ORIENTASI DAN PENDEKATAN PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN DI PERGURUAN TINGGI

Orientasi dan Pendekatan Pendidikan Kewirausahaan pada Perguruan Tinggi 
Menurut sejarahnya, kuliah atau pendidikan kewirausahaan pertama kali ditawarkan oleh Harvard Business School dalam tahun 1947 serta kemudian Peter Drucker juga mengajarkan pendidikan kewirausahaan ini pada New York University pada tahun 1953 (Brockhaus, 2001, hal. 14). Sejak dari itu, kuliah dan metode pedagogi pada pendidikan kewirausahaan berkembang dengan pesat pada hampir seluruh sekolah-sekolah usaha di Amerika Serikat dan Eropa. Dengan perkembangan yang makin pesat ini, orientasi pendidikan kewirausahaan pula mulai beragam, walaupun secara generik masih ada 2 orientasi primer. Yang pertama yaitu acara pendidikan kewirausahaan yang menitikberatkan perhatian dalam penyiapan mahasiswa buat dapat mendirikan sebuah bisnis baru-New Venture Creation/Business Start Up atau dalam arti istilah pendidikan kewirausahaan yg menunjuk dalam pendidikan tentang kewirausahaan/educating about entrepreneurship sedangkan yg ke 2 yaitu program pendidikan kewirausahaan yang lebih penekanan pengembangan soft skills mahasiswa tentang begaimana profil seorang wirausaha yg berhasil, yg terdiri menurut atribut-atribut seseorang wirausahawan serta konduite dalam berwirausaha, yg tentunya lebih mengarah pada pendidikan kewirausahaan untuk berwirausaha/educating for entrepreneurship (Kirby, 2004). 

Kedua hal ini kentara adalah sebuah acuan utama pada menyusun dan tetapkan pendekatan yang akan dilakukan oleh perguruan tinggi pada pendidikan kewirausahaan, materi-materi apa saja yang akan ditawarkan dalam pendidikan kewirausahaan dan metode pengajaran bagaimana yg akan dilakukan pada menyampaikan materi pendidikan kewirausahaan tadi dalam mahasiswa.

ika perguruan tinggi kita mempunyai orientasi bahwa tujuan akhir pendidikan kewirausahaan adalah pendidikan tentang kewirausahaan, maka solusi pendekatan pendidikan (pedagogi, materi dan metode penyampaian) kewirausahaan akan lebih mudah buat dilakukan. Solusi pendekatan pendidikan kewirausahaan ini akan lebih berorientasi pada upaya penciptaan bisnis/bisnis baru sebagaimana halnya yang dilakukan sekolah bisnis di Amerika dan apa yg terdapat pada buku best seller kewirausahaan karya Bygrave, 1994 Portable MBA in Entrepreneurship, yang lebih menitikberatkan pendidikan kewirausahaan dalam materi-materi serta pendekatan teoritis kewirausahaan, berbagai tools of business serta manajemen buat menyiapkan pendirian sebuah bisnis baru serta diakhiri menggunakan penyiapan sebuah Business Plan yang selanjutnya akan dikompetisikan serta Business Plan Competition. 

Namun bila tujuan akhir sebuah pendidikan kewirausahaan adalah bagaimana mendidik mahasiswa buat berwirausaha, maka pendidikan kewirausahaan dengan sendirinya akan lebih menunjuk dalam identifikasi, penciptaan atau peningkatan atribut-atribut wirausahawan yg hendaknya dimiliki seorang calon wirausahawan, dalam hal ini mahasiswa. Dengan syarat misalnya ini, perlu dikembangkan suatu pendekatan pendidikan kewirausahaan yang mampu untuk menggali dan mengeksplorasi atribut-atribut seorang wirausahawan ini. Adapun atribut-atribut wirausahawan ini diantaranya adalah kemampuan dalam menghadapi resiko (Caird, 1991, Cromie and O´Donoghue, 1992, Koh, 1996, Busenitz, 1999), butuh akan pencapaian output tertentu-Need for Achievement (N-Ach) (Mc Clelland, 1961), Locus of Control (Rotter, 1966), keinginan buat bekerja secara otonom (Caird, 1991, Cromie and O´Donoghue, 1992), adanya tingkah laris negatif yg membawa laba secara finansial (Kets de Vries, 1977), kreatif serta opportunis (Timmons, 1989, Whitting, 1988) serta adanya bisikan hati (Carland, 1982).

