PENGERTIAN KOMPETENSI MENURUT PARA AHLI

Pengertian Kompetensi Menurut Para Ahli
Kompetensi dari Spencer Dan Spencer dalam Palan (2007) adalah sebagai ciri dasar yang dimiliki sang seseorang individu yg bekerjasama secara kausal pada memenuhi kriteria yg diperlukan pada menduduki suatu jabatan. Kompetensi terdiri berdasarkan lima tipe ciri, yaitu motif (kemauan konsisten sekaligus menjadi sebab berdasarkan tindakan), faktor bawaan (karakter dan respon yg konsisten), konsep diri (gambaran diri), pengetahuan (warta dalam bidang eksklusif) dan keterampilan (kemampuan buat melaksanakan tugas).

Hal ini sejalan menggunakan pendapat Becker and Ulrich dalam Suparno (2005:24) bahwa competency refers to an individual’s knowledge, skill, ability or personality characteristics that directly influence job performance. Artinya, kompetensi mengandung aspek-aspek pengetahuan, ketrampilan (keahlian) serta kemampuan ataupun ciri kepribadian yg mempengaruhi kinerja.

Berbeda menggunakan Fogg (2004:90) yang membagi Kompetensi kompetensi sebagai 2 (dua) kategori yaitu kompetensi dasar serta yang membedakan kompetensi dasar (Threshold) serta kompetensi pembeda (differentiating) menurut kriteria yang dipakai buat memprediksi kinerja suatu pekerjaan. Kompetensi dasar (Threshold competencies) adalah karakteristik utama, yang umumnya berupa pengetahuan atau keahlian dasar misalnya kemampuan buat membaca, sedangkan kompetensi differentiating adalah kompetensi yang menciptakan seseorang berbeda menurut yang lain.

Kompetensi berasal dari kata “competency” adalah kata benda yang berdasarkan Powell (1997:142) diartikan sebagai 1) kecakapan, kemampuan, kompetensi dua) wewenang. Kata sifat dari competence adalah competent yang berarti cakap, bisa, serta tangkas.pengertian kompetensi ini pada prinsipnya sama dengan pengertian kompetensi berdasarkan Stephen Robbin (2007:38) bahwa kompetensi merupakan “kemampuan (ability) atau kapasitas seorang buat mengerjakan aneka macam tugas pada suatu pekerjaan, dimana kemampuan ini ditentukan oleh 2 (2) faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.

Pengertian kompetensi menjadi kecakapan atau kemampuan juga dikemukakan oleh Robert A. Roe (2001:73) sebagai berikut;:Competence is defined as the ability to adequately perform a task, duty or role. Competence integrates knowledge, skills, personal values and attitudes. Competence builds on knowledge and skills and is acquired through work experience and learning by doing“ Kompetensi dapat digambarkan menjadi kemampuan untuk melaksanakan satu tugas, kiprah atau tugas, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi, serta kemampuan buat menciptakan pengetahuan serta keterampilan yg berdasarkan dalam pengalaman serta pembelajaran yg dilakukan

Secara lebih rinci, Spencer serta Spencer dalam Palan (2007:84) mengemukakan bahwa kompetensi menerangkan ciri yang mendasari perilaku yg menggambarkan motif, karakteristik langsung (karakteristik spesial ), konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang dibawa seorang yang berkinerja unggul (superior performer) di loka kerja. Ada 5 (5) karakteristik yang menciptakan kompetensi yakni 1). Faktor pengetahuan meliputi perkara teknis, administratif, proses kemanusiaan, dan sistem. 2). Keterampilan; merujuk dalam kemampuan seseorang buat melakukan suatu kegiatan. 3). Konsep diri dan nilai-nilai; merujuk pada perilaku, nilai-nilai serta gambaran diri seseorang, seperti agama seorang bahwa dia mampu berhasil dalam suatu situasi. 4). Karakteristik pribadi; merujuk dalam karakteristik fisik dan konsistensi tanggapan terhadap situasi atau warta, seperti pengendalian diri dan kemampuan buat permanen hening dibawah tekanan. 5). Motif; merupakan emosi, impian, kebutuhan psikologis atau dorongan-dorongan lain yang memicu tindakan.

Pernyataan di atas mengandung makna bahwa kompetensi merupakan karakteristik seorang yang berkaitan menggunakan kinerja efektif dan atau unggul pada situasi pekerjaan eksklusif. Kompetensi dikatakan sebagai ciri dasar (underlying characteristic) lantaran karakteristik individu adalah bagian yang mendalam serta melekat dalam kepribadian seorang yg dapat digunakan buat memprediksi berbagai situasi pekerjaan tertentu. Kemudian dikatakan berkaitan antara konduite dan kinerja karena kompetensi mengakibatkan atau bisa memprediksi perilaku serta kinerja.

Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2004, tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) menjelaskan mengenai sertifikasi kompetensi kerja sebagai suatu proses anugerah sertifikat kompetensi yg dilakukan secara sistimatis dan objektif melalui uji kompetensi yang mengacu kepada standar kompetensi kerja nasional Indonesia dan atau Internasional

Menurut Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negeri Nomor: 46A tahun 2003, mengenai pengertian kompetensi adalah :kemampuan serta ciri yg dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keterampilan, dan perilaku perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sebagai akibatnya Pegawai Negeri Sipil tersebut bisa melaksanakan tugasnya secara profesional, efektif serta efisien.

Dari uraian pengertian pada atas bisa ditarik kesimpulan bahwa kompetensi yaitu sifat dasar yg dimiliki atau bagian kepribadian yg mendalam serta melekat kepada seorang dan perilaku yg dapat diprediksi dalam aneka macam keadaan dan tugas pekerjaan sebagai dorongan buat memiliki prestasi dan asa berusaha agar melaksanakan tugas menggunakan efektif. Ketidaksesuaian pada kompetensi-kompetensi inilah yg membedakan seseorang pelaku unggul menurut pelaku yg berprestasi terbatas. Kompetensi terbatas serta kompetensi istimewa untuk suatu pekerjaan tertentu merupakan pola atau panduan pada pemilihan karyawan (personal selection), perencanaan pengalihan tugas (succession rencana), penilaian kerja (performance appraisal) dan pengembangan (development)

Dengan kata lain, kompetensi adalah dominasi terhadap seperangkat pengetahuan, ketrampilan, nilai nilai dan perilaku yang menunjuk kepada kinerja dan direfleksikan dalam norma berpikir serta bertindak sinkron menggunakan profesinya. Selanjutnya, Wibowo (2007:86), kompetensi diartikan sebagai kemampuan buat melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yg dilandasi sang keterampilan serta pengetahuan kerja yg dituntut sang pekerjaan tadi. Dengan demikian kompetensi menunjukkan keterampilan atau pengetahuan yang dicirikan oleh profesionalisme pada suatu bidang eksklusif menjadi suatu yg terpenting. Kompetensi sebagai ciri seseorang berhubungan dengan kinerja yg efektif dalam suatu pekerjaan atau situasi.

Dari pengertian kompetensi tadi pada atas, terlihat bahwa fokus kompetensi adalah buat memanfaatkan pengetahuan dan ketrampilan kerja guna mencapai kinerja optimal. Dengan demikian kompetensi adalah segala sesuatu yang dimiliki sang seorang berupa pengetahuan ketrampilan serta faktor-faktor internal individu lainnya buat dapat mengerjakan sesuatu pekerjaan. Dengan istilah lain, kompetensi adalah kemampuan melaksanakan tugas dari pengetahuan dan ketrampilan yg dimiliki setiap individu.

PENGERTIAN KOMPETENSI MENURUT PARA AHLI

Pengertian Kompetensi Menurut Para Ahli
Kompetensi berdasarkan Spencer Dan Spencer dalam Palan (2007) adalah sebagai ciri dasar yang dimiliki sang seseorang individu yang berhubungan secara kausal pada memenuhi kriteria yang diperlukan pada menduduki suatu jabatan. Kompetensi terdiri berdasarkan lima tipe karakteristik, yaitu motif (kemauan konsisten sekaligus sebagai sebab menurut tindakan), faktor bawaan (karakter serta respon yg konsisten), konsep diri (citra diri), pengetahuan (warta pada bidang tertentu) dan keterampilan (kemampuan buat melaksanakan tugas).

Hal ini sejalan dengan pendapat Becker and Ulrich pada Suparno (2005:24) bahwa competency refers to an individual’s knowledge, skill, ability or personality characteristics that directly influence job performance. Artinya, kompetensi mengandung aspek-aspek pengetahuan, ketrampilan (keahlian) dan kemampuan ataupun ciri kepribadian yang menghipnotis kinerja.

Berbeda menggunakan Fogg (2004:90) yang membagi Kompetensi kompetensi menjadi 2 (2) kategori yaitu kompetensi dasar dan yang membedakan kompetensi dasar (Threshold) dan kompetensi pembeda (differentiating) berdasarkan kriteria yang dipakai buat memprediksi kinerja suatu pekerjaan. Kompetensi dasar (Threshold competencies) merupakan karakteristik primer, yang umumnya berupa pengetahuan atau keahlian dasar misalnya kemampuan buat membaca, sedangkan kompetensi differentiating adalah kompetensi yang menciptakan seseorang berbeda berdasarkan yang lain.

Kompetensi dari dari istilah “competency” adalah kata benda yg berdasarkan Powell (1997:142) diartikan menjadi 1) kecakapan, kemampuan, kompetensi dua) wewenang. Kata sifat menurut competence adalah competent yg berarti cakap, sanggup, serta tangkas.pengertian kompetensi ini pada prinsipnya sama dengan pengertian kompetensi dari Stephen Robbin (2007:38) bahwa kompetensi adalah “kemampuan (ability) atau kapasitas seseorang buat mengerjakan banyak sekali tugas dalam suatu pekerjaan, dimana kemampuan ini dipengaruhi sang dua (2) faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.

Pengertian kompetensi sebagai kecakapan atau kemampuan juga dikemukakan sang Robert A. Roe (2001:73) sebagai berikut;:Competence is defined as the ability to adequately perform a task, duty or role. Competence integrates knowledge, skills, personal values and attitudes. Competence builds on knowledge and skills and is acquired through work experience and learning by doing“ Kompetensi bisa digambarkan menjadi kemampuan untuk melaksanakan satu tugas, kiprah atau tugas, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, perilaku-sikap dan nilai-nilai eksklusif, serta kemampuan buat menciptakan pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yg dilakukan

Secara lebih rinci, Spencer dan Spencer dalam Palan (2007:84) mengemukakan bahwa kompetensi menunjukkan karakteristik yang mendasari perilaku yang mendeskripsikan motif, ciri pribadi (karakteristik spesial ), konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yg dibawa seorang yg berkinerja unggul (superior performer) di loka kerja. Ada 5 (5) ciri yg membangun kompetensi yakni 1). Faktor pengetahuan meliputi masalah teknis, administratif, proses kemanusiaan, serta sistem. Dua). Keterampilan; merujuk pada kemampuan seorang buat melakukan suatu kegiatan. 3). Konsep diri serta nilai-nilai; merujuk dalam sikap, nilai-nilai dan citra diri seorang, seperti agama seorang bahwa dia mampu berhasil dalam suatu situasi. 4). Karakteristik langsung; merujuk pada ciri fisik serta konsistensi tanggapan terhadap situasi atau keterangan, seperti pengendalian diri serta kemampuan untuk tetap damai dibawah tekanan. Lima). Motif; merupakan emosi, hasrat, kebutuhan psikologis atau dorongan-dorongan lain yg memicu tindakan.

