PENGEMBANGAN PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA

Pengembangan Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa 
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar lantaran didukung oleh sejumlah informasi positif yaitu posisi geopolitik yg sangat strategis, kekayaan alam serta keanekaragaman biologi, kemajemukan sosial budaya, dan jumlah penduduk yang akbar. Oleh karena itu, bangsa Indonesia mempunyai peluang yg sangat besar buat sebagai bangsa yang maju, adil, makmur, berdaulat, serta bermartabat. Namun demikian, buat mewujudkan itu semua, kita masih menghadapi aneka macam kasus nasional yang kompleks, yang tidak kunjung terselesaikan. Misalnya aspek politik, pada mana masalahnya meliputi kerancuan sistem ketatanegaraan dan pemerintahan, kelembagaan Negara yang nir efektif, sistem kepartaian yang tidak mendukung, serta berkembangnya pragmatism politik. Lalu aspek ekonomi, masalahnya meliputi paradigm ekonomi yang tidak konsisten, struktur ekonomi dualistis, kebijakan fiskal yg belum mandiri, sistem keuangan serta perbankan yang nir memihak, dan kebijakan perdagangan dan industri yang liberal. Dan aspek sosial budaya, kasus yg terjadi ketika ini merupakan memudarnya rasa serta ikatan kebangsaan, salah tujuan nilai keagamaan, memudarnya kohesi dan integrasi sosial, dan melemahnya mentalitas positif (PP Muhammadiyah, 2009: 10-22).

Dari sejumlah warta positif atas kapital besar yg dimiliki bangsa Indonesia, jumlah penduduk yang besar menjadi kapital yg paling krusial lantaran kemajuan serta kemunduran suatu bangsa sangat bergantung pada faktor manusianya (SDM). Masalah-perkara politik, ekonomi, dan sosial budaya juga dapat diselesaikan menggunakan SDM. Namun buat menuntaskan masalah-perkara tadi serta menghadapi berbagai persaingan peradaban yang tinggi buat sebagai Indonesia yg lebih maju dibutuhkan revitalisasi serta penguatan karakter SDM yg bertenaga. Salah satu aspek yg dapat dilakukan buat mempersiapkan karakter SDM yang kuat merupakan melalui pendidikan.

Pendidikan merupakan upaya yg berkala dalam proses pembimbingan dan pembelajaran bagi individu supaya berkembang serta tumbuh menjadi insan yg mandiri, bertanggungjawab, kreatif, berilmu, sehat, serta berakhlak mulia baik dipandang berdasarkan aspek jasmani maupun ruhani. Manusia yg berakhlak mulia, yang memiliki moralitas tinggi sangat dituntut buat dibuat atau dibangun. Bangsa Indonesia nir hanya sekedar memancarkan kemilau pentingnya pendidikan, melainkan bagaimana bangsa Indonesia bisa merealisasikan konsep pendidikan dengan cara training, training dan pemberdayaan SDM Indonesia secara berkelanjutan dan merata. Ini sejalan dengan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yg mengungkapkan bahwa tujuan pendidikan merupakan“… agar sebagai insan yg beriman serta bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yg demokratis serta bertanggung jawab”.

Melihat syarat kini serta akan tiba, ketersediaan SDM yg berkarakter adalah kebutuhan yang amat penting. Ini dilakukan buat mempersiapkan tantangan dunia dan daya saing bangsa. Memang nir mudah buat menghasilkan SDM yang tertuang pada UU tersebut. Persoalannya merupakan hingga ketika ini SDM Indonesia masih belum mencerminkan impian pendidikan yang diharapkan. Misalnya buat perkara-perkara aktual, masih poly ditemukan murid yg menyontek pada kala sedang menghadapi ujian, bersikap malas, tawuran antar sesama anak didik, melakukan pergaulan bebas, terlibat narkoba, dan lain-lain. Di sisi lain, ditemukan pengajar, pendidik yang senantiasa menaruh model-contoh baik ke siswanya, pula nir kalah mentalnya. Misalnya guru nir sporadis melakukan kecurangan-kecurangan pada tunjangan profesi dan pada ujian nasional (UN). Kondisi ini terus terperinci sangat memilukan dan mengkhawatirkan bagi bangsa Indonesia yang telah merdeka sejak tahun 1945. Memang kasus ini tidak dapat digeneralisir, namun setidaknya ini kabar yang nir boleh diabaikan lantaran kita tidak menginginkan anak bangsa kita kelak sebagai insan yang tidak bermoral sebagaimana waktu ini seringkali kita melihat tayangan TV yg mempertontonkan fakta-kabar misalnya pencurian, perampokan, pelecehan seksual, korupsi, serta penculikan, yang dilakukan nir hanya sang orang-orang dewasa, akan tetapi juga sang anak-anak usia belasan.

Mencermati hal ini, saya mencoba menaruh beberapa gagasan buat penguatan mutu karakter SDM sehingga mampu menciptakan pribadi yg kuat dan tangguh. Pembahasan ini akan mengacu pada kiprah pendidikan, terutama pendidik sebagai kunci keberhasilan implementasi pendidikan karakter di sekolah dan lingkungan baik keluarga maupun rakyat.

Kenapa Pendidikan?
Pendidikan adalah hal terpenting buat menciptakan kepribadian. Pendidikan itu nir selalu asal berdasarkan pendidikan formal misalnya sekolah atau perguruan tinggi. Pendidikan informal dan non formal pun memiliki peran yang sama buat menciptakan kepribadian, terutama anak atau siswa. Dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 kita bisa melihat ketiga perbedaan model lembaga pendidikan tadi. Dikatakan bahwa Pendidikan formal merupakan jalur pendidikan yg terstruktur serta berjenjang yg terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, serta pendidikan tinggi. Sementara pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yg dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas forum kursus, forum pembinaan, gerombolan belajar, sentra kegiatan belajar masyarakat, serta majelis taklim, serta satuan pendidikan yang homogen. Sedangkan pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga serta lingkungan. Kegiatan pendidikan informal dilakukan oleh keluarga serta lingkungan pada bentuk kegiatan belajar secara mandiri.

Memperhatikan ketiga jenis pendidikan pada atas, terdapat kesamaan bahwa pendidikan formal, pendidikan informal serta pendidikan non formal yg selama ini berjalan terpisah satu dengan yang lainnya. Mereka nir saling mendukung buat peningkatan pembentukan kepribadian siswa. Setiap lembaga pendidikan tadi berjalan masing-masing sebagai akibatnya yang terjadi kini merupakan pembentukan pribadi siswa menjadi parsial, contohnya anak bersikap baik di tempat tinggal , namun waktu keluar tempat tinggal atau berada di sekolah ia melakukan perkelahian antarpelajar, mempunyai ’ketertarikan’ berteman menggunakan WTS atau melakukan perampokan. Sikap-perilaku misalnya ini merupakan bagian menurut defleksi moralitas dan prilaku sosial pelajar (Suyanto serta Hisyam, 2000: 194).

Oleh karena itu, ke depan dalam rangka membangun serta melakukan penguatan peserta didik perlu menyinergiskan ketiga komponen forum pendidikan. Upaya yang dapat dilakukan keliru satunya adalah pendidik serta orangtua berkumpul beserta mencoba memahami gejala-gejala anak pada fase negatif, yg mencakup cita-cita buat menyendiri, kurang kemauan buat bekerja, mengalami kejenuhan, terdapat rasa kegelisahan, ada pertentangan sosial, terdapat kepekaan emosional, kurang percaya diri, mulai ada minat pada versus jenis, adanya perasaan malu yg berlebihan, dan selera berkhayal (Mappiare pada Suyanto serta Hisyam, 2000: 186-87). Dengan mengusut tanda-tanda-gejala negatif yg dimiliki anak remaja pada biasanya, orangtua serta pendidik akan bisa menyadari serta melakukan upaya pemugaran perlakuan sikap terhadap anak pada proses pendidikan formal, non formal dan informal.

Ciri Karakter SDM
SDM adalah aset paling krusial untuk membentuk bangsa yang lebih baik dan maju. Tetapi buat mencapai itu, SDM yg kita miliki harus berkarakter. SDM yang berkarakter kuat dicirikan oleh kapasitas mental yang tidak sama menggunakan orang lain seperti keterpercayaan, ketulusan, kejujuran, keberanian, ketegasan, ketegaran, kekuatan pada memegang prinsip, serta sifat-sifat unik lainnya yang melekat pada dirinya. 

Secara lebih rinci, saya kutip beberapa konsep mengenai manusia Indonesia yg berkarakter dan senantiasa inheren dengan kepribadian bangsa. Ciri-karakteristik karakter SDM yang bertenaga meliputi (1) religious, yaitu mempunyai sikap hayati dan kepribadian yang taat beribadah, amanah, terpercaya, gemar memberi, saling tolong menolong, serta toleran; (2) moderat, yaitu mempunyai perilaku hayati yg tidak radikal dan tercermin dalam kepribadian yang tengahan antara individu dan sosial, berorientasi materi dan ruhani serta sanggup hidup dan kerjasama dalam kemajemukan; (tiga) cerdas, yaitu memiliki sikap hidup dan kepribadian yg rasional, cinta ilmu, terbuka, dan berpikiran maju; dan (4) berdikari, yaitu memiliki sikap hayati dan kepribadian merdeka, disiplin tinggi, ekonomis, menghargai saat, giat, wirausaha, kerja keras, serta memiliki cinta kebangsaan yg tinggi tanpa kehilangan orientasi nilai-nilai humanisme universal dan hubungan antarperadaban bangsa-bangsa (PP Muhammadiyah, 2009: 43-44). 

Pendidikan Karakter
Berbicara pembentukan kepribadian tidak lepas dengan bagaimana kita menciptakan karakter SDM. Pembentukan karakter SDM menjadi vital serta tidak terdapat pilihan lagi untuk mewujudkan Indonesia baru, yaitu Indonesia yg bisa menghadapi tantangan regional serta global (Muchlas dalam Sairin, 2001: 211). Tantangan regional serta dunia yg dimaksud merupakan bagaimana generasi belia kita nir sekedar memiliki kemampuan kognitif saja, tapi aspek afektif dan moralitas juga tersentuh. Untuk itu, pendidikan karakter diperlukan buat mencapai insan yg mempunyai integritas nilai-nilai moral sehingga anak menjadi hormat sesama, amanah dan peduli dengan lingkungan.

Lickona (1992) menyebutkan beberapa alasan perlunya Pendidikan karakter, di antaranya: (1) Banyaknya generasi muda saling melukai karena lemahnya kesadaran dalam nilai-nilai moral, (2) Memberikan nilai-nilai moral pada generasi belia merupakan keliru satu fungsi peradaban yg paling utama, (tiga) Peran sekolah sebagai pendidik karakter menjadi semakin penting ketika banyak anak-anak memperoleh sedikit pengajaran moral dari orangtua, warga , atau forum keagamaan, (4) masih adanya nilai-nilai moral yg secara universal masih diterima seperti perhatian, agama, rasa hormat, serta tanggungjawab, (lima) Demokrasi mempunyai kebutuhan khusus buat pendidikan moral karena demokrasi adalah peraturan berdasarkan, buat serta oleh rakyat, (6) Tidak ada sesuatu menjadi pendidikan bebas nilai. Sekolah mengajarkan pendidikan bebas nilai. Sekolah mengajarkan nilai-nilai setiap hari melalui desain ataupun tanpa desain, (7) Komitmen dalam pendidikan karakter krusial manakala kita mau serta terus sebagai guru yang baik, serta (7) Pendidikan karakter yang efektif menciptakan sekolah lebih beradab, peduli dalam warga , serta mengacu pada performansi akademik yg semakin tinggi.

Alasan-alasan di atas memberitahuakn bahwa pendidikan karakter sangat perlu ditanamkan sedini mungkin buat mengantisipasi masalah di masa depan yang semakin kompleks seperti semakin rendahnya perhatian dan kepedulian anak terhadap lingkungan kurang lebih, tidak mempunyai tanggungjawab, rendahnya kepercayaan diri, dan lain-lain. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai apa yg dimaksud dengan pendidikan karakter, Lickona dalam Elkind dan Sweet (2004) menggagas pandangan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya terpola untuk membantu orang untuk tahu, peduli, dan bertindak atas nilai-nilai etika/ moral. Pendidikan karakter ini mengajarkan kebiasaan berpikir dan berbuat yg membantu orang hidup dan bekerja beserta-sama sebagai famili, teman, tetangga, masyarakat, dan bangsa. 

Pandangan ini mengilustrasikan bahwa proses pendidikan yang terdapat di pendidikan formal, non formal serta informal harus mengajarkan siswa atau anak buat saling peduli serta membantu menggunakan penuh keakraban tanpa diskriminasi lantaran berdasarkan menggunakan nilai-nilai moral serta persahabatan. Di sini nampak bahwa peran pendidik serta tokoh panutan sangat membantu menciptakan karakter siswa atau anak.

Implementasi Pendidikan Karakter
Upaya buat mengimplementasikan pendidikan karakter merupakan melalui Pendekatan Holistik, yaitu mengintegrasikan perkembangan karakter ke dalam setiap aspek kehidupan sekolah. Berikut ini karakteristik-karakteristik pendekatan holistik (Elkind dan Sweet, 2005).
  1. Segala sesuatu pada sekolah diatur dari perkembangan interaksi antara anak didik, guru, dan masyarakat
  2. Sekolah adalah warga peserta didik yg peduli di mana ada ikatan yang jelas yg menghubungkan anak didik, pengajar, dan sekolah
  3. Pembelajaran emosional serta sosial setara menggunakan pembelajaran akademik
  4. Kerjasama dan kolaborasi pada antara siswa sebagai hal yg lebih primer dibandingkan persaingan
  5. Nilai-nilai seperti keadilan, rasa hormat, dan kejujuran menjadi bagian pembelajaran sehari-hari baik pada dalam juga di luar kelas
  6. Siswa-anak didik diberikan banyak kesempatan buat mempraktekkan prilaku moralnya melalui kegiatan-aktivitas misalnya pembelajaran memberikan pelayanan
  7. Disiplin serta pengelolaan kelas sebagai penekanan dalam memecahkan masalah dibandingkan bantuan gratis dan hukuman
  8. Model pembelajaran yang berpusat dalam pengajar harus ditinggalkan dan beralih ke kelas demokrasi pada mana pengajar dan murid berkumpul buat menciptakan kesatuan, kebiasaan, dan memecahkan masalah
Sementara itu peran lembaga pendidikan atau sekolah pada mengimplementasikan pendidikan karakter meliputi (1) mengumpulkan pengajar, orangtua serta siswa bersama-sama mengidentifikasi dan mendefinisikan unsur-unsur karakter yg mereka ingin tekankan, (dua) menaruh pelatihan bagi pengajar tentang bagaimana mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam kehidupan dan budaya sekolah, (3) menjalin kerjasama dengan orangtua dan rakyat supaya murid bisa mendengar bahwa prilaku karakter itu penting buat keberhasilan pada sekolah serta pada kehidupannya, dan (4) menaruh kesempatan pada kepala sekolah, guru, orangtua dan warga buat sebagai contoh prilaku sosial dan moral (US Department of Education).

