PENGERTIAN PEMASARAN MENURUT AHLI

Pengertian Pemasaran
Pemasaran (Marketing) merupakan suatu rangkaian proses kegiatan yang tidak hanya mencakup penjualan terhadap barang atau jasa yg dihasilkan perusahaan jasa, dimana kegiatan tersebut hanya berorientasi pada perkara penjualan akan namun jauh lebih mendalam menurut itu aktivitas pemasaran adalah aktivitas yg dilakukan pada ketika sebelum maupun selesainya aktivitas penjualan barang atau jasa terjadi, dengan proses yg dilakukan sejak mulai direncanakannya produk tadi sampai dengan cara penyampaian produk dalam pelanggan. 

Definisi pemasaran menurut American Marketing Association (AMA) seperti yg dikutip sang Kasali (2005:53) adalah : “ Pemasaran merupakan suatu proses perencanaan serta eksekusi, mulai dari termin konsepsi, penetapan harga,kenaikan pangkat , sampai distribusi barang-barang, inspirasi-wangsit serta jasa, buat melakukan pertukaran yang memuaskan individu dan forum-lembaganya.

Beberapa pakar juga mengemukakan pendapatnya tentang definisi pemasaran. Nitisemito dalam Lupiyoadi (2006:31), mengemukakan pemasaran adalah “Semua aktivitas yg bertujuan buat memperlancar arus barang atau jasa dari penghasil ke konsumen secara paling efisien dengan maksud buat membangun permintaan efektif”.

Konsep inti pemasaran dari pendapat di atas menyebutkan bahwa terdapat beberapa hal yg harus dipenuhi pada terjadinya proses pemasaran. Dalam pemasaran masih ada produk sebagai kebutuhan serta asa orang lain yang mempunyai nilai sehingga diminta serta terjadinya proses permintaan lantaran ada yang melakukan pemasaran.

Adapun definisi pemasaran menurut Kotler (2008:10) yaitu : “Pemasaran merupakan proses sosial yang dengan mana individu serta gerombolan mendapatkan apa yang mereka butuhkan serta inginkan menggunakan membentuk, memberikan, serta secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain.”

Dari definsi pada atas dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah sebuah proses sosial yg bertumpu pada pemenuhan kebutuhan individu dan gerombolan dengan membentuk pertukaran sehingga menaruh kepuasan yang maksimal .

Pertukaran mempunyai makna penting dalam definisi pemasaran. Konsep pertukaran sebenarnya sangat sederhana. Maksudnya bahwa seseorang menaruh sesuatu buat menerima sesuatu yg lain berdasarkan pihak lain tadi.

Menurut Lamb, Hair, McDaniel (2001:6) terdapat lima syarat yg wajib dipenuhi supaya pertukaran bisa terjadi :
  • Harus paling nir terdiri menurut 2 pihak.
  • Tiap pihak harus memiliki sesuatu buat dihargai sang pihak lainnya.
  • Tiap pihak harus sanggup melakukan komunikasi dengan pihak lainnya dan mengirimkan barang atau jasa yang diharapkan sang pihak yg melakukan perdagangan tersebut.
  • Tiap pihak wajib bebas untuk mendapat atau menolak penawaran menurut pihak lain tersebut.
  • Tiap pihak wajib mau serta setuju melakukan transaksi yang sudah disepakati sebelumnya.
ARTIKEL LAINNYA :

PENGERTIAN PEMASARAN MENURUT AHLI

Pengertian Pemasaran
Pemasaran (Marketing) merupakan suatu rangkaian proses aktivitas yang tak hanya mencakup penjualan terhadap barang atau jasa yg dihasilkan perusahaan jasa, dimana kegiatan tadi hanya berorientasi pada masalah penjualan akan tetapi jauh lebih mendalam menurut itu kegiatan pemasaran adalah kegiatan yg dilakukan pada saat sebelum maupun setelah aktivitas penjualan barang atau jasa terjadi, menggunakan proses yang dilakukan sejak mulai direncanakannya produk tadi sampai dengan cara penyampaian produk pada pelanggan. 

Definisi pemasaran dari American Marketing Association (AMA) seperti yg dikutip sang Kasali (2005:53) adalah : “ Pemasaran adalah suatu proses perencanaan serta eksekusi, mulai berdasarkan tahap konsepsi, penetapan harga,kenaikan pangkat , hingga distribusi barang-barang, inspirasi-inspirasi serta jasa, buat melakukan pertukaran yang memuaskan individu dan lembaga-lembaganya.

Beberapa ahli pula mengemukakan pendapatnya tentang definisi pemasaran. Nitisemito pada Lupiyoadi (2006:31), mengemukakan pemasaran adalah “Semua aktivitas yang bertujuan untuk memperlancar arus barang atau jasa menurut produsen ke konsumen secara paling efisien dengan maksud buat membentuk permintaan efektif”.

Konsep inti pemasaran dari pendapat pada atas menjelaskan bahwa terdapat beberapa hal yang wajib dipenuhi dalam terjadinya proses pemasaran. Dalam pemasaran masih ada produk sebagai kebutuhan dan keinginan orang lain yang mempunyai nilai sehingga diminta serta terjadinya proses permintaan karena terdapat yg melakukan pemasaran.

Adapun definisi pemasaran dari Kotler (2008:10) yaitu : “Pemasaran adalah proses sosial yang menggunakan mana individu dan grup menerima apa yg mereka butuhkan dan inginkan menggunakan membentuk, memperlihatkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai menggunakan pihak lain.”

Dari definsi pada atas bisa disimpulkan bahwa pemasaran adalah sebuah proses sosial yang bertumpu pada pemenuhan kebutuhan individu dan kelompok dengan menciptakan pertukaran sehingga menaruh kepuasan yang maksimal .

Pertukaran mempunyai makna krusial dalam definisi pemasaran. Konsep pertukaran sebenarnya sangat sederhana. Maksudnya bahwa seseorang memberikan sesuatu buat menerima sesuatu yg lain dari pihak lain tadi.

Menurut Lamb, Hair, McDaniel (2001:6) terdapat 5 kondisi yang wajib dipenuhi supaya pertukaran mampu terjadi :
  • Harus paling tidak terdiri menurut 2 pihak.
  • Tiap pihak wajib mempunyai sesuatu buat dihargai sang pihak lainnya.
  • Tiap pihak wajib bisa melakukan komunikasi dengan pihak lainnya dan mengirimkan barang atau jasa yg diharapkan sang pihak yg melakukan perdagangan tersebut.
  • Tiap pihak harus bebas buat menerima atau menolak penawaran menurut pihak lain tadi.
  • Tiap pihak wajib mau dan setuju melakukan transaksi yg sudah disepakati sebelumnya.
ARTIKEL LAINNYA :

PENGERTIAN PEMASARAN DAN MANAJEMEN PEMASARAN

Pengertian Pemasaran serta Manajemen Pemasaran 
Pengertian pemasaran menurut pendapat beberapa ahli telah mengemukakan definisi tentang pemasaran yang kelihatannya tidak selaras meskipun sebenarnya sama. Perbedaan ini disebabkan karena mereka meninjau pemasaran yang paling luas, ada beberapa pendapat mengenai definisi pemasaran antara lain dikemukakan sang (William J. Stanton,1994) yaitu:
  • Pemasaran merupakan sistem holistik dari kegiatan bisnis yg ditujukan buat merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang serta jasa yg dapat memuaskan kebutuhan pada pembeli yang terdapat maupun pembeli potensial (Basu Swasta, 2000). Dari definisi tadi di atas terlihat bahwa pemasaran mencakup usaha perusahaan yg dimulai antara lain dengan mengidentifikasikan kebutuhan debitur yg perlu dipuaskan melalui pelayanan yang bermutu.
  • Selanjutnya Stanton beranggapan bahwa keberhasilan pelayanan dalam pemasaran menentukan keberhasilan perusahaan. Untuk itu kegiatan pemasaran harus dikoordinasikan dan dikelola dengan cara yang baik. Manajemen pemasaran menurut Philip Kotler didefinisikan sebagai berikut:Pengertian pemasaran menurut pendapat beberapa ahli telah mengemukakan definisi tentang pemasaran yang kelihatannya tidak selaras meskipun sebenarnya sama. Perbedaan ini disebabkan karena mereka meninjau pemasaran yang paling luas, ada beberapa pendapat mengenai definisi pemasaran antara lain dikemukakan sang (William J. Stanton,1994) yaitu: Pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial (Basu Swasta, 2000). 
Dari definisi tersebut di atas terlihat bahwa pemasaran meliputi usaha perusahaan yg dimulai diantaranya menggunakan mengidentifikasikan kebutuhan debitur yg perlu dipuaskan melalui pelayanan yang bermutu. Selanjutnya Stanton beranggapan bahwa keberhasilan pelayanan dalam pemasaran memilih keberhasilan perusahaan. Untuk itu aktivitas pemasaran harus dikoordinasikan serta dikelola dengan cara yg baik. Manajemen pemasaran menurut Philip Kotler didefinisikan sebagai berikut: Manajemen pemasaran merupakan analisis perencanaan, penerapan serta pengendalian terhadap program yg dirancang buat membentuk, menciptakan, serta mempertahankan pertukaran serta hubungan yg menguntungkan pasar target menggunakan maksud buat mencapai tujuan organisasi (James F, Angel , 1990). Dari definisi pada atas, manajemen pemasaran dirumuskan menjadi suatu proses manajemen yg meliputi penganalisaan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan pada memenuhi kebutuhan dan hasrat pasar, dan mendorong proses pertukaran secara sempurna dan menguntungkan pihak-pihak yg terlibat.konsep Pemasaran Pemasaran merupakan faktor krusial bagi keberhasilan suatu perusahaan, maka faktor pelayanan menjadi faktor krusial yang tidak boleh diabaikan. Dengan demikian, maka konsep pemasaran dapat didefinisikan menjadi berikut: Konsep pemasaran adalah sebuah falsafah usaha yg menyatakan bahwa pemuas kebutuhan debitur adalah kondisi ekonomis serta sosial bagi kelangsungan hayati perusahaan (Herry Assael, 1990). Berdasarkan definisi tersebut, bisa diambil makna bahwa semua kegiatan pada perusahaan harus ditujukan pada pemuas kebutuhan debitur, sehingga bisa diperoleh keuntungan maksimum pada jangka panjang, demi kelangsungan hidup perusahaan. Menurut Basu Swasta pada bukunya “Asas-asas marketing” disebutkan bahwa ada 3 faktor yang mendasari konsep pemasaran, yaitu: 
1.seluruh perencanaan serta aktivitas perusahaan wajib berorientasi dalam debitur atau pasar. 
2.volume penjualan yang menguntungkan wajib menjadi tujuan perusahaan.
3.seluruh kegiatan perusahaan pada pemasaran wajib dikoordinasikan dan diintegrasikan secara organisasi.berdasarkan hal tersebut, maka konsep pemasaran ini memiliki hubungan yang erat menggunakan perkembangan manajemen pemasaran. Sejak terjadinya revolusi industri, manajemen pemasaran sudah mengalami beberapa tahap perkembangan, yaitu:

1.tahap Orientasi Produksi
Pada tahap ini perusahaan memiliki perkara utama bagaimana caranya buat mempertinggi produksi, faktor layanan yg baik menggunakan harga yang layak agar bisa diperoleh keuntungan yg akbar. Konsep yg dianut sang perusahaan yang berada pada tahap ini adalah konsep produk, yang menyatakan bahwa produk yang dijual dengan harga yang layak, serta diharapkan sedikit bisnis pemasaran supaya tercapai penjualan yang memuaskan.

