PERMASALAHAN YANG SERING TERJADI PADA WARNA CRT

CARA FLEXI- Berikut ini aku ingin menghadirkan beberapa konflik, gejala,  rona gambar yg sering bermasalah dan bagaimana mengatasinya.

"Cekidot! "
Tapi sebelum itu saya menyarankan supaya anda memahami blog bagian pemproses rona

1. Gambar menampilkan galat satu warna yg mayoritas, gejalanya dalam ketika penampilan gambar, kondisi rona cenderung terus-menerus/satu rona.
Hal ini umumnya pada sebabkan karena penyetelan white balance yg tidak paripurna atau dapat jua lantaran kerusakan dalam keliru satu hasil dari demodulasi rona.

Cara Mengatasinya;
Dengan tampilan galat satu rona yang lebih secara umum dikuasai itu berarti bahwa keliru satu tegangan katoda CRT menurun, pada sebabkan lantaran penguat RGB galat satunya tidak bekerja. Tidak bekerjanya penguat RGB tadi bisa saja pada karenakan tidak adanya signal masukan dari matrix. Atau salah satu katoda terdapat yg short sama screen.

Raster berwarna pada galat satu rona lebih banyak didominasi ,
-periksa demodulator/transistor penguat pada rangkaian blog RGB. Cek pelawan pembatas tegangan 180 volt umumnya short atau putus. Cek hasil dari ic croma kurang lebih dua,5volt DC. Periksa soket.
Cek dalam keliru satu katoda apakah terdapat yg short sama pin screen/grid.

2. Tidak ada galat satu rona gambar
Gejalanya: gambar nir tampil galat satu warna utama, hal ini di sebabkan lantaran salah satu penguat warna pada RGB out rusak.
Cara mengatasinya;
Periksa transistor yang bekerja menjadi penguat RGB secara pasive (tanpa tegangan) bila kondisinya masih baik maka pada lanjutkan dengan mengukur tegangan bias transistor khususnya Vbe (volt  basis emitor) harus sebanyak 0,7 Volt.

3. Gambar tidak terdapat warna

Gejalanya ada dua hal. Pertama kemungkinan gambar menjadi hitam putih walaupun pesawat mendapat  siaran berwarna.  Kemungkinan ke dua gambar monocromatik gambar hitam  putih dengan warna yg sangat tipis. Penyebab gangguan  misalnya ini umumnya lantaran signal krominan nir dapat pada proses hingga pada bagian matrix RGB, atau bisa jua osciltor 4,43MHz tidak bekerja sehingga proses demodulator warna tidak dapat bekerja.
Cara mengatasinya:

- Metode mengusut bagian penguat band-pass:
Gunakan oscilacope buat melacak signal Burst menurut Output Band Pass Filter(BPF) atau ukurlah input menurut bagian pemproses warna croma pada ic pemproses warna.
Bila signal Brust pada input croma nir pada temukan, cobalah mengatur pulang fine tuning pada tuner menggunakan sempurna serta apabila ternyata signal Brust dapat di tempilkan dalam oscilacope, berarty kerusakan terletak dalam ic pemproses warna khususnya dalam bagian pemproses Chroma. Sebaiknya ganti IC Chroma dengan yg baru.

- Apabila inspeksi signal brust hingga dalam bagian croma normal, maka di lanjutkan pengukuran ke bagian output ic croma yaitu berupa signal U dan V (biru dan merah). Cocokan bentuk gelombang hasil croma sesuai dengan skema servis manual. Jika output chroma normal, maka terjadi kerusakan pada bagian matrix rona. Gnti saja dengan ic matrix yg baru.

- Untuk mengetahui hasil matrix bekerja atau nir bisa mengukur langsung dalam pin IC Matrix menjadi hasil RGB, biasanya mempunyai tegangan DC sebesar kurang lebij dua,5 volt. Jika tegangan ini nir di hasilkan berarti IC Matrix rusak.

- kemungkinan lainya untuk mencari kerusakan pada bagian rona bisa mengukur output oscilator lokal dalam bagian pemproses rona yang besarnya 4,43MHz sine qua non menggunakan bentuk sinusa. Jika oscilator 4,43MHz nir bisa di hasilkan maka rangkaian pemproses rona tidak bisa bekerja lantaran tidak terjadi proses switching buat memisahkan signal U dan V.

Ini aku tulis bersumber menurut materi repair tv lawas sehingga aku modifikasi menggunakan pengalaman saya sendiri. Semoga berguna ya gan?!

Artikel terkait; 6 kerusakan sitim warna secara umum

ANALISIS KINERJA PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI TIK

Analisis Kinerja Penerapan Teknologi Informasi serta Komunikasi (TIK) 
Teknologi berita serta komunikasi (TIK) merupakan sebuah teknologi yang bisa menghubungkan seluruh pemakai komputer, buat aneka macam tujuan, di seluruh global tanpa wajib bertemu secara pribadi. TIK sering pula disebut ICT (Information and Communication Technology). TIK merupakan fasilitas yang dibuat buat memudahkan manusia buat berkomunikasi, baik secara tertulis (e-mail, forum,chatting, dll.), ekspresi, juga visual (misalnya video conference). Dengan kemudahan-kemudahan yg tersedia dengan dukungan TIK tersebut, maka manusia dapat menaikkan kompetensi serta kapasitas eksklusif dalam dirinya tanpa wajib melalui institusi-institusi formal, misalnya belajar di sekolah, pada perguruan tinggi, di forum-lembaga kursus, serta lain-lian semacamnya. Terminologi TIK serta ICT pada proposal ini akan dipakai secara bergantian sinkron peruntukannya.

Dengan peran TIK misalnya yg digambarkan di atas, serta perguruan tinggi menjadi keliru satu institusi yang berperan buat menaikkan kompetensi serta kapasitas asal daya insan, jika ingin tetap mempertahankan atau menaikkan peran tadi, maka wajib mengintegrasikan TIK sebagai galat satu media utama proses pembelajarannya selain dosen serta perpustakaannya. Perguruan tinggi atau institusi semacamnya yg tidak bisa mengoptimalkan kiprah internet dalam proses pembelajarannya, sangat mungkin akan ditinggalkan, cepat atau lambat, oleh stakeholdernya.

Dengan kesadaran akan besarnya peran TIK tadi, serta kebutuhan akan data serta liputan yg cepat, seksama, serta komprehensif bagi setiap lini manajemen di lingkungan Unhas, maka semenjak akhir tahun 80-an dibentuklah unt pelaksana teknis

(UPT Komputer). Untuk menaikkan kinerja unit ini, pada tahun 1995 dibangun jaringan LAN kampus. Dengan adanya jaringan itu, maka pengelolaan data serta keterangan diharapkan akan berjalan lebih baik, lantaran proses peremajaan data bisa dilakukan secara online pada setiap unit kerja yg bertanggung jawab menggunakan data tadi. Rencana tersebut ternyata belum berjalan sesuai dengan harapan. 

Dari output analisis masalah diperoleh bahwa akar masalahnya terletak pada “struktur organisasi UPT Komputer yg kurang sesuai dengan tugas yang dibebankan kepadanya. Untuk mengatasi masalah tersebut, dari tahun 2000, dilakukan reorganisasi kelembagaan pada UPT Komputer serta sekaligus mengganti namanya menjadi Pusat Informasi Universitas (PIU). Lembaga ini mempunyai tiga (tiga) divisi, yaitu : (i) divisi pelayanan yang bertugas menyediakan liputan serta training pada sivitas akademika Unhas serta warga yg membutuhkan, (ii) divisi teknologi yang bertugas buat mengkaji serta memanfaatkan TIK (Information and Communication Technology= ICT) serta memelihara serta menaikkan kinerja jaringan kampus serta akses internet, serta (iii) divisi sistem informasi yang bertugas buat mengelola Sistem Informasi Manajemen (SIM) Unhas” (Renstra 2006-2010).

Sejak dibentuknya, PIU telah memberitahuakn kinerja yang lebih baik. Keberhasilan ini banyak didukung oleh adanya proyek TPSDP-batch I yg dimenangkan UPT Komputer. Dengan proyek ini, ketersediaan serta kualitas jaringan dapat diperbaiki serta ditingkatkan, demikian pula beberapa aplikasi SIM bisa dikembangkan. Di samping itu, menggunakan alokasi dana menurut universitas, PIU juga sudah berhasil mendapatkan donasi fasilitas training serta pelayanan yang dilengkapi kurang lebih 100 unit personal komputer serta askes internet. Fasilitas ini telah dimanfaatkan sang sivitas akademika Unhas, baik sebagai media buat menilik aneka macam aplikasi komputer, jua buat mengakses liputan melalui internet. 

Pada tahun 2003, Unhas memasang PABX yang memiliki kemampuan buat mendukung komunikasi data. Jaringan PABX ini kemudian diintegrasikan dengan jaringan LAN Unhas yg sudah terdapat. Ditambah menggunakan upaya membangun Wave- LAN dengan memakai dukungan dana menurut proyek TPSDP, maka pada pertengahan tahun 2004, kualitas jaringan komunikasi data pada lingkungan Kampus Unhas menjadi semakin baik, sebagai akibatnya akan semakin mampu mendukung SIM Unhas serta mendukung pemanfaatan ICT pada proses pembelajaran. 

Seiring dengan komitmen pemerintah buat menaikkan kinerja perguruan tinggi, maka sejak tahun 2004 sampai sekarang diluncurkan berbagai bantuan gratis kompetisi dalam tingkat acara studi, Jurusan, sistem support institusi, misalnya TPSDP, SP4, Duelike, QUE, PHK-A1, PHK-A2, INHERENT, I-MHERE, PHK-I, dll. Proyek-proyek hibah tadi terdapat yang fokus buat mendorong pemugaran internal manajemen, peningkatan relevansi serta kualitas, dll. Salah satu hasil yg diperoleh berdasarkan proyek-proyek hibah tadi adalah peningkatan kualitas serta kuantitas infrastruktur ICT pada setiap unit pemenang PHK tadi. 

Pada tahun 2006, melalui PHK INHERENT, serta dalam tahun 2007-2009, melalui PHK I-MHERE, Unhas pulang menerima bantuan yg sangat signifikan berdasarkan DIKTI untuk menaikkan kapasitas serta kualitas ICT-nya. Dari PHK INHERENT, Unhas telah berhasil menambah infrastruktur server sebesar 14 butir, 13 buah server didistribusikan kepada fakultas, serta berhasil membangun 4 (empat) sistem keterangan manajemen (SIM) serta menyebarkan satu SIM. SIM baru yg dimaksud adalah SIM Asset, Keuangan, Learning Manajemen System, serta Proxy Library, serta SIM yg berhasil dikembangkan adalah SIM Akademik, lihat (http:10.0.1.7). Sedangkan menurut PHK I-MHERE, Unhas berhasil meletakkan aneka macam dasar pijakan pengembangan TIK serta pengembangan SIM Keuangan serta Asset. Dasar-dasar pijakan yg dimaksud merupakan sbb: 1. Kebijakan dasar pengembangan ICT (ICT policy), dua. Cetak biru (blueprint) ICT 2009-2013, serta Sistem serta Prosedur pengembangan ICT.

Selain itu, Universitas Hasanuddin jua sebagai salah satu percontohan pemerintah dalam penerapan TIK pada Indonesia Bagian Timur, hal ini ditunjukkan menggunakan aneka macam donasi misalnya acara SOI (School of Internet), GDLN (Global Distance Learning).

Pada tahun 2007, Unhas balik melakukan reorganisasi berdasarkan PIU sebagai PTIK (Pusat Teknologi Informasi serta Komunikasi). PTIK ini memiliki 4 (empat) divisi, yaitu : (i) divisi SDM yang bertugas menaikkan kompetensi TIK para sivitas akademika Unhas serta masyarakat yg membutuhkan, (ii) divisi Jaringan yg bertugas buat mengkaji serta memanfaatkan TIK (Information and Communication Technology= ICT) serta memelihara serta menaikkan kinerja jaringan kampus serta akses internet, (iii) divisi sistem fakta yg bertugas buat mengelola Sistem Informasi Manajemen (SIM) Unhas, serta (iv) divisi E-Learning yg bertugas untuk mengelola system pembelajaran berbasis elektronika. Pada tahun itu jua, Unhas membangun tim ICT pada setiap unit kerja (Fakultas, Pusat, Lembaga, Biro, serta UPI) yg beranggotakan 3-4 orang yg dipimpin sang 1 (satu) orang dosen sebagai kordinator. 

Pada pertengahan tahun 2008, Unhas balik menaikkan berkomitmen bertenaga buat menerapkan TIK ini buat mendukung gambaran Unhas sebagai world group university. Komitmen bertenaga tadi dibuktikan dengan melakukan peningkatan kapasitas infrasturktur jaringan intranet (menerapkan teknologi fiberoptic), serta bandwidth internet yg sangat signifikan (menurut 5 Mbps sebagai 40 Mbps menurut TELKOM) dari tahun 2008.  
Sejak tahun 2008 tadi, Unhas memasuki era TIK. Semua unit kerja telah dihubungkan dengan infrastruktur intranet buat mendukung internet baik melalui kabel serat optic (fiber optic) serta lainnya juga nirkabel (wireless). Bahkan, sejak 2009 Unhas telah memulai menyalurkan internet yg idel diluar jam kerja ke perumahan unhas Tamalanrea serta Baraya yang tidak dimanfaatkan di luar ketika kerja efektif Unhas (jam 16.00 s.D. 08.00). Tahun 2010 ini juga telah ke perumahan UNHAS Antang. Upaya ini memperlihatkan tingginya komitmen UNHAS pada penerapan internet bagi civitas akademikanya.

Pertanyaan akbar yang ada serta mendorong penelitian ini dilakukan merupakan, mengapa fasilitas TIK yang begitu banyak serta begitu sophisticated, dasar-dasar pijakan pengembangan TIK yang telah sangat kuat, SDM yg menangani TIK yg begitu banyak, komitmen Unhas terhadap penerapan TIK yang sangat tinggi, masih belum menaruh imbas yang signifikan terhadap civitas akademika Unhas. Hal ini ditunjukkan menggunakan akses ke semua fasilitas TIK Unhas secara umum belum memuaskan.

Dari sejarah panjang peningkatan kapasitas infrastruktur TIK seperti yg dikemukakan pada latar belakang di atas, tetapi masih banyak konflik yg acapkali dimunculkan dipermukaan oleh para civitas akademika unhas. Adapun permasalahan-perseteruan yg sangat dominant tadi adalah sbb: (1) belum optimalnya pemanfaatan fasilitas internet serta intranet Unhas, (dua) masih adanya fasilitas sistem warta manajemen (SIM) dalam level UNHAS (//10.0.1.7) yang tumpang tindih pada level unit yg dibawahnya, (tiga) informasi yg tersaji pada SIM unhas, khususnya dalam sistem berita akademik, sistem keterangan asset, serta system fakta keuangan masih sering nir konsisten menggunakan SIM pada level dibawahnya, (4) fasilitas e-learning (learning mangemen system=LMS serta Proxy Library) belum dimanfaatkan menggunakan baik oleh para civitas akademika untuk menunjang pembelajaran, (lima) belum jelasnya sistem pengelolaan infrastruktur TIK unhas bagi sebagian akbar civitas akademika unhas.

