HAKIKAT DAN TUJUAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Hakikat Dan Tujuan Pendidikan Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam 
Dalam Al-Qur’an banyak di temukan citra yg menyampaikan mengenai manusia secara filosofis berdasarkan penciptaannya. Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna dan sebaik-baik ciptaan yang di lengkapi dengan akal pikiran. Dalam hal ini Ibn Arrabi misalnya melukiskan hakikat insan dengan berkata bahwa,"Tak terdapat makhluk Allah yg lebih rupawan menurut dalam manusia yang memiliki daya hidup, mengetahui, berkehendak, berbicara, melihat, mendengar, berpikir, dan memutuskan. 

Manusia adalah makhluk yg sangat krusial, lantaran dilengkapi menggunakan penbawaan serta kondisi-syarat yg pada perlukan bagi mengemban tugas serta fungsinya sebagai makhluk Allah pada muka bumi.  

Kemunculan dan perkembangan tradisi keilmuan, pemikiran dan filsafat pada dunia Islam nir dapat pada sisihkan dan kondisi lingkungan (kebudayaan serta peradaban) yg mengitarinya. Kemunculan serta perkembangan bukan sesuatu yang orisinal serta baru sama sekali tetapi adalah formulasi baru yg merupakan gugusan antara kebudayaan dan peradaban baru yg datang. Karena jauh sebelum daerah-daerah yg diklaim global Islam di huni warga muslim, sudah tumbuh suatu masyarakat yang berkebudayaan dan berperadaban. 

1. Pengertian Pendidikan Secara Umum 
Allah telah mendidik dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan alam, tersirat pengertian yg menyatakan bahwa manusia supaya tetap memelihara kesucian asma` (pelajaran yg di ajarkan) Tuhan pendidik yang maha tinggi. Tuhan sudah menciptakan (alam dan manusia), lalu menyempurnakan proses penciptaanya. 

Tuhan sudah menaruh batasan (tetapkan aturan -aturan, takaran, ukuran serta sebagainya di alam) dan kemudian memberi pertunjuk terhadap proses penyempurnaan kreasi tersebut. Jadi pada pendidikan filsafat Islam, berarti mengembangkan potensi manusiawi dibawah pengaruh aturan-hukum Allah, baik Al-Quran maupun Sunnahtullah, serta hal ini akan membentuk kebudayaan, yg terus menerus berkembang. Setiap generasi tua mewariskan kebudayaan dalam generasi mudanya serta mengarahkannya supaya kebudayaan tadi berkembang.

Dalam tujuan secara umum pendidikan Islam membentuk langsung bahagia di dunia serta akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian serta segala hal yg sanggup mengerakan perkembangan insan. 

2. Pengertian Pendidikan Islam 
Istilah pendidikan pada pendidikan Islam pada biasanya mengacu dalam AlTarbiyah, Al-Ta'dib, Al-Ta'lim. Dari ketiga kata tersebut yg terkenal di pakai dalam praktek pendidikan Islam merupakan Al-Tarbiyah, sedangkan Al-Ta'lim serta Al-Ta'dib sporadis sekali digunakan. Padahal kedua kata tersebut sudah digunakan semenjak awal pertumbuhan pendidikan Islam. (Ahmad Syalabi, 1954;21-23) 

Istilah Al-Tarbiyah dari dari kata Rab. Walaupun kata ini memiliki poly arti, akan tetapi pengertian dasarnya menerangkan makna tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur serta menjaga kelestarian atau ekstiensinnya. 

Proses pendidikan Islam adalah bersumber dalam pendidikan yg pada berikan Allah menjadi "pendidik" semua kreasi Nya, termasuk manusia. Pengertian pendidikan Islam yang dikandungkan dalam Al-Tarbiyah, terdiri dari empat unsur pendekatan, yaitu: 
1. Memelihara dan menjaga fitrah siswa menjelang dewasa (baligh) 
2. Mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan. 
3. Mengarahkan seluruh fitrah menuju kesempurnaan. 
4. Melaksanakan pendidikan secara bertahap. (Abdurrahman An-Nahlawi, 1992:31) 

Istilah Al-Ta'lim adalah telah dipakai semenjak periode awal aplikasi pendidikan Islam. Menurut para pakar, kata ini lebih bersifat universal pada banding AlTarbiyah mupun Al-Ta'dib. Misalnya mengartikan Al-Ta`lim menjadi proses transmisi aneka macam ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan serta ketentuan tertentu. Melainkan membawa kaum muslimin kepada nilai pendidikan tazkiyah serta annafs (pensucian diri) berdasarkan segala kotoran, sebagai akibatnya memungkinkannya mendapat alhikmah serta menyelidiki segala yang bermanfaat buat diketahui. (Abdul Fattah, Jalal, 1998:29-30) 

Istilah Al-Ta'dib adalah sosialisasi serta pengakuan yg secara berangsurangsur pada tanamkan pada diri insan (siswa) tentang loka-tempat yg tepat berdasarkan segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan. Dengan pendekatan ini, pendidikan akan berfungsi menjadi pembimbing kearah pengenalan serta pengakuan kepada Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud dan kepribadiannya. (Muhammad Naquib Al-Attas 1994:63-64) 

Dalam istilah Al-Tarbiyah yang mempunyai arti pengasuh, pemeliharaan, dan afeksi tidak hanya digunakan untuk insan, akan namun pula digunakan buat melatih dan memelihara hewan atau makhluk Allah lainnya.

Di antara batasan yang sangat variatif tadi adalah; 
1. Mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkah laris individu siswa dalam kehidupan eksklusif, warga , serta alam sekitarnya. (Omar Muhammad Al-Thoumy Al-Syaibany, 1979:32-99) 

2. Mendefinisikan pendidikan Islam menjadi upaya membuatkan, mendorong dan mengajak siswa hidup lebih bergerak maju menggunakan dari nilai-nilai yang tinggi serta kehidupan yg mulia. 

3. Mengemukakan bahwa pendidikan Islam merupakan bimbingan atau pimpinan secara sadar sang pendidikan terhadap perkembangan jasmani dan rohani siswa menuju terbentuknya kepribadiannya yang utama (manusia kamil). (Ahmad D. Mariamba, 1989:19) 

4. Mendefinisikan pendidikan Islam menjadi bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar dia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. 

3. Pendidikan Islam Dalam Perspektif Al-Qur’an 
Dalam Al-Qur`an pada tegaskan bahwa Allah adalah Rabbal'alamin, ialah merupakan pendidik semesta alam serta jua pendidikan bagi insan. Pengertian tersebut diambil. Karena istilah Rabbal pada arti Tuhan serta Rabb pada arti pendidik asal menurut berasal kata yg sama. Dengan demikian menurut Al-Qur’an tadi alam dan insan mempunyai sifat tumbuh dan berkembang serta yg mengatur pertumbuhan serta perkembangan tersebut tidak lain kecuali Allah juga. Jadi mendidik dan pendidik dalam hakikatmya merupakan fungsi Tuhan dan mendidik merupakan mengatur serta, mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan alam serta manusia sekaligus. Kenapa fenomena bahwa pendidik dan mendidik itu menjadi urusan insan. Dalam pandangan filsafat Islam, menjadi mana ditegaskan dalam Al-Qur’an, bahwa dalam hakikatnya manusia merupakan "Khalifah Allah di alam semesta ini "Khalifah berarti kuasa atau wakil. (Zuhairini, 2004:12) 

Tugas dan Dasar Pendidikan Islam 
Pada hakikatnya, pendidikan Islam merupakan suatu proses yang berlangsung secara berkesinambungan Berdasarkan hal ini maka tugas dan fungsi yang perlu diemban sang pendidikan Islam adalah pendidikan insan seutuhny dan berlangsung sepajang hayat. 

Konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan mempunyai sasaran pada peserta didik yang senantiasa tumbuh dan berkembang secara dinamis mulai dari kandungan hingga akhir hayatnya. 

Tugas pendidikan Islam merupakan membimbing dan perkembangan peserta didik berdasarkan tahap ke termin kehidupannya sampai mencapai titik kemampuan optimal. Sementara fungsi pendidikan berjalan menggunakan lancar. Adapun sebagai interaksi antara potensi (memberi serta mengadopsi) antara manusia serta lingkungannya. Dengan proses ini, peserta didik insan akan menciptakan serta membuatkan keterampilan yg di perlukan buat mengganti dan memperbaiki kondisi-syarat humanisme serta lingkungannya. 

Dasar serta Tujuan Pendidikan Islam 
Sebagai aktivitas yg berkiprah pada proses training kepribadian muslim, maka pendidikan Islam memerlukan asas atau dasar yang dijadikan landasan kerja. 

Dengan dasar ini akan memberikan arah bagi aplikasi pendidikan yg telah diprogramkan. Dalam kontek ini, dasar yang sebagai acuan pendidikan Islam hendaknya adalah asal nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan peserta didik ke arah pencapaian pendidikan. Oleh karena itu, dasar yg terpenting dari pendidikan Islam adalah Al-Qur'an serta sunnah Rasulullah (hadits). 

Dalam pendidikan Islam, sunnah Rasul mempunyai dua fungsi, yaitu: Menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat pada Al-Qur'an dan menyebutkan hal-hal yg nir masih ada di dalamnya. 

Menyimpulkan metode pendidikan menurut kehidupan Rasulullah bersama teman, perlakuannya terhadap anak-anak, serta pendidikan keimanan yg pernah dilakukannya (Abdurrahman An-Nahlawi, 1992:47). Dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam, paling nir ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 
1. Tujuan dan tugas manusia di muka bumi. Baik secara vertikal juga horizontal. Sifat-sifat insan tututan warga dan dinamika peradaban 

2. Dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam (M. Arifin, 1987:120) 
Adapun tujuan pendidikan Islam merupakan berbagi fitrah siswa, baik ruh, fisik, kemauan, serta akalnya secara bergerak maju, sebagai akibatnya akan terbentuk eksklusif yang utuh dan mendukung bagi pelaksanaan manfaatnya sebagai khalifah fi al-ardh. 

Pendekatan tujuan ini adalah memiliki makna, bahwa upaya pendidikan Islam adalah pembinaan langsung muslim sejati yang mengabdi dan merealisasikan " kehendak " Tuhan sinkron dengan syariat Islam. Dan mengisi tugas kehidupannya pada global dan menjadikan kehidupan akhirat menjadi tujuan primer pendidikannya. 

Tujuan pendidikan Islam adalah buat mencapai ekuilibrium pertumbuhan kepribadian insan (peserta didik) secara menyeluruh serta seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, nalar pikiran (intelektual), diri insan yang rasional ; perasaan serta alat. Lantaran itu, pendidikan hendaknya meliputi pengembangan semua aspek fitrah peserta didik ; aspek spiritual, intelektual, khayalan, fisik, ilmiah, dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif ; dan mendorong seluruh aspek tersebut berkembang kearah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yg paripurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas, juga semua umat insan.

HAKIKAT DAN TUJUAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Hakikat Dan Tujuan Pendidikan Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam 
Dalam Al-Qur’an banyak pada temukan gambaran yang menyampaikan tentang manusia secara filosofis menurut penciptaannya. Manusia adalah makhluk yang paling sempurna dan sebaik-baik ciptaan yang di lengkapi menggunakan akal pikiran. Dalam hal ini Ibn Arrabi contohnya melukiskan hakikat manusia dengan menyampaikan bahwa,"Tak ada makhluk Allah yang lebih bagus dari pada manusia yang memiliki daya hidup, mengetahui, berkehendak, berbicara, melihat, mendengar, berpikir, dan tetapkan. 

