SAMBUTAN MENDIKBUD PADA PERINGATAN HARI AKSARA INTERNASIONAL KE50 TAHUN 2018

Sambutan Mendikbud Pada Peringatan Hari Aksara Internasional Ke-50 Tahun 2015
Sehubungan dengan peringatan Hari Aksara Internasional ke-50 ini, sambutan resmi Menteri Pendidikan serta Kebudayaan Republik Indonesia Peringatan Hari Aksara Internasional Tanggal 24 Tahun 2015, selengkapnya sebagai berikut :
Assalaamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi, Salam sejahtera buat kita semua
Ibu serta Bapak hadirin yang aku hormati,
Mengawali sambutan ini, marilah kita senantiasa memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, atas perkenan rahmat serta hidayahNya, sehingga kita seluruh masih dikaruniai kesehatan, kekuatan serta kesempatan buat terus melanjutkan darma kita kepada bangsa dan negara tercinta.
Izinkan aku memulai pembicaraan dengan bertanya sebuah hal sederhana. “Berapa poly penduduk kita yg bisa membaca ketika para pendiri Republik menyatakan kemerdekaan?”
Pada ketika kita dengan lantang berteriak merdeka, lebih menurut 90 % penduduk kita bahkan tidak mampu menuliskan namanya sendiri. Maka bayangkan ketika Bung Karno menyampaikan, “Beri aku sepuluh pemuda!” boleh jadi 9 dari 10 pemuda tadi tak bisa mengeja namanya.
Fakta itu boleh jadi mencengangkan, akan tetapi apa yang para pendiri Republik ini lakukan jauh lebih mencengangkan.
Usaha melawan ketidakterdidikan telah para pendiri Republik ini gaungkan bahkan sebelum Republik ini menyatakan kemerdekaannya. Ki Hadjar Dewantara dalam “Rapat Panitia Adat serta Tatanegara Dahulu” sebelum proklamasi mengatakan, “Sebenarnya berdasarkan pihak rakyat sendiri telah semenjak usang nampak usaha hendak memberantas buta alfabet di kalangan warga ini.”
Ki Hadjar kemudian mencontohkan dari Kongres Putri sampai Rukun Tani melakukan kegiatan pengajaran membaca. Kesadaran akan pentingnya membaca bukan datang-datang hadir hari-hari ini, beliau lahir bahkan sebelum proklamasi kita canangkan.
Ikhtiar itu terus kita bawa jauh sehabis proklamasi. Saya ingat sebuah foto Bung Karno di depan spanduk saat beliau bicara pada Yogyakarta. Tulisan di spanduk itu tak misalnya biasa. Spanduk itu dimulai menggunakan sebuah istilah, “Bantulah”. Lengkapnya “Bantulah usaha pemberantasan buta-alfabet !”.
Pemerintah membuka tangannya buat bekerjasama. Mengajak berkolaborasi. Hasilnya dahsyat!
Gerakan Pemberantasan Buta Huruf (PBH) yang Bung Karno canangkan menjadi gerakan semesta pada lebih dari 18 ribu loka, melibatkan lebih menurut 17 ribu pengajar dan kurang lebih 700 ribu anak didik. Sampai tahun 1960 Bung Karno menegaskan bahwa Indonesia harus terbebas dari buta huruf. Republik ini kemudian berkembang menjadi dari tidak terdidik sebagai terdidik.
asan Buta Huruf (PBH) yang Bung Karno canangkan sebagai gerakan semesta pada lebih dari 18 ribu tempat, melibatkan lebih menurut 17 ribu guru serta kurang lebih 700 ribu anak didik. Sampai tahun 1960 Bung Karno menegaskan bahwa Indonesia wajib terbebas berdasarkan buta alfabet . Republik ini lalu menjelma berdasarkan tak terdidik menjadi terdidik.
Hadirin yang berbahagia,
Pekerjaan rumah bukan berarti telah terselesaikan. Bung Karno serta semua elemen warga sudah mengantar kita dalam gerbang keberaksaraan. Tapi, tugas tidak selesai hingga di sini.
