ARTI SUBHANALLAH DALAM BAHASA INDONESIA DAN PENJELASANNYA

Penjelasan arti Subhanallah sebagai Kalimat Toyyibah serta Penjelasnnnya pada Bahasa Indonesia

Subhanallah tidak termasuk salah satu lema (entri istilah) pada Kamus Besar Bahasa Indonesia. Baik dalam edisi cetak KBBI Edisi Keempat Pusat Bahasa yang terbit pada 2008, juga pada KBBI edisi Kelima yg diterbitkan dalam bentuk aplikasi luring (offline) resmi dari Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Yang ada pada kamus adalah kata subhana sub.ha.na yang adalah mahasuci (Allah). Dalam penjelasan kamus tadi, subhana diberi kode n yang menampakan arti nomina alias istilah benda. Juga terdapat kode Ar yang memperlihatkan bahwa istilah ini diserap menurut Bahasa Arab, dengan istilah dasar sabaha. 

Memang, arti sederhana menurut istilah subhanallah adalah Mahasuci Allah. Dalam dalam khazanah pesantren, artinya nir sesederhana itu melainkan, waktu terdapat lafaz subhanallah ketika mengartikan buku, sang kiai umumnya mengartikan: moho nucek ake ingsun ing moho sucine Allah. Secara harfiah, maknanya merupakan saya maha mensucikan terhadap maha sucinya Allah. 

Maksudnya, pujian atau ucapan Subhanallah bukan doa agar Allah suci, melainkan kita melakukan pengakuan terhadap Allah yg memang telah Mahasuci. Kita tinggal membersihkan niat terhadap mahabenar bahwa Allah Mahasuci.

Selanjutnya, pada penggunaannya kata subhanallah bukan sekadar kalimat toyibah yang digunakan buat mengakui keagungan Tuhan, melainkan jua telah mengalami pergeseran makna, sebatas sebagai partikel. Ketika ada sesuatu yg menakjubkan, sontak mengucapkan subhanallah. 

Jika ucapan subhanallah sambil hati kita mengingat Tuhan, maka itu berarti kita sedang mengagumi ciptaan Tuhan yg sangat luar biasa latif, contohnya.

Namun, apabila ucapan Subhanallah tanpa mengingat merupakan, dan kita sebatas kagum menggunakan apa yang sedang kita lihat. Maka itu sebatas menjadi partikel, tak ubahnya istilah woww... atau amboi... atau luar biasa...

Apakah terdapat kalimat toyibah yg sebatas sebagai partikel? Jawabannya ada! Contohnya kata alhamdulillah yang sebatas dijelaskan menjadi partikel dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Silakan dicek di kamus buat lebih yakin.

Terlepas berdasarkan arti subhanallah yang sudah mengalami pergeseran, terdapat baiknya kita lebih memahami makna dan arti subhanllah dan bentuk lainnya yg tak jarang kita dengar dan sering kita ucapkan dalam zikir wirid serta doa.

subhanallah artinya mahasuci Allah

subhanallah wabihamdihi subhanallahil adzim

subhanallah = mahasuci Alllah
wabihandihi = dan kebanggaan untuknya
subhanallah = mahasuci Allah
al-adzim = yg agung
Jadi, kapan ucapan subhanallah digunakan. Jawabannya adalah setiap waktu. Namun, umumnya ada kalimat toyibah yang digunakannya lebih sinkron dengan hal-hal tertentu. Misalnya saat menerima kenikmatan maka diucapkan alhamdulillah. Ketika menerima musibah, diucapkan innalillah. Ketika terdapat hal yg luar biasa diucapkan subhanallah. Hal yang luar biasa bukan hanya karena ada sesuatu yang indah, akan tetapi jua ada hal yang di luar kebiasaan, misalnya, terdapat bencana, boleh-boleh saja kita ucapkan subhanallah. 

Intinya, subhanallah itu ungkapan untuk kita mengingat Tuhan apapun yg terjadi pada dunia ini.

Demikian penjelasan arti subhanallah dan penggunaannya. Apabila ada kekurangtepatan mohon koreksinya.

ARTI ALHAMDULILLAH DAN ALHAMDULILLAHI RABBIL ALAMIN DAN BEBERAPA VARIASINYA

Postingan ini aku tulis saat ramadan. Harapannya sederhana, berbagi pengetahuan yang sedikit. Semoga berguna penerangan alhamdulillah dalam artikel bebas ini.
Alhamdulillah adalah serapan dari bahasa Arab. Tulisan dalam bahasa Arab terdiri menurut dua kata yaitu alhamdu (goresan pena arabnya: الحمد) dan lillahi (لله). Kata ini telah diserap menjadi milik bahasa Indonesia serta terdapat pada Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Kata dasar alhamdulillah sama menggunakan istilah dasar muhammad yaitu hamada. Penjelasan arti muhammad dapat dibaca pada goresan pena ini: Arti Nama Muhammad dan Penggunaannya
Arti alhamdulillah (al.ham.du.lil.lah) dalam KBBI ada dua yaitu:
Penjelasan alhamdulillah yang pertama adalah ungkapan buat menyatakan rasa syukur karena menerima karunia Allah (adalah segala puji bagi Allah’).
Penjelasan alhamdulillah yang kedua adalah pengungkapan pujian kepada Allah Swt. Yg dibaca menjadi rangkaian zikir (Subhanallah, Alhamdulillah, Allahuakbar) selesainya salat.
Dalam pengertian berdasarkan KBBI, alhamdulillah adalah partikel ditandai dengan kode p, dan adalah istilah dalam laras Islam (ditandai kode: Isl).
Inti artinya adalah segala puji bagi allah.
Ketika saya mengaji pada langgar dulu, guru ngaji menyebutkan kepada saya bahwa segala puji itu mengandung makna empat hal. Yaitu:
pujian berdasarkan yang kuasa pada ilahi (ini ada pada buku suci yg merupakan kalam Tuhan yg memuji Tuhan sendiri).
pujian dari dewa kepada makhluk (misalnya ketika Tuhan memuji makhluk yang paling terpuji yaitu Nabi Muhammad).
pujian berdasarkan makhluk pada tuhan (tak jarang kita sebagai makhluk, memuji keagungan Tuhan).
pujian dari makhluk kepada makhluk (adalah saat kita kagum dan memuji makhluk Tuhan yg lain, misalnya pemandangan, atau insan lantaran kepandaiannya).
Jadi, segal puji, baik kebanggaan berdasarkan Tuhan pada Tuhan, berdasarkan Tuhan pada makhluknya, berdasarkan makhluk kepada Tuhan, ataupun dari makhluk kepada sesama makhluk dalam dasarnya merupakan milik Allah. Karena semua makhluk adalah kreasi Allah.
Itu adalah inti arti alhamdulillah.
Pada dasarnya, alhamdulillah tidak semata digunakan sang orang muslim. Orang yang beragam selain Islam jua menggunakan partikel alhamdulillah untuk menyeru rasa syukur karen mendapatkan sesuatu atau menerima kenikmatan.
Baca Juga: Arti Subhanallah dalam Bahasa Indonesia
Jadi, ada pergeseran arti alhamdulillah dari segala puji adalah milik Allah menjadi puji Tuhan. Karena memang adalah serupa.
Selanjutnya, istilah alhamdulillah biasanya dirangkai dengan rabbil alami yaitu alhamdulillahirabbil alamin (الحمد لله رب العالمين). Kata alhamdulillahi rabbil alamin merupakan ayat ke 2 pada surat alfatihah, surat pertama pada kita kudus Alquran.
Artinya adalah segala puji milik Allah tuhan alam semesta.

Ada jua rangkaian yang acapkali kita dengar yang mengandung kata alhamdulillah yaitu kalimat alhamdulillah ala kulli hal.

alhamdulillah artinya segala puji milik Allah.
ala (على) ialah ke, kata hubung. Dalam konteks ini, lebih pas diartikan atas.

kulli (كلّ) artinya segala atau semua.

hal (حال) merupakan sesuatu. 

Jadi, arti alhamdulillah ala kulli hal (kada dibaca: kulli haalin) merupakan segala puji milik Allah atas segala hal (yg diterima).

Selain menjadi penyeru karena mendapat nikmat, alhamdulillah juga biasa dipakai buat menutup sebuah aktivitas. Seperti pada lagu nasyid yang cukup populer:
diawali dengan bismillah
diakhiri dengan alhamdulillah

Baca Juga: Arti Bismillah serta Penjelasan Makna Katanya

Alhamudillah tulisan ini selesai jua. Demikian penerangan singkat mengenai istilah alhamdulillah.  Jika ada kesalahan sanggup dikoreksi oleh pembaca melalui komentar. Salam Pustamun!

ASFAL DAN SAFIL PENJELASAN ARTI KATA DALAM BAHASA INDONESIA


Caraflexi.blogspot.com – Kata Asfal serta Safil pertama kalisaya temukan dalam bahasa Indonesia waktu mencari sinonim istilah ‘nista’. Sayatertarik menulis berkaitan kata ‘penistaan’ karena pernah terjadi demobesar-besaran menuntut Ahok diadili atas masalah penistaan kepercayaan yg pernah dialakukan. Saya menemukan istilah asfaldan safil dalam Tesaurus AlfabetisBahasa Indonesia Pusat Bahasa.

Saya terbiasa menyebut buku gugusan sinonim istilah BahasaIndonesia yg disusun secara alfabetis ini dengan nama TABI. TABI akronim dariTesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia, sama misalnya KBBI yang merupakan singkatandari Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Dalam TABI Pusat Bahasa yang diterbitkan pada tahun 2010,tepatnya ada dalam laman 20, istilah asfal,dan safil merupakan sinonim darikata hina. Artikel ini tidak membahassinonim istilah ‘hina’ karena telah ada pada postingan seblumnya.

Artikel ini akan membahas mengenai kata asfal dan safil saja. Asfal dalam Kamus Besar Bahasa Indonesiaterdapat pada page 92. Ada dua kata asfal,maksudnya ada homonimnya. Asfal yang pertama bermakna hina, rendah, dan terendah. Kataasfal ini adalah serapan daribahasa Arab.  Sementara kata asfal homonimnya, merupakan nomina yangbermakna aspal.


Setelah mengetahui bahwa asfalmerupakan serapan menurut bahasa Arab, iseng-iseng aku buka kamus bahasaArab. Kamus yg saya buka adalah Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia Terlengkapkarya KH. A.W. Munawir. Kebetulan yg aku milikia edisi keduanya.

