Tujuan, Fungsi, Maupun Program Perpustakaan Umum Demi Meningkatkan Daya Tarik Masyarakat
Di era berita kini ini, pendidikan merupakan sesuatu yg krusial bagi seluruh orang karena pendidikan adalah akar menurut peradaban sebuah bangsa. Pendidikan kini sudah sebagai kebutuhan pokok yang harus dimiliki setiap orang supaya bisa menjawab tantangan kehidupan. Untuk memperoleh pendidikan ada aneka macam cara yg bisa ditempuh, diantaranya melalui pendidikan formal serta non-formal. Pendidikan dapat diperoleh melalui jalur non formal yang salah satunya melalui perpustakaan, khususnya perpustakaan generik.
Secara umum, perpustakaan mempunyai peranan yang sangat penting bagi peningkatan kualitas asal daya manusia. Pertama, menjadi jantung pendidikan dan ilmu pengetahuan. Kedua, menjadi pusat pengumpulan dan penyimpanan asal pengetahuan serta keterangan. Ketiga, menjadi social center, yaitu sentra aktivitas rakyat setempat.perpustakaan Umum memiliki peran sangat strategis dalam menaikkan tingkat hayati masyarakat, menjadi wahana belajar sepanjanghayat buat membuatkan potensi masyarakat supaya menjadi insan yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, berdikari,serta sebagai warga negara yg demokratis serta bertanggung jawab dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan nasional, dan merupakan sarana pelestarian kekayaan budaya bangsa, hal ini sesuai dengan yang diamanatkan oleh Undang-undang Dasar 1945 yaitu sebagai sarana mencerdaskan kehidupan bangsa (Daryono, 2009: 1).
Di negara yg sudah maju, perpustakaan generik merupakan cermin kemajuan masyarakatnya karena perpustakaan merupakan bagian dari kebutuhan hayati sehari-hari. Hal itu diikuti menggunakan kemudahan memperoleh akses serta kelengkapan wahana dan ketersediaan sumber warta yg sangat memadai.sedangkan eksistensi serta perhatian rakyat terhadap perpustakaan di negara-negara berkembang masih sangat terbatas. Kalaupun perhatian itu terdapat, hanya sebatas impian dan bukan adalah galat satu kebutuhan mereka. Apalagi dengan krisis ekonomi dunia ketika ini, dimana orang lebih mementingkan pemenuhan kebutuhan sosial, dan ekonomi mereka. Sehingga sedikit dari mereka yang mengetahui tujuan,fungsi juga kiprah perpustakaan generik kini ini.
Dalam hal ini rakyat generik di harapkan sahih-sahih tahu serta mampu memakai fungsi dan kiprah penting keberadaan perpustakaan umum,demi menunjang kebutuhan fakta yg di perlukan sebagaimana umumnya.
1. Pengertian Perpustakaan Umum
Perpustakaan generik adalah suatu unit/lembaga layanan liputan yg diselenggaran di loka tinggal penduduk baik kota/desa yg diperuntukkan bagi semua kalangan/golongan warga tanpa memandang latar belakang,kepercayaan ,pendidikan juga status sosial-ekonomi serta sebagainya guna sebagai sarana pemenuhan kebutuhan informasi yg dibutuhkan masyarakat/penduduk pada biasanya.
Perpustakaan umum terdiri berdasarkan beberapa bagian seperti pengadaan, pengolahan serta pelayanan bahan pustaka. Masing-masing bagian saling berafiliasi serta memiliki tujuan yg sama yaitu untuk mendayagunakan agar koleksi yang dimiliki perpustakaan dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin sang pemustaka.
Untuk mengetahui lebih pada, berikut ini akan dijelaskan mengenai tujuan, fungsi,maupun peran perpustakaan generik.
2. Fungsi Perpustakaan Umum
Secara generik, perpustakaan mengemban beberapa fungsi umum menjadi berikut :
a. Fungsi Informasi
Perpustakaan menyediakan banyak sekali macam warta yg mencakup bahan tercetak, terekam maupun koleksi lainnya supaya penggunaan perpustakaan dapat merogoh banyak sekali wangsit dari kitab yg ditulis oleh para pakar berdasarkan berbagai bidang ilmu ,menumbuhkan rasa percaya diri dalam menyerap informasi dalam banyak sekali bidang serta memiliki kesempatan untuk dapat memilih informasi yang layak sinkron kebutuhannya.
b. Fungsi Pendidikan
Perpustakaan adalah wahana pendidikan nonformal serta informal,ialah perpustakaan adalah loka belajar pada luar bangku sekolahmaupun pula tempat belajar pada lingkungan pendidikan sekolah. Melalui fungsi ini manfaat yg bisa diperoleh adalah supaya pengguna perpustakaan mendapatkan kesempatan untuk mendidik diri sendiri secara berkesinambungan; buat menyebarkan dan membangkitkan minat yg telah dimiliki pengguna.
c. Fungsi Kebudayaan
Perpustakaan merupakan loka buat mendidik dan berbagi apresiasi budaya warga . Sebagai fungsi kebudayaan maka perpustakaan dimanfaatkan pengguna sebagai rekaman budaya bangsa untuk menaikkan taraf hidup dan mutu kehidupan insan baik secara individu maupun gerombolan ,membangkitkan minat terhadap kesenian dan keindahan yang adalah salah satu kebutuhan manusia terhadap cita rasa seni, mendorong tumbuhnya kreativitas pada kesenian; mengembangkan sikap dan sifat hubungan manusia yang positif dan menunjang kehidupan antar budaya secara serasi.
d. Fungsi Rekreasi
Sebagai fungsi rekreasi maka perpustakaan dimanfaatkan pengguna buat: membangun kehidupan yang seimbang antara jasmani serta rohani; mengembangkan minat rekreasi pengguna melalui aneka macam bacaan dan pemanfaatan waktu senggang; menunjang aneka macam kegiatan kreatif sertahiburan yg positif.
e. Fungsi Penelitian
Sebagai fungsi penelitian maka perpustakaan menyediakan aneka macam berita buat menunjang kegiatan penelitian yg mencakup berbagaI jenis juga bentuk informasi itu sendiri.
f. Fungsi Deposit
Sebagai fungsi deposit maka perpustakaan berkewajiban menyimpan dan melestarikan seluruh karya cetak serta karya rekam yang diterbitkan pada wilayah Indonesia. Perpustakaan yg menjalankan fungsi deposit secara nasional merupakan Perpustakaan Nasional.
Tujuan generik perpustakaan merupakan membina serta mengembangkan kebiasaan membaca serta belajar sebagai suatu proses yang berkesinambungan seumur hidup dan kesejukan jasmani dan rohani rakyat berada dalam jangkauan layanan, sehingga berkembang daya ciptaan dan inovasinya bagi peningkatan prestise serta produktivitas setiap rakyat masyarakat secara menyeluruh pada menunjang pembangunan nasional.
b. Tujuan Fungsional
Tujuan fungsional dan tujuan khusus Perpustakaan Umum adalah :
1. Mengembangkan minat, kemampuan dan norma membaca, dan mendayagunakan budaya tulisan dalam segala sektor kehidupan.
2. Mengembangkan kemampuan mencari, memasak dan memanfaatkan liputan.
3. Mendidik masyarakat pada umumnya agar bisa memelihara serta memanfaatkan bahan pustaka secara tepat guna serta berhasi.
4. Meletakkan dasar-dasar ke arah belajar berdikari.
5. Memupuk minat dan bakat rakyat.
6. Menumbuhkan kemampuan rakyat buat memecahkan perkara yang dihadapi pada kehidupan atas tanggung jawab dan usaha sendiri dengan berbagi kemampuan membaca rakyat.
7. Berpartisipasi aktif pada menunjang pembangunan nasional yg menyediakan bahan pustaka yang diperlukan dalam pembangunan sesuai kebutuhan semua lapisan warga .
c. Tujuan Operasional
Tujuan Operasional Perpustakaan umum adalah pernyataan formal yg terang mengenai sasaran yg harus dicapai serta cara mencapainya, sehingga tujuan tersebut bisa dimonitor, diukur serta dievaluasi keberhasilannya.
4. Peran Perpustakaan Umum
Setiap perpustakaan dapat mempertahankan eksistensinya apabila bisa menjalankan peranannya. Secara umum peran-kiprah yg dapat dilakukan adalah :
1. Menjadi media antara pemakai menggunakan koleksi sebagai asal kabar pengetahuan.
2. Menjadi lembaga pengembangan minat dan budaya membaca serta pembangkit kesadaran pentingnya belajar sepanjang hayat.
3. Mengembangkan komunikasi antara pemakai serta atau dengan penyelenggara sehingga tercipta kolaborasi, sharing pengetahuan maupun komunikasi ilmiah lainnya.
4. Motivator, perantara serta fasilitator bagi pemakai pada bisnis mencari, memanfaatkan serta menyebarkan ilmu pengetahuan serta pengalaman.
5. Berperan menjadi agen perubah, pembangunan dan kebudayaan manusia.
5. Program Perpustakaan Umum
Dari pembahasan di atas mengenai tujuan, fungsi juga peran perpustakaan umum dalam kenyataan juga penerapannya nir berjalan menggunakan aporisma. Salah satu faktor penghambatnya adalah kasus ekonomi serta kurangnya kesadaran warga mengenai hakikat kiprah Perpustakaan Umum terutama masyarakat pedesaan. Sehingga hal ini nir dapat mendorong serta menyadarkan warga akan arti pentingnya Perpustakaan Umum.
Oleh karenanya, buat mengatasi masalah tersebut adapun acara yg mendukung adanya partisipasi rakyat yang perlu pada selenggarakan, karena konsep pengambilan peran aktif perpustakaan ini merupakan menjadi konsekuensi logis buat menarik minat masyarakat. Beberapa acara yang sanggup diselenggarakan yg dapat menaikkan peran aktif anggota rakyat di Perpustakaan umum adalah:
Mengadakan Diskusi, seminar, dan musyawarah, baik mengenai pengetahuan-pengetahuan generik maupun berkaitan dengan perseteruan desa yang diselenggarakan di Perpustakaan Umum.
Permainan, pertandingan, dan perlombaan pada bidang seni, olah raga, pendidikan dan kebudayaan yang berpusat di Perpustakaan Umum ini.
Mengadakan Pameran hasil karya serta koleksi warga yang berpusat pada PerpustakaanUmum.
Pengembangan grup kerja yang ditujukan sebagai penggagas pengembangan desa berbasis perpustakaan dan pelaksana kongkritnya.
Education learning tentang perpustakaan yg berpusat pada Perpustakaan Umum.
Untuk memperkenalkan dalam masyarakat tentang program Perpustakaan Umum ini maka perlu diadakan pengenalan dan sosialisasi dengan menaruh aneka macam macam perlombaan pada bidang seni, olah raga, pendidikan dan kebudayaan yg berpusat di Perpustakaan Umum.
