ARTI KEPEMIMPINAN DALAM KEPENDIDIKAN

Arti Kepemimpinan Dalam Kependidikan

A.pengertian Kepemimpinan Pendidikan

Kepemimpinan pendidikan merupakan kemampuan buat mensugesti, mendorong, menggerakkan, mengarahkan, memberdayakan seluruh sumber daya pendidikan buat mencapai tujuan pendidikan. Adapun kepemimpinan pendidikan meliputi ketua sekolah/madrasah, pengajar dan personel sekolah pada dimensi kepemimpinan masing-masing. Kepala sekolah menjadi pemimpin pendidikan yang mengatur seluruh personel, pengajar sebagai pemimpin bagi anak didik, serta personel sekolah yg lain yang sebagai pemimpin pada tiap unit kerja tertentu (Rohmat, 2010).

Kepala sekolah/madrasah sebagai top leader pada sebuah institusi pendidikan memiliki kiprah yg sangat krusial buat mencapai tujuan pendidikan. Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung dalam kecakapan dan kebijaksanaan kepemimpinan ketua sekolah/madrasah. Kepala sekolah/madrasah merupakan komponen pendidikan yang bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan kegiatan pendidikan. Sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 12 ayat 1 PP 28 tahun 1990 bahwa: “Kepala sekolah bertanggungjawab atas penyelenggaraan aktivitas pendidikan, administrasi sekolah, pelatihan energi kependidikan lainnya, serta eksploitasi serta pemeliharaan sarana serta prasarana”. Sarjilah menyampaikan, pengelolaan seko-lah/madrasah yg efektif serta efisien nir akan tanggal dari tugas serta fungsi kepala sekolah. Kegagalan serta keberhasilan sekolah banyak dipengaruhi oleh kepala sekolah, karena kepala sekolah adalah pengendali serta penentu arah yg hendak ditempuh sang sekolah menuju tujuannya.
Baca jua: Program Kerja PAUD, TK, RA, dan TPA
Kepala sekolah/madrasah merupakan seseorang pejabat yg profesional dalam organisasi sekolah/madrasah yang bertugas mengatur semua asal organisasi serta berafiliasi menggunakan pengajar-guru dalam mendidik anak didik buat mencapai tujuan pendidikan. Dalam memberdayakan lingkungan sekola/madrasah dan masyarakat sekitar, ketua sekolah/madrasah adalah kunci keberhasilan, memberikan perhatian tentang apa yang terjadi pada siswa pada sekolah serta apa yang dipikirkan orang tua dan warga mengenai sekolah/madrasah.

B.kompetensi Kepala Sekolah/ Madrasah

Kepala sekolah/madrasah dalam mengelola satuan pendidikan disyaratkan menguasai kompetensi tertentu yg mendukung pelaksanaan tugasnya. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 13 tahun 2007 mengenai baku ketua sekolah/madrasah sudah menetapkan lima dimensi kompetensi yang wajib dikuasai ketua sekolah/madrasah yaitu kepribadian, manajerial, pengawasan, kewirausahaan serta sosial.
Lihat balik : Berbagai Contoh Surat Keterangan Kepala Sekolah
Hasil penelitian tentang kompetensi dan kepemimpinan dari 405 ketua sekolah/madrasah tujuh kab/kota di daerah Surakarta (Siswandari, 2011) memberitahuakn bahwa kompetensi yg paling tinggi yang dimiliki kepala sekolah adalah kompetensi kepribadian, kemudian berturut-turut menempati urutan yang lebih rendah adalah kompetensi sosial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi pengawasan, kompetensi manajerial. Disamping itu yang paling memprihatinkan merupakan kemampuan memimpin para ketua sekolah sampel (leadership skills) masih relative rendah.

C.peran Kepemimpinan Kepala Sekolah/ Madrasah

Dalam bisnis mencapai tujuan pendidikan, ketua sekolah/madrasah harus bisa melaksanakan kiprahnya dengan baik. Adapun peran kepala sekolah/madrasah berdasarkan Diknas merupakan menjadi educator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator, serta motivator atau acapkali disebut EMAS¬LIM (Diknas, 2000 :iv). Dari ketujuh peran tadi bisa diringkas menjadi 2 yaitu menjadi manajer serta pemimpin (leader). Seringkali manajer dan pemimpin dianggap sama, sebenarnya 2 tadi adalah hal yang tidak sama. Sebagai manajer, kepala sekolah/madrasah harus sanggup mencapai tujuan organisasi dengan memakai perangkat manajemen dan asal daya organisasi, sedangkan sebagai pemimpin, kepala sekolah/madrasah harus bisa melakukan perubahan atau pembaharuan organisasi ke arah yg lebih baik.

Untuk mewujudkan sekolah efektif hanya mungkin didukung sang ketua sekolah/madrasah menjadi pemimpin pendidikan yang efektif. Fred M. Hechinger (Rohmat,2010) pernah menyatakan:

Saya tidak pernah melihat sekolah yang bagus dipimpin oleh kepala sekolah yang tidak baik, dan sekolah tidak baik dipimpin oleh kepala sekolah yang tidak baik. Saya juga menemukan sekolah yg gagal berubah menjadi sukses, kebalikannya sekolah yang sukses tiba-datang menurun kualitasnya. Naik atau turunnya kualitas sekolah sangat tergantung pada kualitas ketua sekolahnya.

Pandangan tadi menganjurkan pada para ketua sekolah/madrasah buat memahami tugas pokok dan fungsinya menjadi pemimpin pendidikan secara cermat. Dalam menjalan kiprahnya, ketua sekolah/madrasah menjadi pemimpin menjalankan banyak sekali kegiatan kepemimpinan, yg mencakup :
1. Menetapkan keputusan
2. Berkomunikasi
3. Memberi motivasi
4. Mengembangkan potensi pendidik, energi kependidikan dan murid.

D.pendekatan Teori Munculnya Pemimpin
Ada beberapa teori yg membahas mengenai keluarnya pemimpin antara lain :

1. Teori Genetik

Seseorang akan menjadi pemimpin lantaran dia memang dilahirkan buat menjadi seorang pemimpin. Menurut teori ini, hanya orang-orang yang mempunyai talenta serta pembawaan saja yg sanggup menjadi pemimpin.

2. Teori Sosial. 

Menurut teori ini siapapun mampu menjadi pemimpin jikalau lingkungan, waktu dan keadaan memungkinkan ia sebagai pemimpin serta diberi kesempatan dan training buat menjadi pemimpin walaupun tidak memiliki talenta.

3. Teori Ekologis, 

Merupakan adonan antar teori genetis dan sosial, artinya seseorang sanggup menjadi pemimpin apabila memiliki bakat dan bakat itu perlu dibina supaya berkembang dan tergantung menggunakan ketika, lingkungan, keadaan serta kesempatan.

4. Teori Situasi. 

Menurut teori ini, siapapun sanggup sebagai pemimpin, namun di pada situasi tertentu saja, lantaran dia mempunyai kelebihan-kelebihan yang dibutuhkan dalam situasi itu.

E.gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan pendidikan terlihat dalam pola-pola yang dikembangkan dalam banyak sekali kebijakan yg dilakukan dalam menjalankan kepemimpinan. Berbagai bentuk gaya kepemimpinan tersebut terimplementasi dalam semua kebijakan pendidikan yang mencakup pelatihan terhadap seluruh personel sekolah dan aplikasi acara-program pendidikan. Dibawah ini dijelaskan gaya-gaya kepemimpinan, yaitu :


1. Gaya Kepemimpinan Otoriter 


Adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil menurut dirinya sendiri secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang sang si pemimpin yang otoriter tadi, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan tugas yg sudah diberikan.

2. Gaya Kepemimpinan Demokratis 

Adalah gaya pemimpin yang menaruh wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap terdapat perseteruan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yg utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin menaruh banyak fakta tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya.

3. Gaya Kepemimpinan Bebas 

Pemimpin jenis ini hanya terlibat delam kuantitas yang kecil di mana para bawahannya yang secara aktif menentukan tujuan dan penyelesaian kasus yang dihadapi.

F.kepemimpinan Transformasional

Model kepemimpinan transformasional merupakan model kepemimpinan yg relative baru. Model kepemimpinan ini sangat sempurna bila diimplementasikan pada global pendidikan. Asumsi yang mendasari kepemimpinan transformasional merupakan bahwa setiap orang akan mengikuti seorang yang bisa memberikan mereka ilham, memiliki visi yang jelas, dan cara serta tenaga yang baik untuk mencapai sesuatu tujuan baik yang besar . Bekerja sama menggunakan seorang pemimpin transformasional bisa memberikan suatu pengalaman yang berharga, lantaran pemimpin transforma-sional umumnya akan selalu memberikan semangat serta tenaga positif terhadap segala hal dan pekerjaan tanpa kita menyadarinya. Pemimpin transformasional akan memulai segala sesuatu menggunakan visi, yang merupakan suatu pandangan dan asa kedepan yang akan dicapai bersama dengan memadukan semua kekuatan, kemampuan dan keberadaan para pengikutnya. 

Adapun dimensi kepemimpinan transformasional merupakan 4 I, yaitu :
  1. “I”:Idealiced influence (konduite yg membuat rasa hormat dan rasa percaya diri dari orang yg dipimpinnya);
  2. “I”:Inspirational motivation (konduite yang senantiasa menyediakan pekerjaan yg menantang bagi pengikut);
  3. “I”:Intellectual stimulation (melakukan inovasi-penemuan);
  4. “I”:Individualized consideration (mendengarkan serta memperhatikan menggunakan baik aspirasi, asa, segala masukan menurut pengikutnya).

G.manajemen Konflik

Sebuah organisasi sekolah/madrasah selayaknya dikembangkan menjadi sistem yang mendorong upaya kerjasama antar pendidik, tenaga kependidikan dan siswa. Tetapi, dalam “kehidupan konkret” (the real world), organisasi akan selalu diwarnai perseteruan pada berbagai bentuk serta tingkat kekuatannya, baik secara positif dan negatif. Pertarunga bisa terjadi dengan: (1) diri sendiri, (2) seorang, (tiga) grup, (4) organisasi, (5) kelompok menggunakan gerombolan , (6) grup dengan organisasi, dan (7) organisasi dengan oganisasi.

Penyebab primer permasalahan berdasarkan Hunsaker (2003) merupakan a) kasus komunikasi (salah pengertian, ketertutupan, penyampaian yg kasar, dan sebagainya); b) disain struktur (loka basah serta loka kering) dan perbedaan personal (perbedaan latar belakang budaya, pendidikan, pengalaman, usia, serta lain-lain). Adapun cara mengatasi perseteruan dapat dilakukan menggunakan cara-cara berikut : a) menilik penyebab primer perseteruan; b) tetapkan buat mengatasi pertarungan; dan  c) menentukan strategi mengatasi perseteruan.

Secara umum, ketua sekolah/madrasah akan menghadapi sejumlah pertarungan, dan kepala sekolah sekolah/madrasah memegang kiprah yang sangat krusial dalam menyelesaikan permasalahan. Permasalahan tidak boleh dihindari tetapi wajib dikelola menggunakan baik. Pengelolaan pertarungan menggunakan sempurna akan menaruh imbas positif bagi sekolah/madrasah, seperti 1) meningkatnya hubungan kerjasama yang produktif; dua) meningkatnya motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat antar eksklusif juga antar grup pada organisasi, misalnya terlihat pada upaya peningkatan prestasi kerja, tanggung jawab, dedikasi, loyalitas, kejujuran, inisiatif dan kreativitas; tiga) semakin berkurangnya tekanan-tekanan, intrik-intrik yg dapat membuat stress dan 4) meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan pada memakai waktu bekerja.

Materi Arti Kepemimpinan Dalam Kependidikan secara lengkap dapat didownload pada sini

MANAJEMEN DASAR PENGERTIAN DAN MASALAH

Manajemen, Dasar, Pengertian Dan Masalah 
Bertolak dari asumsi bahwa life is education and education is life dalam arti pendidikan sebagai duduk perkara hayati dan kehidupan maka diskursus seputar pendidikan merupakan salah satu topik yg selalu menarik. Setidaknya terdapat dua alasan yang bisa diidentifikasi sebagai akibatnya pendidikan permanen up to date buat dikaji. Pertama, kebutuhan akan pendidikan memang dalam hakikatnya krusial lantaran bertautan eksklusif dengan ranah hayati dan kehidupan insan. Membincangkan pendidikan berarti berbicara kebutuhan utama manusia. Kedua, pendidikan juga merupakan wahana strategis bagi upaya pemugaran mutu kehidupan insan, yg ditandai menggunakan meningkatnya level kesejahteraan, menurunnya derajat kemiskinan dan terbukanya banyak sekali cara lain opsi serta peluang mengaktualisasikan diri pada masa depan.

Dalam tataran nilai, pendidikan mempunyai peran vital sebagai pendorong individu dan warga rakyat buat meraih progresivitas dalam seluruh lini kehidupan. Di samping itu, pendidikan dapat sebagai determinan penting bagi proses transformasi personal maupun sosial. Dan sesungguhnya inilah idealisme pendidikan yang mensyaratkan adanya pemberdayaan.

Namun dalam tataran ideal, pergeseran paradigma yg awalnya memandang forum pendidikan menjadi lembaga sosial, sekarang ditinjau sebagai suatu lahan bisnis basah yang menandakan perlunya perubahan pengelolaan. Perubahan pengelolaan tersebut harus seirama dengan tuntutan zaman.

Situasi, kondisi serta tuntutan pasca booming-nya era reformasi membawa konsekuensi pada pengelola pendidikan buat melihat kebutuhan kehidupan di masa depan. Maka merupakan hal yg logis ketika pengelola pendidikan merogoh langkah antisipatif buat mempersiapkan diri bertahan pada zamannya. Mempertahankan diri menggunakan tetap mengacu dalam pembenahan total mutu pendidikan berkaitan erat dengan manajemen pendidikan adalah sebuah keniscayaan.

1. Pengertian Manajemen
Perkembangan bergerak maju aplikasi manajemen berangkat menurut keragaman definisi tentang manajemen. Semula, manajemen yang berasal berdasarkan bahasa Inggris: management dengan istilah kerja to manage, diartikan secara generik menjadi mengurusi atau kemampuan menjalankan dan mengontrol suatu urusan atau “act of running and controlling a business” (Oxford, 2005). Selanjutnya definisi manajemen berkembang lebih lengkap. Stoner (1986) mengartikan manajemen sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin serta mengawasi bisnis-usaha berdasarkan anggota organisasi serta dari asal-asal organisasi lainnya buat mencapai organisasi yg telah ditetapkan. G.R. Terry (1986) –sebagaimana dikutip Malayu S.P Hasibuan (1996)- memandang manajemen sebagai suatu proses, sebagai berikut: “Management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating and controlling performed to determine and accomplish stated objectives by the use of human being and other resources”. Sementara, Malayu S.P. Hasibuan (1995) pada bukunya “Manajemen Sumber Daya Manusia” mengemukakan bahwa manajemen adalah ilmu serta seni mengatur proses pemanfaatan asal daya insan serta asal-sumber lainnya secara efektif serta efisien buat mencapai tujuan tertentu. 

Manajemen kemudian diartikan sebagai suatu rentetan langkah yang terpadu untuk menyebarkan suatu organisasi menjadi suatu system yang bersifat sosio-ekonomi-teknis; dimana system adalah suatu kesatuan bergerak maju yg terdiri menurut bagian-bagian yang berafiliasi secara organik; dinamis berarti bergerak, berkembang ke arah suatu tujuan; sosio (social) berarti yg berkiprah di dalam serta yg menggerakkan sistem itu merupakan insan; ekonomi berarti kegiatan pada sistem bertujuan buat memenuhi kebutuhan insan; dan teknis berarti pada kegiatan digunakan harta, alat-indera serta cara-cara tertentu (Kadarman, 1991).

Dengan demikian, manajemen adalah kebutuhan yang pasti buat memudahkan pencapaian tujuan insan pada organisasi, serta mengelola berbagai sumberdaya organisasi, seperti sarana dan prasarana, saat, SDM, metode serta lainnya secara efektif, inovatif, kreatif, solutif, serta efisien. 

2. Urgensi Manajemen dalam Pengelolaan Pendidikan
Kepekaan melihat kondisi global yg bergulir dan peluang masa depan sebagai modal primer buat mengadakan perubahan kerangka berpikir pada manajemen pendidikan. Modal ini akan bisa menjadi pijakan yg bertenaga buat menyebarkan pendidikan. Pada titik inilah diharapkan aneka macam komitmen untuk pemugaran kualitas. Ketika melihat peluang, dan peluang itu dijadikan kapital, kemudian modal sebagai pijakan buat berbagi pendidikan yg disertai komitmen yg tinggi, maka secara otomatis akan terjadi sebuah dampak domino (positif) pada pengelolaan organisasi, strategi, SDM, pendidikan serta pengajaran, biaya , dan marketing pendidikan.

Untuk menuju point education change (perubahan pendidikan) secara menyeluruh, maka manajemen pendidikan merupakan hal yang harus diprioritaskan buat kelangsungan pendidikan sehingga menghasilkan out-put yang diinginkan. Walaupun masih masih ada institusi pendidikan yang belum mempunyai manajemen yang indah dalam pengelolaan pendidikannya. Manajemen yang dipakai masih konvensional, sehingga kurang bisa menjawab tantangan zaman dan terkesan tertinggal menurut modernitas. 

Jika manajemen pendidikan telah tertata menggunakan baik dan membumi, niscaya tidak akan lagi terdengar mengenai pelayanan sekolah yang tidak baik, minimnya profesionalisme tenaga guru, wahana-prasarana nir memadai, pungutan liar, hingga kekerasan dalam pendidikan. Manajemen dalam sebuah organisasi dalam dasarnya dimaksudkan menjadi suatu proses (kegiatan) penentuan dan pencapaian tujuan organisasi melalui aplikasi empat fungsi dasar: planning, organizing, actuating, dan controlling dalam penggunaan sumberdaya organisasi. Lantaran itulah, aplikasi manajemen organisasi hakikatnya merupakan juga amal perbuatan SDM organisasi yg bersangkutan.

a. Planning 
Satu-satunya hal yg niscaya di masa depan dari organisasi apapun termasuk forum pendidikan adalah perubahan, dan perencanaan penting buat menjembatani masa sekarang serta masa depan yg menaikkan kemungkinan buat mencapai output yg diinginkan. Mondy serta Premeaux (1995) menyebutkan bahwa perencanaan adalah proses memilih apa yang seharusnya dicapai serta bagaimana mewujudkannya pada kenyataan. Perencanaan amat penting buat implementasi taktik serta evaluasi strategi yg berhasil, terutama lantaran kegiatan pengorganisasian, pemotivasian, penunjukkan staff, serta pengendalian tergantung pada perencanaan yang baik (Fred R. David, 2004). 

Dalam dinamika masyarakat, organisasi menyesuaikan diri kepada tuntunan perubahan melalui perencanaan. Menurut Johnson (1973) bahwa: “The rencana process can be considered as the vehicle for accomplishment of system change”. Tanpa perencanaan sistem tadi tak bisa berubah dan nir dapat beradaptasi dengan kekuatan-kekuatan lingkungan yang berbeda. Dalam sistem terbuka, perubahan dalam sistem terjadi apabila kekuatan lingkungan menghendaki atau menuntut bahwa suatu keseimbangan baru perlu diciptakan dalam organisasi tergantung pada rasionalitas penghasil keputusan. Bagi sistem sosial, satu-satunya sarana buat perubahan penemuan serta kesanggupan menyesuaikan diri artinya pengambilan keputusan manusia serta proses perencanaan. 

Dalam konteks lembaga pendidikan, buat menyusun kegiatan lembaga pendidikan, diperlukan data yg banyak serta valid, pertimbangan dan pemikiran oleh sejumlah orang yg berkaitan menggunakan hal yang direncanakan. Oleh karena itu kegiatan perencanaan sebaiknya melibatkan setiap unsur forum pendidikan tersebut pada rangka peningkatan mutu pendidikan. 