Manusia adalah makhluk yang sangat penting, lantaran dilengkapi menggunakan penbawaan serta syarat-kondisi yang di perlukan bagi mengemban tugas dan manfaatnya menjadi makhluk Allah pada muka bumi.  

Kemunculan dan perkembangan tradisi keilmuan, pemikiran serta filsafat di global Islam tidak dapat pada sisihkan serta kondisi lingkungan (kebudayaan dan peradaban) yang mengitarinya. Kemunculan serta perkembangan bukan sesuatu yang orisinal serta baru sama sekali tetapi merupakan formulasi baru yang merupakan formasi antara kebudayaan serta peradaban baru yg tiba. Lantaran jauh sebelum daerah-wilayah yg diklaim global Islam pada huni warga muslim, sudah tumbuh suatu masyarakat yg berkebudayaan serta berperadaban. 

1. Pengertian Pendidikan Secara Umum 
Allah telah mendidik serta mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan alam, implisit pengertian yang menyatakan bahwa manusia supaya permanen memelihara kesucian asma` (pelajaran yang pada ajarkan) Tuhan pendidik yang maha tinggi. Tuhan telah menciptakan (alam dan insan), lalu menyempurnakan proses penciptaanya. 

Tuhan sudah menaruh batasan (tetapkan aturan -aturan, dosis, ukuran serta sebagainya pada alam) serta lalu memberi pertunjuk terhadap proses penyempurnaan ciptaan tersebut. Jadi dalam pendidikan filsafat Islam, berarti menyebarkan potensi manusiawi dibawah impak hukum-aturan Allah, baik Al-Quran juga Sunnahtullah, serta hal ini akan menghasilkan kebudayaan, yang terus menerus berkembang. Setiap generasi tua mewariskan kebudayaan pada generasi mudanya serta mengarahkannya agar kebudayaan tadi berkembang.

Dalam tujuan secara generik pendidikan Islam membangun eksklusif bahagia pada global dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yg sanggup mengerakan perkembangan manusia. 

2. Pengertian Pendidikan Islam 
Istilah pendidikan dalam pendidikan Islam dalam biasanya mengacu pada AlTarbiyah, Al-Ta'dib, Al-Ta'lim. Dari ketiga kata tersebut yang populer pada gunakan dalam praktek pendidikan Islam merupakan Al-Tarbiyah, sedangkan Al-Ta'lim serta Al-Ta'dib sporadis sekali digunakan. Padahal kedua istilah tersebut telah dipakai semenjak awal pertumbuhan pendidikan Islam. (Ahmad Syalabi, 1954;21-23) 

Istilah Al-Tarbiyah asal berdasarkan kata Rab. Walaupun kata ini mempunyai banyak arti, akan tetapi pengertian dasarnya menerangkan makna tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur dan menjaga kelestarian atau ekstiensinnya. 

Proses pendidikan Islam adalah bersumber dalam pendidikan yg pada berikan Allah menjadi "pendidik" seluruh ciptaan Nya, termasuk manusia. Pengertian pendidikan Islam yang dikandungkan dalam Al-Tarbiyah, terdiri berdasarkan empat unsur pendekatan, yaitu: 
1. Memelihara dan menjaga fitrah siswa menjelang dewasa (baligh) 
2. Mengembangkan semua potensi menuju kesempurnaan. 
3. Mengarahkan seluruh fitrah menuju kesempurnaan. 
4. Melaksanakan pendidikan secara bertahap. (Abdurrahman An-Nahlawi, 1992:31) 

Istilah Al-Ta'lim merupakan telah digunakan sejak periode awal aplikasi pendidikan Islam. Menurut para pakar, istilah ini lebih bersifat universal pada banding AlTarbiyah mupun Al-Ta'dib. Misalnya mengartikan Al-Ta`lim sebagai proses transmisi aneka macam ilmu pengetahuan dalam jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu. Melainkan membawa kaum muslimin pada nilai pendidikan tazkiyah dan annafs (pensucian diri) menurut segala kotoran, sebagai akibatnya memungkinkannya mendapat alhikmah serta menyelidiki segala yg bermanfaat buat diketahui. (Abdul Fattah, Jalal, 1998:29-30) 

Istilah Al-Ta'dib merupakan sosialisasi dan pengakuan yang secara berangsurangsur di tanamkan dalam diri manusia (peserta didik) tentang loka-tempat yg tepat berdasarkan segala sesuatu pada pada tatanan penciptaan. Dengan pendekatan ini, pendidikan akan berfungsi menjadi pembimbing kearah pengenalan serta pengakuan kepada Tuhan yg sempurna pada tatanan wujud dan kepribadiannya. (Muhammad Naquib Al-Attas 1994:63-64) 

Dalam istilah Al-Tarbiyah yg memiliki arti pengasuh, pemeliharaan, serta kasih sayang nir hanya digunakan buat manusia, akan namun juga digunakan buat melatih serta memelihara binatang atau makhluk Allah lainnya.

Di antara batasan yg sangat variatif tersebut adalah; 
1. Mengemukakan bahwa pendidikan Islam merupakan proses membarui tingkah laris individu peserta didik pada kehidupan pribadi, warga , dan alam sekitarnya. (Omar Muhammad Al-Thoumy Al-Syaibany, 1979:32-99) 

2. Mendefinisikan pendidikan Islam menjadi upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak siswa hayati lebih bergerak maju menggunakan dari nilai-nilai yg tinggi serta kehidupan yang mulia. 

3. Mengemukakan bahwa pendidikan Islam merupakan bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidikan terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadiannya yang primer (manusia kamil). (Ahmad D. Mariamba, 1989:19) 

4. Mendefinisikan pendidikan Islam menjadi bimbingan yg diberikan oleh seorang agar beliau berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. 

3. Pendidikan Islam Dalam Perspektif Al-Qur’an 
Dalam Al-Qur`an di tegaskan bahwa Allah adalah Rabbal'alamin, ialah merupakan pendidik semesta alam dan pula pendidikan bagi insan. Pengertian tersebut diambil. Karena istilah Rabbal pada arti Tuhan dan Rabb dalam arti pendidik dari berdasarkan dari istilah yang sama. Dengan demikian menurut Al-Qur’an tersebut alam dan manusia memiliki sifat tumbuh dan berkembang serta yg mengatur pertumbuhan dan perkembangan tersebut nir lain kecuali Allah juga. Jadi mendidik serta pendidik pada hakikatmya merupakan fungsi Tuhan dan mendidik adalah mengatur dan, mengarahkan pertumbuhan serta perkembangan alam dan insan sekaligus. Kenapa fenomena bahwa pendidik serta mendidik itu sebagai urusan insan. Dalam pandangan filsafat Islam, menjadi mana ditegaskan pada Al-Qur’an, bahwa pada hakikatnya insan adalah "Khalifah Allah pada alam semesta ini "Khalifah berarti kuasa atau wakil. (Zuhairini, 2004:12) 

Tugas serta Dasar Pendidikan Islam 
Pada hakikatnya, pendidikan Islam adalah suatu proses yg berlangsung secara berkesinambungan Berdasarkan hal ini maka tugas dan fungsi yg perlu diemban sang pendidikan Islam adalah pendidikan insan seutuhny dan berlangsung sepajang hayat. 

Konsep ini bermakna bahwa tugas serta fungsi pendidikan mempunyai target dalam peserta didik yang senantiasa tumbuh serta berkembang secara bergerak maju mulai dari kandungan hingga akhir hayatnya. 

Tugas pendidikan Islam merupakan membimbing serta perkembangan siswa menurut tahap ke termin kehidupannya hingga mencapai titik kemampuan optimal. Sementara fungsi pendidikan berjalan menggunakan lancar. Adapun sebagai hubungan antara potensi (memberi serta mengadopsi) antara manusia dan lingkungannya. Dengan proses ini, siswa manusia akan menciptakan serta berbagi keterampilan yg pada perlukan untuk mengganti dan memperbaiki syarat-syarat kemanusiaan dan lingkungannya. 

Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam 
Sebagai kegiatan yang berkecimpung dalam proses pembinaan kepribadian muslim, maka pendidikan Islam memerlukan asas atau dasar yg dijadikan landasan kerja. 

Dengan dasar ini akan memberikan arah bagi pelaksanaan pendidikan yang telah diprogramkan. Dalam kontek ini, dasar yang sebagai acuan pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang bisa menghantarkan siswa ke arah pencapaian pendidikan. Oleh karenanya, dasar yg terpenting berdasarkan pendidikan Islam merupakan Al-Qur'an serta sunnah Rasulullah (hadits). 

Dalam pendidikan Islam, sunnah Rasul mempunyai dua fungsi, yaitu: Menjelaskan sistem pendidikan Islam yg masih ada dalam Al-Qur'an serta menyebutkan hal-hal yang nir masih ada di dalamnya. 

Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah bersama sahabat, perlakuannya terhadap anak-anak, serta pendidikan keimanan yang pernah dilakukannya (Abdurrahman An-Nahlawi, 1992:47). Dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam, paling tidak terdapat beberapa hal yg perlu diperhatikan, yaitu: 
1. Tujuan serta tugas insan pada muka bumi. Baik secara vertikal juga horizontal. Sifat-sifat insan tututan warga dan dinamika peradaban 

2. Dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam (M. Arifin, 1987:120) 
Adapun tujuan pendidikan Islam merupakan berbagi fitrah peserta didik, baik ruh, fisik, kemauan, dan akalnya secara bergerak maju, sebagai akibatnya akan terbentuk pribadi yang utuh serta mendukung bagi aplikasi kegunaannya sebagai khalifah fi al-ardh. 

Pendekatan tujuan ini merupakan mempunyai makna, bahwa upaya pendidikan Islam merupakan training pribadi muslim sejati yg mengabdi dan merealisasikan " kehendak " Tuhan sesuai dengan syariat Islam. Serta mengisi tugas kehidupannya di global serta mengakibatkan kehidupan akhirat menjadi tujuan primer pendidikannya. 

Tujuan pendidikan Islam adalah buat mencapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia (siswa) secara menyeluruh serta seimbang yg dilakukan melalui latihan jiwa, logika pikiran (intelektual), diri manusia yg rasional ; perasaan dan indera. Karena itu, pendidikan hendaknya meliputi pengembangan semua aspek fitrah siswa ; aspek spiritual, intelektual, khayalan, fisik, ilmiah, serta bahasa, baik secara individual maupun kolektif ; dan mendorong seluruh aspek tadi berkembang kearah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang paripurna pada Allah, baik secara eksklusif, komunitas, maupun semua umat insan.

PENGERTIAN DAN LANDASAN KURIKULUM

Pengertian Dan Landasan Kurikulum 
1. Pengertian Kurikulum
Istilah “Kurikulum” memiliki banyak sekali tafsiran yg dirumuskan sang pakar-ahli dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tadi bhineka satu menggunakan yg lainnya, sesuai menggunakan titik berat inti dan pandangan dari ahli yg bersangkutan. Istilah kurikulum asal berdasarkan bahas latin, yakni “Curriculae”, adalah jarak yang wajib ditempuh oleh seorang pelari. Pada saat itu, pengertian kurikulum merupakan jangka waktu pendidikan yg wajib ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan menempuh suatu kurikulum, siswa bisa memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti , bahwa siswa sudah menempuh kurikulum yang berupa planning pelajaran, sebagaimana halnya seseorang pelari sudah menempuh suatu jarak antara satu tempat ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap menjadi jembatan yang sangat penting buat mencapai titik akhir dari suatu bepergian serta ditandai sang perolehan suatu ijazah tertentu.

