TEORI BELAJAR MENURUT ISLAM

Teori Belajar Menurut Islam
1. Teori deskriptif serta Teori Preskriptif
Bruner mengemukakan bahwa teori pembelajaran merupakan preskriptif dan teori belajar merupakan naratif, preskriptif lantaran tujuan primer teori pembelajaran merupakan menetapkan metode pembelajaran yg optimal, serta naratif lantaran tujuan utama teori belajar merupakan memerika proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian dalam hubungan di antara variabel-variabel yang menentukan hasil belajar, atau sebagaimana seseorang belajar. Teori pembelajaran menaruh perhatian dalam bagaimana seorang mensugesti orang lain agar terjadi hal belajar atau upaya mengontrol variabel-variabel yg dispesifikasi dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar.

Teori belajar yang deskriptif menempatkan variabel syarat dan metode pembelajaran menjadi given, dan memerikan hasil pembelajaran sebagai variabel yg diamati atau kondisi serta metode pembelajaran menjadi variabel bebas serta output pembelajaran sebagai variabel tergantung. Sedangkan teori pembelajaran yang preskriptif, kondisi serta hasil pembelajaran ditempatkan menjadi given serta metode yang optimal dtempatkan sebagai variabel yg diamati, atau metode pembelajaran sebagai variabel tergantung. Teori preskriptif adalah goal oriented(buat mencapai tujuan), sedangkan teori naratif adalah goal free(buat memerikan hasil). Variabel yg diamati dalam pengembangan teori-teori pembelajaran yg preskriptif adalah metode yg optimal buat mencapai tujuan, sedangkan dalam pengembangan teori-teori pembelajaran deskriptif variabel yg diamati adalah hasil menjadi pengaruh menurut interasi antara metode serta kondisi.

2. Teori Behaviouristik
Teori behaviouristik berkata bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku . Seseorang dipercaya sudah belajar sesuatu bila ia telah bisa menunjukkan perubahan tingkah laris. Pandangan behaviouristik mengakui pentingnya masuan atau input yg berupa stimulus serta keluaran atau output yang berupa respon. Sedangkan apa yg terjadi pada antara stimulus serta respon pada anggap tidak penting diperhatikan sebab tidak sanggup diamati dan diukur. Yang bisa diamati dan diukur hanyalah stimulus dan respons.

Penguatan (reinforcement) adaah faktor krusial pada belajar. Penguatan merupakan apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Jika penguatan ditambahkan (positif reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Demikian jua jika penguatan dikurangi (negative reinforcement) maka respon jua akan menguat. Tokoh-tokoh penting teori behaviouristik diantaranya Thorndike, Watson, Skiner, Hull serta Guthrie.

Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa aktivitas belajar ditekankan menjadi aktifitas “mimetic” yg menuntut anak didik buat menyampaikan kembali pengetahuan yg telah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan penilaian menekankan pada output, serta evaluasi menuntut suatu jawaban benar. Jawaban yang sahih menampakan bahwa murid sudah menuntaskan tugas belajarnya.

3. Teori Kognitif
Pengertian belajar berdasarkan teori kognitif merupakan perubahan persepsi serta pemahaman, yang nir selalu berbentuk tingkah laku yg bisa diamati serta bisa diukur. Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang sudah mempunyai pengetahuan dan pengalaman yg telah tertata pada bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar akan berjalan menggunakan baik bila bahan ajar atau keterangan baru menyesuaikan diri menggunakan struktur kognitif yg sudah dimiliki seseorang.

Dalam aktivitas pembelajaran, keterlibatan anak didik secara aktif amat dipentingkan. Untuk menarik minat dan menaikkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengetahuan baru menggunakan steruktur kognitif yag telah dimilii murid. Materi pelajaran disusun menggunakan menggunakan pola atau akal eksklusif, berdasarkan sederhan ke kompleks. Perbedaan individual dalam diri murid perlu diperhatikan, lantaran faktor ini sangat mepengaruhi keberhasilan siswa.

4. Teori Konstruktivistik
Usaha berbagi manusia serta masyarakat yg memiliki kepekaan, berdikari, bertanggungjawab, bisa mendidik dirinya sendiri sepanjang hayat, dan bisa berkolaborasi dalam memecahkan perkara, dibutuhkan layanan pendidikan yang sanggup melihat kaitan antara karakteristik-ciri manusia tersebut, menggunakan praktek-praktek pendidikan dan pembelajaran buat mewujudkannya. Pandangan konstruktivistik yg mengemukakan bahwa belajar merupakan usaha pemberian makna sang murid pada pengalamnnya melalui asimilasi serta akomodasi yang menuju dalam pembentukan struktur kognitifnya, memungkinkan mengarah pada tujuan tadi. Oleh karenanya, pembelajaran diusahakan agar dapat menaruh syarat terjadinya proses pembentukan tersebut secara optimal dalam diri siswa. 

Proses belajar sebagai suatu usaha anugerah makna sang murid kepada pengalamannya melalui proses asimilasi serta akomodasi, akan membangun suatu kunstruksi pengetahuan yang menuju dalam kemutakhiran struktur kognitifnya. Pengajar-guru konstrutivistik yg mengakui serta menghargai dorongan berdasarkan insan atau anak didik buat mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri, aktivitas pembelajaran yg dilakukannya akan diarahkan agar terjadi aktifitas konstruksi pengetahuan oleh siswa secara optimal.

5. Teori Humanistik
Menurut teori humanistik tujuan belajar adalah buat memanusiakan insan. Proses belajar dipercaya berhasil apabila siswa telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan istilah lain, siswa sudah bisa mencapai aktualisasi diri secara optimal. Teori humanistik cenderung bersifat eklektik, maksudnya teori ini bisa memanfaatkan teori apa saja berasal tujuannya tercapai. 

Aplikasi teori humanistik dalam aktivitas pembelajaran cenderung mendorong murid buat berfikir induktif. Teori ini pula amat mementingan faktor pengalaman dan keterlibatan murid secara aktif dalam belajar. 

6. Teori Sibernetik
Teori sibernetik menekankan bahwa belajar adalah pemrosesan liputan. Teori ini lebih mementingkan system kabar berdasarkan pesan atau materi yang dipelajari. Bagaimana proses belajar akan berlangsung sangat dipengaruhi oleh system keterangan dari pesan tersebut. Oleh karena itu, teori sibernetik berasumsi bahwa nir terdapat satu jenispun cara belajar yg ideal buat segala situasi. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh system warta.

Proses pengolahan liputan pada ingatan dimulai dari proses penyandian fakta (encoding), diikuti menggunakan penyimpanan keterangan (storage), serta diakhiri dengan membicarakan balik fakta-kabar yang sudah disimpan pada ingatan (retrieval). Ingatan terdiri menurut struktur berita yang terorganisasi serta proses penulusuran berkiprah secara hirakhis, dari keterangan yg paling generik serta inklusif ke berita yg paling umum dan rinci, hingga fakta yg diinginkan diperoleh.

Konsepsi landa dengan model pendekatannya yang diklaim algoritmik serta heuristik menyampaikan bahwa belajar algoritmik menuntut murid buat berpikir sistematis, termin demi termin, linear , menuju pada sasaran tujuan eksklusif, sedangkan belajar heuristic menuntut siswa untuk berpikir devergan, menyebar ke beberapa sasaran tujuan sekaligus.

Aplikasi teori pengolahan berita dalam pembelajaran antara lain dirumuskan dalam teori Gagne dan Briggs yang mempreskripsikan adanya 1) kapabilitas belajar, dua) insiden pembelajaran dan 3) pengorganisasian atau urutan pembelajaran. 

7. Teori Revolusi-Sosiokultural
Pandangan yang dipercaya lebih mampu mengakomodasi tuntunan sosiocultural-revolution merupakan teori belajar yg dikembangkan sang Vygotsky. Dikemukakan bahwa peningkatan fungsi-fungsi mental seorang terutama dari berdasarkan kehidupan social atau kelompoknya, dan bukan sekedar berdasarkan individu itu sendiri. Teori Vygotsky sebenarnya lebih sempurna disebut pendekatan ko-konstruktivisme.

Konsep-konsep penting pada teorinya yaitu genetic low of development, zona of proxsimal development, dan mediasi, sanggup menunjukan bahwa jalan pikiran seseorang wajib dimengerti berdasarkan latar social budaya serta sejarahnya. Perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang seturut dengan teori sociogenesis. Dimensi kesadaran social bersifat utama sedangkan dimensi individual bersifat sekunder.

Berdasarkan teori Vygotsky maka dalam kegiatan pembelajaran hendaknya anak memperoleh kesempatan yang luas buat mengembangkan zona perkembangan proxsimalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang. Pengajar perlu menyediakan berbagai jenis serta strata bantuan yg dapat memfasilitasi anak agar mereka dapat memecahkan kasus yg dihadapinya. Donasi bisa pada bentuk model, panduan, bimbingan orang lain atau teman yang lebih kompeten. Bentuk-bentuk pembelajarn kooperatif –kolaboratif dan belajar kontekstual sangat tepat dipakai. Sedngkan anak yg telah bisa otodidak perlu ditingkatkan tuntutannya, segingga nir perlu menunggu anak yang berada pada bawahnya dengan demikian dibutuhkan pemahaman yg tepat mengenai karaktristik anak didik serta budayanya sebagai pijakan pada pembelajaran.

8. Teori Kecerdasan Ganda
Kecerdasan ganda yang dikemukakan oleh Gardner yg kemudian dikembangkan oleh para tokoh lain, terdiri berdasarkan kecerdasan mulut/bahasa, kecerdasan akal/matematik, keserdasan visual/ruang, kecerdasan tubuh/gerak tubuh, kecerdasan musical/ritmik, keceedasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan naturalis, kecerdasan spiritual, dan kecerdasan eksistensial, perlu dilatihkan dalam rangka menyebarkan keterampilan hidup. Seluruh kecerdasan ini sebagai satu kesatuan yang utuh dan terpadu. Komposisi keterpaduannya bhineka dalam masing-masing orang serta dalam masing-masing budaya, tetapi secara keseluruhan semua kecerdasan tersebut bisa diubah dan ditingkatkan. Kecerdasan yg paling menonjol akan mengontrol kecerdasan-kecerdasan lainnya pada memecahkan masalah.

Para pakar kecerdasan sebelum Gardner cenderung memberikan tekanan terhadap kecerdasan hanya terbatas dalam aspek kognitif, sebagai akibatnya insan sudah tereduksi sebagai sekedar komponen kognitif. Gardner melakukan hal yg tidak selaras, dia memandang manusia nir hanya sekedar komponen kognitif, namun suatu keseluruhan. Melalui teori kecerdasan ganda beliau berusaha menghindari adanya penghakiman terhadap insan berdasarkan sudut pandang kecerdasan (inteligensi). Tidak terdapat manusia yang sangat cerdas dan nir cerdas untuk seluruh aspek yg ada pada dirinya. Yg ada adalah terdapat manusia yang mempunyai kecerdasan tinggi dalam keliru satu kecerdasan yang dimilikinya. Mungkin seseorang memiliki kecerdasan tinggi buat kecerdasan nalar-matematika namun nir buat kecerdasan music atau kecerdasan bidy-kinestetik.

Srategi pembelajaran kecerdasan ganda bertujuan agar seluruh potensi anak bisa berkembang. Taktik dasar pembelajarannya dimulai menggunakan (1) membangunkan/memicu kecerdasan, (2) memperkuat kecerdasan, (tiga) mengajarkan dengan /buat kecerdasan, dan (4) mentransfer kecerdasan.

9. Teori Pembelajaran Menurut Islam
Kemampuan buat belajar adalah sebuah karunia Allah yang mampu membedakan manusia dangan makhluk yang lain. Allah menghadiahkan akal kepada manusia buat sanggup belajar dan menjadi pemimpin di global ini. Pendapat yg mengatakan bahwa belajar sebagai aktifitas yg nir bisa menurut kehidupan insan, ternyata bukan berasal dari hasil renungan manusia semata. Ajaran agama sebagai panduan hidup insan jua menganjurkan manusia buat selalu malakukan aktivitas belajar. Dalam AlQur’an, istilah al-ilm serta turunannya berulang sebanyak 780 kali. Seperti yang termaktub pada wahyu yg pertama turun kepada baginda Rasulullah SAW yakni Al-‘Alaq ayat 1-5. Ayat ini sebagai bukti bahwa Al-Qur’an memandang bahwa aktivitas belajar merupakan sesuatu yang sangat penting pada kehidupan insan. Kegiatan belajar bisa berupa membicarakan, mengkaji,mencari, serta mengkaji, serta meniliti. Selain Al-Qur’an, Al Hadist jua banyak menerangkan mengenai pentingnya menuntut ilmu. 

Proses belajar-mengajar hendaknya bisa membentuk ilmu yang berupa kemampuan pada tiga ranah yang menjadi tujuan pendidikan/ pembelajaran, baik ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Selain itu, belajar merupakan proses buat mendapat ilmu, hendaknya diniati buat beribadah. Artinya, belajar menjadi manifestasi perwujudan rasa syukur insan sebagai seseorang hamba pada Allah SWT yang telah mengaruniakan logika. Lebih berdasarkan itu, output menurut proses belajar-mengajar yang berupa ilmu (kemampuan pada 3 ranah tadi), hendaknya bisa diamalkan serta dimanfaatkan sebaik mungkin buat kemaslahatan diri dan insan. Buah ilmu adalah amal. Pengamalan serta pemanfaatan ilmu hendaknya dalam koridor keridhaan Allah, yakni buat menyebarkan serta melestarikan agama Islam serta menghilangkan kebodohan, baik dalam dirinya maupun orang lain. Inilah butir dari ilmu yang berdasarkan al-Zarnuji akan dapat menghantarkan kebahagiaan hayati di global juga akhirat kelak.