Dengan adanya dua orientasi dasar pendidikan kewirausahaan yang amat tidak sinkron ini, maka dengan sendirinya pula akan terdapat perbedaan fundamental dalam pendidikan kewirausahaan yang akan diberikan dalam mahasiswa. Namun demikian, semuanya tentu wajib disesuaikan menggunakan tujuan akhir pendidikan kewirausahaan yang telah ditetapkan oleh Dirjen Pendidikan Tinggi. Apabila tujuan ini telah dipahami, diyakini akan didapat sebuah konsep pendekatan pendidikan kewirausahaan yang lebih baik dan efektif. Pertanyaan serta tantangan akbar yang dihadapi waktu ini adalah untuk memilih orientasi dan pendekatan pendidikan kewirausahaan mana yang akan dapat mencapai tujuan pendidikan kewirausahaan yang diharapkan sang Dirjen Pendidikan Tinggi. 

Tujuan Umum Pendidikan kewirausahaan 
Sebagaimana halnya yg sudah ditetapkan Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, tujuan umum pendidikan dan aktivitas kuliah kewirausahaan di perguruan tinggi diarahkan dalam hal menjadi berikut:
1. Meningkatkan pemahaman manajemen dan penjiwaan kewirausahaan dikalangan mahasiswa supaya bisa menjadi wirausahawan yg berwawasan jauh kedepan dan luas, berbasis ilmu pengetahuan yang telah diperoleh.
2. Meningkatkan pemahaman manajemen (organisasi, produksi, keuangan serta pemasaran), memperkenalkan cara melakukan akses liputan serta pasar dan teknologi, cara pembentukan jaringan kemitraan usaha, strategi serta etika usaha serta pembuatan planning usaha yang dibutuhkan oleh para mahasiswa agar lebih siap pada pengelolaan bisnis yg sedang dan akan dilaksanakan.

Tujuan generik pendidikan kewirausahaan tadi, nantinya akan berusaha dicapai menggunakan Program Pengembangan Budaya Kewirausahaan dikalangan mahasiswa perguruan tinggi melalui sarana-sarana menjadi berikut:
1. Kuliah Kewirausahaan
2. Magang Kuliah Kewirausahaan
3. Kuliah Kerja Usaha (KKU)
4. Karya Allternatif Mahasiswa (KAM)
5. Konsultasi Bisnis serta Penempatan Kerja (KBPK)
6. Inkubator Wirausaha Baru (INWUB)

Dari tujuan generik pendidikan kewirausahaan sebagaimana halnya yang telah ditetapkan Dirjen Pendidikan Tinggi tersebut, dengan sendirinya terlihat bahwa Dirjen Pendidikan Tinggi berupaya agar terjadi ekuilibrium pada orientasi pendidikan kewirausahaan, dalam artian orientasi pendidikan kewirausahaan yang diinginkan adalah orientasi educating for entrepreneurship serta educating about entreprneuership yg diupayakan pencapaiannya melalui banyak sekali program pengembangan budaya kewirausahaan. Tetapi disayangkan, belum ada suatu baku yg disepakati beserta tentang pendekatan pendidikan kewirausahaan mana yg akan dipakai buat mencapai tujuan dan orientasi pendidikan kewirausahaan tersebut. 

Kuliah Kewirausahaan pada Jurusan Manajemen Fak. Ekonomi Univ. Andalas
Kuliah Kewirausahaan (KWU) ditawarkan oleh Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Andalas dalam semester V menggunakan bobot tiga SKS sebagai keliru satu bagian dari Kuliah Wajib Fakultas. Dari 5 bahasan/materi utama yang disampaikan pada kuliah kewirausahaan, maka tiga materi lebih menunjuk pada orientasi pendidikan kewirausahaan yang educating for entrepreneurship (Test Kewirausahaan, Nilai-nilai dan Padangan Hidup Wirausahawan dan Pemahaman Dunia Wirausaha melalu Konsep Bisnis dan Manajemen). Sedangkan dua materi lainnya lebih mengarah dalam orientasi pendidikan kewirausahaan yang educating about entrepreneurship (Pengenalan Kewirausahaan dan Penyusunan Proposal Bisnis). Metode pengajaran dilakukan melalui sistem sistem perkuliahan konvensional, diskusi, latihan, simulasi serta studi perkara.

