PARAMETER BIOLOGI KUALITAS AIR

PARAMETER BIOLOGI KUALITAS AIR - Indikator kualitas air yg biasa dipakai buat menilai kelayakan buat budidaya umumnya berdasarkan dalam faktor fisika serta kimia air dalam kolom air.

Faktor ekamatra air yang diamati diantaranya :

1. Suhu

2. Kecerahan

3. Partikel tersuspensi



Sedangkan faktor kimia diantaranya :

1. Biological oxygen demand (BOD)

2. Chemical oxygen demand (COD),

3. Dissolved oxygen (DO)

4. Alkalinitas

5. Bahan organik

6. Amonia

7. Fosfat, serta lain-lainnya.

Indikator kualitas air yang mulai banyak dikembangkan kini ini adalah indikator secara hayati, yaitu pengamatan terhadap organisme yang hidup dalam suatu perairan (Basmi, 2000).

PARAMETER BIOLOGI KUALITAS AIR


Selanjutnya dikatakan bahwa indikator ini sangat penting karena parameter fisika serta kimia air menghipnotis eksistensi organisme yg hayati di perairan tadi. 

Indikator hayati yg sekarang dipakai diantaranya organisme macrobenthic serta plankton


Namun demikian, penggunaan biota tadi sebagai indikator kualitas air memiliki beberapa kelemahan. Organisme macrobenthic hanya hidup dalam substrat eksklusif sedangkan plankton hanya hayati pada kolom air (Reynolds, 1990). 


Indeks keragamanan macrobenthic serta plankton hanya mencerminkan perubahan struktur komunitas dalam ketika mengalami gangguan (stress period) serta tidak dapat membedakan antara ekosistem yang terganggu dengan ekosistem yang sehat.


Penggunaan diatom yg hayati di dasar perairan atau sedimen (benthic diatom) diduga sangat sempurna lantaran dapat mengatasi kelemahan-kelamahan yg terdapat pada organisme macrobenthic serta plankton.
Benthic diatom yg hayati melekat pada sedimen, mempunyai beberapa kelebihan diantaranya : 
  1. Jenis algae yang kelimpahannya paling banyak serta tersebar luas
  2. Berperan penting dalam rantai makanan
  3. Siklus hidup sederhana, beberapa spesies sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan sehingga dapat menggambarkan perubahan lingkungan dalam periode yang pendek serta jangka panjang
  4. Mudah pengambilan sampel serta identifikasinya (Round, 1993; Stevenson, 2002).
Menurut Sukran et al. (2006), keberadaannya dipengaruhi oleh faktor fisika serta kimia air. Struktur komunitas serta kelimpahan benthic diatom sangat penting dalam menentukan status ekologis perairan (Picinska, 2007). 

Sedangkan menurut Hendrarto (1994), struktur komunitas benthic diatom di daerah mangrove sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, terutama ketersediaan air serta zonasi dari vegetasi mangrove. Kelebihan lain penggunaaan organisme yang menempel (attaching organism) dibandingkan menggunakan plankton (planktonic community) adalah distribusinya tidak mudah terpengaruh sang arus (Almeida, 2001).

PARAMETER FISIKA KUALITAS AIR

Parameter Fisika Kualitas Air - Faktor ekamatra air merupakan variabel kualitas air yg penting karena bisa mensugesti variabel kualitas air yg lainnya. Faktor ekamatra yang besar pengaruhnya terhadap kualitas air merupakan cahaya mentari serta suhu air. 

Kedua faktor ini berkaitan erat, dimana suhu air terutama tergantung menurut intensitas cahaya surya yg masuk ke dalam air. Cahaya matahari serta suhu air merupakan faktor alam yang sampai saat belum sanggup dikendalikan.

1. Cahaya Matahari
Cahaya matahari memiliki peranan yang sangat besar terhadap kualitas air secara keseluruhan, lantaran dapat menghipnotis reaksi-reaksi yang terjadi pada air. 

Penetrasi cahaya mentari ke pada air terutama dipengaruhi oleh sudut jatuh cahaya terhadap garis vertikal. Semakin akbar sudut jatuhnya, maka penetrasi cahaya mentari semakin menurun. 


Cahaya akan berubah kualitas spektrumnya serta turun intensitasnya sehabis menembus massa air disebabkan lantaran dispersi serta absorpsi yang berbeda-beda oleh lapisan air. 

PARAMETER FISIKA KUALITAS AIR

Pada air murni kira-kira 53% menurut cahaya yang masuk akan ditransformasi ke pada bentuk panas serta selanjutnya akan padam pada kedalaman kurang berdasarkan satu meter (Boyd, 1990). 

Cahaya dengan panjang gelombang panjang (merah serta jingga) serta panjang gelombang pendek (ultra violet serta violet) lebih cepat padam dibandingkan menggunakan panjang gelombang sedang atau intermediate (biru, hijau serta kuning).


Turbiditas (kekeruhan) akan menurunkan kemampuan air buat meneruskan cahaya kedalamnya. Di kolam, turbiditas serta warna air disebabkan sang koloid dari partikel-pertikel lumpur, organik tcrlarut serta yg paling besar ditimbulkan oleh densitas plankton (Hargreaves, 1999). 

Cahaya mentari sangat dibutuhkan oleh tumbuhan air sebagai sumber energi buat melakukan fotosintesis. 

Sebagai penghasil utama, tumbuhan hijau melakukan fotosintesis buat membuat oksigen serta bahan organik, yg akan dimanfaatkan sang hewan yg lebih tinggi tingkatannya pada rantai kuliner (Ghosal et al. 2000).

2. Suhu Air

Suhu air ditentukan oleh : radiasi cahaya matahari, suhu udara, cuaca serta lokasi. Radiasi mentari merupakan faktor primer yg menghipnotis naik turunnya suhu air. 

Sinar matahari mengakibatkan panas air di bagian atas lebih cepat dibanding badan air yang lebih dalam. 


Densitas air turun dengan adanya kenaikan suhu sehingga bagian atas air serta air yang lebih dalam tidak dapat tercampur dengan sempurna. 


Hal ini akan mengakibatkan terjadinya stratifikasi suhu (themal stratification) dalam badan air, dimana akan terbentuk 3 lapisan air yaitu : epilimnion, hypolimnion serta thermocline.
  • Epilimnion merupakan lapisan atas yang suhunya tinggi.
  • Hypolimnion adalah lapisan bawah yg suhunya rendah.
  • Thermocline merupakan lapisan yg berada di antara epilimnion serta hypolimnion yg suhunya turun secara drastis (Boyd, 1990). Dalam kolam budidaya, kondisi semacam ini dapat diatasi menggunakan pengadukan air oleh aerator atau kincir (paddle wheel).

Air mempunyai kapasitas yang akbar buat menyimpan panas sebagai akibatnya suhunya nisbi kontinu dibandingkan dengan suhu udara (boyd, 1990). 

Perbedaan suhu air antara pagi serta siang hari hanya sekitar 2°C, misalnya suhu pagi 28°C suhu siang 30°C. Energi cahaya matahari sebagian besar diabsorpsi di lapisan permukaan air. Semakin ke dalam energinya semakin berkurang. 


Konsentrasi bahan-bahan terlarut di dalam air akan menaikkan penyerapan panas. Terjadinya transfer panas dari lapisan atas ke lapisan bawah tergantung dari kekuatan pengadukan air (angin, kincir, serta sebagainya).

Suhu air sangat berpengaruh terhadap proses kimia maupun biologi dalam air. Reaksi kimia serta biologi naik dua kali setiap terjadi kenaikan 10⁰C. 

Aktivitas metabolisme organisme akuatik juga naik serta penggunaan oksigen terlarut menjadi dua kali lipat. Penggunaan oksigen terlarut dalam penguraian bahan organik juga meningkat secara drastis (Howerton, 2001).

Berdasarkan pada penelitian Wasielesky (2003), suhu mempengaruhi metabolisme udang putih (L. vannamei). Pada suhu 23⁰C, 27⁰C serta 30⁰C, menunjukkan bahwa nafsu makan udang paling tinggi terjadi pada suhu 30oC. 

Sedangkan berdasarkan penelitian Jackson serta Wang (1998), pertumbuhan udang windu (Penaeus monodon) pada suhu 30⁰C dengan umur 180 hari mencapai 34 g serta pada suhu 20⁰C hanya mencapai 20 g pada umur yang sama.

3. Kecerahan

Kecerahan (transparancy) perairan dipengaruhi oleh bahan-bahan halus yang melayang-layang dalam air baik berupa bahan organik seperti plankton, jasad renik, detritus maupun berupa bahan anorganik seperti lumpur serta pasir (Hargreaves, 1999).
Dalam kolam budidaya, kepadatan plankton memegang peranan paling akbar pada memilih kecerahan meskipun partikel tersuspensi pada air juga berpengaruh. 

Plankton tersebut akan memberikan warna hijau, kuning, biru-hijau, serta coklat pada air (Boyd, 2004a). Selanjutnya dikatakan bahwa kedalaman air yang dipengaruhi oleh sinar matahari (photic zone) di danau atau tambak sekitar dua kali nilai pengamatan dengan menggunakan secchi disk


Semakin kecil kecerahan berarti semakin kecil sinar mentari yang masuk hingga dasar tambak yang bisa mensugesti aktvitas biota di wilayah tadi.



4. Muatan Padat Tersuspensi

Muatan padatan tersuspensi (MPT) berasal dari zat organik serta anorganik. Komponen organik terdiri dari fitoplankton, zooplankton, bakteri serta organisme renik lainnya. Sedangkan komponen anorganik terdiri dari detritus partikelpartikel anorganik (Hargreaves,1999). 

Selanjutnya dikatakan bahwa MPT berpengaruh terhadap penetrasi cahaya surya ke pada badan air. Hal ini berpengaruh pada tingkat fotosintesis tumbuhan hijau sebagai penghasil primer yg memanfaatkan sinar mentari sebagai tenaga utama. 


