CONTOH LAPORAN KEGIATAN LABORATORIUM SEKOLAH JENJANG SD/MI

Contoh Laporan Kegiatan Laboratorium Sekolah Jenjang SD/MI ini merupakan file modern yang akan saya share kepada anda yang membutuhkannya. Setiap sekolah tentunya mempunyai Laboratorium baik Lab IPA, Komputer, Bahasa, dll. Tak lepas juga menurut aspek lainnya seperti Kepala Lab (Pengelola), Program Kerja Lab, Laporan Kegiatan Laboratorium (Bulanan/ Mingguan) yg termasuk Jadwal Kegiatan Lab.



Kegiatan Laboratorium sangat berkaitan erat menggunakan aktivitas proses belajar mengajar lainnya sang pengajar serta murid, serta Lab ini berperan sebagai keliru satu wahana serta prasarana yg bisa mendukung kualitas belajar disekolah. Untuk itu perlu sekali manajemen yg baik pada mengelola Laboratorium ini baik menurut segi SDM, Program Kerja, serta Laporan Mingguan/Bulanan Lab yang sahih.

File ini sekaligus sebagai bahan persiapan buat Bukti Fisik Akreditasi SD/MI Standar Sarana serta Prasarana khususnya Instrumen No.62, buat sekolah yg akan melaksanakan akreditasi tahun ini.


MODEL PEMBELAJARAN THINKING GLOBALLY ACTING LOCALLY



Dalam global pendidikan kita saatini, dikenal adanya Pendidikan berbasis keunggulan lokal serta global. Pendidikanberbasis keunggulan lokal dan global adalah pendidikan yang memanfaatkankeunggulan lokal dan kebutuhan daya saing global pada aspek ekonomi, budaya,bahasa, teknologi kabar serta komunikasi, ekologi, dan lain- lain, yangsemuanya berguna bagi pengembangan kompetensi peserta didik.

Pendidikan berbasis keunggulan lokaldan global bisa adalah bagian dari seluruh mata pelajaran dan pula dapatmenjadi mata pelajaran muatan lokal. Jadi dalam pendidikan ini, dibutuhkan anakdapat berdaya saing dunia tanpa harus meninggalkan kebudayaan lokalnya.sehingga pemikiranya secara dunia namun tindakannya permanen lokal, seiringdengan adanya pendidikan tersebut, dibutuhkan pula adanya suatu pendidikan yangmemberdayakan pendidikan karakter pada setiap pembelajaran yg diajarkankepada siswa di sekolah sebagai akibatnya nantinya peserta didik akanmendapatkan pendidikan yg baik dari segi pemikiran, sikap serta jugatindakannya.

Dari situlah, buat waktu inidibutuhkan suatu contoh pembelajaran yang didalamnya mampu memuat pendidikan budaya sekaligus pendidikan karakter tanpaharus kita tidak mampu beradaptasi menggunakan lingkungan luar atau arus globalisasi.salah satu penemuan pendidikan pada aktivitas pembelajaran di Tingkat SDkhususnya, kami menawarkan suatu model pembelajaran yg bisa menjadiperantara pendidikan berbasis keunggulan lokal dan dunia, pendidikan berbasisbudaya,yg pada dalamnya sekaligus berisi pendidikan karakter. Modelpembelajaran ini kami namakan contoh pembelajaran Thinking Globally ActingLocally atau dalam bahasa Indonesianya merupakan berpikir dunia bertindaklokal.
Bagaimana konsep model pembelajaran ini?
Secara umum Thinking GloballyActing Locally merupakan suatu pemikiran yg memandang secara luas mengenaimasalah-masalah terkenal diseluruh dunia, perkara yg telah generik telah terjadi atau sedangterjadi, masalah/ hal yang seluruh orang sudah ketahui (konteks berfikir global)dan berusaha menanggapi perseteruan ataau keterangan-berita generik tersebutdengan cara sendiri serta bertindak secara lokal. Lokal disini sanggup diartikansebagai tindakan yang dimulai berdasarkan diri sedniri, tindakan berbasis budaya didaerah kurang lebih, atau sanggup juga tindakan lokal yang angaitkan diri menggunakan isuglobal yg sedang terjadi.

Dalam konteks ini jua, lokalbukanlah lawan berdasarkan global, akan tetapi disatukan dan diperkaya menggunakan impuls-impulsdan dampak-efek dunia. Hal ini diharapkan dengan pertimbangan kita bisamengikuti arus gobalisasi yg secara eksklusif berdampak dalam perubahankarakter dan budaya masyarakat sekarang (Thinking Globally) maka dariitu arus-arus globalisasi yg membawa imbas positif dikaji dan digabungkandengan memasukan pendidikan karakter, pendidikan berbasis budaya sekaligus kedalam pembelajaran.

Karena pada pada model pembelajarnini relatif luas basis pendidikannya (berita dunia, pendidikan karakter, danpendidikan berbasis budaya sebagai akibatnya pembelajaran secara langsung bisa dibentukmenjadi pembelejaran tematik integratif, sinkron dengan kurikulum mendatang ,kurikulum 2013.

Sasaran bagi penggunaan contoh iniadalah pendidikan tingkat sekolah dasar (Sekolah Dasar), di mana mereka perlu sekalifondasi berupa penenanaman nilai karakter dan pendidikan budaya supaya kelakmereka sanggup secara bijak sanggup menghadapi arus dunia menggunakan diiringi merekabisa sekaligus mempunyai karakter yg baik dn melestarikan budaya daerahmereka sendiri.

Model ini menaruh konsep dalam peserta did nantinya bahwa hal yg sanggup ditanamkan dalam murid SD ThinkingGlobally Acting Locally adalah bukan bergaya dan bertingkah global,melainkan berpikir global sebagai akibatnya kita sanggup menempatkan diri dan bangsa kitasetara dengan negara-negara pada global menggunakan tetap memiliki karakter serta budayabangsa Indonesia.

Bagaimana contoh pembelajaran iniditerapkan pada RPP?
Selanjutnya, penerapan ModelPembelajaran Thinking Globally Acting Locally pada Rencana PelaksanaanPembelajaran (RPP) dapat dicermati dari penerangan RPP berikut ini

A.Kegiatan Pendahuluan
Dalam aktivitas ini, guru:
  1. Menyiapkan kondisi ruangan kelassesuai menggunakan aktivitas pembelajaran yg akan dilakukan.
  2. Mengkondisikan anak didik, sehingga siswasiap baik secara psikis maupun fisik buat mengikuti proses pembelajaran
  3. Presensi
  4. Apersepsi mengajukanpertanyaan-pertanyaan yg mengait­kan pengetahuan sebelumnya dengan materiyang akan dipelajari 
  5. Menjelaskan tujuan pembelajaran ataukompetensi dasar yg akan dicapai;
B. Kegiatan Inti
Di dalam aktivitas inti, jenis kegiatan dibagi menjadi 2 kategori, yaitukegiatan Thinking Globally, dan Acting Locally.

1). Thinking Globally
Dalam kegiatan Thinking Globally, pengajar:Bertanya jawab(berinteraksi dengan siswa) buat Menindak lanjuti apersepsi, serta mengkaitkanapersepsi dengan isu-info dunia, atau berita-keterangan generik.

Menghadirkan media pembelajaran dan asal belajar lainnya, agaranak-anak secara aktif ikut dalam kegiatan pembelajaran.
Memfasilitasi terjadinya hubungan antarpeserta didik serta antarapeserta didik menggunakan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya (anak-anakdiharapkan kritis menanggapi gosip dunia yg disampaikan) menekankan dalam siswabahwa informasi-informasi dunia yg sedang dibicarakan harus ditanggapi sang siswa danada hubungannya menggunakan materi yg akan dipelajari dalam saat itu. Memfasilitasipeserta didik melakukan per­cobaan pada laboratorium, studio, atau lapangan.

2). Acting Locally
Dalarn aktivitas Acting Locally, pengajar: Membiasakan peserta didikuntuk melakukan aktivitas belajar menggunakan mengaitkan materi pembelajaran denganbudaya lebih kurang. Misal guru menciptakan teks lagu yg berisi isi materipembelajaran secara singkat dan nantinya, teks lagu tadi dinyankikan dengannada lagu daerah, atau sanggup dengan lagu-lagulo kal lainnya.

Contoh lain pengajar menciptakan suatu permainantradisional atau permainan yg tak jarang dilakukan siswa sepertiular-ularan, cing ciripit, ular tangga, domikado, ular naga panjang, dakon,cublak-cublak suweng dll buat menerangkan materi pada siswa.

Menghadirkan media pembelajaran dan asal belajar lainnya, agaranak-anak secara aktif ikut dalam kegiatan pembelajaran.

Memfasilitasi siswa melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lainuntuk memuncul­kan gagasan baru baik secara verbal juga tertulis, melaluikegiatan permainan tradisional yang sudah dijelaskan dalam poin 1, hanya bila didalam poin 1 inti permainan buat menyampaikan materi, disini inti permainanuntuk menjawab pertanyaan, diskusi, serta memberikan tugas.

Memfasilitasi anak didik buat bertindak dari diri sendiri, dan mengaitkanisu-informasi dunia dengan aktivitas-aktivitas untuk mengahadpinya melaui pemikiransendiri, atau kegiatan yg seringkali ditemui di lingkungan lebih kurang.
Memberi kesempatan dalam siswa buat berpikir kritis, kreatif, menga­nalisis,dan menyelesaikan perkara.

Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat buat membentukkarakter dan mempertinggi prestasi belajar.

Memfasilitasi siswa menciptakan laporan info-informasi pada aktivitas ThinkingGlobally yang dilakukan balk ekspresi juga tertulis, secara individualmaupun gerombolan ;
Memfasilitasi peserta didik buat menyajikan hasil kerja individual maupunkelompok;

Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang sifatnya menampilkanproduk yang mereka ha­silkan
Memfasilitasi siswa melakukan aktivitas yang menumbuhkankebanggaan, dan rasa per­caya diri siswa.

C. Kegiatan Penutup
  1. Dalam aktivitas penutup, pengajar:Memberikan umpan pulang positif dalam anak, serta memberikan penghargaan ataskeberhasilan peserta didik.
  2. Memberikan konfirmasi terhadap hasilthinking globally dan acting locally peserta didik melalui ber­bagaisumber
  3. Memfasilitasi peserta didikmelakukan refleksi buat memperoleh pengalaman belajar yang sudah dilakukan,
  4. Memfasilitasi peserta didik untukmemperoleh pengalaman yang bermakna pada mencapai kompetensi dasar;
  5. Bersama-sama dengan peserta didikdan/atau sendiri menciptakan rangkuman/simpulan pelajaran;
  6. Merencanakan aktivitas tindak lanjutdalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layan­an konselingdan/atau memberikan tugas balk tu­gas individual maupun gerombolan sinkron denganhasil belajar peserta didik; 
  7. Menyampaikan planning pembelajaranpada per­temuan berikutnya.
*) Disusun sang  Riki, Dwi H, Taofik, Nur Indah,Linda, Anindita, Eka Vebri, Nur Dani, serta Tri Untari. Mahasiswa UNY angkatantahun 2010 Kelas 6E

