PENGERTIAN COOPERATIVE LEARNING MENURUT PARA AHLI

Pengertian Cooperative Learning Menurut Para Ahli
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan model pembelajaran dalam grup-gerombolan kecil, dengan anggota kelompok 3-5 orang, yang dalam merampungkan tugas kelompoknya setiap anggota gerombolan wajib saling kolaborasi serta saling membantu buat tahu materi, sehingga setiap murid selain mempunyai tanggung jawab individu, tanggung jawab berpasangan, jua memiliki tanggung jawab pada berkelompok. 

Johnson and Johnson (Orlich, et al., 2007) menaruh definisi cooperative learnig is learning based on a small-group approach to teaching that holds students accountable for both individual and group achievement. Definisi tersebut mengandung pengertian bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang didasarkan pada belajar dalam gerombolan kecil yg menekankan dalam kemampuan siswa baik secara individu juga gerombolan .

Pendapat Johnson and Johnson tersebut, senada dengan pendapat dengan Stahl (1999) yg memandang bahwa “cooperative learning is equeted with any class activity or project since all members of these groups are expected to cooperate in order to complete their assignments”. Ini berarti bahwa dalam pembelajaran kooperatif terjadi suatu aktifitas gerombolan , semua anggota kelompok dapat berhubungan buat menyelesaikan tugas-tugas mereka.

Nurhadi (2003) memandang bahwa pembelajaran kooperatif secara sadar membentuk interaksi yg silih asah, sebagai akibatnya asal belajar peserta didik bukan hanya pengajar serta kitab ajar, namun juga sesama siswa. Searah menggunakan itu, Arends (1997) mengungkapkan bahwa: The cooperative learning model provides a framework within with teacher can foster important social learning and human relationsgoals. Arends memandang bahwa model pembelajaran kooperatif menyediakan suatu kerangka bagi guru buat bisa membantukepentingan pengembangan pembelajaran serta tujuan interaksi manusia.

Pendapat lain dikemukakan oleh Slavin (1994) merumuskan pembelajaran kooperatif menjadi berikut.
Cooperative learning refers to a variety of teaching methods in which students work in small groups to help one another learn academic content. In cooperative classrooms, students are expected to help each other, to discuss and argue with each other, to assess each other’s current knowledge and fill in gaps in each other understands. Cooperative work rarely replaces teacher instruction, but rather replaces individual seat work, individual study, and individual drill. When properly organized, students in cooperative groups work with each other to make certain that everyone in the class has mastered the concepts being taught. 

Definisi di atas menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif mengacu pada metode pembelajaran dimana anak didik bekerja pada gerombolan mini buat saling membantu menilik bahan ajar. Dalam kelas kooperatif anak didik diperlukan buat saling membantu, berdiskusi, berdebat, saling menilai pengetahuan terkini serta saling mengisi kelemahan pada pemahaman masing-masing. 

Johnson, et al. (Fetsch & Yang, 2002) memandang bahwa “Cooperation is considerably more effective than interpersonal competition and individualistic efforts in promoting achievement and productivity and cooperation without intergroup competition seems to promote higher achievement and productivity than cooperation with intergroup competition”. Definisi ini mengandung makna bahwa pembelajaran kooperatif lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran yang bersifat kompetisi perseorangan dan pembelajaran kooperatif lebih bisa menaikkan prestasi serta produktivitas belajar dibandingkan menggunakan kompetisi pada kelompok.

Pembelajaran kooperatif memiliki dua aspek. Manning (1992) mengklasifikasi kedua aspek tersebut yaitu: 1) dimungkinkannya lingkungan yg kooperatif yang mendidik dan memacu murid buat bersaing satu sama lain dan bukan hanya sekedar bekerja sama, serta 2) mengindikasikan bahwa belajar kooperatif bila diimplikasikan secara generik mempunyai potensi buat memberikan kontribusi secara generik , memiliki potensi buat menaruh kontribusi secara positif dalam kemampuan akademik, keterampilan sosial dan kepercayaan diri. Berdasarkan kedua aspek tadi, Nurhadi (2004) menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri: 1) saling ketergantungan positif yg memungkinkan anak didik saling memberi motivasi untuk meraih hasil belajar yg optimal, 2) interaksi tatap muka yg memungkinkan siswa menjadi sumber belajar lebih bervariasi, 3) akuntabilitas individual buat mengetahui penguasaan murid terhadap materi pelajaran secara individual, serta 4) keterampilan menjalin hubungan antar langsung dan social.

Roger & David (Lie, 2007) berkata bahwa nir semua kerja kelompok sanggup dianggap cooperative learning. Untuk mencapai output yang maksimal , lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan penilaian proses kelompok. Sedangkan pengelolaan kelas cooperative learning berupa pengelompokan, semangat cooperative learning dan penataan ruang kelas (Lie, 2007:).

Menurut Jarolimek (1996) model kooperatif learning dapat digambarkan dalam bentuk bagan berikut.

Gambar Bagan Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Jarolimek

Manfaat dan Karakteristik Cooperative Learnig
Dalam pembelajaran IPS, cooperative learning cocok diterapkan guna mewujudkan prilaku belajar murid yang demokratis, bertanggung jawab dan cinta hening. Dengan demikian, maka pembelajaran kooperatif sangat bermanfaat dalam mewujudkan pembentukan anak didik sebagai warga negara yg baik. Orlich, et al., (2007) menyebutka 8 manfaat pembelajaran kooperatif yaitu: 1) meninkatkan pemahaman terhadap pengetahuan dasar, 2) memberi penguatan terhadap keterampilan social, 3) memberikan kesempatan pada siswa buat menciptakan keputusan, 4) membentuk lingkungan belajar yg aktif, 5) meningkatakan kepercayaan diri murid, 6) menghargai disparitas gaya belajar, 7) mempertinggi tanggung jawab siswa dan 8) terfokus dalam keberhasilan setiap siswa. Pembelajara kooperatif pula memiliki aspek-aspek: 1) saling ketergantungan serta bersifat positif, dua) hubungan pribadi tiga) kepercayaan individu, 4) mengembangkan keterampilan social dan lima) penilaian gerombolan .

Orlich, et al. (2007) menjelaskan lima (lima) ciri pembelajaran kooperatif. Karakteristik yang dimaksud adalah uses small groups of three of four students (microgroups), focuses on tasks to be accomplished, requires class cooperation and interaction, mandates individual responsibility to learn and support division of labor. Kelima ciri yang dimaksud merupakan 1) memakai grup kecil 3 atau empat orang murid, 2) berfokos pada penyelesaian tugas-tugas, 3) terjadi kerja sama serta interaksi grup, 4) tanggung jawab pribadi buat belajar, serta 6) mendukung kerja grup. 

Dalam pembelajaran kooperatif bisa dikembangkan beberapa teknik. Slavin (1994) menyebutkan: Three are general cooperative learning methods adaptable to most subjects and grade levels: student teams-achievement divisions (STAD), team-games-tournaments (TGT), and jigsaw II. Sedangkan Stahl (1999) mengungkapkan bahwa selain tiga teknik tadi bisa juga dikembangkan teknik lain, seperti Jigsaw III, Achieving cooperative learnig thoght structured, Group investigation, Co-op co-op, The Pro-con cooperative class strategy dan the cooperative class research paper project.

Pembelajaran kooperatif, selain membutuhkan kerjasama yg baik pada kelompok, jua membutuhkan tanggung jawab individu serta grup. Longdren (Isjoni, 2007) memandang bahwa pada cooperative learning masih ada unsur sebagai berikut: para siswa wajib mempunyai persepsi bahwa mereka “karam atau berenang bersama “, para siswa wajib memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain, para murid wajib berpandangan bahwa mereka seluruh mempunyai tujuan yg sama, para murid membagi tugas dan menyebarkan tanggung jawab, para siswa diberikan satu penilaian atau penghargaan, para murid menyebarkan kepemimpinan serta keterampilan bekerjasama selama belajar, dan setiap siswa mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam gerombolan kooperatif

Sehubungan dengan itu, Stahl (1999) menyebutkan bahwa bahwa terdapat 10 unsur fundamental dalam pembelajaran kooperatif: (1) clear set of specific student learning outcome objectives, (dua) common acceptance of the student outcome objectives, (tiga) positive interdependence, (4) face-to-face interaction, (5) individual accountability, (6) public recognition and rewards for group academic success, (7) heterogeneous groups, (8) positive social interaction behavior and attitudes, (9) postroup reflection (debriefing) over group process, and (10) sufficient time for learning.

Dari pendapat pada atas dapat dimengerti bahwa masih ada sepuluh unsur mendasar pada setiap pembelajaran kooperatif. Kesepuluh unsur tadi adalah seperangkat tujuan khusus hasil pembelajaran anak didik, penerimaan generik terhadap tujuan output murid, interpendensi positif, hubungan tatap muka, pertanggungjawaban individu, pengakuan publik serta penghargaan bagi keberhasilan akademik grup, gerombolan tidak sejenis, konduite serta sikap interaksi sosial positif, renungan pasca kelompok (debriefing) tentang proses kelompok, serta waktu belajar yg cukup.

Muslim Ibrahim (2000) mengungkapkan enam fase langkah-langkah kegiatan pembelajaran kooperatif yaitu: 1) fase mengungkapkan tujuan dan motivasi murid, 2) fase menyajikan keterangan, tiga) mengorganisasikan murid kedalam grup-grup kecil, 4) pengajar membimbing kelompok-gerombolan belajar, 5) evaluasi dan 6) menaruh penghargaan. Keenam kegiatan tersebut tersubtitusi tugas guru dalam enam fase juga yaitu: 1) guru mengungkapkan seluruh tujuan pembelajaran yg ingin dicapai, 2) guru menyampaikan fakta pada murid, 3) pengajar mengungkapkan pada siswa bagaimana cara menciptakan gerombolan belajar, 4) pengajar membimbing kelompok-grup belajar dalam waktu mengerjakan tugas, lima) pengajar menevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari, 6) guru mencari cara-cara buat menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu juga gerombolan .

Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif 
Dalam pembelajaran kooperatif bisa dikembangkan beberapa tipe, antara lain: 
Stundent Team-Achievement Division (STAD) 
Slavin (1994) menyebutkan bahwa wangsit utama STAD, adalah memotivasi siswa supaya saling mendukung, membantu dan mendapat penghargaan secara tim. Dalam teknik ini, anak didik dibagi dalam grup-grup belajar yg terdiri berdasarkan empat orang yg berbeda taraf kemampuan, jenis kelamin dan latar belakng etniknya. Setelah pengajar mengungkapkan materi pelajaran, murid belajar dalam tim grup dan saling membantu. Guru mengadakan kuis serta anak didik mengerjakan secara individu. Pembelajaran ini berlangsun tiga hingga 5 kali rendezvous. Pekerjaan murid secara individu ditotalkan menggunakan anggota grup lain dalam timnya, sehingga diperoleh nilai tim yung tertinggi dan terrendah. Kondisi ini memotivasi murid buat saling membantu dalam memahami bahan ajar, karena perolehan skor masing-masiong siswa akan menghipnotis prastasi grup. 


Teknik STAD memiliki 5 komponen primer yaitu:
1. Presentase kelas, merupakan, langka awal dalam teknik STAD pengajar mempresentasekan secara langsung bahan ajar dengan memakai media audio visual, dan murid dituntut buat memperhatikan secara penuh, sehingga dapat membantu mengerjakan kuis serta memilih skor masing-masing tim.
2. Tim yang terdiri empat atau 5 murid yg mewakili komunitas kelas, mempunyai kemampuan berbeda, jenis kelamin termasuk pebedaan budaya. Setelah guru mengungkapkan materinya, tim belajar dengan lembar aktivitas atau membahas perkara, membandingkan dan mengoreksi jawaban anggota tim yg keliru.
3. Kuis, sesudah berlangsung pembelajaran, siswa mengerjakan kuis secara individu serta nir boleh saling membantu karena masing-masing siswa wajib bertanggung jawab secara individu.
4. Skor kemajuan murid buat mengetahui kemajuan atau perkembangan skor kuis, sehingga setiap siswa dapat berusaha memberikan kontribusi poin yg aporisma terhadap timnya, dan akhirnya dapat mengumpulkan poin dari kenaikan berdasarkan skor kuis pertama sampai yang terakhir.
5. Rekognisi Tim dalam arti bahwa murid yg mencapai rata-rata skor yg sudah ditetapkan menerima penghargaan berdasarkan pengajar sinkron harap[an yg telah direncanakan oleh guru. 

Turnamen Game Tim (TGT) 
TGT hampir sama dewngan STA, yang mebedakan adalah bahwa pada TGT murid yang mempunyai skor yg setara, mewakili kelompoknya diarahkan berlomba buat mempertinggi skor yg telah diperoleh. Dalam teknik ini, pembelajaran dibuat menggunakan permainan game, yang dimainkan diatas meja, berupa undian angka pertanyaan kuis pada setiap meja. Siswa yang memiliki kemampuan yang sama diurutkan sesuai taraf prestasi kuis yang diperoleh sebelumya, menurut peringkat satu, 2 dan seterusnya akan mewakili kelompoknya bermaing game tadi. Hasil permainan game tadi mampu saja merubah posisi yang sebelimnya berada pada meja satu, bergeser dalam menja 2, dan meja terekhir bisa bergeser pada meja pertama bertdasarkan urutan menurut perolehan skor game. 

Team Accelerated Instruction (TAI) 
Tipe ini didesain khus diterapkan pada pembelajaran Matematika. Langkah-langkah pembelajarannya adalah: 
  • Siswa dibagi dalam tim empat samai lima orang 
  • siswa diberikan tes kemampuan awal 
  • siswa membangun gerombolan 2 atau tiga orang menurut kesetaraan output tes kemampuan awal. 
  • Siswa menegerjakan soal-soal latihan seca individu, yang selanjutnya diperiksa oleh anggota kelompoknya. Apabila sudah sahih semua maka bisa dilanjutkan dalam soal lathan berikutnya, apabila masih ada yang galat maka siswa mengerjakan pulang soal-soal tersebut, serta begiti seterusnya. 
  • Siswa mengerjakan tes formatif. Pada tahap ini anak didik harus bekerja sendiri. Apabila sudah mencapai persentase yg ditetapkan, menurut perhitungan skor yg diperoleh, maka output tes formatif tadi dapat ditandatangani sang anggota timnya. 
  • Siswa yang dikategirikan super, sangat baik, dan baik mendapat penghargaan. 
  • Cooperative Integrated Reading and Composition ( CIRC). 
CIRC merupaka tipe pembelajaran yg diterapkan buat menerapkan membaca dan menulis. Para anak didik ditugaskan buat berpasangan dalam tim untuk membaca ekspresi, tahu bacaan, menulis dan seni berbahasa. Langkah-langkah yang dapat dilakukan merupakan: 
  • Membaca berpasangan 
  • Menulis cerita menggunakan rapikan bahasa yg baik 
  • Mengucapkan kata-kata menggunakan keras 
  • memahami makna kosa istilah 
  • menceritakan pulang isi cerita 
  • saling menguji ejaan yg digunakan 
  • tes sebaai dasar menentukan skor tim buat menerima penghargaan tim. 
Group Investigation 
Stahl (1999) mengungkapkan bahwa class investigationin particular encourages students’ initiative and responsibility for their work, as individuals, as members of study groups, and as members of an entire class. The investigation combines independent study as weel as work in pairs and in small groups (from three to vive students). When they complete their search, groups integrate and summarize their findings and decide how to present the essence of their work to their classmates.

Pendapat pada atas memberi penegasan bahwa investigasi gerombolan memberi tanggung jawab pada murid terhadap pekerjaan mereka, baik secara individu, berpasangan maupun pada kelompok. Setiap grup investigasi terdiri menurut 3-5 orang, serta akhirnya anak didik bisa menggabungkan, mempersentasekan serta mengikhtisarkan jawaban mereka. 

Dalam investigasi kelompok memberi peluang murid buat mengajukan pertanyaan tentang apa yang menarik bagi mereka, mencari jawaban dalam aneka macam macam sumber, merencanakan beserta isi dan proses dari investigasi mereka. Selain 3 peluang tersebut, murid pula dapat mengiterpretasikan jawaban dari pengalalaman pribadi serta pengetahuan mereka sebelumnya, serta berinteraksi menggunakan sesamanya dalam bentuk pertukaran informasi serta gagasan secara kontinu. Pernyataan tadi ditegaskan sang Stahl (1999) yg menjelaskan bahwa group investigation mengarahkan siswa buat lebih aporisma buat: 
1. Ask questions about what interest them. 
2. Search for answers in a wide variety of sources.
3. Plan together the content and process of their inquir.
4. Interpret the answers in light of their personal experiences and prior knowledge.
5. Interact with their peers in a constant exchange of information and ideas.

Menurut Slavin (1994) pada teknik group investigation murid bekerja melalui 6 (enam) termin. Tahapan tadi adalah: 1) identifying the topic and organizingpupils into groups, dua) planning the learning task, tiga) carring out the investigation, 4) preparing a final report, 5) presenting the final report, and 6) evaluation. Dengan melihat tahapan tadi, maka pembelajaran dengan teknik group investigation berawal berdasarkan mengidentifikasi topik dan mengatur murid kedalam grup, merencanakan tugas yg akan dipelajari, melaksanakan investigasi, menyiapkan laporan akhir, mempersentasekan laporan akhir serta berakhir pada penilaian. 

Stahl (1999) memandang bahwa perencanaan kooperatif teknik class investigation dapat dilakukan beberapa cara: (1) planing a nonacademic activity, (dua) planning how to locate information in a variety of sources, (3) planning a study task, (4) determining subtropics, (5) forming groups and asking questions, (6) searching for answers, (7) summarizing their findings, (8) preseting their findings, and (9) individual evaluation.

Sehubungan dengan pendapat pada atas, maka perencanaan pembelajaran kooperatif bisa dilakukan mulai berdasarkan merencanakan kegiatan non akademik, merencanakan cara mencari keterangan berdasarkan berbagai asal, merencanakan tugas belajar, memilih sub topik, menciptakan kelompok dan mengajukan pertanyaan, pencarian jawaban, mengihtisarkan temuan-temuan mereka, menyajikan temuan-temuan mereka sampai pada penilaian individual. Dalam mengikuti langkah-langkah tadi, pengajar dapat memberi kesempatan pada anak didik buat terlibat pada diskusi perencanaan secara keseluruhan secara berpasangan atau dalam kelompok mini .

Pelaksanaan investigasi kelompok bisa dilakukan menggunakan chosing the dilema to investigate, preparing for a group investigation task, and introducing the project, sedangkan pengajar dapat berperan pada guiding the students and facilitating the process of investigation and helping maintain cooperative norms of behavior. (Stahl, 1999). Pernyataan pada atas mengandung makna bahwa pelaksanaan pemeriksaan kelompok dapat dilakukan menggunakan tiga cara yaitu memilih dilema buat di ivestigasi, menyiapkan tugas infestigasi grup dan memperkenalkan proyek yg berhubungan dengan materi pembelajaran. Sedangkan peran pengajar selama pembelajaran pemeriksaan gerombolan adalah: membimbing siswa serta memfasilitasi proses pemeriksaan dan membantu menjaga aturan konduite kooperatif.

Slavin (1992) secara naratif menguraikan bahwa terdapat 4 (empat) aktifitas mengidentifikasi topik dan mengatur anak didik kedalam kelompok pemeriksaan. Aktifitas yang dimaksud adalah: 1) Stundets scan sources, propose topics, and categorize suggestions, 2) Students join the class studying the topic of their choice, tiga) Group composition is based on interest and is heterogeous, and 4) Teacher assists in information gathering and facilitates organization. Untuk merencanakan tugas yg akan dipelajari pada kelompok pemeriksaan, kegiatan yang dilakukan adalah Students plan together: what do we study? How do we study? Who does what? (division of labor) and for what purpose or goals do we investigate this topic?

Dalam mengidentifikasi topik serta mengatur siswa kedalam gerombolan investigasi para siswa bisa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik, dan mengkategorikan saran-saran, lalu para murid bergabung dengan kelompoknya buat menilik topik yg mereka pilih, komposisi grup didasarkan dalam ketertarikan siswa dan harus bersifat heterogen, dan pengajar membantu dalam mengumpulkan fakta serta memfasilitasi pengaturan. Dalam merencanakan tugas para murid dapat merencanakan beserta tentang apa yg dipelajari, bagaimana mempelajarinya, apa dan siapa yg melakukan, buat tujuan dan kepentingan apa menginvestigasi topik tadi.

