SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
Sosialisasi Dan Pembentukan Kepribadian
Defenisi
Banyak para ahli yang menaruh perhatian serta mencurahkan penelitiannya buat menggambarkan penelitiannya tentang mengenai pola tingkah laku yang nantinya merunut pula pada pola tingkah laris manusia menjadi bahan perbandingannya.
Pola-pola tingkah laris bagi semua Homo Sapiens hampir tidak terdapat, bahkan bagi seluruh individu yang tergolong satu ras pun, nir ada satu system pola tingkah laris yg seragam. Sebabnya tingkah laku Homo Sapiens nir hanya ditentukan sang system organic biologinya saja, melainkan jua nalar dan pikirannya serta jiwanya, sehingga variasi pola tingkah laku Homo Sapiens sangat besar diversitasnya serta unik bagi setiap insan.
Dengan pola tingkah laku dalam arti yang sangat khusus yang dipengaruhi oleh nalurinya, dorongan-dorongan serta refleksnya.
Jadi “Kepribadian” pada konteks yg lebih mendalam adalah “susunan unsur-unsur nalar dan jiwa yang memilih tingkah laku atau tindakan seseorang individu”.
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan menurut satu generasi ke generasi lainnya pada sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut pengenalan sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena pada proses pengenalan diajarkan kiprah-kiprah yg wajib dijalankan sang individu.
Unsur-unsur Kepribadian
Ada beberapa unsur-unsur berdasarkan kepribadian. Diantaranya merupakan menjadi berikut :
Pengetahuan
Pengetahuan merupakan suatu unsur-unsur yang mengisi logika serta alam jiwa orang yang sadar. Dalam alam sekitar manusia masih ada aneka macam hal yang diterimanya melalui panca inderanya yang masuk kedalam mengembangkan sel pada bagian-bagian eksklusif menurut otaknya. Ddan didalam otak tersebutlah semuanya diproses menjadi susunan yg dipancarkan sang individu kealam kurang lebih. Dan pada Antropologi dikenal sebagai “persepsi” yaitu; “seluruh proses akal manusia yang sadar”.
Ada kalanya suatu persepsi yg diproyeksikan kembali menjadi suatu penggambaran serius mengenai lingkungan yg mengandung bagian-bagian. Penggambaran yg terfokus secara lebih intensif yg terjadi karena pemustan secara lebih intensif pada dalam pandangan psikologi umumnya diklaim menggunakan “Pengamatan”.
Penggambaran tentang lingkungan dengan penekanan pada bagian-bagian yang paling menarik perhatianya acapkali diolah oleh sutu proses pada aklanya yang menghubungkannya menggunakan banyak sekali penggambaran lain yang sejenisnya yg sebelumnya pernah diterima serta diproyeksikan sang akalnya, serta kemudian muncul kembali sebagai kenangan.
Dan penggambaran yang baru dengan pengertian baru pada kata psikologi diklaim “Apersepsi”.
Penggabungan dan membandingkan-bandingkan bagian-bagian berdasarkan suatu penggambaran dengan bagian-bagian dari banyak sekali penggambaran lain yg homogen secara konsisten berdasarkan asas-asas eksklusif. Dengan proses kemampuan buat menciptakan suatu penggambaran baru yg abstrak, yg dalam kenyataanya nir mirip dengan galat satu berdasarkan sekian macam bahan konkret berdasarkan penggambaran yg baru.
Dengan demikian manusia dapat menciptakan suatu penggambaran tentang tempat-tempat tertentu pada muka bumi, padahal dia belum pernah melihat atau mempersepsikan tempat-tempat tadi. Penggambaran abstrak tadi dalam ilmu-ilmu sosial dianggap dengan “Konsep”.
Cara pengamatan yang mengakibatkan bahwa penggambaran tentang lingkungan mungkin terdapat yang ditambah-tambah atau dibesar-besarkan, tetapi terdapat pula yang dikurangi atau diperkecil pada bagian-bagian tertentu. Dan ada jua yang digabung menggunakan penggambaran-pengambaran lain sebagai akibatnya sebagai penggambaran yang baru sama sekali, yang sebenarnya tidak konkret.
Dan penggambaran baru yg sering nir realistic pada Psikologi disebut menggunakan “Fantasi”.
Seluruh penggambaran, apersepsi, pengamatan, konsep, serta fantasi merupakan unsur-unsur pengetahuan yang secara sadar dimiliki seorang Individu.
