PUISI DENGAN RIMA

Puisi tanpa rima seperti bunga tapa warnanya
Puisi menggunakan rima adalah keindahan yang mengindahkan
kau adalah puisi pada hidup bersama rima-Nya
                                   (mun buat nay)

Salah satu ciri puisi adalah rima. Puisi yg bagus mengandung rima yang bagus. Sebenarnya apa yg dimaksud dengan rima. Berikut ini penjelasan singkat mengenai rima bersama contoh dalam puisinya.


Pengertian Rima
Rima adalah pengulangan bunyi yg berselang, baik di pada larik sajak juga dalam akhir larik sajak yg bedekatan (Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa).
Berdasarkan pengertian dari KBBI di atas, inti rima adalah pengulangan bunyi. Pengulangan bunyi tadi nir sebatas akhir baris atau larik, sanggup pada awal, di tengah, mampu pada satu baris. Penandan pengulangan suara dapat diklaim sebagai rima apabila pengulangan tersebut saling berdekatan. Kalau terlalu jauh contohnya di baris pertama sama menggunakan baris kesepuluh, maka pengulangannya nir tampak.
Jenis-jenis Rima dalam Puisi
Rima Akhir merupakan rima atau pengulangan bunyi yang ada pada akhhir larik sebuah sajak atau puisi. Jadi, yg sama atau yg berulang-ulang merupakan suara akhir masing-masing barisnya.
Rima Berpeluk adalah rima akhir atau pengulangan bunyi akhir masing-masing larik atau baris yg jumlah barisnya genap. Jadi, bunyi akhir larik pertama sama menggunakan bunyi akhir larik ketiga. Bunyi akhir larik kedua, sama dengan suara akhir larik keempat. Contoh sederhana merupakan bersajak a-b-a-b
Rima Dalam adalah pengulangan antara dua istilah atau lebih yang terdapat pada satu larik sajak. Istilah lainnya adalah repetisi.
Rima Ganda adalah pengulangan suara yang terdiri atas dua suku istilah, namun suku kata yang pertama yg mendapat tekanan. Intinya terdapat pengulangan bunyi kata yang mempunyai satu suku istilah yg sama. Tidak keseluruhan istilah.
Rima Tengah pengulangan suara antara suku istilah pada posisi yg sama. Terdapat pada dua istilah pada satu larik sajak atau puisi.
CONTOH PUISI DENGAN RIMA

Puisi dengan Rima Akhir

Setiap bunga yang mekar
kusandingkan beserta jamuan pada altar
bersama rasa yg terus berkobar
berurat berakar
Puisi di atas mempunyai pengulangan bunyi pada akhir lariknya. Masing larik diakhiri denga suara -ar. Larik atau baris pertama kata akar. Larik atau baris kedua puisi merupakan kata altar. Kata berkobar di larik ketiga, dan berakar di larik terakhir. Masing-masing kata tadi yg terdapat pada akhir baris atau larik menampakan adanya rima akhir pada puisi.
Puisi menggunakan Rima Berpeluk 

Biarkan padi menguning bening
mengandung segala semangat petani
yang selalu tidak bergeming
diterpa badai terik sejak dini
Seperti penejelasan sebelumnya, rima berpeluk merupakan bunyi akhir yang sama antara baris satu serta 3, serta beris dua serta empat. Larik pertama serta larik ketiga puisi di atas memiliki bunyi akhir yg sama, yaitu bunyi -ing dari kata bening dan suara -ing pada kata geming.

Larik kedua yang diakhiri istilah petani memiliki bunyi akhir yg sam menggunakan istilah dini. Yaitu sama-sama berima akhir ni.
Puisi menggunakan Rima Dalam

Menghisap duka pada muka
merakit semangat merakit cita merakit ke hulu
Mengunduh buah 

dalam rabat bait puisi pada atas masih ada pengulangan bunyi kata yang sama pada satu larik puisi yaitu istilah merakit. merakit pada frasa merakit semangat dan merakit cita memiliki arti merangkai. Sementara yg merakit dalam merakit ke hulu memiliki arti menaiki rakit (perahu).
Puisi dengan Rima Ganda

Mengemban semangat
memeras semangat mengisi pundi sagu
wajah dan langkah tidak pernah ragu
sembari siul terus kumandangkan lagu

Rima yang masih ada dalam contoh puisi pada atas adalah rima ganda. Kata sagu, ragu, dan lagu. Ketiga istilah tersebut memiliki kesamaan pada suku istilah terakhirnya. Hanya disparitas satu huruf depannya saja.

Puisi menggunakan Rima Tengah
kobarkanlah hasratmu
bukan sekadar menimbun rongsokan
sebatas rangkai bangkai-bangkai lunglai
kau adalah pejuang lestari buat bumi

Puisi di atas mengandung Rima Tengah. Rima tengahn masih ada pada larik ketiga. Dalam larik terseebut terdapat pengulangan bunyi dalam suku istilah yg sama, yaitu suku istilah ke 2 masing-masing istilah rang-kai, bang-kai, dan lung-lai. Pada posisi suku istilah kedua, masih ada pengulangan bunyi -lai.

Rima-rima pada atas dalam model masing-masing puisinya menambah estetika sebuah puisi. Maka dari itu, setiap penyair perlu menambahkan rima dalam puisinya supaya lebih berkesan bagi pembacanya.
Di samping itu, jua terdapat ciri-ciri puisi yang lain yaitu adanya majas, adanya citraan.
Mari berpuisi, yuk lebih peduli, berusaha sebagai yang terpuji.
Salam Pustamun!
Terima kasih telah membaca contoh-model puisi. Baik Puisi menggunakan Rima Akhir. Puisi dengan Rima Ganda. Puisi menggunakan Rima berpeluk. Puisi dengan rima pada. Puisi menggunakan rima tengah.

PUISI FABEL SEMUT MERAH DAN ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIKNYA

Puisi Fabel yg dianalisis berikut adalah merupakan Puisi Fabel yang aku bisa menurut sesama blogger, melalui alamat: khirsa26.blogspot.com. Blogger berdasarkan Temanggung yg sepertinya nir aktif lagi.
Karena beberapa pertimbangan, aku menentukan puisi fabel 'Semut Merah' karya Khirsa yang diunggah dalam September 2015 ini menjadi karya yang dianalisis. Adapun analisis yang dipakai adalah analisis struktural yg berkaitan dengan unsur intrinsik serta ekstrinsik.
Berikut Puisi Fabel 'Semut Merah' Karya Khirsa Inayatul
SEMUT MERAH


Ku lihat beliau di kebun sekolah
Tubuhnya mini mungil berwarna merah
Rumahnya pada pada tanah
Bekerja tanpa kenal lelah

Ku lihat beliau mencari biji-bijian
Atau apapun yg sanggup dia makan 
Tubuhnya yg mini ,
Kakinya yang mungil

Berjalan demi sebutir padi
Makan buat bertahan diri
Namun, demam isu kemarau sudah mengalahkannya
Semut itu mati tanpa daya


Analisis Unsur Intrinsik

Rima

Rima ang dipakai dalam Puisi Fabel 'Semut Merah' pada atas merupakan rima akhir, yg masih ada pada setiap baris pada masing-masing bait. 

Pada bait pertama, semua diakhiri dengan huruf /h/ lebih tepatnya akhiran suara /-ah/. Yaitu dalam istilah sekolah, merah, tanah, dan lelah. Karena masing-masing huruf  akhir sama, maka bait pertama memakai pola sajak a-a-a-a.

Pada bait kedua, dua baris pertama diakhiri buni -an, ad interim dua baris terakhir diakhiri suara -il.yaitu masing-masing adalah kata biji-bijaan dan makan (baris 1 serta dua), dan kecil serta mungil (baris tiga serta 4). Dengan pola misalnya ini bisa dikatakan rima yang dipakai adalah pola aa-bb.

Pada bait ketiga, pola sajak atau rima yg dipakai oleh Khirsa pada Puisi Fabel pada atas sama menggunakan bait kedua. Yaitu menggunakan pola aa-bb tampak dalam akhir kata yg digunakan yaitu: padi, diri, mengalahkannya dan daya.

Diksi (Pilihan Kata)

Diksi atau pilihan istilah yang dipakai pada puisi fabel pada atas merupakan puisi sehari-hari. Yang mampu dipahami menggunakan mudah sang para pembaca. Pemilihan istilah yg mudah dipahami serta latif lantaran memakai dan diadaptasi dengan rima ini tentu dimaksudkan agar para pembaca pemula nir kesulitan pada tahu puisi. 

Kata-kata yang dipilih jua merupakan kata yang memotivasi, contohnya terdapat kata bekerja tanpa kenal lelah. Adalah sebuah kalimat yang disusun dengan istilah-istilah motivasi.

Tema

Tema pada Puisi Fabel di atas adalah 'Kehidupan Semut'. Semut adala tokoh utama yang diceritakan pada karya puisi pada atas. Selain diklaim secara eksklusif (eksplisit) pada judul 'Semut Merah', semut juga menjadi penceritaan primer pada badan puisi.

Amanat

Amanat merupakan pesan positif yg terdapat dalam sebuah karya sastra. Dalam puisi tabel di atas ada 2 makna yg mampu diambil yaitu:

1. Kita harus bekerja keras buat mencukupi kebutuhan.
2. Kita wajib berpasrah dalam kekuatan yang kuasa.

Kerja keras tampak berdasarkan penggambaran semut yg bekerja keras, meskipun badannya mini serta kakinya mungil, semut wajib mencari kuliner. Namun demikian, keperkasaan semut tetap kalah sang kekuatan yang lebih besar , melalui kehendak yang kuasa saat Musim kering, semut tewas tidak berdaya.

ANALISIS EKSTRINSIK

Analisis ekstrinsik yang dilakukan seharusnya mempelajari secara mendapalam latar belakang penceritaan dan latar belakang penulisnya. Tetapi, lantaran keterbatasan kabar, yg dibahas hanyalah latar belakang penlis yg sangat terbatas (diketahui melalui profil blogger).

Krisna adalah orang Jawa, tepatnya pada Temanggung, Jawa Tengah. Jawa dikenal sebagai produsen beras. Maka berdasarkan itu, latar belakang budaya 'sawah' ada dalam teks Puisi Fabel yaitu dengan digunakannya kata 'berjalan demi sebutir padi'. 

