PERBEDAAN TEKS DESKRIPSI DAN TEKS LAPORAN HASIL OBSERVASI PERBANDINGAN TEKS DESKRIPSI DAN TEKS LHO

Teks LHO alias Teks Laporan Hasil Observasi adalah keliru satu jenis teks yg dipelajari di sekolah (SMP/MTs) khususnya di semester satu kelas 7 (VII). Materi teks Laporan Hasil Observasi menempati bab keempat sehabis Teks Deskripsi, Teks Cerita Fantasi, serta Teks Prosedur.
Masing-masing jenis teks pada atas mempunyai karakteristik khas, mislnya teks pelukisan, ada majas atau cerapan yang seolah-olah kita empati sendiri kondisi pada teks tersebut. Dalam teks cerita fantasi,ada daya khayalnya. Kemudian pada teks prosedur yg paling tampak mencolok adalah adalanya urutan langkah-langkahnya.
Sekilas antara teks deskripsi dan teks laporan output observasi mempunyai kemiripan. Yaitu sama-sama membahas sebuah objek.
Misalnya pada teks teks pelukisan dibahas tentang kucing, maka dalam teks laporan output observasi pula dibahas tentang kucing. Bedanya, pada teks laporan output observasi kucing yg dibahas bukan kucing khusus (satu kucing) namun kucing secara generik.
Dilihat dari segi judulnya, sanggup sangat jauh. Misalnya teks laporan hasil observasi yg membahas tentang kucing diberi judul "Kucing". Sementara pada teks pelukisan, diberi judul "Kucingku Menggemaskan". Dari judul ini telah sangat tampak perbedaan antara teks pelukisan dan teks laporan output observasi. Yang dibahas pada Teks Deskripsi hanyalah 'kucingku'. Maka yg dijelaskan pula hanya satu kucing saja. Sementara pada teks 'Kucing' yang dibahas adalah jenis kucing secara generik.
Dalam judul teks deskripsi, biasanya dilekatkan juga sifat menurut objek yg dibahas. Misalnya pada model tadi, sifat kucing yang 'menggemaskan' dimunculkan dalam judul. Begitu jua menggunakan contoh-model yg lain, "Ayah Panutanku"; "Kelinciku yang lucu" ; "Pantai Senggigi nan Indah"; "Pesona Pantai Parangtritis" dan seterusnya.
Dalam judul-judul teks pelukisan di atas, dapat diketahui masing-masing judul sudah memunculkan sifat dari objek yang dibahas, yaitu ayah yang sanggup menjadi panutan, kelinci yang mempunyai sifat lucu, pantai senggigi yang latif, dan parang tritis yg memesona.

Bedakan dengan judul-judul teks Laporan Hasil Observasi alias LHO berikut ini; Museum; Hutan Bakau; Manggis; Kucing; Kunang-Kunang. Dalam judul-judul teks LHO tadi yang dibahas adalah objek primer, atau topik utama saja.
Bahasa yg dipakai adalah bahasa ilmiah, ini pada teks laporan hasil observasi. Sementara dalam teks pelukisan bahasa yg digunakan adaah bahasa baku ragam percakapan. Sehingga mampu memunculkan 'penulis' dalam teks deskripsi. Misalnya dalam teks pelukisan memungkinkan terdapat kalimat, "waktu kita memasuki bibir pantai, kita akan disambut angin sepoi-sepoi". Penggunaan istilah ganti 'kita' memperlihatkan penulis terlibat dalam cerita. Sementara dalam teks laporan output observasi penulis sama sekali tidak terlibat pada teks.
Perbedaan selanjutnya, dalam teks laporan hasil observasi nir terdapat cerapan, adapun penggambarannya adalah eksklusif ad interim dalam teks deskripsi digambarkan menggunakan cara membandingkan.
Contoh kalimat dalam teks pelukisan: "Bulunya halus lembut seperti kapas putih." Bandigkan dengan teks Laporan hasil observasi yang mempunyai kecenderungan objek namun kalimatnya tidak selaras. "Kelinci memiliki bulu yg halus pada sekujur tubuhnya."

Dari segi struktur teksnya, ada juga persamaan dan perbedaan antara teks laporan hasil observasi serta teks deskripsi. Struktur teks pelukisan adalah Identifikasi; Deskripsi Bagian; Kesan Umum; Sementara dalam teks Laporan Hasil Observasi, strukturnya adalah Deskripsi Umum; Deskripsi bagian; Simpulan.

Dalam teks LHO dan Teks Deskripsi, bagian yang mau dibahas bisa lebih berdasarkan satu. Sama. Misalnya teks Pantai Senggigi, bagian yg dibahas merupakan bagian pantai, laut, pengunjung, serta tempat parkirnya. Dalam teks LHO yang mampu menjadi bagian yg dibahas misalnya fungsi, jenis pantai, kegunaan pantai, pemanfaatan pantai. Jadi, nir bersifat fisik melainkan bersifat teoritis.
Struktur yang terakhir juga sangat tidak sinkron. Jika teks deskripsi ditutup dengan kesan generik maka dalam teks laporan hasil observasi, teks ditutup menggunakan konklusi.
Demikian sedikit penerangan tentang disparitas serta persamaan antara teks laporan output observasi serta teks deskripsi.

PENGEMBANAGN ILMUILMU KEISLAMAN

Pengembanagn Ilmu-ilmu Keislaman
Epistemologi Ushul Fiqh
Agama (al-dien) adalah ide murni, atau system ide dan kepercayaan yang bersifat Ilahiyah, berkenaan dengan ketaatan dalam Tuhan, dan disampaikan pada nabi-nabi. Dalam Islam, ilham murni itu berbentuk wahyu yg termuat pada al-Qur’an serta al-Sunnah. Ide ini nir mampu diletakkan dalam konteks humanisme. Berbeda dengan pemikiran agama (Islamologi) yg seluruhnya merupakan produk insan dan sangat berkaitan menggunakan masyarakat. Konsep ini tidak mampu dipisahkan menurut empiris tertentu serta sejarah warga . Lantaran itu, Islamologi inilah gagasan inspirasi Ilahiah yang bisa diletakkan pada konteks humanisme. Dengan istilah lain, kita wajib membedakan antara Agama dan pemikiran Agama. Salah satu pemikiran Agama merupakan Ushul-Fiqh. Ilmu metodologi ini mempunyai susunan yang dalam umumnya terjadi kontroversi antara proposisi-proposisi dengan akal serta bahasa. Meskipun begitu, secara ontologis ilmu ini dapat dikelompokkan menjadi empat point yaitu (1) nilai-nilai anggaran hokum (dua) dasar-dasar anggaran hokum (al-adillah al-syar’iah) (tiga) cara atau metoda menganalogikan dalil menjadi hokum, dan (4) ketentuan ijtihad, taqlid, dialektika kontradiktif, dan tarjih. 

Ushul-fiqh adalah khazanah kekayaan ilmu yg secara eksklusif atau tidak eksklusif, turut memperkaya contoh keagamaan kita. Pelaksanaan syariat Islam akan susah andai saja ilmu ini tidak terdapat, karena ushul-fiqh dianggap sebagai penuntun fiqh yang adalah jawaban bagi kehidupan kita. Ilmu ini bisa menjawab beberapa masalah yang diajukan, maka agar kita bisa memanfaatkan, kita harus mengetahui jawaban apa yg perlu dibawakan oleh ilmu ini, selesainya kita mengajukan pertanyaan. Di sini kita memerlukan jawaban yg sahih, dan bukan debat kusir atau jawaban plintiran (safsathah). Lalu timbul pertanyaan, bagaimana kita mencari jawaban yang benar? Masalah ini, sang kajian filsafat disebut epistemology, dan landasan epistemo-logi ilmu disebut metoda ilmiah. Dengan istilah lain, metoda ilmiah merupakan cara yg dilakukan itu dalam menyusun pengetahuan yg oleh filsafat ilmu dianggap teori kebenaran.

Ushul-fiqh memiliki karakteristik khusus yang tersusun tentang apa (ontology), bagaimana (epistemology) serta buat apa (aksiologi). Ketika landasan ini saling berkaitan, maka ontology ushul-fiqh terkait dengan epistemologinya, epistemology ushul-fiqh terkait dengan aksiologinya, serta begitulah seterusnya. Jadi jikalau kita ingin mengungkapkan epistemilogi ushul-fiqh, maka kita wajib mengaitkannya menggunakan ontology, serta aksiologi. Tetapi dalam tulisan ini, kita hanya membahas mengenai epistemology, serta itu pun memakai kerangka berfikir penelitian ilmu social. 

1. Pendekatan Humanistik 
Permasalahan yang tak jarang ada merupakan bahwa kerja ushul-fiqh itu objektif atau subjektif. Demikian lantaran poly sekali materi fiqh yang dikelola melalui ushul-fiqh, beda pendapat antara satu tokoh menggunakan tokoh yg lain. Cara berfikir ushuliyun selalu memakai pendekatan kwalitatif, maka oleh sebagian ilmuan dipercaya nir objektif. Berbeda dengan kerangka berpikir ilmu yg menggunakan pendekatan kwantitatif, yg serba ilmiah serta terkontrol. Hal ini diakui sang ushuliyun sendiri, dan nir akan menolak. 

Memang kerja ushul-fiqh sedikit mengabaikan prinsip objektifitas, apabila kata objektif menjadi anggaran ilmu yg wajib terukur, ada keberulangan, serta perilaku yang dapat diramalkan. Hampir seluruh ushuliyun tidak berfikir misalnya itu, karena ushul-fiqh berhubungan dengan perilaku manusia (af’al mukallafin), maka subjektivitas permanen memiliki kiprah tersendiri. Ushul-fiqh yang selalu menekankan pada pendekatan subjektivitas, umumnya diklaim studi humanistik. Paham ini berpandangan bahwa fiqh yg dikelola oleh ushul-fiqh bukan harga tewas, tetapi wilayah interpretative.

Menurut pandangan pakar-ahli rasional, teratur, atau sistematik, perilaku manusia bersifat kontektual dari makna yg diberikan di lingkungannya. Kalau ilmu pada luar humaniora lebih ditekankan pada ‘kedisiplinan’, humaniora justru kearah interpretasi cara lain . Posisi ilmu humaniora, termasuk ushul-fiqh adalah dalam ‘siapa’ dan menentukan ‘apa yang ditinjau’. Menurut paham ini empiris perbuatan insan termasuk fenomena yang cair serta gampang berubah. Fenomena ini bersifat polisemik yg memerlukan penafsiran. Jadi kerja ushul-fiqh selalu berkecimpung pada ‘koma-koma’ bukan berhenti pada satu titik.

Persoalan objective ilmiah dan subjektivitas tidak ilmiah, memang telah usang ditujukan pada seluruh ilmu agama, termasuk ushul-fiqh. Apalagi ilmu ini menyajikan penafsiran dan hermeunitika. Tentu saja penafsiran semacam ini keberatan jika dikait-kan menggunakan evaluasi objektif dan subjektif. Namun muncullah beberapa tokoh sosio-log yg mengatakan bahwa objektivitas itu hanya berlaku bagi ilmu alam. Dengan kata lain, ilmu agama mempunyai kateristik tersendiri. Lantaran itu subjektivitas interpre-ter yang tak jarang memasukkan resepsi, kepekaan, logika sehat, dan pendapat yg terbuka, mestinya nir harus sama persis dengan “self-understanding”. Itulah maka objektivitas pada ilmu social, ilmu budaya, termasuk ushul-fiqh tidak mampu absolut.

