PARAMETER FISIKA KUALITAS AIR

Parameter Fisika Kualitas Air - Faktor ekamatra air merupakan variabel kualitas air yg penting karena bisa mensugesti variabel kualitas air yg lainnya. Faktor ekamatra yang besar pengaruhnya terhadap kualitas air merupakan cahaya mentari serta suhu air. 

Kedua faktor ini berkaitan erat, dimana suhu air terutama tergantung menurut intensitas cahaya surya yg masuk ke dalam air. Cahaya matahari serta suhu air merupakan faktor alam yang sampai saat belum sanggup dikendalikan.

1. Cahaya Matahari
Cahaya matahari memiliki peranan yang sangat besar terhadap kualitas air secara keseluruhan, lantaran dapat menghipnotis reaksi-reaksi yang terjadi pada air. 

Penetrasi cahaya mentari ke pada air terutama dipengaruhi oleh sudut jatuh cahaya terhadap garis vertikal. Semakin akbar sudut jatuhnya, maka penetrasi cahaya mentari semakin menurun. 


Cahaya akan berubah kualitas spektrumnya serta turun intensitasnya sehabis menembus massa air disebabkan lantaran dispersi serta absorpsi yang berbeda-beda oleh lapisan air. 

PARAMETER FISIKA KUALITAS AIR

Pada air murni kira-kira 53% menurut cahaya yang masuk akan ditransformasi ke pada bentuk panas serta selanjutnya akan padam pada kedalaman kurang berdasarkan satu meter (Boyd, 1990). 

Cahaya dengan panjang gelombang panjang (merah serta jingga) serta panjang gelombang pendek (ultra violet serta violet) lebih cepat padam dibandingkan menggunakan panjang gelombang sedang atau intermediate (biru, hijau serta kuning).


Turbiditas (kekeruhan) akan menurunkan kemampuan air buat meneruskan cahaya kedalamnya. Di kolam, turbiditas serta warna air disebabkan sang koloid dari partikel-pertikel lumpur, organik tcrlarut serta yg paling besar ditimbulkan oleh densitas plankton (Hargreaves, 1999). 

Cahaya mentari sangat dibutuhkan oleh tumbuhan air sebagai sumber energi buat melakukan fotosintesis. 

Sebagai penghasil utama, tumbuhan hijau melakukan fotosintesis buat membuat oksigen serta bahan organik, yg akan dimanfaatkan sang hewan yg lebih tinggi tingkatannya pada rantai kuliner (Ghosal et al. 2000).

2. Suhu Air

Suhu air ditentukan oleh : radiasi cahaya matahari, suhu udara, cuaca serta lokasi. Radiasi mentari merupakan faktor primer yg menghipnotis naik turunnya suhu air. 

Sinar matahari mengakibatkan panas air di bagian atas lebih cepat dibanding badan air yang lebih dalam. 


Densitas air turun dengan adanya kenaikan suhu sehingga bagian atas air serta air yang lebih dalam tidak dapat tercampur dengan sempurna. 


Hal ini akan mengakibatkan terjadinya stratifikasi suhu (themal stratification) dalam badan air, dimana akan terbentuk 3 lapisan air yaitu : epilimnion, hypolimnion serta thermocline.
  • Epilimnion merupakan lapisan atas yang suhunya tinggi.
  • Hypolimnion adalah lapisan bawah yg suhunya rendah.
  • Thermocline merupakan lapisan yg berada di antara epilimnion serta hypolimnion yg suhunya turun secara drastis (Boyd, 1990). Dalam kolam budidaya, kondisi semacam ini dapat diatasi menggunakan pengadukan air oleh aerator atau kincir (paddle wheel).

Air mempunyai kapasitas yang akbar buat menyimpan panas sebagai akibatnya suhunya nisbi kontinu dibandingkan dengan suhu udara (boyd, 1990). 

Perbedaan suhu air antara pagi serta siang hari hanya sekitar 2°C, misalnya suhu pagi 28°C suhu siang 30°C. Energi cahaya matahari sebagian besar diabsorpsi di lapisan permukaan air. Semakin ke dalam energinya semakin berkurang. 


Konsentrasi bahan-bahan terlarut di dalam air akan menaikkan penyerapan panas. Terjadinya transfer panas dari lapisan atas ke lapisan bawah tergantung dari kekuatan pengadukan air (angin, kincir, serta sebagainya).

Suhu air sangat berpengaruh terhadap proses kimia maupun biologi dalam air. Reaksi kimia serta biologi naik dua kali setiap terjadi kenaikan 10⁰C. 

