LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

Landasan Teori Dan Perumusan Hipotesis 
1. Konsep Pemasaran Holistik 
Kotler serta Keller (2006) menjelaskan bahwa pemasaran keseluruhan merupakan konsep yang berbasis pengembangan, desain, implementasi serta kegiatan proses pemasaran yg dikenali memiliki nilai ketergantungan yang tinggi. Pendekatan holistik didasari pada cara buat mengatasi berbagi konflik pemasaran yg kompleks serta luas. Karakteristik pemasaran keseluruhan merupakan integrasi berdasarkan empat konsep pemasaran, yaitu konsep pemasaran internal (internal marketing), pemasaran integrasi (integrated marketing), pemasaran relasional (relationship marketing) serta pemasaran sosial (societal marketing). 

Pemasaran sosial (societal marketing) adalah konsep yg memandang bahwa organisasi berusaha memilih apa keinginan, kebutuhan, dan ketertarikan atau kepentingan menurut sasaran pasar. Organisasi lalu menaruh nilai superior kepada konsumen dengan cara-cara yang bisa mempertahankan atau menaikkan kesejahteraan konsumen dan masyarakat secara lebih luas. Konsep societal marketing menuntut pasar buat dapat menyeimbangkan 3 pertimbangan dalam mengambil keputusan mengenai kebijakan pemasaran, yaitu keuntungan perusahaan, kepuasan konsumen, serta kepentingan warga . Konsep segmentasi pasar, riset konsumen, pengembangan konsep, komunikasi, fasilitasi, insentif dan teori pertukaran dipakai buat memaksimalkan respon yang bersifat komersial (Kotler dan Lee, 2005). 

Pemasaran sosial menggunakan konsep-konsep segmentasi pasar, riset konsumen, pengembangan dan pengujian konsep produk, komunikasi yg diarahkan, pemberian fasilitas, bonus-insentif dan perubahan teori buat memaksimumkan tanggapan grup sasaran. Asumsi dasar penelitian ini adalah bahwa konsep pemasaran sosial yg condong untuk aktivitas komersial, sesungguhnya dapat pula dikembangkan bagi aktivitas pengembangan rakyat yang bersifat non profit. Kotler serta Keller (2006) menjelaskan:

“Social marketing is a strategy for changing behaviour. It combines the best elements of traditional approaches to social change in an integrated rencana and action framework and utilities advances in communication technology and marketing skills”

Pemasaran sosial akan dibawa ke rakyat sang institusi yg berkepentingan buat membarui perilaku masyarakat, yaitu suatu produk sosial. Bentuk berdasarkan produk sosial antara lain berupa inspirasi sosial, yaitu bentuk dari keyakinan, sikap atau nilai. Ide sosial yg dipasarkan bisa pula merupakan sebuat perilaku atau sebuah nilai.

Belch serta Belch (2004) menyebutkan bahwa pertukaran nilai menjadi konsep sentral menurut societal marketing dan pertukaran ini nir hanya terbatas dalam pertukaran uang buat barang atau jasa. Sebagai model misalnya pada hubungan antara perusahaan donor dan lembaga nirlaba terkait menggunakan suatu info sosial. Lembaga nirlaba akan mendapat sejumlah donasi berdasarkan perusahaan, namun demikian perusahaan sponsor nir menerima bentuk laba material serta donasi yg diberikan. Donasi yang diberikan oleh perusahaan merupakan pertukaran buat keperluan sosial serta psikologis bagi perusahaan, seperti contohnya feelings of goodwill dan altruisme. 

2. Cause-Related Marketing 
Permulaan menurut frase cause-related marketing ditujukan kepada perusahaan kartu kredit American Express yg menjalankan taktik pemasarannya pada tahun 1983. Tujuan awal perusahaan adalah meningkatkan jumlah pengguna kartu kredit, yg lalu berkembang menggunakan taktik pemasaran lanjutan buat berkomitmen buat mendonasikan sebagian dana, guna restorasi patung Liberty pada Amerika Serikat. Perusahaaan berjanji buat mendonasikan uang sejumlah satu cent dari penggunaan kartu kredit, dan satu dollar menurut penerbitan kartu kredit baru, selama empat bulan di tahun 1983. Perusahaan American Express memperoleh peningkatan penggunaan kartu kredit sebanyak 28 %, dibandingkan menggunakan periode yang sama tahun sebelumnya. 

Varadarajan serta Menon (1988) mempublikasikan literatur akademis yang herbi cause-related marketing yg menyebutkan keluarnya konsep sejalan dengan teori yg hampir sama menggunakan corporate social responsibility:

Cause-related marketing is the process of formulating and implementing marketing activities that are characterized by an offer from the firm to contribute a specific amount to a designated cause when customers engage in revenue-providing exchanges that satisfy organizational and individual objectives 

Menurut Polonski dan Speed (2001), banyak laba yang mampu diperoleh oleh perusahaan dan atau mitranya dengan melakukan cause-related marketing. Keuntungan pertama adalah menarik para konsumen baru, yaitu orang yg sedari awal sudah tertarik buat melakukan cause yang kemudian dipromosikan sang perusahaan. Keuntungan ke 2 merupakan tersedianya dana buat membiayai aktivitas sosial eksklusif. Manfaat ketiga, aktivitas sosial sanggup dipengaruhi sang perusahaan, yang melihat keterkaitan antara produknya dengan aktivitas sosial tertentu. Perusahaan yg melakukan cause-related marketing akan bisa menerima ceruk pasarnya dengan lebih tepat. Cause-related marketing akan menghubungkan antara produk menggunakan informasi tertentu, serta konsumen yang tertarik menggunakan berita tadi akan mengetahui asosiasi antara produk tertentu dengan gosip yang menjadi perhatiannya. Keempat, output penjualan sanggup meningkat lantaran tambahan konsumen serta ceruk pasar, terbentuknya kemitraan menggunakan pihak-pihak yg memiliki kepedulian yang sama. Keuntungan yang terakhir merupakan perusahaan akan menikmati identitas merek yang positif.

Sundar (2007) menyatakan adanya penjelasan yang kentara perbedaan diantara cause-related marketing menggunakan philanthropy perusahaan serta sponsorship. Cause-related marketing nir termasuk pada philanthropy perusahaan dan sponsorship. Program cause-related marketing mendonasikan uang pada pihak nonprofit, berdasar kepada jumlah produk yang dapat terjual pada konsumen. Program khusus yg dilakukan dalam cause-related marketing merupakan penjualan dan promosi suatu produk. Donasi acara murni dipengaruhi sang perusahaan. Sponsorship merupakan aktivitas yg melibatkan uang dan barang pada pihak lain yang bertujuan mengenalkan produk tertentu serta nama perusahaan melalui aktivitas yg diadakan sang pihak lain. Perusahaan melakukan Sponsorship menggunakan pihak lain melalui perjanjian yg sudah disepakati sang kedua pihak mengenai jumlah serta cara donasinya. 

Menurut Kotler dan Lee (2005), masih ada aneka macam macam cara buat melakukan cause-related marketing, umunya adalah sebagai berikut: (1) jumlah uang eksklusif setiap produk terjual, (dua) jumlah uang eksklusif setiap aplikasi terhadap produk jasa tertentu, (3) persentase eksklusif dari penjualan produk, (4) proporsi yg tidak dipengaruhi sebelumnya dari penjualan produk, (5) perusahaan memberikan kontribusi sejumlah kontribusi dari konsumen, (6) persentase eksklusif menurut laba bersih, (7) penawarannya mungkin terkait menggunakan satu produk saja, atau beberapa hingga seluruh produk, (8) penawarannya mungkin berlaku buat kerangka saat eksklusif atau tidak dibatasi, atau (9) perusahaan menetapkan batas atas menurut kontribusi (bukan dengan saat).

Program “Lifebouy Berbagi Sehat” memberikan kesempatan bagi keluarga Indonesia untuk mendukung acara peningkatan pencerahan warga tentang kesehatan. Konsumen secara otomatis memberikan sumbangan Rp. 10- dalam setiap pembelian sabun btg Lifebouy. Hasil yg terkumpul sejauh ini telah dirasakan manfaatnya oleh 10.000 murid Sekolah Dasar yg memperoleh modul interaktif mengenai perawatan kesehatan langsung. Bahkan dana tersebut relatif buat membiayai program menurut sekolah ke sekolah, yg mengajak anak-anak menjadi agen perubahan dalam keluarga mereka serta mendorong terciptanya gaya hayati yang lebih sehat. Ribuan anak turut serta pada memberikan cap ke 2 tangan mereka di atas sebuah spanduk sebagai ungkapan tekad mereka buat mendukung peningkatan kebersihan. Perusahaan nir saja menyebarkan iklan dan kenaikan pangkat yang bertanggung jawab. Di pada komunikasi, perusahaan tidak saja menyampaikan mengenai manfaat produk itu sendiri, namun pula pesan-pesan pendidikan tentang kesadaran hayati sehat (Susanto, 2007). 

3. Cause-Related Marketing Strategis serta Taktis
Menurut Mohr et al. (2001), kegiatan cause-related marketing pada pemasaran mempunyai interaksi yang signifikan antara perusahaan, organisasi nonprofit dan konsumen. Tetapi, dampak yang didapatkan akan bhineka tergantung pada situasi tertentu, yakni pola acara cause-related marketing. Brink et al. (2006) menyatakan bahwa pola dalam cause-related marketing terdiri menurut 2 bentuk, yaitu pola strategis serta taktis. Pola cause-related marketing taktis mempunyai perbedaan yang mendasar menggunakan pola cause-related marketing strategis, namun memiliki dimensi yang sama, yaitu kesesuian (congruence), durasi (duration), jumlah investasi (amount of investment), dan keterlibatan manajemen (management involvement)

Gambar Skema dari cause-related marketing taktis dan strategis
Sumber : Brink et al. (2006).

Indikator suatu perusahaan melakukan cause-related marketing dengan cara strategis merupakan komitmen perusahaan melakukan aktivitas cause-related marketing dalam jangka ketika yang lama , keterlibatan manajemen yang menyeluruh berdasarkan zenit sampai bawahan, jumlah investasi yang ditanamkan pada acara akbar, serta adanya kesesuaian interaksi yg tinggi yang dirasakan antara suatu isu dengan lini produk, merk image, positioning dan target pasar. Perusahaan yang menggunakan cause-related marketing dengan cara taktis merupakan komitmen perusahaan melakukan aktivitas cause-related marketing dalam jangka waktu yg terbatas dan pada periode saat tertentu, keterlibatan manajemen pada acara sebatas kelompok yg dibentuk dalam kegiatan cause-related marketing, jumlah investasi yang ditanamkan nir sebesar strategic cause-related marketing, dan kesesuaian hubungan yang nir tinggi yang dirasakan antara suatu informasi dengan lini produk, merk image, positioning dan target pasar (Varadarajan dan Menon, 1988). 

A. Kesesuaian (congruence)
Pelaksanaan kegiatan cause-related marketing diyakini memberikan pengaruh positif bagi perusahaan. Tetapi demikian, imbas positif tadi nir terbentuk begitu saja. Konsumen tidak secara mudah mendapat inisiatif sosial buat kemudian menaruh reward pada perusahaan. Asosiasi positif yang terbentuk dari suatu inisiatif sosial akan bergantung pada evaluasi konsumen terhadap inisiatif tersebut dalam hubungannya dengan perusahaan (Becker et al, 2006).

Salah satu variabel yang mempunyai peran penting pada proses evaluasi konsumen terhadap aktivitas cause-related marketing adalah perceived congruence (Ellen et al, 2006). Konsumen akan bersandar dalam level congruence atau kesesuaian antara perusahaan sponsor serta aktivitas filantropi buat tetapkan apakah pantas bagi perusahaan tadi buat terlibat dalam suatu sponsorship spesifik (Drumwright et al, 1996). Konsumen mempunyai keyakinan yang bertenaga bahwa perusahaan seharusnya mensponsori informasi-berita sosial yang mempunyai asosiasi logis dengan aktivitas perusahaan (Menon dan Kahn, 2003). 

Varadarajan dan Menon (1988) menyatakan bahwa dalam cause-related marketing, congruence atau fit didefinisikan sebagai kesesuaian hubungan yg dirasakan antara suatu informasi dengan lini produk, brand image, positioning dan target pasar. Congruence atau fit asal dari asosiasi bersama antara merek dan filantropi, misalnya misalnya dimensi produk, afinitas menggunakan sasaran segmen spesifik, corporate image associations yang terbentuk akibat kegiatan merek terdahulu pada domain sosial spesifik, serta keterlibatan personel dalam suatu perusahaan atau merek pada domain sosial (Menon serta Khan, 2003). Definsi lain tentang congruence diberikan sang Becker et al. (2006) menjadi kesesuaian antara perusahaan dan gosip sosial yg bisa diperoleh dari misi, produk, pasar, teknologi, atribut, konsep merek, atau mengembangkan bentuk asosiasi kinci lainnya.

Becker et al. (2006) mengemukakan bahwa peran krusial congruence didasarkan oleh sejumlah alasan. Pertama, congruence berpengaruh dalam kuantitas pikiran yang diberikan oleh individu dalam suatu hubungan, misalnya mempertinggi elaborasi mengenai perusahaan, inisitif sosial, dan atau interaksi itu sendiri waktu dirasakan inkonsistensi dengan ekspektasi awal serta kabar yg terdapat. Alasan ke 2 merupakan congruence berpengaruh dalam tipe spesifik yang muncul pada pikiran, seperti misalnya low congruence membentuk pemikiran negatif dan low congruence itu sendiri bisa dinilai negatif. Alasan ketiga merupakan congruence menghipnotis evaluasi berdasarkan dua objek. Apabila konsumen mengelaborasi keadaan incognity maka terdapat kecenderungan buat mengurangi perilaku mereka terhadap perubahan serta inisiatif sosial dan mempertanyakan motif menurut apa yg dilakukan sang perusahaan (Menon serta Kahn, 2003). Chandon et al. (2000) menyebutkan bahwa incongruent yang dirasakan lemah atau tidak terdapat dalam aliansi antara organisasi memberitahuakn bahwa konsumen membutuhkan penjelasan terperinci konitif yg lebih pada dalam informasi yg ada buat menentukan alasan menurut aliansi tadi. 

B. Durasi (duration)
Menurut Sagawa et al. (2000) pada Wymer serta Sergeant (2006), keliru satu dimensi pada cause-related marketing merupakan durasi. Usia yg panjang pada suatu hubungan terlihat merupakan penting bagi perusahaan yg bergerak dalam bidang usaha menggunakan organisasi non profit. Program cause-related marketing dengan durasi waktu yg panjang merupakan bentuk yang ideal. Ketika hubungan tersebut berjalan dengan ketika yang usang, maka akan terbentuk hubungan partnership yg akan membangun komitmen perusahaan yang sejalan dengan misi dari organisasi non profit. Sagawa serta Segal (2001) dalam Wymer serta Sergeant (2006) mengambil suatu pandangan yg lebih pragmatis, yakni menggunakan merekomendasikan para kawan atau organisasi non profit buat nir mencari keuntungan, dengan mengenali manfaat-manfaat yang dibutuhkan dari para pendukung usaha (perusahaan) buat memastikan bahwa para kawan usaha menerima publisitas serta sosialisasi yang akbar untuk dukungan mereka. 