PENDEKATAN JOYFUL LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP PLH


PENDAHULUAN
lsu kekhawatiran terhadap krisis lingkungan memangtelah diprediksi sejak Malthus menggunakan postulatnya bahwa kemampuan pendudukuntuk bertambah secara kuantitas merupakan lebih akbar menurut kesanggupan sumberdaya alam dalam menyediakan pangan menjadi kebutuhan pokok manusia. Menurutnya,secara matematis dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan penduduk akan mengikutideret ukur, sedangkan pertumbuhan pangan mengikuti deret hitung (Todaro, 1995).pada gilirannya nanti, asal daya alam tidak bisa lagi mendukung kebutuhanmanusia, sehingga dalam saat inilah terjadi bencana kelaparan, kekurangan gizi,endemi penyakit, bencana alam, dan sebagainya yang dapat mengakibatkan penderitaanberkepanjangan. Prediksi ini didukung oleh output penelitian Meadow et.al.(1 972) yang memperlihatkan bahwa jika konsumsi dan perlakuan insan terhadapsumber daya alam permanen sejalan menggunakan garis eksponensial, maka kualitaslingkungan hidup insan akan mengalami penurunan secara drastic. Lebih jauhlagi, bahwasanya akan terjadi hari kiamat (dooms day) yang diakibatkanoleh pertumbuhan eksponensial berdasarkan penggunaan sumber daya alam serta kerusakanlingkungan, pencemaran lingkungan, pertumbuhan penduduk, dan pertumbuhanproduksi pangan. Hasil penelitian lain sehubungan dengan penurunan mutulingkungan dikemukakan sang Chiras (1995) yg menganalisis bahwa kerusakanlingkungan berakar berdasarkan tabiat dasar manusia menjadi imperialis biologis dimanaia memerlukan makan dan berkembang biak, tanpa peduli keterbatasan sumber dayaalam pada menyediakan kebutuhan hayati bagi diri dan keturunannya. Akumulasidari watak ini membentuk suatu mental yang berpandangan bahwa manusiadiciptakan untuk menguasai alam serta eksistensi alam itu sendiri tidakterbatas. Pandangan ini selanjutnya memberikan warna terhadap perilaku manusiadalam memanfaatkan lingkungan hidupnya, sebagai akibatnya kerusakan-kerusakan sepertiyang telah dikemukakan di atas terjadi tanpa bisa dicegah.
Dengan demikian, masalah-perkara lingkungan hidupyang timbul tidak bisa dipecahkan secara teknis semata, tetapi yang lebihpenting merupakan pemecahan yang bisa mengganti mental dan pencerahan akanpengelolaan lingkungan. Meskipun memerlukan proses yang panjang, serta hasilnyatidak bisa ditinjau dengan segera seperti halnya pemecahan secara teknis, namunpemecahan melalui training perubahan konduite ke arah lebih bertanggung jawabdalam pengelolaan lingkungan merupakan hal yang sangat strategis untukdilakukan. Hal ini adalah tantangan bagi pengembangan pendidikan lingkunganuntuk bisa memberikan donasi terhadap pembentukan konduite yangbertanggung jawab terhadap lingkungan hayati.
Namun demikian, ketidakpuasan akan pembelajaranPendidikan Lingkungan Hidup (PLH) timbul manakala proses pembelajarannya tidakmendukung pada pengembangan daya akal dan kreativitas anak, serta terciptanyasuasana belajar yg membosankan dan nir menarik. Cara pengajar pada penyampaianyang kurang berorientasi pada taraf berpikir anak didik, serta pula kecenderunganbahwa proses pembelajaran PLH memakai metode ceramah yg terus-menerus merupakanfaktor lainnya. Sementara itu, pertumbuhan ke arah berpikir kreatif akanberkembang apabila anak didik senantiasa memperoleh stimuli melalui pembelajaran yangdapat mendukung pengembangan proses berpikir kreatif (creative thinking),memberi bekal keterampilan-keterampilan buat menghadapi kehidupan (lifeskills), serta menciptakan suasana belajar yg menyenangkan (joyfullearning). Pembelaiaran PLH menjadi training ke arah konduite yangbertanggung jawab terhadap lingkungan hidup wajib direncanakan dan dilaksanakansecara aman dan menyenangkan, sehingga murid memiliki motivasi danperhatian buat belajar lebih jauh.
PEMBELAJARAN PLH
PLH merupakan bidang studi yang menyelidiki kesatuanruang dengan seluruh benda, daya, keadaan serta makhluk hidup termasuk insan danperilakunya yang menghipnotis kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraanmanusia serta makhluk hidup lainnya. Secara filosofis, lingkungan hidup itusendiri adalah berkenaan menggunakan bagian atas bumi sebagai acuan dan segalaaktivitas insan (Stapp & Swan, 1974:59). Oleh lantaran bumi merupakan titiktolak pada aneka macam aktivitas manusia, maka konsep lingkungan dapatdiklasifikasikan sebagai berikut:

1.Bumisebagai sistem yang tertutup yang menerima tenaga dari mentari , memilikisumber daya air, udara, dan tanah dengan persediaan yang terbatas untukkesejahteraan manusia, mempunyai kapasitas sistem serta siklus alam, sertamemiliki materi atau bahan mentah yang terbatas.
2.Biosferayang meliputi makhluk hidup dan benda mangkat .
3.Manusiayang memiliki kiprah penting dalam berinteraksi dengan lingkungan alam.
4.Ekonomidan teknologi yg memberikan kontribusi kepada kesejahteraan insan dankeberlanjutan lingkungan hidup.
5.Kebijakanlingkungan hayati yang bisa memilih dalam pengelolaan lingkungan hayati.

Dalam kajiannya, PLH diintegrasikan dalam berbagaibidang studi yang mengusut interaksi antara jasad hayati dengan istilah danlingkungannya. Di dalamnya termasuk bidang studi IPA, IPS, ORKES, serta Bahasa.berbagai disiplin ilmu tersebut dicermati dalam suatu ruang lingkup sertaperspektif yg luas dan saling berkaitan. Pada dasarnya, PLH adalah wadahbagi pendekatan interdisipliner pada mengatasi permasalahan yg berkenaandengan lingkungan hayati manusia khususnya serta organisme hidup pada umumnya.dalam menyelidiki PLH, tekanan ditujukan terutama kepada menyatukan balik segalailmu yg menyangkut perkara lingkungan ke dalam kategori variabel yangmenyangkut tenaga, materi, ruang, saat dan keanekaragaman.
Tujuan pembelajaran PLH itu sendiri adalah pembinaanpeningkatan pengetahuan, pencerahan, sikap, nilai dan konduite lingkungan hidupyang bertanggung jawab. Perilaku dalam hal ini berhubunganlangsung dengan niatuntukbertindak (intention to act) (Orams, 1994). Tetapi sebelum sampaipada ketetapan bertindak, terdapat beberapa faktor yang mensugesti, yaitu:(1) kesiapan dalam bertindak, (dua) pengetahuan mengenai strategi bertindak, (3)pengetahuan tentang gosip, serta (4 faktor-faktor kepribadian sepeti sikap, lokuskontrol, serta tanggung jawab individu. Tugas guru pada pembelajaran PLH adalahselain membentuk siswi buat memiliki niat bertindak yg positif terhadaplingkungan hidup, pula menaruh kondisi yang mendukung ke arah perilaku yangsesuai menggunakan niat tersebut. Hal ini ditimbulkan, untuk mencapai ke arahkeberlanjutan lingkungan hayati, niat saja nir relatif tanpa perilaku yangmendukung.

PENDEKATAN JOYFUL LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PLH


Sesuai menggunakan tujuan pembelajaran PLH, makapembelajaran yang efektif seyogianya menggunakan aneka macam macam pendekatan yangdapat menyenangkan serta menarik perhatian anak didik. Tujuan utamanya merupakan membantusiswa buat belajar dengan senang hati, sebagai akibatnya belajar itu adalah hal yangmenyenangkan bukan beban. Untuk membantu ingatan siswa banyak digunakan mnemonicdengan beberapa simbol, nyanyian, dan puisi yg sebagai jembatan keledai.sebagai contoh, menjumlahkan hari pada sebulan menggunakan sebuah jingle'September, April, Juni serta November punya 30 hari, selebihnya 31 hari, kecualiFebruari yg punya 28 hari yg kekecualiannya adalah buat tahun kabisat,kita perlu menambahkan satu hari lagi'. Demikian juga, dalam mempelajarinama-nama planet di tata matahari menggunakan mnemonic 'MOVE MY SUN' di mana Madalah Merkurius, O dibuang, V Venus, E (Earth) Bumi serta so on (=dst.). Plutoharus ditambahkan pada bagian akhir.
Selain itu, murid lebih baik diajak turut memecahkanmasalah berdasarkan pada mendengarkan saja. Mereka akan belajar lebih banyak tentangkonsep PLH jika mereka secara aktif terlibat pada eksperimen, membicarakannya,memikirkannya dan menerapkannya dalam global konkret pada lebih kurang mereka. Perludiingat bahwa prinsip ilmiah yg baru nir akan diketemukan menggunakan duduk diruang kelas semata, melainkan dikaji pada laboratorium menggunakan bereksperimen sertasecara aktif terlibat dalam pembelajaran. Selain itu, belajar adalah prosesyang berkelanjutan, sebagai akibatnya aktivitas pembelajaran sebaiknya dikembangkanberdasarkan urutan di mana setiap pengalaman dikembangkan berdasarkan proses pembelajaransebelumnya.
Jika pembelajaran PLH melalui pendekatan joyfulleaning ingin mencapai tujuan, maka usahakan memperhatikan beberapafactor sebagai berikut:

1.Kebermaknaan; Pemahaman akanmeningkat bila fakta baru menggunakan gagasan serta pengetahuan yang telahdikuasai sang siswa. Khususnya, istilah serta konsep seringkali sulit dipahami.pemahaman tersebut perlu digali melalui pengalaman siswa itu sendiri.
2.Penguatan; terdiri atas pengulanganoleh guru dan latihan oleh siswa. Pengulangan tadi serta latihan dapatmenanggulangi proses lupa.dalam pendekatan joyful learning, penguatanmerupakan yg harus diperhatikan.
3.Umpan kembali; kegiatan belajar akanefektif jika murid mendapat dengan cepat tentang hasil-hasil tugas belajartersebut. Umpan pulang sederhana, misalnya koreksi jawaban anak didik atas pertanyaanguru selama pelajaran berlangsung, atau koreksi pekerjaan murid.
Beberapa contoh pembelajaran yang bisa mendukungpendekatan Joyful Learning diantaranya adalah:

1.Diskusi
Diskusi memiliki arti yangpenting pada berbagi pemahaman. Hal ini ditimbulkan diskusi membawa siswamenggunakan konsep mereka pelajari dan mengubahnya sebagai bentuk ekspresiyang cukup menyenangkan bagi murid. Kegiatan diskusi yg menyenangkan dapatterpenuhi denagan (a) Pengelompokan arti istilah dan pernyataan, (b) Mengadakanpemahaman bersama pada suatu gerombolan , (c) Berbagi pengetahuan dan pengalaman,(d) Membantu murid tahu informasi baru, (e) Mengidentifikasi berbagai opinidan pandangan, dan (f) Bekerja sama pada pemecahan masalah

2.PenyelidikanTerbimbing Penyelidikan terbimbing dalam pembelajaran PLH sangatlah relevan,selain menyenangkan juga peluang bagi murid buat meneliti apa yg telahmereka pelajari serta menerapkannya dalam dunia nyata. Penyelidikan yangterbimbing dapat dilakukan dalam banyak sekali bentuk, pada antaranya adalah mencaritahu mengenai siklus air misalnya atau mencari tahu aspek-aspek yang menyebabkanair sebagai ternoda, serta sebagainya. Penyelidikan terbimbing akan efektif jikamengikuti serangkaian langkah berikut: (a) murid menentukan atau diberi topic yangperlu diselidiki atau diteliti, (b) mengumpulkan fakta yang merekaperlukan, (c) menganalisa berita yang sudah mereka kumpulkan, dan (d)menyajikan sebuah laporan mengenai temuan-temuan penyelidikan tadi dapatberbentuk presentasi pada kelas, serangkaian gambar, diagram dan grafik dinding,atau laporan tertulis.

