TEORI BELAJAR MENURUT ISLAM

Teori Belajar Menurut Islam
1. Teori deskriptif serta Teori Preskriptif
Bruner mengemukakan bahwa teori pembelajaran merupakan preskriptif dan teori belajar merupakan naratif, preskriptif lantaran tujuan primer teori pembelajaran merupakan menetapkan metode pembelajaran yg optimal, serta naratif lantaran tujuan utama teori belajar merupakan memerika proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian dalam hubungan di antara variabel-variabel yang menentukan hasil belajar, atau sebagaimana seseorang belajar. Teori pembelajaran menaruh perhatian dalam bagaimana seorang mensugesti orang lain agar terjadi hal belajar atau upaya mengontrol variabel-variabel yg dispesifikasi dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar.

Teori belajar yang deskriptif menempatkan variabel syarat dan metode pembelajaran menjadi given, dan memerikan hasil pembelajaran sebagai variabel yg diamati atau kondisi serta metode pembelajaran menjadi variabel bebas serta output pembelajaran sebagai variabel tergantung. Sedangkan teori pembelajaran yang preskriptif, kondisi serta hasil pembelajaran ditempatkan menjadi given serta metode yang optimal dtempatkan sebagai variabel yg diamati, atau metode pembelajaran sebagai variabel tergantung. Teori preskriptif adalah goal oriented(buat mencapai tujuan), sedangkan teori naratif adalah goal free(buat memerikan hasil). Variabel yg diamati dalam pengembangan teori-teori pembelajaran yg preskriptif adalah metode yg optimal buat mencapai tujuan, sedangkan dalam pengembangan teori-teori pembelajaran deskriptif variabel yg diamati adalah hasil menjadi pengaruh menurut interasi antara metode serta kondisi.

2. Teori Behaviouristik
Teori behaviouristik berkata bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku . Seseorang dipercaya sudah belajar sesuatu bila ia telah bisa menunjukkan perubahan tingkah laris. Pandangan behaviouristik mengakui pentingnya masuan atau input yg berupa stimulus serta keluaran atau output yang berupa respon. Sedangkan apa yg terjadi pada antara stimulus serta respon pada anggap tidak penting diperhatikan sebab tidak sanggup diamati dan diukur. Yang bisa diamati dan diukur hanyalah stimulus dan respons.

Penguatan (reinforcement) adaah faktor krusial pada belajar. Penguatan merupakan apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Jika penguatan ditambahkan (positif reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Demikian jua jika penguatan dikurangi (negative reinforcement) maka respon jua akan menguat. Tokoh-tokoh penting teori behaviouristik diantaranya Thorndike, Watson, Skiner, Hull serta Guthrie.

Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa aktivitas belajar ditekankan menjadi aktifitas “mimetic” yg menuntut anak didik buat menyampaikan kembali pengetahuan yg telah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan penilaian menekankan pada output, serta evaluasi menuntut suatu jawaban benar. Jawaban yang sahih menampakan bahwa murid sudah menuntaskan tugas belajarnya.

3. Teori Kognitif
Pengertian belajar berdasarkan teori kognitif merupakan perubahan persepsi serta pemahaman, yang nir selalu berbentuk tingkah laku yg bisa diamati serta bisa diukur. Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang sudah mempunyai pengetahuan dan pengalaman yg telah tertata pada bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar akan berjalan menggunakan baik bila bahan ajar atau keterangan baru menyesuaikan diri menggunakan struktur kognitif yg sudah dimiliki seseorang.

Dalam aktivitas pembelajaran, keterlibatan anak didik secara aktif amat dipentingkan. Untuk menarik minat dan menaikkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengetahuan baru menggunakan steruktur kognitif yag telah dimilii murid. Materi pelajaran disusun menggunakan menggunakan pola atau akal eksklusif, berdasarkan sederhan ke kompleks. Perbedaan individual dalam diri murid perlu diperhatikan, lantaran faktor ini sangat mepengaruhi keberhasilan siswa.

4. Teori Konstruktivistik
Usaha berbagi manusia serta masyarakat yg memiliki kepekaan, berdikari, bertanggungjawab, bisa mendidik dirinya sendiri sepanjang hayat, dan bisa berkolaborasi dalam memecahkan perkara, dibutuhkan layanan pendidikan yang sanggup melihat kaitan antara karakteristik-ciri manusia tersebut, menggunakan praktek-praktek pendidikan dan pembelajaran buat mewujudkannya. Pandangan konstruktivistik yg mengemukakan bahwa belajar merupakan usaha pemberian makna sang murid pada pengalamnnya melalui asimilasi serta akomodasi yang menuju dalam pembentukan struktur kognitifnya, memungkinkan mengarah pada tujuan tadi. Oleh karenanya, pembelajaran diusahakan agar dapat menaruh syarat terjadinya proses pembentukan tersebut secara optimal dalam diri siswa. 

Proses belajar sebagai suatu usaha anugerah makna sang murid kepada pengalamannya melalui proses asimilasi serta akomodasi, akan membangun suatu kunstruksi pengetahuan yang menuju dalam kemutakhiran struktur kognitifnya. Pengajar-guru konstrutivistik yg mengakui serta menghargai dorongan berdasarkan insan atau anak didik buat mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri, aktivitas pembelajaran yg dilakukannya akan diarahkan agar terjadi aktifitas konstruksi pengetahuan oleh siswa secara optimal.

5. Teori Humanistik
Menurut teori humanistik tujuan belajar adalah buat memanusiakan insan. Proses belajar dipercaya berhasil apabila siswa telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan istilah lain, siswa sudah bisa mencapai aktualisasi diri secara optimal. Teori humanistik cenderung bersifat eklektik, maksudnya teori ini bisa memanfaatkan teori apa saja berasal tujuannya tercapai. 

Aplikasi teori humanistik dalam aktivitas pembelajaran cenderung mendorong murid buat berfikir induktif. Teori ini pula amat mementingan faktor pengalaman dan keterlibatan murid secara aktif dalam belajar. 

6. Teori Sibernetik
Teori sibernetik menekankan bahwa belajar adalah pemrosesan liputan. Teori ini lebih mementingkan system kabar berdasarkan pesan atau materi yang dipelajari. Bagaimana proses belajar akan berlangsung sangat dipengaruhi oleh system keterangan dari pesan tersebut. Oleh karena itu, teori sibernetik berasumsi bahwa nir terdapat satu jenispun cara belajar yg ideal buat segala situasi. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh system warta.

Proses pengolahan liputan pada ingatan dimulai dari proses penyandian fakta (encoding), diikuti menggunakan penyimpanan keterangan (storage), serta diakhiri dengan membicarakan balik fakta-kabar yang sudah disimpan pada ingatan (retrieval). Ingatan terdiri menurut struktur berita yang terorganisasi serta proses penulusuran berkiprah secara hirakhis, dari keterangan yg paling generik serta inklusif ke berita yg paling umum dan rinci, hingga fakta yg diinginkan diperoleh.

Konsepsi landa dengan model pendekatannya yang diklaim algoritmik serta heuristik menyampaikan bahwa belajar algoritmik menuntut murid buat berpikir sistematis, termin demi termin, linear , menuju pada sasaran tujuan eksklusif, sedangkan belajar heuristic menuntut siswa untuk berpikir devergan, menyebar ke beberapa sasaran tujuan sekaligus.

Aplikasi teori pengolahan berita dalam pembelajaran antara lain dirumuskan dalam teori Gagne dan Briggs yang mempreskripsikan adanya 1) kapabilitas belajar, dua) insiden pembelajaran dan 3) pengorganisasian atau urutan pembelajaran. 

7. Teori Revolusi-Sosiokultural
Pandangan yang dipercaya lebih mampu mengakomodasi tuntunan sosiocultural-revolution merupakan teori belajar yg dikembangkan sang Vygotsky. Dikemukakan bahwa peningkatan fungsi-fungsi mental seorang terutama dari berdasarkan kehidupan social atau kelompoknya, dan bukan sekedar berdasarkan individu itu sendiri. Teori Vygotsky sebenarnya lebih sempurna disebut pendekatan ko-konstruktivisme.

Konsep-konsep penting pada teorinya yaitu genetic low of development, zona of proxsimal development, dan mediasi, sanggup menunjukan bahwa jalan pikiran seseorang wajib dimengerti berdasarkan latar social budaya serta sejarahnya. Perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang seturut dengan teori sociogenesis. Dimensi kesadaran social bersifat utama sedangkan dimensi individual bersifat sekunder.

Berdasarkan teori Vygotsky maka dalam kegiatan pembelajaran hendaknya anak memperoleh kesempatan yang luas buat mengembangkan zona perkembangan proxsimalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang. Pengajar perlu menyediakan berbagai jenis serta strata bantuan yg dapat memfasilitasi anak agar mereka dapat memecahkan kasus yg dihadapinya. Donasi bisa pada bentuk model, panduan, bimbingan orang lain atau teman yang lebih kompeten. Bentuk-bentuk pembelajarn kooperatif –kolaboratif dan belajar kontekstual sangat tepat dipakai. Sedngkan anak yg telah bisa otodidak perlu ditingkatkan tuntutannya, segingga nir perlu menunggu anak yang berada pada bawahnya dengan demikian dibutuhkan pemahaman yg tepat mengenai karaktristik anak didik serta budayanya sebagai pijakan pada pembelajaran.

8. Teori Kecerdasan Ganda
Kecerdasan ganda yang dikemukakan oleh Gardner yg kemudian dikembangkan oleh para tokoh lain, terdiri berdasarkan kecerdasan mulut/bahasa, kecerdasan akal/matematik, keserdasan visual/ruang, kecerdasan tubuh/gerak tubuh, kecerdasan musical/ritmik, keceedasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan naturalis, kecerdasan spiritual, dan kecerdasan eksistensial, perlu dilatihkan dalam rangka menyebarkan keterampilan hidup. Seluruh kecerdasan ini sebagai satu kesatuan yang utuh dan terpadu. Komposisi keterpaduannya bhineka dalam masing-masing orang serta dalam masing-masing budaya, tetapi secara keseluruhan semua kecerdasan tersebut bisa diubah dan ditingkatkan. Kecerdasan yg paling menonjol akan mengontrol kecerdasan-kecerdasan lainnya pada memecahkan masalah.

Para pakar kecerdasan sebelum Gardner cenderung memberikan tekanan terhadap kecerdasan hanya terbatas dalam aspek kognitif, sebagai akibatnya insan sudah tereduksi sebagai sekedar komponen kognitif. Gardner melakukan hal yg tidak selaras, dia memandang manusia nir hanya sekedar komponen kognitif, namun suatu keseluruhan. Melalui teori kecerdasan ganda beliau berusaha menghindari adanya penghakiman terhadap insan berdasarkan sudut pandang kecerdasan (inteligensi). Tidak terdapat manusia yang sangat cerdas dan nir cerdas untuk seluruh aspek yg ada pada dirinya. Yg ada adalah terdapat manusia yang mempunyai kecerdasan tinggi dalam keliru satu kecerdasan yang dimilikinya. Mungkin seseorang memiliki kecerdasan tinggi buat kecerdasan nalar-matematika namun nir buat kecerdasan music atau kecerdasan bidy-kinestetik.

Srategi pembelajaran kecerdasan ganda bertujuan agar seluruh potensi anak bisa berkembang. Taktik dasar pembelajarannya dimulai menggunakan (1) membangunkan/memicu kecerdasan, (2) memperkuat kecerdasan, (tiga) mengajarkan dengan /buat kecerdasan, dan (4) mentransfer kecerdasan.

9. Teori Pembelajaran Menurut Islam
Kemampuan buat belajar adalah sebuah karunia Allah yang mampu membedakan manusia dangan makhluk yang lain. Allah menghadiahkan akal kepada manusia buat sanggup belajar dan menjadi pemimpin di global ini. Pendapat yg mengatakan bahwa belajar sebagai aktifitas yg nir bisa menurut kehidupan insan, ternyata bukan berasal dari hasil renungan manusia semata. Ajaran agama sebagai panduan hidup insan jua menganjurkan manusia buat selalu malakukan aktivitas belajar. Dalam AlQur’an, istilah al-ilm serta turunannya berulang sebanyak 780 kali. Seperti yang termaktub pada wahyu yg pertama turun kepada baginda Rasulullah SAW yakni Al-‘Alaq ayat 1-5. Ayat ini sebagai bukti bahwa Al-Qur’an memandang bahwa aktivitas belajar merupakan sesuatu yang sangat penting pada kehidupan insan. Kegiatan belajar bisa berupa membicarakan, mengkaji,mencari, serta mengkaji, serta meniliti. Selain Al-Qur’an, Al Hadist jua banyak menerangkan mengenai pentingnya menuntut ilmu. 