Drumwright (1996) mengungkapkan bahwa beberapa perusahaan usaha nir tertarik terhadap hubungan-hubungan jangka panjang dalam program cause-related marketing. Perusahaan lebih tertarik keterlibatan menggunakan organsiasi non profit melalui restriksi saat. Perusahaan memandang interaksi-interaksi dalam jangka waktu yang lebih pendek dipercayai dapat memperoleh sasaran hasil yang lebih baik, dan memperoleh lebih banyak manfaat-manfaat pada hal biaya -biaya yg lebih rendah. Perusahaan melakukan aktivitas usaha dengan tujuan utama buat mencari keuntungan menyebabkan pengalaman para pemasar cenderung buat mempunyai asa-asa yang lebih realistis.

Menurut Sundar (2007), terdapat dua bentuk durasi program cause-related marketing menurut ketika, yaitu:
1. Temporary, yaitu perusahaan melakukan kerjasama dengan pihak organisasi non profit dalam jangka saat yg pendek. Sebagai model, perusahaan melakukan acara cause-related marketing pada jangka saat tiga bulan.
2. Ongoing, yaitu perusahaan melakukan kerjasama menggunakan pihak organisasi non profit pada jangka saat yang panjang, namun tidak secara permanen. 

Hubungan antara cause-related marketing perusahaan dengan organisasi sponsor atau nonprofit secara positif dapat mempertinggi merk equity melalui kerjasama dalam waktu yang lama dengan organisasi tadi. Asosiasi kedua pihak membentuk ingatan jangka panjang (long term memory). Perusahaan dan merek-merek dari perusahaan dengan mudah dapat mengatur balik asosiasi network dari konsumen-konsumen mereka, terbentuk suatu mata rantai yg menghubungkan antara perusahaan serta konsumen. Melalui penggunaan yang efektif menurut prinsip-prinsip pelajaran dasar asosiasi, perusahaan bisa meningkatkan menggunakan gampang dan bertenaga investasi mereka pada hal yg terkait menggunakan cause-related marketing (Till serta Nowak, 2000).

C. Jumlah Investasi (Amount of Investment)
Penerapan cause-related marketing seharusnya tidak dipercaya sebagai cost semata, melainkan pula sebuah investasi jangka panjang bagi perusahaan bersangkutan. Perusahaan wajib konfiden bahwa ada korelasi positif antara pelaksanaan cause-related marketing menggunakan meningkatnya apresiasi global internasional juga domestik terhadap perusahaan yg bersangkutan. Pelaksanaan cause-related marketing secara konsisten pada jangka panjang akan menumbuhkan rasa penerimaan rakyat terhadap kehadiran perusahaan. Kondisi seperti inilah yang pada gilirannya bisa memberikan keuntungan ekonomi-bisnis kepada perusahaan yang bersangkutan. Dari segi penyampaian serta peruntukannya, banyak perusahaan yg telah well-planned dan bahkan sangat integrated sedemikian rupa sebagai akibatnya sangat sistematis serta metodologis, tetapi juga masih banyak perusahaan yg pengeluaran dana CSR-nya berbasis pada proposal yg diajukan rakyat (Susanto, 2007).

Cause-related marketing dapat ditinjau menjadi perwujudan perhatian perusahaan terhadap aktivitas sosial. Pada dasarnya acara cause-related marketing memiliki 2 tujuan primer, yaitu mempertinggi performa perusahaan serta memberikan donasi sosial yang berguna, dengan menaikkan aturan yg sebagian menurut laba atau penjualan produknya akan disumbangkan buat aktivitas sosial eksklusif. Dalam beberapa masalah, perusahaan yg melakukan cause-related marketing tidak memiliki aturan yang permanen sepanjang saat buat kegiatan tersebut. Porsi menurut anggaran cause-related marketing lebih poly dipakai melalui iklan yg ditayangkan di suratkabar atau televisi buat mempromosikan kegiatan cause-related marketing tadi. Hai ini dilakukan supaya memperoleh respon yg positif menurut konsumen terhadap aktivitas cause-related marketing, yg secara nir pribadi pada sisi lainnya merupakan produk yg berkaitan dengan acara cause-related marketing dapat dikenal baik oleh masyarakat (Varadarajan serta Menon, 1988).

D. Keterlibatan Manajemen (Management Involvement)
Menurut Susanto (2007), program corporate social responsibility (CSR) pada pemasaran baru dapat sebagai berkelanjutan bila acara yang dibentuk oleh suatu perusahaan benar-sahih adalah komitmen beserta berdasarkan segenap unsur yg terdapat pada dalam perusahaan itu sendiri. Tentunya tanpa adanya komitmen dan dukungan dengan penuh antusias menurut karyawan akan mengakibatkan program-program tadi nir berjalan menggunakan baik. Dengan melibatkan karyawan secara intensif, maka nilai berdasarkan program-program tersebut akan menaruh arti tersendiri yang sangat besar bagi perusahaan.

Miller (2002) menjelaskan faktor primer yang bisa menaikkan kesetiaan pelanggan pada suatu aktivitas pemasaran yang terkait dengan cause-related marketing merupakan menyatakan terlibat pada program tanggung jawab sosial perusahaan. Dengan istilah lain, cause-related marketing merupakan penting bagi suatu kemitraan buat tidak mencari keuntungan, bahwa dengan mengintegrasikan donasi, sukarelawan-sukarelawan karyawan serta manajemen zenit perusahaan yg bisa mendukung acara cause-related marketing adalah krusial bagi publik. Hal ini menerangkan adanya komitmen yang tinggi dari perusahaan buat kemitraan dalam jangka saat yang panjang, yang dalam akhirnya akan menciptakan loyalitas dengan konsumen. Ketika menyebarkan suatu program cause-related marketing, stakeholder perusahaan perlu tahu keterkaitan dengan kemitraan tersebut, yg paling mudah dikomunikasikan menggunakan memilih suatu acara yang sinkron menggunakan kemampuan perusahaan dalam aplikasi tanggung jawab sosial. 

Kegiatan cause-related marketing yang berhubungan dengan CSR mempunyai tahapan-tahapan pada pelaksanaannya. Menurut Susanto (2007), tahapan-tahapan tadi antara lain:

1. Membentuk tim kepemimpinan
Biasanya tim kepemimpinan mencakup perwakilan dari dewan direksi, manajemen zenit, serta pemilik serta sukarelawan dari aneka macam unit dalam perusahaan yang terkena impak atau terlibat dengan berita-informasi seputar cause-related marketing dalam CSR.

2. Merumuskan definisi program
Perumusan definisi program akan menjadi landasan bagi aktivitas evaluasi selanjutnya, bisa juga diidentifikasi sebagai nilai-nilai kunci yang memotivasi perusahaan. Melibatkan orang-orang dalam setiap tingkatan dalam perusahaan akan lebih mengklaim tercapainya tujuan dan penerimaan berdasarkan kegiatan cause-related marketing pada CSR.

3. Melakukan kajian terhadap dokumen, proses, dan aktivitas perusahaan
Dokumen-dokumen ini mencakup misi, kebijakan, code of conduct, prinsip-prinsip dan dokumen-dokumen lainnya. Perusahaan secara spesifik memiliki proses pengambilan keputusan yg spesifik serta proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan aspek-aspek tertentu dari aktivitas operasionalnya, kegiatan-kegiatan yang secara eksklusif berhubungan dengan produk dan layanan yang dihasilkan. 

4. Mengidentifikasi serta melibatkan stakeholder kunci
Perusahaan mungkin saja melewatkan isu-informasi krusial yang sedang hangat pada tanggung jawab sosial. Oleh karenanya diskusi menggunakan stakeholder kunci, khususnya pihak eksternal sangat krusial guna memetakan kepentingan yang mereka miliki. Adalah penting buat memperoleh kejelasan tentang tujuan diskusi, lantaran stakeholder dapat melihat sebagai kesempatan buat mengemukakan pandangan mereka mengenai perilaku perusahaan, Kunci bagi efektifnya keterlibatan para stakeholder ini merupakan memetakan definisi mereka tentang keberhasilan dalam rangka kerjasamanya dengan perusahaan.

LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

Landasan Teori Dan Perumusan Hipotesis 
1. Konsep Pemasaran Holistik 
Kotler dan Keller (2006) menyebutkan bahwa pemasaran keseluruhan merupakan konsep yg berbasis pengembangan, desain, implementasi dan kegiatan proses pemasaran yg dikenali memiliki nilai ketergantungan yg tinggi. Pendekatan holistik didasari dalam cara buat mengatasi menyebarkan perseteruan pemasaran yang kompleks dan luas. Karakteristik pemasaran holistik merupakan integrasi dari empat konsep pemasaran, yaitu konsep pemasaran internal (internal marketing), pemasaran integrasi (integrated marketing), pemasaran relasional (relationship marketing) serta pemasaran sosial (societal marketing). 

Pemasaran sosial (societal marketing) merupakan konsep yg memandang bahwa organisasi berusaha menentukan apa cita-cita, kebutuhan, serta ketertarikan atau kepentingan berdasarkan target pasar. Organisasi kemudian memberikan nilai superior pada konsumen dengan cara-cara yg bisa mempertahankan atau mempertinggi kesejahteraan konsumen serta rakyat secara lebih luas. Konsep societal marketing menuntut pasar buat dapat menyeimbangkan 3 pertimbangan pada merogoh keputusan tentang kebijakan pemasaran, yaitu keuntungan perusahaan, kepuasan konsumen, serta kepentingan masyarakat. Konsep segmentasi pasar, riset konsumen, pengembangan konsep, komunikasi, fasilitasi, bonus serta teori pertukaran dipakai buat memaksimalkan respon yg bersifat komersial (Kotler dan Lee, 2005). 

Pemasaran sosial memakai konsep-konsep segmentasi pasar, riset konsumen, pengembangan serta pengujian konsep produk, komunikasi yang diarahkan, anugerah fasilitas, bonus-insentif serta perubahan teori buat memaksimumkan tanggapan kelompok target. Asumsi dasar penelitian ini merupakan bahwa konsep pemasaran sosial yg condong buat aktivitas komersial, sesungguhnya dapat pula dikembangkan bagi kegiatan pengembangan warga yang bersifat non profit. Kotler dan Keller (2006) menyebutkan:

“Social marketing is a strategy for changing behaviour. It combines the best elements of traditional approaches to social change in an integrated rencana and action framework and utilities advances in communication technology and marketing skills”

Pemasaran sosial akan dibawa ke rakyat sang institusi yg berkepentingan buat membarui konduite warga , yaitu suatu produk sosial. Bentuk menurut produk sosial antara lain berupa inspirasi sosial, yaitu bentuk menurut keyakinan, perilaku atau nilai. Ide sosial yang dipasarkan dapat pula adalah sebuat perilaku atau sebuah nilai.

Belch dan Belch (2004) menyebutkan bahwa pertukaran nilai menjadi konsep sentral berdasarkan societal marketing serta pertukaran ini nir hanya terbatas pada pertukaran uang buat barang atau jasa. Sebagai model misalnya pada hubungan antara perusahaan donor serta forum nirlaba terkait menggunakan suatu gosip sosial. Lembaga nirlaba akan menerima sejumlah bantuan menurut perusahaan, namun demikian perusahaan sponsor tidak mendapat bentuk laba material dan kontribusi yg diberikan. Donasi yang diberikan oleh perusahaan merupakan pertukaran buat keperluan sosial serta psikologis bagi perusahaan, seperti contohnya feelings of goodwill dan altruisme. 

2. Cause-Related Marketing 
Permulaan dari frase cause-related marketing ditujukan pada perusahaan kartu kredit American Express yang menjalankan strategi pemasarannya dalam tahun 1983. Tujuan awal perusahaan merupakan menaikkan jumlah pengguna kartu kredit, yg lalu berkembang menggunakan strategi pemasaran lanjutan buat berkomitmen buat mendonasikan sebagian dana, guna restorasi patung Liberty di Amerika Serikat. Perusahaaan berjanji buat mendonasikan uang sejumlah satu cent menurut penggunaan kartu kredit, serta satu dollar berdasarkan penerbitan kartu kredit baru, selama empat bulan pada tahun 1983. Perusahaan American Express memperoleh peningkatan penggunaan kartu kredit sebanyak 28 %, dibandingkan menggunakan periode yang sama tahun sebelumnya. 

Varadarajan serta Menon (1988) mempublikasikan literatur akademis yang berhubungan dengan cause-related marketing yg mengungkapkan keluarnya konsep sejalan menggunakan teori yang hampir sama menggunakan corporate social responsibility:

Cause-related marketing is the process of formulating and implementing marketing activities that are characterized by an offer from the firm to contribute a specific amount to a designated cause when customers engage in revenue-providing exchanges that satisfy organizational and individual objectives 

Menurut Polonski serta Speed (2001), banyak laba yg sanggup diperoleh oleh perusahaan dan atau mitranya dengan melakukan cause-related marketing. Keuntungan pertama merupakan menarik para konsumen baru, yaitu orang yg sedari awal telah tertarik untuk melakukan cause yang lalu dipromosikan oleh perusahaan. Keuntungan ke 2 adalah tersedianya dana buat membiayai aktivitas sosial tertentu. Manfaat ketiga, kegiatan sosial sanggup ditentukan sang perusahaan, yg melihat keterkaitan antara produknya menggunakan kegiatan sosial tertentu. Perusahaan yang melakukan cause-related marketing akan mampu mendapatkan ceruk pasarnya menggunakan lebih sempurna. Cause-related marketing akan menghubungkan antara produk dengan gosip eksklusif, serta konsumen yang tertarik menggunakan isu tersebut akan mengetahui asosiasi antara produk tertentu menggunakan berita yg sebagai perhatiannya. Keempat, hasil penjualan sanggup meningkat lantaran tambahan konsumen serta ceruk pasar, terbentuknya kemitraan menggunakan pihak-pihak yang memiliki kepedulian yang sama. Keuntungan yang terakhir merupakan perusahaan akan menikmati bukti diri merek yg positif.

Sundar (2007) menyatakan adanya klarifikasi yg kentara disparitas diantara cause-related marketing menggunakan philanthropy perusahaan serta sponsorship. Cause-related marketing tidak termasuk dalam philanthropy perusahaan serta sponsorship. Program cause-related marketing mendonasikan uang kepada pihak nonprofit, berdasar pada jumlah produk yg bisa terjual pada konsumen. Program spesifik yg dilakukan pada cause-related marketing adalah penjualan serta kenaikan pangkat suatu produk. Donasi acara murni dipengaruhi sang perusahaan. Sponsorship adalah kegiatan yang melibatkan uang serta barang pada pihak lain yg bertujuan mengenalkan produk tertentu dan nama perusahaan melalui kegiatan yang diadakan oleh pihak lain. Perusahaan melakukan Sponsorship dengan pihak lain melalui perjanjian yg sudah disepakati sang ke 2 pihak tentang jumlah dan cara donasinya. 

