PENGERTIAN SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN PELESTARIANNYA

Cara flexi--Siswa serta rakyat belajar sekalian dalam pembahasan materi pelajaran IPA ini dia kita mengulas tentang Sumber Daya Alam Hayati. Seperti kita ketahui indonesia sangat kaya menggunakan sumber daya Alamnya, banyak biota-biota baik bahari, perairan darat maupun daerah daratan yang bergantung pada Sumber Daya Alam Hayati kita. Untuk tahu lebih jauh tentang sumber daya alam hayati ini marilah kita ikuti pembahasan berikut ini :
A. SUMBER DAYA ALAM
1. Pengertian Sumber Daya Alam
Sumber daya alam merupakan segala sesuatu yang bisa diperoleh menurut lingkungan buat keperluan hayati manusia, Sumber daya alam yang secara pribadi dapat kita peroleh berdasarkan dimanfaatkan diantaranya adalah flora, air, dan hewan. Batu bara, minyak bumi dan barang tambang lainnya tidak bisa secara langsung kita dapatkan, tetapi wajib melalui suatu proses terlebih dahulu.
2. Tipe-tipe Sumber Daya Alam
Berdasarkan sifatnya, asal daya alam tadi bisa digolongkan menjadi 3, yaitu :
2.1 Sumber daya alam yang nir dapat diperbaharui (unrenewable resources)
Sumber daya alam yg nir bisa diperbaharui (unrenewable resources) ini adalah golongan sumber daya alam yang apabila persediaannya dalam suatu tempat telah habis, maka dalam loka tadi nir akan bisa membentuk lagi, buat memperoleh lagi harus dicari ditempat lain.
Contohnya;
Logam; seperti besi, emas, tembaga, timah, seng, dan sebagainya.
Bahan bakar; seperti batu bara, minyak bumi, gas alam, serta sebagainya
Mineral; misalnya fosfor, nitrogen, kalsium, sebagainya.
2.2 Sumber daya alam yg bisa diperbaharui (renewable resources)
Sumber daya alam yang bisa diperbaharui adalah asal daya alam yang bila di suatu loka sudah dimanfaatkan, maka dalam loka itu jika diperbaharui serta diolah dapat lahir yang baru, terdiri berdasarkan 2 jenis golongan:
2.2.1. Sumber daya alam botani seperti padi, jagung, kelapa kapas, dan sebagainya.
2.2.2. Sumber daya alam hewani seperti ikan laut, ikan tambak, kambing, sapi serta sebagainya.
2.3  Sumber daya alam yang nir dikhawatirkan habis (inhaustable resources)
Sumber daya alam yang tidak dikhawatirkan habis merupakan sumber daya alam yang bila dipergunakan bisa diperbaharui secara alami melalui daur; contohnya air, udara, serta surya.
3. Sumber Daya Alam Hayati
Sumber daya alam hayati merupakan bagian dari asal daya alam yang bisa diperbaharui namun hanya menyangkut organisme hayati.
B. NILAI-NILAI SUMBER DAYA ALAM HAYATI
Sumber daya alam hayati adalah pemasok kebutuhan primer bagi insan diantaranya:
  1. memasok kebutuhan karbohidrat menjadi sumber tenaga seperti padi-padian, umbi-umbian, jagung, sagu, dan sebagainya.
  2. memasok kebutuhan protein, seperti: kacang hijau, kedelai dan sebagainya
  3. memasok kebutuhan lemak, misalnya: kelapa sawit, kemiri dan sebagainya.

Disamping memenuhi kebutuhan-kebutuhan seperti di atas masih poly lagi kebutuhan manusia yang dipasok berdasarkan sumber daya alam hayati.
C. USAHA PELESTARIA SUMBER DAYA ALAM HAYATI
Usaha pelestarian sumber daya alam bisa dilakukan dengan dua cara yaitu:
  1. Pelestarian dengan secara insitu adalah pelestarian yg dilaksanakan di tempat aslinya, model adalah badak di Ujung Kulon.
  2. Pelestarian dengan secara eksitu adalah pelestarian yang dilaksanakan menggunakan memindahkan individu yg dilestarikan menurut loka tumbuh aslinya serta dipelihara pada loka lain. Pelastarian eksitu dapat dilakukan melalui cara-cara antara lain kebun koleksi, kebun plasma nutfah, kebun nabati, penyimpanan dalam kamar-kamar bersuhu dingin dam pengembangan Kebun Raya.
Demikian tentang Sumber daya alam biologi yg harus kita lestarikan semoga berguna, terimakasih.