Proses belajar-mengajar hendaknya bisa membentuk ilmu yang berupa kemampuan pada tiga ranah yang menjadi tujuan pendidikan/ pembelajaran, baik ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Selain itu, belajar merupakan proses buat mendapat ilmu, hendaknya diniati buat beribadah. Artinya, belajar menjadi manifestasi perwujudan rasa syukur insan sebagai seseorang hamba pada Allah SWT yang telah mengaruniakan logika. Lebih berdasarkan itu, output menurut proses belajar-mengajar yang berupa ilmu (kemampuan pada 3 ranah tadi), hendaknya bisa diamalkan serta dimanfaatkan sebaik mungkin buat kemaslahatan diri dan insan. Buah ilmu adalah amal. Pengamalan serta pemanfaatan ilmu hendaknya dalam koridor keridhaan Allah, yakni buat menyebarkan serta melestarikan agama Islam serta menghilangkan kebodohan, baik dalam dirinya maupun orang lain. Inilah butir dari ilmu yang berdasarkan al-Zarnuji akan dapat menghantarkan kebahagiaan hayati di global juga akhirat kelak.

Para pengajar wajib mempunyai perangai yg terpuji. Guru disyaratkan mempunyai sifat wara’ (meninggalkan hal-hal yg terlarang), mempunyai kompetensi (kemampuan) dibanding muridnya, serta berumur (lebih tua usianya) dan mempunyai “kedewasaan” (baik ilmu maupun umur).

BENTUK-BENTUK IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN
Pengajaran yg efektif berlangsung pada suatu proses brkesinambungan, terarah menurut perecanaan yg matang. Proses pengajaran itu dilandasi sang prinsip-prinsip yang fundamental yang akan menentuekan apakah pedagogi berlangsung secara lumrah serta berhasil.

1. Pengajaran berbasis motivasi (Motivation based teaching)
Motivasi merupakan perubahan energi (eksklusif) seorang yg ditandai menggunakan timbulnya perasaan serta reaksi untuk mencapai tujuan. Ada tiga unsur pada motivasi yg saling berkaitan yaitu : 
1. Motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam langsung.
2. Motivasi ditandai dengan timbulnya perasaan affective arousal
3. Motivasi ditandai dengan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan.

Motivasi mempunyai dua komponen, yakni komponen dalam (inner component), serta komponen luar (outer component). Motivasi dapat dibagi jadi dua jenis : 
1. Motivasi intrinsik 
2. Motivasi ekstrinsik

Motivasi mempunyai prinsip-prinsip, antara lain:
Kenneth H. Hover, mengemukakan prinsip-prinsip motivasi menjadi berikut.
1. Pujian lebih efektif berdasarkan dalam hukuman.
2. Semua anak didik mempunyai kebutuhan-kebutuhan psikologis (yang bersifat dasar) eksklusif yang harus mendapat kepuasan.
3. Motivasi yg asal menurut dalam individu lebih efektif dari dalam motivasi yang dipaksakan berdasarkan luar.
4. Terhadap jawaban (perbuatan) yg harmonis (sinkron dengan cita-cita) perlu dilakukan usaha pemantauan.
5. Motivasi itu gampang menjalar atau beredar terhadap orang lain.
6. Pemahaman yg jelas terhadap tujuan-tujuan akan merangsang motivasi.
7. Tugas-tugas yang dibebankan sang diri sendiri akan menyebabkan minat yg lebih besar buat mengerjakannya daripada jika tugas-tugas itu dipaksakan oleh pengajar.
8. Pujian-pujian yg datangnya menurut luar kadang-kadang dibutuhkan dan cukup efektif buat merangsang minat yang sebenarnya.
9. Teknik dan proses mengajar yang bermacam-macam adalah efektif buat memelihara minat anak didik.
10. Manfaat minat yang telah dimiliki oleh murid merupakan bersifat ekonomis.
11. Kegiatan-aktivitas yang akan bisa merangsang minat murud-murid yang kurang mungkin nir ada merupakan (kurang berharga) bagi para siswa yg tergolong pintar.
12. Kecemasan yg akbar akan mengakibatkan kesulitan belajar.
13. Kecemasan dan putus harapan yang lemah bisa membantu belajar, dapat jua lebih baik.
14. Jika tugas nir terlalu akbar serta jika nir terdapat maka frustasi secara cepat menuju kedemoralisasi.
15. Tiap anak didik mempunyai tingkat-taraf frustasi toleransi yang berlainan.
16. Tekanan gerombolan siswa (pergrup) kebanyakan lebih efektif dalam motivasi daripada tekanan/paksaan dari orang dewasa.
17. Motivasi yang akbar erat hubungannya menggunakan kreatifitas siswa. 

2. Pengajaran berbasis perbedaan individual
a. Pengertian perbedaan individual
Individual adalah suatu kesatuan yang masing-masing memiliki karakteristik khasnya, dan karenanya nir terdapat dua individu yang sama, satu menggunakan yang lainnya berbeda. Setiap individu berbeda menggunakan individu lainnya dalam aspek mental, misalnya: tingkat kecerdasan, abilitas, minat, ingatan, emosi, kemauan, serta sebagainya. Selain tiu, tidak ada 2 individu yg sama pada aspek jasmaniah, seperti bentuk, berukuran, kekuatan, dan daya tahan tubuh. Perbedaan-perbedaan itu masing-masing memiliki keuntungan dan kelemahan.

Ada 2 faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan individual, yakni faktor warisan, keturunan, dan faktor imbas lingkungan. Antara ke 2 faktor itu terjadi konveregensi. Mungkin dalam satu individu faktor dampak keturunan lebih lebih banyak didominasi, sedangkan pada individu lainnya imbas faktor linhkungan yang lebih dominan. Perbedaan individual dapat dikembalikan pada hubungan antara dua faktor tadi dari perkiraan, bahwa setiap pertumbuhan dan perkembangan tentu ditimbulkan sang kedua faktor tadi.

b. Jenis Perbedaan individual
1) Kecerdasan (intelegence)
2) Bakat(attitude)
3) Keadaan jasmaniah (physical Fitness)
4) Penyesuaian sosial dan emosional ( social and emotional adjuustman)
5) Latar belakang famili (home backround)
6) Hasil belajar (Academic Achievement)
7) Para murid yg menghadapi kesulitan-kesulitan pada handicap jasmani, kesulitan berbicara, kesulitan menyesuaikan social
8) Siswa yg cerdas dan lamban belajar

c. Cara melayani perbedaan individual
1) Akselerasi dan acara terbatas
a) Akselerasi: menaruh kesempatan pada murid yg bersangkutan untuk naik ke tingkatan kelas yang berikutnya lebih cepat (double promotion) satu atau 2 kali sekaligus.
b) Program tambahan: kepada siswa diberikan tugas-tugas tambahan pada dalam setiap strata kelas.

2) Pengajaran individual
3) Pengajaran unit
Siswa dibagi dalam beberapa grup mini . Tiap individu menerima tugas sinkron minat serta kemampuannya. Siswa yg lamban akan memilih tugas dan bahan yang lebih gampang, sedangkan murid yang cerdas akan memilih tugas yang lebih sulit. Kelompok-kelompok tadi saling bertukar pengalaman, dan hasil kerja perorangan pada akhirnya menjadi output kerja grup.

4) Kelas spesifik bagi siswa yg cerdas
5) Kelas remedi bagi para siswa yg lamban
6) Pengelompokkan dari abilitas
Berdasarkan abilitas anak didik, kelas dibagi sebagai tiga kelompok, yakni: grup kurang, kelompok sedang, dan kelompok pintar. Pembagian kelompok dilakukan sehabis pengajar melakukan penelitian yg saksama terhadap kelas. Berdasarkan gerombolan -gerombolan abilitas tadi, pengajar berkesempatan buat menyesuaikan serta mendiferensiasi bahan pelajaran dan metode mengajar sinkron individu.

7) Pengelompokkan informal (gerombolan kecil dalam kelas)
Kelas dibagi sebagai beberapa kelompok (2-8 murid). Tiap kelompok terdiri menurut individu-individu yg tidak sinkron sinkron dengan minat serta abilitasnya masing-masing. Pengajar bertindak menjadi konsultan yg berkiprah menurut satu grup ke gerombolan lainnya.

8) Supervise periode individualisasi
Metode ini merupakan suatu periode dimana para murid masing-masing mendapatkan kesempatan membaca buku-buku yang tidak sama atau mengerjakan hal-hal lain pada mata pelajaran eksklusif sinkron dengan kebutuhan individu, menggunakan bimbingan atau supervise sang pengajar.
9) Memperkaya dan memperluas kurikulum
10) Pelajaran pilihan (Elective Subjects)
Kurikulum perlu menyediaan juga sejumlah mata pelajaran pilihan disamping pendidikan generik. Pelajaran pilihan ini umumnya bertujuan buat menciptakan keterampilan.
11) Diferensiasi pemberian tugas dan anugerah tugas yang fleksibel
12) Sistem Tutorial (tutoring system)
Sistem tutor adalah suatu system pada menaruh bimbingan kepada siswa-murid yang mengalami kesulitan tertentu. Dalam hal ini guru dipercaya sebagai tutor.

13) Bimbingan Individual
Bimbingan individual sangat diperlukan bagi siswa yg lamban dan bagi murid yang mengalami kegagalan pada belajar.

14) Modifikasi Metode-Metode Mengajar
Guru dapat memakai metode mengajar berganti-ganti buat para anak didik yg lamban serta para siswa yg cerdas.

3. Pengajaran Berbasis Aktivitas
a. Konsep kegiatan belajar
Pendidikan tradisional menggunakan “Sekolah Dengar”-nya nir mengenal, bahkan sama sekali tidak memakai asas kegiatan pada proses belajar mengajar. Para siswa hanya mendengarkan hal-hal yg dipompakan oleh pengajar. Kegiatan berdikari dianggap tidak tidak ada maknanya, lantaran pengajar merupakan orang yang serba tahu dan memilih segala hal yang dipercaya krusial bagi murid. Guru relatif menilik materi menurut buku kemudian disampaikan pada anak didik. Siswa hanya bertugas mendapat serta menelan, mereka diam serta bersikap pasif atau tidak aktif.

Adanya temuan-temuan baru pada psikologi perkembangan dan psikologi belajar yang mengakibatkan pandangan tersebut berubah. Berdasarkan output penelitian para ahli pendidikan itu :
1) Siswa adalah suatu organisme yang hidup, di dalam dirinya beraneka ragam kemungkinan dan potensi yg hidup yang sedang berkembang. Pendidikan perlu mengarahkan tingkah laris dan perbuatan itu menuju ke taraf perkembangan yg dibutuhkan. 
2) Setiap murid mempunyai banyak sekali kebutuhan, meliputi kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial. 

Adanya berbagai temuan serta pendapat pada gilirannya menyebabkan pandangan anak (murid) berubah. Pengajaran yang efektif merupakan pedagogi yg menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Anak (murid) belajar sambil bekerja. Dengan bekerja mereka memperoleh pengetahuan, pemahaman, serta aspek-aspek tingkah laris lainnya, dan menyebarkan ketrampilan yg bermakna buat hidup di warga . 

b. Nilai kegiatan pada pengajaran
Penggunaan asas kegiatan besar nilainya bagi pengajaran para anak didik, lantaran :
1) Para murid mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri.
2) Berbuat sendiri akan berbagi seluruh aspek eksklusif murid secara integral.
3) Memupuk kerjasama yg harmonis pada kalangan murid.
4) Para siswa bekerja dari minat serta kemampuan sendiri.
5) memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar sebagai demokratis.
6) Mempererat interaksi sekolah serta warga , serta hubungan antara orang tua dengan pengajar.
7) Pengajaran diselenggarakan secara relistis serta konkret sehingga membuatkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindarkan verbalistis.
8) Pengajaran pada sekolah menjadi hidup sebagaimana kegiatan dalam kehidupan pada rakyat.

c. Penggunaan kegiatan pada pengajaran
Asas aktivitas dipakai dalam seluruh jenis metode pengajaran, baik metode dalam kelas maupun metode mengajar di luar kelas. Hanya saja penggunaanya dilaksanakan dalam bentuk yang berlain-lainan sesuai dengan tujuan yg hendak dicapai serta disesuaikan juga pada orientasi sekolah yang menggunakan jenis aktivitas itu.

4. Pengajaran Berbasis Lingkungan
a. Konsep lingkungan
Belajar pada hakikatnya merupakan suatu hubungan antara individu serta lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu dan sebaliknya individu memberikan respons terhadap lingkungan. Dalam proses hubungan ini dapat terjadi perubahan dalam diri individu berupa perubahan tingkah laku . Dapat juga terjadi, individu menyebabkan terjadinya perubahan pada lingkungan, baik yg positif atau bersifat negatif. Hal ini memberitahuakn, bahwa fungsi lingkungan adalah faktor yg krusial dalam proses belajar mengajar.

b. Pengertian lingkungan
Ada dua kata yg sangat erat kaitannya namun tidak sinkron secara gradual, merupakan “alam sekitar” serta “lingkungan”. Alam lebih kurang mencangkup segala hal yg terdapat pada lebih kurang kita, baik yang jauh maupun yang dekat letaknya, baik masa silam mupun yang akan tiba nir terikat pada dimensi waktu yang tepat. Lingkungan adalah sesuatu yg ada pada alam sekitar yang mempunyai makna serta atau impak tertentu kepada individu. 

