MAKNA PILIHAN KATA PUISI DALAM GELOMBANG KARYA SUTAN TAKDIR ALISJAHBANA

Pilihan istilah dalam puisi Dalam Gelombag karya Sutan Takdir Alisjahbana (St Takdir Alisyahbana) sangat khas. Selain tentu memiliki makna yg sangat dalam, pilihan kata dalam puisi karya tokoh angkatan Pujangga Baru ini. Dengan karakteristik khas pilihan istilah yg bersayap-sayap serta masih terpengaruh sang puisi usang, puisi Dalam Gelombang karya Syahbana ini dapat dianalisis dan dipahami maknanya berdasarkan pilihan istilah.
Berikut ini adalah teks lengkap puisi Dalam Gelombang karya Sutan Takdir Alisjahbana:

Dalam Gelombang


Alun bergulung naik meninggi,
Turun melembah jauh ke bawah,
Lidah ombak menyerak buih,
Surut pulang di air gemuruh.


Kami mengalun di samud'ra-Mu,
Bersorak gembira tinggi membukit,
Sedih mengaduh jatuh ke bawah,
Silih berganti tiada berhenti.

Di dalam senang di dalam sedih,
Waktu bah'gia ketika merana,
Masa tertawa masa kecewa,
Karni berbuai pada nafasmu,
Tiada kuasa tiada berdaya,
Turun naik pada 'rama-Mu.

St. Takdir Alisjahbana (1984:4)
Dalam artikel ini, tidak lagi dibahas mengenai makna puisi Dalam Gelombang dari parafrasenya. Karena parafrase puisi Dalam Gelombang milik St Takdir Alisjahbana ini sudah terdapat dalam artikel sebelumnya yang berjudul: Memahami Isi Puisi 'Dalam Gelombang'  Karya Sutan Takdir Alisjahbana.
Dalam artikel ini dijelaskan tentang estetika serta makna puisi menurut pilihan katanya. Berikut ini output analisis puis Dalam Gelombang karya Sutan Takdir Alisyahbana:
Penggunaan Rima Puisi 'Dalam Gelombang' Karya Sutan Takdir Alisyahbana

Rima yg dimaksud pada analisis puisi ini merupakan penggunaan bunyi, baik pada satu bait, juga dalam satu larik.
Penggunaan Sinonim
Penggunaan sinonim dengan pertimbangan rima dalam satu larik, sangat tampak dalam bait pertama Puisi 'Dalam Gelombang' Milik Takdir.
Alun bergulung naik meninggi,

Turun melembah jauh ke bawah,

Lidah ombak menyerak buih,

Surut pulang di air gemuruh.

Hampir di setiap baris terdapat penggunaan sinonim dengan bunyi yg mirip. Larik perta, terdapat kata alun bergulung, kedua kata ini bersinonim, yaitu sama-sama bisa diartikan menjadi naik-turun. Dalam istilah alun dan bergulung sama-sama masih ada bunyi l dan bunyi u. Sementara keduanya sama-sama mengandung istilah nasal (n dan ng). Begitu pula menggunakan istilah naik meninggi. Kata naik otomatis meninggi, kedua istilah tersebut mengandung huruf bunyi n serta bunyi i.
Pada baris kedua, penggunaan sinonim dirangkaikan pada 3 tingkatan, yaitu turun-melembah-bawah. Ketiga rangkaian kata itu memiliki makna yang sama. melembah artinya menuju ke lembah, ad interim lembah artinya tempat yg lebih rendah, menuju tempat yang lebih rendah merupakan sama saja, turun. Kalau turun pastilah ke bawah.
Pada baris keempat, juga masih ada istilah yg bersinonim, yaitu surut - kembali. Kedua kata ini bersinonim. Artinya surut yg kembali, adalah kembali ya surut.
Penggunaan Banyak Aliterasi

Masih berkaitan dengan bunyi dalam puisi Dalam Gelombang karya St Takdir Alisyahbana, terdapat penggunaan aliterasi. Aliterasi adalah pengulangan bunyi konsonan yang berurutan (KBBI V Luring).
Aliterasi-aliterasi yang masih ada pada puisi 'Dalam Gelombang' adalah menjadi berikut:
Alun bergulung naik meninggi,
Turun melembah jauh ke bawah,
Lidah ombak menyerak buih,
Surut pulang di air gemuruh.

Kami mengalun di samud'ra-Mu,
Bersorak gembira tinggi membukit,
Sedih mengaduh jatuh ke bawah,
Silih berganti tiada berhenti.

Di dalam senang di dalam sedih,
Waktu bah'gia ketika merana,
Masa tertawa masa kecewa,
Karni berbuai pada nafasmu,
Tiada kuasa tiada berdaya,
Turun naik pada 'rama-Mu.

Masing-masing larik yg tebal pada atas, mengandung aliterasi. Mari kita bahas larik puisi Dalam Gelombang yg mengandung aliterasi pada atas.
Turun melembah jauh ke bawah
dalam larik puisi di atas, terdapat pengulangan bunyi beruntun 3 kali dalam satu larik. Huruf yang sama pada baris itu merupakan bunyi -ah. Dalam istilah melembah, jauh, dan bawah.

Bersorak gembira tinggi membukit

dalam bari puisi tersebut, terdapat aliterasi b. Masing-masing istilah yang mengandung bunyi b adalah bersorak, gembira, dan membukit. Meskipun tidak semuanya mrupakan istilah dasar, tapi penggunaan aliterasi dalam puis itu, jua memperdalam makna serta menambah estetika puisis.
Sedih mengaduh jatuh ke bawah
Dalam baris puisi Dalam Gelombang pada atas, masih ada aliterasi h di akhir istilah yang ditulis empat kali secara beruntun.
Di pada suka pada pada duka

Jelas, aliterasi yg terdapat dalam puisi pada atas merupakan aliterasi d. 

Silih berganti tiada berhenti

Menurut penulis, ini merupakan aliterasi yg paling keren yang terdapat pada puisi 'Dalam Gelombang'. Baris tadi mengandung aliterasi /ti/. Penggunaan kata yg berurut misalnya ini, menambah keindahan dan makna puisi.
Pemenggalan Kata serta Penghilangan Huruf

Selain karena belum adanya kaidah penulisan, penggunaan tanda baca yg tidak semestinya beredar luas pada penutur bahasa Indonesia. Meskipun penggunaan tanda baca yang tidak sinkron kaidah, akan tetapi sebuah penggunaan pertanda baca telah menjadi ciri spesial seseorang penyari.
Berikut ini adalah penggunaan apostrof serta penghilangan alfabet yang menjadi ciri khas Sutan Takdir Alisjahbana, masing-masing pada istilah:
samud'ra
bah'gia
'rama
Masing-masing kata di atas, jika ditulis dengan ejaan yang sudah disempurnakan sekarang ini, merupakan menjadi berikut:
samud'ra = samudera
bah'gia = bahagia
'rama = irama
Pemenggalan-pemenggalan misalnya ini, juga sebagai ciri khas yg dimiliki sang Chairil Awar.
Demikian penjelasan tentang makna kata puisi yg berjudul 'Dalam Gelombang'. Semoga bermanfaat dan lebih mengasihi puisi. Jangan lupa, downlod serta unduh materi-materi dalam pembajaran!

ANALISIS PUISI TAMAN KARYA CHAIRIL ANWAR CONTOH ANALISIS INTRINSIK

Karya sastra merupakan isi kejiwaan seorang pengarang. Ini adalah output pemikiran terhadap karya salah satu tokoh puisi Indonesia yg juga dikenal sebagai Pelopor Angkatan 45.

Selamat membaca semoga berguna buat kita seluruh.
Berikut ini adalah naskah puisi lengkap Chairil Anwar yg berjudul Taman.

TAMAN
Taman punya kita berdua
tak lebar luas, mini saja
satu tak kehilangan yg lain dalamnya
Bagi kau serta aku cukuplah
Taman kembangnya tidak berpuluh warna
Padang rumputnya tidak berbanding permadani
halus lembut dipijak kaki.
Bagi kita itu bukan halangan.
Karena
dalam taman punya berdua
Kau kembang, saya kumbang
aku kumbang, kau kembang.
Kecil penuh matahari taman kita
tempat merenggut berdasarkan dunia dan ‘nusia
BACA JUGA: PUISI DENGAN CITRAAN
1. Bunyi
Penggunaan suara yg masih ada pada puisi Taman Karya Chairil Anwar terdapat 2 macam. Yaitu penggunaan Asonansi serta Aliterasi. Asonansi adalah perulangan suara vokal.
Dalam “Taman” terdapat asonansi a (perulangan bunyi a)yang secara umum dikuasai khususnya terdapat dalam baris pertama hingga kelima:
Taman punya kita berdua
tak lebar luas, kecil saja
satu tak kehilangan yg lain dalamnya
Bagi kau serta aku cukuplah
Taman kembangnya tidak berpuluh warna
Aliterasi adalah iterasi bunyi konsonanan. Dalam puisi taman terdapat literasi bunyi liquida; l pula ikut memperindah puisi ini terdapat dalam:
tak lebar luas, kecil saja
satu tak kehilangan yg lain dalamnya
Juga masih ada aliterasi d  yg muncul tiga kali berturut-turut. Meskipun tidak dari awal baris tersebut sudah terdapat perulangan bunyi d. Aliterasi tadi masih ada baris terakhir:
dari global serta ‘nusia
sedangkan dalam bait 11 penggunaan bunyi sengau yg dipadu-kan dengan asonansi menghasilkan bunyi yg merdu (efoni). Bunyi sengau yg dimaksud adalah bunyi yg mengandung konsonan gabung /ng/. Perulangan tersebut terapat pada:
Kau kembang, saya kumbang
Aku kumbang, kau kembang
Hal ini memperkuat bahwa puisi yg berjudul Taman ini menggambarkan suasana yg ceria.
2. Irama
Irama merupakan perulangan suara, tinggi rendahnya nada, serta iterasi suara.
Irama yg terdapat dalam “Taman” ini adalah dengan membuat perulangan:
Kau kembang, saya kumbang
aku kumbang, kau kembang.
Irama yg berbentuk ritme juga terbentuk karena adanya pengkombinasian yg selaras dan cocok: lebar luas (baris dua), halus lembut (baris 7); selain itu, ritme jua dibentuk menggunakan adanya pemendekan (pemenggalan) istilah menurut kata manusia sebagai ‘nusia. Dengan adanya irama ini, kentara puisi lebih terdengar merdu dan mudah buat dibaca.