Perasaan
Selain pengetahuan, alam kesadaran manusia juga mengandung banyak sekali macam perasaan. Sebaliknya, dapat juga digambarkan seorang individu yang melihat suatu hal yg tidak baik atau mendengar bunyi yg tidak menyenangkan. Persepsi-persepsi misalnya itu dapat menimbulkan dalam kesadaranya perasaan negatif.
“Perasaan”, disamping segala macam pengetahuan agaknya pula mengisi alam pencerahan insan setiap waktu dalam hidupnya. “Perasaan” merupakan suatu keadaan dalam kesadaran insan yang karena pengetahuannya dievaluasi menjadi keadan yg positif atau negative.
Dorongan Naluri
Kesadaran insan mengandung membuatkan perasaan membuatkan perasaan lain yg nir disebabkan karena diperanguhi oleh pengeathuannya, namun lantaran memang telah terkandung pada pada organismenya, khususnya pada gennya, sebagai insting. Dan kemauan yg sudah meruapakan insting diklaim “Dorongan”.
Tujuh Macam Dorongan naluri
Ada disparitas paham tentang jenis serta jumlah dorongan naluri yg terkandung dalam naluri manusia yaitu ;
- Dorongan buat mempertahankan hidup. Dorongan ini memang merupakan suatu kekutan biologis yg ada dalam setiap makhluk di dunia untuk bisa bertahan hidup.
- Dorongan ini sudah banyak menarik perhatian para pakar antropolagi, serta mengenai hal ini telah dikembangkan berbagai teori. Dorongan biologis yang mendorong insan buat membentuk keturunan bagi kelanjutan keberadaanya di dunia ini timbul pada setiap individu yang normal yang nir dipengaruhi sang pengetahuan apapun.
- Dorongan buat berupaya mencari makan. Dorongan ini nir perlu dipelajari, dan semenjak baru dilahirkan pun insan telah menampakannya menggunakan mencari puting susu ibunya atau botol susunya tanpa perlu dipelajari.
- Dorongan buat bergaul atau berinteraksi menggunakan sesame manusia, yg memang adalah landasan hayati berdasarkan kehidupan warga insan menjadi kolektif.
- Dorongan buat meniru tingkah laris sesamanya. Dorongan ini merupakan dari-mula dari adanya beragam kebudayaan insan, yg menyebabkan bahwa manusia menyebarkan adat. Adat, sebaliknya, memaksa perbuatan yang seragam (conform) menggunakan manusia-manusia di sekelilingnya.
- Dorongan buat berbakti. Dorongan ini mungkin ada lantaran manusia adalah makhluk kolektif. Agar insan dapat hayati secara beserta manusia lain diperlukan suatu landasan hayati buat mengembangkan Altruisme, Simpati, Cinta, dan sebagainya. Dorongan itu kemudian lebih lanjut menciptakan kekuatan-kekuatan yg sang perasaanya dianggap berada pada luar akalnya sehingga ada religi.
- Dorongan buat keindahan. Dorongan ini acapkali saudah tampak dimiliki bayi, yang sudah mulai tertarik dalam bentuk-bentuk, rona-warni, dan suara-bunyi, irama, serta gerak-mobilitas, dan merupakan dasar dari unsur kesenian.
Materi Dari Unsur-unsur Kepribadian
Dalam sebuah konsep kepribadian umum,makin dipertajam dengan terciptanya konsep basic personality structure, atau “kepribadian dasar”, yaitu seluruh seluruh unsur kepribadian yg dimiliki sebagian besar masyarakat suatu rakyat.
Kepribadian dasar ada lantaran semua individu warga warga mengalami imbas lingkungan kebudayaan yang sama selama pertumbuhan mereka. Metodologi buat mengumpulkan data tentang kepribadian bangsa dapat dilakukan menggunakan mengumpulkan sample menurut rakyat rakyat yang menjadi objek penelitian, yang lalu diteliti kepribadiannya menggunakan tes Psikologi.
Selain karakteristik watak umum, seseorang Individu memilki karakteristik-karakteristik wataknya sendiri, sementara adaindividu-individu pada sample yang nir meliki unsur-unsur kepribadian generik. Pendekatan pada penelitian kepribadian suatu kebudaya jua dilaksanakan dengan metode lain yg berdasarkan dalam ciri-karakteristik dan unsur tabiat seorang individu dewasa.
