PERMENDIKBUD NO 23 TAHUN 2018 TTG PENUMBUHAN BUDI PEKERTI

Permendikbud RI Nomor 23 Tahun 2015 Tentang Penumbuhan Budi Pekerti

Materi penanaman Budi Pekerti pada peserta didik telah diatur dengan Permendikbud RI Nomor 23 Tahun 2015 Tentang Penumbuhan Budi Pekerti dengan pasal-pasalnya sebagai berikut:

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yg dimaksud menggunakan:
  1. Sekolah merupakan satuan pendidikan formal yg menyelenggarakan pendidikan pada bentuk sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, sekolah pada jalur pendidikan spesifik, serta sekolah partikelir, termasuk satuan pendidikan kolaborasi.
  2. Penumbuhan Budi Pekerti yang selanjutnya disingkat PBP adalah kegiatan pembiasaan sikap serta konduite positif di sekolah yang dimulai sejak berdasarkan hari pertama sekolah, masa orientasi peserta didik baru buat jenjang sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas serta sekolah menengah kejuruan, sampai dengan kelulusan sekolah.
  3. Masa orientasi peserta didik baru yang selanjutnya disebut MOPDB merupakan serangkaian kegiatan pertama masuk sekolah dalam setiap athun baru pelajaran baru yg berlangsung paling usang 5 (lima) hari.
  4. Pembiasaan adalah serangkaian aktivitas yg wajib dilakukan sang anak didik, pengajar, serta tenaga kependidikan yang bertujuan buat menumbuhkan kebiasaan yg baik dan membangun generasi berkarakter positif.
  5. Kelulusan merupakan berakhirnya proses pembelajaran anak didik pada satuan pendidikan.
Pasal 2
PBP bertujuan buat:
  1. menjadikan sekolah sebagai taman belajar yg menyenangkan bagi siswa, guru, dan energi kependidikan;
  2. menumbuhkembangkan norma yang baik menjadi bentuk pendidikan karakter sejak di famili, sekolah, dan warga ;
  3. menjadikan pendidikan menjadi gerakan yang melibatkan pemerintah, pemerintah daerah, warga , serta keluarga; dan/atau
  4. menumbuhkembangkan lingkungan dan budaya belajar yg harmonis antara keluarga, sekolah, serta warga .
Pasal 3
Pelaksana PBP adalah menjadi berikut:
  1. siswa;
  2. guru;
  3. tenaga kependidikan;
  4. orangtua/wali;
  5. komite sekolah;
  6. alumni; serta/atau
  7. pihak-pihak yg terkait dengan kegiatan pembelajaran di sekolah.
Pasal 4

(1) PBP dilaksanakan sejak hari pertama masuk sekolah buat jenjang sekolah dasar atau semenjak hari
pertama masuk sekolah pada MOPDB buat jenjang sekolah menengah pertama, sekolah
menengah atas, sekolah menengah kejuruan, dan sekolah dalam jalur pendidikan khusus.
(2) PBP dilaksanakan melalui aktivitas pada MOPDB, pembiasaan, hubungan serta komunikasi, serta aktivitas ketika kelulusan sebagaimana tercantum pada Lampiran yang adalah bagian tidak terpisahkan menurut Peraturan Menteri ini. 
(3) PBP dilaksanakan:
  • dalam bentuk aktivitas umum, harian, mingguan, bulanan, tengah tahunan, dan/atau tahunan;
  • melalui interaksi serta komunikasi antara sekolah, keluarga, serta/atau warga .

(4) Pelaksanaan PBP yang melibatkan pihak terkait di luar sekolah disesuaikan menggunakan syarat sekolah dan mengikuti Peraturan Menteri ini.

Pasal 5

(1) Pemantauan serta evaluasi aktivitas MOPDB dilaksanakan pada athun baru pelajaran baru oleh pemerintah dan pemerintah daerah sinkron dengan kewenangannya.
(dua) Pemantauan serta penilaian aktivitas pembiasaan dan hubungan serta komunikasi di sekolah dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun sang pemerintah dan pemerintah wilayah sinkron menggunakan kewenangannya.
(tiga) Pemantauan dan evaluasi aktivitas saat kelulusan dilaksanakan dalam akhir tahun pelajaran sang pemerintah serta pemerintah daerah sesuai menggunakan kewenangannya.

Pasal 6

Pembiayaan atas penyiapan PBP bersumber dari:
a. Anggaran Pendapatan serta Belanja Negara;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; serta/atau
c. Sumber lain yang sah serta nir mengikat.

Pasal 7

Penumbuhan Budi Pakerti pada satuan pendidikan anak usia dini dan pendidikan warga supaya menyesuaikan menggunakan syarat masing-masing.

Pasal 8

Pada waktu Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pendidikan serta Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2015 tentang Gerakan Pembudayaan Karakter di Sekolah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 9

Peraturan Menteri ini mulai berlaku dalam tanggal diundangkan Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini menggunakan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

A. Pengantar

Pembudayaan Budi Pekerti yang selanjutnya disingkat PBP adalah aktivitas pembiasaan sikap serta konduite positif pada sekolah yg dimulai berjenjang dari mulai sekolah dasar; buat jenjang Sekolah Menengah pertama, Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan, serta sekolah pada jalur pendidikan spesifik dimulai sejak menurut masa orientasi peserta didik baru sampai menggunakan kelulusan.