Menurut Rusyan (1992) terdapat beberapa hal yang krusial dilaksanakan terus menerus pada manajemen pendidikan menjadi implementasi perencanaan, diantaranya:
  • Merinci tujuan serta memperlihatkan kepada setiap pegawai/personil lembaga pendidikan.
  • Menerangkan atau mengungkapkan mengapa unit organisasi diadakan.
  • Menentukan tugas dan fungsi, mengadakan pembagian dan pengelompokkan tugas terhadap masing-masing personil.
  • Menetapkan kebijaksanaan generik, metode, mekanisme dan petunjuk aplikasi lainnya.
  • Mempersiapkan uraian jabatan serta merumuskan planning/sekala pengkajian.
  • Memilih para staf (pelaksana), administrator serta melakukan supervisi.
  • Merumuskan jadwal aplikasi, pembakuan output kerja (kinerja), pola pengisian staf serta formulir laporan pengajuan.
  • Menentukan keperluan energi kerja, porto (uang) material serta tempat.
  • Menyiapkan anggaran serta mengamankan dana. 
  • Menghemat ruangan serta indera-alat perlengkapan.
b. Organizing
Tujuan pengorganisasian merupakan mencapai bisnis terkoordinasi menggunakan menerapkan tugas serta interaksi kewenangan. Malayu S.P. Hasbuan (1995) mendifinisikan pengorganisasian sebagai suatu proses penentuan, pengelompokkan serta pengaturan beragam aktivitas yg diperlukan buat mencapai tujuan, menempatkan orang-orang pada setiap kegiatan ini, menyediakan alat-alat yg dibutuhkan, memutuskan wewenang yg secara relative didelegasikan kepada setiap individu yang akan melakukan kegiatan-kegiatan tadi. Pengorganisasian fungsi manajemen dapat dilihat terdiri dari 3 aktivitas berurutan: membagi-bagi tugas sebagai pekerjaan yg lebih sempit (spesialisasi pekerjaan), menggabungkan pekerjaan buat membangun departemen (departementalisasi), serta mendelegasikan wewenang (Fred R. David, 2004). 

Dalam konteks pendidikan, pengorganisasian merupakan keliru satu kegiatan manajerial yg juga memilih berlangsungnya aktivitas kependidikan sebagaimana yang diperlukan. Lembaga pendidikan sebagai suatu organisasi memiliki aneka macam unsur yg terpadu pada suatu sistem yg wajib terorganisir secara rapih serta sempurna, baik tujuan, personil, manajemen, teknologi, murid/member, kurikulum, uang, metode, fasilitas, serta faktor luar seperti warga serta lingkungan sosial budaya.

Sutisna (1985) mengemukakan bahwa organisasi yang baik senantiasa mempunyai serta memakai tujuan, kewenangan, dan pengetahuan dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan. Dalam organisasi yg baik seluruh bagiannya bekerja dalam keselarasan seakan-akan menjadi sebagian menurut holistik yg tidak terpisahkan. Semua itu baru dapat dicapai oleh organisasi pendidikan, manakala dilakukan upaya: 1) Menyusun struktur kelembagaan, dua) Mengembangkan mekanisme yg berlaku, 3) Menentukan persyaratan bagi instruktur dan karyawan yang diterima, 4) Membagi sumber daya pelatih serta karyawan yang terdapat dalam pekerjaan.

c. Actuating
Dalam pembahasan fungsi pengarahan, aspek kepemimpinan merupakan galat satu aspek yg sangat krusial. Sehingga definisi fungsi pengarahan selalu dimulai dimulai dan dinilai relatif hanya menggunakan mendifinisikan kepemimpinan itu sendiri.

Menurut Kadarman (1996) kepemimpinan dapat diartikan sebagai seni atau proses untuk mensugesti serta mengarahkan orang lain supaya mereka mau berusaha buat mencapai tujuan yang hendak dicapai oleh kelompok. Kepemimpinan jua bisa didefinisikan sebagai suatu kemampuan, proses atau fungsi yang dipakai buat menghipnotis dan mengarahkan orang lain buat berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan eksklusif.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin bertugas buat memotivasi, mendorong dan memberi keyakinan kepada orang yang dipimpinnya dalam suatu entitas atau grup, baik itu individu sebagai entitas terkecil sebuah komunitas ataupun hingga skala negara, buat mencapai tujuan sinkron menggunakan kapasitas kemampuan yg dimiliki. Pemimpin juga wajib dapat memfasilitasi anggotanya dalam mencapai tujuannya. Ketika pemimpin telah berhasil membawa organisasinya mencapai tujuannya, maka waktu itu dapat dianalogikan bahwa beliau sudah berhasil menggerakkan organisasinya pada arah yg sama tanpa paksaan.

Dalam konteks forum pendidikan, kepemimpinan dalam gilirannya bermuara dalam pencapaian visi dan misi organisasi atau lembaga pendidikan yang dilihat dari mutu pembelajaran yang dicapai dengan sungguh-sungguh oleh semua personil lembaga pendidikan. Soetopo dan Soemanto (1982) menjelaskan bahwa kepemimpinan pendidikan adalah kemampuan buat mensugesti serta menggerakkan orang lain buat mencapai tujuan pendidikan secara bebas dan sukarela. Di pada kepemimpinan pendidikan sebagaimana dijalankan pimpinan wajib dilandasi konsep demokratisasi, spesialisasi tugas, pendelegasian wewenang, profesionalitas dan integrasi tugas buat mencapai tujuan bersama yaitu tujuan organisasi, tujuan individu serta tujuan pemimpinnya.

Ada 3 keterampilan utama yg dikemukakan Hersey serta Blanchard (1988) -sebagaimana dikutip sang Syafaruddin (2005) dalam bukunya Manajemen Lembaga Pendidikan Islam- yang berlaku umum bagi setiap pimpinan termasuk pimpinan forum pendidikan, yaitu: 
  • Technical skill-ability to use knowledge, methods, techniques and equipment necessary for the performance of specific tasks acquired from experiences, education and pelatihan. 
  • Human skill-ability and judgment in working with and through people, including in understanding of motivation and an application of effective leadership. 
  • Conceptual skill-ability to understand the complexities of the overall organization and where one’s own operation fits into the organization. This knowledge permits one to act according to the objectives of the total organization rather than only on the basis of the goals and needs of one’s own immediate class. 
d. Controling 
Sebagaimana yg dikutif Muhammad Ismail Yusanto (2003), Mockler (1994) mendifinisikan pengawasan menjadi suatu upaya sistematis untuk tetapkan standar prestasi kerja dengan tujuan perencanaan buat mendesain sistem umpan pulang berita; buat membandingkan prestasi sesungguhnya menggunakan standar yg telah ditetapkan itu; memilih apakah terdapat defleksi serta mengukur signifikansi defleksi tersebut; serta merogoh tindakan perbaikan yg dibutuhkan buat mengklaim bahwa semua sumberdaya perusahaan sudah digunakan menggunakan cara yang paling efekif dan efisien guna tercapainya tujuan perusahaan. 

Dalam konteks pendidikan, Depdiknas (1999) mengistilahkan supervisi sebagai supervisi program pedagogi dan pembelajaran atau supervisi yg harus diterapkan sebagai berikut:
1) Pengawasan yang dilakukan pimpinan menggunakan memfokuskan dalam bisnis mengatasi hambatan yg dihadapi para pelatih atau staf serta nir semata-mata mencari kesalahan.
2) Bantuan serta bimbingan diberikan secara tidak langsung. Para staf diberikan dorongan buat memperbaiki dirinya sendiri, sedangkan pimpinan hanya membantu.
3) Pengawasan dalam bentuk saran yang efektif
4) Pengawasan yang dilakukan secara periodik.

3. Efektifitas Manajemen pada Lembaga Pendidikan
Dalam ranah kegiatan, implementasi manajemen terhadap pengelolaan pendidikan haruslah berorientasi dalam efektivitas terhadap segala aspek pendidikan baik dalam pertumbuhan, perkembangan, juga keberkahan (pada perspektif syariah). Berikut ini adalah urgensi manajemen terhadap bidang manajemen pendidikan:

a. Manajemen Kurikulum
1) Mengupayakan efektifitas perencanaan
2) Mengupayakan efektifitas pengorganisasian serta koordinasi
3) Mengupayakan efektifitas pelaksanaan
4) Mengupayakan efektifitas pengendalian/pengawasan

b. Manajemen Personalia
Manajemen ini berkisar pada staff development (teacher development), mencakup:
1) Training
2) Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
3) Inservice Education (Pendidikan Lanjutan)

c. Manajemen Siswa
1) Penerimaan Siswa (Daya Tampung, Seleksi)
2) Pembinaan Siswa (Pengelompokkan, Kenaikan Kelas, Penentuan Program, Ekskul)
3) Pemberdayaan OSIS 

d. Manajemen Keuangan
Dalam keuangan pengelolaan pendidikan, manajemen wajib berlandaskan pada prinsip: efektivitas, efisiensi serta pemerataan .

e. Manajemen Lingkungan
Urgensi manajemen terhadap lingkungan pendidikan bertujuan dalam merangkul semua pihak terkait yg akan berpengaruh dalam segala kebijakan dan keberlangsungan pendidikan. Manajemen ini berupaya mewujudkan cooperation with Society serta stake holder identification.

PENGERTIAN MANAJEMEN PENDIDIKAN MENURUT PARA AHLI

Pengertian Manajemen Pendidikan Menurut Para Ahli
Apabila beberapa pengertian manajemen tersebut dibahas secara lebih lanjut, maka suatu uraian pendapat yang bisa dirujuk buat lebih mengungkapkan pengertian manajemen pendidikan tadi merupakan pendapat yg dikemukakan sang Sutjipto. Dkk (1994) yg menguraikan secara lebih kentara serta lengkap sebagai berikut.

Pertama, manajemen pendidikan memiliki pengertian sebagai suatu kerjasama buat mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan dalam dasarnya merentang menurut tujuan yg sederhana sampai pada tujuan pendidikan yang kompleks, sesuai dengan lingkup dan taraf pendidikan. Tujuan pendidikan dalam satu jam pelajaran di kelas satu SMP, contohnya lebih gampang dirumuskan serta dicapai apabila dibandingkan dengan tujuan pendidikan luar sekolah maupun buat pendidikan orang dewasa, atau tujuan pendidikan nasional. Apabila tujuan pendidikan tadi kompleks maka cara mencapai tujuan pendidikan tersebut pula kompleks, serta sering tujuan pendidikan tadi tidak bisa dicapai oleh satu orang pendidik saja, tetapi melalui kerjasama dengan pendidik yang lainnya, menggunakan segala aspek kerumitannya. Untuk lebih jelasnya memahami pengertian manejemen pendidikan menjadi proses kolaborasi dapat dicontohkan menggunakan model yg lainnya misalnya contohnya pada tujuan pendidikan taraf sekolah nir akan bisa dicapai tanpa adanya proses kerjasama antara seluruh komponen sekolah mulai berdasarkan guru, pegawai, kepala sekolah, komite sekolah pengawas serta lain sebagainya yg terdapat kaitnya dengan sekolah.

Kedua, manajemen pendidikan memiliki pengertian sebagai suatu proses buat mencapai tujuan pendidikan. Proses merupakan suatu cara yang sistemik pada mengerjakan sesuatu (Wahjosumidjo. 2008). Jadi seseorang manajer dimanapun termasuk kepala sekolah dengan ketangkasan serta keterampilannya yg spesifik akan mengusahakan berbagai aktivitas yang saling berkaitan pada rangka mencapai tujuan pendidikan. Kegiatan-aktivitas tersebut berupa aktivitas merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, mengen-dalikan serta evaluasi. 

Merencanakan berarti kepala sekolah harus sahih-benar memikirkan serta merumuskan pada suatu program tujuan dan tindakan yang akan dilakukan, mengorga-nisasikan berarti ketua sekolah harus mampu menghimpun dan mengkoordinasikan sumberdaya insan serta asal material sekolah, sebab keberhasilan sekolah sangat tergantung pada kecakapan pada mengatur dan mendayagunakan berbagai asal dalam mencapai tujuan. Kemudian memimpin berarti ketua sekolah sanggup mengarahkan serta mempengaruhi seluruh sumberdaya insan buat melakukan tugas-tugas yg esensial, serta mngendalikan berarti kepala sekolah memperoleh agunan, bahwa sekolah berjalan mencapai tujuan. Jika terdapat kesalahan diantara bagian-bagian yang terdapat di sekolah, ketua sekolah wajib memberikan petunjuk dalam meluruskan. Demikian pula akhirnya pada proses kerjasama pendidikan tadi sine qua non penilaian buat melihat apakah tujuan yg sudah ditetapkan tercapai atau nir, dan bila tidak apakah ada hambatan-hambatan. Penilaian bisa berupa evaluasi proses kegiatan atau evaluasi hasil kegiatan itu. 

Ketiga, manajemen pendidikan diberikan pengertian menjadi sistem. Sistem adalah holistik yg terdiri berdasarkan bagian-bagian dan bagian-bagian tersebut saling berinteraksi pada suatu proses buat membarui masukkan sebagai keluaran. 

Pengertian manjemen pendidikan menjadi sistem tadi sepertinya agak sulit, namun sebenarnya nir demikian. Ambilah contoh misalnya sekolah dasar. Sekolah dasar adalah suatu sistem yang bertujuan buat memproses murid sebagai lulusan. Sebagai suatu sistem sekolah dasar bisa dicermati ada komponen (1) tambahkan, yaitu bahan mentah yg berasal menurut luar sistem yg akan diolah oleh sistem dalam sistem sekolah. Masukkan tadi berupa murid, (2) proses, yaitu kegiatan sekolah berserta aparatnya buat memasak masukkan menjadi keluaran atau lulusan, dan (3) keluaran, yaitu masukan yg telah diolah melalui proses eksklusif. Luaran yg dimaksudkan di sini merupakan berupa lulusan. 

Didalam manajemen modern termasuk didalam manajemen pendidikan sepertinya saat mempunyai peranan penting mengingat saat akan berjalan terus serta berlalu begitu saja dan tidak dapat diperbarui. Waktu dalam manajemen berarti kesempatan bila tidak dipergunakan menggunakan baik maka akan kehilangan ketika tadi, serta kehilangan waktu tersebut sebagai sebab kegagalan manajemen tadi.

Keempat, manajemen pendidikan bisa diberikan pengertian menjadi pemanfaatan sumberdaya insan. Sumberdaya yg dimaksudkan tadi merupakan bisa berupa manusia, uang, wahana parasarana dan saat. Dalam mengunakan sumberdaya tadi harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Buku paket maupun indera-indera laboratorium acapkali hanya dipajang, demikian aktivitas pembelajaran tidak dipakai secara efektif. Murid banyak disibukkan menggunakan aktivitas-kegiatan yang kurang berguna seperti mencatat bahan pelajaran yg sudah ada dalam kitab , menunggu pengajar yang seringkali terlambat ke kelas, dan lain sebagainya.

Kelima, manajemen pendidikan diberikan pengertian sebagai kepemimpinan. Pengertian manajemen pendidikan menjadi kepemimpinan ini merupakan bisnis buat menjawab pertanyaan bagaimana menggunakan kemampuan yang dimiliki administrator pendidikan, pemimpin bisa melaksanakan tut wuri handayani, ing madyo mangun karsa, serta ing ngarsa sung tulado dalam pencapaian tujuan pendidikan. Dengan istilah yang lain ketua sekolah pada menggerakkan bawahan buat mau bekerja secara lebih ulet menggunakan bisa serta mampu mempengaruhi dan mengawasi, bekerja sama dan memberi model. Oleh karena itu maka seseorang kepala sekolah tersebut seharusnya sudah tentunya menguasai serta tahu teori serta praktik kepemimpinan, dan sanggup serta mau buat melaksanakan pengetahuan serta kemaunnya tersebut.

Keenam, manajemen pendidikan diberikan pengertian sebagai proses pengambilan keputusan. Setiap ketika seoarang kepala sekolah akan dihadapkan dalam berbagai macam kasus, dan kasus tadi segera harus dicarikan pemecahannya. Dalam memecahkan masalah tadi seseorang kepala sekolah akan memerlukan kemampuan dalam mengambil keputusan, yaitu memilih kemungkinan tindakan yg dapat dilakukan, sebab pada pada mengambil keputusan tadi akan terdapat banyak pilihan. Seorang ketua sekolah supaya bisa merogoh suatu keputusan yang terbaik buat seluruh masyarakat sekolah. Dalam hubungan menggunakan kemampuan buat mengambil keputusan tersebut manajmen pendidikan akan bisa menuntun kepala sekolah buat mengambil keputusan yang terbaik menurut arti akan mempunyai resiko paling minimal.

Ketujuh, manajemen pendidikan memiliki pengertian menjadi cara berkomunikasi yang baik. Komunikasi secara sederhana bisa diartikan menjadi usaha buat menciptakan orang lain mengerti apa yang kita maksudkan, serta kita pula mengerti apa yg dimaksudkan oleh orang lain. Semua aktivitas atau aktivitas pada pendidikan tidak ada serta bisa dilakukan tanpa dengan adanya komunikasi. Jadi dalam pendidikan akan terjadi komunikasi dan kerja sama buat bisa saling mengetahui apa yg diinginkan sang ketua sekolah, oleh guru-guru, pegawai adminstrasi dan siswa, sehingga proses pendidikan bisa berjalan dengan baik dalam mencapai tujuan secaranya efektif. 

Kedelapan, manajemen pendidikan diberikan pengertian sebagai kegiatan ketatalaksanaan yg pada dasarnya adalah aktivitas rutin catat mencatat, mendokumentasikan kegiatan, menyelenggarakan surat menyurat, mempersiapkan laporan dan yg lainnya. Pengertian manajemen pendidikan yg demikian tadi adalah sangat sempit. 

Kepala Sekolah Sebagai Manajer Pendidikan
Kepala sekolah sebagai manajer merupakan motor penggerak, serta memilih arah kebijakan sekolah, yang akan memilih bagaimana tujuan-tujuan sekolah serta pendidikan pada umumnya bisa direalisasikan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka ketua sekolah dituntut buat menaikkan efektifitas kinerjanya. Dengan demikian manajemen pendidik-kan akan dapat memberikan output yang memuaskan. Kinerja kepemimpinan kepala sekolah menjadi manajer merupakan segala upaya yang dilakukan dan output yg dapat dicapai sang kepala sekolah di sekolahnya buat mewujudkan tujuan pendidikan secara efektif serta efesien. Sehubungan menggunakan itu kepala sekolah sebagai manajer pendidikan bisa dicermati menurut: 
  1. mampu memberdayakan guru-guru buat melaksanakan proses pebelajaran menggunakan baik, lancar serta produktif, 
  2. dapat menuntaskan tugas serta pekerjaan sinkron dengan waktu yang telah ditetapkan, 
  3. mampu menjalin interaksi yang serasi menggunakan masyarakat sehingga bisa melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan, 
  4. berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan taraf kedewasaan guru serta pegawai pada sekolah, 
  5. bekerja menggunakan tim manajemen serta, 
  6. berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan.
Demikian pula buat bisa efktifitas serta efisiensi manajemen pendidikan dapat terwujud maka seorang ketua sekolah menurut Stoner yang dikutif sang Wahjosumidjo (2008) bisa melaksanakan fungsi manajemen sebagai berikut:
  1. Kepala sekolah wajib bisa bekerja menggunakan atau melalui orang lain. Jadi orang lain yg dimaksudkan disini merupakan para pengajar, anak didik, dan pegawai adminitrasi, termasuk atasan kepala sekolah pada hal ini adalah pemerintah. Dalam fungsi seperti ini ketua sekolah berperilaku sebagai saluran komunikasi di lingkungan sekolah. 
  2. Kepala sekolah harus bertanggungjawab serta mempertanggungjawabkan terhadap keberhasilan atau kegagalan menjadi seseorang manajer. Bertangungjawab atas segala tindakan yang dilakukan oleh bawahan. Perbuatan yang dilakukan sang pengajar, anak didik, staf serta orang tua nir bisa tanggal dari tanggungjawab ketua sekolah. 
  3. Kepala sekolah harus bisa menghadapi berbagai problem. Dengan segala keterbatasannya seorang ketua sekolah harus dapat mengatur hadiah tugas secara sempurna. Bahkan ada kalanya seseorang kepala sekolah harus dapat memilih suatu prioritas bilamana terjadi perseteruan antara kepentingan bawahan dengan kepentingan sekolah. 
  4. Kepala sekolah harus memiliki akal budi analistik dan konsepsional. Kepala sekolah pada dalam memecahkan suatu konflik harus melalui suatu analisis, kemudian menyelesaikan dilema dengan suatu solusi yg feasible. Kepala sekolah harus sanggup melihat setiap tugas sebagai suatu kseluruhan yg saling berkaitan, serta memandang dilema yg muncul sebagai bagian yang terpisahkan menurut suatu kesluruhan. 
  5. Kepala sekolah wajib mampu sebagai mediator. Kepala sekolah wajib turun tangan sebagai penengah di sekolah, sekolah sebagai suatu organisasi nir akan terelakan menurut adanya suatu disparitas-disparitas serta kontradiksi-pertentangan atau konflik satu dengan yang lainnya menjadi rakyat sekolah. 
  6. Kepala sekolah harus menjadi politisi. Sebagai ketua sekolah harus selalu berusaha buat menaikkan tujuan sekolah serta mengembangkan acara jauh ke depan. Untuk itu menjadi seorang politisi kepala sekolah wajib dapat membangun hubungan kerja sama melalui pendekatan persuasi serta kesepakatan . Peran politisi atau kecakapan politisi seorang ketua sekolah bisa berkembang secara efektif apabila mempunyai prinsip jaringan saling pengertian terhadap kewajiban masing-masing, terbentuk suatu aliansi atau kualisi seperti organisasi profesi PGRI, K3S dll, terciptanya kolaborasi dengan aneka macam pihak, sehingga berbagai aktivitas bisa dilaksanakan. 
  7. Kepala sekolah harus mampu menjadi seseorang diplomat. Kepala sekolah adalah wakil resmi sekolah yanhg dipimpinnya. Dalam kiprah menjadi diplomat banyak sekali macam pertemuan akan diikuti. 
  8. Kepala sekolah menjadi pengambil keputusan yang sulit. Tidak ada suatu organisasi apapun yg berjalan mulus tanpa persoalan. 
Demikian jua sekolah sebagai suatu organisasi tidak luput dari problem, sperti biaya , pegawai, perbedaan pendapat, dll. Jika terjadi duduk perkara misalnya tadi kepala sekolah dibutuhkan berperan sebagai orang yg bisa menyelesaikan masalah yang sulit tersebut. 