SUMBER DAYA ALAM INDONESIA DAN PELESTARIANNYA

Warga belajar dan siswa--sekalian, pada pembahasan kali ini kita akan mencoba menelaah balik tentang Sumber Daya Alam (SDA) yg ada pada Indonesia, bagaiman pelestariaannya dan apa saja sumber daya alam yang ada di Indonesia yg bisa dimanfaatkan buat kesejahteraan penduduk Indonesia.
1. Pengertian Sumber Daya Alam
Sumber Daya Alam atau yg sering disingkat SDA adalah semua yang terdapat pada alam, yaitu output bentukan alam yang bermanfaat serta dapat dimanfaatkan sang insan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam mencapai kesejahteraan.
Untuk bisa mempertahankan hidupnya insan harus memenuhi segala kebutuhannya. Kebutuhan itu bisa berwujud benda atau materi, bisa juga tidak berwujud benda. Benda kebutuhan manusia banyak masih ada pada sekeliling kita, misalnya tanah, air, udara, minyak bumi, batu bara, batu, pasir, kayu, hewan, serta serangga. Selain itu manusia jua membutuhkan energi listrik, panas surya, dan yg tidak berwujud benda namun berupa tenaga (energi).
Semua kebutuhan manusia tadi ada pada alam, insan tinggal memanfaatkannya. Oleh karena itu disebut asal daya alam.
Sumber daya alam merupakan semua yg ada pada alam, yang berhasil bentukan alam yang bermanfaat dan bisa dimanfaatkan sang manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya pada mencapai kesejahteraan.
2. Pembagian Sumber Daya Alam
a. Sumber daya alam yg bisa diperbaharui.
Sumber daya alam yg bisa diperbaharui adalah asal daya alam yg apabila sudah terpakai, dapat terbentuk kembali yg disebabkan kekuatan proses alam.
Sumber daya alam yg bisa diperbaharui seringkali jua dianggap asal daya alam yang dapat pulih. Sumber daya alam ini dapat pulih dengan sendirinya yaitu melalu siklus (Daur) atau bisa pula pulih menggunakan campur tangan manusia. Sumber daya alam yg bisa diperharui terdapat tiga jenis yaitu asal daya alam botani, yg asal berdasarkan tumbuh-tanaman . Sumber daya alam hewan yang berasal menurut hewan atau binatang, dan sumber daya yang mengalami daur seperti tanah, air serta udara.
1) Sumber daya alam nabati
Sumber daya alam yang dari berdasarkan tumbuh-tumbuhan serta dibutuhkan buat memenuhi kebutuhan hidup manusia merupakan sumber daya alam botani. Tumbuh-tumbuhah sangat bermanfaat bagi kehidupan insan, seperti memanfaatkan buah, daun, kulit, btg, akar juga bunganya. Bahkan sisa pupuk yang telah lapuk dan musnah dapat dimanfaatkan menjadi pupuk.
Tumbuh-flora selesainya diambil manfaatnya bisa pulih balik lantaran tumbuh serta berkembang biak. Pemulihan ini dapat dilaksanakan oleh alam tanpa campur tangan manusia, atau dapat pula dibudidayakan sang insan. Sebagai galat satu contoh Anda dapat memperhatikan gambar kebun kelapa di atas. Pada gambar tersebut kita bisa melihat output budidaya kelapa, yg adalah salah satu bentuk campur tangan manusia pada pemulihan pulang sumber daya alam nabati.
2) Sumber daya alam hewani
Sumber daya hewani yaitu asal daya yang asal dari fauna yg dibutuhkan manusia buat memenuhi kebutuhan hidup.sumber daya alam hewani dapat berasal menurut fauna darat, fauna air (jenis ikan) serta hewan yang bisa terbang (jenis burung). Sumber daya alam bisa pulih kembali lantaran berkembang biak.
3) Sumber daya alam yang mengalami siklus tanah dan air
Tanah serta air dapat dimasukan ke dalam gerombolan asal daya alam yang dapat diperbaharui. Tanah yang kekurangan unsur hara bisa pulih kembali menjadi tanah fertile lantaran proses dan kekuatan alam, atau sang campur tangan insan menggunakan cara dipupuk.
Sumber daya air yg mencakup air tanah dan air permukaan bila habis dipakai akan ada lagi. Air tanah jika habis terpakai akan keluar lagi pada bentuk mata air yang dari dari air resapan berdasarkan permukaan tanah. Demikian juga ari di bagian atas tanah seperti air danau, waduk, dan sejenisnya apabila habis terpakai atau terjadi penguapan maka dapat pulih balik sang air hujan. Hujan merupakan air yang asal berdasarkan penguapan air bagian atas serta air bahari. Air permukaan selain terpakai serta mengupa pula mengalir ke bahari melalui sungai. Peristiwa alam tersebut diklaim juga daur hidrologi. Huntuk lebih jelasnya siklus hidrologi ini marilah perhatikan gambar Daur (daur) Hidrologi menurut Holtzman di bawah ini ;
        

b. Sumber daya alam yg nir dapat diperbaharui
Sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui adalah sumber daya alam yang apabila telah dipakai akan habis atau hancur.
Sumber daya alam output tambang serta hasil penggalian adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui atau diklaim asal daya habis digunakan. Barang-barang tambang di permukaan bumi ini dibentuk oleh kekuatan alam dan proses alam selama berjuta-juta tahun. Setelah digunakan barang-barang itu akan habis serta nir terdapat lagi penggantinya, lantaran proses pembentukan memakan waktu yang sangat usang. Lantaran itu asal daya alam yang tidak dapat diperbaharui harus digunakan dengan ekonomis dan hati-hati. Untuk memperoleh sumber daya alam yg tidak dapat diperbaharui diperlukan biaya yang sangat besar , alat-alat yang canggih, serta tenaga ahli. Salah satu model buat memperoleh sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.
3) Berbagai Sumber Daya Alam yang Ada pada Indonesia

Indonesia mempunyai kekayaan alam yang relatif beragam. Berbagai asal daya alam yang ada di Indonesia merupakan sebagai berikut :
a. Sumber daya alam yang dapat diperbaharui mencakup :
1) Sumber daya alam botani, misalnya bisa diperoleh melalu :
- Pertanian rakyat
- Perkembunan, dan
- Kehutanan
2) Sumber daya alam hewani, contohnya bisa diperoleh dari :
- peternakan, dan
- alam perikanan.
b. Sumber daya alam yg nir dapat diperbaharui meliputi:

1) Sumber daya alam mineral, meliputi :
- timah
- alumunium
- tembaga
- emas dan perak
- mangan
- biji besi.
Selain itu sumber daya alam mineral lainnya termasuk pada mineral industri (mineral nonmetalik) merupakan sebagai berikut :
- fosfat,
- belerang
- batu gamping
- kaolin
- fosfat dan mika
- intan
- pasir kuarsa.
Selain mineral nonmetalik pula terdapat sumber daya alam mineral organis (dari berdasarkan jasad hayati) atau organisme antara lain :
- aspal
- batubara
2) Sumber daya alam tenaga, yaitu sumber daya alam yg mencakup:
- minyak bumi serta gas alam
- batubara.


