HAKIKAT DAN TUJUAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Hakikat Dan Tujuan Pendidikan Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam 
Dalam Al-Qur’an banyak pada temukan gambaran yang menyampaikan tentang manusia secara filosofis menurut penciptaannya. Manusia adalah makhluk yang paling sempurna dan sebaik-baik ciptaan yang di lengkapi menggunakan akal pikiran. Dalam hal ini Ibn Arrabi contohnya melukiskan hakikat manusia dengan menyampaikan bahwa,"Tak ada makhluk Allah yang lebih bagus dari pada manusia yang memiliki daya hidup, mengetahui, berkehendak, berbicara, melihat, mendengar, berpikir, dan tetapkan. 

Manusia adalah makhluk yang sangat penting, lantaran dilengkapi menggunakan penbawaan serta syarat-kondisi yang di perlukan bagi mengemban tugas dan manfaatnya menjadi makhluk Allah pada muka bumi.  

Kemunculan dan perkembangan tradisi keilmuan, pemikiran serta filsafat di global Islam tidak dapat pada sisihkan serta kondisi lingkungan (kebudayaan dan peradaban) yang mengitarinya. Kemunculan serta perkembangan bukan sesuatu yang orisinal serta baru sama sekali tetapi merupakan formulasi baru yang merupakan formasi antara kebudayaan serta peradaban baru yg tiba. Lantaran jauh sebelum daerah-wilayah yg diklaim global Islam pada huni warga muslim, sudah tumbuh suatu masyarakat yg berkebudayaan serta berperadaban. 

1. Pengertian Pendidikan Secara Umum 
Allah telah mendidik serta mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan alam, implisit pengertian yang menyatakan bahwa manusia supaya permanen memelihara kesucian asma` (pelajaran yang pada ajarkan) Tuhan pendidik yang maha tinggi. Tuhan telah menciptakan (alam dan insan), lalu menyempurnakan proses penciptaanya. 

Tuhan sudah menaruh batasan (tetapkan aturan -aturan, dosis, ukuran serta sebagainya pada alam) serta lalu memberi pertunjuk terhadap proses penyempurnaan ciptaan tersebut. Jadi dalam pendidikan filsafat Islam, berarti menyebarkan potensi manusiawi dibawah impak hukum-aturan Allah, baik Al-Quran juga Sunnahtullah, serta hal ini akan menghasilkan kebudayaan, yang terus menerus berkembang. Setiap generasi tua mewariskan kebudayaan pada generasi mudanya serta mengarahkannya agar kebudayaan tadi berkembang.

Dalam tujuan secara generik pendidikan Islam membangun eksklusif bahagia pada global dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yg sanggup mengerakan perkembangan manusia. 

2. Pengertian Pendidikan Islam 
Istilah pendidikan dalam pendidikan Islam dalam biasanya mengacu pada AlTarbiyah, Al-Ta'dib, Al-Ta'lim. Dari ketiga kata tersebut yang populer pada gunakan dalam praktek pendidikan Islam merupakan Al-Tarbiyah, sedangkan Al-Ta'lim serta Al-Ta'dib sporadis sekali digunakan. Padahal kedua istilah tersebut telah dipakai semenjak awal pertumbuhan pendidikan Islam. (Ahmad Syalabi, 1954;21-23) 

Istilah Al-Tarbiyah asal berdasarkan kata Rab. Walaupun kata ini mempunyai banyak arti, akan tetapi pengertian dasarnya menerangkan makna tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur dan menjaga kelestarian atau ekstiensinnya. 

Proses pendidikan Islam adalah bersumber dalam pendidikan yg pada berikan Allah menjadi "pendidik" seluruh ciptaan Nya, termasuk manusia. Pengertian pendidikan Islam yang dikandungkan dalam Al-Tarbiyah, terdiri berdasarkan empat unsur pendekatan, yaitu: 
1. Memelihara dan menjaga fitrah siswa menjelang dewasa (baligh) 
2. Mengembangkan semua potensi menuju kesempurnaan. 
3. Mengarahkan seluruh fitrah menuju kesempurnaan. 
4. Melaksanakan pendidikan secara bertahap. (Abdurrahman An-Nahlawi, 1992:31) 

Istilah Al-Ta'lim merupakan telah digunakan sejak periode awal aplikasi pendidikan Islam. Menurut para pakar, istilah ini lebih bersifat universal pada banding AlTarbiyah mupun Al-Ta'dib. Misalnya mengartikan Al-Ta`lim sebagai proses transmisi aneka macam ilmu pengetahuan dalam jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu. Melainkan membawa kaum muslimin pada nilai pendidikan tazkiyah dan annafs (pensucian diri) menurut segala kotoran, sebagai akibatnya memungkinkannya mendapat alhikmah serta menyelidiki segala yg bermanfaat buat diketahui. (Abdul Fattah, Jalal, 1998:29-30) 

Istilah Al-Ta'dib merupakan sosialisasi dan pengakuan yang secara berangsurangsur di tanamkan dalam diri manusia (peserta didik) tentang loka-tempat yg tepat berdasarkan segala sesuatu pada pada tatanan penciptaan. Dengan pendekatan ini, pendidikan akan berfungsi menjadi pembimbing kearah pengenalan serta pengakuan kepada Tuhan yg sempurna pada tatanan wujud dan kepribadiannya. (Muhammad Naquib Al-Attas 1994:63-64) 

Dalam istilah Al-Tarbiyah yg memiliki arti pengasuh, pemeliharaan, serta kasih sayang nir hanya digunakan buat manusia, akan namun juga digunakan buat melatih serta memelihara binatang atau makhluk Allah lainnya.

Di antara batasan yg sangat variatif tersebut adalah; 
1. Mengemukakan bahwa pendidikan Islam merupakan proses membarui tingkah laris individu peserta didik pada kehidupan pribadi, warga , dan alam sekitarnya. (Omar Muhammad Al-Thoumy Al-Syaibany, 1979:32-99) 

2. Mendefinisikan pendidikan Islam menjadi upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak siswa hayati lebih bergerak maju menggunakan dari nilai-nilai yg tinggi serta kehidupan yang mulia. 

3. Mengemukakan bahwa pendidikan Islam merupakan bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidikan terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadiannya yang primer (manusia kamil). (Ahmad D. Mariamba, 1989:19) 

4. Mendefinisikan pendidikan Islam menjadi bimbingan yg diberikan oleh seorang agar beliau berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. 

3. Pendidikan Islam Dalam Perspektif Al-Qur’an 
Dalam Al-Qur`an di tegaskan bahwa Allah adalah Rabbal'alamin, ialah merupakan pendidik semesta alam dan pula pendidikan bagi insan. Pengertian tersebut diambil. Karena istilah Rabbal pada arti Tuhan dan Rabb dalam arti pendidik dari berdasarkan dari istilah yang sama. Dengan demikian menurut Al-Qur’an tersebut alam dan manusia memiliki sifat tumbuh dan berkembang serta yg mengatur pertumbuhan dan perkembangan tersebut nir lain kecuali Allah juga. Jadi mendidik serta pendidik pada hakikatmya merupakan fungsi Tuhan dan mendidik adalah mengatur dan, mengarahkan pertumbuhan serta perkembangan alam dan insan sekaligus. Kenapa fenomena bahwa pendidik serta mendidik itu sebagai urusan insan. Dalam pandangan filsafat Islam, menjadi mana ditegaskan pada Al-Qur’an, bahwa pada hakikatnya insan adalah "Khalifah Allah pada alam semesta ini "Khalifah berarti kuasa atau wakil. (Zuhairini, 2004:12) 

Tugas serta Dasar Pendidikan Islam 
Pada hakikatnya, pendidikan Islam adalah suatu proses yg berlangsung secara berkesinambungan Berdasarkan hal ini maka tugas dan fungsi yg perlu diemban sang pendidikan Islam adalah pendidikan insan seutuhny dan berlangsung sepajang hayat. 

