ORGANISASI DAN MANAJEMEN PERILAKU STRUKTUR DAN PROSES

Organisasi Dan Manajemen : Perilaku, Struktur, Dan Proses
Faktor motivasi memegang peranan yg amat penting dalam meningkatkan prestasi kerja pegawai. Motivasi sebagai pendorong seorang melaksanakan suatu kegiatan guna menerima hasil yang terbaik. Oleh lantaran itulah tidak heran apabila pegawai yang mempunyai motivasi kerja yg tinggi umumnya mempunyai prestasi kerja yg tinggi jua. Untuk itu motivasi kerja pegawai perlu dibangkitkan agar pegawai dapat membentuk kinerja yg terbaik

Sistem prestasi kerja adalah sistem kepegawaian menjadi berita dalam mengangkatkan seorang guna menduduki suatu jabatan atau naik pangkat, berdasarkan atas kecakapan serta prestasi yang telah dicapai sang pegawai. Berdasarkan Undang-Undang Pokok Kepegawaian Nomor 43 Tahun 1999 disebutkan bahwa "Pembinaan Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan dari sistem karir serta prestasi kerja" sebagai akibatnya prestasi kerja yg tinggi adalah perwujudan menurut kualitas Pegawai Negeri Sipil serta hal ini cukup penting pada rangka menunjang kelancaran buat mencapai tujuan organisasi. Dengan prestasi kerja tinggi berarti para pegawai negeri sipil benar-benar dapat berfungsi menjadi produsen kerja yg sempurna guna serta berhasil guna sesuai menggunakan target-target organisasi yang hendak dicapainya Musanef, (1987). Jika tujuan peningkatan prestasi kerja para pegawai negeri sipil dapat terpenuhi, maka tujuan pembangunan buat membentuk rakyat adil dan makmur sesuai menggunakan Pancasila serta UUD 1945 akan segera tercapai. 

Berdasarkan uraian di atas, terlihat betapa pentingnya peranan faktor motivasi dalam menaikkan prestasi kerja pegawai. Dari penelitian awal yg dilakukan pada Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda khususnya pegawai pada Bidang Penataan Kota dapat diketahui bahwa taraf motivasi pegawai masih rendah. Hal ini terlihat menurut terdapat pekerjaan-pekerjaan rutin pada Bidang Penataan Kota Dinas Cipta Karya serta Tata Kota Samarinda yang nir bisa diselesaikan dalam waktu yang sudah ditentukan ditimbulkan rendahnya semangat pegawai buat merampungkan pekerjaan sinkron dengan target yang telah ditetapkan. Hal ini mengakibatkan pada rendahnya prestasi kerja pegawai pada penyelesaian pekerjaan. 

Dalam Buku Evaluasi serta Pelaporan Kinerja Bidang Penataan Kota, Dinas Cipta Karya serta Tata Kota Samarinda Tahun 2011, ditemukan bahwa terdapat beberapa berkas yang nir bisa diselesaikan sesuai menggunakan SOP (Standart Operational Prosedure) yg telah ditetapkan menggunakan aneka macam alasan baik itu menyangkut masalah motivasi dalam penyelesaian pekerjaan, sehingga terlihat berdasarkan hasil rekapitulasi sirkulasi kuantitas berkas masuk serta yang telah terproses mempunyai ketimpangan 

Pemberian motivasi menjadi landasan yang tepat dalam mengakibatkan rasa disiplin terhadap pekerjaan karena dengan banyaknya motivasi baik dari keluaga, diri sendiri atau pandangan warga serta juga terlebih fasilitas yang diberikan. Sehingga menimbulkan semangat buat bekerja keras dengan sebaik mungkin demi mendapatkan apa yg diinginkan. Dengan memberi motivasi merupakan keliru satu cara pemimpin buat menghipnotis bawahannya dalam mempertinggi kualitas kerjanya menggunakan yg bertenaga sehingga tujuan tercapai serta meningkatnya prestasi kerja. 

Adanya kenyataan awal menurut motivasi kerja pegawai tadi, mendorong penulis buat meneliti seberapa akbar imbas motivasi terhadap prestasi kerja pegawai negeri sipil pada Dinas Cipta Karya serta Tata Kota Samarinda khususnya pada Bidang Penataan Kota. 

Permasalahan di Bidang Penataan Kota Dinas Cipta Karya serta Tata Kota Samarinda pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah motivasi berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai negeri sipil dalam Dinas Cipta Karya serta Tata Kota Samarinda?
2. Apakah kedisiplinan berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai negeri sipil dalam Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda?
3. Apakah motivasi dan kedisiplinan berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai negeri sipil pada Dinas Cipta Karya serta Tata Kota Samarinda ?

Pengertian Motivasi
Pengertian motivasi ditafsirkan secara bhineka sang para pakar sesuai dengan loka dan keadaan masing-masing, tetapi hakekatnya masih ada persamaan prinsip. Menurut Cascio dalam Hasibuan (1999) tentang motivasi sebagai berikut “Motivation is a force that results from an individual's desire to satisfy there are need (e.G. Hunger, thirst, sosial upproval). (Motivasi adalah suatu kekuatan yang didapatkan dari hasrat seorang untuk memuaskan kebutuhan (misal : lapar, haus serta bermasyarakat)”.

Sedangkan Gie (1972) menyatakan bahwa motivasi adalah pekerjaan yg dilakukan sang seseorang manajer dalam menaruh ide, semangat dan dorongan pada orang lain buat menggiatkan orang-orang atau karyawan agar mereka bersemangat serta bisa mencapai hasil sebagamana dikehendaki berdasarkan orang-orang tersebut. 

Menurut Hasibuan (1999) motivasi merupakan anugerah daya penggerak yang membangun kegairahan kerja seorang, supaya mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upaya buat mencapai kepuasan. 

Motivasi juga dapat diartikan menjadi suatu dorongan berdasarkan dalam diri orang-orang buat mengatasi segala tantangan dan kendala pada upaya mencapai tujuan (Davis, 1996).

Gibson (1997) mengemukakan pendapatnya bahwa motivasi diartikan menjadi suatu kekuatan dorongan seseorang, Karyawan yg mengakibatkan serta mengarahkan perilaku, lalu Koontz dikutip berdasarkan Hasibuan (1999) menyatakan bahwa motivasi mengacu pada dorongan dan usaha untuk memuaskan kebutuhan atau suatu tujuan.

Dari beberapa pendapat tadi ditarik suatu kesimpulan bahwa motivasi adalah pengertian generik serta bentuk kebutuhan seorang buat bertingkah laku , bagaimana konduite dimulai, digiatkan, dipertahankan, diarahkan dan diberhentikan. Motivasi bisa pula diartikan sesuatu jawaban mengapa seseorang bersedia melakukan pekerjaaan tertentu. Motivasi menyangkut reaksi berantai yaitu dimulai adanya kebutuhan yg dirasakan, lalu muncul kegunaan atau target yg hendak dicapai, dan mencari usaha buat mencapai sasaran, serta berakhir menggunakan kepuasan. Tahapan-tahapan dari proses dan pola motivasi sang Gibson (1997) tersebut adalah : Pertama, munculnya kebutuhan yang belum terpenuhi menyebabkan adanya ketidakseimbangan dalam diri seorang dan berusaha buat menguranginya dengan berperilaku tertentu. Kedua seseorang kemudian mencari cara buat memuaskan kebutuhan. Ketiga Seseorang mengarahkan perilakunya kearah pencapaian tujuan dengan didukung oleh kemampuan ketrampilan juga pengalamannya. Keempat evaluasi, prestasi sang diri sendiri atau orang lain (atasan) mengenai keberhasilannya pada mencapai tujuan. Perilaku yang ditujukan buat memuaskan kebutuhan dinilai oleh yg bersangkutan serta perilaku yg ditunjukan buat memenuhi kebutuhan finansial dilakukan sang atasan. Kelima, imbalan atau sanksi yang diterima atau dirasakan tergantung pada penilaian atas prestasi yg dilakukan. Keenam, akhirnya seorang menilai sejauh mana perilaku serta imbalan telah memuaskan kebutuhan. Namun apabila terdapat kebutuhan yg belum memenuhi maka akan terjadi lagi proses pengulangan berdasarkan siklus motivasi menggunakan konduite yang tidak selaras.

Berdasarkan uraian di atas, teori-teori motivasi yang dapat dikemukan adalah menjadi berikut : 

a. Hirarki Kebutuhan Maslow
Teori motivasi yg dikembangkan pada tahun 1940 itu dalam intinya berkisar pada pendapat bahwa insan mempunyai lima taraf atau hirarki kebutuhan. Maslow beranggapan bahwa pada dasarnya manusia berusaha memenuhi kebutuhan pokok sebelum memenuhi kebutuhan yg lebih tinggi. Kelima jenjang kebutuhan menurut Maslow yang ditulis oleh Gibson (1997) adalah menjadi berikut :

1. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis ini adalah kebutuhan mempertahankan hidup dan manifestasinya yg konkret akan tampak dalam pemenuhan kebutuhannya akan pakaian, pangan, dan papan. Kebutuhan ini dicermati menjadi kebutuhan yg paling mendasar, bukan saja lantaran setiap orang membutuhkannya terus menerus sejak lahir sampai ajalnya, akan namun juga lantaran tanpa pemuasan aneka macam kebutuhan tersebut seseorang nir akan dapat dikatakan hayati secara normal. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan primer buat memenuhi kebutuhan psikologis serta biologis.

Maslow menyatakan bahwa setiap orang akan berusaha buat terlebih dahulu memenuhi kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan fisiologis sebagai akibatnya seseorang termotivasi buat menerima upah, dimana upah tersebut akan digunakan buat memenuhi kebutuhan pokoknya.

2. Kebutuhan Keselamatan serta Keamanan Kerja
Menurut Maslow kebutuhan keselamatan serta keamanan kerja dimaksudkan adanya rasa aman, tentram, bebas berdasarkan rasa takut serta adanya agunan dimasa mendatang atas diri seseorang pada bekerja. Konsep ini mengandung pengertian, bahwa kebutuhan keamanan dan keselamatan kerja berisikan perlindungan menurut ancaman bahaya fisik, adanya jaminan kesehatan serta jaminan hari tua.

Pemenuhan kebutuhan ini, para pegawai selain mendapatkan agunan berdasarkan induk organisasi tempat bekerja, yg lebih krusial lagi para pegawai harus dapat menciptakan situasi dan syarat yang menyenangkan secara individu sebagai akibatnya terbebas berdasarkan rasa takut.

3. Kebutuhan Sosial
Kebutuhan sosial adalah kebutuhan yang diakui oleh lingkungan kerja yang meliputi hubungan harmonis dengan rekan sejawat. Kebutuhan sosial secara teoritis merupakan kebutuhan akan cinta, persahabatan, hubungan, afeksi, perasaan mempunyai, diterima gerombolan , kekeluargaan dan asosiasi. Sedangkan secara terapan merupakan grup-grup formal, kegiatan yang disponsori perusahaan serta program-acara peringatan.

Dari pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa manusia menjadi mahkluk sosial membutuhkan hubungan dengan orang lain, baik dengan teman sekerja, atasan maupun orang luar organisasi loka bekerja.

4. Kebutuhan Penghargaan
Kebutuhan penghargaan ini meliputi cita-cita buat dihormati, dihargai atas prestasi seseorang lantaran pengakuan atas suatu prestasi menaruh kepuasan batin yang lebih tinggi daripada penghargaan pada bentuk materi uang ataupun hibah.

Wujud menurut penghargaan terdiri dari 2 yaitu :
a. Penghargaan fisik adalah penghargaan yang diberikan pada bentuk benda misalnya barang konsumsi, uang maupun pakaian.
b. Penghargaan non fisik meliputi hal-hal yg herbi kepuasan, seperti ucapan terima kasih, anugerah tanda jasa juga piagam penghargaan.

5. Kebutuhan Aktulisasi Diri
Aktualisasi diri adalah hirarki kebutuhan menurut Maslow yg paling tinggi. Aktualisasi diri terkait menggunakan proses pengembangan akan potensi yang sesungguhnya berdasarkan seseorang yaitu buat mengambarkan kemampuan, keahlian dan potensi yang dimiliki. Seseorang yang didominasi oleh kebutuhan akan ekspresi bahagia akan tugas-tugas yg menantang keahlian dan kemampuan. Untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri para pegawai bisa dipandang melalui :
a. Kebutuhan mewujudkan potensi diri yaitu kemampuan pegawai, mewujudkan kemampuan kerja.
b. Kemampuan serta kemauan membuatkan diri yaitu kemauan buat menaikkan pengetahuan dan menaikkan ketrampilan.