Demikian beberapa tugas dan kemampuan yg harus dimiliki sang seseorang manajer dalam interaksi ini seorang kepala sekolah. Lebih dari itu tugas dan kemampuan tersebut harus pula didukung dengan beberapa keterampilan, yaitu keterampilan konseptual, keterampilan hubungan manusiawi, serta keterampilan teknik (Pidarta. 1986, Wahjosumidjo. 2008, Balanchard. Dkk. 1986). Lebih dari itu dijelaskan bahwa pada dasarnya setiap pemimpin tersebut menjadi manajer sudah memilikinya. Persoalannya keterampilan yg manakah yg harus lebih atau paling lebih banyak didominasi didalam mengaplikasikannya tergantung dari posisi seseorang manajer tadi, apakah posisinya sebagai manajer puncak , manajer menengah, serta manajer supervisor. Kalau seseorang pemimpin tadi posisinya menjadi manajer puncak mungkin yang paling menonjol harus dimiliki serta diaplikasikan merupakan keterampilan konseptual, jika seorang pemimpin tersebut posisinya sebagai manajer menengah maka yang harus dominan dimiliki serta diaplikasikan merupakan keterampilan interaksi insan, serta kalau posisi pemimpin tersebut sebagai supervisor maka yang harus dimiliki dan diaplikasikan secara lebih dominan merupakan keterampilan teknis.

Kemudian secara lebih rinci dijelaskan oleh Wahjosumidjo (2008) bahwa masing-masing keterampilan tadi mempunyai beberapa indikator. Keterampilan konseptual misalnya terditi dari: 
  1. kemampuan anlisis,
  2. kemampuan berpikir rasional, 
  3. ahli atau cakap dalam aneka macam macam konsepsi,
  4. mampu menganalisis banyak sekali kejadian, serta bisa memahami berbagai kecendrungan,
  5. mampu mengantisipasikan perintah, 
  6. mampu mengenali berbagai macam kesempatan dan dilema sosial. 
Keterampilan hubungan manusiawi terdiri menurut: 
  1. kemampuan buat memahami konduite insan dan proses kerjasama,
  2. kemampuan buat memahami isi hati, perilaku dan motif orang lain, mengapa mereka mengatakan dan berperilaku, 
  3. kemampuan buat berkomunikasi secara jelas serta efektif, 
  4. kemampuan buat membentuk kerjasama yg efektif, kooperatif, praktis serta diplomatis, 
  5. mampu berperilaku yg dapat diterima. 
Kemudian keteram-pilan teknis terdiri berdasarkan: (1) menguasai mengenai merode, proses, mekanisme dan teknik buat melaksanakan suatu aktivitas spesifik, dan (2) kemampuan buat memanfaatkan serta mendayagunakan wahana, alat-alat yg diharapkan dalam mendukung kegiatan yang bersifat spesifik tersebut. Dengan rumusan yg agak tidak sinkron Danim (2006) mengungkapkan masing-masing keterampilan tersebut menjadi berikut. Keterampilan teknis adalah keteram-pilan dalam menerapkan pengetahuan teoritis kedalam tindakan mudah, kemampuan merampungkan tugas menggunakan baik serta sistematis. Keterampilan teknis ini umumnya dominan dimiliki oleh tenaga kerja bawahan, yg indikator mencakup: (1) keterampilan pada menyusun laporan pertanggungjawaban, (2) keterampilan menyusun acara tertulus, (3) keterampilan, (3) kamampuan buat menciptakan data statistik sekolah, (4) keterampilan merealisasikan keputusan, (5) keterampilan mengetik, (6) keterampilan menata ruang, (7) keterampilan membuat surat. Keterampilan hubungan manusiawi merupakan keterampilan buat menempatkan diri pada gerombolan kerja serta keterampilan menjalin komunikasi yang mampu membentuk kepuasan semua warga sekolah. Hubungan manusiawi ini akan melahirkan situasi kooperatif serta menciptakan hubungan manusiawi diantara para masyarakat sekolah. Hubungan manusiawi ini meliputi: (1) kemampuan menempatkan diri pada grup, (2) kemampuan untuk membangun kepuasan pada diri bawahan, (tiga) perilaku terbuka pada kelompok kerja, (4) kemampuan merogoh hati melalui keramah tamahan, (5) penghargaan terhadap nilai-nilai etis, (6) pemerataan tugas serta tanggungjawab, serta (7) itikad baik, adil, menghormati, serta menghargai orang lain. Kemudian keterampilan konseptual yg dimaksudkan merupakan kecakapan buat memformulasikan pikiran, memahami teori-teori, melakukan aplikasi, melihat kecendrungan berdasarkan kemampuan teoritis yang diperlukan pada pada global kerja. Kepala sekolah dituntut tahu konsep serta teori yang erat hubungannya dengan pekerjaan. Demikian juga indikator menurut ketrampilan konseptual tadi disebutkan merupakan mencakup: (1) pemahaman terhadap teori secara luas dan mendalam, (2) kemampuan mengorganisasikan pikiran, (3) keberanian mengeluarkan pendapat secara akademik, serta (4) kemampuan untuk mengkorelasikan bidang ilmu yang dimiliki dengan berbagai situasi. Dalam interaksi menggunakan keterampilan ketua sekolah Bordman, dkk (1961) menyatakan bahwa seseorang ketua sekolah harus sanggup membuatkan kemampuan profesional pengajar, menyebarkan acara super-visi, dan merangsang guru untuk berpartisipasi aktif pada pada usaha mencapai tujuan pendidikan yg dibutuhkan.

Dengan dari pada beberapa keterampilan yg dimiliki oleh ketua sekolah sebagai manajer pendidikan, maka ketua sekolah harus mampu dan mampu membagi habis semua tugas kepada pengajar serta personil sesuai menggunakan taraf pengetahuan dan kemampuan masing-masing. Kepala sekolah wajib mampu membimbing seluruh personil agar sanggup melaksanakan tugas seoptimal mungkin secara efektif dan efisien.

PENGERTIAN MANAJEMEN PENDIDIKAN MENURUT PARA AHLI

Pengertian Manajemen Pendidikan Menurut Para Ahli
Apabila beberapa pengertian manajemen tersebut dibahas secara lebih lanjut, maka suatu uraian pendapat yang dapat dirujuk buat lebih mengungkapkan pengertian manajemen pendidikan tersebut merupakan pendapat yg dikemukakan sang Sutjipto. Dkk (1994) yg menguraikan secara lebih jelas dan lengkap sebagai berikut.

Pertama, manajemen pendidikan mempunyai pengertian sebagai suatu kerjasama buat mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan pada dasarnya merentang dari tujuan yg sederhana sampai pada tujuan pendidikan yang kompleks, sesuai menggunakan lingkup dan taraf pendidikan. Tujuan pendidikan dalam satu jam pelajaran di kelas satu SMP, misalnya lebih gampang dirumuskan serta dicapai bila dibandingkan dengan tujuan pendidikan luar sekolah maupun buat pendidikan orang dewasa, atau tujuan pendidikan nasional. Jika tujuan pendidikan tadi kompleks maka cara mencapai tujuan pendidikan tersebut pula kompleks, serta sering tujuan pendidikan tersebut nir bisa dicapai sang satu orang pendidik saja, namun melalui kerjasama menggunakan pendidik yg lainnya, dengan segala aspek kerumitannya. Untuk detail memahami pengertian manejemen pendidikan menjadi proses kerja sama bisa dicontohkan dengan contoh yg lainnya seperti misalnya pada tujuan pendidikan taraf sekolah tidak akan dapat dicapai tanpa adanya proses kerjasama antara semua komponen sekolah mulai menurut guru, pegawai, kepala sekolah, komite sekolah pengawas serta lain sebagainya yang ada kaitnya dengan sekolah.

Kedua, manajemen pendidikan memiliki pengertian menjadi suatu proses buat mencapai tujuan pendidikan. Proses adalah suatu cara yg sistemik pada mengerjakan sesuatu (Wahjosumidjo. 2008). Jadi seorang manajer dimanapun termasuk ketua sekolah menggunakan ketangkasan serta keterampilannya yg khusus akan mengusahakan berbagai aktivitas yang saling berkaitan pada rangka mencapai tujuan pendidikan. Kegiatan-aktivitas tadi berupa kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, mengen-dalikan serta penilaian. 

Merencanakan berarti ketua sekolah wajib benar-sahih memikirkan serta merumuskan pada suatu acara tujuan serta tindakan yang akan dilakukan, mengorga-nisasikan berarti ketua sekolah wajib mampu menghimpun dan mengkoordinasikan sumberdaya insan dan asal material sekolah, sebab keberhasilan sekolah sangat tergantung dalam kecakapan dalam mengatur serta mendayagunakan banyak sekali asal dalam mencapai tujuan. Kemudian memimpin berarti ketua sekolah mampu mengarahkan dan mensugesti seluruh sumberdaya manusia buat melakukan tugas-tugas yang esensial, dan mngendalikan berarti ketua sekolah memperoleh agunan, bahwa sekolah berjalan mencapai tujuan. Jika terdapat kesalahan diantara bagian-bagian yang ada pada sekolah, kepala sekolah wajib memberikan petunjuk pada meluruskan. Demikian pula akhirnya pada proses kerjasama pendidikan tadi harus ada evaluasi buat melihat apakah tujuan yang telah ditetapkan tercapai atau nir, dan jikalau nir apakah ada hambatan-hambatan. Penilaian bisa berupa penilaian proses aktivitas atau penilaian hasil aktivitas itu. 

Ketiga, manajemen pendidikan diberikan pengertian sebagai sistem. Sistem merupakan keseluruhan yang terdiri berdasarkan bagian-bagian dan bagian-bagian tersebut saling berinteraksi pada suatu proses untuk mengganti tambahkan sebagai keluaran. 

Pengertian manjemen pendidikan sebagai sistem tersebut sepertinya relatif sulit, tetapi sebenarnya nir demikian. Ambilah model misalnya sekolah dasar. Sekolah dasar adalah suatu sistem yg bertujuan buat memproses murid menjadi lulusan. Sebagai suatu sistem sekolah dasar dapat dilihat terdapat komponen (1) tambahkan, yaitu bahan mentah yang berasal menurut luar sistem yg akan diolah oleh sistem pada sistem sekolah. Masukkan tadi berupa anak didik, (dua) proses, yaitu aktivitas sekolah berserta aparatnya untuk mengolah tambahkan sebagai keluaran atau lulusan, serta (3) keluaran, yaitu masukan yg sudah diolah melalui proses eksklusif. Luaran yg dimaksudkan di sini merupakan berupa lulusan. 

Didalam manajemen modern termasuk didalam manajemen pendidikan sepertinya waktu mempunyai peranan penting mengingat saat akan berjalan terus serta berlalu begitu saja dan nir dapat diperbarui. Waktu dalam manajemen berarti kesempatan bila tidak digunakan dengan baik maka akan kehilangan saat tersebut, serta kehilangan saat tersebut menjadi karena kegagalan manajemen tadi.

Keempat, manajemen pendidikan dapat diberikan pengertian sebagai pemanfaatan sumberdaya insan. Sumberdaya yang dimaksudkan tersebut merupakan bisa berupa insan, uang, wahana parasarana serta saat. Dalam mengunakan sumberdaya tersebut harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Buku paket maupun alat-alat laboratorium sering hanya dipajang, demikian kegiatan pembelajaran tidak dipakai secara efektif. Murid banyak disibukkan dengan kegiatan-kegiatan yg kurang berguna misalnya mencatat bahan pelajaran yg telah ada dalam kitab , menunggu guru yg acapkali terlambat ke kelas, serta lain sebagainya.

Kelima, manajemen pendidikan diberikan pengertian sebagai kepemimpinan. Pengertian manajemen pendidikan menjadi kepemimpinan ini merupakan bisnis untuk menjawab pertanyaan bagaimana menggunakan kemampuan yg dimiliki administrator pendidikan, pemimpin dapat melaksanakan tut wuri handayani, ing madyo mangun karsa, dan ing ngarsa sung tulado dalam pencapaian tujuan pendidikan. Dengan kata yang lain kepala sekolah pada menggerakkan bawahan untuk mau bekerja secara lebih giat dengan bisa dan sanggup mempengaruhi serta mengawasi, bekerja sama dan memberi contoh. Oleh karena itu maka seorang ketua sekolah tadi seharusnya telah tentunya menguasai dan tahu teori dan praktik kepemimpinan, serta mampu dan mau untuk melaksanakan pengetahuan dan kemaunnya tersebut.

Keenam, manajemen pendidikan diberikan pengertian menjadi proses pengambilan keputusan. Setiap waktu seoarang kepala sekolah akan dihadapkan pada aneka macam macam masalah, serta perkara tadi segera wajib dicarikan pemecahannya. Dalam memecahkan masalah tersebut seorang kepala sekolah akan memerlukan kemampuan pada merogoh keputusan, yaitu menentukan kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan, sebab di pada merogoh keputusan tadi akan ada banyak pilihan. Seorang ketua sekolah supaya bisa merogoh suatu keputusan yang terbaik buat seluruh masyarakat sekolah. Dalam interaksi dengan kemampuan buat mengambil keputusan tersebut manajmen pendidikan akan dapat menuntun ketua sekolah buat merogoh keputusan yang terbaik menurut arti akan memiliki resiko paling minimal.

Ketujuh, manajemen pendidikan memiliki pengertian sebagai cara berkomunikasi yg baik. Komunikasi secara sederhana dapat diartikan sebagai bisnis untuk menciptakan orang lain mengerti apa yang kita maksudkan, dan kita pula mengerti apa yang dimaksudkan sang orang lain. Semua kegiatan atau aktivitas dalam pendidikan tidak terdapat serta dapat dilakukan tanpa menggunakan adanya komunikasi. Jadi dalam pendidikan akan terjadi komunikasi serta kerja sama buat bisa saling mengetahui apa yg diinginkan sang kepala sekolah, oleh pengajar-guru, pegawai adminstrasi serta siswa, sehingga proses pendidikan dapat berjalan menggunakan baik pada mencapai tujuan secaranya efektif. 

Kedelapan, manajemen pendidikan diberikan pengertian menjadi kegiatan ketatalaksanaan yang intinya merupakan kegiatan rutin catat mencatat, mendokumentasikan kegiatan, menyelenggarakan surat menyurat, mempersiapkan laporan serta yg lainnya. Pengertian manajemen pendidikan yg demikian tersebut adalah sangat sempit. 

Kepala Sekolah Sebagai Manajer Pendidikan
Kepala sekolah sebagai manajer adalah motor penggerak, serta memilih arah kebijakan sekolah, yg akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya bisa direalisasikan. Sehubungan dengan hal tadi, maka ketua sekolah dituntut buat menaikkan efektifitas kinerjanya. Dengan demikian manajemen pendidik-kan akan dapat menaruh hasil yang memuaskan. Kinerja kepemimpinan kepala sekolah sebagai manajer merupakan segala upaya yg dilakukan dan output yang bisa dicapai sang ketua sekolah pada sekolahnya buat mewujudkan tujuan pendidikan secara efektif serta efesien. Sehubungan menggunakan itu kepala sekolah menjadi manajer pendidikan bisa dipandang dari: 
  1. mampu memberdayakan pengajar-guru buat melaksanakan proses pebelajaran dengan baik, lancar serta produktif, 
  2. dapat menuntaskan tugas dan pekerjaan sinkron dengan saat yang telah ditetapkan, 
  3. mampu menjalin interaksi yang serasi dengan rakyat sebagai akibatnya bisa melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan, 
  4. berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yg sinkron menggunakan tingkat kedewasaan guru serta pegawai pada sekolah, 
  5. bekerja dengan tim manajemen dan, 
  6. berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai menggunakan ketentuan yg telah ditetapkan.
Demikian jua buat bisa efktifitas serta efisiensi manajemen pendidikan dapat terwujud maka seseorang kepala sekolah menurut Stoner yg dikutif sang Wahjosumidjo (2008) mampu melaksanakan fungsi manajemen sebagai berikut:
  1. Kepala sekolah wajib sanggup bekerja dengan atau melalui orang lain. Jadi orang lain yg dimaksudkan disini merupakan para guru, siswa, dan pegawai adminitrasi, termasuk atasan kepala sekolah pada hal ini adalah pemerintah. Dalam fungsi misalnya ini ketua sekolah berperilaku sebagai saluran komunikasi di lingkungan sekolah. 
  2. Kepala sekolah harus bertanggungjawab serta mempertanggungjawabkan terhadap keberhasilan atau kegagalan sebagai seorang manajer. Bertangungjawab atas segala tindakan yang dilakukan sang bawahan. Perbuatan yg dilakukan oleh guru, siswa, staf serta orang tua tidak dapat tanggal dari tanggungjawab kepala sekolah. 
  3. Kepala sekolah wajib sanggup menghadapi berbagai persoalan. Dengan segala keterbatasannya seseorang kepala sekolah harus dapat mengatur pemberian tugas secara sempurna. Bahkan terdapat kalanya seseorang kepala sekolah wajib dapat menentukan suatu prioritas bilamana terjadi pertarungan antara kepentingan bawahan menggunakan kepentingan sekolah. 
  4. Kepala sekolah wajib memiliki kemampuan berpikir analistik dan konsepsional. Kepala sekolah di pada memecahkan suatu pertarungan harus melalui suatu analisis, kemudian menuntaskan duduk perkara dengan suatu solusi yg feasible. Kepala sekolah wajib mampu melihat setiap tugas sebagai suatu kseluruhan yang saling berkaitan, serta memandang dilema yang timbul menjadi bagian yg terpisahkan menurut suatu kesluruhan. 
  5. Kepala sekolah harus sanggup menjadi mediator. Kepala sekolah wajib turun tangan sebagai penengah di sekolah, sekolah sebagai suatu organisasi nir akan terelakan berdasarkan adanya suatu perbedaan-perbedaan serta pertentangan-kontradiksi atau permasalahan satu dengan yang lainnya sebagai masyarakat sekolah. 
  6. Kepala sekolah harus menjadi politisi. Sebagai ketua sekolah wajib selalu berusaha buat menaikkan tujuan sekolah dan mengembangkan program jauh ke depan. Untuk itu menjadi seseorang politisi kepala sekolah wajib dapat membangun hubungan kolaborasi melalui pendekatan persuasi serta konvensi. Peran politisi atau kecakapan politisi seseorang kepala sekolah dapat berkembang secara efektif apabila memiliki prinsip jaringan saling pengertian terhadap kewajiban masing-masing, terbentuk suatu aliansi atau kualisi misalnya organisasi profesi PGRI, K3S dll, terciptanya kerja sama dengan banyak sekali pihak, sehingga berbagai aktivitas bisa dilaksanakan. 
  7. Kepala sekolah wajib sanggup sebagai seorang diplomat. Kepala sekolah adalah wakil resmi sekolah yanhg dipimpinnya. Dalam kiprah sebagai diplomat aneka macam macam rendezvous akan diikuti. 
  8. Kepala sekolah sebagai pengambil keputusan yg sulit. Tidak ada suatu organisasi apapun yang berjalan mulus tanpa problem. 
Demikian jua sekolah sebagai suatu organisasi tidak luput menurut dilema, sperti porto, pegawai, perbedaan pendapat, dll. Jika terjadi persoalan misalnya tersebut ketua sekolah diperlukan berperan sebagai orang yang dapat merampungkan dilema yg sulit tadi. 