Tujuan, Fungsi, Maupun Program Perpustakaan Umum Demi Meningkatkan Daya Tarik Masyarakat
Di era keterangan kini ini, pendidikan merupakan sesuatu yang krusial bagi semua orang karena pendidikan adalah akar berdasarkan peradaban sebuah bangsa. Pendidikan kini telah sebagai kebutuhan utama yg harus dimiliki setiap orang supaya bisa menjawab tantangan kehidupan. Untuk memperoleh pendidikan terdapat berbagai cara yang sanggup ditempuh, diantaranya melalui pendidikan formal serta non-formal. Pendidikan dapat diperoleh melalui jalur non formal yg keliru satunya melalui perpustakaan, khususnya perpustakaan umum.
Secara generik, perpustakaan mempunyai peranan yang sangat vital bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pertama, sebagai jantung pendidikan dan ilmu pengetahuan. Kedua, sebagai pusat pengumpulan serta penyimpanan sumber pengetahuan dan kabar. Ketiga, menjadi social center, yaitu pusat aktivitas warga setempat.perpustakaan Umum mempunyai kiprah sangat strategis pada mempertinggi taraf hidup rakyat, menjadi sarana belajar sepanjanghayat buat mengembangkan potensi warga agar sebagai manusia yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, berdikari,serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab pada mendukung penyelenggaraan pendidikan nasional, serta merupakan sarana pelestarian kekayaan budaya bangsa, hal ini sinkron dengan yg diamanatkan oleh Undang-undang Dasar 1945 yaitu menjadi sarana mencerdaskan kehidupan bangsa (Daryono, 2009: 1).
Di negara yg telah maju, perpustakaan generik merupakan cermin kemajuan masyarakatnya lantaran perpustakaan adalah bagian menurut kebutuhan hayati sehari-hari. Hal itu diikuti menggunakan kemudahan memperoleh akses serta kelengkapan sarana dan ketersediaan asal fakta yang sangat memadai.sedangkan eksistensi dan perhatian masyarakat terhadap perpustakaan di negara-negara berkembang masih sangat terbatas. Kalaupun perhatian itu terdapat, hanya sebatas harapan serta bukan adalah salah satu kebutuhan mereka. Apalagi menggunakan krisis ekonomi dunia ketika ini, dimana orang lebih mementingkan pemenuhan kebutuhan sosial, dan ekonomi mereka. Sehingga sedikit menurut mereka yg mengetahui tujuan,fungsi maupun kiprah perpustakaan generik sekarang ini.
Dalam hal ini warga umum di harapkan benar-benar tahu serta sanggup menggunakan fungsi serta peran penting eksistensi perpustakaan umum,demi menunjang kebutuhan liputan yg pada perlukan sebagaimana umumnya.
1. Pengertian Perpustakaan Umum
Perpustakaan umum merupakan suatu unit/forum layanan liputan yg diselenggaran pada loka tinggal penduduk baik kota/desa yg diperuntukkan bagi semua kalangan/golongan warga tanpa memandang latar belakang,kepercayaan ,pendidikan maupun status sosial-ekonomi dan sebagainya guna sebagai sarana pemenuhan kebutuhan informasi yg diharapkan masyarakat/penduduk pada umumnya.
Perpustakaan generik terdiri dari beberapa bagian misalnya pengadaan, pengolahan serta pelayanan bahan pustaka. Masing-masing bagian saling bekerjasama serta mempunyai tujuan yang sama yaitu buat mendayagunakan supaya koleksi yang dimiliki perpustakaan dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh pemustaka.
Untuk mengetahui lebih dalam, ini dia akan dijelaskan tentang tujuan, fungsi,maupun peran perpustakaan generik.
2. Fungsi Perpustakaan Umum
Secara umum, perpustakaan mengemban beberapa fungsi generik sebagai berikut :
a. Fungsi Informasi
Perpustakaan menyediakan aneka macam macam warta yg meliputi bahan tercetak, terekam maupun koleksi lainnya supaya penggunaan perpustakaan bisa merogoh berbagai inspirasi dari kitab yg ditulis sang para ahli menurut banyak sekali bidang ilmu ,menumbuhkan rasa percaya diri dalam menyerap fakta pada aneka macam bidang serta mempunyai kesempatan buat dapat memilih kabar yang layak sesuai kebutuhannya.
b. Fungsi Pendidikan
Perpustakaan adalah sarana pendidikan nonformal dan informal,merupakan perpustakaan adalah loka belajar pada luar bangku sekolahmaupun juga loka belajar dalam lingkungan pendidikan sekolah. Melalui fungsi ini manfaat yang dapat diperoleh merupakan agar pengguna perpustakaan mendapatkan kesempatan untuk mendidik diri sendiri secara berkesinambungan; untuk berbagi serta membangkitkan minat yang sudah dimiliki pengguna.
c. Fungsi Kebudayaan
Perpustakaan merupakan tempat untuk mendidik dan membuatkan apresiasi budaya warga . Sebagai fungsi kebudayaan maka perpustakaan dimanfaatkan pengguna sebagai rekaman budaya bangsa buat menaikkan tingkat hayati dan mutu kehidupan manusia baik secara individu juga grup,membangkitkan minat terhadap kesenian dan estetika yang adalah salah satu kebutuhan insan terhadap cita rasa seni, mendorong tumbuhnya kreativitas pada kesenian; menyebarkan perilaku dan sifat hubungan manusia yg positif dan menunjang kehidupan antar budaya secara harmonis.
d. Fungsi Rekreasi
Sebagai fungsi rekreasi maka perpustakaan dimanfaatkan pengguna buat: membangun kehidupan yang seimbang antara jasmani serta rohani; membuatkan minat rekreasi pengguna melalui aneka macam bacaan serta pemanfaatan waktu senggang; menunjang berbagai kegiatan kreatif sertahiburan yg positif.
e. Fungsi Penelitian
Sebagai fungsi penelitian maka perpustakaan menyediakan berbagai kabar buat menunjang aktivitas penelitian yang mencakup berbagaI jenis maupun bentuk warta itu sendiri.
f. Fungsi Deposit
Sebagai fungsi deposit maka perpustakaan berkewajiban menyimpan serta melestarikan semua karya cetak dan karya rekam yg diterbitkan pada wilayah Indonesia. Perpustakaan yang menjalankan fungsi deposit secara nasional merupakan Perpustakaan Nasional.
Tujuan umum perpustakaan adalah membina serta menyebarkan kebiasaan membaca serta belajar menjadi suatu proses yg berkesinambungan seumur hidup serta kesegaran jasmani serta rohani rakyat berada pada jangkauan layanan, sebagai akibatnya berkembang daya kreasi dan inovasinya bagi peningkatan martabat dan produktivitas setiap masyarakat masyarakat secara menyeluruh pada menunjang pembangunan nasional.
b. Tujuan Fungsional
Tujuan fungsional serta tujuan khusus Perpustakaan Umum adalah :
1. Mengembangkan minat, kemampuan dan kebiasaan membaca, dan mendayagunakan budaya goresan pena pada segala sektor kehidupan.
2. Mengembangkan kemampuan mencari, memasak serta memanfaatkan berita.
3. Mendidik masyarakat dalam umumnya agar dapat memelihara dan memanfaatkan bahan pustaka secara sempurna guna serta berhasi.
4. Meletakkan dasar-dasar ke arah belajar mandiri.
5. Memupuk minat dan talenta masyarakat.
6. Menumbuhkan kemampuan warga buat memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan atas tanggung jawab serta usaha sendiri menggunakan menyebarkan kemampuan membaca rakyat.
7. Berpartisipasi aktif dalam menunjang pembangunan nasional yang menyediakan bahan pustaka yg diperlukan pada pembangunan sinkron kebutuhan seluruh lapisan warga .
c. Tujuan Operasional
Tujuan Operasional Perpustakaan umum adalah pernyataan formal yang jelas tentang sasaran yg wajib dicapai dan cara mencapainya, sehingga tujuan tadi bisa dimonitor, diukur dan dievaluasi keberhasilannya.
4. Peran Perpustakaan Umum
Setiap perpustakaan dapat mempertahankan eksistensinya bila bisa menjalankan peranannya. Secara generik peran-kiprah yg bisa dilakukan adalah :
1. Menjadi media antara pemakai menggunakan koleksi menjadi asal fakta pengetahuan.
2. Menjadi forum pengembangan minat dan budaya membaca serta pembangkit pencerahan pentingnya belajar sepanjang hayat.
3. Mengembangkan komunikasi antara pemakai serta atau dengan penyelenggara sehingga tercipta kolaborasi, sharing pengetahuan juga komunikasi ilmiah lainnya.
4. Motivator, perantara dan fasilitator bagi pemakai dalam usaha mencari, memanfaatkan serta menyebarkan ilmu pengetahuan dan pengalaman.
5. Berperan menjadi agen perubah, pembangunan serta kebudayaan insan.
5. Program Perpustakaan Umum
Dari pembahasan pada atas tentang tujuan, fungsi maupun peran perpustakaan generik dalam fenomena juga penerapannya tidak berjalan dengan maksimal . Salah satu faktor penghambatnya merupakan kasus ekonomi serta kurangnya pencerahan rakyat mengenai hakikat peran Perpustakaan Umum terutama rakyat pedesaan. Sehingga hal ini tidak dapat mendorong dan menyadarkan masyarakat akan arti pentingnya Perpustakaan Umum.
Oleh karena itu, buat mengatasi perkara tadi adapun program yang mendukung adanya partisipasi rakyat yang perlu pada selenggarakan, karena konsep pengambilan kiprah aktif perpustakaan ini ialah menjadi konsekuensi logis buat menarik minat rakyat. Beberapa acara yg mampu diselenggarakan yang bisa menaikkan peran aktif anggota rakyat pada Perpustakaan generik merupakan:
Mengadakan Diskusi, seminar, dan musyawarah, baik mengenai pengetahuan-pengetahuan umum maupun berkaitan menggunakan konflik desa yg diselenggarakan di Perpustakaan Umum.
Permainan, pertandingan, dan perlombaan pada bidang seni, olah raga, pendidikan serta kebudayaan yang berpusat di Perpustakaan Umum ini.
Mengadakan Pameran output karya dan koleksi masyarakat yg berpusat di PerpustakaanUmum.
Pengembangan gerombolan kerja yg ditujukan sebagai penggagas pengembangan desa berbasis perpustakaan dan pelaksana kongkritnya.
Education learning mengenai perpustakaan yang berpusat di Perpustakaan Umum.
Untuk memperkenalkan pada masyarakat mengenai acara Perpustakaan Umum ini maka perlu diadakan sosialisasi dan pengenalan menggunakan memberikan berbagai macam perlombaan dalam bidang seni, olah raga, pendidikan serta kebudayaan yang berpusat pada Perpustakaan Umum.