Kekeruhan karena plankton jika tidak berlebihan bermanfaat bagi ekosistem tambak. Jika densitas plankton terlalu tinggi akan menyebabkan fluktuasi beberapa kualitas air seperti pH serta oksigen terlarut.
Sumber : Blog penyuluh perikanan

Semoga Bermanfaat...

PARAMETER KIMIA KUALITAS AIR

Parameter Kimia Kualitas Air - Air yang dipakai buat budidaya udang atau organisme perairan yg lain memiliki komposisi dan sifat-sifat kimia yg tidak selaras dan tidak kontinu. Komposisi serta sifat-sifat kimia air ini bisa diketahui melalui analisis kimia air. 

Dengan demikian bila ada parameter kimia yg keluar dari batas yang telah  ditentukan dapat segera dikendalikan.

Parameter-parameter kimia yang digunakan buat menganalisis air bagi kepentingan budidaya diantaranya :


PARAMETER KIMIA KUALITAS AIR


1. Salinitas

Salinitas dapat didefinisikan menjadi total konsentrasi ion-ion terlarut dalam air. Dalam budidaya perairan, salinitas dinyatakan pada permil (°/oo) atau ppt (part perthousand) atau gr/liter. 

Tujuh ion primer yaitu : sodium, potasium, kalium, magnesium, klorida, sulfat dan bikarbonat memiliki donasi besar terhadap besarnya salinitas, sedangkan yang lain dianggap mini (Boyd, 1990). 


Sedangkan dari Davis et al. (2004), ion calsium (Ca), potasium (K), serta magnesium (Mg) adalah ion yg paling krusial pada menopang taraf kelulushidupan udang. Salinitas suatu perairan dapat dipengaruhi menggunakan menghitung jumlah kadar klor yg ada dalam suatu sampel (klorinitas). 


Sebagian besar petambak membudidayakan udang pada air payau (15-30 ppt). Meskipun demikian, udang bahari sanggup hidup pada salinitas dibawah 2 ppt serta pada atas 40 ppt.
2. PH

pH didefinisikan menjadi logaritme negatif dari konsentrasi ion hidrogen [H+] yang memiliki skala antara 0 hingga 14. PH mengindikasikan apakah air tadi netral, basa atau asam. 

Air menggunakan pH dibawah 7 termasuk asam dan diatas 7 termasuk basa. PH adalah variabel kualitas air yang dinamis dan berfluktuasi sepanjang hari. Pada perairan generik yang nir dipengaruhi kegiatan biologis yang tinggi, nilai pH sporadis mencapai diatas 8,lima, namun pada tambak ikan atau udang, pH air bisa mencapai 9 atau lebih (Boyd, 2002). 


Perubahan pH ini adalah dampak pribadi dari fotosintesis yg menggunakan CO2 selama proses tersebut. Karbon dioksida pada air bereaksi membentuk asam seperti yg masih ada dalam persamaan pada bawah ini :

CO2 + H2O HCO3 - + H+

Ketika fotosintesis terjadi pada siang hari, CO2 poly terpakai pada proses tersebut. Turunnya konsentrasi CO2 akan menurunkan konsentrasi H+ sebagai akibatnya menaikkan pH air. Sebaliknya dalam malam hari semua organisme melakukan respirasi yang membentuk CO2 sehingga pH menjadi turun. 

Fluktuasi pH yang tinggi bisa terjadi bila densitas plankton tinggi. Tambak dengan total alkalinitas yg tinggi mempunyai fluktuasi pH yang lebih rendah dibandingkan dengan tambak yg beralkalinitas rendah. Hal ini disebabkan kemampuan total alkalinitas sebagai buffer atau penyangga (Boyd, 2002).
3. Alkalinitas

Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa menurunkan pH larutan. Alkalinitas adalah buffer terhadap pengaruh pengasaman. Dalam budidaya perairan, alkalinitas dinyatakan pada mg/l CaCO3. 

Penyusun utama alkalinitas adalah anion bikarbonat (HC03 -), karbonat (CO3 dua- ), hidroksida (OH-) dan pula ion-ion yang jumlahnya kecil misalnya borat (BO3 -), fosfat (P04 tiga-), silikat (SiO4 4-) serta sebagainya (boyd, 1990).
Peranan penting alkalinitas dalam tambak udang diantaranya menekan fluktuasi pH pagi dan siang serta penentu kesuburan alami perairan. 

Tambak dengan alkalinitas tinggi akan mengalami fluktuasi pH harian yg lebih rendah apabila dibandingkan dengan tambak menggunakan nilai alkalinitas rendah (Boyd, 2002). 


Menurut Davis et al. (2004), penambahan kapur bisa menaikkan nilai alkalinitas terutama tambak menggunakan nilai total alkalinitas dibawah 75 ppm.

4. Oksigen Terlarut (dissolved oxygen)

Oksigen terlarut merupakan variabel kualitas air yg sangat penting pada budidaya udang. Semua organisme akuatik membutuhkan oksigen terlarut buat metabolisme. Kelarutan oksigen pada air tergantung pada suhu serta salinitas. 

Kelaruran oksigen akan turun bila suhu serta temperatur naik (Boyd, 1990). Hal ini perlu diperhatikan lantaran dengan adanya kenaikan suhu air, fauna air akan lebih aktif sebagai akibatnya memerlukan lebih poly oksigen.

Oksigen masuk dalam air melalui beberapa proses. Oksigen dapat terdifusi secara eksklusif berdasarkan atmosfir selesainya terjadi kontak antara bagian atas air menggunakan udara yg mengandung oksigen 21% (Boyd, 1990). Fotosintesis tanaman air adalah sumber primer oksigen terlarut dalam air. Sedangkan pada budidaya udang, penambahan suplai oksigen dilakukan dengan menggunakan aerator (Hargreaves, 2003).
Pada waktu cuaca mendung atau hujan bisa menghambat pertumbuhan fitoplankton lantaran kekurangan sinar surya buat proses fotosintesis. Kondisi ini akan mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut lantaran oksigen nir bisa diproduksi ad interim organisme akuatik permanen mengkonsumsi oksigen. 

Keterbatasan sinar surya menembus badan air bisa pula ditimbulkan sang tingginya partikel yang terdapat pada kolom air, baik lantaran bahan organik maupun densitas plankton yg terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan terganggunya fotosintesis algae yang ada pada dasar tambak (Hargreaves, 1999).

Tingginya kepadatan tebar (stocking density) dan pemberian pakan (feeding rate) bisa menyebabkan turunnya kensentrasi oksigen terlarut dalam air. Sisa pakan (uneaten feed) dan residu hasil metabolisme menyebabkan tingginya kebutuhan oksigen buat menguraikannya (oxygen demand). 

Kemampuan ekosistem kolam budidaya untuk menguraikan bahan organik terbatas sehingga bisa mengakibatkan rendahnya konsentrasi oksigen terlarut dalam air (Boyd, 2004).

5. Biological Oxygen Demand (BOD)

Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan menjadi banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada waktu pemecahan bahan organik pada syarat aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan sang organisme sebagai bahan kuliner dan energinya diperoleh menurut proses oksidasi (Pescod pada Salmin, 2005).
Waktu yg dibutuhkan buat proses oksidasi bahan organik secara paripurna menjadi CO2 dan H2O adalah tidak terbatas. Penghitungan nilai BOD umumnya dilakukan dalam hari ke lima lantaran dalam saat itu persentase reaksi relatif akbar, yaitu 70-80% berdasarkan nilai BOD total (Sawyer dan MC Carty, 1978 pada Salmin, 2005).

6. Produktivitas primer

Dalam kolam budidaya, tanaman air baik macrophyta maupun plankton adalah produsen primer menjadi sumber utama bahan organik. Melalui proses fotosintetis, flora memakai karbon dioksida, air, cahaya mentari serta nutrien buat menghasilkan bahan organik dan oksigen misalnya dalam reaksi :

6CO2 + 6H2O C6H12O6 + 6O2

Fotosintesis merupakan proses fundamental pada kolam budidaya. Oksigen terlarut yg diproduksi melalui fotosintesis merupakan sumber primer oksigen bagi seluruh organisme pada ekosistem kolam (Howerton, 2001). 

Glukosa atau bahan organik yg dihasilkan adalah penyusun primer material organik yg lebih besar serta kompleks. Hewan yg lebih tinggi tingkatannya pada rantai makanan memakai material organik ini baik secara langsung dengan mengkonsumsi flora atau mengkonsumsi organisme yg memakan tumbuhan tadi (Ghosal et al. 2000).
Proses biologi lainnya yg sangat krusial dalam budidaya perairan adalah respirasi, dengan reaksi :

C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O

Dalam respirasi, bahan organik dioksidasi menggunakan membuat air, karbon dioksida serta energi. Pada ketika siang hari proses fotosintesis dan respirasi berjalan secara beserta-sama. Pada malam hari hanya proses respirasi yang berlangsung, sebagai akibatnya konsentrasi oksigen terlarut pada air turun sedangkan konsentrasi karbon dioksida naik.

Kedua proses tadi mempunyai imbas langsung dalam budidaya perairan. Oksigen terlarut dibutuhkan organisme buat hidup sedangkan fitoplankton merupakan sumber primer oksigen terlarut disamping sebagai penyusun primer rantai kuliner pada ekosistem kolam budidaya. 

Salah satu cara buat memilih status suatu ekosistem pada sedimen adalah dengan menghitung fotosintesis/respirasi rasio (P/R ratio). Jika P/R ratio lebih mini menurut satu (1) maka sedimen tadi termasuk heterotropik, dimana karbon lebih poly digunakan buat respirasi dibandingkan yang didapatkan menurut fotosintesis. 


Sedangkan jika P/R ratio lebih akbar dari satu (1) memberitahuakn sedimen tadi termasuk autotofik, dimana karbon lebih banyak diproduksi berdasarkan pada dipakai buat respirasi (Eyre serta Ferguson, 2002).

