PENGERTIAN JENIS DAN CONTOH KATA TUGAS KATA DEPAN KONJUNGSI KATA SERU KATA SANDANG DAN PARTIKEL

Pengertian Kata Tugas
Kata tugas merupakan kelas istilah tertutup selain verba,adjektiva, adverbia, dan nomina. Kata tugas adalah kata yg nir dapatmembentuk kata lain dengan proses afiksasi. Kata tugas hanya memiliki maknagramatikal, nir memiliki makna leksikal.

Contoh kata tugas antara lain merupakan dan, ke, karena, dan dari. Masing-masingkata tersebut bisa bermakna apabila digunakan dalam konteks kalimat. Tidakdapat dilekati imbuhan misalanya mengarena* ini merupakan bentuk taksa tidakditerima.


Jenis-jenis/KlasifikasiKata Tugas

Berdasarkan peranannya dalam frasa atau kalimat, istilah tugasdapat dikelompokkan sebagai 5 jenis yaitu: preposisi, konjungtor(konjungsi), interjeksi, artikula, serta partikel penegas.



Berikut ini penjelasannya

1. Preposisi atauKata Depan

Dilihat menurut segi semantis, prepsisi menandai hubungan maknaantara konstituen pada depannya menggunakan konstituen pada belakangnya.  Contoh dalam frasa pergi ke pasar. Preposisi kemenyatakan interaksi antara pasar dan pergi.

Dilihat menurut segi sintaksisnya, preposisi berada pada depannomina, adjektiva, atau adverbia sebagai akibatnya dpat terbentuk frasa yg dinamakanfrasa preposisional seperti ke pasar,hingga penuh, dengan sempurna.


Diliahat menurut segi bentuknya, kata depan ada 2 maacam yaitupreposisi tunggal dan kata depan beragam. Preposisi tunggal merupakan  preposisi yg terbentuk berdasarkan satu istilah,ad interim kata depan beragam terbentuk dari adonan kata.


2. Konjungtor atauKonjungsi atau Kata Sambung

Konjungtor atau kata sambung adsalah kata tugas yangmenghubungkan dua satuan bahasa yang keduanya setara (sederajat), yaitu antarakata dengan kata, frasa menggunakan fras, atau klausa dengan klausa.

Contoh Konjungtor dalam Kalimat
-Ali danToni sedang belajar matematika di tempat tinggal .
-Tim Ahli Indonesia serta utusan negara tetangga sedang berunding pada Bali.
-Mahasiswa ingin berdialo tetapi idenya dianggap nir praktis buat diterapkan.
-Saya mau pergi kalau pekerjaan rumah telah terselesaikan.

Kata karena; sehabis;sejak; sebelum; dan penanda yg sejenis sanggup termasuk pada preposisisekaligus jua termasuk dalam konjungtor. Bergantung pada konteks  penggunaannya


3. Interjeksi atauKata Seru

Interjeksi atau kata seru adalah istilah tugas yang berfungsiuntuk membicarakan rasa hari pembicara. Untuk memperkuat rasa hari pembicarayang sedang merasa sedih, kagum, heran, kagum, serta jijik, orang memakaikata-kata eksklusif buat lebih menegaskan pernyataannya.

Misalnya kalimat cantiksekali wanita itu. Bisa diungkapkan dengan disertai istilah seru atauinterjeksi, Aduh, anggun sekali wanitaitu!


Beberapa contoh istilah interjeksi adalah: bah, cih, cis, wow, brengsek, buset, aduh, oh, astaga, hai, halo, nah, danalhamdulillah.




4. Artikula

Artikula adalah  katatugas yang berfungsi buat membatasi makna nomina. Nominan yg awalnya mengacupada referen tidak terbatas, deng diberi artikula menjadi bermakna terbatas.ada 3 jenis artikula pada bahasa Indonesia yaitu: artikula yan bersifatgelar; artikula yg mengacu dalam makna kelompok; dan artikula yangmenominalkan.

Contoh istilah yg termasuk pada artikula adalah sebagaiberikut:
Sang

Si

Para

Yang




5. Partikel Penegas

Kategori partikel penegas meliputi kata yg tidak mengikutidan nir mengalami perubahan bentuk. Partikel penegas hanya berfungsi untukmenampilkan kata yang diiringinya. Ada empat macam partikel penegas yaitu:-kah; -lah; -tah; dan pun. Tiga partikel pertama yaitu –kah, -lah, -tah adalah partikel yang bersifat klitika. Yangdimaksud menggunakan klitika adalah inheren (tanpa spasi) menggunakan kata sebelumnyaketik digunakan pada bentuk tulis.

Contoh penggunaan partikel pada kalimat:
-Bagamanakah penggunaan partikel dalam kalimat?
-Cobalah ikut memikirkan keadaan mereka!
-Apatah adalah hayati apabila tanpa dirimu?


Baca: PenjelasanLengkap tentang Partikel Penegas

PENGERTIAN JENIS DAN CONTOH PENGGUNAAN KATA SERU INTERJEKSI

PengertianInterjeksi, Jenis Interjeksi, Contoh Kalimat Interjeksi atau Kata Seru

Interjeksi atau kataseru merupakan kata tugas yang digunaan buat menyampaikan rasa hati atauperasaan pembicara. Untuk memperkuat perasaan yang sedang dialami, misalnyarasa kagum, rasa heran, murung , atau jijik, orang menggunakan istilah tertentu disamping kalimat yg mengandung  maknapokok yg dimaksud.




Untuk menyatakan betapa anggunnya seseorang yang memekaipakaian baru, misalnya kita tidak hanya mengatakan, “Anggun sekali kau malam ini”,tapi kita awali dengan istilah seru (interjeksi) aduh yang menyampaikan perasaan. Maka kalimatnya menjadi, “Aduh,manis sekali kau malam ini.”

Di samping interjeksi yang orisinil, pada bahasa Indonesia jugaada interjeksi yg dari menurut bahasa asing. Keduanya (menurut kata seru aslibahasa Indonesia maupun yang berdasarkan bahasa asing) umumnya dipakai di awalkalimat dan dalam penulisannya diikuti tanda baca koma.

Secara struktural kata seru tidak bertalian degnan unsurkalimat yang lain (tidak termasuk subjek, predikat, atau objek, ataupun yanglain.). Menurut bentuknya, terdapat interjeksi yang berupa istilah dasar ada jua yangberbentuk turunan. Interjeksi bisa dikelompokkan sebagai 10 jenis yangpembagiannya didasarkan pada makna dan ungkapan yang terkandung di dalamnya.

Berikut kesepuluh jenis interjeksi tadi:

1. Interjeksi kejijikan: bah,cih, cis, ih, idih.

Contoh kalimat:
-Bah, pergikau menurut rumah ini!
-Cih, dasar tidak tahu membuat malu bisanya cuma mengemisbelas kasihan orang!
-Ih, gigimusudah ompong itu!
-Cis, muakaku melihat wajahmu!
-Idih, kausuka mengada-ada

2. Interjeksi kekesalah: brengsek,sialan, buset, keparat

Ini bisa jua disebut dengan interjeksi umpatan.
Contoh Kalimat:
-Brengsek, sudahmalas maunya gaji tinggi.
-Sialan, barumasuk jalan raya sudah kena tilang.

3. Interjeksi kekaguman atau kepuasan: aduhai, amboi, asyik.

Contoh kalimat:
-Aduhai, indahnyapemandangan di sini!
-Amboi, akhirnyasampai pula aku menggunakan selamat!
-Asyik, nikmatnyakita duduk pada pantai nan latif ini!

4. Interjeksi kesyukuran: syukur, alhamdulillah, puji ilahi.

Contoh dalam kalimat:
-Syukur, anakkita dapat bersekolah di tempat itu!

-Alhamdulillah,anak seluruh seluruh sanggup lulus!


Bentuk syukur jugabiasa ditulis (diucapkan) syukurlah.


5. Interjeksi asa: insyaallah.
Contoh kalimat:
-Insyaallah,saya akan tiba dalam acara itu.


6. Interjeksi keheranan: aduh,aih, ai, lo, duilah , eh, oh, ah.

Contoh kalimat:
-Aduh, kalaubegini mampu mati kita!
-Ai, kurusnyakau ini!
-Lo, kamukok terdapat di sini!
-Duilah, begitusaja marah! (Bisa pula diucapkan: duileh).

7. Interjeksi kekagetan: astaga,astaghfirullah, masayaallah

Contoh kalimat:
-Astaga, alangkahmahalnya biayanya!
-Astagfirullah, seluruh penumpangnya mati!
-Masyaallah,pamanmu masih mengulangi perbuatannya?

8. Interjeksi ajakan: ayo, mari
Contoh kalimat:
-Ayo, kitaberangkat sekarang!
-Mari, jangansungkan ikut makan beserta kami!

9. Interjeksi panggilan: hi,he, eh, halo

Contoh kalimat:
-Hai, kapankamu datang?
-He, dimana bapakmu?
-Halo, lagisibuk apa kini ?

10. Interjeksi simpulan: nah

Contoh kalimat:
-Nah, untungnyakita masih punya dana cadangan buat itu.

Beberapa interjeksi yg orisinil Indonesia adalah:
-Aduh
-Nah
-He
-Idih
-Cis
-Mari

Beberapa interjeksi yg serapan dari bahasa asing adalah:
-Alhamdulillah
-Masyaallah
-Astagfirullah
-Insyaallah
-Halo
-Wow

Empat interjeksi awal menurut daftar pada atas merupakan interjeksi(istilah seru) serapan berdasarkan bahasa Arab. Sementara interjeksi atau kata seru halo, dan wow adalah kata seru yg diserap menurut bahasa Inggris.

Mengingat interjeksi lebihbanyak digunakan dalam ragam lisan pada dialog penulisan interjeksi punsangat bervariasi. Misalnya istilah wow jugaditulis: woow, wau, waw, waowww, danlain sebagainya.

Begitu juga dengan halodan interjeksi lain. Untuk menerangkan ‘sangat’ umumnya penulisan hurufvokal ditambah untuk menerangkan kesan yang ‘sangat’. Misalnya ditulis: alhamdulillaaaaaah, haloooo, haiiii,idiiiiih, aduuuuh. Dan seterusnya.

Sekali lagi, karena interjeksi atau istilah seru digunakanuntuk menunjukkan perasaan, penambahan dan variasi penulisan yg sangatberagam. Semuanya bertujuan buat lebih sesuai pada pengungkapan perasaan.

Pada bahasa tulis yang tidak merupakan dialog, khususnyayang bersifat formal, interjeksi atau istilah seru jarang dipakai.
Silahkan download serta baca penjelasan kata tugas yg lain. Klik tautan ini!

PENGERTIAN TENAGA KEPENDIDIKAN PROFESIONAL

Pengertian Tenaga Kependidikan Profesional 
Tenaga kependidikan dalam beberapa kepustakaan diklaim dengan nama atau kata yg berbeda-beda. Sutisna (1983) menyebut dengan kata personil, Engkoswara (1987) menyebut dengan istilah sumber daya insani, Wijono (1989) menyebut menggunakan kata ketenagaan sekolah, Harris, dkk (1979) menyebut menggunakan kata personel, lalu Makmun (1996) menyebut dengan istilah energi kependidikan, sedangkan kalau melihat Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1992 yg mengatur mengenai energi kependidikan di Indonesia, serta Undang-undang RI. No. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional menyebutnya dengan kata tenaga kependidikan. 

Dari banyak sekali kata yg berkaitan menggunakan tenaga kependidikan tersebut secara konseptual dan teoritik semuanya memang benar pada arti bisa diterima, lebih-lebih istilah energi kependidikan yang memiliki landasan hukum, yaitu Undang-undang RI. No. 20 Tahun 2003 sepertinya akan lebih sempurna. Namun perlu diketahui bahwa pada manajemen pula dikenal serta digunakan istilah secara lebih generik, yaitu kata sumber daya manusia. Kemudian dalam kaitannya dengan goresan pena di kitab ini, maka kata yang digunakan barangkali serta bisa jadi istilah-kata tadi akan digunakan secara silih berganti, karena pada dasarnya merupakan sama saja.

Persoalannya yg timbul serta perlu dibahas merupakan siapakah yang dimaksud menggunakan tenaga kependidikan. Menurut ketentuan generik Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional khususnya pasal 1 (lima) tenaga kependidikan yang dimaksud merupakan anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat buat menunjang penyelengaraan pendidikan. Dalam pasal 1 (6) tadi jua dijelaskan pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi menjadi pengajar, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, pelatih, fasilitator, dan sebutan yang lainnya yg sinkron dengan kekhususannya, serta partisipasi pada menyelenggarakan pendidikan.

Berdasarkan pada bunyi pasal 1 (lima) dan (6) Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tadi dapatlah diketahui bahwa energi kependidikan tersebut adalah memiliki makna dan cakupan yg jauh lebih luas berdasarkan pendidik. Bisa jadi yg dimaksud termasuk dengan tenaga kependidikan tersebut pada samping pendidik, misalnya pengajar, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, dan fasilitator, adalah pula termasuk kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, pimpinan PLS, penilik, pengawas, peneliti, pengembang bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi asal belajar, penguji serta yang lainnya.

Semua jenis sumberdaya insan atau energi kependidikan tersebut krusial buat dibahas pada kajian ini lantaran sangat bermanfaat tidak saja buat kepentingan pada pengembangan keilmuan atau dalam bidang teoritik akademik, tetapi yg lebih penting merupakan untuk kepentingan mudah pada rangka dapat mengkontribusi aplikasi pengembangan energi kependidikan khususnya kepala sekolah yang dipercaya ideal. Memang demikianlah kenyataannya sumber daya insan tersebut dalam segala fungsi serta kiprahnya sangat penting bagi pencapaian tujuan suatu organisasi termasuk dalam bidang pendidikan. Sebab kebijakan dalam pengelolaan sumbedaya insan yang dilandasi sang suatu persepsi, kajian teori yang galat, dan galat, yg dijadikan dasar pada mengelola seluruh faktor sistem pendidikan lainnya yang berupa uang, material yang melimpah ruah, serta fasilitas yang lengkap tersebut tidak akan sebagai signifikan dan determinan pada mencapai tujuan pendidikan (Weber.1954., Harris, dkk. 1979). Sumberdaya insan akan sangat menentukan keberhasilanya, serta memang agak tidak selaras menggunakan mengelola material yang berupa mesin-mesin atau teknologi yang sophisticated dimana mesin-mesin tersebut walaupun pula menentukan keberhasilan suatu organisasi, tetapi mesin-mesin tadi tidak akan bisa mengeluh, nir mampu melawan perintah, nir akan mangkir pada melaksanakan tugas, nir akan melaksanakan pemogokan, tidak akan terlibat dalam permasalahan-pertarungan seperti insan, nir akan bisa mengajukan tuntutan pemugaran nasib, serta perbuatan-perbuatan negatif yg lainnya (Siagian.1999). Menyadari begitu pentingnya sumberdaya manusia tadi, maka pada penjelasan Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 1992 dijelaskan bahwa tenaga kependidikan merupakan komponen yang determinan serta menempati posisi kunci pada sistem pendidikan nasional. Pengembangan sumberdaya manusia atau tenaga kependidikan yg memiliki kualitas kemampuan yang profesional serta kinerja yg baik, tidak saja akan mengkontribusi terhadap kualitas lulusan yg dihasilkan, melainkan jua berlanjut pada kualitas kinerja dan jasa para lulusan pada pembangunan, yang dalam gilirannya lalu akan berpengaruh pada kualitas peradaban serta martabat hidup masyarakat, bangsa, serta umat manusia pada umumnya. Demikian pula buat lebih bisa memahami kajian mengenai profesi kependidikan ini secara konseptual serta teoritik, lebih empirik serta simpel, maka kajiannya akan difokuskan dalam energi kependidikan tetentu saja, khususnya ketua sekolah saja, lantaran jabatan ketua sekolah tersebut adalah adalah pengembangan jabatan menurut guru. Kepala sekolah menjadi jabatan atau tugas tambahan dari guru cukup menarik buat dibahas karena pada dalam diri ketua sekolah tadi pada samping berfungsi sebagai pendidik pula disebutkan berfungsi menjadi manajer, administrator, supervisor, pemimpin, inovator serta mativator, sehingga jabatan ketua sekolah tersebut acapkali diakronimkan sebagai Emaslim. Dengan mengkhu-suskan penekanan kajiannya dalam kepala sekolah pula akan lebih gampang pada menaruh berbagai gambaran, model-model, pendalaman juga pada pengayaannya. 

Jenis-jenis dan Kualifikasi Tenaga Kependidikan
Dalam uraian serta penjelasan tentang pengertian tenaga kependidikan telah bisa dimengerti secara jelas yang dimaksud menggunakan energi kependidikan tadi adalah anggota rakyat yg mengabdikan diri dan diangkat buat menunjang penyelenggaraan pendidikan misalnya guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, pelatih, serta fasilitator, termasuk kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, pimpinan PLS, penilik, pengawas, peneliti, pengembang bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar, serta yang lainnya. Bahkan bisa jadi pula termasuk semua pengelola yayasan pada forum-forum pendidikan partikelir, serta seluruh pengambil kebijakan pada birokrasi dan stafnya pada tingkat sentra, wilayah provinsi, kabupaten/kota, taraf keca-matan, serta di tingkat desa.

Kalau dilema jenis-jenis energi kependidikan dan energi pendidikan telah tampak dalam pembahasan teruraikan menggunakan sedikit lebih jelas, yang sebagai dilema lebih lanjut adalah kasus bagaimana kualifikasi tenaga kependidikan, khususnya kualifikasi jabatan ketua sekolah tersebut. Secara teoritik dan mengacu sebagaimana lazimnya pada negara-negara maju, maka kualifikasi tenaga kependidikan tadi dapat dibedakan sebagai energi pendidik, energi manajemen kependidikan, energi penunjang teknis kependidikan, energi penunjang administratif kependidikan, tenaga peneliti, pengembang dan konsultan kependidikan (Makmun. 1996., Sanusi. 1990). Dalam tulisan ini akan dicoba dibahas secara ringkas berdasarkan masing-masing kualifikasi energi kependidikan tadi, menggunakan penjelasannya yg lebih difokuskan pada kualifikasi tenaga kependidikan khususnya kepala sekolah. 

