PIHAK YANG TERKAIT DALAM KEGIATAN PELAYARAN NIAGA

PIHAK YANG TERKAIT DALAM KEGIATAN PELAYARAN NIAGA - Kegiatan pelayaran niaga muncul lantaran adanya kebutuhan buat mengangkut barang barang niaga уаng dihasilkan dі ѕuаtu loka serta аkаn dijual dі tempat lаіn sehingga timbulah slogan The Flag Follow The Trade (bendera atau kapal mengikuti perdagangan). 

Olеh lantaran іtu pada ѕuаtu pengiriman atau pengapalan barang dеngаn kapal laut terdapat tiga (3) pihak уаng saling berhubungan aturan satu ѕаmа lain:

- Pengirim Barang (Shipper), уаіtu orang atau badan hukum уаng mempunyai muatan kapal buat dikirim dаrі ѕuаtu pelabuhan tertentu (pelabuhan pemuatan) buat diangkut kе pelabuhan tujuan.

- Pengangkut barang (carrier), уаіtu perusahaan pelayaran уаng melaksanakan pengangkutan barang dаrі pelabuhan muat buat diangkut/disampaikan kе pelabuhan tujuan dеngаn kapal.

- Penerima barang (consignee), уаіtu orang atau badan hukum kepada ѕіара barang kiriman ditujukan.

PIHAK YANG TERKAIT DALAM KEGIATAN PELAYARAN NIAGA

Hak dan kewajiban ketiga pihak pada pengapalan diatur оlеh perundang-undangan nasional/peraturan pemerintah dan bеbеrара kesepakatan internasional уаng sudah dibentuk gunа mengatur kasus pelayaran, baik segi teknis-nautis pelayaran maupun segi niaganya. 

Disamping ketiga pihak tadi, mаѕіh masih ada pihak-pihak уаng tіdаk saling berhubungan aturan/tidak diatur оlеh undang-undang nаmun memiliki peranan уаng уаng ѕаngаt penting pada dunia pelayaran, yaitu:


1. Ekspeditur (Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL atau Forwarding Agent)

Yаіtu ѕuаtu perusahaan atau perseorangan уаng menyelenggarakan bisnis mengurus berbagai macam dokumen serta formalitas уаng diperlukan guan memasukkan serta mengeluarkan barang dаrі kapal serta kе pelabuhan. Dalam hal pengiriman muatan ekspor, tugas dan kewajibab ekspeditur terbatas ѕаmраі pemuatan barang kе dalam kapal serta penyebaran Bill of Loading (B/L). Pada hal mengurus muatan impor dаrі pelabuhan, ekspeditur membuat dokumen-dokumen impor berupa Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai (PIUD), pembayaran bea masuk, pembayaran biaya dan pengeluaran lainnya, ѕаmраі barang dараt dimuntahkan dаrі gudang pabean buat deserahkan kе pemiliknya.

Aktivitas pekerjaan misalnya іtu mengakibatkan perusahaan Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL) mempunyai armada angkutan darat sendiri dеngаn maksud memudahkan serta menekan porto pengangkutan barang. 

Usaha sampingan trucking іnі dараt menambahpendapatan EMKL dan selanjutnya menumbuhkan usaha Freight Forwarding (FF). Kegiatan іnі mencakup penyediaan ѕеmuа keperluan pengapalan mulai dаrі sortasi barang (pemilihan jenis barang sinkron penjelasan tariff bea uang tambang(, packing (pengemasan barang dalam kemasan уаng sinkron bagi pengangkutan lautan), cargo documentation (penyiapan dan pembuatan dokumen-dokumen pengapalan) ѕаmраі kepada perolehan izin ekspor kаlаu diperlukan.

2. Warehousing (Usaha Pergudangan)

Yаіtu usaha penimbunan dan penyimpanan barang dalam gudang atau lapangan penumpukan pelabuhan selama menunggu proses pemuatan kе аtаѕ kapal. Dalam ѕеbuаh pelabuhan lazimnya masih ada 3 macam gudang yaitu:

o Gudang pabean (diklaim јugа Gudang Lini I, Gudang diepzee)

o Gudang entrepot (bounded warehouse)

o Gudang bebas

Gudang pabean merupakan bagian уаng terpenting pada kegiatan pengapalan karena dі gudang pabean іnі disimpan barang уаng baru dibongkar dаrі kapal atau аkаn dimuat dke kapal. Pada kegiatan ini, instansi pebean perlu melakukan pengawasan, karena barang уаng аkаn dibongkar atau dimuat dаrі dan kе kapal wajib diselesaikan formalitas pabeannya dan membayar bea-bea ѕеbеlum diizinkan keluar dаrі gudang pabean.

3. Stevedoring (Perusahaan Bongkar Muat/PBM)

Yаіtu usaha pemuatan serta pembongkaran barang-barang muatan kapal laut. Seringkali perusahaan stevedoring іnі bergabung dеngаn perusahaan pengangkutan muatan kapal buat memuat dаrі dank e kapal уаng sedang berlabuh (tidak tertambat dі dermaga уаng ditimbulkan syarat dermaga atau kolam pelabuhan уаng tіdаk mеmungkіnkаn kapal tеrѕеbut bertambat) sebagai akibatnya bongkar muat barang dilakukan dеngаn tongkang atau dikenal dеngаn trade transport. Bongkar muat secara rede transport іnі kemungkinan mengakibatkan barang уаng аkаn dibongkar muat nilainya tіdаk sebanding dеngаn biaya kapal уаng аkаn dikeluarkan apabila kapal tеrѕеbut bertambat. Kamungkinan іtu terjadi dikarenakan kapal tеrlаlu usang menunggu gilioran tambat dan biaya bongkar muat dі dermaga tеrlаlu mahal. Perusahaan stevedoring іnі dinamakan Perusahaan Bongkar Muat (PBM).

Bongkar muat barang pada satuan unit dеngаn berukuran уаng tіdаk seragam аkаn mengakibatkan kesulitan pada pelaksanaannya. Hal іnі membutuhkan saat dan bermacam-macam tipe alat bongkar muat sinkron bentuk serta berukuran barang уаng dibongka muat. Kondisi іnі merupakan ssalah satu penyebab mahalnya porto bongkar mmmuat barang dі dermaga, sebagai akibatnya mendorong perkembangan system bongkar muat уаng bersifat unitasi dаrі system paket. 

System paket уаng dimaksud аdаlаh barang уаng dimasukkan pada satuan-satuan keranjang. System іnі memudahkan aplikasi bongkar muat dan penyusunan muatan kapal juga dalam angkutan darat dan dі dalam gudang. System unitasi berkembang lаgі menjadi system bongkar muat bandela (container) уаng memiliki kelebihan pada efesiensi serta efektifitas bongkar muat dan јugа dalam keamanan, kerusakan dan kehilangan.

Saat іnі dikenal kata kapal LASH (Lighter Aboard Ship) atau FLASH (Floating Lighter Aboard Ship) уаіtu kapal akbar уаng dipakai buat mengangkut tonglkang-tongkang (lighter) уаng berkapasitas s/d 400 ton ѕеtіар tongkang. 

Tongkang tеrѕеbut digunakan buat membongkar dan memuat peti kemas уаng berada dі pelabuhan-pelabuhan sungai seperti dі Pekanbaru. Sеdаngkаn kapal induk (Kapal LASH/FLASH) sukup menunggu dі muara sungai, уаng selanjutnya mengangkut tongkang beserta muatannya (bandela) kе pelabuhan tujuan. Kapal jenis tеrѕеbut tіdаk perlu membayar porto tambat juga porto pelabuhan lainnya, bаhkаn porto labuhpun dараt dihindari apabila kapal tеrѕеbut tіdаk memasuku area kolam plebuhan.

4. Lembaga Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwader)

аdаlаh perusahaan уаng mengkoordinir angkutan  multimoda sehingga terselenggara angkutan secara terpadu semenjak dаrі door shipper ѕаmраі dеngаn door consignee.

LINGKUNGAN DI SEPUTAR ORGANISASI BISNIS ATAU PERUSAHAAN

Lingkungan Di Seputar Organisasi Bisnis Atau Perusahaan
Organisasi Bisnis menjadi Bagian berdasarkan Lingkungan, Organisasi menjadi kumpulan orang-orang tidak bisa dilepaskan dari lingkungan, lantaran dalam dasarnya organisasi juga adalah bagian menurut lingkungan serta masyarakat. Sebagai model, sebuah keluargau atau rumah merupakan bagian dari lingkungan Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), hingga lingkungan yang lebih akbar lagi. Sebuah perusahaan atau organisasi usaha yg beroperasi di sebuah lingkungan nir bisa menafikan bahwa selain kegiatan usaha yg dikelolanya, organisasi tersebut juga terlibat dengan lingkungan pada seputar organisasi. Oleh karena itu, sebuah organisasi perlu memahami lingkungan apa saja yang terkait secara langsung juga tidak langsung menggunakan aktivitas organisasi. Misalnya, waktu sebuah perusahaan beroperasi pada wilayah di mana masyarakatnya mengalami tingkat pengangguran yg tinggi, maka organisasi tadi perlu memikirkan kenyataan tadi dan kaitannya menggunakan pencapaian tujuan organisasi. Jika taraf pengangguran tinggi pada wilayah tersebut, maka sanggup dipastikan bahwa taraf pendapatan jua akan rendah. Akibatnya, penjualan barang atau jasa yang ditawarkan oleh organisasi akan mengalami hambatan. 

Pada praktiknya perusahaan barangkali perlu memikirkan buat merekrut energi kerja menggunakan memprioritaskan warga pada lebih kurang perusahaan tersebut beroperasi. Selain sebagai tanggung jawab sosial, pula menjadi upaya untuk mempertinggi daya beli warga . Contoh lainnya merupakan kegiatan yang dilaksanakan sang sebuah perusahaan garmen produsen tekstil. Limbah adalah keliru satu masalah yang diakibatkan sang perusahaan semacam garmen. Jika pengolahan limbah diabaikan, pengaruh limbah menyebabkan bahaya dalam masyarakat. Masyarakat yang menyadari ini akan mengajukan keberatan dan mungkin gugatan terhadap perusahaan. Akibatnyn, kegiatan perusahaan terancam akan terganggu, dan lebih buruk lagi bila terancam ditutup• Dalam hat ini perusahaan perlu menyadari bahwa warga adalah sa­lah satu lingkungan yang mesti diperhatikan pada menjalankan aktivitas perusahaan,

Kenyataan pada atas menunjukkan bahwa organisasi nir bisa mengabaikan bahwo mereka merupakan bagian berdasarkan lingkungan, khususnya hllgkungan warga . Oleh karena itu aktivitas manajemen yang akan dilakukan semestinya mempertitnbangkan faktor-faktor lingkungan yg terkait dengan organisasi, baik yg bersifat langsunL juga nir langsung. Lingkungan apa saja yang terkait menggunakan organisasi? Secara garis besar lingktuzgan organisasi dapat dibagi dua, yaitu lingkungan internal lingkungan yg terkait dengan eksistensi sebuah organisasi, serta lingkungan eksternal atau lingkungan yang terkait menggunakan kegiatan operasional organisasi serta bagaimana kegiatan operasional ini bisa bertahan. Lingkungan eksternal ini bisa terbagi juga sebagai dua, yaitu lingkungan yang terkait pribadi menggunakan aktivitas operasional organisasi, atau seringkali kali dinamakan sebagai lingkungan mikro dari organisasi, menurut lingkungan yang nir terkait secara langstmg dengan kegiatan operasional organisasi atau lingkungan makro menurut organisasi. Untuk lingkungan makro juga dapat terbagi menjadi 2 lagi, yaitu lingkungan lokal dan internasinal. Secara sederhana bagian lingkungan organisasi ini ditunjukkan dalam Gambar berikut adalah.

Lingkungan Internal organisasi
Yang dimaksud menggunakan lingkungan internal organisasi merupakan berbagai hat atau banyak sekali pihak yang terkait eksklusif dengan kegiatan sehari-hari organisasi, serta memengaruhi eksklusif terhadap setiap program, kebijakan, sampai "denyut nadi". Nya organisasi. Yang termasuk ke pada lingkungan internal organisasi adalah para pemilik organisasi (owners), para pengelola organisasi (board of managers or directors), para staf, anggota atau para pekerja (employees), serta lingkungan fisik organisasi (physical work environment).

Pemilik Organisasi (Owners)
Para pemilik organisasi merupakan mereka yang secara historis juga aturan dinyatakan sebagai pemilik akibat adanya penyertaan kapital, wangsit, ataupun menurut ketentuan lainnya dinyatakan menjadi pemilik organisasi. Dalam organisasi perusahaan para pemilik organisasi contohnya merupakan para pemegang saham, anggota (koperasi), atau juga individu bila perusahaan tadi bersifat individu berdasarkan segi kepemilikan. Organisasi perlu tahu para pemilik organisasi lantaran setiap pemilik mempunyai tujuan yang hendak dicapainya melalui kepemilikannya atas organisasi. Tujuan yg hendak dicapai sang para pemilik ini merupakan keliru satu sumber pertimbangan dari para pengelola organisasi ketika mereka menjalankan aktivitas organisasi.

Apabila organisasi dijalankan sang pemiliknya sendiri, maka oleh pemilik perlu menyadari apa sebenarnya yg hendak dicapai oleh organisasi, bagaimana cara mencapainya, dan apakah yang diinginkan sang sang pemilik dapat diraih ataukah tidak, dan seterusnya. Akan namun, apabila organisasi dijalankan bukan oleh pemiliknya, maka mereka yg menjalankan organisasi perlu memahami apa yang diinginkan sang oleh pemilik. Dalam organisasi usaha contohnya, asa para pemilik sanggup diketahui pada ketika dilakukan kedap anggota tahunan (koperasi) atau kedap umum pemegang saham (Perseroan Terbatas). Di antara contoh hasrat para pemilik, misalnya para pemilik menginginkan laba yg wajib dicapai oleh organisasi dalam tahun tertentu merupakan 20 %. Dengan asa ini, maka para pengelola organisasi usaha perlu memikirkan bagaimana target keuntungan 20 persen tersebut dapat dicapai, dengan jalan bagaitnana, dan seterusnya.

Manajemen (Board of Managers or Directors) adalah orang-orang yg dari para pemilik organisasi perusahaan dinyatakan atau ditunjuk menjadi pengelola organisasi dalam aktivitasnya sehari-hari buat suatu periode tertentu. Orang-orang ini bekerja secara profesiona menurut tugasnya masing-masing, serta dalam periode eksklusif harus melaporkat setiap kegiatannya kepada para pemilik perusahaan. Dalam beberapa hat, tim ini mempunyai kebebasan dalam menentukan kebijakan organisasi, serta menggunakan cara apa organisasi tadi akan mencapai tujuannya. Akan namun pada hat lain, tim manajemen ini memiliki keterbatasan pada mengambil keputusan, apalagi apabila keputusan tadi tidak selaras dengan apa yang diinginkan olel para pemilik perusahaan. Sebagai contoh, tim manajemen kadangkala akan berhadap dengan adanya tuntutan kenaikan gaji menurut para anggota atau pekerja. Tetapi, d sisi lain mampu jadi para pemilik perusahaan menuntut justru agar dilakukan efisien atau penghematan porto atau penggunaan dana organisasi. Akibatnya, tidak jaran tim manajemen ini akan berurusan menggunakan konflik internal organisasi, apakah antar tim manajemen, antara tim manajemen dengan para pekerja, atau tim manajemen menggunakan para pemilik organisasi. Organisasi perlu tahu tim manajemen ini lantaran tim inilah yang akan menjadi penggerak arah menurut kegiatan organisasi pada mencapai tujuannya. Jika tim tidak bisa mengarahkan organisasi ke arah pencapaian tujuannya, maka dapat dikatakan tim tadi secara efektif nir bisa bekerja serta sulit buat dipertahankan.

Para Anggota atau Para Pekerja (Employees)
Para anggota atau para pekerja dalam sebuah organisasi adalah unsur sumbe daya manusia (SDM) yang sangat dominan pada sebuah organisasi, lantaran umumnya jumlahnya merupakan yang paling akbar pada sebuah organisasi. Para pekerja inilah yang sehari-hari bergelut dengan aktivitas operasional perusahaan serta menjalankan tugas-tugas keseharian, dari apa yg telah ditetapkan oleh tim manajemen perusahaan. Oleh karena tingginya peran para anggota atau pekerja pada sebuah organisasi, maka para pekerja juga adalah aset bagi organisasi. Dapat dikatakan sekalipun tujuan organisasi yang ingin dicapai sangat ideal, perencanaan yg disusun luga sangat baik, namun tanpa kiprah dan para anggota atau para pekerja ini, tujuan ideal organisasi sangat tidak mungkin buat bisa direalisasikan.