Permasalahan generik yg tak jarang ada dipermukaan yang terkait menggunakan fasilitas internet serta intranet adalah kurang lacarnya akses ke internet melalui intranet unhas. Sebagian unit kerja menyatakan bahwa akses ke internet masih kurang lancar namun semakin membaik misalnya Fak. Kedokteran dalam umumnya, Fak Kesehatan Masyarakat, Fak. Kelautan, Sebagian Fakultas MIPA, Sebagian besar Fak. Teknik, Perputakaan, Kantor Pusat, Fak. Hukum, sebagian Fak. Ekonomi, sebagian Fak. Ilmu Budaya, Pascasarjana, Lembaga Pengabdian Masyarakat, Lembaga Penelitian, dll. Sebagian yang lain menyatakan masih seringnya akses ke internet mengalami kelambatan bahkan nir ada aksess sama sekali. Permasalahan infrastruktur yang terkait menggunakan kelambatan akases inilah yg akan sebagai salahsatu fokus kajian utama penelitian ini.

Permasalahan yg terkait menggunakan tumpang tindihnya fasilitas SIM dalam level Unhas serta dalam level unit dibawahnya karena memungkinkannya setiap unit kerja membentuk sendiri SIM berbasis elektro melalui PHK tanpa adanya standarisasi data serta pengkodeannya pada level unhas. Permasalahan yg terkait terhadap tumpan tindihnya SIM yg akan menjadi salah satu fokus penelitian.

Permasalahan yang sering ada dipermukaan yg terkait Sitem Informasi Manajemen (SIM) Unhas adalah kualitas keterangan yang disajikan pada SIM tersebut. Beberapa unit kerja, khususnya yang telah menerima PHK berdasarkan DIKTI atau lainnya, melakukan penerapan SIM pada level unit kerjanya. Meskipun Unhas telah memutuskan buat menerapkan SIM level unhas serta SIM level dibawahnya mengintegrasikan semua datanya pada SIM unhas, tetapi masih ada beberapa unit kerja yg masih permanen bertumpuh dalam SIM pada unitnya masing-masing. Penerapan SIM yg tumpang tindih misalnya ini seringkali memunculkan disparitas kabar yang tersaji dalam level SIM unhas menggunakan SIM serta dibawahnya, sehingga fakta yg disajikan pada SIM unhas belum dapat dijadikan sebagai rujukan. Sementara masih poly liputan yang diharapkan pada level SIM Unhas nir tersedia dalam level SIM dibawahnya. Pertarunga tumpang tindihnya penerapan SIM pada level yg tidak sinkron inilah yang akan sebagai salahsatu fokus analisis dalam penelitian ini.

Permasalahan yang seringkali muncul dipermukaan yang terkait dengan fasilitas e-learning adalah akses yg nir lancar, bahkan lebih seringkali tidak bisa diakses melalui fasilitas intranet Unhas. Selain itu, belum ada komitmen bertenaga menurut pihak manajemen taraf unhas buat memulai penerapannya. Selama ini pihak manajemen taraf Unhas hanya memberi himbauan pada civitas akademika buat penerapannya.

Permasalahan yang sering ada dipermukaan yang terkait menggunakan sistem pengelolaan infrastruktur TIK unhas merupakan ketidak tahuan sebagian besar civitas akademika mengenai sistem pengelolaannya. Mereka nir tahu siapa yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan fasilitas infrastruktur TIK dalam level Fakultas, Jurusan/Program Studi/ Bagian, sebagai akibatnya dalam umumnya mereka hanya memanfaatkan fasilitas TIK apabila sedang berfungsi. Ketidak tahuan ini berimplikasi dalam persepsi ketidak puasan terhadap pengelola TIK pada tingkat universitas, yaitu Pusat Teknologi Informasi serta Komunikasi (PTIK) Unhas.

Menurut Haryadi, teknologi warta merupakan “Teknologi pengadaan, pengolahan, penyimpanan, serta penyebaran aneka macam jenis fakta menggunakan memanfaatkan komputer serta telekomunikasi yang lahir lantaran adanya dorongan-dorongan bertenaga buat menciptakan teknologi baru yang bisa mengatasi kelambatan insan mengolah berita”.

“The system by which the current and future use of ICT is directed and controlled. It in volves evaluating and directing the plans for the use of ICT to support the organization and monitoring this use to achieve plans. It includes the strategy and policies for using ICT within an organization” (Australian Standard on Corporate Governance of ICT, 2005.

Menurut Tifatul Sembiring, Menkominfo Kabinet Indonesia Bersatu II periode 2009-2014, “Ada empat PR akbar yang harus segera kita perbaiki dari sektor komunikasi serta informatika”. Beliau merincikan sbb: “pertama merupakan Indonesia mempunyai perkara pada hal disparitas kemudahan akses di kota besar serta wilayah terpencil yg sangat besar . Persoalan kedua adalah kurangnya liputan edukatif dari media komunikasi tanah air. Ia beropini, komunikasi edukatif masih sangat lemah pada mana 75 persen tayangan yang terdapat pada media siaran Indonesia dinilai tidak mendidik. "Sebagai Menkominfo aku ingin komunikasi yang lancar serta fakta yang benar pada arti lancar, mudah, serta berguna", masalah yg ketiga yang menghadang dunia komunikasi serta informatika adalah infrastruktur ICT yg masih sangat lemah. "Dan masalah yg terakhir adalah layanan liputan kita masih sangat kurang," (JAKARTA, KOMPAS.com, Rabu, 21 Oktober 2009). 

Menurut Wibawanto Hari, penerapan TIK pada lembaga pendidikan memungkinkan melayani aneka macam kendala pembelajaran. “Ide buat menggunakan mesin-belajar, membuat simulasi proses-proses yang rumit, animasi proses-proses yg sulit dideskripsikan, sangat menarik minat praktisi pembelajaran. Tambahan lagi, kemungkinan buat melayani pembelajaran yang tak terkendala waktu serta tempat, juga bisa difasilitasi sang TIK. Sejalan menggunakan itu mulailah bermunculan berbagai jargon berawalan e, mulai berdasarkan e-book, e-learning, e-laboratory, e-education, e-library serta sebagainya. Awalan e- bermakna electronics yg secara tersirat dimaknai berdasar teknologi elektronik digital.”

Menurut Suwardi, peneliti Bidang Informasi, Pusat Analisis serta Informasi Kedirgantaraan, “E-government adalah penggunaan teknologi fakta serta komunikasi TIK) sang pemerintah (misalnya Wide Area Networks, the Internet, and mobile computing) yang memungkinkan pemerintah buat mentransformasikan hubungan dengan warga , dunia bisnis serta pihak yg berkepentingan”. Unhas menjadi salah satu institusi pemerintah, pada penerapan TIK-nya, seyogyanya terintegrasi dengan e-Government.

Menurut Cahyana Ahmadjayadi, Dirjen Depkominfo, Trend Teknologi Informasi Dan Komunikasi adalah Next Generation Network (NGN): ”NGN didesain buat memenuhi kebutuhan infrastruktur infokom abad ke 21. Konsepnya lebih menurut sekedar Internet yang digabungkan menggunakan PSTN (serta ISDN). NGN harus mampu mengelola serta membawa berbagai macam trafik sesuai kebutuhan customer yg terus berkembang. Jaringan tidak lagi diperlukan bersifat TDM misalnya PSTN kini , melainkan telah pada bentuk paket-paket yg efisien, tetapi menggunakan keandalan serta kualitas (QoS) terjaga. Jika PSTN meletakkan kecerdasan pada network, serta Internet meletakkannya pada host, maka NGN menyebarkan kecerdasan pada network serta host. Feature layanan lintas media sebagai dimungkinkan”. Melihat isu terkini tadi, posisi penerapan TIK Unhas masih sangat jauh dari standard tersebut.

Merujuk Rekomendasi kebijakan ICT Unhas sbb:
1. Universitas wajib membentuk fondasi infrastruktur ICT yang handal sehingga memungkinkan universitas untuk mencapai posisi terdepan dalam skala nasional serta menerima posisi yg membanggakan pada skala internasional dibidang penyediaan, pemanfaatan, serta pelayanan ICT buat mendukung manajeman universitas serta aplikasi tridharma perguruan tinggi.
2. Infrastruktur jaringan harus dibangun menggunakan redundant network berbasis fiber-optik serta wireless sehingga memiliki ketersediaan layanan 99.5%, dengan mean-time-to-fix tidak lebih berdasarkan 2 jam. 
3. Infrastruktur jaringan harus bisa menghubungkan seluruh unit kerja pada kampus bersama unit-unit pendukung (bank, koperasi, asrama, sarana olahraga, ruang senat, audiotorium, dsb). 
4. Infrastruktur jaringan harus menyediakan bandwidth akses jaringan keterangan baik intra juga internet untuk warga kampus, minimal sebesar lima Kbps/orang, yg bisa melayani akses data, berita, suara, musik, video, serta objek multimedia lainnya.
5. Universitas menyediakan dana pengembangan serta perawatan sistem ICT minimal US$ 5 / orang / tahun, agar sistem ICT permanen terpelihara serta memiliki perangkat uptodate. 
6. Universitas harus menyediakan akses informasi, fasilitas komputasi, serta jaringan yg handal untuk setiap warga kampus (dosen, mahasiswa, staff) baik menurut pada lingkup kampus juga menurut luar kampus.
7. Program training, pengembangan SDM bidang ICT, serta acara bonus harus ditetapkan serta diadakan secara reguler sebagai akibatnya dapat memicu dosen, mahasiswa, serta staff buat berkarya secara kreatif pada memanfaatkan ICT serta secara innovatif membentuk pelaksanaan ICT buat keperluan tridharma perguruan tinggi
8. Harus dibangun suatu sistem basisdata yg ter-integrasi, menggunakan standarisasi interface serta standarisasi struktur, sehingga memungkinkan seluruh data serta warta dilingkungan unit kerja baik tingkat jurusan, tingkat fakultas, juga taraf universitas, dapat diakses sang rakyat kampus yg diberi hak akses, dari mana saja serta kapan saja.
9. Harus dibangun sistem keterangan manajemen yang responsif (ontime, accurate, complete, precise) mendukung pengelolaan data serta warta disegala bidang, baik dalam bidang administrasi akademik, bidang administrasi personalia, keuangan serta asset, bidang administrasi kemahasiswaan, serta bidang administrasi pengembangan serta kerjasama, baik ditingkat jurusan, tingkat fakultas, serta tingkat universitas.
10. Harus dibangun suatu sistem intranet buat mendukung aktivitas tridharma perguruan tinggi, seperti akses warta dalam ruang kelas, di laboratorium, maupun pada luar kelas.
11. Harus disediakan wahana akses pada aneka macam loka dalam lingkungan kampus, baik berupa perangkat DTE juga berupa sarana koneksi kabel serta koneksi hot-spot. 
12. Harus dibangun perpustakaan digital online yg terkoneksi ke aneka macam perpustakaan online lainnya baik dalam lingkup nasional maupun internasional, menggunakan penyediakan e-book yg mampu melayani kebutuhan literatur serta referensi berdasarkan setiap warga kampus, serta mampu diakses dengan gampang sang setiap rakyat kampus yang terdaftar.
13. Harus terdapat kebijakan serta mekanisme yang mengatur akses, pemakaian fasilitas, eksploitasi infrastruktur, serta sistem keamanan jaringan personal komputer , sehingga akses sebagai kondusif, data terlindungi, HAKI permanen dihargai, dengan tetap memberi kebebasan akses yg bertanggung jawab pada seluruh warga kampus.

Sebagaimana telah diamanatkan dalam Renstra Unhas 2006-2010, Universitas Hasanuddin (Unhas) mempunyai tanggung jawab besar buat sebagai institusi pendidikan tinggi yang unggul serta sanggup membaharui warga Indonesia memasuki era pengetahuan abad 21 (knowledge society). Salah satu karakteristik primer abad 21 ini merupakan berkembangnya Teknologi Informasi serta Komunikasi (Information and Communication Technology (ICT) buat selanjutnya disingkat TIK) yg sangat menghipnotis tingkat kemajuan, kemakmuran, serta daya saing suatu bangsa.

Dari hasil kajian tim PHK I-MHERE 2007-2009 Unhas beserta tim Pusat Teknologi Informasi serta Komunikasi (PTIK) Unhas serta tim Technical Assitence bidan TIK yg dituangkan dalam dokumen cetak biru (blueprint) ICT Unhas. “Dengan penerapan yang sempurna, TIK mampu memberdayakan serta mencerdaskan warga ke tingkat kemajuan yg lebih tinggi. Dalam skala mikro, Unhas meyakini sepenuhnya bahwa hanya dengan melalui TIK yang sempurna, visi serta misi unhas segera bisa direalisasikan. Dengan demikian pengembangan Unhas menjadi ICT-Based Campus merupakan suatu keniscayaan. Penerapan TIK yang tepat menuntut rakyat kampus serta lingkungannya, civitas akademika Unhas terutama, buat mampu menguasai teknologi ini menjadi keliru satu kompetensi intinya. Dengan istilah lain, tujuan pengembangan TIK pada Unhas harus diarahkan buat mendukung tercapainya visi serta misi Unhas serta menaikkan kiprah civitas akademika Unhas buat membaharui masyarakat Indonesia memasuki era pengetahuan. Pada saat yang sama pula, civitas akademika Unhas menguasai TIK sebagai sebuah kompetensi sesuai bidangnya”. Selanjutnya Visi TIK Unhas 2009-2013 buat mendukung visi Unhas, maka yaitu “Menjadikan Universitas Hasanuddin menjadi kampus yang didukung sepenuhnya sang ICT sebagai akibatnya bisa membawa UNHAS menjadi universitas terdepan pada pelayanan serta pemanfaatan ICT pada manajemen universitas serta pelaksanaan tridharma perguruan tinggi, baik dalam skala nasional maupun internasional”. (Dokumen PHK I-MHERE Unhas, Draft Cetak Biru Penerapan TIK Unhas).

Teknologi Informasi serta Komunikasi (TIK) menjadi bagian berdasarkan ilmu pengetahuan serta teknologi (IPTEK) secara generik merupakan seluruh yg teknologi berhubungan dengan pengambilan, pengumpulan (akuisisi), pengolahan, penyimpanan, penyebaran, serta penyajian keterangan (Kementerian Negara Riset serta Teknologi, 2006: 6).

Dari dokumen Renstra Unhas 2006-2010 menyatakan bahwa: “masih ada beberapa kasus yg perlu dipecahkan supaya fasilitas ICT Unhas mampu berperan optimal pada mendukung manajemen universitas. Pertama, merupakan mendo rong serta memfasilitasi pimpinan Fakultas serta Unit Kerja buat menyebarkan jaringan personal komputer di lingkungan kerja masing-masing. Ketiadaan jaringan interanet ini, adalah hambatan yang sangat berarti, karena proses peremajaan data dalam tataran unit kerja menjadi terhambat. Hasil evaluasi menampakan bahwa kelangkaan jaringan pada tataran unit kerja poly ditimbulkan oleh lantaran beberapa pimpinan unit kerja belum memprioritaskan upaya pengembangan SIM serta jaringan intranetnya, sehingga alokasi dana sebagai sangat terbatas atau bahkan nir terdapat sama sekali. Komitmen yg kurang ini secara pribadi juga tidak pribadi menyebabkan motivasi staf yang bertugas mengelola SIM serta jaringan sebagai sangat rendah. Selain itu, terdapat pula beberapa unit kerja yang kemampuannya memang sangat terbatas. Untuk kasus seperti ini, pimpinan universitas turun tangan membantu. Kedua, adalah perkara ketersediaan sumberdaya insan. Sebagaimana disinggung sebelumnya, kekurangberhasilan pengembangan SIM Unhas di masa kemudian banyak ditimbulkan sang kurangnya dukungan staf. Pengoperasian SIM membutuhkan staf menggunakan kualifikasi khusus yg biasanya tidak tersedia. Oleh karenanya, Unhas harus menyelenggarakan program pelatihan yg terjadwal dengan baik. Di samping itu, Unhas perlu pula memberikan perlakuan yang proporsional pada staf yg sudah terlatih, karena tanpa adanya perlakuan itu, mereka akan mudah terpengaruh dalam peluang-peluang yg ditawarkan pihak lain kepada mereka. Ketiga, mendorong serta memfasilitasi agar PIU bisa berkembang sebagai value center, yaitu sebagai sentra pelayanan pengembangan SIM serta pemanfaatan ICT bagi institusi pemerintah serta masyarakat, pelayanan akses internet serta content provider, serta mendukung penyelenggaraan program Distance Learning. Jika PIU dapat menggapai posisi ini, maka nir saja pelayanan fakta akan menjadi semakin prima, tetapi pula akan membuat PIU nir lagi tergantung kepada dukungan dana universitas, malah sebaliknya.