Para pengajar wajib mempunyai perangai yg terpuji. Guru disyaratkan mempunyai sifat wara’ (meninggalkan hal-hal yg terlarang), mempunyai kompetensi (kemampuan) dibanding muridnya, serta berumur (lebih tua usianya) dan mempunyai “kedewasaan” (baik ilmu maupun umur).

BENTUK-BENTUK IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN
Pengajaran yg efektif berlangsung pada suatu proses brkesinambungan, terarah menurut perecanaan yg matang. Proses pengajaran itu dilandasi sang prinsip-prinsip yang fundamental yang akan menentuekan apakah pedagogi berlangsung secara lumrah serta berhasil.

1. Pengajaran berbasis motivasi (Motivation based teaching)
Motivasi merupakan perubahan energi (eksklusif) seorang yg ditandai menggunakan timbulnya perasaan serta reaksi untuk mencapai tujuan. Ada tiga unsur pada motivasi yg saling berkaitan yaitu : 
1. Motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam langsung.
2. Motivasi ditandai dengan timbulnya perasaan affective arousal
3. Motivasi ditandai dengan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan.

Motivasi mempunyai dua komponen, yakni komponen dalam (inner component), serta komponen luar (outer component). Motivasi dapat dibagi jadi dua jenis : 
1. Motivasi intrinsik 
2. Motivasi ekstrinsik

Motivasi mempunyai prinsip-prinsip, antara lain:
Kenneth H. Hover, mengemukakan prinsip-prinsip motivasi menjadi berikut.
1. Pujian lebih efektif berdasarkan dalam hukuman.
2. Semua anak didik mempunyai kebutuhan-kebutuhan psikologis (yang bersifat dasar) eksklusif yang harus mendapat kepuasan.
3. Motivasi yg asal menurut dalam individu lebih efektif dari dalam motivasi yang dipaksakan berdasarkan luar.
4. Terhadap jawaban (perbuatan) yg harmonis (sinkron dengan cita-cita) perlu dilakukan usaha pemantauan.
5. Motivasi itu gampang menjalar atau beredar terhadap orang lain.
6. Pemahaman yg jelas terhadap tujuan-tujuan akan merangsang motivasi.
7. Tugas-tugas yang dibebankan sang diri sendiri akan menyebabkan minat yg lebih besar buat mengerjakannya daripada jika tugas-tugas itu dipaksakan oleh pengajar.
8. Pujian-pujian yg datangnya menurut luar kadang-kadang dibutuhkan dan cukup efektif buat merangsang minat yang sebenarnya.
9. Teknik dan proses mengajar yang bermacam-macam adalah efektif buat memelihara minat anak didik.
10. Manfaat minat yang telah dimiliki oleh murid merupakan bersifat ekonomis.
11. Kegiatan-aktivitas yang akan bisa merangsang minat murud-murid yang kurang mungkin nir ada merupakan (kurang berharga) bagi para siswa yg tergolong pintar.
12. Kecemasan yg akbar akan mengakibatkan kesulitan belajar.
13. Kecemasan dan putus harapan yang lemah bisa membantu belajar, dapat jua lebih baik.
14. Jika tugas nir terlalu akbar serta jika nir terdapat maka frustasi secara cepat menuju kedemoralisasi.
15. Tiap anak didik mempunyai tingkat-taraf frustasi toleransi yang berlainan.
16. Tekanan gerombolan siswa (pergrup) kebanyakan lebih efektif dalam motivasi daripada tekanan/paksaan dari orang dewasa.
17. Motivasi yang akbar erat hubungannya menggunakan kreatifitas siswa. 

2. Pengajaran berbasis perbedaan individual
a. Pengertian perbedaan individual
Individual adalah suatu kesatuan yang masing-masing memiliki karakteristik khasnya, dan karenanya nir terdapat dua individu yang sama, satu menggunakan yang lainnya berbeda. Setiap individu berbeda menggunakan individu lainnya dalam aspek mental, misalnya: tingkat kecerdasan, abilitas, minat, ingatan, emosi, kemauan, serta sebagainya. Selain tiu, tidak ada 2 individu yg sama pada aspek jasmaniah, seperti bentuk, berukuran, kekuatan, dan daya tahan tubuh. Perbedaan-perbedaan itu masing-masing memiliki keuntungan dan kelemahan.

Ada 2 faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan individual, yakni faktor warisan, keturunan, dan faktor imbas lingkungan. Antara ke 2 faktor itu terjadi konveregensi. Mungkin dalam satu individu faktor dampak keturunan lebih lebih banyak didominasi, sedangkan pada individu lainnya imbas faktor linhkungan yang lebih dominan. Perbedaan individual dapat dikembalikan pada hubungan antara dua faktor tadi dari perkiraan, bahwa setiap pertumbuhan dan perkembangan tentu ditimbulkan sang kedua faktor tadi.

b. Jenis Perbedaan individual
1) Kecerdasan (intelegence)
2) Bakat(attitude)
3) Keadaan jasmaniah (physical Fitness)
4) Penyesuaian sosial dan emosional ( social and emotional adjuustman)
5) Latar belakang famili (home backround)
6) Hasil belajar (Academic Achievement)
7) Para murid yg menghadapi kesulitan-kesulitan pada handicap jasmani, kesulitan berbicara, kesulitan menyesuaikan social
8) Siswa yg cerdas dan lamban belajar

c. Cara melayani perbedaan individual
1) Akselerasi dan acara terbatas
a) Akselerasi: menaruh kesempatan pada murid yg bersangkutan untuk naik ke tingkatan kelas yang berikutnya lebih cepat (double promotion) satu atau 2 kali sekaligus.
b) Program tambahan: kepada siswa diberikan tugas-tugas tambahan pada dalam setiap strata kelas.

2) Pengajaran individual
3) Pengajaran unit
Siswa dibagi dalam beberapa grup mini . Tiap individu menerima tugas sinkron minat serta kemampuannya. Siswa yg lamban akan memilih tugas dan bahan yang lebih gampang, sedangkan murid yang cerdas akan memilih tugas yang lebih sulit. Kelompok-kelompok tadi saling bertukar pengalaman, dan hasil kerja perorangan pada akhirnya menjadi output kerja grup.

4) Kelas spesifik bagi siswa yg cerdas
5) Kelas remedi bagi para siswa yg lamban
6) Pengelompokkan dari abilitas
Berdasarkan abilitas anak didik, kelas dibagi sebagai tiga kelompok, yakni: grup kurang, kelompok sedang, dan kelompok pintar. Pembagian kelompok dilakukan sehabis pengajar melakukan penelitian yg saksama terhadap kelas. Berdasarkan gerombolan -gerombolan abilitas tadi, pengajar berkesempatan buat menyesuaikan serta mendiferensiasi bahan pelajaran dan metode mengajar sinkron individu.

7) Pengelompokkan informal (gerombolan kecil dalam kelas)
Kelas dibagi sebagai beberapa kelompok (2-8 murid). Tiap kelompok terdiri menurut individu-individu yg tidak sinkron sinkron dengan minat serta abilitasnya masing-masing. Pengajar bertindak menjadi konsultan yg berkiprah menurut satu grup ke gerombolan lainnya.

8) Supervise periode individualisasi
Metode ini merupakan suatu periode dimana para murid masing-masing mendapatkan kesempatan membaca buku-buku yang tidak sama atau mengerjakan hal-hal lain pada mata pelajaran eksklusif sinkron dengan kebutuhan individu, menggunakan bimbingan atau supervise sang pengajar.
9) Memperkaya dan memperluas kurikulum
10) Pelajaran pilihan (Elective Subjects)
Kurikulum perlu menyediaan juga sejumlah mata pelajaran pilihan disamping pendidikan generik. Pelajaran pilihan ini umumnya bertujuan buat menciptakan keterampilan.
11) Diferensiasi pemberian tugas dan anugerah tugas yang fleksibel
12) Sistem Tutorial (tutoring system)
Sistem tutor adalah suatu system pada menaruh bimbingan kepada siswa-murid yang mengalami kesulitan tertentu. Dalam hal ini guru dipercaya sebagai tutor.

13) Bimbingan Individual
Bimbingan individual sangat diperlukan bagi siswa yg lamban dan bagi murid yang mengalami kegagalan pada belajar.

14) Modifikasi Metode-Metode Mengajar
Guru dapat memakai metode mengajar berganti-ganti buat para anak didik yg lamban serta para siswa yg cerdas.

3. Pengajaran Berbasis Aktivitas
a. Konsep kegiatan belajar
Pendidikan tradisional menggunakan “Sekolah Dengar”-nya nir mengenal, bahkan sama sekali tidak memakai asas kegiatan pada proses belajar mengajar. Para siswa hanya mendengarkan hal-hal yg dipompakan oleh pengajar. Kegiatan berdikari dianggap tidak tidak ada maknanya, lantaran pengajar merupakan orang yang serba tahu dan memilih segala hal yang dipercaya krusial bagi murid. Guru relatif menilik materi menurut buku kemudian disampaikan pada anak didik. Siswa hanya bertugas mendapat serta menelan, mereka diam serta bersikap pasif atau tidak aktif.

Adanya temuan-temuan baru pada psikologi perkembangan dan psikologi belajar yang mengakibatkan pandangan tersebut berubah. Berdasarkan output penelitian para ahli pendidikan itu :
1) Siswa adalah suatu organisme yang hidup, di dalam dirinya beraneka ragam kemungkinan dan potensi yg hidup yang sedang berkembang. Pendidikan perlu mengarahkan tingkah laris dan perbuatan itu menuju ke taraf perkembangan yg dibutuhkan. 
2) Setiap murid mempunyai banyak sekali kebutuhan, meliputi kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial. 

Adanya berbagai temuan serta pendapat pada gilirannya menyebabkan pandangan anak (murid) berubah. Pengajaran yang efektif merupakan pedagogi yg menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Anak (murid) belajar sambil bekerja. Dengan bekerja mereka memperoleh pengetahuan, pemahaman, serta aspek-aspek tingkah laris lainnya, dan menyebarkan ketrampilan yg bermakna buat hidup di warga . 

b. Nilai kegiatan pada pengajaran
Penggunaan asas kegiatan besar nilainya bagi pengajaran para anak didik, lantaran :
1) Para murid mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri.
2) Berbuat sendiri akan berbagi seluruh aspek eksklusif murid secara integral.
3) Memupuk kerjasama yg harmonis pada kalangan murid.
4) Para siswa bekerja dari minat serta kemampuan sendiri.
5) memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar sebagai demokratis.
6) Mempererat interaksi sekolah serta warga , serta hubungan antara orang tua dengan pengajar.
7) Pengajaran diselenggarakan secara relistis serta konkret sehingga membuatkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindarkan verbalistis.
8) Pengajaran pada sekolah menjadi hidup sebagaimana kegiatan dalam kehidupan pada rakyat.

c. Penggunaan kegiatan pada pengajaran
Asas aktivitas dipakai dalam seluruh jenis metode pengajaran, baik metode dalam kelas maupun metode mengajar di luar kelas. Hanya saja penggunaanya dilaksanakan dalam bentuk yang berlain-lainan sesuai dengan tujuan yg hendak dicapai serta disesuaikan juga pada orientasi sekolah yang menggunakan jenis aktivitas itu.

4. Pengajaran Berbasis Lingkungan
a. Konsep lingkungan
Belajar pada hakikatnya merupakan suatu hubungan antara individu serta lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu dan sebaliknya individu memberikan respons terhadap lingkungan. Dalam proses hubungan ini dapat terjadi perubahan dalam diri individu berupa perubahan tingkah laku . Dapat juga terjadi, individu menyebabkan terjadinya perubahan pada lingkungan, baik yg positif atau bersifat negatif. Hal ini memberitahuakn, bahwa fungsi lingkungan adalah faktor yg krusial dalam proses belajar mengajar.

b. Pengertian lingkungan
Ada dua kata yg sangat erat kaitannya namun tidak sinkron secara gradual, merupakan “alam sekitar” serta “lingkungan”. Alam lebih kurang mencangkup segala hal yg terdapat pada lebih kurang kita, baik yang jauh maupun yang dekat letaknya, baik masa silam mupun yang akan tiba nir terikat pada dimensi waktu yang tepat. Lingkungan adalah sesuatu yg ada pada alam sekitar yang mempunyai makna serta atau impak tertentu kepada individu. 

Lingkungan (environment) sebagai dasar pedagogi merupakan faktor tradisional yg menghipnotis tingkah laku individu dan adalah faktor belajar yang penting. Lingkungan belajar atau pembelajaran atau pendidikan terdiri berdasarkan ini dia :
1. Lingkungan sosial merupakan lingkungan rakyat bagi kelompok akbar atau gerombolan mini .
2. Lingkungan personal mencakup individu-individu menjadi suatu langsung berpengaruh terhadap individu pribadi lainnya.
3. Lingkungan alam (fisik) meliputi semua asal daya alam yang dapat diberdayakan sebagai sumber belajar.
4. Lingkungan kultural mencangkup output budaya dan teknologi yang dapat dijadikan sumber belajar serta yang bisa sebagai faktor pendukung pengajaran.

Suatu lingkungan pendidikan atau pedagogi mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut :
1. Fungsi psikologis
Stimulus bersumber atau asal menurut lingkungan yang merupakan rangsangan terhadap individu sebagai akibatnya terjadi respons, yang memberitahuakn tingkah laris eksklusif.

2. Fungsi pedagogis
Lingkungan memberikan impak-efek yang bersifat mendidik, khususnya lingkungan yg sengaja disiapkan menjadi suatu lembaga pendidikan, contohnya keluarga, sekolah, forum pembinaan, forum-forum sosial.