3.ModelIODE Istilah IODE adalah akronim bahasa Inggris buat intake(Penerimaan), Organization (Pengaturan), Demonstration (Peragaan), danExpression (Pengungkapan). Keempat huruf tersebut memperlihatkan bahwa terdapat empatjenis kegiatan anak didik pada urutan aktivitas belajar. Model tadi merupakan carabelajar alami pada memperoleh pengetahuan baru dalam bidang studi serta cukupmenyenangkan siswa. Sebagai model, dalam pembelajaran PLH adalah topik efekgangguan iklim El Nino yg telah mengakibatkan kekeringan yg luas, kegagalanpanen serta kebakaran hutan pada Indonesia. Penerapan pada pembelajaran di kelasadalah menjadi benkut:

a.Penerimaan (intake) Mendengarkaninformasi pelajaran, melihat foto, peta dan gambar yang memperlihatkan dampak-efekEl Nino, membaca koran, majalah serta buku, mendengarkan laporan radio danmenonton laporan TV tentang El Nino, mewawancarai petani yg panennya telahdirusakkan oleh El Nino.
b.Pengaturan (Organize)Memetakan daerah-daerah yang terkena El Nino, tulis laporan mengenai petani yangterkena kekeringan, siapkan grafik serta tabel yg menunjukkan kerugian karenahilangnya produksi pertanian dan kerugian karena kebakaran hutan, gabungkanlaporan-laporan koran tentang turunnya jumlah orang hutan lantaran kebakaranhutan dan seterusnya.
c.Peragaan(Demonstrate) Menjelaskan bagaimana ElNino terbentuk, menggambarkan daerah-wilayah dunia yang terkena efek El Nino,serta merangkum efek El Nino terhadap produksi beras, kerugian hutan,hilangnya dan matinya hewan hutan dan seterusnya.
d.Pengungkapan (Express) Membuatdiagram yg mendeskripsikan pengaruh El Nino, serta menyajikan pada pembicaraan dikelas mengenai El Nino. Atau pula menulis puisi yang menggambarkan perasaanseorang petani yang terkena kekeringan dan menulis cerita tentang kebakaranhutan serta seterusnya.

4.ModelPemecahan Masalah
Model ini bisa dipakai dalam pendekatan JoyfulLearning karena dapat menarik minat siswa buat memecahkan perkara-masalahlingkungan hidup pada sekitamya. Seperti, mengapa terjadi banjir, mengapa terjadiwabah kolera, mengapa hutan krusial bagi kehidupan insan, serta sebagainya.dalam contoh pemecahan kasus ini, termin-termin pada penyelesaian masalahberbeda-beda sesuai menggunakan masalah yang bersangkutan, namun secara generik tahapanini dapat diurutkan menjadi benkut:

a.Identifikasi Masalah Tahap inimerupakan sosialisasi masalah atau info yang ada di sekitar anak didik. Dalam hal inisiswa bisa dilibatkan buat mengemukakan perkara-masalah yg mereka lihat danrasakan
b.Survei Masalah Pertimbangan tentangberbagai sudut pandang serta aspek yg terkait dengan masalah guna meningkatkanpengertian tentang masalah tadi.
c.Definisi Masalah Pendefinisianmasalah secara sempurna akan membantu anak-anak buat merampungkan perkara.
d.Fokus Masalah Ukuran perkara perludipertimbangkan buat dipahami lantaran akan mempengaruhi cara penyelesaian yangakan dilakukan; guru memiliki peran penting dalam membantu murid untukmengarahkan dalam duduk perkara yang primer.
e.Analisis Faktor-Faktor Penyebab.faktor penyebab harus dicari begitu masalahnya sudah diketahui serta ditentukanukurannya. Lantaran itu, kita perlu membuatkan pemahaman anak didik mengenai masalahitu sendiri.
f.Pemecahan perkara lantaran upaya untukmenyelesaikan masalah tak jarang menimbulkan kasus lain. Siswa pada hal inisebaiknya diikutsertakan.

5.KerjaKelompok Melalui kerja grup siswa diberi peluang untuk menentukan tujuan,mengajukan dan menilik, menyebutkan konsep, serta membahas masalah. Kerjasamasiswa dapat merangsang pemikiran mereka buat berbagi gagasan. Menjadi bagiandari suatu grup akan menumbuhkan rasa saling memiliki, saling hormat, dantanggung jawab. Sikap serta konduite serta keterbukaan pikiran, tanggung jawab,kolaborasi, dan perhatian dalam orang lain juga bisa dikembangkan. Ltu semuaadalah keistimewaan penting tentang perilaku kelompok yang efektif. Kerjakelompok yang baik memerlukan persiapan yang cermat dan dipakai hanya:

a.Untuk kegiatan yg memiliki sasaranyang kentara serta yang bisa dilakukan dengan lebih baik oleh suatu kelompokdibandingkan sang perseorangan.
b.Untuk kegiatan pada mana seluruh anggotakelompok yang bersangkutan bisa diberi tugas bermanfaat yg harus dilaksanakan.
c.Bila semua anggota kelompok tersebutmemiliki keterampilan yang diharapkan buat melaksanakan tugas yg telahdiberi pada mereka.

Keterampilan tadi perlu saat buat dikembangkandan dipraktekan secara terus-menerus. Saran-saran ini dia mungkin bergunaketika memulai kerja kelompok menggunakan kelas, yaitu:

a.Mulailah kerja grup secaraperlahan-huma. Jaga agar kelompok yg bersangkutan tetap mini , mungkin tidaklebih berdasarkan dalam lima-8 anak.
b.Pilihiah tugas yg sederhana,singkat dan terdefinisi dengan baik, serta mungkin diselesaikan secara suksesoleh kelompok yg bersangkutan.
c.Angkatlah seorang pemimpin danseorang pencatat buat kelompok tadi atau suruhlah anak-anak yangbersangkutan mengangkatnya. Jelaskan tanggung jawab-tanggung jawab pemimpin,pencatat tersebut serta para anggota lainnya.
d.Beri siswa tadi bahan-bahansumber yg mereka perlukan buat merampungkan tugas yg bersangkutan (bilamereka lebih berpengalaman, mereka bisa mengumpulkan asal mereka sendiri).
e.Gunakan sejumlah saat dengan setiapkelompok pada awal serta akhir setiap masa kerja. Beri mereka donasi serta sarantertentu mengenai cara mereka buat melakukan pekerjaan mereka dan caramelaporkan kembali kepada semua kelas mengenai apa yg sedang mereka lakukan.pastikanlah bahwa laporan gerombolan tersebut kepada seluruh kelas benar-benarringkas serta menarik.

PENUTUP

Pendekatanjoyful learning merupakan salah satu pendekatan dalampembelajaran PLH yang mendukung pengembangan berpikir kreatif serta menciptaansuasana belajar yang menyenangkan. Dengan adanya contoh-model pembelajaran yangdapat menyenangkan serta menarik perhation siswa, diperlukan murid merasa senangdan bahagia (enjoy) dalam mengikuti pelajaranPLH. Lebih jauh lagi siswadapat berbagi kreativitasnya pada menyebarkan pengetahuan, perilaku,nilai, dan konduite yang bertanggung jawab terhadap lingkungan hayati. Dengandemikian, pembelajaran PLH di sekolah dapat mencapai sasaran sinkron dengantujuan yang ingin dicapai. Semoga!

Sumber:

//pakguruonline.pendidikan.net

PENGERTIAN MANAJEMEN PENDIDIKAN MENURUT PARA AHLI

Pengertian Manajemen Pendidikan Menurut Para Ahli
Apabila beberapa pengertian manajemen tersebut dibahas secara lebih lanjut, maka suatu uraian pendapat yang dapat dirujuk buat lebih mengungkapkan pengertian manajemen pendidikan tersebut merupakan pendapat yg dikemukakan sang Sutjipto. Dkk (1994) yg menguraikan secara lebih jelas dan lengkap sebagai berikut.

Pertama, manajemen pendidikan mempunyai pengertian sebagai suatu kerjasama buat mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan pada dasarnya merentang dari tujuan yg sederhana sampai pada tujuan pendidikan yang kompleks, sesuai menggunakan lingkup dan taraf pendidikan. Tujuan pendidikan dalam satu jam pelajaran di kelas satu SMP, misalnya lebih gampang dirumuskan serta dicapai bila dibandingkan dengan tujuan pendidikan luar sekolah maupun buat pendidikan orang dewasa, atau tujuan pendidikan nasional. Jika tujuan pendidikan tadi kompleks maka cara mencapai tujuan pendidikan tersebut pula kompleks, serta sering tujuan pendidikan tersebut nir bisa dicapai sang satu orang pendidik saja, namun melalui kerjasama menggunakan pendidik yg lainnya, dengan segala aspek kerumitannya. Untuk detail memahami pengertian manejemen pendidikan menjadi proses kerja sama bisa dicontohkan dengan contoh yg lainnya seperti misalnya pada tujuan pendidikan taraf sekolah tidak akan dapat dicapai tanpa adanya proses kerjasama antara semua komponen sekolah mulai menurut guru, pegawai, kepala sekolah, komite sekolah pengawas serta lain sebagainya yang ada kaitnya dengan sekolah.

Kedua, manajemen pendidikan memiliki pengertian menjadi suatu proses buat mencapai tujuan pendidikan. Proses adalah suatu cara yg sistemik pada mengerjakan sesuatu (Wahjosumidjo. 2008). Jadi seorang manajer dimanapun termasuk ketua sekolah menggunakan ketangkasan serta keterampilannya yg khusus akan mengusahakan berbagai aktivitas yang saling berkaitan pada rangka mencapai tujuan pendidikan. Kegiatan-aktivitas tadi berupa kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, mengen-dalikan serta penilaian. 

Merencanakan berarti ketua sekolah wajib benar-sahih memikirkan serta merumuskan pada suatu acara tujuan serta tindakan yang akan dilakukan, mengorga-nisasikan berarti ketua sekolah wajib mampu menghimpun dan mengkoordinasikan sumberdaya insan dan asal material sekolah, sebab keberhasilan sekolah sangat tergantung dalam kecakapan dalam mengatur serta mendayagunakan banyak sekali asal dalam mencapai tujuan. Kemudian memimpin berarti ketua sekolah mampu mengarahkan dan mensugesti seluruh sumberdaya manusia buat melakukan tugas-tugas yang esensial, dan mngendalikan berarti ketua sekolah memperoleh agunan, bahwa sekolah berjalan mencapai tujuan. Jika terdapat kesalahan diantara bagian-bagian yang ada pada sekolah, kepala sekolah wajib memberikan petunjuk pada meluruskan. Demikian pula akhirnya pada proses kerjasama pendidikan tadi harus ada evaluasi buat melihat apakah tujuan yang telah ditetapkan tercapai atau nir, dan jikalau nir apakah ada hambatan-hambatan. Penilaian bisa berupa penilaian proses aktivitas atau penilaian hasil aktivitas itu. 

Ketiga, manajemen pendidikan diberikan pengertian sebagai sistem. Sistem merupakan keseluruhan yang terdiri berdasarkan bagian-bagian dan bagian-bagian tersebut saling berinteraksi pada suatu proses untuk mengganti tambahkan sebagai keluaran. 

Pengertian manjemen pendidikan sebagai sistem tersebut sepertinya relatif sulit, tetapi sebenarnya nir demikian. Ambilah model misalnya sekolah dasar. Sekolah dasar adalah suatu sistem yg bertujuan buat memproses murid menjadi lulusan. Sebagai suatu sistem sekolah dasar dapat dilihat terdapat komponen (1) tambahkan, yaitu bahan mentah yang berasal menurut luar sistem yg akan diolah oleh sistem pada sistem sekolah. Masukkan tadi berupa anak didik, (dua) proses, yaitu aktivitas sekolah berserta aparatnya untuk mengolah tambahkan sebagai keluaran atau lulusan, serta (3) keluaran, yaitu masukan yg sudah diolah melalui proses eksklusif. Luaran yg dimaksudkan di sini merupakan berupa lulusan. 

Didalam manajemen modern termasuk didalam manajemen pendidikan sepertinya waktu mempunyai peranan penting mengingat saat akan berjalan terus serta berlalu begitu saja dan nir dapat diperbarui. Waktu dalam manajemen berarti kesempatan bila tidak digunakan dengan baik maka akan kehilangan saat tersebut, serta kehilangan saat tersebut menjadi karena kegagalan manajemen tadi.

Keempat, manajemen pendidikan dapat diberikan pengertian sebagai pemanfaatan sumberdaya insan. Sumberdaya yang dimaksudkan tersebut merupakan bisa berupa insan, uang, wahana parasarana serta saat. Dalam mengunakan sumberdaya tersebut harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Buku paket maupun alat-alat laboratorium sering hanya dipajang, demikian kegiatan pembelajaran tidak dipakai secara efektif. Murid banyak disibukkan dengan kegiatan-kegiatan yg kurang berguna misalnya mencatat bahan pelajaran yg telah ada dalam kitab , menunggu guru yg acapkali terlambat ke kelas, serta lain sebagainya.