PENGERTIAN NILAI TAMBAH PRODUK PERTANIAN MENURUT AHLI

Pengertian Nilai Tambah Produk Pertanian 
Nilai tambah (value added) merupakan pertambahan nilai suatu komoditas lantaran mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan pada suatu produksi. Dalam proses pengolahan nilai tambah dapat didefinisikan menjadi selisih antara nilai produk dengan nilai porto bahan standar serta input lainnya, nir termasuk tenaga kerja. Sedangkan marjin merupakan selisih antara nilai produk menggunakan harga bahan bakunya saja. Dalam marjin ini tercakup komponen faktor produksi yang dipakai yaitu tenaga kerja, input lainnya serta balas jasa pengusaha pengolahan (Hayami et al, 1987).

Berdasarkan pengertian tersebut, perubahan nilai bahan baku yg telah mengalami perlakuan pengolahan besar nilainya dapat diperkirakan. Dengan demikian, atas dasar nilai tambah yg diperoleh, marjin dapat dihitung dan selanjutnya imbalan bagi faktor produksi bisa diketahui. Nilai tambah yang semakin akbar atas produk pertanian khususnya kelapa sawit dan karet tentunya bisa berperan bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang besar tentu saja berdampak bagi peningkatan lapangan usaha serta pendapatan masyarakat yang muara akhirnya adalah menaikkan kesejahteraan masyarakat. Akan namun kondisi yg terus berlangsung ketika ini produk kelapa sawit serta karet pada jumlah yang signifikan diekspor tanpa mengalami pengolahan lebih lanjut di dalam negeri. Akhirnya laba nilai tambah atas kedua produk pertanian tadi hanya dinikmati oleh pihak asing.

Industri dan Pengembangan Produk Kelapa Sawit dan Turunannya
Komoditas agroindustri merupakan subsektor pertanian yang diharapkan dapat berperan krusial terhadap pertumbuhan ekonomi, penerimaan ekspor, penyediaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan, serta pemerataan pembangunan daerah. Ditinjau menurut cakupan komoditasnya, masih ada ratusan jenis tumbuhan tahunan serta tanaman musiman dapat tumbuh subur pada Indonesia, sehingga pembangunan agroindustri akan dapat menjangkau banyak sekali tipe komoditas yg sinkron dikembangkan di masingmasing daerah di Indonesia. Dilihat berdasarkan hasil produksinya, komoditas perkebunan adalah bahan baku industri serta barang ekspor, sebagai akibatnya telah inheren adanya kebutuhan keterkaitan aktivitas bisnis dengan aneka macam sektor serta subsektor lainnya. Di samping itu, apabila diamati berdasarkan sisi pengusahaannya, sekitar 85 % komoditas agro merupakan usaha perkebunan rakyat yg beredar di berbagai wilayah. Dengan demikian pembangunan industri agro akan berdampak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat, terutama melalui perannya dalam membangun lapangan kerja serta distribusi pemerataan pendapatan. 

Bisnis minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) Indonesia berkembang pesat pada dasa warsa 1990–2000an dengan daya saing yg relatif mengagumkan. Areal kelapa sawit tumbuh menggunakan laju sekitar 11% berdasarkan 1.126 juta ha pada tahun 1991 sebagai tiga.584 pada tahun 2001 (Susila, 2004b). Perkembangan berikutnya (2000–2005) pertumbuhan ekspor CPO Indonesia serta dunia selalu positif. Pada periode ini, Malaysia masih lebih secara umum dikuasai daripada Indonesia, meski produksi Indonesia lebih tinggi. Pangsa ekspor CPO Malaysia rata-homogen mencapai lebih berdasarkan 50% ekspor CPO global, sementara pangsa ekspor Indonesia belum mencapai 40% (Nuryanti, 2008).

Sejak tahun 2006, Indonesia berhasil menggeser posisi Malaysia sebagai produsen dan eksportir CPO terbesar di dunia, lebih cepat dari yang diproyeksikan semula yaitu tahun 2010. Dalam 5 tahun terakhir, kiprah Indonesia menjadi pembuat CPO dunia meningkat tajam sebagai 44,3% dalam 2008, sejalan menggunakan pesatnya pertumbuhan produksi yg tumbuh rata-homogen 9,1 % per tahun. Sebaliknya peran Malaysia turun secara tajam dari 49,8% pada tahun 2000 menjadi 40,9% dalam tahun 2008 (Miranti, 2010). Minat buat terus membuka lahan kebun sawit baru, pada tahuntahun mendatang masih akan sangat besar . Ini ditimbulkan oleh harga CPO pada pasar dunia yang masih akan terus naik, mengikuti kenaikan harga minyak mentah pada pasar internasional (Purwantoro, 2008; Nuryanti, 2008). Selain itu, minyak botani, terutama CPO akan terus diincar sebagai bahan biodiesel karena harganya jauh lebih murah (Tanet al., 2009). 

Konsistensi peningkatan ekspor ini berdasarkan kajian INDEF (2007) memberitahuakn bahwa: 
a. Serapan CPO sang industri domestik masih rendah karena industri hilir kelapa sawit yg nir berkembang. 
b. Nilai tambah tertinggi diperoleh dari produksi CPO, bukan berdasarkan produk turunannya. 