Ketika ushul-fiqh dipercaya menjadi karya pemikiran pada Islam (tsaqafah Islamiah), muncullah dilematis apakah ushul-fiqh itu menjadi ilmu atau sebagai seni berdebat. Begitu pula saat para ilmuan melihat perdebatan pada Islam antara ahli hadits serta pakar rakyu, pada memecahkan konsep syari’ah, mereka bertanya, apakah ushul-fiqh itu Agama atau ilmu kepercayaan . Kalau ushul-fiqh ditinjau menjadi Agama, (bukan ilmu agama) lalu sampai dimana kita memperlakukannya sebagi asal data buat membentuk teori yg dipercaya objective. Kenyataan ini membutuhkan kesadaran baru yg menjadi karakteristik postmodernisme. Yaitu bahwa representasi, suatu penyajian pada perbandingan mazhab contohnya, tentang suatu aliran ushul-fiqh, pada dasarnya nir pernah menyajikan citra sebagaimana adanya. Penyajian atau uraian itu sudah dibungkus pada bungkus eksklusif. Ushul-fiqh menjadi teks nir bisa diuraikan apa adanya namun mengalami ‘penyimpangan ’ tertentu setelah melalui proses penafsiran (syarah). 

Ushul-fiqh selalu timbul dalam kerangka berfikir tertentu serta tidak bisa bebas begitu saja. Tetapi dalam penyajiannya selalu timbul nilai subjektivitas pada dalamnya. Karena itu, meskipun mulanya ushul-fiqh itu gagasan al-Syafi’iy untuk menciptakan mazhabnya, namun dalam perkembangannya, mucullah Ushl-fiqh Zaidiyah, Ushul-fiqh Mu’tazilah, Ushul-Fiqh Syi’ah, Ushul-fiqh Hanafiyah, Ushul-fiqh Zhahiri, dan sebagainya. Lalu apa artinya kebenaran ilmiah ? Kebenaran ilmiah bersifat relatif, kondisional, dan tergantung konsensus atau konvensi. Tidak terdapat kebenaran absolut dalam ilmu soasial atau budaya termasuk ushul-fiqh. Lantaran itu, setiap ushuliyyun wajib siap menerima kritik atas kekurang tepatan analisanya. Dalam kaitan ini, Abdulwahhab al-Sya’rani mengungkapkan : Mazhab kami adalah sahih, namun mungkin jua keliru. Mazhab pada luar kami adalah galat, tetapi mungkin juga sahih. Demikian ini tertuang pada buku klasik berjudul Mizan al-Kubra, maka nilai pluralis ini termasuk ciri postmodernism.

Perkembangan selanjutnya, bahwa ahli-pakar perbandingan mazhab dapat menyusun kesadaran ‘subjektivitas’ yang selanjutnya diarahkan dalam penulisan biog-rafi individu (tokoh). 

Dalam konteks modernis yang kaku, ushuliyyun berpandangan harus objektif, memiliki otoritas, netral berdasarkan mazhab, serta selalu memasak teks menggunakan objektif. Padahal fiqh yang dikelola melalui ushul-fiqh selalu berubah lantaran perubahan ketika dan tempat, akibatnya makna teks bisa plural serta sanggup berkembang. Jadi pemikiran semacam itu wajib ditata ulang jikalau dia akan mengusut ilmu ushul-fiqh.

Memahami pendapat tokoh memang sangat menarik, sama seperti menariknya mempelajari perbedaan subjective dan objective bagi orang yg beropini dan pendukung. Konflik ini akan terkait juga menggunakan soal ilmiah atau tidak ilmiah, ilmuan atau propagandis, akademis atau idiologis, dan begitulah seterusnya. Padahal uraian yang dinilai seperti itu tergantung bagaimana tokoh itu menguraikan.

Pada saat positivisme menjadi idola setiap ilmuan, seluruh pemikiran yg tidak objective dinilai lemah, termasuk kerangka kerja ushul-fiqh. Namun selesainya ada strukturalisme, serta teori ini sanggup diterapkan dalam ekskavasi fiqih yang ijtihadnya ditata rapih, maka bisa ditemukan objektivitas. Terutama bila strukturalis itu berupaya menemukan kasus penting pada setiap uraian fiqh yg disajikan, seperti kesimpulan: lebih manfaat, lebih maslahat, lebih adil serta semacamnya. Lebih lagi apabila seluruh itu tidak terjebak dalam alam khayal realis, melainkan selalu berpegang dalam bahasa menjadi indera pemikiran.

Disitu jelaslah bahwa ushul-fiqh yang sanggup dilihat bernilai subjective, nir ilmiah, terlalu keagama-agamaan itu sebenarnya nir sahih. Disiplin ilmu ushul-fiqh permanen mengedepankan aspek kebenaran tertentu sejalan menggunakan tujuan, metoda, hubungan antara dalil dan mad-lul, serta analisis yg berwawasan lain menggunakan pendekatan objective. Perbedaan ini tidak berarti bahwa kerja ushul-fiqh itu hanya asal-asalan, melainkan berusaha tahu fenomena liwat subjective yang tidak mungkin terfahami melalui objektivitas.

Mushawwibah dan Mukhaththiah
Di dalam Islam, seluruh teks (al-Qur’an serta al-Hadits) yg berbentuk zhanni (dugaan) maka makna yang timbul menurut teks itu selalu dirumuskan pada konklusi yg bhineka (mukhtalaf fih). Bagi pengikut teori mushawwibah akan mengungkapkan bahwa seluruh kesimpulan yang beda-beda itu, yg benar tidak satu, bahkan sanggup jua semuanya benar. Demikian apabila semua mujtahidnya menampilkan kerangka berfikir yg sejalan menggunakan jalur ushul-fiqh. Sedangkan pengikut mukhath-thiah akan berpendapat bahwa seluruh kesimpilan yg poly itu, yang sahih cuma satu saja, apalagi bila beberapa konklusi tersebut terdapat nilai kontradiktif.

Penilaian semacam itu muncul karena ushul-fiqh atau kerangka berfikir fiqh memanfaatkan penalaran subjective dan kerangka berpikir kwalitative. Penalaran semacam ini kurang mempunyai kebenaran dalam taraf eksklusif. Kebenaran ushul-fiqh dianggap mengada-terdapat serta spekulasi yang merancang. Tentu saja asumsi seperti itu nir selalu sahih. Meskipun begitu, pengembangan ushul-fiqh seyogyanya berusaha keras buat meyakinkan orang lain, bahwa fiqh yang diproduksinya memiliki kadar logika serta kebenaran. 

Logika serta kebenaran pada ushul-fiqh tidak berbeda dengan metoda penelitian ilmu social atau ilmu budaya. Logika permanen menjadi wahana buat mencari kebenaran. Meskipun begitu, poly sekali macam-macam logika yg digunakan buat mencapai kebenaran itu. Tetapi nir semuanya relevan bagi pengembangan ushul-fiqh. Macam-macam nalar itu diantaranya : (a) nalar formal. Logika ini berusaha mencari kebenaran dengan mencari rekanan antar muqaddimah shugra serta kubra menggunakan tujuan untuk menggeneralisasikan natijah yg terdapat pada setiap syakal (qiyas manthiqi). Logika ini tidak mampu diterapkan dalam ushul-fiqh. Lantaran ushul-fiqh tidak mengejar qiyas-qiyas manthiqi seperti itu, tetapi transferabilitas. (b) akal matematik. Logika ini pencarian kebenaran dengan mencari relasi proposisi berdasarkan kebenaran materiil seperti 3 kali 3 itu sembilan. Logika ini didukung sang rerata yg niscaya serta terukur. Andalan nalar ini merupakan adanya dalil, anggaran, dan rumus-rumus pasti. Logika semacam ini dimanfaatkan oleh statistika serta sanggup berlaku bagi penelitian ilmu social, ilmu budaya, termasuk ilmu kepercayaan yg penganut faham posistivistik. (c) Logika reflektif, yaitu cara berfikir menggunakan sangat cepat, buat mengabstraksikan serta klasifikasi. Logika ini berlangsung cepat dan sanggup memanfaatkan daya intuisi. Dalam ilmu tasawwuf, nalar ini dianggap pendekatan dzauqi yang mampu berkembang sampai laduni. (d) nalar kwalitatif, yakni pencarian kebenaran berdasarkan gambaran naratif data di lapangan atau di perpustakaan. Kwalitas kebenarannya didasarkan dalam empiris yg terdapat. (e) logika linguistik, yaitu pencarian kebenaran menurut pemakaian bahasa. Logika ini poly diminati sang penelitian al-Qur’an dan semacam penelitian yang memerlukan penafsiran. 

Dari macam-macam logika di atas, ushul-fiqh cenderung memanfaatkan logika kwalitatif serta akal linguistik. Suatu ketika akal reflektif pun dipakai juga, terutama buat membuatkan dalil metodologis seperti istihsan dan mashalih mursalah. Logika kwalitatif poly dipergunakan buat membuatkan dalil sosiologis misalnya ijma’, qaul shahabi, dan lain-lain. Sedangkan akal linguistik dipergunakan buat berbagi dalil normative, yaitu al-Qur’an dan teks al-Hadits. 

Dari segi lain, logika kwalitatif umumnya digunakan buat lingkup kebenaran yg terbatas. Artinya, kebenaran yang dicapai bukan sebuah ihwal yang berlaku universal, melainkan hanya dalam taraf local, atau kasus tertentu saja. Karena itu, kebenaran kwalitatif bersifat lebih spesifik serta nir menghendaki adanya regualitas. Oleh karena itu teks atau masalah yang dikelola memakai logika kwalitatif akan membuat kesimpulan yg berbeda-beda. Hal ini bukan berarti kebenaran semacam itu lemah, tetapi tetap memakai dalil berdasarkan realitas. Itulah suatu kenyataan yang oleh Islam disebut rahmatan lil’alamin. 

Dulu, penelitian ilmu social serta ilmu budaya diarahkan dalam pemikiran objektif serta matematis. Tetapi sehabis mereka mulai meninggalkan logika tradisi, serta ingin mencari kebenaran baru yg lebih orisinil, mereka mengejar perkembangan yang dianggap postmodernisme. Kalau perkembangan ilmu itu misalnya itu, maka akan berte-mu dengan ushul-fiqh yang kebenarannya didasarkan pada argumentasi, khayalan, serta common sense (logika sehat). 

Kebenaran pada ushul-fiqh merupakan nisbi (zhanni) dan relative (mukhtalaf fih), serta menganut hokum probabilitas (ijtihadiah). Titik tolak ushuliyun semacam itu merupakan kebenaran kreatif cerdas, dan tidak menyalahkan orang lain seperti meng-hakimi keliru, bid’ah, jumud, dan sebagainya. Tentu saja pendirian ushuliyun seperti itu tidak disetujui sang agamawan yg taat dalam kebenaran matematis.di antara mereka ada yang mengungkapkan : Allah itu satu. Nabi Muhammad itu satu, serta Al-Qur’an jua satu, maka seharusnya pemikiran Islam pun satu jua (manunggal). Padahal sulit dipungkiri bahwa kebenaran kreatif pun akan bisa mewadahi aspirasi kebenaran yang kecil-kecil, yaitu kebenaran yang jarang teradopsi oleh ilmuan yg selalu berfikir global.

Perlu dipertimbangkan, baik oleh pengikut mushawwibah atau mukhaththiah bahwa perilaku manusia (af’al al-mukallafin) merupakan unik, dan inilah yang menjadi objek pembahasan ushul-fiqh. Oleh karena itu tuntutan kebenaran serta atau objek-tivitas ushul-fiqh hendaknya dicari bukan misalnya kenyataan alam. Apabila kenyataan alam terdapat hal-hal yg secara fisik teramati, terulang, serta teratur, maka konduite insan nir selamanya berkiprah misalnya itu, bahkan selalu bias. Tingkat bias ini hanya sanggup diolah menjadi objective jika dilukiskan secara verstehen (mudah terfahami). Apabila fiqh yang diproduksi melalui ushul-fiqh tersebut dapat diterima oleh rakyat, berarti dalam ushul-fiqh tersebut terdapat kejelasan. Kejelasan inilah yang dianggap kebenaran.

