FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN PENGETAHUAN ALAM

Filsafat Ilmu sebagai Landasan Pengembangan Pengetahuan Alam
Frank (dalam Soeparmo, 1984), dengan merogoh sebuah rantai menjadi perbandingan, mengungkapkan bahwa fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam adalah menyebarkan pengertian tentang taktik serta taktik ilmu pengetahuan alam. Rantai tadi sebelum tahun 1600, menghubungkan filsafat disatu pangkal serta ilmu pengetahuan alam di ujung lain secara berkesinambungan. Sesudah tahun 1600, rantai itu putus. Ilmu pengetahuan alam memisahkan diri berdasarkan filsafat. Ilmu pengetahuan alam menempuh jalan simpel pada menurunkan hukum-hukumnya. Menurut Frank, fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam merupakan menjembatani putusnya rantai tersebut dan menampakan bagaimana seseorang bergerak dari pandangan common sense (pra-pengetahuan) ke prinsip-prinsip generik ilmu pengetahuan alam. Filsafat ilmu pengetahuan alam bertanggung jawab buat membangun kesatuan pandangan dunia yang pada dalamnya ilmu pengetahuan alam, filsafat dan kemanusian memiliki interaksi erat.

Sastrapratedja (1997), mengemukakan bahwa ilmu-ilmu alam secara fundamental dan struktural diarahkan dalam produksi pengetahuan teknis serta yg bisa digunakan. Ilmu pengetahuan alam merupakan bentuk refleksif (relefxion form) dari proses belajar yg ada pada struktur tindakan instrumentasi, yaitu tindakan yg ditujukan buat mengendalikan syarat eksternal manusia. Ilmu pengetahuan alam terkait menggunakan kepentingan dalam meramal (memprediksi) serta mengendalikan proses alam. Positivisme menyamakan rasionalitas dengan rasionalitas teknis serta ilmu pengetahuan dengan ilmu pengetahuan alam.

Menurut Van Melsen (1985), karakteristik spesial pertama yg menandai ilmu alam merupakan bahwa ilmu itu melukiskan fenomena menurut aspek-aspek yg mengizinkan pendaftaran inderawi yg eksklusif. Hal kedua yg penting mengenai registrasi ini adalah bahwa pada keadaan ilmu alam sekarang ini pendaftaran itu nir menyangkut pengamatan terhadap benda-benda serta tanda-tanda-tanda-tanda alamiah, sebagaimana impulsif tersaji kepada kita. Yang diregistrasi dalam eksperimen adalah cara benda-benda bereaksi atas “campur tangan” eksperimental kita. Eksperimentasi yang aktif itu memungkinkan suatu analisis jauh lebih teliti terhadap banyak faktor yang dalam pengamatan konkrit selalu masih ada bersama-sama. Tanpa pengamatan eksperimental kita tidak akan tahu menahu tentang elektron-elektron serta bagian-bagian elementer lainnya.

Ilmu pengetahuan alam mulai berdiri sendiri sejak abad ke 17. Kemudian pada tahun 1853, Auguste Comte mengadakan penggolongan ilmu pengetahuan. Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang dilakukan sang Auguste Comte (pada Koento Wibisono, 1996), sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang memberitahuakn bahwa gejala-tanda-tanda pada ilmu pengetahuan yg paling generik akan tampil terlebih dahulu. Dengan menilik tanda-tanda-tanda-tanda yang paling sederhana serta paling umum secara lebih tenang serta rasional, kita akan memperoleh landasan baru bagi ilmu-ilmu pengetahuan yg saling berkaitan buat bisa berkembang secara lebih cepat. Dalam penggolongan ilmu pengetahuan tersebut, dimulai menurut Matematika, Astronomi, Fisika, Ilmu Kimia, Biologi serta Sosilogi. Ilmu Kimia diurutkan dalam urutan keempat.

Penggolongan tersebut didasarkan pada urutan rapikan jenjang, asas ketergantungan dan ukuran kesederhanaan. Dalam urutan itu, setiap ilmu yang terdahulu adalah lebih tua sejarahnya, secara logis lebih sederhana dan lebih luas penerapannya daripada setiap ilmu yang dibelakangnya (The Liang Gie, 1999).

Pada pengelompokkan tadi, meskipun nir dijelaskan induk berdasarkan setiap ilmu tetapi pada kenyataannya kini bahwa ekamatra, kimia dan hayati merupakan bagian menurut kelompok ilmu pengetahuan alam.

Ilmu kimia adalah suatu ilmu yang menilik perubahan materi dan tenaga yg menyertai perubahan materi. Menurut ensiklopedi ilmu (pada The Liang Gie, 1999), ilmu kimia dapat digolongkan ke dalam beberapa sub-sub ilmu yakni: kimia an organik, kimia organik, kimia analitis, kimia fisik serta kimia nuklir.

Selanjutnya Auguste Comte (dalam Koento Wibisono, 1996) memberi efinisi tentang ilmu kimia menjadi “… that it relates to the law of the phenomena of composition and decomposition, which result from the molecular and specific mutual action of different subtances, natural or artificial” ( arti harafiahnya kira-kira merupakan ilmu yg herbi hukum gejala komposisi serta dekomposisi menurut zat-zat yang terjadi secara alami maupun sintetik). Untuk itu pendekatan yang digunakan dalam ilmu kimia nir saja melalui pengamatan (observasi) serta percobaan (eksperimen), melainkan juga dengan perbandingan (komparasi).

Jika melihat berdasarkan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan alam, dalam mulanya orang permanen mempertahankan penggunaan nama/istilah filsafat alam bagi ilmu pengetahuan alam. Hal ini dapat dipandang menurut judul karya utama dari pelopor ahli kimia yaitu John Dalton: New Princiles of Chemical Philosophy.

Berdasarkan hal tersebut maka sangatlah beralasan bahwa ilmu pengetahuan alam tidak terlepas menurut hubungan dengan ilmu induknya yaitu filsafat. Untuk itu diharapkan uraian ini dapat memberikan dasar bagi para ilmuan IPA dalam merenungkan kembali sejarah perkembangan ilmu alam dan dalam pengembangan ilmu IPA selanjutnya.

FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN PENGETAHUAN ALAM

Filsafat Ilmu menjadi Landasan Pengembangan Pengetahuan Alam
Frank (dalam Soeparmo, 1984), dengan mengambil sebuah rantai sebagai perbandingan, mengungkapkan bahwa fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam adalah membuatkan pengertian mengenai taktik serta taktik ilmu pengetahuan alam. Rantai tadi sebelum tahun 1600, menghubungkan filsafat disatu pangkal serta ilmu pengetahuan alam pada ujung lain secara berkesinambungan. Sesudah tahun 1600, rantai itu putus. Ilmu pengetahuan alam memisahkan diri berdasarkan filsafat. Ilmu pengetahuan alam menempuh jalan praktis dalam menurunkan aturan-hukumnya. Menurut Frank, fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam merupakan menjembatani putusnya rantai tadi dan menampakan bagaimana seseorang berkecimpung berdasarkan pandangan common sense (pra-pengetahuan) ke prinsip-prinsip umum ilmu pengetahuan alam. Filsafat ilmu pengetahuan alam bertanggung jawab untuk membangun kesatuan pandangan dunia yang di dalamnya ilmu pengetahuan alam, filsafat dan kemanusian mempunyai hubungan erat.

Sastrapratedja (1997), mengemukakan bahwa ilmu-ilmu alam secara mendasar dan struktural diarahkan pada produksi pengetahuan teknis dan yang bisa digunakan. Ilmu pengetahuan alam merupakan bentuk refleksif (relefxion form) menurut proses belajar yang terdapat dalam struktur tindakan instrumentasi, yaitu tindakan yang ditujukan buat mengendalikan kondisi eksternal insan. Ilmu pengetahuan alam terkait menggunakan kepentingan dalam meramal (memprediksi) dan mengendalikan proses alam. Positivisme menyamakan rasionalitas menggunakan rasionalitas teknis dan ilmu pengetahuan dengan ilmu pengetahuan alam.

Menurut Van Melsen (1985), karakteristik spesial pertama yg menandai ilmu alam adalah bahwa ilmu itu melukiskan fenomena menurut aspek-aspek yg mengizinkan registrasi inderawi yang eksklusif. Hal ke 2 yg penting mengenai pendaftaran ini adalah bahwa pada keadaan ilmu alam sekarang ini registrasi itu nir menyangkut pengamatan terhadap benda-benda serta tanda-tanda-gejala alamiah, sebagaimana spontan disajikan pada kita. Yang diregistrasi pada eksperimen adalah cara benda-benda bereaksi atas “campur tangan” eksperimental kita. Eksperimentasi yang aktif itu memungkinkan suatu analisis jauh lebih teliti terhadap banyak faktor yang dalam pengamatan konkrit selalu masih ada bersama-sama. Tanpa pengamatan eksperimental kita tidak akan memahami menahu mengenai elektron-elektron dan bagian-bagian elementer lainnya.

Ilmu pengetahuan alam mulai berdiri sendiri sejak abad ke 17. Kemudian dalam tahun 1853, Auguste Comte mengadakan penggolongan ilmu pengetahuan. Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yg dilakukan oleh Auguste Comte (pada Koento Wibisono, 1996), sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yg menerangkan bahwa tanda-tanda-tanda-tanda dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih dahulu. Dengan menilik gejala-tanda-tanda yg paling sederhana dan paling generik secara lebih tenang dan rasional, kita akan memperoleh landasan baru bagi ilmu-ilmu pengetahuan yang saling berkaitan buat dapat berkembang secara lebih cepat. Dalam penggolongan ilmu pengetahuan tadi, dimulai menurut Matematika, Astronomi, Fisika, Ilmu Kimia, Biologi serta Sosilogi. Ilmu Kimia diurutkan pada urutan keempat.

Penggolongan tersebut didasarkan dalam urutan tata jenjang, asas ketergantungan dan berukuran kesederhanaan. Dalam urutan itu, setiap ilmu yang terdahulu merupakan lebih tua sejarahnya, secara logis lebih sederhana serta lebih luas penerapannya daripada setiap ilmu yang dibelakangnya (The Liang Gie, 1999).

Pada pengelompokkan tersebut, meskipun nir dijelaskan induk berdasarkan setiap ilmu tetapi pada kenyataannya sekarang bahwa fisika, kimia dan biologi adalah bagian berdasarkan gerombolan ilmu pengetahuan alam.

Ilmu kimia merupakan suatu ilmu yang menyelidiki perubahan materi serta tenaga yg menyertai perubahan materi. Menurut ensiklopedi ilmu (pada The Liang Gie, 1999), ilmu kimia bisa digolongkan ke dalam beberapa sub-sub ilmu yakni: kimia an organik, kimia organik, kimia analitis, kimia fisik dan kimia nuklir.

Selanjutnya Auguste Comte (dalam Koento Wibisono, 1996) memberi efinisi tentang ilmu kimia sebagai “… that it relates to the law of the phenomena of composition and decomposition, which result from the molecular and specific mutual action of different subtances, natural or artificial” ( arti harafiahnya kira-kira adalah ilmu yg berhubungan dengan hukum gejala komposisi serta dekomposisi menurut zat-zat yang terjadi secara alami maupun sintetik). Untuk itu pendekatan yg dipergunakan dalam ilmu kimia tidak saja melalui pengamatan (observasi) dan percobaan (eksperimen), melainkan pula menggunakan perbandingan (komparasi).

Jika melihat dari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan alam, dalam mulanya orang tetap mempertahankan penggunaan nama/kata filsafat alam bagi ilmu pengetahuan alam. Hal ini bisa dicermati menurut judul karya utama dari pelopor ahli kimia yaitu John Dalton: New Princiles of Chemical Philosophy.

Berdasarkan hal tersebut maka sangatlah beralasan bahwa ilmu pengetahuan alam tidak terlepas dari interaksi menggunakan ilmu induknya yaitu filsafat. Untuk itu dibutuhkan uraian ini dapat menaruh dasar bagi para ilmuan IPA dalam merenungkan balik sejarah perkembangan ilmu alam serta pada pengembangan ilmu IPA selanjutnya.

