PENGERTIAN DAN HAKEKAT ORGANISASI

Pengertian Dan Hakekat Organisasi
Setiap insan dalam perjalanan hidupnya selalu akan menjadi anggauta berdasarkan aneka macam organisasi, misalnya organisasi bidang sosial atau kemasyarakatan , organisasi bidang politik, organisasi bidang pendidikan serta sebagainya. Organisasi akan meresap ke dalam warga atau kehidupan sehari-hari, serta manusia akan berada dalam lingkungan organisasi. Organisasi-organisasi ini mempunyai kecenderungan dalam pengelolaannya. Kesamaan tersebut antara lain terdapat tujuan, keanggotaan, struktur serta sistem dan prosedurnya

Kesamaan yg pertama yaitu adanya suatu tujuan, tanpa tujuan organisasi nir bisa dibentuk.. Tujuan ini tentunya sesuai menggunakan jenis organisasinya. Tujuan suatu organisasi umumnya tergambar pada sasaran-target baik jangka panjang maupun jangka pendek. Secara generik sasaran dari tujuan organisasi adalah mencapai taraf pertumbuhan, perkembangan, laba serta keberlangsungan menurut organisasi itu sendiri. Kesamaan yg ke 2 merupakan bahwa organisasi memiliki gugusan orang-orang, satu orang yang berusaha mencapai tujuan secara indvidual nir dapat dikatakan sebagai organisasi. Organisasi adalah sekumpulan atau sekelompok orang ( lebih menurut 2 orang) yang memiliki maksud yang sama buat mencapai tujuannya. Kesamaan yang ketiga merupakan organisasi perlu membuatkan suatu struktur agar anggota dapat melaksanakan pekerjaan dengan mudah dan baik. Struktur organisasi menjadi gambaran dari interaksi-interaksi kewenangan serta tanggungjawab yang bisa dipergunakan menjadi indera penyalur tugas, informasi, resources, dan perintah-perintah. Struktur organisasi senantiasa harus diadaptasi dengan keadaan dan kebutuhan yang berubah-ubah, karena insan yg menjalakan pekerjaan bukan struktur organisasinya. Kesamaan yg keempat merupakan organisasi mempunyai sistem serta mekanisme. Organisasi memiliki anggaran-aturan yang ditetapkan beserta serta harus dijalankan menggunakan komitmen. Sistem dan prosedur dalam organisai tercermin menurut kebujakan-kebijakan manajer mengenai cara kerja, sistem rekrut, pengawasan, dan pelaporan.

Organisasi bisa memberi manfaat bagi warga . Diantaranya;
  • Organisasi mengubah kehidupan warga . Manfaat ini bisa diamati berdasarkan banyaknya organisasi dapat membuat kehidupan sebagai lebih baik,. Misal organisasi kesehatan membuat masyarakat menjadi sehat jasmani, organisasi pendidikan sebagai warga sebagai cerdas, organisasi kemilteran serta kepolisian menciptakan masyarakat sebagai kondusif 
  • Organisasi menjadi penuntun pencapaian tujuan. Dengan berorganisasi pencapaian tujuan menjadi lebih mudah. 
  • Organisasi menawarkan karier. Organisasi merupakan sekumpulan orang yg memiliki ketrampilan, pengetahuan serta tujuan. Oleh karena itu orang yg ingin berbagi karienya dapat bergabung pada suatu organisasi, lantaran organisasi akan selalu menunjukkan karier pada seseorang yg memiliki pengetahuan serta ketrampilan yang lebih. 
  • Organisasi sebagai cagar ilmu pengetahuan. Dengan berorganisasi pengetahuan dapat ditingkatkan terus. Sejarah masa lalu bisa didokumenkan, penelitian-penalitian dapat dikembangan, demikian jua dengan pekerjaan-pekerjaan yg nir bisa dilakukan sendiri bisa dilakukan beserta. ( Amirullah, 2004, 6) 
Organisasi menjadi sekelompok orang yg berkerja sama pada suatu cara yg terstruktur, dan terkoordinasi untuk mencapai tujuan beserta. Untuk mencapai tujuan organisasi bisa menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang terdapat di lingkungannya . Sumberdaya tadi merupakan manusia, finansial, fisik serta kabar. Sumberdaya manusia termasuk bakat manajerial dan tenaga kerja, sumberdaya finasial adalah kapital yang digunakan organisasi untuk mendanai operasi yang berjalan baik operasi jangka panjang maupun jangka pendek, sumber daya fisik meliputi fasilitas gedung, kantor serta peralatannya,dan bahan yg dipergunakan dalam operasionalnya, sumber daya informasi adalah data-data yg dipakai dalam membuat keputusan yang efektif.

Manajer dalam mencapai tujuan organisasi bertanggungjawab buat mengkombinasikan dan mengkoordinasikan banyak sekali sumberdaya tadi,misal seseorang walikota (manajer ) akan memakai polisi, dana pemerintah, kantor polisi yang terdapat, data ststistik kejahatan yg naratif buat membuat program pencegahan kejahatan. Bagaimana walikota dan manajer-manajer lainnya mengkombinasikan serta mengkoordinasikan banyak sekali jenis asal daya tadi. 

Dari uraian pada atas dapat disimpulkan bahwa konsep dasar organisasi merupakan 
  • Suatu organisasi selalu memiliki tujuan 
  • Adanya spesialisasi serta pembagian kerja 
  • Spesialisasi akan memiliki manfaat apabila dikoordinasi 
  • Koordinasi merupakan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan serta bisnis-usaha yang dilakukan buat mencapai tujuan 
  • Untuk meralisasi tujuan perlu terdapat prosedur kerja yg lebih rinci 
  • Kenyataan bahwa organisasi berada pada suatu lingkungan yg bergerak maju lantaran yg menjadi odyek dan subyeknya adalah orang. 
Organisasi mempunyai batasan-batasan tertentu (boundaries), menggunakan demikian seseorang yang mengadakan hubungan hubungan menggunakan pihak-pihak lain nir atas kemauan sendiri, mereka sendiri, mereka dibatasi sang aturan-aturan tertentu. Organisasi merupakan suatu kerangka hubungan yg berstruktur di dalamnya serta berisi wewenang, tanggung jawab, serta pembagian tugas buat menjalankan sesuatu fungsi eksklusif. 

Setiap organisasi memiliki struktur yg tidak sama yang dapat mempengaruhi sikap serta konduite anggotanya. Sebagaimana diketahui bahwa tujuan pengorganisasian antara lain adalah: membagi pekerjaan yang wajib dilakukan menjadi departemen-departemen dan jabatan yg jelas, membagi-bagi tugas serta tanggung jawab berkaitan dengan masing-masing jabatan, mengkoordinasikan berbagai tugas organisasi, mengelompokkan pekerjaan-pekerjaan ke pada unit-unit, membangun interaksi pada kalangan individu, gerombolan , dan departemen, tetapkan garis-garis kewenangan formal, mengalokasikan dan menaruh sumber daya organisasi.

Struktur organisasi merupakan salah satu sarana yg digunakan manajemen buat mencapai sasarannya. Lantaran sasaran diturunkan dari taktik organisasi secara holistik, logis kalau strategi dan struktur wajib terkait erat, tepatnya struktur wajib mengikuti strategi. Jika manajemen melakukan perubahan signifikan pada strategi organisasinya, struktur pun perlu dimodifikasi buat menampung dan mendukung perubahan ini. Sebagian akbar kerangka strategi dewasa ini terfokus dalam 3 dimensi, inovasi, minimalisasi biaya serta imitasi serta dalam desain struktur yg berfungsi dengan baik buat masing-masing dimensi.

Stuktur organisasi menentukan bagaimana pekerjaan dibagi, dikelompokkan dan dikoordinasikan secara formal. Ada enam elemen kunci yg perlu diperhatikan oleh para manajer saat mereka hendak mendesain struktur organisasi mereka. Keenam elemen tersebut merupakan spesialisasi kerja, departementalisasi, rantai komando, rentang kendali, sentralisasi dan desentralisasi serta formalisasi. 
  • Spesialisasi pekerjaan. Sejauh mana tugas-tugas pada organisasi dibagi-bagi ke dalam beberapa pekerjaan tersendiri. 
  • Departementalisasi. Dasar yang dipakai buat mengelompokkan pekerjaan secara beserta-sama. Departementalisasi dapat berupa proses, produk, geografi, dan pelanggan. 
  • Rantai komando. Garis kewenangan yang tanpa putus yang membentang dari zenit organisasi ke eselon paling bawah dan menyebutkan siapa bertanggung jawab kepada siapa. 
  • Rentang kendali. Jumlah bawahan yg dapat diarahkan sang seorang manajer secara efisien serta efektif. 
  • Sentralisasi serta Desentralisasi. Sentralisasi mengacu dalam sejauh mana taraf pengambilan keputusan terkonsentrasi dalam satu titik di pada organisasi. Desentralisasi adalah versus berdasarkan sentralisasi. 
  • Formalisasi sejauh mana pekerjaan-pekerjaan pada dalam organisasi dibakukan. 
Organisasi bukanlah sesuatu yg konkrit, lantaran organisasi tidak berwujud. Agar organisasi lebih konkrit, organisasi perlu diberi nama sinkron menggunakan kegiatan dan tujuan yg akan dicapai. Dengan demikian, agar organisasi lebih konkrit, organisasi harus mempunyai nama dan struktur organisasi. Struktur adalah cara bagaimana sesuatu itu disusun. Sesuatu yg ada dalam organisasi merupakan pekerjaan-pekerjaan, serta pekerjaan-pekerjaan pada organisasi itu saling bekerjasama. Oleh karena itu struktur bertalian menggunakan interaksi-interaksi pekerjaan yg masih ada di pada pekerjaan yang relatif niscaya. Hubungan yang nisbi pasti itu muncul menjadi hasil berdasarkan proses pemecahan atas empat masalah yang dilakukan sang manajer, yaitu masalah pembagian pekerjaan, departemenisasi, rentang kendali, serta pendelegasian kekuasaan. Atas dasar itu, Gibson, Ivancdvich, dan Donnely memberikan petunjuk bahwa struktur organisasi merupakan output menurut proses yang ditempuh oleh para manajer buat memecahkan empat bagian masalah yg terdiri dari pembagian pekerjaan, departemenisasi, rentang kendali, serta delegasi. Pengertian tadi menunjukkan adanya satuan-satuan organisasi, hubungan-hubungan serta saluran kewenangan yg terdapat pada dalam organisasi. 

Di pada masyarakat dalam kenyataannya terdapat aneka macam bentuk organisasi antara lain organisasi yg berstruktur sederhana / kecil serta ada pula organisasi yang akbar / modern (umumnya berbentuk birokrasi). Pada bentuk organisasi tradisional / mini umumnya nir masih ada pembagian kerja yg sistematis, spesialisasi, standarisasi, juga stabilitas. Kegiatan organisasi pada pada unit sosial tradisional seringkali tidak cukup kebal terhadap faktor pertimbangan yg tidak relevan, stratifikasi, maupun ikatan kekeluargaan sebagai akibatnya akibat.

Sebagaimana diketahui bahwa pada warga terkini, semakin banyak organisasi yang terdiri menurut jenis organisasi yaang akbar. Mereka merasa perlu membentuk lebih banyak lagi wahana buat mengatur hubungan ekonomi juga non ekonomi pada pada banyak sekali organisasi sebagai akibatnya akan tercapai kepuasan, efektivitas dan mempererat hubungan antara organisasi tersebut. Sedangkan bila organisasi itu masih bersifat tradisional / sederhana (berstruktur kecil) maka hampir seluruh fungsi organisasinya akan dilaksanakan oleh famili yang sudah berkembang atau yang dipimpin kepala keluarga. Struktur tradisional ini walaupun bersifat praktis tetapi terbatas penggunaanya dalam perusahaan yang kecil ukurannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa suatu organisasi yang mini itu tidak selamanya baik.

Struktur Organisasi Modern
Selama satu atau 2 dasawarsa lalu, para manajer senior di sejumlah organisasi sudah bekerja buat mengembangkan pilihan-pilihan struktural baru yg mampu lebih membantu perusahaan mereka buat bersaing secara efektif. Desain struktural tadi: struktur tim, organisasi impian, dan organisasi nirbatas.

1. Struktur Tim
Tim telah sebagai sarana yg sangat populer buat mengorganisasi aktivitas kerja. Struktur tim adalah pemanfaatan tim menjadi perangkat sentral buat mengoordinasikan aktivitas-kegiatan kerja. Karakteristik utama struktur tim merupakan bahwa struktur ini meniadakan hambatan-kendala departemental dan mendesentralisasi pengambilan keputusan ke taraf tim kerja. Struktur tim pula mendorong karyawan buat sebagai generalis sekaligus seorang ahli.

Di perusahaan–perusahaan mini , struktur tim sebagai karakteristik khas organisasi, menjadi model, Whole Foods Market, Inc. Toko pangan grosir terbesar pada AS, terstruktur pada tim-tim. Setiap toko Whole Foods merupakan sentral keuntungan otonom yg terdiri atas homogen-homogen 10 tim swakelola, masing-masing dengan seorang pemimpin tim. Para pemimpin tim di tiap-tiap toko merupakan sebuah tim; para pemimpin toko pada tiap-tiap wilayah adalah sebuah tim; dan enam presiden regional perusahaan itu merupakan sebuah tim.

2. Organisasi Virtual
Mengapa harus mempunyai jikalau Anda bisa meyewa? Pertanyaan ini secara seksama menggambarkan hakikat menurut organisasi virtual, terkadang jua dianggap organisasi jaringan atau modular, yang biasanya adalah organisasi inti mini yang lalu menyubkontrakkann fungsi-fungsi primer bisnis. Dalam bahasa struktural, organisasi impian sangat sentralistis, menggunakan sedikit departementalisasi atau tidak sama sekali.