2.tahap Orientasi Penjualan
Setelah masalah produksi teratasi jumlah produk sebagai berlimpah. Oleh lantaran pangsa pasarnya terbatas, maka muncul perseteruan bagaimana supaya dapat menjual produk-produk yg telah didapatkan. Perusahaan yg berada pada tahap ini menganut sebuah konsep yaitu konsep penjualan, yang menyatakan bahwa debitur nir akan bersedia membeli suatu produk dalam jumlah yg cukup banyak tanpa didorong menggunakan usaha-bisnis kenaikan pangkat yang bertenaga. Perusahaan yang mengaplikasikan konsep ini lebih mementingkan penjualan berdasarkan pada kepuasan debitur. Cara misalnya ini dalam hakekatnya justru merugikan perusahaan sendiri, karena pembeli merasa tertipu serta kecewa sehingga tidak akan mengulang pembeliannya. 

3.tahap Orientasi Pemasaran
Dengan adanya aneka macam perubahan rakyat yang cepat, kemajuan teknologi yang semakin maju serta rasa jenuh debitur, maka orientasi penjualan tidak dapat lagi memberikan pemecahan atau jawaban secara keseluruhan terhadap bisnis-usaha buat mencapai tujuan perusahaan. Untuk mencapai tujuan perusahaan wajib lebih mementingkan kebutuhan serta keinginan debitur. Perusahaan yg demikian ini menganut orientasi pemasaran, yg menyatakan bahwa kunci buat mencapai tujuan perusahaan terdiri berdasarkan penentuan kebutuhan dan impian debitur dan anugerah kepuasaan yang diinginkan secara lebih efektif serta efisien berdasarkan yang dilakukan sang pesaing. Jadi konsep pemasaran merupakan suatu orientasi dalam debitur yang didukung sang pemasaran yg terpadu dan ditujukan untu mecapai kepuasan yang semakin semakin tinggi menjadi kunci tercapainya tujuan perusahaan.

4.orientasi Manusia dan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan yang berupaya memberikan kepuasan pada debitur serta kemakmuran masyarakat pada jangka panjang menganut konsep pemasaran kemasyarakatan. Konsep ini menyatakan bahwa perusahaan harus membentuk kepuasan debitur serta kesejahteraan warga pada jangka panjang sebagai kunci buat mencapai tujuan perusahaan yg banyak herbi kasus penciptaan serta pencapaian faktor hidup yang lebih baik, maka konsep ini dilihat sebagai konsep pemasaran yang baru.perkembangan warga dan teknlogi telah mengakibatkan perkembangan konsep pemasaran. Sekarang ini perusahaan dituntut buat dapat menanggapi cara-cara atau norma warga . Perusahaan tidak hanya berorientasi pada debitur saja, namun pula harus berorientasi kepada rakyat. Dengan konsep pemasaran sosial (Social Market Concept), perusahaan berusaha memberikan kepuasan debitur dan kesejahteraan masyarakat buat jangka panjang.artikel from: //mm.unsoed.net/index.php

PENGERTIAN PEMASARAN DAN MANAJEMEN PEMASARAN

Pengertian Pemasaran serta Manajemen Pemasaran 
Pengertian pemasaran dari pendapat beberapa ahli sudah mengemukakan definisi tentang pemasaran yang kelihatannya berbeda meskipun sebenarnya sama. Perbedaan ini disebabkan lantaran mereka meninjau pemasaran yang paling luas, ada beberapa pendapat tentang definisi pemasaran diantaranya dikemukakan oleh (William J. Stanton,1994) yaitu:
  • Pemasaran adalah sistem holistik menurut aktivitas usaha yg ditujukan buat merencanakan, memilih harga, mempromosikan, serta mendistribusikan barang dan jasa yang bisa memuaskan kebutuhan pada pembeli yg terdapat juga pembeli potensial (Basu Swasta, 2000). Dari definisi tersebut pada atas terlihat bahwa pemasaran meliputi usaha perusahaan yang dimulai diantaranya menggunakan mengidentifikasikan kebutuhan debitur yg perlu dipuaskan melalui pelayanan yg bermutu.
  • Selanjutnya Stanton beranggapan bahwa keberhasilan pelayanan dalam pemasaran menentukan keberhasilan perusahaan. Untuk itu kegiatan pemasaran harus dikoordinasikan dan dikelola dengan cara yang baik. Manajemen pemasaran menurut Philip Kotler didefinisikan sebagai berikut:Pengertian pemasaran dari pendapat beberapa ahli sudah mengemukakan definisi tentang pemasaran yang kelihatannya berbeda meskipun sebenarnya sama. Perbedaan ini disebabkan lantaran mereka meninjau pemasaran yang paling luas, ada beberapa pendapat tentang definisi pemasaran diantaranya dikemukakan oleh (William J. Stanton,1994) yaitu: Pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial (Basu Swasta, 2000). 
Dari definisi tadi di atas terlihat bahwa pemasaran meliputi bisnis perusahaan yang dimulai antara lain dengan mengidentifikasikan kebutuhan debitur yg perlu dipuaskan melalui pelayanan yang bermutu. Selanjutnya Stanton beranggapan bahwa keberhasilan pelayanan dalam pemasaran memilih keberhasilan perusahaan. Untuk itu aktivitas pemasaran wajib dikoordinasikan dan dikelola dengan cara yang baik. Manajemen pemasaran dari Philip Kotler didefinisikan sebagai berikut: Manajemen pemasaran adalah analisis perencanaan, penerapan serta pengendalian terhadap acara yg dirancang buat membangun, membangun, serta mempertahankan pertukaran dan hubungan yang menguntungkan pasar target dengan maksud buat mencapai tujuan organisasi (James F, Angel , 1990). Dari definisi di atas, manajemen pemasaran dirumuskan sebagai suatu proses manajemen yg meliputi penganalisaan, perencanaan, pelaksanaan, dan supervisi terhadap aktivitas yg dilakukan oleh perusahaan dalam memenuhi kebutuhan serta asa pasar, dan mendorong proses pertukaran secara paripurna serta menguntungkan pihak-pihak yang terlibat.konsep Pemasaran Pemasaran adalah faktor krusial bagi keberhasilan suatu perusahaan, maka faktor pelayanan sebagai faktor penting yang tidak boleh diabaikan. Dengan demikian, maka konsep pemasaran bisa didefinisikan sebagai berikut: Konsep pemasaran merupakan sebuah falsafah bisnis yg menyatakan bahwa pemuas kebutuhan debitur merupakan syarat ekonomis dan sosial bagi kelangsungan hayati perusahaan (Herry Assael, 1990). Berdasarkan definisi tersebut, dapat diambil makna bahwa semua kegiatan pada perusahaan wajib ditujukan kepada pemuas kebutuhan debitur, sebagai akibatnya dapat diperoleh laba maksimum pada jangka panjang, demi kelangsungan hidup perusahaan. Menurut Basu Swasta pada bukunya “Asas-asas marketing” disebutkan bahwa ada 3 faktor yg mendasari konsep pemasaran, yaitu: 
1.seluruh perencanaan dan aktivitas perusahaan harus berorientasi dalam debitur atau pasar. 
2.volume penjualan yang menguntungkan wajib menjadi tujuan perusahaan.
3.seluruh aktivitas perusahaan dalam pemasaran harus dikoordinasikan dan diintegrasikan secara organisasi.berdasarkan hal tersebut, maka konsep pemasaran ini memiliki interaksi yg erat dengan perkembangan manajemen pemasaran. Sejak terjadinya revolusi industri, manajemen pemasaran sudah mengalami beberapa tahap perkembangan, yaitu:

1.tahap Orientasi Produksi
Pada termin ini perusahaan mempunyai perkara utama bagaimana caranya untuk mempertinggi produksi, faktor layanan yang baik menggunakan harga yang layak supaya bisa diperoleh laba yg besar . Konsep yg dianut sang perusahaan yang berada pada termin ini adalah konsep produk, yang menyatakan bahwa produk yg dijual dengan harga yang layak, dan dibutuhkan sedikit bisnis pemasaran agar tercapai penjualan yg memuaskan.

2.tahap Orientasi Penjualan
Setelah masalah produksi teratasi jumlah produk menjadi berlimpah. Oleh karena pangsa pasarnya terbatas, maka muncul pertarungan bagaimana supaya bisa menjual produk-produk yg telah dihasilkan. Perusahaan yg berada pada tahap ini menganut sebuah konsep yaitu konsep penjualan, yang menyatakan bahwa debitur nir akan bersedia membeli suatu produk dalam jumlah yang cukup poly tanpa didorong menggunakan bisnis-usaha kenaikan pangkat yg kuat. Perusahaan yang mengaplikasikan konsep ini lebih mementingkan penjualan dari pada kepuasan debitur. Cara misalnya ini dalam hakekatnya justru merugikan perusahaan sendiri, sebab pembeli merasa tertipu dan kecewa sehingga nir akan mengulang pembeliannya. 

3.tahap Orientasi Pemasaran
Dengan adanya berbagai perubahan rakyat yg cepat, kemajuan teknologi yg semakin maju serta rasa jenuh debitur, maka orientasi penjualan nir bisa lagi menaruh pemecahan atau jawaban secara holistik terhadap usaha-usaha buat mencapai tujuan perusahaan. Untuk mencapai tujuan perusahaan wajib lebih mementingkan kebutuhan serta asa debitur. Perusahaan yang demikian ini menganut orientasi pemasaran, yang menyatakan bahwa kunci buat mencapai tujuan perusahaan terdiri berdasarkan penentuan kebutuhan serta harapan debitur serta anugerah kepuasaan yg diinginkan secara lebih efektif dan efisien berdasarkan yang dilakukan sang pesaing. Jadi konsep pemasaran adalah suatu orientasi dalam debitur yang didukung oleh pemasaran yg terpadu dan ditujukan untu mecapai kepuasan yang semakin meningkat menjadi kunci tercapainya tujuan perusahaan.

4.orientasi Manusia serta Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan yg berupaya memberikan kepuasan kepada debitur dan kemakmuran rakyat pada jangka panjang menganut konsep pemasaran kemasyarakatan. Konsep ini menyatakan bahwa perusahaan harus membuat kepuasan debitur serta kesejahteraan warga pada jangka panjang menjadi kunci buat mencapai tujuan perusahaan yg poly herbi masalah penciptaan dan pencapaian faktor hidup yg lebih baik, maka konsep ini ditinjau menjadi konsep pemasaran yg baru.perkembangan masyarakat serta teknlogi sudah mengakibatkan perkembangan konsep pemasaran. Sekarang ini perusahaan dituntut buat bisa menanggapi cara-cara atau kebiasaan masyarakat. Perusahaan tidak hanya berorientasi dalam debitur saja, tetapi jua harus berorientasi pada warga . Dengan konsep pemasaran sosial (Social Market Concept), perusahaan berusaha menaruh kepuasan debitur serta kesejahteraan warga buat jangka panjang.artikel from: //mm.unsoed.net/index.php

PENGERTIAN PEMASARAN HOLISTIK MENURUT PARA AHLI

Pengertian Pemasaran Holistik Menurut Para Ahli
Kotler dan Keller (2006) mengungkapkan bahwa pemasaran keseluruhan adalah konsep yg berbasis pengembangan, desain, implementasi dan aktivitas proses pemasaran yang dikenali memiliki nilai ketergantungan yang tinggi. Pendekatan keseluruhan didasari pada cara buat mengatasi berbagi perseteruan pemasaran yg kompleks serta luas. Karakteristik pemasaran keseluruhan merupakan integrasi dari empat konsep pemasaran, yaitu konsep pemasaran internal (internal marketing), pemasaran integrasi (integrated marketing), pemasaran relasional (relationship marketing) dan pemasaran sosial (societal marketing). 