Pendidikan adalah komponen yang memiliki kiprah yang strategis bagi bangsa Indonesia pada mewujudkan tujuan yang telah dirumuskan. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dalam alinia ke empat merupakan “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan bisnis yg terjadwal serta terprogram menggunakan kentara dalam agenda pemerintahan yg berupa penyelenggaraan pendidikan.
Tujuan pendidikan Negara Indonesia yang tertuang pada Undang-undang Republik Indonesia angka 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah usaha sadar serta terpola buat mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif membuatkan potensi dirinya buat memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan keterampilan yg diperlukan diriya, masyarakat, bangsa dan negara. Agar kegiatan pendidikan tersebut terencana menggunakan baik maka diperlukan kurikulum pendidikan.
Sekolah menjadi salah satu lembaga pendidikan yg diberikan tugas buat mewujdkan tujuan pendidikan nasional harus menjalankan kiprahnya menggunakan baik. Dalam menjalankan kiprah menjadi lembaga pendidikan ini, sekolah wajib dikelola menggunakan baik supaya dapat mewujudkan tujuan pendidikan yang sudah dirumuskan menggunakan optimal. Pengelolaan sekolah yg nir profesional bisa menghambat proses pendidikan yg sedang berlangsung dan dapat menghambat langkah sekolah dalam menjalankan manfaatnya sebagai forum pendidian formal.
Agar pengelolaan sekolah tersebut bisa berjalan dengan baik, dibutuhkan renccana strategis sebagai suatu upaya/cara buat mengendalikan organisasi (sekolah) secara efektif dan efisien, hingga pada pada implementasi garis terdepan, sedemikian rupa sehingga tujuan dan sasarannya tercapai. Perencanaan strategis merupakan landasan bagi sekolah dalam menjalankan proses pendidikan. Komponen dalam perencanaan strategis paling nir terdiri berdasarkan visi, misi, tujuan, target dan taktik (cara mencapai tujuan dan target). Perumusan terhadap visi, misi, tujuan, target serta taktik tadi harus dilakukan pengelola sekolah, supaya sekolah mempunyai arah kebijakan yang bisa menunjang tercapainya tujuan yang dibutuhkan.
Berdasarkan penerangan diatas, penulis tertarik buat menulis makalah tentang “merumuskan visi, misi, tujuan dan acara sekolah”
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian serta Merumuskan Visi serta Misi
a. Pengertian Visi
Visi merupakan citra tentang masa depan (future) yang realistik serta ingin diwujudkan dalam kurun waktu eksklusif. Visi merupakan pernyataan yang diucapkan atau ditulis hari ini, yang adalah proses manajemen saat ini yang menjangkau masa yg akan tiba (Akdon, 2006:94).
Hax serta Majluf dalam Akdon (2006:95) menyatakan bahwa visi adalah pernyataan yg adalah wahana buat:
1. Mengkomunikasikan alasan eksistensi organisasi dalam arti tujuan serta tugas pokok.
2. Memperlihatkan framework interaksi antara organisasi menggunakan stakeholders (asal daya insan organisasi, konsumen/citizen, pihak lain yang terkait).
3. Menyatakan sasaran utama kinerja organisasi dalam arti pertumbuhan serta perkembangan.
Pernyataan visi, baik yang tertulis atau diucapkan perlu ditafsirkan menggunakan baik, tidak mengandung multi makna sebagai akibatnya bisa sebagai acuan yg mempersatukan seluruh pihak pada sebuah organisasi (sekolah).
Bagi sekolah Visi adalah imajinasi moral yang mendeskripsikan profil sekolah yg diinginkan pada masa datang. Imajinasi ke depan seperti itu akan selalu diwarnai sang peluang serta tantangan yg diyakini akan terjadi di masa datang. Dalam menentukan visi tadi, sekolah harus memperhatikan perkembangan dan tantangan masa depan.
b. Merumuskan Visi sekolah
Bagi suatu organisasi visi mempunyai peranan yang krusial pada memilih arah kebijakan serta karakteristik organisasi tersebut. Ada beberapa hal yang wajib diperhatikan dalam merumuskan sebuah visi dari Bryson (2001:213) antara lain:
1. Visi harus dapat memberikan panduan/arahan dan motivasi.
2. Visi harus desebarkan pada kalangan anggota organisasi (stakeholder)
3. Visi wajib digunakan buat menyebarluaskan keputusan dan tindakan organisasi yg krusial.
Menurut Akdon (2006:96), terdapaat beberapa kriteri pada merumuskan visi, antara lain:
1) Visi bukanlah warta, tetapi gambaran pandangan ideal masa depan yg ingin diwujudkan.
2) Visi dapat menaruh arahan, mendorong anggota organisasi buat memperlihatkan kinerja yang baik.
3) Dapat menimbulkan wangsit dan siap menghadapi tantangan
4) Menjembatani masa kini dan masa yg akan datang.
5) Gambaran yang realistik dan kredibel dengan masa depan yg menarik.
6) Sifatnya tidak statis serta tidak untuk selamanya.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, rumusan visi sekoalah yg baik seharusnya memberikan isyarat:
1) Visi sekolah berorientasi ke masa depan, untuk jangka ketika yang lama .
2) Menunjukkan keyakinan masa depan yg jauh lebih baik, sesuai menggunakan kebiasaan serta harapan warga .
3) Visi sekolah harus mencerminkan standar keunggulan serta asa yg ingin dicapai.
4) Visi sekolah harus mencerminkan dorongan yg bertenaga akan tumbuhnya wangsit, semangat dan komitmen bagi stakeholder.
5) Mampu menjadi dasar dan mendorong terjadinya perubahan serta pengembangan sekolah ke arah yang lebih baik.
6) Menjadi dasar perumusan misi serta tujuan sekolah.
7) Dalam merumuskan visi wajib disertai indikator pencapaian visi.
c. Pengertian Misi
Misi merupakan pernyataan mengenai hal-hal yang wajib dicapai organisasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan di masa tiba (Akdon, 2006: 97). Pernyataan misi mencerminkan mengenai penjelasan produk atau pelayanan yg ditawarkan. Pernyataan misi wajib :
1. Menunjukkan secara kentara mengenai apa yang hendak dicapai sang organisasi dan bidang kegiatan primer dari organisasi yang bersangkutan.
2. Secara eksplisit mengandung apa yg harus dilakukan buat mencapainya.
3. Mengundang partisipasi masyarakat luas terhadap perkembangan bidang itama yg digeluti organisasi (Akdon, 2006:98).
d. Merumuskan Misi Sekolah
Misi merupakan tindakan atau upaya buat mewujudkan visi. Jadi misi adalah penjabaran visi dalam bentuk rumusan tugas, kewajiban, dan rancangan tindakan yang dijadikan arahan buat mewujudkan visi. Dengan istilah lain, misi adalah bentuk layanan untuk memenuhi tuntutan yg dituangkan pada visi dengan banyak sekali indikatornya.
Ada beberapa kriteria dalam pembuatan misi, diantaranya:
1) Penjelasan mengenai produk atau pelayanan yg ditawarkan yg sangat diharapkan oleh masyarakat.
2) Harus kentara memiliki sasaran publik yg akan dilayani.
3) Kualitas produk dan pelayanan yang ditawarkan mempunyai daya saing yang meyakinkan masyarakat.
4) Penjelasan aspirasi bisinis yang diinginkan pada masa mendatang jua bermanfaat serta manfaatnya bagi masyarakat menggunakan produk serta pelayanan yg tersedia (Akdon, 2006:99).
Beberapa hal yg wajib diperhatikan dalam merumuskan misi sekolah antara lain:
1. Pernyataan misi sekolah wajib menunjukkan secara jelas mengenai apa yg hendak dicapai sang sekolah.
2. Rumusan misi sekolah selalu pada bentuk kalimat yg menerangkan “tindakan” serta bukan kalimat yg menunjukkan “keadaan” sebagaimana dalam rumusan visi.
3. Satu indikator visi bisa dirumuskan lebih dari satu rumusan misi. Antara indikator visi menggunakan rumusan misi sine qua non keterkaitan atau terdapat benang merahnya secara kentara.
4. Misi sekolah mendeskripsikan tentang produk atau pelayanan yang akan diberikan dalam masyarakat (anak didik)
5. Kualitas produk atau layanan yg ditawarkan harus memiliki daya saing yg tinggi, tetapi diadaptasi dengan kondisi sekolah.
2. Pengertian serta Merumuskan Tujuan dan Program
a. Tujuan (Goals)
Tujuan adalah pembagian terstruktur mengenai berdasarkan pernyataan misi, tujuan merupakan sesuatu yg akan dicapai atau didapatkan pada jangka ketika yg sudah ditentukan. Penetapan tujuan pada umumnya berdasarkan pada faktor-faktor kunci keberhasilan yg dilakukan selesainya penetapan visi dan misi. Tujuan tidak harus dinyatakan pada bentuk kuantitatif, akan tetapi harus dapat memberitahuakn syarat yang ingin dicapaidi masa mendatang (Akdon, 2006:143). Tujuan akan mengarahkan perumusan sasaran, kebijaksanaan, program dan aktivitas pada rangka merealisasikan misi, sang karena itu tujuan harus bisa menyediakan dasar yang bertenaga buat menetapkan indikator.
Pencapaian tujuan bisa dijadikan indikator untuk menilai kinerja sebuah organisasi. Beberapa kriteria tujuan diantaranya:
1. Tujuan wajib serasi dan mengklarifikasikan misi, visi dan nilai-nilai organisasi.
2. Pencapaian tujuan akan dapat memenuhi atau berkontribusi memenuhi misi, acara dan sub acara organisasi.
3. Tujuan cenderung buat esensial nir berubah, kecuali terjadi pergeseran lingkungan, atau pada hal gosip strategik hasil yg diinginkan.
4. Tujuan biasanya secara re;atif berjangka panjang
5. Tujuan mendeskripsikan hasil program
6. Tujuan mendeskripsikan arahan yang jelas berdasarkan organisasi.
7. Tujuan wajib menantang, tetapi realistik serta dapat dicapai.
b. Merumuskan Tujuan Sekolah
Tujuan mendeskripsikan arahan yang jelas bagi sekolah. Perumusan tujuan akan taktik/perlakuan, arah kebijakan serta program suatu sekolah. Oleh karenanya perumusan tujuan harus memberikan berukuran lebih spesifik dan akuntabel. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada merumuskan tujuan sekolah, diantaranya:
1) Tujuan sekolah harus memberikan ukuran yang khusus serta akuntabel (dapat diukur)
2) Tujuan sekolah merupakan pembagian terstruktur mengenai berdasarkan misi, sang karena itu tujuan harus selaras dengan visi serta misi.