Kualifikasi tenaga pendidik merupakan energi kependidikan yg secara fungsional tugas utamanya secara eksklusif memberikan pelayanan teknis kependidikan pada peserta didik. Sesungguhnya pada hubungan ini alam sudah melibatkan semua orang yang melaksanakan tugas pelayanan tersebut termasuk para orang tua pada tempat tinggal , para guru/dosen, pembimbing dan instruktur pada sekolah atau satuan-satuan pendidikan yang lainnya, para pelatih atau fasilitator, pamong belajar dalam pusat-pusat atau balai pembinaan serta kursus-kursus, para pembina dan pembimbing pada banyak sekali serikat atau sanggar atau pedepokan dan organisasi yang melatih serta membimbing keterampilan seni dan budaya, para ustadz serta pembina di pondok pesantren serta majelis-majelis taklim atau pengajian pada surau serta langgar, para penyiar TV serta Radio yg mengasuh acara dan mimbar kependidikan, para penulis artikel dimedia cetak seperti majalah, koran, jurnal, kitab bacaan, kitab pelajaran yang mengandung muatan atau nuansa kependidikan, para penyuluh lapangan di bidang kesehatan/KB, hukum, pertanian dan sebagainya yang diselengarakan oleh pemerintah juga oleh masyarakat. Pelaksanaan tugas pelayanan kependidikan tersebut bisa secara tatap muka secara langsung di kelas atau melalui TV, sistem belajar jarak jauh, secara korespondensi, serta aneka macam bentuk komunikasi lainnya. Namun demikian perlu disadari bahwa perkara kualifikasi akademik energi pendidik tadi adalah diatur oleh undang-undang atau peraturan-peraturan. Oleh karena itu, kalau diperhatikan pasal 9 undang-undang guru bisa diketahui bahwa kualifikasi akademik seorang guru diperoleh melalui pendidikan tinggi acara sarjana, atau diploma empat (D4). Sementara itu kalau diperhatikan pasal 42 (dua) undang-undang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pendidikan formal pada jenjang usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, kualifikasi akademik seseorang guru haruslah berlatar belakang pendidikan tinggi dan didapatkan sang perguruan tinggi. Demikian pula pada PP No. 19 tahun 2005 dalam pasal 29 (2) disebutkan bahwa pengajar SD/MI/SDLB wajib berpendidikan S1 atau D4 bidang PGSD, psikologi, atau pendidikan lainnya. Kemudian dalam pasal yang sama ayat tiganya disebutkan bahwa guru Sekolah Menengah pertama/MTs/ SMPLB wajib berpendidikan S1 atau D4 dengan progam studi yang sinkron menggunakan mata pelajaran yang diajarkan. Dari bunyi ketentuan-ketentuan yg diatur dalam undang-undang dan peraturan pemerintah tadi, sepertinya kualifikasi pengajar misalnya menuntut suatu persyaratan kualifikasi pendidikan seseorang guru tersebut merupakan sama, yaitu lulusan pendidikan tinggi S1 atau D4. Namun demikian bila makna suara pasal-pasal yang diatur serta terdapat dalam undang-undang sistem pendidikan nasional, undang-undang pengajar, serta PP No. 19 tahun 2005 dirunut dan disenergikan dapat disimpulkan bahwa buat sebagai guru pada Indonesia haruslah minimum berpendidikan S1 atau D4 berdasarkan program studi yang relevan, misalnya untuk sebagai guru taman kanak-kanak dipersyaratkan harus lulusan pergruan tinggi S1 atau D4 PAUD/ PGTK/Psikologi/kependidikan lainnya. Seseorang buat dapat diangkat menjadi pengajar Sekolah Dasar/MI/SDLB dipersyaratkan wajib lulusan perguruan tinggi acara S1 atau D4 PGSD/ Psikologi/Kependidikan lainnya. Untuk menjadi guru Matematika Sekolah Menengah pertama/MTS/ SMPLB atau Sekolah Menengah Atas/MA/SMK/SMALB dipersyaratkan lulusan perguruan tinggi program S1 atau D4 Matematika atau Pendidikan Matematika. Persyaratan kualifikasi pendidikan minimum bagi pengajar ini adalah suatu lompatan yg cukup signifikan dalam upaya menaikkan kualitas pendidikan di negara kita (Samani, dkk. 2006). 

Kualifikasi tenaga manajemen kependidikan, adalah tenaga kependidikan yang secara fungsional melakukan layanan secara nir pribadi kepada energi teknis kepen-didikan, tetapi melakukan merancang serta merencanakan, mengorganisasikan dan mem-berikan pimpinan, mengkoordinasikan serta mengendalikan, memonitor serta mengawasi, mengevaluasi dan menindaklanjuti, dan menggariskan kebijaksanaan semua kegiatan penyelenggaraan pengelolaan acara aktivitas kependidikan pada semua jenjang tataran sistem pendidikan mulai tingkat struktural pusat, regional atau daerah, hingga pada tingkat operasional. Sehubungan fungsi energi manajemen tersebut, maka yg sanggup dimasukkan sebagai tenaga manajemen kependidikan merupakan: para perencana pendidikan, para pimpinan struktural dari tingkat sentra hingga taraf operasional kependidikan, para pimpinan atau pengelola, para ketua sekolah, penilik dan pengawas, penilai dan penguji pendidikan, para penghasil kebijakan atau keputusan. 

Kualifikasi energi penunjang teknis kependidikan, merupakan tenaga kependidikan yg secara fungsional tugas utamanya menyiapkan kelengkapan wahana dan fasilitas teknis kependidikan berikut menaruh pelayanan teknis pemanfaatannya dalam menjamin kelangsungan dan kelancaran proses pendidikan. Sehubungan menggunakan fungsi tenaga penunjang teknis yg dimaksudkan adalah mencakup seperti teknisi sumber belajar di bengkel atau workshop, laboran pada laboratorium, pustakawan di perpustakaan, instalator di instalasi, teknisi sumber belajar pada studio, teknisi sumber belajar pada PSB, dan sebagainya.

Kualifikasi energi penunjang administrasi kependidikan, energi kependidikan yang secara fungsional tugas utamanya mengadakan serta menyiapkan sarana serta prasarana kependidikan dan menaruh layanan jasa administratif pada pihak tenaga manajemen, atau kepemimpinan pendidikan, serta tenaga teknis fungsional, dan penunjang teknis kependidikan sesuai dengan kepentingannya. Siapa yang dimaksudkan menggunakan tenaga penunjang admistratif kependidikan ini, diantaranya bisa disebut seperti tenaga admi-nistratif birokrasi, ketatausahaan perkantoran kependidikan.

Kualifikasi energi peneliti, pengembang, serta konsultan kependidikan, merupakan tenaga kependidikan yang secara fungsional tugas utamanya nir terlibat secara eksklusif pada teknis layanan kependidikan, manajemen kependidikan, layanan penunjang teknis pendidikan, dan kepada energi penunjang administratif kependidikan, namun hanya menyiapkan banyak sekali perangkat informasi dan data yang relevan dan dapat dipertanggung jawabkan serta memberikan jasa pelayanan informal serta konsultansi pada seluruh pihak yang berkepentingan dengan kependidikan, khususnya mereka yang bertugas dan bertang-gunjawab serta terlibat dengan penyelengaraan, pengelolaan serta pembuatan keputusan mengenai kependidikan. Keberadaan jenis ketenagaan kependidikan ini idealnya tersedia pada semua jenjang tataran sistem kependidikan khususnya pada perguruan tinggi. Dengan demikian selayaknya dalam suatu perguruan tinggi khususnya perguruan tinggi yang menangani bidang kependidikan memiliki aneka macam sentra penelitian, banyak sekali sentra pengembangan, maupun banyak sekali pusat atau unit konsultansi.

Berdasarkan pada uraian mengenai aneka macam jenis kualifikasi tenaga kependidikan tersebut kentara kepala sekolah merupakan termasuk energi kependidikan yg memiliki kualifikasi menjadi tenaga manajemen pendidik, lantaran secara fungsional melakukan layanan secara tidak langsung kepada energi teknis kependidikan, merancang serta merencanakan, mengorganisasikan dan menaruh pimpinan, mengkoordinasikan dan mengendalikan, memonitor dan mengawasi, mengevaluasi dan menindaklanjuti, dan menggariskan kebijaksanaan semua aktivitas penyelenggaraan pengelolaan acara kegiatan kependidikan pada taraf persekolahan. Sehingga pada pada Peraturan Pendidikan Nasional No. 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah diatur sebagai berikut, buat dapat seseorang guru diberikan tugas tambahan sebagai ketua sekolah merupakan seseorang guru apabila sudah memenuhi persyaratan kualifikasi secara umum, dan kualifikasi khusus ketua sekolah. Persyaratan kualifikasi generik yang dimaksudkan adalah menjadi berikut: (a) memiliki kualifikasi akdemik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kepen-didikan atau nonkependidikan dalam perguruan tinggi yang terakreditasi, (b) dalam ketika diangkat sebagai kepala sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun, (c) mempunyai penga-halaman mengajar sekuarang-kurangnya 5 tahun menurut jenjang sekolah masing-masing, kecuali di TK/Raudhatul Athfal (Taman Kanak-kanak/RA) memiliki pengalaman mengajar sekuang-kurangnya tiga tahun pada Taman Kanak-kanak/RA, dan (d) mempunyai pangkat serendah-rendahnya III/C bagi pegawai negeri sipil bagi non-pegwai negeri sipil disetarakan menggunakan kepangkatan yg dimuntahkan oleh yayasan atau forum yang berwewenang. Kemudian persyaratan kualifikasi khusus yang harus dipenuhi oleh seseorang guru untuk dapat diangkat menjadi kepala sekolah tersebut sangan tergantung dalam jenis dan jenjang persekolahan tadi, maka barangkali sebagai contoh dapat dikutifkan persyaratan kualifikasi khusus Kepala SMA/Madrsah Aliyah (SMA/MA) adalah sebagai berikut: (1) bersetatus menjadi pengajar SMA/MA, (2) memiliki sertifikat pendidik menjadi guru SMA/MA, dan (3) memiliki sertifikat kepla sekolah Sekolah Menengah Atas/MA yg diterbitkan oleh forum yg ditetapkan pemerintah. Dengan adanya jabatan ketua sekolah merupakan tugas tambahan dari guru, maka secara fungsional tugas kepala sekolah masih permanen menjadi energi kependidikan kualifikasi pendidik, dalam arti secara langsung jua menaruh pelayanan teknis kependidikan kepada siswa, dan sebagai tenaga manajemen pendidikan melakukan layanan secara nir eksklusif pada energi teknis kependidikan, merancang dan merencanakan, mengorganisasikan dan memberikan pimpinan, mengkoordinasikan serta mengendalikan, memonitor dan mengawasi, mengevaluasi dan menindaklanjuti, dan menggariskan kebijaksanaan semua aktivitas penyelenggaraan pengelolaan acara kegiatan kependidikan dalam tingkat persekolahan. Jadi pada jabatan kepala sekolah tadi termasuk dua kualifikasi yaitu sebagai kualifikasi tenaga manajemen pendidikan dan energi pendidik. Untuk ketua sekolah sebagai kualifikasi energi manajemen pendi-dikan dalam tugas tambahan kepala sekolah akan dibahas secara lebih teoritikal, lebih pada, dan lebih luas pada pembahasan bab-bab berikutnya. Sedangkan kepala sekolah sebagai kualifikasi energi pendidik akan dibahas pada uraian selanjutnya.

Kepala Sekolah Sebagai Pendidik
Di dalam uraian tentang jenis serta kualifikasi energi kependidikan telah dijelaskan bahwa kepala sekolah merupakan jabatan tugas tambahan, dan di sisi lain secara teoritik juga fungsional kepala sekolah jua disebutkan termasuk tenaga pendidik. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 yang mengatur mengenai Sistem pendidikan Nasional pada pasal 39 (dua) berbunyi pendidik merupakan tenaga profesional yg bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembim-bingan serta pembinaan, dan melakukan penelitian dan darma pada rakyat, terutama bagi pendidik dalam perguruan tinggi. Kemudian pada Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dalam pasal 1 (1) berbunyi pengajar merupakan pendidik professional dengan tugas primer mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai serta mengevaluasi siswa pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, serta pendidikan menengah. Dengan demikian melihat posisi kualifikasi ketua sekolah sebagai tenaga manajemen pendidikan dan tenaga pendidik, maka ketua sekolah jua melaksanakan tugas menjadi pendidik, yaitu mendidik. Mendidik berdasarkan Wahjosumidjo (2008) diartikan memberikan latihan mengenai akhlak dan kecer-dasan pikiran sehingga pendidikan dapat diartikan sebagai proses pengubahan perilaku dan tata laku seseorang atau sekelompok orang pada usaha mendewasakan manusia melalui upaya pedagogi dan latihan. Demikian jua dalam perkembangan selanjutnya istilah pendidikan dipersamakan dengan istilah-kata pengajaran. 

Berdasarkan pada pengertian pendidikan tersebut memberikan indikasi bahwa proses pendidikan di samping secara khusus dilaksanakan melalui sekolah, dapat juga diselenggarakan pada luar sekolah, yaitu keluarga serta rakyat. Lebih jauh bisa pula dipahami bahwa seseorang pendidik tersebut harus sahih-benar mengetahui teori-teori dan metode pada pendidikan tersebut. Kepala sekolah menjadi seorang pendidik harus mampu menanamkan, memajukan serta menaikkan paling nir empat macam nilai, yaitu: (1) nilai mental, nilai yg berkaitan menggunakan sikap bathin serta tabiat insan, (2) nilai moral yang berkaitan menggunakan hal-hal ajaran baik dan buruk tentang perbuatan, perilaku serta kewajiban atu moral yang diartikan sebagai ahklak, budipekerti, serta kesusilaan, (3) nilai fisik hal-hal yang berkaitan menggunakan kondisi jasmani atau badan, kesehatan atau penampilan manusia secara lahiriah, dan (4) nilai artistik yang berkaitan dengan kepekaan insan terhadap seni serta estetika. 

Kepala sekolah sebagai pendidik juga harus memperhatikan 2 konflik utama, yaitu pertama merupakan sasarannya, serta yang ke 2 adalah cara dalam melaksanakan perannya menjadi pendidik. 

Ada tiga gerombolan yang menjadi target berdasarkan ketua sekolah dalam melaksanakan tugas mendidiknya, yaitu pertama merupakan peserta didik atau anak didik, yang ke 2 adalah pegawai administrasi, serta yg ketiga adalah guru-pengajar. Ketiga kelompok ini menjadi sasaran pada pendidikan yg dilakukan sang ketua sekolah. Ketiga kelompok tersebut antara grup yang satu menggunakan gerombolan yang lainnya mempunyai perbedaan-disparitas yg sangat prinsip, yang secara generik dapat ditinjau pada banyak sekali gejala serta konduite yg ditunjukannya misalnya misalnya dalam tingkat kematangannya, latar belakang sosial yang tidak sinkron, motivasi yang berbeda, taraf kesadaran pada bertanggungjawab, dan lain sebagainya. Konsekwensi menggunakan adanya disparitas-disparitas tersebut adalah kepala sekolah di pada melaksanakan tugas mendidikanya dalam rangka menanamkan (1) nilai mental, nilai yang berkaitan menggunakan perilaku bathin serta tabiat insan, (dua) nilai moral yang brkaitan dengan hal-hal ajaran baik serta jelek mengenai perbuatan, sikap dan kewajiban atu moral yang diartikan sebagai ahklak, budipekerti, dan kesusilaan, (tiga) nilai fisik hal-hal yg berkaitan dengan kondisi jasmani atau badan, kesehatan atau penampilan insan secara lahiriah, dan (4) nilai artistik yang berkaitan menggunakan kepekaan insan terhadap seni serta estetika, pula seharusnya dengan menggunakan cara atau pendekatan yang berbeda-beda terhadap setiap target didiknya, tidak mampu dilakukan dengan pendekatan dan strategi yang sama.

Berbagai pendekatan yang sanggup dipakai oleh ketua sekolah terhadap kelompok sasaran dalam melaksanakan pendidikan atau mendidik muridnya, staf pegawai adminis-trasi, dan pengajar-gurunya. Pertama dengan memakai pendekatan atau taktik persuasi. Persuasi yg dimaksudkan pada sini adalah mampu meyakinkan secara halus sehingga para siswa, staf pegawai administrasi dan pengajar-guru konfiden akan kebenaran, merasa perlu serta menduga krusial nilai-nilai yang terkandung pada nilai-nilai aspek mental, moral, fisik, serta estetika ke pada kehidupan mereka. Persuasi bisa dilakukan secara individu juga secara grup.

Kedua dengan pendekatan dan setrategi keteladanan, adalah hal yg patut, baik dan perlu untuk dicontoh yg disampaikan oleh kepala sekolah melalui perilaku, perbuatan, perilaku termasuk penampilan kerja serta penampilan fisik. 

Sudah tentunya ketua sekolah pada memakai pendekatan dan strategi persuasi serta keteladanan terhadap muridnya, staf pegawai, dan pengajar-pengajar tadi harus tetap berpijak dan menghormati kebiasaan-kebiasaan dan etika-etika yg berlaku dimasyarakat khususnya di global pendidikan. Secara lebih khusus bagaimana ketua sekolah seharusnya memperlakukan muridnya atau anak didiknya. Kepala sekolah sebaiknya harus memahami bahwa pengertian pendidikan tadi tidak hanya semata-mata diberikan pengertian sebagai proses mengajar saja, tetapi jua adalah menjadi bimbingan, serta yang lebih penting juga merupakan bagaimana pada mengaplikasikannya proses bimbingan tadi. Tampaknya pada interaksi dengan pemaknaan terhadap bimbingan tadi tidak bisa dilepaskan berdasarkan pengertian pembimbingan yg dikemukakan sang Ki Hajar Dewantara dalam sistem amongnya. Tiga kalimat padat yang terkenal dalam sistem among tersebut merupakan ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karsa, dan tut wuri handayani. Ketiga kalimat tersebut memiliki arti bahwa pendidikan wajib bisa memberi model, wajib bisa memberikan pengaruh, dan harus dapat mengendalikan peserta anak didiknya (Soetjipto dan Raplis Kosasi, 1999). Sebagai ketua sekolah wajib bisa membentuk dan menum-buhkan kodisi yg aman yang dapat memberi dan membiarkan anak didiknya menuruti talenta dan kondratnya ad interim ketua sekolah memperhatikannya, dan mem-pengaruhinya pada arti mendidiknya dan mengajarnya. Dengan demikian membimbing mengandung arti pada bersikap memilih ke arah pembentukan kemana murid mau dibawa atau ke arah tujuan pendidikan.

Kepala sekolah menjadi seorang pemimpin pada sekolah harus bersikap positif terha-dap guru-pengajar dan pegawai administrasi lainnya pada melaksanakan tugasnya untuk pencapai tujuan sekolahnya. Kepala sekolah dituntut mampu buat bisa kerjasama, mam-pu buat memberi arahan, serta memberi petunjuk, kepala sekolah diperlukan jua bisa mendapat banyak sekali tambahkan, serta kritik dari guru-pengajar. Kepala sekolah jua bisa membina, mendidik, melatih seluruh pengajar dan pesonil sinkron dengan bidang tugasnya masing-masing dalam bisnis tambahan pengetahuan keterampilan dan pengalaman juga perubahan sikap yang lebih positif terhadap pelakasanaan tugas.

PREPOSISI ALIAS KATA DEPAN PENGERTIAN JENIS DAN CONTOHNYA

Pengertian Preposisi, Jenis-Jenis Preposisi, dan ContohPenggunaannya pada Kalimat


Pengertian Kata Depan atau Preposisi

Presposisi dianggap pula kata depan merupakan kata yangberfungsi buat menandai adanya interaksi makna antara konstituen satu dengankonstituen lainnya. Contoh berangkat kesekolah. Kata depan ke menyatakanadanya hubungan antara berangkat dan sekolah. Pengertian ini dicermati darisegi semantisnnya.




Ditinjau berdasarkan segi sintaksisnya, kata depan terletak di depannomina, kata sifat, atau adverbia. Dengan demikian dapat terbentuk frasapreposisional sehingga didapati bentuk kesekolah, sampai penuh, menggunakan segera.

Jenis-Jenis KataDepan atau Preposisi

Ada 2 jenis kata depan atau preposisi yaitu katadepan  tunggl serta kata depan majemuk.

1. Kata Depan Tunggal

Adalah kata depan yang terdiri berdasarkan satu kata, bisa berupakata dasar atau kata berafiks (berimbuhan).