Dasar aplikasi PBP didasarkan dalam pertimbangan bahwa masih terabaikannya implementasi nilai-nilai dasar kemanusiaan yang berakar menurut Pancasila yg masih terbatas pada pemahaman nilai pada tataran konseptual, belum hingga mewujud menjadi nilai aktual dengan card yg menyenangkan di lingkungan sekolah, keluarga, serta masyarakat.

Pelaksanaan PBP berdasarkan dalam nilai-nilai dasar kebangsaan serta kemanusiaan yg meliputi pembiasaan buat menumbuhkan:
  • internalisasi sikap moral serta spiritual, yaitu bisa menghayati hubungan spiritual menggunakan Sang Pencipta yg diwujudkan dengan perilaku moral buat menghormati sesama mahluk hayati serta alam sekitar;
  • keteguhan menjaga semangat kebangsaan serta kebhinnekaan buat merekatkan persatuan bangsa, yaitu mampu terbuka terhadap perbedaan bahasa, suku bangsa, agama, dan golongan, dipersatukan sang keterhubungan buat mewujudkan tindakan beserta sebagai satu bangsa, satu tanah air dan berbahasa bersama bahasa Indonesia;
  • interaksi sosial positif antara siswa dengan figur orang dewasa di lingkungan sekolah serta tempat tinggal , yaitu mampu dan mau menghormati guru, ketua sekolah, energi kependidikan, masyarakat warga di lingkungan sekolah, dan orangtua;
  • interaksi sosial positif antar peserta didik, yaitu kepedulian terhadap kondisi fisik dan psikologis antar teman sebaya, adik kelas, dan kakak kelas;
  • memelihara lingkungan sekolah, yaitu melakukan gotong-royong buat menjaga keamanan, ketertiban, ketenangan, serta kebersihan lingkungan sekolah;
  • penghargaan terhadap keunikan potensi siswa buat dikembangkan, yaitu mendorong peserta didik gemar membaca serta berbagi minat yang sesuai dengan potensi bakatnya untuk memperluas cakrawala kehidupan pada dalam berbagi dirinya sendiri;
  • penguatan peran orangtua dan unsur masyarakat yang terkait, yaitu melibatkan kiprah aktif orangtua serta unsur masyarakat buat ikut bertanggung jawab mengawal kegiatan pembiasaan sikap serta perilaku positif di sekolah.
B. Metode Pelaksanaan

Metode pelaksanaan kegiatan PBP buat seluruh jenjang pendidikan disesuaikan menggunakan tahapan usia perkembangan siswa yang berjenjang berdasarkan mulai sekolah dasar; buat jenjang Sekolah Menengah pertama, SMA/SMK, serta sekolah pada jalur pendidikan khusus dimulai sejak berdasarkan masa orientasi siswa baru sampai dengan kelulusan.

1) Sekolah Dasar

Metode pelaksanaan aktivitas PBP buat jenjang pendidikan sekolah dasar masih adalah masa transisi menurut masa bermain pada pendidikan anak usia dini (taman kanak-kanak akhir) memasuki situasi sekolah formal. Metode aplikasi dilakukan menggunakan mengamati dan meniru perilaku positif pengajar dan kepala sekolah menjadi model pribadi di dalam membiasakan keteraturan dan pengulangan. Pengajar berperan jua menjadi pendamping buat mendorong peserta didik belajar berdikari sekaligus memimpin teman dalam aktivitas kelompok, yaitu: bermain, bernyanyi, menari, mendongeng, melakukan simulasi, bermain kiprah di dalam gerombolan .

2) SMP, Sekolah Menengah Atas/Kejuruan/Khusus

Metode aplikasi aktivitas PBP untuk jenjang SMP, SMA/Sekolah Menengah Kejuruan, dan sekolah dalam jalur pendidikan spesifik dilakukan dengan kemandirian siswa membiasakan keteraturan serta pengulangan, yg dimulai semenjak menurut masa orientasi peserta didik baru, proses kegiatan ekstrakurikuler, intra kurikuler, hingga menggunakan lulus.

C. Jenis Kegiatan

Jenis kegiatan PBP untuk semua jenjang pendidikan didasarkan pada tujuh nilai-nilai dasar kemanusiaan yang tercantum pada poin A, yaitu jenis kegiatan yang mengandung nilai-nilai internalisasi sikap moral dan spiritual; keteguhan menjaga semangat kebangsaan dan kebhinnekaan untuk merekatkan persatuan bangsa; memelihara lingkungan sekolah, yaitu melakukan gotong-royong buat menjaga keamanan, ketertiban, ketenangan, serta kebersihan lingkungan sekolah; interaksi sosial positif antar peserta didik; interaksi social positif antara peserta didik dengan figur orang dewasa; penghargaan terhadap keunikan potensi peserta didik untuk dikembangkan; Penguatan peran orangtua dan unsur masyarakat yang terkait.

