharusnya kita kerjakan? (jawabannya Etika)
3. Sampai dimanakah harapan kita? (jawabannya Agama)
4. Apakah yang dinamakan insan? (jawabannya Antropologi)
j. Notonegoro

Filsafat mempelajari hal-hal yg dijadikan objeknya berdasarkan sudut pada dasarnya yang absolut, yang tetap tidak berubah , yang dianggap hakekat.

k. Prof. Dr. N. Driyarkara S. J.
Filsafat adalah pikiran manusia yang radikal, menggunakan mengenyampingkan pendapat-pendapat dan pendirian-pendirian yg diterima saja dengan mencoba menerangkan pandangan yg adalah akar berdasarkan lain-lain pandangan dan perilaku praktis. Pandangan diarahkan pada sebab-sebab yg terakhir atau karena pertama (filsafat causes), dan nir diarahkan pada sebab yg terdekat (secundary causes), sepanjang kemungkinan yg terdapat dalam budi nurani manusia sinkron kemampuannya.

l. Harold H. Titus (1979 )
Filsafat merupakan sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan serta alam yang umumnya diterima secara tidak kritis. Filsafat merupakan suatu proses kritik atau pemikiran terhadap agama serta sikap yg dijunjung tinggi.

m. Prof. Mr.mumahamd Yamin
Filsafat ialah pemusatan pikiran , sebagai akibatnya manusia menemui kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.

n. Prof.dr.ismaun, M.pd.
Filsafat merupakan bisnis pemikiran serta renungan manusia menggunakan nalar serta qalbunya secara benar-benar-sungguh , yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal, integral dan radikal buat mencapai dan menemukan kebenaran yg hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yg sejati.

o. Bertrand Russel
Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi serta sains. Sebagaimana teologi , filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai kasus-masalah yang pengetahuan definitif tentangnya, hingga sebegitu jauh, nir mampu dipastikan;namun, seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian logika manusia daripada otoritas tradisi juga otoritas wahyu.

PENGERTIAN DAN LANDASAN KURIKULUM

Pengertian Dan Landasan Kurikulum 
1. Pengertian Kurikulum
Istilah “Kurikulum” memiliki banyak sekali tafsiran yg dirumuskan sang pakar-ahli dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tadi bhineka satu menggunakan yg lainnya, sesuai menggunakan titik berat inti dan pandangan dari ahli yg bersangkutan. Istilah kurikulum asal berdasarkan bahas latin, yakni “Curriculae”, adalah jarak yang wajib ditempuh oleh seorang pelari. Pada saat itu, pengertian kurikulum merupakan jangka waktu pendidikan yg wajib ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan menempuh suatu kurikulum, siswa bisa memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti , bahwa siswa sudah menempuh kurikulum yang berupa planning pelajaran, sebagaimana halnya seseorang pelari sudah menempuh suatu jarak antara satu tempat ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap menjadi jembatan yang sangat penting buat mencapai titik akhir dari suatu bepergian serta ditandai sang perolehan suatu ijazah tertentu.

Di Indonesia kata “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun 5 puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yg memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang di luar pendidikan. Sebelumnya yang lazim digunakan adalah “rencana pelajaran” pada hakikatnya kurikulum sama sama ialah dengan planning pelajaran.

Beberapa tafsiran lainnya dikemukakan sebagai berikut adalah.
Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yg wajib ditempuh dan dipelajari oleh anak didik buat memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran (subject matter) dicermati menjadi pengalaman orang tua atau orang-orang pandai masa lampau, yang sudah disusun secara sistematis serta logis. Mata ajaran tersebut mengisis materi pelajaran yang disampaikan pada anak didik, sehingga memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan yg bermanfaat baginya. 

Kurikulum menjadi rencana pembelajaran. Kurikulum adalah suatu program pendidikan yg disediakan untuk membelajarkan murid. Dengan program itu para murid melakukan aneka macam kegiatan belajar, sebagai akibatnya terjadi perubahan serta perkembangan tingkah laku anak didik, sesuai dengan tujuan pendidikan serta pembelajaran. Dengan kata lain, sekolah menyediakan lingkungan bagi murid yang memberikan kesempatan belajar. Itu sebabnya, suatu kurikulum harus disusun sedemikian rupa agar maksud tadi bisa tercapai. Kurikulum tidak terbatas dalam sejumlah mata pelajaran saja, melainkan mencakup segala sesuatu yg bisa mempengaruhi perkembangan anak didik, misalnya: bangunan sekolah, indera pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman sekolah, serta lain-lain; yang pada gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara efektif. Semua kesempatan dan aktivitas yang akan serta perlu dilakukan sang anak didik direncanakan dalam suatu kurikulum. 

