ENTREPRENEURSHIP ATAU KEWIRAUSAHAAN

Cara flexi---Warga belajar dan anak didik sekalian, bagi anda yang telah lulus serta siap mandiri dengan bekerja pada berbagai bidang bisnis serta jasa. Salah satu alternatif buat mencapai sukses adalah menggunakan menjadi seorang wirausaha atau Entreprenurship.  Apa itu Entreprenurship? Berikuti ini akan kita ulas sedikit sebagai bahan pengetahuan dan pemahaman Warga belajar dan siswa sekalian sebelum terjun kedunia usaha dan sebagai seseorang ENTREPRENEURSHIP ATAU KEWIRAUSAHAAN.

Beberapa pandangan para pakar berikut ini menaruh citra dalam kita tentang apa serta bagaimana kewirausahaan atau Entreprenurship itu;  

James M. Higgins pada bukunya The Management Challenge (1994), menguraikan: secara historis, kewirausahaan dianggap sebagai keliru satu fungsi ekonomi. Di awal abad ke-18, Richard Catillon mengobservasi bahwa seorang wirausaha adalah seorang yg menanggung resiko pembelian serta penjualan. Ahli ekonomi Adam Smith serta Jean Baptiste Say menyampaikan, bahwa seorang wirausaha adalah seseorang yang menyatukan faktor-faktor produksi. Selanjutnya pakar ekonomi Austria, Joseph Schumpeter (1883 - 1950) menambahkan penemuan dan pemanfaatan peluang sebagai bagian menurut aktivitas wirausaha.

Beberapa ahli teori manajemen menyampaikan, bahwa kewirausahaan adalah kehebatan pada pembentukan perusahaan baru yg di dalamnya mengandung pemanfaatan peluang serta penghasilan risiko serta melakukan perubahan.

Menurut William H. Sahlman, sanggup saja seorang wirausaha nir melakukan pembelian juga penjualan, tidak pula menyatukan faktor-faktor produksi, beliau bukan seseorang inovator namun seseorang peniru. Ia tidak mempunya usaha sendiri namun menata usaha orang lain yang didalamnya mengandung upaya pemanfaatan peluan dan pengambilan risiko.

Jose Carlos Jarillo-Mossi mendefinisikan, kewirausaan menjadi "seorang yg merasakan adanya peluang, mengejar peluang-peluang yg sinkron dengan situasi dirinya; serta yang percaya bahwa kesuksesan adalah suatu hal yg mampu dicapai".

James M. Higgins berkata jua, hal utama yg membedakan para wirausaha menggunakan para manajer lainnya terletak pada pendekatan mereka terhadap pemecahan perkara. Para wirausaha bukan hanya memecahkan perkara atau bereaksi terhadap masalah; melainkan juga mencari peluang. Wirausaha merupakan para pengambil risiko. Pandangan mengenai kewirausahaan seperti itu dikemukakan oleh Peter Drucker pada tahun 1964, yang mengindikasikan, "supaya asal daya membawa output, maka asal daya tadi harus dialokasikan dalam lingkup pemanfaatan peluang, bukan dialokasikan pada kasus lain yang tidak terdapat kaitannya dengan pengembangan sumber daya insan. Pemanfaatan peluang adalah suatu definisi yg sempurna dari kewirausahaan." Di tahun 1974, Drucker mengatakan, "Seorang wirausaha wajib mengalokasikan asal daya berdasarkan bidang-bidang yang memberikan hasil rendah atau menurun ke bidang-bidang yang memberikan hasil tinggi atau meningkat."

Wirausaha jua harus mulai dan menata perubahan. Mereka menciptakan perubahan pada segala aspek dari fungsi-fungsi organisasi pemasaran, keuangan operasional, asal daya manusia, serta keterangan. Menurut Drucker "Para wirausaha selalu mencari perubahan, menanggapi masaaah tadi serta menggunakan banyak sekali peluang."

Beberapa penulis mengenai kewirausahaan telah berusaha mengidentifikasi karakteristik-ciri para wirausaha. Di antaranya paling acapkali diungkapkan adalah adanya kebutuhan untuk mencapai sesuatu (achievement), adanya kebutuhan akan kontrol, orientasi intuitif serta kecendrungan buat mengambil risiko. Salah satu alasan utama mengapa sebagai seorang wirausaha adalah buat memacu swatantra yang berkelanjutan.

Konsultan manajemen serta dosen Fakultas ekonomi Universitas Indonesia, Heru Sutojo dalam suatu diskusi tentang "kewirausahaan pada koperasi" berkata, bahwa semangat entrepreneur yang selalu memacu kreativitas bisa adalah natural talent, bakat alamiah yg diturunkan atau diwariskan tetapi sanggup jua dibentuk, dipelajari atau ditentukan sang lingkungan.

Namun demikian, apakah talenta tersebut diturunkan atau dipelajari, Entreprenurship selalu mempunyai ciri yg bisa menunda serta menyebarkan diri secara sempurna guna.

H. Leibenstein mendefinisikan entrepreneur menjadi seseorang atau grup individu yg mempunyai karakter:
- sanggup menggandengka peluang-peluang sebagai pasar;
- bisa memperbaiki kelemahan pasar
- sanggup menjadi seseorang input compelementer;
- bisa menciptakan atau memperluas time bending dan input transforming entities.

Menurut Gary Hamel serta Aime Heene pada bukunya Competence Based Competition, 1994, terdapat poly cara buat mengkategorikan core competencies. Namun dalam hakekatnya core competencies bisa mengkategorikan kedalam tiga golong akbar yaitu: market-access competencies (pengelolaan pengembangan merek, penjualan serta pemasaran, distribusi serta logistik, donasi teknis, dan keahlian-keahlian lainnya yang membantu perusahaan menjalin interaksi yg akrab menggunakan pelanggannya); integrity-related competencies (misalnya kasus kualitas, manajemen waktu, manajemen persediaan just-in-time, serta sebagainya yang memungkinkan perusahaan buat beroperasi secara lebih cepat, fleksibel, atau dapat diandalkan dibandingkan dengan para pesaingnya); dna functionality-related competencies (keahlian-keahlian yang memungkinkan perusahaan membuat barang atau jasa menggunakan fungsi-fungsi unik, yg mempunyai nilai lebih yg kentara dimata konsumen).

Seorang wirausaha yg akan berhasil di masa mendatang merupakan mereka yang memperhatikan kekuatan-kekuatan intinya (core competencies) dam memacu persaingan berpijak pada kemampuan (competing on capabilities). Juga memperhatikan apa yg dikatakan dengan expenditionary marketing, yang mana memacu kreativitas pada dalam pemasaran untuk meraih competitive space atau ruangan buat bersaing.


Istilah kewirausahaan yg masuk pada kamus bisnis dalam tahun 1980-an memiliki definisi yang bhineka. Ada dua pendekatan yg digunakan di dalam mendefinisikan kewirausahaan, yaitu pendekatan fungsional dan pendekatan kewirausahaan sisi penawaran (sumber psikologis dan sosiologis).

Howard H. Stevenson, Presiden Harvard Business School, menyampaikan bahwa tak satupun menurut kedua pendekatan pada atas yg cukup menyebutkan teori kewirausahaan. Menurut Stevenson, kewirausahaan merupakan suatu pola tingkah laris manajerial yang terpadu. Kewirausahaan adalah merupakan suatu pola tingkah laku manajerial yg terpadu. Kewirausahaan adalah upaya pemanfaatan peluang-peluang yang tersedia tanpa mengabaikan sumber daya yang dimilikinya. Kewirausaan tidak sinkron menggunakan suatu fungsi ekonomi. Kewirausahaan juga lebih dari sekedar perpaduan tingkah laku individu. Selanjutnya, Howard H. Stevenson, mengatakan bahwa pola tingkah laku manajerial yang terpadu tadi bisi dipandang pada enam praktek usaha yaitu:
1. Orientasi strategis
2. Komitmen terhadap peluang yg ada
3. Komitmen terhadap sumber daya
4. Pengawasan asal daya
5. Konsep manajemen
6. Kebijakan balas jasa.

Dari keenam karakteristik di atas, dihasilkan dua bentuk pelaku bisnis menggunakan corak yang tidak selaras, yaitu apa yg diklaim:
  1. Promotor, yaitu orang yang percaya akan kemampuan yg dimilikinya buat menangkap peluang yang ada tanpa menghiraukan sumber daya yg dimilikinya.
  2. Trustee, yaitu orang yang lebih menekankan penggunaan asal daya yg sudah dimilikinya secara efisien.
Kewirausahaan adalah sebuah pola berdasarkan tingkah laris manajerial yg terpadu yg terletak di antara promotor serta trustee. Pola tingkah laku lainnya yg terletak antara penganjur serta trustee merupakan tingkah laku administratif. Stevenson menyebutkan pula perbedaan antara tingkah laris kewirausahaan dan tingkah laku administratif. Menurut Stevenson, kita wajib tahu faktor-faktor yg mendorong kita ke dalam pola tingkah laku kewirausahaan serta faktor-faktor yang akan mendorong kita ke pada pola tingkah laku administratif. Diungkapkannya jua, bahwa tingkah laku kewirausahaan akan memampukan kita mencapai dan memelihara vitalitas perusahaan jangka panjang.

Demikian rangkuman dan ulasan mengenai ENTREPRENEURSHIP ATAU KEWIRAUSAHAAN, semoga bahan pembelajaran ini dapat bermanfaat untuk para anak didik dan warga belajar yg ingin memasuki dunia kerja serta global wirausaha yang sesungguhnya. Terimakasih.

Source: 
Refensi:
Covey, Stephen R; The Seven Habits of Hinghly Effective People, Simon and Scuster, 1993.
Hamel, Gary and Aime Heene (editor); Competence Based Competition, New York, John Willey and Swons, 1994.
Hamelm Gari and C.K Pahalad; Strategic Intent, Harvard Business Review Paerback, Boston, Harvard University Press, 1991.
Henry, Jane and Daand David Walker; Managing Innovation, London, Sage Puclication Ltd, 1992.
Higgins, James M, The Management Challenge (scond edition), New York, Maxwell Macmillan, 1994.
Kao, Jhon J; Entrepreneurship, Creativity and Orgnization, Text, Cases and Reading, New Jersey, Pretice-hall Inc, 1989.
__________; The Entrepreneurship, (Harvard Business School), New Jersey, Pretice-hall Inc, 1991.
Sutojo, Heru; Mengembangkan Entrepreneurship dalam Koperasi, (makalah yang disampaikan pada Diskusi Panel yang diselenggarakan sang majalah Warta Koperasi pada Jakarta lepas 20 Februari 1993). 


ORIENTASI DAN PENDEKATAN PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN DI PERGURUAN TINGGI

Orientasi dan Pendekatan Pendidikan Kewirausahaan pada Perguruan Tinggi 
Menurut sejarahnya, kuliah atau pendidikan kewirausahaan pertama kali ditawarkan oleh Harvard Business School dalam tahun 1947 serta kemudian Peter Drucker juga mengajarkan pendidikan kewirausahaan ini pada New York University pada tahun 1953 (Brockhaus, 2001, hal. 14). Sejak dari itu, kuliah dan metode pedagogi pada pendidikan kewirausahaan berkembang dengan pesat pada hampir seluruh sekolah-sekolah usaha di Amerika Serikat dan Eropa. Dengan perkembangan yang makin pesat ini, orientasi pendidikan kewirausahaan pula mulai beragam, walaupun secara generik masih ada 2 orientasi primer. Yang pertama yaitu acara pendidikan kewirausahaan yang menitikberatkan perhatian dalam penyiapan mahasiswa buat dapat mendirikan sebuah bisnis baru-New Venture Creation/Business Start Up atau dalam arti istilah pendidikan kewirausahaan yg menunjuk dalam pendidikan tentang kewirausahaan/educating about entrepreneurship sedangkan yg ke 2 yaitu program pendidikan kewirausahaan yang lebih penekanan pengembangan soft skills mahasiswa tentang begaimana profil seorang wirausaha yg berhasil, yg terdiri menurut atribut-atribut seseorang wirausahawan serta konduite dalam berwirausaha, yg tentunya lebih mengarah pada pendidikan kewirausahaan untuk berwirausaha/educating for entrepreneurship (Kirby, 2004). 