Berikut ini adalah daftar Kata Depan Tunggal yang berupa katadasar:
Akan = takut akan kedinginan
Antara = antara akudan bekas pacarmu
Bagi = bagi para siswa
Buat = buat rekan-rekan
Dari = berasal dari Jember

Demi = demi ayahdan ibu
Dengan = pulang dengan istrinya
Di = duduk di pangkuan ibu
Hingga = hingga kini
Ke = pulang ke kampus
Kecuali = kecuali kamu
Lepas =lepas pantai
Lewat = lewat dini hari
Oleh = dibeli oleh dia
Pada = terdapat pada Rina
Per = per kilogram
Peri = peri kemanusiaan
Sampai = sampai sore
Sejak = sejak dulu kala
Seperti = seperti bintang dan bulan
Serta =lemari  dan meja serta kursi
Tanpa = tanpa bicara
Tentang = bicara tentang nasionalisme
Untuk = kitab untuk Nayla

Berikut ini daftar Kata Depan yang terdiri berdasarkan satukata berafiksbaik sufiks, prefiks, maupun konfiks:

Bersama = pergibersma kakek
Beserta = ayahbeserta ibunya
Menjelang = pagimenjelang malam
Menuju = pergimenuju sekolah
Menurut = menurutrencana yang disepakati
Seantero =seantero Nusantara
Sekeliling =sekeliling kampung
Sekitar = sekitarkita
Selama = selamamasih bisa
sepanjang = sepanjangjalan kenangan
seputar = seputar Jember

seluruh = seluruhkabupaten
terhadap =terhadap anaknya
bagaikan = tampan bagaikan pangeran
melalui = dikirimmelalui surel
mengenai = berceritamengenai pengalamannya


2. Kata Depan Majemukatau Kata Depan Gabung


Kata depan beragam atau preposisi gabung adalah preposisiyang terdiri dari lebih menurut satu kata preposisi. Berdasarkan letaknya dapatdibedakan sebagai 2 jenis yaitu preposisiberdampingan  dan preposisi berkorelasi (berhubungan).


Preposisi berdampingan merupakan 2 kata depan yang letaknyabrurutan. Berikut ini misalnya:

Daripada : Menaraini lebih tinggi daripada rumah itu.
Kepada : Buku inidiberikan kepada kakanya.
Oleh lantaran : Iatidak masuk karena terdapat tugas lain.
Oleh sebab :Tanaman itu subur oleh sebab tanahgembur.
Sampai ke : Kamiberjalan sampai ke pasar.
Sampai dengan :Abdul mengerjakan soal angka satu sampai menggunakan lima
Selain dari : Selain dari adiknya dia jua mendapatdari mak .

Preposisi berkorelasi adalah kata depan yg terdiri berdasarkan duaunsur yang dipakai saling berpasangan. Kedua unsur tersebut terletak di tempatyang tidak berurutan, dipisah oleh bagian kalimat (frasa) lain.

Yang termasuk dalam preposisi berkorelasi merupakan sebagaiberikut:

Antara ..... Menggunakan .....
Antara ..... Serta .....
Dari .... Sampai .....
Dari ..... Ke ....
Dari .... Hingga dengan ......
Dari .... Hingga ke .....
Dari ..... Sampai ....
Sejak .... Hingga .....
Sejak .... Sampai .....

Contoh penggunaan preposisi atau kata depan gabung dalamkalimat. Berikut ini adalah kalimat yg mengandung kata depan:

a. Ada disparitas yg mencolok antara dia dan kembarannya.

b. Kami membanting tulang berdasarkan pagi sampai pagi lagi.
c. Seminar itu diadakan berdasarkan hari kamis sampai menggunakan jumat.
d. Kami tidk tahu berapa jauhny berdasarkan tempat tinggal kami sampai kesekolah itu.
e. Kami pindah berdasarkan jember ke Lumajang tahun kemudian.
f. Dari lahir hingga berumur sembilan tahun di tinggalbersama neneknya.
g. Saya nir bertemu menggunakan dia lagi semenjak rapati ituhingga saat ini.
h. Sejak menikah hingga menggunakan punya cucu, kami tidak pernahbertengkar.


Demikian penjelasan mengenai preposisi atau preposisi.semoga bermanfaat. Silahkan download serta baca materi mengenai kata tugas yanglain selain Preposisi. Klik tautanberikut ini!

PENGERTIAN TENAGA KEPENDIDIKAN PROFESIONAL

Pengertian Tenaga Kependidikan Profesional 
Tenaga kependidikan pada beberapa kepustakaan diklaim dengan nama atau istilah yang bhineka. Sutisna (1983) menyebut menggunakan istilah personil, Engkoswara (1987) menyebut dengan kata sumber daya insani, Wijono (1989) menyebut dengan kata ketenagaan sekolah, Harris, dkk (1979) menyebut dengan kata personel, kemudian Makmun (1996) menyebut dengan kata tenaga kependidikan, sedangkan bila melihat Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1992 yang mengatur tentang tenaga kependidikan pada Indonesia, dan Undang-undang RI. No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutnya menggunakan kata tenaga kependidikan. 

Dari berbagai istilah yang berkaitan dengan energi kependidikan tersebut secara konseptual serta teoritik semuanya memang benar dalam arti bisa diterima, lebih-lebih istilah energi kependidikan yg memiliki landasan hukum, yaitu Undang-undang RI. No. 20 Tahun 2003 sepertinya akan lebih sempurna. Tetapi perlu diketahui bahwa dalam manajemen juga dikenal serta dipakai istilah secara lebih umum, yaitu istilah asal daya manusia. Kemudian pada kaitannya menggunakan goresan pena di buku ini, maka istilah yg dipakai barangkali serta sanggup jadi kata-istilah tadi akan digunakan secara silih berganti, karena pada dasarnya adalah sama saja.

Persoalannya yang timbul serta perlu dibahas adalah siapakah yg dimaksud menggunakan tenaga kependidikan. Menurut ketentuan generik Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional khususnya pasal 1 (lima) tenaga kependidikan yang dimaksud adalah anggota masyarakat yg mengabdikan diri serta diangkat untuk menunjang penyelengaraan pendidikan. Dalam pasal 1 (6) tersebut pula dijelaskan pendidik merupakan energi kependidikan yg berkualifikasi sebagai pengajar, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan yang lainnya yg sinkron menggunakan kekhususannya, dan partisipasi pada menyelenggarakan pendidikan.

Berdasarkan dalam bunyi pasal 1 (5) serta (6) Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tersebut dapatlah diketahui bahwa tenaga kependidikan tadi merupakan memiliki makna serta cakupan yg jauh lebih luas menurut pendidik. Bisa jadi yang dimaksud termasuk menggunakan energi kependidikan tadi di samping pendidik, seperti guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, pelatih, serta fasilitator, merupakan jua termasuk kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, pimpinan PLS, penilik, pengawas, peneliti, pengembang bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi asal belajar, penguji serta yang lainnya.

Semua jenis sumberdaya insan atau tenaga kependidikan tersebut krusial buat dibahas pada kajian ini karena sangat berguna tidak saja buat kepentingan pada pengembangan keilmuan atau pada bidang teoritik akademik, tetapi yg lebih penting merupakan buat kepentingan mudah pada rangka dapat mengkontribusi aplikasi pengembangan tenaga kependidikan khususnya ketua sekolah yang dipercaya ideal. Memang demikianlah kenyataannya sumber daya manusia tadi dalam segala fungsi serta perannya sangat krusial bagi pencapaian tujuan suatu organisasi termasuk pada bidang pendidikan. Sebab kebijakan dalam pengelolaan sumbedaya insan yg dilandasi sang suatu persepsi, kajian teori yg galat, serta keliru, yg dijadikan dasar pada mengelola seluruh faktor sistem pendidikan lainnya yang berupa uang, material yang melimpah ruah, dan fasilitas yang lengkap tadi tidak akan menjadi signifikan serta determinan pada mencapai tujuan pendidikan (Weber.1954., Harris, dkk. 1979). Sumberdaya manusia akan sangat menentukan keberhasilanya, dan memang agak tidak sinkron dengan mengelola material yg berupa mesin-mesin atau teknologi yg canggih dimana mesin-mesin tadi walaupun jua memilih keberhasilan suatu organisasi, namun mesin-mesin tadi tidak akan bisa mengeluh, nir sanggup melawan perintah, nir akan mangkir dalam melaksanakan tugas, tidak akan melaksanakan pemogokan, nir akan terlibat pada permasalahan-pertarungan seperti manusia, nir akan bisa mengajukan tuntutan perbaikan nasib, dan perbuatan-perbuatan negatif yg lainnya (Siagian.1999). Menyadari begitu pentingnya sumberdaya manusia tersebut, maka dalam penerangan Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 1992 dijelaskan bahwa tenaga kependidikan merupakan komponen yg determinan serta menempati posisi kunci dalam sistem pendidikan nasional. Pengembangan sumberdaya insan atau tenaga kependidikan yg mempunyai kualitas kemampuan yg profesional dan kinerja yang baik, tidak saja akan mengkontribusi terhadap kualitas lulusan yg dihasilkan, melainkan juga berlanjut pada kualitas kinerja serta jasa para lulusan pada pembangunan, yang dalam gilirannya lalu akan berpengaruh dalam kualitas peradaban serta martabat hayati warga , bangsa, dan umat insan dalam umumnya. Demikian juga buat lebih dapat tahu kajian mengenai profesi kependidikan ini secara konseptual serta teoritik, lebih empirik dan simpel, maka kajiannya akan difokuskan pada energi kependidikan tetentu saja, khususnya kepala sekolah saja, lantaran jabatan kepala sekolah tersebut adalah adalah pengembangan jabatan dari guru. Kepala sekolah menjadi jabatan atau tugas tambahan berdasarkan guru cukup menarik buat dibahas lantaran di dalam diri ketua sekolah tersebut di samping berfungsi menjadi pendidik jua disebutkan berfungsi menjadi manajer, administrator, supervisor, pemimpin, inovator dan mativator, sebagai akibatnya jabatan ketua sekolah tersebut seringkali diakronimkan sebagai Emaslim. Dengan mengkhu-suskan penekanan kajiannya pada kepala sekolah pula akan lebih mudah dalam memberikan berbagai ilustrasi, model-contoh, pendalaman maupun dalam pengayaannya. 

Jenis-jenis serta Kualifikasi Tenaga Kependidikan
Dalam uraian dan penjelasan tentang pengertian energi kependidikan sudah bisa dimengerti secara jelas yg dimaksud dengan energi kependidikan tadi merupakan anggota warga yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan misalnya guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, pelatih, dan fasilitator, termasuk kepala sekolah, direktur, kepala, rektor, pimpinan PLS, penilik, pengawas, peneliti, pengembang bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi asal belajar, serta yang lainnya. Bahkan bisa jadi pula termasuk semua pengelola yayasan dalam forum-forum pendidikan swasta, serta semua pengambil kebijakan di birokrasi serta stafnya di taraf pusat, daerah provinsi, kabupaten/kota, tingkat keca-matan, serta pada taraf desa.

Kalau masalah jenis-jenis tenaga kependidikan serta tenaga pendidikan sudah tampak pada pembahasan teruraikan menggunakan sedikit lebih kentara, yang menjadi duduk perkara lebih lanjut merupakan masalah bagaimana kualifikasi tenaga kependidikan, khususnya kualifikasi jabatan kepala sekolah tersebut. Secara teoritik serta mengacu sebagaimana lazimnya pada negara-negara maju, maka kualifikasi energi kependidikan tersebut dapat dibedakan sebagai tenaga pendidik, tenaga manajemen kependidikan, tenaga penunjang teknis kependidikan, tenaga penunjang administratif kependidikan, tenaga peneliti, pengembang dan konsultan kependidikan (Makmun. 1996., Sanusi. 1990). Dalam tulisan ini akan dicoba dibahas secara ringkas berdasarkan masing-masing kualifikasi tenaga kependidikan tersebut, menggunakan penjelasannya yg lebih difokuskan pada kualifikasi energi kependidikan khususnya ketua sekolah. 

Kualifikasi tenaga pendidik merupakan energi kependidikan yg secara fungsional tugas utamanya secara langsung menaruh pelayanan teknis kependidikan kepada peserta didik. Sesungguhnya pada interaksi ini alam sudah melibatkan seluruh orang yang melaksanakan tugas pelayanan tadi termasuk para orang tua di rumah, para guru/dosen, pembimbing dan pelatih di sekolah atau satuan-satuan pendidikan yang lainnya, para instruktur atau fasilitator, pamong belajar pada sentra-pusat atau balai pembinaan serta kursus-kursus, para pembina dan pembimbing pada aneka macam perkumpulan atau sanggar atau pedepokan serta organisasi yg melatih dan membimbing keterampilan seni dan budaya, para ustadz serta pembina di pondok pesantren dan majelis-majelis taklim atau pengajian pada surau serta langgar, para penyiar TV dan Radio yang mengasuh acara serta mimbar kependidikan, para penulis artikel dimedia cetak seperti majalah, koran, jurnal, buku bacaan, kitab pelajaran yang mengandung muatan atau nuansa kependidikan, para penyuluh lapangan pada bidang kesehatan/KB, hukum, pertanian dan sebagainya yg diselengarakan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. Pelaksanaan tugas pelayanan kependidikan tadi bisa secara tatap muka secara langsung pada kelas atau melalui TV, sistem belajar jeda jauh, secara korespondensi, dan aneka macam bentuk komunikasi lainnya. Namun demikian perlu disadari bahwa masalah kualifikasi akademik energi pendidik tadi adalah diatur sang undang-undang atau peraturan-peraturan. Oleh karena itu, bila diperhatikan pasal 9 undang-undang pengajar bisa diketahui bahwa kualifikasi akademik seseorang guru diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana, atau diploma empat (D4). Sementara itu jikalau diperhatikan pasal 42 (dua) undang-undang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pendidikan formal pada jenjang usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, kualifikasi akademik seseorang guru haruslah berlatar belakang pendidikan tinggi dan dihasilkan sang perguruan tinggi. Demikian jua dalam PP No. 19 tahun 2005 pada pasal 29 (dua) disebutkan bahwa pengajar Sekolah Dasar/MI/SDLB harus berpendidikan S1 atau D4 bidang PGSD, psikologi, atau pendidikan lainnya. Kemudian pada pasal yg sama ayat tiganya disebutkan bahwa pengajar Sekolah Menengah pertama/MTs/ SMPLB wajib berpendidikan S1 atau D4 dengan progam studi yg sinkron dengan mata pelajaran yang diajarkan. Dari suara ketentuan-ketentuan yang diatur dalam undang-undang serta peraturan pemerintah tersebut, tampaknya kualifikasi pengajar misalnya menuntut suatu persyaratan kualifikasi pendidikan seorang guru tersebut adalah sama, yaitu lulusan pendidikan tinggi S1 atau D4. Tetapi demikian jika makna bunyi pasal-pasal yang diatur dan masih ada pada undang-undang sistem pendidikan nasional, undang-undang guru, dan PP No. 19 tahun 2005 dirunut serta disenergikan bisa disimpulkan bahwa buat sebagai pengajar pada Indonesia haruslah minimum berpendidikan S1 atau D4 berdasarkan program studi yang relevan, misalnya buat menjadi guru taman kanak-kanak dipersyaratkan harus lulusan pergruan tinggi S1 atau D4 PAUD/ PGTK/Psikologi/kependidikan lainnya. Seseorang buat bisa diangkat sebagai pengajar Sekolah Dasar/MI/SDLB dipersyaratkan harus lulusan perguruan tinggi acara S1 atau D4 PGSD/ Psikologi/Kependidikan lainnya. Untuk menjadi guru Matematika Sekolah Menengah pertama/MTS/ SMPLB atau SMA/MA/Sekolah Menengah Kejuruan/SMALB dipersyaratkan lulusan perguruan tinggi acara S1 atau D4 Matematika atau Pendidikan Matematika. Persyaratan kualifikasi pendidikan minimum bagi guru ini merupakan suatu lompatan yang cukup signifikan dalam upaya mempertinggi kualitas pendidikan di negara kita (Samani, dkk. 2006). 

Kualifikasi energi manajemen kependidikan, merupakan energi kependidikan yang secara fungsional melakukan layanan secara nir pribadi pada tenaga teknis kepen-didikan, tetapi melakukan merancang dan merencanakan, mengorganisasikan dan mem-berikan pimpinan, mengkoordinasikan dan mengendalikan, memonitor serta mengawasi, mengevaluasi dan menindaklanjuti, dan menggariskan kebijaksanaan semua aktivitas penyelenggaraan pengelolaan acara kegiatan kependidikan dalam seluruh jenjang tataran sistem pendidikan mulai taraf struktural sentra, regional atau wilayah, hingga dalam taraf operasional. Sehubungan fungsi energi manajemen tersebut, maka yang sanggup dimasukkan menjadi tenaga manajemen kependidikan adalah: para perencana pendidikan, para pimpinan struktural berdasarkan taraf sentra sampai taraf operasional kependidikan, para pimpinan atau pengelola, para ketua sekolah, penilik serta pengawas, penilai serta penguji pendidikan, para penghasil kebijakan atau keputusan. 

Kualifikasi energi penunjang teknis kependidikan, adalah energi kependidikan yang secara fungsional tugas utamanya menyiapkan kelengkapan wahana dan fasilitas teknis kependidikan berikut menaruh pelayanan teknis pemanfaatannya pada menjamin kelangsungan serta kelancaran proses pendidikan. Sehubungan dengan fungsi energi penunjang teknis yg dimaksudkan merupakan meliputi misalnya teknisi asal belajar di bengkel atau workshop, laboran di laboratorium, pustakawan di perpustakaan, instalator di instalasi, teknisi asal belajar pada studio, teknisi sumber belajar di PSB, dan sebagainya.

Kualifikasi tenaga penunjang administrasi kependidikan, tenaga kependidikan yg secara fungsional tugas utamanya mengadakan dan menyiapkan wahana serta prasarana kependidikan serta memberikan layanan jasa administratif kepada pihak energi manajemen, atau kepemimpinan pendidikan, dan tenaga teknis fungsional, serta penunjang teknis kependidikan sesuai menggunakan kepentingannya. Siapa yg dimaksudkan menggunakan energi penunjang admistratif kependidikan ini, antara lain dapat diklaim misalnya energi admi-nistratif birokrasi, ketatausahaan perkantoran kependidikan.

Kualifikasi energi peneliti, pengembang, dan konsultan kependidikan, merupakan tenaga kependidikan yang secara fungsional tugas utamanya nir terlibat secara pribadi pada teknis layanan kependidikan, manajemen kependidikan, layanan penunjang teknis pendidikan, serta kepada energi penunjang administratif kependidikan, tetapi hanya menyiapkan berbagai perangkat liputan serta data yang relevan dan bisa dipertanggung jawabkan dan memberikan jasa pelayanan informal serta konsultansi kepada semua pihak yg berkepentingan menggunakan kependidikan, khususnya mereka yg bertugas serta bertang-gunjawab serta terlibat menggunakan penyelengaraan, pengelolaan serta pembuatan keputusan tentang kependidikan. Keberadaan jenis ketenagaan kependidikan ini idealnya tersedia pada seluruh jenjang tataran sistem kependidikan khususnya di perguruan tinggi. Dengan demikian selayaknya pada suatu perguruan tinggi khususnya perguruan tinggi yg menangani bidang kependidikan mempunyai aneka macam pusat penelitian, banyak sekali pusat pengembangan, juga banyak sekali pusat atau unit konsultansi.