Demikian beberapa tugas dan kemampuan yg harus dimiliki oleh seseorang manajer pada interaksi ini seorang ketua sekolah. Lebih menurut itu tugas serta kemampuan tersebut harus juga didukung dengan beberapa keterampilan, yaitu keterampilan konseptual, keterampilan interaksi manusiawi, serta keterampilan teknik (Pidarta. 1986, Wahjosumidjo. 2008, Balanchard. Dkk. 1986). Lebih berdasarkan itu dijelaskan bahwa pada dasarnya setiap pemimpin tadi sebagai manajer sudah memilikinya. Persoalannya keterampilan yg manakah yg wajib lebih atau paling mayoritas didalam mengaplikasikannya tergantung menurut posisi seseorang manajer tersebut, apakah posisinya sebagai manajer zenit, manajer menengah, dan manajer supervisor. Kalau seseorang pemimpin tadi posisinya sebagai manajer zenit mungkin yg paling menonjol wajib dimiliki serta diaplikasikan adalah keterampilan konseptual, apabila seorang pemimpin tadi posisinya menjadi manajer menengah maka yang wajib secara umum dikuasai dimiliki dan diaplikasikan adalah keterampilan interaksi manusia, dan bila posisi pemimpin tadi sebagai supervisor maka yang harus dimiliki dan diaplikasikan secara lebih dominan merupakan keterampilan teknis.

Kemudian secara lebih rinci dijelaskan sang Wahjosumidjo (2008) bahwa masing-masing keterampilan tersebut mempunyai beberapa indikator. Keterampilan konseptual misalnya terditi menurut: 
  1. kemampuan anlisis,
  2. kemampuan berpikir rasional, 
  3. ahli atau cakap pada aneka macam macam konsepsi,
  4. mampu menganalisis berbagai insiden, dan bisa tahu aneka macam kecendrungan,
  5. mampu mengantisipasikan perintah, 
  6. mampu mengenali aneka macam macam kesempatan dan duduk perkara sosial. 
Keterampilan interaksi manusiawi terdiri dari: 
  1. kemampuan untuk tahu konduite manusia dan proses kerjasama,
  2. kemampuan untuk memahami isi hati, sikap serta motif orang lain, mengapa mereka berkata serta berperilaku, 
  3. kemampuan buat berkomunikasi secara jelas serta efektif, 
  4. kemampuan buat menciptakan kerjasama yg efektif, kooperatif, mudah dan diplomatis, 
  5. mampu berperilaku yg dapat diterima. 
Kemudian keteram-pilan teknis terdiri dari: (1) menguasai mengenai merode, proses, prosedur serta teknik buat melaksanakan suatu kegiatan spesifik, serta (dua) kemampuan untuk memanfaatkan serta mendayagunakan sarana, peralatan yg diperlukan pada mendukung aktivitas yang bersifat spesifik tadi. Dengan rumusan yg relatif tidak selaras Danim (2006) menyebutkan masing-masing keterampilan tersebut sebagai berikut. Keterampilan teknis merupakan keteram-pilan dalam menerapkan pengetahuan teoritis kedalam tindakan praktis, kemampuan menyelesaikan tugas menggunakan baik serta sistematis. Keterampilan teknis ini umumnya secara umum dikuasai dimiliki sang energi kerja bawahan, yg indikator mencakup: (1) keterampilan pada menyusun laporan pertanggungjawaban, (2) keterampilan menyusun program tertulus, (tiga) keterampilan, (tiga) kamampuan buat menciptakan data statistik sekolah, (4) keterampilan merealisasikan keputusan, (5) keterampilan mengetik, (6) keterampilan menata ruang, (7) keterampilan membuat surat. Keterampilan interaksi manusiawi merupakan keterampilan buat menempatkan diri dalam grup kerja dan keterampilan menjalin komunikasi yg bisa membangun kepuasan semua masyarakat sekolah. Hubungan manusiawi ini akan melahirkan situasi kooperatif serta membangun hubungan manusiawi diantara para masyarakat sekolah. Hubungan manusiawi ini mencakup: (1) kemampuan menempatkan diri dalam gerombolan , (dua) kemampuan buat menciptakan kepuasan pada diri bawahan, (3) sikap terbuka dalam gerombolan kerja, (4) kemampuan mengambil hati melalui keramah tamahan, (lima) penghargaan terhadap nilai-nilai etis, (6) pemerataan tugas dan tanggungjawab, dan (7) itikad baik, adil, menghormati, serta menghargai orang lain. Kemudian keterampilan konseptual yg dimaksudkan merupakan kecakapan untuk memformulasikan pikiran, tahu teori-teori, melakukan pelaksanaan, melihat kecendrungan berdasarkan kemampuan teoritis yg diharapkan di dalam dunia kerja. Kepala sekolah dituntut memahami konsep dan teori yg erat hubungannya dengan pekerjaan. Demikian juga indikator dari ketrampilan konseptual tersebut disebutkan adalah mencakup: (1) pemahaman terhadap teori secara luas dan mendalam, (dua) kemampuan mengorganisasikan pikiran, (tiga) keberanian mengeluarkan pendapat secara akademik, serta (4) kemampuan buat mengkorelasikan bidang ilmu yg dimiliki dengan aneka macam situasi. Dalam interaksi menggunakan keterampilan ketua sekolah Bordman, dkk (1961) menyatakan bahwa seseorang kepala sekolah wajib sanggup berbagi kemampuan profesional guru, mengembangkan acara super-visi, dan merangsang guru untuk berpartisipasi aktif pada pada bisnis mencapai tujuan pendidikan yg dibutuhkan.

Dengan dari dalam beberapa keterampilan yang dimiliki oleh kepala sekolah sebagai manajer pendidikan, maka ketua sekolah harus bisa dan mampu membagi habis seluruh tugas pada guru dan personil sesuai dengan taraf pengetahuan serta kemampuan masing-masing. Kepala sekolah wajib sanggup membimbing semua personil supaya bisa melaksanakan tugas seoptimal mungkin secara efektif serta efisien.

MANAJEMEN DASAR PENGERTIAN DAN MASALAH

Manajemen, Dasar, Pengertian Dan Masalah 
Bertolak berdasarkan asumsi bahwa life is education and education is life dalam arti pendidikan menjadi dilema hayati serta kehidupan maka diskursus seputar pendidikan adalah salah satu topik yg selalu menarik. Setidaknya ada 2 alasan yg bisa diidentifikasi sebagai akibatnya pendidikan tetap up to date buat dikaji. Pertama, kebutuhan akan pendidikan memang dalam hakikatnya penting karena bertautan langsung menggunakan ranah hayati serta kehidupan manusia. Membincangkan pendidikan berarti berbicara kebutuhan utama insan. Kedua, pendidikan pula merupakan sarana strategis bagi upaya pemugaran mutu kehidupan insan, yang ditandai menggunakan meningkatnya level kesejahteraan, menurunnya derajat kemiskinan dan terbukanya banyak sekali alternatif opsi dan peluang mengaktualisasikan diri pada masa depan.

Dalam tataran nilai, pendidikan mempunyai peran vital menjadi pendorong individu dan warga masyarakat buat meraih progresivitas pada semua lini kehidupan. Di samping itu, pendidikan dapat sebagai determinan penting bagi proses transformasi personal maupun sosial. Dan sesungguhnya inilah idealisme pendidikan yang mensyaratkan adanya pemberdayaan.

Namun pada tataran ideal, pergeseran paradigma yg awalnya memandang forum pendidikan sebagai forum sosial, kini dipandang sebagai suatu huma usaha basah yang mengindikasikan perlunya perubahan pengelolaan. Perubahan pengelolaan tadi harus seirama dengan tuntutan zaman.

Situasi, kondisi serta tuntutan pasca booming-nya era reformasi membawa konsekuensi kepada pengelola pendidikan buat melihat kebutuhan kehidupan pada masa depan. Maka adalah hal yg logis waktu pengelola pendidikan mengambil langkah antisipatif buat mempersiapkan diri bertahan dalam zamannya. Mempertahankan diri dengan permanen mengacu dalam pembenahan total mutu pendidikan berkaitan erat dengan manajemen pendidikan merupakan sebuah keniscayaan.

1. Pengertian Manajemen
Perkembangan bergerak maju pelaksanaan manajemen berangkat menurut keragaman definisi tentang manajemen. Semula, manajemen yg dari dari bahasa Inggris: management dengan kata kerja to manage, diartikan secara umum sebagai mengurusi atau kemampuan menjalankan serta mengontrol suatu urusan atau “act of running and controlling a business” (Oxford, 2005). Selanjutnya definisi manajemen berkembang lebih lengkap. Stoner (1986) mengartikan manajemen sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin dan mengawasi bisnis-bisnis menurut anggota organisasi serta menurut asal-sumber organisasi lainnya buat mencapai organisasi yang sudah ditetapkan. G.R. Terry (1986) –sebagaimana dikutip Malayu S.P Hasibuan (1996)- memandang manajemen sebagai suatu proses, sebagai berikut: “Management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating and controlling performed to determine and accomplish stated objectives by the use of human being and other resources”. Sementara, Malayu S.P. Hasibuan (1995) pada bukunya “Manajemen Sumber Daya Manusia” mengemukakan bahwa manajemen adalah ilmu serta seni mengatur proses pemanfaatan asal daya insan serta asal-sumber lainnya secara efektif dan efisien buat mencapai tujuan tertentu. 

Manajemen kemudian diartikan menjadi suatu rentetan langkah yang terpadu untuk berbagi suatu organisasi sebagai suatu system yg bersifat sosio-ekonomi-teknis; dimana system merupakan suatu kesatuan dinamis yg terdiri menurut bagian-bagian yang berhubungan secara organik; bergerak maju berarti beranjak, berkembang ke arah suatu tujuan; sosio (social) berarti yg bergerak pada pada dan yang menggerakkan sistem itu merupakan manusia; ekonomi berarti kegiatan pada sistem bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia; dan teknis berarti pada aktivitas dipakai harta, alat-indera serta cara-cara tertentu (Kadarman, 1991).

Dengan demikian, manajemen merupakan kebutuhan yang niscaya buat memudahkan pencapaian tujuan manusia dalam organisasi, serta mengelola aneka macam sumberdaya organisasi, seperti wahana dan prasarana, saat, SDM, metode dan lainnya secara efektif, inovatif, kreatif, solutif, serta efisien. 

2. Urgensi Manajemen dalam Pengelolaan Pendidikan
Kepekaan melihat kondisi global yang bergulir dan peluang masa depan menjadi kapital primer untuk mengadakan perubahan paradigma pada manajemen pendidikan. Modal ini akan dapat sebagai pijakan yg kuat buat mengembangkan pendidikan. Pada titik inilah diharapkan aneka macam komitmen buat pemugaran kualitas. Ketika melihat peluang, dan peluang itu dijadikan modal, kemudian modal sebagai pijakan buat mengembangkan pendidikan yg disertai komitmen yang tinggi, maka secara otomatis akan terjadi sebuah imbas domino (positif) pada pengelolaan organisasi, taktik, SDM, pendidikan dan pedagogi, biaya , serta marketing pendidikan.

Untuk menuju point education change (perubahan pendidikan) secara menyeluruh, maka manajemen pendidikan merupakan hal yang wajib diprioritaskan untuk kelangsungan pendidikan sebagai akibatnya menghasilkan out-put yg diinginkan. Walaupun masih terdapat institusi pendidikan yang belum memiliki manajemen yang rupawan pada pengelolaan pendidikannya. Manajemen yang dipakai masih konvensional, sehingga kurang bisa menjawab tantangan zaman dan terkesan tertinggal menurut modernitas. 

Jika manajemen pendidikan sudah tertata menggunakan baik dan membumi, niscaya nir akan lagi terdengar mengenai pelayanan sekolah yg jelek, minimnya profesionalisme tenaga pengajar, wahana-prasarana nir memadai, pungutan liar, hingga kekerasan dalam pendidikan. Manajemen pada sebuah organisasi dalam dasarnya dimaksudkan sebagai suatu proses (kegiatan) penentuan serta pencapaian tujuan organisasi melalui aplikasi empat fungsi dasar: rencana, organizing, actuating, serta controlling dalam penggunaan sumberdaya organisasi. Lantaran itulah, pelaksanaan manajemen organisasi hakikatnya adalah pula amal perbuatan SDM organisasi yg bersangkutan.

a. Planning 
Satu-satunya hal yang niscaya di masa depan dari organisasi apapun termasuk lembaga pendidikan merupakan perubahan, dan perencanaan penting buat menjembatani masa kini dan masa depan yg menaikkan kemungkinan buat mencapai output yang diinginkan. Mondy dan Premeaux (1995) menyebutkan bahwa perencanaan adalah proses memilih apa yg seharusnya dicapai dan bagaimana mewujudkannya pada fenomena. Perencanaan amat krusial untuk implementasi strategi dan penilaian strategi yg berhasil, terutama karena aktivitas pengorganisasian, pemotivasian, penunjukkan staff, serta pengendalian tergantung dalam perencanaan yg baik (Fred R. David, 2004). 

Dalam dinamika warga , organisasi beradaptasi pada tuntunan perubahan melalui perencanaan. Menurut Johnson (1973) bahwa: “The planning process can be considered as the vehicle for accomplishment of system change”. Tanpa perencanaan sistem tersebut tidak dapat berubah dan nir dapat menyesuaikan diri menggunakan kekuatan-kekuatan lingkungan yang berbeda. Dalam sistem terbuka, perubahan pada sistem terjadi jika kekuatan lingkungan menghendaki atau menuntut bahwa suatu ekuilibrium baru perlu diciptakan pada organisasi tergantung pada rasionalitas pembuat keputusan. Bagi sistem sosial, satu-satunya wahana buat perubahan inovasi dan kesanggupan mengikuti keadaan ialah pengambilan keputusan manusia dan proses perencanaan. 

Dalam konteks forum pendidikan, buat menyusun aktivitas lembaga pendidikan, diperlukan data yang poly dan valid, pertimbangan serta pemikiran oleh sejumlah orang yang berkaitan dengan hal yang direncanakan. Oleh karenanya kegiatan perencanaan sebaiknya melibatkan setiap unsur lembaga pendidikan tersebut dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. 

Menurut Rusyan (1992) ada beberapa hal yg penting dilaksanakan terus menerus dalam manajemen pendidikan menjadi implementasi perencanaan, diantaranya:
  • Merinci tujuan serta memberitahuakn kepada setiap pegawai/personil forum pendidikan.
  • Menerangkan atau menyebutkan mengapa unit organisasi diadakan.
  • Menentukan tugas dan fungsi, mengadakan pembagian dan pengelompokkan tugas terhadap masing-masing personil.
  • Menetapkan kebijaksanaan umum, metode, mekanisme dan petunjuk aplikasi lainnya.
  • Mempersiapkan uraian jabatan serta merumuskan rencana/sekala pengkajian.
  • Memilih para staf (pelaksana), administrator dan melakukan supervisi.
  • Merumuskan jadwal pelaksanaan, pembakuan output kerja (kinerja), pola pengisian staf dan formulir laporan pengajuan.
  • Menentukan keperluan tenaga kerja, biaya (uang) material dan loka.
  • Menyiapkan aturan dan mengamankan dana. 
  • Menghemat ruangan serta alat-alat perlengkapan.
b. Organizing
Tujuan pengorganisasian adalah mencapai usaha terkoordinasi dengan menerapkan tugas serta hubungan kewenangan. Malayu S.P. Hasbuan (1995) mendifinisikan pengorganisasian sebagai suatu proses penentuan, pengelompokkan serta pengaturan bermacam-macam aktivitas yg diharapkan buat mencapai tujuan, menempatkan orang-orang dalam setiap aktivitas ini, menyediakan alat-indera yang dibutuhkan, tetapkan kewenangan yg secara relative didelegasikan kepada setiap individu yg akan melakukan kegiatan-kegiatan tadi. Pengorganisasian fungsi manajemen dapat dicermati terdiri berdasarkan 3 aktivitas berurutan: membagi-bagi tugas sebagai pekerjaan yg lebih sempit (spesialisasi pekerjaan), menggabungkan pekerjaan buat menciptakan departemen (departementalisasi), dan mendelegasikan kewenangan (Fred R. David, 2004). 

Dalam konteks pendidikan, pengorganisasian adalah salah satu kegiatan manajerial yg pula menentukan berlangsungnya aktivitas kependidikan sebagaimana yang diharapkan. Lembaga pendidikan sebagai suatu organisasi mempunyai banyak sekali unsur yang terpadu pada suatu sistem yang harus terorganisir secara rapih dan sempurna, baik tujuan, personil, manajemen, teknologi, murid/member, kurikulum, uang, metode, fasilitas, dan faktor luar misalnya rakyat serta lingkungan sosial budaya.

Sutisna (1985) mengemukakan bahwa organisasi yang baik senantiasa memiliki dan menggunakan tujuan, wewenang, serta pengetahuan pada melakukan pekerjaan-pekerjaan. Dalam organisasi yg baik seluruh bagiannya bekerja dalam keselarasan seakan-akan menjadi sebagian berdasarkan holistik yang tak terpisahkan. Semua itu baru bisa dicapai oleh organisasi pendidikan, manakala dilakukan upaya: 1) Menyusun struktur kelembagaan, 2) Mengembangkan mekanisme yang berlaku, tiga) Menentukan persyaratan bagi pelatih dan karyawan yang diterima, 4) Membagi sumber daya instruktur dan karyawan yg ada dalam pekerjaan.

c. Actuating
Dalam pembahasan fungsi pengarahan, aspek kepemimpinan merupakan salah satu aspek yang sangat krusial. Sehingga definisi fungsi pengarahan selalu dimulai dimulai dan dinilai cukup hanya dengan mendifinisikan kepemimpinan itu sendiri.

Menurut Kadarman (1996) kepemimpinan bisa diartikan sebagai seni atau proses buat mempengaruhi serta mengarahkan orang lain agar mereka mau berusaha buat mencapai tujuan yg hendak dicapai sang grup. Kepemimpinan jua dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan, proses atau fungsi yang dipakai buat mensugesti serta mengarahkan orang lain buat berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan eksklusif.

Dari definisi tadi dapat disimpulkan bahwa seseorang pemimpin bertugas buat memotivasi, mendorong dan memberi keyakinan kepada orang yang dipimpinnya dalam suatu entitas atau grup, baik itu individu sebagai entitas terkecil sebuah komunitas ataupun sampai skala negara, buat mencapai tujuan sesuai dengan kapasitas kemampuan yg dimiliki. Pemimpin jua harus bisa memfasilitasi anggotanya dalam mencapai tujuannya. Ketika pemimpin telah berhasil membawa organisasinya mencapai tujuannya, maka saat itu bisa dianalogikan bahwa dia sudah berhasil menggerakkan organisasinya dalam arah yg sama tanpa paksaan.

Dalam konteks lembaga pendidikan, kepemimpinan pada gilirannya bermuara dalam pencapaian visi dan misi organisasi atau lembaga pendidikan yg dicermati menurut mutu pembelajaran yg dicapai menggunakan benar-benar-benar-benar sang semua personil forum pendidikan. Soetopo serta Soemanto (1982) menjelaskan bahwa kepemimpinan pendidikan ialah kemampuan buat menghipnotis dan menggerakkan orang lain buat mencapai tujuan pendidikan secara bebas dan sukarela. Di dalam kepemimpinan pendidikan sebagaimana dijalankan pimpinan harus dilandasi konsep demokratisasi, spesialisasi tugas, pendelegasian kewenangan, profesionalitas dan integrasi tugas buat mencapai tujuan bersama yaitu tujuan organisasi, tujuan individu serta tujuan pemimpinnya.

