FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN PENGETAHUAN ALAM

Filsafat Ilmu sebagai Landasan Pengembangan Pengetahuan Alam
Frank (dalam Soeparmo, 1984), dengan merogoh sebuah rantai menjadi perbandingan, mengungkapkan bahwa fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam adalah menyebarkan pengertian tentang taktik serta taktik ilmu pengetahuan alam. Rantai tadi sebelum tahun 1600, menghubungkan filsafat disatu pangkal serta ilmu pengetahuan alam di ujung lain secara berkesinambungan. Sesudah tahun 1600, rantai itu putus. Ilmu pengetahuan alam memisahkan diri berdasarkan filsafat. Ilmu pengetahuan alam menempuh jalan simpel pada menurunkan hukum-hukumnya. Menurut Frank, fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam merupakan menjembatani putusnya rantai tersebut dan menampakan bagaimana seseorang bergerak dari pandangan common sense (pra-pengetahuan) ke prinsip-prinsip generik ilmu pengetahuan alam. Filsafat ilmu pengetahuan alam bertanggung jawab buat membangun kesatuan pandangan dunia yang pada dalamnya ilmu pengetahuan alam, filsafat dan kemanusian memiliki interaksi erat.

Sastrapratedja (1997), mengemukakan bahwa ilmu-ilmu alam secara fundamental dan struktural diarahkan dalam produksi pengetahuan teknis serta yg bisa digunakan. Ilmu pengetahuan alam merupakan bentuk refleksif (relefxion form) dari proses belajar yg ada pada struktur tindakan instrumentasi, yaitu tindakan yg ditujukan buat mengendalikan syarat eksternal manusia. Ilmu pengetahuan alam terkait menggunakan kepentingan dalam meramal (memprediksi) serta mengendalikan proses alam. Positivisme menyamakan rasionalitas dengan rasionalitas teknis serta ilmu pengetahuan dengan ilmu pengetahuan alam.

Menurut Van Melsen (1985), karakteristik spesial pertama yg menandai ilmu alam merupakan bahwa ilmu itu melukiskan fenomena menurut aspek-aspek yg mengizinkan pendaftaran inderawi yg eksklusif. Hal kedua yg penting mengenai registrasi ini adalah bahwa pada keadaan ilmu alam sekarang ini pendaftaran itu nir menyangkut pengamatan terhadap benda-benda serta tanda-tanda-tanda-tanda alamiah, sebagaimana impulsif tersaji kepada kita. Yang diregistrasi dalam eksperimen adalah cara benda-benda bereaksi atas “campur tangan” eksperimental kita. Eksperimentasi yang aktif itu memungkinkan suatu analisis jauh lebih teliti terhadap banyak faktor yang dalam pengamatan konkrit selalu masih ada bersama-sama. Tanpa pengamatan eksperimental kita tidak akan tahu menahu tentang elektron-elektron serta bagian-bagian elementer lainnya.

Ilmu pengetahuan alam mulai berdiri sendiri sejak abad ke 17. Kemudian pada tahun 1853, Auguste Comte mengadakan penggolongan ilmu pengetahuan. Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang dilakukan sang Auguste Comte (pada Koento Wibisono, 1996), sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang memberitahuakn bahwa gejala-tanda-tanda pada ilmu pengetahuan yg paling generik akan tampil terlebih dahulu. Dengan menilik tanda-tanda-tanda-tanda yang paling sederhana serta paling umum secara lebih tenang serta rasional, kita akan memperoleh landasan baru bagi ilmu-ilmu pengetahuan yg saling berkaitan buat bisa berkembang secara lebih cepat. Dalam penggolongan ilmu pengetahuan tersebut, dimulai menurut Matematika, Astronomi, Fisika, Ilmu Kimia, Biologi serta Sosilogi. Ilmu Kimia diurutkan dalam urutan keempat.

Penggolongan tersebut didasarkan pada urutan rapikan jenjang, asas ketergantungan dan ukuran kesederhanaan. Dalam urutan itu, setiap ilmu yang terdahulu adalah lebih tua sejarahnya, secara logis lebih sederhana dan lebih luas penerapannya daripada setiap ilmu yang dibelakangnya (The Liang Gie, 1999).

Pada pengelompokkan tadi, meskipun nir dijelaskan induk berdasarkan setiap ilmu tetapi pada kenyataannya kini bahwa ekamatra, kimia dan hayati merupakan bagian menurut kelompok ilmu pengetahuan alam.

Ilmu kimia adalah suatu ilmu yang menilik perubahan materi dan tenaga yg menyertai perubahan materi. Menurut ensiklopedi ilmu (pada The Liang Gie, 1999), ilmu kimia dapat digolongkan ke dalam beberapa sub-sub ilmu yakni: kimia an organik, kimia organik, kimia analitis, kimia fisik serta kimia nuklir.

Selanjutnya Auguste Comte (dalam Koento Wibisono, 1996) memberi efinisi tentang ilmu kimia menjadi “… that it relates to the law of the phenomena of composition and decomposition, which result from the molecular and specific mutual action of different subtances, natural or artificial” ( arti harafiahnya kira-kira merupakan ilmu yg herbi hukum gejala komposisi serta dekomposisi menurut zat-zat yang terjadi secara alami maupun sintetik). Untuk itu pendekatan yang digunakan dalam ilmu kimia nir saja melalui pengamatan (observasi) serta percobaan (eksperimen), melainkan juga dengan perbandingan (komparasi).

Jika melihat berdasarkan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan alam, dalam mulanya orang permanen mempertahankan penggunaan nama/istilah filsafat alam bagi ilmu pengetahuan alam. Hal ini dapat dipandang menurut judul karya utama dari pelopor ahli kimia yaitu John Dalton: New Princiles of Chemical Philosophy.

Berdasarkan hal tersebut maka sangatlah beralasan bahwa ilmu pengetahuan alam tidak terlepas menurut hubungan dengan ilmu induknya yaitu filsafat. Untuk itu diharapkan uraian ini dapat memberikan dasar bagi para ilmuan IPA dalam merenungkan kembali sejarah perkembangan ilmu alam dan dalam pengembangan ilmu IPA selanjutnya.

FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN PENGETAHUAN ALAM

Filsafat Ilmu menjadi Landasan Pengembangan Pengetahuan Alam
Frank (dalam Soeparmo, 1984), dengan mengambil sebuah rantai sebagai perbandingan, mengungkapkan bahwa fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam adalah membuatkan pengertian mengenai taktik serta taktik ilmu pengetahuan alam. Rantai tadi sebelum tahun 1600, menghubungkan filsafat disatu pangkal serta ilmu pengetahuan alam pada ujung lain secara berkesinambungan. Sesudah tahun 1600, rantai itu putus. Ilmu pengetahuan alam memisahkan diri berdasarkan filsafat. Ilmu pengetahuan alam menempuh jalan praktis dalam menurunkan aturan-hukumnya. Menurut Frank, fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam merupakan menjembatani putusnya rantai tadi dan menampakan bagaimana seseorang berkecimpung berdasarkan pandangan common sense (pra-pengetahuan) ke prinsip-prinsip umum ilmu pengetahuan alam. Filsafat ilmu pengetahuan alam bertanggung jawab untuk membangun kesatuan pandangan dunia yang di dalamnya ilmu pengetahuan alam, filsafat dan kemanusian mempunyai hubungan erat.

Sastrapratedja (1997), mengemukakan bahwa ilmu-ilmu alam secara mendasar dan struktural diarahkan pada produksi pengetahuan teknis dan yang bisa digunakan. Ilmu pengetahuan alam merupakan bentuk refleksif (relefxion form) menurut proses belajar yang terdapat dalam struktur tindakan instrumentasi, yaitu tindakan yang ditujukan buat mengendalikan kondisi eksternal insan. Ilmu pengetahuan alam terkait menggunakan kepentingan dalam meramal (memprediksi) dan mengendalikan proses alam. Positivisme menyamakan rasionalitas menggunakan rasionalitas teknis dan ilmu pengetahuan dengan ilmu pengetahuan alam.

Menurut Van Melsen (1985), karakteristik spesial pertama yg menandai ilmu alam adalah bahwa ilmu itu melukiskan fenomena menurut aspek-aspek yg mengizinkan registrasi inderawi yang eksklusif. Hal ke 2 yg penting mengenai pendaftaran ini adalah bahwa pada keadaan ilmu alam sekarang ini registrasi itu nir menyangkut pengamatan terhadap benda-benda serta tanda-tanda-gejala alamiah, sebagaimana spontan disajikan pada kita. Yang diregistrasi pada eksperimen adalah cara benda-benda bereaksi atas “campur tangan” eksperimental kita. Eksperimentasi yang aktif itu memungkinkan suatu analisis jauh lebih teliti terhadap banyak faktor yang dalam pengamatan konkrit selalu masih ada bersama-sama. Tanpa pengamatan eksperimental kita tidak akan memahami menahu mengenai elektron-elektron dan bagian-bagian elementer lainnya.

Ilmu pengetahuan alam mulai berdiri sendiri sejak abad ke 17. Kemudian dalam tahun 1853, Auguste Comte mengadakan penggolongan ilmu pengetahuan. Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yg dilakukan oleh Auguste Comte (pada Koento Wibisono, 1996), sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yg menerangkan bahwa tanda-tanda-tanda-tanda dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih dahulu. Dengan menilik gejala-tanda-tanda yg paling sederhana dan paling generik secara lebih tenang dan rasional, kita akan memperoleh landasan baru bagi ilmu-ilmu pengetahuan yang saling berkaitan buat dapat berkembang secara lebih cepat. Dalam penggolongan ilmu pengetahuan tadi, dimulai menurut Matematika, Astronomi, Fisika, Ilmu Kimia, Biologi serta Sosilogi. Ilmu Kimia diurutkan pada urutan keempat.

Penggolongan tersebut didasarkan dalam urutan tata jenjang, asas ketergantungan dan berukuran kesederhanaan. Dalam urutan itu, setiap ilmu yang terdahulu merupakan lebih tua sejarahnya, secara logis lebih sederhana serta lebih luas penerapannya daripada setiap ilmu yang dibelakangnya (The Liang Gie, 1999).

Pada pengelompokkan tersebut, meskipun nir dijelaskan induk berdasarkan setiap ilmu tetapi pada kenyataannya sekarang bahwa fisika, kimia dan biologi adalah bagian berdasarkan gerombolan ilmu pengetahuan alam.

Ilmu kimia merupakan suatu ilmu yang menyelidiki perubahan materi serta tenaga yg menyertai perubahan materi. Menurut ensiklopedi ilmu (pada The Liang Gie, 1999), ilmu kimia bisa digolongkan ke dalam beberapa sub-sub ilmu yakni: kimia an organik, kimia organik, kimia analitis, kimia fisik dan kimia nuklir.