Pemasaran sosial (societal marketing) merupakan konsep yg memandang bahwa organisasi berusaha memilih apa cita-cita, kebutuhan, serta ketertarikan atau kepentingan berdasarkan sasaran pasar. Organisasi kemudian memberikan nilai superior pada konsumen dengan cara-cara yg bisa mempertahankan atau menaikkan kesejahteraan konsumen serta masyarakat secara lebih luas. Konsep societal marketing menuntut pasar buat bisa menyeimbangkan tiga pertimbangan pada merogoh keputusan tentang kebijakan pemasaran, yaitu keuntungan perusahaan, kepuasan konsumen, dan kepentingan rakyat. Konsep segmentasi pasar, riset konsumen, pengembangan konsep, komunikasi, fasilitasi, insentif dan teori pertukaran dipakai untuk memaksimalkan respon yg bersifat komersial (Kotler serta Lee, 2005). 

Pemasaran sosial menggunakan konsep-konsep segmentasi pasar, riset konsumen, pengembangan dan pengujian konsep produk, komunikasi yg diarahkan, hadiah fasilitas, insentif-insentif dan perubahan teori buat memaksimumkan tanggapan gerombolan sasaran. Asumsi dasar penelitian ini adalah bahwa konsep pemasaran sosial yg condong buat kegiatan komersial, sesungguhnya dapat jua dikembangkan bagi aktivitas pengembangan warga yg bersifat non profit. Kotler dan Keller (2006) menyebutkan:

“Social marketing is a strategy for changing behaviour. It combines the best elements of traditional approaches to social change in an integrated rencana and action framework and utilities advances in communication technology and marketing skills”

Pemasaran sosial akan dibawa ke masyarakat oleh institusi yg berkepentingan untuk mengganti konduite masyarakat, yaitu suatu produk sosial. Bentuk dari produk sosial diantaranya berupa ide sosial, yaitu bentuk menurut keyakinan, sikap atau nilai. Ide sosial yang dipasarkan bisa juga adalah sebuat perilaku atau sebuah nilai.

Belch dan Belch (2004) mengungkapkan bahwa pertukaran nilai sebagai konsep sentral berdasarkan societal marketing dan pertukaran ini tidak hanya terbatas pada pertukaran uang untuk barang atau jasa. Sebagai model misalnya pada hubungan antara perusahaan donor dan lembaga nirlaba terkait dengan suatu informasi sosial. Lembaga nirlaba akan mendapat sejumlah bantuan menurut perusahaan, namun demikian perusahaan sponsor tidak menerima bentuk keuntungan material dan donasi yg diberikan. Donasi yg diberikan sang perusahaan adalah pertukaran untuk keperluan sosial dan psikologis bagi perusahaan, seperti contohnya feelings of goodwill dan altruisme. 

Cause-Related Marketing 
Permulaan dari frase cause-related marketing ditujukan kepada perusahaan kartu kredit American Express yang menjalankan strategi pemasarannya pada tahun 1983. Tujuan awal perusahaan merupakan mempertinggi jumlah pengguna kartu kredit, yg kemudian berkembang dengan strategi pemasaran lanjutan buat berkomitmen buat mendonasikan sebagian dana, guna restorasi patung Liberty di Amerika Serikat. Perusahaaan berjanji untuk mendonasikan uang sejumlah satu cent berdasarkan penggunaan kartu kredit, serta satu dollar menurut penerbitan kartu kredit baru, selama empat bulan pada tahun 1983. Perusahaan American Express memperoleh peningkatan penggunaan kartu kredit sebesar 28 persen, dibandingkan menggunakan periode yg sama tahun sebelumnya. Kampanye yg dilakukan American Express buat memperbaiki patung Liberty membuat dana sebesar US$ 1,7 Milyar (Westberg, 2004). 

Varadarajan serta Menon (1988) mempublikasikan literatur akademis yg herbi cause-related marketing yg menyebutkan munculnya konsep sejalan dengan teori yg hampir sama dengan corporate social responsibility:

Cause-related marketing is the process of formulating and implementing marketing activities that are characterized by an offer from the firm to contribute a specific amount to a designated cause when customers engage in revenue-providing exchanges that satisfy organizational and individual objectives 

Cause-related marketing adalah aktivitas yg khusus yaitu perusahaan berjanji pada konsumen buat mendonasikan sumberdaya perusahaan menurut setiap penjualan produk atau jasa kepada orang-orang yang membutuhkan donasi. Kampanye cause-related marketing memiliki dua tujuan, yaitu buat mendukung aktivitas sosial serta buat menaikkan output pemasaran. Program cause-related marketing dilaksanakan setidaknya sang 3 stakeholders, yaitu konsumen perusahaan, shareholders serta satu stakeholder yg tidak berafiliasi langsung dengan kegiatan komersial berdasarkan perusahaan (Varadarajan dan Menon, 1988). 

Menurut Polonski serta Speed (2001), poly laba yg sanggup diperoleh oleh perusahaan dan atau mitranya menggunakan melakukan cause-related marketing. Keuntungan pertama merupakan menarik para konsumen baru, yaitu orang yang sedari awal telah tertarik buat melakukan cause yg lalu dipromosikan sang perusahaan. Keuntungan ke 2 merupakan tersedianya dana untuk membiayai aktivitas sosial tertentu. Manfaat ketiga, kegiatan sosial sanggup dipengaruhi sang perusahaan, yg melihat keterkaitan antara produknya menggunakan aktivitas sosial tertentu. Perusahaan yang melakukan cause-related marketing akan sanggup menerima ceruk pasarnya menggunakan lebih tepat. Cause-related marketing akan menghubungkan antara produk dengan gosip eksklusif, serta konsumen yang tertarik menggunakan info tadi akan mengetahui asosiasi antara produk eksklusif menggunakan info yang menjadi perhatiannya. Keempat, hasil penjualan bisa semakin tinggi karena tambahan konsumen serta ceruk pasar, terbentuknya kemitraan dengan pihak-pihak yang mempunyai kepedulian yg sama. Keuntungan yang terakhir adalah perusahaan akan menikmati bukti diri merek yang positif.

Sundar (2007) menyatakan adanya klarifikasi yang kentara perbedaan diantara cause-related marketing menggunakan philanthropy perusahaan serta sponsorship. Cause-related marketing nir termasuk dalam philanthropy perusahaan dan sponsorship. Program cause-related marketing mendonasikan uang pada pihak nonprofit, berdasar pada jumlah produk yg bisa terjual kepada konsumen. Program spesifik yang dilakukan dalam cause-related marketing merupakan penjualan dan promosi suatu produk. Donasi acara murni dipengaruhi oleh perusahaan. Sponsorship adalah aktivitas yg melibatkan uang serta barang pada pihak lain yang bertujuan mengenalkan produk eksklusif serta nama perusahaan melalui kegiatan yang diadakan sang pihak lain. Perusahaan melakukan Sponsorship menggunakan pihak lain melalui perjanjian yg sudah disepakati oleh kedua pihak mengenai jumlah serta cara donasinya. 

Menurut Kotler serta Lee (2005), terdapat banyak sekali macam cara buat melakukan cause-related marketing, umunya merupakan menjadi berikut: 
  1. jumlah uang eksklusif setiap produk terjual, 
  2. jumlah uang eksklusif setiap pelaksanaan terhadap produk jasa eksklusif, 
  3. persentase tertentu berdasarkan penjualan produk, 
  4. proporsi yang tidak ditentukan sebelumnya dari penjualan produk, 
  5. perusahaan menaruh donasi sejumlah kontribusi dari konsumen, 
  6. persentase eksklusif menurut keuntungan bersih, 
  7. penawarannya mungkin terkait menggunakan satu produk saja, atau beberapa hingga semua produk, 
  8. penawarannya mungkin berlaku buat kerangka ketika tertentu atau nir dibatasi, atau 
  9. perusahaan menetapkan batas atas berdasarkan kontribusi (bukan menggunakan waktu).
Dari berbagai model cause-related marketing pada Indonesia, terdapat kesamaan memakai jumlah uang eksklusif pada setiap produk yg terjual, seperti yg dilakukan PT Unilever Indonesia Tbk terhadap produk sabun Lifebouy serta produk es krim Walls. PT. Unilever Indonesia Tbk adalah salah satu perusahaan yang mempunyai perhatian lebih terhadap kegiatan tanggung jawab sosial. PT. Unilever Indonesia menyadari pentingnya memberi dan membuatkan, bukan semata buat menaikkan reputasi, tetapi membantu perusahaan buat terus tumbuh serta berkembang. Bagi Unilever Indonesia (UI), tanggung jawab sosial tidak terpisahkan berdasarkan bisnis. Setiap hari, begitu poly orang Indonesia menggunakan produknya untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, kesehatan, serta kebersihan. Mereka ikut membantu perusahaan buat terus tumbuh dan menjadi perusahaan fast moving consumer goods terkemuka. Berbagai manfaat berdasarkan pertumbuhan usaha telah menjadi bagian menurut budaya perusahaan yg sudah diwujudkan menggunakan mengikutsertakan usaha mini menengah (UKM) pada aktivitas produksi, membangun kesempatan kerja, dan memberikan keuntungannya pulang kepada masyarakat (Susanto, 2007).

Program “Lifebouy Berbagi Sehat” menaruh kesempatan bagi keluarga Indonesia buat mendukung acara peningkatan pencerahan masyarakat tentang kesehatan. Konsumen secara otomatis menaruh sumbangan Rp. 10- pada setiap pembelian sabun btg Lifebouy. Hasil yang terkumpul sejauh ini telah dirasakan keuntungannya oleh 10.000 murid SD yg memperoleh modul interaktif mengenai perawatan kesehatan langsung. Bahkan dana tadi relatif buat membiayai acara menurut sekolah ke sekolah, yang mengajak anak-anak sebagai agen perubahan dalam keluarga mereka dan mendorong terciptanya gaya hayati yg lebih sehat. Ribuan anak turut serta dalam menaruh cap kedua tangan mereka pada atas sebuah spanduk sebagai ungkapan tekad mereka buat mendukung peningkatan kebersihan. Perusahaan nir saja berbagi iklan serta kenaikan pangkat yg bertanggung jawab, namun pula memadukan kampanye sosial kesehatan bersama kenaikan pangkat produk. Di pada komunikasi, perusahaan nir saja mengungkapkan mengenai manfaat produk itu sendiri, tetapi juga pesan-pesan pendidikan mengenai kesadaran hayati sehat (Susanto, 2007). 

Selain program “Lifebouy Berbagi Sehat”, PT. Unilever Indonesia jua melakukan program cause-related marketing melalui produk es krim Walls. Berangkat berdasarkan rasa keprihatinan dan kepedulian terhadap kemajuan pendidikan anak Indonesia ketika ini, Unilever menyelenggarakan program “Wall’s Berbagi 1.000 Kebaikan Bersama Viennetta” yang bertujuan buat membantu menyekolahkan anak-anak kurang bisa dengan dana yang didapat dari hasil penjualan es krim Walls serta akan disumbangkan melalui Dompet Dhuafa. Melalui acara “Wall’s Berbagi 1.000 Kebaikan Bersama Viennetta”, Wall’s akan menyumbangkan Rp 1.000 menurut setiap kotak es krim Viennetta Kurma serta varian lainnya yg terjual, pada 1.000 anak kurang sanggup yang berprestasi di 33 propinsi pada Indonesia melalui lembaga terpercaya, Dompet Dhuafa. Program “Wall’s Berbagi 1.000 Kebaikan Bersama Viennetta” diselenggarakan mulai September 2007, menjelang bulan kudus Ramadhan, yang merupakan momen istimewa untuk membuatkan serta memberi pada sesama. 