Konsep ini bermakna bahwa tugas serta fungsi pendidikan mempunyai target dalam peserta didik yang senantiasa tumbuh serta berkembang secara bergerak maju mulai dari kandungan hingga akhir hayatnya. 

Tugas pendidikan Islam merupakan membimbing serta perkembangan siswa menurut tahap ke termin kehidupannya hingga mencapai titik kemampuan optimal. Sementara fungsi pendidikan berjalan menggunakan lancar. Adapun sebagai hubungan antara potensi (memberi serta mengadopsi) antara manusia dan lingkungannya. Dengan proses ini, siswa manusia akan menciptakan serta berbagi keterampilan yg pada perlukan untuk mengganti dan memperbaiki syarat-syarat kemanusiaan dan lingkungannya. 

Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam 
Sebagai kegiatan yang berkecimpung dalam proses pembinaan kepribadian muslim, maka pendidikan Islam memerlukan asas atau dasar yg dijadikan landasan kerja. 

Dengan dasar ini akan memberikan arah bagi pelaksanaan pendidikan yang telah diprogramkan. Dalam kontek ini, dasar yang sebagai acuan pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang bisa menghantarkan siswa ke arah pencapaian pendidikan. Oleh karenanya, dasar yg terpenting berdasarkan pendidikan Islam merupakan Al-Qur'an serta sunnah Rasulullah (hadits). 

Dalam pendidikan Islam, sunnah Rasul mempunyai dua fungsi, yaitu: Menjelaskan sistem pendidikan Islam yg masih ada dalam Al-Qur'an serta menyebutkan hal-hal yang nir masih ada di dalamnya. 

Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah bersama sahabat, perlakuannya terhadap anak-anak, serta pendidikan keimanan yang pernah dilakukannya (Abdurrahman An-Nahlawi, 1992:47). Dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam, paling tidak terdapat beberapa hal yg perlu diperhatikan, yaitu: 
1. Tujuan serta tugas insan pada muka bumi. Baik secara vertikal juga horizontal. Sifat-sifat insan tututan warga dan dinamika peradaban 

2. Dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam (M. Arifin, 1987:120) 
Adapun tujuan pendidikan Islam merupakan berbagi fitrah peserta didik, baik ruh, fisik, kemauan, dan akalnya secara bergerak maju, sebagai akibatnya akan terbentuk pribadi yang utuh serta mendukung bagi aplikasi kegunaannya sebagai khalifah fi al-ardh. 

Pendekatan tujuan ini merupakan mempunyai makna, bahwa upaya pendidikan Islam merupakan training pribadi muslim sejati yg mengabdi dan merealisasikan " kehendak " Tuhan sesuai dengan syariat Islam. Serta mengisi tugas kehidupannya di global serta mengakibatkan kehidupan akhirat menjadi tujuan primer pendidikannya. 

Tujuan pendidikan Islam adalah buat mencapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia (siswa) secara menyeluruh serta seimbang yg dilakukan melalui latihan jiwa, logika pikiran (intelektual), diri manusia yg rasional ; perasaan dan indera. Karena itu, pendidikan hendaknya meliputi pengembangan semua aspek fitrah siswa ; aspek spiritual, intelektual, khayalan, fisik, ilmiah, serta bahasa, baik secara individual maupun kolektif ; dan mendorong seluruh aspek tadi berkembang kearah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang paripurna pada Allah, baik secara eksklusif, komunitas, maupun semua umat insan.

HAKIKAT DAN TUJUAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Hakikat Dan Tujuan Pendidikan Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam 
Dalam Al-Qur’an banyak di temukan citra yg menyampaikan mengenai manusia secara filosofis berdasarkan penciptaannya. Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna dan sebaik-baik ciptaan yang di lengkapi dengan akal pikiran. Dalam hal ini Ibn Arrabi misalnya melukiskan hakikat insan dengan berkata bahwa,"Tak terdapat makhluk Allah yg lebih rupawan menurut dalam manusia yang memiliki daya hidup, mengetahui, berkehendak, berbicara, melihat, mendengar, berpikir, dan memutuskan. 

Manusia adalah makhluk yg sangat krusial, lantaran dilengkapi menggunakan penbawaan serta kondisi-syarat yg pada perlukan bagi mengemban tugas serta fungsinya sebagai makhluk Allah pada muka bumi.  

Kemunculan dan perkembangan tradisi keilmuan, pemikiran dan filsafat pada dunia Islam nir dapat pada sisihkan dan kondisi lingkungan (kebudayaan serta peradaban) yg mengitarinya. Kemunculan serta perkembangan bukan sesuatu yang orisinal serta baru sama sekali tetapi adalah formulasi baru yg merupakan gugusan antara kebudayaan dan peradaban baru yg datang. Karena jauh sebelum daerah-daerah yg diklaim global Islam di huni warga muslim, sudah tumbuh suatu masyarakat yang berkebudayaan dan berperadaban. 

1. Pengertian Pendidikan Secara Umum 
Allah telah mendidik dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan alam, tersirat pengertian yg menyatakan bahwa manusia supaya tetap memelihara kesucian asma` (pelajaran yg di ajarkan) Tuhan pendidik yang maha tinggi. Tuhan sudah menciptakan (alam dan manusia), lalu menyempurnakan proses penciptaanya. 

Tuhan sudah menaruh batasan (tetapkan aturan -aturan, takaran, ukuran serta sebagainya di alam) dan kemudian memberi pertunjuk terhadap proses penyempurnaan kreasi tersebut. Jadi pada pendidikan filsafat Islam, berarti mengembangkan potensi manusiawi dibawah pengaruh aturan-hukum Allah, baik Al-Quran maupun Sunnahtullah, serta hal ini akan membentuk kebudayaan, yg terus menerus berkembang. Setiap generasi tua mewariskan kebudayaan dalam generasi mudanya serta mengarahkannya supaya kebudayaan tadi berkembang.

Dalam tujuan secara umum pendidikan Islam membentuk langsung bahagia di dunia serta akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian serta segala hal yg sanggup mengerakan perkembangan insan. 

2. Pengertian Pendidikan Islam 
Istilah pendidikan pada pendidikan Islam pada biasanya mengacu dalam AlTarbiyah, Al-Ta'dib, Al-Ta'lim. Dari ketiga kata tersebut yg terkenal di pakai dalam praktek pendidikan Islam merupakan Al-Tarbiyah, sedangkan Al-Ta'lim serta Al-Ta'dib sporadis sekali digunakan. Padahal kedua kata tersebut sudah digunakan semenjak awal pertumbuhan pendidikan Islam. (Ahmad Syalabi, 1954;21-23) 

Istilah Al-Tarbiyah dari dari kata Rab. Walaupun kata ini memiliki poly arti, akan tetapi pengertian dasarnya menerangkan makna tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur serta menjaga kelestarian atau ekstiensinnya. 