Aktivitas metabolisme organisme akuatik juga naik serta penggunaan oksigen terlarut menjadi dua kali lipat. Penggunaan oksigen terlarut dalam penguraian bahan organik juga meningkat secara drastis (Howerton, 2001).

Berdasarkan pada penelitian Wasielesky (2003), suhu mempengaruhi metabolisme udang putih (L. vannamei). Pada suhu 23⁰C, 27⁰C serta 30⁰C, menunjukkan bahwa nafsu makan udang paling tinggi terjadi pada suhu 30oC. 

Sedangkan berdasarkan penelitian Jackson serta Wang (1998), pertumbuhan udang windu (Penaeus monodon) pada suhu 30⁰C dengan umur 180 hari mencapai 34 g serta pada suhu 20⁰C hanya mencapai 20 g pada umur yang sama.

3. Kecerahan

Kecerahan (transparancy) perairan dipengaruhi oleh bahan-bahan halus yang melayang-layang dalam air baik berupa bahan organik seperti plankton, jasad renik, detritus maupun berupa bahan anorganik seperti lumpur serta pasir (Hargreaves, 1999).
Dalam kolam budidaya, kepadatan plankton memegang peranan paling akbar pada memilih kecerahan meskipun partikel tersuspensi pada air juga berpengaruh. 

Plankton tersebut akan memberikan warna hijau, kuning, biru-hijau, serta coklat pada air (Boyd, 2004a). Selanjutnya dikatakan bahwa kedalaman air yang dipengaruhi oleh sinar matahari (photic zone) di danau atau tambak sekitar dua kali nilai pengamatan dengan menggunakan secchi disk


Semakin kecil kecerahan berarti semakin kecil sinar mentari yang masuk hingga dasar tambak yang bisa mensugesti aktvitas biota di wilayah tadi.



4. Muatan Padat Tersuspensi

Muatan padatan tersuspensi (MPT) berasal dari zat organik serta anorganik. Komponen organik terdiri dari fitoplankton, zooplankton, bakteri serta organisme renik lainnya. Sedangkan komponen anorganik terdiri dari detritus partikelpartikel anorganik (Hargreaves,1999). 

Selanjutnya dikatakan bahwa MPT berpengaruh terhadap penetrasi cahaya surya ke pada badan air. Hal ini berpengaruh pada tingkat fotosintesis tumbuhan hijau sebagai penghasil primer yg memanfaatkan sinar mentari sebagai tenaga utama. 


Kekeruhan karena plankton jika tidak berlebihan bermanfaat bagi ekosistem tambak. Jika densitas plankton terlalu tinggi akan menyebabkan fluktuasi beberapa kualitas air seperti pH serta oksigen terlarut.
Sumber : Blog penyuluh perikanan

Semoga Bermanfaat...

PARAMETER BIOLOGI KUALITAS AIR

PARAMETER BIOLOGI KUALITAS AIR - Indikator kualitas air yg biasa dipakai buat menilai kelayakan buat budidaya umumnya berdasarkan dalam faktor fisika serta kimia air dalam kolom air.

Faktor ekamatra air yang diamati diantaranya :

1. Suhu

2. Kecerahan

3. Partikel tersuspensi



Sedangkan faktor kimia diantaranya :

1. Biological oxygen demand (BOD)

2. Chemical oxygen demand (COD),

3. Dissolved oxygen (DO)

4. Alkalinitas

5. Bahan organik

6. Amonia

7. Fosfat, serta lain-lainnya.

Indikator kualitas air yang mulai banyak dikembangkan kini ini adalah indikator secara hayati, yaitu pengamatan terhadap organisme yang hidup dalam suatu perairan (Basmi, 2000).

PARAMETER BIOLOGI KUALITAS AIR


Selanjutnya dikatakan bahwa indikator ini sangat penting karena parameter fisika serta kimia air menghipnotis eksistensi organisme yg hayati di perairan tadi. 

Indikator hayati yg sekarang dipakai diantaranya organisme macrobenthic serta plankton


Namun demikian, penggunaan biota tadi sebagai indikator kualitas air memiliki beberapa kelemahan. Organisme macrobenthic hanya hidup dalam substrat eksklusif sedangkan plankton hanya hayati pada kolom air (Reynolds, 1990). 


Indeks keragamanan macrobenthic serta plankton hanya mencerminkan perubahan struktur komunitas dalam ketika mengalami gangguan (stress period) serta tidak dapat membedakan antara ekosistem yang terganggu dengan ekosistem yang sehat.