Pengusaha masih lebih tertarik dalam industri primer (CPO) yg cenderung padat energi kerja, bukan padat kapital karena buat memproduksi produk turunan dibutuhkan dana investasi yang tinggi. 

c. Tersedianya pangsa pasar global atas minyak sawit menggunakan pengembangan industri hilir dan asal tenaga alternalif (biodiesel)

Kelapa sawit (CPO) merupakan salah satu flora perkebunan yang memiliki kiprah penting bagi subsektor perkebunan. Hilirisasi kelapa sawit diantaranya memberi manfaat dalam peningkatan pendapatan petani serta warga , membangun nilai tambah pada pada negeri, penyerapan energi kerja, pengembangan wilayah industri, proses alih teknologi, dan buat ekspor sebagai penghasil devisa. Di luar itu, dari sisi upaya pelestarian lingkungan hayati, flora kelapa sawit yg adalah tanaman tahunan berbentuk pohon (tree crops) dapat berperan pada penyerapan efek gas tempat tinggal kaca, misalnya CO2, dan sanggup menghasilkan O2 atau jasa lingkungan lainnya, seperti perlindungan biodiversity atau eko-wisata (Kementan, 2007). Tanaman kelapa sawit jua sebagai asal pangan dan gizi primer penduduk dalam negeri, sebagai akibatnya keberadaannya berpengaruh sangat nyata dalam perkembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Komoditas kelapa sawit merupakan primadona perdagangan ekspor Indonesia dalam sub-sektor perkebunan serta adalah galat satu industri pertanian yang strategis. Prospeknya ditunjukkan sang peningkatan produksi yang sejalan dengan tingkat permintaannya. Kelapa sawit jua merupakan salah satu berdasarkan sedikit komoditas agribisnis Indonesia yang memiliki daya saing di pasar Internasional . 

Meskipun memiliki industri bahan standar yang melimpah, namun perkembangan industri ini masih kalah dibandingkan menggunakan Malaysia yang kapasitas produksinya mencapai 2 kali lipat menurut Indonesia. Sebagai citra, Indonesia menguasai sekitar 12 persen permintaan oleochemical global yang mencapai enam juta metrik ton per tahun, ad interim Malaysia mencapai 18,6 persen. Industri hilir Malaysia sanggup mengolah CPO sebagai lebih menurut 120 jenis produk bernilai tambah tinggi, sedangkan Indonesia baru belasan produk. Industri oleokimia adalah industri yang strategis lantaran selain keunggulan komparatif yakni ketersediaan bahan standar yang melimpah jua memberikan nilai tambah produksi yang cukup tinggi yakni di atas 40 persen berdasarkan nilai bahan bakunya (ICN, 2009a; Rai, 2010).

Industri oleokimia adalah industri antara yang berbasis minyak kelapa sawit (CPO) dan minyak inti sawit (PKO). Dari ke 2 jenis produk ini dapat didapatkan berbagai jenis produk antara sawit yang digunakan menjadi bahan standar bagi industri hilirnya baik untuk kategori pangan ataupun non pangan. Di antara grup industri antara sawit tersebut galat satunya merupakan oleokimia dasar (fatty acid, fatty , fatty amines, methyl esther, glycerol). Produk-produk tersebut menjadi bahan baku bagi beberapa industri misalnya farmasi, toiletries, dan kosmetik (Depperin, 2009; ICN, 2009a; Gumbira-Sa’id, 2010 ). 

Menurut Didu (2003), berdasarkan segi nilai tambah, semakin jauh diversifikasi produk dilakukan akan memberikan nilai tambah yg sangat signifikan. Produk level pertama kelapa sawit berupa CPO akan menaruh nilai tambah lebih kurang 30 % dari nilai TBS. Pengolahan selanjutnya akan memberikan masing-masing nilai tambah berbasis TBS menjadi berikut: minyak goreng (50 persen), asam lemak/fatty acid (100persen), ester (150–200 %), surfaktan atau pengemulsi (300–400 %), serta kosmetik (600–1000 %).

Gambar  Pohon Industri Kelapa Sawit

Sumber : Fadhil Hasan, Nilai Tambah Kelapa Sawit (2011)

Produksi serta Konsumsi Minyak Nabati Dunia 
Produksi CPO dunia mengalami lonjakan pertumbuhan yang cukup mengesankan pada beberapa tahun terakhir, yakni berdasarkan 33,5 juta ton pada 2004 menjadi 43,tiga juta ton pada 2008 atau tumbuh homogen-homogen 6,63 % per tahun. Lonjakan pertumbuhan ini terutama ditimbulkan produksi CPO Indonesia yg semakin tinggi 5,9 juta ton pada periode yg sama yakni berdasarkan 13,6 juta ton sebagai 19,2 juta ton atau bertumbuh rata-rata 9,1 persen per tahun. Produksi CPO dunia diperkirakan akan terus mengalami kenaikan, yakni mencapai 45,1 juta ton dalam 2009 serta 47,1 juta ton dalam 2010 yang dipicu oleh semakin meningkatnya permintaan China dan India, konsumen CPO terbesar global (Miranti, 2010).

Permintaan minyak kelapa sawit dunia terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2008, total volume perdagangan minyak botani dunia mencapai 160 juta ton, 10 dimana 48 juta ton (30 persen) antara lain berasal menurut minyak kelapa sawit, disusul oleh minyak kedelai (23 persen). Tingginya permintaan minyak kelapa sawit ini terjadi karena banyaknya produk yang dihasilkan dengan memakai bahan baku minyak kelapa sawit (Syaukat, 2010) di samping harga CPO yang jauh lebih murah hingga mencapai 200 USD/ton kekamibang rapeseed oil (Tan et al., 2009). 