Dengan kemampuan bahasa Arab yg sangat terbatas sayamencoba mengira bagaimana penulisan asfalmaupun safil dalam lafaz Arab.huruf Hijaiyah (alfabet Arab) hanya mengenal konsonan, maka aku menerka bahwasusunan pada bahasa Arab merupakan sin,fa’, dan lam. Sa.fa.la. Maka sayacari pada Kamus Al-Munawir pada urutan alfabet sin. Ketemulah safala dihalaman 638 . Artinya: rendah. Setelah aku amati lagi,ternyata aku salah . Bacaan benar pada bahasa Arab adalah safula. Huruf fa’ berharakatdummah.

Selain bermakna rendah,kata safula dan bentuk turunannya juga bermaknahina, turun, dan bawah. Sementaraitu, bentuk turunan dari kata safula yangdiserap pada bahasa Indonesia ada 2 yaitu bentuk asfala dan safil. Asfala (pada Kamus Al-Munawir ditulis al-asfala) memeiliki makna yang terendah. Sementara itu safil (pada Kamus Al-Munawir ditulis assaafilu) memiliki makna(orang/sesuatu) yg rendah.  


Syukurlah jadi lebih mengerti. Ketika menulis ini aku ingatbahwa saya pernah mendengar potongan ayat Alquran yg berbunyi asfalasaafiliin. Tetapi saya lupa (lebihtepatnya nir tahu) lafaz itu terdapat pada surat apa (yang kentara bukan Almaidah 51).tetapi demikian, aku jadi lebih mampu menduga kira-kira apa maknanya.

Alhamdulillah, saya merasa mendapatkan ilmu lagi meski hanyasecuil.

Salam Pustamun!
     style="display:inline-block;width:320px;height:100px"
     data-ad-client="ca-pub-6414424360953509"
     data-ad-slot="2668174672">

ARTI BISMILLAH DAN PENJELASANNYA

Arti Perkata Bismillah serta Arti Keseluruhannya bersama Penjelasan


Lafal lengkapnya adalah ‘bismillahi arrahmaani arrahimi’biasa dianggap dengan basmalah pada bahasa Indonesia. Tapi kebanyakanmenyebutnya, ‘bismillah’. Ada juga yang menulis transliterasinya:bismillahirrohmanirrohim. Dengan membuatkan variasi trasnliterasi penulisan denganhuruf latin berdasarkan asalnya alfabet Arab, sebenarnya yang dimaksud merupakan satu.



Kata ‘bismillah’ adalah ‘doa’ dalam mengawali sesuatuyang baik. Misalnya, stiap awal surat dalam kitab kudus Alquran selalu diawalidengan ‘bismillah’ kecuali surat Tobat. Begitu juga penulisan buku aturan islamdan kitab dan buku pengetahuan lain, serta doa-doa. Selalu diawali denganbismillah.


Bismillah memang menjadi pembuka melakukan sesuatu. Bahkantidak sedikit jua mantra pada khasanah budaya Jawa jua mengandung katabismilah.

Berikut ini arti bismillah dijelaskan menurut masing-masingfrasanya.

Bismillahi

Terbentuk dari tiga kata ‘kalimat’ yaitu kalimat huruf bi; ismi atau asma; dan Allah.


Dalam kaidah penulisan bahasa arab maka ditulis menjadi bismillahi, jika berhenti cukup dibaca: bismillah.


Arti masing-masng kata merupakan sebagai berikut:
Bi artinya dengan
Ismi atau Asma merupakan nama
Allah

Jadi, bismillah artinyadengan nama Allah ini makna asalnya.tetapi pada penggunaannnya, bismillah diterjemahkan sebagai: Dengan menyebut nama Alllah.


Arrahmani (dibaca:Arrohmani)

Kata dasarnya adalah rahimayang artinya pengasih dalambahasa Indonesia. Dalam laras pesantren, istilah arrahmani mempunyai dimensi makna:ingkang moho welas asih ing dunyo lanakhirat. Yang maha memberi belas kasih baik pada global maupun di akhirat.

Jadi, dimensi istilah pengasihadalah mengasihani namanyamengasihani baik yan disayangi juga yg nir, tetap dikasihani.

Arrahimi (dibaca: Arrohimi)
Kata dasarnya sama menggunakan arrahmani yaitu rahima. Katadasarnya sama, maknanya bersinonim yaitu mahapenyayang. Dalam laras pesantren, istilah penyayangini dijelaskan sebagi moho welas asihing akhirat beloko (maha pengasih hanya pada akhirat saja).

Jika diterjemahkan secara mendalam arti bismillah adalahsebagai berikut:
Dengan menyebut namaAllah yg maha pengasih baik di dunia juga pada akhirat, jua yang mahapengasih di akhirat saja.


Sementara arti sederhananya ‘hanya’ dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang.


Kata ‘dengan’ diawal arti bismillah mengindikasikan ‘ada sesuatu yang hilang’ pada lafal tadi.karena bismillah nir pernah terlepas dari konteksnya. Jadi, arti bismillahselalu bertalian erat menggunakan konteks yang dilakukan.

Misalnya, ketika memaknai buku pada pesantren, guru ngajiakan memaknai istilah bismillah begini: ngawitingaji ingsun kelawan nyebut asmane Allah (=saya mengawali mengaji kitab inidengan menyebut nama Allah). Jadi, digunakan buat apa pun kata bismillahartinya jua mengikuti kegiatannya.

Misalnya:

Ketika dibaca buat mengawali menulis, maka artinya: sayamengawali menulis menggunakan menyebut nama Allah.

Ketika dibaca buat mengawali sebuah bepergian, makaartinya: saya mengawali perjalanan ini menggunakan menyebut nama Allah.

Ketika dibaca untuk mengerjakan ujian, maka ialah: sayamengawali mengerjakan ujian ini menggunakan menyebut nama Allah.

Setelah mengawali menggunakan bismillah lebih baik lagi jikadiakhiri menggunakan alhamdulillah. Seperti lagu nasyid yg ngetop:

Diawali denganbismillah

Diakhiri denganalhamdulillah


Baca Juga: Arti Alhamdulillah pada Bahasa Indonesia
Alhamdulillah.....

PERANAN IPI DALAM PEMBINAAN PEJABAT FUNGSIONAL PUSTAKAWAN

Peranan Ipi Dalam Pembinaan Pejabat Fungsional Pustakawan
Buku merupakan output rasa, cipta, karsa, karya manusia, ialah bahwa kitab menjadi hasil rekaman budaya merupakan adalah representasi atau peradaban satu bangsa. Buku identik dengan perpustakaan berarti perpustakaan merupakan adalah simbol budaya, simbol peradaban, representasi peradaban satu bangsa. Dalam penjelasan atas UU RI No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, dikatakan “Keberadaan perpustakaan tidak bisa dipisahkan menurut peradaban serta budaya umat insan. Tinggi rendahnya peradaban dan budaya suatu bangsa dapat ditinjau menurut kondisi perpustakaan yg dimiliki”. Termasuk arsip, museum, dan lain sebagainya. Sesungguhnya melalui jasa perpustakaan dikehendaki dapat memperkenalkan dasar-dasar ilmu pengetahuan, ketrampilan, seni, budaya, ”calistung” dan lain sebagainya, sehingga Tantowi Yahya selaku Duta Baca Indonesia menggunakan ikon “Ibuku Perpustakaan Pertamaku”. Lebih lanjut melalui jasa perpustakaan jua dikehendaki menanamkan perilaku buat terus menerus belajar sepanjang hayat (long live education).

Buku yg telah diterbitkan baru akan bermanfaat tatkala beliau mempunyai pembaca, serta untuk sampai pada pembaca nampaknya kiprah toko buku dan/ atau perpustakaan merupakan wadah yang mutlak harus harus ada. Sementara itu kitab masih dianggap sebagai hal yg eksklusif, jalur distribusi belum merata, apresiasi rakyat terhadap budaya baca “masih rendah” serta poly lagi konflik, belum lagi tuntutan teknologi, informasi serta komunikasi. Pertanyaan, sudahkah perpustakaan bisa berperan dan memenuhi asa pembacanya dengan segala macam latar belakang kasus tersebut?. 

Pendidikan dan/ atau pelatihan kepustakawanan adalah galat satu keharusan yg bisa dilaksanakan dalam kerangka mendukung terwujudnya minat membaca (reading interest) berlanjut dalam budaya membaca (reading habit) dan dalam akhirnya tercapainya ketrampilan membaca (reading skill) guna membuat kemampuan keberaksaraan liputan (information literacy), melalui tangan-tangan terampil atau ahli pustakawan menggunakan kata lain ”kompetensi pustakawan”. Terlebih pada era perkembangan teknologi berita serta komunikasi dewasa ini, sangat-sangat diharapkan peningkatan kompetensi pustakawan sesuai dengan perkembangan dunia atau ”pustakawan digital”. Lebih dari itu sesungguhnya pendidikan, pembinaan serta penugasan merupakan sebuah daur kehidupan seorang pegawai yg harusnya diikuti buat mekar diri serta lingkungannya.

Nampaknya pustakawan menjadi pengelola perpustakaan menjadi institusi yang profesional, haruslah menempatkan diri dalam posisi yang seimbang ialah sebagai pengelola yg juga profesional. Untuk itu keberadaannya wajib secara rasional serta proporsional bisa mendukung tugas pokok dan fungsi, dengan istilah lain tahu betul visi, misi, tujuan serta target yang diinginkan.

Didukung dengan UU No. 43 Tahun 2007 mengenai Perpustakaan, Perpustakaan, Pendidikan, serta Organisasi Profesi. Artinya pustakawan sebagai jabatan profesi harus bahkan wajib sebagai anggota organisasi profesi, serta tidak akan lepas menurut pendidikan serta/atau pembinaan guna senantiasa menaikkan kompetensinya. Bersyukur bahwa pustakawan Indonesia telah memiliki asosiasi profesi atau organisasi profesi pustakawan yg bernama Ikatan Pustakawan Indonesia disingkat IPI (baca I-PE-I). IPI didirikan pada Ciawi Bogor dalam tanggal 6 Juli 1973 buat waktu yang tidak dipengaruhi lamanya.

