PENGERTIAN PENDIDIKAN KARAKTER

1. Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter pada hakikatnya merupakan sebuah perjuangan bagi setiap individu buat menghayati kebebasannya pada relasi mereka dengan orang lain dan lingkungannya, sebagai akibatnya beliau dpat semkain mengukuhkan dirinya menjadi eksklusif yang unik dan spesial dan memiliki integritas moral yang bisa dipertanggung jawabkan.
Pengertian pendidikan karakter tersebut selain sejalan dengan pengertian karakter itu sendiri, yakni menjadi cetak biru, format dasar, sidik jari, sesuatu yang spesial dan chemistry, juga adalah struktur antropologi manusia; karena disanalah insan menghayati kebebasannya serta mengatasi keterbatasan dirinya. Struktur ontropologis ini melihat bahwa karakter  bukan sekadar hasil menurut sebuah tindakan, melainkan secara struktur merupakan hasil dan proses. Menurut Doni Koesoema A., (2007: tiga) dinamika ini menjadi semacam dialektika terus-menerus dalam diri manusia buat menghayati kebebasannya serta mengatasi keterbatasannya.

Lebih lanjut pendidikan karakter jua terkait menggunakan tiga matra pendidikan, yaitu pendidikan individual, pendidikan social dan pendidikan moral. Selanjutnya pendidikan social terkait dengan kemampuan mnusia pada membangun hubungan dengan insan serta lembaga lain secara harmonis dan funngsional yg selanjutnya menjadi cermin kebebasannya dalam mengorganisasi dirinya.
Dengan demikian, karakter yg didapatkan melalui tiga matra pendidikan tadi merupakan syarat dinamis berdasarkan struktur antropologi individu, yaitu individu yg tidak mau sekedar berhenti atas determinasi kodratnya, melaikan juga sebuah uusaha hayati buat sebagai semakin integral mengatasi determinasi alam pada dirinya, dan proses penyempurnaan dirinya secara terus-menerus. Pendidikan karakter dalam arti yang demikian itu, dari Ahmad Amin, pada etika (1983:143) adalah pendidikan yang semenjak usang sudah diperjuangkan oleh para filusuf, ahli pikir, bahkan para Rosul utusan Tuhan. Yaitu pendidikan karakter yang bersifat integral, keseluruhan, dinamis, komprehensif dan monoton hingga terbentuk sosok insan yang terbina semua potensi dirinya, serta memiliki kebebasan dan tanggung jawab buat mengekspresikan dalam seluruh aspek kehidupan.
Dalam pendidikan agama memberikan sumbangan bagi pendidikan karakter pada hal menanamkan fondasi yang lebih kokoh, kemertabatan yg paling luhur, kekayaan yang paling tinggi serta sumber kedamaian insan yg paling dalam. Pendidikan kepercayaan berperan amat penting dibandingkan pendidikan moral dan nilai sebagaimana tadi di atas, pada hal mempersatukan diri insan dengan empiris terakhir yg lebih tinggi, yaitu Tuhan Sang Pencipta yg sebagai fondasi kehidupan insan. Pendidikan kepercayaan yg menaruh sumbangan bagi pendidikan karakter tesebut, menurut Nurcholis Madjid, dalam menciptakan pulang Indonesia, (2004: 39), merupakan pendidikan kepercayaan yg tidak hanya berhenti dalam sebatas simbol-simbol dan pelaksanaan ritualistic. Melaikan pendidikan agama yang bisa mengajak siswa buat bisa menangkap makna hakiki yang terdapat pada baliknya.
Pendidikan karakter yang ditopang sang pendidikan moral, pendidikan nilai, pendidikan kepercayaan , dan pendidikan kewarganegaraan sama-sama membantu anak didik buat tumbuh secara lebih matang serta kaya, baik menjadi individu, juga menjadi makhluk sosial dalam konteks kehidupan bersama.
2. Pilar-pilar Pendidikan Moral
Berbagai fenomena serta realitas yang sebagai penghambat bagi terlasananya pendidikan moral, pendidikan nilai pendidikan agama serta pendidikan kewarganegaraan sebagai pilar-pilar pendukung pendidikan karakter tersebut kian hari tampak semakin parah dan lemah.
Realisasi pendidikan karakter tersebut jua harus ditopang oleh 3 pilar utama lembaga pendidikan, yaitu rumah tangga, sekolah serta warga (negara). Pendidikan dirumah tangga dilakukan sang orang tua dan anggota keluarga terdekat lainnya menggunakan dasar tanggung jawab moral keagamaan, yakni menganggap bahwa anak menjadi titipan dan amanah Tuhan yang harus dipertanggung jawabkan. Dilihat berdasarkan segi kecenderungannya, terdapat orang tua yang menginginkan anaknya dididik pada konteks lingkungan yang multicultural, ada juga orang tua yg ingin anaknya dididik dengan pendidikan yang diterimanya dirumah dan terdapat juga orang tua yg nir puas menggunakan pelayanan penddidikan yang diberikan sang sekolah, sehingga mereka menginginkan sebuah pendidikan cara lain yang selanjutnya dikenal dengan home schooling dan sebagainya.
Bertolak dari berbagai kekurangan yg dimiliki orang tua pada rumah, maka pendidikan karakter selanjutnya diserahkan kepada sekolah, menggunakan pertimbangan selain lantaran adalah institusi yg dibangun menggunakan tugas utamanya mendidik karakter bangsa, jua disekolah terdapat infrastruktur, sarana prasarana, SDM, manajemen, system, dan lainnya yang berkaitan menggunakan urusan pendidikan. Budaya sekolah yang buruk, seperti kultur tidak jujur, menyontek, mengatrol nilai, manipulasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), bisnis kitab pelajaran yg merugikan siswa, tidak disiplin, kurang bertanggung jawab terhadap kebersihan serta kesehatan lingkungan, hingga pelecehan seks masih mewarnai lembaga pendidikan yg bernama sekolah ini. Akibat dari keadaan ini, maka seseorang anak yg sebelum masuk sekolah terlihat jujur, taat beribadah, sopan dan santun, namun sesudah tamat sekolah malah akhlak serta karakternya semakin merosot.

Selanjutnya karena tempat tinggal tangga dan sekolah menjadi pilar-pilar utama bagi pendidikan karakter tadi telah kurang efektif lagi, bahkan telah musnah, maka pemerintah serta warga pula harus bertanggung jawab, otoritas, dana, fasilitas, sumber daya manusia dan system yg dimilikinya, pemerintah memiliki peluang yang lebih akbar buat menyelenggarakan pendidikan karakter  bangsa. Tetapi demikian, pilar pemerintah ini pun pada keadaan ringkih dan nir efektif. Banyaknya pejabat pemerintah mulai menurut atas hingga bawah, mulai berdasarkan pusat hingga kedaerah yg terlibat dalam tindak korupsi, penyalahgunaan jabatan serta kewenangan yang berdampak dalam kerusakan lingkungan, serta adanya sejumlah kebijakan yg dinilai tidak berpihak pada rakyat kecil, dan pola hidup foya-foya, mengakibatkan bagi pendidikan karakter  sebagai amat merosot.

Sumber : Dari Berbagai asal !!

PENGERTIAN PENDIDIKAN

Cara flexi --- Pendidikan : (dalam arti sesungguhnya) adalah kata Pendidikan atau 'Edukasi' diambil menurut istilah 'education' atau 'pendidikan' pada bahasa Latin 'educo' yang berarti meng-'edusi', menarik keluar, menyebarkan menurut pada.
Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata pendidikan asal berdasarkan kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ serta akhiran ‘an’, maka kata ini memiliki arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan perilaku dan rapikan laku seseorang atau grup orang dalam usaha mendewasakan manusiamelalui upaya pengajaran serta pelatihan.
Pada dasarnya pengertian Pendidikan adalah bisnis sadar buat menyiapkan peserta didik melalui aktivitas bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yg akan tiba. Menurut Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 Pendidikan adalah bisnis sadar dan terpola buat mewujudkan suasana belajar serta proses pembelajaran supaya peserta didik secara aktif berbagi potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menyebutkan tentang pengertian pendidikan yaitu: Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hayati tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada dalam anak-anak itu, agar mereka menjadi insan dan sebagai anggota warga dapatlah mencapai keselamatan serta kebahagiaan dengan tinggi-tingginya.
Sedangkan pengertian pendidikan berdasarkan H. Horne, adalah proses yg terus menerus (kekal) berdasarkan penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk insan yang telah berkembang secara fisik dan mental, yg bebas dan sadar pada vtuhan, seperti termanifestasi pada alam kurang lebih intelektual, emosional serta humanisme menurut insan.
Dalam pengertian yg sederhana dan umum makna pendidikan adalah sebagai bisnis manusia buat menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani serta rokhani sesuai dengan nilai-nilai yg ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Usaha-bisnis yang dilakukan buat menanamkan nilai-nilai serta kebiasaan-kebiasaan tersebut dan mewariskannya pada generasi berikutnya buat dikembangkan pada hayati dan kehidupan yang terjadi dalam suatu proses pendidikan. Lantaran bagaimanapun peradaban suatu rakyat, pada dalamnya berlangsung dan terjadi suatu proses pendidikan menjadi bisnis manusia buat melestarikan hidupnya. Atau dengan istilah lain bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai suatu hasi peradaban bangsa yg dikembangkan atas dasar pandangan hidup bangsa itu sendiri (nilai dan kebiasaan masyarakat) yg berfingsi menjadi filsafat pendidikannya atau menjadi hasrat dan pernyataan tujuan pendidikannya (Djumransyah Indar, 1994 : 16).

Dari beberapa pengertian pendidikan dari ahli tadi maka bisa disimpulkan bahwa Pendidikan merupakan Bimbingan atau pertolongan yang diberikan sang orang dewasa kepada perkembangan anak buat mencapai kedewasaannya dengan tujuan supaya anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak menggunakan bantuan orang lain. 

