PENGERTIAN CARA BELAJAR MENURUT PARA AHLI

Pengertian Cara Belajar Menurut Para Ahli
Cara belajar setiap siswa bhineka diadaptasi dengan kemampuan berpikir setiap anak. Oemar Hamalik (1983;30) mengemukakan mengenai cara belajar merupakan “aktivitas-kegiatan yg dilakukan pada menyelidiki sesuatu, artinya kegiatan-aktivitas yg seharusnya dilakukan dalam situasi belajar tertentu. Dalam situasi tertentu dibutuhkan cara belajar eksklusif pula”. Cara belajar yg baik merupakan cara belajar yg teratur, cara belajar yg dipergunakan turut menentukan hasil belajar yg diharapkan.

Slameto (1995;82) mengemukakan bahwa: ”Cara belajar merupakan kebiasaan belajar atau cara belajar yang mempengaruhi belajar meliputi diantaranya; mengulangi bahan pelajaran, membaca serta menciptakan catatan, kosentrasi, mengerjakan tugas, cara mengatur waktu belajar.”

Seorang siswa akan mempunyai hasil belajar yang baik jika cara belajar yg digunakan relatif efisien, cara belajar yg efektif setidak-tidaknya ditentukan sang keteraturan, disiplin, serta semangat, konsentrasi, pengaturan ketika, serta cara-cara belajar yang dilakukan anak didik.

1) Keteraturan Belajar
Pokok pangkal yg utama dari cara belajar yg baik merupakan keteraturan. Siswa harus teratur mengikuti pelajaran, membaca buku pelajaran, catatan pelajaran, serta alat perlengkapan buat belajar wajib dipelihara secara teratur. 

“apabila sifat keteraturan ini sudah sahih dihayati sehingga sebagai kebiasaan seseorang siswa dalam perbuatannya, maka sifat ini akan mempengaruhi jalan pikirannya. Sehingga keteraturan dalam belajar hendaknya tercermin dalam tindakan siswa setiap harinya” (The Liang Gie. 1984;89)

Oleh karena itu keteraturan belajar sangat krusial agar ilmu pelajaran yang telah diperoleh nir hilang, lantaran kemampuan otak pada berpikir serta mengingat memiliki keterbatasan. Sehingga menggunakan belajar secara teratur akan dihindari cara belajar menggunakan mendadak atau semalam suntuk. Seperti yang pada ungkapkan sang Roestiyah (1982) bahwa anak didik hendaknya jangan belajar sekaligus, mulailah belajar teratur agar tujuan yang diinginkan tercapai.

2) Disiplin dan semangat belajar
Siswa harus disiplin serta semangat dalam belajar, menggunakan disiplin maka murid bisa melaksanakan pada usahanya pada belajar. “sifat seringkali bermalas-malasan, impian mencari gampangnya saja, segan buat bersusah payah memusatkan pikiran, ganguan tersebut bias di atasi jika seseorang memiliki rasa disiplin dan semangat sehingga disiplin akan membangun kemauan belajar secara teratur”

(The Liang Gie, 1984;90) pada belajar siswa jua wajib memiliki semangat yang tinggi, supaya siswa mampu mengatasi kesulitan belajar yg terdapat. Sehingga menggunakan adanya semangat akan dapat menghilangkan rasa kantuk, indolen,bosan, malas, serta lain sebagainya.

3) Konsentrasi belajar
Dalam belajar anak didik dituntut buat berkonsentrasi penuh atau nir terbagi-bagi. Tanpa konsentrasi nir mungkin seorang murid berhasil menguasai pelajarannya, lantaran berkonsentrasi berarti siswa dapat memusatkan pikiran terhadap suatu mata pelajaran dengan menyampaikan seluruh hal yg tidak berhubungan dengan pelajaran tadi.

Konsentrasi dimaksudkan menjadi segenap kekuatan perhatian pada suatu situasi belajar. Unsure semangat pada hal ini sangat membantu tumbuhnya proses pemusatan pikiran.” Dalam belajar mungkin ada pula perhatian sekedarnya tetapi tidak berkonsentrasi, maka materi yg masuk pada pikiran memiliki kecenderungan berkesan tetapi kurang jelas pada dalam kesadaran”(Sardiman AM. 1994;74) oleh karenanya konsentrasi dalam belajar dibutuhkan sekali supaya belajar yg ingin dicapai akan berhasil menggunakan baik.

4) Pengaturan Waktu Belajar
Salah satu masalah yg seringkali dihadapi siswa merupakan kesukaran dalam mengatur saat belajar. Seseorang yang ingin mencapai output belajar yg aporisma, di tuntut buat pintar mengatur saat dalam belajar. Banyak saat yg terbuang sia-sia terurtama karena kebiasaan mengobrol atau bersantai. Sebaiknya membaca buku pelajaran yg belum dipahaminya bisa dimengerti.

Agar perhatian siswa berpusat dalam buku yg dibacanya dapat dengan cara memberi tanda-tanda pada kalimat yang krusial supaya bisa teringat menggunakan baik.” Pada kalimat-kalimat atau istilah-istilah yang penting bisa dibentuk garis bawah atau lingkari (The Liang Gie.1984:92).

Lebih lanjut syaiful bahri mengemukakan cara belajar yang efisien adalah belajar mengguanakan fasilitas dan perabot belajar yang relatif, mengatur waktu belajar, mengulangi bahan pelajaran, menghafal bahan pelajaran, membaca buku, membuat ringkasan, mengerjakan tugas, serta memanfaatkan perpustakaan.

1) Mempunyai fasilitas dan perabot belajar
Fasilitas serta perabot belajar menentukan keberhasilan belajar seorang, orang yang belajar tanpa dibantu dengan fasilitas nir sporadis mendapatkan kendala pada merampungkan kegiatan belajar, maka fasilitas nir bias pada abaikan dalam perkara belajar. Dengan adanya fasilitas belajar yg cukup paling tidak akan memperkecil kesulitan belajar.

2) Mengatur saat belajar
Masalah pengaturan waktu poly menjadi duduk perkara bagi pelajar. Banyak dari mereka mengeluh lantaran nir dapat membagi waktu menggunakan tepat dan baik, akibatnya waktu yang seharusnya dimanfaatkan terbuang percuma. Pelajar nir bias membagi waktunya dalam belajar akan menghadapi kebingungan, pelajaran apa yg wajib dipelajari hari ini atau esok hari.

3) Mengulangi bahan pelajaran
Setelah disekolah ingat buat mengulangi bahan pelajaran dirumah. Apa yang guru jelaskan tidak semuanya terkesan menggunakan baik. Tentu terdapat kesan-kesan yg masih samar-samar pada ingatan. Pengulangan sangat membantu buat memperbaiki seluruh kesan yg masih samar-samar itu untuk sebagai kesan yang sesungguhnya, yang tergambar kentara pada ingatan.

4) Menghafal bahan pelajaran
dalam belajar, menghafal bahan pelajaran merupakan galat satu kegiatan pada rangka penguasaan bahan. Bahan pelajaran yg wajib dikuasai nir hanya mengambil intisari (pokok pikiran), tetapi terdapat pula bahan pelajaran yang wajib dikuasai dengan cara menghafal. Semua rumus,dalil, konsep, serta kaidah tertentu nir bias di ambil intisari nya, namun wajib dikuasai dan dihafal apa adanya (secara harfiah).

5) Membaca buku
Kegiatan membaca adalah aktivitas yg paling poly dilakukan selama menuntut ilmu. Hampir setiap hari keharusan membaca kitab itu dilakukan. Dengan membaca berarti kita telah menambah ilmu pengetahuan dalam diri kita. Semakin sering membaca pelajaran maka semakin kaya pengetahuan seorang.

6) Membuat kompendium dan ikhtisar
Kegiatan membuat kompendium atau ikhtisar ini umumnya seorang lakukan setelah dia terselesaikan membaca suatu buku, suatu bab, atau sub-sub bab eksklusif. Kegiatan menciptakan ringkasan atau ikhitisar ini nir lain adalah aktivitas yg berupaya untuk memadatkan isi dengan landasan kerangka dasarnya dan menghilangkan pikiran-pikiran jabaran.

7) Mengerjakan tugas
Selama menuntut ilmu pada lembaga pendidikan formal tidak akan pernah melepaskan diri berdasarkan keharusan mengerjakan tugas-tugas studi. Setiap pengajar pasti menaruh tugas buat diselesaikan, baik secara grup juga individu.

8) Memanfaatkan perpustakaan
Dunia pendidikan merupakan dunia pustaka. Di perpustakan terdapat aneka macam macam literature dengan berbagai disiplin ilmu. Semuanya bisa dimanfaatkan buat memenuhi kebutuhan studi.

Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan tolak ukur pada dunia pendidikan, khususnya sekolah, sesudah menjalani proses pembelajaran maka siswa akan mendapatkan output belajar yg sinkron dengan apa yg sudah dilakukannya. Hasil belajar tersebut dinyatakan berupa dengan alfabet serta angka mutu. Hal ini sesuai dengan pendapat abu Ahmasi (1988:21) yg mendefinisikan prestasi belajar menjadi berikut :”prestasi belajar merupakan output belajar yg telah pada capai dalam suatu bisnis dalam aktivitas belajar dan perwujudan prestasinya bisa ditinjau dari nilai yang diperoleh setiap mengikuti Tes”.

Jadi bisa disimpulkan bahwa prestasi adalah bentuk penghargaan yang diberikan oleh para pendidik kepada murid yang telah mengikuti proses pembelajatan, bentuk penghargaan tadi berupa angka-nomor atau alfabet mutu. Yang adalah output yg pada capai murid sehabis mengikuti pelajaran yang pada ukur menurut hasil nilai murid pada setiap tes maupun ujian.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Menurut Bimo Walgito (1980 : 125-129) mengemukakan bahwa faktor yg herbi prestasi belajar, yaitu: 
  • Faktor yg berasal berdasarkan pada diri individu (intern), meliputi : 
a. Intelegensi.
b. Motivasi belajar
c. Sikap anak didik terhadap guru
d. Minat siswa terhadap mata pelajaran
e. Persepsi siwa terhadap guru yang mengajar 

  • Faktor yang asal berdasarkan luar individu (eksternal), mencakup : 
a. Pekerjaan orang tua
b. Pendapatan orang tua
c. Pendidikan orang tua
d. Aktifitas belajar siswa
e. Sarana belajar siswa

Berdasarkan pendapat di atas, maka bisa pada tarik kesimpulan bahwa pada memilih prestasi belajar murid terdapat dua faktor yg menghipnotis, yaitu : faktor intern ( faktor yg berasal berdasarkan diri anak didik sendiri) serta faktor eksternal ( faktor menurut luar diri siswa itu sendiri).

PENGERTIAN CARA BELAJAR MENURUT PARA AHLI

Pengertian Cara Belajar Menurut Para Ahli
Cara belajar setiap murid bhineka diubahsuaikan dengan akal budi setiap anak. Oemar Hamalik (1983;30) mengemukakan mengenai cara belajar adalah “aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam mengusut sesuatu, adalah aktivitas-aktivitas yang seharusnya dilakukan dalam situasi belajar tertentu. Dalam situasi eksklusif dibutuhkan cara belajar eksklusif jua”. Cara belajar yang baik merupakan cara belajar yang teratur, cara belajar yang dipergunakan turut memilih output belajar yg diharapkan.

Slameto (1995;82) mengemukakan bahwa: ”Cara belajar adalah norma belajar atau cara belajar yg mensugesti belajar meliputi antara lain; mengulangi bahan pelajaran, membaca dan menciptakan catatan, kosentrasi, mengerjakan tugas, cara mengatur waktu belajar.”

Seorang murid akan memiliki output belajar yang baik apabila cara belajar yang dipakai cukup efisien, cara belajar yg efektif setidak-tidaknya ditentukan sang keteraturan, disiplin, dan semangat, konsentrasi, pengaturan saat, serta cara-cara belajar yang dilakukan anak didik.

1) Keteraturan Belajar
Pokok pangkal yang primer berdasarkan cara belajar yg baik merupakan keteraturan. Siswa harus teratur mengikuti pelajaran, membaca buku pelajaran, catatan pelajaran, serta indera perlengkapan buat belajar harus dipelihara secara teratur. 

“jika sifat keteraturan ini sudah sahih dihayati sebagai akibatnya menjadi norma seseorang siswa dalam perbuatannya, maka sifat ini akan mensugesti jalan pikirannya. Sehingga keteraturan dalam belajar hendaknya tercermin pada tindakan siswa setiap harinya” (The Liang Gie. 1984;89)

Oleh karenanya keteraturan belajar sangat krusial agar ilmu pelajaran yang telah diperoleh nir hilang, karena kemampuan otak dalam berpikir dan mengingat memiliki keterbatasan. Sehingga dengan belajar secara teratur akan dihindari cara belajar menggunakan mendadak atau semalam suntuk. Seperti yg pada ungkapkan sang Roestiyah (1982) bahwa murid hendaknya jangan belajar sekaligus, mulailah belajar teratur agar tujuan yang diinginkan tercapai.