7. Sedimen

Managemen dasar tambak atau sedimen masih kurang diperhatikan apabila dibandingkan menggunakan managemen kualitas air tambak budidaya. Banyak bukti yg menandakan adanya impak yang kuat pertukaran nutrien antara sedimen menggunakan air terhadap kualitas air (Boyd, 2002).
8. Oxidized Layer

Oxidized layer merupakan lapisan sedimen yang berada paling atas yg mengandung oksigen. Lapisan ini sangat berguna serta harus dipelihara keberadaannya selama siklus budidaya (Boyd, 2002). Pada lapisan tersebut terjadi dekomposisi aerobik yang membentuk antara lain : CO2, air, amonia, serta nutrien yang lainnya. 

Pada sedimen anaerobik, beberapa mikroorganisme menguraikan material organik dengan reaksi fermentasi yg membentuk alkohol, keton, aldehida, dan senyawa organik lainnya menjadi hasil metabolisme. Menurut Blackburn (1987) dalam Boyd (2002), 


beberapa mikroorganisme anaerobik bisa memanfaatkan O2 menurut nitrat, nitrit,ferro, sulfat, serta karbon dioksida buat menguraikan bahan organik menggunakan mengeluarkan gas nitrogen, amonia, H2S, serta metan sebagai hasil metabolisme.

Beberapa produk metabolisme, khususnya H2S, nitrit, dan amonia berpotensi toksik terhadap ikan atau udang. 

Lapisan oksigen yang ada pada permukaan sedimen bisa mencegah difusi sebagian besar senyawa beracun sebagai bentuk yang nir beracun melalui proses kimiawi serta biologi ketika melalui permukaan yang beroksigen. 


Nitrit diokdidasi sebagai nitrat, ferro dioksidasi menjadi ferri, dan H2S menjadi sulfat (Boyd, 2004c). Selanjutnya dikatakan bahwa kehilangan oksigen pada sedimen bisa ditimbulkan oleh akumulasi bahan organik yg tinggi sebagai akibatnya oksigen terlarut terpakai sebelum mencapai bagian atas tanah. 


Tingkat anugerah pakan yg tinggi dan blooming plankton bisa mengakibatkan penurunan oksigen terlarut.

9. Bahan Organik

Tanah dasar tambak yang mengandung karbon organik 15-20% atau 30- 40% bahan organik jelek buat budidaya perairan. Kandungan bahan organik yang baik buat budidaya udang kurang lebih 10% atau 20% kandungan karbon organik (Boyd, 2002). 

Kandungan bahan organik yg tinggi akan meningkatkan kebutuhan oksigen buat menguraikan bahan organik tadi menjadi molekul yang lebih sederhana sehingga akan terjadi persaingan penggunaan oksigen dengan biota yg ada dalam tambak.

Peningkatan kandungan bahan organik pada tanah dasar tambak akan terjadi menggunakan cepat terutama pada tambak yg memakai sistem budidaya secara semi intensif juga intensif menggunakan tingkat hadiah pakan (feeding rate) serta pemupukan yg tinggi (Howerton, 2001). 

Disamping mengendap pada dasar tambak, limbah organik jua tersuspensi dalam air sehingga menghambat penetrasi cahaya surya ke dasar tambak.
Limbah tambak yg terdiri berdasarkan residu pakan (uneaten feed), kotoran udang (feces), serta pemupukan terakumulasi pada dasar tambak maupun tersuspensi pada air. Limbah ini terdegradasi melalui proses mikrobiologi menggunakan membentuk amonia, nitrit, nitrat, dan fosfat (Zelaya et al., 2001). 

Nutrien ini merangsang tumbuhnya algae/plankton yg dapat mengakibatkan blooming. Sementara itu beberapa hasil degradasi limbah organik bersifat toksik terhadap udang pada level tertentu. Terjadinya die off plankton bisa pula menyebabkan udang tertekan serta kematian lantaran turunnya kadar oksigen terlarut. Limbah tambak udang mengandung lebih poly bahan organik, nitrogen, dan fosfor dibanding tanah biasa serta mempunyai nilai BOD dan COD yg lebih tinggi (Latt, 2002).


10. Nutrien

Dua nutrien yg paling penting di tambak merupakan nitrogen dan fosfor, karena kedua nutrien tersebut keberadaannya terbatas serta dibutuhkan buat pertumbuhan fitoplankton (Boyd, 2000). Keberadaan ke 2 nutrien tersebut pada tambak asal dari pemupukan serta pakan yg diberikan.
11. Nitrogen
Nitrogen umumnya diaplikasikan sebagai pupuk pada bentuk urea atau amonium. Di pada air, urea secara cepat terhidrolisis sebagai amonium yang dapat langsung dimanfaatkan oleh fitoplankton. Melalui rantai makanan, nitrogen pada fitoplankton akan dikonversi menjadi nitrogen protein pada ikan. Sedangkan nitrogen berdasarkan pakan yang diberikan dalam ikan, hanya 20-40% yang dirubah sebagai protein ikan, sisanya tersuspensi pada air dan mengendap di dasar tambak (Boyd, 2002).

Amonium bisa pula teroksidasi menjadi nitrat oleh bakteri nitrifikasi yg bisa dimanfaatkan langsung oleh fitoplankton. Nitrogen organik dalam plankton yang mati dan kotoran fauna air (feces) akan mengendap di dasar sebagai nitrogen organik tanah. Nitrogen pada material organik tanah akan dimineralisasi sebagai amonia serta balik ke air sehingga bisa dimanfaatkan kembali sang fitoplankton (Durborow, 1997).

12. Fosfor
Fosfor yang ada yg ada dalam tambak budidaya dari dari pupuk misalnya ammoniumfosfat serta calsiumfosfat dan berdasarkan pakan. Fosf


or yg terdapat pada pakan nir semua dikonversi sebagai daging ikan/udang. Menurut Boyd (2002), 2 pertiga fosfor pada pakan terakumulasi di tanah dasar. Sebagian akbar diikat oleh tanah serta sebagian mini larut dalam air. 

Fosfor dimanfaatkan sang fitoplankton pada bentuk ortofosfat (PO4 3-) dan terakumulasi dalam tubuh ikan/udang melalui rantai kuliner. Phosphat yang nir diserap oleh fitoplankton akan didikat oleh tanah. Kemampuan mengikat tanah dipengaruhi oleh kandungan liat (clay) tanah. Semakin tinggi kandungan liat pada tanah, semakin semakin tinggi kemampuan tanah mengikat fosfat. Demikan Tentang Parameter Kimia Kualitas Air

Kunjungi pula blog penyuluh perikanan

Semoga Bermanfaat...

TRIK CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK

Trik Cara Budidaya Ikan Yаng Baik - Perdagangan bebas antar negara уаng sebentar lаgÑ– аkаn diberlakukan, menuntut para pelaku pasar untuk meningkatkan daya saing produknya. 
Bukan hаnуа berkualitas, nаmun јugа dеngаn harga уаng murah. Persaingan produk bukan hаnуа dalam tataran lokal, nаmun јugа аkаn bertarung dеngаn pesaing dаrÑ– luar negeri. 

Apabila pelaku pasar tіdаk dараt meningkatkan daya saing produknya, bukan tіdаk mungkіn produk-produk dаrі luar negeri уаng berkualitas tinggi dan murah аkаn membanjiri pasar dalam negeri, dan sebagai idola konsumen lokal.


Baca Juga ; Kolam Tanah Untuk Budidaya Ikan


Perdagangan bebas antar negara berlaku јugа buat produk-produk perikanan. Untuk dараt bertarung dеngаn produk-produk perikanan dаrÑ– luar negeri, kita tentu wajib memiliki kualitas produk perikanan уаng baik dan јugа harga produk уаng murah. 


Nilai serta standar akan kualitas mutu ѕuаtu produk perikanan berdasarkan dalam ѕuаtu pengakuan system agunan mutu (standard mutu). Dimana Sistem Tersebut Merangkai Dari Pembudidaya pada mulai hingga Pada Pemanenan hasil Produk Perikanan.


Dimana dalam masing-masing negara mempunyai Standart kualitas yang bеrdаѕаrkаn transparasi, objektivitas serta agama. 


Disamping itu pada produk perikanan јugа dibutuhkan aman buat dikonsumsi serta ramah lingkungan.


Ada Beberapa Negara Negara Yang tingkat Permintaan akan produk perikanan tinggi serta tergolong menjadi negara pengimpor produk produk perikanan. 

Dan Yang Jadi Pertarunga Adalah Negara Negara Tersebut Memberlakukan Aturan mengenai kualitas produk perikanan yg masuk ke negara nya menggunakan ketat.


Di negara Negara pengimpor tersebut pula menggunakan sistem supervisi yang berlapis . Selain berdasarkan Tingkat Mutu Juga pada awasi Asal muasal Produk Perikanan Tersebut.


Pengawasan Yang Lain nya Diantaranya аdаlаh menilik residu logam berat dan anti biotik serta kandungan bakteri уаng ada. 


Baca Juga ; Penyakit Bakterial Pada Ikan


Di negara Negara pengimpor memberlakukan standard уаng ketat dеngаn memberi nilai ambang batas kandungan-kandungan bahan atau organisme berbahaya tadi.


Apabila kita nir memikirkan mengenai peningkatan mutu serta kualitas produk maka kita tidak bisa berangan angan buat menjadi penghasil produk perikanan terbesar di dunia. Dan Tentu Produk Kita akan di tolak pada pasar bebas,


Apabila Kita masih memelihara budidaya ikan lele menggunakan sistem sistem yg sinkron menggunakan standart. 

MungkÑ–n saat Ñ–nÑ– kita beranggapan bаhwа toh produk perikanan kita hаnуа dijual pada pedagang lokal, jadi tÑ–dаk masalah apabila mаѕіh melakukan hal tadi. 
Penyesalan Datangnya pastinya dalam akhir , dan penyelasalan kita jika peningkatan mutu nir di perhatikan maka pangsa pasar kita akan di kuasai sang vietnam serta RRC dan Kita hanya sanggup sebagai Penonton saja.