Demi mewujudkan “Citra Unhas 2010", maka pemanfaatan teknologi berita serta komunikasi, diupayakan dengan:

Peningkatan kualitas serta jangkauan pelayanan PIU. Jangkauan serta kualitas pelayanan Pusat Informasi Universitas (PIU) ditingkatkan antara lain menggunakan menaikkan kualitas Wide Area Network (WAN) serta Sistem Informasi Manajemen (SIM) Unhas.

Pembangunan sistem basis data. Keberadaan sistem basis data yg handal adalah kondisi wajib bagi terbangunnya sistem liputan manajemen (SIM) universitas yang handal. Sistim basis data perlu dibangun secara terpusat pada PIU namun transaksi data wajib terjadi dalam unit kerja dimana data bersumber. Dengan pola ini, pengulangan proses input data nir akan terjadi. Untuk tujuan ini, PIU harus bisa menciptakan kapasitas pada unit-unit kerja secara berkelanjutan buat penanganan sistem basis data misalnya ini.

Pengembangan knowledge management. Unhas perlu membuatkan sistem yang menjamin pengelolaan pengetahuan yang sinkron menggunakan standar dunia. Hal ini krusial karena knowledge adalah sumber daya terpenting serta sekaligus merupakan aktivitas utama (core business) Unhas.

Mengingat posisi strategis aktivitas-kegiatas di atas, Pimpinan Universitas Hasanuddin bertekad membuahkan aktivitas tersebut menjadi prioritas primer pada pengembangan institusi Unhas”.

Gateway jaringan komunikasi data Kampus Unhas terhubung ke Internet melalui internet provider serta Perguruan-perguruan tinggi lain di Indonesia melalui jaringan Inherent. Gambar berikut menerangkan secara generik topologi jaringan yang waktu ini terdapat di Unhas.

1. KERANGKA KONSEPTUAL
Variabel utama (dependen) penelitian ini adalah “optimaslisasi pemanfaatan TIK Unhas”. Variabel-variabel berpengaruh (independen) terhadap variabel dependen adalah “kinerja jaringan intrernet serta intranet unhas”, “Kinerja SIM yang diterapkan Unhas”, “Sistem serta prosedur pengelolaan TIK, serta “kinerja tim TIK pada seluruh level unit kerja pada Unhas”. Sedangkan variabel kinerja jaringan internet serta intranet sangat dipengaruhi oleh variabel “Kompatibilitas serta sinergitas infrastruktur hardware pendukung jaringan intranet Unhas” serta “Kompatibilitas serta sinergitas infrastruktur internet Unhas serta Telkom” . Variabel kinerja SIM Unhas sangat ditentukan variabel “Keterintegrasian flatform database semua SIM yang diterapkan pada Unhas”. Variabel kinerja tim TIK pada semua level unit kerja di Unhas sangat ditentukan oleh variabel “Kompetensi SDM pengelola TIK dalam semua level menejmen” serta “Komitmen tim terhadap TUPOKSI masing-masing anggota tim”. Semua variabel independen tersebut jua saling berafiliasi antara satu menggunakan lainnya.

Secara teoritis, fasilitas internet menggunakan 40 Mbps menurut Astinet Telkom, 8 Mbps menurut INHERENT (Indonesian Higher Education Network) , dua Mbps menurut GDLN (Global Distance Learning) serta 13 Mbps downlink menurut SOI (School of nternet) serta intranet yang menghubungkan semua unit kerja sampai pada tingkat fakultas, lembaga, sentra-pusat degan infrastruktur jaringan fiber optik (FO), UTP serta DSL yang terdapat waktu ini di Unhas telah cukup memadai, bahkan sangat memadai. Kenyataan bahwa pemanfaatan fasilitas TIK terebut belum optimal tentu menjadi keperihatinan kita seluruh. Dari pementauan awal yg kami lakukan melalui MRTG (Multi Router Traffic Grapher) pada PTIK Unhas, khususnya yang menurut Astinet Telkom, menunjukkan bahwa bandwidth internet yg masuk ke Unhas belum sepenuhnya 40 Mbps setiap saat. Selanjutnya, menurut laporan pemanfaatan bandwidth unit-unit kerja se Unhas (masing-masing dua-lima Mbps tergantung jumlah potensi penggunanya) melalui MRTG masing-masing menampakan bahwa hanya sedikit unitkerja saja yang memanfaatkan internetnya secara homogen-rata pada atas 60%. Tetapi jika dicermati berdasarkan keluhan sebagian besar civitas akademika akan lambatnya, bahkan acapkali nir ada koneksi internet pada unitnya memberitahuakn bahwa ada konflik teknis operasional yg menghambat sampainya internet pada pengguna nya.

Kompatibilitas serta sinergitas infrastruktur hardware pendukung jaringan internet serta intranet Unhas sangat mensugesti optimalitas jaringan intranet Unhas secara internal. Kedua issu tersebut terkait dengan teknologi infrastuktur jaringan yang dimanfaatkan. Idealnya, semua teknologi yang mendukung jaringan dari dari pabrik yang sama, misalnya seluruh teknologi CISCO, dll. Perbedaan teknologi akan menaruh imbas terhadap kinerja jaringan internet serta intranet, serta dalam umumnya memperlambat transmisi data dalam jaringan.

Kinerja SIM juga sangat mensugesti optimalitas pemanfaatan fasilitas TIK pada Unhas. Masih terdapat beberapa unit kerja yg masih memanfaatkan SIM dalam level unitnya sendiri serta belum memanfaatkan SIM (hasil PHK INHERENT Unhas 2006) yg peruntukannya sama dalam level Unhas dengan alasan yg sangat bervariasi. Alasan yg paling seringkali dimunculkan oleh masing-masing pengguna SIM dalam level unit adalah belum stabilnya akses melalui intranet ke SIM Unhas. Sementara terdapat unit kerja dengan konsisten memakai SIM Unhas dari tahun 2007 serta merasakan cukup terbantu dengan fasilitas SIM tersebut buat unitnya, misalnya Fakultas Sastra (Fakultas Ilmu Budaya), Fakultas Kelautan. Kontradiksi menurut ke 2 grup unit kerja tadi memberitahuakn bahwa pertarungan secara umum dikuasai yg ada sebenarnya bukan pada SIM Unhas, tatapi terdapat faktor lain yg perlu menjadi perhatian seluruh pihak yang terkait dengan pengelolaan SIM ini.

Keterintegrasian flatform database seluruh SIM yang diterapkan sangat berpengaruh terhadap kinerja SIM. Keterintegrasian disini menyangkut 2 faktor, yang pertama menyangkut teknologi database yang diterapkan, misalnya Sql, MySQL atau ORACLE. Yang ke 2 merupakan standar format database yg diterapkan institusi. Perbedaan flatform database SIM yg diterapkan membutuhkan tambahan proses pengintegrasian data-datanya setiap kali terjadi proses terhadap masing-masing SIM yang berbeda flatform database. Akibatnya akan memeperlambat kinerja SIM. Meskipun flatform database SIM yg akan diintegrasikan sama, namun jika format database SIM yang akan diintegrasikan tidak sinkron, maka proses pengintegrasiannyapun membutuhkan proses tambahan. Proses tambahan inilah yg akan mensugesti kinerja SIM secara holistik. 

Sistem serta prosedur (Sisdur) pengelolaan TIK di Unhas jua sangat berpengaruh terhadap optimalitas pemanfaatan TIK pada Unhas. Meskipun Sisdur, bahkan Kebijakan TIK (ICT Policy), serta Cetak biru TIK (blueprint ICT) Unhas 2009-2013 telah dirumuskan melalui PHK I-MHERE Unhas 2007-2009, namun penerapannya belum dilakukan samapai waktu ini. Sangat disayangkan apabila produk-produk kajian akademik yg telah didapatkan tersebut nir diimplementasikan secara terncana dengan baik. Penerapan Sisdur, Kebijakan TIK, serta Cetak biru TIK tersebut akan berdampak sangat positif dalam pemanfaatan TIK Unhas.  
Kinerja tim TIK Unhas (Pengelola PTIK serta tim ICT Unit kerja) jua sangat berpengaruh terhadap optimalitas pemanfaatan TIK Unhas. Tim TIK Unhas, sejak 2007 sampai sekarang, masih bersifat adhock (diangkat serta ditetapkan buat periode satu tahun melaui SK Rektor). Sejak itu, SK Rektor paling cepat ada dalam bulan April setiap tahun. Meskipun demikian, tim TIK permanen mengerjakan tugas-tugasnya pada masa tenggang ketika menurut Januari sampai April tadi, tetapi semua anggota tim secara formal tidak mempunyai tanggung jawab lagi dalam TIK Unhas. Selain itu, Tim TIK yang diusulkan oleh masing-masing unit kerja dalam umumnya pegawai yg sudah sangat sibuk dalm bidang personal komputer pada unit kerjanya masing-masing, sebagian lagi yang diusulkan merupakan pegawai yg belum memeiliki dasar yang baik tentang TIK. Ketiga faktor yang terkait dengan tim TIK Unhas tersebut akan semakin memperlemah posisi TIK pada jangka panjang. Masalah ini tentu merupakan kelemahan yang sangat dominan pada pemanfaatn TIK yg perlu segera diatasi sang Unhas.

Kompetensi SDM pengelola TIK pada seluruh level sangat menghipnotis kinerja tim TIK. Pengelolaan TIK sangat taat terhadap prisip “The right man on the right place”. Melanggar prinsip ini akan berakibat jangka panjang terhadap pemanfaatan TIK pada Unhas. Dari hasil penelusuran awal terhadap SDM yang ada dalam tim TIK Unhas , semenjak 2007, memperlihatkan bahwa masih seringkali ada beberapa anggota tim TIK pada unit eksklusif tidak sempurna berada dalam posisi tim TIK.

Melihat besarnya serta luasnya skala konflik TIK Unhas waktu ini, maka perlu penelitian berkelanjutan buat menemukenali akar permasalahan, serta menaruh cara lain solusi penyelesaian perkara TIK, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk itu, penelitian ini perlu dilakukan secara multi year menggunakan Road Map Penelitian seperti dalam tabel berikut. Road map penelitian ini mengacu pada acara pencapaian Visi TIK Unhas yang tertuang dalam dokumen draft cetak biru (blueprint) TIK unhas 2009-2013
No
Fokus Penelitian
Tahun
2010
2011
2012
1
Analisis kinerja infrastruktur TIK yang meli puti: Server, jaringan FO intranet kampus, kappa sitas band width, Data Center serta Pengembangan Disaster Reco very Center, Perangkat workstation, sistem monitoring jaringan computer, Pengimple mentasian cybersecurity serta cyberresponsibility strategies, guidelines, kompe tensi teknis staf orga nisasi pengelola TIK, Tren peng gunaan aplikasi opensource, Pemanfaatan TIK bagi civitas akade mika.



2
Analisis Kinerja penerapan Sistem Informasi Manajemen (SIM) Unhas yang dikembangkan melalui Proyek Hibah Kompetisi (PHK) DIKTI.



3
Analisis kinerja pengintegrasian SIM berdasarkan banyak sekali unit kerja, baik SIM yg dibangun dengan dana PHK DIKTI, maupun lainnya.



ANALISIS KINERJA PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI TIK

Analisis Kinerja Penerapan Teknologi Informasi serta Komunikasi (TIK) 
Teknologi keterangan dan komunikasi (TIK) adalah sebuah teknologi yang dapat menghubungkan seluruh pemakai personal komputer , buat berbagai tujuan, di seluruh global tanpa harus bertemu secara langsung. TIK sering pula dianggap ICT (Information and Communication Technology). TIK merupakan fasilitas yang didesain buat memudahkan insan buat berkomunikasi, baik secara tertulis (e-mail, lembaga,chatting, dll.), mulut, maupun visual (misalnya video conference). Dengan kemudahan-kemudahan yang tersedia menggunakan dukungan TIK tersebut, maka insan dapat menaikkan kompetensi dan kapasitas tertentu dalam dirinya tanpa harus melalui institusi-institusi formal, seperti belajar di sekolah, di perguruan tinggi, pada forum-forum kursus, serta lain-lian semacamnya. Terminologi TIK serta ICT dalam proposal ini akan digunakan secara bergantian sinkron peruntukannya.

Dengan kiprah TIK seperti yang digambarkan pada atas, dan perguruan tinggi sebagai galat satu institusi yg berperan buat menaikkan kompetensi dan kapasitas asal daya manusia, bila ingin permanen mempertahankan atau menaikkan kiprah tadi, maka harus mengintegrasikan TIK sebagai keliru satu media utama proses pembelajarannya selain dosen dan perpustakaannya. Perguruan tinggi atau institusi semacamnya yang nir bisa mengoptimalkan peran internet dalam proses pembelajarannya, sangat mungkin akan ditinggalkan, cepat atau lambat, sang stakeholdernya.

Dengan pencerahan akan besarnya peran TIK tersebut, serta kebutuhan akan data serta liputan yang cepat, seksama, dan komprehensif bagi setiap lini manajemen di lingkungan Unhas, maka sejak akhir tahun 80-an dibentuklah unt pelaksana teknis

(UPT Komputer). Untuk meningkatkan kinerja unit ini, dalam tahun 1995 dibangun jaringan LAN kampus. Dengan adanya jaringan itu, maka pengelolaan data serta berita diharapkan akan berjalan lebih baik, lantaran proses peremajaan data bisa dilakukan secara online dalam setiap unit kerja yang bertanggung jawab dengan data tadi. Rencana tadi ternyata belum berjalan sinkron menggunakan harapan. 

Dari output analisis perkara diperoleh bahwa akar masalahnya terletak pada “struktur organisasi UPT Komputer yg kurang sesuai dengan tugas yg dibebankan kepadanya. Untuk mengatasi masalah tadi, sejak tahun 2000, dilakukan reorganisasi kelembagaan dalam UPT Komputer dan sekaligus membarui namanya menjadi Pusat Informasi Universitas (PIU). Lembaga ini mempunyai tiga (3) divisi, yaitu : (i) divisi pelayanan yg bertugas menyediakan warta dan training kepada sivitas akademika Unhas dan masyarakat yang membutuhkan, (ii) divisi teknologi yang bertugas buat menelaah dan memanfaatkan TIK (Information and Communication Technology= ICT) serta memelihara dan menaikkan kinerja jaringan kampus serta akses internet, serta (iii) divisi sistem berita yg bertugas buat mengelola Sistem Informasi Manajemen (SIM) Unhas” (Renstra 2006-2010).

