AGENAGEN SOSIALISASI

Cara flexi-- Warga belajar dan murid sekalian, dalam pembahasan materi Sosiologi kali ini kita akan tahu tentang agen-agen pengenalan, Yang dimaksud dengan agen sosialisasi atau media pengenalan merupakan pihak-pihak yg melaksanakan sosialisasi. Dalam sosiologi terdapat empat agen atau media pengenalan yg primer, yaitu keluarga, kelompok sebaya atau sepermainan, sekolah atau gerombolan belajar, dan media masa.
1. Keluarga
Pada awal kehidupan seseorang, agen atau media sosialisasi yg utama adalah famili. Peran keluarga menjadi agen pengenalan yang pertama terletak pada pentingnya sosialisasi kebiasaan-kebiasaan yg diajarkan pada tahap ini. Pada termin ini seorang anak belajar berkomunikasi lewat indera pendengaran, penglihatan, perasa, dan sentuhan fisik. Sosialisasi dalam tahap awal ini sangat krusial, karena dalam periode inilah kemampuan-kemampuan tertentu diajarkan.
Proses pengenalan akan gagal, jika proses itu terlambat dilakukan. Seperti gambar berikut ini, melalui hubungan dalam famili, anak memeriksa kebiasaan, perilaku, perilaku, serta nilai-nilai budaya yg diyakini dalam keluarga maupun warga .
Nilai-nilai budaya yg tumbuh di masyarakat bermanfaat buat mencari keselarasan atau keharmonisan hayati. Nilai-nilai budaya ini diwariskan secara turun temurun menurut generasi ke generasi berikutnya. Perubahan-perubahan nilai dimungkinkan sesuai dengan tuntutan jaman, asalkan menuju perbaikan.
Oleh karenanya, proses pengenalan pada setiap diri anak sangat penting. Proses sosialisasi ini dimulai menurut lingkungan famili, yaitu bagaimana suatu famili mempunyai pola asuh yg sinkron menggunakan budaya famili itu. Jadi famili memiliki fungsi pengenalan, diantaranya :
a. Sebagai tempat awal perwarisan budaya supaya anak terbiasa menggunakan aturan yg dianut oleh warga setempat.
b. Merupakan wadah pembentukan tabiat, kepribadian, budi pekerti supaya anak bisa berperilaku sinkron dengan nilai-nilai serta norma yang dianut sang rakyat setempat.
Uraian di atas merupakan proses pengenalan pada keluarga yang ideal. Adakalanya proses sosialisasi berlangsung tidak sempurna dikarenakan ada beberapa faktor. Misalnya, ada pergeseran nilai mengenai peran wanita. Dewasa ini, di Indonesia telah berkembang nial budaya bahwa perempuan tidak hanya berperan sebagai ibu tempat tinggal tangga saja, namun pula menjadi perempuan pekerja yg berkarir atau menjadi tenaga tenaga kerja wanita yg bekerja di luar negeri. Perubahan ini bedampak dalam pola asuh anak, pengasuhan anak tidak hanya sang orang tua, tetapi dibantu oleh pengasuh anak atau keluarga berdasarkan orang tua. Hal ini akan berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak.
Sosialisasi utama yg berlangsung dikeluarga adalah awal menurut pembentukan kepribadian anak. Bahwa anak merupakan makhluk yg rentan, tergantung, lugu, serta memiliki kebutuhan-kebutuhan spesifik, sehingga anak memerlukan perawatan dan perlindunga yang spesifik jua. Keluarga yang serasi, penuh cinta kasih, dan pengeritian merupakan tempat untuk berkembangnya secara penuh baik fisik juga mental. Namun, ada sejumlah syarat anak-anak Indonesia tergolong dalam kondisi yg kurang beruntung.
Keluarga dengan tekanan ekonomi yg berat merupakan keliru satu faktor yang berdampak dalam pola asuh terhadap anak. Anak yg seharusnya masih berada pada usia sekolah terpaksa membantu orang tua buat bekerja. Keadaan ini menjadi parah, karena 80 % dari pekerja anak terutama di pedesaan, mereka bekerja tanpa dibayar. Akibat berdasarkan itu semua perkembangan diri anak sebagai terganggu. Anak mengalami kekerasan fisik, putus sekolah, keliru pergaulan, yg pada umumnya nir memperbaiki kodrat mereka menjadi anak. Di bawah ini, contoh perkara bepergian bagaimana seseorang anak menjadi anak jalanan.
2. Kelompok Sebaya atau Sepermainan (peer group)
Anak selesainya bisa berjalan dan berbicara, jua membutuhkan kegiatan bermain. Interaksi dengan orang lain atau sahabat sebaya, membuat anak mengenal beragam aturan mengenai peranan setiap individu. Seperti gambar di bawah ini, anak-anak begitu ceria dengan teman sepermainannya.
Dengan bermain anak mengenal nilai-nilai solidaritas, keadilan, toleransi, serta kebenaran. Semakin bertambah usai anak, media pengenalan gerombolan sebaya memberi efek yg begitu akbar pada pembentukan kepribadian seseorang.
Seseorang tidak mampu melepaskan hubungannya menggunakan jaringan grup. Kelompok merupakan tiap formasi orang yg memiliki pencerahan beserta akan keanggotaan dan saling berinteraksi. Sebagai remaja, kamu dituntut selektif pada saat menentukan keanggotaan pada berkelompok. Sikap-perilaku apa saja yang wajib kita tunjuk dalam berinteraksi sosial dengan sahabat-teman kita?
a. Sikap toleran terhadap keragaman perilaku
Keragaman perilaku akan memilih dalam kelompok mana seseorang remaja akan bergabung. Bentuk gerombolan dibedakan sebagai dua, yaitu grup sendiri serta gerombolan luar. Kelompok sendiri merupakan gerombolan dimana saya menjadi anggota gerombolan itu. Sedangkan grup luar adalah gerombolan yang saya nir menjadi anggota kelompok itu. Kedua bentuk kelompok itu sangat penting lantaran dapat mensugesti perilaku seseorang. Kelompok sendiri mengharapkan anggota grup menerima pengakuan, kesetiaan, serta pertolongan. Dari grup luar kita menerima sikap permusuhan atau persaingan. Untuk itu sikap toleransi diharapkan untuk melihat keragaman konduite antar teman. Lantaran dengan bersikap toleran, pertentangan dapat dihidari serta akan tercipta keselarasan pada hubungan antar gerombolan .
b. Sikap kritis dalam memilih kelompok
Seseorang pada memilih pilihan untuk bergabung menggunakan grup harus bersikap kritis. Dilihat menurut tipe hubungan gerombolan dapat dibedakan sebagai kelompok utama serta kelompok sekunder. Kelompok primer merupakan grup dimana kit bisa mengenal sebagai seseorang langsung yg akrab. Dalam grup primer interaksi bersifat tidak resmi, akrab, dan personal. Contoh, gerombolan yg memiliki kesamaan hobi, kecenderungan loka tinggal, dan sebagainya. Sedangkan grup sekunder merupakan lebih bersifat resmi, dna didasarkan pada tujuan. Contohnya merupakan grup belajar, gerombolan ilmiah remaja, dan sebagainya. Kelompok utama lebih menekankan pada hubungan, sedangkan kelompok sekunder lebih berorientasi pada tujuan. Seorang siswa harus bersikap kritis dalam menentukan pilihan berkelompok. Kelompok sebaiknya mampu membangun kepribadian seorang buat berperilaku lebih baik. Kekeritisan seorang diharapkan terutama pada lingkungan yang keras. Munculnya anak-anak jalanan tidak semata-mata lantaran tekanan ekonomi famili, tetapi terjadinya kekerasan dalam famili juga menjadi pemicu anak-anak terdampar di jalanan. Anak-anak jalanan sangat rentan terhadap perjudian, penyalahgunaan obat-obatan, serta kekerasan pada gerombolan mereka. Anak-anak terjerumus demikian, lantaran mereka tinggal menggunakan orang yang memperkerjakan mereka atau dengan rekan keraja yg lebih dewasa. Sedangkan, kebutuhan dan gaya hidup mereka berbeda. Kondisi ini memengaruhi perkembangan psikologis anak. Contoh, anak-anak yg berkerja menjadi operator jermal serta pemancingan melakukan perjudian serta merokok. Oleh karena itu, seleksi terhadap kelompok berteman menjadi sesuatu yang berharga, supaya nir terjerumus ke hal-hal yg negatif. Pemerintah serta masyarakat diharapkan tahu keberadaan anak-anak jalanan dengan nir bertindak sewenang-wenang, tetapi berpartisipasi buat mengembalikan mereka ketempat yang aman serta layak.
3. Sekolah atau Kelompok Belajar
Sekolah menjadi jalur pendidikan formal atau grup belajar, adalah bagian menurut pendidikan non formal adalah agen sosialisasi yg mengajarkan hal-hal baru yg nir diajarkan dikeluarga juga dalam hubungan menggunakan grup sebaya.
Kelompok belajar mempersiapkan kiprah-peran baru buat masa mendatang ketika seorang nir tergantung lagi dalam orangtuanya. Selain mengajarkan pengetahuan serta keterampilan yang bertujuan mengembangkan intelektual anak, gerombolan belajar atau sekolah jua membekali siswa dengan kemandirian, tanggung jawab, serta tata tertib.
Peran pemerintah maupun rakyat yang aktif serta peka terhadap potensi pada wilayahnya, memberi peluang buat menyejahterakan warga menggunakan menaikkan keterampilan mereka. Contoh, keterampilan yang dibina oleh forum-lembaga pendidikan nonformal, disesuaikan dengan kondisi geografis forum penyelenggara kegiatan keterampilan tersebut.
4. Media Massa
Media Massa meliputi media cetak yaitu surat berita, majalah atau tabloid, dan media elektro, antara lain radio, televisi, internet, film. Media massa, dewasa ini berperan besar sebagai media pengenalan. Sikap kritis berdasarkan setiap individu akan mampu menyaring beragam liputan yg sangat gencar diberikan oleh media massa.
Gencarnya tayangan iklan pada media cetak atau media elektronika mendorong insan buat berperilaku konsumtif. Pedagangan bebas dan pesatnya teknologi informasi membuat arus barang dari negara satu ke negara lain bergerak cepat. Demikian pula gaya hidup yang menunjuk dalam pola konsumtif serta cara perolehannya yag mudah menjadi ancaman bagu budaya lokal. Film atau sinetron yang menayangkan budaya kekerasan sebagai contoh pada kehidupan sehari-hari dalam waktu seseorang terlibat suatu masalah.
Demikian juga beragam hiburan televisi yg mengarah pada budaya pop, gampang dinikmati setiap saat menggunakan majemuk bentuk berdasarkan berbagai stasion televisi yg begitu poly.
Di sisi lain, media massa menaruh manfaat pada berbagi ilmu pengetahuan atau membuka wawasan seseorang dalam menyikapi aneka macam fakta. Misalnya, masalah tenaga kerja Indonesia ilegal di Malaysia. Dari media massa kita menerima keterangan apa pengaruh jika menjadi TKI secara ilegal, apa saja prosedur yang seharusnya dilakukan oleh TKI. Beragam kabar mengelilingi kita, bagaimana kita menyikapi fakta itu ditentukan sang kepribadian masing-masing individu.
3. Bentuk Sosialisasi
Sosialisasi utama serta pengenalan sekunder adalah 2 bentuk sosialisasi. Sosialisasi primer adalah sosialisasi yg berlangsung dalam  tahap awal kehidupan seseorang menjadi insan. Sosialisasi ini terjadi di lingkungan keluarga, yg mengajarkan anak buat belajar sebagai anggota warga .
Sedangkan pengenalan sekunder merupakan proses yang memperkenalkan seseorang pada lingkungan diluar keluarganya. Sosialisasi sekunder berlangsung pada kelompok belajar, lingkungan kerja, grup bermain, maupun media massa.
 