Mengacu dalam konsep pendekatan holistik serta dilanjutkan dengan upaya yang dilakukan lembaga pendidikan, kita perlu meyakini bahwa proses pendidikan karakter tadi harus dilakukan secara berkelanjutan (continually) sebagai akibatnya nilai-nilai moral yang telah tertanam dalam eksklusif anak tidak hanya hingga dalam tingkatan pendidikan tertentu atau hanya timbul di lingkungan keluarga atau warga saja. Selain itu praktik-praktik moral yang dibawa anak nir terkesan bersifat formalitas, tetapi sahih-sahih tertanam dalam jiwa anak.

Bagaimana Peran Pendidik pada Membentuk Karakter SDM?
Pendidik itu bisa guru, orangtua atau siapa saja, yg krusial dia mempunyai kepentingan untuk membangun pribadi peserta didik atau anak. Peran pendidik pada intinya adalah sebagai rakyat yang belajar dan bermoral. Lickona, Schaps, dan Lewis (2007) serta Azra (2006) menguraikan beberapa pemikiran mengenai peran pendidik, di antaranya:
  1. Pendidik perlu terlibat dalam proses pembelajaran, diskusi, serta merogoh inisiatif sebagai upaya membangun pendidikan karakter Pendidik bertanggungjawab untuk sebagai model yang memiliki nilai-nilai moral dan memanfaatkan kesempatan buat mensugesti anak didik-siswanya. Artinya pendidik di lingkungan sekolah hendaklah sanggup sebagai “uswah hasanah” yg hidup bagi setiap siswa. Mereka juga wajib terbuka serta siap untuk mendiskusikan dengan siswa mengenai banyak sekali nilai-nilai yg baik tersebut. 
  2. Pendidik perlu memberikan pemahaman bahwa karakter siswa tumbuh melalui kerjasama dan berpartisipasi dalam merogoh keputusan
  3. Pendidik perlu melakukan refleksi atas masalah moral berupa pertanyaan-pertanyaan rutin buat memastikan bahwa murid-siswanya mengalami perkembangan karakter. 
  4. Pendidik perlu mengungkapkan atau mengklarifikasikan pada siswa secara terus menerus mengenai berbagai nilai yang baik serta yang jelek. 
Hal-hal lain yg pendidik dapat lakukan pada implementasi pendidikan karakter (Djalil serta Megawangi, 2006) merupakan: (1) pendidik perlu menerapkan metode pembelajaran yg melibatkan partisipatif aktif murid, (2) pendidik perlu menciptakan lingkungan belajar yg kondusif, (tiga) pendidik perlu menaruh pendidikan karakter secara eksplisit, sistematis, dan berkesinambungan menggunakan melibatkan aspek knowing the good, loving the good, and acting the good, dan (4) pendidik perlu memperhatikan keunikan murid masing-masing dalam memakai metode pembelajaran, yaitu menerapkan kurikulum yang melibatkan 9 aspek kecerdasan insan. Agustian (2007) menambahkan bahwa pendidik perlu melatih dan membangun karakter anak melalui pengulangan-pengulangan sehingga terjadi internalisasi karakter, contohnya mengajak siswanya melakukan shalat secara konsisten.

Berdasarkan penerangan di atas, aku mencoba mengkategorikan peran pendidik pada setiap jenis lembaga pendidikan pada membentuk karakter murid. Dalam pendidikan formal serta non formal, pendidik (1) harus terlibat dalam proses pembelajaran, yaitu melakukan interaksi dengan anak didik pada mendiskusikan materi pembelajaran, (dua) harus menjadi model tauladan kepada siswanya pada berprilaku dan bercakap, (tiga) harus bisa mendorong murid aktif dalam pembelajaran melalui penggunaan metode pembelajaran yg variatif, (4) wajib sanggup mendorong dan membuat perubahan sebagai akibatnya kepribadian, kemampuan serta harapan guru bisa membangun hubungan yg saling menghormati serta bersahabat menggunakan siswanya, (5) wajib sanggup membantu serta mengembangkan emosi serta kepekaan sosial murid supaya murid menjadi lebih bertakwa, menghargai kreasi lain, mengembangkan estetika dan belajar soft skills yg bermanfaat bagi kehidupan murid selanjutnya, dan (6) harus menerangkan rasa kecintaan kepada anak didik sebagai akibatnya guru pada membimbing anak didik yg sulit tidak mudah putus harapan.

Sementara pada pendidikan informal seperti keluarga serta lingkungan, pendidik atau orangtua/tokoh masyarakat (1) harus menampakan nilai-nilai moralitas bagi anak-anaknya, (2) wajib mempunyai kedekatan emosional pada anak menggunakan menampakan rasa afeksi, (tiga) wajib menaruh lingkungan atau suasana yang aman bagi pengembangan karakter anak, dan (4) perlu mengajak anak-anaknya buat senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, misalnya dengan beribadah secara rutin.

Berangkat dengan upaya-upaya yang pendidik lakukan sebagaimana diklaim pada atas, diharapkan akan tumbuh serta berkembang karakter kepribadian yang mempunyai kemampuan unggul di antaranya: (1) karakter berdikari serta unggul, (dua) komitmen dalam kemandirian dan kebebasan, (3) pertarungan bukan potensi laten, melainkan situasi monumental serta lokal, (4) signifikansi Bhinneka Tunggal Ika, dan (5) mencegah agar stratifikasi sosial identik menggunakan perbedaan etnik dan kepercayaan (Jalal dan Supriadi, 2001: 49-50).

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA

Pengembangan Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa 
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang akbar lantaran didukung sang sejumlah informasi positif yaitu posisi geopolitik yang sangat strategis, kekayaan alam dan keanekaragaman hayati, kemajemukan sosial budaya, serta jumlah penduduk yang akbar. Oleh karena itu, bangsa Indonesia memiliki peluang yang sangat akbar buat sebagai bangsa yg maju, adil, makmur, berdaulat, dan bermartabat. Namun demikian, buat mewujudkan itu semua, kita masih menghadapi aneka macam kasus nasional yg kompleks, yg nir kunjung terselesaikan. Misalnya aspek politik, pada mana masalahnya meliputi kerancuan sistem ketatanegaraan dan pemerintahan, kelembagaan Negara yg tidak efektif, sistem kepartaian yang nir mendukung, serta berkembangnya pragmatism politik. Lalu aspek ekonomi, masalahnya meliputi paradigm ekonomi yg tidak konsisten, struktur ekonomi dualistis, kebijakan fiskal yg belum mandiri, sistem keuangan serta perbankan yg nir memihak, serta kebijakan perdagangan serta industri yang liberal. Dan aspek sosial budaya, perkara yg terjadi waktu ini merupakan memudarnya rasa serta ikatan kebangsaan, disorientasi nilai keagamaan, memudarnya kohesi serta integrasi sosial, serta melemahnya mentalitas positif (PP Muhammadiyah, 2009: 10-22).

Dari sejumlah berita positif atas kapital akbar yg dimiliki bangsa Indonesia, jumlah penduduk yg besar menjadi modal yang paling krusial karena kemajuan serta kemunduran suatu bangsa sangat bergantung pada faktor manusianya (SDM). Masalah-perkara politik, ekonomi, dan sosial budaya juga dapat diselesaikan menggunakan SDM. Tetapi buat merampungkan perkara-perkara tadi serta menghadapi aneka macam persaingan peradaban yang tinggi buat menjadi Indonesia yang lebih maju diharapkan revitalisasi dan penguatan karakter SDM yg bertenaga. Salah satu aspek yang bisa dilakukan buat mempersiapkan karakter SDM yg bertenaga adalah melalui pendidikan.

Pendidikan adalah upaya yg bersiklus dalam proses pembimbingan dan pembelajaran bagi individu agar berkembang dan tumbuh sebagai manusia yg berdikari, bertanggungjawab, kreatif, berilmu, sehat, serta berakhlak mulia baik dicermati menurut aspek jasmani juga ruhani. Manusia yang berakhlak mulia, yang memiliki moralitas tinggi sangat dituntut buat dibuat atau dibangun. Bangsa Indonesia tidak hanya sekedar memancarkan kemilau pentingnya pendidikan, melainkan bagaimana bangsa Indonesia mampu merealisasikan konsep pendidikan dengan cara pembinaan, pelatihan dan pemberdayaan SDM Indonesia secara berkelanjutan dan merata. Ini sejalan dengan Undang-undang No. 20 tahun 2003 mengenai Sisdiknas yang menyampaikan bahwa tujuan pendidikan adalah“… supaya menjadi manusia yg beriman serta bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, berdikari, serta menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Melihat kondisi sekarang dan akan datang, ketersediaan SDM yg berkarakter adalah kebutuhan yg amat vital. Ini dilakukan buat mempersiapkan tantangan dunia serta daya saing bangsa. Memang tidak gampang buat menghasilkan SDM yg tertuang dalam UU tersebut. Persoalannya adalah hingga ketika ini SDM Indonesia masih belum mencerminkan hasrat pendidikan yg diperlukan. Misalnya buat perkara-perkara aktual, masih poly ditemukan murid yang menyontek di kala sedang menghadapi ujian, bersikap malas, tawuran antar sesama murid, melakukan pergaulan bebas, terlibat narkoba, serta lain-lain. Di sisi lain, ditemukan guru, pendidik yang senantiasa menaruh model-contoh baik ke siswanya, pula nir kalah mentalnya. Misalnya pengajar nir sporadis melakukan kecurangan-kecurangan pada sertifikasi serta pada ujian nasional (UN). Kondisi ini terus terperinci sangat memilukan dan mengkhawatirkan bagi bangsa Indonesia yang telah merdeka dari tahun 1945. Memang masalah ini nir dapat digeneralisir, namun setidaknya ini fakta yang tidak boleh diabaikan karena kita nir menginginkan anak bangsa kita kelak menjadi manusia yang nir bermoral sebagaimana saat ini tak jarang kita melihat tayangan TV yg mempertontonkan berita-berita misalnya pencurian, perampokan, pelecehan seksual, korupsi, dan penculikan, yang dilakukan tidak hanya sang orang-orang dewasa, akan tetapi jua sang anak-anak usia belasan.

Mencermati hal ini, aku mencoba memberikan beberapa gagasan buat penguatan mutu karakter SDM sebagai akibatnya mampu menciptakan langsung yg kuat dan andal. Pembahasan ini akan mengacu pada kiprah pendidikan, terutama pendidik menjadi kunci keberhasilan implementasi pendidikan karakter pada sekolah dan lingkungan baik keluarga juga masyarakat.

Kenapa Pendidikan?
Pendidikan adalah hal terpenting untuk membentuk kepribadian. Pendidikan itu nir selalu dari dari pendidikan formal misalnya sekolah atau perguruan tinggi. Pendidikan informal serta non formal pun memiliki kiprah yang sama untuk membentuk kepribadian, terutama anak atau peserta didik. Dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 kita dapat melihat ketiga disparitas contoh forum pendidikan tadi. Dikatakan bahwa Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur serta berjenjang yg terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, serta pendidikan tinggi. Sementara pendidikan nonformal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan formal yg bisa dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas forum kursus, forum pelatihan, grup belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, serta majelis taklim, serta satuan pendidikan yg sejenis. Sedangkan pendidikan informal merupakan jalur pendidikan keluarga serta lingkungan. Kegiatan pendidikan informal dilakukan sang famili dan lingkungan dalam bentuk kegiatan belajar secara mandiri.

Memperhatikan ketiga jenis pendidikan di atas, ada kesamaan bahwa pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan non formal yg selama ini berjalan terpisah satu menggunakan yg lainnya. Mereka nir saling mendukung buat peningkatan pembentukan kepribadian siswa. Setiap lembaga pendidikan tersebut berjalan masing-masing sehingga yang terjadi kini merupakan pembentukan pribadi siswa menjadi parsial, contohnya anak bersikap baik di tempat tinggal , namun saat keluar rumah atau berada pada sekolah dia melakukan perkelahian antarpelajar, mempunyai ’ketertarikan’ bergaul dengan WTS atau melakukan perampokan. Sikap-sikap misalnya ini adalah bagian menurut defleksi moralitas serta prilaku sosial pelajar (Suyanto serta Hisyam, 2000: 194).

Oleh karenanya, ke depan pada rangka membangun serta melakukan penguatan siswa perlu menyinergiskan ketiga komponen lembaga pendidikan. Upaya yang dapat dilakukan keliru satunya adalah pendidik serta orangtua berkumpul beserta mencoba tahu gejala-gejala anak dalam fase negatif, yg mencakup harapan buat menyendiri, kurang kemauan untuk bekerja, mengalami kejenuhan, ada rasa kegelisahan, terdapat pertentangan sosial, ada kepekaan emosional, kurang percaya diri, mulai timbul minat dalam lawan jenis, adanya perasaan membuat malu yang hiperbola, serta kesukaan berkhayal (Mappiare dalam Suyanto dan Hisyam, 2000: 186-87). Dengan mempelajari gejala-tanda-tanda negatif yang dimiliki anak remaja dalam umumnya, orangtua dan pendidik akan dapat menyadari dan melakukan upaya pemugaran perlakuan sikap terhadap anak pada proses pendidikan formal, non formal serta informal.

Ciri Karakter SDM
SDM merupakan aset paling krusial untuk membangun bangsa yang lebih baik serta maju. Namun untuk mencapai itu, SDM yg kita miliki wajib berkarakter. SDM yang berkarakter kuat dicirikan oleh kapasitas mental yang tidak sinkron menggunakan orang lain misalnya keterpercayaan, ketulusan, kejujuran, keberanian, ketegasan, ketegaran, kekuatan dalam memegang prinsip, dan sifat-sifat unik lainnya yang inheren dalam dirinya. 

Secara lebih rinci, aku kutip beberapa konsep tentang insan Indonesia yg berkarakter dan senantiasa inheren menggunakan kepribadian bangsa. Ciri-karakteristik karakter SDM yang bertenaga meliputi (1) religious, yaitu mempunyai perilaku hidup serta kepribadian yg taat beribadah, amanah, terpercaya, senang memberi, saling tolong menolong, dan toleran; (dua) moderat, yaitu memiliki sikap hayati yang tidak radikal serta tercermin pada kepribadian yg tengahan antara individu serta sosial, berorientasi materi serta ruhani serta mampu hidup serta kerjasama dalam kemajemukan; (tiga) cerdas, yaitu mempunyai perilaku hidup serta kepribadian yg rasional, cinta ilmu, terbuka, dan berpikiran maju; serta (4) berdikari, yaitu memiliki sikap hidup serta kepribadian merdeka, disiplin tinggi, hemat, menghargai ketika, giat, wirausaha, kerja keras, serta memiliki cinta kebangsaan yg tinggi tanpa kehilangan orientasi nilai-nilai humanisme universal dan interaksi antarperadaban bangsa-bangsa (PP Muhammadiyah, 2009: 43-44). 