Baca Juga: Contoh Puisi dengan Rima
3. Kata
Yang teramasuk kata pada analisis ini meliputi: kosa kata; pilihan istilah atau diksi; makna istilah; dan Gaya Bahasa. Semua hal tersebut merupakan unsur intrinsik yg memengaruhi keindahan dan makna sebuah puisi.
3.1 Kosa Kata
Pemilihan kata yg digunakan dalam “Taman” merupakan bahasa yg umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari sehingga hal ini dapat memberi efek realistis, mudah diterima dan lebih mudah dicerna oleh pembaca. Yang dimaksud dengan bahasa umum adalah bahasa yg tidak terlalu melambai (konotatif), meskipun konotatif lebih mudah dipahami, daripada bahasa puisi yg lebih personifikasi dan terlalu banyak menggunakan majas.
3.2 Pemilihan Kata (diksi)
Chairil Anwar menggunakan istilah punya. Mengapa Chairil memilih kata ‘punya’ pada baris pertama, bukan memakai kata ‘milik’? Jika menggunakan ‘milik’
Taman milik kita berdua
tidak ada unsur satu kesatuan yg saling memiliki, karena yg memiliki hanya kita, kita yg memiliki taman. Sedangkan jika menggunkan kata ‘punya’ akan sebagai lebih menyatu antara ‘taman’ dengan ‘kita’, karena selain berarti ‘kita’ yg mempunyai ‘taman’ namun juga ‘taman’ yg ‘punya’ (memiliki) ‘kita berdua’.
Pemilihan kata “padang rumput” padahl sudah dikatan bahwa ‘tamannya’ ‘kecil saja’ tapi mengapa digunakan kata ‘padang’ yg dimana hal ini secara tidak langsung menunjukkan tempat yg luas. Hal ini kaena Sang “Binatang Jalang” ingin menunjukkan ‘rumput’ yg dimaksud adalah rumput hiasan yg merupakan bagian dari tamannya, bukan rumput liar pengganggu (gulma).
3.tiga Makna Kata Denotasi dan Konotasi
Dalam puisi, sebuah kata tidak hanya mengandung aspek denotasi saja namun juga ada aspek konotasi yg asosiasi-asosiasi yg keluar dari denotasinya. Makna denotasi adalah makna sebenarnya, sering pula disebut dengan makna kamus. Sedangkan makna konotasi adalah makna kiasan yg juga memiliki makna lain.
Berikut ini analisis makna kata yg terdapat dalam puisi taman karya Chairil Anwar:
Taman: adalah suatu tempat yg indah yg dihiasi dengan tumbuhan, namun dalam hal ini mempunyai makna konotasi sebagai ‘rumah’.
Tak kehilangan: saling melengkapi, antara yg satu dengan yg lain saling melengkapi antar penghuni didalamnya.
Kembangnya tidak berpuluh rona: hiasan/perabotan tidak poly.
Kau Kembang: kembang disini tidak lagi berarti hiasan namun berarti Istri karena dilanjutkan dengan kata selanjutanya;
Aku Kumbang: kumbang disini bisa berarti suami, jelas jika bahwa kembang adalah sang wanita dan kumbang adalah sang pria yg saling membutuhkan.
Penuh Surya: penuh dengan cahaya yg berarti penuh dengan keceriaan.
Merenggut: meninggalkan.
3. 4 Gaya Bahasa (Majas)
  • Metafora:
Majas metafora adalah pembandingan satu hal dengan hal lain. Dalam hal ini benda satu dengan benda yg lain.
Kau kembang, saya kumbang
aku kumbang, kau kembang
dalam sajak itu, ‘Kau’ disamakan menggunakan kembang (bunga) sedangkan ‘saya’ disamakan menggunakan kumbang.
  • Sinekdoke totem pro parte:
Majas sinekdoke totem pro parte adalah majas yg membandingkan satu hal secara keseluruhan tetapi yg dimaksud sebenarnya adalah sebagian saja.
Kecil penuh matahari taman kita
Yang dimaksud dengan surya sebenarnya hanyalah cahayanya saja, bukan surya atau mataharinya yg memenuhi rumah.
  • Metonimia:
Tempat merenggut menurut duniadan ‘nusia
Dunia dan manusia diartikan sebagai kesibukan yg harus dijalani.

Baca Juga: Contoh Puisi menggunakan Majas
3.lima Pencitraan
Pencitraan yg dimaksud dalam puisi adalah cara pembaca dan pengarang untuk menggambarkan sesuatu bisa diketahui dengan alat indra apa. 
  • Citra penglihatan
tak lebar luas, mini saja
Taman kembangnya tidak berpuluh warna
  • Citra perabaan:
Halus lembut dipijak kaki
Baca Juga: Contoh Puisi menggunakan Citraan

5. Parafrase
Taman punya kita berdua/
(meskipun) tidak lebar (pula tidak) luas, (cukup) mini saja/
(yang) satu tak (mungkin) kehilangan (yang) lain (bila terdapat pada) dalamnya//
Bagi kau serta aku cukuplah (taman ini)/
Taman (yg) kembangnya tak berpuluh rona/
(walaupun) padang rumputnya tidak berbanding (menggunakan) permadani
(yang) halus (dan) lembut (ketika) dipijak kaki./
Bagi kita (berdua) itu (seluruh) bukan halangan//
Karena/
(pada) dalam taman (ke-)punya(-an kita) berdua/
(di situ) Kau (jadi) kembang, (sedangkan) saya (jadi) kumbang(-nya)/
aku (jadi) kumbang, (serta) kau (jadi) kembang(-nya)//
(meskipun ) mini (namun) penuh (cahaya) mentari (yg menyinari) taman kita/
tempat (untuk) merenggut (diri kita) dari global serta (ma)‘nusia.//
sebuah rumah (taman) yg kecil, namun didalamnya saling memiliki. Taman itu sudah cukup untuk berdua (kau dan aku) meskipun hiasannya tidak banyak, meskipun tidak ada permadani yg halus dan lembut tidak sebagai halangan karena mereka (kau dan aku) sudah saling menyayangi seperti kumbang dan kembang, sehingga meskipun rumahya kecil namun sebagai tempat yg penuh akan kebahagian dan bisa sebagai tempat untuk istirahat/

BACA JUGA CONTOH PARAFRASE DALAM LAGU IWAN FALS
6. Tema
Tema buat puisi “Taman” karya Chairil Anwar ini adalah kesederhanaan pada menjalani hidup.
Tak perlu bermewah-mewah (kembangnya tak berpuluh warna// rumputnya tak berbanding permadani//) namun sudah bisa hidup bahagia (penuh surya taman kita//). Pada dasarnya manusia bisa hidup dalam keadaan yg cukup tidak perlu lebih.
7. Amanat
Amanat yg ingin disampaikan oleh Chairil Anwar adalah, jika ingin bahagia tidak harus memiliki rumah (materi) yg serba mewah. Meskipun dengan kehidupan yg sedehana asalkan disitu disertai dengan kasih sayang maka sudah cukup untuk menciptakan suatu kehidupan yg membahagian. Cukup sesuatu yg sederhana tetapi saling memiliki dan melengkapi, pasti sudah bahagia.
8. Feeling penyair
Feeling penyair, dalam hal ini adalah Chairil Anwar, adalah harapan atau keinginan yg dimiliki oleh seorang penyair melalui karyanya. Dalam puisi ini penyair menginginkan kehidupan yg sederhana saja dan tidak setuju dan berharap bisa menjalani kehidupan yg sederhana dan bahagia itu dengan ‘Kau’.

Baca Juga: Chairil Anwar yg Miskin dan Terpaksa Mencuri

PUISI DENGAN MAJAS

Majas atau gaya bahasa pada puisi adalah gaya penulisan kalimat dengan pilihan istilah yang nir lumrah namun memiliki makna. Penggunaan majas serta gaya bahasa ini bertujuan buat memperindah puisi. Gaya bahasa atau majas yang tak jarang digunakan pada puisi merupakan personifikasi, metafora, berlebihan, serta sinekdok, baik yang totem pro parte maupun yang pars prototo.

Untuk mengetahui model dan penerangan mengenai citraan pada puisi, mampu dicermati dalam artikel sebelumnya yang berjudul Puisi menggunakan Citraan.


Berikut ini adalah contoh puisi yang berjudul Senyum Mentari Tangis Pepohonan
dengan tema Alam yang mengandung majas atau gaya bahasa:

Senyum Mentari Tangis Pepohonan

            Karyamun


Mentari tersenyum sumringah

Bersama gemericik air yang menari

Berkejaran menggunakan kupu dan capung


Nun jauh, gunung terlihat

Punggungnya mulai memerah

Tak sehijau dulu kala


Merusak segala ada

Setelah cucuraan deras keringat penambang pasir

Digantikan mesin keruk, pasir mengalir

Jadika insan congkak semakin tajir


Sementara, tidak lagi kulihat latif ekor kutilang

Semua alam mengering

Bersama hati yang semakin kerontang

           

(asal: caraflexi.blogspot.com)


Bait pertama puisi pada atas mengandung majas personifikasi. Majas personifikasi (pengorangan) merupakan majas yg menganggap benda atau makhluk seolah-olah bertingkah misalnya manusia. Dalam bait pertama puisi di atas masing-masing baris adalah majas personifikasi.

Dalam baris pertama, mentari tersenyum adalah upaya pengorangan (personifikasi) menurut surya yang bertingkah seolah-olah insan yaitu tersenyum. Alih-alih buat memperlihatkan bahwa mentari atau mentari sedang bersinar.

Dalam baris kedua bait pertama puisi pada atas mengandung personifikasi karena air dianggap menari, gemericik air yg menari. Menari adalah kegiatan yang bisa dilakukan oleh manusia. Air yg gemericik diklaim menari berarti ini merupakan personifikasi. Yang dimaksud menggunakan air yg menari adalah air yang mengalir.

Bait ke 2 puisi di atas mengandung majas metafora. Metafora adalah penggunaan gaya bahasa yg seolah-olah suatu benda atau makhluk bertindak menjadi benda atau makhluk lain. Dalam bait ke 2 puisi tersebut terdapat baris yg berbunyi punggungnya mulai memerah. Kata ganti -nya merujuk pada gunung. Berarti punggung gunung. Padahal yang dimaksud adalah puncak gunung. Penggunaan istilah punggung dalam puisi di atas menampakan adanya penyamaan gunung dengan makhluk lain (fauna atau insan) yang memiliki punggung.



Bait ketiga mengandung majas hiperbola. Majas berlebihan merupakan gaya bahasa yang memakai istilah serta kalimat yang berlebih-lebihkan. Seolah-olah sangat hiperbola menurut fenomena yg terjadi. Majas hiperbola dalam bait ketiga puisi di atas masih ada pada baris yg berbunyi: setelah cucuran deras keringat penambang pasir.


Kata cucuran memiliki makna jatuh mengalir atau mancur. Keringat mungkin menglir menempel di kulit, tetapi nir ada keringat yg hingga mancur. Ditambah lagi menggunakan kata deras. Dengan memakai gaya bahasa hiperbola, puisi tadi berusaha buat menerangkan betapa beratnya keadaan yg sedang digambarkan.