Seandainya bukan orang Jawa yang tidak dekat menggunakan budaya 'padi' maka kemungkinan akbar nir muncul dalam karya sastra yg dihasilkan oleh penulisnya.

Terima kasih sudah membaca. Silahkan download alais unduh juga materi yang lain. Selamat membaca.

MAKNA PILIHAN KATA PUISI DALAM GELOMBANG KARYA SUTAN TAKDIR ALISJAHBANA

Pilihan istilah dalam puisi Dalam Gelombag karya Sutan Takdir Alisjahbana (St Takdir Alisyahbana) sangat khas. Selain tentu memiliki makna yg sangat dalam, pilihan kata dalam puisi karya tokoh angkatan Pujangga Baru ini. Dengan karakteristik khas pilihan istilah yg bersayap-sayap serta masih terpengaruh sang puisi usang, puisi Dalam Gelombang karya Syahbana ini dapat dianalisis dan dipahami maknanya berdasarkan pilihan istilah.
Berikut ini adalah teks lengkap puisi Dalam Gelombang karya Sutan Takdir Alisjahbana:

Dalam Gelombang


Alun bergulung naik meninggi,
Turun melembah jauh ke bawah,
Lidah ombak menyerak buih,
Surut pulang di air gemuruh.


Kami mengalun di samud'ra-Mu,
Bersorak gembira tinggi membukit,
Sedih mengaduh jatuh ke bawah,
Silih berganti tiada berhenti.

Di dalam senang di dalam sedih,
Waktu bah'gia ketika merana,
Masa tertawa masa kecewa,
Karni berbuai pada nafasmu,
Tiada kuasa tiada berdaya,
Turun naik pada 'rama-Mu.

St. Takdir Alisjahbana (1984:4)
Dalam artikel ini, tidak lagi dibahas mengenai makna puisi Dalam Gelombang dari parafrasenya. Karena parafrase puisi Dalam Gelombang milik St Takdir Alisjahbana ini sudah terdapat dalam artikel sebelumnya yang berjudul: Memahami Isi Puisi 'Dalam Gelombang'  Karya Sutan Takdir Alisjahbana.
Dalam artikel ini dijelaskan tentang estetika serta makna puisi menurut pilihan katanya. Berikut ini output analisis puis Dalam Gelombang karya Sutan Takdir Alisyahbana:
Penggunaan Rima Puisi 'Dalam Gelombang' Karya Sutan Takdir Alisyahbana

Rima yg dimaksud pada analisis puisi ini merupakan penggunaan bunyi, baik pada satu bait, juga dalam satu larik.
Penggunaan Sinonim
Penggunaan sinonim dengan pertimbangan rima dalam satu larik, sangat tampak dalam bait pertama Puisi 'Dalam Gelombang' Milik Takdir.
Alun bergulung naik meninggi,

Turun melembah jauh ke bawah,

Lidah ombak menyerak buih,

Surut pulang di air gemuruh.

Hampir di setiap baris terdapat penggunaan sinonim dengan bunyi yg mirip. Larik perta, terdapat kata alun bergulung, kedua kata ini bersinonim, yaitu sama-sama bisa diartikan menjadi naik-turun. Dalam istilah alun dan bergulung sama-sama masih ada bunyi l dan bunyi u. Sementara keduanya sama-sama mengandung istilah nasal (n dan ng). Begitu pula menggunakan istilah naik meninggi. Kata naik otomatis meninggi, kedua istilah tersebut mengandung huruf bunyi n serta bunyi i.
Pada baris kedua, penggunaan sinonim dirangkaikan pada 3 tingkatan, yaitu turun-melembah-bawah. Ketiga rangkaian kata itu memiliki makna yang sama. melembah artinya menuju ke lembah, ad interim lembah artinya tempat yg lebih rendah, menuju tempat yang lebih rendah merupakan sama saja, turun. Kalau turun pastilah ke bawah.
Pada baris keempat, juga masih ada istilah yg bersinonim, yaitu surut - kembali. Kedua kata ini bersinonim. Artinya surut yg kembali, adalah kembali ya surut.
Penggunaan Banyak Aliterasi

Masih berkaitan dengan bunyi dalam puisi Dalam Gelombang karya St Takdir Alisyahbana, terdapat penggunaan aliterasi. Aliterasi adalah pengulangan bunyi konsonan yang berurutan (KBBI V Luring).
Aliterasi-aliterasi yang masih ada pada puisi 'Dalam Gelombang' adalah menjadi berikut:
Alun bergulung naik meninggi,
Turun melembah jauh ke bawah,
Lidah ombak menyerak buih,
Surut pulang di air gemuruh.

Kami mengalun di samud'ra-Mu,
Bersorak gembira tinggi membukit,
Sedih mengaduh jatuh ke bawah,
Silih berganti tiada berhenti.

Di dalam senang di dalam sedih,
Waktu bah'gia ketika merana,
Masa tertawa masa kecewa,
Karni berbuai pada nafasmu,
Tiada kuasa tiada berdaya,
Turun naik pada 'rama-Mu.

Masing-masing larik yg tebal pada atas, mengandung aliterasi. Mari kita bahas larik puisi Dalam Gelombang yg mengandung aliterasi pada atas.
Turun melembah jauh ke bawah
dalam larik puisi di atas, terdapat pengulangan bunyi beruntun 3 kali dalam satu larik. Huruf yang sama pada baris itu merupakan bunyi -ah. Dalam istilah melembah, jauh, dan bawah.

Bersorak gembira tinggi membukit

dalam bari puisi tersebut, terdapat aliterasi b. Masing-masing istilah yang mengandung bunyi b adalah bersorak, gembira, dan membukit. Meskipun tidak semuanya mrupakan istilah dasar, tapi penggunaan aliterasi dalam puis itu, jua memperdalam makna serta menambah estetika puisis.
Sedih mengaduh jatuh ke bawah
Dalam baris puisi Dalam Gelombang pada atas, masih ada aliterasi h di akhir istilah yang ditulis empat kali secara beruntun.
Di pada suka pada pada duka

Jelas, aliterasi yg terdapat dalam puisi pada atas merupakan aliterasi d. 

Silih berganti tiada berhenti

Menurut penulis, ini merupakan aliterasi yg paling keren yang terdapat pada puisi 'Dalam Gelombang'. Baris tadi mengandung aliterasi /ti/. Penggunaan kata yg berurut misalnya ini, menambah keindahan dan makna puisi.
Pemenggalan Kata serta Penghilangan Huruf

Selain karena belum adanya kaidah penulisan, penggunaan tanda baca yg tidak semestinya beredar luas pada penutur bahasa Indonesia. Meskipun penggunaan tanda baca yang tidak sinkron kaidah, akan tetapi sebuah penggunaan pertanda baca telah menjadi ciri spesial seseorang penyari.
Berikut ini adalah penggunaan apostrof serta penghilangan alfabet yang menjadi ciri khas Sutan Takdir Alisjahbana, masing-masing pada istilah:
samud'ra
bah'gia
'rama
Masing-masing kata di atas, jika ditulis dengan ejaan yang sudah disempurnakan sekarang ini, merupakan menjadi berikut:
samud'ra = samudera
bah'gia = bahagia
'rama = irama
Pemenggalan-pemenggalan misalnya ini, juga sebagai ciri khas yg dimiliki sang Chairil Awar.
Demikian penjelasan tentang makna kata puisi yg berjudul 'Dalam Gelombang'. Semoga bermanfaat dan lebih mengasihi puisi. Jangan lupa, downlod serta unduh materi-materi dalam pembajaran!

MEMAHAMI MAKNA DAN KEINDAHAN PUISI CINTAKU JAUH DI PULAU KARYA CHAIRIL ANWAR

Cintaku Jauh pada Pulau adalah salah satu puisi cinta karya Chairil Anwar.


Puisi ini menceritakan kisah cinta yg terpisah oleh jarak serta terpisah oleh maut. Dalam penggambarannya, puisi ini menganalogikan hidup (kisah cintanya) menggunakan perahu serta bahari. Berikut puisi lengkapnya.


Cintaku Jauh pada Pulau



Karya Chairil Anwar

Cintaku jauh di pulau,
gadis anggun, kini iseng sendiri

Perahu melancar, bulan memancar,

di leher kukalungkan ole-ole untuk si pacar.
angin membantu, bahari terang, tapi terasa
aku nir ‘kan sampai padanya.

Di air yg tenang, pada angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan bahtera ke pangkuanku saja,”

Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk menggunakan cintaku?!

Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku meninggal, beliau mati iseng sendiri.

(Chairil Anwar, 1946)

Untuk memahami makna sebuah puisi, bisa dilakukan dengan cara menciptakan parafrasenya. Dengan menciptakan parafrase, istilah-istilah puisi yang dalam serta singkat mampu lebih gampang dipahami. 

Parafrase Puisi Cintaku Jauh pada Pulau

(gadis yang sebagai) Cintaku (berada) jauh di pulau (lain),
gadis (yg manis)cantik, kini (lagi) iseng sendiri

(waktu) Perahu melancar, (serta cahaya) bulan memancar,
di leher(nya) (ingin) kukalungkan ole-ole buat si (gadis) pacar(ku itu).
angin membantu (meniup), bahari terang (sang cahaya bulan), akan tetapi terasa
aku tidak ‘kan (pernah) sampai padanya.

Di air (bahari) yang hening, di (saat) angin (bertiup) mendayu,
di (waktu) perasaan (rindu) penghabisan segala (serta perahu) melaju
(saat perahu berlayar, justru)Ajal (sedang) bertakhta, sambil mengatakan:
“Tujukan bahtera ke pangkuanku saja,”

Amboi! Jalan (buat menuju cintaku) sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang (kunaiki) beserta (segala rindu dan sang-oleh) ‘kan merapuh!
Mengapa (justru) Ajal (yang) memanggil dulu
Sebelum sempat (aku bertemu serta) berpeluk menggunakan cintaku?!

(gadis) Manisku (masih) jauh di pulau,
kalau ‘ku meninggal (serta tak sempat bertemu), (hingga) dia meninggal (akan meninggal) iseng sendiri (buat menungguku).