Dari informasi yang disampaikan diatas, sudah terlihat secara jelas mengenai orientasi kuliah kewirausahaan di Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Andalas. Selain itu jua terlihat bahwa pendekatan perkuliahan kewirausahaan yang dilakukan umumnya dan sebagian besar masih dilakukan menggunakan pola teaching. 

Orientasi serta Pendekatan Pendidikan Kewirausahaan 
Saat ini masih terjadi debat dalam ahli pendidikan kewirausahaan diseluruh global mengenai pendekatan yang efektif untuk sebuah pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi. Sebagian ahli menyatakan bahwa pendekatan pendidikan kewirausahaan yang efektif serta dapat dilakukan adalah melalui pendekatan teaching menggunakan berbagai metode penyampaiannya sedangkan sebagian lagi berpendapat bahwa pendekatan learning dengan aneka macam metode penyampaiannya adalah yang paling efektif serta paling memungkinkan untuk membentuk seorang wirausahawan berdasarkan kalangan mahasiswa. Pendekatan teaching biasanya dilakukan diperguruan-perguruan tinggi yang berorientasi pendidikan kewirausahaan-nya educating about entrepreneurship sedangkan pendekatan learning dilakukan oleh perguruan tinggi yg berorientasi pendidikan kewirausahaan educating for entrepreneurship.

Pada pendekatan teaching (pengajaran dengan metode perkuliahan konvensional-mahasiswa diajarkan mengenai kewirausahaan) materi yg diberikan umumnya adalah adalah materi-materi yg berhubungan dengan konsep-konsep kewirausahaan, penyusunan proposal bisnis dan bagaimana cara mendirikan bisnis baru. Dari aneka macam argumentasi dinyatakan bahwa berukuran sebuah pendidikan kewirausahaan nantinya merupakan hingga seberapa banyak kemampuan mahasiswa buat dapat mendirikan usaha baru sehabis mereka merampungkan perkuliahannya atau sehabis terselesaikan menuntaskan pendidikan kewirausahaan. Dalam artian bahwa pendekatan teaching berupaya supaya mahasiswa dalam akhirnya akan mampu buat mendirikan/membuka sebuah bisnis baru nantinya. Dengan demikian, kebanyakan pendekatan teaching lebih menitikberatkan perhatian dan materi perkuliahannya dalam penyusunan proposal usaha/bisnis baru melalui hadiah materi tools of business dan management secara mendetail sebagai akibatnya metode pengajaran kewirausahaan pun poly dilakukan melalui metode perkuliahan konvensional, melalui personal komputer serta internet, pengenalan literatur dan succes story seseorang wirausahawan yg telah berhasil. Hal ini amat kentara terjadi di perguruan tinggi-perguruan tinggi di Amerika Serikat sebagian perguruan tinggi pada Eropa yang lebih mementingkan jumlah pendirian usaha/bisnis baru milik mahasiswa sehabis menuntaskan perkuliahan ketimbang menyiapkan kemampuan mental, psikis dan kemampuan personal mahasiswa buat mampu menjadi seorang wirausahawan handal (Solomon, 1989)

Disisi lain, para ahli yang memandang pendekatan learning merupakan pendekatan yang paling efektif dalam sebuah pendidikan kewirausahaan menyatakan bahwa efektifitas sebuah pendidikan kewirausahaan tidaklah absolut diukur berdasarkan jumlah usaha baru yang bisa didirikan mahasiswa selesainya dia menyelesaikan perkuliahan. Namun lebih dalam kesiapan pribadi, mental, psikis serta kesiapan mahasiswa pada mengadopsi atribut-atribut untuk menjadi seseorang wirausahawan yg sukses (Kirby serta Mullen, 1990), (Gibb, 2004), (Nieuwenhuizen dan Groenwald, 2004) dan (Rae, 2000). Pendekatan learning ini dilakukan dengan argumentasi bahwa belum tentu seseorang pengusaha memiliki jiwa wirausaha sebagai akibatnya menggunakan demikian akan lebih efektif jika terlebih dahulu dibuat jiwa wirausaha. Selain itu, argumentasi lainnya yang dikemukakan para ahli yg menyetujui pandangan ini terletak dalam pendapat bahwa umumnya, mahasiswa disekolah-sekolah usaha ataupun pada fakultas ekonomi sudah mengetahui mengenai konsep persiapan dalam pendirian bisnis/bisnis baru melalui aneka macam mata kuliah yang sebelumnya telah mereka ambil (pemasaran, keuangan, asal daya manusia, produksi, manajemen dll). Sehingga proses pengajaran dalam mempersiapkan penyusunan proposal usaha sebenarnya hanya adalah pengulangan dan perangkuman aneka macam mata kuliah yg telah diambil sebelumnya. Dan proses ini tentunya sebagai nir efektif karena mahasiswa umumnya sudah dibekali menggunakan dasar ilmu dan pengetahuan yang bertenaga. 