Jadi jikalau kebenaran ilmuan objective lebih menyukai penerangan logis, maka ushul-fiqh menyajikan penerangan yg berisi penafsiran. Kalau kebenaran objective ingin melihat pembakuan pengamatan yang teratur, maka penglolaan ushul-fiqh bersifat humanistic yg kreatif. Dengan istilah lain kebenaran ushul-fiqh lebih menitik beratkan pada aspek humanistic humanisme. Itulah sebabnya, ushul fiqh dievaluasi unik yg memandang bahwa konduite manusia satu sama lain nir selalu sama. Dengan demikian, orang yg beropini bahwa Ushul-fiqh al-Syafi’iy itu mirip dengan Manthiq Plato atau Aristotales, itu nir sahih. Karena kebenaran Manthiq memiliki hubungan kausalitas yang jelas dan harus relasional yang memungkinkan kontrol proposisi. Sedangkan kebenaran Ushul-Fiqh ditekankan pada penafsiran logic yg kadang-kadang bercampur menggunakan bisikan hati, imajinasi, dan kreativitas. Oleh karena itu, melalui penafsiran semacam ini, Ushul-Fqh lebih bisa memasuki sisi-sisi perso-alan aturan yang berkaitan menggunakan perilaku umat (af’al al-mukallafin).

Lebih menurut itu, kebenaran ushul-fiqh bukan hal yg dibuat terdapat, tetapi harus dicari dalam konteks. Ushuliyun hanya bertugas menghimpun, mengorganisasi, mengklasifikasi, dan menglola dalil-dalil fiqhiyah buat keperluan fiqih.

Ushul-fiqh aliran Rakyu serta aliran Mutakallimin
Penerapan ushul-fiqh tak jarang direpotkan ketika ushuliyun akan menciptakan fiqh, terutama saat mencari bentuk aliran, apakah ushul-fiqh aliran rakyu atau aliran mutakallimin. Dua aliran ini, secara etimologis memang bertolak belakang. Keduanya memiliki implikasi metodologis yang tidak sinkron. Padahal keduanya sama-sama dimanfaatkan oleh imam-imam mujtahid.

Rakyu adalah genre dalam ushul-fiqh yg teori-teorinya dibangun atau disusun sesudah fiqh terbentuk. Artinya, mujtahid ini mengamati perilaku orang-orang mukallaf yang terdapat dalam masyarakat, lalu beliau memproduk fiqh secara induktif. Setelah itu disusunlah ushul-fiqh buat dasar-dasar pengembangannya, pada samping kaidah fiqhnya pula. Karena itu, uruf (tradisi), mashalih al-mursalah, dan istihsan di-ambil sebagai dasar aturan fiqh. Ushul-fiqh aliran ini digunakan oleh Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, dan Mu’tazilah. Dalil-dalil ini, umumnya dirumuskan menurut istiqra (penelitian) buat mencari bentuk fiqh.

Sebaliknya, bila mujtahid itu menyusun ushul-fiqh dulu, kemudian memproduki fiqh berdasarkan ushul-fiqh tadi, berati ushul fiqh ini dianggap aliran mutakallimin. Aliran ini berfikir deduktif, dengan menyesuaikan perilaku umat (af’al al-mukallafin), pada teori-teori ushul-fiqh tadi. Aliran ini dipakai diantaranya oleh Mazhab Syafi’iy, Mazhab Hanbali, Mazhab Zhahiri, serta Mazhab Syi’ah Itsna Asyariyah. Aliran ini nir mau menggunakan ‘uruf, mashalih al-mursalah, serta istihsan, karena semua dalil ini mampu bertentangan menggunakan qiyas ‘am. Aliran ini, tambahan dalil pokoknya adalah istish-hab, yaitu dalil yang memandang problem hokum, selama nir ada dalil yang mengganti maka tetap berlaku sampai sekarang serta masa depan.

Ushul fiqh contoh ini agak sempit serta seperti membatasi diri dalam syarat lapangan tertentu, terutama jika kita melihat perkembangan kehidupan yang cepat berubah. Akibatnya, teori-teori ushul-fiqh hanya terpaku pada pemahaman dasar (al-Qur’an, al-Hadits, al-Ijma’ dan al-Qiyas) dan beberapa dalil yang berorientasi ke belakang misalnya istishhab, dan syara’ man qablana. Dengan istilah lain, ada kelemahan bagi aliran ini, yaitu kurang menghargai kenyataan serta empiris. Berbeda menggunakan genre rakyu yg memakai dalil ‘uruf dan istihsan, bisa masuk ke dalam rangka (a) Ushuliyun sanggup memasak semua perseteruan yg timbul di tengah masyara-kat, menggunakan teori-teori ushul-fiqhnya. (b) Ushuliyun mampu bekerjasama langsung secara akrab menggunakan warga yang menggunakan mazhab tertentu (c) Ushuliyun bisa menguraikan latar belakang secara penuh, sehingga uraian fiqhnya bisa mengangkat dalil-dalil kulli dengan meninggalkan dalil jus’iy yang sama-sama zhanni.

2. Pendekatan Emik dan Etik
Ada dua cara pandang (pendekatan) yang saling bertolak belakang. Dua pendekatan ini diklaim pendekatan emik (fonemik) serta pendekatan etik (fonetik). Awalnya, pendekatan ini timbul menurut kata linguistik, yg dalam ilmu budaya dipopulerkan oleh Kenneth Pike. Dalam Kitab Klasik, teori ini pernah dikembangan oleh Ibn Jinni serta al-Jurjani. Menurut Ja’far Dikki, teori Ibn Jinni dan teori Al-Jurjani saling melengkapi buat menciptakan teori linguistik yang baru. Penggabungan 2 teori tadi adalah (a) Penggabungan antara studi diakronik Al-Jurjani serta singkronik Ibn Jinni adalah hal yang signifikan (b) Teori Ibn Jinni yang mengatakan bahwa bahasa tidak terbentuk seketika, namun berproses, dan teori Al-Jurjani tentang hubungan antara bahasa serta pertumbuhan pemikiran, adalah hal yang saling terkait. Dengan demikian bahasa dengan segala aturannya tumbuh serta berkembang seiring dengan pertumbuhan pemikiran manusia. Teori 2 tokoh tersebut berbagi genre linguistik Abu Ali al-Farisi, yg kateristik biasanya adalah (a) Bahasa dalam dasarnya terbetuk secara system. (b) Bahasa adalah kenyataan social dan strukturnya terkait dengan fungsi transmisi yg inheren pada bahasa tadi. (c) Adanya kesesuaian antara bahasa dan pemikiran. Dari segi lain, ahli-pakar linguistik menilik kamus Maqayis al-Lughat karya Ibn Faris. Tokoh ini meng-embangakan teori gurunya, yaitu Sa’lab yang membedakan antara kata benda sebagai subjek (ism dzat) dan kata benda sebagai sifat (ism shifat). Tampaknya, menurut teori semacam inilah muncul gagasan mengenai emik serta etik buat berbagi ilmu sosial dan ilmu budaya, dan sekarang dicoba buat menyebarkan ushul-fiqh. 

Secara epistemologis, pendekatan etik dan emik memiliki implikasi yang berbe-da. Apabila ushuliyun berusaha mengembangkan ushul-fiqh dari mazhab universal menggunakan menggunakan cara-cara yang ditentukan sebelumnya, maka cara ini, sang teori linguistik dianggap etik. Sebaliknya, jika pengembangan ushul-fiqh itu berdasar-kan mazhab regional (mazhab Syafi’iy saja misalnya) maka berarti ushuliyun sudah menyebarkan ushul-fiqh dengan pendekatan emik. Bagi ushuliyun bisa pula menggunakan keliru satu pendekatan, serta atau menggunakan keduanya. Yang krusial mereka memperhatikan konsistensi pemanfaatan keduanya, supaya nir terjadi campur aduk rata. Kedua pendekatan ini memiliki kelemahan masing-masing serta sekaligus mempunyai kekuatan tertentu. 

Menurut Marvin Harris, istilah etik dan emik akan berhubungan dengan perkara objektif dan subjektif. Etik bersifat sangat tertutup dalam hal makna, seperti prinsip objektif. Namun emik nir sanggup disejajarkan menggunakan subjektif saja tetapi sanggup juga disejajarkan menggunakan objektif serta subjektif sekali gus. Kalau teori ini diterapkan pada ushul-fiqh universal serta ushul-fiqh regional, maka bisa herbi objektif dan subjektif dalam penerapan. Artinya, apabila pada ushul-fiqh tadi ushuliyun mengo-lah dalil normative (tsk al-Qur’an serta teks al-Hadits), maka bisa menemukan objektif dan subjektif. Namun bila mereka memasak dalil metodologis misalnya istihsan maka beliau akan terjadi subjektif. Jadi perbedaan antara objektif serta subjektif dan penyebutan ushul-fiqh regional dan universal, tergantung penggunaannya. 

Jelasnya, pendekatan etik serta emik merupakan landasan norma pengembangan penelitian yg berusaha tahu tingkah laris manusia. Tingkah laku tersebut penuh menggunakan makna, lantaran di dalamnya masih ada banyak sekali symbol aksi. Begitu pula ushul-fiqh yang mengambil istilah mazhab regional serta mazhab universal, meru-pakan landasan pengembangan ushul-fiqh itu sendiri, yang berusaha tahu tingkah laris insan (af’al al-mukallafin). Tingkah laku ini penuh menggunakan makna (penilaian), karena pada dalamnya masih ada aneka macam aksi (akidah, niat, ucapan, gerakan dan perbuatan). 

Pendekatan mazhab regional serta mazhab universal pada dasarnya merefer dalam sudut pengembangan ushul fiqh itu sendiri. Apabila ushuliyun itu mendasarkan pengem-bangannya dalam mazhabnya sendiri, berarti beliau menyebarkan ushul-fiqh regional. Dan apabila beliau menggunakan sudut pandang beberapa mazhab, berarti beliau menggunakan ushul-fiqh seksama apabila dia sanggup menangkap persamaan dan perbedaan pendapat beberapa tokohnya, selanjutnya mengkategorikan serta dicari signifikasi teori secara penuh. Berarti pengambilan mazhab regional lebih memperhatikan teori yang lebih aspiratif. Sebaliknya, pemaparan ushul-fiqh universal lebih tergantung pada kejelian ushuliyun itu sendiri, dalam menampilkan suatu teori secara ilmiah.

Jika ushuliyun itu pengembangannya memilih ushul-fiqh mazhab universal, dalam akhirnya dia harus melakukan generalisasi. Pada ketika itu dia harus melakukan beberapa hal. (a) beliau harus mengelompokkan secara sistematis semua pendapat atau teori ushul-fiqh yg ada, ke pada system tunggal. (b) dia menyediakan ukuran atau kriteria buat klasifikasi setiap dalil yang menunjang teori-teori ushul-fiqhnya. (c) dia mengorganisasikan teori yg sudah diklasifikasikan ke dalam type-type eksklusif. (d) menganalisa, menemukan, serta menguraikan setiap teori (qaul) dan argumentasinya ke dalam kerangka system yg sudah dibuat, sebelum beliau mempelajari ushul-fiqh. 

Sebaliknya, pendekatan ushul-fiqh mazhab regional termasuk ushul-fiqh mazhabnya sendiri, merupakan esensi yg shahih buat kenyataan fiqh pada suatu waktu tertentu. Pendekatan ini relevan menjadi usaha buat mengungkap pola-pola fiqh menurut persepsi mazhabnya. Pendekatan ini menegaskan bahwa konsepnya ada menurut ushuliyun sendiri. Berbeda menggunakan pengembangan ushul-fiqh universal, ushuliyun berdiri di luar mazhabnya sendiri. Pendekatan pertama (regional) akan terkait dengan holistik teori mazhabnya, dan akan menekankan pada kenisbian. Pendekatan ini lebih natural dalam mereprosentasikan teori ushul-fiqh dan sejalan menggunakan konsep ushul-fiqh secara operasional. Sedangkan ushul-fiqh universal ditekankan pada perilaku mutlak. Dari satu segi, pendekatan ini kurang natural, dan sejajar dengan teori ushul-fiqh secara kognitif. 