Kurikulum sebagai pengelaman belajar. Perumusan/pengertian kurikulum lainnya yg agak berbeda menggunakan pengertian-pengertian sebelumnya lebih menekankan bahwa kurikulum merupakan serangkaian pengalaman belajar. Salah satu pendukung berdasarkan pengalaman ini menyatakan sebagai berikut:

“Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences which pupils have under direction of the school, whether in the classroom or not (Romine, 1945,h. 14).”

Pengertian itu membuktikan, bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas pada ruang kelas saja, melainkan meliputi jua kegiatan-aktivitas diluar kelas. Tidak terdapat pemisahan yg tegas antara intra serta ekstra kurikulum. Semua kegiatan yg memberikan pengalaman belajar/pendidikan bagi murid pada hakikatnya merupakan kurikulum. 

Kurikulum adalah seperangkat planning serta pengaturan tentang isi dan bahan pelajaran dan cara yang digunakan sebagai panduan penyelenggaraan aktivitas pembelajaran buat mencapai tujuan pendidikan eksklusif. (Undang-Undang No.20 TH. 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).

Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat planning serta pengaturan tentang isi maupun bahan kajian dan pelajaran dan cara penyampaian serta penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi. (Pasal 1 Butir 6 Kemendiknas No.232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi serta Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa).

Kurikulum adalah serangkaian mata ajar dan pengalaman belajar yg mempunyai tujuan eksklusif, yang diajarkan menggunakan cara eksklusif dan kemudian dilakukan penilaian. (Badan Standardisasi Nasional SIN 19-7057-2004 mengenai Kurikulum Pelatihan Hiperkes serta Keselamatan Kerja Bagi Dokter Perusahaan).

Dari berbagai macam pengertian kurikulum diatas kita dapat menarik garis akbar pengertian kurikulum yaitu:
Kurikulum merupakan seperangkat planning serta pengaturan mengenai tujuan, isi, serta bahan pelajaran serta cara yang dipakai menjadi panduan penyelenggaraan aktivitas pembelajaran buat mencapai tujuan pendidikan eksklusif.

2. Landasan Pengembangan Kurikulum
Kurikulum adalah inti berdasarkan bidang pendidikan serta memiliki dampak terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum pada pendidikan serta kehidupan insan, maka penyusunan kurikulum nir dapat dilakukan secara asal-asalan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yg kuat, yang didasarkan dalam output-output pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yg nir didasarkan pada landasan yang kuat bisa membuahkan fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan insan.

Kurikulum disusun buat mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya menggunakan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan kesenian, sinkron dengan jenis serta jenjang masing-masing satuan pendidikan.. Pengebangan kurikulum berlandaskan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Tujuan filsafat dan pendidikan nasional yang dijadikan menjadi dasar buat merumuskan tujuan institusional yang dalam gilirannya sebagai landasan dalam merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan pendidikan.
2. Sosial budaya serta agama yg berlaku dalam rakyat kita.
3. Perkembangan peserta didik, yg memilih dalam karekteristik perkembangan peserta didik.
4. Keadaan lingkungan, yg pada arti luas mencakup lingkungan manusiawi (interpersonal), lingkungan kebudayaan termasuk iptek (kultural), dan lingkungan hayati (bioekologi), serta lingkungan alam (geoekologis).
5. Kebutuhan pembangunan, yg meliputi kebutuhan pembangunan pada bidang ekonomi, kesejahteraan rakyat, aturan, hankam, dan sebagainya.
6. Perkembangan ilmu pengetahuan serta tekhnologi yang sinkron dengan sistem nilai dan kemanusiawian serta budaya bangsa.

Keenam faktor tadi saling kait-mengait antara satu menggunakan yang lainnya.
a. Filsafat dan tujuan pendidikan 
Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau keinginan warga . Berdasarkan harapan tersebut terdapat landasan, mau dibawa kemana pendidikan anak. Dengan kata lain, filsafat pendidikan adalah pandangan hidup masyarakat. Filsafat pendidikan menjadi landasan buat merancang tujuan pendidikan, prinsip-prinsip pembelajaran, dan perangkat pengalaman belajar yg bersifat mendidik. Filsafat pendidikan dipengeruhi oleh dua hal utama, yakni (1). Cita-cita warga , dan (dua). Kebutuhan peserta didik yg hayati di rakyat.

