KONSEP DASAR MANAJEMEN DAN MANAJEMEN ORGANISASI BISNIS

Konsep Dasar Manajemen Dan Manajemen Organisasi Bisnis
Organisasi Dan Manajemen
Kata "manajemen" tampaknya telah begitu sering kita dengar. Manajemen erat kaitannya dengan konsep organisasi. Sehubungan dengan hat tersebut, maka ada baiknya kita tahu dulu pengertian dari organisasi. Menurut Griffin (2002), organisasi merupakan a group of people working together in a structured and coordinated fashion to achieve a set of goals. Organisasi merupakan sekelompok orang yg bekerja sama pada struktur dan koordinasi tertentu dalam mencapai serangkaian tujuan eksklusif. Atau menggunakan bahasa lain, penulis mendefinisikan organisasi menjadi sekumpulan orang atau grup yang memiliki tujuan eksklusif dan berupaya buat mewujudkan tujuannya tersebut melalui kerja sama.

Berbagai organisasi memiliki tujuan yang bhineka, tergantung pada jenis organisasinya. Organisasi politik, social, usaha dll. Khusuanya organisasi bisnis bertujuan buat memperoleh profit. Sekalipun nir semua organisasi usaha bertujuan buat profit, namun profit merupakan salah satu tujuan yg ingin dicapai oleh organisasi usaha pada mana pun. Jika tujuan berdasarkan usaha adalah profit, maka organisasi bisnis merupakan sekumpulan orang atau grup yg mempunyai tujuan buat meraih profit dalam kegiatan bisnisnya, sebagai akibatnya mereka berupaya buat mewujudkan tujuannya tadi melalui kolaborasi pada dalam organisasi tersebut. Bagaimana kerja sama bisa dilakukan ketika karakter orang-orang atau grup orang yang terdapat pada dalam organisasi sangat berbeda-beda, didorong oleh motif yg berbeda-beda, dan berlatar belakang yang berbeda-beda pula? Selain orang-orang yang berbeda-beda, organisasi jua terdiri dari banyak sekali asal daya yang dimilikinya, contohnya peralatan, perlengkapan, dan lain-lain. Griffin mengemukakan bahwa paling tidak organisasi mempunyai berbagai sumber daya, misalnya asal daya manusia (human resources), sumber daya alam (natural resources), sumber daya dana (financial resources) atau keuangan (funds), dan asal daya informasi (infor­mational resources). Bagaimana keseluruhan asal daya tersebut bisa dikelola melalui kerja sama berdasarkan orang-orang yg tidak selaras sebagai akibatnya tujuan organisasi dapat dicapai? Di sinilah kiprah menurut manajemen dibutuhkan. Manajemen dibutuhkan waktu masih ada sekumpulan orang-orang (yg pada umumnya mempunyai ciri perbedaan) dan sejumlah asal daya yang wajib dikelola supaya tujuan sebuah organisasi dapat tercapai.

Pentingnya Manajemen
Manajemen dibutuhkan oleh seluruh organisasi, karena tanpa ma­najemen, seluruh bisnis akan sia-sia serta pencapaian tujuan akan lebih sulit. Ada 3 alasan utama diperlukannya manajemen :

Untuk mencapai tujuan. Manajemen dibutuhkan buat menca­pai tujuan organisasi dan pribadi. 
Untuk menjaga keseimbangan di antara tujuan-tujuan yang sa­ling bertentangan. Manajemen diharapkan untuk menjaga ke­seimbangan antara tujuan-tujuan, target-sasaran dan aktivitas-aktivitas yg saling bertentangan dari pihak-pihak yg berke­pentingan dalam organisasi, misalnya pemilik serta karyawan, ma­upun kreditur, pelanggan, konsumen, supplier, perkumpulan kerja, assosiasi perdagangan, rakyat serta pemerintah. 
Untuk mencapai efisiensi don efektivitas. Suatu kerja organisasi dapat diukur menggunakan banyak cara yang tidak sama. Salah satu cara yg generik adalah efisiensi dan efektivitas. 

Efisiensi dan Efektivitas
Dua konsepsi utama buat mengukur prestasi kerja (perfor­mance) manajemen adalah efisiensi dan efektivitas. Efisiensi merupakan kemampuan buat menuntaskan suatu pekerjaan menggunakan sahih. Ini adalah konsep matematik, atau merupakan perhitungan ratio antara keluaran (hasil) serta masukan (input). Seorang manajer efi­sien merupakan seorang yg mencapai keluaran yang lebih tinggi (output, produktivitas, performance) dibanding masukan-masukan (energi kerja, bahan, uang, mesin, serta waktu) yg dipakai. Dengan istilah lain, manajer yg dapat meminimumkan biaya penggunaan sumber daya-sumber daya buat mencapai keluaran yang sudah dipengaruhi dianggap manajer yang efisien. Atau kebalikannya, manajer diklaim efi­sien bila dapat memaksimumkan keluaran menggunakan jumlah masukan yang terbatas.

Efektivitas adalah kemampuan buat menentukan tujuan yang sempurna atau alat-alat yg sempurna untuk pencapaian tujuan yg telah ditetapkan. Dengan istilah lain, seseorang manajer efektif bisa menentukan pekerjaan yg wajib dilakukan atau metoda (cara) yang tepat buat mencapai tujuan.

Menurut ahli manajemen Peter Drucker efektivitas merupakan mela­kukan pekerjaan yang benar (doing the right things) , sedang efisiensi adalah melakukan pekerjaan menggunakan benar (doing things right). Bagi para manajer, pertanyaan yang paling krusial adalah- bukan bagai­mana melakukan pekerjaan menggunakan benar, namun bagaimana menemu­kan pekerjaan yg benar buat dilakukan, dan memusatkan sumber daya serta bisnis dalam pekerjaan tadi. Seorang manajer yg ber­sikeras buat menghasilkan hanya kendaraan beroda empat-kendaraan beroda empat akbar, sedang permin­taan rakyat justru ditujukan pada mobil-kendaraan beroda empat kecil adalah ma­najer yang nir efektif, walaupun produksi mobil-mobil besar terse­but dilakukan menggunakan efisien.

Definisi Manajemen
Mary Parker Follett mendefinisikan manajemen sebagai seni dalam menuntaskan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini mengandung arti bahwa para manajer mencapai tujuan-tujuan organisasi melalui pengaturan orang­-orang lain buat melaksanakan berbagai tugas yg mungkin diperlu­kan, atau berarti dengan nir melakukan tugas-tugas itu sendiri.

Pengertian manajemen begitu luas, sehingga dalam kenyataannya tidak ada definisi yang dipakai secara konsisten sang seluruh orang. Pembahasan kita akan dimulai dengan definisi yg lebih kompleks serta mencakup aspek-aspek krusial pengelolaan, misalnya yg dikemukakan sang Stoner menjadi berikut :

Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, peng­arahan serta supervisi bisnis-usaha para anggota organisasi dan penggunaan asal daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Dari definisi diatas terlihat bahwa Stoner telah memakai istilah proses, bukan seni. Mengartikan manajemen sebagai seni mengandung arti bahwa hal itu adalah kemampuan atau ketrampilan pribadi Suatu proses merupakan cara sistematis buat melakukan pekerjaan. Manajemen didefinisikan menjadi proses karena semua manajer, tanpa memperdulikan kecakapan atau ketrampilan khusus mereka, wajib melaksanakan aktivitas-kegiatan eksklusif yang saling berkaitan un­tuk mencapai tujuan-tujuan yg mereka inginkan.

Akhirnya, definisi yg kita gunakan menyatakan bahwa mana­jemen melibatkan pencapaian "tujuan-tujuan organisasi yg telah ditetapkan" (stated goals). Ini mengandung arti bahwa para manajer organisasi apapun berupaya buat mencapai banyak sekali output akhir spe­sifik. Hasil-output akhir ini tentu saja unik bagi masing-masing organisa­si. Bagaimanapun jua, apapun tujuan yang sudah ditetapkan organi­sasi tertentu, manajemen adalah proses dengan mana tujuan­tujuan dicapai.

Atas dasar uraian diatas, kita bisa menyimpulkan bahwa dalam dasarnya manajemen bisa didefinisikan menjadi bekerja dengan orang-orang buat memilih, menginterpretasikan serta mencapai tujuan-tujuan organisasi menggunakan pelaksanaan fungsi-fungsi perenca­naan (rencana), pengorganisasian (organizing), penyusunan persona­lia atau kepegawaian (staffing), pengarahan dan kepemimpinan (leading) serta pengawasan (controlling).

Masalah identifikasi dan definisi manajemen memang merupa­kan kasus yg sulit. Dan sampai sekarang nir ada persetujuan universal mengenai definisi manajemen. Bahkan telah terjadi banyak perdebatan bertahun-tahun hanya buat mengungkapkan bagaima­na manajemen dapat diklasifikasikan. Banyak penulis menyetujui bahwa manajemen meliputi berbagai tingkat ketrampilan, tetapi pada lain pihak juga perilaku yang bhineka. Untuk lebih memper­jelas pengertian manajemen akan dibicarakan topik-topik berikut ini .
1. Manajemen sebagai ilmu dan seni
2. Manajemen sebagai profesi

Manajemen Sebagai Ilmu Dan Seni
Luther Gulick mendefinisikan manajemen menjadi suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang berusaha secarasistematis buat tahu mengapa serta bagaimana insan bekerja beserta buat mencapai tujuan dan membuat sistem kerjasama ini lebih bermanfaat bagi kerrianusiaan. 4) Menurut Gulick manajemen sudah memenuhi persyaratan untuk diklaim bidang ilmu pengetahuan, karena sudah pada­pelajari buat waktu yg lama serta telah diorganisasi menjadi suatu rangkaian teori. Teori-teori ini masih terlalu generik dan subyektif. Namun teori manajemen selalu diuji dalam praktek, sebagai akibatnya manaje­men menjadi ilmu akan terus berkembang.

Hubungan antara teori serta praktek manajemen bisa dijelas­kan pada gambar 1.3. Dari gambar dapat disimpulkan bahwa praktek manajemen seharusnya selalu didasarkan atas prinsip-prinsip teori. Hubungan tadi adalah praktek → mengakibatkan suatu te­ori → membuat prinsip-prinsip yang akan sebagai kai­dah-kaidah dasar pengembangan kegiatan manajemen dalam praktek.

Manajemen merupakan ilmu pengetahuan juga pada artian bahwa manajemen memerlukan disiplin ilmu-ilmu pengetahuan lain dalam penerapannya; misal, ilmu ekonomi, statistik, akuntansi, dan sebagainya. Bidang-bidang ilmu ini dapat kita pelajari secara univer­sal. 

Gambar  Teori dan praktek manajemen merupakan saling tergantung satu dengan yg lain.

Manajemen bukan hanya merupakan ilmu atau seni, tetapi kom­binasi dari keduanya. Kombinasi ini nir pada proporsi yg permanen namun dalam proporsi yg bermaCam-macam. Pada umumnya para manajer efektif mempergunakan pendekatan ilmiah pada penghasil­an keputusan, apalagi menggunakan perkembangan peralatan komputer. Di lain pihak dalam banyak aspek perencanaan, kepemimpinan, komunikasi, serta segala sesuatu yang menyangkut unsur manusia, ha­gaimanapun manajer wajib pula menggunakan pendekatan artistik (seni ).

Manajemen Sebagai Profesi
Banyak usaha telah dilakukan buat mengklasifikasikan manaje­men sebagai suatu profesi. Edgar H. Schein telah menguraikan karak­teristik-ciri atau kriteria-kriteria buat memilih sesuatu menjadi profesi yg bisa diperinci berikut :
  • Para profesional membuat keputusan atas dasar prinsip­prinsip generik. Adanya pendidikan, kursus-kursus dan pro­gr-acara latihan formal menerangkan bahwa terdapat prinsip-prinsip manajemen tertentu yg bisa diandalkan. 
  • Para profesional menerima status mereka lantaran menca­pai standar prestasi kerja tertentu, bukan lantaran favoritis­me atau karena suku bangsa atau agamanya dan kriteria politik atau sosial lainnya. 
  • Para profesional harus ditentukan oleh suatu kode etik yang bertenaga, dengan disiplin buat mereka yg menjadi kliennya. 
Fungsi-Fungsi Manajemen
Fungsi-fungsi manajemen merupakan serangkaian kegiatan yg dijalankan pada manajemen menurut fungsinya masing-masing serta mengikuti satu tahapan-tahapan eksklusif pada pelaksanaannya. Fungsi-fungsi manajemen, sebagaimana diterangkan sang Nickels, McHugh and McHugh (1997), terdiri menurut empat fungsi, yaitu:
  • Perencanaan atau Planning, yaitu proses yg menyangkut upaya yang dilaku­kan buat mengantisipasi kesamaan pada masa yang akan tiba dan penentuan taktik dan strategi yang sempurna buat mewujudkan sasaran dan tujuan organisasi. 
Menetapkan tujuan serta sasaran bisnis 
Merumuskan strategi untuk mcncapai tujuan serta target usaha tadi 
Menentukan sumber-sumber daya yg diharapkan 
Menetapkan standar/indicator keberhasilan pada pencapaian tujuan serta target usaha 

  • Pengorganisasian atau Organizing, yaitu proses yg menyangkut bagaimana taktik dan taktik yg sudah dirumuskan pada perencanaan dirancang pada sebuah struktur organisasi yang tepat dan tangguh, sistem dan lingkungan organisasi yang kondusif, dan bisa memastikan bahwa seluruh pihak dalam orga­nisasi sanggup bekerja secara efektif serta efisien guna pencapaian tujuan organisasi.
  • Pengimplementasian atau Directing, yaitu proses implementasi program agar bisa dijalankan sang seluruh pihak pada organisasi serta proses memotivasi supaya seluruh pihak tadi bisa menjalankan tanggung jawabnya menggunakan penuh kesadaran serta produktivitas yang tinggi.
  • Pengendalian dan Pengawasan atau Controlling, yaitu proses yg dilakukan untuk memastikan seluruh rangkaian aktivitas yg telah direncanakan, di­organisasikan, serta diimplementasikan bisa berjalan sinkron dengan sasaran yg diharapkan sekalipun berbagai perubahan terjadi pada lingkungan global usaha yg dihadapi.
Beberapa literatur mengemukakan pengertian yg tidak selaras, tetapi mempunyai esensi yg sama. Misalnya saja, Griffin mengemukakan bahwa fungsi-fungsi manajemen adalah perencanaan (rencana), pengorganisasian (organizing), kepemimpinan (leading), serta pengawasan (controlling). Griffin tidak sama pada hal leading, pada mana Griffin ber­tnaksud buat mengemukakan bahwa kepemimpinan memiliki impak kuat supaya kegiatan manajemen bisa dilaksanakan menggunakan baik. Pendapat Griffin ini sejalan menggunakan James AF Stoner yang menempatkan fungsi leading sebagai ganti dari directing. 