Pendidikan Karakter
Berbicara pembentukan kepribadian tidak tanggal dengan bagaimana kita membangun karakter SDM. Pembentukan karakter SDM sebagai vital dan tidak terdapat pilihan lagi buat mewujudkan Indonesia baru, yaitu Indonesia yang bisa menghadapi tantangan regional dan dunia (Muchlas pada Sairin, 2001: 211). Tantangan regional serta dunia yg dimaksud adalah bagaimana generasi belia kita tidak sekedar mempunyai kemampuan kognitif saja, tapi aspek afektif serta moralitas pula tersentuh. Untuk itu, pendidikan karakter dibutuhkan buat mencapai insan yg mempunyai integritas nilai-nilai moral sebagai akibatnya anak menjadi hormat sesama, jujur dan peduli menggunakan lingkungan.

Lickona (1992) mengungkapkan beberapa alasan perlunya Pendidikan karakter, di antaranya: (1) Banyaknya generasi belia saling melukai lantaran lemahnya pencerahan dalam nilai-nilai moral, (dua) Memberikan nilai-nilai moral pada generasi muda merupakan galat satu fungsi peradaban yang paling primer, (3) Peran sekolah sebagai pendidik karakter menjadi semakin penting saat banyak anak-anak memperoleh sedikit pedagogi moral menurut orangtua, rakyat, atau lembaga keagamaan, (4) masih adanya nilai-nilai moral yang secara universal masih diterima misalnya perhatian, kepercayaan , rasa hormat, dan tanggungjawab, (5) Demokrasi mempunyai kebutuhan khusus buat pendidikan moral lantaran demokrasi merupakan peraturan berdasarkan, buat dan sang masyarakat, (6) Tidak ada sesuatu menjadi pendidikan bebas nilai. Sekolah mengajarkan pendidikan bebas nilai. Sekolah mengajarkan nilai-nilai setiap hari melalui desain ataupun tanpa desain, (7) Komitmen pada pendidikan karakter penting manakala kita mau dan terus sebagai pengajar yg baik, serta (7) Pendidikan karakter yg efektif membuat sekolah lebih mudun, peduli pada warga , serta mengacu pada performansi akademik yang meningkat.

Alasan-alasan pada atas menunjukkan bahwa pendidikan karakter sangat perlu ditanamkan sedini mungkin buat mengantisipasi dilema pada masa depan yg semakin kompleks seperti semakin rendahnya perhatian serta kepedulian anak terhadap lingkungan sekitar, tidak memiliki tanggungjawab, rendahnya agama diri, serta lain-lain. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai apa yang dimaksud menggunakan pendidikan karakter, Lickona dalam Elkind serta Sweet (2004) menggagas pandangan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya berkala buat membantu orang buat tahu, peduli, serta bertindak atas nilai-nilai etika/ moral. Pendidikan karakter ini mengajarkan kebiasaan berpikir serta berbuat yang membantu orang hidup serta bekerja beserta-sama sebagai famili, teman, tetangga, warga , serta bangsa. 

Pandangan ini mengilustrasikan bahwa proses pendidikan yg terdapat pada pendidikan formal, non formal dan informal harus mengajarkan siswa atau anak buat saling peduli serta membantu dengan penuh keakraban tanpa diskriminasi lantaran berdasarkan dengan nilai-nilai moral dan persahabatan. Di sini nampak bahwa kiprah pendidik serta tokoh panutan sangat membantu membangun karakter peserta didik atau anak.

Implementasi Pendidikan Karakter
Upaya untuk mengimplementasikan pendidikan karakter merupakan melalui Pendekatan Holistik, yaitu mengintegrasikan perkembangan karakter ke pada setiap aspek kehidupan sekolah. Berikut ini ciri-ciri pendekatan keseluruhan (Elkind dan Sweet, 2005).
  1. Segala sesuatu di sekolah diatur dari perkembangan interaksi antara murid, pengajar, serta masyarakat
  2. Sekolah adalah rakyat peserta didik yg peduli pada mana ada ikatan yang kentara yang menghubungkan anak didik, pengajar, serta sekolah
  3. Pembelajaran emosional serta sosial setara dengan pembelajaran akademik
  4. Kerjasama serta kolaborasi di antara siswa sebagai hal yg lebih primer dibandingkan persaingan
  5. Nilai-nilai misalnya keadilan, rasa hormat, dan kejujuran menjadi bagian pembelajaran sehari-hari baik di pada juga di luar kelas
  6. Siswa-siswa diberikan poly kesempatan buat mempraktekkan prilaku moralnya melalui kegiatan-aktivitas seperti pembelajaran menaruh pelayanan
  7. Disiplin dan pengelolaan kelas menjadi penekanan dalam memecahkan kasus dibandingkan bantuan gratis serta hukuman
  8. Model pembelajaran yang berpusat dalam pengajar wajib ditinggalkan serta beralih ke kelas demokrasi di mana pengajar dan murid berkumpul buat membentuk kesatuan, kebiasaan, serta memecahkan masalah
Sementara itu kiprah forum pendidikan atau sekolah pada mengimplementasikan pendidikan karakter meliputi (1) mengumpulkan guru, orangtua dan murid beserta-sama mengidentifikasi serta mendefinisikan unsur-unsur karakter yang mereka ingin tekankan, (2) menaruh training bagi pengajar tentang bagaimana mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam kehidupan serta budaya sekolah, (3) menjalin kerjasama dengan orangtua dan warga supaya siswa dapat mendengar bahwa prilaku karakter itu penting buat keberhasilan di sekolah serta di kehidupannya, dan (4) menaruh kesempatan kepada kepala sekolah, guru, orangtua dan rakyat buat menjadi model prilaku sosial serta moral (US Department of Education).

Mengacu dalam konsep pendekatan keseluruhan dan dilanjutkan menggunakan upaya yang dilakukan forum pendidikan, kita perlu meyakini bahwa proses pendidikan karakter tadi harus dilakukan secara berkelanjutan (continually) sehingga nilai-nilai moral yg telah tertanam pada langsung anak tidak hanya hingga pada strata pendidikan eksklusif atau hanya muncul di lingkungan keluarga atau masyarakat saja. Selain itu praktik-praktik moral yg dibawa anak tidak terkesan bersifat formalitas, tetapi sahih-sahih tertanam dalam jiwa anak.

Bagaimana Peran Pendidik pada Membentuk Karakter SDM?
Pendidik itu mampu guru, orangtua atau siapa saja, yg krusial dia memiliki kepentingan buat membentuk pribadi siswa atau anak. Peran pendidik dalam intinya merupakan menjadi warga yg belajar serta bermoral. Lickona, Schaps, dan Lewis (2007) dan Azra (2006) menguraikan beberapa pemikiran mengenai kiprah pendidik, pada antaranya:
  1. Pendidik perlu terlibat dalam proses pembelajaran, diskusi, serta mengambil inisiatif menjadi upaya membentuk pendidikan karakter Pendidik bertanggungjawab buat menjadi contoh yg memiliki nilai-nilai moral dan memanfaatkan kesempatan buat menghipnotis siswa-siswanya. Artinya pendidik pada lingkungan sekolah hendaklah bisa sebagai “uswah hasanah” yg hidup bagi setiap siswa. Mereka jua harus terbuka dan siap buat mendiskusikan menggunakan siswa mengenai banyak sekali nilai-nilai yang baik tersebut. 
  2. Pendidik perlu menaruh pemahaman bahwa karakter murid tumbuh melalui kerjasama serta berpartisipasi dalam merogoh keputusan
  3. Pendidik perlu melakukan refleksi atas kasus moral berupa pertanyaan-pertanyaan rutin untuk memastikan bahwa siswa-siswanya mengalami perkembangan karakter. 
  4. Pendidik perlu menyebutkan atau mengklarifikasikan kepada peserta didik secara terus menerus mengenai berbagai nilai yg baik serta yang jelek. 
Hal-hal lain yang pendidik bisa lakukan pada implementasi pendidikan karakter (Djalil serta Megawangi, 2006) merupakan: (1) pendidik perlu menerapkan metode pembelajaran yg melibatkan partisipatif aktif anak didik, (2) pendidik perlu menciptakan lingkungan belajar yang aman, (3) pendidik perlu menaruh pendidikan karakter secara eksplisit, sistematis, serta berkesinambungan dengan melibatkan aspek knowing the good, loving the good, and acting the good, serta (4) pendidik perlu memperhatikan keunikan anak didik masing-masing dalam memakai metode pembelajaran, yaitu menerapkan kurikulum yang melibatkan 9 aspek kecerdasan insan. Agustian (2007) menambahkan bahwa pendidik perlu melatih serta menciptakan karakter anak melalui pengulangan-pengulangan sebagai akibatnya terjadi internalisasi karakter, misalnya mengajak siswanya melakukan shalat secara konsisten.

Berdasarkan penjelasan pada atas, aku mencoba mengkategorikan peran pendidik pada setiap jenis lembaga pendidikan dalam membentuk karakter murid. Dalam pendidikan formal serta non formal, pendidik (1) wajib terlibat pada proses pembelajaran, yaitu melakukan interaksi dengan siswa pada mendiskusikan materi pembelajaran, (dua) harus menjadi contoh tauladan pada siswanya dalam berprilaku serta bercakap, (tiga) harus bisa mendorong siswa aktif pada pembelajaran melalui penggunaan metode pembelajaran yg variatif, (4) harus bisa mendorong dan membuat perubahan sehingga kepribadian, kemampuan serta asa guru bisa menciptakan hubungan yg saling menghormati serta bersahabat dengan siswanya, (lima) harus mampu membantu serta berbagi emosi serta kepekaan sosial murid supaya anak didik sebagai lebih bertakwa, menghargai ciptaan lain, mengembangkan keindahan serta belajar soft skills yang berguna bagi kehidupan anak didik selanjutnya, dan (6) harus memberitahuakn rasa kecintaan kepada siswa sebagai akibatnya pengajar pada membimbing anak didik yg sulit tidak gampang putus harapan.

Sementara dalam pendidikan informal misalnya keluarga serta lingkungan, pendidik atau orangtua/tokoh rakyat (1) harus menampakan nilai-nilai moralitas bagi anak-anaknya, (2) harus memiliki kedekatan emosional pada anak menggunakan menunjukkan rasa kasih sayang, (3) wajib menaruh lingkungan atau suasana yang aman bagi pengembangan karakter anak, dan (4) perlu mengajak anak-anaknya buat senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, misalnya menggunakan beribadah secara rutin.

Berangkat menggunakan upaya-upaya yang pendidik lakukan sebagaimana diklaim pada atas, diharapkan akan tumbuh dan berkembang karakter kepribadian yang mempunyai kemampuan unggul pada antaranya: (1) karakter mandiri serta unggul, (dua) komitmen pada kemandirian dan kebebasan, (tiga) pertarungan bukan potensi laten, melainkan situasi monumental dan lokal, (4) signifikansi Bhinneka Tunggal Ika, dan (lima) mencegah supaya stratifikasi sosial identik menggunakan disparitas etnik dan agama (Jalal dan Supriadi, 2001: 49-50).

DOWNLOAD MODUL/BUKU TEKS PENILAIAN PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER PPK

Download Modul/Buku Teks Penilaian Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)

Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) selain adalah kelanjutan dan transedental berdasarkan Gerakan Nasional Pendidikan Karakter Bangsa Tahun 2010 pula adalah bagian integral Nawacita. Dalam hal ini buah 8 Nawacita: Revolusi Karakter Bangsa dan Gerakan Revolusi Mental dalam pendidikan yg hendak mendorong seluruh
pemangku kepentingan buat mengadakan perubahan kerangka berpikir, yaitu perubahan pola pikir serta cara bertindak, dalam mengelola sekolah. Untuk itu, Gerakan PPK menempatkan nilai karakter menjadi dimensi terdalam pendidikan yang membudayakan dan memberadabkan para pelaku pendidikan. Terdapat  5 nilai primer pada Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yg saling berkaitan serta menciptakan jejaring nilai yg perlu dikembangkan menjadi prioritas Gerakan PPK. 

Kelima nilai utama karakter bangsa yang dimaksud merupakan sebagai berikut:

1. Religius

Nilai karakter religius mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang diwujudkan pada konduite melaksanakan ajaran kepercayaan serta agama yg dianut, menghargai disparitas agama,menjunjung tinggi sikap toleran terhadap aplikasi ibadah agama serta agama lain, hidup rukun dan hening dengan pemeluk kepercayaan lain.
Nilai karakter religius ini mencakup 3 dimensi rekanan sekaligus, yaitu hubungan individu dengan Tuhan, individu dengan sesama, serta individu menggunakan alam semesta (lingkungan). Nilai karakter religius ini ditunjukkan dalam perilaku menyayangi serta menjaga keutuhan kreasi. Subnilai religius antara lain cinta hening, toleransi, menghargai perbedaan agama dan agama, teguh pendirian, percaya diri, kerja sama antar pemeluk kepercayaan serta agama, antibuli serta kekerasan,persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan kehendak, menyayangi lingkungan, melindungi yg kecil dan tersisih.

2. Nasionalis

Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, serta berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, serta penghargaan yg tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi,serta politik bangsa, menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.subnilai nasionalis diantaranya apresiasi budaya bangsa sendiri,menjaga kekayaan budaya bangsa,rela berkorban, unggul, danberprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan,taat aturan, disiplin,menghormati keragaman budaya, suku,serta kepercayaan .

3. Mandiri

Nilai karakter berdikari adalah perilaku serta perilaku tidak bergantung pada orang lain serta mempergunakan segala energi, pikiran,saat buat merealisasikan harapan, mimpi serta asa.subnilai berdikari diantaranya etos kerja (kerja keras), tangguh tahan banting, daya juang, profesional, kreatif, keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang hayat.

4. Gotong Royong

Nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama serta bahu membahu menuntaskan duduk perkara beserta, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan/pertolongan pada orang-orang yg membutuhkan. Subnilai gotong royong diantaranya menghargai, kerja sama,inklusif, komitmen atas keputusan beserta, musyawarah mufakat, tolongmenolong,solidaritas, empati, anti diskriminasi, anti kekerasan, serta sikap kerelawanan.

5. Integritas

Nilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yg berdasarkan dalam upaya mengakibatkan dirinya menjadi orang yg selalu bonafide dalam perkataan, tindakan, serta pekerjaan,memiliki komitmen serta kesetiaan pada nilai-nilai humanisme dan moral (integritas moral). Karakter integritas meliputi perilaku tanggung jawab sebagai rakyat negara, aktif terlibat pada kehidupan sosial, melalui konsistensi tindakan serta perkataan yang menurut kebenaran. Subnilai integritas antara lain kejujuran, cinta dalam kebenaran, setia,komitmen moral, anti korupsi, keadilan, tanggung jawab, keteladanan, dan menghargai prestise individu (terutama penyandang disabilitas).