Sebagai model Perusahaan Apex Digital yg berkantor pada California yang dijalankan sang Acle hsu serta David Ji, perusahaan ini merupakan keliru satu produsen pemutar DVD terbesar pada dunia, meskipun perusahaan ini tidak memiliki pabrik ataupun mempekerjakan seseorang teknisi. Mereka menyubkontrakkan segala sesuatu ke perusahaan-perusahaan pada Cina. Dengan investasi minim, Apex telah tumbuh menurut bukan apa-apa menjadi perusahaan menggunakan penjualan tahunan lebih dari 500 juta dolar hanya dalam saat 3 tahun. Organisasi impian sudah membentuk jaringan hubungan yg memungkinkan mereka menyubkontrakkan kegiatan manufaktur, distribusi, pemasaran atau fungsi usaha apa pun lainnya karena manajemen merasa bahwa pihak lain dapat melakukannya secara lebih baik serta murah. Dalam organisasi yg disebut terakhir ini, penelitian dan pengembangan dilakukan secara internal, produksi berlangsung di pabrik milik perusahaan, dan penjualan dan pemasaran dijalankan oleh karyawan perusahaan itu sendiri. 

Kekuatan utama organisasi virtual terletak dalam fleksibilitasnya. Sebagai model, organisasi semacam ini memungkinkan individu yang mempunyai gagasan inovatif dan sedikit uang, misalnya Ancle Hsu dan David Ji, berhasil bersaing menggunakan perusahaan-perusahaan misalnya Sony, Hitachi. Dll. Kelemahan terbesar struktur ini merupakan bahwa ia mengurangi kendali manajemen atas bagian-bagian terpenting menurut bisnisnya.

Gambar Organisasi Virtual

Pada gambar pada atas menampakan sebuah organisasi virtual dimana manajemen menyubkontrakkan seluruh fungsi utama bisnisnya. Inti dari organisasi ini merupakan sekelompok kecil eksekutif yg bertugas mengawasi eksklusif segala aktivitas yg dilakukan secara internal dan mengoordinasikan interaksi dengan organisasi lain yang menciptakan, mendistribusikan, serta menjalankan fungsi-fungsi penting lainnya buat organisasi impian itu. Garis putus-putus dalam gambar pada atas menggambarkan hubungan yg biasanya dibina menurut kontrak. Pada hakikatnya, para manajer dalam struktural virtual menghabiskan sebagian besar saat mereka buat melakukan koordinasi serta mengontrol interaksi eksternal, umumnya melalui jaringan personal komputer .

3. Organisasi Nirbatas
Organisasi nirbatas merupakan sebuah organisasi yang berusaha menghapuskan rantai komando, mempunyai rentang kendali tidak terbatas, serta mengubah departemen menggunakan tim yang diberdayakan. Karena perusahaan itu sangat mengandalkan teknologi warta, sebagian kalangan menyebut struktur organisasi T-form.

Dengan menghapuskan batas-batas vertikal, manajemen meniadakan hierarki. Status dan peringkat diminimalkan. Tim lintas hierarki (yg meliputi eksekutif zenit, manajer menengah, penyelia, dan karyawan operasi), praktik pengambilan keputusan partisipatif, serta penggunaan evaluasi kinerja 360 derajat (dimana teman sekerja dan orang lain yang berada di atas serta di bawah karyawan itu memberikan evaluasi kinerja).

Sebagai contoh, sekarang Xerox mengembangkan produk-produk baru melalui tim multidisiplin yang bekerja dalam sebuah proses tunggal ketimbang dalam tugas-tugas fungsional yg sempit.

Kesesuaian Gaya Kepemimpinan dalam Organisasi Modern
1. Kesesuaian Gaya Kepemimpinan dalam Struktur Tim
Dari pembahasan mengenai karakteristik serta ciri stuktur tim diatas, gaya kepemimpinan yg cocok dengan tipe organisasi tadi yaitu gaya kepemimpinan delegating dan gaya kepemimpinan kendali bebas.

Gaya Kepemimpinan Delegating 
Perilaku pemimpin ini rendah dukungan dan rendah pengarahan atas tugas yg diberikan kepada bawahan. Bawahanlah yang mempunyai kontrol buat memutuskan mengenai bagaimana cara merampungkan tugas. Pemimpin menaruh kesempatan yg luas bagi bawahan buat melaksanakan pertunjukan mereka sendiri lantaran mereka mempunyai kemampuan serta keyakinan buat memikul tanggung jawab dalam pengarahan perilaku mereka sendiri. 

Gaya Kepemimpinan Kendali Bebas 
Gaya kepemimpinan kendali bebas merupakan model kepemimpinan yang paling bergerak maju. Pada gaya kepemimpinan ini seseorang pemimpin hanya menampakan target primer yg ingin dicapai saja. Tiap divisi diberi agama penuh untuk memilih sasaran minor, cara buat mencapai sasaran, dan buat merampungkan masalah yang dihadapinya sendiri-sendiri. Dengan demikian, pemimpin hanya berperan menjadi pemantau saja.

2. Kesesuaian Gaya Kepemimpinan pada Organisasi Virtual
Dari pembahasan tentang karakteristik serta karakteristik organisasi impian diatas, gaya kepemimpinan yang cocok dengan tipe organisasi tersebut yaitu gaya kepemimpinan directing dan gaya kepemimpinan otokrasi.

Gaya Kepemimpinan Directing 
Gaya kepemimpinan yang mengarahkan, merupakan respon kepemimpinan yg perlu dilakukan oleh manajer pada kondisi karyawan lemah pada kemampuan, minat, serta komitmennya. Sementara itu organisasi menghendaki penyelesaian tugas-tugas yang tinggi. 

Gaya Kepemimpinan Otokrasi 
Pemimpin mengendalikan semua aspek aktivitas. Pemimpin memberitahukan sasaran apa saja yg ingin dicapai serta cara buat mencapai target tadi, baik itu target utama maupun sasaran minornya. Pemimpin pula berperan sebagai pengawas terhadap semua kegiatan anggotanya dan pemberi jalan keluar bila anggota mengalami perkara. 

3. Kesesuaian Gaya Kepemimpinan pada Organisasi Nirbatas
Dari pembahasan tentang karakteristik serta ciri organisasi nirbatas diatas, gaya kepemimpinan yang cocok dengan tipe organisasi tadi yaitu gaya kepemimpinan participation dan gaya kepemimpinan demokrasi.

Gaya Kepemimpinan Participation 
Pemimpin menggunakan gaya kepemimpinan partisipasi, lebih menekankan pada dukungan namun rendah pengarahan, karena posisi kontrol atas pemecahan perkara serta pembuatan keputusan dipegang secara bergantian. Pemimpin serta pengikut saling tukar menukar pandangan baru dalam pemecahan perkara dan pembuatan keputusan. Tanggung jawab pemecahan perkara serta pembuatan keputusan sebagian besar berada dalam pihak pengikut. 

Gaya Kepemimpinan Demokrasi 
Pada gaya kepemimpinan demokrasi anggota memiliki peranan yg lebih besar . Pada kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya menampakan sasaran yg ingin dicapai saja, mengenai cara untuk mencapai target tersebut, anggota yang memilih. Selain itu, anggota pula diberi kekuasan buat menuntaskan kasus yang dihadapi.

PENGERTIAN DAN HAKEKAT ORGANISASI

Pengertian Dan Hakekat Organisasi
Setiap manusia pada bepergian hidupnya selalu akan sebagai anggauta dari berbagai organisasi, misalnya organisasi bidang sosial atau kemasyarakatan , organisasi bidang politik, organisasi bidang pendidikan dan sebagainya. Organisasi akan meresap ke pada warga atau kehidupan sehari-hari, serta insan akan berada pada lingkungan organisasi. Organisasi-organisasi ini mempunyai kecenderungan dalam pengelolaannya. Kesamaan tersebut antara lain ada tujuan, keanggotaan, struktur dan sistem dan prosedurnya

Kesamaan yg pertama yaitu adanya suatu tujuan, tanpa tujuan organisasi nir bisa dibentuk.. Tujuan ini tentunya sesuai menggunakan jenis organisasinya. Tujuan suatu organisasi umumnya tergambar dalam sasaran-sasaran baik jangka panjang juga jangka pendek. Secara umum sasaran dari tujuan organisasi adalah mencapai taraf pertumbuhan, perkembangan, keuntungan dan keberlangsungan berdasarkan organisasi itu sendiri. Kesamaan yg kedua adalah bahwa organisasi memiliki deretan orang-orang, satu orang yang berusaha mencapai tujuan secara indvidual nir bisa dikatakan sebagai organisasi. Organisasi merupakan sekumpulan atau sekelompok orang ( lebih berdasarkan dua orang) yg mempunyai maksud yang sama buat mencapai tujuannya. Kesamaan yang ketiga merupakan organisasi perlu menyebarkan suatu struktur agar anggota bisa melaksanakan pekerjaan menggunakan mudah dan baik. Struktur organisasi menjadi gambaran menurut interaksi-hubungan kewenangan serta tanggungjawab yang bisa digunakan sebagai alat penyalur tugas, berita, resources, dan perintah-perintah. Struktur organisasi senantiasa harus diadaptasi menggunakan keadaan serta kebutuhan yang berubah-ubah, karena insan yang menjalakan pekerjaan bukan struktur organisasinya. Kesamaan yang keempat merupakan organisasi mempunyai sistem serta prosedur. Organisasi mempunyai aturan-aturan yang ditetapkan bersama serta harus dijalankan menggunakan komitmen. Sistem dan mekanisme pada organisai tercermin menurut kebujakan-kebijakan manajer tentang cara kerja, sistem rekrut, supervisi, dan pelaporan.

Organisasi bisa memberi manfaat bagi rakyat. Antara lain;
  • Organisasi mengganti kehidupan warga . Manfaat ini dapat diamati berdasarkan banyaknya organisasi dapat membuat kehidupan sebagai lebih baik,. Misal organisasi kesehatan menciptakan masyarakat sebagai sehat jasmani, organisasi pendidikan menjadi masyarakat menjadi cerdas, organisasi kemilteran serta kepolisian menciptakan rakyat menjadi aman 
  • Organisasi sebagai penuntun pencapaian tujuan. Dengan berorganisasi pencapaian tujuan menjadi lebih gampang. 
  • Organisasi menunjukkan karier. Organisasi adalah sekumpulan orang yg mempunyai ketrampilan, pengetahuan dan tujuan. Oleh karenanya orang yg ingin menyebarkan karienya bisa bergabung dalam suatu organisasi, lantaran organisasi akan selalu menawarkan karier dalam seseorang yang memiliki pengetahuan serta ketrampilan yang lebih. 
  • Organisasi sebagai cagar ilmu pengetahuan. Dengan berorganisasi pengetahuan bisa ditingkatkan terus. Sejarah masa kemudian bisa didokumenkan, penelitian-penalitian dapat dikembangan, demikian jua menggunakan pekerjaan-pekerjaan yg tidak bisa dilakukan sendiri dapat dilakukan beserta. ( Amirullah, 2004, 6) 
Organisasi sebagai sekelompok orang yg berkerja sama pada suatu cara yang terstruktur, dan terkoordinasi buat mencapai tujuan bersama. Untuk mencapai tujuan organisasi bisa memakai sumberdaya-sumberdaya yang terdapat pada lingkungannya . Sumberdaya tersebut adalah manusia, finansial, fisik serta keterangan. Sumberdaya manusia termasuk bakat manajerial serta energi kerja, sumberdaya finasial adalah modal yang dipakai organisasi buat mendanai operasi yg berjalan baik operasi jangka panjang maupun jangka pendek, sumber daya fisik meliputi fasilitas gedung, tempat kerja serta peralatannya,dan bahan yang dipergunakan pada operasionalnya, sumber daya fakta adalah data-data yg dipakai dalam menciptakan keputusan yg efektif.

Manajer pada mencapai tujuan organisasi bertanggungjawab buat mengkombinasikan dan mengkoordinasikan aneka macam sumberdaya tadi,misal seorang walikota (manajer ) akan menggunakan polisi, dana pemerintah, tempat kerja polisi yang ada, data ststistik kejahatan yang naratif buat membuat program pencegahan kejahatan. Bagaimana walikota serta manajer-manajer lainnya mengkombinasikan serta mengkoordinasikan aneka macam jenis asal daya tadi. 

Dari uraian pada atas dapat disimpulkan bahwa konsep dasar organisasi merupakan 
  • Suatu organisasi selalu memiliki tujuan 
  • Adanya spesialisasi serta pembagian kerja 
  • Spesialisasi akan mempunyai manfaat apabila dikoordinasi 
  • Koordinasi merupakan mengintegrasikan kegiatan-aktivitas serta bisnis-bisnis yang dilakukan buat mencapai tujuan 
  • Untuk meralisasi tujuan perlu ada mekanisme kerja yang lebih rinci 
  • Kenyataan bahwa organisasi berada pada suatu lingkungan yang dinamis karena yang menjadi odyek serta subyeknya merupakan orang. 
Organisasi mempunyai batasan-batasan eksklusif (boundaries), dengan demikian seorang yg mengadakan hubungan interaksi menggunakan pihak-pihak lain tidak atas kemauan sendiri, mereka sendiri, mereka dibatasi oleh aturan-aturan eksklusif. Organisasi merupakan suatu kerangka hubungan yang berstruktur pada dalamnya serta berisi kewenangan, tanggung jawab, serta pembagian tugas untuk menjalankan sesuatu fungsi tertentu. 

Setiap organisasi memiliki struktur yg tidak sama yg dapat mensugesti perilaku serta perilaku anggotanya. Sebagaimana diketahui bahwa tujuan pengorganisasian antara lain adalah: membagi pekerjaan yg harus dilakukan menjadi departemen-departemen serta jabatan yg terperinci, membagi-bagi tugas serta tanggung jawab berkaitan menggunakan masing-masing jabatan, mengkoordinasikan banyak sekali tugas organisasi, mengelompokkan pekerjaan-pekerjaan ke pada unit-unit, membangun hubungan pada kalangan individu, grup, dan departemen, memutuskan garis-garis wewenang formal, mengalokasikan dan menaruh asal daya organisasi.

Struktur organisasi merupakan keliru satu wahana yang dipakai manajemen buat mencapai sasarannya. Karena sasaran diturunkan berdasarkan taktik organisasi secara holistik, logis bila taktik dan struktur wajib terkait erat, tepatnya struktur wajib mengikuti strategi. Jika manajemen melakukan perubahan signifikan pada taktik organisasinya, struktur pun perlu dimodifikasi buat menampung serta mendukung perubahan ini. Sebagian akbar kerangka taktik dewasa ini terfokus dalam 3 dimensi, penemuan, minimalisasi porto serta imitasi serta pada desain struktur yg berfungsi dengan baik buat masing-masing dimensi.