3. Fungsi instruksional
Program instruksional merupakan lingkungan pengajaran atau pembelajaran yg didesain secara spesifik.
Suatu dimensi lingkungan yang sangat penting merupakan rakyat. Dalam kontens ini warga mencangkup unsur-unsur individu, kelompok, sumber-asal alami, asal budaya, sistem nilai serta kebiasaan, kondisi atau situasi dan masalah-masalah, serta berbagai kendala dalam warga , secara keseluruhan merupakan lingkungan rakyat.

5. Problem-basic Learning
a. Gambaran Umum
Dalam contoh pembelajaran Problem-basic Learning, belajar dan pembelajaran diorientasikan kepada pemecahan aneka macam kasus terutama yang terkait menggunakan aplikasi materi pembelajaran pada pada kehidupan konkret. Selama siswa melakukan aktivitas pemecahan masalah, guru berperan menjadi tutor yg akan membantu mereka mendefinisikan apa yg mereka tidak tahu serta apa yang mereka perlu ketahui buat tahu atau memecahkan kasus.

Pengembangan contoh ini antara lain didasari oleh:
1) Prinsip Enquiry Learning yang memandang belajar adalah upaya buat menemukan sendiri pengetahuan.
2) Teori-teori psikologi belajar dan pembelajaran modern yg menjelaskan bahwa pengetahuan akan lebih diingat dan dikemukakan balik secara lebih efektif jika belajar serta pembelajaran berdasarkan pada konteks manfaatnya pada masa depan.

b. Tahapan-Tahapan Pemecahan Masalah
Tahapan pemecahan kasus sangat bergantung pada kompleksitas masalahnya. Untuk kasus yg kompleks karena cakupan dan dimensasinya sangat luas, maka langkah-langkah pemecahan masalah dengan pendekatan akademik bisa dilakukan. Pertarunga yang sederhana menggunakan cakupan dan dimensi yg nisbi sempit serta praktis bisa dipecahkan dengan tahapan-tahapan yg sederhana dan praktis.

6. Cooperative Learning
a. Falsafah Cooperative Learning
Berbeda menggunakan contoh pembelajaran kompetisi serta contoh individual learning yg menitikberatkan proses serta pencapaian belajar dan pembelajaran dalam prestasi setinggi-tingginya yg siswa secara individual, model cooperative learning didasari oleh falsafah bahwa insan adalah makhluk sosial. Oleh karenanya, contoh pembelajaran ini nir mengenal kompetisi antar individu. Model ini pula nir menaruh kesempatan kepada murid buat belajar menggunakan kecepatan serta iramanya sendiri. Sebaliknya, contoh ini menekankan kerjasama atau gotong-royong sesama siswa pada memeriksa materi pembelajaran.

Ada dua kemungkinan kerjasama antar murid dalam kelompok belajar, yaitu :
1) Kooperatif merupakan kerjasama antara anak didik yang tidak sama tingkat kemampuannya.
2) Kolaboratif adalah kerjasama antara murid dengan kemampuan yg setingkat.

b. Unsur-Unsur Cooperative Learning
Ada 5 unsur yang sebagai ciri menurut Cooperative Learning yg membedakannya menggunakan model belajar serta pembelajaran yg lain yaitu :
1) Saling ketergantungan positif.
2) Tanggungjawab perseorangan.
3) Tatap muka.
4) Komunikasi antar anggota.
5) Evaluasi proses kelompok

7. Quantum Teaching
a. Pengertian
Dalam teknik belajar dan pembelajaran pengertian quantum bisa diartikan yaitu mendorong terjadinya interaksi antara anak didik menggunakan murid, siswa menggunakan pengajar, murid menggunakan fasilitas belajar lainnya secara terarah sinkron dengan ciri diri, potensi, serta kebutuhan individual siswa guna mengerahkan seluruh energinya buat mencapai kegemilangan dalam belajar.

b. Kerangka Perancangan Belajar
Ada enam unsur yang menjadi kerangka dasar pembelajaran dengan model Quantum Teaching :
a. Tumbuhkan : sertakan diri mereka (siswa), pikat mereka, puaskan AMBAK (Apa Manfaatnya Bagi Ku).
b. Alami : berikan mereka pengalaman belajar, tumbuhkan “kebutuhan buat mengetahui.”
c. Namai : berikan “data” tepat ketika minat anak didik memuncak.
d. Demonstrasikan: berikan kesempatan bagi siswa buat mengaitkan pengalaman dengan data baru, sehingga mereka menghayati serta menambatnya sebagai pengalaman pribadi.
e. Ulangi : rekatkan gambaran keseluruhannya melalui pengulangan.
f. Rayakan : Sesuatu yang pantas dipelajari tentu pantas buat dirayakan apabila berhasil dipelajari. Berikan penghargaan kepada kelas atas keberhasilan seluruh.

c. Prinsip Kecerdasan Jamak (Multiple Inteligence) serta Pembelajarannya
Salah satu prinsip yang dijadikan acum primer dalam kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan quantum learning merupakan prinsip kecerdasan jamak (Multiple Inteligence). Prinsip yg dikembangka sang Gardner ini memandang bahwa :
a. Semua manusia berbakat buat sebagai jenius apabila belajar dan pembelajarannya sesuai dengan minat, karakteristik belajar serta bakatnya.oleh karena itu pembelajaran yg menyeragamkan anak didik serta menyeragamkan metoda akan mematikan potensi kejeniusan anak didik tertentu karena tidak mengakomodir kekhasan minat, ciri belajar serta bakatnya.
b. Kejeniusan insan nir bisa diukur dalam bidang yang sama, karena mereka lahir membawa minat, karakteristik belajar serta bakatnya sendiri-sendiri.

TEORI BELAJAR MENURUT ISLAM

Teori Belajar Menurut Islam
1. Teori naratif dan Teori Preskriptif
Bruner mengemukakan bahwa teori pembelajaran merupakan preskriptif dan teori belajar adalah naratif, preskriptif lantaran tujuan primer teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yg optimal, serta deskriptif lantaran tujuan utama teori belajar merupakan memerika proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada interaksi di antara variabel-variabel yg memilih hasil belajar, atau sebagaimana seorang belajar. Teori pembelajaran menaruh perhatian dalam bagaimana seorang mensugesti orang lain supaya terjadi hal belajar atau upaya mengontrol variabel-variabel yg dispesifikasi pada teori belajar supaya bisa memudahkan belajar.

Teori belajar yg deskriptif menempatkan variabel syarat dan metode pembelajaran sebagai given, serta memerikan output pembelajaran menjadi variabel yang diamati atau syarat dan metode pembelajaran sebagai variabel bebas dan output pembelajaran sebagai variabel tergantung. Sedangkan teori pembelajaran yang preskriptif, kondisi dan output pembelajaran ditempatkan sebagai given serta metode yang optimal dtempatkan menjadi variabel yang diamati, atau metode pembelajaran sebagai variabel tergantung. Teori preskriptif merupakan goal oriented(buat mencapai tujuan), sedangkan teori naratif merupakan goal free(untuk memerikan output). Variabel yang diamati dalam pengembangan teori-teori pembelajaran yang preskriptif adalah metode yang optimal untuk mencapai tujuan, sedangkan dalam pengembangan teori-teori pembelajaran deskriptif variabel yang diamati merupakan hasil menjadi impak dari interasi antara metode dan syarat.

2. Teori Behaviouristik
Teori behaviouristik menyampaikan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku . Seseorang dianggap sudah belajar sesuatu bila dia sudah bisa menunjukkan perubahan tingkah laku . Pandangan behaviouristik mengakui pentingnya masuan atau input yg berupa stimulus serta keluaran atau hasil yang berupa respon. Sedangkan apa yg terjadi pada antara stimulus dan respon di anggap tidak penting diperhatikan karena nir sanggup diamati dan diukur. Yang sanggup diamati dan diukur hanyalah stimulus serta respons.

Penguatan (reinforcement) adaah faktor krusial dalam belajar. Penguatan merupakan apa saja yang bisa memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positif reinforcement) maka respon akan semakin bertenaga. Demikian pula bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) maka respon jua akan menguat. Tokoh-tokoh krusial teori behaviouristik antara lain Thorndike, Watson, Skiner, Hull serta Guthrie.

Aplikasi teori ini pada pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan menjadi aktifitas “mimetic” yg menuntut murid buat menyampaikan balik pengetahuan yg sudah dipelajari. Penyajian bahan ajar mengikuti urutan dari bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan penilaian menuntut suatu jawaban sahih. Jawaban yg benar menerangkan bahwa siswa telah merampungkan tugas belajarnya.

3. Teori Kognitif
Pengertian belajar menurut teori kognitif merupakan perubahan persepsi serta pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laris yg dapat diamati dan dapat diukur. Asumsi teori ini merupakan bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang sudah tertata pada bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar akan berjalan menggunakan baik jika bahan ajar atau fakta baru mengikuti keadaan menggunakan struktur kognitif yang sudah dimiliki seorang.

Dalam kegiatan pembelajaran, keterlibatan murid secara aktif amat dipentingkan. Untuk menarik minat serta meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengetahuan baru menggunakan steruktur kognitif yag sudah dimilii anak didik. Materi pelajaran disusun menggunakan menggunakan pola atau akal eksklusif, dari sederhan ke kompleks. Perbedaan individual pada diri anak didik perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mepengaruhi keberhasilan anak didik.

4. Teori Konstruktivistik
Usaha berbagi manusia serta masyarakat yg memiliki kepekaan, mandiri, bertanggungjawab, dapat mendidik dirinya sendiri sepanjang hayat, serta bisa berkolaborasi pada memecahkan kasus, dibutuhkan layanan pendidikan yang bisa melihat kaitan antara karakteristik-ciri insan tersebut, menggunakan praktek-praktek pendidikan serta pembelajaran buat mewujudkannya. Pandangan konstruktivistik yg mengemukakan bahwa belajar adalah bisnis anugerah makna sang siswa pada pengalamnnya melalui asimilasi serta akomodasi yg menuju dalam pembentukan struktur kognitifnya, memungkinkan menunjuk kepada tujuan tersebut. Oleh karena itu, pembelajaran diusahakan agar dapat menaruh kondisi terjadinya proses pembentukan tadi secara optimal dalam diri siswa. 

Proses belajar sebagai suatu bisnis pemberian makna oleh anak didik pada pengalamannya melalui proses asimilasi serta akomodasi, akan membentuk suatu kunstruksi pengetahuan yg menuju dalam kemutakhiran struktur kognitifnya. Pengajar-guru konstrutivistik yg mengakui dan menghargai dorongan dari manusia atau anak didik buat mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri, aktivitas pembelajaran yg dilakukannya akan diarahkan supaya terjadi aktifitas konstruksi pengetahuan oleh murid secara optimal.

5. Teori Humanistik
Menurut teori humanistik tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dipercaya berhasil bila murid telah memahami lingkungannya serta dirinya sendiri. Dengan kata lain, anak didik sudah sanggup mencapai ekspresi secara optimal. Teori humanistik cenderung bersifat eklektik, maksudnya teori ini bisa memanfaatkan teori apa saja dari tujuannya tercapai. 

Aplikasi teori humanistik pada aktivitas pembelajaran cenderung mendorong murid buat berfikir induktif. Teori ini pula amat mementingan faktor pengalaman serta keterlibatan murid secara aktif dalam belajar. 

6. Teori Sibernetik
Teori sibernetik menekankan bahwa belajar merupakan pemrosesan liputan. Teori ini lebih mementingkan system berita dari pesan atau materi yg dipelajari. Bagaimana proses belajar akan berlangsung sangat ditentukan oleh system informasi berdasarkan pesan tersebut. Oleh karena itu, teori sibernetik berasumsi bahwa tidak terdapat satu jenispun cara belajar yg ideal buat segala situasi. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh system liputan.

Proses pengolahan warta pada ingatan dimulai dari proses penyandian keterangan (encoding), diikuti menggunakan penyimpanan liputan (storage), dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali berita-warta yang sudah disimpan dalam ingatan (retrieval). Ingatan terdiri berdasarkan struktur kabar yg terorganisasi serta proses penulusuran berkecimpung secara hirakhis, menurut liputan yang paling generik serta inklusif ke berita yang paling generik dan rinci, hingga informasi yg diinginkan diperoleh.

Konsepsi landa dengan model pendekatannya yg disebut algoritmik serta heuristik mengatakan bahwa belajar algoritmik menuntut siswa buat berpikir sistematis, tahap demi termin, linear , menuju dalam sasaran tujuan eksklusif, sedangkan belajar heuristic menuntut anak didik buat berpikir devergan, menyebar ke beberapa sasaran tujuan sekaligus.

Aplikasi teori pengolahan berita pada pembelajaran antara lain dirumuskan pada teori Gagne serta Briggs yg mempreskripsikan adanya 1) kapabilitas belajar, 2) peristiwa pembelajaran serta 3) pengorganisasian atau urutan pembelajaran. 

7. Teori Revolusi-Sosiokultural
Pandangan yang dianggap lebih sanggup mengakomodasi tuntunan sosiocultural-revolution merupakan teori belajar yg dikembangkan oleh Vygotsky. Dikemukakan bahwa peningkatan fungsi-fungsi mental seorang terutama berasal berdasarkan kehidupan social atau kelompoknya, serta bukan sekedar berdasarkan individu itu sendiri. Teori Vygotsky sebenarnya lebih tepat diklaim pendekatan ko-konstruktivisme.

Konsep-konsep krusial dalam teorinya yaitu genetic low of development, zona of proxsimal development, serta mediasi, bisa menandakan bahwa jalan pikiran seorang harus dimengerti menurut latar social budaya serta sejarahnya. Perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang seturut dengan teori sociogenesis. Dimensi pencerahan social bersifat primer sedangkan dimensi individual bersifat sekunder.