Kelima nilai utama karakter bukanlah nilai yg berdiri dan berkembang sendiri-sendiri melainkan nilai yg berinteraksi satu menggunakan lainnya, yang berkembang secara dinamis serta membentuk keutuhan pribadi. Dari nilai utama manapun pendidikan karakter dimulai, individu dan sekolah pertlu mengembangkan nilai-nilai primer lainnya baik secara kontekstual juga universal. Nilai religius menjadi cerminan dari iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa diwujudkan secara utuh pada bentuk ibadah sinkron menggunakan kepercayaan serta keyakinan masing-masing serta dalam bentuk kehidupan antarmanusia menjadi gerombolan , rakyat,maupun bangsa. Dalam kehidupan sebagai masyarakat serta bangsa nilai – nilai religius dimaksud melandasi dan melebur di dalam nilai-nilai primer nasionalisme, kemandirian, gotong royong, serta integritas. Demikian pula apabila nilai utama nasionalis dipakai menjadi titik awal penanaman nilai-nilai karakter, nilai ini wajib dikembangkan berdasarkan nilai-nilai keimanan serta ketakwaan yg tumbuh beserta nilai-nilai lainnya.


Prinsip-Prinsip Pengembangan serta Implementasi PPK

Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dikembangkan dan dilaksanakan dengan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut:

Prinsip 1 – Nilai-nilai Moral Universal

Gerakan PPK serius dalam penguatan nilai-nilai moral universal yg prinsip-prinsipnya bisa didukung sang segenap individu menurut banyak sekali macam latar belakang agama, keyakinan, agama, sosial,serta budaya.

Prinsip 2 – Holistik

Gerakan PPK dilaksanakansecara keseluruhan, pada arti pengembangan fisik (olah raga), intelektual (olah pikir), estetika (olah rasa), etika dan spiritual (olah hati) dilakukan secara utuh-menyeluruh serta serentak, baik melalui proses pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler, berbasis pada pengembangan budaya sekolah juga melalui kerja sama menggunakan komunitas-komunitas di luar lingkungan pendidikan.

Prinsip tiga – Terintegrasi

Gerakan PPK menjadi poros pelaksanaan pendidikan nasional terutama pendidikan dasar dan menengah dikembangkan serta dilaksanakan dengan memadukan, menghubungkan, dan mengutuhkan aneka macam elemen pendidikan, bukan merupakan acara tempelan serta tambahan dalam proses pelaksanaan pendidikan.

Prinsip 4 – Partisipatif

Gerakan PPK dilakukan menggunakan mengikutsertakan serta melibatkan publik seluas-luasnya menjadi pemangku kepentingan pendidikan menjadi pelaksana Gerakan PPK. Kepala sekolah, pendidik, energi kependidikan, komite sekolah, dan pihak-pihak lain yg terkait dapat menyepakati prioritas nilai-nilai primer karakter dan kekhasan sekolah yg diperjuangkan pada Gerakan PPK, menyepakati bentuk serta strategi pelaksanaan Gerakan PPK, bahkan pembiayaan Gerakan PPK.

Prinsip lima – Kearifan Lokal

Gerakan PPK bertumpu serta responsif pada kearifan lokal nusantara yang demikian beragam serta majemuk supaya kontekstual serta membumi. Gerakan PPK harus mampu mengembangkan dan memperkuat kearifan lokal nusantara agar dapat berkembang dan berdaulat sehingga dapat memberi indentitas serta jati diri siswa menjadi bangsa Indonesia.

Prinsip 6 – Kecakapan Abad XXI

Gerakan PPK mengembangkan kecakapan-kecakapan yang dibutuhkan oleh peserta didik buat hayati pada abad XXI, diantaranya kecakapan berpikir kritis (critical thinking), berpikir kreatif (creative thinking), kecakapan berkomunikasi (communication skill), termasuk dominasi bahasa internasional, serta kerja sama pada pembelajaran (collaborative learning).

Prinsip 7 – Adil serta Inklusif

Gerakan PPK dikembangkan dan dilaksanakan dari prinsip keadilan, non-subordinat, non-sektarian, menghargai kebinekaan serta disparitas (inklusif), dan menjunjung harkat serta prestise manusia.

Prinsip 8 – Selaras menggunakan Perkembangan Peserta Didik

Gerakan PPK dikembangkan serta dilaksanakan selaras menggunakan perkembangan siswa baik perkembangan biologis, psikologis,maupun sosial, supaya taraf kecocokan dan keberterimaannya tinggi dan aporisma. Dalam hubungan ini kebutuhan-kebutuhan perkembangan peserta didik perlu memperoleh perhatian intensif.

 Prinsip 9 – Terukur

Gerakan PPK dikembangkan serta dilaksanakan berlandaskan prinsip keterukuran agar dapat dimati dan diketahui proses serta hasilnya secara objektif. Dalam interaksi ini komunitas sekolah mendeskripsikan nilai-nilai utama karakter yg sebagai prioritas pengembangan di sekolah pada sebuah perilaku serta perilaku yg dapat diamati dan diukur secara objektif; menyebarkan program-acara penguatan nilai-nilai karakter bangsa yang mungkin dilaksanakan serta dicapai oleh sekolah;serta mengerahkan sumber daya yang dapat disediakan oleh sekolah serta pemangku kepentingan pendidikan.

Struktur Kurikulum Pelaksanaan PPK

Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) nir mengubah kurikulum yg sudah ada, melainkan optimalisasi kurikulum pada satuan pendidikan. Gerakan PPK perlu dilaksanakan di satuan pendidikan melalui berbagai cara sesuai dengan kerangka kurikulum yaitu alokasi waktu minimal yg ditetapkan pada Kerangka Dasar serta Struktur Kurikulum, dan aktivitas ekstrakurikuler yg dikelola sang satuan pendidikan sesuai menggunakan peminatan dan ciri peserta didik, kearifan lokal, daya dukung, serta kebijaksanaan satuan pendidikan masing-masing.

Pelaksanaan Gerakan PPK disesuaikan menggunakan kurikulum dalam satuan pendidikan masing-masing serta dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu:
  1. Mengintegrasikan dalam mata pelajaran yg terdapat pada pada struktur kurikulum serta mata pelajaran Muatan Lokal (Mulok) melalui aktivitas intrakurikuler dan kokurikuler. Sebagai kegiatan intrakurikuler serta kokurikuler, setiap guru menyusun dokumen perencanaan pembelajaran berupa Silabus serta Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sinkron mata pelajarannya masing-masing. Nilai-nilai primer PPK diintegrasikan ke dalam mata pelajaran sinkron topik utama nilai PPK yang akan dikembangkan/dikuatkan pada sesi pembelajaran tadi dan sinkron dengan karakteristik mata pelajaran masing-masing. Misalnya,mata pelajaran IPA untuk SMP mengintegrasikan nilai nasionalisme menggunakan mendukung perlindungan energi pada materi tentang tenaga.
  2. Mengimplementasikan PPK melalui kegiatan ekstrakurikuler yang ditetapkan sang satuan pendidikan. Pada aktivitas ekstrakurikuler,satuan pendidikan melakukan penguatan balik nilai-nilai karakter melalui banyak sekali kegiatan. Kegiatan ekskul dapat dilakukan melalui kolaborasi menggunakan warga dan pihak lain/forum yg relevan, misalnya PMI, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Perdagangan,museum, rumah budaya, serta lain-lain, sinkron menggunakan kebutuhan dan kreativitas satuan pendidikan.
  3. Kegiatan pembiasaan melalui budaya sekolah dibentuk dalam proses kegiatan rutin, impulsif, pengkondisian, dan keteladanan masyarakat sekolah. Kegiatan-aktivitas dilakukan pada luar jam pembelajaran buat memperkuat pembentukan karakter sesuai menggunakan situasi, syarat,ketersediaan wahana serta prasarana di setiap satuan pendidikan.
Basis Gerakan PPK

Gerakan PPK dapat dilaksanakan dengan berbasis struktur kurikulum yg telah terdapat dan mantap dimiliki oleh sekolah, yaitu pendidikan karakter berbasis kelas, budaya sekolah, dan rakyat/komunitas (Albertus, 2015).

Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Kelas
  • Mengintegrasikan proses pembelajaran di dalam kelas melalui isi kurikulum dalam mata pelajaran, baik itu secara tematik maupun terintegrasi dalam mata pelajaran.
  • Memperkuat manajemen kelas, pilihan metodologi, dan evaluasi pengajaran.
  • Mengembangkan muatan lokal sinkron menggunakan kebutuhan wilayah.
Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Sekolah
  • Menekankan pada pembiasaan nilai-nilai primer pada keseharian sekolah.
  • Menonjolkan keteladanan orang dewasa di lingkungan pendidikan.
  • Melibatkan seluruh ekosistem pendidikan pada sekolah.
  • Mengembangkan dan memberi ruang yg luas dalam segenap potensi anak didik melalui kegiatan ko-kurikuler dan ekstra-kurikuler.
  • Memberdayakan manajemen dan rapikan kelola sekolah.
  • Mempertimbangkan norma, peraturan, dan tradisi sekolah.
Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Masyarakat.
  • Memperkuat peranan Komite Sekolah serta orang tua sebagai pemangku kepentingan utama pendidikan.
  • Melibatkan dan memberdayakan potensi lingkungan menjadi sumber pembelajaran seperti keberadaan serta dukungan pegiat seni dan budaya, tokoh warga , dunia usaha, serta global industri.
  • Mensinergikan implementasi PPK menggunakan berbagai program yg terdapat dalam lingkup akademisi, pegiat pendidikan, dan LSM.
  • Mensinkronkan acara serta aktivitas melalui kolaborasi dengan pemerintah wilayah, kementerian serta lembaga pemerintahan, serta rakyat pada umumnya
Tujuan PPK

Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter memiliki tujuan menjadi berikut:
  1. Mengembangkan platform pendidikan nasional yg meletakkan makna serta nilai karakter menjadi jiwa atau generator utama penyelenggaraan pendidikan.
  2. Membangun dan membekali Generasi Emas Indonesia 2045 menghadapi dinamika perubahan di masa depan menggunakan keterampilan abad 21.
  3. Mengembalikan pendidikan karakter sebagai ruh serta fondasi pendidikan melalui harmonisasi olah hati (etik dan spiritual), olahrasa (estetik), olah pikir (literasi serta numerasi), serta olah raga (kinestetik)
  4. Merevitalisasi dan memperkuat kapasitas ekosistem pendidikan (ketua sekolah, pengajar, siswa, pengawas, serta komite sekolah) untuk mendukung perluasan implementasi pendidikan karakter.
  5. Membangun jejaring pelibatan rakyat (publik) sebagai sumber-sumber
  6. belajar di dalam serta di luar sekolah.
  7. Melestarikan kebudayaan dan jati diri bangsa Indonesia pada mendukung Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM)
Berkitan dengan manfaat PPK serta segela bentuk dokumen yg berhubungan dengan Penguatan Pendidikan Karakter bisa pada download berikut ini:

Semoga dokumen Modul/Buku Teks Penilaian Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dapat dimanfaatkan dalam aplikasi pendidikan pada masing-masing sekolah

PENGERTIAN PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT AHLI

Pengertian Pendidikan Karakter Menurut Ahli
1. Pendidikan Karakter Menurut Lickona
Secara sederhana, pendidikan karakter bisa didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter anak didik. Tetapi buat mengetahui pengertian yang sempurna, bisa dikemukakan pada sini definisi pendidikan karakter yg disampaikan sang Thomas Lickona. Lickona menyatakan bahwa pengertian pendidikan karakter adalah suatu bisnis yg disengaja buat membantu seseorang sehingga dia dapat memahami, memperhatikan, serta melakukan nilai-nilai etika yg inti.

2. Pendidikan Karakter Menurut Suyanto
Suyanto (2009) mendefinisikan karakter menjadi cara berpikir dan berperilaku yg sebagai ciri spesial tiap individu untuk hayati serta bekerja sama, baik pada lingkup keluarga, rakyat, bangsa, juga negara.

3. Pendidikan Karakter Menurut Kertajaya
Karakter merupakan karakteristik khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar dalam kepribadian benda atau individu tadi, serta adalah “mesin” yang mendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu (Kertajaya, 2010).

4. Pendidikan Karakter Menurut Kamus Psikologi
Menurut kamus psikologi, karakter adalah kepribadian dipandang berdasarkan titik tolak etis atau moral, contohnya kejujuran seseorang, dan umumnya berkaitan dengan sifat-sifat yang nisbi tetap (Dali Gulo, 1982: p.29).

Nilai-nilai dalam pendidikan karakter
Pertanyaannya, adakah yg salah pada kurikulum pendidikan pada masa lalu? Apakah kurikulum pada masa kemudian tidak memuat pendidikan karakter?Apakah kurikulum itu sendiri telah mempunyai karakter, sebagai akibatnya sanggup membangun karakter siswa?Sebagaimana diketahui, bahwa suatu kurikulum diterapkan sinkron menggunakan situasi dan kondisi pada masanya.kurikulum yg berlaku pada masanya itu dapat dicermati sudah mempunyai kesesuaian menggunakan situasi dan kondisi dalam waktu itu dan memiliki tujuan-tujuan ideal yang sudah dipertimbangkan dengan matang.

Kurikulum pendidikan yg berlaku dalam persekolahan pada Indonesia sudah rbagai penyempurnaan, terakhir dengan apa yg disebut sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang adalah implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan). Dalam Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan pemerintah ini tertuang bahwa pendidikan karakter dimasukkan pada muatan kurikulum.

Pendidikan karakter sudah menjadi perhatian aneka macam negara pada rangka mempersiapkan generasi yang berkualitas, bukan hanya buat kepentingan individu rakyat negara, tetapi juga buat warga rakyat secara holistik. Pendidikan karakter dapat diartikan menjadi the deliberate us of all dimensions of school life to foster optimal character development (usaha kita secara sengaja menurut seluruh dimensi kehidupan sekolah/madrasah buat membantu pembentukan karakter secara optimal.

Ada 18 buah nilai-nilai pendidikan karakter yaitu , Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai prestasi, Bersahabat/komunikatif,Cinta Damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli social, Tanggung jawab.

Lebih jelas tentang nilai-nilai pendidikan karakter dapat pada lihat dalam bagan dibawah ini

Nilai Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter memerlukan metode khusus yg tepat agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Di antara metode pembelajaran yang sinkron merupakan metode keteladanan, metode pembiasaan, serta metode pujian dan hukuman. //belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-karakter/

Pembinaan karakter anak didik di sekolah berarti berbagai upaya yg dilakukan oleh sekolah dalam rangka pembentukan karakter siswa. Istilah yg identik menggunakan pelatihan adalah pembentukan atau pembangunan. Terkait dengan sekolah, kini lagi digalakkan pembentukan kultur sekolah. Salah satu kultur yg dipilih sekolah merupakan kultur akhlak mulia. Dari sinilah ada kata pembentukan kultur akhlak mulia pada sekolah. 