CABANGCABANG FILSAFAT

Cabang-Cabang Filsafat
A. MENGAPA MANUSIA BERFILSAFAT?
Sikap iman penuh taqwa pada Tuhan Yang Maha Esa tidak menunda insan buat selalu menggunakan nalar budi dan fikirannya demi mencari tahu apa sebenarnya yang ada dibalik segala fenomena. Proses itu mencari memahami itu membuat sebuah kesadaran yang diklaim pengetahuan. Apabila proses itu mempunyai karakteristik-karakteristik metodis, sistematis serta koheren, serta cara mendapatkannya dapat dipertanggung-jawabkan, maka lahirlah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tadi bisa dipakai buat memberitahuakn gejala-gejala eksklusif di bidang pengetahuan tersebut. Makin ilmu pengetahuan menggali serta menekuni hal-hal yang spesifik dari kenyataan, maka makin nyatalah tuntutan buat mencari memahami tentang seluruh kenyataan tersebut. Dan filsafat adalah pengetahuan tentang seluruh fenomena yg direfleksikan buat mencapai hakikat (kebenaran) serta memperoleh hikmat (kebijaksanaan). Secara singkat, filsafat mencakup “segalanya”. Filsafat tiba sebelum dan selesainya ilmu pengetahuan; diklaim “sebelum” karena semua ilmu pengetahuan khusus mulai menjadi bagian berdasarkan filsafat dan diklaim “sesudah” lantaran ilmu pengetahuan khusus niscaya menghadapi pertanyaan tentang batas-batas menurut kekhususannya.

Ilmu filsafat mempunyai obyek material serta obyek formal. Obyek material merupakan apa yang dipelajari serta dikupas sebagai bahan (materi) pembicaraan, yaitu tanda-tanda "insan di global yg mengembara menuju akhirat". Dalam gejala ini kentara ada tiga hal menonjol, yaitu manusia, global, dan akhirat. Maka terdapat filsafat mengenai manusia (antropologi), filsafat mengenai alam (kosmologi), dan filsafat tentang akhirat. Antropologi, kosmologi serta teologi, sekalipun kelihatan terpisah, saling berkaitan jua, sebab pembicaraan tentang yang satu pastilah tidak bisa dilepaskan berdasarkan yg lain. Juga pembicaraan filsafat tentang akhirat atau Tuhan hanya sejauh yg dikenal manusia dalam dunianya. Maka ketiga ilmu tersebut dapat dianggap sebagai filsafat mengenai seluruh keseluruhan fenomena menggunakan obyek yg dikaji merupakan eksistensi (keberadaan) serta esensi (hakekat).

Obyek formal adalah cara pendekatan yang digunakan atas obyek material, yg sedemikian khas sehingga mencirikan atau mengkhususkan bidang aktivitas yg bersangkutan. Jika cara pendekatan itu logis, konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem filsafat. Maka dapat dikatakan bahwa filsafat berangkat dari pengalaman nyata insan yg sungguh kaya menggunakan segala sesuatu yg tersirat ingin dinyatakan secara tersurat. 

B. CABANG-CABANG FILSAFAT
Filsafat terdiri menurut 3 gerombolan akbar yaitu epistemologi/filsafat pengetahuan, logika, serta kritik ilmu. 

1. Epistemologi/Filsafat Pengetahuan.
Obyek material menurut filsafat pengetahuan adalah gejala "insan memahami". Tugas filsafat ini adalah menyoroti gejala itu menurut karena-musabab pertamanya. Filsafat menggali "kebenaran" (lawan "kepalsuan"), "kepastian" (versus "ketidakpastian"), "obyektivitas" (lawan "subyektivitas"), "abstraksi", "intuisi", dari mana dari pengetahuan serta kemana arah pengetahuan. Pada gilirannya gejala ilmu-ilmu pengetahuan menjadi obyek material juga, dan kegiatan berfikir itu (sejauh dilakukan berdasarkan sebab-musabab pertama) membentuk filsafat ilmu pengetahuan. Kekhususan gejala ilmu pengetahuan terhadap tanda-tanda pengetahuan dicermati menggunakan teliti. Kekhususan itu terletak dalam cara kerja atau metode yg masih ada pada ilmu-ilmu pengetahuan. Cabang filsafat ini lalu berkembang sebagai cabang-cabang filsafat yg mempunyai bidang kajian yg lebih spesifik, antara lain:

a. Etika (Filsafat Moral) 
Etika merupakan ilmu tentang apa yg biasa dilakukan atau ilmu tentang tata cara norma. Secara istilah etika memunyai tiga arti: pertama, nilai-nilai serta kebiasaan-kebiasaan moral yg sebagai pegangan bagi seorang atau suatu gerombolan dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini bisa diklaim sistem nilai. Misalnya etika Protestan, etika Islam, etika suku. Kedua, etika berarti deretan asas atau nilai moral (kode etik). Misalnya kode etik kedokteran, kode etik peneliti, dll. Ketiga, etika berati ilmu tentang yang baik atau tidak baik. Etika sebagai ilmu jika kemungkinan-kemungkinan etis sebagai bahan refleksi bagi suau penelitian sistematis serta metodis.

b. Estetika (Filsafat Seni)
Estetika merupakan ilmu yang membahas keindahan, bagaimana dia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang mampu merasakannya. Pembahasan lebih lanjut tentang estetika adalah sebuah filosofi yg mengusut nilai-nilai sensoris, yg kadang dianggap sebagai evaluasi terhadap sentimen dan rasa. 

c. Metafisika (Mengkaji mengenai “ada” serta “nir ada”)
Metafisika merupakan bagian Falsafah mengenai hakikat yg ada pada sebalik ekamatra. Hakikat yg bersifat tak berbentuk serta di luar jangkauan pengalaman manusia. Tegasnya tentang empiris kehidupan pada alam ini: dengan mempertanyakan yg Ada (being), Alam ini wujud atau tidak? Siapakah kita? Apakah peranan kita pada kehidupan ini?. Metafisika secara prinsip mengandung konsep kajian mengenai sesuatu yg bersifat rohani dan yg tidak dapat diterangkan menggunakan kaedah penerangan yg ditemukan dalam ilmu yang lain.

d. Politik (Mengkaji mengenai organisasi sosial yg ideal)
Filasafat politik merupakan studi tentang evaluasi serta kritik moral terhadap proses yg melandasi kehidupan sosial, politik serta ekonomi yg diarahkan dalam penciptaan susunan organisasi masyarakat yg baik dan sempurna.

e. Filsafat Agama
Filsafat kepercayaan adalah cara pandang yg menyeluruh, radikal serta objektif mengenai yang terdapat buat mengetahui hakikat agama serta ber-bagai masalah yang masih ada pada kepercayaan itu. Dengan istilah lain, objek yg dikaji merupakan pembahasan yg mendalam dan fundamental dari setiap hal yg sebagai ajaran berdasarkan semua agama pada dunia ini. Seperti diungkapkan di atas bahwa pemabahasan terpenting pada setiap agama adalah ajaran mengenai Tuhan. Pembahasan ini nir hanya melihat argumentasi yg memperkuat keyakinan tentang Tuhan, tetapi pula argumen yg membantah, melemahkan bahkan menolak wujud Tuhan itu. Hal inilah yg dibahas dalam filsafat kepercayaan .

Filsafat kepercayaan jua dapat dikatakan menjadi pemikiran filsafati (kritis, analitis, rasional) mengenai tanda-tanda agama: hakekat agama sebagai wujud dari pengalaman religius manusia, hakikat hubungan manusia dengan Yang Kudus: adanya kenyataan trans-empiris, yg begitu mempengaruhi dan memilih, tetapi sekaligus membentuk serta sebagai dasar tingkah-laris manusia. Kepada Yang Kudus itulah insan hanya beriman, yang dapat diamati pada konduite hidup yg penuh dengan perilaku "takut-dan-taqwa".

f. Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu adalah jajak kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu secara spesifik yg berlandaskan pada teori ontologis, epistemologis serta aksiologis. Obyek material filsafat ilmu adalah ilmu itu sendiri, sedangkan obyek formal filsafat ilmu merupakan hakekat serta esensi ilmu.

Dengan istilah lain, filsafat ilmu merupakan jajak kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan tentang hakikat ilmu, yg dipandang berdasarkan segi ontologis, epistemelogis juga aksiologisnya. Filsafat ilmu adalah bagian menurut epistemologi (filsafat pengetahuan) yg secara khusus mengakaji hakikat ilmu, misalnya:
  • Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana wujud yg hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi menggunakan daya tangkap manusia yg mengakibatkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
  • Bagaimana proses yg memungkinkan ditimbanya pengetahuan yg berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang wajib diperhatikan supaya mendakan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yg diklaim kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita pada menerima pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
  • Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yg merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-kebiasaan moral/profesional? (Landasan aksiologis)
g. Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan merupakan ilmu pendidikan yang bersendikan filsafat atau filsafat yg diterapkan dalam bisnis pemikiran dan pemecahan perkara pendidikan. Filsafat pendidikan dapat didekati dari problema-problema pendidikan yang yang bersifat filosofis yang memerlukan jawaban yg filosofis jua.

h. Filsafat Hukum
Filsafat hukum merupakan cabang filsafat, yakni filsafat tingkah laku atau etika, yg menyelidiki hakikat hukum. Dengan perkataan lain filsafat hukum merupakan ilmu yang memeriksa hukum secara filosofis, jadi objek filsafat hukum adalah aturan, serta objek tadi dikaji secara mendalam hingga pada inti atau dasarnya, yang diklaim dengan hakikat. Ada jua yang menyampaikan bahwa filsafat hukum adalah cabang filsafat yg memeriksa hukum yang benar atau adalah sebuah pembahasan secara filosofis tentang aturan. Filsafat hukum jua tak jarang dikonotasikan sebagai penelitian fundamental serta pengertian hukum secara tak berbentuk.

Filsafat aturan mempelajari hukum secara spekulatif serta kritis. Artinya filsafat aturan berusaha buat mempelajari nilai menurut pernyataan-pernyataan yang dapat dikatagorikan sebagai aturan ; 
  • Secara spekulatif, filsafat hukum terjadi dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan tentang hakekat aturan.
  • Secara kritis, filsafat aturan berusaha buat menyelidiki gagasan-gagasan tentang hukum yang sudah ada, melihat koherensi, korespondensi serta manfaatnya.
i. Filsafat Matematika
Berdasarkan perspektif epistemologi, kebenaran matematika terbagi dalam dua kategori, yaitu pandangan mutlak dan pandangan fallibilis. Absolutis memandang kebenaran matematika secara mutlak, bahwa „mathematics is the one and perhaps the only realm of certain, unquestionable and objective knowledge‟, sedangkan menurut fallibilis mathematic truth is corrigible, and can never regarded as being above revision and correction‟

Pengetahuan terbagi dalam 2 kategori, yaitu pengetahuan a priori serta pengetahuan a posteriori (empirical). Pengetahuan a priori memuat proposisi yang berdasarkan atas serta tanpa dibantu dengan observasi terhadap dunia. Penalaran di sini memuat penggunaan akal deduktif dan makna berdasarkan istilah-kata, secara tipikal bisa ditemukan pada definisi. Secara paradoksal pengetahuan a posteriori memuat proposi yang berdasarkan atas pengalaman, yaitu berdasarkan observasi dunia.