Berdasarkan uraian tentang motivasi pada atas, dapat dijelaskan bahwa perilaku yg muncul pada diri seseorang lantaran didorong sang adanya berbagai macam kebutuhan yg menuntut pemenuhan. Dengan demikian sikap serta konduite seorang selalu berorientasi dalam tujuan, yaitu terpenuhinya kebutuhan yang diinginkan atau kebutuhan yg menuntut pemenuhannya. Demikian pula setiap perilaku yg ditampakkan seseorang pada rangka kehidupan organisasi, nir dapat terlepas dari usahanya mewujudkan suatu kepuasan atas pemenuhan kebutuhannya.

b. Teori ERG Alderfer
Teori lain tentang motivasi adalah motivasi Alderfer membagi kebutuhan sebagai tiga kelompok Gibson, (1997) yaitu : 
1. Eksistensi adalah adalah suatu kebutuhan untuk permanen bisa hayati dalam teori Moslow hal ini dikelompokan kedalam kebutuhan taraf rendah, yaitu meliputi fisiologis serta kebutuhan keselamatan dan keamanan kerja.
2. Keterkaitan merupakan kebutuhan buat berteman yang menekankan pentingnya interaksi antara sesama dan interaksi-interaksi sosial.
3. Pertumbuhan berkaitan menggunakan kemauan diri dari pada individu itu sendiri buat berbagi diri buat maju. Kebutuhan ini sinkron menggunakan kebutuhan penghargaan dan ekspresi menurut Maslow.

c. Teori dua faktor
Teori dua faktor ini mengemukakan bahwa terdapat 2 faktor yg dapat memberikan kepuasan dalam bekerja. Manullang, (1981) membagi faktor kebutuhan menjadi 2 kategori yaitu faktor-faktor yang berperan sebagai motivator terhadap pegawai, yakni yg sanggup memuaskan dan mendorong orang buat bekerja baik, terdiri dari :
1. Keberhasilkan pelaksanaan (Achievement) 
2. Pengakuan (Recognation)
3. Pekerjaan itu sendiri (The Work it Self )
4. Tanggung jawab (Responsibility)
5. Pengembangan ( Advancement ) 

Rangkaian faktor-faktor motivator di atas, melukiskan interaksi seorang menggunakan apa yang dikerjakannya yakni kandungan kerjanya, prestasi dalam tugasnya, penghargaan atas prestasi yg dicapainya serta peningkatan dalam tugasnya. Faktor-faktor (factor-faktor Hygiene) yg dapat menyebabkan rasa nir puas pada pegawai (De motivasi) terdiri berdasarkan :
1. Kebijaksanaan dan administrasi perusahaan (Company Policy And Adminitration). 
2. Supervisi (Technical Supervisi)
3. Hubungan antara pribadi (Interpersonal Supervisor).
4. Kondisi kerja (Working Condition)
5. Gaji (Wages)

d. Teori kebutuhan Mc. Clelland
Menurut Thoha (1999) 3 kebutuhan dari Mc. Clelland yaitu:

1. Kebutuhan akan prestasi (nAch) 
Menurut Mc. Clelland terdapat tiga ciri menurut orang yg memiliki kebutuhan akan prestasi yg tinggi antara lain :
a. Orang yg memiliki kebutuhan prestasi tinggi memiliki rasa tanggung jawab yg tinggi terhadap aplikasi suatu tugas atau mencari solusi atas suatu permasalahan.
b. Orang yg mempunyai kebutuhan akan prestasi yg tinggi cenderung memutuskan tingkat kesulitan tugas yang moderat serta menghitung resikonya.
c. Orang yg mempunyai kebutuhan akan prestasi yang tinggi mempunyai impian yg bertenaga untuk memperoleh umpan balik atau tanggapan atas aplikasi tugasnya.

2. Kebutuhan akan affiliasi (nAff).
Kebutuhan affiliasi adalah suatu impian buat melakukan hubungan bersahabat dan hangat dangan orang lain yang seperti menggunakan kebutuhan sosial dari Maslow. Orang-orang yg memiliki kebutuhan affiliasi yg tinggi mempunyai karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
a. Mereka memiliki suatu impian yg bertenaga untuk menerima kepuasan serta ketentraman dari orang lain 
b. Mereka cenderung mengikuti keadaan menggunakan impian serta norma orang lain yg ada dilingkungannya
c. Mereka mempunyai suatu perhatian yg benar-benar-sungguh terhadap perasaan orang lain.

3. Kebutuhan akan kekuasaan
Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan buat mempengaruhi serta mengendalikan orang lain serta bertanggungjawab kepadanya. Orang yang memiliki kebutuhan tinggi akan kekuasaan memiliki ciri-karakteristik, yaitu :
a. Keinginan buat menghipnotis secara eksklusif terhadap orang lain.
b. Keinginan buat mengadakan pengendalian terhadap orang lain
c. Adanya suatu upaya buat menjaga interaksi pemimpin pengikut.

Dari keempat teori motivasi tadi diatas yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori motivasi menurut Maslow, dengan pertimbangan bahwa teori motivasi menurut maslow tersebut bisa dipakai buat memotivasi semua tingkatan pekerja.

Prestasi Kerja
Prestasi dapat diartikan sebagai berukuran keberhasilan usaha dengan memperhatikan efisiensi serta efektifitas. Sedangkan berdasarkan Hasibuan (1999) prestasi kerja merupakan suatu output kerja yg dicapai seorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya yg berdasarkan atas kecakapan, usaha serta kesempatan. Apabila ketiga faktor itu semakin baik maka prestasi kerja akan meningkat.

Apabila para pegawai suatu organisasi merasa konfiden bahwa organisasi tempat bekerja bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan tujuan hidupnya, maka hal ini merupakan suatu dorongan bagi mereka untuk menaruh yg terbaik menurut dirinya kepada organisasi tempat mereka bekerja dengan jalan melaksanakan pekerjaan menggunakan sebaik-baiknya, yg dalam akhirnya menjadikan prestasi yg baik.

Berdasarkan teori motivasi serta macam-macam kebutuhan pada atas, dapat disimpulkan bahwa kebutuhan-kebutuhan yg menuntut pemenuhan/pemuasan akan merupakan dorongan bagi seorang buat bekerja lebih giat supaya tujuan pribadinya bisa tercapai serta pada akhirnya dengan bekerja lebih giat akan bisa mewujudkan prestasi yang baik. Sementara itu pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 yg diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, menjelaskan pengertian prestasi kerja sebagai output kerja yg dicapai sang seorang Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas yg dibebankan kepadanya. Penekanan pada kedua pengertian prestasi kerja dicapai pada kesatuan ketika maupun berukuran yg sudah ditetapkan. 

Dari pengertian tentang prestasi kerja pada atas maka pada prinsipnya terdapat 3 unsur primer prestasi kerja yaitu output-output yg lebih baik, kesatuan saat serta berukuran tertentu. Maka bisa dikatakan bahwa prestasi kerja merupakan kesanggupan berdasarkan pegawai buat melaksanakan tugas pekerjaannya sesuai waktu yg sudah dipengaruhi, bermutu dan tepat target. 

Dalam penilaian prestasi kerja pegawai seharusnya dilakukan dengan melihat banyak sekali segi, sebagai akibatnya sistem evaluasi tersebut akan membuahkan suatu indera guna lebih menaikkan prestasi kerja yg didapatkan berdasarkan para pegawai. 

Pokok-pokok atau hal-hal yang perlu diperhatikan dalam suatu sistim penilaian prestasi kerja berdasarkan Rao (1992) adalah sebagai berikut :
a. Efektivitas serta efisiensi pelaksanaan tugas
b. Kualitas serta kuantitas kerja
c. Tingkat kecakapan penguasaan pekerjaan
d. Tingkat ketrampilan pada melaksanakan tugas
e. Tingkat pengalaman dalam bidang tugas

Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dalam Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda khususnya Bidang Penataan Kota mulai akhir Bulan April 2012, menggunakan pertimbangan :
1. Bidang Penataan Kota Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda adalah organisasi pemerintah yg berkewajiban memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat. Untuk itu diharapkan Pegawai yg berkualitas tahu fungsinya sebagai abdi negara serta masyarakat.
2. Efisiensi ketika dan biaya
Penelitian ini menggunakan penelitian penerangan (explanatory research) yaitu menyebutkan suatu interaksi antara Variabel dependen dan independen melalui pengujian hipotesis. Dalam penelitian ini digunakan sampel berdasarkan suatu populasi dan memakai kuesioner menjadi alat pengumpul data utama yg merupakan acuan dalam pembahasan penelitian Singarimbun (1989).

Populasi adalah jumlah holistik berdasarkan obyek yg diteliti, populasi pada penelitian ini adalah pegawai dalam Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda khususnya Bidang Penataan Kota yang telah berstatus menjadi Pegawai Negeri Sipil dan bukan Pimpinan (Pejabat Eselon). Adapun jumlah karyawan holistik pada sebanyak 74 pegawai, terdiri berdasarkan 43 Pegawai Negeri Sipil (PNS), 25 Pegawai Tidak Tetap Bulanan (PTTB) serta 6 Pegawai Tidak Tetap Harian (PTTH). Mengingat jumlah populasi tidak terlalu poly yaitu 43 orang yang berstatus PNS, maka sampel diambil secara keseluruhan dengan Metode Sensus.

Metode ini dilakukan dengan cara : 1. Melihat dokumen-dokumen resmi yg terdapat di Bidang Penataan Kota pada Dinas Cipta Karya serta Tata Kota Samarinda, 2. Kuesioner, 3. Wawancara (Interview)

Adapun Motivasi dalam penelitian ini diukur berdasarkan indikator : 1. Kebutuhan honor pokok serta tunjangan, 2. Kebutuhan wahana serta prasarana kerja, tiga. Kebutuhan pendidikan dan training, 4. Kebutuhan penghargaan serta lima. Kebutuhan aktualisasi diri, sedangkan variabel prestasi kerja dalam penelitian ini diatur menurut indikator : 1. Kuantitas Kerja, dua. Kualitas Kerja, serta tiga. Ketepatan Waktu Kerja. Alat analisis data yg dipergunakan merupakan analisis regresi.

Hasil Penelitian dan Pembahasan
Uji Normalitas merupakan uji buat melihat sebaran data apakah distribusinya normal atau nir sebagai akibatnya bisa diputuskan apakah bisa dilakukan analisis parametrik, dalam hal ini analisis regresi linier berganda.

Dalam penelitian ini, pengujian normalitas dengan memakai Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual, dimana titik-titik menyebar kurang lebih garis dan mengikuti garis diagonal sebagai akibatnya nilai residual telah memenuhi asumsi distribusi normal. Ini berarti model regresi linier berganda buat penelitian ini bisa dipakai.

Untuk mengetahui terjadinya pertanda adanya multikolinearitas pada contoh regresi dalam penelitian ini adalah menggunakan melihat varians inflation factor (VIF). Apabila nilai VIF > 10 mengindentifikasi terjadinya multikoliniearitas dalam suatu model regresi. Hasil analisis menunjukkan nilai varians inflation factor (VIF) pada variabel motivasi (X1) sebesar 0,392. Nilai variabel ini memiliki nilai < 10, sebagai akibatnya dapat disimpulkan dalam model regresi linier berganda yang dipakai pada penelitian ini nir terdapat tanda adanya multikoliearitas.

Uji heteroskedastisitas dapat dipandang menurut grafik interaksi regression standardized predicted value dengan regression studentized residual. Apabila titik-titiknya menyebar nir beraturan pada atas serta di bawah nol dalam sumbu Y, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi ganda tidak mengandung heteroskedastisitas. Hasil analisis bisa terlihat titik-titik menyebar nir teratur serta berada pada atas maupun di bawah nol dalam sumbu Y. Ini berarti bahwa contoh regresi linier berganda yg dipakai pada penelitian ini tidak mengandung heteroskedastisitas.

Hasil analisis memakai model regresi linear berganda menggunakan bantuan acara Statistical Package for the Social Science (SPSS) versi 15 diperoleh variabel Y adalah variabel terikat (dependent variable) yg adalah variabel dari prestasi kerja, sedangkan variabel X adalah variabel bebas (Independent variable) yang merupakan variabel motivasi (X1). Koefisien regresi tadi mempunyai indikasi yg positif yg adalah kenaikan variabel bebas (Independent variable) yaitu variabel motivasi (X1) akan diikuti sang kenaikan variabel terikat (dependent variable) atau variabel prestasi kerja. Interpretasi adalah jika variabel motivasi (X1) semakin tinggi sebesar satu satuan menggunakan perkiraan variabel kedisiplinan (X2) permanen atau ceteris paribus, maka prestasi kerja pula akan semakin tinggi sebesar 0,074. Secara generik arti dari persamaan regresi di atas menampakan bahwa kemampuan motivasi berpengaruh positif terhadap prestasi kerja yang adalah merupakan semakin tinggi kemampuan motivasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam Dinas Cipta Karya dan Tata Kota samarinda akan diikuti jua kenaikan prestasi kerja pada instansi tersebut.

Perhitungan analisis Uji F tersaji pada bentuk Tabel Sidik Ragam atau Tabel ANOVA (Analysis of variance/ANOVA) adalah menjadi berikut: nilai Fhitung (14,968) > F0,05 (db1= 2 ; db2 = 40) = 3,23 atau nilai sig = 0,000 < 0,05 yang berarti Ha diterima dan Ho ditolak sehingga mengandung arti bahwa variabel bebas (Independent variable) secara simultan sangat berpengaruh konkret terhadap variabel nir bebas (dependent variable). Ini menampakan bahwa variabel motivasi (X1) terhadap variabel prestasi kerja (Y) Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Bidang Penataan Kota Dinas Cipta Karya dan Tata Kota samarinda.

