PENGERTIAN PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT AHLI

Pengertian Pendidikan Karakter Menurut Ahli
1. Pendidikan Karakter Menurut Lickona
Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha yg dapat dilakukan buat mensugesti karakter murid. Tetapi buat mengetahui pengertian yang sempurna, bisa dikemukakan pada sini definisi pendidikan karakter yg disampaikan oleh Thomas Lickona. Lickona menyatakan bahwa pengertian pendidikan karakter adalah suatu bisnis yang disengaja buat membantu seorang sebagai akibatnya beliau bisa memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.

2. Pendidikan Karakter Menurut Suyanto
Suyanto (2009) mendefinisikan karakter menjadi cara berpikir serta berperilaku yang sebagai ciri spesial tiap individu buat hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, warga , bangsa, juga negara.

3. Pendidikan Karakter Menurut Kertajaya
Karakter adalah ciri spesial yg dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri spesial tersebut merupakan asli serta mengakar dalam kepribadian benda atau individu tersebut, dan merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu (Kertajaya, 2010).

4. Pendidikan Karakter Menurut Kamus Psikologi
Menurut kamus psikologi, karakter merupakan kepribadian dicermati menurut titik tolak etis atau moral, contohnya kejujuran seorang, serta umumnya berkaitan dengan sifat-sifat yang nisbi permanen (Dali Gulo, 1982: p.29).

Nilai-nilai dalam pendidikan karakter
Pertanyaannya, adakah yang keliru pada kurikulum pendidikan pada masa kemudian? Apakah kurikulum di masa kemudian tidak memuat pendidikan karakter?Apakah kurikulum itu sendiri telah memiliki karakter, sehingga mampu membentuk karakter siswa?Sebagaimana diketahui, bahwa suatu kurikulum diterapkan sinkron menggunakan situasi dan syarat dalam masanya.kurikulum yang berlaku pada masanya itu bisa dipandang telah memiliki kesesuaian menggunakan situasi dan kondisi pada waktu itu serta memiliki tujuan-tujuan ideal yang telah dipertimbangkan dengan matang.

Kurikulum pendidikan yang berlaku pada persekolahan pada Indonesia sudah rbagai penyempurnaan, terakhir dengan apa yg dianggap sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yg merupakan implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 mengenai Standar Nasional Pendidikan). Dalam Sistem Pendidikan Nasional serta Peraturan pemerintah ini tertuang bahwa pendidikan karakter dimasukkan pada muatan kurikulum.

Pendidikan karakter sudah sebagai perhatian banyak sekali negara dalam rangka mempersiapkan generasi yg berkualitas, bukan hanya buat kepentingan individu warga negara, tetapi pula buat rakyat rakyat secara holistik. Pendidikan karakter bisa diartikan menjadi the deliberate us of all dimensions of school life to foster optimal character development (bisnis kita secara sengaja dari semua dimensi kehidupan sekolah/madrasah untuk membantu pembentukan karakter secara optimal.

Ada 18 buah nilai-nilai pendidikan karakter yaitu , Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai prestasi, Bersahabat/komunikatif,Cinta Damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli social, Tanggung jawab.

Lebih jelas tentang nilai-nilai pendidikan karakter bisa di lihat pada bagan dibawah ini

Nilai Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter memerlukan metode khusus yang tepat supaya tujuan pendidikan bisa tercapai. Di antara metode pembelajaran yg sesuai adalah metode keteladanan, metode pembiasaan, serta metode pujian serta sanksi. //belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-karakter/

Pembinaan karakter murid di sekolah berarti berbagai upaya yang dilakukan sang sekolah dalam rangka pembentukan karakter siswa. Istilah yang identik dengan training adalah pembentukan atau pembangunan. Terkait dengan sekolah, kini lagi digalakkan pembentukan kultur sekolah. Salah satu kultur yang dipilih sekolah adalah kultur akhlak mulia. Dari sinilah ada istilah pembentukan kultur akhlak mulia pada sekolah. 

Berdasarkan pembahasan di atas terdapat tujuh cara baik yg wajib dilakukan anak buat menumbuhkan kebajikan utama (karakter yg baik), yaitu ikut merasakan, hati nurani, kontrol diri, rasahormat, kebaikan hati, toleransi, dan keadilan. Ketujuh macam kebajikan inilah yang bisa membentuk manusia berkualitas pada mana pun dan kapan pun..

Pendidikan Karakter Menurut Penulis Dan Implementasinya
Anak usia sekolah hari ini merupakan pemimpin buat masa sekian belas atau puluh tahun yang akan datang. Jika pendidikan karakter dikembangkan dengan metode doktrin serta pengajaran belaka, niscaya prilaku menyimpang yang terjadi pada masa yang akan dating justru lebih parah berdasarkan hari ini. Sebaliknya, pemimpin hari ini yg melakukan prilaku yg nir berkarakter baik merupakan output pendidikan belasan atau puluhan tahun yang silam. 

Pengembangan pendidikan karakter nir hanya dilakukan di sekolah. Pengembangan karakter dapat ditumbuhkembangkan dimana saja murid berada. Tetapi demikian, pendidikan karakter perlu dikembangkan menggunakan keteladanan menurut orang dewasa. Apakah di sekolah, di rumah ataupun pada tengah lingkungan rakyat. Lingkungan rakyat luas jelas memiliki dampak besar terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai estetika serta etika buat pembentukan karakter. Dari perspektif Islam, berdasarkan Quraish Shihab (1996:321), situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai yg dianutnya, mensugesti sikap dan cara pandang rakyat secara holistik. Apabila sistem nilai dan pandangan mereka terbatas pada “sekarang dan pada sini”, maka upaya serta ambisinya terbatas pada kini serta pada sini jua.

Menurut pandangan penulis, pendidikan karakter dimasukkan pada muatan kurikulum mengacu pada isi Sistem Pendidikan Nasional yg tadi pada atas kemudian dituangkan dalam bentuk kalimat sebenarnya agak berlebihan. Karena pada pembelajaran formal pada sekolah merupakan suatu hal yang sudah harus bahwa pembelajaran ini berarti mendidik dan mengajar. Mendidik mempunyai sasaran dalam ranah afektif, yaitu akhlak, budi pekerti, dan budaya. Sedangkan mengajar lebih menekankan dalam ranah kognitif serta psikomotorik.

Realita yg ditemui penulis merupakan di satu sisi pemerintah dengan giat mewajibkan pendidikan karakter tertuang pada kurikulum pada setiap jenjang pendidikan, tetapi system pendidikan itu sendiri menghancurkan pendidikan karakter anak menggunakan menuntut keberhasilan pendidikan yang dinilai menurut keberhasilan Ujian Nasional. Seolah-olah pemerintah memiliki ketetapan bahwa bila dalam Ujian Nasional anak bisa lulus menggunakan nilai akademik baik maka pendidikan dikatakan berhasil. Sehingga buat mencapai kelulusan proses pendidikan yg diajarka oleh pendidik juga lebih menekankan dalam yang penting lulus. Ujian Nasional dirasakan bagaikan momok menyeramkan oleh peserta didik, sebagai akibatnya nir jarang buat meraih kelulusan terdapat murid yg melakukan tindakan mencontek. Demikian juga pihak sekolah, berupaya menggunakan apapun caranya supaya siswa bisa lulus 100%. Pendongkrakan nilai sekolahpun tidak ayal lagi dilakukan oleh pihak sekolah apabila diperkirakan nilai akademik anak didik dalam hasil Ujian Nasional rendah. Sehingga nilai akhir yang terdiri dari nilai sekolah serta nilai Ujian Nasional bisa mencapai baku kriteria kelulusan.

Pendidikan karakter ini selalu terdapat dalam setiap aktivitas pembelajaran tanpa harus dituangkan dalam bentuk kalimat yang lebih tampak misalnya slogan. Tetapi yang lebih penting lagi jika pendidikan karakter ditekankan waktu anak berada di jenjang SD. Dalam taraf pendidikan dasar pendidikan karakter didoktrinkan dalam jiwa setiap anak dengan contoh-model serta kegiatan pribadi yang berhubungan dengan karakter. Lantaran pendidikan karakter anak akan terbentuk baik jika kita mengetahui bahwa kita lebih mengedepankan figure serta contoh daripada slogan, memprioritaskan praktik daripada teori, serta berpijak terhadap hal yg realistis dan tidak membumbung. Sehingga materi buat tingkat pendidikan dasar seharusnya lebih ditekankan dalam pembentukan karakter anak bukan pada teori-teori suatu mata pelajaran. Apabila pendidikan karakter ini di usia dasar sudah mendogma dalam jiwa anak, buat langkah pembelajaran selanjutnya ketercapaian tujuan pendidikan akan lebih berhasil tanpa wajib menggembar-gemborkan pendidikan karakter yg hanya berupa jargon.

Pendidikan karakter sangat krusial dalam proses pembelajaran serta pendewasaan anak. Pendidikan karakter wajib diterapkan mulai menurut famili, sekolah sampai dalam lingkungan masyarakat. Penerapan pendidikan karakter harus dimulai sedini mungkin semenjak anak terlahir ke dunia.

Pendidikan karakter yang ditetapkan pemerintah menjadi muatan kurikulum pada setiap jenjang pendidikan terdapat baiknya tetapi lebih baik lagi apabila pendidikan karakter lebih ditekankan dalam tingkat pendidikan dasar. Sehingga murid lulusan pendidikan dasar sudah mempunyai karakter yg baik yang telah mendogma pada setiap jiwa peserta didik. Hal ini akan lebih mudah mengarahkan murid pada tingkat pendidikan selanjutnya sehingga tujuan pendidikan akan lebih tercapai.

PENGERTIAN PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT AHLI

Pengertian Pendidikan Karakter Menurut Ahli
1. Pendidikan Karakter Menurut Lickona
Secara sederhana, pendidikan karakter bisa didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter anak didik. Tetapi buat mengetahui pengertian yang sempurna, bisa dikemukakan pada sini definisi pendidikan karakter yg disampaikan sang Thomas Lickona. Lickona menyatakan bahwa pengertian pendidikan karakter adalah suatu bisnis yg disengaja buat membantu seseorang sehingga dia dapat memahami, memperhatikan, serta melakukan nilai-nilai etika yg inti.

2. Pendidikan Karakter Menurut Suyanto
Suyanto (2009) mendefinisikan karakter menjadi cara berpikir dan berperilaku yg sebagai ciri spesial tiap individu untuk hayati serta bekerja sama, baik pada lingkup keluarga, rakyat, bangsa, juga negara.

3. Pendidikan Karakter Menurut Kertajaya
Karakter merupakan karakteristik khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar dalam kepribadian benda atau individu tadi, serta adalah “mesin” yang mendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu (Kertajaya, 2010).