Bait kelima pada puisi di atas mengandung majas sinekdoke pars prototo dan sinekdoke totem pro parte. Majas pars prototo merupakan gaya bahasa yg menyebutkan sebagian buat mewakili holistik. Majas ini masih ada dalam baris puisi yg berbunyi:  Sementara, tidak lagi kulihat latif ekor kutilang. Dalam baris puisi ini, digunakan istilah ekor kutilang. Yang dimaksud adalah burung kutilang. Bukan hanya ekornya saja, melainkan tidak lagi melihat burung kutilang karena alamnya rusak.

Majas totem pro parte adalah gaya bahasa yg menjelaskan keseluruhan tetapi yg dimaksud merupakan sebagian saja. Majas totem pro parte pada puisi di atas masih ada pada baris puisi yg berbunyi: Semua alam mengering. Penggunaan istilah semua alam pada dasarnya nir semuanya. Yang dimaksud dalam puisi tadi merupakan alam yang sedang dicermati sang penulis puisi. Sementara itu yg dipakai merupakan kata semua alam. Padahal hanya sebagian alam saja, yang mengering bukan keseluruhannya.

Untuk mengetahui cara menjelaskan majas dengan mudah serta mampu dipahami bisa ditonton video berdasarkan tautan berikut ini: Tonton Video Majas Hiperbola


Penggunaan majas atau gaya bahasa pada sebuah puisi bertujuan buat memperindah puisi. Jika gaya bahasa yang digunakan adalah gaya bahasa ‘normal’ maka puisi tersebut tampak sebatas ucapan biasa yang tidak latif. Selain itu juga bertujuan untuk memperkuat makna, contohnya pada penggunaan majas hiperbola yang dijelaskan di atas. Puisi tadi memakai majas hiperbola buat memperlihatkan tetap berat pekerjaan yang wajib dilakukan sebagai akibatnya wajib menguras energi serta keringat yg seolah-olah mengucur deras.

Selamat membaca. Silahkan dipelajari serta diunduh alias di-download juga materi-meteri puisi lainnya. Juga lihat Contoh Puisi yang lainnya atau pribadi unduh

ANALISIS STRUKTUR FISIK PUISI NYANYIAN GERIMIS KARYA SONI FARIDA MAULANA

Tulisan ini merupakantugas Pelatihan Daring Program Pengajar Pembelajar yang diunggah keGuruPembelajar.id Kelas KK F Jember.

Disusun Oleh: M.nasiruddin Timbul Joyo (SMP PGRI Jengawah)


Nyanyian Gerimis

     Karya Soni Farid Maulana

Telahkutulis jejak hujan
Padarambut dan kulitmu yang basah. Kuntum 
Demikuntum kesepian yg mekar seluas kalbu
Dipetikhangat percakapan juga mobilitas sukma
Yangsaling tahu gairah terpendam
Dialirkansungai ke muara
           Sesaat kita larut pada keheningan
           Cinta membuat kita betah hidup di bumi
           Ekor cahaya berpantulan pada matamu
           Seperti lengkung pelangi
           Sehabis hujan menyentuh telaga

Inikahmusim semi yg sarat nyanyian
Jugatarian burung-burung itu?
Kerinduanbagai awah gunung berapi
Saratletupan. Lalu desah nafasmu
Adalahpuisi adalah gelombang lautan
Yangmenghapus jejak hujan
Dipantai hatiku.
            Begitulah jejak hujan
            Pada kulit serta rambutmu
            Menghapus jeda dan bahasa
            Antara kita berdua
                         1988


1.Diksi merupakan Pilihan dan Penggunaan Kata


Pilihan dan penggunaan istilah dalam  Nyanyian Gerimisi karya Soni Farid Maulanalebih banyak memakai kata yang bermakna konotasi.

Berikut beberapa pilihan kata yang ada puisi NyanyianGerimis berdasarkan makna pungkasnya.

Kuntum,kata ini umumnya digunakanuntuk menyebut bunga pada frasa ‘sekuntum bunga’. Kata kuntum digunakanoleh penulis Nyanyian Gerimis dirangkai menggunakan kesepian. Kesepiandianggap mempunyai kermiripan dengan bunga. Kesepian adalah sesuatu yang tidakenak, merasa sendiri, namun jua mempunyai nilai keindahan, lantaran berkaitandengan gairah terpendam/ dialirkan sungai ke muara. Jadi, meskipun dalamkeadaan kesepian tetapi demi cinta ‘cinta membuat kita betah hayati di bumi.

Tidak hanya istilah kuntum, pilihan kata yang digunakanjuga poly yang misalnya itu, misalnya puisi yang diumpamakan dengan gelombanglautan dalam baris Adalah puisi adalh gelombang lautan.


2.Pengimaji atau Citraan


Citraan adalah gambaran yang terdapat pada puisi yangseolah-olah bisa dirasakan oleh alat indra insan.

Adapun citraan atau pengimaji dalam puisi NyanyianGerimis adalah menjadi berikut:
Citra Pendengaran

Citra pendengaran terdapat pada baris ‘inikah musim semi yg saratnyanyian’ (bait ketiga baris ke 2)

Nyanyianberkaitan menggunakan suara,maka nyanyian adalah tanda bahwa baris tadi mengandung citrapendengaran.

Selain baris tersebut, bari-baris berikut adalah jugamengandung citraan pendengaran pada puisi Nyanyian Gerimis:

            Saratletupan. Lalu desah nafasmu


            Sesaat kita larut dalam keheningan


Letupan serta desah nafas (bunyi nafas) dapatdiketahui melalui indra pendengaran. Begitu jua menggunakan keheningan. Keheninganberarti syarat tidak terdapat bunyi, kondisi sepi tersebut dapat diketahui denganindra indera pendengaran.

Citra Pengelihatan

            Ekorcahaya berpantulan pada matamu

            Seperti lengkung pelangi


Adanya ekor cahaya yg berpantulan bisa diketahuimelalui indra pengelihatan, begitu jua menggunakan lengkung pelangi.  Bentuk lengkung, dapat diketahui melaluipengelihatan begitu pula pelangi, yg identik menggunakan rona-warni.

Kata dan frasa lain yang memperlihatkan adana citrapengelihatan pada puisi di atas merupakan tarian burung-burung;.



Citra Peraba

Puisi Nyanyian Gerimis memiliki citraperaba, yaitu kata-istilah dalam puisi yg seolah dapat dirasakan melalui indraperaba. Antara lain terdapat dalam baris keempat bait pertama. Dalam baristersebut ada istilah hangat.

Hangat adalah kondisi yg dapat diketahui olehmanusia menggunakan indra peraba yang terdapat pada seluruh jaringan kulitnya.


3.Kata Konkret

Kata nyata adalah istilah yang ‘mewakili’ suatukeadaaan. Kata konkret yg masih ada pada puisi Nyanyian Gerimis adalah:

Pelangi yang melambangkan ‘keindahan penuh warna’

Musim semi melambangkan, ‘fase baru yg lebih indah’

4.Majas/Gaya Bahasa

Majas atau gaya bahasa yg masih ada  dalam puisi Nyanyian Gerimis di atasantara lain adalah personifikasi, metafora, sinekdok pars prototo, dan sinestesia.

Majas Personifikasi masih ada pada baris-barisberikut ini:

            NyanyianGerimis

Yang bisa bernyanyi adalah insan. Apabila gerimisbisa bernyanyi maka seolah-olah gerimis bertindak misalnya  insan, maka ini adalah majas personifikasi.

            Tarian burung-burung


Sama halnya menggunakan penjelasan baris judul. Yangdapat menari merupakan insan. Maka tarian burung merupakan personifikasi.

Majas Metafora
 Majasmetafora terdapat dalam baris,
             

Demi kuntum kesepian yg mengembang seluas kalbu
Dipetik hangat percakapan jua gerak sukma

Dipetik adalah pekerjaan yang dikenakan buat buahdan bunga. Pada baris puisi di atas, istilah dipetik diperuntukkan pada kondisi ‘kesepian’.

Majas Sinekdok Pars Prototo
Majas ini juga terdapat dalam puisi NyanyianGerimisi, khusunya dalam baris:

            Begitulah jejak hujan

            Pada kulit dan rambutmu


Yang disebutkan pada baris puisi tadi ‘hanya’rambut serta kulit, padahal kedua istilah tadi (rambut serta kulit) merupakan seluruhtubuh. Maksudnya semua tubuh basah kehujanan.

Majas Sinestesia
Majas sinestesia secara sederhana dapat diartikansebagai pertukaran istilah yang digunakan dari indra tertentu.

            Dipetikhangat dialog.....


Baris pada atas menggunanakan kata hangat  buat percakapan.  Hangat seharusnya digunakan buat sesuatuyang dapat diketahui memakai indra peraba, misalnya udara hangat.percakapan yang merdu, misalnya sama-sama memakai indra pendengar. Makapenggunaan hangat dalam frasa hangat percakapan merupakan majassinestesia.


5.Rima/Irama


Rima dan Irama pada puisi di atas tidak begitukuat, sehinga nir ada yang spesial menurut segi rima dan irama.  Masing-masing bait nir konsisten penggunaanbunyi akhirnya, tetapi penggunaan beberapa suara sengau (akhir alfabet m, u, dann) memberitahuakn bahwa puisi tadi mengandung kesedihan.

KEINDAHAN DALAM RANGKAIAN KATA PUISI HUJAN BULAN JUNI

Benarkah rangkaian istilah pada puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono mempunyai estetika? Sebenarnya apa saja rangkaian kata yg berakibat puisi tentang hujan itu disebut menjadi rangkaian istilah hujan yang latif? 

Seperti halnya makna sebuah puisi, keindahannya pula bergantung dalam pembacanya. Bisa saja dari pembaca yg satu sebuah rangkaian istilah puisi indah, mampu saja pembaca yang lain mengangga bahwa puisi itu nir indah. Bahkan para pakar sastra mampu berbeda pendapat tentang estetika (keindahan) sebuah karya.



Lebih-lebih jika yg dibahas merupakan sebuah puisi. Puisi merupakan karya sastra yang beisi rangkaian istilah yang bisa sangat multitafsir. Maka dari itu, keindahan yang terdapat pada sebuah karya sastra puisi jua tidak mampu dianggap menjadi estetika yg mutlak.


Begitu juga menggunakan puisi hujan bulan juni karya Sapardi Djoko Damono, puisi yang poly dikutip serta ditulis pada undangan pernikahan. Sering pula keliru tulis bahwa puisi itu diakui milik Kahlil Gibran atau juga pernah galat tulis bahwa itu karya Sutardji Calzoum Bachri. Sungguh hal yg tidak mungkin apabila Sutardji menulis puisi seperti Hujan Bulan Juni.