Selain planing, organizing, directing, dan controlling, Sekalipun para pakar manajemen tadi memiliki disparitas pandangan dalam melihat fungsi-fungsi manajemen, akan tetapi esensinya permanen sama, bahwa:
Manajemen terdiri menurut banyak sekali proses yang terdiri menurut tahapan-tahapan eksklusif yang berfungsi buat mencapai tujuan organisasi. 

Setiap tahapan mempunyai keterkaitan satu sama lain dalam pencapaian tujuan organisasi. 

KONSEP DASAR MANAJEMEN DAN MANAJEMEN ORGANISASI BISNIS

Konsep Dasar Manajemen Dan Manajemen Organisasi Bisnis
Organisasi Dan Manajemen
Kata "manajemen" sepertinya telah begitu sering kita dengar. Manajemen erat kaitannya menggunakan konsep organisasi. Sehubungan dengan hat tersebut, maka terdapat baiknya kita tahu dulu pengertian berdasarkan organisasi. Menurut Griffin (2002), organisasi adalah a group of people working together in a structured and coordinated fashion to achieve a set of goals. Organisasi adalah sekelompok orang yang bekerja sama dalam struktur serta koordinasi eksklusif pada mencapai serangkaian tujuan eksklusif. Atau dengan bahasa lain, penulis mendefinisikan organisasi sebagai sekumpulan orang atau grup yg memiliki tujuan tertentu dan berupaya buat mewujudkan tujuannya tersebut melalui kolaborasi.

Berbagai organisasi mempunyai tujuan yang bhineka, tergantung pada jenis organisasinya. Organisasi politik, social, bisnis dll. Khusuanya organisasi usaha bertujuan buat memperoleh profit. Sekalipun nir semua organisasi bisnis bertujuan buat profit, tetapi profit adalah keliru satu tujuan yang ingin dicapai sang organisasi bisnis di mana pun. Apabila tujuan berdasarkan bisnis merupakan profit, maka organisasi usaha adalah sekumpulan orang atau grup yg mempunyai tujuan untuk meraih profit pada aktivitas bisnisnya, sebagai akibatnya mereka berupaya buat mewujudkan tujuannya tersebut melalui kerja sama di dalam organisasi tadi. Bagaimana kerja sama dapat dilakukan saat karakter orang-orang atau gerombolan orang yg ada pada dalam organisasi sangat berbeda-beda, didorong oleh motif yang bhineka, serta berlatar belakang yg berbeda-beda juga? Selain orang-orang yang bhineka, organisasi pula terdiri menurut aneka macam sumber daya yg dimilikinya, contohnya alat-alat, perlengkapan, dan lain-lain. Griffin mengemukakan bahwa paling tidak organisasi mempunyai banyak sekali sumber daya, misalnya sumber daya manusia (human resources), asal daya alam (natural resources), asal daya dana (financial resources) atau keuangan (funds), dan asal daya fakta (infor­mational resources). Bagaimana keseluruhan asal daya tadi dapat dikelola melalui kerja sama berdasarkan orang-orang yang tidak sama sebagai akibatnya tujuan organisasi dapat dicapai? Di sinilah peran dari manajemen dibutuhkan. Manajemen dibutuhkan saat masih ada sekumpulan orang-orang (yg dalam umumnya memiliki karakteristik disparitas) dan sejumlah asal daya yg wajib dikelola agar tujuan sebuah organisasi bisa tercapai.

Pentingnya Manajemen
Manajemen diperlukan oleh seluruh organisasi, karena tanpa ma­najemen, semua bisnis akan sia-sia serta pencapaian tujuan akan lebih sulit. Ada 3 alasan utama diperlukannya manajemen :

Untuk mencapai tujuan. Manajemen diperlukan buat menca­pai tujuan organisasi serta eksklusif. 
Untuk menjaga ekuilibrium pada antara tujuan-tujuan yang sa­ling bertentangan. Manajemen dibutuhkan buat menjaga ke­seimbangan antara tujuan-tujuan, target-target dan aktivitas-kegiatan yang saling bertentangan dari pihak-pihak yang berke­pentingan pada organisasi, seperti pemilik dan karyawan, ma­upun kreditur, pelanggan, konsumen, supplier, perkumpulan kerja, assosiasi perdagangan, rakyat dan pemerintah. 
Untuk mencapai efisiensi don efektivitas. Suatu kerja organisasi bisa diukur dengan poly cara yg tidak selaras. Salah satu cara yang generik adalah efisiensi serta efektivitas. 

Efisiensi serta Efektivitas
Dua konsepsi primer buat mengukur prestasi kerja (perfor­mance) manajemen adalah efisiensi serta efektivitas. Efisiensi adalah kemampuan buat menyelesaikan suatu pekerjaan dengan sahih. Ini adalah konsep matematik, atau merupakan perhitungan ratio antara keluaran (hasil) dan masukan (input). Seorang manajer efi­sien merupakan seorang yang mencapai keluaran yang lebih tinggi (hasil, produktivitas, performance) dibanding masukan-masukan (energi kerja, bahan, uang, mesin, dan saat) yg digunakan. Dengan istilah lain, manajer yang dapat meminimumkan biaya penggunaan sumber daya-asal daya buat mencapai keluaran yang telah dipengaruhi disebut manajer yang efisien. Atau kebalikannya, manajer dianggap efi­sien jika bisa memaksimumkan keluaran dengan jumlah masukan yang terbatas.

Efektivitas adalah kemampuan buat menentukan tujuan yg sempurna atau alat-alat yang tepat buat pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dengan istilah lain, seseorang manajer efektif bisa menentukan pekerjaan yang harus dilakukan atau metoda (cara) yg sempurna buat mencapai tujuan.

Menurut pakar manajemen Peter Drucker efektivitas merupakan mela­kukan pekerjaan yang sahih (doing the right things) , sedang efisiensi merupakan melakukan pekerjaan menggunakan benar (doing things right). Bagi para manajer, pertanyaan yg paling penting adalah- bukan bagai­mana melakukan pekerjaan dengan sahih, tetapi bagaimana menemu­kan pekerjaan yg benar buat dilakukan, serta memusatkan sumber daya serta bisnis pada pekerjaan tadi. Seorang manajer yang ber­sikeras untuk memproduksi hanya kendaraan beroda empat-kendaraan beroda empat besar , sedang permin­taan masyarakat justru ditujukan pada kendaraan beroda empat-kendaraan beroda empat mini adalah ma­najer yang tidak efektif, walaupun produksi kendaraan beroda empat-kendaraan beroda empat besar terse­but dilakukan dengan efisien.

Definisi Manajemen
Mary Parker Follett mendefinisikan manajemen sebagai seni dalam menuntaskan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini mengandung arti bahwa para manajer mencapai tujuan-tujuan organisasi melalui pengaturan orang­-orang lain buat melaksanakan aneka macam tugas yang mungkin diperlu­kan, atau berarti menggunakan nir melakukan tugas-tugas itu sendiri.

Pengertian manajemen begitu luas, sehingga pada kenyataannya tidak terdapat definisi yang digunakan secara konsisten sang seluruh orang. Pembahasan kita akan dimulai menggunakan definisi yang lebih kompleks dan meliputi aspek-aspek krusial pengelolaan, seperti yang dikemukakan sang Stoner menjadi berikut :

Manajemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, peng­arahan serta pengawasan bisnis-usaha para anggota organisasi serta penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yg sudah ditetapkan.

Dari definisi diatas terlihat bahwa Stoner telah menggunakan kata proses, bukan seni. Mengartikan manajemen menjadi seni mengandung arti bahwa hal itu merupakan kemampuan atau ketrampilan pribadi Suatu proses merupakan cara sistematis buat melakukan pekerjaan. Manajemen didefinisikan sebagai proses lantaran seluruh manajer, tanpa memperdulikan kecakapan atau ketrampilan khusus mereka, wajib melaksanakan kegiatan-kegiatan eksklusif yg saling berkaitan un­tuk mencapai tujuan-tujuan yang mereka inginkan.

Akhirnya, definisi yang kita gunakan menyatakan bahwa mana­jemen melibatkan pencapaian "tujuan-tujuan organisasi yg telah ditetapkan" (stated goals). Ini mengandung arti bahwa para manajer organisasi apapun berupaya buat mencapai banyak sekali hasil akhir spe­sifik. Hasil-output akhir ini tentu saja unik bagi masing-masing organisa­si. Bagaimanapun juga, apapun tujuan yang sudah ditetapkan organi­sasi tertentu, manajemen adalah proses dengan mana tujuan­tujuan dicapai.

Atas dasar uraian diatas, kita bisa menyimpulkan bahwa dalam dasarnya manajemen dapat didefinisikan sebagai bekerja menggunakan orang-orang buat memilih, menginterpretasikan serta mencapai tujuan-tujuan organisasi menggunakan aplikasi fungsi-fungsi perenca­naan (rencana), pengorganisasian (organizing), penyusunan persona­lia atau kepegawaian (staffing), pengarahan dan kepemimpinan (leading) serta pengawasan (controlling).

Masalah identifikasi dan definisi manajemen memang merupa­kan kasus yang sulit. Dan sampai sekarang nir terdapat persetujuan universal mengenai definisi manajemen. Bahkan telah terjadi banyak perdebatan bertahun-tahun hanya buat menjelaskan bagaima­na manajemen bisa diklasifikasikan. Banyak penulis menyetujui bahwa manajemen meliputi banyak sekali taraf ketrampilan, tetapi di lain pihak pula sikap yang berbeda-beda. Untuk lebih memper­kentara pengertian manajemen akan dibicarakan topik-topik berikut ini .
1. Manajemen sebagai ilmu dan seni
2. Manajemen menjadi profesi

Manajemen Sebagai Ilmu Dan Seni
Luther Gulick mendefinisikan manajemen menjadi suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang berusaha secarasistematis buat memahami mengapa serta bagaimana insan bekerja bersama buat mencapai tujuan serta membuat sistem kerjasama ini lebih berguna bagi kerrianusiaan. 4) Menurut Gulick manajemen telah memenuhi persyaratan buat disebut bidang ilmu pengetahuan, lantaran sudah pada­pelajari buat waktu yang lama dan sudah diorganisasi sebagai suatu rangkaian teori. Teori-teori ini masih terlalu generik serta subyektif. Namun teori manajemen selalu diuji pada praktek, sehingga manaje­men sebagai ilmu akan terus berkembang.

Hubungan antara teori dan praktek manajemen dapat dijelas­kan dalam gambar 1.3. Dari gambar dapat disimpulkan bahwa praktek manajemen seharusnya selalu berdasarkan atas prinsip-prinsip teori. Hubungan tersebut adalah praktek → menyebabkan suatu te­ori → membuat prinsip-prinsip yg akan sebagai kai­dah-kaidah dasar pengembangan aktivitas manajemen dalam praktek.

Manajemen merupakan ilmu pengetahuan jua pada artian bahwa manajemen memerlukan disiplin ilmu-ilmu pengetahuan lain dalam penerapannya; misal, ilmu ekonomi, statistik, akuntansi, serta sebagainya. Bidang-bidang ilmu ini dapat kita pelajari secara univer­sal. 

Gambar  Teori serta praktek manajemen adalah saling tergantung satu menggunakan yang lain.

Manajemen bukan hanya adalah ilmu atau seni, namun kom­binasi berdasarkan keduanya. Kombinasi ini nir dalam proporsi yg permanen namun pada proporsi yg bermaCam-macam. Pada umumnya para manajer efektif mempergunakan pendekatan ilmiah pada pembuat­an keputusan, apalagi dengan perkembangan alat-alat komputer. Di lain pihak dalam poly aspek perencanaan, kepemimpinan, komunikasi, dan segala sesuatu yang menyangkut unsur insan, ha­gaimanapun manajer wajib jua memakai pendekatan artistik (seni ).