4. Pendidikan Karakter Menurut Kamus Psikologi
Menurut kamus psikologi, karakter adalah kepribadian dipandang berdasarkan titik tolak etis atau moral, contohnya kejujuran seseorang, dan umumnya berkaitan dengan sifat-sifat yang nisbi tetap (Dali Gulo, 1982: p.29).

Nilai-nilai dalam pendidikan karakter
Pertanyaannya, adakah yg salah pada kurikulum pendidikan pada masa lalu? Apakah kurikulum pada masa kemudian tidak memuat pendidikan karakter?Apakah kurikulum itu sendiri telah mempunyai karakter, sebagai akibatnya sanggup membangun karakter siswa?Sebagaimana diketahui, bahwa suatu kurikulum diterapkan sinkron menggunakan situasi dan kondisi pada masanya.kurikulum yg berlaku pada masanya itu dapat dicermati sudah mempunyai kesesuaian menggunakan situasi dan kondisi dalam waktu itu dan memiliki tujuan-tujuan ideal yang sudah dipertimbangkan dengan matang.

Kurikulum pendidikan yg berlaku dalam persekolahan pada Indonesia sudah rbagai penyempurnaan, terakhir dengan apa yg disebut sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang adalah implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan). Dalam Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan pemerintah ini tertuang bahwa pendidikan karakter dimasukkan pada muatan kurikulum.

Pendidikan karakter sudah menjadi perhatian aneka macam negara pada rangka mempersiapkan generasi yang berkualitas, bukan hanya buat kepentingan individu rakyat negara, tetapi juga buat warga rakyat secara holistik. Pendidikan karakter dapat diartikan menjadi the deliberate us of all dimensions of school life to foster optimal character development (usaha kita secara sengaja menurut seluruh dimensi kehidupan sekolah/madrasah buat membantu pembentukan karakter secara optimal.

Ada 18 buah nilai-nilai pendidikan karakter yaitu , Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai prestasi, Bersahabat/komunikatif,Cinta Damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli social, Tanggung jawab.

Lebih jelas tentang nilai-nilai pendidikan karakter dapat pada lihat dalam bagan dibawah ini

Nilai Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter memerlukan metode khusus yg tepat agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Di antara metode pembelajaran yang sinkron merupakan metode keteladanan, metode pembiasaan, serta metode pujian dan hukuman. //belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-karakter/

Pembinaan karakter anak didik di sekolah berarti berbagai upaya yg dilakukan oleh sekolah dalam rangka pembentukan karakter siswa. Istilah yg identik menggunakan pelatihan adalah pembentukan atau pembangunan. Terkait dengan sekolah, kini lagi digalakkan pembentukan kultur sekolah. Salah satu kultur yg dipilih sekolah merupakan kultur akhlak mulia. Dari sinilah ada kata pembentukan kultur akhlak mulia pada sekolah. 

Berdasarkan pembahasan pada atas terdapat tujuh cara baik yg wajib dilakukan anak buat menumbuhkan kebajikan utama (karakter yang baik), yaitu ikut merasakan, hati nurani, kontrol diri, rasahormat, kebaikan hati, toleransi, dan keadilan. Ketujuh macam kebajikan inilah yang dapat membangun manusia berkualitas pada mana pun serta kapan pun..

Pendidikan Karakter Menurut Penulis Dan Implementasinya
Anak usia sekolah hari ini merupakan pemimpin buat masa sekian belas atau puluh tahun yg akan tiba. Jika pendidikan karakter dikembangkan menggunakan metode doktrin dan pedagogi belaka, niscaya prilaku menyimpang yg terjadi pada masa yg akan dating justru lebih parah berdasarkan hari ini. Sebaliknya, pemimpin hari ini yg melakukan prilaku yg nir berkarakter baik merupakan output pendidikan belasan atau puluhan tahun yg silam. 

Pengembangan pendidikan karakter nir hanya dilakukan di sekolah. Pengembangan karakter bisa ditumbuhkembangkan dimana saja anak didik berada. Tetapi demikian, pendidikan karakter perlu dikembangkan menggunakan keteladanan berdasarkan orang dewasa. Apakah pada sekolah, pada tempat tinggal ataupun di tengah lingkungan rakyat. Lingkungan masyarakat luas kentara mempunyai pengaruh akbar terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai estetika dan etika buat pembentukan karakter. Dari perspektif Islam, menurut Quraish Shihab (1996:321), situasi kemasyarakatan menggunakan sistem nilai yang dianutnya, mensugesti sikap serta cara pandang warga secara holistik. Jika sistem nilai serta pandangan mereka terbatas dalam “sekarang serta pada sini”, maka upaya dan ambisinya terbatas dalam sekarang serta di sini pula.

Menurut pandangan penulis, pendidikan karakter dimasukkan pada muatan kurikulum mengacu dalam isi Sistem Pendidikan Nasional yang tadi di atas lalu dituangkan dalam bentuk kalimat sebenarnya relatif berlebihan. Karena dalam pembelajaran formal pada sekolah merupakan suatu hal yg sudah harus bahwa pembelajaran ini berarti mendidik dan mengajar. Mendidik memiliki target dalam ranah afektif, yaitu akhlak, budi pekerti, serta budaya. Sedangkan mengajar lebih menekankan pada ranah kognitif serta psikomotorik.

Realita yang ditemui penulis merupakan pada satu sisi pemerintah menggunakan giat mewajibkan pendidikan karakter tertuang dalam kurikulum dalam setiap jenjang pendidikan, namun system pendidikan itu sendiri menghancurkan pendidikan karakter anak dengan menuntut keberhasilan pendidikan yg dinilai berdasarkan keberhasilan Ujian Nasional. Seolah-olah pemerintah mempunyai ketetapan bahwa apabila dalam Ujian Nasional anak bisa lulus menggunakan nilai akademik baik maka pendidikan dikatakan berhasil. Sehingga buat mencapai kelulusan proses pendidikan yg diajarka sang pendidik pula lebih menekankan dalam yg krusial lulus. Ujian Nasional dirasakan bagaikan momok seram oleh siswa, sebagai akibatnya nir jarang buat meraih kelulusan terdapat siswa yg melakukan tindakan mencontek. Demikian pula pihak sekolah, berupaya menggunakan apapun caranya agar peserta didik dapat lulus 100%. Pendongkrakan nilai sekolahpun tidak ayal lagi dilakukan oleh pihak sekolah bila diperkirakan nilai akademik siswa pada hasil Ujian Nasional rendah. Sehingga nilai akhir yg terdiri berdasarkan nilai sekolah dan nilai Ujian Nasional bisa mencapai standar kriteria kelulusan.

Pendidikan karakter ini selalu ada pada setiap kegiatan pembelajaran tanpa harus dituangkan dalam bentuk kalimat yg lebih tampak misalnya jargon. Tetapi yang lebih krusial lagi apabila pendidikan karakter ditekankan waktu anak berada di jenjang Sekolah Dasar. Dalam tingkat pendidikan dasar pendidikan karakter didoktrinkan dalam jiwa setiap anak dengan model-contoh dan aktivitas langsung yang berhubungan dengan karakter. Karena pendidikan karakter anak akan terbentuk baik bila kita mengetahui bahwa kita lebih mengedepankan figure dan contoh daripada slogan, memprioritaskan praktik daripada teori, dan berpijak terhadap hal yg realistis dan nir membumbung. Sehingga materi buat tingkat pendidikan dasar seharusnya lebih ditekankan dalam pembentukan karakter anak bukan pada teori-teori suatu mata pelajaran. Jika pendidikan karakter ini pada usia dasar sudah mendogma dalam jiwa anak, untuk langkah pembelajaran selanjutnya ketercapaian tujuan pendidikan akan lebih berhasil tanpa wajib menggembar-gemborkan pendidikan karakter yg hanya berupa slogan.

Pendidikan karakter sangat penting pada proses pembelajaran serta pendewasaan anak. Pendidikan karakter wajib diterapkan mulai berdasarkan famili, sekolah hingga pada lingkungan rakyat. Penerapan pendidikan karakter harus dimulai sedini mungkin semenjak anak terlahir ke global.

Pendidikan karakter yang ditetapkan pemerintah menjadi muatan kurikulum pada setiap jenjang pendidikan terdapat baiknya tetapi lebih baik lagi jika pendidikan karakter lebih ditekankan pada taraf pendidikan dasar. Sehingga siswa lulusan pendidikan dasar sudah mempunyai karakter yg baik yg telah mendogma dalam setiap jiwa peserta didik. Hal ini akan lebih mudah mengarahkan anak didik pada tingkat pendidikan selanjutnya sebagai akibatnya tujuan pendidikan akan lebih tercapai.

PENGERTIAN PENDIDIKAN KARAKTER

1. Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter pada hakikatnya merupakan sebuah perjuangan bagi setiap individu buat menghayati kebebasannya pada relasi mereka dengan orang lain dan lingkungannya, sebagai akibatnya beliau dpat semkain mengukuhkan dirinya menjadi eksklusif yang unik dan spesial dan memiliki integritas moral yang bisa dipertanggung jawabkan.
Pengertian pendidikan karakter tersebut selain sejalan dengan pengertian karakter itu sendiri, yakni menjadi cetak biru, format dasar, sidik jari, sesuatu yang spesial dan chemistry, juga adalah struktur antropologi manusia; karena disanalah insan menghayati kebebasannya serta mengatasi keterbatasan dirinya. Struktur ontropologis ini melihat bahwa karakter  bukan sekadar hasil menurut sebuah tindakan, melainkan secara struktur merupakan hasil dan proses. Menurut Doni Koesoema A., (2007: tiga) dinamika ini menjadi semacam dialektika terus-menerus dalam diri manusia buat menghayati kebebasannya serta mengatasi keterbatasannya.

