PENGERTIAN VALUTA ASING DAN PASAR VALUTA ASING

Pengertian Valuta Asing serta Pasar Valuta Asing
Valuta Asing adalah mata uang yang bukan adalah alat pembayaran sah primer di suatu negara. Contoh Dollar Alaihi Salam di China, walaupun dapat menjadi alat transaksi, tetapi tidak dapat diterima di semua loka transaksi serta harus ditukarkan terlebih dahulu menggunakan uang absah di China pada pasar valuta asing.

“Valuta asing, dalam referensi keuangan international dianggap juga foreign exchange atau foreign currency adalah mata uang asing atau indera pembayaran lainnya yg dipakai dalam transaksi ekonomi internasional menurut kurs resmi yg ditetapkan oleh bank sentral. (Khalwaty, Tajul 2000:172)”

Dalam keadaan tanpa adanya intervensi, besarnya nilai tukar mata uang suatu negara terhadap mata uang lainnya umumnya ditentukan sang keadaan perekonomian suatu negara. Foreign exchange market ini tidak permanen, melainkan selalu berubah mengikuti penawaran dan permintaan.

“Pasar valas dapat diartikan sebagai suatu loka atau wadah atau sistem dimana perorangan, perusahaan serta bank bisa melakukan transaksi keuangan internasional dengan jalan melakukan pembelian atau permintaan dan penjualan serta penawaran”. (Hady, Hamdy 2001:23)”

Sementara Levi, Maurice (2006) dalam bukunya “International Finance” mengungkapkan bahwa peran valas yg terwujud dalam pertukaran mata uang bisa bervariasi pada pasar valas internasional. Sebagai konsekuensinya maka dibutuhkan nilai tukar yg rasional antara mata uang yg diperdagangkan. Nilai uang yg terbentuk akan dipengaruhi sang poly faktor misalnya faktor teknikal, fundamental, psikologis, serta lain-lain yang terakomodasi pada periode tertentu. Ketiga faktor tersebut berimplikasai pada suatu kondisi nilai tukar yang cenderung fluktuatif serta penuh ketidakpastian pada suatu perekonomian internasional.

Kurs
Kurs merupakan jumlah satuan atau unit dari mata uang tertentu yang diharapkan buat memperoleh atau membeli satu unit atau satuan jenis mata uang lainnya. Menurut Samuelson definisi kurs merupakan: the price of one unit foreign is currency in term of domestic currency is determined, and the price is called the foreign exchange rates.[4] Sedangkan berdasarkan Sawaldjo Puspopranoto, definisi kurs adalah harga dimana mata uang suatu negara dipertukarkan dengan mata uang negara lain dianggap nilai tukar (kurs).

Dari definisi-definisi tadi pada atas dapatlah disimpulkan secara singkat bahwa kurs adalah nilai suatu mata uang dibandingkan degan mata uang lainnya. Misalnya nilai mata uang RMB terhadap Dolar Alaihi Salam. Pemerintah umumnya memiliki kecenderungan buat merogoh peran pada penentuan kurs agar hingga dalam taraf yg aman bagi global usaha. Kurs, khususnya nilainya terhadap Dolar Alaihi Salam, sangat berkaitan erat serta mempengaruhi arus barang serta jasa serta kapital dari dalam serta keluar negara bersangkutan. 

Jenis Kurs
Terdapat beberapa jenis kurs atau nilai tukar, yaitu: 
1. Kurs Beli (bid price) adalah besar satuan mata uang negara lain yg harus diserahkan buat membeli tiap unit uang asing pada Bank atau money changer.
2. Kurs Jual (selling price) merupakan besaran satuan mata uang negara lain yang akan diterima berdasarkan bank atau money changer bila kita membeli mata uang asing.
3. Kurs Spot adalah nilai valuta asing yang dipakai untuk transaksi spot di pasar valuta asing.
4. Kurs Forward, merupakan nilai tukar yang berlaku serta digunakan buat transaksi forwad pada pasar valas.
5. Kurs Silang adalah nilai antara 2 valas yg diperoleh berdasarkan nilai tukar masing-masing valuta terhadap valuta lain.
6. Kurs Opsi merupakan kurs yang ditetapkan dimuka sinkron menggunakan pendapat Shapiro yaitu, “Call option give the customer the right to purchase, but option give the right to sell the contracted currencies at the expected date”

Penentuan Nilai Tukar atau Kurs
Terdapat 3 jenis sistem nilai tukar, yakni kurs tetap (fixed exchange rate), kurs mengambang terkendali (managed floating exchange rate), serta kurs mengambang bebas (free floating rate). Kurs tetap merupakan sistem dimana hegemoni nilai mata uang berlaku, dimana pemerintah atau bank sentral tetapkan suatu nilai tetap mata uangnya terhadap nilai mata uang negara lain, tanpa memperhitungkan aktifitas penawaran serta permintaan pada pasar uang. Dalam kurs mengambang terkendali, hal yang sama yakni hegemoni nilai mata uang jua terjadi tetapi dalam skali yang lebih mini , dimana nilai mata uang nir sepenuhnya mengikuti nilai riil dalam pasar bebas melainkan tetap mendapatkan perlakuan kontrol berdasarkan pemerintah dan bank sentral. Sebaliknya, dalam kurs mengambang bebas, nilai tukar mata uang sepenuhnya ditentukan dari jumlah penawaran dan permintaan mata uang pada pasar bebas buat mencapai syarat equilibrium sinkron dengan syarat eksternal dan internal menggunakan tidak melibatkan campur tangan pemerintah. 

Pasar valas adalah sebuah contoh baik menurut pasar yg sangat kompetitif. Di pasar ini ada poly pembeli serta penjual menurut suatu produk yang homogen. Setiap pembeli dan penjual nisbi kecil dibanding seluruh pasar, sehingga nir terdapat seorang pembeli atau penjual pun yang dapat menghipnotis nilai tukar secara berarti. Pada sistem nilai tukar ‘mengambang bebas’, pemerintah nir melakukan intervensi pada pasar valas dan membiarkan nilai tukar dikendalikan sepenuhnya oleh kekuatan-kekuatan pada pasar bebas. Di lain pihak, dalam sistem nilai tukar ‘mengambang terkendali’, pemerintah kadang kala melakukan intervensi menjadi upaya untuk mencegah konvoi nilai tukar yg ditinjau ekstrim atau bertentangan dengan kepentingan nasional.

Hasil yang diperoleh menurut hegemoni nilai mata uang biasanya sangat terbatas, yaitu hanya menahan nilai kurs buat ad interim saat dan tak mampu menolong kurs itu sendiri berdasarkan keterpurukan. Tetapi perlu disadari, bahwa dewasa ini walaupun pemerintah ikut melakukan intervensi, volume berdasarkan kegiatan tadi relatif kecil sekali terhadap jumlah total aktivitas pihak swasta di pasar valas. Hal ini pula adalah kenyataan global.

Di dalam rumusan pendekatan Salvatore yg diterjemahkan oleh Drs. Haris Munandar, terdapat 2 pendekatan yg dapat dipakai pada penentuan nilai tukar mata uang asing yaitu:
  • Pendekatan tradisional, yakni pendekatan berdasarkan pada arus perdagangan dan paritas daya beli (PPP) yang kedudukannya sangat penting buat menyebutkan konvoi kurs jangka panjang. 
  • Pendekatan keuangan, yakni pendekatan yg memusatkan perhatiannya dalam pasar modal serta arus permodalan internasional dan berusaha mengungkapkan gejolak kurs jangka pendek yang kecenderungannya mengalami lonjakan-lonjakan tak terduga.
Ketidakseimbangan Global (Global Imbalances)
Ketidakseimbangan perdagangan yg akbar dan terus berlanjut dari berbagai negara dalam perekonomian global sudah menyebabkan kekhawatiran di antara pengambil kebijakan dan kritikus ekonomi politik internasional. Hal ini memancing tekanan global yg mengarah pada hasrat buat "penyeimbangan kembali" pada mana negara-negara menggunakan defisit perdagangan monoton, misalnya Amerika Serikat, akan mengurangi impor higienis, sementara negara-negara menggunakan surplus perdagangan monoton, seperti China, akan mengurangi ekspor bersih. Isu primer yang menjadi kajian dalam konsep ini mencakup ketidakseimbangan perdagangan yg dapat membahayakan kesejahteraan global serta karena itu sebagai indikasi bahwa kebijakan yg tepat dibutuhkan buat memperbaikinya.

Konsep tentang ketidakseimbangan global bukanlah merupakan suatu konsep yang baru serta merupakan kenyataan yg telah ada dari tahun 1970-an. Konsep ini lalu marak digunakan balik saat terjadi krisis finansial dunia tahun pada tahun 2008. Ketidakseimbangan global umumnya dipahami menjadi akbar defisit transaksi berjalan dan surplus yg mencerminkan perdagangan dan arus keuangan dalam skala dunia, pada hal ini yakni antara Amerika Serikat (pula negara-negara importir akbar sepeti Uni Eropa dan negara tetangga pada Asia Timur) dan China.

Pemahaman pada atas, namun demikian, nir mencerminkan bagian krusial berdasarkan ketidakseimbangan global serta menggunakan demikian risiko sistemik dan defleksi berdasarkan keseimbangan, yaitu hegemoni kebijakan tadi termasuk kegagalan kebijakan ke dalam perdagangan global serta mekanisme keuangan. Definisi yg lebih sempurna menyebutkan ketidakseimbangan global sebagai "posisi eksternal ekonomi yang secara sistemik penting serta mencerminkan penyimpangan atau mengandung resiko bagi perekonomian dunia". Kondisi ketidakseimbangan global berdasarkan atas perdagangan (current account) dan keuangan (neraca berjalan serta posisi keuangan), serta kekhawatiran yg dipahami lebih menurut sekedar cermin menurut satu sama lain (perdagangan dan globalisasi keuangan keduanya diperhitungkan pada sini).

Dari perspektif perdagangan, ketidakseimbangan perdagangan nir berarti menjadi pertanda akan adanya suatu disequilibrium. Sebaliknya, hal ini dapat menjadi suatu tanda yg menampakan bahwa memang terjadi perdagangan dalam kurun waktu dan tempat tertentu. Hal ini diilustrasikan pada Kurva yg menampakan teori perdagangan mengenai kemungkinan jumlah produksi yang tidak sama pada 2 negara, A dan B, beserta-sama menggunakan kurva indiferen memperlihatkan kesejahteraan yang mereka bisa capai baik dalam autarki serta dengan perdagangan bebas. Namun demikian, kurva ini nir menampilkan jumlah berdasarkan 2 barang yg tidak selaras pada titik ketika yang sama, melainkan menunjukkan barang yang sama tetapi pada ketika yang tidak selaras. Yakni, bahwa Negara A relatif lebih baik dalam, serta demikian memiliki laba komparatif dalam, memproduksi barang pada masa kini , sedangkan kemungkinan produksi barang Negara B cenderung lebih baik hanya pada masa yg akan datang.

Dari kurva disparitas keduanya direfleksikan pada harga relatif yang lebih rendah pada masa sekarang dibandingkan dengan pada masa depan dalam Negara A dan menggunakan di Negara B. Hal ini pula dapat dikorespondensikan dengan suku bunga riil yg lebih rendah di Negara A dibandingkan dengan di Negara B. Dalam perdagangan bebas, ditunjukkan oleh garis harga melengkung yg serupa yg berarti taraf suku bunga bernilai sama, Negara A mengekspansi produksi pada masa sekarang, mengekspor kelebihan produk ke Negara B, sedangkan Negara B melakukan hal sebaliknya. Di masa sekarang, berlaku bahwa Negara A memproduksi barang lebih menurut jumlah yang dikonsumsinya serta dengan demikian mengalami surplus perdangan, sedangkan Negara B mengalami defisit.

Kurva  Perdagangan Bebas Temporal dengan Preferensi Identik

Sumber: Global Imbalances and Their Impact on Global Economic Governance (case of IMF). Diakses dari //stockholm.sgir.eu/uploads/HnpersenC3%A1t_stockholm_final.pdf

Tentu saja setiap negara memperoleh dan mengeksploitasi laba komparatif inter temporal berdasarkan situasi ini. Keduanya bahkan akan bisa mencapai kurva indiferens yg lebih tinggi, mewakili kesejahteraan yang lebih tinggi. Tidak akan terjadi kasus apabila ekonomi internasional mengikuti keadaan ini.

Namun jika diperhatikan lebih dekat berdasarkan apa yg membedakan kedua negara, Negara A memiliki keuntungan komparatif pada produksi masa sekarang, sedangkan Negara B memiliki laba komparatif buat produksi masa depan. Perbedaan dua kemungkinan kurva produksi ini berarti bahwa rasio hasil riil di masa depan, dibandingkan menggunakan masa kini , lebih akbar pada Negara B dibandingkan dengan pada Negara A, atau menggunakan istilah lain hasil riil bertumbuh menggunakan lebih cepat, dari saat ke ketika, pada Negara B. Hal ini menyebutkan mengapa konsumen pada Negara B mengalami defisit harus melakukan perubahan jumlah konsumsi berdasarkan ketika ke waktu.

Namun apabila ingin mencocokkan skenario teori ini menggunakan fenomena yang sedang terjadi, terdapat suatu masalah. Negara yang mengalami surplus perdagangan yg sangat besar secara mengejutkan adalah negara berkembang China, bukan Amerika Serikat yg mengalami pelambatan pertumbuhan ekonomi. Sehingga bila dicocokkan antara Negara A serta Negara B menggunakan situasi nyata, Amerika Serikat identik dengan Negara A, sedangkan China identik menggunakan Negara B. Teori akan berbicara bahwa AS seharusnya mengalami suplus sedangkan China seharusnya sedang mengalami defisit perdagangan.