BACA JUGA: Parafrase Puisi Cintaku Jauh pada Pulau yang Lebih Lengkap dan Mendalam

Dari parafrase di atas bisa diketahui bahwa aku sedang menapaki jalan menuju untuk menaruh sang-sang dan melepaskan rindu karena bertahun-tahun nir bertemu. Dalam perjalanannya menuju si pacar yang berada jauh di pulau, aku menaiki bahtera. Keadaannya bahari hening, cuaca cerah, angin pun bertiup dengan hening. 

Tetapi dalam pejalanan yang damai, justru ajal yg memanggil dulu. Padahal perjalannya telah usang bertahun-tahun. Jika hingga benar-sahih ajal datang, maka aku akan mati serta tidak akan sempat bertemu menggunakan pacarnya yang sedang menunggu.

Lapis Makna

Dari penerangan parafrase, diceritakan seseorang lelaki yang sedang menuju ke arah kekasihnya. Gadis yg dicintainya ada jauh di pulau. Jauh pada sini bisa dimaknai dengan jarak yang sangat jauh. Bisa jarak harta atau status, sehingga sulit buat menuju ke arah gadis pujaannya.

Ketika beliau berusaha buat menemui (melamar/menikahi) pacarnya awalnya jalannya sangat gampang, sebagai akibatnya perahu (perjalanannya) sangat mudah. Di tengah kemudahan perjalannya, si lelaki justru merasa bahwa tujuannya nir akan tercapai. Ketika telah dalam bepergian justru tampaknya beliau merasa akan mangkat . Padahal dia sangat merindukan pacarnya.

Perjalanan cintanya yg sudah bertahun-tahun ditempuh akan segera kandas. Digambarkan dengan bahtera yang ringkih. Perahu yang rapuh pasti karam pada samudera . Padahal jika hingga beliau meninggal, sang pacar pula akan mati lantaran menyesali kesedihan dan kesendiriannya.

Tema dalam Puisi Cintaku Jauh pada Pulau Karya Chairil Anwar

Tema pada puisi di atas adalah seperti tema karya sastra angkatan 20-30an. Padahal Chiril Anwar merupakan sastrawan angkatan 45. 

Tema puisi tadi merupakan 'Kasih tidak hingga'. Yaitu perasaan cinta pada seseorang tetapi akhirnya tidak mampu hidup bersama (menikah) karena terlebih dahulu dipisahkan sang ajal. 

Bedanya dengan angkatan 20-an serta 30-an. Yang memisahkan cinta tokoh saya bukan adat atau orang tua, melainkan takdir usia.

Hal ini tampak pada baris puisi:

Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk menggunakan cintaku?!

Feeling atau Perasaan Penyair pada Puisi Cintaku Jauh pada Pulau

Perasaan penyair yg digambarkan dalam puisi di atas adalah perasaan cinta yang menggebu. Awalnya cinta yang sangat bahagia. Hal ini tampak dalam bait pertama:

Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole untuk si pacar.

Akan namun pada bait itu juga, penyair merasa bahwa ada sesuatu yg akan menganggu bepergian cintanya. Penyair berkata:

tapi terasa
aku nir ‘kan sampai padanya.

sampai pada akhirnya, penyair sahih-benar kecewa karena tidak bisa hidup bersama kekasihnya yg manis lantaran terlebih dahulu dipisahkan oleh ajal atau kematian.

Nada dan Suasana pada Puisi Cintaku Jauh pada Pulau

Nada yang digunakan oleh penyair pada puisi tersebut adalah nada kegetiran dan kekhawatiran Hal ini tampak dengan penggunaan istilah yang mengandung alfabet r di akhir istilah yaitu: melancar, memancar, pacar. Akhir bunyi r menggambarkan suasana yang nir nyaman.

Juga terdapat suasana murung dengan digunakan suara akhir -uh pada kata rapuh, tempuh akhir bunyi -u yang berulang pada bait ketiga. Penggunaan nada u yang berulang memberitahuakn kesedihan dan ketidakberdayaan.

Amanat Puisi Cintaku Jauh pada Pulau

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui amanat menurut puisi tadi adalah:

Ketika kita mencicipi cinta pada seseorang kita wajib memperjuangkannya. Memperjuangkan menggunakan sekuta energi dan butuh saat yg lama (jalan sudah bertahun kutempuh). 

Akan tetapi, jalan yg telah bertahun ditempuh itu bukan berarti mengindikasikan perjuangan belum berakhir dan sanggup hayati bahagia bersama, tetapi jua mampu berakhir sedih lantaran wajib berpisah serta nir melanjtkan hubungan.

Dalam syarat tersebut kita wajib siap.

Keindahan Puisi Cintaku Jauh pada Pulau

Keindahan puisi di atas muncul karena penggunaan majas yang baik. Menggunakan aliterasi dan asonansi. Juga memakai rima di masing-masing baitnya. Tidak hanya itu, ciri spesial Chairil Anwar yg senang memenggal baris dan memenggal istilah juga menambah keindahan puisi tadi.

Majas Puisi Cintaku Jauh pada Pulau

terdapat dalam baris:

Ajal memanggil dulu

Baris pada atas mengandung majas personifikasi karena ajal seolah-olah bertingkah seperti manusia yang bisa memanggil-manggil.


Aliterasi serta Asonansi Puisi Cintaku Jauh pada Pulau

aliterasi s. adalah perulangan bunyi konsonan s yang terdapat dalam baris:

gadis anggun, kini iseng sendiri

Masing-masing istilah dalam baris tersebut mengandung alfabet s.

asonansi a merupakan iterasi bunyi vokal a yg terdapat pada bari:

Ajal bertakhta sambil berkata

Masing-masing istilah pada beris pada atas mengandung suara a yang berulang-ulang.


Rima atau Sajak Puisi Cintaku Jauh pada Pulau

Rima atau sajak merupakan pengulangan bunyi bahasa dengan pola eksklusif. Rima dalam puisi Chairil Anwar tadi terdapat dalam bait dua, bait 3, serta bait 4.

Bait dua bisa dikatakan bersajak aa-bb. Hal ini tampak dalam suara akhir yang sama antara memancar dan pacar serta suara terasa dan padanya. R-R-A-A.

Bait ketiga mengandung rima yang sama yaitu menggunakan suara akhir mendayu-melaju dan berkata-saja. 

Begitu jua menggunakan bait keempat yang diakhiri menggunakan istilah tempuh dan rapuh serta dulu dan cintaku.

Pemenggalan Kata Chairil Anwar pada Cintaku Jauh pada Pulau 

Chairil Anwar dikenal sebagai penyair yg suka memenggal istilah sehingg hanya ditulis sebagian saja menggunakan memakai apostrof pada awalnya. Misalnya pada puisi Taman karyanya dia hanya menusil 'nusia padahal yang dimaksud merupakan manusia.

Pemenggalan istilah misalnya itu pula masih ada pada puisi ini, yaitu:

ole-ole
'kan
'ku

Kata ole-ole pada baris: di leher kukalungkan ole-ole untuk si pacar. Jika ditulis 'normal' adalah oleh-sang yang ialah sama dengan buah tangan.

'kan adalah bentuk pemendekan istilah akan yang terdapat pada baris keempat bait ke 2: aku nir ‘kan sampai padanya.

'ku adalah bentuk pemendekan berdasarkan kata aku yang terdapat pada baris terakhir: kalau ‘ku meninggal, beliau mati iseng sendiri.

Demikian penerangan tentang makna serta keindahan yg terdapat pada puisi Cintaku Jauh pada Pulau karya sastrawan akbar pelopor angkatan 45, Chairil Anwar.

Salam Pustamun!

CONTOH PUISI DENGAN ALITERASI

Salah satu unsur pembentuk keindahan puisi merupakan bunyi. Permainan suara yg menarik akan memperindah puisi. Maka berdasarkan itu, bunyi benar -betul diperhatikan pada penulisan maupun pada analisis puisi. 

Oleh karenanya, maestro kritikus sastra Indonesia, Rachmat Djoko Pradopo dalam beberapa buku teori kritik sasatranya, mengelompokkan BUNYI menjadi galat satu hal yang harus dianalisis dalam puisi.

Pengertian Aliterasi dalam Puisi

Salah satu penggunaan bunyi yang bisa dipakai pada puisi adalah aliterasi. Aliterasi dalam pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, aliterasi mempunyai dua penjelasan yaitu, 1 sajak awal (buat mendapatkan efek kesedapan bunyi); 2 pengulangan bunyi konsonan berdasarkan kata-istilah yang berurutan. 

Maksdunya, terdapat kalanya aliterasi diletakkan pada awal masing-masing baris yg tujuannya buat mendapatkan keindahan bunyi. Sementara pengertian kedua menjelaskan bahwa, ada deretan kalimat pada satu kalimat yg diawali sang huruf yg sama.

Contoh, judul puisi: Anak Kecil Berkalung Kaleng Kecil. 

Dalam baris tadi ada iterasi suara K dlam istilah kecil, kalung, kaleng, dan kecil lagi. Perualangan bunyi k tersebut yang dimaksud dengan aliterasi.

Contoh lain aliterasi adalah:

"Senyum sumringahmu semangatkan suasana"

Dalam model di atas, masih ada aliterasi /s/ yg digunakan di awal kata pada kalimat tersebut.

Yang perlu diketahui sang penulis dan pelajar yang sedang belajar menulis puisi dengan aliterasi, saat menulis puisi tidak usah terlalu poly aliterasi, nanti menjadi sulit mbembacanya. Sederhana tapi latif, itu baru keren dan benar.


Contoh Puisi dengan Aliterasi

Kusapa Langit Kelabu
                    (Karyamun)


Kusapa Langit pada Bingkai Sendu
Dalam diam dekatkan diri
pada oleh pemilik-Nya

Dalam gugusan debu-debu dekil
yang inheren pada keringat
Memikul tanggung
memikul jawab
kehidupan

Pada sinar mentari hingga senja
aku masih percaya
di sela sambat sang penguasa semesta

ikhtiar tak kan pudar


Dalam puisi yg berjudul Kusapa Langit Kelabu memiliki beberap alitersi. Pada bait pertama, masih ada aliterasi D, terletak baris ke 2, yaitu: Dalam Diam Dekatkan diri.

Pada bait ke 2, juga menunjukkan adanya aliterasi D, pada baris pertama. Yang berbunyi: dalam deretan debu-debu dekitl Bahkan terdapat 5 istilah yang berjajar. Lebih poly daripada bait pertama.