Sebelum membahas tentang estetika rangkain pungkasnya, ada baiknya kita baca lagi puisi Hujan Bulan Juni secara utuh berikut adalah.


Hujan Bulan Juni
         Karya Sapardi Joko Damono

Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon yg berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu

Taka terdapat yg lebih arif
Dari hujan bulan juni
Dibiarkannya yg tidak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu
                    (hujan bulan juni, 1994)


Jika kita amati, estetika yang ditimbulakn sang Sapardi Djoko Damono dalam puisi pada atas terdapat 2 gerombolan besar . Yaitu keindahan yg dimunculkan melalui rangkaian istilah serta suara, serta estetika yg dimunculkan melalui makna kata.

Keindahan yang dimunculkan melalui rangkaian suara kata tampak dalam pengulangan baris perta dan baris ke 2 masing-masing bait. 


Selain pengulangan larik pada masing-masing bait, puisi Hujan Bulan Juni menjadi indah lantaran adanya pengulangan alfabet . Khususnya huruf konsonan.


Coba perhatikan dalam bait pertama baris ketiga: 


dirahasiakannya rintik rindunya.


dalam baris tadi, istilah-istilah yg dirangkai sama-sama diawali menggunakan alfabet /r/ yaitu rahasia, rintik, dan rindu. Rangkaian kata yang sama ini dinamakan dengan aliterasi. Jadi, adanya aliterasi r membuat puisi ini menjadi terasa lebih latif.


Hal yg sama (aliterasi) jua masih ada pada baris /dihapusnya jejak-jejak kaki itu/ pada baris tadi terdapat aliterasi /k/. Apabila dihitung kata-istilah yg dirangkai itu mengandung empat suara /k/ yg masih ada dalam istilah jejak dan kaki.


Keindahan rnagkaian istilah pula terdapat pada bait kedua. Dua baris terakhir bait kedua mengandung kata ulang. Kata ulang tadi seakan sengaja dibuat karena terdapat jejak-jejak untuk 'menyamai' ragu-ragu. yang terdapat pada baris berikutnya. Jadi, terdapat rangkaian istilah yang sengaja diulang-ulang jua membuah sebuah puisi menjadi latif.


Selain karena pilihan bunyi istilah, puisi pada atas juga latif karena adanya kesederhanaan sekaligus kedalaman makna. Penggunaan 'hujan' menjadi kata utama pada puisi pada atas menciptakan puisi tersebut terasa dekat dengan semua pembaca. Penggunaan istilah yg menunjukkan seolah-olah hujan bertingkah laku seperti manusia dengan segala sifat (bijak, arif, serta tabah) yg dimiliki insan dan tindakan yg dimiripkan insan (menghapus, mempunyai jejak kaki dsb) pula membuat puisi hujan bulan juni menjadi lebih indah.


Ada lagi yang menciptakan puisi ini mejadi teras sangat latif, yaitu kata yang dipakai sedikit, hanya 3 bait yang masing-masing terdiri menurut empat baris. Rangkaian istilah itu memiliki pola mirip syair menggunakan pola rima (sajak) akhir yang mirip yaitu, masing-masing baris genap dua serta 4 sama dengan 4 dan 8 sama menggunakan 8 dan 12.


Terlebih, makna mengenai 'pengorbanan'. Menjadi galat satu keindahan tersendiri. Ada lagi keindahan lain yg belum ditulis di sini dari pembaca?

ANALISIS MAKNA DAN PERMAINAN KATA PUISI &39KAMUS KECIL&39 KARYA JOKO PINURBO

Siapa nir kenal Joko Pinurbo. Salah satu penyair ternama Indonesia yang masih berkarya hingga kini . Karya-karya puisi Joko Pinurbo tidak hanya berisi makna yang sangat dalam. Keluasan dan keluwesan pilihan pungkasnya sangat menarik hati buat dibaca serta dibaca lagi. Karya puisi Joko Pinurbo juga sangat menggoda buat dianalisis.
Salah satu Puisi karya Joko Pinurbo yang sangat menggoda buat dipahamai dan dianaisis adalah yg berjudul Kamus Kecil. Dalam puisi Kamus kecil ini Joko Pinurbo seakan mencoba untuk merangkai sebuah kamus yg berisi kata menggunakan bentuk yg mirip akan tetapi saling berafiliasi.
Sebelum kita bahas lebih lanjut mengenai makna dan pilihan ucapnya, terdapat baiknya kita baca terlebih dahulu teks puisi lengkap karya Joko Pinurbo yg berjudul 'Kamus Kecil' ini dia:

Kamus Kecil karya Joko Pinurbo

Saya dibesarkan oleh bahasa Indonesia yg pintar dan lucu
Walau kadang rumit dan membingungkan
Ia mengajari saya cara mengarang ilmu

Sehingga saya tahu
Bahwa asal segala kisah merupakan kasih
Bahwa ingin berawal berdasarkan angan
Bahwa ibu tidak pernah kehilangan iba
Bahwa segala yg baik akan berbiak
Bahwa orang ramah nir mudah marah
Bahwa buat menjadi gagah kau wajib sebagai gigih
Bahwa seseorang bintang wajib tahan banting
Bahwa orang lebih takut kepada hantu ketimbang pada Tuhan
Bahwa pemurung nir pernah merasa gembira
Sedangkan pemulung tidak pelnah merasa gembila
Bahwa orang putus asa senang memanggil asu
Bahwa lidah memang pandai berdalih
Bahwa kelewat paham sanggup mengakibatkan hampa
Bahwa amin yang terbuat dari iman membuahkan kau merasa aman

Bahasa Indonesiaku yg gundah
Membawaku ke sebuah paragraf yg merindukan bau tubuhmu
Malam merangkai kita menjadi kalimat beragam yang hangat
Dimana kau induk kalimat serta saya anak kalimat
Ketika induk kalimat bilang pulang
Anak kalimat paham
Bahwa pergi merupakan masuk ke pada palung
Ruang penuh raung
Segala kenang tertidur di dalam kening
Ketika akhirnya matamu mati
Kita sudah menjadi kalimat tunggal
Yang ingin tinggal
Dan berharap tidak terdapat yg bakal tanggal

Dalam puisi pada atas, jelas ada banyak sekali permainan istilah-kata menggunakan suara yg mirip akan tetapi tidak sama makna, akan tetapi masing-masing istilah yang berbeda itu memiliki interaksi makna dengan kata yg mirip. 

Mari kita kupas satu-persatu istilah yang mempunyai kemiripan suara, yg dirangkai menjadi puisi dalam Kamus Kecil karya Joko Pinurbo pada atas. 

Pada bagian awal puis Kamus Kecil, Joko Pinurbo sudah mengungkapkan bahwa bahasa Indonsia merupakan bahasa yang rumit dan lucu.

Saya dibesarkan oleh bahasa Indonesia yg pintar dan lucu
Walau kadang rumit dan membingungkan

Mengapa bahasa Indonesia membingungkan. Coba saja kita jajak beberapa model berikut adalah. Orang Indonesia telanjur terbiasa menyebut praktek dan apotik padahal yg benar adalah praktik dan apotek. Di satu sisi, ada peluluhan k dalam mengirim dengan kata dasar kirim, tapi terdapat bentuk mengkaji dari kata dasar kaji juga terdapat bentuk mengaji padahal menurut istilah dasar yg sama. Coba, kadang memang rumit serta membingungkan. 

Akan namun, terlepas berdasarkan itu semu, Joko Pinurbo menjelaskan bahwa, Bahasa Indonesia Ia mengajari aku cara mengarang ilmu. 

Sehingga saya tahu
Bahwa asal segala kisah merupakan kasih
Bahwa ingin berawal berdasarkan angan
Bahwa ibu tidak pernah kehilangan iba
Bahwa segala yg baik akan berbiak
Bahwa orang ramah nir mudah marah
Bahwa buat menjadi gagah kau wajib sebagai gigih
Bahwa seseorang bintang wajib tahan banting
Bahwa orang lebih takut kepada hantu ketimbang pada Tuhan

Dalam rangkaian larik-larik di atas, masing-masing terdapat kata menggunakan suara yg seperti, serta memiliki interaksi makna yang sangat erat. Ada hubungan yg saling mendukung, ada pula hubungan yg saling antagonis. Contoh interaksi yang salaing mendukung alias selaras antara kata kisah dan kasih. Ibu dan iba, ingin dan angan. 

Ada pula hubungan kondisi, misalnya istilah gagah dan gigih. Untuk menjadi gagah wajib gigih, berarti gagah salah satu syaratnya merupakan gigih. Begitu pula dengan bintang. Untuk disebut bintang atau menjadi orang akbar, harus bisa menjadi tahan banting. Baik waktu proses sebagai atau ketika sudah sebagai orang yang besar .

Ada jua hubungan yang antagonis, yaitu istilah marah antonimnya merupakan ramah. Juga ada kata Tuhan yang disandingkan dengan lawannya yaitu hantu. 

Bahwa pemurung nir pernah merasa gembira
Sedangkan pemulung tidak pelnah merasa gembila
Bahwa orang putus asa senang memanggil asu

Dalam bagian ini, Joko pinurbo sedang mengajak bercanda. Ia ingin mengungkapkan bahwa pemulung itu sering sebagai pemurung. Intinya orang yang kesusahan. Jika pemurung tidak gembira, maka pemulung nir gembila. Intinya itu kan sama saja. Dia hanya sok cedal. Begitu pula menggunakan umpatan asu. Asu adalah bahasa Jawa yg adalah sama dengan anjing. Dan, orang yg mengumpat hanyalah orang-orang yg putus harapan. Bukan orang yang optimis.

Bahwa lidah memang pandai berdalih
Bahwa kelewat paham sanggup mengakibatkan hampa
Bahwa amin yang terbuat dari iman membuahkan kau merasa aman

Lidah, alias ekspresi memang dipakai buat berdalih. Berdalih sama halnya dengan berkilah. Begitupun dengan paham yang kelewat, maksudnya adalah sudah tahu, maka semua akan terasa hampa, tidak akan berkoar-koar. Pun begitu dengan 'amin' maksudnya rasa syukur yang didasari rasa iman atau percaya pada Tuhan maka akan menumbuhkan rasa kondusif dan tenteram pada jiwa.

Pada dasarnya, setiap bahasa di global mempunyai kermiripan makna serta pembentukan istilah yang semacam ini. Misalnya saja pada bahasa Arab, terdapat doa ya muqallibal qulub tsabbitna ala dinik. Kata dasar antara muqalliba dan qulub adalah sama. Ada yg bermakna hati ada yg bermakna mengubah. Jadi, hati itu mudah dibolak balik , kadang jadi baik kadang tidak baik. Mirim kan antara lidah dan dalih, murka dan ramah.

Mengutip ucapan berdasarkan Joko Pinurbo, Selamat menunaikan ibadah puisi!