Jika kedua pendekatan itu diperbandingkan maka akan tergambar dalam karakte-ristik sebagai berikut. 
Pendekatan ushul-fiqh regional adalah (a) Ushuliyun akan memeriksa perilaku masyarakat (af’al al-mukallafin) yang mengikuti mazhabnya sendiri. (b) Ushuliyun hanya menilik ushul-fiqh dari mazhabnya sendiri, yaitu ushul-fiqh al-Syafi’iy contohnya, yang ditulis sang beberapa tokoh mazhab itu. (c) Struktur ushul-fiqh diten-tukan sang kondisi serta situasi jama’ah yg mengamalkan fiqhnya. (d) Kriteria ushul-fiqh bersifat nisbi dan terbatas.

Sedangkan ushul-fiqh universal merupakan (a) Ushuliyun akan menilik konduite insan (af’al al-mukallafin) berdasarkan luar mazhabnya sendiri. (b) Ushuliyun akan menyelidiki ushul-fiqh dari banyak sekali mazhab serta membandingkannya satu sama lain. (c) Struktur ushul-fiqh ditentukan oleh ushuliyun itu sendiri menggunakan menciptakan konseptual. (d) Kriteria ushul-fiqh bersifat absolut, terdapat generalisasi serta berlaku universal.

Dari karakteristik seperti itu, tampak bahwa ushuliyun regional akan membuahkan dirinya sebagai bagian utuh menurut mazhab itu. Ushuliyun ini empati serta bertindak menjadi partisipan penuh. Kehadiran ushuliyun seperti ini memilih ke-berhasilan. Tentu saja subjektivitas pun tetap sulit dihindarkan. Apalagi ushuliyun tersebut pendukung mazhabnya. Jika beliau nir sanggup mengambil jeda, bisa terjadi bias. Sedangkan pengembang ushul-fiqh universal, otoritas ushuliyun sangat memilih. Kemampuan mereka menciptakan konsep yang akan diterapkan, amat menentukan keberhasilan.

3. Pendekatan Positivistis serta Naturalistis
Dulu, gagasan positivistic itu dicetuskan sang Ibn Taymia. Tetapi lantaran dia wafat pada tahanan serta buku-bukunya baru tersebar setelah lima ratus tahun, maka gagasan semacam itu mandeg, kata Nurcholis Madjid. Setelah muncul falsafat Agust Comte (1798-1875) dan goresan pena Emil Durkheim (1858-1917) banyak ilmuan yang mengambil falsafat ini sebagai pendekatan penelitian. Filsafat ini berfikir statistik serta umumnya menolak pemahaman metafisik dan teologis. Bahkan faham ini tak jarang manganggap bahwa pemahaman metafisik dan teologis terlalu primitif serta kurang rasional. Begitu pula Ibn Taymia mengembangkan pemikiran tekstualis, realistis, serta nir mendapat ta’wil. Ia pula tidak menerima berfikir teologis, terutama pemikiran Mu’tazilah dan Asy’ariyah. Dalam kitabnya, Al-Radd ‘alal Manthiqiyin, Ibn Taymia menolak berfikir falsafati yg menciptakan konsep-konsep yg tak berbentuk serta subjektif. Dalam kitab itu, goresan pena yang berfikir manthiqi misalnya konsep definisi, silogisme serta lain-lain ditolak, yg kadang-kadang dikuatkan menggunakan menampilkan dalil al-Qur’an. Terhadap pemikiran tasawwuf falsafi, misalnya pemikiran al-Hallaj, Abu Yazid al-Busthami, serta Ibn Arabi, seluruh itu berfikir subjektif dan khayalis, bahkan semua itu dievaluasi ‘kafir’. Dengan kata lain positifistik lebih berusaha ke arah mencari berita atau sebab-karena terjadinya fenomena secara objektif, terlepas dari pandangan eksklusif yang bersifat subjektif.

Dalam pandangan Durkheim, dasar pendekatan positivistic merupakan logika mate-matis yg penuh teori akal deduktif. Kevalidan karya positivisme dengan cara mengandalkan fakta empiri. Generalisasi diperoleh menurut rerata pada lapangan. Kalau konsep semacam ini diterapkan pada pemikiran Ibn Taymia, maka terdapat 2 dasar, yaitu (a) teks al-Qur’an serta teks al-Hadits dinilai sebagai pusat, dan pemahaman yang diluar teks adalah sebagai global yg gelap. Maka buat mengetahui yg gelap itu, ilmuan wajib masuk dalam tingkat hakikat, yaitu makna empirik (tektualis), bukan ta’-wil atau kinayah serta sebagianya. (b) teks nir dipandang sebagai pusat, namun sebagi satu titik berdasarkan gugusan titik yang diklaim fenomena. Karena kedudukan misalnya ini, maka teks tidak wajib mengetahui hukum (yang gelap) yg berlaku dalam dunia lebih kurang, namun yg gelap-gelap itulah yang lebih menserasikan diri dengan teks.

Biasanya, positivistic lebih menekankan pembahasan singkat dan menolak pem-bahasan yg penuh pelukisan cerita, atau ta’wil, pada kata Ibn Taymia. Karena itu, bila ushuliyun akan memakai positivistic, otomatis harus menciptakan teori-teori atau konsep dasar, kemudian diadaptasi menggunakan kondisi mazhab yg meng-amalkan ushul-fiqh itu. Ushuliyun lebih poly berfikir induktif supaya membuat sebuah verifikatif sebuah bentuk ushul-fiqh yang ingin dibangun.

Ciri-ciri positivistic dapat dilihat menurut 3 pilar keilmuan, yaitu (a) aspek ontolo-gis, positivistic menghendaki bahwa konduite insan (af’al al-mukallafin) bisa di-pelajari secara independen, bisa dieliminasikan dari subjek lain, serta dapat dikontrol. (b) secara epistemologis, yaitu upaya buat mencari generalisasi terhadap peng-amalan fiqh dalam rakyat. (c) secara aksiologis, menghendaki agar pengem-bangan ushul-fiqh bebas nilai. Artinya, ushuliyun pada menyusun ushul-fiqhnya mengejar objektivitas agar bisa ditampilkan prediksi meyakinkan yg berlaku bebas ketika dan tempat.

Positivistik berbeda dengan naturalistic yang cenderung mengungkapkan peng-amalan fiqh pada suatu loka. Paham ini ditentukan oleh teknik berfikir induktif un-tuk mermperoleh ushul-fiqh yang diambil berdasarkan pengamalan fiqh di daerah itu. Demikian ini difahami melalui analisis yg netral atau lingkungan alamiah pada mazhabnya. Dengan istilah lain, ushul-fiqh yang dipelajari menggunakan pendekatan naturalistrik adalah ushul-fiqh yang berangkat dari realita komunitas mazhab fiqh yang diamalkan oleh rakyat itu.

Posisi ushuliyun yg menyelidiki fiqh menggunakan pendekatan ini misalnya orang asing yang belum memahami gambaran ushul-fiqh yang sanggup dirumuskan berdasarkan daerah itu. Oleh karenanya, di samping beliau menyelidiki dan mengamati warga , beliau jua mengadakan pemetaan lokasi serta merekam apa yg terjadi pada mazhab itu. Ada sebagian ilmuan yang berkata bahwa ushuliyun yg menyelidiki norma-norma ushul-fiqh di suatu daerah dengan pendekatan ini sama misalnya mengguanakan metoda fenomenologi.

Selain menggunakan instrumen perilaku umat (af’al al-mukallafin), pendekatan naturalistic juga memiliki cirri, diantaranya (a) empiris umat dapat dipisahkan dari konteksnya, serta tidak selamanya mereka berada pada konteks itu. (b) penggunaan pengetahuan yang tersembunyi seperti bisikan hati, itu mampu dibenarkan, lantaran hubungan insan pun sering demikian. (c) rancangan ushul-fiqh yang dinegosiasikan merupakan krusial karena konstruksi mazhab itu akan dikonstruksi sang ushuliyun yang sedang mencari ushul-fiqh itu. (d) rumusan ushul-fiqh bersifat ideografis atau berlaku spesifik bukan bersifat nomotetis atau mencari generalisasi. Karena interpretasi yg tidak selaras akan lebih bermanfaat bagi realitas yg tidak sinkron pula, lantaran perbedaan konteksnya. (e) citra ushul-fiqh bersifat tentatis, serta belum tentu bisa digeneralisasikan.

Dari cirri-ciri tadi bisa dinyatakan bahwa penulisan ushul-fiqh dengan pen-dekatan naturalistic adalah lebih membumi. Ushul-fiqh contoh ini akan bisa memecahkan perilaku umat yang dipelajari, serta sanggup membantu keinginan tokoh-tokoh yang menyajikan Mazhab Jogja, atau Fiqh Indonesia, serta sebagainya. 

4. Pendekatan Fenomenologis 
Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa positivisme memerlukan penyusu-nan teori. Sedangkan fenomenologi justru tidak menunggu-nunggu teori bahkan alergi dengan teori. Pendekatan ini lebih menekankan rasionalisme dan realitas peng-amalan fiqh pada tengah masyarakat. Hal ini sejalan menggunakan penelitian etnografis yg menitik beratkan dalam pilihan dan pandangan pegangan mazhab setempat. Realitas merupakan lebih krusial serta mayoritas dibanding teori dan rerata. 

Fenomenologi berusaha memahami pengamalan mazhab liwat pandangan serta konduite pengamal mazhab itu. Menurut faham fenomenologi, ilmu bukanlah bebas nilai berdasarkan apa pun, tetapi memiliki interaksi dengan nilai. Aksioma fenomenologis adalah (a) fenomena ada dalam diri insan, baik selaku individu atau kelompok, selalu bersifat majmuk atau ganda yg tersusun secara kompleks. Oleh karena itu pengamalan mazhab Syafi’iy atau mazhab Hanafi atau lainnya yang tersebar pada bebe-rapa daerah, hanya bisa dipelajari secara holistic serta tidak terlepas-lepas. (b) interaksi antara ushuliyun menggunakan pengikut mazhab di daerah itu saling mempenga-ruhi, mungkin karena diskusi atau saling memberikan komentar.(c) lebih mengarah kepada kasus-masalah fiqhiyah bukan buat menggeneralisasi karangan atau materi buat ushul-fiqhnya. (d) ushuliyun akan kesulitan dalam membedakan karena serta akibat, lantaran situasi berlangsung secara simultan, (e) inkuiri terkait nilai, bukan bebas nilai, sebagaimana disebutkan pada atas.

Fenomenologi merupakan istilah generic yg merujuk pada semua pandangan ilmu social yang menganggap bahwa pencerahan insan dan makna subjektif sebagai penekanan buat memahami tindakan social. Dalam pandangan ushul-fiqh, pandangan subjektif berdasarkan pengikut mazhab yg dikembangkan ushul-fiqhnya, sangat diharapkan. Subjektivitas akan menjadi shahih bila ada proses intersubjektivitas antara ushuliyun menggunakan pengikut mazhab yang dipelajari ushul-fiqhnya itu.

Dalam pengembangan ushul-fiqh, pendekatan fenomenologi tidak dipengaruhi secara pribadi oleh filsafat fenomenologi, tetapi sang perkembangan dalam pende-finisian konsep fiqh atau ushul-fiqhnya, termasuk pendefinisian tafsir al-Qur’an atau ilmu budaya lainnya. Dalam fenomenologi, objek ilmu tidak terbatas dalam yg empirik (sensual), melainkan mencakup juga fenomena berikutnya yg terdiri berdasarkan persepsi, pemikiran, kemauan, dan keyakinan si subjek yang menuntut pendekatan holistic, menundukkan objek pengembangan ushul-fiqh pada suatu konstruksi ganda melihat objeknya pada satu konteks netral, serta bukan parsial. Karena itu pada fenomenologi lebih menggunakan tata pikir logic berdasarkan dalam sekedar linier kausal. Tujuan pengembangan ushul-fiqh dengan pendekatan fenomenologi merupakan buat menciptakan ilmu-ilmu agama, termasuk ushul-fiqh itu sendiri.