Pada tahun 2010 penduduk Indonesia usia 15-59 tahun yang melek aksara sekitar 95,21 persen. Angka ini lalu naik pada tahun 2014 sebagai sebanyak 96,tiga %. Angka tadi menunjukkan keberhasilan kita memenuhi sasaran Deklarasi Dakar mengenai Pendidikan Untuk Semua (PUS) atau Education for All (EFA) bahwa Indonesia bisa menurunkan separuh penduduk tuna aksara sebagai kurang berdasarkan lima % pada 2015. Tapi nomor itu jua berarti terdapat sekitar lima,9 juta orang yang belum bisa mengeja dan menulis namanya sendiri.
Saat ini tercatat sebesar 8 provinsi yang persentase tuna aksaranya masih di atas lima %. Angka-nomor itu bukan sekadar perpaduan statistik buta huruf. Angka itu memberi pesan nyaring belum semua masyarakat negeri ini mampu menuliskan “Indonesia” dalam secarik kertas.
Tantangan aksara bukan sekadar sanggup membaca, tantangan keberaksaraan lebih besar berdasarkan itu. Apabila kita lihat dalam konteks itu, maka mampu jadi nomor “buta aksara” kita masih mengkhawatirkan.
Taufik Ismail, keliru satu sastrawan kita, dalam ketika mendapat Habibie Award tahun 2007 menyampaikan bahwa kita masih diselimuti oleh “Generasi Nol Buku”. Generasi yg tak membaca satu pun buku pada satu tahun. “Generasi yg rabun membaca dan lumpuh menulis.”
Kekhawatiran Taufik Ismail itu bukan kekhawatiran kosong belaka, sastrawan akbar kita Buya Hamka pernah mengatakan, “Setiap manusia perlu membaca buku, sebab pena seorang tidak akan berisi bila sekiranya beliau kurang membaca”.
Pernyataan Taufik Ismail serta Buya Hamka misalnya sebuah lonceng atas data Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2012 yg menyatakan bahwa kemampuan literasi (membaca dan menulis) anak didik Indonesia jauh tertinggal. Indonesia jauh tertinggal.
Maka tugas kita kentara, “Generasi Nol Buku” ini harus kita ubah!
Keberaksaraan bukan sekadar mengganti yang tidak bisa membaca menjadi mampu membaca, tetapi pula mendorong yg mampu membaca buat terus membaca. Menjadi generasi yg menjelajah lewat aksara yg beliau baca. Pertanyaan besarnya adalah bagaimana kita beserta akan mengganti keadaan “Generasi Nol Buku” ini?
Ibu dan Bapak yang saya hormati,
Gerakan Pemberantasan Buta Huruf (PBH) yang Bung Karno dan semua elemen masyarakat lakukan beberapa dekade silam sesungguhnya bukan hanya sebuah usaha mengurangi angka buta aksara. Gerakan ini mengirimkan satu pesan tegas dalam kita seluruh.
Secara konstitusional pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah, akan tetapi secara moral pendidikan merupakan tanggung jawab setiap orang yg terdidik. Maka kita wajib mengubah perspektif dalam mendorong kualitas keberaksaraan kita. Meningkatkan keberaksaraan adalah gerakan bersama.
Pemerintah dalam hal ini Kemdikbud terus berikhtiar meningkatkan kualitas keberaksaraan kita. Kita juga mendorong akselerasi acara keberaksaraan dalam daerah-wilayah yg memiliki nomor tuna aksara tinggi. Melalui “Afirmasi Pendidikan Keaksaraan Untuk Papua” (APIK PAPUA) kita melakukan percepatan peningkatan keberaksaan pada daerah Papua.
Ikhtiar untuk menaikkan keberaksaraan jua kita lakukan melalui Permendikbud No. 23 tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti (PBP). Salah satu poin utama pada Permendikbud tersebut merupakan semua warga sekolah baik murid, guru, energi pendidikan, dan ketua sekolah harus membaca buku selain kitab teks pelajaran selama 15 mnt sebelum hari pembelajaran.
