SUMBER DAYA ALAM INDONESIA DAN PELESTARIANNYA

Warga belajar dan siswa--sekalian, pada pembahasan kali ini kita akan mencoba menelaah balik tentang Sumber Daya Alam (SDA) yg ada pada Indonesia, bagaiman pelestariaannya dan apa saja sumber daya alam yang ada di Indonesia yg bisa dimanfaatkan buat kesejahteraan penduduk Indonesia.
1. Pengertian Sumber Daya Alam
Sumber Daya Alam atau yg sering disingkat SDA adalah semua yang terdapat pada alam, yaitu output bentukan alam yang bermanfaat serta dapat dimanfaatkan sang insan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam mencapai kesejahteraan.
Untuk bisa mempertahankan hidupnya insan harus memenuhi segala kebutuhannya. Kebutuhan itu bisa berwujud benda atau materi, bisa juga tidak berwujud benda. Benda kebutuhan manusia banyak masih ada pada sekeliling kita, misalnya tanah, air, udara, minyak bumi, batu bara, batu, pasir, kayu, hewan, serta serangga. Selain itu manusia jua membutuhkan energi listrik, panas surya, dan yg tidak berwujud benda namun berupa tenaga (energi).
Semua kebutuhan manusia tadi ada pada alam, insan tinggal memanfaatkannya. Oleh karena itu disebut asal daya alam.
Sumber daya alam merupakan semua yg ada pada alam, yang berhasil bentukan alam yang bermanfaat dan bisa dimanfaatkan sang manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya pada mencapai kesejahteraan.
2. Pembagian Sumber Daya Alam
a. Sumber daya alam yg bisa diperbaharui.
Sumber daya alam yg bisa diperbaharui adalah asal daya alam yg apabila sudah terpakai, dapat terbentuk kembali yg disebabkan kekuatan proses alam.
Sumber daya alam yg bisa diperbaharui seringkali jua dianggap asal daya alam yang dapat pulih. Sumber daya alam ini dapat pulih dengan sendirinya yaitu melalu siklus (Daur) atau bisa pula pulih menggunakan campur tangan manusia. Sumber daya alam yg bisa diperharui terdapat tiga jenis yaitu asal daya alam botani, yg asal berdasarkan tumbuh-tanaman . Sumber daya alam hewan yang berasal menurut hewan atau binatang, dan sumber daya yang mengalami daur seperti tanah, air serta udara.
1) Sumber daya alam nabati
Sumber daya alam yang dari berdasarkan tumbuh-tumbuhan serta dibutuhkan buat memenuhi kebutuhan hidup manusia merupakan sumber daya alam botani. Tumbuh-tumbuhah sangat bermanfaat bagi kehidupan insan, seperti memanfaatkan buah, daun, kulit, btg, akar juga bunganya. Bahkan sisa pupuk yang telah lapuk dan musnah dapat dimanfaatkan menjadi pupuk.
Tumbuh-flora selesainya diambil manfaatnya bisa pulih balik lantaran tumbuh serta berkembang biak. Pemulihan ini dapat dilaksanakan oleh alam tanpa campur tangan manusia, atau dapat pula dibudidayakan sang insan. Sebagai galat satu contoh Anda dapat memperhatikan gambar kebun kelapa di atas. Pada gambar tersebut kita bisa melihat output budidaya kelapa, yg adalah salah satu bentuk campur tangan manusia pada pemulihan pulang sumber daya alam nabati.
2) Sumber daya alam hewani
Sumber daya hewani yaitu asal daya yang asal dari fauna yg dibutuhkan manusia buat memenuhi kebutuhan hidup.sumber daya alam hewani dapat berasal menurut fauna darat, fauna air (jenis ikan) serta hewan yang bisa terbang (jenis burung). Sumber daya alam bisa pulih kembali lantaran berkembang biak.
3) Sumber daya alam yang mengalami siklus tanah dan air
Tanah serta air dapat dimasukan ke dalam gerombolan asal daya alam yang dapat diperbaharui. Tanah yang kekurangan unsur hara bisa pulih kembali menjadi tanah fertile lantaran proses dan kekuatan alam, atau sang campur tangan insan menggunakan cara dipupuk.
Sumber daya air yg mencakup air tanah dan air permukaan bila habis dipakai akan ada lagi. Air tanah jika habis terpakai akan keluar lagi pada bentuk mata air yang dari dari air resapan berdasarkan permukaan tanah. Demikian juga ari di bagian atas tanah seperti air danau, waduk, dan sejenisnya apabila habis terpakai atau terjadi penguapan maka dapat pulih balik sang air hujan. Hujan merupakan air yang asal berdasarkan penguapan air bagian atas serta air bahari. Air permukaan selain terpakai serta mengupa pula mengalir ke bahari melalui sungai. Peristiwa alam tersebut diklaim juga daur hidrologi. Huntuk lebih jelasnya siklus hidrologi ini marilah perhatikan gambar Daur (daur) Hidrologi menurut Holtzman di bawah ini ;
        

b. Sumber daya alam yg nir dapat diperbaharui
Sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui adalah sumber daya alam yang apabila telah dipakai akan habis atau hancur.
Sumber daya alam output tambang serta hasil penggalian adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui atau diklaim asal daya habis digunakan. Barang-barang tambang di permukaan bumi ini dibentuk oleh kekuatan alam dan proses alam selama berjuta-juta tahun. Setelah digunakan barang-barang itu akan habis serta nir terdapat lagi penggantinya, lantaran proses pembentukan memakan waktu yang sangat usang. Lantaran itu asal daya alam yang tidak dapat diperbaharui harus digunakan dengan ekonomis dan hati-hati. Untuk memperoleh sumber daya alam yg tidak dapat diperbaharui diperlukan biaya yang sangat besar , alat-alat yang canggih, serta tenaga ahli. Salah satu model buat memperoleh sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.
3) Berbagai Sumber Daya Alam yang Ada pada Indonesia

Indonesia mempunyai kekayaan alam yang relatif beragam. Berbagai asal daya alam yang ada di Indonesia merupakan sebagai berikut :
a. Sumber daya alam yang dapat diperbaharui mencakup :
1) Sumber daya alam botani, misalnya bisa diperoleh melalu :
- Pertanian rakyat
- Perkembunan, dan
- Kehutanan
2) Sumber daya alam hewani, contohnya bisa diperoleh dari :
- peternakan, dan
- alam perikanan.
b. Sumber daya alam yg nir dapat diperbaharui meliputi:

1) Sumber daya alam mineral, meliputi :
- timah
- alumunium
- tembaga
- emas dan perak
- mangan
- biji besi.
Selain itu sumber daya alam mineral lainnya termasuk pada mineral industri (mineral nonmetalik) merupakan sebagai berikut :
- fosfat,
- belerang
- batu gamping
- kaolin
- fosfat dan mika
- intan
- pasir kuarsa.
Selain mineral nonmetalik pula terdapat sumber daya alam mineral organis (dari berdasarkan jasad hayati) atau organisme antara lain :
- aspal
- batubara
2) Sumber daya alam tenaga, yaitu sumber daya alam yg mencakup:
- minyak bumi serta gas alam
- batubara.


PEMBAHASAN SOAL UJIAN NASIONAL GEOGRAFI UN TAHUN 2018 2018

PEMBAHASAN SOAL UJIAN NASIONAL GEOGRAFI UN TAHUN 2014 - 2015
 1. Alang-alang (rumput liar) dapat tumbuh di loka terbuka yg mendapatkan sinar surya. Sebaliknya lumut hanya tumbuh di wilayah yg kurang mendapatkan sinar matahari (teduh) dan mempunyai tingkat kelembaban tinggi. Konsep geografi untuk kenyataan tadi adalah .... 
A. Interdependensi
B. Diferensiasi area
C. Keterkaitan ruang
D. Pola
E. Lokasi

Jawab:  B. Diferensiasi area, karena membandingkan antara dua daerah yg tidak sama penyinaran surya sehingga mempunyai disparitas jenis vegetasi. 

 2. Hujan deras yg mengguyur Kota Medan beberapa waktu kemudian mengakibatkan banjir di beberapa lokasi kota tersebut. Pendekatan yg dibutuhkan buat mengkaji pertarungan tadi adalah ....
A. Ekologi
B. Sejarah
C. Kompleks wilayah
D. Deskripsi
E. Keruangan
Jawaban: E. Keruangan, karena hanya terdapat lokasi Kota Medan dan hanya masih ada aspek fisik berupa hujan deras tanpa adanya penjelasan mengenai peranan manusia dalam bencana banjir tersebut. 

 3. Fenomena alam yang berupa gempa tektonik yang terjadi pada kawasan Indonesia terdapat kaitannya menggunakan pergerakan lempeng tektonik antara lempeng Pasifik, Eurasia, serta lempeng Indo-Australia. Prinsip geografi yg berkaitan dengan kenyataan tersebut adalah ....
A. distribusi       B. interelasi        C. korologi       D. Deskripsi           E. interaksi
Jawaban: B. Interelasi, lantaran menyebutkan sebab akibat antar kenyataan geosfer yaitu gempa tektonik yg terjadi di tempat Indonesia ada kaitannya dengan pergerakan lempeng tektonik.

4. Fenomena geografi:
1) erupsi gunung api Sinabung pada Sumatra
2) kabut asap pada Riau akibat pembakaran hutan
3) animo penghujan pada Indonesia
4) rawa pasang surut dijadikan areal pertanian
Aspek nonfisik dalam fenomena geografi masih ada dalam nomor ....
A. 1) serta 2)             B. 1) dan 3)              C. Dua) dan tiga)          D. Dua) dan 4)              E. Tiga) dan 4)
Jawaban: D. 2) dan 4), lantaran aspek nonfisik atau aspek budaya merupakan aspek geografi yang berupa aktivitas manusia pada mengelola serta memanfaatkan alam. 

 lima. Fenomena muka Bumi yg dapat terbentuk akibat gerakan lempeng misalnya gambar merupakan ....
A. Jalur pegunungan muda
B. Ambang laut
C. Continental slope
D. Punggung laut
E. Continental shelf
Jawaban: D. Punggung laut, gambar tadi menjelaskan proses terjadi gerak tektonik berupa divergen yaitu 2 lempeng yg saling menjauh. Pergerakan tersebut membuat bentukan lahan berupa punggung laut dan mid ocean ridge di Samudra Pasifik. Penjelasan lainnya: - Jalur pegunungan muda: deretan gunung-gunung barah aktif akibat proses orogenesa. - Ambang bahari: pegunungan pada dasar laut yg memisahkan dua samudera . - Continental slope: lereng benua pada dasar laut dengan kedalaman hingga 2000 meter. - Punggung laut: bentukan dasar bahari yg berupa tanggul raksasa dengan panjang ribuan kilometer. - Continental shelf: lanjutan dari lempeng benua di dasar bahari sampai kedalaman 200 meter.
 6. Pergerakan lempeng yang terjadi bila lempeng saling bergesekan berlawanan arah yang dapat mengakibatkan perubahan bentuk dinamakan .... Serta dampaknya ....
A. Konvergen, menciptakan lempeng laut
B. Divergen, membentuk tanggul dasar samudera
C. Transform, membangun sesar
D. Subduksi, menyebabkan sedimen campuran
E. Induksi, menghancurkan lempeng
Jawaban: C. Transform menciptakan sesar, penerangan: 
  • Konvergen (subduksi): 2 lempeng saling mendekat serta bertabrakan membentuk jalur pegunungan barah pada daratan dan palung pada dasar bahari. 
  • Divergen: 2 lempeng saling menjauh membuat bentukan lahan berupa punggung bahari serta mid ocean ridge di Samudra Pasifik. 
  • Tranform: dua lempeng saling berpapasan berlawanan arah (bersinggungan) sebagai akibatnya membetuk patahan (sesar) serta lipatan (fold). 

7. Planet-planet terbentuk pada Tata Surya lantaran adanya bagian berdasarkan Matahari di dekat sebuah bintang yg mahabesar. Sehingga kulit terluar dari Matahari terlepas dan menciptakan planet-planet serta dipengaruhi oleh adanya proses pendinginan. Pendapat tadi dikenal dengan ....
A. Teori Kant
B. Teori Nebula
C. Teori Planetesimal
D. Teori Pasang surut
E. Teori Proto planet
Jawaban: C. Teori Planetesimal (Moulton-Camberlin), tata surya terbentuk dari dua bintang yang berpapasan sehingga material bintang yang kecil terlepas san membentuk planet.
Penjelasan lainya: 

  • Nebula (Kant-Laplace): rapikan mentari terbentuk menurut gupalan kabut yang berputar perlahan. 
  • Pasang surut (Jemes-Jeffry): tata surya terbentuk berdasarkan dua bintang yang berpapasan sehingga keduannya saling tarik-menarik lantaran gaya gravitasi. 
  • Protoplanet (Kuiper): tata matahari terbentuk berdasarkan gas hidrogen yang berputar cepat. 