3) Tujuan sekolah menyatakan aktivitas spesifik apa yang akan diselesaikan dan kapan diselesaikannya?
c. Pengertian Program
Program adalah implementasi menurut visi, misi serta tujuan. Program yg dimaksudkan dalam makalah ini adalah program operasional. Program operasional didefinisikan menjadi perpaduan kegiatan yg dihimpun dalam satu grup yang sama secara sendiri-sndiri atau beserta-sama buat mencapai tujuan serta target (Kdon, 2006:135). Program merupakan gugusan kegiatan nyata, sistematis dan terpadu, dilaksanakan oleh satu instansi pemerintah atau lebih ataupun dalam rangka kolaborasi menggunakan warga atau yg merupakan partisipasi aktif rakyat guna mencapai tujuan dan target yang telah ditetapkan.
Wujud konkret sebuah organisasi adalah adanya acara operasional yang akan dilaksanakan pada bentuk kegiatan. Beberapa karakteristik-ciri acara operasional merupakan:
1) Program kerja operasional berdasarkan atas perumusan visi, misi, tujuan, sasaran serta kebijakan yang telah ditetapkan.
2) Program kerja operasional pada dasarnya merupakan upaya buat implementasi strategi organisasi.
3) Program kerja operasional adalah proses penentuan jumlah dan jenis asal daya yang dibutuhkan dalam rangka aplikasi satu planning.
4) Program operasional merupakan penjabaran riil mengenai langkah-langkah yg diambil buat menjabarkan kebijakan.
5) Program operasional dapat bersifat jangka panjang serta menengah, atau bersifat tahunan.
6) Program kerja operasional tidak terlepas menurut kebijakan yg telah ditetapkan sebelumnya.
d. Merumuskan Program Kerja Sekolah
Perumusan acara kerja sekolah dari atas perumusan visi, misi, tujuan, target, taktik serta kebijakan yg telah ditetapkan. Dalam merumuskan program kerja sekolah, ada beberapa hal yg perlu diperhatikan:
1) Program kerja sekolah adalah implemantasi dari tujuan dan strategi sekolah, jadi pada merumuskannya wajib seirama dengan tujuan dan strategi yg telah ditetapkan.
2) Dalam merumuskan program sekolah harus dipengaruhi siapa yang akan menjadi penanggungjawab masing-masing acara kerja sekolah dan kapan langkah tersebut selesai.
3. Peran visi, misi, tujuan dan program dalam menyusun perencanaan strategis sekolah
Perencanaan strategis adalah proses yg dilakukan suatu organisasi untuk menentukan taktik atau arahan, dan merogoh keputusan buat mengalokasikan sumber dayanya (termasuk kapital dan sumber daya insan) buat mencapai tujuan berdasarkan organisasi tersebut (Amrullah, 2010:4)
Akdon (2006:302) menyatakan bahwa, lengkah langkah perencanaan strategis terdiri dari:
a. Perumusan visi, misi serta nilai-nilai
b. Telaah lingkungan strategik, yang terdiri dari analisis lingkungan internal, analisis lingkungan eksternal.
c. Analisis strategik serta kunci keberhasilan.
d. Rencana Strategis yg terdiri dari merumuskan tujuan, sasaran, taktik, kebijakan, program, kegiata suatu organisasi
Langkah-langkah tadi dapat dipandang pada bagan berikut:
Gambar: Bagan Kerangka Perencanaan Strategis
Berdasarkan bagan diatas, bisa kita ketahui kiprah visi, misi, tujuan dan program dalam merumuskan perencanaan strategis, diantaranya:
a. Visi serta misi adalah landasan awal pada merumuskan perencanaan strategis. Visi menaruh merupakan khayalan/citra masa depan suatu organisasi, beliau berperan sebagai pemberi arahan serta motivasi anggota organisasi. Misi adalah penjabaran berdasarkan visi yg memberikan produk/pelayanan pada publik. Misi berperan buat mengenalkan para anggota organisasi terhadap kiprah dan fungsi mereka.
b. Tujuan merupakan pembagian terstruktur mengenai berdasarkan pernyataan misi, tujuan adalah sesuatu yg akan dicapai atau didapatkan dalam jangka waktu yang sudah ditentukan. Dalam perencanaan strategis, rumusan tujuan akan mengarahkan perumusan sasaran, taktik, program dan aktivitas pada merealisasikan misi.
Program adalah formasi aktivitas konkret, sistematis dan terpadu, dilaksanakan sang satu instansi pemerintah atau lebih ataupun dalam rangka kerja sama dengan rakyat atau yg merupakan partisipasi aktif warga guna mencapai tujuan serta sasaran yang sudah ditetapkan. Dalam perencanaan strategis, acara berfungsi buat menjalankan kebijakan strategis yang akan dilakukan dalam bentuk aktivitas-kegiatan nyata.
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari pemamparan yang telah disampaikan diatas dapat disimpulkan:
a. Dalam mewujudkan sekolah yang memiliki kualitas yang baik perlu direncanakan dan dilakukan rekayasa. Dalam hal ini sekolah perlu merumuskan visi, misi, tujuan dan program sekolah yg terintegrasi pada perencanaan strategis sekolah. Dalam merumuskan visi, misi, tujuan dan acara tersebut harus menjawab mengenai pertanyaan:
1) Bagaimana gambaran sekolah yang ingin diwujudkan di masa yang akan datang?
2) Produk/layanan apa yang akan diberikan pada rangka mewujudkan misi?
3) Bagaimana kondisi yg akan diwujudkan sekolah di masa yg akan tiba?
4) Langkah-langkah apa saja yang akan dilakukan pada mewujudkan kondisi sekolah di masa yg akan datang?
b. Perencanaan strategis merupakan pedoman bagi sekolah pada menjalankan proses pendidikan dalam tingkat satuan pendidikan masing-masing. Perumusan visi, misi, tujuan dan acara sekolah yang berkualitas akan menentukan gambaran masa depan sekolah yg pada inginkan, lantaran visi, misi, tujuan serta program yg terintegrasi dalam perencanaan strategis inilah yang akan menjadi acuan sekolah dalam melakukan aktivitasnya sebagai forum pendidikan.
2. Saran
Untuk mewujudkan sekolah yang berkualitas, harus diawali menggunakan perencanaan strategis yang berkualitas. Rumusan visi, misi, tujuan serta acara yang merupakan bagian dari perencanaan strategis harus berkualitas. Oleh karenanya perumusan ini hendaknya diketahui serta dipahami sang segenap stakeholder sekolah, supaya mereka bisa mengetahui fungsi, peran dan tugas yg harus dilakukan.
Sumber : //heruizzuddin.blogspot.com/2010/04/merumuskan-visi-misi-tujuan-dan-program.html
DAFTAR PUSTAKA
Amrullah. 2010. Perencanaan strategis. Makalah disampaikan dalam perkuliahan Teknologi Pendidikan UNSRI.
Akdon. 2006. Strategic Managemen for Educational Management. Bandung: Alfabeta.
Bryson, John M. 2001.perencanaan Strategis bagi Organisasi sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
1. Pengantar ke arah Terbentuknya Konsep Teknologi Pendidikan
Didasarkan atas pendekatan historik, Januszewski (2001: 2-15) menyampaikan bahwa termin awal sebagai pengantar ke arah pengembangan konsep dan istilah teknologi pendidikan dilandasi dan dipertajam sang tiga faktor berikut: Pertama, engineering (Bern, 1961; Szabo, 1968); Kedua, science (Finn, 1953; Ely, 1970; Jorgenson, 1981; Saettler, 1990; Shorck, 1990), dan Ketiga, the development of the Audio Visual education movement (Ely, 1963; Ely, 1970; Jorgerson, 1981; Saettler, 1990; Shrock, 1990). Dari hasil kajiannya menerangkan bahwa teknologi pendidikan memiliki keterkaitan dan saling ketergantungan dengan ketiga faktor tersebut (engineering, science, serta audiovisual education).
Dalam kaitannya menggunakan engineering, pengkajian diawali menurut makna engineering yg mendeskripsikan kegiatan riset dan pengembangan serta usaha menghasilkan teknologi buat digunakan secara praktis, yg kebanyakan masih ada di bidang industri. Saettler (1990) menyatakan bahwa Franklin Bobbitt serta W.W. Charters sebagai perintis penggunaan istilah “educational engineering” dalam tahun 1920-an, khususnya pada pendekatan yang digunakan buat pengembangan kurikulum. Penggunaan istilah engineering ini dipakai jua oleh Munroe (1912) pada mengikat konsep ilmu managemen pada setting pendidikan dan educational engineering. Munroe beralasan bahwa kata educational engeering diharapkan dalam mempelajari tentang usaha yg besar buat mempersiapkan anak-anak memasuki kehidupannya, mana yang lebih baik, mana yg wajib dihindari, persyaratan apa yang perlu dipersiapkan, dimana dan mengapa mereka mengalami ketidakberhasilan. Charters (1941) yang dinyatakan T.J. Hoover serta J.C.L. Fish membicarakan bahwa engineering adalah aktivitas profesional dan sistematik dalam mengaplikasikan ilmu untuk memanfaatkan asal alam secara efisien pada membuat kesejahteraan. Selanjutnya menurut output diskusi antara konsep engineering yg diungkapkan Charters dan konsep teknologi yg dikembangkan Noble membentuk empat kesamaan, yaitu: 1) keduanya memerlukan usaha yang sistimatik; dua) keduanya menyatakan aplikasi ilmu; 3) keduanya menekankan pada efisiensi pemanfaatan asal; dan 4) tujuan dari keduanya merupakan untuk menghasilkan sesuatu. Dalam penerapannya dalam pendidikan, digambarkan bahwa bisnis sistimatik perlu dilakukan setiap teknolog pendidikan pada setiap menyebarkan acara, serta dalam penyelenggara pembelajaran. Dalam kaitannya menggunakan pelaksanaan ilmu, Charters menyatakan bahwa ilmu merupakan dasar pada pendidikan, serta setiap usaha pada pendidikan perlu dilandasi sang kejelasan ilmu yg dipakai. Untuk hal tersebut, diyakini bahwa adanya titik yang sama antara educational engineering menggunakan industrial engineering, keduanya menggunakan metode riset yg dilandasi oleh dasar keilmuan. Selanjutnya, penyelenggara pendidikan perlu tetapkan efisiensi pada setiap bisnis yg dilakukannya, guru perlu tetapkan bagaimana cara yg efisien agar siswa memperoleh pengalaman belajar yg maksimal . Dalam kaitannya menggunakan memproduksi setiap program pembelajaran dalam hakekatnya ditujukan buat memberikan pengalaman belajar pada peserta didik secara aporisma sebagai akibatnya kasus belajar bisa terpecahkan.