Lebih lanjut pendidikan karakter jua terkait menggunakan tiga matra pendidikan, yaitu pendidikan individual, pendidikan social dan pendidikan moral. Selanjutnya pendidikan social terkait dengan kemampuan mnusia pada membangun hubungan dengan insan serta lembaga lain secara harmonis dan funngsional yg selanjutnya menjadi cermin kebebasannya dalam mengorganisasi dirinya.
Dengan demikian, karakter yg didapatkan melalui tiga matra pendidikan tadi merupakan syarat dinamis berdasarkan struktur antropologi individu, yaitu individu yg tidak mau sekedar berhenti atas determinasi kodratnya, melaikan juga sebuah uusaha hayati buat sebagai semakin integral mengatasi determinasi alam pada dirinya, dan proses penyempurnaan dirinya secara terus-menerus. Pendidikan karakter dalam arti yang demikian itu, dari Ahmad Amin, pada etika (1983:143) adalah pendidikan yang semenjak usang sudah diperjuangkan oleh para filusuf, ahli pikir, bahkan para Rosul utusan Tuhan. Yaitu pendidikan karakter yang bersifat integral, keseluruhan, dinamis, komprehensif dan monoton hingga terbentuk sosok insan yang terbina semua potensi dirinya, serta memiliki kebebasan dan tanggung jawab buat mengekspresikan dalam seluruh aspek kehidupan.
Dalam pendidikan agama memberikan sumbangan bagi pendidikan karakter pada hal menanamkan fondasi yang lebih kokoh, kemertabatan yg paling luhur, kekayaan yang paling tinggi serta sumber kedamaian insan yg paling dalam. Pendidikan kepercayaan berperan amat penting dibandingkan pendidikan moral dan nilai sebagaimana tadi di atas, pada hal mempersatukan diri insan dengan empiris terakhir yg lebih tinggi, yaitu Tuhan Sang Pencipta yg sebagai fondasi kehidupan insan. Pendidikan kepercayaan yg menaruh sumbangan bagi pendidikan karakter tesebut, menurut Nurcholis Madjid, dalam menciptakan pulang Indonesia, (2004: 39), merupakan pendidikan kepercayaan yg tidak hanya berhenti dalam sebatas simbol-simbol dan pelaksanaan ritualistic. Melaikan pendidikan agama yang bisa mengajak siswa buat bisa menangkap makna hakiki yang terdapat pada baliknya.
Pendidikan karakter yang ditopang sang pendidikan moral, pendidikan nilai, pendidikan kepercayaan , dan pendidikan kewarganegaraan sama-sama membantu anak didik buat tumbuh secara lebih matang serta kaya, baik menjadi individu, juga menjadi makhluk sosial dalam konteks kehidupan bersama.
2. Pilar-pilar Pendidikan Moral
Berbagai fenomena serta realitas yang sebagai penghambat bagi terlasananya pendidikan moral, pendidikan nilai pendidikan agama serta pendidikan kewarganegaraan sebagai pilar-pilar pendukung pendidikan karakter tersebut kian hari tampak semakin parah dan lemah.
Realisasi pendidikan karakter tersebut jua harus ditopang oleh 3 pilar utama lembaga pendidikan, yaitu rumah tangga, sekolah serta warga (negara). Pendidikan dirumah tangga dilakukan sang orang tua dan anggota keluarga terdekat lainnya menggunakan dasar tanggung jawab moral keagamaan, yakni menganggap bahwa anak menjadi titipan dan amanah Tuhan yang harus dipertanggung jawabkan. Dilihat berdasarkan segi kecenderungannya, terdapat orang tua yang menginginkan anaknya dididik pada konteks lingkungan yang multicultural, ada juga orang tua yg ingin anaknya dididik dengan pendidikan yang diterimanya dirumah dan terdapat juga orang tua yg nir puas menggunakan pelayanan penddidikan yang diberikan sang sekolah, sehingga mereka menginginkan sebuah pendidikan cara lain yang selanjutnya dikenal dengan home schooling dan sebagainya.
Bertolak dari berbagai kekurangan yg dimiliki orang tua pada rumah, maka pendidikan karakter selanjutnya diserahkan kepada sekolah, menggunakan pertimbangan selain lantaran adalah institusi yg dibangun menggunakan tugas utamanya mendidik karakter bangsa, jua disekolah terdapat infrastruktur, sarana prasarana, SDM, manajemen, system, dan lainnya yang berkaitan menggunakan urusan pendidikan. Budaya sekolah yang buruk, seperti kultur tidak jujur, menyontek, mengatrol nilai, manipulasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), bisnis kitab pelajaran yg merugikan siswa, tidak disiplin, kurang bertanggung jawab terhadap kebersihan serta kesehatan lingkungan, hingga pelecehan seks masih mewarnai lembaga pendidikan yg bernama sekolah ini. Akibat dari keadaan ini, maka seseorang anak yg sebelum masuk sekolah terlihat jujur, taat beribadah, sopan dan santun, namun sesudah tamat sekolah malah akhlak serta karakternya semakin merosot.

Selanjutnya karena tempat tinggal tangga dan sekolah menjadi pilar-pilar utama bagi pendidikan karakter tadi telah kurang efektif lagi, bahkan telah musnah, maka pemerintah serta warga pula harus bertanggung jawab, otoritas, dana, fasilitas, sumber daya manusia dan system yg dimilikinya, pemerintah memiliki peluang yang lebih akbar buat menyelenggarakan pendidikan karakter  bangsa. Tetapi demikian, pilar pemerintah ini pun pada keadaan ringkih dan nir efektif. Banyaknya pejabat pemerintah mulai menurut atas hingga bawah, mulai berdasarkan pusat hingga kedaerah yg terlibat dalam tindak korupsi, penyalahgunaan jabatan serta kewenangan yang berdampak dalam kerusakan lingkungan, serta adanya sejumlah kebijakan yg dinilai tidak berpihak pada rakyat kecil, dan pola hidup foya-foya, mengakibatkan bagi pendidikan karakter  sebagai amat merosot.

Sumber : Dari Berbagai asal !!

PENGERTIAN PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA

Pengertian Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa 
Sesuai dengan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional maka pendidikan nasional berfungsi membuatkan serta membentuk tabiat serta peradaban bangsa yang bermartabat pada rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan buat berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta sebagai rakyat negara yang demokratis serta bertanggungjawab (Pasal tiga UU Sisdiknas). Sedangkan budaya merupakan nilai, moral, kebiasaan serta keyakinan (belief), fikiran yang dianut oleh suatu masyarakat/bangsa dan mendasari konduite seseorang sebagai dirinya, anggota rakyat, dan warganegara. Budaya mengatur perilaku seorang tentang sesuatu yang dipercaya benar, baik, dan indah. Selanjutnya, karakter merupakan tabiat yang terbentuk menurut nilai, moral, serta norma yg mendasari cara pandang, berfikir, sikap, serta cara bertindak seorang serta yg membedakan dirinya menurut orang lainnya. Karakter bangsa terwujud berdasarkan karakter seorang yg menjadi anggota rakyat bangsa tersebut. 

Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan pendidikan yang menyebarkan nilai-nilai budaya dan karakter pada diri siswa sebagai akibatnya menjadi dasar bagi mereka pada berpikir, bersikap, bertindak pada menyebarkan dirinya menjadi individu, anggota rakyat, serta warganegara. Nilai-nilai budaya serta karakter bangsa yg dimiliki siswa tersebut menjadikan mereka menjadi warganegara Indonesia yang mempunyai kekhasan dibandingkan menggunakan bangsa-bangsa lain.

A. Landasan Pedagogis Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya sadar buat mengembangkan potensi siswa secara optimal. Usaha sadar tersebut nir boleh dilepaskan menurut lingkungan peserta didik berada terutama dari lingkungan budayanya (Ki Hajar Dewantara; Pring; Oliva). Pendidikan yg nir dilandasi oleh prinsip tadi akan mengakibatkan mereka tercerabut berdasarkan akar budayanya. Ketika hal ini terjadi maka mereka tidak akan mengenal budayanya menggunakan baik sehingga beliau sebagai orang “asing” pada lingkungan budayanya. Selain menjadi orang asing, yg lebih mengkhawatirkan adalah beliau sebagai orang yg nir menyukainya budayanya.

Budaya yang mengakibatkan siswa tumbuh serta berkembang merupakan budaya di lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan yang lebih luas yaitu budaya nasional bangsanya serta budaya universal yang dianut sang ummat manusia. Jika siswa sebagai asing terhadap bulat-lingkaran budaya tadi pada gilirannya maka beliau tidak mengenal dengan baik budaya bangsanya dan dirinya sebagai anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian maka dia sangat rentan terhadap dampak budaya luar serta bahkan cenderung buat menerima budaya luar tanpa proses pertimbangan (valueing). Kecenderungan itu terjadi karena dia tidak memiliki kebiasaan dan nilai budaya nasional nya yg dapat digunakan menjadi dasar buat melakukan pertimbangan (valueing) tersebut. 

Semakin bertenaga dasar pertimbangan yang dimilikinya semakin bertenaga juga kecenderungannya untuk sebagai warganegara yg baik. Pada titik kulminasinya, kebiasaan serta nilai budaya tersebut akan sebagai norma dan nilai budaya bangsanya. Dengan demikian maka warganegara Indonesia akan mempunyai wawasan, cara berpikir, cara bertindak dan menuntaskan kasus yg sesuai dengan kebiasaan dan nilai karakteristik ke-Indonesia-annya. Hal ini sinkron dengan fungsi primer pendidikan yang diamanatkan pada UU Sisdiknas yaitu “menyebarkan kemampuan dan menciptakan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat pada rangka mencerdaskan kehidupan bangsa” . Oleh karena itu aturan dasar yang mengatur pendidikan nasional (Undang-Undang Dasar 1945 serta UU Sisdiknas) telah memberikan landasan yang kokoh buat membuatkan holistik potensi diri seseorang menjadi anggota rakyat serta bangsa. 

Proses pengembangan nilai-nilai yang sebagai landasan dari karakter tersebut menghendaki suatu proses yg berkelanjutan (never ending process), dilakukan melalui banyak sekali mata pelajaran yang ada pada kurikulum (kewarganegaraan, sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, bahasa Indonesia, IPS, IPA, matematika, kepercayaan , pendidikan jasmani serta olahraga, seni serta ketrampilan). Dalam membuatkan pendidikan karakter bangsa kesadaran akan siapa dirinya serta bangsanya adalah bagian yang teramat penting. Prof Dr Sartono Kartodirdjo secara tegas menyatakan bahwa kesadaran tersebut hanya bisa terbangun menggunakan baik melalui pendidikan sejarah lantaran sejarah bisa menaruh kesadaran dan penerangan mengenai siapa dirinya serta bangsanya di masa lalu yang membuat dirinya serta bangsanya di masa kini . Selain itu pada pendidikan karakter bangsa harus terbangun jua kesadaran, pengetahuan, wawasan, serta nilai berkenaan dengan lingkungan pada mana dirinya serta bangsanya hayati (geografi), nilai yang hayati pada masyarakat (antropologi), sistem sosial yang berlaku dan sedang berkembang (sosiologi), sistem ketatanegaraan, pemerintahan, dan politik (ketatanegaraan/ politik/ kewarganegaraan), bahasa Indonesia dengan cara berpikirnya, kehidupan perekonomian, ilmu, teknologi, dan seni. Artinya, perlu ada upaya terobosan terhadap kurikulum berupa pengembangan nilai-nilai yang sebagai dasar bagi pendidikan budaya dan karakter bangsa. Dengan terobosan kurikulum yg demikian maka nilai dan karakter yang dikembangkan dalam diri peserta didik akan sangat kokoh dan memiliki efek nyata pada kehidupan dirinya, rakyat, bangsa serta bahkan ummat manusia. 

Pendidikan budaya serta karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan (virtue) yang sebagai dasar budaya dan karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut suatu karakter dalam dasarnya adalah nilai. Oleh karenanya pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yg dari menurut pandangan hidup/ideology bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan pada tujuan pendidikan nasional. 