Stuktur organisasi memilih bagaimana pekerjaan dibagi, dikelompokkan serta dikoordinasikan secara formal. Ada enam elemen kunci yg perlu diperhatikan sang para manajer ketika mereka hendak mendesain struktur organisasi mereka. Keenam elemen tadi merupakan spesialisasi kerja, departementalisasi, rantai komando, rentang kendali, sentralisasi dan desentralisasi dan formalisasi. 
  • Spesialisasi pekerjaan. Sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi dibagi-bagi ke pada beberapa pekerjaan tersendiri. 
  • Departementalisasi. Dasar yg digunakan buat mengelompokkan pekerjaan secara bersama-sama. Departementalisasi dapat berupa proses, produk, geografi, dan pelanggan. 
  • Rantai komando. Garis wewenang yg tanpa putus yang membentang dari zenit organisasi ke eselon paling bawah dan mengungkapkan siapa bertanggung jawab kepada siapa. 
  • Rentang kendali. Jumlah bawahan yg bisa diarahkan sang seorang manajer secara efisien dan efektif. 
  • Sentralisasi dan Desentralisasi. Sentralisasi mengacu pada sejauh mana taraf pengambilan keputusan terkonsentrasi pada satu titik di dalam organisasi. Desentralisasi merupakan versus dari sentralisasi. 
  • Formalisasi sejauh mana pekerjaan-pekerjaan pada pada organisasi dibakukan. 
Organisasi bukanlah sesuatu yg konkrit, karena organisasi nir berwujud. Agar organisasi lebih konkrit, organisasi perlu diberi nama sinkron menggunakan kegiatan serta tujuan yang akan dicapai. Dengan demikian, agar organisasi lebih konkrit, organisasi harus mempunyai nama serta struktur organisasi. Struktur merupakan cara bagaimana sesuatu itu disusun. Sesuatu yg terdapat dalam organisasi merupakan pekerjaan-pekerjaan, dan pekerjaan-pekerjaan dalam organisasi itu saling berhubungan. Oleh karena itu struktur bertalian menggunakan hubungan-hubungan pekerjaan yg masih ada pada dalam pekerjaan yg nisbi pasti. Hubungan yg nisbi niscaya itu timbul sebagai hasil menurut proses pemecahan atas empat perkara yang dilakukan oleh manajer, yaitu masalah pembagian pekerjaan, departemenisasi, rentang kendali, serta pendelegasian kekuasaan. Atas dasar itu, Gibson, Ivancdvich, dan Donnely memberikan petunjuk bahwa struktur organisasi merupakan output menurut proses yg ditempuh sang para manajer buat memecahkan empat bagian problem yang terdiri menurut pembagian pekerjaan, departemenisasi, rentang kendali, dan delegasi. Pengertian tadi menampakan adanya satuan-satuan organisasi, interaksi-interaksi serta saluran wewenang yg terdapat di dalam organisasi. 

Di pada warga dalam kenyataannya masih ada aneka macam bentuk organisasi diantaranya organisasi yg berstruktur sederhana / kecil dan terdapat jua organisasi yg besar / modern (umumnya berbentuk birokrasi). Pada bentuk organisasi tradisional / mini umumnya tidak terdapat pembagian kerja yg sistematis, spesialisasi, standarisasi, juga stabilitas. Kegiatan organisasi pada dalam unit sosial tradisional acapkali tidak relatif kebal terhadap faktor pertimbangan yg nir relevan, stratifikasi, maupun ikatan kekeluargaan sebagai akibatnya akibat.

Sebagaimana diketahui bahwa dalam rakyat terkini, semakin banyak organisasi yg terdiri menurut jenis organisasi yaang akbar. Mereka merasa perlu membangun lebih poly lagi wahana buat mengatur hubungan ekonomi maupun non ekonomi pada pada aneka macam organisasi sebagai akibatnya akan tercapai kepuasan, efektivitas dan mempererat interaksi antara organisasi tadi. Sedangkan bila organisasi itu masih bersifat tradisional / sederhana (berstruktur mini ) maka hampir seluruh fungsi organisasinya akan dilaksanakan sang famili yg sudah berkembang atau yg dipimpin ketua keluarga. Struktur tradisional ini walaupun bersifat praktis namun terbatas penggunaanya dalam perusahaan yang kecil ukurannya. Sehingga bisa disimpulkan bahwa suatu organisasi yang kecil itu tidak selamanya baik.

Struktur Organisasi Modern
Selama satu atau 2 dasawarsa lalu, para manajer senior di sejumlah organisasi telah bekerja buat mengembangkan pilihan-pilihan struktural baru yg mampu lebih membantu perusahaan mereka buat bersaing secara efektif. Desain struktural tersebut: struktur tim, organisasi impian, serta organisasi nirbatas.

1. Struktur Tim
Tim sudah sebagai sarana yg sangat populer buat mengorganisasi kegiatan kerja. Struktur tim merupakan pemanfaatan tim menjadi perangkat sentral buat mengoordinasikan kegiatan-aktivitas kerja. Karakteristik utama struktur tim merupakan bahwa struktur ini meniadakan hambatan-hambatan departemental serta mendesentralisasi pengambilan keputusan ke taraf tim kerja. Struktur tim juga mendorong karyawan buat menjadi generalis sekaligus spesialis.

Di perusahaan–perusahaan kecil, struktur tim sebagai ciri spesial organisasi, sebagai model, Whole Foods Market, Inc. Toko pangan grosir terbesar pada AS, terstruktur pada tim-tim. Setiap toko Whole Foods adalah sentral laba otonom yang terdiri atas homogen-homogen 10 tim swakelola, masing-masing dengan seorang pemimpin tim. Para pemimpin tim pada tiap-tiap toko merupakan sebuah tim; para pemimpin toko di tiap-tiap wilayah adalah sebuah tim; serta enam presiden regional perusahaan itu merupakan sebuah tim.

2. Organisasi Virtual
Mengapa wajib mempunyai bila Anda mampu meyewa? Pertanyaan ini secara akurat mendeskripsikan hakikat dari organisasi impian, terkadang pula diklaim organisasi jaringan atau modular, yang umumnya merupakan organisasi inti mini yg lalu menyubkontrakkann fungsi-fungsi utama bisnis. Dalam bahasa struktural, organisasi impian sangat sentralistis, dengan sedikit departementalisasi atau nir sama sekali.

Sebagai model Perusahaan Apex Digital yg bermarkas di California yg dijalankan oleh Acle hsu dan David Ji, perusahaan ini merupakan keliru satu penghasil pemutar DVD terbesar di dunia, meskipun perusahaan ini nir memiliki pabrik ataupun mempekerjakan seseorang teknisi. Mereka menyubkontrakkan segala sesuatu ke perusahaan-perusahaan di Cina. Dengan investasi minim, Apex telah tumbuh berdasarkan bukan apa-apa sebagai perusahaan dengan penjualan tahunan lebih menurut 500 juta dolar hanya dalam waktu tiga tahun. Organisasi virtual sudah membentuk jaringan hubungan yg memungkinkan mereka menyubkontrakkan aktivitas manufaktur, distribusi, pemasaran atau fungsi usaha apa pun lainnya karena manajemen merasa bahwa pihak lain dapat melakukannya secara lebih baik dan murah. Dalam organisasi yang diklaim terakhir ini, penelitian serta pengembangan dilakukan secara internal, produksi berlangsung di pabrik milik perusahaan, dan penjualan serta pemasaran dijalankan sang karyawan perusahaan itu sendiri. 

Kekuatan primer organisasi virtual terletak pada fleksibilitasnya. Sebagai model, organisasi semacam ini memungkinkan individu yg memiliki gagasan inovatif dan sedikit uang, misalnya Ancle Hsu dan David Ji, berhasil bersaing dengan perusahaan-perusahaan seperti Sony, Hitachi. Dll. Kelemahan terbesar struktur ini merupakan bahwa beliau mengurangi kendali manajemen atas bagian-bagian terpenting menurut bisnisnya.

Gambar Organisasi Virtual

Pada gambar pada atas memberitahuakn sebuah organisasi virtual dimana manajemen menyubkontrakkan semua fungsi primer bisnisnya. Inti dari organisasi ini merupakan sekelompok mini eksekutif yang bertugas mengawasi eksklusif segala aktivitas yang dilakukan secara internal serta mengoordinasikan hubungan dengan organisasi lain yg menciptakan, mendistribusikan, serta menjalankan fungsi-fungsi penting lainnya buat organisasi virtual itu. Garis putus-putus dalam gambar di atas menggambarkan hubungan yang umumnya dibina dari kontrak. Pada hakikatnya, para manajer pada struktural virtual menghabiskan sebagian akbar saat mereka buat melakukan koordinasi dan mengontrol interaksi eksternal, umumnya melalui jaringan komputer.

3. Organisasi Nirbatas
Organisasi nirbatas merupakan sebuah organisasi yg berusaha menghapuskan rantai komando, memiliki rentang kendali tidak terbatas, serta membarui departemen menggunakan tim yang diberdayakan. Karena perusahaan itu sangat mengandalkan teknologi fakta, sebagian kalangan menyebut struktur organisasi T-form.

Dengan menghapuskan batas-batas vertikal, manajemen meniadakan hierarki. Status serta peringkat diminimalkan. Tim lintas hierarki (yang mencakup eksekutif zenit, manajer menengah, penyelia, serta karyawan operasi), praktik pengambilan keputusan partisipatif, serta penggunaan evaluasi kinerja 360 derajat (dimana sahabat sekerja serta orang lain yg berada pada atas serta pada bawah karyawan itu menaruh penilaian kinerja).

Sebagai contoh, kini Xerox berbagi produk-produk baru melalui tim multidisiplin yg bekerja pada sebuah proses tunggal ketimbang dalam tugas-tugas fungsional yang sempit.

Kesesuaian Gaya Kepemimpinan dalam Organisasi Modern
1. Kesesuaian Gaya Kepemimpinan dalam Struktur Tim
Dari pembahasan tentang ciri serta karakteristik stuktur tim diatas, gaya kepemimpinan yg cocok menggunakan tipe organisasi tadi yaitu gaya kepemimpinan delegating dan gaya kepemimpinan kendali bebas.

Gaya Kepemimpinan Delegating 
Perilaku pemimpin ini rendah dukungan serta rendah pengarahan atas tugas yang diberikan pada bawahan. Bawahanlah yg memiliki kontrol buat tetapkan tentang bagaimana cara merampungkan tugas. Pemimpin menaruh kesempatan yang luas bagi bawahan buat melaksanakan pertunjukan mereka sendiri lantaran mereka memiliki kemampuan dan keyakinan buat memikul tanggung jawab dalam pengarahan perilaku mereka sendiri. 

Gaya Kepemimpinan Kendali Bebas 
Gaya kepemimpinan kendali bebas merupakan model kepemimpinan yg paling bergerak maju. Pada gaya kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya memperlihatkan sasaran utama yg ingin dicapai saja. Tiap divisi diberi kepercayaan penuh buat memilih target minor, cara buat mencapai sasaran, dan buat menuntaskan perkara yang dihadapinya sendiri-sendiri. Dengan demikian, pemimpin hanya berperan sebagai pemantau saja.

2. Kesesuaian Gaya Kepemimpinan dalam Organisasi Virtual
Dari pembahasan mengenai ciri dan karakteristik organisasi virtual diatas, gaya kepemimpinan yang cocok menggunakan tipe organisasi tersebut yaitu gaya kepemimpinan directing dan gaya kepemimpinan otokrasi.

Gaya Kepemimpinan Directing 
Gaya kepemimpinan yg mengarahkan, merupakan respon kepemimpinan yg perlu dilakukan oleh manajer pada kondisi karyawan lemah dalam kemampuan, minat, serta komitmennya. Sementara itu organisasi menghendaki penyelesaian tugas-tugas yg tinggi. 

Gaya Kepemimpinan Otokrasi 
Pemimpin mengendalikan seluruh aspek aktivitas. Pemimpin memberitahukan target apa saja yang ingin dicapai serta cara buat mencapai sasaran tersebut, baik itu sasaran utama maupun sasaran minornya. Pemimpin juga berperan sebagai pengawas terhadap seluruh aktivitas anggotanya serta pemberi jalan keluar jika anggota mengalami masalah. 

3. Kesesuaian Gaya Kepemimpinan dalam Organisasi Nirbatas
Dari pembahasan tentang ciri dan ciri organisasi nirbatas diatas, gaya kepemimpinan yg cocok menggunakan tipe organisasi tadi yaitu gaya kepemimpinan participation dan gaya kepemimpinan demokrasi.

Gaya Kepemimpinan Participation 
Pemimpin menggunakan gaya kepemimpinan partisipasi, lebih menekankan kepada dukungan namun rendah pengarahan, karena posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pembuatan keputusan dipegang secara bergantian. Pemimpin serta pengikut saling tukar menukar inspirasi dalam pemecahan masalah serta pembuatan keputusan. Tanggung jawab pemecahan perkara dan pembuatan keputusan sebagian akbar berada dalam pihak pengikut. 

Gaya Kepemimpinan Demokrasi 
Pada gaya kepemimpinan demokrasi anggota memiliki peranan yg lebih akbar. Pada kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya memberitahuakn sasaran yang ingin dicapai saja, mengenai cara untuk mencapai sasaran tadi, anggota yang memilih. Selain itu, anggota jua diberi kekuasan buat merampungkan kasus yang dihadapi.

MANAJEMEN PEMBANGUNAN UNTUK NEGARA BERKEMBANG

Manajemen Pembangunan Untuk Negara Berkembang 
Di tengah-tengah semakin berat dan kompleks tantangan bangsa Indonesia menghadapi era global waktu ini, mengedepankan pembaharuan, pemikiran-pemikiran yang inovatif serta produktif dalam forum pemerintah baik pusat serta wilayah merupakan langkah dan sikap yg tepat dan patut menerima dukungan menurut semua komponen rakyat. Dengan istilah lain “Reformasi Administrasi” pada Indonesia harus sesegera mungkin menjadi pilihan para penyelenggara pemerintahan baik pusat juga wilayah guna mewujudkan good governance, pemerintahan yang higienis, sehat, serta berwibawa.