Sumber : Modul Paket C Setara SMA Kelas X tahun 2004
 

SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN

Sosialisasi Dan Pembentukan Kepribadian 
Defenisi
Banyak para ahli yang menaruh perhatian serta mencurahkan penelitiannya buat menggambarkan penelitiannya tentang mengenai pola tingkah laku yang nantinya merunut pula pada pola tingkah laris manusia menjadi bahan perbandingannya.

Pola-pola tingkah laris bagi semua Homo Sapiens hampir tidak terdapat, bahkan bagi seluruh individu yang tergolong satu ras pun, nir ada satu system pola tingkah laris yg seragam. Sebabnya tingkah laku Homo Sapiens nir hanya ditentukan sang system organic biologinya saja, melainkan jua nalar dan pikirannya serta jiwanya, sehingga variasi pola tingkah laku Homo Sapiens sangat besar diversitasnya serta unik bagi setiap insan. 

Dengan pola tingkah laku dalam arti yang sangat khusus yang dipengaruhi oleh nalurinya, dorongan-dorongan serta refleksnya. 

Jadi “Kepribadian” pada konteks yg lebih mendalam adalah “susunan unsur-unsur nalar dan jiwa yang memilih tingkah laku atau tindakan seseorang individu”. 

Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan menurut satu generasi ke generasi lainnya pada sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut pengenalan sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena pada proses pengenalan diajarkan kiprah-kiprah yg wajib dijalankan sang individu.

Unsur-unsur Kepribadian
Ada beberapa unsur-unsur berdasarkan kepribadian. Diantaranya merupakan menjadi berikut :

Pengetahuan
Pengetahuan merupakan suatu unsur-unsur yang mengisi logika serta alam jiwa orang yang sadar. Dalam alam sekitar manusia masih ada aneka macam hal yang diterimanya melalui panca inderanya yang masuk kedalam mengembangkan sel pada bagian-bagian eksklusif menurut otaknya. Ddan didalam otak tersebutlah semuanya diproses menjadi susunan yg dipancarkan sang individu kealam kurang lebih. Dan pada Antropologi dikenal sebagai “persepsi” yaitu; “seluruh proses akal manusia yang sadar”. 

Ada kalanya suatu persepsi yg diproyeksikan kembali menjadi suatu penggambaran serius mengenai lingkungan yg mengandung bagian-bagian. Penggambaran yg terfokus secara lebih intensif yg terjadi karena pemustan secara lebih intensif pada dalam pandangan psikologi umumnya diklaim menggunakan “Pengamatan”.

Penggambaran tentang lingkungan dengan penekanan pada bagian-bagian yang paling menarik perhatianya acapkali diolah oleh sutu proses pada aklanya yang menghubungkannya menggunakan banyak sekali penggambaran lain yang sejenisnya yg sebelumnya pernah diterima serta diproyeksikan sang akalnya, serta kemudian muncul kembali sebagai kenangan. 

Dan penggambaran yang baru dengan pengertian baru pada kata psikologi diklaim “Apersepsi”.
Penggabungan dan membandingkan-bandingkan bagian-bagian berdasarkan suatu penggambaran dengan bagian-bagian dari banyak sekali penggambaran lain yg homogen secara konsisten berdasarkan asas-asas eksklusif. Dengan proses kemampuan buat menciptakan suatu penggambaran baru yg abstrak, yg dalam kenyataanya nir mirip dengan galat satu berdasarkan sekian macam bahan konkret berdasarkan penggambaran yg baru. 

Dengan demikian manusia dapat menciptakan suatu penggambaran tentang tempat-tempat tertentu pada muka bumi, padahal dia belum pernah melihat atau mempersepsikan tempat-tempat tadi. Penggambaran abstrak tadi dalam ilmu-ilmu sosial dianggap dengan “Konsep”.

Cara pengamatan yang mengakibatkan bahwa penggambaran tentang lingkungan mungkin terdapat yang ditambah-tambah atau dibesar-besarkan, tetapi terdapat pula yang dikurangi atau diperkecil pada bagian-bagian tertentu. Dan ada jua yang digabung menggunakan penggambaran-pengambaran lain sebagai akibatnya sebagai penggambaran yang baru sama sekali, yang sebenarnya tidak konkret. 

Dan penggambaran baru yg sering nir realistic pada Psikologi disebut menggunakan “Fantasi”.
Seluruh penggambaran, apersepsi, pengamatan, konsep, serta fantasi merupakan unsur-unsur pengetahuan yang secara sadar dimiliki seorang Individu.

Perasaan
Selain pengetahuan, alam kesadaran manusia juga mengandung banyak sekali macam perasaan. Sebaliknya, dapat juga digambarkan seorang individu yang melihat suatu hal yg tidak baik atau mendengar bunyi yg tidak menyenangkan. Persepsi-persepsi misalnya itu dapat menimbulkan dalam kesadaranya perasaan negatif. 

“Perasaan”, disamping segala macam pengetahuan agaknya pula mengisi alam pencerahan insan setiap waktu dalam hidupnya. “Perasaan” merupakan suatu keadaan dalam kesadaran insan yang karena pengetahuannya dievaluasi menjadi keadan yg positif atau negative.

Dorongan Naluri 
Kesadaran insan mengandung membuatkan perasaan membuatkan perasaan lain yg nir disebabkan karena diperanguhi oleh pengeathuannya, namun lantaran memang telah terkandung pada pada organismenya, khususnya pada gennya, sebagai insting. Dan kemauan yg sudah meruapakan insting diklaim “Dorongan”.

Tujuh Macam Dorongan naluri
Ada disparitas paham tentang jenis serta jumlah dorongan naluri yg terkandung dalam naluri manusia yaitu ; 
  • Dorongan buat mempertahankan hidup. Dorongan ini memang merupakan suatu kekutan biologis yg ada dalam setiap makhluk di dunia untuk bisa bertahan hidup. 
  • Dorongan ini sudah banyak menarik perhatian para pakar antropolagi, serta mengenai hal ini telah dikembangkan berbagai teori. Dorongan biologis yang mendorong insan buat membentuk keturunan bagi kelanjutan keberadaanya di dunia ini timbul pada setiap individu yang normal yang nir dipengaruhi sang pengetahuan apapun. 
  • Dorongan buat berupaya mencari makan. Dorongan ini nir perlu dipelajari, dan semenjak baru dilahirkan pun insan telah menampakannya menggunakan mencari puting susu ibunya atau botol susunya tanpa perlu dipelajari. 
  • Dorongan buat bergaul atau berinteraksi menggunakan sesame manusia, yg memang adalah landasan hayati berdasarkan kehidupan warga insan menjadi kolektif. 
  • Dorongan buat meniru tingkah laris sesamanya. Dorongan ini merupakan dari-mula dari adanya beragam kebudayaan insan, yg menyebabkan bahwa manusia menyebarkan adat. Adat, sebaliknya, memaksa perbuatan yang seragam (conform) menggunakan manusia-manusia di sekelilingnya. 
  • Dorongan buat berbakti. Dorongan ini mungkin ada lantaran manusia adalah makhluk kolektif. Agar insan dapat hayati secara beserta manusia lain diperlukan suatu landasan hayati buat mengembangkan Altruisme, Simpati, Cinta, dan sebagainya. Dorongan itu kemudian lebih lanjut menciptakan kekuatan-kekuatan yg sang perasaanya dianggap berada pada luar akalnya sehingga ada religi. 
  • Dorongan buat keindahan. Dorongan ini acapkali saudah tampak dimiliki bayi, yang sudah mulai tertarik dalam bentuk-bentuk, rona-warni, dan suara-bunyi, irama, serta gerak-mobilitas, dan merupakan dasar dari unsur kesenian. 
Materi Dari Unsur-unsur Kepribadian
Dalam sebuah konsep kepribadian umum,makin dipertajam dengan terciptanya konsep basic personality structure, atau “kepribadian dasar”, yaitu seluruh seluruh unsur kepribadian yg dimiliki sebagian besar masyarakat suatu rakyat. 

Kepribadian dasar ada lantaran semua individu warga warga mengalami imbas lingkungan kebudayaan yang sama selama pertumbuhan mereka. Metodologi buat mengumpulkan data tentang kepribadian bangsa dapat dilakukan menggunakan mengumpulkan sample menurut rakyat rakyat yang menjadi objek penelitian, yang lalu diteliti kepribadiannya menggunakan tes Psikologi.

Selain karakteristik watak umum, seseorang Individu memilki karakteristik-karakteristik wataknya sendiri, sementara adaindividu-individu pada sample yang nir meliki unsur-unsur kepribadian generik. Pendekatan pada penelitian kepribadian suatu kebudaya jua dilaksanakan dengan metode lain yg berdasarkan dalam ciri-karakteristik dan unsur tabiat seorang individu dewasa.

Pembentukan watak dan jiwa individu banyak ditentukan sang pengalamannya di masa kanak-kanak dan pola pengasuhan orang tua.

Berdasarkan konsepsi Psikologi tersebut, para ahli Antropologi berpendirian bahwa menggunakan mempelajari norma-norma pengasuhan anak yg khas akan dapat mengetahui adanya aneka macam unsur kepribadian dalam sebagian besar masyarakat yang adalah akibat menurut pengalaman-pengalaman mereka sejak masa kanak-kanak.

Penelitian mengenai etos kebudayaan serta kepribadian bangsa yang pertama-tama dilakukan oleh tokoh Antroplogi R. Benedict, R. Linton, serta M. Mead. Sehingga menjadi bagian khusus pada antropologi yang dinamakan personality and culture. 

Jenis sosialisasi
Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi sebagai 2: pengenalan utama (dalam famili) serta pengenalan sekunder (pada rakyat). Menurut Goffman ke 2 proses tadi berlangsung pada institusi total, yaitu loka tinggal serta loka bekerja. Dalam kedua institusi tadi, masih ada sejumlah individu pada situasi yg sama, terpisah berdasarkan warga luas pada jangka ketika kurun tertentu, beserta-sama menjalani hidup yang terkukung, serta diatur secara formal.

Keluarga sebagai mediator pengenalan primer
1. Sosialisasi primer 
Peter L. Berger dan Luckmann mendefinisikan pengenalan utama menjadi pengenalan pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar sebagai anggota rakyat (keluarga). Sosialisasi primer berlangsung waktu anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai bisa membedakan dirinya menggunakan orang lain pada sekitar keluarganya.