PENGERTIAN PEMASARAN HOLISTIK MENURUT PARA AHLI

Pengertian Pemasaran Holistik Menurut Para Ahli
Kotler serta Keller (2006) menyebutkan bahwa pemasaran holistik adalah konsep yang berbasis pengembangan, desain, implementasi serta aktivitas proses pemasaran yg dikenali mempunyai nilai ketergantungan yg tinggi. Pendekatan holistik didasari dalam cara buat mengatasi mengembangkan konflik pemasaran yg kompleks dan luas. Karakteristik pemasaran keseluruhan merupakan integrasi dari empat konsep pemasaran, yaitu konsep pemasaran internal (internal marketing), pemasaran integrasi (integrated marketing), pemasaran relasional (relationship marketing) serta pemasaran sosial (societal marketing). 

Pemasaran sosial (societal marketing) adalah konsep yg memandang bahwa organisasi berusaha memilih apa hasrat, kebutuhan, serta ketertarikan atau kepentingan dari sasaran pasar. Organisasi kemudian memberikan nilai superior pada konsumen menggunakan cara-cara yang bisa mempertahankan atau mempertinggi kesejahteraan konsumen serta masyarakat secara lebih luas. Konsep societal marketing menuntut pasar buat dapat menyeimbangkan tiga pertimbangan dalam merogoh keputusan mengenai kebijakan pemasaran, yaitu keuntungan perusahaan, kepuasan konsumen, dan kepentingan warga . Konsep segmentasi pasar, riset konsumen, pengembangan konsep, komunikasi, fasilitasi, insentif dan teori pertukaran digunakan buat memaksimalkan respon yg bersifat komersial (Kotler serta Lee, 2005). 

Pemasaran sosial menggunakan konsep-konsep segmentasi pasar, riset konsumen, pengembangan dan pengujian konsep produk, komunikasi yg diarahkan, hadiah fasilitas, insentif-insentif serta perubahan teori buat memaksimumkan tanggapan gerombolan target. Asumsi dasar penelitian ini merupakan bahwa konsep pemasaran sosial yang condong buat kegiatan komersial, sesungguhnya bisa jua dikembangkan bagi kegiatan pengembangan masyarakat yang bersifat non profit. Kotler dan Keller (2006) menyebutkan:

“Social marketing is a strategy for changing behaviour. It combines the best elements of traditional approaches to social change in an integrated rencana and action framework and utilities advances in communication technology and marketing skills”

Pemasaran sosial akan dibawa ke warga oleh institusi yg berkepentingan buat mengganti konduite rakyat, yaitu suatu produk sosial. Bentuk dari produk sosial antara lain berupa pandangan baru sosial, yaitu bentuk menurut keyakinan, perilaku atau nilai. Ide sosial yang dipasarkan bisa juga adalah sebuat perilaku atau sebuah nilai.

Belch serta Belch (2004) menyebutkan bahwa pertukaran nilai sebagai konsep sentral menurut societal marketing serta pertukaran ini tidak hanya terbatas dalam pertukaran uang buat barang atau jasa. Sebagai contoh contohnya pada hubungan antara perusahaan donor serta lembaga nirlaba terkait dengan suatu berita sosial. Lembaga nirlaba akan menerima sejumlah bantuan dari perusahaan, tetapi demikian perusahaan sponsor tidak mendapat bentuk laba material dan kontribusi yg diberikan. Donasi yg diberikan oleh perusahaan merupakan pertukaran untuk keperluan sosial dan psikologis bagi perusahaan, misalnya misalnya feelings of goodwill serta altruisme. 

Cause-Related Marketing 
Permulaan dari frase cause-related marketing ditujukan pada perusahaan kartu kredit American Express yg menjalankan strategi pemasarannya pada tahun 1983. Tujuan awal perusahaan merupakan menaikkan jumlah pengguna kartu kredit, yang kemudian berkembang dengan taktik pemasaran lanjutan buat berkomitmen buat mendonasikan sebagian dana, guna restorasi patung Liberty di Amerika Serikat. Perusahaaan berjanji buat mendonasikan uang sejumlah satu cent berdasarkan penggunaan kartu kredit, serta satu dollar menurut penerbitan kartu kredit baru, selama empat bulan di tahun 1983. Perusahaan American Express memperoleh peningkatan penggunaan kartu kredit sebanyak 28 %, dibandingkan dengan periode yg sama tahun sebelumnya. Kampanye yang dilakukan American Express untuk memperbaiki patung Liberty membuat dana sebesar US$ 1,7 Milyar (Westberg, 2004). 

Varadarajan serta Menon (1988) mempublikasikan literatur akademis yang herbi cause-related marketing yg menjelaskan keluarnya konsep sejalan dengan teori yg hampir sama dengan corporate social responsibility:

Cause-related marketing is the process of formulating and implementing marketing activities that are characterized by an offer from the firm to contribute a specific amount to a designated cause when customers engage in revenue-providing exchanges that satisfy organizational and individual objectives 

Cause-related marketing adalah kegiatan yang khusus yaitu perusahaan berjanji kepada konsumen buat mendonasikan sumberdaya perusahaan dari setiap penjualan produk atau jasa kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan. Kampanye cause-related marketing memiliki dua tujuan, yaitu buat mendukung kegiatan sosial dan buat meningkatkan hasil pemasaran. Program cause-related marketing dilaksanakan setidaknya oleh tiga stakeholders, yaitu konsumen perusahaan, shareholders serta satu stakeholder yg tidak berhubungan pribadi menggunakan kegiatan komersial menurut perusahaan (Varadarajan dan Menon, 1988). 

Menurut Polonski dan Speed (2001), poly laba yg bisa diperoleh oleh perusahaan dan atau mitranya menggunakan melakukan cause-related marketing. Keuntungan pertama adalah menarik para konsumen baru, yaitu orang yang sedari awal telah tertarik buat melakukan cause yang kemudian dipromosikan oleh perusahaan. Keuntungan ke 2 adalah tersedianya dana buat membiayai kegiatan sosial eksklusif. Manfaat ketiga, aktivitas sosial sanggup dipengaruhi oleh perusahaan, yg melihat keterkaitan antara produknya dengan kegiatan sosial tertentu. Perusahaan yang melakukan cause-related marketing akan sanggup mendapatkan ceruk pasarnya menggunakan lebih sempurna. Cause-related marketing akan menghubungkan antara produk dengan gosip eksklusif, serta konsumen yang tertarik menggunakan informasi tadi akan mengetahui asosiasi antara produk eksklusif menggunakan gosip yang sebagai perhatiannya. Keempat, output penjualan bisa semakin tinggi karena tambahan konsumen dan ceruk pasar, terbentuknya kemitraan dengan pihak-pihak yg mempunyai kepedulian yg sama. Keuntungan yang terakhir merupakan perusahaan akan menikmati bukti diri merek yg positif.

Sundar (2007) menyatakan adanya klarifikasi yang kentara disparitas diantara cause-related marketing menggunakan philanthropy perusahaan serta sponsorship. Cause-related marketing tidak termasuk dalam philanthropy perusahaan dan sponsorship. Program cause-related marketing mendonasikan uang kepada pihak nonprofit, berdasar kepada jumlah produk yg bisa terjual pada konsumen. Program spesifik yang dilakukan dalam cause-related marketing merupakan penjualan dan kenaikan pangkat suatu produk. Donasi program murni ditentukan sang perusahaan. Sponsorship merupakan aktivitas yang melibatkan uang dan barang pada pihak lain yg bertujuan mengenalkan produk tertentu dan nama perusahaan melalui kegiatan yang diadakan oleh pihak lain. Perusahaan melakukan Sponsorship dengan pihak lain melalui perjanjian yg telah disepakati sang kedua pihak tentang jumlah dan cara donasinya. 

Menurut Kotler serta Lee (2005), masih ada banyak sekali macam cara buat melakukan cause-related marketing, umunya adalah sebagai berikut: 
  1. jumlah uang eksklusif setiap produk terjual, 
  2. jumlah uang eksklusif setiap pelaksanaan terhadap produk jasa eksklusif, 
  3. persentase eksklusif dari penjualan produk, 
  4. proporsi yang tidak ditentukan sebelumnya berdasarkan penjualan produk, 
  5. perusahaan menaruh kontribusi sejumlah kontribusi dari konsumen, 
  6. persentase tertentu menurut keuntungan higienis, 
  7. penawarannya mungkin terkait dengan satu produk saja, atau beberapa hingga seluruh produk, 
  8. penawarannya mungkin berlaku buat kerangka ketika eksklusif atau tidak dibatasi, atau 
  9. perusahaan tetapkan batas atas berdasarkan donasi (bukan dengan saat).
Dari banyak sekali model cause-related marketing di Indonesia, masih ada kecenderungan memakai jumlah uang tertentu pada setiap produk yg terjual, seperti yang dilakukan PT Unilever Indonesia Tbk terhadap produk sabun Lifebouy serta produk es krim Walls. PT. Unilever Indonesia Tbk merupakan galat satu perusahaan yang mempunyai perhatian lebih terhadap aktivitas tanggung jawab sosial. PT. Unilever Indonesia menyadari pentingnya memberi dan mengembangkan, bukan semata buat meningkatkan reputasi, tetapi membantu perusahaan buat terus tumbuh serta berkembang. Bagi Unilever Indonesia (UI), tanggung jawab sosial tidak terpisahkan dari usaha. Setiap hari, begitu poly orang Indonesia menggunakan produknya buat memenuhi kebutuhan nutrisi, kesehatan, dan kebersihan. Mereka ikut membantu perusahaan buat terus tumbuh serta menjadi perusahaan fast moving consumer goods terkemuka. Berbagai manfaat dari pertumbuhan usaha telah menjadi bagian menurut budaya perusahaan yg sudah diwujudkan menggunakan mengikutsertakan usaha kecil menengah (UKM) dalam kegiatan produksi, membentuk kesempatan kerja, dan menaruh keuntungannya balik kepada warga (Susanto, 2007).

Program “Lifebouy Berbagi Sehat” memberikan kesempatan bagi keluarga Indonesia buat mendukung acara peningkatan pencerahan warga mengenai kesehatan. Konsumen secara otomatis memberikan sumbangan Rp. 10- pada setiap pembelian sabun batang Lifebouy. Hasil yg terkumpul sejauh ini sudah dirasakan manfaatnya oleh 10.000 anak didik Sekolah Dasar yg memperoleh modul interaktif mengenai perawatan kesehatan pribadi. Bahkan dana tersebut relatif buat membiayai acara dari sekolah ke sekolah, yang mengajak anak-anak sebagai agen perubahan pada famili mereka serta mendorong terciptanya gaya hidup yang lebih sehat. Ribuan anak turut serta pada menaruh cap ke 2 tangan mereka di atas sebuah spanduk sebagai ungkapan tekad mereka buat mendukung peningkatan kebersihan. Perusahaan tidak saja membuatkan iklan serta promosi yang bertanggung jawab, tetapi pula memadukan kampanye sosial kesehatan bersama promosi produk. Di pada komunikasi, perusahaan tidak saja mengungkapkan mengenai manfaat produk itu sendiri, namun jua pesan-pesan pendidikan mengenai pencerahan hidup sehat (Susanto, 2007). 