Pengertian Pendidikan Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional :
Dalam perspektif teoritik, pendidikan acapkali diartikan serta dimaknai orang secara majemuk, bergantung pada sudut pandang masing-masing serta teori yang dipegangnya. Terjadinya perbedaan penafsiran pendidikan pada konteks akademik merupakan sesuatu yg masuk akal, bahkan bisa semakin memperkaya khazanah berfikir insan dan bermanfaat buat pengembangan teori itu sendiri.
Tetapi buat kepentingan kebijakan nasional, seyogyanya pendidikan bisa dirumuskan secara jelas serta gampang dipahami sang semua pihak yg terkait menggunakan pendidikan, sehingga setiap orang dapat mengimplementasikan secara tepat serta benar pada setiap praktik pendidikan.
Untuk mengatahui definisi pendidikan pada perspektif kebijakan, kita telah mempunyai rumusan formal dan operasional, sebagaimana termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS, yakni:
    Pendidikan merupakan usaha sadar serta terpola buat mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif menyebarkan potensi dirinya buat memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, warga , bangsa serta negara.
Berdasarkan definisi pada atas, saya menemukan tiga (tiga) utama pikiran utama yg terkandung di dalamnya, yaitu: (1) bisnis sadar serta bersiklus; (dua) mewujudkan suasana belajar serta proses pembelajaran supaya siswa aktif berbagi potensi dirinya; dan (3) mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, warga , bangsa dan negara. Di bawah ini akan dipaparkan secara singkat ketiga pokok pikiran tadi.
1. Usaha sadar dan bersiklus.
Pendidikan menjadi bisnis sadar dan terencana memperlihatkan bahwa pendidikan merupakan sebuah proses yg disengaja serta dipikirkan secara matang (proses kerja intelektual). Oleh karenanya, di setiap level manapun, kegiatan pendidikan harus disadari dan direncanakan, baik pada tataran nasional (makroskopik), regional/provinsi serta kabupaten kota (messoskopik), institusional/sekolah (mikroskopik) juga operasional (proses pembelajaran sang guru).
Berkenaan dengan pembelajaran (pendidikan dalam arti terbatas), dalam dasarnya setiap kegiatan pembelajaran pun wajib direncanakan terlebih dahulu sebagaimana diisyaratkan dalam Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007. Menurut Permediknas ini bahwa perencanaan proses pembelajaran mencakup penyusunan silabus dan rencana aplikasi pembelajaran (RPP) yg memuat bukti diri mata pelajaran, baku kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi saat, metode pembelajaran, aktivitas pembelajaran, penilaian output belajar, dan asal belajar.
2. Mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif menyebarkan potensi dirinya
Pada utama pikiran yg kedua ini aku melihat adanya pengerucutan kata pendidikan sebagai pembelajaran. Jika dipandang secara sepintas mungkin seolah-olah pendidikan lebih dimaknai pada setting pendidikan formal semata (persekolahan). Terlepas dari benar-tidaknya pengerucutan makna ini, pada pokok pikiran ke 2 ini, aku menangkap pesan bahwa pendidikan yang dikehendaki merupakan pendidikan yang bercorak pengembangan (developmental) serta humanis, yaitu berusaha membuatkan segenap potensi didik, bukan bercorak pembentukan yang bergaya behavioristik. Selain itu, aku juga melihat ada dua kegiatan (operasi) primer dalam pendidikan: (a) mewujudkan suasana belajar, dan (b) mewujudkan proses pembelajaran.
a. Mewujudkan suasana belajar
Berbicara mengenai mewujudkan suasana pembelajaran, nir dapat dilepaskan menurut upaya menciptakan lingkungan belajar, diantaranya meliputi: (a) lingkungan fisik, seperti: bangunan sekolah, ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang ketua sekolah, ruang pengajar, ruang BK, taman sekolah dan lingkungan fisik lainnya; dan (b) lingkungan sosio-psikologis (iklim dan budaya belajar/akademik), seperti: komitmen, kolaborasi, ekspektasi prestasi, kreativitas, toleransi, ketenangan, kebahagiaan serta aspek-aspek sosio–emosional lainnya, lainnya yang memungkinkan siswa buat melakukan kegiatan belajar.
Baik lingkungan fisik juga lingkungan sosio-psikologis, keduanya didesan supaya peserta didik dapat secara aktif mengembangkan segenap potensinya. Dalam konteks pembelajaran yang dilakukan guru, di sini tampak jelas bahwa keterampilan pengajar dalam mengelola kelas (classroom management) menjadi amat krusial. Dan pada sini juga, tampak bahwa peran pengajar lebih diutamakan menjadi fasilitator belajar murid .
b. Mewujudkan proses pembelajaran
Upaya mewujudkan suasana pembelajaran lebih ditekankan buat menciptakan kondisi serta pra syarat agar murid belajar, sedangkan proses pembelajaran lebih mengutamakan pada upaya bagaimana mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau kompetensi murid. Dalam konteks pembelajaran yg dilakukan guru, maka pengajar dituntut buat bisa mengelola pembelajaran (learning management), yg meliputi perencanaan, aplikasi, serta penilaian pembelajaran (lihat Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007 mengenai Standar Proses). Di sini, guru lebih berperan menjadi agen pembelajaran (Lihat penjelasan PP 19 tahun 2005), tetapi pada hal ini saya lebih senang memakai istilah manajer pembelajaran, dimana pengajar bertindak sebagai seseorang planner, organizer dan evaluator pembelajaran)
Sama seperti dalam mewujudkan suasana pembelajaran, proses pembelajaran pun seyogyanya dirancang supaya siswa bisa secara aktif membuatkan segenap potensi yg dimilikinya, menggunakan mengedepankan pembelajaran yang berpusat dalam anak didik (student-centered) dalam bingkai contoh serta strategi pembelajaran aktif (active learning), ditopang sang peran guru sebagai fasilitator belajar.
3. Memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yg diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pokok pikiran yg ketiga ini, selain merupakan bagian berdasarkan definisi pendidikan sekaligus menggambarkan pula tujuan pendidikan nasional kita , yg berdasarkan hemat aku telah demikian lengkap. Di sana tertera tujuan yang berdimensi ke-Tuhan-an, eksklusif, dan sosial. Artinya, pendidikan yang dikehendaki bukanlah pendidikan sekuler, bukan pendidikan individualistik, dan bukan juga pendidikan sosialistik, tetapi pendidikan yg mencari ekuilibrium diantara ketiga dimensi tersebut.
Jika belakangan ini gencar disosialisasikan pendidikan karakter, menggunakan melihat utama pikiran yang ketiga berdasarkan definisi pendidikan ini maka sesungguhnya pendidikan karakter telah tersirat dalam pendidikan, jadi bukanlah sesuatu yang baru.
Selanjutnya tujuan-tujuan tersebut dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan pendidikan pada bawahnya (tujuan level messo dan mikro) dan dioperasionalkan melalui tujuan pembelajaran yang dilaksanakan sang guru dalam proses pembelajaran. Ketercapaian tujuan – tujuan pada tataran operasional memiliki arti yang strategis bagi pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Berdasarkan uraian pada atas, kita melihat bahwa dalam definisi pendidikan yang tertuang pada UU No. 20 Tahun 2003, tampaknya nir hanya sekedar mendeskripsikan apa pendidikan itu, namun memiliki makna dan implikasi yg luas tentang siapa sesunguhnya pendidik itu, siapa siswa (murid) itu, bagaimana seharusnya mendidik, dan apa yang ingin dicapai oleh pendidikan.


Baca Selengkapnya !!

PENDIDIKAN KARAKTER APA MENGAPA DAN BAGAIMANA IMPLEMENTASINYA DI SATUAN PENDIDIKAN

Pendidikan Karakter : Apa, Mengapa, dan Bagaimana Implementasinya pada Satuan Pendidikan 
Pendidikan sesungguhnya adalah transformasi budaya, sehingga problem budaya serta karakter bangsa yg kurang baik akan menjadi sorotan tajam rakyat terhadap pelaksanaan pendidikan pada setiap satuan pendidikan. Sorotan itu tentang aneka macam aspek kehidupan, tertuang dalam aneka macam tulisan pada media cetak, wawancara, obrolan, serta gelar wicara di media elektro. Selain pada media masa, para pemuka warga , para pakar, serta para pengamat pendidikan, serta pengamat sosial berbicara tentang masalah budaya dan karakter bangsa pada aneka macam forum seminar, baik dalam tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yg ada pada masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupn politik yang nir produktif, dan sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di media massa, seminar, serta pada berbagai kesempatan. Berbagai alternatif penyelesaian diajukan misalnya peraturan, undang-undang, peningkatan upaya aplikasi dan penerapan aturan yg lebih bertenaga. 

Alternatif lain yang banyak dikemukakan buat mengatasi, paling tidak mengurangi, masalah budaya dan karakter bangsa yg dibicarakan itu merupakan pendidikan. Pendidikan dipercaya menjadi cara lain yang bersifat preventif lantaran pendidikan menciptakan generasi baru bangsa yang lebih baik. Sebagai cara lain yang bersifat preventif, pendidikan dibutuhkan bisa mengembangkan kualitas generasi belia bangsa pada banyak sekali aspek yg bisa memperkecil serta mengurangi penyebab banyak sekali masalah budaya dan karakter bangsa, mengapa tidak lantaran pendidikan sesungguhnya merupakan transformasi budaya. Memang diakui bahwa output dari pendidikan akan terlihat dampaknya pada saat yang nir segera, namun mempunyai daya tahan serta pengaruh yg kuat di warga dalam saat yang nisbi usang sebagai akibatnya membentuk pendidikan sesungguhnya investasi jangka panjang.

Kurikulum adalah jantungnya pendidikan (curriculum is the heart of education). Oleh karenanya, telah seharusnya kurikulum taraf satuan pendidikan (KTSP), ketika ini, memberikan perhatian yg lebih akbar pada pendidikan budaya serta karakter bangsa dibandingkan kurikulum masa sebelumnya, bepergian kurikulum pada Indonesia berdasarkan tahun 1947 hingga dengan tahun 2004 (sebelum KTSP) adalah:

(1) pada tahun 1947 
• Perubahan kisi-kisi pendidikan berdasarkan orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional 
• Asas Pendidikan ditetapkan: Panca Sila 
• Baru dilaksanakan pada sekolah-sekolah tahun 1950
• Memuat 2 hal utama: 
1. Daftar mata pelajaran; 
2. Garis-garis pengajaran 
• Mengurangi pendidikan pikiran, mengutamakan pendidikan watak, pencerahan bernegara serta bermasyarakat, mteri pelajaran dihubungkan menggunakan insiden sehari-hari, perhatian thd kesenian serta pendidikan jasmani.

(dua) Tahun 1952 : 
• Lebih merinci setiap mata pelajaran 
• Silabus lebih kentara, satu pengajar mengajar satu mapel 

(3) Tahun 1954 (kurikulum gaya usang):
• Tujuan Pembelajaran tidak dinyatakan secara jelas 

(4) Tahun 1962 (kurikulum gaya baru 
• Mempercepat pembangunan nasional 
• Membangun interaksi menggunakan bangsa-bangsa lain
• Menjalankan kebijakan luar negeri negara 

(5) Tahun 1964 
• Fokus dalam pengembangan daya, cipta, rasa, karsa, serta moral (pancawardhana)
• Mata pelajaran dikelompokkan sebagai lima grup bidang studi: 
1. Moral; 
2. Kecerdasan; 
3. Emosional/artistik; 
4. Keprigelan (ketrampilan); 
5. Jasmaniah 
• Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional simpel 

(6) Tahun 1968 
• Merupakan revisi Kurikulum 1964, yang dicitrakan sebgai produk orde lama  
• Tujuan: membangun insan Panca Sila seutuhnya. 
• Menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pelatihan Panca Sila, Pengetahuan Dasar, serta Kecakapan Khusus 
• Jumlah mata pelajaran : 9. 
• Muatan materi bersifat teoritis, tdk mengaitkan menggunakan permasalahan faktual di lapangan 
• Titik berat: materi apa saja yg tepat diberikan pada anak didik di tiap jenjang pendidikan