Kedua hal ini kentara adalah sebuah acuan utama pada menyusun dan tetapkan pendekatan yang akan dilakukan oleh perguruan tinggi pada pendidikan kewirausahaan, materi-materi apa saja yang akan ditawarkan dalam pendidikan kewirausahaan dan metode pengajaran bagaimana yg akan dilakukan pada menyampaikan materi pendidikan kewirausahaan tadi dalam mahasiswa.

ika perguruan tinggi kita mempunyai orientasi bahwa tujuan akhir pendidikan kewirausahaan adalah pendidikan tentang kewirausahaan, maka solusi pendekatan pendidikan (pedagogi, materi dan metode penyampaian) kewirausahaan akan lebih mudah buat dilakukan. Solusi pendekatan pendidikan kewirausahaan ini akan lebih berorientasi pada upaya penciptaan bisnis/bisnis baru sebagaimana halnya yang dilakukan sekolah bisnis di Amerika dan apa yg terdapat pada buku best seller kewirausahaan karya Bygrave, 1994 Portable MBA in Entrepreneurship, yang lebih menitikberatkan pendidikan kewirausahaan dalam materi-materi serta pendekatan teoritis kewirausahaan, berbagai tools of business serta manajemen buat menyiapkan pendirian sebuah bisnis baru serta diakhiri menggunakan penyiapan sebuah Business Plan yang selanjutnya akan dikompetisikan serta Business Plan Competition. 

Namun bila tujuan akhir sebuah pendidikan kewirausahaan adalah bagaimana mendidik mahasiswa buat berwirausaha, maka pendidikan kewirausahaan dengan sendirinya akan lebih menunjuk dalam identifikasi, penciptaan atau peningkatan atribut-atribut wirausahawan yg hendaknya dimiliki seorang calon wirausahawan, dalam hal ini mahasiswa. Dengan syarat misalnya ini, perlu dikembangkan suatu pendekatan pendidikan kewirausahaan yang mampu untuk menggali dan mengeksplorasi atribut-atribut seorang wirausahawan ini. Adapun atribut-atribut wirausahawan ini diantaranya adalah kemampuan dalam menghadapi resiko (Caird, 1991, Cromie and O´Donoghue, 1992, Koh, 1996, Busenitz, 1999), butuh akan pencapaian output tertentu-Need for Achievement (N-Ach) (Mc Clelland, 1961), Locus of Control (Rotter, 1966), keinginan buat bekerja secara otonom (Caird, 1991, Cromie and O´Donoghue, 1992), adanya tingkah laris negatif yg membawa laba secara finansial (Kets de Vries, 1977), kreatif serta opportunis (Timmons, 1989, Whitting, 1988) serta adanya bisikan hati (Carland, 1982).

Dengan adanya dua orientasi dasar pendidikan kewirausahaan yang amat tidak sinkron ini, maka dengan sendirinya pula akan terdapat perbedaan fundamental dalam pendidikan kewirausahaan yang akan diberikan dalam mahasiswa. Namun demikian, semuanya tentu wajib disesuaikan menggunakan tujuan akhir pendidikan kewirausahaan yang telah ditetapkan oleh Dirjen Pendidikan Tinggi. Apabila tujuan ini telah dipahami, diyakini akan didapat sebuah konsep pendekatan pendidikan kewirausahaan yang lebih baik dan efektif. Pertanyaan serta tantangan akbar yang dihadapi waktu ini adalah untuk memilih orientasi dan pendekatan pendidikan kewirausahaan mana yang akan dapat mencapai tujuan pendidikan kewirausahaan yang diharapkan sang Dirjen Pendidikan Tinggi. 

Tujuan Umum Pendidikan kewirausahaan 
Sebagaimana halnya yg sudah ditetapkan Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, tujuan umum pendidikan dan aktivitas kuliah kewirausahaan di perguruan tinggi diarahkan dalam hal menjadi berikut:
1. Meningkatkan pemahaman manajemen dan penjiwaan kewirausahaan dikalangan mahasiswa supaya bisa menjadi wirausahawan yg berwawasan jauh kedepan dan luas, berbasis ilmu pengetahuan yang telah diperoleh.
2. Meningkatkan pemahaman manajemen (organisasi, produksi, keuangan serta pemasaran), memperkenalkan cara melakukan akses liputan serta pasar dan teknologi, cara pembentukan jaringan kemitraan usaha, strategi serta etika usaha serta pembuatan planning usaha yang dibutuhkan oleh para mahasiswa agar lebih siap pada pengelolaan bisnis yg sedang dan akan dilaksanakan.

Tujuan generik pendidikan kewirausahaan tadi, nantinya akan berusaha dicapai menggunakan Program Pengembangan Budaya Kewirausahaan dikalangan mahasiswa perguruan tinggi melalui sarana-sarana menjadi berikut:
1. Kuliah Kewirausahaan
2. Magang Kuliah Kewirausahaan
3. Kuliah Kerja Usaha (KKU)
4. Karya Allternatif Mahasiswa (KAM)
5. Konsultasi Bisnis serta Penempatan Kerja (KBPK)
6. Inkubator Wirausaha Baru (INWUB)

Dari tujuan generik pendidikan kewirausahaan sebagaimana halnya yang telah ditetapkan Dirjen Pendidikan Tinggi tersebut, dengan sendirinya terlihat bahwa Dirjen Pendidikan Tinggi berupaya agar terjadi ekuilibrium pada orientasi pendidikan kewirausahaan, dalam artian orientasi pendidikan kewirausahaan yang diinginkan adalah orientasi educating for entrepreneurship serta educating about entreprneuership yg diupayakan pencapaiannya melalui banyak sekali program pengembangan budaya kewirausahaan. Tetapi disayangkan, belum ada suatu baku yg disepakati beserta tentang pendekatan pendidikan kewirausahaan mana yg akan dipakai buat mencapai tujuan dan orientasi pendidikan kewirausahaan tersebut. 

Kuliah Kewirausahaan pada Jurusan Manajemen Fak. Ekonomi Univ. Andalas
Kuliah Kewirausahaan (KWU) ditawarkan oleh Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Andalas dalam semester V menggunakan bobot tiga SKS sebagai keliru satu bagian dari Kuliah Wajib Fakultas. Dari 5 bahasan/materi utama yang disampaikan pada kuliah kewirausahaan, maka tiga materi lebih menunjuk pada orientasi pendidikan kewirausahaan yang educating for entrepreneurship (Test Kewirausahaan, Nilai-nilai dan Padangan Hidup Wirausahawan dan Pemahaman Dunia Wirausaha melalu Konsep Bisnis dan Manajemen). Sedangkan dua materi lainnya lebih mengarah dalam orientasi pendidikan kewirausahaan yang educating about entrepreneurship (Pengenalan Kewirausahaan dan Penyusunan Proposal Bisnis). Metode pengajaran dilakukan melalui sistem sistem perkuliahan konvensional, diskusi, latihan, simulasi serta studi perkara.

Dari informasi yang disampaikan diatas, sudah terlihat secara jelas mengenai orientasi kuliah kewirausahaan di Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Andalas. Selain itu jua terlihat bahwa pendekatan perkuliahan kewirausahaan yang dilakukan umumnya dan sebagian besar masih dilakukan menggunakan pola teaching. 

Orientasi serta Pendekatan Pendidikan Kewirausahaan 
Saat ini masih terjadi debat dalam ahli pendidikan kewirausahaan diseluruh global mengenai pendekatan yang efektif untuk sebuah pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi. Sebagian ahli menyatakan bahwa pendekatan pendidikan kewirausahaan yang efektif serta dapat dilakukan adalah melalui pendekatan teaching menggunakan berbagai metode penyampaiannya sedangkan sebagian lagi berpendapat bahwa pendekatan learning dengan aneka macam metode penyampaiannya adalah yang paling efektif serta paling memungkinkan untuk membentuk seorang wirausahawan berdasarkan kalangan mahasiswa. Pendekatan teaching biasanya dilakukan diperguruan-perguruan tinggi yang berorientasi pendidikan kewirausahaan-nya educating about entrepreneurship sedangkan pendekatan learning dilakukan oleh perguruan tinggi yg berorientasi pendidikan kewirausahaan educating for entrepreneurship.

Pada pendekatan teaching (pengajaran dengan metode perkuliahan konvensional-mahasiswa diajarkan mengenai kewirausahaan) materi yg diberikan umumnya adalah adalah materi-materi yg berhubungan dengan konsep-konsep kewirausahaan, penyusunan proposal bisnis dan bagaimana cara mendirikan bisnis baru. Dari aneka macam argumentasi dinyatakan bahwa berukuran sebuah pendidikan kewirausahaan nantinya merupakan hingga seberapa banyak kemampuan mahasiswa buat dapat mendirikan usaha baru sehabis mereka merampungkan perkuliahannya atau sehabis terselesaikan menuntaskan pendidikan kewirausahaan. Dalam artian bahwa pendekatan teaching berupaya supaya mahasiswa dalam akhirnya akan mampu buat mendirikan/membuka sebuah bisnis baru nantinya. Dengan demikian, kebanyakan pendekatan teaching lebih menitikberatkan perhatian dan materi perkuliahannya dalam penyusunan proposal usaha/bisnis baru melalui hadiah materi tools of business dan management secara mendetail sebagai akibatnya metode pengajaran kewirausahaan pun poly dilakukan melalui metode perkuliahan konvensional, melalui personal komputer serta internet, pengenalan literatur dan succes story seseorang wirausahawan yg telah berhasil. Hal ini amat kentara terjadi di perguruan tinggi-perguruan tinggi di Amerika Serikat sebagian perguruan tinggi pada Eropa yang lebih mementingkan jumlah pendirian usaha/bisnis baru milik mahasiswa sehabis menuntaskan perkuliahan ketimbang menyiapkan kemampuan mental, psikis dan kemampuan personal mahasiswa buat mampu menjadi seorang wirausahawan handal (Solomon, 1989)

Disisi lain, para ahli yang memandang pendekatan learning merupakan pendekatan yang paling efektif dalam sebuah pendidikan kewirausahaan menyatakan bahwa efektifitas sebuah pendidikan kewirausahaan tidaklah absolut diukur berdasarkan jumlah usaha baru yang bisa didirikan mahasiswa selesainya dia menyelesaikan perkuliahan. Namun lebih dalam kesiapan pribadi, mental, psikis serta kesiapan mahasiswa pada mengadopsi atribut-atribut untuk menjadi seseorang wirausahawan yg sukses (Kirby serta Mullen, 1990), (Gibb, 2004), (Nieuwenhuizen dan Groenwald, 2004) dan (Rae, 2000). Pendekatan learning ini dilakukan dengan argumentasi bahwa belum tentu seseorang pengusaha memiliki jiwa wirausaha sebagai akibatnya menggunakan demikian akan lebih efektif jika terlebih dahulu dibuat jiwa wirausaha. Selain itu, argumentasi lainnya yang dikemukakan para ahli yg menyetujui pandangan ini terletak dalam pendapat bahwa umumnya, mahasiswa disekolah-sekolah usaha ataupun pada fakultas ekonomi sudah mengetahui mengenai konsep persiapan dalam pendirian bisnis/bisnis baru melalui aneka macam mata kuliah yang sebelumnya telah mereka ambil (pemasaran, keuangan, asal daya manusia, produksi, manajemen dll). Sehingga proses pengajaran dalam mempersiapkan penyusunan proposal usaha sebenarnya hanya adalah pengulangan dan perangkuman aneka macam mata kuliah yg telah diambil sebelumnya. Dan proses ini tentunya sebagai nir efektif karena mahasiswa umumnya sudah dibekali menggunakan dasar ilmu dan pengetahuan yang bertenaga. 