Metoda kwalitatif fenomenologi, menurut dalam empat kebenaran, yaitu kebe-naran empirik sensual, kebenaran empirik logic, kebenaran empirik etik, dan kebenar-an empirik transenden. Atas dasar cara pencapaian kebenaran ini, fenomenologi menghendaki kesatuan antara ushuliyun dengan rakyat pengamal mazhab. Keterlibatan ushuliyun dengan umat yang dikembangkan ushul-fiqhnya itu menjadi keliru satu cirri utama. 

Pendekatan fenomenologi berusaha memahami arti pengamalan fiqh serta kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi eksklusif. Ilmuan fenomenologi nir berasumsi bahwa mereka mengetahui makna tindakan bagi orang-orang yg sedang dipejalari. Oleh karenanya inkuiri dimulai dengan membisu. Diam adalah tindakan buat menangkap pengertian sesuatu yang dipelajari. Yang ditekankan merupakan aspek subjek (pengamal fiqh) berdasarkan perilakunya. Mereka berusaha buat masuk ke global konseptual para subjek yg dipelajari sedemikian rupa, sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yg mereka kembangkan di lebih kurang peristiwa pada kehidupannya sehari-hari. 

Mulanya ilmuan tahu berdasarkan pengakuan masyarakatnya, bahwa mereka pengamal fiqh Syafi’iy, dari segi ibadah, mu’amalah, mawarits, munakahat, serta sebagainya. Tetapi ilmuan tahu pula bahwa mazhab al-Syafi’iy didukung sang banyak komentator (ash-hab) terhadap ushul-fiqhnya, sehingga terjadi antara satu konsep dengan konsep lainnya tidak sama. Maka ilmuan fenomenologi ingin mengetahui praktek pengamalan fiqh, dikaitkan menggunakan pola kehidupan bermazhabnya. 

Penekanan ilmuan fenomenologi adalah pada aspek subjektif menurut pengamal fiqh. Ushuliyun berusaha masuk ke pada global subjek yang dipelajarinya, sebagai akibatnya ushuliyun mengerti apa serta bagaimana satu konsep yang dikembangkan. Pengamal fiqh dipercayai mempunyai kemampuan untuk menfsirkan pengamalannya melalui interaksi. Ushuliyun fenomenologis tidak menggarap data secara mentah. Dia cukup pintar menggunakan cara memberikan “tekanan” dalam pengamal fiqh buat menaruh makna dalam tindakan fiqihnya, tanpa mengabaikan empiris.

Demikian bisa difahami, karena kata fenomenologi itu berkaitan dengan suatu persepsi, yaitu kesadaran. Fenomenologi akan berupaya mendeskripsikan fenomena pencerahan serta bagaimana fenomena itu tersusun. Dengan adanya pencerahan ini, nir mengherankan apabila ushuliyun serta pengamal fiqh mempunyai kesadaran eksklusif terhdap pengamalannya masing-masing. Pengamalan yang ditentukan oleh kesadaran itu, pada saatnya akan memunculkan permasalahan baru dan pada antaranya akan terkait menggunakan pola-pola pengamalan fiqh itu tadi.

Perkembangan pencerahan yg diketahui oleh ushuliyun yang memakai fenomenologi akan dihadapkan dalam sejumlah pertarungan fiqh dan ushul-fiqhnya. Paling tidak ada 3 permasalahan pokok, yaitu (a) Ketidak samaan data yang dihimpun sang ushuliyun, karena disparitas minat di kalangan mereka terhadap perilaku suatu mazhab di daerah yg sama (b) Masalah sifat data itu sendiri. Artinya seberapa jauh data tersebut bisa diperbandingkan, atau seberapa jauh data tersebut benar-benar bisa melukiskan tanda-tanda yg sama dari pengamal mazhab yang tidak sinkron (c) Menyangkut perkara penjabaran data yg pada antara ushuliyun masih tidak selaras kriterianya.

Melihat 3 hal tersebut, studi fenomenologi mampu dibantu menggunakan pendekatan etno-sains sebagai keliru satu alternatif. Pendekatan ini dicermati lebih fenomenologis karena menggunakan menerapkan model linguistik yang dikenal menggunakan deskripsi secara etik serta emik, pemaknaan ushul fiqh menjadi lebih lengkap. Dengan cara ini pende-finisian ushul-fiqh adalah akumulasi menurut system wangsit, pada istilah “makna” yg diberikan sang pendukung mazhab pun turut diperhitungkan.

Pendekatan fenomenologi, ada yg mengkritik lagi dan diarahkan pada penglo-laan secara etnografis. Pendekatan ini mengkritik pandangan empirisisme radikal, naturalisme, serta fenomenologi murni. Kalau pendekatan ini diterapkan dalam ushul-fiqh, maka (a) Persyaratan ‘illat (alasan hokum) dari Hanafiyah harus berjangka luas, sampai memungkinkan buat dijadikan dasar qiyas. Menurut Syafi’iyah ‘illat jangkauannya terbatas, lantaran aturan itu mengikuti ‘illat. Sedangkan berdasarkan teori etnografis, bahwa ‘illat yg dirasakan sang pengikut Mazhab Syafi’iy misalnya, belum tentu sejalan menggunakan konsep ‘illat yg dirumuskan sang Ushulyun Syafi’iy yang menyusun ushul-fiqhnya. (b) Mengembangkan ushul-fiqh fenomenologis yang memperhatikan ‘global moral lokal’ terhadap masalah ekologi yang mengkaji situasi serta lingkungan. Situasi dan lingkungan merupakan bagian dari hidup insan (af’al al-mukallafin) yg akan menciptakan serta dibentuk sang lingkungan setempat serta atau oleh budaya keagamaan setempat. (c) Arahan baru ushul-fiqh diarahkan dalam fisik, karena subjektivitas merupakan kehidupan fisik di global, bahkan sikap simpati serta empati merupakan sifat dasar kehidupan fisik jua. Karena itu, pemahaman fenomenologi perlu mendasarkan fisik ini. Lantaran fisik merupakan aspek primordial berdasarkan sebjek-tivitas manusia sebagai makhluk social. (d) Ushul-fiqh yg diarahkan pada histeo-grafi, yaitu memandang kenyataan dalam kaitannya pada kehidupan serta sejarah.

Demikian pengembangan ushul-fiqh, sebenarnya masih mampu dicapai lagi menggunakan pendekatan yang lain, seperti pendekatan praktek, dan pendekatan emansipatoris. Meskipun begitu, pendekatan-pendekatan yang telah disajikan di atas, telah mencukupi buat menyebarkan ushul-fiqh kita. Wallahu a’lam.

PENGELOLAAN BISNIS DALAM ERA GLOBALISASI

Pengelolaan Bisnis Dalam Era Globalisasi 
Berkembangnya zaman menciptakan poly hal datang yg semakin membaik. Salah satu contohnya merupakan kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Berkembangnya ilmu pengetahuan diiringi dengan teknologi yang semakin membooming untuk melakukan riset-riset penelitian. Teknologi yg digunakan tidak hanya sekedar alat elektro dan internet yang telah tidak asing lagi bagi kita. Pengolahan data, penyimpanan serta pengarsipan data serta penyampaian kabar mulai berkembang lebih baik. Jika dahulu orang harus membukukannya dengan poly kesalahan dalam pencatatan serta penghitungan, maka sekarang menggunakan adanya teknologi, semua pekerjaan bisa dilakukan satu kali tulis menggunakan applikasi komputer untuk mengerjakannya.

Teknologi yang berkembang tidak hanya menggerakkan dan menolong bidang pengolahan data, namun jua menggerakkan pebisnis pada menjalankan usahanya. Pengarsipan data, penjurnalan, produktivitas serta pemasaran menjadi bagian besar pada teknologi ketika ini. Social network menjadi loka penstimulus untuk menarik perhatian konsumen. Penyampaian fakta seputar produk melalui facebook, twitter, plurk, BBM (BlackBerry Messager) rupanya lebih berkembang cepat dibanding pemasaran melalui koran dan pamflet. Teknologi pemasaran semacam ini jauh lebih murah dibanding juka kita wajib membuat baiho dan pamflet buat menyebarkan informasi produk. Dunia pendidikan juga mulai mengikuti perkembangan teknologi ketika ini. Posting mata pelajaran dan mata kuliah dalam blog pengajar sebagai ekspresi dominan waktu ini. Siswa didik hanya tinggal mengunduh serta membacanya tanpa wajib mem-fotocopy materi ajar dari pengajar.

Berdasarkan latar belakang sebagaimana terurai diatas yang menyebutkan bagaimana teknologi digunakan pada kegiatan usaha, tempat kerja, dan pendidikan. Dalam makalah yang berjudul “Teknologi Informasi serta E-commerce” akan mengungkapkan mengenai pengetahuan teknologi keterangan.

Perbedaan Data, Informasi, dan Pengetahuan
a. Data
Data adalah galat satu hal utama yg dikaji dalam kasus Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Data adalah sesuatu yang belum mempunyai arti bagi penerimanya dan masih memerlukan adanya suatu pengolahan. Data sanggup berujut suatu keadaan, gambar, suara, alfabet , angka, matematika, bahasa ataupun simbol-simbol lainnya. Data merupakan bahan mentah dari liputan.

Data mendeskripsikan sebuah representasi fakta yg tersusun secara terstruktur, dengan istilah lain bahwa “Generally, data represent a structured codification of single primary entities, as well as of transactions involving two or more primary entities”. (Vercellis, 2009: 6). Selain deskripsi dari sebuah liputan, data bisa pula merepresentasikan suatu objek sebagaimana dikemukakan sang Wawan serta Munir (2006: 1) bahwa “Data adalah nilai yang merepresentasikan deskripsi berdasarkan suatu objek atau kejadian (event) “

Dengan demikian bisa dijelaskan kembali bahwa data adalah keterangan-fakta, perkiraan, atau pendapat yg belum mempunyai makna yang dapat dimanfaatkan. Ada beberapa metode yg bisa digunakan untuk pengumpulan data, yaitu :

1. Pengamatan Langsung
Dalam metode ini kita mengadakan pengamatan langsung terhadap objek yang sedang kita teliti. Adapula kelebihan pada metode ini merupakan data yang dikumpulkan lebih kompleks, teliti, serta cermat. 

Sedangkan metode ini kekurangannya yaitu :
a. Daerah untuk mendapatkan data tidak luas.
b. Dalam mengumpulkan data dana yg digunakan mahal.
c. Pengumpulan data nir bisa dilakukan apabila poly hal yg harus diselidiki.

2. Wawancara
Pada metode wawancara ini kita mengadakan wawancara kepada objek / orang yg bersangkutan tentang hal yg kita amati. 

Kelebihan pada metode ini yaitu :
a. Data yang dikumpulkan cukup teliti.
b. Daerah pengumpulan data sanggup luas.
c. Dapat diwakilkan orang lain.

Kekurangan pada metode ini yaitu :
a. Biaya yg digunakan mahal.
b. Kalau diwakilkan, nir akan dapat mengetahui sasaran penelitian.

3. Perkiraan 
Dalam hal ini koresponden diminta untuk memberikan berita yg dibutuhkan. Oleh karenanya koresponden kepentingan dimungkinkan kualitas data dapat terabaikan serta sehingga keakuratannya sulit untuk dipertanggung jawabkan. Sedangakan metode asumsi ini juga memiliki kelebihan, yaitu :
a. Biaya yang dipakai relatif murah.
b. Daerah pengumpulan data sanggup luas.

4. Daftar Pertanyaan
Di metode daftar petanyaan ini, kita menunjukkan daftar pertanyaan atau informasi lapangan buat diisi responden, kemudian setelah diisi lengkap dikumpulkan lagi. 

Kelebihan pada metode ini yaitu :
a. Porto yg digunakan nisbi murah.
b.data yg terkumpul lebih cepat.