(7) Tahun 1975 
• Menekankan dalam tujuan, agar pendidikan lebih efisien serta efektif 
• Dipengaruhi oleh konsep pada bidang manajemen, yaitu MBO (Management by Objective)
• Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI)
• Lahir istilah Satpel (Satuan pelajaran), yaitu planning pelajaran setiap satuan bahasan 
• Setiap satpel dirinci lagi: Tujuan Instruksional Umum, Tujuan Instruksional Khusus, Materi Pelajaran, Alat pelajaran, Kegiatan Belajar-Mengajar, dan Evaluasi 
• Banyak dikritik karena pengajar banyak dibentuk sibuk menulis rincian dari setiap kegiatan pembelajaran 

(8) Tahun 1984 
• Mengusung process skill approach (pendekatan ketrampilan proses), dg tetap menduga penting faktor tujuan 
• Sering pula diklaim ‘Kurikulum 1975 yg disempurnakan’
• Siswa diposisikan sebagai subyek belajar (mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan, sampai melaporkan). 
• Model pembelajaran ini diklaim CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), atau SAL (Student Active Learning). 
• Tokoh krusial dibalik lahirnya Kur. 1984 merupakan Prof. Conny R. Semiawan (Kepala Puskur1980-1986), pula Rektor IKIP Jakarta (1984-1992).
• Konsep CBSA yg mengagumkan secara teori serta mengagumkan hasilnya saat pada sekolah-sekolah yg dujicobakan, mengalami poly deviasi serta reduksi waktu dilaksanakan secara nasional.
• Yang menonjol hanyalah kegaduhan waktu diskusi, dan di sana-sini terdapat tempelan gambar-gambar , guru tidak lagi mengajar model ceramah. 
• Banyak bermunculan penolakan thd CBSA

(9) Tahun 1994 Suplemen tqhun 1999 
• Merupakan upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya (Kur. 1975 & Kur. 1984), yaitu pendekatan tujuan serta proses.
• Banyak mendapatkan kritik karena beban belajar murid terlalu berat, berdasarkan muatan nasional sampai muatan lokal. 
• Berbagai kepentingan kelompok-gerombolan masyarakat mendesakkan agar informasi-gosip tertentu masuk dalam kurikulum. 
• Menjelma menjadi kurikulum super padat 
• Diterbitkan Suplemen Kurikulum 1999, berisi pengaturan pada materi yang di Kur. 1994 diserahkan pengurutannya pada para guru

(10) Tahun 2004 
• Juga dikenal menggunakan KBK (kurikulum Berbasis Kompetensi).
• Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apa yg mesti dicapai. 
• Muncul kerancuan bila dikaitkan dengan indera ukur kompetensi murid, yaitu ujian!, baik yg berupa ujian nasional maupun ujian akhir sekolah menggunakan soal pilihan ganda. 
• Mestinya lebih poly pada praktek dan soal uraian terbuka buat mengukur taraf kompetensi murid.
• Banyak guru jua belum tahu esensi berdasarkan KBK
• Sampai akhirnya diganti, Kurikulum 2004 masih dalam tingkat uji coba 

(11)KTSP 
• Ditinjau menurut segi isi dan proses pencapaian taget kompetensi pelajaran oleh anak didik dan teknis penilaiannya tidaklah (banyak) berbeda dengan Kurikulum 2004. 
• Perbedaan dengan Kurikulum 2004 yg paling tampak adalah bahwa guru lebih diberikan kebebasan utk merencanakan pembelajaran sesuai dg kondisi siswa serta syarat sekolah berada. 
• Pemerintah- dalam hal ini Depdiknas, hanya memutuskan kerangka dasar, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Kompetensi & Kompetensi Dasar tiap mata pelajaran. 
• Selebihnya, (indikator, materi, maupun penilaiannya) diserahkan kepada para guru & satuan pendidikan pada bawah koordinasi dan pengawasan pemerintah kab./kota. 

Uraian di atas menerangkan bahwa penyusunan KTSP sebagai landasan pengelolaan pembelajaran dalam satuan pendidikan yg dapat merespon pendidikan menjadi transformasi budaya yang dalam akhirnya menghasilkan luaran pendidikan yang beriptek dan berimtaq dapat tewujud dengan cataan asal daya insan pengelolah satuan pendidikan mempunyai kualitas yang memadai.

Pengawas sekolah yang adalah Jabatan fungsional Pengawas Sekolah merupakan jabatan fungsional yg mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab dan wewenang buat melaksanakan kegiatan supervisi akademik serta manajerial pada satuan pendidikan (Permenpan serta RB no. 21 Th 2010). Oleh sebab itu maka pengawas sekolah memegang peran yang stragis buat membantu satuan pendidikan pada pengelolaan buat mewujudkan luaran satuan pendidikan yang berkarakter. Olehyang itu bagaimana implementasi pendidikan karatek bangsa kedalam KTSP 

Pengertian Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
Undang-Undang Republik Indonesia angka 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi serta tujuan pendidikan nasional yg wajib digunakan pada membuatkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal tiga UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi membuatkan serta membangun tabiat serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan buat berkembangnya potensi siswa agar menjadi insan yg beriman serta bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi rakyat negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional itu adalah rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan sang setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional sebagai dasar pada pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

Untuk mendapatkan wawasan mengenai arti pendidikan budaya serta karakter bangsa perlu dikemukakan pengertian istilah budaya, karakter bangsa, serta pendidikan. Pengertian yg dikemukakan di sini dikemukakan secara teknis dan dipakai dalam berbagi panduan ini. Guru-pengajar Antropologi, Pendidikan Kewarganegaraan, dan mata pelajaran lain, yg istilah-kata itu menjadi utama bahasan dalam mata pelajaran terkait, permanen mempunyai kebebasan sepenuhnya membahas dan berargumentasi mengenai kata-istilah tersebut secara akademik.

Budaya diartikan menjadi holistik sistem berpikir, nilai, moral, norma, serta keyakinan (belief) manusia yg didapatkan rakyat. Sistem berpikir, nilai, moral, kebiasaan, dan keyakinan itu merupakan output menurut interaksi manusia menggunakan sesamanya serta lingkungan alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan itu dipakai pada kehidupan insan dan membuat sistem sosial, sistem ekonomi, sistem agama, sistem pengetahuan, teknologi, seni, serta sebagainya. Manusia sebagai makhluk sosial sebagai pembuat sistem berpikir, nilai, moral, kebiasaan, dan keyakinan; akan tetapi jua dalam hubungan dengan sesama manusia serta alam kehidupan, insan diatur sang sistem berpikir, nilai, moral, norma, serta keyakinan yg telah dihasilkannya. Ketika kehidupan insan terus berkembang, maka yang berkembang sesungguhnya adalah sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan , ilmu, teknologi, dan seni. Pendidikan merupakan upaya terjadwal dalam mengembangkan potensi peserta didik, sebagai akibatnya mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yg diwariskan masyarakatnya serta mengembangkan warisan tadi ke arah yang sesuai buat kehidupan masa kini dan masa mendatang.

Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seorang yg terbentuk berdasarkan output internalisasi banyak sekali kebajikan (virtues) yg diyakini dan dipakai menjadi landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, serta bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, serta kebiasaan, seperti amanah, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat pada orang lain. Interaksi seorang menggunakan orang lain menumbuhkan karakter rakyat serta karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya bisa dilakukan melalui pengembangan karakter individu seorang. Akan tetapi, karena insan hayati dalam ligkungan sosial serta budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya bisa dilakukan pada lingkungan sosial dan budaya yg berangkutan. Artinya, pengembangan budaya serta karakter bangsa hanya dapat dilakukan pada suatu proses pendidikan yang nir melepaskan siswa dari lingkungan sosial,budaya rakyat, serta budaya bangsa. Lingkungan sosial serta budaya bangsa adalah Pancasila; jadi pendidikan budaya serta karakter bangsa haruslah dari nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mendidik budaya dan karakter bangsa adalah berbagi nilai-nilai Pancasila dalam diri peserta didik melalui pendidikan hati, otak, dan fisik. 

Pendidikan adalah suatu usaha yg sadar dan sistematis dalam berbagi potensi peserta didik. Pendidikan adalah juga suatu bisnis warga serta bangsa pada mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan warga dan bangsa yg lebih baik pada masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya serta karakter yang sudah dimiliki rakyat dan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan merupakan proses pewarisan budaya serta karakter bangsa bagi generasi muda serta jua proses pengembangan budaya serta karakter bangsa buat peningkatan kualitas kehidupan warga serta bangsa di masa mendatang. Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif peserta didik berbagi potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam berteman pada masyarakat, membuatkan kehidupan warga yang lebih sejahtera, serta membuatkan kehidupan bangsa yg bermartabat. 

Atas dasar pemikiran itu, pengembangan pendidikan budaya serta karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan yg sesuai, serta metode belajar dan pembelajaran yg efektif. Sesuai menggunakan sifat suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan bisnis bersama sekolah; oleh karena itu harus dilakukan secara beserta oleh semua guru serta pemimpin sekolah, melalui semua mata pelajaran, serta menjadi bagian yang tak terpisahkan berdasarkan budaya sekolah.

Landasan Pedagogis Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
Pendidikan merupakan suatu upaya sadar buat mengembangkan potensi siswa secara optimal. Usaha sadar itu tidak boleh dilepaskan berdasarkan lingkungan peserta didik berada, terutama berdasarkan lingkungan budayanya, lantaran peserta didik hayati tak terpishkan pada lingkungannya dan bertindak sinkron menggunakan kaidah-kaidah budayanya. Pendidikan yg tidak dilandasi oleh prinsip itu akan mengakibatkan siswa tercerabut berdasarkan akar budayanya. Ketika hal ini terjadi, maka mereka tidak akan mengenal budayanya dengan baik sebagai akibatnya ia sebagai orang “asing” dalam lingkungan budayanya. Selain sebagai orang asing, yang lebih mengkhawatirkan merupakan beliau sebagai orang yg tidak menyukai budayanya.

Budaya, yg menyebabkan siswa tumbuh serta berkembang, dimulai berdasarkan budaya pada lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan yang lebih luas yaitu budaya nasional bangsa dan budaya universal yg dianut sang ummat manusia. Jika siswa sebagai asing dari budaya terdekat maka dia nir mengenal menggunakan baik budaya bangsa dan beliau tidak mengenal dirinya sebagai anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian, dia sangat rentan terhadap imbas budaya luar serta bahkan cenderung buat mendapat budaya luar tanpa proses pertimbangan (valueing). Kecenderungan itu terjadi karena beliau tidak memiliki kebiasaan dan nilai budaya nasionalnya yang bisa dipakai menjadi dasar untuk melakukan pertimbangan (valueing). 

Semakin kuat seseorang mempunyai dasar pertimbangan, semakin bertenaga juga kesamaan buat tumbuh dan berkembang sebagai warga negara yang baik. Pada titik kulminasinya, norma serta nilai budaya secara kolektif dalam taraf makro akan menjadi norma serta nilai budaya bangsa. Dengan demikian, peserta didik akan menjadi rakyat negara Indonesia yang memiliki wawasan, cara berpikir, cara bertindak, serta cara menyelesaikan perkara sinkron dengan kebiasaan dan nilai ciri ke-Indonesiaannya. Hal ini sesuai menggunakan fungsi utama pendidikan yg diamanatkan dalam UU Sisdiknas, “menyebarkan kemampuan dan menciptakan tabiat serta peradaban bangsa yg bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Oleh karena itu, aturan dasar yang mengatur pendidikan nasional (UUD 1945 serta UU Sisdiknas) telah memberikan landasan yang kokoh buat menyebarkan holistik potensi diri seseorang menjadi anggota warga dan bangsa.