Menurut Kotler dan Lee (2005), masih ada aneka macam macam cara buat melakukan cause-related marketing, umunya adalah sebagai berikut: (1) jumlah uang tertentu setiap produk terjual, (dua) jumlah uang tertentu setiap pelaksanaan terhadap produk jasa eksklusif, (3) persentase eksklusif dari penjualan produk, (4) proporsi yang tidak dipengaruhi sebelumnya menurut penjualan produk, (lima) perusahaan menaruh kontribusi sejumlah donasi menurut konsumen, (6) persentase tertentu dari keuntungan higienis, (7) penawarannya mungkin terkait menggunakan satu produk saja, atau beberapa hingga seluruh produk, (8) penawarannya mungkin berlaku buat kerangka saat eksklusif atau tidak dibatasi, atau (9) perusahaan menetapkan batas atas dari kontribusi (bukan menggunakan saat).

Program “Lifebouy Berbagi Sehat” memberikan kesempatan bagi famili Indonesia buat mendukung acara peningkatan pencerahan masyarakat tentang kesehatan. Konsumen secara otomatis memberikan sumbangan Rp. 10- dalam setiap pembelian sabun btg Lifebouy. Hasil yang terkumpul sejauh ini telah dirasakan keuntungannya oleh 10.000 siswa SD yang memperoleh modul interaktif mengenai perawatan kesehatan eksklusif. Bahkan dana tersebut relatif buat membiayai program dari sekolah ke sekolah, yang mengajak anak-anak menjadi agen perubahan dalam famili mereka serta mendorong terciptanya gaya hidup yang lebih sehat. Ribuan anak turut dan dalam menaruh cap kedua tangan mereka di atas sebuah spanduk sebagai ungkapan tekad mereka buat mendukung peningkatan kebersihan. Perusahaan tidak saja mengembangkan iklan serta kenaikan pangkat yang bertanggung jawab. Di pada komunikasi, perusahaan tidak saja membicarakan tentang manfaat produk itu sendiri, tetapi jua pesan-pesan pendidikan tentang kesadaran hayati sehat (Susanto, 2007). 

3. Cause-Related Marketing Strategis dan Taktis
Menurut Mohr et al. (2001), kegiatan cause-related marketing pada pemasaran memiliki hubungan yang signifikan antara perusahaan, organisasi nonprofit serta konsumen. Namun, dampak yang dihasilkan akan berbeda-beda tergantung kepada situasi eksklusif, yakni pola acara cause-related marketing. Brink et al. (2006) menyatakan bahwa pola dalam cause-related marketing terdiri dari 2 bentuk, yaitu pola strategis serta taktis. Pola cause-related marketing taktis mempunyai perbedaan yg mendasar menggunakan pola cause-related marketing strategis, namun mempunyai dimensi yg sama, yaitu kesesuian (congruence), durasi (duration), jumlah investasi (amount of investment), dan keterlibatan manajemen (management involvement)

Gambar Skema menurut cause-related marketing taktis dan strategis
Sumber : Brink et al. (2006).

Indikator suatu perusahaan melakukan cause-related marketing dengan cara strategis merupakan komitmen perusahaan melakukan kegiatan cause-related marketing dalam jangka ketika yang lama , keterlibatan manajemen yang menyeluruh menurut puncak sampai bawahan, jumlah investasi yang ditanamkan pada program akbar, dan adanya kesesuaian hubungan yg tinggi yang dirasakan antara suatu informasi dengan lini produk, brand image, positioning dan sasaran pasar. Perusahaan yang memakai cause-related marketing menggunakan cara taktis merupakan komitmen perusahaan melakukan aktivitas cause-related marketing dalam jangka saat yg terbatas serta pada periode saat tertentu, keterlibatan manajemen pada acara sebatas kelompok yg dibuat pada kegiatan cause-related marketing, jumlah investasi yang ditanamkan nir sebesar strategic cause-related marketing, dan kesesuaian interaksi yg nir tinggi yg dirasakan antara suatu info dengan lini produk, merk image, positioning serta sasaran pasar (Varadarajan dan Menon, 1988). 

A. Kesesuaian (congruence)
Pelaksanaan aktivitas cause-related marketing diyakini memberikan impak positif bagi perusahaan. Tetapi demikian, dampak positif tersebut tidak terbentuk begitu saja. Konsumen nir secara gampang menerima inisiatif sosial buat lalu menaruh reward kepada perusahaan. Asosiasi positif yang terbentuk dari suatu inisiatif sosial akan bergantung dalam penilaian konsumen terhadap inisiatif tersebut dalam hubungannya menggunakan perusahaan (Becker et al, 2006).

Salah satu variabel yang memiliki kiprah penting pada proses penilaian konsumen terhadap kegiatan cause-related marketing adalah perceived congruence (Ellen et al, 2006). Konsumen akan bersandar dalam level congruence atau kesesuaian antara perusahaan sponsor dan aktivitas filantropi buat tetapkan apakah pantas bagi perusahaan tersebut buat terlibat pada suatu sponsorship khusus (Drumwright et al, 1996). Konsumen mempunyai keyakinan yang bertenaga bahwa perusahaan seharusnya mensponsori berita-info sosial yg mempunyai asosiasi logis dengan aktivitas perusahaan (Menon serta Kahn, 2003). 

Varadarajan serta Menon (1988) menyatakan bahwa pada cause-related marketing, congruence atau fit didefinisikan menjadi kesesuaian hubungan yang dirasakan antara suatu info menggunakan lini produk, brand image, positioning serta target pasar. Congruence atau fit dari berdasarkan asosiasi bersama antara merek dan filantropi, seperti misalnya dimensi produk, afinitas menggunakan sasaran segmen spesifik, corporate image associations yg terbentuk dampak kegiatan merek terdahulu dalam domain sosial spesifik, dan keterlibatan personel dalam suatu perusahaan atau merek pada domain sosial (Menon dan Khan, 2003). Definsi lain tentang congruence diberikan oleh Becker et al. (2006) menjadi kesesuaian antara perusahaan dan berita sosial yg dapat diperoleh menurut misi, produk, pasar, teknologi, atribut, konsep merek, atau berbagi bentuk asosiasi kinci lainnya.

Becker et al. (2006) mengemukakan bahwa kiprah penting congruence didasarkan oleh sejumlah alasan. Pertama, congruence berpengaruh pada kuantitas pikiran yang diberikan oleh individu dalam suatu interaksi, misalnya menaikkan penjelasan terperinci mengenai perusahaan, inisitif sosial, serta atau hubungan itu sendiri waktu dirasakan inkonsistensi dengan ekspektasi awal serta informasi yg terdapat. Alasan ke 2 adalah congruence berpengaruh pada tipe khusus yang muncul pada pikiran, misalnya misalnya low congruence membentuk pemikiran negatif serta low congruence itu sendiri dapat dinilai negatif. Alasan ketiga merupakan congruence mensugesti evaluasi menurut 2 objek. Jika konsumen mengelaborasi keadaan incognity maka terdapat kecenderungan buat mengurangi perilaku mereka terhadap perubahan dan inisiatif sosial serta mempertanyakan motif menurut apa yang dilakukan oleh perusahaan (Menon dan Kahn, 2003). Chandon et al. (2000) menyebutkan bahwa incongruent yg dirasakan lemah atau nir terdapat pada aliansi antara organisasi menunjukkan bahwa konsumen membutuhkan elaborasi konitif yang lebih pada dalam liputan yg terdapat buat memilih alasan dari aliansi tersebut. 

B. Durasi (duration)
Menurut Sagawa et al. (2000) dalam Wymer dan Sergeant (2006), salah satu dimensi dalam cause-related marketing adalah durasi. Usia yg panjang dalam suatu interaksi terlihat adalah krusial bagi perusahaan yg berkecimpung pada bidang usaha dengan organisasi non profit. Program cause-related marketing dengan durasi waktu yg panjang merupakan bentuk yang ideal. Ketika hubungan tadi berjalan dengan ketika yang usang, maka akan terbentuk interaksi partnership yg akan menciptakan komitmen perusahaan yg sejalan menggunakan misi berdasarkan organisasi non profit. Sagawa dan Segal (2001) pada Wymer dan Sergeant (2006) merogoh suatu pandangan yang lebih pragmatis, yakni dengan merekomendasikan para mitra atau organisasi non profit buat nir mencari keuntungan, menggunakan mengenali manfaat-manfaat yg diperlukan dari para pendukung bisnis (perusahaan) untuk memastikan bahwa para mitra bisnis mendapat publisitas serta sosialisasi yang akbar buat dukungan mereka. 

Drumwright (1996) mengungkapkan bahwa beberapa perusahaan bisnis nir tertarik terhadap interaksi-hubungan jangka panjang dalam acara cause-related marketing. Perusahaan lebih tertarik keterlibatan dengan organsiasi non profit melalui pembatasan waktu. Perusahaan memandang hubungan-hubungan dalam jangka saat yang lebih pendek dipercayai dapat memperoleh sasaran output yg lebih baik, serta memperoleh lebih banyak manfaat-manfaat dalam hal biaya -porto yang lebih rendah. Perusahaan melakukan aktivitas usaha menggunakan tujuan utama untuk mencari keuntungan mengakibatkan pengalaman para pemasar cenderung buat memiliki asa-asa yang lebih realistis.

Menurut Sundar (2007), terdapat 2 bentuk durasi acara cause-related marketing dari waktu, yaitu:
1. Temporary, yaitu perusahaan melakukan kerjasama dengan pihak organisasi non profit dalam jangka waktu yg pendek. Sebagai contoh, perusahaan melakukan program cause-related marketing pada jangka waktu tiga bulan.
2. Ongoing, yaitu perusahaan melakukan kerjasama dengan pihak organisasi non profit pada jangka saat yg panjang, namun nir secara tetap. 

Hubungan antara cause-related marketing perusahaan dengan organisasi sponsor atau nonprofit secara positif bisa meningkatkan merk equity melalui kerjasama pada ketika yang usang dengan organisasi tersebut. Asosiasi ke 2 pihak membangun ingatan jangka panjang (long term memory). Perusahaan dan merek-merek dari perusahaan menggunakan mudah dapat mengatur pulang asosiasi network dari konsumen-konsumen mereka, terbentuk suatu mata rantai yg menghubungkan antara perusahaan serta konsumen. Melalui penggunaan yang efektif dari prinsip-prinsip pelajaran dasar asosiasi, perusahaan dapat menaikkan menggunakan gampang serta bertenaga investasi mereka pada hal yang terkait menggunakan cause-related marketing (Till dan Nowak, 2000).

C. Jumlah Investasi (Amount of Investment)
Penerapan cause-related marketing seharusnya tidak dipercaya menjadi cost semata, melainkan juga sebuah investasi jangka panjang bagi perusahaan bersangkutan. Perusahaan harus yakin bahwa ada hubungan positif antara aplikasi cause-related marketing dengan meningkatnya apresiasi dunia internasional maupun domestik terhadap perusahaan yang bersangkutan. Pelaksanaan cause-related marketing secara konsisten pada jangka panjang akan menumbuhkan rasa penerimaan rakyat terhadap kehadiran perusahaan. Kondisi seperti inilah yg dalam gilirannya dapat menaruh keuntungan ekonomi-usaha pada perusahaan yg bersangkutan. Dari segi penyampaian serta peruntukannya, banyak perusahaan yang sudah well-planned serta bahkan sangat integrated sedemikian rupa sehingga sangat sistematis serta metodologis, tetapi pula masih poly perusahaan yang pengeluaran dana CSR-nya berbasis pada proposal yg diajukan warga (Susanto, 2007).

Cause-related marketing bisa ditinjau menjadi perwujudan perhatian perusahaan terhadap aktivitas sosial. Pada dasarnya program cause-related marketing memiliki dua tujuan utama, yaitu menaikkan performa perusahaan dan memberikan donasi sosial yang berguna, menggunakan menaikkan anggaran yg sebagian berdasarkan laba atau penjualan produknya akan disumbangkan buat kegiatan sosial tertentu. Dalam beberapa perkara, perusahaan yang melakukan cause-related marketing tidak memiliki aturan yg permanen sepanjang waktu untuk kegiatan tersebut. Porsi dari aturan cause-related marketing lebih banyak digunakan melalui iklan yg ditayangkan di suratkabar atau televisi untuk mempromosikan kegiatan cause-related marketing tadi. Hai ini dilakukan agar memperoleh respon yg positif dari konsumen terhadap kegiatan cause-related marketing, yang secara tidak pribadi di sisi lainnya merupakan produk yg berkaitan dengan program cause-related marketing dapat dikenal baik oleh masyarakat (Varadarajan serta Menon, 1988).

D. Keterlibatan Manajemen (Management Involvement)
Menurut Susanto (2007), program corporate social responsibility (CSR) dalam pemasaran baru bisa sebagai berkelanjutan bila acara yg dibentuk oleh suatu perusahaan sahih-benar adalah komitmen beserta dari segenap unsur yang terdapat di pada perusahaan itu sendiri. Tentunya tanpa adanya komitmen dan dukungan menggunakan penuh antusias menurut karyawan akan menjadikan program-acara tadi nir berjalan dengan baik. Dengan melibatkan karyawan secara intensif, maka nilai dari acara-program tadi akan memberikan arti tersendiri yang sangat akbar bagi perusahaan.

Miller (2002) mengungkapkan faktor primer yang dapat menaikkan kesetiaan pelanggan pada suatu aktivitas pemasaran yang terkait menggunakan cause-related marketing adalah menyatakan terlibat dalam acara tanggung jawab sosial perusahaan. Dengan kata lain, cause-related marketing merupakan krusial bagi suatu kemitraan buat nir mencari laba, bahwa dengan mengintegrasikan bantuan, sukarelawan-sukarelawan karyawan dan manajemen puncak perusahaan yg dapat mendukung acara cause-related marketing adalah penting bagi publik. Hal ini memperlihatkan adanya komitmen yang tinggi berdasarkan perusahaan buat kemitraan pada jangka waktu yg panjang, yang dalam akhirnya akan menciptakan loyalitas menggunakan konsumen. Ketika membuatkan suatu acara cause-related marketing, stakeholder perusahaan perlu tahu keterkaitan menggunakan kemitraan tadi, yang paling mudah dikomunikasikan dengan memilih suatu acara yg sinkron dengan kemampuan perusahaan pada pelaksanaan tanggung jawab sosial. 

Kegiatan cause-related marketing yang herbi CSR memiliki tahapan-tahapan pada pelaksanaannya. Menurut Susanto (2007), tahapan-tahapan tadi antara lain:

1. Membentuk tim kepemimpinan
Biasanya tim kepemimpinan mencakup perwakilan berdasarkan dewan direksi, manajemen puncak , dan pemilik dan sukarelawan menurut aneka macam unit pada perusahaan yg terkena pengaruh atau terlibat dengan info-isu seputar cause-related marketing pada CSR.