Sejak dibentuknya, PIU telah memberitahuakn kinerja yg lebih baik. Keberhasilan ini banyak didukung oleh adanya proyek TPSDP-batch I yg dimenangkan UPT Komputer. Dengan proyek ini, ketersediaan serta kualitas jaringan bisa diperbaiki dan ditingkatkan, demikian jua beberapa aplikasi SIM bisa dikembangkan. Di samping itu, dengan alokasi dana berdasarkan universitas, PIU jua telah berhasil mendapatkan donasi fasilitas pelatihan dan pelayanan yang dilengkapi kurang lebih 100 unit komputer serta askes internet. Fasilitas ini telah dimanfaatkan oleh sivitas akademika Unhas, baik menjadi media buat mengusut aneka macam perangkat lunak personal komputer , jua buat mengakses keterangan melalui internet. 

Pada tahun 2003, Unhas memasang PABX yg memiliki kemampuan buat mendukung komunikasi data. Jaringan PABX ini kemudian diintegrasikan menggunakan jaringan LAN Unhas yg telah terdapat. Ditambah dengan upaya membangun Wave- LAN dengan menggunakan dukungan dana menurut proyek TPSDP, maka dalam pertengahan tahun 2004, kualitas jaringan komunikasi data di lingkungan Kampus Unhas sebagai semakin baik, sebagai akibatnya akan semakin sanggup mendukung SIM Unhas serta mendukung pemanfaatan ICT dalam proses pembelajaran. 

Seiring dengan komitmen pemerintah buat mempertinggi kinerja perguruan tinggi, maka sejak tahun 2004 sampai sekarang diluncurkan berbagai hadiah kompetisi pada tingkat acara studi, Jurusan, sistem support institusi, seperti TPSDP, SP4, Duelike, QUE, PHK-A1, PHK-A2, INHERENT, I-MHERE, PHK-I, dll. Proyek-proyek hadiah tadi ada yang fokus untuk mendorong pemugaran internal manajemen, peningkatan relevansi serta kualitas, dll. Salah satu hasil yang diperoleh dari proyek-proyek hibah tadi merupakan peningkatan kualitas serta kuantitas infrastruktur ICT pada setiap unit pemenang PHK tadi. 

Pada tahun 2006, melalui PHK INHERENT, serta pada tahun 2007-2009, melalui PHK I-MHERE, Unhas kembali menerima donasi yang sangat signifikan berdasarkan DIKTI buat menaikkan kapasitas serta kualitas ICT-nya. Dari PHK INHERENT, Unhas sudah berhasil menambah infrastruktur server sebanyak 14 butir, 13 buah server didistribusikan kepada fakultas, dan berhasil menciptakan 4 (empat) sistem berita manajemen (SIM) dan mengembangkan satu SIM. SIM baru yang dimaksud adalah SIM Asset, Keuangan, Learning Manajemen System, dan Proxy Library, serta SIM yg berhasil dikembangkan adalah SIM Akademik, lihat (http:10.0.1.7). Sedangkan menurut PHK I-MHERE, Unhas berhasil meletakkan banyak sekali dasar pijakan pengembangan TIK serta pengembangan SIM Keuangan serta Asset. Dasar-dasar pijakan yg dimaksud merupakan sbb: 1. Kebijakan dasar pengembangan ICT (ICT policy), 2. Cetak biru (blueprint) ICT 2009-2013, serta Sistem dan Prosedur pengembangan ICT.

Selain itu, Universitas Hasanuddin pula sebagai salah satu percontohan pemerintah pada penerapan TIK di Indonesia Bagian Timur, hal ini ditunjukkan dengan aneka macam bantuan misalnya acara SOI (School of Internet), GDLN (Global Distance Learning).

Pada tahun 2007, Unhas kembali melakukan reorganisasi menurut PIU sebagai PTIK (Pusat Teknologi Informasi serta Komunikasi). PTIK ini memiliki 4 (empat) divisi, yaitu : (i) divisi SDM yg bertugas mempertinggi kompetensi TIK para sivitas akademika Unhas serta masyarakat yang membutuhkan, (ii) divisi Jaringan yg bertugas buat mempelajari serta memanfaatkan TIK (Information and Communication Technology= ICT) dan memelihara serta menaikkan kinerja jaringan kampus serta akses internet, (iii) divisi sistem kabar yg bertugas buat mengelola Sistem Informasi Manajemen (SIM) Unhas, serta (iv) divisi E-Learning yang bertugas buat mengelola system pembelajaran berbasis elektronik. Pada tahun itu juga, Unhas membangun tim ICT dalam setiap unit kerja (Fakultas, Pusat, Lembaga, Biro, dan UPI) yg beranggotakan tiga-4 orang yang dipimpin oleh 1 (satu) orang dosen menjadi kordinator. 

Pada pertengahan tahun 2008, Unhas kembali menaikkan berkomitmen bertenaga buat menerapkan TIK ini buat mendukung gambaran Unhas sebagai world group university. Komitmen bertenaga tersebut dibuktikan dengan melakukan peningkatan kapasitas infrasturktur jaringan intranet (menerapkan teknologi fiberoptic), dan bandwidth internet yg sangat signifikan (berdasarkan lima Mbps menjadi 40 Mbps berdasarkan TELKOM) dari tahun 2008.  
Sejak tahun 2008 tersebut, Unhas memasuki era TIK. Semua unit kerja sudah dihubungkan dengan infrastruktur intranet untuk mendukung internet baik melalui kabel serat optic (fiber optic) serta lainnya maupun nirkabel (wireless). Bahkan, semenjak 2009 Unhas sudah memulai menyalurkan internet yg idel diluar jam kerja ke perumahan unhas Tamalanrea dan Baraya yang tidak dimanfaatkan pada luar saat kerja efektif Unhas (jam 16.00 s.D. 08.00). Tahun 2010 ini juga telah ke perumahan UNHAS Antang. Upaya ini memberitahuakn tingginya komitmen UNHAS pada penerapan internet bagi civitas akademikanya.

Pertanyaan besar yg muncul serta mendorong penelitian ini dilakukan adalah, mengapa fasilitas TIK yang begitu banyak serta begitu canggih, dasar-dasar pijakan pengembangan TIK yang telah sangat bertenaga, SDM yang menangani TIK yang begitu banyak, komitmen Unhas terhadap penerapan TIK yg sangat tinggi, masih belum menaruh imbas yang signifikan terhadap civitas akademika Unhas. Hal ini ditunjukkan dengan akses ke seluruh fasilitas TIK Unhas secara generik belum memuaskan.

Dari sejarah panjang peningkatan kapasitas infrastruktur TIK seperti yg dikemukakan pada latar belakang di atas, namun masih banyak konflik yg tak jarang dimunculkan dipermukaan oleh para civitas akademika unhas. Adapun pertarungan-konflik yang sangat dominant tersebut adalah sbb: (1) belum optimalnya pemanfaatan fasilitas internet serta intranet Unhas, (dua) masih adanya fasilitas sistem kabar manajemen (SIM) dalam level UNHAS (//10.0.1.7) yang tumpang tindih pada level unit yang dibawahnya, (3) liputan yg disajikan pada SIM unhas, khususnya dalam sistem warta akademik, sistem informasi asset, serta system informasi keuangan masih acapkali tidak konsisten menggunakan SIM dalam level dibawahnya, (4) fasilitas e-learning (learning mangemen system=LMS dan Proxy Library) belum dimanfaatkan dengan baik sang para civitas akademika buat menunjang pembelajaran, (5) belum jelasnya sistem pengelolaan infrastruktur TIK unhas bagi sebagian akbar civitas akademika unhas.

Permasalahan generik yg sering timbul dipermukaan yg terkait dengan fasilitas internet dan intranet merupakan kurang lacarnya akses ke internet melalui intranet unhas. Sebagian unit kerja menyatakan bahwa akses ke internet masih kurang lancar tetapi semakin membaik seperti Fak. Kedokteran dalam umumnya, Fak Kesehatan Masyarakat, Fak. Kelautan, Sebagian Fakultas MIPA, Sebagian akbar Fak. Teknik, Perputakaan, Kantor Pusat, Fak. Hukum, sebagian Fak. Ekonomi, sebagian Fak. Ilmu Budaya, Pascasarjana, Lembaga Pengabdian Masyarakat, Lembaga Penelitian, dll. Sebagian yang lain menyatakan masih seringnya akses ke internet mengalami kelambatan bahkan nir terdapat aksess sama sekali. Permasalahan infrastruktur yg terkait dengan kelambatan akases inilah yg akan sebagai salahsatu penekanan kajian primer penelitian ini.

Permasalahan yg terkait dengan tumpang tindihnya fasilitas SIM dalam level Unhas dan dalam level unit dibawahnya lantaran memungkinkannya setiap unit kerja membangun sendiri SIM berbasis elektronik melalui PHK tanpa adanya standarisasi data dan pengkodeannya dalam level unhas. Pertarunga yang terkait terhadap tumpan tindihnya SIM yg akan sebagai salah satu penekanan penelitian.

Permasalahan yang acapkali ada dipermukaan yg terkait Sitem Informasi Manajemen (SIM) Unhas adalah kualitas keterangan yang tersaji pada SIM tadi. Beberapa unit kerja, khususnya yg telah mendapatkan PHK berdasarkan DIKTI atau lainnya, melakukan penerapan SIM pada level unit kerjanya. Meskipun Unhas sudah tetapkan buat menerapkan SIM level unhas serta SIM level dibawahnya mengintegrasikan seluruh datanya pada SIM unhas, namun terdapat beberapa unit kerja yg masih permanen bertumpuh pada SIM dalam unitnya masing-masing. Penerapan SIM yg tumpang tindih seperti ini sering memunculkan disparitas fakta yang tersaji dalam level SIM unhas menggunakan SIM serta dibawahnya, sehingga warta yg tersaji pada SIM unhas belum dapat dijadikan sebagai acum. Sementara masih poly kabar yang diperlukan pada level SIM Unhas nir tersedia pada level SIM dibawahnya. Pertarunga tumpang tindihnya penerapan SIM dalam level yg tidak sama inilah yg akan sebagai salahsatu penekanan analisis pada penelitian ini.

Permasalahan yang sering ada dipermukaan yang terkait dengan fasilitas e-learning adalah akses yg nir lancar, bahkan lebih acapkali tidak bisa diakses melalui fasilitas intranet Unhas. Selain itu, belum ada komitmen bertenaga menurut pihak manajemen tingkat unhas buat memulai penerapannya. Selama ini pihak manajemen taraf Unhas hanya memberi himbauan pada civitas akademika untuk penerapannya.

Permasalahan yg acapkali timbul dipermukaan yang terkait dengan sistem pengelolaan infrastruktur TIK unhas merupakan ketidak tahuan sebagian besar civitas akademika mengenai sistem pengelolaannya. Mereka nir memahami siapa yg bertanggung jawab terhadap pengelolaan fasilitas infrastruktur TIK dalam level Fakultas, Jurusan/Program Studi/ Bagian, sebagai akibatnya dalam umumnya mereka hanya memanfaatkan fasilitas TIK jika sedang berfungsi. Ketidak tahuan ini berimplikasi pada persepsi ketidak puasan terhadap pengelola TIK pada taraf universitas, yaitu Pusat Teknologi Informasi serta Komunikasi (PTIK) Unhas.

Menurut Haryadi, teknologi berita merupakan “Teknologi pengadaan, pengolahan, penyimpanan, dan penyebaran banyak sekali jenis informasi dengan memanfaatkan personal komputer serta telekomunikasi yang lahir lantaran adanya dorongan-dorongan bertenaga buat membentuk teknologi baru yang bisa mengatasi kelambatan insan memasak warta”.

“The system by which the current and future use of ICT is directed and controlled. It in volves evaluating and directing the plans for the use of ICT to support the organization and monitoring this use to achieve plans. It includes the strategy and policies for using ICT within an organization” (Australian Standard on Corporate Governance of ICT, 2005.

Menurut Tifatul Sembiring, Menkominfo Kabinet Indonesia Bersatu II periode 2009-2014, “Ada empat PR besar yang wajib segera kita perbaiki dari sektor komunikasi dan informatika”. Beliau merincikan sbb: “pertama merupakan Indonesia mempunyai perkara dalam hal disparitas kemudahan akses di kota besar serta wilayah terpencil yg sangat akbar. Persoalan kedua merupakan kurangnya warta edukatif berdasarkan media komunikasi tanah air. Ia beropini, komunikasi edukatif masih sangat lemah pada mana 75 % tayangan yg ada pada media siaran Indonesia dinilai nir mendidik. "Sebagai Menkominfo aku ingin komunikasi yg lancar dan berita yang benar pada arti lancar, gampang, dan bermanfaat", perkara yang ketiga yang menghadang global komunikasi serta informatika adalah infrastruktur ICT yg masih sangat lemah. "Dan dilema yg terakhir adalah layanan informasi kita masih sangat kurang," (JAKARTA, KOMPAS.com, Rabu, 21 Oktober 2009). 

Menurut Wibawanto Hari, penerapan TIK dalam lembaga pendidikan memungkinkan melayani aneka macam hambatan pembelajaran. “Ide buat menggunakan mesin-belajar, membuat simulasi proses-proses yg rumit, animasi proses-proses yg sulit dideskripsikan, sangat menarik minat praktisi pembelajaran. Tambahan lagi, kemungkinan untuk melayani pembelajaran yang tak terkendala saat serta loka, jua dapat difasilitasi oleh TIK. Sejalan menggunakan itu mulailah bermunculan banyak sekali jargon berawalan e, mulai dari e-book, e-learning, e-laboratory, e-education, e-library dan sebagainya. Awalan e- bermakna electronics yg secara tersirat dimaknai berdasar teknologi elektronika digital.”

Menurut Suwardi, peneliti Bidang Informasi, Pusat Analisis serta Informasi Kedirgantaraan, “E-government adalah penggunaan teknologi kabar serta komunikasi TIK) sang pemerintah (seperti Wide Area Networks, the Internet, and mobile computing) yg memungkinkan pemerintah buat mentransformasikan interaksi menggunakan warga , dunia bisnis serta pihak yg berkepentingan”. Unhas sebagai galat satu institusi pemerintah, pada penerapan TIK-nya, seyogyanya terintegrasi menggunakan e-Government.

Menurut Cahyana Ahmadjayadi, Dirjen Depkominfo, Trend Teknologi Informasi Dan Komunikasi adalah Next Generation Network (NGN): ”NGN dibuat buat memenuhi kebutuhan infrastruktur infokom abad ke 21. Konsepnya lebih dari sekedar Internet yg digabungkan dengan PSTN (dan ISDN). NGN harus mampu mengelola dan membawa aneka macam macam trafik sinkron kebutuhan customer yg terus berkembang. Jaringan tidak lagi dibutuhkan bersifat TDM misalnya PSTN kini , melainkan sudah dalam bentuk paket-paket yg efisien, namun menggunakan keandalan dan kualitas (QoS) terjaga. Jika PSTN meletakkan kecerdasan pada network, dan Internet meletakkannya pada host, maka NGN membuatkan kecerdasan dalam network dan host. Feature layanan lintas media menjadi dimungkinkan”. Melihat animo tersebut, posisi penerapan TIK Unhas masih sangat jauh berdasarkan standard tersebut.