Hasil pengujian parsial (Uji t) terlihat output perhitungan yg diperoleh dengan nilai t0,05 (40) = tiga,280 lebih besar dari ttabel = dua,021 atau nilai sig =0,002 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel motivasi (X1) sangat berpengaruh nyata terhadap prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Bidang Penataan Kota Dinas Cipta Karya serta Tata Kota Samarinda. Hasil analisis naratif terhadap variabel motivasi menerangkan bahwa motivasi pegawai Bidang Penataan Kota Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda dapat dikategorikan baik, hal ini terutama didukung oleh adanya kesempatan yg sangat akbar bagi pegawai untuk mewujudkan potensi diri dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Jadi pegawai akan lebih termotivasi pada bekerja bila mereka diberi kesempatan yg lebih besar untuk menyebarkan potensi dirinya. Kondisi ini bisa dipahami lantaran suatu pekerjaan yg bersifat rutinitas dan kurang menantang akan menimbulkan rasa bosan bagi pegawai, dampaknya merupakan rendahnya semangat dan kegairahan kerja atau rendahnya motivasi dalam bekerja. Beberapa indikator menurut motivasi yang lebih berpengaruh atau lebih banyak didominasi terhadap pencapaian prestasi kerja adalah kebutuhan promosi dibanding indikator lainnya. 

Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh variabel motivasi sanggup mengungkapkan keragaman total terhadap variabel prestasi kerja dapat memakai koefisien determinasi (R2). Namun nilai berdasarkan koefisien determinasi (R2) banyak menghadapi masalah lantaran nir memperhitungkan derajat bebas, sehinggadalam mengetahui sejauh mana pengaruh variabel motivasi sanggup menyebutkan keragaman total terhadap variabel prestasi kerja pada penelitian ini dipakai koefisiendeterminasiterkoreksi
atauadjusted R2.

Hasil
2/koefisien determinasi terkoreksi didapat nilai sebesar 0,399. Ini mempunyai arti bahwa variabel motivasi bisa mengungkapkan keragaman total terhadap variabel prestasi kerja sebanyak 39,9% sisanya 60,1% dijelaskan sang faktor lain yg nir dimasukkan kedalam contoh yang mana dapat diwakili sang besaran error (Galat). Dengan kata lain merupakan kebaikan contoh regresi bisa dipertanggungjawabkan sebanyak 39,9%.

ORGANISASI DAN MANAJEMEN PERILAKU STRUKTUR DAN PROSES

Organisasi Dan Manajemen : Perilaku, Struktur, Dan Proses
Faktor motivasi memegang peranan yg amat penting pada menaikkan prestasi kerja pegawai. Motivasi menjadi pendorong seorang melaksanakan suatu aktivitas guna menerima hasil yg terbaik. Oleh karena itulah tidak heran apabila pegawai yg memiliki motivasi kerja yg tinggi umumnya memiliki prestasi kerja yang tinggi juga. Untuk itu motivasi kerja pegawai perlu dibangkitkan supaya pegawai bisa membentuk kinerja yg terbaik

Sistem prestasi kerja merupakan sistem kepegawaian menjadi informasi dalam mengangkatkan seorang guna menduduki suatu jabatan atau naik pangkat, berdasarkan atas kecakapan serta prestasi yg telah dicapai sang pegawai. Berdasarkan Undang-Undang Pokok Kepegawaian Nomor 43 Tahun 1999 disebutkan bahwa "Pembinaan Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan menurut sistem karir dan prestasi kerja" sehingga prestasi kerja yg tinggi adalah perwujudan dari kualitas Pegawai Negeri Sipil dan hal ini cukup krusial dalam rangka menunjang kelancaran buat mencapai tujuan organisasi. Dengan prestasi kerja tinggi berarti para pegawai negeri sipil benar-sahih dapat berfungsi menjadi pembuat kerja yg sempurna guna dan berhasil guna sesuai dengan target-target organisasi yang hendak dicapainya Musanef, (1987). Jika tujuan peningkatan prestasi kerja para pegawai negeri sipil bisa terpenuhi, maka tujuan pembangunan buat menciptakan warga adil serta makmur sesuai menggunakan Pancasila dan UUD 1945 akan segera tercapai. 

Berdasarkan uraian di atas, terlihat betapa pentingnya peranan faktor motivasi pada meningkatkan prestasi kerja pegawai. Dari penelitian awal yang dilakukan pada Dinas Cipta Karya serta Tata Kota Samarinda khususnya pegawai pada Bidang Penataan Kota dapat diketahui bahwa taraf motivasi pegawai masih rendah. Hal ini terlihat dari terdapat pekerjaan-pekerjaan rutin pada Bidang Penataan Kota Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda yang nir dapat diselesaikan pada ketika yang telah ditentukan ditimbulkan rendahnya semangat pegawai untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai menggunakan target yang sudah ditetapkan. Hal ini membuahkan dalam rendahnya prestasi kerja pegawai dalam penyelesaian pekerjaan. 

Dalam Buku Evaluasi serta Pelaporan Kinerja Bidang Penataan Kota, Dinas Cipta Karya serta Tata Kota Samarinda Tahun 2011, ditemukan bahwa ada beberapa berkas yg tidak dapat diselesaikan sesuai dengan SOP (Standart Operational Prosedure) yang sudah ditetapkan dengan berbagai alasan baik itu menyangkut kasus motivasi dalam penyelesaian pekerjaan, sebagai akibatnya terlihat dari hasil rekapitulasi peredaran kuantitas berkas masuk dan yg sudah terproses mempunyai ketimpangan 

Pemberian motivasi menjadi landasan yg tepat pada mengakibatkan rasa disiplin terhadap pekerjaan karena dengan banyaknya motivasi baik berdasarkan keluaga, diri sendiri atau pandangan rakyat serta pula terlebih fasilitas yang diberikan. Sehingga mengakibatkan semangat buat bekerja keras dengan sebaik mungkin demi mendapatkan apa yg diinginkan. Dengan memberi motivasi adalah salah satu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya pada menaikkan kualitas kerjanya dengan yang bertenaga sehingga tujuan tercapai dan meningkatnya prestasi kerja. 

Adanya fenomena awal berdasarkan motivasi kerja pegawai tadi, mendorong penulis buat meneliti seberapa akbar imbas motivasi terhadap prestasi kerja pegawai negeri sipil pada Dinas Cipta Karya serta Tata Kota Samarinda khususnya pada Bidang Penataan Kota. 

Permasalahan pada Bidang Penataan Kota Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda dalam penelitian ini bisa dirumuskan menjadi berikut :
1. Apakah motivasi berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai negeri sipil dalam Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda?
2. Apakah kedisiplinan berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai negeri sipil pada Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda?
3. Apakah motivasi serta kedisiplinan berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai negeri sipil dalam Dinas Cipta Karya serta Tata Kota Samarinda ?

Pengertian Motivasi
Pengertian motivasi ditafsirkan secara berbeda-beda oleh para pakar sesuai dengan loka serta keadaan masing-masing, tetapi hakekatnya masih ada persamaan prinsip. Menurut Cascio dalam Hasibuan (1999) tentang motivasi menjadi berikut “Motivation is a force that results from an individual's desire to satisfy there are need (e.G. Hunger, thirst, sosial upproval). (Motivasi adalah suatu kekuatan yg dihasilkan menurut cita-cita seseorang buat memuaskan kebutuhan (misal : lapar, haus serta bermasyarakat)”.

Sedangkan Gie (1972) menyatakan bahwa motivasi merupakan pekerjaan yg dilakukan oleh seseorang manajer dalam memberikan inspirasi, semangat dan dorongan pada orang lain buat menggiatkan orang-orang atau karyawan supaya mereka bersemangat serta bisa mencapai output sebagamana dikehendaki berdasarkan orang-orang tersebut. 

Menurut Hasibuan (1999) motivasi adalah hadiah daya penggerak yg menciptakan kegairahan kerja seorang, supaya mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upaya buat mencapai kepuasan. 

Motivasi juga bisa diartikan sebagai suatu dorongan menurut dalam diri orang-orang buat mengatasi segala tantangan dan hambatan dalam upaya mencapai tujuan (Davis, 1996).

Gibson (1997) mengemukakan pendapatnya bahwa motivasi diartikan sebagai suatu kekuatan dorongan seseorang, Karyawan yang menimbulkan serta mengarahkan perilaku, lalu Koontz dikutip dari Hasibuan (1999) menyatakan bahwa motivasi mengacu dalam dorongan serta bisnis buat memuaskan kebutuhan atau suatu tujuan.

Dari beberapa pendapat tadi ditarik suatu konklusi bahwa motivasi merupakan pengertian generik dan bentuk kebutuhan seorang buat bertingkah laku , bagaimana konduite dimulai, digiatkan, dipertahankan, diarahkan serta diberhentikan. Motivasi bisa pula diartikan sesuatu jawaban mengapa seorang bersedia melakukan pekerjaaan eksklusif. Motivasi menyangkut reaksi berantai yaitu dimulai adanya kebutuhan yang dirasakan, kemudian ada kegunaan atau sasaran yang hendak dicapai, dan mencari bisnis buat mencapai sasaran, dan berakhir menggunakan kepuasan. Tahapan-tahapan dari proses dan pola motivasi sang Gibson (1997) tersebut adalah : Pertama, munculnya kebutuhan yg belum terpenuhi menyebabkan adanya ketidakseimbangan pada diri seorang serta berusaha buat menguranginya dengan berperilaku tertentu. Kedua seseorang kemudian mencari cara buat memuaskan kebutuhan. Ketiga Seseorang mengarahkan perilakunya kearah pencapaian tujuan menggunakan didukung oleh kemampuan ketrampilan maupun pengalamannya. Keempat evaluasi, prestasi sang diri sendiri atau orang lain (atasan) mengenai keberhasilannya dalam mencapai tujuan. Perilaku yang ditujukan untuk memuaskan kebutuhan dinilai oleh yang bersangkutan dan konduite yang ditunjukan buat memenuhi kebutuhan finansial dilakukan sang atasan. Kelima, imbalan atau sanksi yg diterima atau dirasakan tergantung kepada evaluasi atas prestasi yang dilakukan. Keenam, akhirnya seorang menilai sejauh mana perilaku serta imbalan telah memuaskan kebutuhan. Tetapi apabila terdapat kebutuhan yg belum memenuhi maka akan terjadi lagi proses pengulangan menurut siklus motivasi dengan konduite yang tidak sama.

Berdasarkan uraian di atas, teori-teori motivasi yang bisa dikemukan merupakan sebagai berikut : 

a. Hirarki Kebutuhan Maslow
Teori motivasi yg dikembangkan pada tahun 1940 itu pada intinya berkisar dalam pendapat bahwa insan memiliki lima taraf atau hirarki kebutuhan. Maslow beranggapan bahwa dalam dasarnya manusia berusaha memenuhi kebutuhan pokok sebelum memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Kelima jenjang kebutuhan menurut Maslow yang ditulis sang Gibson (1997) adalah sebagai berikut :

1. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis ini merupakan kebutuhan mempertahankan hayati dan manifestasinya yg nyata akan tampak dalam pemenuhan kebutuhannya akan sandang, pangan, serta papan. Kebutuhan ini dicermati menjadi kebutuhan yg paling fundamental, bukan saja karena setiap orang membutuhkannya terus menerus sejak lahir sampai ajalnya, akan namun jua lantaran tanpa pemuasan banyak sekali kebutuhan tadi seorang nir akan dapat dikatakan hayati secara normal. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan utama buat memenuhi kebutuhan psikologis serta biologis.

Maslow menyatakan bahwa setiap orang akan berusaha buat terlebih dahulu memenuhi kebutuhan utama, yaitu kebutuhan fisiologis sehingga seseorang termotivasi untuk menerima upah, dimana upah tersebut akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.

2. Kebutuhan Keselamatan dan Keamanan Kerja
Menurut Maslow kebutuhan keselamatan serta keamanan kerja dimaksudkan adanya rasa kondusif, tentram, bebas menurut rasa takut serta adanya agunan dimasa mendatang atas diri seorang pada bekerja. Konsep ini mengandung pengertian, bahwa kebutuhan keamanan dan keselamatan kerja berisikan perlindungan dari ancaman bahaya fisik, adanya jaminan kesehatan serta jaminan hari tua.

Pemenuhan kebutuhan ini, para pegawai selain mendapatkan agunan berdasarkan induk organisasi loka bekerja, yang lebih krusial lagi para pegawai wajib dapat menciptakan situasi serta kondisi yang menyenangkan secara individu sebagai akibatnya terbebas menurut rasa takut.

3. Kebutuhan Sosial
Kebutuhan sosial adalah kebutuhan yg diakui oleh lingkungan kerja yang mencakup interaksi serasi dengan rekan sejawat. Kebutuhan sosial secara teoritis merupakan kebutuhan akan cinta, persahabatan, hubungan, afeksi, perasaan mempunyai, diterima grup, kekeluargaan dan asosiasi. Sedangkan secara terapan merupakan grup-gerombolan formal, kegiatan yang disponsori perusahaan dan program-program peringatan.

Dari pendapat tadi di atas bisa disimpulkan bahwa insan menjadi mahkluk sosial membutuhkan hubungan menggunakan orang lain, baik dengan sahabat sekerja, atasan juga orang luar organisasi tempat bekerja.