Proses pendidikan Islam adalah bersumber dalam pendidikan yg pada berikan Allah menjadi "pendidik" semua kreasi Nya, termasuk manusia. Pengertian pendidikan Islam yang dikandungkan dalam Al-Tarbiyah, terdiri dari empat unsur pendekatan, yaitu: 
1. Memelihara dan menjaga fitrah siswa menjelang dewasa (baligh) 
2. Mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan. 
3. Mengarahkan seluruh fitrah menuju kesempurnaan. 
4. Melaksanakan pendidikan secara bertahap. (Abdurrahman An-Nahlawi, 1992:31) 

Istilah Al-Ta'lim adalah telah dipakai semenjak periode awal aplikasi pendidikan Islam. Menurut para pakar, kata ini lebih bersifat universal pada banding AlTarbiyah mupun Al-Ta'dib. Misalnya mengartikan Al-Ta`lim menjadi proses transmisi aneka macam ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan serta ketentuan tertentu. Melainkan membawa kaum muslimin kepada nilai pendidikan tazkiyah serta annafs (pensucian diri) berdasarkan segala kotoran, sebagai akibatnya memungkinkannya mendapat alhikmah serta menyelidiki segala yang bermanfaat buat diketahui. (Abdul Fattah, Jalal, 1998:29-30) 

Istilah Al-Ta'dib adalah sosialisasi serta pengakuan yg secara berangsurangsur pada tanamkan pada diri insan (siswa) tentang loka-tempat yg tepat berdasarkan segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan. Dengan pendekatan ini, pendidikan akan berfungsi menjadi pembimbing kearah pengenalan serta pengakuan kepada Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud dan kepribadiannya. (Muhammad Naquib Al-Attas 1994:63-64) 

Dalam istilah Al-Tarbiyah yang mempunyai arti pengasuh, pemeliharaan, dan afeksi tidak hanya digunakan untuk insan, akan namun pula digunakan buat melatih dan memelihara hewan atau makhluk Allah lainnya.

Di antara batasan yang sangat variatif tadi adalah; 
1. Mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkah laris individu siswa dalam kehidupan eksklusif, warga , serta alam sekitarnya. (Omar Muhammad Al-Thoumy Al-Syaibany, 1979:32-99) 

2. Mendefinisikan pendidikan Islam menjadi upaya membuatkan, mendorong dan mengajak siswa hidup lebih bergerak maju menggunakan dari nilai-nilai yang tinggi serta kehidupan yg mulia. 

3. Mengemukakan bahwa pendidikan Islam merupakan bimbingan atau pimpinan secara sadar sang pendidikan terhadap perkembangan jasmani dan rohani siswa menuju terbentuknya kepribadiannya yang utama (manusia kamil). (Ahmad D. Mariamba, 1989:19) 

4. Mendefinisikan pendidikan Islam menjadi bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar dia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. 

3. Pendidikan Islam Dalam Perspektif Al-Qur’an 
Dalam Al-Qur`an pada tegaskan bahwa Allah adalah Rabbal'alamin, ialah merupakan pendidik semesta alam serta jua pendidikan bagi insan. Pengertian tersebut diambil. Karena istilah Rabbal pada arti Tuhan serta Rabb pada arti pendidik asal menurut berasal kata yg sama. Dengan demikian menurut Al-Qur’an tadi alam dan insan mempunyai sifat tumbuh dan berkembang serta yg mengatur pertumbuhan serta perkembangan tersebut tidak lain kecuali Allah juga. Jadi mendidik dan pendidik dalam hakikatmya merupakan fungsi Tuhan dan mendidik merupakan mengatur serta, mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan alam serta manusia sekaligus. Kenapa fenomena bahwa pendidik dan mendidik itu menjadi urusan insan. Dalam pandangan filsafat Islam, menjadi mana ditegaskan dalam Al-Qur’an, bahwa dalam hakikatnya manusia merupakan "Khalifah Allah di alam semesta ini "Khalifah berarti kuasa atau wakil. (Zuhairini, 2004:12) 

Tugas dan Dasar Pendidikan Islam 
Pada hakikatnya, pendidikan Islam merupakan suatu proses yang berlangsung secara berkesinambungan Berdasarkan hal ini maka tugas dan fungsi yang perlu diemban sang pendidikan Islam adalah pendidikan insan seutuhny dan berlangsung sepajang hayat. 

Konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan mempunyai sasaran pada peserta didik yang senantiasa tumbuh dan berkembang secara dinamis mulai dari kandungan hingga akhir hayatnya. 

Tugas pendidikan Islam merupakan membimbing dan perkembangan peserta didik berdasarkan tahap ke termin kehidupannya sampai mencapai titik kemampuan optimal. Sementara fungsi pendidikan berjalan menggunakan lancar. Adapun sebagai interaksi antara potensi (memberi serta mengadopsi) antara manusia serta lingkungannya. Dengan proses ini, peserta didik insan akan menciptakan serta membuatkan keterampilan yg di perlukan buat mengganti dan memperbaiki kondisi-syarat humanisme serta lingkungannya. 

Dasar serta Tujuan Pendidikan Islam 
Sebagai aktivitas yg berkiprah pada proses training kepribadian muslim, maka pendidikan Islam memerlukan asas atau dasar yang dijadikan landasan kerja. 

Dengan dasar ini akan memberikan arah bagi aplikasi pendidikan yg telah diprogramkan. Dalam kontek ini, dasar yang sebagai acuan pendidikan Islam hendaknya adalah asal nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan peserta didik ke arah pencapaian pendidikan. Oleh karena itu, dasar yg terpenting dari pendidikan Islam adalah Al-Qur'an serta sunnah Rasulullah (hadits). 

Dalam pendidikan Islam, sunnah Rasul mempunyai dua fungsi, yaitu: Menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat pada Al-Qur'an dan menyebutkan hal-hal yg nir masih ada di dalamnya. 

Menyimpulkan metode pendidikan menurut kehidupan Rasulullah bersama teman, perlakuannya terhadap anak-anak, serta pendidikan keimanan yg pernah dilakukannya (Abdurrahman An-Nahlawi, 1992:47). Dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam, paling nir ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 
1. Tujuan dan tugas manusia di muka bumi. Baik secara vertikal juga horizontal. Sifat-sifat insan tututan warga dan dinamika peradaban 

2. Dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam (M. Arifin, 1987:120) 
Adapun tujuan pendidikan Islam merupakan berbagi fitrah siswa, baik ruh, fisik, kemauan, serta akalnya secara bergerak maju, sebagai akibatnya akan terbentuk eksklusif yang utuh dan mendukung bagi pelaksanaan manfaatnya sebagai khalifah fi al-ardh. 

Pendekatan tujuan ini adalah memiliki makna, bahwa upaya pendidikan Islam adalah pembinaan langsung muslim sejati yang mengabdi dan merealisasikan " kehendak " Tuhan sinkron dengan syariat Islam. Dan mengisi tugas kehidupannya pada global dan menjadikan kehidupan akhirat menjadi tujuan primer pendidikannya. 

Tujuan pendidikan Islam adalah buat mencapai ekuilibrium pertumbuhan kepribadian insan (peserta didik) secara menyeluruh serta seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, nalar pikiran (intelektual), diri insan yang rasional ; perasaan serta alat. Lantaran itu, pendidikan hendaknya meliputi pengembangan semua aspek fitrah peserta didik ; aspek spiritual, intelektual, khayalan, fisik, ilmiah, dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif ; dan mendorong seluruh aspek tersebut berkembang kearah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yg paripurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas, juga semua umat insan.

PENGERTIAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN PAI

Pengertian Bimbingan Dan Penyuluhan PAI
Istilah bimbingan serta penyuluhan dilihat dari segi terminologi asal menurut bahasa asing yaitu bimbingan dari Guidance dan penyuluhan dari Counseling.

a. Bimbingan
Mengenai pengertian bimbingan ini Bimo walgito mengemukakan sebagai berikut:

Bimbingan adalah merupakan bantuan atau pertolongan yg diberikan pada individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan dalam hidupnya mencapai kesejahteraan. (Walgito, 1989:4)

Sejalan menggunakan pengertian pada atas H. Koestuer Partowisastro mengemukakan pendapat :

Bimbingan merupakan bantuan yang diberikkan pada seseorang agar memperkembangkan potensi-potensi yang dimiliki, mengenal dirinya sendiri, mengatasi duduk perkara-persoalannya sebagai akibatnya dapat menentukan sendiri jalan hidupnya secara bertanggung jawab tanpa tergantung orang lain. (Partowisastro, 1984:12)

Berdasarkan pendapat tadi pada atas, maka yang dimaksud menggunakan bimbingan adalah suatu bisnis bantuan yg dilakukan sang seseorang yang memiliki keahlian serta pengalaman dalam menaruh donasi atau pertolongan pada individu tersebut dapat menyebarkan potensi yg dimiliki, mengenal dirinya dan dapat bertanggung jawab.

b. Penyuluhan
Penyuluhan (counseling) berdasarkan Dewa Ketut Sukardi adalah bantuan yang diberikan pada klien (counselee) dalam memecahkan masalah-perkara kehidupan dengan wawancara yg dilakukan secara “face to face”, atau dengan cara-cara yang sesuai dengan keadaan klien (counselee) buat mencapai kesejahteraan hidupnya[1].

Setelah menguraikan beberapa defenisi bimbingan dan konseling berdasarkan para ahli, maka penulis menggabungkan kedua kata tersebut, yaitu antara bimbingan dan konseling dilihat menurut segi Islam atau yang disebut bimbingan serta konseling Islam.

Aunur Rahim Faqih menaruh batasan bimbingan serta konseling Islam yaitu sebagai berikut:

“Bimbingan dan konseling Islam merupakan proses hadiah bantuan terhadap individu agar sanggup hidup selaras menggunakan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hayati di global dan akhirat”.[2] 

Pengertian bimbingan serta konseling Islam menurut M Arifin adalah “Kegiatan yang dilakukan sang seseorang dalam rangka menaruh bantuan pada orang lain yang mengalami kesulitan-kesulitan rohaniah pada lingkungan hidupnya supaya orang tadi bisa mengatasinya sendiri lantaran muncul kesadaran atau penyerahan diri terhadap kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, sebagai akibatnya ada dalam diri pribadinya suatu cahaya asa kebahagian hayati saat kini serta dimasa yang akan tiba”.

Dengan demikian, bimbingan serta konseling Islam adalah suatu bisnis hadiah donasi pada seseorang (individu) yang mengalami kesulitan rohaniah baik mental serta spiritual agar yg bersangkutan sanggup mengatasinya dengan kemampuan yang terdapat pada dirinya sendiri melalui dorongan dari kekuatan iman serta ketakwaan pada Allah SWT, atau dengan istilah lain bimbingan serta konseling Islam ditujukan kepada seorang yg mengalami kesulitan, baik kesuliatan lahiriah maupun batiniah yg menyangkut kehidupannya pada masa kini serta masa tiba supaya tercapai kemampuan buat memahami dirinya, kemampuan buat mengarahkan serta merealisasikan dirinya sesuai dengan potensi yang dimilikinya dengan permanen berpegang dalam nilai-nilai Islam.

A. Hubungan Bimbingan dan Penyuluhan PAI
Bimbingan dan konseling (penyuluhan) merupakan kata yg memiliki maksud dan tujuan yang sama. Perbedaannya adalah bimbingan itu lebih bersifat pencegahan (preventif), pemeliharaan serta pengembangan, sedangkan dalam konseling lebih bersifat perbaikan atau korektif. Persamaan adalah keduanya adalah suatu bantuan bagi individu-individu pada menghadapi duduk perkara kedupannnya. Sedangkan perbedaan, bimbingan lebih luas dari pada penyuluhan, bimbingan lebih menitik beratkan dalam segi-segi preventif, sedangkan penyuluhan lebih menitik beratkan dalam segi kuratif, tetapi andaipun demikian pengguanan bimbingan selalu diikuti menggunakan kata penyuluhan.

B. Pentingnya Bimbingan dan Penyuluhan PAI
Keberadaan bimbingan dan penyuluhan di sekolah harus mendapatkan perhatian istimewa terhadap generasi muda. Karena keuntungannya merupakan sangat akbar bagi pemantapan hayati bagi generasi muda kita dalam berbagai bidang yg menyangkut ilmu pengetahuan. Ketrampilan dan sikap mental generasi belia. Apalagi mengingat bahwa generasi mda perlu dibina secara intensif sinkron dengan impian yang terkandung pada Garis-Garis Besar Haluan Negara yg menyatakan bahwa generasi muda harus dibina agar menjadi generasi pengganti dimasa mendatang yang harus lebih baik, lebih bertanggung jawab serta lebih bisa mengisi dan membina kemerdekaan Bangsa.

Dengan adanya bimbingan dan penyuluhan di sekolah diperlukan generasi muda menjadi generasi yg mampu bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi warga serta bagi bangsa serta negara. Manusia diciptaka oleh Allah SWT buat menjadi insan yg berguna baik bagi dirinya juga umatnya. Firman Allah pada Al-Qur’an surat Ali Imron ayat 110 yaitu:

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةِ أُخْرِجَتْ لِنَّاسِ تَعْمُرُوْنَ بِالمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ المُنْكَرِ وَتُأمِنُوْنَ بِاللهِ

Artinya : Kamu adalah umat yg terbaik yang dilahirkan buat insan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah menurut yg mungkar, serta beriman pada Allah … (QS. Ali Imron: 110)[3].

Untuk sebagai generasi yang mampu berguna baik dirinya sendiri juga bagi masyarakat dan bagi bangsa dan negara, maka perlu kiranya diperkenalkan pada anak didik seperangkat ajaran yang mewajibkan kita buat senatiasa belajar, khususnya pada bidang agama, sebagaimana Firman Allah SWT pada surat At-Taubah ayat 102 :

وَءَاخَرُوْنَ اعْتَرَفُوْا بِذُنُوْبِهِمْ خَلَطُوْا عَمَلًا صَالِحَا وَءَاخَرَ سَيِّأًعَسَى اللهُ أَنْيَتُوْبَ عَلَيْهِمْ إِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ

Artinya : Dan (terdapat juga) orang-orang lain yg mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampur baurkan pekerjaan yang baik menggunakan pekerjaan lain yg jelek. Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang. (QS. At-Taubah: 102)[4].

Ayat dan hadits diatas menaruh citra tentang pentingnya pembahasan terhadap kepercayaan yang kita peroleh dalam proses belajar mengajar, baik lewat pendidikan luar sekolah (Sekolah dan Masyarakat).