Merujuk Rekomendasi kebijakan ICT Unhas sbb:
1. Universitas wajib membentuk fondasi infrastruktur ICT yg handal sebagai akibatnya memungkinkan universitas buat mencapai posisi terdepan dalam skala nasional serta mendapat posisi yang membanggakan pada skala internasional dibidang penyediaan, pemanfaatan, serta pelayanan ICT buat mendukung manajeman universitas dan pelaksanaan tridharma perguruan tinggi.
2. Infrastruktur jaringan harus dibangun menggunakan redundant network berbasis fiber-optik dan wireless sehingga mempunyai ketersediaan layanan 99.5%, dengan mean-time-to-fix tidak lebih berdasarkan dua jam. 
3. Infrastruktur jaringan harus bisa menghubungkan seluruh unit kerja dalam kampus beserta unit-unit pendukung (bank, koperasi, asrama, sarana olahraga, ruang senat, audiotorium, dsb). 
4. Infrastruktur jaringan wajib menyediakan bandwidth akses jaringan kabar baik intra juga internet untuk masyarakat kampus, minimal sebesar lima Kbps/orang, yang dapat melayani akses data, warta, suara, musik, video, dan objek multimedia lainnya.
5. Universitas menyediakan dana pengembangan dan perawatan sistem ICT minimal US$ 5 / orang / tahun, supaya sistem ICT permanen terpelihara serta memiliki perangkat uptodate. 
6. Universitas wajib menyediakan akses fakta, fasilitas komputasi, serta jaringan yg handal buat setiap warga kampus (dosen, mahasiswa, staff) baik dari dalam lingkup kampus juga berdasarkan luar kampus.
7. Program training, pengembangan SDM bidang ICT, serta program insentif harus ditetapkan serta diadakan secara reguler sehingga bisa memicu dosen, mahasiswa, dan staff buat berkarya secara kreatif pada memanfaatkan ICT serta secara innovatif membentuk pelaksanaan ICT buat keperluan tridharma perguruan tinggi
8. Harus dibangun suatu sistem basisdata yg ter-integrasi, dengan standarisasi interface serta standarisasi struktur, sebagai akibatnya memungkinkan seluruh data dan kabar dilingkungan unit kerja baik tingkat jurusan, tingkat fakultas, juga taraf universitas, dapat diakses sang warga kampus yg diberi hak akses, menurut mana saja dan kapan saja.
9. Harus dibangun sistem warta manajemen yg responsif (ontime, accurate, complete, precise) mendukung pengelolaan data serta informasi disegala bidang, baik pada bidang administrasi akademik, bidang administrasi personalia, keuangan serta asset, bidang administrasi kemahasiswaan, dan bidang administrasi pengembangan dan kerjasama, baik ditingkat jurusan, taraf fakultas, serta taraf universitas.
10. Harus dibangun suatu sistem intranet buat mendukung kegiatan tridharma perguruan tinggi, misalnya akses kabar pada ruang kelas, di laboratorium, maupun pada luar kelas.
11. Harus disediakan wahana akses pada banyak sekali tempat dalam lingkungan kampus, baik berupa perangkat DTE juga berupa sarana koneksi kabel dan koneksi hot-spot. 
12. Harus dibangun perpustakaan digital online yg terkoneksi ke banyak sekali perpustakaan online lainnya baik dalam lingkup nasional juga internasional, menggunakan penyediakan e-book yg mampu melayani kebutuhan literatur dan referensi menurut setiap warga kampus, serta mampu diakses dengan mudah oleh setiap warga kampus yang terdaftar.
13. Harus ada kebijakan serta prosedur yg mengatur akses, pemakaian fasilitas, eksploitasi infrastruktur, dan sistem keamanan jaringan komputer, sebagai akibatnya akses sebagai kondusif, data terlindungi, HAKI permanen dihargai, dengan tetap memberi kebebasan akses yang bertanggung jawab kepada semua rakyat kampus.

Sebagaimana sudah diamanatkan pada Renstra Unhas 2006-2010, Universitas Hasanuddin (Unhas) mempunyai tanggung jawab akbar buat menjadi institusi pendidikan tinggi yg unggul dan mampu membaharui warga Indonesia memasuki era pengetahuan abad 21 (knowledge society). Salah satu karakteristik utama abad 21 ini adalah berkembangnya Teknologi Informasi serta Komunikasi (Information and Communication Technology (ICT) buat selanjutnya disingkat TIK) yg sangat mempengaruhi taraf kemajuan, kemakmuran, serta daya saing suatu bangsa.

Dari hasil kajian tim PHK I-MHERE 2007-2009 Unhas beserta tim Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi (PTIK) Unhas serta tim Technical Assitence bidan TIK yang dituangkan dalam dokumen cetak biru (blueprint) ICT Unhas. “Dengan penerapan yang sempurna, TIK sanggup memberdayakan dan mencerdaskan rakyat ke taraf kemajuan yg lebih tinggi. Dalam skala mikro, Unhas meyakini sepenuhnya bahwa hanya dengan melalui TIK yang tepat, visi dan misi unhas segera dapat direalisasikan. Dengan demikian pengembangan Unhas menjadi ICT-Based Campus adalah suatu keniscayaan. Penerapan TIK yg tepat menuntut warga kampus serta lingkungannya, civitas akademika Unhas terutama, buat sanggup menguasai teknologi ini menjadi salah satu kompetensi intinya. Dengan kata lain, tujuan pengembangan TIK di Unhas harus diarahkan buat mendukung tercapainya visi serta misi Unhas serta menaikkan kiprah civitas akademika Unhas buat membaharui masyarakat Indonesia memasuki era pengetahuan. Pada saat yang sama jua, civitas akademika Unhas menguasai TIK sebagai sebuah kompetensi sesuai bidangnya”. Selanjutnya Visi TIK Unhas 2009-2013 buat mendukung visi Unhas, maka yaitu “Menjadikan Universitas Hasanuddin sebagai kampus yg didukung sepenuhnya oleh ICT sehingga mampu membawa UNHAS menjadi universitas terdepan pada pelayanan serta pemanfaatan ICT pada manajemen universitas dan aplikasi tridharma perguruan tinggi, baik dalam skala nasional juga internasional”. (Dokumen PHK I-MHERE Unhas, Draft Cetak Biru Penerapan TIK Unhas).

Teknologi Informasi serta Komunikasi (TIK) menjadi bagian berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) secara generik adalah semua yg teknologi berhubungan dengan pengambilan, pengumpulan (akuisisi), pengolahan, penyimpanan, penyebaran, dan penyajian warta (Kementerian Negara Riset dan Teknologi, 2006: 6).

Dari dokumen Renstra Unhas 2006-2010 menyatakan bahwa: “terdapat beberapa masalah yang perlu dipecahkan agar fasilitas ICT Unhas mampu berperan optimal pada mendukung manajemen universitas. Pertama, adalah mendo rong serta memfasilitasi pimpinan Fakultas dan Unit Kerja buat membuatkan jaringan komputer pada lingkungan kerja masing-masing. Ketiadaan jaringan interanet ini, adalah kendala yg sangat berarti, karena proses peremajaan data pada tataran unit kerja menjadi terhambat. Hasil penilaian memperlihatkan bahwa kelangkaan jaringan pada tataran unit kerja poly ditimbulkan oleh lantaran beberapa pimpinan unit kerja belum memprioritaskan upaya pengembangan SIM serta jaringan intranetnya, sebagai akibatnya alokasi dana menjadi sangat terbatas atau bahkan tidak ada sama sekali. Komitmen yg kurang ini secara eksklusif juga tidak langsung mengakibatkan motivasi staf yang bertugas mengelola SIM serta jaringan menjadi sangat rendah. Selain itu, masih ada juga beberapa unit kerja yang kemampuannya memang sangat terbatas. Untuk kasus seperti ini, pimpinan universitas turun tangan membantu. Kedua, merupakan masalah ketersediaan sumberdaya manusia. Sebagaimana disinggung sebelumnya, kekurangberhasilan pengembangan SIM Unhas pada masa lalu poly ditimbulkan oleh kurangnya dukungan staf. Pengoperasian SIM membutuhkan staf menggunakan kualifikasi spesifik yang umumnya nir tersedia. Oleh karenanya, Unhas harus menyelenggarakan program training yang bersiklus menggunakan baik. Di samping itu, Unhas perlu juga memberikan perlakuan yang proporsional pada staf yang telah terlatih, karena tanpa adanya perlakuan itu, mereka akan gampang terpengaruh dalam peluang-peluang yang ditawarkan pihak lain pada mereka. Ketiga, mendorong dan memfasilitasi supaya PIU dapat berkembang menjadi value center, yaitu sebagai pusat pelayanan pengembangan SIM dan pemanfaatan ICT bagi institusi pemerintah serta masyarakat, pelayanan akses internet serta content provider, dan mendukung penyelenggaraan acara Distance Learning. Jika PIU dapat menggapai posisi ini, maka tidak saja pelayanan berita akan sebagai semakin prima, tetapi juga akan membuat PIU nir lagi tergantung pada dukungan dana universitas, malah kebalikannya.

Demi mewujudkan “Citra Unhas 2010", maka pemanfaatan teknologi berita serta komunikasi, diupayakan menggunakan:

Peningkatan kualitas serta jangkauan pelayanan PIU. Jangkauan serta kualitas pelayanan Pusat Informasi Universitas (PIU) ditingkatkan antara lain dengan meningkatkan kualitas Wide Area Network (WAN) serta Sistem Informasi Manajemen (SIM) Unhas.

Pembangunan sistem basis data. Keberadaan sistem basis data yang handal adalah syarat harus bagi terbangunnya sistem fakta manajemen (SIM) universitas yang handal. Sistim basis data perlu dibangun secara terpusat dalam PIU namun transaksi data wajib terjadi pada unit kerja dimana data bersumber. Dengan pola ini, pengulangan proses input data nir akan terjadi. Untuk tujuan ini, PIU wajib dapat membentuk kapasitas pada unit-unit kerja secara berkelanjutan buat penanganan sistem basis data misalnya ini.

Pengembangan knowledge management. Unhas perlu menyebarkan sistem yang menjamin pengelolaan pengetahuan yg sinkron dengan standar dunia. Hal ini penting karena knowledge merupakan asal daya terpenting serta sekaligus merupakan kegiatan primer (core business) Unhas.

Mengingat posisi strategis kegiatan-kegiatas pada atas, Pimpinan Universitas Hasanuddin bertekad membuahkan kegiatan tadi sebagai prioritas utama dalam pengembangan institusi Unhas”.

Gateway jaringan komunikasi data Kampus Unhas terhubung ke Internet melalui internet provider dan Perguruan-perguruan tinggi lain pada Indonesia melalui jaringan Inherent. Gambar berikut menerangkan secara generik topologi jaringan yang saat ini terdapat di Unhas.

1. KERANGKA KONSEPTUAL
Variabel primer (dependen) penelitian ini merupakan “optimaslisasi pemanfaatan TIK Unhas”. Variabel-variabel berpengaruh (independen) terhadap variabel dependen adalah “kinerja jaringan intrernet dan intranet unhas”, “Kinerja SIM yg diterapkan Unhas”, “Sistem serta prosedur pengelolaan TIK, dan “kinerja tim TIK pada semua level unit kerja pada Unhas”. Sedangkan variabel kinerja jaringan internet serta intranet sangat dipengaruhi oleh variabel “Kompatibilitas dan sinergitas infrastruktur hardware pendukung jaringan intranet Unhas” serta “Kompatibilitas serta sinergitas infrastruktur internet Unhas dan Telkom” . Variabel kinerja SIM Unhas sangat ditentukan variabel “Keterintegrasian flatform database semua SIM yg diterapkan di Unhas”. Variabel kinerja tim TIK pada semua level unit kerja di Unhas sangat ditentukan oleh variabel “Kompetensi SDM pengelola TIK dalam semua level menejmen” dan “Komitmen tim terhadap TUPOKSI masing-masing anggota tim”. Semua variabel independen tersebut pula saling berhubungan antara satu dengan lainnya.

Secara teoritis, fasilitas internet dengan 40 Mbps menurut Astinet Telkom, 8 Mbps berdasarkan INHERENT (Indonesian Higher Education Network) , 2 Mbps menurut GDLN (Global Distance Learning) serta 13 Mbps downlink menurut SOI (School of nternet) dan intranet yang menghubungkan seluruh unit kerja sampai pada tingkat fakultas, forum, sentra-pusat degan infrastruktur jaringan fiber optik (FO), UTP serta DSL yg ada waktu ini di Unhas sudah relatif memadai, bahkan sangat memadai. Kenyataan bahwa pemanfaatan fasilitas TIK terebut belum optimal tentu menjadi keperihatinan kita seluruh. Dari pementauan awal yang kami lakukan melalui MRTG (Multi Router Traffic Grapher) pada PTIK Unhas, khususnya yg menurut Astinet Telkom, menampakan bahwa bandwidth internet yang masuk ke Unhas belum sepenuhnya 40 Mbps setiap ketika. Selanjutnya, berdasarkan laporan pemanfaatan bandwidth unit-unit kerja se Unhas (masing-masing dua-5 Mbps tergantung jumlah potensi penggunanya) melalui MRTG masing-masing menerangkan bahwa hanya sedikit unitkerja saja yg memanfaatkan internetnya secara rata-homogen di atas 60%. Namun bila ditinjau berdasarkan keluhan sebagian akbar civitas akademika akan lambatnya, bahkan seringkali nir terdapat koneksi internet pada unitnya menampakan bahwa ada konflik teknis operasional yang Mengganggu sampainya internet dalam pengguna nya.

Kompatibilitas dan sinergitas infrastruktur hardware pendukung jaringan internet dan intranet Unhas sangat mempengaruhi optimalitas jaringan intranet Unhas secara internal. Kedua issu tersebut terkait menggunakan teknologi infrastuktur jaringan yg dimanfaatkan. Idealnya, semua teknologi yang mendukung jaringan berasal dari pabrik yg sama, misalnya semua teknologi CISCO, dll. Perbedaan teknologi akan memberikan pengaruh terhadap kinerja jaringan internet dan intranet, serta pada umumnya memperlambat transmisi data pada jaringan.

Kinerja SIM pula sangat mensugesti optimalitas pemanfaatan fasilitas TIK pada Unhas. Masih terdapat beberapa unit kerja yg masih memanfaatkan SIM pada level unitnya sendiri dan belum memanfaatkan SIM (hasil PHK INHERENT Unhas 2006) yang peruntukannya sama pada level Unhas dengan alasan yg sangat bervariasi. Alasan yang paling seringkali dimunculkan sang masing-masing pengguna SIM dalam level unit adalah belum stabilnya akses melalui intranet ke SIM Unhas. Sementara ada unit kerja dengan konsisten menggunakan SIM Unhas dari tahun 2007 dan merasakan relatif terbantu dengan fasilitas SIM tadi buat unitnya, seperti Fakultas Sastra (Fakultas Ilmu Budaya), Fakultas Kelautan. Kontradiksi dari ke 2 gerombolan unit kerja tersebut menerangkan bahwa permasalahan secara umum dikuasai yang terdapat sebenarnya bukan dalam SIM Unhas, tatapi terdapat faktor lain yang perlu sebagai perhatian seluruh pihak yang terkait dengan pengelolaan SIM ini.