Absolutis memandang pengetahuan matematika berdasarkan atas 2 jenis asumsi; matematika ini berkaitan dengan perkiraan berdasarkan aksioma dan definisi, serta akal yg berkaitan dengan perkiraan aksioma, anggaran menarik konklusi serta bahasa formal serta sintak. Ada lokal (micro) serta ada dunia (macro) perkiraan, seperti deduksi nalar relatif buat tetapkan kebenaran matematika.

j. Filsafat Sejarah
Filsafat sejarah merupakan cabang menurut filsafat yang menyelidiki mengenai prinsip-prinsip fundamental (hakekat) sejarah sejauh bisa ditangkap sang akal serta bisa dipertanggung-jawabkan secara ilmiah, artinya bersifat rasional-ilmiah. Filsafat sejarah menyelidiki prinsip-prinsip dasar keilmuan sejarah. Filsafat sejarah mengungkapkan “ada” sebagai sejarah. Pertanyaan yg bisa dikemukakan pada filsafat sejarah adalah struktur mendasar atau esensi dasar apa yg mengakibatkan sejarah (masa lampau) itu menjadi terdapat atau hal-hal mendasar apa yang menyebabkan sesuatu itu terjadi atau berubah. Filsafat sejarah menyampaikan hakekat sejarah atau esensi dasar sejarah.

Manfaat primer mempelajari filsafat sejarah adalah akan mempertajam kepekaan kritis seorang peneliti sejarah. Artinya, bahwa bagi seorang peneliti atau pengkaji sejarah (sejarawan) yg dibekali menggunakan pengetahuan filsafat sejarah akan membuahkan dirinya sebagai seorang “kritikus” yg handal.

Dengan dilatarbelakangi pengetahuan sejarah, maka seorang peneliti sejarah akan lebih sanggup melakukan suatu kritik atau evaluasi serta koreksi mengenai hasil pengkajian sejarah. Oleh karena itu filsafat sejarah mutlak diharapkan supaya dapat mengapresiasi pengkajian sejarah masa sekarang dengan lebih bermakna dan memuaskan. Kajian mengenai sejarah akan lebih tuntas, menarik, dan bermakna bagi kehidupan insan pada hari ini dan esok apabila unsur-unsur dasarnya bias ditemukan. Seorang peneliti sejarah yang mengetahui dan tahu filsafat sejarah akan sanggup menemukan struktur dasar (hakekat) pada pada penjelasan (eksplanasi) sejarah. Lantaran itu setiap pakar sejarah yang menggunakan benar-benar-sungguh menemkuni profesinya menjadi seorang sejarawan professional, bukan sejarawan amatiran, mau tidak mau menganut beberapa pendapat yang mengakar pada filsafat sejarah

2. Logika (Mengkaji mengenai sahih atau galat)
Logika herbi pengetahuan, dan herbi bahasa. Disini bahasa dimengerti sebagai cara bagaimana pengetahuan itu dikomunikasikan dan dinyatakan. Maka logika merupakan cabang filsafat yang menilik kesehatan cara berfikir dan aturan-aturan yang harus dihormati supaya pernyataan-pernyataan sah adanya. 

Kritik ilmu
Kritik ilmu-ilmu mempertanyakan teori-teori dalam membagi ilmu-ilmu ketika ilmu yang satu berkait menggunakan ilmu lain, metode-metode dalam ilmu-ilmu, dasar kepastian serta jenis informasi yang diberikan. 

Dari seluruh penerangan tersebut bisa disimpulkan bahwa kekaguman atau keheranan, keraguan atau kesangsian, dan kesadaran akan keterbatasan adalah 3 hal yang mendorong insan utuk berfilsafat. Rasa heran dan mencurigai ini mendorong manusia buat berpikir lebih mendalam, menyeluruh serta kritis buat memperoleh kepastian serta kebenaran yg hakiki. Berpikir secara mendalam, menyeluruh serta kritis seperti ini dianggap menggunakan berfilsafat. Berfilsafat bisa jua bermula berdasarkan adanya suatu kesadaran akan keterbatasan dalam dirinya. Jika seseorang merasa bahwa ia sangat terbatas dan terikat terutama dalam waktu mengalami penderitaan atau kegagalan, maka menggunakan adanya kesadaran akan keterbatasannya itu manusia berfilsafat. Ia akan memikirkan bahwa diluar manusia yg terbatas, pastilah terdapat sesuatu yg tidak terbatas yang dijadikan bahan kemajuan untuk menemukan kebenaran yg hakiki.

CABANGCABANG FILSAFAT

Cabang-Cabang Filsafat
A. MENGAPA MANUSIA BERFILSAFAT?
Sikap iman penuh taqwa pada Tuhan Yang Maha Esa nir menunda insan buat selalu memakai akal budi serta fikirannya demi mencari tahu apa sebenarnya yg ada dibalik segala fenomena. Proses itu mencari tahu itu membuat sebuah kesadaran yg dianggap pengetahuan. Apabila proses itu memiliki karakteristik-ciri metodis, sistematis dan koheren, dan cara mendapatkannya dapat dipertanggung-jawabkan, maka lahirlah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tadi dapat digunakan buat menunjukkan tanda-tanda-gejala eksklusif pada bidang pengetahuan tersebut. Makin ilmu pengetahuan menggali dan menekuni hal-hal yang spesifik menurut kenyataan, maka makin nyatalah tuntutan buat mencari tahu tentang seluruh kenyataan tersebut. Dan filsafat adalah pengetahuan tentang seluruh fenomena yg direfleksikan buat mencapai hakikat (kebenaran) dan memperoleh hikmat (kebijaksanaan). Secara singkat, filsafat meliputi “segalanya”. Filsafat datang sebelum serta sesudah ilmu pengetahuan; diklaim “sebelum” karena semua ilmu pengetahuan khusus mulai sebagai bagian berdasarkan filsafat dan diklaim “sesudah” karena ilmu pengetahuan khusus pasti menghadapi pertanyaan mengenai batas-batas menurut kekhususannya.

Ilmu filsafat memiliki obyek material dan obyek formal. Obyek material merupakan apa yg dipelajari serta dikupas sebagai bahan (materi) pembicaraan, yaitu tanda-tanda "manusia di dunia yg mengembara menuju akhirat". Dalam tanda-tanda ini kentara terdapat tiga hal menonjol, yaitu insan, dunia, serta akhirat. Maka ada filsafat mengenai insan (antropologi), filsafat tentang alam (kosmologi), dan filsafat tentang akhirat. Antropologi, kosmologi dan teologi, sekalipun kelihatan terpisah, saling berkaitan jua, sebab pembicaraan mengenai yang satu pastilah nir bisa dilepaskan dari yang lain. Juga pembicaraan filsafat mengenai akhirat atau Tuhan hanya sejauh yang dikenal insan pada dunianya. Maka ketiga ilmu tersebut dapat disebut sebagai filsafat mengenai semua holistik kenyataan menggunakan obyek yang dikaji adalah keberadaan (eksistensi) dan esensi (hakekat).

Obyek formal adalah cara pendekatan yang dipakai atas obyek material, yg sedemikian khas sehingga mencirikan atau mengkhususkan bidang aktivitas yg bersangkutan. Apabila cara pendekatan itu logis, konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem filsafat. Maka bisa dikatakan bahwa filsafat berangkat berdasarkan pengalaman nyata manusia yang benar-benar kaya menggunakan segala sesuatu yg implisit ingin dinyatakan secara tersurat. 

B. CABANG-CABANG FILSAFAT
Filsafat terdiri menurut tiga kelompok akbar yaitu epistemologi/filsafat pengetahuan, logika, serta kritik ilmu. 

1. Epistemologi/Filsafat Pengetahuan.
Obyek material berdasarkan filsafat pengetahuan adalah tanda-tanda "manusia memahami". Tugas filsafat ini adalah menyoroti gejala itu dari karena-musabab pertamanya. Filsafat menggali "kebenaran" (versus "kepalsuan"), "kepastian" (lawan "ketidakpastian"), "obyektivitas" (versus "subyektivitas"), "abstraksi", "bisikan hati", menurut mana asal pengetahuan dan kemana arah pengetahuan. Pada gilirannya gejala ilmu-ilmu pengetahuan menjadi obyek material jua, serta kegiatan berfikir itu (sejauh dilakukan menurut sebab-musabab pertama) membuat filsafat ilmu pengetahuan. Kekhususan gejala ilmu pengetahuan terhadap tanda-tanda pengetahuan dipandang menggunakan teliti. Kekhususan itu terletak pada cara kerja atau metode yg masih ada pada ilmu-ilmu pengetahuan. Cabang filsafat ini kemudian berkembang menjadi cabang-cabang filsafat yang mempunyai bidang kajian yang lebih khusus, antara lain:

a. Etika (Filsafat Moral) 
Etika merupakan ilmu mengenai apa yg biasa dilakukan atau ilmu tentang norma norma. Secara istilah etika memunyai tiga arti: pertama, nilai-nilai serta norma-kebiasaan moral yg sebagai pegangan bagi seorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini sanggup diklaim sistem nilai. Misalnya etika Protestan, etika Islam, etika suku. Kedua, etika berarti deretan asas atau nilai moral (kode etik). Misalnya kode etik kedokteran, kode etik peneliti, dll. Ketiga, etika berati ilmu mengenai yg baik atau tidak baik. Etika sebagai ilmu apabila kemungkinan-kemungkinan etis menjadi bahan refleksi bagi suau penelitian sistematis dan metodis.

b. Estetika (Filsafat Seni)
Estetika merupakan ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia mampu terbentuk, serta bagaimana seorang sanggup merasakannya. Pembahasan lebih lanjut tentang keindahan merupakan sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dipercaya menjadi evaluasi terhadap sentimen dan rasa. 

c. Metafisika (Mengkaji tentang “ada” dan “tidak ada”)
Metafisika merupakan bagian Falsafah mengenai hakikat yg ada di sebalik fisika. Hakikat yg bersifat abstrak dan pada luar jangkauan pengalaman manusia. Tegasnya tentang realitas kehidupan pada alam ini: menggunakan mempertanyakan yg Ada (being), Alam ini wujud atau nir? Siapakah kita? Apakah peranan kita pada kehidupan ini?. Metafisika secara prinsip mengandung konsep kajian tentang sesuatu yang bersifat rohani dan yg tidak bisa diterangkan dengan kaedah penjelasan yg ditemukan pada ilmu yg lain.

d. Politik (Mengkaji mengenai organisasi sosial yang ideal)
Filasafat politik adalah studi mengenai evaluasi serta kritik moral terhadap proses yang melandasi kehidupan sosial, politik dan ekonomi yang diarahkan dalam penciptaan susunan organisasi masyarakat yg baik serta sempurna.

e. Filsafat Agama
Filsafat agama adalah cara pandang yang menyeluruh, radikal serta objektif mengenai yang ada buat mengetahui hakikat kepercayaan dan ber-bagai duduk perkara yang masih ada pada agama itu. Dengan istilah lain, objek yang dikaji merupakan pembahasan yg mendalam dan mendasar menurut setiap hal yang menjadi ajaran menurut seluruh kepercayaan di global ini. Seperti diungkapkan di atas bahwa pemabahasan terpenting dalam setiap agama merupakan ajaran tentang Tuhan. Pembahasan ini nir hanya melihat argumentasi yg memperkuat keyakinan tentang Tuhan, namun jua argumen yg membantah, melemahkan bahkan menolak wujud Tuhan itu. Hal inilah yang dibahas pada filsafat agama.

Filsafat kepercayaan jua bisa dikatakan sebagai pemikiran filsafati (kritis, analitis, rasional) tentang gejala kepercayaan : hakekat agama sebagai wujud dari pengalaman religius manusia, hakikat interaksi manusia dengan Yang Kudus: adanya kenyataan trans-empiris, yg begitu mempengaruhi dan memilih, namun sekaligus menciptakan serta sebagai dasar tingkah-laris insan. Kepada Yang Kudus itulah manusia hanya beriman, yg dapat diamati pada konduite hayati yg penuh dengan sikap "takut-dan-taqwa".

f. Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan jajak kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu secara spesifik yang berlandaskan dalam teori ontologis, epistemologis dan aksiologis. Obyek material filsafat ilmu adalah ilmu itu sendiri, sedangkan obyek formal filsafat ilmu merupakan hakekat serta esensi ilmu.