Sementara, pada bait ketiga ada aliterasi lagi. Bedanya, jika dua model sebelumny aliterasi di diawali dengan huruf D, kali ini, menggunakn rumus angka Romawi.

Demikian penerangan tentang Contoh Puisi dengan Citraan. Semoga bermafaat serta bisa sebagai berkah bagi kita seluruh.

Jika dirasa bermnfaat, silahkan diunduh alias di-download. Jangan lupa jua, baca blog pustamun lagi mari!



KEINDAHAN DALAM RANGKAIAN KATA PUISI HUJAN BULAN JUNI

Benarkah rangkaian istilah pada puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono mempunyai estetika? Sebenarnya apa saja rangkaian kata yg berakibat puisi tentang hujan itu disebut menjadi rangkaian istilah hujan yang latif? 

Seperti halnya makna sebuah puisi, keindahannya pula bergantung dalam pembacanya. Bisa saja dari pembaca yg satu sebuah rangkaian istilah puisi indah, mampu saja pembaca yang lain mengangga bahwa puisi itu nir indah. Bahkan para pakar sastra mampu berbeda pendapat tentang estetika (keindahan) sebuah karya.



Lebih-lebih jika yg dibahas merupakan sebuah puisi. Puisi merupakan karya sastra yang beisi rangkaian istilah yang bisa sangat multitafsir. Maka dari itu, keindahan yang terdapat pada sebuah karya sastra puisi jua tidak mampu dianggap menjadi estetika yg mutlak.


Begitu juga menggunakan puisi hujan bulan juni karya Sapardi Djoko Damono, puisi yang poly dikutip serta ditulis pada undangan pernikahan. Sering pula keliru tulis bahwa puisi itu diakui milik Kahlil Gibran atau juga pernah galat tulis bahwa itu karya Sutardji Calzoum Bachri. Sungguh hal yg tidak mungkin apabila Sutardji menulis puisi seperti Hujan Bulan Juni.


Sebelum membahas tentang estetika rangkain pungkasnya, ada baiknya kita baca lagi puisi Hujan Bulan Juni secara utuh berikut adalah.


Hujan Bulan Juni
         Karya Sapardi Joko Damono

Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon yg berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu

Taka terdapat yg lebih arif
Dari hujan bulan juni
Dibiarkannya yg tidak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu
                    (hujan bulan juni, 1994)


Jika kita amati, estetika yang ditimbulakn sang Sapardi Djoko Damono dalam puisi pada atas terdapat 2 gerombolan besar . Yaitu keindahan yg dimunculkan melalui rangkaian istilah serta suara, serta estetika yg dimunculkan melalui makna kata.

Keindahan yang dimunculkan melalui rangkaian suara kata tampak dalam pengulangan baris perta dan baris ke 2 masing-masing bait. 


Selain pengulangan larik pada masing-masing bait, puisi Hujan Bulan Juni menjadi indah lantaran adanya pengulangan alfabet . Khususnya huruf konsonan.


Coba perhatikan dalam bait pertama baris ketiga: 


dirahasiakannya rintik rindunya.


dalam baris tadi, istilah-istilah yg dirangkai sama-sama diawali menggunakan alfabet /r/ yaitu rahasia, rintik, dan rindu. Rangkaian kata yang sama ini dinamakan dengan aliterasi. Jadi, adanya aliterasi r membuat puisi ini menjadi terasa lebih latif.


Hal yg sama (aliterasi) jua masih ada pada baris /dihapusnya jejak-jejak kaki itu/ pada baris tadi terdapat aliterasi /k/. Apabila dihitung kata-istilah yg dirangkai itu mengandung empat suara /k/ yg masih ada dalam istilah jejak dan kaki.


Keindahan rnagkaian istilah pula terdapat pada bait kedua. Dua baris terakhir bait kedua mengandung kata ulang. Kata ulang tadi seakan sengaja dibuat karena terdapat jejak-jejak untuk 'menyamai' ragu-ragu. yang terdapat pada baris berikutnya. Jadi, terdapat rangkaian istilah yang sengaja diulang-ulang jua membuah sebuah puisi menjadi latif.


Selain karena pilihan bunyi istilah, puisi pada atas juga latif karena adanya kesederhanaan sekaligus kedalaman makna. Penggunaan 'hujan' menjadi kata utama pada puisi pada atas menciptakan puisi tersebut terasa dekat dengan semua pembaca. Penggunaan istilah yg menunjukkan seolah-olah hujan bertingkah laku seperti manusia dengan segala sifat (bijak, arif, serta tabah) yg dimiliki insan dan tindakan yg dimiripkan insan (menghapus, mempunyai jejak kaki dsb) pula membuat puisi hujan bulan juni menjadi lebih indah.


Ada lagi yang menciptakan puisi ini mejadi teras sangat latif, yaitu kata yang dipakai sedikit, hanya 3 bait yang masing-masing terdiri menurut empat baris. Rangkaian istilah itu memiliki pola mirip syair menggunakan pola rima (sajak) akhir yang mirip yaitu, masing-masing baris genap dua serta 4 sama dengan 4 dan 8 sama menggunakan 8 dan 12.


Terlebih, makna mengenai 'pengorbanan'. Menjadi galat satu keindahan tersendiri. Ada lagi keindahan lain yg belum ditulis di sini dari pembaca?

ANALISIS STRUKTURAL GENETIK PUISI SENJA DI PELABUHAN KECIL KARYA CHAIRIL ANWAR VERSI 2

Analisis struktural genetik puisi Senja pada Pelabuhan Kecil Karya Chairil Anwar.

Artikel ini merupakan tugas Tagihan pada program GuruPembelajar.id.
Disusun Oleh M. Nasiruddin Timbul Joyo, Peserta Kelas Bahasa Indonesia D Jatim KK-F Jember-1.

Semoga berguna untuk pembanding pembelajaran.

SENJA DI PELABUHAN KECIL

(Chairil Anwar,1946)
Buat Sri Aryati
Ini kali nir ada yang mencari cinta
Di antara gudang-gudang, rumah tua, dalam cerita
Tiang dan temali. Kapal, perahu tiada yang berlaut,
Menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam, ada juga kelepak elang
Menyinggung muram,desir hari lari berenang
Menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini , tanah, air tidur, hilang ombak.

Tiada lagi, aku sendiri, Berjalan
Menyisir semenanjung, masih penggap harap
Sekali tiba di ujung serta sekali selamat jalan
Dari pantai keempat, sedu penghabisan mampu berdekap


Struktur Fisik Puisi Senja pada Pelabuhan Kecil

a. Tipologi

Puisi Senja pada Pelabuhan Kecil denganpenjelasan judul Buat Sri Aryati, terdiridari 12 baris. Masing-masing baris berkaitan antara satu dengan yg lainnya.misalnya:
            Gerimisimempercepat kelam, ada jua kelepak elang

            Menyinggungmuram, desir hari lari berenang

Chairil Anwar sebagi Pelopor Angkatan 45 mempunyaiciri khas memenggal baris puisi tidak pada tempatnya. Chairil melakukan ini buat keseuaian baris serta suara akhir. Keduabaris pada atas dipenggal nir pada tempatnya buat memunculkan suara yg samayaitu /–ng/.

Jika ditulisdengan kaidah penulisan yg benar maka mampu ditulis Gerimis meningkatkan kecepatan kelam/ Ada jua kelepak elang menyinggung muram/


Semua barispuisi tadi, oleh Chairil dipenggal sekenanya buat memperindah suara.

b. Diksi

Pilihan katayang khas Chairil Anwar adalah ketikadia menulis sering kali membarui susunan frasa. Dalam puisi Senja pada Pelabuhan Kecil ini, hal itu tampak pada baris kedua
Ini kali nir ada yang mencari cinta

Frasa ini kali jika ditulis ‘normal’ merupakan kali ini. Jadi, Kali ini tidak terdapat yang mencari cinta.

Ciri spesial Chairil ini jua tampak dalam puisinyayang lain yg berbunyi

            Ini mukapenuh luka.

Maksudnyaadalah muka ini.


Diksi spesial Chairil adalah buat. Chairil Anwar hampir selalu memakai kata buat alih-alih kata untuk. Buat Sri Aryati sama jua dengan Buat Dien Tamaila.

Diksi khasselanjutnya merupakan sedu dan penghabisan. Kata sedu yang dimaksud Chairil Anwar adalah tangisan. Sementara kata penghabisanyang dimaksud dalah terakhir.



c. Pengiamjian / Citraan

Citraan ataupengimajian yang ada pada puisi Senja diPelabuhan Kecil adalah citraan pengelihatan (visual) dan citraanpendengaran.
Citraanpendengaran masih ada dalam baris berikut ini:
Gerimismempercepat kelam, terdapat juga kelepak elang

Kelepakmerupakan bunyi untuk menirukan hentakan sayap menggunakan badan hewan yang bisaterbang. Maka, kelepak elang dapatdiketahui dengan indra telinga.

Citraanpendengaran jua masih ada dalam baris:
Menyinggungmuram,desir hari lari berenang

Desir adalahtiruan suara angin.

Citraanpengelihatan terdapat pada beris ini dia:
Tiang sertatemali. Kapal, perahu tiada yang berlaut,

Adana kapal,temali, perahu, dapat diketahui menggunakan indra pengelihatan.


d. Majas / Gaya Bahasa

Gaya bahasayang terdapat pada Puisi Senja diPelabuhan Kecil Karya Chairil Anwar ini merupakan majas personifikasi.

Majaspersonifikasi yaitu majas yang menerangkan bahwa benda tewas atau hal lainbertingkah seperti insan. Dalam puisi ini masih ada dalam baris:
            .....kelepak elang

            Menyinggunmuram....

Biasanyayang dapat menyinggung perasaan adalah orang dengan ucapannya. Ini kelepakelang dipersonifikasikan misalnya ucapan manusia yg dapat menyinggung.
           
            ......desir hari lari berenang

Dalam baristersebut, desir (bunyi)dipersonifikasikan menggunakan tindakan lariberenang.

e. Rima / Irama

Permainanbunyi (rima) yg digunakan oleh Chairil Anwar dalam puisi Senja pada Pelabuhan Kecil ada dua macam, yaitu permaian bunyi aliterasi dan permainan bunyi akhir.