Selanjutnya Auguste Comte (dalam Koento Wibisono, 1996) memberi efinisi tentang ilmu kimia sebagai “… that it relates to the law of the phenomena of composition and decomposition, which result from the molecular and specific mutual action of different subtances, natural or artificial” ( arti harafiahnya kira-kira adalah ilmu yg berhubungan dengan hukum gejala komposisi serta dekomposisi menurut zat-zat yang terjadi secara alami maupun sintetik). Untuk itu pendekatan yg dipergunakan dalam ilmu kimia tidak saja melalui pengamatan (observasi) dan percobaan (eksperimen), melainkan pula menggunakan perbandingan (komparasi).

Jika melihat dari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan alam, dalam mulanya orang tetap mempertahankan penggunaan nama/kata filsafat alam bagi ilmu pengetahuan alam. Hal ini bisa dicermati menurut judul karya utama dari pelopor ahli kimia yaitu John Dalton: New Princiles of Chemical Philosophy.

Berdasarkan hal tersebut maka sangatlah beralasan bahwa ilmu pengetahuan alam tidak terlepas dari interaksi menggunakan ilmu induknya yaitu filsafat. Untuk itu dibutuhkan uraian ini dapat menaruh dasar bagi para ilmuan IPA dalam merenungkan balik sejarah perkembangan ilmu alam serta pada pengembangan ilmu IPA selanjutnya.

ILMU DAN TEORI PENGETAHUAN

Ilmu Dan Teori Pengetahuan
1. Tentang Ilmu
Pada prinsipnya ilmu adalah usaha buat mengorganisir dan mensitematisasikan sesuatu. Sesuatu tadi bisa diperoleh menurut pengalaman serta pengamatan dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi sesuatu itu dilanjutkan menggunakan pemikiran secara cermat serta teliti dengan memakai berbagai metode.

Ilmu dapat merupakan suatu metode berfikir secara objektif (objective thinking) yg bertujuan untuk menggambarkan atau memberi makna terhadap global faktual. Hal ini diperoleh melalui proses observasi, eksperimen, serta klasifikasi. Sementara analisisnya merupakan hal yg objektif menggunakan menyampingkan unsur eksklusif, mengedepankan pemikiran logika, dan bersikap netral (nir ditentukan oleh kedirian atau subjektif). 

Pada hakekatnya, ilmu adalah milik insan secara komprehensif sebagai lukisan atau fakta yg lengkap serta konsisten mengenai hal-hal yang dipelajarinya pada ruang dan waktu sejauh jangkauan akal serta yang bisa diamati pribadi oleh panca alat manusia. 

Perlu dipahami bahwa ilmu merupakan formasi pengetahuan, namun bukan kebalikannya, perpaduan ilmu adalah pengetahuan. Kumpulan pengetahuan agar bisa dikatakan ilmu harus memenuhi kondisi-syarat tertentu. Syarat-kondisi yang dimaksudkan merupakan objek material serta objek formal. Setiap bidang ilmu, baik itu spesifik juga filsafat wajib memenuhi ke 2 objek itu.

Ilmu adalah suatu bentuk aktiva yang dengan melakukannya umat insan memperoleh sesuatu yang lebih lengkap serta lebih cermat tentang alam di masa lampau, kini serta kemudian, dan suatu kemampuan yang meningkat untuk menyesuaikan dirinya dengan kehidupan. 

Ø Pengertian Ilmu
Dalam upaya memperoleh pemahaman tentang ilmu dan teori komunikasi, maka pada awal pembahasan yg perlu dipahami beserta adalah pemahaman mengenai apa itu ilmu secara umum. Pasalnya, banyak sekali pengertian yang sanggup dikemukakan tentang ilmu. 

Menurut Mulyadhi Kartanegara, ilmu merupakan any organized knowledge atau sekumpulan pengetahuan. Ilmu dan sains menurutnya nir tidak sama, terutama sebelum abad ke-19. Namun, selesainya itu sains lebih terbatas pada bidang-bidang fisik atau inderawi, sedangkan ilmu melampauinya dalam bidang-bidang non fisik, misalnya metafisika. 

Adapun arti atau definisi ilmu yg masih ada dalam kamus Bahasa Indonesia merupakan : “Suatu pengetahuan mengenai suatu bidang yg disusun secara bersistem dari metode eksklusif yg dapat dipakai buat memperlihatkan gejala-gejala eksklusif,” (Admojo, 1998).

Sementara itu, buat detail mengenai pengertian dan definisi berdasarkan ilmu tersebut, berikut ini sejumlah definisi ilmu dari para ahli pada antaranya :

”Ilmu adalah pengetahuan yg disusun dalam satu sistem yang dari menurut pengamatan, studi serta percobaan buat menentukan hakikat prinsip mengenai hal yang sedang dikaji,” 

Ashley Montagu,
“Ilmu merupakan pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan aturan kausal pada suatu golongan kasus yang sama tabiatnya, juga berdasarkan kedudukannya tampak menurut luar, juga menurut bangunannya menurut dalam,”

Mohammad Hatta,
”Ilmu adalah akumulasi pengetahuan yg disistemasikan dan suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap semua global empiris yaitu global yg terikat sang faktor ruang serta ketika, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca alat manusia,

Harsojo, 
”Ilmu merupakan lukisan atau liputan yang komprehensif dan konsisten tentang keterangan pengalaman dengan kata yang sederhana,”

Karl Pearson,
”Ilmu adalah pengetahuan insan mengenai alam, rakyat serta pikiran. Ia mencerminkan alam serta konsep-konsep, katagori serta hukum-hukum, yang ketetapannya dan kebenarannya diuji menggunakan pengalaman simpel,”

Afanasyef,
“Ilmu adalah sesuatu yang realitas, rasional, generik serta sistematik, serta ke empatnya serentak,”

Ralph Ross serta Ernest Van Den Haag,
Dari sejumlah pengertian pada atas dapat disimpulkan bahwa ilmu dalam dasarnya, pengetahuan mengenai sesuatu hal atau fenomena, baik yg menyangkut alam atau sosial yang diperoleh insan melalui proses berfikir. 

Itu artinya bahwa setiap ilmu adalah pengetahun mengenai sesuatu yg menjadi objek kajian berdasarkan ilmu terkait. Selain itu, pengertian ilmu jua identik menggunakan global ilmiah, karenanya ilmu menandakan tiga karakteristik, pada antaranya :
1. Ilmu wajib merupakan suatu pengetahuan yang berdasarkan dalam nalar.
2. Ilmu harus terorganisasikan secara sistematis.
3. Ilmu harus berlaku umum.

Ø Dasar Ilmu 
Rasa ingin tahu mengenai peristiwa-insiden yg terjadi pada alam sekitarnya bisa bersifat sederhana dan jua dapat bersifat kompleks. Rasa ingin memahami yg bersifat sederhana didasari menggunakan rasa ingin tahu mengenai apa (ontologi), sedangkan rasa ingin memahami yang bersifat kompleks mencakup bagaimana insiden tersebut dapat terjadi serta mengapa peristiwa itu terjadi (epistemologi), serta buat apa insiden tadi dipelajari (aksiologi). 

Ke tiga landasan tadi yaitu ontologi, epistemologi serta aksiologi merupakan karakteristik khusus pada penyusunan suatu ilmu. Ketiga landasan ini saling terkait satu sama lain dan nir mampu dipisahkan antara satu menggunakan lainnya. Berbagai usaha buat bisa mencapai atau memecahkan peristiwa yang terjadi di alam atau lingkungan sekitarnya.

Adapun dasar ontologi ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yg dapat diuji oleh panca indera insan. Jadi, masih pada jangkauan pengalaman manusia atau bersifat empiris. Adapun objek empiris bisa berupa objek material misalnya wangsit-wangsit, nilai-nilai, tumbuhan, binatang, batu-batuan dan insan itu sendiri. 

Ontologi adalah keliru satu objek lapangan penelitian kefilsafatan yang paling antik. Untuk memberi arti tentang suatu objek ilmu, Supriyanto (2003) mengemukakan ada 2 (2) asumsi yg perlu diperhatikan, yakni :
  • Asumsi pertama, adalah suatu objek sanggup dikelompokkan menurut kesamaan bentuk, sifat (substansi), struktur atau komparasi serta kuantitatif perkiraan. 
  • Asumsi ke 2, adalah kelestarian relatif ialah ilmu tidak mengalami perubahan pada periode tertentu (pada waktu singkat). Asumsi ketiga yaitu determinasi ialah ilmu menganut pola tertentu atau nir terjadi secara kebetulan. 
Sementara epistemologi atau teori pengetahuan merupakan cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat serta ruang lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas sejumlah besar pertanyaan tentang pengetahuan yang dimiliki. 

Sebagian karakteristik yg patut mendapat perhatian pada epistemologi perkembangan ilmu dalam masa modern adalah munculnya wangsit tentang ilmu pengetahuan. Pandangan itu merupakan kritik terhadap pandangan Aristoteles, yaitu bahwa ilmu pengetahuan paripurna tidak boleh mencari laba , namun harus bersikap kontemplatif, diganti menggunakan pandangan bahwa ilmu pengetahuan justru harus mencari laba , merupakan dipakai buat memperkuat kemampuan insan di bumi ini (Bakhtiar, 2005).

Sedangkan dasar aksiologi berarti sebagai teori nilai yg berkaitan menggunakan kegunaan dari pengetahuan yg diperoleh, seberapa besar sumbangan ilmu bagi kebutuhan umat insan. Dasar aksiologi ini merupakan sesuatu yang paling krusial bagi insan karena menggunakan ilmu segala keperluan dan kebutuhan manusia sebagai terpenuhi secara lebih cepat serta lebih mudah. 

Berdasarkan aksiologi, ilmu terlihat kentara bahwa permasalahan yg utama adalah tentang nilai. Nilai yg dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki insan buat melakukan banyak sekali pertimbangan tentang apa yang dinilai.

Teori mengenai nilai ini dalam filsafat mengacu pada perseteruan etika dan keindahan. Etika mengandung 2 arti yaitu deretan pengetahuan tentang evaluasi terhadap perbuatan insan serta adalah suatu predikat yang digunakan buat membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan atau insan-manusia lainnya. Sedangkan keindahan berkaitan menggunakan nilai mengenai pengalaman estetika yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan serta fenomena disekelilingnya.