Kelima, manajemen pendidikan diberikan pengertian sebagai kepemimpinan. Pengertian manajemen pendidikan menjadi kepemimpinan ini merupakan bisnis untuk menjawab pertanyaan bagaimana menggunakan kemampuan yg dimiliki administrator pendidikan, pemimpin dapat melaksanakan tut wuri handayani, ing madyo mangun karsa, dan ing ngarsa sung tulado dalam pencapaian tujuan pendidikan. Dengan kata yang lain kepala sekolah pada menggerakkan bawahan untuk mau bekerja secara lebih giat dengan bisa dan sanggup mempengaruhi serta mengawasi, bekerja sama dan memberi contoh. Oleh karena itu maka seorang ketua sekolah tadi seharusnya telah tentunya menguasai dan tahu teori dan praktik kepemimpinan, serta mampu dan mau untuk melaksanakan pengetahuan dan kemaunnya tersebut.

Keenam, manajemen pendidikan diberikan pengertian menjadi proses pengambilan keputusan. Setiap waktu seoarang kepala sekolah akan dihadapkan pada aneka macam macam masalah, serta perkara tadi segera wajib dicarikan pemecahannya. Dalam memecahkan masalah tersebut seorang kepala sekolah akan memerlukan kemampuan pada merogoh keputusan, yaitu menentukan kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan, sebab di pada merogoh keputusan tadi akan ada banyak pilihan. Seorang ketua sekolah supaya bisa merogoh suatu keputusan yang terbaik buat seluruh masyarakat sekolah. Dalam interaksi dengan kemampuan buat mengambil keputusan tersebut manajmen pendidikan akan dapat menuntun ketua sekolah buat merogoh keputusan yang terbaik menurut arti akan memiliki resiko paling minimal.

Ketujuh, manajemen pendidikan memiliki pengertian sebagai cara berkomunikasi yg baik. Komunikasi secara sederhana dapat diartikan sebagai bisnis untuk menciptakan orang lain mengerti apa yang kita maksudkan, dan kita pula mengerti apa yang dimaksudkan sang orang lain. Semua kegiatan atau aktivitas dalam pendidikan tidak terdapat serta dapat dilakukan tanpa menggunakan adanya komunikasi. Jadi dalam pendidikan akan terjadi komunikasi serta kerja sama buat bisa saling mengetahui apa yg diinginkan sang kepala sekolah, oleh pengajar-guru, pegawai adminstrasi serta siswa, sehingga proses pendidikan dapat berjalan menggunakan baik pada mencapai tujuan secaranya efektif. 

Kedelapan, manajemen pendidikan diberikan pengertian menjadi kegiatan ketatalaksanaan yang intinya merupakan kegiatan rutin catat mencatat, mendokumentasikan kegiatan, menyelenggarakan surat menyurat, mempersiapkan laporan serta yg lainnya. Pengertian manajemen pendidikan yg demikian tersebut adalah sangat sempit. 

Kepala Sekolah Sebagai Manajer Pendidikan
Kepala sekolah sebagai manajer adalah motor penggerak, serta memilih arah kebijakan sekolah, yg akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya bisa direalisasikan. Sehubungan dengan hal tadi, maka ketua sekolah dituntut buat menaikkan efektifitas kinerjanya. Dengan demikian manajemen pendidik-kan akan dapat menaruh hasil yang memuaskan. Kinerja kepemimpinan kepala sekolah sebagai manajer merupakan segala upaya yg dilakukan dan output yang bisa dicapai sang ketua sekolah pada sekolahnya buat mewujudkan tujuan pendidikan secara efektif serta efesien. Sehubungan menggunakan itu kepala sekolah menjadi manajer pendidikan bisa dipandang dari: 
  1. mampu memberdayakan pengajar-guru buat melaksanakan proses pebelajaran dengan baik, lancar serta produktif, 
  2. dapat menuntaskan tugas dan pekerjaan sinkron dengan saat yang telah ditetapkan, 
  3. mampu menjalin interaksi yang serasi dengan rakyat sebagai akibatnya bisa melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan, 
  4. berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yg sinkron menggunakan tingkat kedewasaan guru serta pegawai pada sekolah, 
  5. bekerja dengan tim manajemen dan, 
  6. berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai menggunakan ketentuan yg telah ditetapkan.
Demikian jua buat bisa efktifitas serta efisiensi manajemen pendidikan dapat terwujud maka seseorang kepala sekolah menurut Stoner yg dikutif sang Wahjosumidjo (2008) mampu melaksanakan fungsi manajemen sebagai berikut:
  1. Kepala sekolah wajib sanggup bekerja dengan atau melalui orang lain. Jadi orang lain yg dimaksudkan disini merupakan para guru, siswa, dan pegawai adminitrasi, termasuk atasan kepala sekolah pada hal ini adalah pemerintah. Dalam fungsi misalnya ini ketua sekolah berperilaku sebagai saluran komunikasi di lingkungan sekolah. 
  2. Kepala sekolah harus bertanggungjawab serta mempertanggungjawabkan terhadap keberhasilan atau kegagalan sebagai seorang manajer. Bertangungjawab atas segala tindakan yang dilakukan sang bawahan. Perbuatan yg dilakukan oleh guru, siswa, staf serta orang tua tidak dapat tanggal dari tanggungjawab kepala sekolah. 
  3. Kepala sekolah wajib sanggup menghadapi berbagai persoalan. Dengan segala keterbatasannya seseorang kepala sekolah harus dapat mengatur pemberian tugas secara sempurna. Bahkan terdapat kalanya seseorang kepala sekolah wajib dapat menentukan suatu prioritas bilamana terjadi pertarungan antara kepentingan bawahan menggunakan kepentingan sekolah. 
  4. Kepala sekolah wajib memiliki kemampuan berpikir analistik dan konsepsional. Kepala sekolah di pada memecahkan suatu pertarungan harus melalui suatu analisis, kemudian menuntaskan duduk perkara dengan suatu solusi yg feasible. Kepala sekolah wajib mampu melihat setiap tugas sebagai suatu kseluruhan yang saling berkaitan, serta memandang dilema yang timbul menjadi bagian yg terpisahkan menurut suatu kesluruhan. 
  5. Kepala sekolah harus sanggup menjadi mediator. Kepala sekolah wajib turun tangan sebagai penengah di sekolah, sekolah sebagai suatu organisasi nir akan terelakan berdasarkan adanya suatu perbedaan-perbedaan serta pertentangan-kontradiksi atau permasalahan satu dengan yang lainnya sebagai masyarakat sekolah. 
  6. Kepala sekolah harus menjadi politisi. Sebagai ketua sekolah wajib selalu berusaha buat menaikkan tujuan sekolah dan mengembangkan program jauh ke depan. Untuk itu menjadi seseorang politisi kepala sekolah wajib dapat membangun hubungan kolaborasi melalui pendekatan persuasi serta konvensi. Peran politisi atau kecakapan politisi seseorang kepala sekolah dapat berkembang secara efektif apabila memiliki prinsip jaringan saling pengertian terhadap kewajiban masing-masing, terbentuk suatu aliansi atau kualisi misalnya organisasi profesi PGRI, K3S dll, terciptanya kerja sama dengan banyak sekali pihak, sehingga berbagai aktivitas bisa dilaksanakan. 
  7. Kepala sekolah wajib sanggup sebagai seorang diplomat. Kepala sekolah adalah wakil resmi sekolah yanhg dipimpinnya. Dalam kiprah sebagai diplomat aneka macam macam rendezvous akan diikuti. 
  8. Kepala sekolah sebagai pengambil keputusan yg sulit. Tidak ada suatu organisasi apapun yang berjalan mulus tanpa problem. 
Demikian jua sekolah sebagai suatu organisasi tidak luput menurut dilema, sperti porto, pegawai, perbedaan pendapat, dll. Jika terjadi persoalan misalnya tersebut ketua sekolah diperlukan berperan sebagai orang yang dapat merampungkan dilema yg sulit tadi. 

Demikian beberapa tugas dan kemampuan yg harus dimiliki oleh seseorang manajer pada interaksi ini seorang ketua sekolah. Lebih menurut itu tugas serta kemampuan tersebut harus juga didukung dengan beberapa keterampilan, yaitu keterampilan konseptual, keterampilan interaksi manusiawi, serta keterampilan teknik (Pidarta. 1986, Wahjosumidjo. 2008, Balanchard. Dkk. 1986). Lebih berdasarkan itu dijelaskan bahwa pada dasarnya setiap pemimpin tadi sebagai manajer sudah memilikinya. Persoalannya keterampilan yg manakah yg wajib lebih atau paling mayoritas didalam mengaplikasikannya tergantung menurut posisi seseorang manajer tersebut, apakah posisinya sebagai manajer zenit, manajer menengah, dan manajer supervisor. Kalau seseorang pemimpin tadi posisinya sebagai manajer zenit mungkin yg paling menonjol wajib dimiliki serta diaplikasikan adalah keterampilan konseptual, apabila seorang pemimpin tadi posisinya menjadi manajer menengah maka yang wajib secara umum dikuasai dimiliki dan diaplikasikan adalah keterampilan interaksi manusia, dan bila posisi pemimpin tadi sebagai supervisor maka yang harus dimiliki dan diaplikasikan secara lebih dominan merupakan keterampilan teknis.

Kemudian secara lebih rinci dijelaskan sang Wahjosumidjo (2008) bahwa masing-masing keterampilan tersebut mempunyai beberapa indikator. Keterampilan konseptual misalnya terditi menurut: 
  1. kemampuan anlisis,
  2. kemampuan berpikir rasional, 
  3. ahli atau cakap pada aneka macam macam konsepsi,
  4. mampu menganalisis berbagai insiden, dan bisa tahu aneka macam kecendrungan,
  5. mampu mengantisipasikan perintah, 
  6. mampu mengenali aneka macam macam kesempatan dan duduk perkara sosial. 
Keterampilan interaksi manusiawi terdiri dari: 
  1. kemampuan untuk tahu konduite manusia dan proses kerjasama,
  2. kemampuan untuk memahami isi hati, sikap serta motif orang lain, mengapa mereka berkata serta berperilaku, 
  3. kemampuan buat berkomunikasi secara jelas serta efektif, 
  4. kemampuan buat menciptakan kerjasama yg efektif, kooperatif, mudah dan diplomatis, 
  5. mampu berperilaku yg dapat diterima. 
Kemudian keteram-pilan teknis terdiri dari: (1) menguasai mengenai merode, proses, prosedur serta teknik buat melaksanakan suatu kegiatan spesifik, serta (dua) kemampuan untuk memanfaatkan serta mendayagunakan sarana, peralatan yg diperlukan pada mendukung aktivitas yang bersifat spesifik tadi. Dengan rumusan yg relatif tidak selaras Danim (2006) menyebutkan masing-masing keterampilan tersebut sebagai berikut. Keterampilan teknis merupakan keteram-pilan dalam menerapkan pengetahuan teoritis kedalam tindakan praktis, kemampuan menyelesaikan tugas menggunakan baik serta sistematis. Keterampilan teknis ini umumnya secara umum dikuasai dimiliki sang energi kerja bawahan, yg indikator mencakup: (1) keterampilan pada menyusun laporan pertanggungjawaban, (2) keterampilan menyusun program tertulus, (tiga) keterampilan, (tiga) kamampuan buat menciptakan data statistik sekolah, (4) keterampilan merealisasikan keputusan, (5) keterampilan mengetik, (6) keterampilan menata ruang, (7) keterampilan membuat surat. Keterampilan interaksi manusiawi merupakan keterampilan buat menempatkan diri dalam grup kerja dan keterampilan menjalin komunikasi yg bisa membangun kepuasan semua masyarakat sekolah. Hubungan manusiawi ini akan melahirkan situasi kooperatif serta membangun hubungan manusiawi diantara para masyarakat sekolah. Hubungan manusiawi ini mencakup: (1) kemampuan menempatkan diri dalam gerombolan , (dua) kemampuan buat menciptakan kepuasan pada diri bawahan, (3) sikap terbuka dalam gerombolan kerja, (4) kemampuan mengambil hati melalui keramah tamahan, (lima) penghargaan terhadap nilai-nilai etis, (6) pemerataan tugas dan tanggungjawab, dan (7) itikad baik, adil, menghormati, serta menghargai orang lain. Kemudian keterampilan konseptual yg dimaksudkan merupakan kecakapan untuk memformulasikan pikiran, tahu teori-teori, melakukan pelaksanaan, melihat kecendrungan berdasarkan kemampuan teoritis yg diharapkan di dalam dunia kerja. Kepala sekolah dituntut memahami konsep dan teori yg erat hubungannya dengan pekerjaan. Demikian juga indikator dari ketrampilan konseptual tersebut disebutkan adalah mencakup: (1) pemahaman terhadap teori secara luas dan mendalam, (dua) kemampuan mengorganisasikan pikiran, (tiga) keberanian mengeluarkan pendapat secara akademik, serta (4) kemampuan buat mengkorelasikan bidang ilmu yg dimiliki dengan aneka macam situasi. Dalam interaksi menggunakan keterampilan ketua sekolah Bordman, dkk (1961) menyatakan bahwa seseorang kepala sekolah wajib sanggup berbagi kemampuan profesional guru, mengembangkan acara super-visi, dan merangsang guru untuk berpartisipasi aktif pada pada bisnis mencapai tujuan pendidikan yg dibutuhkan.