Tujuannya kentara yakni menggiatkan budaya membaca serta menghapus “Generasi Nol Buku”. Tantangan keberaksaraan kita kini tentu tidak sama dengan tantangan ketika kemerdekaan. Kita tidak hidup pada ruang vakum, maka persaingan dan tantangan era ini juga penting buat kita jawab.
Salah satu kompetensi yg perlu kita dorong adalah insan Indonesia yg mempunyai kompetensi dunia menggunakan pemahaman akar rumput. Kemampuan berbahasa dan keberaksaraan adalah kendaraan bagi kita buat menjawab kebutuhan insan Indonesia masa depan.
Maka keliru satu kompetensi yang harus kita siapkan merupakan kemampuan berbahasa dan berkomunikasi buat pergaulan pada level global dan akar rumput. Minimal ada tiga bahasa yang wajib kita kuasai yakni Bahasa Indonesia, bahasa internasional, serta bahasa daerah.
Saya sengaja memakai kata bahasa internasional bukan sekadar Bahasa Inggris karena ini sangat tergantung menggunakan komunitas internasional mana yg sinkron dengan kebutuhan masing-masing orang. Lewat bahasa internasional kita berkawan menggunakan komunitas global. Melalui bahasa wilayah merupakan kita memahami ragam kultur daerah, memahami akar rumput kita, berdasarkan mana kita dari.
Menjawab tantangan keberaksaraan pada era ini tentu tak bisa kita lakukan pada satu 2 malam. Perlu kerja ekstra keras dan konsisten dari setiap kita buat mewujudkannya. Tugas kita beserta bukan menyesali keadaan yang terdapat, tugas kita bersama menjadi bagian dari solusi!
Ibu serta Bapak hadirin yang aku hormati, irin yang saya hormati,
Tentu menjadikan keberaksaraan sebagai gerakan bersama merupakan ikhtiar kita bersama. Yang perlu kita jawab bersama adalah apa saja langkah-langkah nyata yang mampu kita lakukan buat menaikkan keberaksaraan?
Setiap orang mampu ikut berkontribusi menggunakan langkah-langkah nyata berikut adalah:
Pertama, setiap orangtua perlu mengenalkan aksara sejak dini. Mengenalkan aksara bukan berarti langsung kita mulai dengan mengajarkan membaca dan menulis.
Perkenalan pertama anak-anak kita dalam aksara adalah menggunakan merangsang ketertarikannya pada bacaan. Orangtua sanggup membacakan cerita untuk anak-anaknya. Praktik baik yang bisa kita lakukan adalah dengan menaruh alokasi saat spesifik membacakan cerita buat anak.
Membacakan cerita mungkin terkesan sederhana. Tapi berdasarkan sana anak-anak kita akan berimajinasi. Ia akan memahami bahwa lewat aksara dirinya bisa mengenal global.
Kedua, sekolah perlu membuka diri sebagai agen perubahan keberaksaraan. Bagaimana caranya? Caranya merupakan dengan berkolaborasi bersama masyarakat sekitar buat mengelola aktivitas membaca baik pada perpustakaan atau fasilitas membaca yang sudah ada.
Perpustakaan sekolah perlu lebih terbuka menggunakan memberikan akses pada warga kurang lebih buat ikut membaca serta beraktivitas di sana. Warga lebih kurang juga bisa berperan aktif menghidupkan perpustakaan dengan ikut bertukar bacaan, mengadakan aktivitas literasi bersama anak didik dan pengajar pada sekolah dengan melibatkan pegiat sastra lokal.
Lewat keterbukaan dan kolaborasi itu sekolah dan warga pula mampu ambil peran menggunakan menjadi balai pemberantasan buta aksara. Pengajar, kepala sekolah, masyarakat, atau anak didik berkolaborasi menggunakan pemangku kepentingan wilayah bisa bergantian mengajar membaca bagi warga yang belum sanggup baca tulis.