Ø Prosedur Pencarian Ilmu
Salah satu ciri spesial ilmu pengetahuan adalah menjadi suatu kegiatan, yaitu menjadi suatu aktivitas yg dilakukan secara sadar sang insan. Ilmu menganut pola tertentu dan nir terjadi secara kebetulan. Ilmu nir saja melibatkan kegiatan tunggal, melainkan suatu rangkaian aktivitas, sehingga menggunakan demikian merupakan suatu proses. 

Proses dalam rangkaian aktivitas ini bersifat intelektual, serta mengarah pada tujuan-tujuan eksklusif. Disamping ilmu sebagai kegiatan, jua menjadi suatu produk. Dalam hal ini ilmu dapat diartikan menjadi formasi pengetahuan yg adalah hasil berpikir manusia. 

Kedua ciri dasar ilmu yaitu wujud kegiatan insan serta output aktivitas tadi, adalah sisi yang nir terpisahkan dari karakteristik ketiga yang dimiliki ilmu yaitu sebagai suatu metode. Metode ilmiah adalah suatu mekanisme yang mencakup aneka macam tindakan pikiran, pola kerja, cara teknis, dan rapikan langkah untuk memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yg telah terdapat. 

Perkembangan ilmu kini ini dilakukan dalam wujud eksperimen. Menurut Tjahyadi (2005) eksperimentasi ilmu kealaman bisa menjangkau objek potensi-potensi alam yang semula sulit diamati. Pada umumnya metodologi yg digunakan dalam ilmu kealaman diklaim daur-empirik. Hal ini menampakan dalam dua hal yg utama, yaitu siklus yg mengandaikan adanya suatu aktivitas yg dilaksanakan berulang-ulang, dan empirik memperlihatkan dalam sifat bahan yg diselidiki, yaitu hal-hal yg dalam strata pertama bisa diregistrasi secara indrawi. 

Dikemukakan Soeprapto (2003) metode siklus-empirik mencakup lima (lima) tahapan yang diklaim observasi, induksi, deduksi, eksperimen, serta evaluasi. Sifat ilmiahnya terletak dalam kelangsungan proses yg runut dari segenap tahapan prosedur ilmiah tadi, meskipun pada prakteknya termin-tahap kerja tadi acapkali kali dilakukan secara bersamaan. 

Ø Dimensi Ilmu
Ilmu dalam usahanya buat menyingkap rahasia-misteri alam haruslah mengetahui asumsi-asumsi kefilsafatan mengenai alam tadi. Penegasan ilmu diletakkan pada tolok ukur dari sisi atau dimensi fenomenal serta dimensi struktural. 

§ Dimensi Fenomenal
Dalam dimensi fenomenal, ilmu menampakkan diri pada hal-hal berikut :
1. Masyarakat yaitu suatu rakyat yg elit yg pada hayati kesehariannya sangat konsern pada kaidah-kaidah universaI, komunalisme, disinterestedness, serta skeptisme yang terarah dan teratur.
2. Proses yaitu olah krida kegiatan masyarakat elit yg dilakukan melalui refleksi, kontemplasi, khayalan, observasi, eksperimentasi, komparasi, serta sebagainya tidak pernah mengenal titik henti buat mencari serta menemukan kebenaran ilmiah.
3. Produk yaitu hasil dari aktivitas tadi berupa dalil-dalil, teori, dan kerangka berpikir-paradigma beserta hasil penerapannya, baik yg bersifat fisik, juga non fisik. 

§ Dimensi Struktural
Dalam dimensi struktural, ilmu tersusun atas komponen-komponen sebagai berikut :
1. Objek target yg ingin diketahui.
2. Objek sasaran terus menerus dipertanyakan tanpa mengenal titik henti.
3. Ada alasan dan dengan wahana serta cara tertentu objek sasaran tersebut terus menerus dipertanyakan.
4. Temuan-temuan yang diperoleh selangkah demi selangkah disusun pulang pada satu kesatuan sistem.

Sementara itu, ilmu bisa dikelompokkan menjadi tiga yaitu Ilmu Pengetahuan Abstrak, Ilmu Pengetahuan Alam serta Ilmu Pengetahuan Humanis. Secara rinci seperti skema pada bawah ini :

Berdasarkan skema di atas terlihat bahwa ilmu melingkupi tiga bidang utama yaitu ilmu pengetahuan tak berbentuk, ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan humanis. 

Ilmu pengetahuan abstrak meliputi metafisika, akal, serta matematika. Ilmu pengetahuan alam mencakup Fisika, kimia, hayati, kedokteran, geografi, serta lain sebagainya. Ilmu pengetahuan humanis mencakup psikologi, sosiologi, antropologi, aturan serta lain sebagainya.

2.  Tentang Pengetahuan
Secara etimologi pengetahuan berasal menurut kata pada bahasa Inggris yaitu knowledge. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa difinisi pengetahuan adalah kepercayaan yg benar (knowledge is justified true belief). 

Sedangkan secara terminologi, pengetahuan terdiri atas sejumlah definisi, pada antaranya :
1. Pengetahuan adalah apa yang diketahui atau output pekerjaan memahami. Pekerjaan memahami tersebut adalah output menurut kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai . Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Dengan demikian pengetahuan adalah hasil proses dari usaha manusia buat memahami. 

2. Pengetahuan adalah proses kehidupan yg diketahui manusia secara pribadi menurut kesadarannya sendiri. Dalam hal ini yg mengetahui (subjek) mempunyai yang diketahui (objek) pada dalam dirinya sendiri sedemikian aktif sebagai akibatnya yg mengetahui itu menyusun yg diketahui dalam dirinya sendiri pada kesatuan aktif.

3. Pengetahuan merupakan segenap apa yang kita ketahui mengenai suatu objek tertentu, termasuk didalamnya ilmu, seni serta kepercayaan . Pengetahuan ini merupakan khasanah kekayaan mental yg secara eksklusif serta tidak eksklusif memperkaya kehidupan manusia. 

Pada dasarnya pengetahuan adalah output tahu insan terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia buat memahami suatu objek eksklusif. Pengetahuan bisa berwujud barang-barang, baik lewat indera maupun lewat akal, bisa pula objek yg dipahami berbentuk ideal, atau yg bersangkutan dengan kasus kejiwaan.

Pengetahuan adalah holistik pengetahuan yang belum tersusun, baik tentang metafisik maupun fisik, jua adalah kabar berupa common sense, tanpa metode dan mekanisme eksklusif, namun berakar dalam adat dan tradisi yang menjadi norma dan dilakukan secara pengulangan-pengulangan. 

Dengan demikian, maka landasan menurut pengetahuan tersebut sebagai kurang bertenaga sebagai akibatnya cenderung kabur dan kurang jelas. Menurut Supriyanto (2003) pengetahuan tidak teruji lantaran konklusi ditarik berdasarkan perkiraan yang tidak teruji lebih dahulu. Pencarian pengetahuan lebih cendrung trial and error dan menurut pengalaman belaka. 

Adapun ruang Lingkup pengetahuan secara ontologi, epistomologi dan aksiologi tersebut terdapat 3 (3) jenis, yaitu Ilmu, Agama dan Seni, misalnya yang tergambar pada skema di bawah ini :


Ø Jenis Pengetahuan
Menurut Crose (pada Paryati Sudarman, 2008) pengetahuan setidaknya bisa dibagi ke dalam dua jenis primer, yaitu, 1) Pengetahuan logis; dan dua) Pengetahuan intuitif. 

1. Pengetahuan Logis
Merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan sesuatu hal yang secara logis bisa diulang (scientific object). Contohnya, secara logis bola itu bundar , maka dimana pun bola itu dibuat, akan permanen diulang-ulang dalam bentuk bulat. Asumsinya, bila nir bundar , maka itu bukan bola.

2. Pengetahuan intuitif 
Merupakan pengetahuan yg berkaitan dengan sesuatu hal yang unik serta bersifat individual (aesthetic object). Pada bidang-bidang seni termasuk menulis, pengetahuan intuitif sangat berperan. Pengetahuan intuitif sulit buat dijelaskan secara logika, lantaran memang sifatnya yang personal. Sebagai dampak berdasarkan pengetahuan intuitif terutama dalam bidang seni, berkaitan erat menggunakan estetika (estetis) yang nir sanggup dikonseptualkan, melainkan bersifat segera dan eksklusif bisa dirasakan. Pengetahuan yg berkaitan dengan intuitif, biasanya berkaitan menggunakan pengalaman dan refleksi diri. Sedangkan estetis umumnya berkaitan dengan pengalaman. Dengan demikian, masing-masing menurut individu mempunyai pengetahuan intuitif yg berbeda-beda, sehingga akan menghasilkan karya yg bhineka jua.

3. Tentang Ilmu Pengetahuan
Pada awalnya yang pertama ada merupakan filsafat dan ilmu-ilmu khusus adalah bagian menurut filsafat. Sehingga dikatakan bahwa filsafat merupakan induk atau ibu dari semua ilmu (mater scientiarum). Karena objek material filsafat bersifat generik yaitu semua kenyataan, ad interim ilmu-ilmu membutuhkan objek spesifik, maka hal ini menyebabkan berpisahnya ilmu berdasarkan filsafat. 

Meskipun dalam perkembangannya masing-masing ilmu memisahkan diri berdasarkan filsafat, ini nir berarti hubungan filsafat menggunakan ilmu-ilmu khusus sebagai terputus. Dengan ciri kekhususan yg dimiliki setiap ilmu, hal ini menimbulkan batas-batas yang tegas di antara masing-masing ilmu. 

Dengan istilah lain, tidak ada bidang pengetahuan yg menjadi penghubung ilmu-ilmu yg terpisah. Di sinilah filsafat berusaha buat menyatu padukan masing-masing ilmu. Dengan demikian, maka filsafat adalah mengatasi spesialisasi dan merumuskan suatu etos yg didasarkan atas pengalaman kemanusian yang luas. 

Lagipula, masih ada hubungan timbal pulang antara ilmu dengan filsafat. Banyak masalah filsafat yang memerlukan landasan pada pengetahuan ilmiah jika pembahasannya tidak ingin dikatakan dangkal dan galat. Ilmu dewasa ini bisa menyediakan bagi filsafat sejumlah besar bahan yang berupa keterangan-berita yang sangat penting bagi perkembangan ide-inspirasi filsafati yg tepat sebagai akibatnya sejalan menggunakan pengetahuan ilmiah (Siswomihardjo, 2003).

Dalam perkembangan selanjutnya, filsafat nir saja dicermati sebagai induk atau asal dari segala asal ilmu, namun sudah merupakan bagian berdasarkan ilmu itu sendiri, yang jua mengalami proses spesialisasi. 