Manajemen Sebagai Profesi
Banyak bisnis telah dilakukan buat mengklasifikasikan manaje­men sebagai suatu profesi. Edgar H. Schein sudah menguraikan karak­teristik-ciri atau kriteria-kriteria buat menentukan sesuatu sebagai profesi yg bisa diperinci berikut :
  • Para profesional menciptakan keputusan atas dasar prinsip­prinsip umum. Adanya pendidikan, kursus-kursus serta pro­gr-program latihan formal menerangkan bahwa terdapat prinsip-prinsip manajemen eksklusif yang dapat diandalkan. 
  • Para profesional menerima status mereka karena menca­pai standar prestasi kerja tertentu, bukan lantaran favoritis­me atau lantaran suku bangsa atau agamanya dan kriteria politik atau sosial lainnya. 
  • Para profesional wajib ditentukan oleh suatu kode etik yg bertenaga, menggunakan disiplin buat mereka yg menjadi kliennya. 
Fungsi-Fungsi Manajemen
Fungsi-fungsi manajemen merupakan serangkaian kegiatan yg dijalankan pada manajemen dari fungsinya masing-masing serta mengikuti satu tahapan-tahapan eksklusif pada pelaksanaannya. Fungsi-fungsi manajemen, sebagaimana diterangkan oleh Nickels, McHugh and McHugh (1997), terdiri menurut empat fungsi, yaitu:
  • Perencanaan atau Planning, yaitu proses yg menyangkut upaya yang dilaku­kan buat mengantisipasi kesamaan pada masa yang akan datang dan penentuan strategi serta taktik yang tepat buat mewujudkan target serta tujuan organisasi. 
Menetapkan tujuan serta target usaha 
Merumuskan taktik buat mcncapai tujuan dan target bisnis tadi 
Menentukan asal-sumber daya yg dibutuhkan 
Menetapkan baku/indicator keberhasilan pada pencapaian tujuan dan sasaran bisnis 

  • Pengorganisasian atau Organizing, yaitu proses yg menyangkut bagaimana taktik dan taktik yg sudah dirumuskan pada perencanaan dirancang dalam sebuah struktur organisasi yg tepat serta andal, sistem serta lingkungan organisasi yg aman, serta sanggup memastikan bahwa seluruh pihak dalam orga­nisasi bisa bekerja secara efektif serta efisien guna pencapaian tujuan organisasi.
  • Pengimplementasian atau Directing, yaitu proses implementasi program supaya bisa dijalankan oleh seluruh pihak pada organisasi dan proses memotivasi supaya seluruh pihak tersebut bisa menjalankan tanggung jawabnya dengan penuh pencerahan dan produktivitas yang tinggi.
  • Pengendalian dan Pengawasan atau Controlling, yaitu proses yang dilakukan buat memastikan seluruh rangkaian aktivitas yang telah direncanakan, di­organisasikan, serta diimplementasikan sanggup berjalan sesuai menggunakan target yg diharapkan sekalipun berbagai perubahan terjadi dalam lingkungan dunia usaha yang dihadapi.
Beberapa literatur mengemukakan pengertian yg tidak selaras, namun mempunyai esensi yang sama. Misalnya saja, Griffin mengemukakan bahwa fungsi-fungsi manajemen adalah perencanaan (rencana), pengorganisasian (organizing), kepemimpinan (leading), dan pengawasan (controlling). Griffin tidak selaras pada hal leading, di mana Griffin ber­tnaksud buat mengemukakan bahwa kepemimpinan memiliki dampak bertenaga agar aktivitas manajemen dapat dilaksanakan dengan baik. Pendapat Griffin ini sejalan menggunakan James AF Stoner yang menempatkan fungsi leading sebagai ganti berdasarkan directing. 

Selain planing, organizing, directing, serta controlling, Sekalipun para pakar manajemen tadi mempunyai disparitas pandangan dalam melihat fungsi-fungsi manajemen, akan namun esensinya permanen sama, bahwa:
Manajemen terdiri dari aneka macam proses yg terdiri berdasarkan tahapan-tahapan eksklusif yang berfungsi buat mencapai tujuan organisasi. 

Setiap tahapan memiliki keterkaitan satu sama lain pada pencapaian tujuan organisasi. 

METODOLOGI PENELITIAN BISNIS UNTUK AKUNTANSI DAN MANAJEMEN

Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi Dan Manajemen
KOMPLEKSITAS MANAJEMEN
Pokok bahasan manajemen semakin hari semakin diminati sang banyak sekali kalangan warga baik para ilmuwan, praktisi bahkan orang umum . Tetapi aneka macam kalangan tersebut juga belum mempunyai “communal opinio” tentang definisi manajemen. Sebagai konsekuensinya, manajemen memiliki majemuk konotasi-konotasi yg kadang tidak saling berhubungan, sehingga dapat menyebabkan disparitas dalam memahami “fauna” manajemen. Kompleksitas yang terjadi pada bahasan tentang manajemen tidak hanya terjadi dalam level dialektika, namun yg sebagai masalah berat adalah faktor kepentingan mudah yg sering kali mengendalikan kiprah manajemen menjadi kajian ilmiah yang independen.

Fenomena krusial yang dapat kita lihat merupakan dalam bidang pendidikan manajemen. Bidang pendidikan diperlukan menjadi “penjaga gawang” pada kajian ilmiah tentang manajemen. Namun dalam kenyataannya tidak bisa kita hindari bahwa kepentingan kapitalistik serta materialistik telah menaruh pandangan baru dan orientasi yang tidak sinkron pada mengartikulasikan pendidikan manajemen. 

Dewasa ini di Indonesia benyak yang berpandangan bahwa pendidikan tinggi khususnya dipandang hanya sebagai investasi masa depan daripada untuk kepentingan khasanah keilmuan. Artinya pengorbanan berupa biaya serta ketika dianggap menjadi investasi menggunakan mengharapkan pekerjaan serta pendapatan yang baik menjadi return-nya. Sehingga poly orang berlomba-lomba melanjutkan pendidikannya dalam perguruan tinggi menggunakan harapan terjadi “gerak vertikal” yang kelak akan mengantarkan mereka mencapai “kesejahteraan ekonomi”. Pada sisi lain, penyelenggara pendidikan melihat fenomena pendidikan manajemen sebagai “pasar” yang mempunyai permintaan yg sangat melimpah. Penyelenggara pendidikan, terutama swasta sangat bergairah mendirikan aneka macam acara baik dalam strata diploma, S1, S2 baik MM ataupun MBA serta S3 atau acara Doktor. Problemnya adalah pada “nawaitu” atau niatnya dalam menyelenggarakan pendidikan. Newman pada bukunya Social Research Methods (2000) menjelaskan menjadi fenomena pseudoscience yg erat kaitannya menggunakan ilmu itu sendiri. Pseudoscience adalah suatu kenyataan yang seolah-olah menampakkan dirinya menjadi suatu ilmu (khususnya ilmu-ilmu sosial seperti manajemen), padahal hanya berupa slogan-slogan yang dibumbui menggunakan berberapa ciri yg mirip dengan karakteristik sebuah ilmu. Termasuk di dalamnya adalah penyelenggaraan program gelar banyak sekali strata yg kadang sesungguhnya nir memiliki komitmen dan tanggung jawab terhadap ilmu melainkan hanya kepentingan usaha, beredarnya buku-buku ilmiah manajemen terkenal yang semata-mata buat usaha, penelitian serta telaah ilmiah “semu” yang bertujuan hanya buat mempopulerkan, mengiklankan produk, jasa, bisnis dan lain-lain pada berbagai media massa. Hal tersebut semakin diperparah sang ketidakfahaman warga serta ketiadaan aturan tentang batasan area ilmiah.

PROBLEM MANAJEMEN DI INDONESIA
Momentum kemerdekaan pada Indonesia seharusnya dapat mendorong pengembangan ilmu pengetahuan secara umum yang bercirikan nilai budaya bangsa Indonesia dan pengembangan manajemen sebagai ilmu pada pendidikan terbaru yg memberikan harapan dan keberanian pada bangsa Indonesia buat memperbaiki kehidupan bisnis dan ekonomi dan moralitas bangsa. Namun empiris yg dihadapi kehadiran ratusan bahkan ribuan pendidikan tinggi serta juga ratusan ribu sarjana belum sanggup melahirkan serta membesarkan ilmu pengetahuan khusunya melahirkan sebuah konsepsi manajemen berwawasan Indonesia.

Penyebab utama kepincangan pada kemajuan ilmu pengetahuan adalah terletak pada perlakuan yang tidak “correct” terhadap ilmu pengetahuan pada perguruan tinggi dalam khususnya, pada lingkungan kampus dalam umumnya (Daoed Joesoef, 1986). Dikatakan nir “correct” lantaran di sana ilmu pengetahuan (pada hal ini secara khusus ilmu manajemen) dihayati tidak dalam arti yg lengkap, yaitu ilmu pengetahuan pada arti produk, ilmu pengetahuan dalam arti sebagai proses serta ilmu pengetahuan pada arti rakyat.

Ilmu pengetahuan sebagai produk, adalah pengetahuan yang sudah diketahui dan diakui kebenrannya oleh masyarakat ilmuwan. Jadi ilmu pengetahuan terbatas dalam kenyataan-fenomena yg mengandung kemungkinan buat disepakati dan terbuka buat diteliti, diuji ataupun dibantah sang orang lain. Sehingga suatu warta ilmiah nir mungkin bersifat original misalnya halnya dalam karya seni. Penemuan kabar ilmiah mungkin bisa original, tetapi bukan buat informasi ilmiah itu sendiri.

Ilmu pengetahuan menjadi proses adalah aktivitas masyarakat yang dilakukan demi inovasi dan pemahaman dunia alami sebagaimana adanya dan bukan sebagaimana kita kehendaki. Metoda ilmiah yg khusus yg digunakan pada proses ini adalah analisis rasional, obyektif, sejauh mungkin bersifat “impersonal” berdasarkan kasus-masalah yg didasarkan dalam percobaan dan data yg dapat diamati (observable data). Dalam pandangan Thomas S. Kuhn, ilmu pengetahuan dalam arti proses (penelitian) diistilahkan menjadi “normal science”. 

Sedangkan ilmu pengetahuan sebagai masyarakat merupakan suatu dunia pergaulan yg tindak tanduknya, perilaku serta perilakunya diatur oleh empat ketentuan (imperatives), yaitu universalisme, komunalisme, tanpa pamrih (disinterestedness) dan skeptisisme yg teratur. Universalisme berarti bahwa ilmu pengetahuan bebas menurut warna kulit, kepercayaan , keturunan atau dikenal menggunakan slogan “SARA”, yang terdapat hanya metoda. Jadi ilmu pengetahuan dikatakan universal apabila metoda ilmiah bersifat empirik, eksperimental serta rasional yg bekerja dari “logical inference”. Komunalisme berarti bahwa ilmu pengetahuan adalah milik warga (public knowledge). Tanpa pamrih berarti bukan proraganda ataupun promosi bagi kepentiingan eksklusif. Skeptisisme yg teratur berarti impian untuk mengetahui dan bertanya didasarkan pada akal dan keteraturan dalam berfikir.

Bagaimana dengan perkembangan manajemen pada setting Indonesia? Dunia barat dikenal dengan perkembangan ilmu manajemen yg berorientasi pada individualisme, kapitalisme dan materialisme yg didukung pengembangan teknologi terkini. Bangsa Jepang dengan collectivism membuatkan filosofi Kaizen dalam manajemen mereka. Secara epistemologis, bagaimana metoda pengembangan manajemen pada Indonesia. Kemudian pada cabang ontologis, apakah manajemen di Indonesia bisa dikembangkan menjadi ilmu? Dan bagaimana nilai-nilai budaya bangsa dibangun menjadi pijakan aksiologi buat membuatkan ilmu manajemen berwawasan Indonesia. 

Bagaimana pengembangan manajemen sebagai ilmu pada pendidikan terkini yang menaruh harapan dan keberanian pada bangsa Indonesia buat memperbaiki kehidupan bisnis serta ekonomi dan moralitas bangsa, sebagai akibatnya melahirkan sebuah konsepsi ilmu manajemen berwawasan Indonesia.

Secara lebih khusus persoalan akan diarahkan pada upaya melahirkan para sarjana manajemen Indonesia berkualitas dan berkarakter. Kualitas lebih menekankan pada keilmuan dan keterampilan sedangkan berkarakter menekankan dalam visi serta nilai.

MENGAPA FILSAFAT ILMU
Pembahasan di muka diawali menggunakan kompleksitas empiris manajemen, khususnya bagi pengembangan manajemen di Indonesia. Lemahnya tradisi ilmiah dan banyaknya kepentingan ekonomi dan tidak adanya visi bagi pengembangan ilmu serta pendidikan mengakibatkan tidak kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Di samping itu fenomena global perkembangan ilmu begitu cepat termasuk perkembangan ilmu manajemen. Oleh karena itu sesungguhnya filsafat ilmu ada menjadi kelanjutan dari filsafat pengetahuan lantaran perkembangan ilmu cabang yang tumbuh “bagai cendawan pada isu terkini hujan”. Filsafat pengetahuan sendiri lahir sebagai reaksi serta penjelasan terhadap kontradiksi antar cabang ilmu. Kunto Wibisono menyebutkan bahwa filsafat ilmu adalah refleksi filsafati yg nir pernah mengenal titik henti dalam menjelajahi kawasan ilmiah buat mencapai kebenaran atau kenyataan. Sesuatu memang tidak pernah akan habis difikirkan serta nir pernah akan terselesaikan diterangkan.

Hakikat ilmu adalah sebab mendasar dan kebenaran universal yg implisit inheren pada dalam dirinya. Dengan tahu filsafat ilmu berarti tahu seluk beluk ilmu yg paling fundamental, sehingga bisa difahami pula perspektif ilmu, kemungkinan pengembagannya, keterkaitan antar cabang ilmu yg satu dengan lainnya, simplifikasi serta artifisialitasnya.