D. Cara Pelaksanaan

Seluruh pelaksanaan aktivitas PBP bersifat konstekstual, yaitu diadaptasi dengan nilai-nilai muatan lokal daerah dalam peserta didik sebagai upaya buat memperkuat nilai-nilai humanisme. Seluruh aplikasi kegiatan PBP yang melibatkan siswa dipimpin oleh seseorang peserta didik secara bergantian sebagai bagian dari penumbuhan karakter kepemimpinan.

E. Waktu Pelaksanaan Kegiatan

Waktu pelaksanaan aktivitas PBP bisa dilakukan dari aktivitas harian, mingguan, bulanan, tengah tahunan, serta akhir tahun; serta penentuan waktunya bisa diadaptasi menggunakan kebutuhan konteks lokal pada wilayah masing-masing.

F. Kegiatan Gerakan Penumbuhan Budi Pekerti di Sekolah melalui pembiasaan-pembiasaan:

I. Menumbuhkembangkan Nilai-nilai Moral serta Spiritual

Mewujudkan nilai-nilai moral pada konduite sehari-hari. Nilai moral diajarkan pada murid, kemudian guru serta murid mempraktekkannya secara rutin sampai menjadi norma dan akhirnya bisa membudaya.

Kegiatan harus:

Guru serta peserta didik berdoa bersama sinkron dengan keyakinan masing-masing, sebelum dan setelah hari pembelajaran, dipimpin sang seseorang peserta didik secara bergantian pada bawah bimbingan guru.

Contoh-model pembiasaan baik yang bisa dilakukan sang sekolah:

1. Contoh-model pembiasaan generik:
  • Membiasakan untuk menunaikan ibadah beserta sesuai kepercayaan serta kepercayaannya baik dilakukan pada sekolah maupun beserta rakyat;
2. Contoh-model pembiasaan periodik:
  • Membiasakan perayaan Hari Besar Keagamaan menggunakan aktivitas yg sederhana dan hikmat.
II. Menumbuhkembangkan Nilai-nilai Kebangsaan serta Kebhinnekaan

Menumbuhkan rasa cinta tanah air dan menerima keberagaman menjadi anugerah buat bangsa Indonesia. Anugerah yang wajib dirasakan serta disyukuri sebagai akibatnya keuntungannya mampu terasa pada kehidupan sehari-hari.

Kegiatan harus:
  1. Melaksanakan upacara bendera setiap hari Senin dengan mengenakan seragam atau sandang yang sesuai menggunakan ketetapan sekolah.
  2. Melaksanakan upacara bendera dalam pembukaan MOPDB buat jenjang Sekolah Menengah pertama, Sekolah Menengah Atas/SMK, dan sekolah pada jalur pendidikan khusus yang setara Sekolah Menengah pertama/Sekolah Menengah Atas/SMK menggunakan peserta didik bertugas menjadi komandan dan petugas upacara dan kepala sekolah/wakil bertindak menjadi inspektur upacara;
  3. Sesudah berdoa setiap memulai hari pembelajaran, pengajar dan siswa menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya serta/atau satu lagu harus nasional atau satu lagu terbaru yang mendeskripsikan semangat patriotisme dan cinta tanah air.
  4. Sebelum berdoa ketika mengakhiri hari pembelajaran, pengajar dan peserta didik menyanyikan satu lagu daerah (lagu-lagu wilayah seluruh Nusantara).
Contoh-model pembiasaan baik yang bisa dilakukan sang sekolah:

1. Contoh-model pembiasaan generik:
  • Mengenalkan beragam keunikan potensi daerah berasal anak didik melalui berbagai media serta aktivitas.
2. Contoh-model pembiasaan periodik:
  • Membiasakan perayaan Hari Besar Nasional dengan menyelidiki atau mengenalkan pemikiran serta semangat yg melandasinya melalui aneka macam media dan kegiatan.
III. Mengembangkan Interaksi Positif Antara Peserta Didik dengan Pengajar serta Orangtua

Pendidikan adalah tanggung jawab beserta antara sekolah, siswa dan orangtua. Interaksi positif antara tiga pihak tadi dibutuhkan untuk membentuk persepsi positif, saling pengertian serta saling dukung demi terwujudnya pendidikan yg efektif.

Kegiatan harus:
Sekolah mengadakan rendezvous dengan orangtua anak didik pada setiap tahun ajaran baru untuk mensosialisasikan: (a) visi; (b) aturan; (c) materi; dan (d) planning capaian belajar siswa agar orangtua turut mendukung keempat poin tadi.