2. Merumuskan definisi program
Perumusan definisi acara akan sebagai landasan bagi aktivitas evaluasi selanjutnya, dapat juga diidentifikasi menjadi nilai-nilai kunci yang memotivasi perusahaan. Melibatkan orang-orang pada setiap tingkatan dalam perusahaan akan lebih mengklaim tercapainya tujuan serta penerimaan dari aktivitas cause-related marketing dalam CSR.

3. Melakukan kajian terhadap dokumen, proses, dan aktivitas perusahaan
Dokumen-dokumen ini mencakup misi, kebijakan, code of conduct, prinsip-prinsip dan dokumen-dokumen lainnya. Perusahaan secara khusus mempunyai proses pengambilan keputusan yang khusus serta proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan aspek-aspek eksklusif dari aktivitas operasionalnya, aktivitas-kegiatan yg secara eksklusif berhubungan dengan produk serta layanan yang didapatkan. 

4. Mengidentifikasi serta melibatkan stakeholder kunci
Perusahaan mungkin saja melewatkan isu-berita krusial yang sedang hangat dalam tanggung jawab sosial. Oleh karena itu diskusi menggunakan stakeholder kunci, khususnya pihak eksternal sangat penting guna memetakan kepentingan yg mereka miliki. Adalah penting untuk memperoleh kejelasan mengenai tujuan diskusi, karena stakeholder dapat melihat sebagai kesempatan buat mengemukakan pandangan mereka tentang konduite perusahaan, Kunci bagi efektifnya keterlibatan para stakeholder ini adalah memetakan definisi mereka mengenai keberhasilan dalam rangka kerjasamanya dengan perusahaan.

PENGERTIAN DEFINISI METODE KUANTITATIF

Pengertian, Definisi Metode Kuantitatif
Menurut Sugiono (2008), metode kuantitatif adalah pendekatan ilmiah yg memandang suatu empiris itu dapat diklasifikasikan,konkrit,teramati serta terukur,hubungan variabelnya bersifat sebab dampak dimana data penelitiannya berupa angka-angka serta analisisnya memakai statistik.

Pendekatan Analisis Kuantitatif
Pendekatan analisis kuantitatif terdiri atas perumusan masatah, menyusun model, mendapatkan data, mencari solusi, menguji solusi, menganalisis hasil, serta menginterprestasikan hasil 

Pemilihan Metode Kuantitatif
Metode dipilih sinkron menggunakan tujuan penelitian, setiap peneliti perlu mengidenitifikasi apakah data yang dimiliki memenuhi asumsi dasar yang harus dipenuhi setiap teknik, tahapan awal merupakan metakukan seleksi (screening) data, yakni mengenali prilaku data,ada atau tidaknya nilai ekstrem (outliers), lengkap tidaknya data, dan desknpsi secara statistik menurut data yg dimiliki.

Format penelitian kuantitatif pada ilmu sosial tergantung pada perseteruan serta tujuan penelitian itu sendiri. Ada 2 format penelitian kuantitatif berdasarkan paradigma mayoritas pada metodologi penelitian kuantitatif yaitu format deskriptif serta format eksplanasi. Kedua format ini dijelaskan menjadi berikut

Gambar; Format Penelitian Kuantitatif
Sumber; Bungin (2008)

Metode Survei
Metode ini dipakai pada populasi yg luas dan menyebar,memungkinakan dilakukannya generalisasi suatu tanda-tanda sosial tertentu pada gejala sosial dengan populasi yang lebih besar .analisis yg muncul bukan perkara per masalah tetapi holistik populasi.

Metode Kasus
Metode perkara memusatkan diri dalam suatu unit eksklusif menurut berbagai variabel serta hanya memakai masalah eksklusif sebagai object penelitian,bersifat mendalam,serta bersifat kasuistik terhadap object pebelitian tersebut.

Metode Eksplanasi
Metode yang mengungkapkan suatu generalisasi sampel terhadap populasinya ,dimana memakai sampel serta hipotesis serta untuk menguji hipotesisnya memakai statistik inferensial.

Proses Penelitian Kuantitatif
Substansi proses penelitian kuantitatif menutut Bungin (2008) terdiri dari kegiatan yang berurutan menjadi berikut ;
1. Mengeksplorasi, perumusan, serta penentuan masatah yang akan diteliti
2. Mendesain model penelitian dan parameter penelitian
3. Mendesain instrumen pengumpulan data penelitian 
4. Melakukan pengumpulan data penelitian
5. Mengolah serta menganalisis data output penelitian 
6. Mendesain laporan output penelitian

Proses penelitian kuantitatif dimulai dengan kegiatan mengeksplorasi buat melihat permasaiahan yang akan sebagai perkara yang hendak diteliti. Kemudian merumuskan masaiah penetitian menggunakan jelas sebagai akibatnya terarah. Masatah pada penetitian kuatitatif masih bersifat ad interim serta akan berkembang sehabis peneliti berada dilapangan.dari rumusan masalah tersebut,dikumpulkan teori serta penelitian yang relevan buat digunakan membuat disain contoh penelitian dan parameter penelitian sekaligus menjadi dasar pembuatan hipĆ³tesis.agar suatu penelitian itu sempurna target serta menunjuk ke tujuan maka didisainlah instrumen buat pengumpulan data penelitian yang sebelumnya telah diuji bahwa instrumen tersebut valid dan reliabel buat dijadikan menjadi indera pengumpulan data. Setelah data terkumpul maka diolah serta dianalisis yang menunjuk dalam hipotesis yg sudah diajukan.analisis data memakai statistik baik berupa statistik diskriptif juga statistik infirensial tergantung dalam metode yg digunakan.hasil penelitian diuraikan dalam bentuk pembahasan yang kemudian disimpulkan dan dibuat saran.setelah itu didisain laporan output penelitian yg gampang buat dipahami sang orang lain.

Pengertian Teori
Menurut Sugiyono (2008 ), teori merupakan suatu kumpulan konsep (concept), definisi, proposisi serta variabel yg keterkaitan antara satu sama lain secara sistematis dan sudah digeneralisasikan, sehingga dapat menjelaskan serta mempredeksi kenyataan (kabar-fakta) eksklusif.

Peneliti bekerja atas dasar teori yang relevan. Sejauh teori yg digunakan merupakan baik dan sinkron menggunakan keadaan, maka peneliti akan berhasil menjelaskan kenyataan yg dimaksud. Suatu teori bermanfaat buat mendefinisikan suatu perkara yg didalamnya terdapat variabel-variabel tertentu,untuk mengartikan data dan fenomena-kenyataan yg ditemukan.

Sugiyono (2008), Teori adalah seperangkat konstruk (konsep), definisi, serta proposisi yang berfungsi buat melihat kenyataan secara sistematik, melalui spesifikasi interaksi antar variabel, sehingga bisa bermanfaat buat menjetaskan serta meramalkan kenyataan.suatu teori akan memperoleh arti penting, bifa ia lebih poly dapat melukiskan, serta meramalkan tanda-tanda yg terdapat. Mark 1963, dalam (Sugioyono, 2008), membedakan adanya 3 macam teori. Ketiga macam teori yang dimaksud ini berhubungan dengan data realitas, dan dibedakan menjadi berikut ;
1. Teori deduktif; memberi informasi yang dimulai berdasarkan suatu asumsi atau pikiran spekulatif tertentu ke arah data yg akan diterangkan.
2. Teori induktif, cara memberitahuakn adatah berdasarkan data ke arah teori..
3. Teori fungsional; datam hal ini tampak suatu hubungan efek antar data serta perkiraan teoritis, data mempengaruhi pembentukan teori serta pembentukan teori balik mempengaruhi data.

Selanjutnya Hoy & Miskel (2001) pada Huda (2007), mengemukakan bahwa komponen teori itu meliputi konsep serta asumsi. Konsep adalah kata yang bersifat abstrak dan bermakna generalisasi. Sedangkan asumsi merupakan pernyataan diterima kebenarannya tanpa verifikasi. Setiap teori akan mengalami perkembangan, dan perkembangan itu terjadi apabila teori telah nir relevan dan kurang berfungsi lagi buat mengatasi masalah.

Semua penelitian bersifat ilmiah, sang karenanya seluruh peneliti harus berbekal teori. Dalam penelitian kuantitatif teori yang digunakan wajib telah kentara, karena teori disini akan berfungsi buat memperjelas masatah yg diteliti, menjadi dasar buat merumuskan hipotesis, dan menjadi referensi buat menyususn instrumen penelitian. Oleh karenanya landasan teori dalam proposal penelitian kuantitatif harus telah kentara teori apa yg akan dipakai.

Agar teori bisa dipahami menggunakan lebih baik, maka perlu dipaparkan masing-masing komponen teori menjadi berikut ;

Konsep
Konsep adalah sejumlah ciri yg berkaitan menggunakan suatu obyek atau standar yang generik atas obyek tadi. Menurut Bungin (2008), konsep adatah generalisasi berdasarkan sekelompok fenomena yang sama. Konsep dibangun menurut teori-teori yang dipakai buat menjetaskan variabet-variabet yang akan diteliti dan memiliki tingkat generalisasi yg tidak selaras satu menggunakan lainnya. Konsep harus merupakan atribut banyak sekali kecenderungan berdasarkan kenyataan yg tidak sama. 

Setiap penelitian kuantitatif dimulai menggunakan menjelaskan konsep penelitian yg dipakai, lantaran konsep penelitian ini adalah kerangka acuan peneliti didalam mendesain penelitian. Konsep pula dibangun agar masyarakat akademik atau warga ilmiah maupun konsumen atau pembaca laporan penelitian memahami apa yang dimaksud menggunakan pengertian variabel, indikator, parameter, maupun skala pengukuran yg dimaksud peneliti didalam penelitiannya.

Dalam mendesaian konsep penelitian, yang terpenting pula bagi peneliti wajib mendesain konsep hubungan antar variabel-variabel penelitiannya. Lantaran itu peneliti wajib menentukan pilihan sebenamya berdasarkan interaksi antar variabel­variabel itu. Disamping mengonsepsi hubungan antar variabel-variabel penelitian, perlu jua sebuah variabel didesain menurut apa yg diinginkan oleh peneliti pada penelitiannya.

Selain mendesain variabel dan interaksi variabel-variabel penelitian, maka berikutnya pene(iti jua harus mendesain konsep penelitian serta konsep operasional. Konsep penelitian dirancang buat memberi batasan pemahaman terhadap variabel penelitian, sedangkan konsep operasional dimuat buat membatasi parameter atau indikator yg diinginkan peneliti pada penelitian,sebagai akibatnya apapun variabel penelitian, semuanya hanya muncul berdasarkan konsep tadi.

Variabel
Burhan Bungin ( 2008), mendefinisikan bahwa variabel berasal berdasarkan bahasa Inggris variable yang berarti faktor nir permanen atau berubah-ubah. Namun bahasa Indonesia kontemporer telah terbiasa memakai kata variabel ini menggunakan pengertian yg lebih sempurna disebut bervariasi. Dengan demikian variabel adalah fenomena yang bervariasi dalam bentuk, kualitas, kuantitas, mutu baku dan sebagainya.

Penjelasan-penjetasan tentang variabel sangat bervariasi sebagaitnana bervariasinya variabel itu sendiri. Dalam pengertian yg lebih konkret variabel itu sendiri merupakan konsep dalam bentuk konret atau konsep operasionai, penerangan semacam ini adalah tergantung juga dalam jenis penetitian yg dilakukan. Dalam penelitian kebijakan sosial, konsep dan variabel dibedakan berdasarkan sifat kompleksnya. Konsep umumnya digunakan dalam mendeskripsikan segala variabel yang abstrak dan kompleks, sedangkan variabel diartikan sebagai konsep yang lebih konkret serta acuan-acuannya lebih nyata.

Fungsi variabel dapat dibedakan berdasarkan jenis serta macamnya, variabel bisa dibedakan sebagai 7 (Solimun, 2003), yaitu :

(1) . Dependent variable (variabel tergantung)
Suatu variabel yg menjadi sentra perhatian penefiti (tercakup pada hipotesis penelitian), yg keragamannya dipengaruhi / tergantung ! Dipengacuhi oleh variabel lainnya.

(2). Independent variable (variabel bebas)
Suatu variabel yg menjadi pusat perttatian peneliti, yang keragamanrrya mempakan syarat yg ingin diselidiki 1 diteliti I dikaji dan mempengaruhi variabel tergantung.

(tiga). Intervene variable (variabel antara)
Adalah variabel yang bersifat menjadi mediator (wahana) menurut hubungan variable bebas ke variabel tergantung. Sifatnya dapat memperlemah atau memperkuat pengaruh variabel bebas terhadap variabel tergantung.

(4). Moderator variable
Adalah variabel yang bersifat memperkuat atau memperlemah imbas variable bebas terhadap variabel tergantung.

(5). Confounding variabel ( variabet pembaur )
Variabel yang tidak menjadi pusat perhatian peneliti (tidak tercakup dalam hipotesis penelitian), namun ada dalam penelitian serta berpengaruh .terhadap variabel tergantung serta dampak tersebut mencampuri atau berbaur menggunakan variable bebas.

(6). Control vuriable (Variabel kendali)
Adalah variabel pembaur yg bisa dikendalikan dalam ketika riset desain. Pengendalian ini umumnya ditakukan dengan cara eblusi (mengeluarkan obyek yg tidak memenuhi kriteria) dan inklusi (membuahkan obyek yg memenuhi kriteria buat diikutkan pada sample penelitian), atau menggunakan blocking yaitu mengelompokkan obyek penelitian sebagai gerombolan -grup yg reiatif sejenis.

(7). Concomitunt variable (variable penyerta)
Adatah variabel pembaur yg tidak dapat dikendalikan pada saat riset desain. Variabel ini tidak dapat dikendalikan sebagai akibatnya permanen menyertai (terikut) daiam proses penelitian, menggunakan konsekuensi data haruss diamati dan imbas baumya wajib dieliminir.

Proposisi
Proposisi, berdasarkan Emory dan Cooper (1996) pada Huda (2007), adalah suatu peryataan mengenai konsep-konsep yang dapat dievaluasi sahih atau salah melalui suatu kenyataan yg diamati. Misalnya, makin siang mahasis;wa belajar, maka makin kecil kemampuan mereka pada menyerap isi pelajaran. Pemyataan ini merupakan sebuah proposisi. Bilamana suatu proposisi dirumuskan buat diuji secara empiris , maka proposisi tersebut diklaim hipotetis, hipotetis bersifat ad interim atau dugaan sementara.

Hipotesis
Sugiyono (2002),Hipotesis adalah pernyataan sementara menurut rumusan masalah yg perlu dibuktikan sahih atau tidak. Jawaban yg diberikan baru berdasarkan dalam teori yang relevan belum berdasarkan dalam fakta realitas pada kenyataannya (empirical verivication).