Pemerintahan Daerah Provinsi, pada hal ini gubernur sebagai ketua pemerintah wilayah sangatlah dekat menggunakan politik serta administrasi publik. Terlebih lagi dalam sistem pemilihan kepala daerah secara pribadi misalnya kini , kedekatan kepala wilayah dalam aspek politik semakin bertenaga, selain posisinya menjadi penanggung jawab administrasi dan manajemen pemerintahan daerah. Oleh karena itu pemikiran teoretis serta mudah sebagai gubernur pada menerapkan pendekatan-pendekatan baru pada administrasi publik.

Gubernur dituntut bisa memadukan secara serasi demokrasi administrasi publik. Hal ini merupakan tantangan yang akbar, lantaran misalnya yang dikatakan oleh Kenneth J. Meier serta Laurence O’Toole Jr (2006), bahwa one of the most important and persisting challenges of terbaru government is how to reconcile the demans of democracy with the imperatives of bureaucracy.

Pada tahun 1980-an aneka macam pemikiran ada untuk memperbarui birokrasi dan menyesuaikannya dengan perkembangan teknologi –khususnya teknologi keterangan- dan ekonomi –khususnya globalisasi- yang sangat mengurangi kiprah negara dan makin menonjolkan peran global bisnis, serta menempatkan persaingan sebagai credo yg utama. Lahirlah istilah-istilah “hollowing out of the state” dan sebagainya. Maka berkembanglah pemikiran-pemikiran yg berpengaruh dalam perkembangan konsep administrasi public selanjutnya, yaitu Reinventing Government (Osborn dan Gaebler 1992) dan New Public Management (Hood 1989).

Gagasan NPM pada dasarnya ingin “membebaskan” para manajer publik berdasarkan kekangan anggaran-aturan birokratik serta kontrol administrasi sehingga dapat menjalankan tugas dengan leluasa. Seperti halnya manajer pada sektor swasta para manajer publik mendapat imbalan apabila sukses dan hukuman apabila gagal. Dengan cara demikian maka manajer publik bisa memanfaatkan seluruh potensi serta kompetensi yang dimiliki guna membuat secara maksimal produk, baik barang juga jasa buat layanan publik. Perspektif utama menurut pandangan NPM ini merupakan warga negara atau warga dilihat atau diperlakukan sebagai konsumen yg mempunyai akal, pikiran, kehendak, dan pilihan atau rational-choice, nir tidak sinkron dengan pendekatan public-choice pada disiplin ilmu ekonomi. Dan nir lagi menjadi entitas yang pasif (lapang dada saja) Maka pada sistem ini terkandung pula nilai demokrasi dalam administrasi publik.

Di dalam doktrin NPM, pemerintah dianjurkan buat meninggalkan kerangka berpikir administrasi tradisional yang cenderung mengutamakan prosedur, dan menggantikannya menggunakan orientasi dalam kinerja atau hasil kerja. Pemerintah juga dianjurkan untuk melepaskan diri dari birokrasi klasik menggunakan mendorong organisasi serta pegawai supaya lebih fleksibel, dan tetapkan tujuan serta target organisasi secara lebih jelas sehingga memungkinkan pengukuran hasil. Di samping itu, pemerintah pula diperlukan menerapkan sistem desentralisasi, memberi perhatian pada pasar, melibatkan sektor swasta dan melakukan privatisasi (Hood, 1995).

Dalam perkembangannya, NPM dianggap menjadi liberation –yaitu upaya pembebasan manajemen publik menurut kungkungan konservativisme administrasi klasik dengan memasukkan prinsip-prinsip sektor privat ke pada sektor publik (Golembiewski, 2003). Lebih menarik lagi, bahwa NPM dipandang menjadi kumpulan ide-pandangan baru serta praktik yg berupaya menggunakan pendekatan sektor partikelir serta bisnis ke dalam sektor publik (Denhardt & Denhardt, 2003).

David Osborn dan Ted Gaebler (1993) menekankan sine qua non upaya buat mentransformasikan entrepreuneurial spirit, karena saat asal daya semakin langka, pemerintah harus berubah berdasarkan bureaucratic contoh ke entrepreuneurial model. Oleh karenanya, pemerintahan yang mengimplementasikan pemikiran NPM ini sangat berorientasi dalam jiwa serta semangat kewirausahaan, maka manajemen publik baru pada tubuh pemerintah dapat disebut menjadi manajemen kewirausahaan.

Dampak dari pelaksanaan model NPM ini mulai terasa tidak saja di negara maju, namun juga di negara-negara sedang berkembang seperti penerapan 5 (lima) prinsip inti, yaitu: (1) sistem desentralisasi, (2) privatisasi, (3) downsizing, (4) debirokratisasi, dan (lima) manajerialisme (Vigoda, 2003).

A. Reformasi Administrasi Publik dan Perkembangannya
Sejak 2 dekade terakhir, pelaksanaan reformasi administrasi publik makin konkret pada berbagai negara termasuk Indonesia. Reformasi administrasi publik sangat diperlukan karena tantangan terhadap prinsip-prinsip administrasi klasik semakin berat (Caiden, 1991; Lenvine, Peters & Thompson, 1990). Doktrin Administrasi Publik Klasik (the Old Public Administration-OPA) yang semenjak awal dimotori sang Wilson dalam tahun 1987 terus dikritik oleh para pakar, serta mulai ditinggalakan (Cooper, 1998; Hughes, 1994) lantaran nir bisa mengakomodasi perubahan situasi dan syarat masyarakat.

Keberhasilan NPM pada negara-negara maju, menyebabkan terjadinya kenaikan pangkat secara terus-menerus doktrin-doktrin NPM pada negara-negara berkembang. Doktrin privatisasi, mengalihkan bentuk pelayanan yg selama ini ditangani sang pemerintah dipindahkan ke tangan agen-agen partikelir. Alasannya, lebih berorientasi pada kepentingan pelanggan, lebih merangsang perekonomian, serta pertumbuhan kesempatan kerja, mempertinggi efisiensi pelayanan karena lebih fleksibel beradaptasi menggunakan pasar, menaikkan efisiensi di departemen-departemen, mengurangi beban administrasi, dan pembiayaan terhadap pemerintah. Doktrin debirokratisasi, diyakini memiliki keunggulan lantaran lebih menjanjikan peningkatan kinerja dibandingkan menggunakan doktrin administrasi publik klasik. Menurut Jennings dan Haist (2002), yg ditekankan dalam NPM merupakan pengukuran terhadap output bukan proses, serta konduite sebagai akibatnya tak jarang diklaim sebagai results-oriented government. 

Promosi doktrin NPM pada Indonesia dapat diamati dari kehadiran tentang NPM, contohnya karya-karya tentang administrasi pembangunan, reformasi administrasi atau birokrasi, dan good governance yang ditulis antara lain sang Kartasasmita (1997), Tjokroamidjojo (1994), Thoha (1999), Mardiasmo (2002), Dwiyanto (2003), serta lain-lain.

Pemerintah Indonesia mulai mengenal Reinventing Government sejak akhir tahun 1990-an. Implementasi yg paling konkret adalah pemberlakuan sistem pemerintahan yang desentralistis melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 mengenai Pemerintahan Daerah yg kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. 

Otoritas terhadap banyak sekali urusan pemerintahan yg didesentralisasikan pada pemerintah wilayah lebih banyak jumlahnya daripada yg diatur sang pemerintah pusat. Alasan utama pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah buat menjalankan prinsip demokrasi, menaikkan peran serta warga , pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi serta keanekaragaman daerah melalui hadiah kewenangan yang luas, konkret, serta bertanggung jawab pada wilayah secara proporsional. 

Kemudian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 lebih menekankan hadiah kewenangan seluas-luasnya supaya wilayah memiliki kewenangan menciptakan kebijakan buat pelayanan, peningkatan kiprah dan, prakarsa dan pemberdayaan, dengan mengutamakan kesejahteraan warga di daerah. Dalam menjalankan sistem pemerintahan yang desentralistis ini pemerintah daerah diserahi otoritas buat menjalankan berbagai urusan. Pemerintah daerah bisa melakukan perencanaan serta pengendalian pembangunan, pemanfaatan serta supervisi tata ruang, penyelenggaraan ketertiban generik. Pemerintah wilayah juga menangani bidang kesehatan, penyelenggaraan pendidikan, penanggulangan perkara sosial, pelayanan bidang ketenagakerjaan, fasilitas pengembangan ketenagakerjaan, pengembangan koperasi, bisnis mini dan menengah, pengendalian lingkungan hidup, pelayanan pertanian kependudukan serta catatan sipil, pelayanan administrasi generik pemerintahan, pelayanan administrasi penanaman kapital, pelayanan-pelayanan dasar lainnya, dan urusan harus lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundangan. Smentara pemerintah pusat hanya menangani bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter serta fiskal nasional, dan agama.

Implementasi NPM bisa ditinjau jua menurut kewajiban melakukan evaluasi kinerja pemerintah wilayah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 108 Tahun 2000 mengenai Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah, PP Nomor 105 Tahun 2000 mengenai Pengelolaan serta Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, dan lalu dilanjutkan menggunakan PP Nomor 56 Tahun 2002 tentang Laporan Kinerja Penyelenggara Pemda serta PP Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah.

Selain itu, implementasi NPM dapat ditinjau menggunakan diberlakukannya peraturan perundangan mengenai privatisasi seperti Kepres Nomor 122 Tahun 2001 tentang Tim Kebijakan Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Tujuannya buat menaikkan kinerja BUMN yang mencakup perbaikan struktur permodalan, menaikkan profesionalisme dan efisiensi bisnis, perubahan budaya perusahaan, memperluas partisipasi warga dalam kepemilikan saham BUMN dan penciptaan nilai tambah perusahaan melalui penerapan prinsip good corporate governance yang berdasarkan dalam transparansi , akuntabilitas, serta kemandirian.

B. Pendekatan Demokratisasi dan Desentralisasi (Otonomi Daerah) pada Penyelenggaraan Pemerintahan Negara
1. Pendekatan Demokratisasi
Demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan akan terealisasi apabila dalam pemerintahan telah terjadi paradigma ke arah high trust society (Fukuyama, 1995). Kepercayaan rakyat terhadap pemerintah menjadi penyelenggara negara yang telah meningkat tinggi akan membentuk terjadinya proses demokratis, sebagai akibatnya memungkinkan terjadinya good governance. 

Bentuk penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis itu digambarkan sebagai bentuk yang terdiri atas posisi jabatan yang akan ditempati oleh gerombolan jabatan yg bersifat politis yang dari dari kekuatan partai politik, dan jabatan yg berasal dari pegawai karier pemerintah. Apabila hal ini terjadi maka nir akan terjadi perubahan-perubahan kebijakan yang begitu cepat, walaupun pejabat pada organisasi tersebut berubah. Walaupun para pejabat yg menduduki jabatan tertentu sudah berakhir masa jabatannya, maka penyelenggaraan pemerintahan akan tetap stabil, berjalan, serta profesional.

Dalam demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan diharapkan akan terjadi proses pada mana pejabat yg bersifat politis yang sekaligus sebagai wakil warga akan ikut memilih kebijakan departemen pemerintah yang akan berlangsung selama lima tahun ke depan. Jabatan ini akan ikut menentukan proses pembuatan kebijakan departemen sekaligus juga ikut mengontrol seberapa jauh kebijakan yg dibentuk itu dilaksakan sang penyelenggara pemerintahan. Sebaliknya, setiap pejabat politik itu mampu eksklusif dikontrol oleh masyarakat pemilihnya. Jabatan politis ini juga ikut bertanggung jawab terhadap masyarakat atas keberhasilan kebijakan yg dibuatnya.

Proses pertanggungjawaban itu nir hanya dilakukan oleh pejabat yang melaksanakan kebijakan politik dan melayani warga , akan namun pejabat politik harus jua bertanggung jawab kepada warga yg mempercayainya pada departemen. Rakyat harus memiliki akses aktif terhadap kontrol, baik pada jabatan politik yg mewakilinya juga pada jabatan sebagai pelayanan masyarakat.

Kontrol kepada penyelenggara pemerintahan dilakukan berdasarkan pelbagai jurusan nir hanya membatasi menurut jalur birokrasi sendiri, akan namun sanggup melalui jalur politik. Akses rakyat kepada kontrol penyelenggara pemerintahan ini dibuka dengan seluas-luasnya. Dengan adanya kontrol terhadap penyelenggara pemerintahan sang warga , itu akan menuntut para penyelenggara pemerintahan untuk mencapai tujuan yg ideal dalam pelaksanaannya. Hal tersebut akan diperlihatkan dengan tergambarnya struktur organisasi serta pembagian kerja/tugas yg sesuai dengan tugasnya masing-masing.

2. Pendekatan Desentralisasi (Otonomi Daerah)
Seringkali kasus pendekatan penyelenggaraan pemerintahan dari prinsip-prinsip sentralisasi serta desentralisasi herbi tingkat perkembangan bangsa serta negara-negara baru merdeka. Pada permulaan kemerdekaan, training bangsa pada arti membina kesatuan bangsa dari afinitas-afinitas kedaerahan, kesukuan, penggolongan politik dan lain-lain, terasa lebih krusial, sehingga tercermin dalam kebijaksanaan serta tata cara penyelenggaraan pemerintahan yg sentralistis. Dalam taraf lebih lanjut dimana perkembangan pelatihan bangsa sudah lebih matang, maka keperluan ekspansi aktivitas pembangunan tak jarang menumbuhkan kebutuhan akan desentralisasi.