MANAJEMEN SEBAGAI ILMU
Apakah manajemen bisa dikategorisasi menjadi ilmu (science)? Pada awalnya manajemen dari berdasarkan istilah “manage” yg bisanya dihubungkan dengan kemampuan untuk mengurusi tempat tinggal tangga (R.W. Morell, 1969). Bahkan Socrates dalam zaman Yunani Kuno mendefinisikan manajemen sebagai suatu keterampilan yg terpisah menurut pengetahuan. Hal tersebut tercermin pada pada nasihat Socrates kepada Nichomachides:

“Aku menyampaikan bahwa apapun yg dikepalai seorang serta beliau mengetahui apa yang dibutuhkan, serta bisa menyediakannya, berarti ia akan menjadi pemimpin yang baik. Oleh karenanya Nichodemachides, janganlah meremehkan orang yg mahir mengelola rumah tangga; sebab penanganan perkara langsung serta umum hanya terletak dalam luas permasalahannya; dalam hal lain keduanya sama, namun yang wajib engkau perhatikan keduanya tidak dikelola tanpa oleh insan; dan perkara langsung nir dikelola oleh satu jenis manusia serta perkara generik sang jenis insan lainnya; sebab mereka yang menjalankan perusahaan generik menggunakan insan yang sama sekali nir tidak sinkron menggunakan mereka yg dipekerjakan sang para manajer dari usaha-bisnis langsung; serta orang yang tahu bagaimana mempekerjakan mereka, menjalankan usaha baik langsung juga umum dengan bijaksana, sedangkan orang yg nir mengetahuinya nir pula keduanya”. 

Pemahaman Socrates tadi sejalan dengan penelusuran yang ditulis dalam proceeding seminar konsep manajemen Indonesia, PPM (1979) yg dihadiri oleh sejumlah pakar manajemen, ilmuwan sosial, peneliti serta birokrat Indonesia seperti Astrid S. Soesanto, Harsya W. Bachtiar, Siswanto Sudomo, Roosseno, Muchtar Lubis, TB. Simatupang, Kwik Kian Gie, Christianto Wibisono, M. Dawam Raharjo dll bahwa pada awalnya manajemen adalah penggunaan keterampilan, pengetahuan serta ikhtiar benar-benar-sungguh buat mencapai tujuannya, maka manajemen merupakan seni (art). Namun dengan meluasnya cakrawala pengetahuan melalui pengumpulan data secara menyeluruh serta mendalam untuk selanjutnya diolah guna perumusan dan pengujian hipotesisnya maka manajemen sudah berkembang sebagai ilmu (science).

Dalam artikel What is a “science” Bahm mendeskripsikan secara kentara unsur-unsur ilmu (science). Bahm mengajak pembaca buat berfikir secara lebih mendasar mengenai unsur-unsur atau komponen science. Bahm memulai dari konflik (dilema) yang dihadapi insan dalam kehidupan sebagai komponen penting science, meskipun tidak semua masalah bersifat ilmiah. 

Selanjutnya Bahm menguraikan pentingnya sikap seorang ilmuwan dalam membuatkan science. Selain itu jua diuraikan sang penulisan tentang kontroversi metoda dan kiprah metoda dalam perkembangan science. Metoda serta perilaku bersama-sama mencoba mencari solusi terhadap problem dan mencari kebenaran, kenyataan dan memberi penjelasan ataupun menaruh solusi terhadap pertarungan. Sehingga science akan selalu berkiprah dan berjalan tanpa mengenal berhenti (unfinished journey). 

Bahm pula membicarakan keprihatinannya bahwa pengembangan teknologi serta industri berjalan demikian cepat yang seharusnnya terkait menggunakan imbas sosialnya ternyata berjalan tidak seimbang sebagai akibatnya selain memberi manfaat, tetapi poly jua membangun kesulitan bagi kehidupan manusia. Sehingga Bahm sangat mendorong buat menambah teknologi dan industri menggunakan hal yang lebih fundamental, yaitu aspek aksiologi, etika, religiusitas serta sosiologi.

Bahm sepertinya pula mengajak pembaca buat lebih pada tahu science menggunakan nilai-nilai universalnya. Secara kentara, Bahm menguraikan dan mengulas secara kritis unsur-unsur (komponen) science sekaligus mengingatkan kepada para peneliti buat menyadari pentingnya unsur-unsur tersebut. 

Di samping pembahasan unsur-unsur science secara struktural, Bahm jua mengulas secara fenomenal baik terkait menggunakan masyarakat, proses serta science menjadi produk. Bahm menyampaikan pengaruh science sendiri bagi kehidupan manusia di mana science tidak bisa tanggal menurut nilai-nilai terkait dengan kepentingan luhur kemanusiaan. 

Perkembangan selanjutnya apakah manajemen merupakan ilmu sebagai erat hubungannya dengan semakin canggihnya perubahan, persaingan dan konduite organisasional yg berkaitan dengan kompleksitas “how to manage” dalam usaha. Semakin pentingnya manajemen paling nir terlihat pada poly masalah organisasi usaha dan publik pada sejumlah negara belum berkembang atau sedang berkembang. Kemudian kualifikasi manajer sebagai mayoritas pada keberhasilan organisasi.

Hal yang menarik disampaikan oleh Socrates dalam masa kemudian bahwa faktor kunci keberhasilan manajemen adalah insan serta grup manusia yang lain. Pada perkembangan selanjutnya timbul hubungan antar manusia dan bila terdapat kecenderungan pandangan serta tujuan, mereka akan membentuk kelompok atau organisasi. 

Pada ketika ini domain manajemen melingkupi bagaimana mengelola organisasi mencapai tujuan secara efektif dan efisien terkait menggunakan lingkungan yang penuh ketidakpastian. Untuk itu sangat dibutuhkan pengetahuan mengenai prinsip serta teknik dasar manajemen dalam mempraktikkan, menyebutkan dan mengembangkannya. Areanya menjadi semakin jelas yaitu efektivitas serta efisiensi insan menjadi sentral. Jika dibandingkan dengan efisiensi mesin maka efisiensi usaha grup insan masih sangat tertinggal. Hal tadi disadari oleh banyak pakar manajemen di lapangan seperti Henri Fayol, Barnard dan Alvin Brown bahwa dibutuhkan konsep manajemen yg kentara dan suatu kerangka teori serta prinsip yang berpautan.

Beberapa pandangan Koontz tentang prinsip, teori dan konsep:
Prinsip adalah kebenaran fundamental, atau apa yg diyakini sebagai kebenran pada ketika eksklusif, yg menunjukkan 2 atau lebih formasi variabel.

Teori merupakan pengelompokan yg sistematis terhadap prinsip-prinsip yang saling bekerjasama sehingga terbentuk kerangka.

Konsep adalah gambaran mental berdasarkan sesuatu yg dibentuk dengan penggeneralisasian bagian-bagiannya.

Jika pengertian mengenai konsep, teori, prinsip dan teknik manajemen kurang difahami maka akan menyulitkan analisis pekerjaan manajerial dan training para manajer. Tanpa hal tersebut pembinaan para manajer hanya bersifat coba-coba. Dalam kadar tertentu, hal tadi mungkin terjadi dan berlangsung sampai ilmu manajemen berkembang secara memadai. 

Pada perkara usaha, pemerintahan serta perusahaan, susunan ilmu manajemen yg cukup kokoh telah terwujud serta poly membantu merealisasikan sifat manajemen serta menyederhanakan ke dalam pendidikan serta pembinaan manajer. Bahkan ada suatu pernyataan yang menarik terkait dengan pendekatan kontingensi yaitu bahwa teori dan ilmu manajemen tidak pernah menganjurkan “satu cara yang terbaik” (Koontz et.al). Teori serta ilmu dimaksudkan buat mencari interaksi-hubungan fundamental, dasar-dasar teknik dan susunan pengetahuan yg tersedia yang semuanya seharusnya di dasarkan dalam konsep yang kentara. 

Dengan demikian diperlukan para praktisi manajemen mengerti serta menggunakan ilmu serta teori yang akan mendasari praktik pekerjaan mereka. 

Jika dikaitkan dengan pandangan Bahm tentang karakteristik penting ilmu, maka manajemen sesungguhnya sudah memiliki kriteria tersebut. Pada domain manajemen bisa muncul poly konflik ilmiah misalnya bagaimana hubungan antara penetapan tujuan dengan motivasi pada suatu setting eksklusif. Untuk mengungkap hal tadi perlu perilaku ilmiah serta metoda ilmiah. 

Di mulai berdasarkan sebuah keyakinan bahwa ilmu memperlihatkan fenomena pada atas, adalah keyakinan rasionalitas alam menaruh inspirasi bahwa berbagai hubungan dapat ditemukan antara 2 rangkaian peristiwa atau lebih. Untuk menemukan secara sistematis diperlukan suatu metoda ilmiah. Metoda ilmiah mencakup metoda induktif yang dimulai dari penemuan liputan (fact finding) dan menguji keakuratan kabar sehingga diperoleh proposisi yg apabila terus menerus teruji seksama akan mengambangkan teori serta khasanah ilmu manajemen itu sendiri. Berikutnya merupakan metoda deduktif yang menekankan pada pengujian teori atau proposisi dalam ilmu manajemen. 

Selanjutnya ilmu manajemen akan terkait dengan aktivitasnya dan implikasi. Implikasi pada pandangan Bahm dikaitkan dengan nilai-nilai bagi peradaban manusia. Pada perspektif kontemporer keberfihakan manajemen dalam nilai-nilai tersebut (aksiologis) tampak dalam fenomena etika usaha serta manajemen yg semakin gencar dewasa ini. 

Pada bidang usaha muncul suatu konsep yg berfihak dalam konsumen serta kesejahteraan insan atau masyarakat baik pada jangka pendek juga jangka panjang termasuk pada dalamnya problem lingkungan hidup atau seringkali dikenal dengan istilah societal marketing concept serta green marketing. Kemudian dalam pengelolaan manajemen sumber daya insan muncul konsep long life employment yang berfihak pada kesejahteraan karyawan jangka panjang. Dalam manajemen strategik dan persaingan muncul konsep co-opetition yang menekankan win-win solution pada seluruh stakeholders (bahkan semua penghuni bumi ini). 

Dikaitkan menggunakan pandangan Bacharach (1989) yg mendukung pandangan (Dubin, 1969; Nagel, 1961; Cohen, 1980) menyatakan bahwa teori merupakan pernyataan interaksi antara unit-unit yang diobservasi pada global empiris. Teori memiliki dua kriteria mencakup: (a) falsifikasi (b) utilitas. Selanjutnya kemampuan teori menaruh penerangan secara teruji dan tersusun dengan rangkaian teori yg terkait menciptakan suatu ilmu.

Dalam penelitian yg dilakukan di bidang manajemen, kedua kriteria teori tadi poly digunakan terutama pada penelitian yang dilakukan positivism, terutama dalam bidang behavioral science sebagai bagian penting pada studi ilmu-ilmu manajemen.

PENGEMBANGAN ILMU MANAJEMEN DI INDONESIA
Pada bahasan sebelumnya sudah didiskusikan pentingnya filsafat ilmu dalam menaruh dasar serta arah bagi pengembangan ilmu. Di samping itu penulis jua telah mencoba mendiskusikan secara fundamental tentang manajemen menjadi ilmu. Berdasarkan bahan diskusi pada atas maka kita akan dapat membuat sebuah setting pengembangan manajemen pada Indonesia. 

Dari suatu pembahasan mengenai impak budaya pada perkembangan manajemen pada Indonesia yg dilakukan PPM Jakarta (1979) dijelaskan keberadaan 3 terminologi krusial yg berkaitan erat dengan upaya pengembangan manajemen Indonesia. Ketiganya mencakup kata: manajer & pemimpin, organisasi serta budaya serta perilaku organisasional. 

Dengan menghubungkan menggunakan teori kontingensi maka sangat terbuka kesempatan bagi kita buat membuatkan sebuah konsep manajemen Indonesia. Teori ini sesungguhnya berpusat pada kombinasi taraf diferensiasi serta integrasi dalam organisasi menghadapi kebutuhan yg timbul menurut lingkungan. Perubahan pada lingkungan akan bergerak cepat sebagai akibatnya menuntut organisasi membentuk level diferensiasi yg dapat selaras menggunakan perubahan lingkungan. Artinya dalam praktik organisasi tidak hanya bersandar dalam gaya internal organisasi namun terkait erat dengan sistem nilai lingkungan budaya yang melingkupinya. 

Dalam kaitannya menggunakan kriteria keilmuan maka manajemen pada Indonesia pula wajib mempunyai unsur-unsur yg universal dengan membuka diri buat menerima dan mengembangkan unsur-unsur tersebut, meskipun demikian kita permanen wajib bersikap selektif. Pada sisi yg lain, proses operasional manajemen akan sangat ditentukan oleh nilai budaya, manusia, warga serta pengalaman sejarah suatu bangsa serta visi bangsa. 

Dalam setting Indonesia, secara normatif kita mempunyai Pancasila menjadi nilai-nilai budaya serta hasrat yang merefleksikan keberagaman nilai-nilai budaya dan bukan keseragaman. Sehingga pendekatan kontingensi akan berperan dalam mengungkapkan bahwa teori serta ilmu manajemen nir pernah menganjurkan “satu cara terbaik”. Keefektifan manajemen selalu bersifat kontingensi, dalam hal ini terkait dengan tatanan nilai luhur yang berkembang pada sana. Di samping itu menggunakan pendekatan sistem, praktisi, manajer serta para ilmuwan harus mempertimbangkan sejumlah besar variabel yang berpengaruh serta berinteraksi dalam pekerjaan manajerial.