Dan Jika Hal Tersebut Menjadikan Kita Kalah Bersaing menggunakan Produk produk Vietnam Dan RRC yang terkenal murah tadi maka kita tinggal Menangisi Akan Kegagalan Kita.


Namun Tak Ada Kata Terlambat Untuk Bersaing dengan Para Negara Negara Pemasok Produk Perikanan menggunakan Memulai Meningkatkan Standart Mutu produk indonesia. Dan Pemerintah Juga Perlu adanya Langkah Langkah yang konkrit serta konkret.


Penerapan Cara Budidaya Ikan Yаng Baik (CBIB) adalah keliru satu upaya membentuk ikan уаng berkualitas. 


CBIB аdаlаh penerapan cara memelihara serta atau membersarkan ikan dan mamanen hasilnya pada lingkungan уаng terkontrol sehingga menaruh jaminan pangan dаrі pembudidayaan dеngаn memperhatikan sanitasi, pakan obat ikan serta bahan kimia serta bahan biologi.


Ada bеbеrара poin уаng wajib diperhatikan dalam penerapan CBIB, bеrіkut poin - poin tеrѕеbut :



1. LOKASI BUDIDAYA IKAN

Penentuan Lokasi Menjadi Hal Yang pertama Untuk Mendapatkan Mutu produk perikanan yg berkualitas. Dimana Pada unit unit bisnis budidaya ikan pada penentuan loka harus memperhatikan diantara nya ;

- Lingkungan Yang Pas buat Budidaya ikan


- Lokasi Bebas menurut Banjir


- Lokasi terbebas menurut Pencemaran Limbah Industi serta Rumah tangga


2. SUPLAI AIR

Unit bisnis memiliki asal air yg baik dan air pasok terhindar berdasarkan cemaran, selengkapnya dapat dilihat pada Parameter Kualitas Air :


- Parameter Kualitas Air : Sumber Air Untuk Budidaya Perikanan

- Parameter Kualitas Air : Parameter Fisika Kualitas Air

- Parameter Kualitas Air : Parameter Kimia Kualitas Air

- Parameter Kualitas Air : Parameter Biologi Kualitas Air
3. TATA LETAK DAN DESAIN

Unit usaha budidaya mempunyai desain serta tata letak yg dapat mencegah pencemaran lingkungan dan dibentuk buat memenuhi persyaratan pertumbuhan serta perkembangan ikan. Toilet, septic tank, gudang dan fasilitas lainnya terpisah serta tidak berpotensi mengkonta-minasi produk budidaya.

Unit usaha budidaya mempunyai fasilitas pembuangan limbah yg ditempatkan pada area yang sinkron. 

Wadah budidaya di-desain dan dibangun agar mengklaim kerusakan fisik dan kenyamanan ikan selama pemeliharaan serta panen, selengkapnya bisa dipandang di Tata Letak serta Desain.

4. KEBERSIHAN FASILITAS DAN PERLENGKAPAN

Unit usaha pada budidaya ikan serta lingkungannya dijaga syarat kebersihan dan bersih.  

Dimana Wadah buat budidaya termasuk di dalamnya adalah perlengkapan serta fasilitas budidaya dibentuk berdasarkan bahan yg nir mengakibatkan Pencemaran lingkungan serta nir melukai ikan. Serta nir Merusak Lingkungan pada sekitarnya.

Fasilitas dan perlengkapan Dalam Budidaya Perikanan perlu dijaga pada kondisi higienis serta dibersihkan sebelum serta sesudah dipakai; 

serta (apabila perlu) didesinfeksi menggunakan desinfektan yang diizinkan, selengkapnya bisa dicermati dalam Kebersihan Fasilitas serta Perlengkapan.

5. PERSIAPAN WADAH BUDIDAYA

Wadah budidaya dipersiapkan menggunakan baik sebelum penebaran benih. Dan Kondisi benih yang akan di tebar pula pada syarat sehat,

Dalam persiapan wadah serta air, hanya memakai pupuk, probiotik serta bahan kimia  yang direkomendasikan, selengkapnya dapat dicermati pada Persiapan Wadah Budidaya.

6. PENGELOLAAN AIR

Dilakukan upaya filterisasi air atau pengendapan dan menjamin kualitas air yang sesuai untuk ikan yang dibudidayakan. 

Monitor serta selalu mengawasi  kualitas air asal secara rutin buat menja min kesehatan & kebersihan ikan yang dibudidayakan. 


Pengolahan air sesuai sumber air serta jenis ikan yang dibudidayakan 


(Kesadahan, pH, suhu, CO2), selengkapnya bisa dicermati pada Pengelolaan Air.
Sumber : Panduan Cara Budidaya Ikan Hias Yang Baik

Semoga Bermanfaat...

PENERAPAN PRINSIPPRINSIP BIOSEKURITAS DALAM FASILITAS BUDIDAYA UDANG WINDU

Penerapan Prinsip-Prinsip Biosekuritas Dalam Fasilitas Budidaya Udang Windu
Budidaya perairan (termasuk budidaya udang windu) merupakan industri yg sangat pesat perkembangannya, dengan laju pertumbuhan dunia kurang lebih 11% pertahun dalam satu dekade kemudian (Bioform-LLC Technical Bulletin, Oklahoma-USA, 2008). Kematian komoditas budidaya akibat serangan penyakit, adalah penyebab utama kerugian yg diderita para pelaku pembudidaya. Tingkat kepadatan tebar yang tinggi dalam budidaya udang intensif mengakibatkan peluang individu udang buat bersentuhan langsung dengan patogen penyebab penyakit menjadi semakin besar . Oleh karenanya, tindakan-tindakan buat memberikan perlindungan dalam kesehatan udang sebagai sangat krusial. Biosekuritas adalah upaya proteksi terhadap organisme, menggunakan menghilangkan patogen dan faktor-faktor lainnya yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, pada pada budidaya perairan (akuakultur) biosekuritas merupakan tindakan perlindungan bagi organisme budidaya menurut ancaman agen-agen penginfeksi penyebab penyakit (virus, bakteri, fungi, dan parasit). Dalam mendisain suatu acara biosekuritas yang efektif, dibutuhkan pemahaman yg baik dalam aspek-aspek : teknik pengoperasian akuakultur, prinsip umum mengenai cara-cara penyebaran penyakit, serta pengetahuan biologi organisme yang dibudidayakan. Selain itu, menjadi suatu keharusan untuk menerapkan strategi pembangunan lingkungan berkelanjutan buat memenuhi kebutuhan manusia kini , tanpa merugikan kebutuhan generasi berikutnya. Tulisan ini aku harapkan dapat menaruh kesadaran bagi para pihak yg terkait, terutama dalam upaya mengembalikan kejayaan Sulawesi Selatan sebagai galat satu pusat produksi udang pada negara kita, Indonesia. Semoga bermanfaat.

Biosekuritas pada Budidaya Udang
Biosekuritas meliputi aspek yg sangat luas, mulai menurut skop wilayah dunia, nasional, lingkungan perairan, fasilitas budidaya, tambak, bak penampungan sampai dalam tingkatan organisme yang dibudidayakan. Pada tingkatan budidaya udang, biosekuritas dimaksudkan menjadi upaya buat membuat udang yg sehat pada suatu lingkungan terkontrol dengan tindakan-tindakan pencegahan terhadap masuknya organisme-organisme penginfeksi dalam sistem budidaya. Jadi tujuan primer berdasarkan biosekuritas pada suatu sistem budidaya udang merupakan mencegah, menghilangkan atau mengendalikan penyakit-penyakit infeksi berdasarkan fasiltas budidaya.

Terdapat beberapa asal potensial bagi masuknya agen penginfeksi ke dalam suatu fasilitas akuakultur, termasuk diantaranya : stok baru (post-larva, juvenil atau induk), fasilitas yg terkontaminasi, air atau pakan yang terkontaminasi, hewan peliharaan atau manusia yang tercemar, sampai carrier yg masuk ke pada fasilitas. Oleh karena itu, buat suatu program biosekuritas yg baik dalam suatu fasilitas akuakultur wajib meliputi upaya-upaya : pencegahan penyakit, pemantauan penyakit secara terencana, penanganan terhadap timbulnya serangan penyakit, membersihkan serta melakukan disinfeksi semua fasilitas budidaya secara rutin diantara daur-daur budidaya, serta tindakan-tindakan pencegahan umum lainnya.

Biosekuritas buat Pencegahan Penyakit
Pencegahan penyakit mencakup semua teknik/metode yang digunakan buat mencegah masuknya seluruh jenis atau potensi patogen ke pada fasilitas akuakultur. Salah satu cara utama buat menghindari masuknya patogen ke pada fasilitas akuakultur adalah menggunakan memakai benih bersertifikasi bebas patogen tertentu (specific pathogen free/SPF)atau sering pula dinamakan specific pathogen resistant (SPR). Sayangnya, hanya beberapa jenis udang yang diproduksi dengan cara seperti ini, dan penggunaaan SPF/SPR-pun belum sepenuhnya mengklaim bebasnya sistem akuakultur menurut patogen, tetapi setidaknya mengurangi resiko agresi jenis patogen tertentu. Produksi benih udang yg dilakukan dalam skala tempat tinggal tangga (back-yard hatcheries) merupakan hal tersulit pada mengklaim bebas tidaknya benur menurut patogen tertentu seperti WSSV, contohnya.

Cara lain untuk menghindari masuknya patogen ke pada fasilitas akuakultur merupakan penerapan tindakan karantina terhadap stok organisme baru (terutama induk) ke dalam fasilitas akuakultur. Induk yg baru tiba harus dikarantina buat kepentingan observasi gejala-gejala klinis menurut patogen tertentu. Biasanya, tindakan karantina ini dilakukan hingga 45 hari untuk sahih-sahih mengklaim nir terdapat potensi patogen yang masuk ke dalam fasilitas budidaya. Dalam periode karantina dilakukan uji diagnostik terhadap beberapa jenis patogen dan tindakan karantina berupa perlakuan/ pengobatan terhadap gejala penyakit yang terdeteksi.