Dengan dari dalam beberapa keterampilan yang dimiliki oleh kepala sekolah sebagai manajer pendidikan, maka ketua sekolah harus bisa dan mampu membagi habis seluruh tugas pada guru dan personil sesuai dengan taraf pengetahuan serta kemampuan masing-masing. Kepala sekolah wajib sanggup membimbing semua personil supaya bisa melaksanakan tugas seoptimal mungkin secara efektif serta efisien.

PENGERTIAN MANAJEMEN PENDIDIKAN MENURUT PARA AHLI

Pengertian Manajemen Pendidikan Menurut Para Ahli
Apabila beberapa pengertian manajemen tersebut dibahas secara lebih lanjut, maka suatu uraian pendapat yang bisa dirujuk buat lebih mengungkapkan pengertian manajemen pendidikan tadi merupakan pendapat yg dikemukakan sang Sutjipto. Dkk (1994) yg menguraikan secara lebih kentara serta lengkap sebagai berikut.

Pertama, manajemen pendidikan memiliki pengertian sebagai suatu kerjasama buat mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan dalam dasarnya merentang menurut tujuan yg sederhana sampai pada tujuan pendidikan yang kompleks, sesuai dengan lingkup dan taraf pendidikan. Tujuan pendidikan dalam satu jam pelajaran di kelas satu SMP, contohnya lebih gampang dirumuskan serta dicapai apabila dibandingkan dengan tujuan pendidikan luar sekolah maupun buat pendidikan orang dewasa, atau tujuan pendidikan nasional. Apabila tujuan pendidikan tadi kompleks maka cara mencapai tujuan pendidikan tersebut pula kompleks, serta sering tujuan pendidikan tadi tidak bisa dicapai oleh satu orang pendidik saja, tetapi melalui kerjasama dengan pendidik yang lainnya, menggunakan segala aspek kerumitannya. Untuk lebih jelasnya memahami pengertian manejemen pendidikan menjadi proses kolaborasi dapat dicontohkan menggunakan model yg lainnya misalnya contohnya pada tujuan pendidikan taraf sekolah nir akan bisa dicapai tanpa adanya proses kerjasama antara seluruh komponen sekolah mulai berdasarkan guru, pegawai, kepala sekolah, komite sekolah pengawas serta lain sebagainya yg terdapat kaitnya dengan sekolah.

Kedua, manajemen pendidikan memiliki pengertian sebagai suatu proses buat mencapai tujuan pendidikan. Proses merupakan suatu cara yang sistemik pada mengerjakan sesuatu (Wahjosumidjo. 2008). Jadi seseorang manajer dimanapun termasuk kepala sekolah dengan ketangkasan serta keterampilannya yg spesifik akan mengusahakan berbagai aktivitas yang saling berkaitan pada rangka mencapai tujuan pendidikan. Kegiatan-aktivitas tersebut berupa aktivitas merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, mengen-dalikan serta evaluasi. 

Merencanakan berarti kepala sekolah harus sahih-benar memikirkan serta merumuskan pada suatu program tujuan dan tindakan yang akan dilakukan, mengorga-nisasikan berarti ketua sekolah harus mampu menghimpun dan mengkoordinasikan sumberdaya insan serta asal material sekolah, sebab keberhasilan sekolah sangat tergantung pada kecakapan pada mengatur dan mendayagunakan berbagai asal dalam mencapai tujuan. Kemudian memimpin berarti ketua sekolah sanggup mengarahkan serta mempengaruhi seluruh sumberdaya insan buat melakukan tugas-tugas yg esensial, serta mngendalikan berarti kepala sekolah memperoleh agunan, bahwa sekolah berjalan mencapai tujuan. Jika terdapat kesalahan diantara bagian-bagian yang terdapat di sekolah, ketua sekolah wajib memberikan petunjuk dalam meluruskan. Demikian pula akhirnya pada proses kerjasama pendidikan tadi sine qua non penilaian buat melihat apakah tujuan yg sudah ditetapkan tercapai atau nir, dan bila tidak apakah ada hambatan-hambatan. Penilaian bisa berupa evaluasi proses kegiatan atau evaluasi hasil kegiatan itu. 

Ketiga, manajemen pendidikan diberikan pengertian menjadi sistem. Sistem adalah holistik yg terdiri berdasarkan bagian-bagian dan bagian-bagian tersebut saling berinteraksi pada suatu proses buat membarui masukkan sebagai keluaran. 

Pengertian manjemen pendidikan menjadi sistem tadi sepertinya agak sulit, namun sebenarnya nir demikian. Ambilah contoh misalnya sekolah dasar. Sekolah dasar adalah suatu sistem yang bertujuan buat memproses murid sebagai lulusan. Sebagai suatu sistem sekolah dasar bisa dicermati ada komponen (1) tambahkan, yaitu bahan mentah yg berasal menurut luar sistem yg akan diolah oleh sistem dalam sistem sekolah. Masukkan tadi berupa murid, (2) proses, yaitu kegiatan sekolah berserta aparatnya buat memasak masukkan menjadi keluaran atau lulusan, dan (3) keluaran, yaitu masukan yg telah diolah melalui proses eksklusif. Luaran yg dimaksudkan di sini merupakan berupa lulusan. 

Didalam manajemen modern termasuk didalam manajemen pendidikan sepertinya saat mempunyai peranan penting mengingat saat akan berjalan terus serta berlalu begitu saja dan tidak dapat diperbarui. Waktu dalam manajemen berarti kesempatan bila tidak dipergunakan menggunakan baik maka akan kehilangan ketika tadi, serta kehilangan waktu tersebut sebagai sebab kegagalan manajemen tadi.

Keempat, manajemen pendidikan bisa diberikan pengertian menjadi pemanfaatan sumberdaya insan. Sumberdaya yg dimaksudkan tadi merupakan bisa berupa manusia, uang, wahana parasarana dan saat. Dalam mengunakan sumberdaya tadi harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Buku paket maupun indera-indera laboratorium acapkali hanya dipajang, demikian aktivitas pembelajaran tidak dipakai secara efektif. Murid banyak disibukkan menggunakan aktivitas-kegiatan yang kurang berguna seperti mencatat bahan pelajaran yg sudah ada dalam kitab , menunggu pengajar yang seringkali terlambat ke kelas, dan lain sebagainya.

Kelima, manajemen pendidikan diberikan pengertian sebagai kepemimpinan. Pengertian manajemen pendidikan menjadi kepemimpinan ini merupakan bisnis buat menjawab pertanyaan bagaimana menggunakan kemampuan yang dimiliki administrator pendidikan, pemimpin bisa melaksanakan tut wuri handayani, ing madyo mangun karsa, serta ing ngarsa sung tulado dalam pencapaian tujuan pendidikan. Dengan istilah yang lain ketua sekolah pada menggerakkan bawahan buat mau bekerja secara lebih ulet menggunakan bisa serta mampu mempengaruhi dan mengawasi, bekerja sama dan memberi model. Oleh karena itu maka seseorang kepala sekolah tersebut seharusnya sudah tentunya menguasai serta tahu teori serta praktik kepemimpinan, dan sanggup serta mau buat melaksanakan pengetahuan serta kemaunnya tersebut.

Keenam, manajemen pendidikan diberikan pengertian sebagai proses pengambilan keputusan. Setiap ketika seoarang kepala sekolah akan dihadapkan dalam berbagai macam kasus, dan kasus tadi segera harus dicarikan pemecahannya. Dalam memecahkan masalah tadi seseorang kepala sekolah akan memerlukan kemampuan dalam mengambil keputusan, yaitu memilih kemungkinan tindakan yg dapat dilakukan, sebab pada pada mengambil keputusan tadi akan terdapat banyak pilihan. Seorang ketua sekolah supaya bisa merogoh suatu keputusan yang terbaik buat seluruh masyarakat sekolah. Dalam hubungan menggunakan kemampuan buat mengambil keputusan tersebut manajmen pendidikan akan bisa menuntun kepala sekolah buat mengambil keputusan yang terbaik menurut arti akan mempunyai resiko paling minimal.

Ketujuh, manajemen pendidikan memiliki pengertian menjadi cara berkomunikasi yang baik. Komunikasi secara sederhana bisa diartikan menjadi usaha buat menciptakan orang lain mengerti apa yang kita maksudkan, serta kita pula mengerti apa yg dimaksudkan oleh orang lain. Semua aktivitas atau aktivitas pada pendidikan tidak ada serta bisa dilakukan tanpa dengan adanya komunikasi. Jadi dalam pendidikan akan terjadi komunikasi dan kerja sama buat bisa saling mengetahui apa yg diinginkan sang ketua sekolah, oleh guru-guru, pegawai adminstrasi dan siswa, sehingga proses pendidikan bisa berjalan dengan baik dalam mencapai tujuan secaranya efektif. 

Kedelapan, manajemen pendidikan diberikan pengertian sebagai kegiatan ketatalaksanaan yg pada dasarnya adalah aktivitas rutin catat mencatat, mendokumentasikan kegiatan, menyelenggarakan surat menyurat, mempersiapkan laporan dan yg lainnya. Pengertian manajemen pendidikan yg demikian tadi adalah sangat sempit. 