Penulis berpendapat masih ada beberapa hal yang bisa kita gali berdasarkan nilai budaya bangsa yg terefleksikan dalam semangat Pancasila seperti:
  • Nilai-nilai spiritual keagamaan serta etika yang sebagai orientasi, filosofi dan tujuan kita pada kegiatan manajerial. 
  • Mengembangkan rasa humanisme dalam aktifitas manajemen serta usaha. 
  • Mengembangkan semangat kolektif pada pencapaian tujuan menggunakan kesadaran bahwa diversitas menjadi kekuatan. 
  • Semangat buat berorietasi pada kesejahteraan organisasi dan rakyat dengan prinsip win-win solution. 
  • Mengembangkan nilai keadilan kepada segenap stakeholders. 

PENDIDIKAN SEBAGAI METODA PENGEMBANGAN ILMU DI INDONESIA
Bagaimana pendidikan manajemen di Indonesia dalam satu sisi menghadapi perubahan usaha yg dahsyat serta pada sisi yang lain menyebarkan manajemen Indonesia? Jawabannya justru pendekatan yg pengembangan manajemen Indonesia akan menjawab secara komprehensif serta mendasar. Ada beberapa isu krusial terkait dengan pendidikan manajemen, yaitu: relevansi kurikulum, pengembangan metoda pengajaran, rekonsiliasi riset serta praktik manajemen dan kemitraan dengan global bisnis (Handoko, 2002).

Pada sisi lain secara makro serta lebih mendasar lagi merupakan political will pemerintah terhadap pendidikan dan kebudayaan. Secara operasional tercermin melalui alokasi RAPBN bagi pendidikan dan kebudayaan dan implementasi aturan terhadap pendidikan yang illegal ataupun yang tidak bertanggung jawab terhadap konsumen serta masyarakat.

METODOLOGI PENELITIAN BISNIS UNTUK AKUNTANSI DAN MANAJEMEN

Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi Dan Manajemen
KOMPLEKSITAS MANAJEMEN
Pokok bahasan manajemen semakin hari semakin diminati oleh banyak sekali kalangan masyarakat baik para ilmuwan, praktisi bahkan orang umum . Namun aneka macam kalangan tadi juga belum mempunyai “communal opinio” mengenai definisi manajemen. Sebagai konsekuensinya, manajemen memiliki majemuk konotasi-konotasi yang kadang nir saling bekerjasama, sebagai akibatnya dapat menyebabkan perbedaan dalam tahu “fauna” manajemen. Kompleksitas yg terjadi pada bahasan tentang manajemen tidak hanya terjadi pada level dialektika, tetapi yang menjadi dilema berat merupakan faktor kepentingan praktis yg sering kali mengendalikan kiprah manajemen menjadi kajian ilmiah yg independen.

Fenomena penting yg bisa kita lihat adalah dalam bidang pendidikan manajemen. Bidang pendidikan diperlukan sebagai “penjaga gawang” dalam kajian ilmiah mengenai manajemen. Namun pada kenyataannya tidak dapat kita hindari bahwa kepentingan kapitalistik serta materialistik telah menaruh pandangan baru dan orientasi yang berbeda pada mengartikulasikan pendidikan manajemen. 

Dewasa ini pada Indonesia benyak yang berpandangan bahwa pendidikan tinggi khususnya dicermati hanya menjadi investasi masa depan daripada buat kepentingan khasanah keilmuan. Artinya pengorbanan berupa biaya serta ketika dipercaya menjadi investasi menggunakan mengharapkan pekerjaan dan pendapatan yg baik sebagai return-nya. Sehingga banyak orang berlomba-lomba melanjutkan pendidikannya pada perguruan tinggi dengan asa terjadi “mobilitas vertikal” yang kelak akan mengantarkan mereka mencapai “kesejahteraan ekonomi”. Pada sisi lain, penyelenggara pendidikan melihat kenyataan pendidikan manajemen menjadi “pasar” yang memiliki permintaan yang sangat melimpah. Penyelenggara pendidikan, terutama swasta sangat bergairah mendirikan berbagai program baik dalam strata diploma, S1, S2 baik MM ataupun MBA dan S3 atau program Doktor. Problemnya adalah dalam “nawaitu” atau niatnya pada menyelenggarakan pendidikan. Newman dalam bukunya Social Research Methods (2000) menjelaskan menjadi fenomena pseudoscience yang erat kaitannya dengan ilmu itu sendiri. Pseudoscience adalah suatu kenyataan yang seolah-olah menampakkan dirinya menjadi suatu ilmu (khususnya ilmu-ilmu sosial misalnya manajemen), padahal hanya berupa jargon-jargon yg dibumbui menggunakan berberapa karakteristik yang seperti dengan karakteristik sebuah ilmu. Termasuk pada dalamnya adalah penyelenggaraan acara gelar aneka macam tingkatan yang kadang sesungguhnya tidak memiliki komitmen serta tanggung jawab terhadap ilmu melainkan hanya kepentingan usaha, beredarnya buku-buku ilmiah manajemen terkenal yg semata-mata buat bisnis, penelitian dan jajak ilmiah “semu” yg bertujuan hanya buat mempopulerkan, mengiklankan produk, jasa, usaha serta lain-lain pada banyak sekali media massa. Hal tersebut semakin diperparah oleh ketidakfahaman warga serta ketiadaan anggaran mengenai batasan area ilmiah.

PROBLEM MANAJEMEN DI INDONESIA
Momentum kemerdekaan di Indonesia seharusnya bisa mendorong pengembangan ilmu pengetahuan secara umum yang bercirikan nilai budaya bangsa Indonesia dan pengembangan manajemen sebagai ilmu pada pendidikan terbaru yg menaruh harapan serta keberanian pada bangsa Indonesia buat memperbaiki kehidupan usaha dan ekonomi dan moralitas bangsa. Tetapi empiris yg dihadapi kehadiran ratusan bahkan ribuan pendidikan tinggi serta pula ratusan ribu sarjana belum bisa melahirkan serta membesarkan ilmu pengetahuan khusunya melahirkan sebuah konsepsi manajemen berwawasan Indonesia.

Penyebab primer kepincangan pada kemajuan ilmu pengetahuan merupakan terletak pada perlakuan yang nir “correct” terhadap ilmu pengetahuan di perguruan tinggi dalam khususnya, pada lingkungan kampus pada umumnya (Daoed Joesoef, 1986). Dikatakan tidak “correct” karena pada sana ilmu pengetahuan (dalam hal ini secara khusus ilmu manajemen) dihayati tidak pada arti yg lengkap, yaitu ilmu pengetahuan pada arti produk, ilmu pengetahuan pada arti sebagai proses dan ilmu pengetahuan pada arti rakyat.

Ilmu pengetahuan menjadi produk, merupakan pengetahuan yang telah diketahui dan diakui kebenrannya oleh masyarakat ilmuwan. Jadi ilmu pengetahuan terbatas pada fenomena-fenomena yang mengandung kemungkinan buat disepakati serta terbuka buat diteliti, diuji ataupun dibantah sang orang lain. Sehingga suatu liputan ilmiah nir mungkin bersifat original misalnya halnya pada karya seni. Penemuan warta ilmiah mungkin bisa original, namun bukan buat warta ilmiah itu sendiri.

Ilmu pengetahuan sebagai proses adalah kegiatan masyarakat yang dilakukan demi inovasi serta pemahaman dunia alami sebagaimana adanya dan bukan sebagaimana kita kehendaki. Metoda ilmiah yg khusus yg dipakai dalam proses ini adalah analisis rasional, obyektif, sejauh mungkin bersifat “impersonal” berdasarkan kasus-kasus yang didasarkan dalam percobaan serta data yg dapat diamati (observable data). Dalam pandangan Thomas S. Kuhn, ilmu pengetahuan pada arti proses (penelitian) diistilahkan sebagai “normal science”. 

Sedangkan ilmu pengetahuan menjadi rakyat adalah suatu dunia pergaulan yg tindak tanduknya, sikap dan perilakunya diatur oleh empat ketentuan (imperatives), yaitu universalisme, komunalisme, tanpa pamrih (disinterestedness) serta skeptisisme yg teratur. Universalisme berarti bahwa ilmu pengetahuan bebas berdasarkan warna kulit, agama, keturunan atau dikenal dengan slogan “SARA”, yang terdapat hanya metoda. Jadi ilmu pengetahuan dikatakan universal bila metoda ilmiah bersifat empirik, eksperimental dan rasional yg bekerja menurut “logical inference”. Komunalisme berarti bahwa ilmu pengetahuan adalah milik warga (public knowledge). Tanpa pamrih berarti bukan proraganda ataupun promosi bagi kepentiingan tertentu. Skeptisisme yg teratur berarti keinginan buat mengetahui dan bertanya berdasarkan pada akal dan keteraturan dalam berfikir.

Bagaimana dengan perkembangan manajemen pada setting Indonesia? Dunia barat dikenal menggunakan perkembangan ilmu manajemen yg berorientasi dalam individualisme, kapitalisme dan materialisme yang didukung pengembangan teknologi modern. Bangsa Jepang dengan collectivism membuatkan filosofi Kaizen dalam manajemen mereka. Secara epistemologis, bagaimana metoda pengembangan manajemen di Indonesia. Kemudian pada cabang ontologis, apakah manajemen pada Indonesia bisa dikembangkan menjadi ilmu? Dan bagaimana nilai-nilai budaya bangsa dibangun sebagai pijakan aksiologi buat berbagi ilmu manajemen berwawasan Indonesia. 

Bagaimana pengembangan manajemen menjadi ilmu dalam pendidikan terbaru yg menaruh harapan serta keberanian kepada bangsa Indonesia buat memperbaiki kehidupan bisnis dan ekonomi dan moralitas bangsa, sehingga melahirkan sebuah konsepsi ilmu manajemen berwawasan Indonesia.

Secara lebih khusus problem akan diarahkan dalam upaya melahirkan para sarjana manajemen Indonesia berkualitas dan berkarakter. Kualitas lebih menekankan pada keilmuan dan keterampilan sedangkan berkarakter menekankan dalam visi serta nilai.

MENGAPA FILSAFAT ILMU
Pembahasan pada muka diawali menggunakan kompleksitas empiris manajemen, khususnya bagi pengembangan manajemen di Indonesia. Lemahnya tradisi ilmiah dan banyaknya kepentingan ekonomi serta tidak adanya visi bagi pengembangan ilmu dan pendidikan mengakibatkan nir kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Di samping itu kenyataan dunia perkembangan ilmu begitu cepat termasuk perkembangan ilmu manajemen. Oleh karena itu sesungguhnya filsafat ilmu ada menjadi kelanjutan dari filsafat pengetahuan karena perkembangan ilmu cabang yg tumbuh “bagai cendawan di trend hujan”. Filsafat pengetahuan sendiri lahir menjadi reaksi serta penjelasan terhadap kontradiksi antar cabang ilmu. Kunto Wibisono menyebutkan bahwa filsafat ilmu merupakan refleksi filsafati yg nir pernah mengenal titik henti dalam menjelajahi kawasan ilmiah buat mencapai kebenaran atau fenomena. Sesuatu memang nir pernah akan habis difikirkan serta nir pernah akan selesai diterangkan.

Hakikat ilmu merupakan karena fundamental serta kebenaran universal yg tersirat melekat pada dalam dirinya. Dengan tahu filsafat ilmu berarti tahu seluk beluk ilmu yang paling fundamental, sebagai akibatnya dapat difahami jua perspektif ilmu, kemungkinan pengembagannya, keterkaitan antar cabang ilmu yg satu dengan lainnya, simplifikasi dan artifisialitasnya.

MANAJEMEN SEBAGAI ILMU
Apakah manajemen dapat dikategorisasi menjadi ilmu (science)? Pada awalnya manajemen asal dari kata “manage” yg bisanya dihubungkan menggunakan kemampuan buat mengurusi tempat tinggal tangga (R.W. Morell, 1969). Bahkan Socrates dalam zaman Yunani Kuno mendefinisikan manajemen menjadi suatu keterampilan yang terpisah berdasarkan pengetahuan. Hal tadi tercermin pada pada nasihat Socrates kepada Nichomachides:

“Aku menyampaikan bahwa apapun yang dikepalai seorang serta ia mengetahui apa yang diperlukan, dan bisa menyediakannya, berarti dia akan menjadi pemimpin yg baik. Oleh karenanya Nichodemachides, janganlah meremehkan orang yg mahir mengelola rumah tangga; karena penanganan kasus langsung serta generik hanya terletak pada luas permasalahannya; pada hal lain keduanya sama, namun yang wajib engkau perhatikan keduanya tidak dikelola tanpa sang insan; dan kasus langsung tidak dikelola oleh satu jenis manusia dan kasus generik oleh jenis insan lainnya; karena mereka yang menjalankan perusahaan generik menggunakan manusia yg sama sekali nir tidak selaras dengan mereka yang dipekerjakan sang para manajer menurut bisnis-usaha eksklusif; serta orang yang memahami bagaimana mempekerjakan mereka, menjalankan bisnis baik langsung maupun umum menggunakan bijaksana, sedangkan orang yg tidak mengetahuinya tidak juga keduanya”. 