Lingkungan (environment) sebagai dasar pedagogi merupakan faktor tradisional yg menghipnotis tingkah laku individu dan adalah faktor belajar yang penting. Lingkungan belajar atau pembelajaran atau pendidikan terdiri berdasarkan ini dia :
1. Lingkungan sosial merupakan lingkungan rakyat bagi kelompok akbar atau gerombolan mini .
2. Lingkungan personal mencakup individu-individu menjadi suatu langsung berpengaruh terhadap individu pribadi lainnya.
3. Lingkungan alam (fisik) meliputi semua asal daya alam yang dapat diberdayakan sebagai sumber belajar.
4. Lingkungan kultural mencangkup output budaya dan teknologi yang dapat dijadikan sumber belajar serta yang bisa sebagai faktor pendukung pengajaran.

Suatu lingkungan pendidikan atau pedagogi mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut :
1. Fungsi psikologis
Stimulus bersumber atau asal menurut lingkungan yang merupakan rangsangan terhadap individu sebagai akibatnya terjadi respons, yang memberitahuakn tingkah laris eksklusif.

2. Fungsi pedagogis
Lingkungan memberikan impak-efek yang bersifat mendidik, khususnya lingkungan yg sengaja disiapkan menjadi suatu lembaga pendidikan, contohnya keluarga, sekolah, forum pembinaan, forum-forum sosial.

3. Fungsi instruksional
Program instruksional merupakan lingkungan pengajaran atau pembelajaran yg didesain secara spesifik.
Suatu dimensi lingkungan yang sangat penting merupakan rakyat. Dalam kontens ini warga mencangkup unsur-unsur individu, kelompok, sumber-asal alami, asal budaya, sistem nilai serta kebiasaan, kondisi atau situasi dan masalah-masalah, serta berbagai kendala dalam warga , secara keseluruhan merupakan lingkungan rakyat.

5. Problem-basic Learning
a. Gambaran Umum
Dalam contoh pembelajaran Problem-basic Learning, belajar dan pembelajaran diorientasikan kepada pemecahan aneka macam kasus terutama yang terkait menggunakan aplikasi materi pembelajaran pada pada kehidupan konkret. Selama siswa melakukan aktivitas pemecahan masalah, guru berperan menjadi tutor yg akan membantu mereka mendefinisikan apa yg mereka tidak tahu serta apa yang mereka perlu ketahui buat tahu atau memecahkan kasus.

Pengembangan contoh ini antara lain didasari oleh:
1) Prinsip Enquiry Learning yang memandang belajar adalah upaya buat menemukan sendiri pengetahuan.
2) Teori-teori psikologi belajar dan pembelajaran modern yg menjelaskan bahwa pengetahuan akan lebih diingat dan dikemukakan balik secara lebih efektif jika belajar serta pembelajaran berdasarkan pada konteks manfaatnya pada masa depan.

b. Tahapan-Tahapan Pemecahan Masalah
Tahapan pemecahan kasus sangat bergantung pada kompleksitas masalahnya. Untuk kasus yg kompleks karena cakupan dan dimensasinya sangat luas, maka langkah-langkah pemecahan masalah dengan pendekatan akademik bisa dilakukan. Pertarunga yang sederhana menggunakan cakupan dan dimensi yg nisbi sempit serta praktis bisa dipecahkan dengan tahapan-tahapan yg sederhana dan praktis.

6. Cooperative Learning
a. Falsafah Cooperative Learning
Berbeda menggunakan contoh pembelajaran kompetisi serta contoh individual learning yg menitikberatkan proses serta pencapaian belajar dan pembelajaran dalam prestasi setinggi-tingginya yg siswa secara individual, model cooperative learning didasari oleh falsafah bahwa insan adalah makhluk sosial. Oleh karenanya, contoh pembelajaran ini nir mengenal kompetisi antar individu. Model ini pula nir menaruh kesempatan kepada murid buat belajar menggunakan kecepatan serta iramanya sendiri. Sebaliknya, contoh ini menekankan kerjasama atau gotong-royong sesama siswa pada memeriksa materi pembelajaran.

Ada dua kemungkinan kerjasama antar murid dalam kelompok belajar, yaitu :
1) Kooperatif merupakan kerjasama antara anak didik yang tidak sama tingkat kemampuannya.
2) Kolaboratif adalah kerjasama antara murid dengan kemampuan yg setingkat.

b. Unsur-Unsur Cooperative Learning
Ada 5 unsur yang sebagai ciri menurut Cooperative Learning yg membedakannya menggunakan model belajar serta pembelajaran yg lain yaitu :
1) Saling ketergantungan positif.
2) Tanggungjawab perseorangan.
3) Tatap muka.
4) Komunikasi antar anggota.
5) Evaluasi proses kelompok

7. Quantum Teaching
a. Pengertian
Dalam teknik belajar dan pembelajaran pengertian quantum bisa diartikan yaitu mendorong terjadinya interaksi antara anak didik menggunakan murid, siswa menggunakan pengajar, murid menggunakan fasilitas belajar lainnya secara terarah sinkron dengan ciri diri, potensi, serta kebutuhan individual siswa guna mengerahkan seluruh energinya buat mencapai kegemilangan dalam belajar.

b. Kerangka Perancangan Belajar
Ada enam unsur yang menjadi kerangka dasar pembelajaran dengan model Quantum Teaching :
a. Tumbuhkan : sertakan diri mereka (siswa), pikat mereka, puaskan AMBAK (Apa Manfaatnya Bagi Ku).
b. Alami : berikan mereka pengalaman belajar, tumbuhkan “kebutuhan buat mengetahui.”
c. Namai : berikan “data” tepat ketika minat anak didik memuncak.
d. Demonstrasikan: berikan kesempatan bagi siswa buat mengaitkan pengalaman dengan data baru, sehingga mereka menghayati serta menambatnya sebagai pengalaman pribadi.
e. Ulangi : rekatkan gambaran keseluruhannya melalui pengulangan.
f. Rayakan : Sesuatu yang pantas dipelajari tentu pantas buat dirayakan apabila berhasil dipelajari. Berikan penghargaan kepada kelas atas keberhasilan seluruh.

c. Prinsip Kecerdasan Jamak (Multiple Inteligence) serta Pembelajarannya
Salah satu prinsip yang dijadikan acum primer dalam kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan quantum learning merupakan prinsip kecerdasan jamak (Multiple Inteligence). Prinsip yg dikembangka sang Gardner ini memandang bahwa :
a. Semua manusia berbakat buat sebagai jenius apabila belajar dan pembelajarannya sesuai dengan minat, karakteristik belajar serta bakatnya.oleh karena itu pembelajaran yg menyeragamkan anak didik serta menyeragamkan metoda akan mematikan potensi kejeniusan anak didik tertentu karena tidak mengakomodir kekhasan minat, ciri belajar serta bakatnya.
b. Kejeniusan insan nir bisa diukur dalam bidang yang sama, karena mereka lahir membawa minat, karakteristik belajar serta bakatnya sendiri-sendiri.

TEORI BELAJAR MENURUT ISLAM

Teori Belajar Menurut Islam
1. Teori naratif dan Teori Preskriptif
Bruner mengemukakan bahwa teori pembelajaran merupakan preskriptif dan teori belajar adalah naratif, preskriptif lantaran tujuan primer teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yg optimal, serta deskriptif lantaran tujuan utama teori belajar merupakan memerika proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada interaksi di antara variabel-variabel yg memilih hasil belajar, atau sebagaimana seorang belajar. Teori pembelajaran menaruh perhatian dalam bagaimana seorang mensugesti orang lain supaya terjadi hal belajar atau upaya mengontrol variabel-variabel yg dispesifikasi pada teori belajar supaya bisa memudahkan belajar.

Teori belajar yg deskriptif menempatkan variabel syarat dan metode pembelajaran sebagai given, serta memerikan output pembelajaran menjadi variabel yang diamati atau syarat dan metode pembelajaran sebagai variabel bebas dan output pembelajaran sebagai variabel tergantung. Sedangkan teori pembelajaran yang preskriptif, kondisi dan output pembelajaran ditempatkan sebagai given serta metode yang optimal dtempatkan menjadi variabel yang diamati, atau metode pembelajaran sebagai variabel tergantung. Teori preskriptif merupakan goal oriented(buat mencapai tujuan), sedangkan teori naratif merupakan goal free(untuk memerikan output). Variabel yang diamati dalam pengembangan teori-teori pembelajaran yang preskriptif adalah metode yang optimal untuk mencapai tujuan, sedangkan dalam pengembangan teori-teori pembelajaran deskriptif variabel yang diamati merupakan hasil menjadi impak dari interasi antara metode dan syarat.

2. Teori Behaviouristik
Teori behaviouristik menyampaikan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku . Seseorang dianggap sudah belajar sesuatu bila dia sudah bisa menunjukkan perubahan tingkah laku . Pandangan behaviouristik mengakui pentingnya masuan atau input yg berupa stimulus serta keluaran atau hasil yang berupa respon. Sedangkan apa yg terjadi pada antara stimulus dan respon di anggap tidak penting diperhatikan karena nir sanggup diamati dan diukur. Yang sanggup diamati dan diukur hanyalah stimulus serta respons.

Penguatan (reinforcement) adaah faktor krusial dalam belajar. Penguatan merupakan apa saja yang bisa memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positif reinforcement) maka respon akan semakin bertenaga. Demikian pula bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) maka respon jua akan menguat. Tokoh-tokoh krusial teori behaviouristik antara lain Thorndike, Watson, Skiner, Hull serta Guthrie.

Aplikasi teori ini pada pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan menjadi aktifitas “mimetic” yg menuntut murid buat menyampaikan balik pengetahuan yg sudah dipelajari. Penyajian bahan ajar mengikuti urutan dari bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan penilaian menuntut suatu jawaban sahih. Jawaban yg benar menerangkan bahwa siswa telah merampungkan tugas belajarnya.

3. Teori Kognitif
Pengertian belajar menurut teori kognitif merupakan perubahan persepsi serta pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laris yg dapat diamati dan dapat diukur. Asumsi teori ini merupakan bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang sudah tertata pada bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar akan berjalan menggunakan baik jika bahan ajar atau fakta baru mengikuti keadaan menggunakan struktur kognitif yang sudah dimiliki seorang.

Dalam kegiatan pembelajaran, keterlibatan murid secara aktif amat dipentingkan. Untuk menarik minat serta meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengetahuan baru menggunakan steruktur kognitif yag sudah dimilii anak didik. Materi pelajaran disusun menggunakan menggunakan pola atau akal eksklusif, dari sederhan ke kompleks. Perbedaan individual pada diri anak didik perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mepengaruhi keberhasilan anak didik.

4. Teori Konstruktivistik
Usaha berbagi manusia serta masyarakat yg memiliki kepekaan, mandiri, bertanggungjawab, dapat mendidik dirinya sendiri sepanjang hayat, serta bisa berkolaborasi pada memecahkan kasus, dibutuhkan layanan pendidikan yang bisa melihat kaitan antara karakteristik-ciri insan tersebut, menggunakan praktek-praktek pendidikan serta pembelajaran buat mewujudkannya. Pandangan konstruktivistik yg mengemukakan bahwa belajar adalah bisnis anugerah makna sang siswa pada pengalamnnya melalui asimilasi serta akomodasi yg menuju dalam pembentukan struktur kognitifnya, memungkinkan menunjuk kepada tujuan tersebut. Oleh karena itu, pembelajaran diusahakan agar dapat menaruh kondisi terjadinya proses pembentukan tadi secara optimal dalam diri siswa. 

Proses belajar sebagai suatu bisnis pemberian makna oleh anak didik pada pengalamannya melalui proses asimilasi serta akomodasi, akan membentuk suatu kunstruksi pengetahuan yg menuju dalam kemutakhiran struktur kognitifnya. Pengajar-guru konstrutivistik yg mengakui dan menghargai dorongan dari manusia atau anak didik buat mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri, aktivitas pembelajaran yg dilakukannya akan diarahkan supaya terjadi aktifitas konstruksi pengetahuan oleh murid secara optimal.

5. Teori Humanistik
Menurut teori humanistik tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dipercaya berhasil bila murid telah memahami lingkungannya serta dirinya sendiri. Dengan kata lain, anak didik sudah sanggup mencapai ekspresi secara optimal. Teori humanistik cenderung bersifat eklektik, maksudnya teori ini bisa memanfaatkan teori apa saja dari tujuannya tercapai. 

Aplikasi teori humanistik pada aktivitas pembelajaran cenderung mendorong murid buat berfikir induktif. Teori ini pula amat mementingan faktor pengalaman serta keterlibatan murid secara aktif dalam belajar. 

6. Teori Sibernetik
Teori sibernetik menekankan bahwa belajar merupakan pemrosesan liputan. Teori ini lebih mementingkan system berita dari pesan atau materi yg dipelajari. Bagaimana proses belajar akan berlangsung sangat ditentukan oleh system informasi berdasarkan pesan tersebut. Oleh karena itu, teori sibernetik berasumsi bahwa tidak terdapat satu jenispun cara belajar yg ideal buat segala situasi. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh system liputan.