Contoh-model pembiasaan baik yang bisa dilakukan sang sekolah:

1. Contoh-model pembiasaan generik:
  • Memberi salam, senyum serta sapaan pada setiap orang pada komunitas sekolah.
  • Guru serta energi kependidikan datang lebih awal untuk menyambut kedatangan siswa sinkron menggunakan tata nilai yang berlaku.
2. Contoh-model pembiasaan periodik:
  • Membiasakan peserta didik (serta famili) buat berpamitan menggunakan orangtua/wali/penghuni tempat tinggal ketika pulang dan lapor waktu pulang, sinkron kebiasaan/istiadat yang dibangun masing-masing famili;
  • Secara bersama peserta didik mengucapkan salam hormat pada guru sebelum pembelajaran dimulai, dipimpin oleh seorang peserta didik secara bergantian.
IV. Mengembangkan Interaksi Positif Antar Peserta Didik

Peserta didik hadir di sekolah bukan hanya belajar akademik semata, tapi pula belajar bersosialisasi. Interaksi positif antar siswa akan mewujudkan pembelajaran berdasarkan rekan (peer learning) sekaligus membantu siswa buat belajar bersosialisasi.

Kegiatan harus:
Membiasakan rendezvous di lingkungan sekolah dan/atau rumah buat belajar gerombolan yang diketahui sang guru dan/atau orangtua.

Contoh-model pembiasaan baik yang bisa dilakukan sang sekolah:
1. Contoh-model pembiasaan generik:
  • Gerakan kepedulian pada sesama rakyat sekolah menggunakan menjenguk rakyat sekolah yang sedang mengalami musibah, seperti sakit, kematian, serta lainnya.
2. Contoh-model pembiasaan periodik:
  • Membiasakan murid saling membantu apabila terdapat siswa yang sedang mengalami musibah atau kesusahan.
V. Merawat Diri serta Lingkungan Sekolah

Lingkungan sekolah akan mensugesti masyarakat sekolah baik menurut aspek fisik, emosi, juga kesehatannya. Lantaran itu krusial bagi rakyat sekolah buat menjaga keamanan, kenyamanan, ketertiban, kebersihan serta kesehatan lingkungan sekolah dan diri.

Kegiatan harus:
Melakukan kerja bakti membersihkan lingkungan sekolah dengan menciptakan grup lintas kelas dan membuatkan tugas sesuai usia serta kemampuan murid.

Contoh-model pembiasaan baik yang bisa dilakukan sang sekolah:

1. Contoh-contdh pembiasaan generik:
  • Membiasakan penggunaan sumber daya sekolah (air, listrik, telepon, dsb) secara efisien melalui banyak sekali kampanye kreatif dari dan oleh anak didik.
  • Menyelenggarakan kantin yang memenuhi baku kesehatan.
  • Membangun budaya siswa buat selalu menjaga kebersihan di bangkunya masing-masing sebagai bentuk tanggung jawab individu maupun kebersihan kelas dan lingkungan sekolah menjadi bentuk tanggung jawab bersama.
2. Contoh-model pembiasaan periodik:
  • Mengajarkan simulasi antri melalui baris sebelum masuk kelas, serta dalam saat bergantian menggunakan fasilitas sekolah.
  • Peserta didik melaksanakan piket kebersihan secara beregu serta bergantian regu.
  • Menjaga serta merawat flora di lingkungan sekolah, bergilir antar kelas.
  • Melaksanakan kegiatan bank sampah bekerja sama menggunakan dinas kebersihan setempat.
VI. Mengembangkan Potensi Diri Peserta Didik Secara Utuh

Setiap murid memiliki potensi yg majemuk. Sekolah hendaknya memfasilitasi secara optimal supaya murid bias menemukenali dan membuatkan potensinya.

Kegiatan harus:
  1. Menggunakan 15 mnt sebelum hari pembelajaran buat membaca buku selain kitab mata pelajaran (setiap hari).
  2. Seluruh warga sekolah (guru, energi kependidikan, anak didik) memanfaatkan waktu sebelum memulai hari pembelajaran dalam hari-hari tertentu untuk kegiatan olah fisik seperti senam kesejukan jasmani, dilaksanakan secara terpola dan rutin, sekurang-kurangnya satu kali pada seminggu.
Contoh-model pembiasaan baik yang bisa dilakukan sang sekolah:

1. Contoh-model pembiasaan generik:
  • Peserta didik membiasakan diri untuk memiliki tabungan dalam aneka macam bentuk (rekening bank, celengan, dan lainnya).
  • Membangun budaya bertanya serta melatih peserta didik mengajukan pertanyaan kritis serta membiasakan anak didik mengangkat tangan sebagai isyarat akan mengajukan pertanyaan;
  • Membiasakan setiap siswa buat selalu berlatih menjadi pemimpin dengan cara memberikan kesempatan dalam setiap murid tanpa kecuali, buat memimpin secara bergilir dalam aktivitas-kegiatan beserta/berkelompok;
2. Contoh-model pembiasaan periodik:

• Siswa melakukan kegiatan positif secara terpola sesuai dengan potensi dirinya.

VII. Pelibatan Orangtua dan Masyarakat di Sekolah

Pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Lantaran itu, sekolah hendaknya melibatkan orangtua serta warga pada proses belajar. Keterlibatan ini dibutuhkan akan berbuah dukungan pada banyak sekali bentuk dari orangtua dan masyarakat.

Kegiatan harus:
Mengadakan pameran karya anak didik pada setiap akhir tahun ajaran menggunakan mengundang orangtua serta warga buat memberi apresiasi dalam murid.