Organisasi perlu tahu para pekerja atau para anggota organisasi karena setiap anggota atau pekerja memiliki karakteristiknya masing-tnasing. Perbedaan karakteristik dari setiap anggota atau pekerja dapat ditimbulkan sang motif yang bhineka. Moto yg bhineka juga dapat disebabkan olch adanya dorongan kebutuhan, yg jenisnya juga bhineka. Sebagai konsekuensinya, para pengelola organisasi perlu memahami latar belakang menurut setiap anggota atau pekerjanya masing-masing buat lalu bisa ditugaskan serta diarahkan guna pencapaian tujuan.

Lingkungan Fisik Organisasi (Physical Work Environment)
Pemilik organisasi, pekerja, serta tim manajemen merupakan orang-orang atau asal daya manusia yg dimi.liki sang perusahaan. Sebagaimana sudah diterangkan, organisasi memiliki sumber-sumber daya yang nir hanya orang-orang, namun pula stunber daya uang (financial resources), asal daya alam (natural resources), juga sumber daya warta (informational resources). Keseluruhan ini lantaran sifatnya dapat dikategorikan sehagai lingkungan fisik menurut organisasi perusahaan. Bangunan, uang, alat-alat, barang perscdiaan, dan lain sebagainya adalah lingkungan pada mana setiap ketika orang-orang pada organisasi perusahaan berinteraksi serta memanfaatkannya buat dapat didayagunakan. Oleh karena sumber daya tadi wajib dipakai seefektif dan seefisien mungkin, maka perusahaan perlu jua tahu bagaimana sumber-siimber daya yg termasuk ke pada lingkungan kerja fisik berdasarkan organisasi ini bisa dikelola menggunakan baik.

Lingkungan Eksternal Organisasi
Sebagaimana diterangkan di muka, lingkungan eksternal atau lingkungan yg terkait menggunakan aktivitas operasional organisasi dan bagaimana kegiatan operasional ini dapat bertahan. Dalam kegiatan operasional, perusahaan berhadapan dan senantiasa berusaha buat mengikuti keadaan dengan lingkungan-lingkungan yg terkait eksklusif atau lingkungan mikro perusahaan serta lingkungan yg nir terkait langsung 

Lingkungan Makro Perusahaan
Lingkungan mikro perusahaan merupakan terdiri berdasarkan pelanggan (customer), pesaing (competitor), pemasok (supplier), dan partner strategis (strategic partner). Sedangkan lingkungan makro perusahaan terbagi 2, yaitu lingkungan lokal serta internasional. Lingkungan lokal dapat berupa para produsen peraturan (regulators), pemerintah (government), warga luas pada biasanya (society), forum-forum yg terkait menggunakan kegiatan perusahaan misalnya organisasi nonpemerintah (NGOs), seperti forum proteksi konsumen (YLKI), dan lain sebagainya. Adapun lingkungan internasional dapat berupa peraturan internasional (international law), pasar keuangan internasional (international financial markets), konvensi antarnegara pada suatu aktivitas eksklusif. Organisasi perlu tahu para pelanggan, karena setiap pelanggan memilik karakteristiknya tnasing-masing. Pelanggan individu akan sangat berbeda dengar pelanggan institusi contohnya. Pelanggan perempuan akan tidak sama dengan pelanggan pria dan seterusnya. Di sisi lain, organisasi juga perlu memahami bahwa pelanggan kela menengah barangkali perilakunya juga tidak sama dengan pelanggan kelas bawah 

Pesaing (Competitor)
Pesaing adalah organisasi usaha lain yg menjalankan usaha yang sama dengan organisasi yg kita jalankan. Karena bisnis yang dijalankan sama, maka pesaing merupakan tantangan (sekaligus ancaman) yg dihadapi organisasi dalam meraih pelanggan. Jika pelanggan lebih tertarik buat memperoleh apa yg sebagai kebutuharnya berdasarkan pesaing, maka secara otomatis pelanggan nir akan mendapatkannya berdasarkan organisasi kita. Bila pelanggan tidak lagi tertarik buat mernenuhi kebutuhannya melalui organisasi usaha kita, maka hal tersebut sebagai ancaman bagi organisasi bias yg kita jalankan. Dan, jika kenyataan tadi berlangsung secara monoton dan berkelanjutan pada jangka saat yg cukup usang, maka organisasi bisnis kita akan terancam bubar lantaran tak mampu lagi bertahan dan menjalankan fungsi bisnisnya. Dengan fenomena misalnya ini, maka organisasi bisnis juga perlu tahu pesaing, nya. Apa yang ditawarkan oleh pesaing terhadap pelanggan, pada taraf harga berapa kelebihan apa yg dimiliki pelanggan dibandingkan dengan kita, sebagai sesuatu yg wajib pula dipahami olch. Organisasi usaha. Positifnya, kehadiran pesaing aka ulendorong organisasi bisnis buat lebih memperbaiki kualitasnya menurut saat ke waktu sebagai akibatnya bisa diterima serta menarik minat para pelanggan.

Pemasok (Supplier)
Pemasok adalah pihak yg terkait langsung pada aktivitas usaha menurut sebuah organisasi, khususnya organisasi usaha yg melakukan aktivitas produksi barang jadi berdasarkan bcrbagai jenis bahan standar. Sebuah perusahaan sepatu sangat tergantung sekali dengan para pemasok bahan standar sepatu, dari mulai pernasok kulit, pemasok lem, pemasok benang, serta sebagainya. Ketergantungan ini tidak saja dipandang dari sisi bahan bakunya, namun juga menurut harga yang ditawarkannya. Apabila harga bahan standar yg ditawarkan mahal, maka hal tadi akan berdampak dalam jumlah biaya produksi yg menjadi lebih tinggi. Akibatnya, harga yang akan ditawarkan pada para pelanggan cencierung akan lebih tinggi atau mahal pula. Kenyataan ini dalam biasanya justru akan merugikan perusahaan bila wajib bersaing dengan para pesaing. Harga yg mahal buat barang yg bersifat umtun serta menyangkut hajat orang poly cenderung dihindari oleh para pelanggan.

Partner Strategis (Strategic Partner)
Partner strategis merupakan perusahaan lain yg menjalankan bisnis tidak selaras menggunakan perusahaan kita, namun secara bersama-sama mampu sebagai mitra kita pada menjalankan bisnis yang saling mengtuzttulgkan ke 2 belah pihak. Dalam kata hayati dikenal simbiosis mutualisme yang lebih kurang ialah kerja sarna yang saling menguntungkan. Misalnya, untuk bisnis jualan baso memahami, maka di antara partner strategis kita merupakan penjual teh botol. Di satu sisi kita perlu tmtuk menjual baso kita, pada sisi lain penjual teh botol perlu menjual minumannya. Kedua jenis usaha ini dapat menjadi partner strategis yang dapat saling menguntungkan ke 2 jenis usaha yang dijalankan. Contoh lainnya, antara perusahaan tnakanan siap saji McDonald menggunakan perusahaan mainan Disney. McDonald perlu tuituk menjual makanannya. Perusahaan Disney perlu buat memperkenalkan dan menjual produknya. McDonald bisa menjual makanannya menggunakan menaruh daya tarik hadiah berupa mainan anak-anak berdasarkan Disney. Maka menggunakan cara ini, Disney merupakan partner strategis berdasarkan McDonald.

Regulator .
Regulator merupakan pihak-pihak yg berkepentingan pada membangun keadaan berdasarkan kegiatan usaha yang fair dan aman bagi semua pihak yang ingin menjalankan bisnis. Agar keadaan tadi dapat terwujud, maka perlu dibentuk aturan-aturan main dapat disepakati sang semua pihak pada rakyat serta secara konsisten dijalankan pula sang semua pihak di masyarakat tersebut. Regulator dapat asal menurut pemerintah, maupun berupa institusi atau lembaga yang disepakati buat dibentuk buat tujuan $ebagaimana yg dijelaskan di atas. Untuk perdagangan minyak pada global, kita kenal misalnya terdapat organisasi OPEC yg dibuat sang negara-negara anggotanya buat menyepakati serta menjalankan anggaran main yang perlu dijalankan pada perdagangan minyak pada dunia. Contoh lain berdasarkan regulator yang paling kentara adalah pemerintah. Pemerintah bertugas menetapkan undang-undang dan peraturan yang terkait dengan kegiatan yang ada pada rakyat, tidak terkecuali aktivitas usaha. Aturan mengenai tata cara pendirian perusahaan, anggaran tentang kegiatan bisnis di lokasi tertentu, anggaran mengenai tarif, pajak, serta retribusi yang dibebankan kepada pelaku usaha, serta lain sebagainya merupakan keliru satu model regulasi yg dihasilkan oleh pemerintah. Regulator perlu dipahami sang setiap organisasi bisnis karena secara pribadi mau­pun tidak pribadi anggaran yang ditetapkan oleh regulator akan memengaruhi kegiatar bisnis yang dijalankan. Pengaruh dari anggaran yg dijalankan tentu akan memengaruhi perencanaan bisnis berdasarkan perusahaan. 

Pemerintah (Government)
Pemerintah merupakan pihak yang atas legitimasi politik tertentu pada suatu negara diangkat serta bertugas buat mewujudkan rakyat ke arah yang lebih baik dalan pembangunan di segala bidang. Berdasarkan pengertian ini, maka pernerintah dituntu buat melakukan aktivitas-aktivitas agresif, mulai berdasarkan pemberian kebijakan, penetap an anggaran pemerintah, hingga upaya-upaya antisipasi serta penyelesaian atas berbaga perkara yang ada di rakyat menuju warga yg lebih baik di segala bidan€ baik material maupun spiritual.

Sebuah perusahaan perlu tahu pernerintah lantaran perusahaan perlu memahami arah dari setiap kebijakan yg diambil pemerintah, dampaknya terhada aktivitas bisnis, dan peluang apa yg dapat diambil dari tindakan yg diambil oleh Pemerintah dalam aneka macam hal. Misalnya saja, dengan adanya kebijakan pemerintah buat mempertinggi tarif listrik serta bahan bakar tninyak, maka perusahaan akan merasakan efek menurut kebijakan tadi. 

Berbagai Bentuk Kegiatan Bisnis Internasional
Agar faktor internasional menurut organisasi usaha dapat diarahkan rnenjadi peluatt; bagi organisasi usaha, maka perusahaan perlu memikirkan bagaimana supaya kegiata bisnisnya tidak hanya berhasil di lingkungan lokal negaranya saja, tetapi pula diperluas ke negara-negara lain. Ada beberapa bentuk kegiatan bisnis internasional yg dapat dipilih sang organisasi usaha, di antaranya merupakan ekspor-impor (export-import), lisens' (licencing), partner strategis (international strategic alliance or joint venture), atau investas' langsung (direct investment).

Kegiatan Ekspor-Impor (Export-Import) ,
Ekspor adalah kegiatan dalam membuat barang dan jasa di sebuah negar. Oleh perusahaan dan menjualnya ke negara lain atau dipasarkan ke negara lain. Impor adalah aktivitas dalam mendatangkan barang serta jasa dari negara lain atau negara luar ke sebuah negara pada mana perusahaan tersebut berada. Banyaknya kendaraan beroda empat bermerek misalnya Toyota, Mazda, BMW, atau Mercedes, menerangkan adanya kegiatan impor, yang dilakukan di negara kita buat saat yang telah cukup lama . Sebaliknya, adany. Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi, Malaysia, Singapura, atau negara lainnya, dan adanya barang-barang kerajinan rotan kita di negara-negara Eropa, adalah contoh-contoh bentuk kegiatan ekspor yg dilakukan oleh perusahaan­ perusahaan di negara kita.

Lisensi (Licencing)
Lisensi dalam dasarnya merupakan sebuah kesepakatan atau perjanjian di mana sebuah perusahaan memperbolehkan perusahaan lain untuk menggunakan merek, teknologi, hak paten, atau aset lainnya. Sebagai kompensasinya, perusahaan yg memakai hak perusahaan lain umumnya diharuskan membayar hak lisensinya berupa sejumlah uang eksklusif sebagaimana konvensi yang dibentuk.

Partner Strategis (International Strategic Alliance)
Partner strategis sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya adalah galat satu bentuk kolaborasi antara perusahaan secara internasional buat bisa melakukan kegiatan usaha yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Salah satu bentuk khusus berdasarkan partner strategis merupakan Joint Venture. Joint Venture dalah bentuk kerja sama usaha pada mana perusahaan yang berpartner melakukan pem­bagian kepen'ilikan (sharing ownership) dalam menjalankan sebuah bisnis (yang umum­nya baru) Perusahaan-perusahaan kuliner siap saji dari luar negeri (McDonald, KFC A&VU, serta lain sebagainya) umumnya melakukan bentuk kerja sama bisnis ini, yaitu antara perusahaan aslinya di luar negeri menggunakan perusahaan lokal yang ditunjuk buat n'enjalankan usaha ini di negara lain.

Investasi Langsung (Direct Investment)
Investasi pribadi merupakan keliru satu bentuk aktivitas usaha internasional pada mana sebuah perusahaan membeli sebagian atau keseluruhan aset atau melakukan investasi di sebuah perusahaan pada suatu negara eksklusif. Pembelian sebagian saham PT INDOSAT sang perusahaan telekomunikasi Singapura, pendirian perusahaan Freeport di Papua, Exxon pada Nangroe Aceh Darussalam (NAD), atau juga pembelian saham PT Bank Niaga serta PT Bank Danamon sang pihak Singapura serta Malaysia, adalah keliru satu bentuk investasi eksklusif yg bisa dilakukan sang sebuah perusahaan terhadap perusahaan lain di negara yg berbeda.

Faktor-faktor Terkait pada Bisnis internasional
Perusahaan yang menjalankan bisnis secara internasional perlu memerhatikan beberapa hal yang terkait menggunakan aktivitas bisnis internasional, terutama yg terkait dengan aktivitas transaksi bisnis secara internasional. Ada tiga faktor terkait yang perlu diperhatikan, yaitu kontrol dalam perdagangan internasional, eksistensi komunitas serta institusi ekonomi secara internasional, dan disparitas budaya antarnegara.

Kontrol dalam Perdagangan Internasional
Kadangkala.lingkungan internasional dalam bisnis belum tentu menjamin sebuah perusahaan yang beroperasi secara internasional akan sukses. Hal ini terkait menggunakan kepentingan dari suatu negara pada menjamin, selain transaksi usaha mampu dijalankan, luga kepentingan pebisnis lokal pada setiap negara juga terjaga. Amerika Serikat misalnya, sebelum terjadinya kenyataan Oil Boom (kenaikan harga minyak) dalam tahun 1973, tetapkan.pembatasan atas setiap barang impor (quota) yangg masuk ke Amerika, khususnya impor tunggangan bermotor dan elektro menurut Korea dan Jepang. Hat ini dilakukan agar perusahaan lokal, seperti General Motors, Ford, dan lain sebagainya, dapat tetap bertahan dalam usaha. Akan namun, selesainya terjadinya kenyataan Oil Boom tersebut, maka pemerintah Amerika mengganti kebijakannya dan membuka kebijakan quota tadi, sebagai akibatnya sejak tahun tersebut tunggangan-kendaraan bermotor menurut Korea dan Jepang hingga kini membanjiri negara Amerika. 

Ada 2 jenis kontrol perdagangan internasional yg umumnya dilakukan ole sebuah negara, yaitu quota dan tariff. Quota adalah pembatasan jumlah barang yg diperjualbelikan secara internasional, apakah ekspor juga impor. Adapun tari merupakan pembebanan pajak kepada setiap barang yg diekspor juga diimpor Komunitas Ekonomi Internasional (Economic Communities)

Komunitas ekonomi adalah kelompok yang terdiri menurut aneka macam negara yang bersepakat buat mengurangi hambatan-kendala pada perdagangan internasional (trade barrier) di antara negara-negara anggota dalaln gerombolan tadi. Di antara model berdasarkan komunitas ekonomi tadi merupakan Kesatuan Eropa (European Union), North

American Free Trade Agreement (NAFTA), Asia-Pasific Free Trade Agreement (AFTA), dan lain sebagainya. Adanya komunitas ekonomi ini akan menaruh kekuatan ekonomi yg sangat signifikan bagi negara-negara anggota berdasarkan setiap komunitas tersebut, yaitu menggunakan adanya kemudahan yg lebih baik daripada sebelumnya, dan komunitas ini jua men­jadi kekuatan pada menghadapi kekuatan ekonomi lain pada luar grup tersebut. 

Perbedaan Budaya Antarnegara (Cultural Differences Accross Nations)
Budaya dalam organisasi pada dasarnya merupakan nilai-nilai serta norma yg dianut oleh organisasi serta membantu para anggotanya buat memahami bagaimana sebenarnya sebuah organisasi bisnis berjalan, serta apa yang penting dan tidak penting bagi organisasi usaha dikaitkan menggunakan lingkungan di sekitarnya. Jika sebuah organisasi beroperasi pada sebuah lingkungan di mana nilai-nilai yang dianutnya sesuai dengan apa yg dijalankan sang organisasi bisnis, maka organisasi bisnis nir mengalami kesulitan berarti pada menjalankan kegiatan bisnisnya, terkait menggunakan budaya setempat. Akan tetapi, bila nilai serta norma yang dianut sang suatu lingkungan berbeda menggunakan apa yang diyakini dan dijalankan oleh perusahaan, maka nir sporadis dilema budaya ini dapat merusak aktivitas bisnis berdasarkan sebuah organisasi.