Aliterasiatau perulangan bunyi konsonan masih ada pada baris berikut adalah:
Menghembusdiri pada mempercaya mau berpaut

Pada barisdi atas masih ada perulangan bunyi /m/. Bunyi /m/ berulang-ulang sebanyak limakali, masing-masing pada kata menghembus,pada, mempercaya, dan mau.


Masing-masingbaris dalam puisi Senja di PelabuhanKecil memiliki pola yang sama yaitu 2 baris mempunyai rima yg sama.jadi, bunyi akhir baris satu dan 2 sama. Baris 3 sama dengan bariskeempat. Baris kelima sama dengan keenam. Baris ke 7 sama menggunakan kedelapan.
Sementaraempat baris terakhir mempunyai pola a-b-a-b.
Tiada lagi, aku sendiri, Berjalan (a)

Menyisir semenanjung, masih penggap harap (b)

Sekali tiba di ujung serta sekali selamat jalan (a)

Dari pantai keempat, sedu penghabisan mampu berdekap (b)


f. Kata Konkret

Kata konkretdalam Puisi Senja pada Pelabuhan Kecil antaralain:
Pelabuhan mewakilitempat buat menambatkan hati.

Pantai mewakilimakna loka indah yang menjadi ujung perjalanan.

Senja mewakilimakna hari telah mulai berakhir atau akhir sebuah usaha.

Perahu mewakilikehidupan. Jadi perahu yang tak lagimelaut berarti akhir sebuah kisah berumah tangga atau interaksi percintaan.


Struktur Batin Puisi Nyanyian Gerimis

a. Tema

Tema Puisi Senja pada Pelabuhan Kecil adalah putus interaksi yaitu tema humanisme.mengisahkan seoarang manusia yg kehilangan orang yg dicintai kemudianberjalan mencari tempat (cinta) yang lain.

b. Perasaan

Feeling penyairdalam puisi Senja pada Pelabuhan keciladalah perasan murung . Tampak pada penggunaan kata penggap yang berarti suasana nir nyaman buat bernafas. Selainitu, pula masih ada istilah sedu yangartinya menangis. Jadi, penyair sedang bersedih pada puisi tadi.

c. Nada

Nada puisi Senja pada Pelabuhan Kecil adalahkesedihan serta kemurungan. Hal ini tampak pada penggunaan simbol-simbolkesedihan misalnya istilah muram, senja,penggap, sedu, dan kelam.


d. Amanat


Amanat yangdapat dipetik berdasarkan puisi Senja diPelabuhan adalah:
1. Rodaharus terus berputar, kita harus terus berjalan (berjuang) buat menemukan halyang kita inginkan.
2. Untukterbebas berdasarkan kondisi tidak nyaman (tanpa cinta) kita wajib berjalan bahkan danberusaha sekuat tenaga.

3. Dalammemperjuangkan yg diinginkan sering kali manusia menerima kesulitan dantidak berhasil dalam satu kali percobaan. Dalam puisi, baru berhenti dalam pantai keempat. Jadi, pada pantaipertama hingga ketiga masih gagal menemukan yang diinginkan.

ANALISIS MAKNA PUISI TEBING TAK TAMPAK JURANG TAK TAMPAK KARYA TAUFIQ ISMAIL PENJELASAN MAKNA

Caraflexi.blogspot.com - Puisi merupakan rekaman keadaan dalam suatu zaman. Untuk membaca sebuah zaman, bisa pula dipandang menurut karya-karya puisi yg dihasilkan  di zaman itu. Bagaimana syarat masyarakatnya, apa yg terjadi, serta pandangan para sastrawan, mampu dicermati dari karya puisinya.
Salah satu puisi yang menangkap fenomena zaman merupakan Puisi Tebing Tak Tampak, Jurang Tak Tampak karya Taufik Ismail. Puisi ini, misalnya halnya puisi-puisi karya Taufiq Ismail yg lainnya, juga sarat akan makna. Biasanya, Taufiq Ismail memakai simbol-simbol yg biasa diketahui di kehidupan sehari-hari.
Jika kita tidak tahu lapis makna selanjutnya, mampu jadi kita mampu gagal paham akan makna yg lebih pada kepada puis karya Taufiq Ismail. Maka berdasarkan itu, penjelasan mengenai puisi Taufiq Ismail dibutuhkan. Agar makna yang lebih pada mampu mendapat penjelasan yg memadai.
Sebelum kita urai penerangan tentang makna puis Tebing Tak Tampak, Jurang Tak Tampak ada baiknya kita baca dulu puisi tadi:
Tebing Tak Tampak, Jurang Tak Tampak

Untuk Anak-anak Muda Sineas,
Yang Ingin Bebas Tanpa Batas

Di tepi desa kami terdapat sebuah tebing yg curam
Menghadap ke jurang yg dalam
Di atas tebing itu terdapat tanah datar tidak mengecewakan luasnya
Di sana anak-anak mini mampu bermain-main leluasa
Berkejar-kejaran, melompat-lompat ke sini dan ke sana
Berteriak-teriak, menjerit-jerit serta tertawa-tawa


Karena penduduk desa cinta dalam anak-anak mereka
Masih waras dan tidak mau anak-anak celaka
Termasuk jua buat orang-orang dewasa
Maka pada tepi tebing dibikinkan pagar sudah lama
Terbuat menurut kayu, tua, terbatas kekuatannya
Agar tidak terdapat yg kepleset terjatuh ke jurang sana


Tebing itu 5 puluh meter tingginya
Batu-batu akbar bertabur di dasarnya
Semak serta belukar pada tepi-tepinya
Hewan buas serta ular penghuninya
Kalau orang terjatuh ke dalamnya
Akan patah, cedera, stigma dan gegar otaknya


Nah, pada suatu hari
Ada anak-anak ABG berdemonstrasi
Menuntut yang dari mereka sesuatu yang asasi
Dengan nada yg melengking serta tinggi
Tangan teracung, terayun ke kanan serta ke kiri
Dalam paduan bunyi yang diusahakan harmoni


"Kami menolak pagar tebing, apa pun bentuknya
Kami menuntut kebebasan sebebas-bebasnya
Bermain, melompat-lompat ke sini serta ke sana
Berkejar-kejaran tak terdapat batasnya
Apa itu pagar? Kenapa dibatas-batasi?
Tubuh kami ini hak kami
Kami menggunakannya semau hati sendiri
Apa itu pembatasan?
Konsep antik, melawan kemerdekaan
Cabut itu pagar, semuanya robohkan!"

Demo berlangsung, hiruk-pikuklah terdengar suara
Heboh seantero kampung dan desa
Orang-orang bertanya, ini terdapat apa
Kok jadi tegang suasana
Barulah situasi jadi agak reda, karena
Ternyata yang berdemo itu, anak-anak rabun serta buta
"Saudara-saudara, ABG-ABG ini jangan dicerca
Mereka punya kelainan pada instrumen mata
Banyak yang rabun, mungkin pula buta
Kena virus tiba menurut kota, luar desa kita
Konsep tebing serta jurang, tidak wajar mereka
Tak tampak bahaya ke 2-duanya
Beritahu mereka baik-baik, sabar-tabah senantiasa
Masih banyak urusan lain pada desa kita."
Diksi Puisi Tebing Tak Tampak, Jurang Tak Tampak

Diksi mampu dimaknai sebagi pemilihan dan penggunaan kata. Nah, istilah-istilah yg dipilih dan dipakai oleh Taufiq Ismail pada Puisi Tebing Tak Tampak, Jurang Tak Tampak adalah kata-istilah yang sederhana. Yang biasa dipakai pada kehidupan sehari-hari. Bukan berupa istilah-istilah 'puitis nan latif'.
Penggunaan istilah sehari-hari dalam puisi lebih menekankan penyampaian makna puisi, daripada sekadar keindahan puisnya.
Dari pilihan kata ini, telah tampak jelas penguatan makna yang ingin disampaikan dalam para pembaca puisi tadi.
Penggunaan istilah yg sederhana dan biasa dipakai pada kehidupan sehari-hari ini tidak lantas menghilangkan semua bentuk keindahannya. Taufiq Ismail masih memperhatikan penggunaan rima dalam bait-bait puisi tadi.
Bisa dipandang, masing-masing bait dalam puisi di atas mengandung rima yang sama. Contohnya bait pertama (anak judul):
Untuk Anak-anak Muda Sineas,
Yang Ingin Bebas Tanpa Batas

Bunyi akhir masing-masing baris sama. Sama-sama diakhiri bunyi -as. Hal ini menunjukkan, aspek estetika bunyi puisi permanen diperhatikan. Begitu juga menggunakan bait-bait puisi Tebing Tak Tampak, Jurang Tak Tampak yg lainnya.
Makna Puisi Tebing Tak Tampak, Jurang Tak Tampak

Melalui puisi ini, Taufiq Ismail sedang mengajak bicara para sineas belia. Pelaku film. Yang merasa ingin bebas.
Untuk Anak-anak Muda Sineas,
Yang Ingin Bebas Tanpa Batas

Di tepi desa kami terdapat sebuah tebing yg curam
Menghadap ke jurang yg dalam
Di atas tebing itu terdapat tanah datar tidak mengecewakan luasnya
Di sana anak-anak mini mampu bermain-main leluasa
Berkejar-kejaran, melompat-lompat ke sini dan ke sana
Berteriak-teriak, menjerit-jerit serta tertawa-tawa
Bagian bait ke 2 ini, menggambarkan kondisi desa menjadi metafor berdasarkan Indonesia. Anak-anak perumpamaan menurut masayarakat Indonesia. Bermain serta tertawa merupakan bentuk menikmati hiburan film dan televisi.
Karena penduduk desa cinta dalam anak-anak mereka
Masih waras dan tidak mau anak-anak celaka
Termasuk jua buat orang-orang dewasa
Maka pada tepi tebing dibikinkan pagar sudah lama
Terbuat menurut kayu, tua, terbatas kekuatannya
Agar tidak terdapat yg kepleset terjatuh ke jurang sana

Pada bagian ini, Taufiq Ismail membela 'penduduk desa' sebagai perumpamaan berdasarkan Negara. Yang waras. Yang membatasi anak-anaknya (rakyat) supaya nir terjerumus ke jurang (hal negatif) yang berbahaya. Bagi sikap, budi, serta pemikiran. Maka gar nir terjerumus ke situ dibuatlah pagar atau batasan. Mana yang boleh mana yang tidak. Jadi, pagar ini merupakan perumpamaan menurut sensor. Tapi kondisinya sudah tua, dari kayu (ringkih) serta kekuatan yang terbatas. Artinya masih bisa ditembus. Dilanggar.