Contoh-model pembiasaan baik yg dapat dilakukan dan/atau didukung sang sekolah:

1. Contoh-model pembiasaan generik:
  • Orangtua membiasakan buat menyediakan saat 20 mnt setiap malam buat bercengkerama menggunakan anak mengenai kegiatan pada sekolah.
2. Contoh-model pembiasaan periodik:
  • Masyarakat bekerja sama menggunakan sekolah buat mengakomodasi aktivitas kerelawanan sang peserta didik dalam memecahkan masalah-masalah yang terdapat di lingkungan lebih kurang sekolah.
  • Masyarakat menurut aneka macam profesi terlibat berbagi ilmu dan pengalaman pada anak didik pada pada sekolah.

Baca jua:

Terima kasih atas kunjungan di blog ini kami tunggu kunjungan berikutnya, dan mohon maaf bila terdapat kekurangan pada kami mengembangkan materi pendidikan melalui medi sosial ini.

LITERASI MENATA MASA DEPAN

Literasi Menata Masa Depan

Literasi Menata Masa Depan - Tahun 2017 menandai tahun ketiga pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah. Gerakan yg diawali dengan Permendikbud no 23/2015 yg menggagas kegiatan 15 mnt ini sudah mengalami banyak hal dalam kurun saat tiga tahun ini. Pada tahun 2016, Pusat Penelitian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan serta Kebudayaan menyelenggarakan tes INAP (Indonesian National Assessment Programme) buat siswa pada kelas 4 SD. Hasilnya nir terpaut jauh dengan tes internasional PISA (Programme of International Student Assessment): kecakapan literasi siswa pada bidang baca tulis, sains, serta numerasi masih tertinggal. Selain itu, sekalipun performa Indonesia pada tes PISA tahun 2015 mengalami sedikit peningkatan, peringkat kita masih nisbi bodoh dibandingkan negara-negara jiran. Hal ini menunjukkan bahwa Gerakan Literasi Sekolah memiliki pekerjaan rumah yang berat serta krusial, keliru satunya merupakan bagaimana menumbuhkan gerakan literasi yang berkesinambungan, konsisten, dan masif, supaya dampaknya terjadi secarasistematis. Terutama, literasi perlu tak hanya dimaknai menjadi aktivitas membaca 15 menit semata, tetapi harus lebih terintegrasi menggunakan kegiatan pembelajaran. 
Untuk itu, pengajar-pengajar perlu berbagi metode inovatif dan kreatif buat mengembangkan pembelajaran dengan strategi literasi. Hal ini diharapkan buat mendampingi proses pemahaman murid terhadap materi pembelajaran, berbagi akal budi kritis mereka, juga buat mengakibatkan proses pembelajaran menyenangkan. 

Sekalipun belum berperan signifikan pada peningkatan peringkat asesmen literasi internasional, Gerakan Literasi Sekolah disambut menggunakan baik oleh satuan pendidikan. Hal ini menandai tumbuhnya pencerahan tentang literasi menjadi jantung pendidikan. Apabila peserta didik literat, mereka akan tumbuh sebagai pembelajar sepanjang hayat. Menumbuhkan kecakapan literasi siswa tentu membutuhkan dukungan lingkungan sekolah dan sekolah yg kaya literasi serta sikap guru serta tenaga pendidikan yang ilterat. Kedua upaya inilah yang tersaji oleh kitab deretan praktik baik ini. 

Baca Juga: 

Buku ini merekam jejak usaha pengajar-guru menghidupkan gerakan literasi di sekolah mereka. Kreativitas inimerupakan upaya yang patut kita syukuri dan apresiasi. Guru-pengajar ini merespon maraknya warta mengenai ketertinggalan prestasi literasi Indonesia pada kancah internasional dengan upaya-upaya kreatif buat menciptakan kegiatan literasi berkelanjutan serta menyenangkan. Seiring dengan aktivitas literasi itu, guru-guru ini menanamkan penguatan karakter dengan sebagai figur teladan bagi anak didik-murid mereka. Upaya ini perlu sebagai wangsit bagi satuan pendidikan serta anggota rakyat lainnya. Penguatan pendidikan karakter dan gerakan literasi sekolah adalah dua kegiatan yang tidak hanya dilakukan di sekolah. Keluarga dan masyarakat perlu mendukung upaya itu melalui partisipasi aktif dan kegiatan kolaboratif dengan sekolah.

Akhir kata, semoga praktik baik pada sekolah ini menginspirasi serta menyemangati satuan pendidikan di seluruh Indonesia. Selamat membaca.

Salam literasi
Baca selengkapnya pada menu berikut
Demikian semoga berguna.