Proses pengolahan warta pada ingatan dimulai dari proses penyandian keterangan (encoding), diikuti menggunakan penyimpanan liputan (storage), dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali berita-warta yang sudah disimpan dalam ingatan (retrieval). Ingatan terdiri berdasarkan struktur kabar yg terorganisasi serta proses penulusuran berkecimpung secara hirakhis, menurut liputan yang paling generik serta inklusif ke berita yang paling generik dan rinci, hingga informasi yg diinginkan diperoleh.

Konsepsi landa dengan model pendekatannya yg disebut algoritmik serta heuristik mengatakan bahwa belajar algoritmik menuntut siswa buat berpikir sistematis, tahap demi termin, linear , menuju dalam sasaran tujuan eksklusif, sedangkan belajar heuristic menuntut anak didik buat berpikir devergan, menyebar ke beberapa sasaran tujuan sekaligus.

Aplikasi teori pengolahan berita pada pembelajaran antara lain dirumuskan pada teori Gagne serta Briggs yg mempreskripsikan adanya 1) kapabilitas belajar, 2) peristiwa pembelajaran serta 3) pengorganisasian atau urutan pembelajaran. 

7. Teori Revolusi-Sosiokultural
Pandangan yang dianggap lebih sanggup mengakomodasi tuntunan sosiocultural-revolution merupakan teori belajar yg dikembangkan oleh Vygotsky. Dikemukakan bahwa peningkatan fungsi-fungsi mental seorang terutama berasal berdasarkan kehidupan social atau kelompoknya, serta bukan sekedar berdasarkan individu itu sendiri. Teori Vygotsky sebenarnya lebih tepat diklaim pendekatan ko-konstruktivisme.

Konsep-konsep krusial dalam teorinya yaitu genetic low of development, zona of proxsimal development, serta mediasi, bisa menandakan bahwa jalan pikiran seorang harus dimengerti menurut latar social budaya serta sejarahnya. Perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang seturut dengan teori sociogenesis. Dimensi pencerahan social bersifat primer sedangkan dimensi individual bersifat sekunder.

Berdasarkan teori Vygotsky maka dalam aktivitas pembelajaran hendaknya anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan proxsimalnya atau potensinya melalui belajar serta berkembang. Guru perlu menyediakan aneka macam jenis dan tingkatan bantuan yang bisa memfasilitasi anak agar mereka dapat memecahkan perkara yang dihadapinya. Donasi dapat pada bentuk model, panduan, bimbingan orang lain atau sahabat yg lebih kompeten. Bentuk-bentuk pembelajarn kooperatif –kolaboratif dan belajar kontekstual sangat sempurna dipakai. Sedngkan anak yg sudah bisa otodidak perlu ditingkatkan tuntutannya, segingga tidak perlu menunggu anak yang berada di bawahnya menggunakan demikian diharapkan pemahaman yang tepat tentang karaktristik siswa dan budayanya menjadi pijakan dalam pembelajaran.

8. Teori Kecerdasan Ganda
Kecerdasan ganda yang dikemukakan sang Gardner yang lalu dikembangkan oleh para tokoh lain, terdiri dari kecerdasan mulut/bahasa, kecerdasan akal/matematik, keserdasan visual/ruang, kecerdasan tubuh/gerak tubuh, kecerdasan musical/ritmik, keceedasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan naturalis, kecerdasan spiritual, serta kecerdasan eksistensial, perlu dilatihkan dalam rangka mengembangkan keterampilan hayati. Semua kecerdasan ini sebagai satu kesatuan yg utuh dan terpadu. Komposisi keterpaduannya bhineka dalam masing-masing orang dan dalam masing-masing budaya, tetapi secara holistik semua kecerdasan tadi dapat diubah dan ditingkatkan. Kecerdasan yang paling menonjol akan mengontrol kecerdasan-kecerdasan lainnya dalam memecahkan kasus.

Para pakar kecerdasan sebelum Gardner cenderung memberikan tekanan terhadap kecerdasan hanya terbatas dalam aspek kognitif, sehingga insan sudah tereduksi sebagai sekedar komponen kognitif. Gardner melakukan hal yang berbeda, dia memandang insan tidak hanya sekedar komponen kognitif, tetapi suatu holistik. Melalui teori kecerdasan ganda beliau berusaha menghindari adanya penghakiman terhadap manusia berdasarkan sudut pandang kecerdasan (inteligensi). Tidak ada manusia yg sangat cerdas dan nir cerdas buat semua aspek yg ada pada dirinya. Yg ada merupakan terdapat insan yg memiliki kecerdasan tinggi pada galat satu kecerdasan yg dimilikinya. Mungkin seorang memiliki kecerdasan tinggi buat kecerdasan logika-matematika namun tidak buat kecerdasan music atau kecerdasan bidy-kinestetik.

Srategi pembelajaran kecerdasan ganda bertujuan agar seluruh potensi anak bisa berkembang. Taktik dasar pembelajarannya dimulai menggunakan (1) membangunkan/memicu kecerdasan, (dua) memperkuat kecerdasan, (3) mengajarkan menggunakan /buat kecerdasan, dan (4) mentransfer kecerdasan.

9. Teori Pembelajaran Menurut Islam
Kemampuan buat belajar adalah sebuah karunia Allah yg bisa membedakan insan dangan makhluk yg lain. Allah menghadiahkan logika pada insan buat sanggup belajar dan sebagai pemimpin di dunia ini. Pendapat yang mengungkapkan bahwa belajar menjadi aktifitas yang nir bisa menurut kehidupan insan, ternyata bukan berasal dari hasil renungan insan semata. Ajaran kepercayaan menjadi pedoman hidup manusia jua menganjurkan insan buat selalu malakukan aktivitas belajar. Dalam AlQur’an, kata al-ilm serta turunannya berulang sebanyak 780 kali. Seperti yang termaktub pada wahyu yg pertama turun kepada baginda Rasulullah SAW yakni Al-‘Alaq ayat 1-lima. Ayat ini menjadi bukti bahwa Al-Qur’an memandang bahwa kegiatan belajar merupakan sesuatu yang sangat krusial dalam kehidupan insan. Kegiatan belajar dapat berupa mengungkapkan, menelaah,mencari, dan menelaah, dan meniliti. Selain Al-Qur’an, Al Hadist pula banyak memberitahuakn mengenai pentingnya menuntut ilmu. 

Proses belajar-mengajar hendaknya mampu membuat ilmu yg berupa kemampuan dalam 3 ranah yg menjadi tujuan pendidikan/ pembelajaran, baik ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Selain itu, belajar adalah proses buat mendapat ilmu, hendaknya diniati untuk beribadah. Artinya, belajar sebagai manifestasi perwujudan rasa syukur manusia menjadi seseorang hamba pada Allah SWT yang telah mengaruniakan nalar. Lebih berdasarkan itu, output menurut proses belajar-mengajar yang berupa ilmu (kemampuan dalam tiga ranah tadi), hendaknya bisa diamalkan serta dimanfaatkan sebaik mungkin buat kemaslahatan diri serta manusia. Buah ilmu merupakan amal. Pengamalan dan pemanfaatan ilmu hendaknya pada koridor keridhaan Allah, yakni buat berbagi serta melestarikan agama Islam dan menghilangkan kebodohan, baik pada dirinya juga orang lain. Inilah butir dari ilmu yg dari al-Zarnuji akan bisa menghantarkan kebahagiaan hayati pada global juga akhirat kelak.

Para guru wajib memiliki perangai yang terpuji. Pengajar disyaratkan memiliki sifat wara’ (meninggalkan hal-hal yang terlarang), mempunyai kompetensi (kemampuan) dibanding muridnya, dan berumur (lebih tua usianya) serta mempunyai “kedewasaan” (baik ilmu maupun umur).

BENTUK-BENTUK IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN
Pengajaran yang efektif berlangsung dalam suatu proses brkesinambungan, terarah berdasarkan perecanaan yg matang. Proses pengajaran itu dilandasi oleh prinsip-prinsip yg mendasar yang akan menentuekan apakah pedagogi berlangsung secara lumrah dan berhasil.

1. Pengajaran berbasis motivasi (Motivation based teaching)
Motivasi merupakan perubahan tenaga (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan serta reaksi buat mencapai tujuan. Ada 3 unsur dalam motivasi yang saling berkaitan yaitu : 
1. Motivasi dimulai berdasarkan adanya perubahan tenaga dalam langsung.
2. Motivasi ditandai menggunakan timbulnya perasaan affective arousal
3. Motivasi ditandai menggunakan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan.

Motivasi memiliki 2 komponen, yakni komponen dalam (inner component), serta komponen luar (outer component). Motivasi bisa dibagi jadi 2 jenis : 
1. Motivasi intrinsik 
2. Motivasi ekstrinsik

Motivasi memiliki prinsip-prinsip, diantaranya:
Kenneth H. Hover, mengemukakan prinsip-prinsip motivasi sebagai berikut.
1. Pujian lebih efektif dari dalam sanksi.
2. Semua siswa memiliki kebutuhan-kebutuhan psikologis (yg bersifat dasar) tertentu yang wajib mendapat kepuasan.
3. Motivasi yg dari berdasarkan dalam individu lebih efektif dari pada motivasi yang dipaksakan menurut luar.
4. Terhadap jawaban (perbuatan) yang serasi (sinkron dengan impian) perlu dilakukan usaha pemantauan.
5. Motivasi itu mudah menjalar atau beredar terhadap orang lain.
6. Pemahaman yang jelas terhadap tujuan-tujuan akan merangsang motivasi.
7. Tugas-tugas yg dibebankan oleh diri sendiri akan menimbulkan minat yang lebih akbar buat mengerjakannya daripada jika tugas-tugas itu dipaksakan oleh pengajar.
8. Pujian-pujian yg datangnya berdasarkan luar kadang-kadang diperlukan serta cukup efektif buat merangsang minat yg sebenarnya.
9. Teknik dan proses mengajar yang beragam merupakan efektif buat memelihara minat siswa.
10. Manfaat minat yang telah dimiliki sang murid merupakan bersifat hemat.
11. Kegiatan-aktivitas yang akan dapat merangsang minat murud-siswa yg kurang mungkin tidak ada merupakan (kurang berharga) bagi para anak didik yang tergolong pintar.
12. Kecemasan yang besar akan menimbulkan kesulitan belajar.
13. Kecemasan dan frustasi yg lemah dapat membantu belajar, dapat juga lebih baik.
14. Apabila tugas nir terlalu besar dan jika tidak terdapat maka putus harapan secara cepat menuju kedemoralisasi.
15. Tiap siswa memiliki taraf-tingkat putus harapan toleransi yang berlainan.
16. Tekanan gerombolan siswa (pergrup) kebanyakan lebih efektif dalam motivasi daripada tekanan/paksaan menurut orang dewasa.
17. Motivasi yang akbar erat hubungannya dengan kreatifitas anak didik. 

2. Pengajaran berbasis disparitas individual
a. Pengertian perbedaan individual
Individual adalah suatu kesatuan yg masing-masing memiliki ciri khasnya, dan karenanya nir terdapat 2 individu yg sama, satu menggunakan yg lainnya tidak sinkron. Setiap individu tidak selaras dengan individu lainnya dalam aspek mental, seperti: taraf kecerdasan, abilitas, minat, ingatan, emosi, kemauan, serta sebagainya. Selain tiu, nir ada 2 individu yg sama dalam aspek jasmaniah, misalnya bentuk, berukuran, kekuatan, dan daya tahan tubuh. Perbedaan-perbedaan itu masing-masing mempunyai laba serta kelemahan.

Ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya disparitas individual, yakni faktor warisan, keturunan, serta faktor efek lingkungan. Antara ke 2 faktor itu terjadi konveregensi. Mungkin dalam satu individu faktor pengaruh keturunan lebih lebih banyak didominasi, sedangkan dalam individu lainnya efek faktor linhkungan yg lebih dominan. Perbedaan individual bisa dikembalikan dalam interaksi antara 2 faktor tersebut berdasarkan perkiraan, bahwa setiap pertumbuhan dan perkembangan tentu ditimbulkan sang kedua faktor tadi.

b. Jenis Perbedaan individual
1) Kecerdasan (intelegence)
2) Bakat(attitude)
3) Keadaan jasmaniah (physical Fitness)
4) Penyesuaian sosial serta emosional ( social and emotional adjuustman)
5) Latar belakang famili (home backround)
6) Hasil belajar (Academic Achievement)
7) Para murid yang menghadapi kesulitan-kesulitan pada handicap jasmani, kesulitan berbicara, kesulitan menyesuaikan social
8) Siswa yang cerdas serta lamban belajar

c. Cara melayani perbedaan individual
1) Akselerasi dan program terbatas
a) Akselerasi: menaruh kesempatan kepada siswa yg bersangkutan untuk naik ke strata kelas yang berikutnya lebih cepat (double promotion) satu atau dua kali sekaligus.
b) Program tambahan: pada anak didik diberikan tugas-tugas tambahan di dalam setiap strata kelas.