Secara ekspisit ayat tersebut jua mengisyaratkan perintah langsung pada petugas bimbingan dan penyuluhan buat menaruh penyuluhan yg baik kepada para siswanya. Sebab seperti yg pernah kita jelaskan pada atas, baik keberadaan bimbingan pada para murid buat pemantapan hayati pada banyak sekali bidang.

Petugas bimbingan dan penyuluhan yang keberadaannya disamping sebagai badan yang bertugas menaruh bimbingan kepada para anak didik juga menjadi pengajar yg memberikan pendidikan dan pedagogi yg baik pada murid. Sehingga tanggung jawab petugas bimbingan dan penyuluhan menjadi ganda dan variatif atau menjadi pengajar mata pelajaran dan menjadi pendidik agama dan akhlaq yang baik. 

C. Karakteristik Bimbingan serta Penyuluhan PAI
Pada hakikatnya bimbingan konseling PAI bukanlah adalah hal yang baru, namun ia telah ada bersamaan dengan diturunkannya ajaran Islam kepada Rasulullah SAW untuk pertama kali. Ketika itu beliau merupakan alat pendidikan pada sistem pendidikan Islam yang dikembangkan oleh Rasulullah.[5] Secara sepiritual bahwa Allah memberi petunjuk (bimbingan) bagi peminta petunjuk (bimbingan).

Jika bepergian sejarah pendidikan Islam ditelusuri secara teliti serta cermat semenjak masa Nabi hingga ketika ini, akan ditemukan bahwa layanan bimbingan dalam bentuk konseling adalah aktivitas yang menonjol serta lebih banyak didominasi. Praktik-praktik Nabi dalam menuntaskan persoalan-duduk perkara yang dihadapi sang para teman waktu itu, dapat dicatat menjadi suatu interaksi yang berlangsung antara konselor serta klien/konseli, baik secara kelompok (misalnya dalam model halaqah ad-dars) maupun secara individual.

Karakter bimbingan konseling PAI ini dalam hakikatnya berorentasi pada ketentraman hayati manusia global – akhirat. Bimbingan konseling PAI memiliki perbedaan yg esensial dengan bimbingan konseling Barat. Lantaran bimbingan konseling PAI tadi merupakan wujud aktualisasi kelengkapan dan kesempurnaan ajaran Islam itu sendiri.[6] Sehubungan ini, dapat dilihat pendapat Hasan Muhammad asy-Syarqawi yg memaparkan disparitas antara psikologi Islam serta psikologi Barat. Perbedaan itu terletak dalam perilaku penyerahan total kepada Allah dengan keimanan demi terwujudnya kesehatan jiwa. Dengan senantiasa mempedomani petunjuk-petunjuk Allah, hati manusia akan menjadi tentram lantaran disinari oleh cahaya Ilahi.[7] 

D. Pendekatan pada Bimbingan serta Penyuluhan PAI
Pendekatan disini dimaksudkan sebagai upaya bagaimana klien/konseli diperlakukan dan disikapi pada penyelenggaraan bimbingan PAI[8], yakni:

1) Pendekatan fitrah
Pendekatan ini memandang bahwa insan dalam dasarnya memiliki potensi buat hidup sehat secara fisik dan mental serta berpotensi buat sembuh dari sakit yg dideritanya (fisik serta mental), disamping memiliki potensi untuk berkembang. Pendidikan baginya adalah suatu pengembangan atas potensi-potensi yg ada, agar beliau semakin dekat menggunakan Allah dan semakin sadar akan tanggungjawabnya sebagai pengemban jujur serta misi khilafah. 

Dalam ayat tersebut Allah mengungkapkan bahwa insan dijadikan manurut fitrah Allah. Yakni Allah membentuk manusia dengan dibekali naluri beragama, yaitu agama tauhid. Apabila pada akhirnya manusia tidak beragama tauhid lagi, merupakan lantaran efek lingkungan. Lebih lanjut, Muhammad Fadil al-Jamali mengemukakan bahwa setiap individu memiliki kemampuan-kemampuan dasar dan kecenderungan-kesamaan yg murni (fitrah). Fitrah ini lahir dalam bentuk sederhana serta terbatas, lalu dapat tumbuh dan berkembang menjadi lebih baik atau sebaliknya sinkron dengan hal-hal yg mempengaruhinya.[9]

Karena manusia itu bisa tumbuh serta berkembang menjadi baik atau jelek, maka insan wajib dihindarkan dari segala sifat yang bisa mencemari fitrahnya. Problem-masalah yang adalah kendala bagi baiknya perkembangan fitrah itu diselesaikan melalui proses bimbingan konseling Islami. Untuk itu, individu dibantu menemukan fitrahnya, sehingga bisa selalu dengan Allah dan dibimbing buat menyebarkan dirinya, supaya mampu memecahkan perkara kehidupannya, serta bisa melakukan self counseling menggunakan bimbingan Allah SWT.

2) Pendekatan sa’adah mutawazinah
Sebagaimana diketahui bahwa Islam mengajarkan hakikat kebahagiaan global merupakan buat kebahagiaan akhirat, dan Islam bukanlah hanya agama akhirat semata, serta bukan juga hanya menjadi kepercayaan dunia semata, melainkan kepercayaan global akhirat (lihat QS. Al-Qhashas: 77). Oleh karenanya, transedental sa’adah (kebahagiaan) pada dunia dan akhirat adalah kesempurnaan Islam. Sa’adah yg dimaksudkan oleh Islam bukan hanya terfokus dalam kekinian saja, melainkan buat kekinian dan nanti. Islam memandang ketika sekarang adalah persiapan buat masa nanti.

Firman Allah pada surah al-Baqarah ayat 201 yg senantiasa dimohonkan sang manusia dalam setiap do’anya, kentara menunjukkan tujuan hidup insan adalah menggapai dua segi kebahagiaan sekaligus. Kebahagiaan hidup pada akhirat merupakan kebahagiaan primer serta hakiki, tetapi jembatan ke arah itu adalah kebahagiaan hidup pada dunia.

Sehubungan menggunakan ini, al-Ghazali memberikan interpretasi terhadap lafadz ayat 201 surah al-Baqarah tersebut. Fid-dunya hasanah, maksudnya adalah ilmu serta ibadah, sedangkan wa fil akhirati hasanah merupakan nirwana. [10] Dengan demikian, dunia yg diistilahkan al-Ghazali dengan mazra’ah al-akhirah bermakna bahwa ilmu dan ibadah di global dimaksudkan buat mencapai kebahagiaan akhirat (surga ).

Sebagaimana diketahui bahwa upaya bimbingan konseling Islami merupakan buat memecahkan serta merampungkan masalah kehidupan global, serta untuk itulah ia dibutuhkan. Oleh karena itu, penyelesaian problem yg dihadapi klien/konseli adalah pada upaya memperoleh ketentraman hayati pada global dan dengan ketentraman itu klien/konseli dapat memahami pulang jati dirinya dan sekaligus menjadi dekat menggunakan Allah SWT. Hal demikian merupakan cerminan sa’idah mutawazinah yang hakiki, serta dijadikan prinsip penyelenggaraan bimbingan konseling Islami.

3) Pendekatan kemandirian
Pendekatan ini dilakukan atas dasar nilai yang dimaknai bersumber berdasarkan asas kerahasiaan. Upaya pemahaman balik konsep diri bagi klien/konseli hendaknya dilakukan sang konselor menggunakan membangkitkan rasa percaya diri mereka, sebagai akibatnya merasa mampu buat menuntaskan masalahnya secara berdikari. Rasa percaya diri dan sikap kemandirian merupakan fenomena pemahaman tentang dirinya, serta galat satu hasil sebagaimana yang ingin dicapai berdasarkan layanan bimbingan dan konseling yang diberikan.