Dalam termin ini, peran orang-orang yang terdekat menggunakan anak sebagai sangat krusial sebab seseorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan sang rona kepribadian serta hubungan yang terjadi antara anak menggunakan anggota famili terdekatnya.

2. Sosialisasi sekunder 
Sosialisasi sekunder merupakan suatu proses sosialisasi lanjutan selesainya sosialisasi primer yg memperkenalkan individu ke pada gerombolan tertentu pada warga . Salah satu bentuknya adalah resosialisasi serta desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu bukti diri diri yang baru. Sedangkan pada proses desosialisasi, seseorang mengalami 'pencabutan' bukti diri diri yang usang.

Tipe sosialisasi
Setiap kelompok rakyat mempunyai standar serta nilai yg tidak sinkron. Model, baku 'apakah seorang itu baik atau nir' pada sekolah menggunakan di gerombolan sepermainan tentu tidak sinkron. Di sekolah, contohnya, seseorang disebut baik bila nilai ulangannya di atas tujuh atau tidak pernah terlambat masuk sekolah. Sementara pada kelompok sepermainan, seorang dianggap baik apabila solider menggunakan teman atau saling membantu. Perbedaan baku dan nilai pun tidak terlepas berdasarkan tipe sosialisasi yang ada. Ada dua tipe sosialisasi. Kedua tipe sosialisasi tadi adalah menjadi berikut.

1. Formal 
Sosialisasi tipe ini terjadi melalui forum-forum yg berwenang menurut ketentuan yang berlaku dalam negara.

2. Informal 
Sosialisasi tipe ini terdapat di warga atau dalam pergaulan yang bersifat kekeluargaan, misalnya antara sahabat, teman, sesama anggota klub, dan kelompok-grup sosial yang terdapat pada pada masyarakat.

Baik pengenalan formal juga sosialisasi informal permanen mengarah kepada pertumbuhan eksklusif anak agar sinkron menggunakan nilai serta kebiasaan yg berlaku pada lingkungannya. Dalam lingkungan formal seperti di sekolah, seseorang siswa berteman dengan teman sekolahnya serta berinteraksi dengan guru dan karyawan sekolahnya. Dalam interaksi tadi, beliau mengalami proses sosialisasi. Menggunakan adanya proses soialisasi tadi, siswa akan disadarkan tentang peranan apa yang harus ia lakukan. Siswa juga diharapkan memiliki pencerahan dalam dirinya buat menilai dirinya sendiri. Misalnya, apakah aku ini termasuk anak yg baik serta disukai teman atau nir? Apakah perliaku saya sudah pantas atau nir?

Meskipun proses pengenalan dipisahkan secara formal serta informal, namun hasilnya sangat suluit buat dipisah-pisahkan lantaran individu umumnya menerima pengenalan formal serta informal sekaligus.

Pola sosialisasi
Sosiologi dapat dibagi sebagai 2 pola: pengenalan represif dan sosialisasi partisipatoris. Sosialisasi represif (repressive socialization) menekankan dalam penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain berdasarkan sosialisasi represif merupakan fokus dalam penggunaan materi dalam hukuman serta imbalan. Penekanan dalam kepatuhan anak dan orang tua. Penekanan dalam komunikasi yg bersifat satu arah, nonverbal serta berisi perintah, penekanan pengenalan terletak dalam orang tua serta keinginan orang tua, serta kiprah keluarga menjadi significant other. Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization) merupakan pola pada mana anak diberi imbalan saat berprilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan bersifat simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberi kebebasan. Penekanan diletakkan pada interaksi dan komunikasi bersifat ekspresi yg sebagai sentra sosialisasi merupakan anak dan keperluan anak. Keluarga menjadi generalized other.

Proses sosialisasi
Macam-macam Proses Sosialisasi
1. Proses Sosialisasi yang Terjadi Tanpa Disengaja melalui Proses Interaksi Sosial
Proses ini terjadi apabila individu yg disosialisasi maupun yg terisolasi menyaksikan aktivitas yg dilakukan dan diperbuat oleh orang-orang disekitarnya dalam berinteraksi. Misalnya sorang anak memperhatikan kegiatan yang dilakukan sang orang tuanya kemudian ia meniru dan mencontohkan perbuatan tadi pada pergaulan sehari-hari.
2. Proses Sosialaisasi yang Terjadi secara Sengaja melalui Pendidikan dan Pengajaran.
Proses ini terjadi jika seseorang individu mengikuti pedagogi dan pendidikan yang sengaja dilakukan sang pendidik-pendidik yg mewakili warga . Dalam pendidikan anak akan dikenalkan dalam kebiasaan serta nilai yang berlaku pada warga .

Menurut George Herbert Mead
George Herbert Mead berpendapat bahwa pengenalan yg dilalui seseorang dapat dibedakan menlalui termin-tahap menjadi berikut.

1. Tahap persiapan (Preparatory Stage) 
Tahap ini dialami sejak insan dilahirkan, waktu seseorang anak mempersiapkan diri buat mengenal global sosialnya, termasuk buat memperoleh pemahaman mengenai diri. Pada termin ini pula anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski nir sempurna.

2. Tahap meniru (Play Stage) 
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seseorang anak menirukan peran-kiprah yg dilakukan sang orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang anma diri serta siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari mengenai apa yg dilakukan seorang mak serta apa yg diharapkan seseorang ibu berdasarkan anak. Dengan istilah lain, kemampuan buat menempatkan diri dalam posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa global sosial manusia berisikan poly orang sudah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yg dipercaya penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni menurut mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seseorang anak, orang-orang ini diklaim orang-orang yg amat berarti (Significant other)

3. Tahap siap bertindak (Game Stage) 
Peniruan yg dilakukan telah mulai berkurang dan digantikan oleh kiprah yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri dalam posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara beserta-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan buat membela famili dan bekerja sama menggunakan teman-temannya. Pada termin ini versus berinteraksi semakin poly dan hubunganya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-sahabat sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku pada luar keluarganya secara sedikit demi sedikit juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma eksklusif yg berlaku di luar keluarganya.

4. Tahap penerimaan kebiasaan kolektif (Generalized Stage) 
Pada tahap ini seseorang telah dipercaya dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya dalam posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, dia bisa bertenggang rasa nir hanya menggunakan orang-orang yang berinteraksi dengannya akan tetapi pula dengan rakyat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama--bahkan menggunakan orang lain yg nir dikenalnya-- secara mantap. Manusia menggunakan perkembangan diri dalam tahap ini sudah menjadi masyarakat rakyat dalam arti sepenuhnya.

Menurut Charles H. Cooley
Cooley lebih menekankan peranan interaksi pada teorinya. Menurut dia, Konsep Diri (self concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yg lalu disebut looking-glass self terbentuk melalui 3 tahapan sebagai berikut.

1. Kita membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.
Seorang anak merasa dirinya menjadi anak yg paling hebat dan yg paling pandai lantaran oleh anak mempunyai prestasi di kelas dan selalu menang di aneka macam lomba.

2. Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita.
Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, oleh anak membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji beliau, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini sanggup muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya pada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu sahih. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal apabila dibandingkan dengan orang lain, dia tidak terdapat apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun jika oleh anak memperoleh berita berdasarkan orang lain bahwa terdapat anak yg lebih hebat berdasarkan beliau.

3. Bagaimana perasaan kita sebagai dampak berdasarkan evaluasi tadi.
Dengan adanya penilaian bahwa sang anak merupakan anak yang hebat, ada perasaan bangga serta penuh percaya diri.

Ketiga tahapan pada atas berkaitan erat dengan teori labeling, dimana seorang akan berusaha memainkan peran sosial sinkron dengan apa evaluasi orang terhadapnya. Apabila seorang anak dicap "nakal", maka ada kemungkinan ia akan memainkan kiprah sebagai "anak nakal" sesuai menggunakan evaluasi orang terhadapnya, walaupun evaluasi itu belum tentu kebenarannya.

Agen/Media sosialisasi
Agen pengenalan merupakan pihak-pihak yg melaksanakan atau melakukan pengenalan. Ada empat agen sosialisasi yang primer, yaitu famili, gerombolan bermain, media massa, serta lembaga pendidikan sekolah.

Pesan-pesan yg disampaikan agen pengenalan berlainan serta tidak selamanya sejalan satu sama lain. Apa ayng diajarkan famili mungkin saja berbeda serta sanggup jadi bertentangan menggunakan apa yang diajarkan oleh agen pengenalan lain. MIsalnya, pada sekolah anak-anak diajarkan buat tidak merokok, meminum minman keras serta menggunakan obat-obatan terlarang (narkoba), namun mereka menggunakan leluasa mempelajarinya dari teman-teman sebaya atau media massa.

Proses sosialisasi akan berjalan lancar jika pesan-pesan yg disampaikan sang agen-agen sosialisasi itu nir bertentangan atau selayaknya saling mendukung satu sama lain. Akan tetapi, pada masyarakat, pengenalan dijalani sang individu dalam situasi konflik eksklusif karena dikacaukan oleh agen pengenalan yang berlainan.

Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem korelasi diperluas (extended family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas karena dalam satu rumah bisa saja terdiri atas beberapa keluarga yang mencakup kakek, nenek, paman, dan bibi di samping anggota keluarga inti. Pada warga perkotaan yg sudah padat penduduknya, sosialisasi dilakukan sang orang-orabng yg berada diluar anggota kerabat biologis seorang anak. Kadangkala terdapat agen sosialisasi yg merupakan anggota kerabat sosiologisnya, misalnya pengasuh bayi (baby sitter). Berdasarkan Gertrudge Jaeger peranan para agen pengenalan dalam sistem famili dalam termin awal sangat akbar karena anak sepenuhnya berada dalam ligkugan keluarganya terutama orang tuanya sendiri.

Hubungan Antara Sosialisasi Dengan Pembentukan Kepribadian 
Sosialisasi adalah sebuah proses mengusut dan menghayati norma dan konduite yg selaras dengan kiprah peran sosial yang berlaku pada suatu masyarakat.

Kepribadian adalah keseluruhan konduite dari seorang individu menggunakan system kesamaan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian situasi.

Jadi, pada ketika terjadi sosialisasi saat itu jua sejalan menggunakan proses pembentukan kepribadian. 

Sosialisasi adalah suatu proses sosial yang terjadi apabila seorang individu menghayati serta melaksanakan norma-kebiasaan gerombolan tempat ia hidup sehingga akan merasa menjadi bagian menurut kelompoknya tersebut. Kepribadian merupakan abstraksi dari pola perilaku manusia secara individual. Jadi, kepribadian merupakan karakteristik-karakteristik atau watak yang spesial menurut seseorang individu sebagai akibatnya menaruh bukti diri yg khas bagi individu yg bersangkutan.

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa kepribadian adalah abstraksi atau pengorganisasian menurut perilaku-sikap seseorang individu buat berprilaku dalam rangka berhubungan dengan orang lain (berinteraksi sosial) atau menanggapi suatu hal yg terjadi dalam lingkungan masyarakatnya. Dengan istilah lain, pola prilaku yang merupakan perwujudan menurut kepribadian seorang individu akan disesuaikan dengan sistem nilai dan norma yang berlaku dalam kehidupan sosial budaya masyarakatnya.