ANALISIS STRUKTUR LAHIR DAN STRUKTUR BATIN PUISI HUJAN BULAN JUNI KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO GURUPEMBELAJAR.ID

Analisis struktural genetik puisi Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono. 

Artikel ini merupakan tugas tagihan pada program pelatihan Pengajar Pembelajar yang disususn sang M. Nasiruddin Timbul Joyo, Peserta Kelas Bahasa Indonesia D Jatim KK F Jember-1. 

Semoga dapat dijadikan bahan perbandingan.



Hujan Bulan Juni
         Karya Sapardi Joko Damono

Tak ada yg lebih tabah
Dari hujan bulan juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon yg berbunga itu

Tak ada yg lebih bijak
Dari hujan bulan juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu

Taka ada yg lebih arif
Dari hujan bulan juni
Dibiarkannya yg tidak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu
                   (hujan bulan juni, 1994)




Struktur Fisik Puisi Hujan Bulan Juni.

a. Tipologi

Puisi Hujan Bulan Juni Karya Sapardi DjokoDamono terdiri berdasarkan 3 bait yg masing-masing bait terdiri berdasarkan empat baris.masing-masing baris nir lebih berdasarkan sebelas suku istilah.

b. Diksi

Pilihan katayang dipakai oleh Sapardi Djoko Damono adalah kata-istilah yang bernas danmenunjukkan kedalaman makna. Kata yg sangat kuat adalah tabah, bijak, dan arif. Ketiganyadibandingkan menggunakan hujan bulan juni.
c. Pengiamjian/Citraan

CitraPengelihatan (Imaji Visual)
Merupakancitraan yg sangat secara umum dikuasai dalam puisi HujanBulan Juni karya Sapardi Djoko Damono ini. Citraan yang lain tidak tampak.masing-masing bait, mengandung citraan pengelihatan.
Salah satubaris yang paling bertenaga memberitahuakn citraan pengelihatan adalah baris berikutini:
Kepada pohon yg berbunga itu

Kondisi pohon yg berbunga dapat diketahuidengan indra pengelihatan.

Selain citrapengelihtan juga ada gambaran indera pendengaran yang mungkin bisa dilekatkan pada baitpertama, lebih tepatnya pada baris:
Dirahasiakannyarintik rindunya

Rintikmerupakan bunyi yg dapat ditangkap menggunakan indra indera pendengaran.


d. Majas / Gaya Bahasa

Puisi Hujan Bulan Juni memiliki dua majas.majas yang paling tampak adalah majas personifikasi. Yaitu seolang-olah hujan memilikif sifat tabah, bijak, dan arif seperti manusia. Baris pertama masing-masing bait mengandungmajas personifikasi ini.

Selain majaspersonfikasi, pula masih ada gaya bahasa repetisi. Repetisi penuh terdapat padabaris Dari hujan bulan Juni.

Ketiga baitpuisi tersebut mengandung baris ini di baris keduanya.

Selainrepetisi penuh, pula terdapat reptisi pengulangansebagian baris yaitu Adakah yanglebih.

e. Rima / Irama

Rima dalampuisi Hujan Bulan Juni, bisa diidentifikasi berupa aliterasi, yaitu perulangan bunyi konsonan.
Perulanganbunyi /n/ masih ada dalam baris
Hujan bulan Juni.

Masing-masingkata pada baris tersebut mengandung huruf /n/.


Perulanganbunyi /r/ terdapat pada baris:
            Dirahasiakannyarintik rindunya.

Masing-masingkata tersebut adalah rahasia, rintik, danrindu sama-sama diawali menggunakan suara /r/.


Perulangan bunyi /r/ lebih terasapada dua baris terakhir puisi Hujan BulanJuni berikut ini:
Dibiarkannyayang tidak terucapkan

Diserapakar pohon bunga itu


f. Kata Konkret

Kata konkretyang terdapat dalam Puisi Hujan BulanJuni adalah sebagai berikut:
“Pohon”mewakili manusia yg diam saja tapiindah. Yang dimaksud dengan pohon di sini adalah sesuatu yang dirindu danberbunga (indah). Meskipun nir bergerak mampu menyerap rindu.


“Bunga”mewakili perempuan.

Hujan”mewakili manusia yang terjatuh, Karenajatuhnya dalam Bulan Juni berartijatuh berkali-kali nir pada tempatnya. Juni umumnya animo kering.

Penjelasan lengkap tentang kata konkret dapat dibaca dalam artikel yg berjudul Kata Konkret pada Puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono


Struktur Batin Puisi Hujan Bulan Juni

a. Tema

Tema puisi Hujan Bulan Juni adalah Cinta terpendam yang tak terungkapkan.
Meskipuncintanya tidak terungkapkan oleh insan (hujan) permanen tabah, arif, danbijaksana. Membiarkan keadaan menghapus jejak (cintanya) di jalan(kehidupan)nya. Dia ragu akan mengungkapkan ataukah nir.
Hinggaakhirnya dia membiarkan yg tidak terucapkan permanen terdapat dan diserap melalui akarpohon yang berbunga. Artinya, diserap serta diketahui secara sembunyi-sembunyi(akar tersembunyi di pada tanah) sang perempuan (pohon berbunga) yg dicintainya.

b. Perasaan

Perasaanpenyair yang tampak dalam Puisi HujanBulan Juni adalah perasaan orang yg sabar meskipun harus memendam rasa.kesabaran tersebut tampak pada penggunaan kata tabah, bijak, dan arif. Diajuga ragu membicarakan perasaannya hingga akhirnya dia menghapus jejak-jejaknya.

c. Nada

Nada puisitersebut merupakan kegetiran. Hal ini ditunjukkan menggunakan penggunaan alfabet /r/ yangberulang-ulang pada puisi. Pilihan kata yang digunakan jua memberitahuakn bahwapenyair mengalami keraguan. Hingga akhirnya menentukan diam saja. Mencintai dalamdiam.

d. Amanat


Adapun amanat puisi HujanBulan Juni adalah menjadi berikut:
1. Semua orang harus mempunyai sifat tabah, arif, dan bijakmeskipun segala sesuatu tidak misalnya yang kita harapkan.

2. Tidak semua hal yang kita inginkan mampu kita dapatkandengan gampang.

KUNTOWIJOYO SASTRAWAN PROFETIK

Kuntowijoyo Sastrawan Profetik
Sastra profetik merupakan sastra yg berjiwa transendental dan sufistik karena berangkat berdasarkan nilai-nilai ketauhidan, namun yg setelah itu juga memiliki semangat untuk terlibat pada mengganti sejarah humanisme yg karenanya memiliki semangat kenabian. Sebagai aliran di pada tradisi intelektual Islam, sastra sufistik bisa disebut juga menjadi sastra transendental lantaran pengalaman yg dipaparkan penulisnya artinya pengalaman transendental, misalnya ekstase, kerinduan, dan persatuan mistikal dengan Yang Transenden. Pengalaman ini berada pada atas pengalaman keseharian dan bersifat supralogis (Hadi, 1999:23). 

Sastra transendental memang telah memiliki perjalanannya sendiri yang panjang. Dua model sastrawan Islam yang menulis secara sufistik dan transendental adalah Jalaluddin Rumi dan Muhammad Iqbal.

Jalaluddin Rumi (1207-1273) adalah penyair berdasarkan Persia yg populer menjadi sastrawan yg mendalami tasawuf. Salah satu karya Jalaluddin Rumi merupakan Diwan-i Syams Tabriz yg berupa 33.000 bait puisi berbentuk lirik. Puisi-puisi ini pada awalnya merupakan lontaran impulsif yang timbul dari verbal Jalaluddin Rumi waktu beliau berada pada situasi ekstase. Lontaran-lontaran itu lalu dicatat sang para muridnya yg mengelilinginya. Puisi-puisi pada Diwan-i Syams Tabriz ini berisi renungan-renungan ilahiyah serta persatuan mistikal.

Muhammad Iqbal (1873-1938) dari Pakistan merupakan sosok lain berdasarkan sastrawan transendental pada tradisi sastra Islam. Puisinya menampakkan kekentalan permenungan filsafat, ini tampak pada antaranya dalam kumpulan puisinya yang berjudul Asrar-i Khudi. Muhammad Iqbal juga merupakan pengagum Jalaluddin Rumi dan menduga Jalaluddin Rumi sebagai pengajar spiritualnya.

Dalam sastra Indonesia terkini, rona transendental jua poly ditemukan. Karya-karya Amir Hamzah adalah model sastra transendental yang berbobot dari tradisi sastra Angkatan Pujangga Baru. Chairil Anwar pelopor Angkatan 45 pun jua menulis puisi transendental, misalnya puisi “Kepada Peminta-minta”. Dalam tradisi yg lebih baru, sastrawan-sastrawan yg menulis tema transendental banyak bermunculan. Di antara mereka itu adalah Abdul Hadi W.M., Sutardji Calzoum Bachri, Kuntowijoyo, K.H. Mustofa Bisri, dan kemudian diikuti juga oleh yg lebih belia dari mereka, misalnya Mustofa W. Hasyim, Mathori A. Elwa, Amien Wangsitalaja, Acep Zamzam Noor, Abidah el Khalieqy.

Kuntowijoyo, lahir 18 September 1943, adalah sastrawan Indonesia yang dapat digolongkan sebagai penulis sastra transendental ini. Sastra bagi Kuntowijoyo wajib mampu memberikan ekuilibrium antara tema sosial serta tema spiritual, antara pelibatan diri dalam problem kemanusiaan dengan kesuntukan beribadah, antara yg bersifat dunyawiyah dan ukhrawiyah, antara aktivisme sejarah menggunakan pengalaman religius. 

Kuntowijoyo mendasarkan perumusan sastra profetik (dan profetisitas secara generik) pada Al Quran surah Ali Imran: tiga. Bagi Kunto (1997), terdapat empat hal implisit menurut ayat ketiga surah Ali Imran ini, yaitu (1) konsep mengenai umat terbaik, (2) aktivisme sejarah, (tiga) pentingnya pencerahan, dan (4) etik profetik.

Pertama, konsep mengenai umat terbaik (the choosen people). Umat Islam akan sebagai umat terbaik (khaira ummah) dengan syarat mengerjakan 3 hal sebagaimana diklaim sang ayat tersebut. Jadi, sebuah umat tidak akan secara otomatis menjadi the choosen people. Konsep the choosen people dalam Islam ini tidak sinkron menggunakan konsep the choosen people berdasarkan Yudaisme. Konsep Yudaisme mengakibatkan rasialisme, sedangkan konsep umat terbaik berdasarkan Islam justru berupa sebuah tantangan buat bekerja lebih keras ke arah aktivisme sejarah. 