2) Disiplin serta semangat belajar
Siswa wajib disiplin dan semangat dalam belajar, dengan disiplin maka murid dapat melaksanakan dalam usahanya dalam belajar. “sifat sering bermalas-malasan, impian mencari gampangnya saja, segan buat bersusah payah memusatkan pikiran, ganguan tadi bias di atasi bila seorang mempunyai rasa disiplin serta semangat sehingga disiplin akan membangun kemauan belajar secara teratur”

(The Liang Gie, 1984;90) pada belajar murid juga wajib mempunyai semangat yang tinggi, agar anak didik sanggup mengatasi kesulitan belajar yg terdapat. Sehingga menggunakan adanya semangat akan bisa menghilangkan rasa kantuk, indolen,bosan, malas, dan lain sebagainya.

3) Konsentrasi belajar
Dalam belajar anak didik dituntut buat berkonsentrasi penuh atau nir terbagi-bagi. Tanpa konsentrasi nir mungkin seorang murid berhasil menguasai pelajarannya, karena berkonsentrasi berarti anak didik bisa memusatkan pikiran terhadap suatu mata pelajaran dengan menyampaikan semua hal yang nir berhubungan dengan pelajaran tersebut.

Konsentrasi dimaksudkan sebagai segenap kekuatan perhatian pada suatu situasi belajar. Unsure semangat dalam hal ini sangat membantu tumbuhnya proses pemusatan pikiran.” Dalam belajar mungkin ada pula perhatian sekedarnya namun tidak berkonsentrasi, maka materi yang masuk dalam pikiran memiliki kesamaan berkesan namun samar-samar pada pada pencerahan”(Sardiman AM. 1994;74) oleh karena itu konsentrasi dalam belajar diharapkan sekali agar belajar yg ingin dicapai akan berhasil menggunakan baik.

4) Pengaturan Waktu Belajar
Salah satu kasus yg tak jarang dihadapi murid adalah kesukaran dalam mengatur waktu belajar. Seseorang yang ingin mencapai hasil belajar yg aporisma, di tuntut untuk pandai mengatur waktu pada belajar. Banyak ketika yg terbuang sia-sia terurtama karena norma mengobrol atau bersantai. Sebaiknya membaca buku pelajaran yg belum dipahaminya dapat dimengerti.

Agar perhatian murid berpusat dalam buku yg dibacanya bisa dengan cara memberi tanda-tanda dalam kalimat yg krusial supaya bisa teringat menggunakan baik.” Pada kalimat-kalimat atau istilah-kata yg krusial bisa dibentuk garis bawah atau lingkari (The Liang Gie.1984:92).

Lebih lanjut syaiful bahri mengemukakan cara belajar yg efisien adalah belajar mengguanakan fasilitas dan perabot belajar yg cukup, mengatur saat belajar, mengulangi bahan pelajaran, menghafal bahan pelajaran, membaca buku, membuat ringkasan, mengerjakan tugas, dan memanfaatkan perpustakaan.

1) Mempunyai fasilitas dan perabot belajar
Fasilitas dan perabot belajar menentukan keberhasilan belajar seorang, orang yg belajar tanpa dibantu menggunakan fasilitas nir jarang mendapatkan kendala pada merampungkan kegiatan belajar, maka fasilitas nir bias pada abaikan dalam perkara belajar. Dengan adanya fasilitas belajar yang relatif paling nir akan memperkecil kesulitan belajar.

2) Mengatur saat belajar
Masalah pengaturan waktu poly menjadi dilema bagi pelajar. Banyak dari mereka mengeluh karena tidak bisa membagi saat dengan tepat dan baik, akibatnya saat yg seharusnya dimanfaatkan terbuang percuma. Pelajar tidak bias membagi waktunya dalam belajar akan menghadapi kebingungan, pelajaran apa yang harus dipelajari hari ini atau esok hari.

3) Mengulangi bahan pelajaran
Setelah disekolah ingat buat mengulangi bahan pelajaran dirumah. Apa yg guru jelaskan nir semuanya terkesan menggunakan baik. Tentu terdapat kesan-kesan yang masih samar-samar dalam ingatan. Pengulangan sangat membantu buat memperbaiki semua kesan yg masih kurang jelas itu buat menjadi kesan yang sesungguhnya, yg tergambar kentara pada ingatan.

4) Menghafal bahan pelajaran
dalam belajar, menghafal bahan pelajaran adalah keliru satu kegiatan pada rangka dominasi bahan. Bahan pelajaran yg wajib dikuasai nir hanya merogoh intisari (utama pikiran), tetapi terdapat pula bahan pelajaran yang harus dikuasai menggunakan cara menghafal. Semua rumus,dalil, konsep, serta kaidah eksklusif nir bias pada ambil intisari nya, tetapi harus dikuasai dan dihafal apa adanya (secara harfiah).

5) Membaca buku
Kegiatan membaca merupakan kegiatan yang paling banyak dilakukan selama menuntut ilmu. Hampir setiap hari keharusan membaca kitab itu dilakukan. Dengan membaca berarti kita sudah menambah ilmu pengetahuan dalam diri kita. Semakin tak jarang membaca pelajaran maka semakin kaya pengetahuan seseorang.

6) Membuat ringkasan serta ikhtisar
Kegiatan menciptakan kompendium atau ikhtisar ini umumnya seorang lakukan setelah dia terselesaikan membaca suatu kitab , suatu bab, atau sub-sub bab eksklusif. Kegiatan membuat ringkasan atau ikhitisar ini nir lain merupakan kegiatan yg berupaya buat memadatkan isi menggunakan landasan kerangka dasarnya dan menghilangkan pikiran-pikiran jabaran.

7) Mengerjakan tugas
Selama menuntut ilmu pada forum pendidikan formal nir akan pernah melepaskan diri berdasarkan keharusan mengerjakan tugas-tugas studi. Setiap guru niscaya menaruh tugas buat diselesaikan, baik secara kelompok maupun individu.

8) Memanfaatkan perpustakaan
Dunia pendidikan merupakan dunia pustaka. Di perpustakan masih ada aneka macam macam literature dengan banyak sekali disiplin ilmu. Semuanya dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan studi.

Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah tolak ukur pada dunia pendidikan, khususnya sekolah, sehabis menjalani proses pembelajaran maka anak didik akan menerima output belajar yang sesuai menggunakan apa yg sudah dilakukannya. Hasil belajar tadi dinyatakan berupa dengan huruf serta nomor mutu. Hal ini sesuai menggunakan pendapat abu Ahmasi (1988:21) yang mendefinisikan prestasi belajar sebagai berikut :”prestasi belajar merupakan output belajar yang sudah pada capai dalam suatu usaha pada kegiatan belajar dan perwujudan prestasinya bisa dipandang dari nilai yang diperoleh setiap mengikuti Tes”.

Jadi dapat disimpulkan bahwa prestasi merupakan bentuk penghargaan yg diberikan sang para pendidik kepada murid yang telah mengikuti proses pembelajatan, bentuk penghargaan tersebut berupa nomor -angka atau huruf mutu. Yang merupakan hasil yg di capai murid selesainya mengikuti pelajaran yg di ukur dari hasil nilai murid dalam setiap tes juga ujian.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Menurut Bimo Walgito (1980 : 125-129) mengemukakan bahwa faktor yg berhubungan dengan prestasi belajar, yaitu: 
  • Faktor yang dari dari dalam diri individu (intern), mencakup : 
a. Intelegensi.
b. Motivasi belajar
c. Sikap anak didik terhadap guru
d. Minat anak didik terhadap mata pelajaran
e. Persepsi siwa terhadap pengajar yang mengajar 

  • Faktor yg dari berdasarkan luar individu (eksternal), mencakup : 
a. Pekerjaan orang tua
b. Pendapatan orang tua
c. Pendidikan orang tua
d. Aktifitas belajar siswa
e. Sarana belajar siswa

Berdasarkan pendapat pada atas, maka dapat pada tarik konklusi bahwa pada memilih prestasi belajar murid ada 2 faktor yang mensugesti, yaitu : faktor intern ( faktor yang dari menurut diri murid sendiri) dan faktor eksternal ( faktor menurut luar diri murid itu sendiri).

PENGERTIAN BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Pengertian Belajar Dan Pembelajaran 
A. Pengertian Belajar
Dalam pengertian luas belajar bisa di artikan sebagai aktivitas psiko-fisik menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai bisnis dominasi ilmu pengetahuan yang adalah sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. 

Maka terdapat pengertian bahwa belajar merupakan ” penambahan pengetahuan”. Devisi atau praktik poly di anut sekolah-sekolah. Para pengajar berusaha menaruh ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan anak didik ulet buat mengumpulkan/ menerimanya. Dalam wacana misalnya ini pengajar hanya berperan sebagai :guru” berikut adalah pengertian belajar yang pada definisikan sang berbagai ahli menjadi berikut.

Slameto (1988:2) mengemukakan bahwa : ” belajar adalah suatu usaha proses yg dilakukan individu buat memperoleh suatu perubahan prilaku yang baru secara holistik, menjadi output berdasarkan pengalaman individu itu sendiri menggunakan hubungan individu menggunakan lingkungannya.

Moeslichatoen (1989:1) mengemukakan bahwa belajar bisa diartikan sebagai proses yg menciptakan terjadinya proses belajar dan perubahan itu sendiri pada hasilkan dari usaha dalam proses belajar.

Menurut M. Dalyono (1997:49) bahwa ” belajar adalah suatu bisnis atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan tingkah laku , perilaku, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan lain sebagainya”.

Belajar dari Sardiman AM( 1995:20)
Belajar itu senantiasa adalah perubahan tingkah laris atau penampilan, dengan serangkaian aktivitas contohnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan sebagainya.”

Dari pengertian di atas bisa diketahui bahwa belajar wajib diikuti menggunakan perubahan tingkah laku yang pada bisa dari membaca, mengamati, mendengarkan dan meniru. Belajar pula adalah suatu proses perubahan tingkah laku pemikiran juga kecakapan. 

Perubahan tingkah laku tadi di tunjukkan oleh peserta didik menjadi tahu, sebagai terampil, sebagai berbudi, dan mampu menjadi manusia yang sanggup memakai nalar pikirannya sebelum bertindak serta mengambil keputusan buat melakukan sesuatu.

Jadi pengertian belajar menurut para ahli psikologi, khususnya ahli psikologi pendidikan, yaitu karakteristik-karakteristik perubahan prilaku berupa: 
  • Perubahan yg terjadi secara sadar. 
  • Perubahan pada belajar bersifat kontinyu serta fungsional 
  • Perubahan pada belajar bersifat positif serta aktif 
  • Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara 
  • Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah 
  • Perubahan meliputi seluruh aspek prilaku 
Jadi kesimpulannya dapat dikemukakan bahwa seluruh perubahan yg terjadi lantaran tidak direncanakan tidak termasuk pada pengertian belajar, dan pada pada belajar wajib terencana.

Seperti sudah pada uraikan di atas bahwa belajar adalah aktifitas diri dalam merubah pribadi sendiri, maka buat itu insan perlu menempuh jalan yg teratur pada pelaksanaan belajar, atau tak jarang dianggap dengan cara belajar

Kebiasaan Belajar
Menurut pendapat Dalyono (1996:20) norma itu timbul lantaran proses penyusunan kesamaan respon menggunakan menggunakan stimulus yang berulang-ulang sebagai akibatnya sebagai prilaku yg menetap serta otomatis. 

Berbicara masalah kebiasaan belajar setiap insan mempunyai norma yg tidak sama, misalnya seseorang anak didik yang memiliki kebiasaaan belajar acuh tak acuh, norma belajar dengan memanfaatkan media elektro dan, norma belajar menjelang ujian saja dan lain-lain. Untuk memperoleh kebiasaan belajar yang baik anak didik memiliki disiplin yang tinggi, pertama yg dilakukan murid merupakan merencanakan cara belajar yang baik.

Untuk mengembangkan kebiasaan belajar yang baik murid perlu melakukan persiapan belajar sebagai berikut :
1. Menyusun planning kegiatan belajar 
2. Memilih ruang belajar yg nyaman 
3. Mengumpulkan indera dan bahan pelajaran yang pada perlukan
4. Menciptakan buku catatan pelajaran yg sempurna serta rapi
5. Memakai ketika belajar yg efektif
6. Menyiapkan diri buat belajar

Tujuan Belajar
Dalam bisnis pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan (kondisi) belajar yang lebih kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan mengajar. Mengajar pada artikan menjadi suatu bisnis penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan belajar ini sendiri terdiri atau dipengaruhi sang berbagai komponen yang masing-masing akan saling mempengaruhi. Komponen-komponen itu misalnya tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, materi yg ingin pada ajarkan, pengajar serta anak didik yang memainkan peranan serta interaksi sosial tertentu, jenis kegiatan serta sarana serta prasarana belajar-mengajar yang tersedia.