Berdasarkan dalam uraian tentang banyak sekali jenis kualifikasi energi kependidikan tersebut kentara kepala sekolah merupakan termasuk tenaga kependidikan yg memiliki kualifikasi menjadi tenaga manajemen pendidik, lantaran secara fungsional melakukan layanan secara tidak eksklusif kepada tenaga teknis kependidikan, merancang dan merencanakan, mengorganisasikan dan memberikan pimpinan, mengkoordinasikan serta mengendalikan, memonitor serta mengawasi, mengevaluasi serta menindaklanjuti, dan menggariskan kebijaksanaan semua aktivitas penyelenggaraan pengelolaan program kegiatan kependidikan pada tingkat persekolahan. Sehingga di pada Peraturan Pendidikan Nasional No. 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah diatur sebagai berikut, buat bisa seseorang pengajar diberikan tugas tambahan menjadi ketua sekolah merupakan seseorang pengajar apabila telah memenuhi persyaratan kualifikasi secara umum, dan kualifikasi spesifik kepala sekolah. Persyaratan kualifikasi umum yg dimaksudkan adalah sebagai berikut: (a) mempunyai kualifikasi akdemik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kepen-didikan atau nonkependidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi, (b) dalam saat diangkat sebagai kepala sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun, (c) memiliki penga-page mengajar sekuarang-kurangnya lima tahun dari jenjang sekolah masing-masing, kecuali di Taman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal (Taman Kanak-kanak/RA) memiliki pengalaman mengajar sekuang-kurangnya 3 tahun pada TK/RA, dan (d) memiliki pangkat serendah-rendahnya III/C bagi pegawai negeri sipil bagi non-pegwai negeri sipil disetarakan dengan kepangkatan yg dimuntahkan oleh yayasan atau lembaga yang berwewenang. Kemudian persyaratan kualifikasi khusus yang wajib dipenuhi sang seseorang pengajar buat dapat diangkat menjadi kepala sekolah tadi sangan tergantung dalam jenis dan jenjang persekolahan tadi, maka barangkali menjadi model bisa dikutifkan persyaratan kualifikasi spesifik Kepala SMA/Madrsah Aliyah (SMA/MA) merupakan menjadi berikut: (1) bersetatus menjadi guru Sekolah Menengah Atas/MA, (2) mempunyai sertifikat pendidik menjadi pengajar SMA/MA, serta (tiga) memiliki sertifikat kepla sekolah SMA/MA yg diterbitkan sang lembaga yg ditetapkan pemerintah. Dengan adanya jabatan ketua sekolah adalah tugas tambahan menurut pengajar, maka secara fungsional tugas ketua sekolah masih tetap sebagai energi kependidikan kualifikasi pendidik, dalam arti secara eksklusif juga menaruh pelayanan teknis kependidikan kepada siswa, serta sebagai energi manajemen pendidikan melakukan layanan secara tidak eksklusif kepada energi teknis kependidikan, merancang serta merencanakan, mengorganisasikan serta menaruh pimpinan, mengkoordinasikan dan mengendalikan, memonitor serta mengawasi, mengevaluasi dan menindaklanjuti, dan menggariskan kebijaksanaan seluruh kegiatan penyelenggaraan pengelolaan acara kegiatan kependidikan dalam tingkat persekolahan. Jadi dalam jabatan ketua sekolah tersebut termasuk 2 kualifikasi yaitu menjadi kualifikasi energi manajemen pendidikan serta energi pendidik. Untuk kepala sekolah sebagai kualifikasi tenaga manajemen pendi-dikan dalam tugas tambahan ketua sekolah akan dibahas secara lebih teoritikal, lebih dalam, serta lebih luas dalam pembahasan bab-bab berikutnya. Sedangkan kepala sekolah menjadi kualifikasi tenaga pendidik akan dibahas pada uraian selanjutnya.

Kepala Sekolah Sebagai Pendidik
Di pada uraian tentang jenis serta kualifikasi tenaga kependidikan telah dijelaskan bahwa kepala sekolah adalah jabatan tugas tambahan, dan di sisi lain secara teoritik juga fungsional ketua sekolah pula disebutkan termasuk energi pendidik. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 yang mengatur mengenai Sistem pendidikan Nasional pada pasal 39 (2) berbunyi pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai output pembelajaran, melakukan pembim-bingan serta pembinaan, serta melakukan penelitian dan pengabdian pada masyarakat, terutama bagi pendidik dalam perguruan tinggi. Kemudian pada Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Pengajar dan Dosen pada pasal 1 (1) berbunyi guru merupakan pendidik professional dengan tugas primer mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai serta mengevaluasi siswa pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, serta pendidikan menengah. Dengan demikian melihat posisi kualifikasi kepala sekolah menjadi tenaga manajemen pendidikan dan tenaga pendidik, maka kepala sekolah pula melaksanakan tugas menjadi pendidik, yaitu mendidik. Mendidik berdasarkan Wahjosumidjo (2008) diartikan memberikan latihan tentang akhlak dan kecer-dasan pikiran sebagai akibatnya pendidikan dapat diartikan sebagai proses pengubahan sikap serta tata laku seorang atau sekelompok orang pada usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Demikian pula pada perkembangan selanjutnya kata pendidikan dipersamakan dengan istilah-kata pedagogi. 

Berdasarkan pada pengertian pendidikan tersebut menaruh tanda bahwa proses pendidikan pada samping secara khusus dilaksanakan melalui sekolah, bisa pula diselenggarakan pada luar sekolah, yaitu famili serta masyarakat. Lebih jauh bisa pula dipahami bahwa seseorang pendidik tersebut harus benar-benar mengetahui teori-teori serta metode pada pendidikan tersebut. Kepala sekolah sebagai seseorang pendidik harus sanggup menanamkan, memajukan dan menaikkan paling tidak empat macam nilai, yaitu: (1) nilai mental, nilai yg berkaitan menggunakan sikap bathin dan watak manusia, (dua) nilai moral yang berkaitan dengan hal-hal ajaran baik dan buruk tentang perbuatan, perilaku serta kewajiban atu moral yg diartikan sebagai ahklak, budipekerti, dan kesusilaan, (3) nilai fisik hal-hal yang berkaitan dengan kondisi jasmani atau badan, kesehatan atau penampilan manusia secara lahiriah, dan (4) nilai artistik yang berkaitan dengan kepekaan insan terhadap seni dan keindahan. 

Kepala sekolah sebagai pendidik juga wajib memperhatikan dua perseteruan utama, yaitu pertama adalah sasarannya, serta yg ke 2 adalah cara dalam melaksanakan kiprahnya menjadi pendidik. 

Ada tiga grup yg menjadi sasaran dari kepala sekolah pada melaksanakan tugas mendidiknya, yaitu pertama adalah siswa atau murid, yang kedua merupakan pegawai administrasi, serta yang ketiga merupakan pengajar-pengajar. Ketiga grup ini sebagai sasaran dalam pendidikan yg dilakukan sang kepala sekolah. Ketiga kelompok tersebut antara kelompok yang satu menggunakan kelompok yg lainnya mempunyai perbedaan-perbedaan yg sangat prinsip, yg secara generik dapat ditinjau dalam aneka macam tanda-tanda serta konduite yang ditunjukannya misalnya misalnya pada taraf kematangannya, latar belakang sosial yang berbeda, motivasi yang berbeda, tingkat pencerahan pada bertanggungjawab, serta lain sebagainya. Konsekwensi menggunakan adanya perbedaan-perbedaan tersebut merupakan ketua sekolah pada dalam melaksanakan tugas mendidikanya dalam rangka menanamkan (1) nilai mental, nilai yg berkaitan menggunakan sikap bathin dan watak insan, (2) nilai moral yg brkaitan menggunakan hal-hal ajaran baik dan buruk mengenai perbuatan, sikap dan kewajiban atu moral yg diartikan menjadi ahklak, budipekerti, dan kesusilaan, (tiga) nilai fisik hal-hal yg berkaitan menggunakan syarat jasmani atau badan, kesehatan atau penampilan manusia secara lahiriah, dan (4) nilai artistik yg berkaitan menggunakan kepekaan insan terhadap seni dan keindahan, juga seharusnya menggunakan memakai cara atau pendekatan yang bhineka terhadap setiap sasaran didiknya, tidak mampu dilakukan menggunakan pendekatan dan strategi yang sama.

Berbagai pendekatan yang sanggup dipakai sang ketua sekolah terhadap grup target pada melaksanakan pendidikan atau mendidik muridnya, staf pegawai adminis-trasi, serta pengajar-gurunya. Pertama dengan menggunakan pendekatan atau taktik persuasi. Persuasi yg dimaksudkan di sini adalah bisa meyakinkan secara halus sebagai akibatnya para siswa, staf pegawai administrasi dan guru-pengajar yakin akan kebenaran, merasa perlu dan menduga krusial nilai-nilai yg terkandung dalam nilai-nilai aspek mental, moral, fisik, serta keindahan ke dalam kehidupan mereka. Persuasi dapat dilakukan secara individu maupun secara gerombolan .

Kedua menggunakan pendekatan dan setrategi keteladanan, merupakan hal yg patut, baik serta perlu untuk dicontoh yg disampaikan oleh kepala sekolah melalui sikap, perbuatan, konduite termasuk penampilan kerja serta penampilan fisik. 

Sudah tentunya kepala sekolah dalam menggunakan pendekatan serta strategi persuasi dan keteladanan terhadap muridnya, staf pegawai, serta pengajar-pengajar tersebut harus permanen berpijak serta menghormati norma-kebiasaan dan etika-etika yang berlaku dimasyarakat khususnya di global pendidikan. Secara lebih spesifik bagaimana ketua sekolah seharusnya memperlakukan muridnya atau anak didiknya. Kepala sekolah sebaiknya wajib tahu bahwa pengertian pendidikan tadi tidak hanya semata-mata diberikan pengertian sebagai proses mengajar saja, tetapi pula adalah menjadi bimbingan, dan yang lebih krusial jua adalah bagaimana dalam mengaplikasikannya proses bimbingan tersebut. Tampaknya dalam interaksi dengan pemaknaan terhadap bimbingan tersebut tidak bisa dilepaskan menurut pengertian pembimbingan yang dikemukakan sang Ki Hajar Dewantara pada sistem amongnya. Tiga kalimat padat yang populer pada sistem among tadi adalah ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karsa, serta tut wuri handayani. Ketiga kalimat tadi memiliki arti bahwa pendidikan harus bisa memberi model, harus bisa menaruh dampak, serta harus dapat mengendalikan peserta anak didiknya (Soetjipto dan Raplis Kosasi, 1999). Sebagai ketua sekolah harus mampu membentuk serta menum-buhkan kodisi yg aman yg bisa memberi serta membiarkan anak didiknya menuruti talenta serta kondratnya ad interim ketua sekolah memperhatikannya, serta mem-pengaruhinya pada arti mendidiknya dan mengajarnya. Dengan demikian membimbing mengandung arti dalam bersikap menentukan ke arah pembentukan kemana anak didik mau dibawa atau ke arah tujuan pendidikan.

Kepala sekolah menjadi seorang pemimpin di sekolah harus bersikap positif terha-dap guru-guru dan pegawai administrasi lainnya dalam melaksanakan tugasnya buat pencapai tujuan sekolahnya. Kepala sekolah dituntut mampu buat bisa kerjasama, mam-pu buat memberi arahan, dan memberi petunjuk, ketua sekolah diperlukan juga bisa menerima aneka macam tambahkan, serta kritik berdasarkan pengajar-guru. Kepala sekolah pula bisa membina, mendidik, melatih seluruh pengajar serta pesonil sinkron dengan bidang tugasnya masing-masing pada bisnis tambahan pengetahuan keterampilan serta pengalaman juga perubahan sikap yg lebih positif terhadap pelakasanaan tugas.

PENGERTIAN ARTIKULA KATA SANDANG JENISJENIS DAN CONTOHNYA

Berikut ini merupakan penjelasan mengenai pengertianartikula, jenis-jenis artikula, serta model penggunaannya pada kalimat. Istilahlainnya adalah kata sandang


Pengertian Artikula

Artikula merupakan istilah tugas yang berfungsi buat membatasimakna nomina. Jadi, nomina yg awalnya bersifat umum, dibatasi maknanya dengandiawali sang artikula atau kata pakaian. Dalam bahasa Arab fungsi artikula ataukata sandang ini seperti dengan fungsi ‘al’.




Dalam bahasa Indonesia terdapat 3 kelompok artikula yaitu artikula atau kata pakaian yangbersifat gelar, artikula atau istilah pakaian yg mengacu pada makna kelompok,serta artikula atau istilah sandang yg menominalkan.

Berikut ini penjelasannya:

1. Artikula (KataSandang) yang Bersifat Gelar


Artikula (istilah sandang) yg bersifat gelar dalam umumnyabertalian menggunakan orang atau hal yg dianggap bermartabat serta sangat dihormati.berikut ini jenis-jenis artikula (kata sandang) gelar:

a. Sang
untuk manusia atau benda unik menggunakan maksud untukmeninggikan martabat; kadang-kadang jua digunakan pada gurauan atau insinuasi.

Contoh:
-SangJuara, Chirs John, bisa mengalahkan lawannya dalam 10 ronde.
-Sang MerahPutih berkibar gagah perkasa pada ujung tiang itu.
-Sang suami mengapa nir diajak?
-Lantaran pertanyaan siswanya sangat berbobot, sang guru justru sangat bangga padamuridnya.

b. Sri
untuk manusia yang memiliki prestise tinggi dalam keagamaanatau kerajaan.

Contoh:
-Tidak lama lagi Sri Paus  Fransiskus akan berkunjungke Australia.

-Baru saja SriPaduka Raja datang dan disambut dengan meriah.


c. Hang
untuk laki-laki yang dihormati dan pemakaiannya terbataspada nama tokh pada cerita sastra usang. Misalnya Hang Tuah.


Contoh:
-Segera HangTuah pergi merantau.
-Hang Upin danHang Ipin melawan para perompak.

d. Dang
untuk wanita yang dihormati dan pemakaiannya terbatas padanama tokoh pada cerita lama .

Contoh:
-Dang Merduadalah tokoh populer pada hikayat sastra Melayu.



2. Artikula (KataSandang) yang Mengacu ke Makna Kelompok


Artikula (istilah pakaian) yg megnacu ke makna grup ataumakna kolektif merupakan para. Karenaartikul aitu mengisyararkan ketaktunggalan, maka nomina yang diiringinya tidakdinyatakan pada bentuk istilah ulang. Jadi, buat menyatakan grup guu sebagaisatu kesatuan bentuk yang dipakai  adalahbentuk ‘para guru’ bukannya ‘para guru-guru’ ini bentuk taksa.

Para digunakan buat menegaskan bahwa mankan kelompok bagimanusi yang memiliki kecenderungan sifat eksklusif, khusunya yang berkaitan denganpekerjaan atau kedudukan, atau kondisi. Dengan demikian dapat diketahui bentuk para ilmuwan, para pengajar, para petani, parahadirin.

Akan tetapi, kata paratidak bisa disandingkan menggunakan bentuk nomina yg spesifik misalnya para anak, para orang, dan para manusia.

Selain para jugaada bentuk kaum dan umat yang maknanya mirip dengan para dandapat diklaim menjadi artikula. Akan tetapi kaumdan umat penggunannya lebihspesifik serta tidak sanggup saling menggantikan menggunakan para.

Contoh:

-Perayaan HUT PGRI diikuti sang para pengajar di seluruh Indonesia.
-Istighosah kubro diikuti sang kaum nahdliyin.


3. Artikula yangMenominalkan


Di samping artikla yg menyatakan gelar serta makna grup,terdapat artikul atau kata pakaian yg menominalkan. Kata pakaian yg menominalkanmaksudnya kata sandang yang bisa menampakan arti jumlah. Arti jumlah yangdihasilkan sang satu artikul (istilah pakaian) mampu tidak selaras, sanggup tunggal, bisapula jamak, bergantung dalam konteks kalimatnya.

Contoh:
-Aku taksampai hati melihat si miskin mengambil makanan dari tong sampah.


Si Miskin dalamkalimat di atas memberitahuakn arti tunggal. Maknanya satu orang miskin.


-Jika BBMnaik, maka si miskin yang mengalami tekanan ekonomi sangat parah.

Si Miskin pada kalimat pada atas menampakan arti banyak atauumum atau umum, yaitu semua orangmiski.

Artikula si  dipakai buat pada nama orang dan membentuknomina berdasarkan kata sifat atau verba. Dalam bahasa Indonesia formal untukmengiringi pronomina dia. Beriku iniadalah contoh pemakainnya dalam kalimat:

-Si Amat akanmeminang si Halimah bulan ini.
-Aduh, cantiknya si hitam manis ini.
-Sitersangka tidak bisa ditemui sang pengacaranya.
-Mengapa sidia tidak engkau ajak buat ikut?

Artikula (istilah sandang) sijuga digunakan buat memperlihatkan perasaan negatif dari pembaca yg mengenalorang yg dimaksud. Jika orang yg tidak disukai. Misalnya namanyaSuratmi, maka terdapat kalimat: Ini semuagara-gara si Suratmi. Jadi, istilah pakaian si digunakan buat menerangkan ketidaksukaan.

Berikut rangkuman tentang arti istilah pakaian si.


1. Di depan nama diri pada ragam akrab datu krang hormat.contoh: Si Ali, Si Toni, Si Bedu.

2. Di depan kata buat mengkhususkan orang yang melakukansesuatu atau terkena sesuatu. Contoh: sipengirim, si alamat, si tersangka.


2. Di depan nomina buat digunakan sebagai timangan,panggilan, atau ejekan. Sesuatu yg disebut itu memunyai sifat atau seperti.contoh: si belang, si bungsu, si kumis.


4. Dalam bentuk verba yang mengindikasikan dirinya menjadibersifat eksklusif. Dalam bentuk ini, si ditangkai menggunakan imbuhan. Contoh: bersitegang, bersikukuh, bersimaharajalela,bersikeras, bersilengah.


5. Pada banyak sekali nama tanaman dan hewan. Fungsinya untukmengorangkan. Contoh: simalakma, sidingin, siangit, sibusuk, sikudomba, sigasir,sikikih, siamang.


Kata yang jugatermasuk pada istilah sandang (artikula) yg menominalkan.  Kata yangbermakna ganda dalam sintaksis. Sebagai artikula (istilah sandang) yang membentuk frasa verba, kata sifat,atau kelas kata yg lain yang bersifat takrif atau definitif. Sifat yang samajuga akan ada jika yang mengantarainmina dengan pewatasnya. Di samping itu, istilah yang juga menjadi pengantar klausa nisbi.

Contoh:
-Yang terhormat, yg mulia, yg bekepengtingan
-Yang buta, yg kaya, yg panjang
-Yang pria, yg perempuan ,
-Yang pertama, yang kesepuluh
-Yang ini, yg lain, yg mana

-Pak Marto bekerja pada perusahaan yg swasta.

-Ibu Rayanti membeli pakaian yang mahal.
SSilahkan Baca Penjelasan Tentang Kata Tugas yang Lain. Baca Di Sini.

PENGERTIAN KEPEMIMPINAN DARI BERBAGAI AHLI

Pengertian Kepemimpinan Dari Berbagai Ahli 
A. Pengertian Kepemimpinan
Secara generik mungkin dapat diartikan kepemimpinan tadi menjadi aktivitas buat mensugesti orang-orang yang diarahkan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Tetapi demikian sepertinya pengertian kepemimpinan sang para pakar tersebut masing-masing terdapat perbedaannya tergantung berdasarkan sudut pandang, penekanannya, keluasannya serta kedalaman yang terkandung di dalamnya. Sutisna (1993) misalnya merumuskan kepemim-pinan tersebut sebagai suatu proses mempengaruhi kegiatan seorang atau sekelompok orang dalam usaha ke arah pencapaian tujuan pada situasi eksklusif. Sementara Supardi (1988) menyatakan bahwa kepemimpinan tersebut sebagai kemampuan buat mengge-rakkan, mempengaruhi, membimbing, menyuruh, memerintah, melarang, dan jikalau perlu menghukum, dan membina dengan maksud supaya insan sebagai media manajemen mau bekerja pada rangka mencapai tujuan organisasi secara efektif serta efisien.