4. Kebutuhan Penghargaan
Kebutuhan penghargaan ini meliputi harapan untuk dihormati, dihargai atas prestasi seorang lantaran pengakuan atas suatu prestasi menaruh kepuasan batin yg lebih tinggi daripada penghargaan pada bentuk materi uang ataupun hadiah.

Wujud menurut penghargaan terdiri berdasarkan dua yaitu :
a. Penghargaan fisik adalah penghargaan yg diberikan pada bentuk benda seperti barang konsumsi, uang juga pakaian.
b. Penghargaan non fisik mencakup hal-hal yg berhubungan dengan kepuasan, seperti ucapan terima kasih, hadiah pertanda jasa maupun piagam penghargaan.

5. Kebutuhan Aktulisasi Diri
Aktualisasi diri adalah hirarki kebutuhan berdasarkan Maslow yang paling tinggi. Aktualisasi diri terkait dengan proses pengembangan akan potensi yg sesungguhnya berdasarkan seseorang yaitu buat membuktikan kemampuan, keahlian serta potensi yang dimiliki. Seseorang yang didominasi oleh kebutuhan akan ekspresi bahagia akan tugas-tugas yg menantang keahlian serta kemampuan. Untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri para pegawai bisa dicermati melalui :
a. Kebutuhan mewujudkan potensi diri yaitu kemampuan pegawai, mewujudkan kemampuan kerja.
b. Kemampuan serta kemauan berbagi diri yaitu kemauan buat menaikkan pengetahuan serta menaikkan ketrampilan.

Berdasarkan uraian tentang motivasi pada atas, dapat dijelaskan bahwa perilaku yg ada dalam diri seseorang lantaran didorong oleh adanya banyak sekali macam kebutuhan yang menuntut pemenuhan. Dengan demikian sikap dan konduite seseorang selalu berorientasi pada tujuan, yaitu terpenuhinya kebutuhan yang diinginkan atau kebutuhan yang menuntut pemenuhannya. Demikian pula setiap perilaku yang ditampakkan seseorang dalam rangka kehidupan organisasi, tidak dapat terlepas menurut usahanya mewujudkan suatu kepuasan atas pemenuhan kebutuhannya.

b. Teori ERG Alderfer
Teori lain tentang motivasi adalah motivasi Alderfer membagi kebutuhan menjadi 3 gerombolan Gibson, (1997) yaitu : 
1. Eksistensi merupakan adalah suatu kebutuhan buat tetap sanggup hayati pada teori Moslow hal ini dikelompokan kedalam kebutuhan tingkat rendah, yaitu mencakup fisiologis serta kebutuhan keselamatan serta keamanan kerja.
2. Keterkaitan merupakan kebutuhan buat bergaul yang menekankan pentingnya interaksi antara sesama serta hubungan-interaksi sosial.
3. Pertumbuhan berkaitan dengan kemauan diri menurut pada individu itu sendiri buat mengembangkan diri untuk maju. Kebutuhan ini sesuai menggunakan kebutuhan penghargaan serta ekspresi menurut Maslow.

c. Teori dua faktor
Teori 2 faktor ini mengemukakan bahwa terdapat 2 faktor yg bisa menaruh kepuasan dalam bekerja. Manullang, (1981) membagi faktor kebutuhan sebagai dua kategori yaitu faktor-faktor yg berperan sebagai motivator terhadap pegawai, yakni yg mampu memuaskan dan mendorong orang untuk bekerja baik, terdiri menurut :
1. Keberhasilkan aplikasi (Achievement) 
2. Pengakuan (Recognation)
3. Pekerjaan itu sendiri (The Work it Self )
4. Tanggung jawab (Responsibility)
5. Pengembangan ( Advancement ) 

Rangkaian faktor-faktor motivator pada atas, melukiskan hubungan seseorang dengan apa yang dikerjakannya yakni kandungan kerjanya, prestasi dalam tugasnya, penghargaan atas prestasi yang dicapainya serta peningkatan pada tugasnya. Faktor-faktor (factor-faktor Hygiene) yang bisa menimbulkan rasa nir puas kepada pegawai (De motivasi) terdiri berdasarkan :
1. Kebijaksanaan serta administrasi perusahaan (Company Policy And Adminitration). 
2. Supervisi (Technical Supervisi)
3. Hubungan antara langsung (Interpersonal Supervisor).
4. Kondisi kerja (Working Condition)
5. Gaji (Wages)

d. Teori kebutuhan Mc. Clelland
Menurut Thoha (1999) 3 kebutuhan berdasarkan Mc. Clelland yaitu:

1. Kebutuhan akan prestasi (nAch) 
Menurut Mc. Clelland terdapat 3 ciri menurut orang yang mempunyai kebutuhan akan prestasi yg tinggi diantaranya :
a. Orang yg mempunyai kebutuhan prestasi tinggi mempunyai rasa tanggung jawab yg tinggi terhadap aplikasi suatu tugas atau mencari solusi atas suatu perseteruan.
b. Orang yg memiliki kebutuhan akan prestasi yang tinggi cenderung tetapkan taraf kesulitan tugas yang moderat dan menghitung resikonya.
c. Orang yg memiliki kebutuhan akan prestasi yg tinggi memiliki hasrat yang bertenaga buat memperoleh umpan kembali atau tanggapan atas aplikasi tugasnya.

2. Kebutuhan akan affiliasi (nAff).
Kebutuhan affiliasi merupakan suatu cita-cita buat melakukan interaksi bersahabat dan hangat dangan orang lain yang mirip menggunakan kebutuhan sosial menurut Maslow. Orang-orang yg mempunyai kebutuhan affiliasi yg tinggi memiliki karakteristik-ciri menjadi berikut:
a. Mereka mempunyai suatu hasrat yang bertenaga buat mendapatkan kepuasan dan ketentraman berdasarkan orang lain 
b. Mereka cenderung mengikuti keadaan menggunakan impian serta kebiasaan orang lain yang terdapat dilingkungannya
c. Mereka mempunyai suatu perhatian yang sungguh-sungguh terhadap perasaan orang lain.

3. Kebutuhan akan kekuasaan
Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan buat mensugesti dan mengendalikan orang lain serta bertanggungjawab kepadanya. Orang yang memiliki kebutuhan tinggi akan kekuasaan memiliki karakteristik-karakteristik, yaitu :
a. Keinginan buat mempengaruhi secara eksklusif terhadap orang lain.
b. Keinginan buat mengadakan pengendalian terhadap orang lain
c. Adanya suatu upaya buat menjaga hubungan pemimpin pengikut.

Dari keempat teori motivasi tersebut diatas yg digunakan dalam penelitian ini merupakan teori motivasi dari Maslow, menggunakan pertimbangan bahwa teori motivasi dari maslow tersebut bisa digunakan untuk memotivasi seluruh tingkatan pekerja.

Prestasi Kerja
Prestasi bisa diartikan menjadi ukuran keberhasilan usaha menggunakan memperhatikan efisiensi serta efektifitas. Sedangkan menurut Hasibuan (1999) prestasi kerja merupakan suatu output kerja yg dicapai seorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya yg didasarkan atas kecakapan, usaha dan kesempatan. Jika ketiga faktor itu semakin baik maka prestasi kerja akan meningkat.

Apabila para pegawai suatu organisasi merasa yakin bahwa organisasi tempat bekerja bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan serta tujuan hidupnya, maka hal ini adalah suatu dorongan bagi mereka buat memberikan yg terbaik berdasarkan dirinya pada organisasi tempat mereka bekerja dengan jalan melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya, yang pada akhirnya mengakibatkan prestasi yg baik.

Berdasarkan teori motivasi dan macam-macam kebutuhan di atas, bisa disimpulkan bahwa kebutuhan-kebutuhan yang menuntut pemenuhan/pemuasan akan merupakan dorongan bagi seseorang buat bekerja lebih ulet supaya tujuan pribadinya dapat tercapai serta pada akhirnya menggunakan bekerja lebih giat akan dapat mewujudkan prestasi yg baik. Sementara itu pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 yang diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, menyebutkan pengertian prestasi kerja sebagai output kerja yg dicapai sang seorang Pegawai Negeri Sipil pada melaksanakan tugas yg dibebankan kepadanya. Penekanan pada kedua pengertian prestasi kerja dicapai pada kesatuan waktu juga berukuran yg telah ditetapkan. 

Dari pengertian mengenai prestasi kerja di atas maka dalam prinsipnya terdapat tiga unsur utama prestasi kerja yaitu output-hasil yang lebih baik, kesatuan waktu dan ukuran eksklusif. Maka bisa dikatakan bahwa prestasi kerja merupakan kesanggupan menurut pegawai buat melaksanakan tugas pekerjaannya sesuai waktu yg telah ditentukan, bermutu serta sempurna sasaran. 

Dalam evaluasi prestasi kerja pegawai seharusnya dilakukan menggunakan melihat banyak sekali segi, sebagai akibatnya sistem penilaian tersebut akan berakibat suatu alat guna lebih menaikkan prestasi kerja yg dihasilkan berdasarkan para pegawai. 

Pokok-pokok atau hal-hal yang perlu diperhatikan pada suatu sistim penilaian prestasi kerja dari Rao (1992) adalah menjadi berikut :
a. Efektivitas dan efisiensi pelaksanaan tugas
b. Kualitas dan kuantitas kerja
c. Tingkat kecakapan penguasaan pekerjaan
d. Tingkat ketrampilan dalam melaksanakan tugas
e. Tingkat pengalaman pada bidang tugas

Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dalam Dinas Cipta Karya serta Tata Kota Samarinda khususnya Bidang Penataan Kota mulai akhir Bulan April 2012, menggunakan pertimbangan :
1. Bidang Penataan Kota Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda merupakan organisasi pemerintah yg berkewajiban memberikan pelayanan sebaik-baiknya pada rakyat. Untuk itu diharapkan Pegawai yang berkualitas memahami kegunaannya menjadi abdi negara serta rakyat.
2. Efisiensi saat dan biaya
Penelitian ini memakai penelitian penjelasan (explanatory research) yaitu menjelaskan suatu interaksi antara Variabel dependen dan independen melalui pengujian hipotesis. Dalam penelitian ini dipakai sampel menurut suatu populasi dan menggunakan informasi lapangan menjadi alat pengumpul data utama yg adalah acuan dalam pembahasan penelitian Singarimbun (1989).

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari obyek yang diteliti, populasi dalam penelitian ini merupakan pegawai dalam Dinas Cipta Karya serta Tata Kota Samarinda khususnya Bidang Penataan Kota yg telah berstatus menjadi Pegawai Negeri Sipil dan bukan Pimpinan (Pejabat Eselon). Adapun jumlah karyawan holistik dalam sebesar 74 pegawai, terdiri dari 43 Pegawai Negeri Sipil (PNS), 25 Pegawai Tidak Tetap Bulanan (PTTB) serta 6 Pegawai Tidak Tetap Harian (PTTH). Mengingat jumlah populasi nir terlalu poly yaitu 43 orang yang berstatus PNS, maka sampel diambil secara keseluruhan menggunakan Metode Sensus.

Metode ini dilakukan menggunakan cara : 1. Melihat dokumen-dokumen resmi yang terdapat pada Bidang Penataan Kota dalam Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda, dua. Kuesioner, tiga. Wawancara (Interview)

Adapun Motivasi pada penelitian ini diukur menurut indikator : 1. Kebutuhan gaji utama serta tunjangan, dua. Kebutuhan wahana serta prasarana kerja, 3. Kebutuhan pendidikan serta pelatihan, 4. Kebutuhan penghargaan dan lima. Kebutuhan ekspresi, sedangkan variabel prestasi kerja pada penelitian ini diatur menurut indikator : 1. Kuantitas Kerja, dua. Kualitas Kerja, dan tiga. Ketepatan Waktu Kerja. Alat analisis data yg digunakan merupakan analisis regresi.

Hasil Penelitian serta Pembahasan
Uji Normalitas merupakan uji buat melihat sebaran data apakah distribusinya normal atau tidak sehingga sanggup diputuskan apakah bisa dilakukan analisis parametrik, pada hal ini analisis regresi linier berganda.

Dalam penelitian ini, pengujian normalitas menggunakan menggunakan Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual, dimana titik-titik menyebar lebih kurang garis dan mengikuti garis diagonal sehingga nilai residual sudah memenuhi asumsi distribusi normal. Ini berarti contoh regresi linier berganda buat penelitian ini bisa digunakan.

Untuk mengetahui terjadinya pertanda adanya multikolinearitas dalam model regresi pada penelitian ini adalah dengan melihat varians inflation factor (VIF). Jika nilai VIF > 10 mengindentifikasi terjadinya multikoliniearitas pada suatu contoh regresi. Hasil analisis menerangkan nilai varians inflation factor (VIF) pada variabel motivasi (X1) sebanyak 0,392. Nilai variabel ini memiliki nilai < 10, sehingga dapat disimpulkan dalam model regresi linier berganda yg digunakan dalam penelitian ini nir masih ada tanda adanya multikoliearitas.