Dalam pendekatan learning, mahasiswa lebih poly dituntut buat berperan serta berpartispasi aktif dalam berkonsultasi dengan pengajarnya menyangkut kesiapan diri dan jiwanya buat jadi seorang wirausahawan dan selalu termotivasi oleh pertanyaan mengapa dan bagaimana terhadap sesuatu. Guru pun dituntut buat mampu bertindak menjadi teman ataupun mentor yang akan bisa bertindak sebagai tempat bertanya bagi para mahasiswa. Metode pengajaran pun pula berkembang. Selain perkuliahan konvensional, dilakukan jua metode pedagogi learning by doing, business clinics, mentorship, sharing experience dengan wirausahawan yg telah berhasil dsb. 

Namun disayangkan, pada umumnya pendekatan learning pada pendidikan kewirausahaan ini amat sulit buat dilakukan mengingat sistem pendidikan dihampir seluruh negara didunia (jua di Indonesia) sudah membuat mahasiswa terbiasa dengan pendekatan teaching dihampir seluruh mata perkuliahan. Kalaupun terdapat upaya buat membiasakan mahasiswa dengan pendekatan learning, upaya ini masih belum membawa perubahan yang signifikan terhadap efektifitas pedagogi pada pendidikan kewirausahaan. Padahal sebagaimana dikemukakan (Olsen dan Bossennan, 1984, hal. 53) seorang akan memperoleh kemajuan dalam perilaku entrepreneurialnya bila ia memiliki kombinasi berdasarkan tiga atribut utama seseorang wirausahawan sebagai berikut:
1. Orientasi terhadap peran sebagai wirausahawan – yg menitikberatkan pada efektivitas
2. Kemampuan buat berpikir secara intuitif dan rasional
3. Motivasi yang menjadi alasan-alasan buat suatu melakukan tindakan 

Ketiga hal tersebut diatas tentunya sulit dilakukan dan nir akan efektif bila dilakukan menggunakan pendekatan teaching. 
Sulitnya melakukan pendekatan learning dalam pendidikan kewirausahaan ini tentunya membuat upaya kearah ini pula sulit untuk dilakukan. Sistem pendidikan yg sudah membiasakan mahasiswa dan staf pengajar perguruan tinggi buat melakukan pendekatan teaching tentunya amat sulit buat dapat diubah dan disesuaikan menggunakan kebutuhan pendidikan kewirausahaan dalam jangka saat cepat. Perlu dilakukan perubahan-perubahan fundamental dalam pola serta sistem pendidikan tinggi sebagai akibatnya diperlukan pula waktu serta adaptasi panjang agar mahasiswa dan staf guru terbiasa menggunakan pola pendidikan menggunakan pendekatan learning, yg sebenarnya amat dituntut pada pendidikan kewirausahaan. Inilah kritik dan pesimisme terbesar dari para ahli pendidikan kewirausahaan yg permanen berpendapat bahwa pendekatan teaching masih adalah yang efektif pada sebuah pendidikan kewirausahaan, walaupun sebenarnya hakikat primer dalam pendidikan kewirausahaan adalah bagaimana mempersiapkan seseorang calon wirausahawan sukses yang mempunyai bekal relatif pada hal personality seorang wirausahawan, atribut wirausaha serta kesiapan mental buat jadi seorang wirausahawan dibandingkan dengan hanya mempersiapkan pendirian sebuah usaha/bisnis baru melalui penyiapan perangkat/tools of business and management.

Comments