SAMBUTAN MENDIKBUD PADA PERINGATAN HARI AKSARA INTERNASIONAL KE50 TAHUN 2018

Sambutan Mendikbud Pada Peringatan Hari Aksara Internasional Ke-50 Tahun 2015
Sehubungan dengan peringatan Hari Aksara Internasional ke-50 ini, sambutan resmi Menteri Pendidikan serta Kebudayaan Republik Indonesia Peringatan Hari Aksara Internasional Tanggal 24 Tahun 2015, selengkapnya sebagai berikut :
Assalaamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi, Salam sejahtera buat kita semua
Ibu serta Bapak hadirin yang aku hormati,
Mengawali sambutan ini, marilah kita senantiasa memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, atas perkenan rahmat serta hidayahNya, sehingga kita seluruh masih dikaruniai kesehatan, kekuatan serta kesempatan buat terus melanjutkan darma kita kepada bangsa dan negara tercinta.
Izinkan aku memulai pembicaraan dengan bertanya sebuah hal sederhana. “Berapa poly penduduk kita yg bisa membaca ketika para pendiri Republik menyatakan kemerdekaan?”
Pada ketika kita dengan lantang berteriak merdeka, lebih menurut 90 % penduduk kita bahkan tidak mampu menuliskan namanya sendiri. Maka bayangkan ketika Bung Karno menyampaikan, “Beri aku sepuluh pemuda!” boleh jadi 9 dari 10 pemuda tadi tak bisa mengeja namanya.
Fakta itu boleh jadi mencengangkan, akan tetapi apa yang para pendiri Republik ini lakukan jauh lebih mencengangkan.
Usaha melawan ketidakterdidikan telah para pendiri Republik ini gaungkan bahkan sebelum Republik ini menyatakan kemerdekaannya. Ki Hadjar Dewantara dalam “Rapat Panitia Adat serta Tatanegara Dahulu” sebelum proklamasi mengatakan, “Sebenarnya berdasarkan pihak rakyat sendiri telah semenjak usang nampak usaha hendak memberantas buta alfabet di kalangan warga ini.”
Ki Hadjar kemudian mencontohkan dari Kongres Putri sampai Rukun Tani melakukan kegiatan pengajaran membaca. Kesadaran akan pentingnya membaca bukan datang-datang hadir hari-hari ini, beliau lahir bahkan sebelum proklamasi kita canangkan.
Ikhtiar itu terus kita bawa jauh sehabis proklamasi. Saya ingat sebuah foto Bung Karno di depan spanduk saat beliau bicara pada Yogyakarta. Tulisan di spanduk itu tak misalnya biasa. Spanduk itu dimulai menggunakan sebuah istilah, “Bantulah”. Lengkapnya “Bantulah usaha pemberantasan buta-alfabet !”.
Pemerintah membuka tangannya buat bekerjasama. Mengajak berkolaborasi. Hasilnya dahsyat!
Gerakan Pemberantasan Buta Huruf (PBH) yang Bung Karno canangkan menjadi gerakan semesta pada lebih dari 18 ribu loka, melibatkan lebih menurut 17 ribu pengajar dan kurang lebih 700 ribu anak didik. Sampai tahun 1960 Bung Karno menegaskan bahwa Indonesia harus terbebas dari buta huruf. Republik ini kemudian berkembang menjadi dari tidak terdidik sebagai terdidik.
asan Buta Huruf (PBH) yang Bung Karno canangkan sebagai gerakan semesta pada lebih dari 18 ribu tempat, melibatkan lebih menurut 17 ribu guru serta kurang lebih 700 ribu anak didik. Sampai tahun 1960 Bung Karno menegaskan bahwa Indonesia wajib terbebas berdasarkan buta alfabet . Republik ini lalu menjelma berdasarkan tak terdidik menjadi terdidik.
Hadirin yang berbahagia,
Pekerjaan rumah bukan berarti telah terselesaikan. Bung Karno serta semua elemen warga sudah mengantar kita dalam gerbang keberaksaraan. Tapi, tugas tidak selesai hingga di sini.
Pada tahun 2010 penduduk Indonesia usia 15-59 tahun yang melek aksara sekitar 95,21 persen. Angka ini lalu naik pada tahun 2014 sebagai sebanyak 96,tiga %. Angka tadi menunjukkan keberhasilan kita memenuhi sasaran Deklarasi Dakar mengenai Pendidikan Untuk Semua (PUS) atau Education for All (EFA) bahwa Indonesia bisa menurunkan separuh penduduk tuna aksara sebagai kurang berdasarkan lima % pada 2015. Tapi nomor itu jua berarti terdapat sekitar lima,9 juta orang yang belum bisa mengeja dan menulis namanya sendiri.
Saat ini tercatat sebesar 8 provinsi yang persentase tuna aksaranya masih di atas lima %. Angka-nomor itu bukan sekadar perpaduan statistik buta huruf. Angka itu memberi pesan nyaring belum semua masyarakat negeri ini mampu menuliskan “Indonesia” dalam secarik kertas.
Tantangan aksara bukan sekadar sanggup membaca, tantangan keberaksaraan lebih besar berdasarkan itu. Apabila kita lihat dalam konteks itu, maka mampu jadi nomor “buta aksara” kita masih mengkhawatirkan.
Taufik Ismail, keliru satu sastrawan kita, dalam ketika mendapat Habibie Award tahun 2007 menyampaikan bahwa kita masih diselimuti oleh “Generasi Nol Buku”. Generasi yg tak membaca satu pun buku pada satu tahun. “Generasi yg rabun membaca dan lumpuh menulis.”