Bagaimana kita menjelaskan, dalam konteks model ini, karena kenyataannya merupakan bahwa secara khusus pada kasus China-Amerika Serikat, keduanya justru mengalami hal kebalikannya? Salah satu kemungkinannya artinya menggunakan membiarkan ke 2 negara ini mempunyai preferensi yang tidak sinkron. Diandaikan bila Negara A memili preferensi lebih besar terhadap konsumsi pada masa sekarang dibandingkan dengan kemampuan buat menghasilkan pada masa sekarang, sedangkan Negara B memiliki preferensi ekstrim yang serupa mengenai tingkat konsumsi di masa yang akan datang. Kurva menaruh gambaran terkait pada kondisi equilibrum pada perdagangan bebas. 

Kurva Perdagangan Bebas Temporal menggunakan Preferensi Non-identik

Sumber: Global Imbalances and Their Impact on Global Economic Governance (case of IMF). Diakses dari //stockholm.sgir.eu/uploads/HnpersenC3%A1t_stockholm_final.pdf

Kurva di atas adalah kurva yg mengilustrasikan perdagangan temporal dengan preferensi non-identik, dimana Negara A mempunyai preferensi atas konsumsi masa sekarang sedangkan Negara B memilih konsumsi masa depan. Kurva ini menampakan bahwa kedua negara memperoleh laba dari perdangan intertemporal, yg dimotivasi oleh perbedaan pada preferensi ketimbang disparitas pada kapasitas produksi.

Apakah Kurva telah mampu mendeskripsikan apa yang terjadi pada kenyataan nyata? Tampaknya demikian, memang benar bahwa banyak dari penduduk pada Alaihi Salam, bertindak seolah-olah cenderung memiliki preferensi konsumsi untuk masa kini dibanding menggunakan buat masa yang akan tiba, serta taraf simpanan (savings) di China dan negara berkembang lainnya memperlihatkan preferensi yg berlawanan. Namun demikian, hal ini belum bisa merefleksikan keseluruhan kenyataan yg terjadi.

Jika gambar dalam Kurva adalah refleksi utuh, maka dibutuhkan nilai suku bunga riil pada Alaihi Salam lebih tinggi dibandingkan dengan di China, kecuali bahwa perdagangan serta / atau arus kapital memiliki tingkat bunga yg saling menyamakan kedudukan secara internasional. Hal demikian tidak terjadi. Dan dalam hal apapun, mengandalkan penjelasan mengenai konduite yang bertumpu terlalu banyak perbedaan pada preferensi memiliki tingkat realibilitas yg rendah.


Teori keseimbangan dunia menyediakan cara lain melalui kebijakan yang bisa mengintervensi perdagangan inter-temporal bebas dalam Kurva di atas yg bisa memengaruhi output akhir. Dalam teori perdagangan, biasanya dipertimbangkan kendala perdagangan seperti tarif, tetapi ini tidak akan membantu dalam perkara ini. Hambatan perdagangan hanya akan mendorong ketidakseimbangan perdagangan sebagai nol, bukan membalikkan mereka. Apa yang diharapkan merupakan kebijakan yang merangsang secara artifisial perdagangan melebihi keunggulan komparatif. Secara sederhana, diumpamakan bahwa suatu negara menerapkan kebijakan subsidi, atau mendukung kebijakan serupa buat ekspor barang yg merupakan bagian berdasarkan kerugian komparatif (atau impor dari negara lain).

Secara khusus, teori ini berasumsi bahwa Negara A mensubsidi ekspor barang buat masa yang akan tiba sedangkan Negara B mensubsidi ekspor barang di masa sekarang. Hasil dari sepasang kebijakan ini ditunjukkan pada Kurva dimana perdagangan ditunjukkan melalui garis putus-putus indikator harga. Karena subsidi ekspor buat barang di masa datang sang Negara A, harga relatifnya lebih mahal di pada pasar domestik, baik bagi produser maupun konsumen, dibanding dengan harga dalam pasar global. Hal sebaliknya berlaku bagi Negara B. Dan pada ke 2 negara, aturan konsumen menggunakan harga dalam negeri berkurang pada bawah nilai produksi sang kebutuhan buat memungut pajak menggunakan tujuan membiayai subsidi.

Kurva Perdagangan Bebas Temporal menggunakan Distorsi Kebijakan Subsidi

Sumber: Global Imbalances and Their Impact on Global Economic Governance (case of IMF). Diakses dari //stockholm.sgir.eu/uploads/HnpersenC3%A1t_stockholm_final.pdf

Hasil yang ditunjukkan pada Kurva mengilustrasikan kesejahteraan ke 2 negara menurun dibawah taraf autarki. Hal ini tidaklah selalu demikian, lantaran relatif mungkin bagi suatu negara buat memperoleh keuntungan bila subsidi yg diterapkan bernilai lebih kecil dibandingkan menggunakan lainnya. Tetapi rugi bersih dalam bulat perdagangan internasional secara keseluruhan, dibandingkan dengan autarki, merupakan perlu, lantaran dengan perdagangan bertentangan menggunakan keunggulan komparatif, perdagangan internasional mengalami inefisiensi.

Kurva menerangkan suatu kisah dramatis tentang seberapa buruknya dampak berdasarkan ketidakseimbangan yg muncul menurut kebijakan yang meningkatkan perdagangan inter-temporal yang nir sinkron dengan keuntungan komparatif. Fakta bahwa beberapa ekonomi global yang sedang bertumbuh pesat seperti China mengalami surplus perdagangan sedangkan ekonomi yg sedang melambat misalnya Alaihi Salam mengalami defisit memperlihatkan adanya kemungkinan bahwa asumsi teori ketidakseimbangan global sedang berlangsung. Meskipun semua konsepsi ini terlihat agak asing, hal ini hanyalah analog ekspor subsidi dengan tarif impor, yang jua bisa diidentikkan dengan kebijakan hegemoni nilai tukar mata uang yang serupa dengan subsidi perdagangan.

Dalam masalah pemerintah China, kebijakan subsidi pada bentuk intervensi nilai tukar mata uang ini terlihat sangat kentara. Dalam jangka ketika bertahun-tahun, pemerintah China telah mengakumulasikan aset luar negeri menjadi keliru satu produk sampingan dari hegemoni pasar pertukaran mata uang ini. Sebagai hasilnya, China bisa menyediakan pinjaman secara akbar-besaran pada banyak negara lain pada global. 

Hasil kebijakan ini sekitar serupa menggunakan output yg dapat diraih suatu negara melalui subsidi ekspor barang produksi masa kini . Di Amerika Serikat, tidak begitu nampak suatu kebijakan yang dapat diidentikkan menjadi bentuk subsidi ekspor barang buat masa yg akan datang juga buat impor barang pada masa kini . Tetapi demikian, keadaan kebijakan moneter dan fiskal terlihat cenderung mendukung konsumsi buat masa kini dibanding buat konsumsi pada masa depan, dan dengan demikian masih ada nilai simpanan yang rendah. 

Interpretasi menurut ketidakseimbangan global ini, berdasarkan perspektif teori perdagangan, menampakan adanya kesamaan yang bisa membahayakan stabilitas ekonomi global dan tingkat kesejahteraan secara luas. Hal ini tidak secara tepat sesuai dengan penggambaran dalam teori ketidakseimbangan dunia ini, namun nampaknya memiliki impak yang cukup serupa. Hal inilah yang pula akan dikaji lebih lanjut di pada bab-bab selanjutnya berdasarkan skripsi ini.

PENGERTIAN VALUTA ASING DAN PASAR VALUTA ASING

Pengertian Valuta Asing serta Pasar Valuta Asing
Valuta Asing merupakan mata uang yang bukan merupakan indera pembayaran absah primer di suatu negara. Contoh Dollar AS di China, walaupun bisa sebagai alat transaksi, tetapi tidak bisa diterima di semua tempat transaksi serta wajib ditukarkan terlebih dahulu dengan uang sah pada China di pasar valuta asing.

“Valuta asing, dalam referensi keuangan international diklaim jua foreign exchange atau foreign currency merupakan mata uang asing atau alat pembayaran lainnya yang dipakai dalam transaksi ekonomi internasional menurut kurs resmi yang ditetapkan oleh bank sentral. (Khalwaty, Tajul 2000:172)”

Dalam keadaan tanpa adanya hegemoni, besarnya nilai tukar mata uang suatu negara terhadap mata uang lainnya biasanya dipengaruhi sang keadaan perekonomian suatu negara. Foreign exchange market ini nir permanen, melainkan selalu berubah mengikuti penawaran dan permintaan.

“Pasar valas bisa diartikan sebagai suatu tempat atau wadah atau sistem dimana perorangan, perusahaan dan bank bisa melakukan transaksi keuangan internasional menggunakan jalan melakukan pembelian atau permintaan dan penjualan serta penawaran”. (Hady, Hamdy 2001:23)”

Sementara Levi, Maurice (2006) pada bukunya “International Finance” menjelaskan bahwa peran valas yang terwujud dalam pertukaran mata uang bisa bervariasi pada pasar valas internasional. Sebagai konsekuensinya maka dibutuhkan nilai tukar yg rasional antara mata uang yang diperdagangkan. Nilai uang yang terbentuk akan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti faktor teknikal, mendasar, psikologis, serta lain-lain yg terakomodasi pada periode tertentu. Ketiga faktor tadi berimplikasai pada suatu syarat nilai tukar yang cenderung fluktuatif dan penuh ketidakpastian dalam suatu perekonomian internasional.

Kurs
Kurs adalah jumlah satuan atau unit berdasarkan mata uang eksklusif yang diharapkan buat memperoleh atau membeli satu unit atau satuan jenis mata uang lainnya. Menurut Samuelson definisi kurs adalah: the price of one unit foreign is currency in term of domestic currency is determined, and the price is called the foreign exchange rates.[4] Sedangkan berdasarkan Sawaldjo Puspopranoto, definisi kurs adalah harga dimana mata uang suatu negara dipertukarkan menggunakan mata uang negara lain dianggap nilai tukar (kurs).

Dari definisi-definisi tadi pada atas dapatlah disimpulkan secara singkat bahwa kurs adalah nilai suatu mata uang dibandingkan degan mata uang lainnya. Misalnya nilai mata uang RMB terhadap Dolar AS. Pemerintah umumnya mempunyai kecenderungan buat merogoh kiprah pada penentuan kurs supaya sampai dalam tingkat yang aman bagi dunia bisnis. Kurs, khususnya nilainya terhadap Dolar AS, sangat berkaitan erat dan mempengaruhi arus barang serta jasa dan kapital dari dalam serta keluar negara bersangkutan. 

Jenis Kurs
Terdapat beberapa jenis kurs atau nilai tukar, yaitu: 
1. Kurs Beli (bid price) adalah besar satuan mata uang negara lain yg harus diserahkan buat membeli tiap unit uang asing pada Bank atau money changer.
2. Kurs Jual (selling price) merupakan besaran satuan mata uang negara lain yg akan diterima dari bank atau money changer bila kita membeli mata uang asing.
3. Kurs Spot adalah nilai valuta asing yang digunakan buat transaksi spot di pasar valuta asing.
4. Kurs Forward, merupakan nilai tukar yang berlaku dan digunakan buat transaksi forwad pada pasar valas.
5. Kurs Silang adalah nilai antara dua valas yg diperoleh dari nilai tukar masing-masing valuta terhadap valuta lain.
6. Kurs Opsi adalah kurs yg ditetapkan dimuka sinkron dengan pendapat Shapiro yaitu, “Call option give the customer the right to purchase, but option give the right to sell the contracted currencies at the expected date”

Penentuan Nilai Tukar atau Kurs
Terdapat tiga jenis sistem nilai tukar, yakni kurs tetap (fixed exchange rate), kurs mengambang terkendali (managed floating exchange rate), dan kurs mengambang bebas (free floating rate). Kurs permanen merupakan sistem dimana hegemoni nilai mata uang berlaku, dimana pemerintah atau bank sentral memutuskan suatu nilai tetap mata uangnya terhadap nilai mata uang negara lain, tanpa memperhitungkan aktifitas penawaran serta permintaan di pasar uang. Dalam kurs mengambang terkendali, hal yang sama yakni intervensi nilai mata uang pula terjadi namun pada skali yg lebih mini , dimana nilai mata uang nir sepenuhnya mengikuti nilai riil dalam pasar bebas melainkan permanen menerima perlakuan kontrol berdasarkan pemerintah serta bank sentral. Sebaliknya, dalam kurs mengambang bebas, nilai tukar mata uang sepenuhnya dipengaruhi dari jumlah penawaran serta permintaan mata uang dalam pasar bebas buat mencapai kondisi equilibrium sinkron menggunakan kondisi eksternal dan internal menggunakan tidak melibatkan campur tangan pemerintah. 

Pasar valas adalah sebuah model baik berdasarkan pasar yang sangat kompetitif. Di pasar ini terdapat poly pembeli dan penjual berdasarkan suatu produk yang sejenis. Setiap pembeli serta penjual nisbi mini dibanding seluruh pasar, sehingga tidak ada seorang pembeli atau penjual pun yang bisa menghipnotis nilai tukar secara berarti. Pada sistem nilai tukar ‘mengambang bebas’, pemerintah nir melakukan intervensi di pasar valas dan membiarkan nilai tukar dikendalikan sepenuhnya sang kekuatan-kekuatan pada pasar bebas. Di lain pihak, dalam sistem nilai tukar ‘mengambang terkendali’, pemerintah kadang kala melakukan hegemoni menjadi upaya buat mencegah konvoi nilai tukar yg dilihat ekstrim atau bertentangan menggunakan kepentingan nasional.

Hasil yang diperoleh berdasarkan hegemoni nilai mata uang umumnya sangat terbatas, yaitu hanya menunda nilai kurs buat ad interim ketika serta tidak bisa menolong kurs itu sendiri berdasarkan keterpurukan. Tetapi perlu disadari, bahwa dewasa ini walaupun pemerintah ikut melakukan hegemoni, volume menurut kegiatan tersebut nisbi mini sekali terhadap jumlah total aktivitas pihak partikelir pada pasar valas. Hal ini juga merupakan fenomena dunia.