Stahl (1999) menjelaskan enam tahap pemeriksaan selesainya diajukan pertarungan yaitu: The whole class determines subtopics and organizes into research groups (1), groups plan their investigations, (dua) groups carry out their investigation, (tiga) groups plan their presentations, (4) groups make their whole-group presentations, (lima) and (6) teacher and students evaluate their projects. 

Tahap-termin investigasi gerombolan pada atas dapat berfungsi sebagai petunjuk umum buat melanjutkan implementasi proses pembelajaran. Dapat dilakukan Secara berturut-turut mulai berdasarkan semua anak didik menentukan sub topik serta membetuk kelompok-grup penelitian, kelompok merencanakan investigasi, grup melakukan pemeriksaan, gerombolan merencanakan penyajian, melakukan persentasi dihadapan seluruh anak didik, pengajar serta anak didik mengevaluasi output pemeriksaan. 

Slavin (1994) menjelaskan bahwa dalam melaksanakan tugas pemeriksaan murid bisa: 1) students gather information, analyze the data and reach conclusions, 2) each class member contributes to the group effort, and tiga) students exchange discuss clarify, and synthesize ideas. Dalam menyiapkan laporan akhir, aktifitas yang dilakukan adalah:1) group members determine the essential message of their project, dua) group members plan what they will report and how they will make their presentation and 3) class representatives form a steering committee to coordinate plans for the presentation. Pada tahap mempersentasekan laporan akhir yang wajib dipehatikan adalah the presentation is made to the entire class in a variety of forms, part of the presentation should actively involve the audience, and the audience evaluates the clarity and appeal of presentation according to criteria determined in advance by the whole class. Sedangkan dalam penilaian, aktifitas siswa adalah students share feedback about the topic, about the work they did, and about their effective experiences (1) teachers and pupils collaborate in evaluating student learning, and (3) assessment of learning should evaluate higher-level thinking. 

Pendapat tadi mengandung pengertian bahwa pada melaksanakan tugas investigasi murid bisa mengumpulkan berita, menganalisis, serta membuat simpulan, setiap anggota grup berkontribusi buat bisnis-bisnis yg dilakukan kelompoknya, serta saling bertukar pikiran, berdiskusi, mengklarifikasi, dan mensintesis seluruh gagasan, sedangkan pada menyiapkan laporan akhir, aktifitas yang dilakukan murid merupakan nggota grup menentukan pesan-pesan esensial dari pekerjaan mereka, anggota grup merencanakan apa yg akan mereka laporkan serta bagaimana menciptakan persentase, wakil-wakil kelompok menciptakan sebuah tim buat mengkoordinasikan rencana persentase. Dalam mempersentasekan laporan akhir, persentase harus bisa melibatkan pendengarnya secara aktif serta pendengar menevaluasi berdasrakan criteria yang sudah ditentukan sebelumnya, sedangakan dalam termin penilaian, murid saling memberikan umpan pulang, kerja sama pengajar dan murid dalam menevaluasi pembelajaran dan penilaian atas pembelajaran wajib mengevaluasi pemikiran yang paling tinggi.

Pembelajaran kooperatif teknik investigasi gerombolan bisa dijadikan sebagai contoh pembelajaran buat mencapai pembentukan masyarakat negara yang baik pada pembelajaran IPS. Hal ini dimungkinkan karena pada pemeriksaan gerombolan ini, menggabungkan antara belajar mandidri, belajar berpasangan, serta belajar pada kelompok mini tiga-lima orang. Setelah melakukan pengkajian kelompok-gerombolan tersebut, selanjutnya menggabungkan serta mengikhtisar temuan mereka dan tetapkan bagaimana cara menyajikan esensi pekerjaan mereka pada rekan-rekan kelasnya. Dalam proses pembelajaran tersebut bisa dilihat nilai-nilai demokratis anak didik, tanggung jawab, dan nilai kemampuan buat menciptakan suasana kelas yg nyaman serta kondusif menjadi bagian dari masyarakat global yang cinta dame.

PENGERTIAN COOPERATIVE LEARNING MENURUT PARA AHLI

Pengertian Cooperative Learning Menurut Para Ahli
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah contoh pembelajaran pada gerombolan -gerombolan kecil, dengan anggota gerombolan 3-5 orang, yang pada menuntaskan tugas kelompoknya setiap anggota gerombolan harus saling kerja sama serta saling membantu buat tahu materi, sebagai akibatnya setiap siswa selain mempunyai tanggung jawab individu, tanggung jawab berpasangan, jua memiliki tanggung jawab dalam berkelompok. 

Johnson and Johnson (Orlich, et al., 2007) memberikan definisi cooperative learnig is learning based on a small-class approach to teaching that holds students accountable for both individual and group achievement. Definisi tadi mengandung pengertian bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang didasarkan pada belajar pada kelompok kecil yg menekankan dalam kemampuan anak didik baik secara individu maupun kelompok.

Pendapat Johnson and Johnson tadi, senada menggunakan pendapat menggunakan Stahl (1999) yang memandang bahwa “cooperative learning is equeted with any class activity or project since all members of these groups are expected to cooperate in order to complete their assignments”. Ini berarti bahwa pada pembelajaran kooperatif terjadi suatu aktifitas grup , seluruh anggota grup bisa berhubungan buat menuntaskan tugas-tugas mereka.

Nurhadi (2003) memandang bahwa pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah, sehingga asal belajar siswa bukan hanya pengajar dan kitab ajar, tetapi juga sesama peserta didik. Searah dengan itu, Arends (1997) menjelaskan bahwa: The cooperative learning model provides a framework within with teacher can foster important social learning and human relationsgoals. Arends memandang bahwa contoh pembelajaran kooperatif menyediakan suatu kerangka bagi pengajar buat bisa membantukepentingan pengembangan pembelajaran dan tujuan hubungan manusia.

Pendapat lain dikemukakan oleh Slavin (1994) merumuskan pembelajaran kooperatif sebagai berikut.
Cooperative learning refers to a variety of teaching methods in which students work in small groups to help one another learn academic content. In cooperative classrooms, students are expected to help each other, to discuss and argue with each other, to assess each other’s current knowledge and fill in gaps in each other understands. Cooperative work rarely replaces teacher instruction, but rather replaces individual seat work, individual study, and individual drill. When properly organized, students in cooperative groups work with each other to make certain that everyone in the group has mastered the concepts being taught. 

Definisi pada atas mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif mengacu kepada metode pembelajaran dimana murid bekerja dalam gerombolan mini buat saling membantu mempelajari bahan ajar. Dalam kelas kooperatif murid diharapkan buat saling membantu, berdiskusi, berdebat, saling menilai pengetahuan terbaru serta saling mengisi kelemahan pada pemahaman masing-masing. 

Johnson, et al. (Fetsch & Yang, 2002) memandang bahwa “Cooperation is considerably more effective than interpersonal competition and individualistic efforts in promoting achievement and productivity and cooperation without intergroup competition seems to promote higher achievement and productivity than cooperation with intergroup competition”. Definisi ini mengandung makna bahwa pembelajaran kooperatif lebih efektif dibandingkan menggunakan pembelajaran yang bersifat kompetisi perseorangan dan pembelajaran kooperatif lebih bisa menaikkan prestasi dan produktivitas belajar dibandingkan dengan kompetisi pada grup.

Pembelajaran kooperatif mempunyai dua aspek. Manning (1992) mengklasifikasi kedua aspek tersebut yaitu: 1) dimungkinkannya lingkungan yg kooperatif yg mendidik dan memacu murid untuk bersaing satu sama lain serta bukan hanya sekedar bekerja sama, dan 2) mengindikasikan bahwa belajar kooperatif jika diimplikasikan secara umum mempunyai potensi buat memberikan donasi secara umum , memiliki potensi buat memberikan kontribusi secara positif pada kemampuan akademik, keterampilan sosial serta kepercayaan diri. Berdasarkan ke 2 aspek tadi, Nurhadi (2004) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-karakteristik: 1) saling ketergantungan positif yg memungkinkan anak didik saling memberi motivasi buat meraih output belajar yg optimal, 2) hubungan tatap muka yg memungkinkan murid menjadi asal belajar lebih bervariasi, 3) akuntabilitas individual buat mengetahui dominasi murid terhadap bahan ajar secara individual, serta 4) keterampilan menjalin hubungan antar eksklusif dan social.

Roger & David (Lie, 2007) menyampaikan bahwa tidak semua kerja kelompok sanggup dianggap cooperative learning. Untuk mencapai output yang aporisma, 5 unsur contoh pembelajaran gotong royong wajib diterapkan yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan penilaian proses kelompok. Sedangkan pengelolaan kelas cooperative learning berupa pengelompokan, semangat cooperative learning serta penataan ruang kelas (Lie, 2007:).

Menurut Jarolimek (1996) contoh kooperatif learning dapat digambarkan dalam bentuk bagan berikut.

Gambar Bagan Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Jarolimek

Manfaat dan Karakteristik Cooperative Learnig
Dalam pembelajaran IPS, cooperative learning cocok diterapkan guna mewujudkan prilaku belajar siswa yang demokratis, bertanggung jawab serta cinta tenang. Dengan demikian, maka pembelajaran kooperatif sangat bermanfaat pada mewujudkan pembentukan murid sebagai masyarakat negara yang baik. Orlich, et al., (2007) menyebutka 8 manfaat pembelajaran kooperatif yaitu: 1) meninkatkan pemahaman terhadap pengetahuan dasar, 2) memberi penguatan terhadap keterampilan social, 3) memberikan kesempatan kepada anak didik untuk menciptakan keputusan, 4) menciptakan lingkungan belajar yang aktif, lima) meningkatakan agama diri murid, 6) menghargai disparitas gaya belajar, 7) menaikkan tanggung jawab murid dan 8) terfokus pada keberhasilan setiap siswa. Pembelajara kooperatif jua mempunyai aspek-aspek: 1) saling ketergantungan dan bersifat positif, dua) hubungan eksklusif 3) agama individu, 4) menyebarkan keterampilan social dan lima) evaluasi kelompok.