 8. Terdapat anggapan bahwa zat baru selalu diciptakan pada ruang angkasa pada antara banyak sekali galaksi, sebagai akibatnya galaksi baru akan terbentuk guna menggantikan galaksi yg menjauh disebut ....
A. Teori big bang
B. Teori keadaan tetap
C. Teori antroposentris
D. Teori ledakan besar
E. Teori galaktocentris

Jawaban: B. Teori keadaan tetap, steady state teheory dikemukanan oleh Fred Hoyle.
  • Bigbang: jagat raya terbentuk dari massa tungga yang mengalami ledakan besar . 
  • Ekspansi: jagat raya semakin mengembang lantaran reaksi inti massa hidrogen. 

 9. Ciri-ciri planet:
(1) mempunyai jarak 58 juta km;
(2) merupakan planet terkecil dalam Tatasurya;
(3) suhu permukaan 32'C;
(4) permukaannya hampir sama dengan bulan.
Planet sesuai karakteristik tadi merupakan ....
A. Uranus           B. Saturnus             C. Jupiter                  D. Venus                 E. Merkurius
Jawaban: E. Merkurius, cari menurut karakteristik umum yang gampang dihafal yaitu planet yg terkecil, jarak ke Matahari, satelit, elongasi, konjungsi, periode rotasi, serta revolusi. 
10. Tiga jenis batuan yg bernilai ekonomi tinggi yaitu....
A. Konglomerat obsidian, serta intan
B. Obsidian, granit, serta korundum
C. Korundum, intan, serta granit
D. Intan, konglongmerat, serta korundum
E. Granit, obsidian, dan konglomerat
Jawaban: C. Korundum, intan, serta granit, 
Batuan bernilai hemat tinggi merupakan batuan yang harganya mahal di pasaran lantaran jumlahnya terbatas, keindahan, serta proses terbentuknya yg sangat usang. Korundum adalah sejenis itan atau berlian yang mempunyai warna sedangkan granit adalah batuan beku pada yang dipakai untuk keramik pada rumah-tempat tinggal mewah. 

 11. Pernyataan:
(1) perbedaan ketika;
(dua) insiden siang dan malam;
(tiga) gerakan semu harian benda langit;
(4) sirkulasi semu tahunan Matahari;
(lima) perubahan demam isu di belahan Bumi utara dan Selatan;
(6) perubahan panjang siang serta panjang malam. Akibat revolusi Bumi terdapat dalam nomor ....
A. (1), (dua), serta (tiga)                     B. (1), (lima), serta (6)
C. (dua), (3), serta (4)                     D. (dua), (4), serta (lima)                           E. (4), (5), dan (6)
Jawaban: E. (4), (5), serta (6),
Revolusi bumi adalah perputaran bumi mengelilingi Matahari selama setahun atau 365 hari. 

 12. Pernyataan:
(1) abu vulkanis yang dikeluarkan gunung api bisa menyuburkan tanah pertanian;
(2) lava pijar menghanguskan areal yg dilalui;
(3) daerah bergunung barah dimanfaatkan buat pariwisata karena udaranya sejuk;
(4) lahar dingin menerjang atau menghancurkan areal yg dilewati;
(5) magma yg dimuntahkan gunung barah poly mengandung mineral logam.
Dampak positif vulkanisme dalam kehidupan penduduk ditunjukkan nomor ....
A. (l), (dua), dan (3)
B. (l), (2), dan (4)
C. (1), (tiga), serta (5)
D. (2), (4), serta (5)
E. (tiga), (4), serta (lima)
Jawaban: C. (1), (tiga), serta (5),
dampak postif adalah dampak berdasarkan bencana yg dapat dimanfaatkan oleh penduduk lebih kurang buat dijadikan mata pencaharian buat memenuhi kebutuhan dan mendapatkan laba. 
13. Indonesia merupakan negara rawan bencana antara lain: gempa burni, banjir, serta tanah longsor, maka pemerintah perlu melakukan antisipasi. Tindakan sebelum terjadi bala yaitu....
A- penyediaan sarana prasarana pendidikan bagi korban bencana
B. Menyelamatkan harta benda penduduk
C. Menyediakan logistik bagi korban bencana
D. Penyuluhan pada masyarakat di daerah rawan bencana
E. Membangun wahana penampungan yatim piatu
 Jawaban: D. Penyuluhan pada masyarakat di daerah rawan bencana, 
upaya sebelum terjadinya bala (preventif) yaitu upaya buat mengetahui potensi bencana, meminimalisir jatuhnya korban jiwa serta harta dalam terjadinya bencana. 
 14. Wilayah pulau Jawa bagian selatan berupa jalur pegunungan lipatan muda, sedangkan wilayah bagian utara berupa dataran rendah. Kecenderungan jenis tanah di bagian utara adalah....
A. Tanah gambut                      B. Tanah kapur                   C. Tanah laterit                                    
D. Tanah vulkanik                    E. Tanah aluvial
Jawaban: E. Tanah aluvial,
Tanah pada dataran rendah merupakan tanah hasil sedemintasi pada sekitar sungai-sungai akbar.
  • - Tanah gambut: tanah rawa yang tergenang air di Kalimantan serta Papua. 
  • - Tanah kapur: output pelapukan batua kapur pada daerah Karst (selatan Jogjakarta – selatan Jawa Timur). 
  • - Tanah laterit (latosol): hasil pelapukan batuan beku yg lebih lanjut. 
  • - Tanah vulkanik (andosol/tuff): abu gunung berapi di lereng gunung api. 

 15. Lapisan atmosfer bertanda X pada gambar berfungsi ....
A. Loka berlangsungnya aneka macam tanda-tanda cuaca
B. Melindungi bumi dan sinar ultra violet
C. Melindungi bumi dari jatuhnya meteor
D. Memantulkan gelombang radio
E. Membatasi bumi menggunakan jagad raya
Jawaban: B. Melindungi bumi dan sinar ultra violet, huruf X adalah lapisan statosfer tempat terdapat lapisan ozon.
Penjelasan
- Troposfer: cuaca-iklim serta oksigen
- Stratsfer: lapisan ozon
- Mesosfer: membakar meteor
- Termosfer: gelombang radio 
 16. Faktor-faktor yg memengaruhi perubahan cuaca suatu wilayah merupakan ....
A. Suhu udara dan arah angin
B. Kelembaban udara serta waktu
C. Tekanan udara dan pencahayaan
D. Angin serta arus laut
E. Awan serta curah hujan
Jawaban: A. Suhu udara dan arah angin, selain itu faktor lainnya adalah kelembaban udara, tekanan udara, dan sinar matahari. 
17. Proses transpirasi dalam gambar ditunjukkan nomor ....
 A. 1                        B. 2                          C. Tiga                         D. 4                        E. 5
Jawaban: D. 4,
Penjelasan:
1. Evaporasi: penguapan perairan
2. Transprtasi: angin membawa awan
3. Presitipasi: hujan
4. Transpirasi: penguapan mahkluk hidup
5. Infiltrasi: air menyerap ke dalam tanah 
18. Pernyataan:
(1) taraf penguapan tinggi;
(dua) cadangan airnya kurang;
(tiga) tanaman yang tumbuh contohnya kaktus.
Iklim pada wilayah sesuai karakteristik-karakteristik tadi adalah ....
A. Iklim kering                            B. Iklim stepa                     C. Iklim hujan tropik
D. Iklim dingin                            E. Iklim savana
Jawaban: A. Iklim kering, penjelasan.
- stepa: padang lumut di daerah dingin
- hujan tropis: curah hujan tinggi
- savana: padang rumput diselingi pepohonan 
19. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kerusakan wilayah genre sungai yg ditimbulkan pendangkalan sungai oleh endapan lumpur adalah .... 
A. Embargo tegas buat tidak membuang sampah ke sungai
B. Pelarangan masyarakat tidak mendirikan bangunan pada bantaran sungai
C. Penentuan wilayah aliran sungai menjadi wilayah wisata
D. Penghijauan di daerah hulu sungai sepanjang wilayah genre sungai
E. Penerapan hukuman pada rakyat yang membuang limbah ke sungai
Jawaban: D. Penghijauan di daerah hulu sungai sepanjang wilayah genre sungai,
karena pendangakalan sungai ditimbulkan lantaran tumpukan sedimen lumpur hasil erosi di hulu sungai serta sepanjang genre sungai yang sudah beralih fungsi. 

 20. Penyebab gerakan air bahari merupakan ....
A. Densitas, salinitas, gravitasi Bulan, serta relief
B. Grafitasi Bulan, relief, tanaman bahari, dan angin
C. Angin, densitas, salinitas, serta gravitasi Bulan
D. Relief, tanaman bahari, angin, dan gravitasi Matahari
E. Salinitas, gravitasi Bulan, relief, serta tumbuhan Laut
Jawaban: C. Angin, densitas, salinitas, serta gravitasi Bulan.
Densitas merupakan kerapatan massa jenis air laut dan salinitas merupakan kadar garam. 
21. Pernyataan:
(1) kedalaman kurang menurut 200 m;
(2) adalah zona lumpur;
(tiga) cahaya Matahari menembus dasar laut;
(4) adalah pemusatan ikan;
(5) kedalaman lebih dari 200 m.
Menurut kedalamannya, karakteristik zona neritik yg berkaitan dengan kehidupan manusia masih ada dalam nomor ....
A. (1), (dua), serta (tiga)                             B. (1), (dua), serta (5)
C. (1), (3), dan (4)                             D. (2), (4), serta (5)                   E. (tiga), (4), serta (lima)
Jawaban: C. (1), (3), serta (4).
Penjelasan zona kedalaman bahari:
- Litoral (pasang surut)
- Neritik (0-200 meter)
- Batial (200-2000 meter)
- Abisal (> 2000 meter)
22. Faktor fisik yang sangat memengaruhi persebaran flora serta fauna pada bagian atas bumi merupakan.... A. Iklim, cuaca, dan organisme
B. Tanah, iklim, dan relief
C. Tanah, relief, dan biotik
D. Relief, organisme, serta tanah
E. Iklim, biotik, dan angin
Jawaban: B. Tanah, iklim, dan relief.
Faktor fisik merupakan faktor yg berasal berdasarkan alam sedangkan faktor nonfisik (biotik) berasal berdasarkan mahkluk hidup. 

23. Aktivitas penduduk pada daerah mangrove yg relevan dengan lingkungannya merupakan bidang....
A. Perladangan berpindah
B. Peternakan hewan besar
C. Perkebunan palawija
D. Perikanan tambak
E. Pariwisata laut
Jawaban: E. Pariwisata laut,
karena bisa melestarikan hutan mangrove serta juga dapat memperoleh penghasilan berdasarkan jasa pariwisata. 
 24. Fauna endemik yang masih ada pada daerah X seperti gambar adalah....
 A. Cenderawasih, kasuari, serta kuskus
B. Cenderawasih, kakak tua, serta banteng
C. Beruang madu, badak bercula satu, dan bekantan
D. Gajah, orang utan, serta tarsius
E. Rangkong, oposum, serta tapir
Jawaban: A. Cenderawasih, kasuari, serta kuskus.
Wilayah X adalah daerah persebaran fauna Indonesia timur atau zona australis. 
25. Pada arus kembali lebaran tahun 2013 daerah DKI Jakarta mengalami penambahan penduduk sebanyak + 26.000 jiwa. Faktor yg berpengaruh terhadap dinamika penduduk tersebut merupakan .... 
A. Taraf kelahiran
B. Tingkat kematian
C. Migrasi penduduk
D. Sentra pemerintahan
E. Pusat ekonomi
 Jawaban: C. Migrasi penduduk,
karena sesudah lebaran banyak rakyat Jakarta yg mengajak atau dititipkan saudaranya buat merantau ke Jakarta sehingga terjadi migrasi penduduk dari desa ke kota (urbanisasi). 
 26. Dampak positif ledakan penduduk adalah ....
A. Banyak pengangguran
B. Harga kian melambung
C. Sulit air bersih
D. Banyak tenaga kerja
E. Poly lapangan kerja
Jawaban: D. Banyak tenaga kerja.
Ledakan penduduk adalah keadaan dimana jumlah penduduk usia produktif mengalami peningkatan yg sangat banyak. Ledakan penduduk akan berguna bila ditunjang menggunakan peningkatan kualitas sumber daya manusianya. 
27. Pola pengerakan penduduk dan dampaknya pada kehidupan yaitu ....
A. Transmigrasi mengakibatkan terkonsentrasinya penduduk pada kota
B. Ruralisasi menyebabkan bertambahnya penduduk di pedesaan
C. Pengungsian penduduk mengakibatkan padatnya penduduk di daerah lain
D. Pembuangan ke luar negeri penduduk ke asalnya mengakibatkan kepadatan bertambah pada desa
E. Migrasi penduduk mengakibatkan bertambahnya penduduk
Jawaban: B. Ruralisasi menyebabkan bertambahnya penduduk di pedesaan.
Penjelasan:
- Transmigrasi: menurut daerah padat penduduk ke daerah jarang penduduk.
- Urbanisasi: menurut desa ke kota.
- Ruralisasi: menurut kota ke desa.
- Evakuasi: lantaran bala atau peperangan.
- Deportasi: dikembalikan ke negara dari (emigrasi).
- Migrasi: perpindahan penduduk.
28. Jenis-jenis sumber daya:
(1) perikanan;         (2) peternakan;        (tiga) terumbu karang;         (4) perkebunan;        (5) pertanian.
Jenis sumber daya alam berdasarkan lokasi pada daratan masih ada dalam angka ....
A. (1), (2), dan (4)
B. (1), (tiga), dan (4)
C. (1), (tiga), serta (5)
D. (dua), (3), dan (lima)
E. (2), (4), dan (5)
Jawaban: E. (2), (4), dan (5).
SDA berdasarkan lokasinya/habitatnya: - Daratan (teristis) - Perairan (akuatis) 