Berdasarkan teori Vygotsky maka dalam aktivitas pembelajaran hendaknya anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan proxsimalnya atau potensinya melalui belajar serta berkembang. Guru perlu menyediakan aneka macam jenis dan tingkatan bantuan yang bisa memfasilitasi anak agar mereka dapat memecahkan perkara yang dihadapinya. Donasi dapat pada bentuk model, panduan, bimbingan orang lain atau sahabat yg lebih kompeten. Bentuk-bentuk pembelajarn kooperatif –kolaboratif dan belajar kontekstual sangat sempurna dipakai. Sedngkan anak yg sudah bisa otodidak perlu ditingkatkan tuntutannya, segingga tidak perlu menunggu anak yang berada di bawahnya menggunakan demikian diharapkan pemahaman yang tepat tentang karaktristik siswa dan budayanya menjadi pijakan dalam pembelajaran.

8. Teori Kecerdasan Ganda
Kecerdasan ganda yang dikemukakan sang Gardner yang lalu dikembangkan oleh para tokoh lain, terdiri dari kecerdasan mulut/bahasa, kecerdasan akal/matematik, keserdasan visual/ruang, kecerdasan tubuh/gerak tubuh, kecerdasan musical/ritmik, keceedasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan naturalis, kecerdasan spiritual, serta kecerdasan eksistensial, perlu dilatihkan dalam rangka mengembangkan keterampilan hayati. Semua kecerdasan ini sebagai satu kesatuan yg utuh dan terpadu. Komposisi keterpaduannya bhineka dalam masing-masing orang dan dalam masing-masing budaya, tetapi secara holistik semua kecerdasan tadi dapat diubah dan ditingkatkan. Kecerdasan yang paling menonjol akan mengontrol kecerdasan-kecerdasan lainnya dalam memecahkan kasus.

Para pakar kecerdasan sebelum Gardner cenderung memberikan tekanan terhadap kecerdasan hanya terbatas dalam aspek kognitif, sehingga insan sudah tereduksi sebagai sekedar komponen kognitif. Gardner melakukan hal yang berbeda, dia memandang insan tidak hanya sekedar komponen kognitif, tetapi suatu holistik. Melalui teori kecerdasan ganda beliau berusaha menghindari adanya penghakiman terhadap manusia berdasarkan sudut pandang kecerdasan (inteligensi). Tidak ada manusia yg sangat cerdas dan nir cerdas buat semua aspek yg ada pada dirinya. Yg ada merupakan terdapat insan yg memiliki kecerdasan tinggi pada galat satu kecerdasan yg dimilikinya. Mungkin seorang memiliki kecerdasan tinggi buat kecerdasan logika-matematika namun tidak buat kecerdasan music atau kecerdasan bidy-kinestetik.

Srategi pembelajaran kecerdasan ganda bertujuan agar seluruh potensi anak bisa berkembang. Taktik dasar pembelajarannya dimulai menggunakan (1) membangunkan/memicu kecerdasan, (dua) memperkuat kecerdasan, (3) mengajarkan menggunakan /buat kecerdasan, dan (4) mentransfer kecerdasan.

9. Teori Pembelajaran Menurut Islam
Kemampuan buat belajar adalah sebuah karunia Allah yg bisa membedakan insan dangan makhluk yg lain. Allah menghadiahkan logika pada insan buat sanggup belajar dan sebagai pemimpin di dunia ini. Pendapat yang mengungkapkan bahwa belajar menjadi aktifitas yang nir bisa menurut kehidupan insan, ternyata bukan berasal dari hasil renungan insan semata. Ajaran kepercayaan menjadi pedoman hidup manusia jua menganjurkan insan buat selalu malakukan aktivitas belajar. Dalam AlQur’an, kata al-ilm serta turunannya berulang sebanyak 780 kali. Seperti yang termaktub pada wahyu yg pertama turun kepada baginda Rasulullah SAW yakni Al-‘Alaq ayat 1-lima. Ayat ini menjadi bukti bahwa Al-Qur’an memandang bahwa kegiatan belajar merupakan sesuatu yang sangat krusial dalam kehidupan insan. Kegiatan belajar dapat berupa mengungkapkan, menelaah,mencari, dan menelaah, dan meniliti. Selain Al-Qur’an, Al Hadist pula banyak memberitahuakn mengenai pentingnya menuntut ilmu. 

Proses belajar-mengajar hendaknya mampu membuat ilmu yg berupa kemampuan dalam 3 ranah yg menjadi tujuan pendidikan/ pembelajaran, baik ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Selain itu, belajar adalah proses buat mendapat ilmu, hendaknya diniati untuk beribadah. Artinya, belajar sebagai manifestasi perwujudan rasa syukur manusia menjadi seseorang hamba pada Allah SWT yang telah mengaruniakan nalar. Lebih berdasarkan itu, output menurut proses belajar-mengajar yang berupa ilmu (kemampuan dalam tiga ranah tadi), hendaknya bisa diamalkan serta dimanfaatkan sebaik mungkin buat kemaslahatan diri serta manusia. Buah ilmu merupakan amal. Pengamalan dan pemanfaatan ilmu hendaknya pada koridor keridhaan Allah, yakni buat berbagi serta melestarikan agama Islam dan menghilangkan kebodohan, baik pada dirinya juga orang lain. Inilah butir dari ilmu yg dari al-Zarnuji akan bisa menghantarkan kebahagiaan hayati pada global juga akhirat kelak.

Para guru wajib memiliki perangai yang terpuji. Pengajar disyaratkan memiliki sifat wara’ (meninggalkan hal-hal yang terlarang), mempunyai kompetensi (kemampuan) dibanding muridnya, dan berumur (lebih tua usianya) serta mempunyai “kedewasaan” (baik ilmu maupun umur).

BENTUK-BENTUK IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN
Pengajaran yang efektif berlangsung dalam suatu proses brkesinambungan, terarah berdasarkan perecanaan yg matang. Proses pengajaran itu dilandasi oleh prinsip-prinsip yg mendasar yang akan menentuekan apakah pedagogi berlangsung secara lumrah dan berhasil.

1. Pengajaran berbasis motivasi (Motivation based teaching)
Motivasi merupakan perubahan tenaga (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan serta reaksi buat mencapai tujuan. Ada 3 unsur dalam motivasi yang saling berkaitan yaitu : 
1. Motivasi dimulai berdasarkan adanya perubahan tenaga dalam langsung.
2. Motivasi ditandai menggunakan timbulnya perasaan affective arousal
3. Motivasi ditandai menggunakan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan.

Motivasi memiliki 2 komponen, yakni komponen dalam (inner component), serta komponen luar (outer component). Motivasi bisa dibagi jadi 2 jenis : 
1. Motivasi intrinsik 
2. Motivasi ekstrinsik

Motivasi memiliki prinsip-prinsip, diantaranya:
Kenneth H. Hover, mengemukakan prinsip-prinsip motivasi sebagai berikut.
1. Pujian lebih efektif dari dalam sanksi.
2. Semua siswa memiliki kebutuhan-kebutuhan psikologis (yg bersifat dasar) tertentu yang wajib mendapat kepuasan.
3. Motivasi yg dari berdasarkan dalam individu lebih efektif dari pada motivasi yang dipaksakan menurut luar.
4. Terhadap jawaban (perbuatan) yang serasi (sinkron dengan impian) perlu dilakukan usaha pemantauan.
5. Motivasi itu mudah menjalar atau beredar terhadap orang lain.
6. Pemahaman yang jelas terhadap tujuan-tujuan akan merangsang motivasi.
7. Tugas-tugas yg dibebankan oleh diri sendiri akan menimbulkan minat yang lebih akbar buat mengerjakannya daripada jika tugas-tugas itu dipaksakan oleh pengajar.
8. Pujian-pujian yg datangnya berdasarkan luar kadang-kadang diperlukan serta cukup efektif buat merangsang minat yg sebenarnya.
9. Teknik dan proses mengajar yang beragam merupakan efektif buat memelihara minat siswa.
10. Manfaat minat yang telah dimiliki sang murid merupakan bersifat hemat.
11. Kegiatan-aktivitas yang akan dapat merangsang minat murud-siswa yg kurang mungkin tidak ada merupakan (kurang berharga) bagi para anak didik yang tergolong pintar.
12. Kecemasan yang besar akan menimbulkan kesulitan belajar.
13. Kecemasan dan frustasi yg lemah dapat membantu belajar, dapat juga lebih baik.
14. Apabila tugas nir terlalu besar dan jika tidak terdapat maka putus harapan secara cepat menuju kedemoralisasi.
15. Tiap siswa memiliki taraf-tingkat putus harapan toleransi yang berlainan.
16. Tekanan gerombolan siswa (pergrup) kebanyakan lebih efektif dalam motivasi daripada tekanan/paksaan menurut orang dewasa.
17. Motivasi yang akbar erat hubungannya dengan kreatifitas anak didik. 

2. Pengajaran berbasis disparitas individual
a. Pengertian perbedaan individual
Individual adalah suatu kesatuan yg masing-masing memiliki ciri khasnya, dan karenanya nir terdapat 2 individu yg sama, satu menggunakan yg lainnya tidak sinkron. Setiap individu tidak selaras dengan individu lainnya dalam aspek mental, seperti: taraf kecerdasan, abilitas, minat, ingatan, emosi, kemauan, serta sebagainya. Selain tiu, nir ada 2 individu yg sama dalam aspek jasmaniah, misalnya bentuk, berukuran, kekuatan, dan daya tahan tubuh. Perbedaan-perbedaan itu masing-masing mempunyai laba serta kelemahan.

Ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya disparitas individual, yakni faktor warisan, keturunan, serta faktor efek lingkungan. Antara ke 2 faktor itu terjadi konveregensi. Mungkin dalam satu individu faktor pengaruh keturunan lebih lebih banyak didominasi, sedangkan dalam individu lainnya efek faktor linhkungan yg lebih dominan. Perbedaan individual bisa dikembalikan dalam interaksi antara 2 faktor tersebut berdasarkan perkiraan, bahwa setiap pertumbuhan dan perkembangan tentu ditimbulkan sang kedua faktor tadi.

b. Jenis Perbedaan individual
1) Kecerdasan (intelegence)
2) Bakat(attitude)
3) Keadaan jasmaniah (physical Fitness)
4) Penyesuaian sosial serta emosional ( social and emotional adjuustman)
5) Latar belakang famili (home backround)
6) Hasil belajar (Academic Achievement)
7) Para murid yang menghadapi kesulitan-kesulitan pada handicap jasmani, kesulitan berbicara, kesulitan menyesuaikan social
8) Siswa yang cerdas serta lamban belajar

c. Cara melayani perbedaan individual
1) Akselerasi dan program terbatas
a) Akselerasi: menaruh kesempatan kepada siswa yg bersangkutan untuk naik ke strata kelas yang berikutnya lebih cepat (double promotion) satu atau dua kali sekaligus.
b) Program tambahan: pada anak didik diberikan tugas-tugas tambahan di dalam setiap strata kelas.

2) Pengajaran individual
3) Pengajaran unit
Siswa dibagi dalam beberapa kelompok kecil. Tiap individu mendapat tugas sesuai minat serta kemampuannya. Siswa yg lamban akan menentukan tugas dan bahan yg lebih mudah, sedangkan siswa yg cerdas akan memilih tugas yang lebih sulit. Kelompok-kelompok tadi saling bertukar pengalaman, dan hasil kerja perorangan pada akhirnya sebagai output kerja grup.

4) Kelas spesifik bagi siswa yang cerdas
5) Kelas remedi bagi para murid yang lamban
6) Pengelompokkan dari abilitas
Berdasarkan abilitas siswa, kelas dibagi sebagai 3 kelompok, yakni: grup kurang, kelompok sedang, serta gerombolan pandai . Pembagian kelompok dilakukan setelah pengajar melakukan penelitian yang akurat terhadap kelas. Berdasarkan kelompok-grup abilitas tadi, guru berkesempatan untuk menyesuaikan serta mendiferensiasi bahan pelajaran serta metode mengajar sinkron individu.

7) Pengelompokkan informal (kelompok kecil dalam kelas)
Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok (2-8 siswa). Tiap kelompok terdiri berdasarkan individu-individu yg tidak sama sinkron menggunakan minat serta abilitasnya masing-masing. Guru bertindak menjadi konsultan yang berkiprah dari satu gerombolan ke grup lainnya.

8) Supervise periode individualisasi
Metode ini adalah suatu periode dimana para siswa masing-masing mendapatkan kesempatan membaca buku-kitab yg tidak sama atau mengerjakan hal-hal lain dalam mata pelajaran tertentu sesuai menggunakan kebutuhan individu, dengan bimbingan atau supervise sang pengajar.
9) Memperkaya dan memperluas kurikulum
10) Pelajaran pilihan (Elective Subjects)
Kurikulum perlu menyediaan pula sejumlah mata pelajaran pilihan disamping pendidikan umum. Pelajaran pilihan ini biasanya bertujuan buat membangun keterampilan.
11) Diferensiasi anugerah tugas dan pemberian tugas yg fleksibel
12) Sistem Tutorial (tutoring system)
Sistem tutor merupakan suatu system dalam memberikan bimbingan pada murid-murid yang mengalami kesulitan eksklusif. Dalam hal ini pengajar dianggap menjadi tutor.

13) Bimbingan Individual
Bimbingan individual sangat diharapkan bagi murid yang lamban dan bagi siswa yang mengalami kegagalan pada belajar.

14) Modifikasi Metode-Metode Mengajar
Guru dapat menggunakan metode mengajar berganti-ganti buat para anak didik yg lamban dan para siswa yg cerdas.