Di Indonesia kata “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun 5 puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yg memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang di luar pendidikan. Sebelumnya yang lazim digunakan adalah “rencana pelajaran” pada hakikatnya kurikulum sama sama ialah dengan planning pelajaran.

Beberapa tafsiran lainnya dikemukakan sebagai berikut adalah.
Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yg wajib ditempuh dan dipelajari oleh anak didik buat memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran (subject matter) dicermati menjadi pengalaman orang tua atau orang-orang pandai masa lampau, yang sudah disusun secara sistematis serta logis. Mata ajaran tersebut mengisis materi pelajaran yang disampaikan pada anak didik, sehingga memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan yg bermanfaat baginya. 

Kurikulum menjadi rencana pembelajaran. Kurikulum adalah suatu program pendidikan yg disediakan untuk membelajarkan murid. Dengan program itu para murid melakukan aneka macam kegiatan belajar, sebagai akibatnya terjadi perubahan serta perkembangan tingkah laku anak didik, sesuai dengan tujuan pendidikan serta pembelajaran. Dengan kata lain, sekolah menyediakan lingkungan bagi murid yang memberikan kesempatan belajar. Itu sebabnya, suatu kurikulum harus disusun sedemikian rupa agar maksud tadi bisa tercapai. Kurikulum tidak terbatas dalam sejumlah mata pelajaran saja, melainkan mencakup segala sesuatu yg bisa mempengaruhi perkembangan anak didik, misalnya: bangunan sekolah, indera pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman sekolah, serta lain-lain; yang pada gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara efektif. Semua kesempatan dan aktivitas yang akan serta perlu dilakukan sang anak didik direncanakan dalam suatu kurikulum. 

Kurikulum sebagai pengelaman belajar. Perumusan/pengertian kurikulum lainnya yg agak berbeda menggunakan pengertian-pengertian sebelumnya lebih menekankan bahwa kurikulum merupakan serangkaian pengalaman belajar. Salah satu pendukung berdasarkan pengalaman ini menyatakan sebagai berikut:

“Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences which pupils have under direction of the school, whether in the classroom or not (Romine, 1945,h. 14).”

Pengertian itu membuktikan, bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas pada ruang kelas saja, melainkan meliputi jua kegiatan-aktivitas diluar kelas. Tidak terdapat pemisahan yg tegas antara intra serta ekstra kurikulum. Semua kegiatan yg memberikan pengalaman belajar/pendidikan bagi murid pada hakikatnya merupakan kurikulum. 

Kurikulum adalah seperangkat planning serta pengaturan tentang isi dan bahan pelajaran dan cara yang digunakan sebagai panduan penyelenggaraan aktivitas pembelajaran buat mencapai tujuan pendidikan eksklusif. (Undang-Undang No.20 TH. 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).

Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat planning serta pengaturan tentang isi maupun bahan kajian dan pelajaran dan cara penyampaian serta penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi. (Pasal 1 Butir 6 Kemendiknas No.232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi serta Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa).

Kurikulum adalah serangkaian mata ajar dan pengalaman belajar yg mempunyai tujuan eksklusif, yang diajarkan menggunakan cara eksklusif dan kemudian dilakukan penilaian. (Badan Standardisasi Nasional SIN 19-7057-2004 mengenai Kurikulum Pelatihan Hiperkes serta Keselamatan Kerja Bagi Dokter Perusahaan).

Dari berbagai macam pengertian kurikulum diatas kita dapat menarik garis akbar pengertian kurikulum yaitu:
Kurikulum merupakan seperangkat planning serta pengaturan mengenai tujuan, isi, serta bahan pelajaran serta cara yang dipakai menjadi panduan penyelenggaraan aktivitas pembelajaran buat mencapai tujuan pendidikan eksklusif.

2. Landasan Pengembangan Kurikulum
Kurikulum adalah inti berdasarkan bidang pendidikan serta memiliki dampak terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum pada pendidikan serta kehidupan insan, maka penyusunan kurikulum nir dapat dilakukan secara asal-asalan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yg kuat, yang didasarkan dalam output-output pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yg nir didasarkan pada landasan yang kuat bisa membuahkan fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan insan.

Kurikulum disusun buat mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya menggunakan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan kesenian, sinkron dengan jenis serta jenjang masing-masing satuan pendidikan.. Pengebangan kurikulum berlandaskan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Tujuan filsafat dan pendidikan nasional yang dijadikan menjadi dasar buat merumuskan tujuan institusional yang dalam gilirannya sebagai landasan dalam merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan pendidikan.
2. Sosial budaya serta agama yg berlaku dalam rakyat kita.
3. Perkembangan peserta didik, yg memilih dalam karekteristik perkembangan peserta didik.
4. Keadaan lingkungan, yg pada arti luas mencakup lingkungan manusiawi (interpersonal), lingkungan kebudayaan termasuk iptek (kultural), dan lingkungan hayati (bioekologi), serta lingkungan alam (geoekologis).
5. Kebutuhan pembangunan, yg meliputi kebutuhan pembangunan pada bidang ekonomi, kesejahteraan rakyat, aturan, hankam, dan sebagainya.
6. Perkembangan ilmu pengetahuan serta tekhnologi yang sinkron dengan sistem nilai dan kemanusiawian serta budaya bangsa.

Keenam faktor tadi saling kait-mengait antara satu menggunakan yang lainnya.
a. Filsafat dan tujuan pendidikan 
Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau keinginan warga . Berdasarkan harapan tersebut terdapat landasan, mau dibawa kemana pendidikan anak. Dengan kata lain, filsafat pendidikan adalah pandangan hidup masyarakat. Filsafat pendidikan menjadi landasan buat merancang tujuan pendidikan, prinsip-prinsip pembelajaran, dan perangkat pengalaman belajar yg bersifat mendidik. Filsafat pendidikan dipengeruhi oleh dua hal utama, yakni (1). Cita-cita warga , dan (dua). Kebutuhan peserta didik yg hayati di rakyat.

Nilai-nilai filsafat pendidikan wajib dilaksanakan dalam konduite sehari-hari. Hal ini menerangkan pentingnya filsafat pendidikan sebagai landasan pada rangka pengembangan kurikulum.

Filsafat pendidikan sebagai asal tujuan. Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau perbuatan seorang atau rakyat. Dalam filsafat pendidikan terkandung asa mengenai model manusia yang diharapakan sinkron menggunakan nilai-nilai yg disetujui sang individu dan rakyat. Karena itu, filsafat pendidikan wajib dirumuskan berdasarkan kriteria yang bersifat umum serta obyektif. Hopkin pada bukunya Interaction The democratic Process, mengemukakan kriteria antara lain:
1) Kejelasan, filsafat/keyakinan harus kentara serta nir boleh meragukan.
2) Konsisten dengan fenomena, berdasarkan penyelidikan yang seksama.
3) Konsisten menggunakan pengalaman, yg sesuai menggunakan kehidupan individu. 

b. Sosial budaya dan kepercayaan yg berlaku di masyarakat
Keadaan sosial budaya dan kepercayaan tidaklah terlepas menurut kehidupan kita. Keadaan sosial budayalah yg sangat berpengaruh pada diri insan, khususnya menjadi peserta didik. Sikap atau tingkah laku seseorang sebagian akbar ditentukan oleh hubungan sosial yang menciptakan sseeorang buat bertingkah laris yang sesuai dengan syarat lingkungan serta masyarakat lebih kurang. Agama yang membatasi tingkah laku kita jua sangat besar pengaruhnya dalam menciptakan suatu kurikulum. 

c. Perkembangan Peserta didik yang menunjuk dalam karateristik perkembangannya
Setiap siswa niscaya memiliki karateristik yang berbeda. Dengan keadaan peserta didik yg memiliki disparitas dalam hal kemampuan mengikuti keadaan atau dalan hal perkembangan, tentunya juga ikut ambil bagian dalam melandasi terwujudnya kurikulum yg sesuai dengan asa. Kurikulum akan dibentuk sedemikian rupa untuk mengimbangi perkembangan peserta didiknya. 

Kedaaan lingkungan 
Dalam arti yg luas, lingkungan adalah suatu sistem yang dianggap ekosistem, yg mencakup holistik faktor lingkungan, yang tertuju dalam peningkatan mutu kehidupan pada atas bumi ini. Faktor-faktor pada ekosistem itu, mencakup:
1) Lingkungan manusiawi/interpersonal
2) Lingkungan sosial budaya/kultural
3) Lingkungan biologis, yang meliputi tanaman dan fauna
4) Lingkungan geografis, misalnya bumi, air, dan sebagainya.

Masing-masing faktor lingkungan mempunyai asal daya yang dapat digunakan sebagai modal atau kekuatan yg mempengaruhi pembangunan. Lingkungan manusiawi merupakan sumber daya menusia (SDM), baik pada jumlah maupun pada mutunya. Lingkungan sosial budaya adalah asal daya alam (SDA). Jadi ada tiga sumber daya alam (SDA). Jadi ada tiga sumber daya yang terkait erat menggunakan pembangunan yang berwawasan lingkungan. 

Kebutuhan Pembangunan 
Tujuan utama pembangunan merupakan buat menumbuhkan sikap serta tekad kemandirian insan serta warga Indonesia pada rangka menaikkan kualitas asal daya insan untuk mewujudkan kesejahteraan lahir batin yang lebih selaras, adil serta merata. Keberhasilan pembangunan ditandai oleh terciptanya suatu masyarakat yang maju, mandiri serta sejahtera.

Untuk mencapai tujuan pembangunan tadi, maka dilaksanakan proses pembangunan yang titik beratnya terletak dalam pembangunan ekonomi yg seiring dan didukung sang pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas, serta upaya-upaya pembangunan di sektor lainnya. Hal ini menunjuk pada kebutuhan pembangunan sesuai dengan sektor-sektor yg perlu dibangun itu sendiri, yg bidang-bidang industri, pertanian, tenaga kerja, perdagangan, transportasi, pertambangan, kehutanan, usaha nasional, pariwisata, pos serta telekomunikasi, koperasi, pembangunan daerah, kelautan, kedirgantaraan, keuangan, transmigrasi, tenaga dan lingkungan hayati (GBHN, 1993).