Orlich, et al. (2007) mengungkapkan 5 (lima) karakteristik pembelajaran kooperatif. Karakteristik yg dimaksud adalah uses small groups of three of four students (microgroups), focuses on tasks to be accomplished, requires group cooperation and interaction, mandates individual responsibility to learn and support division of labor. Kelima ciri yang dimaksud merupakan 1) menggunakan gerombolan kecil 3 atau empat orang siswa, dua) berfokos dalam penyelesaian tugas-tugas, tiga) terjadi kolaborasi serta hubungan grup, 4) tanggung jawab eksklusif buat belajar, serta 6) mendukung kerja gerombolan . 

Dalam pembelajaran kooperatif bisa dikembangkan beberapa teknik. Slavin (1994) menjelaskan: Three are general cooperative learning methods adaptable to most subjects and grade levels: student teams-achievement divisions (STAD), team-games-tournaments (TGT), and jigsaw II. Sedangkan Stahl (1999) mengungkapkan bahwa selain 3 teknik tersebut dapat jua dikembangkan teknik lain, misalnya Jigsaw III, Achieving cooperative learnig thoght structured, Group investigation, Co-op co-op, The Pro-con cooperative class strategy serta the cooperative class research paper project.

Pembelajaran kooperatif, selain membutuhkan kerjasama yang baik dalam kelompok, juga membutuhkan tanggung jawab individu dan gerombolan . Longdren (Isjoni, 2007) memandang bahwa dalam cooperative learning terdapat unsur sebagai berikut: para siswa wajib mempunyai persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang beserta “, para murid harus mempunyai tanggung jawab terhadap murid lain, para anak didik harus berpandangan bahwa mereka seluruh mempunyai tujuan yang sama, para siswa membagi tugas serta membuatkan tanggung jawab, para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan, para anak didik berbagi kepemimpinan serta keterampilan berafiliasi selama belajar, dan setiap anak didik mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani pada gerombolan kooperatif

Sehubungan dengan itu, Stahl (1999) menyebutkan bahwa bahwa masih ada 10 unsur mendasar dalam pembelajaran kooperatif: (1) clear set of specific student learning outcome objectives, (2) common acceptance of the student outcome objectives, (tiga) positive interdependence, (4) face-to-face interaction, (5) individual accountability, (6) public recognition and rewards for class academic success, (7) heterogeneous groups, (8) positive social interaction behavior and attitudes, (9) postroup reflection (debriefing) over group process, and (10) sufficient time for learning.

Dari pendapat pada atas dapat dimengerti bahwa masih ada sepuluh unsur fundamental pada setiap pembelajaran kooperatif. Kesepuluh unsur tadi merupakan seperangkat tujuan khusus output pembelajaran anak didik, penerimaan umum terhadap tujuan hasil murid, interpendensi positif, interaksi tatap muka, pertanggungjawaban individu, pengakuan publik dan penghargaan bagi keberhasilan akademik gerombolan , kelompok heterogen, perilaku dan perilaku interaksi sosial positif, renungan pasca grup (debriefing) tentang proses kelompok, dan saat belajar yg cukup.

Muslim Ibrahim (2000) mengungkapkan enam fase langkah-langkah kegiatan pembelajaran kooperatif yaitu: 1) fase membicarakan tujuan dan motivasi siswa, dua) fase menyajikan kabar, tiga) mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok mini , 4) pengajar membimbing kelompok-kelompok belajar, lima) evaluasi dan 6) menaruh penghargaan. Keenam aktivitas tadi tersubtitusi tugas guru dalam enam fase pula yaitu: 1) pengajar mengungkapkan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, dua) pengajar mengungkapkan keterangan kepada siswa, 3) pengajar menyebutkan pada siswa bagaimana cara membentuk grup belajar, 4) guru membimbing gerombolan -grup belajar dalam saat mengerjakan tugas, 5) guru menevaluasi hasil belajar mengenai materi yang sudah dipelajari, 6) guru mencari cara-cara buat menghargai baik upaya maupun output belajar individu maupun kelompok.

Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif 
Dalam pembelajaran kooperatif dapat dikembangkan beberapa tipe, antara lain: 
Stundent Team-Achievement Division (STAD) 
Slavin (1994) menjelaskan bahwa ilham primer STAD, merupakan memotivasi siswa supaya saling mendukung, membantu dan menerima penghargaan secara tim. Dalam teknik ini, murid dibagi dalam kelompok-gerombolan belajar yang terdiri menurut empat orang yg tidak sinkron taraf kemampuan, jenis kelamin serta latar belakng etniknya. Setelah pengajar menyampaikan materi pelajaran, siswa belajar dalam tim grup serta saling membantu. Pengajar mengadakan kuis dan siswa mengerjakan secara individu. Pembelajaran ini berlangsun 3 sampai lima kali pertemuan. Pekerjaan siswa secara individu ditotalkan menggunakan anggota kelompok lain pada timnya, sehingga diperoleh nilai tim yung tertinggi dan terrendah. Kondisi ini memotivasi murid buat saling membantu pada memahami materi pelajaran, lantaran perolehan skor masing-masiong anak didik akan mempengaruhi prastasi grup. 


Teknik STAD mempunyai lima komponen primer yaitu:
1. Presentase kelas, ialah, langka awal dalam teknik STAD guru mempresentasekan secara pribadi materi pelajaran menggunakan memakai media audio visual, serta murid dituntut buat memperhatikan secara penuh, sebagai akibatnya bisa membantu mengerjakan kuis serta menentukan skor masing-masing tim.
2. Tim yang terdiri empat atau 5 murid yang mewakili komunitas kelas, memiliki kemampuan berbeda, jenis kelamin termasuk pebedaan budaya. Setelah guru menyampaikan materinya, tim belajar menggunakan lbr aktivitas atau membahas kasus, membandingkan serta mengoreksi jawaban anggota tim yg keliru.
3. Kuis, setelah berlangsung pembelajaran, siswa mengerjakan kuis secara individu dan nir boleh saling membantu karena masing-masing murid harus bertanggung jawab secara individu.
4. Skor kemajuan anak didik buat mengetahui kemajuan atau perkembangan skor kuis, sebagai akibatnya setiap siswa bisa berusaha memberikan kontribusi poin yg maksimal terhadap timnya, dan akhirnya bisa mengumpulkan poin dari kenaikan dari skor kuis pertama hingga yang terakhir.
5. Rekognisi Tim pada arti bahwa siswa yg mencapai rata-homogen skor yg telah ditetapkan menerima penghargaan menurut guru sinkron harap[an yang sudah direncanakan sang guru. 

Turnamen Game Tim (TGT) 
TGT hampir sama dewngan STA, yg mebedakan adalah bahwa dalam TGT siswa yg memiliki skor yang setara, mewakili kelompoknya diarahkan berlomba buat menaikkan skor yg telah diperoleh. Dalam teknik ini, pembelajaran didesain menggunakan permainan game, yang dimainkan diatas meja, berupa undian angka pertanyaan kuis dalam setiap meja. Siswa yang memiliki kemampuan yg sama diurutkan sinkron taraf prestasi kuis yg diperoleh sebelumya, dari peringkat satu, dua serta seterusnya akan mewakili kelompoknya bermaing game tersebut. Hasil permainan game tadi mampu saja merubah posisi yg sebelimnya berada dalam meja satu, bergeser pada menja dua, dan meja terekhir sanggup bergeser dalam meja pertama bertdasarkan urutan berdasarkan perolehan skor game. 

Team Accelerated Instruction (TAI) 
Tipe ini didesain khus diterapkan pada pembelajaran Matematika. Langkah-langkah pembelajarannya merupakan: 
  • Siswa dibagi dalam tim empat samai lima orang 
  • siswa diberikan tes kemampuan awal 
  • siswa menciptakan grup 2 atau 3 orang dari kesetaraan output tes kemampuan awal. 
  • Siswa menegerjakan soal-soal latihan seca individu, yang selanjutnya diperiksa oleh anggota kelompoknya. Apabila telah benar semua maka dapat dilanjutkan pada soal lathan berikutnya, apabila terdapat yang salah maka anak didik mengerjakan kembali soal-soal tersebut, dan begiti seterusnya. 
  • Siswa mengerjakan tes formatif. Pada tahap ini anak didik wajib bekerja sendiri. Jika sudah mencapai persentase yg ditetapkan, berdasarkan perhitungan skor yg diperoleh, maka output tes formatif tadi dapat ditandatangani oleh anggota timnya. 
  • Siswa yg dikategirikan super, sangat baik, serta baik menerima penghargaan. 
  • Cooperative Integrated Reading and Composition ( CIRC). 
CIRC merupaka tipe pembelajaran yang diterapkan buat menerapkan membaca serta menulis. Para murid ditugaskan buat berpasangan dalam tim buat membaca lisan, memahami bacaan, menulis dan seni berbahasa. Langkah-langkah yg dapat dilakukan adalah: 
  • Membaca berpasangan 
  • Menulis cerita dengan rapikan bahasa yg baik 
  • Mengucapkan kata-kata dengan keras 
  • memahami makna kosa istilah 
  • menceritakan balik isi cerita 
  • saling menguji ejaan yg digunakan 
  • tes sebaai dasar menentukan skor tim buat menerima penghargaan tim. 
Group Investigation 
Stahl (1999) menjelaskan bahwa class investigationin particular encourages students’ initiative and responsibility for their work, as individuals, as members of study groups, and as members of an entire group. The investigation combines independent study as weel as work in pairs and in small groups (from three to vive students). When they complete their search, groups integrate and summarize their findings and decide how to present the essence of their work to their classmates.

Pendapat di atas memberi penegasan bahwa investigasi grup memberi tanggung jawab pada murid terhadap pekerjaan mereka, baik secara individu, berpasangan maupun dalam grup. Setiap grup investigasi terdiri menurut tiga-5 orang, serta akhirnya siswa dapat menggabungkan, mempersentasekan serta mengikhtisarkan jawaban mereka. 

Dalam investigasi grup memberi peluang siswa buat mengajukan pertanyaan tentang apa yang menarik bagi mereka, mencari jawaban pada berbagai macam sumber, merencanakan beserta isi serta proses dari pemeriksaan mereka. Selain tiga peluang tersebut, siswa juga bisa mengiterpretasikan jawaban berdasarkan pengalalaman pribadi dan pengetahuan mereka sebelumnya, dan berinteraksi menggunakan sesamanya pada bentuk pertukaran informasi serta gagasan secara konstan. Pernyataan tadi ditegaskan sang Stahl (1999) yg menyebutkan bahwa class investigation mengarahkan murid buat lebih maksimal untuk: 
1. Ask questions about what interest them. 
2. Search for answers in a wide variety of sources.
3. Plan together the content and process of their inquir.
4. Interpret the answers in light of their personal experiences and prior knowledge.
5. Interact with their peers in a constant exchange of information and ideas.