PERAN PERPUSTAKAAN 
Saat ini “seharusnya” dunia perpustakaan di republik ini maju, tumbuh serta berkembang, sang lantaran para pendiri bangsa ini telah memikirkan arti pentingnya perpustakaan. Terbukti walau secara parsial peraturan perundangan tentang berbagai jenis perpustakaan baik Perpustakaan Khusus, Perpustakaan generik, Perpustakaan Perguruan Tinggi, dan Perpustakaan Sekolah oleh para pendiri bangsa “founding fathers” sudah diaturnya. Dalam jajaran Kementerian Pendidikan, Pengajaran serta Pengajaran waktu itu telah ada Biro Perpustakaan, yg menjadi cikal bakalnya Perpustakaan Nasional. Disetiap provinsi dibangun Perpustakaan Negara, berkembang sebagai Perpustakaan Wilayah, Perpustakaan Daerah, Perpustakaan Nasional Provinsi sebelum era otonomi. Dan sekarang Alhamdulillah disetiap Provinsi sudah memiliki perpustakaan provinsi, serta sebagian akbar Kabupaten/ Kota juga sudah memiliki Perpustakaan Kabupaten/ Kota. Berlanjut lahir Peraturan Presiden No. 20 Tahun 1961 tentang “Tugas Kewajiban dan Lapangan Pekerjaan Dokumentasi Dan Perpustakaan Dalam Lingkungan Pemerintah- an”, yang mengatur eksistensi perpustakaan khusus. Bahkan dilingkungan Perguruan Tinggi, ada Instruksi Menteri PTIP No. 9 Tahun 1962 tentang Perpustakaan Pada Pusat Universitas/ Institut Negeri. Dan seterusnya baik perpustakaan umum, sekolah serta sebagainya. Senyatanya kenapa belum maju ?. Haruskah kita saling menyalahkan, atau pihak-pihak terkait misalnya sekarang ini mencari implementasi.

Sekarang secara universal ada UU No. 43 Tahun 2007 mengenai Perpustakaan, yang mengatur perpustakaan secara fundamental, dimana perpustakaan dikehendaki sebagai sebuah “institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional menggunakan sistem yang standar guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, warta, dan rekreasi para pemustaka”. 

Bahkan lengkap sudah ada Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 mengenai Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi serta Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota, dimana “perpustakaan menjadi galat satu urusan harus” ialah bilamana tidak dikerjakan “berdosa”. Belum lagi UU No. 4 Tahun 1990 mengenai Serah Simpan Karya Cetak Dan Karya Rekam, UU No. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional, tindak lanjutnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 25 Tahun 2008 tentang Standar kompetensi pengelola perpustakaan sekolah, dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya seperti UU RI No. 14 Tahun 2008, UU RI No. 25 Tahun 2009, dan lain sebagainya. 

Keberadaan perpustakaan secara sederhana bisa terselenggara menggunakan baik dan lebih mudah berkembang menggunakan baik tatkala 5 (lima) aturan dasar perpustakaan (Said Murthada Ahmad) bisa diselenggarakan menggunakan tertib (namun tidak sembarang pustakawan mampu mengerjakannya bila nir kompeten), yaitu :
1. Book are for use, buku merupakan buat digunakan. Dimaksud bahwa bahan perpustakaan atau koleksi yg ada di perpustakaan hendaklah bacaan atau pengetahuan yg diharapkan oleh pemakai (pemustaka), artinya bukan sekedar pameran atau pajangan buku.

2. Every reader his/ her book, semua pembaca wajib menerima kitab yg diharapkan. Untuk menghantar pembaca dalam buku yang diperluikan bisa ditempuh dengan system pelayanan yg baik serta memadai sesuai dengan perkembangan teknologi, informasi serta komunikasi (TIK).

3. Every bookl its readers, setiap kitab harus menerima pembacanya. Dapat ditempuh dengan antara lain misalnya bimbingan kepada pemakai (users pembinaan), pada peneliti, dan lain sebagainya.

4. Save the time of the readers, cepat melayani pembacanya. Keterlambatan pada melayani pembaca apalagi kalau dibayangi perilaku yg tidak simpatik, niscaya pembaca akan enggan memakai koleksinya apalagi meminjam. Paling nir mampu 5S ; senyum, sapa, salam, sopan, santun, dst.

5. Library is growing organism, perpustakaan wajib ditumbuhkembangkan. Perpustakaan yang penuh sesak menggunakan koleksi yang nir sesuai dengan tuntutan pemakai tidak akan berkembang, sebagai akibatnya perlu dengan aneka macam cara buat pengembangannya.

Disamping 5 aturan dasar tadi yg masih wajib bahkan wajib ditegakkan, yg masih terbatas dan banyak berbicara tentang keberadaan koleksi yg bermanfaat bagi pemakainya. Lebih dari itu koleksi serta pemakai adalah merupakan 2 unsur pilar utama, dan masih wajib didukung menggunakan baik 1 pilar utama perpustakaan lainnya, yaitu pustakawan. Untuk itu tiga pilar primer tadi wajib dikelola dengan baik, yaitu koleksi, pustakawan serta pemakai.

Belum lagi sekarang ini juga sudah terbit Keputusan Kepala Badan Standardisasi Nasional No. 82/KEP/BSN/9/2009 tentang Penetapan 4 (empat) SNI. SNI 7329 tentang Perpustakaan Sekolah, 7330 Perpustakaan Perguruan Tinggi, 7495 Perpustakaan Umum Kab/ Kota dan 7496 mengenai Perpustakaan Khusus Instansi Pemerintah. Sudah terbit SNI 7596 : 2010 mengenai Perpustakaan Desa/ Kelurahan, serta tentu saja akan menyusul SNI-SNI yg lainnya. 

Yang menggembirakan dengan SNI tersebut status keberadaan perpustakaan semakin kentara adalah satuan organisasi perpustakaan yang dipimpin sang seorang Kepala Perpustakaan, dimana Kepala Perpustakaan pada menjalankan tugasnya dibantu unit layanan pembaca dan unit layanan teknis. Adapun status kelembagaan perpustakaan berada di bawah kewenangan dan bertanggung jawab pada Kepala Instansi Induk yang langsung membawahinya. Pustakawan siap berjuang “menguatkan yg benar”. 

PERAN PER-UU-AN TERKAIT LAINNYA
Nampaknya nir cukup menggunakan peraturan perundang-undangan tentang perpustakaan, sang lantaran banayak peraturan perundangan terkait lainnya yang sesungguhnya sangat-sangat mendukung eksistensi perpustakaan, antara lain misalnya :
1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28F “Setiap orang berhak buat berkomunikasi dan meperoleh fakta yg dibutuhkan untuk membuatkan pribadi serta lingkungan sosialnya serta berhak buat mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan memakai segala jenis sarana yg tersedia”.

2. UU No. 39 Tahun 199 mengenai HAM, Pasal 14 “a. Setiap orang berhak buat berkomunikasi serta memperoleh fakta yang diperlukan untuk membuatkan langsung serta lingkungan sosialnya.

b. Setiap orang berhak buat mencari, memperoleh, mempunyai, menyimpan, mengolah serta membicarakan warta dengan memakai segala jenis sarana yang tersedia”.

3. United Nations Universal; Declaration of Human Righ = Deklarasi PBB 1948 “Setiap orang berhak : 

a. Untuk bebas beropini dan berekspresi termasuk bebas mempunyai pendapat tanpa campur tangan, serta 
b. Untuk mencari, menerima dan membuatkan liputan dan gagasan melalui9 media apapaun tanpa batas”.

4. UU No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, Pasal 5 khususnya, ayat : 
1) Masyarakat memiliki hak yang sama untuk a. Memperoleh layanan dan memanfaatkan serta mendayagunakan perpustakaan; b. Dan seterusnya. 
2) Masyarakat di daerah terpencil, terisolasi atau ndeso menjadi dampak factor geografis berhak memperoleh layanan perpustakaan secara khusus. 
3) Masyarakat yang memiliki cacat serta/atau kelainan fisik, emosiaonal, mental, intelektual serta/ soaial berhak memperoleh layanan perpustakaan yg diadaptasi dengan kemampuan dan keterbatasan masing-masing.

5. UU No. 14 Tahun 2008 mengenai Keterbukaan Informasi Publik. Dalam konsideran pertimbangan salah satunya dikatakan : 
a. Bahwa warta merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan eksklusif dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian krusial bagi ketahanan nasional. 
b. Bahwa hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan warta public adalah keliru satu karakteristik krusial Negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan warga buat mewujudkan penyelenggaraan Negara yg baik, serta seterusnya. Dalam Pasal 7 : (1) Badan publik berkewajiban menyediakan, menaruh dan/atau menerbitkan liputan publik yang berada di bawah kewenangannya kepada pemohon liputan publik, selain informasi yg dikecualikan sesuai dengan ketentuan. (dua) Badan publik wajib menyediakan keterangan public yang akurat, benar serta tidak menyesatkan.

6. UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Pasal 1, ayat :
1) Pelayanan publik merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan pada rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai menggunakan peraturan perundang-undangan bagi setiap rakyat Negara serta penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan administratif yang disediakan sang penyelenggara pelayanan publik.
2) Penyelenggara pelayanan public yang selanjutnya diklaim penyelenggara merupakan setiap institusi penyelenggara Negara, korporasi, lembaga independen yg dibentuk berdasarkan UU buat kegiatan pelayanan public dan badan aturan lain yg dibentuk semata-mata buat kegiatan pelayanan publik. Dan dalam ayat,
9) Sistem fakta pelayanan publik yang selanjutnya disebut system keterangan merupakan rangkaian aktivitas yang mencakup penyimpanan dan pengelolaan informasi serta prosedur penyampaian fakta berdasarkan penyelenggara kepada masyarakat dan sebaliknya dalam verbal, tulisan latin, tulisan dalam huruf braile, bahasa gambar serta/atau bahasa lokal serta disajikan secara manual ataupun elektronik.

PERAN PUSTAKAWAN
Dengan peraturan perundang-undangan tadi sanggup dikatakan seharusnya perpustakaan bukan lagi tempat atau forum pelengkap penderita, atau sekedar sarana pendukung tetapi merupakan lembaga yg layak dikembangkan secara mandiri. Sebagai lembaga profesional serta mandiri layak dikelola atau diurus pegawai yang professional yaitu “pustakawan”. Sebagaimana dikehendaki dalam UU Perpustakaan bahwa “Pustakawan merupakan seorang yg memiliki kompetensi yang memenuhi standard energi perpustakaan”. 