Gambaran mengenai proses serta tujuan pembangunan tadi pada atas sekaligus mendeskripsikan kebutuhan pembangunan secara kesuluruhan. Hal mana menaruh akibat tertentu terhadap pendidikan di perguruan tinggi. Dengan kata lain, penyelenggaraan pendidikan pada perguruan tinggi harus disesuaikandan diarahkan pada upaya –upaya dan kebutuhan pembangunan, yang mencakup pembangunan ekonomi dan pengembangan asal daya manusia yg berkualitas. Penyelenggaraan pendidikan diarahkan buat menyiapkan peserta didik sebagai anggota warga yang memiliki kemampuan keilmuan serta keahlian, yang bersifat mendukung ketercapaian hasrat nasional, yakni suatu warga yang maju, berdikari, serta sejahtera.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi 
Pembangunan didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan serta tekhnologi dalam rangka mempercepat terwujudnya ketangguhan serta keunggulan bangsa. Dukungan iptek terhadap pembangunan dimaksudkan buat memacu pembangunan menuju terwujudnya rakyat berdikari, maju dan sejahtera. Untuk mencapai tujuan dan kemampuan-kemampuan tadi, maka ada tiga hal yang dijadikan sebagai dasar, yakni:
1) Pembangunan iptek wajib berada dalam keseimbangan yang dinamis dan efektif menggunakan training sumber daya manusia, pengembangan wahana dan prasarana iptek, pelaksanaan penelitian serta pengembangan serta rekayasa dan produksi barang dan jasa.
2) Pembangunan iptek tertuju dalam peningkatan kualitas, yakni untuk menaikkan kualitas kesejahteraan dan kehidupan bangsa.
3) Pembangunan iptek harus selaras (relevan) dengan nilai-nilai kepercayaan , nilai luhur budaya bangsa, syarat sosial budaya, dan lingkungan hayati.
4) Pembangunan iptek harus berpijak pada upaya peningkatan produktivitas, efisiensi dan efektivitas penelitian dan pengembangan yg lebih tinggi.
5) Pembangunan iptek menurut pada asas pemanfaatannya yang bisa menaruh pemecahan kasus nyata pada pembangunan.

Penguasaan, pemanfaatan, dan pengembangan ilmupengetahuan dan tekhnologi dilaksanakan oleh banyak sekali pihak, yakni:
1) Pemerintah, yang menyebarkan serta memanfaatkan iptek untuk menunjang pembangunan dalam segala bidang.
2) Masyarakat, yang memanfaatkan iptek itu buat pengembangan masyarakat serta mengembangkannya secara swadaya.
3) Akademisis terutama pada lingkungan perguruan tinggi, mengembangkan iptek buat disumbangkan kepada pembangunan.
4) Pengusaha, untuk kepentingan meningkatan produktivitas.

Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama pada pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis ; (dua) psikologis; (tiga) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Untuk lebih jelasnya, pada bawah ini akan diuraikan secara ringkas keempat landasan tadi.

1. Landasan Filosofis 
Filsafat memegang peranan penting pada pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan dalam banyak sekali genre filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak dalam aliran – aliran filsafat tertentu, sebagai akibatnya akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), pada bawah ini diuraikan mengenai isi menurut-menurut masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
a. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran serta keindahan menurut warisan budaya dan dampak sosial eksklusif. Pengetahuan dipercaya lebih krusial dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yg menganut faham ini menekankan dalam kebenaran mutlak, kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat serta ketika. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu. 

b. Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya serta anugerah pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar bisa sebagai anggota rakyat yg berguna. Matematika, sains serta mata pelajaran lainnya dipercaya menjadi dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga buat hidup pada masyarakat. Sama halnya menggunakan perenialisme, essesialisme jua lebih berorientasi dalam masa lalu.

c. Eksistensialisme menekankan dalam individu menjadi sumber pengetahuan mengenai hayati serta makna. Untuk memahamu kehidupan seorang mesti tahu dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan bagaimana aku hidup pada global? Apa pengalaman itu?

d. Progresivisme menekankan dalam pentingnya melayani disparitas individual, berpusat dalam siswa, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme adalah landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.

e. Rekonstruktivisme adalah penjelasan terperinci lanjut dari genre progresivisme. Pada rekonstruksivisme, peradaban insan masa depan sangat ditekankan. Disamping menekankan mengenai disparitas individual misalnya dalam progresivisme, rekonstuktivisme lebih jauh menekankan mengenai pemecahan masalah, berfikir kritis serta sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan buat apa berfikir kritis , memecahkan kasus, dan melakukan sesuatu? Penganut genre ini menekankan pada output belajar dan proses.

Aliran filsafat Perenialisme, Essensialisme, eksistensialisme adalah aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme menaruh dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan pada Pengembangan Model Kurikulum Interaksional.

Masing-masing aliran filsafat niscaya memiliki kelemahan serta keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, pada praktek pengembangan kurikulum, penerapan genre filsafat cenderung dilakukan secara eklektif buat lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan aneka macam kepentingan yg terkait menggunakan pendidikan. Meskipun demikian waktu ini, pada beberapa negara serta khususnya pada Indonesia, sepertinya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu menggunakan lebih menitikberatkan dalam filsafat rekonstruktivisme.

2. Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yg mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan serta (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan adalah ilmu yg mengusut tentang konduite individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji mengenai hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya bisa dijadikan menjadi bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang menyelidiki tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar menyelidiki tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, dan aneka macam aspek konduite individu lainnya pada belajar yg semuanya bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.

Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologis yg mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi adalah ”ciri fundamental dari seorang yang merupakan interaksi kausal dengan surat keterangan kriteria yg efektif serta atau penampilan yg terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi”.

Selanjutnya, dikemukakan juga tentang lima tipe kompetensi, yaitu: 
  • Motif; sesuatu yg dimiliki seorang buat berfikir secara konsisten atau harapan buat melakukan suatu aksi. 
  • Bawaan; yaitu ciri fisisk yg merespons secara konsisten aneka macam situasi atau informasi. 
  • Konsep diri; yaitu tingkah laku , nilai atau image seseorang. 
  • Pengetahuan; yaitu warta khusus yang dimiliki seseorang; 
  • Keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik juga mental. 
Kelima kompetensi tersebut memiliki akibat mudah terhadap perencanaan sumber daya insan atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan karakteristik-karakteristik seorang, sedangkan konsep diri, bawaan serta motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam dan merupakan pusat kepribadian seorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih gampang dikembangkan Pelatihan adalah hal sempurna buat menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit buat dikenali dan dikembangkan.

3. Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dicermati sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan output pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan siswa buat terjun kelingkungan warga . Pendidikan bukan hanya buat pendidikan semata, tetapi menaruh bekal pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai buat hayati, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di warga .

Peserta didik dari dari rakyat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal pada lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat juga. Kehidupan masyarakat, menggunakan segala ciri dan kekayaan budayanya sebagai landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.

Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – insan yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, namun justru melalui pendidikan diperlukan bisa lebih mengerti serta sanggup membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, juga proses pendidikan harus diubahsuaikan menggunakan kebutuhan, syarat, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yg ada di masyakarakat.

Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan serta pola interaksi antar anggota masyarkat. Salah satu aspek penting pada sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para rakyat rakyat. Nilai-nilai tersebut bisa bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.

Sejalan dengan perkembangan rakyat maka nilai-nilai yg ada dalam rakyat jua turut berkembang sebagai akibatnya menuntut setiap warga warga buat melakukan perubahan serta penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yg terjadi di kurang lebih rakyat.

Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa kemudian, turut dan dalam peradaban kini serta membuat peradaban masa yang akan tiba. Dengan demikian, kurikulum yg dikembangkan sudah seharusnya mempertimbankan, merespons dan berlandaskan dalam perkembangan sosial-budaya dalam suatu rakyat, baik dalam konteks lokal, nasional juga global.

4. Landasan Ilmu Pengetahuan serta Tekhnologi
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi yg dimiliki insan masih nisbi sederhana, tetapi semenjak abad pertengahan mengalami perkembangan yg pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung sampai saat ini serta dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang.

Akal manusia telah bisa menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yg nir mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia mampu menginjakkan kaki di Bulan, namun berkat kemajuan pada bidang Ilmu Pengetahuan serta Teknologi dalam pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat pada Bulan dan Neil Amstrong adalah orang pertama yg berhasil menginjakkan kaki di Bulan. 

Kemajuan cepat global dalam bidang warta dan teknologi dalam dua dekade terakhir telah berpengaruh pada peradaban insan melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi serta politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran serta cara-cara kehidupan yang berlaku dalam konteks global dan lokal.

Selain itu, dalam abad pengetahuan kini ini, diharapkan masyarakat yg berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dan standar mutu tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai rakyat sangat majemuk serta canggih, sebagai akibatnya diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi buat berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, dan menngatasi situasi yg ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.

Perkembangan pada bidang Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi, terutama pada bidang transportasi serta komunikasi sudah bisa merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir serta mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi buat kemaslahatan serta kelangsungan hayati insan.

PENGERTIAN DAN LANDASAN KURIKULUM

Pengertian Dan Landasan Kurikulum 
1. Pengertian Kurikulum
Istilah “Kurikulum” mempunyai berbagai tafsiran yang dirumuskan sang pakar-ahli pada bidang pengembangan kurikulum semenjak dulu hingga dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tadi berbeda-beda satu dengan yg lainnya, sesuai menggunakan titik berat inti dan pandangan menurut ahli yang bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahas latin, yakni “Curriculae”, adalah jeda yang harus ditempuh sang seseorang pelari. Pada ketika itu, pengertian kurikulum ialah jangka saat pendidikan yg harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan buat memperoleh ijazah. Dengan menempuh suatu kurikulum, murid bisa memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti , bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa planning pelajaran, sebagaimana halnya seseorang pelari sudah menempuh suatu jarak antara satu loka ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan istilah lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting buat mencapai titik akhir menurut suatu bepergian dan ditandai sang perolehan suatu ijazah eksklusif.

Di Indonesia kata “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer dari tahun 5 puluhan, yg dipopulerkan sang mereka yang memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang pada luar pendidikan. Sebelumnya yg lazim digunakan merupakan “rencana pelajaran” dalam hakikatnya kurikulum sama sama merupakan dengan planning pelajaran.

Beberapa tafsiran lainnya dikemukakan sebagai berikut ini.
Kurikulum memuat isi serta bahan ajar. Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yg wajib ditempuh dan dipelajari sang siswa buat memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran (subject matter) dilihat sebagai pengalaman orang tua atau orang-orang pintar masa lampau, yg sudah disusun secara sistematis serta logis. Mata ajaran tadi mengisis materi pelajaran yg disampaikan kepada anak didik, sebagai akibatnya memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan yang bermanfaat baginya. 

Kurikulum sebagai rencana pembelajaran. Kurikulum merupakan suatu acara pendidikan yang disediakan buat membelajarkan anak didik. Dengan program itu para siswa melakukan banyak sekali kegiatan belajar, sebagai akibatnya terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laris murid, sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran. Dengan kata lain, sekolah menyediakan lingkungan bagi siswa yg menaruh kesempatan belajar. Itu sebabnya, suatu kurikulum wajib disusun sedemikian rupa supaya maksud tersebut dapat tercapai. Kurikulum nir terbatas pada sejumlah mata pelajaran saja, melainkan meliputi segala sesuatu yg dapat mempengaruhi perkembangan anak didik, seperti: bangunan sekolah, indera pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar, page sekolah, serta lain-lain; yg dalam gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara efektif. Semua kesempatan serta aktivitas yg akan serta perlu dilakukan oleh murid direncanakan pada suatu kurikulum. 

Kurikulum menjadi pengelaman belajar. Perumusan/pengertian kurikulum lainnya yg relatif tidak sama menggunakan pengertian-pengertian sebelumnya lebih menekankan bahwa kurikulum adalah serangkaian pengalaman belajar. Salah satu pendukung berdasarkan pengalaman ini menyatakan sebagai berikut:

“Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences which pupils have under direction of the school, whether in the classroom or not (Romine, 1945,h. 14).”

Pengertian itu menerangkan, bahwa aktivitas-kegiatan kurikulum nir terbatas pada ruang kelas saja, melainkan meliputi pula aktivitas-aktivitas diluar kelas. Tidak ada pemisahan yg tegas antara intra dan ekstra kurikulum. Semua aktivitas yg menaruh pengalaman belajar/pendidikan bagi anak didik pada hakikatnya merupakan kurikulum. 