Dari beberapa pengertian kepemimpinan tersebut menerangkan bahwa pada kepe-mimpinan tadi paling nir meliputi 3 hal yang saling berkaitan, yaitu: adanya pemimpin serta karakteristiknya, adanya bawahan, serta adanya situasi dalam grup tempat pemimpin dan bawahan saling berinteraksi. 

Dengan demikian buat dapat dijelaskan efektifnya suatu organisasi tersebut pada mencapai tujuannya akan sangat tergantung dalam: pertama pemimpin serta karakteristiknya yg dalam manajemen kemudian lazim diklaim dan dikenal dengan istilah pola kepemimpinan atau gaya kepemimpinan, yg mana pola atau gaya kepemimpinan tadi lalu secara realitanya akan tampak dalam suatu pola perilaku seseorang pemimpin yang spesial pada waktu mensugesti bawahannya, apa yang dipilih sang pemimpin atau yg dikerjakannya, cara memimpin dan bertindak pada mempengaruhi bawahannya sebagai akibatnya bawahannya mau taat serta melakukannya (Thoha.1995). Faktor ke 2 yg bisa menentukan efektifnya suatu organisasi dalam mencapai tujuannya merupakan faktor bawahan yg tekanannya dalam tingkat kematangan bawahan tersebut, jadi meningkat taraf kematangan bawahan atau karyawan tadi efektifitas suatu organisasi akan meningkat. Kemudian faktor ketiga yg bisa memilih efektifnya suatu organisasi pada mencapai tujuannya merupakan faktor situasi hubungan loka berkerja yang pada manajemen tak jarang dianggap menggunakan istilah iklim organisasi atau budaya organisasi serta lain sebagainya (Komariah serta Triatna. 2006). Sedangkan di sisi yg lain Tilaar (1993) menyatakan bahwa buat bisa organisasi berhasil mencapai tujuannya secara efektif pada kondisi yang sedang mengalami banyak sekali perubahan adalah: 
  1. adanya suatu visi yang jelas menurut organisasi tadi, 
  2. kejelasan misinya, 
  3. kejelasan rancangan kerjanya, 
  4. sumber daya yg memadai,
  5. keterampilan profesionalitas, serta 
  6. motivasi serta bonus.
Sekolah sebagai suatu organisasi sosial yang adalah bagian penyelenggaraan menurut sistem pendidikan nasional, dalam waktu ini tampaknya jua mengalami perubahan yang sangat akbar pada banyak sekali dimensi, menjadi dampak adanya perubahan sistem dan kewe-nangan pada mengatur penyelenggaraan sistem pendidikan nasional, yaitu yg dalam mulanya bersifat sentralistik sinkron menggunakan UU No. Dua tahun 1989 yang telah diganti sebagai sistem yg bersifat desentralisasi sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003, sudah melahirkan banyak sekali kebijakan yang menuntut peran pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota adanya sistem manajemen, gaya kepemimpinan, dan keterampilan manaje-rial yang lebih tinggi dalam penyelenggaraan sistem pendidikan di tingkat mikro atau pada tingkat sekolah.

Bertitik tolak dalam uraian tersebut di atas bisa ditegaskan bahwa masih ada beberapa faktor yg bisa menentukan berdasarkan efektifitas suatu organisasi termasuk dalam bidang pendidikan terutama pada sekolah. Tampaknya berdasarkan banyak sekali faktor yg sudah disebutkan di atas, faktor kepemimpinan yg paling sangat krusial dan determinan mengingat yang akan memenaje bawahan serta mengkondisikan situasi hubungan dalam organisasi, dan mengelola faktor-faktor organisasi yg lainnya pada rangka mencapai tujuan organisasi tersebut adalah pimpinan. 

B. Berbagai Gaya Kepemimpinan
Dalam kepustakaan disebutkan ada aneka macam cara pada mendekati kepemimpinan serta karkteristiknya atau gaya kepemimpinan seorang yang diklaim efektif. Pendekatan teori kepemimpinan tersebut mulai dari teori pendekatan sifat, teori pendekatan konduite, teori pendekatan situasional, serta teori kemungkinan pengembangan kepemimpinan pada era desentralisasi ini. 

Teori pendekatan sifat mencoba menyebutkan keefektipan serta keberhasilan seseorang pemimpinan dengan bertolak dalam perkiraan-perkiraan bahwa individu merupakan sentra kepe-mimpinan seorang. Kepemimpinan ditinjau menjadi sesuatu yg mengandung lebih banyak unsur-unsur individu terutama sifat-sifat individu. Jadi orang yg memiliki sifat-sifat eksklusif yg dipertimbangkan buat dapat menduduki posisi pimpinan (Mulyasa. 2002). Sifat-sifat bawaan inilah yg membedakan antara pemimpin menggunakan bukan pemim-pin. Demikian juga yg dimaksudkan menggunakan sifat-sifat bawaan tersebut, misalnya kekuatan fisik serta susunan syaraf, penghayatan terhadap arah tujuan, antusiasisme, keramahan, integritas, keahlian, kemampuan mengambil keputusan, keterampilan memimpin, serta kepercayaan . 

Tampakya sifat-sifat bawaan seseorang belum mampu memberikan jawaban yg memuaskan, oleh lantaran itulah para ahli sepertinya mengalihkan perhatiannya dalam konduite pemimpin. Teori pendekatan kepemimpinan ini tampaknnya memfokuskan serta mengidentifikasi konduite yg spesial berdasarkan pemimpin dalam melakukan aktivitas mempenga-ruhi bawahannya. Beberapa studi dengan memakai teori pendekatan perilaku kepemimpinan ini adalah Universitas OHIO, menggunakan melihat perilaku inisiatif (initiating structure) dan perhatian (consideration) berdasarkan pemimpin, Universitas Michigan menggunakan melihat perilaku orientasi pada bawahan, serta orientasi dalam produksi dalam organisasi, lalu teori jaringan manajemen sang Blacke dan Mouton yang melihat konduite pimpinan dari perhatiannya terhadap produksi serta karyawannya.

Kemudian yang dimaksud menggunakan pendekatan situasional merupakan suatu pendekatan yg dalam menyoroti perilaku pemimpin pada situasi eksklusif, dengan lebih menekankan kepemimpinan merupakan fungsi daripada menjadi kualitas langsung yang timbul karena interaksi orang-orang dalam situasi eksklusif. Atas dasar pandangan teori pendekatan situasi-onal dikembangkan beberapa gaya kepemimpinan, misalnya: kepemimpinan kontingensi oleh Fiedler dan Chemers (Mulyasa. 2002) yg menjelaskan bahwa seorang akan menjadi pemimpin yang efektif akan sangat tergantung dari interaksi antara pemimpin dengan bawahan merupakan bagaimana seseorang pemimpin dapat diterima oleh bawahannya dan bagaimana persepsi pemimpin terhadap bawahannya, struktur tugas pada arti apakah tugas-tugas bawahan adalah menjadi sesuatu yg rutin dan jelas, dan kekuasaan yang bersumber berdasarkan organsasi akan mendapatkan kepatuhan yg lebih akbar menurut bawahnnya. Kemudian ada jua teori dari Reddin yg dikenal menggunakan teori kepemimpinan tiga dimensi. Dasar yg dipakai buat menentukan efektifitas kepemimpinan seorang merupakan perhatian pada produksi serta tugas, perhatian pada bawahan, serta efektifitas (Mulyasa. 2002). Dan keliru satu teori kepemimpinan menggunakan memakai pendekatan situasional ini merupakan teori yang dikembangkan Hersey dan Blanchard (1982) yg menyatakan bahwa efektifitas kepemimpinan seseoang akan sangat tergantung pada tiga faktor, yaitu: pertama faktor perilaku tugas, yang berupa petunjuk oleh pimpinan, penje-lasan tertertu apa yg harus dilakukan, bilamana dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, dan supervisi yang ketat. Kedua, faktor konduite interaksi berupa ajakan kepada bawahan melalui komunikasi berdasarkan 2 arah, yaitu pimpinan dan bawahan. 

Dalam bidang pendidikan contohnya ketua sekolah sebagai pemimpin pendidikan akan dihadapkan dalam perkara gaya kepemimpinan yg bagaimana usahakan diterapkan yang dipercaya sempurna serta sesuai menggunakan tingkat kematangan pengajar sebagai bawahan. Seperti misalnya jikalau taraf kematangan guru termasuk tinggi (M4) yang ditandai menggunakan ciri-karakteristik bawahan atau pengajar mampu serta mau melakukan peningkatan kualitas kompetensi profesionalismenya, maka gaya kepemimpinan yang seharusnya digunakan oleh seorang kepala sekolah merupakan gaya kepemimpinan delegasi (G4) yg ditandai menggunakan karakteristik-ciri kepemimpinannya tinggi interaksi serta rendah tugas. Demikian juga halnya jikalau seorang pemimpin atau ketua sekolah dihadapkan dalam guru yang memiliki tingkat kematangan yg termasuk sedang (M3, M2) yg ditandai dengan karakteristik-ciri pengajar sanggup akan tetapi tidak mau atau pengajar mau tapi tidak mampu melakukan peningkatan kualitas kompetensi profesi-onalismenya, maka gaya kepemimpinan yg seharusnya digunakan oleh seseorang kepala sekolah merupakan gaya kepemimpinan partisipasi (G3) yang ditandai menggunakan karakteristik-karakteristik kepemimpinannya rendah hubungan serta rendah tugas atau gaya kepemimpinan menjajakan (G2) yg ditandai dengan ciri-ciri kepemimpinannya tinggi tugas dan rendah hubungan. Begitu pula halnya kalau seorang pemimpin atau kepala sekolah dihadapkan pada guru yang mempunyai taraf kematangan yang termasuk rendah (M1) yg ditandai dengan ciri-ciri pengajar nir sanggup serta tidak mau melakukan peningkatan kualitas kompetensi profesionalismenya, maka gaya kepemimpinan yg seharusnya dipakai sang seorang ketua sekolah merupakan gaya kepemimpinan mendikte (G1) yang ditandai dengan karakteristik-karakteristik kepemimpinannya tinggi tugas serta tinggi hubungan.

Kemudian teori kepemimpinan yg bagaimanakah yg dianggap paling efektif dalam masa sekarang yang sedang mengalami perubahan serta masa globalisasi. Paling tidak terdapat tiga jenis kepemimpinan yg dipandang referensentatif menggunakan tuntutan jaman yang sedang mengalami perubahan khususnya pada penyelenggaraan sistem pendidikan dengan sistem desentralisasi pada saat ini. Jenis kepemimpinan yg dimaksud merupakan kepemim-pinan transsaksional, visioner, dan kepemimpinan transfomasional (Komariah dan Triatna. 2006., Danim. 2005. 2006). 

Kepemimpinan transaksional yang dimaksudkan merupakan pemimpin yang menekan-kan pada tugas yang diemban sang bawahan, merancang pekerjaannya, bersama prosedur-nya, bawahan melaksanakannya sesuai menggunakan kemampuannya, dan di sisi yang lain bawahan melakukan tugasnya bukan dalam rangka buat ekspresi, tetapi buat mendapatkan bonus sesuai dengan beban pekerjaan dan kemampuannya. Dengan istilah lain pada kepemimpinan yang transaksional pimpinan dihadapkan pada bawahan yang masih kurang matang yang ingin memenuhi kebutuhan hidupnya berdasarkan sisi pakaian, pangan, serta papan. Dengan demikian kepemimpinan transaksional dianggap juga dengan dorongan konti-ngen pada bentuk reward dan punishment yang adalah kesefakatan bersama dalam kontrak kerja yg bila bawahan bisa bekerja dengan berhasil baik sesuai dengan harapan, maka jua akan menerima kontingen berupa imbalan. Dalam kaitan ini Hoover, dan Leitwood (dalam Komariah dan Triatna. 2006) menjelaskan secara skematis gaya kepe-mimpinan transaksional menjadi bagan pada bawah ini.

BAGAN KEPEIMIMPINAN TRANSAKSIONAL

Kepemimpinan yg visioner, yaitu kepemimpinan yang kerja pokoknya difokus-kan pada rekayasa masa depan yg penuh tantangan. Kepemimpinan yg visioner merupakan ditandai sang adanya kemampuan dalam membuat perencanaan yang jelas sebagai akibatnya berdasarkan rumusan visinya akan tergambar sasaran apa yang hendak dicapai menurut pengembangan lembaga yang dipimpinnya. Kepemimpinan visioner adalah pemimpin yang memiliki kemampuan buat merumuskan, mengkomunikasikan, mensosialisasikan, mentransforma-sikan, dan mengimplementasikan pikiran-pikiran idealnya atau menjadi output interaksi sosial diantara anggota organisasi serta yang diyakini sebagai impian organisasi pada masa depan yang harus diraih serta diwujudkan melalui komitmen seluruh personel.

Kemudian kepemimpinan transformasional adalah sebagai suatu proses yang pada dasarnya para pemimpin serta pengikutnya saling menaikan diri ketingkat moralitas serta motivasi yang lebih tinggi (Komariah dan Triatna. 2006). Kepemimpinan transformasional merupakan pemimpin yg memiliki wawasan jauh ke depan dan berupaya memperbaiki dan membuatkan organisasi buat pada masa depan. Danim (2006) dengan mengutip Burns menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional suatu proses kepemimpinan yg mana pemimpin serta bawahannya saling merangsang diri satu sama lain buat meningkatkan moralitas dan motivasinya yg lebih akbar yg dikaitkan menggunakan tugas pokok serta manfaatnya. Dengan kepemimpinan transformasional ini akan sanggup membawa kesadaran pengikutnya memunculkan inspirasi-pandangan baru produktif, hubungan yang sinergik, tanggungjawab, kepedulian terhadap pendidikan, keinginan bersama dan nilai-nilai moral, bersama-sama menerjemahkan visi, misi organisasinya. 

Kalau pengertian kepemimpinan transformasional tersebut digambarkan dalam bentuk bagan dengan mengutif berdasarkan Komariah serta Triatna (2006), maka akan tampak seperti dalam bagan 02 di bawah ini. 

BAGAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASINAL

Secara lebih jelas dalam mendeskripsikan kepemimpinan transformasional tadi adalah seperti yang dikemukakan sang Bass dan Aviola (Komariah dan Triatna. 2006), menjadi berikut:
1. Perilaku pemimpin yg membuat rasa hormat dan rasa percaya diri dalam bawah-annya. Perilaku pemimpin seperti ini pula mengandung arti saling mengembangkan risiko mela-lui pertimbangan kebutuhan para staf di atas kebutuhan langsung dan perilaku moral etis.
2. Perilaku pemimpin yg senantiasa menyediakan tantangan pekerjaan bagi bawahannya serta memperhatikan makna pekerjaan bagi bawahannya. Pemimpin mengambarkan atau mendemontrasikan komitmen terhadap target organisasi melalui konduite yg dapat diobservasi. Pemimpin adalah motivator yg bersemangat terus membangkitkan antu-siasisme serta optimisme staf.
3. Perilaku pemimpin yg memperaktekkan inovasi-penemuan. Sikap dan konduite kepe-mimpinannya didasarkan pada pengetahuan yang berkembang serta secara intektual dia bisa menerjemahkan dalam bentuk kinerja yg produktif. Sebagai intelektual pemimpin senantiasa menggali wangsit-inspirasi dan solusi yang kreatif berdasarkan para staf serta nir lupa mendorong staf mempelajarinya dan melakukan pendekatan baru pada mela-kukan pekerjaan.
4. Perilaku pemimpin merefleksikan dirinya menjadi orang penuh perhatian dalam men-dengarkan serta menindaklanjuti keluhan, wangsit, harapan, dan segala tambahkan yg disampaikan oleh staf. Bahkan secara lebih rinci Anderson (Usman. 2006), membuktikan ciri-karakteristik dari kepemimpinan tarnsformasional merupakan menjadi berikut. Pertama kepemimpian transformasinal memiliki atau bercirikan bahwa seseorang pemimpin tersebut pertama harus menampakan diri sebagai komunikator: yaitu mengenali bawahannya, mengelola bawahannya, tahu bawahan-nya menggunakan akurat, mengkomunikasikan visinya menggunakan bawahannya, mengakui keberhasilan bawahannya, menahan emosi terhadap bawahannya, mengatasi konflik antar pribadi, membina hubungan yg efektif serta menyenangkan terhadap bawahanya, menghormati serta menghargai bawahanya, memberikan dukungan terhadap bawahannya. Kedua sebagai konselor, yaitu: membantu bawahannya mengatasi masalahnya, membantu bawahannya menciptakan planning atau tujuan yang ingin dicapai, memotivasi bawahannya buat bertindak, menghadapi orang-orang yg jenuh dan membangkang, melakukan pemindahan bawah-annya secara selektif, dan efektif, membagi pengalaman dalam bawahanya, membina bawahannya buat mencapai tujuan, mengevaluasi kinerja dan memberikan unpan balik . Ketiga pemimpin tadi wajib menunjukkan diri menjadi konsultan, yaitu: melaksanakan konsultasi dan komunikasi menggunakan bawahanya, membuat nilai dan budaya bersama, melegitimasi kepemimpinan orang lain, memfasilitasi perkembangan gerombolan , mengklarifikasi norma-norma, nilai-nilai, serta keyakinan, mengkomunikasikan visi dan misi, dan tujuan arganisasi, memecahkan permasalahan organisasi, menghadapai anggota yang mengganggu, meneliti liputan yang krusial bagi bawahan dan organisasi, merencanakan serta mengkoordinasikan aneka macam sumberdaya organisasi. 

Tampaknya mencermati gaya kepemimpinan transsaksional, visioner, dan tarnsfor-masional masing-masing menurut ketiga jenis gaya kepemimpinan tersebut memiliki kekhusus-nya yg saling melengkapi sinkron menggunakan jenis konflik serta mekanisme kerja pada hubungannya dengan para bawahannya. Dari ketiga jenis gaya kepemimpinan tadi gaya kepemimpinan transformasional disebutkan sebagai gaya kepemimpinan yg memiliki sisi-sisi yang paling cocok dengan jaman sekarang ini.

Berdasarkan pada pembahasan terhadap beberapa jenis gaya kepemipinan seperti yang telah diuraikan pada atas, ternyata terdapat banyak sekali jenis gaya kemimpinan yang masing-masing mempunyai kelebihan serta kelemahannya. Dari output pembahasan terhadap banyak sekali jenis gaya kepemimpinan tersebut sepertinya memang benar bahwa kepemim-pinan transformasional tersebut memiliki kelebihan, lantaran memperhatikan dan sebagai-kan berbagai sisi positif yang dijadikan dasar pada mengembangkan teori kepemimpinan yang lainnya tersebut, baik dalam teori yang menggunakan pendekatan sifat, pendekatan perilaku, serta pendekatan situasional, tampaknya tercakup di dalamnya. Kemudian kepada para ketua sekolah silahkan merfleksi diri pada melaksanakan tugas-tugas sebagai ketua sekolah menggunakan berpijak dalam berbagai teori kepempinan tadi, lebih lanjut menghayati banyak sekali kelebihan dan kekurangan dari setiap gaya kepemimpinan. Lebih lanjut akan bisa mengambil sisi-sisi positifnya serta mengaplikasikannya dalam menjalankan tugas-tugas menjadi ketua sekolah sebagai akibatnya akan dibutuhkan berdampak eksklusif terhadap pening-katan mutu pengelolaan pendidikan pada sekolah.