Menurut Slavin (1994) pada teknik class investigation siswa bekerja melalui 6 (enam) termin. Tahapan tersebut adalah: 1) identifying the topic and organizingpupils into groups, dua) planning the learning task, 3) carring out the investigation, 4) preparing a final report, lima) presenting the final report, and 6) evaluation. Dengan melihat tahapan tersebut, maka pembelajaran dengan teknik class investigation berawal dari mengidentifikasi topik dan mengatur siswa kedalam gerombolan , merencanakan tugas yg akan dipelajari, melaksanakan investigasi, menyiapkan laporan akhir, mempersentasekan laporan akhir serta berakhir dalam penilaian. 

Stahl (1999) memandang bahwa perencanaan kooperatif teknik group investigation dapat dilakukan beberapa cara: (1) planing a nonacademic activity, (2) rencana how to locate information in a variety of sources, (3) planning a study task, (4) determining subtropics, (5) forming groups and asking questions, (6) searching for answers, (7) summarizing their findings, (8) preseting their findings, and (9) individual evaluation.

Sehubungan menggunakan pendapat di atas, maka perencanaan pembelajaran kooperatif dapat dilakukan mulai berdasarkan merencanakan aktivitas non akademik, merencanakan cara mencari liputan dari banyak sekali sumber, merencanakan tugas belajar, memilih sub topik, membangun gerombolan dan mengajukan pertanyaan, pencarian jawaban, mengihtisarkan temuan-temuan mereka, menyajikan temuan-temuan mereka hingga pada evaluasi individual. Dalam mengikuti langkah-langkah tersebut, guru dapat memberi kesempatan kepada murid buat terlibat pada diskusi perencanaan secara keseluruhan secara berpasangan atau dalam kelompok mini .

Pelaksanaan investigasi kelompok dapat dilakukan dengan chosing the duduk perkara to investigate, preparing for a class investigation task, and introducing the project, sedangkan guru bisa berperan dalam guiding the students and facilitating the process of investigation and helping maintain cooperative norms of behavior. (Stahl, 1999). Pernyataan di atas mengandung makna bahwa pelaksanaan investigasi kelompok dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu menentukan problem buat di ivestigasi, menyiapkan tugas infestigasi gerombolan dan memperkenalkan proyek yg berhubungan dengan materi pembelajaran. Sedangkan peran guru selama pembelajaran pemeriksaan gerombolan adalah: membimbing siswa dan memfasilitasi proses investigasi dan membantu menjaga anggaran perilaku kooperatif.

Slavin (1992) secara terinci menguraikan bahwa terdapat 4 (empat) aktifitas mengidentifikasi topik serta mengatur murid kedalam grup pemeriksaan. Aktifitas yang dimaksud adalah: 1) Stundets scan sources, propose topics, and categorize suggestions, dua) Students join the class studying the topic of their choice, 3) Group composition is based on interest and is heterogeous, and 4) Teacher assists in information gathering and facilitates organization. Untuk merencanakan tugas yang akan dipelajari dalam grup pemeriksaan, aktivitas yg dilakukan merupakan Students plan together: what do we study? How do we study? Who does what? (division of labor) and for what purpose or goals do we investigate this topic?

Dalam mengidentifikasi topik dan mengatur siswa kedalam gerombolan investigasi para anak didik dapat meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik, dan mengkategorikan saran-saran, lalu para siswa bergabung dengan kelompoknya buat menilik topik yg mereka pilih, komposisi gerombolan didasarkan dalam ketertarikan anak didik serta wajib bersifat heterogen, dan guru membantu dalam mengumpulkan liputan serta memfasilitasi pengaturan. Dalam merencanakan tugas para siswa dapat merencanakan beserta tentang apa yg dipelajari, bagaimana mempelajarinya, apa dan siapa yg melakukan, buat tujuan dan kepentingan apa menginvestigasi topik tersebut.

Stahl (1999) mengungkapkan enam termin investigasi sesudah diajukan pertarungan yaitu: The whole group determines subtopics and organizes into research groups (1), groups plan their investigations, (dua) groups carry out their investigation, (tiga) groups plan their presentations, (4) groups make their whole-class presentations, (5) and (6) teacher and students evaluate their projects. 

Tahap-termin pemeriksaan gerombolan di atas dapat berfungsi menjadi petunjuk generik untuk melanjutkan implementasi proses pembelajaran. Dapat dilakukan Secara berturut-turut mulai berdasarkan semua anak didik memilih sub topik dan membetuk grup-kelompok penelitian, grup merencanakan pemeriksaan, grup melakukan investigasi, kelompok merencanakan penyajian, melakukan persentasi dihadapan seluruh murid, pengajar serta siswa mengevaluasi hasil pemeriksaan. 

Slavin (1994) mengungkapkan bahwa pada melaksanakan tugas investigasi anak didik dapat: 1) students gather information, analyze the data and reach conclusions, dua) each group member contributes to the group effort, and 3) students exchange discuss clarify, and synthesize ideas. Dalam menyiapkan laporan akhir, aktifitas yang dilakukan merupakan:1) group members determine the essential message of their project, dua) group members plan what they will report and how they will make their presentation and 3) group representatives form a steering committee to coordinate plans for the presentation. Pada termin mempersentasekan laporan akhir yg wajib dipehatikan adalah the presentation is made to the entire class in a variety of forms, part of the presentation should actively involve the audience, and the audience evaluates the clarity and appeal of presentation according to criteria determined in advance by the whole class. Sedangkan dalam evaluasi, aktifitas anak didik merupakan students share feedback about the topic, about the work they did, and about their effective experiences (1) teachers and pupils collaborate in evaluating student learning, and (3) assessment of learning should evaluate higher-level thinking. 

Pendapat tadi mengandung pengertian bahwa dalam melaksanakan tugas pemeriksaan anak didik bisa mengumpulkan informasi, menganalisis, serta membuat simpulan, setiap anggota gerombolan berkontribusi buat usaha-usaha yg dilakukan kelompoknya, dan saling bertukar pikiran, berdiskusi, mengklarifikasi, serta mensintesis semua gagasan, sedangkan pada menyiapkan laporan akhir, aktifitas yang dilakukan anak didik merupakan nggota gerombolan menentukan pesan-pesan esensial dari pekerjaan mereka, anggota gerombolan merencanakan apa yg akan mereka laporkan dan bagaimana membuat persentase, wakil-wakil grup menciptakan sebuah tim buat mengkoordinasikan planning persentase. Dalam mempersentasekan laporan akhir, persentase wajib bisa melibatkan pendengarnya secara aktif dan pendengar menevaluasi berdasrakan criteria yg telah ditentukan sebelumnya, sedangakan pada tahap evaluasi, murid saling menaruh umpan balik , kerja sama pengajar serta anak didik dalam menevaluasi pembelajaran serta penilaian atas pembelajaran wajib mengevaluasi pemikiran yg paling tinggi.

Pembelajaran kooperatif teknik pemeriksaan grup bisa dijadikan sebagai contoh pembelajaran buat mencapai pembentukan warga negara yang baik dalam pembelajaran IPS. Hal ini dimungkinkan lantaran pada investigasi grup ini, menggabungkan antara belajar mandidri, belajar berpasangan, serta belajar dalam gerombolan kecil tiga-lima orang. Setelah melakukan pengkajian gerombolan -grup tadi, selanjutnya menggabungkan serta mengikhtisar temuan mereka dan menetapkan bagaimana cara menyajikan esensi pekerjaan mereka pada rekan-rekan kelasnya. Dalam proses pembelajaran tadi dapat ditinjau nilai-nilai demokratis anak didik, tanggung jawab, dan nilai kemampuan buat membangun suasana kelas yang nyaman dan kondusif sebagai bagian dari warga dunia yang cinta dame.

TEORI BELAJAR MENURUT ISLAM

Teori Belajar Menurut Islam
1. Teori deskriptif serta Teori Preskriptif
Bruner mengemukakan bahwa teori pembelajaran merupakan preskriptif dan teori belajar merupakan naratif, preskriptif lantaran tujuan primer teori pembelajaran merupakan menetapkan metode pembelajaran yg optimal, serta naratif lantaran tujuan utama teori belajar merupakan memerika proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian dalam hubungan di antara variabel-variabel yang menentukan hasil belajar, atau sebagaimana seseorang belajar. Teori pembelajaran menaruh perhatian dalam bagaimana seorang mensugesti orang lain agar terjadi hal belajar atau upaya mengontrol variabel-variabel yg dispesifikasi dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar.

Teori belajar yang deskriptif menempatkan variabel syarat dan metode pembelajaran menjadi given, dan memerikan hasil pembelajaran sebagai variabel yg diamati atau kondisi serta metode pembelajaran menjadi variabel bebas serta output pembelajaran sebagai variabel tergantung. Sedangkan teori pembelajaran yang preskriptif, kondisi serta hasil pembelajaran ditempatkan menjadi given serta metode yang optimal dtempatkan sebagai variabel yg diamati, atau metode pembelajaran sebagai variabel tergantung. Teori preskriptif adalah goal oriented(buat mencapai tujuan), sedangkan teori naratif adalah goal free(buat memerikan hasil). Variabel yg diamati dalam pengembangan teori-teori pembelajaran yg preskriptif adalah metode yg optimal buat mencapai tujuan, sedangkan dalam pengembangan teori-teori pembelajaran deskriptif variabel yg diamati adalah hasil menjadi pengaruh menurut interasi antara metode serta kondisi.

2. Teori Behaviouristik
Teori behaviouristik berkata bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku . Seseorang dipercaya sudah belajar sesuatu bila ia telah bisa menunjukkan perubahan tingkah laris. Pandangan behaviouristik mengakui pentingnya masuan atau input yg berupa stimulus serta keluaran atau output yang berupa respon. Sedangkan apa yg terjadi pada antara stimulus serta respon pada anggap tidak penting diperhatikan sebab tidak sanggup diamati dan diukur. Yang bisa diamati dan diukur hanyalah stimulus dan respons.