Pembentukan watak dan jiwa individu banyak ditentukan sang pengalamannya di masa kanak-kanak dan pola pengasuhan orang tua.
Berdasarkan konsepsi Psikologi tersebut, para ahli Antropologi berpendirian bahwa menggunakan mempelajari norma-norma pengasuhan anak yg khas akan dapat mengetahui adanya aneka macam unsur kepribadian dalam sebagian besar masyarakat yang adalah akibat menurut pengalaman-pengalaman mereka sejak masa kanak-kanak.
Penelitian mengenai etos kebudayaan serta kepribadian bangsa yang pertama-tama dilakukan oleh tokoh Antroplogi R. Benedict, R. Linton, serta M. Mead. Sehingga menjadi bagian khusus pada antropologi yang dinamakan personality and culture.
Jenis sosialisasi
Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi sebagai 2: pengenalan utama (dalam famili) serta pengenalan sekunder (pada rakyat). Menurut Goffman ke 2 proses tadi berlangsung pada institusi total, yaitu loka tinggal serta loka bekerja. Dalam kedua institusi tadi, masih ada sejumlah individu pada situasi yg sama, terpisah berdasarkan warga luas pada jangka ketika kurun tertentu, beserta-sama menjalani hidup yang terkukung, serta diatur secara formal.
Keluarga sebagai mediator pengenalan primer
1. Sosialisasi primer
Peter L. Berger dan Luckmann mendefinisikan pengenalan utama menjadi pengenalan pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar sebagai anggota rakyat (keluarga). Sosialisasi primer berlangsung waktu anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai bisa membedakan dirinya menggunakan orang lain pada sekitar keluarganya.
Dalam termin ini, peran orang-orang yang terdekat menggunakan anak sebagai sangat krusial sebab seseorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan sang rona kepribadian serta hubungan yang terjadi antara anak menggunakan anggota famili terdekatnya.
2. Sosialisasi sekunder
Sosialisasi sekunder merupakan suatu proses sosialisasi lanjutan selesainya sosialisasi primer yg memperkenalkan individu ke pada gerombolan tertentu pada warga . Salah satu bentuknya adalah resosialisasi serta desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu bukti diri diri yang baru. Sedangkan pada proses desosialisasi, seseorang mengalami 'pencabutan' bukti diri diri yang usang.
Tipe sosialisasi
Setiap kelompok rakyat mempunyai standar serta nilai yg tidak sinkron. Model, baku 'apakah seorang itu baik atau nir' pada sekolah menggunakan di gerombolan sepermainan tentu tidak sinkron. Di sekolah, contohnya, seseorang disebut baik bila nilai ulangannya di atas tujuh atau tidak pernah terlambat masuk sekolah. Sementara pada kelompok sepermainan, seorang dianggap baik apabila solider menggunakan teman atau saling membantu. Perbedaan baku dan nilai pun tidak terlepas berdasarkan tipe sosialisasi yang ada. Ada dua tipe sosialisasi. Kedua tipe sosialisasi tadi adalah menjadi berikut.
1. Formal
Sosialisasi tipe ini terjadi melalui forum-forum yg berwenang menurut ketentuan yang berlaku dalam negara.
2. Informal
Sosialisasi tipe ini terdapat di warga atau dalam pergaulan yang bersifat kekeluargaan, misalnya antara sahabat, teman, sesama anggota klub, dan kelompok-grup sosial yang terdapat pada pada masyarakat.
Baik pengenalan formal juga sosialisasi informal permanen mengarah kepada pertumbuhan eksklusif anak agar sinkron menggunakan nilai serta kebiasaan yg berlaku pada lingkungannya. Dalam lingkungan formal seperti di sekolah, seseorang siswa berteman dengan teman sekolahnya serta berinteraksi dengan guru dan karyawan sekolahnya. Dalam interaksi tadi, beliau mengalami proses sosialisasi. Menggunakan adanya proses soialisasi tadi, siswa akan disadarkan tentang peranan apa yang harus ia lakukan. Siswa juga diharapkan memiliki pencerahan dalam dirinya buat menilai dirinya sendiri. Misalnya, apakah aku ini termasuk anak yg baik serta disukai teman atau nir? Apakah perliaku saya sudah pantas atau nir?