Dalam pendekatan learning, mahasiswa lebih poly dituntut buat berperan serta berpartispasi aktif dalam berkonsultasi dengan pengajarnya menyangkut kesiapan diri dan jiwanya buat jadi seorang wirausahawan dan selalu termotivasi oleh pertanyaan mengapa dan bagaimana terhadap sesuatu. Guru pun dituntut buat mampu bertindak menjadi teman ataupun mentor yang akan bisa bertindak sebagai tempat bertanya bagi para mahasiswa. Metode pengajaran pun pula berkembang. Selain perkuliahan konvensional, dilakukan jua metode pedagogi learning by doing, business clinics, mentorship, sharing experience dengan wirausahawan yg telah berhasil dsb. 

Namun disayangkan, pada umumnya pendekatan learning pada pendidikan kewirausahaan ini amat sulit buat dilakukan mengingat sistem pendidikan dihampir seluruh negara didunia (jua di Indonesia) sudah membuat mahasiswa terbiasa dengan pendekatan teaching dihampir seluruh mata perkuliahan. Kalaupun terdapat upaya buat membiasakan mahasiswa dengan pendekatan learning, upaya ini masih belum membawa perubahan yang signifikan terhadap efektifitas pedagogi pada pendidikan kewirausahaan. Padahal sebagaimana dikemukakan (Olsen dan Bossennan, 1984, hal. 53) seorang akan memperoleh kemajuan dalam perilaku entrepreneurialnya bila ia memiliki kombinasi berdasarkan tiga atribut utama seseorang wirausahawan sebagai berikut:
1. Orientasi terhadap peran sebagai wirausahawan – yg menitikberatkan pada efektivitas
2. Kemampuan buat berpikir secara intuitif dan rasional
3. Motivasi yang menjadi alasan-alasan buat suatu melakukan tindakan 

Ketiga hal tersebut diatas tentunya sulit dilakukan dan nir akan efektif bila dilakukan menggunakan pendekatan teaching. 
Sulitnya melakukan pendekatan learning dalam pendidikan kewirausahaan ini tentunya membuat upaya kearah ini pula sulit untuk dilakukan. Sistem pendidikan yg sudah membiasakan mahasiswa dan staf pengajar perguruan tinggi buat melakukan pendekatan teaching tentunya amat sulit buat dapat diubah dan disesuaikan menggunakan kebutuhan pendidikan kewirausahaan dalam jangka saat cepat. Perlu dilakukan perubahan-perubahan fundamental dalam pola serta sistem pendidikan tinggi sebagai akibatnya diperlukan pula waktu serta adaptasi panjang agar mahasiswa dan staf guru terbiasa menggunakan pola pendidikan menggunakan pendekatan learning, yg sebenarnya amat dituntut pada pendidikan kewirausahaan. Inilah kritik dan pesimisme terbesar dari para ahli pendidikan kewirausahaan yg permanen berpendapat bahwa pendekatan teaching masih adalah yang efektif pada sebuah pendidikan kewirausahaan, walaupun sebenarnya hakikat primer dalam pendidikan kewirausahaan adalah bagaimana mempersiapkan seseorang calon wirausahawan sukses yang mempunyai bekal relatif pada hal personality seorang wirausahawan, atribut wirausaha serta kesiapan mental buat jadi seorang wirausahawan dibandingkan dengan hanya mempersiapkan pendirian sebuah usaha/bisnis baru melalui penyiapan perangkat/tools of business and management.

ORIENTASI DAN PENDEKATAN PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN DI PERGURUAN TINGGI

Orientasi dan Pendekatan Pendidikan Kewirausahaan di Perguruan Tinggi 
Menurut sejarahnya, kuliah atau pendidikan kewirausahaan pertama kali ditawarkan oleh Harvard Business School dalam tahun 1947 serta lalu Peter Drucker pula mengajarkan pendidikan kewirausahaan ini pada New York University dalam tahun 1953 (Brockhaus, 2001, hal. 14). Sejak dari itu, kuliah dan metode pedagogi dalam pendidikan kewirausahaan berkembang menggunakan pesat di hampir seluruh sekolah-sekolah usaha pada Amerika Serikat dan Eropa. Dengan perkembangan yg makin pesat ini, orientasi pendidikan kewirausahaan jua mulai majemuk, walaupun secara generik masih ada 2 orientasi utama. Yang pertama yaitu acara pendidikan kewirausahaan yg menitikberatkan perhatian pada penyiapan mahasiswa buat bisa mendirikan sebuah bisnis baru-New Venture Creation/Business Start Up atau dalam arti istilah pendidikan kewirausahaan yang menunjuk dalam pendidikan tentang kewirausahaan/educating about entrepreneurship sedangkan yg ke 2 yaitu acara pendidikan kewirausahaan yg lebih penekanan pengembangan soft skills mahasiswa mengenai begaimana profil seseorang wirausaha yang berhasil, yg terdiri menurut atribut-atribut seseorang wirausahawan dan perilaku dalam berwirausaha, yang tentunya lebih menunjuk dalam pendidikan kewirausahaan buat berwirausaha/educating for entrepreneurship (Kirby, 2004). 

Kedua hal ini jelas merupakan sebuah acuan utama pada menyusun serta tetapkan pendekatan yang akan dilakukan oleh perguruan tinggi pada pendidikan kewirausahaan, materi-materi apa saja yang akan ditawarkan pada pendidikan kewirausahaan serta metode pengajaran bagaimana yg akan dilakukan pada membicarakan materi pendidikan kewirausahaan tadi dalam mahasiswa.

ika perguruan tinggi kita memiliki orientasi bahwa tujuan akhir pendidikan kewirausahaan merupakan pendidikan mengenai kewirausahaan, maka solusi pendekatan pendidikan (pengajaran, materi serta metode penyampaian) kewirausahaan akan lebih gampang untuk dilakukan. Solusi pendekatan pendidikan kewirausahaan ini akan lebih berorientasi pada upaya penciptaan usaha/usaha baru sebagaimana halnya yg dilakukan sekolah bisnis di Amerika serta apa yang masih ada pada kitab best seller kewirausahaan karya Bygrave, 1994 Portable MBA in Entrepreneurship, yg lebih menitikberatkan pendidikan kewirausahaan dalam materi-materi serta pendekatan teoritis kewirausahaan, aneka macam tools of business serta manajemen untuk menyiapkan pendirian sebuah usaha baru serta diakhiri menggunakan penyiapan sebuah Business Plan yang selanjutnya akan dikompetisikan dan Business Plan Competition. 

Namun jika tujuan akhir sebuah pendidikan kewirausahaan adalah bagaimana mendidik mahasiswa buat berwirausaha, maka pendidikan kewirausahaan dengan sendirinya akan lebih mengarah dalam identifikasi, penciptaan atau peningkatan atribut-atribut wirausahawan yg hendaknya dimiliki seorang calon wirausahawan, dalam hal ini mahasiswa. Dengan kondisi seperti ini, perlu dikembangkan suatu pendekatan pendidikan kewirausahaan yang mampu buat menggali serta mengeksplorasi atribut-atribut seseorang wirausahawan ini. Adapun atribut-atribut wirausahawan ini diantaranya merupakan kemampuan dalam menghadapi resiko (Caird, 1991, Cromie and O´Donoghue, 1992, Koh, 1996, Busenitz, 1999), butuh akan pencapaian output tertentu-Need for Achievement (N-Ach) (Mc Clelland, 1961), Locus of Control (Rotter, 1966), asa buat bekerja secara otonom (Caird, 1991, Cromie and O´Donoghue, 1992), adanya tingkah laris negatif yang membawa keuntungan secara finansial (Kets de Vries, 1977), kreatif serta opportunis (Timmons, 1989, Whitting, 1988) dan adanya intuisi (Carland, 1982).

Dengan adanya 2 orientasi dasar pendidikan kewirausahaan yang amat tidak sama ini, maka menggunakan sendirinya jua akan terdapat perbedaan fundamental pada pendidikan kewirausahaan yg akan diberikan pada mahasiswa. Namun demikian, semuanya tentu harus disesuaikan menggunakan tujuan akhir pendidikan kewirausahaan yg telah ditetapkan sang Dirjen Pendidikan Tinggi. Apabila tujuan ini telah dipahami, diyakini akan didapat sebuah konsep pendekatan pendidikan kewirausahaan yang lebih baik dan efektif. Pertanyaan serta tantangan akbar yang dihadapi waktu ini merupakan buat memilih orientasi dan pendekatan pendidikan kewirausahaan mana yang akan dapat mencapai tujuan pendidikan kewirausahaan yg dibutuhkan oleh Dirjen Pendidikan Tinggi. 

Tujuan Umum Pendidikan kewirausahaan 
Sebagaimana halnya yg telah ditetapkan Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, tujuan umum pendidikan dan kegiatan kuliah kewirausahaan pada perguruan tinggi diarahkan pada hal sebagai berikut:
1. Meningkatkan pemahaman manajemen serta penjiwaan kewirausahaan dikalangan mahasiswa supaya sanggup sebagai wirausahawan yang berwawasan jauh kedepan dan luas, berbasis ilmu pengetahuan yg telah diperoleh.
2. Meningkatkan pemahaman manajemen (organisasi, produksi, keuangan dan pemasaran), memperkenalkan cara melakukan akses fakta dan pasar serta teknologi, cara pembentukan jaringan kemitraan bisnis, strategi serta etika usaha dan pembuatan planning bisnis yang diharapkan oleh para mahasiswa supaya lebih siap dalam pengelolaan bisnis yg sedang serta akan dilaksanakan.

Tujuan generik pendidikan kewirausahaan tadi, nantinya akan berusaha dicapai menggunakan Program Pengembangan Budaya Kewirausahaan dikalangan mahasiswa perguruan tinggi melalui wahana-sarana sebagai berikut:
1. Kuliah Kewirausahaan
2. Magang Kuliah Kewirausahaan
3. Kuliah Kerja Usaha (KKU)
4. Karya Allternatif Mahasiswa (KAM)
5. Konsultasi Bisnis serta Penempatan Kerja (KBPK)
6. Inkubator Wirausaha Baru (INWUB)

Dari tujuan generik pendidikan kewirausahaan sebagaimana halnya yg sudah ditetapkan Dirjen Pendidikan Tinggi tadi, dengan sendirinya terlihat bahwa Dirjen Pendidikan Tinggi berupaya supaya terjadi keseimbangan dalam orientasi pendidikan kewirausahaan, dalam artian orientasi pendidikan kewirausahaan yg diinginkan adalah orientasi educating for entrepreneurship dan educating about entreprneuership yang diupayakan pencapaiannya melalui aneka macam program pengembangan budaya kewirausahaan. Namun disayangkan, belum terdapat suatu standar yang disepakati bersama tentang pendekatan pendidikan kewirausahaan mana yang akan dipakai buat mencapai tujuan dan orientasi pendidikan kewirausahaan tersebut. 

Kuliah Kewirausahaan pada Jurusan Manajemen Fak. Ekonomi Univ. Andalas
Kuliah Kewirausahaan (KWU) ditawarkan sang Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Andalas pada semester V menggunakan bobot tiga SKS sebagai keliru satu bagian berdasarkan Kuliah Wajib Fakultas. Dari lima bahasan/materi utama yang disampaikan dalam kuliah kewirausahaan, maka tiga materi lebih mengarah dalam orientasi pendidikan kewirausahaan yg educating for entrepreneurship (Test Kewirausahaan, Nilai-nilai serta Padangan Hidup Wirausahawan serta Pemahaman Dunia Wirausaha melalu Konsep Bisnis dan Manajemen). Sedangkan dua materi lainnya lebih mengarah pada orientasi pendidikan kewirausahaan yg educating about entrepreneurship (Pengenalan Kewirausahaan serta Penyusunan Proposal Bisnis). Metode pedagogi dilakukan melalui sistem sistem perkuliahan konvensional, diskusi, latihan, simulasi dan studi perkara.

