PUISI DENGAN RIMA

Puisi tanpa rima seperti bunga tapa warnanya
Puisi menggunakan rima adalah keindahan yang mengindahkan
kau adalah puisi pada hidup bersama rima-Nya
                                   (mun buat nay)

Salah satu ciri puisi adalah rima. Puisi yg bagus mengandung rima yang bagus. Sebenarnya apa yg dimaksud dengan rima. Berikut ini penjelasan singkat mengenai rima bersama contoh dalam puisinya.


Pengertian Rima
Rima adalah pengulangan bunyi yg berselang, baik di pada larik sajak juga dalam akhir larik sajak yg bedekatan (Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa).
Berdasarkan pengertian dari KBBI di atas, inti rima adalah pengulangan bunyi. Pengulangan bunyi tadi nir sebatas akhir baris atau larik, sanggup pada awal, di tengah, mampu pada satu baris. Penandan pengulangan suara dapat diklaim sebagai rima apabila pengulangan tersebut saling berdekatan. Kalau terlalu jauh contohnya di baris pertama sama menggunakan baris kesepuluh, maka pengulangannya nir tampak.
Jenis-jenis Rima dalam Puisi
Rima Akhir merupakan rima atau pengulangan bunyi yang ada pada akhhir larik sebuah sajak atau puisi. Jadi, yg sama atau yg berulang-ulang merupakan suara akhir masing-masing barisnya.
Rima Berpeluk adalah rima akhir atau pengulangan bunyi akhir masing-masing larik atau baris yg jumlah barisnya genap. Jadi, bunyi akhir larik pertama sama menggunakan bunyi akhir larik ketiga. Bunyi akhir larik kedua, sama dengan suara akhir larik keempat. Contoh sederhana merupakan bersajak a-b-a-b
Rima Dalam adalah pengulangan antara dua istilah atau lebih yang terdapat pada satu larik sajak. Istilah lainnya adalah repetisi.
Rima Ganda adalah pengulangan suara yang terdiri atas dua suku istilah, namun suku kata yang pertama yg mendapat tekanan. Intinya terdapat pengulangan bunyi kata yang mempunyai satu suku istilah yg sama. Tidak keseluruhan istilah.
Rima Tengah pengulangan suara antara suku istilah pada posisi yg sama. Terdapat pada dua istilah pada satu larik sajak atau puisi.
CONTOH PUISI DENGAN RIMA

Puisi dengan Rima Akhir

Setiap bunga yang mekar
kusandingkan beserta jamuan pada altar
bersama rasa yg terus berkobar
berurat berakar
Puisi di atas mempunyai pengulangan bunyi pada akhir lariknya. Masing larik diakhiri denga suara -ar. Larik atau baris pertama kata akar. Larik atau baris kedua puisi merupakan kata altar. Kata berkobar di larik ketiga, dan berakar di larik terakhir. Masing-masing kata tadi yg terdapat pada akhir baris atau larik menampakan adanya rima akhir pada puisi.
Puisi menggunakan Rima Berpeluk 

Biarkan padi menguning bening
mengandung segala semangat petani
yang selalu tidak bergeming
diterpa badai terik sejak dini
Seperti penejelasan sebelumnya, rima berpeluk merupakan bunyi akhir yang sama antara baris satu serta 3, serta beris dua serta empat. Larik pertama serta larik ketiga puisi di atas memiliki bunyi akhir yg sama, yaitu bunyi -ing dari kata bening dan suara -ing pada kata geming.

Larik kedua yang diakhiri istilah petani memiliki bunyi akhir yg sam menggunakan istilah dini. Yaitu sama-sama berima akhir ni.
Puisi menggunakan Rima Dalam

Menghisap duka pada muka
merakit semangat merakit cita merakit ke hulu
Mengunduh buah 

dalam rabat bait puisi pada atas masih ada pengulangan bunyi kata yang sama pada satu larik puisi yaitu istilah merakit. merakit pada frasa merakit semangat dan merakit cita memiliki arti merangkai. Sementara yg merakit dalam merakit ke hulu memiliki arti menaiki rakit (perahu).
Puisi dengan Rima Ganda

Mengemban semangat
memeras semangat mengisi pundi sagu
wajah dan langkah tidak pernah ragu
sembari siul terus kumandangkan lagu

Rima yang masih ada dalam contoh puisi pada atas adalah rima ganda. Kata sagu, ragu, dan lagu. Ketiga istilah tersebut memiliki kesamaan pada suku istilah terakhirnya. Hanya disparitas satu huruf depannya saja.