Kepala Sekolah Sebagai Manajer Pendidikan
Kepala sekolah sebagai manajer merupakan motor penggerak, serta memilih arah kebijakan sekolah, yang akan memilih bagaimana tujuan-tujuan sekolah serta pendidikan pada umumnya bisa direalisasikan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka ketua sekolah dituntut buat menaikkan efektifitas kinerjanya. Dengan demikian manajemen pendidik-kan akan dapat memberikan output yang memuaskan. Kinerja kepemimpinan kepala sekolah menjadi manajer merupakan segala upaya yang dilakukan dan output yg dapat dicapai sang kepala sekolah di sekolahnya buat mewujudkan tujuan pendidikan secara efektif serta efesien. Sehubungan menggunakan itu kepala sekolah sebagai manajer pendidikan bisa dicermati menurut: 
  1. mampu memberdayakan guru-guru buat melaksanakan proses pebelajaran menggunakan baik, lancar serta produktif, 
  2. dapat menuntaskan tugas serta pekerjaan sinkron dengan waktu yang telah ditetapkan, 
  3. mampu menjalin interaksi yang serasi menggunakan masyarakat sehingga bisa melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan, 
  4. berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan taraf kedewasaan guru serta pegawai pada sekolah, 
  5. bekerja menggunakan tim manajemen serta, 
  6. berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan.
Demikian pula buat bisa efktifitas serta efisiensi manajemen pendidikan dapat terwujud maka seorang ketua sekolah menurut Stoner yang dikutif sang Wahjosumidjo (2008) bisa melaksanakan fungsi manajemen sebagai berikut:
  1. Kepala sekolah wajib bisa bekerja menggunakan atau melalui orang lain. Jadi orang lain yg dimaksudkan disini merupakan para pengajar, anak didik, dan pegawai adminitrasi, termasuk atasan kepala sekolah pada hal ini adalah pemerintah. Dalam fungsi seperti ini ketua sekolah berperilaku sebagai saluran komunikasi di lingkungan sekolah. 
  2. Kepala sekolah harus bertanggungjawab serta mempertanggungjawabkan terhadap keberhasilan atau kegagalan menjadi seseorang manajer. Bertangungjawab atas segala tindakan yang dilakukan oleh bawahan. Perbuatan yang dilakukan sang pengajar, anak didik, staf serta orang tua nir bisa tanggal dari tanggungjawab ketua sekolah. 
  3. Kepala sekolah harus bisa menghadapi berbagai problem. Dengan segala keterbatasannya seorang ketua sekolah harus dapat mengatur hadiah tugas secara sempurna. Bahkan ada kalanya seseorang kepala sekolah harus dapat memilih suatu prioritas bilamana terjadi perseteruan antara kepentingan bawahan dengan kepentingan sekolah. 
  4. Kepala sekolah harus memiliki akal budi analistik dan konsepsional. Kepala sekolah pada dalam memecahkan suatu konflik harus melalui suatu analisis, kemudian menyelesaikan dilema dengan suatu solusi yg feasible. Kepala sekolah harus sanggup melihat setiap tugas sebagai suatu kseluruhan yg saling berkaitan, serta memandang dilema yg muncul sebagai bagian yang terpisahkan menurut suatu kesluruhan. 
  5. Kepala sekolah wajib mampu sebagai mediator. Kepala sekolah wajib turun tangan sebagai penengah di sekolah, sekolah sebagai suatu organisasi nir akan terelakan menurut adanya suatu disparitas-disparitas serta kontradiksi-pertentangan atau konflik satu dengan yang lainnya menjadi rakyat sekolah. 
  6. Kepala sekolah harus menjadi politisi. Sebagai ketua sekolah harus selalu berusaha buat menaikkan tujuan sekolah serta mengembangkan acara jauh ke depan. Untuk itu menjadi seorang politisi kepala sekolah wajib dapat membangun hubungan kerja sama melalui pendekatan persuasi serta kesepakatan . Peran politisi atau kecakapan politisi seorang ketua sekolah bisa berkembang secara efektif apabila mempunyai prinsip jaringan saling pengertian terhadap kewajiban masing-masing, terbentuk suatu aliansi atau kualisi seperti organisasi profesi PGRI, K3S dll, terciptanya kolaborasi dengan aneka macam pihak, sehingga berbagai aktivitas bisa dilaksanakan. 
  7. Kepala sekolah harus mampu menjadi seseorang diplomat. Kepala sekolah adalah wakil resmi sekolah yanhg dipimpinnya. Dalam kiprah menjadi diplomat banyak sekali macam pertemuan akan diikuti. 
  8. Kepala sekolah menjadi pengambil keputusan yang sulit. Tidak ada suatu organisasi apapun yg berjalan mulus tanpa persoalan. 
Demikian jua sekolah sebagai suatu organisasi tidak luput dari problem, sperti biaya , pegawai, perbedaan pendapat, dll. Jika terjadi duduk perkara misalnya tadi kepala sekolah dibutuhkan berperan sebagai orang yg bisa menyelesaikan masalah yang sulit tersebut. 

Demikian beberapa tugas dan kemampuan yg harus dimiliki sang seseorang manajer dalam interaksi ini seorang kepala sekolah. Lebih dari itu tugas dan kemampuan tersebut harus pula didukung dengan beberapa keterampilan, yaitu keterampilan konseptual, keterampilan hubungan manusiawi, serta keterampilan teknik (Pidarta. 1986, Wahjosumidjo. 2008, Balanchard. Dkk. 1986). Lebih dari itu dijelaskan bahwa pada dasarnya setiap pemimpin tersebut menjadi manajer sudah memilikinya. Persoalannya keterampilan yg manakah yg harus lebih atau paling lebih banyak didominasi didalam mengaplikasikannya tergantung dari posisi seseorang manajer tadi, apakah posisinya sebagai manajer puncak , manajer menengah, serta manajer supervisor. Kalau seseorang pemimpin tadi posisinya menjadi manajer puncak mungkin yang paling menonjol harus dimiliki serta diaplikasikan merupakan keterampilan konseptual, jika seorang pemimpin tersebut posisinya sebagai manajer menengah maka yang harus dominan dimiliki serta diaplikasikan merupakan keterampilan interaksi insan, serta kalau posisi pemimpin tersebut sebagai supervisor maka yang harus dimiliki dan diaplikasikan secara lebih dominan merupakan keterampilan teknis.

Kemudian secara lebih rinci dijelaskan oleh Wahjosumidjo (2008) bahwa masing-masing keterampilan tadi mempunyai beberapa indikator. Keterampilan konseptual misalnya terditi dari: 
  1. kemampuan anlisis,
  2. kemampuan berpikir rasional, 
  3. ahli atau cakap dalam aneka macam macam konsepsi,
  4. mampu menganalisis banyak sekali kejadian, serta bisa memahami berbagai kecendrungan,
  5. mampu mengantisipasikan perintah, 
  6. mampu mengenali berbagai macam kesempatan dan dilema sosial. 
Keterampilan hubungan manusiawi terdiri menurut: 
  1. kemampuan buat memahami konduite insan dan proses kerjasama,
  2. kemampuan buat memahami isi hati, perilaku dan motif orang lain, mengapa mereka mengatakan dan berperilaku, 
  3. kemampuan buat berkomunikasi secara jelas serta efektif, 
  4. kemampuan buat membentuk kerjasama yg efektif, kooperatif, praktis serta diplomatis, 
  5. mampu berperilaku yg dapat diterima. 
Kemudian keteram-pilan teknis terdiri berdasarkan: (1) menguasai mengenai merode, proses, mekanisme dan teknik buat melaksanakan suatu aktivitas spesifik, dan (2) kemampuan buat memanfaatkan serta mendayagunakan wahana, alat-alat yg diharapkan dalam mendukung kegiatan yang bersifat spesifik tersebut. Dengan rumusan yg agak tidak sinkron Danim (2006) mengungkapkan masing-masing keterampilan tersebut menjadi berikut. Keterampilan teknis adalah keteram-pilan dalam menerapkan pengetahuan teoritis kedalam tindakan mudah, kemampuan merampungkan tugas menggunakan baik serta sistematis. Keterampilan teknis ini umumnya dominan dimiliki oleh tenaga kerja bawahan, yg indikator mencakup: (1) keterampilan pada menyusun laporan pertanggungjawaban, (2) keterampilan menyusun acara tertulus, (3) keterampilan, (3) kamampuan buat menciptakan data statistik sekolah, (4) keterampilan merealisasikan keputusan, (5) keterampilan mengetik, (6) keterampilan menata ruang, (7) keterampilan membuat surat. Keterampilan hubungan manusiawi merupakan keterampilan buat menempatkan diri pada gerombolan kerja serta keterampilan menjalin komunikasi yang mampu membentuk kepuasan semua warga sekolah. Hubungan manusiawi ini akan melahirkan situasi kooperatif serta menciptakan hubungan manusiawi diantara para masyarakat sekolah. Hubungan manusiawi ini meliputi: (1) kemampuan menempatkan diri pada grup, (2) kemampuan untuk membangun kepuasan pada diri bawahan, (tiga) perilaku terbuka pada kelompok kerja, (4) kemampuan merogoh hati melalui keramah tamahan, (5) penghargaan terhadap nilai-nilai etis, (6) pemerataan tugas serta tanggungjawab, serta (7) itikad baik, adil, menghormati, serta menghargai orang lain. Kemudian keterampilan konseptual yg dimaksudkan merupakan kecakapan buat memformulasikan pikiran, memahami teori-teori, melakukan aplikasi, melihat kecendrungan berdasarkan kemampuan teoritis yang diperlukan pada pada global kerja. Kepala sekolah dituntut tahu konsep serta teori yang erat hubungannya dengan pekerjaan. Demikian juga indikator menurut ketrampilan konseptual tadi disebutkan merupakan mencakup: (1) pemahaman terhadap teori secara luas dan mendalam, (2) kemampuan mengorganisasikan pikiran, (3) keberanian mengeluarkan pendapat secara akademik, serta (4) kemampuan untuk mengkorelasikan bidang ilmu yang dimiliki dengan berbagai situasi. Dalam interaksi menggunakan keterampilan ketua sekolah Bordman, dkk (1961) menyatakan bahwa seseorang ketua sekolah harus sanggup membuatkan kemampuan profesional pengajar, menyebarkan acara super-visi, dan merangsang guru untuk berpartisipasi aktif pada pada usaha mencapai tujuan pendidikan yg dibutuhkan.

Dengan dari pada beberapa keterampilan yg dimiliki oleh ketua sekolah sebagai manajer pendidikan, maka ketua sekolah harus mampu dan mampu membagi habis semua tugas kepada pengajar serta personil sesuai menggunakan taraf pengetahuan dan kemampuan masing-masing. Kepala sekolah wajib mampu membimbing seluruh personil agar sanggup melaksanakan tugas seoptimal mungkin secara efektif dan efisien.

PENDEKATAN PENELITIAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF

Pendekatan Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif 
Penelitian pada bidang komunikasi seperti halnya pada ilmu-ilmu sosial budaya lainnya,selama ini terlalu menekankan pada pendekatan penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif yang dilandasi faham positivisme empirik yang berintikan aktivitas penelitian eksperimental memang telah memiliki pengaruh yang sangat bertenaga dalam banyak sekali bidang ilmu, dan bahkan pernah ditinjau menjadi satu-satunya pendekatan penelitian yang benar serta ilmiah. Pandangan tersebut bisa menyeret para peneliti ilmu-ilmu sosial budaya yang pada perkembangan aktivitasnya semakin acapkali menghadapi beragam pertarungan yang nir sanggup dijawab secara tuntas. Dari kenyataan yang dihadapi tadi para peneliti semakin manyadari bahwa manusia menjadi subyek menggunakan segala sifatnya yang subjektif tidak mungkin dapat dikaji secara secara sempurna dengan pendekatan ilmu obyektif. Pemaksaan ke arah itu akan mengakibatkan bias mendasar dan mengakibatkan kekeliruan fatal yg sebagai asal krisis ilmu-ilmu sosial dimasa kini . Masalah sosial yg kompleks tak mungkin untuk diuji menggunakan pandangan partial dan linear. Didalam ilmu alam berbagai kasus pokok berdasarkan dalam fenomena obyek yg dapat dipandang di luar diri kita serta bebas menjadi berita obyektif. Kenyataan itu sangat tidak sinkron halnya menggunakan ilmu sosial budaya yg memusatkan studinya dalam realitas menjadi produk pikir manusia menggunakan segala subyektivitas emosi serta nilai-nilai yang dianutnya. Fenomena sosial serta perilaku manusia dalam dasarnya hanya ada pada pikiran insan. Realitas tersebut terikat sang hubungan dialektis antara subyek dan obyek. Demikianlah pada menyelidiki metodologi penelitian sosial ini, anda diharapkan mengenal baik pendekatan kuantitatif juga kualitatif, lantaran pendekatan kualitatif sangat sempurna bagi studi ilmu-ilmu sosial budaya, termasuk didalamnya ilmu komunikasi.

Pemahaman ciri metodologi
Mengenal ( perbedaan ) pendekatan kuantitatif serta kualitatif akan lebih gampang dan kentara jika kita tahu perbedaannya dengan majemuk hal yang sangat fundamental didalam ke 2 metodologi tersebut. Penggunaan metodologi penelitian kualitatif tidak sinkron dengan penggunaan metodologi penelitian kuantitatif bukan sekedar lantaran menghadapi disparitas “ subjek matter “, atau karena disiplin ilmu yang tidak selaras, tetapi secara fundamental karena disparitas keyakinan keilmuan yg bersumber dalam penggunaan kerangka berpikir berpikir yg tidak sinkron ( smith, 1984 ).

Bilamana kita bisa memahami perbedaan itu secara sempurna maka kita akan bisa memisahkan ke 2 metdologi penelitian tersebut menggunakan penuh pencerahan dan berada pada penglihatan batas yang jelas. Dengan demikian didalam melakukan kegiatan penelitian, kita tak akan mudah tersesat atau dengan sangat gegabah mencampur-adukkan majemuk pengertian dasar menurut 2 jenis metodologi tersebut.