Perusahaan perlu tahu adanya perbedaan budaya di setiap lingkungan yg tidak selaras, terutama lingkungan internasional, supaya bisa lebih jauh melnahami apa yg sebenarnya dianut oleh rakyat setempat pada mana perusahaan berinteraksi, serta bagaimana cara beradaptasi dengannya. Sebagai contoh, budaya Indonesia dengan budaya Malaysia barangkali nir terlalu jauh tidak sama. Orang Indonesia memiliki kecenderungan buat tidak langsung to the point dalam mengemukakan sesuatu. Hal ini jua dalam umumnya dianut sang orang-orang Melayu pada Malaysia. Dalam masalah General Motors Amerika tidak mengerti mengapa produknya, Chevrolet Nuvo, nir begitu sukses terjual pada Amerika Latin. Usut punya usut, ternyata Nuvo pada bahasa Amerika Latin berarti "nir dapat berjalan". Warna hijau di negara-negara Muslim poly digunakan, tetapi pada sebagian negara lain dapat berarti kematian, dan poly lagi contoh yang terkait dengan disparitas budaya ini.

BUDAYA ORGANISASI DAN KEGIATAN BISNIS
Pentingnya Budaya Bagi Organisasi Bisnis, budaya organisasi pada dasarnya lnerupakan nilai-nilai dan norma yang dianut serta dijalankan sang sebuah organisasi terkait denga lingkungan pada mana organisasi tadi menjalankan kegiatannya. Budaya organisa penting sekali buat dipahami lantaran poly pengalaman memberitahuakn bahwa te nyata budaya organisasi ini tidak saja berbicara mengenai bagaimana sebuali organisa bisnis menjalankan kegiatannya sehari-hari, tetapi juga sangat memengaruhi bagaimal Kinerja yang dicapai oleh sebuah organisasi usaha. Sebagai model, perusahaan Levis Strauss menganggap bahwa salah satu kunci kesuksesan bisnisnya adalah disebabk" oleh budaya organisasi yang sudah dibangun di sebuah bangunan selama kurang leb 68 tahun. Disebabkan perkelnbangan usaha yang pesat, para eksekutif pada Levis Strauss berpikir untuk memindahkan perusahaannya ke bangunan yg lebih luas dan besar . Apa yg kemudian terjadi? Setelah mereka pirxlah ke bangunan 12 lantai, para eksekutif justru menemukan bahwa para anggota perusahaan tidak menikmati kepindahan kegiatan pada bangunan yg baru, dan Kinerja perusahaan justru menurun. Akhirnya eksekutif pada Levi-Strauss memindahkan kembali kegiatannya ke gedung yg usang Para anggota perusahaan menganggap bahwa gedung yang usang lebih membuat mereka merasa nyaman dalam bekerja, lantaran kesannya yang informal, dan bisa melakukan interaksi secara lebih gampang. Ternyata budaya informal yg dibangun pada perusahaan Levi-Strauss memegang kunci kesuksesan bisnisnya.

Budaya organisasi dalam dasarnya adalah "apa yg dirasakan, diyakini, darl dijalani" sang sebuah organisasi. Bank Amerika misalnya, memiliki budaya organisasi buat bekerja secara formal, ketat, bahkan cenderung kaku pada menjalankan per­anggaran. Para pegawai di perusahaan ini wajib menggunakan sandang yg sangat formal seperti kemeja, dasi, dan jas. Berbeda dengan Perusahaan Texas Instruments yg tnenerapkan budaya organisasi pada mana penggunaan "dasi" merupakan sesuatu yg dihindari pada bekerja, dan mereka cenderung buat berbusana secara informal dan casual, misalnya t-shirt, kaos, serta sebagian pekerjanya tnenggunakan jaket.

Budaya organisasi akan sangat tidak sama dari satu perusahaan menggunakan perusahaan lain. Tetapi, dalam pada dasarnya apa yg dianut oleh sebuah perusahaan akan menentukan bagaimana kesuksesan dapat mereka raih. Namun demikian, budaya organisasi tidak sinkron tidak saja antarperusahaan, namun juga antarbagian di sebuah perusahaan. Bagian pemasaran serta SDM barangkali mempunyai budaya organisasi yg lebih fleksibel dibandingkan dengan bagian keuangan dan produksi. Oleh lantaran kecenderungan ini terdapat pada setiap organisasi, maka budaya organisasi adalah faktor yang akan menentu­kan bagaimana tujuan bisa dicapai secara efektif serta efisien. 

Faktor Penentu Terbentuknya Budaya Organisasi
Kita barangkali akan bertanya-tanya menurut mana sesungguhnya budaya organisasi itu ada. Berdasarkan catatan teoritis serta empiris, budaya organisasi merupakan nilai­nilai dan keyakinan yang dipegang oleh sebuah organisasi berdasarkan sejak organisasi tadi terbentuk, tumbuh, serta berkembang. Apa yang dirasakan, dialami sang setiap perusahaan dari mulai mereka membentuk bisnisnya hingga kesuksesannya bahkan juga tidak terkecuali kegagalan yang pernah dialaminya, membangun sebuah budaya pada organisasi. Sebuah perusahaan akan menemukan bahwa menurut sekian tahun bepergian bisnisnya, banyak hal yang kemudian dapat dijadikan nilai-nilai dan norma yang bisa dipegang teguh oleh organisasi untuk meraih sukses pada jangka panjang.

Berdasarkan pemahaman pada atas, faktor yg menentukan terbentuknya budaya organisasi adalah pengalaman yang dijalani oleh organisasi itu sendiri. Pengalaman sanggup berupa kesuksesan maupun kegagalan. Kesuksesan mampu disebabkan lantaran adanya konsep bisnis yang tepat, pendekatan manajemen yg terbaik, serta lain-lain. Sebaliknya, kegagalan bisa ditimbulkan sang ketidaktepatan konsep usaha yg dijalankan, Pendekatan manajemen yg jelek, atau bahkan mungkin faktor lingkungan eksterr P nir sangguP diantisipasi oleh perusahaan. Fase-fase kesuksesan serta kegagalan yang berdasarkan dasarnya menentukan bagaimana budaya organisasi terbentuk dan diyaki kenp,adian sang organisasi tadi sebagai sebuah konsep kebiasaan serta nilai yg than dan menlengaruhi holistik cara kerja perusahaan.

Manajemen Bagi Budaya Organisasi
Bagaimana budaya organisasi bisa dikelola? Bagaimana manajemen semcstin bertindak menurut budaya organisasi yg dianut dan dijalani, yg pada dasarn budaYa organisasi ini jelas dari kepentingannya, tetapi tak gampang buat diidentifik; lantaran cenderung tidak berwujud? Pada dasarnya para manajer perlu tahu organisasi apa yg dianut waktu ini, diyakini oleh Lingkungan saat ini, serta kenuidi perlu mempunyai keyakinan buat mempertahankan serta atau mengganti budaya terseh sinkron menggunakan tujuan organisasi yg ingin dicapai dalam jangka panjang.

Tidak setiap budaya organisasi harus dipertahankan. Adakalanya budaya organisi justru harus diubah. Namun, seseorang manajer perlu tahu benar budaya organisi mana yg wajib dipertahankan serta mana yg wajib diubah. Perkembangan teknologi serta ilmu pengetahuan yg begitu pesat, contohnya, mendorong setiap orang atau setiap perusahaan buat melakukan perubahan secara cepat. Dalam konteks ini barangk setiap perusahaan perlu melakukan penyesuaian dan perubahan yg terkait menggunakan budaya organisasi. Apabila sebuah organisasi terbiasa bekerja lambat, nir tepat waktu maka bisa diperkirakan organisasi tadi nir bisa menyesuaikan diri dengan Iingktung yang berubah sangat cepat. Namuri demikian, adanya pertukaran budaya menjadi akil adanya transaksi bisnis internasional tidak secara otomatis membarui cara orang-orang berinteraksi menggunakan orang lain. Budaya ramah-tamah orang Indonesia tidak dan merta harus diubah karena orang Indonesia wajib bertransaksi dengan orang-orang yang nir menduga krusial keramahtamahan misalnya.

Berdasarkan uraian di atas, para manajer harus memahami persis budaya organisasi misalnya apa yg semestinya dibangun serta dipertahankan. Oleh karenanya, kemampuan para manajer buat tahu skenario budaya serta lingkungan pada mana perusahaan akan berinteraksi sangatlah diharapkan. Hal ini sebagaimana dijelaskan pada muka, populer menggunakan kemampuan adaptasi berdasarkan perusahaan itu sendiri. Kadangkala para manager perlu memasukkan "orang luar" supaya budaya organisasi berubah. Misalnya saja, sebuah Perusahaan yang mempekerjakan orang asing di perusahaannya walaupun secara umum dikuasai pekerjanya merupakan orang lokal. Kebijakan ini keliru satunya dilakukan dengan harap bahwa orang asing tersebut bisa memengaruhi bagaimana orang-orang pada perusahaan bekerja.

LINGKUNGAN DI SEPUTAR ORGANISASI BISNIS ATAU PERUSAHAAN

Lingkungan Di Seputar Organisasi Bisnis Atau Perusahaan
Organisasi Bisnis sebagai Bagian dari Lingkungan, Organisasi sebagai gugusan orang-orang tidak bisa dilepaskan menurut lingkungan, karena dalam dasarnya organisasi pula merupakan bagian menurut lingkungan serta rakyat. Sebagai model, sebuah keluargau atau tempat tinggal merupakan bagian menurut lingkungan Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), hingga lingkungan yang lebih akbar lagi. Sebuah perusahaan atau organisasi bisnis yang beroperasi pada sebuah lingkungan nir dapat menafikan bahwa selain kegiatan bisnis yg dikelolanya, organisasi tersebut juga terlibat dengan lingkungan di seputar organisasi. Oleh karenanya, sebuah organisasi perlu memahami lingkungan apa saja yang terkait secara pribadi juga tidak eksklusif dengan aktivitas organisasi. Misalnya, saat sebuah perusahaan beroperasi pada daerah di mana masyarakatnya mengalami taraf pengangguran yang tinggi, maka organisasi tadi perlu memikirkan fenomena tersebut serta kaitannya dengan pencapaian tujuan organisasi. Jika taraf pengangguran tinggi pada wilayah tadi, maka bisa dipastikan bahwa taraf pendapatan jua akan rendah. Akibatnya, penjualan barang atau jasa yg ditawarkan sang organisasi akan mengalami kendala. 

Pada praktiknya perusahaan barangkali perlu memikirkan buat merekrut tenaga kerja dengan memprioritaskan rakyat di lebih kurang perusahaan tadi beroperasi. Selain sebagai tanggung jawab sosial, juga sebagai upaya buat menaikkan daya beli rakyat. Contoh lainnya merupakan aktivitas yg dilaksanakan oleh sebuah perusahaan garmen pembuat tekstil. Limbah adalah salah satu dilema yg diakibatkan sang perusahaan semacam garmen. Apabila pengolahan limbah diabaikan, dampak limbah menimbulkan bahaya pada warga . Masyarakat yg menyadari ini akan mengajukan keberatan dan mungkin gugatan terhadap perusahaan. Akibatnyn, aktivitas perusahaan terancam akan terganggu, serta lebih tidak baik lagi apabila terancam ditutup• Dalam hat ini perusahaan perlu menyadari bahwa masyarakat merupakan sa­lah satu lingkungan yg mesti diperhatikan pada menjalankan aktivitas perusahaan,

Kenyataan pada atas menerangkan bahwa organisasi tidak bisa mengabaikan bahwo mereka adalah bagian menurut lingkungan, khususnya hllgkungan rakyat. Oleh karenanya kegiatan manajemen yg akan dilakukan semestinya mempertitnbangkan faktor-faktor lingkungan yang terkait dengan organisasi, baik yg bersifat langsunL juga tidak eksklusif. Lingkungan apa saja yg terkait menggunakan organisasi? Secara garis besar lingktuzgan organisasi bisa dibagi 2, yaitu lingkungan internal lingkungan yang terkait menggunakan eksistensi sebuah organisasi, dan lingkungan eksternal atau lingkungan yang terkait menggunakan aktivitas operasional organisasi dan bagaimana aktivitas operasional ini bisa bertahan. Lingkungan eksternal ini dapat terbagi pula sebagai 2, yaitu lingkungan yg terkait eksklusif menggunakan kegiatan operasional organisasi, atau seringkali kali dinamakan sebagai lingkungan mikro dari organisasi, menurut lingkungan yang nir terkait secara langstmg menggunakan kegiatan operasional organisasi atau lingkungan makro berdasarkan organisasi. Untuk lingkungan makro juga dapat terbagi menjadi dua lagi, yaitu lingkungan lokal serta internasinal. Secara sederhana bagian lingkungan organisasi ini ditunjukkan dalam Gambar berikut ini.

Lingkungan Internal organisasi
Yang dimaksud menggunakan lingkungan internal organisasi adalah berbagai hat atau aneka macam pihak yang terkait pribadi menggunakan aktivitas sehari-hari organisasi, serta memengaruhi langsung terhadap setiap acara, kebijakan, sampai "denyut nadi". Nya organisasi. Yang termasuk ke dalam lingkungan internal organisasi adalah para pemilik organisasi (owners), para pengelola organisasi (board of managers or directors), para staf, anggota atau para pekerja (employees), dan lingkungan fisik organisasi (physical work environment).

Pemilik Organisasi (Owners)
Para pemilik organisasi merupakan mereka yg secara historis maupun hukum dinyatakan menjadi pemilik dampak adanya penyertaan modal, ilham, ataupun menurut ketentuan lainnya dinyatakan sebagai pemilik organisasi. Dalam organisasi perusahaan para pemilik organisasi misalnya adalah para pemegang saham, anggota (koperasi), atau pula individu bila perusahaan tadi bersifat individu dari segi kepemilikan. Organisasi perlu memahami para pemilik organisasi karena setiap pemilik memiliki tujuan yang hendak dicapainya melalui kepemilikannya atas organisasi. Tujuan yang hendak dicapai sang para pemilik ini adalah keliru satu asal pertimbangan berdasarkan para pengelola organisasi ketika mereka menjalankan aktivitas organisasi.

Apabila organisasi dijalankan oleh pemiliknya sendiri, maka oleh pemilik perlu menyadari apa sebenarnya yang hendak dicapai oleh organisasi, bagaimana cara mencapainya, serta apakah yg diinginkan sang oleh pemilik bisa diraih ataukah nir, serta seterusnya. Akan tetapi, jika organisasi dijalankan bukan sang pemiliknya, maka mereka yg menjalankan organisasi perlu tahu apa yg diinginkan oleh oleh pemilik. Dalam organisasi bisnis contohnya, harapan para pemilik bisa diketahui pada saat dilakukan rapat anggota tahunan (koperasi) atau kedap umum pemegang saham (Perseroan Terbatas). Di antara model cita-cita para pemilik, contohnya para pemilik menginginkan laba yg wajib dicapai sang organisasi pada tahun tertentu merupakan 20 %. Dengan cita-cita ini, maka para pengelola organisasi bisnis perlu memikirkan bagaimana target keuntungan 20 persen tadi bisa dicapai, dengan jalan bagaitnana, serta seterusnya.

Manajemen (Board of Managers or Directors) merupakan orang-orang yg dari para pemilik organisasi perusahaan dinyatakan atau ditunjuk sebagai pengelola organisasi dalam aktivitasnya sehari-hari buat suatu periode eksklusif. Orang-orang ini bekerja secara profesiona dari tugasnya masing-masing, serta dalam periode tertentu wajib melaporkat setiap kegiatannya pada para pemilik perusahaan. Dalam beberapa hat, tim ini memiliki kebebasan pada memilih kebijakan organisasi, dan dengan cara apa organisasi tadi akan mencapai tujuannya. Akan tetapi dalam hat lain, tim manajemen ini memiliki keterbatasan dalam merogoh keputusan, apalagi jika keputusan tersebut tidak sinkron dengan apa yg diinginkan olel para pemilik perusahaan. Sebagai contoh, tim manajemen kadangkala akan berhadap dengan adanya tuntutan kenaikan honor dari para anggota atau pekerja. Tetapi, d sisi lain bisa jadi para pemilik perusahaan menuntut justru agar dilakukan efisien atau penghematan porto atau penggunaan dana organisasi. Akibatnya, nir jaran tim manajemen ini akan berurusan dengan konflik internal organisasi, apakah antar tim manajemen, antara tim manajemen menggunakan para pekerja, atau tim manajemen dengan para pemilik organisasi. Organisasi perlu memahami tim manajemen ini lantaran tim inilah yg akan menjadi penggerak arah dari kegiatan organisasi dalam mencapai tujuannya. Apabila tim tidak dapat mengarahkan organisasi ke arah pencapaian tujuannya, maka dapat dikatakan tim tadi secara efektif tidak dapat bekerja serta sulit buat dipertahankan.