2) Pengajaran individual
3) Pengajaran unit
Siswa dibagi dalam beberapa kelompok kecil. Tiap individu mendapat tugas sesuai minat serta kemampuannya. Siswa yg lamban akan menentukan tugas dan bahan yg lebih mudah, sedangkan siswa yg cerdas akan memilih tugas yang lebih sulit. Kelompok-kelompok tadi saling bertukar pengalaman, dan hasil kerja perorangan pada akhirnya sebagai output kerja grup.

4) Kelas spesifik bagi siswa yang cerdas
5) Kelas remedi bagi para murid yang lamban
6) Pengelompokkan dari abilitas
Berdasarkan abilitas siswa, kelas dibagi sebagai 3 kelompok, yakni: grup kurang, kelompok sedang, serta gerombolan pandai . Pembagian kelompok dilakukan setelah pengajar melakukan penelitian yang akurat terhadap kelas. Berdasarkan kelompok-grup abilitas tadi, guru berkesempatan untuk menyesuaikan serta mendiferensiasi bahan pelajaran serta metode mengajar sinkron individu.

7) Pengelompokkan informal (kelompok kecil dalam kelas)
Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok (2-8 siswa). Tiap kelompok terdiri berdasarkan individu-individu yg tidak sama sinkron menggunakan minat serta abilitasnya masing-masing. Guru bertindak menjadi konsultan yang berkiprah dari satu gerombolan ke grup lainnya.

8) Supervise periode individualisasi
Metode ini adalah suatu periode dimana para siswa masing-masing mendapatkan kesempatan membaca buku-kitab yg tidak sama atau mengerjakan hal-hal lain dalam mata pelajaran tertentu sesuai menggunakan kebutuhan individu, dengan bimbingan atau supervise sang pengajar.
9) Memperkaya dan memperluas kurikulum
10) Pelajaran pilihan (Elective Subjects)
Kurikulum perlu menyediaan pula sejumlah mata pelajaran pilihan disamping pendidikan umum. Pelajaran pilihan ini biasanya bertujuan buat membangun keterampilan.
11) Diferensiasi anugerah tugas dan pemberian tugas yg fleksibel
12) Sistem Tutorial (tutoring system)
Sistem tutor merupakan suatu system dalam memberikan bimbingan pada murid-murid yang mengalami kesulitan eksklusif. Dalam hal ini pengajar dianggap menjadi tutor.

13) Bimbingan Individual
Bimbingan individual sangat diharapkan bagi murid yang lamban dan bagi siswa yang mengalami kegagalan pada belajar.

14) Modifikasi Metode-Metode Mengajar
Guru dapat menggunakan metode mengajar berganti-ganti buat para anak didik yg lamban dan para siswa yg cerdas.

3. Pengajaran Berbasis Aktivitas
a. Konsep aktivitas belajar
Pendidikan tradisional dengan “Sekolah Dengar”-nya nir mengenal, bahkan sama sekali tidak memakai asas aktivitas pada proses belajar mengajar. Para murid hanya mendengarkan hal-hal yang dipompakan oleh pengajar. Kegiatan berdikari dianggap tidak tidak ada maknanya, karena pengajar adalah orang yg serba memahami dan menentukan segala hal yang dipercaya krusial bagi anak didik. Guru relatif mempelajari materi berdasarkan kitab lalu disampaikan kepada siswa. Siswa hanya bertugas menerima dan menelan, mereka diam serta bersikap pasif atau nir aktif.

Adanya temuan-temuan baru dalam psikologi perkembangan serta psikologi belajar yg mengakibatkan pandangan tersebut berubah. Berdasarkan output penelitian para ahli pendidikan itu :
1) Siswa merupakan suatu organisme yang hayati, di dalam dirinya beraneka ragam kemungkinan serta potensi yang hayati yg sedang berkembang. Pendidikan perlu mengarahkan tingkah laku dan perbuatan itu menuju ke taraf perkembangan yg dibutuhkan. 
2) Setiap murid mempunyai banyak sekali kebutuhan, mencakup kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial. 

Adanya banyak sekali temuan serta pendapat dalam gilirannya mengakibatkan pandangan anak (anak didik) berubah. Pengajaran yang efektif adalah pedagogi yang menyediakan kesempatan otodidak atau melakukan aktivitas sendiri. Anak (siswa) belajar sambil bekerja. Dengan bekerja mereka memperoleh pengetahuan, pemahaman, serta aspek-aspek tingkah laris lainnya, dan berbagi ketrampilan yang bermakna untuk hayati pada warga . 

b. Nilai aktivitas dalam pengajaran
Penggunaan asas kegiatan akbar nilainya bagi pedagogi para murid, karena :
1) Para murid mencari pengalaman sendiri serta langsung mengalami sendiri.
2) Berbuat sendiri akan berbagi seluruh aspek pribadi anak didik secara integral.
3) Memupuk kerjasama yg serasi pada kalangan siswa.
4) Para murid bekerja berdasarkan minat dan kemampuan sendiri.
5) memupuk disiplin kelas secara lumrah dan suasana belajar sebagai demokratis.
6) Mempererat interaksi sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara orang tua dengan guru.
7) Pengajaran diselenggarakan secara relistis dan nyata sebagai akibatnya membuatkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindarkan verbalistis.
8) Pengajaran pada sekolah menjadi hayati sebagaimana kegiatan dalam kehidupan di warga .

c. Penggunaan kegiatan pada pengajaran
Asas aktivitas dipakai pada semua jenis metode pengajaran, baik metode dalam kelas juga metode mengajar di luar kelas. Hanya saja penggunaanya dilaksanakan dalam bentuk yg berlain-lainan sinkron menggunakan tujuan yg hendak dicapai dan diubahsuaikan juga pada orientasi sekolah yang memakai jenis aktivitas itu.

4. Pengajaran Berbasis Lingkungan
a. Konsep lingkungan
Belajar dalam hakikatnya adalah suatu hubungan antara individu dan lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu dan kebalikannya individu memberikan respons terhadap lingkungan. Dalam proses interaksi ini dapat terjadi perubahan pada diri individu berupa perubahan tingkah laris. Dapat pula terjadi, individu menyebabkan terjadinya perubahan dalam lingkungan, baik yg positif atau bersifat negatif. Hal ini menerangkan, bahwa fungsi lingkungan merupakan faktor yg penting pada proses belajar mengajar.

b. Pengertian lingkungan
Ada dua istilah yg sangat erat kaitannya tetapi tidak selaras secara gradual, ialah “alam sekitar” dan “lingkungan”. Alam sekitar mencangkup segala hal yang ada pada lebih kurang kita, baik yang jauh maupun yang dekat letaknya, baik masa silam mupun yg akan tiba nir terikat dalam dimensi ketika yang sempurna. Lingkungan merupakan sesuatu yg ada pada alam sekitar yang memiliki makna serta atau pengaruh tertentu pada individu. 

Lingkungan (environment) menjadi dasar pengajaran adalah faktor tradisional yang menghipnotis tingkah laku individu serta merupakan faktor belajar yg krusial. Lingkungan belajar atau pembelajaran atau pendidikan terdiri dari ini dia :
1. Lingkungan sosial merupakan lingkungan masyarakat bagi kelompok akbar atau kelompok mini .
2. Lingkungan personal meliputi individu-individu sebagai suatu pribadi berpengaruh terhadap individu eksklusif lainnya.
3. Lingkungan alam (fisik) meliputi semua asal daya alam yang dapat diberdayakan menjadi asal belajar.
4. Lingkungan kultural mencangkup hasil budaya dan teknologi yang bisa dijadikan asal belajar dan yg bisa menjadi faktor pendukung pedagogi.

Suatu lingkungan pendidikan atau pedagogi memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut :
1. Fungsi psikologis
Stimulus bersumber atau dari menurut lingkungan yg adalah rangsangan terhadap individu sehingga terjadi respons, yang menampakan tingkah laris tertentu.

2. Fungsi pedagogis
Lingkungan menaruh efek-impak yang bersifat mendidik, khususnya lingkungan yg sengaja disiapkan sebagai suatu forum pendidikan, misalnya keluarga, sekolah, lembaga pelatihan, lembaga-forum sosial.

3. Fungsi instruksional
Program instruksional adalah lingkungan pengajaran atau pembelajaran yg dibuat secara khusus.
Suatu dimensi lingkungan yang sangat penting adalah warga . Dalam kontens ini masyarakat mencangkup unsur-unsur individu, kelompok, sumber-sumber alami, sumber budaya, sistem nilai dan kebiasaan, syarat atau situasi serta perkara-masalah, serta banyak sekali hambatan dalam warga , secara keseluruhan adalah lingkungan warga .

5. Problem-basic Learning
a. Gambaran Umum
Dalam model pembelajaran Problem-basic Learning, belajar dan pembelajaran diorientasikan kepada pemecahan aneka macam kasus terutama yg terkait menggunakan aplikasi materi pembelajaran pada dalam kehidupan nyata. Selama anak didik melakukan aktivitas pemecahan perkara, guru berperan sebagai tutor yg akan membantu mereka mendefinisikan apa yg mereka tidak memahami dan apa yang mereka perlu ketahui buat memahami atau memecahkan kasus.

Pengembangan model ini antara lain didasari sang:
1) Prinsip Enquiry Learning yang memandang belajar adalah upaya buat menemukan sendiri pengetahuan.
2) Teori-teori psikologi belajar serta pembelajaran modern yang menjelaskan bahwa pengetahuan akan lebih diingat dan dikemukakan pulang secara lebih efektif jika belajar dan pembelajaran berdasarkan dalam konteks keuntungannya pada masa depan.

b. Tahapan-Tahapan Pemecahan Masalah
Tahapan pemecahan perkara sangat bergantung pada kompleksitas masalahnya. Untuk perkara yang kompleks karena cakupan dan dimensasinya sangat luas, maka langkah-langkah pemecahan masalah menggunakan pendekatan akademik bisa dilakukan. Perseteruan yg sederhana dengan cakupan dan dimensi yg relatif sempit dan praktis bisa dipecahkan menggunakan tahapan-tahapan yg sederhana dan simpel.

6. Cooperative Learning
a. Falsafah Cooperative Learning
Berbeda menggunakan model pembelajaran kompetisi dan model individual learning yang menitikberatkan proses serta pencapaian belajar dan pembelajaran pada prestasi dengan tinggi-tingginya yang murid secara individual, contoh cooperative learning didasari oleh falsafah bahwa manusia adalah makhluk sosial. Oleh karenanya, model pembelajaran ini tidak mengenal kompetisi antar individu. Model ini pula tidak memberikan kesempatan pada siswa buat belajar dengan kecepatan dan iramanya sendiri. Sebaliknya, contoh ini menekankan kerjasama atau gotong-royong sesama anak didik dalam menilik materi pembelajaran.

Ada 2 kemungkinan kerjasama antar anak didik pada gerombolan belajar, yaitu :
1) Kooperatif merupakan kerjasama antara siswa yang tidak selaras taraf kemampuannya.
2) Kolaboratif merupakan kerjasama antara anak didik dengan kemampuan yg setingkat.

b. Unsur-Unsur Cooperative Learning
Ada 5 unsur yang menjadi karakteristik menurut Cooperative Learning yang membedakannya menggunakan contoh belajar serta pembelajaran yang lain yaitu :
1) Saling ketergantungan positif.
2) Tanggungjawab perseorangan.
3) Tatap muka.
4) Komunikasi antar anggota.
5) Evaluasi proses kelompok

7. Quantum Teaching
a. Pengertian
Dalam teknik belajar serta pembelajaran pengertian quantum bisa diartikan yaitu mendorong terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa, anak didik menggunakan pengajar, anak didik menggunakan fasilitas belajar lainnya secara terarah sesuai dengan ciri diri, potensi, dan kebutuhan individual siswa guna mengerahkan seluruh energinya buat mencapai kegemilangan dalam belajar.

b. Kerangka Perancangan Belajar
Ada enam unsur yang menjadi kerangka dasar pembelajaran menggunakan contoh Quantum Teaching :
a. Tumbuhkan : sertakan diri mereka (anak didik), pikat mereka, puaskan AMBAK (Apa Manfaatnya Bagi Ku).
b. Alami : berikan mereka pengalaman belajar, tumbuhkan “kebutuhan buat mengetahui.”
c. Namai : berikan “data” tepat ketika minat anak didik memuncak.
d. Demonstrasikan: berikan kesempatan bagi murid buat mengaitkan pengalaman dengan data baru, sebagai akibatnya mereka menghayati dan menambatnya sebagai pengalaman pribadi.
e. Ulangi : rekatkan gambaran keseluruhannya melalui pengulangan.
f. Rayakan : Sesuatu yg pantas dipelajari tentu pantas buat dirayakan jika berhasil dipelajari. Berikan penghargaan pada kelas atas keberhasilan seluruh.

c. Prinsip Kecerdasan Jamak (Multiple Inteligence) serta Pembelajarannya
Salah satu prinsip yang dijadikan acum primer pada kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan quantum learning adalah prinsip kecerdasan jamak (Multiple Inteligence). Prinsip yg dikembangka sang Gardner ini memandang bahwa :
a. Semua insan berbakat buat sebagai jenius jika belajar serta pembelajarannya sinkron dengan minat, karakteristik belajar serta bakatnya.oleh sebab itu pembelajaran yang menyeragamkan siswa dan menyeragamkan metoda akan mematikan potensi kejeniusan anak didik eksklusif lantaran nir mengakomodir kekhasan minat, ciri belajar dan bakatnya.
b. Kejeniusan manusia nir bisa diukur pada bidang yang sama, lantaran mereka lahir membawa minat, karakteristik belajar dan bakatnya sendiri-sendiri.