Konsumsi CPO global semakin tinggi pesat menurut 29,dua juta ton dalam 2004 menjadi 43,tiga juta ton pada 2008 atau bertumbuh rata-homogen 9,9 % per tahun, jauh diatas pertumbuhan produksi yang hanya 6,6 % per tahun. Oil World memperkirakan konsumsi CPO global akan terus bertumbuh sebagai 45,3 juta ton dalam 2009 dan 47,5 juta ton dalam 2010, sejalan menggunakan meningkat pesatnya permintaan CPO pada negara-negara konsumen khususnya China, India, serta Uni Eropa (USDA, 2009; 2010; Miranti, 2010). Perkembangan produksi dan konsumsi CPO dunia tersaji dalam tabel berikut :

Tabel Perkembangan Produksi dan Konsumsi CPO

Potensi Produksi Nasional 
Produksi CPO Indonesia tumbuh signifikan rata-rata 13,4 persen selama satu dasawarsa terakhir, yang didukung sang pertumbuhan areal tanam homogen-rata 6,7 % per tahun. Pangsa produksi CPO Indonesia di pasar internasional senantiasa menerangkan tren peningkatan. Total produksi Minyak Sawit (CPO serta CPKO) dunia pada 2010 sebanyak 47,1 juta ton, pada mana Indonesia serta Malaysia menguasai lebih menurut 80 persen produksi minyak sawit dunia. Pangsa CPO Indonesia sebesar 47,0 % sedangkan Malaysia sebanyak 38,2 %, sisanya sebesar 14,8 % merupakan sharesejumlah negara-negara lain.

Peningkatan pangsa produksi CPO nir tanggal dari dukungan bertambahnya luas areal kebun kelapa sawit. Wilayah Pulau Sumatera merupakan kontributor terbesar produksi kelapa sawit Indonesia menggunakan luas huma sekitar 70 persen dari total lahan kelapa sawit nasional.nanggroe Aceh Darussalam memiliki luas areal 454,4 ribu ha, Sumatera Utara 258,6 ribu ha, Sumatera Barat 47,7 ribu ha, Riau 1,5 juta ha, Jambi 511,4 ribu ha, Sumatera Selatan 1,3 juta ha, Kalimantan Barat 1,dua juta ha, Kalimantan Tengah 1,4 juta ha, Kalimantan Kamiur dua,8 juta ha, Kalimantan Selatan 965,lima ribu ha, Papua 1,5 juta ha, dan Sulawesi Tengah 215,7 ribu ha.

Tabel Pertumbuhan Luas Areal Kelapa Sawit

Market Share
Ekspor minyak sawit Indonesia semester I 2011 sebesar 8,20 juta metrik ton, meningkat 730 ribu metrik ton menurut tahun sebelumnya (semakin tinggi 8,9 %). Ekspor dalam semester I 2010 sebesar 7,47 juta ton metrik. Ekspor minyak kelapa sawit terdiri menurut minyak sawit dan minyak kernel, dan dalam bentuk minyak mentah dan diproses. Pangsa ekspor minyak sawit pada Indonesia dalam semester I 2011 sebesar 92,07 % (7,55 juta metrik ton), sedangkan pangsa minyak kernel hanya 7,97 persen (652 ribu metrik ton) [GAPKI, 2011].

Dari kedua jenis minyak sawit tersebut Indonesia mengekspor lebih poly minyak mentah dibandingkan dengan minyak olahan. Berdasarkan data GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) semester I 2011 ekspor minyak sawit mentah mencapai 56,02 %, sementara minyak sawit diproses hanya 43,98 %. Namun, bila dibandingkan menggunakan ekspor 2010, persentase minyak sawit olahan mengalami penurunan, pada sisi lain persentase minyak sawit mentah sudah meningkat. Pada 2010, ekspor minyak sawit olahan 46,19 persen dari ekspor total minyak sawit serta minyak sawit mentah 53,81 persen. 

Kondisi kebalikannya terjadi pada ekspor minyak kernel, di mana ada peningkatan ekspor minyak kernel yang telah diproses, ad interim minyak kernel mentah menurun. 

Dari 96 ribu metrik ton minyak kernel diproses (14,93 persen) dalam semester I 2010 meningkat sebagai 107 ribu metrik ton (16,42 %) dalam semester I 2011. Untuk ekspor minyak kernel mentah, menurun berdasarkan 552 ribu metrik ton (85,06 persen) dalam semester I 2010 menjadi 546 ribu metrik ton (83,58 persen) dalam semester I 2011 (GAPKI, 2011). Peningkatan minyak kelapa sawit Indonesia didorong sang kenaikan impor ke India dan China, India membeli 1/2 impor minyak sawit berdasarkan Indonesia dan Malaysia. India sudah melampaui China menjadi pembeli terbesar pada global minyak sawit.

Nilai Tambah Bisnis
Dilihat berdasarkan nilai tambah bisnis, industri pengolahan CPO menjadi keliru satu industri yang prospektif buat dikembangkan ke depan. Selain buat industri minyak makanan dan industri oleokimia, kelapa sawit dapat jua sebagai asal energi cara lain . 

Kementerian Pertanian (2005) mencatat konsumsi minyak sawit domestik mencapai 50-60 % dari produksi. Sebagian akbar penggunaannya, hampir 85 %, buat pangan sedangkan buat industri oleokomia hanya lebih kurang 15 persen. Nilai tambah ekonomi (baik nilai tambah bisnis maupun nilai tambah teknis) produk turunan CPO sangat bervariasi, tergantung berdasarkan harga bahan baku, taraf kesulitan pada ekstraksi produk, dan harga produk turunan pada pasar. Tetapi, satu hal yg niscaya, semakin bisa dimanfaatkan/dibutuhkan produk turunan tersebut, nilai tambahnya meningkat. CPO yg diolah sebagai sabun mandi saja sudah membuat nilai tambah sebesar 300 persen, terlebih lagi jika bisa dijadikan kosmetik yg nilai tambahnya mencapai 600 %. Nilai tambah CPO bila diolah menjadi minyak goreng sawit sebesar 60 persen, sedangkan apabila menjadi margarin mencapai 180 persen (Kementerian Perindustrian, 2011).