Para Anggota atau Para Pekerja (Employees)
Para anggota atau para pekerja dalam sebuah organisasi merupakan unsur sumbe daya insan (SDM) yg sangat dominan dalam sebuah organisasi, karena umumnya jumlahnya adalah yg paling akbar pada sebuah organisasi. Para pekerja inilah yg sehari-hari bergelut menggunakan kegiatan operasional perusahaan serta menjalankan tugas-tugas keseharian, dari apa yg telah ditetapkan sang tim manajemen perusahaan. Oleh lantaran tingginya peran para anggota atau pekerja pada sebuah organisasi, maka para pekerja pula merupakan aset bagi organisasi. Dapat dikatakan sekalipun tujuan organisasi yang ingin dicapai sangat ideal, perencanaan yang disusun luga sangat baik, tetapi tanpa peran serta para anggota atau para pekerja ini, tujuan ideal organisasi sangat mustahil untuk bisa direalisasikan.

Organisasi perlu tahu para pekerja atau para anggota organisasi lantaran setiap anggota atau pekerja memiliki karakteristiknya masing-tnasing. Perbedaan karakteristik dari setiap anggota atau pekerja dapat ditimbulkan oleh motif yg bhineka. Moto yg bhineka juga bisa disebabkan olch adanya dorongan kebutuhan, yang jenisnya jua berbeda-beda. Sebagai konsekuensinya, para pengelola organisasi perlu tahu latar belakang berdasarkan setiap anggota atau pekerjanya masing-masing untuk lalu dapat ditugaskan serta diarahkan guna pencapaian tujuan.

Lingkungan Fisik Organisasi (Physical Work Environment)
Pemilik organisasi, pekerja, serta tim manajemen adalah orang-orang atau sumber daya insan yg dimi.liki sang perusahaan. Sebagaimana telah diterangkan, organisasi memiliki asal-asal daya yang tidak hanya orang-orang, tetapi juga stunber daya uang (financial resources), asal daya alam (natural resources), juga asal daya liputan (informational resources). Keseluruhan ini lantaran sifatnya dapat dikategorikan sehagai lingkungan fisik menurut organisasi perusahaan. Bangunan, uang, peralatan, barang perscdiaan, serta lain sebagainya merupakan lingkungan di mana setiap ketika orang-orang pada organisasi perusahaan berinteraksi serta memanfaatkannya untuk bisa didayagunakan. Oleh karena asal daya tersebut harus digunakan seefektif dan seefisien mungkin, maka perusahaan perlu jua tahu bagaimana asal-siimber daya yang termasuk ke dalam lingkungan kerja fisik berdasarkan organisasi ini bisa dikelola menggunakan baik.

Lingkungan Eksternal Organisasi
Sebagaimana diterangkan di muka, lingkungan eksternal atau lingkungan yg terkait menggunakan kegiatan operasional organisasi dan bagaimana aktivitas operasional ini dapat bertahan. Dalam aktivitas operasional, perusahaan berhadapan dan senantiasa berusaha buat menyesuaikan diri menggunakan lingkungan-lingkungan yg terkait pribadi atau lingkungan mikro perusahaan dan lingkungan yg tidak terkait pribadi 

Lingkungan Makro Perusahaan
Lingkungan mikro perusahaan merupakan terdiri menurut pelanggan (customer), pesaing (competitor), pemasok (supplier), dan partner strategis (strategic partner). Sedangkan lingkungan makro perusahaan terbagi dua, yaitu lingkungan lokal dan internasional. Lingkungan lokal bisa berupa para produsen peraturan (regulators), pemerintah (government), masyarakat luas dalam umumnya (society), forum-forum yang terkait dengan kegiatan perusahaan misalnya organisasi nonpemerintah (NGOs), misalnya lembaga perlindungan konsumen (YLKI), serta lain sebagainya. Adapun lingkungan internasional bisa berupa peraturan internasional (international law), pasar keuangan internasional (international financial markets), kesepakatan antarnegara pada suatu aktivitas eksklusif. Organisasi perlu memahami para pelanggan, karena setiap pelanggan memilik karakteristiknya tnasing-masing. Pelanggan individu akan sangat tidak sama dengar pelanggan institusi contohnya. Pelanggan wanita akan tidak selaras menggunakan pelanggan laki-laki dan seterusnya. Di sisi lain, organisasi pula perlu tahu bahwa pelanggan kela menengah barangkali perilakunya pula tidak sinkron menggunakan pelanggan kelas bawah 

Pesaing (Competitor)
Pesaing adalah organisasi usaha lain yang menjalankan bisnis yg sama menggunakan organisasi yang kita jalankan. Lantaran usaha yg dijalankan sama, maka pesaing adalah tantangan (sekaligus ancaman) yang dihadapi organisasi pada meraih pelanggan. Apabila pelanggan lebih tertarik untuk memperoleh apa yg sebagai kebutuharnya dari pesaing, maka secara otomatis pelanggan tidak akan mendapatkannya berdasarkan organisasi kita. Jika pelanggan tak lagi tertarik buat mernenuhi kebutuhannya melalui organisasi usaha kita, maka hal tersebut menjadi ancaman bagi organisasi bias yg kita jalankan. Dan, jika kenyataan tadi berlangsung secara monoton serta berkelanjutan pada jangka saat yg relatif usang, maka organisasi usaha kita akan terancam bubar karena tak bisa lagi bertahan serta menjalankan fungsi bisnisnya. Dengan kenyataan seperti ini, maka organisasi usaha jua perlu memahami pesaing, nya. Apa yang ditawarkan sang pesaing terhadap pelanggan, dalam taraf harga berapa kelebihan apa yang dimiliki pelanggan dibandingkan dengan kita, menjadi sesuatu yg harus juga dipahami olch. Organisasi usaha. Positifnya, kehadiran pesaing aka ulendorong organisasi usaha buat lebih memperbaiki kualitasnya menurut waktu ke ketika sebagai akibatnya dapat diterima serta menarik minat para pelanggan.

Pemasok (Supplier)
Pemasok merupakan pihak yg terkait eksklusif pada kegiatan usaha menurut sebuah organisasi, khususnya organisasi bisnis yg melakukan aktivitas produksi barang jadi berdasarkan bcrbagai jenis bahan standar. Sebuah perusahaan sepatu sangat tergantung sekali menggunakan para pemasok bahan baku sepatu, menurut mulai pernasok kulit, pemasok lem, pemasok benang, dan sebagainya. Ketergantungan ini tidak saja dilihat menurut sisi bahan bakunya, namun juga berdasarkan harga yang ditawarkannya. Jika harga bahan baku yang ditawarkan mahal, maka hal tadi akan berdampak dalam jumlah biaya produksi yang sebagai lebih tinggi. Akibatnya, harga yg akan ditawarkan pada para pelanggan cencierung akan lebih tinggi atau mahal juga. Kenyataan ini pada umumnya justru akan merugikan perusahaan apabila harus bersaing dengan para pesaing. Harga yang mahal buat barang yg bersifat umtun dan menyangkut hajat orang banyak cenderung dihindari oleh para pelanggan.

Partner Strategis (Strategic Partner)
Partner strategis adalah perusahaan lain yg menjalankan bisnis tidak selaras menggunakan perusahaan kita, namun secara bersama-sama bisa menjadi kawan kita pada menjalankan usaha yang saling mengtuzttulgkan kedua belah pihak. Dalam istilah biologi dikenal simbiosis mutualisme yg lebih kurang ialah kerja sarna yg saling menguntungkan. Misalnya, buat usaha jualan baso memahami, maka pada antara partner strategis kita adalah penjual teh botol. Di satu sisi kita perlu tmtuk menjual baso kita, di sisi lain penjual teh botol perlu menjual minumannya. Kedua jenis usaha ini bisa menjadi partner strategis yang dapat saling menguntungkan kedua jenis usaha yang dijalankan. Contoh lainnya, antara perusahaan tnakanan siap saji McDonald dengan perusahaan mainan Disney. McDonald perlu tuituk menjual makanannya. Perusahaan Disney perlu untuk memperkenalkan dan menjual produknya. McDonald mampu menjual makanannya menggunakan memberikan daya tarik bantuan gratis berupa mainan anak-anak menurut Disney. Maka dengan cara ini, Disney merupakan partner strategis menurut McDonald.

Regulator .
Regulator merupakan pihak-pihak yang berkepentingan pada membangun keadaan menurut aktivitas bisnis yg fair dan kondusif bagi seluruh pihak yang ingin menjalankan bisnis. Agar keadaan tersebut bisa terwujud, maka perlu dibuat aturan-anggaran main dapat disepakati sang seluruh pihak pada rakyat serta secara konsisten dijalankan jua sang seluruh pihak pada masyarakat tadi. Regulator bisa berasal berdasarkan pemerintah, maupun berupa institusi atau forum yg disepakati buat dibuat buat tujuan $ebagaimana yang dijelaskan pada atas. Untuk perdagangan minyak di dunia, kita kenal contohnya terdapat organisasi OPEC yg dibuat oleh negara-negara anggotanya untuk menyepakati dan menjalankan anggaran main yang perlu dijalankan pada perdagangan minyak pada dunia. Contoh lain dari regulator yg paling jelas adalah pemerintah. Pemerintah bertugas menetapkan undang-undang dan peraturan yang terkait menggunakan aktivitas yang ada pada rakyat, tidak terkecuali aktivitas bisnis. Aturan mengenai rapikan cara pendirian perusahaan, aturan tentang aktivitas usaha di lokasi tertentu, anggaran tentang tarif, pajak, dan retribusi yang dibebankan pada pelaku usaha, dan lain sebagainya merupakan keliru satu contoh regulasi yg dihasilkan sang pemerintah. Regulator perlu dipahami sang setiap organisasi usaha lantaran secara pribadi mau­pun tidak eksklusif anggaran yang ditetapkan sang regulator akan memengaruhi kegiatar usaha yg dijalankan. Pengaruh berdasarkan aturan yang dijalankan tentu akan memengaruhi perencanaan bisnis berdasarkan perusahaan. 

Pemerintah (Government)
Pemerintah adalah pihak yg atas legitimasi politik tertentu di suatu negara diangkat dan bertugas buat mewujudkan warga ke arah yg lebih baik dalan pembangunan pada segala bidang. Berdasarkan pengertian ini, maka pernerintah dituntu buat melakukan kegiatan-aktivitas proaktif, mulai dari anugerah kebijakan, penetap an aturan pemerintah, hingga upaya-upaya antisipasi serta penyelesaian atas berbaga masalah yang terdapat pada rakyat menuju rakyat yg lebih baik pada segala bidan€ baik material maupun spiritual.

Sebuah perusahaan perlu memahami pernerintah lantaran perusahaan perlu tahu arah berdasarkan setiap kebijakan yg diambil pemerintah, dampaknya terhada aktivitas bisnis, serta peluang apa yang dapat diambil menurut tindakan yang diambil sang Pemerintah pada berbagai hal. Misalnya saja, menggunakan adanya kebijakan pemerintah untuk meningkatkan tarif listrik serta bahan bakar tninyak, maka perusahaan akan merasakan dampak menurut kebijakan tersebut. 

Berbagai Bentuk Kegiatan Bisnis Internasional
Agar faktor internasional berdasarkan organisasi usaha bisa diarahkan rnenjadi peluatt; bagi organisasi usaha, maka perusahaan perlu memikirkan bagaimana supaya kegiata bisnisnya tidak hanya berhasil pada lingkungan lokal negaranya saja, tetapi juga diperluas ke negara-negara lain. Ada beberapa bentuk aktivitas usaha internasional yg bisa dipilih oleh organisasi bisnis, pada antaranya merupakan ekspor-impor (export-import), lisens' (licencing), partner strategis (international strategic alliance or joint venture), atau investas' pribadi (direct investment).

Kegiatan Ekspor-Impor (Export-Import) ,
Ekspor adalah kegiatan pada menghasilkan barang serta jasa pada sebuah negar. Oleh perusahaan serta menjualnya ke negara lain atau dipasarkan ke negara lain. Impor merupakan aktivitas pada mendatangkan barang dan jasa menurut negara lain atau negara luar ke sebuah negara pada mana perusahaan tersebut berada. Banyaknya mobil bermerek misalnya Toyota, Mazda, BMW, atau Mercedes, menerangkan adanya aktivitas impor, yg dilakukan di negara kita buat saat yg sudah relatif lama . Sebaliknya, adany. Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi, Malaysia, Singapura, atau negara lainnya, serta adanya barang-barang kerajinan rotan kita di negara-negara Eropa, adalah model-model bentuk kegiatan ekspor yang dilakukan oleh perusahaan­ perusahaan pada negara kita.

Lisensi (Licencing)
Lisensi dalam dasarnya merupakan sebuah konvensi atau perjanjian pada mana sebuah perusahaan memperbolehkan perusahaan lain buat memakai merek, teknologi, hak paten, atau aset lainnya. Sebagai kompensasinya, perusahaan yg menggunakan hak perusahaan lain umumnya diharuskan membayar hak lisensinya berupa sejumlah uang tertentu sebagaimana kesepakatan yang dibuat.

Partner Strategis (International Strategic Alliance)
Partner strategis sebagaimana dijelaskan di bagian sebelumnya adalah salah satu bentuk kerja sama antara perusahaan secara internasional buat bisa melakukan kegiatan usaha yang saling menguntungkan ke 2 belah pihak. Salah satu bentuk spesifik dari partner strategis merupakan Joint Venture. Joint Venture dalah bentuk kolaborasi bisnis di mana perusahaan yg berpartner melakukan pem­bagian kepen'ilikan (sharing ownership) dalam menjalankan sebuah usaha (yang generik­nya baru) Perusahaan-perusahaan kuliner siap saji berdasarkan luar negeri (McDonald, KFC A&VU, dan lain sebagainya) umumnya melakukan bentuk kerja sama bisnis ini, yaitu antara perusahaan aslinya pada luar negeri menggunakan perusahaan lokal yang ditunjuk buat n'enjalankan usaha ini pada negara lain.

Investasi Langsung (Direct Investment)
Investasi langsung adalah keliru satu bentuk aktivitas bisnis internasional pada mana sebuah perusahaan membeli sebagian atau holistik aset atau melakukan investasi di sebuah perusahaan pada suatu negara eksklusif. Pembelian sebagian saham PT INDOSAT sang perusahaan telekomunikasi Singapura, pendirian perusahaan Freeport di Papua, Exxon di Nangroe Aceh Darussalam (NAD), atau jua pembelian saham PT Bank Niaga serta PT Bank Danamon sang pihak Singapura serta Malaysia, merupakan galat satu bentuk investasi langsung yang dapat dilakukan sang sebuah perusahaan terhadap perusahaan lain di negara yang berbeda.

Faktor-faktor Terkait dalam Bisnis internasional
Perusahaan yg menjalankan bisnis secara internasional perlu memerhatikan beberapa hal yang terkait menggunakan aktivitas bisnis internasional, terutama yg terkait menggunakan kegiatan transaksi bisnis secara internasional. Ada 3 faktor terkait yang perlu diperhatikan, yaitu kontrol pada perdagangan internasional, keberadaan komunitas dan institusi ekonomi secara internasional, dan perbedaan budaya antarnegara.

Kontrol pada Perdagangan Internasional
Kadangkala.lingkungan internasional dalam usaha belum tentu menjamin sebuah perusahaan yg beroperasi secara internasional akan sukses. Hal ini terkait menggunakan kepentingan berdasarkan suatu negara dalam menjamin, selain transaksi bisnis mampu dijalankan, luga kepentingan pebisnis lokal pada setiap negara pula terjaga. Amerika Serikat misalnya, sebelum terjadinya fenomena Oil Boom (kenaikan harga minyak) dalam tahun 1973, menetapkan.pembatasan atas setiap barang impor (quota) yangg masuk ke Amerika, khususnya impor kendaraan bermotor serta elektro menurut Korea dan Jepang. Hat ini dilakukan supaya perusahaan lokal, misalnya General Motors, Ford, serta lain sebagainya, dapat tetap bertahan dalam usaha. Akan namun, selesainya terjadinya kenyataan Oil Boom tersebut, maka pemerintah Amerika membarui kebijakannya serta membuka kebijakan quota tadi, sehingga dari tahun tersebut kendaraan-tunggangan bermotor dari Korea serta Jepang sampai kini membanjiri negara Amerika. 

Ada 2 jenis kontrol perdagangan internasional yang biasanya dilakukan ole sebuah negara, yaitu quota dan tariff. Quota adalah restriksi jumlah barang yg diperjualbelikan secara internasional, apakah ekspor juga impor. Adapun tari merupakan pembebanan pajak pada setiap barang yang diekspor juga diimpor Komunitas Ekonomi Internasional (Economic Communities)

Komunitas ekonomi adalah grup yg terdiri menurut banyak sekali negara yg bersepakat buat mengurangi kendala-kendala dalam perdagangan internasional (trade barrier) di antara negara-negara anggota dalaln gerombolan tersebut. Di antara contoh menurut komunitas ekonomi tersebut adalah Kesatuan Eropa (European Union), North

American Free Trade Agreement (NAFTA), Asia-Pasific Free Trade Agreement (AFTA), dan lain sebagainya. Adanya komunitas ekonomi ini akan menaruh kekuatan ekonomi yg sangat signifikan bagi negara-negara anggota dari setiap komunitas tersebut, yaitu dengan adanya kemudahan yang lebih baik daripada sebelumnya, serta komunitas ini jua men­jadi kekuatan pada menghadapi kekuatan ekonomi lain pada luar kelompok tadi. 