Selain tindakan para organisme/komoditas budidaya, sumber air juga merupakan perkara primer yang wajib ditinjau pada acara biosekuritas. Penerapan teknik-teknik filtrasi menggunakan ultra violet, ozonisasi, hadiah perlakuan bahan kimia disiinfektan ataupun anugerah perlakuan biologis/probiotik, merupakan pilihan-pilihan yang dapat dilakukan buat membebaskan sistem budidaya menurut potensi patogen. Hal lain yg nir kalah pentingnya pada mengikis potensi pencaplokan patogen merupakan penerapan teknik pengelolaan optimal yang meliputi aspek-aspek: padat tebar, nutrisi, genetik sangat krusial bagi spesies yg dibudidaya buat berkembang dengan tingkat kesehatan serta sistem kekebalan tubuh yg optimal.

Praktik Budidaya yg Baik (Good Aquaculture Practice/GAP)
Produk-produk budidaya, terutama yang ditujukan bagi pasar ekspor, akan disortir serta dinilai terhadap kandungan produk akan bahan-bahan kimia yang bisa membahayakan kesehatan manusia, sisa antibiotik serta bakteri/atau bagian-bagiannya. Oleh karena itu, negara-negara pengekspor disyaratkan untuk menerapkan prinsip-prinsip ecolabelling, kandungan bahan-bahan kimia nihil atau di bawah nilai ambang batas dalam negara-negara pengimpor, tidak mengandung aspek-aspek yg terkait menggunakan bioterorisme, agunan keamanan produk, telah melalui proses penelaahan terhadap resiko yang mungkin disebabkan oleh produk, dsbnya. Hal ini yg kemudian mendorong pengembangan praktik budidaya yg baik (GAP) yang ditekankan pada tahapan awal budidaya (pra-panen) yaitu upaya menaikkan produksi, agunan terhadap amannya produk menjadi bahan makanan, dan aspek yg terkait menggunakan kelestarian lingkungan. Titik penekanan GAP diletakkan pada praktik budidaya seperti: persiapan huma budidaya, disinfeksi air media budidaya, aerasi, suhu, pH, alkalinitas, salinitas, pakan, reduksi lumpur dalam sedimen, meminimalisasi pergantian air, pengurangan senyawa nitrogen, penggunaan probiotik dstnya. 

Pengendalian Resiko Bahaya dalam Akuakultur (HACCP)
Berdasar pada peningkatan asa serta antusiasme dalam budidaya udang pada negara-negara pembuat udang seperti Indonesia, diyakini bahwa penerapan GAP nir akan mencukupi sejalan dengan diterapkannya prinsip-prinsip Pengendalian Resiko Bahaya dalam budidaya udang (HACCP : hazard analysis on critical control point). Penerapan pendekatan terpadu ini terutama ditujukan pada aspek keamanan produk udang sebagai bahan makanan insan. Selain itu, HACCP pula akan sangat berguna pada hal keamanan proses budidaya, menguntungkan serta mengklaim keberkelanjutan usaha budidaya udang windu. Dengan implementasi acara HACCP, pengendalian terhadap poin-poin kritis dalam sistem budidaya diterapkan dan tindakan-tindakan perbaikan (koreksi) jua diambil sebelum seluruhnya berkembang sebagai hal yang membahayakan proses budidaya (pra serta pasca panen). Penerapan screening terhadap kemungkinan potensi berkembangnya patogen, contohnya dengan penggunaan PCR, secara terencana merupakan perwujudan pengelolaan timbulnya penyakit bakterial atau viral mematikan yang bisa mengancam keberhasilan bisnis budidaya.

Penggunaan Mikroba Probiotik pada Budidaya Udang
Peran krusial mikroba pada sistem budidaya udang telah sejak usang ditengarai oleh para ahli. Beberapa aspek positif berdasarkan keberadaan mikroba dalam tambak udang antara lain: potensi penyedia nutrien bagi udang yg secara signifikan akan mereduksi porto pakan, demikian jua dengan peran mikroba dalam menjaga ekuilibrium syarat lingkungan budidaya. Namun disisi lain, mikroba dapat mengakibatkan kerugian akbar pada sistem budidaya bila mereka adalah patogen. Beberapa studi terbaru secara jelas menandakan bahwa penggunaan mikroba menjadi probiotik dalam sistem budidaya udang bisa menstabilkan dan mengontrol populasi mikroorganisme, menstabilkan parameter kualitas air dalam sistem budidaya, menghilangkan stressor bagi udang seperti NH3, NO2, NO3 dsbnya, mencegah infeksi yg ditimbulkan sang virus, bakteri Vibrio serta/atau bakteri patogen lainnya. Sejumlah hasil penelitian menampakan bahwa beberapa jenis mikroorganisme tertentu misalnya ragi (yeast) misalnya Saccharomyces cerevisiae, Candida utilis serta Kluyveromyces marxianus atau produk-produk turunannya menaruh manfaat bagi budidaya udang, misalnya pada hal menaikkan nafsu makan, mendukung pertumbuhan melalui produksi vitamin, mineral serta asam nukleat, dan menstimulasi pertumbuhan mikroorganisme usus udang (gut flora). Lebih lanjut, sifat immunostimulasi dari dinding sel ragi (b-glucan serta mannan) sanggup mendorong peningkatan respon sistem kekebalan non-khusus jangka pendek udang yang sangat bermakna pada lingkungan yg dipenuhi sang patogen seperti bakteri serta virus yg sewaktu-ketika dapat mengancam kesehatan udang. Selain itu, sel ragi hidup dapat berfungsi sebagai probiotik karena melekat serta mengkolonisasi mukus pada usus udang yg terbukti mampu menghalau patogen keluar dari sistem hepatopankreas udang, menghasilkan nutrien-nutrien penting seperti vitamin, mineral dan polyamino yg dapat mensugesti laju pertumbuhan udang.

Akhirnya, upaya-upaya keamanan secara generik perlu dibakukan dalam setiap fasilitas budidaya udang khususnya pada konteks anugerah dukungan bagi kegiatan-kegiatan pencegahan serta pengendalian penyakit. Standar prosedur operasi (SOP) wajib diterapkan terutama pada anggaran-anggaran biosekuritas serta pemantauan penyakit. SOP ini wajib mencakup desain fasilitas budidaya, prosedur disinfeksi fasilitas serta personel, rencana pengolahan limbah, petunjuk pengendalian penyakit, prosedur budidaya umum yang wajib diketahui oleh semua staf serta tamu yang berkunjung. Pembakuan pola pencatatan teratur terhadap semua keterangan yang mencakup: status kesehatan, pertambahan berat, konsumsi pakan, program vaksinasi atau perlakuan penanganan penyakit yg pernah dilakukan, serta perawatan fasilitas budidaya akan menjadi faktor utama yang mendukung keberhasilan acara biosekuritas dalam budidaya udang windu. 

HUKUM LINGKUNGAN DAN KEBIJAKSAAN LINGKUNGAN NASIONAL

Hukum Lingkungan Dan Kebijaksaan Lingkungan Nasional
1. Pelaksanaan AMDAL Di Indonesia
Dalam rangka melaksanakan pembangunan berkelanjutan, lingkungan perlu dijaga kerserasian hubungan antar aneka macam aktivitas. Salah satu instrumen pelaksanaan kebijaksanaan lingkungan merupakan AMDAL sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UULH. Sebagai pelaksanaan Pasal 16 UULH, pada lepas lima Juni 1986 sudah ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yg mulai berlaku tanggal lima Juni 1987 menurut Pasal 40 PP tersebut.

Dalam upaya melestarikan kemampuan lingkungan, analisis tentang damapak lingkungan bertujuan untuk menjaga supaya syarat lingkungan tetap berada pada suatu derajat mutu eksklusif demi mengklaim transedental pembangunan. Peranan instansi yang berwenang menaruh keputusan mengenai proses analisis mengenai impak lingkungan sudah jelas sangat penting. Keputusan yang diambil aparatur pada proses administrasi yangditempuh pemrakarsa sifatnya sangat menentukan terhadap mutu lingkungan, karena AMDAL berfungsi menjadi instrumen pencegahan pencemaran lingkungan.

Pada saat berlakunya PP No. 29 Tahun 1986, pemerintah bermaksud menaruh waktu yang relatif memadai yaitu selama satu tahun buat mempersiapkan segala sesuatu yg berhubungan dengan efektifitas berlakunya PP tersebut. Hal ini erat hubungannya dengan persiapan tenaga ahli penyusun AMDAL. Di samping itu diperlukan jua ketika buat pembentukan Komisi Pusat dan Komisi Daerah yang adalah persyaratan esensial bagi aplikasi PP No. 29 Tahun 1986 tersebut. PP 29 Tahun 1986 lalu dicabut menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 mengenai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang diberlakukan dalam lepas 23 Oktober 1993. Perbedaan primer antara PP tahun 1986 menggunakan PP tahun 1993 adalah ditiadakannya dokumen penyajian liputan lingkungan (PIL) serta dipersingkatnya tenggang waktu mekanisme (tata laksana) AMDAL dalam PP yang baru. PIL berfungsi menjadi filter buat menentukan apakah rencana aktivitas dapat menimbulkan imbas krusial terhadap lingkungan atau tidak. 

Sebagai instrumen pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, AMDAL wajib dibuat pada termin paling dini pada perencanaan kegiatan pembangunan. Dengan istilah lain, proses penyusunan serta ratifikasi AMDAL harus merupakan bagian berdasarkan proses perijinan satu proyek. Dengan cara ini proyek-proyek dapat disaring seberapa jauh dampaknya terhadap lingkungan. Di sisi lain, studi AMDAL jua bisa memberi masukan bagi upaya-upaya buat menaikkan imbas positif berdasarkan proyek tadi.