Nilai-nilai filsafat pendidikan wajib dilaksanakan dalam konduite sehari-hari. Hal ini menerangkan pentingnya filsafat pendidikan sebagai landasan pada rangka pengembangan kurikulum.

Filsafat pendidikan sebagai asal tujuan. Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau perbuatan seorang atau rakyat. Dalam filsafat pendidikan terkandung asa mengenai model manusia yang diharapakan sinkron menggunakan nilai-nilai yg disetujui sang individu dan rakyat. Karena itu, filsafat pendidikan wajib dirumuskan berdasarkan kriteria yang bersifat umum serta obyektif. Hopkin pada bukunya Interaction The democratic Process, mengemukakan kriteria antara lain:
1) Kejelasan, filsafat/keyakinan harus kentara serta nir boleh meragukan.
2) Konsisten dengan fenomena, berdasarkan penyelidikan yang seksama.
3) Konsisten menggunakan pengalaman, yg sesuai menggunakan kehidupan individu. 

b. Sosial budaya dan kepercayaan yg berlaku di masyarakat
Keadaan sosial budaya dan kepercayaan tidaklah terlepas menurut kehidupan kita. Keadaan sosial budayalah yg sangat berpengaruh pada diri insan, khususnya menjadi peserta didik. Sikap atau tingkah laku seseorang sebagian akbar ditentukan oleh hubungan sosial yang menciptakan sseeorang buat bertingkah laris yang sesuai dengan syarat lingkungan serta masyarakat lebih kurang. Agama yang membatasi tingkah laku kita jua sangat besar pengaruhnya dalam menciptakan suatu kurikulum. 

c. Perkembangan Peserta didik yang menunjuk dalam karateristik perkembangannya
Setiap siswa niscaya memiliki karateristik yang berbeda. Dengan keadaan peserta didik yg memiliki disparitas dalam hal kemampuan mengikuti keadaan atau dalan hal perkembangan, tentunya juga ikut ambil bagian dalam melandasi terwujudnya kurikulum yg sesuai dengan asa. Kurikulum akan dibentuk sedemikian rupa untuk mengimbangi perkembangan peserta didiknya. 

Kedaaan lingkungan 
Dalam arti yg luas, lingkungan adalah suatu sistem yang dianggap ekosistem, yg mencakup holistik faktor lingkungan, yang tertuju dalam peningkatan mutu kehidupan pada atas bumi ini. Faktor-faktor pada ekosistem itu, mencakup:
1) Lingkungan manusiawi/interpersonal
2) Lingkungan sosial budaya/kultural
3) Lingkungan biologis, yang meliputi tanaman dan fauna
4) Lingkungan geografis, misalnya bumi, air, dan sebagainya.

Masing-masing faktor lingkungan mempunyai asal daya yang dapat digunakan sebagai modal atau kekuatan yg mempengaruhi pembangunan. Lingkungan manusiawi merupakan sumber daya menusia (SDM), baik pada jumlah maupun pada mutunya. Lingkungan sosial budaya adalah asal daya alam (SDA). Jadi ada tiga sumber daya alam (SDA). Jadi ada tiga sumber daya yang terkait erat menggunakan pembangunan yang berwawasan lingkungan. 

Kebutuhan Pembangunan 
Tujuan utama pembangunan merupakan buat menumbuhkan sikap serta tekad kemandirian insan serta warga Indonesia pada rangka menaikkan kualitas asal daya insan untuk mewujudkan kesejahteraan lahir batin yang lebih selaras, adil serta merata. Keberhasilan pembangunan ditandai oleh terciptanya suatu masyarakat yang maju, mandiri serta sejahtera.

Untuk mencapai tujuan pembangunan tadi, maka dilaksanakan proses pembangunan yang titik beratnya terletak dalam pembangunan ekonomi yg seiring dan didukung sang pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas, serta upaya-upaya pembangunan di sektor lainnya. Hal ini menunjuk pada kebutuhan pembangunan sesuai dengan sektor-sektor yg perlu dibangun itu sendiri, yg bidang-bidang industri, pertanian, tenaga kerja, perdagangan, transportasi, pertambangan, kehutanan, usaha nasional, pariwisata, pos serta telekomunikasi, koperasi, pembangunan daerah, kelautan, kedirgantaraan, keuangan, transmigrasi, tenaga dan lingkungan hayati (GBHN, 1993).