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi serta bahan pelajaran serta cara yang dipakai sebagai pedoman penyelenggaraan aktivitas pembelajaran buat mencapai tujuan pendidikan eksklusif. (Undang-Undang No.20 TH. 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).

Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana serta pengaturan mengenai isi juga bahan kajian dan pelajaran dan cara penyampaian serta penilaiannya yg dipakai menjadi pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi. (Pasal 1 Butir 6 Kemendiknas No.232/U/2000 mengenai Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi serta Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa).

Kurikulum merupakan serangkaian mata ajar serta pengalaman belajar yang mempunyai tujuan eksklusif, yg diajarkan dengan cara tertentu dan kemudian dilakukan evaluasi. (Badan Standardisasi Nasional SIN 19-7057-2004 tentang Kurikulum Pelatihan Hiperkes serta Keselamatan Kerja Bagi Dokter Perusahaan).

Dari aneka macam macam pengertian kurikulum diatas kita dapat menarik garis akbar pengertian kurikulum yaitu:
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang tujuan, isi, dan bahan pelajaran dan cara yang dipakai sebagai panduan penyelenggaraan kegiatan pembelajaran buat mencapai tujuan pendidikan tertentu.

2. Landasan Pengembangan Kurikulum
Kurikulum adalah inti berdasarkan bidang pendidikan serta mempunyai pengaruh terhadap seluruh aktivitas pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum pada pendidikan dan kehidupan insan, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yg bertenaga, yang didasarkan pada output-output pemikiran dan penelitian yg mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak berdasarkan dalam landasan yg bertenaga bisa menjadikan fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat jua terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.

Kurikulum disusun buat mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan serta tekhnologi serta kesenian, sinkron dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.. Pengebangan kurikulum berlandaskan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Tujuan filsafat serta pendidikan nasional yg dijadikan menjadi dasar buat merumuskan tujuan institusional yg dalam gilirannya sebagai landasan dalam merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan pendidikan.
2. Sosial budaya serta agama yang berlaku dalam warga kita.
3. Perkembangan siswa, yg menunjuk dalam karekteristik perkembangan peserta didik.
4. Keadaan lingkungan, yg pada arti luas mencakup lingkungan manusiawi (interpersonal), lingkungan kebudayaan termasuk iptek (kultural), serta lingkungan hayati (bioekologi), dan lingkungan alam (geoekologis).
5. Kebutuhan pembangunan, yang mencakup kebutuhan pembangunan pada bidang ekonomi, kesejahteraan masyarakat, hukum, hankam, dan sebagainya.
6. Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang sesuai dengan sistem nilai serta kemanusiawian serta budaya bangsa.

Keenam faktor tersebut saling kait-mengait antara satu menggunakan yang lainnya.
a. Filsafat dan tujuan pendidikan 
Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau impian masyarakat. Berdasarkan keinginan tersebut masih ada landasan, mau dibawa kemana pendidikan anak. Dengan istilah lain, filsafat pendidikan merupakan pandangan hidup rakyat. Filsafat pendidikan sebagai landasan buat merancang tujuan pendidikan, prinsip-prinsip pembelajaran, dan perangkat pengalaman belajar yg bersifat mendidik. Filsafat pendidikan dipengeruhi oleh 2 hal pokok, yakni (1). Cita-cita warga , serta (2). Kebutuhan siswa yang hayati pada rakyat.

Nilai-nilai filsafat pendidikan harus dilaksanakan pada konduite sehari-hari. Hal ini menampakan pentingnya filsafat pendidikan sebagai landasan dalam rangka pengembangan kurikulum.

Filsafat pendidikan menjadi asal tujuan. Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau perbuatan seorang atau masyarakat. Dalam filsafat pendidikan terkandung asa tentang model insan yg diharapakan sesuai menggunakan nilai-nilai yg disetujui sang individu serta rakyat. Karena itu, filsafat pendidikan harus dirumuskan menurut kriteria yg bersifat generik dan obyektif. Hopkin pada bukunya Interaction The democratic Process, mengemukakan kriteria antara lain:
1) Kejelasan, filsafat/keyakinan wajib kentara serta tidak boleh mewaspadai.
2) Konsisten menggunakan fenomena, dari penyelidikan yang seksama.
3) Konsisten dengan pengalaman, yang sesuai menggunakan kehidupan individu. 

b. Sosial budaya serta kepercayaan yg berlaku pada masyarakat
Keadaan sosial budaya serta agama tidaklah terlepas berdasarkan kehidupan kita. Keadaan sosial budayalah yg sangat berpengaruh dalam diri manusia, khususnya menjadi siswa. Sikap atau tingkah laku seorang sebagian besar dipengaruhi sang hubungan sosial yg menciptakan sseeorang buat bertingkah laris yang sesuai menggunakan syarat lingkungan serta masyarakat sekitar. Agama yg membatasi tingkah laris kita jua sangat besar pengaruhnya dalam menciptakan suatu kurikulum. 

c. Perkembangan Peserta didik yang menunjuk dalam karateristik perkembangannya
Setiap peserta didik pasti memiliki karateristik yang tidak sinkron. Dengan keadaan siswa yg mempunyai perbedaan pada hal kemampuan beradaptasi atau dalan hal perkembangan, tentunya jua ikut ambil bagian dalam melandasi terwujudnya kurikulum yang sinkron menggunakan asa. Kurikulum akan dibentuk sedemikian rupa untuk mengimbangi perkembangan peserta didiknya. 

Kedaaan lingkungan 
Dalam arti yang luas, lingkungan adalah suatu sistem yang disebut ekosistem, yang meliputi keseluruhan faktor lingkungan, yang tertuju pada peningkatan mutu kehidupan di atas bumi ini. Faktor-faktor dalam ekosistem itu, mencakup:
1) Lingkungan manusiawi/interpersonal
2) Lingkungan sosial budaya/kultural
3) Lingkungan biologis, yg mencakup tumbuhan dan fauna
4) Lingkungan geografis, seperti bumi, air, dan sebagainya.

Masing-masing faktor lingkungan mempunyai asal daya yang dapat dipakai menjadi kapital atau kekuatan yang menghipnotis pembangunan. Lingkungan manusiawi merupakan sumber daya menusia (SDM), baik dalam jumlah juga dalam mutunya. Lingkungan sosial budaya merupakan asal daya alam (SDA). Jadi ada tiga sumber daya alam (SDA). Jadi terdapat 3 asal daya yg terkait erat dengan pembangunan yang berwawasan lingkungan. 

Kebutuhan Pembangunan 
Tujuan pokok pembangunan merupakan buat menumbuhkan perilaku dan tekad kemandirian insan serta masyarakat Indonesia dalam rangka menaikkan kualitas sumber daya manusia buat mewujudkan kesejahteraan lahir batin yang lebih selaras, adil serta merata. Keberhasilan pembangunan ditandai oleh terciptanya suatu warga yg maju, mandiri serta sejahtera.

Untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut, maka dilaksanakan proses pembangunan yg titik beratnya terletak pada pembangunan ekonomi yang seiring serta didukung sang pengembangan asal daya manusia yg berkualitas, dan upaya-upaya pembangunan di sektor lainnya. Hal ini memilih pada kebutuhan pembangunan sesuai menggunakan sektor-sektor yg perlu dibangun itu sendiri, yang bidang-bidang industri, pertanian, energi kerja, perdagangan, transportasi, pertambangan, kehutanan, bisnis nasional, pariwisata, pos dan telekomunikasi, koperasi, pembangunan daerah, kelautan, kedirgantaraan, keuangan, transmigrasi, tenaga serta lingkungan hidup (GBHN, 1993).

Gambaran tentang proses dan tujuan pembangunan tadi di atas sekaligus menggambarkan kebutuhan pembangunan secara kesuluruhan. Hal mana memberikan implikasi tertentu terhadap pendidikan di perguruan tinggi. Dengan istilah lain, penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi harus disesuaikandan diarahkan pada upaya –upaya serta kebutuhan pembangunan, yang mencakup pembangunan ekonomi serta pengembangan sumber daya manusia yg berkualitas. Penyelenggaraan pendidikan diarahkan buat menyiapkan peserta didik sebagai anggota rakyat yg mempunyai kemampuan keilmuan dan keahlian, yg bersifat mendukung ketercapaian impian nasional, yakni suatu warga yang maju, mandiri, dan sejahtera.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan serta Tekhnologi 
Pembangunan didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dalam rangka mempercepat terwujudnya ketangguhan dan keunggulan bangsa. Dukungan iptek terhadap pembangunan dimaksudkan buat memacu pembangunan menuju terwujudnya warga mandiri, maju dan sejahtera. Untuk mencapai tujuan dan kemampuan-kemampuan tadi, maka terdapat tiga hal yang dijadikan menjadi dasar, yakni:
1) Pembangunan iptek wajib berada dalam keseimbangan yg bergerak maju serta efektif dengan pembinaan sumber daya insan, pengembangan sarana dan prasarana iptek, pelaksanaan penelitian serta pengembangan dan rekayasa dan produksi barang serta jasa.
2) Pembangunan iptek tertuju dalam peningkatan kualitas, yakni buat meningkatkan kualitas kesejahteraan dan kehidupan bangsa.
3) Pembangunan iptek wajib selaras (relevan) dengan nilai-nilai kepercayaan , nilai luhur budaya bangsa, kondisi sosial budaya, dan lingkungan hayati.
4) Pembangunan iptek harus berpijak pada upaya peningkatan produktivitas, efisiensi serta efektivitas penelitian dan pengembangan yg lebih tinggi.
5) Pembangunan iptek menurut dalam asas pemanfaatannya yg bisa memberikan pemecahan kasus nyata pada pembangunan.

Penguasaan, pemanfaatan, serta pengembangan ilmupengetahuan serta tekhnologi dilaksanakan sang banyak sekali pihak, yakni:
1) Pemerintah, yang berbagi serta memanfaatkan iptek buat menunjang pembangunan pada segala bidang.
2) Masyarakat, yg memanfaatkan iptek itu buat pengembangan masyarakat dan mengembangkannya secara swadaya.
3) Akademisis terutama di lingkungan perguruan tinggi, membuatkan iptek buat disumbangkan pada pembangunan.
4) Pengusaha, buat kepentingan meningkatan produktivitas.

Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan primer dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis ; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; serta (4) ilmu pengetahuan serta tekhnologi. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas keempat landasan tersebut.

1. Landasan Filosofis 
Filsafat memegang peranan krusial pada pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti pada Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai genre filsafat, misalnya : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, serta rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada genre – aliran filsafat eksklusif, sebagai akibatnya akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yg dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan mengenai isi berdasarkan-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
a. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran serta estetika menurut warisan budaya serta impak sosial tertentu. Pengetahuan dipercaya lebih penting serta kurang memperhatikan aktivitas sehari-hari. Pendidikan yg menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yg tidak terikat dalam loka dan ketika. Aliran ini lebih berorientasi ke masa kemudian. 

b. Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya serta anugerah pengetahuan serta keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota warga yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dipercaya sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga buat hayati pada masyarakat. Sama halnya menggunakan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.

c. Eksistensialisme menekankan dalam individu menjadi asal pengetahuan tentang hayati dan makna. Untuk memahamu kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan bagaimana aku hidup pada dunia? Apa pengalaman itu?

d. Progresivisme menekankan dalam pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat dalam peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar siswa aktif.

e. Rekonstruktivisme adalah elaborasi lanjut menurut aliran progresivisme. Pada rekonstruksivisme, peradaban insan masa depan sangat ditekankan. Disamping menekankan tentang disparitas individual misalnya pada progresivisme, rekonstuktivisme lebih jauh menekankan mengenai pemecahan kasus, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan buat apa berfikir kritis , memecahkan kasus, dan melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar serta proses.