Ada tiga keterampilan utama yg dikemukakan Hersey dan Blanchard (1988) -sebagaimana dikutip oleh Syafaruddin (2005) dalam bukunya Manajemen Lembaga Pendidikan Islam- yg berlaku generik bagi setiap pimpinan termasuk pimpinan lembaga pendidikan, yaitu: 
  • Technical skill-ability to use knowledge, methods, techniques and equipment necessary for the performance of specific tasks acquired from experiences, education and training. 
  • Human skill-ability and judgment in working with and through people, including in understanding of motivation and an application of effective leadership. 
  • Conceptual skill-ability to understand the complexities of the overall organization and where one’s own operation fits into the organization. This knowledge permits one to act according to the objectives of the total organization rather than only on the basis of the goals and needs of one’s own immediate class. 
d. Controling 
Sebagaimana yang dikutif Muhammad Ismail Yusanto (2003), Mockler (1994) mendifinisikan pengawasan sebagai suatu upaya sistematis buat tetapkan baku prestasi kerja menggunakan tujuan perencanaan buat mendesain sistem umpan kembali berita; buat membandingkan prestasi sesungguhnya dengan standar yg telah ditetapkan itu; menentukan apakah ada defleksi serta mengukur signifikansi defleksi tersebut; serta merogoh tindakan perbaikan yg dibutuhkan buat mengklaim bahwa seluruh sumberdaya perusahaan telah digunakan menggunakan cara yg paling efekif dan efisien guna tercapainya tujuan perusahaan. 

Dalam konteks pendidikan, Depdiknas (1999) mengistilahkan pengawasan sebagai pengawasan acara pengajaran dan pembelajaran atau pengawasan yg wajib diterapkan menjadi berikut:
1) Pengawasan yang dilakukan pimpinan dengan memfokuskan dalam bisnis mengatasi hambatan yang dihadapi para pelatih atau staf dan tidak semata-mata mencari kesalahan.
2) Bantuan serta bimbingan diberikan secara tidak pribadi. Para staf diberikan dorongan buat memperbaiki dirinya sendiri, sedangkan pimpinan hanya membantu.
3) Pengawasan dalam bentuk saran yg efektif
4) Pengawasan yg dilakukan secara periodik.

3. Efektifitas Manajemen pada Lembaga Pendidikan
Dalam ranah kegiatan, implementasi manajemen terhadap pengelolaan pendidikan haruslah berorientasi dalam efektivitas terhadap segala aspek pendidikan baik dalam pertumbuhan, perkembangan, maupun keberkahan (pada perspektif syariah). Berikut ini adalah urgensi manajemen terhadap bidang manajemen pendidikan:

a. Manajemen Kurikulum
1) Mengupayakan efektifitas perencanaan
2) Mengupayakan efektifitas pengorganisasian dan koordinasi
3) Mengupayakan efektifitas pelaksanaan
4) Mengupayakan efektifitas pengendalian/pengawasan

b. Manajemen Personalia
Manajemen ini berkisar dalam staff development (teacher development), meliputi:
1) Training
2) Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
3) Inservice Education (Pendidikan Lanjutan)

c. Manajemen Siswa
1) Penerimaan Siswa (Daya Tampung, Seleksi)
2) Pembinaan Siswa (Pengelompokkan, Kenaikan Kelas, Penentuan Program, Ekskul)
3) Pemberdayaan OSIS 

d. Manajemen Keuangan
Dalam keuangan pengelolaan pendidikan, manajemen wajib berlandaskan pada prinsip: efektivitas, efisiensi serta pemerataan .

e. Manajemen Lingkungan
Urgensi manajemen terhadap lingkungan pendidikan bertujuan pada merangkul semua pihak terkait yang akan berpengaruh pada segala kebijakan dan keberlangsungan pendidikan. Manajemen ini berupaya mewujudkan cooperation with Society dan stake holder identification.

PENGERTIAN KEPEMIMPINAN DARI BERBAGAI AHLI

Pengertian Kepemimpinan Dari Berbagai Ahli 
A. Pengertian Kepemimpinan
Secara umum mungkin bisa diartikan kepemimpinan tersebut menjadi aktivitas buat mempengaruhi orang-orang yang diarahkan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Namun demikian tampaknya pengertian kepemimpinan sang para pakar tadi masing-masing terdapat perbedaannya tergantung menurut sudut pandang, penekanannya, keluasannya dan kedalaman yg terkandung pada dalamnya. Sutisna (1993) contohnya merumuskan kepemim-pinan tersebut menjadi suatu proses mempengaruhi aktivitas seorang atau sekelompok orang dalam usaha ke arah pencapaian tujuan dalam situasi tertentu. Sementara Supardi (1988) menyatakan bahwa kepemimpinan tersebut menjadi kemampuan buat mengge-rakkan, mempengaruhi, membimbing, menyuruh, memerintah, melarang, serta kalau perlu menghukum, serta membina dengan maksud supaya insan sebagai media manajemen mau bekerja pada rangka mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.

Dari beberapa pengertian kepemimpinan tadi menunjukkan bahwa dalam kepe-mimpinan tadi paling nir meliputi tiga hal yg saling berkaitan, yaitu: adanya pemimpin dan karakteristiknya, adanya bawahan, serta adanya situasi pada kelompok loka pemimpin dan bawahan saling berinteraksi. 

Dengan demikian untuk bisa dijelaskan efektifnya suatu organisasi tersebut dalam mencapai tujuannya akan sangat tergantung pada: pertama pemimpin serta karakteristiknya yang pada manajemen kemudian lazim dianggap serta dikenal menggunakan istilah pola kepemimpinan atau gaya kepemimpinan, yang mana pola atau gaya kepemimpinan tersebut kemudian secara realitanya akan tampak dalam suatu pola konduite seseorang pemimpin yang khas pada ketika menghipnotis bawahannya, apa yang dipilih sang pemimpin atau yang dikerjakannya, cara memimpin serta bertindak pada menghipnotis bawahannya sehingga bawahannya mau taat dan melakukannya (Thoha.1995). Faktor ke 2 yg dapat memilih efektifnya suatu organisasi pada mencapai tujuannya adalah faktor bawahan yg tekanannya dalam taraf kematangan bawahan tadi, jadi semakin tinggi tingkat kematangan bawahan atau karyawan tadi efektifitas suatu organisasi akan semakin tinggi. Kemudian faktor ketiga yang bisa menentukan efektifnya suatu organisasi dalam mencapai tujuannya adalah faktor situasi interaksi tempat berkerja yg dalam manajemen seringkali dianggap menggunakan istilah iklim organisasi atau budaya organisasi serta lain sebagainya (Komariah serta Triatna. 2006). Sedangkan di sisi yang lain Tilaar (1993) menyatakan bahwa untuk bisa organisasi berhasil mencapai tujuannya secara efektif dalam kondisi yg sedang mengalami aneka macam perubahan merupakan: 
  1. adanya suatu visi yang jelas dari organisasi tadi, 
  2. kejelasan misinya, 
  3. kejelasan rancangan kerjanya, 
  4. sumber daya yang memadai,
  5. keterampilan profesionalitas, serta 
  6. motivasi serta insentif.
Sekolah menjadi suatu organisasi sosial yang adalah bagian penyelenggaraan dari sistem pendidikan nasional, pada waktu ini tampaknya jua mengalami perubahan yg sangat besar pada berbagai dimensi, sebagai akibat adanya perubahan sistem dan kewe-nangan pada mengatur penyelenggaraan sistem pendidikan nasional, yaitu yang dalam mulanya bersifat sentralistik sinkron dengan UU No. Dua tahun 1989 yang telah diganti sebagai sistem yang bersifat desentralisasi sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003, telah melahirkan banyak sekali kebijakan yg menuntut kiprah pemerintah wilayah provinsi, kabupaten/kota adanya sistem manajemen, gaya kepemimpinan, dan keterampilan manaje-rial yg lebih tinggi pada penyelenggaraan sistem pendidikan di taraf mikro atau pada taraf sekolah.

Bertitik tolak pada uraian tersebut di atas bisa ditegaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menentukan dari efektifitas suatu organisasi termasuk dalam bidang pendidikan terutama di sekolah. Tampaknya berdasarkan banyak sekali faktor yg sudah disebutkan pada atas, faktor kepemimpinan yg paling sangat krusial dan determinan mengingat yang akan memenaje bawahan serta mengkondisikan situasi hubungan pada organisasi, serta mengelola faktor-faktor organisasi yang lainnya pada rangka mencapai tujuan organisasi tersebut adalah pimpinan. 

B. Berbagai Gaya Kepemimpinan
Dalam kepustakaan disebutkan ada aneka macam cara pada mendekati kepemimpinan serta karkteristiknya atau gaya kepemimpinan seorang yg disebut efektif. Pendekatan teori kepemimpinan tersebut mulai menurut teori pendekatan sifat, teori pendekatan perilaku, teori pendekatan situasional, dan teori kemungkinan pengembangan kepemimpinan pada era desentralisasi ini. 

Teori pendekatan sifat mencoba mengungkapkan keefektipan dan keberhasilan seseorang pemimpinan menggunakan bertolak dalam asumsi-perkiraan bahwa individu adalah sentra kepe-mimpinan seseorang. Kepemimpinan dipandang menjadi sesuatu yg mengandung lebih banyak unsur-unsur individu terutama sifat-sifat individu. Jadi orang yang memiliki sifat-sifat eksklusif yang dipertimbangkan buat dapat menduduki posisi pimpinan (Mulyasa. 2002). Sifat-sifat bawaan inilah yg membedakan antara pemimpin menggunakan bukan pemim-pin. Demikian pula yg dimaksudkan menggunakan sifat-sifat bawaan tersebut, seperti kekuatan fisik serta susunan syaraf, penghayatan terhadap arah tujuan, antusiasisme, keramahan, integritas, keahlian, kemampuan merogoh keputusan, keterampilan memimpin, serta kepercayaan . 

Tampakya sifat-sifat bawaan seseorang belum mampu menaruh jawaban yang memuaskan, sang lantaran itulah para ahli tampaknya mengalihkan perhatiannya dalam konduite pemimpin. Teori pendekatan kepemimpinan ini tampaknnya memfokuskan serta mengidentifikasi konduite yang spesial dari pemimpin dalam melakukan kegiatan mempenga-ruhi bawahannya. Beberapa studi menggunakan memakai teori pendekatan perilaku kepemimpinan ini adalah Universitas OHIO, dengan melihat konduite inisiatif (initiating structure) dan perhatian (consideration) menurut pemimpin, Universitas Michigan menggunakan melihat perilaku orientasi dalam bawahan, serta orientasi pada produksi dalam organisasi, lalu teori jaringan manajemen oleh Blacke serta Mouton yg melihat perilaku pimpinan menurut perhatiannya terhadap produksi serta karyawannya.

Kemudian yang dimaksud dengan pendekatan situasional merupakan suatu pendekatan yang pada menyoroti perilaku pemimpin dalam situasi tertentu, dengan lebih menekankan kepemimpinan adalah fungsi daripada sebagai kualitas langsung yg timbul lantaran interaksi orang-orang dalam situasi eksklusif. Atas dasar pandangan teori pendekatan situasi-onal dikembangkan beberapa gaya kepemimpinan, misalnya: kepemimpinan kontingensi oleh Fiedler dan Chemers (Mulyasa. 2002) yang mengungkapkan bahwa seseorang akan sebagai pemimpin yang efektif akan sangat tergantung dari interaksi antara pemimpin menggunakan bawahan artinya bagaimana seorang pemimpin bisa diterima sang bawahannya dan bagaimana persepsi pemimpin terhadap bawahannya, struktur tugas pada arti apakah tugas-tugas bawahan adalah menjadi sesuatu yang rutin serta jelas, dan kekuasaan yang bersumber dari organsasi akan mendapatkan kepatuhan yg lebih akbar dari bawahnnya. Kemudian ada juga teori berdasarkan Reddin yg dikenal dengan teori kepemimpinan tiga dimensi. Dasar yang digunakan buat menentukan efektifitas kepemimpinan seorang merupakan perhatian pada produksi dan tugas, perhatian pada bawahan, serta efektifitas (Mulyasa. 2002). Dan salah satu teori kepemimpinan dengan memakai pendekatan situasional ini adalah teori yg dikembangkan Hersey dan Blanchard (1982) yg menyatakan bahwa efektifitas kepemimpinan seseoang akan sangat tergantung dalam tiga faktor, yaitu: pertama faktor perilaku tugas, yang berupa petunjuk sang pimpinan, penje-lasan tertertu apa yang wajib dilakukan, bilamana dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, serta pengawasan yg ketat. Kedua, faktor konduite interaksi berupa ajakan pada bawahan melalui komunikasi berdasarkan 2 arah, yaitu pimpinan serta bawahan. 

Dalam bidang pendidikan contohnya ketua sekolah menjadi pemimpin pendidikan akan dihadapkan pada kasus gaya kepemimpinan yang bagaimana sebaiknya diterapkan yang dipercaya sempurna dan sesuai dengan tingkat kematangan pengajar sebagai bawahan. Seperti contohnya kalau taraf kematangan pengajar termasuk tinggi (M4) yg ditandai dengan ciri-karakteristik bawahan atau guru bisa dan mau melakukan peningkatan kualitas kompetensi profesionalismenya, maka gaya kepemimpinan yg seharusnya digunakan oleh seseorang kepala sekolah adalah gaya kepemimpinan delegasi (G4) yang ditandai menggunakan karakteristik-ciri kepemimpinannya tinggi interaksi serta rendah tugas. Demikian juga halnya kalau seorang pemimpin atau kepala sekolah dihadapkan dalam pengajar yang memiliki tingkat kematangan yg termasuk sedang (M3, M2) yang ditandai menggunakan ciri-karakteristik pengajar mampu akan tetapi tidak mau atau pengajar mau tapi tidak bisa melakukan peningkatan kualitas kompetensi profesi-onalismenya, maka gaya kepemimpinan yg seharusnya digunakan sang seseorang kepala sekolah merupakan gaya kepemimpinan partisipasi (G3) yang ditandai menggunakan ciri-karakteristik kepemimpinannya rendah hubungan serta rendah tugas atau gaya kepemimpinan menjajakan (G2) yang ditandai dengan ciri-ciri kepemimpinannya tinggi tugas dan rendah interaksi. Begitu jua halnya jikalau seorang pemimpin atau ketua sekolah dihadapkan pada guru yg mempunyai taraf kematangan yang termasuk rendah (M1) yg ditandai dengan ciri-karakteristik pengajar tidak mampu dan tidak mau melakukan peningkatan kualitas kompetensi profesionalismenya, maka gaya kepemimpinan yang seharusnya dipakai sang seorang kepala sekolah adalah gaya kepemimpinan mendikte (G1) yang ditandai dengan karakteristik-karakteristik kepemimpinannya tinggi tugas dan tinggi interaksi.

Kemudian teori kepemimpinan yg bagaimanakah yang dipercaya paling efektif pada masa kini yg sedang mengalami perubahan dan masa globalisasi. Paling tidak terdapat tiga jenis kepemimpinan yang dipandang referensentatif menggunakan tuntutan jaman yang sedang mengalami perubahan khususnya pada penyelenggaraan sistem pendidikan menggunakan sistem desentralisasi dalam ketika ini. Jenis kepemimpinan yang dimaksud adalah kepemim-pinan transsaksional, visioner, serta kepemimpinan transfomasional (Komariah serta Triatna. 2006., Danim. 2005. 2006). 

Kepemimpinan transaksional yg dimaksudkan adalah pemimpin yg menekan-kan dalam tugas yang diemban sang bawahan, merancang pekerjaannya, beserta mekanisme-nya, bawahan melaksanakannya sesuai dengan kemampuannya, serta pada sisi yang lain bawahan melakukan tugasnya bukan pada rangka buat ekspresi, tetapi buat menerima bonus sinkron dengan beban pekerjaan serta kemampuannya. Dengan kata lain dalam kepemimpinan yang transaksional pimpinan dihadapkan pada bawahan yg masih kurang matang yg ingin memenuhi kebutuhan hidupnya dari sisi sandang, pangan, dan papan. Dengan demikian kepemimpinan transaksional diklaim pula menggunakan dorongan konti-ngen dalam bentuk reward serta punishment yg adalah kesefakatan bersama pada kontrak kerja yg apabila bawahan dapat bekerja menggunakan berhasil baik sinkron dengan asa, maka pula akan menerima kontingen berupa imbalan. Dalam kaitan ini Hoover, dan Leitwood (pada Komariah serta Triatna. 2006) mengungkapkan secara skematis gaya kepe-mimpinan transaksional sebagai bagan di bawah ini.

BAGAN KEPEIMIMPINAN TRANSAKSIONAL

Kepemimpinan yg visioner, yaitu kepemimpinan yg kerja pokoknya difokus-kan dalam rekayasa masa depan yang penuh tantangan. Kepemimpinan yang visioner adalah ditandai sang adanya kemampuan dalam menciptakan perencanaan yg jelas sebagai akibatnya berdasarkan rumusan visinya akan tergambar target apa yang hendak dicapai berdasarkan pengembangan forum yang dipimpinnya. Kepemimpinan visioner merupakan pemimpin yang memiliki kemampuan untuk merumuskan, mengkomunikasikan, mensosialisasikan, mentransforma-sikan, dan mengimplementasikan pikiran-pikiran idealnya atau sebagai hasil interaksi sosial diantara anggota organisasi serta yg diyakini menjadi asa organisasi di masa depan yg wajib diraih dan diwujudkan melalui komitmen seluruh personel.

Kemudian kepemimpinan transformasional adalah menjadi suatu proses yg dalam dasarnya para pemimpin serta pengikutnya saling menaikan diri ketingkat moralitas serta motivasi yang lebih tinggi (Komariah serta Triatna. 2006). Kepemimpinan transformasional merupakan pemimpin yang memiliki wawasan jauh ke depan serta berupaya memperbaiki dan menyebarkan organisasi untuk pada masa depan. Danim (2006) dengan mengutip Burns menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional suatu proses kepemimpinan yg mana pemimpin serta bawahannya saling merangsang diri satu sama lain buat menaikkan moralitas dan motivasinya yang lebih besar yang dikaitkan menggunakan tugas pokok serta fungsinya. Dengan kepemimpinan transformasional ini akan mampu membawa kesadaran pengikutnya memunculkan ilham-pandangan baru produktif, hubungan yang sinergik, tanggungjawab, kepedulian terhadap pendidikan, asa bersama serta nilai-nilai moral, bersama-sama menerjemahkan visi, misi organisasinya. 

Kalau pengertian kepemimpinan transformasional tadi digambarkan dalam bentuk bagan dengan mengutif berdasarkan Komariah serta Triatna (2006), maka akan tampak seperti dalam bagan 02 pada bawah ini. 

BAGAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASINAL

Secara lebih kentara pada menggambarkan kepemimpinan transformasional tadi adalah misalnya yg dikemukakan oleh Bass dan Aviola (Komariah serta Triatna. 2006), sebagai berikut:
1. Perilaku pemimpin yg membuat rasa hormat dan rasa percaya diri pada bawah-annya. Perilaku pemimpin seperti ini pula mengandung arti saling berbagi risiko mela-lui pertimbangan kebutuhan para staf pada atas kebutuhan pribadi serta perilaku moral etis.
2. Perilaku pemimpin yang senantiasa menyediakan tantangan pekerjaan bagi bawahannya dan memperhatikan makna pekerjaan bagi bawahannya. Pemimpin pertanda atau mendemontrasikan komitmen terhadap target organisasi melalui perilaku yang dapat diobservasi. Pemimpin adalah motivator yg bersemangat terus membangkitkan antu-siasisme dan optimisme staf.
3. Perilaku pemimpin yang memperaktekkan penemuan-inovasi. Sikap dan konduite kepe-mimpinannya berdasarkan pada pengetahuan yang berkembang dan secara intektual dia mampu menerjemahkan dalam bentuk kinerja yg produktif. Sebagai intelektual pemimpin senantiasa menggali inspirasi-pandangan baru dan solusi yg kreatif dari para staf dan tidak lupa mendorong staf mempelajarinya dan melakukan pendekatan baru dalam mela-kukan pekerjaan.
4. Perilaku pemimpin merefleksikan dirinya sebagai orang penuh perhatian dalam men-dengarkan dan menindaklanjuti keluhan, pandangan baru, asa, serta segala tambahkan yang disampaikan oleh staf. Bahkan secara lebih rinci Anderson (Usman. 2006), menerangkan ciri-karakteristik menurut kepemimpinan tarnsformasional adalah menjadi berikut. Pertama kepemimpian transformasinal mempunyai atau bercirikan bahwa seseorang pemimpin tersebut pertama harus memberitahuakn diri menjadi komunikator: yaitu mengenali bawahannya, mengelola bawahannya, tahu bawahan-nya menggunakan seksama, mengkomunikasikan visinya dengan bawahannya, mengakui keberhasilan bawahannya, menahan emosi terhadap bawahannya, mengatasi permasalahan antar pribadi, membina interaksi yg efektif dan menyenangkan terhadap bawahanya, menghormati dan menghargai bawahanya, memberikan dukungan terhadap bawahannya. Kedua sebagai konselor, yaitu: membantu bawahannya mengatasi masalahnya, membantu bawahannya menciptakan rencana atau tujuan yg ingin dicapai, memotivasi bawahannya buat bertindak, menghadapi orang-orang yang jenuh dan membangkang, melakukan pemindahan bawah-annya secara selektif, serta efektif, membagi pengalaman pada bawahanya, membina bawahannya buat mencapai tujuan, mengevaluasi kinerja serta menaruh unpan balik . Ketiga pemimpin tadi wajib memberitahuakn diri menjadi konsultan, yaitu: melaksanakan konsultasi serta komunikasi dengan bawahanya, menciptakan nilai serta budaya beserta, melegitimasi kepemimpinan orang lain, memfasilitasi perkembangan gerombolan , mengklarifikasi norma-kebiasaan, nilai-nilai, dan keyakinan, mengkomunikasikan visi serta misi, serta tujuan arganisasi, memecahkan konflik organisasi, menghadapai anggota yg mengganggu, meneliti kabar yg penting bagi bawahan serta organisasi, merencanakan dan mengkoordinasikan banyak sekali sumberdaya organisasi. 