Akan tetapi nilai dan kebiasaan pada kehidupan rakyat akan sulit terwujud bila nir disosialisasikan kepada seluruh anggota warga . Dibutuhkan proses belajar atau sosialisasi buat mencapai kesesuaian antara kepribadian dan nilai atau norma tersebut. Dengan demikian, kepribadian bisa menjadi acuan (blue print) bermasyarakat yg diklaim kebudayaan. Sebaliknya sifat kebudayaan yg bergerak maju akan memerlukan sosialisasi agar sesuai dengan kepribadian masyarakat saling keterkaitan antara kehidupan tersebut berlangsung terus dalam bulat kehidupan (life cycle). 

Pembentukan Kepribadian Sebagai Hasil Sosialisasi
Setiap individu dalam warga adalah eksklusif yg unik, namun karena mereka memperoleh tipe-tipe sosialisasi yang sangat seperti, baik yg berasal dari tempat tinggal juga sekolah, akan banyak ciri kepribadian yang hampir serupa. Seseorang akan mencari pola konduite atau perilaku serta nilai-nilai yg ditekankan sang kebudayaannya sebagai hal yang penting buat mencapai kebiasaan dan prestasi langsung.

Kepribadian merupakan campuran utuh menurut perilaku, sifat, emosi, nilai yg memengaruhi seseorang supaya berbuat sesuai menggunakan rapikan cara yg diperlukan. Kepribadian merupakan adonan keseluruhan sifat-sifat yg tampak serta yang bisa dicermati seseorang. Dari pengertian tadi terlihat bahwa kepribadian nir hanya terlihat dari ciri-karakteristik fisik, seperti rambutnya keriting atau kulitnya yang hitam saja, namun juga karakteristik lainnya, misalnya kebiasaan dan sikapnya.

Kepribadian terbentuk, hidup, serta berubah sejalan menggunakan proses sosialisasi. 

Penerapan Pengetahuan Sosiologi pada Masyarakat
Sosiologi merupakan suatu kajian tentang warga dan hubungannya dengan lingkungan pada mana masyarakat bertempat tinggal. Kajian tersebut menaruh pengetahuan bagi siapa saja yang mengusut. Pengetahuan sosiologi memberikan manfaat serta dapat diaplikasikan (diterapkan) dalam kehidupan sehari-hari buat menunjang keberhasilan seseorang pada kehidupannya di masyarakat. Pengatahuan sosiologi dapat diterapkan pada proses pengenalan yg secara nir langsung ikut berperan serta pada pembentukan kepribadian seseorang individu. Oleh karenanya, peranan pengetahuan sosiologi dalam proses sosialisasi yang secara nir eksklusif ikut membangun kepribadian seorang individu memiliki hubungan yg sangat erat, karena ilmu pengetahuan sosiologilah seorang individu bisa dibuat kepribadiannya sedemikian rupa hingga sebagai seorang individu yang berprilaku sebagaimana di kalangan masyarakat tempat tinggalnya.

Penerapan Pengetahuan Sosiologi Tentang Proses Sosialisasi serta Pembentukan Kepribadian
Pengetahuan sosiologi tentang proses pengenalan dan pembentukan kepribadian membantu seseorang buat memahami bagaimana ia harus bersosialisasi dalam warga agar memiliki kepribadian yang baik.

= contoh : seseorang ibu akan mendidik anaknya dengan sebaik-baiknya, tidak melakukan kekerasan fisik atau emosional menaruh teladan yang baik, menumbuhkan sikap tolong-menolong, serta perilaku saling menghargai sesama insan.

Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yg meberikan pemecahan atas aneka macam perkara menggunakan pendekatan kemasyarakatan. Sosiologi sangat berkaitan erat dalam pembentukan kepribadian seseorang. Pengetahuan sosiologi dapat diterapkan di dalam masyarakat buat membantu dalam pembentukan kepribadian seorang agar perilakunya sinkron menggunakan norma-kebiasaan yg dianut oleh masyarakat setempat. Pengetahuan sosiologi bisa membantu dalam proses pengenalan, maksudnya adalah apabila pengetahuan sosiologi yang dianut oleh suatu warga itu salah , maka akan mengakibatkan proses sosialisasi itu akan menciptakan kepribadian seorang pun mengikuti rakyat sekitarnya yg memang sudah menganut suatu pengetahuan sosiologi yang salah .

SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN

Sosialisasi Dan Pembentukan Kepribadian 
Defenisi
Banyak para pakar yang menaruh perhatian dan mencurahkan penelitiannya untuk mendeskripsikan penelitiannya tentang tentang pola tingkah laris yang nantinya merunut pula pada pola tingkah laku manusia sebagai bahan perbandingannya.

Pola-pola tingkah laris bagi semua Homo Sapiens hampir nir terdapat, bahkan bagi seluruh individu yg tergolong satu ras pun, tidak ada satu system pola tingkah laris yang seragam. Sebabnya tingkah laris Homo Sapiens tidak hanya ditentukan oleh system organic biologinya saja, melainkan jua akal dan pikirannya dan jiwanya, sehingga variasi pola tingkah laris Homo Sapiens sangat akbar diversitasnya dan unik bagi setiap insan. 

Dengan pola tingkah laku pada arti yang sangat khusus yang ditentukan oleh nalurinya, dorongan-dorongan dan refleksnya. 

Jadi “Kepribadian” dalam konteks yang lebih mendalam merupakan “susunan unsur-unsur logika dan jiwa yg menentukan tingkah laku atau tindakan seseorang individu”. 

Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan anggaran berdasarkan satu generasi ke generasi lainnya pada sebuah kelompok atau rakyat. Sejumlah sosiolog menyebut pengenalan sebagai teori tentang peranan (role theory). Lantaran dalam proses pengenalan diajarkan peran-kiprah yang wajib dijalankan sang individu.

Unsur-unsur Kepribadian
Ada beberapa unsur-unsur dari kepribadian. Diantaranya adalah menjadi berikut :

Pengetahuan
Pengetahuan merupakan suatu unsur-unsur yg mengisi nalar serta alam jiwa orang yang sadar. Dalam alam lebih kurang manusia masih ada berbagai hal yang diterimanya melalui panca inderanya yg masuk kedalam menyebarkan sel pada bagian-bagian tertentu berdasarkan otaknya. Ddan didalam otak tersebutlah semuanya diproses sebagai susunan yg dipancarkan oleh individu kealam lebih kurang. Dan pada Antropologi dikenal sebagai “persepsi” yaitu; “semua proses nalar insan yg sadar”. 

Ada kalanya suatu persepsi yang diproyeksikan kembali sebagai suatu penggambaran berfokus tentang lingkungan yang mengandung bagian-bagian. Penggambaran yang terfokus secara lebih intensif yang terjadi lantaran pemustan secara lebih intensif pada pada pandangan psikologi umumnya diklaim dengan “Pengamatan”.

Penggambaran mengenai lingkungan dengan penekanan pada bagian-bagian yg paling menarik perhatianya tak jarang diolah sang sutu proses dalam aklanya yang menghubungkannya dengan aneka macam penggambaran lain yg sejenisnya yang sebelumnya pernah diterima serta diproyeksikan oleh akalnya, serta lalu muncul balik sebagai kenangan. 

Dan penggambaran yang baru menggunakan pengertian baru pada istilah psikologi diklaim “Apersepsi”.
Penggabungan dan membandingkan-bandingkan bagian-bagian menurut suatu penggambaran menggunakan bagian-bagian dari aneka macam penggambaran lain yg homogen secara konsisten menurut asas-asas eksklusif. Dengan proses kemampuan buat menciptakan suatu penggambaran baru yang tak berbentuk, yg dalam kenyataanya tidak seperti menggunakan galat satu menurut sekian macam bahan nyata dari penggambaran yg baru. 

Dengan demikian insan dapat membuat suatu penggambaran tentang loka-tempat tertentu di muka bumi, padahal ia belum pernah melihat atau mempersepsikan tempat-loka tadi. Penggambaran abstrak tersebut pada ilmu-ilmu sosial dianggap menggunakan “Konsep”.

Cara pengamatan yg mengakibatkan bahwa penggambaran tentang lingkungan mungkin ada yang ditambah-tambah atau dibesar-besarkan, namun ada jua yg dikurangi atau diperkecil dalam bagian-bagian eksklusif. Dan terdapat juga yg digabung menggunakan penggambaran-pengambaran lain sehingga sebagai penggambaran yang baru sama sekali, yg sebenarnya tidak konkret. 

Dan penggambaran baru yg tak jarang tidak realistic dalam Psikologi dianggap menggunakan “Fantasi”.
Seluruh penggambaran, apersepsi, pengamatan, konsep, dan fantasi adalah unsur-unsur pengetahuan yang secara sadar dimiliki seseorang Individu.

Perasaan
Selain pengetahuan, alam pencerahan manusia jua mengandung banyak sekali macam perasaan. Sebaliknya, dapat pula digambarkan seseorang individu yang melihat suatu hal yang buruk atau mendengar bunyi yg tidak menyenangkan. Persepsi-persepsi seperti itu dapat menimbulkan pada kesadaranya perasaan negatif. 

“Perasaan”, disamping segala macam pengetahuan agaknya juga mengisi alam pencerahan manusia setiap waktu dalam hidupnya. “Perasaan” merupakan suatu keadaan dalam kesadaran insan yang karena pengetahuannya dinilai menjadi keadan yg positif atau negative.

Dorongan Naluri 
Kesadaran manusia mengandung mengembangkan perasaan menyebarkan perasaan lain yang tidak disebabkan karena diperanguhi sang pengeathuannya, tetapi lantaran memang telah terkandung di dalam organismenya, khususnya pada gennya, sebagai naluri. Dan kemauan yang telah meruapakan insting diklaim “Dorongan”.

Tujuh Macam Dorongan naluri
Ada disparitas paham mengenai jenis serta jumlah dorongan naluri yg terkandung pada naluri manusia yaitu ; 
  • Dorongan buat mempertahankan hayati. Dorongan ini memang merupakan suatu kekutan biologis yg ada dalam setiap makhluk di dunia untuk dapat bertahan hidup. 
  • Dorongan ini sudah banyak menarik perhatian para ahli antropolagi, dan mengenai hal ini telah dikembangkan banyak sekali teori. Dorongan biologis yg mendorong manusia buat membentuk keturunan bagi kelanjutan keberadaanya pada dunia ini muncul dalam setiap individu yang normal yg nir ditentukan sang pengetahuan apapun. 
  • Dorongan buat berupaya mencari makan. Dorongan ini nir perlu dipelajari, serta semenjak baru dilahirkan pun manusia telah menampakannya dengan mencari puting susu ibunya atau botol susunya tanpa perlu dipelajari. 
  • Dorongan buat berteman atau berinteraksi dengan sesame manusia, yang memang adalah landasan biologi menurut kehidupan masyarakat manusia menjadi kolektif. 
  • Dorongan buat meniru tingkah laris sesamanya. Dorongan ini adalah dari-mula menurut adanya majemuk kebudayaan insan, yang menyebabkan bahwa manusia berbagi adat. Adat, kebalikannya, memaksa perbuatan yg seragam (conform) dengan insan-insan di sekelilingnya. 
  • Dorongan buat berbakti. Dorongan ini mungkin terdapat lantaran insan adalah makhluk kolektif. Agar insan dapat hayati secara beserta insan lain diharapkan suatu landasan biologi buat berbagi Altruisme, Simpati, Cinta, dan sebagainya. Dorongan itu lalu lebih lanjut menciptakan kekuatan-kekuatan yg sang perasaanya dipercaya berada di luar akalnya sebagai akibatnya ada religi. 
  • Dorongan buat keindahan. Dorongan ini sering saudah tampak dimiliki bayi, yg sudah mulai tertarik pada bentuk-bentuk, rona-warni, serta suara-suara, irama, serta mobilitas-mobilitas, serta adalah dasar dari unsur kesenian. 
Materi Dari Unsur-unsur Kepribadian
Dalam sebuah konsep kepribadian umum,makin dipertajam dengan terciptanya konsep basic personality structure, atau “kepribadian dasar”, yaitu semua seluruh unsur kepribadian yg dimiliki sebagian akbar warga suatu rakyat. 