Sebagaimana dikehendaki pada Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 132/KEP/ M.pan/12/2002 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya, persyaratan buat dapat diangkat dalam jabatan pustakawan tingkat terampil merupakan berijazah serendah-rendahnya Diploma II, buat pustakawan tingkat ahli berijazah Sarjana (S1) Perpustakaan Dokumentasi serta Informasi. Bagi Diploma II atau Sarjana (S1) bidang lain, harus mengikuti pembinaan kepustakawanan menggunakan kualifikasi yg dipengaruhi Perpustakaan Nasional RI. Untuk waktu ini dianggap Calon Pustakawan Tingkat Terampil (CPTT) serta Calon Pustakawan Tingkat Ahli (CPTA). Bagi Pustakawan Terampil yang sudah memperoleh ijazah Sarjana (S1) bidang lain diwajibkan mengikuti diklat CPTA alih jalur, tatkala beliau akan meniti karier ke jenjang pustakawan pakar.

Artinya pustakawan bukanlah pegawai yang malas, pegawai buangan, atau pegawai yang tidak terpakai akan namun merupakan pegawai yg sanggup menggerakkan dan jadi motor penggerak guna membangun dan membuatkan perpustakaan, sehingga layak diperlukann kualifikasi akademik, kompetensi serta pada saatnya nanti pada sertifikasi. Lebih primer lagi merupakan bagaimana mengelola buku dengan baik yg diperuntukkan bagi pemustakanya. Oleh lantaran keberadaan Pustakawan diperlukan lebih rasional dan proporsional pada kerangka mendukung tugas pokok dan fungsi menurut forum yang menauinginya (bukan sebagai pelengkap penderita).

Pustakawan menggunakan melihat posisi strategis 3 pilar primer, yaitu koleksi, pustakawan serta pemakai maka dapat dikatakan pustakawan adalah penyangga pilar primer. Artinya bagaimana pustakawan dapat mengelola dua pilar utama yang lain baik koleksi serta pemakainya menggunakan baik. Dengan mencermati potensi serta kiprah pustakawan yg begitu akbar dan poly nampaknya pustakawan layak menjadi tokoh sentral, sehingga tidak keliru pemahaman mengenai pustakawan sebagaimana dikehendaki dalam UU Perpustakaan, bahwa “Pustakawan adalah seorang yg memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/ atau training kepustakawanan serta memiliki tugas dan tanggung jawab buat melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan”. 

Dari pemahaman tersebut berarti seorang pustakawan setidaknya memiliki kualifikasi akademik, kompetensi dan pada akhirnya memenuhi persyaratan buat disertifikasi, memenuhi standard nasional perpustakaan bahkan berkemampuan buat mengelolla 3 pilar primer perpustakaan dengan baik, yaitu :
1. Koleksi, koleksi bahan perpustakaan terdiri atas subyek fiksi dan non fiksi. Bisa berbentuk buku serta non kitab , monograf serta serial. Dalam ujud proses sanggup berbentuk tercetak (printed), terekam (recorded) serta terpasang (online). Pemenuhan kondisi koleksi, buat jumlah (kuantitas) perbandingannya diadaptasi dengan jumlah pemakai. Untuk mutu (kuantitas hendaklah disesuaikan menggunakan kebutuhan serta terkini (baru). Sistem pengadaan jaman dulu umumnya bersifat jikalau-jika (just in case), bandingkan menggunakan system sekarang yaitu ada bila diperlukan (just in time). 

Lebih lanjut dalam UU Perpustakaan khususnya Pasal 12 ayat (1) Koleksi perpustakaan diseleksi, diolah, disimpan, dilayankan serta dikembangkan sinkron menggunakan kepentingan pemustaka menggunakan memperhatikan perkembangan teknologi informasi serta komunikasi. Untuk standard koleksi perpustakaan : 
a. Tidak satupun serta nir mungkin perpustakaan memiliki koleksi bahan perpustakaan yang lengkap. 
b. Ukuran perpustakaan bukan lagi menurut “kepemilikan” (ownership) namun lebih pada peluang “Akses” (access). 
c. Pengadaan “kapan saja harus ada” (just in time), bukan “bila-bila (just in case)”. Bukan “penjaga buku” (the books custodian), tetapi “pengawal ilmu pengetahuan” (the guardian of knowledge).

2. Pustakawan, buat dapat mengelola 2 pilar utama lainnyua telah sepantasnya seperti pemahaman diatas hendaklah mempunyai kompetensi yaitu pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill) dan konduite (attitude). Kompetensi berdasarkan standard Organisasi Pustakwaan Khusus USA (Special Library Association, Juni 2003) setidaknya memenuhi Kompetensi Personal, adalah perilaku, keterampilan dan etika (nilai) yang dianut. & Kompetensi Profesional, meliputi kemampuan : 
a. Mengelola lembaga warta, 
b. Mengelola sumberdaya keterangan, 
c. Mengelola layanan kabar, serta 
d. Menerapkan indera serta teknologi.

Terlebih pustakawan di era fakta kini ini Pustakawan wajib memiliki wawasan yang luas, karena pustakawan akan menjadi manajer pengetahuan serta analis warta, akan terlibat eksklusif secara integral pada aktivitas bisnis, pekerjaanya tidak hanya pada perpustakaan (Jane E. Klobas).

3. Pemakai, menyimak hukum dasar perpustakaan setidaknya pustakawan bisa berbuat “ada kitab carikan pembacanya, ada pembaca carikan bukunya”. Untuk itulah perlu menggarap pemakainya dengan bijak, dan ada baiknya mengenali jenis-jenis pemakai terlebih dahulu. Ada dua jenis pemakai, yaitu pemakai potensial dan pemakai aktual. 

a. Pemakai potensial, adalah orang atau lembaga yang seharusnya memakai jasa perpustakaan. Untuk itu sanggup dibedakan pemakai Target, yaitu pemakai menurut forum sendiri seperti pejabat, karyawan, staf serta lingkungan dalam, misalnya Kantor Kejaksaan. Dan pemakai non Target, yaitu pemakai berdasarkan luar instansi seperti mahasiswa aturan, masyarakat kejaksaan, pemerhati kejaksaaan serta lain sebagainya (pada saatnya nanti bisa diharapkan menjadi calon-calon pemakai potensial). 

b. Pemakai aktual, yaitu orang atau lembaga yang telah memakai jasa perpustakaan. Yang bisa digolongkan sebagai pemakai aktif, yaitu pemakai yg dengan pencerahan sendiri menggunakan perpustakaan. Dan pemakai pasif, yaitu pemakai yang memakai perpustakaan disebabkan karena unsur-unsur lain. Misalnya karena tugas, karena memerlukan sesuatu serta lain sebagainya. 

PERAN ORGANISASI PROFESI IPI
Organisasi profesi merupakan organisasi yg menampung para professional misalnya PGRI (Persatuan Pengajar Republik Indonesia), IDI (Ikatan Dokter Indonesia), ISEI (Ikatan Sarja Ekonomi Indonesia) dan lain sebagainya termasuk IPI (Ikatan Pustakawan Indonesia). Visi, misi, tujuan dan sasaran organisasi profesi termasuk IPI merupakan menyebarkan dan memberdayakan para professional anggotanya, sehingga mereka lebih kompeten, berkualitas dan ikut serta berperan aktif dalam pembangunan bangsa dan Negara, khususnya pembangunan perpustakaan serta pustakawannya. 

Dengan melihat posisi strategis pustakawan menjadi penyangga 2 (2) pilar utama perpustakaan lainnya, sekaligus diharap bisa mengelola dengan baik lima(5) aturan dasar perpustakaan, nampak peran organisasi profesi (IPI) serta kiprah pendidikan ilmu perpustakaan layak dikedepankan. Tetapi demikian wajib diakui (menggunakan tidak mengurangi rasa hormat sahabat-sahabat Pengurus Pusat IPI) nir poly orang mengenal IPI dibanding organisasi profesi lain seperti PGRI, IDI, ISEI dan lain sebagainya. Kalaupun mengenal kegiatan IPI Pusat yang paling menonjol hanyalah Kongres dan rapat kerja pusat (Rakerpus) ad interim kegiatan lain kurang dioptimalkan. Disisi lain wajib diakui dari sekian poly jabatan fungsional (sekitar 112) pada negeri ini sesungguhnya pustakawan mempunyai prospek yang tidak kalah menarik. Sebagai contoh sederhana seorang pustakawan bisa meniti kariernya berdasarkan pangkat terendah hingga jenjang tertinggi. 

Dari pangkat “Kopral sampai Jenderal” maksudnya menurut jenjang terendah Pustakawan Pelaksana (Gol. II/b) sampai menggunakan Pustakawan Utama (Gol. IV/e). Bahkan buat jabatan eksklusif Pustakawan Pelaksana Lanjutan jenjang Pustakawan Trampil atau Pustakawan Muda jenjang Pustakawan Ahli (III/c-III/d) sampai dengan Pustakawan Madya bisa pensiun 60 tahun, sementara buat Pustakawan Utama atau (IV/d-IV/e) dapat pensiun 65 tahun. 

Permasalahan muncul bagaimana seseorang “Jenderal” jangan hingga mempunyai kelakuan “Kopral”, merupakan harus ada keserasian serta keselarasan antara pangkat, jabatan, usia, masa kerja, diklat dan kompetensinya, sebagai akibatnya seseorang pustakawan dapat diperlukan secara rasional dan proporsional mampu mendukung tugas utama serta manfaatnya dimana beliau bekerja. Semakin kentara pada perolehan nomor kredit seseorang pustakawan hanya dibenarkan tugas limpah 1 (satu) jenjang diatas serta 1 (satu) jenjang dibawahnya. Dan organisasi profesi merupakan galat satu loka yg representatif buat mengembangkan dirinya serta lingkungannya, artinya sesungguhnya IPI bisa berbuat sesuatu yg bermakna bagi anggota profesinya termasuk peran pendidikan ilmu perpustakaan, karena saling keterkaitan. 

Tengok saja dalam UU RI No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, Bagian ketiga Organisasi Profesi, Pasal 34, ayat :
1) Pustakawan menciptakan organisasi profesi.
2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi buat memajukan dan memberi proteksi profesi pada pustakawan.
3) Setiap pustakawan sebagai anggota organisasi profesi.
4) Pembinaan dan pengembangan organisasi profesi pustakawan difasilitasi sang Pemerintah, pemerintah wilayah, dan atau masyarakat.