Menurut Nazir ( 2005 ; 151), mendefinisikan hiprAesis tidak lain dari jawaban sementara terhadap perkara penelitian, yang kebenarannya harus diuji secara realitas. Hipotesis menyatakan interaksi apa yg kita cari atau yang ingin kita pelajari. Hipotesis adalah pemyataan yg diterima secara ad interim sebagai suatu kebenaran sebagaimana adanya, dalam saat kenyataan dikenai dan adalah dasar kerja serta pedoman pada verifikasi. Hipotesis merupakan informasi sementara menurut hubungan fenomena-fenomena yg kompleks,.

Dalam penelitian kuantitatif, ada pembagian jenis hipotesis (Bungin;2008) mencakup; 

(1 ). Hipotesis nol (Ho) 
Hipotesis nol diklaim dengan hipotesis statistik yaitu hipotesis yang diuji dengan statistik.

(2) Hipotesis altematif (H1)
Hipotesis alternative pula disebutt sebagai hipotesis kerja atau hipotesis penelitian.

Untuk menguji hipotesis pilihlah uji statistik yg modelnya paling mendekati perkiraan atau persyaratan yg memperbotehkan penggunaan uji tadi dengan mempertmbangkan jenis data dan skala pengukuran data yang digunakan.selanjutnya tentukan taraf signifikansi dan besar sampel penelitian,hitunglah harga uji statistiknya dengan memakai sampel-sampelnya. .ambil keputusaan dan konklusi : apakah Ho diterima atau ditolak, dari tingkat signifikansi eksklusif.

Populasi serta Sampel
Populasi adalah holistik obyek penelitian yg menjadi sumber data penelitian.dalam peneiitian yang biasa dilakukan, sering peneliti dihadapkan pada keterbatasan waktu, porto dan tenaga buat mengumpulkan warta menurut obyek yg diamati. Oleh karena itu sering sekali peneliti hanya mengambil sebagian saja berdasarkan obyek telitian. Kelompok induk akbar tersebtrt dianggap populasi serta sub gerombolan menurut anggota populasi dianggap dengan sampel (Bungin;2008).

Pada umumnya penelitian yg dilakukan oleh para peneliti hanya menurut pada sampel. Penelitian yg menurut kepada sampel ini mempunyai keuntugan-laba misalnya : dapat berhemat biaya (reduced cost), menghemat waktu (time save), menghemat tenaga (energy suve), infomasi yg diperoleh lebih teliti (greater accuracy) karena elemen yg diamati lebih sedikit. Oleh karena hasil penelitian bertujuan buat digeneralisasikan bagai populasinya, maka penarikan sampel wajib dilakukan dengan metoda yg benar, seperti: 
(1) memberikan gambaran yg dapat dipercaya terhadap populasi yang diteliti, 
(dua) memiliki taraf presisi tertentu / standar penyimpangan, 
(3) sederhana sebagai akibatnya mudah dilaksanak.an, 
(4) dapat memberikan kabar yang sebesar mungkin menggunakan waktu serta porto yang serendah mungkin (Djarwanto,pada Huda 2007).

Sampel dari berdasarkan kata Inggris sample, yang artinya model, comotan atau mencomot, yaitu mengambii sebagian saja berdasarkan yang poly. Setanjutnya dalam pembicaraan ini istilah sample dalam bahasa Inggris pada-Indonesiakan sebagai sampel, serta sampling menjadi sampling.

Menetapkan Popalasi
Sebelum memutuskan akbar sampel (atau banyaknya data subyek yg di sampel), terlebih dahulu harus ditetapkan populasinya, yaitu gerombolan apa yang diminati pada penelitian itu, atau gerombolan yg akan dikenakan atau diterapi hasil berdasarkan penelitihannya. 

Populasi yg diminati buat . Dijadikan fokus atau perhatian penelitian (yang hanya diambil sampelnya saja) disebut populasi sasaran atau populasi sasaran (target population). Menemukan populasi sasaran ini kadang-kadang sukar, sedangkan yang diperoleh bukan sasarannya tetapi apa adanya yg bisa ditemukan, atau yang bisa dihitung, yang output berdasarkan penelitiannya akan diterapkan dalam poputasi yang ditemukan itu. Populasi ini disebut populasi yang bisa diambil (accessible population) atau populasi yg dapat diakses.

Semakin diperkecil atau dipersempit populasinya, maka penelitian yg dilakukan semakin menghemat ketika, energi, serta mungkin jua biaya -porto lainnya, tetapi memperkecil populasi berarti membatasi penggeneralisasiannya (generalizability).

Populasi dalam penelitian Pengaruh Orientasi wirausaha dan Orientasi pasar terhadap Keunggulan bersaing berkelanjutan dan Kinerja pemasaran, yg sebagai unit analisis merupakan usaha mini sektor perdagangan di kota Surabaya yg berdasarkan sensus ekonomi 2006 berjumlah 46.437 unit.

Penyampelan (Sampling)
Secara garis akbar terdapat dua gerombolan cara penyampelan (sampling), ialah random sampling (mencomot secara acak) clan non-random sampling (mencomot secara tidak rambang).

Dikatakan secara acak sampling, bila dari populasi itu peneliti merogoh siapa saja diantaranya tanpa memilih kriteria menurut subyek yang diambil, karena tiap orang anggota dalam populasi itu derajat dan kualifikasinya sama atau setara, atau tiada bedanya, menggunakan istilah lain "homogin". Jadi, bila tiap anggota atau subyek-subyek atau elemen elemen pada populasi itu memiliki kesamaan sifat, maka mereka masing-masing memiliki peluang atau kesempatan yang sama buat disampel. Mana saja atau siapa saja diambil, adalah sama.

Dikatakan non-random sampling, bila menurut populasi itu peneliti merogoh subyek - subyek atau siapa-siapa yg memenuhi karakteristik-karakteristik yg telah ditentukan terlebih dahulu. Jadi meskipun jadi anggota populasi, namun tidak memenuhi karakteristik atau karakteristik-ciri yang dipengaruhi, maka tidak dapat disampel. Mengapa demikian, hal ini berdasarkan atas ketentuan, bahwa yang disampel itulah yang dipercaya dapat mewakili atau representative bagi populasinya. Jadi, nir semua anggota memiliki kesempatan buat dicomot misalnya pada secara acak sampling.

Random sampling dibedakan menurut metodenya, ke dalam : 
1) Simple secara acak sampling (sampling rambang sederhana)
2) Stratified random sampling (sampling rambang disetratakan) 
3) Cluster random sampling (sampling acak kelompok)
4) Area Sampling (sampling area)
5) Two-stage secara acak sampling (sampling acak 2 tahap)

Non-random sampling dapat dibedakan dari metodenya, ke dalam : 
1) Systematic sampling (sampling sistematik)
2) Convenience sampling (sampling pekoleh)
3) Purpose sampling (sampling sengaja, sampling bertujuan) 
4) Quota sampliflg (sampling jatan, sampling kuota)

Random Sampling
Random sampling secara rinci dibedakan menurut metode-metodenya adalah sebagai berikut :

1) Simple Random Sampling (sampling rambang sederhana)
Kita arnbil sebagai model terlebih dahulu. Kita akan meneliti Pengaruh Orientasi wirausaha serta Orientasi pasar terhadap Keunggulan bersaing berkelanjutan dan Kinerja pemasaran, yang sebagai unit analisis adalah usaha kecil sektor perdagangan di kota Surabaya yang menurut sensus ekonomi 2006 berjumlah 46.437 unit. Jika simple secara acak sampling akan dilakukan, maka semua usaha mini itu wajib mempunyai kecenderungan ciri, misalnya pekerjaan yg dilakukan sama, semuanya berumur antara 40-50 tahun, pendapatannya setara,sebagai akibatnya tiap usaha mini itu mempunyai kesempatan yg sama dan berhak untuk disampel. Bagaimana cara menentukan 464 dari 46.437 bisnis kecil itu? Ada bermacam macam cara : yg paling mudah adalah secara acak, mana saja bisa dipilih, seperti menggulung kertas berisi nama-nama (atau nomer), atau menggunakan dadu untuk memilih nomer, cara permainan rolet,undi (fishbowl draw), memakai nomor acak lewat donasi komputer, clan sebagainya. Tetapi, terdapat baiknya apabila cara menentukan itu berdasar anggaran. Misalnya, memakai tabel nomer acak yg umumnya masih ada pada buku-kitab statistik, yg memuat nomor -nomor demikian poly, tetapi tidak teratur atau tidak terdapat pola susunannya, ialah angka-nomor itu tersebar sedemikian rupa serta hanya dimuat pada kolom-kolom saja.

Sampel rambang sederhana tidak bisa digunakan, jika peneliti ingin memastikan bahwa pada populasi itu ada sub-class yg perlu diwakili dalam sampel yg besarnya seimbang menggunakan yang terdapat dalam populasinya. Apabila demikian, maka harus dipakai stratified secara acak sampling yg dibicarakan berikut ini.

2) Strata Random Sampling (sampel acak berstrata)
Misalnya, Pengaruh Orientasi wirausaha dan Orientasi pasar terhadap Keunggulan bersaing berkelanjutan dan Kinerja pemasaran, yg menjadi unit analisis merupakan usaha kecil sektor perdagangan di kota Surabaya yg berdasarkan sensus ekonomi 2006 berjumlah 46.437 uni. Di dalam usaha kecil itu terdapat 10.000 orang pegawai negeri terdiri atas 3 golongan, adalah gol. I, gol. II, dan gol. III. Go1 I sebesar 50 orang (5O%), gol. II sebesar 30 orang (30%), serta gol. III sebanyak 20 orang (20%). Apabila sampelnya ditetapkan sebesar 20 menurut 100 orang pegawai negeri di lembaga itu, maka pada sampel itu banyaknya masing -masing golongan harus seimbang sama menggunakan dalam populasi Gol. 1 sebanyak 10 orang (50%), gol. II sebesar 6 orang (30%), serta gol. III sebanyak 4 orang (20%). Cara rnenentukan siapa-siapa yg disampel menurut masing-masing tingkatan golongan dilakukan secara acak (random) seperti yg dibicarakan pada simple secara acak sampling.

3) Cluster Random Sampling (Sampling Acak Kelompok)
Metode cluster random sampling digunakan, bila pada poputasi sutit buat diidentiifikasi secara individual, melainkan hanya bisa diidentifikasi secara grup (cluster). Satuan-satuan dalam populasi itu, yang disetaut unit of analysis atau element of the population, memang merupakan kelompok. Jadi, subyek-subyek atau elemen-elemen pada populasi terdiri atas grup-gerombolan . Misalnya kefompok petani, grup studi, grup seniman, kelompok klompencapir, dan sebagainya. Misatnya di Jawa Timur ada 500 klompencapir. Dari 500 klompencdpir ini akan diteliti pendapatannya mengenai alam Jawa Timur. Setelah mempertimbangtcan banyak sekali faktor, maka diterapican besar sampal (atau berukuran sampel, sample size) yg representative artinya sebanyak 25 unit k:ompencapir. Menetapkan akbar sample 25 gerombolan klompencapir inilah yg disebut metode cluster secara acak sampling. Yang disampel bukan individu anggota ktompencapir, namun unit klompencapir-nya.

4) Area Sampling (Sampling area, atau sampling gugus)
Cara ini sarna dengan cluster sampling, namun diterapkan pada daerah geografi yang terdiri atas sub-area (area-area). Misalnya kabupaten Kuneng yg terdiri atas 50 kecarnatan akan diteliti karakteristik petaninya. Peneliti bisa merogoh 10 kecamatan menjadi sampel. Metode pengambilan 10 daerah kecamatan dad 50 daerah-wilayah kecamatan ini tidak disebut cluster sampling, melainkan area sampling.

5) Two stage random sampling (Sampling rambang dua termin)
Sample acak 2 lahap dilakukan sama misalnya sampel acak kelompak (klompencapir) atau sampel area tadi diatas ini, namun masih diteruskan.

Sesudah ketompok atau area yg disampel ditemukan, contohnya swerti yang tersebut diatas itu, yaitu sebanyak 25 klompencapir, maka menurut masinq­masing klompencapir yang sebanyak 25 itu, masih disampel lagi siapa-siapa secara individual yg mewakili kelompoknya. Jadi, dari 500 klompencapir diambil 25 saja, dan berdasarkan 25 klompencapir itu masing-masing diambil beberapa individu buat mewakili klompencapimya berdasarkan proporsinya, contohnya ditentukan 30%, maka yg klompencapimya beranggota sebanyal; 30 diarnbil 8 orang, yang sebesar 40 diambil 12 orang, clan yg hanya sebanyak 15 diambil 3 orang. Jika menurut yang sudah mewakili masing-masing klompeacapir masih akan diseleksi lagi beberapa orang buat mewakilinya, ini nar-lanya telah multi-stage sampling (sampling termin berganda).

Non Random Sampling
1) Systematic Sampling (Sampling Sistematik)
Dalam non-random sampling anggota atau elemen-elemen populasi nir memiliki kesempatan yang sama buat dicomot. Populasi yg demikian itu .

heterogen dan seharusnya diketahui sang peneliti, sehingga peneliti tidak menggunakan sampel secara secara acak (rambang). Cara non-secara acak sistematik dilakukan dengan terlebih dahulu peneliti mendata dengan memberi nomer dalam anggota populasi, kemudian secara sistematik tetapkan interval, dan nomer berapa yg akan diambil ke pada sampel. Misalnya ada 1000 orang anggota populasi. Masing-masing orang diberi nomer pada daftar. ,lika akan diambil 100 berdasarkan 1000 orang itu, dengan kata lain diambil I dari 10, atau 1/10. Secar'd sistematik ambillah nomor -nomor yang berjarak 10. Misalnya pertama kali diambii dengan mata tertutup kebetulan kena nomor 7. Maka sekarang ambillah nomor ­angka yang berjarak 10 dengan angka 7 serta seterusnya, yaitu nomor -nomor 7,17,27,37,47,57,67,77,87,97. Apabila secara kebetulan yg terambil ialah angka 2, maka 'i 0 orang yg disampel itu iaiah orang-orang yg nomemya 2,12,22,32,42,52,62,72,82, serta 92.

Jika berdasarkan 100 orang itu ditetapkan sampelnya sebesar 25 orang, dengan kata lain %, maka ambillah dari tiap empat orang itu 1, atau a;nbillah berdasarkan nomer­nomer itu berurutan berjarak 4. Misalnya buat memilih angka yg pertama secara secara acak menggunakan mata tertutup, anda mengambil nomor 9, maka yang diarnbil adalah angka-angka : 09, 13, 17,21,25,29,33,37, 41, 45, 49, 53, 57,61,65,69,73,77,81 ,F5,89,93,97,017 dan 05 (karena nir terdapat nomerl orang diatas 100 maka turun lagi ke angka paling bawah). Jadi yg disampel sebesar 25% atau sebanyak 25 orang itu adalah mereka yg diidentifikasi dengan nomer- nomer itu. Cara misalnya ini diklaim non-random sampling sistematik -dengatt awalan acak.