Tampaknya mencermati gaya kepemimpinan transsaksional, visioner, dan tarnsfor-masional masing-masing menurut ketiga jenis gaya kepemimpinan tersebut memiliki kekhusus-nya yang saling melengkapi sinkron menggunakan jenis pertarungan serta prosedur kerja pada hubungannya dengan para bawahannya. Dari ketiga jenis gaya kepemimpinan tadi gaya kepemimpinan transformasional disebutkan sebagai gaya kepemimpinan yang memiliki sisi-sisi yg paling cocok dengan jaman kini ini.

Berdasarkan pada pembahasan terhadap beberapa jenis gaya kepemipinan seperti yg sudah diuraikan pada atas, ternyata masih ada aneka macam jenis gaya kemimpinan yg masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya. Dari hasil pembahasan terhadap berbagai jenis gaya kepemimpinan tadi sepertinya memang benar bahwa kepemim-pinan transformasional tersebut memiliki kelebihan, karena memperhatikan serta sebagai-kan aneka macam sisi positif yang dijadikan dasar dalam menyebarkan teori kepemimpinan yg lainnya tadi, baik pada teori yang menggunakan pendekatan sifat, pendekatan konduite, serta pendekatan situasional, sepertinya tercakup di dalamnya. Kemudian kepada para kepala sekolah silahkan merfleksi diri pada melaksanakan tugas-tugas sebagai kepala sekolah menggunakan berpijak pada banyak sekali teori kepempinan tadi, lebih lanjut menghayati banyak sekali kelebihan dan kekurangan menurut setiap gaya kepemimpinan. Lebih lanjut akan bisa mengambil sisi-sisi positifnya dan mengaplikasikannya dalam menjalankan tugas-tugas sebagai ketua sekolah sebagai akibatnya akan dibutuhkan berdampak langsung terhadap pening-katan mutu pengelolaan pendidikan di sekolah.

C. Kepemimpinan Asta Sebagai Gaya Kepempinan Berbasis Budaya Bali
Pada ketika kini ini rakyat Bali pada umumnya serta warga akademik khususnya nampak menerangkan adanya kecendrungan bahwa pada belajar mengenai kepemimpinan lebih banyak dan lebih senang pada teori-teori yang asal dari negara-negara barat, seperti teori-teori manajemen serta kepemimpinan yg berkembang di Eropa serta Amerika. Masyarakat Bali dalam umumnya serta warga akademik khususnya apabila pada melakukan suatu aktivitas akademik yang berfokus pada masalah kepemimpinan maka pada dalam menguraikan, membahas, menyelidiki, menganalisisnya tanpa berpijak dan berlandaskan dalam teori-teori manajemen dan kepemimpinan yg berkembang di global barat tadi, maka produk berdasarkan karya kegiatan ilmiah tersebut akan dirasakan kurang berkualitas, kurang ilmiah, kurang terbaru, kurang canggih, serta terkesan kurang menarik. Padahal disisi lain sebenarnya masih ada teori-teori kepemimpinan yg nir kalah baiknya dan hebatnya yang terdapat serta bersumber dari budaya bangsa, khususnya sastra-sastra Agama Hindu yg adalah mahakarya yg luhur dan adi luhung yang diwariskan sang nenek moyang bangsa Indonesia berdasarkan semenjak jaman dahulu yg seharusnya pula sangat penting perlu dipelajari dan bisa dijadikan acum, landasan pijakan pada dalam membahas perkara-kasus kepemimpinan, serta diaplikasikan pada mengemban suatu kepemimpinan tadi termasuk dalam dunia pendidikan khususnya para kepala sekolah. Ariasna (1988) misalnya menjelaskan ada beberapa pola atau sisfat-sifat kepemimpinan yg bersumber berdasarkan budaya bangsa, khususnya sastra-sastra Agama Hindu, misalnya: (1) contoh kepemimpinan dari Niti Sastra, (2) Asta Brata, (tiga) Panca Sthiti Dharmaning Prabhu, (4) Asta Dasa Paramiteng Perabhu, (lima) Panca Pendawa, (6) Catur Kotamaning Nrpati, serta (7) Catur Naya Sandhi. 

Dalam buku ajar ini juga dibahas keliru satu model atau sifat kepemimpinan yg bersumber menurut teori-teori budaya, dan sastra-sastra kepercayaan Hindu tersebut, yaitu contoh atau kepemimpinan Asta Brata.tulisan ini dilakukan buat mencoba menelusuri dan menggambarkan bagaimana kelebihan dan kehebatan berdasarkan teori-teori kepemimpinan yang bersumber menurut budaya, karya-karya santra, dan agama Hindu tersebut, pula menjadi bahan tambahkan bagi warga atau publik khususnya para kepala sekolah sebagai pelaku, sebagai pigur pendidikan yg sentral serta strategis buat dijadikan rujukan dalam penyelengaraan pengelolaan pendidikan pada sekolah, serta pada rangka ikut mewujudkan pencapaian target kebijakan lokal gerakan serta melestarikan Ajeg Bali.

Dalam kepustakaan disebutkan terdapat aneka macam cara dalam mendekati kepemimpinan serta karkteristik atau gaya kepemimpinan seorang. Pendekatan teori kepemimpinan tersebut mulai berdasarkan teori pendekatan sifat, teori pendekatan konduite, teori kontingensi, serta pendekatan situasional (Mulyasa.2002). Demikian juga dalam saat jaman globalisasi seka-rang ini yang penuh ditandai dengan adanya perubahan pada semua aspek kehidupan manusia yg begitu cepat serta dasyat jua dikaji teori kepemimpinan yang dipercaya sinkron dengan jamannya seperti teori kepemimpinan dalam keberagaman budaya (Gerring Supriyadi, Suradji, Daan Suganda. 2001), kemudian teori kepemimpinan transaksional, visioner, dan transformasional (Komariah dan Triatna. 2006., Danim. 2005. 2006., Raihani. 2010). 

Semua gaya atau pola kepemimpinan yang disebutkan pada atas dalam dasarnya adalah adalah teori-teori pada manjemen dan kepemimpinan yg dipelajari serta berkem-bang di dunia barat. 

Dalam pembahasan berikutnya akan dibahas teori kepemimpinan Asta Brata yg adalah keliru satu teori kepemimpinan yg bersumber dari budaya, dan sastra kepercayaan Hindu. Dipilihnya teori kepemimpinan Asta Brata pada pembahasan ini, karena model kepemimpinan ini tidak saja dikenal khususnya pada masyarakat Indonesia yg beragama Hindu, namun telah dikenal oleh seluruh warga bangsa Indonesia pada umumnya. Alasan lainnya yang dapat disebutkan mengapa pola kepemimpinan Asta Brata ini perlu dibahas lantaran mempunyai kebenaran universal, memiliki nilai yg luhur serta adi luhung, dari dari warisan budaya bangsa bersumber dari ajaran agama Hindu. Oleh karenanya contoh kepemimpinan Asta Brata tadi sangat penting dipelajari, dipahami sehingga bisa diaplikasikan dalam melaksanakan tugas para pemimpin, baik menjadi pemimpin tata cara, pemimpin kepercayaan dan pemimpin dalam berbagai organisasi formal pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengingat begitu pentingnya model kepemimpinan Asta Brata ini, maka dahulu dalam jaman pemerintahan Presiden Soeharto saat menerima para peserta pekan Wayang Indonesia ke VI di Istana Negara menyatakan bahwa mengenai pendidikan kepemimpinan yg belum diperoleh pada sekolah sanggup diajarkan lewat tokoh-tokoh rakyat khususnya para Dalang yakni Asta Brata yg sebagai dasar kepemimpinan pada kisah Ramayana dan kisah Maha Brata. Lebih jauh mantan Presiden Soeharto pula menyatakan Asta Brata memberikan ajaran yang gampang dipahami, lantaran memakai alam kreasi Tuhan Yang Maha Esa sebagai ancer-ancer atau titik tolak, yaitu menggunakan mendalami atau menghayati sifat dan watak alam semesta, baik sifat bumi, samudra, angin, angkasa, surya, bulan, api dan bintang. Lebih lanjut dia pula menyatakan bahwa kalau saja seluruh masyarakat Indonesia sanggup dan dapat mengusut kepemimpinan Asta Brata ini, mulai berdasarkan yang muda hingga kepada yg pada waktu sekarang ini memegang pimpinan mau serta bisa menerapkan sifat serta tabiat alam yg digunakan sebagai ancer-ancer kepemimpinannya, aku kira Indonesia akan menjadi jaya (Ariasna. 1998). Dari kutipan tadi memperlihatkan bahwa betapa mantan Presiden Soeharto mengharapkan kepemimpinan Asta Brata tersebut agar dipelajari karena sudah terbukti memiliki berbagai kelebihannya dari sejak jaman dahulu yakni sejak jaman nenek moyang bangsa Indonesia pada jaman kejayaan kerajaan Sri Wijaya serta kerajaan Majapahit. 

Oleh karena contoh kepemimpinan Asta Berata tadi adalah warisan budaya bangsa, warisan budaya Hindu maka wajib dipelajari, dipahami secara baik, serta telah tentunya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh seluruh orang yang diklaim pemimpin, apakah pemimpin dalam bidang norma, kepercayaan , bangsa serta negara termasuk para ketua sekolah. Bahkan khususnya warga Bali dengan memeriksa, memahami secara benar, serta menerapkannya secara konsisten pada melaksanakan tugas menjadi ketua sekolah berarti pula para kepala sekolah tersebut sudah ikut berpartisipasi dalam menyukseskan kebijaksanaan lokal gerakan serta melestarikan ajeg Bali. Persoalannya merupakan bagaimanakah model dan profil kepemimpinan Asta Brata tersebut secara lebih lengkap dan utuh.

Asta Berata asal dari kata Asta yang berarti delapan, dan Brata yg berarti tugas, kewajiban, laris primer, keteguhan hati (Oka Mahendra. 2001). Dengan demikian Asta Brata berarti delapan tugas atau kewajiban primer yg mesti dipegang teguh oleh seseorang pemimpin pada melaksanakan tugas seorang pemimpin. Asta Brata terdapat dalam Kitab Manawadharma Sastra atau Manusmrti Bab IX Sloka 303 yang menyatakan sebagai berikut: ”Hendaknya raja atau pemimpin berbuat seperti perilaku yg sama menggunakan Indra, Surya, Wayu, Yama, Waruna, Candra, Agni serta Pertiwi”.

Demikian juga ajaran Asta Brata tersebut masih ada dalam Kakawin Ramayana yang diubah sang Pujangga Walmiki dan terdiri atas 10 seloka (Wiratmadja. 1995). Dalam seloka pendahuluannya disebutkan mengenai sifat Hyang Widhi Waca yang menjadikan kekuatan umatnya serta menggambarkan tentang kemampuan yg wajib dimiliki sang segenap pemimpin. Kemudian pada sloka yang keduanya disebutkan: ”Dewa Indra, Yama, Surya, Candra, Anila/Bayu, Kuwera, Baruna, serta Agni itulah delapan Dewa yg merupakan badan sang pemimpin, kedelapannya itulah yang adalah Asta Brata”.

Kemudian penerangan dari Asta Brata tadi menggunakan merujuk pada penjelasan Oka Mahendra (2001) dapat disajikan menjadi berikut pada bawah ini.

1. Indra Brata. Di pada Manusmerti Bab. IX: 304 dikemukakan sebagai berikut: ”Laksana Indra yg mencurahkan hujan pada musim hujan. Demikianlah raja menempati kedudukan Indra dengan menghujankan dana kekakayan bagi kerajaannya”. Kemudian dalam Ramayana XXIV: 58 dikemukakan: ”Beginilah brata Hyang Indra yang harus diikuti yaitu memberikan hujan kesejahteraan pada warga , anda hendaknya meniru brata Indra ini, sudana-lah yg anda limpahkan demi kesejahtraan masyarakat”.

Sesuai dengan ajaran Indra Brata seperti yg telah dikutip pada atas seorang pemimpin hendaknya sanggup memenuhi keperluan dasar rakyat di bidang ekonomi, membe-rikan rasa aman, menaikkan kecerdasan masyarakat, memberikan perhatian yg besar dalam masyarakat lapisan bawah, acapkali turun ke bawah menyerap aspirasi warga menjadi masukan dalam merogoh kebijakan, serta mampu menghanyutkan segala bentuk defleksi serta penyelewengan yg Mengganggu kesejahtraan serta keadilan pada rakyat. 

Dengan demikian pemimpin hendaknya bagaikan air hujan yang turun berdasarkan langit yang menaruh kesejukan, menghapuskan kegersangan sehingga tercipta kesejahteraan lahir bathin secara adil dan merata hingga menggunakan lapisan rakyat yg paling bawah dan ke semua penjuru. 

2. Yama Brata. Di dalam Manusmerti Bab. IX: 307 dikemukakan sebagai berikut: ”Laksana Yama yang saatnya bertindak tegas kepada teman juga pada versus, demikianlah hendaknya semua rakyatnya dikendalikan oleh raja sinkron menggunakan kedu-dukannya menyerupai Dewa Yama”. Kemudian dalam Ramayana XXIV: 54 dikemu-kakan: ”Dalam menghadapi perbuatan hendaknya diterapkan ajaran Yama Brata yaitu menghukum setiap perbuatan pencurian apalagi apabila hingga menyebabkan kematian. Ikut dihukum mereka yg turut dan berbuat galat. Setiap orang yg mengacaukan negara patut mendapatkan hukuman meninggal”.

Jadi sesuai dengan ajaran Yama Brata misalnya yg telah dikutip di atas seseorang pemimpin harus mampu menciptakan ketertiban menggunakan aturan menjadi sarananya. Semua orang termasuk penguasa wajib tunduk serta taat dalam aturan sebagai wahana ketertiban serta pembangunan. Tidak terdapat seorangpun yang kebal aturan, berdiri pada atas hukum, atau berada pada luar hukum. Dengan demikian sebagai seseorang pemimpin harus sanggup menegakan wibawa hukum, menggunakan hukum menjadi dasar tindakannya, memperlakukan seluruh orang sama di depan aturan, berlaku adil menggunakan menghormati harkat dan prestise insan.

3. Surya Brata. Di pada Manusmerti Bab. IX: 305 dikemukakan menjadi berikut: ”Laksana Surya, selama delapan bulan menyerap air melalui sinar panasnya yg tidak terlihat, demikianlah hendaknya beliau menggunakan perlahan-huma menarik pajak masyarakat-nya, sinkron dengan kedudukannya yg menyerupai Matahari” Dari kutipan tadi terkesan mengemukakan sesuatu makna yang spesifik hanya pada hal pemungutan pajak. Tampaknya pada Ramayana XXIV: 55 akan mempunyai makna yang lebih luas karena di dalamnya dikemukakan: ”Dewa Matahari selalu menyerap air perlahan-huma tidak tergesa-gesa, demikianlah hendaknya jika anda menginginkan sesuatu pada mengambilnya, hendaknya menjadi caranya Matahari, yaitu selalu menggunakan cara yang lemah lembut”.

Dari kutipan-kutipan tersebut pada atas sesuai dengan ajaran Surya Brata seseorang pemimpin dibutuhkan mampu menggali potensi pajak menjadi asal pendapatan dan asal pembangunan yang dipungut secara adil, maupun membebaskan tanah buat pembangunan contohnya haruslah dilakukan dengan sebaik-baiknya. Seorang pemimpin nir boleh tergesa-gesa, tanpa perencanaan yg mantap dan tujuan yang kentara merogoh sesuatu berdasarkan warga . Setiap asal pendapatan yg dipungut menurut warga wajib dikembalikan pada rakyat, buat kesejahteraan masyarakat. Jadi ibarat surya yang menyerap air menurut samudra, lalu sebagai mendung, serta akhirnya menjadi hujan yang turun menyegarkan segala yg terdapat pada bumi. Dengan demikian pemimpin jua dituntut buat melindungi kepada rakyatnya menurut segala bentuk, serta bisa memberikan energi, kekuatan kepada rakyat supaya memiliki motivasi dan kegairahan buat membentuk menggunakan mengandalkan kemampuan sendiri. 

4. Candra Brata. Di dalam Manusmerti Bab. IX: 309 dikemukakan menjadi berikut: ” Baginda merupakan raja yang menduduki tempatnya Dewi Candra, yang rakyatnya menyambut kehadirannya menggunakan penuh bahagia hati, menjadi orang-orang yg gembira melihat bulan purnama”. Kemudian dalam Ramayana XXIV: 56 dikemu-kakan: ”Laku utama dari Dewa Bulan menciptakan semua dunia merasa senang . Demikianlah tindakan adinda, hendaknya selalu anggun menjadi air kehidupan, junjung tinggilah orang tua dan orang-orang bijakasana dan bermurah hatilah terhadap mereka” 

Jadi sinkron menggunakan ajaran Candra Brata maka seseorang pemimpin tadi haruslah meperlakukan bawahannya menggunakan penuh kasih sayang, penuh kesejukan, serta menggunakan penuh simpatik. Menghormati para sesepuh dan pini sepuh, lebih-lebih orang yg banyak berjasa dalam rakyat, para rohaniawan, cendekiawan, karena mereka membimbing rohani serta mencerdaskan rakyat. Pemimpin wajib sanggup memberi sinar terperinci, menyejukan, serta membahagiakan rakyatnya.


5. Vhayu Brata (Maruta). Di pada Manusmerti Bab. IX: 306 dikemukakan menjadi berikut: ”laksana wahyu (angin) berkecimpung kemana-mana masuk merupakan napas bagi semua mahluk hayati, demikianlah hendaknya raja melalui segala arah, karena sebagai inilah kedudukannya menyerupai angin”. Kemudian dalam Ramayana XXIV: 56 dikemukakan:”Hendaknya anda berbuat menjadi angin jika anda ingin menilik tingkah laku orang lain. Penyelidikan itu hendaknya dilakukan dengan sopan nir nampak. Itulah Bayu Brata yg tinggi nilainya dan membawakan jasa yang sangat mengagumkan.”

Dari 2 kutipan di atas bisa disebutkan bahwa seorang pemimpin dari ajaran Vhayu Brata pertama harus menguasai semua wilayahnya, rakyatnya serta menjadi nafas kehidupan bagi semua mahluk. Kedua Pemimpin harus berkomunikasi serta melakukan kunjungan resmi juga tidak resmi, selalu berkomunikasi dengan rakyatnya secara timbal pulang. Jadi pemimpin bagaikan angin berada dimana-mana memhami apa yg hayati dan berkembang serta terjadi di tengah-tengah rakyatnya, baik berupa masalah-masalah, keluhan-keluhan, yg akan Mengganggu harapan rakyatnya. Menurut ajaran Asta Brata pengawasan juga sangat penting dilakukan untuk mengukur apa yg dicapai, menilai, serta mengadakan pemugaran terhadap banyak sekali kebijakan yang dilihat perlu. Pengawasan yang dilaksanakan tidak saja inheren pada sistem, namun melekat dalam diri sendiri, sebagai akibatnya walaupun nir tampak, tetapi dirasakan terdapat misalnya layaknya angin yg ada pada mana-mana.