Meskipun proses pengenalan dipisahkan secara formal serta informal, namun hasilnya sangat suluit buat dipisah-pisahkan lantaran individu umumnya menerima pengenalan formal serta informal sekaligus.
Pola sosialisasi
Sosiologi dapat dibagi sebagai 2 pola: pengenalan represif dan sosialisasi partisipatoris. Sosialisasi represif (repressive socialization) menekankan dalam penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain berdasarkan sosialisasi represif merupakan fokus dalam penggunaan materi dalam hukuman serta imbalan. Penekanan dalam kepatuhan anak dan orang tua. Penekanan dalam komunikasi yg bersifat satu arah, nonverbal serta berisi perintah, penekanan pengenalan terletak dalam orang tua serta keinginan orang tua, serta kiprah keluarga menjadi significant other. Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization) merupakan pola pada mana anak diberi imbalan saat berprilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan bersifat simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberi kebebasan. Penekanan diletakkan pada interaksi dan komunikasi bersifat ekspresi yg sebagai sentra sosialisasi merupakan anak dan keperluan anak. Keluarga menjadi generalized other.
Proses sosialisasi
Macam-macam Proses Sosialisasi
1. Proses Sosialisasi yang Terjadi Tanpa Disengaja melalui Proses Interaksi Sosial
Proses ini terjadi apabila individu yg disosialisasi maupun yg terisolasi menyaksikan aktivitas yg dilakukan dan diperbuat oleh orang-orang disekitarnya dalam berinteraksi. Misalnya sorang anak memperhatikan kegiatan yang dilakukan sang orang tuanya kemudian ia meniru dan mencontohkan perbuatan tadi pada pergaulan sehari-hari.
2. Proses Sosialaisasi yang Terjadi secara Sengaja melalui Pendidikan dan Pengajaran.
Proses ini terjadi jika seseorang individu mengikuti pedagogi dan pendidikan yang sengaja dilakukan sang pendidik-pendidik yg mewakili warga . Dalam pendidikan anak akan dikenalkan dalam kebiasaan serta nilai yang berlaku pada warga .
Menurut George Herbert Mead
George Herbert Mead berpendapat bahwa pengenalan yg dilalui seseorang dapat dibedakan menlalui termin-tahap menjadi berikut.
1. Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami sejak insan dilahirkan, waktu seseorang anak mempersiapkan diri buat mengenal global sosialnya, termasuk buat memperoleh pemahaman mengenai diri. Pada termin ini pula anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski nir sempurna.
2. Tahap meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seseorang anak menirukan peran-kiprah yg dilakukan sang orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang anma diri serta siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari mengenai apa yg dilakukan seorang mak serta apa yg diharapkan seseorang ibu berdasarkan anak. Dengan istilah lain, kemampuan buat menempatkan diri dalam posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa global sosial manusia berisikan poly orang sudah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yg dipercaya penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni menurut mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seseorang anak, orang-orang ini diklaim orang-orang yg amat berarti (Significant other)
3. Tahap siap bertindak (Game Stage)
Peniruan yg dilakukan telah mulai berkurang dan digantikan oleh kiprah yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri dalam posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara beserta-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan buat membela famili dan bekerja sama menggunakan teman-temannya. Pada termin ini versus berinteraksi semakin poly dan hubunganya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-sahabat sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku pada luar keluarganya secara sedikit demi sedikit juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma eksklusif yg berlaku di luar keluarganya.
4. Tahap penerimaan kebiasaan kolektif (Generalized Stage)
Pada tahap ini seseorang telah dipercaya dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya dalam posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, dia bisa bertenggang rasa nir hanya menggunakan orang-orang yang berinteraksi dengannya akan tetapi pula dengan rakyat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama--bahkan menggunakan orang lain yg nir dikenalnya-- secara mantap. Manusia menggunakan perkembangan diri dalam tahap ini sudah menjadi masyarakat rakyat dalam arti sepenuhnya.
Menurut Charles H. Cooley
Cooley lebih menekankan peranan interaksi pada teorinya. Menurut dia, Konsep Diri (self concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yg lalu disebut looking-glass self terbentuk melalui 3 tahapan sebagai berikut.
1. Kita membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.
Seorang anak merasa dirinya menjadi anak yg paling hebat dan yg paling pandai lantaran oleh anak mempunyai prestasi di kelas dan selalu menang di aneka macam lomba.
2. Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita.
Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, oleh anak membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji beliau, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini sanggup muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya pada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu sahih. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal apabila dibandingkan dengan orang lain, dia tidak terdapat apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun jika oleh anak memperoleh berita berdasarkan orang lain bahwa terdapat anak yg lebih hebat berdasarkan beliau.
3. Bagaimana perasaan kita sebagai dampak berdasarkan evaluasi tadi.
Dengan adanya penilaian bahwa sang anak merupakan anak yang hebat, ada perasaan bangga serta penuh percaya diri.
Ketiga tahapan pada atas berkaitan erat dengan teori labeling, dimana seorang akan berusaha memainkan peran sosial sinkron dengan apa evaluasi orang terhadapnya. Apabila seorang anak dicap "nakal", maka ada kemungkinan ia akan memainkan kiprah sebagai "anak nakal" sesuai menggunakan evaluasi orang terhadapnya, walaupun evaluasi itu belum tentu kebenarannya.
Agen/Media sosialisasi
Agen pengenalan merupakan pihak-pihak yg melaksanakan atau melakukan pengenalan. Ada empat agen sosialisasi yang primer, yaitu famili, gerombolan bermain, media massa, serta lembaga pendidikan sekolah.
Pesan-pesan yg disampaikan agen pengenalan berlainan serta tidak selamanya sejalan satu sama lain. Apa ayng diajarkan famili mungkin saja berbeda serta sanggup jadi bertentangan menggunakan apa yang diajarkan oleh agen pengenalan lain. MIsalnya, pada sekolah anak-anak diajarkan buat tidak merokok, meminum minman keras serta menggunakan obat-obatan terlarang (narkoba), namun mereka menggunakan leluasa mempelajarinya dari teman-teman sebaya atau media massa.
Proses sosialisasi akan berjalan lancar jika pesan-pesan yg disampaikan sang agen-agen sosialisasi itu nir bertentangan atau selayaknya saling mendukung satu sama lain. Akan tetapi, pada masyarakat, pengenalan dijalani sang individu dalam situasi konflik eksklusif karena dikacaukan oleh agen pengenalan yang berlainan.
Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem korelasi diperluas (extended family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas karena dalam satu rumah bisa saja terdiri atas beberapa keluarga yang mencakup kakek, nenek, paman, dan bibi di samping anggota keluarga inti. Pada warga perkotaan yg sudah padat penduduknya, sosialisasi dilakukan sang orang-orabng yg berada diluar anggota kerabat biologis seorang anak. Kadangkala terdapat agen sosialisasi yg merupakan anggota kerabat sosiologisnya, misalnya pengasuh bayi (baby sitter). Berdasarkan Gertrudge Jaeger peranan para agen pengenalan dalam sistem famili dalam termin awal sangat akbar karena anak sepenuhnya berada dalam ligkugan keluarganya terutama orang tuanya sendiri.
Hubungan Antara Sosialisasi Dengan Pembentukan Kepribadian
Sosialisasi adalah sebuah proses mengusut dan menghayati norma dan konduite yg selaras dengan kiprah peran sosial yang berlaku pada suatu masyarakat.
Kepribadian adalah keseluruhan konduite dari seorang individu menggunakan system kesamaan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian situasi.
Jadi, pada ketika terjadi sosialisasi saat itu jua sejalan menggunakan proses pembentukan kepribadian.
Sosialisasi adalah suatu proses sosial yang terjadi apabila seorang individu menghayati serta melaksanakan norma-kebiasaan gerombolan tempat ia hidup sehingga akan merasa menjadi bagian menurut kelompoknya tersebut. Kepribadian merupakan abstraksi dari pola perilaku manusia secara individual. Jadi, kepribadian merupakan karakteristik-karakteristik atau watak yang spesial menurut seseorang individu sebagai akibatnya menaruh bukti diri yg khas bagi individu yg bersangkutan.
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa kepribadian adalah abstraksi atau pengorganisasian menurut perilaku-sikap seseorang individu buat berprilaku dalam rangka berhubungan dengan orang lain (berinteraksi sosial) atau menanggapi suatu hal yg terjadi dalam lingkungan masyarakatnya. Dengan istilah lain, pola prilaku yang merupakan perwujudan menurut kepribadian seorang individu akan disesuaikan dengan sistem nilai dan norma yang berlaku dalam kehidupan sosial budaya masyarakatnya.