Instrumen AMDAL dikaitkan menggunakan sistem perizinan. Menurut Pasal 5 PP Nomor 51 Tahun 1993, keputusan mengenai hadiah biar usaha tetap oleh instansi yang membidangi jenis usaha atau aktivitas dapat diberikan sesudah adanya pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) yang sudah disetujui oleh instansi yang bertanggung jawab. 

Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 dimaksudkan buat menyempurnakan kelemahan yg dirasakan dalam PP Nomor 29 Tahun 1986 mengenai AMDAL. Namun, upaya penyempurnaan itu ternyata nir tercapai, bahkan terdapat ketentuan baru yang menyangkut konsekuensi yuridis yg rancu (Pasal 11 ayat (1) PP AMDAL 1993). Meski demikian yang penting dalam PP AMDAL 1993 artinya Studi Evaluasi Dampak Lingkungan (SEMDAL) bagi aktivitas yang sedang berjalan dalam saat berlakunya PP AMDAL 1986 sebagai ditiadakan., sehingga AMDAL semata-mata dibutuhkan bagi bisnis atau aktivitas yang masih direncanakan. Selanjutnya PP Nomor 51 Tahun 1993 dicabut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999. Dalam PP 27 tahun 1999 ditetapkan 4 jenis studi AMDAL, yaitu:
  1. AMDAL proyek, yaitu AMDAL yang berlaku bagi satu aktivitas yang berada pada kewenangan satu instansi sektoral. Misalnya planning kegiatan pabrik tekstil, yg mmpunyai kewenangan memberikan ijin serta mengevaluasi studi AMDALnya ada dalam Departemen Perindustrian.
  2. AMDAL Terpadu / Multisektoral, adalah AMDAL yg berlaku bagi suatu rencana kegiatan pembangunan yg bersifat terpadu, yaitu adanya keterkaitan pada hal perencanaan, pengelolaan serta proses produksi, serta berada dalam satu kesatuan ekosistem serta melibatkan kewenangan lebih berdasarkan satu instansi. Sebagai contoh adalah galat satu aktivitas pabrik pulp serta kertas yang kegiatannya terkait dengan proyek Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk penyediaan bahan bakunya, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) untuk menyediakan tenaga, serta pelabuhan buat distribusi produksinya. Di sini terlihat adanya keterlibatan lebih menurut satu instansi, yaitu Departemen Perindustrian, Departemen Kehutanan, Departemen Pertambangan dan Departemen Perhubungan.
  3. AMDAL Kawasan, yaitu AMDAL yg ditujukan pada suatu rencana kegiatan pembangunan yang berlokasi pada satu kesatuan hamparan ekosistem serta menyangkut wewenang satu instansi. Contohnya adalah rencana aktivitas pembangunan daerah industri. Dalam kasus ini masing-masing kegiatan di pada tempat nir perlu lagi menciptakan AMDALnya lantaran telah tercakup dalam AMDAL semua daerah. 
  4. AMDAL Regional, adalah AMDAL yg diperuntukan bagi planning aktivitas pembangunan yang sifat kegiatannya saling terkait dalam hal perencanaan dan ketika pelaksanaan kegiatannya. AMDAL ini melibatkan kewenangan lebih dari satu instansi, berada pada satu kesatuan ekosistem, satu planning pengembangan wilayah sesuai Rencana Umum Tata Ruang Daerah. Contoh AMDAL Regional adalah pembangunan kota-kota baru.
Secara teknis instansi yang bertanggung jawab pada merumuskan dan memantau penyusunan AMDAL di Indonesia adalah BAPEDAL (Badan Pengendali Dampak Lingkungan). Sebagaimana diatur dalam PP No. 51 tahun 1993, wewenang ini juga dilimpahkan dalam instansi-instansi sektoral serta BAPEDALDA Tingkat I. Dengan istilah lain, BAPEDAL Pusat hanya menangani studi-studi AMDAL yg dianggap memiliki implikasi secara nasional. Pada tahun 1999 diterbitkan lagi penyempurnaan ini merupakan menggunakan memberikan kewenangan proses penilaian AMDAL dalam wilayah. Materi baru pada PP ini adalah diberikannya kemungkinan partisipasi masyarakat pada pada proses penyusunan AMDAL. 

Dalam sebuah lokakarya regional koordinasi tata lingkungan wilayah Kalimantan, Ir Hermien Roosita MM, Asisten Deputi Urusan Pengkajian Dampak Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan bahwa hanya 119 kabupaten/kota yang memiliki komisi penilai AMDAL berdasarkan 474 kabupaten/kota di Indonesia. Dari angka tersebut, hanya 50% yang berfungsi menilai AMDAL. Sementara 75% dokumen AMDAL yang dihasilkan berkualitas jelek hingga sangat jelek.

Lebih lanjut disampaikannya bahwa selama ini AMDAL memerlukan waktu proses sangat cepat, nir terdapat penegakan aturan terhadap pelanggar AMDAL, donasi pengelolaan lingkungan yang masih rendah, sebagai beban porto, serta dilihat sebagai komoditas ekonomi sang (oknum) aparatur pemerintah, pemrakarsa atau konsultan. Lebih rusaknya, waktu AMDAL justru hanya sebagai alat retribusi, bukan sebagai bagian menurut sebuah studi kelayakan, sehingga sering kali ditemui poly AMDAL yg justru melanggar tata ruang. 

Jangka ketika pemrosesan dokumen AMDAL dari PP No. 29 Tahun 1986 merupakan 90 hari, namun dari Pasal 10 PP Nomor 51 Tahun 1993, bisa selambat-lambatnya 45 hari. Ketentuan mengenai jangka saat terasa maju, namun sudahkah sesuai menggunakan realita kemampuan aparatur? Sungguh mengejutkan ketentuan pada Pasal 10 ayat (tiga) tadi: “dinyatakan diberikan persetujuan atas kekuatan PP ini”. Tanpa diproses apakah konsekuensi yuridis ketentuan misalnya itu terhadap mekanisme AMDAL? Keruntuhan sistem AMDAL menjadi instrumen hukum lingkungan yg berfungsi sebagai wahana pencegahan pencemaran lingkungan. 

AMDAL waktu pertama kali dikeluarkan sebagai sebuah kebijakan yg merupakan bagian kegiatan studi kelayakan planning usaha serta/atau kegiatan. Hasil analisis mengenai impak lingkungan hayati dipakai sebagai bahan perencanaan pembangunan wilayah. Tetapi dikarenakan minimnya pengetahuan berdasarkan pemerintah serta masyarakat dalam memahami AMDAL, menjadikan pemrakarsa serta konsultan memakai AMDAL menjadi sebuah dokumen berasal jadi, serta kesamaan mengutip dokumen AMDAL lainnya sangat tinggi. Sehingga AMDAL nir bisa menjadi sebuah acuan kelayakan sebuah aktivitas berjalan.

Dalam proses penyusunan dokumen AMDAL, sangat seringkali ditemui konsultan (tim penyusun) AMDAL meninggalkan aneka macam prinsip pada AMDAL. Terutama posisi rakyat dalam proses penyusunan dokumen AMDAL. Proses keterbukaan keterangan dijamin oleh kebijakan, di mana Pasal 33 PP No. 27/1999 menegaskan kewajiban pemrakarsa buat mengumumkan pada publik serta saran, pendapat, masukan publik wajib buat dikaji serta dipertimbangkan pada AMDAL. Dan Pasal 34 menegaskan bagi kelompok rakyat yang berkepentingan harus dilibatkan pada proses penyusunan kerangka acuan, evaluasi kerangka acuan, analisis impak lingkungan hidup, planning pengelolaan lingkungan hayati serta rencana pemantauan lingkungan hayati.

Keterbukaan dan kiprah dan rakyat pada proses pengambilan keputusan yg bisa menyebabkan impak penting terhadap lingkungan (khusunya izin lingkungan) perlu dirumuskan pada peraturan perundang-undangan. Peran serta masyarakat sang seorang gerombolan orang (organisasi lingkungan hayati) atau badan hukum adalah konsekuensi dari “hak yang sama atas lingkungan hayati yg baik dan sehat” sebagaimana ditetapkan pada Pasal lima ayat (1) UUPLH

Maksud dan tujuan dilaksanakannya ketertibatan masyarakat pada keterbukaan warta pada proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) ini adalah buat:
  1. Melindungi kepentingan warga .
  2. Memberdayakan masyarakat pada mengambil keputusan atas planning usaha dan/atau aktivitas pembangunan yg berpotensi menyebabkan dampak besar serta penting terhadap lingkungan.
  3. Memastikan adanya transparansi pada keseluruhan proses AMDAL berdasarkan planning usaha serta atau kegiatan.
  4. Menciptakan suasana kemitraan yang setara antara seluruh pihak yang berkepentingan, yaitu menggunakan menghormati hak-hak seluruh pihak buat mendapatkan liputan dan mewajibkan seluruh pihak buat mengungkapkan liputan yang wajib diketahui pihak lain yang terpengaruh. 
Akan namun, beberapa ketentuan mengenai mekanisme perizinan lingkungan nir membuka peluang bagi kiprah serta warga , sehingga saran dan pemikiran dalam proses pemngambilan keputusan mengenai izin yg mempunyai impak krusial terhadap lingkungan nir ditampung secara prosedural. 

Dokumen AMDAL (kelayakan lingkungan hidup) yg merupakan bagian menurut kelayakan teknis finansial-ekonomi (Pasal dua PP No. 27/1999) selanjutnya merupakan syarat yang wajib dipenuhi buat mendapatkan ijin melakukan bisnis dan/atau aktivitas yg diterbitkan sang pejabat yang berwenang (Pasal 7 PP No. 27/1999). Dokumen AMDAL merupakan dokumen publik yg menjadi acuan pada pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat lintas sektoral, lintas disiplin, serta dimungkinkan lintas teritorial administratif.