Di dalam rumusan pendekatan Salvatore yg diterjemahkan sang Drs. Haris Munandar, masih ada dua pendekatan yg dapat digunakan dalam penentuan nilai tukar mata uang asing yaitu:
  • Pendekatan tradisional, yakni pendekatan dari pada arus perdagangan dan paritas daya beli (PPP) yg kedudukannya sangat krusial buat menyebutkan konvoi kurs jangka panjang. 
  • Pendekatan keuangan, yakni pendekatan yang memusatkan perhatiannya pada pasar kapital serta arus permodalan internasional serta berusaha menjelaskan gejolak kurs jangka pendek yang kecenderungannya mengalami lonjakan-lonjakan tidak terduga.
Ketidakseimbangan Global (Global Imbalances)
Ketidakseimbangan perdagangan yg akbar dan terus berlanjut berdasarkan aneka macam negara dalam perekonomian global sudah menyebabkan kekhawatiran pada antara pengambil kebijakan serta kritikus ekonomi politik internasional. Hal ini memancing tekanan dunia yg mengarah dalam cita-cita buat "penyeimbangan balik " pada mana negara-negara dengan defisit perdagangan terus-menerus, misalnya Amerika Serikat, akan mengurangi impor higienis, ad interim negara-negara menggunakan surplus perdagangan terus-menerus, seperti China, akan mengurangi ekspor higienis. Isu utama yang menjadi kajian dalam konsep ini mencakup ketidakseimbangan perdagangan yg bisa membahayakan kesejahteraan dunia serta karenanya sebagai tanda bahwa kebijakan yg tepat diharapkan buat memperbaikinya.

Konsep tentang ketidakseimbangan global bukanlah adalah suatu konsep yg baru dan merupakan fenomena yang sudah ada sejak tahun 1970-an. Konsep ini kemudian marak digunakan pulang waktu terjadi krisis finansial dunia tahun di tahun 2008. Ketidakseimbangan dunia umumnya dipahami sebagai besar defisit transaksi berjalan dan surplus yg mencerminkan perdagangan serta arus keuangan pada skala global, pada hal ini yakni antara Amerika Serikat (juga negara-negara importir akbar sepeti Uni Eropa serta negara tetangga di Asia Timur) dan China.

Pemahaman pada atas, tetapi demikian, nir mencerminkan bagian krusial menurut ketidakseimbangan global serta dengan demikian risiko sistemik serta defleksi menurut keseimbangan, yaitu hegemoni kebijakan tadi termasuk kegagalan kebijakan ke dalam perdagangan global serta mekanisme keuangan. Definisi yang lebih sempurna menjelaskan ketidakseimbangan dunia sebagai "posisi eksternal ekonomi yang secara sistemik krusial dan mencerminkan distorsi atau mengandung resiko bagi perekonomian global". Kondisi ketidakseimbangan global berdasarkan atas perdagangan (current account) serta keuangan (neraca berjalan serta posisi keuangan), serta kekhawatiran yg dipahami lebih menurut sekedar cermin dari satu sama lain (perdagangan serta globalisasi keuangan keduanya diperhitungkan di sini).

Dari perspektif perdagangan, ketidakseimbangan perdagangan nir berarti sebagai pertanda akan adanya suatu disequilibrium. Sebaliknya, hal ini bisa sebagai suatu tanda yg memperlihatkan bahwa memang terjadi perdagangan dalam kurun waktu serta tempat eksklusif. Hal ini diilustrasikan dalam Kurva yg menerangkan teori perdagangan mengenai kemungkinan jumlah produksi yang tidak selaras di dua negara, A dan B, bersama-sama dengan kurva indiferen menunjukkan kesejahteraan yg mereka bisa capai baik pada autarki dan dengan perdagangan bebas. Namun demikian, kurva ini nir menampilkan jumlah berdasarkan dua barang yang berbeda dalam titik saat yg sama, melainkan memberitahuakn barang yg sama tetapi pada ketika yang berbeda. Yakni, bahwa Negara A relatif lebih baik pada, dan demikian memiliki laba komparatif dalam, menghasilkan barang pada masa kini , sedangkan kemungkinan produksi barang Negara B cenderung lebih baik hanya di masa yg akan tiba.

Dari kurva disparitas keduanya direfleksikan pada harga relatif yang lebih rendah pada masa sekarang dibandingkan menggunakan pada masa depan dalam Negara A dan dengan pada Negara B. Hal ini pula dapat dikorespondensikan dengan suku bunga riil yg lebih rendah pada Negara A dibandingkan menggunakan di Negara B. Dalam perdagangan bebas, ditunjukkan sang garis harga melengkung yg serupa yang berarti tingkat suku bunga bernilai sama, Negara A mengekspansi produksi pada masa sekarang, mengekspor kelebihan produk ke Negara B, sedangkan Negara B melakukan hal sebaliknya. Di masa kini , berlaku bahwa Negara A memproduksi barang lebih berdasarkan jumlah yg dikonsumsinya serta dengan demikian mengalami surplus perdangan, sedangkan Negara B mengalami defisit.

Kurva  Perdagangan Bebas Temporal dengan Preferensi Identik

Sumber: Global Imbalances and Their Impact on Global Economic Governance (case of IMF). Diakses berdasarkan //stockholm.sgir.eu/uploads/Hn%C3persenA1t_stockholm_final.pdf

Tentu saja setiap negara memperoleh serta mengeksploitasi keuntungan komparatif inter temporal dari situasi ini. Keduanya bahkan akan sanggup mencapai kurva indiferens yg lebih tinggi, mewakili kesejahteraan yg lebih tinggi. Tidak akan terjadi kasus jika ekonomi internasional mengikuti keadaan ini.

Namun bila diperhatikan lebih dekat berdasarkan apa yang membedakan ke 2 negara, Negara A mempunyai keuntungan komparatif dalam produksi masa sekarang, sedangkan Negara B mempunyai keuntungan komparatif buat produksi masa depan. Perbedaan dua kemungkinan kurva produksi ini berarti bahwa rasio hasil riil pada masa depan, dibandingkan menggunakan masa kini , lebih akbar di Negara B dibandingkan menggunakan pada Negara A, atau dengan istilah lain hasil riil bertumbuh dengan lebih cepat, menurut waktu ke ketika, pada Negara B. Hal ini menyebutkan mengapa konsumen pada Negara B mengalami defisit wajib melakukan perubahan jumlah konsumsi menurut saat ke ketika.

Namun jika ingin mencocokkan skenario teori ini dengan fenomena yang sedang terjadi, masih ada suatu masalah. Negara yg mengalami surplus perdagangan yang sangat akbar secara mengejutkan artinya negara berkembang China, bukan Amerika Serikat yg mengalami pelambatan pertumbuhan ekonomi. Sehingga bila dicocokkan antara Negara A dan Negara B dengan situasi nyata, Amerika Serikat identik menggunakan Negara A, sedangkan China identik dengan Negara B. Teori akan berbicara bahwa Alaihi Salam seharusnya mengalami suplus sedangkan China seharusnya sedang mengalami defisit perdagangan.

Bagaimana kita menjelaskan, pada konteks model ini, karena kenyataannya artinya bahwa secara khusus pada perkara China-Amerika Serikat, keduanya justru mengalami hal sebaliknya? Salah satu kemungkinannya artinya menggunakan membiarkan kedua negara ini memiliki preferensi yg tidak sama. Diandaikan bila Negara A memili preferensi lebih akbar terhadap konsumsi di masa sekarang dibandingkan dengan kemampuan buat memproduksi di masa kini , sedangkan Negara B memiliki preferensi ekstrim yang serupa tentang taraf konsumsi di masa yg akan tiba. Kurva menaruh ilustrasi terkait pada syarat equilibrum pada perdagangan bebas. 

Kurva Perdagangan Bebas Temporal dengan Preferensi Non-identik

Sumber: Global Imbalances and Their Impact on Global Economic Governance (case of IMF). Diakses berdasarkan //stockholm.sgir.eu/uploads/Hn%C3persenA1t_stockholm_final.pdf

Kurva di atas merupakan kurva yang mengilustrasikan perdagangan temporal dengan preferensi non-identik, dimana Negara A memiliki preferensi atas konsumsi masa sekarang sedangkan Negara B memilih konsumsi masa depan. Kurva ini menampakan bahwa kedua negara memperoleh laba menurut perdangan intertemporal, yang dimotivasi sang perbedaan pada preferensi ketimbang disparitas pada kapasitas produksi.

Apakah Kurva telah sanggup mendeskripsikan apa yang terjadi pada kenyataan nyata? Tampaknya demikian, memang sahih bahwa banyak dari penduduk di AS, bertindak seolah-olah cenderung memiliki preferensi konsumsi buat masa kini dibanding menggunakan buat masa yang akan datang, dan taraf simpanan (savings) pada China dan negara berkembang lainnya menampakan preferensi yg berlawanan. Namun demikian, hal ini belum dapat merefleksikan holistik fenomena yang terjadi.

Jika gambar pada Kurva adalah refleksi utuh, maka diharapkan nilai suku bunga riil pada AS lebih tinggi dibandingkan dengan pada China, kecuali bahwa perdagangan serta / atau arus modal mempunyai tingkat bunga yang saling menyamakan kedudukan secara internasional. Hal demikian tidak terjadi. Dan pada hal apapun, mengandalkan penjelasan mengenai perilaku yang bertumpu terlalu poly perbedaan pada preferensi memiliki taraf realibilitas yang rendah.


Teori ekuilibrium dunia menyediakan cara lain melalui kebijakan yang bisa mengintervensi perdagangan inter-temporal bebas pada Kurva pada atas yg bisa memengaruhi hasil akhir. Dalam teori perdagangan, umumnya dipertimbangkan kendala perdagangan seperti tarif, tetapi ini tidak akan membantu dalam kasus ini. Hambatan perdagangan hanya akan mendorong ketidakseimbangan perdagangan menjadi nol, bukan membalikkan mereka. Apa yang dibutuhkan adalah kebijakan yang merangsang secara artifisial perdagangan melebihi keunggulan komparatif. Secara sederhana, diumpamakan bahwa suatu negara menerapkan kebijakan subsidi, atau mendukung kebijakan serupa buat ekspor barang yg merupakan bagian dari kerugian komparatif (atau impor berdasarkan negara lain).

Secara spesifik, teori ini berasumsi bahwa Negara A mensubsidi ekspor barang untuk masa yang akan tiba sedangkan Negara B mensubsidi ekspor barang di masa sekarang. Hasil dari sepasang kebijakan ini ditunjukkan pada Kurva dimana perdagangan ditunjukkan melalui garis putus-putus indikator harga. Karena subsidi ekspor untuk barang di masa tiba oleh Negara A, harga relatifnya lebih mahal pada dalam pasar domestik, baik bagi produser maupun konsumen, dibanding menggunakan harga pada pasar global. Hal sebaliknya berlaku bagi Negara B. Dan di kedua negara, aturan konsumen menggunakan harga dalam negeri berkurang di bawah nilai produksi sang kebutuhan buat memungut pajak menggunakan tujuan membiayai subsidi.

Kurva Perdagangan Bebas Temporal dengan Distorsi Kebijakan Subsidi

Sumber: Global Imbalances and Their Impact on Global Economic Governance (case of IMF). Diakses berdasarkan //stockholm.sgir.eu/uploads/Hn%C3persenA1t_stockholm_final.pdf

Hasil yg ditunjukkan dalam Kurva mengilustrasikan kesejahteraan ke 2 negara menurun dibawah tingkat autarki. Hal ini tidaklah selalu demikian, lantaran relatif mungkin bagi suatu negara buat memperoleh laba jika subsidi yg diterapkan bernilai lebih kecil dibandingkan dengan lainnya. Tetapi rugi bersih dalam bundar perdagangan internasional secara holistik, dibandingkan dengan autarki, adalah perlu, lantaran dengan perdagangan bertentangan dengan keunggulan komparatif, perdagangan internasional mengalami inefisiensi.

Kurva memberitahuakn suatu kisah dramatis mengenai seberapa buruknya akibat menurut ketidakseimbangan yg timbul dari kebijakan yang mempertinggi perdagangan inter-temporal yg tidak sesuai dengan keuntungan komparatif. Fakta bahwa beberapa ekonomi global yg sedang bertumbuh pesat seperti China mengalami surplus perdagangan sedangkan ekonomi yg sedang melambat seperti Alaihi Salam mengalami defisit menunjukkan adanya kemungkinan bahwa asumsi teori ketidakseimbangan dunia sedang berlangsung. Meskipun seluruh konsepsi ini terlihat relatif asing, hal ini hanyalah analog ekspor subsidi dengan tarif impor, yang jua dapat diidentikkan menggunakan kebijakan intervensi nilai tukar mata uang yang serupa menggunakan subsidi perdagangan.

Dalam kasus pemerintah China, kebijakan subsidi dalam bentuk hegemoni nilai tukar mata uang ini terlihat sangat kentara. Dalam jangka waktu bertahun-tahun, pemerintah China sudah mengakumulasikan aset luar negeri menjadi salah satu produk sampingan dari hegemoni pasar pertukaran mata uang ini. Sebagai hasilnya, China bisa menyediakan pinjaman secara besar -besaran kepada banyak negara lain di dunia. 

Hasil kebijakan ini kurang lebih serupa dengan output yg dapat diraih suatu negara melalui subsidi ekspor barang produksi masa kini . Di Amerika Serikat, nir begitu nampak suatu kebijakan yg dapat diidentikkan sebagai bentuk subsidi ekspor barang untuk masa yg akan tiba juga buat impor barang pada masa kini . Tetapi demikian, keadaan kebijakan moneter serta fiskal terlihat cenderung mendukung konsumsi buat masa kini dibanding buat konsumsi di masa depan, serta dengan demikian terdapat nilai simpanan yg rendah. 