Selain program “Lifebouy Berbagi Sehat”, PT. Unilever Indonesia juga melakukan acara cause-related marketing melalui produk es krim Walls. Berangkat menurut rasa keprihatinan serta kepedulian terhadap kemajuan pendidikan anak Indonesia ketika ini, Unilever menyelenggarakan acara “Wall’s Berbagi 1.000 Kebaikan Bersama Viennetta” yang bertujuan buat membantu menyekolahkan anak-anak kurang bisa menggunakan dana yang didapat dari hasil penjualan es krim Walls serta akan disumbangkan melalui Dompet Dhuafa. Melalui acara “Wall’s Berbagi 1.000 Kebaikan Bersama Viennetta”, Wall’s akan menyumbangkan Rp 1.000 menurut setiap kotak es krim Viennetta Kurma dan varian lainnya yang terjual, pada 1.000 anak kurang mampu yg berprestasi pada 33 propinsi di Indonesia melalui forum terpercaya, Dompet Dhuafa. Program “Wall’s Berbagi 1.000 Kebaikan Bersama Viennetta” diselenggarakan mulai September 2007, menjelang bulan suci Ramadhan, yg merupakan momen istimewa buat membuatkan serta memberi kepada sesama. 

KONSEP PEMASARAN HIJAU GREEN MARKETING

Konsep Pemasaran Hijau (Green Marketing) 
Istilah green marketing (pemasaran hijau) sebagai salah satu usaha strategis pada membentuk bisnis yang berbasis lingkungan serta kesehatan telah dikenal dalam akhir tahun 1980-an dan awal 1990-an. The American Marketing Associate (AMA) pada tahun 1975 mengadakan seminar pertama tentang ”Ecological marketing”, seminar ini membentuk kitab pertama tentang Pemasaran hijau (green marketing) berjudul ”Ecological Marketing” (Henion and Kinnear, 1978) dan semenjak ketika itu banyak buku tentang topik tadi dipublikasikan (Charter 1992, Ottman 1994). Pride and Ferrell, 1993 pada Nanere, (2010), mengungkapkan bahwa green marketing dideskripsikan menjadi usaha organisasi/ perusahaan mendesign, kenaikan pangkat , harga dan distribusi produk-produk yang tidak merugikan lingkungan. 


American Marketing Associate (AMA) mendefinisikan green marketing is the marketing of products that are presumed to be environmentally safe (sebagai suatu proses pemasaran produk-produk yang diasumsikan kondusif terhadap lingkungan). Polonsky, Rosenberger and Ottman (1998), mendefinisikan green marketing sebagai “All activities designed to generate and facilitate any axchange intended 


to satisfy human needs or wants, such that the satisfaction of these needs and wants occurs, with minimal detrimental impact on the natural environment” (Green marketing adalah konsistensi dari semua aktifitas yang mendesain pelayanan serta fasilitas bagi kepuasan kebutuhan serta hasrat insan, menggunakan nir menimbulkan imbas pada lingkungan alam). Shields mengemukakan “ The efforts by organizations to produce, promote, package, and reclaim product in a manner that is sensitive or responsive to ecological concerns (Usaha berdasarkan organisasi buat menghasilkan, menjalankan, mengemas serta menciptakan produk yg peduli terhadap lingkungan) (Http://www.flickr.com/photos/cali2okie/2399377732/). 


Mintu and Lozada (1993) pada Lozada (2000) mendefinisikan Pemasaran hijau (green marketing) menjadi “pelaksanaan menurut indera pemasaran untuk memfasilitasi perubahan yg menaruh kepuasan organisasi dan tujuan individual pada melakukan pemeliharaan, perlindungan, serta perlindungan pada lingkungan fisik”. Sedangkan Pride and Farrel (1993) mendefinisikan Pemasaran hijau (green marketing) sebagai sebuah upaya orang mendesain, mempromosikan, serta mendistribusikan produk yang nir menghambat lingkungan. Charter (1992) memberikan definisi Pemasaran hijau (green marketing) merupakan keseluruhan, tanggung jawab strategik proses manajemen yg mengidentifikasi, mengantisipasi, memuaskan serta memenuhi kebutuhan stakeholders buat memberi penghargaan yang masuk akal, yang tidak menimbulkan kerugian pada manusia atau kesehatan lingkungan alam. Ottman (2006) mengemukakan bahwa dimensi green marketing, menggunakan mengintegrasikan lingkungan ke dalam seluruh aspek pemasaran pengembangan produk baru (green product) dan komunikasi (green communication). 


Produk Hijau 
Kasali (2005) mendefinisikan, produk hijau (Green product) adalah produk yang tidak berbahaya bagi manusia serta lingkungannya, nir boros sumber daya, tidak membentuk sampah berlebihan, dan nir melibatkan kekejaman dalam binatang. Selanjutnya, Nugrahadi (2002) mengemukakan, produk hijau (green product) adalah produk yang berwawasan lingkungan. Suatu produk yang dibuat dan diproses dengan suatu cara untuk mengurangi dampak-imbas yang dapat mencemari lingkungan, baik dalam produksi, pendistribusian dan pengkonsumsianya. Hal ini bisa dikaitkan menggunakan pemakaian bahan standar yang bisa didaur ulang. Ottman (2006) mendefinisikan green product are typically durable, nontoxic, made from recycled materials or minimally packaged (produk hijau umumnya tahan usang, tidak beracun, terbuat menurut bahan daur ulang). 


Dari pendapat-pendapat para ahli pada atas dapat kita buat suatu kesimpulan mengenai karakteristik produk hijau, yaitu: 
a) Produk tidak mengandung toxic, 
b) Produk lebih tahan lama , 
c) produk menggunakan bahan baku yang dapat didaur ulang, 
d) produk memakai bahan standar dari bahan daur ulang, 
e) Produk tidak menggunakan bahan yang dapat menghambat lingkungan, 
f) Tidak melibatkan uji produk yg melibatkan binatang jika tidak benar -benar diharapkan, 
g) Selama penggunaan tidak merusak lingkungan, 
h) Menggunakan kemasan yang sederhana serta menyediakan produk isi ulang, 
i) Tidak membahayakan bagi kesehatan manusia serta hewan, 
j) Tidak menghabiskan banyak energi dan sumberdaya lainya selama pemrosesan, penggunaan, dan penjualan, 
k) Tidak membuat sampah yg tidak berguna dampak bungkus pada jangka saat yang singkat. 


Bauran Pemasaran 
Pemasaran herbi mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan insan serta msyarakat. Salah satu definisi pemasaran adalah “memenuhi kebutuhan secara menguntungkan”. 

McCarthy mengklasifikasikan alat-indera ini sebagai empat kelompok besar , yg disebutnya empat (4) P tentang pemasaran: produk (Product), Harga (Price), Promosi (Promotion), dan Tempat (Place). McCarthy(1996) dalam Kotler serta Keller (2007). 

Menurut Payne (2000), konsep bauran pemasaran adalah indera yg dikembangkan menggunakan baik yang digunakan sebagai struktur sang para pemasar. Konsep ini terdiri berdasarkan berbagai macam unsur acara pemasaran yang perlu dipertimbangkan agar berhasil melaksanakan strategi dengan segmentation, targeting, dan positioning pemasaran dalam pasar-pasar perusahan tersebut. Karena itu, bauran pemasaran bisa dikatakan menjadi fungsi pemasaran yang adalah gugusan menurut berbagai faktor yg bisa dikendalikan oleh suatu organisasi pemasaran yg dimobilisasi buat memenuhi kebutuhan suatu golongan konsumen tertentu. Berbagai faktor ini umumnya diselaraskan menggunakan kebijakan perusahaan yg terus menyesuaikan dengan lingkungan bisnis yang terus mengalami perubahan mengikuti konduite konsumen. 

Bauran pemasaran dapat dikatakan menjadi inti menurut suatu sistem pemasaran yang ada didalam perusahaan. Oleh Stanton (1991) bauran pemasaran bisa diartikan menjadi kombinasi dari empat variabel atau kegiatan yang adalah inti berdasarkan sistem pemasaran perusahaan yg terdiri berdasarkan produk, struktur harga, kegiatan promosi, dan sistem distribusi. 

Zeithaml and Bitner (2000) memaknai bauran pemasaran sebagai elemen-elemen organisasi perusahaan yang dapat dikontrol sang perusahaan pada melakukan komunikasi dengan konsumen serta akan dipakai untuk memuaskan konsumen. Sedangkan Kotler (2000) menyatakan bauran pemasaran merupakan sekumpulan alat pemasaran (marketing mix) yg dapat dipakai oleh perusahaan buat mencapai tujuan pemasarannya pada pasar sasaran. 

Dengan demikian bauran pemasaran adalah bentuk instrumen pemasaran yang bisa dikendalikan oleh pemasar yang digunakan untuk melakukan komunikasi menggunakan konsumen pada rangka mencapai tujuan serta target pemasaran sesuai dengan sasaran pasar yg ditujunya. Semua faktor bauran pemasaran dapat dikatakan sama pentingnya, tetapi dalam kenyataannya mungkin ada salah satu yg lebih menonjol menurut dalam yang lain. Hal ini disebabkan karena dampak lingkungan ekternal misalnya persaingan, dan syarat ekonomi, dan bentuk pasar yang terdapat. 


Produk 
Secara konseptual, produk adalah pemahaman subyektif menurut penghasil atas sesuatu yg sanggup ditawarkan menjadi usaha mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan serta cita-cita konsumen, sinkron dengan kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli pasar. Selain itu produk bisa didefinisikan jua persepsi konsumen yg dijabarkan sang penghasil melalui hasil produsinya. Tjiptono (2008), Secara lebih rinci mengurakan mengenai konsep produk total mencakup barang, bungkus, merek, label, pelayanan, dan agunan . 


Harga 
Harga ditetapkan tentu saja memiliki tujuan tertentu bagi produsen dan konsumen. Menurut Tjiptono (2008), tujuan penetapan harga lantaran memiliki maksud seperti: Tujuan berorientasi dalam laba; Tujuan berorientasi dalam volume; Tujuan berorientasi pada gambaran, dan Tujuan stabilisasi harga, serta Tujuan-tujuan lainnya. 


Tempat atau Saluran distribusi atau Lokasi 
Saluran distribusi atau tempat atau lokasi merupakan salah satu faktor yang menaruh donasi bagi tercapainya tujuan perusahaan dalam menjual produk. Menurut Payne (2000) lokasi berkenaan menggunakan keputusan perusahaan mengenai dimana operasi dan staf akan ditempatkan. Menurut Payne (2000) terdapat 3 jenis interaksi antara produsen menggunakan konsumen yaitu: Pelanggan mendatangi produsen, penghasil mendatangi pelanggan, dan pembuat serta konsumen melakukan transaksi bisnis melalui pihak ketiga. 


Promosi 
Menurut Stern (1989) pemilihan atau penentuan alat kenaikan pangkat akan tergantung pada tujuan kenaikan pangkat . Tjiptono (2008) melihat tujuan utama promosi adalah menginformasikan, mensugesti dan membujuk, serta mengingatkan pelanggan target mengenai perusahaan serta bauran pemasarannya. Ketiga tujuan kenaikan pangkat itu dijabarkan sebagai berikut: Menginformasikan (informing), Membujuk pelanggan target (pesuating), Mengingatkan (reminding). 


Setelah mengetahui tujuan kenaikan pangkat barulah perusahaan memilih alat promosi yang paling sesuai. Alat promosi yang tak jarang dipakai diantaranya iklan, personal selling, kenaikan pangkat penjualan, dan publisitas (Stanton, 1987). Oleh Tjiptono (2008) dinamakan bauran kenaikan pangkat yg terdiri menurut: Personal selling, Mass selling terdiri menurut periklanan serta publisitas, Publisitas, Sales Promotion (Promosi penjualan), Public relations (hubungan masyarakat), serta Direct marketing. 