Namun, dari sisi proses, jika memeriksa Pasal 20 PP No. 27 Tahun 1999, maka terbuka kemungkinan terjadinya kongkalikong pada persetujuan AMDAL. Dalam ayat (1) pasal tersebut dinyatakan bahwa instansi yg bertanggung jawab menerbitkan keputusan kelayakan lingkungan hayati suatu bisnis dan/atau kegiatan, pada jangka ketika selambat-lambatnya 75 (tujuh puluh 5) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya dokumen analisis pengaruh lingkungan hayati, planning pengelolaan lingkungan hidup, serta rencana pemantauan lingkungan hayati. Dan pada ayat (dua) disebutkan bila instansi yg bertanggung jawab tidak menerbitkan keputusan pada jangka saat sebagaimana dimaksud, maka planning bisnis dan/atau kegiatan yg bersangkutan dianggap layak lingkungan. Kolusi kemudian sanggup terjadi disaat tidak adanya keputusan tentang persetujuan AMDAL dalam jangka saat 75 hari, maka secara otomatis suatu aktivitas dan/atau bisnis dipercaya layak secara lingkungan.

PP Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup ternyata permanen nir menyempurnakan PP Nomor 51 Tahun 1993. Kekeliruan perumusan dalam Pasal 10 ayat (tiga) PP Nomor 51 Tahun 1993 sepertinya diabadikan oleh Pasal 20 PP AMDAL 1999. 

PP yg menjabarkan UULH ini dalam akhirnya hanya sebagai pelengkap saja. Banyak orang berpendapat bahwa AMDAL seakan-akan sebagai penyelemat, namun sebenarnya AMDAL tidaklah selalu diharapkan lantaran AMDAL pula tidak berguna jikalau proyek telah jalan. AMDAL hanya bermanfaat bagi pembangunan fisik yg belum dilaksanakan. Kenyataannya sekarang pada Indonesia, AMDAL dilakukan tatkala pembangunan fisik sedang berjalan. Akhirnya AMDAL dijadikan alat pembenaran semata, tidak lebih dari itu. Oleh karna itu tak heran kalau masih saja ditemukan persoalan lingkungan padahal sudah dibuat AMDAL-nya.

Sejak dibubarkannya Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, maka lalu Kementerian Lingkungan Hidup semakin mengecil perannya pada upaya pengendalian imbas lingkungan, termasuk pada pengawasan AMDAL pada berbagai strata. Terlebih lagi, pasca dikeluarkannya PP No. 25 tahun 2000, menjadikan hilangnya prosedur koordinasi antar wilayah, yg dalam akhirnya berakibat lingkungan hayati sebagai bagian yg sebagai tidak begitu krusial. Empat kelompok parameter yg masih ada di studi AMDAL , mencakup Fisik – kimia (Iklim, kualitas udara dan kebisingan; Demografi; Fisiografi; Hidro-Oceanografi; Ruang; Lahan serta Tanah; dan Hidrologi), Biologi (Flora; Fauna), Sosial (Budaya; Ekonomi; Pertahanan/keamanan), serta Kesehatan masyarakat, ternyata jua masih sangat menekankan pada kepentingan formal saja. Lalu kemudian, perseteruan sosial-budaya serta posisi masyarakat sebagai bagian yg dilupakan. 

Satu hal menurut proses pada Komisi Penilai AMDAL, ketika ternyata terjadi pembohongan pada dokumen AMDAL (pada hal ini saat penilaian dokumen AMDAL Pembangunan Bandara Udara Sungai Siring ), hanya dianggap sebagai kesalahan ketik. Permakluman kemudian terjadi dikarenakan kuatnya kepentingan politis dibalik sebuah planning aktivitas. Hal ini bukan hanya terjadi sekali. Dalam beberapa kali diskusi menggunakan para pihak yang dilibatkan pada Komisi Penilai AMDAL, sangat jelas terlihat kerancuan dalam proses penilaian AMDAL. Tidak adanya kriteria serta indikator penilaian, telah berakibat proses penilaian AMDAL sebagai sangat subyektif. Dan kemudian, evaluasi yang sepotong-sepotong pun pada akhirnya berakibat aspek impak lingkungan hayati (menjadi sebuah komponen yang komprehensif) menjadi bagian yg sengaja buat dilupakan.

Posisi kelayakan aktivitas dari AMDAL, sebenarnya sangat tergantung pada kelompok Akademisi atau para pakar yang dilibatkan pada Komisi Penilai AMDAL. Ketika kemudian independensi (kebebasan ikatan) menurut akademisi pada menilai dokumen diikat saat kelompok ini pun menjadi konsultan penyusun AMDAL, telah menjadikan grup akademisi atau para ahli tidak lagi profesional dalam mengambil keputusan. 

AMDAL yang dalam awalnya ingin mempertinggi posisi tawar lingkungan hayati pada berkehidupan, kemudian malah berkontribusi terhadap hilangnya hak lingkungan hayati. Setiap kali sebuah aktivitas serta/atau bisnis sangat terlihat jelas berdampak terhadap lingkungan hidup juga komunitas rakyat, maka AMDAL berada pada barisan terdepan buat mengeliminir gejolak yg terjadi. Dengan melihat kondisi ini, maka bukan nir mungkin AMDAL akan berkontribusi terhadap terjadinya ekosida/ecocide (tindakan pengrusakan seluruh atau sebagian dari sebuah ekosistem). Pemusnahan ekosistem semakin cepat terjadi dikarenakan nir adanya perangkat penyaring (filter) dari aktivitas pengrusakan lingkungan hayati.

Sebagaimana telah dinilai di atas, proses AMDAL di Indonesia memiliki poly kelemahan, yaitu:
  1. AMDAL belum sepenuhnya terintegrasi pada proses perijinan suatu rencana kegiatan pembangunan, sebagai akibatnya nir terdapat kejelasan apakah Amdal dapat digunakan buat menolak atau menyetujui suatu rencana kegiatan pembangunan.
  2. Proses partisipasi masyarakat belum sepenuhnya optimal. Selama ini LSM telah dilibatkan dalam sidang-sidang komisi AMDAL, akan tetapi suaranya belum sepenuhnya diterima di pada proses pengambilan keputusan. 
  3. Terdapatnya berbagai kelemahan pada dalam penerapan studi-studi AMDAL. Dengan istilah lain, nir ada agunan bahwa berbagai rekomendasi yang timbul pada studi AMDAL dan UKL serta UPL akan dilaksanakan sang pihak pemrakarsa. 
  4. Masih lemahnya metode-metode penyusunan AMDAL, khususnya aspek sosial budaya, sehingga aktivitas-aktivitas pembangunan yang implikasi sosial budayanya penting, kurang mendapat kajian yang akurat. 
Jadi, bisa dikatakan bahwa persoalan lingkungan hayati di Indonesia baru didekati secara kelembagaan serta baru berhasil pada tingkat politis, tetapi masih gagal pada taraf pelaksanaannya.

2. Contoh Kasus AMDAL di Indonesia
Di Indonesia poly sekali terdapat contoh masalah dari suatu usaha atau aktivitas yg tidak dilengkapi dengan AMDAL hingga bisa menimbulkan perkara. Berikut ini sebagian kecil dari contoh masalah tadi :
  1. Sebanyak 575 dari 719 perusahaan kapital asing (PMA) serta perusahaan kapital pada negeri (PMDN) di Pulau Batam tak memiliki Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) seperti yang digariskan. Dari 274 industri penghasil limbah bahan berbahaya serta beracun (B3), hanya 54 perusahaan yg melakukan pengelolaan pembuangan limbahnya secara baik. Sisanya membuang limbahnya ke bahari lepas atau dialirkan ke sejumlah dam penghasil air higienis. Tragisnya, jumlah libah B3 yg didapatkan oleh 274 perusahaan industri di Pulau Batam yg mencapai tiga juta ton per tahun selama ini tak terkontrol. Salah satu industri berat serta terbesar di Pulau Batam penghasil limbah B3 yang tidak punya pengolahan limbah merupakan McDermot, kata Kepala Bagian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA) kota Batam Zulfakkar pada Batam. Menurut Zulfakkar, menurut 24 tempat industri, hanya empat yg mempunyai AMDAL dan hanya satu yang mempunyai unit pengolahan limbah (UPL) secara terpadu, yaitu tempat industri Muka Kuning, Batamindo, Investment Cakrawala (BIC). Selain BIC, yg memliki AMDAL merupakan Panbil Industrial Estate, Semblong Citra Nusa, serta Kawasan Industri Kabil. Semua terjadi karena pembangunan pada Pulau Batam yg dikelola otorita Batam selama 32 tahun, tak pernah mempertimbangkan aspek lingkungan serta sosial kemasyarakatan. Seolah-olah investasi serta pertumbuhan ekonomi menjadi tujuan segalanya. Sesuai Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan hayati serta Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 mengenai Analisa tentang Dampak Lingkungan (AMDAL), maka pengelolan sebuah tempat industri tanpa mengindahkan aspek lingkungan, kentara melanggar aturan. Semenjak Pemerintah Kota Batam serta Bapedalda terbentuk tahun 2000, barulah diketahui bahwa Pulau Batam ternyata syarat lingkungan serta alamnya telah rusak parah.
  2. Selama ini, sentra perbelanjaan diserahi tugas membuat studi analisis mengenai dampak lingkungan. Untuk keperluan itu mereka menggunakan jasa konsultan. Lantaran kebebasan itu, dokumen AMDAL umumnya baru diterima Badan Pengendali Dampak Lingkungan Hidup selesainya pusat perbelanjaan mengalami kasus, contohnya akan dijual ke bank serta membutuhkan rekomendasi AMDAL. Padahal, sesuai mekanisme, biar pembangunan pusat perbelanjaan baru diterbitkan sesudah rekomendasi menurut BPLHD. Namun yang terjadi, AMDAL baru diserahkan setelah pusat perbelanjaan itu berdiri dan mengalami perkara yang membutuhkan rekomendasi menurut BPLHD. Pembangunan sentra perbelanjaan seringkali menyebabkan kesemrawutan dan stagnasi lalu lintas disekitar tempat pusat perbelanjaan tersebut. 
  3. AMDAL pada Beberapa Negara Asia Tenggara
MALAYSIA
Di pada kebijaksanaan Pemerintahan Malaysia Periode 1986-1990 tercantum jelas taktik tentang lingkungan hayati yg meliputi penegakan hukum, peningkatan pencerahan lingkungan, perencanaan lingkungan pada pembangunan, acara lingkungan, aplikasi proyek yang disertai Environment Impact Assesment (EIA), kualitas udara, air, serta mengenai land use.