Tebing itu 5 puluh meter tingginya
Batu-batu akbar bertabur di dasarnya
Semak serta belukar pada tepi-tepinya
Hewan buas serta ular penghuninya
Kalau orang terjatuh ke dalamnya
Akan patah, cedera, stigma dan gegar otaknya

Bait ini mendeskripsikan betapa berbahayanya jurang itu. Sangat keras. Berduri, buas. Ini mendakan bahwa kalau warga hingga terjerumus ke situ bisa berakibat sangat fatal. Tidak terdapat istilah 'mangkat ' dalam puisi itu. Karena yg jaga merupakan inspirasi serta sikap budaya yang rusak dari tayangan film dan televisi. Hingga butuh disensor. Yang paling parah merupakan gegar otaknya. Yaitu kondisi rusaknya pemikiran anak-anak generasi penerus bangsa.

Nah, pada suatu hari
Ada anak-anak ABG berdemonstrasi
Menuntut yang dari mereka sesuatu yang asasi
Dengan nada yg melengking serta tinggi
Tangan teracung, terayun ke kanan serta ke kiri
Dalam paduan bunyi yang diusahakan harmoni

Bait ini berisi citra adanaya grup yang mengatasnamakan hak asasi ingin menghilangkan pagar. Dalam puisi ini, sang Taufiq Ismail dianggap menjadi ABG. ABG identik menggunakan anak usia labil yg masih belum punya pendirian yang jelas dan pikiran yg matang. Jadi, grup orang yang ingin menghapus batasan sensor serta anggaran merupakan orang-orang labil.

"Kami menolak pagar tebing, apa pun bentuknya
Kami menuntut kebebasan sebebas-bebasnya
Bermain, melompat-lompat ke sini serta ke sana
Berkejar-kejaran tak terdapat batasnya
Apa itu pagar? Kenapa dibatas-batasi?
Tubuh kami ini hak kami
Kami menggunakannya semau hati sendiri
Apa itu pembatasan?
Konsep antik, melawan kemerdekaan
Cabut itu pagar, semuanya robohkan!"

Bait puisi Tebing Tak Tampak, Jurang Tak Tampak ini berisi mengenai nalar yg dibangun sang para penentang anggaran pembatasan (sensor). Dengan dalih bahwa anggaran itu kuno, bertentangan dengan kemerdekaan. Sehingga tidak bebas. Seharusnya tidak boleh terdapat batasan sama sekali dalam berekspresi.

Demo berlangsung, hiruk-pikuklah terdengar suara
Heboh seantero kampung dan desa
Orang-orang bertanya, ini terdapat apa
Kok jadi tegang suasana
Barulah situasi jadi agak reda, karena
Ternyata yang berdemo itu, anak-anak rabun serta buta
"Saudara-saudara, ABG-ABG ini jangan dicerca
Mereka punya kelainan pada instrumen mata
Banyak yang rabun, mungkin pula buta
Kena virus tiba menurut kota, luar desa kita
Konsep tebing serta jurang, tidak wajar mereka
Tak tampak bahaya ke 2-duanya
Beritahu mereka baik-baik, sabar-tabah senantiasa
Masih banyak urusan lain pada desa kita."

Kehebohan protes terhadap batasan ini sebagai pembicaraan semua bagian negara (seantero kampung serta desa). Tapi melalui bait ini disimpulkan jua bahwa, pihak-pihak yang protes serta mengusulkan penghapusan batasan itu merupakan orang-orang yang sedang sakit.

Sakit yang dialami sang 'para ABG' itu merupakan virus yg data menurut kota, dari luar negeri. Seharusnya, energi itu dipakai buat membahas hal lain. Yang harus diselesaikan di negeri ini. Bukan sekadar batas antara tebing dan jurang. Maksudnya, itu seharusnya tidak diperdebatkan. Karena bangsa kita masih membutuhkan batasan-batasan itu. 

Jadi, inti berdasarkan Puisi Tebing Tak Tampak, Jurang Tak Tampak karya Taufiq Ismail ini merupakan, adanya orang yg nir paham bahwa bangsa Indonesia masih membutuhkan batasan (sensor) supaya nir terjerumus dalam budaya asing yang tidak baik bagi bangsa Indonesia. Seharusnya hal itu tidak lagi diperdebatkan dan diprotes. Karena tenaga bangsa hendaknya digunakan buat menciptakan bangsa dan menyelesaikan permasalahan. Bukan justru memunculkan perkara.

MEMPELAJARI BENTUKBENTUK PUISI BARU DALAM SASTRA INDONESIA

WArga belajar--sekalian, dalam pembelajaran berikut adalah kita akan mencoba menilik tentang bentuk-bentuk Puisi baru yg terdapat dalam khasanah sastra pada Indonesia. Pada pembahasan yang kemudian kita telah mengenal apa saja yang dimaksud dengan puisi lama , puisi baru tidak sama dengan puisi lama . Isi bentuk, irama, dan bentuk persajakan yang masih ada pada puisi lama relatif tidak selaras karena telah mengalami beberapa perubahan pada puisi baru. Jika pada puisi lama , irama diucapkan secara permanen atau teratur dua kata-dua istilah sekali ucap, maka di dalam puisi baru, irama diucapkan sealun dan selaras menggunakan perasaan dan jalan pikiran pengarangnya. Isinya pun digambarkan pada bahasa yang bergerak maju, bebas serta lincah.
Berdasarkan jumlah baris dalam kalimat dalam setiap baitnya, puisi baru dibagi dalam beberapa bentuk puisi, yaitu :
  1. Sajak dua seuntai atau distikon
  2. Sajak tiga seuntai atau tarzina
  3. Sajak empat seuntai atau quatrin
  4. Sajak 5 seuntai atau quit
  5. Sajak enam seuntai atau sektet
  6. Sajak tujuh seuntai atau septina
  7. Sajak delapan seuntai atau oktava atau stanza
  8. Sajak empat belas seuntai atau Soneta. (menjadi pelengkap dan pengembangan selanjutnya).
Jika kita perhatikan pada puisi baru selain dibagi berdasarkan jumlah baris yg terkandung dalam tiap-tiap baitnya, juga dibagi berdasarkan isi yang terkandung pada dalamnya. Bentuk-bentuk puisi yg dibagi berdasarkan isi yang terkandung pada dalamnya merupakan sebagai berikut:
  1. Ode, yaitu sajak berisikan tntang puji-pujian pada seorang, bangsa atau sesuatu yg dipercaya mulia.
  2. Himne, yaitu puisi atau sajak kebanggaan kepada Tuhan yang Mahakuasa. Himne diklaim sajak Ketuhanan.
  3. Elegi, yaitu puisi atau sajak duka nestapa.
  4. Epigram, yaitu puisi atau sajak yg mengandung bisikan hayati yang baik serta benar, mengandung ajaran nasihat serta pendidikan agama
  5. Satire, yaitu sajak atau puisi yg mengecam, mengejek, menyindir dengan kasar (sarkasme) kepincangan sosial atau ketidak adilan yg terjadi dalam masyarakat.
  6. Romance, yaitu sajak atau puisi yg berisikan cerita mengenai cinta kasih, baik cinta kasih kepada lawan jenis, bangsa dan negara, kedamaian. Serta sebagainya.
  7. Balada, yaitu puisi atau sajak yang berbentuk cerita.
Warga belajar sekalian---Selain bentuk-bentuk puisi misalnya disebutkan pada atas, dalam puisi baru jua masih ada satu bentuk puisi yang lain, yaitu soneta. Berikut ini akan dijelaskan secara singkat tentang puisi baru.
1. Distikon (Distichon)
Distikon atau Distichon merupakan sajak yang terdiri dari 2 baris kalimat dalam setiap baitnya. Distokon bersajak a-a
contoh:
Berkali kita gagal
Ulangi lagi dan cari akal
Berkali kita jatuh
Kembali berdiri jangan mengeluh
(Or. Mandank)
2. Tarzina (Terzina)
Tarzina atau sajak tiga seuntai, merupakan setiap baitnya terdiri atas 3 buah kalimat. Tarzina dapat bersajak a-a-a; a-a-b; a-b-c; atau a-b-b.
Contoh:
Kadang-kadang au benci
    Bahkan hingga aku maki
       ......diriku sendir
seperti aku
    menjadi seteru
       ...... Diriku sendiri
Waktu itu
   Aku .....
       misalnya seseorang lain menurut diriku
Aku tak puas
    sebab itu saya menjadi buas
        menjadi buas serta panas
              (Or. Mandank)
3. Kuatrin (Quatrain)
Kuatrin atau Quatrain adalah sajak empat seuntai yang setiap baitnya terdiri atas empat buah kalimat. Kuatrin bersajak a-b-a-b, a-a-a-a, atau a-a-b-b
MENDATANG-DATANG JUA
Mendatang-datang jua
Kenangan usang lampau
Menghilang ada jua
Yang dulu sinau silau
Membayang rupa jua
adi kanda usang lalu
Membuat hati jua
Layu lipu rindu-sendu
               (A.M. Daeng Myala)
4. Kuint (Quint)
Kuint adalah sajak atau puisi yg terdiri atas lima baris kalimat pada setiap baitnya. Kuint berjasak a-a-a-a-a.
Contoh:
HANYA KEPADA TUHAN
Satu-satu perasaan
Yang aku rasakan
Hanya bisa aku katakan
kepada Tuan
Yang pernah merasakan
     Satu-satu kegelisahan
     Yang aku rasakan
     Hanya bisa aku kisahkan
     pada Tuan
     Yang pernah di resh gelisahkan
satu-satu desiran
yang saya dengarkan
Hanya dapat aku syarikan
kepada Tuan
Yang pernah mendengarkan desiran
     Satu-satu kenyataan
     Yang aku didustakan
     Hanya dapat aku nyatakan
     pada Tuan
     yang enggan merasakan
              (Or. Madank)
5. Sektet (Sextet)
Sektet adala sajak atau puisi enam seuntai, artinya terdiri atas enam bauh kalimat pada setiap baitnya. Sektet mempunyai persajakan yg nir beraturan. Dalam sektet, pengarangnya bebas menyatakan perasaannya tanpa menghiraukan persajakan atau rima suara.
Contoh:
MERINDUKAN BAGIA
Jika hari'lah tengah malam
Angin berhenti dari bernafas
Alam seperti pada samadhi
Sukma jiwaku rasa tenggelam
Dalam laut tidak terbatas
Menangis hari diiris sedih
              (Ipih)
6. Septina
Septina merupakan sajak tujuh seuntai yang setiap baitnya terdiri atas tujuh butir kalimat. Sama halnya menggunakan sektet, persajakan septina nir berurutan.
API UNGGUN
Diam damai kami memandang
Api unggun menyala riang
Menjilat meloncat menari riang
Berkilat-kilat bersinar terang
Nyala api nampak curai
Hanya satu cita dicapai
Alam nan tinggi, sunyi, sepi
             (Intojo).
  