Konsep desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan terasa semakin sangat dipentingkan pada tengah-tengah pembangunan bangsa pada negara-negara berkembang. Hal ini bersamaan dengan terlihatnya banyak sekali kelemahan yg tampak menggunakan jelas pada kontrol sentral. Namun demikian dalam umumnya bentuk desentralisasi yang diinginkan tetap hendaknya dijaga dalam rangka kesatuan politik, kulturil, ekonomi, dan bahkan administratif suatu negara. Hal ini sejalan menggunakan pendapat Maryanov (pada LP3ES, 1994: 81-82), bahwa desentralisasi bertujuan antara lain: (1) mengurangi beban pemerintah pusat, serta campur tangan tentang masalah-kasus mini dalam taraf lokal. Demikian jua memberi peluang buat koordinasi pelaksanaan dalam tingkat lokal, (2) menaikkan pengertian warga dan dukungan mereka pada kegiatan bisnis pembangunan sosial ekonomi. Demikian pula pada taraf lokal, bisa mencicipi keuntungan dari donasi aktivitas yg mereka lakukan, (tiga) penyusunan program-acara buat perbaikan sosial ekonomi pada taraf lokal sebagai akibatnya bisa lebih realistis, (4) melatih masyarakat buat mampu mengatur urusannya sendiri (self government), dan (lima) pembinaan kesatuan nasional.

Ada 2 bentuk desentralisasi (Coralie Bryant, 1979: 213-214), yaitu desentralisasi yang bersifat administratif serta desentralisasi yang bersifat politik. Desentralisasi administratif umumnya disebut dekonsentrasi dan berarti delegasi wewenang aplikasi pada taraf-tingkat lokal. Para pejabat tingkat lokal bekerja dalam batas rencana dan asal-asal aturan, namun mereka mempunyai elemen kebijaksanaan serta kekuasaan (diskresi) dan tanggung jawab eksklusif pada hal sifat-hakikat jasa serta pelayanan dalam tingkat lokal. Diskresi mereka dapat bervariasi mulai berdasarkan peraturan-peraturan proforma sampai keputusan-keputusan yang lebih substansial. Desentralisasi politik atau devolusi berarti bahwa wewenang pembuatan keputusan dan kontrol eksklusif terhadap asal-sumber daya diberikan pada pejabat-pejabat regional serta lokal.

Dewasa ini masalah desentralisasi dihubungkan dengan usaha perencanaan pembangunan wilayah. Dengan ini diusahakan supaya perencanaan nasional memberi perhatian dalam pertimbangan regional. Dan penyelenggaraan suatu kegiatan bisnis diadaptasi dengan lokasinya yg paling baik. Dengan demikian diusahakan supaya potensi-potensi regional bisa dimanfaatkan, sehingga perkembangan antar daerah berjalan lebih masuk akal. Kegiatan-aktivitas bisnis yg lebih menyangkut kepentingan masyarakat daerah bisa seluruhnya atau sampai tingkat eksklusif, dipengaruhi serta diselenggarakan sang pemerintah wilayah sendiri. Namun hal ini dalam rangka suatu perencanaan pembangunan daerah perlu diusahakan secara konsisten serta komplementer dengan bisnis-bisnis nasional di wilayah tadi.

C. Membangun Birokrasi Pemerintah Menuju Good Governance
Saat ini, good governance merupakan berita yg mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik. Good Governance adalah koordinasi bahkan sinergi kepengelolaan yg baik antara governance di sektor publik (pemerintahan) menggunakan governance pada sektor masyarakat, terutama partikelir, sehingga bisa dihasilkan transaksional hasil melalui mekanisme pasar yang paling ekonomis dari aktivitas masyarakat. Oleh karena itu, pada good governance tidak saja dituntut suatu birokrasi publik yang efisien dan efektif, melainkan pula private sector governance yg efisien dan kompetitif.

Carl J. Bellone (1980: 285) mengungkapkan bahwa birokrasi adalah: an organizational structure characterized by hierarchical arrangement of office, merit-based selection, impartial application of written rules and regulations, and some centralization of authority. Birokrasi merupakan ciri struktur organisasi (pemerintahan) yang mempunyai urutan hierarki. Berdasarkan hierarki tersebut di dalamnya masih ada posisi-posisi atau jabatan yg memiliki kewajiban dan tugas pekerjaannya masing-masing dalam mencapai tujuan. Dalam menjalankan tugas pekerjaannya selalu berpatokan pada nilai-nilai aturan dan peraturan yang berlaku. Dalam birokrasi juga mengatur mengenai pembagian kekuasaan (otoritas) dalam menjalankan roda pemerintahan. 

Pada sisi lain, birokrasi pemerintah acapkali diartikan menjadi “officialdom” atau kerajaan pejabat (Thoha, 2003: 68); sebuah kerajaan (raja) di dalamnya memiliki yuridiksi yg jelas dan niscaya. Dalam yuridiksi tersebut, seorang memiliki tugas serta tanggung jawab resmi (official duties) yg memperjelas batas-batas kewenangan pekerjaannya. Mereka bekerja pada tatanan pola hierarki sebagai perwujudan dari tingkatan otoritas dan kekuasaannya. 

Dalam aplikasinya penerapan birokrasi tidak berjalan mulus sebagaimana teorinya. Di dalamnya terdapat banyak rintangan-rintangan, sehingga birokrasi hanya menjadi kedok untuk menutupi kepentingan-kepentingan aparatur yang berperilaku menyimpang. Indonesia contohnya, semakin sulit buat mewujudkan good governance, yg terjadi selama ini governance sektor publik yang intervensinya justru mengeroposkan governance pada sektor swasta. Sejak pertengahan tahun 80-an, dengan apa yg diklaim “crony capitalism” (Miftah Thoha, 1999: 67) atau transaksi ekonomi KKKN (Kolusi, Korupsi, Kronisme, serta Nepotisme). 

Administrasi negara di Indonesia dalam waktu ini lebih tepat dikatakan sebagai indera buat menegakkan kekuasaan negara bukan kekuasaan rakyat. Itulah sebabnya realitas administrasi negara saat ini lebih poly menjadi gambaran atau lukisan dari dalam realitanya. Sehingga dibutuhkan pemikiran-pemikiran baru yang dapat meluruskan kembali ke arah pelaksanaan administrasi negara yang ideal menuju good governance. 

Birokrasi pemerintah yg dipandang perlu untuk dibangun kembali guna menuju pemerintahan yg adil, bersih, berwibawa, serta demokratis (good governance). Sehingga permasalahan-permasalahan yang perlu dikaji pulang menjadi jalan pemecahannya antara lain:
1. Evaluasi diri terhadap kondisi birokrasi pemerintah Indonesia waktu ini.
2. Adanya perubahan kerangka berpikir birokrasi pemerintah ke arah yang lebih ideal.
3. Repositioning birokrasi pemerintah.
4. Memiliki aparatur pemerintah yg mempunyai komitmen terhadap nilai-nilai, sebagai akibatnya terjadinya demokratisasi birokrasi.
5. Peranan pemerintah dan rakyat pada membentuk birokrasi.

Diharapkan menggunakan adanya perubahan paradigma pemerintah ke arah birokrasi yang ideal, didukung aparatur pemerintah yg menjunjung tinggi nilai-nilai serta berperilaku positif, adanya komunikasi yg baik antara pemerintah dengan masyarakat, dan ikut berperan di dalamnya, maka good governance bisa diwujudkan.

1. Kondisi Birokrasi Pemerintah Saat Ini
Kehidupan serta tumbuh kembangnya birokrasi pemerintah pada Indonesia sangat ditentukan oleh percaturan politik terlebih lagi saat setelah dilaksanakan pemilihan generik. Oleh karenanya birokrasi pemerintah sangat dipengaruhi oleh kehidupan politik serta pemilunya. Sejalan menggunakan pendapat Carl J. Bellone (1946: 34-35) bahwa ilmu pengetahuan politis adalah induk berdasarkan administrasi pemerintahan. Bahkan di kalangan akademisi beranggapan bahwa administrasi pemerintahan lebih menurut sekedar ilmu pengetahuan politis. Kehidupan modern telah mendorong birokrasi menjadi indera yang unggul dalam mengatur proses pemerintahan. Kekuasaan birokratis sudah menjadikan lembaga pemerintahan mempunyai kapasitas yang luar biasa serta menjadi sentral buat mengarahkan energi politis. Sebagai akibatnya, pemerintahan birokratis lebih menurut partai politik.

Partai politik didirikan nir mempunyai harapan lain, kecuali buat bisa memerintah negara. Upaya buat memerintah itu berdasarkan paham demokrasi dibatasi oleh waktu eksklusif serta harus dilakukan melalui cara pemilihan umum yang dijalankan secara demokratis, amanah, adil, bebas, rahasia, serta konstitusional. Pemerintah partai politik ini akan membawahi dan memerintah birokrasi pemerintah yg eksistensinya nir memalui pemilihan generik, melainkan melalui jalur karier yang dibinanya menggunakan cara-cara merit. Agar agar profesionalisme birokrasi nir terganggu dengan silih bergantinya partai politik, para birokratnya tidak dibenarkan untuk memihak.

Selain itu administrasi negara digambarkan jua menjadi upaya yg lebih concern terhadap “aplikasi suatu konstitusi ketimbang membuatnya” (Miftah Thoha, 1999: 46). Ungkapan ini mengungkapkan bahwa administrasi negara lebih terkenal diklaim mengutamakan melaksanakan kebijakan ketimbang membuatnya. Proses pembuatan kebijakan publik domain menurut daerah politik. Di wilayah ini partai politik berkecimpung menentukan visi politik ke arah mana pemerintahan negara ini dikendalikan. Sedangkan visi politik itu bagaimana mewujudkan diserahkan kepada ahlinya yakni pada birokrasi pemerintah. Upaya birokrasi melaksanakan kebijakan publik tadi merupakan wilayah dan domain administrasi negara.

Birokrasi pemerintah saat ini mencerminkan birokrasi besar yg menekankan dalam wewenang yang nir didukung menggunakan aparatur yg profesional menggunakan kompetensi yg sesuai dengan bidang fungsi yg dilaksanakan. Disamping itu Asep Kartiwa (2004: 7) menyatakan bahwa birokrasi pemerintahan kita belum didukung dengan sistem kepegawaian yg didasarkan pada sistem merit, dalam syarat partikelir belum bisa membangun lapangan kerja. Pada masa krisis ini birokrasi pemerintah menanggung beban yang relatif poly. Sehingga aparatur yg profesional dan memahami paradigma sesuai dengan konsep birokrasi ideal sebagai kebutuhan yang mendesak. 

2. Perubahan Paradigma Birokrasi Pemerintah
Pembaharuan dan penyempurnaan birokrasi telah menjadi perhatian berfokus di negara-negara berkembang, termasuk negara Indonesia. Bahkan di negara-negara maju sekalipun, masih merasakan kekurangpuasan peran birokrasi pemerintah, sebagai akibatnya terus berupaya buat mencari identitas baru bagi birokrasinya. 

Para pakar administrasi selalu mengamati adanya alur pikir baru yang ditunjang menggunakan seperangkat teori yang melahirkan paradigma baru pada global ilmu administrasi negara. Paradigma baru yang memandang birokrasi menjadi organisasi pemerintahan tidak lagi semata-mata hanya melakukan tugas-tugas pemerintahan akan barang-barang publik (public goods), tetapi pula melakukan dorongan serta motivator bagi tumbuh kembangnya peran serta rakyat.

Pertumbuhan karakteristik birokrasi tradisional ke arah birokrasi terkini menjadi suatu fenomena yang bersifat implikatif. Seiring menggunakan aneka macam kemajuan dan munculnya kebutuhan aparatur birokrasi yang profesional, mengakibatkan kebutuhan akan pelayanan pula semakin kompleks, serta menuntut kualitas pelayanan yang semakin baik. Birokrasi yang berada pada tengah-tengah masyarakat tadi nir dapat tinggal membisu, namun harus lebih bisa menaruh aneka macam pelayanan sesuai menggunakan kebutuhan warga .

Carl J. Bellone (1980: 35) mengungkapkan bahwa semenjak Thomas Kuhn menerbitkan Struktur Ilmiah, sarjana-sarjana ilmu sosial bergerak cepat buat menemukan paradigma baru dalam bidang administrasi pemerintahan terkini. Ada lima model teori administrasi pemerintahan yang diambil buat menuju perubahan yg lebih baik berdasarkan pengalaman realitas, yaitu: 1) Model birokratis klasik, yg memiliki 2 komponen basis dasar. Yang pertama merupakan struktur atau perancangan suatu organisasi, dan yang ke 2 adalah pembagian tugas serta pekerjaan yang dibuat secara organisatoris; 2) Model neo-birokratis, merupakan suatu produk menurut era prilaku. Nilai-nilai buat dicapai umumnya serupa dengan contoh birokratis klasik, karenanya dalam contoh neo-birokratis adanya “tujuan”. Model birokratis ini menekankan struktur, kendali, dan prinsip-prinsip administrasi. Unit analisis pada umumnya kelompok kerja, agen, departemen, atau keseluruhan pemerintah. Nilai-nilai buat dicapai adalah efektivitas, efisiensi, atau ekonomi. Dalam model neo-birokratis, keputusan adalah unit analisa yg umum, serta proses pengambilan keputusan sebagai fokusnya; 3) Model kelembagaan, pada contoh kelembagaan ini lebih ditekankan pada bagaimana cara mendisain efisien, efektif, atau organisasi produktif. Dalam contoh birokrasi kelembagaan nir hanya mengutamakan rasionalitas, namun pula menggantungkan dalam nilai-nilai. Keputusan yg diambil birokrasi merupakan tawaran dan kompromi grup yang berminat dan menggerakkan pemerintahan secara berangsur-angsur ke arah target output. Model ini sungguh-sungguh menjalankan pemerintahan secara demokratis; 4) Model Hubungan antar manusia, model ini adalah reaksi terhadap model birokratis klasik dan neo-birokratis. Penekanannya dalam kendali, struktur, efisiensi, ekonomi, rasionalitas, serta pergerakan hubungan antar insan. Dalam pergerakan hubungan antar insan mencerminkan nilai-nilai yang mendasarinya. Nilai-nilai ini meliputi pekerja serta keikutsertaan klien dalam pengambilan keputusan yang dapat mengurangi disparitas status dan kompetisi interaksi antar eksklusif, serta menekankan dalam proses keterbukaan, kejujuran, perwujudan diri, dan kepuasan warga , dan 5) Model administrasi pemerintahan baru, dalam contoh ini birokrat wajib mulai bersikap bahwa nilai-nilai yang berbeda perlu mendominasi. Dengan disparitas tersebut akan membantu perkembangan organisasi demokratis didesentralisasi yg mendistribusikan jabatan dalam pemerintahan yg sinkron. Sasaran output dari administrasi pemerintahan baru merupakan untuk mengorganisasi, menguraikan, atau membuat organisasi mata-mata yang berfungsi memberi penilaian.