Oleh karenanya, pemerintah terus berusaha mendorong pengembangan produk turunan CPO, baik untuk keperluan bahan standar industri pangan juga non pangan. Produk pangan yg dapat didapatkan menurut CPO dan CPKO, misalnya emulsifier, margarin, minyak goreng, shortening, susu full krim, konfeksioneri, yogurt, dan lain-lain. Sedangkan produk non pangan yang dihasilkan berdasarkan CPO dan CPKO, seperti epoxy compound, ester compound, lilin, kosmetik, pelumas, fatty alcohol, biodiesel, serta lain-lain.

Di luar itu,jua masih ada produk samping/limbah, misalnya tandan kosong untuk bahan kertas (pulp), pupuk hijau (kompos), karbon, rayon; cangkang biji buat bahan bakar serta karbon; serat buat fibre board dan bahan bakar; batang pohon serta pelepah buat mebel pulp paper serta makanan ternak; limbah kernel dan sludge dapat dipakai buat makanan ternak (Kementerian Pertanian, 2011). Dengan demikian, poly nilai tambah yang dapat dihasilkan berdasarkan sebuah flora bernama kelapa sawit, akan sangat disayangkan bila hanya diekspor pada bentuk mentah. 

Nilai Tambah Teknis 
Nilai tambah CPO dapat diperoleh berdasarkan pengembangannya dalam industri minyak, makanan maupun industri oleokimia (Gambar 4.dua). Sayangnya, sejauh ini produk hilir CPO di Indonesia belum poly berkembang dibandingkan Malaysia, ketika ini Indonesia baru memproduksi kurang lebih 40 jenis, ad interim Malaysia sudah menghasilkan lebih menurut 100 Jenis (Kemenperin, 2011). Beberapa produk hilir CPO yang sudah diproduksi pada Indonesia diantaranya: (a) minyak goreng, margarin, vegetable gee (minyak samin), cocoa butter substitute (CBS), cocoa butter equivalent (CBE); (b) soap chip, sabun; (c) fatty acid, fatty alkohol, glycerin; dan (d) biodiesel.

Melihat banyaknya produk turunan yg bisa dikembangkan berdasarkan komoditas CPO di atas dan nilai tambah ekonomi yg bisa didapatkan, maka upaya hilirisasi CPO perlu disikapi secara positif. 

Forward-backward Linkage
Berdasarkan model serta data Input-Output 2008 dapat dipakai buat mengetahui inter-industry connectivity CPO, terutama indikator keterkaitan ke depan (forward linkage) dan keterkaitan ke belakang (backward linkage). Gambar di bawah ini memperlihatkan sektor yang mempunyai keterkaitan ke depan tertinggi merupakan industri minyak serta lemak, lalu kelapa sawit, industri kimia, dan industri makanan lainnya. Sedangkan sektor yg mempunyai keterkaitan langsung ke belakang tertinggi merupakan sektor industri pupuk serta pestisida, disusul forum keuangan, kelapa sawit, bangunan, dan jasa lainnya.

Potensi Permintaan
Siering peningkatan harga CPO di pasar internasional, harga produk hilirnya pun tentu pula mengalami peningkatan. Sekadar gambaran, buat produk hilirisasi minyak goreng, harga homogen-homogen minyak goreng curah serta minyak goreng kemasan pada 2 tahun terakhir mengalami peningkatan cukup signifikan. 

Peluang dan Kendala Pengembangan Industri Sawit Berkelanjutan 
Pengembangan agroindustri akan sangat strategis jika dijalankan secara terpadu serta berkelanjutan. Terpadu ialah ada keterkaitan usaha sektor hulu serta hilir secara sinergis serta produktif dan terdapat keterkaitan antarwilayah, antar sektor bahkan antar komoditas (Djamhari, 2004). Berkelanjutan, sebagaimana dirumuskan oleh World Commission on Environment and Development (WCED) tahun 1987, adalah “Pembangunan yang sesuai menggunakan kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi berikutnya buat memenuhi kebutuhannya” (Plummer, 2005).

Saat ini kasus yg dihadapi oleh industri CPO nasional terutama infrastruktur termasuk akses jalan dan konektivitasnya menggunakan pengangkutan di pelabuhan buat mendukung industri pengolahan CPO. Masalah lain yang dihadapi merupakan tidak selaras menggunakan pertumbuhan industri turunannya. Pertumbuhan industri CPO dan produk CPO selama ini hanya diikuti pertumbuhan industri hulu. Seperti, industri fatty acid, fatty alcohol, glycerine, methyl esther. Sampai ketika ini CPO belum dimanfaatkan secara opkamial buat pengembangan industri hilir. Produk industri hilir hasil olahan CPO yang pengembangannya masih minim seperti surfactant, farmasi, kosmetik, serta produk kimia dasar organik. Padahal menggunakan menyebarkan industri hilir, maka nilai mata rantai serta nilai tambah produk CPO akan meningkat. Apalagi, produk turunan CPO mempunyai interaksi menggunakan sektor bisnis dan kebutuhan warga pada bidang pangan. Misalnya, pupuk, pestisida, bahan aditif makanan, pengawet kuliner, penyedap kuliner, bungkus plastik (Afifuddin dan Kusuma, 2007; Dou, 2009; ICN, 2009a). 

Pengembangan Karet dan Industri Karet Nasional 
Karet adalah galat satu komoditi perkebunan penting, baik buat asal pendapatan, kesempatan kerja, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-pusat baru pada wilayah sekitar perkebunan karet, maupun pelestarian lingkungan serta sumber daya biologi. Tanaman karet adalah tumbuhan perkebunan yang tumbuh subur di Indonesia. 