Puisi menggunakan Rima Tengah
kobarkanlah hasratmu
bukan sekadar menimbun rongsokan
sebatas rangkai bangkai-bangkai lunglai
kau adalah pejuang lestari buat bumi

Puisi di atas mengandung Rima Tengah. Rima tengahn masih ada pada larik ketiga. Dalam larik terseebut terdapat pengulangan bunyi dalam suku istilah yg sama, yaitu suku istilah ke 2 masing-masing istilah rang-kai, bang-kai, dan lung-lai. Pada posisi suku istilah kedua, masih ada pengulangan bunyi -lai.

Rima-rima pada atas dalam model masing-masing puisinya menambah estetika sebuah puisi. Maka dari itu, setiap penyair perlu menambahkan rima dalam puisinya supaya lebih berkesan bagi pembacanya.
Di samping itu, jua terdapat ciri-ciri puisi yang lain yaitu adanya majas, adanya citraan.
Mari berpuisi, yuk lebih peduli, berusaha sebagai yang terpuji.
Salam Pustamun!
Terima kasih telah membaca contoh-model puisi. Baik Puisi menggunakan Rima Akhir. Puisi dengan Rima Ganda. Puisi menggunakan Rima berpeluk. Puisi dengan rima pada. Puisi menggunakan rima tengah.

PUISI FABEL SEMUT MERAH DAN ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIKNYA

Puisi Fabel yg dianalisis berikut adalah merupakan Puisi Fabel yang aku bisa menurut sesama blogger, melalui alamat: khirsa26.blogspot.com. Blogger berdasarkan Temanggung yg sepertinya nir aktif lagi.
Karena beberapa pertimbangan, aku menentukan puisi fabel 'Semut Merah' karya Khirsa yang diunggah dalam September 2015 ini menjadi karya yang dianalisis. Adapun analisis yang dipakai adalah analisis struktural yg berkaitan dengan unsur intrinsik serta ekstrinsik.
Berikut Puisi Fabel 'Semut Merah' Karya Khirsa Inayatul
SEMUT MERAH


Ku lihat beliau di kebun sekolah
Tubuhnya mini mungil berwarna merah
Rumahnya pada pada tanah
Bekerja tanpa kenal lelah

Ku lihat beliau mencari biji-bijian
Atau apapun yg sanggup dia makan 
Tubuhnya yg mini ,
Kakinya yang mungil

Berjalan demi sebutir padi
Makan buat bertahan diri
Namun, demam isu kemarau sudah mengalahkannya
Semut itu mati tanpa daya


Analisis Unsur Intrinsik

Rima

Rima ang dipakai dalam Puisi Fabel 'Semut Merah' pada atas merupakan rima akhir, yg masih ada pada setiap baris pada masing-masing bait. 

Pada bait pertama, semua diakhiri dengan huruf /h/ lebih tepatnya akhiran suara /-ah/. Yaitu dalam istilah sekolah, merah, tanah, dan lelah. Karena masing-masing huruf  akhir sama, maka bait pertama memakai pola sajak a-a-a-a.

Pada bait kedua, dua baris pertama diakhiri buni -an, ad interim dua baris terakhir diakhiri suara -il.yaitu masing-masing adalah kata biji-bijaan dan makan (baris 1 serta dua), dan kecil serta mungil (baris tiga serta 4). Dengan pola misalnya ini bisa dikatakan rima yang dipakai adalah pola aa-bb.

Pada bait ketiga, pola sajak atau rima yg dipakai oleh Khirsa pada Puisi Fabel pada atas sama menggunakan bait kedua. Yaitu menggunakan pola aa-bb tampak dalam akhir kata yg digunakan yaitu: padi, diri, mengalahkannya dan daya.

Diksi (Pilihan Kata)

Diksi atau pilihan istilah yang dipakai pada puisi fabel pada atas merupakan puisi sehari-hari. Yang mampu dipahami menggunakan mudah sang para pembaca. Pemilihan istilah yg mudah dipahami serta latif lantaran memakai dan diadaptasi dengan rima ini tentu dimaksudkan agar para pembaca pemula nir kesulitan pada tahu puisi. 

Kata-kata yang dipilih jua merupakan kata yang memotivasi, contohnya terdapat kata bekerja tanpa kenal lelah. Adalah sebuah kalimat yang disusun dengan istilah-istilah motivasi.