B. Fungsi Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Pendidikan budaya serta karakter bangsa berfungsi menjadi:
  1. Perluasan pengembangan potensi peserta didik supaya mereka mempunyai kepeduliaan terhadap nilai-nilai yg mendasari kehidupan budaya serta karakter bangsa
  2. Memperkuat peran pendidikan nasional buat bertanggungjawab dalam pengembangan ranah yg lebih luas berdasarkan ranah kognitif.
  3. Wahana pada membuatkan potensi humanisme siswa sebagai individu, anggota masyarakat, dan warganegara 
Tujuan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa 
Tujuan pendidikan budaya serta karakter bangsa merupakan:
  1. Mengembangkan potensi afektif peserta didik menjadi insan dan warganegara yg memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa 
  2. Mengembangkan kemampuan peserta didik sebagai insan yg mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan
  3. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah menjadi lingkungan belajar yg aman, jujur, penuh kreativitas serta persahabatan, dan menggunakan rasa kebangsaan yg tinggi serta penuh dignity.
C. Nilai-nilai Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
Nilai-nilai yang dikembangkan pada pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari:
  • Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu kehidupan individu, warga , serta bangsa selalu didasari pada ajaran kepercayaan . Secara politis kehidupan kenegaraan pun didasari dalam nilai-nilai yg dari dari agama. Atas dasar pertimbangan itu maka nilai-nilai pendidikan budaya serta karakter bangsa wajib berdasarkan pada nilai-nilai serta kaedah yang asal menurut kepercayaan .
  • Pancasila: negara Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan serta kenegaraan yang dianggap Pancasila. Pancasila masih ada pada Pembukaan UUD 1945 serta dijabarkan lebih lanjut pada pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945 tersebut. Artinya, nilai-nilai yang terdapat pada Pancasila sebagai nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya serta karakter bangsa bertujuan mempersiapkan siswa sebagai warganegara yg lebih baik dan warganegara yang lebih baik adalah warganegara yg menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warganegara.
  • Budaya adalah suatu kebenaran bahwa nir terdapat manusia yang hidup bermasyarakat yg nir didasari oleh nilai-nilai budaya yg diakui warga tersebut. Nilai-nilai budaya tersebut dijadikan dasar pada memberi makna terhadap suatu konsep dan arti pada komunikasi antar anggota masyarakat tersebut. Posisi budaya yang demikian krusial dalam kehidupan rakyat mengharuskan budaya sebagai asal nilai-nilai dari pendidikan budaya dan karakter bangsa.
  • Tujuan Pendidikan Nasional merupakan kualitas insan Indonesia yg wajib dikembangkan sang aneka macam satuan pendidikan di banyak sekali jenjang dan jalur. Di dalam tujuan pendidikan nasional masih ada banyak sekali nilai kemanusiaan yang wajib dimiliki seseorang warganegara. Oleh karenanya, tujuan pendidikan nasional merupakan asal yang paling operasional pada pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. 
Berdasarkan keempat sumber nilai tersebut maka didapatkan sejumlah nilai buat pendidikan budaya dan karakter bangsa, yaitu:
  • Religius : suatu perilaku serta konduite yang patuh dalam melaksanakan ajaran kepercayaan yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah kepercayaan lain, serta hidup rukun menggunakan pemeluk kepercayaan lain.
  • Jujur: konduite yang didasarkan pada kebenaran, menghindari konduite yang salah , dan mengakibatkan dirinya menjadi orang yang selalu bonafide dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. 
  • Toleransi: suatu tindakan dan sikap yg menghargai pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari pendapat, sikap, serta tindakan dirinya.
  • Disiplin: suatu tindakan tertib serta aptuh pada banyak sekali ketentuan serta peraturan yg wajib dilaksanakannya.
  • Kerja keras: suatu upaya yang diperlihatkan buat selalu menggunakan saat yang tersedia buat suatu pekerjaan menggunakan sebaik-baiknya sehingga pekerjaan yg dilakukan terselesaikan dalam waktunya
  • Kreatif: berpikir buat membentuk suatu cara atau produk baru berdasarkan apa yang telah dimiliki
  • Mandiri: kemampuan melakukan pekerjaan sendiri menggunakan kemampuan yang telah dimilikinya
  • Demokratis: sikap dan tindakan yang menilai tinggi hak serta kewajiban dirinya dan orang lain pada kedudukan yang sama
  • Rasa ingin tahu: suatu sikap serta tindakan yang selalu berupaya buat mengetahui apa yg dipelajarinya secara lebih mendalam dan meluas pada berbagai aspek terkait. 
  • Semangat kebangsaan: suatu cara berpikir, bertindak, serta wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
  • · Cinta tanah air: suatu perilaku yg menampakan kesetiaan, kepedulian, serta penghargaan yang tinggi terhadap lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, serta politik bangsanya.
  • · Menghargai prestasi: suatu sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yg bermanfaat bagi warga , dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.
  • Bersahabat/komunikatif: suatu tindakan yg menerangkan rasa senang berbicara, bergaul, dan berafiliasi menggunakan orang lain.
  • Cinta damai: suatu sikap serta tindakan yg selalu mengakibatkan orang lain senang dan dirinya diterima dengan baik oleh orang lain, rakyat serta bangsa
  • Senang membaca: suatu norma yg selalu menyediakan waktu buat membaca bahan bacaan yg memberikan kebajikan bagi dirinya.
  • Peduli sosial: suatu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberikan donasi untuk membantu orang lain serta rakyat dalam meringankan kesulitan yang mereka hadapi.
  • Peduli lingkungan: suatu sikap serta tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan dalam lingkungan alam di sekitarnya, serta menyebarkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yg sudah terjadi.

PENGERTIAN PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA

Pengertian Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa 
Sesuai dengan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional maka pendidikan nasional berfungsi berbagi dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan buat berkembangnya potensi siswa supaya sebagai insan yg beriman dan bertakwa pada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, berdikari, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab (Pasal tiga UU Sisdiknas). Sedangkan budaya adalah nilai, moral, kebiasaan serta keyakinan (belief), fikiran yang dianut sang suatu masyarakat/bangsa dan mendasari perilaku seorang sebagai dirinya, anggota warga , serta warganegara. Budaya mengatur perilaku seorang mengenai sesuatu yang dianggap benar, baik, serta indah. Selanjutnya, karakter merupakan tabiat yang terbentuk dari nilai, moral, serta kebiasaan yang mendasari cara pandang, berfikir, perilaku, dan cara bertindak seseorang serta yg membedakan dirinya dari orang lainnya. Karakter bangsa terwujud berdasarkan karakter seseorang yg menjadi anggota masyarakat bangsa tadi. 

Pendidikan budaya serta karakter bangsa adalah pendidikan yang membuatkan nilai-nilai budaya dan karakter dalam diri peserta didik sehingga sebagai dasar bagi mereka pada berpikir, bersikap, bertindak dalam berbagi dirinya sebagai individu, anggota masyarakat, dan warganegara. Nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang dimiliki siswa tadi mengakibatkan mereka sebagai warganegara Indonesia yang mempunyai kekhasan dibandingkan menggunakan bangsa-bangsa lain.

A. Landasan Pedagogis Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya sadar buat mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Usaha sadar tersebut tidak boleh dilepaskan dari lingkungan siswa berada terutama menurut lingkungan budayanya (Ki Hajar Dewantara; Pring; Oliva). Pendidikan yg tidak dilandasi sang prinsip tersebut akan mengakibatkan mereka tercerabut berdasarkan akar budayanya. Ketika hal ini terjadi maka mereka nir akan mengenal budayanya menggunakan baik sebagai akibatnya beliau sebagai orang “asing” pada lingkungan budayanya. Selain sebagai orang asing, yg lebih mengkhawatirkan adalah dia menjadi orang yang nir menyukainya budayanya.

Budaya yang menyebabkan peserta didik tumbuh serta berkembang merupakan budaya di lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan yg lebih luas yaitu budaya nasional bangsanya serta budaya universal yang dianut oleh ummat insan. Jika peserta didik sebagai asing terhadap bulat-lingkaran budaya tersebut pada gilirannya maka dia tidak mengenal menggunakan baik budaya bangsanya serta dirinya sebagai anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian maka dia sangat rentan terhadap dampak budaya luar dan bahkan cenderung buat menerima budaya luar tanpa proses pertimbangan (valueing). Kecenderungan itu terjadi lantaran beliau nir mempunyai kebiasaan serta nilai budaya nasional nya yang bisa dipakai menjadi dasar buat melakukan pertimbangan (valueing) tadi. 

Semakin kuat dasar pertimbangan yg dimilikinya semakin bertenaga juga kecenderungannya buat menjadi warganegara yg baik. Pada titik kulminasinya, norma serta nilai budaya tersebut akan menjadi kebiasaan dan nilai budaya bangsanya. Dengan demikian maka warganegara Indonesia akan mempunyai wawasan, cara berpikir, cara bertindak dan menuntaskan masalah yang sinkron menggunakan norma serta nilai karakteristik ke-Indonesia-annya. Hal ini sinkron dengan fungsi primer pendidikan yg diamanatkan dalam UU Sisdiknas yaitu “berbagi kemampuan dan menciptakan tabiat serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa” . Oleh karenanya anggaran dasar yang mengatur pendidikan nasional (Undang-Undang Dasar 1945 dan UU Sisdiknas) sudah memberikan landasan yg kokoh buat menyebarkan holistik potensi diri seseorang menjadi anggota warga dan bangsa. 

Proses pengembangan nilai-nilai yg sebagai landasan dari karakter tersebut menghendaki suatu proses yang berkelanjutan (never ending process), dilakukan melalui aneka macam mata pelajaran yg ada dalam kurikulum (kewarganegaraan, sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, bahasa Indonesia, IPS, IPA, matematika, agama, pendidikan jasmani dan olahraga, seni dan ketrampilan). Dalam membuatkan pendidikan karakter bangsa pencerahan akan siapa dirinya serta bangsanya merupakan bagian yang teramat krusial. Prof Dr Sartono Kartodirdjo secara tegas menyatakan bahwa kesadaran tadi hanya bisa terbangun menggunakan baik melalui pendidikan sejarah lantaran sejarah bisa memberikan pencerahan serta penjelasan tentang siapa dirinya serta bangsanya di masa lalu yg membuat dirinya serta bangsanya pada masa sekarang. Selain itu pada pendidikan karakter bangsa wajib terbangun juga kesadaran, pengetahuan, wawasan, dan nilai berkenaan dengan lingkungan di mana dirinya dan bangsanya hidup (geografi), nilai yg hayati pada masyarakat (antropologi), sistem sosial yang berlaku dan sedang berkembang (sosiologi), sistem ketatanegaraan, pemerintahan, dan politik (ketatanegaraan/ politik/ kewarganegaraan), bahasa Indonesia dengan cara berpikirnya, kehidupan perekonomian, ilmu, teknologi, serta seni. Artinya, perlu terdapat upaya terobosan terhadap kurikulum berupa pengembangan nilai-nilai yg sebagai dasar bagi pendidikan budaya dan karakter bangsa. Dengan terobosan kurikulum yang demikian maka nilai dan karakter yg dikembangkan pada diri peserta didik akan sangat kokoh serta mempunyai dampak nyata pada kehidupan dirinya, rakyat, bangsa dan bahkan ummat insan. 