Uji heteroskedastisitas dapat dilihat dari grafik hubungan regression standardized predicted value menggunakan regression studentized residual. Apabila titik-titiknya menyebar tidak beraturan pada atas serta di bawah nol pada sumbu Y, maka bisa disimpulkan bahwa model regresi ganda tidak mengandung heteroskedastisitas. Hasil analisis dapat terlihat titik-titik menyebar nir teratur serta berada di atas maupun pada bawah nol dalam sumbu Y. Ini berarti bahwa contoh regresi linier berganda yg dipakai pada penelitian ini tidak mengandung heteroskedastisitas.

Hasil analisis menggunakan model regresi linear berganda menggunakan donasi acara Statistical Package for the Social Science (SPSS) versi 15 diperoleh variabel Y adalah variabel terikat (dependent variable) yang merupakan variabel berdasarkan prestasi kerja, sedangkan variabel X adalah variabel bebas (Independent variable) yg merupakan variabel motivasi (X1). Koefisien regresi tadi mempunyai tanda yang positif yg merupakan kenaikan variabel bebas (Independent variable) yaitu variabel motivasi (X1) akan diikuti oleh kenaikan variabel terikat (dependent variable) atau variabel prestasi kerja. Interpretasi adalah bila variabel motivasi (X1) semakin tinggi sebesar satu satuan menggunakan asumsi variabel kedisiplinan (X2) tetap atau ceteris paribus, maka prestasi kerja jua akan semakin tinggi sebesar 0,074. Secara generik arti berdasarkan persamaan regresi di atas memperlihatkan bahwa kemampuan motivasi berpengaruh positif terhadap prestasi kerja yang ialah adalah semakin tinggi kemampuan motivasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam Dinas Cipta Karya dan Tata Kota samarinda akan diikuti pula kenaikan prestasi kerja pada instansi tersebut.

Perhitungan analisis Uji F tersaji pada bentuk Tabel Sidik Ragam atau Tabel ANOVA (Analysis of variance/ANOVA) merupakan menjadi berikut: nilai Fhitung (14,968) > F0,05 (db1= 2 ; db2 = 40) = tiga,23 atau nilai sig = 0,000 < 0,05 yang berarti Ha diterima dan Ho ditolak sebagai akibatnya mengandung arti bahwa variabel bebas (Independent variable) secara simultan sangat berpengaruh konkret terhadap variabel tidak bebas (dependent variable). Ini memberitahuakn bahwa variabel motivasi (X1) terhadap variabel prestasi kerja (Y) Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam Bidang Penataan Kota Dinas Cipta Karya dan Tata Kota samarinda.

Hasil pengujian parsial (Uji t) terlihat output perhitungan yang diperoleh dengan nilai t0,05 (40) = 3,280 lebih besar menurut ttabel = 2,021 atau nilai sig =0,002 < 0,05, sehingga bisa disimpulkan bahwa variabel motivasi (X1) sangat berpengaruh konkret terhadap prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Bidang Penataan Kota Dinas Cipta Karya serta Tata Kota Samarinda. Hasil analisis naratif terhadap variabel motivasi memperlihatkan bahwa motivasi pegawai Bidang Penataan Kota Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda dapat dikategorikan baik, hal ini terutama didukung oleh adanya kesempatan yg sangat besar bagi pegawai buat mewujudkan potensi diri pada melaksanakan suatu pekerjaan. Jadi pegawai akan lebih termotivasi dalam bekerja jika mereka diberi kesempatan yg lebih besar buat berbagi potensi dirinya. Kondisi ini bisa dipahami lantaran suatu pekerjaan yg bersifat rutinitas serta kurang menantang akan mengakibatkan rasa bosan bagi pegawai, dampaknya merupakan rendahnya semangat serta kegairahan kerja atau rendahnya motivasi pada bekerja. Beberapa indikator berdasarkan motivasi yg lebih berpengaruh atau lebih banyak didominasi terhadap pencapaian prestasi kerja adalah kebutuhan kenaikan pangkat dibanding indikator lainnya. 

Untuk mengetahui sejauh mana impak variabel motivasi sanggup mengungkapkan keragaman total terhadap variabel prestasi kerja dapat memakai koefisien determinasi (R2). Tetapi nilai berdasarkan koefisien determinasi (R2) poly menghadapi masalah lantaran nir memperhitungkan derajat bebas, sehinggadalam mengetahui sejauh mana impak variabel motivasi bisa mengungkapkan keragaman total terhadap variabel prestasi kerja pada penelitian ini digunakan koefisiendeterminasiterkoreksi
atauadjusted R2.

Hasil
2/koefisien determinasi terkoreksi didapat nilai sebanyak 0,399. Ini memiliki arti bahwa variabel motivasi mampu menyebutkan keragaman total terhadap variabel prestasi kerja sebanyak 39,9% sisanya 60,1% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan kedalam contoh yang mana dapat diwakili sang besaran error (Galat). Dengan istilah lain merupakan kebaikan contoh regresi mampu dipertanggungjawabkan sebanyak 39,9%.

EFEKTIFITAS KOMUNIKASI ORGANISASI DAN PENINGKATAN KEPUASAN KERJA


Efektifitas Komunikasi Organisasi Dan Peningkatan Kepuasan Kerja
Setiap orang yg bekerja, tentunya tidk hanya menginginkan terpenuhinya honor dan karier yang indah, namun pula buat memenuhi kebutuhan akan kenyamanan di dalam berinteraksi serta bergaul menggunakan sesama rekan kerja. Pegawai yg memiliki rekan kerja yang ramah serta mendukung, akan mengantarkan mereka dalam output kerja yg baik pula. Jika seluruh kebutuhan tadi bisa terpenuhi berarti pekerjaan yg digeluti bisa menaruh rasa kepuasan bagi dirinya. Tetapi sebaliknya jika kebutuhan tidak terpenuhi menggunakan baik, maka orang tadi merasakan pekerjaan tidak menaruh kepuasan dalam hidupnya.

Dewasa ini dinamika organisasi berkembang dengan sangat cepat dan begitu sophisticated. Organisasi harus sanggup bersaing serta berani tampil buat memenangkan persaingan pasar yg semakin ketat. Untuk itu diharapkan pengelolaan organisasi yg baik dan sahih menggunakan mengoptimalkan segala sumber daya yg dimiliki, terutama sumber daya manusianya. Manusia merupakan asal daya yg terpenting dalam sebuah oragnisasi karena kegiatan serta tujuan yang ingin dicapai organisasi, seluruh nir bisa tanggal dari peran asal daya insan. Manusia selalu berperan aktif dan mayoritas pada setiap aktivitas organisasi, karena insan menjadi perencana, pelaku dan penentu terwujudnya tujuan organisasi.

Kualitas kerja akan sangat mempengaruhi roda organisasi pada menaikkan produktifitas dan budaya kerja yang sehat. Peningkatan kualitas kerja dapat dilakukan menggunakan menciptakan komunikasi organisasi yg baik. Efektivitas komunikasi organisasi yang terdapat pada perusahaan atau instansi, dibutuhkan akan sanggup memberikan imbas terhadap kepuasan kerja. Adanya komunikasi yang sehat serta baik antara sub kerja yang satu menggunakan yang lain, diharapkan akan turut membantu pencapaian kepuasan kerja pegawai di dalam organisasi. Dengan adanya keterbukaan serta pengertian maka pegawai akan merasa lebih akrab dan bisa dijadikan menjadi teman diskusi. Untuk itulah pencapaian kepuasan kerja yg baik pada sebuah organisasi dibutuhkan akan sanggup bersaing dan tampil sebagai karakteristik yg mandiri, dan bisa memenangkan persaingan harus diperhatikan.

Tujuan organisasi akan dapat tercapai bila kerjasama diantara para pelaku organisasi berjalan menggunakan lancar. Seorang pemimpin atau atasan nir akan dapat mengendalikan suatu organisasi tanpa adanya kerjasama yang baik dengan bawahannya, hal ini dikarenakan operasionalisasi pekerjaan merupakan tugas berdasarkan para pegawai. Dalam menaruh tugasnya seseorang pemimpin atau atasan terkadang menghadapi aneka macam tingkah laku pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya. Diantaranya pegawai yang cepat tanggap dalam melaksanakan tugasnya, pegawai yang nir mau atau tidak mampu melaksanakan pekerjaannya, dan pegawai yang acuh dalam merampungkan pekerjaannya. Berdasarkan tingkah laku pegawai tersebut, maka setiap pemimpin atau atasan akan selalu berusaha supaya para pegawai dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik, sinkron dengan yang diharapkan sang organisasi.

Untuk mendukung tercapainya tujuan perusahaan atau organisasi diharapkan sumber daya insan dengan ketrampilan yang handal dan loyal, maka tentunya wajib mendapatkan perhatian secara berkesinambungan baik aspek pembinaan materiil juga non materiil. Perusahaan atau organisasi terdiri menurut sekelompok orang yang bekerja sama buat suatu kepentingan bisnis, profesi, sosial serta aneka macam macam keperluan lainnya. Mereka bekerja sama melakukan banyak sekali kegiatan organisasional yang ada pada suatu organisasi antara lain buat memilih tujuan yg ingin dicapai, menyusun rencana kerja, mengelola serta menjalankan operasi bisnis organisasinya, memperlancar aplikasi planning kerja, termasuk menyusun peraturan, merogoh keputusan serta herbi aneka macam pihak serta memonitor kinerja organisasi atau bisnis perusahaan. Untuk menjalankan tugas-tugas tersebut, mereka beraksi, berinteraksi serta berkomunikasi. Bahkan lebih berdasarkan 70% hari kerja para eksekutif dan staf perusahaan atau organisasi digunakan buat melakukan aktivitas komunikasi. Sehingga komunikasi yang efektif sebagai faktor yg krusial bagi pencapaian tujuan suatu organisasi baik organisasi usaha juga non bisnis. 

1. Efektifitas Komunikasi Organisasi
Menurut Hasan Syadily pada Ensiklopedi Indonesia, secara terminologi efektivitas berarti memberitahuakn tingkat tercapainya suatu tujuan, suatu usaha dikatakan efektif jikalau bisnis itu mencapai tujuannya. Jadi, apabila seorang melakukan perbuatan menggunakan tujuan tertentu, maka orang tadi dikatakan efektif apabila sasaran atau tujuan dapat tercapai sinkron dengan yang direncanakan sebelumnya. Dengan kata lain, sesuatu disebut efektif apabila proses aktivitas itu waktunya singkat, energi sedikit, ekonomis biaya , namun hasilnya sinkron menggunakan sasaran.

Komunikasi penting bagi organisasi dan keterangan penting bagi komunikasi yang efektif. Seseorang yang mengendalikan keterangan akan mengendalikan kekuatan organisasi. Struktur organisasi dipengaruhi sang keefektifan komunikasi. Ketika organisasi diharuskan mencapai tujuan, maka anggota-anggota yg berada dalam strukturnya akan bekerja sinkron dengan jabatan dan manfaatnya buat mencapai tujuan dimaksud. Setiap struktur saling melengkapi dan menghipnotis antara satu menggunakan lainnya. Konsekuensinya, angggota-anggota di dalamnya akan saling berafiliasi melalui metode-metode pencapaian tujuan. Dengan demikian, anggota-anggota organisasi tersusun ke pada sistem yang saling berafiliasi yang bisa menginterpretasikan pesan, baik yang tiba menurut anggota kelompok/organisai itu sendiri maupun yang datang dari luar, atau bisa mengkomunikasikan sesuatu pada siapa serta dengan cara apa. 

Wayne Pace, mendefinisikan komunikasi organisasi menjadi dua bagian yaitu : 1) Definisi fungsional komunikasi organisasi, Komunikasi organisasi didefinisikan menjadi pertunjukan serta penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian menurut organisasi tertentu. Suatu organiisasi terdiri diri unit-unit komunikasi pada hubungan-interaksi hirarki antara yg satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan. Komunikasi organisasi terjadi setidak-tidaknya satu orang yang menduduki suatu jabatan pada suatu organisiasi menafsirkan suatu pertunjukan. Sistem komunikasi organisasi menyangkut pertunjukan serta penafsiran pesan pada antara individu-individu pada ketika yang sama yg mempunyai jenis-jenis hubungan berlainan yang menghubungkan mereka. Mereka mempunyai gaya berlainan dalam komunikasi, yang mempersepsi iklim komunikasi tidak sama, yg mempunyai tingkat kepuasan tidak sinkron serta tingkat kecukupan informasi yang tidak sinkron pula, dan metode komunikasi yang tidak sinkron pada jaringan yang tidak sama. 2) Definisi interpretif komunikasi organisasi merupakan proses penciptaan makna atas hubungan yang membentuk, memelihara dan mengganti organisasi. Komunikasi organisasi adalah “konduite pengorganisasian” yg terjadi dan bagaimana mereka yg terlibat dalam proses itu bertransaksi dan memberi makna atas apa yg sedang terjadi. Makna timbul dan berkembang pada interaksi yang berlangsung. Hubungan antara para peserta, jua konteksnya, akan menentukan apa makna istilah-istilah yang bersangkutan. Komunikasi lebih dari sekedar indera, ia adalah cara berpikir.

Komunikasi organisasi adalah pengiriman serta penerimaan aneka macam pesan organisasi pada pada grup formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005). Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui sang organisasi itu sendiri serta sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan banyak sekali pekerjaan yg wajib dilakukan dalam organisasi. Misalnya: memo, kebijakan, pernyataan, jumpa pers, serta surat-surat resmi. Adapun komunikasi informal merupakan komunikasi yg disetujui secara sosial. Orientasinya bukan dalam organisasi, namun lebih kepada anggotanya secara individual. 