Pemahaman Socrates tersebut sejalan dengan penelusuran yang ditulis pada proceeding seminar konsep manajemen Indonesia, PPM (1979) yg dihadiri sang sejumlah ahli manajemen, ilmuwan sosial, peneliti dan birokrat Indonesia misalnya Astrid S. Soesanto, Harsya W. Bachtiar, Siswanto Sudomo, Roosseno, Muchtar Lubis, TB. Simatupang, Kwik Kian Gie, Christianto Wibisono, M. Dawam Raharjo dll bahwa pada awalnya manajemen adalah penggunaan keterampilan, pengetahuan serta ikhtiar benar-benar-sungguh buat mencapai tujuannya, maka manajemen merupakan seni (art). Tetapi menggunakan meluasnya cakrawala pengetahuan melalui pengumpulan data secara menyeluruh dan mendalam buat selanjutnya diolah guna perumusan serta pengujian hipotesisnya maka manajemen sudah berkembang menjadi ilmu (science).

Dalam artikel What is a “science” Bahm mendeskripsikan secara jelas unsur-unsur ilmu (science). Bahm mengajak pembaca buat berfikir secara lebih mendasar tentang unsur-unsur atau komponen science. Bahm memulai berdasarkan pertarungan (problem) yang dihadapi manusia dalam kehidupan menjadi komponen krusial science, meskipun nir seluruh dilema bersifat ilmiah. 

Selanjutnya Bahm menguraikan pentingnya sikap seorang ilmuwan dalam membuatkan science. Selain itu juga diuraikan oleh penulisan mengenai kontroversi metoda serta peran metoda pada perkembangan science. Metoda dan perilaku beserta-sama mencoba mencari solusi terhadap duduk perkara dan mencari kebenaran, kenyataan serta memberi penerangan ataupun menaruh solusi terhadap pertarungan. Sehingga science akan selalu bergerak serta berjalan tanpa mengenal berhenti (unfinished journey). 

Bahm pula membicarakan keprihatinannya bahwa pengembangan teknologi serta industri berjalan demikian cepat yang seharusnnya terkait menggunakan efek sosialnya ternyata berjalan tidak seimbang sehingga selain memberi manfaat, namun banyak pula menciptakan kesulitan bagi kehidupan manusia. Sehingga Bahm sangat mendorong buat menambah teknologi serta industri menggunakan hal yang lebih mendasar, yaitu aspek aksiologi, etika, religiusitas dan sosiologi.

Bahm sepertinya jua mengajak pembaca buat lebih dalam tahu science dengan nilai-nilai universalnya. Secara jelas, Bahm menguraikan serta mengulas secara kritis unsur-unsur (komponen) science sekaligus mengingatkan pada para peneliti buat menyadari pentingnya unsur-unsur tadi. 

Di samping pembahasan unsur-unsur science secara struktural, Bahm jua mengulas secara fenomenal baik terkait dengan warga , proses serta science sebagai produk. Bahm membicarakan dampak science sendiri bagi kehidupan manusia di mana science nir sanggup tanggal dari nilai-nilai terkait dengan kepentingan luhur humanisme. 

Perkembangan selanjutnya apakah manajemen adalah ilmu menjadi erat hubungannya dengan semakin canggihnya perubahan, persaingan dan konduite organisasional yang berkaitan menggunakan kompleksitas “how to manage” pada bisnis. Semakin pentingnya manajemen paling nir terlihat pada banyak kasus organisasi bisnis serta publik pada sejumlah negara belum berkembang atau sedang berkembang. Kemudian kualifikasi manajer sebagai mayoritas dalam keberhasilan organisasi.

Hal yang menarik disampaikan sang Socrates dalam masa kemudian bahwa faktor kunci keberhasilan manajemen adalah insan serta grup manusia yang lain. Pada perkembangan selanjutnya muncul interaksi antar insan dan jika terdapat kecenderungan pandangan dan tujuan, mereka akan membentuk grup atau organisasi. 

Pada ketika ini domain manajemen melingkupi bagaimana mengelola organisasi mencapai tujuan secara efektif dan efisien terkait dengan lingkungan yg penuh ketidakpastian. Untuk itu sangat diharapkan pengetahuan tentang prinsip serta teknik dasar manajemen pada mempraktikkan, menyebutkan dan mengembangkannya. Areanya menjadi semakin kentara yaitu efektivitas serta efisiensi insan menjadi sentral. Apabila dibandingkan menggunakan efisiensi mesin maka efisiensi usaha gerombolan manusia masih sangat tertinggal. Hal tersebut disadari oleh banyak pakar manajemen di lapangan misalnya Henri Fayol, Barnard serta Alvin Brown bahwa diharapkan konsep manajemen yg jelas dan suatu kerangka teori serta prinsip yg berpautan.

Beberapa pandangan Koontz mengenai prinsip, teori serta konsep:
Prinsip adalah kebenaran mendasar, atau apa yang diyakini menjadi kebenran pada saat tertentu, yg memberitahuakn 2 atau lebih perpaduan variabel.

Teori adalah pengelompokan yang sistematis terhadap prinsip-prinsip yg saling berhubungan sehingga terbentuk kerangka.

Konsep adalah gambaran mental dari sesuatu yang dibuat dengan penggeneralisasian bagian-bagiannya.

Jika pengertian mengenai konsep, teori, prinsip serta teknik manajemen kurang difahami maka akan menyulitkan analisis pekerjaan manajerial serta training para manajer. Tanpa hal tadi training para manajer hanya bersifat coba-coba. Dalam kadar tertentu, hal tadi mungkin terjadi serta berlangsung hingga ilmu manajemen berkembang secara memadai. 

Pada masalah bisnis, pemerintahan serta perusahaan, susunan ilmu manajemen yang relatif kokoh sudah terwujud serta banyak membantu merealisasikan sifat manajemen serta menyederhanakan ke pada pendidikan dan pembinaan manajer. Bahkan timbul suatu pernyataan yang menarik terkait dengan pendekatan kontingensi yaitu bahwa teori dan ilmu manajemen nir pernah menganjurkan “satu cara yang terbaik” (Koontz et.al). Teori serta ilmu dimaksudkan buat mencari hubungan-interaksi mendasar, dasar-dasar teknik serta susunan pengetahuan yang tersedia yg semuanya seharusnya di dasarkan dalam konsep yg kentara. 

Dengan demikian diharapkan para praktisi manajemen mengerti serta menggunakan ilmu serta teori yg akan mendasari praktik pekerjaan mereka. 

Jika dikaitkan dengan pandangan Bahm tentang ciri krusial ilmu, maka manajemen sesungguhnya sudah memiliki kriteria tersebut. Pada domain manajemen dapat timbul banyak konflik ilmiah misalnya bagaimana interaksi antara penetapan tujuan dengan motivasi dalam suatu setting eksklusif. Untuk mengungkap hal tadi perlu perilaku ilmiah dan metoda ilmiah. 

Di mulai menurut sebuah keyakinan bahwa ilmu memperlihatkan kenyataan di atas, adalah keyakinan rasionalitas alam memberikan ilham bahwa banyak sekali interaksi bisa ditemukan antara dua rangkaian peristiwa atau lebih. Untuk menemukan secara sistematis dibutuhkan suatu metoda ilmiah. Metoda ilmiah meliputi metoda induktif yg dimulai menurut penemuan informasi (fact finding) serta menguji keakuratan warta sebagai akibatnya diperoleh proposisi yang bila terus menerus teruji seksama akan mengambangkan teori serta khasanah ilmu manajemen itu sendiri. Berikutnya adalah metoda deduktif yg menekankan pada pengujian teori atau proposisi pada ilmu manajemen. 

Selanjutnya ilmu manajemen akan terkait dengan aktivitasnya dan implikasi. Implikasi dalam pandangan Bahm dikaitkan menggunakan nilai-nilai bagi peradaban insan. Pada perspektif pada masa ini keberfihakan manajemen dalam nilai-nilai tadi (aksiologis) tampak pada kenyataan etika usaha serta manajemen yg semakin gencar dewasa ini. 

Pada bidang usaha muncul suatu konsep yg berfihak pada konsumen dan kesejahteraan manusia atau warga baik dalam jangka pendek juga jangka panjang termasuk di dalamnya problem lingkungan hidup atau acapkali dikenal menggunakan kata societal marketing concept dan green marketing. Kemudian pada pengelolaan manajemen asal daya insan timbul konsep long life employment yg berfihak dalam kesejahteraan karyawan jangka panjang. Dalam manajemen strategik dan persaingan timbul konsep co-opetition yang menekankan win-win solution kepada seluruh stakeholders (bahkan semua penghuni bumi ini). 

Dikaitkan dengan pandangan Bacharach (1989) yg mendukung pandangan (Dubin, 1969; Nagel, 1961; Cohen, 1980) menyatakan bahwa teori adalah pernyataan hubungan antara unit-unit yang diobservasi dalam dunia realitas. Teori memiliki 2 kriteria meliputi: (a) falsifikasi (b) utilitas. Selanjutnya kemampuan teori menaruh penerangan secara teruji dan tersusun dengan rangkaian teori yg terkait membangun suatu ilmu.

Dalam penelitian yang dilakukan di bidang manajemen, kedua kriteria teori tersebut poly dipakai terutama dalam penelitian yang dilakukan positivism, terutama pada bidang behavioral science menjadi bagian krusial pada studi ilmu-ilmu manajemen.

PENGEMBANGAN ILMU MANAJEMEN DI INDONESIA
Pada bahasan sebelumnya telah didiskusikan pentingnya filsafat ilmu dalam memberikan dasar dan arah bagi pengembangan ilmu. Di samping itu penulis juga sudah mencoba mendiskusikan secara mendasar tentang manajemen sebagai ilmu. Berdasarkan bahan diskusi pada atas maka kita akan dapat membuat sebuah setting pengembangan manajemen di Indonesia. 

Dari suatu pembahasan mengenai imbas budaya dalam perkembangan manajemen pada Indonesia yang dilakukan PPM Jakarta (1979) dijelaskan eksistensi tiga terminologi krusial yang berkaitan erat menggunakan upaya pengembangan manajemen Indonesia. Ketiganya mencakup istilah: manajer & pemimpin, organisasi serta budaya serta perilaku organisasional. 

Dengan menghubungkan dengan teori kontingensi maka sangat terbuka kesempatan bagi kita buat mengembangkan sebuah konsep manajemen Indonesia. Teori ini sesungguhnya berpusat dalam kombinasi taraf diferensiasi serta integrasi dalam organisasi menghadapi kebutuhan yang muncul berdasarkan lingkungan. Perubahan pada lingkungan akan beranjak cepat sehingga menuntut organisasi menciptakan level diferensiasi yang bisa selaras dengan perubahan lingkungan. Artinya dalam praktik organisasi tidak hanya bersandar pada gaya internal organisasi namun terkait erat menggunakan sistem nilai lingkungan budaya yang melingkupinya. 

Dalam kaitannya menggunakan kriteria keilmuan maka manajemen pada Indonesia jua harus memiliki unsur-unsur yang universal menggunakan membuka diri untuk mendapat serta berbagi unsur-unsur tersebut, meskipun demikian kita tetap wajib bersikap selektif. Pada sisi yang lain, proses operasional manajemen akan sangat ditentukan oleh nilai budaya, manusia, rakyat dan pengalaman sejarah suatu bangsa dan visi bangsa. 

Dalam setting Indonesia, secara normatif kita memiliki Pancasila sebagai nilai-nilai budaya serta cita-cita yang merefleksikan keberagaman nilai-nilai budaya dan bukan keseragaman. Sehingga pendekatan kontingensi akan berperan pada menyebutkan bahwa teori dan ilmu manajemen nir pernah menganjurkan “satu cara terbaik”. Keefektifan manajemen selalu bersifat kontingensi, pada hal ini terkait menggunakan tatanan nilai luhur yang berkembang pada sana. Di samping itu dengan pendekatan sistem, praktisi, manajer serta para ilmuwan wajib mempertimbangkan sejumlah besar variabel yg berpengaruh serta berinteraksi dalam pekerjaan manajerial.

Penulis beropini masih ada beberapa hal yang bisa kita gali berdasarkan nilai budaya bangsa yang terefleksikan dalam semangat Pancasila seperti:
  • Nilai-nilai spiritual keagamaan dan etika yg sebagai orientasi, filosofi serta tujuan kita dalam aktivitas manajerial. 
  • Mengembangkan rasa humanisme dalam aktifitas manajemen serta usaha. 
  • Mengembangkan semangat kolektif pada pencapaian tujuan menggunakan kesadaran bahwa diversitas menjadi kekuatan. 
  • Semangat buat berorietasi pada kesejahteraan organisasi dan rakyat menggunakan prinsip win-win solution. 
  • Mengembangkan nilai keadilan pada segenap stakeholders. 

PENDIDIKAN SEBAGAI METODA PENGEMBANGAN ILMU DI INDONESIA
Bagaimana pendidikan manajemen di Indonesia dalam satu sisi menghadapi perubahan bisnis yang dahsyat dan dalam sisi yg lain mengembangkan manajemen Indonesia? Jawabannya justru pendekatan yang pengembangan manajemen Indonesia akan menjawab secara komprehensif serta mendasar. Ada beberapa info penting terkait menggunakan pendidikan manajemen, yaitu: relevansi kurikulum, pengembangan metoda pedagogi, rekonsiliasi riset dan praktik manajemen serta kemitraan dengan global usaha (Handoko, 2002).

Pada sisi lain secara makro dan lebih mendasar lagi adalah political will pemerintah terhadap pendidikan dan kebudayaan. Secara operasional tercermin melalui alokasi RAPBN bagi pendidikan dan kebudayaan serta implementasi aturan terhadap pendidikan yang illegal ataupun yg nir bertanggung jawab terhadap konsumen dan rakyat.