Pernyataan pada atas mengandung makna bahwa kompetensi merupakan ciri seseorang yang berkaitan menggunakan kinerja efektif serta atau unggul pada situasi pekerjaan tertentu. Kompetensi dikatakan sebagai karakteristik dasar (underlying characteristic) karena karakteristik individu merupakan bagian yang mendalam dan melekat pada kepribadian seorang yang bisa dipergunakan untuk memprediksi aneka macam situasi pekerjaan tertentu. Kemudian dikatakan berkaitan antara konduite dan kinerja karena kompetensi menyebabkan atau bisa memprediksi perilaku dan kinerja.

Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2004, tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) mengungkapkan mengenai tunjangan profesi kompetensi kerja menjadi suatu proses anugerah sertifikat kompetensi yang dilakukan secara sistimatis dan objektif melalui uji kompetensi yang mengacu pada baku kompetensi kerja nasional Indonesia serta atau Internasional

Menurut Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negeri Nomor: 46A tahun 2003, mengenai pengertian kompetensi adalah :kemampuan serta ciri yg dimiliki sang seseorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keterampilan, serta sikap perilaku yg dibutuhkan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sebagai akibatnya Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, efektif dan efisien.

Dari uraian pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi yaitu sifat dasar yg dimiliki atau bagian kepribadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang dan konduite yang dapat diprediksi dalam aneka macam keadaan dan tugas pekerjaan menjadi dorongan buat memiliki prestasi dan asa berusaha supaya melaksanakan tugas dengan efektif. Ketidaksesuaian pada kompetensi-kompetensi inilah yg membedakan seorang pelaku unggul dari pelaku yang berprestasi terbatas. Kompetensi terbatas serta kompetensi istimewa buat suatu pekerjaan eksklusif adalah pola atau panduan dalam pemilihan karyawan (personal selection), perencanaan pengalihan tugas (succession planning), evaluasi kerja (performance appraisal) dan pengembangan (development)

Dengan kata lain, kompetensi adalah dominasi terhadap seperangkat pengetahuan, ketrampilan, nilai nilai serta sikap yg menunjuk kepada kinerja serta direfleksikan dalam norma berpikir dan bertindak sinkron dengan profesinya. Selanjutnya, Wibowo (2007:86), kompetensi diartikan menjadi kemampuan buat melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yg dilandasi oleh keterampilan serta pengetahuan kerja yang dituntut oleh pekerjaan tadi. Dengan demikian kompetensi menampakan keterampilan atau pengetahuan yang dicirikan sang profesionalisme pada suatu bidang eksklusif sebagai suatu yg terpenting. Kompetensi menjadi ciri seseorang berhubungan dengan kinerja yang efektif dalam suatu pekerjaan atau situasi.

Dari pengertian kompetensi tadi pada atas, terlihat bahwa penekanan kompetensi merupakan buat memanfaatkan pengetahuan dan ketrampilan kerja guna mencapai kinerja optimal. Dengan demikian kompetensi adalah segala sesuatu yang dimiliki sang seorang berupa pengetahuan ketrampilan serta faktor-faktor internal individu lainnya buat dapat mengerjakan sesuatu pekerjaan. Dengan istilah lain, kompetensi merupakan kemampuan melaksanakan tugas berdasarkan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki setiap individu.

PENGERTIAN BIROKRASI MENURUT BEBERAPA PAKAR

Pengertian Birokrasi Menurut Beberapa Pakar 
1. Max Weber
Pada dasarnya, Max Weber tidak pernah secara definitif mengungkapkan makna Birokrasi. Weber menyebut begitu saja konsep ini lalu menganalisis karakteristik-karakteristik apa yg seharusnya melekat dalam birokrasi. Gejala birokrasi yang dikaji Weber sesungguhnya birokrasi-patrimonial. Birokrasi-Patrimonial ini berlangsung pada ketika hayati Weber, yaitu birokrasi yg dikembangkan dalam Dinasti Hohenzollern pada Prussia. 

Birokrasi tadi dipercaya oleh Weber menjadi nir rasional. Banyak pengangkatan pejabat yang mengacu pada political-will pimpinan Dinasti. Akibatnya poly pekerjaan negara yg “salah -urus” atau nir mencapai output secara maksimal . Atas dasar “ketidakrasional” itu, Weber lalu mengembangkan apa yang seharusnya (ideal typhus) melekat di sebuah birokrasi. Weber terkenal dengan konsepsinya mengenai tipe ideal (ideal typhus) bagi sebuah otoritas legal dapat diselenggarakan, yaitu :
a. Tugas-tugas pejabat diorganisir atas dasar aturan yang berkesinambungan;
b. Tugas-tugas tersebut dibagi atas bidang-bidang yg tidak sama sesuai dengan fungsi-fungsinya, yg masing-masing dilengkapi dengan syarat otoritas dan sanksi-hukuman;
c. Jabatan-jabatan tersusun secara hirarkis, yg disertai dengan rincian hak-hak kontrol serta pengaduan (complaint);
d. Anggaran-aturan yg sesuai dengan pekerjaan diarahkan baik secara teknis maupun secara legal. Dalam kedua perkara tersebut, insan yang terlatih sebagai diharapkan;
e. Anggota sebagai sumber daya organisasi tidak sinkron menggunakan anggota menjadi individu eksklusif;
f. Pemegang jabatan tidaklah sama menggunakan jabatannya; 
g. Administrasi berdasarkan dalam dokumen-dokumen tertulis serta hal ini cenderung membuahkan tempat kerja (biro) sebagai sentra organisasi terbaru; dan
h. Sistem-sistem otoritas sah bisa merogoh poly bentuk, tetapi ditinjau pada bentuk aslinya, sistem tersebut tetap berada pada suatu staf administrasi birokratik.

Bagi Weber, jika ke-8 sifat pada atas dilekatkan ke sebuah birokrasi, maka birokrasi tadi dapat dikatakan bercorak legal-rasional. 

Selanjutnya, Weber melanjutkan ke sisi pekerja (staf) di organisasi yang legal-rasional. Bagi Weber, kedudukan staf di sebuah organisasi sah-rasional adalah sebagai berikut :
a. Para anggota staf bersifat bebas secara eksklusif, dalam arti hanya menjalankan tugas-tugas impersonal sesuai menggunakan jabatan mereka;
b. Masih ada girarki jabatan yg jelas;
c. Fungsi-fungsi jabatan dipengaruhi secara tegas;
d. Para pejabat diangkat menurut suatu kontrak;
e. Para pejabat dipilih dari kualifikasi profesional, idealnya berdasarkan pada suatu diploma (ijazah) yg diperoleh melalui ujian;
f. Para pejabat mempunyai gaji serta umumnya jua dilengkapi hak-hak purna tugas. Gaji bersifat berjenjang dari kedudukan dalam hirarki. Pejabat dapat selalu menempati posnya, dan dalam keadaan-keadaan eksklusif, pejabat pula bisa diberhentikan;
g. Pos jabatan merupakan lapangan kerja yg utama bagi para pejabat;
h. Suatu struktur karir dn kenaikan pangkat dimungkinkan atas dasar senioritas dan keahlian (merit) serta berdasarkan pertimbangan keunggulan (superior);
i. Pejabat sangat mungkin nir sinkron dengan pos jabatannya maupun dengan sumber-sumber yg tersedia pada pos terbut, dan;
j. Pejabat tunduk pada sisstem disiplin serta kontrol yang seragam

Weber jua menyatakan, birokrasi itu sistem kekuasaan, pada mana pemimpin (superordinat) mempraktekkan kontrol atas bawahan (subordinat). Sistem birokrasi menekankan dalam aspek “disiplin.” Sebab itu, Weber juga memasukkan birokrasi menjadi sistem legal-rasional. Legal oleh sebab tunduk pada aturan-anggaran tertulis dan bisa disimak sang siapa pun juga. Rasional adalah dapat dipahami, dipelajari, serta jelas penerangan sebab-akibatnya.

Khususnya, Weber memperhatikan kenyataan kontrol superordinat atas subordinat. Kontrol ini, bila nir dilakukan pembatasan, mengakibatkan pada akumulasi kekuatan absolut pada tangan superordinat. Akibatnya, organisasi nir lagi berjalan secara rasional melainkan sinkron keinginan pemimpin belaka.

Bagi Weber, perlu dilakukan restriksi atas setiap kekuasaan yang ada pada pada birokrasi, yg mencakup point-point berikut : 

Kolegialitas. 
Kolegialitas merupakan suatu prinsip pelibatan orang lain pada pengambilan suatu keputusan. Weber mengakui bahwa pada birokrasi, satu atasan merogoh satu keputusan sendiri. Tetapi, prinsip kolegialitas dapat saja diterapkan guna mencegah korupsi kekuasaan. 

Pemisahan Kekuasaan. 
Pemisahan kekuasaan berarti pembagian tanggung jawab terhadap fungsi yang sama antara 2 badan atau lebih. Misalnya, buat menyepakati aturan negara, perlu keputusan beserta antara badan DPR dan Presiden. Pemisahan kekuasaan, dari Weber, tidaklah stabil namun dapat membatasi akumulasi kekuasaan. 

Administrasi Amatir. 
Administrasi amatir diperlukan tatkala pemerintah tidak bisa membayar orang-orang buat mengerjakan tugas birokrasi, bisa saja direkrut warganegara yang dapat melaksanakan tugas tersebut. Misalnya, tatkala KPU (birokrasi negara Indonesia) “kerepotan” menghitung surat bunyi bagi tiap TPS, mak -ibu tempat tinggal tangga diberi kesempatan menghitung serta diberi gaji. Tentu saja, pejabat KPU terdapat yang mendampingi selama aplikasi tugas tadi. 

Demokrasi Langsung. 
Demokrasi eksklusif bermanfaat dalam membuat orang bertanggung jawab pada suatu majelis. Misalnya, Gubernur Bank Indonesia, meski merupakan prerogatif Presiden guna mengangkatnya, terlebih dahulu harus di-fit and proper-test sang DPR. Ini berguna agar Gubernur BI yg diangkat merasa bertanggung jawab pada masyarakat secara holistik. 