Tema

Tema pada Puisi Fabel di atas adalah 'Kehidupan Semut'. Semut adala tokoh utama yang diceritakan pada karya puisi pada atas. Selain diklaim secara eksklusif (eksplisit) pada judul 'Semut Merah', semut juga menjadi penceritaan primer pada badan puisi.

Amanat

Amanat merupakan pesan positif yg terdapat dalam sebuah karya sastra. Dalam puisi tabel di atas ada 2 makna yg mampu diambil yaitu:

1. Kita harus bekerja keras buat mencukupi kebutuhan.
2. Kita wajib berpasrah dalam kekuatan yang kuasa.

Kerja keras tampak berdasarkan penggambaran semut yg bekerja keras, meskipun badannya mini serta kakinya mungil, semut wajib mencari kuliner. Namun demikian, keperkasaan semut tetap kalah sang kekuatan yang lebih besar , melalui kehendak yang kuasa saat Musim kering, semut tewas tidak berdaya.

ANALISIS EKSTRINSIK

Analisis ekstrinsik yang dilakukan seharusnya mempelajari secara mendapalam latar belakang penceritaan dan latar belakang penulisnya. Tetapi, lantaran keterbatasan kabar, yg dibahas hanyalah latar belakang penlis yg sangat terbatas (diketahui melalui profil blogger).

Krisna adalah orang Jawa, tepatnya pada Temanggung, Jawa Tengah. Jawa dikenal sebagai produsen beras. Maka berdasarkan itu, latar belakang budaya 'sawah' ada dalam teks Puisi Fabel yaitu dengan digunakannya kata 'berjalan demi sebutir padi'. 

Seandainya bukan orang Jawa yang tidak dekat menggunakan budaya 'padi' maka kemungkinan akbar nir muncul dalam karya sastra yg dihasilkan oleh penulisnya.

Terima kasih sudah membaca. Silahkan download alais unduh juga materi yang lain. Selamat membaca.