Dengan kata lain, filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yg ingin menjawab pertanyaan tentang hakikat ilmu, yang ditinjau berdasarkan segi ontologis, epistemelogis juga aksiologisnya. Filsafat ilmu merupakan bagian berdasarkan epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara khusus mengakaji hakikat ilmu, misalnya:
  • Obyek apa yg ditelaah ilmu ? Bagaimana wujud yang hakiki menurut obyek tadi? Bagaimana hubungan antara obyek tersebut menggunakan daya tangkap manusia yg membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
  • Bagaimana proses yg memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yg harus diperhatikan agar mendakan pengetahuan yg sahih? Apakah kriterianya? Apa yang dianggap kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yg membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yg berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
  • Untuk apa pengetahuan yg berupa ilmu itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yg ditelaah dari pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan kebiasaan-norma moral/profesional? (Landasan aksiologis)
g. Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan merupakan ilmu pendidikan yg bersendikan filsafat atau filsafat yang diterapkan dalam bisnis pemikiran dan pemecahan perkara pendidikan. Filsafat pendidikan bisa didekati berdasarkan problema-problema pendidikan yg yg bersifat filosofis yang memerlukan jawaban yg filosofis jua.

h. Filsafat Hukum
Filsafat hukum merupakan cabang filsafat, yakni filsafat tingkah laku atau etika, yg menilik hakikat aturan. Dengan perkataan lain filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis, jadi objek filsafat aturan adalah hukum, dan objek tersebut dikaji secara mendalam hingga dalam inti atau dasarnya, yang dianggap menggunakan hakikat. Ada jua yang mengatakan bahwa filsafat hukum merupakan cabang filsafat yg mengusut hukum yg benar atau adalah sebuah pembahasan secara filosofis tentang aturan. Filsafat aturan jua sering dikonotasikan sebagai penelitian mendasar serta pengertian hukum secara tak berbentuk.

Filsafat hukum menilik hukum secara spekulatif dan kritis. Artinya filsafat aturan berusaha untuk mengusut nilai berdasarkan pernyataan-pernyataan yang dapat dikatagorikan sebagai hukum ; 
  • Secara spekulatif, filsafat aturan terjadi dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan mengenai hakekat aturan.
  • Secara kritis, filsafat aturan berusaha buat mempelajari gagasan-gagasan mengenai hukum yg sudah ada, melihat koherensi, korespondensi serta manfaatnya.
i. Filsafat Matematika
Berdasarkan perspektif epistemologi, kebenaran matematika terbagi pada 2 kategori, yaitu pandangan absolut dan pandangan fallibilis. Absolutis memandang kebenaran matematika secara absolut, bahwa „mathematics is the one and perhaps the only realm of certain, unquestionable and objective knowledge‟, sedangkan berdasarkan fallibilis mathematic truth is corrigible, and can never regarded as being above revision and correction‟

Pengetahuan terbagi dalam dua kategori, yaitu pengetahuan a priori dan pengetahuan a posteriori (empirical). Pengetahuan a priori memuat proposisi yang didasarkan atas dan tanpa dibantu menggunakan observasi terhadap global. Penalaran pada sini memuat penggunaan akal deduktif dan makna berdasarkan istilah-istilah, secara tipikal bisa ditemukan dalam definisi. Secara paradoksal pengetahuan a posteriori memuat proposi yang berdasarkan atas pengalaman, yaitu berdasarkan observasi dunia.

Absolutis memandang pengetahuan matematika didasarkan atas 2 jenis perkiraan; matematika ini berkaitan menggunakan perkiraan berdasarkan aksioma serta definisi, dan akal yg berkaitan menggunakan asumsi aksioma, anggaran menarik kesimpulan serta bahasa formal serta sintak. Ada lokal (micro) dan terdapat dunia (macro) perkiraan, seperti konklusi nalar cukup untuk tetapkan kebenaran matematika.

j. Filsafat Sejarah
Filsafat sejarah adalah cabang dari filsafat yang memeriksa mengenai prinsip-prinsip mendasar (hakekat) sejarah sejauh dapat ditangkap sang nalar dan bisa dipertanggung-jawabkan secara ilmiah, merupakan bersifat rasional-ilmiah. Filsafat sejarah menyelidiki prinsip-prinsip dasar keilmuan sejarah. Filsafat sejarah membicarakan “terdapat” menjadi sejarah. Pertanyaan yg bisa dikemukakan dalam filsafat sejarah adalah struktur mendasar atau esensi dasar apa yang mengakibatkan sejarah (masa lampau) itu sebagai terdapat atau hal-hal fundamental apa yg mengakibatkan sesuatu itu terjadi atau berubah. Filsafat sejarah menyampaikan hakekat sejarah atau esensi dasar sejarah.

Manfaat primer memeriksa filsafat sejarah merupakan akan mempertajam kepekaan kritis seorang peneliti sejarah. Artinya, bahwa bagi seorang peneliti atau pengkaji sejarah (sejarawan) yg dibekali menggunakan pengetahuan filsafat sejarah akan mengakibatkan dirinya menjadi seseorang “kritikus” yg handal.

Dengan dilatarbelakangi pengetahuan sejarah, maka seorang peneliti sejarah akan lebih bisa melakukan suatu kritik atau penilaian serta koreksi mengenai hasil pengkajian sejarah. Oleh karena itu filsafat sejarah mutlak diharapkan agar bisa mengapresiasi pengkajian sejarah masa sekarang dengan lebih bermakna serta memuaskan. Kajian tentang sejarah akan lebih tuntas, menarik, serta bermakna bagi kehidupan manusia pada hari ini serta esok bila unsur-unsur dasarnya bias ditemukan. Seorang peneliti sejarah yang mengetahui serta memahami filsafat sejarah akan bisa menemukan struktur dasar (hakekat) pada dalam penjelasan (eksplanasi) sejarah. Karena itu setiap pakar sejarah yang menggunakan sungguh-sungguh menemkuni profesinya menjadi seseorang sejarawan professional, bukan sejarawan amatiran, mau nir mau menganut beberapa pendapat yg mengakar pada filsafat sejarah

2. Logika (Mengkaji tentang sahih atau keliru)
Logika berhubungan dengan pengetahuan, serta berhubungan dengan bahasa. Disini bahasa dimengerti menjadi cara bagaimana pengetahuan itu dikomunikasikan serta dinyatakan. Maka logika adalah cabang filsafat yg mengusut kesehatan cara berfikir serta anggaran-anggaran yg harus dihormati supaya pernyataan-pernyataan absah adanya. 

Kritik ilmu
Kritik ilmu-ilmu mempertanyakan teori-teori pada membagi ilmu-ilmu saat ilmu yg satu berkait dengan ilmu lain, metode-metode pada ilmu-ilmu, dasar kepastian dan jenis kabar yang diberikan. 

Dari seluruh penerangan tadi bisa disimpulkan bahwa kekaguman atau keheranan, keraguan atau kesangsian, dan pencerahan akan keterbatasan merupakan 3 hal yang mendorong manusia utuk berfilsafat. Rasa heran dan menyangsikan ini mendorong insan buat berpikir lebih mendalam, menyeluruh serta kritis buat memperoleh kepastian serta kebenaran yang hakiki. Berpikir secara mendalam, menyeluruh serta kritis misalnya ini disebut menggunakan berfilsafat. Berfilsafat bisa pula bermula menurut adanya suatu pencerahan akan keterbatasan dalam dirinya. Jika seseorang merasa bahwa beliau sangat terbatas serta terikat terutama dalam saat mengalami penderitaan atau kegagalan, maka dengan adanya kesadaran akan keterbatasannya itu manusia berfilsafat. Ia akan memikirkan bahwa diluar manusia yang terbatas, pastilah ada sesuatu yang tidak terbatas yg dijadikan bahan kemajuan buat menemukan kebenaran yg hakiki.

ILMU DAN TEORI PENGETAHUAN

Ilmu Dan Teori Pengetahuan
1. Tentang Ilmu
Pada prinsipnya ilmu adalah usaha buat mengorganisir dan mensitematisasikan sesuatu. Sesuatu tadi bisa diperoleh menurut pengalaman serta pengamatan dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi sesuatu itu dilanjutkan menggunakan pemikiran secara cermat serta teliti dengan memakai berbagai metode.

Ilmu dapat merupakan suatu metode berfikir secara objektif (objective thinking) yg bertujuan untuk menggambarkan atau memberi makna terhadap global faktual. Hal ini diperoleh melalui proses observasi, eksperimen, serta klasifikasi. Sementara analisisnya merupakan hal yg objektif menggunakan menyampingkan unsur eksklusif, mengedepankan pemikiran logika, dan bersikap netral (nir ditentukan oleh kedirian atau subjektif). 

Pada hakekatnya, ilmu adalah milik insan secara komprehensif sebagai lukisan atau fakta yg lengkap serta konsisten mengenai hal-hal yang dipelajarinya pada ruang dan waktu sejauh jangkauan akal serta yang bisa diamati pribadi oleh panca alat manusia. 

Perlu dipahami bahwa ilmu merupakan formasi pengetahuan, namun bukan kebalikannya, perpaduan ilmu adalah pengetahuan. Kumpulan pengetahuan agar bisa dikatakan ilmu harus memenuhi kondisi-syarat tertentu. Syarat-kondisi yang dimaksudkan merupakan objek material serta objek formal. Setiap bidang ilmu, baik itu spesifik juga filsafat wajib memenuhi ke 2 objek itu.

Ilmu adalah suatu bentuk aktiva yang dengan melakukannya umat insan memperoleh sesuatu yang lebih lengkap serta lebih cermat tentang alam di masa lampau, kini serta kemudian, dan suatu kemampuan yang meningkat untuk menyesuaikan dirinya dengan kehidupan. 

Ø Pengertian Ilmu
Dalam upaya memperoleh pemahaman tentang ilmu dan teori komunikasi, maka pada awal pembahasan yg perlu dipahami beserta adalah pemahaman mengenai apa itu ilmu secara umum. Pasalnya, banyak sekali pengertian yang sanggup dikemukakan tentang ilmu. 

Menurut Mulyadhi Kartanegara, ilmu merupakan any organized knowledge atau sekumpulan pengetahuan. Ilmu dan sains menurutnya nir tidak sama, terutama sebelum abad ke-19. Namun, selesainya itu sains lebih terbatas pada bidang-bidang fisik atau inderawi, sedangkan ilmu melampauinya dalam bidang-bidang non fisik, misalnya metafisika. 

Adapun arti atau definisi ilmu yg masih ada dalam kamus Bahasa Indonesia merupakan : “Suatu pengetahuan mengenai suatu bidang yg disusun secara bersistem dari metode eksklusif yg dapat dipakai buat memperlihatkan gejala-gejala eksklusif,” (Admojo, 1998).

Sementara itu, buat detail mengenai pengertian dan definisi berdasarkan ilmu tersebut, berikut ini sejumlah definisi ilmu dari para ahli pada antaranya :

”Ilmu adalah pengetahuan yg disusun dalam satu sistem yang dari menurut pengamatan, studi serta percobaan buat menentukan hakikat prinsip mengenai hal yang sedang dikaji,” 

Ashley Montagu,
“Ilmu merupakan pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan aturan kausal pada suatu golongan kasus yang sama tabiatnya, juga berdasarkan kedudukannya tampak menurut luar, juga menurut bangunannya menurut dalam,”

Mohammad Hatta,
”Ilmu adalah akumulasi pengetahuan yg disistemasikan dan suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap semua global empiris yaitu global yg terikat sang faktor ruang serta ketika, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca alat manusia,

Harsojo, 
”Ilmu merupakan lukisan atau liputan yang komprehensif dan konsisten tentang keterangan pengalaman dengan kata yang sederhana,”

Karl Pearson,
”Ilmu adalah pengetahuan insan mengenai alam, rakyat serta pikiran. Ia mencerminkan alam serta konsep-konsep, katagori serta hukum-hukum, yang ketetapannya dan kebenarannya diuji menggunakan pengalaman simpel,”

Afanasyef,
“Ilmu adalah sesuatu yang realitas, rasional, generik serta sistematik, serta ke empatnya serentak,”

Ralph Ross serta Ernest Van Den Haag,
Dari sejumlah pengertian pada atas dapat disimpulkan bahwa ilmu dalam dasarnya, pengetahuan mengenai sesuatu hal atau fenomena, baik yg menyangkut alam atau sosial yang diperoleh insan melalui proses berfikir. 