Kedua, aktivisme sejarah. Bekerja pada tengah-tengah insan (ukhrijat li an nas) berarti bahwa yg ideal bagi Islam artinya keterlibatan umat pada sejarah. Wadat (nir kawin), uzlah (mengasingkan diri), dan kerahiban nir dibenarkan. Demikian juga gerakan mistik yg berlebihan yang melupakan keduniaan bukanlah kehendak Islam, lantaran Islam merupakan kepercayaan amal. 

Ketiga, pentingnya pencerahan. Nilai-nilai Ilahiyah menjadi tumpuan aktivisme Islam. Peranan pencerahan ini membedakan etik Islam dari etik materialistis. Pandangan kaum Marxis bahwa superstruktur (pencerahan) dipengaruhi sang struktur (basis sosial, kondisi material) bertentangan menggunakan pandangan Islam tentang independensi pencerahan. Demikian jua, pandangan yang selalu mengembalikan dalam individu (individualisme, eksistensialisme, liberalisme, kapitalisme) bertentangan menggunakan Islam, lantaran yg memilih bentuk pencerahan bukan individu namun Tuhan. Demikian jua segala bentuk sekularisme, beliau bertentangan dengan pencerahan Ilahiyah. 

Keempat, etika profetik. Ayat ini berlaku umum, buat siapa saja, baik individu (orang awam, pakar, superahli), forum (ilmu, universitas, ormas, orsospol), juga kolektivitas (jamaah, umat, kelompok masyarakat). Semua diharuskan buat mengamalkan ayat ini, yaitu amar ma’ruf (menyuruh kebaikan), nahyi munkar (mencegah kejelekan), dan iman (tu’minuna) bi Allah (beriman pada Allah). Ketiga hal ini merupakan unsur yg tidak terpisahkan dari etik profetik. 

Asal-usul pikiran tentang etik profetik ini, berdasarkan Kuntowijoyo, mampu ditelusuri pada tulisan-goresan pena Iqbal serta Roger Garaudy. Dalam Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam, Iqbal membicarakan pulang kata-istilah seorang sufi bahwa Nabi Muhammad SAW sudah hingga ke loka paling tinggi yg menjadi dambaan pakar gaib (dalam peristiwa Isra Mi’raj), namun ia pulang ke global buat menunaikan tugas-tugas kerasulannya. Pengalaman keagamaan yg luar biasa itu nir mampu menggoda Nabi buat berhenti. Akan tetapi, ia menjadikannya menjadi kekuatan psikologis buat perubahan kemanusiaan. Dengan istilah lain, pengalaman religius itu justru menjadi dasar keterlibatannya dalam sejarah, sebuah aktivisme sejarah. Sunnah Nabi tidak sama menggunakan jalan seseorang mistikus yg puas dengan pencapaiannya sendiri. Sunnah Nabi yang demikian ini yang disebut dengan etik profetik. 

Selanjutnya, dari Roger Garaudy, filosof Perancis yang menjadi muslim, etik profetik pula memperoleh penegasannya. Roger Garaudy menulis Janji-Janji Islam (1982). Menurutnya, filsafat Barat tidak memuaskan karena terombang-ambing antara dua kubu, idealis dan materialis. Filsafat Barat lahir menurut pertanyaan tentang bagaimana pengetahuan dimungkinkan. Ia menyarankan buat mengganti pertanyaan itu menjadi bagaimana wahyu dimungkinkan. Menurutnya, satu-satunya cara buat menghindari kehancuran peradaban adalah dengan merogoh balik warisan Islam. Filsafat Barat sudah “membunuh” Tuhan serta insan, karena itu ia menganjurkan agar umat manusia memakai filsafat kenabian (profetik) dari Islam menggunakan mengakui wahyu (Kuntowijoyo, 1997).

Kuntowijoyo tergolong menjadi sastrawan yang bisa menulis pada aneka macam genre. Sebagai penyair beliau telah membuat 3 gugusan sajak, yaitu Suluk Awang Uwung (1975), Isyarat (1976), dan Makrifat Daun Daun Makrifat (1995). Sebagai cerpenis beliau menghasilkan deretan cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga (1992), fabel Mengusir Matahari (2000), dan beberapa cerpennya terpilih sebagai cerpen terbaik pilihan Kompas yang kemudian diterbitkan sang Kompas pada Laki-Laki yg Kawin menggunakan Peri (1995), Pistol Perdamaian (1996), dan Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan (1997). Dalam bidang drama ia membentuk “Rumput-Rumput Danau Bento” (1968), “Tidak Ada Waktu bagi Nyonya Fatma”, “Barda”, dan “Cartas” (1972), dan Topeng Kayu (1973). Sebagai novelis ia telah menulis “Kereta Api yang Berangkat Pagi Hari” (1966), Khotbah pada Atas Bukit (1976), Pasar (1994), serta Impian Amerika (1998). Dari poly karyanya itu Kuntowijoyo jua telah memperoleh aneka macam penghargaan sastra.

Kumpulan puisi Makrifat Daun Daun Makrifat (selanjutnya disingkat MDDM) adalah formasi puisi paling akhir yang didapatkan Kuntowijoyo. MDDM diterbitkan oleh Gema Insani Press (1995), memuat 47 sajak-sajak pendek dengan nafas religiusitas yang kental yg permanen nir mengabaikan kenyataan horisontal. MDDM bisa digunakan buat melacak adanya tema sastra profetik yg dianjurkan sang Kuntowijoyo. Dalam pengantar buat MDDM sendiri Kuntowijoyo juga secara tegas menulis.

“Sajak-sajak ini merupakan serbuan menurut langit. Akan tetapi, dia nir berakibat sastra terpencil. Lihatlah ia jua berbicara tentang pemogokan, jikalau yang dimaksud dengan fenomena adalah penderitaan. Sajak-sajak ini adalah sebuah pemberontakan, pemberontakan metafisik terhadap materialisme....” (Kuntowijoyo, 1995:5).

Dengan demikian, MDDM mempunyai kekhasan sebagai sebuah khazanah pemikiran serta pola ucap dalam sejarah perpuisian Indonesia, yaitu hadirnya semangat profetik. Karenanya, perlulah sebagian puisi-puisi Kuntowijoyo berdasarkan deretan puisi MDDM tadi dibedah buat menelusuri adanya etika profetik di dalamnya. Uraian di bawah ini merupakan gambaran ringkas tentang pengungkapan etika profetik dalam puisi Kunto tersebut.

Semangat Amar Ma’ruf (Emansipasi/Humanisasi)
Amar Ma’ruf dalam arti sederhananya adalah menyuruh kepada kebaikan. Dalam penafsiran lebih lanjur, amar ma’ruf dimaknakan sebagai upaya “pemanusiaan” (emansipasi/humanisasi). Upaya humanisasi dapat berarti upaya untuk melawan segala bentuk dehumanisasi serta loneliness (privatisasi serta individuasi). Dehumanisasi ini terjadi di antaranya lantaran dipakainya teknologi di dalam rakyat, misalnya sebuah pabrik yang berakibat insan semata objek serta membangun otomatisme (insan bergerak secara otomatis tanpa kesadaran) (Kuntowijoyo, 1997). 

Subjek semangat amar ma’ruf menurut gugusan MDDM bisa ditemukan dalam puisi berjudul “(Menjadi saksi pemogokan)”. 
(Menjadi saksi pemogokan)

Kusucikan saat menggunakan kata
sehingga para pekerja 
kembali ke pabrik

Aku tidak pernah sangsi
kemerdekaan, tangan mistik semesta
mengalir lewat benang elektronik
dan pencerahan yang mulia

Puisi pada atas mengabarkan adanya saya partikular yang menegaskan kepada para pekerja buat tidak perlu mogok kerja karena merasa diperbudak sang pabrik. Aku partikular justru tidak sangsi bahwa bila menggunakan selalu mengedepankan pencerahan, maka kemerdekaan mampu ditemukan pada sela-sela rutinisme kerja. 

Jika dicermati menurut keseluruhan baris puisi, maka kalimat pencerahan yang mulia bisa sebagai model dari sentra makna yang ada. Kesadaran yang mulia sendiri mengambarkan adanya kualitas humanisme. Manusia akan memperteguh kualitas kemanusiaannya waktu ia mampu memaknai kehidupan menggunakan sebuah pencerahan. Dari sini inti makna puisi bisa ditebak, yaitu humanisasi/emansipasi (pemanusiaan).

Budaya industrialisasi, yang pada antara simbolnya adalah keluarnya pabrik-pabrik, telah menggiring insan buat cenderung menjadi mesin serta terjebak dalam rutinisme yang menyebabkannya kehilangan dimensi humanisme (mengalami dehumanisasi). Dehumanisasi mengakibatkan insan kehilangan kemerdekaannya, kemerdekaan buat menentukan eksistensinya. Manusia terkungkung oleh benda-benda. 

Di sinilah diperlukannya upaya humanisasi atau emansipasi, berupa mengembalikan manusia pada kemanusiaannya. Upaya itu merupakan dengan menghadirkan pulang kesadaran yg mulia, tanpa harus menolak secara membabi-buta budaya industrialisasi, tanpa wajib menghancurkan pabrik-pabrik, tanpa harus mogok kerja. 

Jika seluruh instrumen industrialisasi tahu dan dipahami secara kesadaran yg mulia, maka kemanusiaan permanen sanggup ditegakkan dan kemerdekaan tetap mampu ditemukan di dalam benang elektronika. Semangat buat menegakkan hal demikian diklaim semangat amar ma’ruf.

Semangat Nahyi Munkar (Liberasi)
Secara sederhana nahyi munkar diartikan mencegah kemungkaran. Mencegah kemungkaran ini sanggup berupa membebaskan kehidupan dari segala bentuk kejahatan. Ia bersifat liberatif. Liberasi bisa menyentuh ke seluruh aspek kehidupan, terutama aspek sosial-politik serta ekonomi. 

Puisi buat mewakili semangat nahyi munkar (liberasi) dari formasi Makrifat Daun Daun Makrifat merupakan sebuah puisi tanpa judul yg bernomor 48. 

Sebagai hadiah malaikat menanyakan
apakah saya ingin berjalan pada atas mega
dan saya menolak
karena hatiku masih pada bumi

sampai kejahatan terakhir dimusnahkan
Sampai dhuafa dan mustadhafin
diangkat Tuhan berdasarkan penderitaan

Puisi pada atas memberitahuakn adanya aku partikular yang menegaskan etiknya untuk tetap terlibat dengan aktivisme sosial melebihi dari iming-iming kenikmatan asketisisme spiritual berjalan di atas mega, sehingga kejahatan terakhir hancur dan orang-orang lemah terlepas menurut penderitaan. Penyampaian makna ini diperkuat oleh penghadiran beberapa polarisasi kata di dalamnya, terutama polarisasi antara mega dengan bumi. 