ISLAM DAN TANTANGAN MODERNITAS STUDI ATAS PEMIKIRAN HUKUM FAZLUR RAHMAN

Islam Dan Tantangan Modernitas, Studi Atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman
Hukum Islam disamping sarat akan muatan sosiologis tak bisa dipungkiri mempunyai jua dimensi teologis serta inilah yg membedakan hukum Islam menggunakan hukum dalam terminologi ilmu aturan terbaru, akan tetapi penempatan cara pandang yang keliru terhadap dimensi teologis yg dikandungnya sanggup menyebabkan anggapan bahwa hkum Islam adalah anggaran yang sakral, bahkan dalam keadaan tertentu orang akan merasa takut buat melakukan revaluasi terhadap anggaran-aturan hkum Islam yang terdapat, karena secara psikologis sudah terbebani sang nilai-nilai kesakralan tadi, buat itu perlu kajian yang sanggup mengantarkan pada cara pandang yang benar tentang aspek teologis pada hkum Islam ini. Dalam Perjalanan sejarahnya yg awal, hukum Islam adalah suatu kekuatan yg bergerak maju serta kreatif. Hal ini dapat dipandang menurut keluarnya sejumlah mazhab aturan yang mempunyai corak sendiri-sendiri sesuai dengan latar belakang sosiokultural dan politik dimana mazhab hukum itu tumbuh dan berkembang.

Dalam kerangka berpikir usul fiqh klasik terdapat lima prinsip yg memungkinkan Hukum Islam sanggup berkembang mengikuti masa: 1) Prinsip Ijma’; 2) Prinsip Qiyas; 3) Prinsip Maslahah Mursalah; 4) Prinsip memelihara Urf’; serta 5) berubahnya aturan dengan berubahnya masa. Kelima prinsip ini menggunakan kentara memberitahuakn betapa pleksibelnya aturan Islam. [1]

Dengan Berlalunya saat, perkembangan Hukum Islam yang dinamis dan kreatif dalam masa awal lalu bermetamorfosis kedalam bentuk mazhab-mazhab atas inisiatif beberapa pakar aturan populer, tetapi menggunakan terjadinya kristalisasi mazhab-mazhab tadi, hak untuk berijtihad mulai dibatasi serta pada gilirannya dinyatakan tertutup.[2] 

Selanjutnya dalam makalah ini dibahas mengenai hukum Islam pada masa kemunduran atau dikenal menggunakan kata masa ‘ahdul jumuud wa al-wuquuf yakni periode kebekuan dan statis yan berlangsung mulai pertengahan abad keempat hijrah (350 H)

A. Situasi Umum Dunia Islam
Harun Nasution, menjelaskan bahwa Dunia Islam terbagi kepada 2 bagian, yaitu Arab yg terdiri atas Arabia, Irak, Suriah, Palestina, Mesir dan Afrika Utara dengan Mesir menjadi pusatnya serta bagian Persia yang terdiri atas Balkan, Asia Kecil, Persia dan Asia Tengah dengan Iran sebagai pusatnya. Pada saat ini kebudayaan Persia merogoh bentuk Internasional dan mendesak kebudayaan lapangan kebudayaan Arab. Pendapat bahwa pintu ijtihad tertutup semakin meluas dikalangan umat Islam. [3]

Ketika ajaran tarekat semakin merajalela menggunakan efek negatifnya. Perhatian pada ilmu pengetahuan sangat kurang sekali. Umat Islam di Sepanyol--yg tadinya merupakan satu kekuatan tersendiri--dipaksa masuk Kristen dan atau keluar dari darah itu. Di samping itu, kondisi dunia Islam semakin mengalami kemunduran, meskipun dalam masa ini-- tahun 1500 – 1700--keluarnya 3 kerajaan besar Islam menggunakan kemanjuannya masing-masing yaitu Kerajaan Usmani pada Turki, Kerajaan Safawi pada Persia serta kerajaan Mughal pada India.

Bersamaan menggunakan kenyataan ini penetrasi bangsa Barat menggunakan kekuatannya semakin meningkat dan meluas ke dunai Islam. Pada tahun 1798 M, Mesir sebagai sentra Islam terpenting berada pada bawah kekuasaan Napoleon Bonaparte, seorang jenderal Perancis yang memimpin pasukuannya menaklukan Mesir. Demikian pula, Inggeris telah mulai menanamkan kekuasaannya pada India.[4] Sampai pada tingkat ini, umat Islam mengalami kemunduran yg paling tidak baik dalam sejarah perjalanannya. Paham keagamaan terpecah belah pada beberapa mazhab dimana antara satu menggunakan yang lainnya saling mengklaim merekalah yg benar serta saling menyalahkan. Demikian pula kekuatan politik umat Islam semakin melemah serta perhatian terhadap pengembangan ilmu pengetahuan telah jauh menurun. Akibatnya warga menjadi jumud serta statis yg hanya menyerah pada nasib.

Di Turki Asia berdiri sebuah kerajaan akbar yaitu kerajaan Bani Saljuk serta pada akhirnya kerajaan ilmiah yang menghancurkan negeri Islam lainnya. Pada waktu ini juga keluarnya pemberontakan yang asal menurut keturunan Bani Hasim, dan kelompok ini dinamakan partai Alawiyah. Dengan keluarnya kekerasan dan peperangan terus menerus membawa akibat yang jelek bagi umat Islam, mereka menjadi lemah buat berbuat. Rasa putus harapan ada menyelimuti akibatnya kemunduran serta keterbelakanganlah karena dalam masa itu para ulama tidak lagi menyelidiki buku-kitab tertentu yang dibutuhkan lain halnya dengan ulama-ulama terdahulu, mereka pulang kenegara-negara besar sehingga terwujud dan terjalin hubungan yanng serasi antara ulama dan pemerintahannya.[5]

Siapapun yang mengamati insiden dan sejarah Islam dalam periode ini tentu melihat bahwa yang mengakibatkan para fuqaha’ memilih jalan taqlid adalah pergolakan yang menyebabkan para fuqaha’ memilih jalan taqlid merupakan pergolakan politik yg menyebabkan negara Islam terpecah sebagai beberapa negara kecil. Dimana setiap negri mempunyai penguasaan sendiri yg diberi gelar Amirul Mukmin. Dari sini mampu dilihat lemahnya negara Islam waktu telah terkena penyakit perpecahan mengganmtikan posisi persaudaraan dan keamanan, negara yg besar terbagi beberapa negara yang kecil. Di timur ada negara Sasai menggunakan Ibukota Bukhara, dan di Anfuleusia terdapat negara Letak yang didirikan sang Abdurahman An-Nashir, demikian juga negara Fatimiyah yg terdapat di utara Afrika.

Pada masa kemunduan ini jua dianggap periode epilog ijtihad atau periode tadwin (pembekuan), mula-mula pada bidanag kebudayaan Islam, kemudian berhentilah perkembangan aturan Islam fiqih-fiqih Islam. Pada umumnya ulama dalam masa ini sudah lemah kemauannya buat mencapai taraf mujtahid sebagaimana yang dilakukan pendahulu mereka. 

A. Sebab-sebab kemunduran Pemikiran Hukum Islam
Dilihat dari segi sejarah pemikiran hukum Islam serta gerakan ijtihad, maka masa ini merupakan masa yg dilihat menjadi situasi yg nir menguntungkan bagi umat Islam. Dikatakan demikian, lantaran dalam masa ini kegiatan ijtihad telah mulai menurun dan mengendur, serta bahkan tidak aktif. Kemunduran gerakan ijtihad pada masa ini lebih disebabkan sang 3 faktor krusial. 

a. Lahirnya Mazhab-mazhab fiqh, dimana dalam awalnya memang menampakan semaraknya gerakan ijtihad,[6] tetapi pada akhirnya menyebabkan suasana atau citra yang nir aman, sehingga terjadi perbedaan-disparitas antar mazhab yang cenderung kontra produktif. Tidak jarang terjadi pertentangan antar mazhab, yang kadang-kadang membawa dampak negative pada masyarakat (pengikut mazhab). Masyarakat terkotak-kotak ke pada banyak sekali mazhab serta masing-masing mengkalaim mazhab merekalah yg sahih dan menyalahkan yang lainnya. 

b. Menurunnya semangat ijtihad dan kuatnya efek ajaran mazhab, sehingga para ulama tidak mau dan nir sanggup melampaui ketentuan-ketentuan yang sudah digariskan sang mazhab yg mereka anut. Parahnya lagi, pada kalangan pengikut mazhab ada sikap ta’asub mazhab dan taqlid. Akibatnya, para ualam yang ada disetiap mazhab menjadi nir kreatif serta mandul. Suasana seperti inilah yg mengakibatkan mundurnya gerakan ijtihad dan pemikiran dalam Islam. Pada ketika ini, kalaupun ada ijtihad yang dilakukan sang ulama, namun tidak lebih dari sekedar mensyarah pemikiran-pemikiran imam-imam mazhab mereka dan mengintrodusir ajaran mazhab kepada masyarakat. Kemandirian ulama buat melakukan ijtihad sebagai hilang, mereka hanya mengikuti apa yang ada dalam mazhab mereka. Disamping itu, di kalangan mazhab sendiri sudah membuat berbagai macam persyaratan buat dijadikan acuan dalam melakukan ijtihad. Persyaratan-persyaratan ijtihad itu, dalam umumnya ditetapkan sangat ketat, sebagai akibatnya pada operasionalnya nir mudah buat dilakukan. Ketatnya persyaratan ijtihad ini, semula tujuannya merupakan supaya nir ada orang-orang yg nir mempunyai otoritas pada melakukan ijtihad dan menganggap mudah ijtihad itu. Diakui bahwa saat ini, memang terdapat semacam kecenderungan berdasarkan sebagian orang yg menggampangkan problem ijtihad ini, dan dapat dilakukan oleh semua orang. Melihat kesamaan ini, ulama-ulama mazhab merasa risi bila ijtihad dilakukan sang orang-orang jahil yang tidak mempunyai persyaratan, maka akan menyebabkan malapetaka bagi umat Islam, sehingga akhirnya pintu ijtihad ditutup.

c. Disintegrasi serta penguasaan bangsa asing faktor yang paling parah yang mengakibatkan kemunduran umat Islam artinya terjadinya disintegrasi dan perpecahan umat Islam. Seperti dijelaskan oleh Harun Nasution,[7] bahwa pada fase ini keutuhan umat Islam dibidang politik mulai pecah, kekuasaan khalifah mulai menurun dan bahkan khilafah sebagai symbol serta lambing kesatuan Politik umat Islam sebagai hilang. Di zaman ini desentralisasi serta disintegrasi semakin meningkat. Perbedaan antara Sunni serta Syi’ah dan demikian pula antara Arab serta Persia bertambah nyata kelihatan. 

B. Tokoh-tokoh dan ajaran Hukum Islam masa kemunduran
Pada masa kemunduran pemikiran aturan Islam ada tokoh-tokoh penting yang hayati dalam zamannya dan mewarnai kegiatan pemikiran aturan Islam dengan dengan keluarnya teori maqashid al-Syari’ah. Maqasid syari’ah berarti tujuan Allah dan Rasulnya dalam merumuskan aturan-hukum Islam. Tujuan ini dapat ditelusuri dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan sunah Rosulullah sebagai alasan logis bagi rumusan, suatu aturan yg berorientasi pada kemaslahatan umat insan.

Kegiatan penelitian tujuan aturan (maqashid al-Syari’ah) telah dilakukan oleh para pakar ushul fikih terdahulu. Al-Juwaini dapat dikatakan sebagai ahli ushul fikih pertama yang menekankan pentingnya memahami maqashid aI-Syari’ah dalam menetapkah aturan. Ia secara tegas menyatakan bahwa seorang nir dikatakan mampu menetapkan aturan pada Islam, sebelum beliau bisa memahami sahih tujuan Allah memutuskan perintah-perintah serta larang-laranganNya.