Itu artinya bahwa setiap ilmu adalah pengetahun mengenai sesuatu yg menjadi objek kajian berdasarkan ilmu terkait. Selain itu, pengertian ilmu jua identik menggunakan global ilmiah, karenanya ilmu menandakan tiga karakteristik, pada antaranya :
1. Ilmu wajib merupakan suatu pengetahuan yang berdasarkan dalam nalar.
2. Ilmu harus terorganisasikan secara sistematis.
3. Ilmu harus berlaku umum.

Ø Dasar Ilmu 
Rasa ingin tahu mengenai peristiwa-insiden yg terjadi pada alam sekitarnya bisa bersifat sederhana dan jua dapat bersifat kompleks. Rasa ingin memahami yg bersifat sederhana didasari menggunakan rasa ingin tahu mengenai apa (ontologi), sedangkan rasa ingin memahami yang bersifat kompleks mencakup bagaimana insiden tersebut dapat terjadi serta mengapa peristiwa itu terjadi (epistemologi), serta buat apa insiden tadi dipelajari (aksiologi). 

Ke tiga landasan tadi yaitu ontologi, epistemologi serta aksiologi merupakan karakteristik khusus pada penyusunan suatu ilmu. Ketiga landasan ini saling terkait satu sama lain dan nir mampu dipisahkan antara satu menggunakan lainnya. Berbagai usaha buat bisa mencapai atau memecahkan peristiwa yang terjadi di alam atau lingkungan sekitarnya.

Adapun dasar ontologi ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yg dapat diuji oleh panca indera insan. Jadi, masih pada jangkauan pengalaman manusia atau bersifat empiris. Adapun objek empiris bisa berupa objek material misalnya wangsit-wangsit, nilai-nilai, tumbuhan, binatang, batu-batuan dan insan itu sendiri. 

Ontologi adalah keliru satu objek lapangan penelitian kefilsafatan yang paling antik. Untuk memberi arti tentang suatu objek ilmu, Supriyanto (2003) mengemukakan ada 2 (2) asumsi yg perlu diperhatikan, yakni :
  • Asumsi pertama, adalah suatu objek sanggup dikelompokkan menurut kesamaan bentuk, sifat (substansi), struktur atau komparasi serta kuantitatif perkiraan. 
  • Asumsi ke 2, adalah kelestarian relatif ialah ilmu tidak mengalami perubahan pada periode tertentu (pada waktu singkat). Asumsi ketiga yaitu determinasi ialah ilmu menganut pola tertentu atau nir terjadi secara kebetulan. 
Sementara epistemologi atau teori pengetahuan merupakan cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat serta ruang lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas sejumlah besar pertanyaan tentang pengetahuan yang dimiliki. 

Sebagian karakteristik yg patut mendapat perhatian pada epistemologi perkembangan ilmu dalam masa modern adalah munculnya wangsit tentang ilmu pengetahuan. Pandangan itu merupakan kritik terhadap pandangan Aristoteles, yaitu bahwa ilmu pengetahuan paripurna tidak boleh mencari laba , namun harus bersikap kontemplatif, diganti menggunakan pandangan bahwa ilmu pengetahuan justru harus mencari laba , merupakan dipakai buat memperkuat kemampuan insan di bumi ini (Bakhtiar, 2005).

Sedangkan dasar aksiologi berarti sebagai teori nilai yg berkaitan menggunakan kegunaan dari pengetahuan yg diperoleh, seberapa besar sumbangan ilmu bagi kebutuhan umat insan. Dasar aksiologi ini merupakan sesuatu yang paling krusial bagi insan karena menggunakan ilmu segala keperluan dan kebutuhan manusia sebagai terpenuhi secara lebih cepat serta lebih mudah. 

Berdasarkan aksiologi, ilmu terlihat kentara bahwa permasalahan yg utama adalah tentang nilai. Nilai yg dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki insan buat melakukan banyak sekali pertimbangan tentang apa yang dinilai.

Teori mengenai nilai ini dalam filsafat mengacu pada perseteruan etika dan keindahan. Etika mengandung 2 arti yaitu deretan pengetahuan tentang evaluasi terhadap perbuatan insan serta adalah suatu predikat yang digunakan buat membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan atau insan-manusia lainnya. Sedangkan keindahan berkaitan menggunakan nilai mengenai pengalaman estetika yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan serta fenomena disekelilingnya.

Ø Prosedur Pencarian Ilmu
Salah satu ciri spesial ilmu pengetahuan adalah menjadi suatu kegiatan, yaitu menjadi suatu aktivitas yg dilakukan secara sadar sang insan. Ilmu menganut pola tertentu dan nir terjadi secara kebetulan. Ilmu nir saja melibatkan kegiatan tunggal, melainkan suatu rangkaian aktivitas, sehingga menggunakan demikian merupakan suatu proses. 

Proses dalam rangkaian aktivitas ini bersifat intelektual, serta mengarah pada tujuan-tujuan eksklusif. Disamping ilmu sebagai kegiatan, jua menjadi suatu produk. Dalam hal ini ilmu dapat diartikan menjadi formasi pengetahuan yg adalah hasil berpikir manusia. 

Kedua ciri dasar ilmu yaitu wujud kegiatan insan serta output aktivitas tadi, adalah sisi yang nir terpisahkan dari karakteristik ketiga yang dimiliki ilmu yaitu sebagai suatu metode. Metode ilmiah adalah suatu mekanisme yang mencakup aneka macam tindakan pikiran, pola kerja, cara teknis, dan rapikan langkah untuk memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yg telah terdapat. 

Perkembangan ilmu kini ini dilakukan dalam wujud eksperimen. Menurut Tjahyadi (2005) eksperimentasi ilmu kealaman bisa menjangkau objek potensi-potensi alam yang semula sulit diamati. Pada umumnya metodologi yg digunakan dalam ilmu kealaman diklaim daur-empirik. Hal ini menampakan dalam dua hal yg utama, yaitu siklus yg mengandaikan adanya suatu aktivitas yg dilaksanakan berulang-ulang, dan empirik memperlihatkan dalam sifat bahan yg diselidiki, yaitu hal-hal yg dalam strata pertama bisa diregistrasi secara indrawi. 

Dikemukakan Soeprapto (2003) metode siklus-empirik mencakup lima (lima) tahapan yang diklaim observasi, induksi, deduksi, eksperimen, serta evaluasi. Sifat ilmiahnya terletak dalam kelangsungan proses yg runut dari segenap tahapan prosedur ilmiah tadi, meskipun pada prakteknya termin-tahap kerja tadi acapkali kali dilakukan secara bersamaan. 

Ø Dimensi Ilmu
Ilmu dalam usahanya buat menyingkap rahasia-misteri alam haruslah mengetahui asumsi-asumsi kefilsafatan mengenai alam tadi. Penegasan ilmu diletakkan pada tolok ukur dari sisi atau dimensi fenomenal serta dimensi struktural. 

§ Dimensi Fenomenal
Dalam dimensi fenomenal, ilmu menampakkan diri pada hal-hal berikut :
1. Masyarakat yaitu suatu rakyat yg elit yg pada hayati kesehariannya sangat konsern pada kaidah-kaidah universaI, komunalisme, disinterestedness, serta skeptisme yang terarah dan teratur.
2. Proses yaitu olah krida kegiatan masyarakat elit yg dilakukan melalui refleksi, kontemplasi, khayalan, observasi, eksperimentasi, komparasi, serta sebagainya tidak pernah mengenal titik henti buat mencari serta menemukan kebenaran ilmiah.
3. Produk yaitu hasil dari aktivitas tadi berupa dalil-dalil, teori, dan kerangka berpikir-paradigma beserta hasil penerapannya, baik yg bersifat fisik, juga non fisik. 

§ Dimensi Struktural
Dalam dimensi struktural, ilmu tersusun atas komponen-komponen sebagai berikut :
1. Objek target yg ingin diketahui.
2. Objek sasaran terus menerus dipertanyakan tanpa mengenal titik henti.
3. Ada alasan dan dengan wahana serta cara tertentu objek sasaran tersebut terus menerus dipertanyakan.
4. Temuan-temuan yang diperoleh selangkah demi selangkah disusun pulang pada satu kesatuan sistem.

Sementara itu, ilmu bisa dikelompokkan menjadi tiga yaitu Ilmu Pengetahuan Abstrak, Ilmu Pengetahuan Alam serta Ilmu Pengetahuan Humanis. Secara rinci seperti skema pada bawah ini :

Berdasarkan skema di atas terlihat bahwa ilmu melingkupi tiga bidang utama yaitu ilmu pengetahuan tak berbentuk, ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan humanis. 

Ilmu pengetahuan abstrak meliputi metafisika, akal, serta matematika. Ilmu pengetahuan alam mencakup Fisika, kimia, hayati, kedokteran, geografi, serta lain sebagainya. Ilmu pengetahuan humanis mencakup psikologi, sosiologi, antropologi, aturan serta lain sebagainya.

2.  Tentang Pengetahuan
Secara etimologi pengetahuan berasal menurut kata pada bahasa Inggris yaitu knowledge. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa difinisi pengetahuan adalah kepercayaan yg benar (knowledge is justified true belief). 

Sedangkan secara terminologi, pengetahuan terdiri atas sejumlah definisi, pada antaranya :
1. Pengetahuan adalah apa yang diketahui atau output pekerjaan memahami. Pekerjaan memahami tersebut adalah output menurut kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai . Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Dengan demikian pengetahuan adalah hasil proses dari usaha manusia buat memahami. 

2. Pengetahuan adalah proses kehidupan yg diketahui manusia secara pribadi menurut kesadarannya sendiri. Dalam hal ini yg mengetahui (subjek) mempunyai yang diketahui (objek) pada dalam dirinya sendiri sedemikian aktif sebagai akibatnya yg mengetahui itu menyusun yg diketahui dalam dirinya sendiri pada kesatuan aktif.

3. Pengetahuan merupakan segenap apa yang kita ketahui mengenai suatu objek tertentu, termasuk didalamnya ilmu, seni serta kepercayaan . Pengetahuan ini merupakan khasanah kekayaan mental yg secara eksklusif serta tidak eksklusif memperkaya kehidupan manusia. 

Pada dasarnya pengetahuan adalah output tahu insan terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia buat memahami suatu objek eksklusif. Pengetahuan bisa berwujud barang-barang, baik lewat indera maupun lewat akal, bisa pula objek yg dipahami berbentuk ideal, atau yg bersangkutan dengan kasus kejiwaan.

Pengetahuan adalah holistik pengetahuan yang belum tersusun, baik tentang metafisik maupun fisik, jua adalah kabar berupa common sense, tanpa metode dan mekanisme eksklusif, namun berakar dalam adat dan tradisi yang menjadi norma dan dilakukan secara pengulangan-pengulangan. 

Dengan demikian, maka landasan menurut pengetahuan tersebut sebagai kurang bertenaga sebagai akibatnya cenderung kabur dan kurang jelas. Menurut Supriyanto (2003) pengetahuan tidak teruji lantaran konklusi ditarik berdasarkan perkiraan yang tidak teruji lebih dahulu. Pencarian pengetahuan lebih cendrung trial and error dan menurut pengalaman belaka. 

Adapun ruang Lingkup pengetahuan secara ontologi, epistomologi dan aksiologi tersebut terdapat 3 (3) jenis, yaitu Ilmu, Agama dan Seni, misalnya yang tergambar pada skema di bawah ini :


Ø Jenis Pengetahuan
Menurut Crose (pada Paryati Sudarman, 2008) pengetahuan setidaknya bisa dibagi ke dalam dua jenis primer, yaitu, 1) Pengetahuan logis; dan dua) Pengetahuan intuitif. 

1. Pengetahuan Logis
Merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan sesuatu hal yang secara logis bisa diulang (scientific object). Contohnya, secara logis bola itu bundar , maka dimana pun bola itu dibuat, akan permanen diulang-ulang dalam bentuk bulat. Asumsinya, bila nir bundar , maka itu bukan bola.