Berdasarkan pembahasan pada atas terdapat tujuh cara baik yg wajib dilakukan anak buat menumbuhkan kebajikan utama (karakter yang baik), yaitu ikut merasakan, hati nurani, kontrol diri, rasahormat, kebaikan hati, toleransi, dan keadilan. Ketujuh macam kebajikan inilah yang dapat membangun manusia berkualitas pada mana pun serta kapan pun..

Pendidikan Karakter Menurut Penulis Dan Implementasinya
Anak usia sekolah hari ini merupakan pemimpin buat masa sekian belas atau puluh tahun yg akan tiba. Jika pendidikan karakter dikembangkan menggunakan metode doktrin dan pedagogi belaka, niscaya prilaku menyimpang yg terjadi pada masa yg akan dating justru lebih parah berdasarkan hari ini. Sebaliknya, pemimpin hari ini yg melakukan prilaku yg nir berkarakter baik merupakan output pendidikan belasan atau puluhan tahun yg silam. 

Pengembangan pendidikan karakter nir hanya dilakukan di sekolah. Pengembangan karakter bisa ditumbuhkembangkan dimana saja anak didik berada. Tetapi demikian, pendidikan karakter perlu dikembangkan menggunakan keteladanan berdasarkan orang dewasa. Apakah pada sekolah, pada tempat tinggal ataupun di tengah lingkungan rakyat. Lingkungan masyarakat luas kentara mempunyai pengaruh akbar terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai estetika dan etika buat pembentukan karakter. Dari perspektif Islam, menurut Quraish Shihab (1996:321), situasi kemasyarakatan menggunakan sistem nilai yang dianutnya, mensugesti sikap serta cara pandang warga secara holistik. Jika sistem nilai serta pandangan mereka terbatas dalam “sekarang serta pada sini”, maka upaya dan ambisinya terbatas dalam sekarang serta di sini pula.

Menurut pandangan penulis, pendidikan karakter dimasukkan pada muatan kurikulum mengacu dalam isi Sistem Pendidikan Nasional yang tadi di atas lalu dituangkan dalam bentuk kalimat sebenarnya relatif berlebihan. Karena dalam pembelajaran formal pada sekolah merupakan suatu hal yg sudah harus bahwa pembelajaran ini berarti mendidik dan mengajar. Mendidik memiliki target dalam ranah afektif, yaitu akhlak, budi pekerti, serta budaya. Sedangkan mengajar lebih menekankan pada ranah kognitif serta psikomotorik.

Realita yang ditemui penulis merupakan pada satu sisi pemerintah menggunakan giat mewajibkan pendidikan karakter tertuang dalam kurikulum dalam setiap jenjang pendidikan, namun system pendidikan itu sendiri menghancurkan pendidikan karakter anak dengan menuntut keberhasilan pendidikan yg dinilai berdasarkan keberhasilan Ujian Nasional. Seolah-olah pemerintah mempunyai ketetapan bahwa apabila dalam Ujian Nasional anak bisa lulus menggunakan nilai akademik baik maka pendidikan dikatakan berhasil. Sehingga buat mencapai kelulusan proses pendidikan yg diajarka sang pendidik pula lebih menekankan dalam yg krusial lulus. Ujian Nasional dirasakan bagaikan momok seram oleh siswa, sebagai akibatnya nir jarang buat meraih kelulusan terdapat siswa yg melakukan tindakan mencontek. Demikian pula pihak sekolah, berupaya menggunakan apapun caranya agar peserta didik dapat lulus 100%. Pendongkrakan nilai sekolahpun tidak ayal lagi dilakukan oleh pihak sekolah bila diperkirakan nilai akademik siswa pada hasil Ujian Nasional rendah. Sehingga nilai akhir yg terdiri berdasarkan nilai sekolah dan nilai Ujian Nasional bisa mencapai standar kriteria kelulusan.

Pendidikan karakter ini selalu ada pada setiap kegiatan pembelajaran tanpa harus dituangkan dalam bentuk kalimat yg lebih tampak misalnya jargon. Tetapi yang lebih krusial lagi apabila pendidikan karakter ditekankan waktu anak berada di jenjang Sekolah Dasar. Dalam tingkat pendidikan dasar pendidikan karakter didoktrinkan dalam jiwa setiap anak dengan model-contoh dan aktivitas langsung yang berhubungan dengan karakter. Karena pendidikan karakter anak akan terbentuk baik bila kita mengetahui bahwa kita lebih mengedepankan figure dan contoh daripada slogan, memprioritaskan praktik daripada teori, dan berpijak terhadap hal yg realistis dan nir membumbung. Sehingga materi buat tingkat pendidikan dasar seharusnya lebih ditekankan dalam pembentukan karakter anak bukan pada teori-teori suatu mata pelajaran. Jika pendidikan karakter ini pada usia dasar sudah mendogma dalam jiwa anak, untuk langkah pembelajaran selanjutnya ketercapaian tujuan pendidikan akan lebih berhasil tanpa wajib menggembar-gemborkan pendidikan karakter yg hanya berupa slogan.

Pendidikan karakter sangat penting pada proses pembelajaran serta pendewasaan anak. Pendidikan karakter wajib diterapkan mulai berdasarkan famili, sekolah hingga pada lingkungan rakyat. Penerapan pendidikan karakter harus dimulai sedini mungkin semenjak anak terlahir ke global.

Pendidikan karakter yang ditetapkan pemerintah menjadi muatan kurikulum pada setiap jenjang pendidikan terdapat baiknya tetapi lebih baik lagi jika pendidikan karakter lebih ditekankan pada taraf pendidikan dasar. Sehingga siswa lulusan pendidikan dasar sudah mempunyai karakter yg baik yg telah mendogma dalam setiap jiwa peserta didik. Hal ini akan lebih mudah mengarahkan anak didik pada tingkat pendidikan selanjutnya sebagai akibatnya tujuan pendidikan akan lebih tercapai.

PENGERTIAN PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT AHLI

Pengertian Pendidikan Karakter Menurut Ahli
1. Pendidikan Karakter Menurut Lickona
Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha yg dapat dilakukan buat mensugesti karakter murid. Tetapi buat mengetahui pengertian yang sempurna, bisa dikemukakan pada sini definisi pendidikan karakter yg disampaikan oleh Thomas Lickona. Lickona menyatakan bahwa pengertian pendidikan karakter adalah suatu bisnis yang disengaja buat membantu seorang sebagai akibatnya beliau bisa memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.

2. Pendidikan Karakter Menurut Suyanto
Suyanto (2009) mendefinisikan karakter menjadi cara berpikir serta berperilaku yang sebagai ciri spesial tiap individu buat hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, warga , bangsa, juga negara.

3. Pendidikan Karakter Menurut Kertajaya
Karakter adalah ciri spesial yg dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri spesial tersebut merupakan asli serta mengakar dalam kepribadian benda atau individu tersebut, dan merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu (Kertajaya, 2010).

4. Pendidikan Karakter Menurut Kamus Psikologi
Menurut kamus psikologi, karakter merupakan kepribadian dicermati menurut titik tolak etis atau moral, contohnya kejujuran seorang, serta umumnya berkaitan dengan sifat-sifat yang nisbi permanen (Dali Gulo, 1982: p.29).

Nilai-nilai dalam pendidikan karakter
Pertanyaannya, adakah yang keliru pada kurikulum pendidikan pada masa kemudian? Apakah kurikulum di masa kemudian tidak memuat pendidikan karakter?Apakah kurikulum itu sendiri telah memiliki karakter, sehingga mampu membentuk karakter siswa?Sebagaimana diketahui, bahwa suatu kurikulum diterapkan sinkron menggunakan situasi dan syarat dalam masanya.kurikulum yang berlaku pada masanya itu bisa dipandang telah memiliki kesesuaian menggunakan situasi dan kondisi pada waktu itu serta memiliki tujuan-tujuan ideal yang telah dipertimbangkan dengan matang.

Kurikulum pendidikan yang berlaku pada persekolahan pada Indonesia sudah rbagai penyempurnaan, terakhir dengan apa yg dianggap sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yg merupakan implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 mengenai Standar Nasional Pendidikan). Dalam Sistem Pendidikan Nasional serta Peraturan pemerintah ini tertuang bahwa pendidikan karakter dimasukkan pada muatan kurikulum.

Pendidikan karakter sudah sebagai perhatian banyak sekali negara dalam rangka mempersiapkan generasi yg berkualitas, bukan hanya buat kepentingan individu warga negara, tetapi pula buat rakyat rakyat secara holistik. Pendidikan karakter bisa diartikan menjadi the deliberate us of all dimensions of school life to foster optimal character development (bisnis kita secara sengaja dari semua dimensi kehidupan sekolah/madrasah untuk membantu pembentukan karakter secara optimal.

Ada 18 buah nilai-nilai pendidikan karakter yaitu , Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai prestasi, Bersahabat/komunikatif,Cinta Damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli social, Tanggung jawab.

Lebih jelas tentang nilai-nilai pendidikan karakter bisa di lihat pada bagan dibawah ini

Nilai Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter memerlukan metode khusus yang tepat supaya tujuan pendidikan bisa tercapai. Di antara metode pembelajaran yg sesuai adalah metode keteladanan, metode pembiasaan, serta metode pujian serta sanksi. //belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-karakter/

Pembinaan karakter murid di sekolah berarti berbagai upaya yang dilakukan sang sekolah dalam rangka pembentukan karakter siswa. Istilah yang identik dengan training adalah pembentukan atau pembangunan. Terkait dengan sekolah, kini lagi digalakkan pembentukan kultur sekolah. Salah satu kultur yang dipilih sekolah adalah kultur akhlak mulia. Dari sinilah ada istilah pembentukan kultur akhlak mulia pada sekolah. 

Berdasarkan pembahasan di atas terdapat tujuh cara baik yg wajib dilakukan anak buat menumbuhkan kebajikan utama (karakter yg baik), yaitu ikut merasakan, hati nurani, kontrol diri, rasahormat, kebaikan hati, toleransi, dan keadilan. Ketujuh macam kebajikan inilah yang bisa membentuk manusia berkualitas pada mana pun dan kapan pun..

Pendidikan Karakter Menurut Penulis Dan Implementasinya
Anak usia sekolah hari ini merupakan pemimpin buat masa sekian belas atau puluh tahun yang akan datang. Jika pendidikan karakter dikembangkan dengan metode doktrin serta pengajaran belaka, niscaya prilaku menyimpang yang terjadi pada masa yang akan dating justru lebih parah berdasarkan hari ini. Sebaliknya, pemimpin hari ini yg melakukan prilaku yg nir berkarakter baik merupakan output pendidikan belasan atau puluhan tahun yang silam. 

Pengembangan pendidikan karakter nir hanya dilakukan di sekolah. Pengembangan karakter dapat ditumbuhkembangkan dimana saja murid berada. Tetapi demikian, pendidikan karakter perlu dikembangkan menggunakan keteladanan menurut orang dewasa. Apakah di sekolah, di rumah ataupun pada tengah lingkungan rakyat. Lingkungan rakyat luas jelas memiliki dampak besar terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai estetika serta etika buat pembentukan karakter. Dari perspektif Islam, berdasarkan Quraish Shihab (1996:321), situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai yg dianutnya, mensugesti sikap dan cara pandang rakyat secara holistik. Apabila sistem nilai dan pandangan mereka terbatas pada “sekarang dan pada sini”, maka upaya serta ambisinya terbatas pada kini serta pada sini jua.

Menurut pandangan penulis, pendidikan karakter dimasukkan pada muatan kurikulum mengacu pada isi Sistem Pendidikan Nasional yg tadi pada atas kemudian dituangkan dalam bentuk kalimat sebenarnya agak berlebihan. Karena pada pembelajaran formal pada sekolah merupakan suatu hal yang sudah harus bahwa pembelajaran ini berarti mendidik dan mengajar. Mendidik mempunyai sasaran dalam ranah afektif, yaitu akhlak, budi pekerti, dan budaya. Sedangkan mengajar lebih menekankan dalam ranah kognitif serta psikomotorik.

Realita yg ditemui penulis merupakan di satu sisi pemerintah dengan giat mewajibkan pendidikan karakter tertuang pada kurikulum pada setiap jenjang pendidikan, tetapi system pendidikan itu sendiri menghancurkan pendidikan karakter anak menggunakan menuntut keberhasilan pendidikan yang dinilai menurut keberhasilan Ujian Nasional. Seolah-olah pemerintah memiliki ketetapan bahwa bila dalam Ujian Nasional anak bisa lulus menggunakan nilai akademik baik maka pendidikan dikatakan berhasil. Sehingga buat mencapai kelulusan proses pendidikan yg diajarka oleh pendidik juga lebih menekankan dalam yang penting lulus. Ujian Nasional dirasakan bagaikan momok menyeramkan oleh peserta didik, sebagai akibatnya nir jarang buat meraih kelulusan terdapat murid yg melakukan tindakan mencontek. Demikian juga pihak sekolah, berupaya menggunakan apapun caranya supaya siswa bisa lulus 100%. Pendongkrakan nilai sekolahpun tidak ayal lagi dilakukan oleh pihak sekolah apabila diperkirakan nilai akademik anak didik dalam hasil Ujian Nasional rendah. Sehingga nilai akhir yang terdiri dari nilai sekolah serta nilai Ujian Nasional bisa mencapai baku kriteria kelulusan.

Pendidikan karakter ini selalu terdapat dalam setiap aktivitas pembelajaran tanpa harus dituangkan dalam bentuk kalimat yang lebih tampak misalnya slogan. Tetapi yang lebih penting lagi jika pendidikan karakter ditekankan waktu anak berada di jenjang SD. Dalam taraf pendidikan dasar pendidikan karakter didoktrinkan dalam jiwa setiap anak dengan contoh-model serta kegiatan pribadi yang berhubungan dengan karakter. Lantaran pendidikan karakter anak akan terbentuk baik jika kita mengetahui bahwa kita lebih mengedepankan figure serta contoh daripada slogan, memprioritaskan praktik daripada teori, serta berpijak terhadap hal yg realistis dan tidak membumbung. Sehingga materi buat tingkat pendidikan dasar seharusnya lebih ditekankan dalam pembentukan karakter anak bukan pada teori-teori suatu mata pelajaran. Apabila pendidikan karakter ini di usia dasar sudah mendogma dalam jiwa anak, buat langkah pembelajaran selanjutnya ketercapaian tujuan pendidikan akan lebih berhasil tanpa wajib menggembar-gemborkan pendidikan karakter yg hanya berupa jargon.

Pendidikan karakter sangat krusial dalam proses pembelajaran serta pendewasaan anak. Pendidikan karakter wajib diterapkan mulai menurut famili, sekolah sampai dalam lingkungan masyarakat. Penerapan pendidikan karakter harus dimulai sedini mungkin semenjak anak terlahir ke dunia.