Representasi. 
Representasi didasarkan pengertian seseorang pejabat yg diangkat mewakili para pemilihnya. Dalam kinerja birokrasi, partai-partai politik dapat diandalkan dalam mengawasi kinerja pejabat serta staf birokrasi. Ini dampak pengertian tidak eksklusif bahwa anggota DPR menurut partai politik mewakili rakyat pemilih mereka.

Hingga sekarang, pengertian orang mengenai birokrasi sangat ditentukan sang pandangan-pandangan Max Weber pada atas. Dengan modifikasi dan penolakan di sana-sini atas pandangan Weber, analisis birokrasi mereka lakukan.

2. Martin Albrow
Martin Albrow adalah sosiolog menurut Inggris. Ia banyak menulis seputar pandangan para ahli seputar konsep birokrasi Weber. Akhirnya, beliau sendiri mengajukan beberapa konsepsinya seputar birokrasi. 

Albrow membagi 7 cara pandang mengenai birokrasi. Ketujuh cara pandang ini digunakan menjadi pisau analisa guna menganalisis kenyataan birokrasi yg banyak dipraktekkan pada era terkini. Ketujuh konsepsi birokrasi Albrow adalah :

a. Birokrasi menjadi organisasi rasional
Birokrasi sebagai organisasi rasional sebagian besar mengikut dalam pemahaman Weber. Tetapi, rasional di sini patut dipahami bukan sebagai segalanya terukur secara pasti dan kentara. Kajian sosial tidap pernah membuat sesuatu yg niscaya menurut hipotesis yg diangkat. 

Birokrasi dapat dikatakan sebagai organisasi yang memaksimumkan efisiensi dalam administrasi. Secara teknis, birokrasi jua mengacu dalam mode pengorganisasian menggunakan tujuan utamanya menjaga stabilitas serta efisiensi pada organisasi-organisasi yang akbar dan kompleks. Birokrasi juga mengacu dalam susunan aktivitas yg rasional yang diarahkan buat pencapaian tujuan-tujuan organisasi. 

Perbedaan menggunakan Weber merupakan, bila Weber memaklumkan birokrasi sebagai “organisasi rasional”, Albrow memaksudkan birokrasi menjadi “organisasi yang di dalamnya manusia menerapkan kriteria rasionalitas terhadap tindakan mereka.”

b. Birokrasi sebagai Inefesiensi Organisasi
Birokrasi adalah antitesis (perlawanan) berdasarkan menurut vitalitas administratif serta kretivitas manajerianl. Birokrasi pula dinyatakan menjadi susunan manifestasi kelembagaan yang cenderung ke arah infleksibilitas dan depersonalisasi. Selain itu, birokrasi juga mengacu dalam ketidaksempurnaan pada struktur dan fungsi dalam organisasi-organisasi akbar.

Birokrasi terlalu percaya pada preseden (anggaran yang dibuat sebelumnya), kurang inisiatif, penundaan (lamban pada banyak sekali urusan), berkembangbiaknya formulir (terlalu poly formalitas), duplikasi usaha, dan departementalisme. Birokrasi jua adalah organisasi yang nir dapat memperbaiki perilakunya menggunakan cara belajar dari kesalahannya. Aturan-aturan pada pada birokrasi cenderung digunakan para anggotanya buat kepentingan diri sendiri.

c. Birokrasi sebagai kekuasaan yang dijalankan oleh pejabat.
Birokrasi merupakan pelaksanaan kekuasaan sang para administrator yang profesional. Atau, birokrasi adalah pemerintahan oleh para pejabat. Dalam pengertian ini, pejabat memiliki kekuasaan untuk mengatur dan melakukan sesuatu. Juga, tak jarang dikatakan birokrasi adalah kekuasaan para elit pejabat. 

d. Birokrasi sebagai administrasi negara (publik)
Birokrasi merupakan komponen sistem politik, baik administrasi pemerintahan sipil ataupun publik. Ia mencakup semua pegawai pemerintah. Birokrasi adalah sistem administrasi, yaitu struktur yg mengalokasikan barang dan jasa pada suatu pemerintahan. Lewat birokrasi, kebijakan-kebijakan negara diimplementasikan.

e. Birokrasi sebagai administrasi yg dijalankan pejabat.
Birokrasi dianggap sebagai sebuah struktur (badan). Di struktur itu, staf-staf administrasi yang menjalankan otoritas keseharian sebagai bagian krusial. Staf-staf itu terdiri dari orang-orang yg diangkat. Mereka inilah yang dianggap birokrasai-birokrasi. Fungsi berdasarkan orang-orang itu disebut sebagai administrasi.

f. Birokrasi sebagai suatu organisasi
Birokrasi adalah suatu bentuk organisasi berskala akbar, formal, serta terbaru. Suatu organisasi bisa disebut birokrasi atau bukan mengikut dalam karakteristik-ciri yg telah disebut

g. Birokrasi sebagai warga modern
Birokrasi menjadi rakyat modern, mengacu pada suatu kondisi pada mana masyarakat tunduk pada aturan-aturan yg diselenggarakan oleh birokrasi. Untuk itu, nir dibedakan antara birokrasi perusahaan swasta besar ataupun birokrasi negara. Selama rakyat tunduk pada anggaran-anggaran yang terdapat di 2 tipe birokrasi tadi, maka dikatakan bahwa masyarakat tersebut dikatakan terbaru.

Reformasi Birokrasi
Birokrasi bisa memicu pemberdayaan masyarakat, serta mengutamakan pelayanan pada warga tanpa diskriminasi. Birokrasi demikian dapat terwujud jika terbentuk suatu sistem pada mana terjadi prosedur Birokrasi yg efisien dan efektif dengan menjaga sinergi yang konstiruktif pada antara pemerintah, sektor swasta dan rakyat.

Saat ini posisi, kewenangan serta peranan Birokrasi masih sangat bertenaga, baik dalam mobilisasi sumber daya pembangunan, perencanaan, maupun aplikasi pemerintahan serta pembangunan yg masih terkesan sentralistik. Di samping itu, kepekaan Birokrasi buat mengantisipasi tuntutan perkembangan warga tentang perkembangan ekonomi, sosial dan politik sangat kurang sehingga kedudukan birokrasi yg seharusnya menjadi pelayan rakyat cenderung bersifat vertical top down daripada horizontal partisipative.

Birokrasi yg terjadi di Indonesia waktu ini masih belum efisien, yg diantaranya ditandai menggunakan adanya tumpang tindih aktivitas antar instansi, struktur, kebiasaan, nilai,dan regulasi yang ada pula masih berorientasi dalam kekuasaan, budaya birokrasi yang masih bersifat “dilayani” daripada “melayani”, serta juga banyaknya posisi-posisi terpenting dalam forum birokrasi kita yang tidak diisi sang orang-orang yg berkompeten. Padahal, birokrasi dalam suatu negara merupakan suatu forum krusial yg merupakan alat negara pada melayani warga . Oleh karena itu, suatu perubahan dalam birokrasi kita wajib dilaksanakan, atau biasa yang dikenal dengan reformasi birokrasi.

Reformasi birokrasi, adalah keliru satu cara buat menciptakan kepercayaan warga . Pengertian reformasi birokrasi sendiri artinya, suatu bisnis perubahan pokok dalam suatu sistem yg tujuannya mengubah struktur, tingkah laku , serta eksistensi atau kebiasaan yg sudah lama . Reformasi birokrasi ruang lingkupnya nir hanya terbatas dalam proses dan prosedur, namun juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap dan tingkah laku . Hal ini berhubungan dengan menggunakan pertarungan yg bersinggungan dengan authority atau formal power (kekuasaan).

Menurut Prof. Eko Prasojo, guru akbar sekaligus ahli administrasi negara dari FISIP UI, buat terwujudnya reformasi birokrasi, maka diharapkan strategi-taktik reformasi birokrasi, yaitu :
  • Level kebijakan, harus diciptakan berbagai kebijakan yg mendorong Birokrasi yg berorientasi pada pemenuhan hak-hak sipil masyarakat (kepastian aturan, batas waktu, mekanisme, partisipasi, pengaduan, gugatan).
  • Level organisational, dilakukan melalui pemugaran proses rekrutmen berbasis kompetensi, pendidikan dan latihan yg sensitif terhadap kepentingan warga , penciptaan Standar Kinerja Individu, Standar Kinerja Tim dan Standar Kinerja Instansi Pemerintah.
  • Level operasional, dilakukan perbaikan melalui peningkatan service quality meliputi dimensi tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty.
  • Instansi Pemerintah secara periodik melakukan pengukuran kepuasan pelanggan dan melakukan pemugaran 
Selain memerlukan taktik-taktik, dipelukan pula tahapan-tahapan reformasi birokrasi, yaitu menaikkan pelayanan publik guna mendapatkan kembali agama rakyat, pelayanan publik yg berorientasi pada pemberdayaan masyarakat, dan perbaikan tingkat kesejahteraan pegawai.

Reformasi birokrasi menjadi bisnis mendesak mengingat implikasinya yang begitu luas bagi masyarakat serta negara. Secara nyata, perlu bisnis-bisnis serius supaya pembaharuan birokrasi menjadi lancar dan berkelanjutan. Beberapa poin ini dia adalah langkah-langkah yg perlu ditempuh buat menuju reformasi birokrasi.

PENGERTIAN BIROKRASI MENURUT BEBERAPA PAKAR

Pengertian Birokrasi Menurut Beberapa Pakar 
1. Max Weber
Pada dasarnya, Max Weber tidak pernah secara definitif menjelaskan makna Birokrasi. Weber menyebut begitu saja konsep ini kemudian menganalisis ciri-karakteristik apa yg seharusnya inheren dalam birokrasi. Gejala birokrasi yg dikaji Weber sesungguhnya birokrasi-patrimonial. Birokrasi-Patrimonial ini berlangsung di saat hayati Weber, yaitu birokrasi yg dikembangkan pada Dinasti Hohenzollern di Prussia. 

Birokrasi tersebut dipercaya oleh Weber sebagai nir rasional. Banyak pengangkatan pejabat yang mengacu pada political-will pimpinan Dinasti. Akibatnya banyak pekerjaan negara yg “galat-urus” atau nir mencapai output secara aporisma. Atas dasar “ketidakrasional” itu, Weber lalu membuatkan apa yg seharusnya (ideal typhus) inheren di sebuah birokrasi. Weber terkenal dengan konsepsinya tentang tipe ideal (ideal typhus) bagi sebuah otoritas sah dapat diselenggarakan, yaitu :
a. Tugas-tugas pejabat diorganisir atas dasar anggaran yg berkesinambungan;
b. Tugas-tugas tersebut dibagi atas bidang-bidang yg tidak sinkron sesuai dengan fungsi-fungsinya, yg masing-masing dilengkapi menggunakan syarat otoritas serta hukuman-hukuman;
c. Jabatan-jabatan tersusun secara hirarkis, yang disertai dengan rincian hak-hak kontrol dan pengaduan (complaint);
d. Anggaran-aturan yg sesuai menggunakan pekerjaan diarahkan baik secara teknis juga secara legal. Dalam ke 2 kasus tersebut, manusia yang terlatih sebagai diperlukan;
e. Anggota sebagai sumber daya organisasi tidak sama menggunakan anggota sebagai individu eksklusif;
f. Pemegang jabatan tidaklah sama menggunakan jabatannya; 
g. Administrasi didasarkan pada dokumen-dokumen tertulis serta hal ini cenderung berakibat tempat kerja (biro) sebagai sentra organisasi terbaru; dan
h. Sistem-sistem otoritas sah dapat merogoh poly bentuk, tetapi dicermati pada bentuk aslinya, sistem tadi permanen berada dalam suatu staf administrasi birokratik.