Gambaran mengenai proses serta tujuan pembangunan tadi pada atas sekaligus mendeskripsikan kebutuhan pembangunan secara kesuluruhan. Hal mana menaruh akibat tertentu terhadap pendidikan di perguruan tinggi. Dengan kata lain, penyelenggaraan pendidikan pada perguruan tinggi harus disesuaikandan diarahkan pada upaya –upaya dan kebutuhan pembangunan, yang mencakup pembangunan ekonomi dan pengembangan asal daya manusia yg berkualitas. Penyelenggaraan pendidikan diarahkan buat menyiapkan peserta didik sebagai anggota warga yang memiliki kemampuan keilmuan serta keahlian, yang bersifat mendukung ketercapaian hasrat nasional, yakni suatu warga yang maju, berdikari, serta sejahtera.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi 
Pembangunan didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan serta tekhnologi dalam rangka mempercepat terwujudnya ketangguhan serta keunggulan bangsa. Dukungan iptek terhadap pembangunan dimaksudkan buat memacu pembangunan menuju terwujudnya rakyat berdikari, maju dan sejahtera. Untuk mencapai tujuan dan kemampuan-kemampuan tadi, maka ada tiga hal yang dijadikan sebagai dasar, yakni:
1) Pembangunan iptek wajib berada dalam keseimbangan yang dinamis dan efektif menggunakan training sumber daya manusia, pengembangan wahana dan prasarana iptek, pelaksanaan penelitian serta pengembangan serta rekayasa dan produksi barang dan jasa.
2) Pembangunan iptek tertuju dalam peningkatan kualitas, yakni untuk menaikkan kualitas kesejahteraan dan kehidupan bangsa.
3) Pembangunan iptek harus selaras (relevan) dengan nilai-nilai kepercayaan , nilai luhur budaya bangsa, syarat sosial budaya, dan lingkungan hayati.
4) Pembangunan iptek harus berpijak pada upaya peningkatan produktivitas, efisiensi dan efektivitas penelitian dan pengembangan yg lebih tinggi.
5) Pembangunan iptek menurut pada asas pemanfaatannya yang bisa menaruh pemecahan kasus nyata pada pembangunan.

Penguasaan, pemanfaatan, dan pengembangan ilmupengetahuan dan tekhnologi dilaksanakan oleh banyak sekali pihak, yakni:
1) Pemerintah, yang menyebarkan serta memanfaatkan iptek untuk menunjang pembangunan dalam segala bidang.
2) Masyarakat, yang memanfaatkan iptek itu buat pengembangan masyarakat serta mengembangkannya secara swadaya.
3) Akademisis terutama pada lingkungan perguruan tinggi, mengembangkan iptek buat disumbangkan kepada pembangunan.
4) Pengusaha, untuk kepentingan meningkatan produktivitas.

Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama pada pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis ; (dua) psikologis; (tiga) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Untuk lebih jelasnya, pada bawah ini akan diuraikan secara ringkas keempat landasan tadi.

1. Landasan Filosofis 
Filsafat memegang peranan penting pada pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan dalam banyak sekali genre filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak dalam aliran – aliran filsafat tertentu, sebagai akibatnya akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), pada bawah ini diuraikan mengenai isi menurut-menurut masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
a. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran serta keindahan menurut warisan budaya dan dampak sosial eksklusif. Pengetahuan dipercaya lebih krusial dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yg menganut faham ini menekankan dalam kebenaran mutlak, kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat serta ketika. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu. 

b. Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya serta anugerah pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar bisa sebagai anggota rakyat yg berguna. Matematika, sains serta mata pelajaran lainnya dipercaya menjadi dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga buat hidup pada masyarakat. Sama halnya menggunakan perenialisme, essesialisme jua lebih berorientasi dalam masa lalu.

c. Eksistensialisme menekankan dalam individu menjadi sumber pengetahuan mengenai hayati serta makna. Untuk memahamu kehidupan seorang mesti tahu dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan bagaimana aku hidup pada global? Apa pengalaman itu?

d. Progresivisme menekankan dalam pentingnya melayani disparitas individual, berpusat dalam siswa, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme adalah landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.

e. Rekonstruktivisme adalah penjelasan terperinci lanjut dari genre progresivisme. Pada rekonstruksivisme, peradaban insan masa depan sangat ditekankan. Disamping menekankan mengenai disparitas individual misalnya dalam progresivisme, rekonstuktivisme lebih jauh menekankan mengenai pemecahan masalah, berfikir kritis serta sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan buat apa berfikir kritis , memecahkan kasus, dan melakukan sesuatu? Penganut genre ini menekankan pada output belajar dan proses.