B.  Pengertian Pembelajaran
Proses pembelajaran menjadi elemen yg menjadi sentra perhatian dalam pendidikan, adalah elemen penentu keberhasilan proses pendidikan. Tanpa terdapat timbal pulang antara pengajar menjadi pendidik serta guru dengan siswa sebagai objek yg pada didik serta diajar nir akan mungkin akan terjadi proses pembelajaran pada kelas atau di tempet belajar eksklusif. Melalui proses pembelajaran yg interaktif antara guru dan peserta didik akan terjadi perubahan prilaku pada siswa yg ditandai menggunakan tanda-tanda siswa sebagai memahami terhadap bahan ajar yang pada pelajarinya berdasarkan tidak tahu pada waktu sebelum menilik materi pelajaran eksklusif.

Slameto (1988 : 68) menyatakan agar proses pembelajaran di kelas dapat aporisma serta optimal, maka interaksi antar pengajar dengan siswa serta hubungan peserta didik menggunakan sesama siswa yg lain harus timbal kembali dan komunikatif satu menggunakan yg lainnya. Proses pembelajaran hanya dapat terjadi bila antara pengajar menggunakan anak didik terjadi komunikasi dan interaksi timbal kembali yg edukatif . Jadi proses pembeljaran di kelas pada pengaruhi sang hubungan yang ada pada proses pembelajaran itu sendiri. Jadi cara belajar siswa pula pada pengaruhi oleh rekanan murid menggunakan gurunya.

Guru yg kurang komunikatif dan edukatif dalam berinteraksi menggunakan siswanya, akan menyebabkan proses pembelajaran pada kelas berjalan tidak optimal dan maksimal . Selain itu, murid akan menjauhkan diri menurut pengajar sehingga murid tersebut tidak bisa aktif dalam mengikuti proses pembelajaran pada kelas. Oleh karena itu, wajah calon guru serta para guru yang telah mengajar harus menguasai pengetahuan mengenai diktaktik serta metodik pembelajaran, contohnya menguasai dan menerapkan pengetahuan mengenai : dinamika aktivitas dalam strategi belajar mengajar, hubungan serta motivasi belajar mengajar, serta aneka macam pendekatan pada proses belajar mengajar.

Situasi belajar pula adalah elemen krusial yg berkontribusi positif terhadap terciptanya proses poembelajaran. Situasi belajar menunjuk kepada lingkungan dimana proses pembelajaran itu terjadi. Ruang kelas, ruang perpustakaan, dan ruang laboratorium adalah lingkungan belajar yg sangat mensugesti situasi belajar di loka belajar tersebut. Dengan adanya lingkungan atau tempat yg menyenangkan dapat membangkitkan minat serta motivasi belajar peserta pada belajar dan minat dan motivasi mengajar bagi guru.

Situasi belajar menampakan pada suatu faktor atau syarat yg menghipnotis anak didik atau proses pembelajaran. Guru adalah satu faktor dalam situasi belajar pada samping situasi udara, penerangan, komposisi tempat duduk serta sebagainya (Sardiman, 1988:7).

Sikap guru, semangat kelas, sikap masyarakat, dan suasana perasaan pada sekolah jua adalah faktor yang mempengaruhi kualitas serta proses dan hasil pembelajaran.

Dan pada proses pembelajaran pada kelas guru sering mengadapi peserta didik yg mengalami gangguan perhatian sehingga peserta didik tersebut kurang dapat memusatkan perhatiannya dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas. Akibatnya siswa tersebut kurang dapat mengetahui dan tahu materi pelajaran yg di ajarkan oleh guru dan memperoleh prestasi belajar rendah. Gejala gangguan perhatian faktor yang di alami siswa di kelas wajib diketahui serta dipahami sang guru sebagai pengajar dan pendidik pada kelas buat mencegah serta mengatasi kesulitan belajar yg di alami oleh siswa dalam mengikuti proses pembelajaran pada kelas. Adapun upaya yg bisa dilakukan oleh pengajar dikelas pada mencegah serta mengatasi perkara gangguan perhatian yg di alami oleh siswa di kelas adalah pengajar usahakan menerapkan metode dan strategi pembelajaran yg menarik perhatian belajar supaya peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran pada kelas menggunakan baik dari awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran.

Jenis-Jenis Belajar
Belajar suatu kegiatan mencakup beberapa jenis belajar, yaitu : 
(1) Belajar bagian
(2) Belajar dengan wawasan
(tiga) Belajar deskriminatif
(4) Belajar secara global atau keseluruhan
(5) Belajar isidental
(6) Belajar instrumental
(7) Belajar intensional
(8) Belajar laten
(9) Belajar mental
(10) Belajar produktif
(11) Belajar secara lisan. 


Belajar bagian yaitu siswa membagi-bagi bahan ajar kedalam bagian-bagian agar mudah pada pelajari untuk tahu makna bahan ajar secara keseluruhan. Belajar menggunakan wawasan dari kohler adalah belajar yang berdasar pada teori wawasan yg menyatakan bahwa belajar adalah proses mereorganisasikan pola-pola prilaku yangterbentuk sebagai satu tingkah l;aku yang terdapat pada hubungannya dengan penyelesaian suatu masalah (Slameto, 1988:5).

Belajar deskriminatif diartikan sebagai suatu bisnis buat menentukan beberapa sifat situasi rangsangan serta lalu menjadikannya menjadi panduan dalam berprilaku. Belajar secara global atau keseluruhan, yaitu individu mengusut holistik bahan pelajaran kemudian pada pelajari secara berulang buat dikuasai. Belajar incidental adalah proses yang terjadi secara sewaktu-ketika tanpa ada petunjuk yang diberikan sang pengajar sebelumnya (Slameto, 1988:7).

Belajar instrumental adalah proses belajar yang terjadi karena adanya hukuman dan hibah dari guru menjadi alat buat menyukseskan kegiatan belajar siswa. Belajar intensional ialah belajar yg mempunyai arah, tujuan, serta petunjuk yang di jelaskan oleh guru. Belajar laten yaitu belajar yg di tandai dengan perubahan-perubahan prilaku yang terlihat tidak terjadi menggunakan segera. Belajar mental artinya perubahan kemungkinan tingkah laku yg terjadi dalam individu nir nyata terlihat, melainkan hanya berupa perubahan proses kognitif dari bahan yg dipelajari. Belajar produktif yaitu belajar menggunakan mengtransfer maksimum (Birguis, pada Slameto, 1988:8). Dan belajar mulut adalah belajar dengan materi ekspresi menggunakan melalui proses latihan dan proses ingatan.

Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Belajar
Belajar menjadi suatu aktifitas mental atau psikis ditentukan oleh beberapa factor. Factor-faktor yang menghipnotis proses serta output belajar tersebut menurut Slameto (1988:56) serta Suryabrata (1986) dibagi atas 2 factor primer, yaitu factor yang bersumber berdasarkan pada diri peserta didik dan factor yg bersumber menurut luar peserta didik. Factor yg bersumber menurut dalam diri sendiri dianggap factor intern dan factor yang bersumber dari luar individu disebut factor ekstern. Yang termasuk dalam factor intern misalnya factor jasmaniah, factor kelelahan, serta factor psikologis. Yang termasuk ke dalam factor jasmaniah, contohnya factor kesehatan serta stigma tubuh. Sedangkan yang termasuk factor psikologis, contohnya factor inteligensi, minat, perhatian, bakat, motivasi, kematangan serta kesiapan. (Slameto:56-62)

Factor kesehatan sebagai factor internal yang mensugesti proses dan hasil belajar dimaksudkan, yaitu bahwa siswa yang mengalami gangguan kesehatan akan tidak dapat belajar menggunakan maksimaldan optimal.sebagai model , peserta didik yg sedan menjalani ujian dalam kondisi tidak sehat akan tidak sinkron kondisi belajarnya serta hasil belajarnya dengan peserta didik yang menjalani ujian pada syarat kesehatan yang prima. Oleh karena itu, peserta didik sangat dibutuhkan untuk selalu menjaga kesehatan supaya permanen sehat.

Faktor psikologis, contohnya faktor minat, perhatian, bakat, motivasi, kematangan, serta kesiapan peserta didik sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar peserta didik di sekolah. Berbagai hasil penelitian menerangkan bahwa faktor-faktor psikologis berupa minat, perhatian,bakat, motivasi, kematangan, serta kesiapan siswa dan berbagai faktor psikologis lainnya berkontribusi secara signifikan pada menaikkan kualitas dan proses output belajar anak didik pada sekolah, yg akhirnya berpengaruh pada peningkatan kualitas pendidikan pada sekolah.

Faktor internal lainnya yg berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar siswa adalah faktor kelelahan. Peserta didik yg mengalami kelelahan Lantaran telah melakukan pekerjaan berat yang melibatkan kegiatan fisik, akan kurang bisa memusatkan perhatian dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas. Peserta didik cenderung menampakan gejala mengantuk, tidak damai atau gelisah serta susah memusatkan perhatiannya pada aktivitas belajar yg dilakukan sang gurubersama teman kelas lainnya. Oleh karena itu, para guru wajib memperhatikan tanda-tanda prilaku belajar siswa yang pada akibatkan sang faktor kelelahan.

Selanjutnya, yg termasuk faktor-faktor ekstern yang bersumber berdasarkan luar diri peserta didik yang berpengaruh dalam proses pembelajaran pada kelas , merupakan faktor famili, sekolah serta warga yg mendukung aktivitas belajar anak akan cenderung memiliki prestasi belajar yang baik bila di bandingkan dengan peserta didik yg hidup lingkungan keluarga, sekolah, dan warga yg tidak mendukung aktivitas belajar anak.

Di lingkungan famili, peran orang tua (bunda dan bapak) dan anggota keluarga seisi tempat tinggal sangat menentukan bagi kesuksesan belajar anak dirumah. Di lingkungan sekolah, peranan kepala sekolah, pengajar, wali kelas, konselor, staf administrasi, serta teman sekelas pula berpengaruh pada membantu kesuksesan belajar anak pada sekolah. Selain itu, fasilitas belajar, media poembelajaran, perpustakaan , laboratorium, serta infrastruktur lainnya di sekolah yg lengkap dan berkualitas akan berkontribusi terhadap kesuksesan belajar peserta didik pada sekolah. Di lingkungan masyarakat, peranan tokoh rakyat, pemerintah, serta ketersediaan asal belajar di masyarakat jua berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan pada sekolah.

Untuk menunjang keberhasilan anak pada mengikuti pembelajaran pada sekolah, maka pihak sekolah perlu melakukan kerjasama yg baik menggunakan lingkungan keluarga serta masyarakat. Sekolah tidak akan sukses melakukan visi dan misi pendidikan tanpa dukungan berdasarkan lingkungan keluarga, masyarakat, dan berbagai pihak terkait dan berkepentingan dengan pihak sekolah. Oleh karena itu, pihak interaksi masyarakat sekolah harus aktif pada menjalin kerjasama pada banyak sekali pihak buat kemajuan pendidikan pada sekolah.

PENGERTIAN BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Pengertian Belajar Dan Pembelajaran 
A. Pengertian Belajar
Dalam pengertian luas belajar bisa pada artikan menjadi aktivitas psiko-fisik menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian pada arti sempit, belajar dimaksudkan menjadi bisnis penguasaan ilmu pengetahuan yg adalah sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. 

Maka ada pengertian bahwa belajar adalah ” penambahan pengetahuan”. Devisi atau praktik banyak pada anut sekolah-sekolah. Para guru berusaha memberikan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya serta siswa ulet untuk mengumpulkan/ menerimanya. Dalam perihal seperti ini guru hanya berperan sebagai :guru” berikut adalah pengertian belajar yg pada definisikan sang berbagai ahli sebagai berikut.

Slameto (1988:2) mengemukakan bahwa : ” belajar merupakan suatu bisnis proses yg dilakukan individu buat memperoleh suatu perubahan prilaku yang baru secara holistik, menjadi output menurut pengalaman individu itu sendiri menggunakan hubungan individu menggunakan lingkungannya.

Moeslichatoen (1989:1) mengemukakan bahwa belajar bisa diartikan sebagai proses yg menciptakan terjadinya proses belajar serta perubahan itu sendiri di hasilkan dari bisnis dalam proses belajar.

Menurut M. Dalyono (1997:49) bahwa ” belajar adalah suatu usaha atau kegiatan yg bertujuan mengadakan perubahan tingkah laris, sikap, norma, ilmu pengetahuan, keterampilan, serta lain sebagainya”.