Pendidikan budaya serta karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan (virtue) yg menjadi dasar budaya dan karakter bangsa. Kebajikan yang sebagai atribut suatu karakter dalam dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yg dari berdasarkan pandangan hidup/ideology bangsa Indonesia, agama, budaya, serta nilai-nilai yg terumuskan pada tujuan pendidikan nasional. 

B. Fungsi Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Pendidikan budaya dan karakter bangsa berfungsi sebagai:
  1. Perluasan pengembangan potensi siswa supaya mereka memiliki kepeduliaan terhadap nilai-nilai yang mendasari kehidupan budaya dan karakter bangsa
  2. Memperkuat peran pendidikan nasional buat bertanggungjawab pada pengembangan ranah yang lebih luas menurut ranah kognitif.
  3. Wahana pada mengembangkan potensi humanisme peserta didik menjadi individu, anggota warga , serta warganegara 
Tujuan Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa 
Tujuan pendidikan budaya serta karakter bangsa merupakan:
  1. Mengembangkan potensi afektif peserta didik menjadi insan serta warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa 
  2. Mengembangkan kemampuan peserta didik sebagai manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan
  3. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah menjadi lingkungan belajar yang aman, amanah, penuh kreativitas serta persahabatan, serta menggunakan rasa kebangsaan yg tinggi serta penuh dignity.
C. Nilai-nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Nilai-nilai yg dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari:
  • Agama: rakyat Indonesia adalah warga beragama. Oleh karenanya kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran kepercayaan . Secara politis kehidupan kenegaraan pun didasari dalam nilai-nilai yg dari menurut agama. Atas dasar pertimbangan itu maka nilai-nilai pendidikan budaya serta karakter bangsa wajib berdasarkan dalam nilai-nilai dan kaedah yang berasal menurut agama.
  • Pancasila: negara Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yg dianggap Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 serta dijabarkan lebih lanjut pada pasal-pasal yang masih ada pada Undang-Undang Dasar 1945 tadi. Artinya, nilai-nilai yg terdapat pada Pancasila sebagai nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, serta seni. Pendidikan budaya serta karakter bangsa bertujuan mempersiapkan siswa menjadi warganegara yg lebih baik dan warganegara yang lebih baik merupakan warganegara yang menerapkan nilai-nilai Pancasila pada kehidupannya menjadi warganegara.
  • Budaya merupakan suatu kebenaran bahwa nir terdapat insan yg hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui warga tadi. Nilai-nilai budaya tersebut dijadikan dasar dalam memberi makna terhadap suatu konsep dan arti pada komunikasi antar anggota rakyat tersebut. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan rakyat mengharuskan budaya sebagai asal nilai-nilai dari pendidikan budaya serta karakter bangsa.
  • Tujuan Pendidikan Nasional merupakan kualitas manusia Indonesia yang wajib dikembangkan sang banyak sekali satuan pendidikan pada berbagai jenjang dan jalur. Di pada tujuan pendidikan nasional masih ada berbagai nilai kemanusiaan yg wajib dimiliki seseorang warganegara. Oleh karenanya, tujuan pendidikan nasional merupakan sumber yg paling operasional pada pengembangan pendidikan budaya serta karakter bangsa. 
Berdasarkan keempat sumber nilai tersebut maka dihasilkan sejumlah nilai untuk pendidikan budaya serta karakter bangsa, yaitu:
  • Religius : suatu sikap serta konduite yang patuh pada melaksanakan ajaran agama yg dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah kepercayaan lain, serta hidup rukun menggunakan pemeluk agama lain.
  • Jujur: perilaku yg didasarkan dalam kebenaran, menghindari konduite yg keliru, dan berakibat dirinya sebagai orang yg selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, serta pekerjaan. 
  • Toleransi: suatu tindakan serta perilaku yang menghargai pendapat, sikap dan tindakan orang lain yg tidak selaras dari pendapat, perilaku, serta tindakan dirinya.
  • Disiplin: suatu tindakan tertib serta aptuh pada banyak sekali ketentuan serta peraturan yang wajib dilaksanakannya.
  • Kerja keras: suatu upaya yang diperlihatkan buat selalu memakai saat yg tersedia buat suatu pekerjaan menggunakan sebaik-baiknya sehingga pekerjaan yang dilakukan terselesaikan pada waktunya
  • Kreatif: berpikir buat membuat suatu cara atau produk baru menurut apa yang sudah dimiliki
  • Mandiri: kemampuan melakukan pekerjaan sendiri dengan kemampuan yang telah dimilikinya
  • Demokratis: sikap serta tindakan yang menilai tinggi hak serta kewajiban dirinya dan orang lain pada kedudukan yg sama
  • Rasa ingin tahu: suatu perilaku dan tindakan yg selalu berupaya buat mengetahui apa yang dipelajarinya secara lebih mendalam serta meluas dalam berbagai aspek terkait. 
  • Semangat kebangsaan: suatu cara berpikir, bertindak, dan wawasan yg menempatkan kepentingan bangsa dan negara pada atas kepentingan diri serta kelompoknya.
  • · Cinta tanah air: suatu sikap yg memperlihatkan kesetiaan, kepedulian, serta penghargaan yg tinggi terhadap lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.
  • · Menghargai prestasi: suatu sikap serta tindakan yang mendorong dirinya buat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi rakyat, serta mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.
  • Bersahabat/komunikatif: suatu tindakan yang memperlihatkan rasa bahagia berbicara, berteman, serta bekerjasama dengan orang lain.
  • Cinta tenang: suatu perilaku serta tindakan yang selalu mengakibatkan orang lain bahagia dan dirinya diterima menggunakan baik sang orang lain, rakyat serta bangsa
  • Senang membaca: suatu norma yang selalu menyediakan waktu buat membaca bahan bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
  • Peduli sosial: suatu sikap serta tindakan yg selalu ingin menaruh donasi untuk membantu orang lain serta warga pada meringankan kesulitan yang mereka hadapi.
  • Peduli lingkungan: suatu sikap serta tindakan yg selalu berupaya mencegah kerusakan dalam lingkungan alam pada sekitarnya, serta mengembangkan upaya-upaya buat memperbaiki kerusakan alam yg telah terjadi.

PENDIDIKAN KARAKTER APA MENGAPA DAN BAGAIMANA IMPLEMENTASINYA DI SATUAN PENDIDIKAN

Pendidikan Karakter : Apa, Mengapa, dan Bagaimana Implementasinya pada Satuan Pendidikan 
Pendidikan sesungguhnya adalah transformasi budaya, sehingga problem budaya serta karakter bangsa yg kurang baik akan menjadi sorotan tajam rakyat terhadap pelaksanaan pendidikan pada setiap satuan pendidikan. Sorotan itu tentang aneka macam aspek kehidupan, tertuang dalam aneka macam tulisan pada media cetak, wawancara, obrolan, serta gelar wicara di media elektro. Selain pada media masa, para pemuka warga , para pakar, serta para pengamat pendidikan, serta pengamat sosial berbicara tentang masalah budaya dan karakter bangsa pada aneka macam forum seminar, baik dalam tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yg ada pada masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupn politik yang nir produktif, dan sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di media massa, seminar, serta pada berbagai kesempatan. Berbagai alternatif penyelesaian diajukan misalnya peraturan, undang-undang, peningkatan upaya aplikasi dan penerapan aturan yg lebih bertenaga. 

Alternatif lain yang banyak dikemukakan buat mengatasi, paling tidak mengurangi, masalah budaya dan karakter bangsa yg dibicarakan itu merupakan pendidikan. Pendidikan dipercaya menjadi cara lain yang bersifat preventif lantaran pendidikan menciptakan generasi baru bangsa yang lebih baik. Sebagai cara lain yang bersifat preventif, pendidikan dibutuhkan bisa mengembangkan kualitas generasi belia bangsa pada banyak sekali aspek yg bisa memperkecil serta mengurangi penyebab banyak sekali masalah budaya dan karakter bangsa, mengapa tidak lantaran pendidikan sesungguhnya merupakan transformasi budaya. Memang diakui bahwa output dari pendidikan akan terlihat dampaknya pada saat yang nir segera, namun mempunyai daya tahan serta pengaruh yg kuat di warga dalam saat yang nisbi usang sebagai akibatnya membentuk pendidikan sesungguhnya investasi jangka panjang.

Kurikulum adalah jantungnya pendidikan (curriculum is the heart of education). Oleh karenanya, telah seharusnya kurikulum taraf satuan pendidikan (KTSP), ketika ini, memberikan perhatian yg lebih akbar pada pendidikan budaya serta karakter bangsa dibandingkan kurikulum masa sebelumnya, bepergian kurikulum pada Indonesia berdasarkan tahun 1947 hingga dengan tahun 2004 (sebelum KTSP) adalah:

(1) pada tahun 1947 
• Perubahan kisi-kisi pendidikan berdasarkan orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional 
• Asas Pendidikan ditetapkan: Panca Sila 
• Baru dilaksanakan pada sekolah-sekolah tahun 1950
• Memuat 2 hal utama: 
1. Daftar mata pelajaran; 
2. Garis-garis pengajaran 
• Mengurangi pendidikan pikiran, mengutamakan pendidikan watak, pencerahan bernegara serta bermasyarakat, mteri pelajaran dihubungkan menggunakan insiden sehari-hari, perhatian thd kesenian serta pendidikan jasmani.