Pendidikan karakter yang ditetapkan pemerintah menjadi muatan kurikulum pada setiap jenjang pendidikan terdapat baiknya tetapi lebih baik lagi apabila pendidikan karakter lebih ditekankan dalam tingkat pendidikan dasar. Sehingga murid lulusan pendidikan dasar sudah mempunyai karakter yg baik yang telah mendogma pada setiap jiwa peserta didik. Hal ini akan lebih mudah mengarahkan murid pada tingkat pendidikan selanjutnya sehingga tujuan pendidikan akan lebih tercapai.

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA MELALUI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

Pengembangan Sumber Daya Manusia : Melalui SMK 
Perkembangan dunia pendidikan saat ini sedang memasuki era yg ditandai menggunakan gencarnya inovasi teknologi, sehingga menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan yang selaras dengan tuntutan global kerja. Pendidikan harus mencerminkan proses memanusiakan manusia pada arti mengaktualisasikan semua potensi yg dimilikinya menjadi kemampuan yg dapat dimanfaatkan pada kehidupan sehari-hari pada warga luas. Hari Sudrajat (2003) mengemukakan bahwa : “Muara menurut suatu proses pendidikan, apakah itu pendidikan yg bersifat akademik ataupun pendidikan kejuruan adalah dunia kerja, baik sektor formal juga sektor non formal”.

Tingkat keberhasilan pembangunan nasional Indonesia di segala bidang akan sangat bergantung pada sumber daya insan sebagai aset bangsa pada mengoptimalkan serta memaksimalkan perkembangan semua asal daya insan yg dimiliki. Upaya tersebut bisa dilakukan dan ditempuh melalui pendidikan, baik melalui jalur pendidikan formal maupun jalur pendidikan non formal. Salah satu lembaga dalam jalur pendidikan formal yg menyiapkan lulusannya buat memiliki keunggulan di dunia kerja, antara lain melalui jalur pendidikan kejuruan. 

Pendidikan kejuruan yg dikembangkan pada Indonesia antara lain merupakan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dibuat buat menyiapkan siswa atau lulusan yg siap memasuki dunia kerja serta sanggup mengembangkan perilaku profesional pada bidang kejuruan. Lulusan pendidikan kejuruan, dibutuhkan menjadi individu yg produktif yang sanggup bekerja menjadi energi kerja menengah serta memiliki kesiapan buat menghadapi persaingan kerja. Kehadiran Sekolah Menengah Kejuruan sekarang ini semakin didambakan masyarakat; khususnya rakyat yg beranjak eksklusif dalam dunia kerja. Dengan catatan, bahwa lulusan pendidikan kejuruan memang mempunyai kualifikasi sebagai (calon) tenaga kerja yang mempunyai keterampilan vokasional eksklusif sinkron menggunakan bidang keahliannya.

Gambaran mengenai kualitas lulusan pendidikan kejuruan yg disarikan berdasarkan Finch serta Crunkilton (1979), bahwa : “Kualitas pendidikan kejuruan menerapkan berukuran ganda, yaitu kualitas menurut berukuran sekolah atau in-school success standards serta kualitas dari ukuran masyarakat atau out-of school success standards”. Kriteria pertama meliputi aspek keberhasilan siswa pada memenuhi tuntutan kurikuler yg sudah diorientasikan pada tuntutan dunia kerja, sedangkan kriteria ke 2, mencakup keberhasilan peserta didik yang tertampilkan pada kemampuan unjuk kerja sesuai dengan standar kompetensi nasional ataupun internasional sesudah mereka berada pada lapangan kerja yg sebenarnya.

Upaya buat mencapai kualitas lulusan pendidikan kejuruan yang sesuai menggunakan tuntutan global kerja tadi, perlu didasari menggunakan kurikulum yang dibuat serta dikembangkan menggunakan prinsip kesesuaian menggunakan kebutuhan stakeholders. Kurikulum pendidikan kejuruan secara spesifik memiliki karakter yang mengarah pada pembentukan kecakapan lulusan yg berkaitan menggunakan aplikasi tugas pekerjaan eksklusif. Kecakapan tadi sudah diakomodasi pada kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan yg mencakup gerombolan Normatif, Adaptif serta gerombolan Produktif. 

Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang dimulai dari berpikir tentang ilham kurikulum hingga bagaimana pelaksanaannya pada sekolah. Hasan (1988) mengungkapkan bahwa, aspek-aspek pada mekanisme pengembangan kurikulum merupakan aspek-aspek aktivitas kurikulum yg terdiri atas empat dimensi yg saling bekerjasama satu terhadap yg lain, yaitu : (1) Kurikulum menjadi suatu inspirasi atau konsepsi, (dua) Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, (3) Kurikulum menjadi suatu kegiatan (proses) serta (4) Kurikulum menjadi suatu output belajar.

Kurikulum yang diimplementasikan pada SMK ketika ini, khusus buat kelompok produktif masih memakai kurikulum tahun 2004, sedangkan buat kelompok normatif serta adaptif sudah memakai model pengelolaan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) 2006. Pada tataran implementasi kurikulum ini mauntut kreativitas guru pada dalam menaruh pengalaman belajar yg bisa menaikkan kompetensi peserta didik, lantaran betapapun baiknya kurikulum yang telah direncanakan pada akhirnya berhasil atau tidaknya sangat tergantung dalam sentuhan aktivitas dan kreativitas guru sebagai ujung tombak implementasi suatu kurikulum. 

Pendidikan serta pembinaan pada Sekolah Menengah Kejuruan; khusnya pada program produktif yang sinkron menggunakan bidang keahlian, secara ideal dituntut buat menerapkan pendekatan pembelajaran yang bisa memberikan pengalaman belajar pada peserta didik pada pada penguasaan kompetensi atau kemampuan kerja sesuai menggunakan tuntutan global bisnis serta industri. Pendekatan pembelajaran tadi terdiri menurut : Pelatihan Berbasis Kompetensi (Competency Based Training), Pelatihan Berbasis Produksi (Production Based Training) dan Pelatihan Berbasis Industri. Dengan menerapkan pendekatan pembelajaran ini dibutuhkan sanggup menaruh pengalaman belajar pada siswa di pada penguasaan semua kompetensi yg wajib dikuasai sesuai Standar Kompetensi Nasional, sehingga mereka mampu mengikuti uji level pada setiap akhir semester buat Kelas X serta XI dan uji kompetensi buat kelas XII yg dilaksanakan sang pihak industri menjadi inatitusi pasangan.

Karakteristik Dan Tuntutan Perkembangan Pendidikan Kejuruan
A. Karakteristik Pendidikan Kejuruan
Pendidikan kejuruan mempunyai karakteristik yg tidak selaras menggunakan satuan pendidikan lainnya. Perbedaan tadi bisa dikaji berdasarkan tujuan pendidikan, substansi pelajaran, tuntutan pendidikan dan lulusannya. 

1. Tujuan pendidikan kejuruan
Pendidikan kejuruan bertujuan buat meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, dan keterampilan siswa buat hidup berdikari serta mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai menggunakan acara kejuruannya. Dari tujuan pendidikan kejuruan tadi mengandung makna bahwa pendidikan kejuruan pada samping menyiapkan tenaga kerja yang profesional jua mempersiapkan siswa buat bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sesuai dengan program kejuruan atau bidang keahlian.

Berdasarkan pada tujuan pendidikan kejuruan pada atas, maka buat tahu filosofi pendidikan kejuruan perlu dikaji dari landasan penyelenggaraan pendidikan kejuruan menjadi berikut :

a. Asumsi mengenai anak didik
Pendidikan kejuruan wajib memandang murid menjadi individu yg selalu pada proses buat mengembangkan langsung serta segenap potensi yang dimilikinya. Pengembangan ini menyangkut proses yang terjadi pada diri siswa, seperti proses menjadi lebih dewasa, sebagai lebih pandai , menjadi lebih matang, yg menyangkut proses perubahan dampak efek eksternal, antara lain berubahnya karir atau pekerjaan dampak perkembangan sosial ekonomi warga .

Pendidikan kejuruan adalah upaya menyediakan stimulus berupa pengalaman belajar buat membantu mereka pada berbagi diri serta potensinya. Oleh karena itu, keunikan tiap individu pada berinteraksi dengan global luar melalui pengalaman belajar merupakan upaya terintegrasi guna menunjang proses perkembangan diri anak didik secara optimal. Kondisi ini tertampilkan dalam prinsip pendidikan kejuruan “learning by doing”, dengan kurikulum yang berorientasi pada dunia kerja.

b. Konteks sosial pendidikan kejuruan
Tujuan dan isi pendidikan kejuruan senantiasa dibuat sang kebutuhan rakyat yang berubah begitu pesat, sekaligus jua wajib berperan aktif dalam ikut dan memilih tingkat serta arah perubahan rakyat dalam bidang kejuruannya tadi.

Pendidikan kejuruan berkembang sinkron dengan perkembangan tuntutan warga , melalui dua institusi sosial. Pertama, institusi sosial yang berupa struktur pekerjaan dengan organisasi, pembagian kiprah atau tugas, dan konduite yg berkaitan menggunakan pemilihan, perolehan dan pemantapan karir. Institusi sosial yg kedua, berupa pendidikan dengan fungsi gandanya sebagai media pelestarian budaya sekaligus sebagai media terjadinya perubahan sosial.

c. Dimensi ekonomi pendidikan kejuruan
Hubungan dimensi ekonomi menggunakan pendidikan kejuruan secara konseptual dapat dijelaskan dari kerangka investasi dan nilai balikan (value of return) dari hasil pendidikan kejuruan. Dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan, baik partikelir maupun pemerintah semestinya pendidikan kejuruan mempunyai konsekuensi investasi lebih besar daripada pendidikan umum. Di samping itu, hasil pendidikan kejuruan seharusnya mempunyai peluang taraf balikan (rate of return) lebih cepat dibandingkan menggunakan pendidikan umum. Kondisi tersebut dimungkinkan karena tujuan serta isi pendidikan kejuruan dibuat sejalan menggunakan perkembangan masyarakat, baik menyangkut tugas-tugas pekerjaan juga pengembangan karir siswa. 

Pendidikan kejuruan merupakan upaya mewujudkan siswa sebagai manusia produktif, buat mengisi kebutuhan terhadap kiprah-peran yang berkaitan dengan peningkatan nilai tambah ekonomi rakyat. Dalam kerangka ini, bisa dikatakan bahwa lulusan pendidikan kejuruan seharusnya mempunyai nilai ekonomi lebih cepat dibandingkan pendidikan umum.

d. Konteks Ketenagakerjaan Pendidikan Kejuruan 
Pendidikan kejuruan harus lebih memfokuskan usahanya dalam komponen pendidikan serta pelatihan yang bisa berbagi potensi manusia secara optimal. Meskipun pada dasarnya hubungan antara pendidikan kejuruan serta kebijakan ketenagakerjaan merupakan hubungan yang didasari oleh kepentingan irit, tetapi wajib selalu diingat bahwa interaksi penyelenggraan pendidikan kejuruan nir semata-mata ditentukan sang kepentingan ekonomi. 

Dalam konteks ini diartikan bahwa pendidikan kejuruan, dengan dalih kepentingan ekonomi, nir seharusnya hanya mendidik siswa dengan seperangkat skill atau kemampuan spesifik buat pekerjaan tertentu saja, karena keadaan ini nir memperhatikan anak didik menjadi suatu totalitas. Mengembangkan kemampuan spesifik secara terpisah dari totalitas langsung siswa, berarti memberikan bekal yang sangat terbatas bagi masa depannya sebagai tenaga kerja.

2. Peserta didik
Peserta didik dalam SMK (SMK) lebih dikhususkan bagi anak yang berkeinginan mempunyai kemampuan vokatif. Harapan mereka setelah lulus bisa pribadi bekerja atau melanjutkan ke perguruan tinggi menggunakan mengambil bidang profesional atau bidang akademik. Usia siswa secara umum dalam rentang 15/16 – 18/19 tahun, atau siswa berada pada masa remaja.

Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dengan dewasa. Pada masa ini umumnya terjadi gejolak atau kemelut yang berkenaan dengan segi afektif, sosial, intelektual dan moral. Kondisi ini terjadi lantaran adanya perubahan-perubahan baik fisik juga psikis yg sangat cepat yg mengganggu kestabilan kepribadian anak. Oleh karena itu, di pada merancang pembelajaran bagi anak yg berusia remaja ini seyogianya memperhatikan tugas-tugas perkembangan yang wajib diselesaikan para remaja. Beberapa tugas perkembangan remaja yang disarikan menurut Sukmadinata (2001), yaitu : 
a. Mampu menjalin interaksi yg lebih matang dengan sebaya dan jenis kelamin lain. Belajar bekerja menggunakan orang lain buat mencapai tujuan eksklusif, mampu melepaskan perasaan langsung dan sanggup memimpin tanpa mendominasi.

b. Mampu melakukan kiprah-kiprah sosial menjadi pria serta wanita. Mampu menghargai, menerima serta melakukan peran-peran sosial sebagai pria serta wanita dewasa.

c. Menerima syarat jasmaninya serta dapat menggunakannya secara efektif. Remaja dituntut buat menyenangi dan menerima dengan masuk akal kondisi badannya, bisa menghargai atau menghormati syarat badan orang lain, dapat memelihara dan menjaga syarat badannya.

d. Memiliki keberdirisendirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya. Remaja diharapkan sudah tanggal menurut ketergantungan sebagai kanak-kanak menurut orang tuanya, dapat menyayangi orang tua, menghargai orang tua atau orang dewasa lainnya tanpa tergantung pada mereka.

e. Memiliki perasaan bisa berdiri sendiri pada bidang ekonomi. Terutama pada anak laki-laki , kemudian berangsur-angsur juga tumbuh pada anak perempuan , perasaan mampu buat mencari nafkah sendiri.

f. Mampu menentukan dan mempersiapkan diri buat suatu pekerjaan. Anak telah mampu membuat perencanaan karir, memilih pekerjaan yang cocok dan bisa beliau kerjakan, membuat persiapan-persiapan yang sesuai.

g. Belajar mempersiapkan diri buat perkawinan serta hayati berkeluarga. Memiliki perilaku yang positif terhadap hidup berkeluarga dan punya anak. 

h. Mengembangkan konsep-konsep dan keterampilan intelektual untuk hayati bermasyarakat. Mengembangkan konsep-konsep tentang hukum, pemerintahan, ekonomi, politik, institusi sosial yang cocok bagi kehidupan modern, mengembangkan keterampilan berpikir serta berbahasa untuk bisa memecahkan problema-problema masyarakat terbaru.

i. Memiliki perilaku sosial seperti yang dibutuhkan warga . Dapat berpartisipasi dengan rasa tanggung jawab bagi kemajuan serta kesejahteraan rakyat.

j. Memiliki seperangkat nilai yg sebagai pedoman bagi perbuatannya. Telah memiliki seperangkat nilai yg sanggup diterapkan dalam kehidupan, terdapat kemauan dan usaha buat merealisasikannya. 