Pendidikan merupakan suatu proses enkulturasi, berfungsi mewariskan nilai-nilai serta prestasi masa lalu ke generasi mendatang. Nilai-nilai dan prestasi itu adalah kebanggaan bangsa serta mengakibatkan bangsa itu dikenal oleh bangsa-bangsa lain. Selain mewariskan, pendidikan pula memiliki fungsi buat membuatkan nilai-nilai budaya dan prestasi masa lalu itu sebagai nilai-nilai budaya bangsa yang sinkron menggunakan kehidupan masa kini serta masa yang akan tiba, serta berbagi prestasi baru yang menjadi karakter baru bangsa. Oleh karena itu, pendidikan budaya serta karakter bangsa merupakan inti berdasarkan suatu proses pendidikan. 

Proses pengembangan nilai-nilai yg sebagai landasan dari karakter itu menghendaki suatu proses yg berkelanjutan yang terintegrasi disetiap mata pelajaran yang ada pada satuan pendidikan sebagai akibatnya harus ditegaskan implentasinya pada kurikulum tingkat satuan pendidikan yg selanjutnya dituangkan pada silabus serta rencana palaksanaan pembelajaran disetiap mata pelajaran. Pendidikan budaya serta karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan yang menjadi nilai dasar budaya serta karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut suatu karakter pada dasarnya merupakan nilai. Oleh karenanya pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya merupakan pengembangan nilai-nilai yang berasal berdasarkan pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yg terumuskan pada tujuan pendidikan nasional. 

Fungsi Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
Fungsi pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah:
1. Pengembangan: pengembangan potensi siswa buat menjadi eksklusif berperilaku baik; ini bagi peserta didik yg sudah mempunyai sikap dan konduite yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa; 
2. Perbaikan: memperkuat peran pendidikan nasional buat bertanggung jawab dalam pengembangan potensi siswa yang lebih bermartabat; dan
3. Penyaring: buat menyaring budaya bangsa sendiri serta budaya bangsa lain yang nir sesuai menggunakan nilai-nilai budaya serta karakter bangsa yang bermartabat.

Tujuan Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
Tujuan pendidikan budaya serta karakter bangsa merupakan:
1. Membuatkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik menjadi manusia dan warganegara yang mempunyai nilai-nilai budaya dan karakter bangsa;
2. Menyebarkan norma dan perilaku siswa yg terpuji serta sejalan dengan nilai-nilai universal serta tradisi budaya bangsa yang religius; 
3. Menanamkan jiwa kepemimpinan serta tanggung jawab siswa menjadi generasi penerus bangsa;
4. Menyebarkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan
5. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah menjadi lingkungan belajar yg aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi serta penuh kekuatan (dignity).

Nilai-nilai pada Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Nilai-nilai yg dikembangkan dalam pendidikan budaya serta karakter bangsa diidentifikasi menurut sumber-sumber berikut adalah.
1. Agama: masyarakat Indonesia merupakan rakyat beragama. Oleh karenanya, kehidupan individu, rakyat, serta bangsa selalu didasari pada ajaran agama serta kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal berdasarkan kepercayaan . Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya serta karakter bangsa harus berdasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yg dari menurut agama.

2. Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan serta kenegaraan yg diklaim Pancasila. Pancasila masih ada pada Pembukaan UUD 1945 serta dijabarkan lebih lanjut pada pasal-pasal yg terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yg terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yg mengatur kehidupan politik, aturan, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi rakyat negara yang lebih baik, yaitu warga negara yg memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila pada kehidupannya menjadi masyarakat negara.

3. Budaya: menjadi suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yg hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam hadiah makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat itu. Posisi budaya yg demikian krusial pada kehidupan rakyat mengharuskan budaya sebagai asal nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.

4. Tujuan Pendidikan Nasional: menjadi rumusan kualitas yg harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan pada aneka macam jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat banyak sekali nilai humanisme yg harus dimiliki rakyat negara Indonesia. Oleh karenanya, tujuan pendidikan nasional adalah asal yg paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya serta karakter bangsa. 

Berdasarkan keempat asal nilai itu, teridentifikasi sejumlah nilai buat pendidikan budaya serta karakter bangsa menjadi berikut adalah. 

Tabel Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
NILAI
DESKRIPSI
1. Religius
Sikap dan konduite yg patuh dalam melaksanakan ajaran kepercayaan   yg dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah kepercayaan lain, serta hayati rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur
Perilaku yg didasarkan dalam upaya berakibat dirinya menjadi orang yg selalu bonafide dalam perkataan, tindakan, serta pekerjaan.
3. Toleransi
Sikap serta  tindakan yg menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yg tidak sama dari dirinya.
4. Disiplin
Tindakan yg menampakan perilaku tertib serta patuh pada aneka macam ketentuan serta peraturan.
5. Kerja Keras
Perilaku yg menampakan upaya benar-benar-benar-benar pada mengatasi aneka macam hambatan belajar serta tugas, dan menuntaskan tugas menggunakan sebaik-baiknya.
6. Kreatif
Berpikir serta melakukan sesuatu buat menghasilkan cara atau hasil baru menurut  sesuatu yg telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap dan perilaku yg nir gampang tergantung pada orang lain pada merampungkan tugas-tugas.
8. Demokratis
Cara berfikir, bersikap, serta bertindak yg menilai sama  hak serta kewajiban dirinya serta orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap serta tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas menurut sesuatu yang dipelajarinya, ditinjau, serta didengar.
10. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa serta negara pada atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air
Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang memperlihatkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan  yang tinggi terhadap bahasa,  lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi
Sikap serta tindakan yg mendorong dirinya buat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/
       Komuniktif
Tindakan yg menunjukkan rasa bahagia berbicara, bergaul, dan bekerja sama menggunakan orang lain.
14. Cinta Damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yg menyebabkan orang lain merasa bahagia dan aman atas kehadiran dirinya.
15.  Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu buat membaca banyak sekali bacaan yang menaruh kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yg selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam pada sekitarnya, serta berbagi upaya-upaya buat memperbaiki kerusakan alam yg telah terjadi.
17. Peduli Sosial
Sikap serta tindakan yang selalu ingin memberi donasi pada orang lain dan masyarakat yg membutuhkan.
18. Tanggung-jawab
Sikap serta konduite seorang buat melaksanakan tugas serta kewajibannya, yang seharusnya beliau lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial serta budaya), negara serta Tuhan Yang Maha Esa.

Prinsip serta Pendekatan Pengembangan Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa 
Pada prinsipnya, pengembangan budaya dan karakter bangsa tidak dimasukkan menjadi utama bahasan namun terintegrasi ke pada mata pelajaran-mata pelajaran, pengembangan diri, serta budaya sekolah. Oleh karenanya, guru dan sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai yg dikembangkan pada pendidikan budaya serta karakter bangsa ke pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Silabus dan Rencana Program Pembelajaran (RPP) yg telah ada. 

Prinsip pembelajaran yg dipakai dalam pengembangan pendidikan budaya serta karakter bangsa mengusahakan agar siswa mengenal dan menerima nilai-nilai budaya serta karakter bangsa sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, memilih pendirian, dan selanjutnya berakibat suatu nilai sesuai menggunakan keyakinan diri. Dengan prinsip ini, siswa belajar melalui proses berpikir, bersikap, serta berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk membuatkan kemampuan peserta didik pada melakukan aktivitas sosial dan mendorong siswa buat melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial. 

Berikut prinsip-prinsip yang dipakai dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. 
1. Berkelanjutan; mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya serta karakter bangsa adalah sebuah proses panjang, dimulai menurut awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses tadi dimulai dari kelas 1 Sekolah Dasar atau tahun pertama dan berlangsung paling tidak sampai kelas 9 atau kelas akhir Sekolah Menengah pertama. Pendidikan budaya dan karakter bangsa di Sekolah Menengah Atas merupakan kelanjutan menurut proses yg sudah terjadi selama 9 tahun.

2. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah; mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan pada setiap aktivitas kurikuler dan ekstrakurikuler. Gambar 1 berikut ini menerangkan pengembangan nilai-nilai melalui jalur-jalur itu :

Gambar Pengembangan Nilai-nilai Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa

Pengembangan nilai budaya dan karakter bangsa melalui berbagai mata pelajaran yang telah ditetapkan pada Standar Isi (SI), digambarkan sebagai berikut ini.

Gambar Pengembangan Nilai Budaya dan Karakter Bangsa melalui Setiap Mata Pelajaran

3. Nilai nir diajarkan akan tetapi dikembangkan; mengandung makna bahwa materi nilai budaya serta karakter bangsa bukanlah materi ajar biasa; merupakan, nilai-nilai itu tidak dijadikan utama bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun kabar misalnya pada mata pelajaran kepercayaan , bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan jasmani dan kesehatan, seni, serta ketrampilan.

Materi pelajaran biasa digunakan menjadi bahan atau media buat menyebarkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengajar tidak perlu mengubah utama bahasan yg sudah terdapat, namun memakai materi utama bahasan itu untuk membuatkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Juga, pengajar tidak wajib mengembangkan proses belajar spesifik untuk berbagi nilai. Suatu hal yang selalu harus diingat bahwa satu aktivitas belajar dapat digunakan buat membuatkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. 

Konsekuensi menurut prinsip ini, nilai-nilai budaya serta karakter bangsa tidak ditanyakan dalam ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, siswa perlu mengetahui pengertian dari suatu nilai yg sedang mereka tumbuhkan pada diri mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi nir tahu serta tidak paham makna nilai itu.

4. Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan; prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai budaya serta karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan sang guru. Guru menerapkan prinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap perilaku yg ditunjukkan siswa. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan dalam suasana belajar yg menyebabkan rasa bahagia dan nir indoktrinatif.

Diawali dengan ta’aruf terhadap pengertian nilai yg dikembangkan maka pengajar menuntun peserta didik agar secara aktif. Hal ini dilakukan tanpa guru berkata kepada siswa bahwa mereka harus aktif, tapi pengajar merencanakan aktivitas belajar yang mengakibatkan siswa aktif merumuskan pertanyaan, mencari asal berita, dan mengumpulkan kabar dari sumber, memasak fakta yg sudah dimiliki, merekonstruksi data, keterangan, atau nilai, menyajikan hasil rekonstruksi atau proses pengembangan nilai, menumbuhkan nilai-nilai budaya serta karakter dalam diri mereka melalui berbagai aktivitas belajar yang terjadi pada kelas, sekolah, dan tugas-tugas pada luar sekolah.

Perencanaan Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Perencanaan serta aplikasi pendidikan budaya serta karakter bangsa dilakukan oleh ketua sekolah, pengajar, energi kependidikan (konselor) secara beserta-sama menjadi suatu komunitas pendidik serta diterapkan ke pada kurikulum melalui hal-hal berikut adalah.