Terdapat 3 perbedaan antara Charters dengan John Dewey dalam memandang ilmu serta engineering pada pendidikan. Pertama, kalaulah Charters menyatakan bahwa sistimatisasi pembelajaran dan ilmu yg dipelajari sebagai ukuran pada proses serta hasil belajar, tetapi Dewey kurang putusan bulat menggunakan penggunaan pendekatan algoritmik ilmu serta engineering pada pendidikan. Kedua, dalam metode ilmu serta berpikir reflektif, Charters mengungkapkan bahwa adanya kesamaan tahapan metode ilmu serta berpikir reflektif pada metode engineering. Berpikir reflektif adalah artikulasi metode engineering, bersifat proses serta prosedur linier pada menetapkan aktivitas awal dan akhir. Sedangkan Dewey kurang sepakat menggunakan inspirasi bahwa berpikir reflektif merupakan prosedur linier, menurutnya bahwa masih ada proses yg terbuka sinkron dengan konflik serta hipotesis yg akan diuji. Akan namun keduanya putusan bulat atas 5 tahapan pada berpikir reflektif. Ketiga, bahwa Dewey kurang sepakat menggunakan model yg terrencana dalam pendidikan misalnya yang digunakan dalam kiprah pekerja didalam industri (Munroe, 1912). Dewey mengharapkan bahwa praktisi pendidikan perlu memanfaatkan pengalaman dan kepandaian reflektif pada memakai metode ilmu, serta menolak penggunaan mekanisme yang terstandarisasi.
Penggunaan pendekatan science pada bidang pendidikan termasuk teknologi pendidikan merupakan suatu keharusan, karena konsep serta praksis pendidikan dalam hakekatnya mengungkapkan hal-hal yg terjadi secara empirik di lapangan. Herbert Kliebert (1987) sebagai pakar Sejarah Pendidikan serta Kurikulum mengidentifikasi adanya 3 peristiwa yg tidak sama yg ditemukan pada awal abad dua puluh dalam tahu penggunaan science pada pendidikan. Pertama, berkaitan dengan perkembangan anak yang didukung secara mendasar sang konsep G Stanley Hall mengenai ilmu perkembangan. Para pendidik mengkaji perkembangan anak sinkron dengan syarat lingkungan mereka, tujuannya buat mengungkap kurikulum yang paling sempurna buat mereka. Pandangan kedua, pemanfaatan science dalam pendidikan memakai contoh generik scientific inquiry pada berfikir reflektif yang dikembangkan oleh Dewey. Ia tertarik untuk menyelidiki contoh mengajar buat keterampilan berpikir dengan memakai science, serta pola science dijadikan dasar buat menetapkan metode pembelajaran serta materi ajar yg akan disampaikan. Pandangan ketiga, menyampaikan bahwa science sebagai berukuran yg eksak serta baku yg sempurna buat memelihara serta memprediksi keteraturan global (Kliebard, 1987). Sejalan dengan itu, science dalam pendidikan menjadi laboratorium serta percobaan buat menentukan dan menetapkan calon peserta didik, penetapan kurikulum, penetapan metode pembelajaran, serta menilai output belajar peserta didik. Tujuan science pada pendidikan memberikan agunan bahwa insiden belajar yg diperlukan memiliki impak terhadap efisiensi serta efektifitas pembelajaran, disamping kemampuan output belajar dapat diprediksi dan dikontrol.
Faktor ketiga yang menghipnotis lahirnya teknologi pendidikan merupakan adanya gerakan pengembangan audiovisual (alat pandang dengar) pada pendidikan. Berdasarkan sejarah perkembangan konsep audiovisual pada pendidikan tidak memiliki keterkaitan menggunakan konsep engineering serta science secara luas. Bahkan secara khusus teknologi pendidikan memandang bahwa konsep audiovisual dilandasi oleh pemahaman tentang hardware dan equipment (Finn, 1960). Kebanyakan penggunaan alat-alat pendidikan di kelas digunakan sesudah Perang Dunia ke II (Lange, 1969). Oleh karenanya pemahaman yang terkenal memberitahuakn bahwa teknologi pendidikan merupakan output evolusi gerakan penggunaan audiovisual pada pendidikan. Hoban yang menyelesaikan doktor sebelum Dale di OHIO State University telah menulis buku tentang Visualizing the Curriculum tahun 1937 beserta ayahnya dan Samual Zisman, secara sistematis mereka menyampaikan interaksi antara materi ajar secara kongkrit dengan proses belajar. Mereka mulai menggambarkan mengenai visual aid atau alat bantu mengajar yg berupa gambar, contoh, objek yg berupa pengalaman belajar kongkrit pada siswa dengan tujuan buat memperkenalkan, menciptakan, memperkaya, atau mengklarifikasi konsep tak berbentuk. Kemudian Dale mencoba mendiversifikasi pengalaman belajar pada dalam kelas. Buku yg pertama ditulisnya adalah Audio Visual Methods in Teaching (1946), yang menyebutkan ”Cone of Experience” atau kerucut pengalaman sebagaimana terkenal hingga waktu kini . Konsepnya sangat mensugesti serta mengilhami pengembangan konsep audiovisual.
2. Fase Permulaan Lahirnya Konsep
Perkembangan selanjutnya adalah termasuk “Fase Permulaan” disusunnya konsep teknologi pendidikan secara sistematis, berlangsung pada tahun 1963 menggunakan bercirikan pergeseran audiovisual ke arah teknologi pendidikan. Pada masa ini mulai disusun definisi secara formal teknologi pendidikan sebagaimana dinyatakan sang AECT, walaupun perumusan definisinya masih kental dengan kandungan audiovisual communication. Formulasi definisi yang disusun menggunakan serius dalam pemahaman bahwa teknologi pendidikan merupakan teori serta reorientasi konsep yg membedakannya menggunakan konsep audiovisual.
Hasil identifikasi menerangkan bahwa kandungan definisi teknologi pendidikan memuat tiga inspirasi utama yaitu: 1. Menggunakan konsep proses dibanding konsep produk; 2. Memakai kata massage dan media instrumentation dibanding istilah materials dan machine; dan tiga. Memperkenalkan bagian krusial menurut belajar dan teori komunikasi (Ely, 1963: 19). Dari kandungan definisi tadi maka sejak tahun 1963 masih ada pemahaman bahwa teknologi pendidikan memperoleh donasi konsep menurut konsep komunikasi, teori belajar, serta teaching machine and programmed instruction.
Teori komunikasi yang dikembangan Harold Lasswell merupakan awal pijakan pada mengusut konsep komunikasi dalam pendidikan. Hal ini diperkuat Dale yg menekankan perlunya komunikasi pada memulai mengajar dan menulis. Konsep komunikasi yang terpilih dalam masa itu bergeser berdasarkan komunikasi satu arah ke komunikasi 2 arah atau interaktif. Konsep komunikasi yang diungkapkan Shannon serta Weaver’s menjadi output kajiannya terhadap komunikasi telpon dan teknologi radio menjadi model yang khas yg diklaim Mathematical Theory of Communication, menggunakan komponen-komponennya yang terdiri berdasarkan: Information Source, Massage, Transmitter, Signal, Noise Source, Signal Receiver, Reciever, Massage, dan Destination, konsep teori komunikasinya tergolong dalam komunikasi linier. Kemudian David Berlo (1960) yg banyak diilhami contoh Shannon serta Weaver membentuk temuannya Model Komunikasi Sender, Massage, Channel, Receiver (SMCR). Konsepnya banyak menaruh perhatian terhadap adanya Massage (pesan) dan Channel (saluran). Model ini sebagai dasar pengembangan pada komunikasi audiovisual dalam pendidikan. Perkembangan ke arah komunikasi interaktif mempunyai pengaruh terhadap perkembangan konsep teknologi pendidikan yg banyak memperhatikan perubahan posisi decoder serta encoder dalam mendapat, memasak, serta menyampaikan feed back pesan sehingga terjadinya saling memberi keterangan.
Kajian pakar-pakar psikologi dan sosial psikologi pada pendidikan berlangsung selama masa dan pasca perang dunia ke II, terutama sebagai penekanan kajian di lingkungan pengajaran militer (Lange, 1969). Hasil kajiannya membawa pengaruh terhadap penyelenggaraan pembelajaran, terutama pada menetapkan tujuan pengajaran, tahu siswa, pemilihan metode mengajar, pemilihan asal belajar, serta evaluasi. Kemudian berkembang beberapa kajian yang berkaitan dengan hubungan antara media audiovisual dengan pembelajaran yang difokuskan pada persepsi peserta didik, penyajian pesan, dan pengembangan model pembelajaran. Studi masa itu kebanyakan diwarnai sang aliran psikologi behavior, menjadi contoh operant behavioral conditioning yang ditemukan BF Skinner (1953). Teori belajar dan psikologi behavior ini mempengaruhi teknologi pendidikan pada masa itu pada tiga hal, yaitu: 1. Pengembangan serta penggunaan teaching machine dan program pembelajaran; 2. Spesifikasi tujuan pendidikan ke arah behavioral objectives; serta 3. Pencocokan konsep operant conditioning menggunakan konsep model komunikasi (Ely, 1963).
Keterkaitan teori belajar ini terus dikaji sang para ahli teknologi pendidikan, sebagai akibatnya nir hanya psikologi behavior saja yg mempunyai kontribusi terhadap teknologi pendidikan akan tetapi bergeser ke arah psikologi kognitif sebagaimana dikembangkan sang Robert M Gagne (The Conditions of Learning and theory of instruction, 1916). Kedudukan teori belajar dijadikan asal ilham di pada pengembangan contoh pembelajaran, terutama pada pada penetapan tingkah laku yang harus dikuasai peserta didik, ciri siswa, syarat-syarat pembelajaran yg wajib dirancang, bersama berbagai fasilitas belajar yg dapat memperkuat pengalaman belajar siswa.
Kajian teaching machine and programmed instruction dilakukan melalui studi science in education (Skinner, 1954; Saettler, 1990), gerakan efisiensi pendidikan (Stolurow, 1961; Dale, 1967), serta kajian kurikulum buat pengajaran individual (Stolurow, 1961; Dale, 1967; Saettler, 1990). Walaupun teaching machine ini sangat terkenal dan diawali kajiannya sang Skinner, akan tetapi E L Thorndike (1912) yg mulai membuatkan konsep ke arah pemanfaatan teaching machine serta programmed instruction (Dale, 1967; Ely, 1970; Saettler, 1990). Dasar-dasar pemahaman teaching machine, programmed instruction diantaranya pemahaman mengenai perbedaan individual, pengorganisasian pembelajaran, dan penilaian hasil belajar.
Skinner membicarakan bahwa teaching machine sangat fundamental dalam proses pembelajaran, terutama dalam memperkuat (reinforcement) pembelajaran. Menurutnya bahwa teaching machine adalah instrumen yang simpel serta menyatu menggunakan usaha penguatan pembelajaran, sebagai akibatnya siswa dapat memperkuat perolehan pengalaman belajarnya. Konsep reinforcement pada pengajaran ini banyak diwarnai sang aturan operant conditioning yang mengikuti Thorndike’s law effect.