Penggunaan diatom yg hayati di dasar perairan atau sedimen (benthic diatom) diduga sangat sempurna lantaran dapat mengatasi kelemahan-kelamahan yg terdapat pada organisme macrobenthic serta plankton.
Benthic diatom yg hayati melekat pada sedimen, mempunyai beberapa kelebihan diantaranya : 
  1. Jenis algae yang kelimpahannya paling banyak serta tersebar luas
  2. Berperan penting dalam rantai makanan
  3. Siklus hidup sederhana, beberapa spesies sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan sehingga dapat menggambarkan perubahan lingkungan dalam periode yang pendek serta jangka panjang
  4. Mudah pengambilan sampel serta identifikasinya (Round, 1993; Stevenson, 2002).
Menurut Sukran et al. (2006), keberadaannya dipengaruhi oleh faktor fisika serta kimia air. Struktur komunitas serta kelimpahan benthic diatom sangat penting dalam menentukan status ekologis perairan (Picinska, 2007). 

Sedangkan menurut Hendrarto (1994), struktur komunitas benthic diatom di daerah mangrove sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, terutama ketersediaan air serta zonasi dari vegetasi mangrove. Kelebihan lain penggunaaan organisme yang menempel (attaching organism) dibandingkan menggunakan plankton (planktonic community) adalah distribusinya tidak mudah terpengaruh sang arus (Almeida, 2001).

PARAMETER KIMIA KUALITAS AIR

Parameter Kimia Kualitas Air - Air yang dipakai buat budidaya udang atau organisme perairan yg lain memiliki komposisi dan sifat-sifat kimia yg tidak selaras dan tidak kontinu. Komposisi serta sifat-sifat kimia air ini bisa diketahui melalui analisis kimia air. 

Dengan demikian bila ada parameter kimia yg keluar dari batas yang telah  ditentukan dapat segera dikendalikan.

Parameter-parameter kimia yang digunakan buat menganalisis air bagi kepentingan budidaya diantaranya :


PARAMETER KIMIA KUALITAS AIR


1. Salinitas

Salinitas dapat didefinisikan menjadi total konsentrasi ion-ion terlarut dalam air. Dalam budidaya perairan, salinitas dinyatakan pada permil (°/oo) atau ppt (part perthousand) atau gr/liter. 

Tujuh ion primer yaitu : sodium, potasium, kalium, magnesium, klorida, sulfat dan bikarbonat memiliki donasi besar terhadap besarnya salinitas, sedangkan yang lain dianggap mini (Boyd, 1990). 


Sedangkan dari Davis et al. (2004), ion calsium (Ca), potasium (K), serta magnesium (Mg) adalah ion yg paling krusial pada menopang taraf kelulushidupan udang. Salinitas suatu perairan dapat dipengaruhi menggunakan menghitung jumlah kadar klor yg ada dalam suatu sampel (klorinitas). 


Sebagian besar petambak membudidayakan udang pada air payau (15-30 ppt). Meskipun demikian, udang bahari sanggup hidup pada salinitas dibawah 2 ppt serta pada atas 40 ppt.
2. PH

pH didefinisikan menjadi logaritme negatif dari konsentrasi ion hidrogen [H+] yang memiliki skala antara 0 hingga 14. PH mengindikasikan apakah air tadi netral, basa atau asam. 

Air menggunakan pH dibawah 7 termasuk asam dan diatas 7 termasuk basa. PH adalah variabel kualitas air yang dinamis dan berfluktuasi sepanjang hari. Pada perairan generik yang nir dipengaruhi kegiatan biologis yang tinggi, nilai pH sporadis mencapai diatas 8,lima, namun pada tambak ikan atau udang, pH air bisa mencapai 9 atau lebih (Boyd, 2002). 


Perubahan pH ini adalah dampak pribadi dari fotosintesis yg menggunakan CO2 selama proses tersebut. Karbon dioksida pada air bereaksi membentuk asam seperti yg masih ada dalam persamaan pada bawah ini :

CO2 + H2O HCO3 - + H+

Ketika fotosintesis terjadi pada siang hari, CO2 poly terpakai pada proses tersebut. Turunnya konsentrasi CO2 akan menurunkan konsentrasi H+ sebagai akibatnya menaikkan pH air. Sebaliknya dalam malam hari semua organisme melakukan respirasi yang membentuk CO2 sehingga pH menjadi turun. 