Penguatan (reinforcement) adaah faktor krusial pada belajar. Penguatan merupakan apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Jika penguatan ditambahkan (positif reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Demikian jua jika penguatan dikurangi (negative reinforcement) maka respon jua akan menguat. Tokoh-tokoh penting teori behaviouristik diantaranya Thorndike, Watson, Skiner, Hull serta Guthrie.

Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa aktivitas belajar ditekankan menjadi aktifitas “mimetic” yg menuntut anak didik buat menyampaikan kembali pengetahuan yg telah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan penilaian menekankan pada output, serta evaluasi menuntut suatu jawaban benar. Jawaban yang sahih menampakan bahwa murid sudah menuntaskan tugas belajarnya.

3. Teori Kognitif
Pengertian belajar berdasarkan teori kognitif merupakan perubahan persepsi serta pemahaman, yang nir selalu berbentuk tingkah laku yg bisa diamati serta bisa diukur. Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang sudah mempunyai pengetahuan dan pengalaman yg telah tertata pada bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar akan berjalan menggunakan baik bila bahan ajar atau keterangan baru menyesuaikan diri menggunakan struktur kognitif yg sudah dimiliki seseorang.

Dalam aktivitas pembelajaran, keterlibatan anak didik secara aktif amat dipentingkan. Untuk menarik minat dan menaikkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengetahuan baru menggunakan steruktur kognitif yag telah dimilii murid. Materi pelajaran disusun menggunakan menggunakan pola atau akal eksklusif, berdasarkan sederhan ke kompleks. Perbedaan individual dalam diri murid perlu diperhatikan, lantaran faktor ini sangat mepengaruhi keberhasilan siswa.

4. Teori Konstruktivistik
Usaha berbagi manusia serta masyarakat yg memiliki kepekaan, berdikari, bertanggungjawab, bisa mendidik dirinya sendiri sepanjang hayat, dan bisa berkolaborasi dalam memecahkan perkara, dibutuhkan layanan pendidikan yang sanggup melihat kaitan antara karakteristik-ciri manusia tersebut, menggunakan praktek-praktek pendidikan dan pembelajaran buat mewujudkannya. Pandangan konstruktivistik yg mengemukakan bahwa belajar merupakan usaha pemberian makna sang murid pada pengalamnnya melalui asimilasi serta akomodasi yang menuju dalam pembentukan struktur kognitifnya, memungkinkan mengarah pada tujuan tadi. Oleh karenanya, pembelajaran diusahakan agar dapat menaruh syarat terjadinya proses pembentukan tersebut secara optimal dalam diri siswa. 

Proses belajar sebagai suatu usaha anugerah makna sang murid kepada pengalamannya melalui proses asimilasi serta akomodasi, akan membangun suatu kunstruksi pengetahuan yang menuju dalam kemutakhiran struktur kognitifnya. Pengajar-guru konstrutivistik yg mengakui serta menghargai dorongan berdasarkan insan atau anak didik buat mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri, aktivitas pembelajaran yg dilakukannya akan diarahkan agar terjadi aktifitas konstruksi pengetahuan oleh siswa secara optimal.

5. Teori Humanistik
Menurut teori humanistik tujuan belajar adalah buat memanusiakan insan. Proses belajar dipercaya berhasil apabila siswa telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan istilah lain, siswa sudah bisa mencapai aktualisasi diri secara optimal. Teori humanistik cenderung bersifat eklektik, maksudnya teori ini bisa memanfaatkan teori apa saja berasal tujuannya tercapai. 

Aplikasi teori humanistik dalam aktivitas pembelajaran cenderung mendorong murid buat berfikir induktif. Teori ini pula amat mementingan faktor pengalaman dan keterlibatan murid secara aktif dalam belajar. 

6. Teori Sibernetik
Teori sibernetik menekankan bahwa belajar adalah pemrosesan liputan. Teori ini lebih mementingkan system kabar berdasarkan pesan atau materi yang dipelajari. Bagaimana proses belajar akan berlangsung sangat dipengaruhi oleh system keterangan dari pesan tersebut. Oleh karena itu, teori sibernetik berasumsi bahwa nir terdapat satu jenispun cara belajar yg ideal buat segala situasi. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh system warta.

Proses pengolahan liputan pada ingatan dimulai dari proses penyandian fakta (encoding), diikuti menggunakan penyimpanan keterangan (storage), serta diakhiri dengan membicarakan balik fakta-kabar yang sudah disimpan pada ingatan (retrieval). Ingatan terdiri menurut struktur berita yang terorganisasi serta proses penulusuran berkiprah secara hirakhis, dari keterangan yg paling generik serta inklusif ke berita yg paling umum dan rinci, hingga fakta yg diinginkan diperoleh.

Konsepsi landa dengan model pendekatannya yang diklaim algoritmik serta heuristik menyampaikan bahwa belajar algoritmik menuntut murid buat berpikir sistematis, termin demi termin, linear , menuju pada sasaran tujuan eksklusif, sedangkan belajar heuristic menuntut siswa untuk berpikir devergan, menyebar ke beberapa sasaran tujuan sekaligus.

Aplikasi teori pengolahan berita dalam pembelajaran antara lain dirumuskan dalam teori Gagne dan Briggs yang mempreskripsikan adanya 1) kapabilitas belajar, dua) insiden pembelajaran dan 3) pengorganisasian atau urutan pembelajaran. 

7. Teori Revolusi-Sosiokultural
Pandangan yang dipercaya lebih mampu mengakomodasi tuntunan sosiocultural-revolution merupakan teori belajar yg dikembangkan sang Vygotsky. Dikemukakan bahwa peningkatan fungsi-fungsi mental seorang terutama dari berdasarkan kehidupan social atau kelompoknya, dan bukan sekedar berdasarkan individu itu sendiri. Teori Vygotsky sebenarnya lebih sempurna disebut pendekatan ko-konstruktivisme.

Konsep-konsep penting pada teorinya yaitu genetic low of development, zona of proxsimal development, dan mediasi, sanggup menunjukan bahwa jalan pikiran seseorang wajib dimengerti berdasarkan latar social budaya serta sejarahnya. Perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang seturut dengan teori sociogenesis. Dimensi kesadaran social bersifat utama sedangkan dimensi individual bersifat sekunder.

Berdasarkan teori Vygotsky maka dalam kegiatan pembelajaran hendaknya anak memperoleh kesempatan yang luas buat mengembangkan zona perkembangan proxsimalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang. Pengajar perlu menyediakan berbagai jenis serta strata bantuan yg dapat memfasilitasi anak agar mereka dapat memecahkan kasus yg dihadapinya. Donasi bisa pada bentuk model, panduan, bimbingan orang lain atau teman yang lebih kompeten. Bentuk-bentuk pembelajarn kooperatif –kolaboratif dan belajar kontekstual sangat tepat dipakai. Sedngkan anak yg telah bisa otodidak perlu ditingkatkan tuntutannya, segingga nir perlu menunggu anak yang berada pada bawahnya dengan demikian dibutuhkan pemahaman yg tepat mengenai karaktristik anak didik serta budayanya sebagai pijakan pada pembelajaran.

8. Teori Kecerdasan Ganda
Kecerdasan ganda yang dikemukakan oleh Gardner yg kemudian dikembangkan oleh para tokoh lain, terdiri berdasarkan kecerdasan mulut/bahasa, kecerdasan akal/matematik, keserdasan visual/ruang, kecerdasan tubuh/gerak tubuh, kecerdasan musical/ritmik, keceedasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan naturalis, kecerdasan spiritual, dan kecerdasan eksistensial, perlu dilatihkan dalam rangka menyebarkan keterampilan hidup. Seluruh kecerdasan ini sebagai satu kesatuan yang utuh dan terpadu. Komposisi keterpaduannya bhineka dalam masing-masing orang serta dalam masing-masing budaya, tetapi secara keseluruhan semua kecerdasan tersebut bisa diubah dan ditingkatkan. Kecerdasan yg paling menonjol akan mengontrol kecerdasan-kecerdasan lainnya pada memecahkan masalah.

Para pakar kecerdasan sebelum Gardner cenderung memberikan tekanan terhadap kecerdasan hanya terbatas dalam aspek kognitif, sebagai akibatnya insan sudah tereduksi sebagai sekedar komponen kognitif. Gardner melakukan hal yg tidak selaras, dia memandang manusia nir hanya sekedar komponen kognitif, namun suatu keseluruhan. Melalui teori kecerdasan ganda beliau berusaha menghindari adanya penghakiman terhadap insan berdasarkan sudut pandang kecerdasan (inteligensi). Tidak terdapat manusia yang sangat cerdas dan nir cerdas untuk seluruh aspek yg ada pada dirinya. Yg ada adalah terdapat manusia yang mempunyai kecerdasan tinggi dalam keliru satu kecerdasan yang dimilikinya. Mungkin seseorang memiliki kecerdasan tinggi buat kecerdasan nalar-matematika namun nir buat kecerdasan music atau kecerdasan bidy-kinestetik.

Srategi pembelajaran kecerdasan ganda bertujuan agar seluruh potensi anak bisa berkembang. Taktik dasar pembelajarannya dimulai menggunakan (1) membangunkan/memicu kecerdasan, (2) memperkuat kecerdasan, (tiga) mengajarkan dengan /buat kecerdasan, dan (4) mentransfer kecerdasan.

9. Teori Pembelajaran Menurut Islam
Kemampuan buat belajar adalah sebuah karunia Allah yang mampu membedakan manusia dangan makhluk yang lain. Allah menghadiahkan akal kepada manusia buat sanggup belajar dan menjadi pemimpin di global ini. Pendapat yg mengatakan bahwa belajar sebagai aktifitas yg nir bisa menurut kehidupan insan, ternyata bukan berasal dari hasil renungan manusia semata. Ajaran agama sebagai panduan hidup insan jua menganjurkan manusia buat selalu malakukan aktivitas belajar. Dalam AlQur’an, istilah al-ilm serta turunannya berulang sebanyak 780 kali. Seperti yang termaktub pada wahyu yg pertama turun kepada baginda Rasulullah SAW yakni Al-‘Alaq ayat 1-5. Ayat ini sebagai bukti bahwa Al-Qur’an memandang bahwa aktivitas belajar merupakan sesuatu yang sangat penting pada kehidupan insan. Kegiatan belajar bisa berupa membicarakan, mengkaji,mencari, serta mengkaji, serta meniliti. Selain Al-Qur’an, Al Hadist jua banyak menerangkan mengenai pentingnya menuntut ilmu. 