Program pembelajaran pada hakekatnya ditujukan untuk kepentingan efesiensi pembelajaran, sehingga setiap penyelenggaraan pembelajaran perlu berdasarkan atas prinsip-prinsip pengajaran yg sempurna. Kalaulah sistem pembelajaran itu sebagai proses pengajaran dan belajar, dan didalamnya terkandung proses komunikasi, maka perlu dianalisis komponen-komponen apa yg perlu dipersiapkan buat terjadinya proses pengajaran serta belajar tadi. Pada masa tersebut pemanfaatan media audiovisual khususnya teaching machine dalam pembelajaran menjadi kajian utama sehingga mewarnai perumusan definisi teknologi pendidikan versi tahun 1960-an.
Sumbangan berdasarkan komunikasi, teori belajar, serta the man-machine system terhadap perumusan teknologi pendidikan sebagaimana dirumuskan sang National Education Association (NEA) pada istilah komunikasi audiovisual diakui AECT sebagai definisi formal yg pertama untuk teknologi pendidikan, walaupun disebutnya dengan memakai istilah komunikasi audiovisual. Menurut NEA bahwa komunikasi audiovisual merupakan cabang dari teori dan praktek pendidikan yang secara spesifik berkaitan menggunakan desain dan pemanfaatan pesan buat mengendalikan proses belajar. Kegiatannya mencakup: (a). Mempelajari kelebihan dan kekurangan yg unik juga yang relatif berdasarkan pesan baik yg diungkapkan pada bentuk gambar, maupun yang bukan, dan yang digunakan buat tujuan apapun pada proses belajar; serta (b) penyusunan serta penataan pesan oleh insan serta alat pada suatu lingkungan pendidikan. Kegiatan ini meliputi perencanaan, produksi, pemilihan, manajemen serta pemanfaatan berdasarkan komponen dan seluruh sistem pembelajaran. (Ely, 1963: 18-19).
3. Fase Mempertahankan Identitas
Konsep yang berkembang pada masa permulaan terus dikaji ulang serta diubahsuaikan dengan perkembangan pemanfaatan audiovisual dalam pendidikan. Hasil kajian tahun 1965 melahirkan adanya beberapa pilihan, yaitu: 1). Dimungkinkan buat memakai kembali label audiovisual; dua). Merubah nama audiovisual menjadi educational communication; 3). Merubah nama audiovisual sebagai learning resources; serta 4). Merubah nama audiovisual sebagai instructional technology or educational technology. Sejalan menggunakan perubahan Department of Audiovisual Instruction (DAVI) sebagai Association for Educational Communication and Technology (AECT), maka secara serempak bidang kajian audiovisual berubah menjadi Instructional technology atau educational technology. Bahkan mencakup kajian educational communication. Silber (1972), mengungkapkan bahwa perubahan ini memiliki akibat terhadap cakupan pekerjaan educational technology yg akan membuat keanekaragaman program serta rancangan pembelajaran yang dapat dimanfaatkan siswa untuk memenuhi kebutuhan belajarnya.
Terdapat 3 konsep utama yang menaruh kontribusi terhadap perumusan definisi versi tahun1972 sehingga teknologi pendidikan dijadikan sebagai bidang kajian, yaitu: 1). Keluasan pemaknaan learning resources; dua). Kontribusi acara individual or personal instruction, dan 3). Pemanfaatan system approach. Ketiga konsep ini digabungkan ke dalam suatu pendekatan buat memfasilitasi belajar, membangun keunikan, dan mempunyai alasan buat kepentingan pengembangan dalam bidang teknologi pendidikan.
Learning resources sebagai konsep yang pertama yg mendukung perumusan definisi 1972, dimaknai menjadi lingkungan belajar yang dapat menaruh, memperkuat, dan menambah fakta yg disampaikan guru. Ely (1972) mengklasifikasi learning resources ini ke dalam empat katagori, yaitu: bahan belajar, alat-alat serta fasilitas, orang, dan lingkungan. Klasifikasi lain membaginya ke pada dua kelompok, yaitu: human resources, dan non-human resources. Secara teknis, pengadaan learning resources ini dibagi ke dalam dua pola, yaitu by design, dan by utilization. Sumber belajar jenis by utilization kadangkala diklaim dengan “real world resources”, karena tidak spesifik dibuat buat kepentingan suatu pembelajaran tetapi memanfaatkan sumber belajar yang tersedia dalam global nyata buat membantu proses pembelajaran. Sedangkan maksud sumber belajar jenis by design adalah berbagai sumber belajar yang didesain serta diproduksi pengadaannya buat kepentingan penyelenggaraan pembelajaran. Melalui sumber belajar macam ini dibutuhkan dapat mengurangi kedudukan pengajar sebagai “transmitter of information” penyampai fakta, akan tetapi sebagai pengajar yg bisa memberi kemudahan pada peserta didik buat mencari serta memperoleh keterangan yg luas serta banyak sesuai menggunakan topik yg sedang dipelajarinya.
Faktor ke 2 yg banyak memberikan kontribusi terhadap definisi 1972 adalah berkembangnya konsep dan penggunaan individual or personal instruction pada penyelenggaraan pembelajaran. Hal ini diakibatkan oleh tumbuhnya banyak sekali kebutuhan belajar yg nir bisa dilayani dalam pembelajaran di kelas, belum terakomodasi dalam kurikulum yg diselenggarakan pada sekolah, dan atau adanya impian buat menaikkan pemahaman mengenai bahan belajar yang dipelajari di sekolah. Maksud dari individual or personal instruction merupakan sejumlah materi ajar yang disampaikan melalui teknik yg memungkinkan buat dapat belajar secara perorangan.
Empat contoh acara individualized instruction yang sangat populer yg menjadi kajian bidang teknologi pendidikan, adalah: Mastery Learning yang dikembangkan Bloom (1968); Individually Prescribed Instruction (IPI) yang dikembangkan di University of Pittsburg tahun 1964; Personalized System of Instruction (PSI) yang dikembangkan Keller Plan (1968); dan Individually Guided Education (IGE) yang dikembangkan sang Wisconsin Research and Development tahun 1976.
Kajian Mastery Learning poly mempengaruhi konsep individualized instruction dalam tahun 1960 an serta 1970 an. Hasil kajiannya menunjukkan bahwa melalui mastery learning bisa diprediksi bahwa 95 % siswa dapat mencapai tingkat keberhasilan belajar bila mereka disediakan ketika belajar yg tepat. Melalui pendekatan individual ini peserta dapat belajar secara cepat serta independen, bahkan pendekatan ini menekankan dalam penyelesaian belajar buat bagian eksklusif secara utuh sebelum melanjutkan pada bagian lainnya. Bloom (196
mengidentifikasi adanya 5 variabel yg sangat penting dalam program mastery learning, yaitu: kualitas pembelajaran, kecakapan buat memahami pelajaran, ketekunan, saat, serta kecerdasan. Menurut Bloom (196
didasarkan atas hasil kajiiannya memberitahuakn bahwa siswa yang mempunyai kecerdasan yang tinggi dapat mengerjakan secara baik setiap tugas yg diberikannya, bahkan beliau bisa terlibat belajar walaupun buat bahan ajar yang sangat komplek, sedangkan peserta didik yang mempunyai kecerdasan yang rendah hanya bisa menyelidiki materi ajar yang sederhana sesuai menggunakan kemampuannya. Sedangkan John Carroll (1963) menyebutkan bahwa bila syarat peserta didik memiliki kecerdasan yang berdistribusi normal serta mereka memperoleh kualitas pembelajaran dan jumlah saat belajar yang sama maka pengukuran output belajar akan membuktikan distribusi normal juga. Menurutnya, bahwa kecerdasaan dan jumlah ketika belajar merupakan persyaratan bagi peserta didik buat bisa memperoleh hasil belajar secara tuntas.
Disamping mastery learning yg memiliki donasi terhadap perkembangan konsep teknologi pendidikan pada kaitannya menggunakan individual instructin adalah Fred Keller (196
yang membuatkan the Personalized System of Instruction (PSI) menjadi hasil kajiannya pada perguruan tinggi. Konsep ini merupakan adonan antara mastery learning menggunakan program pembelajaran yg konvensional, serta ditambah menggunakan motivasi. Pengajaran tatap muka didesain menjadi suplemen buat memperkaya dominasi bahan belajar dibanding sebagai sumber keterangan yang utama untuk ketuntasan pemahaman materi ajar. Keller memakai pengawas atau pembimbing yg menguasai bahan ajar, dan ditugaskan buat mencatat output tes serta memberikan tutorial pada peserta didik yang memerlukannya. Melalui pengawas ini diharapkan dapat menaikkan aspek sosial pada diri peserta didik pada proses pendidikan.
Kemudian di Universitas Pittsburgh (1964) dikembangkan jua Individually Prescribed Instruction (IPI) untuk kepentingan pedagogi di sekolah dasar. IPI ini hampir sama menggunakan PSI yg memakai prinsip penggabungan teori belajar behavioris menggunakan mastery learning. Sebelum siswa mempelajari bahan belajar mereka diberikan tes awal buat memutuskan kemampuan awal siswa serta strata bahan belajar yg akan dipelajarinya. Tes awal ini yg membedakan antara konsep IPI dengan contoh yang dikembangkan Keller dan mastery learning. Dan dari hasil kajiannya tes awal ini lebih efektif pada menetapkan awal siswa mempelajari materi ajar dan penguasaan holistik mata pelajaran.
Kajian lain dilakukan oleh Wisconsin Research and Developmen Center (1976) yg berbagi Individually Guided Education (IGE) pada lebih kurang 3000 sekolah menggunakan adanya keanekaragaman treatment. Model ini memiliki pola adanya tes awal, tujuan pengajaran spesifik, dan rancangan acara pengajaran. Model ini jua menggunakan adanya pembinaan guru, pengujian contoh pengajaran yang digunakan, adanya team teaching, nir adanya tingkatan sekolah, serta tutor sebaya dan lintas umur. Dengan adanya pengembangan staf untuk menguasai contoh yg digunakan maka memudahkan dalam mencapai keberhasilan model ini dalam penyelenggaraan pembelajaran.
Kontribusi ketiga terhadap definisi teknologi pendidikan versi tahun 1972 adalah pendekatan sistem. Hal ini didasarkan atas pemahaman bahwa program pembelajaran merupakan menjadi sistem yg mempunyai komponen-komponen pembelajaran yg saling keterkaitan satu sama lainnya buat mencapai tujuan pengajaran. Sesuai dengan konsep sistem yg bersifat preskriptif, maka rancangan acara merupakan penetapan berbagai komponen pembelajaran untuk mencapai tujuan pedagogi yang telah ditetapkan. Standar yang terkandung dalam tujuan pengajaran dipakai sebagai acuan buat memutuskan karakteristik siswa, materi ajar, sumber belajar, fasilitas yg perlu digunakan serta tes buat mengukur keberhasilan pencapaian tujuan itu sendiri. Hug dan King (1984) mengungkapkan bahwa tujuan penggunaan pendekatan sistem ini adalah buat merancang, mengimplementasikan, dan menilai holistik acara pendidikan. Sedangkan penafsiran berdasarkan pendekatan sistem itu sendiri didasarkan atas pendapat Ludwig von Bertalanffy (1975) dalam General System Theory yang menekankan dalam studi terhadap keseluruhan entitas dalam memahami interaksi yang fundamental eksistensi dari keseluruhan komponen dalam sistem.