Dari informasi diatas nampak, khususnya pada Penjelasan UU Perpustakaan Pasal 34 ayat (dua), bahwa yang dimaksud menggunakan memajukan dan memberi proteksi profesi pada pustakawan, adalah mencakup peningkatan kompetensi, karier dan wawasan kepustakawanan. Kalau saja pada implementasi ayat (tiga) tersebut diatas dapat dilaksanakan semestinya, dimana setiap pustakawanan dengan kesadarannya sendiri masuk anggota organisasi profesi merupakan adalah kekuatan yg perlu diperhitungkan, sebagai akibatnya peran IPI cukup siginifikan di dalam berbagi kompetensi seseorang pejabat pustakawan. Dari pemahaman Pustakawan seperti tadi diatas, artinya seorang pustakawan merupakan seseorang yang memiliki kualifikasi akademik, kompetensi serta dalam akhirnya disertifikasi menjadi bukti kemampuannya. 

Lebih lanjut nampak dalam Bab VIII Tenaga Perpustakaan, Pendidikan dan Organisasi profesi, ialah bahwa tenaga perpustakaan atau “pustakawan” nir akan lepas menurut pendidikan serta organisasi profesi, menjadi berikut : 
a. Akademik, sebagaimana Bagian Kedua Pendidikan Pasal 33, ayat (1) Pendidikan buat pembinaan dan pengembangan tenaga perpustakaan adalah tanggung jawab penyelenggara perpustakaan., Ayat (dua) Pendidikan buat pelatihan dan pengembangan sebagaimana dimakasud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pendidikan formal serta/atau nonformal.
b. Kompetensi, seorang pustakawan didalam meniti kariernya tidak akan terlepas dari kemampuan dan dominasi Keahlian serta/ atau ketrampilan (skill), penguasaaan pengetahuan (knowledge) dan tentu saja sikap kerja atau perilakunya (attitude).
c. Sertifikasi, tuntutan energi kerja menuntut tersedianya tenaga kerja yg kompeten, dengan istilah lain mempunyai sertifikat kompetensi yang kredibel. Sertifikat kompetensi diterbitkan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). BNSP bisa mendelegasikan tugasnya kepada Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dengan system lisensi. LSP didirikan sang Asosisasi Profesi (siapkah IPI?) serta Asosiasi Perusahaan/ Industri menggunakan dukungan dari instansi teknis pembina sektor/ regulator.

Nampak kentara kedepan kiprah organisasi profesi dalam hal ini IPI cukup signifikan dan representatif mengingat dalam kaitan dengan pelaksanaan tunjangan profesi maka LSP mempunyai kiprah menjadi berikut :
a. Melaksanakan uji kompetensi sinkron menggunakan lingkupnya.
b. Memastikan dan memelihara kompetensi pemegang tunjangan profesi.
c. Memelihara dan memegang standard kompetensi.
d. Menyusun materi uji kompetensi.
e. Menetapkan skema tunjangan profesi sesuai menggunakan lingkupnya.
f. Mengendalikan aplikasi uji kompetensi sesuai dengan skema tunjangan profesi yang telah ditetapkan.
g. Menjaga validitas sertifikat kompetensi sinkron dengan ketentuan yg berlaku.

Sejalan menggunakan tugas-tugas tersebut diatas berdasarkan AD Dan ART Serta Kode Etik Ikatan Pustakawan Indonesia (PP-IPI, 2010) Bab III Tujuan Dan Kegiatan dalam Pasal 8, IPI Bertujuan :
a. Meningkatkan profesionalisme pustakawan Indonesia;
b. Mengembangkan ilmu perpustakaan, dokumentasi dan fakta;
c. Mengabdikan dan mengamalkan tenaga dan keahlian pustakawan buat bangsa serta Negara RI.

Tindak lanjut dalam wujud program kerja tujuan serta target masing-masing pada implementasikan ke pada komisi-komisi organisasi serta keanggotaan; penerbitan dan publikasi; pengembangan pendidikan, pembinaan serta sertifikasi; bisnis dana; darma masyarakat serta pembudayaan kegemaran membaca; serta pengembangan gambaran proifesi. 

Menurut Supriyanto (Muhammad Muchtar Arifin Sholeh, 2011) hal-hal yang wajib dilakukan oleh IPI menurut pusat sampai cabang merupakan, sebagai berikut :
1. Merespon arus kesejagadan (globalisasi), yaitu memperhatikan peluang, tantangan, ancaman, serta sebagainya.
2. Menunjang kelancaran program Otda (Otonomi Daerah)/ desentralisasi, yaitu berupaya keras mewujudkan good governance.
3. Bersinerji dengan asosiasi atau institusi lain seperti IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia), PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia), serta sebagainya.
4. IPI perlu lebih bersifat extrovert (terbuka) bagi/ buat siapapun dan siap bekerja sama menggunakan poihak manapun; jika tak kenal maka tak sayang.
5. Sebaiknya Ketua Umum IPI Pusat dijabat dari luar Perpustakaan Nasional RI, lantaran Perpusnas menjadi Pembina IPI.
6. IPI hendaknya sanggup ikut serta aktif dalam Forum Organisasi Profesi Indonesia (FOPI).

Dengan kata lain IPI dapat berbuat sesuatu dalam kerangka pembinaan dan pengembangan anggota profesinya, buat lebih rasional dan proporsional pada pelaksanaan tugasnya. Artinya sekaligus kiprah, fungsi serta tujuan perpustakaan buat ikut dan mencerdaskan kehidupan bangsa terwujud. 

STRATEGI PENGEMBANGAN 
Beberapa strtategi pengembangan dengan memperhatikan kondisi sekarang, nampaknya terdapat tiga (3) hal yang perlu dikuatkan, antara lain seperti :
1. Penguatan SDM, buat melaksanakan kebijakan serta pengelolaan perpustakaan menggunakan tertib sesuai menggunakan standard-baku, diperlukan pegawai, pengelola atau pustakawan yang professional, baik kompetensi professional, individual dan interpersonal, dan pegawai-pegawai pendukung atau non professional. Pustakawan merupakan satu contoh pegawai yang professional, yaitu mereka yang sudah memperoleh pendidikan dan pelatihan kepustakawanan sehingga dalam menjalankan tugas jabatannya bisa mengambil keputusan atau tindakan yang semestinya. Dilengkapi dengan kompetensi yang dimiliki, baik ketrampilan, pengetahuan maupun perilakunya. Dan ini semua merupakan kiprah menurut pendidikan serta/atau pelatihan. Pendidikan serta/ atau training macam apa yg sesungguhnya diharapkan perpustakaan serta pustakawan waktu ini?

2. Penguatan teknologi, keterangan dan komunikasi (TIK), dewasa ini pemanfaatan TIK dibutuhkan dapat memberikan tingkat layanan yang luas dan baik sebagai akibat tuntutan perkembangan seperti digital library, e-library dan sejenisnya. 

Pemanfaatan TIK misalnya komputer, CD-Rom, internet, dan lain sebagainya sangat memudahkan temu kembali infomasi atau bahan perpustakaan, bahkan bisa mempersingkat waktu lebih cepat serta seksama. Kalau dalam perpustakaan tradisional memakai kartu katalog secara manual mencari temu balik , maka dalam perpustakaan terbaru dipakai OPAC (Online Public Access Catalogue) sinkron menggunakan dengan perkembangan TIK menjadi media penelusuran yg efektif.

3. Penguatan organisasi, menjadi wadah yg menampung kegiatan sekaligus formasi antara kemampuan asal daya insan mengelola sumber-asal yg lain dengan pemanfaatan TIK didukung menggunakan peraturan perundang-undangan yg memadai sangat-sangat dimungkinkan buat dikuatkan serta dikembangkan secara berdikari. Sebagai catatan orientasi bukan dalam “eselon” tetapi pada sasaran/ acara tugas utama dan fungsi forum yang menaunginya. Kalau sebelumnya perpustakaan masih dianggap menjadi tempat pelengkap penderita, telah saatnya sebagai institusi professional yang layak mandiri didukung tenaga pengelola yang professional juga. Termasuk penguatan organisasi profesi IPI, sehingga terasa berguna serta diperlukan anggotanya.

PERANAN IPI DALAM PEMBINAAN PEJABAT FUNGSIONAL PUSTAKAWAN

Peranan Ipi Dalam Pembinaan Pejabat Fungsional Pustakawan
Buku adalah hasil rasa, cipta, karsa, karya insan, ialah bahwa buku menjadi output rekaman budaya merupakan merupakan representasi atau peradaban satu bangsa. Buku identik menggunakan perpustakaan berarti perpustakaan merupakan adalah simbol budaya, simbol peradaban, representasi peradaban satu bangsa. Dalam penjelasan atas UU RI No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, dikatakan “Keberadaan perpustakaan nir bisa dipisahkan dari peradaban serta budaya umat insan. Tinggi rendahnya peradaban serta budaya suatu bangsa bisa dilihat menurut syarat perpustakaan yang dimiliki”. Termasuk arsip, museum, dan lain sebagainya. Sesungguhnya melalui jasa perpustakaan dikehendaki dapat memperkenalkan dasar-dasar ilmu pengetahuan, ketrampilan, seni, budaya, ”calistung” dan lain sebagainya, sehingga Tantowi Yahya selaku Duta Baca Indonesia dengan ikon “Ibuku Perpustakaan Pertamaku”. Lebih lanjut melalui jasa perpustakaan pula dikehendaki menanamkan perilaku buat terus menerus belajar sepanjang hayat (long live education).

Buku yg telah diterbitkan baru akan berguna tatkala dia mempunyai pembaca, serta buat sampai kepada pembaca nampaknya kiprah toko buku serta/ atau perpustakaan merupakan wadah yg mutlak harus sine qua non. Sementara itu kitab masih dipercaya sebagai hal yg tertentu, jalur distribusi belum merata, apresiasi warga terhadap budaya baca “masih rendah” dan poly lagi pertarungan, belum lagi tuntutan teknologi, kabar dan komunikasi. Pertanyaan, sudahkah perpustakaan mampu berperan serta memenuhi harapan pembacanya dengan segala macam latar belakang masalah tersebut?. 