3. Pengajaran Berbasis Aktivitas
a. Konsep aktivitas belajar
Pendidikan tradisional dengan “Sekolah Dengar”-nya nir mengenal, bahkan sama sekali tidak memakai asas aktivitas pada proses belajar mengajar. Para murid hanya mendengarkan hal-hal yang dipompakan oleh pengajar. Kegiatan berdikari dianggap tidak tidak ada maknanya, karena pengajar adalah orang yg serba memahami dan menentukan segala hal yang dipercaya krusial bagi anak didik. Guru relatif mempelajari materi berdasarkan kitab lalu disampaikan kepada siswa. Siswa hanya bertugas menerima dan menelan, mereka diam serta bersikap pasif atau nir aktif.

Adanya temuan-temuan baru dalam psikologi perkembangan serta psikologi belajar yg mengakibatkan pandangan tersebut berubah. Berdasarkan output penelitian para ahli pendidikan itu :
1) Siswa merupakan suatu organisme yang hayati, di dalam dirinya beraneka ragam kemungkinan serta potensi yang hayati yg sedang berkembang. Pendidikan perlu mengarahkan tingkah laku dan perbuatan itu menuju ke taraf perkembangan yg dibutuhkan. 
2) Setiap murid mempunyai banyak sekali kebutuhan, mencakup kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial. 

Adanya banyak sekali temuan serta pendapat dalam gilirannya mengakibatkan pandangan anak (anak didik) berubah. Pengajaran yang efektif adalah pedagogi yang menyediakan kesempatan otodidak atau melakukan aktivitas sendiri. Anak (siswa) belajar sambil bekerja. Dengan bekerja mereka memperoleh pengetahuan, pemahaman, serta aspek-aspek tingkah laris lainnya, dan berbagi ketrampilan yang bermakna untuk hayati pada warga . 

b. Nilai aktivitas dalam pengajaran
Penggunaan asas kegiatan akbar nilainya bagi pedagogi para murid, karena :
1) Para murid mencari pengalaman sendiri serta langsung mengalami sendiri.
2) Berbuat sendiri akan berbagi seluruh aspek pribadi anak didik secara integral.
3) Memupuk kerjasama yg serasi pada kalangan siswa.
4) Para murid bekerja berdasarkan minat dan kemampuan sendiri.
5) memupuk disiplin kelas secara lumrah dan suasana belajar sebagai demokratis.
6) Mempererat interaksi sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara orang tua dengan guru.
7) Pengajaran diselenggarakan secara relistis dan nyata sebagai akibatnya membuatkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindarkan verbalistis.
8) Pengajaran pada sekolah menjadi hayati sebagaimana kegiatan dalam kehidupan di warga .

c. Penggunaan kegiatan pada pengajaran
Asas aktivitas dipakai pada semua jenis metode pengajaran, baik metode dalam kelas juga metode mengajar di luar kelas. Hanya saja penggunaanya dilaksanakan dalam bentuk yg berlain-lainan sinkron menggunakan tujuan yg hendak dicapai dan diubahsuaikan juga pada orientasi sekolah yang memakai jenis aktivitas itu.

4. Pengajaran Berbasis Lingkungan
a. Konsep lingkungan
Belajar dalam hakikatnya adalah suatu hubungan antara individu dan lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu dan kebalikannya individu memberikan respons terhadap lingkungan. Dalam proses interaksi ini dapat terjadi perubahan pada diri individu berupa perubahan tingkah laris. Dapat pula terjadi, individu menyebabkan terjadinya perubahan dalam lingkungan, baik yg positif atau bersifat negatif. Hal ini menerangkan, bahwa fungsi lingkungan merupakan faktor yg penting pada proses belajar mengajar.

b. Pengertian lingkungan
Ada dua istilah yg sangat erat kaitannya tetapi tidak selaras secara gradual, ialah “alam sekitar” dan “lingkungan”. Alam sekitar mencangkup segala hal yang ada pada lebih kurang kita, baik yang jauh maupun yang dekat letaknya, baik masa silam mupun yg akan tiba nir terikat dalam dimensi ketika yang sempurna. Lingkungan merupakan sesuatu yg ada pada alam sekitar yang memiliki makna serta atau pengaruh tertentu pada individu. 

Lingkungan (environment) menjadi dasar pengajaran adalah faktor tradisional yang menghipnotis tingkah laku individu serta merupakan faktor belajar yg krusial. Lingkungan belajar atau pembelajaran atau pendidikan terdiri dari ini dia :
1. Lingkungan sosial merupakan lingkungan masyarakat bagi kelompok akbar atau kelompok mini .
2. Lingkungan personal meliputi individu-individu sebagai suatu pribadi berpengaruh terhadap individu eksklusif lainnya.
3. Lingkungan alam (fisik) meliputi semua asal daya alam yang dapat diberdayakan menjadi asal belajar.
4. Lingkungan kultural mencangkup hasil budaya dan teknologi yang bisa dijadikan asal belajar dan yg bisa menjadi faktor pendukung pedagogi.

Suatu lingkungan pendidikan atau pedagogi memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut :
1. Fungsi psikologis
Stimulus bersumber atau dari menurut lingkungan yg adalah rangsangan terhadap individu sehingga terjadi respons, yang menampakan tingkah laris tertentu.

2. Fungsi pedagogis
Lingkungan menaruh efek-impak yang bersifat mendidik, khususnya lingkungan yg sengaja disiapkan sebagai suatu forum pendidikan, misalnya keluarga, sekolah, lembaga pelatihan, lembaga-forum sosial.

3. Fungsi instruksional
Program instruksional adalah lingkungan pengajaran atau pembelajaran yg dibuat secara khusus.
Suatu dimensi lingkungan yang sangat penting adalah warga . Dalam kontens ini masyarakat mencangkup unsur-unsur individu, kelompok, sumber-sumber alami, sumber budaya, sistem nilai dan kebiasaan, syarat atau situasi serta perkara-masalah, serta banyak sekali hambatan dalam warga , secara keseluruhan adalah lingkungan warga .

5. Problem-basic Learning
a. Gambaran Umum
Dalam model pembelajaran Problem-basic Learning, belajar dan pembelajaran diorientasikan kepada pemecahan aneka macam kasus terutama yg terkait menggunakan aplikasi materi pembelajaran pada dalam kehidupan nyata. Selama anak didik melakukan aktivitas pemecahan perkara, guru berperan sebagai tutor yg akan membantu mereka mendefinisikan apa yg mereka tidak memahami dan apa yang mereka perlu ketahui buat memahami atau memecahkan kasus.

Pengembangan model ini antara lain didasari sang:
1) Prinsip Enquiry Learning yang memandang belajar adalah upaya buat menemukan sendiri pengetahuan.
2) Teori-teori psikologi belajar serta pembelajaran modern yang menjelaskan bahwa pengetahuan akan lebih diingat dan dikemukakan pulang secara lebih efektif jika belajar dan pembelajaran berdasarkan dalam konteks keuntungannya pada masa depan.

b. Tahapan-Tahapan Pemecahan Masalah
Tahapan pemecahan perkara sangat bergantung pada kompleksitas masalahnya. Untuk perkara yang kompleks karena cakupan dan dimensasinya sangat luas, maka langkah-langkah pemecahan masalah menggunakan pendekatan akademik bisa dilakukan. Perseteruan yg sederhana dengan cakupan dan dimensi yg relatif sempit dan praktis bisa dipecahkan menggunakan tahapan-tahapan yg sederhana dan simpel.

6. Cooperative Learning
a. Falsafah Cooperative Learning
Berbeda menggunakan model pembelajaran kompetisi dan model individual learning yang menitikberatkan proses serta pencapaian belajar dan pembelajaran pada prestasi dengan tinggi-tingginya yang murid secara individual, contoh cooperative learning didasari oleh falsafah bahwa manusia adalah makhluk sosial. Oleh karenanya, model pembelajaran ini tidak mengenal kompetisi antar individu. Model ini pula tidak memberikan kesempatan pada siswa buat belajar dengan kecepatan dan iramanya sendiri. Sebaliknya, contoh ini menekankan kerjasama atau gotong-royong sesama anak didik dalam menilik materi pembelajaran.

Ada 2 kemungkinan kerjasama antar anak didik pada gerombolan belajar, yaitu :
1) Kooperatif merupakan kerjasama antara siswa yang tidak selaras taraf kemampuannya.
2) Kolaboratif merupakan kerjasama antara anak didik dengan kemampuan yg setingkat.

b. Unsur-Unsur Cooperative Learning
Ada 5 unsur yang menjadi karakteristik menurut Cooperative Learning yang membedakannya menggunakan contoh belajar serta pembelajaran yang lain yaitu :
1) Saling ketergantungan positif.
2) Tanggungjawab perseorangan.
3) Tatap muka.
4) Komunikasi antar anggota.
5) Evaluasi proses kelompok

7. Quantum Teaching
a. Pengertian
Dalam teknik belajar serta pembelajaran pengertian quantum bisa diartikan yaitu mendorong terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa, anak didik menggunakan pengajar, anak didik menggunakan fasilitas belajar lainnya secara terarah sesuai dengan ciri diri, potensi, dan kebutuhan individual siswa guna mengerahkan seluruh energinya buat mencapai kegemilangan dalam belajar.

b. Kerangka Perancangan Belajar
Ada enam unsur yang menjadi kerangka dasar pembelajaran menggunakan contoh Quantum Teaching :
a. Tumbuhkan : sertakan diri mereka (anak didik), pikat mereka, puaskan AMBAK (Apa Manfaatnya Bagi Ku).
b. Alami : berikan mereka pengalaman belajar, tumbuhkan “kebutuhan buat mengetahui.”
c. Namai : berikan “data” tepat ketika minat anak didik memuncak.
d. Demonstrasikan: berikan kesempatan bagi murid buat mengaitkan pengalaman dengan data baru, sebagai akibatnya mereka menghayati dan menambatnya sebagai pengalaman pribadi.
e. Ulangi : rekatkan gambaran keseluruhannya melalui pengulangan.
f. Rayakan : Sesuatu yg pantas dipelajari tentu pantas buat dirayakan jika berhasil dipelajari. Berikan penghargaan pada kelas atas keberhasilan seluruh.

c. Prinsip Kecerdasan Jamak (Multiple Inteligence) serta Pembelajarannya
Salah satu prinsip yang dijadikan acum primer pada kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan quantum learning adalah prinsip kecerdasan jamak (Multiple Inteligence). Prinsip yg dikembangka sang Gardner ini memandang bahwa :
a. Semua insan berbakat buat sebagai jenius jika belajar serta pembelajarannya sinkron dengan minat, karakteristik belajar serta bakatnya.oleh sebab itu pembelajaran yang menyeragamkan siswa dan menyeragamkan metoda akan mematikan potensi kejeniusan anak didik eksklusif lantaran nir mengakomodir kekhasan minat, ciri belajar dan bakatnya.
b. Kejeniusan manusia nir bisa diukur pada bidang yang sama, lantaran mereka lahir membawa minat, karakteristik belajar dan bakatnya sendiri-sendiri.

PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM FAZLUR RAHMAN

Pembaharuan Pendidikan Islam, Fazlur Rahman
Ketika memasuki abad ke-18 terjadilah friksi yg begitu hebat sang penetrasi Barat terhadap dunia Islam, yang membuat umat Islam membuka mata dan menyadari betapa mundurnya umat Islam itu bila dihadapkan menggunakan kemajuan Barat. Untuk mengobati kemunduran umat Islam tadi, maka dalam abad ke-20 mulailah diadakan usaha-usaha pembaharuan dalam segala bidang kehidupan insan termasuk pada bidang pendidikan.

Manurut Fazlur Rahman, meskipun telah dilakukan bisnis-bisnis pembaharuan Pendidikan Islam, namun global pendidikan Islam masih saja dihadapkan pada beberapa problema. Tujuan pendidikan Islam yang ada sekarang ini tidaklah benar-sahih diarahkan pada tujuan yg positif. Tujuan pendidikan Islam hanya diorientasikan kepada kehidupan akherat semata dan cenderung bersifat defensif, yaitu buat menyelamatkan umat Islam serta pencemaran dan pengrusakan yang ditimbulkan sang efek gagasan Barat yg dating melalui aneka macam disiplin ilmu, terutama gagasan-gagasan yg mengancam baku-baku moralitas tradisional Islam. (Rahman, 1984 : 86)

Pada dasarnya terdapat tiga pendekatan pembaharuan pendidikan yang dilakukan pada waktu itu, yaitu pengislaman pendidikan sekuler modern, menyederhanakan silabus-silabus tradisional dan menggabungkan cabang-cabang ilmu pengetahuan lama menggunakan cabang-cabang ilmu pengetahuan terbaru.

Pertama, mengislamkan pendidikan sekuler terkini. Pendekatan ini dilakukan dengan cara mendapat pendidikan sekuler modern yang sudah berkembang pada umumnya pada Barat serta mencoba untuk “mengislamkan”nya, yaitu mengisinya dengan konsep-konsep kunci tertentu dari Islam. Ada dua tujuan menurut mengislamkan pendidikan sekuler modern ini, yaitu ; (1) membentuk tabiat pelajar-pelajar atau mahasiswa-mahasiswa menggunakan nilai-nilai Islam dalam kehidupan individu dan rakyat, (dua) memungkinkan para ahli yg berpendidikan terbaru menangani bidang kajian masing-masing dengan nilai-nilai Islam pada perangkat-perangkat yg lebih tinggi, memakai perspektif Islam buat membarui kandungan juga orientasi kajian-kajian mereka. (Rahman, 1984 : 131)

Kedua tujuan tersebut berkaitan erat antara yg satu dengan yang lainnya. Sehingga bila pembentukan tabiat menggunakan nilai-nilai Islam yang dilakukan dalam pendidikan taraf pertama ketika pelajar-pelajar masih dalam usia belia serta gampang menerima kesan, tanpa sesuatu pun yg dilakukan buat mewarnai pendidikan tinggi dengan orientasi Islam, maka pandangan pelajar-pelajar yang sudah mencapai taraf yg tinggi dalam pendidikannya akan tersekulerkan dan bahkan kemungkinan akbar mereka akan membuang orientasi Islam apapun yang pernah mereka miliki. Hal ini akan terjadi dalam skala yg luas (Rahman, 1984 : 131).