Dari berita yang disampaikan diatas, sudah terlihat secara jelas mengenai orientasi kuliah kewirausahaan pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Andalas. Selain itu pula terlihat bahwa pendekatan perkuliahan kewirausahaan yang dilakukan umumnya serta sebagian akbar masih dilakukan dengan pola teaching. 

Orientasi serta Pendekatan Pendidikan Kewirausahaan 
Saat ini masih terjadi debat dalam pakar pendidikan kewirausahaan diseluruh dunia tentang pendekatan yg efektif buat sebuah pendidikan kewirausahaan pada perguruan tinggi. Sebagian pakar menyatakan bahwa pendekatan pendidikan kewirausahaan yg efektif dan bisa dilakukan adalah melalui pendekatan teaching menggunakan berbagai metode penyampaiannya sedangkan sebagian lagi beropini bahwa pendekatan learning menggunakan banyak sekali metode penyampaiannya adalah yang paling efektif dan paling memungkinkan buat menciptakan seorang wirausahawan menurut kalangan mahasiswa. Pendekatan teaching umumnya dilakukan diperguruan-perguruan tinggi yang berorientasi pendidikan kewirausahaan-nya educating about entrepreneurship sedangkan pendekatan learning dilakukan oleh perguruan tinggi yang berorientasi pendidikan kewirausahaan educating for entrepreneurship.

Pada pendekatan teaching (pedagogi menggunakan metode perkuliahan konvensional-mahasiswa diajarkan mengenai kewirausahaan) materi yang diberikan umumnya merupakan merupakan materi-materi yg berhubungan dengan konsep-konsep kewirausahaan, penyusunan proposal usaha serta bagaimana cara mendirikan usaha baru. Dari aneka macam argumentasi dinyatakan bahwa berukuran sebuah pendidikan kewirausahaan nantinya adalah sampai seberapa poly kemampuan mahasiswa buat dapat mendirikan usaha baru selesainya mereka menuntaskan perkuliahannya atau selesainya selesai menuntaskan pendidikan kewirausahaan. Dalam artian bahwa pendekatan teaching berupaya supaya mahasiswa dalam akhirnya akan sanggup buat mendirikan/membuka sebuah bisnis baru nantinya. Dengan demikian, kebanyakan pendekatan teaching lebih menitikberatkan perhatian dan materi perkuliahannya dalam penyusunan proposal usaha/usaha baru melalui pemberian materi tools of business serta management secara mendetail sehingga metode pedagogi kewirausahaan pun banyak dilakukan melalui metode perkuliahan konvensional, melalui personal komputer serta internet, pengenalan literatur serta succes story seseorang wirausahawan yg sudah berhasil. Hal ini amat jelas terjadi di perguruan tinggi-perguruan tinggi pada Amerika Serikat sebagian perguruan tinggi pada Eropa yang lebih mementingkan jumlah pendirian usaha/usaha baru milik mahasiswa selesainya menuntaskan perkuliahan ketimbang menyiapkan kemampuan mental, psikis dan kemampuan personal mahasiswa buat mampu menjadi seseorang wirausahawan handal (Solomon, 1989)

Disisi lain, para ahli yang memandang pendekatan learning adalah pendekatan yang paling efektif dalam sebuah pendidikan kewirausahaan menyatakan bahwa efektifitas sebuah pendidikan kewirausahaan tidaklah mutlak diukur berdasarkan jumlah usaha baru yang mampu didirikan mahasiswa sesudah dia menyelesaikan perkuliahan. Namun lebih dalam kesiapan eksklusif, mental, psikis dan kesiapan mahasiswa dalam mengadopsi atribut-atribut buat menjadi seorang wirausahawan yang sukses (Kirby serta Mullen, 1990), (Gibb, 2004), (Nieuwenhuizen dan Groenwald, 2004) dan (Rae, 2000). Pendekatan learning ini dilakukan dengan argumentasi bahwa belum tentu seorang pengusaha memiliki jiwa wirausaha sebagai akibatnya menggunakan demikian akan lebih efektif jika terlebih dahulu dibentuk jiwa wirausaha. Selain itu, argumentasi lainnya yg dikemukakan para ahli yg menyetujui pandangan ini terletak dalam pendapat bahwa umumnya, mahasiswa disekolah-sekolah usaha ataupun pada fakultas ekonomi telah mengetahui mengenai konsep persiapan pada pendirian bisnis/bisnis baru melalui banyak sekali mata kuliah yang sebelumnya sudah mereka ambil (pemasaran, keuangan, asal daya insan, produksi, manajemen dll). Sehingga proses pengajaran dalam mempersiapkan penyusunan proposal usaha sebenarnya hanya merupakan pengulangan dan perangkuman berbagai mata kuliah yang sudah diambil sebelumnya. Dan proses ini tentunya sebagai nir efektif karena mahasiswa umumnya telah dibekali dengan dasar ilmu dan pengetahuan yang kuat. 

Dalam pendekatan learning, mahasiswa lebih poly dituntut buat berperan serta berpartispasi aktif pada berkonsultasi dengan pengajarnya menyangkut kesiapan diri dan jiwanya buat jadi seseorang wirausahawan serta selalu termotivasi oleh pertanyaan mengapa serta bagaimana terhadap sesuatu. Guru pun dituntut buat sanggup bertindak sebagai sahabat ataupun mentor yg akan sanggup bertindak sebagai loka bertanya bagi para mahasiswa. Metode pedagogi pun pula berkembang. Selain perkuliahan konvensional, dilakukan jua metode pengajaran learning by doing, business clinics, mentorship, sharing experience dengan wirausahawan yg sudah berhasil dsb. 

Namun disayangkan, dalam umumnya pendekatan learning pada pendidikan kewirausahaan ini amat sulit buat dilakukan mengingat sistem pendidikan dihampir semua negara didunia (pula pada Indonesia) sudah membuat mahasiswa terbiasa dengan pendekatan teaching dihampir semua mata perkuliahan. Kalaupun terdapat upaya buat membiasakan mahasiswa menggunakan pendekatan learning, upaya ini masih belum membawa perubahan yang signifikan terhadap efektifitas pengajaran dalam pendidikan kewirausahaan. Padahal sebagaimana dikemukakan (Olsen dan Bossennan, 1984, hal. 53) seseorang akan memperoleh kemajuan dalam konduite entrepreneurialnya jika beliau mempunyai kombinasi dari 3 atribut utama seorang wirausahawan menjadi berikut:
1. Orientasi terhadap peran menjadi wirausahawan – yang menitikberatkan pada efektivitas
2. Kemampuan buat berpikir secara intuitif serta rasional
3. Motivasi yg menjadi alasan-alasan buat suatu melakukan tindakan 

Ketiga hal tadi diatas tentunya sulit dilakukan serta nir akan efektif bila dilakukan menggunakan pendekatan teaching. 
Sulitnya melakukan pendekatan learning dalam pendidikan kewirausahaan ini tentunya membuat upaya kearah ini jua sulit buat dilakukan. Sistem pendidikan yang telah membiasakan mahasiswa dan staf guru perguruan tinggi untuk melakukan pendekatan teaching tentunya amat sulit buat bisa diubah serta disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan kewirausahaan pada jangka waktu cepat. Perlu dilakukan perubahan-perubahan mendasar dalam pola dan sistem pendidikan tinggi sehingga dibutuhkan juga waktu dan adaptasi panjang supaya mahasiswa serta staf guru terbiasa dengan pola pendidikan menggunakan pendekatan learning, yang sebenarnya amat dituntut pada pendidikan kewirausahaan. Inilah kritik serta pesimisme terbesar dari para pakar pendidikan kewirausahaan yg tetap beropini bahwa pendekatan teaching masih adalah yg efektif dalam sebuah pendidikan kewirausahaan, walaupun sebenarnya hakikat utama pada pendidikan kewirausahaan merupakan bagaimana mempersiapkan seseorang calon wirausahawan sukses yg memiliki bekal relatif dalam hal personality seorang wirausahawan, atribut wirausaha dan kesiapan mental buat jadi seseorang wirausahawan dibandingkan menggunakan hanya mempersiapkan pendirian sebuah usaha/bisnis baru melalui penyiapan perangkat/tools of business and management.

MENJADI WIRAUSAHAWAN DI BIDANG PERIKANAN

MENJADI WIRAUSAHAWAN DI BIDANG PERIKANAN - Secara harfiah Kewirausahaan terdiri atas istilah dasar wirausaha yg mendapat awalan ked an akhiran an, sehingga bisa diartikan kewirausahaan adalah hal-hal yg terkait menggunakan wirausaha. 


Sedangkan wira berarti keberanian dan usaha berarti aktivitas bisnis yg komersial atau non-komersial, 

MENJADI WIRAUSAHAWAN DI BIDANG PERIKANAN


Sehingga kewirausahaan bisa jua diartikan sebagai keberanian seseorang buat melaksanakan suatu aktivitas bisnis.



Kewirausahaan (Entrepreneurship) atau Wirausaha merupakan : 
  • Proses mengidentifikasi, membuatkan, dan membawa visi ke dalam kehidupan.
  • Visi tersebut sanggup berupa inspirasi inovatif, peluang serta  cara yg lebih baik dalam menjalankan sesuatu (bisnis).
  • Hasil akhir menurut proses tersebut adalah penciptaan usaha baru.
Beberapa definisi Kewirausahaan berdasarkan pakar :
  • Richard Cantillon (1775): contohnya, mendefinisikan kewirausahaan menjadi bekerja sendiri (self-employment).
  • Penrose (1963): aktivitas kewirausahaan mencakup indentifikasi peluang-peluang di pada sistem ekonomi .
  • Harvey Leibenstein (1968, 1979):  kewirausahaan mencakup aktivitas yg diharapkan untuk menciptakan atau melaksanakan perusahaan pada saat seluruh pasar belum terbentuk atau belum teridentifikasi dengan jelas, atau komponen fungsi produksinya belum diketahui sepenuhnya.
  • Peter Drucke : kewirausahaan adalah kemampuan buat menciptakan sesuatu yg baru serta tidak selaras. 
Secara etimologi Kewirausahaan asal dari istilah wira dan usaha. 
  • Wira berarti pejuang, pahlawan, manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah berani serta berwatak agung.
  • Usaha merupakan perbuatan amal, bekerja, serta berbuat sesuatu.jadi wirausaha merupakan pejuang atau pahlawan yg berbuat sesuatu.
Orang yg melakukan aktivitas kewirausahaan diklaim wirausahawan.
Seorang wirausahawan (entrepreneur) HARUS mempunyai cara berpikir yang tidak selaras menurut insan pada biasanya. Mereka memiliki motivasi, panggilan jiwa, persepsi dan emosi yang sangat terkait dengan nilai nilai, sikap serta perilaku menjadi insan unggul.

Sejarah Kewirausahaan
Wirausaha secara historis sudah dikenal semenjak diperkenalkan sang Richard Castillon pada tahun 1755. Di luar negeri, istilah kewirausahaan sudah dikenal sejak abad 16, 

sedangkan pada Indonesia baru dikenal dalam akhir abad 20. Kewirausahaan dipelajari baru terbatas pada beberapa sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja.

Sejalan menggunakan perkembangan serta tantangan misalnya adanya krisis ekonomi, pemahaman kewirausahaan baik melalui pendidikan formal juga training-pelatihan di segala lapisan warga kewirausahaan sebagai berkembang

Sumber : Materi Kewirausahaan pada Pelatihan Kelautan serta Perikanan di Kab. Lebak 2016

Semoga Bermanfaat...

PRESTASI BELAJAR KEWIRAUSAHAAN DENGAN MINAT BERWIRASWASTA

Prestasi Belajar Kewirausahaan Dengan Minat Berwiraswasta
Istilah kewiraswastaan (entrepreneurship) sudah tidak asing lagi bagi warga , walaupun maknanya belum begitu difahami sahih. Masih poly pada antara kita belum menyadari pentingnya kewiraswastaan.