Bagi Weber, bila ke-8 sifat di atas dilekatkan ke sebuah birokrasi, maka birokrasi tadi dapat dikatakan bercorak sah-rasional. 

Selanjutnya, Weber melanjutkan ke sisi pekerja (staf) pada organisasi yang sah-rasional. Bagi Weber, kedudukan staf di sebuah organisasi legal-rasional merupakan sebagai berikut :
a. Para anggota staf bersifat bebas secara eksklusif, pada arti hanya menjalankan tugas-tugas impersonal sesuai dengan jabatan mereka;
b. Terdapat girarki jabatan yang kentara;
c. Fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara tegas;
d. Para pejabat diangkat menurut suatu kontrak;
e. Para pejabat dipilih dari kualifikasi profesional, idealnya berdasarkan pada suatu diploma (ijazah) yang diperoleh melalui ujian;
f. Para pejabat mempunyai gaji dan umumnya juga dilengkapi hak-hak purna tugas. Gaji bersifat berjenjang berdasarkan kedudukan dalam hirarki. Pejabat dapat selalu menempati posnya, dan pada keadaan-keadaan tertentu, pejabat jua bisa diberhentikan;
g. Pos jabatan adalah lapangan kerja yang utama bagi para pejabat;
h. Suatu struktur karir dn promosi dimungkinkan atas dasar senioritas dan keahlian (merit) serta dari pertimbangan keunggulan (superior);
i. Pejabat sangat mungkin nir sinkron menggunakan pos jabatannya maupun dengan asal-asal yg tersedia di pos terbut, serta;
j. Pejabat tunduk pada sisstem disiplin dan kontrol yg seragam

Weber jua menyatakan, birokrasi itu sistem kekuasaan, pada mana pemimpin (superordinat) mempraktekkan kontrol atas bawahan (subordinat). Sistem birokrasi menekankan pada aspek “disiplin.” Sebab itu, Weber jua memasukkan birokrasi menjadi sistem legal-rasional. Legal oleh karena tunduk pada anggaran-aturan tertulis serta dapat disimak oleh siapa pun pula. Rasional merupakan dapat dipahami, dipelajari, dan jelas penjelasan karena-akibatnya.

Khususnya, Weber memperhatikan kenyataan kontrol superordinat atas diskriminasi. Kontrol ini, bila nir dilakukan pembatasan, membuahkan pada akumulasi kekuatan mutlak pada tangan superordinat. Akibatnya, organisasi nir lagi berjalan secara rasional melainkan sesuai keinginan pemimpin belaka.

Bagi Weber, perlu dilakukan pembatasan atas setiap kekuasaan yang ada pada dalam birokrasi, yg meliputi point-point berikut : 

Kolegialitas. 
Kolegialitas merupakan suatu prinsip pelibatan orang lain pada pengambilan suatu keputusan. Weber mengakui bahwa dalam birokrasi, satu atasan merogoh satu keputusan sendiri. Namun, prinsip kolegialitas dapat saja diterapkan guna mencegah korupsi kekuasaan. 

Pemisahan Kekuasaan. 
Pemisahan kekuasaan berarti pembagian tanggung jawab terhadap fungsi yang sama antara dua badan atau lebih. Misalnya, buat menyepakati anggaran negara, perlu keputusan bersama antara badan DPR dan Presiden. Pemisahan kekuasaan, dari Weber, tidaklah stabil namun bisa membatasi akumulasi kekuasaan. 

Administrasi Amatir. 
Administrasi amatir dibutuhkan tatkala pemerintah nir bisa membayar orang-orang buat mengerjakan tugas birokrasi, bisa saja direkrut warganegara yang bisa melaksanakan tugas tersebut. Misalnya, tatkala KPU (birokrasi negara Indonesia) “kerepotan” menghitung surat suara bagi tiap TPS, mak -mak rumah tangga diberi kesempatan menghitung dan diberi honor . Tentu saja, pejabat KPU terdapat yang mendampingi selama pelaksanaan tugas tadi. 

Demokrasi Langsung. 
Demokrasi langsung bermanfaat pada menciptakan orang bertanggung jawab kepada suatu majelis. Misalnya, Gubernur Bank Indonesia, meski adalah prerogatif Presiden guna mengangkatnya, terlebih dahulu harus pada-fit and proper-test oleh DPR. Ini berguna agar Gubernur BI yang diangkat merasa bertanggung jawab kepada warga secara holistik. 

Representasi. 
Representasi berdasarkan pengertian seorang pejabat yg diangkat mewakili para pemilihnya. Dalam kinerja birokrasi, partai-partai politik bisa diandalkan pada mengawasi kinerja pejabat serta staf birokrasi. Ini dampak pengertian tak langsung bahwa anggota DPR berdasarkan partai politik mewakili rakyat pemilih mereka.

Hingga sekarang, pengertian orang tentang birokrasi sangat ditentukan sang pandangan-pandangan Max Weber di atas. Dengan modifikasi serta penolakan pada sana-sini atas pandangan Weber, analisis birokrasi mereka lakukan.

2. Martin Albrow
Martin Albrow adalah sosiolog menurut Inggris. Ia banyak menulis seputar pandangan para ahli seputar konsep birokrasi Weber. Akhirnya, ia sendiri mengajukan beberapa konsepsinya seputar birokrasi. 

Albrow membagi 7 cara pandang mengenai birokrasi. Ketujuh cara pandang ini dipergunakan menjadi pisau analisa guna menganalisis fenomena birokrasi yg poly dipraktekkan pada era modern. Ketujuh konsepsi birokrasi Albrow adalah :

a. Birokrasi menjadi organisasi rasional
Birokrasi menjadi organisasi rasional sebagian besar mengikut pada pemahaman Weber. Namun, rasional di sini patut dipahami bukan menjadi segalanya terukur secara pasti serta jelas. Kajian sosial tidap pernah menghasilkan sesuatu yang pasti berdasarkan hipotesis yg diangkat. 

Birokrasi bisa dikatakan sebagai organisasi yang memaksimumkan efisiensi pada administrasi. Secara teknis, birokrasi pula mengacu dalam mode pengorganisasian dengan tujuan utamanya menjaga stabilitas serta efisiensi pada organisasi-organisasi yg akbar serta kompleks. Birokrasi juga mengacu dalam susunan aktivitas yg rasional yang diarahkan buat pencapaian tujuan-tujuan organisasi. 

Perbedaan menggunakan Weber merupakan, apabila Weber memaklumkan birokrasi sebagai “organisasi rasional”, Albrow memaksudkan birokrasi sebagai “organisasi yg di dalamnya manusia menerapkan kriteria rasionalitas terhadap tindakan mereka.”

b. Birokrasi sebagai Inefesiensi Organisasi
Birokrasi adalah antitesis (perlawanan) dari dari vitalitas administratif dan kretivitas manajerianl. Birokrasi pula dinyatakan sebagai susunan manifestasi kelembagaan yang cenderung ke arah infleksibilitas serta depersonalisasi. Selain itu, birokrasi juga mengacu pada ketidaksempurnaan pada struktur dan fungsi dalam organisasi-organisasi akbar.

Birokrasi terlalu percaya pada preseden (anggaran yang dibentuk sebelumnya), kurang inisiatif, penundaan (lamban dalam berbagai urusan), berkembangbiaknya formulir (terlalu poly formalitas), duplikasi bisnis, serta departementalisme. Birokrasi juga adalah organisasi yg tidak bisa memperbaiki perilakunya menggunakan cara belajar dari kesalahannya. Aturan-anggaran di dalam birokrasi cenderung digunakan para anggotanya buat kepentingan diri sendiri.

c. Birokrasi sebagai kekuasaan yg dijalankan sang pejabat.
Birokrasi adalah pelaksanaan kekuasaan oleh para administrator yang profesional. Atau, birokrasi adalah pemerintahan sang para pejabat. Dalam pengertian ini, pejabat memiliki kekuasaan buat mengatur serta melakukan sesuatu. Juga, tak jarang dikatakan birokrasi merupakan kekuasaan para elit pejabat. 

d. Birokrasi menjadi administrasi negara (publik)
Birokrasi merupakan komponen sistem politik, baik administrasi pemerintahan sipil ataupun publik. Ia mencakup seluruh pegawai pemerintah. Birokrasi adalah sistem administrasi, yaitu struktur yang mengalokasikan barang serta jasa pada suatu pemerintahan. Lewat birokrasi, kebijakan-kebijakan negara diimplementasikan.

e. Birokrasi menjadi administrasi yang dijalankan pejabat.
Birokrasi dianggap menjadi sebuah struktur (badan). Di struktur itu, staf-staf administrasi yg menjalankan otoritas keseharian sebagai bagian krusial. Staf-staf itu terdiri menurut orang-orang yang diangkat. Mereka inilah yg dianggap birokrasai-birokrasi. Fungsi berdasarkan orang-orang itu disebut menjadi administrasi.

f. Birokrasi sebagai suatu organisasi
Birokrasi adalah suatu bentuk organisasi berskala besar , formal, serta terbaru. Suatu organisasi dapat diklaim birokrasi atau bukan mengikut dalam ciri-karakteristik yg telah disebut

g. Birokrasi sebagai warga modern
Birokrasi menjadi warga terbaru, mengacu pada suatu kondisi di mana warga tunduk pada aturan-anggaran yg diselenggarakan oleh birokrasi. Untuk itu, tidak dibedakan antara birokrasi perusahaan swasta besar ataupun birokrasi negara. Selama warga tunduk pada aturan-aturan yg terdapat di 2 tipe birokrasi tadi, maka dikatakan bahwa masyarakat tersebut dikatakan terbaru.

Reformasi Birokrasi
Birokrasi bisa memicu pemberdayaan masyarakat, dan mengutamakan pelayanan kepada warga tanpa subordinat. Birokrasi demikian dapat terwujud jika terbentuk suatu sistem pada mana terjadi prosedur Birokrasi yg efisien serta efektif dengan menjaga sinergi yang konstiruktif pada antara pemerintah, sektor swasta serta rakyat.