Kedua, menyederhanakan silabus-silabus tradisional. Pendekatan ini diarahkan dalam kerangka pendidikan tradisional itu sendiri. Pembaharuan ini cenderung menyederhanakan silabus-silabus pendidikan tradisional yang sarat dengan materi-materi tambahan yang nir perlu seprti : teologi zaman pertengahan cabang-cabang filsafat eksklusif (misalnya logika), serta segudang karya mengenai hukum Islam> penyederhanaan ini berupa pengesampingan sebagian besar karya-karya pada banyak sekali disiplin zaman pertengahan serta menekankan dalam bidang hadits, bahasa serta kesusastraan Arab dan prinsip-prinsip tafsir al-Qur’an (Rahman, 1984 : 138).

Ketiga, menggabungkan cabang-cabang ilmu pengetahuan baru. Dalam kasus seperti ini, usang ketika belajar diperpanjang dan diadaptasi dengan panjang lingkup kurikulum sekolah-sekolah serta akademi modern. Di Indonesia pada tingkat akademi sudah dimulai dilakukan upaya-upaya yg ditujukan buat menggabungkan ilmu-ilmu pengetahuan terbaru dengan ilmu-ilmu pengetahuan tradisional. (Rahman, 1984 : 138)

Akan namun menurut Fazlur Rahman, integrasi dan penggabungan yang misalnya diuraikan pada atas tidak ada, karena sifat pengajaran yang umumnya mekanis serta hanya menyandingkan ilmu pengetahuan yg lama dengan ilmu pengetahuan yg terbaru. Situasi ini diperburuk lagi menggunakan masih minimnya jumlah buku-buku yg tersedia di perpustakaan. Sehingga hal ini mengakibatkan, di satu pihak pedagogi akan tetap mandul sekalipun murid memiliki bakat dan kemauan, pada lain pihak pengajar-guru yang berkualitas serta professional dan memiliki pikiran-pikiran yg kreatif serta terpadu tidak akan dihasilkan pada skala yang mencukupi (Rahman, 1984 : 139). Melihat syarat yangh demikian ini, Rahman mencoba memperlihatkan penyelesaiannya.

Oleh karenanya, buat mengetahui bagaimana pemecahan problema pendidikan Islam tadi, maka studi gagasan Fazlur Rahman tentang solusi problema pendidikan Islam terbaru sebagai sangat krusial.

1. Perumusan Masalah
Penelitian ini menyelidiki pandangan seorang sarjana Muslim yg memiliki 2 tradisi lingkungan pendidikan lingkungan pendidikan Deoband, serta lingkungan pendidikan terkini Barat yakni Fazlur Rahman, penggagas metodologi noemodernisme. Salah satu pemikirannya yang sangat urgen dibahas di sini merupakan tentang sifat dari sistem pendidikan Islam.

Dari latar belakan kasus yg diuraikan pada atas bisa diketahui bahwa dalam masa terbaru ini, dunia pendidikan Islam masih dihadapkan kepada beberapa problerm pendidikan.

Oleh karenanya yg menjadi kasus pokok dalam tulisan ini adalah 
Bagaimana latar belakang munculnya gagasan pendidikan Islam Fazlur Rahman? 
Bagaimana gagasan Fazlur Rahman tentang solusi atas berbagai problematika pendidikan Islam modern itu ? 

2. Tinjauan Pustaka
Beberapa konsep kunci yg perlu dielaborasi atau dijelaskan supaya mampu lebih terfokus yang nir bias sang beragam pengertian serta interpretasi pada menelusuri gagasan genuine Fazlur Rahman tentang pembaharuan pendidikan Islam, adalah sebagai berikut :

1. Pendidikan Islam
Istilah education pada bahasa Inggris berasal menurut bahasa latin educere berarti memasukkan sesuatu atau memasukkan ilmu ke pada kepala seorang. Dari pengertian istilah ini terdapat tiga hal yg terlibat ; Yaitu imu, proses memasukkan serta kepala orang, kalaulah ilmu itu masuk pada ketua (Langgulung, 1992 : 4).

Dalam bahasa Arab terdapat beberapa istilah yang biasa dipergunakan pada pengertian pendidikan, yaitu ta’lim, tarbiyah dan ta’dib. Namun berdasarkan beberapa ahli pendidikan, terdapat disparitas antara ketiga kata itu. Ta’lim hanya berarti pedagogi, jadi lebih sempit berdasarkan pendidikan. Sedangkan kata tarbiyah yang lebih sering digunakan di negara-negara berbahasa Arab terlalu luas. Sebab kata tarbiyah juga digunakan untuk binatang, tumbuh-flora menggunakan pengertian memelihara atau membela atau menternak. Sementara pendidikan yang diambilm menurut kata education itu hanya buat insan saja (Langgulung, 1992 : 4-5).

Pemakaian ta’dib, menurut al-Atas, lebih tepat, karena tidak terlalu sempit sekedar mengajar saja, namun juga nir luas mencakup makhluk makhluk selain manusia. Ta’dib sudah mencakup ta’lim dan tarbiyah. Selain itu kata ta’dib erat hubunganya dengan syarat ilmu pada Islam yg termasuk pada isi pendidikan (al-Attas, 1992 : 5).

Dalam kamus pada masa ini Bahasa Indonesia, pendidikan diartikan menjadi proses pengubahan cara berfikir atau tingkah laris menggunakan cara pedagogi, penyuluhan, serta latihan proses mendidik (Peter dan Penny, 1991 : 353).

Kata Islam pada pendidikan Islam menunjukkan warna pendidikan eksklusif yaitu pendidikan yg berwarna Islam. Menurut Ahmad Tafsir pendidikan Islam merupakan bimbingan terhadap seorang agar beliau sebagai seorang Muslim yang semaksimal mungkin (Tafsir, 1992 : 32). Sementara itu, Syahminan Zaini, mendefinisikan pendidikan Islam menjadi upaya pengembangkan fitrah manusia menggunakan ajaran Islam agar terwujud kehidupan yang makmur dan senang (Zaini, 1986 : 12).

Pendidikan Islam yg dimaksud pada penelitian ini nir jauh tidak sinkron dengan rumusan yang telah dikemukakan sang para ahli pendidikan Islam pada atas. Yang dimaksud pendidikan Islam pada penelitian ini merupakan bimbingan yg diberikan kepada seorang atau grup orang pada orang lain atau rakyat agar orang lain atau warga itu berkembang secara aporisma sinkron dengan petunjuk ajaran Islam. 

2. Modern
Istilah terbaru asal berdasarkan bahasa Ingrris, “modern” yg berrti sejarah terkini (Echols dan Shadily, 1990 : 384). Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia kata terbaru diartikan menjadi yg terkini atau terkini (Poerwadarminta, 1985 : 653) . Sedangkan dari Harun Nasution, istilah terbaru berarti masa yang dimuali berdasarkan tahun 1800 M sampai seterusnya (Nasution, 1994 : 14). Dalam penelitian ini yang dimaksud menggunakan kata terkini merupakan misalnya yg dikemukakan sang Harun Nasution yaitu masa atau periode sejarah global yang dimuai dari tahun 1800 M semapai kini ini.

Meskipun pendidikan Islam sudah poly dibahas oleh para ahli pendidikan, tetapi masih sedikit yang menelaah pemikiran tokoh tentang pendidikan Islam.

Buku-buku yang membahas tentang pendidikan Islam antara lain : Asas-Asas Pendidikan Islam sang Hasan Langgulung, Konsep Pendidikan Islam oleh Naquib al-Attas, Sistem Pendidikan Islam oleh Muhammad Quthb, dan Horison Pendidikan Islam sang S. Ali Asyraf.

Khusus kajian terhadap Fazlur Rahman, kajian yang terdapat tekananya lebih poly dalam gagasannya tentang aturan serta politik. Kajian-kajian tersebut diantaranya The Islamic Concept of The State karya John L. Esposito, Islam serta Tantangan Modernitas: Studi Atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman oleh Taufiq Adnan Amal, dan Pandangan Kemasyarakatan Fazlur Rahman oleh Sudirman Tebba.

Namun sejauh pengamatan peneliti, meskipun gagasan Fazlur Rahman tentang pendidikan Islam merupakan salah satu proyek sentralnya, namun penelitian tentang gagasan tentang solusi atas problematika pendidikan Islam secara analitis, ilmiah, dan filosofis belum pernah dilakukan. Sehingga pemikiran tentang gagasan solusi atas problematika pendidikan Islamnya Fazlur Rahman secara memadai belum banyak dikenal sang kalangan pemerhati Islam kontempoter di Indonesia. Kebanyakan orang mengenal Fazlur Rahman dalam bidang filsafat dan aturan Islam. 

Semenatara buat melihat pemikiran Fazlur Rahman tentang solusi problema pendidikan Islam secara kongkret dan menyeluruh, maka penyusun mengupayakan pengumpulan semua karya-karya Fazlur Rahman, baik pada bentuk buku, artikel juga makalah. Setelah itu dilakukan telaah dan penjabaran, mana yang membahas atau yang ada kaitannya menggunakan tema pendidikan Islam.

Dari survei kepustakaan mengenai karya-karya Fazlur Rahman yangberkaitan dengan kerangka berpikir pemikiran pendidikan Islam serta latar belakannya, asal uatama yg dipakai diantaranya : (1) Islam, (2) Islam and Modernity : Transformation of Intellectual Tradition, (tiga) The Qur’anic Solution of Pakistan’s Educational Problems, (4) Recommendation for Improvement of IAIN Curriculum and Instruction Submitted to The minister of Religious Affair, His Excellence, Munawil Sjadzali serta (5) Revival and Reform in Islam. 

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian ini dalam garis besarnya terdapat tiga, yaitu :
  • Mengungkap latar belakang munculnya gagasan pendidikan Islam Fazlur Rahman 
  • Menjelaskan gagasan Fazlur Rahman mengenai solusi atas aneka macam problematika pendidikan Islam terbaru itu 
Sedangkan manfaat penelitian diarahkan pada 2 hal berikut : Pertama mencari latar belakang sosial, politik dan perkembangan pemikiran bagi perkembangan pemikiran Fazalur Rahman. Kedua, Mengembangkan gagasan segar Fazlur Rahman berkaitan menggunakan teori-teori baru mengenai Pendidikan Islam. Diharapkan menurut sini bisa dimulai proyek akbar pembaharuan pendidikan pada Indonesia yg lebih mengklaim terjadinya kesadaran.

B. METODE PENELITIAN
1. Pengumpulan data
Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah penelitian termasuk pada jenis penelitian kepustakaan (library re­search), yaitu menganalisis muatan isi dari literatur-literatur yang terkait dengan penelitian.

Sedangkan penelitian ini bersifat diskriptif, yakni penyusun berusaha menggambarkan obyek penelitian, yaitu pemikiran Fazlur Rahman tentang pembaharuan pendidikan Islam.untuk memperoleh data tentang pemikiran Fazlur Rahman mengenai pembaharuan pendidikan Islam, penyusun menggunakan asal-asal utama berupa kitab -kitab serta makalah-makalah yg terdapat relevansinya dengan penyusunan penelitian ini, dan asal-sumber sekunder berupa buku-kitab , kitab -kitab , jurn­al-jurnal yg terkait. 

2. Pendekatan yang digunakan
Dalam menyusun penelitian ini, pendekatan yang digunakan merupakan pendekatan historis.

Pendekatan historis untuk menelusuri latar belakang pemikiran Fazlur Rahman mengenai pembaharuan pendidikan Islam menggunakan mengurai faktor-faktor yang menjadi pemicu lahirnya pemikiran tadi..
.
3. Metode analisis data
Dalam menganalisis data dipakai analisis isi (content analysis). Metode ini digunakan untuk menganalisis makna yg terkandung dalam pemikiran Fazlur Rahman. Berdasarkan isi yang terkandung pada pemikiran Fazlur Rahman tersebut kemudian dilakukan pengelompokan dengan tahapan identifikasi, pembagian terstruktur mengenai, kategorisasi, baru dilakukan interpretasi.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Latar Belakang Pembaharuan Pemikiran Fazlur Rahman

Penelitian sejarah Islam dalam umumnya menggarisbawahi bahwa gerakan modernisme Islam timbul menurut impak penetrasi Barat, semenjak abad 17 M/12 H. Keunggulan militer dan sains Barat menyadarkan keterbelakangan rakyat Islam kemudian menumbuhkan semangat kebangkitan Islam. 

Gambaran rakyat Islam pada saat itu ibarat sebuah warga yg semi-mati yg menerima pukulan-pukulan destruktif atau pengaruh-dampak Barat yang menekan. Sebetulnya krisis intelektual dan benturan kultural semacam ini pernah dihadapi oleh warga muslim dari abad 2 H./8 M. Mereka, dalam waktu itu, dihadapkan menggunakan tantangan intelektual “Hellenis” (Pringgodigdo, 1977 : 402). Tetapi mereka berhasil mengatasi benturan serta tantangan tadi menggunakan cara asimilasi-kreatif. Faktor keberhasilan tersebut merupakan adanya penguasaan politik Islam. Secara mudah Islam pada ketika itu merupakan penguasa politik terbesar dunia, faktor lainnya merupakan syarat serta situasi Islam waktu itu belum terbebani oleh tradisi agama yg semi-meninggal, hal ini sangat tidak selaras dengan syarat serta situasi Islam pada abad 17 M serta lebih spesifik pada akhir abad 18 M.