29. Daerah yang bertanda (.) seperti gambar merupakan wilayah produsen ....
 A. Bijih besi
B. Timah
C. Minyak bumi
D. Emas
E. Batubara
Jawaban: C. Minyak bumi, daerah tersebut adalah Bengkalis (Riau Daratan) dan Tarakan (Kalimantan Utara).
 30. Pernyataan:
(1) membentuk tempat tinggal di bantaran sungai;
(2) menggunakan bom saat mencari ikan;
(tiga) menggunakan teknologi ramah lingkungan;
(4) membuang sampah sembarangan;
(lima) penerapan sistem tebang pilih.
Tindakan yang sesuai dengan pembangunan berkelanjutan terdapat dalam nomor ....
A. (1) dan (2) .
B. (1) dan (tiga)
C. (dua) serta (tiga)
D. (3) dan (5)
E. (4) serta (lima)
Jawaban: D. (3) dan (5),
pembangunan berwawasan lingkungan merupakan pembangunan yang memperhatikan kelestarian lingkungan kurang lebih. 
31. Ciri pembangunan berkelanjutan yaitu ....
A. Menerapkan prinsip ekonomi dalam aktivitas industri di lingkungan industri
B. Memanfaatkan asal daya alam buat kebutuhan penduduk masa kini
C. Menggunakan pandangan jangka panjang dalam pengelolaan sumber daya alam
D. Nir menjual asal daya alam buat keperluan pribadi maupun golongan
E. Memanfaatkan teknologi yg canggih pada mengelola sumber daya alam
Jawaban: C. Menggunakan pandangan jangka panjang dalam pengelolaan sumber daya alam,
karena pembangunan berkelanjutan harus ada kesinambungan antara pemenuhan kebutuhan saat ini dengan kebutuhan yg akan tiba. 
32. Pemanfaatan tenaga geotermal sering menerima protes rakyat lebih kurang lokasi, lantaran....
A. Pertarungan sumber daya air
B. Konflik pemanfaatan lahan
C. Konpensasi kerusakan lingkungan
D. Polusi udara serta suara
E. Pemanfaatan energi lokal
Jawaban: C. Konpensasi kerusakan lingkungan,
karena pemanfaatan tenaga panas bumi akan menghambat tumbuhan perkebunan pada sekitranya lantaran memancarkan tenaga panas yang tinggi. 

 33. Di daerah pantai utara Jawa sekarang mengalami abrasi yg kuat sebagai akibatnya poly bangunan pada pinggir pantai terancam roboh akibat terjangan gelombang laut. Fenomena tersebut dapat dikendalikan secara tepat dengan ....
A. Memasang kronjong
B. Menciptakan tanggul
C. Reboisasi mangrove
D. Membuat tambak
E. Melarang kapal masuk
Jawaban: C. Reboisasi mangrove,
selain bisa menunda abrasi juga dapat menciptakan tempat pantai menjadi teduh serta poly masih ada biota laut. 
 34. Informasi yang dapat diperoleh pengguna berdasarkan membaca peta pertanian merupakan ....
A. Jenis serta sebaran tanaman pertanian
B. Sebaran dan lokasi flora pertanian
C. Lokasi serta manfaat tumbuhan pertanian
D. Manfaat serta posisi tumbuhan pertanian
E. Posisi dan komposisi flora pertanian
Jawaban: B. Sebaran dan lokasi flora pertanian,
manfaat peta adalah buat mengetahui lokasi serta sebaran onbjek geografi di bagian atas bumi. 
35. Proyeksi peta yang digunakan buat memetakan daerah kutub merupakan ....
A. Proyeksi kerucut normal
B. Proyeksi kerucut transversal
C. Proyeksi azimuth normal
D. Proyeksi azimuth transversal
E. Proyeksi azimuth oblique
 Jawaban: C. Proyeksi azimuth normal,
daerah kutub ada pada lintang tinggi 66,lima° - 90° harus memakai proyeksi azimuth.
Penjelasan lain:
- Azimuth: wilayah kutub.
- Kerucut (obeliks): wilayah lintang sedang dan beriklim subropis 23,5 – 66,5.
- Silinder (tabung): daerah lintang rendah serta berilkim tropis 0 – 23,5. 
36. Ketinggian wilayah B sinkron ilustrasi gambar, ... Dan jenis tumbuhan yg cocok adalah ....
 A. 812 m, kebun teh                             B. 814 m, karet
C. 816 m, kopi                                      D. 817 m, sayuran                     E. 818 m, padi
Jawaban: C. 816 m, kopi A : 815 meter; B : ? Meter ; C : 825 meter.
Tanpa skala dan tanpa kontur interval Langsung analisis saja berarti titik B berada di antara 815 – 825 dan lebih dekat ke 815 meter. Tanaman yang cocok buat daerah tadi merupakan karet, kopi, dan kina.
37. Pemerintah daerah akan membangun taman kota maka peta yg diharapkan merupakan ....
A. Peta persebaran penduduk, peta iklim, serta peta tataguna lahan
B. Peta jaringan jalan, peta jenis tanah, dan peta iklim
C. Peta curah hujan, peta suhu udara, dan peta arah angin
D. Peta suhu, peta jalur transportasi, serta peta tataguna lahan
E. Peta persebaran penduduk, peta tataguna huma, serta peta jenis tanah
Jawaban: E. Peta persebaran penduduk, peta rapikan guna huma, dan peta jenis tanah. Penduduk yg memanfaatkan taman, rapikan guna lahan buat melihat perencanaan rapikan guna lahan, serta jenis tanah buat kesesuaian jenis flora. 
38. Berdasarkan gambar grafis wilayah yg cocok buat industri gerabah adalah....
A. 1, mudah ekspor keluar negeri
B. Dua, dekat dengan konsumen serta pasar
C. Tiga, dekat menggunakan bahan baku
D. 4, dekat menggunakan tempat pengolahan
E. 5, menghindari pencemaran
Jawaban: C. Tiga, dekat menggunakan bahan baku. Bahan baku gerabah adalah hasil pertambangan kaolin dan tanah liat sehingga akan lebih efisien apabilan mendirikan industri gerabah di lokasi tersebut. 
39. Ciri-karakteristik citra:
(1) bentuk memanjang;
(dua) rona cerah;
(tiga) lebar seragam;
(4) terdapat rendezvous menggunakan sudut lancip.
Fenomena geosfer sesuai dengan karakteristik tadi merupakan ....
A. Jalan kereta barah                 B. Garis pantai
C. jalan raya                          D. Pola aliran sungai                                E. delta sungai
Jawaban: A. Jalan kereta api, karena pertemuan antarrel akan membentuk sudut lancip menggunakan lebar yg seragam atau sama. Rona gelap terlihat buat objek yg mengandung air karena tidak dapat memantulkan cahaya. 
 40. Citra penginderaan jauh dimanfaatkan sang perusahaan perkebunan untuk ....
A. Rencana anggaran                     B. Asal data
C. Pemetaan lahan                        D. Publikasi data
E. Taktik pemetaan
Jawaban: C. Pemetaan lahan, lantaran perusahaan perkebunan mempunyai areal perkebunan yang sangat luas. 
41. Salah satu keunggulan Sistem Informasi Geografis merupakan ....
A. Dapat dipanggil ulang secara cepat
B. Dapat mengidentifikasi daerah rawan banjir
C. Membutuhkan porto yg cukup besar
D. Dapat memantau perkembangan pantai
E. Mengevaluasi perkembangan cuaca
Jawaban: A. Dapat dipanggil ulang secara cepat, keunggulan SIG yaitu cepat, mampu memodifikasi data, mampu menyatukan data, dan mampu menyimpan data. 

42. Manfaat Sistem Informasi Geografis:
(1) sistem jaringan air bersih;
(dua) analisa potensi pariwisata suatu wilayah;
(tiga) perluasan jaringan listrik.
Manfaat Sistem Informasi Geografis sesuai pernyataan tersebut digunakan buat ....
A. Supervisi wilayah bencana
B. Perencanaan pembangunan wilayah
C. Manajemen rapikan guna lahan
D. Inventarisasi pemanfaatan lahan pertanian
E. Perencanaan zona perkebunan
Jawaban: B. Perencanaan pembangunan wilayah, karena membutuhkan jaringan air bersih, potensi suatu daerah, dan jaringan listrik. 
43. Ciri yg memperlihatkan pola keruangan kota adalah ....
A. Poly dijumpai pasar kaget
B. Tertatanya daerah perkantoran
C. Terdapat kawasan petemakan
D. Lokasi rumah-rumah berjauhan
E. Masih ada perkebunan menghijau
Jawaban: B. Tertatanya daerah perkantoran, karena wilayah kota merupakan pusat kegiatan ekonomi. 
 44. Interaksi antara desa dan kota menaruh efek bagi ke 2 pihak. Dampak positif hubungan desa-kota bagi desa merupakan ....
A. Pengurangan energi terampil desa
B. Pengurangan luas lahan desa
C. Penetrasi kebudayaan kota ke desa
D. Peningkatan teknologi peternakan
E. Konflik pangan dan pengangguran
Jawaban: D. Peningkatan teknologi peternakan, karena penduduk mendaptkan informasi dan teknologi dari kota. 
45. Zona pemukiman kelas atas pada gambar keruangan kota tadi ditunjukkan sang angka .... 
A. 1                     B. 2                      C. Tiga                      D. 4                   E. 5 
Jawaban: E. 5, berita: 1. CBD sentra kota dua. Daerah industri serta grosir 3. Pemukiman buruh kelas rendah 4. Permukiman menengah 5. Permukiman kelas atas 
46. Jumlah penduduk kota A : 500.000 jiwa, dan kota B berjumlah : 20.000 jiwa. Jarak antara kota A menggunakan kota B : 36 km. Lokasi ideal buat penempatan sentra perbelanjaan (pasar) berada di .... 
A. 6 km dari A                  B. 6 km dari B            C. 7 km dari A
D. 8 km menurut B                  E. 9 km berdasarkan A
Jawaban: B. 6 km berdasarkan B,
caranya TH = jarak / 1 + √ Penduduk banyak : penduduk sedikit
TH = 36 / 1 + √ 500 : 20
TH = 36 / 1 + √ 25
TH = 36 / 1 + lima TH = 36 / 6
TH = 6 menurut kota berpenduduk paling sedikit 
47. Pengembangan wilayah seperti pada gambar merupakan ke arah ....
 A. Laut, dikembangkan wisata bahari
B. Sawah, asal air cukup
C. Ladang, tersedia lahan luas
D. Industri, lapangan kerja memadai
E. Hutan, tersedia sumber daya alam
Jawaban: E. Hutan, tersedia sumber daya alam, karena mengikuti garis yang lebih panjang yaitu ke arah hutan? 
48. Kota yg terbentuk lantaran kegiatan sosial ekonomi yang tinggi, terutama pada pusatnya, dianggap.... A. Metropolis menyebar                           B. Metropolis terpusat
C. Metropolis galaktika                            D. Metropolis bintang           E. Metropolis cincin
Jawaban: B. Metropolis terpusat 
49. Karakteristik suatu negara:
(1) usia harapan hidup rendah;
(dua) pendapatan perkapita tinggi;
(3) angka pengangguran tinggi;
(4) nomor kematian sangat rendah;
(lima) wahana transportasi dan komunikasi sangat terbatas.
Karakteristik negara berkembang masih ada pada angka ....
A. (1), (2), dan (3)                    B. (1), (2), serta (4)
C. (1), (tiga), serta (5)                    D. (2), (4), serta (5)                      E. (tiga), (4), serta (lima)
Jawaban: C. (1), (tiga), serta (5) 
 50. Negara-negara di Benua Amerika:
(1) Brazil;
(2) Amerika Serikat;
(3) Kanada;
(4) Mexico;
(lima) Argentina.
Negara maju terdapat dalam angka .... .
A. (1) dan (2)                            B. (1) dan (tiga)
C. (dua) serta (tiga)                            D. (3) dan (4)                              E. (4) serta (lima)
Jawaban: C. (dua) serta (tiga) adalah negara maju yang berada di Benua Amerika

NEOLIBERALISME REFORMASI ADMINISTRASI NEGARA SWATANTRA DESENTRALISASI

Neo-liberalisme, Reformasi, Administrasi Negara, Swatantra, Desentralisasi 
Desentralisasi telah berlangsung lebih dari satu dasa warsa di Indonesia. Seiring menggunakan genderang reformasi politik dan administrasi, terbitnya Undang-undang Pemerintahan Daerah Nomor 22/1999, memindahkan urusan serta kewenangan dari pemerintah sentra ke pemerintah daerah menyebabkan perubahan sangat akbar pada rapikan interaksi pemerintah pusat-wilayah. Titik berat desentralisasi pada level pemerintah kabupaten/kota meredusir pola kekuasaan berpangku dalam pemerintah provinsi. 