Cara sampel sistematik jua dapat dilakukan dalam menyampel penghlltli rumah-rumah yg sudah berurutan lokasinya. Misalnya diambil yg berdasarkan tempat tinggal ke tempat tinggal bersela tiga rumah, begitu seterusnya. Jadi, nisalnya terdapat penghuni 100 rumah akan diambil 25% berdasarkan rumah yg berpenghuni itu, bila tetak rumahnya sudah teratur, maka dapat diambil untuk sampel menurut tiap empat tempat tinggal satu saja, selanjutnya menggunakan satu demi satu yg bersela tiga rumah.

2) Convenience Sampling (Sampling pekoleh)
Dalam hal ini sama saja menggunakan yang telah disebutkan diatas, bahwa peneliti sudah mengetahui bahwa populasinya sedemikian rupa sehingga menggunakan random sampling tidak mungkin dilakukan. Meskipun demikian, juga karena buat mengidentifikasi satu per satu anggota populasi menghadapi kesulitan, maka yg paling enak (convenience, pekoleh) merupakan individul anggota populasi yg gampang ditemukan saja. Memang pada sampel yang non random ketepatan (accuracy) buat mencerminkan populasinya kurang akurat atau dapat menimbulkan bias. Tetapi apa boleh untuk, itulah yang bisa dilakukan lantaran populasinya nir homogin serta sulit buat diidentifikasi. Metode convenience sampling ini sama dengan yg disebut accidental sampling atau incidental Sampling.

3) Purposive Sampling (Sampling sengaja, sampling bertujuan)
Purposive sampling digunakan, apabila peneliti mempunyai judgment pribadi pada menentukan individu-individu yang disampel. La memandang bahwa individu-­individu tertentu saja yg dapat mewakili (representive), karena menurut pendapat peneliti merekalah-yaitu individu-individu yg dipilih itu yg mengerti tentang populasinya. Purposive sampling ini juga diklaim judgmental sampling, lantaran peneliti menggunakan pertimbangan pertimbangan menggunakan memasukkan unsur-unsur eksklusif yang dianggap (judged) bahwa dengan cara demikian dapat memperoleh warta yg sahih atau individu-individu yg disampel itu yang mencerminkan populasinya.

4) Quota Sampling (Sampling jatah, sampling kuota)
Sampling kuota dilakukan, apabila populasinya nir diketahui secara niscaya, baik tentang banyaknya maupun banyak sekali karakteristik yang menciptakan homogin, maka ditetapkanlah sejumlah individu yg dipercaya mewakilinys. Tentu saja cara demikian menimbulkan bias-bias, namun apa boleh untuk, lantaran keadaan populasi yang tidak mungkin dapat diketahui secara pasti. 

Menetapkan Besar (Ukuran) Sampel
Dalam bahasa Inggris acapkali dikatakan sumple size yg dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menggunakan "akbar sampel" ataU "berukuran sampel," yaitu banyaknya individu, subyek atau elemen menurut papulasi yang diambil menjadi sampel. Istilah "besar sampel," atau "ukuran sampel", bukan "banyaknya sampel" sebagaimana acapkali digunakan oleh kalangan eksklusif. Penggunaan istilah banyaknya sampel menjadi terjemahan "sample size" nir tepat, lantaran banyaknya sampel bisa diartikan lebih dari satu sampel yg diiakukan.

Hampir seluruh praktek proyek penelitian sangat sukar memenuhi sampling yang ideal. Seringkali peneliti melakukan hal yg tidak sama berdasarkan aturan yg terdapat, lantaran terpaksa sang adanya berbagai keterbatasan, antara lain data, dana, waktu, serta tenaga. Besar sampel yg generik merupakan 1/10. Tetapi 1/10 dapat juga terlalu besar atau terlalu mini , tergantung dalam keadaan populasinya. Apabila bisa mengestimasi ciri rata-homogen atau parameter berdasarkan populasi sebesar 1.000.000 yang dilakukan menggunakan menyampel sebesar 10.000 telah sama hasilnya dengan menyampel 100.000, mengapa harus sebanyak 100.000 (Slack & Champion, 992:271)?

Menjawab pertanyaan berapa seharusnya akbar sampel yang paling baik, Ftaenkel 8 Wallen (1993:90) menjawab: "sebanyak-besar peneliti bisa memperolehnya menggunakan pengorbanan saat dan tenaga yang masuk akal". Jawaban itSi nir poly menolong, hanya menyarankan pada peneliti supaya mencoba memperoleh sempel sebesar-besarnya secara lumrah, pada arti mengingat keterbatasan ketika, energi, porto dan lainnya.

Menurut Gay & Diehl (1992:146) sampel wajib sebesar-besarnya, serta dalam umumnya semakin besar sampel, rnaka kesamaan semakin representatif, dan output menurut penelitiannya dapat lebih digeneralisasikan.

Selanjutnya mereka mengatakan bahwa berukuran (size) sampel yg dapat diterima tergantung pada jenis penelitian, minimum adalah :
a. Penelitian naratif -1 0% dari populasi 
b. Penelitian korelasional- 30 subyek
c. Penelitian kausal-perbandingan - 30 subyek per group
d. Penelitian eksperimental- 15 subyek per gerombolan .

Frankel & Wallen (1 993:92) menyarankan, besar sampel minimum buat 
a. Penelitian deskriptif, sebesar 100
b. Penelitian korelasional, sebanyak 50
c. Penelitian kausal-perbandingan, sebanyak 30 per grup
d. Penelitian ekspcrimentai-15 subyek per kelompok meskipun menggunakan 15 per class bisa dilakukan, berasal kontrolnya ketat.

Menurut Kinnear & Taylor (1983:234) terdapat cara buat tetapkan besarnya sampel secara statistik, lerutarna bagi sample secara acak sampling atas dasar probabilitas normal. Tetapi, memutuskan besar sampel tidak semata-mata atas dasar statistik, melainkan wajib atas dasar barbagai pertimbangan, yaitu laba rugi diantara: (1) kesalahan sampling (sampling error); (2) kesalahan non samyling (non-sampling error); (3) tujuan study (study objectives); (4) kendala waktu (time constraints); (5) hambatan biaya (cost contrainsts); serta (6) planning analisisnya (analysis plans). Jadi, diantara para pakar sendiri belum terdapat kesamaan pendapat dalarn membangun besar sampel, tetapi pendapat Kinner & Taylor ini praktis, lumrah, serta realistis. MerirZi-iktm und (1997:173) inlhrmasi statistik sangat diperlukan buat memilih ukuran simple secara acak samplz. Untuk maksud ini yang perlu diketahui pertama-tama adalah :
1) Seberapa besar variance atau heterogenitas populasi. 2) Besarnya error yg bisa diterima
3) Confidence level (derajat keyakinan)

Aturan norma dalam mengestimas i standard deviation adalah sebanyak seperenam (1/6) berdasarkan range (dari batas paling bawah ke batas paling atas dad karakteristik populasi). Katakan bahwa range dari ciri populasinya adalah berdasarkan 1.000 hingga 7.000, maka rangenya iaiah 6.000 serta baku deviasinya ialah 1.000. Besar sampcl yg kita hitung berdasar formula :
n - n(ZS)z E

Yang artinya
n = Ukuran/besar sampel
Z = Nilai standar yg menerangkan confidence level
S = Standar deviasi sampel atau estimasi baku deviasi terhadap populasi
E = Besar error yg bisa diterima, plus atau minus Fuatu faktor kesalahan (wilayahnya adalah setengah dari confidence interval).

Katakanlah contohnya, anda akan meneliti pengeluaran yarg dilakukan oleh penduduk menurut suatu wilayah dalam membeli sepatu, anda mcnentukan confidence level (Z) 95%, wilayah kesalahan (E) kurang dad Rp. Dua,- dan baku deviasinya Rp. 29,- maka :
n = n(ZS)dua - [(1,96X29, Of - [56,84]z -
- - - (28,84) - 808 E dua,00 dua,00
Jika wilayah kesalahan (range of error), yaitu E katakanlah tidak Rp dua,- melainkan , Rp 4,- (sebesar 2 kali lipat), maka n akan sebagai seperempatnya, yaitu bukan 808 melainkan 202, lantaran nomor pembagi dua,03 (lihat perrnmaan diatas) sebenarnya dalam persamaan i•u dua' (atau 4) dan jika diganti menggunakan angka 4 sebenarnya sebagai 42 (atau 16), jadi akbar sampel yang semula dibagi 4 sekarang dibagi 16. Maka sebagai seperempat berdasarkan 808. (bagaimana menghitung secara rinci masing-masing standard deviation, E, dan confidence level, periksa dalam pelajaran statistik inferensial tersendiri.

PENGERTIAN DEFINISI METODE KUANTITATIF

Pengertian, Definisi Metode Kuantitatif
Menurut Sugiono (2008), metode kuantitatif adalah pendekatan ilmiah yang memandang suatu empiris itu bisa diklasifikasikan,konkrit,teramati serta terukur,hubungan variabelnya bersifat sebab dampak dimana data penelitiannya berupa angka-angka dan analisisnya memakai statistik.

Pendekatan Analisis Kuantitatif
Pendekatan analisis kuantitatif terdiri atas perumusan masatah, menyusun contoh, mendapatkan data, mencari solusi, menguji solusi, menganalisis output, serta menginterprestasikan output 

Pemilihan Metode Kuantitatif
Metode dipilih sinkron dengan tujuan penelitian, setiap peneliti perlu mengidenitifikasi apakah data yg dimiliki memenuhi perkiraan dasar yang harus dipenuhi setiap teknik, tahapan awal merupakan metakukan seleksi (screening) data, yakni mengenali prilaku data,ada atau tidaknya nilai ekstrem (outliers), lengkap tidaknya data, dan desknpsi secara statistik dari data yang dimiliki.

Format penelitian kuantitatif dalam ilmu sosial tergantung dalam perseteruan dan tujuan penelitian itu sendiri. Ada 2 format penelitian kuantitatif menurut paradigma secara umum dikuasai dalam metodologi penelitian kuantitatif yaitu format naratif serta format eksplanasi. Kedua format ini dijelaskan sebagai berikut

Gambar; Format Penelitian Kuantitatif
Sumber; Bungin (2008)

Metode Survei
Metode ini digunakan pada populasi yg luas dan menyebar,memungkinakan dilakukannya generalisasi suatu tanda-tanda sosial tertentu pada gejala sosial dengan populasi yang lebih besar .analisis yang ada bukan masalah per masalah namun keseluruhan populasi.

Metode Kasus
Metode masalah memusatkan diri dalam suatu unit tertentu berdasarkan aneka macam variabel serta hanya menggunakan kasus eksklusif sebagai object penelitian,bersifat mendalam,dan bersifat kasuistik terhadap object pebelitian tadi.

Metode Eksplanasi
Metode yg mengungkapkan suatu generalisasi sampel terhadap populasinya ,dimana menggunakan sampel dan hipotesis dan buat menguji hipotesisnya memakai statistik inferensial.

Proses Penelitian Kuantitatif
Substansi proses penelitian kuantitatif menutut Bungin (2008) terdiri menurut kegiatan yang berurutan menjadi berikut ;
1. Mengeksplorasi, perumusan, dan penentuan masatah yg akan diteliti
2. Mendesain model penelitian serta parameter penelitian
3. Mendesain instrumen pengumpulan data penelitian 
4. Melakukan pengumpulan data penelitian
5. Mengolah serta menganalisis data output penelitian 
6. Mendesain laporan hasil penelitian

Proses penelitian kuantitatif dimulai dengan kegiatan mengeksplorasi buat melihat permasaiahan yang akan menjadi perkara yang hendak diteliti. Kemudian merumuskan masaiah penetitian menggunakan jelas sehingga terarah. Masatah pada penetitian kuatitatif masih bersifat ad interim serta akan berkembang sesudah peneliti berada dilapangan.berdasarkan rumusan kasus tadi,dikumpulkan teori serta penelitian yang relevan buat dipakai membuat disain model penelitian serta parameter penelitian sekaligus sebagai dasar pembuatan hipĆ³tesis.agar suatu penelitian itu tepat target serta menunjuk ke tujuan maka didisainlah instrumen buat pengumpulan data penelitian yang sebelumnya telah diuji bahwa instrumen tadi valid serta reliabel untuk dijadikan menjadi alat pengumpulan data. Setelah data terkumpul maka diolah serta dianalisis yang menunjuk dalam hipotesis yg telah diajukan.analisis data menggunakan statistik baik berupa statistik diskriptif juga statistik infirensial tergantung pada metode yang digunakan.hasil penelitian diuraikan pada bentuk pembahasan yg kemudian disimpulkan dan dibentuk saran.setelah itu didisain laporan hasil penelitian yg gampang buat dipahami sang orang lain.

Pengertian Teori
Menurut Sugiyono (2008 ), teori merupakan suatu formasi konsep (concept), definisi, proposisi serta variabel yg keterkaitan antara satu sama lain secara sistematis serta telah digeneralisasikan, sebagai akibatnya dapat menyebutkan dan mempredeksi kenyataan (berita-liputan) eksklusif.

Peneliti bekerja atas dasar teori yang relevan. Sejauh teori yang digunakan adalah baik serta sinkron menggunakan keadaan, maka peneliti akan berhasil menjelaskan kenyataan yg dimaksud. Suatu teori berguna buat mendefinisikan suatu kasus yg didalamnya ada variabel-variabel tertentu,buat mengartikan data serta fenomena-kenyataan yang ditemukan.

Sugiyono (2008), Teori merupakan seperangkat konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yg berfungsi untuk melihat kenyataan secara sistematik, melalui spesifikasi hubungan antar variabel, sebagai akibatnya dapat bermanfaat buat menjetaskan serta meramalkan fenomena.suatu teori akan memperoleh arti penting, bifa ia lebih banyak dapat melukiskan, dan meramalkan tanda-tanda yg ada. Mark 1963, pada (Sugioyono, 2008), membedakan adanya tiga macam teori. Ketiga macam teori yang dimaksud ini herbi data realitas, serta dibedakan sebagai berikut ;
1. Teori deduktif; memberi informasi yang dimulai menurut suatu perkiraan atau pikiran spekulatif eksklusif ke arah data yang akan diterangkan.
2. Teori induktif, cara menunjukkan adatah menurut data ke arah teori..
3. Teori fungsional; datam hal ini tampak suatu interaksi impak antar data serta asumsi teoritis, data menghipnotis pembentukan teori serta pembentukan teori balik mensugesti data.

Selanjutnya Hoy & Miskel (2001) pada Huda (2007), mengemukakan bahwa komponen teori itu meliputi konsep dan asumsi. Konsep merupakan istilah yang bersifat tak berbentuk dan bermakna generalisasi. Sedangkan perkiraan merupakan pernyataan diterima kebenarannya tanpa pembuktian. Setiap teori akan mengalami perkembangan, dan perkembangan itu terjadi bila teori sudah tidak relevan serta kurang berfungsi lagi buat mengatasi kasus.

Semua penelitian bersifat ilmiah, sang karena itu semua peneliti harus berbekal teori. Dalam penelitian kuantitatif teori yg digunakan wajib telah jelas, karena teori disini akan berfungsi buat memperjelas masatah yang diteliti, sebagai dasar buat merumuskan hipotesis, dan sebagai surat keterangan buat menyususn instrumen penelitian. Oleh karenanya landasan teori pada proposal penelitian kuantitatif wajib telah kentara teori apa yang akan dipakai.