Kekhawatiran Taufik Ismail itu bukan kekhawatiran kosong belaka, sastrawan akbar kita Buya Hamka pernah mengatakan, “Setiap manusia perlu membaca buku, sebab pena seorang tidak akan berisi bila sekiranya beliau kurang membaca”.
Pernyataan Taufik Ismail serta Buya Hamka misalnya sebuah lonceng atas data Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2012 yg menyatakan bahwa kemampuan literasi (membaca dan menulis) anak didik Indonesia jauh tertinggal. Indonesia jauh tertinggal.
Maka tugas kita kentara, “Generasi Nol Buku” ini harus kita ubah!
Keberaksaraan bukan sekadar mengganti yang tidak bisa membaca menjadi mampu membaca, tetapi pula mendorong yg mampu membaca buat terus membaca. Menjadi generasi yg menjelajah lewat aksara yg beliau baca. Pertanyaan besarnya adalah bagaimana kita beserta akan mengganti keadaan “Generasi Nol Buku” ini?
Ibu dan Bapak yang saya hormati,
Gerakan Pemberantasan Buta Huruf (PBH) yang Bung Karno dan semua elemen masyarakat lakukan beberapa dekade silam sesungguhnya bukan hanya sebuah usaha mengurangi angka buta aksara. Gerakan ini mengirimkan satu pesan tegas dalam kita seluruh.
Secara konstitusional pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah, akan tetapi secara moral pendidikan merupakan tanggung jawab setiap orang yg terdidik. Maka kita wajib mengubah perspektif dalam mendorong kualitas keberaksaraan kita. Meningkatkan keberaksaraan adalah gerakan bersama.
Pemerintah dalam hal ini Kemdikbud terus berikhtiar meningkatkan kualitas keberaksaraan kita. Kita juga mendorong akselerasi acara keberaksaraan dalam daerah-wilayah yg memiliki nomor tuna aksara tinggi. Melalui “Afirmasi Pendidikan Keaksaraan Untuk Papua” (APIK PAPUA) kita melakukan percepatan peningkatan keberaksaan pada daerah Papua.
Ikhtiar untuk menaikkan keberaksaraan jua kita lakukan melalui Permendikbud No. 23 tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti (PBP). Salah satu poin utama pada Permendikbud tersebut merupakan semua warga sekolah baik murid, guru, energi pendidikan, dan ketua sekolah harus membaca buku selain kitab teks pelajaran selama 15 mnt sebelum hari pembelajaran.
Tujuannya kentara yakni menggiatkan budaya membaca serta menghapus “Generasi Nol Buku”. Tantangan keberaksaraan kita kini tentu tidak sama dengan tantangan ketika kemerdekaan. Kita tidak hidup pada ruang vakum, maka persaingan dan tantangan era ini juga penting buat kita jawab.
Salah satu kompetensi yg perlu kita dorong adalah insan Indonesia yg mempunyai kompetensi dunia menggunakan pemahaman akar rumput. Kemampuan berbahasa dan keberaksaraan adalah kendaraan bagi kita buat menjawab kebutuhan insan Indonesia masa depan.
Maka keliru satu kompetensi yang harus kita siapkan merupakan kemampuan berbahasa dan berkomunikasi buat pergaulan pada level global dan akar rumput. Minimal ada tiga bahasa yang wajib kita kuasai yakni Bahasa Indonesia, bahasa internasional, serta bahasa daerah.
Saya sengaja memakai kata bahasa internasional bukan sekadar Bahasa Inggris karena ini sangat tergantung menggunakan komunitas internasional mana yg sinkron dengan kebutuhan masing-masing orang. Lewat bahasa internasional kita berkawan menggunakan komunitas global. Melalui bahasa wilayah merupakan kita memahami ragam kultur daerah, memahami akar rumput kita, berdasarkan mana kita dari.
Menjawab tantangan keberaksaraan pada era ini tentu tak bisa kita lakukan pada satu 2 malam. Perlu kerja ekstra keras dan konsisten dari setiap kita buat mewujudkannya. Tugas kita beserta bukan menyesali keadaan yang terdapat, tugas kita bersama menjadi bagian dari solusi!
Ibu serta Bapak hadirin yang aku hormati, irin yang saya hormati,
Tentu menjadikan keberaksaraan sebagai gerakan bersama merupakan ikhtiar kita bersama. Yang perlu kita jawab bersama adalah apa saja langkah-langkah nyata yang mampu kita lakukan buat menaikkan keberaksaraan?
Setiap orang mampu ikut berkontribusi menggunakan langkah-langkah nyata berikut adalah:
Pertama, setiap orangtua perlu mengenalkan aksara sejak dini. Mengenalkan aksara bukan berarti langsung kita mulai dengan mengajarkan membaca dan menulis.
Perkenalan pertama anak-anak kita dalam aksara adalah menggunakan merangsang ketertarikannya pada bacaan. Orangtua sanggup membacakan cerita untuk anak-anaknya. Praktik baik yang bisa kita lakukan adalah dengan menaruh alokasi saat spesifik membacakan cerita buat anak.