Proses belajar-mengajar hendaknya bisa membentuk ilmu yang berupa kemampuan pada tiga ranah yang menjadi tujuan pendidikan/ pembelajaran, baik ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Selain itu, belajar merupakan proses buat mendapat ilmu, hendaknya diniati buat beribadah. Artinya, belajar menjadi manifestasi perwujudan rasa syukur insan sebagai seseorang hamba pada Allah SWT yang telah mengaruniakan logika. Lebih berdasarkan itu, output menurut proses belajar-mengajar yang berupa ilmu (kemampuan pada 3 ranah tadi), hendaknya bisa diamalkan serta dimanfaatkan sebaik mungkin buat kemaslahatan diri dan insan. Buah ilmu adalah amal. Pengamalan serta pemanfaatan ilmu hendaknya dalam koridor keridhaan Allah, yakni buat menyebarkan serta melestarikan agama Islam serta menghilangkan kebodohan, baik dalam dirinya maupun orang lain. Inilah butir dari ilmu yang berdasarkan al-Zarnuji akan dapat menghantarkan kebahagiaan hayati di global juga akhirat kelak.

Para pengajar wajib mempunyai perangai yg terpuji. Guru disyaratkan mempunyai sifat wara’ (meninggalkan hal-hal yg terlarang), mempunyai kompetensi (kemampuan) dibanding muridnya, serta berumur (lebih tua usianya) dan mempunyai “kedewasaan” (baik ilmu maupun umur).

BENTUK-BENTUK IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN
Pengajaran yg efektif berlangsung pada suatu proses brkesinambungan, terarah menurut perecanaan yg matang. Proses pengajaran itu dilandasi sang prinsip-prinsip yang fundamental yang akan menentuekan apakah pedagogi berlangsung secara lumrah serta berhasil.

1. Pengajaran berbasis motivasi (Motivation based teaching)
Motivasi merupakan perubahan energi (eksklusif) seorang yg ditandai menggunakan timbulnya perasaan serta reaksi untuk mencapai tujuan. Ada tiga unsur pada motivasi yg saling berkaitan yaitu : 
1. Motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam langsung.
2. Motivasi ditandai dengan timbulnya perasaan affective arousal
3. Motivasi ditandai dengan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan.

Motivasi mempunyai dua komponen, yakni komponen dalam (inner component), serta komponen luar (outer component). Motivasi dapat dibagi jadi dua jenis : 
1. Motivasi intrinsik 
2. Motivasi ekstrinsik

Motivasi mempunyai prinsip-prinsip, antara lain:
Kenneth H. Hover, mengemukakan prinsip-prinsip motivasi menjadi berikut.
1. Pujian lebih efektif berdasarkan dalam hukuman.
2. Semua anak didik mempunyai kebutuhan-kebutuhan psikologis (yang bersifat dasar) eksklusif yang harus mendapat kepuasan.
3. Motivasi yg asal menurut dalam individu lebih efektif dari dalam motivasi yang dipaksakan berdasarkan luar.
4. Terhadap jawaban (perbuatan) yg harmonis (sinkron dengan cita-cita) perlu dilakukan usaha pemantauan.
5. Motivasi itu gampang menjalar atau beredar terhadap orang lain.
6. Pemahaman yg jelas terhadap tujuan-tujuan akan merangsang motivasi.
7. Tugas-tugas yang dibebankan sang diri sendiri akan menyebabkan minat yg lebih besar buat mengerjakannya daripada jika tugas-tugas itu dipaksakan oleh pengajar.
8. Pujian-pujian yg datangnya menurut luar kadang-kadang dibutuhkan dan cukup efektif buat merangsang minat yang sebenarnya.
9. Teknik dan proses mengajar yang bermacam-macam adalah efektif buat memelihara minat anak didik.
10. Manfaat minat yang telah dimiliki oleh murid merupakan bersifat ekonomis.
11. Kegiatan-aktivitas yang akan bisa merangsang minat murud-murid yang kurang mungkin nir ada merupakan (kurang berharga) bagi para siswa yg tergolong pintar.
12. Kecemasan yg akbar akan mengakibatkan kesulitan belajar.
13. Kecemasan dan putus harapan yang lemah bisa membantu belajar, dapat jua lebih baik.
14. Jika tugas nir terlalu akbar serta jika nir terdapat maka frustasi secara cepat menuju kedemoralisasi.
15. Tiap anak didik mempunyai tingkat-taraf frustasi toleransi yang berlainan.
16. Tekanan gerombolan siswa (pergrup) kebanyakan lebih efektif dalam motivasi daripada tekanan/paksaan dari orang dewasa.
17. Motivasi yang akbar erat hubungannya menggunakan kreatifitas siswa. 

2. Pengajaran berbasis perbedaan individual
a. Pengertian perbedaan individual
Individual adalah suatu kesatuan yang masing-masing memiliki karakteristik khasnya, dan karenanya nir terdapat dua individu yang sama, satu menggunakan yang lainnya berbeda. Setiap individu berbeda menggunakan individu lainnya dalam aspek mental, misalnya: tingkat kecerdasan, abilitas, minat, ingatan, emosi, kemauan, serta sebagainya. Selain tiu, tidak ada 2 individu yg sama pada aspek jasmaniah, seperti bentuk, berukuran, kekuatan, dan daya tahan tubuh. Perbedaan-perbedaan itu masing-masing memiliki keuntungan dan kelemahan.

Ada 2 faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan individual, yakni faktor warisan, keturunan, dan faktor imbas lingkungan. Antara ke 2 faktor itu terjadi konveregensi. Mungkin dalam satu individu faktor dampak keturunan lebih lebih banyak didominasi, sedangkan pada individu lainnya imbas faktor linhkungan yang lebih dominan. Perbedaan individual dapat dikembalikan pada hubungan antara dua faktor tadi dari perkiraan, bahwa setiap pertumbuhan dan perkembangan tentu ditimbulkan sang kedua faktor tadi.

b. Jenis Perbedaan individual
1) Kecerdasan (intelegence)
2) Bakat(attitude)
3) Keadaan jasmaniah (physical Fitness)
4) Penyesuaian sosial dan emosional ( social and emotional adjuustman)
5) Latar belakang famili (home backround)
6) Hasil belajar (Academic Achievement)
7) Para murid yg menghadapi kesulitan-kesulitan pada handicap jasmani, kesulitan berbicara, kesulitan menyesuaikan social
8) Siswa yg cerdas dan lamban belajar

c. Cara melayani perbedaan individual
1) Akselerasi dan acara terbatas
a) Akselerasi: menaruh kesempatan pada murid yg bersangkutan untuk naik ke tingkatan kelas yang berikutnya lebih cepat (double promotion) satu atau 2 kali sekaligus.
b) Program tambahan: kepada siswa diberikan tugas-tugas tambahan pada dalam setiap strata kelas.

2) Pengajaran individual
3) Pengajaran unit
Siswa dibagi dalam beberapa grup mini . Tiap individu menerima tugas sinkron minat serta kemampuannya. Siswa yg lamban akan memilih tugas dan bahan yang lebih gampang, sedangkan murid yang cerdas akan memilih tugas yang lebih sulit. Kelompok-kelompok tadi saling bertukar pengalaman, dan hasil kerja perorangan pada akhirnya menjadi output kerja grup.

4) Kelas spesifik bagi siswa yg cerdas
5) Kelas remedi bagi para siswa yg lamban
6) Pengelompokkan dari abilitas
Berdasarkan abilitas anak didik, kelas dibagi sebagai tiga kelompok, yakni: grup kurang, kelompok sedang, dan kelompok pintar. Pembagian kelompok dilakukan sehabis pengajar melakukan penelitian yg saksama terhadap kelas. Berdasarkan gerombolan -gerombolan abilitas tadi, pengajar berkesempatan buat menyesuaikan serta mendiferensiasi bahan pelajaran dan metode mengajar sinkron individu.

7) Pengelompokkan informal (gerombolan kecil dalam kelas)
Kelas dibagi sebagai beberapa kelompok (2-8 murid). Tiap kelompok terdiri menurut individu-individu yg tidak sinkron sinkron dengan minat serta abilitasnya masing-masing. Pengajar bertindak menjadi konsultan yg berkiprah menurut satu grup ke gerombolan lainnya.

8) Supervise periode individualisasi
Metode ini merupakan suatu periode dimana para murid masing-masing mendapatkan kesempatan membaca buku-buku yang tidak sama atau mengerjakan hal-hal lain pada mata pelajaran eksklusif sinkron dengan kebutuhan individu, menggunakan bimbingan atau supervise sang pengajar.
9) Memperkaya dan memperluas kurikulum
10) Pelajaran pilihan (Elective Subjects)
Kurikulum perlu menyediaan juga sejumlah mata pelajaran pilihan disamping pendidikan generik. Pelajaran pilihan ini umumnya bertujuan buat menciptakan keterampilan.
11) Diferensiasi pemberian tugas dan anugerah tugas yang fleksibel
12) Sistem Tutorial (tutoring system)
Sistem tutor adalah suatu system pada menaruh bimbingan kepada siswa-murid yang mengalami kesulitan tertentu. Dalam hal ini guru dipercaya sebagai tutor.

13) Bimbingan Individual
Bimbingan individual sangat diperlukan bagi siswa yg lamban dan bagi murid yang mengalami kegagalan pada belajar.

14) Modifikasi Metode-Metode Mengajar
Guru dapat memakai metode mengajar berganti-ganti buat para anak didik yg lamban serta para siswa yg cerdas.

3. Pengajaran Berbasis Aktivitas
a. Konsep kegiatan belajar
Pendidikan tradisional menggunakan “Sekolah Dengar”-nya nir mengenal, bahkan sama sekali tidak memakai asas kegiatan pada proses belajar mengajar. Para siswa hanya mendengarkan hal-hal yg dipompakan oleh pengajar. Kegiatan berdikari dianggap tidak tidak ada maknanya, lantaran pengajar merupakan orang yang serba tahu dan memilih segala hal yang dipercaya krusial bagi murid. Guru relatif menilik materi menurut buku kemudian disampaikan pada anak didik. Siswa hanya bertugas mendapat serta menelan, mereka diam serta bersikap pasif atau tidak aktif.