Pendapat pada atas sejalan dengan pendapat Weber menjadi tokoh yang memperkenalkan birokrasi. Weber memandang birokrasi rasional atau ideal menjadi unsur utama pada rasionalisasi global terbaru, yg baginya jauh lebih krusial menurut semua proses sosial. Diantara yang lain-lain, proses ini mencakup ketepatan dan kejelasan yang dikembangkan dalam prinsip memimpin organisasi sosial. Menurut Weber pada (Miftah Thoha, 2002: 16-17) menyatakan birokrasi ideal yang rasional itu singkatnya dilakukan menggunakan cara-cara sebagai berikut: Pertama, individu pejabat secara personal bebas, akan tetapi dibatasi sang jabatannya manakala dia menjalankan tugas-tugas atau kepentingan individual dalam jabatannya buat keperluan serta kepentingan pribadinya termasuk keluarganya; Kedua, jabatan-jabatan itu disusun dalam tingkatan hierarki dari atas ke bawah dan kesamping. Konsekuensinya ada pejabat atasan serta bawahan dan ada pula yg menyandang kekuasaan lebih besar dan ada yang lebih kecil; Ketiga, tugas serta fungsi masing-masing jabatan dalam hierarki itu secara spesifik tidak selaras satu sama lainnya; Keempat, setiap pejabat memiliki kontrak jabatan yg harus dijalankan. Uraian tugas (job description) masing-masing pejabat merupakan domain yang sebagai wewenang dan tanggung jawab yg wajib dijalankan sinkron menggunakan kontrak; Kelima, setiap pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi profesionalitasnya, yg idealnya dilakukan melalui ujian kompetitif; Keenam, setiap pejabat mempunyai gaji termasuk hak buat menerima pensioun sesuai dengan strata hierarki jabatan yang disandangnya. Setiap pejabat mampu tetapkan untuk keluar berdasarkan pekerjaannya dan jabatannya sinkron menggunakan keinginannya serta kontraknya dapat diakhiri pada keadaan eksklusif; Ketujuh, terdapat struktur pengembangan karier yang jelas menggunakan promosi berdasarkan senioritas serta merit sesuao menggunakan pertimbangan yg objektif; Kedelapan, setiap pejabat sama sekali tidak dibenarkan menjalankan jabatannya serta resources intansinya buat kepentingan pribadi serta keluarganya; Kesembilan, setiap pejabat berada pada bawah pengendalian serta pengawasan suatu sistem yang dijalankan secara disiplin.

Sejalan menggunakan konsep birokrasi ideal pada atas, penyelenggaraan birokasi pemerintah Indonesia wajib terjadi perubahan kerangka berpikir menuju good governance, antara lain:
a. Perubahan paradigma dari orientasi manajemen pemerintahan yang sarwa negara menjadi berorientasi ke pasar (market). Selama ini manajemen pemerintahan mengikuti kerangka berpikir yg lebih mengutamakan kepentingan negara. Semuanya mampu dipengaruhi oleh negara. Kepentingan negara menjadi pertimbangan pertama dan utama pada mengatasi segala macam problem yg timbul. Orientasi manajemen pemerintahan diarahkan pada pasar. Aspirasi masyarakat menjadi lebih krusial artinya buat menjadi bahan pertimbangan pemerintah.

b. Perubahan kerangka berpikir dan orientasi manajemen pemerintahan yang otoritarian sebagai berorientasi kepada egalitarian dan demokrasi. Kecenderungan orientasi yang mementingkan aspirasi negara mampu melahirkan sistem yang bersifat otoritarian. Pendekatan kekuasaan yang terkonsentrasi dalam satu orang cenderung mengabaikan kepentingan masyarakat poly. Paradigma semacam ini sudah poly ditinggalkan dan diganti dengan paradigma yg mengutamakan peranan dan kedaulatan rakyat. Kedaulatan masyarakat menjadi pertimbangan pertama serta primer jika menginginkan tatanan pemerintahan yang demokratis.

c. Perubahan kerangka berpikir menurut sentralisasi kekuasaan sebagai desentralisasi wewenang. Selama ini kekuasaan pemerintahan lebih condong dilakukan secara sentral, misalnya yang diuraikan dimuka. Kegiatan mulai menurut perumusan kebijaksanaan dilakukan secara terpusat dan dilakukan oleh aparat pemerintah sentra.

d. Perubahan manajemen pemerintahan yang hanya menekankan pada batas-batas dan aturan yg berlaku buat satu negara tertentu, mengalami perubahan ke arah boundaryless organization (Ashkenas et al, 1995). Seringkali dikemukakan bahwa kini ini adalah jamannya tata manajemen pemerintahan yg cenderung ditentukan oleh rapikan aturan dunia. Keadaan misalnya ini akan membawa akibat bahwa rapikan aturan yg hanya menekankan pada aturan nasional saja kurang menguntungkan dalam percaturan dunia. 

e. Perubahan dari paradigma menurut tatanan administrasi negara yang berorientasi pada paperwork sebagai tatanan administrasi negara yang paperless (Osborn, 1992). Tata birokrasi pemerintahan misalnya ini membutuhkan kompetensi asal daya aparatur yg tahu serta mengetrapkan information technology (Lucas, 1996). Kompetensi inilah yg seharusnya banyak diwujudkan dalam pendidikan dan pelatihan profesional bagi pegawai-pegawai pemerintah.

f. Perubahan kerangka berpikir dari a low trust society ke arah high trust society (Fukuyama, 1995). Di dalam rakyat yg rendah tingkat kepercayaannya nir bakal terjadi suasana demokrasi. Birokrasi pemerintah yg hidup pada warga seperti ini, akan melahirkan cara-cara kerja yg tidak demokratis, membatasi ruang mobilitas, menjauhkan birokrasi berdasarkan hubungan menggunakan masyarakat, dan membelenggu organisasi dengan serangkaian aturan-aturan birokrasi. Sebaliknya paradigma baru yg menekankan terhadap kepercayaan sebagai akibatnya melahirkan suatu warga yg tinggi taraf kepercayaannya akan mampu menciptakan birokrasi lebih demokratis. Birokrasi seperti ini akan membentuk suasana kerja yang lebih fleksibel dan berbasiskan dalam orientasi gerombolan kerja dengan lebih menaruh tanggung jawab yg akbar dalam tataran organisasi yang paling bawah. Birokrasi pemerintah seperti ini akan memperlakukan para pegawainya menjadi orang dewasa yg bisa dianggap untuk menaruh konstribusi pelayanan pada masyarakat.

MANAJEMEN PEMBANGUNAN UNTUK NEGARA BERKEMBANG

Manajemen Pembangunan Untuk Negara Berkembang 
Di tengah-tengah semakin berat serta kompleks tantangan bangsa Indonesia menghadapi era global ketika ini, mengedepankan pembaharuan, pemikiran-pemikiran yang inovatif dan produktif dalam forum pemerintah baik pusat serta wilayah adalah langkah dan perilaku yg sempurna dan patut mendapatkan dukungan menurut semua komponen warga . Dengan kata lain “Reformasi Administrasi” di Indonesia harus sesegera mungkin menjadi pilihan para penyelenggara pemerintahan baik pusat maupun wilayah guna mewujudkan good governance, pemerintahan yg higienis, sehat, serta berwibawa.

Pemerintahan Daerah Provinsi, pada hal ini gubernur sebagai ketua pemerintah daerah sangatlah dekat menggunakan politik dan administrasi publik. Terlebih lagi dalam sistem pemilihan kepala daerah secara langsung misalnya sekarang, kedekatan kepala daerah dalam aspek politik semakin bertenaga, selain posisinya menjadi penanggung jawab administrasi serta manajemen pemerintahan daerah. Oleh karena itu pemikiran teoretis serta mudah menjadi gubernur dalam menerapkan pendekatan-pendekatan baru pada administrasi publik.

Gubernur dituntut bisa memadukan secara serasi demokrasi administrasi publik. Hal ini adalah tantangan yang akbar, lantaran seperti yg dikatakan oleh Kenneth J. Meier dan Laurence O’Toole Jr (2006), bahwa one of the most important and persisting challenges of terkini government is how to reconcile the demans of democracy with the imperatives of bureaucracy.

Pada tahun 1980-an banyak sekali pemikiran ada buat memperbarui birokrasi dan menyesuaikannya menggunakan perkembangan teknologi –khususnya teknologi kabar- dan ekonomi –khususnya globalisasi- yang sangat mengurangi kiprah negara dan makin menonjolkan peran global usaha, dan menempatkan persaingan sebagai credo yg primer. Lahirlah kata-istilah “hollowing out of the state” dan sebagainya. Maka berkembanglah pemikiran-pemikiran yg berpengaruh dalam perkembangan konsep administrasi public selanjutnya, yaitu Reinventing Government (Osborn serta Gaebler 1992) dan New Public Management (Hood 1989).

Gagasan NPM pada dasarnya ingin “membebaskan” para manajer publik berdasarkan kekangan anggaran-aturan birokratik serta kontrol administrasi sebagai akibatnya dapat menjalankan tugas menggunakan leluasa. Seperti halnya manajer pada sektor swasta para manajer publik menerima imbalan bila sukses dan sanksi bila gagal. Dengan cara demikian maka manajer publik dapat memanfaatkan semua potensi dan kompetensi yang dimiliki guna membuat secara maksimal produk, baik barang maupun jasa buat layanan publik. Perspektif utama dari pandangan NPM ini merupakan rakyat negara atau masyarakat dilihat atau diperlakukan sebagai konsumen yg mempunyai akal, pikiran, kehendak, serta pilihan atau rational-choice, nir tidak sama menggunakan pendekatan public-choice pada disiplin ilmu ekonomi. Dan nir lagi menjadi entitas yang pasif (tulus saja) Maka dalam sistem ini terkandung pula nilai demokrasi dalam administrasi publik.

Di dalam doktrin NPM, pemerintah dianjurkan buat meninggalkan paradigma administrasi tradisional yg cenderung mengutamakan prosedur, dan menggantikannya dengan orientasi pada kinerja atau output kerja. Pemerintah jua dianjurkan buat melepaskan diri dari birokrasi klasik menggunakan mendorong organisasi dan pegawai supaya lebih fleksibel, serta memutuskan tujuan serta target organisasi secara lebih kentara sehingga memungkinkan pengukuran output. Di samping itu, pemerintah jua diperlukan menerapkan sistem desentralisasi, memberi perhatian dalam pasar, melibatkan sektor swasta dan melakukan privatisasi (Hood, 1995).

Dalam perkembangannya, NPM dianggap menjadi liberation –yaitu upaya pembebasan manajemen publik menurut kungkungan konservativisme administrasi klasik menggunakan memasukkan prinsip-prinsip sektor privat ke pada sektor publik (Golembiewski, 2003). Lebih menarik lagi, bahwa NPM dipandang sebagai deretan pandangan baru-ide dan praktik yg berupaya menggunakan pendekatan sektor partikelir dan bisnis ke dalam sektor publik (Denhardt & Denhardt, 2003).

David Osborn serta Ted Gaebler (1993) menekankan sine qua non upaya buat mentransformasikan entrepreuneurial spirit, karena saat asal daya semakin langka, pemerintah harus berubah berdasarkan bureaucratic model ke entrepreuneurial model. Oleh karenanya, pemerintahan yg mengimplementasikan pemikiran NPM ini sangat berorientasi dalam jiwa serta semangat kewirausahaan, maka manajemen publik baru pada tubuh pemerintah dapat diklaim menjadi manajemen kewirausahaan.

Dampak menurut pelaksanaan model NPM ini mulai terasa tidak saja pada negara maju, tetapi jua pada negara-negara sedang berkembang misalnya penerapan 5 (5) prinsip inti, yaitu: (1) sistem desentralisasi, (2) privatisasi, (3) downsizing, (4) debirokratisasi, dan (5) manajerialisme (Vigoda, 2003).

A. Reformasi Administrasi Publik dan Perkembangannya
Sejak 2 dekade terakhir, pelaksanaan reformasi administrasi publik makin nyata pada aneka macam negara termasuk Indonesia. Reformasi administrasi publik sangat diperlukan karena tantangan terhadap prinsip-prinsip administrasi klasik semakin berat (Caiden, 1991; Lenvine, Peters & Thompson, 1990). Doktrin Administrasi Publik Klasik (the Old Public Administration-OPA) yg semenjak awal dimotori oleh Wilson dalam tahun 1987 terus dikritik oleh para ahli, dan mulai ditinggalakan (Cooper, 1998; Hughes, 1994) lantaran tidak bisa mengakomodasi perubahan situasi dan kondisi masyarakat.

Keberhasilan NPM pada negara-negara maju, mengakibatkan terjadinya kenaikan pangkat secara monoton doktrin-doktrin NPM pada negara-negara berkembang. Doktrin privatisasi, mengalihkan bentuk pelayanan yg selama ini ditangani oleh pemerintah dipindahkan ke tangan agen-agen swasta. Alasannya, lebih berorientasi pada kepentingan pelanggan, lebih merangsang perekonomian, dan pertumbuhan kesempatan kerja, menaikkan efisiensi pelayanan karena lebih fleksibel beradaptasi dengan pasar, menaikkan efisiensi di departemen-departemen, mengurangi beban administrasi, serta pembiayaan terhadap pemerintah. Doktrin debirokratisasi, diyakini mempunyai keunggulan lantaran lebih menjanjikan peningkatan kinerja dibandingkan dengan doktrin administrasi publik klasik. Menurut Jennings dan Haist (2002), yg ditekankan pada NPM adalah pengukuran terhadap output bukan proses, serta perilaku sehingga sering disebut sebagai results-oriented government. 