Permasalahan demi permasalahan muncul seiring menggunakan merebaknya semangat, euphoria, suka cita pemerintah kabupaten/kota menikmati setiap sisi potensial kekayaan alamnya tanpa berpikir bahwa asal daya alam akan habis suatu waktu, memperluas kewenangannya walaupun buat itu harus bersinggungan menggunakan wewenang tetangganya. Konflik tersebut tidaklah belum pelik jika kita telisik lebih jauh, bahwa titik pertarungan paling krusial adalah desentralisasi belum dapat mengklaim kesejahteraan rakyat pada wilayah.

Namun demikian, masalah desentralisasi di masa kini berdasarkan penulis tidaklah spesial karena pada masa kemudian, tepatnya dalam periode masa pemerintahan transisi berdasarkan Republik Indonesia Serikat ke Negara Kesatuan Republik Indonesia. Permasalahan pemekaran, konflik kewenangan antar elit wilayah, pertentangan sentra serta daerah, selalu diwarnai sang politik uang, praktik cronyism, terjadi pulang pada masa kini . Pada akhirnya, reformasi administrasi negara melalui desentralisasi akhirnya seperti nir peduli masa kemudian.

Bagian goresan pena pada bawah ini akan membahas bagaimana selama melakukan reformasi administrasi negara pada hal desentralisasi cenderung melupakan sejarah pembentukan negara Indonesia pada masa lalu. Terlupakan atau sengaja melupakan sejarah berpengaruh akbar terhadap perseteruan pelaksanaan desentralisasi yang ketika ini menitikberatkan dalam wilayah kabupaten/kota. Dengan menguraikannya ke pada beberapa tahapan, yaitu: pertama, konsep desentralisasi: antara langit serta bumi; ke 2, desentralisasi periode transisi (1949-1950): pembelaran menurut sejarah; ketiga, desentralisasi periode reformasi administrasi negara; keempat, desentralisasi ditinjau menurut harapan dan kenyataan; kelima, perseteruan titik berat desentralisasi di kabupaten/kota; serta keenam, tinjauan kritis dalam kesalahan reformasi administrasi negara pada desentralisasi.

Konsep Desentralisasi: Antara Langit dan Bumi
Bila kita melihat ke belakang, peta politik dunia di tahun 1980an menerangkan bahwa revolusi neo-liberal merebak ke semua dunia. Revolusi tersebut menyerang kepercayaan perananan negara menjadi pengatur pada bidang kebijakan-kebijakan sosial serta ekonomi. Konsep welfare state dipertentangkan menggunakan konsep limited government yang diusung ideologi neo-liberal. 

Kejatuhan tembok Berlin pada Jerman semakin mengukuhkan kedigdayaan ideologi neo-liberal mengatasi sosialis, yang diakhiri menggunakan hancurnya episode perang dingin, menggunakan bubarnya negara sosialis komunis Uni Soviet pada tahun 1991. Sejalan dengan berakhirnya perang dingin, rejim otoriter di global ketigapun turut berakhir.

Neo-liberal membawa beberapa prinsip, antara lain adalah memaksakan keterbukaan pasar, memperkecil peranan negara, dan menegakkan demokrasi lebih kuat. Diharapkan, ketiga prinsip utama tersebut bisa menumbuhkan rakyat sipil kuat serta pemerintah skala mini tanpa campur tangan politis. Tujuan akhirnya adalah terciptanya good governance dengan agunan adanya transparansi dan akuntabilitas dalam kehidupan sosial serta politik memperkuat sistem demokratis. 

Masyarakat sipil bertenaga bersama pemerintahan yang ukuran mini tanpa campur tangan politis merupakan prasyarat dari desentralisasi. Desentralisasi menginginkan peranan negara (sentra) kecil serta demokrasi bertenaga. Peranan negara kecil secara logika neo-liberal akan membuka pasar, menumbuhkan perekonomian karena terdapatnya persaingan usaha, yg selanjutnya akan menaikkan standar hidup masyarakat.

Pandangan neo-liberal seperti ini dipakai buat menjustifikasi pelaksanaan desentralisasi pada negara dunia ketiga mendapat tentangan berdasarkan Robison serta Hadiz (2004), yg menandakan kuatnya “sifat delusi dari pandangan neo-liberalis ini, dan menerangkan ketahanan oligarki-oligarki politis dan hemat pada Indonesia.”

Oleh karenanya perlu kita sadari bahwa konsep desentralisasi yang dihembuskan sang Barat tersebut sebenarnya adalah bentuk pendelegasian wewenang sentra ke daerah yg nir khusus. Sejarah desentralisasi di Indonesia cukup panjang buat menata struktur pendelegasian wewenang antara pusat serta wilayah, jauh sebelum ideologi neo-liberal merambah dunia. Sehingga, alasan bahwa desentralisasi diperlukan Indonesia buat menata kembali struktur kelembagaan formal di daerah yang mengakibatkan keruntuhan perekonomian Indonesia pada tahun 1997, merupakan tidak cukup. 

Nordholt dan van Klinken (2007) mengungkapkan bahwa, “merupakan terlalu simplisistis buat menyimpulkan bahwa negara pada Indonesia sudah melemah dari tahun 1998.” Mereka mendasarkan kesimpulannya menurut pengalaman banyak sekali negara berdekatan Indonesia yang terkena imbas krisis seperti Thailand yang sebelum kejatuhan perekonomiannya telah memiliki bangunan institutsi-institusi formal dan jaringan informal pada tiap provinsinya penuh dengan aktifitas ekonomi dan politik illegal dan kerap diwarnai menggunakan tindak kriminalitas. Pendapat tadi diperkuat sang Mc Vey (2000) serta Phongpaichit et al. (1998), keduanya mengungkapkan, bahwa birokrat, politisi, militer, polisi, dan penjahat memelihara hubungan yg intim sebagai akibatnya perbedaan profesi diantara mereka kabur. 

Sehingga Indonesia dalam tahun 1998 masih dapat dikatakan memiliki struktur kelembagaan daerah yg relatif memadai buat suksesnya desentralisasi. Persoalannya, mengapa desentralisasi di Indonesia justru mengundang lebih poly pertarungan ketimbang menuntaskan masalah.

Genderang desentralisasi terlanjut ditabuh, tidak terdapat langkah mundur bisa dilakukan sang pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Seperti halnya dikemukakan oleh Kent Eaton (2001) proses desentralisasi “selalu beranjak bolak baik pada dalam garis lurus desentralisasi [sehingga] desentralisasi selalu bukan adalah proses yg bisa dibalikkan, akan namun bisa dibalikkan apabila berkenaan dengan kewenangan antara pemerintah sentra serta daerah” (back and forth along the decentralization continuum.…decentralization is always not an irreversible process, but it is a reversible process between central and local regions) memberikan justifikasi bahwa Undang-undang Pemda Nomor 22/1999-pun bisa berubah seperti sekarang, yaitu menjadi Undang-undang Pemerintahan Daerah Nomor 32/2004. 

Perundangan baru, diklaim juga Undang-undang Otonomi Daerah, menebar kecurigaan di antara elit pemerintah kabupaten/kota yg selama ini sudah hidup menggunakan nyaman di bawah naungan perundangan lama . Ketenangan elit kabupaten/kota terusik mengingat Undang-undang Nomor 32/2004 kembali menarik wewenang pemerintah kabupaten/kota pada hal pengelolaan sumber daya manusia serta juga menggariskan secara jelas tata penyelenggaraan pemilihan ketua daerah dan titik singgung wewenang pemerintah provinsi serta kabupaten/kota yang selama berlakunya perundangan lama menjadi persoalan.

Perjalanan Undang-undang Nomor 32/2004 pula nir mulus. Selain kecurigaan yang terus tumbuh pada kalangan pemerintah kabupaten/kota terhadap pemerintah pusat serta provinsi menjadi penanggungjawab wilayah administratif dan perpanjangan tangan pemerintah sentra, tinjauan yuridis atau judicial review terhadap pasal pemilihan kepala daerah (pilkada) menurut calon independen-pun bergulir di Mahkamah Konstitusi. Pengajuan tinjauan tadi dilakukan oleh pihak-pihak independen minus dukungan partai politik yg merasa dirugikan dengan proses pilkada, mengharuskan pencalonan ketua daerah menurut partai politik. Pasal tersebut bertentangan menggunakan semangat Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yg menaruh kesempatan sama kepada setiap warga negara buat menduduki jabatan pemerintahan. Akhirnya Undang-undang Nomor 32/2004 diamandemen sebagian sebagai Undang-undang Nomor 12/2008.

Desentralisasi seperti bagai langit serta bumi, jauh antara asa denga kenyataan, bagi bangsa Indonesia, perubahan ke arah pemerintahan lebih demokratis di masa depan sebagai sekedar janji. Menurut Maria Dolores G. Alicias (2005), “kebijakan desentralisasi bertujuan mempercepat tercapainya tujuan-tujuan pembangunan dan demokrasi….melingkupi paling kurang empat hal: pertama, ekspansi partisipasi dalam aktivitas politik, sosial dan ekonomi yg emperkuat proses demokrasi; ke 2, perbaikan pemugaran pelayanan generik yang makin efisien dan efektif; ketiga, pemugaran kinerja pemerintahan daerah melalui pertanggungjawaban publik, transparansi atas proses-proses kerjanya dan responsif atas kebutuhan dan aspirasi warga ; keempat, perluasan akses dalam pengambilan keputusan politik bagi daerah dan grup yang terpinggirkan sehingga distribusi asal-asal makin merata.

Desentralisasi Periode Transisi (1949-1950): Pembelajaran Dari Sejarah
Praktek pemerintahan daerah pada saat setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Indonesia mengalami pemerintahan dengan bangunan negara federasi. Republik Indonesia tidaklah berumur lama , lantaran susunan negara memang didesain oleh Pemerintah Belanda buat men-fait-a-compli pemerintah Negara Republik Indonesia (NRI) dalam ketika itu.

Pemulihan kedaulatan Indonesia dilakukan oleh Pemerintah Belanda dalam lepas 27 Desember 1949, dalam bentuk Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi bentuk komitmen konvensi dalam Konferensi Meja Bundar. Di pada RIS, kedudukan NRI adalah keliru satu negara bagian penyusun RIS. Pemerintahan daerah diatur oleh masing-masing negara atau daerah bagian.

Pada transisi ini, pemerintah daerah mengalami dualisme kebijakan, yaitu pemerintah negara bagian Republik Indonesia (RI), berkedudukan di Yogyakarta, menjalankan pemerintahannya berdasarkan Undang-undang Nomor 22/1948 tentang Pemerintahan Daerah. Sedangkan di akhir masa berlakunya RIS, sebelum penggabungan menggunakan NRI, Negara bagian yg tergabung dalam Negara Indonesia Timur (NIT) mengeluarkan peraturan utama tentang pemerintahan daerah yaitu Undang-undang NIT Nomor 44/1950. Peraturan baru tadi menjelaskan bahwa ada 13 wilayah–wilayah yang telah terbentuk dengan peraturan yg dianggap Regeling tot vorming v/d Staat Oost-Indonesia.