Perbedaan Budaya Antarnegara (Cultural Differences Accross Nations)
Budaya dalam organisasi dalam dasarnya merupakan nilai-nilai serta kebiasaan yang dianut oleh organisasi dan membantu para anggotanya buat tahu bagaimana sebenarnya sebuah organisasi bisnis berjalan, dan apa yg penting dan nir penting bagi organisasi usaha dikaitkan menggunakan lingkungan di sekitarnya. Jika sebuah organisasi beroperasi di sebuah lingkungan di mana nilai-nilai yg dianutnya sesuai menggunakan apa yg dijalankan oleh organisasi bisnis, maka organisasi bisnis nir mengalami kesulitan berarti dalam menjalankan aktivitas bisnisnya, terkait dengan budaya setempat. Akan tetapi, bila nilai dan norma yg dianut oleh suatu lingkungan tidak sama menggunakan apa yg diyakini serta dijalankan oleh perusahaan, maka nir jarang dilema budaya ini bisa menghambat aktivitas usaha dari sebuah organisasi.

Perusahaan perlu tahu adanya perbedaan budaya pada setiap lingkungan yang berbeda, terutama lingkungan internasional, agar dapat lebih jauh melnahami apa yg sebenarnya dianut oleh warga setempat pada mana perusahaan berinteraksi, serta bagaimana cara menyesuaikan diri dengannya. Sebagai contoh, budaya Indonesia menggunakan budaya Malaysia barangkali tidak terlalu jauh berbeda. Orang Indonesia memiliki kesamaan buat nir langsung to the point pada mengemukakan sesuatu. Hal ini jua pada umumnya dianut sang orang-orang Melayu pada Malaysia. Dalam kasus General Motors Amerika tidak mengerti mengapa produknya, Chevrolet Nuvo, tidak begitu sukses terjual pada Amerika Latin. Usut punya usut, ternyata Nuvo pada bahasa Amerika Latin berarti "nir bisa berjalan". Warna hijau di negara-negara Muslim poly digunakan, namun di sebagian negara lain dapat berarti kematian, dan poly lagi model yg terkait menggunakan perbedaan budaya ini.

BUDAYA ORGANISASI DAN KEGIATAN BISNIS
Pentingnya Budaya Bagi Organisasi Bisnis, budaya organisasi dalam dasarnya lnerupakan nilai-nilai dan kebiasaan yg dianut serta dijalankan oleh sebuah organisasi terkait denga lingkungan pada mana organisasi tersebut menjalankan kegiatannya. Budaya organisa penting sekali buat dipahami lantaran banyak pengalaman memperlihatkan bahwa te nyata budaya organisasi ini nir saja berbicara mengenai bagaimana sebuali organisa bisnis menjalankan kegiatannya sehari-hari, tetapi pula sangat memengaruhi bagaimal Kinerja yang dicapai sang sebuah organisasi bisnis. Sebagai model, perusahaan Levis Strauss menganggap bahwa keliru satu kunci kesuksesan bisnisnya adalah disebabk" oleh budaya organisasi yang telah dibangun pada sebuah bangunan selama kurang leb 68 tahun. Disebabkan perkelnbangan usaha yang pesat, para eksekutif pada Levis Strauss berpikir buat memindahkan perusahaannya ke bangunan yang lebih luas dan besar . Apa yg kemudian terjadi? Setelah mereka pirxlah ke bangunan 12 lantai, para eksekutif justru menemukan bahwa para anggota perusahaan tidak menikmati kepindahan kegiatan pada bangunan yg baru, serta Kinerja perusahaan justru menurun. Akhirnya eksekutif pada Levi-Strauss memindahkan kembali kegiatannya ke gedung yg usang Para anggota perusahaan menganggap bahwa gedung yang lama lebih menciptakan mereka merasa nyaman pada bekerja, karena kesannya yang informal, dan bisa melakukan interaksi secara lebih mudah. Ternyata budaya informal yang dibangun pada perusahaan Levi-Strauss memegang kunci kesuksesan bisnisnya.

Budaya organisasi pada dasarnya adalah "apa yang dirasakan, diyakini, darl dijalani" sang sebuah organisasi. Bank Amerika misalnya, mempunyai budaya organisasi buat bekerja secara formal, ketat, bahkan cenderung kaku dalam menjalankan per­aturan. Para pegawai di perusahaan ini harus menggunakan sandang yang sangat formal seperti kemeja, dasi, serta jas. Berbeda menggunakan Perusahaan Texas Instruments yg tnenerapkan budaya organisasi di mana penggunaan "dasi" adalah sesuatu yang dihindari pada bekerja, serta mereka cenderung buat berbusana secara informal dan casual, seperti t-shirt, kaos, dan sebagian pekerjanya tnenggunakan jaket.

Budaya organisasi akan sangat tidak sama dari satu perusahaan menggunakan perusahaan lain. Namun, pada pada dasarnya apa yang dianut oleh sebuah perusahaan akan memilih bagaimana kesuksesan dapat mereka raih. Tetapi demikian, budaya organisasi tidak sinkron nir saja antarperusahaan, namun juga antarbagian pada sebuah perusahaan. Bagian pemasaran dan SDM barangkali memiliki budaya organisasi yang lebih fleksibel dibandingkan menggunakan bagian keuangan dan produksi. Oleh karena kecenderungan ini ada di setiap organisasi, maka budaya organisasi adalah faktor yang akan menentu­kan bagaimana tujuan bisa dicapai secara efektif dan efisien. 

Faktor Penentu Terbentuknya Budaya Organisasi
Kita barangkali akan bertanya-tanya menurut mana sesungguhnya budaya organisasi itu terdapat. Berdasarkan catatan teoritis serta empiris, budaya organisasi adalah nilai­nilai dan keyakinan yg dipegang oleh sebuah organisasi dari sejak organisasi tersebut terbentuk, tumbuh, serta berkembang. Apa yang dirasakan, dialami oleh setiap perusahaan berdasarkan mulai mereka membentuk bisnisnya hingga kesuksesannya bahkan jua nir terkecuali kegagalan yg pernah dialaminya, membentuk sebuah budaya dalam organisasi. Sebuah perusahaan akan menemukan bahwa menurut sekian tahun bepergian bisnisnya, banyak hal yang kemudian dapat dijadikan nilai-nilai serta kebiasaan yang bisa dipegang teguh oleh organisasi buat meraih sukses dalam jangka panjang.

Berdasarkan pemahaman di atas, faktor yg memilih terbentuknya budaya organisasi merupakan pengalaman yang dijalani sang organisasi itu sendiri. Pengalaman sanggup berupa kesuksesan maupun kegagalan. Kesuksesan mampu ditimbulkan karena adanya konsep bisnis yang tepat, pendekatan manajemen yang terbaik, dan lain-lain. Sebaliknya, kegagalan bisa ditimbulkan oleh ketidaktepatan konsep usaha yg dijalankan, Pendekatan manajemen yang jelek, atau bahkan mungkin faktor lingkungan eksterr P tidak sangguP diantisipasi sang perusahaan. Fase-fase kesuksesan dan kegagalan yang berdasarkan dasarnya memilih bagaimana budaya organisasi terbentuk dan diyaki kenp,adian oleh organisasi tadi sebagai sebuah konsep kebiasaan dan nilai yg than dan menlengaruhi keseluruhan cara kerja perusahaan.

Manajemen Bagi Budaya Organisasi
Bagaimana budaya organisasi bisa dikelola? Bagaimana manajemen semcstin bertindak berdasarkan budaya organisasi yang dianut dan dijalani, yg pada dasarn budaYa organisasi ini jelas dari kepentingannya, namun tak gampang buat diidentifik; lantaran cenderung tidak berwujud? Pada dasarnya para manajer perlu tahu organisasi apa yang dianut ketika ini, diyakini sang Lingkungan saat ini, dan kenuidi perlu mempunyai keyakinan buat mempertahankan serta atau mengganti budaya terseh sesuai dengan tujuan organisasi yg ingin dicapai dalam jangka panjang.

Tidak setiap budaya organisasi wajib dipertahankan. Adakalanya budaya organisi justru wajib diubah. Tetapi, seorang manajer perlu tahu sahih budaya organisi mana yang harus dipertahankan dan mana yang harus diubah. Perkembangan teknologi serta ilmu pengetahuan yg begitu pesat, misalnya, mendorong setiap orang atau setiap perusahaan buat melakukan perubahan secara cepat. Dalam konteks ini barangk setiap perusahaan perlu melakukan penyesuaian serta perubahan yg terkait dengan budaya organisasi. Jika sebuah organisasi terbiasa bekerja lambat, tidak tepat ketika maka bisa diperkirakan organisasi tersebut nir dapat mengikuti keadaan menggunakan Iingktung yg berubah sangat cepat. Namuri demikian, adanya pertukaran budaya sebagai akil adanya transaksi usaha internasional nir secara otomatis membarui cara orang-orang berinteraksi menggunakan orang lain. Budaya ramah-tamah orang Indonesia nir serta merta wajib diubah karena orang Indonesia harus bertransaksi dengan orang-orang yang nir menganggap krusial keramahtamahan contohnya.

Berdasarkan uraian pada atas, para manajer wajib memahami persis budaya organisasi seperti apa yang semestinya dibangun serta dipertahankan. Oleh karena itu, kemampuan para manajer buat memahami skenario budaya dan lingkungan pada mana perusahaan akan berinteraksi sangatlah diperlukan. Hal ini sebagaimana dijelaskan pada muka, populer dengan kemampuan adaptasi menurut perusahaan itu sendiri. Kadangkala para manager perlu memasukkan "orang luar" agar budaya organisasi berubah. Misalnya saja, sebuah Perusahaan yang mempekerjakan orang asing pada perusahaannya walaupun mayoritas pekerjanya merupakan orang lokal. Kebijakan ini salah satunya dilakukan menggunakan harap bahwa orang asing tersebut bisa memengaruhi bagaimana orang-orang pada perusahaan bekerja.

CAUSE RELATED MARKETING SEBAGAI BAGIAN DARI CSR

Cause Related Marketing Sebagai Bagian Dari CSR
Perkembangan usaha dalam beberapa tahun terakhir menampakan galat satu nilai yg membawa perubahan fundamental yaitu konsep corporate social responsibility (CSR), atau tanggung jawab sosial. Tanggung jawab yang dimaksud adalah perusahaan meluaskan perannya lebih berdasarkan sekedar memakai sumber-sumber dayanya serta terlibat pada kegiatan yang dirancang buat meningkatkan keuntungan sinkron menggunakan anggaran main. Lebih luas serta mendasar, perusahaan wajib berperilaku mengarah dalam etika serta berkontribusi terhadap kehidupan yang layak bagi rakyat, sehingga dibutuhkan perusahaan bisa meminimalkan efek negatif serta memaksimalkan impak positif menurut kehadiran CSR (Kiroyan, 2006). 

CSR memberitahuakn kecenderungan yg sangat semakin tinggi di dunia global serta pada Indonesia. Adanya pencerahan bahwa laba serta keberlangsungan suatu entitas usaha secara jangka panjang hanya sanggup diperoleh melalui adanya kesejahteraan warga sudah mendorong timbulnya komitmen perusahaan buat melakukan tanggung jawab sosial (Abidin, 2006). Hasil riset SWA (2005) menerangkan bahwa sebesar 80% responden perusahaan telah menyadari pentingnya tanggung jawab sosial bagi perusahaan serta memasukkan unsur-unsur yang sebagai tujuan tanggung jawab sosial perusahaan, misalnya contohnya kepentingan stakeholders serta kepedulian pada masyarakat serta lingkungan dalam kebijakan perusahaan. Penerapan CSR di perusahaan akan membentuk iklim saling percaya pada dalamnya, yg akan meningkatkan motivasi serta komitmen karyawan. Pihak konsumen, investor, pemasok, serta stakeholders yg lain jua sudah terbukti lebih mendukung perusahaan yg dinilai bertanggung jawab sosial, sebagai akibatnya menaikkan peluang pasar serta keunggulan kompetitifnya. Dengan segala kelebihan itu, perusahaan yang menerapkan CSR akan memberitahuakn kinerja yg lebih baik serta laba serta pertumbuhan yang semakin tinggi (Kiroyan, 2006).

Menurut Abidin (2006), aktivitas CSR telah ditinjau sebagai kewajiban serta tanggung jawab kegiatan serta taktik buat menjamin keberlangsungan hidup, implementasi nilai-nilai perusahaan serta kegiatan yang bisa menaikkan gambaran perusahaan. Beragamnya informasi sosial yang menjadi perhatian pada tengah-tengah rakyat serta adanya keterbatasan pada perusahaan, seperti kemampuan finansial serta asal daya manusia menghadapkan perusahaan pada tugas buat memilih info sosial yang sempurna sehingga dapat mencapai tujuan yg dibutuhkan berdasarkan pelaksanaan CSR. Sumardy (2006) menyatakan bahwa perusahaan wajib melakukan cause-business-objective analysis, yaitu analisis secara mendalam kesesuaian acara CSR menggunakan misi serta tujuan perusahaan atau merek. Adanya pendapat berdasarkan aneka macam kalangan akan pentingnya intregrasi antara kegiatan CSR serta usaha. Jika intregrasi ke 2 kegiatan ini bisa berjalan sesuai dengan tujuannya, diperlukan terjadi sinergi yg sanggup menguntungkan perusahaan. Khususnya buat kegiatan marketing, beberapa grup menamakan intregrasi ini sebagai CSR marketing, yaitu kegiatan pemasaran seperti pengembangan produk serta promosi yg dihubungkan menggunakan kegiatan CSR (Anonim, 2007). 

Kotler serta Keller (2006) membicarakan bahwa CSR marketing yang berhasil akan menaruh poly keuntungan bagi perusahaan. Keuntungan tadi diantaranya merupakan lebih mudahnya akuisisi customer serta pasar niche baru, kenaikan penjualan, serta terbentuknya bukti diri merek yg baik. Hanya saja, agar kegiatan CSR bisa efektif serta menaruh efek yg besar , diharapkan taktik serta acara yg berkala menggunakan baik. Terdapat empat hal yg harus diperhatikan pada menyusun taktik kegiatan CSR marketing, yaitu:
  1. Kegiatan CSR wajib memiliki penekanan, merupakan perusahaan harus memilih satu atau beberapa tema yang sebagai penekanan kegiatan CSR-nya, contohnya tema pendidikan, lingkungan hayati, kesehatan, atau kesenjangan sosial. Tidak memiliki tema yang menjadi fokus akan mengaburkan tujuan kegiatan itu serta bisa menghambat impak yg diharapkan. 
  2. Kegiatan CSR wajib dilakukan secara konsisten. Jika perusahaan melakukan kegiatan CSR-nya secara konsisten pada jangka panjang, kemungkinan akbar akan mendapat kepercayaan berdasarkan stakeholder serta akan menarik mereka buat ikut berpartisipasi. 
  3. Kegiatan CSR dihubungkan dengan merk yang dimiliki perusahaan, bertujuan buat membetuk identitas merk yang baik lewat aktivitas CSR. 
  4. Perusahaan memerekkan kegiatan CSR itu sendiri, misalnya menggunakan cara memberi nama, membuat logo atau slogan tentang aktivitas CSR tadi. Dengan demikian dibutuhkan perusahaan lebih gampang mengkomunikasikan kegiatan CSR mereka kepada stakeholder-nya.
Menurut Kotler serta Lee (2005), kegiatan CSR marketing terdiri menurut enam bentuk, diantaranya corporate cause promotion, cause-related marketing, corporate social marketing, corporate philanthropy, community volunteering serta socially responsibility business practices. Ketika sebuah perusahaan menyatakan bahwa sebagian berdasarkan keuntungan atau penjualan produknya akan disumbangkan buat aktivitas sosial eksklusif, maka perusahaan tersebut sedang melakukan apa yang disebut sebagai cause-related marketing. 

Cause-related marketing sebagai populer pada global usaha pada beberapa tahun terakhir. Sejak tahun 1990 nilai menurut cause-related marketing meningkat lebih dari 500% tanpa adanya tanda yg menurun pada lalu hari. Selama periode tahun 1990-an cause-related marketing menjadi alat pemasaran yg efektif bagi perusahaan. Popularitas cause-related marketing terus semakin semakin tinggi sejak terjadinya tsunami di Asia dalam tahun 2004 serta menjadi tren dikalangan perusahaan (Endacott, 2004). 