Sedangkan kekurangan pada metode ini merupakan kadang responden tidak mengembalikan daftar pertanyaan.

b. Pengolahan Data
Menurut George Therry, pengolahan data merupakan serangkain operasi atas informasi yang direncanakan guna mencapai tujuan atau output yang diinginkan. Penanganan keterangan atau pengolahan data terdiri berdasarkan enam unsur yaitu :

1. Pengindraan / sensing
Mengadakan pengamatan terhadap objek yg akan kita teliti serta tentang apa saja yang terdapat dalam pengamatan kita.

2. Pengumpulan / Komplikasi
Mengadakan pengumpulan data menurut output pengamatan yg telah kita lakukan. Agar pengumpulan yg kita lakukan dapat sistematis, kita wajib terlebih dahulu mengklasifikasi data yg terdapat.

3. Pengolahan / Komputasi
Mengadakan pengolahan data yang sudah kita kumpulkan.

4. Penyajian
Informasi tersebut disajikan kepada orang yg akan mengambil keputusan. Dalam penyajian tadi yang ditekankan merupakan kesederhanaan agar tidak membingungkan orang yang mengambil keputusan.

5. Penghantaran Transmisi
Dilakukan apabila orang membutuhkan fakta berada pada loka yang jauh.

6. Penanganan Informasi
Informasi perlu disimpan buat mengembalikan keputusan karena pada pengembalikan keputusan tidak hanya dilakukan dalam masa sekarang, tetapi jua masa yg lalu serta akan tiba.

c. Informasi
Informasi merupakan data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi penerima serta berguna pada pengambilan keputusan baik buat ketika ini maupun yang akan datang. Data yang telah terdapat dikemas serta diolah sedemikian rupa sehingga sebagai sebuah berita yg bermanfaat. Berikut merupakan definisi liputan menurut aneka macam asal.

Informasi merupakan suatu output berdasarkan pemrosesan data menjadi sesuatu yang bermakna bagi yg menerimanya, sebagaimana dikemukakan sang Vercellis (2009: 7) “Information is the outcome of extraction and processing activities carried out on data, and it appears meaningful for those who receive it in a specific domain.” Selain adalah output berdasarkan pengolahan data, warta pula menggambarkan sebuah peristiwa, sebagaimana dikemukakan oleh Wawan serta Munir (2006: 1) bahwa “Informasi merupakan hasil berdasarkan pengolahan data dalam suatu bentuk yang menggambarkan suatu peristiwa-kejadian (event) yg nyata (fact) dengan lebih berguna serta lebih berarti.”

Dengan demikian keterangan bisa dijelaskan balik menjadi data yg telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi penerima dan berguna dalam pengambilan keputusan baik buat waktu ini juga yang akan datang.

Untuk membuat kabar yg sempurna dan akurat perlu dilakukan pengolahan data terlebih dahulu. Informasi yang didapatkan personal komputer dapat kita lihat melalui monitor atau yang tercetak dalam kertas melalui printer. Informasi dalam pengolahan data ini bisa berupa goresan pena, gambar, grafik, suara, angka maupun simbol-simbol.

Syarat-kondisi kabar yg baik dan lengkap merupakan adanya ketersediaan kabar, bahasa yang mudah dipahami, relevan, mengandung berita yg bermanfaat, informasi tersaji tepat ketika atau update, kehandalan (dapat dijadikan acuan), seksama (benar adanya atau nir mengarang), serta konsisten ( tidak berubah-ubah).

Informasi memiliki beberapa ciri, yaitu:

1. Benar atau galat 
Ini dapat herbi realita atau nir. Bila penerima keterangan yang salah mempercayai, akibatnya sama misalnya yang benar.

2. Baru 
Informasi yg didapat baru dan segar bagi penerimanya. Para penerima kabar sering kali merasa jenuh jika keterangan yg disediakan selalu sama dengan yang lalu serta nir ada perubahan sama sekali.

3. Tambahan 
Informasi dapat menjadi suatu koreksi atas warta yg salah atau palsu sebelumnya.

4. Penegasan
Informasi dapat mempertegas liputan yg telah ada. Ini masih bermanfaat karena menaikkan persepsi penerimanya atas kebenaran informasi tadi.

Informasi dapat dikatakan baik jika mempunyai ciri sebagai berikut:

1. Information must be pertinent
Informasi harus berhubungan. Pernyataan fakta wajib herbi urusan dan masalah yang penting bagi penerima keterangan (orang yg membutuhkan berita tadi).

2. Information must be accurate
Informasi wajib bebas berdasarkan kesalahan-kesalahan dan tidak mempunyai bias atau menyesatkan. Informasi yg didapatkan wajib mencerminkan maksudnya. Keakuratan liputan acapkali bergantung dalam keadaan.

3. Information must be timely
Informasi sine qua non ketika diharapkan. Informasi yg datang pada penerima nir boleh terlambat. Informasi yg sudah lama tidak akan mempunyai nilai lagi karena fakta adalah landasan di pada pengambilan keputusan.

4. Relevan
Informasi tadi mempunyai manfaat buat pemakainya. Relevansi warta buat tiap-tiap orang yang satu menggunakan yang lainnya niscaya tidak sinkron.

d. Siklus Informasi.
Proses menghasilkan berita wajib melalui tahapan-tahapan yg dilakukan komputer sebagai teknologi warta. Tahapan-tahapan tersebut terdiri atas Input - Proses - Output yg diklaim menjadi siklus proses kabar. Artinya, apabila termin sudah sampai dalam output maka output tadi dapat dijadikan input kembali. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa kabar yang didapatkan dapat juga dijadikan data kembali menjadi input untuk diproses selanjutnya.

Siklus pemrosesan data serta informasi

e. Knowledge (Pengetahuan)
Dalam menjalankan aktivitasnya, manusia selalu memakai pengetahuan. Dengan pengetahuan insan dapat menentukan langkah terbaik apa saja yg harus dilakukan pada memilih suatu keputusan. Berikut adalah pembahasan definisi pengetahuan berdaskan aneka macam sumber.

Pengetahuan sebenarnya merupakan sebuah informasi juga yg merupakan hasil dari pengolahan data. Vercellis (2009: 7) memandang bahwa suatu liputan dikatakan pengetahuan apabila bisa dipakai pada pengambilan keputusan sebagaimana dikemukakan bahwa :

“Information is transformed into knowledge when it is used to make decisions and develop the corresponding actions. Therefore, we can think of knowledge as consisting of information put to work into a specific domain, enhanced by the experience and competence of decision makers in tackling and solving complex problems .”

Dalam kutipan tadi di atas juga disebutkan bahwa selain liputan, hal yg dibutuhkan dalam sebuah pengetahuan merupakan pengalaman dan kompetensi berdasarkan seorang pemegang keputusan. Sejalan dengan hal tersebut, Hendrik (2003: 1) mengemukakan bahwa “pengetahuan merupakan data dan fakta yg digabung menggunakan kemampuan, bisikan hati, pengalaman, gagasan, motivasi menurut sumber yang kompeten.”

Dengan demikian pengetahuan bisa dijelaskan pulang sebagai formasi menurut data serta keterangan yang bertemu dengan kompetensi dan pengalaman seseorang buat menindaklanjuti data dan informasi yang terdapat sehingga bisa dikembangkan buat pengambilan suatu keputusan. Tidak seperti informasi yang hanya bersifat memberi memahami, pengetahuan harus bisa digunakan buat proses pengambilan keputusan.

Pengetahuan seorang ditentukan oleh beberapa faktor, di antaranya:

1. Pendidikan
Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan rapikan laku seorang atau grup dan jua usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran serta training, maka kentara dapat kita kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu mencerdaskan insan.

2. Media
Media yg secara khusus dibuat untuk mencapai rakyat yang sangat luas. Jadi model berdasarkan media massa ini adalah televisi, radio, koran, dan majalah.

3. Informasi
Pengertian informasi dari Oxford English Dictionary, adalah "that of which one is apprised or told: intelligence, news". Kamus lain menyatakan bahwa kabar merupakan sesuatu yg bisa diketahui, namun ada pula yang menekankan kabar menjadi transfer pengetahuan. Selain itu kata liputan juga mempunyai arti yg lain sebagaimana diartikan oleh RUU teknologi fakta yang mengartikannya menjadi suatu teknik buat mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisa, dan membuatkan liputan menggunakan tujuan tertentu. Sedangkan kabar sendiri meliputi data, teks, gambar, suara, kode, acara personal komputer , basis data. Adanya disparitas definisi berita dikarenakan pada hakekatnya keterangan nir bisa diuraikan (intangible), sedangkan warta itu dijumpai pada kehidupan sehari-hari, yg diperoleh menurut data dan pengamatan terhadap dunia kurang lebih kita serta diteruskan melalui komunikasi.

Teknologi Informasi
Teknologi Informasi (TI), atau pada bahasa Inggris dikenal menggunakan istilah Information technology (IT) adalah istilah umum yang mengungkapkan teknologi apa pun yg membantu insan dalam menciptakan, mengganti, menyimpan, mengomunikasikan serta/atau membuatkan liputan. TI menyatukan komputasi dan komunikasi berkecepatan tinggi buat data, suara, serta video. Contoh berdasarkan Teknologi Informasi bukan hanya berupa komputer pribadi, namun juga telepon, TV, alat-alat tempat tinggal tangga elektro, serta peranti genggam terbaru (misalnya ponsel).

Pengolahan, penyimpanan serta penyebaran vokal, informasi bergambar, teks dan numerik oleh mikroelektronika berbasis kombinasi komputasi dan telekomunikasi. Istilah pada pengertian modern pertama kali muncul pada sebuah artikel 1958 yang diterbitkan dalam Harvard Business Review, pada mana penulis Leavitt dan Whisler berkomentar bahwa "teknologi baru belum mempunyai nama tunggal yg didirikan. Kita akan menyebutnya teknologi fakta (TI)." Beberapa bidang terbaru yang timbul sebagai teknologi fakta adalah generasi berikutnya teknologi web, bioinformatika, ''Cloud Computing'', sistem fakta dunia, Skala besar basis pengetahuan dan lain-lain.

Ada 6 Fungsi menurut Teknologi Informasi:
1. Menangkap (Capture), Mengkompilasikan catatan - catatan rinci menurut kegiatan - aktivitas. Misalnya menerima inputan dari keyboard, scanner, mic, dsb.
2. Mengolah (Processing), Mengolah/memproses data masukan yang diterima buat sebagai fakta. Pengolahan/pemrosesan data dapat berupa mengkonversi(mengganti data ke bentuk lain), menganalisis (analisa syarat), menghitung (kalkulasi), mensintesis (penggabungan) segala bantuk data dan kabar.
3. Menghasilkan (Generating), Menghasilkan atau mengorganisasikan berita ke dalam bentuk yang bermanfaat. Misalnya laporan-laporan, table, grafik, dsb.
4. Menyimpan (Storage) ,Merekam atau menyimpan data serta informasi dalam suatu media yang dapat dipakai buat keperluan lainnya. Misalnya : simpan ke harddisk, tape, disket, CD, dsb.
5. Mencari kembali (Rertrival), menelusuri, mendapat balik liputan atau mengkopi (Copy) data serta liputan yg telah tersimpan. Misalnya mencari balik supplier yang telah lunas, dsb.
6. Mentransmisi (Transmission), Mengirim data serta fakta menurut suatu lokasi ke lokasi lain melalui jaringan komputer. Misalnya mengirimkan data penjualan menurut user A ke user lainnya, dsb.

Dampak yang diberikan berdasarkan teknologi keterangan diantaranya:

Dampak Positif:
1. Informasi yang disampaikan lebih up to date dan seksama karena prosesnya cepat
2. Kemudahan memperoleh kabar yang ada di internet sebagai akibatnya insan memahami apa saja yg terjadi.
3. Media pertukaran data, menggunakan memakai email, newsgroup, ftp serta www (world wide web / jaringan situs-situs web) para pengguna internet di semua global bisa saling bertukar berita dengan cepat dan murah.
4. Dengan internet bisa menghemat porto dan energi yang dimuntahkan bila dibandingkan menggunakan bertukar keterangan melalui pos surat.
5. Komunikasi jeda jauh pun menjadi sangat cepat dan simpel.
6. Kemudahan bertransaksi serta berbisnis dalam bidang perdagangan sehingga nir perlu pulang menuju ke tempat penawaran/penjualan.
7. Bisa dipakai menjadi huma fakta buat bidang pendidikan, kebudayaan, serta lain-lain.