(dua) Tahun 1952 : 
• Lebih merinci setiap mata pelajaran 
• Silabus lebih kentara, satu pengajar mengajar satu mapel 

(3) Tahun 1954 (kurikulum gaya usang):
• Tujuan Pembelajaran tidak dinyatakan secara jelas 

(4) Tahun 1962 (kurikulum gaya baru 
• Mempercepat pembangunan nasional 
• Membangun interaksi menggunakan bangsa-bangsa lain
• Menjalankan kebijakan luar negeri negara 

(5) Tahun 1964 
• Fokus dalam pengembangan daya, cipta, rasa, karsa, serta moral (pancawardhana)
• Mata pelajaran dikelompokkan sebagai lima grup bidang studi: 
1. Moral; 
2. Kecerdasan; 
3. Emosional/artistik; 
4. Keprigelan (ketrampilan); 
5. Jasmaniah 
• Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional simpel 

(6) Tahun 1968 
• Merupakan revisi Kurikulum 1964, yang dicitrakan sebgai produk orde lama  
• Tujuan: membangun insan Panca Sila seutuhnya. 
• Menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pelatihan Panca Sila, Pengetahuan Dasar, serta Kecakapan Khusus 
• Jumlah mata pelajaran : 9. 
• Muatan materi bersifat teoritis, tdk mengaitkan menggunakan permasalahan faktual di lapangan 
• Titik berat: materi apa saja yg tepat diberikan pada anak didik di tiap jenjang pendidikan

(7) Tahun 1975 
• Menekankan dalam tujuan, agar pendidikan lebih efisien serta efektif 
• Dipengaruhi oleh konsep pada bidang manajemen, yaitu MBO (Management by Objective)
• Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI)
• Lahir istilah Satpel (Satuan pelajaran), yaitu planning pelajaran setiap satuan bahasan 
• Setiap satpel dirinci lagi: Tujuan Instruksional Umum, Tujuan Instruksional Khusus, Materi Pelajaran, Alat pelajaran, Kegiatan Belajar-Mengajar, dan Evaluasi 
• Banyak dikritik karena pengajar banyak dibentuk sibuk menulis rincian dari setiap kegiatan pembelajaran 

(8) Tahun 1984 
• Mengusung process skill approach (pendekatan ketrampilan proses), dg tetap menduga penting faktor tujuan 
• Sering pula diklaim ‘Kurikulum 1975 yg disempurnakan’
• Siswa diposisikan sebagai subyek belajar (mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan, sampai melaporkan). 
• Model pembelajaran ini diklaim CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), atau SAL (Student Active Learning). 
• Tokoh krusial dibalik lahirnya Kur. 1984 merupakan Prof. Conny R. Semiawan (Kepala Puskur1980-1986), pula Rektor IKIP Jakarta (1984-1992).
• Konsep CBSA yg mengagumkan secara teori serta mengagumkan hasilnya saat pada sekolah-sekolah yg dujicobakan, mengalami poly deviasi serta reduksi waktu dilaksanakan secara nasional.
• Yang menonjol hanyalah kegaduhan waktu diskusi, dan di sana-sini terdapat tempelan gambar-gambar , guru tidak lagi mengajar model ceramah. 
• Banyak bermunculan penolakan thd CBSA

(9) Tahun 1994 Suplemen tqhun 1999 
• Merupakan upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya (Kur. 1975 & Kur. 1984), yaitu pendekatan tujuan serta proses.
• Banyak mendapatkan kritik karena beban belajar murid terlalu berat, berdasarkan muatan nasional sampai muatan lokal. 
• Berbagai kepentingan kelompok-gerombolan masyarakat mendesakkan agar informasi-gosip tertentu masuk dalam kurikulum. 
• Menjelma menjadi kurikulum super padat 
• Diterbitkan Suplemen Kurikulum 1999, berisi pengaturan pada materi yang di Kur. 1994 diserahkan pengurutannya pada para guru

(10) Tahun 2004 
• Juga dikenal menggunakan KBK (kurikulum Berbasis Kompetensi).
• Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apa yg mesti dicapai. 
• Muncul kerancuan bila dikaitkan dengan indera ukur kompetensi murid, yaitu ujian!, baik yg berupa ujian nasional maupun ujian akhir sekolah menggunakan soal pilihan ganda. 
• Mestinya lebih poly pada praktek dan soal uraian terbuka buat mengukur taraf kompetensi murid.
• Banyak guru jua belum tahu esensi berdasarkan KBK
• Sampai akhirnya diganti, Kurikulum 2004 masih dalam tingkat uji coba 

(11)KTSP 
• Ditinjau menurut segi isi dan proses pencapaian taget kompetensi pelajaran oleh anak didik dan teknis penilaiannya tidaklah (banyak) berbeda dengan Kurikulum 2004. 
• Perbedaan dengan Kurikulum 2004 yg paling tampak adalah bahwa guru lebih diberikan kebebasan utk merencanakan pembelajaran sesuai dg kondisi siswa serta syarat sekolah berada. 
• Pemerintah- dalam hal ini Depdiknas, hanya memutuskan kerangka dasar, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Kompetensi & Kompetensi Dasar tiap mata pelajaran. 
• Selebihnya, (indikator, materi, maupun penilaiannya) diserahkan kepada para guru & satuan pendidikan pada bawah koordinasi dan pengawasan pemerintah kab./kota. 

Uraian di atas menerangkan bahwa penyusunan KTSP sebagai landasan pengelolaan pembelajaran dalam satuan pendidikan yg dapat merespon pendidikan menjadi transformasi budaya yang dalam akhirnya menghasilkan luaran pendidikan yang beriptek dan berimtaq dapat tewujud dengan cataan asal daya insan pengelolah satuan pendidikan mempunyai kualitas yang memadai.

Pengawas sekolah yang adalah Jabatan fungsional Pengawas Sekolah merupakan jabatan fungsional yg mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab dan wewenang buat melaksanakan kegiatan supervisi akademik serta manajerial pada satuan pendidikan (Permenpan serta RB no. 21 Th 2010). Oleh sebab itu maka pengawas sekolah memegang peran yang stragis buat membantu satuan pendidikan pada pengelolaan buat mewujudkan luaran satuan pendidikan yang berkarakter. Olehyang itu bagaimana implementasi pendidikan karatek bangsa kedalam KTSP 

Pengertian Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
Undang-Undang Republik Indonesia angka 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi serta tujuan pendidikan nasional yg wajib digunakan pada membuatkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal tiga UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi membuatkan serta membangun tabiat serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan buat berkembangnya potensi siswa agar menjadi insan yg beriman serta bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi rakyat negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional itu adalah rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan sang setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional sebagai dasar pada pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

Untuk mendapatkan wawasan mengenai arti pendidikan budaya serta karakter bangsa perlu dikemukakan pengertian istilah budaya, karakter bangsa, serta pendidikan. Pengertian yg dikemukakan di sini dikemukakan secara teknis dan dipakai dalam berbagi panduan ini. Guru-pengajar Antropologi, Pendidikan Kewarganegaraan, dan mata pelajaran lain, yg istilah-kata itu menjadi utama bahasan dalam mata pelajaran terkait, permanen mempunyai kebebasan sepenuhnya membahas dan berargumentasi mengenai kata-istilah tersebut secara akademik.

Budaya diartikan menjadi holistik sistem berpikir, nilai, moral, norma, serta keyakinan (belief) manusia yg didapatkan rakyat. Sistem berpikir, nilai, moral, kebiasaan, dan keyakinan itu merupakan output menurut interaksi manusia menggunakan sesamanya serta lingkungan alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan itu dipakai pada kehidupan insan dan membuat sistem sosial, sistem ekonomi, sistem agama, sistem pengetahuan, teknologi, seni, serta sebagainya. Manusia sebagai makhluk sosial sebagai pembuat sistem berpikir, nilai, moral, kebiasaan, dan keyakinan; akan tetapi jua dalam hubungan dengan sesama manusia serta alam kehidupan, insan diatur sang sistem berpikir, nilai, moral, norma, serta keyakinan yg telah dihasilkannya. Ketika kehidupan insan terus berkembang, maka yang berkembang sesungguhnya adalah sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan , ilmu, teknologi, dan seni. Pendidikan merupakan upaya terjadwal dalam mengembangkan potensi peserta didik, sebagai akibatnya mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yg diwariskan masyarakatnya serta mengembangkan warisan tadi ke arah yang sesuai buat kehidupan masa kini dan masa mendatang.

Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seorang yg terbentuk berdasarkan output internalisasi banyak sekali kebajikan (virtues) yg diyakini dan dipakai menjadi landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, serta bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, serta kebiasaan, seperti amanah, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat pada orang lain. Interaksi seorang menggunakan orang lain menumbuhkan karakter rakyat serta karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya bisa dilakukan melalui pengembangan karakter individu seorang. Akan tetapi, karena insan hayati dalam ligkungan sosial serta budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya bisa dilakukan pada lingkungan sosial dan budaya yg berangkutan. Artinya, pengembangan budaya serta karakter bangsa hanya dapat dilakukan pada suatu proses pendidikan yang nir melepaskan siswa dari lingkungan sosial,budaya rakyat, serta budaya bangsa. Lingkungan sosial serta budaya bangsa adalah Pancasila; jadi pendidikan budaya serta karakter bangsa haruslah dari nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mendidik budaya dan karakter bangsa adalah berbagi nilai-nilai Pancasila dalam diri peserta didik melalui pendidikan hati, otak, dan fisik. 

Pendidikan adalah suatu usaha yg sadar dan sistematis dalam berbagi potensi peserta didik. Pendidikan adalah juga suatu bisnis warga serta bangsa pada mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan warga dan bangsa yg lebih baik pada masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya serta karakter yang sudah dimiliki rakyat dan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan merupakan proses pewarisan budaya serta karakter bangsa bagi generasi muda serta jua proses pengembangan budaya serta karakter bangsa buat peningkatan kualitas kehidupan warga serta bangsa di masa mendatang. Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif peserta didik berbagi potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam berteman pada masyarakat, membuatkan kehidupan warga yang lebih sejahtera, serta membuatkan kehidupan bangsa yg bermartabat. 

Atas dasar pemikiran itu, pengembangan pendidikan budaya serta karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan yg sesuai, serta metode belajar dan pembelajaran yg efektif. Sesuai menggunakan sifat suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan bisnis bersama sekolah; oleh karena itu harus dilakukan secara beserta oleh semua guru serta pemimpin sekolah, melalui semua mata pelajaran, serta menjadi bagian yang tak terpisahkan berdasarkan budaya sekolah.

Landasan Pedagogis Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
Pendidikan merupakan suatu upaya sadar buat mengembangkan potensi siswa secara optimal. Usaha sadar itu tidak boleh dilepaskan berdasarkan lingkungan peserta didik berada, terutama berdasarkan lingkungan budayanya, lantaran peserta didik hayati tak terpishkan pada lingkungannya dan bertindak sinkron menggunakan kaidah-kaidah budayanya. Pendidikan yg tidak dilandasi oleh prinsip itu akan mengakibatkan siswa tercerabut berdasarkan akar budayanya. Ketika hal ini terjadi, maka mereka tidak akan mengenal budayanya dengan baik sebagai akibatnya ia sebagai orang “asing” dalam lingkungan budayanya. Selain sebagai orang asing, yang lebih mengkhawatirkan merupakan beliau sebagai orang yg tidak menyukai budayanya.