Kepribadian dasar ada lantaran semua individu warga rakyat mengalami impak lingkungan kebudayaan yg sama selama pertumbuhan mereka. Metodologi untuk mengumpulkan data mengenai kepribadian bangsa dapat dilakukan menggunakan mengumpulkan sample menurut masyarakat warga yang menjadi objek penelitian, yg kemudian diteliti kepribadiannya dengan tes Psikologi.

Selain ciri tabiat umum, seorang Individu memilki ciri-karakteristik wataknya sendiri, sementara adaindividu-individu pada sample yang nir meliki unsur-unsur kepribadian generik. Pendekatan dalam penelitian kepribadian suatu kebudaya pula dilaksanakan dengan metode lain yang berdasarkan pada ciri-karakteristik dan unsur tabiat seorang individu dewasa.

Pembentukan watak serta jiwa individu poly dipengaruhi oleh pengalamannya pada masa kanak-kanak serta pola pengasuhan orang tua.

Berdasarkan konsepsi Psikologi tadi, para pakar Antropologi berpendirian bahwa dengan memeriksa tata cara-norma pengasuhan anak yang spesial akan dapat mengetahui adanya berbagai unsur kepribadian pada sebagian besar rakyat yg adalah dampak berdasarkan pengalaman-pengalaman mereka semenjak masa kanak-kanak.

Penelitian tentang etos kebudayaan serta kepribadian bangsa yang pertama-tama dilakukan sang tokoh Antroplogi R. Benedict, R. Linton, dan M. Mead. Sehingga sebagai bagian spesifik dalam antropologi yang dinamakan personality and culture. 

Jenis sosialisasi
Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi sebagai 2: sosialisasi primer (pada famili) serta sosialisasi sekunder (pada rakyat). Menurut Goffman kedua proses tadi berlangsung pada institusi total, yaitu loka tinggal dan loka bekerja. Dalam ke 2 institusi tadi, terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari warga luas dalam jangka ketika kurun eksklusif, bersama-sama menjalani hidup yang terkukung, serta diatur secara formal.

Keluarga menjadi mediator pengenalan primer
1. Sosialisasi primer 
Peter L. Berger dan Luckmann mendefinisikan pengenalan utama menjadi sosialisasi pertama yg dijalani individu semasa kecil menggunakan belajar sebagai anggota rakyat (famili). Sosialisasi primer berlangsung waktu anak berusia 1-5 tahun atau waktu anak belum masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota famili serta lingkungan famili. Secara sedikit demi sedikit beliau mulai sanggup membedakan dirinya dengan orang lain pada kurang lebih keluarganya.

Dalam termin ini, kiprah orang-orang yang terdekat menggunakan anak sebagai sangat krusial sebab seseorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas pada dalamnya. Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan sang warna kepribadian serta interaksi yang terjadi antara anak menggunakan anggota famili terdekatnya.

2. Sosialisasi sekunder 
Sosialisasi sekunder merupakan suatu proses pengenalan lanjutan selesainya sosialisasi utama yang memperkenalkan individu ke pada kelompok eksklusif dalam masyarakat. Salah satu bentuknya merupakan resosialisasi serta desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seorang diberi suatu identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seorang mengalami 'pencabutan' identitas diri yang lama .

Tipe sosialisasi
Setiap kelompok masyarakat mempunyai baku serta nilai yang tidak selaras. Contoh, standar 'apakah seseorang itu baik atau nir' pada sekolah dengan di grup sepermainan tentu tidak sama. Di sekolah, misalnya, seseorang diklaim baik bila nilai ulangannya pada atas tujuh atau tidak pernah terlambat masuk sekolah. Sementara pada gerombolan sepermainan, seseorang disebut baik bila solider dengan teman atau saling membantu. Perbedaan baku dan nilai pun nir terlepas berdasarkan tipe sosialisasi yg ada. Ada 2 tipe sosialisasi. Kedua tipe sosialisasi tadi merupakan sebagai berikut.

1. Formal 
Sosialisasi tipe ini terjadi melalui lembaga-lembaga yg berwenang menurut ketentuan yg berlaku dalam negara.

2. Informal 
Sosialisasi tipe ini terdapat pada rakyat atau pada pergaulan yang bersifat kekeluargaan, misalnya antara teman, teman, sesama anggota klub, serta gerombolan -kelompok sosial yg ada di pada warga .

Baik pengenalan formal juga pengenalan informal permanen menunjuk kepada pertumbuhan eksklusif anak supaya sinkron dengan nilai serta norma yg berlaku pada lingkungannya. Dalam lingkungan formal misalnya pada sekolah, seseorang siswa berteman menggunakan teman sekolahnya dan berinteraksi dengan guru dan karyawan sekolahnya. Dalam hubungan tersebut, beliau mengalami proses sosialisasi. Menggunakan adanya proses soialisasi tersebut, murid akan disadarkan tentang peranan apa yg harus dia lakukan. Siswa pula diperlukan memiliki pencerahan pada dirinya buat menilai dirinya sendiri. Misalnya, apakah saya ini termasuk anak yg baik serta disukai teman atau nir? Apakah perliaku saya sudah pantas atau tidak?

Meskipun proses pengenalan dipisahkan secara formal dan informal, tetapi hasilnya sangat suluit buat dipisah-pisahkan karena individu umumnya mendapat sosialisasi formal dan informal sekaligus.

Pola sosialisasi
Sosiologi bisa dibagi sebagai 2 pola: sosialisasi represif dan pengenalan partisipatoris. Sosialisasi represif (repressive socialization) menekankan dalam penggunaan sanksi terhadap kesalahan. Ciri lain menurut sosialisasi represif merupakan penekanan dalam penggunaan materi dalam hukuman serta imbalan. Penekanan dalam kepatuhan anak serta orang tua. Penekanan dalam komunikasi yg bersifat satu arah, nonverbal serta berisi perintah, fokus pengenalan terletak dalam orang tua dan cita-cita orang tua, serta kiprah famili menjadi significant other. Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization) merupakan pola pada mana anak diberi imbalan saat berprilaku baik. Selain itu, sanksi serta imbalan bersifat simbolik. Dalam proses pengenalan ini anak diberi kebebasan. Penekanan diletakkan dalam hubungan dan komunikasi bersifat mulut yang sebagai sentra pengenalan merupakan anak dan keperluan anak. Keluarga sebagai generalized other.

Proses sosialisasi
Macam-macam Proses Sosialisasi
1. Proses Sosialisasi yang Terjadi Tanpa Disengaja melalui Proses Interaksi Sosial
Proses ini terjadi bila individu yg disosialisasi maupun yg terisolasi menyaksikan aktivitas yang dilakukan dan diperbuat sang orang-orang disekitarnya dalam berinteraksi. Misalnya sorang anak memperhatikan aktivitas yg dilakukan sang orang tuanya lalu dia meniru dan mencontohkan perbuatan tadi dalam pergaulan sehari-hari.
2. Proses Sosialaisasi yang Terjadi secara Sengaja melalui Pendidikan dan Pengajaran.
Proses ini terjadi bila seseorang individu mengikuti pedagogi dan pendidikan yang sengaja dilakukan sang pendidik-pendidik yg mewakili masyarakat. Dalam pendidikan anak akan dikenalkan dalam kebiasaan dan nilai yang berlaku dalam rakyat.

Menurut George Herbert Mead
George Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yg dilewati seorang bisa dibedakan menlalui tahap-tahap menjadi berikut.

1. Tahap persiapan (Preparatory Stage) 
Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri buat mengenal global sosialnya, termasuk buat memperoleh pemahaman tentang diri. Pada termin ini pula anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski nir sempurna.

2. Tahap meniru (Play Stage) 
Tahap ini ditandai menggunakan semakin sempurnanya seseorang anak menirukan peran-kiprah yg dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran mengenai anma diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, serta sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan seseorang bunda dan apa yg diperlukan seorang bunda berdasarkan anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri dalam posisi orang lain pula mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa global sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian berdasarkan orang tadi merupakan orang-orang yang dipercaya penting bagi pembentukan serta bertahannya diri, yakni berdasarkan mana anak menyerap norma serta nilai. Bagi seorang anak, orang-orang ini dianggap orang-orang yg amat berarti (Significant other)

3. Tahap siap bertindak (Game Stage) 
Peniruan yg dilakukan sudah mulai berkurang serta digantikan sang kiprah yg secara pribadi dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun semakin tinggi sebagai akibatnya memungkinkan adanya kemampuan bermain secara beserta-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan buat membela keluarga serta bekerja sama menggunakan sahabat-temannya. Pada termin ini lawan berinteraksi semakin poly serta hubunganya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan sahabat-sahabat sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yg berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa terdapat norma eksklusif yg berlaku di luar keluarganya.

4. Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage) 
Pada termin ini seorang sudah dianggap dewasa. Dia sudah bisa menempatkan dirinya dalam posisi masyarakat secara luas. Dengan istilah lain, dia dapat bertenggang rasa nir hanya dengan orang-orang yg berinteraksi dengannya tapi juga dengan warga luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama--bahkan dengan orang lain yang nir dikenalnya-- secara mantap. Manusia menggunakan perkembangan diri dalam tahap ini telah menjadi warga warga dalam arti sepenuhnya.

Menurut Charles H. Cooley
Cooley lebih menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Menurut dia, Konsep Diri (self concept) seorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yang kemudian disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan menjadi berikut.

1. Kita membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.
Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat serta yg paling pandai lantaran sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di banyak sekali lomba.

2. Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita.
Dengan pandangan bahwa si anak merupakan anak yang hebat, oleh anak membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji beliau, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini mampu timbul menurut perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu mengikutsertakan dirinya pada banyak sekali lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal jika dibandingkan menggunakan orang lain, ia tidak terdapat apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun bila sang anak memperoleh kabar dari orang lain bahwa terdapat anak yg lebih hebat menurut dia.