Perilaku Konsumen 
Perilaku konsumen adalah suatu studi yang didalamnya mencakup suatu proses seorang atau gerombolan pada menyeleksi, menentukan, membeli, dan memakai atau membuang suatu produk, jasa, ilham, atau pengalaman buat memenuhi kebutuhan dan hasrat (Solomon, 2002). Menurut Ma’ruf (2005), konduite konsumen (consumer behavior) adalah proses yang terjadi pada konsumen ketika tetapkan buat membeli, apa yang dibeli, dimana, kapan, dan bagaimana membelinya. Sehingga, bisa disimpulkan bahwasanya konduite konsumen adalah suatu proses yg monoton (berkesinambungan). 


Perilaku pembelian konsumen dimulai menurut konduite konsumen itu sendiri. Engel et. Al, (1994) menyatakan bahwa, "perilaku konsumen bisa didefenisikan menjadi berikut : "Kegiatan-kegiatan individu yg secara eksklusif terlibat dalam usaha memperoleh, mengkonsumsi, dan membuat barang dan jasa, termasuk proses kebutuhan yg mendahului dan mengikuti tindakan ini". 


Menurut Swasta dan Handoko (2002), konduite konsumen merupakan aktivitas yang secara eksklusif terlibat pada menerima serta 


mempergunakan barang dan jasa. Termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan dalam persiapan dan penentuan aktivitas-kegiatan tadi. Jadi, menurut penelitian diatas, terdapat dua elemen yg krusial pada perilaku konsumen : Proses pengambilan keputusan, serta Kegiatan fisik. 


Selain ditentukan oleh stimulus, pengambilan keputusan pembelian jua ditentukan oleh motivasi konsumen.konsumen memiliki motivasi yg selalu berubah mengenai harapan, persepsi serta preferensi.kadangkala suatu ketika konsumen menyukai suatu barang, namun dilain waktu dia mampu nir menyukai barang tersebut. Perubahan-perubahan misalnya ini harus terus diikuti sang penghasil apabila nir ingin ditinggalkan sang konsumen.untuk itu, mengusut motivasi pembelian adalah suatu area penting dalam kegiatan pemasaran. 


Motivasi Pembelian 
Motivasi berasal berdasarkan bahasa latin movere yg berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi adalah aspek yg penting pada ilmu perilaku konsumen lantaran motivasi merupakan hal yg menyebabkan, menyalurkan serta mendukung konduite insan (Nugroho, 2003). Menurut American Encyclopedia dalam Nugroho (2003), motivasi merupakan kecendrungan dalam diri seorang yg membangkitkan topangan dan tindakan. Pemahaman mengenai motivasi bukanlah hal yg mudah. Motivasi merupakan sesuatu yg terdapat pada diri seseorang serta nir tampak berdasarkan luar. Motivasi akan nampak melalui konduite seseorang yang bisa dipandang atau diamati. 


Setiap konsumen mempunyai 2 sifat motivasi pembelian yang saling tumpang tindih pada dirinya, yaitu rasional serta emosional. Menurut Ma’ruf (2005), terdapat 2 tipe motivasi pada pembelian : Emosional, dan Rasional 


Tipe-Tipe Pembelian 
Cobb and Hoyer dalam Geoff and Clive (1998) menyatakan bahwasanya terdapat tiga tipe pembelian yaitu: 
1. Pembelian yang direncanakan (planned), 
2. Pembelian yang 1/2 direncanakan (partial planner) 
3. Pembelian spontan, 

Teori Perilaku Rencanaan (Theory of Planned Behavior) 
Teori konduite rencanaan (theory of planned behavior atau TPB) merupakan pengembangan lebih lanjut dari theory of reasoned action (TRA). Icek Ajzen menyebarkan teori TPB ini. 


(Ajzen,1988). Ajzen (1988) menambahkan sebuah konstruk yg belum terdapat di TRA. Konstruk ini diklaim menggunakan kontrol perilaku persepsian (perceived behavioral control). Konstruk ini ditambahkan pada TPB buat mengontrol konduite individual yang dibatasi oleh kekurangan-kekurangannya dan keterbatasan-keterbatasan berdasarkan kekurangan sumber-sumber daya yg dipakai buat melakukan perilakunya. (Chau and Hu 2002). 


Model Teori Perilaku Rencanaan 
Dengan menambahkan sebuah konstruk ini, yaitu control konduite persepsian (perceived behavioral control).  

Teori perilaku rencanaan (theory of planned Behavior) adalah perkembangan dari teori tindakan beralasan (theory of reasoned action). Seperti telah dibahas pada bab sebelumnya, bahwa teori tindakan beralasan (theory of reasoned action) dibuat buat berhubugan dengan konduite-konduite yg mana orang-orang memiliki taraf yg tinggi terhadap control kemauannya (volitional control) serta mengasumsikan bahwa semua konduite 


adalah domain-domain berdasarkan personality dan psikologi sosial. Teori konduite rencanaan (theory of planned behavior) secara eksplisit mengenal kemungkinan bahwa banyak perilaku tidak semuanya pada bawah control penuh sehinga konsep menurut control perilaku persepsian (perceived behavioral control) ditambahkan untuk menangani perilaku-konduite semacam ini. Apabila seluruh konduite bisa dikontrol sepenuhnya sang individual-individual, yaitu kontrol perilaku (behavioral control) mendekati maksimum, maka teori konduite rencanaan (theory of planned behavior) pulang sebagai teori tindakan beralasan (theory of reasoned action). 


Sikap Terhadap Perilaku Dan Pengaruhnya Terhadap Minat Dan Perilaku. 
Sikap (attitude) merupakan evaluasi kepercayaan (belief) atau perasaan positif atau negative berdasarkan seorang bila harus melakukan konduite yang ditentukan. 


Norma-Norma Subjektif Dan Pengaruhnya Terhadap Minat Dan Perilaku 
Ajzen (1991) dalam Jogiyanto (2007) mengemukakan bahwa norma-kebiasaan subjektif (subjective norms) merupakan persepsi atau pandangan seseorang terhadap kepercayaan -agama orang lain yang akan mensugesti minat buat melakukan atau nir melakukan perilaku yang sedang dipertimbangkan. 


Kontrol Perilaku Persepsian Dan Pengaruhnya Terhadap Minat Perilaku 
Kontrol konduite persepsian didefinisikan sang Ajzen (1991:88) sebagai kemudahan atau kesulitan persepsian buat melakukan konduite “the perceived ease or difficult of performing the behavior”. Taylor serta Todd (1995:149) mendefinisikan Kontrol perilaku persepsian (perceived behavioral control) menjadi persepsi serta konstruk-konstruk internal dan eksternal berdasarkan perilaku. Kontrol konduite persepsian (perceived behavioral control) ini merefleksikan pengalaman masa lalu dan jua mengantisipasi halangan-halangan yg ada. 


Minat Perilaku Dan Pengaruhnya Terhadap Perilaku 
Minat adalah “galat satu aspek psikologis yg mempunyai efek relatif besar terhadap sikap konduite dan minat pula merupakan sumber motivasi yg akan mengarahkan seorang buat melakukan suatu kegiatan atau tindakan” (Schiffman & Kanuk, 2007). 


Theory of reasoned action mengungkapkan bahwa perilaku dilakukan lantaran individual mempunyai minat atau hasrat buat melakukannya. Terkait menggunakan contoh TPB, minat konduite adalah suatu fungsi berdasarkan perilaku, kebiasaan-kebiasaan subjektif, serta kontrol konduite persepsian terhadap perilaku. Ini berarti bahwa minat seorang buat melakukan perilaku diprediksi oleh sikapnya terhadap perilakunya dan bagaimana dia berpikir, orang lain akan menilainya apabila individu tersebut melakukan konduite itu, serta selanjutnya kepercayaan -kepercayaan internal dan eksternal yg dipersepsikan sebagai pengontrol. Schiffman & Kanuk (2007) mengemukakan bahwa minat membeli merupakan “aktivitas psikis yang muncul lantaran adanya perasaan (afektif) serta pikiran (kognitif) terhadap suatu barang atau jasa yang diinginkan”. Sehingga minat membeli bisa diartikan sebagai suatu perilaku bahagia terhadap suatu obyek yg menciptakan individu berusaha buat mendapatkan obyek tadi menggunakan cara membayarnya menggunakan uang atau dengan pengorbanan. Dalam interaksi 


dengan penelitian ini, minat adalah variabel interviening antara variabel Green marketing serta keputusan pembelian produk organik. 


Telah Hasil penelitian terdahulu 
Terkait penelitian tentang “Green Marketing” dan pengaruhnya terhadap Keputusan Pembelian melalui Minat Beli produk organik, buat memberikan pelukisan serta kerangka konseptual yg lebih komprehensif, penelitian ini dilengkapi menggunakan output-hasil penelitian terdahulu yg sangat menunjang dan bersifat menguatkan atau melemahkan posisi bahasan topik penelitian ini. Selain penerangan, penelitian terdahulu tergambar pada bentuk maping pada tabel matriks. 
o Tarkiainen and Sundqvist (2006) melakukan penelitian menggunakan judul “Subjective Norms, Attitudes and Intentions of Finnish Consumers in Buying Organic Food”. 
o Magistris and Gracia (2008) dalam penelitian yg berjudul “The decision to buy organic food products in Southern Italy”. 
o Kalafatis et al.,(1999) melakukan penelitian dengan judul ”Green Marketing and Ajzen’s Theory of Planned Behavior: A cross-Market examination”. 
o Haryadi R (2009) melakukan penelitian menggunakan judul “ Pengaruh Green Marketing terhadap Pilihan Konsumen melalui Pendekatan Marketing Mix (Studi masalah dalam The Body Shop Jakarta). 
o Fotopoulos dan Krystalis (2002) melakukan penelitian menggunakan judul “Purchasing motives and profile of the Greek Organic Consumer: A countrywide informasi lapangan”. 
o Marija Radman (2005) melakukan penelitian menggunakan judul ”Consumer consumption and perception of organic products in Croatia”. 
o Tsakiridou et al.,(2007) melakukan penelitian menggunakan judul, “Attitudes And Behavior Towards Organic Products: An Exploratory Study”. 
o Zanoli & Naspetti (2002) pada penelitian yang berjudul, “ Consumer Motivations in the Purchase of Organic food: A Means-End Approach”. 
o Magnusson, et al., (2001) melakukan penelitian dengan judul,” Attitudes toward Organic Foods among Swedish Consumers”. 
o Tregear, Dent & McGregor (1994) pada penelitian yang berjudul ”The Demand for Organically Grown Produce”, 
o Hasrini sari (2008) dalam penelitian yg berjudul “Pemasaran Produk Hijau : Profil Pelanggan dari Usia, Gender, Pendidikan, serta Pengalaman membeli. 
o Junaedi S.mf (2008) melakukan penelitian menggunakan judul “Pengaruh Gender Sebagai Pemoderasi Pengembangan Model Perilaku Konsumen Hijau Di Indonesia”. 
o Junaedi S.mf (2003), “ Analisis faktor demografi, akses media serta sumber liputan Terhadap kepedulian dan pencerahan lingkungan konsumen: Kajian pemasaran yg berwawasan sosial”.


Hasil penelitian terdahulu diatas, membenarkan/ menjustifikasi determinan konduite pembelian produk hijau serta produk organik yang ramah lingkungan. Secara generik, sanggup mengungkapkan dan mengungkapkan bahwa permodelan berdasarkan Theory of Planned Behavior/TPB (Teori perilaku rencanaan) dari Ajzen (1991), yang mencakup Minat perilaku, Sikap terhadap Perilaku, Norma-norma Subjektif, serta Kontrol perilaku persepsian, merupakan determinan dari perilaku pembelian (Keputusan membeli) produk organik/produk hijau yang ramah 


lingkungan (Kalafatis, et al.,1999; Tarkiainen and Sundqvist, 2006; Magistris and Gracia, 2008; Tsakiridou et al.,2007; Junaedi,2008; Magnusson, et al., 2001). Selain permodelan menurut TPB, penelitian lain yg melihat dari konsep pemasaran yg dideskripsikan sebagai bauran pemasaran atau marketing mix memberitahuakn efek yang signifikan terhadap niat beli dan keputusan pembelian (Haryadi, 2009; Tregear, Dent & McGregor,1994; Fotopoulos serta Krystalis, 2002; Radman, 2005; Zanoli & Naspetti, 2002; Junaedi, 2003; Hasrini, 2008).