Interpretasi dari ketidakseimbangan dunia ini, menurut perspektif teori perdagangan, menerangkan adanya kecenderungan yg dapat membahayakan stabilitas ekonomi dunia serta taraf kesejahteraan secara luas. Hal ini tidak secara tepat sinkron menggunakan penggambaran pada teori ketidakseimbangan global ini, tetapi nampaknya mempunyai impak yang relatif serupa. Hal inilah yg pula akan dikaji lebih lanjut pada dalam bab-bab selanjutnya berdasarkan skripsi ini.

PENGERTIAN VALUTA ASING MENURUT PARA AHLI

Pengertian Valuta Asing Menurut Para Ahli
Pasar uang serta pasar kapital pada Indonesia sekarang sudah didenominasi oleh mata uang lokal (Rupiah) serta mata uang asing (valuta asing). Valuta Asing (valas) atau foreign exchange (forex) ataupun foreign currency itu sendiri memiliki beberapa definisi yg disajikan sang beberapa pakar, yaitu :
1. Menurut Hamdy Hadi (1997:15), valuta asing merupakan mata uang asing yg difungsikan menjadi indera pembayaran untuk membiayai transaksi ekonomi keuangan internasional dan juga memiliki catatan kurs resmi dalam bank sentral.
2. Menurut Eng, Lees serta Mauer (1998:84), A foreign currency is Any asset or financial claim denominated in a foreign currency.
3. Menurut Jose Rizal Joesoef (2008:4), valuta asing adalah mata uang asing atau alat pembayaran luar negeri
4. Menurut Beams, Anthony, Clement serta Lowensohn (2009:492), A foreign currency is a currency other than the entity’s functional currency.

Dari beberapa pengertian diatas, bisa disimpulkan bahwa valuta asing merupakan pertukaran mata uang suatu negara terhadap negara lainnya. Dengan adanya perbandingan nilai antara mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain yg menimbulkan suatu nilai, bisa diklaim foreign exchange rate (kurs valuta asing).

1. Bentuk Perdagangan Valuta Asing
Menurut Haris Wibisono (2005), pada dalam transaksi valuta asing masih ada beberapa bentuk transaksi yg tak jarang terjadi. Bentuk perdagangan atas foreign exchange terbagi menjadi 3 bentuk, yaitu:
a. Spot exchange, di mana transaksi terjadi dengan pelepasan pada value date, umumnya dua hari kerja sehabis transaksi terjadi. 
b. Foreign exchange, transaksi pengiriman mata uang dilakukan pada suatu tanggal eksklusif di masa yang akan datang, kurs dipengaruhi pada saat kontrak disetujui. Jatuh tempo kontrak forward umumnya satu, dua, tiga, atau enam bulan.
c. Swap, yang merupakan transaksi pembelian dan penjualan secara simultan (terus-menerus) pada tanggal jatuh tempo yang berbeda-beda.

2. Sistem Kurs Valuta Asing
Di setiap negara memiliki suatu sistem kurs valuta asing yang biasanya ditentukan sang kebijakan yang dianut sang pemerintah pada masing-masing negara. Menurut Floyd A. Beam, masih ada 3 system kurs yg bisa merefleksikan harga pasar yg berfluktuasi buat mata uang dari penawaran serta permintaan dan faktor lain pada dunia pasar mata uang yaitu free or floating, fixed, dan controlled. (Beams, Anthony, Clement dan Lowensohn, 2009:460-461). Dari pendapat tersebut menyatakan bahwa terdapat 3 sistem kurs valuta asing yg digunakan suatu negara, yaitu:
a. Sistem kurs bebas (floating), dalam sistem ini nir terdapat campur tangan pemerintah buat menstabilkan nilai kurs. Nilai tukar kurs dipengaruhi oleh permintaan serta penawaran terhadap valuta asing.
b. Sistem kurs tetap (fixed), pada sistem ini pemerintah atau bank sentral negara yang bersangkutan turut campur secara aktif dalam pasar valuta asing menggunakan membeli atau menjual valuta asing apabila nilainya menyimpang dari baku yang sudah ditentukan.
c. Sistem kurs terkontrol atau terkendali (controlled), pada sistem ini pemerintah atau bank sentral negara yang bersangkutan mempunyai kekuasaan eksklusif dalam memilih alokasi berdasarkan penggunaan valuta asing yang tersedia. Warga negara nir bebas buat campur tangan pada transaksi valuta asing. Capital inflows dan ekspor barang-barang mengakibatkan tersedianya valuta asing.

Selain itu, menurut Triyono (2008), terdapat lima jenis sitem kurs utama yang berlaku, yaitu:
a. Sistem kurs mengambang, kurs ditentukan sang mekanisme pasar dengan atau tanpa adanya campur tangan pemerintah pada upaya stabilisasi melalui kebijakan moneter apabila terdapat terdapat campur tangan pemerintah maka sistem ini termasuk mengambang terkendali (managed floating exchange rate).
b. Pada sistem kurs tertambat, suatu negara menambatkan nilai mata uangnya menggunakan sesuatu atau sekelompok mata uang negara lainnya yg adalah negara kawan dagang primer dari negara yang bersangkutan, ini berarti mata yg negara tersebut bergerak mengikuti mata uang menurut negara yang menjadi tambatannya.
c. Sistem kurs tertambat merangkat, di mana negara melakukan sedikit perubahan terhadap mata uangnya secara periodik dengan tujuan buat berkecimpung kearah suatu nilai eksklusif dalam rentang ketika tertentu. Keuntungan primer berdasarkan sistem ini merupakan negara dapat mengukur penyelesaian kursnya pada periode yang lebih usang bila pada banding dengan sistem kurs terambat.
d. Sistem sekeranjang mata uang, keuntungannya adalah sistem ini memberikan stabilisasi mata uang suatu negara karena konvoi mata uangnya disebar pada sekeranjang mata uang. Mata uang yg dimasukan pada keranjang umumnya dipengaruhi sang besarnya peranannya pada membiayai perdagangan negara eksklusif.
e. Sistem kurs tetap, dimana negara tetapkan serta mengumumkan suatu kurs eksklusif atas mata uangnya dan menjaga kurs menggunakan cara membeli atau menjual valas pada jumlah yang nir terbatas dalam kurs tersebut. Bagi negara yg sangat rentan terhadap gangguan eksternal, contohnya mempunyai ketergantungan tinggi terhadap sektor luar negeri maupun gangguan internal, misalnya sering mengalami gangguan alam, tetapkan kurs permanen merupakan suatu kebijakan yang beresiko tinggi.

3. Jenis Perubahan Nilai Kurs Valuta Asing
Dalam melakukan transaksi valuta asing, nilai kurs mengalami perubahan setiap saat. Perubahan nilai kurs valuta asing umumnya berupa:

a. Apresiasi atau depresiasi
Naik atau turunnya nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang asing yang sepenuhnya tergantung dalam kekuatan pasar (permintaan serta penawaran valuta asing) baik pada negeri maupun luar negeri.

b. Devaluasi atau revaluasi 
Naik atau turunnya nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang asing ditentukan oleh kebijakan pemerintah.

Dari definisi diatas, perubahan nilai kurs yang biasa terjadi sehari-hari (depresiasi) hampir sama menggunakan devaluasi, akan namun devaluasi merupakan penurunan nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang asing yang dinyatakan secara resmi oleh pemerintah, dilakukan secara mendadak, serta terdapat disparitas selisih kurs yang akbar antara sebelum serta setelah devaluasi. Hal ini berlaku pula buat apresiasi dan revaluasi.

Perubahan rate mata uang asing memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai (value) perusahaan khususnya pada perusahaan yg memiliki intensitas internasional. Pengaruh signifikan terjadi ketika perusahaan melakukan transaksi dengan mata uang asing, misalnya meminjam hutang menggunakan Dollar Amerika Serikat (USD). Ketika perusahaan akan membayar hutang dan bunga pinjaman, perusahaan wajib mentranslasi mata uang fungsional ke mata uang USD serta menyebabkan selisih kurs. Selisih kurs yang terjadi mampu sebagai laba (gains) atau kerugian (losses) bagi perusahaan. Gains or losses ini akan timbul dalam laporan keuntungan rugi komprehensif perusahaan yg akan menambah atau mengurangi keuntungan perusahaan. Perusahaan yg nir dapat mengantisipasi kerugian akibat berdasarkan nilai tukar mata uang asing bisa mengalami kebangkrutan. (Tan, Lee; 2009:320).

4. Transaksi Dalam Valuta Asing
Transaksi pada valuta asing tak jarang terjadi di Indonesia dimana masih ada mata uang asing yg digunakan disetiap insiden atau peristiwa ekonomi khususnya di pada perusahaan. Terdapat beberapa definisi tentang transaksi dalam valuta asing, yaitu:
1. Menurut SAK (1999:10.2), suatu transaksi dalam mata uang asing merupakan suatu transaksi yang didenominasi atau membutuhkan penyelesaian dalam suatu mata uang asing.
2. Menurut Frederick (2002:210), foreign currency transactions (transaksi mata uang asing) yaitu: Transactions whose terms are stated in a currency other than the entity’s functional currency.
3. Menurut Shim, Siegel, Dauber (2010:13.76), foreign currency transactions are those denominated in a currency other than the company’s functional currency.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut, maka transaksi dalam mata uang asing merupakan transaksi yg terjadi menggunakan memakai dua/lebih mata uang yang tidak selaras, serta memerlukan penyelesaian jua dalam mata uang yg berbeda pula. Standar Akuntansi Keuangan menggolongkan transaksi yang termasuk pada Transaksi Valuta Asing

PSAK 10 (2010:10.1) menyatakan transaksi dalam valuta asing bisa terjadi dengan dua cara, yaitu: kegiatan bisnis luar negeri (foreign operation) dan transaksi menggunakan memakai mata uang asing (foreign activities). Kegiatan bisnis luar negeri yaitu suatu anak perusahaan (subsidiary), perusahaan asosiasi (associates), usaha patungan (joint venture) atau cabang perusahaan pelapor, yang aktivitasnya dilaksanakan pada suatu negara pada luar negara perusahaan pelapor. Kegiatan bisnis tersebut dapat merupakan suatu bagian integral berdasarkan suatu perusahaan pelapor atau suatu entitas asing. Entitas asing (foreign entity) adalah suatu aktivitas bisnis luar negeri (foreign operation), yang aktivitasnya bukan merupakan suatu bagian integral dari perusahaan pelapor. 

PSAK 10 (2010:10.8-10.9) menyatakan bahwa suatu transaksi mata uang asing adalah:
suatu transaksi yg didenominasikan atau memerlukan penyelesaian dalam suatu mata uang asing, termasuk transaksi-transaksi yang muncul waktu suatu entitas:
a. Membeli atau menjual barang atau jasa yg harganya didenominasikan pada suatu mata uang asing.
b. Meminjam (hutang) atau meminjamkan (piutang) dana ketika jumlah yang adalah hutang atau tagihan didenominasi dalam suatu mata uang asing; atau
c. Memperoleh atau melepas aset atau mengadakan atau merampungkan liabilitas, yang didenominasikan pada mata uang.

5. Selisih Kurs Valuta Asing
Transaksi yang memakai valuta asing membutuhkan nilai tukar atau kurs menjadi dasar perhitungan konversi ke mata uang fungsional perusahaan. Terdapat beberapa definisi tentang nilai tukar tersebut, yaitu:
1. Menurut Eng, Lees dan Mauer (1998:99), foreign exchange rate is the price of foreign currency measured in domestic money.
2. Menurut jurnal Jusuf Kasrori (2003:2), kurs merupakan harga yg wajib dibayar dengan uang sendiri buat memperoleh satu unit uang asing.
3. Menurut Mankiw (2008:386), exchange rate is the rate at which a person can trade the currency of one country for the currency of another. 
4. Menurut Bambang Wijayanta dan Aristanti Vidyanigsih (2008:56), kurs valuta asing merupakan perbandingan nilai mata uang pada negeri terhadap mata uang asing.
5. Menurut Beams, Anthony, Clement dan Lowensohn (2009:459), an exchange rate is the ratio between a unit of one currency and the amount of another currency for which that unit can be exchanged at a particular time.
6. Menurut Brigham, Ehrhardt (2010:694), An exchange rate specifies the number of units of a given currency that can be purchased for one unit of another currency.

Dengan adanya pengertian tadi, maka bisa disimpulkan bahwa kurs valuta asing merupakan rasio nilai pertukaran 2 mata uang yaitu berdasarkan mata uang suatu negara terhadap negara lainnya.

Pengertian lain yang dijabarkan tentang selisih kurs dari Standar Akuntansi Keuangan dalam PSAK 10 (2010:10.4) adalah: 

“Selisih yang didapatkan dari pembagian terstruktur mengenai sejumlah eksklusif satu mata uang ke dalam mata uang lain pada kurs yg tidak selaras.”

6. Ekposur Nilai Tukar Mata Uang Asing
Sebuah perusahaan usaha dikatakan mempunyai eksposur nilai tukar asing bila perubahan kurs mata uang asing mempengaruhi aliran kas operasi atau item dalam laporan keuangannya. Eksposur nilai tukar asing tadi terbagi 2 jenis yaitu accounting serta operating (economic) exposures (Tan, Lee, 2009:323). Accounting exposure bersifat kuantitatif serta secara eksklusif berdampak pada laporan keuntungan rugi atau neraca. Operating exposures di sisi lain, nir mudah diukur serta mencerminkan efek menurut perubahan nilai tukar yang nyata dalam operasi perusahaan di pasar input, di mana perusahaan memperoleh bahan, serta pasar output, pada mana menjual produk jadi. Operating exposures merupakan konsep ekonomi yg mempengaruhi posisi kompetitif perusahaan dan akhirnya nilai perusahaan.dibanding konsep akuntansi, dan imbas menurut operating exposures nir dapat diestimasi secara tangguh. 