2. Pengetahuan intuitif 
Merupakan pengetahuan yg berkaitan dengan sesuatu hal yang unik serta bersifat individual (aesthetic object). Pada bidang-bidang seni termasuk menulis, pengetahuan intuitif sangat berperan. Pengetahuan intuitif sulit buat dijelaskan secara logika, lantaran memang sifatnya yang personal. Sebagai dampak berdasarkan pengetahuan intuitif terutama dalam bidang seni, berkaitan erat menggunakan estetika (estetis) yang nir sanggup dikonseptualkan, melainkan bersifat segera dan eksklusif bisa dirasakan. Pengetahuan yg berkaitan dengan intuitif, biasanya berkaitan menggunakan pengalaman dan refleksi diri. Sedangkan estetis umumnya berkaitan dengan pengalaman. Dengan demikian, masing-masing menurut individu mempunyai pengetahuan intuitif yg berbeda-beda, sehingga akan menghasilkan karya yg bhineka jua.

3. Tentang Ilmu Pengetahuan
Pada awalnya yang pertama ada merupakan filsafat dan ilmu-ilmu khusus adalah bagian menurut filsafat. Sehingga dikatakan bahwa filsafat merupakan induk atau ibu dari semua ilmu (mater scientiarum). Karena objek material filsafat bersifat generik yaitu semua kenyataan, ad interim ilmu-ilmu membutuhkan objek spesifik, maka hal ini menyebabkan berpisahnya ilmu berdasarkan filsafat. 

Meskipun dalam perkembangannya masing-masing ilmu memisahkan diri berdasarkan filsafat, ini nir berarti hubungan filsafat menggunakan ilmu-ilmu khusus sebagai terputus. Dengan ciri kekhususan yg dimiliki setiap ilmu, hal ini menimbulkan batas-batas yang tegas di antara masing-masing ilmu. 

Dengan istilah lain, tidak ada bidang pengetahuan yg menjadi penghubung ilmu-ilmu yg terpisah. Di sinilah filsafat berusaha buat menyatu padukan masing-masing ilmu. Dengan demikian, maka filsafat adalah mengatasi spesialisasi dan merumuskan suatu etos yg didasarkan atas pengalaman kemanusian yang luas. 

Lagipula, masih ada hubungan timbal pulang antara ilmu dengan filsafat. Banyak masalah filsafat yang memerlukan landasan pada pengetahuan ilmiah jika pembahasannya tidak ingin dikatakan dangkal dan galat. Ilmu dewasa ini bisa menyediakan bagi filsafat sejumlah besar bahan yang berupa keterangan-berita yang sangat penting bagi perkembangan ide-inspirasi filsafati yg tepat sebagai akibatnya sejalan menggunakan pengetahuan ilmiah (Siswomihardjo, 2003).

Dalam perkembangan selanjutnya, filsafat nir saja dicermati sebagai induk atau asal dari segala asal ilmu, namun sudah merupakan bagian berdasarkan ilmu itu sendiri, yang jua mengalami proses spesialisasi. 

Dalam taraf peralihan inilah maka filsafat nir mencakup keseluruhan, namun sudah menjadi sektoral. Contohnya filsafat kepercayaan , filsafat aturan, dan filsafat ilmu, adalah bagian dari perkembangan filsafat yg sudah sebagai sektoral dan terkotak pada satu bidang eksklusif. 

Dalam konteks inilah maka kemudian ilmu sebagai kajian filsafat sangat relevan buat dikaji dan didalami secara lebih komprehensif (Bakhtiar, 2005).

Ø Pengertian Ilmu Pengetahuan
Membicarakan kasus ilmu pengetahuan bersama definisinya ternyata tidak semudah dengan yang diperkirakan. Adanya aneka macam definisi tentang ilmu pengetahuan ternyata belum dapat menolong buat tahu hakikat ilmu pengetahuan itu. Sekarang orang lebih berkepentingan dengan mengadakan penggolongan (penjabaran) sehingga garis demarkasi antara (cabang) ilmu yang satu menggunakan yang lainnya sebagai lebih diperhatikan. 

Berdasarkan definisi di atas terlihat jelas ada hal prinsip yang tidak sinkron antara ilmu menggunakan pengetahuan. Seperti yang dikemukakan sebelumnya, pengetahuan adalah holistik pengetahuan yang belum tersusun, baik tentang matafisik juga fisik. Adapun pembuktian kebenarannya berdasarkan penalaran nalar atau rasional atau menggunakan akal deduktif. Premis serta proposisi sebelumnya sebagai acuan berpikir rasionalisme. Kelemahan akal deduktif ini acapkali pengetahuan yang diperoleh tidak sesuai menggunakan kabar. 

Jika dianalogikan, ilmu misalnya sapu lidi, yakni sebagian lidi yang telah diraut serta dipotong ujung dan pangkalnya kemudian diikat, sebagai akibatnya sebagai sapu lidi. Sedangkan pengetahuan merupakan lidi-lidi yg masih berserakan pada pohon kelapa, di pasar, dan loka lainnya yg belum tersusun dengan baik. 

Ø Objek Ilmu Pengetahuan 
Kumpulan pengetahuan supaya dapat dikatakan ilmu harus memenuhi syarat-syarat eksklusif. Syarat-syarat yg dimaksudkan adalah objek material dan formal. Setiap bidang ilmu, baik itu khusus atau filsafat harus memenuhi kedua objek itu.

Objek material adalah sesuatu hal yang dijadikan sasaran pemikiran (Gegenstand), sesuatu hal yang diselidiki atau sesuatu hal yg dipelajari. Objek material mencakup hal konkrit misalnya manusia, flora, bebatuan, tanah, ataupun hal-hal yg abstrak misalnya ilham-wangsit, nilai-nilai, serta kerohanian. 

Objek formal merupakan cara memandang, meninjau yang dilakukan peneliti terhadap objek materialnya serta prinsip yg digunakannya. Objek formal berdasarkan suatu ilmu tidak hanya memberi keutuhan suatu ilmu, akan tetapi dalam waktu yang sama membedakannya berdasarkan bidang lain. Satu objek material sanggup dilihat menurut berbagai sudut pandang sehingga menyebabkan ilmu yg berbeda (Mudhofir, 2005). 

Ø Sumber Ilmu Pengetahuan
Dikemukakan Paryati Sudarman (2008) dalam bukunya ”Menulis pada Media Massa”, pada ajaran Islam, ilmu pengetahuan bisa diperoleh berdasarkan berbagai sumber, di antaranya :

1. Lnsting (Gharizah)
Ilmu pengetahuan yang dimiliki insan semenjak lahir. Ilmu pengetahuan ini adalah bekal kehidupan yang diberikan langsung menurut Allah. Menurut Prof. Haidar Putra, pengetahuan jenis ini nir perlu diajarkan, setiap orang secara instinktif sudah memilikinya (Haidar Putra, 2007:187). Seperti menyukai lawan jenis/cinta kasih, rasa haus, dan lain-lain.

2. Indra
Ilmu pengetahuan yang kita peroleh dari panca indra kita. Seperti menurut penglihatan, penciuman, perabaan, dan indra lainnya, merupakan bagian berdasarkan sumber pengetahuan. AI-Qur'an menyuruh manusia buat mempergunakan indranya.

3. Akal
Bagian terpenting pada proses berpikir. Para inovator menemukan banyak sekali ilmu pengetahuan yang berguna bagi kesejahteraan umat manusia karena berpikir, menggunakan akalnya. Menurut Haidar Putra, para filosof memakai nalar dengan tinggi-tingginya, sebagai akibatnya hingga ke taraf logika mustafad. Akal mustafad merupakan strata akal tertinggi yang dimiliki sang seorang sesudah tingkatan logika potensial dan aktual.

4. Pengalaman
Setiap orang mempunyai pengalaman yang berbeda-beda, dan setiap orang memiliki pengalaman yg unik serta menarik. Semua itu sanggup diungkapkan serta ditulis buat memenuhi kebutuhan media massa.

5. Intuitif
Pengetahuan yang kita peroleh tanpa penalaran. Jujun Suriasumantri mendeskripsikan seseorang yg sedang terpusat pemikirannya dalam suatu masalah tiba-datang saja menemukanjawaban atas pertarungan tersebut tanpa melalui proses berpikir yang berliku-liku, tiba-datang saja beliau hingga pada situ (Suriasumantri, 1982:53).

6. Qalbu
Pangkal dari segala rasa. Para pemikir Islam dan para Sufi, banyak mempergunakan qolbunya buat mendekatkan diri kepada Tuhan, sehingga mendapatkan ilmu. Metodenya umumnya dengan membersihkan hati dari aneka macam macam rasa yang tercela, sehingga hati peka, serta gampang tahu serta memecahkan aneka macam duduk perkara.

7. Wahyu
Merupakan ajaran nabi yg bersumber berdasarkan Al-Qur'an serta Al-Hadits. Dalam Wahyu tadi, tersimpan berbagai warta, baik berupa perintah, embargo/ tamsil, serta lain lain, yg bermanfaat bagi kehidupan umat insan.

8. Mimpi 
Sebagian rasul menerima wahyu berdasarkan mimpi. Seperti Nabi Ibrahim saat mendapat perintah buat mengorbankan anaknya. Para Rasul serta orang sadiqin, memiliki mimpi yang benar (Ar-Rii'ya Ash-Shadiqah), yang bisa dijadikan menjadi sumber ilmu pengetahuan.

Ø Syarat Ilmu Pengetahuan
Pada umumnya ilmu pengetahuan memiliki 4 (empat) kondisi yang absolut, di antaranya, 1) objektif; dua) sistematis; tiga) universal; serta 4) metodologis. 

1. Objektif
Syarat yang pertama ini mengandung arti bahwa ilmu pengetahuan memiliki objek tertentu. Misalnya objek ilmu komunikasi, secara formal objek ilmu komunikasi adalah pernyataan antarmanusia, sedangkan objek materialnya merupakan insan serta kehidupannya.

2. Sistematis
Artinya bahwa pengetahuan merupakan sesuatu yang bisa kita sistemkan sebagai akibatnya menjadi satu kesatuan yg tidak terpisahkan. Misalnya pengetahuan mengenai insan, insan terdiri atas jiwa dan raga. Raga manusia terdiri atas tulang, daging, otot, darah dan organ-organ lainnya, yang mana masing-masing organ tadi satu sama lain tidak mampu terpisahkan. Jika galat satu terpisahkan berdasarkan sistem yang dimaksud maka pengetahuan kita pun berubah. Misalnya apabila seseorang telah tak bernyawa lagi atau mangkat , maka pengetahuan menyebutnya bukan lagi menjadi manusia namun berubah sebagai mayat.

3. Universal
Artinya ilmu pengetahuan bersifat generik, diterima secara universal. Misalnya semua orang setuju bahwa garam cita rasanya asin, gula cita rasanya manis, matahari terbit menurut arah timur dan karam pada arah barat. Apabila garam cita rasanya cantik, gula cita rasanya asin, tentu secara generik hal ini ditolak serta ini bukanlah suatu pengetahuan yang sahih, melainkan kesalahan berpikir lantaran bertentangan menggunakan kesepakatan umum.

4. Metodologis
Artinya bahwa ilmu pengetahuan diperoleh dengan menggunakan metode atau cara-cara eksklusif. Misalnya buat memperoleh pengetahuan mengenai komunikasi, secara bahasa, komunikasi berasal menurut bahasa Inggris, communication, yg bersumber berdasarkan bahasa Latin "communis", yang ialah sama. Sama di sini adalah sama makna. Jadi, sesuatu bisa dikatakan komunikasi bila pada antara pelaku komunikasi (baik penyampai pesan juga penerima pesan) terjadi persamaan makna mengenai sesuatu hal yang disampaikannya.

Ø Cara Memeroleh Ilmu Pengetahuan
Untuk memperoleh ilmu pengetahuan umumnya ada beberapa cara yang bisa kita lakukan. Pada umumnya ilmu pengetahuan kita peroleh melalui pendidikan. Baik pendidikan formal, informal juga pendidikan nonformal. 