1. Program Pengembangan Diri
Dalam program pengembngan diri, perencanaan serta pelaksanaan pendidikan budaya serta karakter bangsa dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari sekolah yaitu melalui hal-hal berikut.

a. Kegiatan rutin sekolah
Kegiatan rutin adalah kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus serta konsisten setiap ketika. Contoh kegiatan ini adalah upacara dalam hari akbar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut, dan lain-lain) setiap hari Senin, beribadah bersama atau shalat beserta setiap dhuhur (bagi yang beragama Islam), berdoa saat mulai serta selesai pelajaran, mengucap salam jika bertemu guru, energi kependidikan, atau teman.

b. Kegiatan spontan
Kegiatan spontan yaitu kegiatan yg dilakukan secara impulsif pada waktu itu pula. Kegiatan ini dilakukan umumnya dalam saat guru serta tenaga kependidikan yang lain mengetahui adanya perbuatan yg kurang baik berdasarkan peserta didik yg harus dikoreksi pada ketika itu jua. Apabila guru mengetahui adanya perilaku dan sikap yang kurang baik maka dalam saat itu jua guru wajib melakukan koreksi sehingga siswa tidak akan melakukan tindakan yg jelek itu. Contoh aktivitas itu: membuang sampah tidak dalam tempatnya, berteriak-teriak sebagai akibatnya mengganggu pihak lain, berkelahi, memalak, berlaku tidak sopan, mencuri, berpakaian nir senonoh.

Kegiatan spontan berlaku buat perilaku serta perilaku siswa yg jelek serta yang baik sebagai akibatnya perlu dipuji, misalnya: memperoleh nilai tinggi, menolong orang lain, memperoleh prestasi pada olah raga atau kesenian, berani menentang atau mengkoreksi perilaku teman yg nir terpuji.

c. Keteladanan
Keteladanan merupakan konduite serta sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain pada menaruh model terhadap tindakan-tindakan yg baik sebagai akibatnya dibutuhkan menjadi panutan bagi siswa buat mencontohnya. Apabila pengajar serta tenaga kependidikan yg lain menghendaki supaya siswa berperilaku dan bersikap sesuai menggunakan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa maka guru serta energi kependidikan yg lain adalah orang yang pertama dan primer menaruh contoh berperilaku serta bersikap sinkron dengan nilai-nilai itu. Misalnya, berpakaian rapi, tiba sempurna dalam waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, afeksi, perhatian terhadap peserta didik, jujur, menjaga kebersihan.

d. Pengkondisian
Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan budaya serta karakter bangsa maka sekolah harus dikondisikan menjadi pendukung aktivitas itu. Sekolah harus mencerminkan kehidupan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yg diinginkan. Misalnya, toilet yang selalu bersih, bak sampah terdapat pada berbagai loka serta selalu dibersihkan, sekolah terlihat rapi serta indera belajar ditempatkan teratur.

2. Pengintegrasian dalam mata pelajaran
Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya serta karakater bangsa diintegrasikan pada setiap pokok bahasan menurut setiap mata pelajaran. Nilai-nilai tadi dicantumkan pada silabus dan RPP. Pengembangan nilai-nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara berikut ini:
a. Menelaah Standar Komptensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) dalam Standar Isi (SI) buat memilih apakah nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yg tercantum itu sudah tercakup di dalamnya;
b. Memakai tabel 1 yang menampakan keterkaitan antara SK dan KD menggunakan nilai dan indikator buat memilih nilai yang akan dikembangkan;
c. Mencantumkankan nilai-nilai budaya serta karakter bangsa pada tabel 1 itu ke dalam silabus; 
d. Mencantumkan nilai-nilai yg telah tertera pada silabus ke pada RPP; 
e. Mengembangkan proses pembelajaran peserta didik secara aktif yang memungkinkan peserta didik mempunyai kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam konduite yang sinkron; serta menaruh bantuan pada peserta didik, baik yg mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai juga buat menunjukkannya dalam konduite.

3. Budaya Sekolah
Budaya sekolah cakupannya sangat luas, umumnya mencakup ritual, harapan, hubungan, demografi, kegiatan kurikuler, kegiatan ekstrakurikuler, proses merogoh keputusan, kebijakan juga interaksi sosial antarkomponen pada sekolah. Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, guru menggunakan pengajar, konselor dengan sesamanya, pegawai administrasi menggunakan sesamanya, serta antaranggota grup masyarakat sekolah. Interaksi internal grup dan antarkelompok terikat sang aneka macam anggaran, norma, moral dan etika bersama yg berlaku pada suatu sekolah. Kepemimpinan, keteladanan, keramahan, toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan, serta tanggung jawab adalah nilai-nilai yang dikembangkan dalam budaya sekolah.

Pengembangan nilai-nilai pada pendidikan budaya serta karakter bangsa dalam budaya sekolah meliputi aktivitas-aktivitas yg dilakukan ketua sekolah, guru, konselor, tenaga administrasi waktu berkomunikasi menggunakan peserta didik serta menggunakan fasilitas sekolah.

Pengembangan Proses Pembelajaran
Pembelajaran pendidikan budaya serta karakter bangsa menggunakan pendekatan proses belajar siswa secara aktif dan berpusat dalam anak; dilakukan melalui banyak sekali kegiatan di kelas, sekolah, serta warga .
1. Kelas, melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau kegiatan yg didesain sedemikian rupa. Setiap kegiatan belajar mengembangkan kemampuan pada ranah kognitif, afektif, serta psikomotor. Oleh karenanya, nir selalu diharapkan kegiatan belajar khusus buat berbagi nilai-nilai pada pendidikan budaya dan karakter bangsa. Meskipun demikian, buat pengembangan nilai-nilai eksklusif misalnya kerja keras, amanah, toleransi, disiplin, berdikari, semangat kebangsaan, cinta tanah air, serta getol membaca dapat melalui aktivitas belajar yg biasa dilakukan guru. Untuk pegembangan beberapa nilai lain misalnya peduli sosial, peduli lingkungan, rasa ingin tahu, serta kreatif memerlukan upaya pengkondisian sebagai akibatnya siswa memiliki kesempatan buat memunculkan konduite yg memberitahuakn nilai-nilai itu.

2. Sekolah, melalui aneka macam kegiatan sekolah yg diikuti semua siswa, pengajar, ketua sekolah, serta energi administrasi di sekolah itu, direncanakan sejak athun baru pelajaran, dimasukkan ke Kalender Akademik serta yg dilakukan sehari-hari menjadi bagian berdasarkan budaya sekolah. Contoh aktivitas yang bisa dimasukkan ke pada acara sekolah merupakan lomba vocal group antarkelas mengenai lagu-lagu bertema cinta tanah air, pagelaran seni, lomba pidato bertema budaya dan karakter bangsa, pagelaran bertema budaya serta karakter bangsa, lomba olah raga antarkelas, lomba kesenian antarkelas, pameran hasil karya peserta didik bertema budaya serta karakter bangsa, pameran foto hasil karya peserta didik bertema budaya dan karakter bangsa, lomba membuat tulisan, lomba mengarang lagu, melakukan wawancara kepada tokoh yg berkaitan menggunakan budaya dan karakter bangsa, mengundang aneka macam narasumber buat berdiskusi, gelar wicara, atau berceramah yang herbi budaya serta karakter bangsa.

3. Luar sekolah, melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan lain yg diikuti oleh seluruh atau sebagian peserta didik, didesain sekolah semenjak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke dalam Kalender Akademik. Misalnya, kunjungan ke tempat-tempat yang menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air, menumbuhkan semangat kebangsaan, melakukan darma rakyat buat menumbuhkan kepedulian dan kesetiakawanan sosial (membantu mereka yg tertimpa musibah banjir, memperbaiki atau membersihkan tempat-tempat umum, membantu membersihkan atau mengatur barang di loka ibadah tertentu).

Penilaian Hasil Belajar 
Penilaian pencapaian pendidikan nilai budaya serta karakter didasarkan pada indikator. Sebagai model, indikator untuk nilai amanah pada suatu semester dirumuskan menggunakan “mengatakan menggunakan sesungguhnya perasaan dirinya tentang apa yg dipandang, diamati, dipelajari, atau dirasakan” maka guru mengamati (melalui berbagai cara) apakah yang dikatakan seseorang siswa itu amanah mewakili perasaan dirinya. Mungkin saja siswa menyatakan perasaannya itu secara ekspresi namun dapat pula dilakukan secara tertulis atau bahkan menggunakan bahasa tubuh. Perasaan yang dinyatakan itu mungkin saja memiliki gradasi menurut perasaan yang nir berbeda dengan perasaan generik teman sekelasnya sampai bahkan kepada yg bertentangan dengan perasaan umum teman sekelasnya.

Penilaian dilakukan secara terus menerus, setiap waktu guru berada pada kelas atau pada sekolah. Model anecdotal record (catatan yg dibuat pengajar saat melihat adanya perilaku yg berkenaan dengan nilai yg dikembangkan) selalu dapat dipakai pengajar. Selain itu, guru bisa jua menaruh tugas yang berisikan suatu dilema atau insiden yg menaruh kesempatan kepada siswa buat memperlihatkan nilai yg dimilikinya. Sebagai contoh, siswa dimintakan menyatakan sikapnya terhadap upaya menolong pemalas, menaruh donasi terhadap orang kikir, atau hal-hal lain yang bersifat bukan kontroversial hingga pada hal yg bisa mengundang permasalahan pada dirinya.

PENDIDIKAN KARAKTER APA MENGAPA DAN BAGAIMANA IMPLEMENTASINYA DI SATUAN PENDIDIKAN

Pendidikan Karakter : Apa, Mengapa, dan Bagaimana Implementasinya di Satuan Pendidikan 
Pendidikan sesungguhnya adalah transformasi budaya, sehingga problem budaya dan karakter bangsa yang kurang baik akan menjadi sorotan tajam warga terhadap pelaksanaan pendidikan di setiap satuan pendidikan. Sorotan itu mengenai aneka macam aspek kehidupan, tertuang dalam aneka macam goresan pena di media cetak, wawancara, dialog, dan gelar wicara pada media elektronika. Selain pada media masa, para pemuka rakyat, para pakar, dan para pengamat pendidikan, serta pengamat sosial berbicara tentang masalah budaya dan karakter bangsa pada banyak sekali lembaga seminar, baik pada taraf lokal, nasional, juga internasional. Persoalan yang timbul pada rakyat misalnya korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yg konsumtif, kehidupn politik yg nir produktif, dan sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di media massa, seminar, dan di aneka macam kesempatan. Berbagai alternatif penyelesaian diajukan misalnya peraturan, undang-undang, peningkatan upaya pelaksanaan serta penerapan hukum yg lebih bertenaga. 

Alternatif lain yang poly dikemukakan buat mengatasi, paling nir mengurangi, masalah budaya serta karakter bangsa yang dibicarakan itu merupakan pendidikan. Pendidikan dianggap menjadi alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yg lebih baik. Sebagai cara lain yang bersifat preventif, pendidikan diharapkan bisa mengembangkan kualitas generasi muda bangsa pada aneka macam aspek yang bisa memperkecil serta mengurangi penyebab berbagai kasus budaya dan karakter bangsa, mengapa tidak lantaran pendidikan sesungguhnya merupakan transformasi budaya. Memang diakui bahwa hasil menurut pendidikan akan terlihat dampaknya pada ketika yg nir segera, tetapi memiliki daya tahan dan dampak yang bertenaga di masyarakat dalam saat yang relatif usang sehingga menciptakan pendidikan sesungguhnya investasi jangka panjang.