Dalam taraf peralihan inilah maka filsafat nir mencakup keseluruhan, namun sudah menjadi sektoral. Contohnya filsafat kepercayaan , filsafat aturan, dan filsafat ilmu, adalah bagian dari perkembangan filsafat yg sudah sebagai sektoral dan terkotak pada satu bidang eksklusif. 

Dalam konteks inilah maka kemudian ilmu sebagai kajian filsafat sangat relevan buat dikaji dan didalami secara lebih komprehensif (Bakhtiar, 2005).

Ø Pengertian Ilmu Pengetahuan
Membicarakan kasus ilmu pengetahuan bersama definisinya ternyata tidak semudah dengan yang diperkirakan. Adanya aneka macam definisi tentang ilmu pengetahuan ternyata belum dapat menolong buat tahu hakikat ilmu pengetahuan itu. Sekarang orang lebih berkepentingan dengan mengadakan penggolongan (penjabaran) sehingga garis demarkasi antara (cabang) ilmu yang satu menggunakan yang lainnya sebagai lebih diperhatikan. 

Berdasarkan definisi di atas terlihat jelas ada hal prinsip yang tidak sinkron antara ilmu menggunakan pengetahuan. Seperti yang dikemukakan sebelumnya, pengetahuan adalah holistik pengetahuan yang belum tersusun, baik tentang matafisik juga fisik. Adapun pembuktian kebenarannya berdasarkan penalaran nalar atau rasional atau menggunakan akal deduktif. Premis serta proposisi sebelumnya sebagai acuan berpikir rasionalisme. Kelemahan akal deduktif ini acapkali pengetahuan yang diperoleh tidak sesuai menggunakan kabar. 

Jika dianalogikan, ilmu misalnya sapu lidi, yakni sebagian lidi yang telah diraut serta dipotong ujung dan pangkalnya kemudian diikat, sebagai akibatnya sebagai sapu lidi. Sedangkan pengetahuan merupakan lidi-lidi yg masih berserakan pada pohon kelapa, di pasar, dan loka lainnya yg belum tersusun dengan baik. 

Ø Objek Ilmu Pengetahuan 
Kumpulan pengetahuan supaya dapat dikatakan ilmu harus memenuhi syarat-syarat eksklusif. Syarat-syarat yg dimaksudkan adalah objek material dan formal. Setiap bidang ilmu, baik itu khusus atau filsafat harus memenuhi kedua objek itu.

Objek material adalah sesuatu hal yang dijadikan sasaran pemikiran (Gegenstand), sesuatu hal yang diselidiki atau sesuatu hal yg dipelajari. Objek material mencakup hal konkrit misalnya manusia, flora, bebatuan, tanah, ataupun hal-hal yg abstrak misalnya ilham-wangsit, nilai-nilai, serta kerohanian. 

Objek formal merupakan cara memandang, meninjau yang dilakukan peneliti terhadap objek materialnya serta prinsip yg digunakannya. Objek formal berdasarkan suatu ilmu tidak hanya memberi keutuhan suatu ilmu, akan tetapi dalam waktu yang sama membedakannya berdasarkan bidang lain. Satu objek material sanggup dilihat menurut berbagai sudut pandang sehingga menyebabkan ilmu yg berbeda (Mudhofir, 2005). 

Ø Sumber Ilmu Pengetahuan
Dikemukakan Paryati Sudarman (2008) dalam bukunya ”Menulis pada Media Massa”, pada ajaran Islam, ilmu pengetahuan bisa diperoleh berdasarkan berbagai sumber, di antaranya :

1. Lnsting (Gharizah)
Ilmu pengetahuan yang dimiliki insan semenjak lahir. Ilmu pengetahuan ini adalah bekal kehidupan yang diberikan langsung menurut Allah. Menurut Prof. Haidar Putra, pengetahuan jenis ini nir perlu diajarkan, setiap orang secara instinktif sudah memilikinya (Haidar Putra, 2007:187). Seperti menyukai lawan jenis/cinta kasih, rasa haus, dan lain-lain.

2. Indra
Ilmu pengetahuan yang kita peroleh dari panca indra kita. Seperti menurut penglihatan, penciuman, perabaan, dan indra lainnya, merupakan bagian berdasarkan sumber pengetahuan. AI-Qur'an menyuruh manusia buat mempergunakan indranya.

3. Akal
Bagian terpenting pada proses berpikir. Para inovator menemukan banyak sekali ilmu pengetahuan yang berguna bagi kesejahteraan umat manusia karena berpikir, menggunakan akalnya. Menurut Haidar Putra, para filosof memakai nalar dengan tinggi-tingginya, sebagai akibatnya hingga ke taraf logika mustafad. Akal mustafad merupakan strata akal tertinggi yang dimiliki sang seorang sesudah tingkatan logika potensial dan aktual.

4. Pengalaman
Setiap orang mempunyai pengalaman yang berbeda-beda, dan setiap orang memiliki pengalaman yg unik serta menarik. Semua itu sanggup diungkapkan serta ditulis buat memenuhi kebutuhan media massa.

5. Intuitif
Pengetahuan yang kita peroleh tanpa penalaran. Jujun Suriasumantri mendeskripsikan seseorang yg sedang terpusat pemikirannya dalam suatu masalah tiba-datang saja menemukanjawaban atas pertarungan tersebut tanpa melalui proses berpikir yang berliku-liku, tiba-datang saja beliau hingga pada situ (Suriasumantri, 1982:53).

6. Qalbu
Pangkal dari segala rasa. Para pemikir Islam dan para Sufi, banyak mempergunakan qolbunya buat mendekatkan diri kepada Tuhan, sehingga mendapatkan ilmu. Metodenya umumnya dengan membersihkan hati dari aneka macam macam rasa yang tercela, sehingga hati peka, serta gampang tahu serta memecahkan aneka macam duduk perkara.

7. Wahyu
Merupakan ajaran nabi yg bersumber berdasarkan Al-Qur'an serta Al-Hadits. Dalam Wahyu tadi, tersimpan berbagai warta, baik berupa perintah, embargo/ tamsil, serta lain lain, yg bermanfaat bagi kehidupan umat insan.

8. Mimpi 
Sebagian rasul menerima wahyu berdasarkan mimpi. Seperti Nabi Ibrahim saat mendapat perintah buat mengorbankan anaknya. Para Rasul serta orang sadiqin, memiliki mimpi yang benar (Ar-Rii'ya Ash-Shadiqah), yang bisa dijadikan menjadi sumber ilmu pengetahuan.

Ø Syarat Ilmu Pengetahuan
Pada umumnya ilmu pengetahuan memiliki 4 (empat) kondisi yang absolut, di antaranya, 1) objektif; dua) sistematis; tiga) universal; serta 4) metodologis. 

1. Objektif
Syarat yang pertama ini mengandung arti bahwa ilmu pengetahuan memiliki objek tertentu. Misalnya objek ilmu komunikasi, secara formal objek ilmu komunikasi adalah pernyataan antarmanusia, sedangkan objek materialnya merupakan insan serta kehidupannya.

2. Sistematis
Artinya bahwa pengetahuan merupakan sesuatu yang bisa kita sistemkan sebagai akibatnya menjadi satu kesatuan yg tidak terpisahkan. Misalnya pengetahuan mengenai insan, insan terdiri atas jiwa dan raga. Raga manusia terdiri atas tulang, daging, otot, darah dan organ-organ lainnya, yang mana masing-masing organ tadi satu sama lain tidak mampu terpisahkan. Jika galat satu terpisahkan berdasarkan sistem yang dimaksud maka pengetahuan kita pun berubah. Misalnya apabila seseorang telah tak bernyawa lagi atau mangkat , maka pengetahuan menyebutnya bukan lagi menjadi manusia namun berubah sebagai mayat.

3. Universal
Artinya ilmu pengetahuan bersifat generik, diterima secara universal. Misalnya semua orang setuju bahwa garam cita rasanya asin, gula cita rasanya manis, matahari terbit menurut arah timur dan karam pada arah barat. Apabila garam cita rasanya cantik, gula cita rasanya asin, tentu secara generik hal ini ditolak serta ini bukanlah suatu pengetahuan yang sahih, melainkan kesalahan berpikir lantaran bertentangan menggunakan kesepakatan umum.

4. Metodologis
Artinya bahwa ilmu pengetahuan diperoleh dengan menggunakan metode atau cara-cara eksklusif. Misalnya buat memperoleh pengetahuan mengenai komunikasi, secara bahasa, komunikasi berasal menurut bahasa Inggris, communication, yg bersumber berdasarkan bahasa Latin "communis", yang ialah sama. Sama di sini adalah sama makna. Jadi, sesuatu bisa dikatakan komunikasi bila pada antara pelaku komunikasi (baik penyampai pesan juga penerima pesan) terjadi persamaan makna mengenai sesuatu hal yang disampaikannya.

Ø Cara Memeroleh Ilmu Pengetahuan
Untuk memperoleh ilmu pengetahuan umumnya ada beberapa cara yang bisa kita lakukan. Pada umumnya ilmu pengetahuan kita peroleh melalui pendidikan. Baik pendidikan formal, informal juga pendidikan nonformal. 

Pendidikan formal yaitu pendidikan yg diselenggarakan sang lembaga pendidikan secara formal. Seperti pendidikan yg pernah kita lalui berdasarkan bangku taman kanak-kanak, sekolah dasar bahkan hingga perguruan tinggi. Pendidikan nonformal yaitu pendidikan yg kita peroleh di luar pendidikan formal. Seperti pendidikan yg diperoleh menurut lingkungan famili, berdasarkan pergaulan di rakyat, dan yang penting merupakan berdasarkan membaca atau iqra’. 

Kata Iqra' (bacalah) nir akan diletakkan dalam awal kalimat perintah-Nya apabila makna yang dikandungnya tidak sedemikian krusial. Ada dua jenis membaca pada hal ini, yakni membaca secara tekstual dan membaca secara kontekstual. 

Membaca tekstual adalah membaca berdasarkan kitab -buku atau referensi-surat keterangan lain yg telah ditulis oleh orang lain. Leo Fay (1980), seseorang peneliti dan pakar pendidikan yang jua mantan Presiden Internasional Reading Association, mengatakan "read is prossess a power for transcending whatever physical power human can master". 

Sedangkan yg dimaksud menggunakan membaca kontekstual merupakan membaca yang berkaitan menggunakan membaca situasi, kondisi, keadaan atau fenomena-fenomena apa saja yang terjadi pada kurang lebih lingkungan atau kehidupan. 