Akibat kekalahan serta penyerahan politik, menjadikan umat Islam secara psikoligis nir mampu merumuskan kembali warisannya secara konstruktif, sehingga upaya modernisasi yang berkembang terkesan sekedar meminjam serta mengimpor/mengoper kemajuan peradaban Barat. Bagaimanapun juga umat Islam yg baru bangun dan baru bangkit tadi belum siap mengadakan modernisasi yang lebih akbar dan mendasar. Untuk arah kesana diharapkan proses dan ketika yang panjang.

Kondisi obyektif masyarakat Islam yg mengalami stagnasi nir hanya di bidang lahiriyah namun jua pada bidang intelektual, maka dominasi politik dan teknologi penjajah Barat segera mendapat tanggapan dari tokoh-tokoh modernis, sehingga ilham yg berkembang merupakan modernisme intelektual dan modernisme politik. Untuk mengatasi kemacetan di bidang intelektual. Semua pembaharu klasik menekankan arti pentingnya rasio (pikiran) serta paham rasionalisme, sekalipun dalam tatanan yg bhineka. Dimulai oleh Jamaluddin al-Afghani (1255-1315 H/1839-1897 M) yg menyerukan peningkatan baku moral dan intelektual buat menanggulangi bahaya ekspansionisme Barat. Walaupun beliau sendiri tidak melakukan modernisasi intelektual, tetapi seruannya menggugah rakyat Muslim buat mengembangkan serta menyebarkan disiplin-disiplin filosofis, dan dia hanya mengadakan sedikit upaya pembaharuan pendidikan secara umum. Maka, selanjutnya sebagai tugas Muhammad ‘Abduh (1261-1323 H/1845-1905 M) pada Mesir serta Sayyid Ahmad Khan (1232-1316 H/1817-1898 M) di India buat membuktikan pernyataan al-Afghani bahwa nalar dan ilmu pengetahuan nir bertentangan dengan Islam. Keduanya, yakni Muhammad ‘Abduh dan Ahmad Khan, sama-sama lahir dari tradisi madrasah, sama-sama menekankan paham rasionalisme Islam dan free will, sama-sama mengadakan pengetahuan terkini ke dalam kurikulum al-Azhar, sedang Ahmad Khan dengan mendirikan perguruan tinggi Aligarh yang sekuler (Abduh, 1970 : 107-119). 

Upaya dan tokoh-tokoh pembaharu ini dalam akhirnya melahirkan sejumlah anak didik yg meneruskan proses modernisme. Jadi inilah yg dimaksudkan oleh kutipan Rahman pada atas,”bahwa pembaharuan modernisme klasik setidak-tidaknya sudah berupaya mengadakan reformasi internal, yakni menanamkan rasionalisme sebagai solusi awal terhadap kemacetan serta kemerosotan intelektual.

Ide-inspirasi kreatif yg dimunculkan sang kebanyakan modernis kontemporer dalam biasanya tidak jauh tidak sinkron dengan kebijakan modernisme klasik. Mereka mencarikan konsep-konsep baru dalam bidang-bidang tertentu secara lebih sistematis. Adalah Ziauddin Sardar, pakar fisika Pakistan, beserta menggunakan Ali Syari’ati (1933-1977), intelektual sosial Iran, menampilkan pandangan baru membangun peradaban yg Islami, atau Islamisasi peradaban. Keduanyta menolak alih teknologi Barat dapat “mendongkrak” global Islam buat maju. 

Karena teknologi yang dipinjam menurut Barat selalu tidak cocok menggunakan rakyat Muslim (Sardar, 1991 : 59). Alih teknologi nir hanya menyebabkan mapannya ketergantungan dunia Islam terhadap Barat, pula menghambat kebudayaan serta lingkungan Muslim. Solusi yg disampaikan sang Sardar merupakan menyebarkan teknologi yang mencerminkan kebiasaan-kebiasaan budaya Islam, dalam aspek sejarah, ekonomi, pendidikan serta pemerintahan. 

Bersama-sama dengan Hossein Nasr (Nasr, 1987 : 183), Sardar menilai bahwa peradaban Barat sudah menghancurkan dan melepaskan nilai-nilai sakral dan spiritual alam. Kemajuan teknologi yang nir terkendali telah menyebabkan kekhawatiran terhadap masa depan peradaban insan, lantaran kehidupan terbaru Barat telah kehilangan visi transendental (Ilahiyah). Dalam hal ini Nasr menentukan spiritualisme menjadi solusi cara lain upaya pembebasan insan modern. Nasr sangat optimis menggunakan solusi sufistik ini. Menurut sufisme akan memuaskan manusia terkini dalam mencari Tuhan (Nasr, 1976 : vi). Masyarakat Barat modern hampir-hampir bosan dengan tradisi ilmiah teknologis yang kemarau serta mereka nir menemukan pemuasnya pada ajaran Kristen serta Budha, maka upaya memperkenalkan sufisme Islam kian mendesak. 

Dalam konteks Islam, menurutnya, spiritualitas mengandung beberapa dimensi misalnya tercermin melalui kata ruh serta perilaku batin. Inilah yang membedakannya spiritual pada pengertian Barat, yg dipahami sekadar fenomena psikologis. Menurut krisis peradaban Barat terbaru bersumber menurut penolakan ruh serta pengingkaran ma’nawiah pada kehidupan. Manusia Barat membebaskan diri menurut Tuhan dan mereka sebagai tuan bagi kehidupan sehingga terputus menurut spiritualitasnya, maka terjadilah desakralisasi. Alam hanya difungsikan sebagai obyek dan sumber daya buat diekspolitasi semaksimal mungkin (Ulumul Qur’an, 1993 : 108). 

Fenomena inilah yang dianggap paling penting oleh Nasr buat dicarikan solusinya melalui spiritualisme Islam. Solusi lainnya yg dikembangkan sang sejumlah pemikir modernis, sebagai akibatnya gemanya lebih terdengar dibanding dua solusi pada atas, merupakan Islamisasi sains (ilmu pengetahuan). Adalah Isma’il Raji al-Faruqi dan Naquib al-attas, dua tokoh modernis yg paling awal yg menyuarakan Islamisasi ilmu pengetahuan. 

Dari dua konsep yg disampaikan dua tokoh tadi tergambar adanya impian memberi rona atau nilai agamis dalam pengetahuan. Gagasan Islamisasi pengetahuan hingga kini , walaupun telah menjadi tema sentral yang trendi di kalangan cendekiawan Muslim, masih merupakan gagasan dasar serta kontroversial yg memerlukan ketika usang buat mencapai apa yang dikehendaki dengan “sains yang Islami”.

Ketiga solusi cara lain di atas masing-masing mengandung karakter yg berbeda. Rekayasa peradaban Islam cenderung eksklusifme. Spiritualisme Nasr serta islamisasi ilmu pengetahuan cenderung moderat menggunakan memadukan antara ilmu pengetahuan menggunakan nilai-nilai Islam. Persamaan ketiga gagasan itu adalah posisinya yang membuahkan krisis peradaban terkini menjadi orientasi nilai-nilai Islam. Dalam tata ilmu, ketiga gagasan tadi berada dalam tataran aksiologis.

Kembali ke pokok pertarungan, pemikiran Rahman tokoh modernis yg menjadi sentral penelitian ini nir sebagaimana tokoh-tokoh pemikir kontemporer lainnya yg membuahkan warta empirik kehidupan modern sebagai sentral obyek gagasan, sebagaimana sudah disinggung pada muka. 

Rahman mengakibatkan al-Quran menjadi sentral penelitian (Yuyun, 1993) buat menciptakan konsep-konsep metodologis serta rumusan metodis interpretasi al-Quran. “Pemahaman al-Quran dengan konteks kemoderenan” adalah tujuan yg hendak disumbangkan oleh Rahman melalui bisnis keras pada membangun konsep serta merumuskan pemikirannya. Mengenai studi Rahman ini, Montgomery Watt berkomentar bahwa 2 tokoh pemikir Islam kontemporer yang paling populer adalah Rahman bersama dengan Arkoun (Mouleman, 1993 : 93). 

Program Rahman yg terbesar adalah keberhasilannya merancang metode baru pada penafsiran Al-Qur’an. Jadi tataran pemikiran Rahman berada dalam tingkat ontologi serta epistemologi, tidak dalam tataran aksiologi. Agaknya Rahman menyadari bahwa perkara internal yang wajib diselesaikan sang modernisme pada masa ini. Masalah tersebut, dari Rahman nir relatif diselesaikan melalui gerakan reformasi tetapi wajib diselesaikan melalui upaya-upaya rekonstruksi pemikiran Islam.

2. Pemikiran Pembaharuan pendidikan Islam
a. Tujuan Pendidikan
Dewasa ini pendidikan Islam sedang dohadapkan dengan tantangan yang jauh lebih berat menurut masa permulaan penyebaran islam. Tantangan tersebut berupa timbulnya aspirasi dan idealisme umat insan yang serba multi interest serta berdimensi nilai ganda dengan tuntutan hidup yang multi komplek jua .ditanbah lagi dengan beban psikologis umat islam pada menghadapi barat bekas saingan bila bukanya musus sepanjang sejarah . Kesulitan ini semakin menjadi akut karena faktor psikologis yang lain , yg ada sebagai komplek pihak yg kalah , tidak sama menggunakan kedudakan umat islam klasik dalam ketika itu umat islam merupakan pihak yang menang serta berkuas).

Fenomena tadi, dari Syed Sajjad Husain serta Syed Ali Ashraf, sudah menyuburkan tumbuhnya golongan -golongan penekan .golongan-golongan ini dengan cepat meraih kekuasaan menurut orang -orang yang pikiranya lebih cenderung pada kepercayaan .akibatnya munculah suatu ketergantungan serta kontradiksi antara golongan sekular menggunakan golongan agama.pertentangan ini sudah memperlihatkan diri secara terang-terangan dibeberapa negara misalnya Turki,Mesir,Pakistan serta Indonesia (Arifin, 1993 : 5).

Fenomina pada gilirannya mengakibatkan pendidikan islam nir diarahkan kepada tujuan yg positip.tujuan pendidikan islam cenderung berorientasi kepada kehidupan akhirat semata dan bersifat desentif. Hal ini sebagai mana yg dikemukakan oleh Rahman bahwa :

Strategi pendidikan islam yg terdapat kini ini tidaklah benar-sahih diarahkan pada tujuan yg positif,namun lebih cenderung bersifat defensif yaitu untuk menyelamatkan pikiran kaum Muslimin dari pencemaran atau kerusakan yg ditimbulkan oleh efek gagasan-gagasan Barat yg datang melalui banyak sekali disiplin ilmu,terutama gagasan-gagasan yang akan meledakkan baku moralitas Islam (Nurcholish, 1992 : 455).

Dalam kondisi kepanikan spiritual itu,strategi pendidikan Islam yang dikembangkan diseluruh dunia Islam secara universal bersifat mekanis.akibatnya munculah golongan yg menolak segala apa yg berbau Barat,bahkan adapula yg mengharamkan pengambil alihan ilmu serta teknologinya.sehingga apabila syarat ini terus berlanjut akan dapat mengakibatkan kemunduran umat Islam.

Menurut Rahman, ada beberapa hal yang haruh dilakukan Pertama, tujuan pendidikanIslam yg bersifat desentif dan cenderung berorientasi hanya pada kehidupan akhirat tadi wajib segera diubah.tujuan pendidikan islam wajib berorientasi kepada klehidupan global serta akhirat sekaligus serta bersumber dalam AL-Qur’an.menurutnya bahwa :

Tujuan pendidikan pada pandangan AL-Qur’an adalah buat membuatkan kemampuan inti insan dengan cara yg sedemikian rupa sebagai akibatnya ilmu pengetahuan yg diperolehnya akan menyatu menggunakan kepribadian kreatifnya (Ibid).

Kedua, beban psikologis umat Islam pada menghadapi Barat wajib segera dihilangkan.untuk menghilangkan beban psikologis umat Islam tersebut,Rahman menganjurkan agar dilakukan kajian Islam yg menyeluruh secara historis serta sistimatis mengenai perkembangan disiplin-disiplin ilmu Islam misalnya teologi,aturan,etika,hadis ilmu-ilmu sosial,serta filsafat,dengan berpegang kepada AL-Qur’an menjadi penilai.sebab disiplin ilmu-ilmu Islam yang sudah berkembang pada sejarah itulah yg memberikan kontiunitas pada wujud intelektual serta spiritual rakyat Muslim.sehingga melalui upaya ini diperlukan dapat menghilangkan beban psikologis umat Islam pada menghadapi Barat. 

Ketiga, sikap negatif umat Islam terhadap ilmu pengetahuan juga harus dirubah. Sebab menurut Rahmah, ilmu pengetahuan nir terdapat yg galat, yg salah merupakan penggunanya. Ilmu tentang atom misalnya, sudah ditemukan saintis Barat, tetapi sebelum mereka memanfaatkan energi listrik menurut penemuan itu (yg dimaksud memanfaatkan tenaga hasil reaksi inti yang bisa ditransformasikan menjadi tenaga listrik) atau menggunakannya buat hal-hal yg berbguna, mereka membentuk bom atom. Kini pembuatan bom atom masih terus dilakukan bahkan dijadikan menjadi ajang perlombaan. Para saintis lalu menggunakan cemas mencari jalan buat menghentikan pembuatan senjata dahsyat itu. 

Rahman juga menyatakan bahwa di pada Al-Qur’an kata al-ilm (ilmu pengetahuan) digunakan buat semua jenis ilmu pengetahuan. Contohnya, saat Allah mengajarkan bagaimana Daud menciptakan baju perang, itu juga al-’ilm. Bahkan sihir (sihr), sebagaimana yg pernah diajarkan sang Harut serta Marut pada manusia, itu pula merupakan galat satu jenis al-’ilm meskipun buruk pada arti praktek dan pemakaiannya. Sebab banyak yg menyalahgunakan sihir itu buat memisahkan suami menurut istrinya. Begitu juga hal-hal yang memberi wawasan baru pada logika termasul al-’ilm (Rahman, 1992 : 69) .

b. Sistem Pendidikan
Persoalan dualisme dikotomi sistem pendidikan itu sudah melanda semua negara Muslim atau negara yang dominan penduduknya beragama Islam. Bahkan menurut Syed Sajjad Husain dan Syed Ali Ashraf, dibagi dua sistem pendidikan itu bukan hanya menyangkut disparitas dalam struktur luarnya saja akan tetapi jua disparitas yang lahir dari pendekatan mereka terhadap tujuan-tujuan pendidikan.