Aliran filsafat Perenialisme, Essensialisme, eksistensialisme merupakan aliran filsafat yg mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam Pengembangan Model Kurikulum Interaksional.

Masing-masing genre filsafat pasti memiliki kelemahan serta keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan genre filsafat cenderung dilakukan secara eklektif buat lebih mengkompromikan serta mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian ketika ini, dalam beberapa negara serta khususnya di Indonesia, sepertinya mulai terjadi pergeseran landasan pada pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan dalam filsafat rekonstruktivisme.

2. Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat 2 bidang psikologi yg mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan serta (dua) psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang menyelidiki mengenai perilaku individu berkenaan menggunakan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang bekerjasama perkembangan individu, yang semuanya bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar adalah ilmu yg mempelajari mengenai perilaku individu pada konteks belajar. Psikologi belajar menelaah tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, dan aneka macam aspek konduite individu lainnya dalam belajar yg semuanya bisa dijadikan menjadi bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.

Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologis yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan ”karakteristik fundamental berdasarkan seseorang yang merupakan interaksi kausal dengan surat keterangan kriteria yang efektif serta atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi”.

Selanjutnya, dikemukakan jua tentang 5 tipe kompetensi, yaitu: 
  • Motif; sesuatu yg dimiliki seorang buat berfikir secara konsisten atau harapan untuk melakukan suatu aksi. 
  • Bawaan; yaitu ciri fisisk yang merespons secara konsisten aneka macam situasi atau fakta. 
  • Konsep diri; yaitu tingkah laris, nilai atau image seorang. 
  • Pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seorang; 
  • Keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental. 
Kelima kompetensi tersebut memiliki akibat praktis terhadap perencanaan sumber daya manusia atau pendidikan. Keterampilan serta pengetahuan cenderung lebih tampak dalam permukaan ciri-karakteristik seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan serta motif lebih tersembunyi serta lebih mendalam serta adalah pusat kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan serta keterampilan) lebih mudah dikembangkan Pelatihan adalah hal tepat untuk mengklaim kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan serta motif jauh lebih sulit untuk dikenali serta dikembangkan.

3. Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dilihat menjadi suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum memilih aplikasi dan output pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan adalah usaha mempersiapkan siswa buat terjun kelingkungan warga . Pendidikan bukan hanya buat pendidikan semata, tetapi menaruh bekal pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai buat hidup, bekerja serta mencapai perkembangan lebih lanjut di warga .

Peserta didik asal menurut rakyat, menerima pendidikan baik formal juga informal dalam lingkungan masyarakat serta diarahkan bagi kehidupan warga jua. Kehidupan rakyat, menggunakan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan serta sekaligus acuan bagi pendidikan.

Dengan pendidikan, kita nir mengharapkan muncul manusia – insan yang sebagai terasing berdasarkan lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan sanggup membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karenanya, tujuan, isi, maupun proses pendidikan wajib diubahsuaikan dengan kebutuhan, kondisi, ciri, kekayaan dan perkembangan yang terdapat di masyakarakat.

Setiap lingkungan rakyat masing-masing memiliki-sosial budaya tersendiri yg mengatur pola kehidupan serta pola interaksi antar anggota masyarkat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya merupakan tatanan nilai-nilai yg mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para masyarakat warga . Nilai-nilai tadi dapat bersumber berdasarkan agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.

Sejalan menggunakan perkembangan warga maka nilai-nilai yang terdapat pada warga juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga rakyat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yg terjadi pada lebih kurang warga .

Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan insan mengenal peradaban masa kemudian, turut serta dalam peradaban kini serta menciptakan peradaban masa yang akan tiba. Dengan demikian, kurikulum yg dikembangkan sudah seharusnya mempertimbankan, merespons dan berlandaskan dalam perkembangan sosial-budaya pada suatu rakyat, baik pada konteks lokal, nasional juga global.

4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dimiliki insan masih relatif sederhana, tetapi sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung sampai saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang.

Akal manusia telah bisa menjangkau hal-hal yg sebelumnya merupakan sesuatu yg tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menduga mustahil bila insan sanggup menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan serta Teknologi dalam pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan serta Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki pada Bulan. 

Kemajuan cepat dunia pada bidang fakta dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban insan melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran serta cara-cara kehidupan yg berlaku dalam konteks dunia dan lokal.

Selain itu, pada abad pengetahuan kini ini, diperlukan warga yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat serta baku mutu tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang wajib dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sebagai akibatnya dibutuhkan kurikulum yang disertai menggunakan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, menentukan dan menilai pengetahuan, serta menngatasi situasi yg ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.

Perkembangan pada bidang Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi, terutama dalam bidang transportasi serta komunikasi telah bisa merubah tatanan kehidupan insan. Oleh karenanya, kurikulum seyogyanya bisa mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan serta tekhnologi buat kemaslahatan dan kelangsungan hidup insan.

KONSEP FITRAH DAN IMPLIKASINYA DALAM PROSES PENDIDIKAN

Konsep Fitrah Dan Implikasinya Dalam Proses Pendidikan 
Bilamana tujuan pendidikan Islam diarahkan kepada pembentukan insan seutuhnya, berarti proses kependidikan yang wajib dikelola sang para pendidik wajib berjalan, pada atas pola dasar berdasarkan fitrah yang sudah dibuat Allah dalam setiap langsung insan. 

Pola dasar ini mengandung potensi psikologis yg kompleks, lantaran pada dalamnya masih ada aspek-aspek kemampuan dasar yg bisa dikembangkan secara dialektis-interaksional (saling mengacu serta menghipnotis) untuk terbentuknya kepribadian yang serba utuh dan paripurna melalui arahan kependidikan. 

Makalah ini mencoba mengungkapkan konsep fitrah dan bagaimana implikasinya pada pendidikan Islam. 
1. Konsep Fitrah pada Perspektif Pendidikan Islam Kaum Nashrani menyatakan bahwa insan lahir menggunakan seperangkat dosa waris, yakni dosa berasal sebagai akibat menurut perbuatan durhaka Adam. Di lain pihak, genre Behaviorisme memandang bahwa insan lahir tidak memiliki kesamaan baik juga buruk. Teori ini populer menggunakan teori tabularasa (Abdullah, 1982: 59).             

Sedangkan Islam memberikan sebuah konsep mengenai hakikat insan yang tercermin dalam konsep fitrahnya. 

Para pakar Islam mencoba memformulasikan makna fitrah, serta tiap-tiap formulasi yg didapatkan melalui kajian serta argumentasi yang kuat. Landasan berdasarkan tiap formulasi tadi adalah firman Allah SWT. yg berbunyi : 

ﻓَﺄَﻗِﻢْ وَﺟْﻬَﻚَ ﻟِﻠﺪﱢﻳﻦِ ﺣَﻨِﻴﻔﺎً ﻓِﻄْﺮَةَ اﻟﻠﱠﻪِ اﻟﱠﺘِﻲ ﻓَﻄَﺮَ اﻟﻨﱠﺎسَ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﻟَﺎ
ﺗَﺒْﺪِﻳﻞَ ﻟِﺨَﻠْﻖِ اﻟﻠﱠﻪِ ذَﻟِﻚَ اﻟﺪﱢﻳﻦُ اﻟْﻘَﻴﱢﻢُ وَﻟَﻜِﻦﱠ أَآْﺜَﺮَ اﻟﻨﱠﺎسِ ﻟَﺎ
ﻳَﻌْﻠَﻤُﻮنَ ﴿٣٠﴾
“Maka hadapkanlah wajahmu menggunakan lurus kepad kepercayaan Allah, (tetaplah atas) fitrah Allah yang sudah menciptakan insan berdasarkan fitrah. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah, (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan insan tidak mengetahui. (Q.S. Ar-Rum: 30) Dari ayat tersebut timbullah banyak sekali interpretasi mengenai makna fitrah yaitu : 
a. Fitrah berarti suci 
b. Fitrah berarti Islam 
c. Fitrah berarti mengakui ke-Esa-an Allah 
d. Fitrah berarti murni 
e. Fitrah berarti syarat penciptaan insan yg mempunyai kesamaan untuk menerima kebenaran. 
f. Fitrah berarti potensi dasar manusia menjadi alat untuk mengabdi serta ma’rifatullah 
g. Fitrah berarti ketetapan atau peristiwa asal manusia mengenai kebahagiaan serta kesesatannya. 
h. Fitrah berarti tabi’at alami yang dimiliki manusia (human nature). 

Dari pendapat di atas, bisa disimpulkan bahwa fitrah merupakan potensi-potensi dasar manusia yg mempunyai sifat kebaikan serta kesucian untuk menerima rangsangan dan dampak menurut luar menuju dalam kesempurnaan serta kebenaran. 

Muhammad Fadhil al-Jamaly memandang fitrah menjadi kemampuan dasar serta kesamaan yang murni bagi setiap individu. 

Fitrah ini lahir dalam bentuk yang paling sederhana dan terbatas, kemudian saling menghipnotis menggunakan lingkungan sekitarnya, sehingga tumbuh dan berkembang lebih baik, atau bahkan kebalikannya. 

Sebagai mana telah dijelaskan pada atas bahwa fitrah mengacu pada potensi yang dimiliki manusia. Potensi itu antara lain yaitu, 

a. Potensi beragama 
Perasaan keagamaan adalah insting yang dibawa semenjak lahir beserta ketika manusia dilahirkan. Manusia memerlukan keimanan kepada zat tertinggi yg Maha Unggul di luar dirinya serta dan diluar menurut alam benda yg dihayati olehnya. Naluri beragama mulai tumbuh apabila insan dihadapkan pada duduk perkara masalah yg melingkupinya. 

Akal akan menyadari kekerdilannya serta mengakui akan kudratnya yg terbatas.(Omar, 1979 :122) Akal akan insaf bahwa kesempurnaan ilmu hanyalah bagi pencipta alam jagat raya ini, yaitu Allah. Islam bertujuan merealisasikn penghambaan oleh hamba kepada Tuhannya saja. Memberantas perhambaan sesame hamba Tuhan. Insan dibawa menyembah kehadirat Allah penciptanya dengan lapang dada nrimo tersisih menurut syirik atau sebarang penyekutuannya. 

b. Kecenderungan moral 
Kecenderungan moral erat kaitannya dengan potensi beragama. Ia sanggup buat membedakan yang baik serta jelek. Atau yg memiliki hati yang dapat mengarahkan kehendak serta logika. 