Dampak Negatif:

1. Penipuan
Hal ini memang merajalela di bidang manapun. Internet pun nir luput menurut agresi penipu. Cara yg terbaik merupakan tidak mengindahkan hal ini atau mengkonfirmasi kabar yg Anda dapatkan pada penyedia kabar tadi.

2. Pornografi
Anggapan yg menyampaikan bahwa internet identik menggunakan pornografi, memang nir galat. Di internet terdapat gambar-gambar pornografi dan kekerasan yg sanggup mengakibatkan dorongan kepada seseorang untuk bertindak kriminal.

3. Perjudian
Dengan jaringan yg tersedia, para penjudi nir perlu pulang ke tempat spesifik untuk memenuhi keinginannya.

4. Violence and Gore
Kekejaman dan kesadisan pula poly ditampilkan. Lantaran segi usaha dan isi pada global internet nir terbatas, galat satunya dengan menampilkan hal-hal yg bersifat tabu.

5. Carding
Pembajakan kode kartu kredit yang dilakakukan para penjahat saat pengguna sedang memakai transaksi online(real time).

Hubungan Teknologi Informasi, Keunggulan Daya Saing dan Profitabilitas
Sistem keterangan manajemen (SIM) merupakan sebuah fungsi menurut perusahaan yg mengawasi pemakaian, penggunaan, serta pengelolaan teknologi kabar, yang termasuk di dalamnya adalah komputer serta telekomunikasi. Selama lebih dari lima puluh tahun fungsi tadi menjadi lebih jelas bahwa teknologi semacam ini bisa mengakibatkan pergeseran nilai-nilai perusahaan. System pendukung pengambilan keputusan dan pelaksanaan pemakai, yg menaikkan proses pembuatan keptusan, yang akan membuka kesempatan buat bisa menaikkan pendapatan serta mengurangi beban. System pemrosesan data secara tradisional telah merampingkan proses perusahaan yang sudah terdapat, menciptakan perusahaan menjadi lebih efisien. System liputan intern, yg memungkinkan beberapa pemakai buat menggunakan fakta secara bersamaan, telah menaikkan efisiensi serta mebuka kesempatan perusahaan yg tadinya tampak tidak mungkin dilaksanakan. System antar-organisasi, yg mengijikan fakta buat dibagi bersama melintasi batas organisasi, menaikkan efisiensi transaksi serta akan menaikkan interaksi antara pemasok serta pelanggan. System tersebut juga menaruh jalan dalam pengembangan saluran distribusi yang baru. Sumbangan ini hanya sebagian mini menurut kemampuan teknologi warta buat menaikkan nilai perusahaan. 


Lima Aplikasi Teknologi Informasi yg Digunakan Oleh Perusahaan Untuk Membangun Keunggulan Daya Saing
Dewasa ini komputer bukanlah barang yang asing bagi kita serta perusahaan. Komputer merupakan aset yg bernilai dan krusial bagi perusahaan bisnis. Berikut ini akan dijelaskan mengenai aneka macam kapabilitas personal komputer dan aplikasi bisnis yang biasa digunakan.

Kapabilitas komputer
Komputer sebenarnya memiliki kapabilitas/kemampuan yg nir terbatas. Teknologi personal komputer berubah dengan cepat serta hal-hal baru ditemukan hampir setiap hari. Perangkat keras dan lunak personal komputer ketika ini bisa memuaskan setiap kebutuhan usaha. Kebutuhan-kebutuhan di antaranya adalah: pemroses kata (word processing), lembar kerja (spreadsheets), grafik, serta desktop publishing.

1) Pemroses kata
Yang dimaksud menggunakan pemroses istilah (word processing) merupakan membuat dokumen tertulis menggunakan sebuah komputer. Dokumen tertulis tadi dapat berupa surat, laporan, informasi, memo, serta kitab . Beberapa program word processing melakukan fungsi seperti mengusut ejaan dan tata bahasa, menyarankan kata lain, dan menyisipkan grafik seperti garis, kotak, diagram, serta gambaran.

2) Lembar Kerja
Banyak perusahaan memakai software komputer buat membuat kitab akbar akuntansi elektronik sebagai lembar kerja. Seorang manajer atau akuntan bisa menggunakan lembar kerja terkomputerisasi buat mengorganisasikan data ke pada baris, kolom, serta menghasilkan perhitungan matematika. Perangkat lunak lembar kerja dapat dipakai buat menghasilkan neraca, membuatkan proyeksi penjualan, dan memperkirakan profit.

3) Grafik
Program komputer jua bisa menerjemahkan data ke pada grafik atau gambar. Grafik komputer bermanfaat buat menampilkan warta keuangan dan menciptakan perbandingan antara perusahaan atau kinerja dalam tahun-tahun yg tidak sinkron. Grafik menambah kejelasan serta perhatian dan secara ekstrem bermanfaat baik pada laporan tertulis maupun presentasi berkaitan dengan mulut.

4) Desktop Publishing
Komputer pula bisa dipakai buat membuat bahan cetakan berkualitas tinggi. Dengan software desktop publishing, memungkinkan seorang atau perusahaan membentuk laporan, brosur, dan laporan bersiklus yg berkualitas tinggi dengan harga lebih murah daripada dicetakkan ke percetakan.

Aplikasi Bisnis
Dalam global bisnis Teknologi Informasi serta Komunikasi dimanfaatkan buat perdagangan secara elektronika atau dikenal menjadi E-Commerce. E-Commerce merupakan perdagangan memakai jaringan komunikasi internet.

Semua bidang kehidupan waktu ini telah tidak sanggup lagi dipisahkan menggunakan pengunaan perangkat TI, adapun kiprah TI dalam bidang bisnis merupakan:

1. E-Banking
Kita liat dari susunan katanya saja, e = elektro dan banking . Artinya sangat luas yaitu kegiatan perbankan yg dijalankan melalui media elektro, misalnya ATM. Internet banking jua dalam lingkup itu, hanya saja lebih spesifik dan diistilahkan internet banking. Sedangkan yg memakai mobile device misalnya via HP dikenal menggunakan m-banking yg termasuk jenis e-banking pula. E-banking didefinisikan sebagai penghantaran otomatis jasa serta produk bank secara langsung pada nasabah melalui elektronik, saluran komunikasi interaktif. E-Banking mencakup sistem yang memungkinkan nasabah bank, baik individu ataupun bisnis, buat mengakses rekening, melakukan transaksi bisnis, atau mendapatkan keterangan produk serta jasa bank melalui jaringan pribadi atau publik, termasuk internet. Nasabah dapat mengakses e-banking melalui piranti pintar elektronika misalnya personal komputer /PC, PDA, ATM, atau telepon.

2. E-Commerce
Perdagangan elektro atau e-dagang (bahasa Inggris: Electronic commerce, juga e-commerce) adalah penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang serta jasa melalui sistem elektro misalnya internet atau televisi, www, atau jaringan personal komputer lainnya. E-dagang bisa melibatkan transfer dana elektronika, pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventori otomatis, dan sistem pengumpulan data otomatis.

Industri teknologi berita melihat kegiatan e-dagang ini sebagai pelaksanaan serta penerapan berdasarkan e-bisnis (e-business) yg berkaitan dengan transaksi komersial, misalnya: transfer dana secara elektronik, SCM (supply chain management), e-pemasaran (e-marketing), atau pemasaran online (online marketing), pemrosesan transaksi online (online transaction processing), pertukaran data elektro (electronic data interchange /EDI), dll.

E-dagang atau e-commerce merupakan bagian berdasarkan e-business, di mana cakupan e-business lebih luas, tidak hanya sekedar perniagaan namun mencakup juga pengkolaborasian kawan usaha, pelayanan nasabah, lowongan pekerjaan dll. Selain teknologi jaringan www, e-dagang jua memerlukan teknologi basisdata atau pangkalan data (databases), e-surat atau surat elektro (e-mail), serta bentuk teknologi non komputer yg lain seperti halnya sistem pengiriman barang, dan indera pembayaran untuk e-dagang ini.

E-dagang pertama kali diperkenalkan dalam tahun 1994 pada saat pertama kali banner-elektronika dipakai buat tujuan kenaikan pangkat dan periklanan di suatu laman-web (website). Menurut Riset Forrester, perdagangan elektronik menghasilkan penjualan seharga Alaihi Salam$12,dua milyar dalam 2003. Menurut laporan yang lain dalam bulan Oktober 2006, pendapatan ritel online yang bersifat non-travel di Amerika Serikat diramalkan akan mencapai 1/4 trilyun dolar US pada tahun 2011.

3. M- Dagang
M-dagang atau M-Commerce (Mobile-Commerce, mCommerce) merupakan sistem perdagangan elektronika (e-Commerce) dengan memakai peralatan portabel/mobile misalnya: telepon genggam, telepon pintar, PDA, notebook, serta lain-lain. Pada waktu pengguna komputer berpindah berdasarkan satu loka ke loka lain (sewaktu berada dalam kendaraan beroda empat, misalnya), pengguna komputer tersebut bisa melakukan transaksi jual beli produk pada Internet menggunakan menggunakan sistem m-dagang ini. Selain m-dagang, istilah lain yg sering dipakai adalah m-bisnis (Mobile Business atau m-business).

Dasarnya, m-dagang adalah campuran berdasarkan perdagangan elektronik (e-dagang) menggunakan mobile computing. Bisa dikatakan bahwa m-dagang ini merupakan e-dagang yang berada dalam lingkungan nirkabel. Seperti halnya e-dagang dalam biasanya, penggunaan m-dagang mampu ditransaksikan melalui Internet, jaringan komunikasi pribadi, kartu pintar, serta infrastruktur lainnya. M-dagang membuka peluang buat menaruh layanan baru bagi customer yang telah terdapat, serta untuk menarik customer baru.

4. L-dagang atau L-Commerce
L-dagang atau L-Commerce (Location based-Commerce) adalah sistem perdagangan elektro (e-Commerce) yg menekankan pada pencarian kabar yg dihasilkan sang peralatan GPS (Global Positioning Systems) dan satelit. Berbeda menggunakan m-dagang yg lebih menekankan dalam aspek pemakaian peralatan mobile, maka L-dagang sanggup memakai baik peralatan mobile juga personal komputer jenis desktop.

Salah satu model yg sering dijumpai pada L-dagang merupakan pencarian warta mengenai letak restoran yang terdekat dengan loka pengguna Internet tersebut berada. Contoh lain dari L-dagang merupakan sistem penelusuran paket pengiriman barang yang dikirim lewat perusahaan UPS atau Federal Express pada Amerika Serikat. Namun sekarang, L-dagang pula telah mulai dipakai buat melihat waktu kedatangan bis kota secara sempurna pada suatu halte bis tertentu, yang sangat berguna pada waktu musim dingin yg mencekam tiba.

Di bidang usaha baik perdagangan barang juga jasa komputer peranan teknologi keterangan akan sangat penting buat kegiatan transaksi baik rutin, periodik, juga insidental serta menyediakan banyak fakta menggunakan cepat dan sempurna.

5. Sistem Informasi Manajemen
Sistem Informasi Manajemen (Management Information System – MIS), merupakan sistem warta yang telah banyak diterapkan pada perusahaan yang beranjak pada bidang perdagangan barang dan jasa baik dalam perusahaan akbar, menengah, atau perusahaan mini . SIM dapat diterapkan dalam semua taraf atau level manajemen yg ada yaitu manajemen taraf atas (top management), manajemen tingkat menengah (middle management), serta manajemen taraf bawah (lower management).

Di perusahaan dagang seperti department store, sudah digunakan mesin cash register (mesin kasir) yang dilengkapi dengan kendali komputer sehingga mesin tadi bisa dikendalikan sang pihak manajer hanya berdasarkan ruang kerjanya secara cepat dan tepat, buat scanning barcode kode barang dagangan, menghitung laba rugi, inventaris, dan sebagainya.