Saat ini posisi, wewenang dan peranan Birokrasi masih sangat bertenaga, baik pada mobilisasi asal daya pembangunan, perencanaan, juga aplikasi pemerintahan dan pembangunan yg masih terkesan sentralistik. Di samping itu, kepekaan Birokrasi buat mengantisipasi tuntutan perkembangan masyarakat mengenai perkembangan ekonomi, sosial serta politik sangat kurang sehingga kedudukan birokrasi yang seharusnya menjadi pelayan masyarakat cenderung bersifat vertical top down daripada horizontal partisipative.

Birokrasi yang terjadi pada Indonesia saat ini masih belum efisien, yang diantaranya ditandai menggunakan adanya tumpang tindih kegiatan antar instansi, struktur, norma, nilai,serta regulasi yang ada juga masih berorientasi pada kekuasaan, budaya birokrasi yang masih bersifat “dilayani” daripada “melayani”, dan jua banyaknya posisi-posisi terpenting dalam forum birokrasi kita yang nir diisi oleh orang-orang yang berkompeten. Padahal, birokrasi dalam suatu negara merupakan suatu forum penting yang merupakan indera negara dalam melayani warga . Oleh karenanya, suatu perubahan pada birokrasi kita wajib dilaksanakan, atau biasa yang dikenal dengan reformasi birokrasi.

Reformasi birokrasi, merupakan salah satu cara buat membentuk kepercayaan warga . Pengertian reformasi birokrasi sendiri merupakan, suatu usaha perubahan pokok dalam suatu sistem yang tujuannya mengubah struktur, tingkah laku , dan eksistensi atau norma yang sudah lama . Reformasi birokrasi ruang lingkupnya nir hanya terbatas dalam proses serta mekanisme, namun juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur serta perilaku serta tingkah laris. Hal ini herbi menggunakan perseteruan yg bersinggungan menggunakan authority atau formal power (kekuasaan).

Menurut Prof. Eko Prasojo, guru akbar sekaligus pakar administrasi negara berdasarkan FISIP UI, buat terwujudnya reformasi birokrasi, maka diharapkan taktik-taktik reformasi birokrasi, yaitu :
  • Level kebijakan, wajib diciptakan berbagai kebijakan yg mendorong Birokrasi yang berorientasi dalam pemenuhan hak-hak sipil warga (kepastian aturan, batas ketika, mekanisme, partisipasi, pengaduan, somasi).
  • Level organisational, dilakukan melalui perbaikan proses rekrutmen berbasis kompetensi, pendidikan serta latihan yang sensitif terhadap kepentingan warga , penciptaan Standar Kinerja Individu, Standar Kinerja Tim serta Standar Kinerja Instansi Pemerintah.
  • Level operasional, dilakukan perbaikan melalui peningkatan service quality mencakup dimensi tangibles, reliability, responsiveness, assurance serta emphaty.
  • Instansi Pemerintah secara periodik melakukan pengukuran kepuasan pelanggan dan melakukan perbaikan 
Selain memerlukan strategi-taktik, dipelukan jua tahapan-tahapan reformasi birokrasi, yaitu menaikkan pelayanan publik guna mendapatkan balik agama masyarakat, pelayanan publik yg berorientasi dalam pemberdayaan warga , dan perbaikan taraf kesejahteraan pegawai.

Reformasi birokrasi menjadi bisnis mendesak mengingat implikasinya yang begitu luas bagi rakyat dan negara. Secara konkret, perlu usaha-usaha berfokus agar pembaharuan birokrasi menjadi lancar serta berkelanjutan. Beberapa poin berikut ini adalah langkah-langkah yang perlu ditempuh buat menuju reformasi birokrasi.

PENGERTIAN EVALUASI KURIKULUM MENURUT PARA AHLI

Pengertian Evaluasi Kurikulum Menurut Para Ahli
Pemahaman tentang pengertian penilaian kurikulum bisa berbeda-beda sesuai menggunakan pengertian kurikulum yang bervariasi dari para pakar kurikulum. Pengertian evaluasi menurut joint committee, 1981 adalah penelitian yang sistematik atau yang teratur tentang manfaat atau guna beberapa obyek. Purwanto serta Atwi Suparman, 1999 mendefinisikan evaluasi merupakan proses penerapan mekanisme ilmiah buat mengumpulkan data yg valid dan reliabel buat menciptakan keputusan mengenai suatu acara. Rutman and Mowbray 1983 mendefinisikan evaluasi adalah penggunaan metode ilmiah buat menilai implementasi serta outcomes suatu program yg berguna buat proses menciptakan keputusan. Chelimsky 1989 mendefinisikan evaluasi adalah suatu metode penelitian yg sistematis buat menilai rancangan, implementasi serta efektifitas suatu program. Dari definisi evaluasi pada atas dapat ditarik konklusi bahwa penilaian adalah penerapan prosedur ilmiah yg sistematis buat menilai rancangan, implementasi dan efektifitas suatu program. Sedangkan pengertian kurikulum adalah :
a. Kurikulum merupakan seperangkat planning dan pengaturan mengenai tujuan, isi, serta bahan pelajaran dan cara yang dipakai menjadi pedoman penyelenggaraan aktivitas pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan eksklusif (Pasal 1 Butir 19 UU No. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional).
b. Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pembelajaran dan metode yg digunakan sebagai pedoman menyelenggarakan aktivitas pembelajaran (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 725/Menkes/SK/V/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan di bidang Kesehatan.). 
c. Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat planning serta pengaturan tentang isi juga bahan kajian serta pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang dipakai menjadi panduan penyelenggaraan aktivitas belajar-mengajar di perguruan tinggi (Pasal 1 Butir 6 Kepmendiknas No. 232/U/2000 mengenai Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa);
d. Menurut Grayson (1978), kurikulum merupakan suatu perencanaan buat menerima keluaran (out- comes) yg dibutuhkan menurut suatu pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk suatu bidang studi, sehingga menaruh pedoman dan instruksi buat menyebarkan taktik pembelajaran (Materi pada dalam kurikulum harus diorganisasikan menggunakan baik agar target (goals) serta tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Sedangkan berdasarkan Harsono (2005), kurikulum adalah gagasan pendidikan yg diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum nir hanya gagasan pendidikan tetapi jua termasuk semua acara pembelajaran yang bersiklus dari suatu institusi pendidikan. 

Dari pengertian evaluasi serta kurikulum di atas maka penulis menyimpulkan bahwa pengertian evaluasi kurikulum merupakan penelitian yg sistematik mengenai manfaat, kesesuaian efektifitas dan efisiensi menurut kurikulum yang diterapkan. Atau evaluasi kurikulum adalah proses penerapan prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data yang valid serta reliable untuk menciptakan keputusan mengenai kurikulum yang sedang berjalan atau telah dijalankan. 

Evaluasi kurikulum ini dapat mencakup keseluruhan kurikulum atau masing-masing komponen kurikulum seperti tujuan, isi, atau metode pembelajaran yg ada pada kurikulum tersebut.secara sederhana evaluasi kurikulum dapat disamakan menggunakan penelitian lantaran penilaian kurikulum memakai penelitian yg sistematik, menerapkan prosedur ilmiah dan metode penelitian. Perbedaan antara penilaian serta penelitian terletak pada tujuannya. Evaluasi bertujuan buat menggumpulkan, menganalisis dan menyajikan data buat bahan penentuan keputusan tentang kurikulum apakah akan direvisi atau diganti. Sedangkan penelitian mempunyai tujuan yg lebih luas berdasarkan penilaian yaitu menggumpulkan, menganalisis serta menyajikan data untuk menguji teori atau membuat teori baru.

Fokus penilaian kurikulum bisa dilakukan dalam outcome menurut kurikulum tadi (outcomes based evaluation) serta pula bisa pada komponen kurikulum tersebut (intrinsic evaluation). Outcomes based evaluation merupakan penekanan evaluasi kurikulum yang paling tak jarang dilakukan. Pertanyaan yg timbul dalam jenis evaluasi ini adalah “apakah kurikulum telah mencapai tujuan yg harus dicapainya?” dan “bagaimanakah pengaruh kurikulum terhadap suatu pencapaian yang diinginkan?”. Sedangkan fokus evaluasi intrinsic evaluation seperti penilaian sarana prasarana penunjang kurikulum, penilaian sumber daya insan untuk menunjang kurikulum serta karakteristik mahasiswa yg menjalankan kurikulum tadi.lima 

Pentingnya Evaluasi Kurikulum
Penulis setuju menggunakan pentingnya dilakukan penilaian kurikulum. Evaluasi kurikulum bisa menyajikan informasi mengenai kesesuaian, efektifitas serta efisiensi kurikulum tersebut terhadap tujuan yg ingin dicapai serta penggunaan sumber daya, yg mana berita ini sangat berguna sebagai bahan penghasil keputusan apakah kurikulum tadi masih dijalankan namun perlu revisi atau kurikulum tersebut harus diganti dengan kurikulum yg baru. Evaluasi kurikulum juga penting dilakukan dalam rangka penyesuaian menggunakan perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi dan kebutuhan pasar yg berubah. 

Evaluasi kurikulum dapat menyajikan bahan informasi mengenai area – area kelemahan kurikulum sebagai akibatnya menurut output evaluasi bisa dilakukan proses pemugaran menuju yg lebih baik. Evaluasi ini dikenal dengan penilaian formatif. Evaluasi ini umumnya dilakukan saat proses berjalan. Evaluasi kurikulum pula bisa menilai kebaikan kurikulum apakah kurikulum tersebut masih tetap dilaksanakan atau tidak, yg dikenal penilaian sumatif. 

Konsep Evaluasi Kurikulum
Dalam memahami pelaksanaan evaluasi kurikulum, maka sebelumnya penulis ingin mengetengahkan konsep menurut evaluasi itu sendiri. Menurut Guba dan Lincoln bahwa Evaluasi dinyatakan menjadi suatu proses menaruh pertimbangan mengenai nilai- serta arti sesuatu yang dipertimbangkan. Sesuatu yang dipertimbangkan itu sanggup berupa orang, benda, aktivitas, keadaaan atau sesuatu kesatuan tertentu. Evaluasi kurikulum merupakan proses penerapan prosedur ilmiah buat memilih nilai atau efektivitas suatu kegiatan pada membuat keputusan tentang program kurikulum. Evaluasi sistem kurikulum berkaitan dengan manajemen kurikulum yg dimulai berdasarkan termin input evaluation, process evaluation, output evaluation serta outcomes evaluation. Bertujuan buat mengukur tercapainya tujuan serta mengetahui kendala-kendala dalam pencapaian tujuan kurikulum, mengukur serta membandingkan keberhasilan kurikulum dan mengetahui potensi keberhasilannya, memonitor serta mengawasi pelaksanaan acara, mengidentifikasi masalah yang muncul, memilih kegunaan kurikulum, keuntungan, dan kemungkinan pengembangan lebih lanjut, mengukur pengaruh kurikulum bagi kinerja TKPD (Bushnell dalam Harris dan Desimone: 1994). Evaluasi adalah kebutuhan serta mutlak diperlukan dalam suatu sistem kurikulum, karena berkaitan pribadi menggunakan setiap komponen pada sistem instruksional, dalam seluruh tahapan disain, serta pengembangan kurikulum. Asumsi dasar yang dipakai pada penilaian kurikulum bisa berupa khusus yang ditujukan kepada pengukuran potensi serta kinerja insan pada hal ini tenaga kependidikan.