Kenyataan menunjukkan bahwa kehidupan kini haruslah diwarnai sang inovasi-penemuan diberbagai bidang. Dimana setiap manusia dituntut mempunyai inovasi ,menjadi proses kreatif. Seseorang tidak dapat sukses apabila dia belum mempunyai semangat buat berwirausaha.

Di Indonesia pencerahan untuk berwirausaha masih sangat kecil. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu secara historis Indonesia merupakan negara bekas jajahan negara Belanda. Dimana sebagian akbar anggota beranggapan bahwa menjadi seseorang pekeerja(terutama sebagai pegawai negeri) merupakan Priyayi / orang yang mempunyai status sosial cukup tinggi serta disegani oleh Warga rakyat. Selain itu kurangnya perhatian dari para pendidik tentang pentingnya pendidikan kewirausahan. 

Diberbagai Negara besar termasuk Amerika Serikat mulai mengembangkan pendidikan kejuruan. Lantaran dirasa penting buat mempertinggi kualitas pendidikan yg berarah pada bisnis,guna memperbaiki posisi Amerika pada persaingan ekonomi serta militer.

Maka dirasa begitu perlu bangsa Indonesia untuk mengembangkan pendidikan kewirausahaan baik disekolah maupun pada perguruan tinggi. Lantaran Indonesia merupakan negara yg sedang berkambang. Dimana masyarakatnya wajib sanggup berfikir lebih kedepan buat menaikkan kesejahteranya dalam umumnya dan Bangsa serta Negara pada khususnya. Sehingga rakyat diharapkan juga buat tidak selalu berfikir sebagai seseorang pegawai negri atau bawahan saja.

Oleh karena itu perlu diberikan wawasan serta pemahaman dalam berwiraswasta,maka dituntut adanya penyajian pelajaran tentang kewirausahaan dan pendidikan nir hanya menunjuk pada pendidikan bersifat kognitif,namun jua afektif dan psikomotorik. Sehingga seseorang anak nir hanya memiliki kemampuan pelajaran eksak saja tetapi pula sosial termasuk pada usaha.

Memasuki milenium ke tiga serta persiapan global yang lebih beretika sangat mendesak membuat acara reorientasi semangat kewirausahaan dalam pengusaha kita supaya membarui orientasi yg sangat individualistik, menjadi orientasi yg lebih sehat sebagaimana dikatakan ahli kewirausahaan Raymond Y. Kao menurut Singapura. 

Seorang wirausaha harus memiliki karakter dasar yaitu adanya visi yang jauh kedepan yang sebagai dasar pendorong perubahan den karena kemampuan mengkombinasikan aneka macam sumberdaya untuk menndapatkan suatu yg baru. Seorang penulis menciptakan analogi bahwa mencari ciri seseorang wirausahawan sama dengan mencari binatang mitos. Orang merasa mengetahui bentuknya, tetapi jikalau dicari nir mampu ditemukan di manapun. 

Kewirausahaan ketika ini sedang digalakkan pada Indonesia baik lingkungan perguruan tinggi, masyarakat generik juga kalangan pengusaha mini serta pemerintahan. 

Besarnya peranan kewirausahaan bagi peningkatan perekonomian warga Indonesia ketika ini, berakibat wirausaha menjadi topik yang menarik buat dibahas. Masing-masing pihak mencoba meraih kesempatan-kesempatan yang terdapat buat dapat dimanfaatkan pada pengembangan kegiatan wirausaha ini. Di pada paper ini akan dibahas masalah bagaimana mendidik manusia wiraswasta lewat sekolah.

1. Pengertian Kewirausahaan 
Secara Etimologis, Wira berarti perwira, utama, teladan, berani.swa berarti sendiri,sedangkan Sta berati berdiri. Jadi wiraswasta berarti keberanian berdiri di atas kaki sendiri (dalam berusaha, bekerja buat memenuhi kebutuhan hidup).

Kewirausahaan merupakan semangat, konduite serta kemampuan buat memberikan tanggapan yang positif terhadap peluang memperoleh keuntungan buat diri sendiri dan atau pelayanan yang lebih baik, serta membentuk dan menyediakan produk yang lebih bermanfaat dan menerapkan cara kerja efisien, melalui keberanian merogoh resiko, kreativitas serta penemuan serta kemampuan managemen. 

Pengertian pada atas meliputi esensi kewirausahaan yaitu tanggapan yang positip terhadap peluang buat memperoleh keuntungan buat diri sendiri serta atau pelayanan yang lebih baik dalam pelanggan dan rakyat, cara yang etis serta produktif buat mencapai tujuan serta perilaku mental untuk merealisasikan tanggapan yang positip tadi. Semangat, konduite dan kemampuan wirausaha tentunya bervariasi satu sama lain dan alas dasar itu wirausaha dikelompokkan sebagai tiga strata yaitu : wirausaha awal, wirausaha andal, wirausaha unggul. Wirausaha yang konduite dan kemampiannya yg lebih menonjol pada memobilisasi asal daya dan dana, serta mentransformasikannya menjadi output serta memasarkannya secara efisien lazim disebut Administrative Entrepreneur. Sebaliknya wirausaha yaitu perilaku dan kemampuannya menonjol dalam kreatifitas, inovasi dan mengantisipasi dan menghadapi resiko lazim dianggap Innovative Entrepreneur. 

Untuk menjadi pengusaha yg sukses seseorang dituntut buat, memenuhi kualifikasi sebagai seseorang wirausahawan. Pada kenyataannya tidak semua pengusaha merupakan wirausahawan yg memiliki sifat kewirausahaan. Pada umumnya yang dimaksud dengan wirausaha sama menggunakan wiraswasta atau pengusaha yaitu seluruh orang yg memiliki bisnis atau melakukan aktivitas usaha buat memperoleh laba atau komisi. Ciri negatif akan tetapi sangat menonjol pada sebagian pengusaha kita ditahun 80-an serta 90-an adalah Semangat dan perilaku mereka mencari keuntungan pribadi sebanyak-banyaknya dengan menghalalkan segala cara. 

Wirausaha adalah seseorang yg merasakan adanya peluang, mengejar peluang yg sinkron dng situasi dirinya, serta percaya bahwa kesuksesan suatu hal yg dpt dicapai (Jose Charlos Jarilo-Mossi). Wiraswasta adalah seorang yg bisa menciptakan produk / jasa dengan kekuatan penemuan shg lebih efisien / efektif dan bertujuan buat kesejahteraan dirinya ( orang lain)

Kewirausahaan adalah suatu pola tingkah laku manajerial yang terpadu pada upaya pemanfaatan peluang yang tersedia tanpa mengabaikan sumber daya yang dimiliki (Howard H. Stevenson). Resiko Wirausaha yaitu : Obstacle ( kendala), Hardship ( kesulitan), Very rewarding life (imbalan / hasil yang memukau).

Pengertian tersebut di atas berarti bahwa seorang wiraswastawan kapital utamanya merupakan ketekunan yg dilandasi perilaku optimis, kreatif serta melakukan usaha menjadi pendiri pertama disertai juga menggunakan keberanian menanggung resiko menurut suatu perhitungan serta perencanaan yg sempurna, adanya perhitungan serta perencanaan yg tepat sebetulnya wiraswastawan bukanlah pengambil resiko melainkan penentu resiko.

Dari beberapa pendapat tadi ternyata wiraswasta pengertiannya luas sekali oleh lantaran sangat luasnya, maka pernah sebagian orang menyarankan kata wiraswasta khusus diperuntukkan bagi lingkup swasta, sedangkan pada lingkup pemerintahan sebaiknya dipakai istilah wira karya. Namun apapun istilah yg digunakan aspek kemandirian, menggunakan keberanian, otonom berdaulat, merdeka lahir dan batin adalah aspek yang spesial serta krusial pada berwiraswasta.

2. Pendidikan Wiraswasta di Sekolah
Pendidikan kewirausahan dalam dasarnya dilaksanakan guna menumbuhkan jiwa berwirauasaha pada para siswa serta para staf guru. Tumbuhnya pendidikan ini lantaran didorong oleh impian dan semangat buat menghadapi persaingan dunia. Dimana setiap orang dituntut buat mampu menampilkan keahlian-keahlian dan inovasi baru supaya tidak kalah bersaing menggunakan negara lain.

Program Pengembangan kewirausahaan diharapkan menjadi sarana yg sinergis antara dominasi sain dan teknologi menggunakan jiwa kewirausahaan. Serta dengan berkembangan pendidikan kewirausahan dibutuhkan seseorang siswa tidak hanya akan berkembang nilai akademisnya saja. Akan namun jua akan menaruh kemandirian perekonomian pada kewirausahaan. Sebagai akibatnya akan memberikan kemampuan melihat serta menilai kesempatan-kesempatan (peluang) dalam usaha serta kemampuan mengoptimalisasikan asal daya dan mengambil tindakan dan memiliki motivasi tinggi dalam mengambil resiko pada rangka menyukseskan bisnisnya.

Minat murid terhadap kewiraswastaan perlu diketahui oleh pengajar maupun siswa irusendiri mengingat minat ini bisa mengarahkan murid buat melakukan pilihan pada menentukan cita-citanya. Cita-cita merupakan perwujudan menurut minat dalam hubungan menggunakan proses/jangkauan masa depan bagi murid buat merencanakan serta menentukan pilihan terhadap pendidikan, jabatan atau pekerjaan yang diinginkan. Siswa yg berminat pada berwirasawasta cenderung memilih karir ke sektor swasta dan berwiraswasta. Dalam kaitan ilmu pengetahuan, murid yg berminat pada wiraswasta akan tertarik dengan pengetahuan/ilmu yg berhubungan dengan minatnya tersebut.

Peranan sekolah atau peguruan tinggi adalah buat memotivasi siswa agar sesudah lulus mereka bisa menjadi seseorang wirausahaan muda yang berkualitas serta siap bersaing. Sehingga semakin poly lulusan anak didik atau mahasiswa dapat mengurangi pertambahan jumlah pengangguran bahkan menambah jumlah lapangan kerja. Akan tetapi sekarang pertanyaannya adalah apakah sekolah atau perguruan tinggi dapat melahirkan atau mencetak wirausahawan belia? Oleh karenanya sekarang peranan sekolah dan perguruan tinggi memotivasi para lulusansekolah atau sarjana menjadi seorang wirausahawan muda buat menaikkan jumlah wiraussahawan dan diperlukan sanggup membuka lowongan baru.

Pendidikan kejuruan atau kewirausahan khususnya yng berkenaan menggunakan usaha ,bisa dilakukan dalam setiap jenjang pendidikan dimulai berdasarkan Sekolah Dasar,Sekolah Menengah Pertama,SMA sampai pada Perguruan Tinggi. Sebagai negara yg sedang berkembang ,Indonesia masih kekurangan wirausahawan. Hal ini masih bisa dipahami, karena syarat pendidikan di Indonesia masih belum menunjang kebutuhan pembangunan dalam sektor Ekonomi. Hal ini terbukti bahwa hampir semua sekolah masih didominasi sang pelaksanaan pendidikan serta pembelajarang yg konvensional. Semua terjadi karena institusi pendidikan serta warga kurang mendukung pertumbuhan wirausahawan.

Sekolah serta Perguruan Tinggi juga wajib bisa memberikan motivasibagi para lulusannya menjadi young entrepreneurs adalah bagian salaah satu faktor pendorong pertumbuhan kewirausahaan. Menurut Tomas Zimmeren,terdapat delapan faktor pendorong pertumbuhan kewirausahaan antara lain:

1. Wirausahawan Sebagai Pahlawan
Faktor tadi sangat mendorong setiap oranguntuk mencoba memiliki bisnis sendiri karena adanya sikap rakyat bahwa seseorang wirausahawan dipercaya menjadi seorang pahlawan dan menjadi model buat diikuti. Oleh kerena itu setatus ini akan mendorong seorang buat memulai usahanya sendiri.