Membacakan cerita mungkin terkesan sederhana. Tapi berdasarkan sana anak-anak kita akan berimajinasi. Ia akan memahami bahwa lewat aksara dirinya bisa mengenal global.
Kedua, sekolah perlu membuka diri sebagai agen perubahan keberaksaraan. Bagaimana caranya? Caranya merupakan dengan berkolaborasi bersama masyarakat sekitar buat mengelola aktivitas membaca baik pada perpustakaan atau fasilitas membaca yang sudah ada.
Perpustakaan sekolah perlu lebih terbuka menggunakan memberikan akses pada warga kurang lebih buat ikut membaca serta beraktivitas di sana. Warga lebih kurang juga bisa berperan aktif menghidupkan perpustakaan dengan ikut bertukar bacaan, mengadakan aktivitas literasi bersama anak didik dan pengajar pada sekolah dengan melibatkan pegiat sastra lokal.
Lewat keterbukaan dan kolaborasi itu sekolah dan warga pula mampu ambil peran menggunakan menjadi balai pemberantasan buta aksara. Pengajar, kepala sekolah, masyarakat, atau anak didik berkolaborasi menggunakan pemangku kepentingan wilayah bisa bergantian mengajar membaca bagi warga yang belum sanggup baca tulis.
Perpustakaan serta sekolah yg lebih terbuka dan bersahabat adalah langkah krusial menumbuhkan kecintaan aksara pada lingkungan kita. Perpustakaan boleh sederhana, tapi aktivitas di dalamnya membuat manfaat bagi banyak rakyat!
Untuk guru, aku berpesan satu hal, jadilah inspirator membaca. Apabila pengajar aktif membaca maka muridnya pasti gemar membaca! Tugas kita adalah menimbulkan serta menumbuhkan kecintaan membaca. Kebiasaan membaca tumbuh lantaran kecintaan bukan lantaran paksaan.
Ketiga, ambil kiprah aktif pada aktivitas menulis. Membaca dan menulis adalah padu padan roda peradaban. Lewat membaca, manusia menjelajah global tanpa batas, menggunakan menulis penjelajahan tersebut akan kita lestarikan.
Maka seluruh rakyat sekolah perlu mengaktifkan aktivitas menulis. Aktifkan majalah dinding sekolah, buat resensi atas buku yg warga sekolah baca, dan latih kemampuan menulis baik menggunakan praktik eksklusif atau melalui diskusi-diskusi sederhana di sekolah.
Upaya-upaya tersebut adalah praktik-praktik sederhana yang mampu kita lakukan. Kita percaya bahwa masingmasing kita punya beragam praktik baik yang bisa sebagai pandangan baru.
Saya minta bagikan serta ceritakan praktik baik keberaksaraan yang telah mak dan bapak lakukan. Biarkan praktik baik itu jadi inspirasi buat menaikkan keberaksaraan pada titik-titik penjuru negeri ini!
Ibu serta Bapak hadirin yang aku hormati,
Pada kesempatan yang berbahagia ini, izinkan Saya menyampaikan rasa prihatin kepada warga Indonesia yang tengah mengalami musibah bencana asap dampak kebakaran hutan pada beberapa daerah dibumi kita tercinta ini. Sesuai pesan Bapak Presiden RI, Kepada para Kepala Daerah yg wilayahnya terdampak bencana asap, beserta Forum Komunikasi Pimpinan Daerah harus aktif terjun eksklusif ke lapangan memimpin pengendalian kebakaran dan mengatasi dampak kabut asap.
Bila kualitas udara sudah melebihi nomor toleransi, Presiden RI menginstruksikan kepada Mendikbud supaya menghentikan aktivitas pendidikan dan menyesuaikan baku pendidikan yg terhenti tadi.
Presiden menggarisbawahi bahwa kebakaran hutan ini merupakan perkara kita beserta. Untuk itu, Presiden mendukung aneka macam bentuk inisiatif gerakan dalam rakyat buat terlibat pribadi pada memadamkan api maupun dalam mengatasi dampak kabut asap.
Ibu serta Bapak hadirin yang aku hormati,
Akhirnya menjadi penutup sambutan ini, Saya mengungkapkan terima kasih serta apresiasi kepada Gubernur Jawa Barat dan Bupati Karawang dan seluruh rakyat Jawa Barat yg sudah bersedia sebagai tuan rumah penyelenggaraan Hari Aksara Internasional Tingkat Nasional Tahun 2015.
Saya ucapkan selamat dan penghargaan pada para Gubernur/Bupati/Walikota yang menerima Anugerah Aksara tahun ini, atas komitmen yg tinggi pada menurunkan angka tuna aksara pada wilayahnya. Ucapan selamat jua pada para pimpinan forum/organisasi penyelenggara program PAUD serta Dikmas yg meraih kampiun lomba satuan PNF berprestasi, yg sudah ikut mensukseskan gerakan nasional akselerasi penuntasan tuna aksara dan gerakan berkolaborasi menggunakan warga .
Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala upaya serta bisnis kita dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sinkron dengan hasrat kemerdekaan kita.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Karawang, 24 Oktober 2015
Menteri Pendidikan serta Kebudayaan,
ANIES BASWEDAN