7. Stanza
Stanza merupakan sajak delapan seuntai yang setiap baitnya terdiri atas delapan butir kalimat. Stanza disebut pula oktava. Persajakan stanza atau oktava nir berurutan.
Contoh:
PERTANYAAN ANAK KECIL
Hai kayu-kayu serta daun-daun!
Mengapakah engkau bersenang-bahagia?
Tertawa-tawa bersuka-sukaan?
Oleh angin serta damai, serang?
Adakah angin tertawa dengan kami?
Bercerita cantik menyenangkan kami?
Aku tidak mengerti selera kamu!
Mengapa kamu tertawa-tawa
    Hai kumbang bernyanyi-nyanyi!
    Apakah yg engkau nyanyi-nyanyikan?
    Bunga-bungaan kau penuhkan suara!
    Apakah yang kamu suara-bunyikan?
    Bungakah itu atau madukah?
    Apakah? Mengapakah? Bagaimanakah?
    Mengapakan kamu tertawa-tawa?
        (Mr. Dajoh)
8. Soneta
Perkataan Soneta berasal berdasarkan kata Sonetto pada bahasa Italia yang berbentuk dari kata latin Sono yang berarti 'bunyi' atau 'bunyi', Adapun kondisi-kondisi soneta (bentuknya yg asli) adalah menjadi berikut.
a. Jumlah baris terdapat 14 buah
b. Keempat belas baris terdiri atas 2 butir kuatrain dan 2 buah terzina. Jadi pembagian bait itu: 2X4 serta 2X3
c. Kedua butir kuatrain adalah kesatuan yang dianggap stanza atau octav
d. Kedua butir Terzina adalah kesatuan, dianggap Sextet.
e. Octav berisi lukisan alam; jadi sifatnya objektif
f. Sextet berisi curahan, jawaban, atau kesimpulan sesuatu yg dilukiskan pada Octav; jadi sifatnya subjektif.
g. Peralihan berdasarkan Octav ke Sextet dianggap Volta.
h. Jumlah suku kata dalam tiap-tiap baris umumnya antara 9 serta 14 suku istilah.
i. Rumusan serta sajak a-b-b-a, a-b-b-a, c-d-c, d-c-d.
Tetapi seiring berjalannya ketika dan perkembangan global kesusastraan yg berubah sesuai dengan jamannya, para pujangga nir mengikuti kondisi-syarat di atas. Pembagian atas bait-bait, rumusan sajak serta hubungan isinya pun mengalami perubahan. Yang permanen dipatuhinya hanyalah jumlah baris yang 14 buah itu saja. Bahkan tak jarang jumlah yg 14 baris dirasa nir relatif sang pengarang buat mencurahkan angan-angannya. Itulah sebabnya lalu ditambah beberapa baris dari kehendak pengarang. Tambahan itu dianggap Cauda yang berarti ekor. Karena itu, kini kita temukan beberapa kemungkinan strukutur serta bagan. Soneta Shakespeare, contohnya memiliki bagan sendiri tentang soneta-soneta gubahannya, yakni:
a. Pembagian baitnya    : tiga X 4 dan 1 X 2
b. Sajaknya                      : a-b-a-b, c-d-c-d, e-f-e-f, g-g
Demikian jua pujangga lain, termasuk pujangga soneta Indonesia mempunyai cara pembagian bait dan rumus-rumus sajaknya sendiri.
Contoh:
GEMBALA
Perasaan siapa ta'kan nyala       (a)
Melihat anak berlagu dendang    (b)
Seorang saja ditengah padang   (b)
Tiada berbaju buka ketua           (a)
Beginilah nasib anak gembala                (a)
Berteduh pada bawah kayu nan ridang        (b)
Semenjak pagi meninggalkan sangkar (b)
Pulang ke rumah di senja kala                 (a)
Jauh sedikit sesayup sampai           (a)
Terdengar olehku bunyi serunai        (a)
Melagukan alam nan molek permai (a)
Wahai gembala di segara hijua                         (c)
Mendengarkan puputmu menurutkan kebau    (c)
Maulah saya menurutkan dikau                           (c)
                               (Muhammad Yamin, SH).
Demikianlah rakyat belajar sekalian tentang bentuk-bentuk puisi baru yg terdapat dalam kesusastraan puisi Indonesia pada umumnya, semoga bermanfaat dan dapat dipahami menjadi tambahan pengetahuan buat kalian seluruh. Terimakasih.

Sumber : Bahan belajar / Modul Bahasa dan Sastra Indonesia Kejar kesetaraan paket C 2010

ANALISIS MAKNA PUISI AKU KARYA CHAIRIL ANWAR YANG PENUH VITALITAS DAN INDIVIDUALITAS

Puisi Chairil Anwar yang berjudul Aku menjadi galat satu puisinya yang paling terkenal. Kutipan-kutipan lariknya banyak digunakan serta direproduksi pada bentuk mural, kaus, juga desain digital. Kutipan "Aku ini hewan jalang" juga kutipan "Aku ingin hayati seribu tahun lagi" menjadi yg relatif poly (buat tidak menyampaikan paling banyak) dipakai.
Puisi 'Aku' karya Cairil Anwar menjadi tonggak bagi bentuk serta semangat puisi Angkatan 45. Sebelum memublikasikan melaui cetakan, Chairil Anwar terlebih dahulu membacakan Puisi Aku di Pusat Kebudayaan Jakarta dalam 1943.
Baca Juga: Kumpulan Hasil Analisis Puisi Karya Chairil Anwar
Puisi tersebut lalu diterbitkan di Pemandangan dengan judul Semangat. Penggunaan judul Semangat sebagai pengganti judul yang sebenarnya yaitu aku diperlukan buat menghindari sensor dari pemerintah yang waktu itu diperintah sang militer Jepang. Selain perubahan judul, larik yang berbunyi Ku mau tidak seseorang kan merayu juga diubah menjadi  Ku tahu tidak seseorang kan merayu. Penggunaan Ku mau dianggap lebih radikal dibanding menggunakan Ku tahu. Jadi, penggunaan pilihan kata yg lebih 'lunak' ini bertujuan buat menghindari penyensoran oleh pemerintah.

Berikut ini puisi Aku karya Chairil Anwar Selengkapnya:
Aku
Kalau hingga waktuku
'Ku mau tak seseorang 'kan merayu
Tidak pula kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku permanen meradang menerjang
Luka dan sanggup kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih nir peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi!
Parafrase Puisi Aku 

Kalau (sudah) hingga waktuku (buat pulang)
'Ku mau tak seseorang 'kan merayu (untuk tetap tinggal)
Tidak pula kau
Tak perlu (tangis) sedu sedan(mu) itu
Aku ini (adalah ibarat) binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang (maka wajib pulang)
Biar peluru menembus kulitku (hendak menghentikanku)
Aku permanen (akan semakin) meradang (serta permanen) menerjang
Luka (ini) dan mampu (racun ini) kubawa berlari
(terus) Berlari
(saya akan terus berlari) Hingga hilang (rasa) pedih peri (di hati)
Dan aku akan lebih nir peduli (dengan kenyinyiran orang)
(meski begini) Aku mau (karyaku tetap) hayati (sampai) seribu tahun lagi!

Dari output parafrase pada atas, dapat diketahui bahwa, puisi Aku karya Chairil Anwar tersebut menggambarkan semangat untuk terbebas dari kungkungan keadaan. Si Aku sadar bahwa, usahanya buat 'menentang zaman' niscaya akan membuatnya diasingkan (terbuang), bahkan wajib siap disakiti (ditembus peluru). 

Tapi tokoh 'Aku' akan tetap menerjang segala rintangan itu, nir memedulikan rasa sakitnya yang akan hilang menggunakan sendirinya. Bahkan beliau sama sekali tidak akan peduli, hingga suatu saat karyanya sahih-benar akan dikenang bahkan hingga seribu tahun lagi.
Baca Juga: Contoh Parafrase Lagu dan Puisi yg Lain


Analisis Diksi Puisi Aku  karya Chairil Anwar

Dilihat menurut diksi atau pilihan kata yg digunakan sang Chairil Anwar, terdapat beberapa yg bisa dianalisis. Antara lain penggunaan rima, dan istilah kiasan (makna konotasi) dalam puisi, pula karakteristik spesial Chairil Anwar.

Penggunaan Bunyi

Irama yang dipakai sang Chairil Anwar ada di hampir setiap bait puisi Aku. Hal ini tampak dalam baris-baris berikut adalah:

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Dalam bait pada atas, tampak kentara bahwa ada pengulangan bunyi sengau (ng) yg berulang-ulang dalam satu bait. Ini bukan hal yang tidak disengaja. Penggunaan suara berulang misalnya ini memberitahuakn bahwa pilihan kata yang digunakan sahih-sahih diperhatikan. Hal yang sama jua tampak pada istilah meradang menerjang dalam bait ini dia:

Biar peluru menembus kulitku
Aku permanen meradang menerjang
Penggunaan pengulangan kata yang mirip  pula tampak dalam istilah pedih peri dalam baris berikut:
Hingga hilang pedih peri
Dalam baris tadi, terdapat dua istilah yg hampir serupa bunyinya yaitu kata pedih dan istilah peri yang sama-sama diawali suku kata pe dan suku istilah ke 2 mengandung suara i.