Polonski serta Speed (2001) menjelaskan cause-related marketing merupakan bantuan menurut perusahaan pada penerima atau cause yg berbasis berdasarkan jumlah pendapatan yg diterima perusahaan menurut output penjualan produk, Varadarajan serta Menon (1988) menyatakan cause-related marketing merupakan kegiatan pemasaran, suatu cara agar perusahaan sebagai baik dengan melakukan aktivitas yang baik. Manfaat dari cause-related marketing menurut Endacott (2004) adalah situasi yang saling menguntungkan bagi bisnis, penerima (cause) serta konsumen. Konsumen memperoleh kesempatan buat bisa membantu cause. Penerima (cause) program cause-related marketing akan memberikan laba bagi perusahaan berupa publisitas yang dapat meningkatkan penjualan produk serta good corporate citizen. Media primer perusahaan pada mempromosikan kegiatan cause-related marketing merupakan dengan memakai iklan di banyak sekali media. 

Iklan cause-related marketing merupakan bentuk presentasi nonpersonal serta kenaikan pangkat ilham, barang serta jasa yg dikendalikan sang perusahaan tertentu buat memberitahukan serta membujuk segmen pasar yang dipilih sang perusahaan tersebut. Iklan tadi merupakan komunikasi searah dari pembuat pada konsumen, yang bertujuan buat menyampaikan pesan, memberitahukan produk serta jasa, atau buat menarik konsumen serta merangsang pembelian melalui kampanye cause-related marketing. Oleh karena itu, iklan mengenai cause-related marketing yg ditayangkan melalui mengembangkan media wajib dirancang menggunakan baik sebagai akibatnya menarik pemirsanya (Belch serta Belch 2004).

Cause-related marketing meningkatkan pengetahuan yg majemuk terhadap imbas serta kinerja pemasaran. Sen serta Bhattacharya (2001) membicarakan adanya dampak yg positif berdasarkan cause-related marketing yg berdampak meningkatnya persepsi konsumen terhadap citra perusahaan. Webb serta Mohr (1998) menyatakan adanya konsumen yang membeli produk dengan penawaran acara cause-related marketing sang perusahaan nir menaruh impak positif terhadap konduite pembelian produk. Sebuah studi yg dilakukan oleh Creyer serta Ross (1997) memperlihatkan konsumen akan memberikan perhatian lebih kepada perusahan yg memiliki etika yang baik serta menjauhi perusahaan yg tidak beretika. Lebih lanjut, Barone et al. (2000) menemukan konsumen yg berpindah pilihan produk kepada perusahaan lain karena perusahaan tersebut menerapkan acara cause-related marketing, yakni terjadinya penilaian secara umum oleh konsumen yang lebih tertarik kepada perusahaan yang melakukan acara cause-related marketing ketika menunjukkan produk baru. 

Cause-related marketing dapat menaikkan aktivitas pemasaran produk tergantung pada pola kampanye acara melalui berbagai macam taktik yang sempurna. Varadarajan serta Menon (1988) menyatakan bahwa jenis taktik yang dilakukan dalam cause-related marketing terdiri menurut 2 bentuk, yaitu cause-related marketing strategis serta cause-related marketing taktis. Perusahaaan pada mendeterminasikan cause-related marketing strategis serta taktis melalui empat pendekatan, yaitu kesesuaian (congruence), durasi (duration), jumlah investasi (amount of investment) serta keterlibatan manajemen (management involvement). Determinasi empat faktor tadi apabila mempunyai nilai yg rendah biasanya memperlihatkan perusahaan melakukan kegiatan cause-related marketing secara taktis, sedangkan apabila memiliki nilai yang tinggi memberitahuakn perusahaan melakukan aktivitas cause-related marketing secara strategis. Pendekatan cause-related marketing tidak sepenuhnya wajib secara taktis juga strategis, namun setidaknya mempunyai ciri dari bentuk taktis serta strategis. Empat dimensi tersebut sebagai dasar yg baik bagi perusahaan buat terlibat dalam cause-related marketing. 

Penelitian yg dilakukan sang peneliti merupakan replikasi berdasarkan eksperimen penelitian Brink et al (2006). Program cause-related marketing diduga berpengaruh positif dalam membangun loyalitas merek. Loyalitas merupakan konsep krusial khususnya pada syarat pasar menggunakan tingkat pertumbuhan yang sangat rendah namun tingkat persaingannya sangat ketat. Keberadaan konsumen yg loyal terhadap suatu merek sangat dibutuhkan agar perusahaan bisa bertahan hidup. Adanya aktivitas cause-related marketing diperlukan bisa menaikkan loyalitas pelanggan terhadap merek produk. Strahilevitz serta Myers (1998) menjelaskan bahwa hubungan antara cause-related marketing menggunakan loyalitas merek bisa ditingkatkan dengan adanya keterlibatan konsumen. Kampanye cause-related marketing lebih efektif menggunakan memberikan kabar yg luas pada konsumen supaya membeli produk serta menyumbangkan sebagian dananya untuk aktivitas filantropi. Keterlibatan konsumen bisa dijadikan menjadi faktor pemoderator antara cause-related marketing menggunakan loyalitas terhadap merek. Keberadaan konsumen yang loyal terhadap suatu merek sangat diperlukan supaya perusahaan dapat bertahan hayati. 

1. Konsep Pemasaran Holistik 
Kotler serta Keller (2006) mengungkapkan bahwa pemasaran keseluruhan merupakan konsep yg berbasis pengembangan, desain, implementasi serta aktivitas proses pemasaran yang dikenali mempunyai nilai ketergantungan yang tinggi. Pendekatan keseluruhan didasari pada cara buat mengatasi menyebarkan pertarungan pemasaran yg kompleks serta luas. Karakteristik pemasaran keseluruhan merupakan integrasi menurut empat konsep pemasaran, yaitu konsep pemasaran internal (internal marketing), pemasaran integrasi (integrated marketing), pemasaran relasional (relationship marketing) serta pemasaran sosial (societal marketing). 

Pemasaran sosial (societal marketing) merupakan konsep yg memandang bahwa organisasi berusaha memilih apa hasrat, kebutuhan, serta ketertarikan atau kepentingan berdasarkan sasaran pasar. Organisasi lalu menaruh nilai superior pada konsumen menggunakan cara-cara yang bisa mempertahankan atau menaikkan kesejahteraan konsumen serta masyarakat secara lebih luas. Konsep societal marketing menuntut pasar untuk dapat menyeimbangkan tiga pertimbangan dalam merogoh keputusan tentang kebijakan pemasaran, yaitu laba perusahaan, kepuasan konsumen, serta kepentingan rakyat. Konsep segmentasi pasar, riset konsumen, pengembangan konsep, komunikasi, fasilitasi, bonus serta teori pertukaran dipakai buat memaksimalkan respon yang bersifat komersial (Kotler serta Lee, 2005). 

Pemasaran sosial menggunakan konsep-konsep segmentasi pasar, riset konsumen, pengembangan serta pengujian konsep produk, komunikasi yg diarahkan, anugerah fasilitas, bonus-bonus serta perubahan teori buat memaksimumkan tanggapan kelompok sasaran. Asumsi dasar penelitian ini merupakan bahwa konsep pemasaran sosial yang condong untuk aktivitas komersial, sesungguhnya dapat pula dikembangkan bagi aktivitas pengembangan warga yg bersifat non profit. Kotler serta Keller (2006) menyebutkan:

“Social marketing is a strategy for changing behaviour. It combines the best elements of traditional approaches to social change in an integrated planning and action framework and utilities advances in communication technology and marketing skills”

Pemasaran sosial akan dibawa ke rakyat sang institusi yang berkepentingan buat mengubah perilaku masyarakat, yaitu suatu produk sosial. Bentuk menurut produk sosial diantaranya berupa wangsit sosial, yaitu bentuk menurut keyakinan, sikap atau nilai. Ide sosial yg dipasarkan dapat juga merupakan sebuat sikap atau sebuah nilai.

Belch serta Belch (2004) mengungkapkan bahwa pertukaran nilai menjadi konsep sentral berdasarkan societal marketing serta pertukaran ini nir hanya terbatas pada pertukaran uang buat barang atau jasa. Sebagai model misalnya dalam interaksi antara perusahaan donor serta lembaga nirlaba terkait menggunakan suatu info sosial. Lembaga nirlaba akan mendapat sejumlah donasi menurut perusahaan, namun demikian perusahaan sponsor tidak menerima bentuk keuntungan material serta kontribusi yg diberikan. Donasi yg diberikan sang perusahaan adalah pertukaran buat keperluan sosial serta psikologis bagi perusahaan, seperti misalnya feelings of goodwill serta altruisme. 

2. Cause-Related Marketing 
Permulaan berdasarkan frase cause-related marketing ditujukan kepada perusahaan kartu kredit American Express yg menjalankan strategi pemasarannya dalam tahun 1983. Tujuan awal perusahaan adalah mempertinggi jumlah pengguna kartu kredit, yang lalu berkembang menggunakan strategi pemasaran lanjutan buat berkomitmen buat mendonasikan sebagian dana, guna restorasi patung Liberty pada Amerika Serikat. Perusahaaan berjanji buat mendonasikan uang sejumlah satu cent dari penggunaan kartu kredit, serta satu dollar menurut penerbitan kartu kredit baru, selama empat bulan di tahun 1983. Perusahaan American Express memperoleh peningkatan penggunaan kartu kredit sebanyak 28 persen, dibandingkan dengan periode yg sama tahun sebelumnya. Kampanye yang dilakukan American Express buat memperbaiki patung Liberty menghasilkan dana sebanyak US$ 1,7 Milyar (Westberg, 2004). 

Varadarajan serta Menon (1988) mempublikasikan literatur akademis yang berhubungan dengan cause-related marketing yg mengungkapkan keluarnya konsep sejalan dengan teori yg hampir sama menggunakan corporate social responsibility:

Cause-related marketing is the process of formulating and implementing marketing activities that are characterized by an offer from the firm to contribute a specific amount to a designated cause when customers engage in revenue-providing exchanges that satisfy organizational and individual objectives 

Cause-related marketing merupakan aktivitas yang khusus yaitu perusahaan berjanji pada konsumen buat mendonasikan sumberdaya perusahaan dari setiap penjualan produk atau jasa kepada orang-orang yg membutuhkan donasi. Kampanye cause-related marketing memiliki dua tujuan, yaitu buat mendukung kegiatan sosial serta untuk menaikkan hasil pemasaran. Program cause-related marketing dilaksanakan setidaknya sang tiga stakeholders, yaitu konsumen perusahaan, shareholders serta satu stakeholder yg nir berafiliasi eksklusif dengan aktivitas komersial berdasarkan perusahaan (Varadarajan serta Menon, 1988). 

Menurut Polonski serta Speed (2001), banyak laba yang sanggup diperoleh sang perusahaan serta atau mitranya dengan melakukan cause-related marketing. Keuntungan pertama adalah menarik para konsumen baru, yaitu orang yg sedari awal telah tertarik untuk melakukan cause yang lalu dipromosikan sang perusahaan. Keuntungan kedua adalah tersedianya dana buat membiayai aktivitas sosial eksklusif. Manfaat ketiga, aktivitas sosial bisa ditentukan oleh perusahaan, yg melihat keterkaitan antara produknya dengan kegiatan sosial eksklusif. Perusahaan yg melakukan cause-related marketing akan bisa mendapatkan ceruk pasarnya menggunakan lebih sempurna. Cause-related marketing akan menghubungkan antara produk menggunakan info tertentu, serta konsumen yang tertarik menggunakan gosip tersebut akan mengetahui asosiasi antara produk eksklusif menggunakan info yang sebagai perhatiannya. Keempat, output penjualan mampu meningkat karena tambahan konsumen serta ceruk pasar, terbentuknya kemitraan dengan pihak-pihak yg mempunyai kepedulian yg sama. Keuntungan yang terakhir merupakan perusahaan akan menikmati identitas merek yang positif.

Sundar (2007) menyatakan adanya penjelasan yg kentara perbedaan diantara cause-related marketing dengan philanthropy perusahaan serta sponsorship. Cause-related marketing tidak termasuk dalam philanthropy perusahaan serta sponsorship. Program cause-related marketing mendonasikan uang pada pihak nonprofit, berdasar pada jumlah produk yg bisa terjual pada konsumen. Program khusus yg dilakukan dalam cause-related marketing adalah penjualan serta promosi suatu produk. Donasi acara murni dipengaruhi sang perusahaan. Sponsorship adalah aktivitas yg melibatkan uang serta barang kepada pihak lain yang bertujuan mengenalkan produk tertentu serta nama perusahaan melalui aktivitas yg diadakan sang pihak lain. Perusahaan melakukan Sponsorship menggunakan pihak lain melalui perjanjian yg sudah disepakati sang kedua pihak tentang jumlah serta cara donasinya. Perbedaan antara cause-related marketing dengan philanthropy perusahaan serta sponsorship tersaji dalam Tabel  berikut:

Tabel Perbedaan antara Philanthropy Perusahaan, Sponsorships serta Cause-Related Marketing
Aktivitas

Philanthropy Perusahaan

Sponsorships

Cause-Related Marketing

Fokus Utama
Organisasi
Produk serta Organisasi
Produk
Susunan Waktu
Berkelanjutan
Terbatas
Dapat berkelanjutan serta terbatas
Organisasi
Manajemen Puncak
Departemen Pemasaran
Departemen Pemasaran
Tujuan
Meningkatkan kompetensi organisasi buat aktivitas sosial
Meningkatkan brand awareness serta target market
Meningkatkan penjualan produk
Asosiasi serta Sumber daya
Tidak ada
Asosiasi untuk pengenalan serta perhatian konsumen terhadap produk
Asosiasi supaya konsumen mempunyai donasi sosial
Hasil Kunci
Tidak ada
Sikap, perilaku serta perhatian konsumen
Sikap, perilaku serta perhatian konsumen
Pengaruh terhadap penjualan
Tidak ada
Berpengaruh secara nir langsung
Berpengaruh secara langsung
Penerimaan dana
Tidak ada
Eksklusif pada sponsor
Terbagi pada perusahaan serta sponsor

Menurut Kotler serta Lee (2005), terdapat berbagai macam cara untuk melakukan cause-related marketing, umunya adalah sebagai berikut: (1) jumlah uang tertentu setiap produk terjual, (2) jumlah uang tertentu setiap aplikasi terhadap produk jasa tertentu, (3) persentase tertentu dari penjualan produk, (4) proporsi yang tidak ditentukan sebelumnya dari penjualan produk, (5) perusahaan memberikan kontribusi sejumlah kontribusi dari konsumen, (6) persentase tertentu dari keuntungan bersih, (7) penawarannya mungkin terkait dengan satu produk saja, atau beberapa hingga seluruh produk, (8) penawarannya mungkin berlaku untuk kerangka waktu tertentu atau tidak dibatasi, atau (9) perusahaan menetapkan batas atas dari kontribusi (bukan dengan waktu). Sumber: Sundar, (2007)

Dari berbagai contoh cause-related marketing di Indonesia, terdapat kecenderungan menggunakan jumlah uang tertentu pada setiap produk yang terjual, seperti yang dilakukan PT Unilever Indonesia Tbk terhadap produk sabun Lifebouy serta produk es krim Walls. PT. Unilever Indonesia Tbk adalah salah satu perusahaan yang memiliki perhatian lebih terhadap kegiatan tanggung jawab sosial. PT. Unilever Indonesia menyadari pentingnya memberi serta berbagi, bukan semata untuk meningkatkan reputasi, tetapi membantu perusahaan untuk terus tumbuh serta berkembang. Bagi Unilever Indonesia (UI), tanggung jawab sosial tidak terpisahkan dari bisnis. Setiap hari, begitu banyak orang Indonesia memakai produknya untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, kesehatan, serta kebersihan. Mereka ikut membantu perusahaan untuk terus tumbuh serta menjadi perusahaan fast moving consumer goods terkemuka. Berbagai manfaat dari pertumbuhan bisnis telah menjadi bagian dari budaya perusahaan yang telah diwujudkan dengan mengikutsertakan usaha kecil menengah (UKM) dalam kegiatan produksi, menciptakan kesempatan kerja, serta memberikan manfaatnya kembali kepada masyarakat (Susanto, 2007).

Program “Lifebouy Berbagi Sehat” memberikan kesempatan bagi keluarga Indonesia untuk mendukung program peningkatan kesadaran masyarakat tentang kesehatan. Konsumen secara otomatis memberikan sumbangan Rp. 10- pada setiap pembelian sabun batang Lifebouy. Hasil yang terkumpul sejauh ini telah dirasakan manfaatnya oleh 10.000 siswa SD yang memperoleh modul interaktif mengenai perawatan kesehatan pribadi. Bahkan dana tersebut cukup untuk membiayai program dari sekolah ke sekolah, yang mengajak anak-anak menjadi agen perubahan dalam keluarga mereka serta mendorong terciptanya gaya hidup yang lebih sehat. Ribuan anak turut serta dalam memberikan cap kedua tangan mereka di atas sebuah spanduk sebagai ungkapan tekad mereka untuk mendukung peningkatan kebersihan. Perusahaan tidak saja mengembangkan iklan serta promosi yang bertanggung jawab, tetapi juga memadukan kampanye sosial kesehatan bersama promosi produk. Di dalam komunikasi, perusahaan tidak saja menyampaikan tentang manfaat produk itu sendiri, tetapi juga pesan-pesan pendidikan mengenai kesadaran hidup sehat (Susanto, 2007). 