Belajar berdasarkan Sardiman AM( 1995:20)
Belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laris atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan contohnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, serta sebagainya.”

Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa belajar wajib diikuti dengan perubahan tingkah laris yg di dapat berdasarkan membaca, mengamati, mendengarkan serta meniru. Belajar juga adalah suatu proses perubahan tingkah laris pemikiran juga kecakapan. 

Perubahan tingkah laris tersebut di tunjukkan oleh peserta didik sebagai tahu, menjadi terampil, menjadi berbudi, serta sanggup sebagai insan yang mampu menggunakan logika pikirannya sebelum bertindak serta mengambil keputusan buat melakukan sesuatu.

Jadi pengertian belajar berdasarkan para ahli psikologi, khususnya pakar psikologi pendidikan, yaitu ciri-ciri perubahan prilaku berupa: 
  • Perubahan yg terjadi secara sadar. 
  • Perubahan pada belajar bersifat kontinyu dan fungsional 
  • Perubahan pada belajar bersifat positif serta aktif 
  • Perubahan pada belajar bukan bersifat ad interim 
  • Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah 
  • Perubahan mencakup seluruh aspek prilaku 
Jadi kesimpulannya bisa dikemukakan bahwa seluruh perubahan yg terjadi karena tidak direncanakan tidak termasuk dalam pengertian belajar, serta di pada belajar harus terpola.

Seperti sudah pada uraikan di atas bahwa belajar adalah aktifitas diri pada merubah langsung sendiri, maka buat itu insan perlu menempuh jalan yg teratur dalam pelaksanaan belajar, atau sering diklaim dengan cara belajar

Kebiasaan Belajar
Menurut pendapat Dalyono (1996:20) kebiasaan itu muncul lantaran proses penyusunan kecenderungan respon dengan memakai stimulus yang berulang-ulang sehingga menjadi prilaku yg menetap serta otomatis. 

Berbicara kasus norma belajar setiap manusia mempunyai norma yang tidak sama, seperti seseorang murid yg memiliki kebiasaaan belajar acuh tak acuh, norma belajar menggunakan memanfaatkan media elektronik dan, norma belajar menjelang ujian saja serta lain-lain. Untuk memperoleh kebiasaan belajar yang baik siswa memiliki disiplin yg tinggi, pertama yg dilakukan anak didik adalah merencanakan cara belajar yg baik.

Untuk membuatkan norma belajar yang baik anak didik perlu melakukan persiapan belajar menjadi berikut :
1. Menyusun planning aktivitas belajar 
2. Menentukan ruang belajar yang nyaman 
3. Mengumpulkan alat dan bahan pelajaran yang di perlukan
4. Membuat kitab catatan pelajaran yg tepat dan rapi
5. Menggunakan saat belajar yg efektif
6. Menyiapkan diri buat belajar

Tujuan Belajar
Dalam usaha pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan (syarat) belajar yg lebih kondusif. Hal ini akan berkaitan menggunakan mengajar. Mengajar di artikan sebagai suatu bisnis penciptaan sistem lingkungan yg memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan belajar ini sendiri terdiri atau dipengaruhi oleh berbagai komponen yang masing-masing akan saling mempengaruhi. Komponen-komponen itu misalnya tujuan pembelajaran yg ingin dicapai, materi yg ingin pada ajarkan, pengajar dan murid yang memainkan peranan dan interaksi sosial eksklusif, jenis kegiatan serta wahana dan prasarana belajar-mengajar yg tersedia.

B.  Pengertian Pembelajaran
Proses pembelajaran sebagai elemen yg sebagai sentra perhatian pada pendidikan, adalah elemen penentu keberhasilan proses pendidikan. Tanpa terdapat timbal pulang antara pengajar menjadi pendidik serta guru menggunakan siswa sebagai objek yg pada didik dan diajar nir akan mungkin akan terjadi proses pembelajaran pada kelas atau pada tempet belajar tertentu. Melalui proses pembelajaran yang interaktif antara pengajar dan siswa akan terjadi perubahan prilaku kepada siswa yg ditandai menggunakan tanda-tanda siswa sebagai tahu terhadap bahan ajar yg pada pelajarinya berdasarkan nir memahami pada saat sebelum mengusut materi pelajaran tertentu.

Slameto (1988 : 68) menyatakan agar proses pembelajaran pada kelas dapat maksimal dan optimal, maka interaksi antar pengajar menggunakan peserta didik serta interaksi peserta didik dengan sesama siswa yang lain wajib timbal balik dan komunikatif satu dengan yang lainnya. Proses pembelajaran hanya bisa terjadi bila antara pengajar menggunakan siswa terjadi komunikasi serta hubungan timbal pulang yang edukatif . Jadi proses pembeljaran di kelas pada pengaruhi sang hubungan yang terdapat pada proses pembelajaran itu sendiri. Jadi cara belajar siswa pula di pengaruhi oleh rekanan murid dengan gurunya.

Guru yang kurang komunikatif dan edukatif pada berinteraksi menggunakan siswanya, akan mengakibatkan proses pembelajaran di kelas berjalan tidak optimal dan aporisma. Selain itu, murid akan menjauhkan diri dari pengajar sebagai akibatnya murid tersebut tidak dapat aktif dalam mengikuti proses pembelajaran pada kelas. Oleh karena itu, wajah calon guru serta para pengajar yg sudah mengajar wajib menguasai pengetahuan mengenai diktaktik dan metodik pembelajaran, misalnya menguasai dan menerapkan pengetahuan mengenai : dinamika aktivitas pada taktik belajar mengajar, hubungan dan motivasi belajar mengajar, dan aneka macam pendekatan pada proses belajar mengajar.

Situasi belajar jua adalah elemen krusial yang berkontribusi positif terhadap terciptanya proses poembelajaran. Situasi belajar menunjuk pada lingkungan dimana proses pembelajaran itu terjadi. Ruang kelas, ruang perpustakaan, serta ruang laboratorium adalah lingkungan belajar yg sangat mensugesti situasi belajar di tempat belajar tadi. Dengan adanya lingkungan atau tempat yg menyenangkan bisa membangkitkan minat serta motivasi belajar peserta pada belajar serta minat serta motivasi mengajar bagi guru.

Situasi belajar menunjukkan pada suatu faktor atau kondisi yg menghipnotis murid atau proses pembelajaran. Pengajar merupakan satu faktor pada situasi belajar di samping situasi udara, penjelasan, komposisi tempat duduk dan sebagainya (Sardiman, 1988:7).

Sikap guru, semangat kelas, perilaku rakyat, serta suasana perasaan pada sekolah juga merupakan faktor yg menghipnotis kualitas dan proses serta output pembelajaran.

Dan pada proses pembelajaran pada kelas pengajar seringkali mengadapi siswa yg mengalami gangguan perhatian sebagai akibatnya peserta didik tersebut kurang dapat memusatkan perhatiannya pada mengikuti proses pembelajaran pada kelas. Akibatnya siswa tadi kurang dapat mengetahui serta tahu bahan ajar yang di ajarkan sang guru dan memperoleh prestasi belajar rendah. Gejala gangguan perhatian faktor yang pada alami peserta didik pada kelas harus diketahui serta dipahami sang pengajar sebagai guru serta pendidik di kelas buat mencegah serta mengatasi kesulitan belajar yang di alami sang siswa pada mengikuti proses pembelajaran pada kelas. Adapun upaya yg bisa dilakukan oleh guru dikelas pada mencegah serta mengatasi perkara gangguan perhatian yg pada alami sang siswa di kelas artinya pengajar sebaiknya menerapkan metode dan strategi pembelajaran yg menarik perhatian belajar supaya peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran pada kelas dengan baik dari awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran.

Jenis-Jenis Belajar
Belajar suatu aktivitas meliputi beberapa jenis belajar, yaitu : 
(1) Belajar bagian
(2) Belajar dengan wawasan
(tiga) Belajar deskriminatif
(4) Belajar secara global atau keseluruhan
(5) Belajar isidental
(6) Belajar instrumental
(7) Belajar intensional
(8) Belajar laten
(9) Belajar mental
(10) Belajar produktif
(11) Belajar secara mulut. 


Belajar bagian yaitu siswa membagi-bagi materi pelajaran kedalam bagian-bagian supaya mudah pada pelajari buat tahu makna bahan ajar secara holistik. Belajar dengan wawasan dari kohler adalah belajar yang berdasar pada teori wawasan yang menyatakan bahwa belajar adalah proses mereorganisasikan pola-pola prilaku yangterbentuk sebagai satu tingkah l;saya yang ada dalam hubungannya menggunakan penyelesaian suatu dilema (Slameto, 1988:lima).

Belajar deskriminatif diartikan sebagai suatu usaha buat menentukan beberapa sifat situasi rangsangan dan kemudian menjadikannya menjadi panduan pada berprilaku. Belajar secara dunia atau keseluruhan, yaitu individu mempelajari holistik bahan pelajaran kemudian pada pelajari secara berulang buat dikuasai. Belajar incidental adalah proses yang terjadi secara sewaktu-waktu tanpa ada petunjuk yang diberikan oleh guru sebelumnya (Slameto, 1988:7).

Belajar fragmental adalah proses belajar yang terjadi lantaran adanya hukuman dan bantuan gratis berdasarkan guru sebagai alat buat menyukseskan kegiatan belajar siswa. Belajar intensional adalah belajar yg mempunyai arah, tujuan, dan petunjuk yang pada jelaskan sang pengajar. Belajar laten yaitu belajar yang di tandai menggunakan perubahan-perubahan prilaku yg terlihat nir terjadi menggunakan segera. Belajar mental adalah perubahan kemungkinan tingkah laku yg terjadi pada individu nir konkret terlihat, melainkan hanya berupa perubahan proses kognitif menurut bahan yang dipelajari. Belajar produktif yaitu belajar menggunakan mengtransfer maksimum (Birguis, pada Slameto, 1988:8). Dan belajar mulut adalah belajar dengan materi mulut menggunakan melalui proses latihan dan proses ingatan.

Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Belajar
Belajar menjadi suatu aktifitas mental atau psikis dipengaruhi oleh beberapa factor. Factor-faktor yang mensugesti proses dan output belajar tersebut dari Slameto (1988:56) dan Suryabrata (1986) dibagi atas dua factor utama, yaitu factor yang bersumber berdasarkan pada diri siswa dan factor yg bersumber menurut luar peserta didik. Factor yg bersumber berdasarkan pada diri sendiri dianggap factor intern dan factor yg bersumber menurut luar individu disebut factor ekstern. Yang termasuk pada factor intern misalnya factor jasmaniah, factor kelelahan, dan factor psikologis. Yang termasuk ke pada factor jasmaniah, contohnya factor kesehatan dan cacat tubuh. Sedangkan yg termasuk factor psikologis, misalnya factor inteligensi, minat, perhatian, talenta, motivasi, kematangan serta kesiapan. (Slameto:56-62)

Factor kesehatan sebagai factor internal yang mempengaruhi proses dan hasil belajar dimaksudkan, yaitu bahwa peserta didik yg mengalami gangguan kesehatan akan nir dapat belajar dengan maksimaldan optimal.sebagai contoh , peserta didik yang sedan menjalani ujian dalam kondisi nir sehat akan tidak selaras kondisi belajarnya dan hasil belajarnya menggunakan peserta didik yang menjalani ujian pada kondisi kesehatan yg prima. Oleh karenanya, peserta didik sangat dibutuhkan buat selalu menjaga kesehatan supaya permanen sehat.

Faktor psikologis, misalnya faktor minat, perhatian, talenta, motivasi, kematangan, dan kesiapan siswa sangat berpengaruh terhadap proses serta output belajar peserta didik di sekolah. Berbagai output penelitian memberitahuakn bahwa faktor-faktor psikologis berupa minat, perhatian,talenta, motivasi, kematangan, dan kesiapan siswa dan banyak sekali faktor psikologis lainnya berkontribusi secara signifikan pada menaikkan kualitas serta proses hasil belajar siswa pada sekolah, yg akhirnya berpengaruh pada peningkatan kualitas pendidikan di sekolah.

Faktor internal lainnya yg berpengaruh terhadap proses serta hasil belajar peserta didik adalah faktor kelelahan. Peserta didik yang mengalami kelelahan Lantaran sudah melakukan pekerjaan berat yg melibatkan aktivitas fisik, akan kurang dapat memusatkan perhatian dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas. Peserta didik cenderung menerangkan tanda-tanda mengantuk, nir hening atau gelisah dan susah memusatkan perhatiannya kepada aktivitas belajar yg dilakukan oleh gurubersama sahabat kelas lainnya. Oleh karena itu, para pengajar harus memperhatikan gejala prilaku belajar peserta didik yg di akibatkan sang faktor kelelahan.