C. Kepemimpinan Asta Sebagai Gaya Kepempinan Berbasis Budaya Bali
Pada ketika sekarang ini rakyat Bali dalam umumnya dan warga akademik khususnya nampak memberitahuakn adanya kecendrungan bahwa dalam belajar mengenai kepemimpinan lebih banyak serta lebih suka pada teori-teori yang dari berdasarkan negara-negara barat, misalnya teori-teori manajemen dan kepemimpinan yang berkembang di Eropa serta Amerika. Masyarakat Bali pada umumnya dan rakyat akademik khususnya jika pada melakukan suatu kegiatan akademik yg serius dalam perkara kepemimpinan maka di dalam menguraikan, membahas, menyelidiki, menganalisisnya tanpa berpijak dan berlandaskan dalam teori-teori manajemen dan kepemimpinan yang berkembang di global barat tadi, maka produk dari karya aktivitas ilmiah tersebut akan dirasakan kurang berkualitas, kurang ilmiah, kurang terbaru, kurang canggih, dan terkesan kurang menarik. Padahal disisi lain sebenarnya masih ada teori-teori kepemimpinan yg tidak kalah baiknya serta hebatnya yang terdapat dan bersumber dari budaya bangsa, khususnya sastra-sastra Agama Hindu yg merupakan mahakarya yg luhur dan adi luhung yang diwariskan sang nenek moyang bangsa Indonesia menurut semenjak jaman dahulu yg seharusnya jua sangat krusial perlu dipelajari serta bisa dijadikan acum, landasan pijakan pada pada membahas perkara-perkara kepemimpinan, serta diaplikasikan pada mengemban suatu kepemimpinan tersebut termasuk pada global pendidikan khususnya para ketua sekolah. Ariasna (1988) misalnya menjelaskan ada beberapa pola atau sisfat-sifat kepemimpinan yang bersumber dari budaya bangsa, khususnya sastra-sastra Agama Hindu, seperti: (1) contoh kepemimpinan dari Niti Sastra, (dua) Asta Brata, (3) Panca Sthiti Dharmaning Prabhu, (4) Asta Dasa Paramiteng Perabhu, (5) Panca Pendawa, (6) Catur Kotamaning Nrpati, dan (7) Catur Naya Sandhi. 

Dalam buku ajar ini juga dibahas keliru satu model atau sifat kepemimpinan yg bersumber berdasarkan teori-teori budaya, serta sastra-sastra agama Hindu tadi, yaitu contoh atau kepemimpinan Asta Brata.tulisan ini dilakukan buat mencoba menelusuri serta mendeskripsikan bagaimana kelebihan dan kehebatan dari teori-teori kepemimpinan yg bersumber menurut budaya, karya-karya santra, dan kepercayaan Hindu tersebut, jua menjadi bahan tambahkan bagi rakyat atau publik khususnya para kepala sekolah menjadi pelaku, sebagai pigur pendidikan yang sentral dan strategis buat dijadikan rujukan pada penyelengaraan pengelolaan pendidikan di sekolah, serta dalam rangka ikut mewujudkan pencapaian target kebijakan lokal gerakan dan melestarikan Ajeg Bali.

Dalam kepustakaan disebutkan terdapat banyak sekali cara dalam mendekati kepemimpinan dan karkteristik atau gaya kepemimpinan seorang. Pendekatan teori kepemimpinan tadi mulai dari teori pendekatan sifat, teori pendekatan konduite, teori kontingensi, dan pendekatan situasional (Mulyasa.2002). Demikian jua dalam ketika jaman globalisasi seka-rang ini yang penuh ditandai menggunakan adanya perubahan pada semua aspek kehidupan manusia yg begitu cepat serta dasyat jua dikaji teori kepemimpinan yang dianggap sesuai menggunakan jamannya misalnya teori kepemimpinan pada keberagaman budaya (Gerring Supriyadi, Suradji, Daan Suganda. 2001), lalu teori kepemimpinan transaksional, visioner, serta transformasional (Komariah serta Triatna. 2006., Danim. 2005. 2006., Raihani. 2010). 

Semua gaya atau pola kepemimpinan yang disebutkan di atas dalam dasarnya merupakan merupakan teori-teori dalam manjemen dan kepemimpinan yang dipelajari serta berkem-bang pada global barat. 

Dalam pembahasan berikutnya akan dibahas teori kepemimpinan Asta Brata yang merupakan galat satu teori kepemimpinan yg bersumber menurut budaya, serta sastra kepercayaan Hindu. Dipilihnya teori kepemimpinan Asta Brata pada pembahasan ini, karena model kepemimpinan ini nir saja dikenal khususnya pada rakyat Indonesia yang beragama Hindu, tetapi sudah dikenal oleh seluruh masyarakat bangsa Indonesia pada umumnya. Alasan lainnya yg dapat disebutkan mengapa pola kepemimpinan Asta Brata ini perlu dibahas karena mempunyai kebenaran universal, mempunyai nilai yg luhur dan adi luhung, berasal berdasarkan warisan budaya bangsa bersumber menurut ajaran kepercayaan Hindu. Oleh karenanya contoh kepemimpinan Asta Brata tadi sangat krusial dipelajari, dipahami sebagai akibatnya dapat diaplikasikan pada melaksanakan tugas para pemimpin, baik menjadi pemimpin adat, pemimpin agama serta pemimpin dalam banyak sekali organisasi formal dalam kehidupan berbangsa serta bernegara. Mengingat begitu pentingnya contoh kepemimpinan Asta Brata ini, maka dahulu pada jaman pemerintahan Presiden Soeharto saat mendapat para peserta pekan Wayang Indonesia ke VI pada Istana Negara menyatakan bahwa mengenai pendidikan kepemimpinan yg belum diperoleh pada sekolah mampu diajarkan lewat tokoh-tokoh warga khususnya para Dalang yakni Asta Brata yang menjadi dasar kepemimpinan dalam kisah Ramayana dan kisah Maha Brata. Lebih jauh mantan Presiden Soeharto jua menyatakan Asta Brata menaruh ajaran yg mudah dipahami, lantaran menggunakan alam kreasi Tuhan Yang Maha Esa menjadi ancer-ancer atau titik tolak, yaitu dengan mendalami atau menghayati sifat serta watak alam semesta, baik sifat bumi, samudra, angin, angkasa, surya, bulan, barah dan bintang. Lebih lanjut dia pula menyatakan bahwa kalau saja seluruh rakyat Indonesia sanggup dan dapat mengusut kepemimpinan Asta Brata ini, mulai dari yg muda hingga pada yg pada ketika kini ini memegang pimpinan mau dan sanggup menerapkan sifat serta tabiat alam yang digunakan sebagai ancer-ancer kepemimpinannya, saya kira Indonesia akan sebagai jaya (Ariasna. 1998). Dari kutipan tadi menampakan bahwa betapa mantan Presiden Soeharto mengharapkan kepemimpinan Asta Brata tersebut supaya dipelajari karena sudah terbukti mempunyai aneka macam kelebihannya dari sejak jaman dahulu yakni sejak jaman nenek moyang bangsa Indonesia pada jaman kejayaan kerajaan Sri Wijaya serta kerajaan Majapahit. 

Oleh karena contoh kepemimpinan Asta Berata tersebut adalah warisan budaya bangsa, warisan budaya Hindu maka wajib dipelajari, dipahami secara baik, dan telah tentunya diterapkan pada kehidupan sehari-hari oleh semua orang yang diklaim pemimpin, apakah pemimpin pada bidang istiadat, agama, bangsa dan negara termasuk para kepala sekolah. Bahkan khususnya warga Bali menggunakan menyelidiki, memahami secara benar, dan menerapkannya secara konsisten pada melaksanakan tugas sebagai kepala sekolah berarti jua para ketua sekolah tersebut sudah ikut berpartisipasi pada menyukseskan kebijaksanaan lokal gerakan dan melestarikan ajeg Bali. Persoalannya adalah bagaimanakah model serta profil kepemimpinan Asta Brata tadi secara lebih lengkap serta utuh.

Asta Berata berasal dari kata Asta yg berarti delapan, dan Brata yang berarti tugas, kewajiban, laku primer, keteguhan hati (Oka Mahendra. 2001). Dengan demikian Asta Brata berarti delapan tugas atau kewajiban primer yg mesti dipegang teguh oleh seseorang pemimpin pada melaksanakan tugas seseorang pemimpin. Asta Brata terdapat dalam Kitab Manawadharma Sastra atau Manusmrti Bab IX Sloka 303 yg menyatakan menjadi berikut: ”Hendaknya raja atau pemimpin berbuat seperti konduite yang sama dengan Indra, Surya, Wayu, Yama, Waruna, Candra, Agni dan Pertiwi”.

Demikian pula ajaran Asta Brata tadi masih ada dalam Kakawin Ramayana yg diubah oleh Pujangga Walmiki serta terdiri atas 10 seloka (Wiratmadja. 1995). Dalam seloka pendahuluannya disebutkan tentang sifat Hyang Widhi Waca yang berakibat kekuatan umatnya serta menggambarkan mengenai kemampuan yg wajib dimiliki sang segenap pemimpin. Kemudian pada sloka yang keduanya disebutkan: ”Dewa Indra, Yama, Surya, Candra, Anila/Bayu, Kuwera, Baruna, dan Agni itulah delapan Dewa yg merupakan badan sang pemimpin, kedelapannya itulah yg adalah Asta Brata”.

Kemudian penerangan dari Asta Brata tadi menggunakan merujuk dalam penerangan Oka Mahendra (2001) bisa disajikan menjadi berikut pada bawah ini.

1. Indra Brata. Di dalam Manusmerti Bab. IX: 304 dikemukakan menjadi berikut: ”Laksana Indra yg mencurahkan hujan di isu terkini hujan. Demikianlah raja menempati kedudukan Indra dengan menghujankan dana kekakayan bagi kerajaannya”. Kemudian pada Ramayana XXIV: 58 dikemukakan: ”Beginilah brata Hyang Indra yang wajib diikuti yaitu menaruh hujan kesejahteraan pada warga , anda hendaknya meniru brata Indra ini, sudana-lah yg anda limpahkan demi kesejahtraan warga ”.

Sesuai dengan ajaran Indra Brata seperti yg telah dikutip di atas seorang pemimpin hendaknya bisa memenuhi keperluan dasar warga di bidang ekonomi, membe-rikan rasa aman, menaikkan kecerdasan warga , menaruh perhatian yg besar dalam masyarakat lapisan bawah, seringkali turun ke bawah menyerap aspirasi warga sebagai masukan pada mengambil kebijakan, serta bisa menghanyutkan segala bentuk penyimpangan serta penyelewengan yg merusak kesejahtraan dan keadilan pada rakyat. 

Dengan demikian pemimpin hendaknya bagaikan air hujan yg turun berdasarkan langit yang menaruh kesegaran, menghapuskan kegersangan sebagai akibatnya tercipta kesejahteraan lahir bathin secara adil serta merata sampai dengan lapisan warga yg paling bawah serta ke semua penjuru. 

2. Yama Brata. Di dalam Manusmerti Bab. IX: 307 dikemukakan sebagai berikut: ”Laksana Yama yg saatnya bertindak tegas kepada sahabat maupun kepada lawan, demikianlah hendaknya seluruh rakyatnya dikendalikan sang raja sesuai menggunakan kedu-dukannya menyerupai Dewa Yama”. Kemudian pada Ramayana XXIV: 54 dikemu-kakan: ”Dalam menghadapi perbuatan hendaknya diterapkan ajaran Yama Brata yaitu menghukum setiap perbuatan pencurian apalagi jika sampai menyebabkan kematian. Ikut dieksekusi mereka yang turut dan berbuat keliru. Setiap orang yang mengacaukan negara patut menerima hukuman meninggal”.

Jadi sinkron menggunakan ajaran Yama Brata seperti yg sudah dikutip di atas seorang pemimpin harus mampu membangun ketertiban dengan aturan menjadi sarananya. Semua orang termasuk penguasa wajib tunduk serta taat dalam hukum menjadi wahana ketertiban serta pembangunan. Tidak terdapat seorangpun yang kebal aturan, berdiri di atas hukum, atau berada pada luar aturan. Dengan demikian sebagai seseorang pemimpin harus sanggup menegakan wibawa hukum, menggunakan aturan sebagai dasar tindakannya, memperlakukan seluruh orang sama pada depan aturan, berlaku adil dengan menghormati harkat dan prestise insan.

3. Surya Brata. Di dalam Manusmerti Bab. IX: 305 dikemukakan menjadi berikut: ”Laksana Surya, selama delapan bulan menyerap air melalui sinar panasnya yg tidak terlihat, demikianlah hendaknya dia dengan perlahan-huma menarik pajak rakyat-nya, sinkron menggunakan kedudukannya yg menyerupai Matahari” Dari kutipan tadi terkesan mengemukakan sesuatu makna yang khusus hanya dalam hal pemungutan pajak. Tampaknya pada Ramayana XXIV: 55 akan mempunyai makna yang lebih luas karena di dalamnya dikemukakan: ”Dewa Matahari selalu menyerap air perlahan-lahan tidak tergesa-gesa, demikianlah hendaknya bila anda menginginkan sesuatu dalam mengambilnya, hendaknya menjadi caranya Matahari, yaitu selalu dengan cara yang lemah lembut”.

Dari kutipan-kutipan tadi pada atas sesuai menggunakan ajaran Surya Brata seseorang pemimpin diharapkan mampu menggali potensi pajak menjadi asal pendapatan serta asal pembangunan yang dipungut secara adil, maupun membebaskan tanah buat pembangunan contohnya haruslah dilakukan menggunakan sebaik-baiknya. Seorang pemimpin nir boleh tergesa-gesa, tanpa perencanaan yg mantap serta tujuan yang jelas mengambil sesuatu berdasarkan masyarakat. Setiap sumber pendapatan yg dipungut menurut masyarakat harus dikembalikan kepada warga , buat kesejahteraan warga . Jadi ibarat matahari yang menyerap air dari samudra, kemudian menjadi mendung, dan akhirnya menjadi hujan yang turun menyegarkan segala yg ada di bumi. Dengan demikian pemimpin juga dituntut untuk melindungi pada rakyatnya dari segala bentuk, dan bisa menaruh energi, kekuatan kepada warga agar mempunyai motivasi dan kegairahan buat membentuk menggunakan mengandalkan kemampuan sendiri. 

4. Candra Brata. Di dalam Manusmerti Bab. IX: 309 dikemukakan sebagai berikut: ” Baginda adalah raja yg menduduki tempatnya Dewi Candra, yg rakyatnya menyambut kehadirannya menggunakan penuh bahagia hati, sebagai orang-orang yg gembira melihat bulan purnama”. Kemudian pada Ramayana XXIV: 56 dikemu-kakan: ”Laku primer menurut Dewa Bulan membuat semua global merasa bahagia. Demikianlah tindakan adinda, hendaknya selalu anggun menjadi air kehidupan, junjung tinggilah orang tua dan orang-orang bijakasana dan bermurah hatilah terhadap mereka” 

Jadi sesuai menggunakan ajaran Candra Brata maka seorang pemimpin tersebut haruslah meperlakukan bawahannya menggunakan penuh afeksi, penuh kesejukan, dan dengan penuh simpatik. Menghormati para sesepuh serta pini sepuh, lebih-lebih orang yang banyak berjasa dalam masyarakat, para rohaniawan, cendekiawan, lantaran mereka membimbing rohani dan mencerdaskan rakyat. Pemimpin harus sanggup memberi sinar terperinci, menyejukan, serta membahagiakan rakyatnya.


5. Vhayu Brata (Maruta). Di pada Manusmerti Bab. IX: 306 dikemukakan sebagai berikut: ”laksana wahyu (angin) beranjak kemana-mana masuk adalah napas bagi semua mahluk hidup, demikianlah hendaknya raja melalui segala arah, lantaran menjadi inilah kedudukannya menyerupai angin”. Kemudian dalam Ramayana XXIV: 56 dikemukakan:”Hendaknya anda berbuat sebagai angin apabila anda ingin memeriksa tingkah laku orang lain. Penyelidikan itu hendaknya dilakukan menggunakan sopan nir nampak. Itulah Bayu Brata yg tinggi nilainya dan membawakan jasa yang sangat bagus.”

Dari 2 kutipan di atas bisa disebutkan bahwa seseorang pemimpin berdasarkan ajaran Vhayu Brata pertama harus menguasai seluruh wilayahnya, rakyatnya serta sebagai nafas kehidupan bagi semua mahluk. Kedua Pemimpin harus berkomunikasi serta melakukan kunjungan resmi maupun tidak resmi, selalu berkomunikasi dengan rakyatnya secara timbal kembali. Jadi pemimpin bagaikan angin berada dimana-mana memhami apa yg hayati dan berkembang serta terjadi di tengah-tengah rakyatnya, baik berupa kasus-perkara, keluhan-keluhan, yg akan Mengganggu asa rakyatnya. Menurut ajaran Asta Brata supervisi juga sangat krusial dilakukan buat mengukur apa yg dicapai, menilai, dan mengadakan perbaikan terhadap berbagai kebijakan yang dilihat perlu. Pengawasan yang dilaksanakan nir saja inheren pada sistem, namun melekat dalam diri sendiri, sehingga walaupun nir tampak, namun dirasakan terdapat misalnya layaknya angin yg terdapat di mana-mana.

6. Bhumi (Dhanada). Di dalam Manusmerti Bab. IX: 331 dikemukakan menjadi berikut: ”laksana Bhumi menunjang semua mahluk hayati secara adil dan merata, demikianlah hendaknya raja terhadap rakyatnya sesuai dengan kedudukannya sebagai mak pertiwi”. Kemudian pada Ramayana XXIV: 58 dikemukakan:” Nikmatilah kekayaan hidup ini, tanpa melewati batas, baik pada makan, minum, sandang serta perhiasan, itulah laksana primer berdasarkan Dewa Dhanada yang hendaknya dipegang sebagai contoh”.

Dari 2 kutipan tersebut di atas para pemimpin hendaknya mengusahakan kesejah-teraan seluruh mahluk secara adil dan merata. Sesuai menggunakan fungsi bumi pemimpin hendaknya memberi peluang serta kesempatan yang sama kepada rakyatnya buat memperoleh kesejahteraan lahir serta bathin. Memperhatikan kesejahteraan masyarakat banyak, para pemimpin wajib menjadi tauladan pada menerapkan pola hidup sederhana, dan tidak dibenarkan melewati batas pada menggunakan kekayaan buat porto hayati.

7. Varuna Brata. Di dalam Manusmerti Bab. IX: 308 dikemukakan menjadi berikut: ” Laksana orang-orang berdosa tampak terikat tali sang Waruna, demikianlah hendaknya raja menghukum orang-orang itu sinkron kedudukannya menyerupai Waruna”. Kemudian dalam Ramayana XXIV: 58 dikemukakan: ”Dewa Waruna memegang senjata yangat berbisa yaitu Nagapasa yang dapat mengikat secara ketat, anda hendak-nya memakai secara teladan hakekat dari Nagapasa ini, yaitu anda harus mengikat menggunakan ketat”. 