Selain program “Lifebouy Berbagi Sehat”, PT. Unilever Indonesia juga melakukan program cause-related marketing melalui produk es krim Walls. Berangkat dari rasa keprihatinan serta kepedulian terhadap kemajuan pendidikan anak Indonesia saat ini, Unilever menyelenggarakan program “Wall’s Berbagi 1.000 Kebaikan Bersama Viennetta” yang bertujuan untuk membantu menyekolahkan anak-anak kurang mampu dengan dana yang didapat dari hasil penjualan es krim Walls serta akan disumbangkan melalui Dompet Dhuafa. Melalui program “Wall’s Berbagi 1.000 Kebaikan Bersama Viennetta”, Wall’s akan menyumbangkan Rp 1.000 dari setiap kotak es krim Viennetta Kurma serta varian lainnya yang terjual, kepada 1.000 anak kurang mampu yang berprestasi di 33 propinsi di Indonesia melalui lembaga terpercaya, Dompet Dhuafa. Program “Wall’s Berbagi 1.000 Kebaikan Bersama Viennetta” diselenggarakan mulai September 2007, menjelang bulan suci Ramadhan, yang merupakan momen istimewa untuk berbagi serta memberi kepada sesama. Program ini berakhir pada Desember 2007 (Anonim, 2007) 

3. Cause-Related Marketing Strategis serta Taktis
Menurut Mohr et al. (2001), kegiatan cause-related marketing dalam pemasaran memiliki hubungan yang signifikan antara perusahaan, organisasi nonprofit serta konsumen. Namun, pengaruh yang dihasilkan akan berbeda-beda tergantung kepada situasi tertentu, yakni pola kampanye program cause-related marketing. Brink et al. (2006) menyatakan bahwa pola dalam kampanye cause-related marketing terdiri dari dua bentuk, yaitu pola strategis serta taktis. Pola cause-related marketing taktis memiliki perbedaan yang mendasar dengan pola cause-related marketing strategis, namun memiliki dimensi yang sama, yaitu kesesuian (congruence), durasi (duration), jumlah investasi (amount of investment), serta keterlibatan manajemen (management involvement)

Gambar Skema dari cause-related marketing taktis serta strategis

Sumber : Brink et al. (2006).

Indikator suatu perusahaan melakukan cause-related marketing dengan cara strategis adalah komitmen perusahaan melakukan kegiatan cause-related marketing dalam jangka waktu yang lama, keterlibatan manajemen yang menyeluruh dari puncak hingga bawahan, jumlah investasi yang ditanamkan dalam program besar, serta adanya kesesuaian hubungan yang tinggi yang dirasakan antara suatu isu dengan lini produk, brand image, positioning serta target pasar. Perusahaan yang menggunakan cause-related marketing dengan cara taktis adalah komitmen perusahaan melakukan kegiatan cause-related marketing dalam jangka waktu yang terbatas serta dalam periode waktu tertentu, keterlibatan manajemen dalam program sebatas kelompok yang dibentuk dalam kegiatan cause-related marketing, jumlah investasi yang ditanamkan tidak sebesar strategic cause-related marketing, serta kesesuaian hubungan yang tidak tinggi yang dirasakan antara suatu isu dengan lini produk, brand image, positioning serta target pasar (Varadarajan serta Menon, 1988). 

a. Kesesuaian (congruence)
Pelaksanaan kegiatan cause-related marketing diyakini menaruh pengaruh positif bagi perusahaan. Namun demikian, dampak positif tadi nir terbentuk begitu saja. Konsumen tidak secara mudah menerima inisiatif sosial buat lalu memberikan reward pada perusahaan. Asosiasi positif yg terbentuk menurut suatu inisiatif sosial akan bergantung pada evaluasi konsumen terhadap inisiatif tersebut pada hubungannya dengan perusahaan (Becker et al, 2006).

Salah satu variabel yang memiliki peran penting dalam proses evaluasi konsumen terhadap aktivitas cause-related marketing adalah perceived congruence (Ellen et al, 2006). Konsumen akan bersandar pada level congruence atau kesesuaian antara perusahaan sponsor serta aktivitas filantropi untuk memutuskan apakah pantas bagi perusahaan tersebut untuk terlibat dalam suatu sponsorship spesifik (Drumwright et al, 1996). Konsumen memiliki keyakinan yang kuat bahwa perusahaan seharusnya mensponsori isu-isu sosial yang memiliki asosiasi logis dengan aktivitas perusahaan (Menon serta Kahn, 2003). 

Varadarajan serta Menon (1988) menyatakan bahwa dalam cause-related marketing, congruence atau fit didefinisikan sebagai kesesuaian hubungan yang dirasakan antara suatu isu dengan lini produk, brand image, positioning serta target pasar. Congruence atau fit berasal dari asosiasi bersama antara merek serta filantropi, seperti misalnya dimensi produk, afinitas dengan target segmen spesifik, corporate image associations yang terbentuk akibat aktivitas merek terdahulu dalam domain sosial spesifik, serta keterlibatan personel dalam suatu perusahaan atau merek pada domain sosial (Menon serta Khan, 2003). Definsi lain mengenai congruence diberikan oleh Becker et al. (2006) sebagai kesesuaian antara perusahaan serta isu sosial yang dapat diperoleh dari misi, produk, pasar, teknologi, atribut, konsep merek, atau berbagi bentuk asosiasi kinci lainnya.

Becker et al. (2006) mengemukakan bahwa peran penting congruence didasarkan oleh sejumlah alasan. Pertama, congruence berpengaruh pada kuantitas pikiran yang diberikan oleh individu pada suatu hubungan, misalnya meningkatkan elaborasi mengenai perusahaan, inisitif sosial, serta atau hubungan itu sendiri ketika dirasakan inkonsistensi dengan ekspektasi awal serta informasi yang ada. Alasan kedua adalah congruence berpengaruh pada tipe spesifik yang timbul dalam pikiran, seperti misalnya low congruence membentuk pemikiran negatif serta low congruence itu sendiri dapat dinilai negatif. Alasan ketiga adalah congruence mempengaruhi evaluasi dari dua objek. Jika konsumen mengelaborasi keadaan incognity maka terdapat kecenderungan untuk mengurangi sikap mereka terhadap perubahan serta inisiatif sosial serta mempertanyakan motif dari apa yang dilakukan oleh perusahaan (Menon serta Kahn, 2003). Chandon et al. (2000) menjelaskan bahwa incongruent yang dirasakan lemah atau tidak ada pada aliansi antara organisasi menunjukkan bahwa konsumen membutuhkan elaborasi konitif yang lebih dalam pada informasi yang ada untuk menentukan alasan dari aliansi tersebut. 

b. Durasi (duration)
Menurut Sagawa et al. (2000) dalam Wymer serta Sergeant (2006), salah satu dimensi dalam cause-related marketing adalah durasi. Usia yang panjang dalam suatu hubungan terlihat adalah penting bagi perusahaan yang bergerak dalam bidang bisnis dengan organisasi non profit. Program cause-related marketing dengan durasi waktu yang panjang adalah bentuk yang ideal. Ketika hubungan tersebut berjalan dengan waktu yang lama, maka akan terbentuk hubungan partnership yang akan membentuk komitmen perusahaan yang sejalan dengan misi dari organisasi non profit. Sagawa serta Segal (2001) dalam Wymer serta Sergeant (2006) mengambil suatu pandangan yang lebih pragmatis, yakni dengan merekomendasikan para mitra atau organisasi non profit untuk tidak mencari keuntungan, dengan mengenali manfaat-manfaat yang diharapkan dari para pendukung bisnis (perusahaan) untuk memastikan bahwa para mitra bisnis mendapat publisitas serta pengenalan yang besar untuk dukungan mereka. 

Drumwright (1996) membicarakan bahwa beberapa perusahaan usaha tidak tertarik terhadap interaksi-interaksi jangka panjang pada acara cause-related marketing. Perusahaan lebih tertarik keterlibatan dengan organsiasi non profit melalui pembatasan ketika. Perusahaan memandang hubungan-hubungan pada jangka waktu yg lebih pendek dipercayai bisa memperoleh sasaran hasil yg lebih baik, serta memperoleh lebih poly manfaat-manfaat dalam hal biaya -biaya yang lebih rendah. Perusahaan melakukan aktivitas bisnis menggunakan tujuan primer buat mencari keuntungan mengakibatkan pengalaman para pemasar cenderung untuk mempunyai asa-asa yg lebih realistis.

Menurut Sundar (2007), masih ada dua bentuk durasi acara cause-related marketing dari waktu, yaitu:
  1. Temporary, yaitu perusahaan melakukan kerjasama menggunakan pihak organisasi non profit dalam jangka waktu yang pendek. Sebagai model, perusahaan melakukan acara cause-related marketing pada jangka ketika tiga bulan.
  2. Ongoing, yaitu perusahaan melakukan kerjasama menggunakan pihak organisasi non profit pada jangka waktu yang panjang, namun tidak secara permanen. 
Hubungan antara cause-related marketing perusahaan dengan organisasi sponsor atau nonprofit secara positif dapat meningkatkan brand equity melalui kerjasama dalam waktu yang lama dengan organisasi tersebut. Asosiasi kedua pihak menciptakan ingatan jangka panjang (long term memory). Perusahaan serta merek-merek dari perusahaan dengan mudah dapat mengatur kembali asosiasi network dari konsumen-konsumen mereka, terbentuk suatu mata rantai yang menghubungkan antara perusahaan serta konsumen. Melalui penggunaan yang efektif dari prinsip-prinsip pelajaran dasar asosiasi, perusahaan dapat meningkatkan dengan mudah serta kuat investasi mereka dalam hal yang terkait dengan cause-related marketing (Till serta Nowak, 2000).

c. Jumlah Investasi (Amount of Investment)
Penerapan cause-related marketing seharusnya tidak dianggap sebagai cost semata, melainkan juga sebuah investasi jangka panjang bagi perusahaan bersangkutan. Perusahaan harus yakin bahwa ada korelasi positif antara pelaksanaan cause-related marketing dengan meningkatnya apresiasi dunia internasional maupun domestik terhadap perusahaan yang bersangkutan. Pelaksanaan cause-related marketing secara konsisten dalam jangka panjang akan menumbuhkan rasa penerimaan masyarakat terhadap kehadiran perusahaan. Kondisi seperti inilah yang pada gilirannya dapat memberikan keuntungan ekonomi-bisnis kepada perusahaan yang bersangkutan. Dari segi penyampaian serta peruntukannya, banyak perusahaan yang sudah well-planned serta bahkan sangat integrated sedemikian rupa sehingga sangat sistematis serta metodologis, tetapi juga masih banyak perusahaan yang pengeluaran dana CSR-nya berbasis kepada proposal yang diajukan masyarakat (Susanto, 2007).

Cause-related marketing dapat dilihat sebagai perwujudan perhatian perusahaan terhadap kegiatan sosial. Pada dasarnya program cause-related marketing memiliki dua tujuan utama, yaitu meningkatkan performa perusahaan serta memberikan bantuan sosial yang berguna, dengan meningkatkan anggaran yang sebagian dari keuntungan atau penjualan produknya akan disumbangkan untuk kegiatan sosial tertentu. Dalam beberapa kasus, perusahaan yang melakukan cause-related marketing tidak memiliki anggaran yang tetap sepanjang waktu untuk kegiatan tersebut. Porsi dari anggaran cause-related marketing lebih banyak digunakan melalui iklan yang ditayangkan di suratkabar atau televisi untuk mempromosikan kegiatan cause-related marketing tersebut. Hai ini dilakukan agar memperoleh respon yang positif dari konsumen terhadap kegiatan cause-related marketing, yang secara tidak langsung di sisi lainnya adalah produk yang berkaitan dengan program cause-related marketing dapat dikenal baik oleh masyarakat (Varadarajan serta Menon, 1988).

d. Keterlibatan Manajemen (Management Involvement)
Menurut Susanto (2007), program corporate social responsibility (CSR) dalam pemasaran baru dapat menjadi berkelanjutan apabila program yang dibuat oleh suatu perusahaan benar-benar merupakan komitmen bersama dari segenap unsur yang ada di dalam perusahaan itu sendiri. Tentunya tanpa adanya komitmen serta dukungan dengan penuh antusias dari karyawan akan menjadikan program-program tersebut tidak berjalan dengan baik. Dengan melibatkan karyawan secara intensif, maka nilai dari program-program tersebut akan memberikan arti tersendiri yang sangat besar bagi perusahaan.

Miller (2002) menjelaskan faktor utama yang dapat meningkatkan kesetiaan pelanggan dalam suatu kegiatan pemasaran yang terkait dengan cause-related marketing adalah menyatakan terlibat dalam program tanggung jawab sosial perusahaan. Dengan kata lain, cause-related marketing adalah penting bagi suatu kemitraan untuk tidak mencari keuntungan, bahwa dengan mengintegrasikan donasi, sukarelawan-sukarelawan karyawan serta manajemen puncak perusahaan yang dapat mendukung program cause-related marketing adalah penting bagi publik. Hal ini menunjukkan adanya komitmen yang tinggi dari perusahaan untuk kemitraan dalam jangka waktu yang panjang, yang pada akhirnya akan membangun loyalitas dengan konsumen. Ketika mengembangkan suatu program cause-related marketing, stakeholder perusahaan perlu memahami keterkaitan dengan kemitraan tersebut, yang paling mudah dikomunikasikan dengan memilih suatu program yang sesuai dengan kemampuan perusahaan dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial. 

Kegiatan cause-related marketing yg herbi CSR mempunyai tahapan-tahapan pada pelaksanaannya. Menurut Susanto (2007), tahapan-tahapan tadi antara lain:

1. Membentuk tim kepemimpinan
Biasanya tim kepemimpinan mencakup perwakilan dari dewan direksi, manajemen puncak, serta pemilik serta sukarelawan dari berbagai unit dalam perusahaan yang terkena dampak atau terlibat dengan isu-isu seputar cause-related marketing dalam CSR.

2. Merumuskan definisi program
Perumusan definisi program akan menjadi landasan bagi aktivitas penilaian selanjutnya, dapat juga diidentifikasi sebagai nilai-nilai kunci yang memotivasi perusahaan. Melibatkan orang-orang pada setiap tingkatan dalam perusahaan akan lebih menjamin tercapainya tujuan serta penerimaan dari aktivitas cause-related marketing dalam CSR.

3. Melakukan kajian terhadap dokumen, proses, serta aktivitas perusahaan
Dokumen-dokumen ini mencakup misi, kebijakan, code of conduct, prinsip-prinsip serta dokumen-dokumen lainnya. Perusahaan secara khusus memiliki proses pengambilan keputusan yang spesifik serta proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan aspek-aspek tertentu dari kegiatan operasionalnya, aktivitas-aktivitas yang secara langsung berhubungan dengan produk serta layanan yang dihasilkan. 

4. Mengidentifikasi serta melibatkan stakeholder kunci
Perusahaan mungkin saja melewatkan informasi-info krusial yang sedang hangat dalam tanggung jawab sosial. Oleh karenanya diskusi dengan stakeholder kunci, khususnya pihak eksternal sangat penting guna memetakan kepentingan yg mereka miliki. Adalah krusial untuk memperoleh kejelasan mengenai tujuan diskusi, lantaran stakeholder bisa melihat menjadi kesempatan buat mengemukakan pandangan mereka tentang perilaku perusahaan, Kunci bagi efektifnya keterlibatan para stakeholder ini merupakan memetakan definisi mereka tentang keberhasilan pada rangka kerjasamanya dengan perusahaan.

Periklanan pada Cause-Related Marketing 
Menurut Belch serta Belch (2004), iklan yang dikeluarkan perusahaan untuk menanamkan suatu ide, citra atau kesan tertentu disebut iklan korporat. Posisi strategis iklan korporat dapat dibagi menjadi empat kategori yaitu: image advertising, event sponsorship, advocacy advertising, serta cause-related advertising. Seluruh iklan tersebut diposisikan dalam konteks upaya perusahaan untuk membangun citra serta reputasi, meneguhkan sikap terhadap suatu masalah sosial, atau mengundang keterlibatan masyarakat. Fungi iklan semacam itu bukan untuk mengenalkan produk, apalagi membujuk orang untuk membeli, tetapi arahnya sebagai alat kehumasan (public relations). Iklan dilakukan untuk memantapkan citra perusahaan atau memperkuat iklan-iklan produk yang ditawarkan perusahaan. Lebih dari itu, iklan korporat terkadang digunakan untuk membentuk opini pada kalangan tertentu, misal investor, pialang saham, pejabat pemerintah, mitra usaha, eksekutif serta para profesional, atau khalayak spesifik. 