Conrad (pada Tubbs serta Moss, 2005) mengidentifikasikan 3 komunikasi organisasi sebagai berikut: fungsi perintah; fungsi relasional; fungsi manajemen ambigu. 
1. Fungsi perintah berkenaan menggunakan angota-anggota organisasi memiliki hak dan kewajiban menyampaikan, menerima, menafsirkan dan bertindak atas suatu perintah. Tujuan menurut fungsi perintah adalah koordinasi diantara sejumlah anggota yg bergantung dalam organisasi tadi. 
2. Fungsi relasional berkenaan menggunakan komunikasi memperbolehkan anggota-anggota menciptakan dan mempertahankan bisnis produktif hubungan personal dengan anggota organisasi lain. Hubungan dalam pekerjaan menghipnotis kenirja pekerjaan (job performance) dalam banyak sekali cara. Misal: kepuasan kerja; aliran komunikasi ke bawah juga ke atas dalam hirarkhi organisasional, dan taraf pelaksanaan perintah. Pentingnya pada interaksi antarpersona yg baik lebih terasa dalam pekerjaan saat anda merasa bahwa banyak hubungan yang perlu dlakukan tidak anda pilih, tetapi diharuskan sang lingkungan organisasi, sebagai akibatnya hubungan sebagai kurang stabil, lebih memacu pertarungan, kurang ditaati, dsb. 
3. Fungsi manajemen ambigu berkenaan dengan pilihan pada situasi organisasi tak jarang dibentuk pada keadaan yang sangat ambigu. Misal: motivasi berganda ada lantaran pilihan yg diambil akan menghipnotis rekan kerja serta organisasi, demikian jua diri sendiri; tujuan organisasi nir jelas dan konteks yang mengharuskan adanya pilihan tersebut adanya pilihan tersebut mungkin nir kentara. Komunikasi merupakan alat buat mengatasi serta mengurangi ketidakjelasan (ambiguity) yang inheren dalam organisasi. Anggota berbicara satu menggunakan lainnya buat membentuk lingkungan serta tahu situasi baru, yg membutuhkan perolehan kabar beserta. 

Komunikasi pada organisasi bisa terjadi pada bentuk istilah-istilah yg ditulis atau diucapkan, gesture, atau simbol visual, yg membuat perubahan tingkah laku di pada organisasi, baik antara manajer-manajer, karyawan-karyawan, dan asosiasi yang terlibat pada anugerah ataupun mentransfer komunikasi. Hasil akhirnya adalah pertukaran keterangan dan pengiriman makna atau proses kegiatan komunikasi pada organisasi.

2. Kepuasan Kerja
Menurut Lunthans (1995: 126), yang dikutip (dalam Suratman, 2003: 166) “kepuasan kerja adalah suatu keadaan emosi yg menyenangkan atau positif menjadi akibat menurut pengalaman atau evaluasi kerja seorang”. 

Menurut Handoko (2003: 193) “kepuasan kerja atau job satisfaction adalah keadaan emosional yg menyenangkan atau tidak menyenangkan para karyawan dalam memandang pekerjaannya”. Menurut Ivancevich dan Matteson (1999: 243) beropini bahwa: “Pengertian kepuasan kerja ditinjau dari sisi asa karyawan merupakan suatu hasil yang mungkin diperoleh berdasarkan perilaku kerja, merupakan hal yg berharga buat pengembangan kepuasan kerja itu sendiri, dan pengaruhnya terhadap rasa percaya diri serta memupuk kebiasaan-norma seperti motivasi serta konduite”.

Menurut Ivancevich dan Matteson (1999: 245) terdapat beberapa hal yg seharusnya dimengerti mengenai kepuasan kerja, hal tersebut merupakan:
1) Kepuasan kerja merupakan suatu sikap hal-hal yg terkait dengan sikap atas suatu pekerjaan atau lingkungan kerja. Dapat jua diartikan menjadi hal-hal yang terkait pada beberapa dimensi pekerjaan misalnya gaji serta supervisi.
2) Kepuasan kerja biasa dijadikan dasar pembanding antara hal yang diinginkan atau hal yg dibutuhkan dari suatu pekerjaan serta apa yang sesungguhnya dialami. Dapat pula sebagai dasar perbandingan antara pekerjaan yg sedang dilakukan oleh seseorang dengan alternatif yang lebih baik yang mungkin dilakukannya dimasa selanjutnya.
3) Kepuasan kerja bersifat multidimensional yg di bentuk atas beberapa asal misalnya penggajian, pekerjaan, kesempatan kenaikan pangkat , supervisi dan rekan kerja. 

Walaupun diatas telah diungkapkan bahwa kepuasan kerja berkaitan menggunakan pekerjaan, pada fenomena kepuasan kerja bukan semata-mata dipengaruhi oleh pekerjaan, ada hal-hal lain yg mensugesti kepuasan kerja. Kepuasan kerja berpangkal menurut beberapa aspek kerja misalnya upah, kesempatan promosi, penyelia (supervisor) serta rekan kerja.

Dari definisi diatas dapat ditarik konklusi bahwa kepuasan kerja merupakan suatu perasaan atau aktualisasi diri perilaku yg positif atas pekerjaan yang dilakukan, sebagai akibatnya mereka terpacu buat mengerahkan segala asal daya yang dimiliki pada rangka memenuhi tugas serta tanggung jawabnya. Dengan demikian, bahwa keberhasilan berdasarkan pengelolaan asal-asal stres kerja serta kepuasan kerja bisa mensugesti tingkat produktifitas maupun prestasi kerja individu serta organisasi secara holistik.

3. Hubungan Komunikasi Organisasi Dan Kepuasan Kerja
Dalam era dewasa ini hampir semua ruang lingkup kehidupan memerlukan komunikasi. Komunikasi erat kaitannya menggunakan teknologi yang membuat komunikasi antar negara maupun antar kota semakin gampang, maju serta cepat. Hal ini tampak dimana komunikasi memegang peranan yang sangat penting disemua sektor. Pada organisasi atau instansi misalnya, komunikasi sangat diperlukan dalam rangka mencapai tujuan. Organisasi atau instansi umumnya menggunakan alat-indera yg terkini menjadi wahana buat mendukung komunikasi yg lebih baik. Akan namun semua itu masih belum dapat mengklaim bahwa komunikasi yang terjadi dalam organisasi atau instansi tersebut sudah dilaksananakan dengan baik. Dengan kata lain masih dapat terjadi galat pengertian (miss communication) antara bawahan menggunakan atasan. Oleh karenanya faktor yang paling krusial adalah dapat diciptakannya jalinan pengertian antara komunikator (pengirim pesan) menggunakan komunikan (penerima pesan) didalam berkomunikasi, sedangkan alat-alat terkini tersebut hanya sebagai indera atau media bantu buat memperlancar jalannya komunikasi saja.

Komunikasi adalah proses yang sangat penting pada suatu organisasi atau instansi, lantaran komunikasi dari atasan ke bawahan memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai atau bawahan. Pendapat ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Nitisemito (2002:10), proses komunikasi yg dilakukan dalam organisasi menurut atasan ke bawahan memiliki dampak terhadap kepuasan kerja karyawan. Hal ini dikarenakan seorang pemimpin (atasan) yang bisa membicarakan warta menggunakan komunikasi yg baik akan mudah dimengerti serta mendapat tanggapan yang positif guna memacu pencapaian kepuasan kerja bagi bawahan (pegawai).

Melalui komunikasi, atasan bisa mengungkapkan berbagai hal yang harus diketahui dan dikerjakan oleh bawahan supaya bawahan menjadi lebih jelas tentang segala warta yg diperlukan buat mendukung pekerjaannya, sebagai akibatnya bawahan akan bekerja lebih baik serta bisa meminimalkan kesalahan yang mungkin bisa terjadi selama bekerja, serta dalam akhirnya kepuasan kerja pegawai akan meningkat.

Menurut Purwanto (2002:24), bahwa walaupun bawahan memiliki potensi dan motivasi buat berprestasi kerja baik tetapi kasus pada komunikasi berdasarkan atasan ke bawahan dapat menghalanginya dikarenakan ketidakmampuan atasan pada mensugesti dan menaruh penerangan pada bawahan tentang beberapa hal yang herbi pekerjaan serta berita-informasi lain yg bisa mendukung bawahan buat bekerja lebih baik. Kegiatan organisasi yang berkaitan dengan pertukaran kabar (komunikasi) galat satunya mampu meningkatkan kepuasan kerja.

Suranto (2006) berpendapat, perkantoran yg berfungsi baik, ditandai sang adanya kerjasama secara sinergis serta serasi menurut aneka macam komponen. Senantiasa terjadi komunikasi, kerjasama, saling koreksi, dan terdapat system pembagian tugas antar komponen tadi. Suatu perkantoran dikonstruksi serta dipelihara menggunakan komunikasi. Artinya, waktu proses komunikasi antar komponen tersebut bisa diselenggarakan secara harmonis, maka perkantoran tersebut semakin kokoh serta kepuasan kerja pegawai akan mengalami peningkatan yang mana akan berdampak pada peningkatan kinerja perkantoran yg dihasilkan.

Untuk itu efektivitas komunikasi organisasi yg ada di perusahaan atau instansi, dibutuhkan akan mampu memberikan imbas terhadap tingkat kepuasan kerja pegawai. Adanya komunikasi yang sehat serta baik antara sub kerja yang satu menggunakan yg lain, dibutuhkan akan turut membantu peningkatan kepuasan kerja pegawai di perusahaan atau instansi. Dengan adanya keterbukaan dan pengertian maka pegawai akan merasa lebih akrab dan dapat dijadikan menjadi sahabat diskusi. Setiap individu pada bekerja tidak hanya menginginkan sekedar honor dan prestasi, namun bekerja merupakan pemenuhan kebutuhan akan interaksi sosial. Pegawai yang memiliki rekan kerja yg ramah serta mendukung, akan mengantarkan mereka pada output kerja yang baik pula. Efektivitas komunikasi organisasi dapatlah diartikan sebagai keberhasilan komunikasi antara atasan menggunakan para bawahannya (pegawai).

Menurut Nitisemito (2002:10), proses komunikasi yang dilakukan dalam organisasi dari atasan ke bawahan memiliki impak terhadap kepuasan kerja karyawan. Hal ini dikarenakan seseorang pemimpin (atasan) yang sanggup mengungkapkan liputan dengan komunikasi yang baik akan mudah dimengerti dan menerima tanggapan yang positif guna mencapai kepuasan kerja bagi bawahan (pegawai). Komunikasi merupakan sendi dasar terjadinya sebuah hubungan sosial, antara yang satu dengan yang lain saling tolong menolong, saling memberi serta mendapat, saling ketergantungan. Intinya bahwa menggunakan berkomunikasi akan terjadi kesepahaman atau adanya saling pengertian antara satu menggunakan yg lain (Nitisemito, 2002:12). Sama halnya menggunakan pernafasan, komunikasi kita anggap menjadi hal yang otomatis terjadi begitu saja, sehingga kita nir memiliki pencerahan buat melakukannya dengan efektif.

Pelaksanaan proses efektifitas komunikasi Atasan ke Bawahan yang dilakukan insan di pada organisasi pada pada instansi nantinya akan dapat mensugesti kepuasan kerja pegawai. Dalam kehidupan organisasi profit maupun nonprofit, kepuasan kerja dipakai menjadi dasar berukuran tingkat kematangan organisasi. Salah satu gejala yang mengakibatkan kurang baiknya syarat kerja suatu organisasi merupakan rendahnya kepuasan kerja. Sebaliknya jika kepuasan kerja yg tinggi adalah tanda bahwa organisasi dikelola dengan baik serta pada dasarnya merupakan output berdasarkan manajemen yg efektif. Kepuasan kerja timbul sebagai respon efektif atau emosional terhadap aneka macam aspek pekerjaan. Ketidakpuasan kerja akan menimbulkan sikap yg acuh tidak acuh seorang pekerja terhadap apa yg terjadi pada organisasi atau perusahaannya. 

Pihak manajemen organisasi harus senantiasa memantau kepuasan kerja karyawan atau pegawainya, karena hal ini menghipnotis taraf absensi, perputaran tenaga kerja, semangat kerja keluhan-keluhan dan perkara-perkara personalia vital lainnya. Kepuasan kerja seorang berpengaruh terhadap kinerja yg dimilikinya, karena karyawan atau pegawai yg mendapatkan kepuasan kerja akan menjalankan pekerjaannya dengan lebih baik. 

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja pegawai. Salah satunya adalah aplikasi interaksi kerja yang baik antara atasan serta bawahannya. Faktor manusia memegang peranan penting dalam mewujudkan peningkatan produktivitas. Jika faktor insan kurang berperan pada kegiatan instansi maka hal tersebut dapat menghambat kelancaran operasional kerja, menjadi akibatnya produktivitas pegawai akan menurun. Agar aktivitas operasional dapat berjalan menggunakan baik serta lancar, maka instansi perlu lebih memperhatikan dalam interaksi humanisme (human relationship), yaitu integrasi dari pegawai kedalam suasana kerja yg sedemikian rupa, menggunakan tujuan buat mendorong pegawai bekerja secara produktif, dan buat mencapai kepuasan pribadi dalam menjalankan pekerjaannya.