Accounting exposures adalah risiko perubahan nilai tukar sebagai akibat berdasarkan suatu perusahaan:
1. Masuk ke dalam transaksi mata uang asing yg membentuk hak dan kewajiban kontraktual, seperti piutang atau hutang pada mata uang asing.
2. Harus menerjemahkan laporan keuangan mata uang asing berdasarkan kegiatan usaha luar negeri (anak perusahaan asing, kantor cabang, bisnis patungan, dan perusahaan asosiasi) berdasarkan mata uang lokal ke mata uang pelaporan gerombolan buat tujuan menyusun laporan keuangan konsolidasi.

Accounting exposures dibagi sebagai dua jenis, yaitu transaction exposure serta translation exposure. Transaction exposure eksklusif timbul menjadi konsekuensi berdasarkan transaksi mata uang asing dari usaha perusahaan. Biasanya, transaksi ini terjadi pada satu lepas serta diselesaikan pada kemudian hari, misalnya, mata uang asing pada piutang serta hutang. Sebagai akibat menurut pergerakan nilai tukar asing antara ke 2 tanggal ini, sebuah keuntungan atau kerugian pertukaran (transaction gain or loss) ada dan akan dicatat pada pembukuan perusahaan. Transaction exposure menghipnotis arus kas perusahaan. Sebaliknya, keuntungan serta kerugian translasi (translation differences) tidak mempengaruhi arus kas. Translasi tadi muncul karena persyaratan buat menerjemahkan laporan keuangan yang disusun pada mata uang asing ke mata uang presentasi konsolidasi.

PENGERTIAN VALUTA ASING MENURUT PARA AHLI

Pengertian Valuta Asing Menurut Para Ahli
Pasar uang serta pasar kapital di Indonesia kini sudah didenominasi oleh mata uang lokal (Rupiah) dan mata uang asing (valuta asing). Valuta Asing (valas) atau foreign exchange (forex) ataupun foreign currency itu sendiri mempunyai beberapa definisi yang tersaji sang beberapa pakar, yaitu :
1. Menurut Hamdy Hadi (1997:15), valuta asing adalah mata uang asing yg difungsikan sebagai indera pembayaran untuk membiayai transaksi ekonomi keuangan internasional dan jua mempunyai catatan kurs resmi pada bank sentral.
2. Menurut Eng, Lees serta Mauer (1998:84), A foreign currency is Any asset or financial claim denominated in a foreign currency.
3. Menurut Jose Rizal Joesoef (2008:4), valuta asing merupakan mata uang asing atau indera pembayaran luar negeri
4. Menurut Beams, Anthony, Clement serta Lowensohn (2009:492), A foreign currency is a currency other than the entity’s functional currency.

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa valuta asing merupakan pertukaran mata uang suatu negara terhadap negara lainnya. Dengan adanya perbandingan nilai antara mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain yg menimbulkan suatu nilai, bisa disebut foreign exchange rate (kurs valuta asing).

1. Bentuk Perdagangan Valuta Asing
Menurut Haris Wibisono (2005), di dalam transaksi valuta asing terdapat beberapa bentuk transaksi yg tak jarang terjadi. Bentuk perdagangan atas foreign exchange terbagi menjadi tiga bentuk, yaitu:
a. Spot exchange, pada mana transaksi terjadi dengan divestasi dalam value date, umumnya dua hari kerja setelah transaksi terjadi. 
b. Foreign exchange, transaksi pengiriman mata uang dilakukan dalam suatu tanggal eksklusif pada masa yg akan tiba, kurs dipengaruhi dalam saat kontrak disetujui. Jatuh tempo kontrak forward umumnya satu, 2, 3, atau enam bulan.
c. Swap, yg merupakan transaksi pembelian serta penjualan secara simultan (monoton) pada tanggal jatuh tempo yg bhineka.

2. Sistem Kurs Valuta Asing
Di setiap negara memiliki suatu sistem kurs valuta asing yang umumnya dipengaruhi sang kebijakan yang dianut sang pemerintah di masing-masing negara. Menurut Floyd A. Beam, terdapat tiga system kurs yg dapat merefleksikan harga pasar yg berfluktuasi buat mata uang menurut penawaran serta permintaan dan faktor lain di global pasar mata uang yaitu free or floating, fixed, dan controlled. (Beams, Anthony, Clement dan Lowensohn, 2009:460-461). Dari pendapat tersebut menyatakan bahwa masih ada tiga sistem kurs valuta asing yg dipakai suatu negara, yaitu:
a. Sistem kurs bebas (floating), dalam sistem ini tidak ada campur tangan pemerintah buat menstabilkan nilai kurs. Nilai tukar kurs dipengaruhi sang permintaan serta penawaran terhadap valuta asing.
b. Sistem kurs tetap (fixed), pada sistem ini pemerintah atau bank sentral negara yg bersangkutan turut campur secara aktif pada pasar valuta asing menggunakan membeli atau menjual valuta asing bila nilainya menyimpang dari baku yg sudah dipengaruhi.
c. Sistem kurs terkontrol atau terkendali (controlled), dalam sistem ini pemerintah atau bank sentral negara yang bersangkutan memiliki kekuasaan tertentu pada memilih alokasi menurut penggunaan valuta asing yg tersedia. Warga negara tidak bebas buat campur tangan dalam transaksi valuta asing. Capital inflows dan ekspor barang-barang mengakibatkan tersedianya valuta asing.

Selain itu, menurut Triyono (2008), terdapat lima jenis sitem kurs primer yg berlaku, yaitu:
a. Sistem kurs mengambang, kurs ditentukan sang mekanisme pasar dengan atau tanpa adanya campur tangan pemerintah pada upaya stabilisasi melalui kebijakan moneter bila terdapat terdapat campur tangan pemerintah maka sistem ini termasuk mengambang terkendali (managed floating exchange rate).
b. Pada sistem kurs tertambat, suatu negara menambatkan nilai mata uangnya dengan sesuatu atau sekelompok mata uang negara lainnya yang merupakan negara mitra dagang primer dari negara yg bersangkutan, ini berarti mata yang negara tadi beranjak mengikuti mata uang berdasarkan negara yang sebagai tambatannya.
c. Sistem kurs tertambat merangkat, di mana negara melakukan sedikit perubahan terhadap mata uangnya secara periodik menggunakan tujuan untuk beranjak kearah suatu nilai eksklusif pada rentang waktu eksklusif. Keuntungan primer menurut sistem ini merupakan negara bisa mengukur penyelesaian kursnya pada periode yg lebih usang jika pada banding menggunakan sistem kurs terambat.
d. Sistem sekeranjang mata uang, keuntungannya adalah sistem ini menawarkan stabilisasi mata uang suatu negara lantaran konvoi mata uangnya disebar dalam sekeranjang mata uang. Mata uang yang dimasukan dalam keranjang umumnya dipengaruhi oleh besarnya peranannya pada membiayai perdagangan negara eksklusif.
e. Sistem kurs tetap, dimana negara tetapkan dan mengumumkan suatu kurs tertentu atas mata uangnya serta menjaga kurs dengan cara membeli atau menjual valas dalam jumlah yang nir terbatas pada kurs tersebut. Bagi negara yg sangat rentan terhadap gangguan eksternal, misalnya memiliki ketergantungan tinggi terhadap sektor luar negeri juga gangguan internal, seperti seringkali mengalami gangguan alam, memutuskan kurs permanen merupakan suatu kebijakan yang beresiko tinggi.

3. Jenis Perubahan Nilai Kurs Valuta Asing
Dalam melakukan transaksi valuta asing, nilai kurs mengalami perubahan setiap ketika. Perubahan nilai kurs valuta asing umumnya berupa:

a. Apresiasi atau depresiasi
Naik atau turunnya nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang asing yang sepenuhnya tergantung pada kekuatan pasar (permintaan dan penawaran valuta asing) baik pada negeri maupun luar negeri.

b. Devaluasi atau revaluasi 
Naik atau turunnya nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang asing dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah.

Dari definisi diatas, perubahan nilai kurs yang biasa terjadi sehari-hari (depresiasi) hampir sama menggunakan devaluasi, akan tetapi devaluasi merupakan penurunan nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang asing yg dinyatakan secara resmi oleh pemerintah, dilakukan secara mendadak, serta terdapat disparitas selisih kurs yg besar antara sebelum dan sehabis devaluasi. Hal ini berlaku pula buat apresiasi dan revaluasi.

Perubahan rate mata uang asing memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai (value) perusahaan khususnya pada perusahaan yg mempunyai intensitas internasional. Pengaruh signifikan terjadi waktu perusahaan melakukan transaksi dengan mata uang asing, misalnya meminjam hutang menggunakan Dollar Amerika Serikat (USD). Ketika perusahaan akan membayar hutang serta bunga pinjaman, perusahaan wajib mentranslasi mata uang fungsional ke mata uang USD dan mengakibatkan selisih kurs. Selisih kurs yg terjadi mampu menjadi keuntungan (gains) atau kerugian (losses) bagi perusahaan. Gains or losses ini akan muncul dalam laporan laba rugi komprehensif perusahaan yg akan menambah atau mengurangi keuntungan perusahaan. Perusahaan yang nir dapat mengantisipasi kerugian dampak dari nilai tukar mata uang asing dapat mengalami kebangkrutan. (Tan, Lee; 2009:320).

4. Transaksi Dalam Valuta Asing
Transaksi dalam valuta asing sering terjadi pada Indonesia dimana masih ada mata uang asing yg dipakai disetiap peristiwa atau peristiwa ekonomi khususnya di dalam perusahaan. Terdapat beberapa definisi tentang transaksi dalam valuta asing, yaitu:
1. Menurut SAK (1999:10.2), suatu transaksi dalam mata uang asing adalah suatu transaksi yg didenominasi atau membutuhkan penyelesaian dalam suatu mata uang asing.
2. Menurut Frederick (2002:210), foreign currency transactions (transaksi mata uang asing) yaitu: Transactions whose terms are stated in a currency other than the entity’s functional currency.
3. Menurut Shim, Siegel, Dauber (2010:13.76), foreign currency transactions are those denominated in a currency other than the company’s functional currency.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut, maka transaksi dalam mata uang asing adalah transaksi yg terjadi dengan menggunakan dua/lebih mata uang yg tidak sinkron, serta memerlukan penyelesaian pula dalam mata uang yg berbeda juga. Standar Akuntansi Keuangan menggolongkan transaksi yg termasuk dalam Transaksi Valuta Asing

PSAK 10 (2010:10.1) menyatakan transaksi dalam valuta asing bisa terjadi menggunakan 2 cara, yaitu: kegiatan usaha luar negeri (foreign operation) serta transaksi dengan menggunakan mata uang asing (foreign activities). Kegiatan bisnis luar negeri yaitu suatu anak perusahaan (subsidiary), perusahaan asosiasi (associates), usaha patungan (joint venture) atau cabang perusahaan pelapor, yg aktivitasnya dilaksanakan di suatu negara pada luar negara perusahaan pelapor. Kegiatan bisnis tersebut bisa merupakan suatu bagian integral dari suatu perusahaan pelapor atau suatu entitas asing. Entitas asing (foreign entity) adalah suatu aktivitas bisnis luar negeri (foreign operation), yg aktivitasnya bukan merupakan suatu bagian integral berdasarkan perusahaan pelapor. 

PSAK 10 (2010:10.8-10.9) menyatakan bahwa suatu transaksi mata uang asing merupakan:
suatu transaksi yang didenominasikan atau memerlukan penyelesaian dalam suatu mata uang asing, termasuk transaksi-transaksi yang ada ketika suatu entitas:
a. Membeli atau menjual barang atau jasa yg harganya didenominasikan pada suatu mata uang asing.
b. Meminjam (hutang) atau meminjamkan (piutang) dana waktu jumlah yg adalah hutang atau tagihan didenominasi pada suatu mata uang asing; atau
c. Memperoleh atau melepas aset atau mengadakan atau menyelesaikan liabilitas, yg didenominasikan pada mata uang.

5. Selisih Kurs Valuta Asing
Transaksi yang menggunakan valuta asing membutuhkan nilai tukar atau kurs menjadi dasar perhitungan konversi ke mata uang fungsional perusahaan. Terdapat beberapa definisi tentang nilai tukar tadi, yaitu:
1. Menurut Eng, Lees serta Mauer (1998:99), foreign exchange rate is the price of foreign currency measured in domestic money.
2. Menurut jurnal Jusuf Kasrori (2003:dua), kurs merupakan harga yg harus dibayar dengan uang sendiri buat memperoleh satu unit uang asing.
3. Menurut Mankiw (2008:386), exchange rate is the rate at which a person can trade the currency of one country for the currency of another. 
4. Menurut Bambang Wijayanta serta Aristanti Vidyanigsih (2008:56), kurs valuta asing merupakan perbandingan nilai mata uang pada negeri terhadap mata uang asing.
5. Menurut Beams, Anthony, Clement dan Lowensohn (2009:459), an exchange rate is the ratio between a unit of one currency and the amount of another currency for which that unit can be exchanged at a particular time.
6. Menurut Brigham, Ehrhardt (2010:694), An exchange rate specifies the number of units of a given currency that can be purchased for one unit of another currency.

Dengan adanya pengertian tersebut, maka bisa disimpulkan bahwa kurs valuta asing adalah rasio nilai pertukaran 2 mata uang yaitu menurut mata uang suatu negara terhadap negara lainnya.

Pengertian lain yg dijabarkan tentang selisih kurs berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan pada PSAK 10 (2010:10.4) merupakan: 

“Selisih yg dihasilkan dari penjabaran sejumlah eksklusif satu mata uang ke dalam mata uang lain dalam kurs yang berbeda.”