Pada tanggal 17 Agustus 1950, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dikembalikan, dengan meleburkan antara pemerintah RIS dengan NRI, diawali menggunakan penggabungan negara bagian Jawa Timur, Sumatera Selatan, dan lainnya. Selain itu, penggabungan diupayakan supaya pemberontakan yg ada untuk memecah belah persatuan Indonesia seperti peristiwa Westerling pada Bandung, Andi Azis pada Makassar, dan Soumokil pada Maluku Selatan, tidak bermunculan di daerah lainnya.

Untuk lebih lengkapnya, ikhtisar pemerintahan wilayah pada masa pemerintahan RIS, hasil konferensi Meja Bundar, adalah menjadi berikut:

Sumber: Diolah menurut Muslimin (1960: 44).

Sejarah negara federasi sebagai NKRI menandai berakhirnya upaya Belanda mengembalikan atau mempertahankan kekuasaannya pada Indonesia. Sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22/1948 mengenai Pemerintahan Daerah, maka perbedaan antara cara pemerintahan pada kepulauan Jawa-Madura serta wilayah pada luar Jawa-Madura sedikit demi sedikit dihilangkan. Secara garis akbar, pemerintah wilayah pada Indonesia pada tahun 1950 merupakan sebagai berikut:
  • Daerah Indonesia dibagi pada 8 provinsi yg dikepalai oleh seseorang Gubernur. Provinsi ini hanya wilayah administratif saja. 
  • Daerah provinsi dibagi pada daerah-wilayah karesidenan. Oleh karena belum ada ketentuan baru tentang batas-batas dan jumlah karesidenan [sesuai Peraturan Peralihan UUD dan PP 1945 No. 2], jumlah karesidenan berdasarkan batas-batas yg usang masih dilanjutkan, sebelum diadakan peraturan atau perubahan baru. 
  • Disamping Gubernur serta Residen diadakan Komite Nasional Daerah, yg asalnya hanya badan Pembantu dari Gubernur dan Residen. (Muslimin, 1959: 28). 
Di masa transisi menurut RIS kembali ke bangunan NKRI, desentralisasi pada masa sesudah kemerdekaan lebih diwarnai oleh derasnya arus desentralisasi politis dibandingkan dengan desentralisasi fungsional juga kebudayaan. Dengan demikian, NKRI menggunakan semua aturan-aturan yang diwarisinya menurut RIS walaupun mengundang konsekuensi terdapatnya kebijakan tumpang tindih tentang pemerintahan daerah, terhitung mulai menurut Undang-undang Nomor 22/1948, Undang-undang NIT Nomor 44/1950, dan terakhir SGO, SGOB dan perundangan lainnya.

Baru selesainya enam setengah tahun kemudian, pada lepas 18 Januari 1957, terbitlah Undang-undang Nomor 1/1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, berbicara tentang satu UU swatantra wilayah menggugurkan perundangan sebelumnya yang tidak beraturan. Daerah-daerah swatantrapun bermunculan, mengundang gejolak instabilitas politik di pada negeri lantaran adanya terlalu dipaksakan. UU baru belum memuat ketentuan mengenai isi tempat tinggal tangga daerah otonomi, belum ada perincian urusan, hanya menyebutkan bidang-bidang urusan secara generik. 

Dapat ditebak selanjutnya bahwa wilayah-daerah otonomi terutama di luar Jawa-Madura, belum berpengalaman sebagai akibatnya belum dapat bekerja karena tidak adanya penyerahan secara nyata wewenang menurut pemerintahan negara bagian RI di Yogyakarta yg sudah diambil alih sang NKRI sebagai pengganti RIS. Berseberangan menggunakan wilayah swatantra berdasarkan output bentukan NIT, wilayah-daerah tersebut diatur dengan memakai Undang-undang serta Peraturan Pemerintah lebih rinci sehingga penyerahan urusan-urusan dengan berpedoman urusan di Jawa-Madura, dapat segera dilaksanakan. 

Undang-undang Nomor 1/1957 mensyaratkan pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bertanggung jawab terhadap pemilihan dari: 
  • Kepala Daerah, 
  • Ketua serta Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, 
  • Anggota Dewan Pemda (DPD). 
Masalah demi masalah desentralisasi pada pemerintahan daerah bermunculan seiring menggunakan perkembangan sejarah yg tidak dapat meninggalkan warisan sejarahnya. Namun, para petinggi negeri waktu itu putusan bulat bahwa anggaran yg simpang siur harus ditegaskan, sehingga perlu dibentuk keseragaman pada seluruh daerah Indonesia. Undang-undang Nomor 1/1957 telah berusahan menerangkan bisnis menyeragamkan atau uniformitet di dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yg sangat berseberangan secara prinsip dengan otonomi rancangan Pemerintah Belanda di masa kemudian. Pemerintah Belanda menginginkan disparitas-disparitas perlakuan administratifdi dalam daerah-daerah otonomnya dengan memberlakukan peraturan berbeda, sebagai akibatnya mengakibatkan gejolak ketimpangan antara negara-negara bagian.

Tujuan menyeragamkan peraturan tentang pemerintahan daerah merupakan baik lantaran berusaha menghilangkan anasir-anasir jahat politik devide et impera Belanda terhadap daerah-daerah Indonesia. Perbedaan susunan administrasi pemerintah antara pulau ditiadakan, sehingga pemerintah NKRI bisa memulihkan kecurigaan akan adanya diskriminasi jilid II, menciptakan perbedaan antara satu wilayah menggunakan wilayah lainnya.

Walaupun begitu, perjalanan sejarah mewarisi cerita lain lantaran di saat transisi dari pemerintahan RIS ke NKRI, ternyata taraf kemajuan dan kemampuan wilayah bhineka. Inilah yang sering terlupakan oleh pemuka negeri yang begitu cepatnya ingin melakukan perubahan atau reform sehinga justru mengakibatkan sentimen subordinat pemerintah sentra terhadap daerah-wilayah kepulauan Indonesia.

Perbedaan jelas terlihat dari aplikasi pemerintahan di daerah otonomi Jawa-Madura, dimana wilayah-wilayah tadi sudah memiliki pengalaman menjalankan pemerintahan dari warisan administratif kolonial Belanda, yaitu adanya provinsi, kabupaten, dan desa otonom terutama pada Jawa, sudah mengalami pendemokrasian. Tidak demikian halnya dengan pada luar Jawa-Madura, pemerintahan mengalami kemunduran karena kekurangan modal dasar pemerintahan yg relatif kuat. Pembentukan daerah otonomi di luar Jawa-Madura hanya dilakukan menggunakan penggabungan wilayah-wilayah administratif tanpa menghiraukan wilayah-daerah otonomi lebih dahulu hidup pada sana.

Akibatnya wilayah-daerah swatantra luar Jawa-Madura terseok-seok perjalanannya, bahkan pada Sumatera, kabupaten-kabupaten kota akbar dan kota kecil yang seyogianya telah terbentuk berdasarkan hasil Undang-undang Nomor 22/1948, ternyata baru 7 tahun setelahnya terbentuk, yaitu di akhir tahun 1956. Kabupaten-kabupaten yang telah ada sebelumnya sesudah Indonesia merdeka tahun 1945, sudah ada, tetapi tidak berjalan lantaran kurang pengalaman, miskin energi pakar, serta kekeringan sumber daya keuangan sendiri.

Pembentukan wilayah otonomi pada daerah bekas NIT juga sama nasibnya dengan daerah di luar Jawa-Madura, namun lebih parah karena tidak ada sama sekali pembentukan daerah baru. Pembentukan wilayah swatantra lebih pada pertimbangan politis, melahirkan wilayah-wilayah tingkat I Aceh, Irian Barat, Kalimantan Tengah, Sumatera Barat, Riau, dan Jambi.

Pemerintah pusat mengalami kesulitan besar dengan ilham penyeragaman tersebut lantaran wilayah-wilayah swatantra pada luar Jawa-Madura nir menerima perlakuan adil, mengakibatkan kesalahpahaman, dianaktirikan, dan diulur-ulur waktu pada pembentukannya. Persoalan demikian nampaknya bukan merupakan sesuatu yang istimewa karena negara Indonesia masih belia, perlu poly belajar. Kecemburuan antara satu wilayah menggunakan wilayah lainnya akan memberikan pemahaman berharga akan bentuk desentralisasi yg lebih masuk akal pada hal proporsi kewenangan juga pengaturan batas daerah administratif pemerintahan wilayah.

Celakanya, mengapa persoalan desentralisasi di masa pemerintahan transisi RIS ke NKRI justru terulang di masa reformasi administrasi negara, tepatnya 58 tahun setelah insiden sejarah berlalu? Mengapa terdapat stigma kesenjangan pembangunan antara pusat dan wilayah? Mengapa jua, desentralisasi periode reformasi administrasi negara justru memunculkan kecurigaan daerah akan kembalinya kekuasaan pusat terhadap daerah? Dan terakhir, mengapa pula banyak bermunculan ketidakpuasan wilayah sebagai akibatnya menginginkan dirinya buat lepas berdasarkan NKRI? Apakah desentralisasi di masa kini , saat reformasi administrasi negara ditegakkan, lupa belajar berdasarkan sejarah?

Desentralisasi Periode Reformasi Administrasi Negara: Lupa Belajar Dari Sejarah
Seperti sudah dijelaskan pada bagian tulisan sebelumnya bahwa taktik desentralisasi di Indonesia adalah buah berdasarkan adopsi ideologi neo-liberalisme di global, terutama pada negara-negara Amerika Latin, Afrika, Eropa Timur, dan Asia. Institusi internasional yg gencar mensosialisasikan desentralisasi merupakan World Bank menggunakan janji desentralisasi akan merangsang ekonomi serta demokrasi.

Di Indonesia, ideologi neo-liberal bertemu menggunakan gerakan reformasi pasca kejatuhan Orde Baru, membentuk bentuk desentralisasi seperti tahun 1950an. Bedanya, titik berat desentralisasi kali ini berada pada tingkat kabupaten/kotamadya bukan di provinsi. Dapat dibayangkan bahwa pergeseran titik berat desentralisasi menurut provinsi ke kabupaten/kota membawa impak pada proses fragmentasi politis. Dampak kurang menyenangkan ini sering dianggap sebagai konsekuensi berdasarkan strategi devide et impera atau divide and rule pemerintah pusat terhadap daerah menggunakan maksud: membangun fragmentasi administratif serta mempertahankan kontrol fiskal di sentra.

Di titik ini, tampaknya pemerintah mengalami amnesia, lupa dalam sejarah, karena demikian hebatnya goncangan perkawinan antara ideologi neo-liberal menggunakan gerakan reformasi, sebagai akibatnya problem-problem tidak khas desentralisasi di masa kemudian timbul balik serta dianggap menjadi suatu yang unik pada masa sekarang. Perpindahan secara cepat pola administrasi pemerintahan tersentralistis sebagai desentralisasi mengabaikan aneka dilema di daerah, termasuk harapan kuat buat menyeragamkan aturan desentralisasi dimana daerah-daerah memang sejatinya tidaklah seragam.

Di periode reformasi administrasi negara, konflik lama kerap timbul pada dalam pelaksanaan desentralisasi, terutama menguatnya tarik menarik antara wewenang sentra serta wilayah. Penetapan titik berat desentralisasi pada daerah yg dulunya bernama tingkat II atau kini diklaim hanya menjadi kabupaten/kota saja menyisakan beberapa kegundahan akan ketepatan pengambilan kebijakan desentralisasi pasca kejatuhan Orde Baru.

Memang ironis, bahwa upaya buat membangun administrasi negara yang terkini yang misalnya diinginkan sang Max Weber, terbangun berdasarkan kelas birokrasi rasional, bertumpu pada aspek profesionalitas dan prestasi menjadi public servant, ternyata masih sulit buat dibangun. Sepanjang era reformasi, birokrasi terutama pada daerah malah kian terperangkap sebagai alat politik partisan. Apalagi sumber rekrutmen kepemimpinan birokrasi wilayah mulai Gubernur/Wakil Gubernur, Walikota/Wakil Walikota, sampai Bupati/Wakil Bupati, nir terlepas berdasarkan jaringan dukungan parpol.

Pada awalnya, Departemen Dalam Negeri menggunakan UU Nomor 22/1999 merancang devolusi kekuasaan agar pemerintah lebih dekat dengan warga serta memperbesar tingkat transparansi. Hal ini serupa dengan UU Nomor 1/1957, dimana saat itu pemerintah berpikiran bahwa para gubernur, bupati serta walikota nir lagi ditunjuk pusat, akan namun dipilih oleh parlemen wilayah. Bahkan rencananya, pemerintah wilayah selanjutnya akan dipilih pribadi oleh warga . UU Nomor 1/1957 memperbolehkan adanya partai politik pada wilayah, membuka kesempatan para pemain politik lokal buat masuk ke pada pemerintahan. Sedangkan UU Nomor 22/1999 nir menyinggung masalah partai politik daerah.