Tingkat kepuasan seorang karyawan atau pegawai yg rendah bisa menyebabkan ketidak-lancaran instansi atau organisasi dalam proses produksi yang dikarenakan tingginya tingkat keterlambatan serta kemangkiran, serta tingginya taraf keluar masuknya karyawan. Sebaliknya orang yang memperoleh kepuasan kerja akan dapat mengakibatkan motivasi diri buat mencapai prestasi yg lebih akbar. Hal terserbut krusial bagi suatu instansi lantaran produktivitas atau prestasi instansi atau organisasi dalam umumnya tidak terlepas dari tindakan-tindakan dan prestasi kerja para pegawainya. 

Komunikasi dirasakan sangat penting pada segala aspek kehidupan. Komunikasi menaikkan keharmonisan kerja dalam perkantoran. Sebaliknya apabila komunikasi nir efektif, maka koordinasi akan terganggu. Akibatnya merupakan disharmonisasi yang akan mengganggu proses pencapaian sasaran dan tujuan organisasi atau instansi. Dalam sebuah organisasi atau instansi membutuhkan koordinasi antara satu dengan yang lain supaya tercipta adanya keharmonisan, saling pengertian, kesepahaman antara sub kerja yang satu menggunakan yang lainnya. Lantaran dalam dasarnya organisasi dibangun atas dasar hubungan antara satu orang menggunakan orang lain. Jika kerjasama pada gerombolan dapat terselenggara menggunakan baik, maka tujuan dari sebuah kelompok (organisasi) akan cepat terwujud, namun apabila masih ada penyimpangan dalam kerjasama tadi, maka tujuan yg ingin dicapai akan terasa lebih sulit.

Perkantoran yg berfungsi baik, ditandai oleh adanya kerjasama secara sinergis dan serasi dari aneka macam komponen. Senantiasa terjadi komunikasi, kerjasama, saling koreksi, dan terdapat system pembagian tugas antar komponen tersebut. Suatu perkantoran dikonstruksi dan dipelihara menggunakan komunikasi. Artinya, ketika proses komunikasi antar komponen tersebut bisa diselenggarakan secara harmonis, maka perkantoran tersebut semakin kokoh serta kinerja perkantoran akan meningkat.

EFEKTIFITAS KOMUNIKASI ORGANISASI DAN PENINGKATAN KEPUASAN KERJA


Efektifitas Komunikasi Organisasi Dan Peningkatan Kepuasan Kerja
Setiap orang yang bekerja, tentunya tidk hanya menginginkan terpenuhinya honor serta karier yang indah, namun pula untuk memenuhi kebutuhan akan kenyamanan pada dalam berinteraksi serta berteman dengan sesama rekan kerja. Pegawai yg mempunyai rekan kerja yg ramah dan mendukung, akan mengantarkan mereka dalam hasil kerja yg baik juga. Apabila seluruh kebutuhan tadi dapat terpenuhi berarti pekerjaan yg digeluti dapat memberikan rasa kepuasan bagi dirinya. Namun sebaliknya apabila kebutuhan tidak terpenuhi menggunakan baik, maka orang tersebut mencicipi pekerjaan nir menaruh kepuasan pada hidupnya.

Dewasa ini dinamika organisasi berkembang menggunakan sangat cepat dan begitu canggih. Organisasi harus mampu bersaing serta berani tampil buat memenangkan persaingan pasar yang semakin ketat. Untuk itu dibutuhkan pengelolaan organisasi yang baik serta sahih menggunakan mengoptimalkan segala sumber daya yang dimiliki, terutama asal daya manusianya. Manusia merupakan asal daya yg terpenting dalam sebuah oragnisasi lantaran kegiatan dan tujuan yang ingin dicapai organisasi, semua nir bisa lepas berdasarkan kiprah asal daya insan. Manusia selalu berperan aktif serta dominan dalam setiap aktivitas organisasi, karena manusia menjadi perencana, pelaku serta penentu terwujudnya tujuan organisasi.

Kualitas kerja akan sangat menghipnotis roda organisasi pada meningkatkan produktifitas serta budaya kerja yg sehat. Peningkatan kualitas kerja dapat dilakukan menggunakan membangun komunikasi organisasi yg baik. Efektivitas komunikasi organisasi yang ada pada perusahaan atau instansi, dibutuhkan akan sanggup menaruh efek terhadap kepuasan kerja. Adanya komunikasi yg sehat dan baik antara sub kerja yang satu dengan yang lain, diharapkan akan turut membantu pencapaian kepuasan kerja pegawai pada pada organisasi. Dengan adanya keterbukaan serta pengertian maka pegawai akan merasa lebih akrab serta dapat dijadikan menjadi teman diskusi. Untuk itulah pencapaian kepuasan kerja yang baik pada sebuah organisasi diharapkan akan bisa bersaing serta tampil menjadi karakteristik yg berdikari, serta bisa memenangkan persaingan wajib diperhatikan.

Tujuan organisasi akan bisa tercapai apabila kerjasama diantara para pelaku organisasi berjalan dengan lancar. Seorang pemimpin atau atasan tidak akan dapat mengendalikan suatu organisasi tanpa adanya kerjasama yang baik menggunakan bawahannya, hal ini dikarenakan operasionalisasi pekerjaan adalah tugas dari para pegawai. Dalam memberikan tugasnya seorang pemimpin atau atasan terkadang menghadapi banyak sekali tingkah laku pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya. Diantaranya pegawai yg cepat tanggap pada melaksanakan tugasnya, pegawai yang tidak mau atau nir mampu melaksanakan pekerjaannya, dan pegawai yang acuh pada merampungkan pekerjaannya. Berdasarkan tingkah laku pegawai tersebut, maka setiap pemimpin atau atasan akan selalu berusaha supaya para pegawai dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik, sesuai dengan yg diharapkan oleh organisasi.

Untuk mendukung tercapainya tujuan perusahaan atau organisasi diperlukan sumber daya manusia menggunakan ketrampilan yg handal dan loyal, maka tentunya wajib mendapatkan perhatian secara berkesinambungan baik aspek pembinaan materiil maupun non materiil. Perusahaan atau organisasi terdiri dari sekelompok orang yg bekerja sama buat suatu kepentingan usaha, profesi, sosial dan berbagai macam keperluan lainnya. Mereka bekerja sama melakukan aneka macam aktivitas organisasional yg terdapat dalam suatu organisasi antara lain buat menentukan tujuan yg ingin dicapai, menyusun rencana kerja, mengelola dan menjalankan operasi usaha organisasinya, memperlancar aplikasi rencana kerja, termasuk menyusun peraturan, merogoh keputusan dan berhubungan dengan banyak sekali pihak serta memonitor kinerja organisasi atau bisnis perusahaan. Untuk menjalankan tugas-tugas tadi, mereka beraksi, berinteraksi dan berkomunikasi. Bahkan lebih dari 70% hari kerja para eksekutif serta staf perusahaan atau organisasi dipergunakan buat melakukan aktivitas komunikasi. Sehingga komunikasi yang efektif sebagai faktor yg penting bagi pencapaian tujuan suatu organisasi baik organisasi usaha maupun non bisnis. 

1. Efektifitas Komunikasi Organisasi
Menurut Hasan Syadily pada Ensiklopedi Indonesia, secara terminologi efektivitas berarti menampakan taraf tercapainya suatu tujuan, suatu bisnis dikatakan efektif jika bisnis itu mencapai tujuannya. Jadi, bila seorang melakukan perbuatan menggunakan tujuan tertentu, maka orang tadi dikatakan efektif apabila target atau tujuan dapat tercapai sinkron menggunakan yang direncanakan sebelumnya. Dengan istilah lain, sesuatu dianggap efektif bila proses aktivitas itu waktunya singkat, energi sedikit, ekonomis biaya , namun hasilnya sinkron dengan target.

Komunikasi krusial bagi organisasi serta fakta krusial bagi komunikasi yg efektif. Seseorang yg mengendalikan kabar akan mengendalikan kekuatan organisasi. Struktur organisasi ditentukan sang keefektifan komunikasi. Ketika organisasi diharuskan mencapai tujuan, maka anggota-anggota yg berada dalam strukturnya akan bekerja sinkron menggunakan jabatan dan kegunaannya buat mencapai tujuan dimaksud. Setiap struktur saling melengkapi dan mempengaruhi antara satu dengan lainnya. Konsekuensinya, angggota-anggota pada dalamnya akan saling bekerjasama melalui metode-metode pencapaian tujuan. Dengan demikian, anggota-anggota organisasi tersusun ke pada sistem yang saling bekerjasama yang bisa menginterpretasikan pesan, baik yg tiba menurut anggota kelompok/organisai itu sendiri juga yg tiba berdasarkan luar, atau sanggup mengkomunikasikan sesuatu pada siapa serta menggunakan cara apa. 

Wayne Pace, mendefinisikan komunikasi organisasi sebagai 2 bagian yaitu : 1) Definisi fungsional komunikasi organisasi, Komunikasi organisasi didefinisikan sebagai pertunjukan serta penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian menurut organisasi eksklusif. Suatu organiisasi terdiri diri unit-unit komunikasi pada interaksi-interaksi hirarki antara yang satu menggunakan lainnya dan berfungsi pada suatu lingkungan. Komunikasi organisasi terjadi setidak-tidaknya satu orang yang menduduki suatu jabatan dalam suatu organisiasi menafsirkan suatu pertunjukan. Sistem komunikasi organisasi menyangkut pertunjukan dan penafsiran pesan pada antara individu-individu pada waktu yang sama yang mempunyai jenis-jenis interaksi berlainan yg menghubungkan mereka. Mereka memiliki gaya berlainan dalam komunikasi, yg mempersepsi iklim komunikasi tidak selaras, yang mempunyai tingkat kepuasan berbeda serta taraf kecukupan fakta yg tidak sinkron juga, serta metode komunikasi yang tidak sama dalam jaringan yang tidak sinkron. 2) Definisi interpretif komunikasi organisasi adalah proses penciptaan makna atas hubungan yang membentuk, memelihara serta mengganti organisasi. Komunikasi organisasi adalah “perilaku pengorganisasian” yang terjadi dan bagaimana mereka yang terlibat pada proses itu bertransaksi serta memberi makna atas apa yang sedang terjadi. Makna ada dan berkembang dalam hubungan yg berlangsung. Hubungan antara para peserta, jua konteksnya, akan memilih apa makna kata-istilah yg bersangkutan. Komunikasi lebih menurut sekedar indera, beliau adalah cara berpikir.

Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan aneka macam pesan organisasi pada dalam grup formal juga informal berdasarkan suatu organisasi (Wiryanto, 2005). Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui sang organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja pada dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi. Misalnya: memo, kebijakan, pernyataan, jumpa pers, dan surat-surat resmi. Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yg disetujui secara sosial. Orientasinya bukan dalam organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara individual. 

Conrad (pada Tubbs serta Moss, 2005) mengidentifikasikan 3 komunikasi organisasi sebagai berikut: fungsi perintah; fungsi relasional; fungsi manajemen ambigu. 
1. Fungsi perintah berkenaan menggunakan angota-anggota organisasi mempunyai hak dan kewajiban menyampaikan, menerima, menafsirkan serta bertindak atas suatu perintah. Tujuan berdasarkan fungsi perintah adalah koordinasi diantara sejumlah anggota yang bergantung dalam organisasi tadi. 
2. Fungsi relasional berkenaan menggunakan komunikasi memperbolehkan anggota-anggota menciptakan serta mempertahankan usaha produktif hubungan personal menggunakan anggota organisasi lain. Hubungan pada pekerjaan mensugesti kenirja pekerjaan (job performance) dalam aneka macam cara. Misal: kepuasan kerja; aliran komunikasi ke bawah maupun ke atas dalam hirarkhi organisasional, dan tingkat pelaksanaan perintah. Pentingnya dalam hubungan antarpersona yg baik lebih terasa pada pekerjaan saat anda merasa bahwa poly interaksi yang perlu dlakukan nir anda pilih, tetapi diharuskan oleh lingkungan organisasi, sehingga interaksi sebagai kurang stabil, lebih memacu konflik, kurang ditaati, dsb. 
3. Fungsi manajemen ambigu berkenaan menggunakan pilihan pada situasi organisasi tak jarang dibentuk dalam keadaan yg sangat ambigu. Misal: motivasi berganda muncul lantaran pilihan yg diambil akan menghipnotis rekan kerja serta organisasi, demikian juga diri sendiri; tujuan organisasi tidak jelas dan konteks yg mengharuskan adanya pilihan tersebut adanya pilihan tersebut mungkin tidak jelas. Komunikasi adalah alat buat mengatasi dan mengurangi ketidakjelasan (ambiguity) yg inheren dalam organisasi. Anggota berbicara satu dengan lainnya buat membentuk lingkungan serta memahami situasi baru, yg membutuhkan perolehan fakta beserta. 