Salah satu metode dalam pemasaraan yang saat ini cukup populer di dunia adalah cause-related marketing yang membangun merek dengan membuat suatu hubungan yang sinergis antara perusahaan dengan organisasi amal. Gaya pemasaran yang berdimensi sosial serta empatik dapat melibatkan konsumen untuk berpartisipasi, mengajak konsumen untuk menyumbang sambil membeli produk. Warna promosi yang melibatkan konsumen agar mengeluarkan uang untuk belanja sekaligus berderma demi kemanusiaan atau mengatasi masalah sosial ini makin populer. Perusahaan menerapkan pemasaran berdimensi sosial (cause-related marketing) dengan menyisihkan sebagian dana dari penjualan atau laba untuk membantu memecahkan problema sosial. 

Beberapa promosi cause-related marketing bukan saja membebaskan perusahaan untuk menyediakan dana promosi tambahan, tetapi malah meraup dana melalui konsumen. Dana promosi yang dihimpun digunakan untuk menunjukan langkah alat kehumasan yang peduli. Keuntungan perusahaan diperoleh dari publisitas isu sosial yang membutuhkan donasi amal yang cukup besar. Gaya promosi simpatik semacam ini banyak diterapkan pada era tahun 2000-an Sejak tahun 1990, investasi promosi yang ditanamkan perusahaan dalam program cause-related marketing terus meningkat sebesar 300%, mencapai $ 828 juta di tahun 2002 (Kotler serta Lee, 2005).

Keterlibatan Konsumen dalam Produk (Consumer Product Involvement) 
Berdasarkan Traylor (1981), keterlibatan produk didefinisikan sebagai derajat tingkat kepentingan seorang konsumen untuk membeli suatu produk, sedangkan keterlibatan konsumen dalam produk didefinisikan sebagai kepentingan personal yang terlibat dengan kategori dari produk. Dimensi dari keterlibatan menurut Quester serta Lim (2003) terdiri atas:

1. Interest (harapan)
Interest adalah keinginan seseorang terhadap suatu produk, yang diartikan memiliki nilai yang penting. Elemen interest adalah kepentingan pada produk, keinginan pada produk serta permasalahan pada produk.

2. Pleasure (kesenangan)
Pleasure adalah nilai hedonis dari produk yang memiliki kemampuan untuk menyediakan kenyamanan serta kesenangan. Elemen dari pleasure adalah kesenangan ketika membeli produk serta kesenangan memiliki produk.

3. Sign (pertanda)
Sign adalah nilai produk yg diekspresikan sang seseorang. Elemen sign berupa personifikasi konsumen pada menentukan produk.

4. Risk Importance (resiko krusial)
Risk importance adalah kepentingan yang didapat dari konsekuensi negatif yang diasosiasikan pada pilihan produk buruk. Elemen risk importance terdiri dari nilai penting ketika melakukan kesalahan dalam memilih produk, nilai penting ketika produk tidak nyaman serta ketika membuat kesalahan pilihan.

5. Risk Probability (resiko kemungkinan) 
Risk probability adalah kemungkinan membuat pilihan produk yang buruk. Elemen risk probability adalah ketidakpastian ketika memilih, ketidakpastian dalam mengambil produk serta kerumitan dalam mengambil keputusan.

Quester serta Lim (2003) mengungkapkan bahwa produk dengan keterlibatan tinggi adalah produk yang memiliki nilai aspek yang tinggi pada keterlibatan konsumen didalamnya, yaitu ketertarikan yang tinggi untuk memilih produk (interest), ekspektasi yang tinggi (pleasure) untuk memilih produk, ekspresi kepuasan (sign) dapat memiliki produk sesuai pilihan, serta resiko dalam membuat pilihan (risk importance) serta mengambil keputusan (risk probability) yang tinggi pada produk. 

Menurut Assael (1998), definisi kognitif dari loyalitas merek menunjukkan loyalitas merepresentasikan komitmen serta keterlibatan konsumen dalam produk. Loyalitas terhadap merek akan tinggi ketika konsumen secara personal terlibat dengan merek serta melakukan pembelian. Hal ini menunjukkan keterlibatan produk tinggi, sehingga merek merupakan sumber identifikasi diri. Contoh produk dengan keterlibatan tinggi adalah telepon genggam, kosmetik, sepatu serta rokok. Apabila konsumen dalam membeli produk tanpa komitmen, maka keterlibatan konsumen pada produk rendah. Konsumen tidak memiliki opini yang kuat terhadap merek produk. Contoh produk dengan keterlibatan produk rendah adalah sabun, bolpen, serta sikat gigi.

Pembuatan keputusan konsumen tidak dapat dilepaskan dalam kaitannya dengan tingkat keterlibatan konsumen. Keterlibatan adalah tingkat kepentingan pribadi yang dirasakan atau minat yang dibangkitkan oleh stimulus di dalam situasi spesifik. Hawkins et al (2007) mengemukakan bahwa tingkat keterlibatan konsumen dalam pembelian dipengaruhi oleh kepentingan personal yang dirasakan serta ditimbulkan oleh stimulus. Tingkat keterlibatan konsumen dalam pengambilan keputusan ditentukan oleh pemrosesan informasi yang dapat mempengaruhi konsumen yang pada akhirnya menimbulkan pembuatan keputusan yang kompleks.

Assael (1992) menyatakan terdapat dua tipe keterlibatan konsumen yaitu keterlibatan situasional (situational involvement) serta keterlibatan tahan lama (enduring involvement). Keterlibatan situasional hanya terjadi seketika pada situasi khusus serta temporer sifatnya. Keterlibatan situasional tercipta dari simbol-simbol nilai kelompok rujukan pada suatu produk (bedge value) serta adanya resiko pembelian. Konsumen akan terlibat secara situasional pada produk-produk yang ada hubungannya dengan simbol-simbol serta nilai-nilai kelompok rujukan. Keterlibatan situasional disebabkan oleh adanya resiko dalam pembelian, karena konsumen merasakan adanya ketidakpastian mengenai keputusan pembelian serta adanya akibat buruk yang potensial dari pembuatan keputusan. 

Tipe keterlibatan tahan lama (enduring involvement) berlangsung lebih lama serta lebih permanen sifatnya, artinya tingkat keterlibatan konsumen terhadap suatu merek produk lebih memperhatikan resiko sosial yang mungkin diterima oleh konsumen. Keterlibatan tahan lama mendorong keputusan pembelian yang penuh pertimbangan, informasi alternatif banyak dikumpulkan, serta evaluasi alternatif pun dilakukan namun lebih cenderung loyal di kemudian hari. Informasi alternatif tidak banyak dikumpulkan dari kehadiran keterlibatan situasional. Keterlibatan situasional dapat berangsur menjadi keterlibatan permanen bila ternyata pembeliannya yang tiba-tiba tersebut memenuhi kebutuhan serta keingianannya yang telah lama tersimpan dalam benak konsumen (Kotler serta Keller, 2006).

Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
Merek merupakan nama, tanda, simbol rancangan atau kombinasi dari hal-hal yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang kelompok penjual serta untuk membedakannya dari produk pesaing (Kotler serta Keller, 2006). Aaker (1991) dalam Brink et al. (2006) mendefinisikan loyalitas merek (brand loyalty) sebagai situasi yang merefleksikan seberapa suka pelanggan akan berpindah ke merek lain, khususnya saat merek melakukan perubahan baik itu pada harga atau fitur produk. Loyalitas merek yang didasarkan pada pelanggan merupakan inti dari ekuitas merek (brand equity) serta merupakan ukuran pelengkap yang dimiliki konsumen dari sebuah merek. Loyalitas merek secara kualitatif berbeda dengan dimensi utama dari ekuitas merek lainnya, karena lebih mengarah pada pengalaman penggunaan. Loyalitas merek tidak dapat muncul tanpa pembelian serta pengalaman penggunaan terlebih dahulu.

Loyalitas merek merupakan indikator kedekatan pelanggan pada sebuah merek. Bila loyalitas merek meningkat, keeratan kelompok pelanggan terhadap pesaing dapat dikurangi. Loyalitas merupakan indikator ekuitas merek yang berkaitan dengan penjualan serta laba masa depan. Beberapa pengertian loyalitas merek berikut ini didasarkan pada pendekatan sikap sebagai komitmen psikologis serta pendekatan keperilakuan yang tercermin dalam perilaku beli aktual. Dharmmesta (1999) telah mengklarifikasi istilah tersebut melalui definisi yang mencakup enam kondisi yang secara kolektif memadai sebagai berikut:

Loyalitas merek adalah (1) respon keperilakuan yaitu pembelian, (2) yang bersifat bias (nonrandom), (3) terungkap secara terus menerus, (4) oleh unit pengambilan keputusan, (5) dengan memperhatikan satu atau beberapa merek alternatif dari sejumlah merek sejenis, serta (6) merupakan fungsi proses psikologis (pengambilan keputusan evaluatif). 

Menurut definisi tersebut, penelitian tentang loyalitas merek selalu berkaitan dengan preferensi konsumen serta pembelian aktual, meskipun bobot relatif yang diberikan pada kedua variabel itu dapat berbeda, bergantung pada bidang produk, atau merek yang terlibat serta faktor situasional yang ada pada saat pembelian tertentu dilakukan. Pemahaman tentang hubungan antara loyalitas merek secara psikologis serta faktor-faktor situasional yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian mencerminkan informasi kritis yang dapat mempengaruhi pengembangan rencana serta strategi pemasaran. Sebagai contoh, loyalitas sebuah merek yang rentan terhadap perbedaan harga atau terhadap kondisi kehabisan persediaan memerlukan perhatian yang lebih besar pada penetapan harga kompetitif serta alokasi sumber yang lebih banyak untuk mempertahankan distribusi dibandingkan dengan loyalitas merek yang kurang rentan terhadap dua variabel pemasaran tersebut.

Mowen serta Minor (1998) seperti dikutip dalam Dharmmesta (1999) menggunakan definisi loyalitas merek dalam arti kondisi konsumen mempunyai sikap positif terhadap sebuah merek, mempunyai komitmen pada merek tersebut, serta bermaksud meneruskan pembeliannya di masa mendatang. Definisi ini juga didasarkan pada kedua pendekatan yaitu keperilakukan serta sikap. Boulding et al (1993) dalam Dharmmesta (1999) juga mengemukakan bahwa terjadinya loyalitas merek pada konsumen disebabkan oleh adanya pengaruh kepuasan atau ketidakpuasan dengan merek tersebut yang terakumulasi secara terus-menerus, disamping adanya persepsi tentang kualitas produk. Definisi yang dikemukakan didasarkan pada kedua pendekatan, yaitu keperilakuan serta sikap. Jika pendekatan yang dipakai adalah pendekatan keperilakuan, maka perlu dibedakan antara loyalitas merek serta perilaku beli ulang. Perilaku beli ulang dapat diartikan sebagai perilaku konsumen yang hanya membeli sebuah produk secara berulang-ulang, tanpa menyertakan aspek perasaan di dalamnya. Sebaliknya, loyalitas merek mengandung aspek kesukaan konsumen pada sebuah merek. Ini berarti bahwa aspek sikap tercakup di dalamnya.

Menurut Dharmmesta (1999), masih ada 2 pendekatan yang bisa dipakai buat tahu loyalitas:

1. Pendekatan keperilakuan (behavioral approach)
Merek didefinisikan dengan berbagai ukuran perilaku, yaitu runtutan pembelian, proporsi pembelian, serta probabilitas pembelian.

2. Pendekatan kesikapan (attitudinal approach)
Pendekatan ini menekankan pada komitmen psikologis terhadap merek. Dalam pendekatan kesikapan, ukuran yang dipakai meliputi kepuasan, komitmen serta niat. Riset loyalitas yang menekankan pada sikap dipandang lebih penting serta bermanfaat karena sikaplah yang mendorong berperilaku tertentu.

Pendeteksian adanya loyalitas merek tunggal yg sesungguhnya bisa dilakukan menggunakan menguji:
1. Loyalitas kognitif merupakan liputan merek yg dipegang sang konsumen (yaitu keyakinan konsumen) harus memilih dalam merek fokal yang dipercaya superior dalam persaingan.
2. Loyalitas afektif adalah taraf kesukaan konsumen arus lebih tinggi daripada merek saingan, dehingga ada preferensi afektif yang kentara dalam merek fokal.
3. Loyalitas konatif merupakan struktur niat konsumen terhadap merek fokal, merupakan konsumen wajib mempunyai niat buat membeli merek fokal, bukan merek lain ketika keputusan beli dilakukan.
4. Loyalitas tindakan adalah loyalitas yang merupakan perilaku atau tindakan atas kontrol tindakan yang merupakan pengembangan dari loyalitas konagtif. Dalam runtutan kontrol tindakan, niat yang diikuti motivasi meruapakn kondisi yang mengarah pada kesiapan bertindak serta pada keinginan untuk mengatasi hambatan untuk mencapai tindakan tersebut. 

Loyalitas yang sesungguhnya akan terjadi hanya ketika patronase pengulangan muncul bersama sikap relatif yang tinggi. Jika sikap relatifnya rendah, maka loyalitas dapat dianggap palsu atau pura-pura yang tidak diharapkan akan terjadi terus. Konsumen pada kondisi ini (inersia) dapat melakukan pembelian ulang karena hanya satu merek yang tersedia di penjual. Jika patronase pengulangan serta sikap relatifnya sama-sama rendah, tidak terjadi loyalitas. Akan tetapi, kebutuhan yang bersifat sering untuk suatu produk atau layanan, pembelian ulang yang rendah pada suatu merek masih dapat memberikan harapan bagi pemasar apabila dapat ditanamkan sikap relatif yang tinggi pada konsumen.

Loyalitas terhadap merek tidak terbentuk secara instan, perlu waktu panjang untuk menciptakannya, dari hasil akumulasi pengalaman berinteraksi antara konsumen dengan merek tersebut, disebut dengan pengalaman merek (brand experience). Loyalitas dapat terbentuk apabila konsumen menemukan bahwa pengalaman merek (brand experience) sama dengan keyakinan merek (brand beliefs). Namun yang seringkali terjadi adalah pengalaman merek (brand experience) berlawanan dengan keyakinan merek (brand beliefs). Apa yang diyakini oleh konsumen akan didapat saat mencoba (trial) sebuah produk atau jasa, ternyata tidak diperolehnya. Pada kondisi ini proses konversi mencoba (trial) ke pembelian kembali (repeat purchase) atau pembelian kembali (repeate purchase) menuju loyalitas merek (brand loyalty) menjadi terhenti. Untuk memperoleh loyalitas merek, perusahaan harus berusaha untuk memberikan pengalaman merek (brand experience) yang terbaik serta konsisten dari waktu ke waktu, dari sejak interaksi awal hingga interaksi-interaksi berikutnya. Setelah terbentuk loyalitas, walaupun masih mungkin terpengaruh oleh promosi kompetitor, tetapi peluangnya menjadi lebih kecil untuk berpindah (Kotler serta Keller, 2006). Beberapa manfaat yang dapat diperoleh perusahaan yang memiliki pelanggan dengan loyalitas merek yang kuat adalah:
1. Perusahaan akan mengeluarkan biaya pemasaran yang relatif lebih kecil karena tingkat kesadaran serta kesetiaan merek pelanggan yang tinggi.
2. Perusahaan akan mempunyai posisi yang lebih kuat dalam negosiasi dengan distributor serta pengecer karena pelanggan mengharapkan mendapatkan merek tersebut.
3. Perusahaan dapat mengenakan harga yang lebih tinggi berdasarkan pesaingnya lantaran merek tersebut mempunyai kualitas yang diyakini lebih tinggi.
4. Perusahaan bisa lebih mudah buat melakukan ekspansi merek lantaran merek tersebut mempunyai dapat dipercaya yg tinggi.
5. Merek itu memberikan pertahanan terhadap persaingan harga yang ketat.

Menurut Dharmamesta (1999), secara umum loyalitas merek dapat diukur menggunakan cara menjadi berikut :
1. Runtutan pilihan-merek (merk-choice sequence),
2. Proporsi pembelian (proportion of purchase),
3. Preferensi merek (brand preference), dan
4. Komitmen merek (merk commitment).

Cara pertama serta kedua merupakan pendekatan keperilakuan (behavioral approach), sedangkan cara ketiga serta keempat termasuk dalam pendekatan sikap (attitudinal approach). Dalam prakteknya, pengidentifikasian loyalitas merek harus dilakukan secara terus-menerus. Basis harian, mingguan, atau bulanan dapat dipakai sesuai dengan karakteristik keputusan beli konsumen. Untuk pembelian bahan makanan misalnya, pengidentifikasian loyalitas merek dapat dilakukan secara harian atau mingguan. Perlu diperhatikan juga bahwa jika konsumen membeli produk-produk tertentu karena pengaruh promosi penjualan dari pemasar serta bukannya karena kualitas positif intrinsik produk tersebut, maka konsumen akan memiliki kebiasaan beli hanya ketika diadakan promosi penjualan.