Perpustakaan serta sekolah yg lebih terbuka dan bersahabat adalah langkah krusial menumbuhkan kecintaan aksara pada lingkungan kita. Perpustakaan boleh sederhana, tapi aktivitas di dalamnya membuat manfaat bagi banyak rakyat!
Untuk guru, aku berpesan satu hal, jadilah inspirator membaca. Apabila pengajar aktif membaca maka muridnya pasti gemar membaca! Tugas kita adalah menimbulkan serta menumbuhkan kecintaan membaca. Kebiasaan membaca tumbuh lantaran kecintaan bukan lantaran paksaan.
Ketiga, ambil kiprah aktif pada aktivitas menulis. Membaca dan menulis adalah padu padan roda peradaban. Lewat membaca, manusia menjelajah global tanpa batas, menggunakan menulis penjelajahan tersebut akan kita lestarikan.
Maka seluruh rakyat sekolah perlu mengaktifkan aktivitas menulis. Aktifkan majalah dinding sekolah, buat resensi atas buku yg warga sekolah baca, dan latih kemampuan menulis baik menggunakan praktik eksklusif atau melalui diskusi-diskusi sederhana di sekolah.
Upaya-upaya tersebut adalah praktik-praktik sederhana yang mampu kita lakukan. Kita percaya bahwa masingmasing kita punya beragam praktik baik yang bisa sebagai pandangan baru.
Saya minta bagikan serta ceritakan praktik baik keberaksaraan yang telah mak dan bapak lakukan. Biarkan praktik baik itu jadi inspirasi buat menaikkan keberaksaraan pada titik-titik penjuru negeri ini!
Ibu serta Bapak hadirin yang aku hormati,
Pada kesempatan yang berbahagia ini, izinkan Saya menyampaikan rasa prihatin kepada warga Indonesia yang tengah mengalami musibah bencana asap dampak kebakaran hutan pada beberapa daerah dibumi kita tercinta ini. Sesuai pesan Bapak Presiden RI, Kepada para Kepala Daerah yg wilayahnya terdampak bencana asap, beserta Forum Komunikasi Pimpinan Daerah harus aktif terjun eksklusif ke lapangan memimpin pengendalian kebakaran dan mengatasi dampak kabut asap.
Bila kualitas udara sudah melebihi nomor toleransi, Presiden RI menginstruksikan kepada Mendikbud supaya menghentikan aktivitas pendidikan dan menyesuaikan baku pendidikan yg terhenti tadi.
Presiden menggarisbawahi bahwa kebakaran hutan ini merupakan perkara kita beserta. Untuk itu, Presiden mendukung aneka macam bentuk inisiatif gerakan dalam rakyat buat terlibat pribadi pada memadamkan api maupun dalam mengatasi dampak kabut asap.
Ibu serta Bapak hadirin yang aku hormati,
Akhirnya menjadi penutup sambutan ini, Saya mengungkapkan terima kasih serta apresiasi kepada Gubernur Jawa Barat dan Bupati Karawang dan seluruh rakyat Jawa Barat yg sudah bersedia sebagai tuan rumah penyelenggaraan Hari Aksara Internasional Tingkat Nasional Tahun 2015.
Saya ucapkan selamat dan penghargaan pada para Gubernur/Bupati/Walikota yang menerima Anugerah Aksara tahun ini, atas komitmen yg tinggi pada menurunkan angka tuna aksara pada wilayahnya. Ucapan selamat jua pada para pimpinan forum/organisasi penyelenggara program PAUD serta Dikmas yg meraih kampiun lomba satuan PNF berprestasi, yg sudah ikut mensukseskan gerakan nasional akselerasi penuntasan tuna aksara dan gerakan berkolaborasi menggunakan warga .
Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala upaya serta bisnis kita dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sinkron dengan hasrat kemerdekaan kita.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Karawang, 24 Oktober 2015
Menteri Pendidikan serta Kebudayaan,
ANIES BASWEDAN

Comments