Fluktuasi pH yang tinggi bisa terjadi bila densitas plankton tinggi. Tambak dengan total alkalinitas yg tinggi mempunyai fluktuasi pH yang lebih rendah dibandingkan dengan tambak yg beralkalinitas rendah. Hal ini disebabkan kemampuan total alkalinitas sebagai buffer atau penyangga (Boyd, 2002).
3. Alkalinitas

Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa menurunkan pH larutan. Alkalinitas adalah buffer terhadap pengaruh pengasaman. Dalam budidaya perairan, alkalinitas dinyatakan pada mg/l CaCO3. 

Penyusun utama alkalinitas adalah anion bikarbonat (HC03 -), karbonat (CO3 dua- ), hidroksida (OH-) dan pula ion-ion yang jumlahnya kecil misalnya borat (BO3 -), fosfat (P04 tiga-), silikat (SiO4 4-) serta sebagainya (boyd, 1990).
Peranan penting alkalinitas dalam tambak udang diantaranya menekan fluktuasi pH pagi dan siang serta penentu kesuburan alami perairan. 

Tambak dengan alkalinitas tinggi akan mengalami fluktuasi pH harian yg lebih rendah apabila dibandingkan dengan tambak menggunakan nilai alkalinitas rendah (Boyd, 2002). 


Menurut Davis et al. (2004), penambahan kapur bisa menaikkan nilai alkalinitas terutama tambak menggunakan nilai total alkalinitas dibawah 75 ppm.

4. Oksigen Terlarut (dissolved oxygen)

Oksigen terlarut merupakan variabel kualitas air yg sangat penting pada budidaya udang. Semua organisme akuatik membutuhkan oksigen terlarut buat metabolisme. Kelarutan oksigen pada air tergantung pada suhu serta salinitas. 

Kelaruran oksigen akan turun bila suhu serta temperatur naik (Boyd, 1990). Hal ini perlu diperhatikan lantaran dengan adanya kenaikan suhu air, fauna air akan lebih aktif sebagai akibatnya memerlukan lebih poly oksigen.

Oksigen masuk dalam air melalui beberapa proses. Oksigen dapat terdifusi secara eksklusif berdasarkan atmosfir selesainya terjadi kontak antara bagian atas air menggunakan udara yg mengandung oksigen 21% (Boyd, 1990). Fotosintesis tanaman air adalah sumber primer oksigen terlarut dalam air. Sedangkan pada budidaya udang, penambahan suplai oksigen dilakukan dengan menggunakan aerator (Hargreaves, 2003).
Pada waktu cuaca mendung atau hujan bisa menghambat pertumbuhan fitoplankton lantaran kekurangan sinar surya buat proses fotosintesis. Kondisi ini akan mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut lantaran oksigen nir bisa diproduksi ad interim organisme akuatik permanen mengkonsumsi oksigen. 

Keterbatasan sinar surya menembus badan air bisa pula ditimbulkan sang tingginya partikel yang terdapat pada kolom air, baik lantaran bahan organik maupun densitas plankton yg terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan terganggunya fotosintesis algae yang ada pada dasar tambak (Hargreaves, 1999).

Tingginya kepadatan tebar (stocking density) dan pemberian pakan (feeding rate) bisa menyebabkan turunnya kensentrasi oksigen terlarut dalam air. Sisa pakan (uneaten feed) dan residu hasil metabolisme menyebabkan tingginya kebutuhan oksigen buat menguraikannya (oxygen demand). 

Kemampuan ekosistem kolam budidaya untuk menguraikan bahan organik terbatas sehingga bisa mengakibatkan rendahnya konsentrasi oksigen terlarut dalam air (Boyd, 2004).

5. Biological Oxygen Demand (BOD)

Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan menjadi banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada waktu pemecahan bahan organik pada syarat aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan sang organisme sebagai bahan kuliner dan energinya diperoleh menurut proses oksidasi (Pescod pada Salmin, 2005).
Waktu yg dibutuhkan buat proses oksidasi bahan organik secara paripurna menjadi CO2 dan H2O adalah tidak terbatas. Penghitungan nilai BOD umumnya dilakukan dalam hari ke lima lantaran dalam saat itu persentase reaksi relatif akbar, yaitu 70-80% berdasarkan nilai BOD total (Sawyer dan MC Carty, 1978 pada Salmin, 2005).