Di bidang perbankan, galat satu solusi sistem keterangan perbankan telah diperkenalkan sang perusahaan besar misalnya Hewlett-Packard (HP), yang bekerja sama dengan Infosys telah memperkenalkan solusi core banking, yang diklaim Finacle pada bank-bank pada Indonesia. Finacle memberikan solusi bagi bank yg ingin melakukan up-grade terhadap sistem yang sudah mereka miliki. Dengan memakai Finacle, up-grade sistem sanggup dilaksanakan dengan resiko investasi juga kegagalan migrasi yg rendah. Ini penting bagi bank-bank supaya sanggup menghadapi daur bisnis yg selalu berubah. Dengan solusi terpadu ini – berupa aplikasi serta hardware, jaringan, sistem integrasi, dan opsi consulting serta outsourcing – bank pula akan memiliki nilai tambah sebagai akibatnya menjadi lebih kompetitif.

Perkembangan teknologi liputan sudah mempengaruhi kebijakan serta strategi dunia bisnis perbankan yang selanjutnya lebih mendorong penemuan serta persaingan di bidang layanan terutama jasa layanan pembayaran melalui bank. Inovasi jasa layanan perbankan yang berbasis teknologi tersebut terus berkembang mengikuti pola kebutuhan nasabah bank. Transaksi perbankan berbasis elektronik, termasuk internet dan menggunakan handphone merupakan bentuk perkembangan penyedia jasa layanan bank yg menaruh peluang usaha baru bagi bank yg membuahkan dalam perubahan taktik bisnis perbankan, berdasarkan yg berbasis manusia (tradisional) menjadi berbasis teknologi liputan yg lebih efisien serta praktis bagi bank. Pada perusahaan jasa seperti perbankan personal komputer dipakai untuk menghitung bunga secara otomatis, transaksi on-line, ATM, serta sebagianya.

Komputer jua banyak digunakan buat proses akuntansi, melakukan analisis keuangan, neraca, laba-rugi, serta sebagainya. Bahkan ada beberapa software yang secara spesifik disediakan buat operasi akuntansi. Di bidang perhotelan komputer digunakan buat memilih jumlah serta jenis kamar yang telah terisi dan masih kosong. Bahkan waktu ini pada penjualan pertokoan kecil, usaha mini dan menengah (UKM), apotek dan beragam usaha kecil lainnya pula telah poly memakai personal komputer .

Perangkat Keras serta Lunak Teknologi Informasi serta E-commerce dan Perkembangannya
1. Perangkat Keras/Hardware
Perangkat Keras adalah peralatan-peralatan fisik yang menunjang berdirinya sebuah komputer. Secara umum perangkat keras sistem personal komputer terdiri menurut keyboard (papan ketik), monitor (layar), CPU, dan Printer.

Perangkat keras buat pengolahan data personal komputer terdiri menurut atas perlengkapan yg mengerjakan fungsi berikut:
1) Penyimpanan data 
2) Memasukkan data dalam komputer
3) Komputasi, pengendalian, serta penyimpanan primer 
4) Keluaran serta komputer

2. Perangkat Lunak/Software
Perangkat Lunak merupakan suatu program yang dibentuk oleh produsen program buat menjalankan perangkat keras komputer. Perangkat Lunak adalah acara yg berisi perpaduan instruksi untuk melakukan proses pengolahan data. Software menjadi penghubung antara insan menjadi pengguna dengan perangkat keras komputer, berfungsi menerjemahkan bahasa manusia ke pada bahasa mesin sehingga perangkat keras komputer tahu cita-cita pengguna serta menjalankan instruksi yg diberikan serta selanjutnya menaruh output yang diinginkan sang insan tadi. Perangkat lunak personal komputer berfungsi buat mengidentifikasi acara, menyiapkan aplikasi program sehingga tata kerja semua perangkat komputer terkontrol, mengatur serta menciptakan pekerjaan lebih efisien.

Elemen Perangkat Lunak:
a. Sistem Operasi (Operating System)
Sistem Operasi yaitu program yang berfungsi buat mengendalikan sistem kerja yang mendasar sehingga mengatur kerja media input, hasil, tabel pengkodean, memori, penjadwalan prosesor, dan lain-lain. Sistem operasi berfungsi sebagai penghubung antara manusia menggunakan perangkat keras dan software yg akan dipakai. Contoh : PC-DOS, MS Windows.

b. Alat Bantu (Utility)
Utility merupakan elemen dari sistem perangkat lunak yg bertugas mengerjakan pekerjaan minor pada hal pengoperasian mesin misalnya mempersiapkan pemakaian media disk, menciptakan duplikat disk/file, menciptakan/menghapus perlindungan suatu sistem software, memperbaiki bagian file yang rusak, serta menguji kebenaran kerja komputer. Contoh: Winzip, Antivirus.

c. Bahasa (Language)
Elemen ini dipakai menjadi pengatur komunikasi antara komputer menggunakan peralatannya, antarkomputer, atau antara komputer dengan manusia. Setiap bahasa yang dibentuk mempunyai tujuan eksklusif sehingga tidak dapat seorangpun secara asal-asalan memilih bahasa yang akan digunakan buat menangani pelaksanaan yang dikehendakinya. Ada 3 level bahasa pemrograman, yaitu :
1) Bahasa Tingkat Rendah (low level language)
Bahasa ini diklaim pula bahasa mesin (assembler), dimana pengkodean bahasanya memakai kode nomor 0 dan 1.
2) Bahasa Tingkat Tinggi (high level language)

Bahasa ini termasuk dalam bahasa pemrograman yang gampang dipelajari oleh pengguna personal komputer karena menggunakan bahasa Inggris. Contohnya : ASIC, COBOL, PASCAL, FORTRAN.

3) Bahasa Generasi Ke-4 (4 GL)
Bahasa pemrograman 4 GL (Fourth Generation Language) adalah bahasa yg berorientasi dalam objek yg disebut Object Oriented Programming (OOP). Contoh perangkat lunak ini adalah : Visual Basic, Delphi.

d. Program Paket (package program)
Elemen ini bertujuan menyediakan berbagai fungsi yg siap buat digunakan. Di Indonesia saat ini, pemakaian paket sangatlah menonjol. Hal tadi dikarenakan simpel serta gampang pemakaiannya. Contoh : Pengolah kata (wordprocessor). Program paket ini mengakibatkan komputer dapat berfungsi sebagai mesin ketik elektronik yg sangat sophisticated. Jenis berdasarkan pengolahan istilah yang cukup populer diantaranya merupakan wordstar.

e. Program Aplikasi (application acara)
Elemen perangkat lunak ini mengakibatkan sistem pelaksanaan yang siap digunakan pada aplikasi eksklusif. Contoh : printshop, dapat digunakan buat menciptakan kartu-kartu, kop surat, serta label.

3. E-Commerce
Electronic commerce (EC) merupakan konsep baru yang mampu digambarkan menjadi proses jual beli barang atau jasa dalam World Wide Web Internet (Shim, Qureshi, Siegel, Siegel, 2000) atau proses jual beli atau pertukaran produk, jasa serta keterangan melalui jaringan liputan termasuk Internet (Turban, Lee, King, Chung, 2000).

Kalakota dan Whinston (1997) mendefinisikan EC berdasarkan beberapa perespektif berikut : 
Dari perspektif komunikasi, EC merupakan pengiriman kabar, produk/layanan, atau pembayaran melalui lini telepon, jaringan personal komputer atau sarana elektronik lainnya.

Dari perspektif proses usaha, EC merupakan pelaksanaan teknologi menuju otomatisasi transaksi serta genre kerja perusahaan.

Dari perspektif layanan, EC adalah satu alat yg memenuhi asa perusahaan, konsumen, serta manajemen pada memangkas service cost waktu menaikkan mutu barang dan kecepatan pelayanan.

Dari perspektif online, EC kepasitas jual beli produk dan liputan pada Internet serta jasa online lainnya.

Kemampuan buat membandingkan dan membeli produk dalam internet mengubah praktik usaha banyak perusahaan. E-Commerce menjanjikan efek yang sangat akbar buat setiap industri. Dunia bisnis memakai internet buat melakukan pembelian barang. Keuntungan internet dalam konsumen sangat banyak dan konkret. Kemampuan buat mencari produk serta membandingkan harganya menjadi sangat mudah. Konsumen tidak perlu pergi ke toko buat menerima informasi tentang produk serta harga suatu barang tertentu. 

Perusahaan jua munggunakan keuntungan menurut kenaikan penggunaan internet pada bidang bisnis eceran. Pengusaha eceran bisa meraih pasar yg lebih luas tanpa perlu melakukan investasi menggunakan membangun toko secara tradisional. Sebagai tambahan, pengusaha eceran yang sudah online mampu menghasilkan pendapatan lainnya selain penjualan barang. Pengusaha eceran yg telah online menerima laba menurut penjualan iklan, ongkos sewa, serta penjualan database pelanggan. Berikut ini adalah beberapa industri yg telah mengalami perubahan :
1. Perjalanan Tiket. Penerbangan bisa dibeli dengan bonus yang sangat tinggi melalui beberapa pengecer online. Terlebih wisatawan bisa menyelidiki tujuan wisata, memesan kamar hotel, dan menyewa kendaraan beroda empat, kesemuanya pada beberapa menit pada personal komputer .
2. Komputer dan aksesori. Para konsumen sangat menyukai pembelian online yg menunjang teknologi. Paket personal komputer , perlengkapan tambahan, dan aplikasi bisa dibeli melalui media online. 
3. Produk pakaian. Beberapa pengecer telah dapat mencapai penjualan baju dengan baik melalui situs. Mereka bisa memberikan harga yang lebih murah dan banyak sekali contoh yang lebih trendy.

Klasifikasi E-commerce:
1. Business-to-business (B2B)
Kebanyakan E-Commerce yang diterapkan ketika ini adalah tipe B2B. E-Commerce tipe ini mencakup transaksi IOS yang digambarkan tadi serta transaksi antar organisasi yg dilakukan di electronic market. Contohnya Wal-Mart dengan Warner-Lambert.

2. Business-to-consumer (B2C)
Ini adalah transaksi eceran menggunakan pembeli perorangan. Pembeli khas di Amazon.com merupakan seorang konsumen, atau seorang pelanggan. Contoh yang lain, contohnya Barnes & Nobles, Cisco, Dell, Compaq dan sebagainya. 

3. Consumer-to-business (C2B)
Termasuk ke pada kategori ini merupakan perseorangan yg menjual produk-produk atau layanan ke organisasi, serta perseorangan yg mencari penjual, berinteraksi menggunakan mereka, serta menyepakati suatu transaksi.

4. Consumer-to-consumer (C2C)
Dalam kategori ini, seorang konsumen menjual secara pribadi ke konsumen lainnya. Contohnya adalah ketika ada perorangan yg melakukan penjualan di classified ads (contohnya,www.classified2000.com) dan menjual properti rumah hunian, mobil, serta sebagainya. Mengiklankan jasa eksklusif di internet serta menjual pengetahuan dan keahlian merupakan contoh lain C2C. Sejumlah situs pelelangan memungkinkan perorangan buat memasukkan item-item supaya disertakan pada pelelangan. Akhirnya, poly perseorangan yang memakai intranet serta jaringan organisasi buat mengiklankan item-item yang akan dijual atau juga memberikan aneka jasa. Contoh lain yg terkenal adalah eBay.com, yaitu perusahaan lelang. 

5. Nonbusiness E-Commerce
Dewasa ini makin banyak jumlah forum non-bisnis seperti lembaga akademis, organisasi nirlaba, organisasi keagamaan, organisasi sosial, serta forum-lembaga pemerintahan yang menggunakan aneka macam tipe E-Commerce untuk mengurangi porto (misalnya, memperbaiki purchasing) atau buat menaikkan operasi dan layanan publik.