Penggunaan Aliterasi

Aliterasi merupakan pengulangan suara vokal yg terdapat dalam satu kalimat. Dalam puisi Aku karya Chairil Anwar ini terdapat beberapa aliterasi yang dapat dianalisis.
Luka dan sanggup kubawa berlari
Dalam baris di atas, masih ada aliterasi b. Pengulangan bunyi /b/ terdapat dalam kata bisa, bawa, dan berlari. Pengulangan suara b ini memperkuat keindahan suara dalam puisi Aku.
Hingga hilang pedih peri
Puisi aku juga mengandung aliterasi h yang tampak dalam baris di atas. Ada yg digunakan sebagai awal istilah dalam hingga dan hilang juga dipakai di akhir istilah yaitu pedih. Penggunaan suara h yang berulang menampakan makna kesedihan. 

Ciri Khas Chairil Anwar

Hampir pada setiap puisinya, Chairil Anwar melakukan penghilangan bunyi untuk istilah-kata yang sudah umum diketahui. Dalam beberapa puisi yg lain, Chairil bahkan menghilangkan bunyi ma dalam kata manusia sehingga hanya menjadi 'nusia.
Dalam puisi Aku ini, si Binantang Jalang ini, 'hanya' menghilangkan bunyi 'a' dalam istilah aku dan istilah akan. Sehingga hanya sebagai 'Ku dan 'kan seperti tampak dalam baris:
'Ku mau tak seseorang 'kan merayu

Pemendekan (atau lebih tepatnya pemotongan istilah) misalnya ini sebagai ciri khas Chairil Anwar dan menjadi pelopor di Zamannya.
Tema serta Amanat

Puisi merupakan karya sastra pada zamannya serta sanggup dimaknai lintas ketika menembus masa. Puisi Aku  karya Chairil Anwar ini ditulis (digubah) pada masa penjajahan Jepang yang sangat represif. Maka menurut itu, puisi ini bisa dimaknai sebagai puisi yg bertemakan kesanggupan diri melawan kemapanan, berjuang menjadi bangsa yang bebas dalam berkarya serta mengarungi hayati. Chairil menggambarkan hal itu sebagai 'berlari'. Bergerak menggunakan sangat cepat.
Meskipun sifat dan sikapnya itu akan memunculkan kesulitan serta mendapat ancaman dari banyak sekali pihak, dia nir pernah peduli. Karena beliau konfiden bahwa, suatu saat karya serta sikapnya akan tetap dikenang, bahkan hingga seribu tahun lagi.
Jadi, tema pada puisi saya merupakan menjadi diri sendiri yang bebas dari penjajahan. 

Adapun amanatnya merupakan: Mari terus berjuang, meski merasakan sakit. Lantaran pada akhir perjuangan pasti akan ada kemenangan.

Baca Juga: Karakter tokoh 'aku ' pada Puisi 'Aku' Karya Chairil Anwar.
Demikian contoh analisis puisi Aku karya Chairil Anwar oleh Pelopor Angkatan 45.

ANALISIS STRUKTUR FISIK PUISI NYANYIAN GERIMIS KARYA SONI FARIDA MAULANA

Tulisan ini merupakantugas Pelatihan Daring Program Pengajar Pembelajar yang diunggah keGuruPembelajar.id Kelas KK F Jember.

Disusun Oleh: M.nasiruddin Timbul Joyo (SMP PGRI Jengawah)


Nyanyian Gerimis

     Karya Soni Farid Maulana

Telahkutulis jejak hujan
Padarambut dan kulitmu yang basah. Kuntum 
Demikuntum kesepian yg mekar seluas kalbu
Dipetikhangat percakapan juga mobilitas sukma
Yangsaling tahu gairah terpendam
Dialirkansungai ke muara
           Sesaat kita larut pada keheningan
           Cinta membuat kita betah hidup di bumi
           Ekor cahaya berpantulan pada matamu
           Seperti lengkung pelangi
           Sehabis hujan menyentuh telaga

Inikahmusim semi yg sarat nyanyian
Jugatarian burung-burung itu?
Kerinduanbagai awah gunung berapi
Saratletupan. Lalu desah nafasmu
Adalahpuisi adalah gelombang lautan
Yangmenghapus jejak hujan
Dipantai hatiku.
            Begitulah jejak hujan
            Pada kulit serta rambutmu
            Menghapus jeda dan bahasa
            Antara kita berdua
                         1988


1.Diksi merupakan Pilihan dan Penggunaan Kata


Pilihan dan penggunaan istilah dalam  Nyanyian Gerimisi karya Soni Farid Maulanalebih banyak memakai kata yang bermakna konotasi.

Berikut beberapa pilihan kata yang ada puisi NyanyianGerimis berdasarkan makna pungkasnya.

Kuntum,kata ini umumnya digunakanuntuk menyebut bunga pada frasa ‘sekuntum bunga’. Kata kuntum digunakanoleh penulis Nyanyian Gerimis dirangkai menggunakan kesepian. Kesepiandianggap mempunyai kermiripan dengan bunga. Kesepian adalah sesuatu yang tidakenak, merasa sendiri, namun jua mempunyai nilai keindahan, lantaran berkaitandengan gairah terpendam/ dialirkan sungai ke muara. Jadi, meskipun dalamkeadaan kesepian tetapi demi cinta ‘cinta membuat kita betah hayati di bumi.

Tidak hanya istilah kuntum, pilihan kata yang digunakanjuga poly yang misalnya itu, misalnya puisi yang diumpamakan dengan gelombanglautan dalam baris Adalah puisi adalh gelombang lautan.


2.Pengimaji atau Citraan


Citraan adalah gambaran yang terdapat pada puisi yangseolah-olah bisa dirasakan oleh alat indra insan.

Adapun citraan atau pengimaji dalam puisi NyanyianGerimis adalah menjadi berikut:
Citra Pendengaran

Citra pendengaran terdapat pada baris ‘inikah musim semi yg saratnyanyian’ (bait ketiga baris ke 2)

Nyanyianberkaitan menggunakan suara,maka nyanyian adalah tanda bahwa baris tadi mengandung citrapendengaran.

Selain baris tersebut, bari-baris berikut adalah jugamengandung citraan pendengaran pada puisi Nyanyian Gerimis:

            Saratletupan. Lalu desah nafasmu


            Sesaat kita larut dalam keheningan


Letupan serta desah nafas (bunyi nafas) dapatdiketahui melalui indra pendengaran. Begitu jua menggunakan keheningan. Keheninganberarti syarat tidak terdapat bunyi, kondisi sepi tersebut dapat diketahui denganindra indera pendengaran.

Citra Pengelihatan

            Ekorcahaya berpantulan pada matamu

            Seperti lengkung pelangi


Adanya ekor cahaya yg berpantulan bisa diketahuimelalui indra pengelihatan, begitu jua menggunakan lengkung pelangi.  Bentuk lengkung, dapat diketahui melaluipengelihatan begitu pula pelangi, yg identik menggunakan rona-warni.

Kata dan frasa lain yang memperlihatkan adana citrapengelihatan pada puisi di atas merupakan tarian burung-burung;.



Citra Peraba

Puisi Nyanyian Gerimis memiliki citraperaba, yaitu kata-istilah dalam puisi yg seolah dapat dirasakan melalui indraperaba. Antara lain terdapat dalam baris keempat bait pertama. Dalam baristersebut ada istilah hangat.

Hangat adalah kondisi yg dapat diketahui olehmanusia menggunakan indra peraba yang terdapat pada seluruh jaringan kulitnya.


3.Kata Konkret

Kata nyata adalah istilah yang ‘mewakili’ suatukeadaaan. Kata konkret yg masih ada pada puisi Nyanyian Gerimis adalah:

Pelangi yang melambangkan ‘keindahan penuh warna’

Musim semi melambangkan, ‘fase baru yg lebih indah’

4.Majas/Gaya Bahasa

Majas atau gaya bahasa yg masih ada  dalam puisi Nyanyian Gerimis di atasantara lain adalah personifikasi, metafora, sinekdok pars prototo, dan sinestesia.

Majas Personifikasi masih ada pada baris-barisberikut ini:

            NyanyianGerimis

Yang bisa bernyanyi adalah insan. Apabila gerimisbisa bernyanyi maka seolah-olah gerimis bertindak misalnya  insan, maka ini adalah majas personifikasi.

            Tarian burung-burung


Sama halnya menggunakan penjelasan baris judul. Yangdapat menari merupakan insan. Maka tarian burung merupakan personifikasi.

Majas Metafora
 Majasmetafora terdapat dalam baris,
             

Demi kuntum kesepian yg mengembang seluas kalbu
Dipetik hangat percakapan jua gerak sukma

Dipetik adalah pekerjaan yang dikenakan buat buahdan bunga. Pada baris puisi di atas, istilah dipetik diperuntukkan pada kondisi ‘kesepian’.

Majas Sinekdok Pars Prototo
Majas ini juga terdapat dalam puisi NyanyianGerimisi, khusunya dalam baris:

            Begitulah jejak hujan

            Pada kulit dan rambutmu


Yang disebutkan pada baris puisi tadi ‘hanya’rambut serta kulit, padahal kedua istilah tadi (rambut serta kulit) merupakan seluruhtubuh. Maksudnya semua tubuh basah kehujanan.

Majas Sinestesia
Majas sinestesia secara sederhana dapat diartikansebagai pertukaran istilah yang digunakan dari indra tertentu.

            Dipetikhangat dialog.....


Baris pada atas menggunanakan kata hangat  buat percakapan.  Hangat seharusnya digunakan buat sesuatuyang dapat diketahui memakai indra peraba, misalnya udara hangat.percakapan yang merdu, misalnya sama-sama memakai indra pendengar. Makapenggunaan hangat dalam frasa hangat percakapan merupakan majassinestesia.


5.Rima/Irama


Rima dan Irama pada puisi di atas tidak begitukuat, sehinga nir ada yang spesial menurut segi rima dan irama.  Masing-masing bait nir konsisten penggunaanbunyi akhirnya, tetapi penggunaan beberapa suara sengau (akhir alfabet m, u, dann) memberitahuakn bahwa puisi tadi mengandung kesedihan.