Sedikit demi sedikit UU Nomor 22/1999 memunculkan persoalan antara lain adalah besarnya kesempatan terjadinya money politics, lantaran ketua wilayah yang otonom akan leluasa memakai kekuasaannya buat korupsi dan DPRD sebagal forum perwakilan daerah memiliki kekuasaan mengganti kepala wilayah menurut seleranya. Kedua kewenangan elit lokal ini menjadi pangkal penyakit desentralisasi di tahun 1999.

Oleh karenanya juga, pemerintahan Presiden Megawati memandang bahwa desentralisasi dalam keadaan yang membahayakan sehingga UU Nomor 22/1999 harus dirubah (diganti) menggunakan UU baru yang selanjutnya sebagai UU Nomor 32/2004. Malley (2004) berkata bahwa pemerintahan Megawati “tidak hanya sekedar mengamanemen tapi mengganti sama sekali” perundangan mengenai desentralisasi, dengan melakukan: pelucutan terhadap kekuasaan bupati yang dapat diberhentikan oleh sentra bila terbukti korupsi atau membahayakan keamanan serta DPRD sehingga nir dapat membarui bupati/walikota sesuka hatinya.”

Titik berat desentralisasi dalam wilayah kabupaten/kota menyisakan dilema diantaranya yaitu:
  • munculnya ketegangan horizontal wilayah kaya versus miskin karena masing-masing daerah mementingkan wilayahnya sendiri dan bahkan bersaing satu sama lain dalam mengumpulkan PAD misalnya; 
  • perbedaan tajam antara kompetensi SDM pusat lawan daerah; 
  • banyaknya birokrat wilayah yg pasif menunggu instruksi atasan ketimbang berinisiatif menjalankan pekerjaannya; 
  • DPRD menjadi sangat lamban pada bekerja, terlebih lagi mereka memprioritaskan gaji sendiri buat kepentingan pengembalian dana ke kas partai serta jua memperbesar anggaran bepergian dinas; 
  • Pemerintah daerah menjadi mesin pembelanjaan (Ray dan Good Paster, 2005); 
  • Beban keuangan wilayah dari pajak ekstra nir memperhatikan lingkungan; 
  • Tidak adanya koordinasi pada taraf supra-regional, garis batas tanggung jawab antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota sangat kabur; 
  • Merebaknya politik bukti diri yg ditandai menggunakan menguatnya egoisme sektoral karena pembangunan bertumpu dalam asas dekonsentrasi dan bersifat sektoral. 
  • Peranan polisi sebaga penjaga keamanan dan ketertiban serta tentara sebagai penjaga persatuan serta kesatuan pada wilayah terabaikan. 
Desentralisasi ternyata nir menciptakan birokrasi pemerintahan kabupaten/kota belajar, terbukti menurut banyaknya bupati/walikota yang nir mempunyai kemampuan teknis menyusun Propeda (Program Pembangunan Daerah). Banyak diantara mereka harus mengontrak konsultan, yg dalam akhirnya membengkakkan porto pengeluaran, buat merancang visi, misi, serta strategi daerah sinkron menggunakan potensi, sumberdaya, serta masalah wilayah. Terlebih lagi kuallitas SDM pada daerah masih rendah sebagai akibatnya tidak sanggup mendongkrak penguatan kelembagaan daerah.

Kedua UU berbicara tentang desentralisasi yg menitikberatkan pada daerah kabupaten/kota dengan pertimbangan:
  • mendekatkan pelayanan publik pemerintah kepada rakyatnya; 
  • cakupan wilayah provinsi terlalu luas serta kelembagaannya terlalu besar dalam mendorong roda ekonomi menuju pasar bebas; 
  • demokrasi bisa tumbuh lebih baik jika pemerintahannya berskala kecil; 
  • partisipasi masyarakat sipil pada pembangunan bisa lebih aktif karena dekat dengan pemerintah serta pengusaha (good governance); 
  • daerah kabupaten/kota umumnya, walau nir semuanya, memiliki pusat-pusat kekuatan ekonomi yg sudah dikelola dengan baik, seperti halnya sumber daya alam, kebudayaan, dan lainnya; 
  • kesejahteraan masyarakat bisa lebih diperhatikan sang pemerintah; 
  • penciptaan lapangan pekerjaan pada wilayah terutama pada bidang administrasi pemerintahan bisa menyerap angkatan kerja berasal berdasarkan putra daerah. 
Sebaliknya apabila titik berat desentralisasi diberikan kepada provinsi, terdapat beberapa pertimbangan pemerintah pusat bahwa:
  • desentralisasi dalam wilayah berskala luas akan menjauhkan kontrol pusat terhadap daerah; 
  • pusat akan kesulitan mengintervensi kebijakan provinsi yang sudah demikian otonomnya sehingga memungkinkan mempertajam hasrat berpisah berdasarkan NKRI; 
  • pertimbangan politis bahwa provinsi akan mengalami kendala mendistribusikan kewenangan serta kesejahteraan secara adil terhadap kabupaten/kota pada bawahnya karena demikian luasnya cakupan kewenangan yang dimilikinya; 
  • adanya kekhawatiran tidak meratanya distribusi asal daya insan yang bisa mengelola wilayah lantaran terpusat pada provinsi; 
  • masyarakat akan dirugikan karena pemerintah provinsi akan fokus pada membagi-bagi wewenang ketimbang memperhatikan aspirasi rakyat dan pertumbuhan demokrasi pada tiap bagian penyusun provinsi. 
Secara garis akbar, reformasi administrasi negara di dalam desentralisasi pemerintahan, ternyata belum membawa impak positif bagi warga , memperpendek rantai wewenang antara sentra serta daerah. Kontribusi desentralisasi pada mensejahterakan rakyat juga tidak kunjung terealisasi.

Memang penitikberatan desentralisasi pada kabupaten/kota masih belum mengembirakan. Banyak sekali problem yg harus dibenahi bersama-sama antara pemerintah pusat, provinsi, serta kabupaten/kota sendiri. Desentralisasi agaknya masih mengecewakan, karena tidak dan merta mengakibatkan demokratisasi, good governance, serta penguatan rakyat sipil di taraf daerah. 

Namun demikian, desentralisasi bukanlah proses irreversible, ingat proses yg tidak bisa dikembalikan, bukan pergeseran wewenang antara pusat serta wilayah. Sehingga, agar desentralisasi sukses, hal yg perlu dilakukan adalah menata pulang kelembagaan desentralisasi beserta kewenangan menggunakan memperhatikan aspirasi warga bukan semata-mata kepentingan pemerintah saja.

NEOLIBERALISME REFORMASI ADMINISTRASI NEGARA SWATANTRA DESENTRALISASI

Neo-liberalisme, Reformasi, Administrasi Negara, Swatantra, Desentralisasi 
Desentralisasi telah berlangsung lebih dari satu dekade di Indonesia. Seiring dengan genderang reformasi politik serta administrasi, terbitnya Undang-undang Pemerintahan Daerah Nomor 22/1999, memindahkan urusan serta kewenangan menurut pemerintah pusat ke pemerintah daerah menyebabkan perubahan sangat akbar pada rapikan interaksi pemerintah sentra-daerah. Titik berat desentralisasi dalam level pemerintah kabupaten/kota meredusir pola kekuasaan berpangku pada pemerintah provinsi. 

Permasalahan demi pertarungan ada seiring menggunakan merebaknya semangat, euphoria, suka cita pemerintah kabupaten/kota menikmati setiap sisi potensial kekayaan alamnya tanpa berpikir bahwa asal daya alam akan habis suatu ketika, memperluas kewenangannya walaupun buat itu wajib bersinggungan menggunakan wewenang tetangganya. Pertarunga tersebut tidaklah belum pelik jika kita telisik lebih jauh, bahwa titik pertarungan paling krusial adalah desentralisasi belum bisa menjamin kesejahteraan warga di daerah.

Namun demikian, duduk perkara desentralisasi di masa sekarang dari penulis tidaklah spesial karena pada masa kemudian, tepatnya pada periode masa pemerintahan transisi menurut Republik Indonesia Serikat ke Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pertarunga pemekaran, konflik wewenang antar elit wilayah, pertentangan pusat dan daerah, selalu diwarnai sang politik uang, praktik cronyism, terjadi balik pada masa kini . Pada akhirnya, reformasi administrasi negara melalui desentralisasi akhirnya misalnya nir peduli masa kemudian.

Bagian goresan pena di bawah ini akan membahas bagaimana selama melakukan reformasi administrasi negara dalam hal desentralisasi cenderung melupakan sejarah pembentukan negara Indonesia pada masa lalu. Terlupakan atau sengaja melupakan sejarah berpengaruh besar terhadap perseteruan pelaksanaan desentralisasi yang waktu ini menitikberatkan pada wilayah kabupaten/kota. Dengan menguraikannya ke dalam beberapa tahapan, yaitu: pertama, konsep desentralisasi: antara langit dan bumi; ke 2, desentralisasi periode transisi (1949-1950): pembelaran dari sejarah; ketiga, desentralisasi periode reformasi administrasi negara; keempat, desentralisasi dipandang menurut asa serta kenyataan; kelima, permasalahan titik berat desentralisasi di kabupaten/kota; dan keenam, tinjauan kritis pada kesalahan reformasi administrasi negara dalam desentralisasi.

Konsep Desentralisasi: Antara Langit dan Bumi
Bila kita melihat ke belakang, peta politik global pada tahun 1980an menerangkan bahwa revolusi neo-liberal merebak ke seluruh dunia. Revolusi tadi menyerang kepercayaan perananan negara sebagai pengatur di bidang kebijakan-kebijakan sosial dan ekonomi. Konsep welfare state dipertentangkan menggunakan konsep limited government yang diusung ideologi neo-liberal. 

Kejatuhan tembok Berlin pada Jerman semakin mengukuhkan kedigdayaan ideologi neo-liberal mengatasi sosialis, yg diakhiri menggunakan hancurnya episode perang dingin, dengan bubarnya negara sosialis komunis Uni Soviet pada tahun 1991. Sejalan dengan berakhirnya perang dingin, rejim otoriter di global ketigapun turut berakhir.

Neo-liberal membawa beberapa prinsip, diantaranya adalah memaksakan keterbukaan pasar, memperkecil peranan negara, dan menegakkan demokrasi lebih kuat. Diharapkan, ketiga prinsip utama tadi dapat menumbuhkan masyarakat sipil kuat serta pemerintah skala kecil tanpa campur tangan politis. Tujuan akhirnya merupakan terciptanya good governance menggunakan agunan adanya transparansi dan akuntabilitas dalam kehidupan sosial serta politik memperkuat sistem demokratis. 

Masyarakat sipil bertenaga beserta pemerintahan yg berukuran kecil tanpa campur tangan politis merupakan prasyarat berdasarkan desentralisasi. Desentralisasi menginginkan peranan negara (pusat) kecil serta demokrasi bertenaga. Peranan negara kecil secara akal neo-liberal akan membuka pasar, menumbuhkan perekonomian lantaran terdapatnya persaingan usaha, yang selanjutnya akan mempertinggi standar hayati masyarakat.

Pandangan neo-liberal seperti ini dipakai buat menjustifikasi aplikasi desentralisasi pada negara global ketiga menerima tentangan dari Robison dan Hadiz (2004), yg mengindikasikan kuatnya “sifat delusi berdasarkan pandangan neo-liberalis ini, serta menunjukkan ketahanan oligarki-oligarki politis serta irit pada Indonesia.”

Oleh karenanya perlu kita sadari bahwa konsep desentralisasi yg dihembuskan oleh Barat tadi sebenarnya adalah bentuk pendelegasian wewenang pusat ke wilayah yg tidak spesifik. Sejarah desentralisasi di Indonesia cukup panjang buat menata struktur pendelegasian wewenang antara pusat serta wilayah, jauh sebelum ideologi neo-liberal merambah dunia. Sehingga, alasan bahwa desentralisasi dibutuhkan Indonesia buat menata pulang struktur kelembagaan formal di wilayah yg menyebabkan keruntuhan perekonomian Indonesia di tahun 1997, adalah tidak cukup. 

Nordholt dan van Klinken (2007) mengatakan bahwa, “adalah terlalu simplisistis buat menyimpulkan bahwa negara pada Indonesia sudah melemah sejak tahun 1998.” Mereka mendasarkan kesimpulannya menurut pengalaman banyak sekali negara berdekatan Indonesia yg terkena pengaruh krisis misalnya Thailand yg sebelum kejatuhan perekonomiannya sudah memiliki bangunan institutsi-institusi formal serta jaringan informal pada tiap provinsinya penuh dengan aktifitas ekonomi serta politik illegal serta kerap diwarnai dengan tindak kriminalitas. Pendapat tadi diperkuat sang Mc Vey (2000) dan Phongpaichit et al. (1998), keduanya berkata, bahwa birokrat, politisi, militer, polisi, dan penjahat memelihara hubungan yang intim sebagai akibatnya disparitas profesi diantara mereka kabur. 