Kurikulum adalah jantungnya pendidikan (curriculum is the heart of education). Oleh karena itu, sudah seharusnya kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), saat ini, menaruh perhatian yang lebih besar pada pendidikan budaya serta karakter bangsa dibandingkan kurikulum masa sebelumnya, bepergian kurikulum pada Indonesia menurut tahun 1947 sampai dengan tahun 2004 (sebelum KTSP) adalah:

(1) pada tahun 1947 
• Perubahan terali pendidikan dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional 
• Asas Pendidikan ditetapkan: Panca Sila 
• Baru dilaksanakan pada sekolah-sekolah tahun 1950
• Memuat 2 hal pokok: 
1. Daftar mata pelajaran; 
2. Garis-garis pedagogi 
• Mengurangi pendidikan pikiran, mengutamakan pendidikan watak, pencerahan bernegara serta bermasyarakat, mteri pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian thd kesenian serta pendidikan jasmani.

(2) Tahun 1952 : 
• Lebih merinci setiap mata pelajaran 
• Silabus lebih kentara, satu guru mengajar satu mapel 

(3) Tahun 1954 (kurikulum gaya usang):
• Tujuan Pembelajaran tidak dinyatakan secara jelas 

(4) Tahun 1962 (kurikulum gaya baru 
• Mempercepat pembangunan nasional 
• Membangun interaksi dengan bangsa-bangsa lain
• Menjalankan kebijakan luar negeri negara 

(5) Tahun 1964 
• Fokus dalam pengembangan daya, cipta, rasa, karsa, serta moral (pancawardhana)
• Mata pelajaran dikelompokkan menjadi 5 gerombolan bidang studi: 
1. Moral; 
2. Kecerdasan; 
3. Emosional/artistik; 
4. Keprigelan (ketrampilan); 
5. Jasmaniah 
• Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan aktivitas fungsional praktis 

(6) Tahun 1968 
• Merupakan revisi Kurikulum 1964, yang dicitrakan sebgai produk orde usang 
• Tujuan: membentuk insan Panca Sila seutuhnya. 
• Menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: grup training Panca Sila, Pengetahuan Dasar, dan Kecakapan Khusus 
• Jumlah mata pelajaran : 9. 
• Muatan materi bersifat teoritis, tdk mengaitkan dengan perseteruan faktual di lapangan 
• Titik berat: materi apa saja yg sempurna diberikan pada anak didik di tiap jenjang pendidikan

(7) Tahun 1975 
• Menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif 
• Dipengaruhi sang konsep di bidang manajemen, yaitu MBO (Management by Objective)
• Metode, materi, dan tujuan pedagogi dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI)
• Lahir istilah Satpel (Satuan pelajaran), yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan 
• Setiap satpel dirinci lagi: Tujuan Instruksional Umum, Tujuan Instruksional Khusus, Materi Pelajaran, Alat pelajaran, Kegiatan Belajar-Mengajar, serta Evaluasi 
• Banyak dikritik lantaran pengajar poly dibentuk sibuk menulis rincian berdasarkan setiap aktivitas pembelajaran 

(8) Tahun 1984 
• Mengusung process skill approach (pendekatan ketrampilan proses), dg permanen menganggap krusial faktor tujuan 
• Sering jua diklaim ‘Kurikulum 1975 yg disempurnakan’
• Siswa diposisikan menjadi subyek belajar (mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan, sampai melaporkan). 
• Model pembelajaran ini diklaim CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), atau SAL (Student Active Learning). 
• Tokoh penting dibalik lahirnya Kur. 1984 merupakan Prof. Conny R. Semiawan (Kepala Puskur1980-1986), pula Rektor IKIP Jakarta (1984-1992).
• Konsep CBSA yang indah secara teori dan indah hasilnya ketika di sekolah-sekolah yang dujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi ketika dilaksanakan secara nasional.
• Yang menonjol hanyalah kegaduhan saat diskusi, dan di sana-sini ada tempelan gambar-gambar , pengajar tidak lagi mengajar contoh ceramah. 
• Banyak bermunculan penolakan thd CBSA

(9) Tahun 1994 Suplemen tqhun 1999 
• Merupakan upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya (Kur. 1975 & Kur. 1984), yaitu pendekatan tujuan dan proses.
• Banyak mendapatkan kritik lantaran beban belajar anak didik terlalu berat, dari muatan nasional hingga muatan lokal. 
• Berbagai kepentingan grup-kelompok masyarakat mendesakkan agar info-berita tertentu masuk dalam kurikulum. 
• Menjelma menjadi kurikulum super padat 
• Diterbitkan Suplemen Kurikulum 1999, berisi pengaturan pada materi yg di Kur. 1994 diserahkan pengurutannya kepada para guru

(10) Tahun 2004 
• Juga dikenal menggunakan KBK (kurikulum Berbasis Kompetensi).
• Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apa yang mesti dicapai. 
• Muncul kerancuan apabila dikaitkan dengan indera ukur kompetensi anak didik, yaitu ujian!, baik yang berupa ujian nasional maupun ujian akhir sekolah menggunakan soal pilihan ganda. 
• Mestinya lebih poly pada praktek serta soal uraian terbuka buat mengukur tingkat kompetensi anak didik.
• Banyak pengajar juga belum memahami esensi menurut KBK
• Sampai akhirnya diganti, Kurikulum 2004 masih dalam tingkat uji coba 

(11)KTSP 
• Ditinjau dari segi isi dan proses pencapaian taget kompetensi pelajaran oleh anak didik dan teknis penilaiannya tidaklah (banyak) berbeda dengan Kurikulum 2004. 
• Perbedaan dengan Kurikulum 2004 yang paling tampak adalah bahwa guru lebih diberikan kebebasan utk merencanakan pembelajaran sinkron dg kondisi murid dan syarat sekolah berada. 
• Pemerintah- dalam hal ini Depdiknas, hanya tetapkan kerangka dasar, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Kompetensi & Kompetensi Dasar tiap mata pelajaran. 
• Selebihnya, (indikator, materi, juga penilaiannya) diserahkan pada para guru & satuan pendidikan pada bawah koordinasi serta pengawasan pemerintah kab./kota. 

Uraian di atas menampakan bahwa penyusunan KTSP sebagai landasan pengelolaan pembelajaran pada satuan pendidikan yg bisa merespon pendidikan sebagai transformasi budaya yang pada akhirnya membuat luaran pendidikan yang beriptek dan berimtaq dapat tewujud dengan cataan asal daya manusia pengelolah satuan pendidikan mempunyai kualitas yg memadai.

Pengawas sekolah yang merupakan Jabatan fungsional Pengawas Sekolah adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab serta kewenangan buat melaksanakan aktivitas pengawasan akademik dan manajerial dalam satuan pendidikan (Permenpan serta RB no. 21 Th 2010). Oleh sebab itu maka pengawas sekolah memegang kiprah yg stragis untuk membantu satuan pendidikan pada pengelolaan buat mewujudkan luaran satuan pendidikan yg berkarakter. Olehyang itu bagaimana implementasi pendidikan karatek bangsa kedalam KTSP 

Pengertian Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi serta tujuan pendidikan nasional yang harus dipakai dalam mengembangkan upaya pendidikan pada Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas mengungkapkan, “Pendidikan nasional berfungsi berbagi serta membentuk tabiat dan peradaban bangsa yg bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik supaya menjadi manusia yang beriman serta bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, berdikari, dan sebagai rakyat negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional itu adalah rumusan tentang kualitas insan Indonesia yg wajib dikembangkan sang setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya serta karakter bangsa.

Untuk mendapatkan wawasan tentang arti pendidikan budaya dan karakter bangsa perlu dikemukakan pengertian kata budaya, karakter bangsa, serta pendidikan. Pengertian yg dikemukakan pada sini dikemukakan secara teknis serta digunakan dalam membuatkan panduan ini. Pengajar-guru Antropologi, Pendidikan Kewarganegaraan, dan mata pelajaran lain, yang kata-istilah itu sebagai pokok bahasan dalam mata pelajaran terkait, permanen mempunyai kebebasan sepenuhnya membahas serta berargumentasi mengenai kata-istilah tadi secara akademik.

Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, kebiasaan, dan keyakinan (belief) insan yang didapatkan rakyat. Sistem berpikir, nilai, moral, kebiasaan, serta keyakinan itu merupakan hasil berdasarkan hubungan manusia menggunakan sesamanya dan lingkungan alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan itu digunakan pada kehidupan manusia dan membuat sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan , sistem pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya. Manusia menjadi makhluk sosial sebagai produsen sistem berpikir, nilai, moral, kebiasaan, serta keyakinan; akan namun juga pada hubungan dengan sesama insan serta alam kehidupan, manusia diatur sang sistem berpikir, nilai, moral, kebiasaan, dan keyakinan yg sudah dihasilkannya. Ketika kehidupan manusia terus berkembang, maka yg berkembang sesungguhnya merupakan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem agama, ilmu, teknologi, dan seni. Pendidikan adalah upaya bersiklus dalam mengembangkan potensi siswa, sebagai akibatnya mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yg diwariskan masyarakatnya dan menyebarkan warisan tersebut ke arah yg sesuai buat kehidupan masa kini dan masa mendatang.

Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi aneka macam kebajikan (virtues) yang diyakini dan dipakai sebagai landasan buat cara pandang, berpikir, bersikap, serta bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, serta kebiasaan, seperti amanah, berani bertindak, dapat dipercaya, serta hormat pada orang lain. Interaksi seseorang menggunakan orang lain menumbuhkan karakter rakyat dan karakter bangsa. Oleh karenanya, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang. Akan tetapi, karena manusia hayati pada ligkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya bisa dilakukan dalam lingkungan sosial serta budaya yg berangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya bisa dilakukan pada suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial,budaya masyarakat, serta budaya bangsa. Lingkungan sosial dan budaya bangsa merupakan Pancasila; jadi pendidikan budaya serta karakter bangsa haruslah menurut nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mendidik budaya serta karakter bangsa merupakan berbagi nilai-nilai Pancasila pada diri siswa melalui pendidikan hati, otak, serta fisik. 

Pendidikan merupakan suatu bisnis yang sadar serta sistematis dalam membuatkan potensi peserta didik. Pendidikan adalah juga suatu bisnis warga serta bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan rakyat serta bangsa yang lebih baik pada masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya serta karakter yang telah dimiliki masyarakat serta bangsa. Oleh karenanya, pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda serta juga proses pengembangan budaya serta karakter bangsa buat peningkatan kualitas kehidupan warga dan bangsa di masa mendatang. Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif siswa membuatkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, serta penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka pada bergaul pada masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, dan membuatkan kehidupan bangsa yang bermartabat. 