3. Bagaimana perasaan kita menjadi akibat berdasarkan penilaian tadi.
Dengan adanya penilaian bahwa sang anak merupakan anak yang hebat, ada perasaan bangga dan penuh percaya diri.

Ketiga tahapan di atas berkaitan erat menggunakan teori labeling, dimana seorang akan berusaha memainkan peran sosial sesuai dengan apa evaluasi orang terhadapnya. Jika seorang anak dicap "nakal", maka terdapat kemungkinan dia akan memainkan kiprah menjadi "anak nakal" sesuai menggunakan evaluasi orang terhadapnya, walaupun evaluasi itu belum tentu kebenarannya.

Agen/Media sosialisasi
Agen pengenalan adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Ada empat agen sosialisasi yg utama, yaitu keluarga, kelompok bermain, media massa, dan forum pendidikan sekolah.

Pesan-pesan yang disampaikan agen sosialisasi berlainan dan nir selamanya sejalan satu sama lain. Apa ayng diajarkan famili mungkin saja tidak sinkron dan sanggup jadi bertentangan dengan apa yg diajarkan sang agen pengenalan lain. MIsalnya, pada sekolah anak-anak diajarkan buat tidak merokok, meminum minman keras dan menggunakan obat-obatan terlarang (narkoba), namun mereka dengan leluasa mempelajarinya berdasarkan sahabat-sahabat sebaya atau media massa.

Proses sosialisasi akan berjalan lancar bila pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-agen pengenalan itu nir bertentangan atau selayaknya saling mendukung satu sama lain. Akan namun, di rakyat, sosialisasi dijalani sang individu dalam situasi konflik eksklusif lantaran dikacaukan sang agen pengenalan yg berlainan.

Sedangkan pada warga yg menganut sistem relasi diperluas (extended family), agen sosialisasinya sebagai lebih luas karena dalam satu tempat tinggal bisa saja terdiri atas beberapa famili yg mencakup kakek, nenek, paman, dan bibi di samping anggota keluarga inti. Pada masyarakat perkotaan yang sudah padat penduduknya, sosialisasi dilakukan oleh orang-orabng yg berada diluar anggota kerabat biologis seorang anak. Kadangkala terdapat agen pengenalan yg merupakan anggota kerabat sosiologisnya, misalnya pengasuh bayi (baby sitter). Berdasarkan Gertrudge Jaeger peranan para agen sosialisasi pada sistem famili pada tahap awal sangat besar karena anak sepenuhnya berada pada ligkugan keluarganya terutama orang tuanya sendiri.

Hubungan Antara Sosialisasi Dengan Pembentukan Kepribadian 
Sosialisasi adalah sebuah proses memeriksa serta menghayati kebiasaan serta konduite yg selaras dengan kiprah kiprah sosial yang berlaku pada suatu rakyat.

Kepribadian merupakan holistik perilaku berdasarkan seseorang individu dengan system kesamaan eksklusif yang berinteraksi menggunakan serangkaian situasi.

Jadi, pada waktu terjadi pengenalan waktu itu jua sejalan dengan proses pembentukan kepribadian. 

Sosialisasi merupakan suatu proses sosial yang terjadi apabila seorang individu menghayati serta melaksanakan norma-norma kelompok tempat dia hidup sebagai akibatnya akan merasa menjadi bagian dari kelompoknya tersebut. Kepribadian adalah abstraksi menurut pola perilaku manusia secara individual. Jadi, kepribadian adalah ciri-ciri atau watak yg khas menurut seorang individu sehingga menaruh bukti diri yang khas bagi individu yg bersangkutan.

Seperti yg telah dikemukakan sebelumnya bahwa kepribadian adalah abstraksi atau pengorganisasian berdasarkan perilaku-perilaku seorang individu buat berprilaku dalam rangka herbi orang lain (berinteraksi sosial) atau menanggapi suatu hal yang terjadi pada lingkungan masyarakatnya. Dengan istilah lain, pola prilaku yang merupakan perwujudan menurut kepribadian seseorang individu akan diadaptasi dengan sistem nilai serta norma yg berlaku pada kehidupan sosial budaya masyarakatnya.

Akan tetapi nilai serta norma dalam kehidupan warga akan sulit terwujud jika nir disosialisasikan kepada seluruh anggota masyarakat. Dibutuhkan proses belajar atau pengenalan buat mencapai kesesuaian antara kepribadian dan nilai atau kebiasaan tersebut. Dengan demikian, kepribadian dapat sebagai acuan (blue print) bermasyarakat yg diklaim kebudayaan. Sebaliknya sifat kebudayaan yang bergerak maju akan memerlukan sosialisasi supaya sinkron menggunakan kepribadian rakyat saling keterkaitan antara kehidupan tersebut berlangsung terus pada bulat kehidupan (life cycle). 

Pembentukan Kepribadian Sebagai Hasil Sosialisasi
Setiap individu dalam rakyat merupakan langsung yg unik, tetapi lantaran mereka memperoleh tipe-tipe sosialisasi yang sangat seperti, baik yang dari menurut rumah juga sekolah, akan banyak ciri kepribadian yang hampir serupa. Seseorang akan mencari pola konduite atau perilaku serta nilai-nilai yg ditekankan sang kebudayaannya sebagai hal yg krusial buat mencapai kebiasaan dan prestasi pribadi.

Kepribadian merupakan adonan utuh berdasarkan sikap, sifat, emosi, nilai yg memengaruhi seseorang supaya berbuat sinkron dengan tata cara yang dibutuhkan. Kepribadian merupakan adonan holistik sifat-sifat yg tampak serta yang bisa ditinjau seseorang. Dari pengertian tadi terlihat bahwa kepribadian nir hanya terlihat dari ciri-ciri fisik, misalnya rambutnya keriting atau kulitnya yang hitam saja, namun pula karakteristik lainnya, misalnya kebiasaan serta sikapnya.

Kepribadian terbentuk, hayati, dan berubah sejalan dengan proses pengenalan. 

Penerapan Pengetahuan Sosiologi pada Masyarakat
Sosiologi merupakan suatu kajian mengenai masyarakat dan hubungannya menggunakan lingkungan pada mana masyarakat berdomisili. Kajian tadi memberikan pengetahuan bagi siapa saja yang menilik. Pengetahuan sosiologi memberikan manfaat dan dapat diaplikasikan (diterapkan) pada kehidupan sehari-hari buat menunjang keberhasilan seseorang pada kehidupannya pada masyarakat. Pengatahuan sosiologi bisa diterapkan pada proses pengenalan yg secara nir eksklusif ikut berperan dan dalam pembentukan kepribadian seseorang individu. Oleh karenanya, peranan pengetahuan sosiologi pada proses pengenalan yg secara tidak pribadi ikut menciptakan kepribadian seseorang individu memiliki interaksi yang sangat erat, karena ilmu pengetahuan sosiologilah seorang individu bisa dibentuk kepribadiannya sedemikian rupa sampai menjadi seseorang individu yang berprilaku sebagaimana pada kalangan rakyat tempat tinggalnya.

Penerapan Pengetahuan Sosiologi Tentang Proses Sosialisasi dan Pembentukan Kepribadian
Pengetahuan sosiologi tentang proses pengenalan serta pembentukan kepribadian membantu seorang buat tahu bagaimana ia harus bersosialisasi dalam rakyat agar memiliki kepribadian yg baik.

= contoh : seorang mak akan mendidik anaknya dengan sebaik-baiknya, nir melakukan kekerasan fisik atau emosional memberikan teladan yang baik, menumbuhkan sikap tolong-menolong, dan sikap saling menghargai sesama insan.

Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yg meberikan pemecahan atas banyak sekali perkara menggunakan pendekatan kemasyarakatan. Sosiologi sangat berkaitan erat pada pembentukan kepribadian seorang. Pengetahuan sosiologi bisa diterapkan pada dalam rakyat buat membantu dalam pembentukan kepribadian seseorang supaya perilakunya sesuai menggunakan norma-kebiasaan yang dianut sang warga setempat. Pengetahuan sosiologi dapat membantu pada proses sosialisasi, maksudnya merupakan bila pengetahuan sosiologi yang dianut oleh suatu warga itu galat, maka akan menyebabkan proses sosialisasi itu akan membentuk kepribadian seseorang pun mengikuti masyarakat sekitarnya yg memang telah menganut suatu pengetahuan sosiologi yg keliru.

PENGERTIAN DAN LINGKUP PENGENDALIAN HAYATI

Pengertian Dan Lingkup Pengendalian Hayati 
Sejak istilah “pengendalian biologi” pertama kali digunakan oleh Harry S. Smith dalam 1919, poly pengertian diberikan terhadap istilah tersebut. Smith mula-mula memberikan pengertian pada pengendalian hayati sebagai penggunaan musuh alami yang diintroduksi maupun yang dimanipulasi menurut musuh alami setempat buat mengendalikan serangga hama. Dari sudut pandang praktis, pengendalian biologi dapat dibedakan sebagai: 
1) Introduksi musuh alami yang tidak terdapat pada daerah yg terinfestasi hama 
2) Peningkatan secara protesis jumlah individu musuh alami yg telah ada pada wilayah yg terinfestasi hama dengan melakukan manipulasi sehingga musuh alami yg ada bisa mengakibatkan mortalitas yg lebih tinggi terhadap hama. 

Pengertian pengendalian alami yg diberikan sang Smith tadi lalu diperluas sang P. De Bach dalam 1964 dengan membedakan pengendalian alami serta pengendalian biologi: 
1) Pengendalian alami adalah upaya untuk menjaga populasi organisme yang berfluktuasi dalam batas atas serta batas bawah selama suatu jangka ketika tertentu melalui efek faktor lingkungan abiotik juga biotik 
2) Pengendalian biologi merupakan kemampuan predator, parasitoid, juga patogen dalam menjaga padat populasi organisme lain lebih rendah daripada padat populasi pada keadaan tanpa kehadiran predator, parasitoid, atau patogen. 

De Bach membedakan pengendalian alami dari pengendalian hayati, namun harus dicermati bahwa: 
1) Tidak kentara perbedaan antara pengaruh faktor lingkungan biotik dalam pengendalian alami menggunakan pengaruh predator, parasitoid, atau parasit dalam pengendalian biologi 
2) Pengendalian alami menurut de Bach jua meliputi pengaruh faktor lingkungan abiotik 

Pada 1962, Bosch serta kawan-kawan memodifikasi pengertian pengendalian alami dan pengendalian hayati yg dikemukakan de Bach menjadi: 
1) Pengendalian biologi alami (natural biological control) menjadi pengendalian yg terjadi tanpa campur tangan manusia. 
2) Pengendalian biologi terapan (applied biological control) menjadi manipulasi musuh alami oleh manusia buat mengendalikan hama.

Bosch serta mitra-kawan membedakan 3 kategori pengendalian hayati terapan sebagai berikut: 
1) Pengendalian biologi klasik melalui introduksi musuh alami buat mengendalikan hama 
2) Augmentasi musuh alami melalui upaya untuk meningkatkan populasi atau efek menguntungkan yg diberikan sang musuh alami 
3) Konservasi musuh alami melalui upaya yg dilakukan menggunakan sengaja buat melindungi dan menjaga populasi musuh alami. 