Bedasarkan dalam kutipan di atas bisa disimpulkan bahwa seseorang pemimpin haruslah memerangi semua jenis tanpa kenal kompromi. Pemimpin harus tegas menghukum, mengikat erat-erat orang-orang durjana, pemimpin wajib sanggup menghalangi sumber-sumber, demi terciptanya pergaulan sosial yg tertib dan tentram. 

8. Agni Brata. Di dalam Manusmerti Bab. IX: 310 dikemukakan sebagai berikut: ”Bila baginda bersemangat pada menumpas serta memiliki kekuatan yg dasyat dan bisa menghancurkan penguasa-penguasa yg , maka sifat baginda sama dikatakan misalnya Agni”. Kemudian pada Ramayana XXIV: 60 dikemukakan:” Kewa-jiban utama yg dilakukan oleh Bahni (Api) ialah selalu menghanguskan penentang-nya. Keberanian serta ketangguhan buat menghadapi musuh, itulah perlambang barah, siapapun yang anda serang pasti musnah lebur, itulah yang dinamkan Agni Brata”

Berdasarkan kutipan pada atas dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin tersebut wajib memiliki kemampuan pada menegakkan persatuan dan kesatuan bangsa dan daerah negara dan menjaga kekuasaan negara berdasarkan berbagai ancaman yg datangnya dari pada dan dari luar. Pemimpin harus sanggup melindungi rakyat menurut ancaman serta musuh yg datangnya menurut luar dan berdasarkan pada negeri, pemimpin wajib memiliki kemampuan serta kekuatan buat membasmi segala bentuk demi buat kejayaan masyarakat.

Berdasarkan dalam penerangan berdasarkan masing-masing unsur kepemimpinan Asta Brata tersebut di atas, tampak begitu poly berisi serta mengandung nilai-nilai, norma-kebiasaan, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk, pedoman yang bisa serta seharusnya ditauladani, ditaati, dan dilaksanakan dan perlu dipertahankan serta dijunjung tinggi sang setiap pemimpin termasuk ketua sekolah. Kemudian bila dipandang secara lebih hati-hati, sepertinya menggunakan keterbatasan kekeritisan menurut penulis, keterbatasan pada bahan sumber kajian terutama yang bersumber berdasarkan ajaran-ajaran agama Hindu menjadi pisau atau indera analisisnya, mungkin penulis akan dapat mengidentifikasi serta menjabarkan turunannya secara lebih bebas, sederhana, operasional, dan riil bahwa nilai-nilai, norma-kebiasaan, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk, pedoman yg bersumber berdasarkan Kepemimpinan Asta Brata tadi yang seharusnya dapat serta diharapkan ditauladani seorang pemimpin khususnya seseorang ketua sekolah haruslah bisa mewujudkan sifat atau pola kepemimpinan Asta Brata yang bercirikan lebih kurang atau paling tidak sebagai berikut di bawah ini:
1. Kepala sekolah harus sanggup mewujudkan serta memenuhi keperluan dasar rakyat/ masyarakat sekolah pada aneka macam fasilitas material dan non material. 
2. Kepala sekolah wajib menaruh rasa aman kepada seluruh rakyat sekolah.
3. Kepala sekolah harus menaikkan kecerdasan semua masyarakat sekolah. 
4. Kepala sekolah wajib memberikan perhatian yang akbar pada warga sekolah hingga lapisan paling bawah seperti opas, maupun tukang kebersihan sekolah. 
5. Kepala sekolah wajib bisa menyerap aspirasi rakyat sekolah yg berguna sebagai bahan pertimbangan dalam merogoh berbagai keputusan.
6. Kepala sekolah bisa menegakan wibawa hukum terhadap warga sekolah. 
7. Kepala sekolah harus berani memberantas dan menghanyutkan segala bentuk penyim-pangan serta penyelewengan yang mungkin dilakukan sang rakyat sekolah.
8. Kepala sekolah wajib sanggup membangun ketertiban sekolah menggunakan banyak sekali peraturan, serta hukum menjadi sarananya. 
9. Kepala sekolah harus menggunakan aturan menjadi dasar tindakannya, 
10. Kepala sekolah harus memperlakukan seluruh rakyat sekolah sama pada depan aturan, serta berlaku secara adil dengan menghormati harkat dan martabat insan.
11. Kepala sekolah harus tunduk dan taat dalam hukum sebagai sarana ketertiban dan pembangunan.
12. Kepala sekolah bisa menggali potensi sumber pendapatan serta asal pembangun-an secara adil.
13. Kepala sekolah tidak boleh tergesa-gesa, tanpa perencanaan yg mantap dan tujuan yg kentara, strategis, serta visioner dalam mengambil sesuatu kebijakan.
14. Kepala sekolah mampu melindungi warga sekolah.
15. Kepala sekolah dapat memberikan energi, kekuatan pada rakyat sekolah agar memi-liki motivasi dan kegairahan buat menciptakan dengan mengandalkan kemampuan sendiri. 
16. Kepala sekolah wajib menghormati para sesepuh dan pini sepuh, lebih-lebih orang yang poly berjasa dalam warga , seperti para rohaniawan, cendekiawan, karena mereka membimbing rohani serta mencerdaskan masyarakat sekolah.
17. Kepala sekolah harus bisa memberi sinar jelas, menyejukan, dan membahagiakan masyarakat sekolah.
18. Kepala sekolah meperlakukan warga sekolah dengan penuh afeksi dan menggunakan penuh simpatik. 
19. Kepala sekolah wajib menguasai semua lingkungan sekolah, masyarakat sekolah dan menjadi nafas kehidupan bagi seluruh di lingkungan sekolah. 
20. Kepala sekolah wajib sanggup berkomunikasi secara baik.dengan warga sekolah.
21. Kepala sekolah mampu berbagi sistem pengawasan yang terdapat pada diri sendiri para warga sekolah, sehingga walaupun nir tampak, tetapi dirasakan terdapat misalnya layaknya angin yg terdapat di mana-mana. 
22. Kepala sekolah hendaknya memberi peluang serta kesempatan yang sama pada masyarakat sekolah untuk memperoleh kesejahteraan lahir dan bathin secara adil dan merata. 
23. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya sebagai tauladan bagi warga sekolah dalam menerapkan pola hayati sederhana.
24. Kepala sekolah menjadi pemimpin hendaknya bisa memerangi semua jenis yg kemungkinannya dilakukan oleh rakyat sekolah tanpa kenal kompromi. 
25. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya mempunyai sifat yg tegas menghukum terhadap rakyat sekolah yang melakukan, mengikat erat-erat orang-orang durjana,
26. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya sanggup menghalangi asal-asal, demi terciptanya pergaulan sosial yg tertib serta tentram diantara warga sekolah.
27. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya memiliki kemampuan dalam menegak-kan persatuan serta kesatuan masyarakat sekolah.
28. Kepala sekolah menjadi pemimpin hendaknya sanggup melindungi rakyat sekolah sekolah dari ancaman yang datangnya berdasarkan luar dan menurut pada sekolah. 
29. Kepala sekolah sebagai pemimpin hendaknya mempunyai kemampuan serta kekuatan buat membasmi segala bentuk demi buat kejayaan sekolahnya.

Demikianlah mungkin pelukisan pola kepemimpinan Asta Brata yang bisa diidentifikasi serta diturunkan pada bentuk nilai-nilai, norma-norma, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk, panduan sebagai pemimpin dalam melaksanakan tugas sebagai kepala sekolah, sudah tentunya masih banyak yang dapat dan sanggup digali dan dikembangkan, terlebih-lebih unsur-unsur berdasarkan kepemimpinan Asta Brata tersebut sesungguhnya disebut-kan merupakan menjadi pencerminan serta manifestasi menurut sifat-sifat Tuhan Ida Shang Hyang Widhi Waca, yg sudah tentunya sesuai dengan ajaran agama Hindu Tuhan Ida Shang Hyang Widhi Waca memiliki sifat yang maha paripurna. Jadi barangkali nilai-nilai, norma-kebiasaan, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk, pedoman yang disebutkan sang penulis tadi hanya baru adalah bagian kecil saja, hanya sebagai stimulan agar berbagai lapisan mayarakat khususnya pada Bali ikut mengkajinya serta mendiskusikannya menurut banyak sekali sisi. Demikian pula karena seluruh bentuk nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk, pedoman sebagai pemimpin tadi adalah sebagai manipestasi serta bersumber dari sifat Tuhan Ida Shang Hyang Widhi Waca, maka sebagai seorang pemimpin sudah tentunya seharusnya menerapkannya lantaran adalah sifat-sifat dan kehendak dari Tuhan. Namun demikian sesungguhnya bila dipandang dan dikritisi secara lebih akademik cara berpikir yg memposisikan pola kepemimpinan Asta Brata menjadi suatu model kepemimpinan yg bersumber berdasarkan sifat-sifat Tuhan Ida Shang Hyang Widhi Waca yang lalu memunculkan adanya adagium yang menyatakan suara raja menjadi pemimpin merupakan bunyi Tuhan. Suara raja atau seluruh perintah raja tadi adalah benar, raja tidak pernah berbuat salah pada saat sekarang ini di jaman terkini tampak ada semacam kontradiksi dengan paham kepemimpinan yang bersifat demokrasi, yg memunculkan adagium suara rakyat adalah bunyi Tuhan. Jadi rakyatlah yg paling berkuasa, walaupun dalam waktu terkini ini dipresentasikan melalui wakil-wakilnya. Secara sepintas kentara ke 2 pola kepemimpinan tersebut tampak bertentangan. Dan telah tentunya menurut irit penulis menurut kedua cara padang, cara berpikir, serta cara mendekati pola kepemimpinan tadi nir mesti didebatkan atau dipertentangkan, lantaran dalam dasarnya jikalau dipandang secara lebih dalam menurut sisi sifat, indikator, maupun karakteristik-cirinya secara realnya kepemim-pinan Asta Brata dan kepemimpinan yang bersifat demokratis yang dianggap paling relevan menggunakan jaman globalisasi seperti misalnya kepemimpinan transaksional, visioner, serta tarnsformasi tidak jauh berbeda, malah banyak memiliki kesamaannya, saling melengkapi. Dalam hubungan ini barangkali sanggup dibandingkan beberapa nilai-nilai, norma-norma, kaidah-kaidah, petunjuk-petunjuk, panduan yg dicoba serta bisa diidentikasikan berdasarkan kepemimpinan Asta Brata tadi pada atas dengan beberapa sifat yg merupakan karakteristik menurut kepemimpinan transformasional misalnya yg dikemukakan oleh Anderson (Usman. 2006), menjadi berikut. Kepemimpian transformasinal memiliki atau bercirikan bahwa seorang pemimpin tersebut, pertama, harus menampakan diri menjadi komunikator: yaitu mengenali bawahannya, mengelola bawahannya, tahu bawahannya menggunakan akurat, mengko-muni-kasikan visinya dengan bawahannya, mengakui keberhasilan bawahannya, menunda emosi terhadap bawahannya, mengatasi perseteruan antar eksklusif, membina interaksi yg efektif serta menyenangkan terhadap bawahanya, menghormati serta menghargai bawahanya, menaruh dukungan terhadap bawahannya. Kedua, sebagai konselor, yaitu: membantu bawahannya mengatasi masalahnya, membantu bawahannya menciptakan rencana atau tujuan yang ingin dicapai, memotivasi bawahannya untuk bertindak, menghadapi orang-orang yang jenuh dan membangkang, melakukan pemindahan bawah-annya secara selektif, dan efektif, membagi pengalaman pada bawahanya, membina bawahannya buat mencapai tujuan, mengevaluasi kinerja serta menaruh unpan kembali, dan yg ketiga, pemimpin tadi harus memberitahuakn diri sebagai konsultan, yaitu: melaksanakan konsultasi dan komunikasi dengan bawahanya, membuat nilai serta budaya beserta, melegitimasi kepemimpinan orang lain, memfasilitasi perkembangan gerombolan , mengklari-fikasi norma-kebiasaan, nilai-nilai, dan keyakinan, mengkomunikasikan visi serta misi, dan tujuan arganisasi, memecahkan pertarungan organisasi, menghadapai anggota yg mengganggu, meneliti fakta yang krusial bagi bawahan dan organisasi, merencanakan serta mengkoordinasikan banyak sekali sumberdaya organisasi. Bahkan kelebihan dari kepemim-pinan Asta Brata tadi nir saja karena ada kecenderungan ciri menggunakan kepemimpinan transformasi, tetapi pula lantaran dasarnya, sumbernya merupakan keyakinan, kepercayaan , religiusitas, moralitas, kesetiaan, komitmen, keteguhan prinsip pada ajaran agama Hindu tanpa ada diskusi yg panjang secara akademik, maka tampaknya serta seharusnya orang-orang yg dianggap pemimpinan niscaya akan merasa lebih terikat, lebih terdorong buat mengaplikasikannya, serta akan merasa dosa atau bersalah bila tidak melaksanakan dalam tugasnya menjadi pemimpin yg selalu wajib diingatkan atau diinstruksikan secara formal oleh atasan secara garis kuasa atau birokrasi yg vertikal dalam suatu lembaga atau organisasi seperti sekolah.

D. Kompetensi Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pendidikan
Kompetensi adalah adalah keliru satu kriteria berdasarkan suatu profesi. Kepala menjadi suatu pengembangan jabatan menurut pengajar yg diklaim tugas tambahan pula dituntut buat memenuhi kriteria kompetensi tersebut. Kompetensi sanggup dicermati dari aneka macam aspek seperti pengertiannya, karakteristiknya, maupun cara mengukur kompetensi tadi. Dalam pembahasan bab ini juga dibahas beberapa aspek dari kompetensi profesi tenaga kependidikan khususnya kepla sekolah.

Mengenai pengertian kompetensi sebagai salah satu ciri menurut profesi pada kepus-takaan diberikan pengertian secara beraneka ragam tergantung menurut sudut pandang para penulis. Keaneka ragaman pengertian kompetensi tadi, bisa ditunjukkan pada pembahasan ini, misalnya, contohnya ada pendapat yg menyatakan bahwa kompetensi tadi merupakan suatu hal yang menggambarkan kemampuan seorang, baik yang kuali-tatif juga kuantitatif (Usman. 2005). Lebih lanjut dijelaskan bahwa pengertian kompe-tensi seperti ini mengandung makna bahwa kompetensi tersebut dapat dipakai pada dua kontek. Kontek pertama sebagai indikator yg menampakan pada perbuatan yang diamati. Kontek kedua sebagai konsep yang meliputi aspek-aspek kognitif. Afektif, dan perbuatan, serta tahap-termin pelaksanaannya secara utuh. Kemudian kompetensi jua diberikan pengertian sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yg dikuasai sang seorang yg sudah sebagai bagian darinya sebagai akibatnya ia bisa melakukan konduite-perilaku kognitif, afektif, serta psikomotorik menggunakan sebaik-baiknya (Mulyasa. 2003). Kompetensi jua diberikan pengertian menjadi panguasaan terhadap tugas, keterampilan, perilaku, serta apresiasi yg dibutuhkan buat keberhasilan (Mulyasa. 2003). Kemudian Gordon pada Mulyasa (2005) memerinci beberapa aspek dari kompetensi, sebagai berikut. Pertama pengetahuan, yaitu kesadaran dalam bidang kognitif, seperti, contohnya seorang pengajar sekolah mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan donasi yg dibutuhkan muridnya dalam melakukan pembelajaran dikelasnya. Kedua pemahaman yaitu kedalaman kognitif dan apektif yg dimiliki sang individu, misalnya misalnya seorang pengajar yg akan melaksanakan pemebelajaran wajib memiliki pemahaman yg luas mengenai karekteristik dan kondisi muridnya supaya bisa pembelajaran berjalan secara efktif. Ketiga kemampuan, yaitu suatu yg dimiliki oleh seorang untuk bisa melakukan tugas atau pekerjaan yg dibebankan kepadanya, misalnya, misalnya kemam-puan guru pada menentukan dan menciptakan media pembelajaran yg dibutuhkan buat lebih memotivasi serta memudahkan pembelajaran siswa. Keempat nilai, yaitu suatu standar perilaku yg sudah diyakini serta secara psikologis sudah menyatu dalam diri seorang, misalnya, contohnya standar konduite dalam pembelajaran, diantaranya kejujuran, keterbukaan, demokratis, obyektif, adil. Kelima perilaku, yaitu perasaan seperti perasaan bahagia dan tidak bahagia, suka nir suka , atau reaksi terhadap terhadap suatu rangsangan yg datang menurut luar, misalnya reaksi terhadap krisis ekonomi, kenaikan gaji, serta sebagainya. Keenam minat yaitu kecendrungan seorang buat melakukan suatu perbuatan, seperti, misalnya, minat sesorang buat melakukan sesuatu atau menilik sesuatu. Ada juga pendapat yg menyatakan bahwa kompetensi yg wajib dimiliki oleh suatu profesi adalah meliputi: kemampuan untuk membuatkan eksklusif, dominasi ilmu pengetahuan dan keterampilan, kemampuan berkarya, kemampuan menyikapi serta berprilaku dalam berkarya, dapat hidup bermasya-akat (Pusposutardjo. 2002). Pengertian kompetensi lainnya yang lebih konseptual sifatnya menguraikan bahwa kompetensi tersebut mengandung 3 pengertian. (1) pengertian kompetensi itu dalam dasarnya merupakan kecakapan atau kemampuan buat mengerjakan sesuatu pekerjaan, (2) memilih pada pengertian bahwa kompetensi itu merupakan sifat orang-orang, yang mempunyai kecakapan, kemampuan, otoritas, kemahiran, pengetahuan dan lain sebagainya untuk dapat mengerjakan sesuatu yang diharapkan, serta (tiga) bahwa kompetensi adalah tindakan atau kinerja rasional yang dapat mencapai tujuan-tujuannya secara memuaskan berdasarkan syarat yg dibutuhkan (Makmun.1996, Dep-dikbud.1978, Depdikbud. 1984). Lebih jauh Makmun (1996) menyatakan bahwa berpijak dalam pengertian kompetensi tadi bisa juga dijelaskan bahwa sesungguhnya seorang yang dapat disebut menjadi profesional yang kompeten, jikalau menampakan karakteristik: (1) mampu melakukan sesuatu pekerjaan tertentu secara rasional, pada arti, ia memiliki visi dan misi yang kentara, dia melakukan sesuatu berdasarkan pada hasil analitis kritis dan pertimbangan logis pada membuat pilihan dan merogoh keputusan mengenai apapun yang akan dikerjakan, (2) menguasai perangkat pengetahuan yaitu teori, konsep, prinsip dan kaidah, hipotesis serta generalisasi, data dan imformasi lainnya tentang seluk beluk apa yg sebagai bidang tugas pekerjaannya, (3) menguasai perangkat keterampilan yang meliputi strategi dan taktik, metode dan teknik, prosedur serta prosedur, sarana serta instrumen, mengenai cara melakukan tugas pekerjaannya, (4) menguasai perangkat persyaratan ambang tentang ketentuan kelayakan normatif minimal kondisi menurut proses yang bisa ditoleran-sikan dan kriteria keberhasilan yang dapat diterima berdasarkan apa yg dilakukannya, (lima) memiliki daya dan citra unggulan pada melakukan tugas pekerjaannya. Ia bukan sekedar puas menggunakan memadai persyaratan minimal, melainkan berusaha mencapai yg sebaik mungkin, serta (6) memiliki kewenangan yg memancar atas penguasaan perangkat kompetensi yg pada batas tertentu dapat didemontrasikan dan teruji sehinga memung-kinkan memperoleh pengakuan pihak berwewenang.