Ø Perbedaan Ilmu dan Pengetahuan
Perbedaan yang paling signifikan antara ilmu menggunakan pengetahuan adalah pengetahuan diartikan hanyalah sekadar “tahu”, yaitu output tahu dari bisnis insan buat menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa tanah, apa laut, apa air, serta sebagainya. Sedangkan ilmu bukan hanya sekadar bisa menjawab “apa” tetapi akan dapat menjawab “mengapa” dan “bagaimana” (why serta how). Misalnya mengapa laut lebih luas menurut daratan, atau mengapa gunung bisa meletus, dan sebagainya.

Berdasarkan warta di atas terlihat kentara ada hal prinsip yg tidak sama antara ilmu dengan pengetahuan. Pengetahuan merupakan keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai metafisik maupun fisik. Pengetahuan jua bisa dikatakan, warta yang berupa common sense, tanpa memiliki metode, serta prosedur tertentu. Pengetahuan berakar pada adat dan tradisi yang menjadi norma serta pengulangan-pengulangan. 

Hal ini menampakan, landasan pengetahuan kurang kuat cenderung kabur serta kurang jelas. Pengetahuan nir teruji karena konklusi ditarik menurut asumsi yang nir teruji lebih dahulu. Pencarian pengetahuan lebih cendrung trial and error serta berdasarkan pengalaman belaka (Supriyanto, 2003). 

Pembuktian kebenaran pengetahuan dari penalaran nalar atau rasional atau memakai logika deduktif. Premis serta proposisi sebelumnya menjadi acuan berpikir rasionalisme. Kelemahan nalar deduktif ini di antaranya, seringkali sekali pengetahuan yg diperoleh nir sesuai menggunakan fakta. 

Ø Komunikasi Sebagai Ilmu Pengetahuan
Dalam kaitannya menggunakan pemahaman ilmu pengetahuan di atas, ilmu komunikasi sering menerima keraguan pada eksistensi serta keeksistensiannya sebagai ilmu di tengah kemajuan teknologi fakta saat ini. Hal ini mungkin salah satunya ditimbulkan perkembangan historis komunikasi menjadi sebuah ilmu melalui tahapan dimensi waktu yg terlalu jauh apabila merujuk dalam pemahaman catatan sejarah perkembangan ilmu komunikasi pada daratan Amerika. 

Perkembangan komunikasi sebagai ilmu selalu dikaitkan menggunakan aktifitas retorika yg terjadi di zaman Yunani kuno, sebagai akibatnya mengakibatkan pemahaman bagi pemikir-pemikir barat bahwa perkembangan komunikasi dalam zaman itu mengalami masa kegelapan (dark ages) karena nir berkembang pada zaman Romawi kuno. Dan baru mulai dicatat perkembangannya pada masa ditemukannya mesin cetak oleh Guttenberg (1457). 

Sehingga perkara yang timbul merupakan, rentang saat antara perkembangan ilmu komunikasi yang awalnya dikenal retorika dalam masa Yunani antik, hingga pada pencatatan sejarah komunikasi pada masa pemikiran tokoh-tokoh dalam abad 19, sangat jauh. Sehingga mengakibatkan sejarah perkembangan ilmu komunikasi itu sendiri terputus kira-kira 1400 tahun. 

Padahal berdasarkan catatan lain, sebenarnya aktifitas retorika yg dilakukan dalam jaman Yunani kuno juga dilanjutkan perkembangan aktifitasnya dalam jaman pertengahan (masa persebaran kepercayaan ). Sehingga menimbulkan asumsi bahwa perkembangan komunikasi itu sebagai sebuah ilmu nir pernah terputus, artinya nir ada mata rantai sejarah yang hilang pada perkembangan komunikasi. 

Dengan demikian, jaman persebaran kepercayaan yang berlangsung antara rentang ketika tersebut (zaman pertengahan) sebagai bagian berdasarkan perkembangan ilmu komunikasi. Sehingga jaman pertengahan menjadi jembatan alur perkembangan komunikasi menurut zaman yunani kuno ke zaman renaissance, modern, serta pada masa ini.

Pada awalnya, perkembangan komunikasi yg terjadi pada jaman Romawi (menjadi perkembangan dari Yunani antik sekitar tahun 500 SM-5 M) mengalami kendala, karena dalam masa itu Romawi mengalami masa kegelapan (dark ages). Padahal, masa kegelapan yg terjadi di Eropa tersebut adalah sisi lain dari masa keemasan peradaban Islam, dimana pada masa itu perkembangan ilmu pengetahuan (termasuk aktifitas komunikasi) cukup signifikan. 

Selain itu, perkembangan komunikasi jua sangat maju pesat pada Cina yg telah dimulai pada tahun 550 SM. Memang, aktifitas komunkasi dalam bentuk retorika yg berlangsung pada Cina dan Islam ini lebih menekankan pada penyebaran ajaran dan keyakinan. Berbeda di Yunani dan Romawi yang lebih bersifat politis. 

Salah satu ajaran yang berkembang yaitu ajaran konfusiunisme pada Cina. Kong hu Cu (bagian berdasarkan konfusianisme) lahir dalam lebih kurang 550 SM yg ajarannya telah berusia 2000 tahun. Konfusius mulai mengajarkan filsafat hidupnya waktu Cina masih terpecah-pecah. 

Dalam penyebarannya, komunikasi yg dilakukan telah sangat maju sehabis ditemukannya kertas oleh Ts’ai Lun (105 M). Namun, saat dinasti Qin (215 SM-206 SM), kaisar Qin Shi Hung melarang ajaran Konfusianisme, sehingga banyak buku-kitab yg dibakar. Namun, ketika masa dinasti Han (206 SM-220 M), konfusianisme mulai mencapai masa emasnya kembali. 

Misalnya dengan didirikannya semacam Imperial University yang meninggalkan sejumlah buku ajaran konfusianisme, misalnya kitab Shi Ching (formasi lagu-lagu), Shu Ching (dokumen-dokumen), I Ching (buku pakar ramalan), Ch’un Ch’iu (insiden penting), serta Li Chi (upacara-upacara).

Konfusianisme ini berlangsung relatif usang sampai dalam masa jatuhnya dinasti Ching (1644-1911). Hal ini mengidentifikasikan bahwa adanya proses perkembangan komunikasi yg lebih condong pada penyebaran ajaran-ajaran konfusianisme di Cina.

Aktifitas komunikasi pada bentuk propaganda juga sudah ada pada jaman Isa Al-Masih. Isa yg dalam waktu itu ingin mengajarkan ajaran Allah Swt, menerima tantangan dari kaum Yahudi. Ia dianggap figur yang sangat berbahaya serta membahayakan keberadaan bangsa Yahudi, sehingga orang-orang Yahudi tadi berusaha memancing kemarahan pihak penguasa Romawi yang saat itu menguasai Palestina.

Akhirnya, bisnis tersebut berhasil memengaruhi perilaku politik penguasa Romawi yg dalam awalnya tidak ikut campur dalam keagamaan, sekarang berubah haluan dengan memerintahkan tentaranya buat menangkap Isa As serta menghukumnya. 

Namun, catatan sejarah menerangkan bahwa sebenarnya Isa As tidak tewas terkutuk di tiang salib, ia berhasil diselamatkan sang Pilatus yang sudah berhubungan menggunakan yusuf Aritmatea (Injil Yahya, 19:38). Setelah memperlihatkan bukti-bukti kepada muridnya bahwa dia tidak mati di kayu salib (Injil Markus, 16:19-20), maka Al Masih tetapkan atas perintah Allah buat meninggalkan Palestina dan menjelajahi berbagai negeri dimana berdiam suku-suku Israil yg hilang buat melanjutkan mengungkapkan selebaran-Nya (berdakwah) (buku Ester 3:6, 1:1, dua:6, serta II Raja-raja 15:29). 

Negeri terakhir dimana tempat peristirahatan beliau merupakan Srinagar, India. Komunikasi pada bentuk ajaran dakwah yang dilakukan di jaman Isa ini terbukti menggunakan adanya penerangan Dalai Lama (pendeta Budhah Tibet) bahwa Isa adalah keliru satu orang kudus yg dihormati pada ajaran Budha. Hal ini berkaitan erat dengan kepercayaan Budha yg mengatakan bahwa Baghawa Metteya (pengembara kulit tanpa cacat; Isa Al Masih) pernah datang mengajarkan ajarannya pada India. 

Selain itu, pula menggunakan diketemukannya scroll (gulungan yg jumlahnya 84.000 gulungan) yang isinya menceritakan aktifitas penyebaran ajaran Isa pada India. Bukti lain juga dengan ditemukannya kuburan Yus Asaf pada Srinagar, Kashmir oleh tim Jerman Barat yg merupakan kuburan nabi Isa yg tewas pada usia 120 tahun (Thre Tribune, Chandigarh, 11 Mei 1984).

Komunikasi di dunia Islam pun sebenarnya telah mengalami perkembangan yang relatif signifikan. Sama misalnya kenyataan komunikasi yg terjadi di jaman Isa Al Masih, komunikasi Islam pun lebih berorientasi pada sistem dakwah yg berusaha membarui atau mensugesti alam pikiran seorang buat mengikuti syariat Islam.

Peradaban umat Islam dalam kaitannya menggunakan perkembangan komunikasi telah mencatatkan sejarah yg cukup menakjubkan. Pada masa bani Umayah misalnya, telah ditemukan suatu cara pengamatan astronomi dalam abad 7 M, tepatnya 8 abad sebelum Galileo Galilei dan Copernicus menekuni ilmu mengenai perbintangan tersebut. 

Korelasi antara Timur serta Barat selama perang Salib (1100-1300 M) sangat penting bagi perkembangan komunikasi ilmu pengetahuan di daratan eropa, lantaran pada ketika perluasan, jazirah Arab pada bawah kendali Islam sudah mengambil alih kebudayaan Byzantium, Persia, serta Spanyol, sehingga tingkat kebudayaan Islam jauh lebih tinggi daripada kebudayaan Eropa (Brower, 1982). 

Universitas Bagdad, Damsyik, Beirut, serta Kairo contohnya menyimpan serta menaruh warisan ilmiah menurut India, Persia, Yunani, serta Byzantium, sehingga eropa menerima warisan filsafat Yunani melalui orang Arab yang terlebih dahulu mempelajarinya, lantaran bangsa Arab sudah menterjemahkan karya-karya fisuf termasyur misalnya Plato, Hipokrates dan Aristoteles. 

Bahkan kurang lebih abad ke-14 pada zaman kekuasaan dinasti Yuan (1260-1368), imbas Islam ditandai dengan lahirnya seorang peneliti di bidang astronomi pertama yg mendirikan observatorium, yaitu Jamal Al-Din.