Sehingga Indonesia pada tahun 1998 masih bisa dikatakan memiliki struktur kelembagaan daerah yg cukup memadai buat suksesnya desentralisasi. Persoalannya, mengapa desentralisasi di Indonesia justru mengundang lebih poly pertarungan ketimbang menyelesaikan masalah.

Genderang desentralisasi terlanjut ditabuh, nir terdapat langkah mundur dapat dilakukan oleh pemerintah sentra maupun pemerintah wilayah. Seperti halnya dikemukakan oleh Kent Eaton (2001) proses desentralisasi “selalu bergerak bolak baik di dalam garis lurus desentralisasi [sehingga] desentralisasi selalu bukan adalah proses yg dapat dibalikkan, akan namun bisa dibalikkan apabila berkenaan menggunakan kewenangan antara pemerintah pusat serta wilayah” (back and forth along the decentralization continuum.…decentralization is always not an irreversible process, but it is a reversible process between central and local regions) menaruh justifikasi bahwa Undang-undang Pemerintah Daerah Nomor 22/1999-pun bisa berubah seperti kini , yaitu menjadi Undang-undang Pemerintahan Daerah Nomor 32/2004. 

Perundangan baru, diklaim pula Undang-undang Otonomi Daerah, menebar kecurigaan pada antara elit pemerintah kabupaten/kota yg selama ini telah hidup menggunakan nyaman di bawah naungan perundangan lama . Ketenangan elit kabupaten/kota terusik mengingat Undang-undang Nomor 32/2004 balik menarik kewenangan pemerintah kabupaten/kota pada hal pengelolaan asal daya insan serta pula menggariskan secara jelas tata penyelenggaraan pemilihan ketua daerah dan titik singgung wewenang pemerintah provinsi serta kabupaten/kota yang selama berlakunya perundangan usang sebagai duduk perkara.

Perjalanan Undang-undang Nomor 32/2004 juga nir mulus. Selain kecurigaan yg terus tumbuh pada kalangan pemerintah kabupaten/kota terhadap pemerintah sentra dan provinsi menjadi penanggungjawab wilayah administratif dan perpanjangan tangan pemerintah sentra, tinjauan yuridis atau judicial review terhadap pasal pemilihan ketua daerah (pilkada) menurut calon independen-pun bergulir pada Mahkamah Konstitusi. Pengajuan tinjauan tadi dilakukan oleh pihak-pihak independen minus dukungan partai politik yg merasa dirugikan menggunakan proses pilkada, mengharuskan pencalonan kepala daerah menurut partai politik. Pasal tersebut bertentangan menggunakan semangat Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang memberikan kesempatan sama pada setiap rakyat negara buat menduduki jabatan pemerintahan. Akhirnya Undang-undang Nomor 32/2004 diamandemen sebagian menjadi Undang-undang Nomor 12/2008.

Desentralisasi misalnya bagai langit serta bumi, jauh antara harapan denga fenomena, bagi bangsa Indonesia, perubahan ke arah pemerintahan lebih demokratis di masa depan menjadi sekedar janji. Menurut Maria Dolores G. Alicias (2005), “kebijakan desentralisasi bertujuan mempercepat tercapainya tujuan-tujuan pembangunan serta demokrasi….melingkupi paling kurang empat hal: pertama, perluasan partisipasi dalam aktivitas politik, sosial serta ekonomi yang emperkuat proses demokrasi; kedua, pemugaran pemugaran pelayanan generik yang makin efisien serta efektif; ketiga, pemugaran kinerja pemerintahan daerah melalui pertanggungjawaban publik, transparansi atas proses-proses kerjanya serta responsif atas kebutuhan serta aspirasi masyarakat; keempat, perluasan akses dalam pengambilan keputusan politik bagi daerah dan kelompok yg terpinggirkan sebagai akibatnya distribusi asal-sumber makin merata.

Desentralisasi Periode Transisi (1949-1950): Pembelajaran Dari Sejarah
Praktek pemerintahan daerah dalam saat sesudah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Indonesia mengalami pemerintahan menggunakan bangunan negara federasi. Republik Indonesia tidaklah berumur lama , lantaran susunan negara memang dirancang sang Pemerintah Belanda buat men-fait-a-compli pemerintah Negara Republik Indonesia (NRI) dalam waktu itu.

Pemulihan kedaulatan Indonesia dilakukan sang Pemerintah Belanda dalam tanggal 27 Desember 1949, pada bentuk Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi bentuk komitmen konvensi dalam Konferensi Meja Bundar. Di pada RIS, kedudukan NRI merupakan salah satu negara bagian penyusun RIS. Pemerintahan wilayah diatur sang masing-masing negara atau daerah bagian.

Pada transisi ini, pemerintah daerah mengalami dualisme kebijakan, yaitu pemerintah negara bagian Republik Indonesia (RI), berkedudukan pada Yogyakarta, menjalankan pemerintahannya dari Undang-undang Nomor 22/1948 mengenai Pemerintahan Daerah. Sedangkan pada akhir masa berlakunya RIS, sebelum penggabungan dengan NRI, Negara bagian yg tergabung pada Negara Indonesia Timur (NIT) mengeluarkan peraturan utama tentang pemerintahan wilayah yaitu Undang-undang NIT Nomor 44/1950. Peraturan baru tersebut mengungkapkan bahwa ada 13 daerah–daerah yg telah terbentuk menggunakan peraturan yg diklaim Regeling tot vorming v/d Staat Oost-Indonesia.

Pada lepas 17 Agustus 1950, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dikembalikan, dengan meleburkan antara pemerintah RIS menggunakan NRI, diawali menggunakan penggabungan negara bagian Jawa Timur, Sumatera Selatan, dan lainnya. Selain itu, penggabungan diupayakan supaya pemberontakan yg timbul buat memecah belah persatuan Indonesia misalnya insiden Westerling pada Bandung, Andi Azis pada Makassar, serta Soumokil di Maluku Selatan, tidak bermunculan di daerah lainnya.

Untuk lebih lengkapnya, ikhtisar pemerintahan wilayah di masa pemerintahan RIS, output konferensi Meja Bundar, merupakan menjadi berikut:

Sumber: Diolah menurut Muslimin (1960: 44).

Sejarah negara federasi sebagai NKRI menandai berakhirnya upaya Belanda mengembalikan atau mempertahankan kekuasaannya pada Indonesia. Sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22/1948 tentang Pemerintahan Daerah, maka perbedaan antara cara pemerintahan di kepulauan Jawa-Madura dan daerah pada luar Jawa-Madura sedikit demi sedikit dihilangkan. Secara garis besar , pemerintah wilayah di Indonesia dalam tahun 1950 merupakan menjadi berikut:
  • Daerah Indonesia dibagi dalam 8 provinsi yg dikepalai sang seseorang Gubernur. Provinsi ini hanya wilayah administratif saja. 
  • Daerah provinsi dibagi pada wilayah-daerah karesidenan. Oleh lantaran belum terdapat ketentuan baru tentang batas-batas serta jumlah karesidenan [sesuai Peraturan Peralihan UUD dan PP 1945 No. 2], jumlah karesidenan berdasarkan batas-batas yg usang masih dilanjutkan, sebelum diadakan peraturan atau perubahan baru. 
  • Disamping Gubernur dan Residen diadakan Komite Nasional Daerah, yang asalnya hanya badan Pembantu menurut Gubernur serta Residen. (Muslimin, 1959: 28). 
Di masa transisi berdasarkan RIS pulang ke bangunan NKRI, desentralisasi pada masa selesainya kemerdekaan lebih diwarnai sang derasnya arus desentralisasi politis dibandingkan dengan desentralisasi fungsional juga kebudayaan. Dengan demikian, NKRI memakai seluruh aturan-anggaran yg diwarisinya berdasarkan RIS walaupun mengundang konsekuensi terdapatnya kebijakan tumpang tindih mengenai pemerintahan daerah, terhitung mulai menurut Undang-undang Nomor 22/1948, Undang-undang NIT Nomor 44/1950, serta terakhir SGO, SGOB serta perundangan lainnya.

Baru sehabis enam setengah tahun lalu, dalam lepas 18 Januari 1957, terbitlah Undang-undang Nomor 1/1957 mengenai Pokok-utama Pemerintahan Daerah, berbicara tentang satu UU swatantra daerah menggugurkan perundangan sebelumnya yang nir beraturan. Daerah-wilayah swatantrapun bermunculan, mengundang gejolak instabilitas politik pada pada negeri lantaran adanya terlalu dipaksakan. UU baru belum memuat ketentuan mengenai isi rumah tangga daerah otonomi, belum ada perincian urusan, hanya mengungkapkan bidang-bidang urusan secara generik. 

Dapat ditebak selanjutnya bahwa daerah-daerah otonomi terutama di luar Jawa-Madura, belum berpengalaman sebagai akibatnya belum dapat bekerja lantaran tidak adanya penyerahan secara konkret kewenangan dari pemerintahan negara bagian RI di Yogyakarta yang sudah diambil alih oleh NKRI menjadi pengganti RIS. Berseberangan dengan daerah swatantra dari hasil bentukan NIT, wilayah-wilayah tersebut diatur menggunakan memakai Undang-undang dan Peraturan Pemerintah lebih rinci sebagai akibatnya penyerahan urusan-urusan dengan berpedoman urusan pada Jawa-Madura, dapat segera dilaksanakan. 

Undang-undang Nomor 1/1957 mensyaratkan pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bertanggung jawab terhadap pemilihan menurut: 
  • Kepala Daerah, 
  • Ketua serta Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, 
  • Anggota Dewan Pemerintah Daerah (DPD). 
Masalah demi perkara desentralisasi pada pemerintahan wilayah bermunculan seiring menggunakan perkembangan sejarah yang tidak bisa meninggalkan warisan sejarahnya. Tetapi, para petinggi negeri ketika itu sepakat bahwa aturan yg simpang siur harus ditegaskan, sebagai akibatnya perlu dibuat keseragaman pada semua wilayah Indonesia. Undang-undang Nomor 1/1957 sudah berusahan mengambarkan bisnis menyeragamkan atau uniformitet pada pada penyelenggaraan pemerintahan wilayah yang sangat berseberangan secara prinsip dengan swatantra rancangan Pemerintah Belanda di masa lalu. Pemerintah Belanda menginginkan perbedaan-disparitas perlakuan administratifdi pada wilayah-wilayah otonomnya menggunakan memberlakukan peraturan tidak sinkron, sehingga mengakibatkan gejolak ketimpangan antara negara-negara bagian.

Tujuan menyeragamkan peraturan tentang pemerintahan daerah merupakan baik lantaran berusaha menghilangkan anasir-anasir dursila politik devide et impera Belanda terhadap wilayah-daerah Indonesia. Perbedaan susunan administrasi pemerintah antara pulau ditiadakan, sebagai akibatnya pemerintah NKRI dapat memulihkan kecurigaan akan adanya subordinat jilid II, menciptakan disparitas antara satu wilayah menggunakan daerah lainnya.

Walaupun begitu, bepergian sejarah mewarisi cerita lain lantaran pada ketika transisi menurut pemerintahan RIS ke NKRI, ternyata tingkat kemajuan serta kemampuan daerah bhineka. Inilah yang tak jarang terlupakan sang pemuka negeri yg begitu cepatnya ingin melakukan perubahan atau reform sehinga justru mengakibatkan sentimen subordinat pemerintah pusat terhadap daerah-daerah kepulauan Indonesia.

Perbedaan kentara terlihat dari pelaksanaan pemerintahan di daerah swatantra Jawa-Madura, dimana wilayah-daerah tersebut sudah mempunyai pengalaman menjalankan pemerintahan berdasarkan warisan administratif kolonial Belanda, yaitu adanya provinsi, kabupaten, serta desa otonom terutama pada Jawa, telah mengalami pendemokrasian. Tidak demikian halnya dengan di luar Jawa-Madura, pemerintahan mengalami kemunduran karena kekurangan modal dasar pemerintahan yg relatif bertenaga. Pembentukan wilayah swatantra di luar Jawa-Madura hanya dilakukan menggunakan penggabungan daerah-wilayah administratif tanpa menghiraukan wilayah-daerah otonomi lebih dahulu hayati di sana.