Dari pendapat pada atas, maka da dua utama yg sebagai karakteristik penilaian, yaitu:
1. Penilaian adalah suatu proses atau tindakan. Tindakan tersebut dilakukan untuk memberi makna atau nilai sesuatu. Dengan demikian penilaian bukanlah output atau produk;
2. Penilaian berhubungan dengan pemberian nilai atau arti. Artinya dari hasil pertimbangan evbaluasi apakah sesuatu itu mempunyai niai atau tidak. Dengan kata lain evaluasi bisa menunjukkan kualitas yang dinilai.

Konsep nilai serta arti dalam suatu penilaian kurikulum memiliki makna yg tidak sinkron. Pertimbangan nilai merupakan pertimbangan yang terdapat pada kurikulum itu sendiri. Dalam arti apakah acara pada kurikulum itu bisa dimengerti sang pengajar atau nir. Sedangkan konsep Arti herbi kebermaknaan suatu kurkulum. Misalnya apakah kurikulum yg dinilai menaruh arti buat menaikkan kepandaian murid, apakah kurikulum itu dapat merubah cara belajar siswa kepada yg lebih baik.

Dari hasil penilaian kurikulum serta hubungannya menggunakan konsep nilai dan arti ini sanggup terjadi evaluator menyimpulkan bahwa kurikulum yg dievaluasi itu cukup sederhana dan dimengerti pengajar akan namun tidak mempunyai arti buat menaikkan kualitas pembelajaran murid. Sebaliknya, kurikulum yang dinilai itu memang seikit rumit buat dioterpkan oleh pengajar akan tetapi memiliki nilai yang berarti untuk menaikkan kualitas pembelajaran. 

Menurut pakar kurikulum diantaranya Oliva (1988), mengungkapkan bahwa pengembangan kurikulum merupakan proses yang nir pernah berakhir, meliputi perencanaan, implementasi serta evaluasi. Maka evaluasi itu sendiri merupakan bagian yg terintegrasi dalam suatu proses pengembangan kurikulum. Rumusan tentang tujuan evaluasi dikemukakan sang Purwanto an Atwi (1999: 75) yaitu: (1) Mengukur tercapainya tujuan dan mengetahuai hambatan-kendala dalam pencapaian tujuan kurikulum, (dua) Mengukur dan membandingkan keberhasilan kurikulum dan mengetahui potensi keberhasilannya, (3) Memonitor dan mengawasi pelaksanaan program, mengidentifikasi permasalahan yg timbul, (4) Menentukan kegunaan kurikulum, laba, dan kemungkinan pengembangannya lebih lanjut, (5) Mengukur dampak kurikulum bagi peningkatan kinerja SDM.

Kurikulum dapat dicermati dari dua sisi, pertama, kurikulum menjadi suatu program pendidikan atau kurikulum menjadi suatu dokumen; ke 2, kurikulum menjadi suatu proses atau aktivitas. Dalam proses pendidikan kedua sisi ini sama pentingnya, misalnya dua sisi berdasarkan satu mata uang logam. Evaluasi kurikulum haruslah mencakup kedua sisi tersebut, baik evaluasi terhadap kurikulum yg ditempatkan sebagai suatu dokumen yg dijadikan pedoman jua kurikulum menjadi suatu proses, yakni implementasi dokumen secara sistematis. 

Jika melihat KBK, maka sudah memiliki beberapa komponen utama yaitu kompetensi, pengalaman, taktik pembelajaran serta media, planning penilaian keberhasilan. Berikut merupakan keatan evaluasi terhadap kurikulum:

A. Evaluasi tujuan serta kompetensi yang diperlukan dicapai sang setiap anak yang sinkron dengan visi dan misi lembaga.

Dalam evaluasi kurikulum misalnya ini maka utama yang akan dinilai adalah aspek tujuan atau kompetensi yg diharapkan pada dokumen kurikulum, yaitu mencakup :
a. Apakah kompetensi yang harus dicapai sang setiap siswa sinkron menggunakan misi serta visi sekolah.
b. Apakah tujuan dan kompetensi itu gampang dipahami oleh setiap guru. Sebagai suatu dokumen, kuriulum tidak akan mempunyai makna apa-apa tanpa diimplementasikan sang pengajar. Maka pengajar perlu tahu mengenai kompetensi yg diharapkan oleh lembaga pendidikan.
c. Apakah tujuan dan kompetensi dirumuskan dalam kurikulum sinkron dengan taraf perkembangan murid.

B. Evaluasi terhadap pengalaman belajar yang direncanakan.
Kriteria yg dijadikan patokan dalam tahap ini yaitu menguji pengalaman belajar diantaranya :
a. Apakah pengalaman belajar yang terdapat dalam kurikulum sesuai atau dapat mendukung pencapaian visi serta misi forum pendidikan?
b. Apakah pengalaman belajar yang direncanakan itu sinkron dengan minat murid.
c. Apakah pengalaman belajar yang direncanakan sinkron menggunakan karakteristik lingkungan pada mana anak tinggal.
d. Apakah pengalaman belajar yg ditetapkan dalam kurikulum sinkron menggunakan jumlah waktu yang tersedia.

C. Evaluasi terhadap taktik belajar mengajar.
Sebagai suatu pedoman bagi pengajar, kurikulum pula seharusnya memuat petunjuk sehingga bagamana cara aplikasi atau cara mengimplementasikan kurikulum pada pada kelas. Sejumlah kriteria yang dapat diajukan buat menilai pedoman strategi belajar mengajar, antara lain:
a. Apakah strategi pembelajaran dirumuskan sinkron serta bisa ,mendukung buat keberhasilan pencapaian kompetensi pendidikan. 
b. Apakah strategi pembelajaran yg diusulkan dapat mendorong kegiatan dan minat murid buat belajar?
c. Bagaimanakah keterbacaan guru terhadap panduan pelaksanaan taktik pembelajaran yg disusulkan?
d. Apakah strategi pembeljaran sinkron menggunakan tingkat perkembangan anak didik?
e. Apakah strategi pembelajaran yang dirumuskan sesuai dengan alokasi saat.

D. Evaluasi terhadap program penilaian
Kompoenen berikutnya merupakan komponen yg wajib dijadikan sasaran penilai terhadap kurikulum menjadi suatu program adalah evaluasi terhadap acara evaluasi. Beberapa kriteria yg dapat dijadikan acuan yaitu :
a. Apakah acara penilaian relevan menggunakan tujuan atau kompetensi yang ingin dicapai.
b. Apakah evaluasi diprogramkan buat mencapai fungsi penilaian baik menjadi formatif juga sumatif.
c. Apakah program evaluasi kurikulum yg direncanakan dapat gampang dibaca serta dipahami sang guru.
d. Apakah program penilaian bersifat realistios, dalam arti mungkin bisa dilaksanakan sang guru.

E. Evaluasi terhadap implementasi kurikulum
Sisi kedua dari kurikulum merupakan aplikasi atau implementasi kurikulum menjadi program. Beberapa kriteria yg bisa dijadikan pedoman menjadi berikut :
1. Apakah implementasi kurikulum yang dilaksanakan sang guru sesuai dengan program yang direncanakan?
2. Apakah setiap acara yg direncanakan bisa dilaksanakan oleh pengajar?
3. Sejauhmana anak didik dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai?
4. Apakah secara holistik implementasi kurikulum dianggap efektif serta efesien?

D. Implementasi dan Evaluasi Kurikulum
Di pada pelaksanaan KBK diversifikasi kurikulum sangat dimungkinkan, adalah kurikulum dapat diperluas, diperdalam, dan diadaptasi dengan keragaman syarat dan kebutuhan baik yang menyangkut kemampuan atau potensi siswa serta lingkungannya. Diversifikasi kurikulum diterapkan dalam upaya buat menampung tingkat kecerdasan dan kecepatan siswa yang nir sama. Oleh sebab itu percepatan belajar dimungkinkan buat diterapkan, begitu juga remidial serta pengayaan.

Implementasi KBK menuntut kemampuan sekolah buat menyebarkan silabus sinkron dengan kondisi serta kebutuhannya, serta penyusunannya dapat melibatkan instansi yang relevan di daerah setempat, misalnya instansi pemerintah, partikelir, perusahaan serta perguruan tingggi.

Pengelolaan Kurikulum Berbasis Kompetensi
Rekonseptualisasi kurikulum nasional yang diwujudkan dalam Kurikulum Berbasis Kompentensi memiliki empat fokus primer, yaitu: 1). Kejelasan kompetensi serta hasil belajar, 2) Penilian berbasis kelas, tiga) Kegiatan belajar Mengajar, 4) Pengelolaan Kurikulum berbasis sekolah.

Pada prinsipnya pengelolaan kurikulum yang berbasis Sekolah membagi peran serta tanggung jawab masing-masing pelaksana pendidikan di lapangan yg terkait menggunakan pelaksanaan kurikulum, pembiayaan serta pengembangan silabus. Sekolah menjadi ujung tombak aplikasi kurikulum dituntut dapat menjalin interaksi dengan lembaga lain yg terkait baik lembaga pemerintah juga partikelir. Misalnya buat pembekalan kecakapan vokasional sekolah perlu kerja sama dengan perusahaan atau lembaga diklat.

Reorientasi Proses Pembelajaran
Belajar merupakan kegiatan aktif siswa pada membentuk makna atau pemahaman terhadap suatu konsep, sebagai akibatnya dalam proses pembelajaran anak didik merupakan sentral kegiatan, pelaku utama serta pengajar hanya menciptakan suasana yg dapat mendorong timbulnya motivasi belajar pada anak didik.

Implementasi KBK dalam proses pembelajaran menuntut adanya reorientasi pembelajaran yg konvensional. Reorientasi nir hanya sebatas kata “teaching” menjadi “learning” namun harus hingga dalam operasional pelaksanaan pembelajaran. Untuk itu proses pembelajaran harus mengacu pada beberapa prinsip, yaitu: berpusat dalam anak didik, belajar menggunakan melakukan, mengembangakan kemampuan sosial, membuatkan keingintahuan, imajinasi serta fitrah ber-Tuhan, membuatkan ketrampilan pemecahan masalah, menyebarkan kreativitas anak didik, mengembangkan kemampuan memakai ilmu serta teknologi, menumbuhkah pencerahan menjadi warga negara yang baik, belajar sepanjang hayat, dan deretan kompetisi, kerjasama serta solidaritas.