Pendidikan formal yaitu pendidikan yg diselenggarakan sang lembaga pendidikan secara formal. Seperti pendidikan yg pernah kita lalui berdasarkan bangku taman kanak-kanak, sekolah dasar bahkan hingga perguruan tinggi. Pendidikan nonformal yaitu pendidikan yg kita peroleh di luar pendidikan formal. Seperti pendidikan yg diperoleh menurut lingkungan famili, berdasarkan pergaulan di rakyat, dan yang penting merupakan berdasarkan membaca atau iqra’. 

Kata Iqra' (bacalah) nir akan diletakkan dalam awal kalimat perintah-Nya apabila makna yang dikandungnya tidak sedemikian krusial. Ada dua jenis membaca pada hal ini, yakni membaca secara tekstual dan membaca secara kontekstual. 

Membaca tekstual adalah membaca berdasarkan kitab -buku atau referensi-surat keterangan lain yg telah ditulis oleh orang lain. Leo Fay (1980), seseorang peneliti dan pakar pendidikan yang jua mantan Presiden Internasional Reading Association, mengatakan "read is prossess a power for transcending whatever physical power human can master". 

Sedangkan yg dimaksud menggunakan membaca kontekstual merupakan membaca yang berkaitan menggunakan membaca situasi, kondisi, keadaan atau fenomena-fenomena apa saja yang terjadi pada kurang lebih lingkungan atau kehidupan. 

Ø Perbedaan Ilmu dan Pengetahuan
Perbedaan yang paling signifikan antara ilmu menggunakan pengetahuan adalah pengetahuan diartikan hanyalah sekadar “tahu”, yaitu output tahu dari bisnis insan buat menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa tanah, apa laut, apa air, serta sebagainya. Sedangkan ilmu bukan hanya sekadar bisa menjawab “apa” tetapi akan dapat menjawab “mengapa” dan “bagaimana” (why serta how). Misalnya mengapa laut lebih luas menurut daratan, atau mengapa gunung bisa meletus, dan sebagainya.

Berdasarkan warta di atas terlihat kentara ada hal prinsip yg tidak sama antara ilmu dengan pengetahuan. Pengetahuan merupakan keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai metafisik maupun fisik. Pengetahuan jua bisa dikatakan, warta yang berupa common sense, tanpa memiliki metode, serta prosedur tertentu. Pengetahuan berakar pada adat dan tradisi yang menjadi norma serta pengulangan-pengulangan. 

Hal ini menampakan, landasan pengetahuan kurang kuat cenderung kabur serta kurang jelas. Pengetahuan nir teruji karena konklusi ditarik menurut asumsi yang nir teruji lebih dahulu. Pencarian pengetahuan lebih cendrung trial and error serta berdasarkan pengalaman belaka (Supriyanto, 2003). 

Pembuktian kebenaran pengetahuan dari penalaran nalar atau rasional atau memakai logika deduktif. Premis serta proposisi sebelumnya menjadi acuan berpikir rasionalisme. Kelemahan nalar deduktif ini di antaranya, seringkali sekali pengetahuan yg diperoleh nir sesuai menggunakan fakta. 

Ø Komunikasi Sebagai Ilmu Pengetahuan
Dalam kaitannya menggunakan pemahaman ilmu pengetahuan di atas, ilmu komunikasi sering menerima keraguan pada eksistensi serta keeksistensiannya sebagai ilmu di tengah kemajuan teknologi fakta saat ini. Hal ini mungkin salah satunya ditimbulkan perkembangan historis komunikasi menjadi sebuah ilmu melalui tahapan dimensi waktu yg terlalu jauh apabila merujuk dalam pemahaman catatan sejarah perkembangan ilmu komunikasi pada daratan Amerika. 

Perkembangan komunikasi sebagai ilmu selalu dikaitkan menggunakan aktifitas retorika yg terjadi di zaman Yunani kuno, sebagai akibatnya mengakibatkan pemahaman bagi pemikir-pemikir barat bahwa perkembangan komunikasi dalam zaman itu mengalami masa kegelapan (dark ages) karena nir berkembang pada zaman Romawi kuno. Dan baru mulai dicatat perkembangannya pada masa ditemukannya mesin cetak oleh Guttenberg (1457). 

Sehingga perkara yang timbul merupakan, rentang saat antara perkembangan ilmu komunikasi yang awalnya dikenal retorika dalam masa Yunani antik, hingga pada pencatatan sejarah komunikasi pada masa pemikiran tokoh-tokoh dalam abad 19, sangat jauh. Sehingga mengakibatkan sejarah perkembangan ilmu komunikasi itu sendiri terputus kira-kira 1400 tahun. 

Padahal berdasarkan catatan lain, sebenarnya aktifitas retorika yg dilakukan dalam jaman Yunani kuno juga dilanjutkan perkembangan aktifitasnya dalam jaman pertengahan (masa persebaran kepercayaan ). Sehingga menimbulkan asumsi bahwa perkembangan komunikasi itu sebagai sebuah ilmu nir pernah terputus, artinya nir ada mata rantai sejarah yang hilang pada perkembangan komunikasi. 

Dengan demikian, jaman persebaran kepercayaan yang berlangsung antara rentang ketika tersebut (zaman pertengahan) sebagai bagian berdasarkan perkembangan ilmu komunikasi. Sehingga jaman pertengahan menjadi jembatan alur perkembangan komunikasi menurut zaman yunani kuno ke zaman renaissance, modern, serta pada masa ini.

Pada awalnya, perkembangan komunikasi yg terjadi pada jaman Romawi (menjadi perkembangan dari Yunani antik sekitar tahun 500 SM-5 M) mengalami kendala, karena dalam masa itu Romawi mengalami masa kegelapan (dark ages). Padahal, masa kegelapan yg terjadi di Eropa tersebut adalah sisi lain dari masa keemasan peradaban Islam, dimana pada masa itu perkembangan ilmu pengetahuan (termasuk aktifitas komunikasi) cukup signifikan. 

Selain itu, perkembangan komunikasi jua sangat maju pesat pada Cina yg telah dimulai pada tahun 550 SM. Memang, aktifitas komunkasi dalam bentuk retorika yg berlangsung pada Cina dan Islam ini lebih menekankan pada penyebaran ajaran dan keyakinan. Berbeda di Yunani dan Romawi yang lebih bersifat politis. 

Salah satu ajaran yang berkembang yaitu ajaran konfusiunisme pada Cina. Kong hu Cu (bagian berdasarkan konfusianisme) lahir dalam lebih kurang 550 SM yg ajarannya telah berusia 2000 tahun. Konfusius mulai mengajarkan filsafat hidupnya waktu Cina masih terpecah-pecah. 

Dalam penyebarannya, komunikasi yg dilakukan telah sangat maju sehabis ditemukannya kertas oleh Ts’ai Lun (105 M). Namun, saat dinasti Qin (215 SM-206 SM), kaisar Qin Shi Hung melarang ajaran Konfusianisme, sehingga banyak buku-kitab yg dibakar. Namun, ketika masa dinasti Han (206 SM-220 M), konfusianisme mulai mencapai masa emasnya kembali. 

Misalnya dengan didirikannya semacam Imperial University yang meninggalkan sejumlah buku ajaran konfusianisme, misalnya kitab Shi Ching (formasi lagu-lagu), Shu Ching (dokumen-dokumen), I Ching (buku pakar ramalan), Ch’un Ch’iu (insiden penting), serta Li Chi (upacara-upacara).

Konfusianisme ini berlangsung relatif usang sampai dalam masa jatuhnya dinasti Ching (1644-1911). Hal ini mengidentifikasikan bahwa adanya proses perkembangan komunikasi yg lebih condong pada penyebaran ajaran-ajaran konfusianisme di Cina.

Aktifitas komunikasi pada bentuk propaganda juga sudah ada pada jaman Isa Al-Masih. Isa yg dalam waktu itu ingin mengajarkan ajaran Allah Swt, menerima tantangan dari kaum Yahudi. Ia dianggap figur yang sangat berbahaya serta membahayakan keberadaan bangsa Yahudi, sehingga orang-orang Yahudi tadi berusaha memancing kemarahan pihak penguasa Romawi yang saat itu menguasai Palestina.

Akhirnya, bisnis tersebut berhasil memengaruhi perilaku politik penguasa Romawi yg dalam awalnya tidak ikut campur dalam keagamaan, sekarang berubah haluan dengan memerintahkan tentaranya buat menangkap Isa As serta menghukumnya. 

Namun, catatan sejarah menerangkan bahwa sebenarnya Isa As tidak tewas terkutuk di tiang salib, ia berhasil diselamatkan sang Pilatus yang sudah berhubungan menggunakan yusuf Aritmatea (Injil Yahya, 19:38). Setelah memperlihatkan bukti-bukti kepada muridnya bahwa dia tidak mati di kayu salib (Injil Markus, 16:19-20), maka Al Masih tetapkan atas perintah Allah buat meninggalkan Palestina dan menjelajahi berbagai negeri dimana berdiam suku-suku Israil yg hilang buat melanjutkan mengungkapkan selebaran-Nya (berdakwah) (buku Ester 3:6, 1:1, dua:6, serta II Raja-raja 15:29). 

Negeri terakhir dimana tempat peristirahatan beliau merupakan Srinagar, India. Komunikasi pada bentuk ajaran dakwah yang dilakukan di jaman Isa ini terbukti menggunakan adanya penerangan Dalai Lama (pendeta Budhah Tibet) bahwa Isa adalah keliru satu orang kudus yg dihormati pada ajaran Budha. Hal ini berkaitan erat dengan kepercayaan Budha yg mengatakan bahwa Baghawa Metteya (pengembara kulit tanpa cacat; Isa Al Masih) pernah datang mengajarkan ajarannya pada India. 

Selain itu, pula menggunakan diketemukannya scroll (gulungan yg jumlahnya 84.000 gulungan) yang isinya menceritakan aktifitas penyebaran ajaran Isa pada India. Bukti lain juga dengan ditemukannya kuburan Yus Asaf pada Srinagar, Kashmir oleh tim Jerman Barat yg merupakan kuburan nabi Isa yg tewas pada usia 120 tahun (Thre Tribune, Chandigarh, 11 Mei 1984).

Komunikasi di dunia Islam pun sebenarnya telah mengalami perkembangan yang relatif signifikan. Sama misalnya kenyataan komunikasi yg terjadi di jaman Isa Al Masih, komunikasi Islam pun lebih berorientasi pada sistem dakwah yg berusaha membarui atau mensugesti alam pikiran seorang buat mengikuti syariat Islam.

Peradaban umat Islam dalam kaitannya menggunakan perkembangan komunikasi telah mencatatkan sejarah yg cukup menakjubkan. Pada masa bani Umayah misalnya, telah ditemukan suatu cara pengamatan astronomi dalam abad 7 M, tepatnya 8 abad sebelum Galileo Galilei dan Copernicus menekuni ilmu mengenai perbintangan tersebut. 

Korelasi antara Timur serta Barat selama perang Salib (1100-1300 M) sangat penting bagi perkembangan komunikasi ilmu pengetahuan di daratan eropa, lantaran pada ketika perluasan, jazirah Arab pada bawah kendali Islam sudah mengambil alih kebudayaan Byzantium, Persia, serta Spanyol, sehingga tingkat kebudayaan Islam jauh lebih tinggi daripada kebudayaan Eropa (Brower, 1982). 

Universitas Bagdad, Damsyik, Beirut, serta Kairo contohnya menyimpan serta menaruh warisan ilmiah menurut India, Persia, Yunani, serta Byzantium, sehingga eropa menerima warisan filsafat Yunani melalui orang Arab yang terlebih dahulu mempelajarinya, lantaran bangsa Arab sudah menterjemahkan karya-karya fisuf termasyur misalnya Plato, Hipokrates dan Aristoteles. 