Demikian variasi pengertian mengenai kompetensi menurut para penulis, dengan demikian berdasarkan dalam pengertian kompetensi yang begitu beragam tersebut menambah wawas-an serta khasanah para calon kepla sekolah, serta lebih lanjut akan memiliki pijakan yg lebih luas dan kuat dalam menyelidiki serta memahami kompetensi profesi kependidikan khususnya jabatan ketua sekolah tersebut.

Persoalannya kini bagaimanakah kompetensi yg harus dimiliki sang seseorang ketua sekolah agar dapat melaksanakan tugasnya menjadi pemimpin secara efektif? Dalam hubungannya menggunakan kompetensi ketua sekolah ada pendapat yang menyatakan bahwa seorang ketua sekolah dituntut buat mempunyai kemampuan: (1) konduite yang berorientasi pada tugas menggunakan memfokuskan dalam aktivitas penyusunan perencanaan, mengatur pekerjaan, melakukan koordinasi aktivitas anggota, serta menyediakan peralatan dan bantuan teknis yg dibutuhkan, (2) perilaku yg berorientasi hubungan ketua sekolah menjadi manajer wajib penuh perhatian mendukung dan membantu pengajar, konselor, dan karyawan sekolah serta berusaha memahami permasalahan dan pemecahannya, da (3) konduite partisipatif, ketua sekolah melakukan pertemuan gerombolan yg memudahkan partisipasi, pengambilan keputusan, memperbaiki komunikasi, mendorong kerjasama, dan memudahkan pemecahan perseteruan (Sergiovanni. 1977). Sesuai dengan Peraturan Menteri No. 13 Tahun 2007 mengenai standar ketua sekolah diatur bahwa seorang ketua sekolah tersebut dituntut harus mempunyai kompetensi keperibadian, kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi pengawasan, serta kompetensi sosial. Secara lebih lebih lengkap serta rincinya kompetensi yg dimaksudkan tadi adalah seperti yang tersaji pada daftar tabel berikut pada bawah ini.

TABEL NO DAFTAR KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH











1. Kepribadian

Mampu atau mempunyai akhlak mulia.
Mampu mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia pada sekolah loka bertugas.
Mampu menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas sekolah.
Mampu atau mempunyai integritas kepribadian dalam memimpin pada sekolah
Mampu atau mempunyai hasrat yang bertenaga dalam pengembangan diri sebagai ketua sekolah

Mampu berbagi perilaku terbuka pada melaksanakan tugas pokok serta fungsi menjadi kepala sekolah.
Mampu mengendalikan diri pada menghadapi masalah pada peker-jaan sebagai ketua sekolah.
Mampu atau memiliki bakat dan minat sebagai kepala sekolah.













2. Manajerial

Mampu menyusun perencanaan yang visioner.
Mampu berbagi organisasi sekolah sesuai kebutuhan.

Mampu memimpin sekolah pada memakai sumberdaya seko-lah.

Mampu mengelola perubahan dan pengembangan sekolah menuju organisasi belajar yg efektif.
Mampu membangun budaya dan iklim sekolah yg kondusif dan inovatif bagi PBM siswa.
Mampu menerapkan nilai-nilai kewirausahaan pada membentuk inovasi yg berguna bagi pembangunan sekolah.
Mampu mengelola guru dan staf dalam rangka pandayagunaan SDM secara optimal.
Mampu mengelola wahana serta prasarana sekolah dalam rangka panda-yagunaan secara optimal.
Mampu mengelola hubungan sekolah dan masyarakat pada rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar dan pembiayaan sekolah.
Mampu mengelola kesiswaan pada rangka penerimaan murid baru, penempatan siswa, serta pengembangan kafasitas siswa.
Mampu mengelola perkembangan kurikulum serta kegiatan pem-belajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional.
Mampu mengelola keuangan sekolah sesuai menggunakan prinsip pengelo-laan yg akuntabel, tranfarans, dan efisien.
Mampu mengelola ketatausahaan sekolah pada mendukung penca-paian tujuan sekolah.
Mampu mengelola buat layanan spesifik sekolah pada mendukung kegiatan pembelajaran dan aktivitas kesiswaan lainnya.
Mengelola system kabar sekolah dalam mendukung penyusunan acara dan pengambilan keputusan.
Mampu memanfaatkan kemajuan teknologi liputan bagi peningkat-an pembelajaran serta manajemen sekolah.
Mampu mengelola kegiatan produksi/jasa sebagai sumber belajar murid.
Mampu melakukan monitoring penilaian, serta pelaporan pelaksanaan program aktivitas sekolah menggunakan prosedur yang sempurna, serta meren-canakan tindak lanjutnya.









3. Kewirausahaan
Mampu membangun inovasi bagi pengembangan sekolah.
Mampu bekerja keras buat mencapai keberhasilan sekolah menjadi organisasi pembelajar yang efektif.

Memiliki motivasi yg bertenaga buat sukses pada melaksanakan tugas pokok serta manfaatnya menjadi pemimpin sekolah.

Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam mengha-dapi hambatan yg  dihadapi sekolah.

Memiliki naluri kewirausahaan pada mengelola kegiatan produksi/ jasa sekolah/menjadi asal belajar siswa.






4.  Supervisor

Mampu merencanakan program supervisi akademik dalam rangka meingkatkan profesionalisme guru.
Mampu melaksanakan pengawasan akademik terhadap guru menggunakan menggunakan pendekatan dan teknik pengawasan yg tepat.

Mampu menindaklanjuti hasil pengawasan akademik terhadap pengajar da-lam rangka peningkatan profesionalisme guru.


5. Sosial

Mampu bekerjasama menggunakan pihak lain buat kepentingan sekolah
Mampu melakukan partisipasi pada kegiatan sosial.

Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau grup lain.

6. Penunjang

Mampu mempertinggi gambaran serta profesionalisme sekolah.
Mampu meningkatan daya saing sekolah secara global.

Mampu menggugah jati diri bangsa


Demikian jua pada samping ketua sekolah dituntut mempunyai kemampuan misalnya yang telah diuraikan pada atas, lebih berdasarkan itu kemampuan tersebut sebaiknya didukung sang suatu sifat kepemipinan yg menurut pendapat Dewantara (Depdikbud, Dijendikdasmen. 1993) kepala sekolah wajib mempunyai sifat kepemimpinan yang sinkron menggunakan kepribadian bangsa. Kepemimpinan yang paling cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia adalah kepemimpinan Pancasila, yaitu ing ngarso sung tuludo, ing madio mangun karso, tut wuri andayani. Sifat kepemimpinan tadi lalu lebih dejelaskan menjadi berikut. Ing ngarso sung tuludo yg merupakan sekitar menjadi ketua sekolah yang berdiri tegak pada paling depan wajib mampu memberi model atau teladan kepada bawahannya contohnya menjadi berikut: cara berpakaian yg rapi, kehadiran yg lebih awal dari pengajar-guru yang lain, memiliki wibawa, menguasai kasus yang menyangkut bidangnnya, mempunyai rasa tanggungjawab yg tinggi, penuh pengabdian , aktif serta kreatif. Ing madio mangun karso yg artinya lebih kurang menjadi berikut kepla sekolah yang ideal apabila terdapat ditengah-tengah lingkungan tugasnya serta bijkasana, yaitu sanggup menaruh motivasi terhadap guru-guru dan karyawan yg lainnya supaya mengasihi profesinya, sanggup dan memberitahuakn masalah-kasus pekerjaan bila pengajar dan karyawan menerima kesulitan, jangan hanya bisa menyalahkan, mencari kesalahan pengajar-pengajar dan karyawan, tetapi wajib mebantu memecahkan masalah tadi, harus sanggup membentuk suasana yang menyenangkan sehingga pengajar dan karyawan bekerja menggunakan suasana kondusif, merasa nir ditekan, serta memperhatikan kesejahteraaan bawahannya dalam hal transpotasi, kehidupan keluarga, loka tinggal, membantu memecahkan perkara famili jika dimintai pertimbangan oleh bawahan, sehingga bawahan dapat bekerja dengan damai. Ttut wuri andayani yang artinya sekitar ketua sekolah hendaknya memberi kebebasan kepada bawahannya buat bertindak aktif serta kreatif dalam menjalankan tugasnya, yaitu mampu menjabarkan tugas-tugas menjadi guru serta karyawan, wakil kepala sekolah dan staf karyawan supaya diberikan kesempatan buat menjabarkan kebijakan kepla sekolah yang sudah dituangkan pada program, serta administrasi sekolah yang dikelola sang karyawan rapikan usaha agar dijabarkan sinkron dengan kebutuhannya. Kepala sekolah mengikutinya, mengarahkannya apbila terjadi kesalahan penafsiran atau terjadi penyimpangan menurut kebijkan yang telah ditetapkan. 

E. Kuasa serta Jenis Kuasa Kepala Sekolah
Istilah kekuasaan dalam literatur manajemen telah digunakan secara umum, akan namun masih juga terjadi kekaburan mengenai pengertiannya. Sering kata kekuasaan digunakan secara silih berganti menggunakan istilah-kata lainnya, misalnya efek, dan otoritas. Menurut Max Weber (Thoha. 1990) menaruh pengertian kekuasaan menjadi suatu kemungkinan yg menciptakan seorang aktor pada pada suatu interaksi sosial berada dalam suatu jabatan buat melaksanakan keinginannya sendiri serta yg menghilangkan halangan. Dalam sumber yang sama Thoha (1990) mengutip pendapat Walter Nord yg menaruh pengertian kekuasaan tadi menjadi suatu kemampuan buat mensugesti genre energi dan dana yang tersedia buat mencapai suatu tujuan yang tidak selaras secara jelas berdasarkan tujuan yg lainnya. Wexley serta Yukl (1977) memberikan pengertian kekuasaan sebagai kapasitas mempengaruhi orang lain. Seorang memiliki kekuasaan sepanjang terus dapat mempengaruhi nir peduli apakah usaha-bisnis yg dilakukan itu benar-benar mem-punyai impak. Kemudian Rivai (2004) menaruh pengertian kekuasaan menjadi kemampuan buat menciptakan orang lain melakukan apa yang diinginkan sang pihak yg lainnya. Kekuasaan meliputi interaksi antara 2 orang atau lebih. Seseorang atau grup tidak akan bisa mempunyai kekuasaan pada keadaan terisolasi, kekuasaan wajib diterapkan, atau mempunyai potensi untuk diterapkan dalam hubungannya menggunakan orang atau gerombolan lainnya. Rogers (1973) berusaha membuat lebih kentara kekaburan kata menggunakan merumuskan kekuasaan sebagai suatu potensi dari suatu imbas. Dengan demikian kekuasaan adalah suatu asal yg mampu atau nir mampu buat dipergunakan. Pengunaan kekuasaan selalu menyebabkan perubahan dalam kemungkinan bahwa seorang atau kelompok akan mengangkat suatu perubahan perilaku yang diinginkan. Rogers sepertinya sudah menaruh rumusan yg bermakna bagi kepemimpinan dijelaskan olehnya bahwa kepemimpinan adalah suatu proses buat mensugesti aktivitas-kegiatan individu dan grup pada usahanya buat mencapai tujuan dalam situasi tertentu. Dengan mengikuti penerangan menurut Rogers bisa disimpulkan bahwa kepemim-pinan merupakan setiap bisnis buat mensugesti, sementara itu kekuasaan bisa diartikan sebagai suatu potensi imbas menurut seseorang pemimpin tersebut. Demikian jua dijelaskan bahwa otoritas adalah sebagai suatu tipe khusus menurut kekuasaan yang secara asli melekat pada jabatan yang diduduki oleh pemimpin.

Banyak teori yang mengungkapkan jenis kuasa yg telah dikaji oleh para pakar. Dari sejumlah teori tersebut diantaranya Bateman dan Snell (2007) dengan mengutip teori dari French serta Raven menyebutkan bahwa pemimpin tersebut paling nir mempunyai lima jenis kuasa, demikian pula Wexley dan Yukl (1977), Koontz, dkk (1984), Stoner, dkk (1995) menyebutkan 5 jemis kuasa mampu digunakan secara luas. Jenis kuasa yang dimaksudkan merupakan kuasa paksaan (Coercive power), kuasa refernsi (Refrent power), kuasa legitimasi (Legitimte power), kuasa keahlian (Expert power), serta kuasa penghargaan (reward power). 

Kuasa paksaan (Coercive power) adalah berdasarkan atas rasa ketakutan bahwa kegagalan mematuhi peraturan atau perintah akan mengakibatkan beberapa bentuk hukuman. 

Sumber dari kuasa paksaan adalah pengendaliannya atas konsekwensi-konsekwensi negatif para bawahan, seperti: denda , skorsing, dan pemecatan, penurunan pangkat, mutasi, dan lain sebagainya.

Kuasa refernsi (Refrent power) adalah berdasarkan atas identifikasi serta ketertarikan. Sejumlah pemimpin politik atau kegamaan mempunyai kharisma atau daya tarik langsung yang luar biasa serta para bawahannya sangat patuh serta menghormati. Kuasa refrensi dipengaruhi sang kepribadian pemimpin dan kapasitasnya dalam memberi ilham terhadap bawahan serta memberikan asa-harapan serta nilai-nilai. Disamping itu kuasa refernsi ditentukan jua oleh bagaimana caranya pemimpin memperlakukan bawahan. Cara yg paling layak bagi seseorang pemimpin merupakan dengan meninggikan konsiderasi. 

Kuasa legitimasi (Legitime power) adalah kekuasaan yg bersumber menurut kedu-dukan atau jabatan formal atau informal yg dipegang seorang. Kekuasaan legitimasi diperoleh berdasarkan wewenang hukum. Kekuasa ini mencakup kepatuhan bawahan dengan peraturan dan perintah serta petunjuk yang diberikan menurut pimpinan bila hal ini dianggap absah oleh bawahan berdasarkan segi lingkup pemimpin. Lingkup kewenangan ditentukan sang organisasi serta keanggotaan bawahan ditentukan dalam perjanjian formal atau mungkin telah tercakup pada persetujuan informal. Wewenang pemimpin sangat tinggi terutama yg berkaitan menggunakan mekanisme serta penjawalan kerja. Banyaknya dampak seseorang pemimpin asal berdasarkan wewenang organisasi, karenanya kuasa legitimasi berdasarkan pemimpin umumnya sebaiknya didukung menggunakan kuasa paksaan. 

Kuasa keahlian (Expert power) adalah kuasa yang bersumber dari suatu keahlian serta kemampuan yang dimiliki oleh seseorang pemimpin. Seorang pemimpin dapat mempe-ngaruhi pendapat bawahan bila dia dilihat mempunyai pengetahuan serta keahlian yg luas. Dengan keahliannya mensugesti secara nir pribadi perilaku bawahanya. Pengaruh pimpinan akan lebih besar apabila memiliki pengetahuan penting yang luas, apabila pemimpin sangat persuasif dan pandai pada mensugesti bawahannya, bila pemimpin memiliki kejujuran serta kepercayaan yg tinggi dari bawahan..

Kuasa penghargaan (reward power) merupakan kekuasaan yang bersumber menurut bantuan gratis atau penghargaan yang diberikan oleh seseorang pemimpin. Pemimpimpin akan mengen-dalikan atas konsekwensi-konsekwensi positif yang ditimbulkan terhadap bawahan, sperti kenaikan upah, kenaikan gaji, promosi, promosi, penugasan, pengakuan formal, serta penghargaan yg lainnya.

Dari kutipan serta uraian di atas dapat diketahui paling nir terdapat 5 jenis kuasa yang dikenal dalam teori manajemen, namun demikian bila mengikuti uraiannya Hersey dan Blanchard (1982) disamping lima jenis kuasa di atas, masih ada dua jenis kuasa yg lainnya, yaitu kuasa koneksi dan kuasa keterangan. 

Berdasarkan uraian pada atas maka ada berberapa variasi pilihan jenis kuasa yang bisa dipilih dan dipakai oleh seorang pemimpin dalam upaya buat mempertinggi kinerja atau profesionalime bawahannya. Demikian pula dalam bidang pendidikan seseorang kepala sekolah menjadi pemimpin pendidikan memiliki variasi pilihan jenis kuasa yg dapat diubahsuaikan dan telah tentunya jua menggunakan mempertimbangkan tingkat kematangan para guru menjadi bawahannya pada rangka buat peningkatan kualitas kompetensi profesionalismenya.

Secara teori manajemen terutama dalam teori gaya kepemimpinan situasional yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard (1982) bahwa taraf kematangan bawahan atau pengikut tidak hanya memilih gaya kepemimpinan seseorang pemimpin, tetapi jua sangat menentukan pada pada memilih jenis kuasa yg seharusnya perlu dipakai pemimpin untuk bisa menyebabkan peningkatan kepatuhan konduite bawahan. Oleh karenanya pemimpin yg efektif perlu menyesuaikan atau memvariasikan jenis kuasa yg diterapkan atau diperlakukan terhadap pengikutnya. 

Dalam hubungan ini jika tingkat kematangan bawahan tadi termasuk tingggi (M4), maka alternatif pilihan jenis kuasa yang perlu diterapkan oleh seorangg pemimpin sehingga kepemimpinannya tadi bisa terealisasi secara efektif adalah jenis kuasa keahlian. Jika taraf kematangan bawahan tadi termasuk sedang (M3, M2), maka alternatif pilihan jenis kuasa yang perlu diterapkan oleh seseorang pemimpin sebagai akibatnya kepemimpinannya tadi bisa terealisasi secara efektif adalah jenis kuasa refrensi atau kuasa penghargaan. Demikian juga jika taraf kematangan bawahan tadi termasuk rendah (M1), maka alternatif pilihan jenis kuasa yg perlu diterapkan oleh seseorang pemimpin sebagai akibatnya kepemimpinannya tersebut dapat terlaksana secara efektif adalah jenis kuasa paksaan.

Dengan demikian dalam bidang pendidikan terutama di sekolah kepala sekolah sepertinya juga memiliki variasi pilihan jenis kuasa yg dapat dipilih serta digunakan dalam rangka melaksanakan training kualitas kompetensi profesionalisme para guru sebagai bawahannya. Jika ketua sekolah pada rangka melaksanakan pembinaan peningkatan kualitas kompetensi profesionalime guru berhadapan menggunakan para guru sebagai bawahnya yang mempunyai tingkat kematangan yang tingi (M4), maka alternatif pilihan jenis kuasa yang perlu diterapkan sehingga pembinaanya tadi dapat terealisasi secara efektif adalah jenis kuasa keahlian. Kemudian Jika ketua sekolah pada rangka melaksanakan pembinaan peningkatan kualitas kompetensi profesionalime guru berhadapan dengan para pengajar menjadi bawahnya mempunyai taraf kematangan yg sedang (M3, M2), maka cara lain pilihan jenis kuasa yg perlu diterapkan sehingga pembinaanya tersebut bisa terlaksana secara efektif merupakan jenis kuasa refernsi atau jenis kuasa penghargaan. Demikian pula jika kepala sekolah dalam rangka melaksanakan pembinaan peningkatan kualitas kompetensi profesionalime para pengajar tadi berhadapan dengan pengajar menjadi bawahnya yang memiliki taraf kematangan yg rendah (M1), maka alternatif pilihan jenis kuasa yang perlu diterapkan sebagai akibatnya pembinaannya tersebut dapat terealisasi secara efektif merupakan jenis kuasa paksaan.