6. Produktivitas primer

Dalam kolam budidaya, tanaman air baik macrophyta maupun plankton adalah produsen primer menjadi sumber utama bahan organik. Melalui proses fotosintetis, flora memakai karbon dioksida, air, cahaya mentari serta nutrien buat menghasilkan bahan organik dan oksigen misalnya dalam reaksi :

6CO2 + 6H2O C6H12O6 + 6O2

Fotosintesis merupakan proses fundamental pada kolam budidaya. Oksigen terlarut yg diproduksi melalui fotosintesis merupakan sumber primer oksigen bagi seluruh organisme pada ekosistem kolam (Howerton, 2001). 

Glukosa atau bahan organik yg dihasilkan adalah penyusun primer material organik yg lebih besar serta kompleks. Hewan yg lebih tinggi tingkatannya pada rantai makanan memakai material organik ini baik secara langsung dengan mengkonsumsi flora atau mengkonsumsi organisme yg memakan tumbuhan tadi (Ghosal et al. 2000).
Proses biologi lainnya yg sangat krusial dalam budidaya perairan adalah respirasi, dengan reaksi :

C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O

Dalam respirasi, bahan organik dioksidasi menggunakan membuat air, karbon dioksida serta energi. Pada ketika siang hari proses fotosintesis dan respirasi berjalan secara beserta-sama. Pada malam hari hanya proses respirasi yang berlangsung, sebagai akibatnya konsentrasi oksigen terlarut pada air turun sedangkan konsentrasi karbon dioksida naik.

Kedua proses tadi mempunyai imbas langsung dalam budidaya perairan. Oksigen terlarut dibutuhkan organisme buat hidup sedangkan fitoplankton merupakan sumber primer oksigen terlarut disamping sebagai penyusun primer rantai kuliner pada ekosistem kolam budidaya. 

Salah satu cara buat memilih status suatu ekosistem pada sedimen adalah dengan menghitung fotosintesis/respirasi rasio (P/R ratio). Jika P/R ratio lebih mini menurut satu (1) maka sedimen tadi termasuk heterotropik, dimana karbon lebih poly digunakan buat respirasi dibandingkan yang didapatkan menurut fotosintesis. 


Sedangkan jika P/R ratio lebih akbar dari satu (1) memberitahuakn sedimen tadi termasuk autotofik, dimana karbon lebih banyak diproduksi berdasarkan pada dipakai buat respirasi (Eyre serta Ferguson, 2002).

7. Sedimen

Managemen dasar tambak atau sedimen masih kurang diperhatikan apabila dibandingkan menggunakan managemen kualitas air tambak budidaya. Banyak bukti yg menandakan adanya impak yang kuat pertukaran nutrien antara sedimen menggunakan air terhadap kualitas air (Boyd, 2002).
8. Oxidized Layer

Oxidized layer merupakan lapisan sedimen yang berada paling atas yg mengandung oksigen. Lapisan ini sangat berguna serta harus dipelihara keberadaannya selama siklus budidaya (Boyd, 2002). Pada lapisan tersebut terjadi dekomposisi aerobik yang membentuk antara lain : CO2, air, amonia, serta nutrien yang lainnya. 

Pada sedimen anaerobik, beberapa mikroorganisme menguraikan material organik dengan reaksi fermentasi yg membentuk alkohol, keton, aldehida, dan senyawa organik lainnya menjadi hasil metabolisme. Menurut Blackburn (1987) dalam Boyd (2002), 


beberapa mikroorganisme anaerobik bisa memanfaatkan O2 menurut nitrat, nitrit,ferro, sulfat, serta karbon dioksida buat menguraikan bahan organik menggunakan mengeluarkan gas nitrogen, amonia, H2S, serta metan sebagai hasil metabolisme.

Beberapa produk metabolisme, khususnya H2S, nitrit, dan amonia berpotensi toksik terhadap ikan atau udang. 

Lapisan oksigen yang ada pada permukaan sedimen bisa mencegah difusi sebagian besar senyawa beracun sebagai bentuk yang nir beracun melalui proses kimiawi serta biologi ketika melalui permukaan yang beroksigen. 


Nitrit diokdidasi sebagai nitrat, ferro dioksidasi menjadi ferri, dan H2S menjadi sulfat (Boyd, 2004c). Selanjutnya dikatakan bahwa kehilangan oksigen pada sedimen bisa ditimbulkan oleh akumulasi bahan organik yg tinggi sebagai akibatnya oksigen terlarut terpakai sebelum mencapai bagian atas tanah. 


Tingkat anugerah pakan yg tinggi dan blooming plankton bisa mengakibatkan penurunan oksigen terlarut.