Tawaran untuk menikmati indahnya pengasingan mistik berjalan di atas mega ditolak oleh aku partikular. Aku partikular menolak karena kakiku masih di bumi. Sebagai bukti dari penolakan kepada pengasingan mistik itu adalah keinginan aku partikular untuk menyaksikan kejahatan terakhir dimusnahkan dan dhuafa dan mustadhafin / diangkat Tuhan berdasarkan penderitaan. 

Etik menolak buat pengasingan gaib, etik menolak kejahatan, etik menolak kependeritaanan dhuafa serta mustadzafin adalah etik liberatif. Di dalamnya terkandung semangat buat membebaskan, membebaskan insan menurut kejahatan serta menurut penderitaan. Lantaran itulah, inti makna dari puisi ini merupakan semangat liberasi. 

Liberasi yg timbul dari puisi ini merupakan liberasi yg bersifat sosial-politik dan ekonomi. Memusnahkan kejahatan merupakan bentuk liberasi yang bersifat sosial-politik itu. Di dalamnya terkandung cita-cita buat menegakkan HAM, melawan otoritarianisme serta kediktatoran, juga melawan segala kejahatan sosial. Mengangkat penderitaan merupakan bentuk liberasi yang bersifat ekonomi. Di sini terkandung impian buat menghilangkan adanya kesenjangan ekonomi, “Supaya harta itu jangan tersebar pada antara orang-orang kaya pada antara engkau ” (Al Hasyr: 7).

Semangat Iman bi Allah (Transendensi)
Iman bi Allah berarti percaya pada Allah S.W.T. Dikontekskan menggunakan pembahasan sebelumnya, maka semangat amar ma’ruf (emansipasi/humanisasi) serta nahyi munkar (liberasi) itu wajib dirujukkan pada keimanan kepada Tuhan. Puisi tanpa judul bernomor 47 representatif buat mewakili tema ini. 

Suatu hari kutemukan
burung pada kandang termenung membungkam
aku bertanya dan dengan murung beliau mengatakan
Mereka yg melupakan Tuhan
tak berhak mendengar burung bernyanyi

Puisi menampakkan adanya aku partikular yang tengah diajari sang insiden pemberontakan sebuah burung terhadap perilaku kontraliberatif serta dehumanisatif dari insan lantaran manusia melupakan Tuhannya.

Karena adanya mereka (manusia) yang melupakan Tuhan menyebabkan burung terpenjara di kandang (kontraliberatif dan dehumasisatif). Keterpenjaran ini mengakibatkan burung melakukan upaya protes (semangat humanisasi+liberasi), yaitu dengan termenung membungkam dengan anggapan bahwa mereka yang melupakan Tuhan itu memang nir pantas mendengarkan burung bernyanyi. 

Melupakan Tuhan adalah perbuatan yg kontradiktif bagi keimanan, bagi semangat transendensi. Hilangnya keimanan menyebabkan dominannya konduite yg kontradiktif bagi semangat humanisasi (amar ma’ruf) dan liberasi (nahyi munkar). Dengan kata lain, membentuk upaya humanisasi serta liberasi wajib permanen berpijak pada landasan semangat transendensi (iman bi Allah).

KUNTOWIJOYO SASTRAWAN PROFETIK

Kuntowijoyo Sastrawan Profetik
Sastra profetik adalah sastra yang berjiwa transendental serta sufistik karena berangkat menurut nilai-nilai ketauhidan, namun yg sehabis itu pula memiliki semangat buat terlibat dalam mengubah sejarah kemanusiaan yang karena itu mempunyai semangat kenabian. Sebagai aliran di dalam tradisi intelektual Islam, sastra sufistik bisa dianggap juga menjadi sastra transendental lantaran pengalaman yg dipaparkan penulisnya artinya pengalaman transendental, seperti ekstase, kerinduan, dan persatuan mistikal dengan Yang Transenden. Pengalaman ini berada pada atas pengalaman keseharian dan bersifat supralogis (Hadi, 1999:23). 

Sastra transendental memang telah mempunyai perjalanannya sendiri yang panjang. Dua model sastrawan Islam yg menulis secara sufistik dan transendental merupakan Jalaluddin Rumi dan Muhammad Iqbal.

Jalaluddin Rumi (1207-1273) merupakan penyair berdasarkan Persia yang terkenal sebagai sastrawan yang mendalami tasawuf. Salah satu karya Jalaluddin Rumi adalah Diwan-i Syams Tabriz yang berupa 33.000 bait puisi berbentuk lirik. Puisi-puisi ini pada awalnya merupakan lontaran spontan yang ada dari lisan Jalaluddin Rumi waktu ia berada pada situasi ekstase. Lontaran-lontaran itu lalu dicatat oleh para muridnya yg mengelilinginya. Puisi-puisi pada Diwan-i Syams Tabriz ini berisi renungan-renungan ilahiyah serta persatuan mistikal.

Muhammad Iqbal (1873-1938) menurut Pakistan adalah sosok lain dari sastrawan transendental pada tradisi sastra Islam. Puisinya menampakkan kekentalan permenungan filsafat, ini tampak pada antaranya pada deretan puisinya yg berjudul Asrar-i Khudi. Muhammad Iqbal juga merupakan pengagum Jalaluddin Rumi dan menganggap Jalaluddin Rumi sebagai pengajar spiritualnya.

Dalam sastra Indonesia terbaru, warna transendental jua poly ditemukan. Karya-karya Amir Hamzah merupakan model sastra transendental yang berbobot berdasarkan tradisi sastra Angkatan Pujangga Baru. Chairil Anwar pelopor Angkatan 45 pun jua menulis puisi transendental, contohnya puisi “Kepada Peminta-minta”. Dalam tradisi yg lebih baru, sastrawan-sastrawan yg menulis tema transendental banyak bermunculan. Di antara mereka itu adalah Abdul Hadi W.M., Sutardji Calzoum Bachri, Kuntowijoyo, K.H. Mustofa Bisri, dan kemudian diikuti jua oleh yang lebih muda berdasarkan mereka, misalnya Mustofa W. Hasyim, Mathori A. Elwa, Amien Wangsitalaja, Acep Zamzam Noor, Abidah el Khalieqy.

Kuntowijoyo, lahir 18 September 1943, adalah sastrawan Indonesia yg dapat digolongkan sebagai penulis sastra transendental ini. Sastra bagi Kuntowijoyo harus mampu menaruh ekuilibrium antara tema sosial serta tema spiritual, antara pelibatan diri pada persoalan kemanusiaan dengan kesuntukan beribadah, antara yang bersifat dunyawiyah dan ukhrawiyah, antara aktivisme sejarah menggunakan pengalaman religius. 

Kuntowijoyo mendasarkan perumusan sastra profetik (serta profetisitas secara umum) pada Al Quran surah Ali Imran: tiga. Bagi Kunto (1997), ada empat hal implisit menurut ayat ketiga surah Ali Imran ini, yaitu (1) konsep tentang umat terbaik, (dua) aktivisme sejarah, (3) pentingnya kesadaran, serta (4) etik profetik.

Pertama, konsep mengenai umat terbaik (the choosen people). Umat Islam akan sebagai umat terbaik (khaira ummah) dengan syarat mengerjakan 3 hal sebagaimana dianggap oleh ayat tadi. Jadi, sebuah umat tidak akan secara otomatis menjadi the choosen people. Konsep the choosen people pada Islam ini tidak sama menggunakan konsep the choosen people menurut Yudaisme. Konsep Yudaisme mengakibatkan rasialisme, sedangkan konsep umat terbaik dari Islam justru berupa sebuah tantangan buat bekerja lebih keras ke arah aktivisme sejarah. 

Kedua, aktivisme sejarah. Bekerja di tengah-tengah manusia (ukhrijat li an nas) berarti bahwa yang ideal bagi Islam artinya keterlibatan umat dalam sejarah. Wadat (tidak kawin), uzlah (mengasingkan diri), serta kerahiban tidak dibenarkan. Demikian jua gerakan mistik yang berlebihan yg melupakan keduniaan bukanlah kehendak Islam, karena Islam merupakan kepercayaan amal. 

Ketiga, pentingnya pencerahan. Nilai-nilai Ilahiyah menjadi tumpuan aktivisme Islam. Peranan pencerahan ini membedakan etik Islam dari etik materialistis. Pandangan kaum Marxis bahwa superstruktur (pencerahan) dipengaruhi sang struktur (basis sosial, kondisi material) bertentangan menggunakan pandangan Islam mengenai independensi pencerahan. Demikian pula, pandangan yang selalu mengembalikan dalam individu (individualisme, eksistensialisme, liberalisme, kapitalisme) bertentangan menggunakan Islam, lantaran yg memilih bentuk kesadaran bukan individu tetapi Tuhan. Demikian juga segala bentuk sekularisme, dia bertentangan menggunakan pencerahan Ilahiyah. 

Keempat, etika profetik. Ayat ini berlaku generik, buat siapa saja, baik individu (orang awam, ahli, superahli), lembaga (ilmu, universitas, ormas, orsospol), juga kolektivitas (jamaah, umat, kelompok masyarakat). Semua diharuskan buat mengamalkan ayat ini, yaitu amar ma’ruf (menyuruh kebaikan), nahyi munkar (mencegah kejelekan), serta iman (tu’minuna) bi Allah (beriman pada Allah). Ketiga hal ini merupakan unsur yang tidak terpisahkan menurut etik profetik. 

Asal-usul pikiran mengenai etik profetik ini, dari Kuntowijoyo, sanggup ditelusuri dalam goresan pena-tulisan Iqbal serta Roger Garaudy. Dalam Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam, Iqbal menyampaikan kembali kata-istilah seseorang sufi bahwa Nabi Muhammad SAW sudah sampai ke loka paling tinggi yang menjadi dambaan pakar mistik (dalam insiden Isra Mi’raj), namun dia kembali ke dunia untuk menunaikan tugas-tugas kerasulannya. Pengalaman keagamaan yang luar biasa itu tidak bisa menggoda Nabi buat berhenti. Akan tetapi, beliau menjadikannya sebagai kekuatan psikologis buat perubahan kemanusiaan. Dengan kata lain, pengalaman religius itu justru sebagai dasar keterlibatannya pada sejarah, sebuah aktivisme sejarah. Sunnah Nabi tidak sinkron dengan jalan seorang mistikus yang puas menggunakan pencapaiannya sendiri. Sunnah Nabi yang demikian ini yang diklaim menggunakan etik profetik. 