6. Ekposur Nilai Tukar Mata Uang Asing
Sebuah perusahaan usaha dikatakan memiliki eksposur nilai tukar asing jika perubahan kurs mata uang asing mempengaruhi genre kas operasi atau item dalam laporan keuangannya. Eksposur nilai tukar asing tersebut terbagi dua jenis yaitu accounting dan operating (economic) exposures (Tan, Lee, 2009:323). Accounting exposure bersifat kuantitatif serta secara pribadi berdampak dalam laporan keuntungan rugi atau neraca. Operating exposures di sisi lain, tidak mudah diukur dan mencerminkan efek berdasarkan perubahan nilai tukar yang nyata dalam operasi perusahaan di pasar input, di mana perusahaan memperoleh bahan, dan pasar output, di mana menjual produk jadi. Operating exposures merupakan konsep ekonomi yang mempengaruhi posisi kompetitif perusahaan serta akhirnya nilai perusahaan.dibanding konsep akuntansi, dan pengaruh menurut operating exposures nir bisa diestimasi secara tangguh. 

Accounting exposures adalah risiko perubahan nilai tukar menjadi dampak menurut suatu perusahaan:
1. Masuk ke dalam transaksi mata uang asing yg menghasilkan hak serta kewajiban kontraktual, seperti piutang atau hutang pada mata uang asing.
2. Wajib menerjemahkan laporan keuangan mata uang asing berdasarkan aktivitas usaha luar negeri (anak perusahaan asing, tempat kerja cabang, usaha patungan, serta perusahaan asosiasi) menurut mata uang lokal ke mata uang pelaporan kelompok buat tujuan menyusun laporan keuangan konsolidasi.

Accounting exposures dibagi sebagai dua jenis, yaitu transaction exposure serta translation exposure. Transaction exposure eksklusif ada sebagai konsekuensi menurut transaksi mata uang asing menurut bisnis perusahaan. Biasanya, transaksi ini terjadi dalam satu lepas serta diselesaikan pada lalu hari, contohnya, mata uang asing pada piutang dan hutang. Sebagai akibat dari konvoi nilai tukar asing antara kedua lepas ini, sebuah keuntungan atau kerugian pertukaran (transaction gain or loss) ada serta akan dicatat dalam pembukuan perusahaan. Transaction exposure mensugesti arus kas perusahaan. Sebaliknya, keuntungan serta kerugian translasi (translation differences) nir mensugesti arus kas. Translasi tersebut timbul lantaran persyaratan buat menerjemahkan laporan keuangan yg disusun pada mata uang asing ke mata uang presentasi konsolidasi.

REGULASI BANK INDONESIA TERKAIT DENGAN PEMBERIAN KREDIT BANK

Regulasi Bank Indonesia Terkait Dengan Pemberian Kredit Bank
Pemberian kredit adalah aktivitas utama bank yg mengandung 
risiko yang bisa berpengaruh pada kesehatan serta kelangsungan usaha bank. 
Namun mengingat menjadi lembaga intermediasi, sebagian besar dana bank 
berasal menurut dana warga , maka anugerah kredit perbankan banyak dibatasi 
oleh ketentuan undang-undang serta ketentuan Bank Indonesia. 

UU Perbankan telah mengamanatkan supaya bank senantiasa berpegang 
pada prinsip kehati-hatian dalam melaksanakan aktivitas usahanya, termasuk 
dalam memberikan kredit. Selain itu, Bank Indonesia sebagai otoritas 
perbankan juga memutuskan peraturan-peraturan dalam pemberian kredit sang 
perbankan. Beberapa regulasi dimaksud diantaranya merupakan regulasi tentang 
Kewajiban Penyusunan serta Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank bagi 
Bank Umum, Batas Maksimal Pemberian Kredit, Penilaian Kualitas Aktiva, 
Sistem Informasi Debitur, dan pembatasan lainnya dalam pemberian kredit. 
A. Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank bagi Bank Umum 
Sebagaimana sudah dikemukakan, bank dalam melakukan kegiatan 
usaha terutama dengan memakai dana warga yang dipercayakan 
kepada bank. Pemberian kredit merupakan kegiatan utama bank yang 
mengandung risiko yang dapat berpengaruh dalam kesehatan serta 
kelangsungan usaha bank, sebagai akibatnya pada pelaksanaannya bank wajib  
berpegang dalam azas-azas perkreditan yg sehat guna melindungi dan 
memelihara kepentingan dan agama rakyat. 

Agar pemberian kredit bisa dilaksanakan secara konsisten serta 
berdasarkan azas-azas perkreditan yang sehat, maka diperlukan suatu 
kebijakan perkreditan yg tertulis. Berkenaan dengan hal tadi, Bank 
Indonesia sudah menetapkan ketentuan tentang kewajiban bank umum 
untuk memiliki serta melaksanakan kebijakan perkreditan bank menurut 
pedoman penyusunan kebijakan perkreditan bank pada SK Dir BI No. 
27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995. 

Berdasarkan SK Dir BI tadi, Bank Umum harus memiliki 
kebijakan perkreditan bank secara tertulis yang disetujui sang dewan 
komisaris bank dengan sekurang-kurangnya memuat serta mengatur hal-hal 
pokok sebagai berikut : 
1. Prinsip kehati-hatian dalam perkreditan; 
2. Organisasi serta manajemen perkreditan; 
3. Kebijakan persetujuan kredit; 
4. Dokumentasi serta administrasi kredit; 
5. Pengawasan kredit; 
6. Penyelesaian kredit bermasalah. 

Kebijakan perkreditan bank dimaksud harus disampaikan pada 
Bank Indonesia. Dalam pelaksanaan anugerah kredit dan pengelolaan 
perkreditan bank harus mematuhi kebijakan perkreditan bank yang sudah 
disusun secara konsekuen dan konsisten. 

B. Batas Maksimum Pemberian Kredit 
Salah satu penyebab berdasarkan kegagalan bisnis bank adalah penyediaan 
dana yang nir didukung menggunakan kemampuan bank mengelola konsentrasi 
penyediaan dana secara efektif. Dalam rangka mengurangi potensi kegagalan 
usaha bank maka bank harus menerapkan prinsip kehati-hatian pada 
pemberian kredit, diantaranya dengan melakukan penyebaran (diversifikasi) 
portofolio penyediaan dana melalui pembatasan penyediaan dana, baik 
kepada pihak terkait juga kepada pihak bukan terkait. Pembatasan 
penyediaan dana adalah persentase eksklusif dari modal bank yang dikenal 
dengan batas maksimum hadiah kredit (BMPK). BMPK mendapatkan 
dasar pengaturan dalam UU Perbankan. 

Pengaturan tadi selanjutnya dijabarkan oleh Bank Indonesia 
dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/tiga/PBI/2005 tentang Batas 
Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum. Berdasarkan PBI tadi, 
BMPK merupakan persentase maksimum penyediaan dana yang diperkenankan 
terhadap kapital bank.

Tujuan ketentuan BMPK merupakan untuk melindungi kepentingan serta 
kepercayaan warga serta memelihara kesehatan dan daya tahan bank, 
dimana pada penyaluran dananya, bank diwajibkan mengurangi risiko 
dengan cara berbagi penyediaan dana sesuai menggunakan ketentuan BMPK 
yang telah ditetapkan sedemikian rupa sebagai akibatnya tidak terpusat pada 
peminjam dan/atau grup peminjam eksklusif. 

Penyediaan dana pada kerangka BMPK nir hanya berupa kredit, 
tetapi mencakup semua portofolio penyediaan dana yaitu penanaman dana 
bank pada bentuk : 
a. Kredit; 
b. Surat berharga; 
c. Penempatan; 
d. Surat berharga yang dibeli menggunakan janji dijual kembali; 
e. Tagihan akseptasi; 
f. Darivatif kredit (credit derivative); 
g. Transaksi rekening administratif (misalnya guarantee, letter of credit, standby letter of credit); 
h. Tagihan derivatif; 
i. Potential future credit exposure;
j. Penyertaan modal; 
k. Penyertaan modal ad interim; 
l. Bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat dipersamakan menggunakan alfabet  
a hingga menggunakan huruf k. 

Seluruh portofolio penyediaan dana kepada pihak terkait menggunakan 
bank dapat dilakukan paling tinggi 10 % dari modal bank. Untuk penyediaan 
dana pada seorang peminjam yg bukan merupakan pihak terkait dengan 
bank dapat dilakukan paling tinggi 20 % berdasarkan kapital bank. Sementara, 
penyediaan dana pada satu gerombolan peminjam yang bukan adalah 
pihak terkait dapat dilakukan paling tinggi 25 % menurut kapital bank. 

Peminjam digolongkan sebagai anggota suatu gerombolan peminjam 
apabila peminjam mempunyai interaksi pengendalian menggunakan peminjam 
lain baik melalui hubungan kepemilikan, kepengurusan serta/atau keuangan. 
Sementara, pihak terkait adalah peminjam serta/atau kelompok peminjam 
yang memiliki keterkaitan menggunakan bank sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 8 PBI No. 7/3/PBI/2005. Bank harus memiliki dan menatausahakan 
daftar rincian pihak terkait dengan bank serta dilaporkan pada Bank 
Indonesia. 

Pengecualian diberlakukan terhadap perusahaan-perusahaan Badan 
Usaha Milik Negara (BUMN) serta/atau Badan Usaha Milik Daerah 
(BUMD) yang tidak diperlakukan menjadi kelompok peminjam sepanjang 
hubungan tadi semata-mata ditimbulkan karena kepemilikan langsung
pemerintah Indonesia. Selain itu penyediaan dana bank pada BUMN 
untuk tujuan pembangunan serta menghipnotis hajat hidup orang poly 
dapat dilakukan paling tinggi sebesar 30 % dari modal bank. 

Kemudian bisa ditambahkan bahwa pengambilalihan (perundingan ) 
wesel ekspor berjangka dikecualikan berdasarkan peritungan BMPK sepanjang wesel 
ekspor berjangka diterbitkan atas dasar letter of credit berjangka yg sesuai 
dengan Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (UCP) yang 
berlaku, serta telah diaksep oleh Prime Bank.

Bank yg melakukan pelanggaran BMPK serta atau pelampauan 
BMPK dikenakan sanksi penilaian taraf kesehatan bank sebagaimana 
diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.

Pelanggaran BMPK adalah selisih lebih antara persentase BMPK 
yang diperkenankan dengan persentase penyediaan dana terhadap modal 
bank pada saat pemberian penyediaan dana. 

Sementara, pelampauan BMPK adalah selisih lebih antara persentase 
BMPK yang diperkenankan dengan persentase penyediaan dana terhadap 
modal bank pada saat lepas laporan dan tidak termasuk pelanggaran 
BMPK sebagaimana dimaksud pada atas. Penyediaan dana sang Bank 
dikategorikan sebagai pelampauan BMPK apabila disebabkan oleh : 
a. Penurunan kapital bank; 
b. Perubahan nilai tukar; 
c. Perubahan nilai lumrah; 
d. Penggabungan usaha serta atau perubahan struktur kepengurusan yang 
menyebabkan perubahan pihak terkait serta atau gerombolan peminjam; 
e. Perubahan ketentuan. 

Dalam hal terjadi pelanggaran BMPK serta atau pelampauan BMPK, 
bank wajib menyusun serta menyampaikan rencana tindakan (action plan) 
untuk solusinya yg setidaknya memuat langkah-langkah buat 
penyelesaian pelanggaran BMPK dan atau pelampauan BMPK serta target 
waktu penyelesaian sinkron dengan ketentuan dalam PBI No. 7/tiga/PBI/2005. 
Bank yang menyampaikan action plan buat pelanggaran BMPK 
setelah batas akhir waktu hingga dengan 14 (empat belas) hari kerja sehabis 
batas akhir waktu tersebut, dikenai hukuman berupa kewajiban membayar 
sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) per hari kerja keterlambatan. 
Sementara, bank yang mengungkapkan action plan buat pelampauan 
BMPK sesudah batas akhir waktu sampai menggunakan 14 (empat belas) hari kerja 
setelah batas akhir ketika tadi, dikenai hukuman berupa kewajiban 
membayar sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari kerja 
keterlambatan. 

Selanjutnya bank pula diwajibkan buat mengungkapkan laporan 
pelaksanaan action plan masing-masing buat pelanggaran BMPK serta 
pelampauan BMPK kepada Bank Indonesia paling lambat 14 (empat belas) 
hari kerja sehabis realisasi action plan. 

Bank yang mengungkapkan laporan aplikasi action plan sesudah 
batas akhir waktu sampai menggunakan 14 (empat belas) hari kerja sehabis batas 
waktu tersebut, dikenai hukuman berupa kewajiban membayar sebesar 
Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari kerja keterlambatan. 

Bank yg tidak merampungkan pelanggaran BMPK dan atau 
pelampauan BMPK sinkron menggunakan action plan setelah diberi peringatan 2 
(2) kali sang Bank Indonesia menggunakan tenggang saat 1 (satu) minggu 
untuk setiap teguran, dikenai hukuman administratif sebagaimana diatur dalam 
Pasal 52 ayat (dua) UU Perbankan4
, diantaranya berupa : 
a. Pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham 
dalam daftar pihak-pihak yang mendapat predikat tidak lulus evaluasi 
kemampuan serta kepatutan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank 
Indonesia yang berlaku; 
b. Pembekuan kegiatan usaha tertentu, antara lain nir diperkenankan 
untuk perluasan penyediaan dana; dan atau 
c. Embargo buat turut dan pada rangka kegiatan kliring. 
Selain itu, terhadap Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank, 
pemegang saham maupun pihak terafiliasi lainnya bisa dikenai hukuman 
pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat (dua) huruf b, Pasal 50 dan 
Pasal 50 A UU Perbankan.