Kerangka berpikir al-Juwaini di atas kelihatannya dikembangan oleh muridnya al-Ghazali(450H./1058M.-505H./IIIIM.) pada kitabnya Syifa al-Ghazali beliau mengungkapkan maksud syari’at dalam kaitannya dengan al-munasabat al-maslhahiyyat al-qiyas. Sebagai seorang pemikir Islam terbesar, A1-Ghazali, nir hanya dikenal pada global Islam, namun jua pada luar Islam, maka sangat wajar apabila poly penulis tertarik untuk-menulis dan mengkaji pemikiran-pemikiran Al-Ghazali, baik berdasarkan kalangan Muslim, juga menurut kalangan Orientalis. Al-Ghazali (1058/1111M.) [8]

Sebagai pemikir akbar Islam, maka output pemikiran Al-Ghazali masih tetap menjadi warisan umat Islam, meskipun sepuluh abad berlalu. Kebesaran imbas Al-Ghazali tersebut bisa dilihat dan gelar hujjah al-Islam yang disandangnya. Berbagai kebanggaan dilontarkan sang penulis serta pemikir kepadanya, pula cercaan serta orang-orang yg nir senang kepadanya. Semua itu adalah bukti kebesaran nama seseorang Al-Ghazali.[9]

Pada masa al-Ghazali, nir saja terjadi disintegrasi umat Islam di bidang politik, melainkan jua pada bidang sosial-keagamaan. Umat Islam waktu itu terpilah-pilah dalam beberapa golongan mazhab fiqh dan genre kalam yg masing-masing tokoh ulamanya menggunakan sadar menanamkan fanatisrne golongan pada umat. Sebenarnya tindakan serupa jua diperankan oleh pihak penguasa. Setiap penguasa menanamkan pahamnya pada masyarakat menggunakan segala daya upaya, bahkan menggunakan cara kekerasan. Sebagai contoh, apa yang dilakukan sang Al-Kundury, Perdana Menteri Dinasti Saljuk pertama yg beraliran Mu’tazilah sehingga mazhab dan genre lainnya (seperti mazhab Syifi’i dan Asy’ari) sebagai stress, bahkan banyak korban dan tokoh-tokohya.

Akibat berdasarkan fanatisme golongan yg melibatkan pada masa itu, seringkali muncul perseteruan antara golongan mazhab dan genre, malah semakin tinggi hingga menjadi konflik fisik yang meminta korban jiwa. Permasalahan tersebut terjadi antara aneka macam mazhab dan genre, masing-masing memiliki daerah penganutnya- Khurasan, lebih banyak didominasi penduduknya bermazhab Syafi’i, serta Transoxiana dan Balkah bermazhab Hanafi dan Hanbali, sedangkan pada Bagdad serta wilayah Iraq, mazhab Hambali lebih dominan.

Menelusuri tentang karya-karya Al-Ghazali, maka dia digolongkan cukup produktif dalam hal penulisan karya ilmiah, lantaran dia memiliki kecenderungan intelektual yang sangat luas (gemar akan ilmu pengetahuan), beliau juga memiliki kemampuan menulis yg sangat tinggi, hal ini dibuktikan oleh al-Ghazali, menulis semenjak umur 20 tahun.

Dari liputan yg diperoleh, nampaknya memang masuk akal, jika dikatakan bahwa al-Ghazali adalah keliru seseorang pemikir Islam yg mempunyai kecenderungan intelektualitas yang tinggi, karena dia masih relatif muda, dan goresan pena pertamanya mendapat pujian menurut gurunya al-Juwaini.

Tentang jumlah karangan al-Ghazali, hingga saat ini belum masih ada istilah pasti. Besar kemungkinan disebabkan karena masih adanya karya-karya al-Ghazali yg belum diterbitkan dan masih pada bentuk naskah yang tersimpan di perpustakaan, baik pada negeri Arab maupun di Eropa. Sebab lain, lantaran sebahagian di antara karya-karyanya sudah lenyap dibakar dalam saat tentara Monggol berkuasa, juga sebahagian dibuang penguasa Spanyol atas perintah Qadhi Abdullah Muhammad ibn Hamdi.[10] Kategori ini terdiri dan sejumlah 72 buku, 22 buku yg diragukan menjadi karya al-Ghazali, karya-karya yg berkata secara pasti buku al-Ghazali, sebesar 31 butir.

Adapun landasan pemikiran Al-Ghazali, bahwa menjadi seorang muslim tetap mendasari pemikiran-pemikirannya kepada utama ajaran Islam, yaitu al-Quran serta Hadis. Di samping itu juga dia mempergunakan akal (al-ma’quI) sebagai landasan berpikirnya. Di pada kitabnya Qanun al-Ta’wil, Al-Ghazali menyampaikan kesetujuannya terhadap golongan yang menggabungkan antara wahyu dengan akal sebagai dasar penting dalam membahas sesuatu.

Ketika Al-Ghazali membahas dalil-dalil utama (yg primer) buat ijma’ beliau menempuh tiga (tiga) jalan, menjadi berikut:
a. Berpegang pada Al-Qur’an
b. Berpegang pada pendapat Rasulullah Saw, bahwa umat nir akan bersepakat pada kesalahan (kesesatan)
c. Berpegang teguh dalam metode ma’nawy.

Dalam buku al-Mustashfa, Al-Ghazali mengungkapkan bahwa rukun Ijtihad ada 3; Fi Nafs al-Ijtihadi, Al-Mujtahad, Al-Mujtahidu Fihi. Menurut al-Ghazali bahwa Ijtihad artinya mendeskripsikan sesuatu yg diperjuangkan serta menghabiskan usaha dalam sebuah aktifitas serta nir bekerja kecuali pada hal-hal berupa beban (kesulitan) secara menyeluruh.

Menurut al-Ghazali Orang yg berijtihad, memiliki dua syarat, Pertama : mengetahui seluk-beluk syari’at, mana yg didahulukan dan mana yg harus dikemudiankan.. Kedua : seseorang mujtahid wajib adil dan menjauhi dosa, persyaratan inilah sebagai landasan dalam berfatwa, apabila tidak adil, maka sama sekali tidak diterima fatwanya. Jadi keadilan seseorang mujtahid sebagai kondisi sahnya ijtihad, jua selalu memperhatikan Al-Quran serta As-Sunnah. Di samping itu tidak dijadikan kondisi seseorang mujtahid bahwa beliau harus mengetahui semua kitab yg berhubungan dengan aturan-aturan, namun mengetahui kurang lebih 500 ayat, juga nir disyaratkan menghafalnya; tetapi mengetahui loka ayat saat dibutuhkan. 

Adapun mengenai hadis, harus mengetahui hadis-hadis yg terkait menggunakan aturan. Tidak diharuskan buat menghafalnya, seperti Sunan Abu Daud, Sunan Ahmad dan Al-Baihaqy. Adapun ijma’ diharuskan menghafal semua peristiwa ijma’ dan perbedaanperbedaannya, namun kebalikannya mengetahui fatwa-fatwa yg mana tidak bertentangan dengan ijma’ 

Al-Mujtahidu Fihi, atau duduk perkara Ijtihad ini sendiri, di sini dijelaskan bahwa semua aturan kepercayaan yg nir mempunyai dalil-dalil qathy, bahkan ada pendapat (secara dzanni) bahwa syarat mujtahid bukan Nabi, maka tidak diharuskan berijtihad bagi Nabi dan pula sebagai kondisi Ijtihad tidak terjadi pada zaman Nabi; maka muncul dua kasus: terjadi perbedaan pendapat pada kebolehan taabud dengnan qiyas serta ber Ijtihad pada zaman Rasulullah Saw. Dalam hal ini terjadi 2 versi: Sekelompok yg melarangnya, dan sekelompok yg membolehkannya. Pendapat pertama : boleh dalam hal memutuskan masalah dan hal pemerintahan pada keadaan Raasulullah nir ada. Pendapat ke 2: yang membolehkan dengan mengungkapkan dengan biar Rasulullah relatif dengan diamnya Rasulullah Saw.

Menurut Al-Ghazali dalam menerima aturan ada tiga cara: Secara ijmali (global) menurutnya terdapat ke-ijmalan, sebagai model pada Firman Allah Swt;
وامسحوا بر ء وسكم dalam hal ini Imam Malik dan Abu Bakr dan Ibnu Jany, (dari Nahat) meniadakan al-Urf, mewajibkan membasuh semua rambut pada setiap berwudhu, sementara itu Imam Syafi’i dan Abd. Jabbar serta Abu al-Huzain keduanya dari Mu’tazilah tetapkan membasuh tangan degan saputangan, itu berarti membasuh tangan berdasarkan sebahagian saputangan, maka wajib membasuh sebahagian rambut. Lantaran itu Imam Syafi’i dan pendapat-pendapat yang lain: bahwa membasuh dari segi bahasa merupakan sebahagian misalnya halnya mandi yang berarti holistik.

Secara Al-Bayan, dengan mengambil contoh sah fakta dengan perbuatan sama jikalau memakai menggunakan perbuatan. Contoh yg lain, Rasulullah Saw., menyebutkan shalat dan haji menggunakan perbuatannya (menggunakan contohnya), dalam kebanyakan orang mukallaf sebagaimana sabda Rasulullah saw., dalam riwayat Bukhary:
صلوا كمارايتمونى ا صلى خذوا على مناسككم
Dari sini memberitahuakn bahwasanya Rasulullah saw., mengungkapkan melalui perbuatan. 

Dalam hal mengambil suatu hukum, Al-Ghazali mengandalkan hadis-hadis mutawatir, dengan kondisi antara lain sebagai berikut:

harus mendahulukan ilmu pada hadis itu, wajib mendahulukan sanadnya yg poly dan nir berbohong. Kalau bertentangan al-Jarhu wa Ta‘dil, maka yang didahulukan merupakan naqd al-sanad (kritik sanad); hadis yg diriwayatkan satu jalur tetapi dengan kondisi harusadil maka itu bisa diterima.

Terkait menggunakan hal ini, maka dia mensyaratkan keadilan di dalam ber-Ijma’ menggantungkan diri, tetapi tetap melegitimasi yang nir adil seperti pada pada kitab Al-Amidi dan Al-Ghazali menjelaskan bahwa adil yg menunjukkan kehujjahan Ijma’ itu bersifat generik, absolut, lepas, beda menggunakan Abu Hanifah, bahwa orang fasiq nir boleh dijadikan hujjah.

Al-Ghazali secara etimologi memberi penerangan bahwa istilah qiyas berarti mengukur, membanding sesuatu dengan yg semisalnya. Dalam Al-Mustashfa, beliau membari definisi qiyas, menjadi berikut : “Menanggungkan sesuatu yg di ketahui kepada sesuatu yang diketahui pada hal menetapakan aturan dalam keduanya atau meniadakan hukum dari keduanya disebabkan terdapat hal yg sama antara keduanya, dalam penetapan aturan atau peniadaan aturan”

Dari definisi yg diberikan oleh Al-Ghazali, secara panjang dan rumit, demikian juga penggunaan istilah: hamala (menanggungkan), terdapat jua pakai isbath (memutuskan), ilhaq (menghubungkan) dan sebagainya. Tadi mengandung arti bahwa qiyas itu merupakan bisnis atau mujtahid.

Penggunaan istilah ma’lum, oleh Al-Ghazali adalah dimaksudkan buat menjangkau kepada sesutu yg belum diketahui (ma’düm), karena bila dikatakan istilah “sesuatu” dari mereka, hanya berlaku yang diketahui (maujud). Terlihat lagi Al-Ghazali difinisinya menghubungkan antara ashal dan furu’ menggunakan kata (pada memutuskan hukum atau peniadaan aturan), maksudnya agar qiyas itu bisa mencapai qiyas ‘aks’ yaitu membuat lawan aturan dari sesautu yg diketahui dalam tempat lain karena keduanya tidak sama dalam illat, aturan. 

Dalam praktek Usul Fiqh, qiyas dapat dirumuskan sebagai cara buat memutuskan aturan yg kasusnya tidak terdapat pada nash dengan cara menyamakannya (menganologikan) dengan masalah hokum yang ada dalam nash, ditimbulkan adanya persamaan illat aturan.