Dengan mengutip pendapat C.G. Wrenn, Dewa Ketut Sukardi mengemukakan: hendaknya konselor mampu mengarahkan klien/konseli buat memecahkan masalahnya dari penentuan diri sendiri.[11] 

Dalam ayat tadi Allah menggunakan tegas menyatakan bahwa manusia tidak akan mencapai kebaikan/kemajuan jika mereka tidak mau berusaha ke arah itu serta tidak akan memperoleh sesuatu selain berdasarkan apa yg diusahakannya.

Dengan demikian, upaya membiasakan klien/konseli buat bertanggungjawab secara mandiri, sangat dituntut pada penyelenggaraan bimbingan dan penyuluhan PAI. Pada gilirannya, diperlukan klien/konseli dapat menyadari bahwa pertanggungjawaban pada hadapan Allah merupakan pertanggungjawaban pribadi. Konselor wajib bisa meyakinkan klien/konselinya bahwa kemandirian serta pertanggungjawaban eksklusif itu merupakan galat satu kunci hidup pada dunia yang mazra’ah al-akhirah.

4) Pendekatan keterbukaan
Keterbukaan pada sini dimaksudkan bahwa konseling Islami berlangsung dalam suasana keterbukaan, baik di pihak klien/konseli maupun pada pihak konselor. Klien/konseli mengungkapkan keluhan secara terbuka supaya konselor bisa mengidentifikasi perseteruan buat ditemukan jalan munculnya. Konseling nir dapat berproses secara lumrah bila keliru satu atau keduanya tidak saling terbuka, serta keterbukaan harus berlangsung dengan disertai perilaku saling mempercayai. Hanya dengan jiwa yg terbuka insan bisa mendapat pendapat atau nasihat orang lain. 

Menurut M.D. Dahlan, klien/konseli mempunyai kebebasan penuh menyatakan perasaannya. Oleh karena itu, konseling hendaklah diciptakan menggunakan suasana yang kalem, supaya klien/konseli tadi mau mengungkapkan segala permasalahannya.[12] Atas dasar itu tentunya wajib dijalin hubungan konseling sedemikian rupa dimana klien/konseli merasa konfiden bahwa konselor bersikap terbuka, namun kerahasiaan tetap terpelihara.

Dalam ayat tersebut Allah mengecam orang-orang Yahudi dan Nasrani yg menyembunyikan kebenaran. Walhasil, pada proses bimbingan PAI klien/konseli wajib terbuka dan amanah dalam membicarakan keluhan serta pertanyaan, sedangkan konselor harus terbuka dan terus terang juga mengungkapkan jalan keluar pemecahan perkara tadi.

SUMBER-SUMBER ARTIKEL DI ATAS :

[1] Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan serta Penyuluhan Belajar pada Sekolah, (Surabaya: Penerbit Usaha Nasional, 1983), hlm 66.
[2] Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam (Cet.ii; Yogyakarta: UII Press, 2001), hlm. 12.
[3] Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Tejemahannya, (Surabaya:Mahkota, 1989),hal. 94
[4] Ibid, hal.320
[5] Saiful Akhyar Lubis, Konseling Islami: Kyai & Pesantren, (Yogyakarta: eLSAQ Press), hal. 80.
[6] Ibid, hal. 86.
[7] Ibid, hal. 87.
[8] Ibid, hal. 126.
[9] Ibid, hal. 127.
[10] Ibid, hal. 127.
[11] Ibid, hal. 128.
[12] Ibid, hal. 130.

PENGERTIAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN PAI

Pengertian Bimbingan Dan Penyuluhan PAI
Istilah bimbingan serta penyuluhan ditinjau dari segi terminologi asal dari bahasa asing yaitu bimbingan dari Guidance serta penyuluhan berdasarkan Counseling.

a. Bimbingan
Mengenai pengertian bimbingan ini Bimo walgito mengemukakan menjadi berikut:

Bimbingan adalah adalah bantuan atau pertolongan yg diberikan kepada individu pada menghindari atau mengatasi kesulitan pada hidupnya mencapai kesejahteraan. (Walgito, 1989:4)

Sejalan menggunakan pengertian di atas H. Koestuer Partowisastro mengemukakan pendapat :

Bimbingan adalah donasi yang diberikkan kepada seorang agar memperkembangkan potensi-potensi yang dimiliki, mengenal dirinya sendiri, mengatasi persoalan-persoalannya sebagai akibatnya bisa menentukan sendiri jalan hidupnya secara bertanggung jawab tanpa tergantung orang lain. (Partowisastro, 1984:12)

Berdasarkan pendapat tadi pada atas, maka yg dimaksud dengan bimbingan adalah suatu bisnis bantuan yang dilakukan sang seorang yg mempunyai keahlian dan pengalaman dalam memberikan bantuan atau pertolongan kepada individu tersebut bisa berbagi potensi yg dimiliki, mengenal dirinya dan dapat bertanggung jawab.

b. Penyuluhan
Penyuluhan (counseling) dari Dewa Ketut Sukardi adalah donasi yang diberikan kepada klien (counselee) pada memecahkan kasus-kasus kehidupan dengan wawancara yg dilakukan secara “face to face”, atau menggunakan cara-cara yg sesuai menggunakan keadaan klien (counselee) untuk mencapai kesejahteraan hidupnya[1].

Setelah menguraikan beberapa defenisi bimbingan serta konseling berdasarkan para ahli, maka penulis menggabungkan kedua istilah tersebut, yaitu antara bimbingan serta konseling dicermati menurut segi Islam atau yang disebut bimbingan dan konseling Islam.

Aunur Rahim Faqih memberikan batasan bimbingan dan konseling Islam yaitu menjadi berikut:

“Bimbingan dan konseling Islam merupakan proses anugerah bantuan terhadap individu agar sanggup hidup selaras menggunakan ketentuan serta petunjuk Allah, sebagai akibatnya bisa mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat”.[2] 

Pengertian bimbingan dan konseling Islam berdasarkan M Arifin adalah “Kegiatan yg dilakukan oleh seseorang dalam rangka memberikan bantuan kepada orang lain yg mengalami kesulitan-kesulitan rohaniah dalam lingkungan hidupnya supaya orang tadi mampu mengatasinya sendiri karena muncul kesadaran atau penyerahan diri terhadap kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga muncul dalam diri pribadinya suatu cahaya harapan kebahagian hayati ketika kini serta dimasa yang akan datang”.

Dengan demikian, bimbingan serta konseling Islam adalah suatu usaha pemberian donasi pada seorang (individu) yg mengalami kesulitan rohaniah baik mental dan spiritual agar yg bersangkutan bisa mengatasinya dengan kemampuan yg terdapat pada dirinya sendiri melalui dorongan berdasarkan kekuatan iman dan ketakwaan kepada Allah SWT, atau dengan kata lain bimbingan dan konseling Islam ditujukan kepada seorang yg mengalami kesulitan, baik kesuliatan lahiriah juga batiniah yang menyangkut kehidupannya pada masa kini dan masa datang agar tercapai kemampuan untuk tahu dirinya, kemampuan buat mengarahkan dan merealisasikan dirinya sesuai dengan potensi yang dimilikinya dengan tetap berpegang dalam nilai-nilai Islam.