3. Substansi pendidikan kejuruan
Substansi berdasarkan pendidikan kejuruan harus menampilkan ciri pendidikan kejuruan yang tercermin dalam aspek-aspek yang erat dengan perencanaan kurikulum, yaitu :

a. Orientasi (Orientation) 
Kurikulum pendidikan kejuruan telah berorientasi dalam proses serta output atau lulusan. Keberhasilan utama kurikulum pendidikan kejuruan tidak hanya diukur menggunakan keberhasilan pendidikan siswa di sekolah saja, namun juga menggunakan output prestasi kerja dalam global kerja. Finch serta Crunkilton (1984 : 12) mengemukakan bahwa : Kurikulum pendidikan kejuruan berorientasi terhadap proses (pengalaman dan aktivitas pada lingkungan sekolah) dan output (dampak pengalaman serta kegiatan tersebut pada siswa).

b. Dasar kebenaran/Justifikasi (Justification)
Pengembangan program pendidikan kejuruan perlu adanya alasan atau justifikasi yg jelas. Justifikasi buat acara pendidikan kejuruan merupakan adanya kebutuhan nyata tenaga kerja pada lapangan kerja atau di global bisnis serta industri. Dasar kebenaran/justifikasi pendidikan kejuruan menurut Finch serta Crunkilton (1984 : 12), meluas hingga lingkungan sekolah serta warga . Ketika kurikulum berorientasi pada siswa, maka dukungan bagi kurikulum tersebut dari menurut peluang kerja yg tersedia bagi para lulusan.

c. Fokus (Focus)
Fokus kurikulum dalam pendidikan kejuruan nir terlepas pada pengembangan pengetahuan mengenai suatu bidang tertentu, namun harus secara simultan mempersiapkan siswa yg produktif. Finch serta Crunkilton (1984 : 13) mengemukakan bahwa : Kurikulum pendidikan kejuruan berhubungan langsung dengan membantu siswa buat membuatkan suatu taraf pengetahuan, keahlian, perilaku dan nilai yang luas. Setiap aspek tadi akhirnya bertambah pada beberapa kemampuan kerja lulusan. Lingkungan belajar pendidikan kejuruan mengupayakan pada dalam mengembangkan pengetahuan siswa, keahlian meniru, perilaku dan nilai serta penggabungan aspek-aspek tersebut dan aplikasinya bagi lingkkungan kerja yang sebenarnya.

Seluruh kemampuan tadi di atas, bisa dikuasai oleh siswa melalui pengalaman belajar yang diberikan, yaitu berupa rangsangan yg diaplikasikan baik dalam situasi kerja yg tersimulasi lewat proses belajar mengajar pada sekolah maupun situasi kerja yg sebenarnya dalam dunia usaha atau industri (pembelajaran di global kerja). Dari hasil belajar atau kemampuan yg telah dikuasai diperlukan dapat menaruh kontribusi pada pengembangan diri siswa, sebagai akibatnya mereka mampu bekerja sinkron menggunakan tuntutan dunia usaha dan industri.

d. Standar keberhasilan di sekolah (In-school success standards)
Kriteria buat memilih keberhasilan suatu lembaga pendidikan kejuruan diukur dari keberhasilan siswa di sekolah, mengenai beberapa aspek yg akan dia masuki. Penilaian keberhasilan dalam siswa di sekolah wajib dalam evaluasi sebenarnya atau kemampuan melakukan suatu pekerjaan. Dengan kata lain bahwa dalam baku keberhasilan sekolah harus bekerjasama erat menggunakan keberhasilan yang diharapkan pada pekerjaan, menggunakan kriteria yg dipakai sang guru dengan mengacu dalam standar atau prosedur kerja yang telah ditentukan sang dunia kerja (dunia usaha dan global industri).

e. Standar keberhasilan pada luar sekolah (Out-of school success standards) 
Penentu keberhasilan tidak terbatas pada apa yg terjadi di lingkungan sekolah. Standar keberhasilan pada luar sekolah berkaitan menggunakan pekerjaan atau kemampuan kerja yang umumnya dilakukan oleh dunia bisnis atau global industri. Menurut Starr (1975), bahwa : Walaupun standar keberhasilan majemuk antar sekolah dan antar Negara, namun keberhasilan tadi tak jarang merogoh bentuk kepuasan pegawai menggunakan keahlian lulusan, suatu persentase tinggi lulusan yg mendapatkan pekerjaan di bidang persiapan atau dalam bidang yg bekerjasama, kepuasan kerja lulusan, kemajuan yg dialami lulusan. 

Sebagai model, buat memilih keberhasilan pada luar sekolah yang sudah dilakukan dalam SMK merupakan menggunakan dilaksanakannya uji level buat kelas X serta XI, dan uji kompetensi buat kelas XII yang dilakukan sang global bisnis atau industri menurut baku kompetensi nasional sesuai bidang keahlian.

Standar kelulusan di luar sekolah (out-of school success standards) dilakukan oleh global bisnis dan industri yang mengacu pada baku kompetensi sesuai bidang keahlian atau produk yang didapatkan sang masing-masing industri.

f. Hubungan kerja sama menggunakan masyarakat (School-community relationships)
Suatu bisnis pendidikan harus herbi masyarakat, demikian juga menggunakan pendidikan kejuruan memiliki tanggung jawab pada dalam mempertahankan interaksi yg bertenaga dengan banyak sekali bidang keahlian yg berkembang pada rakyat.

Pengertian msyarakat yang dimakasud adalah dunia usaha serta global industri. Penyelenggaraan pendidikan kejuruan wajib relevan menggunakan tuntutan kerja dalam global usaha atau industri, maka perkara hubungan antara forum pendidikan dengan dunia usaha atau industri merupakan suatu karakteristik ciri yg penting bagi pendidikan kejuruan.

Perwujudan hubungan timbal kembali berupa kesediaan global bisnis atau industri, menampung peserta didik buat mendapat kesempatan pengalaman belajar pada lapangan kerja atau industri, merpakan bentuk kerjasama yg saling menguntungkan.

g. Keterlibatan pemerintah sentra (Federal involvement) 
Keterlibatan pemerintah pusat ini berkaitan menggunakan dana pendidikan yang akan dialokasikan, lantaran hal ini akan mensugesti kurikulum. Misalnya : Ketentuan jam pengajaran kejuruan tertentu dan jenis perlengkapan eksklusif yang dipakai pada bengkel atau laboratorium dapat membantu perkembangan suatu tingkat kualitas yang lebih tinggi.

h. Kepekaan (Responsivenenss)
Komitmen yg tinggi untuk selalu berorientasi ke dunia kerja, pendidikan kejuruan harus memiliki ciri berupa kepekaan atau daya suai terhadap perkembangan warga dalam biasanya, dan global kerja dalam khususnya. Perkembangan ilmu dan teknologi, penemuan dan inovasi-inovasi baru di bidang produksi dan jasa, besar pengaruhnya terhadap perkembangan pendidikan kejuruan. Untuk itulah pendidikan kejuruan wajib bersifat responsif agresif terhadap perkembangan ilmu serta teknologi, menggunakan upaya lebih menekankan pada sifat adaptabilitas dan fleksibilitas buat menghadapi prospek karir peserta didik pada jangka panjang.

i. Logistik
Kurikulum pendidikan kejuruan pada implementasi aktivitas pembelajaran perlu didukung sang fasilitas beajar yang memadai, karena untuk mewujudkan situasi belajar yang dapat mencerminkan situasi global kerja secara realistis serta edukatif, diharapkan poly perlengkapan, sarana dan perbekalan logistik. Bengkel kerja serta laboratorium adalah kelengkapan utama dalam sekolah kejuruan yg harus ada sebagai fasilitas bagi siswa pada pada membuatkan kemampuan kerja sinkron dengan tuntutan global usaha dan industri.

Kebutuhan buat koordinasi program kejuruan yg bekerja sama menggunakan industri pada warga , berafiliasi erat buat menjalin dan mempertahankan sentra kerja bagi peserta didik memberitahuakn suatu susunan unit permasalahan logistik.

j. Pengeluaran (Expense)
Pengeluaran rutin sebagai porto pendidikan pada pendidikan kejuruan yang menunjang aktivitas pembelajaran, mencakup biaya listrik, air, pemeliharaan serta penggantian peralatan, biaya transportasi ke lokasi/industri (tempat praktek kerja/magang) yang jauh berdasarkan sekolah. Di samping itu, alat-alat harus diperbaharui secara periodik jua guru berharap buat menaruh pengalaman belajar yg sebenarnya bagi peserta didik sebagaimana layaknya di industri, maka ini bisa sebagai mahal. Yang terakhir yang juga wajib menjadi perhatian adalah pembelian bahan habis menjadi bahan praktikum yang dipakai secara rutin sinkron dengan acara keahlian yg dikembangkan dalam Sekolah Menengah Kejuruan masing-masing.

Dari uraian mengenai karakteristik pendidikan kejuruan yang disarikan berdasarkan Finch serta Crunkilton (1984) di atas, bisa dijadikan acuan pada dalam pengembangan kurikulum pendidikan kejuruan pada Indonesia. Kurikulum pendidikan kejuruan yg dikembangkan di Indoneisa seyogianya mengacu pada ciri sebagai berikut :
1) Pendidikan kejuruan diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik memasuki lapangan kerja 
2) Pendidikan kejuruan berdasarkan atas kebutuhan dunia kerja
3) Fokus isi pendidikan kejuruan ditekankan dalam penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap serta nilai-nilai yg dibutuhkan sang dunia kerja.
4) Penilaian yang sesungguhnya terhadap kesuksesan siswa wajib pada “hands-on” atau performance dalam dunia kerja 
5) Hubungan yg erat dengan global kerja merupakan kunci keberhasilan pendidikan kejuruan
6) Pendidikan kejuruan yang baik merupakan responsif dan antisipatif terhadap kemajuan teknologi
7) Pendidikan kejuruan lebih ditekankan dalam “learning by doing” 
8) Pendidikan kejuruan memerlukan fasilitas yang mutakhir buat praktek sinkron dengan tuntutan dunia bisnis serta industri

B. Tuntutan Perkembangan Pendidikan Kejuruan
Perkembangan teknologi menuntut adanya perkembangan juga pada pendidikan kejuruan, lantaran waktu ini tatanan kehidupan dalam umumnya serta tatanan perekonomian pada khususnya sedang mengalami pergeseran paradigma ke arah global. Pergeseran ini akan membuka peluang kolaborasi antar Negara semakin terbuka dan pada sisi lain, persaingan antar Negara semakin ketat. Untuk mempertinggi kemampuan persaingan dalam perdagangan bebas, diperlukan serangkaian kekuatan daya saing yang andal, antara lain kemampuan manajemen, teknologi serta asal daya insan. Sumber daya manusia merupakan sumber daya aktif yg bisa menentukan kelangsungan hayati serta kemenangan dalam persaingan suatu bangsa.

Pendidikan mempunyai peran yg sangat strategis dalam mewujudkan sumber daya manusia yg tangguh buat menghadapi persaingan bebas. Termasuk pendidikan kejuruan yang menyiapkan peserta didik atau asal daya manusia yg mempunyai kemampuan kerja sebagai energi kerja menengah sesuai dengan tuntutan dunia usaha serta global industri. Oleh karenanya sinkron dengan tuntutan perkembangan pendidikan kejuruan, maka perlu adanya pembaharuan pendidikan dan training kejuruan pada Sekolah Menengah Kejuruan buat masa depan.

1. Tuntutan peserta didik 
Pendidikan kejuruan memiliki peran untuk menyiapkan peserta didik supaya siap bekerja, baik bekerja secara berdikari (wiraswasta) maupun mengisi lowongan pekerjaan yang terdapat. SMK menjadi keliru satu institusi yg menyiapkan energi kerja, dituntut bisa membentuk lulusan sebagaimana yg diharapkan global kerja. Tenaga kerja yang diharapkan adalah sumber daya insan yg memiliki kompetensi sinkron dengan bidang pekerjaannya, mempunyai daya adaptasi serta daya saing yg tinggi. Atas dasar itu, pengembangan kurikulum pada rangka penyempurnaan pendidikan menengah kejuruan harus disesuaikan menggunakan syarat serta kebutuhan global kerja. 

Tuntutan siswa serta lulusan yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja perlu dijadikan asal pijakan pada pada merumuskan tujuan pendidikan kejuruan. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menjadi bentuk satuan pendidikan kejuruan sebagaimana ditegaskan pada penerangan Pasal 15 UU SISDIKNAS, merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama buat bekerja pada bidang tertentu, yang dirumuskan dalam tujuan umum serta tujuan khusus menjadi berikut. 

Tujuan Umum :
a. Meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik pada Tuhan Yang Maha Esa
b. Mengembangkan potensi peserta didik agar sebagai warga Negara yg berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis serta bertanggung jawab.
c. Mengembangkan potensi peserta didik supaya memiliki wawasan kebangsaan, memahami serta menghargai keanekaragaman budaya bangsa Indonesia
d. Mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki kepedulian terhadap lingkungan hayati, dengan secara aktif turut memelihara dan melestarikan lingkungan hidup, dan memanfaatkan sumber daya alam menggunakan efektif dan efisien.

Tujuan Khusus :
a. Menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif, juga bekerja berdikari, mengisi lowongan pekerjaan yang terdapat di global usaha dan industri menjadi energi tingkat kerja menengah, sinkron dengan kompetensi dalam program keahlian yg dipilihnya.
b. Menyiapkan peserta didik agar bisa menentukan karir, ulet serta gigih dalam berkompetisi, menyesuaikan diri di lingkungan kerja, dan menyebarkan perilaku profesional pada bidang keahlian yg diminatinya.
c. Membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan, teknologi serta seni, agar sanggup berbagi diri di lalu hari baik secara berdikari maupun melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi
d. Membekali siswa dengan kompetensi-kompetensi sinkron dengan acara keahlian yang dipilih.
(Disarikan dari Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan Program Keahlian Tata Busana, 2004).

2. Tuntutan menjawab kebutuhan masyarakat
Ditinjau berdasarkan perspektif perkembangan kebutuhan pembelajaran serta aksesibilitas duia usaha/industri, sekurang-kurangnya tiga dimensi pokok yg sebagai tantangan bagi Sekolah Menengah Kejuruan, baik pada konteks regional juga nasional, antara lain : 
a. Implementasi acara pendidikan dan training wajib serius pada pendayagunaan potensi sumber daya lokal, sambil mengoptimalkan kerjasama secara intensif dengan institusi pasangan
b. Pelaksanaan kurikulum harus dari pendekatan yang lebih fleksibel sinkron dengan musim perkembangan serta kemajuan teknologi supaya kompetensi yg diperoleh siswa selama serta setelah mengikuti program diklat, memiliki daya adaptasi yang tinggi
c. Program pendidikan dan training sepenuhnya wajib berorientasi mastery learning (belajar tuntas) dengan melibatkan kiprah aktif – partisipatif para stakeholders pendidikan, termasuk optimalisasi kiprah Pemerintah Daerah untuk merumuskan pemetaan kompetensi ketenagakerjaan pada wilayahnya sebagai input bagi SMK dalam penyelenggaraan diklat berkelanjutan. 