Selanjutnya, yang termasuk faktor-faktor ekstern yg bersumber berdasarkan luar diri siswa yg berpengaruh pada proses pembelajaran pada kelas , ialah faktor keluarga, sekolah serta masyarakat yang mendukung aktivitas belajar anak akan cenderung mempunyai prestasi belajar yang baik bila pada bandingkan dengan peserta didik yg hayati lingkungan famili, sekolah, serta masyarakat yg nir mendukung aktivitas belajar anak.

Di lingkungan famili, kiprah orang tua (mak serta bapak) serta anggota keluarga seisi tempat tinggal sangat menentukan bagi kesuksesan belajar anak dirumah. Di lingkungan sekolah, peranan kepala sekolah, guru, wali kelas, konselor, staf administrasi, dan sahabat sekelas juga berpengaruh dalam membantu kesuksesan belajar anak di sekolah. Selain itu, fasilitas belajar, media poembelajaran, perpustakaan , laboratorium, dan infrastruktur lainnya pada sekolah yang lengkap serta berkualitas akan berkontribusi terhadap kesuksesan belajar siswa di sekolah. Di lingkungan warga , peranan tokoh masyarakat, pemerintah, serta ketersediaan sumber belajar pada rakyat juga berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan pada sekolah.

Untuk menunjang keberhasilan anak dalam mengikuti pembelajaran pada sekolah, maka pihak sekolah perlu melakukan kerjasama yang baik dengan lingkungan famili dan warga . Sekolah tidak akan sukses melakukan visi dan misi pendidikan tanpa dukungan menurut lingkungan keluarga, masyarakat, serta berbagai pihak terkait serta berkepentingan menggunakan pihak sekolah. Oleh karena itu, pihak hubungan masyarakat sekolah harus aktif dalam menjalin kerjasama pada banyak sekali pihak buat kemajuan pendidikan di sekolah.

PENGERTIAN COOPERATIVE LEARNING MENURUT PARA AHLI

Pengertian Cooperative Learning Menurut Para Ahli
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah contoh pembelajaran pada gerombolan -gerombolan kecil, dengan anggota gerombolan 3-5 orang, yang pada menuntaskan tugas kelompoknya setiap anggota gerombolan harus saling kerja sama serta saling membantu buat tahu materi, sebagai akibatnya setiap siswa selain mempunyai tanggung jawab individu, tanggung jawab berpasangan, jua memiliki tanggung jawab dalam berkelompok. 

Johnson and Johnson (Orlich, et al., 2007) memberikan definisi cooperative learnig is learning based on a small-class approach to teaching that holds students accountable for both individual and group achievement. Definisi tadi mengandung pengertian bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang didasarkan pada belajar pada kelompok kecil yg menekankan dalam kemampuan anak didik baik secara individu maupun kelompok.

Pendapat Johnson and Johnson tadi, senada menggunakan pendapat menggunakan Stahl (1999) yang memandang bahwa “cooperative learning is equeted with any class activity or project since all members of these groups are expected to cooperate in order to complete their assignments”. Ini berarti bahwa pada pembelajaran kooperatif terjadi suatu aktifitas grup , seluruh anggota grup bisa berhubungan buat menuntaskan tugas-tugas mereka.

Nurhadi (2003) memandang bahwa pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah, sehingga asal belajar siswa bukan hanya pengajar dan kitab ajar, tetapi juga sesama peserta didik. Searah dengan itu, Arends (1997) menjelaskan bahwa: The cooperative learning model provides a framework within with teacher can foster important social learning and human relationsgoals. Arends memandang bahwa contoh pembelajaran kooperatif menyediakan suatu kerangka bagi pengajar buat bisa membantukepentingan pengembangan pembelajaran dan tujuan hubungan manusia.

Pendapat lain dikemukakan oleh Slavin (1994) merumuskan pembelajaran kooperatif sebagai berikut.
Cooperative learning refers to a variety of teaching methods in which students work in small groups to help one another learn academic content. In cooperative classrooms, students are expected to help each other, to discuss and argue with each other, to assess each other’s current knowledge and fill in gaps in each other understands. Cooperative work rarely replaces teacher instruction, but rather replaces individual seat work, individual study, and individual drill. When properly organized, students in cooperative groups work with each other to make certain that everyone in the group has mastered the concepts being taught. 

Definisi pada atas mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif mengacu kepada metode pembelajaran dimana murid bekerja dalam gerombolan mini buat saling membantu mempelajari bahan ajar. Dalam kelas kooperatif murid diharapkan buat saling membantu, berdiskusi, berdebat, saling menilai pengetahuan terbaru serta saling mengisi kelemahan pada pemahaman masing-masing. 

Johnson, et al. (Fetsch & Yang, 2002) memandang bahwa “Cooperation is considerably more effective than interpersonal competition and individualistic efforts in promoting achievement and productivity and cooperation without intergroup competition seems to promote higher achievement and productivity than cooperation with intergroup competition”. Definisi ini mengandung makna bahwa pembelajaran kooperatif lebih efektif dibandingkan menggunakan pembelajaran yang bersifat kompetisi perseorangan dan pembelajaran kooperatif lebih bisa menaikkan prestasi dan produktivitas belajar dibandingkan dengan kompetisi pada grup.

Pembelajaran kooperatif mempunyai dua aspek. Manning (1992) mengklasifikasi kedua aspek tersebut yaitu: 1) dimungkinkannya lingkungan yg kooperatif yg mendidik dan memacu murid untuk bersaing satu sama lain serta bukan hanya sekedar bekerja sama, dan 2) mengindikasikan bahwa belajar kooperatif jika diimplikasikan secara umum mempunyai potensi buat memberikan donasi secara umum , memiliki potensi buat memberikan kontribusi secara positif pada kemampuan akademik, keterampilan sosial serta kepercayaan diri. Berdasarkan ke 2 aspek tadi, Nurhadi (2004) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-karakteristik: 1) saling ketergantungan positif yg memungkinkan anak didik saling memberi motivasi buat meraih output belajar yg optimal, 2) hubungan tatap muka yg memungkinkan murid menjadi asal belajar lebih bervariasi, 3) akuntabilitas individual buat mengetahui dominasi murid terhadap bahan ajar secara individual, serta 4) keterampilan menjalin hubungan antar eksklusif dan social.

Roger & David (Lie, 2007) menyampaikan bahwa tidak semua kerja kelompok sanggup dianggap cooperative learning. Untuk mencapai output yang aporisma, 5 unsur contoh pembelajaran gotong royong wajib diterapkan yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan penilaian proses kelompok. Sedangkan pengelolaan kelas cooperative learning berupa pengelompokan, semangat cooperative learning serta penataan ruang kelas (Lie, 2007:).

Menurut Jarolimek (1996) contoh kooperatif learning dapat digambarkan dalam bentuk bagan berikut.

Gambar Bagan Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Jarolimek

Manfaat dan Karakteristik Cooperative Learnig
Dalam pembelajaran IPS, cooperative learning cocok diterapkan guna mewujudkan prilaku belajar siswa yang demokratis, bertanggung jawab serta cinta tenang. Dengan demikian, maka pembelajaran kooperatif sangat bermanfaat pada mewujudkan pembentukan murid sebagai masyarakat negara yang baik. Orlich, et al., (2007) menyebutka 8 manfaat pembelajaran kooperatif yaitu: 1) meninkatkan pemahaman terhadap pengetahuan dasar, 2) memberi penguatan terhadap keterampilan social, 3) memberikan kesempatan kepada anak didik untuk menciptakan keputusan, 4) menciptakan lingkungan belajar yang aktif, lima) meningkatakan agama diri murid, 6) menghargai disparitas gaya belajar, 7) menaikkan tanggung jawab murid dan 8) terfokus pada keberhasilan setiap siswa. Pembelajara kooperatif jua mempunyai aspek-aspek: 1) saling ketergantungan dan bersifat positif, dua) hubungan eksklusif 3) agama individu, 4) menyebarkan keterampilan social dan lima) evaluasi kelompok.

Orlich, et al. (2007) mengungkapkan 5 (lima) karakteristik pembelajaran kooperatif. Karakteristik yg dimaksud adalah uses small groups of three of four students (microgroups), focuses on tasks to be accomplished, requires group cooperation and interaction, mandates individual responsibility to learn and support division of labor. Kelima ciri yang dimaksud merupakan 1) menggunakan gerombolan kecil 3 atau empat orang siswa, dua) berfokos dalam penyelesaian tugas-tugas, tiga) terjadi kolaborasi serta hubungan grup, 4) tanggung jawab eksklusif buat belajar, serta 6) mendukung kerja gerombolan . 

Dalam pembelajaran kooperatif bisa dikembangkan beberapa teknik. Slavin (1994) menjelaskan: Three are general cooperative learning methods adaptable to most subjects and grade levels: student teams-achievement divisions (STAD), team-games-tournaments (TGT), and jigsaw II. Sedangkan Stahl (1999) mengungkapkan bahwa selain 3 teknik tersebut dapat jua dikembangkan teknik lain, misalnya Jigsaw III, Achieving cooperative learnig thoght structured, Group investigation, Co-op co-op, The Pro-con cooperative class strategy serta the cooperative class research paper project.

Pembelajaran kooperatif, selain membutuhkan kerjasama yang baik dalam kelompok, juga membutuhkan tanggung jawab individu dan gerombolan . Longdren (Isjoni, 2007) memandang bahwa dalam cooperative learning terdapat unsur sebagai berikut: para siswa wajib mempunyai persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang beserta “, para murid harus mempunyai tanggung jawab terhadap murid lain, para anak didik harus berpandangan bahwa mereka seluruh mempunyai tujuan yang sama, para siswa membagi tugas serta membuatkan tanggung jawab, para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan, para anak didik berbagi kepemimpinan serta keterampilan berafiliasi selama belajar, dan setiap anak didik mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani pada gerombolan kooperatif

Sehubungan dengan itu, Stahl (1999) menyebutkan bahwa bahwa masih ada 10 unsur mendasar dalam pembelajaran kooperatif: (1) clear set of specific student learning outcome objectives, (2) common acceptance of the student outcome objectives, (tiga) positive interdependence, (4) face-to-face interaction, (5) individual accountability, (6) public recognition and rewards for class academic success, (7) heterogeneous groups, (8) positive social interaction behavior and attitudes, (9) postroup reflection (debriefing) over group process, and (10) sufficient time for learning.

Dari pendapat pada atas dapat dimengerti bahwa masih ada sepuluh unsur fundamental pada setiap pembelajaran kooperatif. Kesepuluh unsur tadi merupakan seperangkat tujuan khusus output pembelajaran anak didik, penerimaan umum terhadap tujuan hasil murid, interpendensi positif, interaksi tatap muka, pertanggungjawaban individu, pengakuan publik dan penghargaan bagi keberhasilan akademik gerombolan , kelompok heterogen, perilaku dan perilaku interaksi sosial positif, renungan pasca grup (debriefing) tentang proses kelompok, dan saat belajar yg cukup.

Muslim Ibrahim (2000) mengungkapkan enam fase langkah-langkah kegiatan pembelajaran kooperatif yaitu: 1) fase membicarakan tujuan dan motivasi siswa, dua) fase menyajikan kabar, tiga) mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok mini , 4) pengajar membimbing kelompok-kelompok belajar, lima) evaluasi dan 6) menaruh penghargaan. Keenam aktivitas tadi tersubtitusi tugas guru dalam enam fase pula yaitu: 1) pengajar mengungkapkan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, dua) pengajar mengungkapkan keterangan kepada siswa, 3) pengajar menyebutkan pada siswa bagaimana cara membentuk grup belajar, 4) guru membimbing gerombolan -grup belajar dalam saat mengerjakan tugas, 5) guru menevaluasi hasil belajar mengenai materi yang sudah dipelajari, 6) guru mencari cara-cara buat menghargai baik upaya maupun output belajar individu maupun kelompok.

Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif 
Dalam pembelajaran kooperatif dapat dikembangkan beberapa tipe, antara lain: 
Stundent Team-Achievement Division (STAD) 
Slavin (1994) menjelaskan bahwa ilham primer STAD, merupakan memotivasi siswa supaya saling mendukung, membantu dan menerima penghargaan secara tim. Dalam teknik ini, murid dibagi dalam kelompok-gerombolan belajar yang terdiri menurut empat orang yg tidak sinkron taraf kemampuan, jenis kelamin serta latar belakng etniknya. Setelah pengajar menyampaikan materi pelajaran, siswa belajar dalam tim grup serta saling membantu. Pengajar mengadakan kuis dan siswa mengerjakan secara individu. Pembelajaran ini berlangsun 3 sampai lima kali pertemuan. Pekerjaan siswa secara individu ditotalkan menggunakan anggota kelompok lain pada timnya, sehingga diperoleh nilai tim yung tertinggi dan terrendah. Kondisi ini memotivasi murid buat saling membantu pada memahami materi pelajaran, lantaran perolehan skor masing-masiong anak didik akan mempengaruhi prastasi grup. 