9. Bahan Organik

Tanah dasar tambak yang mengandung karbon organik 15-20% atau 30- 40% bahan organik jelek buat budidaya perairan. Kandungan bahan organik yang baik buat budidaya udang kurang lebih 10% atau 20% kandungan karbon organik (Boyd, 2002). 

Kandungan bahan organik yg tinggi akan meningkatkan kebutuhan oksigen buat menguraikan bahan organik tadi menjadi molekul yang lebih sederhana sehingga akan terjadi persaingan penggunaan oksigen dengan biota yg ada dalam tambak.

Peningkatan kandungan bahan organik pada tanah dasar tambak akan terjadi menggunakan cepat terutama pada tambak yg memakai sistem budidaya secara semi intensif juga intensif menggunakan tingkat hadiah pakan (feeding rate) serta pemupukan yg tinggi (Howerton, 2001). 

Disamping mengendap pada dasar tambak, limbah organik jua tersuspensi dalam air sehingga menghambat penetrasi cahaya surya ke dasar tambak.
Limbah tambak yg terdiri berdasarkan residu pakan (uneaten feed), kotoran udang (feces), serta pemupukan terakumulasi pada dasar tambak maupun tersuspensi pada air. Limbah ini terdegradasi melalui proses mikrobiologi menggunakan membentuk amonia, nitrit, nitrat, dan fosfat (Zelaya et al., 2001). 

Nutrien ini merangsang tumbuhnya algae/plankton yg dapat mengakibatkan blooming. Sementara itu beberapa hasil degradasi limbah organik bersifat toksik terhadap udang pada level tertentu. Terjadinya die off plankton bisa pula menyebabkan udang tertekan serta kematian lantaran turunnya kadar oksigen terlarut. Limbah tambak udang mengandung lebih poly bahan organik, nitrogen, dan fosfor dibanding tanah biasa serta mempunyai nilai BOD dan COD yg lebih tinggi (Latt, 2002).


10. Nutrien

Dua nutrien yg paling penting di tambak merupakan nitrogen dan fosfor, karena kedua nutrien tersebut keberadaannya terbatas serta dibutuhkan buat pertumbuhan fitoplankton (Boyd, 2000). Keberadaan ke 2 nutrien tersebut pada tambak asal dari pemupukan serta pakan yg diberikan.
11. Nitrogen
Nitrogen umumnya diaplikasikan sebagai pupuk pada bentuk urea atau amonium. Di pada air, urea secara cepat terhidrolisis sebagai amonium yang dapat langsung dimanfaatkan oleh fitoplankton. Melalui rantai makanan, nitrogen pada fitoplankton akan dikonversi menjadi nitrogen protein pada ikan. Sedangkan nitrogen berdasarkan pakan yang diberikan dalam ikan, hanya 20-40% yang dirubah sebagai protein ikan, sisanya tersuspensi pada air dan mengendap di dasar tambak (Boyd, 2002).

Amonium bisa pula teroksidasi menjadi nitrat oleh bakteri nitrifikasi yg bisa dimanfaatkan langsung oleh fitoplankton. Nitrogen organik dalam plankton yang mati dan kotoran fauna air (feces) akan mengendap di dasar sebagai nitrogen organik tanah. Nitrogen pada material organik tanah akan dimineralisasi sebagai amonia serta balik ke air sehingga bisa dimanfaatkan kembali sang fitoplankton (Durborow, 1997).

12. Fosfor
Fosfor yang ada yg ada dalam tambak budidaya dari dari pupuk misalnya ammoniumfosfat serta calsiumfosfat dan berdasarkan pakan. Fosf


or yg terdapat pada pakan nir semua dikonversi sebagai daging ikan/udang. Menurut Boyd (2002), 2 pertiga fosfor pada pakan terakumulasi di tanah dasar. Sebagian akbar diikat oleh tanah serta sebagian mini larut dalam air. 

Fosfor dimanfaatkan sang fitoplankton pada bentuk ortofosfat (PO4 3-) dan terakumulasi dalam tubuh ikan/udang melalui rantai kuliner. Phosphat yang nir diserap oleh fitoplankton akan didikat oleh tanah. Kemampuan mengikat tanah dipengaruhi oleh kandungan liat (clay) tanah. Semakin tinggi kandungan liat pada tanah, semakin semakin tinggi kemampuan tanah mengikat fosfat. Demikan Tentang Parameter Kimia Kualitas Air

Kunjungi pula blog penyuluh perikanan

Semoga Bermanfaat...