KONSEP PEMASARAN HIJAU GREEN MARKETING

Konsep Pemasaran Hijau (Green Marketing) 
Istilah green marketing (pemasaran hijau) sebagai keliru satu bisnis strategis dalam membangun bisnis yang berbasis lingkungan dan kesehatan telah dikenal pada akhir tahun 1980-an serta awal 1990-an. The American Marketing Associate (AMA) pada tahun 1975 mengadakan seminar pertama tentang ”Ecological marketing”, seminar ini menghasilkan buku pertama mengenai Pemasaran hijau (green marketing) berjudul ”Ecological Marketing” (Henion and Kinnear, 1978) serta sejak waktu itu poly buku tentang topik tadi dipublikasikan (Charter 1992, Ottman 1994). Pride and Ferrell, 1993 dalam Nanere, (2010), mengatakan bahwa green marketing dideskripsikan menjadi usaha organisasi/ perusahaan mendesign, kenaikan pangkat , harga serta distribusi produk-produk yang tidak merugikan lingkungan. 


American Marketing Associate (AMA) mendefinisikan green marketing is the marketing of products that are presumed to be environmentally safe (sebagai suatu proses pemasaran produk-produk yang diasumsikan aman terhadap lingkungan). Polonsky, Rosenberger and Ottman (1998), mendefinisikan green marketing sebagai “All activities designed to generate and facilitate any axchange intended 


to satisfy human needs or wants, such that the satisfaction of these needs and wants occurs, with minimal detrimental impact on the natural environment” (Green marketing merupakan konsistensi berdasarkan seluruh aktifitas yang mendesain pelayanan dan fasilitas bagi kepuasan kebutuhan serta cita-cita manusia, menggunakan tidak menyebabkan dampak dalam lingkungan alam). Shields mengemukakan “ The efforts by organizations to produce, promote, package, and reclaim product in a manner that is sensitive or responsive to ecological concerns (Usaha menurut organisasi buat menghasilkan, menjalankan, mengemas serta membuat produk yg peduli terhadap lingkungan) (Http://www.flickr.com/photos/cali2okie/2399377732/). 


Mintu and Lozada (1993) pada Lozada (2000) mendefinisikan Pemasaran hijau (green marketing) menjadi “pelaksanaan menurut alat pemasaran buat memfasilitasi perubahan yang menaruh kepuasan organisasi dan tujuan individual dalam melakukan pemeliharaan, proteksi, serta konservasi dalam lingkungan fisik”. Sedangkan Pride and Farrel (1993) mendefinisikan Pemasaran hijau (green marketing) sebagai sebuah upaya orang mendesain, mempromosikan, serta mendistribusikan produk yang nir merusak lingkungan. Charter (1992) memberikan definisi Pemasaran hijau (green marketing) merupakan keseluruhan, tanggung jawab strategik proses manajemen yg mengidentifikasi, mengantisipasi, memuaskan dan memenuhi kebutuhan stakeholders buat memberi penghargaan yang lumrah, yang nir menimbulkan kerugian kepada manusia atau kesehatan lingkungan alam. Ottman (2006) mengemukakan bahwa dimensi green marketing, dengan mengintegrasikan lingkungan ke pada semua aspek pemasaran pengembangan produk baru (green product) dan komunikasi (green communication). 


Produk Hijau 
Kasali (2005) mendefinisikan, produk hijau (Green product) adalah produk yg tidak berbahaya bagi manusia dan lingkungannya, tidak boros asal daya, nir membentuk sampah hiperbola, serta nir melibatkan kekejaman pada binatang. Selanjutnya, Nugrahadi (2002) mengemukakan, produk hijau (green product) merupakan produk yang berwawasan lingkungan. Suatu produk yang didesain serta diproses menggunakan suatu cara buat mengurangi impak-dampak yg dapat mencemari lingkungan, baik dalam produksi, pendistribusian serta pengkonsumsianya. Hal ini bisa dikaitkan menggunakan pemakaian bahan baku yang dapat didaur ulang. Ottman (2006) mendefinisikan green product are typically durable, nontoxic, made from recycled materials or minimally packaged (produk hijau umumnya tahan usang, nir beracun, terbuat berdasarkan bahan daur ulang). 


Dari pendapat-pendapat para ahli pada atas dapat kita buat suatu kesimpulan mengenai karakteristik produk hijau, yaitu: 
a) Produk tidak mengandung toxic, 
b) Produk lebih tahan usang, 
c) produk menggunakan bahan baku yang dapat didaur ulang, 
d) produk menggunakan bahan standar berdasarkan bahan daur ulang, 
e) Produk nir menggunakan bahan yang bisa menghambat lingkungan, 
f) Tidak melibatkan uji produk yang melibatkan hewan jika tidak benar -betul dibutuhkan, 
g) Selama penggunaan nir menghambat lingkungan, 
h) Menggunakan bungkus yg sederhana dan menyediakan produk isi ulang, 
i) Tidak membahayakan bagi kesehatan manusia dan hewan, 
j) Tidak menghabiskan banyak tenaga dan sumberdaya lainya selama pemrosesan, penggunaan, serta penjualan, 
k) Tidak membuat sampah yang tidak berguna akibat bungkus pada jangka waktu yg singkat. 


Bauran Pemasaran 
Pemasaran herbi mengidentifikasi serta memenuhi kebutuhan insan serta msyarakat. Salah satu definisi pemasaran merupakan “memenuhi kebutuhan secara menguntungkan”. 

McCarthy mengklasifikasikan alat-indera ini menjadi empat gerombolan akbar, yg disebutnya empat (4) P tentang pemasaran: produk (Product), Harga (Price), Promosi (Promotion), dan Tempat (Place). McCarthy(1996) dalam Kotler dan Keller (2007). 

Menurut Payne (2000), konsep bauran pemasaran adalah alat yg dikembangkan menggunakan baik yang digunakan sebagai struktur sang para pemasar. Konsep ini terdiri menurut aneka macam macam unsur program pemasaran yang perlu dipertimbangkan agar berhasil melaksanakan strategi dengan segmentation, targeting, dan positioning pemasaran pada pasar-pasar perusahan tadi. Karena itu, bauran pemasaran bisa dikatakan menjadi fungsi pemasaran yg merupakan perpaduan menurut aneka macam faktor yg bisa dikendalikan oleh suatu organisasi pemasaran yang dimobilisasi buat memenuhi kebutuhan suatu golongan konsumen tertentu. Berbagai faktor ini umumnya diselaraskan menggunakan kebijakan perusahaan yang terus menyesuaikan dengan lingkungan usaha yang terus mengalami perubahan mengikuti perilaku konsumen. 

Bauran pemasaran bisa dikatakan menjadi inti dari suatu sistem pemasaran yg ada didalam perusahaan. Oleh Stanton (1991) bauran pemasaran bisa diartikan menjadi kombinasi berdasarkan empat variabel atau aktivitas yang merupakan inti dari sistem pemasaran perusahaan yg terdiri berdasarkan produk, struktur harga, kegiatan promosi, dan sistem distribusi. 

Zeithaml and Bitner (2000) memaknai bauran pemasaran sebagai elemen-elemen organisasi perusahaan yg dapat dikontrol oleh perusahaan dalam melakukan komunikasi dengan konsumen serta akan dipakai buat memuaskan konsumen. Sedangkan Kotler (2000) menyatakan bauran pemasaran merupakan sekumpulan indera pemasaran (marketing mix) yg bisa digunakan oleh perusahaan buat mencapai tujuan pemasarannya dalam pasar sasaran. 

Dengan demikian bauran pemasaran merupakan bentuk instrumen pemasaran yang bisa dikendalikan sang pemasar yang dipakai untuk melakukan komunikasi menggunakan konsumen dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pemasaran sesuai dengan sasaran pasar yang ditujunya. Semua faktor bauran pemasaran dapat dikatakan sama pentingnya, tetapi dalam kenyataannya mungkin terdapat galat satu yang lebih menonjol dari pada yang lain. Hal ini disebabkan lantaran impak lingkungan ekternal misalnya persaingan, dan syarat ekonomi, dan bentuk pasar yang ada. 


Produk 
Secara konseptual, produk adalah pemahaman subyektif berdasarkan pembuat atas sesuatu yang bisa ditawarkan sebagai bisnis mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan hasrat konsumen, sinkron dengan kompetensi serta kapasitas organisasi dan daya beli pasar. Selain itu produk dapat didefinisikan juga persepsi konsumen yang dijabarkan oleh produsen melalui output produsinya. Tjiptono (2008), Secara lebih rinci mengurakan tentang konsep produk total mencakup barang, kemasan, merek, label, pelayanan, serta jaminan . 


Harga 
Harga ditetapkan tentu saja memiliki tujuan eksklusif bagi produsen serta konsumen. Menurut Tjiptono (2008), tujuan penetapan harga karena mempunyai maksud seperti: Tujuan berorientasi pada keuntungan; Tujuan berorientasi dalam volume; Tujuan berorientasi pada citra, dan Tujuan stabilisasi harga, serta Tujuan-tujuan lainnya. 


Tempat atau Saluran distribusi atau Lokasi 
Saluran distribusi atau loka atau lokasi adalah salah satu faktor yg memberikan kontribusi bagi tercapainya tujuan perusahaan pada menjual produk. Menurut Payne (2000) lokasi berkenaan menggunakan keputusan perusahaan mengenai dimana operasi serta staf akan ditempatkan. Menurut Payne (2000) terdapat 3 jenis interaksi antara pembuat menggunakan konsumen yaitu: Pelanggan mendatangi pembuat, penghasil mendatangi pelanggan, serta Produsen serta konsumen melakukan transaksi usaha melalui pihak ketiga. 


Promosi 
Menurut Stern (1989) pemilihan atau penentuan alat kenaikan pangkat akan tergantung dalam tujuan promosi. Tjiptono (2008) melihat tujuan primer promosi adalah menginformasikan, mensugesti serta membujuk, dan mengingatkan pelanggan sasaran tentang perusahaan dan bauran pemasarannya. Ketiga tujuan promosi itu dijabarkan sebagai berikut: Menginformasikan (informing), Membujuk pelanggan target (pesuating), Mengingatkan (reminding). 


Setelah mengetahui tujuan promosi barulah perusahaan menentukan alat promosi yang paling sinkron. Alat promosi yang sering digunakan diantaranya iklan, personal selling, promosi penjualan, dan publisitas (Stanton, 1987). Oleh Tjiptono (2008) dinamakan bauran promosi yang terdiri menurut: Personal selling, Mass selling terdiri dari periklanan dan publisitas, Publisitas, Sales Promotion (Promosi penjualan), Public relations (interaksi masyarakat), serta Direct marketing. 


Perilaku Konsumen 
Perilaku konsumen adalah suatu studi yang didalamnya mencakup suatu proses seorang atau grup dalam menyeleksi, menentukan, membeli, serta memakai atau membuang suatu produk, jasa, ilham, atau pengalaman untuk memenuhi kebutuhan dan hasrat (Solomon, 2002). Menurut Ma’ruf (2005), konduite konsumen (consumer behavior) merupakan proses yg terjadi pada konsumen saat memutuskan buat membeli, apa yang dibeli, dimana, kapan, dan bagaimana membelinya. Sehingga, bisa disimpulkan bahwasanya perilaku konsumen adalah suatu proses yg terus-menerus (berkesinambungan). 