Budaya, yg menyebabkan siswa tumbuh serta berkembang, dimulai berdasarkan budaya pada lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan yang lebih luas yaitu budaya nasional bangsa dan budaya universal yg dianut sang ummat manusia. Jika siswa sebagai asing dari budaya terdekat maka dia nir mengenal menggunakan baik budaya bangsa dan beliau tidak mengenal dirinya sebagai anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian, dia sangat rentan terhadap imbas budaya luar serta bahkan cenderung buat mendapat budaya luar tanpa proses pertimbangan (valueing). Kecenderungan itu terjadi karena beliau tidak memiliki kebiasaan dan nilai budaya nasionalnya yang bisa dipakai menjadi dasar untuk melakukan pertimbangan (valueing). 

Semakin kuat seseorang mempunyai dasar pertimbangan, semakin bertenaga juga kesamaan buat tumbuh dan berkembang sebagai warga negara yang baik. Pada titik kulminasinya, norma serta nilai budaya secara kolektif dalam taraf makro akan menjadi norma serta nilai budaya bangsa. Dengan demikian, peserta didik akan menjadi rakyat negara Indonesia yang memiliki wawasan, cara berpikir, cara bertindak, serta cara menyelesaikan perkara sinkron dengan kebiasaan dan nilai ciri ke-Indonesiaannya. Hal ini sesuai menggunakan fungsi utama pendidikan yg diamanatkan dalam UU Sisdiknas, “menyebarkan kemampuan dan menciptakan tabiat serta peradaban bangsa yg bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Oleh karena itu, aturan dasar yang mengatur pendidikan nasional (UUD 1945 serta UU Sisdiknas) telah memberikan landasan yang kokoh buat menyebarkan holistik potensi diri seseorang menjadi anggota warga dan bangsa.

Pendidikan merupakan suatu proses enkulturasi, berfungsi mewariskan nilai-nilai serta prestasi masa lalu ke generasi mendatang. Nilai-nilai dan prestasi itu adalah kebanggaan bangsa serta mengakibatkan bangsa itu dikenal oleh bangsa-bangsa lain. Selain mewariskan, pendidikan pula memiliki fungsi buat membuatkan nilai-nilai budaya dan prestasi masa lalu itu sebagai nilai-nilai budaya bangsa yang sinkron menggunakan kehidupan masa kini serta masa yang akan tiba, serta berbagi prestasi baru yang menjadi karakter baru bangsa. Oleh karena itu, pendidikan budaya serta karakter bangsa merupakan inti berdasarkan suatu proses pendidikan. 

Proses pengembangan nilai-nilai yg sebagai landasan dari karakter itu menghendaki suatu proses yg berkelanjutan yang terintegrasi disetiap mata pelajaran yang ada pada satuan pendidikan sebagai akibatnya harus ditegaskan implentasinya pada kurikulum tingkat satuan pendidikan yg selanjutnya dituangkan pada silabus serta rencana palaksanaan pembelajaran disetiap mata pelajaran. Pendidikan budaya serta karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan yang menjadi nilai dasar budaya serta karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut suatu karakter pada dasarnya merupakan nilai. Oleh karenanya pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya merupakan pengembangan nilai-nilai yang berasal berdasarkan pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yg terumuskan pada tujuan pendidikan nasional. 

Fungsi Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
Fungsi pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah:
1. Pengembangan: pengembangan potensi siswa buat menjadi eksklusif berperilaku baik; ini bagi peserta didik yg sudah mempunyai sikap dan konduite yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa; 
2. Perbaikan: memperkuat peran pendidikan nasional buat bertanggung jawab dalam pengembangan potensi siswa yang lebih bermartabat; dan
3. Penyaring: buat menyaring budaya bangsa sendiri serta budaya bangsa lain yang nir sesuai menggunakan nilai-nilai budaya serta karakter bangsa yang bermartabat.

Tujuan Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa
Tujuan pendidikan budaya serta karakter bangsa merupakan:
1. Membuatkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik menjadi manusia dan warganegara yang mempunyai nilai-nilai budaya dan karakter bangsa;
2. Menyebarkan norma dan perilaku siswa yg terpuji serta sejalan dengan nilai-nilai universal serta tradisi budaya bangsa yang religius; 
3. Menanamkan jiwa kepemimpinan serta tanggung jawab siswa menjadi generasi penerus bangsa;
4. Menyebarkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan
5. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah menjadi lingkungan belajar yg aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi serta penuh kekuatan (dignity).

Nilai-nilai pada Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Nilai-nilai yg dikembangkan dalam pendidikan budaya serta karakter bangsa diidentifikasi menurut sumber-sumber berikut adalah.
1. Agama: masyarakat Indonesia merupakan rakyat beragama. Oleh karenanya, kehidupan individu, rakyat, serta bangsa selalu didasari pada ajaran agama serta kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal berdasarkan kepercayaan . Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya serta karakter bangsa harus berdasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yg dari menurut agama.

2. Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan serta kenegaraan yg diklaim Pancasila. Pancasila masih ada pada Pembukaan UUD 1945 serta dijabarkan lebih lanjut pada pasal-pasal yg terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yg terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yg mengatur kehidupan politik, aturan, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi rakyat negara yang lebih baik, yaitu warga negara yg memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila pada kehidupannya menjadi masyarakat negara.

3. Budaya: menjadi suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yg hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam hadiah makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat itu. Posisi budaya yg demikian krusial pada kehidupan rakyat mengharuskan budaya sebagai asal nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.

4. Tujuan Pendidikan Nasional: menjadi rumusan kualitas yg harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan pada aneka macam jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat banyak sekali nilai humanisme yg harus dimiliki rakyat negara Indonesia. Oleh karenanya, tujuan pendidikan nasional adalah asal yg paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya serta karakter bangsa. 

Berdasarkan keempat asal nilai itu, teridentifikasi sejumlah nilai buat pendidikan budaya serta karakter bangsa menjadi berikut adalah. 

Tabel Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
NILAI
DESKRIPSI
1. Religius
Sikap dan konduite yg patuh dalam melaksanakan ajaran kepercayaan   yg dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah kepercayaan lain, serta hayati rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur
Perilaku yg didasarkan dalam upaya berakibat dirinya menjadi orang yg selalu bonafide dalam perkataan, tindakan, serta pekerjaan.
3. Toleransi
Sikap serta  tindakan yg menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yg tidak sama dari dirinya.
4. Disiplin
Tindakan yg menampakan perilaku tertib serta patuh pada aneka macam ketentuan serta peraturan.
5. Kerja Keras
Perilaku yg menampakan upaya benar-benar-benar-benar pada mengatasi aneka macam hambatan belajar serta tugas, dan menuntaskan tugas menggunakan sebaik-baiknya.
6. Kreatif
Berpikir serta melakukan sesuatu buat menghasilkan cara atau hasil baru menurut  sesuatu yg telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap dan perilaku yg nir gampang tergantung pada orang lain pada merampungkan tugas-tugas.
8. Demokratis
Cara berfikir, bersikap, serta bertindak yg menilai sama  hak serta kewajiban dirinya serta orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap serta tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas menurut sesuatu yang dipelajarinya, ditinjau, serta didengar.
10. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa serta negara pada atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air
Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang memperlihatkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan  yang tinggi terhadap bahasa,  lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi
Sikap serta tindakan yg mendorong dirinya buat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/
       Komuniktif
Tindakan yg menunjukkan rasa bahagia berbicara, bergaul, dan bekerja sama menggunakan orang lain.
14. Cinta Damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yg menyebabkan orang lain merasa bahagia dan aman atas kehadiran dirinya.
15.  Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu buat membaca banyak sekali bacaan yang menaruh kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yg selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam pada sekitarnya, serta berbagi upaya-upaya buat memperbaiki kerusakan alam yg telah terjadi.
17. Peduli Sosial
Sikap serta tindakan yang selalu ingin memberi donasi pada orang lain dan masyarakat yg membutuhkan.
18. Tanggung-jawab
Sikap serta konduite seorang buat melaksanakan tugas serta kewajibannya, yang seharusnya beliau lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial serta budaya), negara serta Tuhan Yang Maha Esa.

Prinsip serta Pendekatan Pengembangan Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa 
Pada prinsipnya, pengembangan budaya dan karakter bangsa tidak dimasukkan menjadi utama bahasan namun terintegrasi ke pada mata pelajaran-mata pelajaran, pengembangan diri, serta budaya sekolah. Oleh karenanya, guru dan sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai yg dikembangkan pada pendidikan budaya serta karakter bangsa ke pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Silabus dan Rencana Program Pembelajaran (RPP) yg telah ada. 

Prinsip pembelajaran yg dipakai dalam pengembangan pendidikan budaya serta karakter bangsa mengusahakan agar siswa mengenal dan menerima nilai-nilai budaya serta karakter bangsa sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, memilih pendirian, dan selanjutnya berakibat suatu nilai sesuai menggunakan keyakinan diri. Dengan prinsip ini, siswa belajar melalui proses berpikir, bersikap, serta berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk membuatkan kemampuan peserta didik pada melakukan aktivitas sosial dan mendorong siswa buat melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial. 

Berikut prinsip-prinsip yang dipakai dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. 
1. Berkelanjutan; mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya serta karakter bangsa adalah sebuah proses panjang, dimulai menurut awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses tadi dimulai dari kelas 1 Sekolah Dasar atau tahun pertama dan berlangsung paling tidak sampai kelas 9 atau kelas akhir Sekolah Menengah pertama. Pendidikan budaya dan karakter bangsa di Sekolah Menengah Atas merupakan kelanjutan menurut proses yg sudah terjadi selama 9 tahun.

2. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah; mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan pada setiap aktivitas kurikuler dan ekstrakurikuler. Gambar 1 berikut ini menerangkan pengembangan nilai-nilai melalui jalur-jalur itu :

Gambar Pengembangan Nilai-nilai Pendidikan Budaya serta Karakter Bangsa

Pengembangan nilai budaya dan karakter bangsa melalui berbagai mata pelajaran yang telah ditetapkan pada Standar Isi (SI), digambarkan sebagai berikut ini.

Gambar Pengembangan Nilai Budaya dan Karakter Bangsa melalui Setiap Mata Pelajaran

3. Nilai nir diajarkan akan tetapi dikembangkan; mengandung makna bahwa materi nilai budaya serta karakter bangsa bukanlah materi ajar biasa; merupakan, nilai-nilai itu tidak dijadikan utama bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun kabar misalnya pada mata pelajaran kepercayaan , bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan jasmani dan kesehatan, seni, serta ketrampilan.

Materi pelajaran biasa digunakan menjadi bahan atau media buat menyebarkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengajar tidak perlu mengubah utama bahasan yg sudah terdapat, namun memakai materi utama bahasan itu untuk membuatkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Juga, pengajar tidak wajib mengembangkan proses belajar spesifik untuk berbagi nilai. Suatu hal yang selalu harus diingat bahwa satu aktivitas belajar dapat digunakan buat membuatkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. 

Konsekuensi menurut prinsip ini, nilai-nilai budaya serta karakter bangsa tidak ditanyakan dalam ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, siswa perlu mengetahui pengertian dari suatu nilai yg sedang mereka tumbuhkan pada diri mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi nir tahu serta tidak paham makna nilai itu.

4. Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan; prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai budaya serta karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan sang guru. Guru menerapkan prinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap perilaku yg ditunjukkan siswa. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan dalam suasana belajar yg menyebabkan rasa bahagia dan nir indoktrinatif.

Diawali dengan ta’aruf terhadap pengertian nilai yg dikembangkan maka pengajar menuntun peserta didik agar secara aktif. Hal ini dilakukan tanpa guru berkata kepada siswa bahwa mereka harus aktif, tapi pengajar merencanakan aktivitas belajar yang mengakibatkan siswa aktif merumuskan pertanyaan, mencari asal berita, dan mengumpulkan kabar dari sumber, memasak fakta yg sudah dimiliki, merekonstruksi data, keterangan, atau nilai, menyajikan hasil rekonstruksi atau proses pengembangan nilai, menumbuhkan nilai-nilai budaya serta karakter dalam diri mereka melalui berbagai aktivitas belajar yang terjadi pada kelas, sekolah, dan tugas-tugas pada luar sekolah.

Perencanaan Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Perencanaan serta aplikasi pendidikan budaya serta karakter bangsa dilakukan oleh ketua sekolah, pengajar, energi kependidikan (konselor) secara beserta-sama menjadi suatu komunitas pendidik serta diterapkan ke pada kurikulum melalui hal-hal berikut adalah.

1. Program Pengembangan Diri
Dalam program pengembngan diri, perencanaan serta pelaksanaan pendidikan budaya serta karakter bangsa dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari sekolah yaitu melalui hal-hal berikut.

a. Kegiatan rutin sekolah
Kegiatan rutin adalah kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus serta konsisten setiap ketika. Contoh kegiatan ini adalah upacara dalam hari akbar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut, dan lain-lain) setiap hari Senin, beribadah bersama atau shalat beserta setiap dhuhur (bagi yang beragama Islam), berdoa saat mulai serta selesai pelajaran, mengucap salam jika bertemu guru, energi kependidikan, atau teman.

b. Kegiatan spontan
Kegiatan spontan yaitu kegiatan yg dilakukan secara impulsif pada waktu itu pula. Kegiatan ini dilakukan umumnya dalam saat guru serta tenaga kependidikan yang lain mengetahui adanya perbuatan yg kurang baik berdasarkan peserta didik yg harus dikoreksi pada ketika itu jua. Apabila guru mengetahui adanya perilaku dan sikap yang kurang baik maka dalam saat itu jua guru wajib melakukan koreksi sehingga siswa tidak akan melakukan tindakan yg jelek itu. Contoh aktivitas itu: membuang sampah tidak dalam tempatnya, berteriak-teriak sebagai akibatnya mengganggu pihak lain, berkelahi, memalak, berlaku tidak sopan, mencuri, berpakaian nir senonoh.

Kegiatan spontan berlaku buat perilaku serta perilaku siswa yg jelek serta yang baik sebagai akibatnya perlu dipuji, misalnya: memperoleh nilai tinggi, menolong orang lain, memperoleh prestasi pada olah raga atau kesenian, berani menentang atau mengkoreksi perilaku teman yg nir terpuji.

c. Keteladanan
Keteladanan merupakan konduite serta sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain pada menaruh model terhadap tindakan-tindakan yg baik sebagai akibatnya dibutuhkan menjadi panutan bagi siswa buat mencontohnya. Apabila pengajar serta tenaga kependidikan yg lain menghendaki supaya siswa berperilaku dan bersikap sesuai menggunakan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa maka guru serta energi kependidikan yg lain adalah orang yang pertama dan primer menaruh contoh berperilaku serta bersikap sinkron dengan nilai-nilai itu. Misalnya, berpakaian rapi, tiba sempurna dalam waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, afeksi, perhatian terhadap peserta didik, jujur, menjaga kebersihan.

d. Pengkondisian
Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan budaya serta karakter bangsa maka sekolah harus dikondisikan menjadi pendukung aktivitas itu. Sekolah harus mencerminkan kehidupan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yg diinginkan. Misalnya, toilet yang selalu bersih, bak sampah terdapat pada berbagai loka serta selalu dibersihkan, sekolah terlihat rapi serta indera belajar ditempatkan teratur.

2. Pengintegrasian dalam mata pelajaran
Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya serta karakater bangsa diintegrasikan pada setiap pokok bahasan menurut setiap mata pelajaran. Nilai-nilai tadi dicantumkan pada silabus dan RPP. Pengembangan nilai-nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara berikut ini:
a. Menelaah Standar Komptensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) dalam Standar Isi (SI) buat memilih apakah nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yg tercantum itu sudah tercakup di dalamnya;
b. Memakai tabel 1 yang menampakan keterkaitan antara SK dan KD menggunakan nilai dan indikator buat memilih nilai yang akan dikembangkan;
c. Mencantumkankan nilai-nilai budaya serta karakter bangsa pada tabel 1 itu ke dalam silabus; 
d. Mencantumkan nilai-nilai yg telah tertera pada silabus ke pada RPP; 
e. Mengembangkan proses pembelajaran peserta didik secara aktif yang memungkinkan peserta didik mempunyai kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam konduite yang sinkron; serta menaruh bantuan pada peserta didik, baik yg mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai juga buat menunjukkannya dalam konduite.

3. Budaya Sekolah
Budaya sekolah cakupannya sangat luas, umumnya mencakup ritual, harapan, hubungan, demografi, kegiatan kurikuler, kegiatan ekstrakurikuler, proses merogoh keputusan, kebijakan juga interaksi sosial antarkomponen pada sekolah. Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, guru menggunakan pengajar, konselor dengan sesamanya, pegawai administrasi menggunakan sesamanya, serta antaranggota grup masyarakat sekolah. Interaksi internal grup dan antarkelompok terikat sang aneka macam anggaran, norma, moral dan etika bersama yg berlaku pada suatu sekolah. Kepemimpinan, keteladanan, keramahan, toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan, serta tanggung jawab adalah nilai-nilai yang dikembangkan dalam budaya sekolah.

Pengembangan nilai-nilai pada pendidikan budaya serta karakter bangsa dalam budaya sekolah meliputi aktivitas-aktivitas yg dilakukan ketua sekolah, guru, konselor, tenaga administrasi waktu berkomunikasi menggunakan peserta didik serta menggunakan fasilitas sekolah.

Pengembangan Proses Pembelajaran
Pembelajaran pendidikan budaya serta karakter bangsa menggunakan pendekatan proses belajar siswa secara aktif dan berpusat dalam anak; dilakukan melalui banyak sekali kegiatan di kelas, sekolah, serta warga .
1. Kelas, melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau kegiatan yg didesain sedemikian rupa. Setiap kegiatan belajar mengembangkan kemampuan pada ranah kognitif, afektif, serta psikomotor. Oleh karenanya, nir selalu diharapkan kegiatan belajar khusus buat berbagi nilai-nilai pada pendidikan budaya dan karakter bangsa. Meskipun demikian, buat pengembangan nilai-nilai eksklusif misalnya kerja keras, amanah, toleransi, disiplin, berdikari, semangat kebangsaan, cinta tanah air, serta getol membaca dapat melalui aktivitas belajar yg biasa dilakukan guru. Untuk pegembangan beberapa nilai lain misalnya peduli sosial, peduli lingkungan, rasa ingin tahu, serta kreatif memerlukan upaya pengkondisian sebagai akibatnya siswa memiliki kesempatan buat memunculkan konduite yg memberitahuakn nilai-nilai itu.

2. Sekolah, melalui aneka macam kegiatan sekolah yg diikuti semua siswa, pengajar, ketua sekolah, serta energi administrasi di sekolah itu, direncanakan sejak athun baru pelajaran, dimasukkan ke Kalender Akademik serta yg dilakukan sehari-hari menjadi bagian berdasarkan budaya sekolah. Contoh aktivitas yang bisa dimasukkan ke pada acara sekolah merupakan lomba vocal group antarkelas mengenai lagu-lagu bertema cinta tanah air, pagelaran seni, lomba pidato bertema budaya dan karakter bangsa, pagelaran bertema budaya serta karakter bangsa, lomba olah raga antarkelas, lomba kesenian antarkelas, pameran hasil karya peserta didik bertema budaya serta karakter bangsa, pameran foto hasil karya peserta didik bertema budaya dan karakter bangsa, lomba membuat tulisan, lomba mengarang lagu, melakukan wawancara kepada tokoh yg berkaitan menggunakan budaya dan karakter bangsa, mengundang aneka macam narasumber buat berdiskusi, gelar wicara, atau berceramah yang herbi budaya serta karakter bangsa.

3. Luar sekolah, melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan lain yg diikuti oleh seluruh atau sebagian peserta didik, didesain sekolah semenjak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke dalam Kalender Akademik. Misalnya, kunjungan ke tempat-tempat yang menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air, menumbuhkan semangat kebangsaan, melakukan darma rakyat buat menumbuhkan kepedulian dan kesetiakawanan sosial (membantu mereka yg tertimpa musibah banjir, memperbaiki atau membersihkan tempat-tempat umum, membantu membersihkan atau mengatur barang di loka ibadah tertentu).

Penilaian Hasil Belajar 
Penilaian pencapaian pendidikan nilai budaya serta karakter didasarkan pada indikator. Sebagai model, indikator untuk nilai amanah pada suatu semester dirumuskan menggunakan “mengatakan menggunakan sesungguhnya perasaan dirinya tentang apa yg dipandang, diamati, dipelajari, atau dirasakan” maka guru mengamati (melalui berbagai cara) apakah yang dikatakan seseorang siswa itu amanah mewakili perasaan dirinya. Mungkin saja siswa menyatakan perasaannya itu secara ekspresi namun dapat pula dilakukan secara tertulis atau bahkan menggunakan bahasa tubuh. Perasaan yang dinyatakan itu mungkin saja memiliki gradasi menurut perasaan yang nir berbeda dengan perasaan generik teman sekelasnya sampai bahkan kepada yg bertentangan dengan perasaan umum teman sekelasnya.

Penilaian dilakukan secara terus menerus, setiap waktu guru berada pada kelas atau pada sekolah. Model anecdotal record (catatan yg dibuat pengajar saat melihat adanya perilaku yg berkenaan dengan nilai yg dikembangkan) selalu dapat dipakai pengajar. Selain itu, guru bisa jua menaruh tugas yang berisikan suatu dilema atau insiden yg menaruh kesempatan kepada siswa buat memperlihatkan nilai yg dimilikinya. Sebagai contoh, siswa dimintakan menyatakan sikapnya terhadap upaya menolong pemalas, menaruh donasi terhadap orang kikir, atau hal-hal lain yang bersifat bukan kontroversial hingga pada hal yg bisa mengundang permasalahan pada dirinya.