MEMPELAJARI BENTUKBENTUK PUISI BARU DALAM SASTRA INDONESIA

WArga belajar--sekalian, dalam pembelajaran berikut adalah kita akan mencoba menilik tentang bentuk-bentuk Puisi baru yg terdapat dalam khasanah sastra pada Indonesia. Pada pembahasan yang kemudian kita telah mengenal apa saja yang dimaksud dengan puisi lama , puisi baru tidak sama dengan puisi lama . Isi bentuk, irama, dan bentuk persajakan yang masih ada pada puisi lama relatif tidak selaras karena telah mengalami beberapa perubahan pada puisi baru. Jika pada puisi lama , irama diucapkan secara permanen atau teratur dua kata-dua istilah sekali ucap, maka di dalam puisi baru, irama diucapkan sealun dan selaras menggunakan perasaan dan jalan pikiran pengarangnya. Isinya pun digambarkan pada bahasa yang bergerak maju, bebas serta lincah.
Berdasarkan jumlah baris dalam kalimat dalam setiap baitnya, puisi baru dibagi dalam beberapa bentuk puisi, yaitu :
  1. Sajak dua seuntai atau distikon
  2. Sajak tiga seuntai atau tarzina
  3. Sajak empat seuntai atau quatrin
  4. Sajak 5 seuntai atau quit
  5. Sajak enam seuntai atau sektet
  6. Sajak tujuh seuntai atau septina
  7. Sajak delapan seuntai atau oktava atau stanza
  8. Sajak empat belas seuntai atau Soneta. (menjadi pelengkap dan pengembangan selanjutnya).
Jika kita perhatikan pada puisi baru selain dibagi berdasarkan jumlah baris yg terkandung dalam tiap-tiap baitnya, juga dibagi berdasarkan isi yang terkandung pada dalamnya. Bentuk-bentuk puisi yg dibagi berdasarkan isi yang terkandung pada dalamnya merupakan sebagai berikut:
  1. Ode, yaitu sajak berisikan tntang puji-pujian pada seorang, bangsa atau sesuatu yg dipercaya mulia.
  2. Himne, yaitu puisi atau sajak kebanggaan kepada Tuhan yang Mahakuasa. Himne diklaim sajak Ketuhanan.
  3. Elegi, yaitu puisi atau sajak duka nestapa.
  4. Epigram, yaitu puisi atau sajak yg mengandung bisikan hayati yang baik serta benar, mengandung ajaran nasihat serta pendidikan agama
  5. Satire, yaitu sajak atau puisi yg mengecam, mengejek, menyindir dengan kasar (sarkasme) kepincangan sosial atau ketidak adilan yg terjadi dalam masyarakat.
  6. Romance, yaitu sajak atau puisi yg berisikan cerita mengenai cinta kasih, baik cinta kasih kepada lawan jenis, bangsa dan negara, kedamaian. Serta sebagainya.
  7. Balada, yaitu puisi atau sajak yang berbentuk cerita.
Warga belajar sekalian---Selain bentuk-bentuk puisi misalnya disebutkan pada atas, dalam puisi baru jua masih ada satu bentuk puisi yang lain, yaitu soneta. Berikut ini akan dijelaskan secara singkat tentang puisi baru.
1. Distikon (Distichon)
Distikon atau Distichon merupakan sajak yang terdiri dari 2 baris kalimat dalam setiap baitnya. Distokon bersajak a-a
contoh:
Berkali kita gagal
Ulangi lagi dan cari akal
Berkali kita jatuh
Kembali berdiri jangan mengeluh
(Or. Mandank)
2. Tarzina (Terzina)
Tarzina atau sajak tiga seuntai, merupakan setiap baitnya terdiri atas 3 buah kalimat. Tarzina dapat bersajak a-a-a; a-a-b; a-b-c; atau a-b-b.
Contoh:
Kadang-kadang au benci
    Bahkan hingga aku maki
       ......diriku sendir
seperti aku
    menjadi seteru
       ...... Diriku sendiri
Waktu itu
   Aku .....
       misalnya seseorang lain menurut diriku
Aku tak puas
    sebab itu saya menjadi buas
        menjadi buas serta panas
              (Or. Mandank)
3. Kuatrin (Quatrain)
Kuatrin atau Quatrain adalah sajak empat seuntai yang setiap baitnya terdiri atas empat buah kalimat. Kuatrin bersajak a-b-a-b, a-a-a-a, atau a-a-b-b
MENDATANG-DATANG JUA
Mendatang-datang jua
Kenangan usang lampau
Menghilang ada jua
Yang dulu sinau silau
Membayang rupa jua
adi kanda usang lalu
Membuat hati jua
Layu lipu rindu-sendu
               (A.M. Daeng Myala)
4. Kuint (Quint)
Kuint adalah sajak atau puisi yg terdiri atas lima baris kalimat pada setiap baitnya. Kuint berjasak a-a-a-a-a.
Contoh:
HANYA KEPADA TUHAN
Satu-satu perasaan
Yang aku rasakan
Hanya bisa aku katakan
kepada Tuan
Yang pernah merasakan
     Satu-satu kegelisahan
     Yang aku rasakan
     Hanya bisa aku kisahkan
     pada Tuan
     Yang pernah di resh gelisahkan
satu-satu desiran
yang saya dengarkan
Hanya dapat aku syarikan
kepada Tuan
Yang pernah mendengarkan desiran
     Satu-satu kenyataan
     Yang aku didustakan
     Hanya dapat aku nyatakan
     pada Tuan
     yang enggan merasakan
              (Or. Madank)
5. Sektet (Sextet)
Sektet adala sajak atau puisi enam seuntai, artinya terdiri atas enam bauh kalimat pada setiap baitnya. Sektet mempunyai persajakan yg nir beraturan. Dalam sektet, pengarangnya bebas menyatakan perasaannya tanpa menghiraukan persajakan atau rima suara.
Contoh:
MERINDUKAN BAGIA
Jika hari'lah tengah malam
Angin berhenti dari bernafas
Alam seperti pada samadhi
Sukma jiwaku rasa tenggelam
Dalam laut tidak terbatas
Menangis hari diiris sedih
              (Ipih)
6. Septina
Septina merupakan sajak tujuh seuntai yang setiap baitnya terdiri atas tujuh butir kalimat. Sama halnya menggunakan sektet, persajakan septina nir berurutan.
API UNGGUN
Diam damai kami memandang
Api unggun menyala riang
Menjilat meloncat menari riang
Berkilat-kilat bersinar terang
Nyala api nampak curai
Hanya satu cita dicapai
Alam nan tinggi, sunyi, sepi
             (Intojo).
  