Atas dasar pemikiran itu, pengembangan pendidikan budaya dan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa pada masa mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan yg sesuai, serta metode belajar dan pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah bisnis beserta sekolah; oleh karena itu harus dilakukan secara bersama oleh seluruh guru dan pemimpin sekolah, melalui seluruh mata pelajaran, dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan berdasarkan budaya sekolah.

Landasan Pedagogis Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Pendidikan adalah suatu upaya sadar buat membuatkan potensi peserta didik secara optimal. Usaha sadar itu tidak boleh dilepaskan berdasarkan lingkungan siswa berada, terutama dari lingkungan budayanya, lantaran peserta didik hidup tidak terpishkan dalam lingkungannya dan bertindak sinkron menggunakan kaidah-kaidah budayanya. Pendidikan yg nir dilandasi oleh prinsip itu akan mengakibatkan siswa tercerabut berdasarkan akar budayanya. Ketika hal ini terjadi, maka mereka nir akan mengenal budayanya dengan baik sehingga beliau menjadi orang “asing” dalam lingkungan budayanya. Selain sebagai orang asing, yg lebih mengkhawatirkan merupakan dia sebagai orang yang nir menyukai budayanya.

Budaya, yg mengakibatkan peserta didik tumbuh serta berkembang, dimulai berdasarkan budaya pada lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan yg lebih luas yaitu budaya nasional bangsa dan budaya universal yg dianut sang ummat manusia. Jika peserta didik menjadi asing berdasarkan budaya terdekat maka beliau nir mengenal menggunakan baik budaya bangsa serta dia nir mengenal dirinya menjadi anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian, dia sangat rentan terhadap impak budaya luar serta bahkan cenderung buat mendapat budaya luar tanpa proses pertimbangan (valueing). Kecenderungan itu terjadi karena beliau nir memiliki kebiasaan serta nilai budaya nasionalnya yang dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pertimbangan (valueing). 

Semakin kuat seorang mempunyai dasar pertimbangan, semakin kuat juga kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang menjadi masyarakat negara yg baik. Pada titik kulminasinya, kebiasaan dan nilai budaya secara kolektif pada taraf makro akan menjadi norma dan nilai budaya bangsa. Dengan demikian, peserta didik akan menjadi masyarakat negara Indonesia yang memiliki wawasan, cara berpikir, cara bertindak, serta cara menuntaskan perkara sinkron dengan kebiasaan serta nilai ciri ke-Indonesiaannya. Hal ini sesuai menggunakan fungsi utama pendidikan yg diamanatkan dalam UU Sisdiknas, “mengembangkan kemampuan dan menciptakan watak serta peradaban bangsa yg bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Oleh karena itu, aturan dasar yg mengatur pendidikan nasional (Undang-Undang Dasar 1945 serta UU Sisdiknas) telah memberikan landasan yg kokoh buat berbagi keseluruhan potensi diri seorang sebagai anggota rakyat serta bangsa.

Pendidikan merupakan suatu proses enkulturasi, berfungsi mewariskan nilai-nilai dan prestasi masa lalu ke generasi mendatang. Nilai-nilai serta prestasi itu merupakan pujian bangsa serta berakibat bangsa itu dikenal oleh bangsa-bangsa lain. Selain mewariskan, pendidikan juga mempunyai fungsi untuk menyebarkan nilai-nilai budaya dan prestasi masa lalu itu sebagai nilai-nilai budaya bangsa yg sesuai dengan kehidupan masa kini dan masa yg akan datang, serta berbagi prestasi baru yang sebagai karakter baru bangsa. Oleh karena itu, pendidikan budaya serta karakter bangsa adalah inti menurut suatu proses pendidikan. 

Proses pengembangan nilai-nilai yang sebagai landasan dari karakter itu menghendaki suatu proses yang berkelanjutan yg terintegrasi disetiap mata pelajaran yg ada pada satuan pendidikan sehingga wajib ditegaskan implentasinya pada kurikulum taraf satuan pendidikan yg selanjutnya dituangkan dalam silabus serta rencana palaksanaan pembelajaran disetiap mata pelajaran. Pendidikan budaya serta karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan yang sebagai nilai dasar budaya serta karakter bangsa. Kebajikan yg sebagai atribut suatu karakter dalam dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yg asal menurut etos atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, serta nilai-nilai yg terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional. 

Fungsi Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Fungsi pendidikan budaya serta karakter bangsa adalah:
1. Pengembangan: pengembangan potensi peserta didik buat menjadi pribadi berperilaku baik; ini bagi siswa yg telah memiliki perilaku dan perilaku yang mencerminkan budaya serta karakter bangsa; 
2. Pemugaran: memperkuat peran pendidikan nasional buat bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat; dan
3. Penyaring: buat menyaring budaya bangsa sendiri serta budaya bangsa lain yg tidak sesuai menggunakan nilai-nilai budaya serta karakter bangsa yg bermartabat.

Tujuan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Tujuan pendidikan budaya serta karakter bangsa adalah:
1. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai insan dan warganegara yg memiliki nilai-nilai budaya serta karakter bangsa;
2. Menyebarkan norma dan konduite peserta didik yang terpuji dan sejalan menggunakan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius; 
3. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa;
4. Berbagi kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan
5. Berbagi lingkungan kehidupan sekolah menjadi lingkungan belajar yg aman, amanah, penuh kreativitas serta persahabatan, dan menggunakan rasa kebangsaan yg tinggi dan penuh kekuatan (dignity).

Nilai-nilai dalam Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Nilai-nilai yang dikembangkan pada pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber berikut adalah.
1. Agama: rakyat Indonesia adalah rakyat beragama. Oleh karenanya, kehidupan individu, warga , serta bangsa selalu didasari pada ajaran kepercayaan serta kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yg asal menurut agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya serta karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yg berasal berdasarkan agama.

2. Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan serta kenegaraan yg disebut Pancasila. Pancasila masih ada dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yg masih ada pada UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik sebagai rakyat negara yg lebih baik, yaitu rakyat negara yang mempunyai kemampuan, kemauan, serta menerapkan nilai-nilai Pancasila pada kehidupannya sebagai rakyat negara.

3. Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak terdapat manusia yang hidup bermasyarakat yg nir didasari oleh nilai-nilai budaya yg diakui rakyat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar pada anugerah makna terhadap suatu konsep dan arti pada komunikasi antaranggota warga itu. Posisi budaya yg demikian krusial pada kehidupan rakyat mengharuskan budaya menjadi asal nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.

4. Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang wajib dimiliki setiap masyarakat negara Indonesia, dikembangkan sang aneka macam satuan pendidikan pada aneka macam jenjang serta jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat banyak sekali nilai humanisme yang wajib dimiliki rakyat negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional merupakan asal yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya serta karakter bangsa. 

Berdasarkan keempat sumber nilai itu, teridentifikasi sejumlah nilai buat pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai ini dia. 

Tabel Nilai serta Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
NILAI
DESKRIPSI
1. Religius
Sikap dan konduite yang patuh pada melaksanakan ajaran agama  yg dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah kepercayaan lain, serta hidup rukun menggunakan pemeluk kepercayaan lain.
2. Jujur
Perilaku yang berdasarkan pada upaya berakibat dirinya menjadi orang yang selalu bonafide dalam perkataan, tindakan, serta pekerjaan.
3. Toleransi
Sikap dan  tindakan yg menghargai disparitas agama, suku, etnis, pendapat, perilaku, serta tindakan orang lain yang tidak selaras berdasarkan dirinya.
4. Disiplin
Tindakan yg memperlihatkan perilaku tertib serta patuh pada berbagai ketentuan serta peraturan.
5. Kerja Keras
Perilaku yg memberitahuakn upaya sungguh-benar-benar pada mengatasi aneka macam hambatan belajar dan tugas, dan merampungkan tugas dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu buat menghasilkan cara atau hasil baru berdasarkan  sesuatu yg telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap serta perilaku yang nir mudah tergantung dalam orang lain dalam merampungkan tugas-tugas.
8. Demokratis
Cara berfikir, bersikap, serta bertindak yg menilai sama  hak dan kewajiban dirinya serta orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya buat mengetahui lebih mendalam dan meluas berdasarkan sesuatu yang dipelajarinya, dicermati, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yg menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri serta kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air
Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yg menerangkan kesetiaan, kepedulian, serta penghargaan  yang tinggi terhadap bahasa,  lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi
Sikap serta tindakan yg mendorong dirinya buat membuat sesuatu yang bermanfaat bagi warga , serta mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/
       Komuniktif
Tindakan yang menunjukkan rasa bahagia berbicara, bergaul, serta bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yg menyebabkan orang lain merasa bahagia dan kondusif atas kehadiran dirinya.
15.  Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan ketika buat membaca berbagai bacaan yg memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan dalam lingkungan alam pada sekitarnya, dan membuatkan upaya-upaya buat memperbaiki kerusakan alam yang telah terjadi.
17. Peduli Sosial
Sikap serta tindakan yang selalu ingin memberi donasi dalam orang lain dan rakyat yang membutuhkan.
18. Tanggung-jawab
Sikap serta perilaku seorang buat melaksanakan tugas serta kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial serta budaya), negara serta Tuhan Yang Maha Esa.

Prinsip serta Pendekatan Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa 
Pada prinsipnya, pengembangan budaya serta karakter bangsa tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan namun terintegrasi ke dalam mata pelajaran-mata pelajaran, pengembangan diri, serta budaya sekolah. Oleh karena itu, guru serta sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai yg dikembangkan pada pendidikan budaya dan karakter bangsa ke pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Silabus serta Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang sudah ada. 

Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa mengusahakan supaya siswa mengenal serta mendapat nilai-nilai budaya serta karakter bangsa sebagai milik mereka serta bertanggung jawab atas keputusan yg diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, memilih pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai menggunakan keyakinan diri. Dengan prinsip ini, peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk menyebarkan kemampuan siswa dalam melakukan aktivitas sosial serta mendorong peserta didik buat melihat diri sendiri menjadi makhluk sosial. 

Berikut prinsip-prinsip yg dipakai dalam pengembangan pendidikan budaya serta karakter bangsa. 
1. Berkelanjutan; mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari awal siswa masuk hingga terselesaikan berdasarkan suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas 1 SD atau tahun pertama serta berlangsung paling nir sampai kelas 9 atau kelas akhir SMP. Pendidikan budaya dan karakter bangsa pada SMA adalah kelanjutan dari proses yang sudah terjadi selama 9 tahun.

2. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, serta budaya sekolah; mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran, serta pada setiap kegiatan kurikuler serta ekstrakurikuler. Gambar 1 berikut ini menerangkan pengembangan nilai-nilai melalui jalur-jalur itu :

Gambar Pengembangan Nilai-nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

Pengembangan nilai budaya serta karakter bangsa melalui berbagai mata pelajaran yg sudah ditetapkan dalam Standar Isi (SI), digambarkan menjadi berikut ini.

Gambar Pengembangan Nilai Budaya dan Karakter Bangsa melalui Setiap Mata Pelajaran

3. Nilai nir diajarkan akan tetapi dikembangkan; mengandung makna bahwa materi nilai budaya serta karakter bangsa bukanlah materi ajar biasa; adalah, nilai-nilai itu nir dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan misalnya halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun kabar seperti dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan jasmani serta kesehatan, seni, dan ketrampilan.