Keterintegrasian flatform database semua SIM yg diterapkan sangat berpengaruh terhadap kinerja SIM. Keterintegrasian disini menyangkut 2 faktor, yang pertama menyangkut teknologi database yg diterapkan, misalnya Sql, MySQL atau ORACLE. Yang ke 2 merupakan standar format database yang diterapkan institusi. Perbedaan flatform database SIM yg diterapkan membutuhkan tambahan proses pengintegrasian data-datanya setiap kali terjadi proses terhadap masing-masing SIM yg tidak sama flatform database. Akibatnya akan memeperlambat kinerja SIM. Meskipun flatform database SIM yg akan diintegrasikan sama, tetapi apabila format database SIM yg akan diintegrasikan tidak sama, maka proses pengintegrasiannyapun membutuhkan proses tambahan. Proses tambahan inilah yang akan menghipnotis kinerja SIM secara keseluruhan. 

Sistem dan mekanisme (Sisdur) pengelolaan TIK pada Unhas juga sangat berpengaruh terhadap optimalitas pemanfaatan TIK pada Unhas. Meskipun Sisdur, bahkan Kebijakan TIK (ICT Policy), dan Cetak biru TIK (blueprint ICT) Unhas 2009-2013 telah dirumuskan melalui PHK I-MHERE Unhas 2007-2009, namun penerapannya belum dilakukan samapai waktu ini. Sangat disayangkan bila produk-produk kajian akademik yang sudah dihasilkan tersebut tidak diimplementasikan secara terncana menggunakan baik. Penerapan Sisdur, Kebijakan TIK, dan Cetak biru TIK tadi akan berdampak sangat positif dalam pemanfaatan TIK Unhas.  
Kinerja tim TIK Unhas (Pengelola PTIK serta tim ICT Unit kerja) jua sangat berpengaruh terhadap optimalitas pemanfaatan TIK Unhas. Tim TIK Unhas, sejak 2007 sampai sekarang, masih bersifat adhock (diangkat serta ditetapkan buat periode satu tahun melaui SK Rektor). Sejak itu, SK Rektor paling cepat timbul pada bulan April setiap tahun. Meskipun demikian, tim TIK permanen mengerjakan tugas-tugasnya dalam masa tenggang saat dari Januari hingga April tersebut, namun semua anggota tim secara formal nir mempunyai tanggung jawab lagi dalam TIK Unhas. Selain itu, Tim TIK yg diusulkan sang masing-masing unit kerja pada umumnya pegawai yg telah sangat sibuk dalm bidang komputer pada unit kerjanya masing-masing, sebagian lagi yang diusulkan adalah pegawai yg belum memeiliki dasar yang baik mengenai TIK. Ketiga faktor yg terkait menggunakan tim TIK Unhas tadi akan semakin memperlemah posisi TIK pada jangka panjang. Masalah ini tentu merupakan kelemahan yg sangat lebih banyak didominasi pada pemanfaatn TIK yang perlu segera diatasi sang Unhas.

Kompetensi SDM pengelola TIK pada semua level sangat mempengaruhi kinerja tim TIK. Pengelolaan TIK sangat taat terhadap prisip “The right man on the right place”. Melanggar prinsip ini akan berakibat jangka panjang terhadap pemanfaatan TIK pada Unhas. Dari hasil penelusuran awal terhadap SDM yg ada pada tim TIK Unhas , sejak 2007, menampakan bahwa masih tak jarang ada beberapa anggota tim TIK pada unit tertentu tidak tepat berada dalam posisi tim TIK.

Melihat besarnya serta luasnya skala permasalahan TIK Unhas ketika ini, maka perlu penelitian berkelanjutan buat menemukenali akar konflik, dan menaruh cara lain solusi penyelesaian perkara TIK, baik jangka pendek juga jangka panjang. Untuk itu, penelitian ini perlu dilakukan secara multi year menggunakan Road Map Penelitian seperti dalam tabel berikut. Road map penelitian ini mengacu pada acara pencapaian Visi TIK Unhas yang tertuang dalam dokumen draft cetak biru (blueprint) TIK unhas 2009-2013
No
Fokus Penelitian
Tahun
2010
2011
2012
1
Analisis kinerja infrastruktur TIK yg meli puti: Server, jaringan FO intranet kampus, kappa sitas band width, Data Center dan Pengembangan Disaster Reco very Center, Perangkat workstation, sistem monitoring jaringan computer, Pengimple mentasian cybersecurity dan cyberresponsibility strategies, guidelines, kompe tensi teknis staf orga nisasi pengelola TIK, Tren peng gunaan pelaksanaan opensource, Pemanfaatan TIK bagi civitas akade mika.



2
Analisis Kinerja penerapan Sistem Informasi Manajemen (SIM) Unhas yg dikembangkan melalui Proyek Hibah Kompetisi (PHK) DIKTI.



3
Analisis kinerja pengintegrasian SIM berdasarkan berbagai unit kerja, baik SIM yg dibangun dengan dana PHK DIKTI, maupun lainnya.



GARIS BESAR PERKEMBANGAN ELIT INDONESIA

Garis Besar Perkembangan Elit Indonesia 
Garis akbar perkembangan elit Indonesia merupakan menurut yang bersifat tradisional yang berorientasi kosmologis, serta menurut keturunan pada elit terbaru yg berorientasi pada negara kemakmuran, berdasarkan pendidikan. Elit terkini ini jauh lebih beraneka ragam daripada elit tradisional. 

Secara struktural terdapat disebutkan tenatang administratur-administratur, pegawai-pegawai pemerintah, teknisi-teknisi, orang-orang profesional, serta para intelektual, namun dalam akhirnya disparitas primer yg dapat dibentuk adalah antara elit fungsional dan elit politik. Yang dimaksud dengan elit fungsional adalah pemimpin-pemimpin yang baik pada masa lalumaupun masa sekarang mengabdikan diri buat kelangsungan berfungsinya suatu negara serta masyarakat yg terbaru, sedangkan elit politik merupakan orang-orang (Indonesia) yang terlibat dalam kegiatan politik buat aneka macam tujuan tapi umumnya bertalian menggunakan sekedar perubahan politik. Kelompok pertama berlainan dengan yang biasa ditafsirkan, menjalankan fungsi sosial yg lebih akbar dengan bertindak sebagai pembawa perubahan, sedangkan golongan ke dua lebih mempunyai arti simbolis daripada praktis. 

Elit politik yang dimaksud adalah individu atau grup elit yg memiliki imbas pada proses pengambilan keputusan politik. Suzanne Keller mengelompokkan pakar yg mempelajari elit politik ke dalam dua golongan. Pertama, ahli yg beranggapan bahwa golongan elite itu merupakan tunggal yang biasa disebut elit politik (Aristoteles, Gaetano Mosca dan Pareto). Kedua, ahli yg beranggapan bahwa terdapat sejumlah kaum elit yang berkoeksistensi, berbagi kekuasaan, tanggung jawab, serta hak-hak atau imbalan. (ahlinya adalah Saint Simon, Karl Mainnheim, dan Raymond Aron).

Menurut Aristoteles, elit merupakan sejumlah kecil individu yang memikul seluruh atau hampir semua tanggung jawab kemasyarakatan. Definisi elit yg dikemukakan sang Aristoteles adalah penegasan lebih lanjut berdasarkan pernyataan Plato mengenai dalil inti teori demokrasi elitis klasik bahwa di setiap warga , suatu minoritas menciptakan keputusan-keputusan akbar. Konsep teoritis yg dikemukakan oleh Plato serta Aristoteles lalu diperluas kajiannya oleh 2 sosiolog politik Italias, yakni Vilpredo Pareto serta Gaetano Mosca. 

Pareto menyatakan bahwa setiap rakyat diperintah oleh sekelompok kecil orang yang mempunyai kualitas yang diperlukan dalam kehidupan sosial dan politik. Kelompok kessil itu disebut dengan elit, yang bisa menjangkau pusat kekuasaan. Elit adalah orang-orang berhasil yg sanggup menduduki jabatan tinggi dalam lapisan rakyat. Pareto mempertegas bahwa pada umumnya elit berasal dari kelas yang sama, yaitu orang-orang kaya serta pintar yg mempunyai kelebihan dalam matematika, bidang muasik, karakter moral dan sebagainya. Pareto lebih lanjut membagi rakyat pada 2 kelas, yaitu pertama elit yang memerintah (governing elite) dan elit yang tiak memerintah (non governign elit) . Kedua, lapisan rendah (non- elite) kajian mengenai elit politik lebih jauh dilakukan oleh Mosca yg berbagi teori elit politik. Menurut Mosca, dalam semua warga , mulai adri yang paling ulet membuatkan diri serta mencapai fajar peradaban, sampai dalam masyarakt yg paling maju serta bertenaga selalu ada dua kelas, yakni kelas yg memerintah dan kelas yang diperintah. Kelas yang memerintah, umumnya jumlahnya lebih sedikit, memegang semua fungsi politik, monopoli kekuasaan dan menikmati keuntungan-laba yg didapatnya berdasarkan kekuasaan. Kelas yang diperintah jumlahnya lebih akbar, diatur dan dikontrol sang kelas yg memerintah.

Pareto dan Mosca mendefinisikan elit sebagai kelas penguasa yang secara efektif memonopoli pos-pos kunci pada masyarakat. Definisi ini kemduain didukung sang Robert Michel yang berkeyakinan bahwa ”aturan besi oligarki” tidak terelakkan. Dalam organisasi apapun, selalu ada gerombolan mini yg bertenaga, secara umum dikuasai dan bisa mendiktekan kepentingannya sendiri. Sebaliknya, Lasswell beropini bahwa elit sebenarnya bersifat pluralistik. Sosoknya beredar (nir berupa sosok tunggal), orangnya sendiri beganti-ganti dalam setiap tahapan fungsional dalam proses pembuatan keputusan, serta kiprahnya pun mampu naik turun tergantung situasinya. Bagi Lasswell, situasi itu yang lebih krusial, pada situasi peran elit tidak terlalu menonjol dan status elit mampu inheren pada siapa saja yg kebetuan punya kiprah penting. 

Pandangan yang lebih luwes dikemukakan oleh Dwaine Marvick. Menurutnya ada dua tradisi akademik mengenai elit. Pertama, pada tradisi yg lebih tua, elit diharapkan menjadi sosok khusus yg menjalankan misi historis, memenuhi kebuthan mendesak, melahirkan bakat-talenta unggul, atau menampilkan kualitas tersendiri. Elit dilihat menjadi gerombolan pencipta tatanan yg kemudian dianut sang seluruh pihak. Ke 2, dalam tradisi yang lebih baru, elit dicermati sebagai gerombolan , baik kelompok yg menghimpun yang menghimpun para petinggi pemerintahan atau penguasa pada berbagai sektor serta tempat. Pengertian elit dipadankan dengan pemimpin, pembuat keputusan, atau pihak berpengaruh yang selalu menjadi figur sentral. 

Lipset dan Solari memberitahuakn bahwa elit adalah mereka yang menempati posisi di pada warga pada puncak struktur-struktur sosial yang terpenting,, yaitu posisi tinggi pada dalam ekonomi pemerintahan, aparat kemiliteran, politik, kepercayaan , pengajaran serta pekerjaan-pekerjaan. Pernyataan seiring dikemukakan sang Czudnowski bahwa elit merupakan mereka yg mengatur segala sesuatunya, ataua aktor-aktor kunci yg memainkan peran utama yang fungsional serta terstruktur dalam banyak sekali lingkup institusional, keagamaan, militer, akademis, industri, komunikasi serta sebagainya. 

Field dan Higley menyederhanakan menggunakan mengemukakan bahwa elit adalah orang-orang yang mempunyai posisi kunci, yang secara awamdipandang menjadi sebuah grup. Merekalah yang membuat kebijakan umum, yang satu sama lain melakukan koordinasi buat menonjolkan kiprahnya. Menurut Marvick, meskipun elit sering ditinjau menjadi satu grup yang terpadu, tetapi sesungguhnya di antara anggota-anggota elit itu sendiri, apa lagi menggunakan elit yg lain acapkali bersaing dan berbeda kepentingan. Persaingan serta perbedaan kepentingan antar elit itu kerap kali terjadi pada kudeta atau sirkulasi elit. 

Berdasarkan pandangan banyak sekali pakar, Robert D. Putnam menyatakan bahwa secara generik ilmuwan sosial membagi pada tiga sudut pandang. Pertama, sudut pandang struktur atau posisi. Pandangan ini lebih menekankan bahwa kedudukan elit yg berada pada lapisan atas struktur masyarakatlah yang mengakibatkan mereka akan memegang peranan krusial pada aktivitas rakyat. Kedudukan tadi dapat dicapai melalui usaha yang tinggi atau kedudukan sosial yang melekat, misalnya keturunan atau kasta. 

Schrool menyatakan bahwa elit sebagai golongan utama pada masyarakat yang berdasarkan dalam posisi mereka yang tinggi pada struktur masyarakat. Posisi yg tinggi tadi terdapat dalam zenit struktur masyarakat, yaitu posisi tinggi pada bidang ekonomi, pemerintahan, kemiliteran, politik, agama, pengajaran dan pekerjaan bebas. 

Ke 2 sudut pandang kelembagaan. Pandangan ini berdasarkan pada suatu forum yang dapat menjadi pendukung bagi elit terhadap peranannya pada rakyat. C. Wright Mills menyatakan bahwa buat mampu mempunyai kemasyhuran, kekayaan, dan kekuasaan, orang harus bisa masuk ke dalam forum-lembaga akbar, karena posisi kelembagaan yang didudukinya memilih sebagian besar kesempatan-kesempatannya buat memilki serta menguasai pengalaman-pengalamannya yang bernialai itu. 

Ketiga, sudut pandang kekuasaan. Bila kekuasaan politik didefinisikan dalam arti efek atas kegiatan pemerintah, bisa diketahui elit mana yang memiliki kekuasaan dengan mempelajari proses pembuatan keputusan tertentu, terutama dengan memperhatikan siapa yang berhasil mengajukan inisiatif atau menentang usul suatu keputusan.

Pandangan ilmuwan sosial pada atas memperlihatkan bahwa elit memiliki dampak dalam proses pengambilan keputusan. Pengaruh yg memiliki/bersumber dari penghargaan warga terhadap kelebihan elit yang dikatakan sebagai sumber kekuasaan. Menurut Miriam Budiardjo, sumber-sumber kekuasaan itu mampu berupa keududukan, status kekayaan, kepercayaan , kepercayaan , korelasi, kepandaian serta keterampilan. Pendapat senda juga diungkapkan sang Charles F. Andrain yg meneybutnya sebagai asal daya kekuasaan, yakni : sumber daya fisik, ekonomi, normatif, personal dan keahlian. 

Dalam konteks Sulawesi Selatan, elit politik lokal dapat dipandang dalam tiga kategori, pertama, kategori elit berdasarkan pelapisan sosial, ke dua kategori elit menurut kegiatan fungsional, ketiga, elit menurut kharisma. Dalam tradisi lontara, pelapisan itu sosial masyarakat Bugis Makassar terbagi atas tiga kellompok sosial, pertama, raja serta kerabat raja yg dikenal menggunakan kelompok bangsawan atau aristokrat. Ke dua kelompok manusia merdeka serta ketiga, kelompok hamba. 