Sistem tradisional kuno dalam Islam didasarkan atas seperangkat nilai-nilai yang asal menurut Al-Qur’an. Di pada Al-Qur’an dinyatakan bahwa tujuan-tujuan pendidikan yg sesungguhnya adalah membentuk insan yang taat kepada Tuhan serta akan selalu berusaha buat patuh pada perintah-perintah-Nya sebagaimana yang dituliskan dalam kitab suci. Orang semacam ini akan berusaha untuk memahami seluruh kenyataan di dalam serta pada luar khazanah kekuasaan Tuhan. Di lain pihak sistem terbaru, yg tidak secara spesifik mengesampingkan Tuhan, berusaha buat tidak melibatkan-Nya dalam penjelasannya tentang dari-usul alam raya atau kenyataan dengan mana insan selalu berafiliasi setiap harinya.

Di tengah maraknya duduk perkara dikotomi sistem pendidikan Islam tadi, Rahman berupaya buat menawarkan solusinya. Menurutnya buat menghilangkan dikotomi sistem pendidikan Islam tadi adalah menggunakan cara mengintegrasikan antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum secara organis dan menyeluruh (Ibid). Sebab pada dasarnya ilmu pengetahuan itu terintegrasi serta nir bisa dipisah-sisihkan (Nafis, 1995 : 251)

Dengan demikian di pada kurikulum maupun silabus pendidikan Islam harus tercakup baik ilmu-ilmu umum misalnya ilmu sosial, ilmu-ilmu alam dan sejarah dunia maupun ilmu-ilmu kepercayaan seperti fiqih, kalam, tafsir, Hadis. 

Menurut irit penyusun, metode integrasi misalnya yang ditawarkan oleh Rahman itulah yg pernah diterapkan dalam masa keemasan Islam. Pada masa itu ilmu dipelajari secara utuh serta seimbang antara ilmu-ilmu yg diperlukan buat mencapai kesejahteraan di dunia (ilmu-ilmu generik) maupun ilmu-ilmu buat mencapai kebahagiaan pada akhirat (ilmu-ilmu agama).

Pendekatan integralistik seperti itu, yang melihat adanya interaksi fungsional antara ilmu-ilmu generik serta ilmu-ilmu kepercayaan , sudah berhasil melahirkan ulama-ulama yang mempunyai pikiran-pikiran yg kreatif serta terpadu serta memiliki pengetahuan luas serta mendalam dalam masa klasik. Ibn Sina contohnya, selain ahli agama, pula seorang psikolog, pakar pada ilmu kedokteran dan sebagainya. Demikian jua dengan Ibn Rusyd, dia di samping menjadi pakar aturan Islam, jua pakar pada bidang matematika, ekamatra, astronomi, akal, filsafat serta ilmu pengobatan (Nata, 1993 : 31)

Adanya ekuilibrium antara ilmu-ilmu generik (dunia) dengan ilmu-ilmu kepercayaan pada suatu kurikulum pendidikan Islam, dari Hasan Langgulung, oada gilirannya akan melahirkan spesialisasi dalam bagian ilmu sesuai dengan periode perkembangan, sesuai menggunakan tingkat pendidikan, sesuai menggunakan spesilalisasi sempit pada tingkat pendidikan tinggi, pada masjid-masjid dan rumah-tempat tinggal hikmah (universitas-universitas) lalu hari sampai kini (Hutagalung, 1992 : 117-118)

Menurut Rahman bahwa ilmu pengetahuan itu pada prinsipnya merupakan satu yaitu dari berdasarkan Allah SWT.31 Hal ini sesuai degan apa yang dijelaskan pada pada Al-Qur’an. Menurut Al-Qur’an semua pengetahuan datangnya dari Allah. Sebagian diwahyukan kepada orang yg dipilih-Nya melalui ayat-ayat Qur’aniyah serta sebagian lagi melalui ayat-ayat kauniyah yg diperoleh manusia menggunakan memakai indera, akal serta hatinya. Pengetahuan yg diwahyukan memiliki kebenaran yang absolut sedangkan pengetahuan yg diperoleh, kebenarannya tidak mutlak (Rahman, 1984: 72)

Dari uraian di atas bisa dikatakan bahwa ilmu Allah dapat diketahui dan dipelajari melalui 2 jalur yaitu jalur ayat-ayat Qur’aniyah dan jalur ayat-ayat kauniyah.33 Untuk lebih jelasnya lihat skema di bawah ini :


c. Anak Didik (Peserta Didik) 
Anak didik yang dihadapi sang global pendidikan Islam di negara-negara Islam berkaitan erat dengan belum berhasilnya dibagi dua antara ilmu-ilmu kepercayaan menggunakan ilmu-ilmu generik ditumbangkan di forum-lembaga pendidikan Islam. Belum berhasilnya penghapusan dikotomi antara ilmu-ilmu agama menggunakan ilmu-ilmu generik menyebabkan rendahnya kualitas intelektual murid serta keluarnya pribadi-langsung yang pecah (split personality) menurut kaum Muslim. Misalnya seseorang muslim yang saleh dan taat menjalankan ibadah, pada waktu yg sama dia dapat sebagai pemeras, penindas, koruptor, atau melakukan perbuatan tercela lainnya (Mujib, 1992 : 234). Bahkan yang lebih ironis lagi dibagi dua sistem pendidikan tadi mengakibatkna tidak lahirnya anak didik yang memiliki komitmen spiritual dan intelektual yg mendalam terhadap Islam dari lembaga-lembaga pendidikan Islam. (Ma’arif, 1991 : 20) Sebagian menurut mereka lebih berperan menjadi pemain-pemain teknis pada perkara-kasus kepercayaan . Sementara ruh kepercayaan itu sendiri jarang sahih digumulinya secara intens dan akrab.

Menurut Rahman, beberapa usaha yang harus dilakukan buat mengatasi perkara tadi pada atas. Pertama, murid harus diberikan pelajaran Al-Qur’an melalui metode-metode yang memungkinkan buku suci bukan hanya dijadikan menjadi sumber pandangan baru moral akan tetapi juga bisa dijadikan menjadi acum tertinggi buat memecahkan perkara-perkara pada kehidupan sehari-hari yang semakin kompleks dan menantang (Rahman, Loc.cit). Dalam kaitan itu Rahman menunjukkan metode sistematisnya dalam memahami serta menafsirkan Al Qur’an. Metode itu terdiri dari dua gerakan ganda yaitu dari situasi sekarang ke masa Al Qur’an diturunkan dan kembali lagi ke masa sekarang. Gerakan pertama memiliki 2 langkah.
  1. Orang harus memahami arti atau makna menurut suatu pernyataan menggunakan mengkaji situasi serta persoalan historis di mana pernyataan AL Qur’an tersebut merupakan jawaban. Sebelum mempelajari ayat-ayat spesifiknya, sutau kajian mengenai mengenai situasi makro pada batasan-batasan rakyat, kepercayaan , norma-istiadat, forum-lembaga serta tentang kehidupan secara menyeluruh di Arabia pada waktu kehadiran Islam, khususnya di lebih kurang Mekkah harus dilakukan (Rahman, 1979 : 219-224).
  2. Menggenerasikan jawaban-jawaban khusus tadi dan menyatakannya menjadi pernyataan-pernyataan yang memiliki tujuan moral serta sosial generik yg bisa disaring berdasarkan ayat-ayat spesifik pada sinaran latar belakang sosio-historis yang tak jarang dinyatakan. Selama proses ini, perhatian wajib diberikan kepada arah ajaran Al-Qur’an sebagai suatu holistik sehingga setiap arti eksklusif yang difahami, setiap hukum yang dinyatakan serta setiap tujuan yg dirumuskan akan koheren dengan yg lainnya. Al Qur’an menjadi suatu holistik memang menanamkan sikap yg pasti terhadap hidup dan memenuhi suatu pandangan global yg kongkrit (Rahman, 1984 : 6).
Jika dua momen gerakan ganda ini dapat dicapai, menurut Rahman, perintah-perintah Al-Qur’an akan hayati dan efektif kembali (Ibid) Metode penafsiran yg ditawarkan Rahman itulah yang disebutnya sebagai mekanisme ijtihad. Dalam metode tersebut Rahman telah mengasimilasi dan mengkolaborasi secara sistematis pandangan yuridis Maliki serta Syathibi mengenai betapa mendesaknya tahu Al-Qur’an menjadi suatu ajaran yang padu serta kohesif ke pada gerakan pertama berdasarkan metodenya (Taufiq, 1990 : 103) Kedua, menaruh materi disiplin ilmu-ilmu Islam secara historis, kritis dan keseluruhan. Disiplin ilmu-ilmu Islam itu meliputi: Teologi, hukum etika, ilmu-ilmu sosial serta filsafat (Rahman, op.cit : 20)

d. Pendidik (Mu’allim)
Untuk menerima kualitas pendidik misalnya itu di forum-lembaga pendidikan Islam dewasa ini sangat sulit sekali. Hal ini dibuktikan Rahman, melalui pengamatannya terhadap perkembangan pendidikan Islam pada beberapa negara Islam. Ia melihat bahwa pendidik yang berkualitas dan profesional serta memiliki pikiran-pikiran yg kreatif serta terpadu yang sanggup menafsirkan hal-hal yang usang dalam bahasa yang baru sejauh menyangkut substansi dan menjadikan hal-hal yg baru sebagai alat yang bermanfaat buat idealita masih sulit ditemukan dalam masa modern (Rahman, Op.cit. : 139). Masalah kelangkaan energi pendidik seperti ini telah melanda hampir seluruh negara Islam.

Dalam mengatasi kelangkaan tenaga pendidik misalnya itu, Rahman menawarkan beberapa gagasan: Pertama, merekrut serta mempersiapkan murid yang mempunyai bakat-bakat terbaik dan memiliki komitmen yg tinggi terhadap lapangan kepercayaan (Islam). Anak didik misalnya ini wajib dibina serta diberikan bonus yg memadai buat membantu memnuhi keperluannya pada peningkatan karir intelektual mereka (Ibid). Jika hal ini nir segera dilakukan maka upaya buat menciptakan pendidik yang berkualitas nir akan terwujud. Sebab hampir sebagian akbar pelajar yang memasuki lapangan pendidikan agama adalah mereka yg gagal memasuki karir-karir yg lebih basah.

Kedua, mengangkat lulusan mdrasah yang nisbi cerdas atau memilih sarjana-sarjana terkini yang telah memperoleh gelar doktor pada universitas-universitas Barat serta sudah berada di forum-forum keilmuan tinggi sebagai guru besar -pengajar besar bidang studi bahasa Arab, bahasa Persi, dan sejarah Islam. Ketiga, para pendidik wajib dilatih pada sentra-puast studi keislaman di luar negeri khususnya ke Barat (Rahman, Op.cit. : 522). Hal ini pernah direalisasikan Rahman, sewaktu beliau menjabat direktur Institut Pusat Penelitian Islam (Rahman, Op.cit : 123). Atas gagasan Rahman ini, Institut yg dipimpinnya berhasil menerbitkan jurnal terencana ilmiah yang berbobot yaitu Islamic Studies. Melalui jurnal inilah para anggota institut mulai menyumbangkan karya riset nereka yang bermutu, di samping beberapa buku dan suntingan-suntingan menurut naskah-naskah klasik (Rahman, Loc.cit). Kasus institut ini melukiskan sudah lahirnya kesarjanaan yg kreatif dan bertujuan.

Gagasan Rahman itu juga pernah diterapkan di Indonesia melalui pengiriman pendidik atau tenaga pengajar IAIN yg potensial buat melanjutkan studinya ke universitas pada negeri Barat yang memiliki pusat-pusat studi Islam. Awal menurut imbas positif pengiriman pengiriman pendidik ke luar negeri itu memang mulai terasa diantaranya seperti terlaksananya pembaruan sistem, metode dan teknik di bidang pengajaran serta penyempurnaan struktur kelembagaan serta susunan kurikulum.

Keempat, mengangkat beberapa lulusan madrasah yang memiliki pengetahuan bahasa Inggris dan mencoba melatih mereka dalam teknik riset terkini serta kebalikannya menarik para lulusan universitas bidang filsafat serta ilmu-ilmu sosial serta memberi meeka pelajaran bahasa Arab dan disiplin-disiplin Islam klasik misalnya Hadis, serta yiurisprudensi Islam (Ibid.). Di sini tampak Rahman ingin menaruh bekal ilmu pengetahuan secara terpadu baik kepada para lulusan madrasah maupun kepada mereka yg lulusan universitas. Sehingga melalui upayanya ini akan lahir pendidik-pendidik yang kreatif dan memiliki komitmen yang kuat terhadap Islam.

Kelima, menggiatkan para pendidik buat melahirkan karya-karya keislaman secara kreatif dan mempunyai tujuan. Di samping menlulis karya-karya mengenai sejarah, filsafat, seni, juga wajib mengkonsentrasikannya kembali pada pemikiran Islam (Ibid),. Di samping itu para pendidik juga harus bersunggguh-sungguh dalam mengadakan penelitian serta berusaha untu menerbitkan karyanya tersebut. Bagi mereka yang mempunyai karya yang cantik wajib diberi penghargaan antara lain menggunakan meningkatkan gajinya (Rahman, Loc.cit. : 522)