Tanaman ini menghasilkan getah karet (lateks) yg bisa diperdagangkan di masyarakat berupa lateks segar, slab/koagulasi, ataupun sit asap/sit angin. Selanjutnya,produk-produk tadi dipakai menjadi bahan standar pabrik crumb rubber (karet remah), yang membuat aneka macam bahan baku buat aneka macam industri hilir, misalnya ban, bola, sepatu, karet, sarung tangan, baju renang, karet gelang, mainan menurut karet, dan aneka macam produk hilir lainnya. Tersedianya huma yg luas memberikan peluang buat membuat produksi karet alam dalam jumlah besar . Di sisi lain, produksi karet alam jua bisa ditingkatkan menggunakan perbaikan teknologi pengolahan karet untuk mempertinggi efisiensi, sebagai akibatnya lateks yg didapatkan berdasarkan getah sanggup lebih banyak serta membuat material residu yang semakin sedikit.

Potensi Produksi
Indonesia berada di peringkat kedua sebagai negara produsen karet alam terbesar pada global dalam 2010 dengan pangsa lebih kurang 28 % menurut produksi karet alam dunia. Peringkat pertama ditempati Thailand menggunakan pangsa produksi sekitar 30 persen dari produksi karet alam dunia. Posisi ini tidak berubah dibanding tahun sebelumnya, di mana produksi karet Indonesia pada 2009 sebesar dua,4 juta ton berada pada urutan ke 2 dunia, sementara Thailand menempati urutan pertama menggunakan tiga,1 juta ton, dan Malaysia pada urutan ketiga menggunakan 951 ribu ton (Kina, 2010). Padahal kebun karet Indonesia merupakan yg terluas di dunia, yaitu mencapai tiga,40 juta ha, disusul Thailand dengan dua,67 juta ha serta Malaysia menggunakan 1,02 juta ha (Kementerian Pertanian, 2009). Ini menunjukkan bahwa produktivitas perkebunan karet Indonesia masih tertinggal dibanding pesaing primer, Thailand.

Pemerintah sudah tetapkan sasaran peningkatan produksi karet alam Indonesia sebanyak tiga-4 juta ton per tahun dalam 2020. Upaya peningkatan produksi ini selain membutuhkan peningkatan produktivitas huma tentunya juga membutuhkan bonus harga produk karet yg menguntungkan. Dari sisi harga ini, dalam pertengahan 2006, karet alam global mencapai harga US$2,lima per kg. Harga tersebut sangat menarik bagi petani serta pelaku usaha karet lainnya. Tren peningkatan terus terjadi hingga 2008, harga karet global mencapai US$3,4 per kg. Ini adalah harga karet alam tertinggi selama 50 tahun terakhir (MediaData, 2009). Sementara dari segi areal perkebunannya, Indonesia memilik hamparan kebun karet terluas di global. Menurut catatan Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian, sampai 2008 lalu luas areal perkebunan karet Indonesia mencapai lebih kurang 3,47 juta ha menggunakan total produksi karet alam sebanyak dua,9 juta ton. Pada 2009, luas areal perkebunan karet bertambah menjadi 3,52 juta ha menggunakan produksi sebesar 3,0 juta ton (Media Data, 2009).

Market Share
Karet alam termasuk sepuluh komoditas ekspor terbesar Indonesia dari 2008-2010, menggunakan nilai ekspor US$7.329,1 juta pada 2010 (UN Comtrade, 2011). Sementara dicermati dari negara tujuan ekspor, sepanjang 2005-2009 ekspor karet Indonesia pada bentuk remah sebagian akbar tertuju ke Amerika Serikat dengan homogen-homogen pangsa 28 persen, disusul China 16 %, Jepang 14 persen, serta Singapura 6 %. Dengan pangsa ekspor ke Amerika Serikat yg relatif besar tersebut, maka masuk akal saat krisis dunia melanda Amerika Serikat ekspor Indonesia ke negara tadi menurun tajam. Padahal ekspor karet alam Indonesia sempat mencapai nomor tertinggi dalam 2007 sebanyak dua,4 juta ton, namun karena krisis tersebut ekspor menurun pada 2008 menjadi 2,dua juta ton dan turun lagi pada2009 menjadi 1,9 juta ton.

Ekspor karet alam Indonesia didominasi sang jenis SIR/TSR (Standard Indonesia Rubber/Technically Specified Rubber) yangmencapai 93,6persen dari total ekspor. Di antara karet alam jenis SIR itu, jenis karet alam yg paling poly diminta oleh kalangan industri ban adalah SIR 20.sementara itu, ekspor produk karet masih relatif kecil kendati terus menampakan peningkatan. Pada 2004 nilai ekspor produk karet Indonesia mencapai US$774,9 juta dan naik menjadi US$1,lima miliar pada 2008. Produk karet yang diekspor terutama berupa ban, sarung tangan karet serta produk karet lainnya. Pada 2008 ekspor ban Indonesia mencapai US$ 934 juta, sedangkan nilai ekspor sarung tangan karet mencapai US$ 175,9 juta.

Konsumsi karet alam pada dalam negeri sejauh ini masih nisbi kecil. Pada 2009 volume karet alam yg dikonsumsi pada pada negeri hanya sekitar 15persen (422ributon) berdasarkan total produksi karet alam nasional(Gambar 4.9).dari jumlah konsumsi domestik itu, sekitar 55persendi antaranya dari menurut konsumsi industri ban. Konsumsi domestik lainnya dari menurut industri vulkanisir, industri sepatu serta alas kaki, sarung tangan dan benang, produk karet industri lainnya, alat-alat rumah tangga,serta peralatan olahraga.