MANAJEMEN SEBAGAI ILMU MAUPUN MANAJEMEN SEBAGAI SENI

Manajemen Sebagai Ilmu Maupun Manajemen Sebagai Seni
Perkembangan Teori Ilmu Manajemen
Banyak model yang dapat kita lihat sebagai bukti bahwa orang-orang dahulu telah menerapkan manajemen pada kehidupannya. Alexander The Great sudah menerapkan konsep staf organisasi pada melakukan kampanye militernya. Menara Pissa di Italia, Candi Borobudur pada Indonesia, sampai aneka macam bukti sejarah lainnya yg nir dapat disebutkan satu per satu.

Kesemua bukti tersebut menampakan bahwa sesungguhnya manajemen bukan merupakan ilmu baru, bahkan pada konsep yg paling tradisional sekalipun, sudah dikenal dan dijalankan oleh orang-orang terdahulu.

Terdapat 3 genre pemikiran manajemen yg ada : genre klasik (yg akan dibagi menjadi dua genre, manaje­men ilmiah dan teori organisasi klasik), genre hubungan manusiawi (acapkali dianggap aliran neoklasik), dan aliran manajemen modern. Juga akan dibicarakan dua pendekatan manajemen yg berkembang akhir-akhir ini - pendekatan sistem dan pendekatan kontingen (con­tingency approach) - yang bermaksud buat mengintegrasikan ber­macam-macam teori manajemen yg ada.


Kelompok Pertama: Manajemen Klasik
Sebelum sejarah yang dianggap zaman manajemen ilmiah timbul, sudah terjadi revolusi industri dalam abad ke 19, yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan suatu pendekatan manajemen yg sistematik. Usaha-bisnis pengembangan manajemen lalu dilaku­kan sang para teoritisi. Pembahasan perkembangan teori-teori darn prinsip-prinsip manajemen selanjutnya akan dilakukan dengan me­nguraikan para tokoh dan gagasan-gagasan mereka.

Perkembangan Awal Teori Manajemen
Ada dua tokoh manajemen, yang mengawali munculnya manaje­men ilmiah, yg akan dibahas disini, yaitu Robert Owen (1771-1858) dan Charles Babbage (1792-1871).

Robert Owen (1771 - 1858). Pada permulaan tahun 1800 an Robert Owen, seseorang manajer beberapa pabrik pemintalan kapas pada New Lanark Skotlandia, menekankan pentingnya unsur insan pada produksi. Dia menciptakan perbaikan-pemugaran dalam syarat kerja, se­perti pengurangan hari kerja baku, restriksi anak-anak dibawah umur yg bekerja, membangun perumahan yang lebih baik bagi kar­yawan dan mengoperasikan toko perusahaan yang menjual barang-ba­rang dengan murah. Dia mengemukakan bahwa melalui perbaikan kondisi karyawanlah yang akan menaikkan produksi dan keuntung­an (keuntungan), dan investasi yang paling menguntungkan adalah pada kar­yawan atau "penting machmes". Disamping itu Owen membuatkan sejumlah mekanisme kerja yang juga memungkinkan peningkatan pro­duktivitas.

Charles Babbage (1792 - 1871). Charles Babbage, seseorang profesor matematika dari Inggris, mencurahkan poly waktunya untukk membuat operasi-operasi pabrik menjadi lebih efisien. Dia percaya bahwa pelaksanaan prinsip-prinsip ilmiah dalam proses kerja akan menaik­kan produktifitas ian menurunkan biaya . Babbage merupakan promotor pertama prinsip pembagian kerja me­lalui spesialisasi. Setiap energi kerja wajib diberi latihan ketrampilan yg sinkron dengan setiap operasi pabrik. Lini perakitan modern yg poly dijumpai kini , dimana setiap karyawan bertanggung ja­wab atas pekerjaan tertentu yang berulang. Babbage menganjurkan kerjasama yang sa­ling menguntungkan antara kepentingan karyawan serta pemilik pa­brik, dan merencanakan skema pembagian keuntungan.

Manajemen Ilmiah
Aliran manajemen ilmiah (scientific management) ditandai kon­tribusi-donasi dari Frederick W. Taylor, Frank dan Lillian Gil­breth, Hemy L. Gantt, dan Harrington Emerson, yang akan diuraikan satu persatu.

Frederick W. Tayor (1856 - 1915). Manajemen ilmiah mula-mula dikembangkan sang Frederick Winslow Taylor lebih kurang tahun 1900-an.taylor dianggap menjadi "bapak manajemen ilmiah". Dalam kitab -buku literatur, manajemen ilmiah tak jarang diarti­kan tidak selaras. Arti pertama, manajemen ilmiah adalah penerapan metoda ilmiah dalam studi, analisa, serta pemecahan kasus-masalah organisasi. Sedangkan arti kedua, manajemen ilmiah merupakan seperang­kat prosedur-mekanisme atau teknik-teknik - "a bag of tricks" - buat menaikkan efisiensi kerja organisasi. Taylor menuangkan gagasan-gagasannya dalam tiga judul ma­kalah, yaitu Shop Management, The Principle of Scientific Manage­ment, dan Testimony Before the Special House Committee, yg di­rangkum pada sebuah buku yang berjudul Scientific Management. Taylor sudah menaruh prinsip-prinsip dasar (filsafat) penerapan pendekatan ilmiah dalam manajemen, dan membuatkan sejumlah teknik-tekniknya untuk mencapai efisiensi. Empat prinsip dasar ter­sebut adalah :
Pengembangan metoda-metoda ilmiah dalam manajemen, metoda yang paling baik buat pelaksanaan se­tiap pekerjaan dapat dipengaruhi. 

Seleksi ilmiah buat karyawan, supaya setiap karyawan bisa di­berikan tanggung jawab atas sesuatu tugas sinkron dengan ke­mampuannya. 
Pendidikan dan pengembangan ilmiah para karyawan.
Kerjasama yg baik antara manajemen dan tenaga kerja.

Frank Bunker Gilbreth dan Lillian Gil­breth. Frank Gilbreth, seseorang pelopor pengembangan studi gerak serta waktu, membentuk banyak sekali teknik manajemen yang diilhami Taylor. Dia sangat tertarik terhadap masalah efisiensi, terutama un­tuk menemukan "cara terbaik pengerjaan suatu tugas". Sedangkan Lilian Gilbreth lebih tertarik dalam aspek-aspek ma­nusia pada kerja, misalnya seleksi, penempatan dan latihan personalia. Dia mengemukakan gagasannya pada bukunya yang bexjudul The Psychology of Management. Baginya, manajemen ilmiah mempu­nyai satu tujuan akhir : membantu para karyawan mencapai semua potensinya menjadi mahluk hidup.

Hemy L. Gantt (1861 - 1919). Seperti Taylor, Hemy L. Gantt me­ngemukakan gagasan-gagasan (1) kerjasama yang saling menguntung­kan antara tenaga kerja dan manajemen, (dua) seleksi ilmiah energi kerja, (tiga) sistem insentif (insentif) untuk merangsang produktivitas, dan (4) penggunaan instruksi-instruksi kerja yang jelas. Kontribusinya yang terbesar adalah penggunaan metoda grafik, yang dikenal sebagai "bagan Gantt" ( Gantt Chart ), buat perenca­naan, koordinasi serta pengawasan produksi. Teknik-teknik scheduling terbaru dikembangkan atas dasar metoda scheduling produksi berdasarkan Grant.

Harrington Emerson (1853 - 1931). Pemborosan dan ketidak-efi­sienan adalah masalah-perkara yang dipandang Emerson menjadi penyakit sistem industri. Oleh sebab itu Emerson mengemukakan 12 (dua be­las) prinsip-prinsip efisiensi yg sangat terkenal, yang secara ring­kas adalah menjadi berikut :
1. Tujuan-tujuan dirumuskan menggunakan jelas.
2. Kegiatan yang dilakukan masuk akal
3. Adanya staf yg cakap.
4. Disiplin.
5. Balas jasa yg adil.
6. Laporan-laporan yg terpercaya, segera, akurat, sis­tem fakta serta akuntansi.
7. Pemberian perintah - perencanaan serta pengurutan kerja.
8. Adanya baku-baku, skedul-skedul, metoda dan saat setiap aktivitas.
9. Kondisi yg distandardisasi. 
10. Operasi yang distandardisasi.
11. Instruksi-instruksi praktis tertulis yang baku. 
12. Balas jasa efisiensi - planning bonus.

Kebaikan serta kekurangan Manajemen Ilmiah
Metoda-metoda manajemen ilmiah telah poly diterapkan pa­da beragam aktivitas organisasi, terutama dalam bisnis pe­ningkatan produktivitas. Teknik-teknik efisiensi manajemen ilmiah, seperti studi gerak dan ketika, sudah menyebabkan aktivitas dapat pada­laksanakan lebih efisien. Gagasan seleksi serta pengembangan ilmiah para karyawan mengakibatkan kesadaran akan pentingnya kemampu­an dan latihan buat meningkatkan efektivitas karyawan. Akhirnya, manajemen ilmiah yang telah mengemukakan pentingnya disain kerja, mendorong manajer buat mencari "cara terbaik" aplikasi tugas. Jadi, manajemen ilmiah nir hanya mengembangkan pende­katan rasional buat pemecahan kasus-masalah organisasi tetapi jua meletakkan dasar profesionalisasi manajemen.

Setelah "revolusi mental" yang dicanangkan Taylor terjadi da­lam praktek, muncul perkara-perkara sebagai keterbatasan penerap­an manajemen ilmiah. Kenaikan produktivitas acapkali tidak diikuti ke­naikan pendapatan. Perilaku insan yang bermacam-macam menja­di kendala. Pendekatan "rasional" hanya memuaskan kebutuhan­kebutuhan hemat dan phisik, nir memuaskan kebutuhan-kebu­dewa sosial karyawan. Manajemen ilmiah pula mengabaikan keingin­an insan untuk kepuasan kerja. Beberapa keterbatasan ini yg mengakibatkan bisnis-usaha para pakar manajemen berikutnya untuk melengkapi contoh manajemen ilmiah.

Teori Organisasi Klasik
Hemi Fayol (1841 - 1925). Hemi Fayol, seseorang industrialis Peran­cis, mengemukakan teori dan teknik-teknik administrasi sebagai pe­doman bagi pengelolaan organisasi-organisasi yg kompleks pada bukunya yang populer, Administration Industrielle et Generale(Ad­ministrasi Industri serta Umum). Dalam teori administrasinya Fayol memerinci manajemen menjadi lima unsur, yaitu perencanaan, peng­organisasian, pemberian perintah, pengkoordinasian dan supervisi. Pembagian aktivitas manajemen (administrasi) atas fungsi-fungsi ini dikenal sebagai fungsionalisme Fayol.

Fayol membagi operasi-operasi perusahaan menjadi enam ke­giatan, yang semuanya saling tergantung satu dengan yg lain. Ke­giatan-kegiatan tadi merupakan (1) teknik - produksi serta manu­facturing produk, (2) komersial : pembelian bahan standar dan pen­jualan produk (3) keuangan (finansial) : perolehan dan penggunaan kapital, (4) keamanan : proteksi karyawan dan kekayaan, (lima) akuntansi : pelaporan, dan pencatatan porto; laba dan hutang, pem­buatan neraca, dan pengumpulan data statistik, dan (6) manajerial.

Disamping itu Fayol jua mengemukakan empat belas prinsip­-prinsip manajemen yg secara ringkas adalah sebagai berikut :

Pembagian kerja : spesialisasi akan menaikkan efisi­ensi aplikasi kerja. 

2. Wewenang : hak buat memberi perintah dan dipatuhi.
Disiplin : respek dan ketaatan pada peranan:peranan serta tujuan:tujuan organisasi. 
Kesatuan perintah : setiap karyawan hanya mendapat instruk­si mengenai kegiatan tertentu dari hanya seseorang atasan. 
Kesatuan pengarahan : operasi-operasi dalam organisasi yang memiliki tujuan yg sama wajib diarahkan oleh seseorang ma­najer menggunakan penggunaan satu planning. 
Meletakkan kepentingan perseorangan pada bawah kepentingan generik : kepentingan perseorangan harus tunduk pada kepen­tingan organisasi. 
Balas jasa : kompensasi buat pekerjaan yg dilaksanakan harus adil baik bagi karyawan maupun pemilik. 
Sentralisasi : adanya ekuilibrium yang tepat antara sentrali­sasi serta desentralisasi. 
Rantai skalar (garis wewenang) : garis wewenang serta perintah yg kentara. 
Order : bahan:bahan (material) serta orang:orang sine qua non dalam tempat dan ketika yg tepat. Terutama orang-orang hendaknya ditempatkan dalam posisi:posisi atau pekerjaan-pekerjaan yg paling cocok buat mereka. 

11. Keadilan : sine qua non kesamaan perlakuan pada organisasi.
Stabilitas staf organisasi : taraf perputaran energi kerja yang tinggi buruk bagi pelaksanaan fungsi-fungsi organisasi. 
Inisiatif : bawahan harus diberi kebebasan buat menjalankan serta menyelesaikan rencananya, walaupun beberapa kesalahan mungkin terjadi. 
Esprit de Corps (semangat korps. : "kesatuan merupakan kekuat­an", pelaksanaan operasi organisasi perlu mempunyai kebanggaan, kesetiaan dan rasa mempunyai dari para anggota yang tercermin pada semangat korps. 