A. Hubungan Bimbingan serta Penyuluhan PAI
Bimbingan serta konseling (penyuluhan) merupakan istilah yang mempunyai maksud serta tujuan yang sama. Perbedaannya merupakan bimbingan itu lebih bersifat pencegahan (preventif), pemeliharaan dan pengembangan, sedangkan dalam konseling lebih bersifat perbaikan atau korektif. Persamaan adalah keduanya merupakan suatu bantuan bagi individu-individu dalam menghadapi persoalan kedupannnya. Sedangkan disparitas, bimbingan lebih luas menurut dalam penyuluhan, bimbingan lebih menitik beratkan dalam segi-segi preventif, sedangkan penyuluhan lebih menitik beratkan pada segi kuratif, tetapi walaupun demikian pengguanan bimbingan selalu diikuti menggunakan istilah penyuluhan.

B. Pentingnya Bimbingan dan Penyuluhan PAI
Keberadaan bimbingan serta penyuluhan di sekolah harus mendapatkan perhatian istimewa terhadap generasi muda. Karena manfaatnya merupakan sangat akbar bagi pemantapan hayati bagi generasi muda kita dalam banyak sekali bidang yg menyangkut ilmu pengetahuan. Ketrampilan serta perilaku mental generasi muda. Apalagi mengingat bahwa generasi mda perlu dibina secara intensif sesuai dengan keinginan yg terkandung pada Garis-Garis Besar Haluan Negara yang menyatakan bahwa generasi muda harus dibina agar menjadi generasi pengganti dimasa mendatang yang harus lebih baik, lebih bertanggung jawab serta lebih bisa mengisi dan membina kemerdekaan Bangsa.

Dengan adanya bimbingan serta penyuluhan pada sekolah dibutuhkan generasi muda menjadi generasi yang bisa bermanfaat baik bagi dirinya sendiri juga bagi rakyat serta bagi bangsa dan negara. Manusia diciptaka sang Allah SWT buat menjadi insan yg bermanfaat baik bagi dirinya maupun umatnya. Firman Allah pada Al-Qur’an surat Ali Imron ayat 110 yaitu:

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةِ أُخْرِجَتْ لِنَّاسِ تَعْمُرُوْنَ بِالمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ المُنْكَرِ وَتُأمِنُوْنَ بِاللهِ

Artinya : Kamu merupakan umat yg terbaik yg dilahirkan buat manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah berdasarkan yang mungkar, serta beriman pada Allah … (QS. Ali Imron: 110)[3].

Untuk menjadi generasi yg mampu berguna baik dirinya sendiri maupun bagi warga dan bagi bangsa dan negara, maka perlu kiranya diperkenalkan pada anak didik seperangkat ajaran yg mewajibkan kita buat senatiasa belajar, khususnya pada bidang agama, sebagaimana Firman Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 102 :

وَءَاخَرُوْنَ اعْتَرَفُوْا بِذُنُوْبِهِمْ خَلَطُوْا عَمَلًا صَالِحَا وَءَاخَرَ سَيِّأًعَسَى اللهُ أَنْيَتُوْبَ عَلَيْهِمْ إِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ

Artinya : Dan (terdapat jua) orang-orang lain yg mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampur baurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yg buruk. Praktis-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang. (QS. At-Taubah: 102)[4].

Ayat serta hadits diatas menaruh gambaran tentang pentingnya pembahasan terhadap kepercayaan yg kita peroleh dalam proses belajar mengajar, baik lewat pendidikan luar sekolah (Sekolah serta Masyarakat).

Secara ekspisit ayat tadi pula mengisyaratkan perintah eksklusif kepada petugas bimbingan serta penyuluhan buat memberikan penyuluhan yg baik pada para siswanya. Sebab seperti yg pernah kita jelaskan di atas, baik keberadaan bimbingan pada para anak didik buat pemantapan hidup dalam berbagai bidang.

Petugas bimbingan serta penyuluhan yg keberadaannya disamping sebagai badan yg bertugas memberikan bimbingan pada para anak didik juga sebagai pengajar yg menaruh pendidikan serta pedagogi yg baik pada siswa. Sehingga tanggung jawab petugas bimbingan dan penyuluhan sebagai ganda dan variatif atau sebagai pengajar mata pelajaran serta menjadi pendidik agama dan akhlaq yang baik. 

C. Karakteristik Bimbingan serta Penyuluhan PAI
Pada hakikatnya bimbingan konseling PAI bukanlah adalah hal yg baru, tetapi beliau telah ada bersamaan dengan diturunkannya ajaran Islam pada Rasulullah SAW buat pertama kali. Ketika itu beliau adalah alat pendidikan pada sistem pendidikan Islam yg dikembangkan oleh Rasulullah.[5] Secara sepiritual bahwa Allah memberi petunjuk (bimbingan) bagi peminta petunjuk (bimbingan).

Jika perjalanan sejarah pendidikan Islam ditelusuri secara teliti dan cermat sejak masa Nabi sampai ketika ini, akan ditemukan bahwa layanan bimbingan pada bentuk konseling adalah aktivitas yang menonjol dan lebih banyak didominasi. Praktik-praktik Nabi dalam menyelesaikan dilema-persoalan yg dihadapi sang para sahabat waktu itu, bisa dicatat sebagai suatu interaksi yang berlangsung antara konselor serta klien/konseli, baik secara grup (misalnya pada contoh halaqah ad-dars) juga secara individual.

Karakter bimbingan konseling PAI ini pada hakikatnya berorentasi dalam ketentraman hidup insan dunia – akhirat. Bimbingan konseling PAI memiliki disparitas yg esensial menggunakan bimbingan konseling Barat. Lantaran bimbingan konseling PAI tadi adalah wujud aktualisasi kelengkapan serta kesempurnaan ajaran Islam itu sendiri.[6] Sehubungan ini, bisa ditinjau pendapat Hasan Muhammad asy-Syarqawi yang memaparkan disparitas antara psikologi Islam dan psikologi Barat. Perbedaan itu terletak pada perilaku penyerahan total pada Allah menggunakan keimanan demi terwujudnya kesehatan jiwa. Dengan senantiasa mempedomani petunjuk-petunjuk Allah, hati manusia akan sebagai tentram lantaran disinari sang cahaya Ilahi.[7] 

D. Pendekatan dalam Bimbingan serta Penyuluhan PAI
Pendekatan disini dimaksudkan sebagai upaya bagaimana klien/konseli diperlakukan dan disikapi dalam penyelenggaraan bimbingan PAI[8], yakni:

1) Pendekatan fitrah
Pendekatan ini memandang bahwa insan dalam dasarnya mempunyai potensi buat hidup sehat secara fisik serta mental serta berpotensi buat sembuh menurut sakit yang dideritanya (fisik serta mental), disamping mempunyai potensi buat berkembang. Pendidikan baginya adalah suatu pengembangan atas potensi-potensi yang terdapat, supaya dia semakin dekat menggunakan Allah dan semakin sadar akan tanggungjawabnya menjadi pengemban amanah serta misi khilafah. 