Adanya temuan-temuan baru pada psikologi perkembangan dan psikologi belajar yang mengakibatkan pandangan tersebut berubah. Berdasarkan output penelitian para ahli pendidikan itu :
1) Siswa adalah suatu organisme yang hidup, di dalam dirinya beraneka ragam kemungkinan dan potensi yg hidup yang sedang berkembang. Pendidikan perlu mengarahkan tingkah laris dan perbuatan itu menuju ke taraf perkembangan yg dibutuhkan. 
2) Setiap murid mempunyai banyak sekali kebutuhan, meliputi kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial. 

Adanya berbagai temuan serta pendapat pada gilirannya menyebabkan pandangan anak (murid) berubah. Pengajaran yang efektif merupakan pedagogi yg menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Anak (murid) belajar sambil bekerja. Dengan bekerja mereka memperoleh pengetahuan, pemahaman, serta aspek-aspek tingkah laris lainnya, dan menyebarkan ketrampilan yg bermakna buat hidup di warga . 

b. Nilai kegiatan pada pengajaran
Penggunaan asas kegiatan besar nilainya bagi pengajaran para anak didik, lantaran :
1) Para murid mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri.
2) Berbuat sendiri akan berbagi seluruh aspek eksklusif murid secara integral.
3) Memupuk kerjasama yg harmonis pada kalangan murid.
4) Para siswa bekerja dari minat serta kemampuan sendiri.
5) memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar sebagai demokratis.
6) Mempererat interaksi sekolah serta warga , serta hubungan antara orang tua dengan pengajar.
7) Pengajaran diselenggarakan secara relistis serta konkret sehingga membuatkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindarkan verbalistis.
8) Pengajaran pada sekolah menjadi hidup sebagaimana kegiatan dalam kehidupan pada rakyat.

c. Penggunaan kegiatan pada pengajaran
Asas aktivitas dipakai dalam seluruh jenis metode pengajaran, baik metode dalam kelas maupun metode mengajar di luar kelas. Hanya saja penggunaanya dilaksanakan dalam bentuk yang berlain-lainan sesuai dengan tujuan yg hendak dicapai serta disesuaikan juga pada orientasi sekolah yang menggunakan jenis aktivitas itu.

4. Pengajaran Berbasis Lingkungan
a. Konsep lingkungan
Belajar pada hakikatnya merupakan suatu hubungan antara individu serta lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu dan sebaliknya individu memberikan respons terhadap lingkungan. Dalam proses hubungan ini dapat terjadi perubahan dalam diri individu berupa perubahan tingkah laku . Dapat juga terjadi, individu menyebabkan terjadinya perubahan pada lingkungan, baik yg positif atau bersifat negatif. Hal ini memberitahuakn, bahwa fungsi lingkungan adalah faktor yg krusial dalam proses belajar mengajar.

b. Pengertian lingkungan
Ada dua kata yg sangat erat kaitannya namun tidak sinkron secara gradual, merupakan “alam sekitar” serta “lingkungan”. Alam lebih kurang mencangkup segala hal yg terdapat pada lebih kurang kita, baik yang jauh maupun yang dekat letaknya, baik masa silam mupun yang akan tiba nir terikat pada dimensi waktu yang tepat. Lingkungan adalah sesuatu yg ada pada alam sekitar yang mempunyai makna serta atau impak tertentu kepada individu. 

Lingkungan (environment) sebagai dasar pedagogi merupakan faktor tradisional yg menghipnotis tingkah laku individu dan adalah faktor belajar yang penting. Lingkungan belajar atau pembelajaran atau pendidikan terdiri berdasarkan ini dia :
1. Lingkungan sosial merupakan lingkungan rakyat bagi kelompok akbar atau gerombolan mini .
2. Lingkungan personal mencakup individu-individu menjadi suatu langsung berpengaruh terhadap individu pribadi lainnya.
3. Lingkungan alam (fisik) meliputi semua asal daya alam yang dapat diberdayakan sebagai sumber belajar.
4. Lingkungan kultural mencangkup output budaya dan teknologi yang dapat dijadikan sumber belajar serta yang bisa sebagai faktor pendukung pengajaran.

Suatu lingkungan pendidikan atau pedagogi mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut :
1. Fungsi psikologis
Stimulus bersumber atau asal menurut lingkungan yang merupakan rangsangan terhadap individu sebagai akibatnya terjadi respons, yang memberitahuakn tingkah laris eksklusif.

2. Fungsi pedagogis
Lingkungan memberikan impak-efek yang bersifat mendidik, khususnya lingkungan yg sengaja disiapkan menjadi suatu lembaga pendidikan, contohnya keluarga, sekolah, forum pembinaan, forum-forum sosial.

3. Fungsi instruksional
Program instruksional merupakan lingkungan pengajaran atau pembelajaran yg didesain secara spesifik.
Suatu dimensi lingkungan yang sangat penting merupakan rakyat. Dalam kontens ini warga mencangkup unsur-unsur individu, kelompok, sumber-asal alami, asal budaya, sistem nilai serta kebiasaan, kondisi atau situasi dan masalah-masalah, serta berbagai kendala dalam warga , secara keseluruhan merupakan lingkungan rakyat.

5. Problem-basic Learning
a. Gambaran Umum
Dalam contoh pembelajaran Problem-basic Learning, belajar dan pembelajaran diorientasikan kepada pemecahan aneka macam kasus terutama yang terkait menggunakan aplikasi materi pembelajaran pada pada kehidupan konkret. Selama siswa melakukan aktivitas pemecahan masalah, guru berperan menjadi tutor yg akan membantu mereka mendefinisikan apa yg mereka tidak tahu serta apa yang mereka perlu ketahui buat tahu atau memecahkan kasus.

Pengembangan contoh ini antara lain didasari oleh:
1) Prinsip Enquiry Learning yang memandang belajar adalah upaya buat menemukan sendiri pengetahuan.
2) Teori-teori psikologi belajar dan pembelajaran modern yg menjelaskan bahwa pengetahuan akan lebih diingat dan dikemukakan balik secara lebih efektif jika belajar serta pembelajaran berdasarkan pada konteks manfaatnya pada masa depan.

b. Tahapan-Tahapan Pemecahan Masalah
Tahapan pemecahan kasus sangat bergantung pada kompleksitas masalahnya. Untuk kasus yg kompleks karena cakupan dan dimensasinya sangat luas, maka langkah-langkah pemecahan masalah dengan pendekatan akademik bisa dilakukan. Pertarunga yang sederhana menggunakan cakupan dan dimensi yg nisbi sempit serta praktis bisa dipecahkan dengan tahapan-tahapan yg sederhana dan praktis.

6. Cooperative Learning
a. Falsafah Cooperative Learning
Berbeda menggunakan contoh pembelajaran kompetisi serta contoh individual learning yg menitikberatkan proses serta pencapaian belajar dan pembelajaran dalam prestasi setinggi-tingginya yg siswa secara individual, model cooperative learning didasari oleh falsafah bahwa insan adalah makhluk sosial. Oleh karenanya, contoh pembelajaran ini nir mengenal kompetisi antar individu. Model ini pula nir menaruh kesempatan kepada murid buat belajar menggunakan kecepatan serta iramanya sendiri. Sebaliknya, contoh ini menekankan kerjasama atau gotong-royong sesama siswa pada memeriksa materi pembelajaran.

Ada dua kemungkinan kerjasama antar murid dalam kelompok belajar, yaitu :
1) Kooperatif merupakan kerjasama antara anak didik yang tidak sama tingkat kemampuannya.
2) Kolaboratif adalah kerjasama antara murid dengan kemampuan yg setingkat.

b. Unsur-Unsur Cooperative Learning
Ada 5 unsur yang sebagai ciri menurut Cooperative Learning yg membedakannya menggunakan model belajar serta pembelajaran yg lain yaitu :
1) Saling ketergantungan positif.
2) Tanggungjawab perseorangan.
3) Tatap muka.
4) Komunikasi antar anggota.
5) Evaluasi proses kelompok

7. Quantum Teaching
a. Pengertian
Dalam teknik belajar dan pembelajaran pengertian quantum bisa diartikan yaitu mendorong terjadinya interaksi antara anak didik menggunakan murid, siswa menggunakan pengajar, murid menggunakan fasilitas belajar lainnya secara terarah sinkron dengan ciri diri, potensi, serta kebutuhan individual siswa guna mengerahkan seluruh energinya buat mencapai kegemilangan dalam belajar.

b. Kerangka Perancangan Belajar
Ada enam unsur yang menjadi kerangka dasar pembelajaran dengan model Quantum Teaching :
a. Tumbuhkan : sertakan diri mereka (siswa), pikat mereka, puaskan AMBAK (Apa Manfaatnya Bagi Ku).
b. Alami : berikan mereka pengalaman belajar, tumbuhkan “kebutuhan buat mengetahui.”
c. Namai : berikan “data” tepat ketika minat anak didik memuncak.
d. Demonstrasikan: berikan kesempatan bagi siswa buat mengaitkan pengalaman dengan data baru, sehingga mereka menghayati serta menambatnya sebagai pengalaman pribadi.
e. Ulangi : rekatkan gambaran keseluruhannya melalui pengulangan.
f. Rayakan : Sesuatu yang pantas dipelajari tentu pantas buat dirayakan apabila berhasil dipelajari. Berikan penghargaan kepada kelas atas keberhasilan seluruh.

c. Prinsip Kecerdasan Jamak (Multiple Inteligence) serta Pembelajarannya
Salah satu prinsip yang dijadikan acum primer dalam kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan quantum learning merupakan prinsip kecerdasan jamak (Multiple Inteligence). Prinsip yg dikembangka sang Gardner ini memandang bahwa :
a. Semua manusia berbakat buat sebagai jenius apabila belajar dan pembelajarannya sesuai dengan minat, karakteristik belajar serta bakatnya.oleh karena itu pembelajaran yg menyeragamkan anak didik serta menyeragamkan metoda akan mematikan potensi kejeniusan anak didik tertentu karena tidak mengakomodir kekhasan minat, ciri belajar serta bakatnya.
b. Kejeniusan insan nir bisa diukur dalam bidang yang sama, karena mereka lahir membawa minat, karakteristik belajar serta bakatnya sendiri-sendiri.