Perkembangan komunikasi dalam Islam yg lebih bersifat dakwah tersebut nir tanggal berdasarkan kaitannya menjadi bagian dari bentuk komunikasi, lantaran pada bahasa arab, dakwah berarti seruan, panggilan, dan atau ajakan. Dikemukakan Salahuddin Sanusi, yang didefinisikan sang Al Ustadz Bahiyul Khuli dalam bukunya yg berjudul “Tadzkiratud Du’at” dakwah adalah suatu komunikasi yang disebabkan menurut interaksi antar individu maupun grup manusia yang bertujuan memindahkan umat dari suatu situasi yang negatif (zaman jahiliyah) ke situasi yg positif. 

Pada jaman Nabi Muhammad Saw (570 M-632 M), penyebaran Islam berlangsung pada saat yang relatif singkat (8-9 M). Muhammad melakukan dakwahnya ke Mekah dalam tahun 610 M. Hanya dalam tempo 25 tahun, Nabi Muhammad Saw beserta pengikutnya bisa merogoh alih kekuasaan pada kawasan Arab dari tangan kaum Quraisy, serta Islam pun lalu berkembang menggunakan sangat pesatnya. 

Sekitar tahun 650 M, jazirah Arab, semua wilayah timur tengah, dan Mesir dikendalikan sang orang-orang Islam, sehingga dalam tahun 700 M, Islam pun akhirnya mendominasi area akbar mulai berdasarkan daratan China dan India pada timur sampai Afrika Utara dan Spanyol di barat. 

Cepatnya perkembangan Islam bisa jadi merupakan impak menurut penggunaan dakwah-dakwah yg berisi tentang ajaran-ajaran Islam, seperti dakwah yg berisi tentang jihad fisabilillah, yaitu agunan buat masuk nirwana bagi mereka yg meninggal pada usahanya buat memperjuangkan Islam. 

Dalam berdakwah, Rasulullah selalu melakukan komunikasi menjadi dakwah dengan metode yg tepat serta jika dicermati akan sangat relevan dengan metode diskusi saat ini. Dalam dakwahnya, diskusi yang dilakukan pasti didasari hal-hal berikut, yakni alasannya adalah bertenaga (hujjah), kata kata yg arif dan bijak (uslub), serta adab sopan santun yang baik. 

Artinya, terdapat bentuk komunikasi yang efektif sebagai akibatnya dapat menghipnotis keyakinan jutaan umat pada saat yg sangat singkat. Komunikasi diawali menggunakan adanya perintah dari Allah pada Nabi Muhammad Saw buat menaruh peringatan pada ummat manusia untuk percaya kepada Allah. 

Awalnya komunikasi itu dilakukan secara membisu-membisu kemudian dilanjutkan secara terbuka seiring berdasarkan wahyu berikutnya yang memerintahkan Nabi buat berdakwah secara jelas-terangan (Q.S Al-Hijr;94-95).

Begitupun halnya komunikasi pada media goresan pena, sebenarnya sudah dirintis sang Rasulullah, yaitu saat beliau mengirimkan surat yg isinya ajakan buat memeluk Islam kepada para raja di Eropa. Sebagai contoh, nabi pernah mengirimkan surat dakwah kepada raja Hiraqla (raja di Roma Timur) yang bernama, raja Habsyi yang bernama Najsyi, serta lain-lain. Dalam setiap suratnya, nabi selalu membubuhi stempel yang terbuat berdasarkan perak yang berukirkan tulisan “muhammadurrasulullah”. 

Kembali hubungannya menggunakan pers sebagai bagian menurut komunikasi, Islam sudah merintis perkembangan komunikasi itu sendiri, sekali lagi dalam bentuk dakwah. Misalnya turun temurunnya hadits-hadits nabi dan sunnah Rasul. Sejarah telah menyampaikan bahwa perkembangan serta kecemerlangan ajaran Islam sudah menerobos cakrawala abad serta jaman serta melewati negara-negara dan benua.

Hal ini tentu saja berkat para jurnalis-jurnalis Islam misalnya Syafi’i, Malik Ahmad Hambali, Hanafi, Abu Dawud, dan sebagainya yg tulisannya dalam bidang hukum fiqih. Sementara di bidang filsafat ada Al Kindi, Al Farabi, Ibnu Sina, Imam Ghazali, Jamaludin Al afgani, Muhammad Abduh, Muhammad Rasyid Ridla, serta lain-lain. Di bidang kedokteran, Ibnu Sina sudah menulis buku yang berisi anggaran-anggaran dalam ilmu kedokteran yang banyak disesuaikan sang ilmuwan-ilmuwan dalam bidang kedokteran dewasa ini. 

Dari uraian tersebut, dapatlah dikatakan bahwa sebenarnya peradaban Islam (dalam kaitannya sebagai jembatan penghubung sejarah komunikasi) telah melanjutkan atau mewariskan komunikasi dari ajaran-ajaran Yunani yg sudah disinggung di atas, buat lalu baru diubahsuaikan sang bangsa Eropa serta seterusnya Amerika (sebagai dampak berdasarkan intellectual migration dari daratan Eropa ke utara benua Amerika pada masa kekuasaan Adolf Hitler pada daratan eropa).

Melihat uraian sejarah perkembangan komunikasi di jaman pertengahan di atas, timbullah satu pertanyaan, mengapa aktifitas retorika dalam kaitannya dakwah yg terjadi di jaman pertengahan nir dijadikan bagian dari mata rantai sejarah perkembangan komunikasi sang para pemikir-pemikir barat? 

Untuk menjawab pertanyaan ini, dapat melihat fase-fase perkembangan ilmu itu sendiri berdasarkan jaman ke jaman. Ilmu berkembang pertama kali dalam masa Yunani kuno. Lalu dilanjutkan dalam jaman pertengahan (yg sebenarnya adalah masa-masa persebaran kepercayaan ). Telah disinggung di atas, contoh persebaran agama yg diambil merupakan Islam yg memang berlangsung pada zaman pertengahan. 

Setelah itu, ilmu berkembang lagi dalam jaman renaissance (14-17 M), dimana kebanyakan pemikiran tokoh-tokoh pada abad ini telah bebas serta tidak terikat lagi oleh dogma-dogma kepercayaan , sebut saja seperti Isaac Newton serta Charles Darwin. 

Jaman tadi merupakan jaman peralihan dari jaman pertengahan menuju jaman modernitas. Ketika di jaman terkini, ilmu-ilmu yang berkembang itu lebih didasari oleh pemikiran-pemikiran yang ilmiah dan realitas. Seperti Darwin yg sangat fanatik menggunakan teori evolusinya. Inilah mungkin yang mengakibatkan banyak teori-teori komunikasi yang nir pernah mencantumkan nama-nama besar menurut cendikiawan-cendikiawan Islam (seperti Al Kindi, Al Farabi, dll) sebagai tokoh yang berjasa pada berbagi komunikasi itu sendiri pada jaman pertengahan. 

Hal ini mungkin ini terdapat korelasinya dengan masa kegelapan (dark ages) yg terjadi di Eropa yg kala itu adalah jaman keemasan peradaban Islam. Contoh insiden penting yaitu perang Salib yang terulang sebanyak enam kali. 

Hal ini nir hanya sebagai ajang peperangan fisik, tetapi jua menyadarkan serdadu-serdadu eropa akan kemajuan negara-negara Islam yang sedemikian pesatnya. Sehingga mereka menyebarkan pengalaman-pengalaman mereka itu sekembalinya di negara masing-masing. 

Pada tahun 1453 M, Istambul jatuh ke tangan Turki, sehingga para rahib atau sarjana mengungsi ke Italia atau negara-negara lain. Mereka inilah yang menjadi pionir-pionir perkembangan ilmu di Eropa. Padahal sebenarnya mereka ini mendapatkan pengetahuannya dari peradaban Islam yang telah maju lebih dulu. 

Mengenai perkembangan komunikasi yang lebih cenderung dianggap menjadi bagian dari perkembangan ilmu pengetahuan pada Amerika serta Eropa, sebenarnya kembali dalam pola pemikiran dari manfaat ilmu pengetahuan yang ditemukan. 

Pada dasarnya, orang Amerika serta Eropa cenderung buat mematenkan suatu kreasi, sedangkan pemikir-pemikir di Asia dan peradaban Timur tengah lebih cenderung pada manfaat dari output temuannya itu. Padahal jelas, sejarah menceritakan secara gamblang bahwa peradaban yang sangat maju sudah berlangsung lebih dulu pada Cina serta Timur Tengah.

Penjelasan sejarah pada atas sudah relatif pertanda bahwa sebenarnya sejarah perkembangan komunikasi sebenarnya tidak pernah terputus. Karena dalam dasarnya interaksi antara komunikasi sebagai bagian menurut perkembangan peradaban manusia begitu erat. Hal ini semata dikarenakan aktifitas retorika sudah terdapat pada jaman pertengahan, tetapi memang belum berbentuk ilmu. 

Fenomena yang lebih banyak bersifat dakwah (persebaran agama) ini baru berupa gejala-gejala sosial, serta dalam masa itu belum ada suatu ilmu yang mengkhususkan fokus dan lokus kajiannya tentang komunikasi. 

Tetapi setidaknya hal pada atas relatif memberikan argumen bahwa komunikasi adalah fenomena yang telah sangat usang terjadi serta baru dikaji secara utuh sebagai suatu ilmu pada abad ke-19 pada daratan Amerika melalui kelompok Chicago serta terutama nanti menggunakan kemunculan apa yg disebut sebagai administrative research. 

Melalui kelompok yang berpusat pada Universitas Colombia ini masih ada beberapa figur atau tokoh krusial yg mempunyai kontrobusi akbar dalam pengembangan ilmu komunikasi, terutama dengan figur sentral, Paul F. Lazarfeld. 

Sekalipun krusial jua buat dipahami bahwa kemunculan kajian ilmu komunikasi dalam periode ini tidak dapat dilepaskan dalam era dominannya era propaganda, sebagai akibatnya figur Wilbur Schramm sebagai krusial pada proses pelembagaan ilmu komunikasi. 

Komunikasi selain menjadi ketrampilan atau seni pula adalah kenyataan ilmu pengetahuan. Lantaran ilmu komunikasi memiliki metode seperti content analysis, uses & gratification, rencana setting, cultivation analysist, experiments, serta sebagainya.

Pendekatan eksperimen sudah dilakukan sang Carl Hovland yg meneliti tentang komunikasi persuasif. Penelitian content analysist sudah dilakukan Harold D. Lasswell serta Bernard Berelson buat mempelajari propaganda pada dekade 40-an pada Amerika.

Sementara penelitian kuesioner oleh Paul F. Lazarfeld, Elihu Katz, telah mengakibatkan temuan two steps flow of communication. Bahkan dalam perkembangan lain, jika merujuk dalam mashab interpretatif, maka akan banyak dijumpai ragam penelitian yang memakai pendekatan semiotic, ethnografi, serta sebagainya berdasarkan paradigma interpretatif. 