2. Pendidikan Kewirausahaan 
Pendidikan wirausahaan sangat diminati pada Luar Negeri ,lantaran warga takut menggunakan berkurangnya berkurangnya kesempatan kerja yang tersedia sebagai akibatnya mendorong mereka buat belajar kewirausahaan menggunakan tujuan sesudah lulus mereka bisa membuka usaha sendiri.

3. Faktor Ekonomi ddan Kependudukan
Sebagian akbar orang memulai bisnis antara umur 25 tahun sampaidengan 39 tahun. Hal ini pada dukung oleh komposisi jumlah penduduk pada suatu negara. Ter lebih lagi bahwa wira usahawan tidak dibatasi oleh umur , jenis kelamin , ras , latar belakang ekonomi , atau apaun jua pada pencapaian sukses dengan mempunyai bisnis sendiri.

4. Pergeseran ke Ekonomi Jasa
Karena sektor jasa nisbi rendah investasi awalnya sehinga menjadi terkenal dikalangan para usahawan dan mendorong mereka buat mencoba memulai usaha sendiri dalam bidang jasa.

5. Kemajuan Teknologi
Dengan donasi mesin bisnis terbaru seperti komputer , laptop , notebook , mesin fax , mesin penjawab telepon,dll seseorang dapat bekerja dirumah layaknya bisnis besar . Apalagi sekarang semua mesin-mesin tersebut harganya berada jangkauan usaha mini .

6. Gaya Hidup Bebas
Seorang usahawan memiliki waktu luang serta kebebasan buat keluarga serta teman. Memiliki banyak ketika senggang berarti mempunyai saat untuk mengendalikan stres yg herbi perkara kerja.

7. E-Commerce serta World-Wide-Web
perdagangan secara on-line tumbuh cepat sekali , sehingga membentuk perdagangan menggunakan banyak kesempatan bagi para wirwusahawan berbasis internet atau website.

8. Peluang Intenasional
Dalam pencarian pelanggan ,bisnis kecil kini tidak lagi dibatasi dalam ruang lingkup Negara sendiri. Pergeseran Ekonomi global yg dramatis telah membuka pintu peluang usaha yg luar biasa bagi para usahawan yang bersedia menggapai seluruh global.

Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa sekolah dan perguruan tinggi memiliki peranan krusial dalam memotivasi siswa supaya sanggup serta siap buat berwira bisnis sendiri. Oleh karenanya sekolah serta perguruan tinggi berperan menyadiakan wadah yg memberikan kesempatan buat memulai usaha yg dimulai sejak beliau bersekolah hingga lulus. Serta menaruh wawasan serta gambaran secara jelas mengenai manfaat berwirausaha. Lantaran bila tidak, kemungkinan akbar para murid dan mahasiswa tadak termotivasi buat memperdalam keterampilan berbisnisnya .

PRESTASI BELAJAR KEWIRAUSAHAAN DENGAN MINAT BERWIRASWASTA

Prestasi Belajar Kewirausahaan Dengan Minat Berwiraswasta
Istilah kewiraswastaan (entrepreneurship) sudah tidak asing lagi bagi warga , walaupun maknanya belum begitu difahami benar. Masih banyak pada antara kita belum menyadari pentingnya kewiraswastaan.

Kenyataan memperlihatkan bahwa kehidupan sekarang haruslah diwarnai sang inovasi-penemuan diberbagai bidang. Dimana setiap manusia dituntut mempunyai penemuan ,sebagai proses kreatif. Seseorang nir bisa sukses jika ia belum memiliki semangat buat berwirausaha.

Di Indonesia kesadaran untuk berwirausaha masih sangat kecil. Hal ini disebabkan lantaran adanya beberapa faktor yang mensugesti yaitu secara historis Indonesia adalah negara bekas jajahan negara Belanda. Dimana sebagian akbar anggota beranggapan bahwa sebagai seseorang pekeerja(terutama sebagai pegawai negeri) merupakan Priyayi / orang yang mempunyai status sosial relatif tinggi serta disegani oleh Warga warga . Selain itu kurangnya perhatian menurut para pendidik mengenai pentingnya pendidikan kewirausahan. 

Diberbagai Negara besar termasuk Amerika Serikat mulai membuatkan pendidikan kejuruan. Lantaran dirasa krusial buat menaikkan kualitas pendidikan yang berarah dalam usaha,guna memperbaiki posisi Amerika pada persaingan ekonomi serta militer.

Maka dirasa begitu perlu bangsa Indonesia buat berbagi pendidikan kewirausahaan baik disekolah maupun pada perguruan tinggi. Lantaran Indonesia adalah negara yang sedang berkambang. Dimana masyarakatnya harus mampu berfikir lebih kedepan buat menaikkan kesejahteranya pada umumnya serta Bangsa dan Negara pada khususnya. Sehingga warga diperlukan pula buat tidak selalu berfikir menjadi seseorang pegawai negri atau bawahan saja.

Oleh karena itu perlu diberikan wawasan serta pemahaman pada berwiraswasta,maka dituntut adanya penyajian pelajaran mengenai kewirausahaan serta pendidikan nir hanya menunjuk dalam pendidikan bersifat kognitif,namun pula afektif dan psikomotorik. Sehingga seorang anak nir hanya mempunyai kemampuan pelajaran eksak saja tetapi jua sosial termasuk dalam bisnis.

Memasuki milenium ke 3 dan persiapan dunia yg lebih beretika sangat mendesak menciptakan acara reorientasi semangat kewirausahaan dalam pengusaha kita supaya mengubah orientasi yg sangat individualistik, sebagai orientasi yang lebih sehat sebagaimana dikatakan ahli kewirausahaan Raymond Y. Kao berdasarkan Singapura. 

Seorang wirausaha wajib memiliki karakter dasar yaitu adanya visi yang jauh kedepan yang menjadi dasar pendorong perubahan den lantaran kemampuan mengkombinasikan banyak sekali sumberdaya buat menndapatkan suatu yang baru. Seorang penulis menciptakan analogi bahwa mencari ciri seseorang wirausahawan sama menggunakan mencari hewan mitos. Orang merasa mengetahui bentuknya, tetapi jika dicari tidak mampu ditemukan di manapun. 

Kewirausahaan saat ini sedang digalakkan di Indonesia baik lingkungan perguruan tinggi, masyarakat generik maupun kalangan pengusaha mini dan pemerintahan. 

Besarnya peranan kewirausahaan bagi peningkatan perekonomian rakyat Indonesia waktu ini, mengakibatkan wirausaha menjadi topik yang menarik buat dibahas. Masing-masing pihak mencoba meraih kesempatan-kesempatan yang ada buat dapat dimanfaatkan pada pengembangan aktivitas wirausaha ini. Di pada paper ini akan dibahas kasus bagaimana mendidik manusia wiraswasta lewat sekolah.

1. Pengertian Kewirausahaan 
Secara Etimologis, Wira berarti perwira, primer, teladan, berani.swa berarti sendiri,sedangkan Sta berati berdiri. Jadi wiraswasta berarti keberanian berdiri pada atas kaki sendiri (pada berusaha, bekerja buat memenuhi kebutuhan hidup).

Kewirausahaan merupakan semangat, konduite serta kemampuan buat memberikan tanggapan yg positif terhadap peluang memperoleh keuntungan buat diri sendiri dan atau pelayanan yg lebih baik, serta menciptakan dan menyediakan produk yang lebih berguna serta menerapkan cara kerja efisien, melalui keberanian mengambil resiko, kreativitas dan penemuan dan kemampuan managemen. 

Pengertian di atas mencakup esensi kewirausahaan yaitu tanggapan yang positip terhadap peluang buat memperoleh laba buat diri sendiri serta atau pelayanan yg lebih baik dalam pelanggan dan warga , cara yg etis dan produktif buat mencapai tujuan serta sikap mental buat merealisasikan tanggapan yg positip tersebut. Semangat, konduite serta kemampuan wirausaha tentunya bervariasi satu sama lain dan alas dasar itu wirausaha dikelompokkan sebagai tiga tingkatan yaitu : wirausaha awal, wirausaha tangguh, wirausaha unggul. Wirausaha yang konduite dan kemampiannya yang lebih menonjol pada memobilisasi sumber daya dan dana, dan mentransformasikannya menjadi hasil serta memasarkannya secara efisien lazim disebut Administrative Entrepreneur. Sebaliknya wirausaha yaitu perilaku dan kemampuannya menonjol pada kreatifitas, penemuan dan mengantisipasi serta menghadapi resiko lazim disebut Innovative Entrepreneur. 

Untuk sebagai pengusaha yang sukses seorang dituntut buat, memenuhi kualifikasi sebagai seorang wirausahawan. Pada kenyataannya nir semua pengusaha adalah wirausahawan yg mempunyai sifat kewirausahaan. Pada umumnya yg dimaksud menggunakan wirausaha sama dengan wiraswasta atau pengusaha yaitu semua orang yang mempunyai bisnis atau melakukan kegiatan bisnis buat memperoleh keuntungan atau komisi. Ciri negatif akan tetapi sangat menonjol pada sebagian pengusaha kita ditahun 80-an dan 90-an adalah Semangat serta perilaku mereka mencari keuntungan eksklusif sebanyak-banyaknya menggunakan menghalalkan segala cara. 

Wirausaha merupakan seseorang yg merasakan adanya peluang, mengejar peluang yg sinkron dng situasi dirinya, dan percaya bahwa kesuksesan suatu hal yang dpt dicapai (Jose Charlos Jarilo-Mossi). Wiraswasta merupakan seseorang yg sanggup membangun produk / jasa menggunakan kekuatan inovasi shg lebih efisien / efektif dan bertujuan buat kesejahteraan dirinya ( orang lain)

Kewirausahaan merupakan suatu pola tingkah laku manajerial yg terpadu dalam upaya pemanfaatan peluang yg tersedia tanpa mengabaikan asal daya yg dimiliki (Howard H. Stevenson). Resiko Wirausaha yaitu : Obstacle ( kendala), Hardship ( kesulitan), Very rewarding life (imbalan / output yang memukau).

Pengertian tadi pada atas berarti bahwa seorang wiraswastawan modal utamanya merupakan ketekunan yg dilandasi perilaku optimis, kreatif serta melakukan bisnis sebagai pendiri pertama disertai juga dengan keberanian menanggung resiko berdasarkan suatu perhitungan dan perencanaan yang tepat, adanya perhitungan serta perencanaan yg tepat sebetulnya wiraswastawan bukanlah pengambil resiko melainkan penentu resiko.

Dari beberapa pendapat tadi ternyata wiraswasta pengertiannya luas sekali oleh lantaran sangat luasnya, maka pernah sebagian orang menyarankan kata wiraswasta khusus diperuntukkan bagi lingkup swasta, sedangkan di lingkup pemerintahan usahakan digunakan istilah wira karya. Tetapi apapun kata yg digunakan aspek kemandirian, dengan keberanian, otonom berdaulat, merdeka lahir dan batin adalah aspek yang khas serta penting pada berwiraswasta.

2. Pendidikan Wiraswasta pada Sekolah
Pendidikan kewirausahan dalam dasarnya dilaksanakan guna menumbuhkan jiwa berwirauasaha dalam para siswa serta para staf pengajar. Tumbuhnya pendidikan ini karena didorong sang harapan serta semangat untuk menghadapi persaingan dunia. Dimana setiap orang dituntut buat bisa menampilkan keahlian-keahlian serta penemuan baru agar nir kalah bersaing dengan negara lain.

Program Pengembangan kewirausahaan dibutuhkan menjadi sarana yg sinergis antara penguasaan sain serta teknologi menggunakan jiwa kewirausahaan. Serta menggunakan berkembangan pendidikan kewirausahan diperlukan seseorang siswa nir hanya akan berkembang nilai akademisnya saja. Akan tetapi jua akan menaruh kemandirian perekonomian dalam kewirausahaan. Sebagai akibatnya akan menaruh kemampuan melihat serta menilai kesempatan-kesempatan (peluang) dalam bisnis dan kemampuan mengoptimalisasikan asal daya dan mengambil tindakan dan memiliki motivasi tinggi pada mengambil resiko dalam rangka menyukseskan bisnisnya.