Apabila dicermati menurut pengertian fitrah seperti pada atas, maka kecenderungan moral itu mampu menunjuk kepada 2 hal sebagaimana terdapat dalam surat Asy-Syam ayat 7:

وَﻧَﻔْﺲٍ وَﻣَﺎ ﺳَﻮﱠاهَﺎ ﴿٧﴾
ﻓَﺄَﻟْﻬَﻤَﻬَﺎ ﻓُﺠُﻮرَهَﺎ وَﺗَﻘْﻮَاهَﺎ ﴿٨﴾
Dan jiwa dan penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan pada jiwa itu (jalan) kefasikan serta ketakwaannya,

c. Manusia bersifat luwes, lentur (fleksible). (Omar, 1979 : 156) 
Manusia bisa dibentuk serta diubah. Ia mampu menguasai ilmu pengetahuan, menghayati adatadat, nilai, tendeni atau aliran baru. Atau meninggalkan adat, nilai serta genre lama , dengan cara hubungan social baik menggunakan lingkungan yang bersifat alam atau kebudayaan. Allah berfirman mengenai bagaimana sifat insan yg gampang lentur, terdapat dalam surat Al Insan ayat 3 : 

إِﻧﱠﺎ هَﺪَﻳْﻨَﺎﻩُ اﻟﺴﱠﺒِﻴﻞَ إِﻣﱠﺎ ﺷَﺎآِﺮاً وَإِﻣﱠﺎ آَﻔُﻮراً ﴿٣﴾

Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yg lurus; terdapat yang bersyukur serta ada juga yg kafir.

d. Kecenderungan bermasyarakat 
Manusia pula mempunyai kecendrungan bersosial dan bermasyarakat. 

Menurut Ibnu Taimiyah, pada diri manusia setidaknya terdapat tiga potensi (fitrah), (Nizar, 2001 : 76) yaitu : 

a. Daya intelektual (quwwat al-‘aql) 
Yaitu potensi dasar yang memungkinkan insan bisa membedakan nilai baik dan jelek. Dengan daya intelektualnya, insan bisa mengetahui serta meng-Esakan Tuhannya. 

b. Daya ofensif (quwwat al-syahwat) 
Yaitu potensi dasar yg mampu menginduksi obyek-obyek yang menyenangkan serta berguna bagi kehidupannya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah secara serasi serta seimbang. 

c. Daya defensif (quwwat al-ghadhab) yaitu potensi dasar yg dapat menghindarkan manusia berdasarkan segala perbuatan yg membahayakan dirinya. Tetapi demikian, diantara ketiga potensi tersebut, pada samping kepercayaan – potensi nalar menduduki posisi sentral menjadi alat kendali (kontrol) dua potensi lainnya. Dengan demikian, akan teraktualisasikannya semua potensi yg ada secara aporisma, sebagaimana yg disinyalir sang Allah dalam kitab serta ajaranajaranNya. Pengingkaran serta pemalsuan manusia akan posisi potensi yang dimilikinya itulah yg akan menyebabkannya melakukan perbuatan amoral. 

Menurut Ibnu Taimiyah membagi fitrah manusia pada 2 bentuk, yaitu: 

a. Fitrah al gharizat
Merupakan potensi dalam diri insan yang dibawanya semenjak lahir. 

Bentuk fitrah ini berupa nafsu, nalar, dan hati nurani. Fitrah (potensi) ini dapat dikembangkan melalui jalan pendidikan. 

b. Fitrah al munazalat
Merupakan potensi luar insan. Adapun fitrah ini adalah wahu tuhan yang diturunkan Allah buat membimbing serta mengarahkan fitrah al gharizat berkembang sesuai menggunakan fitrahnya yg hanif. Semakin tinggi interaksi antara ke 2 fitrah tersebut, maka akan meningkat jua kualitas insan. 

Dari semua penerangan tentang potensi insan, tampak kentara bahwa lingkungan menjadi faktor eksternal. Lingkungan ikut menghipnotis dinamika serta arah pertumbuhan fitrah manusia. Semakin baik penempaan fitrah yang dimiliki insan, maka akan semakin baiklah kepribadiannya. Demikian pula kebalikannya, penempaan dan training fitrah yg dimiliki nir pada fitrahnya maka insan akan tergelincir menurut tujuan hidupnya. Untuk itu salah satu training fitrah dengan pendidikan. 

Bila pengertian fitrah pada atas dikaitkan dengan tugas dan fungsi manusia lebih lanjut dianalisa, maka akan terlihat bahwa fitrah insan tadi masih memerlukan beberapa upaya untuk merangsangnya berkembang secara maksimal . Upaya tersebut adalah pendidikan. 

Fitrah manusia bukan satu-satunya fotensi insan yang dapat mencetak manusia sesuai dengan manfaatnya, tetapi terdapat juga potensi lain yang sebagai kebalikan dari fitrah ini, yaitu nafsu yang memiliki kecenderungan pada keburukan dan kejahatan (Q.S. 12:53). Untuk itulah fitrah harus permanen dikembangkan dan dilestarikan. Fitrah dapat tumbuh dan berkembang secara baik dan masuk akal bila menerima suplay yg dijiwai sang wahyu Allah, tentu saja hal ini harus didorong menggunakan pemahaman Islam secara kaffah serta universal. Semakin tinggi tingkat hubungan seseorang menggunakan Islam, semakin baik jua perkembangan fitrahnya. 

Konsep fitrah dari Islam nir sama dengan teori Tabularasa John Locke. Sebab pada Islam, insan sejak lahir sudah mempunyai banyak sekali bentuk potensi yang mampu dikembangkan. Konsep fitrah insan berdasarkan Islam pula berbeda jauh menggunakan teori nativisme A, Scopenhour, karena dalam Islam mengakui adanya dampak yg akbar di luar diri insan, baik insani maupun non insani, pada membuatkan serta memodifikasi potensi yg dimilikinya. 

Konsep fitrah menurut Islam juga tidak sama menggunakan teori konvergensi William Stern, karena pada pandangan Islam, perkembangan potensi manusia itu bukan semata-mata ditentukan oleh lingkungan semata dan nir bisa dipengaruhi melalui pendekatan kuantitas, sejauh mana peranan keduanya (potensi dan lingkungan) dalam membangun kepribadian manusia. Ada kalanya potensi yg lebih lebih banyak didominasi dalam membangun kepribandian manusia, akan tetapi ada kalanya lingkungan yang lebih lebih banyak didominasi, atau kedua-duanya sama-sama secara umum dikuasai. Bahkan pada Islam, di luar ke 2 imbas tadi, terdapat imbas lainnya yg juga ikut memberikan warna tersendiri bagi pembentukan kepribadian insan, yaitu faktor hidayah yg diberikan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang dikehendaki. 

Dari penerangan di atas, terlihat bahwa cakupan menurut pengertian fitrah manusia dalam perspektif pendidikan Islam sangat luas dibanding dengan batasan yang dikembangkan oleh para pakar pendidikan kontemporer pada melihat potensi manusia yang terkesan bersifat parsial serta tanggal dari kerangka bingkai religiusitas insan yg sakral dan asasi. 

2. Fitrah Manusia dan Pengaruh Lingkungan (suatu pendekatan Konvergensi) 
Manusia lahir menggunakan membawa fitrah, yang meliputi fitrah agama (Q.S.30:30), fitrah intelek (Q.S.7:179), fitrah sosial (Q.S. Lima:2), fitrah ekonomi (Q.S. 62:10),fitrah seni, kemajuan, keadilan, kemerdekaan, persamaan, ingin tahu, ingin dihargai, ingin menyebarkan keturunan (kawin), cinta tanah air, serta sebagainya. Fitrah-fitrah tersebut wajib menerima loka dan perhatian, serta pengaruh berdasarkan faktor oksigen insan (lingkungan) buat membuatkan serta melestarikan potensinya yang positif serta menjadi penangkal menurut kelestarian an-nafsu ammarah bis suu`, sebagai akibatnya insan dapat hayati searah dengan tujuan Allah yg mencitakannya. 

Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap fitrah insan. 
Bahkan factor tadi dapat menghipnotis kepribadian manusia. Namun demikian, beliau bukan satu-satunya factor yang berpengaruh tanpa terdapat dukungan berdasarkan faktor-faktor lain. Pernyataan tadi menolak pandangan Skinner yg berkata bahwa lingkungan memilih kehidupan manusia betapapun dia mengganti lingkungannya. Di sini terlihat bahwa insan tidak lebih hanya mewarisi sejumlah gerak refleks (gerakan-gerakan yang tiak disengaja), di samping itu kepercayaan sebagai aspek lain menurut tingkah laku manusia bisa dijelaskan berkenaan menggunakan factor-faktor lingkungan.. Pernyatan tadi dibuktikan bahwa anak-anak orang Islam umumnya sebagai muslim, sedangkan anak-anak orang Kristen umumnya sebagai Kristen. Hal tersebut disebutkan Skinner sebagai salah satu contoh untuk menjelaskan teorinya (Abdullah, 1982: 60) Pada fase defense, masa kanak-kanak menaruh kemungkinan orang tuanya buat menaruh dampak-impak pada putra-putrinya. 

Fakta ini tampaknya menarik perhatian Skinner berkenaan dengan hadits Nabi saw, yg menerangkan cara fitrah itu dipengaruhi sang lingkungannya. Sabda Nabi SAW. (Imam Muslim: 53) 

“Tidak seseorang pun dilahirkan kecuali dia mempunyai fitah, maka ke 2 orang tuanya yang mempengaruhi, menjadikannya Yahudi, Nasrani dan Majusi”. (H.R. Muslim menurut Abu Hurairah) 

Hadits pada atas menjelaskan bahwa fitrah yg dibawa semenjak lahir, bisa ditentukan oleh lingkungan. Fitrah ini tidak dapat berkembang tanpa adanya pengaruh positif berdasarkan lingkungannya yang mungkin bisa dimodifikasi atau dapat diubah secara drastis bila lingkungan itu tidak memungkinkan untuk menjadikan fitrah tadi lebih baik. Factor-faktor eksternal yg bergabung dengan fitrah serta sifat dasarnya bergantung dalam sejauh mana interaksi internal berperan terhadap fitrah tersebut. 

Sebaliknya, dari pengamat behavioris, fitrah itu tidak mengharuskan manusia buat berusaha keras terhadap lingkungannya. Dua anak yang hayati dalam kondisi yg sama barangkali memberi respon terhadap setiap stimulus menggunakan cara yang berbeda-beda. Permaisuri Fir’aun berdasarkan Mesir sudah menjadi perempuan yang beriman pada Allah SWT.sekalipun berada pada lingkungan orang musyrik, beliau selalu berdo`a pada Allah SWT yg disebutkan dalam Firman Allah (Q.S At-Tahrim : 11) 

Di samping itu, hadits Nabi SAW. Tersebut mengandung implikasi bahwa fitrah adalah suatu pembawaan setiap manusia semenjak lahir, serta mengandung nilai-nilai religi. Penyimpangan fitrah adalah dampak berdasarkan factor lingkungan (pendidikan). Di pada fitrah terkandung pengertian baik buruk, sahih salah , latif tidak baik, lempang sesat, dan seterusnya. 

Pelestarian fitrah ini dapat ditempuh lewat pemeliharaan sejak awal, atau mengembalikannya dalam kebaikan sehabis dia mengalami defleksi (kuratif) (Ahmad: 32). 

Setiap yang dilahirkan mempunyai kemungkinan dan kemampuan buat tumbuh dan berkembang sesuai dengan impak alam sekitarnya. Dari sisi ini, Al-Qur`an sangat menekankan pentingnya pendidikan serta pedagogi. Dari sisi ini jua, al-Qur`an menekankan bahwa Allah SWT. memberi kemampuan logika yg dapat membedakan antara yg baik serta tidak baik kepada insan, sehingga pendidikan berperan dalam mengarahkan logika manusia ke jalan yg baik serta sahih, bukan ke jalan yang tidak baik dan tersesat. Uraian itu bisa dibuktikan pada al-Qur`an bahwa manusia mempunyai tabiat asli (Q.S. 30:30) yg harus diupayakan menggunakan pendidikan (Q.S. 16:78), dan adanya kemampuan memilih bagi insan (Q.S. 6:78, 90:8, 76:tiga) (Al-Jamaly, 1986: 66). 