Bahkan kurang lebih abad ke-14 pada zaman kekuasaan dinasti Yuan (1260-1368), imbas Islam ditandai dengan lahirnya seorang peneliti di bidang astronomi pertama yg mendirikan observatorium, yaitu Jamal Al-Din.

Perkembangan komunikasi dalam Islam yg lebih bersifat dakwah tersebut nir tanggal berdasarkan kaitannya menjadi bagian dari bentuk komunikasi, lantaran pada bahasa arab, dakwah berarti seruan, panggilan, dan atau ajakan. Dikemukakan Salahuddin Sanusi, yang didefinisikan sang Al Ustadz Bahiyul Khuli dalam bukunya yg berjudul “Tadzkiratud Du’at” dakwah adalah suatu komunikasi yang disebabkan menurut interaksi antar individu maupun grup manusia yang bertujuan memindahkan umat dari suatu situasi yang negatif (zaman jahiliyah) ke situasi yg positif. 

Pada jaman Nabi Muhammad Saw (570 M-632 M), penyebaran Islam berlangsung pada saat yang relatif singkat (8-9 M). Muhammad melakukan dakwahnya ke Mekah dalam tahun 610 M. Hanya dalam tempo 25 tahun, Nabi Muhammad Saw beserta pengikutnya bisa merogoh alih kekuasaan pada kawasan Arab dari tangan kaum Quraisy, serta Islam pun lalu berkembang menggunakan sangat pesatnya. 

Sekitar tahun 650 M, jazirah Arab, semua wilayah timur tengah, dan Mesir dikendalikan sang orang-orang Islam, sehingga dalam tahun 700 M, Islam pun akhirnya mendominasi area akbar mulai berdasarkan daratan China dan India pada timur sampai Afrika Utara dan Spanyol di barat. 

Cepatnya perkembangan Islam bisa jadi merupakan impak menurut penggunaan dakwah-dakwah yg berisi tentang ajaran-ajaran Islam, seperti dakwah yg berisi tentang jihad fisabilillah, yaitu agunan buat masuk nirwana bagi mereka yg meninggal pada usahanya buat memperjuangkan Islam. 

Dalam berdakwah, Rasulullah selalu melakukan komunikasi menjadi dakwah dengan metode yg tepat serta jika dicermati akan sangat relevan dengan metode diskusi saat ini. Dalam dakwahnya, diskusi yang dilakukan pasti didasari hal-hal berikut, yakni alasannya adalah bertenaga (hujjah), kata kata yg arif dan bijak (uslub), serta adab sopan santun yang baik. 

Artinya, terdapat bentuk komunikasi yang efektif sebagai akibatnya dapat menghipnotis keyakinan jutaan umat pada saat yg sangat singkat. Komunikasi diawali menggunakan adanya perintah dari Allah pada Nabi Muhammad Saw buat menaruh peringatan pada ummat manusia untuk percaya kepada Allah. 

Awalnya komunikasi itu dilakukan secara membisu-membisu kemudian dilanjutkan secara terbuka seiring berdasarkan wahyu berikutnya yang memerintahkan Nabi buat berdakwah secara jelas-terangan (Q.S Al-Hijr;94-95).

Begitupun halnya komunikasi pada media goresan pena, sebenarnya sudah dirintis sang Rasulullah, yaitu saat beliau mengirimkan surat yg isinya ajakan buat memeluk Islam kepada para raja di Eropa. Sebagai contoh, nabi pernah mengirimkan surat dakwah kepada raja Hiraqla (raja di Roma Timur) yang bernama, raja Habsyi yang bernama Najsyi, serta lain-lain. Dalam setiap suratnya, nabi selalu membubuhi stempel yang terbuat berdasarkan perak yang berukirkan tulisan “muhammadurrasulullah”. 

Kembali hubungannya menggunakan pers sebagai bagian menurut komunikasi, Islam sudah merintis perkembangan komunikasi itu sendiri, sekali lagi dalam bentuk dakwah. Misalnya turun temurunnya hadits-hadits nabi dan sunnah Rasul. Sejarah telah menyampaikan bahwa perkembangan serta kecemerlangan ajaran Islam sudah menerobos cakrawala abad serta jaman serta melewati negara-negara dan benua.

Hal ini tentu saja berkat para jurnalis-jurnalis Islam misalnya Syafi’i, Malik Ahmad Hambali, Hanafi, Abu Dawud, dan sebagainya yg tulisannya dalam bidang hukum fiqih. Sementara di bidang filsafat ada Al Kindi, Al Farabi, Ibnu Sina, Imam Ghazali, Jamaludin Al afgani, Muhammad Abduh, Muhammad Rasyid Ridla, serta lain-lain. Di bidang kedokteran, Ibnu Sina sudah menulis buku yang berisi anggaran-anggaran dalam ilmu kedokteran yang banyak disesuaikan sang ilmuwan-ilmuwan dalam bidang kedokteran dewasa ini. 

Dari uraian tersebut, dapatlah dikatakan bahwa sebenarnya peradaban Islam (dalam kaitannya sebagai jembatan penghubung sejarah komunikasi) telah melanjutkan atau mewariskan komunikasi dari ajaran-ajaran Yunani yg sudah disinggung di atas, buat lalu baru diubahsuaikan sang bangsa Eropa serta seterusnya Amerika (sebagai dampak berdasarkan intellectual migration dari daratan Eropa ke utara benua Amerika pada masa kekuasaan Adolf Hitler pada daratan eropa).

Melihat uraian sejarah perkembangan komunikasi di jaman pertengahan di atas, timbullah satu pertanyaan, mengapa aktifitas retorika dalam kaitannya dakwah yg terjadi di jaman pertengahan nir dijadikan bagian dari mata rantai sejarah perkembangan komunikasi sang para pemikir-pemikir barat? 

Untuk menjawab pertanyaan ini, dapat melihat fase-fase perkembangan ilmu itu sendiri berdasarkan jaman ke jaman. Ilmu berkembang pertama kali dalam masa Yunani kuno. Lalu dilanjutkan dalam jaman pertengahan (yg sebenarnya adalah masa-masa persebaran kepercayaan ). Telah disinggung di atas, contoh persebaran agama yg diambil merupakan Islam yg memang berlangsung pada zaman pertengahan. 

Setelah itu, ilmu berkembang lagi dalam jaman renaissance (14-17 M), dimana kebanyakan pemikiran tokoh-tokoh pada abad ini telah bebas serta tidak terikat lagi oleh dogma-dogma kepercayaan , sebut saja seperti Isaac Newton serta Charles Darwin. 

Jaman tadi merupakan jaman peralihan dari jaman pertengahan menuju jaman modernitas. Ketika di jaman terkini, ilmu-ilmu yang berkembang itu lebih didasari oleh pemikiran-pemikiran yang ilmiah dan realitas. Seperti Darwin yg sangat fanatik menggunakan teori evolusinya. Inilah mungkin yang mengakibatkan banyak teori-teori komunikasi yang nir pernah mencantumkan nama-nama besar menurut cendikiawan-cendikiawan Islam (seperti Al Kindi, Al Farabi, dll) sebagai tokoh yang berjasa pada berbagi komunikasi itu sendiri pada jaman pertengahan. 

Hal ini mungkin ini terdapat korelasinya dengan masa kegelapan (dark ages) yg terjadi di Eropa yg kala itu adalah jaman keemasan peradaban Islam. Contoh insiden penting yaitu perang Salib yang terulang sebanyak enam kali. 

Hal ini nir hanya sebagai ajang peperangan fisik, tetapi jua menyadarkan serdadu-serdadu eropa akan kemajuan negara-negara Islam yang sedemikian pesatnya. Sehingga mereka menyebarkan pengalaman-pengalaman mereka itu sekembalinya di negara masing-masing. 

Pada tahun 1453 M, Istambul jatuh ke tangan Turki, sehingga para rahib atau sarjana mengungsi ke Italia atau negara-negara lain. Mereka inilah yang menjadi pionir-pionir perkembangan ilmu di Eropa. Padahal sebenarnya mereka ini mendapatkan pengetahuannya dari peradaban Islam yang telah maju lebih dulu. 

Mengenai perkembangan komunikasi yang lebih cenderung dianggap menjadi bagian dari perkembangan ilmu pengetahuan pada Amerika serta Eropa, sebenarnya kembali dalam pola pemikiran dari manfaat ilmu pengetahuan yang ditemukan. 

Pada dasarnya, orang Amerika serta Eropa cenderung buat mematenkan suatu kreasi, sedangkan pemikir-pemikir di Asia dan peradaban Timur tengah lebih cenderung pada manfaat dari output temuannya itu. Padahal jelas, sejarah menceritakan secara gamblang bahwa peradaban yang sangat maju sudah berlangsung lebih dulu pada Cina serta Timur Tengah.

Penjelasan sejarah pada atas sudah relatif pertanda bahwa sebenarnya sejarah perkembangan komunikasi sebenarnya tidak pernah terputus. Karena dalam dasarnya interaksi antara komunikasi sebagai bagian menurut perkembangan peradaban manusia begitu erat. Hal ini semata dikarenakan aktifitas retorika sudah terdapat pada jaman pertengahan, tetapi memang belum berbentuk ilmu. 

Fenomena yang lebih banyak bersifat dakwah (persebaran agama) ini baru berupa gejala-gejala sosial, serta dalam masa itu belum ada suatu ilmu yang mengkhususkan fokus dan lokus kajiannya tentang komunikasi. 

Tetapi setidaknya hal pada atas relatif memberikan argumen bahwa komunikasi adalah fenomena yang telah sangat usang terjadi serta baru dikaji secara utuh sebagai suatu ilmu pada abad ke-19 pada daratan Amerika melalui kelompok Chicago serta terutama nanti menggunakan kemunculan apa yg disebut sebagai administrative research. 

Melalui kelompok yang berpusat pada Universitas Colombia ini masih ada beberapa figur atau tokoh krusial yg mempunyai kontrobusi akbar dalam pengembangan ilmu komunikasi, terutama dengan figur sentral, Paul F. Lazarfeld. 

Sekalipun krusial jua buat dipahami bahwa kemunculan kajian ilmu komunikasi dalam periode ini tidak dapat dilepaskan dalam era dominannya era propaganda, sebagai akibatnya figur Wilbur Schramm sebagai krusial pada proses pelembagaan ilmu komunikasi. 

Komunikasi selain menjadi ketrampilan atau seni pula adalah kenyataan ilmu pengetahuan. Lantaran ilmu komunikasi memiliki metode seperti content analysis, uses & gratification, rencana setting, cultivation analysist, experiments, serta sebagainya.

Pendekatan eksperimen sudah dilakukan sang Carl Hovland yg meneliti tentang komunikasi persuasif. Penelitian content analysist sudah dilakukan Harold D. Lasswell serta Bernard Berelson buat mempelajari propaganda pada dekade 40-an pada Amerika.

Sementara penelitian kuesioner oleh Paul F. Lazarfeld, Elihu Katz, telah mengakibatkan temuan two steps flow of communication. Bahkan dalam perkembangan lain, jika merujuk dalam mashab interpretatif, maka akan banyak dijumpai ragam penelitian yang memakai pendekatan semiotic, ethnografi, serta sebagainya berdasarkan paradigma interpretatif. 

Dalam tradisi Amerika, retorika atau yang dikenal sebagai speech, telah menjadi kajian yg krusial sebelum dikenal tradisi kajian komunikasi massa atau ilmu komunikasi sebagaimana dewasa ini. Dengan karyanya yg terkenal “Watching Dallas". Sedangkan James Lull menggunakan pendekatan etnografi komunikasi dikalangan penonton televisi. Robert E. Park, dari generasi Chicago School pula memakai penelitian lapangan.

Berdasarkan gambaran pada atas dapatlah dikenali ciri-ciri komunikasi sebagai ilmu pengetahuan, terutama yang berkaitan dengan metode penelitiannya. Dari situ tampak bahwa komunikasi sebagai fenomena ilmu pengetahuan bisa diterima sebagaimana dapat dibuktikan menggunakan munculnya jurnal komunikasi, output penelitian komunikasi, serta kitab -kitab komunikasi