Guba dan Lincoln ( 1981 : 62 – 82 ) menyajikan uraian yang cukup panjang dan mempertentang-kan perbedaan kerangka berpikir kedua penelitian ini. Untuk penelitian kuantitatif dipakai kata Scientific Paradigm ( kerangka berpikir ilmiah ), sedangkan penelitian kualitatif dinamakan Naturalistic Inquiry atau inkuiri alamiah.

Pokok-pokok perbedaan ke 2 paradigma tersebut bisa disimak pada tabel berikut : 

Tabel. Perbedaan Paradigma Ilmiah serta Alamiah

Poster tentang

PARADIGMA
Ilmiah
Alamiah
·Teknik yang digunakan

·Kriteria kualitas

·Sumber teori


·Persoalan kausalitas



·Tipe pengetahuan yang digunakan

·Pendirian

·Maksud
Kuantitatif


“ Rigor “


Apriori


Dapatkah x menyebabkan y ?



Proposisional




Reduksionis

Verifikasi
Kualitatif


Relevansi


Dasar-dasar               ( Grounded )

Apakah x menyebabkan y dlm. Latar alamiah


Proposisional yang diketahui bersama



Ekspansionis

Ekspansionis
Karakteristik Metodologis
·Instrumen




·Waktu penetapan pengumpulan data dan analisis

·Desain


·Gaya

·Latar

·Perlakuan

·Satuan kajian

·Unsur kontekstual
Kertas-pensil atau alat fisik lainnya



Sebelum penelitian





Pasti     ( preordinate )


Intervensi

Laboratorium

Stabil

Variabel


Kontrol
Orang sebagai peneliti



Selama serta selesainya pengumpulan data




Muncul-berubah


Seleksi

Alam

Bervariasi

Pola-pola


Turut campur atas undangan
1. Teknik yang digunakan.
Pada dasarnya, baik teknik kuantitatif juga teknik kualitatif bisa dipakai beserta-sama. Namun, dalam kerangka berpikir ilmiah memberi tekanan pada teknik kuantitatif, sedang paradigma alamiah memberi tekanan pada teknik kualitatif.

2. Kriteria kualitas.
Untuk menialai “ baik/tidaknya “ penelitian, kerangka berpikir ilmiah sangat percaya pada kriteria Rigor, yaitu kesahihan eksternal serta internal, keandalan dan obyektivitas.

Menurut Guba dan Lincoln ( 1981 : 66 ) penekanan dalam kriteria tadi membawa eksperimen dalam penyusunan desain yg indah, tetapi tak jarang sempit cakupannya. Hal ini dikarenakan kebanyakan eksperimen memasukkan situasi yang kurang dikenal, buatan, dan masa hidupnya singkat dan hal itu membuat latar – nir – biasa sukar digeneralisasikan pada latar lainnya.

Sebaliknya, paradigma alamiah menggunakan kriteria relevansi. Relevansi ini merupakan signifikasi menurut langsung terhadap lingkungan senyatanya. Usaha menemukan kepastian serta keaslian merupakan hal yg penting pada penelitian alamiah.

3. Sumber teori.
Paradigma ilmiah menekankan dalam pembuktian hipotesis yg diturunkan berdasarkan teori a priori. Teori semacam ini disusun dengan ligika deduktif dan logis.

Sedangkan kerangka berpikir alamiah menemukan teori menggunakan berdasar pada data yang dari berdasarkan dunia nyata. Metode yang dipakai adalah metode menemukan dengan menganalisis data yg diperoleh secara sistematis.

4. Pertanyaan tentang kausalitas.
Penelitian biasanya dihadapkan pada penentuan hubungan karena-dampak. Jawaban terhadap pertanyaan interaksi sebab akibat krusial buat keperluan meramalkan, kontrol disatu pihak, serta verstehen ( pemahaman ) dilain pihak. Kedua paradigma ilmiah maupun alamiah memakai pertanyaan-pertanyaan tadi, namun menggunakan cara yang tidak sinkron.

Paradigma ilmiah umumnya bertanya = dapatkah X mengakibatkan Y ? Buat itu maka mereka mendemonstrasikan di laboratorium bahwa Y sesungguhnya bisa ditimbulkan sang X.

Di pihak lain paradigma alamiah kurang tertarik dengan apa yang diusahakan terjadi pada situasi yg didesain terlebih dahulu, tetapi lebih tertarik dalam apa yang terjadi pada latar alamiah.

5. Tipe pengetahuan yang digunakan.
Ada 2 macam pengetahuan ; yaitu pengetahuan proposisional dan pengetahuan – yg – diketahui – beserta, yg diketahui serta disepakati pula oleh subjek. Kedua tipe pengetahuan tadi, bisa dijelaskan perbedaannya. Pengetahuan proposisional adalah pengetahuan yang dapat dinyatakan pada bentuk bahasa.

Pengetahuan – yang – diketahui – bersama ( tacit knowledge ) adalah instuisi, pemahaman, atau perasaan yang tidak dapat dinyatakan menggunakan istilah-istilah yg dalam hal-hal tertentu diketahui sang subjek.

Paradigma ilmiah membatasi diri dalam pengetahuan proposisional. Pengetahuan demikian adalah esensi metode buat menyatakan proposisi secara eksplisit dalam bentuk hipotesa yang diuji buat menentukan validitasnya. Teori-teori terdiri atas pengumpulan hipotesis semacam itu.

Sebaliknya, paradigma alamiah mengizinkan dalam mendorong pengetahuan – yang – diketahui – beserta guna dimunculkan buat keperluan membantu pembentukan teori dari dasar juga buat memperbaiki komunikasi pulang kepada asal informasi dengan cara peristilahan mereka.

6. Pendirian.
Paradigma ilmiah berpendirian Reduksionis. Mereka menyempitkan penelitian dalam fokusyang relatif kecil menggunakan jalan membebankan hambatan-kendala, baik dalam syarat anteseden dalam nikuiri ( buat keperluan mengontrol ), maupun dalam keluaran-keluaran.

Jadi, pencari – tahu – ilmiah mulai dengan menyusun pertanyaan atau hipotesis, lalu hanya mencari informasi yg akan menaruh jawaban pada pertanyaan atau menguji hipotesis-hipotesis itu.

Sementara pencari – memahami – alamiah mempunyai pendirian ekspansionis. Mereka mencari perspektif yg akan mengarahkan pada pelukisan dan pengertian kenyataan sebagai keseluruhan atau akhirnya dengan jalan menemukan sesuatu yg mencerminkan kerumitan gejala-gejala itu. Mereka memasuki lapangan, menciptakan dan melihat pembawaannya yang tampak berdasarkan arah manapun titik masuknya.

Jadi pencari – tahu – ilmiah merogoh setiap struktur, terarah serta tunggal sedangkan pencari – tahu – alamiah berpendirian terbuka, menjajagi, serta kompleks.

7. Maksud.
Paradigma ilmiah senantiasa bermaksud menemukan pengetahuan melalui pembuktian hipotesis yang dispesifikasikan secara apriori ad interim pencari – memahami – alamiah, menitikberatkan upayanya pada bisnis menemukan unsur-unsur atau pengetahuan yang belum ada pada teori yg berlaku.

8. Instrumen.
Untuk mengumpulkan data, paradigma ilmiah memanfaatkan informasi lapangan atau alat bantu fisik lainnya. Sedang pencari – tahu – alamiah dalam pengumpulan datanya lebih banyak bergantung pada dirinya sendiri sebagai indera pengumpulan data. Orang – sebagai – instrumen memililki senjata “ dapat menetapkan “ yg secara luwes dapat digunakannya. Ia senantiasa bisa menilai keadaan serta bisa mengambil keputusan.

9. Waktu buat mengumpulkan data serta anggaran analisis.pencari – tahu – ilmiah bisa menetapkan seluruh aturan pengumpulan serta analisis data sebelumnya. Mereka sudah mengetahui hipotesis yang akan diuji serta dapat berbagi instrumen yang cocok menggunakan variabel. Instrumen ditetapkan sebelumnya tentang ukuran terhadap karakteristik yg diketahui sebagai akibatnya memungkinkan tetapkan waktu melakukan analisis.

Paradigma alamiah sebaliknya, tidak diperkenenkan memformulasikan secara a priori. Datanya dikumpulkan serta mengkategorikan dalam bentuk kasar serta diunitkan oleh peneliti/analisis.

10.desain.
Bagi paradigma ilmiah, desain harus disusun secara pasti sebelum warta dikumpulkan. Sekali desain dipakai, maka nir boleh mengubahnya pada bentuk apapun. Bagi paradigma alamiah, desain bisa disusun sebelumnya secara tidak lengkap. Apabila telah digunakan, desain senantiasa dilengkapi dan disempurnakan.

11.gaya.
Paradigma ilmiah menggunakan gaya menerapkan hegemoni. Variabel bebas serta terikat diisolasikan menurut konteksnya, diatur sedemikian rupa sebagai akibatnya hanya variabel ini yang timbul buat diukur serta lalu dikonfirmasikan menggunakan hipotesisnya.

Sebaliknya, kerangka berpikir alamiah bergantung pada seleksi. Dari pelbagai insiden yg terjadi secara alamiah akhirnya dipilih sesuatu tanda-tanda tanpa mengadakan intervensi.

Jadi pencari – memahami – alamiah tidak mengelola situasi, tetapi memanfaatkannya.

12.latar.
Pencari – memahami – ilmiah bersandar pada latar laboratorium buat keperluan mengadakan kontrol, mengelola hegemoni dan sebagainya. Sebaliknya, pencari – memahami – alamiah cenderung mengadakan penelitian pada latar alamiah.

13.perlakuan.
Bagi kerangka berpikir ilmiah, konsep perlakuan sangat penting. Bagi setiap eksperimen, perlakuan itu wajib stabil dan tidak bervariasi. Jika tidak demikian, maka sukar menentukan efek yang berkaitan dengan suatu penyebab tertentu.

Untuk kerangka berpikir alamiah, konsep perlakuan tadi asing karena perlakuan menyertakan beberapa cara manipulasi atau hegemoni.

14.satuan kajian.
Pada kerangka berpikir ilmiah merupakan variabel serta seluruh hubungannya yang dinyatakan diantara variabel serta sistem variabel.

Sebaliknya, pada paradigma alamiah berlaku pendirian agar satuan kajian lebih sederhana. Selain itu mereka lebih menekankankemurnian sistem pola yg diamati secara alamiah.

15.unsur-unsur kontekstual.
Peneliti ilmiah senantiasa berusaha mengontrol semua unsur yang menggaggu yang bisa mengaburkan unsur-unsur itu dari kenyataan yang menjadi pusat perhatian atau yang mengacau dalam impak terhadap kenyataan itu.

Peneliti alamiah bukan hanya nir tertarik pada kontrol, melainkan malah mengundang adanya ikut campur sehingga mereka secara lebih baik bisa mengerti insiden pada dunia konkret dan merasakan pola-pola yg ada pada dalamnya.

Validitas serta Reliabilitas
Validitas merupakan ‘ built in control mechanism ‘ dalam metode penelitian yg memakai instrumen secara eksplisit. Validitas mempersoalkan instrument yang dipakai dalam mengukur atribut ; apakah alat ukur benar-sahih mengukur atribut yang dimaksud. Mengapa masalah validitas senantiasa dipertanyakan dalam penelitian sosial ? Karena atribut semisal psikologis, pemahaman ilmiah, taraf konservatisme, dll sangat sulit diukukr/dicari, meski demikian peneliti ilmiah wajib sanggup mengukur.

Reliabilitas : kemampuan, ketepatan, keajegan, homogenitas alat ukur. Suatu alat ukkur dikatakan mantap bila dipergunakan berulang kali hasilnya tetap sama.

Catatan : suatu data yg punya reliabilitas belum tentu punya validitas, sedang data yg punya validitas sudah tentu punya reliabilitas.