Melalui pendekatan sistem maka teknologi pendidikan tidak memutuskan langkah-langkah secara partial akan namun didasarkan atas holistik komponen-komponen yang terlibat pada pendidikan itu sendiri, baik dalam kaitannya menggunakan pembelajaran secara mikro maupun penyelenggaraan pendidikan secara makro.
Didasarkan atas masukan-masukan konsep tadi maka AECT merumuskan definisi teknologi pendidikan versi 1972 (bukan menggunakan istilah komunikasi audiovisual) merupakan suatu bidang yg berkepentingan dengan memfasilitasi belajar dalam insan melalui bisnis yg sistematik pada identifikasi, pengembangan, pengorganisasi, serta pemanfaatan banyak sekali asal belajar dan menggunakan pengelolaan semua proses tadi (AECT, 1972:36).
4. Masa sistemisasi konsep
Perubahan dari AV communications ke teknologi pendidikan yang berlangsung pada tahun 1972 melahirkan definisi teknologi pendidikan versi 1972 yang menunjuk pada suatu bidang kajian dalam pendidikan. Konsep yang terkandung pada memaknai teknologi pendidikan ini terus dikritisi para ahli pendidikan dan didapatkan pemahaman bahwa teknologi pendidikan itu merupakan suatu proses bukan hanya buat bidang kajian saja, bahkan termasuk teori serta profesi teknologi pendidikan. Secara konsep perkembangan kajian ini melahirkan definisi versi 1977 yg didukung oleh tiga konsep primer yaitu: learning resources, managemen, serta pengembangan.
Association of Educational and Communication Technology (AECT) dalam tahun 1977 menerbitkan buku The Definition of Educational Technology yg mengungkapkan: 1) hasil analisis yang sistematis dan menyeluruh mengenai wangsit serta konsep bidang teknologi pendidikan; dan 2) keterkaitan antara wangsit serta konsep yg satu dan lainnya. Buku tersebut mengungkapkan sejarah berdasarkan bidang kajian, alasan perumusan definisi, kerangka teoritis yg melandasi definisi, diskusi tentang pelaksanaan simpel, kode etik profesi organisasi, serta glossary peristilahan yg memiliki keterkaitan dengan definisi. Termasuk bahasan yg menjawab kontroversi antara kata educational technology serta instructional technology, yg memperlihatkan bahwa instructional technology sebagai bagian ”subset” berdasarkan educational technology yang adalah empiris pengajaran dalam pendidikan.
Kontribusi terhadap perumusan pulang definisi teknologi pendidikan versi 1972 menjadi versi 1977 sejalan menggunakan perubahan penjabaran learning resources, yg dalam awalnya hanya meliputi empat kategori yaitu: bahan, alat-alat, orang, serta lingkungan, sebagai enam (6) kategori atau grup, yaitu: pesan, orang, bahan, peralatan, teknik, dan lingkungan.
Terdapat tiga alasan menurut konsep yang terkandung pada learning resources versi 1977, yaitu: 1) keluasan asal belajar; 2) media; serta tiga) pengadaan asal melalui rancangan serta pemanfaatan. Keluasan asal belajar sebagai dasar kemungkinan adanya variasi penggunaan model teknologi pendidikan pada memecahkan perkara belajar. Melalui asal belajar yg bervariasi maka contoh pembelajaran dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, sistem penyampaian, dan anugerah pengalaman belajar kepada peserta didik. Pemanfaatan media ditujukan buat mentransformasikan warta, sebagai akibatnya dikembangkan contoh pembelajaran menggunakan memanfaatkan media tadi, seperti model media audio visual dimanfaatkan untuk contoh pembelajaran melalui audio visual. Sedangkan pengadaan asal belajar masih melanjutkan dari konsep versi 1972, yaitu adanya pengadaan yang didesain (by design), serta yg dimanfaatkan (by utilization). Pengadaan asal belajar yang didesain serta yang dimanfaatkan keduanya ditetapkan melalui analisis sistem buat tetapkan komponen pembelajaran yang paling cocok buat kepentingan belajar peserta didik pada mencapai tujuan secara efisien dan efektif. Perbedaannya terletak dalam proses pengadaan yaitu adanya rancangan serta produk yang sinkron dengan keperluan model pembelajaran, dan pada lain pihak adanya sumber belajar yg dimanfaatkan berupa dunia konkret sebagai lingkungan belajar buat kepentingan pembelajaran. Dalam makna bahwa learning resources yg telah ada pada sekeliling peserta didik dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan belajar.
Managemen menjadi pendukungan ke 2 dalam membentuk definisi teknologi pendidikan versi 1977, hal ini adalah dampak dari perkembangan konsep managemen terhadap gerakan efesiensi pendidikan. Pada awalnya managemen mensugesti terhadap administrasi sekolah, serta kemudian mempengaruhi kepada pembelajaran pada kelas. Managemen ini dilihat menjadi proses, yg semenjak definisi 1963 memiliki keterkaitan dengan menggunakan disain serta pemanfaatan pesan pendidikan. Pada tahun 1972, konsep managemen terlihat lebih kental dalam bidang kajian teknologi pendidikan. Diskusi yg berkembang ketika itu sepakat bahwa managemen mempunyai keterkaitan dengan teknologi secara umum, dan pada kaitannya dengan teknologi pendidikan terlihat bahwa proses belajar serta mengajar memerlukan adanya langkah-langkah proses pembelajaran, pengelolaan sistem pembelajaran, dan pengawasan. Untuk itu, disarankan bahwa guru perlu mempunyai pemahaman tentang managemen, karena mereka menjadi manager di dalam kelas yg memerlukan kemampuan pengelolaan kelas secara baik.
Heinich (1970) memiliki konsep bahwa managemen telah dikembangkan bersamaan dengan prinsip-prinsip sistem di dalam merancang pembelajaran, bahkan konsepnya sejalan dengan pendapat Hoban (1965) walaupun pada peristilah yang tidak sinkron. Ia menyebutnya dengan kata ”management of instruction”, sedangkan Hoban menggunakan istilah ”management of learning”. Menurutnya bahwa management of instruction nir hanya membuatkan dan menggunakan bahan belajar serta teknik pembelajaran saja akan namun termasuk pula keperluan-keperluan logistik, pendekatan sosiologis, serta faktor ekonomi. Bahkan adanya perubahan paradigma pemanfaatan teknologi pendidikan dalam sistem pendidikan yang pada awalnya kedudukan Audiovisual dimanfaatkan buat kepentingan pengajaran pada kelas dalam ketika guru mengajar, berubah dengan menempatkan teknologi pendidikan berada dan memberi donasi pada dalam proses pengembangan kurikulum. Dasar asumsinya bahwa perancangan kurikulum serta tahap pengembangannya menjadi sumber penetapan taktik pembelajaran yg mencakup strategi dalam penyelenggaraan pembelajaran. Di samping itu kedudukan pengajar nir hanya penentu contoh pengajaran yang akan digunakannya, akan tetapi beliau pun menjadi bagian berdasarkan perekayasa pada penyelenggaraan pembelajaran. Perubahan paradigma tadi sebagaimana terlihat pada bagan berikut:
Bagan 2
Kedudukan Audiovisual dalam Pembelajaran di Kelas (Heinich R, 1970)
Bagan 3
Kedudukan Teknologi Pembelajaran dalam Pengembangan Kurikulum (Heinich, R, 1970):
Dalam definisi versi 1977 ditetapkan bahwa managemen memiliki dua tahap, yaitu adanya managemen organisasi serta managemen personal. Margaret Chisholm serta Donald Ely (1976) menyampaikan bahwa tugas ke 2 managemen tadi diperlukan adanya keseimbangan. Menurutnya didalam acara pembelajaran melalui media terdapat enam (6) hal yg wajib sebagai tanggung jawab managemen organisasi, yaitu: penetapan tujuan, perencanaan program, pendanaan, perencanaan dan pengelolaan fasilitas, akses organisasi serta sistem penyampaian, serta penilaian. Dan managemen personal mempunyai enam tugas pula, yaitu: penetapan tujuan, rekrutmen, pemanfaatan, pembagian personal, peningkatan kemampuan staf, penetapan rancangan tugas, penilaian kinerja, dan pelaksanaan pengawasan.
Penggunaan istilah managemen dalam definisi teknologi pendidikan ini menjadi diskusi yang hangat diantara para ahli, akan namun dari segi manfaatnya mereka sepakat bahwa fungsi managemen ini menjadi hal yg penting buat mengelola banyak sekali macam hal yg berkaitan dengan perancangan, aplikasi, pengawasan, serta evaluasi pendidikan yang memakai pendekatan teknologi pendidikan.
Kontribusi ketiga terhadap perumusan definisi tahun 1977 merupakan pengembangan pendidikan. Istilah pengembangan pendidikan dianggap juga dengan kata teknologi pendidikan yg secara sistematik menyangkut desain, produksi, evaluasi, dan pemanfaatan sistem pendidikan, hal ini dapat diidentifikasi sebagai fungsi pengembangan pendidikan. Pengembangan pendidikan memakai pendekatan sistem dan pengembangan sistem instruksional yang diwujudkan dalam tahapan-tahapan riset dan pengembangan berdasarkan mulai identifikasi perkara belajar, disain, pengembangan, produksi contoh pembelajaran, uji coba model, pemanfaatan model pembelajaran, serta penyebarannya. Konsep pengembangan ini sejalan menggunakan konsep penemuan dan difusi yg dikembangkan Everet M Rogers (1962).
Terdapat 3 alasan pengembangan contoh instruksional yang dilakukan pada teknologi pendidikan, yaitu: pertama, sebagai alat buat dikomunikasikan kepada calon peserta didik dan pihak lainnya; ke 2, sebagai rancangan yg dipakai dalam pengelolaan pembelajaran; dan ketiga, model yg sederhana memudahkan buat dikomunikasikan pada calon siswa, serta model yang rinci akan memudahkan pada pengelolaan dan pembuatan keputusan penggunaannya. Model instruksional yg generik memudahkan setiap pihak yang mengadopsinya buat mengimplementasikan dalam banyak sekali macam setting. Jika diklasifikasi model-contoh yang berkembang bisa digolongkan ke dalam dua bentuk, yaitu model mikro yang antara lain dikembangkan oleh Banathy (1968), dan model makro yang dikembangkan the National Special Media Instritute (1971) yg dianggap menggunakan the Instructional Development Institute (IDI). Model Bela H Banathy mempunyai pendekatan terhadap siswa menjadi pusat sistem pembelajaran, serta modelnya ditujukan buat kepentingan pengajar dalam mengelola aktivitas belajar. Model ini diadopsi pada pengembangan sistem pembelajaran pada Indonesia, serta diklaim menggunakan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sedangkan contoh IDI bertujuan buat membantu sekolah yang mempunyai keterbatasan resources, adanya sejumlah guru yang memiliki dedikasi yang bertenaga dan ingin membantu siswa, dan mengharapkan buat menemukan inovasi menjadi solusi yg efektif buat memecahkan masalah belajar dan pembelajaran. Model IDI ini divalidasi oleh konsorsium empat perguruan tinggi: Michigan State University, Syracuse University, the United States International University, dan the University of Southern California. Model IDI ini mempunyai keberhasilan yg sangat optimal dalam memecahkan pembelajaran siswa, dan para pakar mengakui bahwa model pembelajaran ini sebagai output rekayasa pembelajaran yang sangat matang.