Pendidikan serta/ atau training kepustakawanan merupakan galat satu keharusan yang dapat dilaksanakan dalam kerangka mendukung terwujudnya minat membaca (reading interest) berlanjut dalam budaya membaca (reading habit) serta pada akhirnya tercapainya ketrampilan membaca (reading skill) guna membuat kemampuan keberaksaraan kabar (information literacy), melalui tangan-tangan terampil atau pakar pustakawan menggunakan istilah lain ”kompetensi pustakawan”. Terlebih pada era perkembangan teknologi berita dan komunikasi dewasa ini, sangat-sangat dibutuhkan peningkatan kompetensi pustakawan sinkron dengan perkembangan global atau ”pustakawan digital”. Lebih berdasarkan itu sesungguhnya pendidikan, pelatihan dan penugasan adalah sebuah daur kehidupan seorang pegawai yg harusnya diikuti buat mengembang diri serta lingkungannya.

Nampaknya pustakawan menjadi pengelola perpustakaan menjadi institusi yg profesional, haruslah menempatkan diri pada posisi yang seimbang ialah sebagai pengelola yg jua profesional. Untuk itu keberadaannya harus secara rasional serta proporsional bisa mendukung tugas pokok dan fungsi, menggunakan kata lain tahu betul visi, misi, tujuan serta target yg diinginkan.

Didukung menggunakan UU No. 43 Tahun 2007 mengenai Perpustakaan, Perpustakaan, Pendidikan, serta Organisasi Profesi. Artinya pustakawan sebagai jabatan profesi wajib bahkan wajib sebagai anggota organisasi profesi, dan nir akan tanggal menurut pendidikan dan/atau pembinaan guna senantiasa menaikkan kompetensinya. Bersyukur bahwa pustakawan Indonesia telah memiliki asosiasi profesi atau organisasi profesi pustakawan yang bernama Ikatan Pustakawan Indonesia disingkat IPI (baca I-PE-I). IPI didirikan pada Ciawi Bogor dalam tanggal 6 Juli 1973 buat saat yang tidak dipengaruhi lamanya.

PERAN PERPUSTAKAAN 
Saat ini “seharusnya” dunia perpustakaan di republik ini maju, tumbuh serta berkembang, oleh lantaran para pendiri bangsa ini sudah memikirkan arti pentingnya perpustakaan. Terbukti walau secara parsial peraturan perundangan mengenai berbagai jenis perpustakaan baik Perpustakaan Khusus, Perpustakaan umum, Perpustakaan Perguruan Tinggi, serta Perpustakaan Sekolah sang para pendiri bangsa “founding fathers” sudah diaturnya. Dalam jajaran Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Pengajaran saat itu telah terdapat Biro Perpustakaan, yg menjadi cikal bakalnya Perpustakaan Nasional. Disetiap provinsi dibangun Perpustakaan Negara, berkembang menjadi Perpustakaan Wilayah, Perpustakaan Daerah, Perpustakaan Nasional Provinsi sebelum era otonomi. Dan sekarang Alhamdulillah disetiap Provinsi telah memiliki perpustakaan provinsi, dan sebagian besar Kabupaten/ Kota juga sudah mempunyai Perpustakaan Kabupaten/ Kota. Berlanjut lahir Peraturan Presiden No. 20 Tahun 1961 tentang “Tugas Kewajiban dan Lapangan Pekerjaan Dokumentasi Dan Perpustakaan Dalam Lingkungan Pemerintah- an”, yg mengatur keberadaan perpustakaan spesifik. Bahkan dilingkungan Perguruan Tinggi, terdapat Instruksi Menteri PTIP No. 9 Tahun 1962 tentang Perpustakaan Pada Pusat Universitas/ Institut Negeri. Dan seterusnya baik perpustakaan generik, sekolah serta sebagainya. Senyatanya kenapa belum maju ?. Haruskah kita saling menyalahkan, atau pihak-pihak terkait seperti kini ini mencari implementasi.

Sekarang secara universal ada UU No. 43 Tahun 2007 mengenai Perpustakaan, yg mengatur perpustakaan secara mendasar, dimana perpustakaan dikehendaki sebagai sebuah “institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, serta/atau karya rekam secara profesional menggunakan sistem yang standar guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, warta, dan rekreasi para pemustaka”. 

Bahkan lengkap sudah terdapat Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 mengenai Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi serta Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota, dimana “perpustakaan menjadi galat satu urusan wajib ” ialah bilamana nir dikerjakan “berdosa”. Belum lagi UU No. 4 Tahun 1990 mengenai Serah Simpan Karya Cetak Dan Karya Rekam, UU No. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional, tindak lanjutnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 25 Tahun 2008 tentang Standar kompetensi pengelola perpustakaan sekolah, serta peraturan perundang-undangan terkait lainnya misalnya UU RI No. 14 Tahun 2008, UU RI No. 25 Tahun 2009, dan lain sebagainya. 

Keberadaan perpustakaan secara sederhana bisa terselenggara menggunakan baik dan lebih gampang berkembang dengan baik tatkala lima (5) hukum dasar perpustakaan (Said Murthada Ahmad) bisa diselenggarakan menggunakan tertib (tetapi tidak sembarang pustakawan mampu mengerjakannya kalau nir kompeten), yaitu :
1. Book are for use, buku adalah buat dipakai. Dimaksud bahwa bahan perpustakaan atau koleksi yang ada pada perpustakaan hendaklah bacaan atau pengetahuan yg dibutuhkan sang pemakai (pemustaka), adalah bukan sekedar pameran atau pajangan buku.

2. Every reader his/ her book, semua pembaca wajib mendapat buku yg dibutuhkan. Untuk menghantar pembaca pada buku yang diperluikan bisa ditempuh dengan system pelayanan yang baik dan memadai sesuai menggunakan perkembangan teknologi, liputan serta komunikasi (TIK).

3. Every bookl its readers, setiap kitab harus menerima pembacanya. Dapat ditempuh menggunakan antara lain misalnya bimbingan kepada pemakai (users pembinaan), pada peneliti, dan lain sebagainya.

4. Save the time of the readers, cepat melayani pembacanya. Keterlambatan dalam melayani pembaca apalagi kalau dibayangi perilaku yg tidak simpatik, niscaya pembaca akan enggan memakai koleksinya apalagi meminjam. Paling nir mampu 5S ; senyum, sapa, salam, sopan, santun, dst.

5. Library is growing organism, perpustakaan wajib ditumbuhkembangkan. Perpustakaan yang penuh sesak dengan koleksi yang tidak sinkron menggunakan tuntutan pemakai tidak akan berkembang, sehingga perlu menggunakan aneka macam cara buat pengembangannya.

Disamping lima hukum dasar tersebut yg masih wajib bahkan wajib ditegakkan, yg masih terbatas dan poly berbicara tentang eksistensi koleksi yg berguna bagi pemakainya. Lebih menurut itu koleksi dan pemakai merupakan merupakan dua unsur pilar utama, dan masih wajib didukung menggunakan baik 1 pilar utama perpustakaan lainnya, yaitu pustakawan. Untuk itu tiga pilar primer tadi harus dikelola menggunakan baik, yaitu koleksi, pustakawan dan pemakai.

Belum lagi sekarang ini juga telah terbit Keputusan Kepala Badan Standardisasi Nasional No. 82/KEP/BSN/9/2009 tentang Penetapan 4 (empat) SNI. SNI 7329 tentang Perpustakaan Sekolah, 7330 Perpustakaan Perguruan Tinggi, 7495 Perpustakaan Umum Kab/ Kota serta 7496 mengenai Perpustakaan Khusus Instansi Pemerintah. Sudah terbit SNI 7596 : 2010 tentang Perpustakaan Desa/ Kelurahan, serta tentu saja akan menyusul SNI-SNI yg lainnya. 

Yang menggembirakan menggunakan SNI tersebut status eksistensi perpustakaan semakin kentara merupakan satuan organisasi perpustakaan yang dipimpin sang seorang Kepala Perpustakaan, dimana Kepala Perpustakaan dalam menjalankan tugasnya dibantu unit layanan pembaca serta unit layanan teknis. Adapun status kelembagaan perpustakaan berada di bawah kewenangan dan bertanggung jawab pada Kepala Instansi Induk yg pribadi membawahinya. Pustakawan siap berjuang “menguatkan yang benar”. 

PERAN PER-UU-AN TERKAIT LAINNYA
Nampaknya tidak cukup dengan peraturan perundang-undangan mengenai perpustakaan, sang karena banayak peraturan perundangan terkait lainnya yang sesungguhnya sangat-sangat mendukung eksistensi perpustakaan, antara lain misalnya :
1. UUD 1945 Pasal 28F “Setiap orang berhak buat berkomunikasi serta meperoleh fakta yang diperlukan buat mengembangkan pribadi serta lingkungan sosialnya dan berhak buat mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, memasak serta membicarakan keterangan menggunakan menggunakan segala jenis wahana yg tersedia”.

2. UU No. 39 Tahun 199 tentang HAM, Pasal 14 “a. Setiap orang berhak buat berkomunikasi serta memperoleh berita yg diharapkan buat membuatkan eksklusif serta lingkungan sosialnya.

b. Setiap orang berhak buat mencari, memperoleh, mempunyai, menyimpan, mengolah dan menyampaikan warta menggunakan menggunakan segala jenis wahana yang tersedia”.

3. United Nations Universal; Declaration of Human Righ = Deklarasi PBB 1948 “Setiap orang berhak : 

a. Untuk bebas beropini serta berekspresi termasuk bebas mempunyai pendapat tanpa campur tangan, serta 
b. Untuk mencari, mendapat serta membuatkan liputan dan gagasan melalui9 media apapaun tanpa batas”.

4. UU No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, Pasal lima khususnya, ayat : 
1) Masyarakat memiliki hak yang sama buat a. Memperoleh layanan serta memanfaatkan dan mendayagunakan perpustakaan; b. Dan seterusnya. 
2) Masyarakat di daerah terpencil, terisolasi atau kurang pandai menjadi akibat factor geografis berhak memperoleh layanan perpustakaan secara spesifik. 
3) Masyarakat yang memiliki cacat dan/atau kelainan fisik, emosiaonal, mental, intelektual dan/ soaial berhak memperoleh layanan perpustakaan yang disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan masing-masing.

5. UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dalam konsideran pertimbangan galat satunya dikatakan : 
a. Bahwa informasi merupakan kebutuhan utama setiap orang bagi pengembangan pribadi serta lingkungan sosialnya dan adalah bagian penting bagi ketahanan nasional. 
b. Bahwa hak memperoleh liputan merupakan hak asasi insan serta keterbukaan informasi public adalah keliru satu ciri penting Negara demokratis yg menjunjung tinggi kedaulatan warga untuk mewujudkan penyelenggaraan Negara yang baik, dan seterusnya. Dalam Pasal 7 : (1) Badan publik berkewajiban menyediakan, memberikan serta/atau menerbitkan berita publik yg berada di bawah kewenangannya kepada pemohon kabar publik, selain fakta yg dikecualikan sesuai menggunakan ketentuan. (dua) Badan publik wajib menyediakan informasi public yang akurat, benar serta tidak menyesatkan.

6. UU No. 25 Tahun 2009 mengenai Pelayanan Publik, Pasal 1, ayat :
1) Pelayanan publik merupakan aktivitas atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai menggunakan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan administratif yg disediakan sang penyelenggara pelayanan publik.
2) Penyelenggara pelayanan public yg selanjutnya disebut penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara Negara, korporasi, forum independen yang dibuat dari UU untuk kegiatan pelayanan public serta badan hukum lain yang dibentuk semata-mata buat kegiatan pelayanan publik. Dan dalam ayat,
9) Sistem kabar pelayanan publik yang selanjutnya dianggap system informasi merupakan rangkaian kegiatan yg meliputi penyimpanan dan pengelolaan keterangan dan mekanisme penyampaian liputan dari penyelenggara pada masyarakat dan sebaliknya pada ekspresi, goresan pena latin, tulisan dalam huruf braile, bahasa gambar dan/atau bahasa lokal dan disajikan secara manual ataupun elektronika.

PERAN PUSTAKAWAN
Dengan peraturan perundang-undangan tadi bisa dikatakan seharusnya perpustakaan bukan lagi tempat atau forum pelengkap penderita, atau sekedar sarana pendukung namun merupakan lembaga yang layak dikembangkan secara mandiri. Sebagai forum profesional serta berdikari layak dikelola atau diurus pegawai yang professional yaitu “pustakawan”. Sebagaimana dikehendaki dalam UU Perpustakaan bahwa “Pustakawan merupakan seseorang yang memiliki kompetensi yang memenuhi standard tenaga perpustakaan”. 

Sebagaimana dikehendaki dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 132/KEP/ M.pan/12/2002 mengenai Jabatan Fungsional Pustakawan serta Angka Kreditnya, persyaratan buat dapat diangkat dalam jabatan pustakawan taraf terampil adalah berijazah serendah-rendahnya Diploma II, buat pustakawan tingkat pakar berijazah Sarjana (S1) Perpustakaan Dokumentasi dan Informasi. Bagi Diploma II atau Sarjana (S1) bidang lain, harus mengikuti pelatihan kepustakawanan dengan kualifikasi yang ditentukan Perpustakaan Nasional RI. Untuk ketika ini dianggap Calon Pustakawan Tingkat Terampil (CPTT) dan Calon Pustakawan Tingkat Ahli (CPTA). Bagi Pustakawan Terampil yang telah memperoleh ijazah Sarjana (S1) bidang lain diwajibkan mengikuti diklat CPTA alih jalur, tatkala dia akan meniti karier ke jenjang pustakawan pakar.

Artinya pustakawan bukanlah pegawai yg malas, pegawai buangan, atau pegawai yg nir terpakai akan namun adalah pegawai yg mampu menggerakkan dan jadi motor penggerak guna menciptakan serta membuatkan perpustakaan, sehingga layak diperlukann kualifikasi akademik, kompetensi serta dalam saatnya nanti di sertifikasi. Lebih primer lagi merupakan bagaimana mengelola kitab dengan baik yg diperuntukkan bagi pemustakanya. Oleh karena keberadaan Pustakawan diharapkan lebih rasional serta proporsional dalam kerangka mendukung tugas pokok serta fungsi menurut forum yg menauinginya (bukan sebagai pelengkap penderita).

Pustakawan menggunakan melihat posisi strategis 3 pilar primer, yaitu koleksi, pustakawan dan pemakai maka dapat dikatakan pustakawan merupakan penyangga pilar primer. Artinya bagaimana pustakawan dapat mengelola dua pilar primer yg lain baik koleksi dan pemakainya dengan baik. Dengan mencermati potensi dan kiprah pustakawan yg begitu besar serta poly nampaknya pustakawan layak menjadi tokoh sentral, sehingga nir galat pemahaman tentang pustakawan sebagaimana dikehendaki dalam UU Perpustakaan, bahwa “Pustakawan adalah seorang yg memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/ atau training kepustakawanan dan mempunyai tugas serta tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan”. 

Dari pemahaman tersebut berarti seseorang pustakawan setidaknya memiliki kualifikasi akademik, kompetensi dan dalam akhirnya memenuhi persyaratan buat disertifikasi, memenuhi standard nasional perpustakaan bahkan berkemampuan buat mengelolla tiga pilar utama perpustakaan dengan baik, yaitu :
1. Koleksi, koleksi bahan perpustakaan terdiri atas subyek fiksi serta non fiksi. Bisa berbentuk kitab dan non kitab , monograf dan serial. Dalam ujud proses sanggup berbentuk tercetak (printed), terekam (recorded) serta terpasang (online). Pemenuhan syarat koleksi, buat jumlah (kuantitas) perbandingannya disesuaikan dengan jumlah pemakai. Untuk mutu (kuantitas hendaklah disesuaikan dengan kebutuhan dan terkini (baru). Sistem pengadaan jaman dulu umumnya bersifat kalau-jikalau (just in case), bandingkan dengan system kini yaitu terdapat jika diharapkan (just in time). 

Lebih lanjut pada UU Perpustakaan khususnya Pasal 12 ayat (1) Koleksi perpustakaan diseleksi, diolah, disimpan, dilayankan dan dikembangkan sinkron dengan kepentingan pemustaka menggunakan memperhatikan perkembangan teknologi warta dan komunikasi. Untuk standard koleksi perpustakaan : 
a. Tidak satupun dan tidak mungkin perpustakaan memiliki koleksi bahan perpustakaan yg lengkap. 
b. Ukuran perpustakaan bukan lagi menurut “kepemilikan” (ownership) namun lebih kepada peluang “Akses” (access). 
c. Pengadaan “kapan saja harus ada” (just in time), bukan “kalau-jika (just in case)”. Bukan “penjaga buku” (the books custodian), namun “pengawal ilmu pengetahuan” (the guardian of knowledge).

2. Pustakawan, buat dapat mengelola dua pilar primer lainnyua sudah sepantasnya misalnya pemahaman diatas hendaklah memiliki kompetensi yaitu pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill) dan konduite (attitude). Kompetensi dari standard Organisasi Pustakwaan Khusus USA (Special Library Association, Juni 2003) setidaknya memenuhi Kompetensi Personal, merupakan sikap, keterampilan dan etika (nilai) yang dianut. & Kompetensi Profesional, mencakup kemampuan : 
a. Mengelola lembaga informasi, 
b. Mengelola sumberdaya liputan, 
c. Mengelola layanan berita, dan 
d. Menerapkan alat dan teknologi.

Terlebih pustakawan pada era liputan sekarang ini Pustakawan harus mempunyai wawasan yang luas, karena pustakawan akan sebagai manajer pengetahuan serta analis informasi, akan terlibat eksklusif secara integral dalam aktivitas usaha, pekerjaanya tidak hanya pada perpustakaan (Jane E. Klobas).

3. Pemakai, menyimak aturan dasar perpustakaan setidaknya pustakawan bisa berbuat “ada buku carikan pembacanya, terdapat pembaca carikan bukunya”. Untuk itulah perlu menggarap pemakainya menggunakan bijak, serta terdapat baiknya mengenali jenis-jenis pemakai terlebih dahulu. Ada dua jenis pemakai, yaitu pemakai potensial serta pemakai aktual. 

a. Pemakai potensial, adalah orang atau forum yg seharusnya menggunakan jasa perpustakaan. Untuk itu sanggup dibedakan pemakai Target, yaitu pemakai berdasarkan forum sendiri misalnya pejabat, karyawan, staf serta lingkungan pada, misalnya Kantor Kejaksaan. Dan pemakai non Target, yaitu pemakai berdasarkan luar instansi misalnya mahasiswa hukum, rakyat kejaksaan, pemerhati kejaksaaan serta lain sebagainya (pada saatnya nanti mampu diperlukan menjadi calon-calon pemakai potensial). 

b. Pemakai aktual, yaitu orang atau lembaga yg telah menggunakan jasa perpustakaan. Yang bisa digolongkan sebagai pemakai aktif, yaitu pemakai yang menggunakan pencerahan sendiri memakai perpustakaan. Dan pemakai pasif, yaitu pemakai yang memakai perpustakaan disebabkan karena unsur-unsur lain. Misalnya lantaran tugas, karena memerlukan sesuatu serta lain sebagainya. 

PERAN ORGANISASI PROFESI IPI
Organisasi profesi adalah organisasi yg menampung para professional misalnya PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia), IDI (Ikatan Dokter Indonesia), ISEI (Ikatan Sarja Ekonomi Indonesia) serta lain sebagainya termasuk IPI (Ikatan Pustakawan Indonesia). Visi, misi, tujuan dan sasaran organisasi profesi termasuk IPI merupakan membuatkan dan memberdayakan para professional anggotanya, sehingga mereka lebih kompeten, berkualitas serta ikut serta berperan aktif dalam pembangunan bangsa serta Negara, khususnya pembangunan perpustakaan serta pustakawannya. 

Dengan melihat posisi strategis pustakawan sebagai penyangga 2 (dua) pilar utama perpustakaan lainnya, sekaligus diharap sanggup mengelola menggunakan baik lima(5) aturan dasar perpustakaan, nampak kiprah organisasi profesi (IPI) dan peran pendidikan ilmu perpustakaan layak dikedepankan. Tetapi demikian harus diakui (dengan nir mengurangi rasa hormat sahabat-teman Pengurus Pusat IPI) nir poly orang mengenal IPI dibanding organisasi profesi lain seperti PGRI, IDI, ISEI serta lain sebagainya. Kalaupun mengenal aktivitas IPI Pusat yang paling menonjol hanyalah Kongres dan rapat kerja pusat (Rakerpus) sementara aktivitas lain kurang dioptimalkan. Disisi lain harus diakui dari sekian banyak jabatan fungsional (kurang lebih 112) pada negeri ini sesungguhnya pustakawan mempunyai prospek yang tidak kalah menarik. Sebagai model sederhana seseorang pustakawan dapat meniti kariernya berdasarkan pangkat terendah sampai jenjang tertinggi. 