Minat anak didik terhadap kewiraswastaan perlu diketahui sang pengajar juga murid irusendiri mengingat minat ini bisa mengarahkan siswa buat melakukan pilihan pada menentukan cita-citanya. Cita-cita adalah perwujudan berdasarkan minat pada hubungan menggunakan proses/jangkauan masa depan bagi siswa untuk merencanakan dan menentukan pilihan terhadap pendidikan, jabatan atau pekerjaan yang diinginkan. Siswa yang berminat dalam berwirasawasta cenderung memilih karir ke sektor partikelir serta berwiraswasta. Dalam kaitan ilmu pengetahuan, murid yang berminat dalam wiraswasta akan tertarik dengan pengetahuan/ilmu yg berhubungan dengan minatnya tersebut.

Peranan sekolah atau peguruan tinggi merupakan buat memotivasi siswa agar sesudah lulus mereka mampu sebagai seseorang wirausahaan muda yang berkualitas dan siap bersaing. Sehingga semakin banyak lulusan anak didik atau mahasiswa dapat mengurangi pertambahan jumlah pengangguran bahkan menambah jumlah lapangan kerja. Akan namun kini pertanyaannya adalah apakah sekolah atau perguruan tinggi dapat melahirkan atau mencetak wirausahawan muda? Oleh karena itu sekarang peranan sekolah dan perguruan tinggi memotivasi para lulusansekolah atau sarjana menjadi seseorang wirausahawan muda buat menaikkan jumlah wiraussahawan serta dibutuhkan sanggup membuka lowongan baru.

Pendidikan kejuruan atau kewirausahan khususnya yng berkenaan menggunakan usaha ,bisa dilakukan pada setiap jenjang pendidikan dimulai berdasarkan Sekolah Dasar,SMP,Sekolah Menengah Atas hingga pada Perguruan Tinggi. Sebagai negara yang sedang berkembang ,Indonesia masih kekurangan wirausahawan. Hal ini masih dapat dipahami, lantaran syarat pendidikan di Indonesia masih belum menunjang kebutuhan pembangunan pada sektor Ekonomi. Hal ini terbukti bahwa hampir semua sekolah masih didominasi sang pelaksanaan pendidikan serta pembelajarang yg konvensional. Semua terjadi karena institusi pendidikan dan masyarakat kurang mendukung pertumbuhan wirausahawan.

Sekolah serta Perguruan Tinggi pula harus dapat memberikan motivasibagi para lulusannya sebagai young entrepreneurs merupakan bagian salaah satu faktor pendorong pertumbuhan kewirausahaan. Menurut Tomas Zimmeren,ada delapan faktor pendorong pertumbuhan kewirausahaan diantaranya:

1. Wirausahawan Sebagai Pahlawan
Faktor tersebut sangat mendorong setiap oranguntuk mencoba memiliki usaha sendiri lantaran adanya perilaku rakyat bahwa seseorang wirausahawan dianggap sebagai seseorang pahlawan dan menjadi model buat diikuti. Oleh kerena itu setatus ini akan mendorong seseorang untuk memulai usahanya sendiri.

2. Pendidikan Kewirausahaan 
Pendidikan wirausahaan sangat diminati di Luar Negeri ,lantaran rakyat takut dengan berkurangnya berkurangnya kesempatan kerja yang tersedia sehingga mendorong mereka buat belajar kewirausahaan dengan tujuan selesainya lulus mereka bisa membuka usaha sendiri.

3. Faktor Ekonomi ddan Kependudukan
Sebagian akbar orang memulai bisnis antara umur 25 tahun sampaidengan 39 tahun. Hal ini pada dukung oleh komposisi jumlah penduduk dalam suatu negara. Ter lebih lagi bahwa wira usahawan nir dibatasi oleh umur , jenis kelamin , ras , latar belakang ekonomi , atau apaun jua pada pencapaian sukses dengan mempunyai usaha sendiri.

4. Pergeseran ke Ekonomi Jasa
Karena sektor jasa relatif rendah investasi awalnya sehinga menjadi terkenal dikalangan para usahawan dan mendorong mereka buat mencoba memulai bisnis sendiri pada bidang jasa.

5. Kemajuan Teknologi
Dengan bantuan mesin bisnis terkini seperti komputer , laptop , notebook , mesin fax , mesin penjawab telepon,dll seorang dapat bekerja dirumah layaknya usaha akbar. Apalagi kini seluruh mesin-mesin tadi harganya berada jangkauan usaha mini .

6. Gaya Hidup Bebas
Seorang usahawan mempunyai saat luang dan kebebasan buat keluarga dan sahabat. Memiliki poly saat senggang berarti memiliki saat buat mengendalikan stres yang berhubungan dengan masalah kerja.

7. E-Commerce dan World-Wide-Web
perdagangan secara on-line tumbuh cepat sekali , sebagai akibatnya membentuk perdagangan menggunakan poly kesempatan bagi para wirwusahawan berbasis internet atau website.

8. Peluang Intenasional
Dalam pencarian pelanggan ,usaha kecil kini nir lagi dibatasi dalam ruang lingkup Negara sendiri. Pergeseran Ekonomi dunia yang dramatis sudah membuka pintu peluang usaha yang luar biasa bagi para usahawan yg bersedia menggapai semua global.

Seperti yg telah dikemukakan pada atas bahwa sekolah serta perguruan tinggi memiliki peranan penting dalam memotivasi peserta didik agar sanggup dan siap buat berwira usaha sendiri. Oleh karena itu sekolah dan perguruan tinggi berperan menyadiakan wadah yg menaruh kesempatan buat memulai usaha yang dimulai sejak ia bersekolah sampai lulus. Serta memberikan wawasan dan gambaran secara jelas tentang manfaat berwirausaha. Karena bila nir, kemungkinan akbar para murid serta mahasiswa tadak termotivasi untuk memperdalam keterampilan berbisnisnya .

SEKUNCUP IDE OPERASIONAL PENDIDIKAN KEWIRASWASTAAN

Sekuncup Ide Operasional Pendidikan Kewiraswastaan
1. Analisis Situasi
Krisis yg terjadi di negara kita , telah menyebabkan banyak industri yg menghentikan proses produksinya, sehingga mengakibatkan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), yang efek selanjutnya menyebabkan tingginya taraf pengangguran. Peningkatan pengangguran mengakibatkan makin maraknya tindak kejahatan, kriminalitas, pelanggaran kebiasaan serta kesusilaan sehingga akan menganggu stabilitas ekonomi, politik, keamanan maupun ketentraman masyarakat pada biasanya.

Untuk mengantisipasi pengaruh terjadinya krisis ekonomi, keliru satu usaha yg dapat dilakukan adalah perlu ditumbuhkembangkan budaya kewirausahaan di seluruh lapisan rakyat termasuk pada lingkungan pendidikan formal juga non formal termasuk pendidikan di lingkungan famili dan rakyat. 

Pemasyarakatan serta pembudayaan kewirausahaan ini sangat krusial, mengingat kenyataan bahwa pertumbuhan serta perkembangan pengusaha-pengusaha Indonesia atas dasar jiwa kewirausahaan bersifat turun temurun serta bukan melalui pendidikan formal. Selain itu, hanya kurang lebih 2 % pengusaha Indonesia yang berpendidikan diploma atau politeknik dan sebagian besar adalah lulusan SD. Berbagai kebijaksanaan juga kerjasama antar departemen perlu dilakukan guna mengembangkan jiwa wirausaha juga aktivitas yg produktif. 

Berdasarkan pengamatan memberitahuakn bahwa lulusan perguruan tinggi ternyata jiwa wirausahanya masih rendah. Hal tadi diantaranya ditimbulkan karena pada usia mahasiswa karakternya sudah mulai terbentuk, sehingga penanaman jiwa wirausaha mengalami kesulitan. Untuk mengatasi pertarungan pada atas, perlu dikembangkan pendidikan kewirausahaan mulai menurut taraf dasar. Pendidikan kewirausahaan dari tingkat dasar bisa dilakukan melalui pendidikan pada famili, karena keluarga adalah tempat pertama dan primer dalam mendasari pendidikan anak. Oleh karena itu pada langkah awal akan dilakukan training mengenai bagaimana cara mendidik anak pada famili yg berwawasan kewirausahaan.

Selama ini di Kelompok Bermain Cendekia belum pernah ada pelatihan mengenai bagaimana cara mendidik anak pada famili yang berwawasan kewirausahaan, sehingga pelatihan ini dipandang perlu diadakan bagi orang tua murid serta pengajar Kelompok Bermain Cendekia dan sekitarnya. 

Pelatihan ini bertujuan buat 1) Menambah wawasan kepada orang tua supaya dapat mengintegrasikan karakteristik-ciri wirausaha pada pendidikan anak di dalam keluarga. Dua)Menumbuhkan perilaku serta konduite wirausaha dalam anak sejak dini.

a. Pengertian dan Ciri-ciri Wirausaha 
Entrepreneur sering diartikan dengan istilah wiraswasta atau wirausaha. Menurut Wasty Soemanto (1993), wiraswasta adalah keberanian, keutamaan dan agama dalam memenuhi kebutuhan serta memecahkan konflik hidup menggunakan kekuatan yang terdapat dalam diri sendiri. Dengan demikian, pengertian wiraswasta bukan hanya bersifat swasta saja, melainkan memiliki sifat-sifat keberanian, keuletan, serta ketabahan dalam melaksanakan tugas-tugas menggunakan memakai kekuatan diri sendiri.

Fadel Muhammad (1992) mengemukakan bahwa karakteristik seorang wirausaha adalah orang yang memiliki jiwa kepemimpinan, daya penemuan, sikap terhadap perubahan, working smart, visi ke depan, dan berani mengambil risiko. Meredith (1996) pula memberikan karakteristik-karakteristik wirausaha (entrepeneur) menjadi orang yg (1) percaya diri, (2) berorientasi tugas dan hasil, (tiga) berani merogoh risiko, (4) berjiwa kepemimpinan, (lima) berorientasi ke depan, serta (6) keorisinal. Ciri-ciri lain kewirausahaan ditambahkan oleh Schumpeter yakni selalu mempunyai prakarsa otoritas, mempunyai bisikan hati yg bertenaga, mempunyai kebebasan mental, mempunyai kompetensi inti (core competencies), serta pemberontak sosial.

Keseluruhan ciri-karakteristik wirausaha yg disebutkan di atas tidak semuanya harus dimiliki secara lengkap namun kompetensi inti yg perlu diperoleh pada pendidikan hanyalah beberapa pada antaranya. Dengan demikian, buat sebagai seseorang usahawan tidak terbatas pada bidang-bidang keahlian tertentu, melainkan pendidikan yg berorientasi kewirausahaan dapat diterapkan pada seluruh bidang ilmu atau teknologi atau kesenian. Dengan merogoh perkiraan bahwa pendidikan menengah merupakan bagian dari perencanaan karir maka kadar nilai kewirausahaan seseorang peserta didik yg bisa ditumbuhkembangkan selama proses pembelajaran secara potensial akan dibatasi sang jangkar karirnya. 

Proses pembelajaran pada sekolah menengah sangat mungkin akan mengubah jangkar karir yang telah dimiliki seseorang dan menciptakan jangkar karir yang baru. Untuk menumbuhkan jangkar karir bagi murid bisa dikembangkan melalui GBPP mata pelajaran. Selain itu diperlukan suatu proses spesifik katalisator pembentukan kepribadian yg menyatu menggunakan kurikulum SMU. Proses yg bisa ditawarkan merupakan pengembangan individu berjenjang yang dimulai berdasarkan pengembangan kepedulian, pemahaman perkara yg senyatanya terdapat di masyarakat, knowledge serta keterampilan, penerapan, dan penginstitusian.