Teknik STAD mempunyai lima komponen primer yaitu:
1. Presentase kelas, ialah, langka awal dalam teknik STAD guru mempresentasekan secara pribadi materi pelajaran menggunakan memakai media audio visual, serta murid dituntut buat memperhatikan secara penuh, sebagai akibatnya bisa membantu mengerjakan kuis serta menentukan skor masing-masing tim.
2. Tim yang terdiri empat atau 5 murid yang mewakili komunitas kelas, memiliki kemampuan berbeda, jenis kelamin termasuk pebedaan budaya. Setelah guru menyampaikan materinya, tim belajar menggunakan lbr aktivitas atau membahas kasus, membandingkan serta mengoreksi jawaban anggota tim yg keliru.
3. Kuis, setelah berlangsung pembelajaran, siswa mengerjakan kuis secara individu dan nir boleh saling membantu karena masing-masing murid harus bertanggung jawab secara individu.
4. Skor kemajuan anak didik buat mengetahui kemajuan atau perkembangan skor kuis, sebagai akibatnya setiap siswa bisa berusaha memberikan kontribusi poin yg maksimal terhadap timnya, dan akhirnya bisa mengumpulkan poin dari kenaikan dari skor kuis pertama hingga yang terakhir.
5. Rekognisi Tim pada arti bahwa siswa yg mencapai rata-homogen skor yg telah ditetapkan menerima penghargaan menurut guru sinkron harap[an yang sudah direncanakan sang guru. 

Turnamen Game Tim (TGT) 
TGT hampir sama dewngan STA, yg mebedakan adalah bahwa dalam TGT siswa yg memiliki skor yang setara, mewakili kelompoknya diarahkan berlomba buat menaikkan skor yg telah diperoleh. Dalam teknik ini, pembelajaran didesain menggunakan permainan game, yang dimainkan diatas meja, berupa undian angka pertanyaan kuis dalam setiap meja. Siswa yang memiliki kemampuan yg sama diurutkan sinkron taraf prestasi kuis yg diperoleh sebelumya, dari peringkat satu, dua serta seterusnya akan mewakili kelompoknya bermaing game tersebut. Hasil permainan game tadi mampu saja merubah posisi yg sebelimnya berada dalam meja satu, bergeser pada menja dua, dan meja terekhir sanggup bergeser dalam meja pertama bertdasarkan urutan berdasarkan perolehan skor game. 

Team Accelerated Instruction (TAI) 
Tipe ini didesain khus diterapkan pada pembelajaran Matematika. Langkah-langkah pembelajarannya merupakan: 
  • Siswa dibagi dalam tim empat samai lima orang 
  • siswa diberikan tes kemampuan awal 
  • siswa menciptakan grup 2 atau 3 orang dari kesetaraan output tes kemampuan awal. 
  • Siswa menegerjakan soal-soal latihan seca individu, yang selanjutnya diperiksa oleh anggota kelompoknya. Apabila telah benar semua maka dapat dilanjutkan pada soal lathan berikutnya, apabila terdapat yang salah maka anak didik mengerjakan kembali soal-soal tersebut, dan begiti seterusnya. 
  • Siswa mengerjakan tes formatif. Pada tahap ini anak didik wajib bekerja sendiri. Jika sudah mencapai persentase yg ditetapkan, berdasarkan perhitungan skor yg diperoleh, maka output tes formatif tadi dapat ditandatangani oleh anggota timnya. 
  • Siswa yg dikategirikan super, sangat baik, serta baik menerima penghargaan. 
  • Cooperative Integrated Reading and Composition ( CIRC). 
CIRC merupaka tipe pembelajaran yang diterapkan buat menerapkan membaca serta menulis. Para murid ditugaskan buat berpasangan dalam tim buat membaca lisan, memahami bacaan, menulis dan seni berbahasa. Langkah-langkah yg dapat dilakukan adalah: 
  • Membaca berpasangan 
  • Menulis cerita dengan rapikan bahasa yg baik 
  • Mengucapkan kata-kata dengan keras 
  • memahami makna kosa istilah 
  • menceritakan balik isi cerita 
  • saling menguji ejaan yg digunakan 
  • tes sebaai dasar menentukan skor tim buat menerima penghargaan tim. 
Group Investigation 
Stahl (1999) menjelaskan bahwa class investigationin particular encourages students’ initiative and responsibility for their work, as individuals, as members of study groups, and as members of an entire group. The investigation combines independent study as weel as work in pairs and in small groups (from three to vive students). When they complete their search, groups integrate and summarize their findings and decide how to present the essence of their work to their classmates.

Pendapat di atas memberi penegasan bahwa investigasi grup memberi tanggung jawab pada murid terhadap pekerjaan mereka, baik secara individu, berpasangan maupun dalam grup. Setiap grup investigasi terdiri menurut tiga-5 orang, serta akhirnya siswa dapat menggabungkan, mempersentasekan serta mengikhtisarkan jawaban mereka. 

Dalam investigasi grup memberi peluang siswa buat mengajukan pertanyaan tentang apa yang menarik bagi mereka, mencari jawaban pada berbagai macam sumber, merencanakan beserta isi serta proses dari pemeriksaan mereka. Selain tiga peluang tersebut, siswa juga bisa mengiterpretasikan jawaban berdasarkan pengalalaman pribadi dan pengetahuan mereka sebelumnya, dan berinteraksi menggunakan sesamanya pada bentuk pertukaran informasi serta gagasan secara konstan. Pernyataan tadi ditegaskan sang Stahl (1999) yg menyebutkan bahwa class investigation mengarahkan murid buat lebih maksimal untuk: 
1. Ask questions about what interest them. 
2. Search for answers in a wide variety of sources.
3. Plan together the content and process of their inquir.
4. Interpret the answers in light of their personal experiences and prior knowledge.
5. Interact with their peers in a constant exchange of information and ideas.

Menurut Slavin (1994) pada teknik class investigation siswa bekerja melalui 6 (enam) termin. Tahapan tersebut adalah: 1) identifying the topic and organizingpupils into groups, dua) planning the learning task, 3) carring out the investigation, 4) preparing a final report, lima) presenting the final report, and 6) evaluation. Dengan melihat tahapan tersebut, maka pembelajaran dengan teknik class investigation berawal dari mengidentifikasi topik dan mengatur siswa kedalam gerombolan , merencanakan tugas yg akan dipelajari, melaksanakan investigasi, menyiapkan laporan akhir, mempersentasekan laporan akhir serta berakhir dalam penilaian. 

Stahl (1999) memandang bahwa perencanaan kooperatif teknik group investigation dapat dilakukan beberapa cara: (1) planing a nonacademic activity, (2) rencana how to locate information in a variety of sources, (3) planning a study task, (4) determining subtropics, (5) forming groups and asking questions, (6) searching for answers, (7) summarizing their findings, (8) preseting their findings, and (9) individual evaluation.

Sehubungan menggunakan pendapat di atas, maka perencanaan pembelajaran kooperatif dapat dilakukan mulai berdasarkan merencanakan aktivitas non akademik, merencanakan cara mencari liputan dari banyak sekali sumber, merencanakan tugas belajar, memilih sub topik, membangun gerombolan dan mengajukan pertanyaan, pencarian jawaban, mengihtisarkan temuan-temuan mereka, menyajikan temuan-temuan mereka hingga pada evaluasi individual. Dalam mengikuti langkah-langkah tersebut, guru dapat memberi kesempatan kepada murid buat terlibat pada diskusi perencanaan secara keseluruhan secara berpasangan atau dalam kelompok mini .

Pelaksanaan investigasi kelompok dapat dilakukan dengan chosing the duduk perkara to investigate, preparing for a class investigation task, and introducing the project, sedangkan guru bisa berperan dalam guiding the students and facilitating the process of investigation and helping maintain cooperative norms of behavior. (Stahl, 1999). Pernyataan di atas mengandung makna bahwa pelaksanaan investigasi kelompok dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu menentukan problem buat di ivestigasi, menyiapkan tugas infestigasi gerombolan dan memperkenalkan proyek yg berhubungan dengan materi pembelajaran. Sedangkan peran guru selama pembelajaran pemeriksaan gerombolan adalah: membimbing siswa dan memfasilitasi proses investigasi dan membantu menjaga anggaran perilaku kooperatif.

Slavin (1992) secara terinci menguraikan bahwa terdapat 4 (empat) aktifitas mengidentifikasi topik serta mengatur murid kedalam grup pemeriksaan. Aktifitas yang dimaksud adalah: 1) Stundets scan sources, propose topics, and categorize suggestions, dua) Students join the class studying the topic of their choice, 3) Group composition is based on interest and is heterogeous, and 4) Teacher assists in information gathering and facilitates organization. Untuk merencanakan tugas yang akan dipelajari dalam grup pemeriksaan, aktivitas yg dilakukan merupakan Students plan together: what do we study? How do we study? Who does what? (division of labor) and for what purpose or goals do we investigate this topic?

Dalam mengidentifikasi topik dan mengatur siswa kedalam gerombolan investigasi para anak didik dapat meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik, dan mengkategorikan saran-saran, lalu para siswa bergabung dengan kelompoknya buat menilik topik yg mereka pilih, komposisi gerombolan didasarkan dalam ketertarikan anak didik serta wajib bersifat heterogen, dan guru membantu dalam mengumpulkan liputan serta memfasilitasi pengaturan. Dalam merencanakan tugas para siswa dapat merencanakan beserta tentang apa yg dipelajari, bagaimana mempelajarinya, apa dan siapa yg melakukan, buat tujuan dan kepentingan apa menginvestigasi topik tersebut.

Stahl (1999) mengungkapkan enam termin investigasi sesudah diajukan pertarungan yaitu: The whole group determines subtopics and organizes into research groups (1), groups plan their investigations, (dua) groups carry out their investigation, (tiga) groups plan their presentations, (4) groups make their whole-class presentations, (5) and (6) teacher and students evaluate their projects. 

Tahap-termin pemeriksaan gerombolan di atas dapat berfungsi menjadi petunjuk generik untuk melanjutkan implementasi proses pembelajaran. Dapat dilakukan Secara berturut-turut mulai berdasarkan semua anak didik memilih sub topik dan membetuk grup-kelompok penelitian, grup merencanakan pemeriksaan, grup melakukan investigasi, kelompok merencanakan penyajian, melakukan persentasi dihadapan seluruh murid, pengajar serta siswa mengevaluasi hasil pemeriksaan. 

Slavin (1994) mengungkapkan bahwa pada melaksanakan tugas investigasi anak didik dapat: 1) students gather information, analyze the data and reach conclusions, dua) each group member contributes to the group effort, and 3) students exchange discuss clarify, and synthesize ideas. Dalam menyiapkan laporan akhir, aktifitas yang dilakukan merupakan:1) group members determine the essential message of their project, dua) group members plan what they will report and how they will make their presentation and 3) group representatives form a steering committee to coordinate plans for the presentation. Pada termin mempersentasekan laporan akhir yg wajib dipehatikan adalah the presentation is made to the entire class in a variety of forms, part of the presentation should actively involve the audience, and the audience evaluates the clarity and appeal of presentation according to criteria determined in advance by the whole class. Sedangkan dalam evaluasi, aktifitas anak didik merupakan students share feedback about the topic, about the work they did, and about their effective experiences (1) teachers and pupils collaborate in evaluating student learning, and (3) assessment of learning should evaluate higher-level thinking. 

Pendapat tadi mengandung pengertian bahwa dalam melaksanakan tugas pemeriksaan anak didik bisa mengumpulkan informasi, menganalisis, serta membuat simpulan, setiap anggota gerombolan berkontribusi buat usaha-usaha yg dilakukan kelompoknya, dan saling bertukar pikiran, berdiskusi, mengklarifikasi, serta mensintesis semua gagasan, sedangkan pada menyiapkan laporan akhir, aktifitas yang dilakukan anak didik merupakan nggota gerombolan menentukan pesan-pesan esensial dari pekerjaan mereka, anggota gerombolan merencanakan apa yg akan mereka laporkan dan bagaimana membuat persentase, wakil-wakil grup menciptakan sebuah tim buat mengkoordinasikan planning persentase. Dalam mempersentasekan laporan akhir, persentase wajib bisa melibatkan pendengarnya secara aktif dan pendengar menevaluasi berdasrakan criteria yg telah ditentukan sebelumnya, sedangakan pada tahap evaluasi, murid saling menaruh umpan balik , kerja sama pengajar serta anak didik dalam menevaluasi pembelajaran serta penilaian atas pembelajaran wajib mengevaluasi pemikiran yg paling tinggi.