Peranan Evaluasi Kurikulum
Peranan evaluasi kebijaksanan dalam kurikulum pendidikan miimal berkenaan menggunakan tiga hal, sebagai berikut.

1. Evaluasi menjadi moral judgement
Konsep utama dalam evaluasi merupakan kasus niali. Hasil dari evaluasi berisi suatu nilai yang akan digunakan untuk tindakan selanjutnya. Hal ini mengandung dua pengertian, pertama evaluasi berisi suatu skala nilai moral, berdasarkan skala tadi suatu objek penilaian bisa dievaluasi. Kedua, Evaluasi berisi suatu perangkat criteria mudah, dari criteria-krateria tersebut suatu hasil dapat dinilai.

2. Evaluasi serta penentuan keputusan
Pengambil keputusan pada pelaksanaan pendidikan atau kurikulum poly, yaitu pengajar, anak didik, kepala sekolah, orang tua, para inspektur, pengembang kurikulum, serta sebagainya. Pada prinsipnya tiap individu pada atas menciptakan keputusan sinkron dengan posisinya. Besar atau kecilnya peranan keputusan yg diambil oleh seseorang sesuai dengan lingkup tanggung jawabnya serta perkara yang dihadapinya dalam suatu ketika.

3. Evaluasi dan consensus nilai
Dalam aneka macam situasi pendidikan dan aktivitas pelaksanaan evaluasi kurikulum sejumlah nilai-nilai dibawakan oleh orang-orang yg terlibat dalam aktivitas penilaian dan penilaian. Para partisipan dalam evaluasi pendidikan bisa terdiri atas orang tua, siswa, pengajar, pengembang kurikulum, administrator, ahli politik, ahli ekonomi, penerbit, arsitek, dan sebagainya.

PENGERTIAN EVALUASI KURIKULUM MENURUT PARA AHLI

Pengertian Evaluasi Kurikulum Menurut Para Ahli
Pemahaman mengenai pengertian penilaian kurikulum bisa berbeda-beda sinkron dengan pengertian kurikulum yang bervariasi menurut para pakar kurikulum. Pengertian evaluasi berdasarkan joint committee, 1981 ialah penelitian yg sistematik atau yg teratur tentang manfaat atau guna beberapa obyek. Purwanto serta Atwi Suparman, 1999 mendefinisikan penilaian adalah proses penerapan prosedur ilmiah buat mengumpulkan data yg valid serta reliabel buat membuat keputusan tentang suatu acara. Rutman and Mowbray 1983 mendefinisikan penilaian adalah penggunaan metode ilmiah buat menilai implementasi dan outcomes suatu program yang berguna untuk proses membuat keputusan. Chelimsky 1989 mendefinisikan evaluasi adalah suatu metode penelitian yang sistematis buat menilai rancangan, implementasi dan efektifitas suatu acara. Dari definisi penilaian pada atas bisa ditarik konklusi bahwa penilaian adalah penerapan prosedur ilmiah yang sistematis buat menilai rancangan, implementasi dan efektifitas suatu acara. Sedangkan pengertian kurikulum adalah :
a. Kurikulum adalah seperangkat rencana serta pengaturan tentang tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yg dipakai menjadi pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran buat mencapai tujuan pendidikan tertentu (Pasal 1 Butir 19 UU No. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional).
b. Seperangkat rencana dan pengaturan tentang isi dan bahan pembelajaran dan metode yang digunakan sebagai panduan menyelenggarakan aktivitas pembelajaran (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 725/Menkes/SK/V/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan di bidang Kesehatan.). 
c. Kurikulum pendidikan tinggi merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang isi juga bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi (Pasal 1 Butir 6 Kepmendiknas No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi serta Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa);
d. Menurut Grayson (1978), kurikulum merupakan suatu perencanaan buat menerima keluaran (out- comes) yang diperlukan menurut suatu pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur buat suatu bidang studi, sehingga memberikan panduan dan instruksi buat menyebarkan strategi pembelajaran (Materi di dalam kurikulum wajib diorganisasikan menggunakan baik supaya sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Sedangkan menurut Harsono (2005), kurikulum adalah gagasan pendidikan yang diekpresikan pada praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi jua termasuk seluruh program pembelajaran yg terencana berdasarkan suatu institusi pendidikan. 

Dari pengertian evaluasi serta kurikulum di atas maka penulis menyimpulkan bahwa pengertian evaluasi kurikulum merupakan penelitian yang sistematik tentang manfaat, kesesuaian efektifitas serta efisiensi berdasarkan kurikulum yang diterapkan. Atau evaluasi kurikulum merupakan proses penerapan mekanisme ilmiah buat mengumpulkan data yg valid serta reliable untuk menciptakan keputusan tentang kurikulum yg sedang berjalan atau telah dijalankan. 

Evaluasi kurikulum ini bisa meliputi holistik kurikulum atau masing-masing komponen kurikulum seperti tujuan, isi, atau metode pembelajaran yg terdapat pada kurikulum tersebut.secara sederhana penilaian kurikulum dapat disamakan dengan penelitian lantaran evaluasi kurikulum memakai penelitian yang sistematik, menerapkan prosedur ilmiah dan metode penelitian. Perbedaan antara penilaian serta penelitian terletak dalam tujuannya. Evaluasi bertujuan buat menggumpulkan, menganalisis serta menyajikan data buat bahan penentuan keputusan tentang kurikulum apakah akan direvisi atau diganti. Sedangkan penelitian mempunyai tujuan yg lebih luas menurut evaluasi yaitu menggumpulkan, menganalisis serta menyajikan data buat menguji teori atau membuat teori baru.

Fokus evaluasi kurikulum dapat dilakukan pada outcome berdasarkan kurikulum tersebut (outcomes based evaluation) dan jua dapat pada komponen kurikulum tadi (intrinsic evaluation). Outcomes based evaluation merupakan penekanan evaluasi kurikulum yang paling tak jarang dilakukan. Pertanyaan yg ada dalam jenis penilaian ini adalah “apakah kurikulum sudah mencapai tujuan yg harus dicapainya?” dan “bagaimanakah efek kurikulum terhadap suatu pencapaian yang diinginkan?”. Sedangkan fokus evaluasi intrinsic evaluation seperti penilaian wahana prasarana penunjang kurikulum, evaluasi asal daya insan buat menunjang kurikulum serta karakteristik mahasiswa yang menjalankan kurikulum tersebut.5 

Pentingnya Evaluasi Kurikulum
Penulis setuju menggunakan pentingnya dilakukan evaluasi kurikulum. Evaluasi kurikulum bisa menyajikan berita tentang kesesuaian, efektifitas serta efisiensi kurikulum tersebut terhadap tujuan yang ingin dicapai dan penggunaan sumber daya, yg mana warta ini sangat berguna menjadi bahan produsen keputusan apakah kurikulum tersebut masih dijalankan namun perlu revisi atau kurikulum tadi harus diganti menggunakan kurikulum yang baru. Evaluasi kurikulum jua penting dilakukan dalam rangka penyesuaian menggunakan perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi dan kebutuhan pasar yang berubah. 

Evaluasi kurikulum dapat menyajikan bahan berita tentang area – area kelemahan kurikulum sehingga berdasarkan output penilaian dapat dilakukan proses perbaikan menuju yg lebih baik. Evaluasi ini dikenal dengan penilaian formatif. Evaluasi ini umumnya dilakukan waktu proses berjalan. Evaluasi kurikulum pula bisa menilai kebaikan kurikulum apakah kurikulum tersebut masih tetap dilaksanakan atau nir, yang dikenal evaluasi sumatif. 

Konsep Evaluasi Kurikulum
Dalam memahami pelaksanaan evaluasi kurikulum, maka sebelumnya penulis ingin mengetengahkan konsep dari penilaian itu sendiri. Menurut Guba serta Lincoln bahwa Evaluasi dinyatakan sebagai suatu proses memberikan pertimbangan mengenai nilai- dan arti sesuatu yang dipertimbangkan. Sesuatu yg dipertimbangkan itu sanggup berupa orang, benda, kegiatan, keadaaan atau sesuatu kesatuan tertentu. Evaluasi kurikulum merupakan proses penerapan mekanisme ilmiah buat memilih nilai atau efektivitas suatu aktivitas pada membuat keputusan tentang program kurikulum. Evaluasi sistem kurikulum berkaitan menggunakan manajemen kurikulum yg dimulai dari termin input evaluation, process evaluation, hasil evaluation dan outcomes evaluation. Bertujuan buat mengukur tercapainya tujuan dan mengetahui kendala-hambatan dalam pencapaian tujuan kurikulum, mengukur serta membandingkan keberhasilan kurikulum serta mengetahui potensi keberhasilannya, memonitor dan mengawasi pelaksanaan program, mengidentifikasi perkara yang ada, menentukan kegunaan kurikulum, keuntungan, dan kemungkinan pengembangan lebih lanjut, mengukur efek kurikulum bagi kinerja TKPD (Bushnell pada Harris serta Desimone: 1994). Evaluasi merupakan kebutuhan dan absolut diperlukan pada suatu sistem kurikulum, karena berkaitan langsung menggunakan setiap komponen pada sistem instruksional, dalam seluruh tahapan disain, serta pengembangan kurikulum. Asumsi dasar yg dipakai dalam penilaian kurikulum bisa berupa khusus yg ditujukan pada pengukuran potensi dan kinerja insan pada hal ini energi kependidikan.

Dari pendapat di atas, maka da 2 pokok yang menjadi karakteristik penilaian, yaitu:
1. Evaluasi merupakan suatu proses atau tindakan. Tindakan tersebut dilakukan buat memberi makna atau nilai sesuatu. Dengan demikian evaluasi bukanlah output atau produk;
2. Penilaian berhubungan dengan hadiah nilai atau arti. Artinya berdasarkan hasil pertimbangan evbaluasi apakah sesuatu itu mempunyai niai atau tidak. Dengan istilah lain evaluasi bisa menampakan kualitas yg dievaluasi.

Konsep nilai serta arti pada suatu evaluasi kurikulum memiliki makna yang berbeda. Pertimbangan nilai adalah pertimbangan yg terdapat dalam kurikulum itu sendiri. Dalam arti apakah program dalam kurikulum itu dapat dimengerti sang pengajar atau nir. Sedangkan konsep Arti berhubungan dengan kebermaknaan suatu kurkulum. Misalnya apakah kurikulum yang dievaluasi menaruh arti untuk menaikkan kemampuan berpikir anak didik, apakah kurikulum itu dapat merubah cara belajar siswa pada yg lebih baik.