Promosi doktrin NPM pada Indonesia bisa diamati dari kehadiran mengenai NPM, misalnya karya-karya tentang administrasi pembangunan, reformasi administrasi atau birokrasi, dan good governance yang ditulis diantaranya oleh Kartasasmita (1997), Tjokroamidjojo (1994), Thoha (1999), Mardiasmo (2002), Dwiyanto (2003), serta lain-lain.

Pemerintah Indonesia mulai mengenal Reinventing Government sejak akhir tahun 1990-an. Implementasi yang paling konkret adalah pemberlakuan sistem pemerintahan yang desentralistis melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yg lalu diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. 

Otoritas terhadap aneka macam urusan pemerintahan yg didesentralisasikan kepada pemerintah wilayah lebih banyak jumlahnya daripada yg diatur sang pemerintah sentra. Alasan primer pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah untuk menjalankan prinsip demokrasi, menaikkan kiprah serta rakyat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman wilayah melalui hadiah kewenangan yang luas, konkret, serta bertanggung jawab pada daerah secara proporsional. 

Kemudian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 lebih menekankan anugerah wewenang seluas-luasnya supaya daerah memiliki wewenang menciptakan kebijakan buat pelayanan, peningkatan peran dan, prakarsa dan pemberdayaan, menggunakan mengutamakan kesejahteraan rakyat di wilayah. Dalam menjalankan sistem pemerintahan yg desentralistis ini pemerintah daerah diserahi otoritas buat menjalankan banyak sekali urusan. Pemerintah wilayah dapat melakukan perencanaan dan pengendalian pembangunan, pemanfaatan serta supervisi rapikan ruang, penyelenggaraan ketertiban umum. Pemerintah wilayah jua menangani bidang kesehatan, penyelenggaraan pendidikan, penanggulangan kasus sosial, pelayanan bidang ketenagakerjaan, fasilitas pengembangan ketenagakerjaan, pengembangan koperasi, bisnis mini serta menengah, pengendalian lingkungan hidup, pelayanan pertanian kependudukan dan catatan sipil, pelayanan administrasi umum pemerintahan, pelayanan administrasi penanaman modal, pelayanan-pelayanan dasar lainnya, dan urusan harus lainnya yang diamanatkan sang peraturan perundangan. Smentara pemerintah sentra hanya menangani bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter serta fiskal nasional, dan kepercayaan .

Implementasi NPM bisa dipandang pula dari kewajiban melakukan evaluasi kinerja pemerintah daerah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah, PP Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan serta Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, serta kemudian dilanjutkan menggunakan PP Nomor 56 Tahun 2002 tentang Laporan Kinerja Penyelenggara Pemerintah Daerah dan PP Nomor 20 Tahun 2004 mengenai Rencana Kerja Pemerintah.

Selain itu, implementasi NPM bisa ditinjau menggunakan diberlakukannya peraturan perundangan mengenai privatisasi seperti Kepres Nomor 122 Tahun 2001 tentang Tim Kebijakan Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Tujuannya buat menaikkan kinerja BUMN yg mencakup perbaikan struktur permodalan, menaikkan profesionalisme dan efisiensi bisnis, perubahan budaya perusahaan, memperluas partisipasi rakyat pada kepemilikan saham BUMN serta penciptaan nilai tambah perusahaan melalui penerapan prinsip good corporate governance yang didasarkan pada transparansi , akuntabilitas, dan kemandirian.

B. Pendekatan Demokratisasi dan Desentralisasi (Otonomi Daerah) dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara
1. Pendekatan Demokratisasi
Demokratisasi pada penyelenggaraan pemerintahan akan terealisasi jika dalam pemerintahan telah terjadi kerangka berpikir ke arah high trust society (Fukuyama, 1995). Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sebagai penyelenggara negara yang sudah semakin tinggi tinggi akan membentuk terjadinya proses demokratis, sebagai akibatnya memungkinkan terjadinya good governance. 

Bentuk penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis itu digambarkan sebagai bentuk yang terdiri atas posisi jabatan yang akan ditempati oleh grup jabatan yang bersifat politis yg dari menurut kekuatan partai politik, dan jabatan yang dari berdasarkan pegawai karier pemerintah. Apabila hal ini terjadi maka nir akan terjadi perubahan-perubahan kebijakan yang begitu cepat, walaupun pejabat pada organisasi tersebut berubah. Walaupun para pejabat yg menduduki jabatan eksklusif telah berakhir masa jabatannya, maka penyelenggaraan pemerintahan akan tetap stabil, berjalan, dan profesional.

Dalam demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan dibutuhkan akan terjadi proses pada mana pejabat yang bersifat politis yg sekaligus sebagai wakil rakyat akan ikut menentukan kebijakan departemen pemerintah yg akan berlangsung selama lima tahun ke depan. Jabatan ini akan ikut memilih proses pembuatan kebijakan departemen sekaligus pula ikut mengontrol seberapa jauh kebijakan yang dibentuk itu dilaksakan sang penyelenggara pemerintahan. Sebaliknya, setiap pejabat politik itu mampu pribadi dikontrol sang rakyat pemilihnya. Jabatan politis ini juga ikut bertanggung jawab terhadap rakyat atas keberhasilan kebijakan yg dibuatnya.

Proses pertanggungjawaban itu nir hanya dilakukan sang pejabat yg melaksanakan kebijakan politik serta melayani warga , akan namun pejabat politik wajib jua bertanggung jawab kepada masyarakat yang mempercayainya pada departemen. Rakyat harus memiliki akses aktif terhadap kontrol, baik pada jabatan politik yang mewakilinya maupun pada jabatan sebagai pelayanan warga .

Kontrol pada penyelenggara pemerintahan dilakukan dari pelbagai jurusan tidak hanya membatasi menurut jalur birokrasi sendiri, akan namun sanggup melalui jalur politik. Akses masyarakat kepada kontrol penyelenggara pemerintahan ini dibuka dengan seluas-luasnya. Dengan adanya kontrol terhadap penyelenggara pemerintahan sang warga , itu akan menuntut para penyelenggara pemerintahan buat mencapai tujuan yg ideal dalam pelaksanaannya. Hal tadi akan diperlihatkan menggunakan tergambarnya struktur organisasi serta pembagian kerja/tugas yang sinkron dengan tugasnya masing-masing.

2. Pendekatan Desentralisasi (Otonomi Daerah)
Seringkali perkara pendekatan penyelenggaraan pemerintahan dari prinsip-prinsip sentralisasi serta desentralisasi berhubungan dengan tingkat perkembangan bangsa serta negara-negara baru merdeka. Pada permulaan kemerdekaan, training bangsa dalam arti membina kesatuan bangsa menurut afinitas-afinitas kedaerahan, kesukuan, penggolongan politik serta lain-lain, terasa lebih penting, sebagai akibatnya tercermin pada kebijaksanaan dan rapikan cara penyelenggaraan pemerintahan yg sentralistis. Dalam tingkat lebih lanjut dimana perkembangan pembinaan bangsa sudah lebih matang, maka keperluan perluasan kegiatan pembangunan sering menumbuhkan kebutuhan akan desentralisasi.

Konsep desentralisasi pada penyelenggaraan pemerintahan terasa semakin sangat dipentingkan pada tengah-tengah pembangunan bangsa di negara-negara berkembang. Hal ini bersamaan dengan terlihatnya berbagai kelemahan yg tampak dengan jelas pada kontrol sentral. Namun demikian pada biasanya bentuk desentralisasi yg diinginkan tetap hendaknya dijaga dalam rangka kesatuan politik, kulturil, ekonomi, serta bahkan administratif suatu negara. Hal ini sejalan dengan pendapat Maryanov (pada LP3ES, 1994: 81-82), bahwa desentralisasi bertujuan diantaranya: (1) mengurangi beban pemerintah sentra, serta campur tangan mengenai perkara-masalah kecil dalam taraf lokal. Demikian pula memberi peluang buat koordinasi pelaksanaan dalam tingkat lokal, (2) menaikkan pengertian warga serta dukungan mereka dalam kegiatan bisnis pembangunan sosial ekonomi. Demikian pula dalam taraf lokal, bisa mencicipi laba menurut donasi aktivitas yg mereka lakukan, (tiga) penyusunan program-program buat pemugaran sosial ekonomi dalam tingkat lokal sebagai akibatnya bisa lebih realistis, (4) melatih warga buat mampu mengatur urusannya sendiri (self government), serta (5) pelatihan kesatuan nasional.

Ada dua bentuk desentralisasi (Coralie Bryant, 1979: 213-214), yaitu desentralisasi yg bersifat administratif serta desentralisasi yg bersifat politik. Desentralisasi administratif umumnya diklaim dekonsentrasi dan berarti delegasi wewenang aplikasi kepada tingkat-taraf lokal. Para pejabat tingkat lokal bekerja dalam batas rencana dan sumber-sumber aturan, namun mereka memiliki elemen kebijaksanaan dan kekuasaan (diskresi) serta tanggung jawab eksklusif dalam hal sifat-hakikat jasa serta pelayanan dalam tingkat lokal. Diskresi mereka dapat bervariasi mulai dari peraturan-peraturan proforma hingga keputusan-keputusan yang lebih substansial. Desentralisasi politik atau devolusi berarti bahwa wewenang pembuatan keputusan serta kontrol eksklusif terhadap asal-asal daya diberikan pada pejabat-pejabat regional serta lokal.

Dewasa ini perkara desentralisasi dihubungkan menggunakan bisnis perencanaan pembangunan wilayah. Dengan ini diusahakan supaya perencanaan nasional memberi perhatian pada pertimbangan regional. Dan penyelenggaraan suatu aktivitas bisnis diadaptasi menggunakan lokasinya yg paling baik. Dengan demikian diusahakan supaya potensi-potensi regional bisa dimanfaatkan, sehingga perkembangan antar wilayah berjalan lebih masuk akal. Kegiatan-aktivitas usaha yang lebih menyangkut kepentingan warga wilayah dapat seluruhnya atau hingga taraf tertentu, dipengaruhi dan diselenggarakan sang pemerintah daerah sendiri. Tetapi hal ini pada rangka suatu perencanaan pembangunan daerah perlu diusahakan secara konsisten serta komplementer dengan usaha-bisnis nasional pada daerah tadi.

C. Membangun Birokrasi Pemerintah Menuju Good Governance
Saat ini, good governance merupakan info yang mengemuka pada pengelolaan administrasi publik. Good Governance merupakan koordinasi bahkan sinergi kepengelolaan yang baik antara governance pada sektor publik (pemerintahan) menggunakan governance pada sektor rakyat, terutama partikelir, sebagai akibatnya bisa didapatkan transaksional output melalui prosedur pasar yg paling ekonomis dari aktivitas warga . Oleh karena itu, pada good governance tidak saja dituntut suatu birokrasi publik yg efisien serta efektif, melainkan pula private sector governance yg efisien serta kompetitif.

Carl J. Bellone (1980: 285) menjelaskan bahwa birokrasi merupakan: an organizational structure characterized by hierarchical arrangement of office, merit-based selection, impartial application of written rules and regulations, and some centralization of authority. Birokrasi merupakan ciri struktur organisasi (pemerintahan) yang mempunyai urutan hierarki. Berdasarkan hierarki tadi di dalamnya masih ada posisi-posisi atau jabatan yg memiliki kewajiban serta tugas pekerjaannya masing-masing dalam mencapai tujuan. Dalam menjalankan tugas pekerjaannya selalu berpatokan dalam nilai-nilai aturan serta peraturan yg berlaku. Dalam birokrasi pula mengatur tentang pembagian kekuasaan (otoritas) dalam menjalankan roda pemerintahan. 

Pada sisi lain, birokrasi pemerintah acapkali diartikan menjadi “officialdom” atau kerajaan pejabat (Thoha, 2003: 68); sebuah kerajaan (raja) pada dalamnya mempunyai yuridiksi yang jelas serta pasti. Dalam yuridiksi tersebut, seorang mempunyai tugas dan tanggung jawab resmi (official duties) yg memperjelas batas-batas kewenangan pekerjaannya. Mereka bekerja pada tatanan pola hierarki sebagai perwujudan berdasarkan tingkatan otoritas serta kekuasaannya. 

Dalam aplikasinya penerapan birokrasi tidak berjalan mulus sebagaimana teorinya. Di dalamnya masih ada banyak rintangan-rintangan, sehingga birokrasi hanya sebagai kedok buat menutupi kepentingan-kepentingan aparatur yg berperilaku menyimpang. Indonesia contohnya, semakin sulit buat mewujudkan good governance, yang terjadi selama ini governance sektor publik yang intervensinya justru mengeroposkan governance pada sektor swasta. Sejak pertengahan tahun 80-an, dengan apa yang disebut “crony capitalism” (Miftah Thoha, 1999: 67) atau transaksi ekonomi KKKN (Kolusi, Korupsi, Kronisme, dan Nepotisme). 

Administrasi negara pada Indonesia pada saat ini lebih sempurna dikatakan menjadi alat buat menegakkan kekuasaan negara bukan kekuasaan masyarakat. Itulah sebabnya realitas administrasi negara ketika ini lebih poly sebagai gambaran atau lukisan berdasarkan dalam realitanya. Sehingga dibutuhkan pemikiran-pemikiran baru yg bisa meluruskan balik ke arah aplikasi administrasi negara yg ideal menuju good governance. 

Birokrasi pemerintah yang dilihat perlu untuk dibangun balik guna menuju pemerintahan yg adil, bersih, berwibawa, dan demokratis (good governance). Sehingga perseteruan-konflik yang perlu dikaji balik menjadi jalan pemecahannya diantaranya:
1. Evaluasi diri terhadap syarat birokrasi pemerintah Indonesia ketika ini.
2. Adanya perubahan kerangka berpikir birokrasi pemerintah ke arah yang lebih ideal.
3. Repositioning birokrasi pemerintah.
4. Memiliki aparatur pemerintah yang mempunyai komitmen terhadap nilai-nilai, sehingga terjadinya demokratisasi birokrasi.
5. Peranan pemerintah serta rakyat dalam membentuk birokrasi.

Diharapkan menggunakan adanya perubahan kerangka berpikir pemerintah ke arah birokrasi yang ideal, didukung aparatur pemerintah yg menjunjung tinggi nilai-nilai serta berperilaku positif, adanya komunikasi yang baik antara pemerintah dengan rakyat, dan ikut berperan pada dalamnya, maka good governance bisa diwujudkan.