7. Stanza
Stanza merupakan sajak delapan seuntai yang setiap baitnya terdiri atas delapan butir kalimat. Stanza disebut pula oktava. Persajakan stanza atau oktava nir berurutan.
Contoh:
PERTANYAAN ANAK KECIL
Hai kayu-kayu serta daun-daun!
Mengapakah engkau bersenang-bahagia?
Tertawa-tawa bersuka-sukaan?
Oleh angin serta damai, serang?
Adakah angin tertawa dengan kami?
Bercerita cantik menyenangkan kami?
Aku tidak mengerti selera kamu!
Mengapa kamu tertawa-tawa
    Hai kumbang bernyanyi-nyanyi!
    Apakah yg engkau nyanyi-nyanyikan?
    Bunga-bungaan kau penuhkan suara!
    Apakah yang kamu suara-bunyikan?
    Bungakah itu atau madukah?
    Apakah? Mengapakah? Bagaimanakah?
    Mengapakan kamu tertawa-tawa?
        (Mr. Dajoh)
8. Soneta
Perkataan Soneta berasal berdasarkan kata Sonetto pada bahasa Italia yang berbentuk dari kata latin Sono yang berarti 'bunyi' atau 'bunyi', Adapun kondisi-kondisi soneta (bentuknya yg asli) adalah menjadi berikut.
a. Jumlah baris terdapat 14 buah
b. Keempat belas baris terdiri atas 2 butir kuatrain dan 2 buah terzina. Jadi pembagian bait itu: 2X4 serta 2X3
c. Kedua butir kuatrain adalah kesatuan yang dianggap stanza atau octav
d. Kedua butir Terzina adalah kesatuan, dianggap Sextet.
e. Octav berisi lukisan alam; jadi sifatnya objektif
f. Sextet berisi curahan, jawaban, atau kesimpulan sesuatu yg dilukiskan pada Octav; jadi sifatnya subjektif.
g. Peralihan berdasarkan Octav ke Sextet dianggap Volta.
h. Jumlah suku kata dalam tiap-tiap baris umumnya antara 9 serta 14 suku istilah.
i. Rumusan serta sajak a-b-b-a, a-b-b-a, c-d-c, d-c-d.
Tetapi seiring berjalannya ketika dan perkembangan global kesusastraan yg berubah sesuai dengan jamannya, para pujangga nir mengikuti kondisi-syarat di atas. Pembagian atas bait-bait, rumusan sajak serta hubungan isinya pun mengalami perubahan. Yang permanen dipatuhinya hanyalah jumlah baris yang 14 buah itu saja. Bahkan tak jarang jumlah yg 14 baris dirasa nir relatif sang pengarang buat mencurahkan angan-angannya. Itulah sebabnya lalu ditambah beberapa baris dari kehendak pengarang. Tambahan itu dianggap Cauda yang berarti ekor. Karena itu, kini kita temukan beberapa kemungkinan strukutur serta bagan. Soneta Shakespeare, contohnya memiliki bagan sendiri tentang soneta-soneta gubahannya, yakni:
a. Pembagian baitnya    : tiga X 4 dan 1 X 2
b. Sajaknya                      : a-b-a-b, c-d-c-d, e-f-e-f, g-g
Demikian jua pujangga lain, termasuk pujangga soneta Indonesia mempunyai cara pembagian bait dan rumus-rumus sajaknya sendiri.
Contoh:
GEMBALA
Perasaan siapa ta'kan nyala       (a)
Melihat anak berlagu dendang    (b)
Seorang saja ditengah padang   (b)
Tiada berbaju buka ketua           (a)
Beginilah nasib anak gembala                (a)
Berteduh pada bawah kayu nan ridang        (b)
Semenjak pagi meninggalkan sangkar (b)
Pulang ke rumah di senja kala                 (a)
Jauh sedikit sesayup sampai           (a)
Terdengar olehku bunyi serunai        (a)
Melagukan alam nan molek permai (a)
Wahai gembala di segara hijua                         (c)
Mendengarkan puputmu menurutkan kebau    (c)
Maulah saya menurutkan dikau                           (c)
                               (Muhammad Yamin, SH).
Demikianlah rakyat belajar sekalian tentang bentuk-bentuk puisi baru yg terdapat dalam kesusastraan puisi Indonesia pada umumnya, semoga bermanfaat dan dapat dipahami menjadi tambahan pengetahuan buat kalian seluruh. Terimakasih.

Sumber : Bahan belajar / Modul Bahasa dan Sastra Indonesia Kejar kesetaraan paket C 2010