Akibatnya daerah-wilayah swatantra luar Jawa-Madura terseok-seok perjalanannya, bahkan di Sumatera, kabupaten-kabupaten kota akbar serta kota kecil yang seyogianya telah terbentuk dari output Undang-undang Nomor 22/1948, ternyata baru 7 tahun setelahnya terbentuk, yaitu di akhir tahun 1956. Kabupaten-kabupaten yg sudah terdapat sebelumnya setelah Indonesia merdeka tahun 1945, telah terdapat, tetapi nir berjalan karena kurang pengalaman, miskin energi pakar, dan kekeringan sumber daya keuangan sendiri.

Pembentukan wilayah otonomi pada daerah bekas NIT pula sama nasibnya menggunakan daerah pada luar Jawa-Madura, namun lebih parah karena tidak terdapat sama sekali pembentukan daerah baru. Pembentukan daerah otonomi lebih kepada pertimbangan politis, melahirkan wilayah-wilayah taraf I Aceh, Irian Barat, Kalimantan Tengah, Sumatera Barat, Riau, dan Jambi.

Pemerintah pusat mengalami kesulitan akbar dengan ide penyeragaman tersebut lantaran daerah-wilayah otonomi pada luar Jawa-Madura nir mendapatkan perlakuan adil, menimbulkan kesalahpahaman, dianaktirikan, dan diulur-ulur waktu dalam pembentukannya. Persoalan demikian nampaknya bukan merupakan sesuatu yg istimewa lantaran negara Indonesia masih belia, perlu banyak belajar. Kecemburuan antara satu wilayah menggunakan daerah lainnya akan memberikan pemahaman berharga akan bentuk desentralisasi yang lebih masuk akal pada hal proporsi kewenangan juga pengaturan batas wilayah administratif pemerintahan daerah.

Celakanya, mengapa dilema desentralisasi pada masa pemerintahan transisi RIS ke NKRI justru terulang di masa reformasi administrasi negara, tepatnya 58 tahun selesainya insiden sejarah berlalu? Mengapa terdapat stigma kesenjangan pembangunan antara pusat serta daerah? Mengapa jua, desentralisasi periode reformasi administrasi negara justru memunculkan kecurigaan wilayah akan kembalinya kekuasaan pusat terhadap daerah? Dan terakhir, mengapa juga banyak bermunculan ketidakpuasan daerah sebagai akibatnya menginginkan dirinya untuk lepas menurut NKRI? Apakah desentralisasi di masa kini , saat reformasi administrasi negara ditegakkan, lupa belajar menurut sejarah?

Desentralisasi Periode Reformasi Administrasi Negara: Lupa Belajar Dari Sejarah
Seperti sudah dijelaskan di bagian tulisan sebelumnya bahwa strategi desentralisasi di Indonesia adalah butir berdasarkan adopsi ideologi neo-liberalisme di dunia, terutama di negara-negara Amerika Latin, Afrika, Eropa Timur, serta Asia. Institusi internasional yg gencar mensosialisasikan desentralisasi merupakan World Bank dengan janji desentralisasi akan merangsang ekonomi serta demokrasi.

Di Indonesia, ideologi neo-liberal bertemu menggunakan gerakan reformasi pasca kejatuhan Orde Baru, membuat bentuk desentralisasi mirip tahun 1950an. Bedanya, titik berat desentralisasi kali ini berada pada tingkat kabupaten/kotamadya bukan di provinsi. Dapat dibayangkan bahwa pergeseran titik berat desentralisasi berdasarkan provinsi ke kabupaten/kota membawa efek dalam proses fragmentasi politis. Dampak kurang menyenangkan ini sering dipercaya menjadi konsekuensi berdasarkan taktik devide et impera atau divide and rule pemerintah sentra terhadap daerah menggunakan maksud: membangun fragmentasi administratif dan mempertahankan kontrol fiskal pada sentra.

Di titik ini, tampaknya pemerintah mengalami amnesia, lupa dalam sejarah, lantaran demikian hebatnya goncangan perkawinan antara ideologi neo-liberal menggunakan gerakan reformasi, sehingga duduk perkara-masalah tidak khas desentralisasi di masa kemudian muncul kembali dan dipercaya sebagai suatu yang unik di masa kini . Perpindahan secara cepat pola administrasi pemerintahan tersentralistis menjadi desentralisasi mengabaikan aneka dilema pada daerah, termasuk asa bertenaga buat menyeragamkan anggaran desentralisasi dimana wilayah-daerah memang sejatinya tidaklah seragam.

Di periode reformasi administrasi negara, permasalahan usang kerap muncul pada dalam aplikasi desentralisasi, terutama menguatnya tarik menarik antara wewenang sentra serta daerah. Penetapan titik berat desentralisasi dalam daerah yg dulunya bernama tingkat II atau sekarang diklaim hanya menjadi kabupaten/kota saja menyisakan beberapa kegundahan akan ketepatan pengambilan kebijakan desentralisasi pasca kejatuhan Orde Baru.

Memang ironis, bahwa upaya buat menciptakan administrasi negara yang terbaru yg misalnya diinginkan sang Max Weber, terbangun menurut kelas birokrasi rasional, bertumpu dalam aspek profesionalitas dan prestasi sebagai public servant, ternyata masih sulit buat dibangun. Sepanjang era reformasi, birokrasi terutama di wilayah malah kian terperangkap sebagai alat politik partisan. Apalagi sumber rekrutmen kepemimpinan birokrasi wilayah mulai Gubernur/Wakil Gubernur, Walikota/Wakil Walikota, hingga Bupati/Wakil Bupati, nir terlepas menurut jaringan dukungan parpol.

Pada awalnya, Departemen Dalam Negeri menggunakan UU Nomor 22/1999 merancang devolusi kekuasaan agar pemerintah lebih dekat dengan rakyat serta memperbesar taraf transparansi. Hal ini serupa dengan UU Nomor 1/1957, dimana waktu itu pemerintah berpikiran bahwa para gubernur, bupati serta walikota nir lagi ditunjuk sentra, akan tetapi dipilih oleh parlemen wilayah. Bahkan rencananya, pemerintah daerah selanjutnya akan dipilih pribadi sang masyarakat. UU Nomor 1/1957 memperbolehkan adanya partai politik pada daerah, membuka kesempatan para pemain politik lokal buat masuk ke pada pemerintahan. Sedangkan UU Nomor 22/1999 nir menyinggung masalah partai politik daerah.

Sedikit demi sedikit UU Nomor 22/1999 memunculkan masalah antara lain adalah besarnya kesempatan terjadinya money politics, karena kepala daerah yg otonom akan leluasa memakai kekuasaannya buat korupsi serta DPRD sebagal lembaga perwakilan daerah memiliki kekuasaan mengganti kepala wilayah berdasarkan seleranya. Kedua kewenangan elit lokal ini menjadi pangkal penyakit desentralisasi pada tahun 1999.

Oleh karenanya juga, pemerintahan Presiden Megawati memandang bahwa desentralisasi dalam keadaan yang membahayakan sehingga UU Nomor 22/1999 wajib dirubah (diganti) menggunakan UU baru yg selanjutnya menjadi UU Nomor 32/2004. Malley (2004) mengungkapkan bahwa pemerintahan Megawati “nir hanya sekedar mengamanemen tapi membarui sama sekali” perundangan mengenai desentralisasi, menggunakan melakukan: pelucutan terhadap kekuasaan bupati yang dapat diberhentikan oleh pusat jika terbukti korupsi atau membahayakan keamanan serta DPRD sehingga tidak bisa membarui bupati/walikota sesuka hatinya.”

Titik berat desentralisasi pada daerah kabupaten/kota menyisakan duduk perkara diantaranya yaitu:
  • munculnya ketegangan horizontal wilayah kaya versus miskin lantaran masing-masing daerah mementingkan daerahnya sendiri serta bahkan bersaing satu sama lain dalam mengumpulkan PAD misalnya; 
  • perbedaan tajam antara kompetensi SDM pusat versus wilayah; 
  • banyaknya birokrat wilayah yg pasif menunggu instruksi atasan ketimbang berinisiatif menjalankan pekerjaannya; 
  • DPRD sebagai sangat lamban pada bekerja, terlebih lagi mereka memprioritaskan gaji sendiri buat kepentingan pengembalian dana ke kas partai dan jua memperbesar anggaran perjalanan dinas; 
  • Pemerintah daerah sebagai mesin pembelanjaan (Ray serta Good Paster, 2005); 
  • Beban keuangan daerah menurut pajak ekstra nir memperhatikan lingkungan; 
  • Tidak adanya koordinasi pada tingkat supra-regional, garis batas tanggung jawab antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota sangat kabur; 
  • Merebaknya politik bukti diri yang ditandai menggunakan menguatnya egoisme sektoral lantaran pembangunan bertumpu dalam asas dekonsentrasi serta bersifat sektoral. 
  • Peranan polisi sebaga penjaga keamanan serta ketertiban dan tentara sebagai penjaga persatuan serta kesatuan pada wilayah terabaikan. 
Desentralisasi ternyata nir membuat birokrasi pemerintahan kabupaten/kota belajar, terbukti berdasarkan banyaknya bupati/walikota yang tidak mempunyai kemampuan teknis menyusun Propeda (Program Pembangunan Daerah). Banyak diantara mereka wajib mengontrak konsultan, yang dalam akhirnya membengkakkan porto pengeluaran, buat merancang visi, misi, dan taktik wilayah sinkron menggunakan potensi, sumberdaya, dan kasus daerah. Terlebih lagi kuallitas SDM di daerah masih rendah sehingga nir sanggup mendongkrak penguatan kelembagaan daerah.

Kedua UU berbicara tentang desentralisasi yang menitikberatkan dalam wilayah kabupaten/kota menggunakan pertimbangan:
  • mendekatkan pelayanan publik pemerintah pada rakyatnya; 
  • cakupan wilayah provinsi terlalu luas dan kelembagaannya terlalu besar dalam mendorong roda ekonomi menuju pasar bebas; 
  • demokrasi bisa tumbuh lebih baik jika pemerintahannya berskala mini ; 
  • partisipasi warga sipil pada pembangunan dapat lebih aktif lantaran dekat menggunakan pemerintah serta pengusaha (good governance); 
  • daerah kabupaten/kota umumnya, walau nir semuanya, mempunyai sentra-sentra kekuatan ekonomi yang telah dikelola menggunakan baik, misalnya halnya asal daya alam, kebudayaan, serta lainnya; 
  • kesejahteraan rakyat dapat lebih diperhatikan oleh pemerintah; 
  • penciptaan lapangan pekerjaan pada wilayah terutama pada bidang administrasi pemerintahan dapat menyerap angkatan kerja berasal dari putra wilayah. 
Sebaliknya apabila titik berat desentralisasi diberikan kepada provinsi, terdapat beberapa pertimbangan pemerintah sentra bahwa:
  • desentralisasi dalam daerah berskala luas akan menjauhkan kontrol sentra terhadap daerah; 
  • pusat akan kesulitan mengintervensi kebijakan provinsi yang telah demikian otonomnya sehingga memungkinkan mempertajam impian berpisah berdasarkan NKRI; 
  • pertimbangan politis bahwa provinsi akan mengalami hambatan mendistribusikan kewenangan dan kesejahteraan secara adil terhadap kabupaten/kota di bawahnya lantaran demikian luasnya cakupan kewenangan yg dimilikinya; 
  • adanya kekhawatiran tidak meratanya distribusi sumber daya manusia yg dapat mengelola wilayah karena terpusat pada provinsi; 
  • masyarakat akan dirugikan karena pemerintah provinsi akan fokus pada membagi-bagi wewenang ketimbang memperhatikan aspirasi masyarakat serta pertumbuhan demokrasi pada tiap bagian penyusun provinsi. 
Secara garis besar , reformasi administrasi negara di dalam desentralisasi pemerintahan, ternyata belum membawa impak positif bagi warga , memperpendek rantai wewenang antara sentra dan daerah. Kontribusi desentralisasi dalam mensejahterakan warga jua nir kunjung terealisasi.

Memang penitikberatan desentralisasi dalam kabupaten/kota masih belum mengembirakan. Banyak sekali masalah yang harus dibenahi beserta-sama antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sendiri. Desentralisasi agaknya masih mengecewakan, karena tidak serta merta mengakibatkan demokratisasi, good governance, dan penguatan warga sipil di tingkat daerah. 

Namun demikian, desentralisasi bukanlah proses irreversible, ingat proses yg tidak dapat dikembalikan, bukan pergeseran wewenang antara pusat dan wilayah. Sehingga, supaya desentralisasi sukses, hal yang perlu dilakukan adalah menata balik kelembagaan desentralisasi bersama wewenang menggunakan memperhatikan aspirasi rakyat bukan semata-mata kepentingan pemerintah saja.