C. Penilaian Kualitas Aktiva 
Kondisi dan karakteristik dari aset perbankan nasional pada saat ini 
maupun pada ketika yang akan datang masih permanen dipengaruhi sang risiko 
kredit, yg apabila tidak dikelola secara efektif akan berpotensi 
mengganggu kelangsungan bisnis bank. Pengelolaan risiko kredit yang tidak 
efektif antara lain ditimbulkan kelemahan dalam penerapan kebijakan serta 
prosedur penyediaan dana, termasuk penetapan kualitasnya, kelemahan 
dalam mengelola portofolio aset bank, dan kelemahan pada 
mengantisipasi perubahan faktor eksternal yg mensugesti kualitas 
penyediaan dana. 

Hal pada atas diatur dalam PBI No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian 
Kualitas Aktiva Bank Umum. PBI tersebut mewajibkan bank (dalam hal ini 
Direksi) buat menilai, memantau dan mangambil langkah-langkah yg 
diperlukan supaya kualitas Aktiva (meliputi Aktiva Produktif serta Aktiva Non 
Produktif) senantiasa baik. 

Aktiva Produktif merupakan penyediaan dana Bank untuk memperoleh 
penghasilan, dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar 
bank, tagihan akseptasi, tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji 
dijual kembali (reverse repurchase agreement), tagihan derivatif, penyertaan, 
transaksi rekening administratif dan bentuk penyediaan dana lainnya yang 
dapat dipersamakan menggunakan itu.

Sementara, Aktiva Non Produktif adalah aset bank selain Aktiva 
Produktif yg memiliki potensi kerugian, antara lain pada bentuk jaminan 
yang diambil alih. 

Dalam Pasal 5 PBI No. 7/2/PBI/2005 diatur bahwa bank wajib  
menetapkan kualitas yang sama terhadap beberapa rekening Aktiva 
Produktif yang digunakan buat membiayai 1 (satu) debitur, hal ini jua 
berlaku untuk Aktiva Produktif yg diberikan oleh lebih menurut 1 (satu) bank 
(termasuk penyediaan dana yang diberikan secara sindikasi). Dalam hal 
terdapat perbedaan penetapan kualitas Aktiva Produktif, maka kualitas 
masing-masing Aktiva Produktif mengikuti kualitas Aktiva Produktif yg 
paling rendah. 

Ketentuan buat memutuskan kualitas yg sama tersebut pada atas jua 
berlaku terhadap Aktiva Produktif yang dipakai buat membiayai proyek 
yang sama (vide Pasal 6 PBI No. 7/dua/PBI/2005). Termasuk pada 
pengertian ‘proyek yang sama’ diantaranya jika :
a. Masih ada keterkaitan rantai bisnis secara signifikan pada proses 
produksi yang dilakukan oleh beberapa debitur. Keterkaitan dipercaya 
signifikan diantaranya bila proses produksi pada suatu entitas 
tergantung pada proses produksi entitas lain, contohnya adanya 
ketergantungan bahan baku pada proses produksi. 
b. Kelangsungan cash flow suatu entitas akan terganggu secara signifikan 
apabila cash flow entitas lain mengalami gangguan. 
Penetapan kualitas kredit dilakukan menggunakan melakukan analisis 
terhadap faktor penilaian yang meliputi prospek bisnis, kinerja debitur serta 
kemampuan membayar. 

Penilaian terhadap prospek bisnis mencakup penilaian terhadap 
komponen-komponen sebagai berikut : 
a. Potensi pertumbuhan bisnis; 
b. Kondisi pasar serta posisi debitur pada persaingan; 
c. Kualitas manajemen dan permasalahan
e. Upaya yang dilakukan debitur dalam rangka memelihara lingkungan 
hidup. 
Sementara, evaluasi terhadap kinerja debitur meliputi penilaian 
terhadap komponen-komponen sebagai berikut : 
a. Perolehan laba; 
b. Struktur permodalan; 
c. Arus kas; serta 
d. Sensitivitas terhadap risiko pasar. 

Kemudian evaluasi terhadap kemampuan membayar meliputi 
penilaian terhadap komponen-komponen menjadi berikut : 
a. Ketepatan pembayaran utama serta bunga; 
b. Ketersediaan serta keakuratan fakta keuangan debitur; 
c. Kelengkapan dokumentasi kredit; 
d. Kepatuhan terhadap perjanjian kredit; 
e. Kesesuaian penggunaan dana; serta 
f. Kewajaran sumber pembayaran kewajiban. 

Penetapan kualitas kredit dilakukan menggunakan melakukan analisis 
terhadap faktor penilaian (prospek bisnis, kinerja debitur, dan kemampuan 
membayar) menggunakan mempertimbangkan komponen-komponen pada atas. 
Penetapan kualitas kredit dilakukan dengan mempertimbangkan signifikansi 
dan materialitas dari setiap faktor penilaian serta komponen serta relevansi 
dari faktor evaluasi serta komponen terhadap debitur yang bersangkutan. 
Berdasarkan penilaian itu, kualitas kredit ditetapkan sebagai : Lancar, 
Dalam Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan, atau Macet. 

Untuk mengantisipasi potensi kerugian, bank harus membangun 
Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) terhadap Aktiva Produktif dan 
Aktiva Non Produktif. PPA meliputi cadangan umum dan cadangan khusus 
untuk Aktiva Produktif, dan cadangan khusus untuk Aktiva Non Produktif. 
Cadangan generik sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan paling 
kurang sebesar 1 % (satu perseratus) dari Aktiva Produktif yang memiliki 
kualitas Lancar. Semantara, cadangan khusus ditetapkan paling kurang 
sebesar : 
a. 5 % (lima perseratus) dari Aktiva dengan kualitas Dalam Perhatian 
Khusus setelah dikurangi nilai jaminan; 
b. 15 % (5 belas peseratus) dari Aktiva dengan kualitas Kurang 
Lancar sesudah dikurangi nilai jaminan; 
c. 50 % (lima puluh peseratus) berdasarkan Aktiva menggunakan kualitas Diragukan 
setelah dikurangi nilai jaminan; 
d. 100 % (seratus peseratus) dari Aktiva menggunakan kualitas Macet sesudah 
dikurangi nilai agunan; 

Penggunaan nilai agunan sebagai faktor pengurang dalam perhitungan 
PPA hanya bisa dilakukan buat Aktiva Produktif. Agunan yang dapat 
diperhitungkan menjadi pengurang dalam pembentukan PPA ditetapkan 
sebagai berikut : 
a. Surat Berharga dan saham yg aktif diperdagangkan di bursa impak 
di Indonesia atau memiliki peringkat investasi dan diikat secara 
gadai; 
b. Tanah, tempat tinggal tinggal dan gedung yg diikat dengan hak 
tanggungan; 
c. Pesawat udara atau kapal laut menggunakan berukuran di atas 20 (2 puluh) 
meter kubik yg diikat menggunakan hipotek; serta atau 
d. Kendaraan bermotor serta persediaan yg diikat secara fidusia. 

Untuk kredit bermasalah, keliru satu upaya buat meminimalkan 
potensi kerugian dalam kredit bermasalah tersebut adalah bahwa bank pula 
dapat melakukan restrukturisasi kredit buat debitur yg mengalami 
kesulitan pembayaran utama serta atau bunga kredit tetapi masih mempunyai 
prospek usaha yang baik serta bisa memenuhi kewajiban setelah 
dilakukan restruktuirisasi. Bank tidak boleh melakukan restrukturisasi kredit 
dengan tujuan hanya buat menghindari penurunan penggolongan kualitas 
kredit, peningkatan pembentukan PPA, atau penghentian pengakuan 
pendapatan bunga secara akrual. Untuk itu bank harus mempunyai kebijakan 
dan prosedur tertulis mengenai restrukturisasi kredit yang adalah bagian 
yang tidak terpisahkan menurut kebijakan manajemen risiko bank. 

Untuk eksposur penyediaan dana yang telah nir mempunyai prospek 
usaha serta kemampuan membayar atau sudah dikatagorikan Macet serta bank 
telah melakukan aneka macam upaya buat memperoleh pulang penyediaan 
dana tadi, bank bisa melakukan hapus buku atau hapus tagih. 

Hapus buku adalah tindakan administratif bank buat menghapus 
buku penyediaan dana yang memiliki kualitas Macet berdasarkan neraca sebesar
kewajiban debitur tanpa menghapus hak tagih bank kepada debitur. 

Sedangkan hapus tagih adalah tindakan bank menghapus kewajiban debitur 
(tagihan pada debitur) yg tidak mungkin lagi diselesaikan sang debitur. 

D. Sistem Informasi Debitur 
Kelancaran proses kredit dan penerapan manajemen risiko kredit yg 
efektif serta ketersediaan berita kualitas debitur yg diandalkan dapat 
dicapai bila didukung sang sistem liputan yang utuh dan komprehensif 
mengenai profil dan kondisi debitur, terutama debitur yg sebelumnya 
telah memperoleh penyediaan dana. Dalam proses kredit, sistem informasi 
mengenai profil serta kondisi debitur bisa mendukung percepatan proses 
analisa dan pengambilan keputusan hadiah kredit. Untuk kepentingan 
manajemen risiko, sistem warta mengenai profil serta syarat debitur 
dibutuhkan buat menentukan profil risiko kredit debitur. Selain itu 
tersedianya kabar kualitas debitur, dibutuhkan jua buat melakukan 
sinkronisasi evaluasi kualitas debitur di antara bank pelapor. 

Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Bank 
Indonesia berperan buat mengatur serta menyebarkan penyelenggaraan 
sistem warta antar bank yg bisa diperluas menggunakan menyertakan 
lembaga lain pada bidang keuangan. Sehubungan dengan itu Bank Indonesia 
mengembangkan sistem berita debitur yang berdasarkan saat ke saat selalu 
disempurnakan buat diadaptasi menggunakan perkembangan ekonomi dan 
teknologi. 

Ketentuan tentang sistem informasi debitur tadi diatur pada 
PBI No. 7/8/PBI/2005 tentang Sistem Informasi Debitur. Berdasarkan 
ketentuan PBI tersebut, bank generik, penyelenggara kartu kredit selain bank 
dan BPR yg memiliki total aset Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar 
rupiah) atau lebih harus mengungkapkan laporan debitur kepada Bank 
Indonesia setiap bulan meliputi fakta mengenai debitur, pengurus dan 
pemilik, fasilitas penyediaan dana, agunan, penjamin dan laporan keuangan 
debitur (bagi debitur yang merupakan nasabah perusahaan atau badan yang 
menerima penyediaan dana Rp lima.000.000.000,00 atau lebih). 

Sementara, Lembaga Keuangan Bukan Bank (antara lain meliputi 
asuransi, dana pensiun, perusahaan pembiayaan) serta BPR yang mempunyai 
total aset kurang dari Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) bisa 
menjadi pelapor pada Sistem Informasi Debitur dengan menandatangani 
surat pernyataan keikutsertaan anggota. 

Pelapor yg telah memenuhi kewajiban pelaporan dapat meminta 
informasi debitur pada Bank Indonesia meliputi antara lain bukti diri 
debitur, pemilik serta pengurus, fasilitas penyediaan dana yg diterima 
debitur, jaminan, penjamin serta atau kolektibilitas. Informasi yg diperoleh 
pelapor tersebut hanya dapat dipakai buat keperluan pelapor dalam 
rangka penerapan manajemen risiko, kelancaran proses penyediaan dana, 
dan atau identifikasi kualitas debitur buat pemenuhan ketentuan yg 
berlaku. 

E. Kredit pada Pihak Asing 
Penerapan sistem devisa bebas di Indonesia telah mempercepat 
perkembangan serta integrasi pasar keuangan Indonesia dengan pasar dunia. 
Integrasi pasar keuangan antara lain terlihat pada penggunaan mata uang 
domestik, baik pada dalam negeri maupun luar negeri. Pada awalnya mata uang 
domestik digunakan oleh masyarakat negara asing dan badan asing di pada 
negeri, tetapi selanjutnya penggunaan tersebut meluas ke luar negeri baik 
oleh masyarakat negara Indonesia dan badan hukum Indonesia maupun oleh 
warga negara asing serta badan asing. 

Sebagai akibat berdasarkan perkembangan dan integrasi pasar keuangan pada atas, 
peningkatan transaksi rupiah antara bank dengan warga neara asing dan 
badan asing dalam perkembangannya sudah menimbulkan ketidakstabilan 
kondisi moneter pada dalam negeri, khususnya pada bentuk tekanan terhadap 
nilai tukar rupiah. Sehubungan dengan hal tadi, sudah diambil langkah 
kebijakan menggunakan menetapkan restriksi-pembatasan yang dibutuhkan 
sebagaimana tertuang pada peraturan Bank Indonesia Nomor 
3/tiga/PBI/2001 tanggal 12 Januari 2001 mengenai Pembatasan Transaksi 
Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing. 

Dalam perkembangan selanjutnya, meskipun PBI No tiga/3/PBI/2001 
telah menyediakan kemungkinan bagi aneka macam transaksi untuk kepentingan 
pembiayaan yang berguna bagi perekonomian domestik, tetapi masih 
dirasakan perlu dilakukan berbagai penyempurnaan. Langkah 
penyempurnaan perlu diambil supaya ketentuan yg berlaku nir 
menghambat kegiatan produktif dan dapat sejalan dengan beberapa 
perkembangan terakhir baik pada pasar keuangan maupun dalam 
perekonomian domestik secara keseluruhan dan dipihak lain dapat permanen 
menunjang tercapainya stabilitas sistem keuangan serta moneter pada dalam 
negeri. 

Sehubungan dengan hal tersebut, maka Bank Indonesia mencabut PBI 
No 3/3/PBI/2001 serta mengeluarkan PBI No. 7/14/PBI/2005 tentang 
Pembatasan Transaksi Rupiah serta Pemberian Kredit Valuta Asing sang 
Bank. Berdasarkan peraturan tersebut, bank tidak boleh memberikan kredit 
baik pada rupiah maupun dalam valuta asing kepada pihak asing. Pihak 
asing sebagaimana dimaksud dalam ketentuan tadi mencakup : 
a. Rakyat negara asing; 
b. Badan aturan asing atau lembaga asing lainnya; 
c. Rakyat negara Indonesia yang memiliki status pnduduk permanen (permanent 
resident) negara lain dan nir berdomisili di Indonesia; 
d. Kantor Bank di luar negeri dari bank yg bermarkas pusat di 
Indonesia; 
e. Kantor perusahaan di luar negeri menurut perusahaan yang berbadan 
hukum Indonesia. 