Nilai Tambah Bisnis
Prospek usaha pengolahan crumb rubber ke depan diperkirakan permanen menarik, karena marjin laba yang diperoleh pabrik nisbi pasti. Marjin pemasaran berkisar antara 3,7-32,lima % menurut harga FOB (Free On Board), tergantung pada taraf harga yg berlaku (Kementerian Pertanian, 2007). Tingkat harga FOB itu sendiri sangat ditentukan sang harga global yang mencerminkan permintaan serta penawaran karet alam, serta harga beli pabrik dipengaruhi kontrak pabrik menggunakan pembeli/buyer (umumnya pabrik ban) yg wajib dipenuhi. Pada umumnya marjin yang diterima pabrik akan semakin akbar apabila harga meningkat. 

Pemanfaatan karet alam pada luar industri ban tunggangan di Indonesia masih relative mini , mengingat industri karet di luar ban umumnya dalam skala mini atau menengah. 

Sementara itu, industri berbasis lateks pada ketika ini belum berkembang lantaran poly menghadapi hambatan. Kendala utama adalah rendahnya daya saing produk-produkindustri lateks Indonesia bila dibandingkan dengan pembuat lain, terutama Malaysia.

Selain itu, produktivitas karet Indonesia juga lebih rendah dibanding India, hanya kurang lebih 50 % saja menurut produktivitas karet pada India (Kementerian Koordinator Perekonomian, 2011). Meskipun demikian, di kembali tantangan inilah sesungguhnya letak peluang bisnis hilirisasi industri karet alam mengingat pasar yang cukup potensial serta kompetisi antarprodusen di Indonesia yg nisbi masih terbatas.

Nilai Tambah Teknis
Indonesia belum sanggup memanfaatkan produk karet alam secara opkamial. Dari lebih kurang 2,9 juta ton produk karet nasional, sebanyak 85 persen diekspor pada bentuk bahan baku (crumb rubber, sheet, lateks, serta sebagainya). Hanya sekitar 15 % produk karet alam yg diserap oleh industri rekayasa pada dalam negeri (Media Data, 2009). Kondisi ini jauh tidak selaras dibandingkan menggunakan Malaysia, dimana industri hilir dalam negeri bisa menyerap lebih kurang 70 persen menurut total produksi negara tersebut (Kementerian Pertanian, 2007). Rendahnya konsumsi karet alam domestik mencerminkan belum berkembangnya industri hilir yg berbasis karet alam. Hal ini menyebabkan perolehan nilai tambah komoditi karet masih nisbi rendah. 

Pohon Industri Karet
Banyak produk turunan yg dapat dikembangkan dari karet alam. Hasil primer dari pohon karet adalah lateks, yang bisa dijual atau diperdagangkan dimasyarakat berupa lateks segar, slab (koagulasi), ataupun sit asap (sit angin). Selanjutnya, produkproduk tadi akan digunakan menjadi bahan standar pabrik crumb rubber, yang membuat aneka macam bahan standar untuk berbagai industri hilir seperti ban, bola, sepatu, karet busa ,sarung tangan, mainan dari karet, dan banyak sekali produk hilir lainnya.

Forward-backward Linkage
Berdasarkan contoh dan data Input-Output 2008 bisa digunakan buat mengetahui inter industry connectivity karet, terutama indikator keterkaitan ke depan (forward linkage) dan keterkaitan ke belakang (backward linkage). Sektor yg mempunyai keterkaitan ke depan tertinggi merupakan industri barang karet dan plastik, kemudian karet, industri tekstil, sandang serta kulit, dan industri kimia. Sedangkan sektor yg mempunyai keterkaitan pribadi ke belakang tertinggi adalah sektor karet, disusul industri pupuk dan pestisida, industri kimia, perdagangan, dan bangunan.

Potensi Permintaan
Permintaan karet alam global cenderung meningkat berdasarkan periode 2008-2011. 
Peningkatan permintaan terutama menurut China, India, Brazil serta negara-negara yang mempunyai pertumbuhan ekonomi tinggi di Asia Pasifik. Bahkan dalam tahun 2008 dan 2010 sempat terjadi defisit permintaan karet masing-masing sebanyak 47 ribu ton dan 377 ribu ton, terutama lantaran meningkatnya permintaan dari Asia Pasifik. Menurut IRSG (International Rubber Studi Group) diperkirakan akan terjadi kekurangan pasokan karet alam dalam 2 dasa warsa ke depan (Kementerian Perindustrian, 2007).

Tren peningkatan permintaan karet alam global mendorong kenaikan harga. Hal ini adalah insentif bagi penghasil karet buat menaikkan produksinya. Pada akhir 2008, harga karet alam di pasar dunia sempat turun sampai ke level terendah senilai US$1,2 per kg. Hal ini disebabkan turunnya harga minyak mentah dunia dan terjadinya krisis keuangan pada Amerika Serikat. Padahal, selama ini Amerika Serikat merupakan importir karet alam terbesar global beserta China serta Jepang. Tetapi, tren peningkatan harga balik terjadi baik buat karet TSR20 maupun RSS3 sejak triwulan I 2009 sampai triwulan I 2011.

Lokasi Penyebaran
Sejumlah lokasi pada Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok buat penanaman karet, sebagian besar berada pada wilayah Sumatera dan Kalimantan. Dengan adanya penyebaran huma‐lahan penanaman pohon karet hampir pada semua provinsi yg ada pada Indonesia saat ini akan membantu dalam pemenuhan kebutuhan karet alami serta pemenuhan industri pengolahan hasil berdasarkan pengolahan pohon karet.

Pengembangan industri karet di wilayah Sumatera adalah hal yg cukup realistis buat segera diwujudkan. Dengan pangsa produksi karet alam sebanyak 65 persen dari total produksi nasional ketersediaan bahan baku di wilayah ini relatif lebih terjamin (Kementerian Koordinator Perekonomian, 2011). Lebih dari itu, menggunakan semakin meningkatnya industri otomotif pada dunia dibutuhkan permintaan karet alami akan semakin semakin tinggi ke depan.