Ibnu Khaldun pula membicarakan bahwa factor-faktor pada luar diri manusia mensugesti kesamaan-kesamaan tindakan manusia. Dengan demikian, insan yang sebenarnya merupakan manusia yg dibuat oleh lingkungannya, baik lingkungan alam fisik juga lingkungan alam social yang dibuat oleh tindakan-tindakan nyata insan (Raharjo, 1987: 7). Interaksi manusia menggunakan lingkungannya itulah menumbuhkan lembaga, tradisi, system atau structural yang menaruh ciri dalam suatu warga atau peradaban eksklusif. 

3. Implikasi Fitrah dalam Pendidikan Islam 
Dalam perspektif Pendidikan Islam terlihat bahwa lantaran sifat dasar manusia merupakan makhluk yg serba terbatas serta memerlukan upaya yg menciptakan kehadirannya di muka bumi ini lebihsempurna, maka perlu terdapat upaya. Upaya itu merupakan lewat pendidikan. Oleh karena itu sifat spesial pendidikan Islam merupakan berupaya menyebarkan sifat serta potensi yang dimiliki peserta didiknya secara efektif dan bergerak maju. Potensi itu mencakup kemampuan mengamati, menganalisa dan mengklasifikasi, berpendapat,dan kecakapan-kecakapan lainnya secara sistematis, baik yg bekerjasama eksklusif menggunakan insan itu sendiri, alam, sosial, juga pada Tuhannya. (Faure dkk, 1980: 213) 

Untuk itu, pendidikan Islam harus sanggup mengintegrasikan semua potensi yang dimiliki peserta didiknya dalam pola pendidikan yang ditawarkan, baik potensi yang terdapat pada aspek jasmani juga rohani: intelektual, emosional, serta moral etis religius pada diri peserta didiknya unutk mewujudkan sosok manusia paripurna yg bisa melakukan dialektika aktif pada semua potensi yang dimilikinya. 

Agar sanggup teraktualisasikannya potensi yang dimiliki manusia sinkron menggunakan nilai-nilai Ilahiah, maka pada dasarnya pendidikan berfungsi menjadi media menstimuli bagi perkembangan dan pertumbuhan potensi insan seoptimal mungkin ke arah penyempurnaan dirinya, baik menjadi abd juga menjadi khalifah fi al-ardh. Adapun model atau bentuk yg ditawarkan oleh sistem pendidikan, bukan menjadi masalah. Terserah pada kebijaksanaan dan kepentingan manusia itu sendiri, asal saja aplikasi pendidikan tadi tidak bertentangan, akan tetapi memiliki keserasian dengan potensi yg dimiliki oleh peserta didik dan fitrah religiusnya buat senantiasa menunjuk pada fitrah Allah yang hanif. Dengan upaya ini akan menciptakan situasi serta contoh pendidikan Islam yg demokratis-fleksibel. 

Fitrah manusia yang dimaksud bisa dilihat dari dua dimensi insan secara integral, yaitu fitrah jasmaniah dan fitrah rohaniah. Keduanya mempunyai natur serta kebutuhan yang tidak selaras antara satu dengan yang lain, lantaran hakekat esensial keduanya tidak sama, akan namun keduanya saling melengkapi antara satu menggunakan yg lainnya. Apabila keliru satu pada antara keduanya terabaikan, maka akan berdampak negatif bagi pengembangan totalitas fitrah insan, buat itu proses pendidikan Islam wajib mampu menyentuh keduanya secara padu serta serasi, yaitu dengan jalan membuatkan serta memenuhi kebutuhan ke 2 dimensi tersebut terhadap siswa. 

Untuk tujuan tersebut, maka pendidikan Islam bukan hanya sekedar proses pentransferan ilmu pengetahuan atau kebudayaan dari satu generasi pada generasi berikutnya, akan tetapi jauh berdasarkan itu, pendidikan Islam merupakan suatu bentuk proses pengaktualan sejumlah potensi yang dimiliki peserta didiknya, mencakup pengembanagn jasmani, rasionalitas, intelektualitas, emosi dan akhlak yang berfungsi menyiapkan individu muslim yang memiliki kepribadian sempurna bagi kemashlahatan semua umat (Langgulung, 1995: 13). 

Dengan demikian, berarti pendidikan Islam merupakan proses penanaman nilai Ilahiah yg diformulasikan secara sistematis serta adaptik, yang diadaptasi dengan kemampuan serta perkembangan potensi siswa. Artinya, pola pendidikan yg ditawarkan harus diadaptasi menggunakan kebutuhan fisik serta psikis siswa sebagai subjek pendidikan. 

Jika nir, proses pendidikan yang ditawarkan akan mengalami kemacetan dan hambatan. Untuk itu, pendidikan yang dilaksanakan harus mampu menyentuh kesemua aspek manusia secara utuh, yaitu aspek jasmaniah dan rohaniahnya. 

Apabila kita melihat program pendidikan menjadi bisnis buat menumbuhkan daya kreativitas anak, melestarikan nilai-nilai yang kuasa serta insani, dan membekali anak didik dengan kemampuan yang produktif. 

(Muhadjir, 1987: 176). Dapat kita katakan bahwa fitrah adalah potensi dasar murid yg dapat menghantarkan dalam tumbuhnya daya kreativitas serta produktivitas serta komitmen terhadap nilai-nilai yang kuasa dan insani. Hal tadi dapat dilakukan melalui pembekalan banyak sekali kemampuan berdasarkan lingkungan sekolah dan luar sekolah yang bersiklus dalam acara pendidikan. 

Seorang pendidik nir dituntut untuk mencetak anak didiknya sebagai orang ini serta itu, tetapi relatif dengan menumbuhkan dan berbagi potensi dasarnya serta kecenderungan-kecenderungannya terhadap sesuatu yang diminati sinkron menggunakan kemampuan dan talenta yang dimiliki anak. (Mujib, 1993: 28). Apabila anak mempunyai sifat dasar yang dilihat sebagai pembawaan dursila, upaya pendidikan diarahkan dan difokuskan buat menghilangkan serta menggantikan atau setidaktidaknya mengurangi elemen-elemen kejahatan tersebut. Bagi teori Lorenz yang menciptakan pembawaan agresi manusia sejak lahir, perhatian pendidikan diarahkan buat mencapai objek-objek pengganti serta prosedur-prosedur sublimasi yg akan membantu menghilangkan sifatsifat serangan ini. Jelasnya seseorang pendidik tidak perlu sibuk-sibuk menghilangkan dan menggantikan kejahatan yang sudah dibawa murid sejak lahir, melainkan berikhtiar sebaik-baiknya buat menjauhkan timbulnya pelajaran yg bisa mengakibatkan norma-kebiasaan yg jelek. Konsep fitrah ini tidak terkecuali bagi pendidik muslim buat berikhtiar menanamkan tingkah laris yang sebaik-baiknya, karena fitrah itu tidak dapat berkembang menggunakan sendirinya. 

Konsep fitrah memiliki tuntutan agar pendidikan Islam diarahkan buat bertumpu pada at-tauhid. Hal ini dimaksudkan buat memperkuat hubungan yg mengikat insan menggunakan Allah SWT. Apa saja yang dipelajari murid seharusnya nir bertentangan menggunakan prinsip-prinsip tauhid ini. Kepercayaan insan akan adanya Allah melalui fitrahnya nir dapat disamakan menggunakan teori yg memandang bahwa monoteisme menjadi suatu taraf agama agama yang tertinggi. At-tauhid adalah inti berdasarkan semua ajaran kepercayaan yang dianugrahkan Allah pada manusia, munculnya kepercayaan mengenai banyaknyga Tuhan yang mendominasi manusiahanya ketika at-tauhid sudah dilupakan. Konsep attauhid bukan hanya sekedar bahwa Allah itu Esa, tetapi pula kasus kekuasaan (otoritas). Konsep at-tauhid inilah yang menekankan keagungan Allah yg wajib dipatuhi dan diperhatikan pada kurikulum pendidikan Islam. 

Di samping fitrah, insan jua mempunyai beberapa kebutuhan jasmaniah misalnya makan, minum, seks dan sebagainya. Pemenuhan kebutuhan jasmaniah nir dapat dikonsumsikan sebagaimana fauna, tetapi lebih berdasarkan itu, pemenuhan tersebut harus dikonsumsikan harmonis buat mengaktualisasikan fitrah insan. Konsep demikian itu tidak berarti bahwa kebutuhan jasmaniah perlu diakhiri, misalnya tidak kawin; puasa terus menerus, dan sebagainya,. Pernyataan tadi diisyaratkan oleh Allah dalam surat Ar-Rum : 30 

ﻟَﺎ ﺗَﺒْﺪِﻳﻞَ ﻟِﺨَﻠْﻖِ اﻟﻠﱠﻪِ

“Tidak terdapat perubahan dalam ciptaan Allah tersebut.” (QS. Ar-Rum: 30) 

Firman Allah pada atas memberitahuakn bahwa kebutuhan jasmaniah anak didik tidak boleh dibuang atau dibunuh, melainkan diarahkan pada hal-hal yg positif. Seorang pendidik tidak boleh membarui kebutuhan dasar jasmaniah anak didik, sebagaimana firman Allah SWT. Dalam surah An-Nisa ayat 119 : 

وَﻵﻣُﺮَﻧﱠﻬُﻢْ ﻓَﻠَﻴُﻐَﻴﱢﺮُنﱠ ﺧَﻠْﻖَ اﻟﻠّﻪِ وَﻣَﻦ ﻳَﺘﱠﺨِﺬِ اﻟﺸﱠﻴْﻄَﺎنَ
وَﻟِﻴّﺎً ﻣﱢﻦ دُونِ اﻟﻠّﻪِ ﻓَﻘَﺪْ ﺧَﺴِﺮَ ﺧُﺴْﺮَاﻧﺎً ﻣﱡﺒِﻴﻨﺎً ﴿١١٩﴾
…dan akan aku suruh mereka (merobah ciptaan Allah), sehingga mereka mau merubahnya. Barang siapa yg mengakibatkan syetan sebagai pelindung selain Allah, maka sesungguhnya dia menderita kerugian yang nyata. (Depag, 1979: 141) 

Berkaitan dengan hal tersebut Ali Syari’ati membicarakan 5 faktor yang secara kontinu dan simultan membentuk personalitas murid, yaitu : 
• Factor bunda yang memberi struktur dan dimensi kerohanian yg penuh dengan afeksi serta kelembutan. 
• Factor ayah yang menaruh dimensi kekuatan akan hahrga diri. 
• Factor sekolah yg membantu terbentuknya sifat. 
• Factor masyarakat serta lingkungan yg menaruh sarana realitas bagi anak. 
• Factor kebudayaan generik warga yg memberi pengetahuan dan pengalaman mengenai corak kehidupan manusia. (Syari`ati, 1982: 64) 

Kelima faktor pada atas merupakan stimulasi yg bisa mengembangkan fitrah murid dalam berbagai dimensinya. Karena fitrah manusia memiliki sifat yg suci dan bersih, orang tua/pendidik dituntut buat tetap menjaganya dengan cara membiasakan hidup anak didiknya dalam kebiasaan yang baik, dan melarang mereka membiasakan diri buat berbuat jelek.