James D. Mooney. Mooney, eksekutif General Motors, mengkatego­rikan prinsip-prinsip dasar manajemen tertentu. Dia mendefinisikan organisasi menjadi sekelompok, dua atau lebih, orang yang bergabung untuk tujuan tertentu. Menurut mooney, buat merancang organisasi perlu diperhatikan empat kaidah dasar, yaitu (1) koordinasi : kondisi­-kondisi adanya koordinasi mencakup kewenangan, saling melayani, dok­triri (perumusan tujuan) dan disiplin, (2) prinsip skalar : proses ska­lar mempunya.I prinsip, prospek serta imbas sendiri yang tercermin menurut kepemimpinan, delegasi dan definisi fungsional, (3) prinsip fung­sional : adanya fungsionalisme bermacam-macam tugas yang berbe­da, dan (4) prinsip staf : kejelasan disparitas antara staf serta lini.

Mary Parker Follett (1868 - 1933). Follett dan Barnard bertindak menjadi "jembatan" antara teori klasik serta hubungan manusiawi, ka­rena pemikiran mereka berdasarkan kerangka klasik, tetapi memper­kenalkan beberapa unsur-unsur baru tentang aspek-aspek interaksi manusiawi. Follett merupakan ahli ilmu pengetahuan sosial pertama yg me­nerapkan psikologi pada perusahaan, industri serta pemerintah. Dia memberikan sumbangan besar dalam bidang manajemen melalui apli­kasi praktik ilmu-ilmu sosial pada administrasi perusahaan. Dia me­nulis panjang lebar mengenai kreatifitas, kerjasama antara manajer dan bawahan, koordinasi dan p'emecahan permasalahan. Follett percaya bahwa konflik dapat dibuat konstruktif dengan penggunaan proses integrasi dimana orang-orang yang terlibat mencari jalan pemecahan beserta perbedaan-perbedaan diantara mereka. Dia pula menguraikan suatu pola organisasi yg ideal pada mana manajer mencapai koordinasi me­lalui komunikasi yang terkendali dengan para karyawan.

Chaster L.barnard (1886 - 1961), Chester Barnard, presiden perusa­haan Bell Telephone pada New Jersey, menulis beragam su­byek manajemen dalam bukunya The Functions of the Executive yg ditulis dalam tahun 1938. Dia memandang organisasi menjadi sistem kegiatan yg diarahkan dalam tujuan. Fungsi-fungsi primer ma­najemen, dari pandangan Barnard, adalah perumusan tujuan dan pengadaan asal daya-sumber daya yg dibutuhkan buat menca­pai tujuan.

Barnard menekankan pentingnya peralatan k,omunikasi, buat pencapaian tujuan grup. Dia pula mengemukakan teori peneri­maan pada kewenangan. Menurut teorinya, bawahan akan mendapat perintah hanya jika mereka memahami dan bisa serta berke­inginan untuk menuruti atasan (lihat bab 10). Barnard adalah pelo­por pada penggunaan "pendekatan sistem" buat pengelolaan orga­nisasi.

Aliran Hubungan Manusiawi
Aliran hubungan manusiawi (perilaku manusia atau neoklasik) timbul karena ketidak puasan bahwa yg dikemukakan pendekatan klasik tidak sepenuhnya menghasilkan efisiensi produksi dan kehar­monisan kerja. Para manajer masih menghadapi kesulitan-kesulitan serta putus harapan lantaran karyawan nir selalu mengikuti pola-pola konduite yg rasional. Sehingga pembahasan "sisi perilaku manusia" da­lam organisasi sebagai penting. Beberapa ahli mencoba melengkapi teori organisasi klasik menggunakan pandangan sosiologi dan psikologi.

Hugo Munsterberg (1863 - 1916). Sebagai pencetus psikologi in­dustri, Hugo Munsterberg seringkali diklaim "bapak psikologi indus­tri". Dalam bukunya Psikology and Industrial Efficiency, beliau poly menguraikan penerapan alat-alat-alat-alat psikologi buat membantu pencapaian tujuan produktifitas. Dia mengemukakan bahwa buat mencapai peningkatan produktifitas bisa dilakukan menggunakan melalui 3 cara, (1) penemuan best possible person, (2) penciptaan best possible work, serta (tiga) penggunaan best posible effect buat memotivasi karyawan. Munsterberg menyarankan penggunaan teknik-teknik yg di­ambil menurut psikologi eksperimen. Sebagai model, banyak sekali metoda mengenai psikologi bisa digunakan buat memilih karakteristik ter­tentu yang cocok dengan kebutuhan suatu jabatan. Riset belajar da­pat mengarahkan pengembangan metoda latihan. Dan studi konduite manusia bisa membantu perumusan teknik-teknik psikologi buat memotivasi karyawan. Sebagai tambahan, Munsterberg mengingatkan adanya impak faktor-faktor sosial serta budaya terhadap organisasi.

Elton Mayo (1880 - 1949) serta Percobaan percobaan Hawthorne. "Hubungan manusiawi" seringkali dipakai sebagai kata generik untuk mendeskripsikan cara pada mana manajer berinteraksi dengan bawahan­nya. Bila "manajemen personalia" mendorong lebih poly dan lebih baik pada kerja, hubungan manusiawi pada organisasi adalah "baik". Bila moral serta efisiensi memburuk interaksi manusiawi da­lam organisasi merupakan "jelek". Untuk membangun interaksi manu­siawi yg baik, manajer wajib mengerti mengapa karyawan bertin­dak seperti yang mereka lakukan dan faktor-faktor sosial dan psiko­logi apa yg memotivasi mereka. Elton Mayo, serta asisten risemya Fritz J. Roethlisberger serta William J. Dickson, mengadakan suatu studi tentang konduite manu­sia dalam bermacam situasi kerja yang sangat populer di pabrik Howthorne milik perusahaan Western Electric berdasarkan tahun 1927 sampai 1932. Mereka sudah membagi karyawan menjadi grup peneliti­an. Percobaan pertama dilakukan buat meneliti efek kondisi penerangan terhadap produktivitas. Ketika kondisi penjelasan di­naikkan, produktivitas jua naik misalnya yang diperkirakan. Namun saat syarat penerangan dikurangi hingga misalnya bila hanya meng­gunakan sinar matahari, ternyata produktivitas tetap naik. Usaha-usa­ha percobaan selanjutnya buat memecahkan perkara "misterius" ini merupakan era baru hubungan manusiawi.

Dalam percobaan selanjutnya, Mayo dan kawan-kawannya me­nempatkan dua grup yg masing-masing terdiri enam karyawa­ti dalam ruang terpisah. Dalam keliru satu ruang kondisi diubah-ubah secara periodik, dan ruang lainnya tidak. Sejumlah variabel-variabel dicoba : upah dinaikkan; periode istirahat serta jam makan siang la­manya pada ubah-ubah, hari kerja dan minggu kerja diperpendek; pe­neliti yang bertindak menjadi atasan mengikuti kelompok urtuk me­milih periode istirahatnya sendiri serta memberikan kesempatan un­tuk mengajukan usul perubahan.

Sekali lagi, keluaran di kedua ruang ternyata sama-sama mening­kat. Mayo dan mitra-kawan bisa mengesampingkan bahwa bonus keuangan bukan penyebab kenaikan produktivitas, lantaran skedul pembayaran gerombolan yg diteliti dipertahankan sama. Mereka menyimpulkan bahwa rantai reaksi emosional yg kompleks telah mempengaruhi peningkatan produktivitas. Hubungan manusiawi pada antara anggota grup terpilih, juga menggunakan peneliti (pengawas) lebih krusial dalam menentukan produktivitas daripada perubahan­perubahan syarat kerja pada atas. Perhatian simpatik menurut pengawas Yang mereka terima sudah mendorong peningkatan motivasi mereka.

Percobaan ini mengarahkan Mayo buat penemuan penting lain­nya bahwa perhatian spesifik misalnya perasaan terpilih menjadi parti­sipan pada studi yg dilakukan manajemen puncak ) sangat mempe­ngaruhi bisnis-bisnis mereka. Phenomena ini dikenal sebagai Haw­ thorne effect.

Penemuan lainnya adalah bahwa gerombolan kerja informal lingkungan sosial karyawan juga memiliki pengaruh besar pada produktifitas. Kemudan, konsep "mahluk sosial" dimotivasi oleh kebutuhan sosial, harapan akan hubungan timbal balik dalam pe­kerjaan, dan lebih responsif terhadap dorongan gerombolan kerja pengawasan manajemen sudah menggantikan konsep "ma­khluk rasional" yang dimotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan phisik manusia. 

Kebaikan dan kekurangan Pendekatan Hubungan Manusiawi
Penekanan kebutuhan-kebutuhan sosial dalam genre hubungan manusiawi melengkapi pendekatan klasik, menjadi bisnis buat me­ningkatkan produktivitas. Aliran hubungan manusiawi mengutarakan bahwa perhatian terhadap para karyawan akan memberikan keun­tungan. Sebagai tambahan, Mayo menekankan pentingnya gaya ma­najer dan oleh karenanya organisasi perlu merubah latihan manajemennya. Di samping itu, manajer diingatkan pentingnya perhatian terhadap proses gerombolan buat melengkapi perhatian terhadap ma­sing-masing karyawan secara individual.

Teori interaksi manusiawi ini mengilhami para ilmuwan peri­laris manusia seperti Argyris, Maslow, dan McGregor untuk memba­has lebih lanjut motivasi manusia. Konsep "mahluk sosial" tidak menggambarkan secara lengkap individu-individu pada tempatnya bekerja. Hal ini adalah salah satu keterbatasan teori interaksi manusiawi. Disamping itu perbaik­an-pemugaran kondisi ke:ja dan kepuasan karyawan tidak menghasil­kan peningkatan produktivitas yg dramatik seperti yg diharap­kan. Juga, lingkungan sosial pada tempat kerja hanya keliru satu berdasarkan­beberapa faktor yang saling berinteraksi yang mempengaruhi produk­tivitas. Tingkat upah, seberapa jauh pekerjaan itu menarik, struktur organisasi serta hubungan perburuhan juga memainkan peranan. Jadi, produktivitas dan kepuasan kerja sebagai semakin kompleks berdasarkan yang dipikirkan semula.

Aliran Manajemen Modern
Manajemen modern berkembang melalui 2 jalur yang tidak sinkron. Jalur pertama merupakan pengembangan dari aliran hu­bungan manusiawi yg dikenal menjadi perilaku organisasi, dan yg lain dibangun atas dasar manajemen ilmiah, dikenal sebagai aliran kuantitatif (operation research dan management science atau manaje­men operasi). 

Perilaku Organisasi
Perkembangan genre perilaku organisasi ditandai menggunakan pan­dangan dan pendapat baru tentang perilaku insan serta sistem so­naas. Tokoh-tokoh genre ini antara lain :
Abraham Maslow yang mengemukakan adanya "hirarki ke­butuhan" dalam penjelasannya mengenai konduite manusia serta dinamika proses motivasi. 

2. Douglas McGregor menggunakan teori X serta teori Y nya.
Frederick Herzberg yg menguraikan teori motivasi higienis atau teori 2 faktor. 
Robert Blake dan Jane Mouton yang membahas 5 gaya ke­pemimpinan menggunakan terali manajerial (managerial grid). 
Rensis Likert yg sudah mengidentifikasi serta melakukan pene­litiannya secara ekstensif mengenai empat sistem manajemen, berdasarkan sistem 1: exploitif-otoritatif hingga sistem 4 : partisipatif gerombolan . 
Fred Fiedler yang menyarankan pendekatan contingency dalam studi kepefnimpinan. 
Chris A. Yg memandang organisasi sebagai sistem sosial atau sistem antar interaksi budaya. . 
Edgar Schein yang poly meneliti dinamika gerombolan dalam organisasi, dan lain-lainnya. 
Hampir seluruh gagasan yg dikemukakan tokoh-tokoh di atas akan dibahas lebih terang pada bab-bab selanjutnya di belakang. 

Prinsip-Prinsip Dasar Perilaku Organisasi
Prinsip dasar dari pendapat para tokoh manajemen terkini adalah sebagai berikut : 
Manajemen nir dapat ditinjau menjadi suatu proses teknik secara ketat (peranan, prosedur, prinsip). 
3. Manajemen harus sistematik, serta pendekatan yg dipakai harus dengan pertimbangan secara hati-hati.
4. Organisasi menjadi suatu keseluruhan dan pendekatan manajer individual buat supervisi harus sinkron menggunakan situasi.
5. Pendekatan motivasional yang membentuk komitmen pekerja terhadap tujuan organisasi sangat dibutuhkan.

Sebagai tambahan beberapa gagasan yang lebih khusus menurut ber­bagai riset konduite adalah :
1. Unsur manusia adalah faktor kunci penentu sukses atau kega­galan pencapaian tujuan organisasi.
2. Manajer masa sekarang harus diberi latihan dalam pemahaman prin­sip-prinsip dan konsep-konsep manajemen.
Organisasi harus menyediakan iklim yang mendatangkan kesem­patan bagi karyawan buat memuaskan seluruh kebutuhan me­reka. 
4. Komitmen bisa dikembangkan melalui partisipasi dan keterli­batan para karyawan.
5. Pekerjaan setiap karyawan wajib disusun yang memungkinkan mereka mencapai kepuasan diri berdasarkan pekerjaan tadi.
Pola-pola supervisi serta manajemen supervisi harus diba­ngun atas dasar pengertian positif yg menyeluruh mengenai karyawan dan reaksi mereka terhadap pekerjaan.