Aliran filsafat Perenialisme, Essensialisme, eksistensialisme adalah aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme menaruh dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan pada Pengembangan Model Kurikulum Interaksional.

Masing-masing aliran filsafat niscaya memiliki kelemahan serta keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, pada praktek pengembangan kurikulum, penerapan genre filsafat cenderung dilakukan secara eklektif buat lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan aneka macam kepentingan yg terkait menggunakan pendidikan. Meskipun demikian waktu ini, pada beberapa negara serta khususnya pada Indonesia, sepertinya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu menggunakan lebih menitikberatkan dalam filsafat rekonstruktivisme.

2. Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yg mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan serta (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan adalah ilmu yg mengusut tentang konduite individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji mengenai hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya bisa dijadikan menjadi bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang menyelidiki tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar menyelidiki tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, dan aneka macam aspek konduite individu lainnya pada belajar yg semuanya bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.

Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologis yg mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi adalah ”ciri fundamental dari seorang yang merupakan interaksi kausal dengan surat keterangan kriteria yg efektif serta atau penampilan yg terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi”.

Selanjutnya, dikemukakan juga tentang lima tipe kompetensi, yaitu: 
  • Motif; sesuatu yg dimiliki seorang buat berfikir secara konsisten atau harapan buat melakukan suatu aksi. 
  • Bawaan; yaitu ciri fisisk yg merespons secara konsisten aneka macam situasi atau informasi. 
  • Konsep diri; yaitu tingkah laku , nilai atau image seseorang. 
  • Pengetahuan; yaitu warta khusus yang dimiliki seseorang; 
  • Keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik juga mental. 
Kelima kompetensi tersebut memiliki akibat mudah terhadap perencanaan sumber daya insan atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan karakteristik-karakteristik seorang, sedangkan konsep diri, bawaan serta motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam dan merupakan pusat kepribadian seorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih gampang dikembangkan Pelatihan adalah hal sempurna buat menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit buat dikenali dan dikembangkan.

3. Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dicermati sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan output pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan siswa buat terjun kelingkungan warga . Pendidikan bukan hanya buat pendidikan semata, tetapi menaruh bekal pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai buat hayati, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di warga .

Peserta didik dari dari rakyat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal pada lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat juga. Kehidupan masyarakat, menggunakan segala ciri dan kekayaan budayanya sebagai landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.

Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – insan yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, namun justru melalui pendidikan diperlukan bisa lebih mengerti serta sanggup membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, juga proses pendidikan harus diubahsuaikan menggunakan kebutuhan, syarat, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yg ada di masyakarakat.

Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan serta pola interaksi antar anggota masyarkat. Salah satu aspek penting pada sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para rakyat rakyat. Nilai-nilai tersebut bisa bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.

Sejalan dengan perkembangan rakyat maka nilai-nilai yg ada dalam rakyat jua turut berkembang sebagai akibatnya menuntut setiap warga warga buat melakukan perubahan serta penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yg terjadi di kurang lebih rakyat.

Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa kemudian, turut dan dalam peradaban kini serta membuat peradaban masa yang akan tiba. Dengan demikian, kurikulum yg dikembangkan sudah seharusnya mempertimbankan, merespons dan berlandaskan dalam perkembangan sosial-budaya dalam suatu rakyat, baik dalam konteks lokal, nasional juga global.

4. Landasan Ilmu Pengetahuan serta Tekhnologi
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi yg dimiliki insan masih nisbi sederhana, tetapi semenjak abad pertengahan mengalami perkembangan yg pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung sampai saat ini serta dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang.

Akal manusia telah bisa menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yg nir mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia mampu menginjakkan kaki di Bulan, namun berkat kemajuan pada bidang Ilmu Pengetahuan serta Teknologi dalam pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat pada Bulan dan Neil Amstrong adalah orang pertama yg berhasil menginjakkan kaki di Bulan. 

Kemajuan cepat global dalam bidang warta dan teknologi dalam dua dekade terakhir telah berpengaruh pada peradaban insan melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi serta politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran serta cara-cara kehidupan yang berlaku dalam konteks global dan lokal.

Selain itu, dalam abad pengetahuan kini ini, diharapkan masyarakat yg berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dan standar mutu tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai rakyat sangat majemuk serta canggih, sebagai akibatnya diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi buat berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, dan menngatasi situasi yg ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.

Perkembangan pada bidang Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi, terutama pada bidang transportasi serta komunikasi sudah bisa merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir serta mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi buat kemaslahatan serta kelangsungan hayati insan.