6. Bhumi (Dhanada). Di dalam Manusmerti Bab. IX: 331 dikemukakan sebagai berikut: ”laksana Bhumi menunjang semua mahluk hidup secara adil serta merata, demikianlah hendaknya raja terhadap rakyatnya sinkron menggunakan kedudukannya sebagai mak pertiwi”. Kemudian pada Ramayana XXIV: 58 dikemukakan:” Nikmatilah kekayaan hayati ini, tanpa melewati batas, baik dalam makan, minum, pakaian serta perhiasan, itulah laksana primer menurut Dewa Dhanada yang hendaknya dipegang sebagai model”.

Dari 2 kutipan tersebut pada atas para pemimpin hendaknya mengusahakan kesejah-teraan seluruh mahluk secara adil dan merata. Sesuai menggunakan fungsi bumi pemimpin hendaknya memberi peluang serta kesempatan yg sama pada rakyatnya buat memperoleh kesejahteraan lahir dan bathin. Memperhatikan kesejahteraan masyarakat poly, para pemimpin wajib menjadi tauladan pada menerapkan pola hayati sederhana, serta nir dibenarkan melewati batas dalam memakai kekayaan buat porto hayati.

7. Varuna Brata. Di pada Manusmerti Bab. IX: 308 dikemukakan menjadi berikut: ” Laksana orang-orang berdosa tampak terikat tali sang Waruna, demikianlah hendaknya raja menghukum orang-orang itu sinkron kedudukannya menyerupai Waruna”. Kemudian dalam Ramayana XXIV: 58 dikemukakan: ”Dewa Waruna memegang senjata yangat berbisa yaitu Nagapasa yang dapat mengikat secara ketat, anda hendak-nya menggunakan secara teladan hakekat dari Nagapasa ini, yaitu anda wajib mengikat menggunakan ketat”. 

Bedasarkan dalam kutipan pada atas dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin haruslah memerangi semua jenis tanpa kenal kompromi. Pemimpin harus tegas menghukum, mengikat erat-erat orang-orang durjana, pemimpin harus mampu menghalangi asal-asal, demi terciptanya pergaulan sosial yang tertib serta tentram. 

8. Agni Brata. Di pada Manusmerti Bab. IX: 310 dikemukakan sebagai berikut: ”Bila baginda bersemangat pada menumpas dan mempunyai kekuatan yg dasyat dan bisa menghancurkan penguasa-penguasa yg , maka sifat baginda sama dikatakan seperti Agni”. Kemudian pada Ramayana XXIV: 60 dikemukakan:” Kewa-jiban utama yang dilakukan sang Bahni (Api) adalah selalu menghanguskan penentang-nya. Keberanian serta ketangguhan buat menghadapi musuh, itulah perlambang api, siapapun yang anda serang niscaya hancur lebur, itulah yang dinamkan Agni Brata”

Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin tersebut harus mempunyai kemampuan pada menegakkan persatuan dan kesatuan bangsa dan daerah negara dan menjaga kekuasaan negara menurut aneka macam ancaman yang datangnya berdasarkan pada serta berdasarkan luar. Pemimpin harus bisa melindungi masyarakat menurut ancaman serta musuh yg datangnya menurut luar serta berdasarkan dalam negeri, pemimpin harus mempunyai kemampuan serta kekuatan buat membasmi segala bentuk demi buat kejayaan rakyat.

Berdasarkan dalam penerangan berdasarkan masing-masing unsur kepemimpinan Asta Brata tadi pada atas, tampak begitu banyak berisi dan mengandung nilai-nilai, norma-kebiasaan, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk, pedoman yg bisa dan seharusnya ditauladani, ditaati, serta dilaksanakan dan perlu dipertahankan serta dijunjung tinggi sang setiap pemimpin termasuk kepala sekolah. Kemudian bila dipandang secara lebih hati-hati, sepertinya dengan keterbatasan kekeritisan berdasarkan penulis, keterbatasan pada bahan asal kajian terutama yang bersumber dari ajaran-ajaran agama Hindu menjadi pisau atau indera analisisnya, mungkin penulis akan bisa mengidentifikasi serta menjabarkan turunannya secara lebih bebas, sederhana, operasional, serta riil bahwa nilai-nilai, kebiasaan-norma, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk, panduan yg bersumber dari Kepemimpinan Asta Brata tadi yg seharusnya dapat serta diharapkan ditauladani seorang pemimpin khususnya seseorang ketua sekolah haruslah bisa mewujudkan sifat atau pola kepemimpinan Asta Brata yang bercirikan sekitar atau paling tidak sebagai berikut di bawah ini:
1. Kepala sekolah wajib bisa mewujudkan serta memenuhi keperluan dasar masyarakat/ rakyat sekolah dalam banyak sekali fasilitas material dan non material. 
2. Kepala sekolah wajib memberikan rasa aman pada semua masyarakat sekolah.
3. Kepala sekolah wajib menaikkan kecerdasan seluruh rakyat sekolah. 
4. Kepala sekolah wajib memberikan perhatian yg akbar pada masyarakat sekolah hingga lapisan paling bawah misalnya pesuruh, juga tukang kebersihan sekolah. 
5. Kepala sekolah wajib bisa menyerap aspirasi rakyat sekolah yg bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam merogoh banyak sekali keputusan.
6. Kepala sekolah mampu menegakan wibawa hukum terhadap masyarakat sekolah. 
7. Kepala sekolah wajib berani memberantas dan menghanyutkan segala bentuk penyim-pangan serta penyelewengan yg mungkin dilakukan oleh rakyat sekolah.
8. Kepala sekolah harus mampu membentuk ketertiban sekolah menggunakan aneka macam peraturan, dan hukum menjadi sarananya. 
9. Kepala sekolah harus menggunakan aturan sebagai dasar tindakannya, 
10. Kepala sekolah harus memperlakukan semua warga sekolah sama pada depan aturan, serta berlaku secara adil dengan menghormati harkat dan martabat manusia.
11. Kepala sekolah wajib tunduk dan taat pada hukum sebagai wahana ketertiban serta pembangunan.
12. Kepala sekolah sanggup menggali potensi asal pendapatan dan sumber pembangun-an secara adil.
13. Kepala sekolah tidak boleh tergesa-gesa, tanpa perencanaan yg mantap dan tujuan yang kentara, strategis, dan visioner pada mengambil sesuatu kebijakan.
14. Kepala sekolah bisa melindungi rakyat sekolah.
15. Kepala sekolah bisa menaruh energi, kekuatan kepada masyarakat sekolah supaya memi-liki motivasi dan kegairahan buat menciptakan menggunakan mengandalkan kemampuan sendiri. 
16. Kepala sekolah harus menghormati para sesepuh dan pini sepuh, lebih-lebih orang yang banyak berjasa pada warga , seperti para rohaniawan, cendekiawan, karena mereka membimbing rohani dan mencerdaskan masyarakat sekolah.
17. Kepala sekolah harus mampu memberi sinar terang, menyejukan, dan membahagiakan masyarakat sekolah.
18. Kepala sekolah meperlakukan warga sekolah menggunakan penuh afeksi serta menggunakan penuh simpatik. 
19. Kepala sekolah wajib menguasai seluruh lingkungan sekolah, warga sekolah dan menjadi nafas kehidupan bagi seluruh di lingkungan sekolah. 
20. Kepala sekolah wajib sanggup berkomunikasi secara baik.menggunakan masyarakat sekolah.
21. Kepala sekolah bisa menyebarkan sistem supervisi yg terdapat dalam diri sendiri para rakyat sekolah, sehingga walaupun nir tampak, tetapi dirasakan ada misalnya layaknya angin yg terdapat pada mana-mana. 
22. Kepala sekolah hendaknya memberi peluang dan kesempatan yang sama pada warga sekolah buat memperoleh kesejahteraan lahir serta bathin secara adil serta merata. 
23. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya sebagai tauladan bagi masyarakat sekolah dalam menerapkan pola hidup sederhana.
24. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya sanggup memerangi seluruh jenis yg kemungkinannya dilakukan oleh masyarakat sekolah tanpa kenal kompromi. 
25. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya mempunyai sifat yang tegas menghukum terhadap rakyat sekolah yg melakukan, mengikat erat-erat orang-orang durjana,
26. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya bisa menghalangi asal-sumber, demi terciptanya pergaulan sosial yg tertib dan tentram diantara masyarakat sekolah.
27. Kepala sekolah menjadi pemimpin hendaknya memiliki kemampuan pada menegak-kan persatuan serta kesatuan warga sekolah.
28. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya bisa melindungi warga sekolah sekolah berdasarkan ancaman yang datangnya menurut luar dan berdasarkan pada sekolah. 
29. Kepala sekolah menjadi pemimpin hendaknya memiliki kemampuan serta kekuatan untuk membasmi segala bentuk demi buat kejayaan sekolahnya.

Demikianlah mungkin pelukisan pola kepemimpinan Asta Brata yang bisa diidentifikasi dan diturunkan dalam bentuk nilai-nilai, kebiasaan-norma, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk, panduan sebagai pemimpin pada melaksanakan tugas menjadi kepala sekolah, sudah tentunya masih poly yg bisa dan bisa digali dan dikembangkan, terlebih-lebih unsur-unsur dari kepemimpinan Asta Brata tersebut sesungguhnya diklaim-kan adalah menjadi pencerminan dan manifestasi menurut sifat-sifat Tuhan Ida Shang Hyang Widhi Waca, yang telah tentunya sesuai dengan ajaran agama Hindu Tuhan Ida Shang Hyang Widhi Waca mempunyai sifat yg maha sempurna. Jadi barangkali nilai-nilai, kebiasaan-norma, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk, pedoman yg disebutkan oleh penulis tadi hanya baru merupakan bagian mini saja, hanya menjadi stimulan agar aneka macam lapisan mayarakat khususnya di Bali ikut mengkajinya dan mendiskusikannya dari aneka macam sisi. Demikian pula karena semua bentuk nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk, panduan sebagai pemimpin tadi merupakan menjadi manipestasi dan bersumber dari sifat Tuhan Ida Shang Hyang Widhi Waca, maka sebagai seseorang pemimpin sudah tentunya seharusnya menerapkannya karena adalah sifat-sifat dan kehendak menurut Tuhan. Tetapi demikian sesungguhnya kalau dipandang dan dikritisi secara lebih akademik cara berpikir yg memposisikan pola kepemimpinan Asta Brata sebagai suatu contoh kepemimpinan yg bersumber berdasarkan sifat-sifat Tuhan Ida Shang Hyang Widhi Waca yg lalu memunculkan adanya adagium yg menyatakan suara raja menjadi pemimpin merupakan suara Tuhan. Suara raja atau seluruh perintah raja tersebut merupakan sahih, raja nir pernah berbuat keliru pada saat sekarang ini di jaman terkini tampak ada semacam pertentangan menggunakan paham kepemimpinan yang bersifat demokrasi, yang memunculkan adagium bunyi masyarakat adalah bunyi Tuhan. Jadi rakyatlah yang paling berkuasa, walaupun dalam saat terkini ini dipresentasikan melalui wakil-wakilnya. Secara sepintas kentara ke 2 pola kepemimpinan tadi tampak bertentangan. Dan telah tentunya berdasarkan ekonomis penulis dari kedua cara padang, cara berpikir, dan cara mendekati pola kepemimpinan tersebut nir mesti didebatkan atau dipertentangkan, karena dalam dasarnya kalau ditinjau secara lebih pada berdasarkan sisi sifat, indikator, juga karakteristik-cirinya secara realnya kepemim-pinan Asta Brata dan kepemimpinan yang bersifat demokratis yang disebut paling relevan menggunakan jaman globalisasi seperti contohnya kepemimpinan transaksional, visioner, dan tarnsformasi tidak jauh berbeda, malah poly memiliki kesamaannya, saling melengkapi. Dalam hubungan ini barangkali bisa dibandingkan beberapa nilai-nilai, norma-norma, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk, pedoman yg dicoba dan bisa diidentikasikan dari kepemimpinan Asta Brata tadi di atas dengan beberapa sifat yg adalah ciri menurut kepemimpinan transformasional seperti yg dikemukakan sang Anderson (Usman. 2006), menjadi berikut. Kepemimpian transformasinal memiliki atau bercirikan bahwa seseorang pemimpin tadi, pertama, harus menerangkan diri menjadi komunikator: yaitu mengenali bawahannya, mengelola bawahannya, tahu bawahannya dengan seksama, mengko-muni-kasikan visinya dengan bawahannya, mengakui keberhasilan bawahannya, menahan emosi terhadap bawahannya, mengatasi perseteruan antar langsung, membina hubungan yang efektif serta menyenangkan terhadap bawahanya, menghormati dan menghargai bawahanya, menaruh dukungan terhadap bawahannya. Kedua, sebagai konselor, yaitu: membantu bawahannya mengatasi masalahnya, membantu bawahannya membuat rencana atau tujuan yg ingin dicapai, memotivasi bawahannya buat bertindak, menghadapi orang-orang yg jenuh dan membangkang, melakukan pemindahan bawah-annya secara selektif, dan efektif, membagi pengalaman pada bawahanya, membina bawahannya buat mencapai tujuan, mengevaluasi kinerja serta menaruh unpan pulang, serta yang ketiga, pemimpin tersebut harus memperlihatkan diri menjadi konsultan, yaitu: melaksanakan konsultasi dan komunikasi dengan bawahanya, menciptakan nilai dan budaya bersama, melegitimasi kepemimpinan orang lain, memfasilitasi perkembangan grup, mengklari-fikasi kebiasaan-norma, nilai-nilai, dan keyakinan, mengkomunikasikan visi serta misi, dan tujuan arganisasi, memecahkan pertarungan organisasi, menghadapai anggota yang mengganggu, meneliti fakta yg krusial bagi bawahan serta organisasi, merencanakan dan mengkoordinasikan berbagai sumberdaya organisasi. Bahkan kelebihan menurut kepemim-pinan Asta Brata tadi tidak saja karena terdapat kesamaan ciri menggunakan kepemimpinan transformasi, tetapi jua karena dasarnya, sumbernya adalah keyakinan, agama, religiusitas, moralitas, kesetiaan, komitmen, keteguhan prinsip dalam ajaran agama Hindu tanpa ada diskusi yg panjang secara akademik, maka sepertinya dan seharusnya orang-orang yg disebut pemimpinan pasti akan merasa lebih terikat, lebih terdorong buat mengaplikasikannya, serta akan merasa dosa atau bersalah apabila nir melaksanakan dalam tugasnya menjadi pemimpin yg selalu harus diingatkan atau diinstruksikan secara formal sang atasan secara garis kuasa atau birokrasi yg vertikal dalam suatu lembaga atau organisasi seperti sekolah.

D. Kompetensi Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pendidikan
Kompetensi adalah merupakan keliru satu kriteria menurut suatu profesi. Kepala sebagai suatu pengembangan jabatan dari pengajar yang diklaim tugas tambahan juga dituntut buat memenuhi kriteria kompetensi tersebut. Kompetensi bisa dipandang dari berbagai aspek misalnya pengertiannya, karakteristiknya, juga cara mengukur kompetensi tersebut. Dalam pembahasan bab ini juga dibahas beberapa aspek menurut kompetensi profesi energi kependidikan khususnya kepla sekolah.

Mengenai pengertian kompetensi sebagai salah satu ciri berdasarkan profesi dalam kepus-takaan diberikan pengertian secara beraneka ragam tergantung menurut sudut pandang para penulis. Keaneka ragaman pengertian kompetensi tersebut, dapat ditunjukkan pada pembahasan ini, seperti, contohnya ada pendapat yg menyatakan bahwa kompetensi tersebut merupakan suatu hal yg mendeskripsikan kemampuan seorang, baik yang kuali-tatif juga kuantitatif (Usman. 2005). Lebih lanjut dijelaskan bahwa pengertian kompe-tensi misalnya ini mengandung makna bahwa kompetensi tadi dapat dipakai dalam dua kontek. Kontek pertama menjadi indikator yang memberitahuakn pada perbuatan yg diamati. Kontek ke 2 sebagai konsep yang meliputi aspek-aspek kognitif. Afektif, dan perbuatan, dan tahap-tahap pelaksanaannya secara utuh. Kemudian kompetensi juga diberikan pengertian menjadi pengetahuan, keterampilan, serta kemampuan yg dikuasai oleh seseorang yg telah menjadi bagian darinya sebagai akibatnya beliau bisa melakukan konduite-perilaku kognitif, afektif, serta psikomotorik dengan sebaik-baiknya (Mulyasa. 2003). Kompetensi juga diberikan pengertian sebagai panguasaan terhadap tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yg dibutuhkan buat keberhasilan (Mulyasa. 2003). Kemudian Gordon pada Mulyasa (2005) memerinci beberapa aspek dari kompetensi, sebagai berikut. Pertama pengetahuan, yaitu kesadaran dalam bidang kognitif, misalnya, contohnya seseorang guru sekolah mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan bantuan yg diperlukan muridnya dalam melakukan pembelajaran dikelasnya. Kedua pemahaman yaitu kedalaman kognitif dan apektif yg dimiliki oleh individu, misalnya contohnya seseorang guru yg akan melaksanakan pemebelajaran wajib memiliki pemahaman yang luas tentang karekteristik serta syarat muridnya supaya dapat pembelajaran berjalan secara efktif. Ketiga kemampuan, yaitu suatu yang dimiliki oleh seorang buat dapat melakukan tugas atau pekerjaan yg dibebankan kepadanya, misalnya, misalnya kemam-puan pengajar pada menentukan dan membuat media pembelajaran yg diperlukan buat lebih memotivasi serta memudahkan pembelajaran siswa. Keempat nilai, yaitu suatu standar perilaku yg telah diyakini serta secara psikologis telah menyatu dalam diri seorang, misalnya, misalnya baku konduite pada pembelajaran, diantaranya kejujuran, keterbukaan, demokratis, obyektif, adil. Kelima perilaku, yaitu perasaan seperti perasaan senang dan nir senang , senang nir senang, atau reaksi terhadap terhadap suatu rangsangan yg tiba dari luar, misalnya reaksi terhadap krisis ekonomi, kenaikan honor , serta sebagainya. Keenam minat yaitu kecendrungan seorang buat melakukan suatu perbuatan, seperti, contohnya, minat sesorang buat melakukan sesuatu atau mempelajari sesuatu. Ada pula pendapat yang menyatakan bahwa kompetensi yang wajib dimiliki sang suatu profesi adalah mencakup: kemampuan untuk berbagi langsung, penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan, kemampuan berkarya, kemampuan menyikapi dan berprilaku dalam berkarya, dapat hidup bermasya-akat (Pusposutardjo. 2002). Pengertian kompetensi lainnya yang lebih konseptual sifatnya menguraikan bahwa kompetensi tersebut mengandung 3 pengertian. (1) pengertian kompetensi itu dalam dasarnya adalah kecakapan atau kemampuan buat mengerjakan sesuatu pekerjaan, (dua) memilih pada pengertian bahwa kompetensi itu adalah sifat orang-orang, yg memiliki kecakapan, kemampuan, otoritas, kemahiran, pengetahuan dan lain sebagainya buat bisa mengerjakan sesuatu yg dibutuhkan, serta (tiga) bahwa kompetensi merupakan tindakan atau kinerja rasional yang bisa mencapai tujuan-tujuannya secara memuaskan berdasarkan kondisi yg diperlukan (Makmun.1996, Dep-dikbud.1978, Depdikbud. 1984). Lebih jauh Makmun (1996) menyatakan bahwa berpijak pada pengertian kompetensi tadi dapat pula dijelaskan bahwa sesungguhnya seseorang yg bisa diklaim sebagai profesional yg kompeten, kalau menampakan karakteristik: (1) bisa melakukan sesuatu pekerjaan tertentu secara rasional, dalam arti, ia memiliki visi serta misi yg kentara, dia melakukan sesuatu menurut dalam hasil analitis kritis dan pertimbangan logis dalam membuat pilihan serta merogoh keputusan mengenai apapun yg akan dikerjakan, (2) menguasai perangkat pengetahuan yaitu teori, konsep, prinsip dan kaidah, hipotesis dan generalisasi, data serta imformasi lainnya tentang seluk beluk apa yang sebagai bidang tugas pekerjaannya, (3) menguasai perangkat keterampilan yg meliputi taktik serta strategi, metode serta teknik, prosedur serta prosedur, wahana dan instrumen, mengenai cara melakukan tugas pekerjaannya, (4) menguasai perangkat persyaratan ambang mengenai ketentuan kelayakan normatif minimal syarat berdasarkan proses yang bisa ditoleran-sikan dan kriteria keberhasilan yang bisa diterima menurut apa yg dilakukannya, (5) memiliki daya dan gambaran unggulan dalam melakukan tugas pekerjaannya. Ia bukan sekedar puas dengan memadai persyaratan minimal, melainkan berusaha mencapai yang sebaik mungkin, dan (6) memiliki wewenang yang memancar atas dominasi perangkat kompetensi yang pada batas eksklusif dapat didemontrasikan dan teruji sehinga memung-kinkan memperoleh pengakuan pihak berwewenang.