1. Kondisi Birokrasi Pemerintah Saat Ini
Kehidupan dan tumbuh kembangnya birokrasi pemerintah pada Indonesia sangat dipengaruhi oleh percaturan politik terlebih lagi ketika sesudah dilaksanakan pemilihan generik. Oleh karenanya birokrasi pemerintah sangat dipengaruhi oleh kehidupan politik dan pemilunya. Sejalan dengan pendapat Carl J. Bellone (1946: 34-35) bahwa ilmu pengetahuan politis merupakan induk berdasarkan administrasi pemerintahan. Bahkan di kalangan akademisi beranggapan bahwa administrasi pemerintahan lebih berdasarkan sekedar ilmu pengetahuan politis. Kehidupan modern telah mendorong birokrasi sebagai indera yg unggul pada mengatur proses pemerintahan. Kekuasaan birokratis telah membuahkan lembaga pemerintahan mempunyai kapasitas yg luar biasa dan menjadi sentral buat mengarahkan tenaga politis. Sebagai akibatnya, pemerintahan birokratis lebih menurut partai politik.

Partai politik didirikan nir memiliki keinginan lain, kecuali buat bisa memerintah negara. Upaya buat memerintah itu menurut paham demokrasi dibatasi sang saat eksklusif dan harus dilakukan melalui cara pemilihan umum yang dijalankan secara demokratis, amanah, adil, bebas, misteri, dan konstitusional. Pemerintah partai politik ini akan membawahi dan memerintah birokrasi pemerintah yang eksistensinya tidak memalui pemilihan generik, melainkan melalui jalur karier yang dibinanya menggunakan cara-cara merit. Agar agar profesionalisme birokrasi nir terganggu dengan silih bergantinya partai politik, para birokratnya nir dibenarkan buat memihak.

Selain itu administrasi negara digambarkan pula menjadi upaya yg lebih concern terhadap “aplikasi suatu konstitusi ketimbang membuatnya” (Miftah Thoha, 1999: 46). Ungkapan ini menjelaskan bahwa administrasi negara lebih terkenal diklaim mengutamakan melaksanakan kebijakan ketimbang membuatnya. Proses pembuatan kebijakan publik domain dari daerah politik. Di wilayah ini partai politik berkecimpung memilih visi politik ke arah mana pemerintahan negara ini dikendalikan. Sedangkan visi politik itu bagaimana mewujudkan diserahkan pada ahlinya yakni kepada birokrasi pemerintah. Upaya birokrasi melaksanakan kebijakan publik tersebut merupakan wilayah serta domain administrasi negara.

Birokrasi pemerintah ketika ini mencerminkan birokrasi besar yg menekankan pada wewenang yg tidak didukung dengan aparatur yg profesional menggunakan kompetensi yg sinkron dengan bidang fungsi yg dilaksanakan. Disamping itu Asep Kartiwa (2004: 7) menyatakan bahwa birokrasi pemerintahan kita belum didukung dengan sistem kepegawaian yg berdasarkan dalam sistem merit, dalam kondisi swasta belum dapat menciptakan lapangan kerja. Pada masa krisis ini birokrasi pemerintah menanggung beban yg cukup poly. Sehingga aparatur yg profesional serta memahami kerangka berpikir sesuai menggunakan konsep birokrasi ideal sebagai kebutuhan yang mendesak. 

2. Perubahan Paradigma Birokrasi Pemerintah
Pembaharuan dan penyempurnaan birokrasi telah menjadi perhatian berfokus di negara-negara berkembang, termasuk negara Indonesia. Bahkan di negara-negara maju sekalipun, masih mencicipi kekurangpuasan kiprah birokrasi pemerintah, sehingga terus berupaya untuk mencari identitas baru bagi birokrasinya. 

Para ahli administrasi selalu mengamati adanya alur pikir baru yg ditunjang menggunakan seperangkat teori yg melahirkan paradigma baru dalam dunia ilmu administrasi negara. Paradigma baru yang memandang birokrasi menjadi organisasi pemerintahan nir lagi semata-mata hanya melakukan tugas-tugas pemerintahan akan barang-barang publik (public goods), namun jua melakukan dorongan dan motivator bagi tumbuh kembangnya peran dan masyarakat.

Pertumbuhan ciri birokrasi tradisional ke arah birokrasi terkini sebagai suatu fenomena yang bersifat implikatif. Seiring menggunakan banyak sekali kemajuan serta keluarnya kebutuhan aparatur birokrasi yg profesional, menyebabkan kebutuhan akan pelayanan jua semakin kompleks, serta menuntut kualitas pelayanan yang semakin baik. Birokrasi yang berada pada tengah-tengah masyarakat tadi nir bisa tinggal diam, tetapi harus lebih sanggup menaruh banyak sekali pelayanan sinkron menggunakan kebutuhan masyarakat.

Carl J. Bellone (1980: 35) mengungkapkan bahwa sejak Thomas Kuhn menerbitkan Struktur Ilmiah, sarjana-sarjana ilmu sosial berkiprah cepat buat menemukan kerangka berpikir baru pada bidang administrasi pemerintahan terkini. Ada lima contoh teori administrasi pemerintahan yg diambil buat menuju perubahan yg lebih baik menurut pengalaman empiris, yaitu: 1) Model birokratis klasik, yang memiliki 2 komponen basis dasar. Yang pertama adalah struktur atau perancangan suatu organisasi, dan yg kedua adalah pembagian tugas dan pekerjaan yang dirancang secara organisatoris; 2) Model neo-birokratis, adalah suatu produk berdasarkan era prilaku. Nilai-nilai buat dicapai umumnya serupa dengan model birokratis klasik, karenanya dalam contoh neo-birokratis adanya “tujuan”. Model birokratis ini menekankan struktur, kendali, serta prinsip-prinsip administrasi. Unit analisis dalam umumnya grup kerja, agen, departemen, atau keseluruhan pemerintah. Nilai-nilai buat dicapai adalah efektivitas, efisiensi, atau ekonomi. Dalam contoh neo-birokratis, keputusan adalah unit analisa yang umum, serta proses pengambilan keputusan sebagai fokusnya; 3) Model kelembagaan, pada contoh kelembagaan ini lebih ditekankan pada bagaimana cara mendisain efisien, efektif, atau organisasi produktif. Dalam model birokrasi kelembagaan nir hanya mengutamakan rasionalitas, namun pula menggantungkan dalam nilai-nilai. Keputusan yang diambil birokrasi adalah tawaran serta kompromi kelompok yg berminat serta menggerakkan pemerintahan secara berangsur-angsur ke arah sasaran output. Model ini benar-benar-benar-benar menjalankan pemerintahan secara demokratis; 4) Model Hubungan antar insan, contoh ini adalah reaksi terhadap model birokratis klasik dan neo-birokratis. Penekanannya dalam kendali, struktur, efisiensi, ekonomi, rasionalitas, dan pergerakan hubungan antar manusia. Dalam pergerakan interaksi antar insan mencerminkan nilai-nilai yg mendasarinya. Nilai-nilai ini mencakup pekerja serta keikutsertaan klien dalam pengambilan keputusan yg bisa mengurangi perbedaan status dan kompetisi hubungan antar langsung, serta menekankan dalam proses keterbukaan, kejujuran, perwujudan diri, serta kepuasan masyarakat, serta 5) Model administrasi pemerintahan baru, pada contoh ini birokrat harus mulai bersikap bahwa nilai-nilai yg berbeda perlu mendominasi. Dengan perbedaan tersebut akan membantu perkembangan organisasi demokratis didesentralisasi yang mendistribusikan jabatan pada pemerintahan yg sinkron. Sasaran hasil menurut administrasi pemerintahan baru merupakan buat mengorganisasi, menguraikan, atau menciptakan organisasi mata-mata yg berfungsi memberi penilaian.

Pendapat pada atas sejalan menggunakan pendapat Weber menjadi tokoh yang memperkenalkan birokrasi. Weber memandang birokrasi rasional atau ideal sebagai unsur utama pada rasionalisasi global modern, yang baginya jauh lebih krusial dari semua proses sosial. Diantara yang lain-lain, proses ini meliputi ketepatan dan kejelasan yang dikembangkan dalam prinsip memimpin organisasi sosial. Menurut Weber dalam (Miftah Thoha, 2002: 16-17) menyatakan birokrasi ideal yang rasional itu singkatnya dilakukan menggunakan cara-cara menjadi berikut: Pertama, individu pejabat secara personal bebas, akan namun dibatasi oleh jabatannya manakala ia menjalankan tugas-tugas atau kepentingan individual pada jabatannya buat keperluan serta kepentingan pribadinya termasuk keluarganya; Kedua, jabatan-jabatan itu disusun pada tingkatan hierarki menurut atas ke bawah dan kesamping. Konsekuensinya ada pejabat atasan serta bawahan serta terdapat pula yang menyandang kekuasaan lebih besar serta ada yang lebih mini ; Ketiga, tugas serta fungsi masing-masing jabatan pada hierarki itu secara spesifik berbeda satu sama lainnya; Keempat, setiap pejabat memiliki kontrak jabatan yang wajib dijalankan. Uraian tugas (job description) masing-masing pejabat adalah domain yg menjadi kewenangan dan tanggung jawab yang wajib dijalankan sesuai menggunakan kontrak; Kelima, setiap pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi profesionalitasnya, yg idealnya dilakukan melalui ujian kompetitif; Keenam, setiap pejabat memiliki honor termasuk hak buat mendapat pensioun sinkron menggunakan strata hierarki jabatan yang disandangnya. Setiap pejabat mampu memutuskan buat keluar berdasarkan pekerjaannya serta jabatannya sesuai menggunakan keinginannya dan kontraknya bisa diakhiri dalam keadaan eksklusif; Ketujuh, masih ada struktur pengembangan karier yang jelas menggunakan promosi menurut senioritas dan merit sesuao dengan pertimbangan yg objektif; Kedelapan, setiap pejabat sama sekali nir dibenarkan menjalankan jabatannya dan resources intansinya buat kepentingan langsung serta keluarganya; Kesembilan, setiap pejabat berada pada bawah pengendalian dan supervisi suatu sistem yg dijalankan secara disiplin.

Sejalan menggunakan konsep birokrasi ideal di atas, penyelenggaraan birokasi pemerintah Indonesia harus terjadi perubahan kerangka berpikir menuju good governance, diantaranya:
a. Perubahan kerangka berpikir berdasarkan orientasi manajemen pemerintahan yg sarwa negara menjadi berorientasi ke pasar (market). Selama ini manajemen pemerintahan mengikuti kerangka berpikir yg lebih mengutamakan kepentingan negara. Semuanya sanggup dipengaruhi sang negara. Kepentingan negara sebagai pertimbangan pertama serta utama pada mengatasi segala macam dilema yg timbul. Orientasi manajemen pemerintahan diarahkan pada pasar. Aspirasi masyarakat menjadi lebih krusial merupakan buat sebagai bahan pertimbangan pemerintah.

b. Perubahan kerangka berpikir dan orientasi manajemen pemerintahan yg otoritarian menjadi berorientasi pada egalitarian serta demokrasi. Kecenderungan orientasi yang mementingkan aspirasi negara sanggup melahirkan sistem yang bersifat otoritarian. Pendekatan kekuasaan yg terkonsentrasi dalam satu orang cenderung mengabaikan kepentingan rakyat banyak. Paradigma semacam ini sudah poly ditinggalkan dan diganti dengan paradigma yg mengutamakan peranan dan kedaulatan warga . Kedaulatan masyarakat menjadi pertimbangan pertama dan primer bila menginginkan tatanan pemerintahan yang demokratis.

c. Perubahan kerangka berpikir berdasarkan sentralisasi kekuasaan menjadi desentralisasi kewenangan. Selama ini kekuasaan pemerintahan lebih condong dilakukan secara sentral, seperti yang diuraikan dimuka. Kegiatan mulai berdasarkan perumusan kebijaksanaan dilakukan secara terpusat dan dilakukan sang aparat pemerintah sentra.

d. Perubahan manajemen pemerintahan yg hanya menekankan pada batas-batas serta anggaran yang berlaku untuk satu negara eksklusif, mengalami perubahan ke arah boundaryless organization (Ashkenas et al, 1995). Seringkali dikemukakan bahwa sekarang ini merupakan jamannya rapikan manajemen pemerintahan yang cenderung ditentukan sang tata anggaran global. Keadaan seperti ini akan membawa dampak bahwa tata aturan yg hanya menekankan dalam anggaran nasional saja kurang menguntungkan pada percaturan dunia. 

e. Perubahan berdasarkan kerangka berpikir berdasarkan tatanan administrasi negara yang berorientasi dalam paperwork menjadi tatanan administrasi negara yang paperless (Osborn, 1992). Tata birokrasi pemerintahan misalnya ini membutuhkan kompetensi sumber daya aparatur yg memahami serta mengetrapkan information technology (Lucas, 1996). Kompetensi inilah yg seharusnya banyak diwujudkan dalam pendidikan serta pembinaan profesional bagi pegawai-pegawai pemerintah.

f. Perubahan paradigma dari a low trust society ke arah high trust society (Fukuyama, 1995). Di pada rakyat yang rendah taraf kepercayaannya tidak bakal terjadi suasana demokrasi. Birokrasi pemerintah yg hayati pada masyarakat seperti ini, akan melahirkan cara-cara kerja yg nir demokratis, membatasi ruang mobilitas, menjauhkan birokrasi dari interaksi dengan masyarakat, dan membelenggu organisasi dengan serangkaian anggaran-anggaran birokrasi. Sebaliknya kerangka berpikir baru yang menekankan terhadap agama sehingga melahirkan suatu rakyat yang tinggi tingkat kepercayaannya akan sanggup menciptakan birokrasi lebih demokratis. Birokrasi misalnya ini akan menciptakan suasana kerja yg lebih fleksibel serta berbasiskan dalam orientasi kelompok kerja dengan lebih menaruh tanggung jawab yg besar pada tataran organisasi yg paling bawah. Birokrasi pemerintah misalnya ini akan memperlakukan para pegawainya sebagai orang dewasa yang sanggup dianggap buat menaruh konstribusi pelayanan pada masyarakat.