Dalam ayat tersebut Allah menjelaskan bahwa insan dijadikan manurut fitrah Allah. Yakni Allah menciptakan insan dengan dibekali insting beragama, yaitu agama tauhid. Jika pada akhirnya insan tidak beragama tauhid lagi, adalah karena efek lingkungan. Lebih lanjut, Muhammad Fadil al-Jamali mengemukakan bahwa setiap individu mempunyai kemampuan-kemampuan dasar dan kesamaan-kecenderungan yang murni (fitrah). Fitrah ini lahir pada bentuk sederhana dan terbatas, lalu bisa tumbuh dan berkembang sebagai lebih baik atau sebaliknya sesuai menggunakan hal-hal yang mempengaruhinya.[9]

Karena insan itu bisa tumbuh serta berkembang sebagai baik atau buruk, maka insan wajib dihindarkan berdasarkan segala sifat yang bisa mencemari fitrahnya. Problem-problem yang merupakan hambatan bagi baiknya perkembangan fitrah itu diselesaikan melalui proses bimbingan konseling Islami. Untuk itu, individu dibantu menemukan fitrahnya, sebagai akibatnya bisa selalu menggunakan Allah serta dibimbing buat membuatkan dirinya, supaya sanggup memecahkan masalah kehidupannya, serta bisa melakukan self counseling menggunakan bimbingan Allah SWT.

2) Pendekatan sa’adah mutawazinah
Sebagaimana diketahui bahwa Islam mengajarkan hakikat kebahagiaan dunia adalah buat kebahagiaan akhirat, dan Islam bukanlah hanya kepercayaan akhirat semata, dan bukan jua hanya sebagai kepercayaan dunia semata, melainkan kepercayaan dunia akhirat (lihat QS. Al-Qhashas: 77). Oleh karena itu, kesinambungan sa’adah (kebahagiaan) pada global dan akhirat adalah kesempurnaan Islam. Sa’adah yang dimaksudkan oleh Islam bukan hanya terfokus pada kekinian saja, melainkan untuk kekinian serta nanti. Islam memandang ketika kini adalah persiapan buat masa nanti.

Firman Allah pada surah al-Baqarah ayat 201 yang senantiasa dimohonkan oleh manusia pada setiap do’anya, jelas menunjukkan tujuan hidup insan adalah menggapai dua segi kebahagiaan sekaligus. Kebahagiaan hayati di akhirat merupakan kebahagiaan primer serta hakiki, tetapi jembatan ke arah itu adalah kebahagiaan hayati pada global.

Sehubungan menggunakan ini, al-Ghazali memberikan interpretasi terhadap lafadz ayat 201 surah al-Baqarah tadi. Fid-dunya hasanah, maksudnya adalah ilmu serta ibadah, sedangkan wa fil akhirati hasanah merupakan nirwana. [10] Dengan demikian, global yang diistilahkan al-Ghazali menggunakan mazra’ah al-akhirah bermakna bahwa ilmu serta ibadah di global dimaksudkan buat mencapai kebahagiaan akhirat (surga ).

Sebagaimana diketahui bahwa upaya bimbingan konseling Islami adalah buat memecahkan serta menuntaskan masalah kehidupan global, dan buat itulah beliau diharapkan. Oleh karena itu, penyelesaian masalah yang dihadapi klien/konseli adalah pada upaya memperoleh ketentraman hayati di dunia serta dengan ketentraman itu klien/konseli dapat memahami pulang jati dirinya dan sekaligus menjadi dekat menggunakan Allah SWT. Hal demikian adalah cerminan sa’idah mutawazinah yg hakiki, serta dijadikan prinsip penyelenggaraan bimbingan konseling Islami.

3) Pendekatan kemandirian
Pendekatan ini dilakukan atas dasar nilai yg dimaknai bersumber menurut asas kerahasiaan. Upaya pemahaman kembali konsep diri bagi klien/konseli hendaknya dilakukan oleh konselor dengan membangkitkan rasa percaya diri mereka, sebagai akibatnya merasa bisa buat menuntaskan masalahnya secara berdikari. Rasa percaya diri dan sikap kemandirian merupakan kenyataan pemahaman tentang dirinya, dan salah satu hasil sebagaimana yg ingin dicapai dari layanan bimbingan serta konseling yg diberikan.

Dengan mengutip pendapat C.G. Wrenn, Dewa Ketut Sukardi mengemukakan: hendaknya konselor sanggup mengarahkan klien/konseli buat memecahkan masalahnya menurut penentuan diri sendiri.[11] 

Dalam ayat tersebut Allah menggunakan tegas menyatakan bahwa manusia nir akan mencapai kebaikan/kemajuan apabila mereka nir mau berusaha ke arah itu dan tidak akan memperoleh sesuatu selain berdasarkan apa yang diusahakannya.

Dengan demikian, upaya membiasakan klien/konseli buat bertanggungjawab secara berdikari, sangat dituntut dalam penyelenggaraan bimbingan dan penyuluhan PAI. Pada gilirannya, diperlukan klien/konseli dapat menyadari bahwa pertanggungjawaban pada hadapan Allah merupakan pertanggungjawaban eksklusif. Konselor wajib bisa meyakinkan klien/konselinya bahwa kemandirian dan pertanggungjawaban langsung itu adalah galat satu kunci hayati pada dunia yang mazra’ah al-akhirah.

4) Pendekatan keterbukaan
Keterbukaan di sini dimaksudkan bahwa konseling Islami berlangsung dalam suasana keterbukaan, baik di pihak klien/konseli juga di pihak konselor. Klien/konseli mengungkapkan keluhan secara terbuka supaya konselor bisa mengidentifikasi permasalahan buat ditemukan jalan munculnya. Konseling nir dapat berproses secara wajar bila keliru satu atau keduanya nir saling terbuka, serta keterbukaan harus berlangsung menggunakan disertai sikap saling mempercayai. Hanya dengan jiwa yang terbuka manusia bisa mendapat pendapat atau petuah orang lain. 

Menurut M.D. Dahlan, klien/konseli memiliki kebebasan penuh menyatakan perasaannya. Oleh karena itu, konseling hendaklah diciptakan menggunakan suasana yang santai, agar klien/konseli tadi mau menyampaikan segala permasalahannya.[12] Atas dasar itu tentunya harus dijalin hubungan konseling sedemikian rupa dimana klien/konseli merasa konfiden bahwa konselor bersikap terbuka, namun kerahasiaan tetap terpelihara.

Dalam ayat tersebut Allah mengecam orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menyembunyikan kebenaran. Walhasil, pada proses bimbingan PAI klien/konseli harus terbuka serta jujur dalam mengungkapkan keluhan dan pertanyaan, sedangkan konselor harus terbuka dan terus jelas pula menyampaikan jalan keluar pemecahan kasus tadi.

SUMBER-SUMBER ARTIKEL DI ATAS :

[1] Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan serta Penyuluhan Belajar di Sekolah, (Surabaya: Penerbit Usaha Nasional, 1983), hlm 66.
[2] Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling pada Islam (Cet.ii; Yogyakarta: UII Press, 2001), hlm. 12.
[3] Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Tejemahannya, (Surabaya:Mahkota, 1989),hal. 94
[4] Ibid, hal.320
[5] Saiful Akhyar Lubis, Konseling Islami: Kyai & Pesantren, (Yogyakarta: eLSAQ Press), hal. 80.
[6] Ibid, hal. 86.
[7] Ibid, hal. 87.
[8] Ibid, hal. 126.
[9] Ibid, hal. 127.
[10] Ibid, hal. 127.
[11] Ibid, hal. 128.
[12] Ibid, hal. 130.