Akan tetapi nilai dan kebiasaan pada kehidupan rakyat akan sulit terwujud bila nir disosialisasikan kepada seluruh anggota warga . Dibutuhkan proses belajar atau sosialisasi buat mencapai kesesuaian antara kepribadian dan nilai atau norma tersebut. Dengan demikian, kepribadian bisa menjadi acuan (blue print) bermasyarakat yg diklaim kebudayaan. Sebaliknya sifat kebudayaan yg bergerak maju akan memerlukan sosialisasi agar sesuai dengan kepribadian masyarakat saling keterkaitan antara kehidupan tersebut berlangsung terus dalam bulat kehidupan (life cycle).
Pembentukan Kepribadian Sebagai Hasil Sosialisasi
Setiap individu dalam warga adalah eksklusif yg unik, namun karena mereka memperoleh tipe-tipe sosialisasi yang sangat seperti, baik yg berasal dari tempat tinggal juga sekolah, akan banyak ciri kepribadian yang hampir serupa. Seseorang akan mencari pola konduite atau perilaku serta nilai-nilai yg ditekankan sang kebudayaannya sebagai hal yang penting buat mencapai kebiasaan dan prestasi langsung.
Kepribadian merupakan campuran utuh menurut perilaku, sifat, emosi, nilai yg memengaruhi seseorang supaya berbuat sesuai menggunakan rapikan cara yg diperlukan. Kepribadian merupakan adonan keseluruhan sifat-sifat yg tampak serta yang bisa dicermati seseorang. Dari pengertian tadi terlihat bahwa kepribadian nir hanya terlihat dari ciri-karakteristik fisik, seperti rambutnya keriting atau kulitnya yang hitam saja, namun juga karakteristik lainnya, misalnya kebiasaan dan sikapnya.
Kepribadian terbentuk, hidup, serta berubah sejalan menggunakan proses sosialisasi.
Penerapan Pengetahuan Sosiologi pada Masyarakat
Sosiologi merupakan suatu kajian tentang warga dan hubungannya dengan lingkungan pada mana masyarakat bertempat tinggal. Kajian tersebut menaruh pengetahuan bagi siapa saja yang mengusut. Pengetahuan sosiologi memberikan manfaat serta dapat diaplikasikan (diterapkan) dalam kehidupan sehari-hari buat menunjang keberhasilan seseorang pada kehidupannya di masyarakat. Pengatahuan sosiologi dapat diterapkan pada proses pengenalan yg secara nir langsung ikut berperan serta pada pembentukan kepribadian seseorang individu. Oleh karenanya, peranan pengetahuan sosiologi dalam proses sosialisasi yang secara nir eksklusif ikut membangun kepribadian seorang individu memiliki hubungan yg sangat erat, karena ilmu pengetahuan sosiologilah seorang individu bisa dibuat kepribadiannya sedemikian rupa hingga sebagai seorang individu yang berprilaku sebagaimana di kalangan masyarakat tempat tinggalnya.
Penerapan Pengetahuan Sosiologi Tentang Proses Sosialisasi serta Pembentukan Kepribadian
Pengetahuan sosiologi tentang proses pengenalan dan pembentukan kepribadian membantu seseorang buat memahami bagaimana ia harus bersosialisasi dalam warga agar memiliki kepribadian yang baik.
= contoh : seseorang ibu akan mendidik anaknya dengan sebaik-baiknya, tidak melakukan kekerasan fisik atau emosional menaruh teladan yang baik, menumbuhkan sikap tolong-menolong, serta perilaku saling menghargai sesama insan.
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yg meberikan pemecahan atas aneka macam perkara menggunakan pendekatan kemasyarakatan. Sosiologi sangat berkaitan erat dalam pembentukan kepribadian seseorang. Pengetahuan sosiologi dapat diterapkan di dalam masyarakat buat membantu dalam pembentukan kepribadian seorang agar perilakunya sinkron menggunakan norma-kebiasaan yg dianut oleh masyarakat setempat. Pengetahuan sosiologi bisa membantu dalam proses pengenalan, maksudnya adalah apabila pengetahuan sosiologi yang dianut oleh suatu warga itu salah , maka akan mengakibatkan proses sosialisasi itu akan menciptakan kepribadian seorang pun mengikuti rakyat sekitarnya yg memang sudah menganut suatu pengetahuan sosiologi yang salah .