Dari output evaluasi kurikulum serta hubungannya dengan konsep nilai serta arti ini mampu terjadi evaluator menyimpulkan bahwa kurikulum yg dinilai itu relatif sederhana serta dimengerti pengajar akan tetapi nir memiliki arti buat meningkatkan kualitas pembelajaran anak didik. Sebaliknya, kurikulum yg dinilai itu memang seikit rumit buat dioterpkan oleh guru akan tetapi memiliki nilai yang berarti buat mempertinggi kualitas pembelajaran. 

Menurut pakar kurikulum diantaranya Oliva (1988), menjelaskan bahwa pengembangan kurikulum adalah proses yang nir pernah berakhir, meliputi perencanaan, implementasi serta evaluasi. Maka evaluasi itu sendiri adalah bagian yg terintegrasi pada suatu proses pengembangan kurikulum. Rumusan tentang tujuan evaluasi dikemukakan sang Purwanto an Atwi (1999: 75) yaitu: (1) Mengukur tercapainya tujuan serta mengetahuai kendala-kendala dalam pencapaian tujuan kurikulum, (dua) Mengukur serta membandingkan keberhasilan kurikulum dan mengetahui potensi keberhasilannya, (3) Memonitor serta mengawasi aplikasi acara, mengidentifikasi perseteruan yg muncul, (4) Menentukan kegunaan kurikulum, laba, serta kemungkinan pengembangannya lebih lanjut, (5) Mengukur pengaruh kurikulum bagi peningkatan kinerja SDM.

Kurikulum dapat ditinjau menurut dua sisi, pertama, kurikulum menjadi suatu program pendidikan atau kurikulum menjadi suatu dokumen; ke 2, kurikulum menjadi suatu proses atau aktivitas. Dalam proses pendidikan kedua sisi ini sama pentingnya, misalnya dua sisi berdasarkan satu mata uang logam. Evaluasi kurikulum haruslah mencakup kedua sisi tadi, baik evaluasi terhadap kurikulum yg ditempatkan menjadi suatu dokumen yang dijadikan panduan pula kurikulum sebagai suatu proses, yakni implementasi dokumen secara sistematis. 

Jika melihat KBK, maka telah memiliki beberapa komponen pokok yaitu kompetensi, pengalaman, strategi pembelajaran serta media, rencana evaluasi keberhasilan. Berikut adalah keatan penilaian terhadap kurikulum:

A. Evaluasi tujuan serta kompetensi yang diharapkan dicapai sang setiap anak yang sesuai menggunakan visi dan misi forum.

Dalam evaluasi kurikulum misalnya ini maka utama yg akan dinilai adalah aspek tujuan atau kompetensi yang diperlukan pada dokumen kurikulum, yaitu mencakup :
a. Apakah kompetensi yg harus dicapai sang setiap anak didik sesuai menggunakan misi dan visi sekolah.
b. Apakah tujuan serta kompetensi itu mudah dipahami sang setiap guru. Sebagai suatu dokumen, kuriulum tidak akan memiliki makna apa-apa tanpa diimplementasikan sang guru. Maka pengajar perlu tahu tentang kompetensi yg diharapkan sang lembaga pendidikan.
c. Apakah tujuan dan kompetensi dirumuskan dalam kurikulum sesuai menggunakan taraf perkembangan murid.

B. Evaluasi terhadap pengalaman belajar yg direncanakan.
Kriteria yg dijadikan patokan dalam termin ini yaitu menguji pengalaman belajar antara lain :
a. Apakah pengalaman belajar yg ada pada kurikulum sesuai atau dapat mendukung pencapaian visi serta misi forum pendidikan?
b. Apakah pengalaman belajar yg direncanakan itu sesuai menggunakan minat murid.
c. Apakah pengalaman belajar yang direncanakan sesuai menggunakan karakteristik lingkungan pada mana anak tinggal.
d. Apakah pengalaman belajar yang ditetapkan pada kurikulum sinkron menggunakan jumlah saat yang tersedia.

C. Evaluasi terhadap strategi belajar mengajar.
Sebagai suatu pedoman bagi guru, kurikulum jua seharusnya memuat petunjuk sebagai akibatnya bagamana cara aplikasi atau cara mengimplementasikan kurikulum pada dalam kelas. Sejumlah kriteria yg bisa diajukan buat menilai panduan taktik belajar mengajar, antara lain:
a. Apakah taktik pembelajaran dirumuskan sinkron serta dapat ,mendukung buat keberhasilan pencapaian kompetensi pendidikan. 
b. Apakah strategi pembelajaran yang diusulkan bisa mendorong aktivitas serta minat anak didik buat belajar?
c. Bagaimanakah keterbacaan pengajar terhadap pedoman pelaksanaan strategi pembelajaran yg disusulkan?
d. Apakah strategi pembeljaran sinkron menggunakan taraf perkembangan anak didik?
e. Apakah taktik pembelajaran yang dirumuskan sesuai dengan alokasi saat.

D. Evaluasi terhadap program penilaian
Kompoenen berikutnya adalah komponen yang wajib dijadikan target penilai terhadap kurikulum sebagai suatu acara adalah penilaian terhadap program evaluasi. Beberapa kriteria yang dapat dijadikan acuan yaitu :
a. Apakah program penilaian relevan menggunakan tujuan atau kompetensi yg ingin dicapai.
b. Apakah penilaian diprogramkan buat mencapai fungsi evaluasi baik menjadi formatif maupun sumatif.
c. Apakah acara penilaian kurikulum yang direncanakan bisa gampang dibaca serta dipahami oleh guru.
d. Apakah acara evaluasi bersifat realistios, dalam arti mungkin dapat dilaksanakan oleh pengajar.

E. Evaluasi terhadap implementasi kurikulum
Sisi kedua dari kurikulum adalah pelaksanaan atau implementasi kurikulum sebagai acara. Beberapa kriteria yg bisa dijadikan pedoman menjadi berikut :
1. Apakah implementasi kurikulum yg dilaksanakan oleh pengajar sesuai dengan program yg direncanakan?
2. Apakah setiap program yg direncanakan dapat dilaksanakan sang guru?
3. Sejauhmana siswa dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran sesuai menggunakan tujuan yg ingin dicapai?
4. Apakah secara keseluruhan implementasi kurikulum dianggap efektif dan efesien?

D. Implementasi serta Evaluasi Kurikulum
Di pada aplikasi KBK diversifikasi kurikulum sangat dimungkinkan, adalah kurikulum dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan keragaman syarat serta kebutuhan baik yang menyangkut kemampuan atau potensi murid dan lingkungannya. Diversifikasi kurikulum diterapkan dalam upaya untuk menampung taraf kecerdasan serta kecepatan siswa yg nir sama. Oleh sebab itu percepatan belajar dimungkinkan buat diterapkan, begitu jua remidial serta pengayaan.

Implementasi KBK menuntut kemampuan sekolah buat mengembangkan silabus sesuai menggunakan syarat dan kebutuhannya, serta penyusunannya dapat melibatkan instansi yg relevan pada wilayah setempat, misalnya instansi pemerintah, swasta, perusahaan serta perguruan tingggi.

Pengelolaan Kurikulum Berbasis Kompetensi
Rekonseptualisasi kurikulum nasional yang diwujudkan pada Kurikulum Berbasis Kompentensi mempunyai empat penekanan primer, yaitu: 1). Kejelasan kompetensi dan hasil belajar, 2) Penilian berbasis kelas, tiga) Kegiatan belajar Mengajar, 4) Pengelolaan Kurikulum berbasis sekolah.

Pada prinsipnya pengelolaan kurikulum yang berbasis Sekolah membagi kiprah dan tanggung jawab masing-masing pelaksana pendidikan di lapangan yg terkait dengan aplikasi kurikulum, pembiayaan serta pengembangan silabus. Sekolah sebagai ujung tombak pelaksanaan kurikulum dituntut dapat menjalin hubungan menggunakan lembaga lain yg terkait baik forum pemerintah maupun partikelir. Misalnya buat pembekalan kecakapan vokasional sekolah perlu kerja sama dengan perusahaan atau forum diklat.

Reorientasi Proses Pembelajaran
Belajar merupakan aktivitas aktif siswa pada membentuk makna atau pemahaman terhadap suatu konsep, sebagai akibatnya dalam proses pembelajaran anak didik adalah sentral kegiatan, pelaku utama dan pengajar hanya menciptakan suasana yg dapat mendorong timbulnya motivasi belajar pada murid.

Implementasi KBK dalam proses pembelajaran menuntut adanya reorientasi pembelajaran yg konvensional. Reorientasi tidak hanya sebatas istilah “teaching” menjadi “learning” namun harus sampai dalam operasional pelaksanaan pembelajaran. Untuk itu proses pembelajaran wajib mengacu dalam beberapa prinsip, yaitu: berpusat dalam siswa, belajar dengan melakukan, mengembangakan kemampuan sosial, berbagi keingintahuan, khayalan serta fitrah ber-Tuhan, mengembangkan ketrampilan pemecahan kasus, menyebarkan kreativitas murid, membuatkan kemampuan menggunakan ilmu serta teknologi, menumbuhkah pencerahan sebagai warga negara yang baik, belajar sepanjang hayat, dan gugusan kompetisi, kerjasama serta solidaritas.

Peranan Evaluasi Kurikulum
Peranan penilaian kebijaksanan pada kurikulum pendidikan miimal berkenaan dengan tiga hal, sebagai berikut.

1. Evaluasi menjadi moral judgement
Konsep utama pada evaluasi adalah perkara niali. Hasil menurut penilaian berisi suatu nilai yg akan dipakai buat tindakan selanjutnya. Hal ini mengandung 2 pengertian, pertama evaluasi berisi suatu skala nilai moral, dari skala tersebut suatu objek penilaian bisa dinilai. Kedua, Evaluasi berisi suatu perangkat criteria mudah, berdasarkan criteria-krateria tadi suatu hasil bisa dinilai.

2. Evaluasi dan penentuan keputusan
Pengambil keputusan dalam pelaksanaan pendidikan atau kurikulum banyak, yaitu guru, anak didik, kepala sekolah, orang tua, para inspektur, pengembang kurikulum, dan sebagainya. Pada prinsipnya tiap individu pada atas menciptakan keputusan sesuai menggunakan posisinya. Besar atau kecilnya peranan keputusan yang diambil sang seorang sinkron menggunakan lingkup tanggung jawabnya dan kasus yg dihadapinya pada suatu saat.

3. Evaluasi serta consensus nilai
Dalam banyak sekali situasi pendidikan serta kegiatan pelaksanaan evaluasi kurikulum sejumlah nilai-nilai dibawakan sang orang-orang yang terlibat pada aktivitas penilaian serta penilaian. Para partisipan pada penilaian pendidikan dapat terdiri atas orang tua, murid, pengajar, pengembang kurikulum, administrator, pakar politik, ahli ekonomi, penerbit, arsitek, serta sebagainya.