Demikian variasi pengertian tentang kompetensi dari para penulis, menggunakan demikian menurut dalam pengertian kompetensi yg begitu beragam tersebut menambah wawas-an serta khasanah para calon kepla sekolah, serta lebih lanjut akan mempunyai pijakan yang lebih luas dan kuat pada mengusut serta memahami kompetensi profesi kependidikan khususnya jabatan kepala sekolah tersebut.

Persoalannya kini bagaimanakah kompetensi yg wajib dimiliki sang seorang kepala sekolah supaya dapat melaksanakan tugasnya menjadi pemimpin secara efektif? Dalam hubungannya menggunakan kompetensi ketua sekolah terdapat pendapat yang menyatakan bahwa seseorang kepala sekolah dituntut buat mempunyai kemampuan: (1) perilaku yang berorientasi pada tugas menggunakan memfokuskan dalam kegiatan penyusunan perencanaan, mengatur pekerjaan, melakukan koordinasi kegiatan anggota, serta menyediakan peralatan serta donasi teknis yg dibutuhkan, (2) konduite yang berorientasi interaksi ketua sekolah sebagai manajer wajib penuh perhatian mendukung dan membantu pengajar, konselor, dan karyawan sekolah dan berusaha tahu perseteruan dan pemecahannya, da (3) konduite partisipatif, kepala sekolah melakukan pertemuan gerombolan yg memudahkan partisipasi, pengambilan keputusan, memperbaiki komunikasi, mendorong kerjasama, dan memudahkan pemecahan perseteruan (Sergiovanni. 1977). Sesuai dengan Peraturan Menteri No. 13 Tahun 2007 tentang standar kepala sekolah diatur bahwa seseorang kepala sekolah tadi dituntut harus mempunyai kompetensi keperibadian, kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi, dan kompetensi sosial. Secara lebih lebih lengkap serta rincinya kompetensi yang dimaksudkan tersebut adalah seperti yg disajikan dalam daftar tabel berikut di bawah ini.

TABEL NO DAFTAR KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH











1. Kepribadian

Mampu atau mempunyai akhlak mulia.
Mampu membuatkan budaya dan tradisi akhlak mulia di sekolah tempat bertugas.
Mampu menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas sekolah.
Mampu atau mempunyai integritas kepribadian dalam memimpin pada sekolah
Mampu atau mempunyai hasrat yg kuat pada pengembangan diri menjadi ketua sekolah

Mampu mengembangkan perilaku terbuka pada melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai ketua sekolah.
Mampu mengendalikan diri pada menghadapi kasus dalam peker-jaan sebagai kepala sekolah.
Mampu atau memiliki bakat serta minat menjadi kepala sekolah.













2. Manajerial

Mampu menyusun perencanaan yg visioner.
Mampu mengembangkan organisasi sekolah sinkron kebutuhan.

Mampu memimpin sekolah dalam memakai sumberdaya seko-lah.

Mampu mengelola perubahan serta pengembangan sekolah menuju organisasi belajar yang efektif.
Mampu menciptakan budaya serta iklim sekolah yang aman dan inovatif bagi PBM anak didik.
Mampu menerapkan nilai-nilai kewirausahaan dalam membentuk penemuan yg bermanfaat bagi pembangunan sekolah.
Mampu mengelola guru dan staf pada rangka pandayagunaan SDM secara optimal.
Mampu mengelola wahana serta prasarana sekolah pada rangka panda-yagunaan secara optimal.
Mampu mengelola hubungan sekolah serta masyarakat pada rangka pencarian dukungan wangsit, asal belajar serta pembiayaan sekolah.
Mampu mengelola kesiswaan dalam rangka penerimaan anak didik baru, penempatan siswa, serta pengembangan kafasitas murid.
Mampu mengelola perkembangan kurikulum dan kegiatan pem-belajaran sinkron dengan arah dan tujuan pendidikan nasional.
Mampu mengelola keuangan sekolah sinkron menggunakan prinsip pengelo-laan yang akuntabel, tranfarans, dan efisien.
Mampu mengelola ketatausahaan sekolah pada mendukung penca-paian tujuan sekolah.
Mampu mengelola buat layanan spesifik sekolah dalam mendukung aktivitas pembelajaran serta kegiatan kesiswaan lainnya.
Mengelola system informasi sekolah pada mendukung penyusunan program serta pengambilan keputusan.
Mampu memanfaatkan kemajuan teknologi berita bagi peningkat-an pembelajaran serta manajemen sekolah.
Mampu mengelola kegiatan produksi/jasa menjadi sumber belajar siswa.
Mampu melakukan monitoring penilaian, dan pelaporan aplikasi program aktivitas sekolah menggunakan prosedur yg sempurna, dan meren-canakan tindak lanjutnya.









3. Kewirausahaan
Mampu membangun inovasi bagi pengembangan sekolah.
Mampu bekerja keras buat mencapai keberhasilan sekolah menjadi organisasi pembelajar yang efektif.

Memiliki motivasi yang bertenaga buat sukses pada melaksanakan tugas pokok serta kegunaannya menjadi pemimpin sekolah.

Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik pada mengha-dapi hambatan yang  dihadapi sekolah.

Memiliki insting kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/ jasa sekolah/menjadi sumber belajar peserta didik.






4.  Supervisor

Mampu merencanakan acara pengawasan akademik dalam rangka meingkatkan profesionalisme guru.
Mampu melaksanakan pengawasan akademik terhadap guru menggunakan menggunakan pendekatan dan teknik pengawasan yg sempurna.

Mampu menindaklanjuti hasil pengawasan akademik terhadap guru da-lam rangka peningkatan profesionalisme pengajar.


5. Sosial

Mampu berafiliasi dengan pihak lain buat kepentingan sekolah
Mampu melakukan partisipasi dalam aktivitas sosial.

Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau gerombolan lain.

6. Penunjang

Mampu meningkatkan gambaran dan profesionalisme sekolah.
Mampu meningkatan daya saing sekolah secara dunia.

Mampu menggugah jati diri bangsa


Demikian juga di samping kepala sekolah dituntut mempunyai kemampuan misalnya yang sudah diuraikan pada atas, lebih dari itu kemampuan tersebut sebaiknya didukung oleh suatu sifat kepemipinan yg menurut pendapat Dewantara (Depdikbud, Dijendikdasmen. 1993) ketua sekolah harus memiliki sifat kepemimpinan yg sinkron dengan kepribadian bangsa. Kepemimpinan yg paling cocok menggunakan kepribadian bangsa Indonesia merupakan kepemimpinan Pancasila, yaitu ing ngarso sung tuludo, ing madio mangun karso, tut wuri andayani. Sifat kepemimpinan tadi lalu lebih dejelaskan menjadi berikut. Ing ngarso sung tuludo yg adalah lebih kurang menjadi ketua sekolah yang berdiri tegak di paling depan wajib sanggup memberi contoh atau teladan pada bawahannya contohnya sebagai berikut: cara berpakaian yg rapi, kehadiran yg lebih awal menurut pengajar-guru yg lain, mempunyai wibawa, menguasai perkara yang menyangkut bidangnnya, mempunyai rasa tanggungjawab yang tinggi, penuh dedikasi, aktif serta kreatif. Ing madio mangun karso yg merupakan lebih kurang sebagai berikut kepla sekolah yg ideal bila ada ditengah-tengah lingkungan tugasnya serta bijkasana, yaitu sanggup memberikan motivasi terhadap pengajar-pengajar serta karyawan yg lainnya agar mencintai profesinya, bisa serta menampakan perkara-kasus pekerjaan jika guru dan karyawan mendapatkan kesulitan, jangan hanya mampu menyalahkan, mencari kesalahan guru-pengajar serta karyawan, namun harus mebantu memecahkan perkara tadi, wajib bisa membentuk suasana yang menyenangkan sehingga guru dan karyawan bekerja dengan suasana aman, merasa nir ditekan, serta memperhatikan kesejahteraaan bawahannya dalam hal transpotasi, kehidupan famili, tempat tinggal, membantu memecahkan masalah famili bila dimintai pertimbangan oleh bawahan, sebagai akibatnya bawahan dapat bekerja dengan damai. Ttut wuri andayani yang artinya lebih kurang kepala sekolah hendaknya memberi kebebasan kepada bawahannya buat bertindak aktif serta kreatif dalam menjalankan tugasnya, yaitu bisa menjabarkan tugas-tugas menjadi pengajar dan karyawan, wakil kepala sekolah serta staf karyawan supaya diberikan kesempatan buat menjabarkan kebijakan kepla sekolah yang telah dituangkan dalam program, dan administrasi sekolah yang dikelola sang karyawan rapikan bisnis agar dijabarkan sinkron dengan kebutuhannya. Kepala sekolah mengikutinya, mengarahkannya apbila terjadi kesalahan penafsiran atau terjadi penyimpangan dari kebijkan yg sudah ditetapkan. 

E. Kuasa serta Jenis Kuasa Kepala Sekolah
Istilah kekuasaan dalam literatur manajemen sudah digunakan secara generik, akan tetapi masih pula terjadi kekaburan tentang pengertiannya. Sering istilah kekuasaan digunakan secara silih berganti menggunakan kata-istilah lainnya, seperti imbas, serta otoritas. Menurut Max Weber (Thoha. 1990) memberikan pengertian kekuasaan sebagai suatu kemungkinan yg membuat seorang aktor pada dalam suatu interaksi sosial berada pada suatu jabatan buat melaksanakan keinginannya sendiri dan yang menghilangkan halangan. Dalam asal yg sama Thoha (1990) mengutip pendapat Walter Nord yg memberikan pengertian kekuasaan tersebut sebagai suatu kemampuan untuk mensugesti genre energi serta dana yang tersedia buat mencapai suatu tujuan yg tidak sama secara jelas menurut tujuan yg lainnya. Wexley serta Yukl (1977) menaruh pengertian kekuasaan sebagai kapasitas mempengaruhi orang lain. Seorang memiliki kekuasaan sepanjang terus dapat mensugesti tidak peduli apakah usaha-usaha yang dilakukan itu sahih-benar mem-punyai efek. Kemudian Rivai (2004) memberikan pengertian kekuasaan menjadi kemampuan buat membuat orang lain melakukan apa yg diinginkan sang pihak yg lainnya. Kekuasaan meliputi hubungan antara dua orang atau lebih. Seseorang atau kelompok tidak akan bisa mempunyai kekuasaan dalam keadaan terisolasi, kekuasaan wajib diterapkan, atau mempunyai potensi buat diterapkan dalam hubungannya menggunakan orang atau grup lainnya. Rogers (1973) berusaha membuat lebih kentara kekaburan istilah dengan merumuskan kekuasaan sebagai suatu potensi menurut suatu pengaruh. Dengan demikian kekuasaan merupakan suatu sumber yg mampu atau tidak mampu buat digunakan. Pengunaan kekuasaan selalu menyebabkan perubahan dalam kemungkinan bahwa seseorang atau gerombolan akan mengangkat suatu perubahan konduite yg diinginkan. Rogers sepertinya sudah memberikan rumusan yang bermakna bagi kepemimpinan dijelaskan olehnya bahwa kepemimpinan artinya suatu proses buat menghipnotis aktivitas-aktivitas individu serta grup pada usahanya buat mencapai tujuan dalam situasi tertentu. Dengan mengikuti penjelasan menurut Rogers bisa disimpulkan bahwa kepemim-pinan merupakan setiap bisnis buat menghipnotis, sementara itu kekuasaan dapat diartikan menjadi suatu potensi impak dari seorang pemimpin tadi. Demikian pula dijelaskan bahwa otoritas adalah sebagai suatu tipe spesifik berdasarkan kekuasaan yang secara orisinil melekat pada jabatan yang diduduki sang pemimpin.

Banyak teori yang menyebutkan jenis kuasa yang telah dikaji oleh para pakar. Dari sejumlah teori tadi diantaranya Bateman serta Snell (2007) menggunakan mengutip teori dari French dan Raven menyebutkan bahwa pemimpin tersebut paling nir mempunyai 5 jenis kuasa, demikian pula Wexley dan Yukl (1977), Koontz, dkk (1984), Stoner, dkk (1995) menjelaskan 5 jemis kuasa bisa dipakai secara luas. Jenis kuasa yang dimaksudkan merupakan kuasa paksaan (Coercive power), kuasa refernsi (Refrent power), kuasa legitimasi (Legitimte power), kuasa keahlian (Expert power), serta kuasa penghargaan (reward power). 

Kuasa paksaan (Coercive power) merupakan didasarkan atas rasa ketakutan bahwa kegagalan mematuhi peraturan atau perintah akan menyebabkan beberapa bentuk hukuman. 

Sumber dari kuasa paksaan adalah pengendaliannya atas konsekwensi-konsekwensi negatif para bawahan, seperti: denda , skorsing, serta pemecatan, penurunan pangkat, mutasi, dan lain sebagainya.

Kuasa refernsi (Refrent power) merupakan didasarkan atas identifikasi serta ketertarikan. Sejumlah pemimpin politik atau kegamaan memiliki kharisma atau daya tarik langsung yang luar biasa serta para bawahannya sangat patuh serta menghormati. Kuasa refrensi ditentukan sang kepribadian pemimpin dan kapasitasnya pada memberi ilham terhadap bawahan serta memberikan asa-asa serta nilai-nilai. Disamping itu kuasa refernsi ditentukan juga sang bagaimana caranya pemimpin memperlakukan bawahan. Cara yg paling layak bagi seseorang pemimpin adalah menggunakan meninggikan konsiderasi. 

Kuasa legitimasi (Legitime power) merupakan kekuasaan yang bersumber menurut kedu-dukan atau jabatan formal atau informal yang dipegang seorang. Kekuasaan legitimasi diperoleh berdasarkan wewenang aturan. Kekuasa ini mencakup kepatuhan bawahan dengan peraturan dan perintah serta petunjuk yg diberikan dari pimpinan bila hal ini dianggap absah sang bawahan berdasarkan segi lingkup pemimpin. Lingkup kewenangan dipengaruhi oleh organisasi dan keanggotaan bawahan dipengaruhi pada perjanjian formal atau mungkin telah tercakup dalam persetujuan informal. Wewenang pemimpin sangat tinggi terutama yg berkaitan menggunakan mekanisme serta penjawalan kerja. Banyaknya imbas seorang pemimpin dari berdasarkan wewenang organisasi, karena itu kuasa legitimasi dari pemimpin biasanya usahakan didukung dengan kuasa paksaan. 

Kuasa keahlian (Expert power) merupakan kuasa yg bersumber menurut suatu keahlian serta kemampuan yang dimiliki oleh seseorang pemimpin. Seorang pemimpin dapat mempe-ngaruhi pendapat bawahan bila beliau dilihat mempunyai pengetahuan serta keahlian yg luas. Dengan keahliannya menghipnotis secara nir pribadi perilaku bawahanya. Pengaruh pimpinan akan lebih akbar apabila memiliki pengetahuan penting yang luas, bila pemimpin sangat persuasif dan pintar pada menghipnotis bawahannya, jika pemimpin memiliki kejujuran serta agama yg tinggi dari bawahan..

Kuasa penghargaan (reward power) merupakan kekuasaan yg bersumber menurut bantuan gratis atau penghargaan yg diberikan oleh seseorang pemimpin. Pemimpimpin akan mengen-dalikan atas konsekwensi-konsekwensi positif yang disebabkan terhadap bawahan, sperti kenaikan upah, kenaikan gaji, kenaikan pangkat , promosi, penugasan, pengakuan formal, dan penghargaan yang lainnya.

Dari kutipan dan uraian pada atas bisa diketahui paling nir ada lima jenis kuasa yg dikenal dalam teori manajemen, namun demikian kalau mengikuti uraiannya Hersey serta Blanchard (1982) disamping 5 jenis kuasa pada atas, terdapat 2 jenis kuasa yg lainnya, yaitu kuasa koneksi dan kuasa keterangan. 

Berdasarkan uraian di atas maka terdapat berberapa variasi pilihan jenis kuasa yang bisa dipilih serta dipakai sang seseorang pemimpin pada upaya buat meningkatkan kinerja atau profesionalime bawahannya. Demikian juga pada bidang pendidikan seorang kepala sekolah menjadi pemimpin pendidikan mempunyai variasi pilihan jenis kuasa yang bisa diubahsuaikan dan telah tentunya jua menggunakan mempertimbangkan tingkat kematangan para pengajar menjadi bawahannya pada rangka buat peningkatan kualitas kompetensi profesionalismenya.

Secara teori manajemen terutama pada teori gaya kepemimpinan situasional yg dikembangkan oleh Hersey serta Blanchard (1982) bahwa tingkat kematangan bawahan atau pengikut tidak hanya menentukan gaya kepemimpinan seseorang pemimpin, tetapi pula sangat memilih pada pada menentukan jenis kuasa yang seharusnya perlu dipakai pemimpin buat dapat menimbulkan peningkatan kepatuhan konduite bawahan. Oleh karena itu pemimpin yang efektif perlu menyesuaikan atau memvariasikan jenis kuasa yang diterapkan atau diperlakukan terhadap pengikutnya. 

Dalam hubungan ini bila taraf kematangan bawahan tersebut termasuk tingggi (M4), maka alternatif pilihan jenis kuasa yang perlu diterapkan sang seorangg pemimpin sehingga kepemimpinannya tadi dapat terlaksana secara efektif adalah jenis kuasa keahlian. Apabila taraf kematangan bawahan tadi termasuk sedang (M3, M2), maka alternatif pilihan jenis kuasa yg perlu diterapkan oleh seorang pemimpin sebagai akibatnya kepemimpinannya tersebut dapat terlaksana secara efektif adalah jenis kuasa refrensi atau kuasa penghargaan. Demikian pula jika tingkat kematangan bawahan tadi termasuk rendah (M1), maka alternatif pilihan jenis kuasa yang perlu diterapkan oleh seseorang pemimpin sehingga kepemimpinannya tersebut bisa terlaksana secara efektif merupakan jenis kuasa paksaan.

Dengan demikian pada bidang pendidikan terutama pada sekolah kepala sekolah tampaknya pula mempunyai variasi pilihan jenis kuasa yang dapat dipilih serta digunakan dalam rangka melaksanakan pembinaan kualitas kompetensi profesionalisme para pengajar sebagai bawahannya. Jika ketua sekolah pada rangka melaksanakan pelatihan peningkatan kualitas kompetensi profesionalime pengajar berhadapan menggunakan para guru sebagai bawahnya yang mempunyai tingkat kematangan yg tingi (M4), maka cara lain pilihan jenis kuasa yg perlu diterapkan sebagai akibatnya pembinaanya tersebut dapat terlaksana secara efektif merupakan jenis kuasa keahlian. Kemudian Apabila kepala sekolah pada rangka melaksanakan pembinaan peningkatan kualitas kompetensi profesionalime pengajar berhadapan dengan para pengajar menjadi bawahnya mempunyai tingkat kematangan yang sedang (M3, M2), maka alternatif pilihan jenis kuasa yang perlu diterapkan sehingga pembinaanya tersebut bisa terlaksana secara efektif adalah jenis kuasa refernsi atau jenis kuasa penghargaan. Demikian pula apabila kepala sekolah dalam rangka melaksanakan pelatihan peningkatan kualitas kompetensi profesionalime para pengajar tersebut berhadapan dengan guru menjadi bawahnya yg mempunyai tingkat kematangan yang rendah (M1), maka alternatif pilihan jenis kuasa yg perlu diterapkan sebagai akibatnya pembinaannya tadi bisa terealisasi secara efektif adalah jenis kuasa paksaan.