Bagan 4
Model Bela H Banathy (Instructional Design System)
Bagan 5
Model the Instructional Development Institute:
Masukan konsep berdasarkan ketiga faktor: learning resources, managemen, serta pengembangan tadi menghasilkan rumusan definisi teknologi pendidikan versi 1977. Didasarkan atas masukan tersebut AECT (1977) merumuskan definisi teknologi pendidikan menjadi proses yg komplek serta terpadu yang melibatkan orang, mekanisme, ide, alat-alat, serta oraganisasi buat menganalisis masalah, mencari jalan pemecahan, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengelola pemecahan yg menyangkut seluruh aspek belajar insan.
Didasarkan atas definisi tadi, maka kawasan teknologi pendidikan bisa digambarkan melalui bagan berikut adalah:
Bagan 6
Kawasan Teknologi Pendidikan
(AECT, 1977)
Kawasan teknologi pendidikan tersebut mendeskripsikan bahwa semua usaha dalam teknologi pendidikan ditujukan buat memfasilitasi dan memecahkan perkara belajar siswa. Usaha-usaha tadi terdiri berdasarkan pengelolaan, pengembangan sistem pembelajaran menggunakan memanfaatkan asal belajar.
5. Fase Penyempurnaan Konsep
Pengakuan bahwa teknologi pembelajaran menjadi bagian dari teknologi pendidikan sebagaimana diungkapkan pada definisi 1977 sebagai kajian yg berfokus di lingkungan pakar-pakar pendidikan, sebagai akibatnya melahirkan dua gerombolan yg mempunyai argumentasi masing-masing. Kelompok yang memakai kata teknologi pembelajaran mendasarkan atas 2 alasan, yaitu: pertama, kata pembelajaran lebih sinkron menggunakan fungsi teknologi; kedua, istilah pendidikan lebih sesuai buat hal-hal yg berhubungan dengan sekolah atau lingkungan pendidikan. Kelompok ini beranggapan bahwa istilah pendidikan digunakan buat setting sekolah, sedangkan pembelajaran mempunyai cakupan yg luas, termasuk situasi training. Para ahli yg lebih putusan bulat menggunakan istilah teknologi pendidikan tetap bersikukuh bahwa istilah pembelajaran (instruction) diakui sebagai bagian dari pendidikan, sehingga usahakan digunakan peristilahan yang lebih luas (AECT, 1977). Kedua kelompok kelihatannya bersikukuh dengan pendapatnya, namun terdapat jua gerombolan yg menggunakan kedua kata tersebut dipakai secara bergantian, hal ini berdasarkan atas alasan-alasan: (a) dewasa ini kata teknologi pembelajaran lazim digunakan pada Amerika Serikat, sedangan teknologi pendidikan dipakai di Inggris serta Kanada; (b) mencakup banyaknya pemanfaatan teknologi pada pendidikan dan pengajaran; (c) perlu mendeskripsikan fungsi teknologi dalam pendidikan secara lebih tepat; serta (d) dalam satu batasan bisa merujuk baik pada pendidikan maupun pembelajaran. Didasarkan atas penggunaan ke 2 istilah tadi, maka kata “teknologi pembelajaran” digunakan dalam definisi 1994 (Seels and Richey, 1994:5).
Barbara B. Seels dari University of Pittsburg dan Rita C Richey dari Wayna State University keduanya menurut komisi termonologi AECT menyebarkan definisi teknologi pembelajaran bersama kawasannya. Menurutnya bahwa teknologi pembelajaran adalah teori dan praktek pada disain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan serta evaluasi proses dan sumber buat belajar. Definisi tersebut memiliki komponen-komponen: 1) teori dan praktek; dua) desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan dan evaluasi; 3) proses dan asal; dan 4) buat kepentingan belajar.
Komponen teori serta praktek menunjukkan bahwa teknologi pembelajaran mempunyai landasan pengetahuan yg berdasarkan atas output kajian melalui riset dan pengalaman. Teori ditunjukkan oleh adanya konsep, konstruk, prinsip, serta proposisi yg memberi sumbangan terhadap keluasan pengetahuan. Sedangkan praktek merupakan penerapan pengetahuan tersebut dalam setting pembelajaran eksklusif, terutama dalam memecahkan perkara belajar. Dalam pembelajaran kita memahami bahwa teori-teori yang dipakai pada hakekatnya menurunkan menurut teori-teori yg dikembangkan sang ilmu murni, seperti psikologi yang diturunkan ke dalam teori belajar, adanya komunikasi pembelajaran, serta pengelolaan pembelajaran dan ilmu-ilmu lainnya. Sedangkan pada praktek pembelajaran ditunjukkan oleh penurunan konsep-konsep pengetahuan sesuai menggunakan syarat serta karakteristiknya, sebagai contoh syarat dan ciri siswa, bahan belajar, wahana dan fasilitas.
Komponen disain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi adalah komponen sistem pengelolaan dalam pembelajaran. Setiap komponen memiliki teori serta praktek yang spesifik dan mempunyai keterkaitan secara sistimatis dengan bagian-bagian lainnya, baik menjadi masukan juga umpan pulang serta penilaian. Tahapan-tahapan tersebut merupakan tahapan pengelolaan pembelajaran yang di dalamnya memiliki aktifitas kegiatan masing-masing.
Komponen proses serta asal dimaksudkan menggunakan serangkaian kegiatan yang memanfaatkan sumber belajar buat mencapai hasil belajar. Proses dan sumber mempunyai keterkaitan menggunakan komponen pengelolaan pembelajaran di atas. Melalui komponen proses ini maka dianilisis serta ditetapkan aktivitas-aktivitas yg tepat serta sistematis melalui pemanfaatan asal belajar yang sudah diputuskan buat mencapai tujuan pedagogi yg telah ditetapkan.
Komponen belajar dimaksudkan bahwa acara pembelajaran yg dirancang pada hakekatnya ditujukan buat terjadinya belajar dalam diri siswa, sebagai akibatnya kasus belajar yang dimilikinya dapat terpecahkan. Oleh karena itu, kejelasan kebutuhan belajar yg akan dipecahkan sang suatu acara pembelajaran perlu diidentifikasi secara definitif terlebih dahulu, yang dalam akhirnya hal tadi menjadi salah satu kriteria dari keberhasilan acara pembelajaran yg dikembangkan.
Definisi teknologi pembelajaran di atas kemudian dipetakan ke pada tempat teknologi pembelajaran sebagai digambarkan Seels dan Richey ini dia:
Bagana 7
Kawasan Teknologi Pembelajaran:
(Seels serta Richey, 1994)
6. Rancangan Definisi 2004
Konsep definisi teknologi pendidikan menerima kajian secara terus menerus serta selalu dikritisi para pakar terutama yg tergabung pada AECT, hal ini sinkron menggunakan perkembangan pendidikan termasuk pembelajaran serta yg lebih khusus syarat serta ciri peserta didik dan komponen pembelajaran lainnya. AECT merumuskan definisi teknologi pendidikan versi bulan juni 2004 yang termasuk masih prematur dan dilemparkan pada semua warga yg terkait menggunakan pendidikan melalui media internet. Pernyataan yg disampaikan bahwa definisi ini adalah pre-publication dari bab awal buku yg akan dipublikasikan AECT. Isi informasinya hanya buat mahasiswa, studi serta reviu, serta tidak diperkenankan untuk diproduksi terlebih dahulu.
Konsep definisi versi 2004 merupakan sebagai berikut: Teknologi pendidikan merupakan studi dan praktek yang etis pada memberi kemudahan belajar dan pemugaran kinerja melalui kreasi, penggunaan, dan pengelolaan proses serta asal teknologi yang sempurna. Kalau dianalisis, di dalam definisi tersebut terkandung beberapa elemen berikut: 1) studi; dua) praktek yang etis; 3) kemudahan belajar; 4) perbaikan kinerja; 5) pemugaran kinerja; 6) kreasi, penggunaan, dan pengelolaan; 7) teknologi yg sempurna; dan
Istilah studi yg dipakai dalam definisi tadi merujuk dalam pemaknaan studi sebagai bisnis buat mengumpulkan kabar dan menganalisisnya melebihi aplikasi riset yg tradisional, meliputi kajian-kajian kualitatif dan kuantitatif buat mendalami teori, kajian filsafat, pengkajian historik, pengembangan projek, kesalahan analisis, analisa sistem, dan penilaian. Studi dalam teknologi pendidikan telah berkembang terutama dalam kaitannya dengan pengembangan model pembelajaran, efektifitas kedudukan media serta teknologi dalam pelaksanaan pembelajaran, dam penerapan teknologi pada pemugaran belajar. Kajian mutakhir banyak difokuskan pada penempatan posisi teori belajar, managemen berita, dan perkembangan pemanfaatan teknologi buat memecahkan perkara belajar yang dihadapi peserta didik. Istilah studi pada definisi tadi pada hakekatnya ditujukan buat memberi kemudahan belajar serta perbaikan kinerja belajar siswa melalui aktivitas belajar yang memanfaatkan sumber belajar yang tepat.
Definisi tersebut mengarahkan bahwa teknologi pendidikan memiliki praktek yang etis pada menaruh kemudahan belajar dan perbaikan kinerja belajar siswa. Maksud dari praktek yang etis tadi adalah adanya baku atau kebiasaan dalam mengkreasi atau merancang, memakai, serta mengelola proses pembelajaran dan pemanfaatan sumber belajar buat kepentingan belajarnya peserta didik.
Dari definisi 2004 ini tergambar bahwa adanya pergeseran gerakan teknologi pendidikan berdasarkan definisi sebelumnya yaitu bahwa teknologi pendidikan atau teknologi pembelajaran sebagai teori serta praktek, bahkan bidang kajian, sebagai studi dan praktek yg etis. Hal ini mengarahkan perlu adanya kajian-kajian yg mendalam serta lebih sempurna sebagai akibatnya diperoleh konsep-konsep dan praktek belajar sinkron menggunakan kepentingan belajar setiap individu. Namun demikian, perubahan gerakan tadi tidak menyurutkan tujuan menurut teknologi pendidikan yaitu memfasilitasi belajar dan perbaikan penampilan belajar peserta didik menggunakan menggunakan berbagai macam sumber belajar.