Untuk mencari solusi menurut tantangan tersebut pada atas, Sekolah Menengah Kejuruan sebagai galat satu lembaga penyelenggara pendidikan serta pembinaan kejuruan wajib mampu memberikan layanan pendidikan terbaik kepada siswa walaupun syarat fasilitasnya sangat majemuk. Seperti diketahui, bahwa investasi dan pembiayaan operasional terbesar yang dilakukan oleh pemerintah pada pendidikan kejuruan merupakan pada sistem Sekolah Menengah Kejuruan. Dengan kenyataan ini, apakah Sekolah Menengah Kejuruan masih dibutuhkan ? 

Pembukaan serta penutupan suatu SMK dalam dasarnya sangat tergantung dalam tuntutan kebutuhan pengembangan asal daya manusia di daerah atau daerah setempat. Pembukaan institusi SMK baru sangat dimungkinkan jika terdapat tuntutan kebutuhan asal daya insan yang terkait menggunakan peran dan fungsi SMK. Sebagaimana yang dikemukakan Djojonegoro (1998), bahwa : “Secara teoritik pendidikan kejuruan sangat dipentingkan lantaran lebih menurut 80 % tenaga kerja pada lapangan kerja adalah tenaga kerja tingkat menengah ke bawah dan sisanya kurang dari 20 % bekerja dalam lapisan atas. Oleh karena itu, pengembangan pendidikan kejuruan kentara adalah hal penting”. 

Penutupan suatu institusi SMK hanya dimungkinkan bila secara hukum nir dapat dipertahankan atau karena adanya tuntutan rakyat yang sama sekali tidak dapat dipertahankan atau dihindari. Namun pada dasarnya, tidak ada alasan buat menutup Sekolah Menengah Kejuruan selama institusi tadi masih bisa menjalankan kiprah dan fungsi serta tidak bertentangan menggunakan aturan yg berlaku.

Upaya buat mempertahan Sekolah Menengah Kejuruan yg bisa menjawab tuntutan kebutuhan warga , pada hal ini Sekolah Menengah Kejuruan wajib mampu menjalankan kiprah dan fungsinya dengan baik. Dalam menjalankan peran serta fungsinya tersebut, maka pendidikan serta pelatihan di SMK perlu memperhatikan prinsip-prinsip pendidikan kejuruan yg dikemukakan Prosser (Djojonegoro, 1998); menjadi berikut :
a. Pendidikan kejuruan akan efisien apabila lingkungan dimana siswa dilatih merupakan replika lingkungan dimana nanti beliau akan bekerja.
b. Pendidikan kejuruan yg efektif hanya bisa diberikan dimana tugas-tugas latihan dilakukan menggunakan cara, indera dan mesin yg sama misalnya yang ditetapkan pada tempat kerja.
c. Pendidikan kejuruan akan efektif apabila dia melatih seseorang dalam kebiasaan berpikir serta bekerja misalnya yg dibutuhkan dalam pekerjaan itu sendri
d. Pendidikan kejuruan akan efektif jika beliau bisa memampukan setiap individu memodali minatnya, pengetahuannya dan keterampilannya dalam taraf yg paling tinggi
e. Pendidikan kejuruan yg efektif buat setiap profesi, jabatan atau pekerjaan hanya bisa diberikan kepada seorang yang memerlukannya, yg menginginkannya serta yang bisa untung darinya
f. Pendidikan kejuruan akan efektif bila pengalaman latihan buat menciptakan norma kerja serta kebiasaan berfkir yg sahih diulangkan sebagai akibatnya pas misalnya yg diharapkan dalam pekerjaan nantinya
g. Pendidikan kejuruan akan efektif apabila gurunya sudah mempunyai pengalaman yg sukses pada penerapan keterampilan serta pengetahuan pada operasi serta proses kerja yg akan dilakukan
h. Pada setiap jabatan terdapat kemampuan minimum yg harus dipunyai oleh seseorang supaya dia permanen bisa bekerja dalam jabatan tersebut
i. Pendidikan kejuruan harus memperhatikan permintaan pasar (memperhatikan pertanda-pertanda pasar kerja)
j. Proses pembinaan kebiasaan yg efektif pada murid akan tercapai jika training diberikan dalam pekerjaan yang nyata
k. Sumber yg bonafide buat mengetahui isi pelatihan pada suatu okupasi tersebut
l. Setiap okupasi mempunyai karakteristik-ciri isi (body of content) yang bhineka satu menggunakan yg lainnya
m. Pendidikan kejuruan akan merupakan layanan sosial yg efisien jika sesuai menggunakan kebutuhan seseorang yang memang memerlukan serta memang paling efektif bila dilakukan lewat pengajaran kejuruan
n. Pendidikan kejuruan akan efisien apabila metode pengajaran yg digunakan dan interaksi eksklusif dengan siswa mempertimbangkan sifat-sifat peserta didik tersebut
o. Administrasi pendidikan kejuruan akan efisien jika beliau luwes dan mengalir daripada kaku dan terstandar
p. Pendidikan kejuruan memerlukan porto tertentu serta bila tidak terpenuhi maka pendidikan kejuruan nir boleh dipaksakan beroperasi.

3. Tuntutan pengelolaan pendidikan kejuruan
Tuntutan pengelolaan dalam pendidikan kejuruan harus sinkron menggunakan kebijakan link and match, yaitu perubahan dari pola usang yang cenderung berbentuk pendidikan demi pendidikan ke suatu yang lebih terperinci, jelas dan konkrit sebagai pendidikan kejuruan menjadi program pengembangan sumber daya insan. Dimensi pembaharuan yang diturunkan menurut kebijakan link and match, yaitu :

a. Perubahan dari pendekatan Supply Driven ke Demand Driven
Dengan deman driven ini mengharapkan global bisnis serta global industri atau dunia kerja lebih berperan di pada memilih, mendorong dan menggerakkan pendidikan kejuruan, karena mereka adalah pihak yg lebih berkepentingan dari sudut kebutuhan tenaga kerja. Dalam pelaksanaannya, global kerja ikut berperan dan karena proses pendidikan itu sendiri lebih lebih banyak didominasi dalam menentukan kualitas tamatannya, serta pada penilaian hasil pendidikan itupun global kerja ikut menentukan supaya hasil pendidikan kejuruan itu terjamin serta terukur menggunakan ukuran global kerja.

Sebagai salah satu bentuk penerapan prinsip demand driven, maka dalam pengembangan kurikulum SMK wajib melakukan sinkronisasi kurikulum yng direalisasikan pada program Pendidikan Sistem Ganda (PSG). Dengan melakukan sinkronisasi kurikulum, penyelengaraan pembelajaran di SMK diupayakan sedekat mungkin menggunakan kebutuhan serta kondisi global kerja/industri, serta mempunyai relevansi dan fleksibilitas tinggi dengan tuntutan lapangan. Melalui sinkronisasi kurikulum ini, diharapkan sekolah bisa membaca keahlian dan performansi apa yg diperlukan dunia bisnis atau industri buat dapat dimasuki oleh lulusan Sekolah Menengah Kejuruan. 

b. Perubahan berdasarkan pendidikan berbasis sekolah (School Based Program) ke sistem berbasis ganda (Dual Based Program) 
Perubahan berdasarkan pendidikan berbasis sekolah, ke pendidikan berbasis ganda sesuai dengan kebijakan link and match, mengharapkan supaya acara pendidikan kejuruan itu dilaksanakan pada 2 tempat. Sebagian program pendidikan dilaksanakan di sekolah, yaitu teori dan praktek dasar kejuruan, dan sebagian lainnya dilaksanakan di dunia kerja, yaitu keterampilan produktif yang diperoleh melalui prinsip learning by doing. Pendidikan yg dilakukan melalui proses bekerja di dunia kerja akan memberikan pengetahuan keterampilan serta nilai-nilai dunia kerja yang nir mungkin atau sulit didapat di sekolah, antara lain pembentukan wawasan mutu, wawasan keunggulan, wawasan pasar, wawasan nilai tambah, dan pembentukan pandangan hidup kerja.

c. Perubahan berdasarkan model pedagogi yang mengajarkan mata-mata pelajaran ke contoh pengajaran berbasis kompetensi
Perubahan ke model pedagogi ke berbasis kompetensi, bermaksud menuntun proses pedagogi secara eksklusif berorientasi pada kompetensi atau satuan-satuan kemampuan. Pengajaran berbasis kompetensi ini sekaligus memerlukan perubahan kemasan kurikulum kejuruan ke pada kemasan berbentuk paket-paket kompetensi.

d. Perubahan dari program dasar yang sempit (Narrow Based) ke acara dasar yang mendasar, bertenaga serta luas (Broad Based)
Kebijakan link and match menuntut adanya pembaharuan, menunjuk kepada pembentukan dasar yang mendasar, kuat serta lebih luas. Sistem baru yg berwawasan sumberdaya manusia, berwawasan mutu dan keunggulan menganut prinsip, bahwa : tidak mungkin membangun sumberdaya manusia yang berkualitas serta yang memiliki keunggulan, bila nir diawali menggunakan pembentukan dasar yg kuat. Dalam rangka penguatan dasar ini, maka peserta didik perlu diberi bekal dasar yang berfungsi buat membangun keunggulan, sekaligus menyesuaikan diri terhadap perkembangan IPTEK, dengan memperkuat penguasaan matematika, IPA, Bahasa Inggris serta Komputer. Sistem baru ini wajib memberi dasar yg lebih luas namun kuat serta mendasar, yg memungkinkan seorang tamatan SMK mempunyai kemampuan menyesuaikan diri terhadap kemungkinan perubahan pekerjaan.

e. Perubahan menurut sistem pendidikan formal yg kaku, ke sistem yang luwes serta menganut prinsip multy entry, multy exit
Dengan adanya perubahan menurut supply driven ke demand driven, dari schools based acara ke dual based acara, dari contoh pedagogi mata pelajaran ke acara berbasis kompetensi; diperlukan adanya keluwesan yg memungkinkan pelaksanaan praktek kerja industri serta pelaksanaan prinsip multy entry multy exit. Prinsip ini memungkinkan peserta didik SMK yg telah mempunyai sejumlah satuan kemampuan tertentu (lantaran program pengajarannya berbasis kompetensi), menerima kesempatan kerja pada dunia kerja, maka siswa tadi dimungkinkan meninggalkan sekolah. Dan jikalau siswa tadi ingin masuk sekolah kembali menyelesaikan acara SMK nya, maka sekolah harus membuka diri menerimanya, serta bahkan menghargai dan mengakui keahlian yg diperoleh peserta didik yang bersangkutan menurut pengalaman kerjanya. Di samping itu, sistem program berbasis ganda jua memerlukan pengaturan praktek kerja pada industri sesuai menggunakan anggaran kerja yg berlaku di industri yang tidak sama menggunakan anggaran kalender belajar di sekolah.

f. Perubahan menurut sistem yg tidak mengakui keahlian yang telah diperoleh sebelumnya, ke sistem yang mengakui keahlian yang diperoleh menurut mana dan dengan cara apapun kompetensi itu diperoleh (Recognition of prior learning)
Sistem baru pendidikan kejuruan harus sanggup memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap kompetensi yang dimiliki sang seorang. Sistem ini akan memotivasi banyak orang yg sudah mempunyai kompetensi tertentu, misalnya dari pengalaman kerja, berusaha mendapatkan pengakuan sebagai bekal buat pendidikan dan pembinaan berkelanjutan. Untuk ini Sekolah Menengah Kejuruan perlu menyiapkan diri sebagai akibatnya memiliki instrument dan kemampuan menguji kompetensi seorang darimana serta dengan cara apapun kompetensi itu dihasilkan.

g. Perubahan dari pemisahan antara pendidikan dengan pelatihan kejuruan, ke sistem baru yg mengintegrasikan pendidikan dan training kejuruan secara terpadu
Program baru pendidikan yg mengemas pendidikannya pada bentuk paket-paket kompetensi kejuruan, akan memudahkan pengakuan dan penghargaan terhadap program pembinaan kejuruan dan program pendidikan kejuruan. Sistem baru ini memerlukan standarisasi kompetensi, serta kompetensi yang terstandar itu mampu dicapai melalui program pendidikan, acara pelatihan atau bahkan dengan pengalaman kerja yang ditunjang dengan inisiatif belajar sendiri.

h. Perubahan dari sistem terminal ke sistem berkelanjutan
Sistem baru permanen mengharapkan serta mengutamakan tamatan Sekolah Menengah Kejuruan langsung bekerja, agar segera sebagai energi produktif, bisa memberi return atas investasi SMK. Sistem baru juga mengakui banyak tamatan SMK yg potensial, dan potensi keahlian kejuruannya akan lebih berkembang lagi sesudah bekerja. Terhadap mereka ini diberi peluang buat melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan yg lebih tinggi (misalnya acara Diploma), melalui suatu proses artikulasi yg mengakui dan menghargai kompetensi yang diperoleh berdasarkan Sekolah Menengah Kejuruan dan dari pengalaman kerja sebelumnya.

Untuk menerima sistem artikulasi yg efisien diharapkan “acara antara” (bridging acara) guna memantapkan kemampuan dasar tamatan Sekolah Menengah Kejuruan yang telah berpengalaman kerja, supaya siap melanjutkan ke program pendidikan yg lebih tinggi. 

i. Perubahan berdasarkan manajemen terpusat ke pola manajemen mandiri (prinsip desentralisasi)
Pola baru manajemen berdikari dimaksudkan memberi peluang pada propinsi serta bahkan sekolah buat menentukan kebijakan operasional, dari permanen mengacu kepada kebijakan nasional. Kebijakan nasioanl dibatasi dalam hal-hal yang bersifat strategis, supaya memberi peluang bagi para pelaksana di lapangan berimprovisasi dan melakukan penemuan. Proses pendewasaan Sekolah Menengah Kejuruan perlu ditekankan, buat menumbuhkan rasa percaya diri sekolah melakukan apa yg baik dari sekolah, menggunakan prinsip akuntabilitas (accountability) yg secara taat azas menaruh penghargaan pada mereka yg pantas dihargai, serta menindak mereka yang pantas ditindak.

j. Perubahan dari ketergantungan sepenuhnya dari pembiayaan pemerintah sentra, ke swadana dengan subsidi pemerintah pusat
Sejalan menggunakan prinsip demand driven, dual based acara, pendewasaan manajemen sekolah, dan pengembangan unit produksi sekolah, sistem baru diharapkan bisa mendorong pertumbuhan swadana dalam Sekolah Menengah Kejuruan, dan posisi lokasi dana menurut pemerintah sentra bersifat membantu atau subsidi. Sistem ini pula dibutuhkan sanggup mendorong SMK berpikir dan berperilaku ekonomis.