Pembelajaran kooperatif teknik pemeriksaan grup bisa dijadikan sebagai contoh pembelajaran buat mencapai pembentukan warga negara yang baik dalam pembelajaran IPS. Hal ini dimungkinkan lantaran pada investigasi grup ini, menggabungkan antara belajar mandidri, belajar berpasangan, serta belajar dalam gerombolan kecil tiga-lima orang. Setelah melakukan pengkajian gerombolan -grup tadi, selanjutnya menggabungkan serta mengikhtisar temuan mereka dan menetapkan bagaimana cara menyajikan esensi pekerjaan mereka pada rekan-rekan kelasnya. Dalam proses pembelajaran tadi dapat ditinjau nilai-nilai demokratis anak didik, tanggung jawab, dan nilai kemampuan buat membangun suasana kelas yang nyaman dan kondusif sebagai bagian dari warga dunia yang cinta dame.

PENGERTIAN COOPERATIVE LEARNING MENURUT PARA AHLI

Pengertian Cooperative Learning Menurut Para Ahli
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan model pembelajaran dalam grup-gerombolan kecil, dengan anggota kelompok 3-5 orang, yang dalam merampungkan tugas kelompoknya setiap anggota gerombolan wajib saling kolaborasi serta saling membantu buat tahu materi, sehingga setiap murid selain mempunyai tanggung jawab individu, tanggung jawab berpasangan, jua memiliki tanggung jawab pada berkelompok. 

Johnson and Johnson (Orlich, et al., 2007) menaruh definisi cooperative learnig is learning based on a small-group approach to teaching that holds students accountable for both individual and group achievement. Definisi tersebut mengandung pengertian bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang didasarkan pada belajar dalam gerombolan kecil yg menekankan dalam kemampuan siswa baik secara individu juga gerombolan .

Pendapat Johnson and Johnson tersebut, senada dengan pendapat dengan Stahl (1999) yg memandang bahwa “cooperative learning is equeted with any class activity or project since all members of these groups are expected to cooperate in order to complete their assignments”. Ini berarti bahwa dalam pembelajaran kooperatif terjadi suatu aktifitas gerombolan , semua anggota kelompok dapat berhubungan buat menyelesaikan tugas-tugas mereka.

Nurhadi (2003) memandang bahwa pembelajaran kooperatif secara sadar membentuk interaksi yg silih asah, sebagai akibatnya asal belajar peserta didik bukan hanya pengajar serta kitab ajar, namun juga sesama siswa. Searah menggunakan itu, Arends (1997) mengungkapkan bahwa: The cooperative learning model provides a framework within with teacher can foster important social learning and human relationsgoals. Arends memandang bahwa model pembelajaran kooperatif menyediakan suatu kerangka bagi guru buat bisa membantukepentingan pengembangan pembelajaran serta tujuan interaksi manusia.

Pendapat lain dikemukakan oleh Slavin (1994) merumuskan pembelajaran kooperatif menjadi berikut.
Cooperative learning refers to a variety of teaching methods in which students work in small groups to help one another learn academic content. In cooperative classrooms, students are expected to help each other, to discuss and argue with each other, to assess each other’s current knowledge and fill in gaps in each other understands. Cooperative work rarely replaces teacher instruction, but rather replaces individual seat work, individual study, and individual drill. When properly organized, students in cooperative groups work with each other to make certain that everyone in the class has mastered the concepts being taught. 

Definisi di atas menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif mengacu pada metode pembelajaran dimana anak didik bekerja pada gerombolan mini buat saling membantu menilik bahan ajar. Dalam kelas kooperatif anak didik diperlukan buat saling membantu, berdiskusi, berdebat, saling menilai pengetahuan terkini serta saling mengisi kelemahan pada pemahaman masing-masing. 

Johnson, et al. (Fetsch & Yang, 2002) memandang bahwa “Cooperation is considerably more effective than interpersonal competition and individualistic efforts in promoting achievement and productivity and cooperation without intergroup competition seems to promote higher achievement and productivity than cooperation with intergroup competition”. Definisi ini mengandung makna bahwa pembelajaran kooperatif lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran yang bersifat kompetisi perseorangan dan pembelajaran kooperatif lebih bisa menaikkan prestasi serta produktivitas belajar dibandingkan menggunakan kompetisi pada kelompok.

Pembelajaran kooperatif memiliki dua aspek. Manning (1992) mengklasifikasi kedua aspek tersebut yaitu: 1) dimungkinkannya lingkungan yg kooperatif yang mendidik dan memacu murid buat bersaing satu sama lain dan bukan hanya sekedar bekerja sama, serta 2) mengindikasikan bahwa belajar kooperatif bila diimplikasikan secara generik mempunyai potensi buat memberikan kontribusi secara generik , memiliki potensi buat menaruh kontribusi secara positif dalam kemampuan akademik, keterampilan sosial dan kepercayaan diri. Berdasarkan kedua aspek tadi, Nurhadi (2004) menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri: 1) saling ketergantungan positif yg memungkinkan anak didik saling memberi motivasi untuk meraih hasil belajar yg optimal, 2) interaksi tatap muka yg memungkinkan siswa menjadi sumber belajar lebih bervariasi, 3) akuntabilitas individual buat mengetahui penguasaan murid terhadap materi pelajaran secara individual, serta 4) keterampilan menjalin hubungan antar langsung dan social.

Roger & David (Lie, 2007) berkata bahwa nir semua kerja kelompok sanggup dianggap cooperative learning. Untuk mencapai output yang maksimal , lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan penilaian proses kelompok. Sedangkan pengelolaan kelas cooperative learning berupa pengelompokan, semangat cooperative learning dan penataan ruang kelas (Lie, 2007:).

Menurut Jarolimek (1996) model kooperatif learning dapat digambarkan dalam bentuk bagan berikut.

Gambar Bagan Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Jarolimek

Manfaat dan Karakteristik Cooperative Learnig
Dalam pembelajaran IPS, cooperative learning cocok diterapkan guna mewujudkan prilaku belajar murid yang demokratis, bertanggung jawab dan cinta hening. Dengan demikian, maka pembelajaran kooperatif sangat bermanfaat dalam mewujudkan pembentukan anak didik sebagai warga negara yg baik. Orlich, et al., (2007) menyebutka 8 manfaat pembelajaran kooperatif yaitu: 1) meninkatkan pemahaman terhadap pengetahuan dasar, 2) memberi penguatan terhadap keterampilan social, 3) memberikan kesempatan pada siswa buat menciptakan keputusan, 4) membentuk lingkungan belajar yg aktif, 5) meningkatakan kepercayaan diri murid, 6) menghargai disparitas gaya belajar, 7) mempertinggi tanggung jawab siswa dan 8) terfokus dalam keberhasilan setiap siswa. Pembelajara kooperatif pula memiliki aspek-aspek: 1) saling ketergantungan serta bersifat positif, dua) hubungan pribadi tiga) kepercayaan individu, 4) mengembangkan keterampilan social dan lima) penilaian gerombolan .

Orlich, et al. (2007) menjelaskan lima (lima) ciri pembelajaran kooperatif. Karakteristik yang dimaksud adalah uses small groups of three of four students (microgroups), focuses on tasks to be accomplished, requires class cooperation and interaction, mandates individual responsibility to learn and support division of labor. Kelima ciri yang dimaksud merupakan 1) memakai grup kecil 3 atau empat orang murid, 2) berfokos pada penyelesaian tugas-tugas, 3) terjadi kerja sama serta interaksi grup, 4) tanggung jawab pribadi buat belajar, serta 6) mendukung kerja grup. 

Dalam pembelajaran kooperatif bisa dikembangkan beberapa teknik. Slavin (1994) menyebutkan: Three are general cooperative learning methods adaptable to most subjects and grade levels: student teams-achievement divisions (STAD), team-games-tournaments (TGT), and jigsaw II. Sedangkan Stahl (1999) mengungkapkan bahwa selain tiga teknik tadi bisa juga dikembangkan teknik lain, seperti Jigsaw III, Achieving cooperative learnig thoght structured, Group investigation, Co-op co-op, The Pro-con cooperative class strategy dan the cooperative class research paper project.

Pembelajaran kooperatif, selain membutuhkan kerjasama yg baik pada kelompok, jua membutuhkan tanggung jawab individu serta grup. Longdren (Isjoni, 2007) memandang bahwa pada cooperative learning masih ada unsur sebagai berikut: para siswa wajib mempunyai persepsi bahwa mereka “karam atau berenang bersama “, para siswa wajib memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain, para murid wajib berpandangan bahwa mereka seluruh mempunyai tujuan yg sama, para murid membagi tugas dan menyebarkan tanggung jawab, para siswa diberikan satu penilaian atau penghargaan, para murid menyebarkan kepemimpinan serta keterampilan bekerjasama selama belajar, dan setiap siswa mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam gerombolan kooperatif

Sehubungan dengan itu, Stahl (1999) menyebutkan bahwa bahwa terdapat 10 unsur fundamental dalam pembelajaran kooperatif: (1) clear set of specific student learning outcome objectives, (dua) common acceptance of the student outcome objectives, (tiga) positive interdependence, (4) face-to-face interaction, (5) individual accountability, (6) public recognition and rewards for group academic success, (7) heterogeneous groups, (8) positive social interaction behavior and attitudes, (9) postroup reflection (debriefing) over group process, and (10) sufficient time for learning.

Dari pendapat pada atas dapat dimengerti bahwa masih ada sepuluh unsur mendasar pada setiap pembelajaran kooperatif. Kesepuluh unsur tadi adalah seperangkat tujuan khusus hasil pembelajaran anak didik, penerimaan generik terhadap tujuan output murid, interpendensi positif, hubungan tatap muka, pertanggungjawaban individu, pengakuan publik serta penghargaan bagi keberhasilan akademik grup, gerombolan tidak sejenis, konduite serta sikap interaksi sosial positif, renungan pasca kelompok (debriefing) tentang proses kelompok, serta waktu belajar yg cukup.

Muslim Ibrahim (2000) mengungkapkan enam fase langkah-langkah kegiatan pembelajaran kooperatif yaitu: 1) fase mengungkapkan tujuan dan motivasi murid, 2) fase menyajikan keterangan, tiga) mengorganisasikan murid kedalam grup-grup kecil, 4) pengajar membimbing kelompok-gerombolan belajar, 5) evaluasi dan 6) menaruh penghargaan. Keenam kegiatan tersebut tersubtitusi tugas guru dalam enam fase juga yaitu: 1) guru mengungkapkan seluruh tujuan pembelajaran yg ingin dicapai, 2) guru menyampaikan fakta pada murid, 3) pengajar mengungkapkan pada siswa bagaimana cara menciptakan gerombolan belajar, 4) pengajar membimbing kelompok-grup belajar dalam waktu mengerjakan tugas, lima) pengajar menevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari, 6) guru mencari cara-cara buat menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu juga gerombolan .

Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif 
Dalam pembelajaran kooperatif bisa dikembangkan beberapa tipe, antara lain: 
Stundent Team-Achievement Division (STAD) 
Slavin (1994) menyebutkan bahwa wangsit utama STAD, adalah memotivasi siswa supaya saling mendukung, membantu dan mendapat penghargaan secara tim. Dalam teknik ini, anak didik dibagi dalam grup-grup belajar yg terdiri berdasarkan empat orang yg berbeda taraf kemampuan, jenis kelamin dan latar belakng etniknya. Setelah pengajar mengungkapkan materi pelajaran, murid belajar dalam tim grup dan saling membantu. Guru mengadakan kuis serta anak didik mengerjakan secara individu. Pembelajaran ini berlangsun tiga hingga 5 kali rendezvous. Pekerjaan murid secara individu ditotalkan menggunakan anggota grup lain dalam timnya, sehingga diperoleh nilai tim yung tertinggi dan terrendah. Kondisi ini memotivasi murid buat saling membantu dalam memahami bahan ajar, karena perolehan skor masing-masiong siswa akan menghipnotis prastasi grup. 


Teknik STAD memiliki 5 komponen primer yaitu:
1. Presentase kelas, merupakan, langka awal dalam teknik STAD pengajar mempresentasekan secara langsung bahan ajar dengan memakai media audio visual, dan murid dituntut buat memperhatikan secara penuh, sehingga dapat membantu mengerjakan kuis serta memilih skor masing-masing tim.
2. Tim yang terdiri empat atau 5 murid yg mewakili komunitas kelas, mempunyai kemampuan berbeda, jenis kelamin termasuk pebedaan budaya. Setelah guru mengungkapkan materinya, tim belajar dengan lembar aktivitas atau membahas perkara, membandingkan dan mengoreksi jawaban anggota tim yg keliru.
3. Kuis, sesudah berlangsung pembelajaran, siswa mengerjakan kuis secara individu serta nir boleh saling membantu karena masing-masing siswa wajib bertanggung jawab secara individu.
4. Skor kemajuan murid buat mengetahui kemajuan atau perkembangan skor kuis, sehingga setiap siswa dapat berusaha memberikan kontribusi poin yg aporisma terhadap timnya, dan akhirnya dapat mengumpulkan poin dari kenaikan berdasarkan skor kuis pertama sampai yang terakhir.
5. Rekognisi Tim dalam arti bahwa murid yg mencapai rata-rata skor yg sudah ditetapkan menerima penghargaan berdasarkan pengajar sinkron harap[an yg telah direncanakan oleh guru. 