Dalam konteks politik deliberatif, ranah politik menjadi sebuah ruang yg penuh dengan kontestasi/persaingan terbuka. Pada ruang terbuka ini, beberapa pandangan dari gerombolan -gerombolan teori di atas masih ada kecocokan, namun yag terjadi pada politik Sulawesi Selatan kini , adalah saling tumpang tindihnya faktor-faktor asal daya kuasa sebagaimana disebutkan pada atas. Faktor status kebangsawanan bertumpang tindih menggunakan pendidikan dan kapasitas politik kelembagaan yang diperoleh menurut kualifikasi pengakderan partai politik akan tetapi pula tidak menunjukkan perilaku elit yang loyal dan ideologis terhadap partainya. Modalitas ekonomi seringkali sebagai faktor yg diasumsikan menjadi asal kekuasaan, dalam rakyat Bugis Makassar tentunya akan menampakkan dinamika yg kuat, dimana peredaran elit akan sedemikian kencangnya terjadi dikarenakan budaya dasar masyarakat bugis makassar merupakan berdagang. Tetapi kondisi ini saling bertumpang tindih menggunakan patrimonialisme, kekeluargaan, serta bahkan memungkinkan untuk terjadinya dinastitokrasi. 

Dalam fenomena famili Yasin Limpo jejak yang saling tumpang tindih itu sebagai konteks fenomenal yg menyulitkan buat menetapkan satu bingkai paradigmatik serta teoritik sebagaimana dijelaskan pada atas. Karenanya, asumsi teoritik Pierre Bourdieu mengenai Habitus, modal, ranah serta praktek mungkin relevan sebagai alat analisis utama disamping kekuatan teoritik berdasarkan berdasarkan teori elit pada atas. Perspektif Bourdieu dijelaskan selanjutnya pada sub Bab berikutnya di bawah ini.

A. Menganalisis Politik dan Demokratisasi Lokal 
Pendekatan kami terhadap analisis politik dan demokratisasi lokal mengombinasikan analisis keseimbangan kekuasaan menggunakan cara di mana para pemain mencoba menguasai serta membarui kondisi tersebut menggunakan mencoba mempekerjakan dan membangun atau menghindari serta mengurangi instrumen demokrasi pada ruang politik lokal serta non lokal. Cara ilustratif pertama pada mengkonseptualisasikan interaksi kekuasaan diambil berdasarkan karya Pierre Bourdieu. Bourideu mengkonseptualisasikan keseimbangan struktural antara kekuasaan dan praktek para pemain. Ada tiga konsep yg dikemukakan oleh Bourdieu, pertama ’Habitus’, ke 2 konsepsi khususnya tentang ’modal’ serta yang ketiga ’lapangan sosial atau ranah’. 

Istilah kunci dalam pemikiran Bourdieu merupakan habitus dan ranah (field). Bourdieu memperluas memperluas mengenai kapital ke pada beberapa kategori, seperti modal sosial serta kapital budaya. Bagi Bourdieu, posisi individu terletak pada ruang sosial (social space) yg nir didefinisikan sang kelas, tetapi sang jumlah kapital menggunakan berbagai jenisnya dan sang jumlah relatif modal sosial, ekonomi, dan budaya yg dipertanggung jawabkan. 

Sedangkan habitus diadopsi melalui pengasuhan serta pendidikan. Konsep tadi dipakai dalam tingkatan individu, ’a system of acquired dispositiions functioning on the practical level as categories of perception and assessment...as well as beig the organizing priciples of action’. Bourdieu berpendapat bahwa perjuangan demi distingsi sosial adalah dimensi fundamental berdasarkan semua kehidupan sosial. Istilah ini merujuk kepada ruang sosial serta terjalin dengan sistem disposisi (habitus). Bagus Takwim menyebutkan pada pengantarnya , bahwa bordieu mengartikan habitus sebagai ”...suatu sistem disposisi yg berlangsung usang dan berubah-ubah (durable, trnasponsible disposition) yang berfungsi sebagai basis generatif bagi praktik-praktik yang terrstruktur serta terpadu secara objektif”. Sedangkan ranah oleh Bourdieu diartikan menjadi jaringan rekanan antar posisi-posisi objektif pada suatu tatanan sosial yg hadir terpisah dari kesadaran serta kehendak individual

Dengan kata lain, habitus adalah struktur kognitif yang memperantarai individu dan empiris sosial. Individu memakai habitus dalam berurusan dengan empiris sosial. Habitus adalah struktur subjektif yg terbentuk menurut pengalaman individu berhubungan dengan individu lain dalam jaringan struktur objektif yg ada dalam ruang sosial. Secara gampang, habitus diindikasikan oleh skema-skema yang adalah perwakilan konspetual dari benda-benda dalam empiris sosial. Berbagai macam skema tercakup dalam habitus seperti konsep ruang, ketika, baik-buruk, sakit-sehat, untung-rugi, berguna-nir bermanfaat, sahih-galat, atas-bawah, depan-belakang, indah-jelek, serta terhormat-terhina.

Seluruh tindakan insan terjadi pada ranah sosial yang merupakan arena bagi perjuangan asal daya. Individu, isntitusi, serta agen lainnya mencoba buat membedakan dirinya dari yg lain serta menerima kapital yg bermanfaat atau berharga dia arena tersebut. Dalam masyarakat terbaru, masih ada 2 sistem hierarkisasi yg tidak sinkron. Pertama adalah sistem ekonomi, dimana posisi dan harta ditentukan sang harta modal yag dimiliki sesorang . Sistem ke dua merupakan budaya atau simbolik Dalam sistem ini, status seorang dipengaruhi oleh seberapa poly ’kapital simbolik’ atau modal budaya yg dimiliki. Budaya pula adalah asal dominasi, dimana para intelektual memegang peranan kunci sebagai seorang ahli produksi budaya serta pencipta kuasa simbolik. 

Habitus mendasari ranah yang merupakan jaringan relasi antar posisi-posisi objektif dalam suatu tatanan sosial yg hadir terpisah menurut pencerahan individual. Ranah bukan ikatan intersubjektif anatar individu, tetapi semacam interaksi yang terstruktur dan tanpa disadari mengatur posisi-posisi individu dan grup pada tatanan warga yang terbentuk secara impulsif. Ranah mengisi ruang sosial. Istilah ini megnacu pada keselurahan konsepsi mengenai global sosial. Konsep ini menganlogikan realitas sosial menjadi sebuah ruang dan pemahamannya memakai pendekatan topologi. Dalam hal ini, ruang sosial bisa dikonsepsi menjadi terdiri berdasarkan beragam ranah yg emiliki sejumlah hubungan terhadap satu sama lainnya dan sejumlah raung hubungan. Ruang sosial individu dikaitkan melalui waktu (trajektori kehidupan) dengan serangkaian ranah tempat orang-orang berebut berbagai modal. Dalam ruang sosial ini, individu dengan habitusnya herbi individu lain serta aneka macam empiris sosial yang menhasilkan tindakan-tindakan sinkron dengan ranah serta modal yang dimilikinya. 

Praktik merupakan suatu produk berdasarkan relasi antara habitus menjadi produk sejarah, dan ranah yang juga adalah produk sejarah. Pada saat bersamaan, habitus serta ranah pula merupakan produk dari medan daya – daya yang terdapat pada masyarakat. Dalam suatu ranah terdapat pertaruhan, kekuatan-kekuatan dan orang yang memiliki poly kapital. Modal merupakan sebuah konsentrasi kekuatan, suatu kekuatan khusus yg beroperasi pada pada ranah. Setiap ranah menuntut individu buat memiliki kapital – kapital khusus agar bisa hayati secara baik dan bertahan pada dalamnya. Secara ringkas Bourdieu menyatakan rumus generatif yang memperlihatkan praktik sosial tadi dengan persamaan : (Habitus x Modal) + Ranah = Praktik.

Ide Bourdieu tentang Habitus sanggup dimengerti dalam konsep yg lebih dikenal tentang ’institusi’ serta ’kultur’. Ketika Bourdieu berbicara mengenai ’disposisi’, seperti yg sudah kami jelaskan, dia mengacu dalam pola kelakuan yang terstruktur serta kebiasaan-noram dan pengertian yg diasosiasikan dengannya. Dia mengimplikasikan eksistensi ’institusi’, atau peraturan formal serta informal yg merusak serta memfasilitasi tindakan insan serta interaksi sosial, serta ’kultur’ atau kebiasaan berfikir serta berkelakuan, dan arti yg menadasarinya yang digolongkan sekelompok orang tertentu. Dengan cara ini ke 2 istilah mempunyai arti saling berafiliasi atau sebagian tumpang tinfih. Formal, khususnya perturan sah, serta kontrak selalu perlu ditanamkan pada strata sosial yg dalam serta informal, acapkali melibatkan faktor-faktor misalnya kepercayaan , tugas serta kewajiban (sebagai akibatnya) suatu kontrak formal selalu merogoh corak spesifik menurut kultur sosial informal yang ditanamkan. 

B. Deliberasi Politik Lokal pada Pemilu serta Pilkada
Perubahan tatanan politik pada Indonesia yg secara legalitas aturan tertuang pada ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI No.xi/Majelis Permusyawaratan Rakyat/ 1998 mengenai Pemilihan Umum, yang didalamnya terkandung dua aspek fundamental terhadap perubahan tatanan politik di Indonesia yaitu adanya kebebasan mendirikan partai politik menggunakan kembalinya menggunakan system multi partai selesainya dan upaya memaksimalkan potensi demokrasi yang mungkin dilakukan menggunakan mengadakan 2 putaran pemilu; pemilu pertama buat menentukan anggota DPR/Majelis Permusyawaratan Rakyat dan pemilu ke 2 menentukan presiden dan wakil presiden secara eksklusif juga. Kemudian diikuti menggunakan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, dan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005 mengenai Tata Cara Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah serta Wakil Kepala Daerah. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebenarnya secara eksplisit Indonesia menganut system pemerintahan negara presidensil, yakni adanya legitimasi terpisah antara presiden sebagai eksekutif dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi legislatif dipilih secara terpisah sang masyarakat. Perubahan hukum ketatanegaraan lewat reformasi dan amandemen konstistusi (pasal 22E mengatur tentang pemilu legislatif yg kemudian dijabarkan melalui Undang-Undang No.12 Tahun 2003, serta pemilu presiden dan wakil presiden pada atur dalam pasal 6A yg selanjutnya dijabarkan dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2003) mengembalikan kedaulatan masyarakat menggunakan memberi peluang pada rakyat buat memakai hak pilihnya secara langsung3.

Dengan pemilihan presiden serta wakil presiden secara pribadi pula membatasi fungsi Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) dalam memilih presiden serta wakil presiden selanjutnya, serta turut mensugesti sistem pemerintahan presidensial yang dianut. Dimana sebelumnya melalui mekanisme pemilihan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat yg nir jarang melalui lobi politik yg memenangkan kontenstan yang tidak sinkron harapan rakyat.

Pembaharuan sistem politik Indonesia output reformasi politik dan reformasi aturan ketatanegaraan diantaranya adalah perubahan keanggotaan MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) yg terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), sistem pemilihan legislatif (DPR, DPD, serta DPRD), dan pemilihan langsung presiden serta wakil presiden, dan aplikasi pilkada eksklusif.

C. Pilkada Langsung 
Sejak runtuhnya orde baru tahun 1998, Indonesia telah 3 kali melaksanakan pemilihan generik yaitu 1999, 2004 serta 2009 menggunakan sistem multi partai. Dengan sistem multi partai terjadi persaingan terbuka antara partai politik/ kontestan untuk melakukan metode pendekatan pada memperoleh suara terbanyak buat memenangkan pemilu. Pemilihan umum presiden serta wakil presiden yang diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 sudah membuka ruang kontestasi dalam memperebutkan kekuasaan serta legitimasi kekuasaan politik. Telah tiga kali terjadi pergantian presiden menjadi bagian berdasarkan proses demokrasi di tingkat nasional serta wilayah. Pemilihan Presiden dan wapres Langsung Tahun 2004 adalah pengalaman baru serta telah berlangsung ke 2 kalinya bagi Bangsa Indonesia, menjadi salah satu kajian demokrasi presidensil. UU No. 23 Tahun 2003. Di tingkat daerah, di beberapa Provinsi serta Kabupaten telah hampir memasuki kali ke dua dalam pemilihan Kepala Daeraha secara eksklusif. Tingginya bias permasalahan dalam Pilkada, menyebabkan perihal tentang Pilkada Gubernur belakangan akan dikembalikan pada system pemilihan melalui DPRD Provinsi. 

Adanya jeda antara pemilu menggunakan aliran elit di masa orde baru ditimbulkan ketertutupan politik dengan adanya pemusatan kekuasaan pada tangan Suharto, yg setelah reformasi terjadi peredaran elit yg terbuka serta kompetitif dimulai Pemilihan Umum 1999 yg disusul aplikasi Pemilihan Presiden serta wapres Langsung 2004. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974, pemerintah wilayah sangat bercorak sentralistik, dekonsentrasi administratif, dimana pemilihan serta penentuan pejabat kepala daerah yg harus memperoleh persetujuan presiden. Tetapi semenjak runtuhnya otoriter orde baru, bermunculan tuntutan aneka macam daerah supaya mereka bisa memilih sendiri kepala wilayah masing-masing. Sehingga muncul Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 menjadi output reformasi politik. Pergeseran tadi bertujuan membangun pemberdayaan politik masyarakat lokal yang pada pelaksanaannya masih terbatas dalam legislative wilayah.

Dalam sejarah Indonesia sampai pada masa orde baru, pilkada selalu dimonopoli oleh elite politik pusat dan wilayah menggunakan tidak memberi kesempatan rakyat menentukan secara eksklusif ketua daerah serta wakil ketua wilayahnya. Adanya disparitas rapikan cara dan mekanisme pemilihan yg selama ini dikonstruksi buat menentukan anggota legislative serta presiden dan wakil presiden yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya. Tetapi sebaliknya pilkada dilakukan menggunakan sistem pemilihan perwakilan sang anggota dewan atau diangkat/ditunjuk oleh pejabat sentra. 

Sebagai koreksi atas sistem pemilihan sebelumnya dan galat satu produk era reformasi adalah UU No.22 tahun 1999 mengenai desentralisasi, yg dalam praktik pilkada menimbulkan keprihatinan serta kekecewaan dengan munculnya gosip maraknya politik uang (money politics) dan campur tangan (intervensi) pengurus partai politik di tingkat lokal maupun pusat. Kemudian direvisi menggunakan Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah (swatantra daerah) Pasal 56 jo Pasal 119 serta Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2005 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, serta Pemberhentian Kepala Daerah serta Wakil Kepala Daerah, yg membuka peluang pada warga buat mewujudkan aspirasi daerah dengan memiliki pemimpin lokal yg dipilih oleh rakyat melalui pilkada pribadi. Perubahan ini sangat signifikan terhadap perkembangan demokrasi di wilayah.

Alasan mengapa harus diselenggarakan pilkada pribadi karena: Pertama, meningkatnya partisipasi politik rakyat wilayah; Kedua, legitimasi politik yg bisa memberikan dampak legitimasi yg lebih bertenaga terhadap kepemimpinan daerah terpilih; Ketiga, minimalisasi terjadinya manipulasi dan kecurangan; serta Keempat, akuntabilitas yang adalah duduk perkara mendasar pada memillih seseorang pemimpin. Dalam artian pilkada eksklusif wajib bisa mendorong tumbuhnya kepemimpinan eksekutif wilayah yang kuat. Selain itu, pelaksanaan pilkada eksklusif harus berkualitas, sederhana, efisien, serta gampang dilakukan. Pilkada langsung jua harus membuka ruang selebar-lebarnya terjadinya kompetisi yg adil antara para calon yg bersaing menggunakan melibatkan partisipasi masyarakat secara lebih optimal, baik dalam tahapan-tahapan yg berlangsung sampai dengan pemilihan, dan proses-proses politik pasca pemilihan.