Beberapa metode menguji reliabilitas.
1. Metode ulang : mengulangi pengukuran berdasar selang ketika ttt.
2. Metode belah dua : membegi dua buah pertanyaan ke pada dua kelompok.
3. Metode parabel : buah-buah pertanyaan mewakili suatu variabel yg satu serta buah pertanyaan yang sama mewakili variabel yang lain yang punya kesamaan sifat, diukur secara bersamaan.

Jenis-jenis Validitas.
1. Validitas logis : mempersoalkan apakah pola hubungan variabel/konsep bisa diterima akal sehat. Misal : kita akan menganggap logis apabila Org meneliti imbas usia terhadap suatu hal bukan kebalikannya.
2. Validitas tampang : menyangkut atribut kongkrit, jika kita ingin mengukur mencek huruf kita akan meminta orang membaca.
3. Validitas lintas budaya : mempersoalkan apakah indera ukur yang dipakai dalam masyarakat ttt juga berlaku didalam rakyat yang lain.
4. Validitas internal : menyangkut mengenai internal psikologis khalayak/responden. Misal : jika kita ingin mengamati sikap petani terhadap kredit bisnis tersebut maka survey yg diajukan harus sahih-benar menggali psikologis internal petani, bagaimana tanggapannya thd acara kredit tsb.
5. Validitas eksternal : mempersoalkan apakah alat ukur yang dikenakan dalam komunitas ttt juga berlaku pada komunitas yang lain. Misal : mangamati konsep belajar jeda jauh ( UT ), apakah siaran-siaran pendidikan acara UT mampu memacu belajar mahasiswa, bagaimana antara mahasiswa fisip dibanding menggunakan mahasiswa fakultas lain.
6. Validitas konstruk : mempersoalkan seberapa jauh suatu alat ukur punya persamaan menggunakan alat ukur yang lain dalam saat mengukur konstruk/konsep yang sama.
7. Validitas isi : menyankut derajad keterwalian substansi suatu indera ukur. Pengukuran kategorisasi dalam content analysis, kategori yang dibuat peneliti itu sanggup disepakati oleh pengkoding/pembaca.
8. Validitas prediktif : mempersoalkan seberapa jauh suatu indera ukur bisa meramalkan perilaku sekarang maupun yang akan datang. 

Penyusunan Proposal Penelitian
Terdapat 2 hal pokok yang wajib benar-benar difahami ketika hendak menyusun atau menciptakan proposal penelitian. Dua hal tadi merupakan :
1) Logika penelitian, dan
2) Format proposal yang dikehendaki.
1) Logika penelitian.

Yang dikenal menggunakan akal penelitian disini merupakan struktur fikiran berkenaan menggunakan proses penelitian, yg pada hal ini terdapat disparitas antara penelitian kuantitatif serta penelitian kualitatif.

Posisi masalah/masalah yg dirumuskan sang peneliti ( eksplisit dinyatakan pada proposal ) pada hal ini bisa dikatakan “ mendahului “ posisi teori. Perlu diperhatikan benar disisni merupakan, bahwa kasus penelitian tidak akan pernah nampak/kelihatan tanpa ditinjau melalui teori. Artinya, perkara penelitian hanya terdapat bila orang mempunyai bekal teori buat melihatnya. Mempertentengkan gejala atau fakta ( sebagian menurut perilaku manusian dalam kebersamaannya dengan sesama atau mungkin pada kebersamaannya dengan alam serta pencipta disuatu fihak ) dengan fikiran-fikiran eksklusif ( teori-teori ) difihak lain dapat membuat apa yg disini kita sebut-sebut sebagai kasus penelitian.

Masalah penelitian ini nanti harus dapat dijawab/dipecahkan dengan atau lewat penelitian bersangkutan. Peneliti sangat mungkin tertarik buat menjawab secara tentatif ( menganggap-duga ) atas kasus tadi. Kalau demikian halnya orang wajib mendeduksikan teori-teori eksklusif, memberlakukan pernyataan asumtif yang tadinya dipercaya generik atau luas sifat kebenarannya kedalam gejala atau beberapa gejala yg saling dikaitkan secara khusus/sempit. Jawaban yg bersifat dugaan ( yg masih wajib dibuktikan kebenarannya dengan data realitas/lapangan ) itulah hipotesa.

Hipotesa umumnya terdiri berdasarkan dua atau lebih variabel yang dikaitkan satu dengan yg lain ( dikorelasikan, dicari hubungan kausalitasnya, dibandingkan, dst )

Contoh hipotesa : 
“ perilaku a-politis generasi muda perkotaan lebih tinggi dibandingkan menggunakan sikap a-politis generasi belia pedesaan “

contoh hipotesa pada atas mengandung dua variabel
(a) Sikap a-politis generasi belia perkotaan, dan 
(b) Sikap a-politis generasi muda pedesaan.

Kedua variabel ini hendak dibandingkan dan diduga yg pertama lebih tinggi dibanding yg kedua. Tetapi buat bisa dibandingkan maka konsep utama pada variabel harus diberi arti spesifik, yakni menggunakan memilih aspek tertentu sebagai akibatnya menaruh peluang untuk pengukuran dan kategorisasi. Inilah yg disebut operasionalisasi. 

Suatu variabel tak jarang kedapatan mengandung poly konsep, serta seluruh konsep selayaknya didefinisikan secara spesifik, yakni menggunakan memilih aspek-aspek eksklusif berdasarkan suatu konsep.

Konsep pokok pada variabel-variabel misalnya dicontohkan di atas merupakan sikap a-politis. Sikap a-politis misalnya didefinisikan menjadi kesamaan perasaan nir senang atau tidak tertarik pada masalah-masalah politis yg akan dicermati/diukur dari ( sebagian, semua, atau masih akan ditambah lagi ) penggunaan media massa ( rubrik, program apa yg paling diminati ), kegiatan diluar bangku kuliah/sekolah ( menjadi anggota,ikut menyumbang, duduk pada kepengurusan organisasi yg punya aset terhadap pengambilan keputusan politis dsb.

Setelah terdapat operasionalisasi konsep/variabel maka peneliti bisa pulang ke lapangan guna mengumpulkan data. Data direkam/dicatat kemudian diproses buat kemudian dianalisis.

Dalam penelitian kuantitatif, data berupa kuantum ( bilangan ), yakni memilih intensitas serta atau ekstensitas menurut gejala yg diamati. Lantaran data lebih poly adalah sapta, maka peneliti sering kali berfikir mengenai satuan-satuan buat memilih intensitas dan ekstensitas tadi : usia berapa tahun, tiba kedap berapa kali, menyumbang berapa rupiah untuk organisasi serta atau mengongkosi kegiatan-kegiatan yang memiliki keterkaitan dengan politik dsb.

Dalam pengolahan data, maka duduk perkara utama merupakan mentransformasikan jawaban responden ( kalau yang diteliti kebetulan adalah manusia entah individu atau grup ) ke dalam bentuk tabel-tabel atau grafik. Dengan memperhatikan ukuran-berukuran bagi kategorisasi yang dibentuk peneliti bisa memasukkan responden mana masuk dalam kategori mana.

Analisis data dalam pada itu adalah membaca kecenderungan angka-nomor atau tepatnya data-data yg ada. Dalam hubungan ini sangat mungkin peneliti membutuhkan teknik analisis statistik, terutama untuk mengetahui ada atau tidaknya keterkaitan suatu variabel menggunakan variabel lainnya tadi ( terdapat korelasinya nir, ada perbedaannya atau nir, apakah variabel sebagai penyebab keluarnya variabel y atau tidak, dsb ).

Hasil analisis inilah sebenarnya temuan-temuan penelitian, yakni setalah peneliti menafsirkannya dengan cara menampakan konsekuensi-konsekuensi berdasarkan hasil analisis. Termasuk disini merupakan : jawaban apa atas perkara penelitian, hipotesa diterima atau ditolak pada taraf signifikasi eksklusif, teori-teori mana yang mendapat penguatan serta teori-teori mana yg ditambah. Dengan istilah lain penegasan-penegasan apa yang sanggup dibentuk, saran-saran apa yang bisa dikemukakan dst. Temuan-temuan ini, terutama yg berupa proposisi-proposisi akan bermakna kontributif bagi pengembangan ilmu khususnya khazanah ilmu.

Setelah peneliti mempunyai topik atau problem eksklusif buat duteliti, maka tahap yang wajib segera dilakukan berikutnya adalah menyusun pertanyaan-pertanyaan buat kepentingan ini peneliti memperhatikan betul penekanan dari minat sebenarnya yang hendak diteliti. Sesudah ini peneliti lalu pulang ke lapangan buat mengumpulkan data. Karena penelitian kualitatif umumnya bersifat deskriptif, yakni berusaha hendak melukiskan tanda-tanda atau interaksi tanda-tanda-tanda-tanda yang dijumpai pada masyarakat yg diteliti ‘ sekarang ‘ maka pertanyaan lebih poly ‘ bagaimana ‘. Ketika peneliti mulai melakukan observasi dilapangan inilah peneliti mulai mengetahui pertanyaan-pertanyaan apa yg benar-sahih relevan dengan maksud serta tujuan penelitian serta mana yang nir relevan. Dari sini peneliti sanggup merubah, membuang, menambah pertanyaan penelitian yg pada aneka macam hal sebenarnya ini adalah defleksi berdasarkan proposal yang telah dibentuk.

Yang unik dalam penelitian kualitatif adalah ketidak terpisahan antara pengumpulan data, pengolahan data, dengan analisis data. Artinya data diolah serta dianalisis tanpa menunggu terkumpulnya semua data. Pengolahan / penyusunan data serta analisis data dilakukan sammbil terus melakukan pengumpulan data yg karena itu peneliti mempunyai kesempatan buat terus-menerus memperbaiki/menyempurnakan pertanyaan-pertanyaan. Dalam proses melingkar begini peneliti malahan disarankan untuk terus jua menjelajahi literatur yang relevan dengan dilema-problem yg dihadapi. Hal ini krusial untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan misalnya ; apa yang telah ditemukan oleh peneliti lain berkenaan dengan masalah-masalah yg sekarang sedang diteliti. Apa yang sudah diabaikan pada literatur ? Bagaimana peneliti berbeda perspektif menggunakan penulis/peneliti lain sebagaimana kelihatan dalam literatur yg dibaca ? Hal-hal ini justru akan sangat berarti waktu peneliti hendak menuliskan atau menegaskan temuan-temuannya. Dengan istilah lain, hasil penelitian orang lain ( penulisan etnografik ) sangat kontributif sepanjang penelitian masih pada proses. Dan proses penelitian siklis begini akan kelihatan kentara bahwa peneliti sangat dituntut untuk sesnantiasa mengulang/memperbaharui pertanyaan-pertanyaan, mengumpulkan data, memasak data, menganalisis data sekaligus sambil terus jua memeriksa literatur-literatur – sesuatu yg tak terjadi dalam penelitian kuantitatif. Kegiatan atau proses ini akan berhenti dalam titik eksklusif, yakni ketika peneliti telah merasa cukup memperoleh atau mencapai tujuan-tujuannya.

Dalam hal demikian output penelitian berupa laporan akan merupakan sumbangan pada khazanah keilmuan khususnya penulisan etnografi.

Dari pemaparan ke 2 struktur logika penelitian misalnya di atas, kita kemudian dapat melihat beberapa disparitas diantara keduanya ( kualitatif & kuantitatif ) sbb :
No

Perihal

Kuantitatif

Kualitatif

1.
Peran penelitian
Sebagai persiapan/pendahuluan
Sangat bermanfaat buat eksplorasi interpretasi
2.
Hubungan peneliti menggunakan subjek
Memiliki jarak
Dekat
3.
Posisi peneliti
Outsider
Insider
4.
Hubungan teori/konsep dengan penelitian
Konfirmasi
Urgan, menampilkan pandangan baru
5.
Strategi penelitian
Terstruktur
Tidak
6.
Cakupan temuan
Dalil/aturan-aturan/perkiraan teoritis
Ideografik (keadaan kekinian)
7.
Kesan empiris sosial
Statis serta tak ditentukan aktor-aktor
Sbg. Proses pada tentukan sang aktor-aktor
8.
Keadaan/sifat data
Sukar dibuat penetrasi
Kaya, mendalam shg. Nampak substantif
Dipetik menurut : Bryman,Alan ( 1988, hal 94 )