Malaysia tidak mempunyai undang-undang atau peraturan tersendiri mengenai kegiatan yg diharuskan memakai EIA dalam upaya mencegah pengrusakan atau penurunan kualitas lingkungan serta ekosistemnya. Ketentuan buat menggunakan EIA diatur dalam Environmental Quality (Prescribed Activities) tahun 1987 dan mulai berlaku dalam 1 April 1988.

Alasan tidak diaturnya EIA dalam Undang-undang atau peraturan tersendiri adalah lantaran EIA sebenarnya adalah upaya pencegahan serta suatu suplemen buat perencanaan lingkungan terhadap proyek-proyek baru atau ekspansi menurut proyek yang sudah terdapat. Ia dibuat menurut dalam bukti serta prakiraan pengaruh krusial terhadap lingkungan berdasarkan suatu aktivitas yg direncanakan.

Meskipun EIA tidak diatur pada undang-undang atau peraturan tersendiri, pelanggaran terhadap ketentuannya bisa diajukan ke pengadilan serta bisa dijatuhi hukuman yang berat. Pelaksanaan secara berfokus sudah membuat EIA berhasil dilaksanakan pada Malaysia. Sebagai contoh, lebih berdasarkan 379 laporan EIA telah diterima sang DOE, dan 10 diantaranya dinyatakan melanggar ketentuan EIA serta sudah diajukan ke pengadilan.

Mengingat lingkungan dan ekonomi begitu erat berkaitan, maka dirasakan keperluan buat memasukkan lingkungan pada National Accounting Procedure. Hal tersebut merupakan karena nilai sumber daya alam dan dimensi biaya serta manfaat lingkungan dari proses pembangunan dapat dievaluasi dan dimasukkan ke dalam pengambilan keputusan ekonomi melalui Natural Resource Accounting Procedure.

Berdekatan dengan National Resource Accounting serta Environmental Impact Assesment (EIA) adalah Environmental Audit (EA) Procedure. Jika EIA diterapkan dalam proyek-proyek baru, EA diterapkan dalam semua proyek yang berjalan. 

PHILIPINA
Dari beberapa negara Asia Tenggara, Philipina adalah negara yang paling maju dalam peraturan perundang-undangan mengenai lingkungan hidup. Philipina menghadapi 2 kasus yaitu kemiskinan yg melanda negara-negara berkembang serta pencemaran yg menyertai proses pembangunan. Di samping itu masalah yg dihadapi merupakan bala alam berupa gempa bumi, angin taufan serta banjir yg tak jarang menyebabkan kerusakan terhadap kehidupan manusia serta lingkungan hayati dalam umumnya.

Peraturan perundang-undangan di Philipina bisa dibagi pada tiga kategori yaitu peraturan perundang-undangan pada bidang sumber daya alam, peraturan perundang-undangan pada bidang pengendalian dan pencegahan pencemaran serta pertauran perundang-undangan di bidang pencegahan bencana alam. Pada tanggal 21 September 1972 Presiden Marcos sudah mengumumkan keadaan darurat (martial law) pada Philipina. Dalam keadaan darurat ini Presiden diberi kekuasaan legislatif dalam bentuk dekrit.

Dekrit yang penting mengenai kebijaksanaan serta pembangunan adalah Presidensial Decree yang selanjutnya disingkat P.D. No. 1151 dan P.D. No.1152. P.D. 1151 menyatakan bahwa adalah merupakan kebijaksanaan negara pada bidang lingkungan hayati buat menumbuhkan, membuatkan serta memperbaiki keadaan supaya manusia serta alam bisa berjalan beserta-sama pada keserasian yg produktif serta menyenangkan. P.D ini mengharuskan kepada proyek-proyek pembangunan buat membuat analisis tentang efek lingkungannya. P.D 1152 tentang Philippine Environment Code yg diundangkan dalam lepas 6 Juni 1977 bertujuan buat mengarahkan aktivitas-aktivitas serta acara-acara pada bidang pengelolaan lingkungan menggunakan penetapan kebijaksanaan pengelolaan serta penetapan standar mutu lingkungan. Kode ini menangani lingkungan hidup pada keseluruhannya (in its totality), nir secara fragmentaris.

Selanjutnya PD 1586 tetapkan bahwa seluruh perwakilan serta instrumen-instrumen pemerintah termasuk badan bisnis milik negara, badan aturan perdata, firma dan bentuk bisnis lainnya yang mempunyai efek signifikan terhadap lingkungan, untuk menyiapkan pernyataan efek lingkungan sebagimana tercantum pada bagian empat.

PD 1586 merupakan ketetapan yg lebih baik apabila dibandingkan menggunakan legislasi EIA sebelumnya, khususnya PD 1121. Pada PD 1121, kewajiban buat menyiapkan EIA dibatasi hanya dalam proyek-proyek pemerintah. Pada tahun 1981, Presiden Philipina mengeluarkan Proklamasi 2146 yang mengidentifikasi tiga jenis aktivitas yg berdampak terhadap lingkungan. Berdasarkan Proklamasi 2146, aktivitas-aktivitas yang tergolong ke pada kegiatan yg berdampak terhadap lingkungan, yaitu:
1. Industri berat terdapat empat jenis aktivitas yang tergolong ke pada gerombolan ini, yaitu (a) industri baja; (b) penggilingan besi serta baja; (c) industri petrolium serta petro kimia termasuk minyak dan gas dan (d) pabrik yg membuat bau tidak sedap.
2. Industri ekstraktif sumber daya 2 jenis industri yg tergolong ke dalam kelompok ini, yg dinamakan pertambangan besar dan proyek ekskavasi dan kegiatan kehutanan. Kegiatan kehutanan antara lain; (a) penebangan; (b) aktivitas pengolahan kayu-kayu mentah; (c) introduksi fauna; (d) perambahan hutan; (e) ekstrak produk-produk mangrove.
3. Proyek-proyek infrastruktur terdapat empat proyek yang tergolong ke dalam kategori ini, yaitu: (a) bendungan akbar; (b) proyek reklamasi akbar; (c) proyek jalan dan jembatan.

Jika suatu industri tidak tercantum dalam kategori proklamasi 2146, maka proyek tadi dianggap tidak berdampak terhadap lingkungan. Jadi, tidak diwajibkan buat menyiapkan EIA. Tetapi, kapanpun dibutuhkan, misalnya suatu industri yang disyaratkan buat menyediakan upaya proteksi lingkungan tambahan. 

Terdapat 2 badan yg bertanggung jawab pada proses administrasi EIA, yaitu, Ministry of Human Settlement dan National Environmental Protection Council (NEPC) yang sekarang dinamakan Biro Manajemen Lingkungan yang berada di bawah Departemen Sumber Daya Alam serta Lingkungan. Ministry of Human Settlement mempunyai wewenang buat melakukan penyususnan konsep efek lingkungan yang diharapkan pada pelaporan aktivitas-aktivitas yang berdampak terhadap lingkungan serta daerah, ad interim itu EMB bertanggung jawab pada menyelidiki ulang serta evaluasi EIA. Pelaksanaan sistem EIA pada kawasan dilaksanakan sang Kantor Regional DENR.

Selain itu pula EMB yg berfungsi pada hal:
a. Mengadakan rasionalisasi fungsi forum-forum pemerintah yg ditugaskan buat melindungi linkungan hidup serta buat menegakkan aturan yg berkaitan dengan lingkungan hidup.
b. Merumuskan kebijaksanan serta mengeluarkan pedoman guna penetapan baku mutu lingkungan serta analisis tentang dampak lingkungan.
c. Mengajukan rancangan peraturan perundang-undangan baru atau perubahan atas peraturan perundang-undangan yang terdapat.
d. Menilai analisis mengenai dampak lingkungan dari proyek-proyek yg diajukan oleh forum-forum pemerintahan.
e. Memonitor proyek-proyek pembangunan yang dilaksanakan sang pemerintah.
f. Mengadakan konperensi-konperensi tentang perkara yang berkaitan dengan kepentingan lingkungan.

SINGAPURA
Masalah lingkungan hayati di Singapura disebabkan oleh pencemaran udara dan pencemaran kebisingan yang terutama disebakan oleh tunggangan bermotor, energi pembangkit listrik serta pabrik. Di Singapura tidak terdapat undang-undang yang secara komprehensif menangani lingkungan hidup.

Environment Impact Assesment (EIA) sudah digunakan secara luas di seluruh penjuru global sebagai instrumen aturan administrasi buat mencegah polusi dari aneka macam aktivitas yg berpotensi besar menyebabkan degradasi atau polusi terhadap lingkungan. Mengejutkan, ternyata Singapura nir mengatur EIA dalam aturan lingkungannya. Ia hanya menurut dalam suatu keputusan dari Master Plan Committee, yang diketuai sang seseorang Chief Planner.

Hal tadi memperlihatkan kedudukan yg unik menurut Singapura sebagai negara kota mengharuskan negara tersebut menemukan sistem pengelolaan lingkungan yang tidak selaras menurut negara AsiaTenggara lainnya. Kendati demikian, Singapura adalah negara yang menonjol karena keberhasilannya mencegah serta menanggulangi perkara pencemaran lingkungan hidup, baik melalui pendekatan hemat juga yuridis dan mendapat julukan: “ The Garden City”.