Agar teori bisa dipahami dengan lebih baik, maka perlu dipaparkan masing-masing komponen teori menjadi berikut ;

Konsep
Konsep merupakan sejumlah karakteristik yang berkaitan menggunakan suatu obyek atau baku yg generik atas obyek tadi. Menurut Bungin (2008), konsep adatah generalisasi dari sekelompok fenomena yg sama. Konsep dibangun menurut teori-teori yg digunakan buat menjetaskan variabet-variabet yg akan diteliti dan memiliki tingkat generalisasi yg tidak sinkron satu menggunakan lainnya. Konsep harus merupakan atribut berbagai kesamaan dari fenomena yg tidak sinkron. 

Setiap penelitian kuantitatif dimulai dengan menjelaskan konsep penelitian yang digunakan, karena konsep penelitian ini merupakan kerangka acuan peneliti didalam mendesain penelitian. Konsep jua dibangun supaya masyarakat akademik atau rakyat ilmiah maupun konsumen atau pembaca laporan penelitian tahu apa yang dimaksud menggunakan pengertian variabel, indikator, parameter, maupun skala pengukuran yang dimaksud peneliti didalam penelitiannya.

Dalam mendesaian konsep penelitian, yang terpenting juga bagi peneliti wajib mendesain konsep interaksi antar variabel-variabel penelitiannya. Karena itu peneliti harus memilih pilihan sebenamya menurut hubungan antar variabel­variabel itu. Disamping mengonsepsi hubungan antar variabel-variabel penelitian, perlu jua sebuah variabel didesain dari apa yg diinginkan oleh peneliti dalam penelitiannya.

Selain mendesain variabel dan hubungan variabel-variabel penelitian, maka berikutnya pene(iti juga wajib mendesain konsep penelitian dan konsep operasional. Konsep penelitian dibuat untuk memberi batasan pemahaman terhadap variabel penelitian, sedangkan konsep operasional dimuat buat membatasi parameter atau indikator yang diinginkan peneliti dalam penelitian,sebagai akibatnya apapun variabel penelitian, semuanya hanya ada menurut konsep tadi.

Variabel
Burhan Bungin ( 2008), mendefinisikan bahwa variabel berasal berdasarkan bahasa Inggris variable yang berarti faktor nir tetap atau berubah-ubah. Namun bahasa Indonesia pada masa ini sudah terbiasa menggunakan istilah variabel ini dengan pengertian yg lebih tepat diklaim bervariasi. Dengan demikian variabel adalah kenyataan yang bervariasi dalam bentuk, kualitas, kuantitas, mutu standar dan sebagainya.

Penjelasan-penjetasan mengenai variabel sangat bervariasi sebagaitnana bervariasinya variabel itu sendiri. Dalam pengertian yang lebih konkret variabel itu sendiri adalah konsep pada bentuk konret atau konsep operasionai, penjelasan semacam ini merupakan tergantung jua pada jenis penetitian yg dilakukan. Dalam penelitian kebijakan sosial, konsep serta variabel dibedakan berdasarkan sifat kompleksnya. Konsep umumnya dipakai dalam mendeskripsikan segala variabel yg tak berbentuk serta kompleks, sedangkan variabel diartikan menjadi konsep yang lebih nyata serta acuan-acuannya lebih nyata.

Fungsi variabel dapat dibedakan berdasarkan jenis dan macamnya, variabel bisa dibedakan menjadi 7 (Solimun, 2003), yaitu :

(1) . Dependent variable (variabel tergantung)
Suatu variabel yang menjadi pusat perhatian penefiti (tercakup dalam hipotesis penelitian), yg keragamannya ditentukan / tergantung ! Dipengacuhi sang variabel lainnya.

(2). Independent variable (variabel bebas)
Suatu variabel yang menjadi pusat perttatian peneliti, yang keragamanrrya mempakan syarat yg ingin diselidiki 1 diteliti I dikaji serta mensugesti variabel tergantung.

(tiga). Intervene variable (variabel antara)
Adalah variabel yg bersifat sebagai perantara (wahana) berdasarkan hubungan variable bebas ke variabel tergantung. Sifatnya bisa memperlemah atau memperkuat imbas variabel bebas terhadap variabel tergantung.

(4). Moderator variable
Adalah variabel yg bersifat memperkuat atau memperlemah pengaruh variable bebas terhadap variabel tergantung.

(lima). Confounding variabel ( variabet pembaur )
Variabel yg nir menjadi sentra perhatian peneliti (nir tercakup pada hipotesis penelitian), namun timbul dalam penelitian dan berpengaruh .terhadap variabel tergantung serta efek tersebut mencampuri atau berbaur dengan variable bebas.

(6). Control vuriable (Variabel kendali)
Adalah variabel pembaur yg bisa dikendalikan pada waktu riset desain. Pengendalian ini biasanya ditakukan menggunakan cara eblusi (mengeluarkan obyek yg nir memenuhi kriteria) dan inklusi (menjadikan obyek yang memenuhi kriteria buat diikutkan pada sample penelitian), atau menggunakan blocking yaitu mengelompokkan obyek penelitian sebagai kelompok-gerombolan yang reiatif sejenis.

(7). Concomitunt variable (variable penyerta)
Adatah variabel pembaur yang nir dapat dikendalikan pada ketika riset desain. Variabel ini nir dapat dikendalikan sebagai akibatnya permanen menyertai (terikut) daiam proses penelitian, dengan konsekuensi data haruss diamati serta dampak baumya harus dieliminir.

Proposisi
Proposisi, menurut Emory serta Cooper (1996) dalam Huda (2007), merupakan suatu peryataan tentang konsep-konsep yg bisa dinilai sahih atau salah melalui suatu fenomena yg diamati. Misalnya, makin siang mahasis;wa belajar, maka makin mini kemampuan mereka pada menyerap isi pelajaran. Pemyataan ini adalah sebuah proposisi. Bilamana suatu proposisi dirumuskan buat diuji secara realitas , maka proposisi tersebut dianggap hipotetis, hipotetis bersifat ad interim atau dugaan ad interim.

Hipotesis
Sugiyono (2002),Hipotesis adalah pernyataan ad interim berdasarkan rumusan kasus yg perlu dibuktikan benar atau nir. Jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan belum didasarkan pada liputan empiris dalam kenyataannya (empirical verivication).

Menurut Nazir ( 2005 ; 151), mendefinisikan hiprAesis nir lain berdasarkan jawaban sementara terhadap kasus penelitian, yang kebenarannya harus diuji secara realitas. Hipotesis menyatakan interaksi apa yang kita cari atau yang ingin kita pelajari. Hipotesis merupakan pemyataan yg diterima secara ad interim sebagai suatu kebenaran sebagaimana adanya, pada waktu fenomena dikenai serta merupakan dasar kerja serta pedoman pada verifikasi. Hipotesis adalah warta ad interim dari interaksi fenomena-fenomena yang kompleks,.

Dalam penelitian kuantitatif, ada pembagian jenis hipotesis (Bungin;2008) meliputi; 

(1 ). Hipotesis nol (Ho) 
Hipotesis nol dianggap menggunakan hipotesis statistik yaitu hipotesis yang diuji dengan statistik.

(dua) Hipotesis altematif (H1)
Hipotesis alternative pula disebutt menjadi hipotesis kerja atau hipotesis penelitian.

Untuk menguji hipotesis pilihlah uji statistik yg modelnya paling mendekati asumsi atau persyaratan yang memperbotehkan penggunaan uji tersebut menggunakan mempertmbangkan jenis data dan skala pengukuran data yg dipergunakan.selanjutnya tentukan tingkat signifikansi serta akbar sampel penelitian,hitunglah harga uji statistiknya menggunakan menggunakan sampel-sampelnya. .ambil keputusaan serta kesimpulan : apakah Ho diterima atau ditolak, dari tingkat signifikansi tertentu.

Populasi serta Sampel
Populasi adalah holistik obyek penelitian yang menjadi sumber data penelitian.dalam peneiitian yg biasa dilakukan, acapkali peneliti dihadapkan pada keterbatasan saat, porto dan tenaga buat mengumpulkan berita dari obyek yang diamati. Oleh karenanya tak jarang sekali peneliti hanya merogoh sebagian saja berdasarkan obyek telitian. Kelompok induk besar tersebtrt diklaim populasi serta sub kelompok dari anggota populasi disebut dengan sampel (Bungin;2008).

Pada umumnya penelitian yang dilakukan sang para peneliti hanya dari kepada sampel. Penelitian yg menurut pada sampel ini memiliki keuntugan-keuntungan seperti : bisa menghemat biaya (reduced cost), berhemat ketika (time save), berhemat tenaga (energy suve), infomasi yg diperoleh lebih teliti (greater accuracy) lantaran elemen yg diamati lebih sedikit. Oleh lantaran hasil penelitian bertujuan buat digeneralisasikan bagai populasinya, maka penarikan sampel wajib dilakukan dengan metoda yang benar, misalnya: 
(1) memberikan gambaran yang dapat dipercaya terhadap populasi yang diteliti, 
(dua) memiliki tingkat presisi tertentu / standar defleksi, 
(tiga) sederhana sehingga mudah dilaksanak.an, 
(4) dapat memberikan informasi yg sebesar mungkin dengan waktu dan porto yang serendah mungkin (Djarwanto,pada Huda 2007).

Sampel asal dari istilah Inggris sample, yang merupakan model, comotan atau mencomot, yaitu mengambii sebagian saja menurut yang banyak. Setanjutnya dalam pembicaraan ini istilah sample pada bahasa Inggris di-Indonesiakan sebagai sampel, serta sampling menjadi sampling.

Menetapkan Popalasi
Sebelum menetapkan besar sampel (atau banyaknya data subyek yang di sampel), terlebih dahulu wajib ditetapkan populasinya, yaitu grup apa yg diminati pada penelitian itu, atau gerombolan yg akan dikenakan atau diterapi output dari penelitihannya. 

Populasi yg diminati buat . Dijadikan penekanan atau perhatian penelitian (yg hanya diambil sampelnya saja) dianggap populasi sasaran atau populasi sasaran (target population). Menemukan populasi target ini kadang-kadang sukar, sedangkan yg diperoleh bukan sasarannya tetapi apa adanya yang bisa ditemukan, atau yg bisa dihitung, yg output dari penelitiannya akan diterapkan dalam poputasi yg ditemukan itu. Populasi ini diklaim populasi yang bisa diambil (accessible population) atau populasi yg bisa diakses.

Semakin diperkecil atau dipersempit populasinya, maka penelitian yg dilakukan semakin menghemat waktu, energi, dan mungkin jua biaya -porto lainnya, namun memperkecil populasi berarti membatasi penggeneralisasiannya (generalizability).

Populasi dalam penelitian Pengaruh Orientasi wirausaha serta Orientasi pasar terhadap Keunggulan bersaing berkelanjutan dan Kinerja pemasaran, yang menjadi unit analisis merupakan usaha mini sektor perdagangan di kota Surabaya yang menurut sensus ekonomi 2006 berjumlah 46.437 unit.

Penyampelan (Sampling)
Secara garis akbar ada 2 kelompok cara penyampelan (sampling), adalah secara acak sampling (mencomot secara acak) clan non-secara acak sampling (mencomot secara nir rambang).

Dikatakan secara acak sampling, apabila dari populasi itu peneliti mengambil siapa saja diantaranya tanpa menentukan kriteria dari subyek yang diambil, lantaran tiap orang anggota pada populasi itu derajat serta kualifikasinya sama atau setara, atau tiada bedanya, menggunakan istilah lain "homogin". Jadi, apabila tiap anggota atau subyek-subyek atau elemen elemen pada populasi itu memiliki kecenderungan sifat, maka mereka masing-masing mempunyai peluang atau kesempatan yang sama buat disampel. Mana saja atau siapa saja diambil, merupakan sama.

Dikatakan non-secara acak sampling, apabila dari populasi itu peneliti mengambil subyek - subyek atau siapa-siapa yang memenuhi ciri-ciri yg telah dipengaruhi terlebih dahulu. Jadi meskipun jadi anggota populasi, namun tidak memenuhi ciri atau karakteristik-ciri yang dipengaruhi, maka nir bisa disampel. Mengapa demikian, hal ini didasarkan atas ketentuan, bahwa yg disampel itulah yang dianggap dapat mewakili atau representative bagi populasinya. Jadi, tidak seluruh anggota memiliki kesempatan buat dicomot misalnya pada secara acak sampling.

Random sampling dibedakan berdasarkan metodenya, ke dalam : 
1) Simple random sampling (sampling rambang sederhana)
2) Stratified random sampling (sampling rambang disetratakan) 
3) Cluster random sampling (sampling acak kelompok)
4) Area Sampling (sampling area)
5) Two-stage secara acak sampling (sampling acak 2 tahap)

Non-secara acak sampling bisa dibedakan dari metodenya, ke dalam : 
1) Systematic sampling (sampling sistematik)
2) Convenience sampling (sampling pekoleh)
3) Purpose sampling (sampling sengaja, sampling bertujuan) 
4) Quota sampliflg (sampling jatan, sampling kuota)

Random Sampling
Random sampling secara rinci dibedakan dari metode-metodenya merupakan menjadi berikut :

1) Simple Random Sampling (sampling acak sederhana)
Kita arnbil menjadi model terlebih dahulu. Kita akan meneliti Pengaruh Orientasi wirausaha serta Orientasi pasar terhadap Keunggulan bersaing berkelanjutan serta Kinerja pemasaran, yg menjadi unit analisis merupakan usaha kecil sektor perdagangan pada kota Surabaya yg dari sensus ekonomi 2006 berjumlah 46.437 unit. Jika simple secara acak sampling akan dilakukan, maka semua bisnis mini itu wajib mempunyai kesamaan ciri, misalnya pekerjaan yg dilakukan sama, semuanya berumur antara 40-50 tahun, pendapatannya setara,sebagai akibatnya tiap usaha mini itu memiliki kesempatan yg sama dan berhak buat disampel. Bagaimana cara menentukan 464 dari 46.437 usaha kecil itu? Ada bermacam macam cara : yang paling mudah merupakan secara acak, mana saja bisa dipilih, misalnya menggulung kertas berisi nama-nama (atau nomer), atau memakai dadu buat memilih nomer, cara permainan rolet,undi (fishbowl draw), memakai angka acak lewat donasi personal komputer , clan sebagainya. Tetapi, terdapat baiknya jika cara memilih itu berdasar anggaran. Misalnya, memakai tabel nomer rambang yang umumnya terdapat pada kitab -kitab statistik, yang memuat nomor -angka demikian banyak, namun nir teratur atau nir terdapat pola susunannya, ialah angka-nomor itu tersebar sedemikian rupa serta hanya dimuat pada kolom-kolom saja.