Dalam rangka buat menanamkan jiwa entrepreneurship kepada anak didik maka perlu dibuat metode pembelajaran yang pada dalamnya terintegrasi wawasan entrepreneurship. Menurut Suprodjo Pusposutardjo (1999) bentuk perubahan rancangan pembelajaran diantaranya adalah:
  1. Mengubah isi dan bentuk susunan penyampaian materi ajar menjadi lebih aktual dan kontekstual dalam arti mencirikan posisinya pada suatu bentuk wirausaha.
  2. Mengembangkan proses pembelajaran grup menggunakan pemikiran-pemikiran pemecahan masalah yang terbuka, dialogis, rumusan solusi alternatif. 
  3. Memberikan keterangan mutakhir mengenai sense of the business berdasarkan kewirausahaan yang gayut dengan bidang ekonomi.
Untuk mengimplementasikan rancangan pembelajaran yang terintegrasi muatan serta wawasan entrepreneurship dilakukan menggunakan menggunakan pendekatan langsung, pada arti rancangan tadi diterapkan buat memperoleh kebermaknaannya. Untuk itu langkah-langkah implementasi tersebut dikembangkan sinkron model penelitian tindakan kelas sebagaimana yang pada sarankan Kemmis serta McTaggart. Proses penelitian ini dilakukan secara cyclich menggunakan memperhatikan plan, implementation, monitoring, and reflection (Kemmis & McTaggart, 1988).

Dengan contoh siklus tersebut termin-tahap pada atas dikembangkan secara terus menerus hingga diperoleh model pembelajaran yang paling efektif serta paling mengklaim akan keberhasilannya. Secara operasional penelitian tindakan ini dibagi ke pada dua siklus yang pada dalamnya terkandung daur-daur kecil. Setiap daur mini dilakukan proses perencanaan, implementasi, monitoring, dan refleksi tindakan. Dengan cara ini diharapkan tindakan yg dilakukan semakin lama semakin baik serta akhirnya ditemukan tindakan yg paling sempurna berupa model planning pembelajaran yg paling efektif.

Berdasarkan tindakan yang dipilih serta argumentasi teoretis pada atas bisa dirumuskan hipotesis tindakan bahwa dengan penerapan rancangan pembelajaran yang terintegrasi wawasan entrepreneurship dapat menumbuhkan jiwa entrepreneurship pada diri murid.

Meredith dalam Suprojo Pusposutardjo(1999), menaruh karakteristik-ciri seseorang yang mempunyai jiwa wirausaha (entrepeneur) menjadi orang yg (1) percaya diri, (2) berorientasi tugas dan output, (tiga) berani mengambil risiko, (4) berjiwa kepemimpinan, (lima) berorientasi ke depan, serta (6) keorisinal.

Tabel Ciri-Ciri wirausaha

Percaya diri

1.bekerja penuh keyakinan

2.      Tidak berketergantungan dalam melakukan pekerjaan
3.      Individualistis dan optimis

Berorientasi pada tugas serta hasil

1.memenuhi kebutuhan akan prestasi

2.      Orientasi pekerjaan berupa laba, tekun serta sabar, tekad kerja keras.
3.      Berinisiatif

Pengambil risiko

1.berani dan mampu mengambil risiko kerja

2.      Menyukai pekerjaan yang menantang

Kepemipinan

1.bertingkah laku menjadi pemimpin yang terbuka thd saran dan kritik.

2.      Praktis berteman serta berafiliasi menggunakan orang lain

Berfikir ke arah yang asli

1.kreatif serta Inovatif

2.      Luwes pada melaksanakan pekerjaan
3.      Mempunyai banyak sumberdaya
4.      Serba bisa serta berpengetahuan luas

Keorisinilan

1.berfikiran menatap ke depan

2.Perspektif

Setelah tahu karakteristik-ciri manusia wirausaha, langkah selanjutnya yg perlu dipelajari merupakan bagaimana cara menanamkan jiwa wirausaha. Satu-satunya jawaban atas pertanyaan ini merupakan menggunakan pendidikan. Strategi pendidikan wirausaha yang perlu ditempuh hendaknya bertolak dari kebijakan pendidikan nasional, karena selaras menggunakan makna pendidikan kewirausahaan. Dalam hal ini kita wajib jangan lupa asas dan tanggung jawab aplikasi pendidikan kita. Asas dan tangung jawab pendidikan nasional itulah yang menentukan strategi pendidikan kewirausahawan. Oleh lantaran pendidikan insan wirausaha menjadi wujud asas pendidikan kita, maka prinsip-prinsip berikut dijadikan strategi kelangsungan pendidikan manusia, yaitu: Sumber: Meredith pada Suprojo Pusposutardjo (1999)
(1) Pendidikan insan wirausaha berlangsung seumur hayati di mana serta kapan saja, sebagai akibatnya peranan subyek insan buat belajar dan mendidik diri sendiri secara lumrah adalah kewajiban kodrati insan.
(dua) Sebagai realisasi menurut prinsip di atas, maka lingkungan aplikasi pendidikan manusia wirausaha meliputi:
(a) Lingkungan famili sebagai lingkungan pertama dan primer buat mendidik insan wirausaha.
(b) Lingkungan sekolah sebagai lingkungan pendidikan formal buat melengkapi bekal pribadi manusia wirausaha.
(c) Lingkungan rakyat menjadi lingkungan pendidikan non – formal, yg mewujudkan perkembangan eksklusif yang masuk akal pada situasi sosial.
(3) Oleh lantaran lingkungan pendidikan insan wirausaha mencakup 3 lingkungan misalnya dikemukakan di atas, maka forum penanggung jawab pendidikan manusia wirausaha terdiri berdasarkan:
(a) Keluarga menjadi penanggung jawab pertama dan utama pelaksanaan pendidikan manusia wirausaha.
(b) Sekolah menjadi penanggung jawab pendidikan insan wirausaha
(c) Perkumpulan-perkumpulan masyarakat sebagai penanggung jawab jua kelangsungan pendidikan insan wirausaha.

Dengan demikian tiga lingkungan serta lembaga di atas diperlukan dapat memegang peranan dan tanggung jawab langsung atas pendidikan insan wirausaha. 

b. Pendidikan Kewirausahaan
Untuk melihat bagaimana mempersiapkan insan wirausaha pada lingkungan sekolah terdapat beberap hal yang perlu dipaparkan adalah:

1. Peranan Sekolah dalam mempersiapkan Manusia-Manusia Wirausaha.
Hakikat persiapan manusia wirausaha adalah pada segi penempaan sikap mental wirausaha. Dengan perkataan lain, persiapan insan wirausaha terletak dalam penempaan semua daya kekuatan eksklusif insan itu buat menjadikannya bergerak maju serta kreatif, disamping mampu berusaha buat hayati maju dan berprestasi. Manusia yang semacam itu yg memberitahuakn ciri-ciri wirausaha. Seperti telah dikemukakan dalam paparan diatas bahwa galat satu karakteristik insan wirausaha merupakan memiliki ciri-ciri kepribadian yang kuat. 

Dalam praktik pada sekolah, beberapa hal yg bisa dilakukan dalam rangka menanamkan jiwa wirausaha pada anak merupakan:
a) Pembenahan Proses Pembelajaran Di Sekolah 
b) Pembenahan Pada Diri Guru
c) Pembenahan Terhadap Sistem Bimbingan Belajar
d) Pembenahan pada Metode Mengajar

3. Sikap dan Perilaku Wirausaha
Bimo Walgito berpendapat bahwa sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seorang tentang obyek atau situasi yang relatif tetap, yg disertai adanya perasaan tertentu dan menaruh dasar kepada orang tersebut buat menciptakan respons atau berperilaku pada cara tertentu yg dipilihnya (1991:109). Sementara Allport dalam Sears dkk mengemukakan bahwa sikap adalah keadaan mental menurut kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah pada respons individu dalam seluruh obyek dan situasi yg berkaitan dengannya ( 1992:136).. 

Berdasarkan batasan sikap dapat diketahui bahwa dalam umumnya perilaku itu mengandung 3 komponen yang menciptakan struktur perilaku yaitu:
a Komponen kognitif (komponen perceptual), yaitu komponen yg berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan akan hal-hal yg berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap obyek perilaku.
b Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yg berhubungan dengan rasa senang atau nir senang terhadap obyek sikap. Rasa nir bahagia merupakan hal yg negative. Komponen ini menerangkan arah perilaku yaitu positif serta negatif.
c Komponen konatif ( komponen perilaku), yaitu komponen yang berhubungan dengan kesamaan bertindak terhadap obyek perilaku. Komponen ini menerangkan intensitas sikap yaitu memperlihatkan akbar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seorang terhadap obyek sikap ( Bimo Walgito, 1991:112).

Menurut Sarlito wirawan (1776:85) faktor-faktor yang menghipnotis sikap:
1) Faktor intern
Meliputi faktor-faktor yang terdapat pada orang yang bersangkutan misal: selektivitas, karena harus menentukan inilah sikap yang positip terhadap sesuatu hal dan pembentukan sikap negatif dalam sesuatu hal lain.

2) Faktor Ekstern
Meliputi faktor-faktor yang terdapat di luar individu seperti:
a) Sikap obyek yg dijadikan sasaran obyek
b) kewibawaan orang yg mengemukakan suatu sikap
c) perilaku orang atau kelompok yang mendukung sikap tersebut
d) media komunikasi yang digunakan dalampenyampaian sikap.
e) Situasi dalam waktu perilaku tadi.

annya.(Todaro, 1977). 
Keinginan orang tua agar anak menjadi pegawai negeri adalah bukti konkrit bahwa budaya feodal yang adalah warisan dari penjajah menjadi suatu hambatan perkembangan bangsa kita. Mungkin saja anak mempunyai jiwa serta perilaku positif terhadap wirausaha, akan namun mungkin mengalami benturan nilai dengan orang tua, sebagai akibatnya anak terpaksa menjadi pengawai negeri. 

Jika seseorang pendidik menginginkan menumbuhkan perilaku target didik, seharusnya mengetahui bakat yang ada pada target didik, asa sasaran didik, nilai dan pengetahuan yg seharusnya didapat target didik, dan lingkungan lain yang kondusif bagi penumbuhan sikap mereka, termasuk lingkungan politik. Keadaan ini sulit dilakukan, tetapi wajib diusahakan. Apabila kita ingin pendidikan berkembang dan bermanfaat bagi warga , maka kita tidak boleh membisu. Apapun hasilnya, pendidik harus berusaha melakukan penemuan proses pendidikan. Perlu disadari, bahwa segala sesuatu membutuhkan proses yang relatif panjang buat mencapai suatu keberhasilan.

Sebagaimana diketahui sang umum, bahwa sistem pendidikan kita masih bersandar pada prinsip, teori, serta konsep behavioristik. Konsep dan teori terbut apabila diaplikasikan pada pendididikan kejuruan dan profesi, telah tidak relevan lagi. Model pendidikan klasikal, seperti yg sekarang ini poly diterapkan, berangkat berdasarkan konsep behavioristik, sulit buat menumbuhkan perilaku wirausaha. Pada masa pembangunan, seperti terjadi di negara kita pada saat ini, sangat membutuhkan energi wirausahawan buat meningkatkan kecepatan laju pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan demikian, manakala kita masih mempertahankan model pendidikan behavioristik, kami yakin bahwa nir akan mampu menumbuhkan wirausahawan yg sebagai pelaku pembangunan ekonomi nasional yang handal. Dengan demikian, perubahan sistem dan model pendidikan, khususnya dalam pendidikan usaha, perlu dilakukan. Terutama mengarah pada pembelajaran kewirausahaan. 

Perilaku wirausaha merupakan perilaku manusia dalam aktivitas wirausaha menjadi upaya insan untuk mengatasi kasus yang berhubungan dengan wirausaha. Pembentukan sikap dan konduite wirausaha siswamerupakan tujuan yang harus dicapai dalampembelajaran kewirausahaan.pembentukan perilaku dapat dipenuhi melalui pendidikan informal dapat dilakukan melaluhi famili umumnya yang berperan primer orang tua. Sedangkan secara formal dapat dilakukan melalui proses pembelajaran di sekolah.