Dalam perkembangan selanjutnya, pengertian pengendalian hayati diperluas menjadi meliputi faktor-faktor seperti ketahanan tumbuhan, autosterilisasi, manipulasi genetik, pengendalian budidaya, dan bahkan penggunaan pestisida generasi ketiga semacam zat pengatur tumbuh serangga. Tetapi dalam perkembangan lebih lanjut, pengertian luas tersebut pulang ditinggalkan serta yang dipakai adalah pengertian berdasarkan Bosch serta mitra-kawan dengan perubahan istilah pengendalian biologi alami menjadi pengendalian alami (natural control) serta pengendalian biologi terapan sebagai pengendalian hayati (biological control). Weeden dan kawan-kawan dari Universitas Cornell, Alaihi Salam, contohnya, menaruh pengendalian hayati menjadi penggunaan mahluk hayati semacam predator, parasitoid, serta patogen menggunakan melibatkan campur tangan insan buat mengendalikan hama, penyakit, serta gulma. Universitas Negara Bagian Michigan, AS, menaruh pengertian yg kurang lebih sama, yaitu upaya yang dilakukan insan buat memanipulasi musuh alami yang terdiri atas predator, parasitoid, patogen, dan pesaing hama (pest competitor) atau sumberdayanya untuk mendukung pengendalian hama dalam arti luas 

Pada 1987, Komisi Ilmu Pengetahuan, Keteknikan, dan Kebijakan Publik (the Committee on Science, Engineering and Public Policy, COSEPUP) berdasarkan Lembaga Ilmu Pengetahuan AS, Lembaga Keteknikan Alaihi Salam, dan Lembaga Kedokteran AS menganjurkan penggunaan definisi luas pengendalian biologi menjadi penggunaan organisme alami atau output rekayasa, gen, atau output rekayasa gen buat mengurangi efek negatif yang disebabkan oleh organisme hama dan impak positif yg disebabkan oleh organisme bermanfaat seperti flora, pohon hutan, ternak, serta serangga dan organisme berguna lainnya. Definisi yg diperluas ini ditolak sang Divisi Pengendalian Hayati UCB karena nir dapat memberikan perbedaan yang kentara menggunakan metode pengendalian hama lainnya pada hal ciri utama pengendalian yg bersifat self-sustaining tanpa wajib diberikan masukan secara terus menerus dan tergantung padat populasi pada mekanismenya mengendalikan hama. Divisi Pengendalian Hayati UCB mempertahankan pengertian pengendalian hayati sebagaimana diberikan sang DeBach menjadi kinerja parasitoid, predator, atau patogen dalam menekan padat populasi organisme lain pada taraf yg lebih rendah daripada tanpa kehadiran musuh alami tadi. 

Pengertian pengendalian hayati yg digunakan dewasa ini serta mudah diingat merupakan yang diberikan oleh Midwest Institut for Biological Control, Alaihi Salam, yg mendefinisikan pengendalian biologi sebagai tiga gerombolan yg masing-masing terdiri atas tiga unsur (three sets of three). Ketiga gerombolan yg dimaksudkan mencakup “siapa” (who), yaitu musuh alami yang dipakai menjadi agen pengendali, “apa” (what), yaitu tujuan pengendalian biologi, serta “bagaimana” (how), yaitu cara musuh alami dipakai untuk mencapai tujuan pengendalian hayati. Kelompok “siapa” terdiri atas unsur-unsur predator, parasitoid, serta patogen, kelompok “apa“ terdiri atas unsur-unsur reduksi, prevensi, serta penundaan, dan gerombolan “bagaimana” terdiri atas unsur-unsur importasi, augmentasi, dan konservasi. Sebagaimana akan diuraikan dalam bab-bab selanjutnya, pengertian three sets of three tadi tentu saja bukan merupakan harga meninggal, melainkan hanya untuk mempermudah mengingat. Kelompok “apa” ternyata tidak hanya terdiri atas unsur-unsur predator, parasitoid, serta patogen, namun pula pemakan gulma (weed feeders) dalam pengendalian biologi gulma dan antagonis dalam pengendalian hayati penyakit flora.

Lingkup Materi Kuliah Pengendalian Hayati 
Sebelum menilik pengendalian hayati secara rinci sebagaimana akan diuraikan dalam bab-bab selanjutnya, terlebih dahulu perlu diperoleh citra sekilas (overview) tentang pengendalian biologi. Gambaran sekilas tersebut dibutuhkan menjadi pedoman buat mengaitkan satu bab menggunakan bab lain sehingga dengan menilik secara rinci bab demi bab, gambaran utuh pengendalian biologi tidak sebagai kabur. 

Pengendalian hayati yang akan dibahas pada bab-bab selanjutnya dalam dasarnya merupakan materi yg disajikan buat menaruh kompetensi dasar atau pengantar mengenai pengendalian biologi serangga hama, patogen, dan gulma pertanian pada konteks menjadi keliru satu komponen berdasarkan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Untuk memudahkan pemahaman dan mempertahankan keterkaitan antar topik, materi akan disajikan dalam bab-bab yang dikelompokkan sebagai bagian-bagian: 
1) Pendahuluan serta dasar-dasar ekologis, yang berisi bab-bab yang akan menguraikan sejarah dan pengertian pengendalian biologi, dasar-dasar dinamika populasi, dinamika interaksi predator-mangsa dan hubungan parasitoid-inang, dan dinamika interaksi patogen-inang. 
2) Pengenalan Agen Pengendali Hayati yg berisi bab-bab yg akan menguraikan pengenalan predator, sosialisasi parasitoid, sosialisasi patogen serta berlawanan, serta pengenalan pemakan gulma. 
3) Pengembangan serta penerapan pengendalian hayati yg berisi bab-bab yg akan menguraikan prosedur pengembangan pengendalian hayati klasik, prosedur pengembangan pestisida biologi, prosedur konservasi musuh alami, dan penerapan dan penilaian pengendalian hayati. 

Sebagaimana sudah diuraikan pada bagian pengertian dan lingkup pengendalian hayati, pengendalian biologi adalah upaya insan dalam memanipulasi musuh alami untuk mengendalikan hama dalam arti luas. Ini berarti bahwa pengendalian biologi merupakan tindakan manipulasi ekosistem pada kaitan dengan interaksi antara populasi musuh alami dengan populasi hama yang menjadi sasarannya. Interaksi tersebut perlu dipahami menjadi dasar memahami cara kerja pengendalian hayati secara utuh. 

Musuh alami mencakup semua mahluk hayati yg memanfaatkan mahluk hayati lain buat menjamin kelangsungan hidupnya. Pengendalian alami berkaitan menggunakan peranan musuh alami tersebut pada menekan populasi hama pada arti luas sebagaimana adanya tanpa campur tangan manusia. Musuh alami yang sama yg secara sengaja melalui importasi, augmentasi, dan konservasi dimanfaatkan untuk mengendalikan hama disebut agen pengendali biologi (biological control agent). Dalam buku-buku teks berbahasa Indonesia tentang pengendalian biologi, istilah biological control agent diindonesiakan sebagai “agensia pengendali hayati”. Namun pengindonesiaan istilah Inggris “agent” menjadi “agensia” tidak sinkron dengan kaidah pembentukan kata pada bahasa Indonesia (“president” diindonesiakan sebagai “presiden” serta bukan “presidensia”, “antagonist” menjadi “antagonis” serta bukan “antagonisia”). Istilah “agensi” jua nir tepat lantaran pada bahasa Inggris istilah “agency” mempunyai makna yang tidak sama dengan kata “agent” sebagaimana digunakan pada istilah biological control agents. Oleh karenanya, kata yg selanjutnya akan dipakai buat mengacu kepada musuh alami yg dipakai secara sengaja buat mengendalikan hama pada arti luas merupakan agen pengendali hayati. 

Sebagaimana telah diuraikan dalam sejarah pengendalian biologi, pengendalian hayati pertama-tama digunakan terhadap hewan hama. Dalam pengendalian hewan hama, agen pengendali yang lazim dipakai terdiri atas predator, parasitoid, dan patogen sebagai akibatnya komponen “apa” dalam pengertian pengendalian hayati yg diberikan sang Midwest Institut for Biological Control hanya terdiri atas 3 unsur. Kini pengendalian hayati sudah dilakukan terhadap binatang hama, penyakit tumbuhan, serta gulma sehingga tiga unsur tadi wajib diperluas menggunakan berlawanan serta pemakan gulma (weed feeder). Dengan pengendalian biologi yg sekarang meliputi pengendalian binatang hama, penyakit tumbuhan, serta gulma, agen pengendali hayati terdiri atas unsur-unsur: 
1) Predator, yaitu mahluk hidup yang memakan mahluk hayati lain yg lebih mini atau lebih lemah dari dirinya. Mahluk hayati lain yang dimakan oleh predator diklaim mangsa (prey) serta proses pemakanannya diklaim predasi. 
2) Parasitoid, yaitu mahluk hidup parasitik yang hayati pada dalam atau di permukaan tubuh serta dalam akhirnya mengakibatkan kematian mahluk lain yg ditumpanginya. Mahluk lain yang ditumpangi parasitoid dianggap inang (host) serta proses interaksinya dianggap parasitasi. 
3) Patogen, yaitu mahluk hayati parasitik mikroskopik yg hayati di dalam atau pada permukaan tubuh dan dalam akhirnya mengakibatkan kematian mahluk hayati lain yang diserangnya. Mahluk lain yg diserang patogen diklaim inang (host).
4) Antagonis, yaitu mahluk hayati mikroskopik yg dapat mengakibatkan imbas tidak menguntungkan bagi mahluk hayati lain melalui kerusakan fisik, parasitasi, sekresi antibiotik, dan bentuk-bentuk penghambatan lain seperti persaingan untuk memperoleh hara serta ruang tumbuh. 
5) Pemakan gulma, yaitu mahluk hidup pemakan gulma namun nir mamakan flora lain yang bermanfaat. 

Dalam buku-kitab teks pengendalian hayati, seringkali jua digunakan kata “parasit” buat mengacu pada parasitoid. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa penggunaan parasit hanya buat mengacu kepada parasitoid dapat menimbulkan kebingungan karena terdapat parasit yg adalah patogen atau bahkan berlawanan. Istilah “patogen” dalam pengendalian hayati meliputi patogen terhadap binatang hama, terhadap patogen penyebab penyakit tanaman , serta terhadap gulma. 

Mengingat pengendalian biologi dilakukan menggunakan memanfaatkan mahluk hayati lain buat mengendalikan hama pada arti luas maka poly kalangan menduga pengendalian hayati sebagai metode pengendalian yg sekali dilakukan maka akan berlangsung terus menggunakan sendirinya sebagai akibatnya biayanya murah. Dalam kenyataannya, pengertian murah pada pengendalian biologi bersifat sangat relatif dan kontekstual. 