Dengan demikian ketua wilayah terpilih akan lebih akuntabel dalam rakyat serta bukan pada golongan tertentu. Implikasinya adalah pengambilan kebijakan publik akan berorientasi dalam masyarakat, lebih menjamin otonomi politik (legitimasi) dan potensi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan politik uang (Money Politic) sanggup berkurang pada golongan tertentu. Perubahan politik nasional menggunakan mengadakan pemilihan pribadi terhadap anggota DPR, DPD, DPRD, serta Presiden dan Wakil Presiden diikuti menggunakan pemilihan eksklusif gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati serta walikota/wakil walikota.

Dalam kaitannya menggunakan perubahan sistem pilkada adalah merupakan mata rantai reformasi politik buat mewujudkan politik yg demokratis di Indonesia. Dalam suatu masyarakat demokratis, warga berperan nir buat memerintah atau menjalankan keputusan–keputusan politik. Namun terdapat pemilihan generik yang berperan buat membentuk suatu pemerintah atau suatu badan penengah lainnya yang pada gilirannya menghasilkan suatu eksekutif nasional dan pemerintah.

D. Teori Klan Politik
Secara garis besar klan adalah sekelompok orang yang bersatu dengan korelasi yang konkret atau dirasakan serta keturunan. Bahkan jika pola garis keturunan sebenarnya tidak diketahui, anggota klan permanen dapat anggota pendiri atau leluhur di puncak . Obligasi korelasi berbasis mungkin hanya simbolis pada alam, di mana saham marga yang pada menetapkan nenek moyang yg adalah simbol persatuan marga. Klan paling gampang pada gambarkan menjadi suku atau Sub kelompok suku. Kata marga asal dari ’clann’ berarti ’anak’ dalam bahasa Gaelic Skotlandia dan Irlandia. Pada tahun 1425 kata itu pada bawa ke Inggris sebagai nama buat sifat suku Gaelic masyarkat skotlandia dan Irlandia. Klan terletak disetiap negara, anggota bisa mengidentifikasi menggunakan lambang buat menerangkan bahwa mereka merupakan kaum independen.

Dalam budaya yang tidak sama serta situasi, klan bisa berarti hal yg sama misalnya kelompok kerabat berbasis lainnya, seperti suku dan band. Sering kali, faktor yg membedakan adalah bahwa marga adalah bagian mini menurut suatu masyarakat yang lebih akbar seperti suku, chiefdom, atau negara. Contohnya termasuk Skotlandia, Irlandia, Cina, Jepang dan klan klan Rajput di India serta Pakistan, yang terdapat menjadi kelompok kerabat di negara masing-masing. Tetapi, perlu diketahui bahwa suku-suku dan band jua dapat komponen rakyat yang lebih akbar. Mungkin yg paling populer suku, 12 suku Israel Alkitab, terdiri satu orang. Suku-suku Arab merupakan kelompok mini pada rakyat Arab, serta Ojibwa band adalah bagian kecil berdasarkan suku Ojibwa di Amerika Utara. Dalam beberapa kasus diakui beberapa suku marga-marga yg sama, seperti beruang serta klan rubah berdasarkan Chickasaw dan suku Choctaw.

Selain berdasarkan tradisi yg tidak selaras menurut hubungan, kebingungan konseptual lebih lanjut muncul menurut penggunaan sehari-hari kata tersebut. Di negara-negara pasca-Soviet, contohnya, sangat generik buat berbicara mengenai klan di surat keterangan ke jaringan informal pada bidang ekonomi serta politik. Penggunaan ini mencerminkan perkiraan bahwa anggotanya bertindak terhadap satu sama lain pada sangat dekat dan saling mendukung menggunakan cara yg lebih kurang sama solidaritas antara sanak saudara. Tetapi, marga-marga Norse, yg ätter, tidak bisa diterjemahkan dengan suku atau band, dan akibatnya mereka sering diterjemahkan dengan tempat tinggal atau baris.

Sesudah bergulirnya reformasi dari tahun 1998,dinamika politik diaerah memasuki era baru jua. Aktor, institusi, serta budaya lokal bermunculan dan mulai memainkan kiprah di dalam politik lokal. Aktor aktor lokal yg terorganisir, serta mempunyai simbol kultural lokal berada dipanggung politik. Kemunculan aktor aktor lokal tidak terlepas dari adanya jaringan atau klan yg terjadi antara kesatuan geneologis yang mempunyai kesatuan tempat tinggal dan memperlihatkan adanya integrasi social, kelompok kekerabatan yang besar , gerombolan relasi yg dari asas unilinear. Klan gerombolan hubungan yg terdiri atas seluruh keturunan seseorang nenek moyang yg pada perhitungkan dari garis keturunan laki-laki atau perempuan .

Bangunan klan tidak terlepas berdasarkan siapa patron awal yg menciptakan pondasi yang kuat yg membawanya sebagai akibatnya klan tersebut atau jaringan mampu berada dalam level kekuatan kekuatan yang kuat untuk lalu dikonsolidasikan pada tataran elit yang kemudian sebagai kekuatan yang bertenaga ditingkatan lokal serta nantinya dalam strata skala nasional. Klan atau jaringan pada ranah pangung politik sangat berperan besar dimana membangun klan atau jaringan itu sendiri yg nantinya dapat menghipnotis proses politik atau sebuah kebijakan serta impak sosial politik berdasarkan opini politik klan yg dibangun. 

Pola komunkasi yg kuat yg dibangun sebuah gerombolan relasi jaringan keluaraga atau merupakan salah satu faktor menguatnya fenomena klan atau jaringan famili di strata elit poltik lokal yg memungkinkan terjadinya penguasaan kekuasaan dalam arah proses kebijakan nantinya, semua itu tidak terlepas menurut usaha yang dibangun patron awal sehingga klan atau jaringan keluaraga tersebut sebagai suatu kesatuan yg bertenaga pada tataran politik lokal bahkan akan memunculkan regenerasi baru dari klan yang sama, yg bertenaga, dan yg nantinya akan meneruskan proses politik yang sedang berlangsung.

Klan dalam politik terdapat dalam satu famili dimana mereka dalam hal ini famili sanggup menempatkan anggota keluarganya dalam struktur politik, klan dalam politik ini adalah sesuatu yg diturunkan atas faktor keturunan serta ada yg menyebut gejala ini menjadi kebangkitan dinasti dikancah politik. Penulis menyebutnya sebagai klan atau keluarga politik, fanatisme dalam keluarga terinspirasi berdasarkan peribahasa Jerman “Blut ist dicker als wasser” yg secara harfiah berarti hubungan darah (famili) lebih kuat dibandingkan ikatan lain ( berdasarkan aspek loyalitasnya ).

E. Konsep Pengaruh
Pada bagian ini akan disajikan konsep impak dampak yg dimaksudkan dalam hal ini merupakan bila tekanan yg diberikan kepada pengaurh eksperimental serta impak lingkungan itu ternyata benar,maka lumrah buat beranggapan bahwa efek tadi akan terus berkelanjutan sebagai penting selama usia dewasa,dan bahwa proses pengenalan itu berlanjut terus melampaui masa kanak kanak dan remaja. Bagan pokok berdasarkan tingkah laris politik dimasa depan dapat ditentukan dimasa masa yg lebih muda,akan tetapi merupakan lebih mungkin membentuk suatu situasi dalam mana terdapat interaksi diantara pengenalan politik dini menggunakan imbas - imbas eksperimental serta lingkungan berdasarkan masa kehidupan selanjutnya,daripada menghindarkan sosialisasi orang dewasa. 

Satu model terbatas akan menggambarkan maksud kita, ada bukti yang menyatakan bahwa anggota badan legislatif mengalami proses sosialisasi segera selesainya pemilihan mereka: serta bahwa tingkah saya legislatif berikutnya sebagian ditentukan oleh pengetahuan,nilai nilai, dan sikap perilaku mereka seperti yang ada terdapat sebelum pemilihan, dan sebagian lagi sang pengalaman pengalaman mereka semasa menjadi anggota badan legislatif, ditambah lagi dengan reaksi reaksi mereka terhadap lingkungan baru didalam forum legislatif.dalam keadaan misalnya itu suatu tingkatan sosialisasi nir bisa dihindarkan dari pengalaman sehari hari pria serta wanita pada umumnya.

Sosialisasi politik selama kehidupan orang dewasa belum poly diteliti orang, sekalipun masih ada beberapa verifikasi yg muncul menurut studi studi tentang tingkah laku pemilihan/elektoral, kesadaran kelas, dampak berdasarkan situasi situasi kerja serta perkembangan ideologi. Wlaupun demikian, setidak tidaknya mungkin buat mengsugestikan, bahwa bidang bidang mengenai pengenalan orang dewasa itu adalah penting. Justru misalnya halnya anak yg diantarkan secara sedikit demi sedikit kepada kontak menggunakan global disekitar dirinya setahap demi setahap, demikian juga halnya para remaja dan perubahan menurut masa remaja sebagai dewasa, mengambarkan adanya suatu termin lainnya yang penting dalam sosialisasi politik.

Beberapa hubungan yang dijalin selama masa kanak kanak dan masa remaja terdapat yg berkelanjutan dalam bentuk yang agak mirip melalui persahabatan dan perkenalan: sedang yg lainnya bisa diteruskan atau diperbaharui lewat medium medium lainnya seperti pekerjaan, kesenggangan ( kesibukan diwaktu senggang ), agama atau media massa, namun beberapa daripadanya dan pengalaman pengalaman yang mereka yang meraka peroleh adalah baru sifatnya. Bagi beberapa orang, pengalaman pengalaman baru sedemikian ini akan memperkokoh pengenalan sebelumnya, akan namun bagi orang lain akan mengakibatkan kemunculan aneka macam strata permasalahan yg mungkin mengakibatkan timbulnya perubahan perubahan krusial dalam tingkah laris politik. 

Kepindahan dari wilayah pedesaan ke kota, pengalaman menganggur, keanggotaan berdasarkan organisasi sukarela, perkembangan minat minat diwaktu senggang, ganti kepercayaan , penerapan keterangan dan opini melalui media massa seluruh ini mengakibatkan pengaruh yang berarti pada tingkah laku politik kini . 

F. Konsep Jaringan
Menurut pandangan ahli teori jaringan, pendekatan normatif memusatkan perhatian terhadap kultur serta proses sosialisai yg menanamkan (internalization) kebiasaan dan nilai kedalam diri aktor. Menurut pendekatan normatif, yg mempersatukan orang secara bersama dalah sekumpulan gagasan beserta. Pakar teori jaringan menolak pandangan demikian dan menyatakan bahwa orang wajib memusatkan perhatian dalam pola ikatan objektif yg menghubungkan anggota masyarakat. William mengungkapkan pandangan ini:

“Analisis jaringan lebih ingin menyelidiki keteraturan individu dan kolektivitas berperilaku ketimbang keteraturan keyakinan tentang bagaimana mereka seharusnya berperilaku. Karena itu ahli analisis jaringan mencoba menghindarkan penerangan normatif dan perilaku sosial. Mereka menolak setiap penjelasan nonstruktural yang memperlakukan proses sosial sama menggunakan penjumlahan ciri eksklusif aktor individual dan kebiasaan yang tertanam. 

Setelah mengungkapkan apa yg sebagai bukan sasaran perhatiannya, teori jaringan kemudian mengungkapkan sasaran perhatian utamanya, yakni pola objektif ikatan yg menghubungkan anggota rakyat (individual dan kolektifitas).wellman mengungkapkan target perhatian primer teori jaringan sebagai brikut:

Analisis jaringan memulai dengan gagasan sederhana namun sangat bertenaga, bahwa usaha utama sosiolog adalah mengusut sturktur sosial…cara paling langsung menilik stuktur sosial merupakan menganalisis pola ikatan yg menghubungkan anggotanya. Pakar analisis jaringan menulusuri struktur bagian yg berada dibawah pola jaringan biasa yang seringkali timbul kepermukaan menjadi system social yang kompleks…Aktor serta perilakunya dipandang sebagai dipaksa sang struktur social ini. Jadi, target perhatian analisis jarigan bukan dalam aktor sukarela, tetapi dalam paksaan structural.

Satu karakteristik spesial teori jaringan adalah pemusatan perhatiannya dalam struktur mikro sampai makro. Artinya, bagi teori jaringan, aktor mungkin saja individu (Wellman dan Wortley, 1990), namun mungkin pula gerombolan , perusahaan(Baker,1990;Clawson, Neustadtl, dan Bearden, 1986; Mizruchi serta Koening, 1986) serta masyarakat. Hubungan bisa terjadi ditingkat struktur social skala luas maupun ditingkat yang lebih mikroskopik. Granoveter melukiskan hubungan ditingkat mikro itu misalnya tindakan yang”melekat”pada interaksi pribadi konkret serta dalam strktur(jaringan) hubungan itu”(1985:490).hubungan ini berlandaskan gagasan bahwa setiap aktor (individu atau kolektifitas) memiliki akses tidak sama terhadap sumber daya yg bernilai (kekayaan, kekuasaan, warta). Akibatnya merupakan bahwa sistem yg terstruktur cenderung terstratifikasi, komponen eksklusif tergantung pada komponen yg lain.

Satu aspek penting analisis jaringan merupakan bahwa analisis ini menjauhkan sosiolog menurut studi mengenai kelompok serta kategori sosial dan mengarahkannya buat memeriksa ikatan dikalangan serta antar aktor yg “tidak terikat secara kuat serta tidak sepenuhnya memenuhi persyaratan grup” (Wellman, 1983:169). Contoh yang baik menurut ikatan seperti ini merupakan diungkap dalam karya Granoveter(1973:1983) mengenai “ikatan yang kuat serta lemah” Granoveter membedakan antara ikatan yang kuat, misalnya hubungan antara seorang dan sahabat karibnya, serta ikatan yg lemah, misalnya hubungan antara seorang dan kenalannya. 

Sosiolog cenderung memusatkan perhatian orang yg memiliki ikatan yg kuat atau kelompok sosial. Mereka cenderung menganggap ikatan yg kuat itu penting, sedangkan ikatan yang lemah dianggap tak krusial buat dijadikan target studi sosiologi. Granoveter menjelaskan ikatan yang lemah bisa sebagai sangat krusial. Contoh, ikatan lemah antara dua aktor bisa membantu menjadi jembatan antara da grup yg kuat ikatan internalnya. Tanpa adanya ikatan yang lemah misalnya itu, ke 2 kelompok mungkin akan terisolasi secara total. Isolasi ini selanjutnya bisa mengakibatkan system soisial semakin terfragmentasi. Seorang individu tanpa ikatan lemah akan merasa dirinya terisolasi dalam sebuah kelompok yg ikatannya sangat bertenaga dan akan kekurangan kabar mengenai apa yg terjadi di kelompok lain juga pada rakyat lebih luas. Karena itu ikatan yg lemah mencegah isolasi dan memungkinkan individu mengitegrasikan dirinya menggunakan lebih baik ke pada rakyat lebih luas. Meski granoveter menekankan pentingnya ikatan yg lemah, dia segera menyebutkan bahwa, “Ikatan yang bertenaga pun mempunyai nilai” (1983: 209; Lihat Bian, 1997). Misalnya, orang yang mempunyai ikatan bertenaga mempunyai motivasi lebih besar buat saling membantu dan lebih cepat buat saling menaruh bantuan.