Komunikasi pada organisasi dapat terjadi pada bentuk kata-kata yg ditulis atau diucapkan, gesture, atau simbol visual, yang membuat perubahan tingkah laris pada dalam organisasi, baik antara manajer-manajer, karyawan-karyawan, serta asosiasi yang terlibat dalam pemberian ataupun mentransfer komunikasi. Hasil akhirnya adalah pertukaran kabar serta pengiriman makna atau proses kegiatan komunikasi dalam organisasi.

2. Kepuasan Kerja
Menurut Lunthans (1995: 126), yg dikutip (pada Suratman, 2003: 166) “kepuasan kerja adalah suatu keadaan emosi yang menyenangkan atau positif menjadi akibat menurut pengalaman atau penilaian kerja seseorang”. 

Menurut Handoko (2003: 193) “kepuasan kerja atau job satisfaction adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau nir menyenangkan para karyawan pada memandang pekerjaannya”. Menurut Ivancevich dan Matteson (1999: 243) beropini bahwa: “Pengertian kepuasan kerja dilihat dari sisi asa karyawan adalah suatu hasil yg mungkin diperoleh menurut konduite kerja, merupakan hal yg berharga buat pengembangan kepuasan kerja itu sendiri, dan pengaruhnya terhadap rasa percaya diri serta memupuk norma-norma misalnya motivasi serta perilaku”.

Menurut Ivancevich dan Matteson (1999: 245) ada beberapa hal yg seharusnya dimengerti mengenai kepuasan kerja, hal tadi merupakan:
1) Kepuasan kerja adalah suatu perilaku hal-hal yg terkait menggunakan sikap atas suatu pekerjaan atau lingkungan kerja. Dapat juga diartikan sebagai hal-hal yg terkait pada beberapa dimensi pekerjaan misalnya honor dan pengawasan.
2) Kepuasan kerja biasa dijadikan dasar pembanding antara hal yang diinginkan atau hal yang dibutuhkan menurut suatu pekerjaan dan apa yg sesungguhnya dialami. Dapat jua menjadi dasar perbandingan antara pekerjaan yg sedang dilakukan sang seorang dengan cara lain yang lebih baik yg mungkin dilakukannya dimasa selanjutnya.
3) Kepuasan kerja bersifat multidimensional yang di bentuk atas beberapa sumber misalnya penggajian, pekerjaan, kesempatan promosi, supervisi serta rekan kerja. 

Walaupun diatas sudah diungkapkan bahwa kepuasan kerja berkaitan dengan pekerjaan, dalam fenomena kepuasan kerja bukan semata-mata ditentukan oleh pekerjaan, terdapat hal-hal lain yang menghipnotis kepuasan kerja. Kepuasan kerja berpangkal dari beberapa aspek kerja seperti upah, kesempatan promosi, penyelia (supervisor) serta rekan kerja.

Dari definisi diatas dapat ditarik konklusi bahwa kepuasan kerja adalah suatu perasaan atau ekspresi sikap yg positif atas pekerjaan yang dilakukan, sebagai akibatnya mereka terpacu buat mengerahkan segala sumber daya yang dimiliki dalam rangka memenuhi tugas serta tanggung jawabnya. Dengan demikian, bahwa keberhasilan menurut pengelolaan asal-sumber stres kerja serta kepuasan kerja bisa mensugesti tingkat produktifitas maupun prestasi kerja individu serta organisasi secara keseluruhan.

3. Hubungan Komunikasi Organisasi Dan Kepuasan Kerja
Dalam era dewasa ini hampir seluruh ruang lingkup kehidupan memerlukan komunikasi. Komunikasi erat kaitannya menggunakan teknologi yg membuat komunikasi antar negara maupun antar kota semakin gampang, maju serta cepat. Hal ini tampak dimana komunikasi memegang peranan yg sangat penting disemua sektor. Pada organisasi atau instansi contohnya, komunikasi sangat dibutuhkan pada rangka mencapai tujuan. Organisasi atau instansi umumnya menggunakan indera-alat yg terkini menjadi wahana buat mendukung komunikasi yg lebih baik. Akan namun semua itu masih belum dapat mengklaim bahwa komunikasi yang terjadi pada organisasi atau instansi tadi sudah dilaksananakan menggunakan baik. Dengan istilah lain masih dapat terjadi keliru pengertian (miss communication) antara bawahan menggunakan atasan. Oleh karena itu faktor yang paling penting merupakan bisa diciptakannya jalinan pengertian antara komunikator (pengirim pesan) dengan komunikan (penerima pesan) didalam berkomunikasi, sedangkan indera-alat mutakhir tersebut hanya menjadi indera atau media bantu buat memperlancar jalannya komunikasi saja.

Komunikasi merupakan proses yg sangat krusial dalam suatu organisasi atau instansi, lantaran komunikasi berdasarkan atasan ke bawahan memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai atau bawahan. Pendapat ini sesuai dengan teori yg dikemukakan sang Nitisemito (2002:10), proses komunikasi yg dilakukan pada organisasi dari atasan ke bawahan memiliki impak terhadap kepuasan kerja karyawan. Hal ini dikarenakan seseorang pemimpin (atasan) yg sanggup membicarakan keterangan dengan komunikasi yang baik akan mudah dimengerti serta mendapat tanggapan yg positif guna memacu pencapaian kepuasan kerja bagi bawahan (pegawai).

Melalui komunikasi, atasan bisa mengungkapkan aneka macam hal yang harus diketahui dan dikerjakan oleh bawahan supaya bawahan menjadi lebih jelas tentang segala fakta yg dibutuhkan buat mendukung pekerjaannya, sehingga bawahan akan bekerja lebih baik dan dapat meminimalkan kesalahan yang mungkin bisa terjadi selama bekerja, serta pada akhirnya kepuasan kerja pegawai akan meningkat.

Menurut Purwanto (2002:24), bahwa walaupun bawahan memiliki potensi serta motivasi buat berprestasi kerja baik tetapi masalah dalam komunikasi dari atasan ke bawahan dapat menghalanginya dikarenakan ketidakmampuan atasan pada mempengaruhi serta memberikan penjelasan kepada bawahan mengenai beberapa hal yg herbi pekerjaan serta warta-warta lain yang dapat mendukung bawahan buat bekerja lebih baik. Kegiatan organisasi yg berkaitan dengan pertukaran kabar (komunikasi) keliru satunya mampu meningkatkan kepuasan kerja.

Suranto (2006) berpendapat, perkantoran yang berfungsi baik, ditandai sang adanya kerjasama secara sinergis dan serasi berdasarkan banyak sekali komponen. Senantiasa terjadi komunikasi, kerjasama, saling koreksi, serta masih ada system pembagian tugas antar komponen tersebut. Suatu perkantoran dikonstruksi serta dipelihara menggunakan komunikasi. Artinya, waktu proses komunikasi antar komponen tersebut bisa diselenggarakan secara serasi, maka perkantoran tersebut semakin kokoh dan kepuasan kerja pegawai akan mengalami peningkatan yang mana akan berdampak pada peningkatan kinerja perkantoran yg dihasilkan.

Untuk itu efektivitas komunikasi organisasi yg terdapat di perusahaan atau instansi, diharapkan akan bisa memberikan imbas terhadap tingkat kepuasan kerja pegawai. Adanya komunikasi yang sehat serta baik antara sub kerja yg satu menggunakan yang lain, diperlukan akan turut membantu peningkatan kepuasan kerja pegawai pada perusahaan atau instansi. Dengan adanya keterbukaan dan pengertian maka pegawai akan merasa lebih akrab serta bisa dijadikan menjadi sahabat diskusi. Setiap individu pada bekerja nir hanya menginginkan sekedar gaji dan prestasi, namun bekerja merupakan pemenuhan kebutuhan akan hubungan sosial. Pegawai yang memiliki rekan kerja yg ramah serta mendukung, akan mengantarkan mereka dalam output kerja yang baik jua. Efektivitas komunikasi organisasi dapatlah diartikan menjadi keberhasilan komunikasi antara atasan dengan para bawahannya (pegawai).

Menurut Nitisemito (2002:10), proses komunikasi yg dilakukan dalam organisasi berdasarkan atasan ke bawahan memiliki efek terhadap kepuasan kerja karyawan. Hal ini dikarenakan seorang pemimpin (atasan) yang sanggup membicarakan berita menggunakan komunikasi yg baik akan mudah dimengerti serta menerima tanggapan yg positif guna mencapai kepuasan kerja bagi bawahan (pegawai). Komunikasi adalah sendi dasar terjadinya sebuah hubungan sosial, antara yg satu menggunakan yg lain saling tolong menolong, saling memberi dan mendapat, saling ketergantungan. Intinya bahwa menggunakan berkomunikasi akan terjadi kesepahaman atau adanya saling pengertian antara satu dengan yg lain (Nitisemito, 2002:12). Sama halnya menggunakan pernafasan, komunikasi kita anggap menjadi hal yg otomatis terjadi begitu saja, sehingga kita nir mempunyai kesadaran untuk melakukannya dengan efektif.

Pelaksanaan proses efektifitas komunikasi Atasan ke Bawahan yg dilakukan manusia pada pada organisasi di dalam instansi nantinya akan dapat menghipnotis kepuasan kerja pegawai. Dalam kehidupan organisasi profit juga nonprofit, kepuasan kerja digunakan menjadi dasar berukuran tingkat kematangan organisasi. Salah satu gejala yg mengakibatkan kurang baiknya syarat kerja suatu organisasi merupakan rendahnya kepuasan kerja. Sebaliknya apabila kepuasan kerja yang tinggi merupakan indikasi bahwa organisasi dikelola dengan baik serta dalam dasarnya adalah hasil berdasarkan manajemen yang efektif. Kepuasan kerja timbul sebagai respon efektif atau emosional terhadap aneka macam aspek pekerjaan. Ketidakpuasan kerja akan mengakibatkan sikap yg acuh tidak acuh seseorang pekerja terhadap apa yg terjadi pada organisasi atau perusahaannya. 

Pihak manajemen organisasi harus senantiasa memantau kepuasan kerja karyawan atau pegawainya, karena hal ini mensugesti taraf absensi, perputaran tenaga kerja, semangat kerja keluhan-keluhan serta kasus-masalah personalia penting lainnya. Kepuasan kerja seorang berpengaruh terhadap kinerja yg dimilikinya, lantaran karyawan atau pegawai yg menerima kepuasan kerja akan menjalankan pekerjaannya menggunakan lebih baik. 

Ada beberapa faktor yg mempengaruhi kepuasan kerja pegawai. Salah satunya merupakan pelaksanaan interaksi kerja yang baik antara atasan serta bawahannya. Faktor insan memegang peranan penting dalam mewujudkan peningkatan produktivitas. Apabila faktor insan kurang berperan pada kegiatan instansi maka hal tadi bisa menghambat kelancaran operasional kerja, menjadi akibatnya produktivitas pegawai akan menurun. Agar aktivitas operasional bisa berjalan menggunakan baik serta lancar, maka instansi perlu lebih memperhatikan dalam hubungan humanisme (human relationship), yaitu integrasi dari pegawai kedalam suasana kerja yg sedemikian rupa, dengan tujuan buat mendorong pegawai bekerja secara produktif, dan untuk mencapai kepuasan langsung pada menjalankan pekerjaannya.

Tingkat kepuasan seorang karyawan atau pegawai yg rendah dapat mengakibatkan ketidak-lancaran instansi atau organisasi pada proses produksi yg dikarenakan tingginya tingkat keterlambatan serta kemangkiran, serta tingginya taraf keluar masuknya karyawan. Sebaliknya orang yg memperoleh kepuasan kerja akan dapat menyebabkan motivasi diri buat mencapai prestasi yg lebih besar . Hal terserbut penting bagi suatu instansi karena produktivitas atau prestasi instansi atau organisasi dalam biasanya nir terlepas berdasarkan tindakan-tindakan serta prestasi kerja para pegawainya. 

Komunikasi dirasakan sangat krusial dalam segala aspek kehidupan. Komunikasi menaikkan keharmonisan kerja dalam perkantoran. Sebaliknya bila komunikasi tidak efektif, maka koordinasi akan terganggu. Akibatnya merupakan disharmonisasi yg akan mengganggu proses pencapaian sasaran dan tujuan organisasi atau instansi. Dalam sebuah organisasi atau instansi membutuhkan koordinasi antara satu dengan yg lain agar tercipta adanya keharmonisan, saling pengertian, kesepahaman antara sub kerja yg satu dengan yg lainnya. Karena pada dasarnya organisasi dibangun atas dasar interaksi antara satu orang dengan orang lain. Jika kerjasama pada kelompok dapat terselenggara dengan baik, maka tujuan dari sebuah grup (organisasi) akan cepat terwujud, tetapi jika masih ada distorsi pada kerjasama tadi, maka tujuan yang ingin dicapai akan terasa lebih sulit.

Perkantoran yang berfungsi baik, ditandai sang adanya kerjasama secara sinergis serta harmonis dari banyak sekali komponen. Senantiasa terjadi komunikasi, kerjasama, saling koreksi, dan masih ada system pembagian tugas antar komponen tadi. Suatu perkantoran dikonstruksi serta dipelihara menggunakan komunikasi. Artinya, ketika proses komunikasi antar komponen tersebut bisa diselenggarakan secara serasi, maka perkantoran tadi semakin kokoh dan kinerja perkantoran akan semakin tinggi.