Dalam tradisi Amerika, retorika atau yang dikenal sebagai speech, telah menjadi kajian yg krusial sebelum dikenal tradisi kajian komunikasi massa atau ilmu komunikasi sebagaimana dewasa ini. Dengan karyanya yg terkenal “Watching Dallas". Sedangkan James Lull menggunakan pendekatan etnografi komunikasi dikalangan penonton televisi. Robert E. Park, dari generasi Chicago School pula memakai penelitian lapangan.

Berdasarkan gambaran pada atas dapatlah dikenali ciri-ciri komunikasi sebagai ilmu pengetahuan, terutama yang berkaitan dengan metode penelitiannya. Dari situ tampak bahwa komunikasi sebagai fenomena ilmu pengetahuan bisa diterima sebagaimana dapat dibuktikan menggunakan munculnya jurnal komunikasi, output penelitian komunikasi, serta kitab -kitab komunikasi 

PENGERTIAN DAN LANDASAN KURIKULUM

Pengertian Dan Landasan Kurikulum 
1. Pengertian Kurikulum
Istilah “Kurikulum” memiliki banyak sekali tafsiran yg dirumuskan sang pakar-ahli dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tadi bhineka satu menggunakan yg lainnya, sesuai menggunakan titik berat inti dan pandangan dari ahli yg bersangkutan. Istilah kurikulum asal berdasarkan bahas latin, yakni “Curriculae”, adalah jarak yang wajib ditempuh oleh seorang pelari. Pada saat itu, pengertian kurikulum merupakan jangka waktu pendidikan yg wajib ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan menempuh suatu kurikulum, siswa bisa memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti , bahwa siswa sudah menempuh kurikulum yang berupa planning pelajaran, sebagaimana halnya seseorang pelari sudah menempuh suatu jarak antara satu tempat ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap menjadi jembatan yang sangat penting buat mencapai titik akhir dari suatu bepergian serta ditandai sang perolehan suatu ijazah tertentu.

Di Indonesia kata “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun 5 puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yg memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang di luar pendidikan. Sebelumnya yang lazim digunakan adalah “rencana pelajaran” pada hakikatnya kurikulum sama sama ialah dengan planning pelajaran.

Beberapa tafsiran lainnya dikemukakan sebagai berikut adalah.
Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yg wajib ditempuh dan dipelajari oleh anak didik buat memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran (subject matter) dicermati menjadi pengalaman orang tua atau orang-orang pandai masa lampau, yang sudah disusun secara sistematis serta logis. Mata ajaran tersebut mengisis materi pelajaran yang disampaikan pada anak didik, sehingga memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan yg bermanfaat baginya. 

Kurikulum menjadi rencana pembelajaran. Kurikulum adalah suatu program pendidikan yg disediakan untuk membelajarkan murid. Dengan program itu para murid melakukan aneka macam kegiatan belajar, sebagai akibatnya terjadi perubahan serta perkembangan tingkah laku anak didik, sesuai dengan tujuan pendidikan serta pembelajaran. Dengan kata lain, sekolah menyediakan lingkungan bagi murid yang memberikan kesempatan belajar. Itu sebabnya, suatu kurikulum harus disusun sedemikian rupa agar maksud tadi bisa tercapai. Kurikulum tidak terbatas dalam sejumlah mata pelajaran saja, melainkan mencakup segala sesuatu yg bisa mempengaruhi perkembangan anak didik, misalnya: bangunan sekolah, indera pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman sekolah, serta lain-lain; yang pada gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara efektif. Semua kesempatan dan aktivitas yang akan serta perlu dilakukan sang anak didik direncanakan dalam suatu kurikulum. 

Kurikulum sebagai pengelaman belajar. Perumusan/pengertian kurikulum lainnya yg agak berbeda menggunakan pengertian-pengertian sebelumnya lebih menekankan bahwa kurikulum merupakan serangkaian pengalaman belajar. Salah satu pendukung berdasarkan pengalaman ini menyatakan sebagai berikut:

“Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences which pupils have under direction of the school, whether in the classroom or not (Romine, 1945,h. 14).”

Pengertian itu membuktikan, bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas pada ruang kelas saja, melainkan meliputi jua kegiatan-aktivitas diluar kelas. Tidak terdapat pemisahan yg tegas antara intra serta ekstra kurikulum. Semua kegiatan yg memberikan pengalaman belajar/pendidikan bagi murid pada hakikatnya merupakan kurikulum. 

Kurikulum adalah seperangkat planning serta pengaturan tentang isi dan bahan pelajaran dan cara yang digunakan sebagai panduan penyelenggaraan aktivitas pembelajaran buat mencapai tujuan pendidikan eksklusif. (Undang-Undang No.20 TH. 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).

Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat planning serta pengaturan tentang isi maupun bahan kajian dan pelajaran dan cara penyampaian serta penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi. (Pasal 1 Butir 6 Kemendiknas No.232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi serta Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa).

Kurikulum adalah serangkaian mata ajar dan pengalaman belajar yg mempunyai tujuan eksklusif, yang diajarkan menggunakan cara eksklusif dan kemudian dilakukan penilaian. (Badan Standardisasi Nasional SIN 19-7057-2004 mengenai Kurikulum Pelatihan Hiperkes serta Keselamatan Kerja Bagi Dokter Perusahaan).

Dari berbagai macam pengertian kurikulum diatas kita dapat menarik garis akbar pengertian kurikulum yaitu:
Kurikulum merupakan seperangkat planning serta pengaturan mengenai tujuan, isi, serta bahan pelajaran serta cara yang dipakai menjadi panduan penyelenggaraan aktivitas pembelajaran buat mencapai tujuan pendidikan eksklusif.

2. Landasan Pengembangan Kurikulum
Kurikulum adalah inti berdasarkan bidang pendidikan serta memiliki dampak terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum pada pendidikan serta kehidupan insan, maka penyusunan kurikulum nir dapat dilakukan secara asal-asalan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yg kuat, yang didasarkan dalam output-output pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yg nir didasarkan pada landasan yang kuat bisa membuahkan fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan insan.

Kurikulum disusun buat mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya menggunakan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan kesenian, sinkron dengan jenis serta jenjang masing-masing satuan pendidikan.. Pengebangan kurikulum berlandaskan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Tujuan filsafat dan pendidikan nasional yang dijadikan menjadi dasar buat merumuskan tujuan institusional yang dalam gilirannya sebagai landasan dalam merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan pendidikan.
2. Sosial budaya serta agama yg berlaku dalam rakyat kita.
3. Perkembangan peserta didik, yg memilih dalam karekteristik perkembangan peserta didik.
4. Keadaan lingkungan, yg pada arti luas mencakup lingkungan manusiawi (interpersonal), lingkungan kebudayaan termasuk iptek (kultural), dan lingkungan hayati (bioekologi), serta lingkungan alam (geoekologis).
5. Kebutuhan pembangunan, yg meliputi kebutuhan pembangunan pada bidang ekonomi, kesejahteraan rakyat, aturan, hankam, dan sebagainya.
6. Perkembangan ilmu pengetahuan serta tekhnologi yang sinkron dengan sistem nilai dan kemanusiawian serta budaya bangsa.

Keenam faktor tadi saling kait-mengait antara satu menggunakan yang lainnya.
a. Filsafat dan tujuan pendidikan 
Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau keinginan warga . Berdasarkan harapan tersebut terdapat landasan, mau dibawa kemana pendidikan anak. Dengan kata lain, filsafat pendidikan adalah pandangan hidup masyarakat. Filsafat pendidikan menjadi landasan buat merancang tujuan pendidikan, prinsip-prinsip pembelajaran, dan perangkat pengalaman belajar yg bersifat mendidik. Filsafat pendidikan dipengeruhi oleh dua hal utama, yakni (1). Cita-cita warga , dan (dua). Kebutuhan peserta didik yg hayati di rakyat.

Nilai-nilai filsafat pendidikan wajib dilaksanakan dalam konduite sehari-hari. Hal ini menerangkan pentingnya filsafat pendidikan sebagai landasan pada rangka pengembangan kurikulum.

Filsafat pendidikan sebagai asal tujuan. Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau perbuatan seorang atau rakyat. Dalam filsafat pendidikan terkandung asa mengenai model manusia yang diharapakan sinkron menggunakan nilai-nilai yg disetujui sang individu dan rakyat. Karena itu, filsafat pendidikan wajib dirumuskan berdasarkan kriteria yang bersifat umum serta obyektif. Hopkin pada bukunya Interaction The democratic Process, mengemukakan kriteria antara lain:
1) Kejelasan, filsafat/keyakinan harus kentara serta nir boleh meragukan.
2) Konsisten dengan fenomena, berdasarkan penyelidikan yang seksama.
3) Konsisten menggunakan pengalaman, yg sesuai menggunakan kehidupan individu. 

b. Sosial budaya dan kepercayaan yg berlaku di masyarakat
Keadaan sosial budaya dan kepercayaan tidaklah terlepas menurut kehidupan kita. Keadaan sosial budayalah yg sangat berpengaruh pada diri insan, khususnya menjadi peserta didik. Sikap atau tingkah laku seseorang sebagian akbar ditentukan oleh hubungan sosial yang menciptakan sseeorang buat bertingkah laris yang sesuai dengan syarat lingkungan serta masyarakat lebih kurang. Agama yang membatasi tingkah laku kita jua sangat besar pengaruhnya dalam menciptakan suatu kurikulum. 

c. Perkembangan Peserta didik yang menunjuk dalam karateristik perkembangannya
Setiap siswa niscaya memiliki karateristik yang berbeda. Dengan keadaan peserta didik yg memiliki disparitas dalam hal kemampuan mengikuti keadaan atau dalan hal perkembangan, tentunya juga ikut ambil bagian dalam melandasi terwujudnya kurikulum yg sesuai dengan asa. Kurikulum akan dibentuk sedemikian rupa untuk mengimbangi perkembangan peserta didiknya. 

Kedaaan lingkungan 
Dalam arti yg luas, lingkungan adalah suatu sistem yang dianggap ekosistem, yg mencakup holistik faktor lingkungan, yang tertuju dalam peningkatan mutu kehidupan pada atas bumi ini. Faktor-faktor pada ekosistem itu, mencakup:
1) Lingkungan manusiawi/interpersonal
2) Lingkungan sosial budaya/kultural
3) Lingkungan biologis, yang meliputi tanaman dan fauna
4) Lingkungan geografis, misalnya bumi, air, dan sebagainya.