Selain al-Ghazali ada Al-Syatibi yang bernama lengkap Abu Ishaq bin Musa bin Muhammad al-Lakhmi al-Gharnati asy-Syatibi merupakan salah seorang cendekiawan muslim yg belum banyak diketahui latar belakang kehidupannya. Yang kentara, beliau berasal berdasarkan suku Arab Lakhmi. Nama asy-Syatibi dinisbatkan ke daerah asal keluarganya, Syatibah (Xatiba atau Jativa), yg terletak di daerah Spanyol bagian timur.1 Asy-Syatibi dibesarkan serta memperoleh semua pendidikannya di ibukota kerajaan Nashr, Granada, yg merupakan benteng terakhir umat Islam pada Spanyol. Masa mudanya bertepatan dengan masa pemerintahan Sultan Muhammad V al-Ghani Billah yang merupakan masa keemasan umat Islam setempat lantaran Granada sebagai pusat aktivitas ilmiah menggunakan berdirinya Universitas Granada. Suasana ilmiah yang berkembang dengan baik pada kota tersebut sangat menguntungkan bagi asy-Syatibi dalam menuntut ilmu serta mengembangkannya di lalu hari. Dalam meniti pengembangan intelektualitasnya, tokoh yg bermazhab Maliki ini mendalami aneka macam ilmu, baik yang berbentuk ‘ulum al-wasa’il (metode) juga ‘ulum maqashid(esensi serta hakikat). Asy-Syatibi memulai kegiatan ilmiahnya dengan belajar dan mendalami bahasa Arab berdasarkan Abu Abdillah Muhammad ibn Fakhkhar al- Biri, Abu Qasim Muhammad ibn Ahmad al-Syabti, serta Abu Ja’far Ahmad al- Syaqwari. Selanjutnya, beliau belajar dan mendalami hadis dari Abu Qasim ibn Bina serta Syamsuddin al-Tilimsani, ilmu kalam dan falsafah berdasarkan Abu Ali Mansur al-Zawawi, ilmu ushul fikih menurut Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Miqarri serta Abu Abdillah Muhammad ibn Ahmad al-Syarif al- Tilimsani, ilmu sastra berdasarkan Abu Bakar al-Qarsyi al-Hasymi, serta banyak sekali ilmu lainnya, seperti ilmu falak, mantiq, serta debat. Di samping bertemu eksklusif, dia juga melakukan interaksi korespondensi buat mempertinggi dan mengembangkan pengetahuannya, seperti mengirim surat pada seseorang sufi, Abu Abdillah ibn Ibad al-Nafsi al-Rundi. Meskipun mempelajari serta mendalami aneka macam ilmu, asy-Syatibi lebih berminat buat mempelajari bahasa Arab dan, khususnya, ushul fikih. Ketertarikannya terhadap ilmu ushul fikih karena, menurutnya, metodologi dan falsafah fikih Islam adalah faktor yang sangat menentukan kekuatan serta kelemahan fikih dalam menanggapi perubahan sosial. Setelah memperoleh ilmu pengetahuan yg memadai, asy-Syatibi mengembangkankan potensi keilmuannya menggunakan mengajarkan pada para generasi berikutnya, seperti Abu Yahya ibn Asim, Abu Bakar al-Qadi serta Abu Abdillah al-Bayani. Di samping itu, dia pula mewarisi karya-karya ilmiah, seperti Syarh Jalil ‘ala al-Khulashah fi al-Nahw serta Ushul al-Nahw pada bidang bahasa Arab dan al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah dan al-I’tisham dalam bidang ushul fikih. Asy-Syatibi wafat dalam tanggal 8 Sya’ban 790 H (1388 M).

Dalam kerangka ini, asy-Syatibi mengemukakan konsep maqashid al-syariah. Secara bahasa, Maqashid al-Syari’ah terdiri menurut 2 kata, yakni maqashid serta al-syari’ah. Maqashid berarti kesengajaan atau tujuan, sedangkan al-syariah berarti jalan menuju asal air, dapat jua dikatakan menjadi jalan ke arah asal utama kehidupan. Menurut istilah, asy-Syatibi menyatakan, “Sesungguhnya syariah bertujuan buat mewujudkan kemaslahatan manusia di global serta di akhirat”

Dari pengertian tadi, bisa dikatakan bahwa tujuan syariah berdasarkan asy-Syatibi merupakan kemaslahatan umat manusia. Lebih jauh, beliau menyatakan bahwa nir satu pun aturan Allah swt yg tidak memiliki tujuan karena aturan yg tidak memiliki tujuan sama menggunakan membebankan sesuatu yang nir dapat dilaksanakan. Kemaslahatan, dalam hal ini, diartikannya menjadi segala sesuatu yang menyangkut rezeki manusia, pemenuhan Penghidupan insan, dan perolehan apa-apa yg dituntut sang kualitaskualitas emosional serta intelektualnya, pada pengertian yg absolut. Dengan demikian, kewajiban-kewajiban pada syariah menyangkut proteksi maqashid al-syari’ah yang dalam gilirannya bertujuan melindungi kemaslahatan insan. Asy-Syatibi menyebutkan bahwa syariah berurusan menggunakan perlindungan mashalih, baik dengan cara yang positif, seperti demi menjaga eksistensi mashalih, syariah mengambil berbagai tindakan buat menunjang landasan-landasan mashalih, juga menggunakan cara preventif, misalnya syariah mengambil banyak sekali tindakan buat melenyapkan unsur apa pun yang yang secara aktual atau potensial menghambat mashalih.

Menurut al-Syatibi [11]maqasidul syariah terbagi kepada 3 tingkatan kebutuhan:
a. Kebutuhan Dharuriyat. Ialah tingkat kebutuhan yang harus ada atau diklaim menggunakan kebutuhan primer. Bila tingkat kebutuhan ini tidak terpenuhi, akan terancam keselamatan umat manusia baik di global maupun pada akherat kelak. Menurut al-Syatibi terdapat lima hal yang termasuk pada kategori ini yaitu memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal, kehormatan, keturunan dan harta.
b. Kebutuhan Hajiyat ialah kebutuhan-kebutuhan sekunder dimana apabila tidak terwujudkan tidak sampai mengancam keselamatannya, namun akan mengalami kesulitan. Syari’at Islam menghilangkan segala kesulitan itu.
c. Kebutuhan Tahsiniyat merupakan taraf kebutuhan yg apabuila nir terpenuhi tidak mengancam keberadaan keliru satu berdasarkan 5 utama diatas serta tida jua menimbulkan kesulitan. Tingkat ini berupa kebutuhan pelengkap. Menurut al-Syatibi hal-hal yg merupakan kepatutan menurut istiadat adat, menghindarkan hal-hal yg nir lezat dilihat mata, dan berhias dengan keindahan yang sinkron menggunakan tuntutan kebiasaan dan akhlak.

Pengetahuan mengenai maqasid syari’ah, seperti ditegaskan oleh Abd-Alwahhab Khalaf, adalah hak sangat penting yg dapat dijadikan alat abntu buat memahami redaksi Al-Qur’an serta sunnah menuntaskan dalil-dalil yang bertentangan serta sangat krusial lagi adalah untuk tetapkan hukum terhadap kasus yg tidak bertampung sang Al-Qur’an serta sunah secara kajian kebahasan. [12] 

Beberapa ulama ushul sudah mengumpulkan beberapa maksud yg generik berdasarkan menasyri’kan aturan sebagai 3 kelompok, yaitu :
  • Memelihara segala sesuatu yg dharuri bagi manusia pada penghidupan mereka. Urusan-urusan yang dharuri itu adalah segala yang dibutuhkan buat hayati insan, yang jika nir diperoleh akan mengakibatkan rusaknya undang-undang kehidupan, timbullah kekacauan, dan berkembangnya kerusakan. Urusan-urusan yg dharuri itu pulang pada lima utama : Agama, jiwa, nalar, keturunan dan harta
  • Menyempurnakan segala yg dihayati insan. Urusan yang dihayati manusia artinya segala sesuatu yg diharapkan insan buat memudahkan dan menanggung kesukaran-kesukaran taklif serta beban hayati. Jika urusan itu tidak diperoleh, nir merusak peraturan hayati serta nir menimbulkan kekacauan, melainkan hanya tertimpa kesempitan serta kesukaran saja.
  • Mewujudkan keindahan bagi perseorangan dan warga . Ialah segala yg diperlukan sang rasa kemanusiaan, kesusilaan, serta keseragaman hayati. Jika yang demikian ini tidak diperoleh tidaklah cidera peraturan hidup dan tidak pula ditimpa kepicikan. Hanya dipandang nir boleh oleh akal yg bertenaga serta fitrah yang sejahtera. Urusan-urusan yang mewujudkan estetika ini pada arti kembali kepada soal akhlak dan adat tata cara yg bagus dan segala sesuatu buat mencapai keseragaman hidup melalui jalan-jalan yg primer.
Urusan dharuri adalah sepenting-pentingnya maksud, lantaran jika urusan-urusan dharuri itu ridak diperoleh akan mengakibatkan kerusakan pada kehidupan, menghilangkan keamanan dan merajalelalah keganasan. Dalam padi itu, nir dipelihara hukum yang bersifat mewujudkan estetika bila mencederakan suatu dalam memeliharanya mencederakan hukum dharuri. Karena itu boleh kita membuka aurat buat keperluan berobat. Menutup aurat merupakan urusan yang mengindahkan, sedangkan berobat suatu urusan dharuri. Boleh kita makan najis buat obat dan pada keadaan terpaksa. Tidak boleh makan (memegang) najis adalah urusan yang mengindahkan sedangkan menolak kemudharatan merupakan urusan dharuri[13]

Wajib kita mengerjakan segala yang wajib walaupun menyebabkan sedikit kesukaran, lantaran harus kita termasuk golongan dharuri. Sedangkan urusan menolak kesukaran dan kepicikan merupakan urusan tahsini yang mengindhkan. Lantaran itu tidaklah dipelihara urusan yang mengindahkan, mendatangkan kesewenangan, bila menghambat dharuri. Segala hukum dharuri ridak boleh dicederakan, terkecuali bila suatu dharuri yang lebih penting dari padanya. Atas dasar inilah kita diwajibkan berjihad untuk memeliharanya karena memelihara agama merupakan lebih penting berdasarkan dalam memelihara jiwa. Meminum minuman beralkohol dibolehkan, terhadap orang yg dipaksa atau lantaran terpaksa, karena memelihara jiwa lebih penting berdasarkan dalam memelihara akal. Jika perlu untuk memelihara jiwa, kita boleh membinasakan harta orang lantaran memelihara jiwa lebih penting menurut dalam memelihara harta.

SUMBER-SUMBER ARTIKEL DI ATAS

[1]Taufiq Adnan Amal, Islam serta Tantangan modernitas, studi atas pemikiran Hukum Fazlur Rahman, (Bandung: Mizan, 1989) hlm 33-35 
[2]Periode ini disebut juga sebagai periode taqlid yakni ‘ahdul jumuud wa al-wuquuf yakni periode kebekuan serta tidak aktif yan berlangsung mulai pertengahan abad keempat hijrah (350 H) dan hanya Allah yang Maha Tahun kapan periode ini akan berakhir. Diantara penyebab terhentinya gerakan ijtihad a.L : 1) terbagi-baginya Daulah Islamiyyah pada aneka macam kerajaan yang saling bermusuhan sebagai akibatnya atau terjebak pada peperangan demi peperangan. Dalam syarat yang demikian ini maka ‘ulama dalam masa itupun terbagai dalam berbagai strata. 1) tingkat pertama pakar ijihad pada mazhab, dua) tingkat kedua, mujtahid dalam beberapa perkara yg tidak terdapat riwayat berdasarkan imam mazhab, tiga) taraf ketiga, ahlu at-tahriej yang nir melakukan ijtihad untuk mengambil aturan dalam beberapa perkara dan hanya melakukan restriksi mazhab yg dianutnya dalam menafsiri pendapat-pendapat imamnya, 4) tingkat keempat ahlu at-tarjiehyang mampu mempertimbangkan dan membandingkan diantara riwayat-riwayat berdasarkan para imam dan kemudian menetakan pilihan yg dievaluasi paling shahih.
Secara hampir mirip, A. Hanafi mendeskripsikan perkembangan aturan Islam dalam lima (5) periode. Pertama, periode permulaan aturan Islam, dimulai sejak kebangkitan Rasulullah saw sampai waftanya. Kedua, periode persiapan hukum Islam, dimulai menurut khalifah pertama sampai berakhirnya masa shahabat (1 H – akhir abad I H). Ketiga periode training serta pembukuan aturan Islam dan keluarnya para imam mujtahid, berlangsung lebih kurang 250 tahun. Keempat periode kemunduran aturan Islam, menjadi akibat merajalelanya taqlid dan kebekuan sampai lahirnya kitabMajallah al-Ahkam al-‘Adliyyah, suatu kitab yg mengintrodusir perundang-undangan terbaru pada aturan Islam. Kelima, periode kebangunan yg dimulai berdasarkan lahirnya buku al-Majallah sampai sekarang. 
[3]Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam (Sejarah Pemikiran serta Gerakan). (Jakarta ; Bulan Bintang, Cet. II, 1982) hlm 14
[4] Ibid, hlm 15 
[5]Amir Muallim-Yusdani, Ijtihad Suatu Kontroversi Antara Teori dan Fungsi. (Yogyakarta; Titian Ilahi Press. Cet. I, 1997) hlm 38.
[6]Sofi Hasan Abu Thalib, Tatbiq al-Syari’’ah Al-Islamiyah Fi Bilad Al-Arabiyah. (Kairo ; Dar al-Nahdah Al-arabiyah, Cet. III)1990, hlm 152-163
[7]Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam (Sejarah Pemikiran serta Gerakan). (Jakarta ; Bulan Bintang, Cet. II, 1982) hlm 13
[8] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), hlm 13. 
[9]Nurcholish Madjid, Khazanah lntelektual Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hlm 34. 
[10]Ahmad Syafi Ma’arif, Peta Bumi intelektuat Islam Indonesia, (Bandung: Mizan, 1993), hlm 57 
[11]Khairul Uman, Achyar Amitudin, Ushul Fiqh II, (Bandung : CV Pustaka Setia, 1998) hlm 75 
[12]Djazuli, Fiqh Siyasah, Implementasi Kemaslahatan Umat Dalam Rambu-Rambu Syari’ah, (Jakarta : Pustaka Media, 2003) hlm 16
[13]Satria Efendi, M. Zein. Ushul Fiqh, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008) hlm 19