Turnamen Game Tim (TGT) 
TGT hampir sama dewngan STA, yang mebedakan adalah bahwa pada TGT murid yang mempunyai skor yg setara, mewakili kelompoknya diarahkan berlomba buat mempertinggi skor yg telah diperoleh. Dalam teknik ini, pembelajaran dibuat menggunakan permainan game, yang dimainkan diatas meja, berupa undian angka pertanyaan kuis pada setiap meja. Siswa yang memiliki kemampuan yang sama diurutkan sesuai taraf prestasi kuis yang diperoleh sebelumya, menurut peringkat satu, 2 dan seterusnya akan mewakili kelompoknya bermaing game tadi. Hasil permainan game tadi mampu saja merubah posisi yang sebelimnya berada pada meja satu, bergeser dalam menja 2, dan meja terekhir bisa bergeser pada meja pertama bertdasarkan urutan menurut perolehan skor game. 

Team Accelerated Instruction (TAI) 
Tipe ini didesain khus diterapkan pada pembelajaran Matematika. Langkah-langkah pembelajarannya adalah: 
  • Siswa dibagi dalam tim empat samai lima orang 
  • siswa diberikan tes kemampuan awal 
  • siswa membangun gerombolan 2 atau tiga orang menurut kesetaraan output tes kemampuan awal. 
  • Siswa menegerjakan soal-soal latihan seca individu, yang selanjutnya diperiksa oleh anggota kelompoknya. Apabila sudah sahih semua maka bisa dilanjutkan dalam soal lathan berikutnya, apabila masih ada yang galat maka siswa mengerjakan pulang soal-soal tersebut, serta begiti seterusnya. 
  • Siswa mengerjakan tes formatif. Pada tahap ini anak didik harus bekerja sendiri. Apabila sudah mencapai persentase yg ditetapkan, menurut perhitungan skor yg diperoleh, maka output tes formatif tadi dapat ditandatangani sang anggota timnya. 
  • Siswa yang dikategirikan super, sangat baik, dan baik mendapat penghargaan. 
  • Cooperative Integrated Reading and Composition ( CIRC). 
CIRC merupaka tipe pembelajaran yg diterapkan buat menerapkan membaca dan menulis. Para anak didik ditugaskan buat berpasangan dalam tim untuk membaca ekspresi, tahu bacaan, menulis dan seni berbahasa. Langkah-langkah yang dapat dilakukan merupakan: 
  • Membaca berpasangan 
  • Menulis cerita menggunakan rapikan bahasa yg baik 
  • Mengucapkan kata-kata menggunakan keras 
  • memahami makna kosa istilah 
  • menceritakan pulang isi cerita 
  • saling menguji ejaan yg digunakan 
  • tes sebaai dasar menentukan skor tim buat menerima penghargaan tim. 
Group Investigation 
Stahl (1999) mengungkapkan bahwa class investigationin particular encourages students’ initiative and responsibility for their work, as individuals, as members of study groups, and as members of an entire class. The investigation combines independent study as weel as work in pairs and in small groups (from three to vive students). When they complete their search, groups integrate and summarize their findings and decide how to present the essence of their work to their classmates.

Pendapat pada atas memberi penegasan bahwa investigasi gerombolan memberi tanggung jawab pada murid terhadap pekerjaan mereka, baik secara individu, berpasangan maupun pada kelompok. Setiap grup investigasi terdiri menurut 3-5 orang, serta akhirnya anak didik bisa menggabungkan, mempersentasekan serta mengikhtisarkan jawaban mereka. 

Dalam investigasi kelompok memberi peluang murid buat mengajukan pertanyaan tentang apa yang menarik bagi mereka, mencari jawaban dalam aneka macam macam sumber, merencanakan beserta isi dan proses dari investigasi mereka. Selain 3 peluang tersebut, murid pula dapat mengiterpretasikan jawaban dari pengalalaman pribadi serta pengetahuan mereka sebelumnya, serta berinteraksi menggunakan sesamanya dalam bentuk pertukaran informasi serta gagasan secara kontinu. Pernyataan tadi ditegaskan sang Stahl (1999) yg menjelaskan bahwa group investigation mengarahkan siswa buat lebih aporisma buat: 
1. Ask questions about what interest them. 
2. Search for answers in a wide variety of sources.
3. Plan together the content and process of their inquir.
4. Interpret the answers in light of their personal experiences and prior knowledge.
5. Interact with their peers in a constant exchange of information and ideas.

Menurut Slavin (1994) pada teknik group investigation murid bekerja melalui 6 (enam) termin. Tahapan tadi adalah: 1) identifying the topic and organizingpupils into groups, dua) planning the learning task, tiga) carring out the investigation, 4) preparing a final report, 5) presenting the final report, and 6) evaluation. Dengan melihat tahapan tadi, maka pembelajaran dengan teknik group investigation berawal berdasarkan mengidentifikasi topik dan mengatur murid kedalam grup, merencanakan tugas yg akan dipelajari, melaksanakan investigasi, menyiapkan laporan akhir, mempersentasekan laporan akhir serta berakhir pada penilaian. 

Stahl (1999) memandang bahwa perencanaan kooperatif teknik class investigation dapat dilakukan beberapa cara: (1) planing a nonacademic activity, (dua) planning how to locate information in a variety of sources, (3) planning a study task, (4) determining subtropics, (5) forming groups and asking questions, (6) searching for answers, (7) summarizing their findings, (8) preseting their findings, and (9) individual evaluation.

Sehubungan dengan pendapat pada atas, maka perencanaan pembelajaran kooperatif bisa dilakukan mulai berdasarkan merencanakan kegiatan non akademik, merencanakan cara mencari keterangan berdasarkan berbagai asal, merencanakan tugas belajar, memilih sub topik, menciptakan kelompok dan mengajukan pertanyaan, pencarian jawaban, mengihtisarkan temuan-temuan mereka, menyajikan temuan-temuan mereka sampai pada penilaian individual. Dalam mengikuti langkah-langkah tadi, pengajar dapat memberi kesempatan pada anak didik buat terlibat pada diskusi perencanaan secara keseluruhan secara berpasangan atau dalam kelompok mini .

Pelaksanaan investigasi kelompok bisa dilakukan menggunakan chosing the dilema to investigate, preparing for a group investigation task, and introducing the project, sedangkan pengajar dapat berperan pada guiding the students and facilitating the process of investigation and helping maintain cooperative norms of behavior. (Stahl, 1999). Pernyataan pada atas mengandung makna bahwa pelaksanaan pemeriksaan kelompok dapat dilakukan menggunakan tiga cara yaitu memilih dilema buat di ivestigasi, menyiapkan tugas infestigasi grup dan memperkenalkan proyek yg berhubungan dengan materi pembelajaran. Sedangkan peran pengajar selama pembelajaran pemeriksaan gerombolan adalah: membimbing siswa serta memfasilitasi proses pemeriksaan dan membantu menjaga aturan konduite kooperatif.

Slavin (1992) secara naratif menguraikan bahwa terdapat 4 (empat) aktifitas mengidentifikasi topik dan mengatur anak didik kedalam kelompok pemeriksaan. Aktifitas yang dimaksud adalah: 1) Stundets scan sources, propose topics, and categorize suggestions, 2) Students join the class studying the topic of their choice, tiga) Group composition is based on interest and is heterogeous, and 4) Teacher assists in information gathering and facilitates organization. Untuk merencanakan tugas yg akan dipelajari pada kelompok pemeriksaan, kegiatan yang dilakukan adalah Students plan together: what do we study? How do we study? Who does what? (division of labor) and for what purpose or goals do we investigate this topic?

Dalam mengidentifikasi topik serta mengatur siswa kedalam gerombolan investigasi para siswa bisa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik, dan mengkategorikan saran-saran, lalu para murid bergabung dengan kelompoknya buat menilik topik yg mereka pilih, komposisi grup didasarkan dalam ketertarikan siswa dan harus bersifat heterogen, dan pengajar membantu dalam mengumpulkan fakta serta memfasilitasi pengaturan. Dalam merencanakan tugas para murid dapat merencanakan beserta tentang apa yg dipelajari, bagaimana mempelajarinya, apa dan siapa yg melakukan, buat tujuan dan kepentingan apa menginvestigasi topik tadi.

Stahl (1999) menjelaskan enam tahap pemeriksaan selesainya diajukan pertarungan yaitu: The whole class determines subtopics and organizes into research groups (1), groups plan their investigations, (dua) groups carry out their investigation, (tiga) groups plan their presentations, (4) groups make their whole-group presentations, (lima) and (6) teacher and students evaluate their projects. 

Tahap-termin investigasi gerombolan pada atas dapat berfungsi sebagai petunjuk umum buat melanjutkan implementasi proses pembelajaran. Dapat dilakukan Secara berturut-turut mulai berdasarkan semua anak didik menentukan sub topik serta membetuk kelompok-grup penelitian, kelompok merencanakan investigasi, grup melakukan pemeriksaan, gerombolan merencanakan penyajian, melakukan persentasi dihadapan seluruh anak didik, pengajar serta anak didik mengevaluasi output pemeriksaan. 

Slavin (1994) menjelaskan bahwa dalam melaksanakan tugas pemeriksaan murid bisa: 1) students gather information, analyze the data and reach conclusions, 2) each class member contributes to the group effort, and tiga) students exchange discuss clarify, and synthesize ideas. Dalam menyiapkan laporan akhir, aktifitas yang dilakukan adalah:1) group members determine the essential message of their project, dua) group members plan what they will report and how they will make their presentation and 3) class representatives form a steering committee to coordinate plans for the presentation. Pada tahap mempersentasekan laporan akhir yang wajib dipehatikan adalah the presentation is made to the entire class in a variety of forms, part of the presentation should actively involve the audience, and the audience evaluates the clarity and appeal of presentation according to criteria determined in advance by the whole class. Sedangkan dalam penilaian, aktifitas siswa adalah students share feedback about the topic, about the work they did, and about their effective experiences (1) teachers and pupils collaborate in evaluating student learning, and (3) assessment of learning should evaluate higher-level thinking. 

Pendapat tadi mengandung pengertian bahwa pada melaksanakan tugas investigasi murid bisa mengumpulkan berita, menganalisis, serta membuat simpulan, setiap anggota grup berkontribusi buat bisnis-bisnis yg dilakukan kelompoknya, serta saling bertukar pikiran, berdiskusi, mengklarifikasi, dan mensintesis seluruh gagasan, sedangkan pada menyiapkan laporan akhir, aktifitas yang dilakukan murid merupakan nggota grup menentukan pesan-pesan esensial dari pekerjaan mereka, anggota grup merencanakan apa yg akan mereka laporkan serta bagaimana menciptakan persentase, wakil-wakil kelompok menciptakan sebuah tim buat mengkoordinasikan rencana persentase. Dalam mempersentasekan laporan akhir, persentase harus bisa melibatkan pendengarnya secara aktif serta pendengar menevaluasi berdasrakan criteria yang sudah ditentukan sebelumnya, sedangakan dalam termin penilaian, murid saling memberikan umpan pulang, kerja sama pengajar dan murid dalam menevaluasi pembelajaran dan penilaian atas pembelajaran wajib mengevaluasi pemikiran yang paling tinggi.

Pembelajaran kooperatif teknik investigasi gerombolan bisa dijadikan sebagai contoh pembelajaran buat mencapai pembentukan masyarakat negara yang baik pada pembelajaran IPS. Hal ini dimungkinkan karena pada pemeriksaan gerombolan ini, menggabungkan antara belajar mandidri, belajar berpasangan, serta belajar pada kelompok mini tiga-lima orang. Setelah melakukan pengkajian kelompok-gerombolan tersebut, selanjutnya menggabungkan serta mengikhtisar temuan mereka dan tetapkan bagaimana cara menyajikan esensi pekerjaan mereka pada rekan-rekan kelasnya. Dalam proses pembelajaran tersebut bisa dilihat nilai-nilai demokratis anak didik, tanggung jawab, dan nilai kemampuan buat menciptakan suasana kelas yg nyaman serta kondusif menjadi bagian dari masyarakat global yang cinta dame.