Selanjutnya, berdasarkan Roger Garaudy, filosof Perancis yang menjadi muslim, etik profetik jua memperoleh penegasannya. Roger Garaudy menulis Janji-Janji Islam (1982). Menurutnya, filsafat Barat nir memuaskan karena terombang-ambing antara dua kubu, idealis dan materialis. Filsafat Barat lahir dari pertanyaan mengenai bagaimana pengetahuan dimungkinkan. Ia menyarankan buat membarui pertanyaan itu menjadi bagaimana wahyu dimungkinkan. Menurutnya, satu-satunya cara untuk menghindari kehancuran peradaban ialah menggunakan merogoh kembali warisan Islam. Filsafat Barat sudah “membunuh” Tuhan dan insan, karena itu beliau menganjurkan supaya umat insan menggunakan filsafat kenabian (profetik) berdasarkan Islam menggunakan mengakui wahyu (Kuntowijoyo, 1997).

Kuntowijoyo tergolong sebagai sastrawan yg bisa menulis dalam berbagai aliran. Sebagai penyair ia telah menghasilkan tiga kumpulan sajak, yaitu Suluk Awang Uwung (1975), Isyarat (1976), serta Makrifat Daun Daun Makrifat (1995). Sebagai cerpenis ia menghasilkan formasi cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga (1992), fabel Mengusir Matahari (2000), dan beberapa cerpennya terpilih menjadi cerpen terbaik pilihan Kompas yang kemudian diterbitkan sang Kompas pada Laki-Laki yang Kawin menggunakan Peri (1995), Pistol Perdamaian (1996), serta Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan (1997). Dalam bidang drama ia membentuk “Rumput-Rumput Danau Bento” (1968), “Tidak Ada Waktu bagi Nyonya Fatma”, “Barda”, dan “Cartas” (1972), serta Topeng Kayu (1973). Sebagai novelis dia telah menulis “Kereta Api yg Berangkat Pagi Hari” (1966), Khotbah pada Atas Bukit (1976), Pasar (1994), dan Impian Amerika (1998). Dari poly karyanya itu Kuntowijoyo pula telah memperoleh berbagai penghargaan sastra.

Kumpulan puisi Makrifat Daun Daun Makrifat (selanjutnya disingkat MDDM) merupakan gugusan puisi paling akhir yang dihasilkan Kuntowijoyo. MDDM diterbitkan oleh Gema Insani Press (1995), memuat 47 sajak-sajak pendek menggunakan nafas religiusitas yg kental yang tetap nir mengabaikan kenyataan horisontal. MDDM mampu dipakai buat melacak adanya tema sastra profetik yg dianjurkan sang Kuntowijoyo. Dalam pengantar buat MDDM sendiri Kuntowijoyo pula secara tegas menulis.

“Sajak-sajak ini adalah serbuan menurut langit. Akan namun, dia tidak berakibat sastra terpencil. Lihatlah ia juga berbicara mengenai pemogokan, kalau yang dimaksud menggunakan kenyataan ialah penderitaan. Sajak-sajak ini merupakan sebuah pemberontakan, pemberontakan metafisik terhadap materialisme....” (Kuntowijoyo, 1995:5).

Dengan demikian, MDDM memiliki kekhasan sebagai sebuah khazanah pemikiran serta pola ucap pada sejarah perpuisian Indonesia, yaitu hadirnya semangat profetik. Karenanya, perlulah sebagian puisi-puisi Kuntowijoyo menurut formasi puisi MDDM tadi dibedah buat menelusuri adanya etika profetik di dalamnya. Uraian di bawah ini merupakan gambaran ringkas mengenai pengungkapan etika profetik pada puisi Kunto tadi.

Semangat Amar Ma’ruf (Emansipasi/Humanisasi)
Amar Ma’ruf dalam arti sederhananya merupakan menyuruh pada kebaikan. Dalam penafsiran lebih lanjur, amar ma’ruf dimaknakan menjadi upaya “pemanusiaan” (emansipasi/humanisasi). Upaya humanisasi bisa berarti upaya buat melawan segala bentuk dehumanisasi serta loneliness (privatisasi serta individuasi). Dehumanisasi ini terjadi di antaranya lantaran dipakainya teknologi pada pada warga , misalnya sebuah pabrik yang berakibat manusia semata objek dan menciptakan otomatisme (insan bergerak secara otomatis tanpa pencerahan) (Kuntowijoyo, 1997). 

Subjek semangat amar ma’ruf dari gugusan MDDM dapat ditemukan dalam puisi berjudul “(Menjadi saksi pemogokan)”. 
(Menjadi saksi pemogokan)

Kusucikan ketika dengan kata
sehingga para pekerja 
kembali ke pabrik

Aku tidak pernah sangsi
kemerdekaan, tangan gaib semesta
mengalir lewat benang elektronik
dan pencerahan yg mulia

Puisi pada atas mengabarkan adanya aku partikular yg menegaskan pada para pekerja buat nir perlu mogok kerja lantaran merasa diperbudak sang pabrik. Aku partikular justru nir sangsi bahwa bila menggunakan selalu mengedepankan pencerahan, maka kemerdekaan bisa ditemukan pada sela-sela rutinisme kerja. 

Jika dipandang menurut keseluruhan baris puisi, maka kalimat kesadaran yang mulia mampu menjadi contoh menurut pusat makna yg terdapat. Kesadaran yg mulia sendiri menerangkan adanya kualitas humanisme. Manusia akan memperteguh kualitas kemanusiaannya ketika beliau sanggup memaknai kehidupan menggunakan sebuah kesadaran. Dari sini inti makna puisi dapat ditebak, yaitu humanisasi/emansipasi (pemanusiaan).

Budaya industrialisasi, yg pada antara simbolnya adalah munculnya pabrik-pabrik, sudah menggiring manusia buat cenderung sebagai mesin dan terjebak pada rutinisme yg menyebabkannya kehilangan dimensi humanisme (mengalami dehumanisasi). Dehumanisasi mengakibatkan insan kehilangan kemerdekaannya, kemerdekaan buat menentukan eksistensinya. Manusia terkungkung sang benda-benda. 

Di sinilah diperlukannya upaya humanisasi atau emansipasi, berupa mengembalikan insan kepada kemanusiaannya. Upaya itu merupakan menggunakan menghadirkan kembali pencerahan yang mulia, tanpa wajib menolak secara membabi-buta budaya industrialisasi, tanpa harus menghancurkan pabrik-pabrik, tanpa harus mogok kerja. 

Jika semua instrumen industrialisasi memahami serta dipahami secara pencerahan yang mulia, maka humanisme tetap sanggup ditegakkan serta kemerdekaan permanen bisa ditemukan pada pada benang elektronika. Semangat buat menegakkan hal demikian diklaim semangat amar ma’ruf.

Semangat Nahyi Munkar (Liberasi)
Secara sederhana nahyi munkar diartikan mencegah kemungkaran. Mencegah kemungkaran ini mampu berupa membebaskan kehidupan berdasarkan segala bentuk kejahatan. Ia bersifat liberatif. Liberasi mampu menyentuh ke seluruh aspek kehidupan, terutama aspek sosial-politik dan ekonomi. 

Puisi buat mewakili semangat nahyi munkar (liberasi) menurut deretan Makrifat Daun Daun Makrifat adalah sebuah puisi tanpa judul yang bernomor 48. 

Sebagai bantuan gratis malaikat menanyakan
apakah aku ingin berjalan pada atas mega
dan saya menolak
karena hatiku masih di bumi

sampai kejahatan terakhir dimusnahkan
Sampai dhuafa dan mustadhafin
diangkat Tuhan berdasarkan penderitaan

Puisi pada atas memperlihatkan adanya saya partikular yg menegaskan etiknya buat tetap terlibat dengan aktivisme sosial melebihi menurut iming-iming kenikmatan asketisisme spiritual berjalan pada atas mega, sebagai akibatnya kejahatan terakhir musnah serta orang-orang lemah terlepas dari penderitaan. Penyampaian makna ini diperkuat oleh penghadiran beberapa polarisasi kata di dalamnya, terutama polarisasi antara mega dengan bumi. 

Tawaran untuk menikmati indahnya pengasingan mistik berjalan di atas mega ditolak oleh aku partikular. Aku partikular menolak karena kakiku masih di bumi. Sebagai bukti dari penolakan kepada pengasingan mistik itu adalah keinginan aku partikular untuk menyaksikan kejahatan terakhir dimusnahkan dan dhuafa dan mustadhafin / diangkat Tuhan berdasarkan penderitaan. 

Etik menolak buat pengasingan gaib, etik menolak kejahatan, etik menolak kependeritaanan dhuafa serta mustadzafin merupakan etik liberatif. Di dalamnya terkandung semangat buat membebaskan, membebaskan manusia menurut kejahatan dan menurut penderitaan. Karena itulah, inti makna dari puisi ini merupakan semangat liberasi. 

Liberasi yg timbul berdasarkan puisi ini adalah liberasi yang bersifat sosial-politik dan ekonomi. Memusnahkan kejahatan adalah bentuk liberasi yang bersifat sosial-politik itu. Di dalamnya terkandung keinginan buat menegakkan HAM, melawan otoritarianisme serta kediktatoran, jua melawan segala kejahatan sosial. Mengangkat penderitaan adalah bentuk liberasi yg bersifat ekonomi. Di sini terkandung cita-cita buat menghilangkan adanya kesenjangan ekonomi, “Supaya harta itu jangan beredar pada antara orang-orang kaya di antara kamu” (Al Hasyr: 7).

Semangat Iman bi Allah (Transendensi)
Iman bi Allah berarti percaya pada Allah S.W.T. Dikontekskan dengan pembahasan sebelumnya, maka semangat amar ma’ruf (emansipasi/humanisasi) serta nahyi munkar (liberasi) itu wajib dirujukkan pada keimanan kepada Tuhan. Puisi tanpa judul bernomor 47 representatif buat mewakili tema ini. 

Suatu hari kutemukan
burung pada kandang termenung membungkam
aku bertanya dan dengan murung beliau mengatakan
Mereka yg melupakan Tuhan
tak berhak mendengar burung bernyanyi

Puisi menampakkan adanya saya partikular yg tengah diajari sang peristiwa pemberontakan sebuah burung terhadap konduite kontraliberatif dan dehumanisatif berdasarkan manusia karena manusia melupakan Tuhannya.

Karena adanya mereka (manusia) yg melupakan Tuhan menyebabkan burung terpenjara di sangkar (kontraliberatif serta dehumasisatif). Keterpenjaran ini menyebabkan burung melakukan upaya protes (semangat humanisasi+liberasi), yaitu dengan termenung membungkam dengan anggapan bahwa mereka yang melupakan Tuhan itu memang nir pantas mendengarkan burung bernyanyi. 

Melupakan Tuhan merupakan perbuatan yang kontradiktif bagi keimanan, bagi semangat transendensi. Hilangnya keimanan menyebabkan dominannya perilaku yg kontradiktif bagi semangat humanisasi (amar ma’ruf) serta liberasi (nahyi munkar). Dengan istilah lain, membangun upaya humanisasi serta liberasi wajib tetap berpijak pada landasan semangat transendensi (iman bi Allah).