Dari pangkat “Kopral hingga Jenderal” maksudnya menurut jenjang terendah Pustakawan Pelaksana (Gol. II/b) sampai dengan Pustakawan Utama (Gol. IV/e). Bahkan buat jabatan tertentu Pustakawan Pelaksana Lanjutan jenjang Pustakawan Trampil atau Pustakawan Muda jenjang Pustakawan Ahli (III/c-III/d) hingga dengan Pustakawan Madya bisa pensiun 60 tahun, sementara buat Pustakawan Utama atau (IV/d-IV/e) bisa pensiun 65 tahun. 

Permasalahan timbul bagaimana seseorang “Jenderal” jangan sampai mempunyai kelakuan “Kopral”, adalah harus ada keserasian serta keselarasan antara pangkat, jabatan, usia, masa kerja, diklat dan kompetensinya, sebagai akibatnya seorang pustakawan dapat dibutuhkan secara rasional serta proporsional sanggup mendukung tugas pokok dan kegunaannya dimana beliau bekerja. Semakin jelas dalam perolehan angka kredit seseorang pustakawan hanya dibenarkan tugas limpah 1 (satu) jenjang diatas dan 1 (satu) jenjang dibawahnya. Dan organisasi profesi adalah salah satu tempat yang representatif buat berbagi dirinya serta lingkungannya, artinya sesungguhnya IPI dapat berbuat sesuatu yang bermakna bagi anggota profesinya termasuk peran pendidikan ilmu perpustakaan, lantaran saling keterkaitan. 

Tengok saja dalam UU RI No. 43 Tahun 2007 mengenai Perpustakaan, Bagian ketiga Organisasi Profesi, Pasal 34, ayat :
1) Pustakawan membangun organisasi profesi.
2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi buat memajukan serta memberi perlindungan profesi pada pustakawan.
3) Setiap pustakawan sebagai anggota organisasi profesi.
4) Pembinaan serta pengembangan organisasi profesi pustakawan difasilitasi sang Pemerintah, pemerintah daerah, dan atau masyarakat.

Dari informasi diatas nampak, khususnya dalam Penjelasan UU Perpustakaan Pasal 34 ayat (dua), bahwa yg dimaksud menggunakan memajukan dan memberi perlindungan profesi kepada pustakawan, merupakan meliputi peningkatan kompetensi, karier dan wawasan kepustakawanan. Kalau saja pada implementasi ayat (tiga) tadi diatas dapat dilaksanakan semestinya, dimana setiap pustakawanan menggunakan kesadarannya sendiri masuk anggota organisasi profesi merupakan adalah kekuatan yang perlu diperhitungkan, sehingga kiprah IPI cukup siginifikan di pada menyebarkan kompetensi seseorang pejabat pustakawan. Dari pemahaman Pustakawan misalnya tersebut diatas, ialah seseorang pustakawan adalah seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi serta pada akhirnya disertifikasi sebagai bukti kemampuannya. 

Lebih lanjut nampak dalam Bab VIII Tenaga Perpustakaan, Pendidikan dan Organisasi profesi, merupakan bahwa energi perpustakaan atau “pustakawan” nir akan lepas berdasarkan pendidikan serta organisasi profesi, menjadi berikut : 
a. Akademik, sebagaimana Bagian Kedua Pendidikan Pasal 33, ayat (1) Pendidikan buat pelatihan serta pengembangan tenaga perpustakaan adalah tanggung jawab penyelenggara perpustakaan., Ayat (2) Pendidikan buat pembinaan serta pengembangan sebagaimana dimakasud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pendidikan formal serta/atau nonformal.
b. Kompetensi, seorang pustakawan didalam meniti kariernya tidak akan terlepas menurut kemampuan dan dominasi Keahlian serta/ atau ketrampilan (skill), penguasaaan pengetahuan (knowledge) serta tentu saja perilaku kerja atau perilakunya (attitude).
c. Sertifikasi, tuntutan energi kerja menuntut tersedianya energi kerja yang kompeten, dengan istilah lain memiliki sertifikat kompetensi yang andal. Sertifikat kompetensi diterbitkan sang Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). BNSP bisa mendelegasikan tugasnya pada Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dengan system lisensi. LSP didirikan oleh Asosisasi Profesi (siapkah IPI?) dan Asosiasi Perusahaan/ Industri menggunakan dukungan dari instansi teknis pembina sektor/ regulator.

Nampak kentara kedepan peran organisasi profesi dalam hal ini IPI relatif signifikan serta representatif mengingat pada kaitan dengan aplikasi tunjangan profesi maka LSP mempunyai kiprah sebagai berikut :
a. Melaksanakan uji kompetensi sinkron menggunakan lingkupnya.
b. Memastikan dan memelihara kompetensi pemegang tunjangan profesi.
c. Memelihara dan memegang standard kompetensi.
d. Menyusun materi uji kompetensi.
e. Menetapkan skema tunjangan profesi sinkron dengan lingkupnya.
f. Mengendalikan aplikasi uji kompetensi sinkron menggunakan skema tunjangan profesi yang sudah ditetapkan.
g. Menjaga validitas sertifikat kompetensi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Sejalan dengan tugas-tugas tersebut diatas dari AD Dan ART Serta Kode Etik Ikatan Pustakawan Indonesia (PP-IPI, 2010) Bab III Tujuan Dan Kegiatan dalam Pasal 8, IPI Bertujuan :
a. Meningkatkan profesionalisme pustakawan Indonesia;
b. Mengembangkan ilmu perpustakaan, dokumentasi dan warta;
c. Mengabdikan serta mengamalkan energi dan keahlian pustakawan buat bangsa dan Negara RI.

Tindak lanjut dalam wujud acara kerja tujuan dan target masing-masing pada implementasikan ke dalam komisi-komisi organisasi serta keanggotaan; penerbitan dan publikasi; pengembangan pendidikan, training dan tunjangan profesi; usaha dana; darma warga serta pembudayaan kegemaran membaca; serta pengembangan citra proifesi. 

Menurut Supriyanto (Muhammad Muchtar Arifin Sholeh, 2011) hal-hal yg harus dilakukan oleh IPI menurut pusat sampai cabang adalah, menjadi berikut :
1. Merespon arus kesejagadan (globalisasi), yaitu memperhatikan peluang, tantangan, ancaman, serta sebagainya.
2. Menunjang kelancaran program Otda (Otonomi Daerah)/ desentralisasi, yaitu berupaya keras mewujudkan good governance.
3. Bersinerji dengan asosiasi atau institusi lain seperti IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia), PGRI (Persatuan Pengajar Republik Indonesia), serta sebagainya.
4. IPI perlu lebih bersifat extrovert (terbuka) bagi/ untuk siapapun serta siap bekerja sama menggunakan poihak manapun; jika tidak kenal maka tidak sayang.
5. Sebaiknya Ketua Umum IPI Pusat dijabat dari luar Perpustakaan Nasional RI, karena Perpusnas sebagai Pembina IPI.
6. IPI hendaknya mampu ikut dan aktif pada Forum Organisasi Profesi Indonesia (FOPI).

Dengan istilah lain IPI dapat berbuat sesuatu dalam kerangka pembinaan dan pengembangan anggota profesinya, buat lebih rasional dan proporsional pada pelaksanaan tugasnya. Artinya sekaligus kiprah, fungsi dan tujuan perpustakaan buat ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa terwujud. 

STRATEGI PENGEMBANGAN 
Beberapa strtategi pengembangan menggunakan memperhatikan syarat kini , nampaknya ada tiga (3) hal yg perlu dikuatkan, antara lain misalnya :
1. Penguatan SDM, buat melaksanakan kebijakan dan pengelolaan perpustakaan dengan tertib sinkron menggunakan standard-baku, diharapkan pegawai, pengelola atau pustakawan yg professional, baik kompetensi professional, individual dan interpersonal, serta pegawai-pegawai pendukung atau non professional. Pustakawan merupakan satu model pegawai yang professional, yaitu mereka yg sudah memperoleh pendidikan dan training kepustakawanan sehingga pada menjalankan tugas jabatannya bisa mengambil keputusan atau tindakan yang semestinya. Dilengkapi menggunakan kompetensi yg dimiliki, baik ketrampilan, pengetahuan maupun perilakunya. Dan ini semua merupakan peran berdasarkan pendidikan dan/atau training. Pendidikan serta/ atau training macam apa yg sesungguhnya diharapkan perpustakaan serta pustakawan ketika ini?

2. Penguatan teknologi, warta serta komunikasi (TIK), dewasa ini pemanfaatan TIK dibutuhkan dapat menaruh taraf layanan yg luas serta baik sebagai dampak tuntutan perkembangan seperti digital library, e-library dan sejenisnya. 

Pemanfaatan TIK seperti komputer, CD-Rom, internet, serta lain sebagainya sangat memudahkan temu balik infomasi atau bahan perpustakaan, bahkan bisa mempersingkat saat lebih cepat dan seksama. Kalau pada perpustakaan tradisional menggunakan kartu katalog secara manual mencari temu pulang, maka pada perpustakaan terbaru dipakai OPAC (Online Public Access Catalogue) sesuai menggunakan dengan perkembangan TIK menjadi media penelusuran yang efektif.

3. Penguatan organisasi, sebagai wadah yg menampung aktivitas sekaligus kumpulan antara kemampuan asal daya insan mengelola sumber-sumber yang lain menggunakan pemanfaatan TIK didukung dengan peraturan perundang-undangan yang memadai sangat-sangat dimungkinkan buat dikuatkan serta dikembangkan secara mandiri. Sebagai catatan orientasi bukan pada “eselon” namun dalam sasaran/ acara tugas pokok serta fungsi lembaga yg menaunginya. Kalau sebelumnya perpustakaan masih dipercaya menjadi loka pelengkap penderita, telah saatnya sebagai institusi professional yang layak berdikari didukung tenaga pengelola yg professional jua. Termasuk penguatan organisasi profesi IPI, sebagai akibatnya terasa bermanfaat dan dibutuhkan anggotanya.