Sampel acak sederhana tidak dapat digunakan, apabila peneliti ingin memastikan bahwa dalam populasi itu terdapat sub-class yang perlu diwakili pada sampel yg besarnya seimbang dengan yang terdapat dalam populasinya. Apabila demikian, maka wajib dipakai stratified random sampling yang dibicarakan berikut adalah.

2) Strata Random Sampling (sampel rambang berstrata)
Misalnya, Pengaruh Orientasi wirausaha serta Orientasi pasar terhadap Keunggulan bersaing berkelanjutan dan Kinerja pemasaran, yg sebagai unit analisis merupakan bisnis kecil sektor perdagangan pada kota Surabaya yang menurut sensus ekonomi 2006 berjumlah 46.437 uni. Di dalam bisnis mini itu ada 10.000 orang pegawai negeri terdiri atas tiga golongan, artinya gol. I, gol. II, dan gol. III. Go1 I sebanyak 50 orang (5O%), gol. II sebesar 30 orang (30%), serta gol. III sebesar 20 orang (20%). Jika sampelnya ditetapkan sebesar 20 menurut 100 orang pegawai negeri pada lembaga itu, maka dalam sampel itu banyaknya masing -masing golongan wajib seimbang sama dengan pada populasi Gol. 1 sebesar 10 orang (50%), gol. II sebanyak 6 orang (30%), serta gol. III sebanyak 4 orang (20%). Cara rnenentukan siapa-siapa yg disampel dari masing-masing tingkatan golongan dilakukan secara acak (secara acak) seperti yang dibicarakan pada simple secara acak sampling.

3) Cluster Random Sampling (Sampling Acak Kelompok)
Metode cluster secara acak sampling digunakan, bila dalam poputasi sutit untuk diidentiifikasi secara individual, melainkan hanya dapat diidentifikasi secara gerombolan (cluster). Satuan-satuan dalam populasi itu, yg disetaut unit of analysis atau element of the population, memang adalah kelompok. Jadi, subyek-subyek atau elemen-elemen pada populasi terdiri atas gerombolan -kelompok. Misalnya kefompok petani, gerombolan studi, grup seniman, grup klompencapir, dan sebagainya. Misatnya pada Jawa Timur ada 500 klompencapir. Dari 500 klompencdpir ini akan diteliti pendapatannya mengenai alam Jawa Timur. Setelah mempertimbangtcan aneka macam faktor, maka diterapican besar sampal (atau berukuran sampel, sample size) yang representative artinya sebesar 25 unit k:ompencapir. Menetapkan akbar sample 25 kelompok klompencapir inilah yang disebut metode cluster random sampling. Yang disampel bukan individu anggota ktompencapir, tetapi unit klompencapir-nya.

4) Area Sampling (Sampling area, atau sampling gugus)
Cara ini sarna dengan cluster sampling, namun diterapkan pada daerah geografi yang terdiri atas sub-area (area-area). Misalnya kabupaten Kuneng yg terdiri atas 50 kecarnatan akan diteliti ciri petaninya. Peneliti dapat mengambil 10 kecamatan sebagai sampel. Metode pengambilan 10 daerah kecamatan dad 50 daerah-daerah kecamatan ini tidak disebut cluster sampling, melainkan area sampling.

5) Two stage random sampling (Sampling acak dua tahap)
Sample rambang dua lahap dilakukan sama misalnya sampel acak kelompak (klompencapir) atau sampel area tersebut diatas ini, tetapi masih diteruskan.

Sesudah ketompok atau area yg disampel ditemukan, misalnya swerti yang tadi diatas itu, yaitu sebesar 25 klompencapir, maka menurut masinq­masing klompencapir yang sebesar 25 itu, masih disampel lagi siapa-siapa secara individual yg mewakili kelompoknya. Jadi, menurut 500 klompencapir diambil 25 saja, dan berdasarkan 25 klompencapir itu masing-masing diambil beberapa individu buat mewakili klompencapimya menurut proporsinya, misalnya ditentukan 30%, maka yg klompencapimya beranggota sebanyal; 30 diarnbil 8 orang, yg sebesar 40 diambil 12 orang, clan yang hanya sebesar 15 diambil tiga orang. Jika dari yg telah mewakili masing-masing klompeacapir masih akan diseleksi lagi beberapa orang buat mewakilinya, ini nar-lanya telah multi-stage sampling (sampling tahap berganda).

Non Random Sampling
1) Systematic Sampling (Sampling Sistematik)
Dalam non-random sampling anggota atau elemen-elemen populasi tidak memiliki kesempatan yg sama untuk dicomot. Populasi yang demikian itu .

heterogen serta seharusnya diketahui oleh peneliti, sebagai akibatnya peneliti nir memakai sampel secara secara acak (acak). Cara non-random sistematik dilakukan dengan terlebih dahulu peneliti mendata dengan memberi nomer dalam anggota populasi, lalu secara sistematik memutuskan interval, serta nomer berapa yang akan diambil ke dalam sampel. Misalnya ada 1000 orang anggota populasi. Masing-masing orang diberi nomer dalam daftar. ,lika akan diambil 100 dari 1000 orang itu, dengan istilah lain diambil I dari 10, atau 1/10. Secar'd sistematik ambillah nomor -nomor yang berjarak 10. Misalnya pertama kali diambii dengan mata tertutup kebetulan kena nomor 7. Maka kini ambillah angka­nomor yang berjarak 10 dengan nomor 7 dan seterusnya, yaitu angka-angka 7,17,27,37,47,57,67,77,87,97. Jika secara kebetulan yang terambil merupakan nomor dua, maka 'i 0 orang yg disampel itu iaiah orang-orang yg nomemya dua,12,22,32,42,52,62,72,82, dan 92.

Jika berdasarkan 100 orang itu ditetapkan sampelnya sebanyak 25 orang, menggunakan istilah lain %, maka ambillah berdasarkan tiap empat orang itu 1, atau a;nbillah menurut nomer­nomer itu berurutan berjarak 4. Misalnya buat menentukan nomor yg pertama secara secara acak dengan mata tertutup, anda mengambil angka 9, maka yang diarnbil merupakan angka-nomor : 09, 13, 17,21,25,29,33,37, 41, 45, 49, 53, 57,61,65,69,73,77,81 ,F5,89,93,97,017 serta 05 (lantaran tidak terdapat nomerl orang diatas 100 maka turun lagi ke angka paling bawah). Jadi yg disampel sebanyak 25% atau sebesar 25 orang itu merupakan mereka yang diidentifikasi menggunakan nomer- nomer itu. Cara misalnya ini disebut non-random sampling sistematik -dengatt awalan rambang.

Cara sampel sistematik pula dapat dilakukan dalam menyampel penghlltli rumah-rumah yg sudah berurutan lokasinya. Misalnya diambil yang dari tempat tinggal ke tempat tinggal bersela tiga tempat tinggal , begitu seterusnya. Jadi, nisalnya ada penghuni 100 rumah akan diambil 25% menurut tempat tinggal yang berpenghuni itu, bila tetak rumahnya telah teratur, maka bisa diambil buat sampel menurut tiap empat rumah satu saja, selanjutnya menggunakan satu demi satu yg bersela 3 tempat tinggal .

2) Convenience Sampling (Sampling pekoleh)
Dalam hal ini sama saja menggunakan yang sudah disebutkan diatas, bahwa peneliti telah mengetahui bahwa populasinya sedemikian rupa sehingga dengan random sampling nir mungkin dilakukan. Meskipun demikian, pula lantaran buat mengidentifikasi satu per satu anggota populasi menghadapi kesulitan, maka yang paling enak (convenience, pekoleh) ialah individul anggota populasi yg mudah ditemukan saja. Memang dalam sampel yang non secara acak ketepatan (accuracy) buat mencerminkan populasinya kurang seksama atau dapat menimbulkan bias. Tetapi apa boleh untuk, itulah yg dapat dilakukan lantaran populasinya nir homogin serta sulit buat diidentifikasi. Metode convenience sampling ini sama dengan yg diklaim accidental sampling atau incidental Sampling.

3) Purposive Sampling (Sampling sengaja, sampling bertujuan)
Purposive sampling dipakai, bila peneliti mempunyai judgment eksklusif pada menentukan individu-individu yang disampel. La memandang bahwa individu-­individu eksklusif saja yg dapat mewakili (representive), lantaran berdasarkan pendapat peneliti merekalah-yaitu individu-individu yg dipilih itu yang mengerti tentang populasinya. Purposive sampling ini pula disebut judgmental sampling, karena peneliti menggunakan pertimbangan pertimbangan dengan memasukkan unsur-unsur eksklusif yg dianggap (judged) bahwa menggunakan cara demikian bisa memperoleh fakta yang sahih atau individu-individu yang disampel itu yg mencerminkan populasinya.

4) Quota Sampling (Sampling jatah, sampling kuota)
Sampling kuota dilakukan, jika populasinya nir diketahui secara pasti, baik mengenai banyaknya maupun berbagai karakteristik yg menciptakan homogin, maka ditetapkanlah sejumlah individu yg dipercaya mewakilinys. Tentu saja cara demikian mengakibatkan bias-bias, namun apa boleh untuk, lantaran keadaan populasi yang nir mungkin dapat diketahui secara niscaya. 

Menetapkan Besar (Ukuran) Sampel
Dalam bahasa Inggris seringkali dikatakan sumple size yang dapat diterjemahkan ke pada bahasa Indonesia dengan "besar sampel" ataU "berukuran sampel," yaitu banyaknya individu, subyek atau elemen menurut papulasi yg diambil menjadi sampel. Istilah "besar sampel," atau "berukuran sampel", bukan "banyaknya sampel" sebagaimana sering dipakai sang kalangan tertentu. Penggunaan kata banyaknya sampel menjadi terjemahan "sample size" tidak tepat, karena banyaknya sampel dapat diartikan lebih berdasarkan satu sampel yg diiakukan.

Hampir semua praktek proyek penelitian sangat sukar memenuhi sampling yg ideal. Seringkali peneliti melakukan hal yang berbeda dari anggaran yg ada, karena terpaksa sang adanya banyak sekali keterbatasan, antara lain data, dana, ketika, dan tenaga. Besar sampel yang umum merupakan 1/10. Tetapi 1/10 dapat jua terlalu akbar atau terlalu kecil, tergantung pada keadaan populasinya. Apabila bisa mengestimasi ciri homogen-homogen atau parameter berdasarkan populasi sebanyak 1.000.000 yg dilakukan dengan menyampel sebanyak 10.000 sudah sama hasilnya dengan menyampel 100.000, mengapa wajib sebesar 100.000 (Slack & Champion, 992:271)?

Menjawab pertanyaan berapa seharusnya besar sampel yang paling baik, Ftaenkel 8 Wallen (1993:90) menjawab: "sebesar-akbar peneliti bisa memperolehnya dengan pengorbanan ketika dan tenaga yg lumrah". Jawaban itSi nir poly menolong, hanya menyarankan pada peneliti supaya mencoba memperoleh sempel sebesar-besarnya secara lumrah, pada arti mengingat keterbatasan ketika, tenaga, porto dan lainnya.

Menurut Gay & Diehl (1992:146) sampel harus sebanyak-besarnya, dan dalam umumnya semakin besar sampel, rnaka kecenderungan semakin representatif, dan output menurut penelitiannya bisa lebih digeneralisasikan.

Selanjutnya mereka mengatakan bahwa ukuran (size) sampel yang dapat diterima tergantung dalam jenis penelitian, minimum artinya :
a. Penelitian naratif -1 0% menurut populasi 
b. Penelitian korelasional- 30 subyek
c. Penelitian kausal-perbandingan - 30 subyek per group
d. Penelitian eksperimental- 15 subyek per grup.

Frankel & Wallen (1 993:92) menyarankan, akbar sampel minimum buat 
a. Penelitian deskriptif, sebanyak 100
b. Penelitian korelasional, sebanyak 50
c. Penelitian kausal-perbandingan, sebanyak 30 per grup
d. Penelitian ekspcrimentai-15 subyek per kelompok meskipun menggunakan 15 per class bisa dilakukan, asal kontrolnya ketat.

Menurut Kinnear & Taylor (1983:234) ada cara untuk memutuskan besarnya sampel secara statistik, lerutarna bagi sample random sampling atas dasar probabilitas normal. Tetapi, tetapkan besar sampel tidak semata-mata atas dasar statistik, melainkan harus atas dasar barbagai pertimbangan, yaitu laba rugi diantara: (1) kesalahan sampling (sampling error); (dua) kesalahan non samyling (non-sampling error); (tiga) tujuan study (study objectives); (4) kendala waktu (time constraints); (lima) kendala biaya (cost contrainsts); serta (6) rencana analisisnya (analysis plans). Jadi, diantara para ahli sendiri belum ada kesamaan pendapat dalarn membentuk besar sampel, tetapi pendapat Kinner & Taylor ini mudah, lumrah, serta realistis. MerirZi-iktm und (1997:173) inlhrmasi statistik sangat dibutuhkan untuk memilih ukuran simple random samplz. Untuk maksud ini yang perlu diketahui pertama-tama adalah :
1) Seberapa besar variance atau heterogenitas populasi. 2) Besarnya error yg dapat diterima
3) Confidence level (derajat keyakinan)

Aturan norma pada mengestimas i standard deviation artinya sebesar seperenam (1/6) dari range (dari batas paling bawah ke batas paling atas dad karakteristik populasi). Katakan bahwa range menurut ciri populasinya artinya dari 1.000 hingga 7.000, maka rangenya iaiah 6.000 dan standar deviasinya artinya 1.000. Besar sampcl yang kita hitung berdasar formula :
n - n(ZS)z E

Yang artinya
n = Ukuran/akbar sampel
Z = Nilai baku yang memberitahuakn confidence level
S = Standar deviasi sampel atau estimasi standar deviasi terhadap populasi
E = Besar error yang dapat diterima, plus atau minus Fuatu faktor kesalahan (daerahnya merupakan 1/2 dari confidence interval).

Katakanlah contohnya, anda akan meneliti pengeluaran yarg dilakukan sang penduduk berdasarkan suatu daerah pada membeli sepatu, anda mcnentukan confidence level (Z) 95%, wilayah kesalahan (E) kurang dad Rp. 2,- serta baku deviasinya Rp. 29,- maka :
n = n(ZS)dua - [(1,96X29, Of - [56,84]z -
- - - (28,84) - 808 E 2,00 2,00
Jika daerah kesalahan (range of error), yaitu E katakanlah tidak Rp 2,- melainkan , Rp 4,- (sebesar dua kali lipat), maka n akan sebagai seperempatnya, yaitu bukan 808 melainkan 202, karena nomor pembagi 2,03 (lihat perrnmaan diatas) sebenarnya dalam persamaan i•u dua' (atau 4) dan apabila diganti menggunakan angka 4 sebenarnya menjadi 42 (atau 16), jadi besar sampel yg semula dibagi 4 sekarang dibagi 16. Maka sebagai 1/4 dari 808. (bagaimana menghitung secara rinci masing-masing standard deviation, E, dan confidence level, periksa pada pelajaran statistik inferensial tersendiri.