Masing-masing faktor lingkungan mempunyai asal daya yang dapat digunakan sebagai modal atau kekuatan yg mempengaruhi pembangunan. Lingkungan manusiawi merupakan sumber daya menusia (SDM), baik pada jumlah maupun pada mutunya. Lingkungan sosial budaya adalah asal daya alam (SDA). Jadi ada tiga sumber daya alam (SDA). Jadi ada tiga sumber daya yang terkait erat menggunakan pembangunan yang berwawasan lingkungan. 

Kebutuhan Pembangunan 
Tujuan utama pembangunan merupakan buat menumbuhkan sikap serta tekad kemandirian insan serta warga Indonesia pada rangka menaikkan kualitas asal daya insan untuk mewujudkan kesejahteraan lahir batin yang lebih selaras, adil serta merata. Keberhasilan pembangunan ditandai oleh terciptanya suatu masyarakat yang maju, mandiri serta sejahtera.

Untuk mencapai tujuan pembangunan tadi, maka dilaksanakan proses pembangunan yang titik beratnya terletak dalam pembangunan ekonomi yg seiring dan didukung sang pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas, serta upaya-upaya pembangunan di sektor lainnya. Hal ini menunjuk pada kebutuhan pembangunan sesuai dengan sektor-sektor yg perlu dibangun itu sendiri, yg bidang-bidang industri, pertanian, tenaga kerja, perdagangan, transportasi, pertambangan, kehutanan, usaha nasional, pariwisata, pos serta telekomunikasi, koperasi, pembangunan daerah, kelautan, kedirgantaraan, keuangan, transmigrasi, tenaga dan lingkungan hayati (GBHN, 1993).

Gambaran mengenai proses serta tujuan pembangunan tadi pada atas sekaligus mendeskripsikan kebutuhan pembangunan secara kesuluruhan. Hal mana menaruh akibat tertentu terhadap pendidikan di perguruan tinggi. Dengan kata lain, penyelenggaraan pendidikan pada perguruan tinggi harus disesuaikandan diarahkan pada upaya –upaya dan kebutuhan pembangunan, yang mencakup pembangunan ekonomi dan pengembangan asal daya manusia yg berkualitas. Penyelenggaraan pendidikan diarahkan buat menyiapkan peserta didik sebagai anggota warga yang memiliki kemampuan keilmuan serta keahlian, yang bersifat mendukung ketercapaian hasrat nasional, yakni suatu warga yang maju, berdikari, serta sejahtera.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi 
Pembangunan didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan serta tekhnologi dalam rangka mempercepat terwujudnya ketangguhan serta keunggulan bangsa. Dukungan iptek terhadap pembangunan dimaksudkan buat memacu pembangunan menuju terwujudnya rakyat berdikari, maju dan sejahtera. Untuk mencapai tujuan dan kemampuan-kemampuan tadi, maka ada tiga hal yang dijadikan sebagai dasar, yakni:
1) Pembangunan iptek wajib berada dalam keseimbangan yang dinamis dan efektif menggunakan training sumber daya manusia, pengembangan wahana dan prasarana iptek, pelaksanaan penelitian serta pengembangan serta rekayasa dan produksi barang dan jasa.
2) Pembangunan iptek tertuju dalam peningkatan kualitas, yakni untuk menaikkan kualitas kesejahteraan dan kehidupan bangsa.
3) Pembangunan iptek harus selaras (relevan) dengan nilai-nilai kepercayaan , nilai luhur budaya bangsa, syarat sosial budaya, dan lingkungan hayati.
4) Pembangunan iptek harus berpijak pada upaya peningkatan produktivitas, efisiensi dan efektivitas penelitian dan pengembangan yg lebih tinggi.
5) Pembangunan iptek menurut pada asas pemanfaatannya yang bisa menaruh pemecahan kasus nyata pada pembangunan.

Penguasaan, pemanfaatan, dan pengembangan ilmupengetahuan dan tekhnologi dilaksanakan oleh banyak sekali pihak, yakni:
1) Pemerintah, yang menyebarkan serta memanfaatkan iptek untuk menunjang pembangunan dalam segala bidang.
2) Masyarakat, yang memanfaatkan iptek itu buat pengembangan masyarakat serta mengembangkannya secara swadaya.
3) Akademisis terutama pada lingkungan perguruan tinggi, mengembangkan iptek buat disumbangkan kepada pembangunan.
4) Pengusaha, untuk kepentingan meningkatan produktivitas.

Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama pada pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis ; (dua) psikologis; (tiga) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Untuk lebih jelasnya, pada bawah ini akan diuraikan secara ringkas keempat landasan tadi.

1. Landasan Filosofis 
Filsafat memegang peranan penting pada pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan dalam banyak sekali genre filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak dalam aliran – aliran filsafat tertentu, sebagai akibatnya akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), pada bawah ini diuraikan mengenai isi menurut-menurut masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
a. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran serta keindahan menurut warisan budaya dan dampak sosial eksklusif. Pengetahuan dipercaya lebih krusial dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yg menganut faham ini menekankan dalam kebenaran mutlak, kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat serta ketika. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu. 

b. Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya serta anugerah pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar bisa sebagai anggota rakyat yg berguna. Matematika, sains serta mata pelajaran lainnya dipercaya menjadi dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga buat hidup pada masyarakat. Sama halnya menggunakan perenialisme, essesialisme jua lebih berorientasi dalam masa lalu.

c. Eksistensialisme menekankan dalam individu menjadi sumber pengetahuan mengenai hayati serta makna. Untuk memahamu kehidupan seorang mesti tahu dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan bagaimana aku hidup pada global? Apa pengalaman itu?

d. Progresivisme menekankan dalam pentingnya melayani disparitas individual, berpusat dalam siswa, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme adalah landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.

e. Rekonstruktivisme adalah penjelasan terperinci lanjut dari genre progresivisme. Pada rekonstruksivisme, peradaban insan masa depan sangat ditekankan. Disamping menekankan mengenai disparitas individual misalnya dalam progresivisme, rekonstuktivisme lebih jauh menekankan mengenai pemecahan masalah, berfikir kritis serta sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan buat apa berfikir kritis , memecahkan kasus, dan melakukan sesuatu? Penganut genre ini menekankan pada output belajar dan proses.

Aliran filsafat Perenialisme, Essensialisme, eksistensialisme adalah aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme menaruh dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan pada Pengembangan Model Kurikulum Interaksional.

Masing-masing aliran filsafat niscaya memiliki kelemahan serta keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, pada praktek pengembangan kurikulum, penerapan genre filsafat cenderung dilakukan secara eklektif buat lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan aneka macam kepentingan yg terkait menggunakan pendidikan. Meskipun demikian waktu ini, pada beberapa negara serta khususnya pada Indonesia, sepertinya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu menggunakan lebih menitikberatkan dalam filsafat rekonstruktivisme.

2. Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yg mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan serta (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan adalah ilmu yg mengusut tentang konduite individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji mengenai hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya bisa dijadikan menjadi bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang menyelidiki tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar menyelidiki tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, dan aneka macam aspek konduite individu lainnya pada belajar yg semuanya bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.

Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologis yg mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi adalah ”ciri fundamental dari seorang yang merupakan interaksi kausal dengan surat keterangan kriteria yg efektif serta atau penampilan yg terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi”.

Selanjutnya, dikemukakan juga tentang lima tipe kompetensi, yaitu: 
  • Motif; sesuatu yg dimiliki seorang buat berfikir secara konsisten atau harapan buat melakukan suatu aksi. 
  • Bawaan; yaitu ciri fisisk yg merespons secara konsisten aneka macam situasi atau informasi. 
  • Konsep diri; yaitu tingkah laku , nilai atau image seseorang. 
  • Pengetahuan; yaitu warta khusus yang dimiliki seseorang; 
  • Keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik juga mental. 
Kelima kompetensi tersebut memiliki akibat mudah terhadap perencanaan sumber daya insan atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan karakteristik-karakteristik seorang, sedangkan konsep diri, bawaan serta motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam dan merupakan pusat kepribadian seorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih gampang dikembangkan Pelatihan adalah hal sempurna buat menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit buat dikenali dan dikembangkan.

3. Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dicermati sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan output pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan siswa buat terjun kelingkungan warga . Pendidikan bukan hanya buat pendidikan semata, tetapi menaruh bekal pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai buat hayati, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di warga .

Peserta didik dari dari rakyat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal pada lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat juga. Kehidupan masyarakat, menggunakan segala ciri dan kekayaan budayanya sebagai landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.

Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – insan yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, namun justru melalui pendidikan diperlukan bisa lebih mengerti serta sanggup membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, juga proses pendidikan harus diubahsuaikan menggunakan kebutuhan, syarat, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yg ada di masyakarakat.

Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan serta pola interaksi antar anggota masyarkat. Salah satu aspek penting pada sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para rakyat rakyat. Nilai-nilai tersebut bisa bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.

Sejalan dengan perkembangan rakyat maka nilai-nilai yg ada dalam rakyat jua turut berkembang sebagai akibatnya menuntut setiap warga warga buat melakukan perubahan serta penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yg terjadi di kurang lebih rakyat.

Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa kemudian, turut dan dalam peradaban kini serta membuat peradaban masa yang akan tiba. Dengan demikian, kurikulum yg dikembangkan sudah seharusnya mempertimbankan, merespons dan berlandaskan dalam perkembangan sosial-budaya dalam suatu rakyat, baik dalam konteks lokal, nasional juga global.

4. Landasan Ilmu Pengetahuan serta Tekhnologi
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi yg dimiliki insan masih nisbi sederhana, tetapi semenjak abad pertengahan mengalami perkembangan yg pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung sampai saat ini serta dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang.

Akal manusia telah bisa menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yg nir mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia mampu menginjakkan kaki di Bulan, namun berkat kemajuan pada bidang Ilmu Pengetahuan serta Teknologi dalam pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat pada Bulan dan Neil Amstrong adalah orang pertama yg berhasil menginjakkan kaki di Bulan. 

Kemajuan cepat global dalam bidang warta dan teknologi dalam dua dekade terakhir telah berpengaruh pada peradaban insan melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi serta politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran serta cara-cara kehidupan yang berlaku dalam konteks global dan lokal.

Selain itu, dalam abad pengetahuan kini ini, diharapkan masyarakat yg berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dan standar mutu tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai rakyat sangat majemuk serta canggih, sebagai akibatnya diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi buat berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, dan menngatasi situasi yg ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.

Perkembangan pada bidang Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi, terutama pada bidang transportasi serta komunikasi sudah bisa merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir serta mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi buat kemaslahatan serta kelangsungan hayati insan.