Pengecualian atas embargo terhadap pemberian kredit tersebut pada atas 
meliputi: 
a. Kredit dalam bentuk sindikasi yang memenuhi persyaratan 
1) mengikutsertakan Prime Bank menjadi lead bank; 
2) diberikan buat pembiayaan proyek pada sektor riil untuk usaha 
produktif yang berada pada daerah Indonesia; dan
3) kontribusi bank asing menjadi anggota sindikasi lebih besar  
dibandingkan menggunakan donasi bank dalam negeri;
b. Kartu kredit; 
c. Kredit konsumsi yg digunakan pada pada negeri; 
d. Cerukan intrahari rupiah serta valuta asing yg didukung sang 
dokumen yg bersifat authenticated yang menunjukkan konfirmasi 
akan adanya dana masuk ke rekening bersangkutan dalam hari yg 
sama dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Surat Edaran 
Bank Indonesia; 
e. Cerukan dalam rupiah serta valuta asing karena pembebanan biaya  
administrasi; 
f. Pengambilalihan tagihan berdasarkan badan yang ditunjuk pemerintah buat 
mngelola aset-aset bank pada rangka restrukturisasi perbankan 
Indonesia oleh Pihak Asing yg pembayarannya dijamin oleh Prime 
Bank.

F. Kredit pada Perusahaan Sekuritas 
Berdasarkan SK Direksi BI No. 24/32/KEP/DIR dan SE BI No. 
24/1/UKU masing-masing tanggal 12 Agustus 1991 mengenai Kredit pada 
Perusahaan Sekuritas dan Kredit menggunakan Agunan Saham, bank tidak boleh 
memberikan kredit buat jual beli saham pada perorangan atau 
perusahaan yg bukan perusahaan sekuritas. Pemberian kredit kepada 
perusahaan sekuritas dilakukan oleh bank dengan ketentuan : 
a. Setiap bank hanya boleh memberikan kredit pada suatu perusahaan 
sekuritas masing-masing dengan maksimum sebanyak jumlah yg terkecil 
antara 25% dari kapital perusahaan sekuritas yang bersangkutan atau 
15% berdasarkan modal bank. 
b. Seluruh kredit yg bisa diberikan sang suatu bank pada seluruh 
perusahaan sekuritas maksimum sebanyak 30% berdasarkan modal bank. 
Disamping itu, bank tidak boleh memberikan kredit dengan agunan 
berupa saham perusahaan lain. Dalam perkembangannya, ketentuan ini 
dicabut dengan dikeluarkannya SK Direksi BI No. 26/68/KEP/DIR dan 
SE BI No. 26/1/UKU mengenai Saham menjadi Agunan Tambahan Kredit 
masing-masing tanggal 7 September 1993. Berdasarkan ketentuan ini saham 
boleh dijadikan jaminan tambahan menggunakan kondisi selama 3 bulan terakhir 
aktif diperdagangkan, harga saham tadi di atas nilai nominal serta nilai 
saham yang diagunkan merupakan 50% berdasarkan harga pasar tadi. 

G. Kredit buat Keperluan Transaksi Derivatif 
Pengertian transaksi derivatif menurut SE BI No. 28/15/UD 
tanggal 18 Februari 1996 adalah suatu kontrak atau perjanjian pembayaran 
yang nilainya merupakan turunan menurut nilai instrumen yg mendasari 
seperti suku bunga, nilai tukar, komoditi, ekuiti serta indeks, baik yang diikuti 
dengan konvoi atau tanpa konvoi dana. Pihak bank hanya boleh 
ikut dalam transaksi derivatif menggunakan dibatasi pada transaksi derivatif yang 
berkaitan menggunakan valuta asing (nilai tukar) dan suku bunga. Adapun 
transaksi derivatif yang berkaitan dengan saham hanya dapat dilakukan atas 
izin BI secara masalah per perkara. 

Transaksi derivatif yang dihentikan dalam kaitannya dengan nasabah bank 
adalah : 
a. Bank dihentikan memelihara posisi atas transaksi derivatif yang dilakukan 
oleh nasabah grup berdasarkan bank, direksi, komisaris, pegawai atau pemilik 
bank yg bersangkutan. 
b. Bank dilarang memberikan fasilitas kredit dan cerukan (overdraft) dalam 
rangka kewajiban pemenuhan margin deposit nasabah buat keperluan 
transaksi derivatif kepada nasabah (vide Pasal 6 ayat (dua) SK Direksi BI 
No. 28/119/KEP/DIR lepas 29 Desember 1995 mengenai Transaksi 
Derivatif). 

Transaksi derivatif buat kepentingan nasabah wajib berdasarkan 
kontrak yg sekurang-kurangnya mencakup : 
a. Pagu transaksi derivatif 
b. Base currency yg dipakai 
c. Jenis valuta/instrumen yg dipertukarkan 
d. Penyelesaian transaksi derivatif (settlement) 
e. Pembukuan laba/rugi transaksi derivatif yg dilakukan 
f. Pencatatan atas posisi keuntungan/rugi yg potensial (unrealised) 
g. Metode atau cara transaksi derivatif 
h. Besarnya komisi 
i. Penggunaan kurs konversi 
j. Advis dan konfirmasi transaksi derivatif 
k. Kerahasiaan, serta 
l. Domisili serta hukum yang berlaku. 

Transaksi derivatif yg dilakukan tanpa diikuti penyerahan 
dana/instrumen, kontraknya wajib pula meliputi : 
a. Jumlah margin deposit 
b. Maintenance margin yang ditentukan, dan 
c. Hak dan kewajiban nasabah yg harus dicetak dalam huruf yang akbar 
sehingga gampang dibaca. 

H. Kredit buat Pembiayaan Pengadaan serta atau Pengolahan Tanah 
Laju pertumbuhan pinjaman perbankan yang berlebihan kepada sektor 
properti merupakan salah satu faktor yang bisa mempengaruhi kestabilan 
moneter dan kesehatan perbankan terutama anugerah kredit buat 
pembiayaan pengadaan dan pengolahan tanah menjadi unsur yang poly 
mendorong pertumbuhan yg berlebihan pada kredit sektor properti. 

Oleh karena itu, BI sudah mengeluarkan SK Direksi BI No. 
30/46/KEP/DIR serta SE BI No. 30/dua/UK masing-masing tanggal 7 Juli 
1997 mengenai Pembatasan Pemberian Kredit sang Bank Umum buat 
Pembiayaan Pengadaan serta atau Pengolahan Tanah. Pokok-pokok
ketentuan yg diatur dalam kaitannya dengan pembiayaan pengadaan serta 
atau pengolahan tanah adalah sebagai berikut : 
a. Bank tidak boleh memberikan kredit pada pengembang, baik secara 
langsung juga nir eksklusif serta atau membeli/menjamin surat 
berharga menurut pengembang untuk pembiayaan pengadaan dan atau 
pengolahan tanah. Pemberian kredit secara pribadi merupakan anugerah 
kredit oleh bank pribadi kepada pengembang, sedangkan anugerah 
kredit secara nir pribadi adalah anugerah kredit sang bank pada 
pihak lain yg secara efektif dapat dimanfaatkan oleh pengembang 
untuk pembiayaan pengadaan serta atau pengolahan tanah. 
b. Bank tidak boleh jua membeli dan atau mengklaim surat berharga (surat 
pengakuan hutang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap 
derivatif dari surat berharga atau kepentingan lain atau suatu kewajiban 
dari penerbit yang lazim diperdagangkan pada pasar modal dan pasar 
uang, termasuk pula commercial paper) yang diterbitkan oleh 
pengembang buat pembiayaan pengadaan serta atau pengolahan tanah, 
kecuali surat berharga yang diterbitkan sang pengembang yg 
mengkhususkan usahanya di bidang pembangunan rumah sederhana 
atau jalan tol. 

c. Beberapa hal yg dikecualikan : 
1) Pemberian kredit buat pengadaan serta atau pengolahan tanah 
yang akad kreditnya dibuat sebelum lepas 14 Juli 1997. 
2) Pengalihan kredit berdasarkan pengembang pada suatu pengembang lain 
dalam rangka penyelamatan sepanjang tidak menambah saldo 
kredit. 
3) Perpanjangan jangka waktu kredit pada rangka penyelamatan 
tanpa menambah saldo kredit. 
4) Pemberian kredit dan atau pembelian/penjaminan surat berharga 
dari pengembang buat pengadaan serta atau pengolahan tanah 
guna pembangunan rumah sederhana. 

Ketentuan ini nir berlaku bagi anugerah kredit kepada pengembang 
untuk tujuan pembangunan tempat tinggal sederhana. Kategori rumah sederhana 
adalah tempat tinggal tidak bersusun dengan luas lantai nir lebih menurut 70 m2 yang 
dibangun di atas tanah menggunakan luas kaveling 54 m2 sampai dengan 200 m2 
dengan porto pembangunan per m2 tertinggi buat pembangunan tempat tinggal  
dinas tipe C yg berlaku sebagaimana diatur dalam SK Direktur Jenderal, 
serta rumah susun dengan luas lantai nir lebih dari 36 m2 dan kaveling 
siap bangun menggunakan luas maksimum 72 m2. 

I. Pemberian Garansi oleh Bank 
Pemberian garansi sang Bank diatur dalam SK Dir BI No. 
23/88/KEP/DIR jo. SE BI No. 23/7/UKU masing-masing lepas 18 
Maret 1991 mengenai Pemberian Garansi sang Bank. Berdasarkan ketentuan 
tersebut garansi yg diberikan oleh bank meliputi 7
1. Garansi dalam bentuk warkat yang diterbitkan sang bank yg 
mengakibatkan kewajiban membayar terhadap pihak yg mendapat 
garansi jika pihak yg dijamin wanprestasi. Dalam hal ini 
pemberian garansi dapat berupa Garansi Bank atau Standby Letter of 
Credit.
2. Garansi dalam bentuk penandatanganan kedua serta seterusnya atas 
surat-surat berharga misalnya aval serta endosemen menggunakan hak regres 
yang bisa menyebabkan kewajiban membayar bagi bank bila 
pihak yang dijamin wanprestasi, sebagaimana telah diatur pada Kitab 
Undang-undang Hukum Dagang. 

3. Garansi lainnya yang terjadi karena perjanjian bersyarat sebagai akibatnya bisa 
menimbulkan kewajiban finansial bagi bank. Pemberian garansi 
tersebut adalah berupa surat yg bisa menyebabkan kewajiban 
membayar suatu jumlah tertentu apabila pihak yang dijamin 
wanprestasi dan Letter of Credit. Dengan demikian hadiah garansi 
oleh bank dalam bentuk tadi wajib dihitung sebagai contingent 
liabilities yang tunduk pada ketentuan Bank Indonesia mengenai 
Pemberian Garansi sang Bank. Agar bank memperoleh kepastian 
kapan berakhirnya contingent liabilities yg muncul sebagai dampak 
pemberian garansi dalam bentuk ini, maka bank pada menaruh 
garansi tersebut hendaknya tetapkan suatu batas saat. 
Selanjutnya, bank dapat menaruh garansi baik dalam mata uang 
rupiah maupun mata uang asing, namun demikian perlu diperhatikan bahwa 
pemberian garansi buat penerimaan kredit berdasarkan luar negeri hanya bisa 
dilakukan dengan junlah seluruhnya setingi-tingginya 20 % menurut modal. 
Dalam pengertian jumlah holistik tersebut termasuk jua garansi yang 
dikeluarkan oleh tempat kerja-tempat kerja bank pada luar negeri.
Karena anugerah garansi bisa menimbulkan kewajiban membayar 
bagi bank, yg mempengaruhi likuiditas dan solvabilitasnya, maka 
pemberian garansi dikenakan ketentuan tentang BMPK dan Kewajiban 
Pemenuhan Modal Minimum. 

Sebelum garansi diberikan, bank diminta buat terlebih dahulu 
melakukan penelitian dan penelaahan yg dalam hakekatnya sama menggunakan 
penelaahan yang dilakukan dalam anugerah kredit, antara lain mengenai : 
1. Bonafiditas serta reputasi pihak yang dijamin. 
2. Sifat serta nilai transaksi yg akan dijamin. 
3. Jumlah garansi yg akan diberikan dari kemampuan bank. 
4. Kemampuan pihak yg akan dijamin buat memberikan kontra 
garansi sinkron dengan kemungkinan terjadinya risiko. Kontra garansi 
ini bisa berupa : 
a. Kontra garansi dari bank di luar negeri yang dapat dipercaya. 
b. Setoran sebanyak 100 % menurut nilai garansi yg diberikan. 
c. Kontra garansi lainnya yang diperoleh berdasarkan pihak yang dijamin 
dengan nilai yg memadai buat menanggung kerugian yang 
mungkin diderita oleh bank. Kontra garansi ini dapat berupa
garansi material dan atau immaterial tergantung dalam evaluasi 
bank atas kemungkinan terjadinya risiko. Jika dipercaya perlu 
bank bisa meminta sejumlah uang setoran kepada nasabah yang 
dijamin buat diblokir dalam bank yg bersangkutan sebelum 
garansi diberikan. 

Pemberian garansi atas permintaan bukan penduduk hanya 
diperkenankan bila disertai menggunakan kontra garansi yang relatif menurut bank 
di luar negeri yg bonafide (tidak termasuk cabang bank yg bersangkutan 
di luar negeri), atau setoran sebanyak 100 % menurut nilai garansi yang diberikan.