Meskipun demikian, pengendalian hayati memang mempunyai sejumlah kelebihan dibandingkan menggunakan metode pengendalian lainnya. Kelebihan tadi adalah sebagai berikut: 
1) Dalam skala pelaksanaan sang petani, pengendalian hayati (khususnya pengendalian biologi klasik) merupakan metode pengendalian yang relatif murah. Namun pengembangan pengendalian hayati pada umumnya klasik memerlukan porto serta sumberdaya lain pada jumlah yg sangat akbar. 
2) Pengendalian biologi merupakan metode pengendalian yang aman bagi lingkungan dan bagi kesehatan insan. Pengendalian hayati kondusif bagi lingkungan lantaran nir berbahaya bagi mahluk hidup bukan sasaran sehingga nir menimbulkan resurgensi hama juga ledakan hama ke 2. Pengendalian hayati aman bagi kesehatan manusia lantaran mahluk hidup yang dipakai bukan merupakan mahluk hayati yg berbahaya bagi kesehatan insan. 
3) Pengendalian biologi nir mendorong terjadinya hama, patogen penyakit flora, juga gulma yang resisten seperti halnya yg dapat terjadi dalam pengendalian kimiawi. 

Selain kelebihan tadi, pengendalian hayati pula memiliki keterbatasan. Keterbatasan yang penting merupakan sebagai berikut: 
1) Pengendalian hayati nir mungkin dilakukan buat mengeradikasi hama sasarannya sebab kelangsungan hayati agen pengendali hayati, khususnya pengendalian biologi klasik, tergantung pada ketersediaan hama sasarannya sebagai bahan makanan bagi kelangsungan hidupnya 
2) Efektivitas pengendalian biologi umumnya memerlukan ketika yang usang serta bersifat nisbi dalam kaitan dengan ambang ekonomi yg harus ditetapkan terlebih dahulu. 
3) Pengembangan pengendalian biologi merupakan pekerjaan yg memerlukan dukungan sumberdaya yg akbar pada bentuk energi ahli, fasilitas, dana, serta ketika tanpa ada jaminan keberhasilan. 

Pengendalian hayati terbaru adalah galat satu metode pengendalian yang masih reltif baru. Sebagai metode pengendalian yang nisbi masih baru, penerapannya tak jarang menghadapi poly hambatan, baik teknis maupun non-teknis. Tetapi sebagai metode yg nisbi masih baru, pengendalian hayati adalah metode pengendalian yg poly dibicarakan dan banyak tersedia sumberdayanya di internet. Hampir seluruh universitas di AS menyediakan situs khusus tentang pengendalian biologi, selain pula situs yg disediakan sang organisasi pengendalian hayati. Situs-situs internet tersebut dapat dimanfaatkan sebagai asal liputan tambahan buat dapat lebih memahami segala sesuatu yg berkaitan menggunakan pengendalian hayati. 

Pengendalian biologi: Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
Filosofi pengendalian alami dan hayati
Pada awalnya, insan memahami bahwa setiap jenis organisme akan memiliki musuh alami yang secara alamiah akan mengendalikan populasi organisme tersebut. Fakta ini lalu diistilahkan oleh manusia, pengendalian alami (Natural Control). Bagaimana dengan pengendalian biologi? Samakah ialah?

Pengendalian hayati (Biological Control) sifatnya lebih dekat menggunakan kepentingan insan. Artinya, pengendalian organisme yang mengganggu manusia menggunakan musuh alaminya diklaim pengendalian hayati. Di pada definisi ini terkandung 2 istilah krusial, yaitu hama serta manusia. Artinya, apabila organisme tadi tidak “mengganggu” atau “merugikan” manusia, maka setiap musuh alami yang menyerang serta makan padanya tidak disebut sebagai agensia pengendali hayati, namun agensia pengendali alami. Di dalam pengendalian hayati juga terjadi campur tangan manusia, mencakup manipulasi jenis, keragaman, serta kemelimpahan musuh alami yg cocok.

Sejarah pengendalian hayati
Sejarah pengendalian biologi hampir sama tuanya dengan upaya awal manusia buat bercocok tanam. Misalnya, pada tahun 300-an M tercatat bangsa Cina sudah menggunakan semut rangrang (Oecophylla smaragdina) buat melindungi tanaman jeruk Mandarin berdasarkan hama. Di global Barat, kesuksesan praktek pengendalian hayati dicapai dalam akhir abad ke-19, yaitu dengan kesuksesan kumbang Rodolia cardinalis menekan perkembangan populasi hama kutu kapas, Icerya purchasi.

Selanjutnya, sejak awal abad ke-20, upaya pengendalian hayati sudah mulai memperhatikan sisi ekologis serta hemat dari agroekosistem. Pasalnya, upaya pemanfaatan musuh alami tidak selalu berhasil. Misalnya, penggunaan pestisida ditengarai menurunkan populasi musuh alami, sebagai akibatnya kekuatan penekanan pada organisme pengganggu sebagai berkurang. Penelitian modern juga membicarakan kompleksitas interaksi antar organisme, termasuk kompetisi antar jenis predator, yg bisa mempengaruhi keberhasilan penekanan populasi organisme pengganggu sang musuh alami.

Rodolia cardinalis, pemangsa kutu Icerya purchasi

Bagaimana memanfaatkan musuh alami buat mengendalikan organisme pengganggu?

Pada aras teknis, timbul sebuah pertanyaan: Bagaimana memanfaatkan musuh alami secara efektif?

Pemanfaatan organisme musuh alami dapat dilakukan dengan teknik pemasukan (importasi) berdasarkan tempat lain (dianggap jua introduksi), konservasi (menjaga potensi musuh alami di satu daerah), dan augmentasi (penambahan jumlah individu musuh alami yang telah ada di satu daerah). Teknik augmentasi dapat berupa inokulatif (menambahkan sejumlah musuh alami), inundasi (menambahkan musuh alami dalam jumlah sangat poly untuk memperkuat tekanan terhadap organisme pengganggu), atau suplemen, apabila musuh alami sahih-benar sangat rendah populasinya.

Untung-rugi pengendalian hayati
Definisi pengendalian biologi adalah pemanfaatan jenis musuh alami eksklusif buat mengendalikan jenis organisme pengganggu tertentu. Jenis musuh alami yg dipilih tersebut sanggup berupa pemangsa (predator), parasitoid, juga patogen yg menyerang organisme pengganggu. Beberapa ahli juga memasukkan pemanfaatan “pestisida” yg tidak berbahaya bagi organisme berguna hingga penggunaan musuh alami, termasuk patogen yang seringkali diformulasikan menjadi pestisida (hayati).

Pengendalian biologi dianggap sang banyak kalangan sebagai salah satu komponen pengelolaan organisme pengganggu yg kondusif dan efektif. Tetapi benarkah demikian?

Seperti disebutkan pada atas, bahwa organisme musuh alami juga memiliki sifat bioekologi yang cukup rumit. Misalnya, kecenderungan organisme karnivora buat memangsa organisme hewan pemakan daging yg lain, dibandingkan menggunakan memangsa organisme herbivora, atau sifat polifaga dari organisme musuh alami, atau bahkan kanibalisme. Sifat-sifat ini dalam syarat eksklusif akan menurunkan taraf kemempanannya selaku organisme pengendali hayati.

Penelitian penulis pada hubungan antar jenis afidofaga (pemakan kutu afid), yaitu kumbang koksi serta lalat syrphid, menjelaskan bahwa kedua jenis afidofaga ini saling berkompetisi serta saling memangsa (diistilahkan dengan Intraguild Predation atau pemangsaan pada pada satu guild). Artinya, jika pada pada agroekosistem yg kita kelola terdapat sekian poly jenis organisme musuh alami, tidak secara otomatis akan menjamin keberlangsungan pengendalian hayati karena masing-masing jenis mampu jadi saling berkompetisi atau memangsa, dan tidak berperan menjadi pemangsa dalam organisme pengganggu yang seharusnya dilakukannya.

Jika teknik introduksi digunakan buat mengendalikan jenis organisme pengganggu, terutama jenis baru yg belum memiliki kompleks musuh alami, maka wajib didahului dengan kajian yg sangat teliti untuk meminimalkan potensi kerusakan ekosistem sang spesies invasif.

Bagaimana tetapkan buat memakai musuh alami?
Sebenarnya, bila ekosistem pertanian relatif baik, maka kemungkinan buat memanfaatkan musuh alami relatif besar . Artinya, ekosistem yang nir “dipadati” oleh bahan-bahan kimia-sintetik semacam pestisida serta pupuk memberikan lingkungan yg “nyaman” bagi musuh alami buat berkembang biak serta mencari pakan. Di pada hal ini, pada kondisi populasi organisme pengganggu nir relatif mengkuatirkan, maka menyerahkan nasib mereka pada musuh alami adalah tindakan yg paling masuk akal.

Namun, bagaimana jika populasi organisme pengganggu tiba-datang meledak? Apakah musuh alami berguna? Dalam kondisi yang semacam itu, musuh alami memang dipercaya tidak efektif lagi. Jadi, upaya lain wajib dilakukan buat menurunkan populasi organisme pengganggu.

Bagaimana menggunakan upaya augmentasi inundasi? Cukupkah buat melawan populasi organisme pengganggu yg menggila? Cara inipun ditinjau nir cukup kuat, lantaran cara ini dilakukan hanya jika proses penekanan oleh musuh alami sudah berjalan, tetapi belum cukup cepat. Nah, fungsi augmentasi adalah menambah daya tekan musuh alami terhadap organisme. Namun, jika sudah terlanjur terjadi ledakan, maka musuh alami tidak akan sanggup berperan banyak.

Mempersiapkan musuh alami
Pada upaya perlindungan, populasi musuh alami bisa dipertahankan dengan cara menanam tumbuhan atau flora yang membuat pakan cara lain (nektar dan bubuk sari) dan mengurangi penggunaan bahan-bahan yang dapat meracun dan membunuh musuh alami.

Pada upaya augmentasi, pembiakan massal serangga adalah upaya yang banyak dilakukan. Perlu dicatat, bahwa pembiakan massal adalah sebuah upaya yg cukup sulit, mahal, serta membutuhkan ketika relatif usang. Oleh karena itu, pengendalian hayati kadang-kadang dipercaya mahal pada awal, meskipun murah pada akhir proses, terutama bila proses penekanan organisme pengganggu sang musuh alami berjalan menggunakan efektif.

Parasitoid telur, tawon Trichogramma sp. (sumber: //ampest.typepad.com)

Larva Chrysoperla carnea (foto: Erick Steinert, 2004)

Evaluasi kemapanan dan potensi pengaruh negatif musuh alami

Salah satu kelemahan pada bidang aplikasi pengendalian hayati adalah penilaian terhadap (1) kemapanan atau adaptasi musuh alami, dan (dua) evaluasi impak negatif musuh alami. Evaluasi pertama dapat dilakukan di lapangan pada bentuk survei terhadap keberadaan semenjak pertama kali dilepaskan sampai dengan saat eksklusif, misalnya setahun atau dua tahun. Evaluasi ke 2 dapat dilakukan baik di lapangan atau pada laboratorium, serta mencakup kajian sifat hubungan jenis musuh alami yang dilepaskan dengan jenis musuh alami yang lain yang terdapat pada lapangan, terutama jenis-jenis lokal. Penelitian sederhana pada laboratorium cukup menarik dilakukan, misalnya menggunakan menggunakan uji predasi atau IGP.