Perilaku pembelian konsumen dimulai menurut perilaku konsumen itu sendiri. Engel et. Al, (1994) menyatakan bahwa, "konduite konsumen bisa didefenisikan menjadi berikut : "Kegiatan-aktivitas individu yang secara langsung terlibat pada usaha memperoleh, mengkonsumsi, serta menghasilkan barang serta jasa, termasuk proses kebutuhan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini". 


Menurut Swasta serta Handoko (2002), perilaku konsumen merupakan kegiatan yang secara langsung terlibat pada mendapatkan serta 


mempergunakan barang serta jasa. Termasuk pada dalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan serta penentuan kegiatan-aktivitas tadi. Jadi, dari penelitian diatas, masih ada 2 elemen yang penting pada perilaku konsumen : Proses pengambilan keputusan, dan Kegiatan fisik. 


Selain dipengaruhi oleh stimulus, pengambilan keputusan pembelian pula dipengaruhi sang motivasi konsumen.konsumen mempunyai motivasi yang selalu berubah mengenai impian, persepsi serta preferensi.kadangkala suatu saat konsumen menyukai suatu barang, tetapi dilain ketika dia sanggup nir menyukai barang tersebut. Perubahan-perubahan seperti ini harus terus diikuti oleh penghasil jika nir ingin ditinggalkan oleh konsumen.untuk itu, menyelidiki motivasi pembelian adalah suatu area krusial pada kegiatan pemasaran. 


Motivasi Pembelian 
Motivasi dari dari bahasa latin movere yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi merupakan aspek yg penting pada ilmu perilaku konsumen lantaran motivasi adalah hal yang mengakibatkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia (Nugroho, 2003). Menurut American Encyclopedia pada Nugroho (2003), motivasi merupakan kecendrungan dalam diri seseorang yang membangkitkan topangan serta tindakan. Pemahaman tentang motivasi bukanlah hal yg mudah. Motivasi merupakan sesuatu yg ada pada diri seorang serta nir tampak berdasarkan luar. Motivasi akan nampak melalui perilaku seorang yang dapat dicermati atau diamati. 


Setiap konsumen mempunyai 2 sifat motivasi pembelian yang saling tumpang tindih dalam dirinya, yaitu rasional serta emosional. Menurut Ma’ruf (2005), ada 2 tipe motivasi dalam pembelian : Emosional, dan Rasional 


Tipe-Tipe Pembelian 
Cobb and Hoyer pada Geoff and Clive (1998) menyatakan bahwasanya masih ada tiga tipe pembelian yaitu: 
1. Pembelian yg direncanakan (planned), 
2. Pembelian yang setengah direncanakan (partial planner) 
3. Pembelian impulsif, 

Teori Perilaku Rencanaan (Theory of Planned Behavior) 
Teori perilaku rencanaan (theory of planned behavior atau TPB) adalah pengembangan lebih lanjut berdasarkan theory of reasoned action (TRA). Icek Ajzen mengembangkan teori TPB ini. 


(Ajzen,1988). Ajzen (1988) menambahkan sebuah konstruk yg belum terdapat di TRA. Konstruk ini disebut menggunakan kontrol perilaku persepsian (perceived behavioral control). Konstruk ini dibubuhi di TPB buat mengontrol perilaku individual yg dibatasi sang kekurangan-kekurangannya serta keterbatasan-keterbatasan menurut kekurangan sumber-sumber daya yg digunakan buat melakukan perilakunya. (Chau and Hu 2002). 


Model Teori Perilaku Rencanaan 
Dengan menambahkan sebuah konstruk ini, yaitu control perilaku persepsian (perceived behavioral control).  

Teori konduite rencanaan (theory of planned Behavior) adalah perkembangan dari teori tindakan beralasan (theory of reasoned action). Seperti sudah dibahas di bab sebelumnya, bahwa teori tindakan beralasan (theory of reasoned action) didesain buat berhubugan menggunakan perilaku-perilaku yang mana orang-orang mempunyai tingkat yg tinggi terhadap control kemauannya (volitional control) dan mengasumsikan bahwa seluruh perilaku 


adalah domain-domain menurut personality dan psikologi sosial. Teori perilaku rencanaan (theory of planned behavior) secara eksplisit mengenal kemungkinan bahwa poly konduite tidak semuanya pada bawah control penuh sehinga konsep berdasarkan control konduite persepsian (perceived behavioral control) ditambahkan buat menangani konduite-perilaku semacam ini. Jika semua perilaku bisa dikontrol sepenuhnya oleh individual-individual, yaitu kontrol konduite (behavioral control) mendekati maksimum, maka teori perilaku rencanaan (theory of planned behavior) balik sebagai teori tindakan beralasan (theory of reasoned action). 


Sikap Terhadap Perilaku Dan Pengaruhnya Terhadap Minat Dan Perilaku. 
Sikap (attitude) merupakan penilaian agama (belief) atau perasaan positif atau negative menurut seorang jika harus melakukan konduite yang dipengaruhi. 


Norma-Norma Subjektif Dan Pengaruhnya Terhadap Minat Dan Perilaku 
Ajzen (1991) dalam Jogiyanto (2007) mengemukakan bahwa kebiasaan-kebiasaan subjektif (subjective norms) adalah persepsi atau pandangan seseorang terhadap kepercayaan -agama orang lain yg akan mensugesti minat buat melakukan atau nir melakukan konduite yang sedang dipertimbangkan. 


Kontrol Perilaku Persepsian Dan Pengaruhnya Terhadap Minat Perilaku 
Kontrol perilaku persepsian didefinisikan sang Ajzen (1991:88) menjadi kemudahan atau kesulitan persepsian buat melakukan perilaku “the perceived ease or difficult of performing the behavior”. Taylor serta Todd (1995:149) mendefinisikan Kontrol perilaku persepsian (perceived behavioral control) sebagai persepsi dan konstruk-konstruk internal dan eksternal menurut perilaku. Kontrol perilaku persepsian (perceived behavioral control) ini merefleksikan pengalaman masa lalu serta pula mengantisipasi halangan-halangan yg terdapat. 


Minat Perilaku Dan Pengaruhnya Terhadap Perilaku 
Minat adalah “keliru satu aspek psikologis yg mempunyai pengaruh relatif akbar terhadap perilaku konduite dan minat juga adalah sumber motivasi yang akan mengarahkan seorang buat melakukan suatu aktivitas atau tindakan” (Schiffman & Kanuk, 2007). 


Theory of reasoned action mengungkapkan bahwa konduite dilakukan karena individual memiliki minat atau impian buat melakukannya. Terkait dengan contoh TPB, minat perilaku adalah suatu fungsi dari perilaku, norma-norma subjektif, serta kontrol konduite persepsian terhadap perilaku. Ini berarti bahwa minat seseorang buat melakukan perilaku diprediksi sang sikapnya terhadap perilakunya serta bagaimana dia berpikir, orang lain akan menilainya jika individu tersebut melakukan perilaku itu, dan selanjutnya agama-agama internal serta eksternal yang dipersepsikan sebagai pengontrol. Schiffman & Kanuk (2007) mengemukakan bahwa minat membeli adalah “kegiatan psikis yang ada lantaran adanya perasaan (afektif) dan pikiran (kognitif) terhadap suatu barang atau jasa yang diinginkan”. Sehingga minat membeli bisa diartikan sebagai suatu perilaku bahagia terhadap suatu obyek yg membuat individu berusaha buat mendapatkan obyek tadi dengan cara membayarnya dengan uang atau menggunakan pengorbanan. Dalam hubungan 


dengan penelitian ini, minat merupakan variabel interviening antara variabel Green marketing dan keputusan pembelian produk organik. 


Telah Hasil penelitian terdahulu 
Terkait penelitian mengenai “Green Marketing” dan pengaruhnya terhadap Keputusan Pembelian melalui Minat Beli produk organik, buat menaruh deskripsi serta kerangka konseptual yang lebih komprehensif, penelitian ini dilengkapi menggunakan hasil-output penelitian terdahulu yang sangat menunjang dan bersifat menguatkan atau melemahkan posisi bahasan topik penelitian ini. Selain penjelasan, penelitian terdahulu tergambar pada bentuk maping dalam tabel matriks. 
o Tarkiainen and Sundqvist (2006) melakukan penelitian menggunakan judul “Subjective Norms, Attitudes and Intentions of Finnish Consumers in Buying Organic Food”. 
o Magistris and Gracia (2008) dalam penelitian yg berjudul “The decision to buy organic food products in Southern Italy”. 
o Kalafatis et al.,(1999) melakukan penelitian dengan judul ”Green Marketing and Ajzen’s Theory of Planned Behavior: A cross-Market examination”. 
o Haryadi R (2009) melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Green Marketing terhadap Pilihan Konsumen melalui Pendekatan Marketing Mix (Studi masalah pada The Body Shop Jakarta). 
o Fotopoulos dan Krystalis (2002) melakukan penelitian menggunakan judul “Purchasing motives and profile of the Greek Organic Consumer: A countrywide berita umum”. 
o Marija Radman (2005) melakukan penelitian menggunakan judul ”Consumer consumption and perception of organic products in Croatia”. 
o Tsakiridou et al.,(2007) melakukan penelitian dengan judul, “Attitudes And Behavior Towards Organic Products: An Exploratory Study”. 
o Zanoli & Naspetti (2002) pada penelitian yang berjudul, “ Consumer Motivations in the Purchase of Organic food: A Means-End Approach”. 
o Magnusson, et al., (2001) melakukan penelitian menggunakan judul,” Attitudes toward Organic Foods among Swedish Consumers”. 
o Tregear, Dent & McGregor (1994) pada penelitian yang berjudul ”The Demand for Organically Grown Produce”, 
o Hasrini sari (2008) pada penelitian yg berjudul “Pemasaran Produk Hijau : Profil Pelanggan menurut Usia, Gender, Pendidikan, serta Pengalaman membeli. 
o Junaedi S.mf (2008) melakukan penelitian menggunakan judul “Pengaruh Gender Sebagai Pemoderasi Pengembangan Model Perilaku Konsumen Hijau Di Indonesia”. 
o Junaedi S.mf (2003), “ Analisis faktor demografi, akses media dan sumber fakta Terhadap kepedulian serta kesadaran lingkungan konsumen: Kajian pemasaran yang berwawasan sosial”.


Hasil penelitian terdahulu diatas, membenarkan/ menjustifikasi determinan konduite pembelian produk hijau dan produk organik yg ramah lingkungan. Secara generik, sanggup menyampaikan serta mengungkapkan bahwa permodelan dari Theory of Planned Behavior/TPB (Teori konduite rencanaan) dari Ajzen (1991), yg mencakup Minat perilaku, Sikap terhadap Perilaku, Norma-norma Subjektif, dan Kontrol perilaku persepsian, merupakan determinan berdasarkan perilaku pembelian (Keputusan membeli) produk organik/produk hijau yang ramah 


lingkungan (Kalafatis, et al.,1999; Tarkiainen and Sundqvist, 2006; Magistris and Gracia, 2008; Tsakiridou et al.,2007; Junaedi,2008; Magnusson, et al., 2001). Selain permodelan berdasarkan TPB, penelitian lain yang melihat dari konsep pemasaran yang dideskripsikan menjadi bauran pemasaran atau marketing mix menerangkan dampak yg signifikan terhadap niat beli serta keputusan pembelian (Haryadi, 2009; Tregear, Dent & McGregor,1994; Fotopoulos serta Krystalis, 2002; Radman, 2005; Zanoli & Naspetti, 2002; Junaedi, 2003; Hasrini, 2008).