Materi pelajaran biasa digunakan menjadi bahan atau media untuk berbagi nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengajar tidak perlu mengganti pokok bahasan yg sudah ada, tetapi memakai materi utama bahasan itu buat menyebarkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Juga, guru nir wajib mengembangkan proses belajar khusus buat menyebarkan nilai. Suatu hal yg selalu wajib diingat bahwa satu aktivitas belajar dapat dipakai untuk menyebarkan kemampuan pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. 

Konsekuensi dari prinsip ini, nilai-nilai budaya serta karakter bangsa tidak ditanyakan pada ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, peserta didik perlu mengetahui pengertian berdasarkan suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan dalam diri mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi nir tahu dan nir paham makna nilai itu.

4. Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan; prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai budaya serta karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan sang guru. Pengajar menerapkan prinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap konduite yg ditunjukkan siswa. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan pada suasana belajar yang menimbulkan rasa bahagia serta tidak indoktrinatif.

Diawali menggunakan perkenalan terhadap pengertian nilai yg dikembangkan maka pengajar menuntun peserta didik agar secara aktif. Hal ini dilakukan tanpa pengajar berkata kepada siswa bahwa mereka harus aktif, tapi pengajar merencanakan aktivitas belajar yang mengakibatkan siswa aktif merumuskan pertanyaan, mencari asal kabar, dan mengumpulkan kabar dari sumber, memasak kabar yg telah dimiliki, merekonstruksi data, fakta, atau nilai, menyajikan output rekonstruksi atau proses pengembangan nilai, menumbuhkan nilai-nilai budaya dan karakter dalam diri mereka melalui aneka macam kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah, serta tugas-tugas pada luar sekolah.

Perencanaan Pengembangan Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
Perencanaan serta aplikasi pendidikan budaya serta karakter bangsa dilakukan sang kepala sekolah, pengajar, tenaga kependidikan (konselor) secara beserta-sama menjadi suatu komunitas pendidik dan diterapkan ke dalam kurikulum melalui hal-hal ini dia.

1. Program Pengembangan Diri
Dalam acara pengembngan diri, perencanaan dan aplikasi pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pengintegrasian ke pada kegiatan sehari-hari sekolah yaitu melalui hal-hal berikut.

a. Kegiatan rutin sekolah
Kegiatan rutin adalah kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus serta konsisten setiap waktu. Contoh kegiatan ini adalah upacara dalam hari akbar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut, dan lain-lain) setiap hari Senin, beribadah beserta atau shalat beserta setiap dhuhur (bagi yang beragama Islam), berdoa ketika mulai serta terselesaikan pelajaran, mengucap salam bila bertemu pengajar, energi kependidikan, atau teman.

b. Kegiatan spontan
Kegiatan spontan yaitu kegiatan yg dilakukan secara impulsif pada ketika itu juga. Kegiatan ini dilakukan umumnya pada waktu pengajar serta tenaga kependidikan yg lain mengetahui adanya perbuatan yang kurang baik berdasarkan peserta didik yg harus dikoreksi pada saat itu jua. Apabila guru mengetahui adanya konduite serta sikap yang kurang baik maka dalam ketika itu juga guru wajib melakukan koreksi sebagai akibatnya siswa nir akan melakukan tindakan yg buruk itu. Contoh kegiatan itu: membuang sampah nir pada tempatnya, berteriak-teriak sebagai akibatnya mengganggu pihak lain, berkelahi, memalak, berlaku tidak sopan, mencuri, berpakaian tidak senonoh.

Kegiatan impulsif berlaku buat konduite dan perilaku siswa yg jelek dan yg baik sebagai akibatnya perlu dipuji, misalnya: memperoleh nilai tinggi, menolong orang lain, memperoleh prestasi dalam olah raga atau kesenian, berani menentang atau mengkoreksi konduite teman yg tidak terpuji.

c. Keteladanan
Keteladanan adalah perilaku serta perilaku guru dan energi kependidikan yang lain pada menaruh contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diperlukan menjadi panutan bagi peserta didik buat mencontohnya. Jika pengajar serta tenaga kependidikan yg lain menghendaki supaya siswa berperilaku dan bersikap sinkron dengan nilai-nilai budaya serta karakter bangsa maka pengajar dan tenaga kependidikan yg lain adalah orang yg pertama serta primer memberikan contoh berperilaku serta bersikap sesuai menggunakan nilai-nilai itu. Misalnya, berpakaian rapi, tiba tepat pada waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap siswa, jujur, menjaga kebersihan.

d. Pengkondisian
Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan budaya serta karakter bangsa maka sekolah wajib dikondisikan sebagai pendukung kegiatan itu. Sekolah harus mencerminkan kehidupan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang diinginkan. Misalnya, toilet yg selalu bersih, bak sampah terdapat pada banyak sekali tempat serta selalu dibersihkan, sekolah terlihat rapi serta alat belajar ditempatkan teratur.

2. Pengintegrasian pada mata pelajaran
Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakater bangsa diintegrasikan pada setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dicantumkan pada silabus dan RPP. Pengembangan nilai-nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara ini dia:
a. Menelaah Standar Komptensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) dalam Standar Isi (SI) buat memilih apakah nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yg tercantum itu telah tercakup di dalamnya;
b. Memakai tabel 1 yg memberitahuakn keterkaitan antara SK serta KD dengan nilai dan indikator buat menentukan nilai yg akan dikembangkan;
c. Mencantumkankan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam tabel 1 itu ke dalam silabus; 
d. Mencantumkan nilai-nilai yg telah tertera dalam silabus ke pada RPP; 
e. Mengembangkan proses pembelajaran siswa secara aktif yg memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya pada perilaku yang sesuai; dan memberikan donasi pada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai juga buat menunjukkannya dalam konduite.

3. Budaya Sekolah
Budaya sekolah cakupannya sangat luas, umumnya mencakup ritual, harapan, hubungan, demografi, aktivitas kurikuler, kegiatan ekstrakurikuler, proses merogoh keputusan, kebijakan juga interaksi sosial antarkomponen di sekolah. Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat siswa berinteraksi dengan sesamanya, guru menggunakan guru, konselor menggunakan sesamanya, pegawai administrasi menggunakan sesamanya, serta antaranggota grup masyarakat sekolah. Interaksi internal gerombolan dan antarkelompok terikat oleh banyak sekali aturan, norma, moral dan etika beserta yang berlaku pada suatu sekolah. Kepemimpinan, keteladanan, keramahan, toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan, dan tanggung jawab merupakan nilai-nilai yang dikembangkan pada budaya sekolah.

Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan budaya serta karakter bangsa dalam budaya sekolah meliputi kegiatan-aktivitas yang dilakukan kepala sekolah, pengajar, konselor, energi administrasi saat berkomunikasi dengan peserta didik dan menggunakan fasilitas sekolah.

Pengembangan Proses Pembelajaran
Pembelajaran pendidikan budaya serta karakter bangsa memakai pendekatan proses belajar peserta didik secara aktif dan berpusat dalam anak; dilakukan melalui aneka macam aktivitas pada kelas, sekolah, dan masyarakat.
1. Kelas, melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau aktivitas yang didesain sedemikian rupa. Setiap aktivitas belajar menyebarkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh karena itu, tidak selalu diperlukan aktivitas belajar spesifik buat mengembangkan nilai-nilai dalam pendidikan budaya serta karakter bangsa. Meskipun demikian, untuk pengembangan nilai-nilai tertentu seperti kerja keras, amanah, toleransi, disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, serta gemar membaca bisa melalui aktivitas belajar yang biasa dilakukan guru. Untuk pegembangan beberapa nilai lain seperti peduli sosial, peduli lingkungan, rasa ingin memahami, dan kreatif memerlukan upaya pengkondisian sehingga peserta didik memiliki kesempatan buat memunculkan perilaku yang menampakan nilai-nilai itu.

2. Sekolah, melalui berbagai kegiatan sekolah yg diikuti semua siswa, guru, ketua sekolah, serta energi administrasi pada sekolah itu, direncanakan semenjak awal tahun pelajaran, dimasukkan ke Kalender Akademik serta yg dilakukan sehari-hari menjadi bagian berdasarkan budaya sekolah. Contoh kegiatan yang dapat dimasukkan ke pada program sekolah merupakan lomba vocal group antarkelas tentang lagu-lagu bertema cinta tanah air, pagelaran seni, lomba pidato bertema budaya serta karakter bangsa, pagelaran bertema budaya serta karakter bangsa, lomba olah raga antarkelas, lomba kesenian antarkelas, pameran output karya peserta didik bertema budaya serta karakter bangsa, pameran foto hasil karya siswa bertema budaya serta karakter bangsa, lomba menciptakan goresan pena, lomba mengarang lagu, melakukan wawancara kepada tokoh yang berkaitan menggunakan budaya serta karakter bangsa, mengundang banyak sekali narasumber buat berdiskusi, gelar wicara, atau berceramah yang herbi budaya dan karakter bangsa.

3. Luar sekolah, melalui aktivitas ekstrakurikuler serta kegiatan lain yg diikuti sang semua atau sebagian siswa, dirancang sekolah sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke dalam Kalender Akademik. Misalnya, kunjungan ke loka-loka yg menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air, menumbuhkan semangat kebangsaan, melakukan pengabdian warga buat menumbuhkan kepedulian serta kesetiakawanan sosial (membantu mereka yang tertimpa musibah banjir, memperbaiki atau membersihkan loka-tempat umum, membantu membersihkan atau mengatur barang di tempat ibadah tertentu).

Penilaian Hasil Belajar 
Penilaian pencapaian pendidikan nilai budaya serta karakter didasarkan pada indikator. Sebagai model, indikator buat nilai amanah pada suatu semester dirumuskan dengan “mengatakan menggunakan sesungguhnya perasaan dirinya mengenai apa yang ditinjau, diamati, dipelajari, atau dirasakan” maka pengajar mengamati (melalui aneka macam cara) apakah yang dikatakan seorang peserta didik itu amanah mewakili perasaan dirinya. Mungkin saja peserta didik menyatakan perasaannya itu secara ekspresi tetapi dapat juga dilakukan secara tertulis atau bahkan dengan bahasa tubuh. Perasaan yang dinyatakan itu mungkin saja mempunyai gradasi menurut perasaan yg tidak berbeda dengan perasaan generik teman sekelasnya hingga bahkan kepada yg bertentangan dengan perasaan generik teman sekelasnya.

Penilaian dilakukan secara terus menerus, setiap waktu guru berada di kelas atau di sekolah. Model anecdotal record (catatan yang dibuat pengajar saat melihat adanya konduite yang berkenaan dengan nilai yang dikembangkan) selalu bisa dipakai guru. Selain itu, pengajar bisa pula menaruh tugas yg berisikan suatu dilema atau peristiwa yg menaruh kesempatan pada peserta didik buat memperlihatkan nilai yang dimilikinya. Sebagai model, peserta didik dimintakan menyatakan sikapnya terhadap upaya menolong pemalas, memberikan donasi terhadap orang kikir, atau hal-hal lain yang bersifat bukan kontroversial hingga pada hal yang dapat mengundang permasalahan dalam dirinya.